SALINAN PERATURAN BUPATI PEKALONGAN TENTANG … file1 salinan peraturan bupati pekalongan nomor 36...
Transcript of SALINAN PERATURAN BUPATI PEKALONGAN TENTANG … file1 salinan peraturan bupati pekalongan nomor 36...
1
SALINAN
PERATURAN BUPATI PEKALONGAN
NOMOR 36 TAHUN 2012
TENTANG
PETUNJUK PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK RESTORAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI PEKALONGAN,
Menimbang : a. bahwa pajak daerah merupakan salah satu sumber
pendapatan daerah yang penting guna membiayai
pelaksanaan pemerintahan daerah dalam
melaksanakan pelayanan kepada masyarakat serta
mewujudkan kemandirian daerah;
b. bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 117 Peraturan
Daerah Kabupaten Pekalongan Nomor 10 Tahun
2010 tentang Pajak Daerah perlu mengatur petunjuk
pelaksanaan pemungutan Pajak Restoran;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu
menetapkan Peraturan Bupati Pekalongan tentang
Petunjuk Pelaksanaan Pemungutan Pajak Restoran;
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang
pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam
lingkungan Propinsi Jawa Tengah;
2. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1965 tentang
pembentukan daerah Tingkat II Batang dengan
mengubah Undang-undang Nomor 13 Tahun 1950
tentang pembentukan Daerah-daerah Kabupaten
dalam Lingkungan Propinsi Jawa Tengah (Lembaran
Negara Tahun 1965 Nomor52, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 2757);
3. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3262) sebagaimana telah diubah beberapa
kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16
Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5
2
Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan Menjadi
Undang-Undang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
4. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang
Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3686) sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun
1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000
Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3987);
5. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas
dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3851);
6. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang
Pengadilan Pajak (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2002 Nomor 27, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4189);
7. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
8. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharan Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
9. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan tanggung Jawab
Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 46, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);
10. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
3
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008
tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
11. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat
dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
12. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5049);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1986
tentang Pemindahan Ibukota Kabupaten Daerah
Tingkat II Pekalongan dari Kotamadya Daerah
Tingkat II Pekalongan ke Kota Kajen di Wilayah
Kabupaten Pekalongan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1986 Nomor 70);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1988
tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadya
Daerah Tingkat II Pekalongan, Kabupaten Daerah
Tingkat II Pekalongan dan Daerah Tingkat II Batang
(Lembar Negara Tahun 1988 Nomor 42, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3381);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005
tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4578);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007
tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4737);
4
17. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2007
tentang tata Cara Pemberian Dan pemanfaatan
Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah ( Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5161);
18. Peraturan Daerah Kabupaten Pekalongan Nomor 9
tahun 2006 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil
Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Pekalongan
Tahun 2006 Nomor 9, Tambahan Lembaran Daerah
Kabupaten Pekalongan Nomor 6);
19. Peraturan Daerah Kabupaten Pekalongan Nomor 6
tahun 2008 tentang Pokok pokok Pengelolaan
Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten
Pekalongan Tahun 2008 Nomor 7, Tambahan
Lembaran Daerah Kabupaten pekalongan Nomor 6);
20. Peraturan Daerah Kabupaten Pekalongan Nomor 8
Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan yang
menjadi kewenangan Pemerintah Daerah (Lembaran
Daerah Kabupaten Pekalongan Tahun 2008 Nomor
8. Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten
Pekalongan Nomor 7);
21. Peraturan Daerah Kabupaten Pekalongan Nomor 10
Tahun 2010 tentang Pajak Daerah (Lembaran
Daerah Tahun 2010 Nomor 10 Tambahan Lembaran
Daerah Kabupaten Pekalongan Nomor 18);
22. Peraturan Daerah Kabupaten Pekalongan Nomor 46
Tahun 2011 tentang Penjabaran Tugas Pokok dan
Fungsi Dinas Daerah (Berita Daerah Tahun 2011
Nomor 46);
23. Peraturan Daerah Kabupaten Pekalongan Nomor 5
Tahun 2011 tentang Susunan Organisasi dan Tata
Kerja Dinas Daerah (Lembaran Daerah Tahun 2011
Nomor 5 Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten
Pekalongan Nomor 21);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG PETUNJUK
PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK RESTORAN.
5
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Pekalongan.
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai
unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
3. Bupati adalah Kepala Daerah Kabupaten Pekalongan.
4. Pejabat adalah pegawai yang diberi tugas tertentu di bidang
perpajakan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
5. Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah yang
selanjutnya disingkat DPPKD adalah Dinas Pendapatan dan
Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Pekalongan.
6. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang
merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang
tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas,
perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik
Negara (BUMN), atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan
nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana
pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa,
organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan
bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan
bentuk usaha tetap.
7. Restoran adalah fasilitas penyedia makanan dan/atau minuman
dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga rumah makan,
kafetaria, kantin, warung, bar dan sejenisnya termasuk jasa
boga/katering.
8. Pengusaha Restoran adalah orang atau badan yang bertindak dan
atas namanya sendiri atau untuk dan atas nama pihak lain yang
menjadi tanggungannya yang menyelenggarakan usaha restoran
atau rumah makan, kafetaria, kantin, warung, bar dan sejenisnya
serta jasa boga/katering.
9. Jasa Boga atau Katering adalah penyediaan makanan dan/atau
minuman lengkap dengan atau tanpa peralatan dan petugasnya,
untuk keperluan tertentu berdasarkan kontrak atau perjanjian
tertulis atau tidak tertulis.
10. Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh
restoran.
11. Subjek Pajak adalah orang pribadi atau Badan yang dapat
dikenakan pajak.
6
12. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau Badan, meliputi pembayar
pajak, pemotong pajak dan pemungut pajak, yang mempunyai hak
dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan daerah.
13. Tahun Pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) tahun
kalender, kecuali bila wajib pajak menggunakan tahun buku yang
tidak sama dengan tahun kalender.
14. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu
saat, dalam masa pajak, dalam tahun pajak atau dalam bagian
tahun pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan daerah.
15. Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari
penghimpunan data objek dan subjek pajak, penentuan besarnya
pajak yang terutang sampai kegiatan penagihan pajak kepada
wajib pajak serta pengawasan penyetorannya.
16. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat
SPTPD adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk
melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek
pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan daerah.
17. Surat Setoran Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SSPD
adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah
dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan
dengan cara lain ke kas Daerah melalui tempat pembayaran yang
ditunjuk oleh Bupati.
18. Surat Ketetapan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD
adalah suat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah
pokok pajak yang terutang.
19. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar yang selanjutnya
disingkat SKPDKB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan
besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah
kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi
administratif dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.
20. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan yang
selanjutnya disingkat SKPDKBT adalah surat ketetapan pajak
yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah
ditetapkan.
21. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil yang selanjutnya disingkat
SKPDN adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah
pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau
pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
7
22. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya
disingkat SKPDLB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan
jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak
lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak
terutang.
