Salam QuAs

27

Transcript of Salam QuAs

Page 1: Salam QuAs
Page 2: Salam QuAs

2 MARET 2013

DAFTAR ISI EDITOR’S NOTE

3MARET 2013

Salam QuAs,Akhirnya, di tangan pembaca saat ini tergelar sebuah majalah baru yang bernama QuAs.

Inilah majalah triwulan paling anyar yang digagas oleh Inspektorat Jenderal sebagai media komunikasi dan informasi tentang keitjenan dan hal-hal terkait lainnya. Pak Irjen, dengan semangatnya yang terus menggebu –sebagaimana biasanya, ingin menjadikan majalah ini alat silaturahim siapa saja di Kementerian Luar Negeri.

Berangkat dari pertemuan di Bogor di akhir tahun lalu, selain terus melakukan pembenahan sistem audit, Itjen sangat menyadari perlunya pemahaman semua pihak atas konsep-konsep yang ingin diterapkan oleh Inspektorat Jenderal. Tanpa pemahaman yang memadai, biasanya akan muncul berbagai gap ketika dilakukan audit keuangan maupun kinerja. Sosialisasi itu semua antara lain dipikulkan di pundak QuAs. Siap.

Nama QuAs sendiri bukanlah pilihan yang mudah. Ada 25 nama yang sempat diperdebatkan semua staf Itjen dalam beberapa kali pertemuan dengan mempertimbangkan aneka aspek. Pada pertemuan kedua sudah mengerucut menjadi 6 dan saat terakhir, disepakati nama QuAs yang merupakan kependekan dari Quality Assurance. Dan memang, Quality Assurance merupakan salah satu aspek penting dari visi dan misi keitjenan saat ini. Kita semua percaya, meski nama QuAs masih rada asing di telinga, namun memiliki originalitas dan konten yang sangat pas.

Dalam edisi perdana kali ini, QuAs dengan penuh kehati-hatian mencoba untuk mengupas tentang laporan kinerja Kementerian Luar Negeri. Tema ini didasari pemikiran dan keprihatinan nilai kinerja Kemlu yang diberikan oleh kementerian PAN & RB dalam beberapa tahun terakhir yang hanya berkutat pada huruf C. Alias baik tidak, jelekpun tidak. Dari situ bisa diartikan kinerja Kemlu bisa dibilang kurang bisa dibanggakan.

Pastilah banyak pejabat Kemlu marah dibuatnya. Bukankah diplomasi RI senantiasa mewarnai dunia internasional dengan berbagai aktifitasnya seperti APEC, G-20, Dewan Keamanan PBB, dan aneka resolusi konflik. Bahkan dalam tataran bilateral, sudah cukup bukti tentang naiknya ekspor nasional, munculnya persepsi positif terhadap Indonesia dan makin banjirnya turis ke tanah air. Lalu dimana masalahnya?

QuAs mencoba menelusuri jejak mengapa nilai CC tidak pernah terhapus alias nempel seperti perangko sejak tahun 2008. Dengan berbagai studi lilteratur dan wawancara, sangat diharapkan semua pertanyaan bisa terjawab, sekaligus ditemukan obat paling manjur yang harus segera diminum. Targetnya, nilai kinerja Kemlu tahun ini akan naik kelas menjadi B.

Selain membahas tentang kinerja, tentulah Quas mencoba untuk menyajikan tulisan lain yang ada kaitannya dengan keitjenan. Rubrik “Tips Inspektur” misalnya, diharapkan akan menjadi bacaan wajib tentang bagaimana meraih nilai audit yang bebas kesalahan. Sedangkan rubrik “Kata Auditi” akan memberikan feed back tentang apa yang harus diperbaiki oleh Itjen. Keterbukaan dan komunikasi menjadi landasan QuAs.

Redaksi menyadari sepenuhnya bahwa membangun majalah baru pasti tidak gampang. Meski sudah ada pelatihan, “warna” QuAs tentunya belum terlalu sempurna. Untuk itulah, kami semua butuh saran, kritik dan omelan agar QuAs lebih memberikan manfaat bagi banyak pihak. Atas penerimaan QuAs edisi pertama dan selanjutnya, kami ucapkan terima kasih.

Selamat menikmati,

M. Aji SuryaPemimpin Redaksi

Susunan Redaksi

Pembina : Inspektur Jenderal, Sugeng Rahardjo

Penanggung Jawab :Sekretaris Inspektorat

Jenderal, Bambang Antarikso

Pemimpin Redaksi : M. Aji Surya

Redaktur Pelaksana : Dodo SudradjatBob Felix Tobing

Staff Redaksi:Rudi Winandoko

Indra NoerDestarata Hamarsan Mustafa

Jifiawan Gana PutraBharata

Budi Akmal DjafarKartika Suryani

Nelvy Melia Syah

Sekretariat/Umum :Dharmaginta Thanos

Usep KusaeriArifin

Ramadhatun K. NugrahenyOlivia Martina

Monica M. ChristinaTaryoto

GunawanSutrisno

Surat Pembaca 4Wacana 6Nguping Audit Kinerja

Fakta 24Daripada Jadi Koruptor, Lebih Baik Tidak Tersohor

Celoteh Auditi 26- Djauhari Oratmangun- Tatang Budie Utama Razak- Tri Tharyat- Siti Nugraha Mauludiah

Asa 28Deg-degan Remunerasi

Ragam 30Asyik, Kita Gajian Lagi

Rendezvous 32Haqqul Yakin, Harus Hands OnDan Lebih Serius

Info 34Menyoroti Disclaimer Hingga WTP

Secret 36Membongkar Rahasia Audit

Opini 38Arah Diplomasi Ekonomi Regional Indonesia

Tips 42- Menyoal Output dan Outcome Representasi- Perjalanan Dinas Harus Akuntabel- Selalu Cek Provident Fund- Kiat Menghelat Sidang Internasional

Sains 46Reformasi Birokrasi Kemlu, How Far Can You Go?

Hang Out 48 “Duh Gusti Paringono Sabar”

Catatan Akhir 50Bom Waktu

lAPORAN uTAmA 8- Waktunya Berkaca- Duh, Berlari Kencang Tapi Tak Menang- Mengukur-ukur Baju Kinerja- Bali Demokrasi Forum Yang Mendunia

BINCANG-BINCANG

20

Substansi Tanpa Manajemen Tak Akan Berkinerja

Reformasi Birokrasi Kemlu, How Far Can You Go?

Page 3: Salam QuAs

4

SuRAT PEmBACA

5

Redaksi QuAs Yth,

Saya terhenyak saat pertama kali membaca majalah akhir tahun Itjen, Kaleidoskop. Pertanyaan yang

terbersit di benak saya adalah: benarkan majalah ini diterbitkan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Luar Negeri yang notabene merupakan instansi pemerintah?

