Sampah metropolitan terhadap perubahan iklim

19
i SAMPAH METROPOLITAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM Nama : Vika Sarastya Prastiwi NIM : 1311010057 Prodi : Ekonomi Pembangunan Mata Kuliah : Perencanaan Regional Tanggal Pengumpulan : 21 Januari 2017 Tanda tangan :

Transcript of Sampah metropolitan terhadap perubahan iklim

Page 1: Sampah metropolitan terhadap perubahan iklim

i

SAMPAH METROPOLITAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM

Nama : Vika Sarastya Prastiwi

NIM : 1311010057

Prodi : Ekonomi Pembangunan

Mata Kuliah : Perencanaan Regional

Tanggal Pengumpulan : 21 Januari 2017

Tanda tangan :

Page 2: Sampah metropolitan terhadap perubahan iklim

ii

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................................................... II

RINGKASAN EKSEKUTIF .......................................................................................................... 1

A. LATAR BELAKANG ......................................................................................................... 1

B. STUDI LITERATUR ........................................................................................................... 3

C. PEMBAHASAN .................................................................................................................. 6

D. REKOMENDASI KEBIJAKAN ....................................................................................... 11

E. KESIMPULAN .................................................................................................................. 13

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 15

LAMPIRAN .................................................................................................................................. 16

Page 3: Sampah metropolitan terhadap perubahan iklim

1

RINGKASAN EKSEKUTIF

Sampah merupakan masalah lingkungan yang banyak dihadapi oleh kota-kota besar

seperti Jakarta. Jakarta merupakan kota dengan kepadatan penduduk terbesar di Indonesia.

Hal tersebut tentu tidak terlepas dari sampah yang dihasilkan oleh aktivitas masyarakatnya.

Volume sampah Jakarta hampir mencapai 6000 ton per hari. Namun belum ditangani

secara efektif, dimana sebesar 11% sampah belum terangkut akibat kekurangan armada truk

sampah, selain itu kesadaran masyarakat terhadap lingkungan masihlah rendah. Masalah

sampah di Jakarta saat ini belum ditangani dengan efektif oleh permerintah, masyarakat dan

pihak-pihak terkait.

Ketidakefektifan pengelolaan sampah Jakarta menyebabkan dampak terhadap

lingkungan maupun perekonomian. Secara ilmiah sampah dapat berkontribusi terhadap

pemanasan global. Sampah-sampah organik yang tidak diolah menghasilkan CH4 atau gas

metan. Gas metan merupakan salah satu gas rumah kaca yang memiliki potensi merusak 20-

30 kali lipat dibandingkan gas CO2. Dampak pemansan global telah dirasakan oleh Jakarta,

terjadinya banjir rob di Jakarta Utara yang disebabkan meluapnya permukaan air laut serta

menurunnya produktivitas perikanan tangkap di Pulau Seribu.

Penanganan sampah di Jakarta dapat dilakukan dengan beberapa cara. Salah satunya

adalah pemanfaatan sampah sebagai energi alternatif. Cara tersebut dapat dilakukan dengan

sistem Zero to Landfill yang memerlukan kerjasama antara pemerintah dan masyarakat, yaitu

dengan membiasakan memilah sampah yang dihasilkan.

A. LATAR BELAKANG

Peningkatan laju pertumbuhan ekonomi diikuti dengan tingginya laju pertumbuhan

penduduk telah menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Salah satu masalah

lingkungan adalah sampah, setiap kegiatan manusia selalu menghasilkan sampah. Sampah

menjadi salah satu masalah lingkungan yang banyak dihadapi oleh negara-negara

berkembang seperti Indonesia.

Permasalahan sampah khususnya di Indonesia harus mendapat perhatian lebih.

Tidak bisa dipungkiri bahwa sampai saat ini masih banyak masyarakat yang berperilaku

buruk terhadap lingkungan. Permasalahannya adalah meskipun telah disediakan tempat

sampah, akan tetapi masyarakat tetap saja membuag sampah sembarangan. Pemandangan

ini kerap ditemui di wilayah perkotaan seperi Jakarta.

Volume sampah di Jakarta terus meningkat. Produksi sampah Jakarta pada tahun

2014 mencapai 6.000 ton per harinya (Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta 2015a).

Sampah-sampah tersebut berasal dari berbagai sumber baik dari sampah domestik atau

pemukiman, sampah pasar, industri, komersil, non komersil, sampah jalan dan sampah

saluran. Sumber sampah terbesar adalah sampah domestik atau pemukiman sebesar

4.951,98 m3 / hari namun belum dikelola dengan baik oleh pemerintah maupun

masyarakat.

Page 4: Sampah metropolitan terhadap perubahan iklim

2

Kesadaran masyarakat akan sampah masih rendah. Hal tersebut terlihat dari

kebiasaan membuang sampah sembarangan. Lemahnya regulasi mengenai larangan

membuang sampah membuat masyarakat belum bisa meninggalkan kebiasaan lamanya.

Faktanya gunungan sampah banyak ditemui di kolong jembatan dan sungai-sungai.

Sebagian besar sampah-sampah tersebut adalah sampah yang berasal dari rumah tangga.