23. Surat Tagihan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat STPD
adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi
administratif berupa bunga dan/atau denda.
24. Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang
membetulkan kesalahan tertulis, kesalahan hitung dan/atau
kekeliruan dalam penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan
perundang-undangan perpajakan daerah yang tedapat dalam
Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah
Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar
Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, Surat Ketetapan
Pajak Daerah Lebih Bayar, Surat Tagihan Pajak Daerah, Surat
Keputusan Pembetulan atau Surat Keputusan Keberatan.
25. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas
keberatan terhadap Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat
Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak
Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Daerah
Nihil, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar atau terhadap
pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan
Wajib Pajak.
26. Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas
banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh
Wajib Pajak.
27. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan
secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan
yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya,
serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa,
yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca
dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut.
28. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan
mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan
secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar
pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan daerah dan/atau tujuan lain dalam rangka
melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan daerah.
29. Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah adalah
serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik untuk
mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu
8
membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan daerah serta
menemukan tersangkanya.
30. Penyidik Pegawai Negeri Sipil Daerah yang selanjutnya disingkat
PPNS Daerah adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu
dilingkungan Pemerintah Daerah yang diberi wewenang khusus
oleh Undang-Undang untuk melakukan penyidikan atas
pelanggaran Peraturan Daerah.
BAB II
OBJEK DAN SUBJEK PAJAK
Pasal 2
(1) Objek Pajak Restoran adalah pelayanan yang disediakan oleh Restoran.
(2) Pelayanan yang disediakan Restoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pelayanan penjualan makanan dan/atau minuman yang dikonsumsi oleh pembeli, baik dikonsumsi di tempat pelayanan maupun di tempat lain termasuk katering dan jasa boga.
Pasal 3
(1) Subjek Pajak Restoran adalah orang pribadi atau Badan yang membeli makanan dan/atau minuman dari Restoran.
(2) Wajib Pajak Restoran adalah orang pribadi atau Badan yang
mengusahakan Restoran.
BAB III
PENDAFTARAN DAN PELAPORAN
Bagian Kesatu
Pendaftaran
Pasal 4
(1) Setiap Wajib Pajak Restoran wajib mendaftarkan usahanya atau
obyek Pajak Restoran dengan menggunakan formulir pendaftaran
kepada DPPKD, paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum
kegiatan usaha dimulai kecuali ditentukan lain.
(2) Formulir Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
diambil sendirioleh Wajib Pajak atau Penanggung Pajak di DPPKD.
(3) Formulir Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
diisidengan benar, jelas, lengkap dan ditandatangani oleh
WajibPajak atau Penanggung Pajak dengan melampirkan:
a. Fotocopy identitas diri/penanggung jawab/penerimakuasa
(KTP, SIM, paspor);
b. Fotocopy akte pendirian untuk badan usaha;
c. Domisili usaha;
9
d. Surat Kuasa apabila pemilik/pengelolausaha/penanggung
jawab berhalangan dengan disertaifotocopy KTP, SIM, paspor
dari pemberi kuasa.
(4) Formulir Pendaftaran yang telah diisi sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) harusdisampaikan ke DPPKD, palinglambat 7 (tujuh) hari
sejak tanggal diterima.
(5) Wajib Pajak yang telah mendaftarkan usahanya
sebagaimanadimaksud pada ayat (1), Kepala DPPKDmenerbitkan
Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah atau NPWPD.
(6) Untuk pemungutan Pajak Restoran, Kepala DPPKDmenetapkan
pengusaha restoran sebagai WajibPajak Restoran, serta
menerbitkan NPWPD.
Bagian Kedua
Pelaporan
Pasal 5
(1) Setiap Wajib Pajak Restoran, wajib mengisi SPTPD denganbenar,
jelas, lengkap dan ditandatangani oleh Wajib Pajakatau
Penanggung Pajak serta menyampaikannya ke DPPKD.
(2) SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diambil sendirioleh
Wajib Pajak atau Penanggung Pajak di DPPKD.
(3) SPTPD berisikan pelaporan atas omzet penjualan yangdisediakan
restoran, rumah makan, kafetaria, kantin,warung, bar, coffe shop,
pujasera, pusat jajan (food court)dan yang sejenisnya, termasuk
pelayanan pesanan (deliveryorder) tidak dimakan di tempat (take
away), dan jasaboga/katering dengan pembayaran.
(4) Penyampaian SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat
(1),dilakukan paling lama 15 (lima belas hari) setelahberakhirnya
masa pajak.
(5) Apabila batas waktu penyampaian SPTPD jatuh pada harilibur,
maka batas waktu penyampaian SPTPD jatuh pada satuhari kerja
berikutnya.
(6) Penyampaian SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)harus
disertai lampiran dokumen berupa:
a. rekapitulasi omzet penerimaan bulan yangbersangkutan;
b. bukti setoran pajak yang telah dilakukan (tindasanSSPD).
(7) SPTPD dianggap tidak disampaikan apabila tidakditandatangani
oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksudpada ayat (1), dan tidak
dilampirkan keterangan ataudokumen sebagaimana dimaksud
pada ayat (6).
(8) Dalam hal pembelian makan dan minum atas beban anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah, Bandahara pengeluaran SKPD
wajib melampirkan bukti setoran pajak daerah berupa SSPD dari
10
restoran atau jasa boga/catering yang bersangkutan dalam
pertanggungjawaban keuangan.
Pasal 6
(1) Kepala DPPKDatau pejabat yang ditunjukatas permohonan Wajib
Pajak dapatmemberikanperpanjangan jangka waktu penyampaian
SPTPD paling lama7 (tujuh) hari kerja.
(2) Permohonan perpanjangan penyampaian SPTPDsebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diajukan secaratertulis disertai alasan
yang jelas sebelum berakhirnya bataswaktu penyampaian SPTPD
sebagaimana dimaksud dalamPasal 3 ayat (4).
Pasal 7
(1) Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkanSPTPD
yang telah disampaikan, dengan menyampaikan suratpernyataan
tertulis kepada Kepala DPPKDatau pejabat yang ditunjuk, dalam
jangka waktu 7 (tujuh)hari sesudah berakhirnya masa pajak atau
tahun pajak,sepanjang belum dilakukan tindakan pemeriksaan.
(2) Dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri SPTPDsebagaimana
dimaksud pada ayat (1), yang mengakibatkanutang pajak menjadi
lebih besar, maka dikenakan sanksiadministrasi berupa bunga
sebesar 2% (dua persen) sebulanatas jumlah pajak yang kurang
dibayar, dihitung sejak saatberakhirnya penyampaian SPTPD
sampai dengan tanggalpembayaran akibat dari pembetulan
SPTPD.
BAB IV
TARIF DAN TATA CARA PENGHITUNGAN PAJAK
Bagian Kesatu
Tarif Pajak
Pasal 8
Dasar pengenaan Pajak Restoran adalah jumlah pembayaran yang diterima atau yang seharusnya diterima restoran.