Pertanyaan ini menggoda karena sejujurnya, sejauh yang saya tahu, tidak banyak publikasi instansi pemerintah yang memiliki kualitas seperti Kaleidoskop: tampilan menarik, gaya bahasa ringan namun berisi secara substansi, dan topik bahasan beragam namun tetap relevan. Membaca Kleidoskop serasa membaca majalah-majalah papan atas tanah air serupa Tempo dan Gatra.

Saya pribadi pernah berkecimpung di dunia jurnalisme meski tidak lama. Saat kuliah saya juga memiliki pengalaman menangani penerbitan buletin dan majalah. Bahkan setelah masuk ke dunia birokrasi pun saya acapkali berurusan dengan tulis menulis dan publikasi. Jadi sedikit banyak saya tahu betapa tidak gampang menghasilkan sebuah terbitan layak baca semacam Kaleidoskop. Karena itu, saya sangat mengapresiasi rekan-rekan yang

berperan dalam proses penerbitan yang saya kira cukup melelahkan dan memakan energi ini.

Di atas semua itu, yang paling penting dari penerbitan Kaleidoskop ini, saya kira, adalah komitmen untuk berbagi informasi. Dunia mencatat, diseminasi informasi merupakan salah satu kunci dalam proses perubahan dan benah diri. Hal ini menjadi semakin relevan mengingat peran Inspektorat Jenderal adalah sebagai pengawas yang menjadi kunci salah benarnya birokrasi ditangani. Karenanya, kita bisa berharap penerbitan majalah ini dapat menjadi mata rantai dalam rangkaian panjang upaya giat kita membenahi birokrasi. Lewat diseminasi informasi, kita ingin menyamai benih perubahan untuk Kementerian Luar Negeri yang lebih baik di kemudian hari.

Salam hormat,

Shohib MasykurStaf Sekretariat Direktorat Jenderal

Multilateral Kemlu.

Terima kasih. Sekarang selamat menikmati QuAs (Redaksi).

Menyemai Perubahan Lewat Diseminasi Informasi

Redaksi QuAs Yth,

Saya mengucapkan selamat atas terbitnya majalah Itjen Kemlu, QuAs. Nama ini memang asing bagi telinga saya namun setelah tahu bahwa kependekan dari Quality Assurance, saya jadi angkat jempol. Nama majalah ini sangat tepat untuk majalah yang dikelola

oleh Inspektorat Jenderal.Sebagai orang yang berada di luar Kemlu, saya sangat berharap bahwa QuAs akan

memberikan pencerahan kedalam tentang aspek-aspek keitjenan sekaligus memberikan informasi tentang Kemlu kepada pihak luar. Sepak terjang Kemlu sangat menarik bagi masyarakat umum karena merupakan pekerjaan yang tidak lazim (diplomasi).

Sekali lagi, saya mengucapkan selamat dan bila memungkikan majalah ini bisa dipampangkan di media online yang dikelola oleh Kemlu sehingga bisa dinikmati oleh siapapun dan dari manapun.

Salam,

Ratna MukadimahDirektorat Jenderal Kekayaan Negara

Kementerian Keuangan RI

Terima kasih ucapan dan masukannya. Sukses selalu buat Anda (Redaksi).

QuAs Nama Pas Untuk Majalah Itjen

Yth. Redaksi Majalah QuAs,

Pertama-tama, perkenankan saya menyampaikan ucapan SELAMAT! atas edisi pertama penerbitan

Majalah QuAs. Semoga QuAs bisa menjadi jembatan bagi seluruh pembaca yang memiliki pemahaman terbatas mengenai pengawasan.

Berdasarkan informasi yang saya dengar, Inspektorat Jenderal telah membuat pedoman early warning. Kalau boleh mengusulkan, apakah bisa judul pedoman early warning tersebut diinformasikan di Majalah QuAs dan bagaimana caranya jika saya berminat memiliki pedoman tersebut? Terima kasih atas perhatiannya. Kami tunggu kabar baik dari QuAs.

Leni Marliani, [email protected], Jakarta.

Terima kasih usulan Anda. Early warning akan kita muat dalam edisi

berikut (Redaksi).

Cara Mendapatkan Early Warnings

QuAs Harus Terbit Pada Waktunya

Akhirnya majalah QuAs edisi pertama terbit!

Sesuai dengan namanya, Quality Assurance diterapkan untuk memastikan sebuah produk atau jasa yang dihasilkan sudah memenuhi standar kualitas yang diharapkan atau ditargetkan.Oleh karena itu, semoga hadirnya majalah QuAs ini dapat menjadi sarana

bagi Inspektorat Jenderal untuk terus meningkatkan kualitas pengawasan dan pendampingan menuju perbaikan sistem dan kinerja organisasi.

Sementara dilain sisi juga dapat menjadi cerminan upaya Kementerian Luar Negeri mewujudkan Reformasi Birokrasi demi tata kelola pemerintahan yang baik. Tetapi yang lebih penting lagi, sih, semoga QuAs bisa terus terbit tepat waktu untuk menyapa para pembaca setia yang haus informasi.

Margaretta Puspita, Staf Inspektorat Wilayah III, Kemlu

Trims dukungannya. Optimis terbit tepat pada waktunya (Redaksi)

Menunggu Majalah Anti KorupsiSalam bos,

Dalam beberapa tahun terakhir ini saya banyak mendengar dan membaca sebuah majalah

yang diterbitkan oleh Kemlu. Namanya AKSES. Sebagai orang swasta, majalah tersebut cukup memberikan informasi yang memadai tentang pasar di luar negeri, khususnya di wilayah Pasifik. Meskipun beritanya kadang hanya datar dan cenderung monoton, namun tetap saja berguna.

Awal tahun ini, lagi-lagi saya mendapatkan sebuah majalah kocekan staf Kemlu, kalau tidak salah bernama Kaleidoskop. Uh, unik juga pikir saya. Bahasanya agak kocak, khususnya ketika membicarakan sesuatu yang serius. Ternyata Kaleidoskop berhasil mengubah substansi yang membosankan menjadi sesuatu yang enak dikunyah-kunyah. Top deh.

Nah, dari kenalan saya di Kemlu, saya diberitahu bahwa awal tahun ini akan muncul lagi sebuah majalah dari Itjen yang bernama QuAs. Hehehe namanya mengingatkan saya sebuah alat untuk mengecat rumah. Namun, ternyata kepanjangannya adalah quality assurance. Kuas dan Quas, dua hal yang sangat berbeda. Tapi jelas, keduanya sesuatu yang bermanfaat.