Pengelolaan sampah dalam rumah tangga idealnya harus dipilah terlebih dahulu

sebelum dibuang. Sampah yang mudah membusuk dan tidak membusuk harus

dipisahkan. Hal tersebut dilakukan untuk memudahkan proses pengelolaan sampah pada

tahap berikutnya. Namun kesadaran masyarakat untuk memilah sampah rumah tangga

sangatlah rendah. Tercermin dari indikator perilaku perduli lingkungan hidup tahun

2014, 88,65% rumah tangga di Jakarta tidak memilah sampah (Badan Pusat Statistik

2014). Sampah yang tidak diolah dengan baik akan berdampak buruk terhadap

lingkungan.

Secara ilmiah sampah yang tidak diolah dapat berkontribusi terhadap pemanasan

global. Sampah-sampah yang tidak diolah akan menghasilkan gas CH4 atau gas metan.

Gas metan (CH4) merupakan salah satu gas yang digolongkan dalam gas rumah kaca. Gas

metan ini berpotensi merusak lapisan atsmofer 20-30 lipat lebih kuat dari karbondioksida

(CO2) (Sudarman 2010).

Kota metropolitan seperti Jakarta masih menyimpan masalah pengelolaan sampah.

Oleh karenanya laporan ini untuk melihat bagaimana peran serta masyatakat, pemerintah

dan institusi terkait mengenai masalah sampah di Jakarta? Dengan adanya regulasi

mengenai larangan membuang sampah sembaragan melalui Peraturan Daerah DKI

Jakarta Nomor 3 Tahun 2013. Apakah dengan regulasi tersebut dapat mengurangi

kebiasaan buruk masyarakat? Dengan demikian tujuan penelitian ini adalah mengetahui

dampak ketidakefisienan pengelolaan sampah Jakarta terhadap lingkungan.

Struktur penulisan laporan ini pada bagian satu membahas mengenai latar belakang,

bagian dua membahas megenai studi literatur, bagian tiga pembahasan, bagian empat

rekomedasi kebijakan dan bagian lima adalah kesimpulan.

Page 5: Sampah metropolitan terhadap perubahan iklim

3

B. STUDI LITERATUR

1. Perubahan Iklim

Perubahan iklim adalah perubahan jangka panjang dalam pola cuaca selama bertahun-

tahun. Perubahan dalam keadaan iklim yang dapat diidentifikasi dan yang

berlangsung selama jangka waktu yang panjang, biasanya dekade atau lebih. Hal ini

dapat disebabkan secara langsung atau tidak langsung dari kegiatan manusia yang

mengubah komposisi atmosfer global. (IPCC 2007)

2. Gas-Gas Rumah

Terdapat beberapa gas rumah kaca, seperti karbondioksida, metan, CFC dan

lain sebagainya. Gas-gas tersebut dihasilkan dari kegiatan-kegiatan manusia. Berikut

adalah pengertian gas-gas rumah kaca serta penyebabnya.

a. Metana ( CH4 )

Gas Metana merupakan salah satu gas rumah kaca utama yang memiliki GWP

(Global Warming Potential) sekitar 28 kali CO2. Gas ini banyak dihasilkan dari

dekomposisi bahan organik secara anaerobik, misalnya sawah, penimbunan

sampah organik dan kotoran mahluk hidup.

b. Karbondioksida (CO2 )

Karbondioksida merupaka salah satu gas rumah kaca utama dan dijadikan

referensi gas rumah kaca yang lain dalam menentukan Indek GWP, sehingga

GWP-nya = 1. Karbondioksida ini banyak dihasilkan dari pembakaran bahan

bakar fosil, biomassa dan alih guna lahan.

c. Klorofluorokarbon ( CFC )

Klorofluorokarbon ( CFC ) adalah senyawa kimia yang dikembangkan sebagai

alternatif bahan kimia yang lebih berbahaya dalam berbagai aplikasi. CFC

memiliki GWP sekitar 6630 kali CO2. CFC ini dihasilkan dari pendingin ruangan

atau AC (Air Conditioner), kulkas dan aerosol pada penyemprot rambut,

pengharum, dan pembasmi serangga.

d. Dinitrogen oksida ( N2O )

Dinitrogen oksida adalah gas insulator panas yang sangat kuat. Ia dihasilkan

terutama dari pembakaran bahan bakar fosil dan oleh lahan pertanian. Ntrogen

oksida dapat menangkap panas 300 kali lebih besar dari karbondioksida. Gas

rumah kaca lainnya dihasilkan dari berbagai proses manufaktur. Campuran

berflourinasi dihasilan dari peleburan aluminium.

Page 6: Sampah metropolitan terhadap perubahan iklim

4

e. Sulfur oksida (SO)

Sulfur oksida (SO) terutama disebabkan oleh dua komoponen gas yang tidak

berwarna, yaitu sulfur oksida (S02) dan sulfur trioksida (S03). Keduanya disebut

sebagai SOx. Sulfur oksida mempunyai karakteristik bau yang tajam dan tidak

terbakar di udara, sedangkan sulfur trioksida merupakan komponen yang tidak

reaktif. Sebagian besar emisi Nox yang dihasilkan manusia berasal dari

pembakaran arang, minyak, gas alam, dan bensin.

f. Nitrogen oksida (NO)

Nitrogen oksida (NOx) adalah kelompok gas yang terdapat di atmosfer yang

terdiri atas gas nitrit oksida (NO) dan nitrogen oksida (N02). Walaupun bentuk

nitrogen oksida lainnya ada, tetapi kedua gas ini paling banyak ditemui sebagai

polutan udara.

