sampul vol 3 no 4 - · PDF filepemberian contoh-contoh soal beserta cara penyelesainnya. Siswa...

90
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PUSAT PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN MATEMATIKA YOGYAKARTA PENGEMBANGAN BAHAN AJAR MATEMATIKA BERBANTUAN SOFTWARE DERIVE UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA KELAS XI IPA SMA NEGERI 1 PASARWAJO Salim PENGGUNAAN GEOGEBRA UNTUK MENINGKATKAN AKTIFITAS DAN PENGUASAAN KOMPETENSI TRANSFORMASI GEOMETRI DI SMK N 1 TULANG BAWANG TENGAH Joko Sihwidi PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN CONECTED MATHEMATICS PROJECT TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMP Lucy Asri Purwasi KEEFEKTIFAN PENGGUNAAN MEDIA BERBASIS BUDAYA PAPUA DALAM PEMBELAJARAN PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN BILANGAN BULAT DITINJAU DARI PRESTASI Muhammad Suhadak PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN PMR UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP DAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMPN 2 SIDIKALANG Sondang Noverica PENINGKATAN HASIL BELAJAR PENGURANGAN BILANGAN BULAT DENGAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK DI SDN 05 BIRUGO Ghenny Aosi PENGGUNAAN MEDIA GEOGEBRA MELALUI PENDEKATAN SCIENTIFIC UNTUK PENINGKATAN HASIL PEMBELAJARAN MATEMATIKA Didi Pianda Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 PPPPTK MATEMATIKA - KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN IDEAL MATHEDU INDONESIAN DIGITAL JOURNAL OF MATHEMATICS AND EDUCATION m o o r N 2 0 1 6 4 PENGARUH PENERAPAN STEM PROJECT-BASED LEARNING TERHADAP KREATIVITAS MATEMATIS SISWA SMK Ani Ismayani ISSN 24078530

Transcript of sampul vol 3 no 4 - · PDF filepemberian contoh-contoh soal beserta cara penyelesainnya. Siswa...

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANPUSAT PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN PENDIDIKDAN TENAGA KEPENDIDIKAN MATEMATIKAYOGYAKARTA

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR MATEMATIKA BERBANTUAN SOFTWARE DERIVEUNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS

SISWA KELAS XI IPA SMA NEGERI 1 PASARWAJO Salim

PENGGUNAAN GEOGEBRA UNTUK MENINGKATKAN AKTIFITAS DANPENGUASAAN KOMPETENSI TRANSFORMASI GEOMETRI DI SMK N 1 TULANG BAWANG TENGAH

Joko Sihwidi

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN CONECTED MATHEMATICS PROJECT TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMP

Lucy Asri Purwasi

KEEFEKTIFAN PENGGUNAAN MEDIA BERBASIS BUDAYA PAPUA DALAMPEMBELAJARAN PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN BILANGAN BULAT DITINJAU DARI PRESTASI

Muhammad Suhadak

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN PMRUNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP

DAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMPN 2 SIDIKALANGSondang Noverica

PENINGKATAN HASIL BELAJAR PENGURANGAN BILANGAN BULATDENGAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK DI SDN 05 BIRUGO

Ghenny Aosi

PENGGUNAAN MEDIA GEOGEBRA MELALUI PENDEKATAN SCIENTIFIC UNTUK PENINGKATAN HASIL PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Didi Pianda

Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

PPPPTK MATEMATIKA - KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

IDEAL MATHEDUINDONESIAN DIGITAL JOURNAL

OF MATHEMATICS AND EDUCATION

moo rN

2016

4

PENGARUH PENERAPAN STEM PROJECT-BASED LEARNINGTERHADAP KREATIVITAS MATEMATIS SISWA SMK

Ani Ismayani

ISSN 24078530

SUSUNAN REDAKSIJURNAL IDEAL MATHEDU VOLUME 3 NOMOR 4 TAHUN 2016

PPPPTK MATEMATIKA

Penanggung jawab : Kepala Subag TU dan RT

Harwasono, S.Kom., MM

Redaktur : Cahyo Sasongko, S.Sn.

Penyunting/Editor : 1. Marfuah, S,Si.,M.T.

2. Muh. Tamimuddin H, M.T.

3. Muda Nurul Khikmawati, S.Kom,. M.Cs.

4. Dr. Sumardyono, M.Pd.

5. Wiworo, S.Si., M.M.

6. Dra. Th. Widyantini, M.Si.

7. Drs. Rachmadi Widdiharto, M.A.

8. Untung Trisna Suwaji, S.Pd., M.Si.

9. Adi Wijaya, S.Pd.,M.A.

10. Fadjar Noer Hidayat, M.Ed.

11. Hanan Windro Sasongko, S.Si.

12. Sigit Tri Guntoro, S.Si., M.Si.

13. Drs. Agus Suharjana, M.Pd.

14. Joko Purnomo, M.T.

15. Drs. Marsudi Raharjo, MSc.Ed.

16. Dra. Puji Iryanti, Msc.Ed.

17. Ratna Herawati, M.Si.

18. Sumaryanta, M.Pd.

19. Sri Wulandari Danoebroto, S.Si.,M.Pd.

20. Jakim Wiyoto, S.Si.

Desain Grafis dan Layout : 1. Cahyo Sasongko, S.Sn.

2. Victor Deddy K, S.Si.

3. Muhammad Fauzy

Sekretariat : 1. Nur Hamid, S.Kom.

2. M. Pujiastuti

3. Lestari Budi Atik, A.Md.

4. Sri Kurniasih

3. Dewi Katmolowati

Alamat redaksi : PPPPTK Matematika

Jl. Kaliurang km.6, Sambisari, Depok, Sleman, D.I.Y.

Telp. (0274) 885725, 881717

Fax. (0274) 885752

Website. idealmathedu.p4tkmatematika.org

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

199

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR

MATEMATIKA BERBANTUAN

SOFTWARE DERIVE UNTUK MENINGKATKAN

KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS

SISWA KELAS XI IPA SMA NEGERI 1

PASARWAJO

Salim

Universitas Halu Oleo, Kampus Bumi Tridharma Anduonohu;[email protected]

Abstrak. Pengetahuan teoritik melalui penyampaian materi dapat diperkuat melalui

visualisasi dengan bantuan software Derive akan dikemas melalui bahan ajar

matematika. Tujuan penelitian ini adalah menemukan karakteristik bahan ajar yang

dikembangkan, mendeskripsikan kevalidan bahan ajar, mengkaji keefektifan

pembelajaran menggunakan bahan ajar yang dikembangkan dan mengkaji peningkatan

kemampuan berpikir kritis matematis siswa melalui penggunaan bahan ajar yang

dikembangkan. Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan dengan

menggunakan model Plomp yang meliputi (1) investigasi awal, (2) perancangan, (3)

realisasi/konstruksi, (4) tes, evaluasi, dan revisi, dan (5) implementasi Hasil penelitian

ini menunjukkan bahwa: (1) karakteristik bahan ajar yang dikembangkan diantaranya:

memuat aspek-aspek kemampuan berpikir kritis, menggunakan teknologi informasi dan

komunikasi, dan bahan ajar yang hierarki; (2) bahan ajar yang dikembangakan valid

setelah melalui revisi; (3) bahan ajar yang dikembangkan efektif jika diimplementasikan

dalam pembelajaran di kelas; (4) penggunaan bahan ajar berbantuan software Derive dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa.

Kata Kunci. Bahan Ajar, Software Derive, dan Berpikir Kritis

1. Pendahuluan

Seorang siswa tak mungkin dapat berpikir kritis dalam pembelajaran matematika tanpa

pengetahuan mengenai isi dan teori pelajaran matematika. Dengan demikian, agar siswa

dapat berpikir kritis dalam matematika maka dia harus memahami matematika dengan baik.

Melalui pembelajaran matematika, berpikir kritis dapat dikembangkan karena matematika

memiliki struktur dan kajian yang lengkap serta jelas antar konsep. Aktivitas berpikir kritis

siswa dapat dilihat dari kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal secara tepat, lengkap,

sistematis dan beralasan.

Fenomena yang terjadi pada kelas XI IPA di SMA Negeri 1 Pasarwajo Kabupaten Buton

menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis matematika siswa belum pernah dilatih oleh

guru dalam kegiatan pembelajaran matematika. Dari segi pembelajaran, guru masih

mendominasi kegiatan pembelajaran, guru hanya mengejar target kurikulum, guru ketika

mengajar hanya memberikan konsep materi kepada siswa secara ringkas dilanjutkan dengan

pemberian contoh-contoh soal beserta cara penyelesainnya. Siswa dalam menyelesaikan

suatu permasalahan/soal hanya masih berpatokan pada strategi penyelesaian yang diberikan

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

200

oleh guru dan sistem penilaian pembelajaran masih menekankan pada keterampilan

berhitung saja.

Penggunaan laboratorium komputer sebagai wadah untuk penerapan teknologi dalam proses

pembelajaran matematika di SMA Negeri 1 Pasarwajo Kabupaten Buton belum sepenuhnya

terlaksana dengan baik. Hal ini disebabkan guru-guru matematika belum maksimal memilih

teknologi dalam pembelajaran dalam rangka membantu siswa untuk mencapai kompetensi

yang telah ditetapkan. Guru juga belum maksimal melakukan pengembangan bahan ajar

yang ada, belum memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar, bahan ajar yang

digunakan guru masih berpedoman pada satu buku dengan penerbit tertentu yang isi

bukunya tidak memperhatikan kemampuan berpikir matematis siswa.

Kondisi ini tentunya berakibat pada hasil belajar yang dicapai oleh siswa yang belum

memuaskan sehingga perlu ditingkatkan ke arah yang lebih baik lagi. Oleh karena itu, siswa

harus dilatih untuk berpikir kritis untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang diberikan

sehingga diperlukan suatu strategi pembelajaran yang sesuai untuk melatih kemampuan

berpikir kritis siswa. Selain itu, dalam proses pembelajaran matematika perlu dilakukan

visualisasi konsep matematika yang bersifat abstrak sehingga siswa dapat mudah memahami

pengetahuan yang diberikan secara utuh.

Adanya bahan ajar matematika yang didalam kemasannya terdapat penggunaan software

Derive diharapkan informasi yang diperoleh siswa diterima secara utuh dan tersimpan dalam

sistem informasi. Penggunaan software Derive disini adalah untuk memantapkan penyandian

dan penyimpanan informasi. Dalam hal ini, pengetahuan teoritik melalui penyampaian

materi akan diperkuat melalui visualisasi dengan bantuan software Derive. Pengetahuan utuh

yang diperoleh siswa dapat membangkitkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam

pembelajaran dan kehidupannya. Pemanfaatan software Derive dalam pembelajaran dapat

memotivasi guru untuk menggunakan teknologi dalam pembelajaran sesuai dengan materi

ajar dan sarana yang ada.

Pentingnya sebuah komputer dalam pembelajaran matematika, juga diungkapkan oleh

Tiwari (2007) bahwa numerik dan kemampuan grafis Computer Algebra Systems (CAS)

merupakan alat yang sangat baik untuk menggambarkan konsep-konsep materi dalam hal ini

konsep kalkulus. Temuan Tiwari mengungkapkan bahwa komputer grafis tampaknya sangat

efektif dalam memvisualisasikan fungsi atau hubungan antara fungsi dan fungsi turunannya,

dan variabelnya. Akibatnya, inti solusi analitis dari banyak masalah dengan aplikasi menjadi

sangat bermakna bagi siswa.

Berdasarkan uraian diatas, maka beberapa rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu (1)

bagaimana karakteristik bahan ajar matematika berbantuan software Derive untuk

meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa kelas XI IPA di SMA Negeri 1

Pasarwajo Kabupaten Buton, (2) bagaimana kevalidan bahan ajar matematika berbantuan

software Derive untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa kelas XI

IPA di SMA Negeri 1 Pasarwajo Kabupaten Buton, (3) bagaimana keefektifan pembelajaran

dengan menggunakan bahan ajar matematika berbantuan software Derive untuk

meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa kelas XI IPA di SMA Negeri 1

Pasarwajo Kabupaten Buton, (4) bagaimana peningkatan kemampuan berpikir kritis

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

201

matematis siswa kelas XI IPA dengan menggunakan bahan ajar matematika berbantuan

software Derive di SMA Negeri 1 Pasarwajo Kabupaten Buton.

Penelitian ini bertujuan: (1) menemukan karakteristik bahan ajar matematika berbantuan

software Derive untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa kelas XI

IPA di SMA Negeri 1 Pasarwajo Kabupaten Buton, (2) mendeskripsikan kevalidan bahan

ajar matematika berbantuan software Derive untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis

matematis siswa kelas XI IPA di SMA Negeri 1 Pasarwajo Kabupaten Buton, (3) mengkaji

keefektifan pembelajaran dengan menggunakan bahan ajar matematika berbantuan software

Derive untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa kelas XI IPA di

SMA Negeri 1 Pasarwajo Kabupaten Buton, dan (4) mengkaji peningkatan kemampuan

berpikir kritis matematis siswa kelas XI IPA dengan menggunakan bahan ajar matematika

berbantuan software Derive di SMA Negeri 1 Pasarwajo Kabupaten Buton.

2. Kajian Pustaka

2.1. Bahan Ajar

Prastowo (2013:17) mengungkapkan bahwa bahan ajar merupakan segala bahan (baik

informasi, alat, maupun teks) yang disusun secara sistematis, yang menampilkan sosok utuh

dari kompetensi yang akan dikuasai peserta didik dan digunakan dalam proses pembelajaran

dengan tujuan perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran. Pendapat lain juga

dikemukakan oleh Widodo dan Jasmadi (2008:40), bahan ajar adalah seperangkat sarana

atau alat pembelajaran yang berisikan materi pembelajaran, metode, batasan-batasan, dan

cara mengevaluasi yang didesain secara sistematis dan menarik dalam rangka mencapai

tujuan yang diharapkan, yaitu mencapai kompetensi atau subkompetensi dengan segala

kompleksitasnya.

Bahan ajar disusun berdasarkan kebutuhan dan motivasi siswa serta berorientasi kepada

kegiatan belajar siswa. Hal itu bertujuan agar siswa lebih antusias dan semangat dalam

proses pembelajaran. Bahan ajar ini juga dapat digunakan siswa secara mandiri tanpa harus

melibatkan guru. Bagi guru, bahan ajar ini hendaknya bisa mengarahkan guru dalam

menentukan langkah-langkah pembelajaran di kelas. Pola sajian bahan ajar disesuaikan

dengan perkembangan intelektual siswa sehingga mudah dipahami.

2.2. Software Derive

Derive 6 adalah alat yang sangat baik bagi siswa dan guru matematika. Hal ini dikarenakan

dapat memecahkan masalah numerik dan simbolik serta hasilnya dapat plot dalam grafik 2D

atau 3D. Derive 6 dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang melibatkan kalkulus,

matriks dan trigonometri. Penggunaan program ini bertujuan untuk menghindari risiko

pengguna dalam membuat kesalahan dalam perhitungan, membebaskan pikiran pengguna

untuk berkonsentrasi pada pengembangan pemahaman yang lebih baik dari penggunaan

konsep matematika. Derive 6 didukung oleh sebuah petunjuk penggunaan, file demo dan

video, dan menjadikan alat ini yang ideal bagi siswa dan guru yang belajar secara mandiri

(Anonim, 2014).

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

202

Fitur-fitur yang terdapat dalam aplikasi software Derive 6 diantaranya: dapat membuat

grafik 2D dan 3D, dapat membuat bangun geometri 2D dan 3D, dan dapat digunakan untuk

menyelesaikan soal matematika, yang meliputi aljabar, kalkulus, trigonometri, matriks, dan

lain-lain.

2.3. Kemampuan Berpikir Kritis

Berpikir kritis merupakan proses berpikir secara tepat, terarah, beralasan, dan reflektif dalam

pengambilan keputusan yang dapat dipercaya. Dalam rangka mengetahui bagaimana

mengembangkan berpikir kritis pada diri seseorang, Ennis (2000) menyebutkan bahwa

pemikir kritis idealnya mempunyai 12 kemampuan berpikir kritis yang dikelompokkan

menjadi 5 aspek kemampuan berpikir kritis,antara lain:

1. Elementary clarification (memberikan penjelasan dasar)

2. The basis for the decision (menentukan dasar pengambilan keputusan)

3. Inference (menarik kesimpulan)

4. Advanced clarification (memberikan penjelasan lanjut)

5. Supposition and integration (memperkirakan dan menggabungkan).

3. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan atau Reseach and Development (R & D)

merupakan metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu dan

menguji keefektifan produk tersebut (Sugiyono, 2010: 407). Dalam penelitian ini dilakukan

pengembangan bahan ajar matematika berbantuan software Derive. Pengembangan bahan

ajar matematika adalah suatu proses kegiatan untuk menghasilkan bahan pembelajaran untuk

siswa. Dalam pengembangan penelitian ini menggunakan model pengembangan Plomp

(1997). Model ini terdiri dari lima tahapan yaitu: (1) preliminary investigation (investigasi

awal), (2) design (perancangan), (3) realization/construction (realisasi/ konstruksi), (4) test,

evaluation, and revision (tes, evaluasi, dan revisi), (5) implementation (implementasi).

Penelitian pengembangan ini dilaksanakan pada siswa kelas XI IPA SMA Negeri 1

Pasarwajo Kabupaten Buton semester genap tahun 2015 yang berjumlah 2 kelas dari 8 kelas

paralel yang diambil secara acak. Prototype bahan ajar direvisi berdasarkan saran, masukan

dan penilaian para ahli, kemudian bahan ajar direvisi lagi dan selanjutnya diimplementasikan

kepada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Pasarwajo Kabupaten Buton

Kevalidan bahan ajar matematika dalam penelitian ini merupakan validitas isi, dan untuk

menentukannya peneliti meminta pertimbangan maupun penilaian para ahli. Bahan ajar

dikatakan valid, jika rata-rata penilaian validator minimal telah berada dalam kategori valid

sampai sangat valid yaitu pada interval 2,5 < Va ≤ 4,00.

Bahan ajar dikatakan efektif untuk mendukung proses pembelajaran jika: (a) aktivitas

belajar siswa berada pada kategori minimal aktif sampai sangat aktif yaitu pada interval 2,50

< X ≤ 4,00, (b) adanya ketuntasan kemampuan berpikir kritis matematis siswa.

Pembelajaran dikatakan tuntas apabila banyaknya siswa dalam kelas mencapai ketuntasan

minimal 70%, (c) kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang diajar dengan bahan ajar

matematika berbantuan software Derive lebih baik dari pada siswa yang diajar dengan bahan

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

203

ajar konvensional, (d) sebesar 75% atau lebih siswa memberi respon positif terhadap

pembelajaran menggunakan bahan ajar matematika berbantuan software Derive, (e)

peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa dihitung berdasarkan selisih antara

rata-rata akhir kemampuan berpikir kritis matematis siswa dengan rata-rata awal kemampuan

berpikir kritis matematis siswa yang disajikan dalam bentuk diagram batang.

4. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Karakteristik bahan ajar matematika yang dikembangkan diantaranya. Pertama, bahan ajar

matematika yang memuat aspek kemampuan berpikir kritis matematis. Pengembangan bahan

ajar ini disesuaikan salah satu tujuan pembelajaran matematika pada jenjang SMA yaitu

menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam

membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan

matematika. Dalam pembelajaran seharusnya didesain dengan sebaik-baiknya dan melatih

siswa pada pola-pola berpikir tertentu (berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif )

untuk memudahkan siswa menyelesaikan soal matematika. Kedua, bahan ajar matematika

yang dikembangkan diintegrasikan dengan menggunakan teknologi informasi dan

komunikasi (TIK). Pembelajaran di sekolah mesti menggunakan TIK seperti komputer, alat

peraga, atau media lainnya. Pembelajaran dengan komputer memunculkan pembaharuan

dalam pembelajaran matematika dimana komputer digunakan sebagai alat bantu berpikir.

Dengan menggunakan komputer dalam pembelajaran dimungkinkan siswa untuk

merepresentasikan gagasan dalam berbagai cara, baik tulisan, gambar maupun verbal.

Visualisasi akan membantu siswa memahami konsep matematika yang abstrak dari hal-hal

yang lebih kongkrit. Ketiga, bahan ajar matematika yang hierarki yakni memperhatikan

urutan materi mulai dari materi yang sederhana ke materi yang lebih kompleks. Sehubungan

dengan itu maka perlu diperhatikan mengenai urutan logis, keterkaitan antar materi dalam

setiap indikator, dan cakupan keluasan serta kedalaman materi.

Bahan ajar yang valid adalah bahan ajar yang dikembangkan berdasarkan prosedur

pengembangan dan telah divalidasi oleh validator dengan penilaian minimal baik serta

memberikan rekomendasi untuk dipakai. Selama pengembangan bahan ajar terjadi beberapa

revisi berdasarkan hasil validasi. Penilaian validator terhadap bahan ajar matematika yang

dikembangkan memiliki rata-rata sebesar 3,88 dengan kategori sangat baik. Hasil ini

menandakan pada umumnya pengembangan bahan ajar matematika yang disusun berkategori

baik dan dapat digunakan dengan sedikit revisi. Selain memberikan penilaian, para validator

memberikan masukan terhadap bahan ajar yang dikembangkan agar layak dan baik untuk

digunakan.

Bahan ajar yang telah revisi dinyatakan layak dan siap untuk diimplementasikan pada situasi

di dalam kelas pembelajaran. Hasil implementasi perangkat pembelajaran di dalam kelas

pembelajaran sebagai berikut.

1. Aktivitas Belajar

Pengamatan terhadap aktivitas belajar dilakukan dalam setiap proses pembelajaran di kelas.

Proses pembelajaran matematika ini berlangsung selama 5 kali pertemuan. Jika kelima

pertemuan dirata-ratakan maka diperoleh skor aktivitas belajar siswa selama proses

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

204

pembelajaran adalah 3,24. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas belajar siswa pada kelas

dengan menggunakan bahan ajar matematika berbantuan software Derive tergolong aktif.

Aktivitas siswa yang paling dominan selama pembelajaran yang berada pada indeks rata-rata

lebih besar 3,40 meliputi antusias menyimak pendapat teman sekelompoknya, ketertarikan

dalam isi bahan ajar, mendengarkan penjelasan/percakapan dalam diskusi di kelompoknya,

menyimak materi pada bahan ajar, memperhatikan petunjuk simulasi materi dengan software

Derive. Munculnya beberapa aktivitas ini secara baik, disebabkan adanya penggunaan

software Derive dalam kegiatan pembelajaran.

Penggunaan software Derive juga searah dengan hasil penelitian Andresen (2007) yang

dilakukan pada Sekolah Menengah Atas di Denmark menunjukkan bahwa software Derive

digunakan untuk memfasilitasi proses perubahan yang berfokus pada pemecahan persamaan

secara kualitatif, interpretasi grafik yang berbeda setiap kasus. Hasil pemodelan juga

didukung oleh adanya diskusi antara sesama siswa dalam kegiatan pembelajaran

2. Ketuntasan Belajar

Analisis yang digunakan untuk menguji ketuntasan belajar adalah uji proporsi pihak kanan.

Rekapitulasi hasil uji ketuntasan belajar pada kelas eksperimen disajikan pada Tabel 1

berikut ini.

Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Uji Ketuntasan Belajar

Aspek Pengukuran zhitung ztabel Kriteria

Kemampuan Berpikir Kritis 3,70 1,65 Tolak Ho

Hasil pengujian ketuntasan belajar dengan uji proporsi juga menunjukkan bahwa sebanyak

70% dari seluruh siswa telah mencapai nilai lebih dari 65 ditinjau dari kemampuan berpikir

kritis matematis siswa. Ketercapaian ketuntasan belajar ini mengindikasikan bahwa

pembelajaran matematika dengan bahan ajar berbantuan software Derive efektif untuk

digunakan dalam pembelajaran dan berhasil menumbuhkan kemampuan individual siswa

dalam berpikir kritis matematis.

3. Kemampuan Berpikir Kritis

Data pre-post dan post-test kemampuan berpikir kritis matematis siswa terlebih dahulu diuji

normalitasnya dan homogenitasnya. Hasil uji normalitas data menunjukkan bahwa nilai

Asymp. Sig. lebih besar dari α = 0,05. Hal ini berarti data yang diperoleh telah berdistribusi

normal. Sedangkan hasil uji homogentis data menunjukkan bahwa nilai Sig. lebih besar dari

α = 0,05. Hal ini berarti kedua kelompok sampel yang diteliti mempunyai varians yang

homogen.

Data awal siswa digunakan untuk melihat kemampuan awal siswa sebelum pembelajaran.

Kemampuan awal siswa pada kedua kelompok perlakuan adalah sama. Analisis statistik

dengan uji independent sample t test (pihak kanan) dengan menggunakan bantuan program

SPSS versi 22.0 disajikan pada Tabel 2 berikut ini.

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

205

Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Analisis Data Awal Sebelum Pembelajaran

Aspek Pengukuran thitung ttabel Kriteria

Kemampuan Berpikir Kritis 1,102 1,669 Terima Ho

Rata-rata kemampuan awal siswa pada Tabel 2 menunjukkan bahwa kemampuan awal siswa

antara kelas eksperimen dan kelas kontrol dianggap sama ditinjau kemampuan berpikir kritis

matematis siswa. Tidak ada kelas yang menonjol dari kedua kelompok perlakuan. Data

kemampuan awal ini juga digunakan sebagai patokan awal keadaan kemampuan siswa untuk

melihat peningkatan kemampuan belajar siswa.

Data akhir setelah pembelajaran yang diperoleh yaitu data kemampuan berpikir kritis

matematis siswa. Data diperoleh menggunakan tes kemampuan berpikir kritis. Jika pada

awal pembelajaran kemampuan berpikir kritis dari kedua kelompok adalah sama, namun

setelah dilakukan perlakuan dengan menerapkan bahan ajar matematika berbantuan software

Derive maka terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis dari kedua kelompok perlakuan.

Analisis statistik dengan uji independent sample t test (pihak kanan) dengan menggunakan

bantuan program SPSS versi 22.0 disajikan pada Tabel 3 berikut ini.

Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Analisis Data Akhir Setelah Pembelajaran

Aspek Pengukuran thitung ttabel Kriteria

Kemampuan Berpikir Kritis 8,989 1,669 Tolak Ho

Penggunaan bahan ajar matematika yang berbeda akan menghasilkan perbedaan pada

pencapaian kemampuan berpikir kritis matematis siswa. Jika dilihat dari karakteristik

masing-masing pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini, tampak bahwa perbedaan

kemampuan siswa tersebut memang tampak terjadi. Hasil analisis data pada Tabel 3

menunjukkan kelompok siswa yang mendapat pembelajaran dengan menggunakan bahan

ajar matematika berbantuan software Derive lebih baik dari pada kelompok siswa yang

mendapat pembelajaran dengan menggunakan bahan ajar konvensional ditinjau dari

kemampuan berpikir kritis matematis siswa.

4. Respon Siswa

Hasil rerata total analisis data respon siswa terhadap penggunaan bahan ajar matematika

diperoleh nilai sebesar 87,24% siswa memiliki respon positif terhadap pengunaan bahana

ajar matematika berbantuan software Derive dan sisa sebesar 12,76% siswa memiliki respon

negatif.

Hasil penelitian ini juga menunjukkan pembelajaran yang efektif tentunya tidak terlepas dari

peranan seorang guru dalam mendesain suatu pembelajaran. Gurulah yang mengetahui

semua potensi yang ada pada lingkungan sekolah, strategi pembelajaran yang digunakan,

kompetensi/kemampuan yang harus dikuasai oleh siswa. Perlunya guru yang kompeten juga

diteliti oleh Thompson (2008) tentang pengetahuan guru terhadap higher-order thinking.

Hasilnya menunjukkan bahwa sebesar 55% guru matematika memiliki pengetahuan higher-

order thinking terhadap taksonomi Bloom. Penguasaan terhadap aspek-aspek kemampuan

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

206

berpikir kritis dan berpikir lainnya mesti dikuasai dan dipahami oleh guru. Penguasaan ini

bertujuan agar memudahkan siswa untuk menyelesaikan suatu masalah/soal. Jadi faktor guru

juga berperan terhadap keberhasilan belajar siswa.

5. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis

Perbedaan rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa sebelum dan sesudah perlakuan baik

pada kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol dapat dilihat pada Gambar 1 berikut

ini.

Gambar 1. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa

Pada Gambar 1 tampak bahwa peningkatan rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa

kelompok eksperimen sebesar 19.65. sedangkan pada kelompok kontrol, peningkatan rata-

rata kemampuan berpikir kritis siswa sebesar 6,11. Perbedaan rata-rata kemampuan berpikir

kritis siswa ini menunjukkan dengan bahan ajar matematika berbantuan software Derive

mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa secara signifikan sedangkan pada

penggunaan bahan ajar konvensional tidak dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis

siswa secara signifikan.

Hasil penelitian ini juga relevan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dwijananti dan

Yulianti (2010: 108) menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan berpikir kritis

mahasiswa pada mata kuliah fisika lingkungan dapat dikembangkan dengan model

pembelajaran problem based instruction (PBI). Walaupun berbeda pada kajian mata

pelajaran, subyek penelitian dan aspek kemampuan berpikir kritis, peningkatan kemampuan

berpikir kritis disebabkan karena pembiasaan berpikir kritis dalam memecahkan

permasalahan disetiap pembelajaran sehingga memiliki kecenderungan membuat siswa akan

semakin memandang berbagai hal disekitarnya dengan rasa ingin tahu, sehingga ada

pemberian makna.

5. Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan dari penelitian ini diantaranya: (1) bahan ajar matematika yang dikembangkan

memiliki karakteristik diantaranya yaitu memuat aspek-aspek kemampuan berpikir kritis,

menggunakan teknologi informasi dan komunikasi, dan bahan ajar yang hierarki, (2) bahan

ajar matematika berbantuan software Derive untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

207

matematis siswa kelas XI IPA adalah valid setelah melalui revisi, (3) bahan ajar matematika

berbantuan software Derive untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa

kelas XI IPA efektif digunakan, (4) penggunaan bahan ajatr matematika berbantuan software

Derive dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dengan peningkatan rata-rata

sebesar 19,65.

Saran yang dapat diberikan yaitu: (1) bahan ajar yang dihasilkan dapat dipergunakan untuk

melengkapi bahan ajar, sarana atau sumber belajar di sekolah, (2) bahan ajar matematika

yang dikembangkan efektif digunakan sehingga dapat digunakan untuk materi-materi lain

yang mudah dieksplorasi dengan software Derive , (3) perlunya penggunaan teknologi dalam

pembelajaran untuk memotivasi dan menarik perhatian siswa dalam belajar dan

memudahkan guru untuk mengorganisasikan pembelajaran.

Daftar Pustaka

Anonim. 2014. Derive 6 GCSE & A Level Maths Brought to Life. [Online]. Tersedia:

http://www.chartwellyorke.com/derive.html [28 November 2014].

Andresen, Mette. 2007. Modeling With The Software 'Derive' To Support A Constructivist Approach

To Teaching. International Electronic Journal of Mathematics Education, Volume 2, No 1,

Hal: 1-15. [Online]. Tersedia: http://www.iejme.com/012007/d1.pdf [ 5 Desember 2013].