Saya sendiri tidak tahu, akan seperti apa QuAs nanti. Tapi kalau boleh berharap, majalah ini akan menjadi media pengingat bahwa korupsi selalu melukai rasa keadilan rakyat. Boleh to, ngarep.com. Sukses ya.

Firman HamidiSwasta di Yogyakarta

Insya Allah bos (Redaksi)

Bahasa Yang RenyahSalut untuk Pemred QuAs!

Edisi ini akan banyak membuka wawasan dan memberi pemahaman tentang tugas ke-Itjenan, yang

katanya njelimet dan boring. Namun dalam bahasa yang renyah, menarik, dan mudah dimenegerti, mudah-mudahan dapat diterima oleh banyak pihak. Kali ini, majalah Itjen tampil dengan nama baru, Quality Assurance (QuAs).

Besar harapan saya, majalah ini tidak hanya memberi pemahaman mengenai tugas ke-Itjen-an, melainkan juga sebagai media komunikasi antarpemangku kepentingan, yang dapat memberi jaminan kualitas pendampingan Irjen dalam kegiatan diplomasi Indonesia. Semoga, bahasa yang mudah dimengerti seperti dalam Edisi pertama ini tetap dapat dipertahankan dan tidak mengurangi substansi/isi pada Edisi berikutnya.

Andri Karnadibrata Staf Inspektorat Wilayah II, Kemlu

Terima kasih. Diusahakan bahasanya enak dikunyah

siapa saja (Redaksi).

QuAs Bikin Terkejut Sekaligus Senang

Waktu saya dapat kabar bahwa akan terbit Majalah “QuAs”, perasaan saya bercampur antara terkejut dan senang. Terkejut karena tidak

biasanya Kemlu menerbitkan suatu majalah yang benar-benar ditujukan untuk menyampaikan informasi mengenai pengawasan terhadap kinerja organisasi Kemlu. Di sisi lain, saya senang karena ini menunjukkan bahwa Kemlu sungguh berniat untuk memajukan prinsip transparansi dan akuntabilitas, tidak hanya untuk kalangan sendiri namun juga ditujukan kepada khalayak ramai.

Semoga majalah “QuAs” dapat terus menyajikan informasi yang faktual kepada pembaca, dan selalu menjadi referensi utama pembaca untuk informasi tata kelola Kementerian Luar Negeri yang sesuai dengan prinsip Reformasi Birokrasi.

Rizqi Adri M, Staf Direktorat Kerja Sama Teknik

Jabat erat selalu (redaksi)

Serba Serbi AuditKepada Majalah QuAs,

Selamat atas Edisi Perdana-nya.... Dalam semangat

Tahun Baru 2013, kiranya QuAs dapat menghadirkan artikel mengenai update terbaru seputar serba-serbi audit yang dilaksanakan Inspektorat Jenderal, termasuk suka-duka pada saat audit. Semoga saran saya bisa menjadi pertimbangan. Terima kasih.

Wahyu Kumoro, [email protected], Jakarta

Terima kasih. Usulan Anda akan sangat kami

perhatikan (Redaksi).

MARET 2013 MARET 2013

Majalah QuAs Diterbitkan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Luar Negeri,

Gedung Utama, Jalan Taman Pejambon No.6, Jakarta 10110 Telp: (021) - 3849373, Fax (021) - 3502638Surat Elektronik : [email protected]

Page 4: Salam QuAs

6 7

Suatu sore di bulan Desember 2012, tepat pukul 17:30 WIB bertempat di Pejambon, Sukaryanto, salah seorang pejabat fungsional di Inspektorat Wilayah V

Kementerian Luar Negeri, mengangkat telpon genggamnya yang berdering nyaring. Nomor telpon +....876544321 nampak di layar telpon genggam itu. “Siapa ya?” pikir Sukaryanto.

“Halo dab (Mas dalam bahasa slang warga Jogja – Red), apa kabar?” suara dengan logat Jogja pun terdengar jelas. “Iki aku, Sumardjito”. Sumardjito adalah teman seangkatan Sukaryanto, sama-sama kuliah di Jogja dan saat ini bertugas pada salah satu KBRI di Amerika Latin.

“Oalah, bos, pangling aku.. kabar baek bos. Tumben nih telpon, ada yang bisa dibantu?” sahut Sukaryanto. “Iya dab, sampeyan kan ikut tim ITJEN yang mau pemeriksaan di tempatku minggu depan ya? Kita udah dapat kawatnya nih. Kalo boleh bocoran dong dab.. Jadi kita bisa siap-siap,” tanya Sumardjito.

“Benar bos.. Aku ikut ke sana. Apa yang mau ditanya? Tapi jangan susah-susah ya. Auditor udah pada pulang nih. Ini aku masih di kantor juga kebetulan, masih menunggu barengan pulang ke Sawangan.” Jawab Sukaryanto.

Sumardjito pun menjelaskan hal yang ingin ia tanyakan, “Ini bos, masalah audit kinerja. Teman-teman Home Staff di sini bertanya-tanya. Kalo masalah keuangan, BMN atau kepegawaian, Insyaallah kita sudah ngikutin peraturan. Dokumen yang diminta di kawat, semuanya juga sudah disiapkan. Cuma ya itu. Kita bingung sama yang namanya audit kinerja, yang diaudit apa dab?”

“Oh itu, jadi begini bos.. Audit kinerja dilakukan untuk mengevaluasi pelaksanaan tugas dan fungsi Home Staff alias diplomat” Belum selesai Sukaryanto memberikan penjelasan, Sumardjito langsung memotong, “Sampeyan yakin dab, Itjen mau evaluasi kinerja substansi kita?

Ntar pada tersinggung lho. Selama ini kan belum ada kejelasan ukuran kinerja kita. DP3? SKI? Yah, sampeyan tahu sendiri kita kalo bikin SKI gimana.”

Dengan tenang Sukaryanto menjelaskan, “ Eits, tenang bos.. aku jelasin sedikit deh. Aku tau bukan hanya sampeyan, pasti teman-teman diplomat yang lain pasti juga terkaget-kaget karena ITJEN mulai mengaudit masalah kinerja substansi. Tenang aja bos, tujuan utama kita untuk membantu teman-teman di Perwakilan, kalau ada masalah dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya.”

Sukaryanto pun meneruskan penjelasannya, “Aku kasih gambaran singkat ya. Yang bakal diaudit kinerjanya itu seluruh Home Staff, termasuk BPKRT, Petugas Komunikasi dan Atase Teknis. Audit yang kita lakukan itu modelnya wawancara, kuesioner dan audit dokumen.”