Dampak gas-gas rumah kaca terhadap pemanasan global sangat bervariasai,

jumlah konsentrasi yang sama setiap gas rumah kaca pun memberikan dampak

yang berbeda. Untuk mempermudah dan membandingkan dampak tiap-tiap gas

rumah kaca maka digunakan maka digunakan nilai metrix gas rumah kaca untuk

mengetahui potensi pemanasan global dan potensi kenaikan temperaturnya.

Tabel 2.1 Nilai Metrix Gas Rumah Kaca

Greenhouse

Gas

Global Warming Potential Global Temperature Potential

Cumulative

forcing over 20

years

Cumulative

forcing over 100

years

Temperature

change after 20

years

Temperature

change after

100 years

CO2 1 1 1 1

CH4 84 28 67 4

N2O 26 256 277 234

CF4 4880 6630 5270 8040

HFC-152a 506 138 174 19

Sumber : (IPCC 2015)

Catatan : Potensi Pemanasan Global (GWP) nilai-nilai telah diperbarui dalam laporan IPCC berturut-

turut; nilai-nilai AR5 GWP100 berbeda dari yang diadopsi pada Protokol Kyoto periode pertama yang

berasal dari Laporan Penilaian Kedua IPCC (SAR). Perhatikan bahwa untuk konsistensi, emisi CO2

ekuivalen diberikan di tempat lain. Untuk perbandingan emisi menggunakan nilai SAR dan AR5 GWP

untuk 100 tahun pada tahun 2010.

3. Pengertian Sampah (Republik Indonesia 2008)

UU No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, disebutkan sampah adalah sisa

kegiatan sehari hari manusia atau proses alam yang berbentuk padat atau semi padat

berupa zat organik atau anorganik bersifat dapat terurai atau tidak dapat terurai yang

dianggap sudah tidak berguna lagi dan dibuang kelingkungan.

Page 7: Sampah metropolitan terhadap perubahan iklim

5

4. Fakta Sampah dalam Mendukung Pemanasan Global

Meningkatnya jumlah emisi gas rumah kaca di atmosfer yang disebabkan oleh

kegiatan manusia di berbagai sektor seperi energi, kehutanan, pertanian, peternakan

dan sampah. Manusia dalam setiap kegiatannya hampir selalu menghasilkan sampah.

Sampah memiliki pengaruh yang besar untuk emisi gas rumah kaca yaitu: gas

methane (CH4). Metan merupakan gas yang terbentuk dari proses dekomposisi

anaerob sampah organik. Sebagai salah satu penyumbang gas rumah kaca metan

memiliki efek 20 – 30 kali lipat bila dibandingkan dengan gas CO2. Sumbangan pada

sektor sampah terhadap pemanasan global terjadi pada TPA dengan sistem open

dumping .

Metan diemisikan dari TPA sebagai hasil dekomposisi anaerobik sampah

organik. Metan yang terbentuk berpindah secara datar dan tegak yang akhirnya ke

atmosfer. TPA adalah sumber metan antropogenik (anthropogenic = kegiatan

manusia) dan memberikan sumbangan secara global sebanyak 20 – 60 Tg (tetragram)

metan per tahun. Sampah organik yang terurai secara anerobik akan menghasilkan: 50

– 60% CH4; 35–45% CO2 dan 0–5% gas rumah kaca lainnya. Metan berada di

atmosfer dalam jangka waktu 7–10 tahun dan dapat meningkatkan suhu sekitar 1,30C.

Total produksi tergantung kepada komposisi sampah yang secara teori bahwa

setiap kilogram sampah dapat memproduksi 0,5 m3 gas metan, sumbangannya

terhadap pemanasan global sebanyak 15%. Diperkirakan 1 ton sampah padat dapat

menghasilkan 50 kg gas methane. Dengan jumlah penduduk yang terus meningkat,

diperkirakan pada tahun 2020 sampah yang dihasilkan per hari mencapai 500 kg atau

190.000 ton/tahun. (Sudarman 2010)

5. Fakta Dampak Pemanasan Global Terhadap Perekonomian

Pemanasan global secara tidak langsung akan berdampak terhadap

perekonomian. Penelitian (Perdana 2015) menunjukkan bahwa ada beberapa gejala

perubahan iklim yang mempengaruhi kegiatan produksi nelayan tangkap di pesisir

utara Kota Semarang antara lain adalah : curah hujan, kecepatan angin, dan

gelombang. Dampak dari perubahan iklim terhadap masyarakat nelayan tangkap di

pesisir utara Kota Semarang adalah perubahan volume hasil tangkapan setiap bulan

dan perubahan jumlah bulan melaut. Dampak kerugian ekonomi dari perubahan iklim

terhadap masyarakat nelayan tangkap di pesisir utara Kota Semarang adalah adanya

bulan tidak melaut bagi nelayan yang membuat nelayan tidak mempunyai

penghasilan.

Page 8: Sampah metropolitan terhadap perubahan iklim

6

C. PEMBAHASAN

Jakarta merupakan ibu kota negara Republik Indonesia. Ibu kota negara ini

merupakan salah satu kota metropolitan, kota pemerintahan dan perekonomian di

Indonesia. Jakarta menjadi kota dengan penduduk terpadat di Indonesia. Pada tahun 2015

jumlah penduduk DKI Jakarta sebesar 10.177,9 ribu jiwa, dengan kepadatan penduduk

15.367 jiwa/Km2. Artinya setiap 1 Km

2 atau 100 Ha dihuni oleh 15.367 jiwa, hal tersebut

tentunya tidak terlepas dari masalah sampah yang dihasilkan dari aktivitas masyarakat.