Pasal 9
Tarif Pajak Restoran ditetapkan sebesar 10% (sepuluhperseratus) dari
dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 6.
Bagian Kedua
Penghitungan Pajak
Pasal10
(1) Pajak Restoran dihitung untuk setiap penjualan yang dikeluarkan
oleh Wajib Pajak atas jumlah yang akandibayar oleh
pengunjung/tamu restoran.
11
(2) Penghitungan Pajak Restoran sebagaimana dimaksud padaayat (1)
ditetapkan dengan cara:
− Nasi putih = 4 @ Rp 2.500,00 = Rp 10.000,00
− Ikan bakar = 4 porsi @ Rp 20.000,00 = Rp 80.000,00
− Teh poci = 4 porsi @ Rp 5.000,00 = Rp 20.000,00 +
Rp 110.000,00
− Potongan harga/diskon 5% = Rp 5.500,00 -
− Jumlah setelah potongan harga/diskon = Rp 104.500,00
− Pajak Restoran 10% = Rp 10.450,00 +
− Jumlah yang harus dibayar = Rp 114.950,00
(3) Hasil penjumlahan setelah potongan harga/diskon sebesarRp.104.500,00 (seratus empat ribu lima ratus rupiah)sebagaimana dimaksud pada ayat (2), adalah merupakandasar pengenaan pajak.
BAB V
PENAGIHAN
Pasal 11
(1) Kepala DPPKDatau pejabat yang ditunjukdapat menerbitkan STPD
apabila:
a. Pajak Restoran dalam tahun berjalan tidak atau
kurangdibayar;
b. Dari hasil penelitian SPTPD terdapat kekuranganpembayaran
sebagai akibat salah tulis dan/atau salahhitung;
c. Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupadenda atau
bunga.
(2) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam STPDsebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b,ditambah dengan
sanksi administrasi berupa bunga sebesar2% (dua persen) setiap
bulan.
(3) Pajak yang tidak atau kurang dibayar setelah jatuh
tempopembayaran atau terlambat dibayar dikenakan
sanksiadministrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen)
sebulan,dan ditagih dengan STPD.
Pasal 12
(1) Penagihan pajak dilakukan terhadap pajak yang terutangdalam
SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat KeputusanPembetulan, Surat
Keputusan Keberatan dan PutusanBanding yang tidak atau
kurang dibayar setelah jatuh tempopembayaran.
(2) Tahapan pelaksanaan penagihan pajak terutang yang tidakatau
kurang dibayar setelah jatuh tempo pembayaran, diatursebagai
berikut:
a. Kepala DPPKDatau pejabat yangditunjuk menerbitkan dan
menyampaikan Surat Teguranatau Surat Peringatan atau
surat lain yang sejenis kepadaWajib Pajak dalam waktu
12
sekurang-kurangnya 7 (tujuh)hari setelah berakhirnya tanggal
jatuh tempopembayaran yang tercantum dalam Surat
KetetapanPajak, Surat Pembetulan, Surat Keputusan
Keberatan, danputusan banding dengan meminta tanda
penerimaanSurat Teguran;
b. Kepala DPPKDselaku Pejabatmenerbitkan Surat Paksa dan
pemberitahuan Surat Paksatersebut disampaikan oleh
Jurusita Pajak kepada WajibPajak atau Penanggung Pajak
dalam waktu paling singkat21 (dua puluh satu) hari setelah
Surat Teguran diterimaWajib Pajak dengan membuat Berita
AcaraPemberitahuan Surat Paksa;
c. Kepala DPPKDselaku Pejabatmenerbitkan Surat Perintah
Melaksanakan Penyitaan danpelaksanaan penyitaan tersebut
dilakukan oleh JurusitaPajak atas barang-barang milik Wajib
Pajak dalam waktupaling singkat 2x24 (dua kali dua puluh
empat) jamsetelah pelaksanaan/pemberitahuan Surat Paksa
denganmembuat Berita Acara Pelaksanaan Penyitaan;
d. Kepala DPPKDselaku Pejabatmenerbitkan Surat Pencabutan
Sita dan disampaikankepada Wajib Pajak melalui Jurusita
Pajak, apabila:
1) Wajib Pajak atau Penanggung Pajak telahmelunasi utang
pajak dan biaya penagihan pajak;
2) Berdasarkan putusan pengadilan atau putusanpengadilan
pajak;
3) Ditetapkan lain dengan Keputusan Bupati.
e. Kepala DPPKDatau pejabat yangditunjuknya dalam waktu
paling singkat 14 (empat belas)hari melaksanakan
pengumuman penjualan secara lelangatas barang-barang milik
Wajib Pajak yang telah disitamelalui media massa setelah
pelaksanaan penyitaan;
f. Kepala DPPKDmenerbitkan Suratkesempatan terakhir untuk
melunasi utang pajak danbiaya penagihan pajak, dan Jurusita
Pajakmenyampaikannya kepada Wajib Pajak diantara
waktusebagaimana dimaksud pada huruf c sampai
denganwaktu sebagaimana dimaksud pada huruf g;
g. Kepala DPPKDselaku Pejabatmelaksanakan penjualan secara
lelang atas barang-barang milik Wajib Pajak bertempat di
Badan UrusanPiutang dan Lelang Negara (BUPLN) dalam
waktu palingsingkat 14 (empat belas) hari setelah
pengumumanlelang;
h. Lelang tidak dilaksanakan apabila Wajib Pajak telahmelunasi
utang pajak dan biaya penagihan pajak atauberdasarkan
putusan pengadilan atau putusan pengadilanpajak, atau objek
lelang musnah.
(3) Ketentuan mengenai pelaksanaan penagihan pajak denganSurat
Paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf bsampai dengan
13
h, diatur sesuai dengan ketentuan peraturanperundang-undangan
yang berlaku.
(4) Pengajuan keberatan oleh Wajib Pajak tidak
mengakibatkanpenundaan pelaksanaan penagihan pajak dengan
SuratPaksa.
(5) Pelaksanaan penagihan pajak dengan Surat Paksa,
tidakmengakibatkan penundaan hak Wajib Pajak
mengajukankeberatan pajak dan mengajukan pembetulan,
pembatalan,pengurangan ketetapan, dan penghapusan
ataupengurangan sanksi administrasi.
Pasal 13
Penagihan pajak, dapat dilakukan seketika dan sekaligus
tanpamenunggu jatuh tempo pembayaran sebagaimana
dimaksuddalam Pasal 17 ayat (1), apabila:
a. Wajib Pajak akan meninggalkan Indonesia untukselama-lamanya
atau berniat untuk itu;
b. Wajib Pajak memindahkan barang yang dimiliki ataudikuasai dalam
rangka menghentikan atau mengecilkankegiatan perusahaan, atau
pekerjaan yang dilakukan diIndonesia;
c. Terdapat tanda-tanda bahwa Wajib Pajak akanmembubarkan
badan usahanya, atau menggabungkanusahanya, atau
memekarkan usahanya, ataumemindahtangankan perusahaannya
yang dimiliki ataudikuasainya, atau melakukan perubahan bentuk
lainnya;
d. Badan usaha akan dibubarkan oleh PemerintahDaerah;
e. Terjadi penyitaan atas barang Wajib Pajak oleh pihakketiga, atau
terdapat tanda-tanda kepailitan.