“Dokumen? Dokumen substansi itu dokumen apaan dab? SKI? Kan BPKRT, PK dan Atnis tidak bikin SKI?” Potong Sumardjito. “Waduh sampeyan itu, tolong dengarin aku dulu dong. Jangan reaktif. Nggak ingat kata-kata Widyaiswara waktu kita SEKDILU dulu ya?” Kata Sukaryanto.

“Maaf dab, gimana ya, kan aku baru sekali ini diperiksa-periksa gitu.. hehehe. mangap.. eh .. maaf” Kata Sumardjito. Sukaryanto pun melanjutkan penjelasannya “Yo wis, ojo dipotong maneh ya. Masalah dokumen nanti tak jelasne. Jadi begini, audit kinerja itu ada penilaiannya dab. Yang dinilai itu gelar diplomatik, masa kerja di Perwakilan, absensi, produktivitas dan penilaian kompetensi”.

“Gelar diplomatik dinilai dari gelar diplomatiknya. Semakin tinggi, dapat nilai semakin tinggi. Jadi sampeyan ndak bisa protes-protes ya. Hehehe.. Trus kalo masa kerja, nanti diitung lama masa kerja Home Staf. Misalnya sampeyan, udah 2 tahun di Perwakilan. Nanti ada perhitungannya. Semakin lama di Perwakilan, nilai semakin tinggi. Karena kita berasumsi Home Staff

dengan masa kerja yang lama di Perwakilan, pengetahuannya tentang wilayah akreditasi lebih mendalam, otomatis kinerjanya semestinya lebih bagus.”

“Kalau absensi, nanti dilihat absensi biometriknya. Yang selalu masuk kerja, nilainya tinggi. Kalau absensi seharusnya nilainya tinggi-tinggi. Kan pada rajin-rajin kalau di Perwakilan. Pendapatan dollar.. Iya tho? Hahaha.. Tapi hati-hati, mesti pada rajin ngabsen di mesin absensinya ya.. yang dilihat cuma 3 bulan terakhir kok.”

“Nah, kalau produktivitas, di situ kita audit dokumen. Semua berita yang dibikin akan kita rekap, buat bahan wawancara sekaligus penilaian. Laporan mingguan, laporan bulanan dan laporan penanganan kasus WNI juga akan diperiksa. Periodenya hanya 3 bulan terakhir. Laporan representasi juga dilihat dari

Nguping Audit Kinerjasisi substansinya. Nyambung atau tidak dengan visi dan misi Perwakilan, kegiatan di RKT ataupun tusi Home Staff. Kita juga mengharapkan kalau ada hasil pekerjaan lain, misalnya laporan perjalanan dinas, laporan kegiatan atau misalnya Pelaksana Fungsi menyusun buku, majalah dan sebagainya, bisa diberikan kepada Tim ITJEN. Hanya saja, dari beberapa kali kita melaksanakan audit kinerja, kebanyakan tidak memberikan kepada Tim. Padahal itu bisa membantu mengkatrol nilai kinerja lho. Nah, khusus untuk BPKRT, PK dan Atnis kita tidak menilai produktivitasnya” Sukaryanto menjelaskan.

“Emang pada nggak mabok lihat laporan sebanyak itu?” tanya Sumardjito. “Nggak lah, kan sebagian kita sudah periksa di Jakarta. Jangan salah bos, semua berita dari Perwakilan, rahasia maupun biasa, pasti ditembuskan ke Irjen juga. Nah di Perwakilan kita cross check siapa tau ada yang terlewat. Aku sudah pernah audit dokumen sendirian di salah satu Perwakilan kita yang paling sibuk di Eropa. 3 jam sudah lebih dari cukup untuk audit dokumen kinerja.” Jawab Sukaryanto.

“Sekarang aku boleh bertanya ya dab,

Audit kinerja yang diperkenalkan Inspektorat Jenderal tahun lalu merupakan konsep baru yang masih perlu pengembangan. Ingin tahu apa isinya? Dengarlah percakapan telepon duo wong Jogja berikut ini.

tadi sampeyan bilang ada penilaian, buat apa ya? Berpengaruh terhadap catatan kasus pegawai di ITJEN dan Biro Kepegawaian kah?” tanya Sumardjito. Sukaryanto pun menjawab, ”Ya nggak lah. Penilaian dilakukan agar capaian kinerja terlihat jelas serta hanya akan dipergunakan sebagai catatan ITJEN dan Keppri saja. Yang mesti diperhatikan justru hasil wawancara.” Sukaryanto melanjutkan, “Eh iya, mumpung inget. Ada satu lagi bos. Penilaian kompetensi. Jadi nanti ada kuesioner yang dibagi setelah entry briefing. Kuesioner itu isinya seputar Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) dan Penganggaran Berbasis Kinerja”.

“Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP)? Penganggaran Berbasis Kinerja? Apaan tuh?” Sumardjito bertanya kembali. “Walah, kalau tak jelasin di sini, sama aja aku jadi pembicara dab. Makanya majalah QuAs terbitan Itjen dibaca, biar sampeyan ngerti. Udah terima kan?” Tanya Sukaryanto.

“Udah dab.. tapi nggak sempat baca. Maklum.. sibuk dab.. Kayak nggak tahu aja kalau kita lagi penempatan. Kan banyak meeting sama counterpart. Hehehe” Ujar

Sumardjito. “Halah. Alasan aja sampeyan. Tak lanjut yo.. Jadi kuesioner itu nanti kita nilai, supaya kita tahu sejauhmana pemahaman teman-teman tentang dua masalah itu. Berikutnya diadakan wawancara dengan setiap Home Staff yang dipimpin ketua tim dan didampingi satu atau dua orang anggota Tim. Nggak lama kok, paling sejam” kata Sukaryanto.

“Hah??!! Wawancara ?? Weladalah Bojleng-bojleng.. Tim yang ke sini dipimpin Pak Irjen. Berarti nanti yang wawancara Pak Irjen dong..” Sumardjito terkaget-kaget. Sukaryanto pun menjawab “Ya iyalah. Mosok aku yang mimpin. Gimana, ngeri nggak sih? Hehehe. Tenang aja dab.. Kan tadi udah tak bilang. Nggak akan dibikin terkaing-kaing. Paling banter termehek-mehek.. hehehe”.

“Awakmu ndak usah kuatir. Kita bukan mau menguji atau menghakimi. Tujuan wawancara adalah membantu Perwakilan dari sisi substansi. Istilah kerennya, dalam rangka Quality Assurance. Kita juga siap mendengarkan dan memberikan konsultasi kepada para Home Staff, baik masalah kepegawaian atau masalah kedinasan lainnya.. Asal bukan masalah duit aja.. Huahahaha” Sukaryanto pun tertawa lepas.