1. Fakta Sampah Jakarta

Sampah di Jakarta secara umum terdiri dari sampah organik dan anorganik. Pada

tahun 2011 komposisi sampah Jakarta 53,75% terdiri dari sampah organik dan

45,26% sampah anorganik. Sampah kertas dan sampah plastik merupakan komposisi

sampah anorganik terbesar. Pada tahun 2011 sampah kertas Jakarta sebesar 14,92%

dan sampah plastik 14.02%. Presentase sampah kertas pada tahun 2011 mengalami

penurunan dibandingkan pada tahun 2005 dimana presentase sampah kertas sebesar

20,57%. Tahun 2011 sampah organik menurun meskipun tidak signifikan. Data tahun

2005 presentase sampah organik Jakarta sebesar 55,37%, menurun 1,6% pada tahun

2011 menjadi 53,75%.

Tabel 2.1

Data Komposisi Sampah Provinsi DKI Jakarta

Tahun 2005 dan 2011 (Dalam Persen )

Komposisi 2005 2011

Organik 55,37 53,75

Anorganik 44,64 46,26

Kertas 20,57 14,92

Plastik 13,25 14,02

Kayu 0,07 0,87

Kain/tekstil 0,61 1,11

Karet/kulit/tiruan kulit 0,19 0,52

Logam/metal 1,06 1,82

Gelas/kaca 1,91 2,45

Sampah bongkaran 0,81 0,01

Sampah B3 1,52 0,56

Lain-lain 4,65 9,98

Sumber : (Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta 2015) data diolah

Page 9: Sampah metropolitan terhadap perubahan iklim

7

Produksi sampah Jakarta mencapai 5.824.05 Ton/hari. Secara kumulatif tahun

2014 produksi sampah Jakarta mencapai 2.096.658,25 (Lihat Tabel 2.2) yang

bersumber dari beberapa suku dinas di Jakarta serta sumber-sumber sampah lain

seperti sampah pasar, pesisir pantai dan lain-lain. Jakarta Barat merupakan wilayah

penghasil sampah terbesar bila dibandingkan dengan wilayah lainnya ( Lihat Tabel

2.3). Sebanyak 1.528,03 ton sampah diproduksi per harinya. Namun sampah tersebut

belum ditangani secara maksimal.

Sampah yang dihasilkan oleh masyarakat Jakarta belum ditangani secara

maksimal. Data Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta 2014 mencatat produksi

sampah sebesar 5.597,87 ton/hari dengan jumlah terangkut sebesar 4.986,31 ton

(Lihat Tabel 2.3). Artinya sebesar 11% sampah Jakarta belum terangkut atau belum

tertangani dengan baik. Hal tersebut disebabkan oleh terbatasnya armada pengangkut

sampah serta pengangkutan sampah yang belum dilakukan secara rutin.

Grafik 2.1

Presentase Sampah Terangkut dan Tidak Terangkut Perhari Tahun 2011

Sumber : (Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta 2015) data diolah

Armada pengangkut sampah Jakarta tahun 2011 sebanyak 848. Namun armada

pengangkut sampah tersebut belum beroperasi secara maksimal. Data Dinas

Kebersihan 2013 dari total 732 kendaraan truk pengangkut sampah, sekitar 506 truk

berusia 10-30 tahun. Kekurangan truk pengangkut merupakan imbas model

pengelolaan sampah beberapa tahun lalu.

Terangkut 89%

Sisa Residual

11%

Page 10: Sampah metropolitan terhadap perubahan iklim

8

Tabel 2.4

Jumlah Armada Truk Pengangkut Sampah

Tahun 2011

Suku Dinas Jumlah Armada

Jakarta Selatan 138

Jakarta Timur 164

Jakarta Pusat 152

Jakarta Barat 177

Jakarta Utara 142

DKI Jakarta 75

Total 848

Sumber : (Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta 2015) data diolah

Kekurangan armada pengangkut sampah ini terjadi karena penanganan lebih

memberi porsi besar kepada swasta. Akibatnya pemerintah bergantung pada swasta.

Karena model pengelolaan sampah tersebut tidak mengupayakan peremajaan armada

truk yang dimiliki. Awal tahun 2014 Pemprov DKI Jakarta melakukan pemutusan

kontrak kerja dengan swasta, namun hal ini justru membuat semakin berkurangnya

armada pengangkut sampah.

Sejak masa kontrak swasta berakhir tahun 2014. Produksi sampah cenderung

meningkat namun armada pengangkut sampah justru berkurang karena truk-truk

swasta tidak beroperasi lagi. Permasalahan ini dapat diselesaikan dengan penambahan

armada pengangkut sampah. Tahun 2013 Pemprov DKI melakukan penambahan

sebesar 92 truk dan tahun 2014 melakukan pengadaan truk sampah sebanyak 149

truk. Selain masalah armada pengangkut sampah, masalah lain adalah kapasitas

tempat penampungan (depo) sampah.

Kapasitas tempat penampungan sementara sampah (TPS) di Jakarta terbatas.