BAB VI
PEMBUKUAN, PEMERIKSAAN DAN PENGAWASAN
Bagian Kesatu
Pembukuan
Pasal 14
(1) Wajib Pajak dengan peredaran usaha atau omzet lebih dariRp
300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dalam 1 (satu)tahun, wajib
menyelenggarakan pembukuan sesuai denganStandar Akuntansi
Keuangan Indonesia atau prinsippembukuan yang berlaku secara
umum.
(2) Wajib Pajak dengan peredaran usaha atau omzet sampaidengan
Rp.300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dalam 1(satu) tahun,
dapat dibebaskan dari kewajiban pembukuan,dengan persyaratan
tetap diwajibkan menyelenggarakanpencatatan nilai peredaran
14
usaha berupa pendapatan brutosecara teratur, yang menjadi
dasar untuk penghitunganpajak.
(3) Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)diselenggarakan
dengan sebaik-baiknya dan harusmencerminkan keadaan atau
kegiatan usaha sebenarnya.
(4) Pembukuan dan pencatatan serta dokumen lain yangberhubungan
dengan kegiatan usaha atau pekerjaan dariWajib Pajak harus
disimpan selama 5 (lima) tahun.
Pasal 15
Tata cara Wajib Pajak menyelenggarakan pencatatan atassetiap
transaksi penerimaan pembayaran sebagaimanadimaksud dalam Pasal
23 ayat (2) adalah sebagai berikut:
a. Wajib Pajak menyelenggarakan pencatatan tentangpendapatan
bruto usahanya secara lengkap dan benar;
b. Pencatatan diselenggarakan secara kronologis berdasarkanurutan
waktu;
c. Apabila Wajib Pajak memiliki lebih dari 1 (satu) unit usaha,maka
pencatatan dilakukan secara terpisah;
d. Pencatatan didukung dengan dokumen yang menjadi
dasarpenghitungan pajak ataudokumen lainnya.
Bagian Kedua
Pemeriksaan
Pasal 16
(1) Dalam rangka pemeriksaan Pajak Restoran, Kepala DPPKDatau
petugas pemeriksa yang ditunjukberwenang melakukan
pemeriksaan untuk mengujikepatuhan kewajiban perpajakan dan
tujuan lain dalamrangka melaksanakan ketentuan Peraturan
Daerah tentangPajak Daerah.
(2) Untuk keperluan pemeriksaan, petugas pemeriksa,
harusdilengkapi dengan Tanda Pengenal Pemeriksa dan
SuratPerintah Pemeriksaan serta memperlihatkan kepada
WajibPajak yang diperiksa.
(3) Wajib Pajak yang diperiksa atau kuasanya wajib
membantuPetugas Pemeriksa:
a. memperlihatkan dan atau meminjamkan buku ataucatatan
dokumen yang menjadi dasarnya dokumen lainyang
berhubungan dengan pajak terutang;
b. memberikan kesempatan untuk memasuki tempatatau
ruangan yang dianggap perlu dan memberi bantuanguna
kelancaran pemeriksaan;
c. memberi kesempatan kepada petugas untukmelakukan
pemeriksaan kas (kas opname), yang adapada penyelenggara;
15
d. memberikan data potensi dan keterangan yangdiperlukan
secara benar, lengkap dan jelas.
(4) Dalam hal Wajib Pajak yang diperiksa tidak memenuhikewajiban
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yangmenyebabkan petugas
pemeriksa menemui kesulitan dalammenghitung nilai peredaran
bruto, maka untuk pengenaanbesarnya pajak terutang dapat
dilakukan dengan metodepenghitungan laporan omzet atau
penerimaan yang tertinggidalam 1 (satu) tahun pajak terakhir dan
dikenakan sanksiadministrasi berupa kenaikan sebesar 4 (empat)
kali jumlahpajak terutang yang seharusnya dibayar.
(5) Hasil penghitungan besarnya pajak terutang
sebagaimanadimaksud pada ayat (4) dapat diusulkan oleh
petugapemeriksa untuk ditetapkan secara jabatan.
(6) Dalam hal pemeriksaan pembukuan atau audit, Kepala
DPPKDdengan persetujuan Bupati dapatmenunjuk Konsultan
Pajak atau Auditor untuk mendampingipetugas Pemeriksa Pajak.
(7) Untuk kepentingan pengamanan Petugas Pemeriksa Pajak,DPPKD
dapat meminta bantuanpengamanan dari aparat penegak hukum,
atau Instansiterkait lainnya sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
(8) Apabila dalam pengungkapan pembukuan, pencatatan
ataudokumen serta keterangan yang diminta, Wajib Pajak
terikatoleh suatu kewajiban untuk merahasiakan maka
kewajibanuntuk merahasiakan itu ditiadakan oleh permintaan
untukkeperluan pemeriksaan.
Pasal 17
Ketentuan lebih lanjut yang bersifat teknis mengenai tata
carapemeriksaan, diatur olehBupati.
Bagian Ketiga
Pengawasan
Pasal 18
(1) Dalam rangka pelaksanaan pengawasan pemungutan
PajakRestoran, Wajib Pajak berkewajiban melaporkan
kepadaDPPKD, paling lambat 1 (satu) hari kerjasebelum
menyelenggarakan kegiatan insidentil di restoran.
(2) Untuk keperluan pelaksanaan pengawasan, Kepala
DPPKDberwenang menempatkan PetugasPengawas yang dilengkapi
surat tugas.
Pasal 19
(1) Penempatan Petugas Pengawas sebagaimana dimaksuddalam Pasal
27 ayat (2), dilakukan dengan maksud untukmelaksanakan
pengawasan operasional dan penghitungandata omzet penjualan
16
dengan batas waktu tertentu dan/ataudengan pertimbangan-
pertimbangan teknis tertentu.
(2) Setelah dilakukan pengawasan dengan batas waktu tertentuyang
ditetapkan oleh Kepala DPPKDataupejabat yang ditunjuk, maka
Wajib Pajak berkewajiban untukmengisi dan menandatangani
Berita Acara HasilPengawasan.
(3) Apabila dalam melakukan pengawasan ditemukan
adanyapelanggaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak,
petugasPemeriksa Pajak melaksanakanpenghitungan kembali atas
pajak terutang yang disetortertinggi dalam masa pajak berjalan,
ditambah sanksiadministrasi berupa kenaikan sebesar 2 (dua) kali
jumlahpajak yang telah disetor terakhir.