Dwijananti & Yulianti. 2010. Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa Melalui

Pembelajaran Problem Based Instruction Pada Mata Kuliah Fisika Lingkungan. Jurnal

Pendidikan Fisika Indonesia. Volume 6, No 2, Hal: 108-114. FMIPA Universitas Negeri

Semarang.

Ennis, R. H. 2000. An Outline of Goals for a Critical Thinking Curriculum and Its Assessment.

University of Illinois: Urbana Champaign. [Online]. Tersedia:

http://www.criticalthinking.net/goals.html [29 November 2014].

Plomp, Tj. 1997. Educational Design: Introduction, From Tjeerd Plomp (Eds.) Educational &

Training System Design: Introduction. Design of Educational and Training (in Dutch).

Utrecht (the Netherlands): Lemma, Netherland. Faculty of Educational Science and

Technology, University of Twente.

Prastowo, Andi. 2013. Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif. Yogyakarta: Diva Press.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Thompson, Tony. 2008. Mathematics Teachers’ Interpretation Of Higher-Order Thinking In

Bloom’s Taxonomy. International Electronic Journal of Mathematics Education, Volume

3, No 2, Hal: 96-109. [Online]. Tersedia: http://www.iejme.com/022008/d2.pdf [5

Desember 2014].

Tiwari, Tapan. Kumar. 2007. Computer Graphics As An Instructional Aid In An Introductory

Differential Calculus Course. International Electronic Journal of Mathematics Education,

Volume 2, No 1, Hal: 32-48. [Online]. Tersedia: http://www.iejme.com/012007/d3.pdf [5

Desember 2014].

Widodo, Chomsin S. & Jasmadi. 2008. Panduan Menyusun Bahan Ajar Berbasis Kompetensi. Jakarta:

PT Elex Media Kompetindo.

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

208

PENGGUNAAN GEOGEBRA UNTUK

MENINGKATKAN AKTIFITAS DAN

PENGUASAAN KOMPETENSI TRANSFORMASI

GEOMETRI

DI SMK N 1 TULANG BAWANG TENGAH

Joko Sihwidi SMK N 1 Tulang Bawang Tengah, Kab. Tulang Bawang Barat; [email protected]

Abstrak. Karya Tulis ilmiah ini berupa Penelitian Tindakan Kelas yang bertujuan untuk

melakukan perbaikan dan pengembangan kualitas pembelajaran serta memecahkan masalah

melalui penerapan langsung di kelas. Masalah dalam penelitian ini adalah apakah pengunaan

aplikasi Geogebra dapat untuk meningkatkan aktifitas dan penguasaan kompetensi

transformasi geometri di kelas XI TKJ (Teknik Komputer Jaringan) 1 SMK Negeri 1 Tulang

Bawang Tengah tahun 2016/2017. Penelitian ini dilaksanakan dari Agustus tahun 2016 sampai

dengan Oktober tahun 2016, mulai dari perencanaan sampai dengan pengolahan data dengan

menggunakan jenis perlakuan tindakan kelas (class room action research) 3 siklus. Secara

statistik terdapat perbedaan peningkatan yang signifikan aktifitas belajar dari siswa yang

ditunjukkan dengan peningkatan aspek bertanya, menjawab pertanyaan, melakukan percobaan,

mengamati percobaan, menggunakan alat dan bahan, membuat tabel pengamatan, menuliskan

data dalam tabel pengamatan dan menuliskan jawaban, diskusi dengan kelompok, bekerja sama

dengan kelompok, mengamati kegiatan presentasi, mendengarkan sajian presentasi dan

mengemukakan pendapat, mendengarkan informasi guru dan percaya diri dalam kegiatan

pembelajaran. Selain itu penggunaan aplikasi Geogebra ini juga menunjukan adanya

peningkatan kompetensi transformasi geometri pada siklus pertama, kedua dan ketiga yang

ditunjukkan dengan peningkatan prosentase ketercapaian tujuan pelaksanaan pembelajaran.

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa aplikasi Geogebra dapat meningkatkan

aktifitas dan kompetensi materi tranformasi geometri bagi siswa siswa kelas XI semester 3

program teknik komputer jaringan SMK Negeri 1 Tulang Bawang Tengah.

Kata Kunci. aktifitas, Geogebra, kompetensi dasar, tranformasi.

1. Pendahuluan

Nilai rata-rata matematika SMK Negeri 1 Tulang Bawang Tengah cukup rendah karena

dalam setiap kompetensi yang dipelajari selalu saja lebih dari 40% siswa tidak mencapai

KKM sehingga guru harus selalu melakukan remidial yang memerlukan tenaga ekstra

dalam mendorong siswa mencapai standar kompetensi yang diharapkan. Selain itu, peneliti

menemukan kecenderungan siswa pasif dalam proses pembelajaran matematika karena

minimnya aktifitas pembelajaran yang diselenggarakan di kelas.

Teknik Komputer dan Jaringan (TKJ) merupakan salah satu program keahlian yang terdapat

di SMK N 1 Tulang Bawang Tengah. Sesuai dengan minat dan jurusannya di bidang

komputer dan jaringan, siswa kelas XI TKJ SMK N 1 Tulang Bawang Tengah memiliki

potensi dalam penggunaan teknologi informasi dan komunikasi di pembelajaran. Terlebih

lagi banyak siswa yang memiliki laptop sebagai sarana penunjang pembelajaran. Potensi ini

tentunya dapat diberdayakan secara positif untuk pembelajan matematika.

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

209

Dilandasi keinginan untuk mencari strategi pembelajaran yang tepat dan efisien untuk

meningkatkan aktifitas dan kompetensi transformasi geometri di kelas XI TKJ SMK N 1

Tulang Bawang Tengah maka peneliti ingin menggunakan aplikasi Geogebra sebagai media

pembelajaran. Telah banyak studi yang membahas mengenai dampak positif penggunaan

Geogebra dalam pembelajaran matematika di kelas. Selain itu dikarenakan materi ini adalah

materi baru di Kurikulum 2013 SMK dan juga penggunaan Geogebra belum banyak

digunakan oleh guru matematika di sekolah maka peneliti merasa perlu mengadakan

penelitian tindakan kelas pada materi Transformasi Geometri ini dengan menggunakan

aplikasi Geogebra.

Untuk mewujudkan harapan di atas, maka peneliti mengambil judul penggunaan media

aplikasi Geogebra untuk meningkatkan aktifitas dan kompetensi transformasi geometri

dengan rumusan masalah, bagaimna penggunaan media aplikasi Geogebra dapat

meningkatkan aktifitas dan kompetensi transformasi geometri di kelas XI TKJ SMK N 1

Tulang Bawang Tengah ? Tujuan dalam penelitian ini peneliti ingin mendapatkan input atau

informasi yang berharga untuk memperbaiki proses atau praktik pembelajaran. Selain itu

juga salah satu bentuk memotivasi diri dan motivasi kawan seperjuangan dalam rangka

mengembangkan diri melalui peningkatan dalam pengenalan Geogebra dan juga kegiatan

penulisan karya ilmiah , dan tujuan secara umum adalah mencari suatu strategi yang tepat

untuk meningkatkan kompetensi dalam pembelajaran matematika di SMK Negeri 1 Tulang

Bawang Tengah. Tujuan dari pada penelitian yang dilakukan, secara khusus adalah untuk

meningkatkan aktifitas dan kompetensi transformasi geometri di kelas XI TKJ SMK N 1

Tulang Bawang Tengah.

2. Kajian Teori

2.1. Matematika dengan Teknologi

Media adalah alat yang mempunyai fungsi menyampaikan pesan (Bovee, 1997). Menurut

Hamalik yang di kutip Azhar Arsyad (2009: 15) mengemukakan bahwa pemakaian media

pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat

yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa

pengaruh-pengaruh psokologis terhadap siswa. Menurut Kemp dan Dayton dalam bukunya

Azhar Arsyad (2009: 9) menyatakan bahwa media pembelajaran dapat memenuhi tiga

fungsi utama apabila media itu digunakan untuk perorangan, kelompok, atau kelompok

pendengar yang besar jumlahnya, yaitu: (1) Memotivasi minat atau tindakan , (2)

Menyampaikan informasi dan (3) Memberi instruksi.

Proses belajar dapat terjadi jika ada interaksi antara individu dengan lingkungannya.

Interaksi tersebut dapat diciptakan melalui penggunaan sumber dan media belajar yang

tepat. Pemilihan media pembelajaran yang tepat dapat mendukung tercapainya tujuan

pembelajaran dan menciptakan suasana belajar yang lebih aktif dan interaktif, misalnya

dengan memanfaatkan teknologi berupa komputer / laptop / tablet dalam pembelajaran

matematika Bagus Ardi Saputro dkk,-(2015). Guru dan setiap siswa mempunyai kemampuan

teknologi yang berbeda beda sehingga hal ini memungkinkan baik siswa ataupun guru

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

210

menggunakan berbagai sumber daya teknologi tersebut dalam pembelajaran juga berbeda

hasilnya.

Computer Algebra System (CAS) dapat meningkatkan pemahaman dan kemampuan

memecahkan masalah konseptual siswa. Software matematika dinamis menawarkan

kesempatan untuk menggunakan kedua sistem aljabar komputer dan perangkat lunak

geometri dinamis ( Bulut, dalam Bagus Ardi Saputro dkk 2015).

2.2. Geogebra

Geogebra adalah program dinamis yang dengan beragam fasilitasnya dapat dimanfaatkan

sebagai media pembelajaran matematika untuk memvisualisasikan konsep-konsep matematis

serta sebagai alat bantu untuk mengkonstruksi konsep- konsep matematis.

Menurut Lavicza (Hohenwarter, 2010), sejumlah penelitian menunjukkan bahwa Geogebra

dapat mendorong proses penemuan dan eksperimentasi siswa di kelas. Fitur-fitur

visualisasinya dapat secara efektif membantu siswa dalam mengajukan berbagai konjektur

matematis.

2.3. Aktifitas siswa

Keaktifan siswa selama proses belajar mengajar merupakan salah satu indikator adanya

keinginan atau motivasi siswa untuk belajar. Siswa dikatakan memiliki keaktifan apabila

ditemukan ciri-ciri perilaku seperti : sering bertanya kepada guru atau siswa lain, mau

mengerjakan tugas yang diberikan guru, mampu menjawab pertanyaan, senang diberi tugas

belajar, dan lain sebagainya. (Rosalia, 2005:4)

Aktifitas siswa merupakan kegiatan atau perilaku yang terjadi selamaproses belajar

mengajar. Kegiatan kegiatan yang dimaksud adalah kegiatan yang mengarah pada proses

belajar seperti bertanya, mengajukan pendapat, mengerjakan tugas tugas, dapat menjawab

pertanyaan guru dan bisa bekerjasama dengan siswa lain, serta tanggung jawab terhadap

tugas yang diberikan.

2.4. Kompetensi siswa

Menurut Standar Proses pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas)

Nomor 41 Tahun 2007, indikator pencapaian kompetensi adalah perilaku yang dapat diukur

dan/atau diobservasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang

menjadi acuan penilaian mata pelajaran. Indikator pencapaian kompetensi merupakan

rumusan kemampuan yang harus dilakukan atau ditampilkan oleh siswa untuk menunjukkan

ketercapaian kompetensi dasar (KD). Dengan demikian indikator pencapaian kompetensi

merupakan tolok ukur ketercapaian suatu KD.

Menurut undang undang republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan

nasional Kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup

sikap , Pengetahuan dan Ketrampilan sesuai standart yang ditetapkan.

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

211

3. Metodologi Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian yang bertujuan memperbaiki kondisi pembelajaran, maka

menggunakan jenis penelitian tindakan kelas (PTK) dengan pendekatan penelitian secara

kualitatif karena penelitian ini lebih banyak menekankan pada proses pelaksanaan

pembelajaran yang dilakukan.

Penelitian tindakan kelas ini menggunakan 3 siklus, masing-masing siklus selama 4×45

menit .Dalam pelaksanaan penelitian ini diawali dengan hasil analisa keterlaksanaan

kurikulum di kelas TKJ 1, yang menunjukkan kompetensi prasyarat dengan materi

transformasi ini sudah dimiliki serta pertimbangan waktu kelas ini akan melaksanakan

praktik industri sehingga hasil analisa MGMP kabupaten Tulang Bawang Barat materi

transformasi diberikan di semester ke 3 pada urutan ke 3 setelah materi prasyaratnya yaitu

matrik.

Garis besar pelaksanaan dapat digambarkan dalam siklus sebagai berikut

Dengan rincian prosedur penelitian sebagai berikut :

a. Tahap perencanaan.

Dalam tahap perencanaan tindakan pada siklus ini, kegiatan yang dilakukan adalah:Peneliti

menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, merancang perangkat pembelajaran baik

berupa lembar kehadiran, lembar observasi, lembar penilaian, LKS yang digunakan untuk

mengarahkan kerja siswa untuk bisa menemukan suatu kesimpulan materi dengan

Geogebra, Merancang alat pengumpul data yang berupa post tes dan digunakan untuk

mengetahui pemahaman kemampuan siswa yang berkaitan dengan materi dan lembar

observasi untuk mengetahui aktifitas siswa saat pelaksanaan pembelajaran.

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

212

b. Tahap pelaksanaan

Kegiatan dalam penelitian tindakan kelas ini meliputi : melaksanakan pembelajaran sesuai

RPP, Memberikan penjelasan secara umum dan siswa mengaktifkan media Geogebra pada

laptopnya masing masing untuk bisa belajar sesuai LKS yang ada, Mendorong siswa yang

belum aktif untuk aktif dalam mengikuti pembelajaran, Peneliti memberi bantuan kepada

siswa yang mengalami kesulitan sesuai dengan skenario pembelajaran yang telah dirancang

dan meminta guru kolaborator mencatat kegiatan kegiatan / aktifitas yang dilakukan oleh

masing masing siswa, dan pada akir siklus Peneliti memberikan post test pada siswa untuk

mengetahui kompetensi siswa.

c. Tahap observasi tindakan

Peneliti mengamati dan meminta kawan guru kolaborator mengamati kegiatan dengan

lembar observasi keaktivan belajar yang sudah disiapkan, mencatat semua kejadian yang

terjadi pada saat siswa mengikuti pembelajaran dan mengevaluasi hasil belajar serta

menanyakan pada siswa yang kurang aktif dalam pembelajaran tentang kesulitan-kesulitan

yang dihadapinya.

d. Tahap refleksi

Dari hasil pengamatan baik berupa catatan aktifitas siswa dan ketercapaian hasil belajarnya

dianalisa untuk mengetahui apakah tindakan yang dilakukan dapat meningkatkan aktifitas

belajar siswa dan juga meningkatkan kompetensinya, serta menganalisis kelebihan dan

kekurangannya untuk perbaikan tindakan pada siklus berikutnya.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut.

1. Lembar observasi yang mencakup aspek bertanya ,menjawab pertanyaan, melakukan

percobaan, mengamati percobaan, menggunakan alat dan bahan, membuat tabel pengamatan,

menuliskan data dalam tabel pengamatan dan menuliskan jawaban, Diskusi dengan

kelompok, bekerja sama dengan kelompok, mengamati kegiatan presentasi, mendengarkan

sajian presentasi dan mengemukakan pendapat, mendengarkan informasi guru dan percaya

diri dalam kegiatan pembelajaran.

2. Kuisioner digunakan untuk menjaring informasi tentang materi prasarat dan juga

tentang kondisi sarana penunjang penggunaan media dalam penelitian ini.

3. Lembar test yang berupa post test untuk mengukur kompetensi siswa dalam bidang

pengetahuan , dan ketrampilan.

Guru sejawat mengisi daata observasi aktifitas siswa, mengamati dan menilai aktifitas siswa

berdasarkan 15 indikator yang sudah disusun dan divalidasi, dengan rincian nilai 1 (satu)

yang menunjukkan aktifitas siswa rendah sedangkan nilai 2 (dua) yang menunjukkan

aktifitas siswa cukup dan nilai 3 (tiga) menunjukkan aktifitas siswa tinggi. Hasil rekapitulasi

nilai aktifitas siswa minimal adalah 15 dan nilai maksimal adalah 45 dengan rata rata nilai

tersebut dikategorikan menjadi 4 tingkatan yaitu rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi.

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

213

Data nilai yang menggambarkan kompetensi transformasi, siswa saat belajar yang mencakup

data post test ini dianalisa dengan statistik deskriptip sederhana untuk mengetahui sebaran

dan gambaran ketercapaian kompetensinya. Data dibandingkan dengan nilai yang didapat

dan aktifitas dalam tiap tahap pengamatan (SIKLUS) dengan skala 100, untuk mengetahui

apakah dari perlakuan yang dilakukan mengalami peningkatan hasil yang diharapkan dan

perkembangan penguasaan kompetensi dasar dari seluruh peserta.

4. Hasil Penelitian dan Pembahasan

4.1. Deskripsi Awal

Dari hasil pengumpulan data dengan angket yang diberikan kepada siswa didapatkan data

banyak siswa yang mempunyai komputer / laptop sebanyak 21 siswa, belum pernah ada guru

yang menggunakan aplikasi geogebra pada pembelajaran sebelumnya ,demikian juga siswa

belum ada yang bisa menggunakan geogebra ,tetapi sudah semua siswa yang memiliki laptop

memasang aplikasi geogebra, sementara itu sarana pendukung untuk menghidupkan laptop

dikelas tersedia dengan baik dan tidak ada kendala berarti saat siswa membawa laptopnya

untuk belajar di kelas.

Dalam pengamatan aktifitas siswa dengan menggunakan lembar observasi oleh guru

kolaborator didapatkan data sebagai berikut :

Tabel. 1 Pengelompokan skor keaktifan siswa pada pra siklus

No Skor Frekuensi Kategori

1 15 – 22 15 Rendah

2 23 – 30 20 Sedang

3 31 – 38 4 Tinggi

4 39 – 45 0 Sanga tinggi

Sumber : Data diolah dari hasil observasi aktifitas pra siklus.

Karena skor rata rata keaktifan siswa 25 dari 45 yang ditargetkan sedangkan nilai keaktifan

siswa rata ratanya 54,6 %, maka dalam hal ini keaktifan siswa sebelum siklus dalam kategori

sedang .

Dari hasil pengerjaan siswa pada alat tes yang telah dirancang oleh guru untuk mengetahui

pengetahuan prasarat setelah diadakan koreksi maka didapatkan hasil yang kurang

memuaskan. Hasil koreksi tes awal dari 39 siswa didik yang ada di kelas tersebut

didapatkan hasil, 24 siswa mendapatkan nilai kurang dari 7,5 , sedangkan siswa yang telah

tuntas atau mendapatkan nilai di atas batas ketuntasan minimal ada 15 siswa . Nilai rata rata

siswa 64 , nilai maksimal 83 dan nilai minimal 33, Dari paparan hasil nilai yang didapatkan

siswa, maka tampak bahwa yang mencapai ketuntasan belajar hanya 38,4 %.

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

214

Dari hasil tanya jawab dengan siswa untuk mengetahui apa kendala dan hambatan yang

dirasakan siswa saat memahami materi prasaratnya didapatkan bahwa semua siswa sudah

mempelajari materi prasaratnya. Namun terungkap bahwa siswa mempunyai kelemahan

pada pengembangan skill pengerjaan suatu masalah mengambar titik dan bidang pada

koordinat kartesius, mengoperasikan perkalian matrik dengan skalar, perkalian matrik

dengan matrik. Hal ini dimungkinan karena siswa kurang diberi kesempatan untuk berlatih

dan mencoba sendiri, sehingga siswa minta untuk diberi banyak contoh penyelesaian dan

ditunjukkan abstraksinya.

4.2. Deskripsi Siklus I

Setelah perangkat pembelajaran tersusun lengkap maka dalam pelaksanaan kegiatan dimulai

dengan penjelasan materi Translasi pada siswa dan pengarahan kegiatan yang harus

dilakukan. Berdasarkan data yang telah didapatkan sebelum penelitian, maka peneliti

menyampaikan kelemahan dan kekurangan yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan

materi Transformasi geometri pada sub translasi dengan memberikan beberapa contoh dan

penerapannya dalam keseharian dan menampilkannya dengan media geogebra.

Pada tahap berikutnya peneliti membagi siswa dalam beberapa kelompok yang terdiri dari 3

hingga 4 siswa secara acak, dengan syarat setiap kelompok harus ada yang membawa laptop.

Kemudian dibagikan lembar kerja yang telah dirancang oleh peneliti dengan tujuan siswa

bisa menemukan sendiri rumusan dan karakteristik translasi titik dan bidang untuk

diselesaikan siswa secara keseluruhan dengan aplikasi geogebra. Peneliti berkeliling untuk

mengamati cara kerja siswa serta membantu mengarahkan siswa yang mengalami masalah

dalam menyelesaikan lembar kerja yang dibagikan. Setelah siswa mencoba beberapa

persoalan translasi dengan Geogebra, maka mereka mencoba membuat kesimpulan

karakteristik dari translasi titik dan bidang oleh suatu vektor. Kemudian dengan singkat

mereka mempresentasikan hasil diskusinya.

Pada akhir pengajaran yaitu 30 menit terakhir dari pembelajaran peneliti memberikan post

test. Pada saat bersamaan kolaborator juga mencatat siswa siswa yang aktif dan mampu

dalam menyelesaikan masalah yang diberikan oleh peneliti dan juga aktifitas siswa yang

menyimpang sesuai lembar pengamatan.

1. Hasil Observasi Keaktifan Siswa

Saat pelaksanaan menyelesaikan lembar kerja siswa tampak beberapa siswa saling

komunikasi dengan teman terdekatnya tentang cara penyelesaian dari lembar kerja yang

dibagikan, dan bahkan ada yang masih bingung dengan aplikasi geogebra karena pada saat

dijelaskan kurang memperhatikan.

Pada pelaksanaan pengerjaan lembar kerja tersebut tampak beberapa siswa kurang aktif

dalam bertanya, melakukan percobaan, mengamati percobaan, membuat tabel hasil,

menuliskan data percobaan , kerjasama, mengamati dan mendengarkan presentasi. Namun

mereka semua sudah menggunakan alat dan bahan aplikasi geogebra dengan benar dengan

penuh percaya diri.

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

215

Setelah dirata rata skor keaktifan siswa mendapatkan 32 dari 45 yang ditargetkan dan nilai

70,1 % yang artinya masih harus terus ditingkatkat walaupun keaktifan mereka berkategori

tinggi namun masih perlu ditingkatkan.

2. Hasil Penilaian Kompetensi

Dari 39 siswa, 20 siswa mendapatkan nilai kurang dari batas tuntas, sedang 19 siswa telah

mendapatkan nilai di atas batas tuntas. Hal ini berarti 48,7 % siswa telah mampu memahami

translasi. Namun dilihat dari rata rata perolehan nilai di kelas tersebut hanya 62,94 , nilai

minimal 35 dan nilai maksimal 90 ternyata masih sangat jauh dari nilai skala 100. Setelah

ditinjau pada instrument postes, ternyata banyak siswa kesulitan pada 1)cara menentukan

koordinat bayangan suatu titik yang ditranslasikan dengan konsep koordinat dan

2)menentukan koordinat bayangan suatu titik atau bidang yang ditranslasikan dengan konsep

matrik.

Refleksi

Dengan melihat titik lemah yang terjadi pada sebagian besar siswa berkenaan konsep

translasi titik dan bidang, maka:

a. perlu diadakan penjelasan yang mendasar dengan memanfaatkan teman sekelompoknya

b. masing masing kelompok diberikan latihan yang lebih banyak untuk dicoba secara

bergantian dengan menggunakan geogebra.

c. Lembar kerja siswa seharusnya dibuat variasi untuk menghindari siswa/ kelompok siswa

menunggu hasil diskusi dari kelompok lain.

d. Keberadaan guru kolaborator perlu terus diajak kontribusi untuk membantu mecatat

kejadian kejadian kusus yang ada saat pelaksanaan pembelajaran.

e. pembentukan kelompok yang bebas, membuat guru kolaborator kesulitan dalam

mengidentifikasi siswa yang seharusnya menjadi catatan di lembar pengamatan. Untuk

itu harus dimodifikasi pembagian kelompok sehingga guru kolaborator bisa langsung

mengetahui identitas siswa yang mempunyai aktifitas yang dipantau.

f. Perlu dibuat suatu catatan-catatan dan kesimpulan dasar yang siswa sering salah atau

kesulitan dalam memahami misalnya koordinat , matrik , dan vektor untuk ditindak

lanjuti pada tindakan berikutnya.

4.3. Deskripsi Siklus II

Pada perencanaan siklus II ini peneliti mempertimbangkan hasil refleksi pada siklus

sebelumnya yaitu membuat kelompok kecil berbeda dari siklus I, dan digambarkan denah

tempat diskusinya dengan tujuan agar guru kolaborator lebih mudah dalam mengamati

aktifitas siswa, membuat rancangan pembelajaran materi refleksi titik dan bidang dan

membuat 4 lembar kerja yang berbeda.

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

216

Kemudian dalam pelaksanaanya, setelah guru menyampaikan pembelajaran sesuai rencana

pelaksanaan pembelajaran, peneliti membagikan dua lembar kerja siswa untuk didiskusikan

bersama dari masing masing kelompok , namun masing masing kelompok yang berdekatan

diberikan lembar kerja yang saling berbeda dengan harapan siswa tidak saling menunggu

kelompok lain juga ketercapaian tujuan pembelajaran lebih cepat. pada saat siswa mulai

berdiskusi peneliti berkeliling untuk membimbing serta memberikan umpan agar siswa bisa

menyelesaikan lembar kerjanya.

Disaat bersamaan guru kolaborator mencatat aktifitas siswa siswa dengan berbantuan denah

tempat duduk siswa dalam kelompok, dan mengamati perilakunya sesuai poin yang sudah

direncanakan

Pada pertemuan ke dua semua siswa diberikan beberapa pertanyaan pengingatan dilanjutkan

dengan meminta perwakilan kelompok untuk mempresentasikan secara singkat hasil

kerjanya dan kelompok lain diminta menanggapi Pada akhir pertemuan ke 2 ini siswa

diberikan Post test. Namun masih ada beberapa siswa yang nampak aktif ketika dipantau

dekat namun kembali tidak aktif ketika dipantau jauh.

1. Hasil Observasi keaktifan siswa

Sebagian besar siswa sudah meningkat keaktifannya melakukan percobaan, kerja sama, aktif

mengamati dan mendengarkan presentasi, menggunakan alat dan bahan dengan tepatdan

semua percaya diri dalam mengikuti pembelajaran . hasil Perolehan skor hasil observasi

aktifitas sebagai berikut:

Tabel. 2 Pengelompokan skor keaktifan siswa pada pra siklus

No Skor Frek Kategori

1 15 – 22 0 Rendah

2 23 – 30 10 Sedang

3 31 – 38 28 Tinggi

4 39 – 45 1 Sangat tinggi

Rata rata dari hasil observasi aktifitas yang dilakukan kolaborator didapatkan 33 dan nilai

72,31% yang artinya harus terus dimotivasi untuk lebih aktiv lagi dalam mengikuti

pembelajaran.

2. Hasil penilaian kompetensi

Terdapat 27 siswa yang mendapatkan nilai di atas batas ketuntasan minimal, sehingga

prosentasi siswa yang telah tuntas adalah 69,2 %. namun dilihat dari rata rata perolehan nilai

di kelas tersebut hanya 71,41 yang masih jauh dari nilai skala 100. Dan bahkan nilai

terkecil siswa perubahannya kurang signifikan yaitu 37,5 Dalam hal ini kalau dilihat dari

intrumennya maka siswa masih banyak yang belum memahami tentang menentukan

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

217

Koordinat bayangan suatu titik yang direfleksikan, dan menganalisis berbagai konsep dan

prinsip refleksi untuk menyelesaikan permasalahan nyata.

Refleksi

Masih terlihat kesalahan yang dibuat oleh siswa dikarenakan faktor kekurang telitian siswa

dalam bekerja.serta kurangnya motifasi dari anggota kelompoknya, karena yang aktif selalu

yang ditunjuk sebagai pimpinan sementara yang lain sekedar mengikuti saja. Ini nampak dari

nilai yang didapat pada siklus ke dua ini masih tetap di peroleh oleh siswa yang tercapai

ketuntasan pada siklus pertama , maka keaktifan anggota kelompok perlu terus dicarikan

solusi.

4.4. Deskripsi Siklus III

Kegiatan pada siklus ini masih sama dengan siklus sebelumnya, dan kelompok kecil yang

sudah dibuat pada siklus ke II dilanjutkan tetapi ketua diminta untuk membantu anggaota

kelompoknya bisa mempresentasikan hasil diskusinya nanti. Ini diharapkan agar anggota

kelompok yang mempunyai kemampuan lebih bisa ikut membantu kawannya yang kurang

memahami Pada pelaksanaan siklus III ini semua siswa terlihat aktif bersama kelompoknya

dalam menyelesaikan lembar kerja yang diberikan peneliti karena dorongan ketua kelompok

yang punya kemampuan lebih pada kompetensi sebelumnya.serta adanya situasi

berkompetisi dari setiap kelompok. Namun masih ada saja siswa yang tidak terpancing

untuk bertanya ataupun menggali pertanyaan.

1. Hasil Observasi keaktifan siswa

Hasil pengamatan dalam keaktivan siswa oleh kolaborator didapatkan data sebagai berikut :

Tabel 3 Pengelompokan skor keaktifan siswa pada siklus III

No Skor Frek Kategori

1 15 - 22 0 Rendah

2 23 - 30 4 Sedang

3 31 - 38 24 Tinggi

4 39 - 45 11 Sangat tinggi

Setelah dirata rata skor keaktifan siswa mendapatkan 36 dari 45 yang ditargetkan dan nilai

79,2 % yang artinya masih harus terus ditingkatkat walaupun keaktifan mereka berkategori

tinggi namun masih perlu kenaikan aktifitasnya karena seharusnya semuanya siswa bisa

beraktifitas maksimal.

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

218

2. Hasil penilaian kemampuan hasil belajar

Hanya terdapat 4 siswa yang mendapatkan nilai di bawah batas ketuntasan minimal,

sehingga prosentasi siswa yang telah tuntas adalah 89,74% dan rata rata perolehan nilai kelas

tersebut hanya 76,79 yang masih perlu adanya peningkatan. Dalam hal ini siswa masih

banyak yang belum memahami pada menentukan koordinat titik dan bidang yang dirotasikan

dan didilatasikan untuk menyelesaikan permasalahan rotasi dan dilatasi kususnya yang

berkaitan dengan materi sebelumnya yaitu nilai fungsi trigonometri suatu sudut, dan belum

mengetahui prinsip rotasi dan dilatasi yang berkaitan dengan masalah nyata.

Refleksi.

Masalah skill dan kecermatan dalam mengambil langkah pengerjaan masih perlu

ditingkatkan agar penguasaan materi transformasi dapat lebih baik lagi. Keaktifan dari siswa

secara keseluruhan telah sesuai yang diharapkan oleh peneliti karena dalam mengerjakan

lembar kerja secara kelompok ini 99 % telah aktif dalam pembahasan lembar kerja yang

diberikan. Penciptaan suasana saling berlomba dan bersaing menjadi yang terbaik, juga

perlu dikembangkan di setiap kelompok belajar.