“Hahaha.. sampeyan ini ada-ada saja.. Okelah. Oh iya dab. Satu lagi. Ini masalah kegiatan di RKT. Kebetulan tahun ini ada beberapa kegiatan yang tidak terlaksana. Biasalah, Pak Dubes ndak setuju. Nah kalau seperti itu bagaimana? Kinerja kita jadi jelek dong..” tanya Sumardjito.

Sukaryanto menanggapi, “Oh itu. Tenang aja dab. Kita memahami masalah itu, kan aku juga pernah ngrasain posting. Tenang saja.. Kita sementara ini belum sampai ke sana. Sampeyan juga bisa menjelaskan masalah ini kepada Pak Irjen saat wawancara. Insya Allah Beliau akan memberikan jalan keluarnya. Yo wes lah. Aku mau pulang. Besok-besok dilanjutkan lagi ya.. By the way, Awakmu mau dibawain apa dari Jakarta?”

“Wah tenang aja dab. Persediaan rokok masih banyak. Minggu lalu juga dibawain delegasi yang transit di sini. Oke deh. Sampai ketemu dab. Salam buat istri dan anak-anak ya.. Eh.. Sampeyan kapan berangkat penempatan?” Tanya Sumardjito.

“Waduh.. Masalah itu hanya Karo Kepegawaian dan Tuhan saja yang tahu. Udah ah, jadi esmosi nih. Sampeyan ngomongin masalah sensitif sih. Udah ya.. Sampai ketemu minggu depan..” Kata Sukaryanto menyudahi pembicaraan mereka berdua.

Bharata

WACANA

MARET 2013 MARET 2013

Page 5: Salam QuAs

8 9

informasi kinerja bagi pertanggungjawaban, tetapi perlu banyak perbaikan, termasuk sedikit perbaikan yang mendasar.

Bila saja tahun 2013 ini Kemlu ingin naik kelas dan duduk di predikat B alias Baik, maka masih diperlukan angka tambahan 5,05, menjadi setidaknya 65. Meraih predikat B artinya bahwa Kementerian Luar Negeri nantinya dianggap akuntabilitas kinerjanya baik, memiliki sistem yang dapat digunakan untuk manajemen kinerja serta perlu sedikit perbaikan untuk sistem dan

berfokus pada soft systems.Tentu saja, Kemlu masih relatif jauh

untuk mengejar ke predikat tertinggi AA atau “memuaskan” dengan nilai diatas 85. Bila saja itu tercapai maka nantinya Kem lu dianggap sebagai instansi yang telah me-mimpin perubahan, 100 persen berbudaya kerja, berkinerja tinggi, akuntabel dan perlu terus berinovasi.

Jelas, sebagaimana disampaikan beberapa pejabat Kemlu, predikat yang ingin disasar tahun ini adalah B. Naik kelas satu tingkat. Untuk itulah perlu melihat secara detail komposisi penilaian setiap komponen tahun lalu agar persis tahu apa yang harus dibenahi.

Menurut penilaian Kementerian PAN dan RB, kelemahan paling dasar Kemlu tahun lalu adalah soal perencanaan kinerja, pengukuran kinerja serta evaluasi kinerja. Adapun pelaporan dan capaian kinerja bisa

dianggap lumayan bagus. Nilai perencanaan kinerja dianggap paling substansial dalam menyumbang kinerja Kemlu sebab komponen ini memiliki bobot terbesar (35) sedangkan raihan Kemlu hanya mencapai 21,01. Sedangkan pada komponen peng-ukur an kinerja, bobotnya sebesar 20 dan tahun lalu Kemlu hanya bisa meraup 11.12. Perbaikan besar-besaran di dua komponen ini diperkirakan akan mampu menghasilkan nilai yang cukup untuk mengangkat ke nilai yang lebih tinggi.

Ada teori lainnya: Untuk naik kelas (B) maka Kementerian Luar Negeri harus mampu mengeliminir semua nilai D di sub komponen yang masih nangkring di tahun 2012. Bayangkan saja, tahun lalu dari hitungan per sub komponen maka Kemlu hanya dapat 8 nilai A, 25 nilai B, 33 nilai C dan 16 nilai D. Nilai D ini tersebar di perencanaan kinerja (3), pengukuran kinerja (4) dan di evaluasi kinerja (9).

Menyadari itu semua, disposisi Men lu tersebut rupanya segera ditindaklan-juti oleh Sekretaris Jenderal. Melalui Biro Perencanaan dan Organisasi (BPO), awal tahun ini telah dicanangkan target

peningkatan nilai kinerja (AKIP). Untuk itu, mulai Pebruari hingga September 2013, BPO dengan menyertakan semua satker akan mencoba membenahi Indikator Kinerja Utama (IKU), Renstra, Mekanisme Kontrol, Juklak Evaluasi hingga pembenahan SDM. Upaya besar-besaran itu diharapkan akan mengatrol nilai dan kemudian Kemlu bisa duduk lumayan manis di kelas B.

Satu hal yang perlu diingat. Kantor Sekjen tidak bisa berlari sendirian. Ini gawe bersama dan harus digotong ramai-ramai. Jika ada satker, baik yang ada di dalam maupun di luar negeri, lalai atau kurang perhatian atas Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP), jangan pernah menuding bila nilai kinerja Kemlu masih sama dengan tahun lalu. Hanya dengan bersama kita bisa.

M. Aji Surya

lAPORAN uTAmA

Bisa jadi, awal tahun ini, Menteri Luar Negeri geregetan dan sedikit gusar. Hasil penilaian Kementerian PAN dan RB tahun 2012 atas akuntabilitas

kinerja (AKIP) instansi yang dipimpinnya benar-benar pas-pasan. Dibilang baik juga tidak, jelekpun bukan. Maklumlah, nilai kinerja tahun 2012 hanya 59,95 alias dengan predikat CC. Padahal bagi Menlu yang selalu tampis necis ini, hampir semua waktunya telah didedikasikan untuk diplomasi dan memperjuangkan kepentingan nasional di berbagai fora baik itu nasional, regional maupun multilateral. Kesibukannya setiap hari hampir tanpa jeda.

Dalam benak Menlu mungkin akan muncul sebuah pertanyaan simpel namun sangat mengganggu, “Apalagi sih yang kurang?”. Karenanya, ia tidak sungkan-sungkan untuk memberikan disposisi kepada eselon satu yang to the point sembari meminta menyusun roadmap yang jelas untuk perbaikan yang substansial.