BAB VII
KEBERATAN, KERINGANAN, PEMBEBASAN
PAJAK DAN BANDING
Bagian Kesatu
Keberatan
Pasal 20
Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepadaBupati dalam
hal ini Kepala DPPKDatassuatu SKPDKB, SKPDKBT, SKPDKLB, SKPDN
atau STPD PajakRestoran.
Pasal 21
(1) Penyelesaian keberatan atas Surat Ketetapan Pajaksebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29, dilaksanakan olehKepala DPPKD sesuai
dengan bataskewenangannya.
(2) Permohonan keberatan yang diajukan Wajib Pajak
harusmemenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasaIndonesia,
dengan disertai alasan-alasan yang jelas;
b. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atasKetetapan
pajak secara jabatan, Wajib Pajak harus dapatmembuktikan
ketidakbenaran ketetapan pajak tersebut;
c. Surat permohonan keberatan ditandatangani olehWajib Pajak,
dan dalam hal permohonan keberatandikuasakan kepada
pihak lain harus dengan melampirkanSurat Kuasa.
d. Surat permohonan keberatan diajukan untuk satuSurat
Ketetapan Pajak dan untuk satu tahun pajak ataumasa pajak
dengan melampirkan fotocopinya;
e. Permohonan keberatan diajukan dalam jangka waktupaling
lama 3 (tiga) bulan sejak Surat Ketetapan Pajakditerima oleh
Wajib Pajak, kecuali apabila Wajib Pajakdapat menunjukkan
17
bahwa jangka waktu tersebut tidakdapat dipenuhi karena di
luar kekuasaannya.
Pasal 22
(1) Pengajuan keberatan yang tidak memenuhi
persyaratansebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2),
tidakdianggap sebagai pengajuan keberatan sehingga
tidakdipertimbangkan.
(2) Dalam hal pengajuan keberatan yang belum
memenuhipersyaratan tetapi masih dalam jangka waktu
sebagaimanadimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) huruf e, Kepala
DPPKDdapat meminta Wajib Pajak melengkapipersyaratan
tersebut.
Pasal 23
Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayarpajak dan
pelaksanaan penagihan pajak sesuai ketentuanperaturan perundang-
undangan.
Pasal 24
(1) Dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal Surat
Keberatan diterima, Kepala DPPKDharusmemberikan Keputusan
atas keberatan yang diajukan olehWajib Pajak, yang dituangkan
dalam Surat KeputusanKeberatan.
(2) Surat Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),dapat
berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak,atau
menambah besarnya pajak yang terutang.
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1telah
lewat, dan Kepala DPPKDtidakmemberikan jawaban, maka
keberatan yang diajukan WajibPajak dianggap dikabulkan.
(4) Keputusan keberatan tidak menghilangkan hak Wajib Pajakuntuk
mengajukan permohonan mengangsur pembayaran.
Pasal 25
Dalam hal Surat Permohonan keberatan memerlukanpemeriksaan
lapangan, maka:
a. Kepala DPPKDmemerintahkankepada Kepala Bidang Pelayanan dan
Penagihan untuk dilakukan pemeriksaan lapangan danhasilnya
dituangkan dalamLaporan HasilPemeriksaan.
b. Terhadap Surat Keberatan yang tidak memerlukanpemeriksaan
lapangan, Kepala DPPKDdapat berkoordinasi dengan Kepala Bidang
lainnya untukmendapatkan masukan dan pertimbangan atas
keberatanWajib Pajak, dan hasilnya dituangkan dalamLaporanHasil
Koordinasi Pembahasan Keberatan Pajak.
Pasal 26
18
(1) Berdasarkan Laporan Hasil PemeriksaanatauLaporan Hasil
Koordinasi Pembahasan KeberatanPajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 34, KepalaBidang Pelayanan dan Penagihan
membuattelaahan staf yang berisikan uraian pertimbangan
danpenilaian terhadap keberatan Wajib Pajak.
(2) Berdasarkan Telaahan Staf sebagaimana dimaksudpada ayat (1),
Kepala DPPKDmengeluarkan rekomendasi atau berupa disposisi
kepadaKepala Bidang Pelayanan dan Penagihan danditindaklanjuti
dengan menerbitkanSurat Keputusanmenolak, mengabulkan
seluruhnya atau sebagianpermohonan keberatan Wajib Pajak.
Pasal 27
(1) Kepala DPPKDkarena jabatannya atauatas permohonan Wajib
Pajak dapat membetulkan SuratKeputusan Keberatan Pajak
Restoran yang dalampenerbitannya terdapat kesalahan tulis,
kesalahan hitung,dan/atau kekeliruan dalam penerapan
peraturan perundang-undangan tentang Pajak Restoran.
(2) Permohonan pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat(1),
harus disampaikan secara tertulis oleh Wajib Pajakkepada Kepala
DPPKDselambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal
diterimanyaSurat Keputusan Keberatan dengan memberikan
alasan yang jelas.
Bagian Kedua
Banding
Pasal 28
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanyakepada
Pengadilan Pajak terhadap Keputusan mengenaikeberatan yang
ditetapkan oleh Kepala DPPKD.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukansecara
tertulis dalam bahasa Indonesia, dengan alasan yang jelas, dalam
jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejakKeputusan keberatan
diterima, dengan dilampirkan salinanSurat Keputusan tersebut.
(3) Pengajuan permohonan banding tidak menunda
kewajibanmembayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak.
Pasal 29
(1) Terhadap satu Keputusan keberatan, diajukan 1 (satu)
Suratbanding.
(2) Wajib Pajak dapat mengajukan Surat Pernyataan
Pencabutankepada Pengadilan Pajak.
(3) Banding yang dicabut sebagaimana dimaksud pada ayat
(2),dihapus dari daftar sengketa dengan:
a. Penetapan Ketua dalam Surat Pernyataan Pencabutandiajukan
sebelum sidang dilaksanakan;
19
b. Putusan Majelis Hakim/Hakim Tunggal melaluipemeriksaan
dalam Surat Pernyataan Pencabutandiajukan dalam sidang
atas persetujuan terbanding.
Pasal 30
Selain dari persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37,dalam
hal banding diajukan terhadap besarnya jumlah pajakyang terutang,
banding hanya dapat diajukan apabila jumlahpajak yang terutang
dimaksud telah dibayar sebesar 50% (limapuluh persen).
Bagian Ketiga
Pengurangan, Keringanan Dan Pembebasan Pajak
Pasal 31
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan
pengurangan,keringanan atau pembebasan pajak restoran hanya
kepada Bupati dalam hal ini Kepala DPPKD.
(2) Permohonan pengurangan, keringanan atau pembebasanpajak
harus diajukan secara tertulis dengan menggunakanbahasa
Indonesia serta melampirkan fotocopy Kartu TandaPenduduk atau
identitas pemohon, fotocopy Surat KetetapanPajak yang
dimohonkan dengan mencantumkan alasansecara jelas.