4.5. Deskripsi Antar Siklus

Berdasarkan hasil pelaksanaan tindakan mulai pemantauan keadaan awal hingga pelaksanaan

tindakan pada siklus III maka dapat digambarkan seperti dibawah ini :

1. Aktifitas siswa dalam setiap siklus.

Pada kondisi awal prasiklus didapatkan data bahwa dari indikator keaktifan belajar

semuanya kurang dengan skor rata-rata 25 yang termasuk dalam kategori sedang. Kemudian

pada siklus I skor rata rata menjadi 32 dan berkategori tinggi, siklus ke II skor rata rata

meningkat sedikit menjadi 33 dan pada siklus III 36 yang masing masing berkategori tinggi.

Dengan kata lain terdapat peningkatan keaktifan siswa dari satu siklus ke siklus selanjutnya.

2. Perkembangan kompetensi setiap siklus

Pada pra siklus Tuntas 38,40 % dengan rata-rata nilai 64,00, nilai minimal 33 dan nilai

maksimal 83. Pada siklus I tuntas 48,70 % dengan rata rata nilai 62,94, nilai minimal 35 dan

nilai maksimal 90, pada siklus II tuntas 69,20% dengan rata rata nilai 71,4, nilai minimal

37,5 dan nilai maksimal 90. Terakhir pada siklus III tuntas 89,74% dengan rata rata nilai

76,79, nilai minimal dan nilai maksimal tetap. Dengan demikian terjadi peningkatan

ketuntasan pada akhir siklus.

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

219

5. Simpulan dan Saran

5.1. Simpulan

Dari penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan, maka dapat ditarik kesimpulan

sebagai berikut :

1. Dengan bantuan aplikasi Geogebra dalam pembelajaran transformasi geometri dapat

meningkatkan aktifitas belajar dari siswa di kelas XI TKJ SMK N 1 Tulang Bawang Tengah

tahun pelajaran 2016 – 2017.

2. Penggunaan media aplikasi Geogebra dapat meningkatkan penguasaan kompetensi

transformasi geometri di kelas XI TKJ SMK N 1 Tulang Bawang Tengah tahun pelajaran

2016 – 2017.

5.2. Saran

1. Pelaksanaan siklus dalam penelitian ini masih perlu untuk dilanjutkan dikarenakan

aktifitas siswa belum bisa sesuai harapan karena skor maksimal keaktifan siswa tercapai 79,2

% , serta nilai kompetensi siswa dilihat dari rata ratanya masih rendah yaitu 76,79.

2. Guru dalam mengajar perlu memperhatikan paradigma- paradigma baru sehingga dalam

mengajar tidak monoton.

3. Guru perlu merancang pembelajaran dengan sebaik-baiknya dengan menggunakan

model yang tepat sesuai dengan kondisi dan situasi siswa yang akan diberi pelajaran.

4. Guru dalam mengajar perlu menjadikan siswa sebagai jiwa dengan potensi yang lebih ,

sehingga guru cukup sebagai fasilitator agar siswa dapat mengembangkan kemampuannya

dengan sebaik-baiknya.

5. Guru perlu mencari strategi yang efektif untuk mengajarkan materi tertentu sesuai

dengan situasi dan kondisi dari siswa dan materi yang akan diajarkan.

Daftar Pustaka

Arsyad, Azhar. 2009. Media Pembelajaran. Yogyakarta: RajaGrafindo Persada

Arief S Sadiman, 2009. Media Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo .

Bagus Ardi S, M Prayitno dan Farida. 2015. Media Pembelajaran Matematika Dinamis di

sekolah, Universitas PGRI Semarang.

Depdiknas, 2005, Pendidikan Kewarganegaraan, Strategi dan Metode Pembelajaran

Pendidikan Kewarganegaraan, Jakarta : Depdiknas

Daniel Muijs dan David Reynolds 2008. EffectiveTteaching Teori dan Aplikasi ( Edisi ke -2 )

Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Fadjar Shadiq 2008 . Psikologi Pembelajaran Matematika di SMA. Yogyakarta : P4TK

Hisyam Zaini, Bermawy Munthe & Sekar Ayu Aryani, 2007, Strategi PembelajaranAktif,

CTSD,IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

220

Hohenwarter, M., et al . (2010).Teaching and Learning Calculus with Free Dynamic

Matgematics Software GeoGebra

.Tersedia; http://www. publications.uni.lu/record/2718/files/ICME11-TSG16.pdf. [15

Nopember2015]

Hohenwarter, M. & Fuchs, K. (2010). Combination of Dynamic Geometry, Algebra, and

Calculus in the Software System Geogebra. Tersedia:www. Geogebra

org/publications/pecs_2004.pdf. [16 Nopember 2015].

Idris, Nuny S. 1999. Ragam Media Dalam Pembelajaran BIPA. A Paper presented at

KIPBIPA III, Bandung.

Jurnal nuansa pendidikan.Kajian Pendidikan dan pembelajaran (Vol VI No 2

2008),Lampung: LPMP

Kusumah, Yaya S. (2003). Desain dan Pengembangan Bahan Ajar MatematikaInteraktif

Berbasiskan Teknologi Komputer. Makalah terdapat padaSeminar Proceeding

National Seminar on Science and Math Education Seminardiselenggarakan oleh FMIPA

UPI Bandung bekerja sama dengan JICA.Hohenwarter, M., et al . (2008).

Markaban 2008.Model Penemuan Terbimbing pada pembelajaran Matematika SMK.

Yogyakarta :PPPPTK Matematika

Moh Uzer Usman. 2002. Menjadi guru provesional. PT Remaja rosdakarya. Bandung.

Nana Sudjana. 1995. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : PT Remaja

Rosdakarya.

Rosalia, Tara. 2005. Aktifitas Belajar.http://id.shvoong.com/social-sciences/1961162-

aktifitas-belajar / (27/03/15)

Russeffendi 1988. Pengantar kepada membantu guru mengembangkan kompetensinya

dalam pengajaran matematika untuk meningkatkan CBSA. Bandung : Tarsito

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

221

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN

CONECTED MATHEMATICS PROJECT

TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS

SISWA SMP

Lucy Asri Purwasi

STKIP-PGRI Lubuklinggau; [email protected]

Abstract. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada pengaruh

model pembelajaran conected mathematics project terhadap kemampuan berpikir kritis

siswa SMP IT Miftahul Jannah Curup. Jenis penelitian ini adalah eksperimen semu.

Penelitian dilaksanakan di SMP IT Miftahul Jannah Curup. Populasi dalam penelitian

adalah siswa kelas VIII, dengan sampelnya adalah kelas VIII A sebagai kelas

eksperimen dan VIII B sebagai kelas kontrol. Teknik pengumpulan data digunakan

dengan tes kemampuan berpikir kritis siswa berupa soal uraian. Berdasarkan Uji

statistik uji-t terlihat bahwa nilai tes akhir kemampuan berpikir kritis matematis siswa

menunjukkan nilai signifikansi 0,007 ˂ 0,05 maka H0 ditolak dan terima H1. Sehingga

ada perbedaan yang signifikan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang diajar

melalui model pembelajaran Connected Mathematics Project (CMP) dengan yang diajar

melalui pembelajaran konvensional. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

terdapat pengaruh yang signifikan model pembelajaran Connected Mathematics Project

(CMP) terhadap kemampuan berpikir kritis matematis siswa SMP IT Miftahul Jannah

Curup.

Key word. Model pembelajaran Connected Mathematics Project, berpikir kritis

1. Pendahuluan

Matematika merupakan disiplin ilmu yang berperan penting dalam perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi, dan menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas.

Pentingnya belajar matematika tak terlepas dari perannya dalam setiap bidang kehidupan.

Selain itu, dalam belajar matematika akan melatih keterampilan berpikirnya, baik dari

keterampilan berpikir tingkat rendah (lower order thinking) hingga berpikir tingkat tinggi

(higher order thinking) dan tingkat lanjut (advance mthematical thinking). Fathani (2009)

menyatakan bahwa matematika itu penting sebagai alat bantu, sebagai ilmu (bagi ilmuwan)

sebagai pembentuk sikap dan sebagai pembimbing pola pikir. Maka dari itu mengingat

pentingnya ilmu matematika dalam berbagai bidang kehidupan. Mata pelajaran matematika

sudah diberikan dari tingkat sekolah dasar hingga tingkat perguruan tinggi.

Pada pembelajaran matematika sekolah, mata pelajaran matematika tidak dapat langsung

diterima dengan baik oleh siswa. Bermacam-macam problem yang dihadapi siswa dalam

belajar matematika, hingga muncul persepsi bahwa belajar matematika itu sulit,

membosankan dan tidak asyik. Iwan Pranoto (pemerhati pendidikan matematika dan dosen

program studi matematika Institut Teknologi Bandung) menyatakan bahwa “munculnya

anggapan siswa dan masyarakat bahwa pelajaran matematika sulit bahkan menjadi fobia,

lebih disebabkan pada pengajaran yang lebih menekankan pada hafalan dan kecepatan

berhitung“. Proses pembelajaran matematika yang terbiasa dilatih dengan soal-soal rutin

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

222

hanya menekankan kemampuan menghafal dan menyelesaikan soal-soal yang bersifat

prosedural. Maka proses pembelajaran seperti ini tidak akan bermakna untuk siswa dan tidak

melatih keterampilan matematika siswa dalam bernalar, memecahkan masalah, ataupun pada

pemahaman konsepnya. Sehingga akan menjadikan kadar keaktifan siswa menjadi sangat

rendah dan materi yang disampaikanpun tidak akan bertahan lama dan siswa akan cepat

lupa. Para siswa juga hanya menggunakan kemampuan berpikir tingkat rendah (low order

thinking skills) selama proses pembelajaran berlangsung dan tidak memberi kemungkinan

bagi para siswa untuk berpikir lebih kritis dan berpartisipasi secara penuh.

Data hasil survei TIMSS (Trend International Mathematics Science Study) yang diikuti oleh

siswa SMP kelas VIII pada tahun 2011, Indonesia berada diurutan ke-38 dari 42 negara.

Indonesia berada pada posisi terbawah bersama Syria, Maroko, Oman dan Ghana (IEA,

2012). Data lain juga ditunjukkan dari hasil survei PISA (Programme for International

Student Assessment) tahun 2012, Indonesia berada diurutan ke-64 dari 65 negara (OECD,

2010). Indonesia hanya sedikit lebih baik dari Peru yang berada diposisi terbawah.

Rendahnya hasil tes yang dicapai menunjukkan bahwa kualitas kemampuan berpikir dan

bernalar siswa, terkhusus dalam tes matematika masih relatif rendah. Salah satu alternatif

upaya dalam menyikapi permasalahan berkaitan dengan rendahnya kemampuan tersebut

maka perlu upaya perbaikan dan inovasi dalam proses pembelajaran melalui implementasi

model pembelajaran. Model pembelajaran yang dimaksud memberikan kesempatan siswa

untuk menggunakan keterampilan berpikir kritisnya melalui berbagai kegiatan dan

penyelesaian masalah non-rutin yang diberikan.

Menurut Lappan, et al (2002) pembelajaran connected mathematics project (CMP) siswa

diberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk membangun pengetahuan matematikanya

sendiri. Pembelajaran connected mathematics project bertujuan untuk membantu siswa dan

guru mengembangkan pengetahuan matematika, pemahaman dan keterampilan berpikir, juga

kesadaran dan apresisasi terhadap pengayaan keterkaitan antar bagian-bagian matematika

dan antar matematika dengan mata pelajaran lain. Lebih lanjut Lappan, et al (2002)

menjelaskan pembelajaran CMP menumbuhkan kemampuan siswa untuk berdiskusi secara

efektif tentang masalah-masalah yang diberikan. Melalui kegiatan-kegiatan yang dilakukan

dalam pembelajaran CMP yang meliputi: mengajukan masalah (launching problems),

mengeksplorasi (exploring), dan menyimpulkan (summarizing) dengan maksud untuk dapat

menstimulasidan mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam menyelesaikan

setiap variasi masalah.

Berdasarkan permasalahan di atas rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada

pengaruh yang signifikan model pembelajaran connected mathematics project terhadap

kemampuan berpikir kritis siswa Kelas VIII SMP IT Miftahul Jannah Curup.

2. Metode Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan menggunakan penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen

(Iskandar, 2009:64) adalah suatu penelitian yang menuntut peneliti memanipulasi dan

mengendalikan satu atau lebih variabel bebas serta mengamati variabel terikat, untuk melihat

perbedaan sesuai dengan manipulasi variabel bebas tersebut atau penelitian yang melihat

hubungan sebab akibat kepada dua atau lebih variabel dengan memberi perlakuan lebih

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

223

kepada kelompok eksperimen. Namun dikarenakan keadaan dalam penelitian pendidikan

tidak memungkinkan untuk mengontrol atau memanipulasi semua variabel maka dilakukan

dengan metode Quasi Eksperimen atau penelitian eksperimen semu. Penelitian ini

dilaksanakan di SMP IT Miftahul Jannah Curup kelas VIII pada bulan Oktober s.d Desember

2015. Sampel pada penelitian ini adalah 2 kelas dengan jumlah siswa sebanyak 56 siswa

yang dipilih melalui teknik random sampling. Sampel penelitian yang terpilih adalah kelas

VIII A yang berjumlah 28 siswa sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII B yang berjumlah

28 siswa sebagai kelas kontrol.

Sesuai dengan jenis penelitian dan masalah yang dikemukakan sebelumnya, maka rancangan

dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 1 berikut:

Tabel 1 Rancangan Penelitian

Kelas Tes

Awal

Perlakuan Tes

akhir

Eksperimen

Kontrol

T1

T1

O1

O2

T2

T2

(Sugiyono, 2010:223)

Keterangan:

T1 = Tes awal kemampuan berpikir kritis kelas eksperimen dan kelas kontrol

T2 = Tes akhir kemampuan berpikir kritis kelas eksperimen dan kelas kontrol

O1 = Perlakuan pada kelas eksperimen yaitu model pembelajaran connected mathematics

project (CMP)

O2 = Perlakuan pada kelas kontrol yaitu pembelajaran konvensional

Tes dalam penelitian ini digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kritis matematis

siswa dalam memecahkan masalah matematika yang diberikan. Pengumpulan data

kemampuan berpikir kritis matematis siswa dilakukan dengan menggunakan tes essay yang

dilaksanakan sebelum dan sesudah proses pembelajaran dengan menggunakan model

connected mathematics project (CMP) dan model pembelajaran konvensional.

Data yang digunakan adalah data tes awal dan tes akhir kemampuan berpikir kritis

matematis. Aturan penskoran tes kemampuan berpikir kritis matematis didasarkan pada

kebenaran jawaban yang diberikan dan apabila dipenuhi syarat-syarat berdasarkan pedoman

penskoran kemampuan berpikir kritis matematis siswa. Untuk menguji hipotesis dalam

penelitian ini, penulis menggunakan program SPSS 16 for windows, statistik yang digunakan

adalah uji kesamaan dua rata-rata (uji-t). Data yang digunakan adalah data tes awal dan data

tes akhir kemampuan berpikir kritis matematis siswa. Sebelum melakukan pengujian statistik

uji t maka terlebih dahulu dilakukan pengujian prasyarat terlebih dahulu, yaitu:

1) Pengujian normalitas data.

Bentuk hipotesis untuk uji normalitas adalah sebagai berikut :

Ho: data berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

Ha: data tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

Dalam pengujian hipotesis, kriteria untuk menolak atau tidak menolak Ho berdasarkan P-

value adalah sebagai berikut:

Jika P-value < α, maka Ho ditolak.

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

224

Jika P-value ≥ α, maka Ho tidak dapat ditolak.

2) Homogenitas varians

Bentuk hipotesis untuk uji homogenitas adalah sebagai berikut:

Ho: data berasal dari populasi yang memiliki ragam (varian) sama.

Ha: data tidak berasal dari populasi yang memiliki ragam (varian) sama.

Untuk mencari nilai F hitung digunakan rumus:

Dalam pengujian hipotesis, kriteria untuk menerima atau menolak H0 adalah jika Fhitung >Ftabel

maka H0 ditolak dan jika Fhitung ≤ Ftabel, maka H0 diterima (Sudjana, 2005:250).

3) Uji Kesamaan Dua Rata-rata (Uji-t)

Uji kesamaan dua rata-rata (Uji-t) bertujuan untuk menguji hipotesis yang diajukan dengan

menggunakan SPSS19 for windows yaitu dapat dilihat nilai signifikansi (sig (2-tailed)) pada

t-test for equality of means. Hipotesis yang diajukan:

Ho : =

H1 : ≠

Adapun kriteria pengujian hipotesis adalah sebagai berikut:

Jika nilai signifikansi (sig (2-tailed)) pada t-test for equality of means > 0,05 maka

H0diterima

Jika nilai signifikansi (sig (2-tailed)) pada t-test for equality of means 0,05 maka H0

ditolak.

3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Hasil Penelitian 3.1.1 Tes Awal Kemampuan Berpikir Kritis

Hasil tes awal kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada tabel 2 berikut.

Tabel 2 Data Tes Awal Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Data Eksperimen Kontrol

Sampel 28 28

Total 969 872

Max 65 60

Min 4 4

Std Dev 17,42 15,2

Mean 34,6 31,1

Varians 303,6 230,3

Pada tabel 2 dapat dilihat skor total yang diperoleh kelas eksperimen adalah 969 dengan

rata-rata 34,6. Skor tertinggi pada kelas eksperimen adalah 65 dan skor terendah adalah 4.

Sedangkan pada kelas kontrol skor total yang diperoleh adalah 872 dengan rata-rata 31,1

Skor tertinggi pada kelas kontrol adalah 60 dan skor terendah adalah 4. Berdasarkan tabel 2

dapat dilihat perbandingan rata-rata skor tes awal antara kelas eksperimen dan kelas kontrol

tidak terlalu jauh berbeda.

Hasil uji normalitas tes awal dari kemampuan berpikir kritis kelas eksprimen dan kelas

kontrol dapat dilihat pada tabel 3 berikut.

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

225

Tabel 3 Rekapitulasi Uji Normalitas

Kelas Kolmogorov-Smirnova

Statistic df Sig.

Eksperimen 0,107 28 0,200

Kontrol 0,161 28 0,060

Dari tabel 3 terlihat bahwa skor tes awal kelas eksperimen memiliki sig = 0,200 dan kelas

kontrol memiliki sig = 0,060, signifikan kedua kelas menunjukkan nilai lebih besar dari α =

0,05 sehingga Ho diterima, artinya data berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

Hasil uji homogenitas tes awal dari kedua kelas dapat dilihat pada tabel 4 berikut.

Tabel 4 Rekapitulasi Uji Homogenitas Kelas Var FHitung FTabel

Eksperimen 303,6 1,32 1,93

Kontrol 230

Dari Tabel 4 untuk tes awal kelas eksperimen dan kelas kontrol diperoleh nilai Fhitung = 1,32.

Pada taraf nyata = 0,05 atau 5 %, dengan db pembilang (v1) = 28 – 1 = 27 dan db penyebut

(v2) = 28 – 1 = 27, didapat Ftabel = 1,93, F ½ (0,05) (27,27) = 1,93 Sehingga: Fhitung < Ftabel,

1,32 < 1,93 maka Ho ditolak, dapat disimpulkan bahwa tes awal kemampuan berpikir kritis

kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah homogen.

Hasil uji kesamaan dua rata-rata (uji-t) tes awal dari kedua kelas dapat dilihat pada tabel 5

berikut.

Tabel 5 Rekaptiulasi Uji-t

t-test for Equality of Means

t df Sig. (2-tailed) Berpikir Kritis 0,793 54 0,431

0,793 53,003 0,431

Hasil Uji kesamaan dua rata-rata data tes awal diperoleh nilai signifikansi 0,431 atau

signifikansi lebih dari 0,05 maka terima H0 artinya tidak ada perbedaan kemampuan berpikir

kritis matematis siswa yang diajarkan melalui model pembelajaran Connected Mathematics

Project dengan model pembelajaran konvensional. Sehingga dapat dikatakan tidak ada

pengaruh yang signifikan model pembelajaran connected mathematics project terhadap

kemampuan berpikir kritis siswa Kelas VIII SMP IT Miftahul Jannah Curup.

3.1.2 Tes Akhir Kemampuan Berpikir Kritis

Hasil data tes akhir kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada tabel 6 berikut.

Tabel 6 Data Tes Akhir Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Data Kelas

Eksperimen

Kelas

kontrol

Sampel 28 28

Total 2104 1692

Max 100 100

Min 28 20

Std Dev 20,05 19,15

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

226

Mean 75,14 60,43

Varians 402,2 366,6

Pada tabel 6 dapat dilihat skor total yang diperoleh kelas eksperimen adalah 2104 dengan

rata-rata 75,14. Skor tertinggi pada kelas eksperimen adalah 100 dan skor terendah adalah

28. Sedangkan pada kelas kontrol skor total yang diperoleh adalah 1692 dengan rata-rata

60,43. Skor tertinggi pada kelas kontrol adalah 100 dan skor terendah adalah 20. Dari tabel 6

di atas, memperlihatkan bahwa rata-rata kelas eksperimen lebih tinggi (unggul) daripada

kelas kontrol.

Hasil uji normalitas tes akhir dari kemampuan berpikir kritis kelas eksprimen dan kelas

kontrol dapat dilihat pada tabel 7 berikut.

Tabel 7 Rekapitulasi Uji Normalitas

Kelas Kolmogorov-Smirnova

Statistic df Sig.

Eksperimen 0,116

28 0,200

Kontrol 0,134 28 0,200

Dari tabel 7 terlihat bahwa skor tes awal kelas eksperimen memiliki sig = 0,200 dan kelas

kontrol memiliki sig = 0,200, signifikan kedua kelas menunjukkan nilai lebih besar dari α =

0,05 sehingga Ho diterima, artinya data berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

Hasil uji homogenitas tes awal dari kedua kelas dapat dilihat pada tabel 8 berikut.

Tabel 8 Rekapitulasi Uji Homogenitas

Kelas Var FHitung FTabel

Eksperimen 402,2 1,09 1,93

Kontrol 366,6

Dari Tabel 8 untuk tes akhir kelas eksperimen dan kelas kontrol diperoleh nilai Fhitung = 1,09.

Pada taraf nyata = 0,05 atau 5 %, dengan Fhitung < Ftabel, 1,09 < 1,93 maka Ho ditolak, dapat

disimpulkan bahwa tes awal kemampuan berpikir kritis kelas eksperimen dan kelas kontrol

adalah homogen.

Hasil uji kesamaan dua rata-rata (uji-t) tes akhir dari kedua kelas dapat dilihat pada tabel 9

berikut.

Tabel 9 Rekapitulasi Uji-t

Pada data tes akhir diperoleh nilai signifikansi 0,007 atau signifikansi kurang dari 0,05

sehingga tolak H0 dan terima H1 (ada perbedaan kemampuan berpikir kritis matematis siswa

yang diajarkan melalui model pembelajaran Connected Mathematics Project (CMP) dengan

pembelajaran konvensional. Artinya dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan

t-test for Equality of Means

t df Sig. (2-tailed)

Berpikir Kritis

2.808 54 0,007

2.808 53,885 0,007

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

227

model pembelajaran Connected Mathematics Project terhadap kemampuan berpikir kritis

siswa Kelas VIII SMP IT Miftahul Jannah Curup.

3.2 Pembahasan

Pada analisis diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa kelas eksperimen dan kelas kontrol

berdistribusi normal dan mempunyai varians yang sama. Hal ini berarti kelas eksperimen dan

kelas kontrol berasal dari kondisi atau keadaan yang sama yaitu kemampuan yang sama

mengenai aspek kemampuan berpikir kritis matematis baik sebelum maupun setelah

dilakukan pembelajaran.

Pada kelas eksperimen (Kelas VIII A) dilakukan pembelajaran yaitu dengan model

pembelajaran Connected Mathematics Project (CMP). Pada model pembelajaran ini guru

tidak banyak ceramah dan bersifat sebagai fasilitator, sehingga guru dapat berpikir dengan

berbagai cara untuk melaksanakan proses belajar mengajar yang berpusat pada masalah

kontekstual sehingga model pembelajaran matematika yang memberikan kesempatan pada

siswa untuk membangun pengetahuan matematika sendiri, memberikan kesempatan kepada

siswa untuk mengemukakan ide-ide dan menyelesaikan masalah melalui diskusi, Siswa lebih

aktif memiliki keberanian dan dapat meningkatkan kreativitas siswa. Sedangkan pada kelas

kontrol menggunakan pembelajaran konvensional sehingga siswa merasa bosan dan jenuh

karena tidak ada inovasi baru dalam proses pembelajarannya.

Pada nilai tes awal di kelas eksperimen terlihat bahwa nilai tertinggi tes kemampuan berpikir

kritis matematis siswa adalah 65 yang diperoleh oleh satu orang siswa dan nilai terendah

adalah 4 yang diperoleh oleh satu orang siswa dengan rata-rata nilai tes awal adalah 34,6.

Pada nilai tes akhir terlihat bahwa nilai tertinggi adalah 100 yang diperoleh oleh lima orang

siswa dan nilai terendah adalah 28 yang diperoleh oleh satu orang siswa dengan rata-rata

nilai tes akhir adalah 75,14.

Pada kelas kontrol (VIII B) pembelajaran yang dilakukan adalah pembelajaran konvensional.

Pada pembelajaran ini, guru memberikan materi-materi pelajaran secara langsung yang

kemudian diiringi dengan pemberian contoh soal yang penyelesaiannya diselesaikan

bersama-sama oleh guru dan siswa. Setelah pemberian contoh soal, guru kemudian memberi

latihan soal yang terdapat pada buku cetak yang dimiliki para siswa. Setelah selesai,

penyelesaian soal-soal tersebut dibahas secara bersama-sama.

Pada nilai tes awal dikelas kontrol terlihat bahwa nilai tertinggi yang diperoleh adalah 60

yang diperoleh oleh satu orang siswa dan nilai terendah adalah 4 yang diperoleh oleh satu

orang siswa dengan rata-rata nilai adalah 31,42. Nilai tes akhir pada kelas ini terlihat bahwa

nilai tertinggi adalah 100 dengan jumlah siswa yang memperoleh nilai tertinggi sebanyak

satu orang siswa. Nilai terendah yang diperoleh adalah 20 dengan jumlah siswa yang

memperoleh nilai terendah sebanyak satu orang siswa. Dengan nilai rata-rata yang diperoleh

kelas kontrol adalah 60,42.

Berdasarkan uji kesamaan dua rata-rata pada tes awal diperoleh nilai signifikansi 0,431 atau

signifikansi lebih dari 0,05 dengan demikian terima H0 dan tolak H1 (tidak ada perbedaan

kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang diajarkan melalui model pembelajaran

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

228

Connected Mathematics Project (CMP) dengan pembelajaran konvensional di kelas VIII

SMP IT Miftahul Jannah Curup. Kemudian uji kesamaan dua rata-rata (uji-t) diperoleh nilai

signifikansi 0,007 atau signifikansi kurang dari 0,05 dengan demikian tolak H0 dan terima H1

(Ada perbedaan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang diajarkan melalui model

pembelajaran Connected Mathematics Project (CMP) dengan pembelajaran konvensional di

kelas VIII SMP IT Miftahul Jannah Curup. Sehingga dapat dikatakan bahwa ada pengaruh

kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang diajarkan melalui model pembelajaran

Connected Mathematics Project (CMP)

Pembelajaran dengan model pembelajaran Connected Mathematics Project (CMP) melatih

siswa untuk lebih mengasah berpikir kritis dan kerjasama antara siswa dalam menyelesaikan

masalah-masalah yang diberikan. Hal ini disebabkan oleh dalam model pembelajaran

Connected Mathematics Project (CMP) guru menjelaskan sekilas materi dengan

menggunakan LCD dan masalah yang akan diselesaikan oleh siswa diawali dengan

memberikan masalah dalam LKS yang harus diselesaikan dengan menggunakan langkah-

langkah dalam model pembelajaran Connected Mathematics Project (CMP). Dalam langkah-

langkah tersebut siswa dilatih untuk berberpikir kritis dan bekerjasama dengan rekan satu

kelompok untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Siswa yang memiliki kemampuan

yang rendah dapat bertanya dengan teman yang cukup pandai diantara teman sesama

sekompok dengan demikian siswa yang kurang pandai tersebut dapat memahami dan

mengerti sehingga diharapkan tetap dapat menyelesaikan permasalahan tersebut. Dari proses

tanya jawab antar sesama kelompok disana sudah terlihat bagaimana berpikir kritis antar

siswa terjalin dengan baik. Jadi dapat di simpulkan bahwa wajar bila perkembangan

kemampuan berpikir kritis matematis siswa dikelas eksperimen lebih baik dibandingkan

dengan dikelas kontrol.

4. Kesimpulan dan Saran 4.1 kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa Uji

statistik t pada tes akhir terlihat bahwa nilai sig ˂ 0,05 dengan 0,007˂ 0,05 maka tolak H0

dan terima H1. Artinya ada perbedaan yang signifikan kemampuan berpikir kritis matematis

siswa yang diajar melalui model pembelajaran Connected Mathematics Project (CMP)

dengan yang diajar melalui pembelajaran konvensional pada sub pokok bahasan faktorisasi

suku aljabar di kelas VIII SMP IT Miftahul Jannah Curup. Dengan demikian dapat

disimpulkan terdapat pengaruh yang signifikan model pembelajaran Connected Mathematics

Project (CMP) terhadap kemampuan berpikir kritis matematis siswa SMP IT Miftahul

Jannah Curup.

4.2 Saran

4.2.1 Model pembelajaran Connected Mathematics Project (CMP) dapat dijadikan sebagai

alternatif model pembelajaran yang tepat untuk diterapkan di kelas, dalam setiap proses

pembelajaran telihat bagaimana siswa lebih aktif dalam belajar dan berpotensi melatih

kemampuan berpikir kritis siswa menegah pertama.

4.2.2 Perlu adanya penelitian lebih lanjut sebagai alternatif solusi untuk mengatasi masalah-

masalah yang sering dihadapi oleh siswa dalam mempelajari matematika.

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

229

4.2.3 Perlu adanya buku ajar khusus untuk melatih kemampuan berpikir kritis matematis

siswa sekolah menengah.

Daftar Pustaka Fathani, A.H. (2009). Matematika, Hakikat dan Logika. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

OECD. (2010). PISA 2009 results: what students know and can do – student performance

in mathematics, reading and science (volume i).[Online].

Iskandar. (2009). Metodelogi penelitian dan sosial (kuantitatif dan kualitatif). Jakarta: Gaung

Persada Press.

IEA. (2012). TIMSS 2011 international results in mathematics. [Online]. Tersedia:

http://timss.bc.edu/timss2011/downloads/T11_IR_M_Chapter1.pdf [28 Januari 2014]

Lappan, et al. (2002). Getting To Know Connected Mathematics: An Implementation Guide.

Illionis: Prentice Hall.

Sugiyono. (2010), Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D,

Alfabeta, Bandung.