Tahun 2013 total terdapat 7.707 Rukun Warga (RW), sedangkan jumlah TPS hanya

191. Akibatnya seringkali terjadi penumpukan sampah yang menggunung di TPS-

TPS tersebut dengan rata-rata 140 ton sampah per TPS. Selain itu, konsep

pembangunan TPS tersebut tidak sesuai standar karena tidak ada buffer zone,

pengolahan lindi/licid, serta tidak ada penyemprot bau. Saat ini Dinas Kebersihan

tengah mengupayakan menambah jumlah TPS. Namun, terkendala lahan yang akan

digunakan.

2. Peran Masyarakat dan Pihak Terkait dalam Pengelolaan Sampah Jakarta

Permasalahan sampah Jakarta perlu mendapat perhatian dari beberapa pihak.

Saat ini permasalahan sampah masih dibebankan kepada pemerintah. Sampah yang

dihasilkan oleh rumah tangga sebagian besar belum bisa terangkut sepenuhnya oleh

Page 11: Sampah metropolitan terhadap perubahan iklim

9

petugas kebersihan. Untuk itu diperlukan peran serta dari masyarakat dalam

mengatasi masalah sampah dengan berperilaku pro lingkungan.

Peran serta masyarakat dalam mengurangi sampah yang dihasilkan dapat

dilakukan dengan memilahnya terlebih dahulu. Pengelolaan sampah dalam rumah

tangga idealnya harus dipilah terlebih dahulu sebelum dibuang. Hal tersebut

dilakukan untuk memudahkan proses pengelolaan sampah pada tahap berikutnya.

Namun kesadaran masyarakat untuk memilah sampah rumah tangga sangatlah

rendah. Tercermin dari indikator perilaku perduli lingkungan hidup tahun 2014,

88,65% rumah tangga di Jakarta tidak memilah sampah rumah tangganya (Badan

Pusat Statistik 2014). Sedangkan 3,39% rumah tangga memilah sampahnya lalu

dimanfaatkan dan sisanya 7,95% rumah tangga memilah sampahnya lalu di buang

(Lihat Grafik 2.2). Tingginya presentase rumah tangga yang tidak memilah sampah

ini memiliki beberapa alasan.

Terdapat beberapa alasan masyarakat tidak memilah sampah rumah tangganya.

Alasan utama adalah malas, tidak tahu, tidak ada gunanya, tidak ada fasilitas dan

tidak ada peraturan. Berdasarkan data indikator perilaku perduli lingkungan hidup

tahun 2014, 51,95 % masyarakat Jakarta tidak memilah sampah rumah tangganya

karena malas atau tidak ada waktu (Badan Pusat Statistik 2014). Keadaan ini

mendorong masyarakat untuk langsung membuang sampahnya, bahkan banyak

masyarakat yang membuang sampah sembarangan.

3. Regulasi Pengelolaan Sampah Jakarta terhadap Perilaku Masyarakat

Kesadaran masyarakat Jakarta terhadap permasalahan sampah masih rendah.

Meskipun telah disediakan tempat sampah namun sebagian besar masyarakat malas

membuang sampah pada tempatnya. Akibatnya masyarakat masih membuang

sampahnya secara sembarangan. Regulasi yang berkaitan dengan masalah sampah di

Jakarta cukup banyak. Namun aturan yang ada tidak berjalan sebagaimana yang

diharapkan.

Regulasi larangan membuang sampah sembarangan diterbitkan Pemerintah

Provinsi DKI Jakarta melalui Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2013.

Namun regulasi tersebut tidak mengubah kebiasaan buruk masyarakat. Perda tersebut

menyebutkan bahwa setiap orang dengan sengaja atau terbukti membuang sampah di

sungai, taman atau tempat umum dikenakan denda Rp 500.000,00 (Lima ratus ribu

rupiah). Namun hal tersebut masih dilanggar oleh masyarakat, buktinya sampah-

sampah masih saja tertumpuk di kolong jembatan, selokan bahkan sungai-sungai.

Page 12: Sampah metropolitan terhadap perubahan iklim

10

Akibatnya terjadi banjir disetiap musim hujan tiba. Selain itu sampah-sampah yang

tertumpuk menimbulkan bau yang tidak sedap. Hal tersebut di sebabkan karena masih

rendahnya kesadaran masyarakat serta belum ada pengawasan yang dilakukan oleh

dinas terkait.

4. Dampak Ketidakefektifan Pengelolaan Sampah Jakarta terhadap Lingkungan

Saat ini pengelolaan sampah Jakarta dipusatkan di Tempat Pembuangan Sampah

Terpadu (TPST) Bantargebang. TPST Bantargebang berlokasi di Bekasi, Jawa Barat

dengan luas 110,3 Ha. Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang

menampung sampah yang berasal dari DKI Jakarta (lima zona pembuangan) dan

sampah yang berasal dari Kota Bekasi (satu zona pembuangan). Sampah yang masuk

ke TPST Bantargebang, belum dikelola secara efektif.

Pemerintah DKI Jakarta melalui Dinas Kebersihan belum efektif dalam

melakukan pengelolaan sampah di Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST)

Bantargebang. Teknologi pengelolaan sampah modern, ramah lingkungan dan

peralatan yang ada saat ini masih jauh dari harapan ideal. Minimnya alat berat

membuat pengelolaan sampah menjadi terhambat. Jumlah armada pengangkut

sampah Jakarta yang masuk ke TPST Bantargebang mencapai ratusan jumlahnya,

namun tidak seimbang dengan jumlah alat berat yang hanya 20 unit. Sampah yang

berasal dari Jakarta yang masuk ke TPST Bantargebang mencapai 6.500 ton (Tahun

2016). Selain penumpukan sampah di TPST Bantargebang, penumpukan sampah juga

terjadi di TPS-TPS lain di Jakarta.