(3) Atas permohonan pengurangan, keringanan ataupembebasan
pajak, Kepala Bidang Pelayanan dan Penagihan melakukan
penelitian mengenai berkaspermohonan dan kelengkapan
sebagaimana dimaksud padaayat (2).
(4) Atas telaahan dan pertimbangan dari Kepala BidangPelayanan dan
Penagihan, Kepala DPPKD merekomendasikan untuk
menerbitkanSurat Keputusan menolak, mengabulkan seluruhnya
atausebagian keberatan Wajib Pajak.
Pasal32
Atas permohonan pengurangan sebagaimana dimaksud dalamPasal 40
ayat (1), Bupati atau Pejabat yang ditunjuk dalam halini Kepala
DPPKDdapat memberikanpengurangan Pajak Restoran untuk setinggi-
tingginya 50% (limapuluh persen) dari pokok pajak.
Pasal 33
(1) Permohonan keringanan Pajak Restoransebagaimana dimaksud
dalam Pasal 40 ayat (1), diberikanoleh Bupati atau Pejabat yang
ditunjuk dalam hal iniKepala DPPKD, dapat berupa
pemberianangsuran pembayaran pajak terutang atau
penundaanpembayaran pajak terutang.
20
(2) Pemberian keringanan Pajak Restoran sebagaimanadimaksud
pada ayat (1) diberikan berdasarkan pertimbangankeadaan
tertentu yang dialami Wajib Pajak.
(3) Ruang lingkup keringanan pajak berdasarkan
pertimbangankeadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat
(2),akan diatur tersendiri oleh Kepala DPPKD.
BAB VIII
PEMBETULAN, PEMBATALAN, PENGURANGANKETETAPAN, DAN
PENGHAPUSAN ATAU PENGURANGANSANKSI ADMINISTRASI
Pasal 34
(1) Kepala DPPKDatas permohonan WajibPajak atau karena
jabatannya dapat membetulkan SKPDKB,SKPDKBT, atau STPD,
SKPDN, atau SKPDLB yang dalampenerbitannya terdapat
kesalahan tulis, kesalahan hitungdan/atau kekeliruan penerapan
peraturan daerah.
(2) Pelaksanaan pembetulan SKPDKB, SKPDKBT atau STPD
ataspermohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat(1)
dilakukan sebagai berikut:
a. Permohonan diajukan kepada Kepala DPPKDdalam jangka
waktu 3 (tiga) bulan setelah SuratKetetapan Pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)diterima, kecuali apabila
Wajib Pajak dapat menunjukkanbahwa jangka waktu tersebut
tidak dapat dipenuhi karenakeadaan di luar kekuasaannya;
b. Terhadap SKPDKB, SKPDKBT atau STPD yang akandibetulkan
baik karena jabatan atau atas permohonanWajib Pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1),dilakukan penelitian
administrasi atas kesalahan tulis,kesalahan hitung dan/atau
kekeliruan dalam penerapan ketentuan pajak restoran sesuai
Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah;
c. Apabila dari hasil penelitian sebagaimana dimaksud padahuruf
b ternyata terdapat kesalahan tulis, kesalahanhitung dan/atau
kekeliruan dalam penerapan ketentuan pajak restoran sesuai
PeraturanDaerah tentang Pajak Daerah, maka SKPDKB,
SKPDKBTatau STPD tersebut dibetulkan sebagaimana
mestinya;
d. Pembetulan SKPDKB, SKPDKBT atau STPD
sebagaimanadimaksud pada huruf c dilakukan dengan
menerbitkanSurat Keputusan Pembetulan KetetapanPajak
atau STPDoleh Kepala DPPKD;
e. Surat Keputusan Pembetulan Ketetapan Pajak atau
STPDsebagaimana dimaksud pada huruf d harus
disampaikankepada Wajib Pajak paling lambat 3 (tiga) hari
kerja sejakditerbitkan;
21
f. Surat Keputusan Pembetulan Ketetapan Pajak atau
STPDharus dilunasi dalam jangka waktu paling lambat 30
(tigapuluh) hari sejak diterbitkan;
g. Dengan diterbitkannya Surat Keputusan PembetulanKetetapan
Pajak atau STPD maka SKPDKB, SKPDKBT atauSTPD semula
dibatalkan dan disimpan sebagai arsip dalamadministrasi
perpajakan;
h. SKPDKB, SKPDKBT atau STPD semula, sebelum
disimpansebagai arsip sebagaimana dimaksud pada huruf g,
harusdiberi tanda silang dan paraf serta dicantumkan kata-
kata“Dibatalkan”;
i. Dalam hal permohonan Wajib Pajak ditolak maka Kepala
DPPKDsegera menerbitkan SuratKeputusan Penolakan
Pembetulan SKPDKB, SKPDKBT atauSTPD.
Pasal 35
(1) Kepala DPPKDkarena jabatannya atauatas permohonan Wajib
Pajak dapatmengurangkan atau menghapus sanksi administrasi
berupabunga, denda, dan/atau kenaikan pajak yang
terutang,dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan
WajibPajak atau bukan karena kesalahannya.
(2) Pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi
berupabunga, denda, dan kenaikan pajak terutang
sebagaimanadimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan terhadap:
a. sanksi administrasi berupa bunga disebabkanketerlambatan
pembayaran pada masa pajak;
b. sanksi administrasi berupa bunga, denda dan/ataukenaikan
pajak dalam surat ketetapan pajak atau STPD.
(3) Tata cara pengurangan atau penghapusan sanksiadministrasi
berupa bunga dan/atau denda disebabkanketerlambatan
pembayaran pada masa pajak sebagaimanadimaksud pada ayat (2)
huruf a, dilakukan sebagai berikut:
a. Wajib Pajak mengajukan permohonan
pengurangan/penghapusan secara tertulis kepada Kepala
DPPKDdalam waktu paling lama 7 (tujuh)hari setelah jatuh
tempo pembayaran pajak terutang,kecuali apabila Wajib Pajak
dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat
dipenuhi karenakeadaan di luar kekuasaannya;
b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf aharus
mencantumkan alasan yang jelas denganpernyataan
kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karenakesalahannya, dan
melampirkan SSPD yang telah diisi danditandatangani Wajib
Pajak;
c. Terhadap permohonan yang ditolak, Kepala DPPKD:
1) Menerbitkan STPD atas pengenaan sanksi
administrasiberupa bunga atau;
22
2) Menulis catatan/keterangan pada sarana
pembayaraanSSPD yang menerangkan bahwa pokok pajak
dibayarbeserta sanksi administrasi berupa bunga sebesar
2%(dua persen) per bulan untuk kemudian dibubuhi
tandatangan dan nama jelas Kepala DPPKDdan selanjutnya
menerbitkan STPD yangmemuat sanksi administrasi
berupa bunga 2% (duapersen) dimaksud.
d. Terhadap permohonan yang disetujui, atau karena
jabatanberdasarkan alasan yang dapat diterima, Kepala
DPPKDmengurangkan atau menghapussanksi administrasi
bunga atau denda akibatketerlambatan pembayaran pada
masa pajak, dengancara menuliskan catatan/keterangan pada
saranapembayaran SSPD bahwa sanksi tersebut
dikurangkanatau dihapuskan, serta dibubuhi tanda tangan
dan nama jelas Kepala DPPKD;
e. Wajib Pajak melakukan pembayaraan pajak dalam waktu1x24
(satu kali dua puluh empat) jam sejak
disetujuinyapermohonan tersebut pada huruf d;
f. Terhadap permohonan yang ditolak, Kepala DPPKD:
1) menuliskan catatan/keterangan pada saranapembayaran
SSPD bahwa sanksi tersebut dikenakansebesar 2% (dua
persen) per bulan untuk kemudiandibubuhi tanda tangan
dan nama jelas Kepala DPPKD.