Sudjana. (2005). Metode Statistika Edisi ke-6. Bandung: Tarsito

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

230

KEEFEKTIFAN PENGGUNAAN MEDIA

BERBASIS BUDAYA PAPUA DALAM

PEMBELAJARAN PENJUMLAHAN DAN

PENGURANGAN BILANGAN BULAT

DITINJAU DARI PRESTASI

Muhammad Suhadak SMP Negeri 3 Biak Kota, Jl. Sorido Raya, Biak Numfor; [email protected]

Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan keefektifan penggunaan media berbasis budaya

Papua dalam pembelajaran penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat. Subjek penelitian seluruh

peserta didik kelas VIIA SMP Negeri 3 Biak Kota yang berjumlah 40 orang. Instrumen penelitian

yang digunakan adalah soal evaluasi pretest dan soal evaluasi posttest. Teknik analisis data terdiri dari

analisis secara deskriptif dan analisis inferensial. Analisis diskriptif menggunakan rata-rata, skor

minimum, skor maksimum, standar deviasi, varians, dan persentase jumlah siswa yang melebihi

KKM. Analisis inferensial menggunakan uji t one sample pada taraf signifikan 5%, dengan kriteria

pengujian Ho ditolak jika thitung ≥ t(0,05;n-1). Hasil penelitian menunjukkan bahwa media berbasis budaya

Papua efektif digunakan dalam pembelajaran penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat.

Keefektifan meliputi (1) rata-rata posttest 77,36; skor minimum 40, skor maksimum 100, varians

413,46; standar deviasi 20,33; dan persentase siswa mencapai KKM 77,5% (2) dengan uji tone sample

diperoleh t hitung 3,142 lebih besar t tabel 1,685pada taraf signifikan 5%.

Kata Kunci: budaya Papua, pembelajaran penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat

1. Pendahuluan

Pembelajaran adalah suatu proses yang membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran

(Nitko &Brookhart, 2011: 18). Tujuan pembelajaran tersebut dapat diukur dari hasil belajar

dan salah satu bentuk hasil belajar adalah prestasi (Depdiknas, 2004: 4). Prestasi belajar

menunjukkan kemampuan siswa terhadap apa yang telah dipelajari dan kemampuan siswa

untuk mencapai tujuan-tujuan yang ditetapkan mata pelajaran pada jenjang tertentu (Gage &

Berliner, 1984: 82). Oleh karena itu, salah satu tolok ukur tercapai tidaknya tujuan

pembelajaran adalah prestasi belajar,sehingga prestasi belajar merupakan aspek yang penting

dalam pembelajaran. Hasil belajar berupa prestasi ini dapat diukur menggunakan tes

(Gronlund, 1998: 32), yang berarti prestasi belajar dapat diukur dengan menggunakan tes

prestasi belajar (Klausmeier & Goodwin, 1966: 605). Tes prestasi ini merupakan tes yang

dimaksudkan untuk mengukur apa yang telah dipelajari atau keahlian apa yang dikuasai

siswa (Gregory dalam Santrock, 2011: 521), sehingga tercapai tidaknya tujuan pembelajaran

dapat dilihat dari hasil tes prestasi. Menurut Shaul & Ganson (Schunk, 2012: 20), hasil tes

prestasi siswa pada umumnya rendah. Hasil tes prestasi belajar siswa yang rendah, terutama

pada mata pelajaran matematika, terjadi pada sebagian besar kompetensi yang diajarkan.

Kompetensi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat salah satunya, dimana kompetensi

ini merupakan indikator dari kompetensi dasar membandingkan dan mengurutkan beberapa

bilangan bulat dan pecahan serta menerapkan operasi hitung bilangan bulat dan bilangan

pecahan dengan memanfaatkan berbagai sifat operasi (Kemdikbud, 2013)

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

231

Hasil tes prestasi rendah di atas didasarkan pada indikasi-indikasi yang ada di lapangan.

Pertama, berkaitan dengan kemampuan lulusan SD yang akan masuk pada di SMP Negeri 3

Biak Kota dapat dilihat dari hasil tes PPDB setiap tahun. Hasil tes itu mengindikasikan

peserta didik baru kurang menguasai algoritma penjumlahan dan pengurangan bilangan

bulat, terutama pada penjumlahan dan pengurangan positif dengan negatif serta negatif

dengan negatif. Kedua, berkaitan dengan kemampuan peserta didik kelas VIII dan IX di

SMP Negeri 3 Biak Kota. Observasi penulis pada peserta didik kelas VIII dan kelas IX,

menemukan bahwa banyak siswa yang gagal menguasai kompetensi kelas VIII dan IX

karena kurangnya penguasan pada algoritma tersebut. Sebagai ilustrasi, penulis mengambil

contoh kompetensi melakukan operasi aljabar kelas VIII (Rahayu et.al, 2008, p.4) yaitu

penyederhaan dari 5k + 4j – 2h – 8k + 6 – 7h = 5k – 8k + 4j – 2h – 7h + 6 = -3k + 4j – 9h + 6,

siswa menguasai konsep penyederhanaan operasi aljabar dengan melakukan pengumpulan

suku sejenis, akan tetapi siswa gagal menyederhanakan menjadi -3k + 4j – 9h + 6.

Kompetensi operasi bentuk akar untuk siswa kelas IX (Masduki & Utomo I. B, 2008, p.123)

yaitu bentuk penyederhanaan seperti berikut: . Siswa

mampu menyelesaikan langkah pertama, tetapi gagal menentukan hasilnya menjadi langkah

kedua.

Kegagalan penguasaan penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat tersebut disebabkan

oleh apa?, untuk menjawab pertanyaan tersebut penulis menganalisis beberapa buku acuan

yang biasa dipakai oleh guru-guru SD dan guru kelas VII. Hasil analisis sebagai berikut:

a. Buku SD menggunakan garis bilangan untuk mengkonstruk konsep penjumlahan dan

pengurangan bilangan bulat. (Mustaqin & Astuty, 2008: 43-153)

b. Buku kelas VII menggunakan garis bilangan untuk mengkonstruk konsep penjumlahan

dan pengurangan bilangan bulat. (Nuharini & Wahyuni, 2008: 7-14)

c. Buku kelas VII menggunakan garis bilangan untuk mengkonstruk konsep penjumlahan

dan pengurangan bilangan bulat. (Wagiyo, Surati., & Supradiarini, 2008: 6-9)

d. Buku kelas VII menggunakan keping warna dan garis bilangan untuk mengkonstruk

konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat. (Wintarti, et.al, 2008: 7-10)

Hasil analisis menunjukkan bahwa media yang digunakan untuk mengkonstruk konsep

penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat cenderung menggunakan media garis bilangan.

Garis bilangan menurut hemat penulis sebagai media yang masih abstrak, sehingga kurang

cocok untuk peserta didik dengan usia kelas VII dan SD. Hal ini sesuai dengan pendapat

Piaget (Ruseffendi, 1982, p.21) bahwa tingkat perkembangan anak meliputi empat peride

yaitu periode sensori-motor intelligence dari lahir sampai 1½ atau 2 tahun, periode

preoperasi dari usia 1½ atau 2 tahun sampai 7 atau 8 tahun, periode operasi kongkrit dari

usia 7 atau 8 tahun sampai 11 atau 12 tahun dan periode pengerjaan-pengerjaan formil dari

usia 11 atau 12 tahun. Pembagian periode tersebut menunjukkan bahwa kemungkinan siswa

kelas VII SMP Negeri 3 Biak Kota masih dalam taraf berfikir kongkret sehingga gagal

menguasai konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat dengan media garis

bilangan yang tidak kongkret. Uraian ini mengindikasikan bahwa kegagalan penguasaan

konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat di SMP Negeri 3 Biak Kota

disebabkan oleh penggunaan media pembelajaran yang tidak sesuai dengan usia belajar

peserta didik.

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

232

Media pembelajaran yang tepat merupakan suatu kebutuhan dalam pembelajaran

penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat di SMP Negeri 3 Biak Kota. Media

pembelajaran yang bagaimana yang cocok digunakan?, untuk menjawab pertanyaan tersebut

penulis melakukan observasi kebiasaan masyarakat Biak dan makanan yang menjadi

kekhasan Papua pada umumnya dan Biak khususnya. Hasil observasi penulis, di Papua

umumnya dan di Biak khususnya terdapat makanan yang khas dikonsumsi secara

berpasangan yaitu pinang dan sirih. Pinang dan sirih ini tidak hanya sekedar dikonsumsi saja,

tetapi sudah menjadi bahasa pergaulan mereka, setiap mereka bertemu maka yang

ditawarkan pertama kali ada pinang dan sirih. Hal ini tidak mengherankan kalau sangat

mudah untuk mencari pinang dan sirih, karena banyak penduduk yang menjualnya baik di

tempat-tempat khusus maupun di pinggir-pinggir jalan. Larangan meludah pinangpun mudah

dijumpai ditempat-tempat umum dan itu tidak pernah dijumpai di daerah-daerah di luar

Papua, seperti gambar di bawah ini

Gambar 1. Larangan makan pinang

Ilustrasi di atas memotivasi penulis untuk memanfaatkan budaya makan pinang dan sirih

sebagai media berbasis budaya Papua pada pembelajaran penjumlahan dan pengurangan

bilangan bulat. Media ini diperlukan untuk mempermudah peserta didik mengkonstruk

konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat. Hal ini menjadi dasar peneliti untuk

melakukan penelitian eksperimen dengan tujuan menentukan seberapa efektif media berbasis

budaya Papua jika diterapkan pada penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat ditinjau

dari prestasi siswa.

2. Metode Penelitian

Jenis penelitan ini adalah penelitan eksperimen semu. Pada penelitian ini digunakan satu

kelas eksperimen. Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitan ini berupa: (1)

mengambil secara acak satu kelas dari sembilan kelas yang ada sebagai kelas eksperimen;

(2) memberikan pretest pada kelas eksperimen; (3) melakukan treatment dengan

menggunakan media berbasis budaya Papua berupa makan pinang sirih pada kelas

eksperimen; (4) memberikan posttes pada kelas eksperimen.

Rancangan eksperimen yang digunakan adalah pretest-posttest One Group Design. Secara

skematis, rancangan eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

233

Gambar 2 Pretest-posttest one group design.

Waktu penelitian berupa pembelajaran yang dilaksanakan dua kali pertemuan. Pembelajaran

penjumlahan bilangan bulat dilaksanakan hari selasa tanggal 9 september 2014 dan

pengurangan bilangan bulat dilaksanakan hari selasa tanggal 16 september 2014. Kondisi

awal diukur dengan pretest hari sabtu tanggal 6 september 2014. Kondisi akhir diukur

dengan posttest untuk mengukur efek dari perlakuan. Posttest dilaksanakan hari sabtu

tanggal 20 september 2014. Subjek penelitian adalah kelas VII A SMP Negeri 3 Biak Kota

tahun pelajaran 2014/2015. Variabel penelitian ini terdiri satu variabel bebas dan satu

variabel terikat. Variabel bebas berupa penggunaan media berbasis budaya Papua, sedang

variabel terikat berupa prestasi pada aspek pengetahuan.

Definisi operasional media berbasis budaya Papua adalah media pembelajaran dengan

komponen utama berupa buah pinang dan sirih. Media pembelajaran ini dibedakan menjadi

dua bagian, yaitu media yang digunakan sebagai bahan untuk diskusi kelompok dan bahan

untuk presentasi. Bahan diskusi kelompok berupa pinang dan sirih masing-masing 20 buah

yang disediakan oleh siswa sendiri. Bahan presentasi berupa dua pengaris kayu berpaku dan

pinang yang telah diikat dengan kawat ikat serta sirih yang telah diikat dengan kawat ikat.

Gambar bahan presentasi sebagai berikut:

Gambar 3 Bahan Presentasi.

Prestasi belajar matematika adalah hasil belajar pada aspek pengetahuan dalam bentuk skor

yang digunakan untuk melihat keberhasilan siswa dalam pembelajaran matematika.Prosedur

pelaksanaan penelitian sebagai berikut: tahap persiapan, papan berpaku dipasang di papan

Pretest

Tes Prestasi Tes Prestasi

Posttest Pembelajaran

dengan media

berbasis

budaya Papua

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

234

tulis, pinang dan sirih yang telah diikat di tempatkan dalam suatu tempat. Masing-masing

kelompok mendapat pinang 20 buah dan sirih 20 buah. Siswa dikelompokkan dengan

masing-masing kelompok terdiri dari empat orang. LKPD, soal Mandiri dan soal PR yang

akan digunakan disiapkan. Tahap pelaksanaan, guru melaksanakan pembelajaran sesuai

dengan skenario dalam RPP. RPP 01 digunakan untuk pembelajaran penjumlahan bilangan

bulat dengan lampiran berupa LKPD-1, SM-01 dan PR-01. RPP 02 digunakan untuk

pembelajaran pengurangan bilangan bulat dengan lampiran LKPD-02, SM-02 dan PR-02.

Secara umum skenario dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:

a. guru menayangkan contoh bagaimana menggunakan pinang dan sirih dalam

pembelajaran, baik penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat dengan LCD.

Pinang mewakili bilangan positif dan sirih mewakili bilangan negatif.

Pinang dan sirih dimakan secara berpasangan.

b. siswa menggunakan pinang dan sirih di masing-masing kelompok untuk

mengerjakan LKPD.

c. siswa menggunakan mistar berpaku dan pinang serta sirih yang telah diikat dengan

kawat untuk bahan presentasi hasil kerja kelompok pada LKPD.

Secara khusus contoh langkah-langkah penggunaan pinang dan sirih ini sebagai media

pembelajaran sebagai berikut:

a. Penjumlahan bilangan bulat

Contoh : 3 + 5 = ........

Langkah – langkahnya sebagai berikut:

1) Siapkan pinang sebanyak 3 bauh

2) Tambahkan pinang sebanyak 5 buah

3) Karena semuanya pinang berarti tidak ada yang dimakan sehingga diperoleh pinang

sebanyak 8 buah

4) Karena pinang mewakili bilangan positif maka hasil 3 + 5 = 8

Contoh 3 + (-5) = .......

Langkah – langkahnya sebagai berikut:

1) Siapkan pinang sebanyak 3 bauh

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

235

2) Tambahkan sirih sebanyak 5 buah

3) Karena ada 3 pasangan pinang dan sirih maka ketiganya di makan sehingga tersisa

sirih sebanyak 2 buah

Karena sirih mewakili bilangan negatif maka hasil 3 + (-5) = -2

b. Pengurangan bilangan bulat

Pengurangan diartikan ditambah lawannya, lawan pinang adalah sirih dan sebaliknya.

Contoh : 5 – 3 = .......

Langkah – langkahnya sebagai berikut:

1) Siapkan pinang sebanyak 5 buah

2) Tambahkan sirih sebanyak 3 buah

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

236

3) Karena ada 3 pasangan pinang dan sirih maka ketiganya di makan sehingga tersisa

pinang sebanyak 2 buah

4) Karena pinang mewakili bilangan positif maka hasil 5 - 3 = 2

Contoh : -5 – 3 = .......

Langkah – langkahnya sebagai berikut:

1) Siapkan sirih sebanyak 5 bauh

2) Tambahkan sirih sebanyak 3 buah

3) Karena sirih semua maka tidak ada yang dimakan sehingga terdapat 8 sirih

4) Karena sirih mewakili bilangan negatif maka hasil -5 - 3 = -8

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

237

3. Data dan Teknik Analisis Data

Data yang didapatkan dalam penelitian ini yaitu data yang bersumber dari pretest dan

posttest. Bentuk instrumen tes prestasi belajar matematika yang digunakan dalam penelitian

ini berupa seperangkat tes tertulis isian. Instrumen tes ini digunakan untuk mengevaluasi

efek pembelajaran yang terkait dengan prestasi belajar matematika dengan menggunakan

media berbasis budaya Papua. Instrumen tes ini terdiri dari pretest untuk mengukur

kemampuan awal prestasi belajar matematika siswa sebelum perlakuan dan posttest untuk

mengukur kemampuan prestasi belajar sesudah perlakuan, instumen tes baik pretest dan

posttest setara. Validitas instrumen mengunakan validitas isi berupa validasi oleh panel

diskusi guru mapel matematika SMP Negeri 3 Biak Kota.

Teknik analisis dari data yang didapatkan adalah sebagai berikut:

a. Analisis diskriptif, hasil posttest dihitung rata-rata, nilai minimum, nilai maksimum,

standar deviasi, varians, dan persentase siswa yang melebihi KKM

b. Analisis inferensial,menggunakan uji t one sample dengan rumus (Bluman, 2012: 427)

sebagai berikut:

Keterangan : = nilai rata-rata yang diperoleh

0 = nilai yang dihipotesiskan

standar deviasi sampel

= ukuran sampel

Hipotesis yang akan diuji adalah sebagai berikut:

H0 : ≤ 67 ( Penggunaan media berbasis budaya Papua tidak efektif )

H1 : > 67 ( Penggunaan media berbasis budaya Papua efektif )

4. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Data penelitian diperoleh dari kegiatan pretest dan posttest. Pretes menggunakan soal

evalusasi (SE-01) dan dikuti oleh 40 peserta didik kelas VIIA. Hasil pretest menunjukkan

bahwa rerata nilai 57,9; nilai tertinggi 100, nilai terendah 15, varians 488,75; standar deviasi

22,1 dan ketuntasan klasikal 36,6%. Posttest menggunakan soal evaluasi (SE-02) yang setara

dengan soal evaluasi pretest. Posttest diikuti oleh 40 peserta didik kelas VIIA. Hasil posttest

menunjukkan bahwa rerata nilai 77,36; nilai tertinggi 100, nilai terendah 40, varians 413,46;

standar deviasi 20,33 dan ketuntasan klasikal 77,5%. Data di atas dapat digambarkan dalam

tabel berikut:

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

238

Gambar 4. Perbandingan hasil pretest dan posttest.

Analsisis keefektifan pembelajaran penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat

menggunakan media berbasis budaya Papua menggunakan uji-t one sample disajikan dalam

tabel berikut:

Tabel 1. Hasil Uji-t one sample

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa pembelajaran penjumlahan dan pengurangan

bilangan bulat menggunakan media berbasis budaya Papuamemiliki thitung=3,142lebih besar

dari t(0.05,39)yaitu 1,685, sehingga Ho ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan media

berbasis budaya Papua untuk pembelajaran penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat

efektif dengan taraf signifikan 5% ditinjau dari prestasi.

5. Kesimpulan dan saran

5.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini bahwa penggunaan media berbasis budaya

Papua pada pembelajaran penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat menghasilkan skor

rata-rata 77,36; nilai minimum 40, nilai maksimum 100, varians 413,46; standar deviasi

20,33; dan ketuntasan klasikal 77,5%. Media ini efektif ditinjau dari prestasi dengan

menggunakan ujit one sample diperoleh t hitung 3,142 lebih besar t tabel 1,685 sehingga Ho

ditolak.

5.2. Saran

Saran yang dapat penulis berikan adalah media pembelajaran yang digunakan untuk

presentasi sebaiknya dibuat dari bahan tiruan, sehingga dapat bertahan lama. Penulis

menggunakan bahan asli pinang dan sirih tidak dapat bertahan lama. Media kerja kelompok

sebaiknya tetap menggunakan bahan asli agar mengurangi kadar keabstrakan.

thitung ttabel Keterangan

3,142 1,685 Ho ditolak

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

239

DAFTAR PUSTAKA

Bluman, A. G. (2012). Elementary Statistics: A Step by Step Approach. New York, NY: Mc Graw-

Hill.

Depdiknas.(2004). Hakikat Penilaian Pembelajaran. Matematika. Jakarta

Gage, N. L. & Berliner, D. C. (1984).Educational Psychology. (3rd

Edition). Boston: Houghton Mifflin

Company.

Gronlund, N. E. (1998). Constructing Achievement Tests. Third Edition. Englewood Cliffs, N.J.:

Prentice Hall.

Klausmeier, H. J. & Goodwin, W. (1966). Learning and human Abilities: Educational Psychology.

East 33rd

Street, New York: Harper & Row Publishers.

Mustaqim, B & Astuty, A. (2008). Ayo Belajar Matematika: Untuk SD dan MI Kelas IV. Jakarta:

Pusat Perbukuan.

Nitko, A. J., & Brookhart, S. M. (2011). Educational assessment of student(6th

ed.). Boston: Pearson

Education

Nuharini, D & Wahyuni, T. (2008). Matematika Konsep dan Aplikasi. Jakarta: Pusat Perbukuan.

Ruseffendi, E.T. (1982). Dasar – Dasar Matematika Modern (Edisi 3). Bandung: Tarsito

Santrock, J. W. (2011). Educational Psychology. (5th Edition). Avenue of Americas, New York: The

MacGraw-Hill Companies.

Schunk, D. H. (2012). Learning Theories (Edisi Enam) (Terjemahan Eva Hamdiah & Rahmat Fajar):

Yogyakarta: Pustaka Pelajar (Buku Asli Terbit 2012).

Wagiyo, A, Surati, F, & Supradiani, I. (2008). Pegangan Belajar Matematika. Jakarta: Pusat

Perbukuan.

Wintarti, A, et. al. (2008). Contextual Teaching & Learning Matematika. Jakarta: Pusat Perbukuan.

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

240

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN

DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN PMR

UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP

DAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS

SISWA SMPN 2 SIDIKALANG

Sondang Noverica

SMPN 2 Sidikalang, [email protected]

Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Memperoleh perangkat pembelajaran yang

valid, praktis dan efektif terhadap kemampuan pemahamankonsep dan

komunikasimatematis siswa, (2) Mengetahui apakah perangkat pembelajaran yang

dikembangkan dengan pendekatan matematika realistik dapat meningkatkan

pemahaman konsep matematis siswa dan (3) Mengetahui apakah perangkat

pembelajaran yang dikembangkan dengan pendekatan matematika realistik dapat

meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. Jenis penelitian yang

digunakan adalah penelitian pengembangan oleh Thiagarajan, Semmel dan Semmel,

yaitu model 4-D (define, design, develop, dan disseminate). Tahap develop dilakukan

dengan disain one group pre-test post-tes. Data dikumpulkan menggunakan 3 jenis

instrumen yaitu lembar validitas, lembar observasi, dan tes. Hasil penelitian diperoleh

perangkat pembelajaran yang valid, praktis efektif. (1) Validitas ditunjukkan dari hasil 5

orang validator, rata-rata total validitas untuk RPP: 4,71; LAS: 4,62;Buku Siswa: 4,56;

Tes Hasil Belajar: Valid, hasil validasi ini menunjukkan bahwa perangkat yang

dikembangkan layak digunakan (memenuhi kriteria 4 ≤ Va< 5). (2) Kepraktisan dilihat

dari uji coba keterbacaan dengan hasil: lembar observasi keterlaksanaan perangkat 3,92;

Respon siswa dan respon guru terhadap perangkat pembelajaran masing-masing 3,47

dan 3,60, hasil uji keterbacaan ini menunjukkan bahwa perangkat yang dikembangkan

praktis (memenuhi kriteria kepraktisan). (3) Efektivitas dilihat dari uji coba lapangan

sudah memenuhi kriteria keefektifan yaitu ketuntasan belajar klasikal ≥ 85%,

kemampuan guru mengelola pembelajaran dalam kategori baik (3,50 - 4,49), dan

aktivitas siswa berada pada kriteria batasan keefektifan pembelajaran. Pada uji coba

lapangan terjadi peningkatan pemahaman konsep dan kemampuan komunikasi

matematis siswa, setelah dilakukan pembelajaran dengan menggunakan perangkat

pembelajaran dengan pendekatan pendidikan matematika realistik. Secara keseluruhan

hasil penelitian menunjukkan bahwa perangkat pembelajaran yang dikembangkan

adalah layak untuk digunakan.

Kata kunci: Pengembangan Perangkat Pembelajaran, Pendekatan Pendidikan

Matematika Realistik, Pemahaman Konsep, Kemampuan Komunikasi.

1. PENDAHULUAN

Pendidikan pada dasarnya adalah suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan,

keterampilan dan keahlian tertentu kepada manusia untuk mengembangkan bakat serta

kepribadian mereka. Agar mampu menghadapi setiap perubahan yang terjadi akibat adanya

kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka manusia berusaha mengembangkan dirinya

dengan pendidikan. Oleh karena itu, masalah pendidikan perlu mendapat perhatian dan

penanganan lebih yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas, dan relevansinya.

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

241

Matematika juga merupakan wahana yang memfasilitasi kemampuan pemahaman konsep

matematis, penalaran, pemecahan masalah dan komunikasi matematis. Hal ini sesuai dengan

tujuan pembelajaran matematika yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan

Nasional No 22 tentang Standar Isi (Depdiknas, 2006), yaitu (1) memahami konsep

matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau

algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah; (2)

menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam

membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan

matematika; (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,

merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh;

(4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk

memperjelas keadaan atau masalah; (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika

dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari

matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Berdasarkan tujuan pembelajaran matematika, pada proses pembelajaran, siswa dituntut

untuk memahami konsep matematika sehingga dapat mengkomunikasikan ide atau pendapat

dalam bahasa matematika. Pemahaman konsep matematis merupakan suatu cara untuk

mengerti tentang fakta-fakta atau konsep-konsep matematika secara mendalam. Komunikasi

matematis adalah suatu cara siswa untuk mengungkapkan ide-ide atau gagasan-gagasan ke

dalam bahasa atau simbol-simbol matematika. Sejalan dengan itu, Baroody (dalam

Ansari,2012:4), menyatakan bahwa:

“Sedikitnya ada dua alasan penting, mengapa komunikasi dalam matematika perlu

ditumbuhkembangkan di kalangan siswa. Pertama, mathematics as languange, artinya

matematika tidak hanya sekedar alat bantu berpikir (a tool to aid thinking), alat untuk

menemukan pola, menyelesaikan masalah atau mengambil kesimpulan, tetapi matematika

juga sebagai suatu alat yang berharga untuk mengkomunikasikan berbagai ide secara jelas,

tepat dan cermat”. Kedua, mathematics learning as social activity; artinya sebagai aktivitas

sosial dalam pembelajaran matematika, matematika juga sebagai wahana interaksi antar

siswa, dan juga komunikasi antara guru dan siswa”.

Kenyataan di lapangan, siswa kesulitan dalam memahami konsep-konsep matematika.

Akibatnya, siswa kesulitan dalam mengkomunikasikan ide ke dalam bahasa matematika.

Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah, baik dari pembaharuan kurikulum sekolah,

penyediaan sarana dan prasarana belajar, serta peningkatan kualitas guru matematika. Akan

tetapi, upaya tersebut belum memberikan hasil yang memuaskan. Pembelajaran yang

dilakukan masih berpusat pada guru, sehingga tidak mendukung berkembangnya

kemampuan matematis siswa. Fakta yang terjadi di Indonesia prestasi belajar matematika

siswa tidak sesuai dengan yang diharapkan. Hal tersebut terlihat dari hasil penilaian

internasional tentang prestasi siswa. Menurut hasil penilaian Programe for International

Student Assesment (PISA) pada tahun 2009 menunjukkan Indonesia berada pada peringkat

61 dari 65 negara peserta dengan rata-rata 371 sementara rata-rata internasional 496.

Menurut survei Trends Internatioanl Mathematics and Scince Study (TIMSS) pada tahun

2011 lebih memprihatinkan lagi karena mengalami penurunan dari 405 pada tahun 2007

menjadi 386 dan menempati peringkat 38 dari 42 negara peserta (Litbangkemdikbud, 2011).

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

242

Salah satu terobosan yang dilakukan pemerintah guna meningkatkan mutu pendidikan agar

siswa mampu berkiprah dalam kehidupan nyata adalah dengan memberlakukan kurikulum

2013. Kurikulum 2013 yang adalah kurikulum berbasis pada kompetensi dengan

pembelajaran yang konstruktivistik. Keterlaksanaan kurikulum berbasis kompetensi sangat

ditentukan oleh kemampuan guru dalam mengembangkan perangkat pembelajaran, yakni

pengembangan silabus, buku ajar, sumber dan media pembelajaran, model pembelajaran,

instrumen asesmen, dan rencana pelaksanaan pembelajaran (Akbar, 2013: 2).

Perangkat pembelajaran tersebut sangat perlu diimplementasikan dalam praktik

pembelajaran sehari-hari di satuan pendidikan. Akan tetapi, praktik pembelajaran sehari-hari

di sekolah masih mengalami berbagai persoalan berkenaan dengan perangkat pembelajaran

yang digunakan untuk mengoperasikan jalannya pembelajaran. Hal ini sejalan dengan Akbar

(2013: 2) yang menyatakan bahwa:

“Permasalahan perangkat pembelajaran yang digunakan guru di sekolah yaitu (1) banyak

indikator dan tujuan pembelajaran yang dirumuskan guru masih cenderung pada

kemampuan kognisi, afeksi, dan psikomotor yang rendah, (2) bahan ajar yang digunakan

guru masih cenderung kognitivistik, (3) pemanfaatan sumber dan media yang masih

kurang, (4) model pembelajaran konvensional yang banyak diterapkan guru sehingga

kurang memicu keaktifan siswa, dan (5) penilaian proses juga kurang berjalan optimal

karena keterbatasan kemampuan mengembangkan instrumen asesmen”.

Berikut ini adalah beberapa alasan mengapa perangkat pembelajaran begitu penting bagi

seorang guru, antara lain (1) perangkat pembelajaran sebagai panduan; perangkat

pembelajaran merupakan panduan guru dalam menjalankan tugasnya di kelas. Dengan

adanya perangkat pembelajaran, proses pembelajaranakan berjalan sesuai dengan rencana

yang telah disusun oleh guru tersebut.(2) Perangkat pembelajaran sebagai parameter

;dengan adanya perangkat pembelajaran, guru dapat melakukan analisis kemampuan siswa

terhadap materi pelajaran yang telah disajikan. Guru dapat melihat sudah sejauh mana materi

yang telah disajikan diserap oleh siswa. Berapa banyak siswa yang masih perlu dilakukan

bimbingan khusus, serta dapat dijadikan acuan dalam proses pembelajaran berikutnya. (3)

Perangkat pembelajaran sebagai peningkatan profesionalisme; dengan adanya perangkat

pembelajaran, guru dapat semakin mengasah kemampuannya dalam menyusun rencana

pelaksanaan pembelajaran yang dapat meningkatkan profesionalitas guru dalam bekerja. (4)

Perangkat pembelajaran mempermudah para guru dalam membantu proses fasilitasi

pembelajaran; dengan adanya perangkat pembelajaran, guru dapat lebih mudah melakukan

inovasi-inovasi dengan berbagai model pembelajaran yang dapat menarik minat siswa

belajar. Inilah yang menjadi alasan peneliti untuk mengembangkan perangkat pembelajaran

dengan harapan dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa.

Adapun perangkat pembelajaran yang akan dikembangkan peneliti diharapkan dapat

memberi peningkatan hasil belajar siswa khususnya dalam peningkatan kemampuan

pemahaman konsep dan komunikasi matematis siswa. Hal ini dilatarbelakangi oleh masih

rendahnya kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi matematis siswa ketika

menyelesaikan soal-soal matematika. Rendahnya kemampuan pemahaman konsep dan

komunikasi matematis yang telah dikemukakan tergambar dari hasil temuan dengan

memberikan soal kemampuan pemahaman konsep dan kemampuan komunikasi matematis

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

243

siswa yang telah peneliti lakukan di SMP Negeri 2 Sidikalang. Berikut ini lembar jawaban

salah satu siswa yang mengerjakan soal yang berhubungan dengan soal

kemampuanpemahaman konsep dan kemampuan komunikasi matematis.

Soal pemahaman konsep dan komunikasi matematis

1. Seorang pekerja membuat sebuah bak berbentuk balok dengan luas sisi alas dan

depan masing-masing 50m2 dan 30m2. Jika rusuk yang membatasi sisi alas dan

sisidepan panjangnya 10 m.

a. Dengan menggunakan rumus luas sisi balok, tentukan panjang sisi-sisi bak itu!

b. Dengan menerapkan rumus volumebalok, hitung volume bak tersebut!