Bisa dimengerti. Kalau Menteri Luar Negeri sempat membaca nilai akuntabilitas Kemlu dari tahun ke tahun, maka ia akan melihat sebuah grafik yang membaik, namun tidak signifikan. Bayangkan saja prestasi Kemlu dalam soal ini tidak pernah beranjak dari angka 50 (dari angka maksimal 100) sejak tahun 2007. Perkembangannya sangat lambat dan kurang berarti. Lihat saja, tahun 2007 sebesar 50,05 dan 2008 tetap di angka 50,98. Tahun berikutnya menjadi 52,58 dan 2010 mulai menanjak menjadi 57,28. Baru tahun lalu nyaris menyentuh angka 60 (59,95). Dengan demikian, tidak mengherankan, selama 4 tahun terakhir nilai kinerja kemlu terus menerus berkutat di predikat CC.

Angka antara 50-65 dalam konsep KemenPAN dan RB hanya diberikan pre-dikat CC (memadai). Artinya, kementerian tersebut dianggap akuntabilitas kinerjanya cukup baik, taat kebijakan, memiliki sistem yang dapat digunakan untuk memproduksi

¤¤¤

“Sudah saatnya kita berikan perhatian bersama yang lebih serius. Kita bahas bersama, susun roadmap yang jelas agar ada perbaikan

yang substansial.”¤¤¤

Disposisi Menlu tentang AKIP Kemlu 2012

Waktunya Berkaca

MARET 2013 MARET 2013

ANTA

RA/A

Ndik

A WAh

yu

Page 6: Salam QuAs

10 11

Pukul 14:00 WIB di ruang guru SMP 29, nampak Budi Kramat (54 tahun), salah seorang guru, tengah kedatangan orang tua salah seorang muridnya, Ifan M.

Sopiyama (45 tahun). “Selamat siang Pak Ifan, apa yang bisa kami bantu?”

Ifan menjawab dengan lugas, “Selama siang Pak Budi. Saya tidak mau berbasa-basi, sebenarnya saya juga tidak punya banyak waktu untuk berbicara dengan Bapak karena kesibukan saya di kantor. Tapi saya ingin menyampaikan keluhan mengenai anak Saya, Dicky Rijaldis.”

Ifan pun dengan wajah agak sewot terus nyerocos, “Saya protes Pak, kenapa Dicky cuma mendapatkan nilai 2 untuk PR Bahasa Inggrisnya Senin lalu? Itupun katanya untuk ongkos menulis. Bapak tahu tidak, dia itu lulus SD di London. Bahasa Inggrisnya cas cis cus, ga kalah sama bule. Hari minggu malam, saya dan ibunya Dicky sudah memeriksa PRnya. Jawabannya benar semua kok. Jelek-jelek gini TOEFL saya 597 lho!!” Sebagai catatan, Ifan adalah seorang diplomat Kemlu RI yang baru saja lolos seleksi untuk diklat SESPARLU.

Meskipun sedikit terkejut, Budi merespon protes Ifan dengan tenang, “Ooh.. masalah itu Pak.. Jadi begini Pak, Saya akui Bahasa Inggris Dicky jauh di atas rata-rata. saya juga sudah periksa PRnya Dicky kemarin. Memang benar, Pak. Jawabannya betul semua..”Belum selesai Budi berbicara, Ifan sudah memotongnya “Lalu apa masalahnya ?!”

Budi pun lalu menjelaskan, “Sederhana saja, Pak Ifan. Dicky menger-ja kan soal-soal untuk Bab V dari buku diktat. Sementara PR yang kami tugaskan adalah soal-soal di Bab II. Ya jelas saja tidak nyambung dan terpaksa kami anggap salah semua. Lha wong ga sesuai dengan yang ditugaskan.” Mendengarkan penjelasan Budi tersebut, Ifan pun diam seribu bahasa.

Cerita Ifan, Budi dan Dicky tersebut mungkin bisa sedikit memberikan gambaran tentang hasil evaluasi akuntabilitas kinerja Kemlu RI tahun 2011, yang mendapatkan nilai “CC”, seperti 49 Kementerian/Lembaga lain. Yup, believe it or not. It’s

only CC. Masih di bawah KPK dan BPK yang mendapatkan A, serta 17 K/L lainnya yang mendapatkan nilai B. Dan jangan salah, ternyata sejak 2009 nilai akuntabilitas kinerja Kemlu selalu CC.

Apa artinya itu semua? Kemlu tidak berkinerja? Ataukah kinerja Kemlu tidak akuntabel? Seolah-olah capaian Kemlu dalam hal Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT), diplomasi perbatasan, Bali Democracy Forum, Interfaith Dialogue, peran aktif dalam ASEAN Europe Meeting (ASEM), Keanggotaan Dewan HAM PBB Tahun 2007 - 2010, Keanggotaan Komisi Hukum Internasional PBB (ILC) periode 2007 – 2011, Keketuaan ASEAN tahun 2011, Keanggotaan dalam Peace Building Commission (PBC) tahun 2011 dan begitu banyak capaian lainnya bukan merupakan kinerja atau tidak akuntabel. Waduh.

Tapi tunggu dulu. Sabar bos. Harus dipahami permasalahannya. Menurut Majalah Layanan Publik terbitan KemenPAN dan RB Edisi XL Tahun 2012, aspek yang dinilai dalam evaluasi akuntabilitas kinerja adalah perencanaan, pengukuran, pelaporan, evaluasi dan pencapaian kinerja. Perencanaan berkaitan dengan Renstra, RKT dan PK. Untuk pengukuran dievaluasi pemenuhan, kualitas dan implementasinya. Pelaporan kinerja berkaitan dengan pemenuhan pelaporan, penyajian dan pemanfaatan informasi kinerja. Evaluasi kinerja dinilai dari segi pemenuhan, kualitas, dan pemanfaatan hasil evaluasi. Sementara Pencapaian kinerja dinilai berdasarkan komponen kinerja yang dilaporkan (Output dan Outcome) beserta Kinerja lainnya.

Jadi, evaluasi yang dilakukan lebih banyak mengarah pada dokumen perencanaan kegiatan, penilaian terhadap parameter pengukuran yang digunakan, pelaporan, evaluasi dan pencapaian kinerja. Bukan capaian kinerja dari sisi substansi.

Hal lain yang perlu dicermati adalah penilaian CC itu bukan penilaian yang buruk tapi juga bukan bagus. CC adalah “Cukup Baik” (memadai), perlu banyak perbaikan yang tidak mendasar. Tapi tentunya Kemlu jangan sampai berpuas diri dengan penilaian

duh, berlari kencang tapi tak menang

lAPORAN uTAmA

MARET 2013 MARET 2013

Sudah banyak capaian Kemlu yang sangat fenomenal dan mendunia. Dari Keketuaan ASEAN hingga Bali Demokrasi Forum (BDF). Tapi mengapa hanya mendapat nilai CC dalam soal kinerja? Apa kiat mendapatkan nilai A?