Penumpukan sampah yang terjadi di TPST Bantargebang dan TPS-TPS lain di

Jakarta menyebabkan sampah organik yang tertimbun mengalami dekomposisi secara

anaerobik, proses itu menghasilkan gas methana (CH4). Gas methana (CH4) yang

dihasilkan pada timbunan sampah telah menyumbang 20-30 kali lebih besar daripada

karbon dioksida (CO2) yang merupakan pembentuk emisi gas rumah kaca.

Sampah menghasilkan gas metana (CH4) dengan komposisi rata-rata tiap 1 ton

sampah padat menghasilkan 50 kg gas metan. Artinya jika Jakarta menghasilkan

sampah 6.000 ton per hari dengan komposisi sampah organik sebesar 53%, maka

dari sektor sampah dapat menghasilkan gas metan sebesar 159 ton per hari atau

Jakarta menghasilkan gas metan 58.035 ton per tahun (Tabel 2.5). Gas metan akan

berada di atmosfer dalam jangka waktu sekitar 7-10 tahun dan dapat meningkatkan

suhu sekitar 1,3° Celsius per tahun. Salah satu dampak pemanasan global adalah

berdampak terhadap kenaikan permukaan air laut.

Page 13: Sampah metropolitan terhadap perubahan iklim

11

Tabel 2.5

Perhitungan Gas Metan dari Sampah Jakarta

Produksi sampah organik per hari Gas metan yang dihasilkan

6.000 ton

53 % x 6.000 = 3.180 ton

3.180 ton x 50 kg = 159 ton / hari

atau 159 x 365 hari = 58.035 ton / tahun

Kenaikan permukaan air laut telah dirasakan di Jakarta. Jakarta Utara berada di

kawasan yang lebih rendah dibandingkan permukaan air laut. Akibatnya ketika

musim hujan air laut semakin tinggi dan menyebabkan terjadinya banjir rob (tidal

flood). Selain bencana banjir pemanasan global secara tidak langsung berdampak

terhadap perekonomian.

Secara tidak langsung pemanasan global berdampak kepada perekonomian .

Dampak pemanasan global salah satunya adalah naiknya suhu air laut. Kenaikan suhu

air laut mengakibatkan rusaknya terumbu karang . Hal tersebut berdampak pada

masyarakat pesisir. Dampak lainnya yaitu meningkatnya suhu permukaan air laut,

yang akan berpengaruh terhadap produktivitas perikanan.

Tabel 2.6

Produksi Perikanan Tangkap dan Perikanan Budidaya

Tahun 2012-2014

Tahun Perikanan

Tangkap

Perikanan Budidaya Total

Laut Tambak Kolam

2012 1.786 774 - - 2.560

2013 1.555 822 - - 2.377

2014 - - - - -

Sumber : (Badan Pusat Statistik Kepulauan Seribu 2015)

Produksi perikanan di Kepulauan Seribu cenderung menurun. Produksi ikan

tangkap Kepulauan Seribu 2013 menurun 7,15% dari produksi ikan tahun

sebelumnya. Produksi ikan pada 2012 sebesar 2.560 ton menurun menjadi 2.377 ton

pada tahun 2013. Penurunan terjadi pada produksi ikan tangkap sebesar 12,9%.

D. REKOMENDASI KEBIJAKAN

1. Penambahan Lokasi TPA dengan Sistem Sanitary Landfill

Saat ini pembuangan akhir sampah Jakarta dipusatkan di TPST Bantar Gebang

yang berada di Bekasi, Jawa Barat. TPST Bantar Gebang ini sudah beroperasi dengan

sistem sanitary landfill. Timbunan sampah di TPST Bantar Gebang ditutup dan

dipasang pipa di atasnya. Tujuannya adalah untuk menangkap gas metan yang

Page 14: Sampah metropolitan terhadap perubahan iklim

12

dihasilkan oleh sampah. Proses degradasi anaerob (tanpa oksigen) akan menghasilkan

gas metan. Gas metan ini kemudian dialirkan ke mesin untuk perolehan listrik. Saat

ini TPST Bantar Gebang telah menghasilkan listrik 1220 - 2000 kW. Di Indonesia

hanya terdapat dua lokasi yang memiliki alat ini yaitu di TPST Bantar Gebang dan di

Bali.

2. Pemanfaatan Sampah Rumah Tangga Sebagai Energi Mandiri.

Sampah-sampah organik dapat digunakan sebagai energi alternatif yaitu biogas.

Sampah organik dapat menghasilkan gas yang mudah terbakar. Pembuatan biogas

dari sampah orgnaik rumah tangga ini bisa menjadi solusi untuk mengurangi

ketergantungan pada bahan bakar yang disediakan oleh pemerintah. Biogas timbul

dari hasil proses fermentasi sampah organik rumah tangga oleh bakteri anaerob yang

hidup tanpa udara. Biogas antara lain terdiri dari: Metana sebesar 60%,

karbondioksida 38%, dan 2% O2, H2, N2 dan H2S. Biogas ini dapat terbakar seperti

gas elpiji, bahkan dalam skala besar bisa digunakan sebagai pembangkit tenaga

listrik.