(Soal pemahaman konsep, aspek: mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan

masalah).

2. Seorang pedagang memasukkan es krim ke dalam wadah berbentuk tabung dengan

jari-jari 20 cm dan tinggi 50 cm hingga penuh. Untuk menjualnya, es krim disajikan

dalam kemasan berbentuk kerucut dengan tinggi 10 cm dan jari-jari alas 2 cm.

a. Gambarkanlahpermasalahan tersebut agar mudah untuk dipahami.

b. Buatlah model metematikauntuk menentukan banyaknya kemasan yangdibutuhkan!

(Soal kemampuan komunikasi,aspek: menggambarkan matematika, menyatakan dan

mengilustrasikan ide matematika ke dalam bentuk model matematika).

Bentuk Jawaban rata-rata siswa adalah:

Gambar 1. Contoh Jawaban Siswa pada Soal Pemahaman Konsep

Gambar 2.Contoh Jawaban Siswa pada Soal Kemampuan Komunikasi

Dari jawaban no.1 di atas terlihat siswa salah dalam menjawab soal yang diberikan. Siswa

belum mampu mengidentifikasi masalah dengan baik, juga siswa belum bisa membuat

langkah-langkah dalam penyelesaian soal pemecahan masalah. Sehingga menyebabkan

siswa salah dalam menyelesaikannya. Ini terlihat dari kesalahan dalam hal memahami

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

244

konsep bidang dan rusuk yang ada pada bangun ruang balok. Keadaan ini menandakan

bahwa siswa belum bisa memenuhi indikator dalam soal yaitu mengidentifikasi unsur-unsur

yang diketahui, merumuskan masalah matematika, menerapkan strategi untuk menyelesaikan

berbagai masalah dan menyimpulkan hasil.

Selanjutnya dari jawaban no.2 siswa juga salah dalam menyelesaikannya. Kesalahan yang

terlihat dari hasil kerja siswa menunjukkan ketidakmampuan siswa dalam

mengkomunikasikan soal cerita ke dalam permasalahan sehari-hari. Siswa hanya

menentukan volume tabung tetapi tidak paham apa yang diinformasikan permasalahan yang

ada pada soal no.2 tersebut.

Berikut tabel persentase ketuntasan tes pemahaman konsep dan kemampuan komunikasi

matematis siswa yang diberikan kepada 30 siswa kelas IX di SMP Negeri 2 Sidikalang.

Tabel 1. Hasil Tes Pemahaman Konsep dan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa

Berdasa

rkan

tabel di

atas

terlihat

bahwa

dari 30

siswa yang diberikan tes kemampuan komunikasi siswa, terdapat 8 orang siswa yang tuntas

dengan ketuntasan secara klasikal 26,67% dengan nilai rata – rata 3,00 . Hal ini

menggambarkan pembelajaran matematika masih belum menunjukkan hasil yang maksimal

karena hanya 8 orang dari 30 siswa yang tuntas dalam pencapaian batas nilai ketuntasan.

Gambaran tentang rendahnya kemampuan komunikasi dan pemahaman konsep matematis

siswa di atas juga didukung oleh hasil wawancara dengan beberapa guru matematika SMPN

2 Sidikalang. Beberapa alasan siswa mengalami kesulitan dalam mempelajari matematika

yang disampaikan dari beberapa guru diantaranya adalah siswa kurang menggali informasi

sendiri dalam belajar karena sudah terbiasa dengan penjelasan guru dan kurangnya motivasi

siswa untuk belajar matematika. Siswa hanya sebatas bisa menyelesaikan soal yang

dicontohkan guru dalam pembelajaran. Di samping itu, siswa juga belum mampu untuk

memberikan argumentasi dengan benar dan jelas ketika menjawab soal yang diberikan oleh

guru.Hal ini dikarenakan siswa hanya terfokus pada contoh-contoh penyelesaian soal yang

diberikan guru pada saat belajar.

Untuk meningkatkan pemahaman konsep dan kemampuan komunikasi matematis,

hendaknya guru memilih pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan tujuan yang hendak

dicapai. Salah satu pendekatan pembelajaran yang bisa digunakan guru pada proses

pembelajaran adalah pendekatan pendidikan matematika realistik (PMR). Pembelajaran

dengan pendekatan PMR, siswa mempunyai kesempatan untuk memahami dan menemukan

konsep-konsep matematika. Hal ini sesuai dengan pendapat Suherman (2003:145)

Nilai

(Skala 4) Ketuntasan

Jumlah

Siswa Persentase (%)

2.67 Tuntas 8 26,67

< 2.67 Tidak Tuntas 22 73,33

Jumlah Siswa 30 100

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

245

pengembangan pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik merupakan salah satu

usaha meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami matematika. Memahami

matematika dalam hal ini adalah memahami konsep-konsep atau fakta-fakta dalam

matematika.

Pembelajaran dengan pendekatan PMR adalah pembelajaran yang harus dimulai dengan

sesuatu yang real (nyata), sehingga siswa dapat terlibat dalam proses pembelajaran secara

bermakna. Dengan pembelajaran bermakna maka siswa akan tertarik dengan pembelajaran

matematika dan merasakan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam PMR,

matematika dianggap sebagai aktivitas insani (mathematics as human activities), dan harus

dikaitkan dengan realitas agar siswa dapat memahami matematika dengan mudah tanpa

harus menghafal angka-angka, rumus-rumus dan teorema-teorema. Ini berarti, matematika

harus dekat dengan siswa dan relevan dengan kehidupan realistis. Karena pembelajaran

dikaitkan dengan realita atau lingkungan, maka siswa paham dengan pelajaran matematika,

sehingga tujuan pembelajaran matematika tersebut tercapai.

Pendekatan PMR memiliki beberapa keunggulan sebagai berikut. (1)menggunakan masalah

kontekstual sebagai titik awal pembelajaran sesuai dengan pengalaman siswa, sehingga

siswa dapat melibatkan dirinya dalam kegiatan belajar dan konteks dapat menjadi alat untuk

pembentukan konsep. (2)Menggunakan model yang dikembangkan siswa dapat menambah

pemahaman mereka tentang matematika. (3)Mengkondisikan siswa untuk menyelesaikan

tugas-tugas secara bersama-sama antar siswa (interaktif), Husna dalam Paradikma

(2013:184). Dengan keunggulan-keunggulan tersebut maka pendekatan PMR dapat

meningkatkan pemahaman konsep dan komunikasi matematis.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah yang telah

diuraikan sebelumnya, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Bagaimana validitas perangkat pembelajaran yang dikembangkan dengan menggunakan

pendekatan PMR terhadap pemahaman konsep dan kemampuan komunikasi matematis

siswa?

2. Bagaimana kepraktisan perangkat pembelajaran yang dikembangkan dengan

menggunakan pendekatan PMR terhadap pemahaman konsep dan kemampuan

komunikasi matematis siswa?

3. Bagaimana efektivitas perangkat pembelajaran yang dikembangkan dengan

menggunakan pendekatan PMR terhadap pemahaman konsep dan kemampuan

komunikasi matematis siswa?

4. Apakah terdapat peningkatanpemahaman konsep matematis siswa yang dibelajarkan

dengan menggunakanperangkat pembelajaran yang dikembangkan?

5. Apakah terdapat peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang

dibelajarkan dengan menggunakanperangkat pembelajaran yang dikembangkan?

2. METODOLOGI PENELITIAN

2.1. Jenis Penelitian

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

246

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian yang ditetapkan, maka penelitian ini

termasuk penelitian pengembangan (Developmental Research). Model pengembangan

perangkat pembelajaran Thiagarajan, Semmel dan Semmel, yaitu model 4-D (define, design,

develop, disseminate) yang telah dimodifikasi.

Penelitian pengembangan ini dilaksanakan untuk menghasilkan perangkat pembelajaran dan

instrumen-instrumen yang diperlukan yang selanjutnya akan diujicobakan di kelas.

Perangkat pembelajaran yang dikembangkan adalah perangkat pembelajaran matematika

materi Kubus dan Balok tingkat SMP dengan menggunakan pendekatan matematika

realistik.Pengembangan perangkat pembelajaran tersebut berupa perancangan perangkat

pembelajaran mulai dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP),Lembar Aktivitas Siswa

(LAS),Buku Siswa,dan Tes Hasil Belajar (THB).

2.2. Rancangan uji coba keterbacaan

Ujicoba keterbacaan (terbatas) bermaksud untuk mengetahui kepraktisan perangkat yang

dikembangkan.Subjek ujicoba keterbacaan adalah siswa kelas dan SMP Negeri 2 Sidikalang

tahun pelajaran 2015-2016 dengan banyak siswa 32 orang.

2.3. Rancangan Uji Coba Lapangan

Rancangan uji coba yang digunakan dalam pengembangan perangkat pembelajaran adalah

dengan melakukan uji coba lapangan.Subjek ujicoba lapangan adalah siswa kelas SMP

Negeri 2 Sidikalang tahun pelajaran 2015-2016 dengan banyak siswa 32 orang.

3. PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENELITIAN

3.1. Instrumen Validitas Perangkat Pembelajaran

Instrumen ini digunakan untuk mendapatkan data mengenai pendapat para ahli (validator)

terhadap perangkat pembelajaran yang telah disusun, sehingga menjadipedomandalam

merevisi perangkat pembelajaran (RPP, LAS, Buku siswa,dan Tes Hasil Belajar siswa).

3.2. Instrumen Kepraktisan Perangkat Pembelajaran

Instrumen kepraktisan perangkat pembelajaran terdiri dari lembar observasi dan angket.

Lembar observasi digunakan untukmengetahui kepraktisan perangkat yang dikembangkan,

maka dilakukan pengumpulan data tentang keterlaksanaanperangkat pembelajaran serta

tanggapan siswa dan guru mengenai perangkat pembelajaran.Pada akhir kegiatan guru dan

siswa diminta mengisi angket tanggapan tanggapan perangkat pembelajaran.

3.3. Instrumen Keefektifan Perangkat Pembelajaran

3.3.1. Ketuntasan Belajar Siswa

Tes diberikan pada pertemuan awal (sebelum dilakukan pembelajaran) dan dipertemuan

akhir pembelajaran (setelah seluruh topik diajarkan) dikembangkan sesuai dengan indikator

pembelajaran. Seorang siswa dapat dikatakan tuntas apabila nilai siswa secara individual

mencapai KKM 70. Selanjutnya secara klasikal bahwa suatu pembelajaran dipandang telah

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

247

tuntas terdapat 85% siswa yang mengikuti tes telah mencapai skor KKM (dalam Trianto,

2011:241).

3.3.2. Lembar Observasi Kemampuan Guru Menggunakan Perangkat Pembelajaran

Instrumen ini digunakan untuk mendapatkan data tentang kemampuan guru dalam

menerapkan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pendidikan

matematika realistik. Pengamatan dilakukan selamapembelajaran berlangsung (dari awal

pembelajaran sampai berakhirnya pembelajaran) dan pengamatan dilakukan oleh 2 orang

pengamat. Kemampuan guru dalam menggunakan perangkat pembelajaran dikatakan efektif

apabila rata-rata kemampuan guru untuk semua pertemuan mencapai kriteria minimal baik

(2,50≤TKG < 3,49)

3.3.3. Lembar Observasi Aktivitas Siswa

Instrumen ini digunakan untuk mendapatkan data tentang aktivitas siswa selama

berlangsungnya pembelajaranmenggunakan perangkat pembelajaran dengan pendekatan

matematika realistik.

3.4. Menganalisis Peningkatan Pemahaman Konsep dan kemampuan

Komunikasi Matematis Siswa

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan rumus perhitungan indeks gain

(Meltzer, 2002:1260) sebagai berikut :

g =

Keterangan:

g adalah indeks gain

x adalah skor yang diperoleh siswa

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Hasil Kepraktisan Perangkat Pembelajaran

Sebelum dilakukan ujicoba lapangan, terlebih dahulu dilakukan uji keterbacaan terhadap

perangkat pembelajaran. Uji keterbacaan ini menghasilkan data kualitas perangkat

pembelajaran berupa kepraktisan perangkat pembelajaran, dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2. Kepraktisan Perangkat Pembelajaran

No Aspek Kepraktisan Rataan Skor Kategori

1 Keterlaksanaan perangkat pembelajaran 3, 92 Baik

2 Respon siswa terhadap perangkat pembelajaran 3,47 Baik

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

248

3 Respon guru terhadap perangkat pembelajaran 3,60 Baik

4.1.2. Hasil Keefektifan Perangkat Pembelajaran

a. Hasil Ketuntasan Pemahaman Konsep Matematis Siswa Siswa

Hasil uji coba lapangan untuk melihat pemahaman konsep matematis siswa dapat dilihat

pada tabel berikut:

Tabel 3. Tingkat Ketuntasan Pre-Test dan Post-TestPemahaman KonsepMatematis Siswa

Pada Uji Coba Lapangan

Kategori Pre-Test Persentase

Ketuntasan

Post-Test Persentase

Ketuntasan Jumlah Siswa Jumlah Siswa

Tuntas 2 6,25 % 28 87,50 %

Tidak Tuntas 30 93,75 % 4 12,50 %

b. Hasil Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa

Hasil uji coba lapangan untuk melihat kemampuan komunikasi matematis siswa dapat dilihat

pada tabel berikut:

Tabel 4. Rata-Rata Kelas Pre-Test dan Post-Test Kemampuan KomunikasiMatematis Siswa

Pada Uji Coba Lapangan

Kategori Pre-Test Persentase

Ketuntasan

Post-Test Persentase

Ketuntasan Jumlah Siswa Jumlah Siswa

Tuntas 2 6,25 % 28 87,50 %

Tidak Tuntas 30 93,75 % 4 12,50 %

c. Hasil Kemampuan Guru Menggunakan Perangkat Pembelajaran

Hasil uji coba lapangan untuk melihat kemampuan guru menggunakanperangkat

pembelajaran dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5. Kemampuan Guru Menggunakan Perangkat Pembelajaran

Rata-Rata Setiap Pertemuan 3,53 3,58 3,68 3,84 3.32 3,57 3,53 3,53

Kriteria B B B B B B B B

Rata-Rata Setiap Pengamat 3,66 3,43

Rata-Rata Keseluruhan 3,55 Baik

d. Hasil Aktivitas Siswa Dalam Pembelajaran

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

249

Hasil uji coba lapangan untuk melihat aktivitas siswa dalam pembelajaran, dapat dilihat pada

tabel berikut:

Tabel 6. Hasil Aktivitas Siswa Dalam Pembelajaran Pada Uji Coba Lapangan

No Kegiatan Rerata

Pengamat

Kriteria

Batasan

1 Memperhatikan/mendengarkan penjelasan guru/teman

dengan aktif 12,75% 9%-19%

2 Membaca, memahami masalah kontekstual dalam Lembar

Aktivitas Siswa 9,75 % 6%-16%

3 Menyelesaikan masalah/menemukan jawaban dan cara

menjawab masalah kontekstual 31,25 % 33%-43%

4 Berdiskusi/bertanya antara siswa dan guru 21,00 % 19%-29%

5 Menarik kesimpulan suatu prosedur atau konsep 11,00 % 8%-18%

6 Prilaku siswa yang tidak relevan dengan KBM 1,50 % 0%-5%

4.1.3. Peningkatan Pemahaman Konsep dan Kemampuan Komunikasi Matematis

Siswa

a. Peningkatan Pemahaman Konsep Matematis Siswa

PeningkatanPemahaman Konsep matematis siswa dengan menggunakan perangkat

pembelajaran yang menerapkan pendekatan pendidikan matematika realistik dari hasil Pre-

Test dan Post-Test dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 7. Peningkatan Pemahaman KonsepMatematis Siswa Pada Uji Coba lapangan

Skor Gain Interpretasi Banyak siswa Persentase

g > 0,7 Tinggi 18 Siswa 56,25%

0,3 < g ≤ 0,7 Sedang 12 Siswa 37,50%

g ≤ 0,3 Rendah 2 Siswa 6,25%

b. Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa

Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa dengan menggunakan perangkat

pembelajaran yang menerapkan pendekatan pendidikan matematika realistik dari hasil Pre-

Test dan Post-Test dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 8. Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Pada Uji Coba lapangan

Skor Gain Interpretasi Banyak siswa Persentase

g > 0,7 Tinggi 11 Siswa 6,25 %

0,3 < g ≤ 0,7 Sedang 19 Siswa 59,38 %

g ≤ 0,3 Rendah 2 Siswa 34,38%

4.2. PEMBAHASAN

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

250

Berdasarkan hasil analisis dari penelitian, perangkat pembelajaran yang dikembangkan dan

diujicobakan telah valid, praktis dan efektif. Hal tersebut disebabkan perangkat pembelajaran

yang telah dikembangkan memenuhi kriteria kevalidan, kepraktisan dan keefektifan.

4.2.1. Validasi Perangkat Pembelajaran

Sebelum diujicobakan dilapangan, perangkat pembelajaran terlebih dahulu telah divalidasi

oleh para ahli (validator). Perangkat pembelajaran divalidasi oleh 5 orang validator. Kelima

validator menyimpulkan bahwa rencana pelakasanaan pembelajaran,lembar aktivitas siswa,

buku siswa, dan tes hasil belajar dapat digunakan dengan revisi kecil pada kesalahan

penulisan/ejaan naskah soal, dan revisi ini telah diperbaiki sesuai dengan coretan validator.

4.2.2. Kepraktisan Perangkat Pembelajaran

Uji keterbacaan menghasilkan data kualitas perangkat pembelajaran berupa kepraktisan

perangkat pembelajaran sebagaimana tersaji pada tabel 2. Pada tabel terlihat bahwa (a) rata-

rata keterlaksanaan minimal berada pada kategori terlaksana dengan baik (3 ≤ Rk < 4), (b)

rata-rata tanggapan guru minimal berada pada kategori baik (2,5 ≤ Rg < 3,5), dan (c) rata-

rata tanggapan siswa minimal berada pada kategori baik (2,5 ≤ Rs < 3,5) sehingga

perangkat pembelajaran yang dikembangakan dapat dikatakan praktis.

4.2.3. Keefektifan Perangkat Pembelajaran

Keefektifan pengembangan perangkat pembelajaran dengan menggunakan pendekatan

pendidikan matematika realistik dilihat dari 3 indikator, yakni: (a) siswa dikatakan telah

memahami konsep apabila terdapat 85% siswa yang mengikuti tes telah memiliki

kemampuan komunikasi matematis minimal (≥ 70), (b) aktivitas siswa selama kegiatan

belajar memenuhi kriteria toleransi waktu ideal yang ditetapkan dan (c) kemampuan guru

mengelola pembelajaran minimal berada pada kategori baik (2,50 ≤TKG< 3,49). Produk

pengembangan perangkat dikatakan efektif apabila memenuhi ketiga indikator di atas.

Berikut ini akan diuraikan hasil penelitian keefektifan pengembangan perangkat

pembelajaran sebagai berikut:

a. Ketuntasan Hasil Belajar

Berdasarkan hasil Pre-Test diperoleh rata-rata kelas hasil pemahaman konsepmatematis

siswa sebesar 4,95, dengan persentasi ketuntasan sebesar 6,25% (2 siswa dari 32 siswa). Dari

hasil pemberian Post-Test kepada siswa diperoleh rata-rata skor 8,39siswa dengan

ketuntasan klasikal 87,50 %(28 siswa dari 32 siswa). Dilihat dari N-Gain untuk setiap siswa,

diperoleh 18 dari 32 siswa (56,25 %) memiliki peningkatanpemahaman konsep matematis

siswa dalam kategori tinggi, 12 dari 32 siswa (37,50 %) memiliki peningkatan pemahaman

konsepmatematis siswa dalam kategori sedang, 2 dari 32 siswa (6,25 %) memiliki

peningkatan pemahaman konsepmatematis siswa dalam kategori rendah, artinya perangkat

pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pendidikan matematika realistik sudah

memberikan kontribusi untuk meningkatkan pemahaman konsepmatematis siswa. Hal ini

sesuai dengan pendapat Suherman (2003:145) pengembangan pembelajaran matematika

dengan pendekatan realistik merupakan salah satu usaha meningkatkan kemampuan siswa

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

251

dalam memahami matematika. Memahami matematika dalam hal ini adalah memahami

konsep-konsep atau fakta-fakta dalam matematika.

Peningkatan pemahamankonsep matematis jika dilihat dari tiap aspekpemahamankonsep

matematis, peningkatan paling rendah terdapat pada aspek ketiga. Rendahnya peningkatan

aspek ketiga ini disebabkan siswa kurang mampu mengaplikasikan konsep atau algoritma

pemecahan masalah dari masalah kontekstual yang diberikan. Siswa kurang mampu

menerapkan konsep matematika serta bagaimana langkah-langkah untuk pemecahan masalah

dari masalah kontekstual yang diberikan. Pada soal ini siswa diberikan masalah untuk

menghitungpanjang kerangka kandang ayam yang berbentuk balok serta sudah ditentukan

ukuran dari rusuk-rusuknya. Kemudian kerangka kandang ayam itu diberi penyangga setiap

jarak 2 meter di sekeliing kerangka tersebut. Tetapi ditemukan jawaban siswa hanya mampu

menghitung panjang seluruh kerangka balok dan selalu salah menentukan jumlah dan

panjang penyangganya. Selain itu, peningkatan pemahamankonsep matematis siswa yang

paling besar terdapat aspek keempat yaitu siswa dapat menyajkan konsep dalam berbagai

bentuk representasi matematis yang berkaitan dengan materi kubus dan balok. Pada indikator

ini siswa sudah mampu menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis

dalam menyelesaikan masalah kontekstual yang diberikan.

Dari hasil Pre-Test diperoleh rata-rata kelas hasil kemampuan komunikasi matematis

sebesar4,71, dengan ketuntasan klasikal sebesar 6,25% (2siswa dari 32 siswa). Dari hasil

pemberian Post-Test kepada siswa diperoleh rata-rata skor 8,07 dengan ketuntasan klasikal

87,5 %(28 siswa dari 32 siswa). Dilihat dari N-Gain untuk setiap siswa, diperoleh 11 dari 32

siswa (34,38 %) memiliki peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa dalam

kategori tinggi, 19 dari 32 siswa (59,38 %) memiliki peningkatan kemampuan komunikasi

matematis siswa dalam kategori sedang, 2 dari 32 siswa (6,25 %) memiliki peningkatan

kemampuan komunikasi matematis siswa dalam kategori rendah, artinya perangkat

pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pendidikan matematika realistik sudah

memberikan kontribusi untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.

Proses pembelajaran dengan Pendekatan PMR juga dapat meningkatkan pengembangan

kemampuan komunikasi matematis yang mana sesuai dengan pendapat Wijaya (2012:29)

Pendekatan PMR memiliki potensi tidak hanya untuk pengembangan kemampuan

matematika, melainkan juga untuk pengembangan kompetensi siswa yang lebih umum, yaitu

kreativitas dan kemampuan berkomunikasi.

Peningkatan kemampuan komunikasi matematis jika dilihat dari tiap aspek kemampuan

komunikasi matematis, peningkatan paling rendah terdapat pada aspek ketiga yaitu siswa

dapat menuliskan penjelasan suatu masalah dengan memberikan argumentasi terhadap

permasalahan matematika. Rendahnya peningkatan aspek ketiga ini disebabkan siswa kurang

mampu menjelaskan tentang volume air dalam bak mandi yang berbentuk kubus yang hanya

berisi setengahnya saja. Ditemukan jawaban siswa yang langsung membagi dua ukuran

tinggi bak dan menggunakan hasil pembagian tersebut sebagai sisi dari bak tersebut. Ini

menunjukkan masih rendahnya kemampuan siswa dalammengkomunikasikan masalah

kontekstual yang diberikan. Selain itu, peningkatan kemampuan komunikasi matematis

siswa yang paling besar terdapat aspek pertama yaitu siswa dapat membaca suatu gambar ke

dalam bahasa matematika dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan materi

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

252

kubus dan balok. Pada indikator ini siswa sudah mampu membaca gambar dari masalah yang

diberikan serta mampu menuliskan alasan-alasan mengenai jawaban yang diberikan.

Hal ini sesuai dengan teori belajar Piaget (dalam Murdani, 2013:29), peran siswa sangat

diperlukan untuk menemukan sendiri penyelesaian dari masalah kontekstual yang diberikan

dan teori belajar Vygotsky (dalam Murdani, 2013:29), perkembangan kognitif anak terjadi

karena keterkaitan diantara individu.

b. Kemampuan Guru Menggunakan Perangkat Pembelajaran

Indikator efektif selanjutnya adalah kemampuan guru menggunakan perangkat

pembelajaran,diperoleh skor 3,55 berada pada kategori “baik” 3,50 – 4,49. Kriteria

keefektifan perangkat pada kategori “baik”, sehingga kemampuan guru mengelola

pembelajaran sudah efektif. Pengamat pertama dan kedua memberikan penilaian baik pada

tahap pendahuluan, kegiatan inti dan penutup. Hal ini senada dengan yang dikemukakan

Freudenthal (dalam Nida, 2013:216) mengemukakan, pada pendekatan matematika realistik

peran guru tak lebih dari seorang fasilitator, moderator atau evaluator sementara siswa

berpikir, mengkomunikasikan reasoningnya, melatih nuansa demokrasi dengan menghargai

pendapat orang lain.

Pada uji coba lapangan diperoleh hasil nilai rerata 4,08 berada pada kategori baik (3,50-

4,49). Pengamat pertama dan kedua memberikan penilaian baik pada tahap pendahuluan,

kegiatan inti dan penutup. Hal ini senada dengan yang dikemukakan Freudenthal (dalam

Nida, 2013:216) mengemukakan, pada pendekatan matematika realistik peran guru tak lebih

dari seorang fasilitator, moderator atau evaluator sementara siswa berpikir,

mengkomunikasikan reasoningnya, melatih nuansa demokrasi dengan menghargai pendapat

orang lain.Kriteria keefektifan perangkat pada kategori baik, sehingga kemampuan guru

mengelola pembelajaran sudah efektif.

c. Aktivitas Siswa

Indikator keefektifan terakhir adalah aktivitas siswa, diperoleh untuk setiap pertemuan

aktivitas siswa berada pada kriteria batasan keefektifan pembelajaran dengan rata-rata

persentase pencapaian aktivitas siswa 87,25%sehingga masuk kategori efektif. Aktivitas

belajar adalah segala sesuatu yang sengaja dirancang oleh guru untuk memfasilitasi kegiatan

belajar siswa seperti diskusi, demonstrasi, melakukan percobaan dan lain sebagainya (dalam

Sanjaya, 2008:174).

Aktivitas belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah segala bentuk kegiatan belajar

yang dilakukan oleh siswa selama proses pembelajaran berlangsung.Dari semua hasil yang

diperoleh pada uji coba lapangan disimpulkan bahwa perangkat pembelajaran sudah efektif

karena ketuntasan belajar secara klasikal memenuhi kriteria ketuntasan yaitu ≥85 % dari

jumlah siswa, sehingga diperoleh Draft Final yaitu perangkat pembelajaran yang layak

digunakan.

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

253

5. SIMPULAN

1. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan dengan pendekatan matematika realistik

dalam meningkatkan pemahaman konsep dan kemampuan komunikasi matematis siswa

sudah memenuhi kriteria valid yakni untuk Rencana Perangkat Pembelajaran (RPP), Lembar

Aktivitas Siswa (LAS), dan Buku Siswa meliputi aspek kelayakan format, bahasa dan isi.

2. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan dengan pendekatan matematika realistik

dalam meningkatkan pemahaman konsep dan kemampuan komunikasi matematis siswa

sudah praktis digunakan yakni telah memenuhi kriteria praktis yang dilihat dari rata-rata

keterlaksanaan perangkat pembelajaran berada pada katagori terlaksana dengan baik, rata-

rata respon siswa mengenai perangkat pembelajaran berada pada kategori baik, serta rata-

rata respon guru mengenai perangkat pembelajaran berada pada kategori baik.

3. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan dengan pendekatan matematika realistik

dalam meningkatkan pemahaman konsep dan kemampuan komunikasi matematis siswa

sudah efektif untuk digunakan karena telah memenuhi kriteria ketuntasan belajar yang dilihat

dari hasil ketuntasan belajar siswa secara klasikal. Persentase ketuntasan klasikal dari hasil

pemberian Post-Test pemahaman konsep matematis kepada siswa telah memenuhi kriteria

ketuntasan belajar siswa yaitu ≥ 85% dari jumlah siswa. Indikator efektif selanjutnya

adalah kemampuan guru menggunakan perangkat pembelajaran, berada pada kategori

“baik”. Kriteria keefektifan perangkat berada pada kategori “baik”, sehingga kemampuan

guru mengelola pembelajaran sudah efektif. Indikator keefektifan terakhir adalah aktivitas

siswa, diperoleh untuk setiap pertemuan aktivitas siswa berada pada kriteria batasan

keefektifan pembelajaran sehingga masuk kategori efektif.

4. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan dengan pendekatan matematika realistik

dapat meningkatkan pemahaman konsep matematis siswa. Peningkatan yang tertinggi

terdapat pada aspek keempat yaitu menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi

matematis, sedangkan peningkatan terendah terdapat pada aspek ketiga yaitu

mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah.

5. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan dengan pendekatan matematika realistik

dapat meningkatkan pemahaman konsep matematis siswa. Peningkatan yang tertinggi

terdapat pada aspek keempat yaitu menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi

matematis, sedangkan peningkatan terendah terdapat pada aspek ketiga yaitu

mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah.

6. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian ini, penulis mengemukakan beberapa saran sebagai berikut.

1. Pengembanganperangkat pembelajaran seperti ini hendaknya juga dilakukan pada topik

lainnya untuk membuat siswa tertarik, senang dan aktif dalam belajar matematika.

2. Bagi guru atau pihak lain yang ingin mengembangkan perangkat pembelajaran dengan

pendekatanpendidikan matematika realistik pada materi pokok matematika yang lain dapat

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

254

merancang/mengembangkan perangkat dengan memperhatikan komponen model

pembelajaran dan karakteristik dari materi pelajaran yang akan dikembangkan.

3. Untuk meningkatkan pemahaman konsep matematis siswa disarankan agar dalam proses

pembelajaran, guru berfokus pada peningkatan pemahaman konsep siswa bukan sekedar

mengingat fakta atau mengahafal konsep-konsep yang diberikan akan tetapi siswa dituntut

untuk menemukan konsep, membangun konsep dan menggunakan konsep tersebut dalam

menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada.

4. Untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa disarankan dalam proses

pembelajaran hendaknya siswa dituntut untuk mengkomunikasikan konsep-konsep

matematika baik secara lisan, tulisan, gambar, grafik, maupun diagram sehingga data yang

diperoleh lebih detil.

Daftar Pustaka

Akbar, S. 2013.Instrumen Perangkat Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Ansari, I, Bansu. 2012.Komunikasi Matematik Dan Politik. Aceh: PeNA.

Depdiknas. 2006. Permendiknas No. 2 Tentang SI dan SKL. Jakarta Sinar.