M. A

ji Sur

yA

Page 7: Salam QuAs

12 13

sesuai dengan tugas sebenarnya.Kelemahan perencanaan yang lain

adalah adanya beberapa pejabat dan pegawai Kemlu yang berpendapat bahwa bila kegiatan yang direncanakan dalam RKT, PK, IKU dan Renstra jumlahnya sedikit, unit kerjanya akan dianggap tidak bekerja dengan baik. Akibatnya, seringkali terjadi program dan kegiatan yang direncanakan dibuat sebanyak mungkin.

Perlu disadari pula bahwa pada dasarnya bidang kerja Kementerian Luar Negeri lebih banyak bersifat politis, yang tentunya sulit diukur. Tapi kondisi tersebut justru diperparah dengan adanya kecenderungan penyusunan Renstra, RKT, IKU ataupun PK disamakan dengan penyusunan suatu kertas posisi, butir wicara, pidato ataupun sambutan. Sehingga terlalu banyak “bunga-bunga” dan pengukuran sasaran yang ditetapkan bersifat sangat kualitatif.

Yang harus dilakukan saat ini antara lain ialah merencanakan kegiatan yang akan diajukan dalam RKT dengan mencermati RPJPN, RPJMN dan RKP yang bisa diunduh di website Bappenas dan Renstra Kemlu.

Selanjutnya tidak perlu bernafsu untuk merencanakan banyak kegiatan.

menyoroti IKU Kemlu, yakni penetapan pengukuran serta adanya IKU yang cenderung berupa kegiatan penunjang.

Mendengar itu semua, mungkin masih menimbulkan banyak tanda tanya. Harus bagaimana Kemlu ini? Secara gampang, intisari dari ketiga reviu di atas adalah: Kemlu perlu memperbaiki berbagai dokumen perencanaan yang ada. Renstra, RKT, RKA-KL baik untuk Satker Pusat dan Perwakilan dianggap belum sesuai dengan rencana di tingkat nasional (RPJPN, RPJMN dan RKP).

Disinyalir masalah ini mengemuka akibat dalam menyusun Renstra, RKT dan RKA-KL, seringkali diserahkan kepada staf yang “masih hijau” dan/atau belum mengerti arti strategis dari suatu perencanaan. Pada akhirnya diambil jalan pintas, yaitu copy paste program kegiatan tahun sebelumnya, dengan jumlah anggaran yang ditambah. Dan praktek itu mungkin sudah terjadi bertahun-tahun, sehingga otomatis kegiatan yang direncanakan sama sekali tidak nyambung dengan RPJPN, RPJMN dan RKP yang tentunya terus berkembang dari waktu-waktu. Nah disinilah kesamaan nasib AKIP Kemlu dengan siswa Dicky Rijaldis. Yang dikerjakan sudah benar, tapi tidak

pedoman penerapan SAKIP yang secara khusus berlaku di Kemlu dan Perwakilan RI, melaksanakan evaluasi kinerja internal serta meningkatkan kapasitas SDM. Hal tersebut sejalan dengan paparan oleh Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi dalam rapat evaluasi LAKIP Kemlu Tahun 2010, pada tanggal 25 – 26 Februari 2011.

Dalam kegiatan Koordinasi dan Perencanaan Kemlu “Penguatan Akuntabilitas Kementerian Luar Negeri Melalui Perencanaan yang Tajam” di Solo, tanggal 4-6 Oktober 2012; narasumber dari Bappenas mempaparkan hasil reviu terhadap akuntabilitas kinerja Kemlu antara lain adanya potensi ketidakkonsistenan antara dokumen RPJMN, RKP, dan Renstra Kemlu. Terdapat persoalan dalam perencanaan dan penganggaran yang mengakibatkan kesenjangan antara Pagu dan Realisasi yang tetap dalam 4 tahun terakhir. Perlunya penajaman data input untuk perencanaan. Harus ada optimalisasi dan penyesuaian kembali prioritas Kemlu 2013, sehubugnan dengan usulan inisiatif baru; serta pengukuran pencapaian program (level Eselon 1) yang kurang jelas.

Sementara narasumber KemenPAN dan RB dalam pertemuan tersebut lebih

CC. Kemlu harus melakukan sesuatu agar terdapat peningkatan dari CC menjadi B atau malah A.

Lalu bagaimana cara mencapainya? Pertama, sebelum beranjak pada apa yang harus dilakukan Kemlu, perlu diketahui apa perlunya evaluasi dan mengapa setiap K/L, termasuk Kemlu, perlu meningkatkan penilaian akuntabilitas kinerja. Ir. H. Azwar Abubakar, Menteri PAN dan RB, dalam sambutannya pada acara Penyerahan Laporan Hasil Evaluasi Akuntabilitas Kinerja Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota Tahun 2011 pada tanggal 21 Februari 2012 yang lalu, menyatakan bahwa apabila berbicara masalah reformasi birokrasi, maka peningkatan dan penguatan akuntabilitas kinerja merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi dan dijalankan.

Penguatan dan penerapan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) akan dapat mendorong organsiasi Pemerintah lebih berkinerja dan akuntabel. “Hal itu akan mempersempit peluang terjadinya korupsi,” ujar MenPAN dan RB dalam kesempatan penyerahan trofi penghargaan kepada KPK dan BPK yang mendapatkan predikat “A” pada tanggal 28 Februari 2012. Dengan penerapan SAKIP

diharapkan pengelolaan birokrasi setiap instansi pemerintah semakin terukur, efisien, efektif dan produktif.

Sementara evaluasi yang dilakukan oleh KemenPAN dan RB bertujuan untuk mencari peluang dan memberikan umpan balik perbaikan (feedback) dalam penerapan manajemen kinerja dan peningkatan akuntabilitas kinerja pada masing-masing instansi pemerintah.

Kedua, apakah penyebab suatu K/L mendapatkan penilaian CC ke bawah? Menurut Herry Yana Sutisna, Deputi Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur KemenPAN dan RB, secara umum kondisi pada K/L belum berfokus ke hasil (output dan outcome), alias belum dapat menunjukkan akuntabilitas kinerjanya. PK belum memperlihatkan ukuran kinerja yang baik, LAKIP belum dapat menghubungkan antara kinerja/hasil dengan sumber daya yang dimiliki. Serta sulit untuk memperoleh Informasi kinerja yang penting dan diperlukan dalam menyelenggarakan manajemen kinerja secara baik.