3. Pengolahan Sampah dengan Sistem Zero to Landfill

Konsep zero to landfill diterapkan di Kota Devon, Inggris. Pengelolaan

sampah dengan konsep ini mewajibkan setiap warga membuang sampah sesuai

dengan klasifikasinya. Pengelolaan sampah dibedakan menjadi dua kategori utama

yaitu sampah organik dan anorganik. Sampah organik dikirim ke insenerator untuk

dibakar. Pembakaran ini menghasilkan sumber energi panas untuk pemenuhan

kebutuhan sumber daya lainnya. Sampah anorganik dikirim ke landfill untuk didaur

ulang. Konsep zero to landfill ini membuat sampah yang sampai ke landfill adalah

sampah yang siap didaur ulang. Warga Inggris juga dilarang menimbun sampah di

tanah, membakar sampah di kebun dan membuang sampah di sungai. Konsep ini

terbukti efektif untuk mengurangi pencemaran udara dan zat berbahaya akibat

penimbunan sampah organik yang membusuk. Pemerintah Inggris mengelontorkan

dana tinggi untuk membangun pusat pengelolaan sampah bukan penganggkutannya.

Dengan konsep zero to landfill membuat tidak banyak sampah yang harus diangkut,

hanya sampah yang siap didaur ulang.

Page 15: Sampah metropolitan terhadap perubahan iklim

13

4. Gerakan Pilah Sampah

Perilaku memilah sampah perlu diterapkan di Jakarta. Karena hal tersebut akan

memudahkan proses sampah pada tahap berikutnya. Di Jepang perilaku memilah

sampah telah berhasil diterapkan. Perilaku ini tidak muncul dalam waktu yang

singkat.

Keperdulian masyarakat Jepang terhadap lingkungan yang telah menjadi gaya

hidup, tidak muncul dalam waktu yang singkat. Perilaku perduli lingkungan

diterapkan di Jepang akibat tragedi minamata yang terjadi pada tahun 1956 yang

terjadi akibat tingginya konsumsi merkuri dari limbah merkuri. Sejak tragedi tersebut

kampanye besar-besaran untuk menanamkan cinta lingkungan digalakan. Misi

kampanye ini mengajak masyarakat untuk tidak membuang sesuatu yang masih dapat

digunakan sehingga meminimalisir sampah. Di Kamiktsu sampah dipilah hingga 34

jenis agar mudah didaur ulang sehingga tidak ada sisa yang terbuang. Selain itu di

Jepang terdapat jadwal yang mengatur jenis sampah apa yang dapat dibuang. Petugas

akan mengambil sampah setiap hari sesuai dengan jadwal dan jenis sampahnya. Jika

sampah yang dibuang tidak sesuai dengan peraturan maka sampah tidak akan

diangkut. Sampah mungkin dianggap racun bagi lingkungan, tetapi apabila sampah

dapat difungsikan kembali dengan cara pengolahan kembali tentunya akan

menguntungkan bagi kehidupan seperti apa yang dilakukan oleh pabrik pembakar

sampah di Maishima.

E. KESIMPULAN

Jakarta merupakan kota terpadat di Indonesia. Sebagai kota dengan jumlah

kepadatan penduduk terbesar di Indonesia. Kota Jakarta tidak terlepas dari masalah

sampah yang dihasilkan oleh masyarakatnya setiap hari.

Sampah merupakan salah satu masalah yang belum terurai di Jakarta. Produksi

sampah Jakarta hampir mencapai 6000 ton/hari. Setiap harinya terdapat 11 % sampah

yang belum terangkut akibat kekurangan armada pengangkut sampah, selain itu perilaku

masyarakat Jakarta terhadap lingkungan sangatlah rendah. Meskipun telah disediakan

tempat sampah dan regulasi larangan membuang sampah sembarangan, namun

masyarakat belum meninggalkan kebiasaan buruknya, hal in terjadi akibat tidak ada

pengawasan yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait.

Banyaknya tumpukan sampah yang belum tertangani menyebabkan masalah yang

berdampak buruk terhadap lingkungan maupun perekonomian. Dampak yang telah

Page 16: Sampah metropolitan terhadap perubahan iklim

14

dirasakan oleh Jakarta adalah peningkatan suhu air laut yang menyebabkan banjir rob dan

penurunan produktivitas perikanan. Penanganan sampah saat ini masih dibebankan

kepada pemerintah.

Penanganan sampah di Jakarta seharusnya menjadi tanggungjawab semua pihak.

Salah satu pengelolaan sampah yang dapat dilakukan adalah pemanfaatan sampah

menjadi energi alternatif, dengan salah satu cara yang dapat diterapkan yaitu sitem Zero

to Landfill. Pengolahan sampah ini memisahkan antara sampah organik dan anorganik.

Sampah organik akan diproses di insenerator yang selanjutnya akan menghasilkan energi

alternatif, sedangkan sampah anorganik akan didaur ulang. Hal tersebut memerlukan

sinergi antara pemerintah dan masyarakat. Peran masyarakat sangat dibutuhkan yaitu

untuk memilah sampah yang telah dihasilkan untuk memudahkan proses selanjutnya.

Menumbuhkan kesadaran cinta lingkungan serta memupuk rasa malu membuang sampah

sembarangan. Sehingga sampah bukan lagi menjadi masalah namun dapat memberikan

nilai ekonomis bagi kehidupan.

Page 17: Sampah metropolitan terhadap perubahan iklim

15

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik, 2014. Indikator Perilaku Lingkungan Hidup 2014, Jakarta.