2) menerbitkan STPD atas pengenaan sanksi bungatersebut.
(4) Pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi
berupabunga, denda dan/atau kenaikan pajak dalam
SuratKetetapan Pajak atau STPD sebagaimana dimaksud padaayat
(2) huruf b, dilakukan sebagai berikut:
a. Wajib Pajak mengajukan permohonan secara tertuliskepada
Kepala DPPKDdalam jangkawaktu 4 (empat) bulan sejak Surat
Ketetapan Pajakditerima oleh Wajib Pajak, kecuali apabila
Wajib Pajakdapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut
tidakdapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya;
b. Permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a
harusmencantumkan alasan yang jelas serta melampirkan:
1) surat pernyataan kekhilafan Wajib Pajak atau bukankarena
kesalahannya;
2) surat ketetapan pajak yang menetapkan adanyakenaikan
pajak terutang.
(5) Berdasarkan surat permohonan sebagaimana dimaksud padaayat
(3) huruf b, pejabat yang ditunjuk oleh Kepala DPPKDsegera
melakukan penelitianadministrasi tentang kebenaran dan alasan
Wajib Pajakmaupun lampirannya sebagaimana dimaksud pada
ayat (4)huruf b.
(6) Terhadap pengurangan atau penghapusan sanksiadministrasi
karena jabatan, penelitian administrasidilakukan sesuai
23
permintaan Kepala DPPKDatas usulan dari pejabat yang
ditunjuknya.
(7) Apabila dianggap perlu permohonan yang memerlukanpenelitian
dan pembahasan materi lebih mendalam makaKepala
DPPKDmelakukan rapatkoordinasi dengan Kepala Bidang
Pelayanan dan Penagihan, Kepala Bidang Perencanaan dan
Penetapan untuk mendapatkan masukan danpertimbangan, dan
hasilnya dituangkan kedalamLaporanHasil Rapat Pembahasan
permohonan pengurangan ataupenghapusan sanksi administrasi.
(8) Atas dasar hasil penelitian administrasi sebagaimanadimaksud
pada ayat (5) atau ayat (6), dan/atau hasil rapatkoordinasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (7), KepalaBidang Pelayanan
dan Penagihan membuattelaahan pertimbangan atas
pengurangan atau penghapusansanksi administrasi untuk
mendapatkan persetujuan ataupenolakan dari Kepala DPPKD.
(9) Dalam hal telaahan pertimbangan sebagaimana dimaksudpada
ayat (8) disetujui, maka segera memberikanpengurangan atau
penghapusan sanksi administrasi berupabunga atau denda
dan/atau kenaikan pajak terutang yangtercantum dalam Surat
Ketetapan Pajak atau STPD yangtelah diterbitkan, dengan cara
menerbitkan Surat KeputusanPengurangan dan Penghapusan
Sanksi Administrasi sebagaipengganti Surat Ketetapan Pajak atau
STPD semula, sertaditandatangani oleh Kepala DPPKD.
(10) Dalam hal telaahan pertimbangan sebagaimana dimaksudpada
ayat (8) ditolak, maka segera menerbitkan SuratKeputusan
Penolakan Pengurangan dan Penghapusan SanksiAdministasi
yang ditandatangani oleh Kepala DPPKD.
(11) Wajib pajak melakukan pembayaran pajak paling lambat 7(tujuh)
hari setelah menerima Surat Keputusan Pengurangandan
Penghapusan Sanksi Administrasi sebagaimanadimaksud pada
ayat (9) dan Surat Keputusan PenolakanPengurangan dan
Penghapusan Sanksi administrasisebagaimana dimaksud pada
ayat (10).
Pasal 36
(1) Kepala DPPKDkarena jabatannya atauatas permohonan Wajib
Pajak dapat mengurangkan ataumembatalkan ketetapan pajak
yang tidak benar, apabilaterdapat:
a. Novum atau fakta baru yang belum terungkap padawaktu
pemeriksaan untuk menentukan besarnya pajakterutang
sedangkan batas waktu pengajuan keberatanatau pengajuan
pembetulan Surat Ketetapan Pajak ataupengajuan
pengurangan dan penghapusan sanksiadministrasi telah
terlampaui; atau
b. Novum atau fakta baru yang belum terungkap disebabkantidak
dipertimbangkannya pengajuan keberatan ataupengajuan
pembetulan Surat Ketetapan Pajak ataupengajuan
24
pengurangan dan penghapusan sanksiadministrasi akibat
tidak dipenuhinya persyaratan formal,yakni pengajuan
permohonan melampaui batas waktuyang telah ditentukan.
(2) Ketetapan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)adalah
jumlah pokok pajak ditambah sanksi administrasiberupa bunga,
denda, dan/atau kenaikan pajak yangtercantum dalam Surat
Ketetapan Pajak.
(3) Pengurangan atau pembatalan Ketetapan pajak atas
dasarpermohonan Wajib Pajak, ditentukan sebagai berikut:
a. Surat permohonan Wajib Pajak didukung oleh novumatau
fakta baru yang meyakinkan sebagaimana dimaksudpada ayat
(1);
b. Dalam Surat Permohonan Wajib Pajak harusdilampirkan
dokumen berupa fotocopy:
1) Surat Ketetapan Pajak yang diajukan permohonannya;
2) Dokumen yang mendukung diajukannya permohonan;
3) Berkas permohonan berikut bukti penolakankeberatan
atau bukti penolakan pengurangan danpenghapusan
sanksi administrasi sebagaimanadimaksud pada ayat (1)
huruf b.
c. Pengajuan permohonan yang tidak memenuhipersyaratan
sebagaimana dimaksud pada huruf a danhuruf b, tidak dapat
dipertimbangkan dan berkaspermohonan dikembalikan kepada
Wajib Pajak.
(4) Pengurangan atau pembatalan Ketetapan pajak karena jabatan
dilakukan sesuai permintaan Kepala DPPKDatau atas usul dari
Kepala BidangPelayanan dan Penagihan
berdasarkanpertimbangan keadilan dan adanya temuan baru.