Husna, R. 2013.Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Komunikasi Matematik Melalui

Pendekatan Matematika Realistik Pada Siswa SMP Kelas VII Langsa. Jurnal PARADIKMA, Vol

6 Nomor 2. Medan: UNIMED.

Meltzer,David, E .2002.The Relationship Between Mathematics Preparation And conceptual learning

gain in physics:A possible inhidden Variablei in Diagnostic pretest scores.Ames:Department of

physics andAstronomy,Lowa State University.

Murdani. 2013. Pengembangan Perangkat pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Realistik

Untuk Meningkatkan Penalaran Geometri Spasial Siswa Di SMP Negeri Arun Lhoksumawe.

Jurnal Peluang Volume 1 Nomor 2 Tahun 2013 Program Pascasarjana Unsyiah BandaAceh.

www.jurnal.unsyiah.ac.id/peluang. Diakses pada tanggal 25 Februari 2015.

Nida. 2013. Ketuntasan Hasil Belajar Siswa Melalui Pendekatan Realistic Mathematics Education

(RME) Pada Materi Perkalian. Jurnal Ilmiah Didaktika Volume XIII Nomor 2 Tahun 2013

Fakultas Tarbiyah IAIN Banda Aceh dapat dilihat di www.portalgaruda.org diakses pada tanggal

20 Februari 2015.

Litbangkemdikbud. 2011. Survei International TIMSS dan PISA. http://litbangkemdikbud.go.id.

Diakses: September 2013.

Sanjaya,W. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta: Kencana.

Suherman, Erman dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA-

Universitas Pendidikan Indonesia.

Trianto. 2011. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta.

Wijaya, A. 2012. Pendidikan Matematika Realistik. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

255

PENINGKATAN HASIL BELAJAR PENGURANGAN

BILANGAN BULAT

DENGAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

REALISTIK

DI SDN 05 BIRUGO

Ghenny Aosi 1)

1) SDN 05 Birugo, Jln. Birugo Puhun, Birugo, Aur Birugo Tigo Baleh, Kota Bukittinggi;

[email protected]

Abstrak. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya hasil belajar siswa Kelas IV

SDN 05 Birugo dalam pembelajaran matematika, dimana siswa belum mampu

menyelesaikan soal yang berisi materi operasi pengurangan bilangan bulat. Penelitian

ini bertujuan untuk mendeskripsikan peningkatan hasil belajar pengurangan bilangan

bulat dengan pendekatan PMR di Kelas IV SDN 05 Birugo pada semester II tahun

pelajaran 2013/2014. Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas dengan dua siklus

penelitian. Masing-masing siklus terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan

refleksi. Data penelitian dianalisis dengan teknik persentase. Subjek dalam penelitian ini

siswa kelas IV SDN 05 Birugo sebanyak 24 orang. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa pendekatan Pendidikan Matematika Realistik terbukti dapat meningkatkan hasil

belajar pengurangan bilangan bulat di kelas IV SDN 05 Birugo Kota Bukittinggi.

Kata Kunci. Hasil Belajar Matematika; Pengurangan Bilangan Bulat; Pendidikan

Matematika Realistik

1. Pendahuluan

Dalam kehidupan sehari-hari, aplikasi pembelajaran bilangan bulat sering ditemukan oleh

siswa. Misalnya dalam kegiatan berjual beli, keadaan suhu di suatu tempat, kegiatan

menyelam, dan lain-lain. Pembelajaran bilangan bulat sebenarnya mudah jika konsep

bilangan ini dikuasai oleh siswa. Untuk menjelaskan tentang bilangan bulat kita mulai

dengan bilangan asli karena dari sejak kecil secara tidak langsung kita sudah diajarkan oleh

orang tua kita tentang bilangan asli, yaitu pada saat belajar mengenal bilangan. Ketika

dikenalkan dengan bilangan 1, 2, 3, 4, … menggunakan jari kita, bilangan-bilangan yang

dikenalkan merupakan anggota bilangan asli. Setelah kita mengenal bilangan asli,

selanjutnya dikenalkanlah bilangan bulat yang didapat dari perluasan bilangan asli. Oleh

karena itulah, mempelajari bilangan bulat penting di sekolah dasar.

Untuk mendukung agar tujuan pembelajaran dapat tercapai, maka pembelajaran

pengurangan bilangan bulat hendaklah dimulai dari masalah nyata yang dekat dengan

kehidupan siswa sehari-hari, melibatkan proses produksi dan konstruksi siswa, menggunakan

model-model dalam proses pembelajaran, melibatkan keaktifan siswa dalam belajar, dan

mengaitkan dengan materi lain atau mata pelajaran lain. Akan tetapi pada kenyataannya di

kelas IV SDN 05 Birugo, materi ini termasuk materi pembelajaran yang sulit bagi siswa,

apalagi jika menyangkut operasi pengurangan bilangan bulat. Banyak persoalan yang

muncul pada materi bilangan bulat bagi siswa kelas 4. Pada waktu proses pembelajaran, guru

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

256

cenderung tidak memberikan keleluasaan pada siswa untuk belajar secara aktif

menyenangkan. Materi yang disampaikan seringkali tidak dimulai dan bahkan tidak

berkaitan dengan pengalaman sehari-hari sehingga siswa mudah lupa dan tidak dapat

mengaplikasikannya seakan-akan pembelajaran menjadi terpisah dengan kehidupan sehari-

hari. Misalkan pada waktu mereka akan melakukan operasi hitung seperti: 4 – (-7); (-6) – 9;

2 – 7; (-3) – (-6); dan sebagainya. Persoalan yang muncul dalam kaitannya dengan soal-soal

yang seperti itu adalah bagaimana memberikan penjelasan dan cara menanamkan pengertian

operasi tersebut secara konkret dimulai dari hal-hal sederhana yang berhubungan dengan

kehidupan nyata mereka sehari-hari, karena kita tahu bahwa pada umumnya siswa berpikir

dari hal-hal yang bersifat konkret menuju hal-hal yang bersifat abstrak. Siswa kesulitan

menyelesaikan masalah pengurangan bilangan bulat berlainan tanda; positif dan negatif. Jika

diberikan permasalahan dalam bentuk soal cerita, hanya sedikit siswa yang mampu

menyelesaikannya sehingga hasil belajar siswa dalam materi ini tergolong rendah dan belum

mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang disyaratkan. Kesulitan siswa terutama

terlihat pada saat menafsirkan soal cerita yang disebabkan pemahaman siswa masih kurang

dan cara siswa menerjemahkan soal cerita dalam kalimat matematika seringkali salah.

Pembelajaran pengurangan bilangan bulat dengan pendekatan Pendidikan Matematika

Realistik (PMR) akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan

mengonstruksi kembali konsep pengurangan bilangan bulat sehingga siswa mempunyai

konsep pengertian yang kuat. Dalam proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan

PMR, siswa diarahkan pada pemahaman konsep, bukan pemerolehan informasi.

Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah: “bagaimanakah peningkatan

hasil belajar pengurangan bilangan bulat dengan pendekatan PMR di kelas IV SDN 05

Birugo Kota Bukittinggi?” Secara khusus, masalah tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:

a) bagaimana perencanaan pembelajaran pengurangan bilangan bulat dengan pendekatan

PMR di kelas IV SDN 05 Birugo Kota Bukittinggi? b) bagaimana pelaksanaan pembelajaran

pengurangan bilangan bulat dengan pendekatan PMR di kelas IV SDN 05 Birugo Kota

Bukittinggi? c) bagaimana peningkatan hasil belajar siswa dalam pembelajaran pengurangan

bilangan bulat dengan pendekatan PMR di kelas IV SDN 05 Birugo Kota Bukittinggi?

Husnaini (2008: 13) menjelaskan bahwa hasil belajar merupakan tolak ukur atau patokan

untuk menentukan tingkat keberhasilan siswa dalam mengetahui atau memahami suatu

materi pelajaran. Hasil belajar juga dapat memberikan informasi kepada lembaga ataupun

siswa itu sendiri tentang tarap penguasaan ataupun kemampuan yang dicapai siswa.

Menurut Muhsetyo (2009: 3 – 5), bilangan bulat merupakan bilangan yang terdiri dari

bilangan cacah dan negatifnya. Yang termasuk dalam bilangan cacah yaitu 0, 1, 2, 3, 4, …

sehingga negatif dari bilangan cacah yaitu -1, -2, -3, -4, …. Dalam hal ini -0 = 0 maka tidak

dimasukkan lagi secara terpisah. Pada garis bilangan, bilangan bulat negatif terletak di

sebelah kiri angka nol dan bilangan bulat positif terletak di sebelah kanan angka nol.

Menurut Rejeki (2009: 1), semua bilangan dapat dikatakan sebagai bilangan bulat jika

bilangan itu tidak ada tanda koma (,) dan pecahan. Himpunan semua bilangan bulat

dilambangkan dengan Z (yang berasal dari kata Zahlen, bahasa Jerman yang artinya

bilangan).

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

257

Zulkardi (2001: 31) menyatakan bahwa Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR)

adalah sebuah pendekatan belajar matematika yang diadopsi dari pendekatan yang

dikembangkan sejak tahun 1970 oleh sekelompok ahli matematika dari Freudenthal Institute,

Utrecht University di Belanda. Selanjutnya Streefland (dalam Sudharta, 2004:35)

menjelaskan karakteristik pendekatan PMR adalah dengan menggunakan konteks dunia

nyata, menggunakan model-model, produksi dan konstruksi siswa, interaktif dan keterkaitan.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran pengurangan bilangan

bulat dengan menggunakan pendekatan PMR dapat dilakukan dengan menggunakan

karakteristik PMR dalam pembelajaran, yaitu: 1) penggunaan konteks dunia nyata. Guru

memulai pelajaran dengan mengajukan masalah (soal) pengurangan bilangan bulat yang

“riil” bagi siswa sesuai dengan pengalaman dan tingkat pengetahuannya sehingga siswa

segera terlibat dalam pembelajaran secara bermakna. Permasalahan yang diberikan tentu

harus diarahkan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam pelajaran tersebut; 2)

penggunaan model-model. Siswa mengembangkan atau menciptakan model-model simbolik

secara informal yang terdapat pada persoalan atau masalah pengurangan bilangan bulat yang

diajukan; 3) melibatkan proses produksi dan konstruksi. Siswa diberikan kesempatan untuk

membentuk konsep pengetahuan dengan cara pengaktifan pengetahuan yang telah ada atau

menemukan konsep pengetahuan baru secara mandiri sehingga proses produksi konsep

pengetahuan berasal dari siswa sendiri. Siswa memiliki seperangkat konsep alternatif tentang

ide-ide matematika yang memengaruhi belajar selanjutnya. Pembentukan pengetahuan

merupakan proses perubahan yang meliputi penambahan, kreasi, modifikasi, penghalusan,

penyusunan kembali, dan bahkan penolakan; 4) pembelajaran berlangsung secara interaktif.

Siswa menjelaskan dan memberikan alasan terhadap jawaban yang diberikannya, memahami

jawaban temannya (siswa lain), setuju terhadap jawaban temannya, menyatakan

ketidaksetujuan, mencari alternatif penyelesaian yang lain dan melakukan refleksi terhadap

setiap langkah yang ditempuh atau terhadap hasil pembelajaran pengurangan bilangan bulat.

Setiap siswa tanpa memandang ras, budaya, dan jenis kelamin mampu memahami dan

mengerjakan matematika; dan 5) adanya keterkaitan atau intertwining antara materi

pelajaran yang diajarkan dengan materi pelajaran lain dalam matematika atau materi

pelajaran bidang studi lain. Dengan penerapan pendekatan PMR dalam pembelajaran

diharapkan mutu proses pembelajaran akan meningkat karena paradigma baru pendidikan

sekarang ini juga lebih menekankan pada siswa sebagai manusia yang memiliki potensi

untuk belajar dan berkembang.

2. Metode

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas dengan menggunakan pendekatan

kualitatif dan kuantitatif. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dan kuantitatif dengan

jenis penelitiannya penelitian tindakan kelas (PTK) atau Classroom Action Research (CAR).

Penelitian ini diawali dengan adanya refleksi awal terhadap proses pembelajaran di SDN 05

Birugo Kota Bukittinggi. Kegiatan ini dilaksanakan untuk mengetahui permasalahan yang

dihadapi guru dan siswa yang berkaitan dengan proses pembelajaran pengurangan bilangan

bulat di kelas IV SDN 05 Birugo Kota Bukittinggi. Refleksi awal penelitian dilakukan

dengan mengevaluasi proses pembelajaran di kelas berupa diskusi dengan observer tentang

proses pembelajaran yang dilaksanakan selama ini. Kemudian peneliti dan observer

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

258

merumuskan permasalahan yang diangkat sebagai permasalahan penelitian yakni bagaimana

meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran pengurangan bilangan bulat dengan

pendekatan PMR di kelas IV SDN 05 Birugo Kota Bukittinggi.

Kegiatan penelitian dimulai dengan menentukan jadwal penelitian dimana sebelumnya

peneliti meminta persetujuan kepala sekolah dan observer untuk melakukan penelitian.

Tahap ini dimulai dari pelaksanaan pembelajaran matematika dengan memanipulasi media

ceker dan manik-manik untuk menyelesaikan masalah yang diberikan guru. Penelitian ini

dilaksanakan dari siklus I sampai siklus ke II. Kegiatan ini dilakukan oleh peneliti sebagai

guru kelas didampingi observer. Kegiatan pembelajaran di kelas berupa kegiatan interaksi

guru dan siswa dan antara siswa dengan siswa.

Pengamatan dilakukan peneliti pada waktu guru melaksanakan tindakan pembelajaran

matematika. Dalam kegiatan ini peneliti berusaha mengenal, mengamati, dan

mendokumentasikan semua indikator dari proses hasil perubahan yang terjadi, baik yang

disebabkan oleh tindakan yang terencana maupun dampak intervensi dalam pembelajaran

matematika melalui pendekatan PMR. Pengamatan dilakukan secara terus-menerus mulai

dari siklus I sampai siklus ke II. Hasil pengamatan ini kemudian didiskusikan dengan guru

dan diadakan refleksi untuk perencanaan siklus berikutnya. Refleksi diadakan setiap satu

tindakan berakhir. Dalam tahap ini guru dan peneliti mengadakan diskusi terhadap tindakan

yang baru dilakukan.

Data penelitian berupa data deskriptif yang diperoleh dari observasi dan hasil tes dari setiap

tindakan perbaikan pembelajaran pengurangan bilangan bulat melalui pendekatan PMR di

kelas IV SD yang diteliti. Data tersebut berisi tentang hal-hal yang berkaitan dengan

perencanaan, pelaksanaan, dan hasil pembelajaran. Sumber data penelitian adalah proses

pembelajaran pengurangan bilangan bulat di kelas IV SDN 05 Birugo Kota Bukittinggi

dengan pendekatan PMR yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, kegiatan observasi, dan

refleksi selama proses pembelajaran. Data penelitian ini dikumpulkan dengan teknik

observasi, diskusi, dan dokumentasi.

Data penelitian dikumpulkan menggunakan lembar penilaian RPP, lembar observasi

kegiatan guru dan siswa, dan soal untuk mengumpulkan hasil belajar siswa. Data yang

diperoleh dalam penelitian dianalisis dengan menggunakan analisis data kualitatif dan

kuantitatif, yakni analisis data yang dimulai dengan menelaah sejak pengumpulan data

sampai seluruh data terkumpul. Analisis data kuantitatif ini dilakukan terhadap hasil belajar

siswa dengan menggunakan pendekatan deskriptif.

3. Hasil

Setelah selesai penelitian, didapatkan hasil sebagai berikut:

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

259

Tabel 1. Hasil penelitian tindakan penerapan pendekatan PMR

di kelas IV SDN 05 Birugo Kota Bukittinggi

Aspek

Penilaian

Siklus I

Pert. 1

Siklus I

Pert. 2 Siklus II

RPP 79 86 93

Aktv. Guru 75 95 95

Aktv. Siswa 80 80 95

Kognitif 74 87 93

Afektif 65 82 89

Psikomotor 69 86 88

Rata-rata 71 85 90

Hasil pengamatan dan analisis hasil belajar siswa untuk siklus I menunjukkan bahwa

penerapan pendekatan PMR dalam pembelajaran pengurangan bilangan bulat belum

terlaksana optimal. Rata-rata hasil belajar siswa untuk siklus I adalah 78 namun masih ada

siswa yang belum mencapai KKM. Kendala-kendala yang ditemui pada pelaksanaan tes

belajar pada siklus I akan diperbaiki pada siklus II.

Tindakan yang dilakukan pada siklus II didasarkan pada refleksi atas pelaksanaan siklus I

setelah melibatkan diskusi dengan observer. Perencanaan yang dibuat merupakan perbaikan

dari perencanaan siklus I. Kegiatan yang dilaksanakan pada siklus II ini ditujukan untuk

memaksimalkan peningkatan hasil belajar siswa pada pembelajaran pengurangan bilangan

bulat dengan penerapan pendekatan PMR di kelas IV SDN 05 Birugo Kota Bukittinggi.

Pada siklus II siswa sudah mampu untuk belajar optimal dan pembelajaran berlangsung

dengan baik. Situasi kelas juga banyak terjadi kegiatan interaktif antara siswa dengan siswa

dan siswa dengan guru. Diskusi kelompok berjalan lancar dan siswa sudah memahami

langkah-langkah pengurangan bilangan bulat tanpa menggunakan ceker sehingga hasil

belajar siswa juga meningkat. Jika dilihat dari ketuntasan belajar siswa, untuk siklus II,

ketuntasan belajar siswa telah dikualifikasikan sangat baik dan KKM kelas telah tercapai.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pembelajaran pengurangan

bilangan bulat dengan pendekatan PMR terbukti dapat meningkatkan hasil belajar siswa di

kelas IV SDN 05 Birugo Kota Bukittinggi.

4. Pembahasan

Berdasarkan paparan data perencanaan tindakan penerapan pendekatan PMR pada

pembelajaran pengurangan bilangan bulat di Kelas IV SDN 05 Birugo Kota Bukittinggi pada

siklus I, sebelum melaksanakan tindakan, guru sudah membuat perencanaan. Hal ini sesuai

dengan pendapat Susanto (2007: 167) yang mengatakan bahwa rancangan pelaksanaan

pembelajaran adalah penjabaran silabus ke dalam unit satuan kegiatan pembelajaran untuk

dilaksanakan di kelas karena yang akan dihadapi dalam pelaksanaan tindakan adalah

manusia yang siap tumbuh dan berkembang, bernalar, baik dalam aspek sikap, dan

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

260

perilakunya. Perencanaan mutlak diperlukan agar pembelajaran yang disajikan guru tidak

menyimpang dari tujuan yang digariskan.

Perencanaan tindakan disusun berdasarkan hasil refleksi peneliti di SDN 05 Birugo Kota

Bukittinggi. Perencanaan tindakan peneliti lakukan dengan berkolaborasi bersama observer.

Kolaborasi yang peneliti lakukan merupakan perwujudan salah satu ciri penelitian tindakan

kelas, yaitu penelitian tindakan harus kolaboratif dan tidak dikerjakan oleh orang lain atau

orang yang tidak terkait dengan pekerjaan yang diupayakan perbaikannya (Hanurawan,

2001). Artinya, dalam penelitian tindakan selalu terjadi kerjasama atau kerja bersama antara

peneliti dan observer demi keabsahan dan tercapainya tujuan penelitian. Kolaborasi peneliti

dengan observer menghasilkan rencana tindakan dalam wujud rencana pelaksanaan

pembelajaran.

Langkah awal dari perancangan adalah mengidentifikasi kompetensi dasar. Kompetensi

dasar merupakan pernyataan yang mewujudkan perilaku yang harus dapat dilaksanakan

siswa setelah mereka mengikuti proses pembelajaran. Kompetensi dasar berisikan

pernyataan umum tentang kompetensi yang seharusnya dikuasai. Karena pernyataan ini

bersifat umum maka masih sulit diukur kebehasilannya. Kompetensi dasar menunjukkan: (1)

kedudukan pokok-pokok materi tertentu dalam satu kesatuan isi pembelajaran, (2) pedoman

melakukan analisis pembelajaran dan indikator, (3) ringkasan tujuan materi pokok, dan (4)

pedoman menentukan kegiatan pembelajaran.

Perumusan indikator disusun secara spesifik dan operasional, jelas dan logis, diurut dari

yang mudah ke yang sukar, dari yang sederhana ke kompleks, dari konkrit ke abstrak, dan

dari ingatan ke penilaian. Indikator tertulis dengan lengkap dan mencakup semua aspek,

serta dirumuskan untuk tiap fokus pembelajaran. Indikator dituliskan dalam bentuk kata

kerja operasional yang merupakan tindakan belajar dalam pencapaian kompetensi dasar.

Perumusan yang dilakukan sesuai dengan pendapat Nurgiantoro (2001:26) yang menyatakan

bahwa indikator pembelajaran hendaklah berupa tingkah laku yang operasional, artinya

dapat diamati dan diukur dengan menggunakan alat penilaian.

Sumber belajar adalah acuan yang mampu memberikan proses belajar dalam kelas. Sumber

belajar dapat berupa buku, internet, ahli atau tokoh, dan tempat atau lokasi tertentu. Sumber

belajar yang direncanakan untuk pelaksanaan tindakan pada siklus I disesuaikan dengan

materi dan menarik minat siswa. Hal seperti itu diperlukan dalam pembelajaran karena siswa

akan belajar dan terus belajar jika kondisi pembelajaran dibuat menyenangkan. Suasana

belajar yang menyenangkan sangat diperlukan karena otak tidak akan bekerja optimal bila

perasaan dalam keadaan tertekan. Perasaan senang biasanya akan muncul bila belajar

menggunakan berbagai sumber belajar yang menarik. Langkah pembelajaran merupakan

proses berlangsungnya pembelajaran yang ditandai oleh bertemunya guru, siswa, materi,

pendekatan, media, dan suasana. Untuk itu, langkah pembelajaran yang baik diharapkan

mencerminkan pertemuan berbagai aspek sebagai sebuah sistem.

Berdasarkan pembelajaran yang dilakukan dapat dibahas sebagai berikut. Pada awal

pembelajaran, guru sudah memulai pembelajaran dengan memberikan masalah nyata yang

dekat dengan diri siswa dan dialami oleh siswa sehari-hari. Hal ini sesuai dengan prinsip

pertama pendekatan PMR yang dikemukakan oleh Streefland (dalam Sudharta, 2004: 35)

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

261

yaitu prinsip pertama PMR akan dilihat apakah guru memulai pelajaran dengan memberi

contoh dalam kehidupan sehari-hari dan memberi soal-soal pemecahan masalah yang sering

terjadi dalam kehidupan siswa.

Guru kemudian memberikan benda kongkrit yang dapat dimanipulasi siswa untuk

memodelkan masalah yang diberikan. Hal ini sesuai dengan karakteristik pembelajaran

dengan PMR yang dikemukakan oleh Sudharta (2004: 9) dimana siswa masih berada pada

masalah yang nyata tetapi siswa mulai mengembangkan sendiri idenya untuk menyelesaikan

masalah dari bentuk konkret ke abstrak. Siswa diminta untuk memberikan alasan-alasan dari

jawaban yang dikemukakannya. Konsep tersebut kemudian diarahkan ke matematika formal.

Walaupun masih terdapat kekurangan pada pelaksanaannya, namun pada pertemuan

selanjutnya, guru hendaknya lebih memperhatikan kesalahan yang dilakukan pada siklus I

untuk diperbaiki pada pelaksanaannya di siklus II.

Pembahasan hasil penelitian tindakan penerapan pendekatan PMR pada Pembelajaran

pengurangan bilangan bulat di Kelas IV SDN 05 Birugo pada siklus II dapat peneliti sajikan

sebagai berikut. Berdasarkan paparan data perencanaan tindakan penerapan pendekatan

PMR pada pembelajaran pengurangan bilangan bulat di Kelas IV SDN 05 Birugo pada siklus

II, sebelum melaksanakan tindakan, guru sudah membuat perencanaan.

Perencanaan tindakan penerapan pendekatan PMR pada Pembelajaran pengurangan bilangan

bulat di Kelas IV SDN 05 Birugo pada siklus II peneliti lakukan dengan berkolaborasi

bersama observer dan mempedomani hasil pelaksanaan tindakan pada siklus I. Kolaborasi

dilakukan dalam menyusun rencana tindakan dan berpedoman pada hasil penelitian tindakan

siklus I (Herawati, 2007:1). Setiap kekurangan-kekurangan yang ditemukan selama tindakan

pelaksanaan siklus I merupakan fokus utama yang harus diperhatikan dalam menyusun

perencanaan tindakan siklus II. Hasil perencanaan tersebut dituangkan dalam rencana

pelaksanaan pembelajaran.

Sama halnya dengan siklus I, pada siklus II, langkah awal dari perancangan adalah

mengidentifikasi kompetensi dasar, dilanjutkan perumusan indikator, penentuan sumber

belajar, dan langkah-langkah pembelajaran. Pada tahap pendahuluan, guru sudah memulai

pembelajaran dengan memberikan masalah kontekstual sehari-hari. Pada tahap ini guru

memberikan masalah kontekstual kepada siswa berupa cerita. Hal ini sesuai dengan tahap-

tahap pembelajaran matematika dengan pendekatan PMR yang dijelaskan oleh Sunardi

(2001:3).

Untuk karakteristik penggunaan model-model, guru berusaha untuk memberikan kesempatan

kepada siswa yang belum memahami permasalahan yang diberikan untuk bertanya tentang

masalah kontekstual yang ada. Melalui penjelasan yang diberikan, siswa mulai mampu

mengindentifikasi permasalahan dan memodelkan permasalahan dalam kalimat matematika.

Hal ini sesuai dengan karakteristik PMR yaitu interaktifitas pada proses pembelajaran, baik

sesama siswa, maupun siswa dengan guru.

Untuk karakteristik menggunakan produksi dan konstruksi pengetahuan, guru telah

melibatkan siswa untuk mengaktifkan pengetahuan awal yang dimiliki siswa sehingga siswa

mampu untuk menyelesaikan masalah yang diberikan. Guru telah menanyakan bagaimana

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

262

pendapat mereka tentang permasalahan yang diberikan. Memang tidak semua siswa yang

mampu menyelesaikan masalah yang diberikan guru, sehingga guru pun membimbing

mereka dengan pertanyaan-pertanyaan lanjutan sebagai penuntuk mereka untuk memahami

konsep luas. Pada tahap ini setelah masalah kontekstual yang diberikan telah dipahami oleh

siswa dan situasi yang riil tersebut telah dirasakan dan dialami oleh siswa, maka guru

memfasilitasi siswa untuk belajar optimal.

Guru telah mengaitkan pembelajaran dengan materi pembelajaran lain sehingga ada

keterkaitan dalam pembelajaran. Guru juga telah mengelola kelas dengan baik sehingga

pembelajaran berlangsung secara interaktif dan melibatkan siswa secara holistik. Dengan

pengetahuan dan konsep yang mereka ketahui, siswa dapat menyelesaikan dengan cepat

soal-soal yang diberikan. Kemudian, guru dan siswa merefleksi dan menyimpulkan kegiatan

diskusi yang telah mereka laksanakan dan memberi penegasan-penegasan tentang konsep-

konsep yang telah mereka pelajari.

Jumlah siswa yang mau terlibat dalam proses pembelajaran pada siklus II baik dalam

menjawab pertanyaan guru atau bertanya kepada guru sudah bertambah banyak jika

dibandingkan dengan pelaksanaan pembelajaran pada siklus I. Pembelajaran telah bisa

dikatakan berhasil. Pada siklus II ini jika dilihat dari ketuntasan belajar siswa, ketuntasan

belajar siswa telah dikualifikasikan sangat baik dan KKM kelas telah tercapai.

5. Simpulan dan Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan beberapa hal sebagai

berikut: Rencana pembelajaran pengurangan bilangan bulat dengan menggunakan

pendekatan PMR bagi siswa kelas IV SDN 05 Birugo Kota Bukittinggi dibuat dengan

menerapkan karakteristik pendekatan PMR menurut Zulkardi (2001: 6) yaitu: 1) penggunaan

konteks dunia nyata, 2) penggunaan model-model, 3) penggunaan proses produksi dan

konstruksi, 4) pembelajaran berlangsung secara interaktif, dan 5) adanya keterkaitan

(intertwining). Penilaian rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dilaksanakan dengan

menggunakan lembar penilaian RPP (IPKG) dengan persentase sebesar 83% pada siklus I

meningkat menjadi 93% pada siklus II.

Pembelajaran pengurangan bilangan bulat dengan pendekatan PMR di kelas IV SDN 05

Birugo Kota Bukittinggi telah dilaksanakan sesuai dengan rencana pelaksanaan

pembelajaran yang disusun bersama dengan observer. Pelaksanaan pembelajaran

dilaksanakan dalam dua siklus dan disesuaikan dengan perbaikan rencana dari pertemuan

sebelumnya. Pembelajaran pada siklus I belum berhasil dengan baik karena masih banyak

siswa yang belum mampu untuk memanipulasi media ceker dan manik-manik untuk

menyelesaikan masalah yang diberikan guru. Peneliti masih banyak memberikan bimbingan

saat siswa melakukan kegiatan. Oleh sebab itu penelitian dilanjutkan ke siklus II. Untuk

pembelajaran pada siklus II, pembelajaran sudah terlaksana dengan baik. Karakteristik

pendekatan PMR pada masing-masing kegiatan telah nampak dan siswa sudah terlibat aktif

dalam pembelajaran, sehingga hasil belajar siswa sudah mengalami peningkatan. Penilaian

terhadap pelaksanaan pembelajaran dilaksanakan melalui lembar pengamatan terhadap

aktivitas guru dan siswa. Penilaian pelaksanaan pembelajaran pada aktivitas guru meningkat

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

263

dari 85% pada siklus I menjadi 95% pada siklus II. Demikian pula untuk aktivitas siswa

yang meningkat dari 85% pada siklus I menjadi 95% pada siklus II.

Hasil belajar siswa pada pembelajaran pengurangan bilangan bulat dengan pendekatan PMR

di kelas IV SDN 05 Birugo Kota Bukittinggi juga mengalami peningkatan. Hal ini dapat

dilihat dari hasil penilaian proses menggunakan lembar observasi dan tes untuk penilaian

hasil belajar siswa. Dimana dari hasil evaluasi tes akhir siswa terlihat adanya peningkatan

rata-rata hasil belajar siswa dari 78 pada siklus I menjadi 90 pada siklus II. Dengan demikian

dapat disimpulkan bahwa penerapan pendekatan PMR dalam pembelajaran pengurangan

bilangan bulat telah dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SDN 05 Birugo Kota

Bukittinggi.

Berkenaan dengan uraian hasil penelitian, peneliti mengemukakan beberapa saran yang

sekiranya dapat memberikan masukan untuk dapat meningkatkan hasil belajar siswa sebagai

berikut. Guru kelas IV hendaknya dapat membuat rancangan pelaksanaan pembelajaran

pengurangan bilangan bulat atau untuk materi pelajaran lain dengan menggunakan

pendekatan PMR karena dengan penerapan pendekatan PMR terbukti dapat meningkatkan

hasil belajar pengurangan bilangan bulat siswa. Kepala sekolah hendaknya senantiasa

memotivasi dan mengarahkan guru kelas agar mampu menggunakan pendekatan PMR dalam

pembelajaran matematika di sekolah dan memantau proses pelaksanaannya. Saran juga

disampaikan kepada peneliti selanjutnya, terutama guru-guru yang berminat untuk

melakukan penelitian tindakan kelas, agar meneliti penggunaan pendekatan PMR pada

materi lain atau jenjang kelas lain.