Badan Pusat Statistik Kepulauan Seribu, 2015. Kepulauan Seribu Dalam Angka 2015,

Kepulauan Seribu.

Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta, 2015a. Dinas Kebersihan DKI Jakarta. Jumlah

Tonase Sampah Tahun 2014. Available at: http://data.jakarta.go.id [Accessed October

15, 2016].

Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta, 2015b. Dinas Kebersihan DKI Jakarta. Komposisi

Sampah Tahun 2005 dan 2011. Available at: http://data.jakarta.go.id [Accessed October

15, 2016].

IPCC, 2007. Intergovernmental Panel on Climate Change. Climate Change 2007 : Synthesis

Report. Available at: https://www.ipcc.ch [Accessed October 21, 2016].

IPCC, 2015. Intergovernmental Panel on Climate Change. Climate Change 2014 Synthesis

Report. Available at: https://www.ipcc.ch [Accessed October 22, 2016].

Perdana, T.A., 2015. Dampak Pemanasan Global Terhadap Nelayan Tangkap ( Studi Empiris

di Pesisir Utara Kota Semarang ). Universitas Diponegoro.

Republik Indonesia, 2008. Undang-Undang No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah,

Jakarta.

Sudarman, 2010. Meminimalkan Daya Dukung Sampah Terhadap Pemanasan Global.

Profesional, 8(1), pp.51–59.

Page 18: Sampah metropolitan terhadap perubahan iklim

16

LAMPIRAN

Tabel 2.2

Jumlah Tonase Sampah Provinsi DKI Jakarta Tahun 2014

Sumber Sampah Tonase Sampah

Suku Dinas Kebersihan Jakarta Pusat 93.184,48

Suku Dinas Kebersihan Jakarta Utara 87.680,74

Suku Dinas Kebersihan Jakarta Barat 76.131,83

Suku Dinas Kebersihan Jakarta Selatan 149.768,42

Suku Dinas Kebersihan Jakarta Timur 186.537,92

Swakelola Dinas Kebersihan 641.999,10

SPA Sunter 121.814,22

Bidang P & PK 11.134,02

UPK Badan Air, Taman & Jalur Hijau 65.103,52

UPK Pantai & Pesisir 1.626,50

Kendaraan Bantuan 5 Wilayah Jakarta 90.070,32

Swasta Umum 38.044,00

Asosiasi Jakarta Bersih 29.123,10

Sampah Pasar 22.235,60

Kendaraan Sewa Sarana Wilayah 482.204,48

TOTAL 2.096.658,25

Produksi Perhari 5.824,05

Sumber : (Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta 2015) data diolah

Tabel 2.3

Jumlah Produksi Sampah dan yang Terangkut Perhari

Menurut Kota administrasi Tahun 2011 (Ton)

Nama Kota Produksi Terangkut Sisa Residual

Jakarta Selatan 742,81 739,95 2,86

Jakarta Timur 1.487,23 1097,4 389,83

Jakarta Pusat 780,53 774,4 6,13

Jakarta Barat 1.503,94 1.363,14 140,8

Jakarta Utara 996,65 994,75 1,9

Pesisir Pantai dan Pantai 86,71 16,67 70,4

Jumlah 5.597,87 4.986,31 611,92

Sumber : (Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta 2015) data diolah

Page 19: Sampah metropolitan terhadap perubahan iklim

17

Grafik 2.2

Persentase Rumah Tangga dengan Perilaku Pemilahan Sampah Mudah Membusuk dan

Tidak Mudah Membusuk Menurut Provinsi

Sumber : (Badan Pusat Statistik 2014)

20,37

16,15

15,17

11,78

11,28

10,95

9,63

8,39

7,66

7,61

7,59

7,3

6,88

6,83

5,84

5,63

5,62

5,59

5,26

4,92

4,8

4,68

4,2

4,02

3,96

3,88

3,48

3,39

3,28

3,26

3,08

2,73

1,84

8,75

7,45

11,45

10,49

20,1

11,36

11,09

7,68

7,1

7,36

4,1

16,53

9,93

8,43

11,27

10,2

16,62

13,94

9,44

14,86

20,98

8,25

23,81

10,46

9,56

12,71

11,89

10,9

7,95

7,48

7,88

9,22

11,49

6,34

10,09

72,18

72,4

74,33

68,11

77,36

77,96

82,69

84,51

84,98

88,29

75,87

82,77

84,69

81,9

83,96

77,75

80,43

84,98

79,88

74,1

86,95

71,51

85,34

86,42

83,33

84,23

85,62

88,65

89,24

88,85

87,7

85,78

91,82

81,16

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

Nusa Tenggara Timur

DI Yogyakarta

Bali

Sulawesi Selatan

Jawa Barat

Jawa Tengah

Banten

Jawa Timur

Sumatera Utara

Nusa Tenggara Barat

Kalimantan Tengah

Aceh

Lampung

Papua

Riau

Sulawesi Tenggara

Kalimantan Timur

Kalimantan Barat

Sulawesi Tengah

Papua Barat

Sumatera Barat

Sulawesi Utara

Maluku

Kepulauan Bangka Belitung

Kalimantan Selatan

Kepulauan Riau

Gorontalo

DKI Jakarta

Bengkulu

Jambi

Sumatera Selatan

Sulawesi Barat

Maluku Utara

Indonesia

Dipilah dimanfaatkan Dipilah kemudian dibuang Tidak Dipilah