(5) Atas dasar permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksudpada
ayat (3) dan permintaan/usulan karena jabatansebagaimana
dimaksud pada ayat (4), Kepala DPPKDmeminta Kepala Bidang
Pelayanan dan Penagihan, dan Kepala Bidang Perencanaan dan
Penetapan untuk membahaspengurangan atau pembatalan
Ketetapan pajak.
(6) Hasil pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (5)dilaporkan
kepada Kepala DPPKDdenganmelampirkan telaahan pertimbangan
atas pengurangan/pembatalan Ketetapan pajak.
(7) Berdasarkan laporan Kepala Bidang Pelayanan dan Penagihan dan
telaahan pertimbanganpengurangan/pembatalan Ketetapan pajak
sebagaimanadimaksud pada ayat (6), Kepala DPPKDmemberikan
disposisi berupa menerima atau menolakpengurangan Ketetapan
pajak, atau menerima atau menolakpembatalan Ketetapan pajak.
25
(8) Atas dasar disposisi Kepala DPPKDsebagaimana dimaksud pada
ayat (7), Kepala BidangPelayanan dan Penagihan memproses
penerbitanSurat Keputusan Kepala DPPKDberupa:
a. Surat Keputusan Pengurangan atau Pembatalan
KetetapanPajak; atau
b. Surat Keputusan Penolakan Pengurangan atau Pembatalan
KetetapanPajak.
(9) Atas diterbitkannya Surat Keputusan Pengurangan
atauPembatalan Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud padaayat
(8) huruf a, Kepala Bidang Perencanaan dan Penetapan
segeramelakukan:
a. Pembatalan Ketetapan pajak yang lama dengan cara
mengusulkankepada Kepala DPPKDmenerbitkan Surat
KetetapanPajak yang baru dengan tetap mengurangkan atau
memperbaiki SuratKetetapan Pajak yang lama;
b. Pemberian tanda silang pada Surat Ketetapan Pajak yang
lama, danselanjutnya diberi catatan/keterangan bahwa Surat
Ketetapan Pajak“dibatalkan”, serta dibubuhi paraf dan nama
pejabat yangbersangkutan.
c. Memerintahkan kepada Wajib Pajak untuk melakukan
pembayaran pajakpaling lama 7 (tujuh) hari setelah diterima
Surat Ketetapan Pajak yangbaru;
d. Terhadap Surat Ketetapan Pajak yang telah dibatalkan
sebagaimanadimaksud pada huruf b, disimpan sebagai arsip
pada administrasiperpajakan.
(10) Atas diterbitkannya Surat Keputusan Penolakan Penguranganatau
Pembatalan Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksudpada ayat (8)
huruf b, maka Surat Ketetapan Pajak yangtelah diterbitkan
dikukuhkan dengan Surat Keputusan ini.
BAB IX
PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN
Pasal 37
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalianatas
kelebihan pembayaran Pajak Restoran kepada Kabupatenmelalui
Kepala DPPKD.
(2) Pengembalian kelebihan pembayaran sebagaimanadimaksud pada
ayat (1) disebabkan adanya kelebihanpembayaran pajak yang telah
disetorkan ke Kas Daerah atauBendahara Penerimaan
DPPKDberdasarkan:
a. Perhitungan dari Wajib Pajak;
b. Surat Keputusan Keberatan atau Surat Keputusan
pembetulan,pembatalan dan pengurangan ketetapan, dan
pengurangan ataupenghapusan sanksi administrasi;
c. Putusan banding atau putusan peninjauan kembali;
26
d. Kebijakan pemberian pengurangan, keringanan, dan/atau
pembebasanpajak berdasarkan peraturan perundang-
undangan.
(3) Permohonan Wajib pajak sebagaimana dimaksud pada ayat(1),
diajukan secara tertulis paling lambat 3 (tiga) bulan sejaksaat
timbulnya kelebihan pembayaran pajak.
(4) Dalam surat permohonan Wajib Pajak, harus dilampirkandokumen:
a. identitas penduduk/KTP pemohon Wajib Pajak;
b. SPTPD, untuk masa pajak yang menjadi dasarpermohonan;
c. dokumen perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat(2) yang
menjadi dasar permohonan;
d. bukti pembayaran pajak yang menjadi dasarpermohonan;
e. uraian perhitungan pajak menurut Wajib Pajak.
(5) Atas permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud padaayat (1)
Kepala DPPKDatau pejabat yangditunjuk segera mengadakan
penelitian atau pemeriksaanterhadap kebenaran kelebihan
pembayaran pajak danpemenuhan kewajiban pembayaran Pajak
Daerah lainnyaoleh Wajib Pajak.
(6) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat(1),
Kepala DPPKDdalam jangka waktupaling lama 3 (tiga) bulan sejak
diterimanya permohonanharus memberikan Keputusan.
(7) Apabila Wajib Pajak mempunyai utang pajak lainnya,kelebihan
pembayaran pajak langsung diperhitungkan untukmelunasi
terlebih dahulu utang pajak tersebut.
(8) Apabila kelebihan pembayaran pajak diperhitungkan denganutang
pajak lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (7),pembayarannya
dilakukan dengan cara pemindahbukuan danbukti
pemindahbukuan juga berlaku sebagai buktipembayaran.
BAB X
INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK
Pasal 38
(1) DPPKD selaku pelaksana pemungut PajakRestoran dapat diberi
Insentif apabila telah mencapai targetkinerja yang ditentukan.
(2) Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)ditujukan
untuk peningkatan:
a. kinerja DPPKD;
b. semangat kerja bagi pejabat atau pegawai;
c. pendapatan daerah;
d. pelayanan kepada masyarakat.
(3) Pemberian Insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dibayarkan
setiap triwulan pada awal triwulan berikutnya.
(4) Dalam hal target kinerja suatu triwulan tidak tercapai,Insentif
untuk triwulan tersebut dibayarkan pada awaltriwulan berikutnya
yang telah mencapai target kinerjatriwulan yang ditentukan.
27
Pasal 39
(1) Besarnya Insentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47ditetapkan
paling tinggi 5% (lima persen) dari rencanapenerimaan pajak
restoran dalam tahun anggaran.
(2) Ketentuan teknis mengenai pemberian dan pemanfaatanInsentif
dan besarnya pembayaran yang diterima olehpejabat dan pegawai
DPPKD selakupelaksana pemungut Pajak Restoran, diatur secara
tersendirioleh Bupati.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 40
Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkanpengundangan
Peraturan Bupati ini dengan penempatannyadalam Berita Daerah
KabupatenPekalongan.
Ditetapkan di Kajen
Pada tanggal 16 Juli 2012
BUPATI PEKALONGAN,
ttd
AMAT ANTONO Diundangkan di Kajen Pada tanggal 16 Juli 2012 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN
Ttd SUSIYANTO
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2012 NOMOR 36