Daftar Pustaka

Hanurawan. 2001. “Penelitian Tindakan Kelas itu Mudah, jika Tahu Triknya” Makalah Online.

http://www.bloggerkreatif.com/pemb/matematika. Diakses tanggal 14 Maret 2012.

Herawati. 2007. “Melaksanakan PTK dengan Mudah” Bandung: UPI Press.

Husnaini. 2008. “Penilaian Hasil Belajar” Laporan Penelitian. UPI Bandung.Muslich, Masnur. 2001.

Pembelajaran Berbasis KTSP. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Muhsetyo, Gatot. 2009. “Pembelajaran Matematika SD” Jakarta: Universitas Terbuka.

Nurgiantoro. 2001. “Merencanakan Pembelajaran yang Menyenangkan. Jakarta: Bumi Aksara.

Rejeki, Sri. 2009. “Research Design: Pengurangan Bilangan Bulat”. www.PM4RI.id.

Sudharta. 2004. “Pendekatan Matematika Realistik dalam Pembelajaran” Surabaya: PM4RI.

Sunardi. 2001. “Pembelajaran Matematika dengan Konsep Realistik” Jakarta: Gema Persada Pers.

Susanto. 2007. “Pembelajaran dengan KTSP 2006” Jakarta: Bumi Aksara.

Zulkardi. 2001. RMEI Memang Beda. (Online) diakses dari http://www.RMEi.or.id/artikel/index.php?main=3

Diakses tgl 2 Maret 2008.

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

264

PENGARUH PENERAPAN STEM PROJECT-

BASED LEARNING TERHADAP KREATIVITAS

MATEMATIS SISWA SMK

Ani Ismayani

1)SMKN 1 Cianjur, Jl Pangeran Hidayatullah No. 4, Cianjur; [email protected]

Abstrak. Makalah ini melaporkan temuan suatu penelitian kuasi eksperimen one group

pretest-posttest, bertujuan untuk menelaah pengaruh pembelajaran STEM project-based

learning terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis. Studi ini melibatkan 36 siswa

SMKN 1 Cianjur, dan menggunakan seperangkat tes kemampuan berpikir kreatif,

angket skala sikap kreatif, pedoman observasi dan wawancara sebagai instrumen. Studi

menemukan bahwa rata-rata pencapaian kemampuan berpikir kreatif siswa setelah

pembelajaran STEM project-based learning meningkat disbanding sebelumnya, dan

melalui uji peringkat bertanda Wilcoxon ditemukan bahwa perbedaan pencapaian

kemampuan sebelum dan setelah pembelajaran berbeda secara signifikan. Ini artinya,

penerapan pembelajaran STEM project-based learning yang dilakukan efektif dalam

meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa. Dari hasil analisis deskriptif terhadap

data peningkatan kemampuan berpikir kreatif berdasarkan Kemampuan Awal

Matematis (KAM) diperoleh hasil bahwa di semua level KAM kemampuannya berada

pada kategori tinggi dan sedang. Analisis terhadap hasil angket, wawancara dan

observasi menujukkan hasil yang positif sehingga penerapan STEM project-based

learning dalam pembelajaran matematika di SMK sangat dianjurkan.

Kata Kunci. STEM, project-based learning, kemampuan berpikir kreatif matematis

1. Pendahuluan

Era globalisasi saat ini telah mengubah hampir semua tatanan kehidupan manusia di dunia.

Tatanan kehidupan masyarakat berubah cepat seiring dengan cepatnya informasi dan

komunikasi berubah. Di dunia yang cepat berubah tersebut, kreativitas menjadi salah satu hal

yang menjadi penentu keunggulan seseorang. Menurut Alexander (2007), kesuksesan

individu ditentukan oleh kemampuan kreatifnya dalam menyelesaikan masalah, baik skala

besar maupun kecil. Pentingnya aspek kreativitas untuk kelangsungan hidup manusia,

membuat kajian tentang kreativitas menjadi topik penting berbagai kalangan mulai dari para

pemangku kebijakan publik, ilmuwan, peneliti, hingga para praktisi.

Istilah kreativitas dapat ditemukan pada tulisan-tulisan naskah tua sejak jaman Yunani dan

Romawi kuno (Treffinger, 2002). Pembahasan masalah kreativitas diantara para pendidik,

psikolog, dan para peneliti modern dimulai pada pertengahan abad ke-20, yaitu setelah J.P.

Guilford, pada tahun 1950 mengemukakan ide ini dalam forum Asosiasi Psikologi Amerika

(American Psychologycal Assosiation). Sejak saat itu, kajian dan penelitian tentang

kreativitas semakin banyak dan berkembang. Dalam database ERIC (The Educational

Resources Information Center) per 29 Oktober 2016, terdapat 15.605 artikel tercatat untuk

kata kunci creativity.

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

265

Mengingat pentingnya kreativitas bagi keberhasilan seseorang, memupuk dan melatih

kreativitas siswa menjadi agenda tersendiri dalam kurikulum sekolah. Hal ini sesuai dengan

amanat kurikulum yang menyebutkan bahwa standar kompetensi lulusan siswa pada level

SMA/SMK diantaranya adalah memiliki kemampuan berpikir dan bertindak kreatif,

produktif, kritis, mandiri, kolaboratif, dan komunikatif (Kementrian Pendidikan dan

Kebudayaan, 2016). Terlihat bahwa aspek kreativitas menjadi hal penting yang perlu

ditanamkan dalam setiap pembelajaran.

Apakah kreativitas ada dalam matematika? Beberapa ahli meyakini bahwa jawabannya

adalah “Ya”. Pehnoken (1997) menyatakan bahwa kreativitas tidak hanya ditemukan dalam

bidang tertentu, misalnya seni dan sains, melainkan juga dalam bidang lainnya termasuk

matematika. Kiesswetter (Pehnoken, 1997) mengemukakan bahwa kemampuan berpikir

fleksibel yang merupakan salah satu komponen kreativitas merupakan salah satu dari

kemampuan penting yang harus dimiliki dalam memecahkan masalah matematika. Pendapat-

pendapat tersebut menegaskan bahwa kreativitas juga hadir dalam matematika.

Mitos tentang matematika sebagai pelajaran yang sulit dan menakutkan bagi siswa masih

umum di temui di sekolah-sekolah kita, termasuk bagi banyak siswa di SMK. Matematika

sebagai salah satu pelajaran dalam kelompok adaptif, walaupun merupakan mata pelajaran

wajib, seringkali kurang diperhatikan dibandingkan dengan mata pelajaran produktif yang

tentunya sesuai dengan minat masing-masing siswa. Efeknya adalah rendahnya kemampuan

matematika siswa, termasuk kemampuan berpikir kreatif siswa.

Mencermati pentingnya kreativitas sementara kemampuan siswa sekolah kita masih rendah,

maka perlu upaya-upaya dan perbaikan-perbaikan dalam pembelajaran matematika. Satu

yang menjadi perhatian adalah bagaimana menciptakan suasana belajar yang merangsang

kreativitas sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar siswa untuk memecahkan berbagai

persoalan matematis dalam pembelajaran matematika di dalam kelas, sehingga seluruh siswa

terlibat di dalam pembelajaran tersebut.

Saat ini penting kiranya siswa diberikan keleluasaan untuk mendapatkan pengalaman dan

pemahamannya melalui aktivitas belajar yang diperoleh melalui pengamatan dan penemuan

atau eksperimen-eksperimen yang mereka buat. Mereka dapat pula diberi keleluasan

menggunakan berbagai peralatan dan media teknologi dan informasi, termasuk

menggunakan fasilitas internet untuk memperkaya pengalaman belajar mereka, atau sarana

menuangkan ide atau gagasan. Tentunya hal seperti itu akan menambah daya kreativitas

siswa di kelas maupun di luar kelas.

Salah satu upaya yang bisa dilakukan diantaranya adalah dengan memberikan suatu

perlakuan yang dapat membawa siswa pada tingkat aktivitas dan kreativitas optimal.

Perlakuan yang dimaksud adalah dengan menerapkan pembelajaran STEM (Science,

Technology, Engineering, and Mathematics) project-based learning, yaitu pembelajaran

berbasis proyek dengan mengintegrasikan bidang-bidang STEM – sains, teknologi, teknik,

dan matematika.

Dalam konteks pembelajaran matematika, pembelajaran STEM project-based learning

sangat potensial untuk memberikan pembelajaran yang bermakna, dapat melatih kemampuan

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

266

siswa untuk melakukan pemecahan masalah melalui sebuah proyek yang terintegrasi dengan

satu atau beberapa bidang keilmuan lain seperti sains, enginering, dan teknologi, disamping

memberikan pengalaman kepada siswa bahwa matematika bermanfaat nyata bagi kehidupan,

dan ada di sekitar mereka. Daugherty (2013) mengatakan bahwa dalam STEAM education

tujuan akhir pembelajaran merupakan hasil aktifitas kognitif (cognitive outcomes) siswa

dalam pembelajaran, yang memuat konten pembelajaran yang diharapkan siswa ketahui.

Bertitik tolak dari uraian di atas, dalam upaya meningkatkan kreativitas siswa perlu diambil

langkah-langkah untuk perbaikan kualitas pembelajaran matematika. Bagaimana

memberikan pembelajaran yang kaya akan aktivitas bermakna dan penuh kreativitas

sehingga siswa lebih aktif dan terampil dalam pemecahan masalah, diantaranya dengan

melakukan pembelajaran STEM project-based learning, maka penelitian ini dilakukan.

2. Studi Literatur

2.1. Kreativitas dalam Pembelajaran Matematika

Kreativitas sering diasosiasikan dengan suatu produk kreatif. Satu hal yang pasti yang tak

dapat dipungkiri bahwa apapun jenis produk kreatif yang dihasilkan pasti diawali oleh

konstruksi ide kreatif. Ide kreatif ini muncul dari proses berpikir yang merupakan bentuk

dari aspek kognitif. Proses demikian dinamakan proses berpikir kreatif. Proses ini merujuk

pada usaha individu untuk menghasilkan solusi atau produk kreatif. Berpikir semacam itu

biasanya dipicu oleh tugas-tugas menantang atau permasalahan open ended yang perlu

dipecahkan dari berbagai sudut pandang.

Secara umum kreativitas tidak memiliki rumusan baku, begitu pula dengan istilah kreativitas

matematis (mathematical creativity). Ada banyak ahli yang memberikan pendefinisian

berbeda terhadap istilah kreativitas matematis. Walaupun demikian, dari beberapa referensi

yang membahas kreativitas mengarah pada tiga komponen utama, yaitu fleuncy, flexibility,

dan originality, dan sebagian menambahkan elaboration. Komponen-komponen itulah yang

digunakan Torrance dan yang lainnya untuk mendefinisikan dan menguji kreativitas

(Sheffield, 2013).

Beberapa definisi kreativitas yang berhubungan dengan matematika setidaknya mengandung

dua aspek dalam kreativitas, yaitu aspek proses dan aspek produk kreatif. Aspek proses

kreatif seperti yang telah dibahas sebelumnya merujuk pada proses berpikir kreatif sementara

aspek produk kreatif merujuk pada produk yang dihasilkan dari proses berpikir kreatif

tersebut. Produk kreatif sebagai hasil berpikir kreatif dapat berwujud fisik (touchable) dapat

pula tidak berwujud fisik (untouchable) seperti ide, gagasan, berbagai solusi atas

permasalahan, atau rumus-rumus dalam matematika.

Apakah kreativitas seseorang itu hanya tergantung proses berpikir kreatif yang dilakukan

sebagai bentuk aktivitas kognitifnya? Banyak ahli menjawab tidak untuk pertanyaan ini.

Ternyata aspek kognitif yang diasosiasikan dengan kecerdasan bukan satu-satunya syarat

mutlak untuk tumbuhnya kreativitas. Dalam studi yang dilakukan, Guilford (Munandar,

2014) membedakan ciri-ciri utama kreativitas menjadi aptitude traits dan non-aptitude traits.

Ciri Ciri-ciri aptitude dari kreativitas merupakan ciri-ciri berpikir kreatif yang mengandung

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

267

aspek kognitif, sementara ciri-ciri non-aptitude merujuk pada sikap kreatif yang

mengandung aspek afektif. Hal ini dapat dipahami bahwa prestasi kreatif seorang individu

itu turut pula ditentukan oleh sikap kreatif mereka. Oleh Karena itu, pengembangan

kreativitas siswa melalui pembelajaran matematika tidak hanya memperhatikan

pengembangan kemampuan berpikir kreatif tetapi juga memupuk sikap dan ciri-ciri

kepribadian kreatif.

Berdasarkan uraian di atas, kreativitas yang ditinjau dalam penelitian ini dipandang dari dua

aspek, yaitu aspek kognitif berupa kemampuan berpikir kreatif, dan aspek efektif berupa

sikap kreatif. Aspek berpikir kreatif yang diukur diantaranya keluwesan (fluency),

fleksibilitas (flexibility), dan orisinalitas (originality). Sementara aspek sikap kreatif

diadaptasi dari Munandar (2014), diantaranya diantaranya imajinatif, mempunyai minat

luas, mempunyai prakarsa, mandiri dalam berpikir, melit, senang berpetualang, penuh

energi, percaya diri, bersedia mengambil resiko, dan berani dalam pendirian dan keyakinan .

2.2. Mengembangkan Kemampuan Berpikir dan Sikap Kreatif

Dalam pembelajaran matematika, pengembangan kemampuan berpikir kreatif dapat

dilakukan melalui pembelajaran dengan menggunakan permasalahan atau soal-soal terbuka.

Soal terbuka (open-ended problem) adalah soal yang memiliki banyak solusi atau strategi

penyelesaian (Takahashi, 2008). Menurut Silver (2007), penggunaan masalah terbuka dapat

memberikan siswa pengalaman belajar yang kaya dalam menginterpretasikan masalah juga

memungkinkan siswa menghasilkan solusi yang berbeda. Kondisi ini memungkinkan siswa

dapat melatih aspek-aspek berpikir kreatif seperti fluency, flexibility, dan originality.

Di sisi lain, iklim pembelajaran yang merangsang siswa untuk aktif dan kreatif semacam itu

lambat laun dapat memupuk sikap positif siswa tentang kreativitas. Kebebasan dan

kepercayaan yang diberikan kepada siswa dalam setiap proses pembelajaran dapat

meningkatkan kepercayaan diri, keberanian, dan rasa tanggungjawab mereka dalam belajar.

Hal ini dapat menjadi modal bagi mereka untuk menjadi pribadi-pribadi yang kreatif tidak

hanya dalam pembelajaran yang berlangsung, juga bagi kehidupan mereka yang

sesungguhnya di luar konteks pembelajaran.

2.3. Pembelajaran STEM Project-Based Learning

Program integrasi STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics) dalam

pembelajaran merupakan program pembelajaran yang menggabungkan dua atau lebih bidang

ilmu yang termuat dalam STEM –Sains, Teknologi, Teknik/rekayasa, dan Matematika–

(Laboy-Rush, 2010). Pusat dari berbagai aktivitas dalam program ini adalah melibatkan

siswa dalam mendefinisikan dan merumuskan sebuah solusi terhadap masalah autentik

dalam dunia nyata.

Ritz dan Fan (2014) mengungkap bahwa penerapan STEM education telah berlangsung di

beberapa negara, dan masing-masing memiliki bentuk beragam dalam hal penerapannya. Di

Indonesia sendiri integrasi STEM sebagai pendekatan pembelajaran belum begitu populer.

Walaupun demikian, konsep integrasi antar bidang keilmuwan sudah mulai muncul

disuarakan dalam kurikulum pendidikan kita, diantaranya di kurikulum 2013. Walaupun

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

268

tidak secara eksplisit memunculkan istilah STEM, tapi konsep “tematik integratif” yang

muncul dalam kurikulum 2013 mengidikasikan perlunya integrasi berbagai bidang ilmu

dalam sebuah pembelajaran bidang studi tertentu, dan hal ini sejalan dengan konsep integrasi

STEM. Tabel 1 berikut menguraikan definisi literasi STEM menurut National Governor’s

Association Center for Best Practices (Asmuniv, 2015).

Tabel 1. Definisi Literasi STEM

Science Literasi Ilmiah: Kemampuan dalam menggunakan pengetahuan

ilmiah dan proses untuk memahami dunia serta alam serta

kemampuan untuk berpartisipasi dalam mengambil keputusan untuk

mempengaruhinya.

Technology Literasi Teknologi: Pengetahuan bagaimana menggunakan

teknologi baru, memahami bagaimana teknologi baru

dikembangkan, dan memiliki kemampuan untuk menganalisis

bagaimana teknologi baru mempengaruhi individu, masyarakat,

bangsa, dan dunia.

Engineering Literasi Desain: Pemahaman tentang bagaimana teknologi dapat

dikembangkan melalui proses rekayasa/desain menggunkaan tema

pelajaran berbasis proyek dengan cara mengintegrasikan beberapa

mata pelajaran berbeda (interdisipliner).

Mathematics Literasi Matematika: Kumpulan dalam menganalisis, alasan, dan

mengkomunikasikan ide secara efektif dan dari cara bersikap,

merumuskan, memecahkan, dan menafsirkan solusi untuk masalah

matematika dalam menerapkan berbagai situasi berbda.

Dalam pembelajaran berbasis proyek yang dirancang dalam penelitian ini, integrasi STEM

yang digunakan meliputi tiga bidang, yaitu matematika, teknologi, dan teknik/rekayasa.

Teknologi yang diangkat berkenaan dengan penggunaan berbagai perangkat Teknologi

Informasi dan Komunikasi (TIK), yaitu media komputer dan internet. Bidang rekayasa yang

diangkat terkait dengan satu mata pelajaran produktif, yaitu desain dan programming web,

dan bidang matematika mengangkat topik materi statistika. Dalam realisasinya,

pembelajaran STEM project-based learning yang akan dilakukan mengikuti sintaks

pembelajaran berbasis proyek pada umumnya, yaitu: (1) penentuan pertanyaan mendasar, (2)

menyusun perencanaan proyek, (3) menyusun jadwal, (4) monitoring, (5) menguji hasil, (6)

evaluasi pengalaman (Kemdikbud, 2013).

3. Metode Penelitian

3.1. Desain Penelitian

Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian kuasi eksperimen (quasi-experiment)

dengan desain one group pretest-posttest (Cohen, et al., 2007). Populasi dalam penelitian ini

adalah siswa kelas X kelompok teknologi di SMKN 1 Cianjur tahun pelajaran 2015/2016,

dengan sampel penelitian dipilih satu kelas dengan teknik purposive sampling. Jadi,

penelitian ini terdiri dari satu kelas eksperimen yang mendapatkan sebuah perlakuan, yaitu

diberikan pembelajaran dengan model project-based learning melalui pendekatan STEM

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

269

(Science, Technology, Engineering, and Mathematics) education, selanjutnya disingkat

dengan pembelajaran STEM project-based learning. Sebelum diberikan perlakuan, siswa

dalam kelas eksperimen diberikan soal pretes, dan setelah perlakuan diberikan postes.

3.2. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen tes dan non-tes. Instrumen

tes berupa seperangkat soal tes kemampuan berpikir kreatif berbentuk uraian. Instrumen

non-tes berupa skala sikap kreatif, lembar observasi, dan pedoman wawancara. Instrumen

(tes dan non-tes) dinilai oleh para ahli yang memiliki kemampuan menilai. Selain validasi

dari ahli, instrumen tes juga diujicobakan kepada siswa di luar siswa kelas eksperimen.

Kegiatan tersebut dilakukan untuk mengetahui validitas tes secara keseluruhan dan tiap butir

soal, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran. Pengolahan data hasil uji coba

dilakukan menggunakan metode Rasch Model dengan aplikasi Winsteps.

4. Hasil dan Pembahasan

4.1. Analisis Data Hasil Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh penerapan project-based learning

terhadap kreativitas matematis siswa secara keseluruhan dan berdasarkan Kemampuan Awal

Matematis – KAM (tinggi, sedang, dan rendah), yang dilihat dari aspek kognitif dan afektif.

Aspek yang diukur adalah kemampuan berpikir kreatif, dan aspek afektifnya adalah sikap

kreatif. Untuk keperluan tersebut, data yang dikumpulkan berupa skor pretes dan postes

kemampuan berpikir kreatif, dan hasil angket sikap kreatif siswa. Untuk kemampuan

berpikir kreatif, dihitung pula skor gain ternormalisasi (n-gain) untuk melihat mutu

peningkatannya. Deskripsi data kemampuan berpikir kreatif siswa berdasarkan KAM

ditunjukkan dengan diagram pada Gambar 1 berikut ini.

Tinggi Sedang Rendah Keseluruhan

Pretes 28.13 14.77 4.17 15.97

Postes 83.59 69.89 55.21 70.49

[]0

14.77 4.17 15.97

83.59

69.89

55.21

70.49

Rat

a-ra

ta K

BK

S A

wal

Kelompok KAM dan Pendekatan Pembelajaran

Gambar 1. Perbandingan Data Pretes dengan Postes

Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Berdasarkan KAM

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

270

Analisis lebih lanjut dilakukan untuk melihat perbedaan pencapaian kemampuan berpikir

kreatif siswa sebelum dan sesudah pembelajaran dengan STEM project-based learning, yaitu

dengan melakukan uji perbedaan rata-rata untuk sampel berpasangan. Karena hasil uji

normalitas dan homogenitas varians data menujukkan bahwa data pretes berdistribusi tidak

normal, maka uji perbedaan dilakukan dengan uji statistik non-parametrik, yaitu uji

peringkat bertanda Wilcoxon. Hipotesis pada uji statistik yang dilakukan dan rangkuman

hasil uji peringkat bertanda Wilcoxon adalah sebagai berikut.

0 :H Penerapan STEM project-based learning tidak mempunyai efek yang berarti pada

kemampuan berpikir kreatif siswa

1 :H Penerapan STEM project-based learning mempunyai efek yang berarti pada

kemampuan berpikir kreatif siswa

Tabel 3. Hasil Uji Peringkat Bertanda Wilcoxon

Tes Postes – Pretes

0H

Z -5,265b

Ditolak

Asymp. Sig (2-tailed) 0,000

a : data KBKS berdistribusi normal

b : based on negative ranks

Karena nilai 1

. 0,000 0,0252

Sig maka 0H ditolak, artinya penerapan STEM project-

based learning pada pembelajaran matematika memberikan pengaruh yang signifikan

terhadap peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa.

Hasil perhitungan terhadap skor n-gain menunjukkan peningkatan kemampuan berpikir

kreatif pada kelompok KAM tinggi (0,77) termasuk kategori tinggi, sementara peningkatan

kemampuan berpikir kreatif kelompok KAM sedang (0,65) dan rendah (0,53) tergolong

kategori sedang. Tidak ada yang peningkatannya tergolong rendah.

Analisis data skala sikap kreatif seperti ditunjukkan pada Tabel 4. diperoleh hasil kategori

sikap kreatifnya berada dalam kategori tinggi (2,78%) dan sedang (97,22%). Respon positif

juga diperoleh dari hasil wawancara dan pengamatan aktivitas kelas. Aktivitas kelas secara

keseluruhan berada pada kategori baik.

Tabel 4. Kategori Sikap Kreatif Siswa

Kelas Kategori

Sikap Kreatif Frekuensi Persentase (%)

STEM

Education

Tinggi 1 2,78

Sedang 35 97,22

Rendah 0 0

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

271

4.2. Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis data penelitian yang telah dilakukan diperoleh bahwa rata-rata

pencapaian kemampuan berpikir kreatif siswa sebelum dan sesudah pembelajaran dengan

STEM project-based learning berbeda secara signifikan. Hasil analisis data angket juga

menunjukkan hal yang positif, bahwa secara umum siswa merasa bahwa pembelajaran yang

diterapkan bermanfaat bagi mereka. Hal ini disebabkan karena dalam STEM project-based

learning siswa diajak untuk melakukan pembelajaran yang bermakna dalam memahami

sebuah konsep. Siswa diajak bereksplorasi melalui sebuah kegiatan proyek, sehingga siswa

terlibat aktif dalam prosesnya. Hal ini menumbuhkan siswa untuk berpikir kritis, kreatif,

analitis, dan meningkatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi (Capraro & Slough, 2013).

STEM project-based learning membutuhkan kerjasama, komunikasi antar rekan,

keterampilan pemecahan masalah, serta manajemen diri.

STEM project-based learning membantu siswa dalam menjembatani antara pengetahuan

matematika yang dipelajari di sekolah dengan dunia nyata. Integrasi antara beberapa bidang

ilmu (matematika dengan teknologi dan rekayasa) dalam STEM project-based learning

membantu siswa memberikan pemaknaan bahwa matematika berhubungan erat dengan

bidang ilmu lainnya. Hal ini sesuai dengan kultur di SMK yang secara umum siswa itu

dituntut untuk bisa melakukan praktik berbagai ilmu teoritis yang diperolehnya di kelas.

Analisis data berdasarkan KAM diperoleh hasil bahwa kategori peningkatan kemampuan

berpikir kreatif tergolong tinggi dan sedang, tidak ada kelompok yang kategorinya rendah.

Temuan ini sejalan dengan penelitian Han, et.al (2015) yang menyebutkan bahwa penerapan

STEM project-based learning dapat meningkatkan prestasi matematika siswa pada berbagai

kelompok kemampuan (tinggi, sedang dan rendah).

5. Penutup

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana diuraikan di atas diperoleh kesimpulan bahwa

penerapan pembelajaran yang dilakukan berpengaruh terhadap sikap kreatif siswa.

Kreativitas siswa dilihat dari aspek berpikir kreatif sebelum dan setelah dilakukan

pembelajaran STEM project-based learning mengalami perbedaan signifikan, dan

peningkatan kemampuannya berada pada taraf sedang. Sehingga dapat dikatakan bahwa

STEM project-based learning efektif dilakukan pada pembelajaran matematika di SMK,

khususnya dalam meningkatkan kreativitas matematis siswa.

Analisis deskriptif terhadap data peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa berdasarkan

level Kemampuan Awal– KAM (tinggi, sedang, rendah) menunjukkan bahwa di semua level

KAM peningkatan kemampuannya berada pada level tinggi dan sedang. Sementara dari

aspek sikap kreatif, setelah pembelajaran dengan STEM project-based learning sikap kreatif

siswa secara umum dinyatakan baik, begitu berdasarkan hasil wawancara dan observasi

terhadap aktivitas belajar siswa mengarah pada kesimpulan yang sama.

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

272

5.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang dikemukakan maka peneliti merekomendasikan agar para

guru di SMK, khususnya guru matematika dapat menerapkan model pembelajaran project-

based learning semacam ini dan berkolaborasi dengan guru bidang studi lain khususnya

bidang produktif sehingga dapat mengintegrasikan STEM dalam pembelajarannya.

Kepada guru atau peneliti yang akan melakukan studi tentang implementasi STEM dalam

pembelajaran matematika khsusnya, bisa diteliti pengaruhnya terhadap kemampuan

matematis lainnya yang sekiranya sesuai.

Daftar Pustaka

Alexander. 2007. Effect Instruction in Creative Problem Solving on Cognition, Creativity, and

Satisfaction among Ninth Grade Studenta in an Introduction to World Agricultural Science

and Technology Course. Texas Tech University.

Asmuniv. 2015. Listrik & Elektro. Retrieved from Vedc Malang:

http://www.vedcmalang.com/pppptkboemlg/index.php/menuutama/listrik-electro/1507-asv9

Capraro, R. M., & Slough, W. S. 2013. STEM Project-Based Learning: An Integrated Science,

Technology, Engineering, and Mathematics (STEM) Approach. Rotterdam: Sense Publishers.

Cohen, L., Manion, L., & Morrison, K. 2007. Research Methods in Education Sixth Edition. London:

Routledge.

Daugherty M. K. 2013. The Prospec of an "A" in STEM Education. Journal of STEM Education.

14(2), 10-15.

Han, S., Capraro, R., & Capraro, M. M. (2015, October). How Science, Technology, Engineering, and

Mathematics (STEM) Project-Based Learning (PBL) Affects High, Middle, and Low

Achievers Differently: The Impact of Student Factors on Achievement. International Journal

of Science and Mathematics Education, 13(5), 1089-1113.

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Materi Pelatihan Guru: Implementasi Kurikulum

2013 SMA/MA, SMK/MAK Matematika. Jakarta: Kemdikbud.

Laboy-Rush, D. 2010. Integrated STEM Education through Project-Based Learning. New York:

Learning.com.

Munandar, U. 2014. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat; Cetakan 3. Jakarta: Rineka Cipta.

Pehnoken, E. 1997. The State-of-Art in Mathematical Creativity. Zentralblatt fur Didaktik der

Mathematik (ZDM)-The International Journal of Mathematics Education, 29(3), 63-67.

Ritz, J. M., & Fan, S. 2014. STEM and technology education: International state-of-the-art.

International Journal of Technology and Design Education, 25(4), 1-23.

doi:10.1007/s10798-014-9290-z.

Sheffield, L. J. 2013. Creativity and School Mathematics: Some Modest Observation. ZDM

Mathematics Education, 45, 325-332.

Silver, E. A. 1997. Fostering creativity through instruction rich in mathematical problem solving and

problem posing. ZDM: Mathematics Education, 29(3), 75-80.

Takahashi, A. 2008. Communication as A Process for Student to Learn Mathematical. Dipetik Mei 10,

2016, dari http://www.criced.tsukuba.ac.jp/math/apec/apec2008/papers/PDF/14.Akihiko_

Takahashi_USA.pdf

Treffinger, G. C. 2002. Assesing Creativity: A Guide for Educator. Sarasota, Florida: The National

Research Center on The Gifted and Talented.

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

273

PENGGUNAAN MEDIA GEOGEBRA

MELALUI PENDEKATAN SCIENTIFIC

UNTUK PENINGKATAN HASIL

PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Didi Pianda1)

1)

SMK Negeri 6 Lhokseumawe, Jl. Darussalam Lr. Tgk Majid Ulee Jalan, Lhokseumawe;

[email protected]

Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui meningkat tidaknya hasil belajar

matematika pada kompetensi dasar mendeskripsikan dan menganalisis konsep dasar

operasi matriks dan sifat-sifat operasi matriks serta menerapkannya dalam pemecahan

masalah pada siswa kelas XII-AP SMK Negeri 6 Lhokseumawe Semester Ganjil

Tahun Pelajaran 2015-2016 dengan penggunaan program media Geogebra dalam

setiap proses belajar melalui pendekatan Scientific. Penelitian tindakan kelas ini terdiri

dari 3 siklus antara lain siklus kondisi awal, siklus 1, dan siklus 2. Hasil penelitian

ketuntasan belajar perorangan subjek penelitian dari kondisi awal sebesar 50,0% ke

akhir siklus I yang mencapai 63,0% berarti mengalami kenaikan 13%. Dari siklus I ke

siklus II juga ada peningkatan ketuntasan belajar perorangan, yaitu dari 63% pada

siklus I menjadi 94% di akhir siklus II. Dengan demikian dari kondisi awal ke kondisi

akhir, ketuntasan belajar perorangan mengalami peningkatan 31%. Hal tersebut juga

terjadi peningkatan pada ketuntasan belajar klasikal, yaitu 50% pada kondisi awal

menjadi 93,8% pada kondisi akhir yang berarti terjadi kenaikan sebesar 43,8%.

Kata Kunci. Media Pembelajaran, Geogebra, Pendekatan Scientific.

1. PENDAHULUAN

Perkembangan teknologi informasi saat ini telah menjadi pusat perhatian di berbagai bidang

kehidupan, salah satunya bidang pendidikan. Teknologi informasi dalam bidang pendidikan

mempunyai peranan penting pada proses pembelajaran yakni mentransfer ilmu pengetahuan.

Dalam hal ini proses pembelajaran yang akan dibahas adalah pembelajaran matematika.

Penggunaan teknologi pada pembelajaran matematika di sekolah berfungsi untuk

menyampaikan konsep yang bersifat abstrak menjadi lebih konkrit. Teknologi Informasi dan

Komunikasi (TIK), khususnya komputer, dewasa ini memiliki peran yang semakin besar

dalam proses pendidikan. Kualitas pendidikan dewasa ini sangat membutuhkan komputer.

Menurut mantan Menteri Pendidikan Nasional, M. Nuh, ada beberapa peran yang dimainkan

oleh komputer, pertama sebagai pendukung dari proses pendidikan, kedua sebagai

penggerak, dan ketiga sebagai pemungkin (seperti dikutip pada www.dikti.go.id). Perubahan

sangat deras yang terjadi adalah perubahan dalam hal pemanfaatan komputer untuk

menggerakkan dan memungkinkan apa yang sebelumnya tidak mungkin terjadi dalam

pembelajaran. Jika dirancang dengan baik, komputer bisa diprogram sedemikian rupa

sehingga menghasilkan media pembelajaran virtual untuk menggerakkan pembelajaran

berkualitas, khususnya eksplorasi, yang sangat tinggi. Pemanfaatan komputer juga

memungkinkan pembelajaran untuk membahas hal-hal yang sebelumnya tidak mungkin,

seperti kalkulasi yang intensif, simulasi proses berskala mikro maupun makro, dan

penelusuran keterkaitan antar parameter dalam suatu persamaan matematika.

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

274

Dalam pengembangan kurikulum 2013, pelaksanaan pembelajaran berbasis kompetensi dan

karakter dianjurkan untuk menggunakan pendekatan ilmiah atau disebut pendekatan santifik.

Pendekatan ilmiah atau saintifik dianggap sebagai titian emas perkembangan dan

pengembangan sikap, keterampilan dan pengetahuan. Melalui penguatan sikap,

keterampilan, dan pengetahuan yang terintegasi diharapkan melahirkan peserta didik yang

produktif, afektif, inovatif, dan kreatif. Implementasi Kurikulum 2013 merupakan langkah

strategi dalam menghadapi globalisasi dan tuntutan masyarakat Indonesia masa depan dalam

menyiapkan tenaga guru dan tenaga kependidikan sebagai pelaksana. Dalam penerapannya

pendekatan saintifik dapat menggunakan beberapa model pembelajaran seperti Pembelajaran

Penemuan (Discovery Learning ), Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning ),

dan Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning).

Pada kegiatan pembelajaran di SMK Negeri 6 Lhokseumawe, kebanyakan siswa kurang

serius memperhatikan dan memahami terhadap mata pelajaran matematika. Siswa dihantui

oleh perasaan takut, menganggap matematika itu susah, membuat pusing, dan pelajaran yang

membosankan. Menurut Ruseffendi (1991: 15), “Matematika (ilmu pasti) bagi siswa pada

umumnya merupakan mata pelajaran yang tidak disenangi, atau sebagai mata pelajaran yang

dibenci”. Hal ini merupakan suatu hambatan dan sekaligus tantangan yang sangat besar bagi

guru matematika. Namun dalam kenyataannya proses belajar mengajar yang berlangsung di

sekolah khususnya SMK saat ini masih belum seluruhnya berpusat pada siswa. Hal ini

terbukti dengan masih seringnya digunakan model ceramah atau konvensional yang

hampir pada semua mata pelajaran atau mata pelajaran termasuk mata pelajaran

matematika. Padahal tidak semua materi matematika harus diajarkan dengan model

ceramah atau konvensional. Kenyataan pengajaran matematika yang seperti ini menunjukkan

bahwa pemilihan strategi pembelajaran yang sesuai dengan materi pokok sangatlah penting.

Hal tersebut juga terlihat dari nilai ulangan harian yang diperoleh Siswa Kelas XII- AP

di SMK Negeri 6 Lhokseumawe masih kurang memuaskan, karena pada ulangan harian ke-

1, 40% siswa mendapatkan nilai di bawah nilai minimal, sedangkan pada ulangan harian

ke-2, hampir 55% siswanya mendapatkan nilai di atas minimal yang telah ditentukan,

untuk mata pelajaran Matematika nilai minimalnya adalah 75. Hal ini disebabkan

pelaksanaan pembelajarannya masih disampaikan dengan menggunakan model ceramah

sebagai model yang lebih dominan diterapkan dari pada model lain. Sedangkan siswa

mendengarkan apa yang dijelaskan guru serta mencatat hal yang dianggap penting oleh

siswa dan siswa kurang diberi kebebasan untuk mengungkapkan pendapatnya terhadap

materi yang diajarkan, sehingga menyebabkan suasana belajar yang kurang menarik

dan komunikatif. Hal inilah yang menyebabkan rata-rata nilai siswa masih rendah,

khususnya Siswa Kelas XII-AP di SMK Negeri 6 Lhokseumawe dalam mengoptimalkan

hasil belajar pada mata pelajaran Matematika, padahal perlu diketahui mata pelajaran

Matematika memiliki kontribusi yang besar dalam pencapaian kompetensi yang harus

dimiliki para siswa. Penerapan pembelajaran yang konvensional tersebut masih bersifat

berpusat pada guru (teacher centered), sehingga menyebabkan suasana belajar yang kurang

menarik dan komunikatif. Jika penerapan model pembelajaran untuk mata pelajaran

Matematika hanya menggunakan model ceramah sebagai model utama, maka proses belajar

akan terasa membosankan bagi siswa karena terasa monoton. Kondisi ini diduga akan

sangat mempengaruhi hasil belajar, minat belajar dan daya tarik siswa dalam mengikuti

pelajaran serta berkaitan pula dengan masa depan siswa. Model ceramah sebagai model

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

275

utama bukan berarti tidak cocok untuk digunakan tetapi penggunaan model tersebut yang

mendominasi menyebabkan siswa merasa bosan, jenuh dan menurunnya motivasi belajar.

Oleh karena itu para guru dapat mengembangkan model-model pembelajaran, dengan

harapan prestasi belajar siswa dapat meningkat. Salah satu alternatif model pembelajaran

yang dikembangkan adalah model pembelajaran saintifik dan diperlukan suatu pendekatan

belajar dengan media pembelajaran yang lebih menarik yaitu dengan Geogebra yang bisa

meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa.

Program media Geogebra merupakan salah satu software yang cukup lengkap dan digunakan

secara luas. GeoGebra juga memiliki kemampuan untuk menangani variabel untuk angka,

vektor dan titik, menemukan turunan dan integral fungsi. Secara umum ada 3 kegunaan

GeoGebra, antara lain sebagai alat bantu membuat gambar obyek geometri dan grafik fungsi,

dapat meyelesaikan soal matematika dan sebagai media pembelajaran matematika.

Penggunaan media pembelajaran tersebut secara tepat dan bervariasi dapat mengatasi sikap

pasif anak; dalam hal ini media pembelajaran berguna untuk: (1) menimbulkan gairah belajar

(2) memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara anak didik dengan lingkungan dan

kenyataan (3) memungkinkan belajar sendiri-sendiri, menurut kemampuan dan minat anak.

Menyadari adanya persoalan seperti yang digambarkan di atas, maka penulis merasa tertarik

dan perlu untuk melakukan penelitian tindakan kelas (classroom action research) dengan

judul “Penggunaan Media Geogebra Melalui Pendekatan Scientific Untuk Peningkatan

Hasil Pembelajaran Matematika. Dengan mengacu pada latar belakang masalah diatas,

maka dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut: Apakah hasil belajar mata matematika

dengan kompetensi dasar yaitu menganalisis konsep, nilai determinan dan sifat operasi

matriks serta menerapkannya dalam menentukan invers matriks dalam memecahkan

masalah, kelas XII-AP SMK Negeri 6 Lhokseumawe Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2015-

2016 dapat ditingkatkan hasil belajar dengan penggunaan program media Geogebra dalam

setiap proses belajar mengajar melalui pendekatan Saintifik? Dengan tujuan penelitian untuk

mengetahui meningkat tidaknya hasil belajar matematika kompetensi dasar mendeskripsikan

dan menganalisis konsep dasar operasi matriks dan sifat-sifat operasi matriks serta

menerapkannya dalam pemecahan masalah pada siswa kelas XII-AP SMK Negeri 6

Lhokseumawe Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2015-2016 dengan penggunaan program

media Geogebra dalam setiap proses belajar melalui pendekatan Saintifik.

2. KERANGKA KONSEP

Dalam proses pembelajaran matematika di SMK Negeri 6 Lhokseumawe, guru sebagai

peneliti menemukan permasalahan tentang rendahnya prestasi hasil belajar siswa terhadap

pelajaran matematika. Salah satunya cara yang dapat di terapkan untuk mengatasi masalah

tersebut adalah menggunakan ICT media pembelajaran yang berupa media pembelajaran

dengan penggunaan program Geogebra. Adanya program media Geogebra setiap

pembelajaran matematika di harapkan dalam mengerjakan tugas dan menerima pelajaran

siswa dapat secara optimal sehingga prestasi belajar peserta didik dapat meningkatdari

pernyataan tersebut diatas dapat di lihat kerangka berpikir dari gambar 1 sebagai berikut:

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

276

Model : Kemmis dan Mc Taggart, 1992

Gambar 1 Kerangka Berpikir

3. METODOLOGI

Penelitian ini akan dilaksanakan di SMK Negeri 6 Lhokseumawe. Subjek penelitian adalah

siswa kelas XII-AP. Kelas XII-AP berjumlah 32 orang; lima belas orang siswa perempuan

dan tujuh belas orang siswa laki-laki. Waktu penelitian di lakukan mulai Maret s.d

September 2015. Metode yang di gunakan dalam penelitian ini adalah dengan Classroom

Action Research. Tindakan yang akan dilakukan dalam penelitian ini menggunakan skenario

kerja dan prosedur tindakan dengan mengadaptasi model Kemmis dan Mc Taggart, yaitu: (1)

perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) pengamatan, dan (4) refleksi. Adapun langkah-langkah/

alur penelitian tindakan kelas dapat dilihat pada gambar 2 sebagai berikut:

Model : Kemmis dan Mc Taggart, 1992

Gambar 2 Alur Penelitian Tindakan Kelas

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

277

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes dan observasi. Tes digunakan

untuk menilai output pembelajaran matematika, sedangkan observasi untuk menjaring data

dari proses pembelajaran matematika. Indikator keberhasilan dalam penelitian siswa

dikatakan mencapai tuntas belajar kognitif apabila siswa mampu menguasai kompetensi atau

tujuan pembelajaran yang mengacu pada KKM yang telah ditetapkan sekolah. Tindakan

kelas atau siklus selanjutnya dilakukan bila indikator-indikator berikut belum dicapai siswa:

nilai rata-rata kelas mencapai 75, sebanyak 85% dari jumlah siswa sudah mencapai KKM

(Ketuntasan Belajar Perorangan), dan kesesuaian mengajar guru dengan RPP mencapai 85%

(Ketuntasan Belajar Klasikal).

4. TEMUAN PENELITIAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1 Deskripsi Kondisi Awal

Deskripsi kondisi awal kegiatan belajar siswa kelas XI-Agribisnis Perikanan SMK Negeri 6

Lhokseumawe pada semester 5 (Ganjil) tahun pelajaran 2015-2016 cenderung pasif yang

terefleksi oleh dominasi pembelajaran satu arah oleh guru, sehingga hasil belajar kurang

bermakna. Media yang ada berupa buku teks pelajaran (buku siswa), LKS dan papan tulis

kurang membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan analisisnya karena tidak disertai

ilustrasi yang dapat memancing keingintahuan siswa atau memotivasi siswa untuk belajar

lebih giat. Sebelum tindakan kelas dilaksanakan, langkah yang ditempuh peneliti adalah

mengamati dan mengetahui kondisi awal kemampuan siswa. Data ini diperoleh dari hasil

analisis ulangan harian Matematika pada pelajaran sebelumnya, sebagaimana terdapat pada

tabel 1 sebagai berikut:

Tabel 1 Hasil Ketuntasan Belajar Siswa Pada Kondisi Awal

No. Karakteristik Nilai

1.

2.

3.

4.

5.

N (Jumlah Siswa)

Rata-rata

Jumlah siswa yang tuntas (> 75)

Jumlah siswa yang belum tuntas (< 75)

Ketuntasan klasikal (%)

32

55,0

16

16

50,0 Sumber: Data yang diolah ,2015

Dari data tabel di atas dapat diketahui bahwa ketuntasan belajar secara klasikal sebesar

50,0%, yaitu sebanyak 16 siswa yang dinyatakan belum tuntas belajar dan 16 siswa yang

dinyatakan tuntas belajar. Dari sebanyak 32 siswa, persentase banyak siswa yang belum

memenuhi kriteria tuntas belajar sebanyak 16 siswa atau sebesar 50% dan memenuhi

kriteria tuntas belajar sebanyak 16 siswa atau sebesar 50% memiliki nilai rata-rata sebesar

55,0 pada gambar berikut.

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

278

Sumber: Data yang diolah , 2015

Gambar. 3 Diagram Ketuntasan Kondisi Awal

4.1.2 Deskripsi Siklus I

Pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini meliputi beberapa siklus yang berdaur ulang dan

berkelanjutan dari siklus pertama ke siklus berikutnya. Setiap siklus meliputi kegiatan

perencanaan tindakan (planning), implementasi tindakan (acting), observasi (observing), dan

refleksi (refleting). Setiap siklus dilakukan dengan memberikan tindakan pembelajaran

matematika dengan media Geogebra.

Perencanaan (Planning)

Perencanaan merupakan persiapan kegiatan dalam pembelajaran. Beberapa kegiatan

perencanaan yang dilaksanakan pada siklus I yaitu mengkaji kompetensi dasar yang ada

hubungannya dengan materi pembelajaran. Selanjutnya menyusun Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP) yang dikaitan dengan penggunaan program media Geogebra

menyiapkan instrumen pengajaran.

Pelaksanaan (acting)

Pada siklus I ini diadakan 2 kali pertemuan pertama guru menjelaskan penjumlahan

matriks dengan media Geogebra, dan pada pertemuan kedua merupakan lanjutan materi

matriks yaitu pengurangan matriks. Akhirnya pertemuan kedua merupakan akhir Siklus I,

dilakukan tes kemampuan individu untuk mengetahui hasil belajar siswa.

Pengamatan (observing)

Secara umum perhatian siswa terhadap penyajian materi dengan program media

Geogebra cukup baik, beberapa siswa diam saja sambil menyaksikan, ada juga yang

berkomentar, tetapi kebanyakan siswa ingin mencatat semua materi yang ditayangkan.

Pengamatan terhadap kemampuan siswa mengerjakan soal dapat dilihat pada hasil akhir

siklus I sebagai berikut:

Tabel 2. Hasil Ketuntasan Belajar Siswa Pada Siklus I

No. Karakteristik Nilai

1.

2.

3.

4.

5.

N (Jumlah Siswa)

Rata-rata

Jumlah siswa yang tuntas (> 75)

Jumlah siswa yang belum tuntas (< 75)

Ketuntasan klasikal (%)

32

57,97

20

12

62,5 Sumber: Data yang diolah ,2015

Dari data tabel di atas dapat diketahui bahwa ketuntasan belajar secara klasikal sebesar

62,5%, yaitu sebanyak 12 siswa yang dinyatakan belum tuntas belajar dan 20 siswa yang

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

279

dinyatakan tuntas belajar. Dari sebanyak 32 siswa, persentase jumlah siswa yang belum

memenuhi kriteria tuntas belajar sebanyak 12 siswa atau sebesar 38% dan memenuhi

kriteria tuntas belajar sebanyak 20 siswa atau sebesar 62% pada gambar berikut.

Sumber: Data yang diolah, 2015

Gambar. 4 Diagram Ketuntasan Siklus I

Refleksi (refleting)

Dari tabel 4 dapat diketahui persentase ketuntasan belajar perorangan baru mencapai

62,5% dari 85% yang ditentukan. Hal tersebut memberikan gambaran bahwa indikator

keberhasilan belum dapat dicapai. Oleh karenanya, penelitian dilanjutkan dengan Siklus

II dengan diadakan beberapa perbaikan atau tindakan.

4.1.3 Deskripsi Siklus II

Pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini meliputi beberapa siklus yang berdaur ulang dan

berkelanjutan dari siklus pertama ke siklus kedua. Setiap siklus meliputi kegiatan

perencanaan tindakan (planning), implementasi tindakan (acting), observasi (observing),

dan refleksi (refleting). Setiap siklus dilakukan dengan memberikan tindakan pembelajaran

matematika dengan program media Geogebra.

Perencanaan (Planning)

Berdasarkan hasil refleksi pada Siklus I merekomendasikan untuk diadakan perbaikan

atau tindakan. Hal ini bertujuan agar hasil yang diperoleh pada siklus II menjadi lebih

baik di banding hasil siklus I, sehingga indikator keberhasilan dapat dicapai. Adapun

perbaikan yang dilakukan adalah dengan memberi tugas masing-masing secara kelompok

kepada siswa untuk membuat hasil kerja kelompok dengan program media Geogebra dan

mempresentasikan secara berkelompok di depan kelas.

Pelaksanaan (acting)

Pada siklus II ini masing-masing kelompok mempresentasikan materi pelajaran dengan

menggunakan program media geogebra yang telah mereka buat. Setelah acara presentasi,

diadakan kegiatan diskusi, sehingga semua siswa dapat terlibat aktif dalam mengikuti

proses belajar mengajar. Pada akhir Siklus II diadakan ulangan, untuk mengukur

kemampuan siswa dalam menerima materi pelajaran yang diberikan oleh teman-teman

mereka sendiri.

Pengamatan (observing)

Selama proses belajar mengajar yang dilakukan oleh siswa dengan menggunakan

presentasi hasil kerja kelompok dengan program media geogebra berjalan lancar. Semua

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

280

siswa memperhatikan dengan seksama dan mereka sangat senang terhadap hasil karya

presentasi media geogebra, walaupun masih perlu ada beberapa perbaikan, terutama

dalam hal penggunaan fitur-fitur yang ada di Geogebra. Adapun hasil evalusi siswa pada

kegiatan pembelajaran Siklus II seperti tercantum pada Tabel 3 di bawah ini:

Tabel 3 Hasil Ketuntasan Belajar Siswa Pada Siklus II

No. Karakteristik Nilai

1.

2.

3.

4.

5.

N (Jumlah Siswa)

Rata-rata

Jumlah siswa yang tuntas (> 75)

Jumlah siswa yang belum tuntas (< 75)

Ketuntasan klasikal (%)

32

89,84

30

2

93,8 Sumber: Data yang diolah, 2015

Dari data tabel di atas dapat diketahui bahwa ketuntasan belajar secara klasikal sebesar

93,8%, yaitu sebanyak 2 siswa yang dinyatakan belum tuntas belajar dan 30 siswa yang

dinyatakan tuntas belajar. Data-data primer hasil ulangan harian yang digunakan sebagai

dasar perhitungan ketuntasan belajar siklus II. Dari sebanyak 32 siswa, persentase jumlah

siswa yang belum memenuhi kriteria tuntas belajar sebanyak 2 siswa atau sebesar 6% dan

memenuhi kriteria tuntas belajar sebanyak 30 siswa atau sebesar 94 % pada gambar. 5

sebagai berikut:

Sumber: Data yang diolah, 2015

Gambar. 5 Diagram Ketuntasan Kondisi Siklus II

Refleksi (refleting)

Dengan melihat Tabel 3 dapat diketahui bahwa persentase ketuntasan belajar

perseorangan sudah mencapai 94% dari 85% yang ditentukan. Hal tersebut memberikan

gambaran bahwa indikator keberhasilan sudah dapat dicapai.

4.1.4 Deskripsi Antar Siklus

Berdasarkan hasil pelaksanaan tindakan mulai pemantauan keadaan awal hingga

pelaksanaan tindakan pada siklus II maka dapat digambarkan seperti dibawah ini:

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

281

Tabel 4 Rekapitulasi Hasil Ketuntasan Belajar Siswa Pada Tiap Siklus

No.

Karakteristik

Jumlah

Kondisi

Awal Siklus I Siklus II

1.

2.

3.

4.

5.

N (Jumlah Siswa)

Rata-rata

Jumlah siswa yang tuntas (> 75)

Jumlah siswa yang belum tuntas (< 75)

Ketuntasan Klasikal (%)

32

55,7

16

16

50,0

32

57,97

20

12

62,5

32

89,84

30

2

93,8 Sumber: Data yang diolah, 2015

Sumber: Data yang diolah, 2015

Gambar. 6 Diagram Rekap Ketuntasan Hasil Belajar Siswa

4.2. Pembahasan Penelitian

4.2.1 Perencanaan (Planning)

Masalah yang ingin dipecahkan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah masalah masih

rendahnya penggunaan ICT pada program media geogebra dalam pembelajaran matematika

dan persentasi hasil belajar siswa selama ini masih minim. Pada kondisi awal, guru belum

memanfaatkan program media geogebra dalam proses pembelajaran matematika. Proses

pembelajaran dilaksanakan secara konversional, yaitu dengan mengacu pada RPP yang ada

serta menggunakan LKS dan papan tulis. Pada Siklus I, guru peneliti sudah memanfaatkan

program media geogebra secara satu arah dalam pembelajaran. Secara garis besar, tindakan-

tindakan peneliti dalam tindakan kelas ini terangkum dalam tabel berikut ini.

Tabel 5 Rangkuman Situasi dan Tindakan

No. Situasi Tindakan

1. Kondisi Awal Guru Belum menggunakan program media Geogebra

2. Siklus I Guru sudah menggunakan program media Geogebra.

3. Siklus II Guru melibatkan siswa dalam membuat kerja kelompok

dan mempresentasikan hasil kerja kelompok dengan

program media Geogebra pada proses belajar mengajar

di depan kelas Sumber: Data yang diolah, 2015

Tindakan guru peneliti dalam proses pembelajaran pada kondisi awal belum memanfaatkan

program media Geogebra. Ini mengakibatkan kurangnya perhatian siswa terhadap materi

Kondisi Awal Siklus 1 Siklus 2

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

282

pelajaran yang disampaikan oleh guru. Proses belajar mengajar yang didominasi ceramah

banyak menimbulkan verbalisme, siswa menjadi kurang tertarik, dan tingkat ketelibatan

siswa dalam pembelajaran menjadi sedikit. Ini mengakibatkan serapan materi pelajaran

menjadi rendah yang ditunjukkan dengan rendahnya nilai hasil belajar. Guru peneliti

memanfaatkan program media Geogebra pada saat pembelajaran siklus I. Materi pelajaran

tentang Operasi Bentuk Matriks yang diselesaikan dengan menggunakan program media

Geogebra menjadi daya tarik bagi siswa. Variabelisme dapat berkurang, konsep-konsep

dalam materi pembelajaran divisualisasikan melalui tampilan media yang menarik dan jelas.

Tingkat keterlibatan siswa dalam pembelajaran bertambah, siswa menjadi lebih aktif dan

tampak antusias mengikuti pelajaran. Peningkatan ini dapat meningkatkan pula daya serap

terhadap materi pelajaran yang dibuktikan dengan meningkatkan ketuntasan belajar

perseorangan. Persentase ketuntasan belajar pada kondisi awal sebesar 50% meningkat

menjadi 94%. Penggunaan dengan program media Geogebra oleh guru dalam proses

pembelajaran operasi matriks pada saat siklus I yang terbukti berhasil meningkatkan hasil

belajar subjek penelitian, memotivasi guru peneliti untuk lebih meningkatkan hasil belajar

pada siklus II dangan mengubah sistem proses belajar mengajar. Jika pada siklus I, program

media Geogebra dibuat dan dipresentasikan oleh guru sendiri, maka pada siklus II ini guru

melibatkan siswa secara lebih aktif dalam proses pembelajaran ini. Siswa diberi tugas

kelompok menggunakan program Geogebra yang terkait mata pelajaran matematika dengan

materi operasi matriks, dan dipresentasikan di depan kelas serta didiskusikan secara

berkelompok. Suasana belajar menjadi lebih hidup, semua siswa dapat terlibat secara aktif

sehingga daya serap terhadap materi pembelajaran menjadi meningkat.

4.2.2 Hasil Pengamatan (observing)

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh guru peneliti sejak dari kondisi awal, keadaan

di akhir siklus I, sampai dengan keadaan di akhir siklus II, sesuai dengan data-data yang

diperoleh ternyata terjadi peningkatan terus menerus pada ketuntasan belajar. Selain

ketuntasan belajar perorangan meningkat, juga dapat diketahui bahwa akibat pengaruh

tindakan kelas tersebut terjadi peningkatan persentase pada ketuntasan belajar klasikal. Hal

ini tersebut diilustrasikan sebagaimana terdapat pada gambar 7 berikut ini.

Gambar. 7 Grafik Ketuntasan Belajar

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

283

4.2.3 Refleksi (reflecting)

Ketuntasan belajar perorangan subjek penelitian dari kondisi awal sebesar 50,0% ke akhir

siklus I yang mencapai 63,0% berarti mengalami kenaikan 13%. Dari siklus I ke siklus II

juga ada peningkatan ketuntasan belajar perorangan, yaitu dari 63% pada siklus I menjadi

94% di akhir siklus II. Dengan demikian dari kondisi awal ke kondisi akhir ketuntasan

belajar perorangan mengalami peningkatan 31%. Hal tersebut juga terjadi peningkatan pada

ketuntasan belajar klasikal, yaitu 50% pada kondisi awal menjadi 93,8% pada kondisi akhir

yang berarti terjadi kenaikan sebesar 43,8%. Peningkatan ketuntasan dari kondisi awal ke

kondisi akhir siklus I sangat mungkin terjadi karena adanya perubahan guru dalam

melaksanakan pembelajaran. Sebelum diadakannya tindakan kelas, guru belum

menggunakan program media Geogebra dalam pembelajaran yang diselenggarakannya.

Pembelajaran dalam siklus I, guru sudah menngunakan program media Geogebra.

Penggunaan program media ini membuat subjek penelitian menjadi lebih tertarik. Daya

serap subjek penelitian terhadap materi pelajaran yang disampaikan guru menjadi lebih

tinggi karena verbalisme dalam pembelajaran ditekankan semaksimal mungkin. Peningkatan

ketuntasan belajar yang merupakan sesuatu yang diharapkan terjadi melalui penelitian

tindakan kelas adalah melihat perubahan prosesntase akhir siklus I ke akhir siklus II saja.

Tentunya kita melihat secara keseluruhan, yaitu kondisi awal sampai ke kondisi akhir.

Apabila dari kondisi awal telah terjadi peningkatan hasil belajar, maka dapat dikatakan

bahwa dalam penelitian tindakan kelas tersebut telah berhasil meningkatkan hasil belajar

subjek penelitian.

5. KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan analisa dan evaluasi yang dilakukan dalam penelitian ini, hasil belajar dengan

penggunaan program media Geogebra dalam setiap proses belajar mengajar melalui

pendekatan Saintifik dapat ditingkatkan. Data empirik penelitian ini menunjukkan bahwa

tindakan yang dilakukan guru baik siklus I dan siklus II telah berhasil meningkatkan hasil

pembelajaran matematika sesuai kajian teoritis.

Dengan terbuktinya hipotesis tindakan penelitian tindakan kelas ini maka penulis mengajak

kepada guru untuk semaksimal mungkin memanfaatkan program media Geogebra dalam

proses pembelajaran agar tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dapat tercapai secara

optimal. Dengan terbuktinya hipotesis tindakan penelitian ini, maka semakin meyakinkan

bahwa pemanfaatan program media Geogebra dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Disamping ini juga dapat sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya, baik oleh peneliti PTK

ini maupun peneliti-peneliti lainnya.

Secara praktis kepada pihak-pihak yang terkait langsung dalam Penelitian Tindakan Kelas

ini, (a) Semua siswa hendaknya lebih semangat dalam menggunakan ICT dalam

pemanfaatan program media Geogebra dalam kegiatan belajarnya, (b) Siswa hendaknya

lebih aktif dalam pembelajaran matematika untuk materi-materi yang lain, (c) Siswa dapat

lebih cepat dan efektif dalam pembelajaran matematika khususnya materi matriks, (d)

Sebagai agen pembelajaran hendaknya dalam proses pembelajarannya selalu berupaya

dengan maksimal dalam menggunakan program media Geogebra, tidak terbatas pada materi-

materi yang lain. (e) Guru selalu dapat mengembangkan penggunaan ICT secara profesional

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

284

segala program di bidang matematika, dan (f) Sekolah dalam hal ini SMK Negeri 6

Lhokseumawe disarankan dapat terus meningkatkan sarana dan prasarana yang terkait

dengan media yang dibutuhkan oleh semua guru sehingga mereka terdorong untuk

senantiasa menggunakan media pembelajaran dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya,

sedangkan media yang telah ada hendaknya dipelihara dengan baik sehingga dapat selalu

siap sedia dimanfaatkan dalam proses pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA

Ahli Mahmudi, Pemanfaatan Geogebra dalam pembelajaran Geogebra, www.academia.edu

Arief S Sadiman, dkk. (2009). Media Pendidikan. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada.

Azwar Arsyad. (2006). Media Pembelajaran. Jakarta, Rajawali Pers.

AECT. (1977). Task Force on Definition and Terminologi. The Definition of education Technologi.

Washington, AECT, 1126 16th Street, N.W. Washington, DC. 20036.

Ali, Muhammad. (2008) Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Djamarah, dkk (2006). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : PT Rineka Cipta.

Kemmis, S, dan Mc Taggart, R., 1992. The Action Research Planner, (3 rd ed). Victoria, Australia :

Derkin University.

Munadi, Yudhi, (2008). Media Pembelajaran: Sebuah Pendekatan Baru. Jakarta: Gaung Persada

Press.

Nana Sudjana, Ahmad Rivai. (2005). Media Pengajaran. Bandung: Sinar Baru Algendindo

Oemar Hamalik. (2002). Psikologi Belajar dan Mengajar, Bandung: Sinar Baru Algendindo

Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013

Rusman. (2008). Model-Model Pembelajaran, Jakarta: Rajawali Press.

Sudjana, N. (2008). Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru

Algendindo

Susilana, dkk. (2008). Media Pembelajaran: Hakikat, Pengembangan Pemanfaatan dan Penilaian,

Bandung: CV Wacana Prima.

www.dikti.go.id

https://syasthreenasution.wordpress.com/2014/10/31/aplikasi-geogebra-dalam-pembelajaran-

matematika-pada-materi-matriks/

Redaksi Jurnal IDEAL MATHEDU PPPPTK Matematika menerima artikel/naskah jurnal yang terkait dengan pendidikan matematikaKetentuan penulisan dan untuk informasi lebih lanjut, silakan menghubungi Redaksi

IDEAL MATHEDUPPPPTK MATEMATIKAIDEAL MATHEDU

PPPPTK MATEMATIKA