Bagaimana dengan Kemlu? Rekomendasi KemenPAN dan RB atas LAKIP Kemlu 2009 misalnya, adalah mereviu dan menyempurnakan rumusan Indikator Kinerja Utama (IKU), Menyusun

Banyak kegiatan bukan berarti kinerja Kemlu pasti bagus atau honor yang akan diterima bakal membludak. Yang ada justru Kemlu bakal kesulitan pada saat menyusun LAKIP. Apalagi jika banyak kegiatan yang akhirnya tidak terlaksana. Terakhir, selayaknya tidak merencanakan kegiatan yang pelaksanaannya tergantung pada Satker atau pihak lain. Ini sama saja menggantung nasib kita di tangan orang lain.

Karenanya, bagi siapapun yang sudah ditugasi untuk menyusun RKT 2014 atau LAKIP 2012, hendaknya mencoba tips di atas. Dengan berpegang pada 3 hal mendasar itu, perencanaan kemlu insya Allah akan mendapatkan penilaian yang jauh lebih baik, sehingga predikat CC bisa ditingkatkan menjadi B atau bahkan A. Siapa tahu karena hal ini remunerasi Kemlu bisa dipercepat dan mendekati 100%. Kata orang, ngarep.com.

Tentu, untuk memenangkan per-tandingan dalam lari marathon memerlukan stamina yang baik dan kemampuan berlari kencang. Namun, yang juga pasti, tak satu atlet lari akan memenangkan pertandingan kalau berlarinya salah arah meski ke mampu-an berlarinya sangat luar biasa.

Bharata, M. Aji Surya

lAPORAN uTAmA

MARET 2013 MARET 2013

Page 8: Salam QuAs

14 15

Ini kali ketiga Rayna melewati toko baju di bilangan Blok M, dekat tempat kursus menjahit yang dia ikuti. Entah mengapa, sejak baju itu dipajang di etalase toko matanya seolah terpaku

memandangi baju yang dikenakan manekin. Baju yang didominasi warna biru muda itu sebenarnya biasa saja tapi bisa menimbulkan efek ‘eye catching’ bagi yang melihatnya.

Meski terbilang pemula dalam dunia fashion, Rayna tertarik dengan baju tersebut karena desainnya menarik. Pemilik toko yang memperhatikan aksi Rayna mulai menampakkan raut tidak suka karena Rayna kelihatan tidak berminat untuk membeli koleksinya. Cuma nonton saja. Melihat gelagat si pemilik toko, Rayna buru-buru menyudahi aksinya. Sambil berlalu, Rayna berusaha mengingat-ingat desain baju yang tadi diamatinya dengan seksama dan memutuskan untuk membuatnya sendiri.

Pikirannya sibuk merencanakan apa saja yang dibutuhkannya, sehingga nanti dia dapat mengenakan baju hasil buatannya sendiri. Dalam catatannya Rayna menuliskan bahan-bahan yang diperlukannya: desain, kain satin 3 m, benang emas, kancing besar untuk kancing depan dan kancing ukuran biasa dan ornamen lainnya, yang diperlukan untuk membuat baju idamannya.

Sama halnya dengan suatu organisasi, untuk menghasilkan kinerja yang baik, dibutuhkan perencanaan yang baik dengan menetapkan target yang akan dicapai dalam satu tahun anggaran. Hal yang lebih penting, kinerja harus dapat diukur dan dipertanggungjawabkan.

Kinerja dipahami sebagai hasil kerja seseorang yang dapat diukur dan dipertanggungjawabkan berdasarkan rencana kerja yang ditetapkan. Kinerja yang dihasilkan tidak terlepas dari perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawabannya.

Analogi dengan cerita di atas, desain sebuah baju merupakan perencanaan, yang dari sisi akuntabilitas dikenal dengan istilah Rencana Strategis (Renstra). Jika dalam Renstra memuat unsur-unsur, seperti Visi-keadaan yang ingin dicapai; Misi-penjabaran dari Visi; Tujuan; Sasaran yang didukung dengan strategi, kebijakan dan alokasi pendanaannya, dalam membuat baju diperlukan desain, kain, benang, kancing dan ornamen lainnya.

Untuk mengimplementasikan Renstra, suatu organisasi perlu menetapkan indikator kinerja yang berorientasi outcome sebagai alat untuk mengukur capaian kinerja yang direncanakan. Kualitas indikator kinerja akan mempengaruhi capaian kinerja dari organisasi itu sendiri. Penilaian berhasil atau tidaknya pelaksanaan kegiatan/

Kinerja mirip-mirip dengan baju. Kalau ukuranya tidak tepat, pasti tidak enak dan tidak pede memakainya.

program/kebijakan, dilakukan pengukuran kinerja dengan membandingkan kinerja aktual dengan rencana atau target; dan membandingkan kinerja aktual dengan tahun-tahun sebelumnya. Disamping itu, kinerja juga harus memenuhi kriteria SMART: Specific (spesifik); Measurable (dapat diukur); Attainable (dapat dicapai); Relevance (relevan) dan Timebound.

Dalam lampiran Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. PER/20/MENPAN/11/2008 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan IKU Kementerian/Lembaga, tertulis:

“Jika kita tidak dapat mengukur apakah kegiatan dan program kita berhasil

atau kinerja kita bagus, maka kita tidak memahami kegiatan atau program kita sendiri. Jika kita tidak paham/mengerti, maka kita tidak bisa mengendalikannya. Jika kita tidak bisa mengendalikannya, maka kita tidak bisa memperbaikinya. Lebih lanjut, jika kita tidak dapat mendemonstrasikan hasil dan kinerja kita, kita tidak dapat berkomunikasi dengan para stakeholders kita secara baik. Kita tidak dapat menjelaskan nilai yang dapat diciptakan dari uang rakyat yang dibelanjakan.

Dan kemudian, menyangkut hal-hal yang lebih rinci lagi, jika kita tidak mengukur kinerja dan hasil kita, maka kita tidak bisa membedakan apakah kita berhasil atau gagal. Kita tidak bisa belajar darinya. Kita

tidak bisa menghargai keberhasilan dan mempertahankan keberhasilan, dan bahkan mungkin memberikan penghargaan kepada kegagalan, dan mungkin lebih parah lagi mengulangi kesalahan yang sama berkali-kali dan memboroskan sumber daya”.

Baju Kinerja Kementerian Luar Negeri

Kementerian Luar Negeri sebagai salah satu instansi pemerintah, diwajibkan untuk mempertanggungjawaban kinerjanya baik kepada Presiden ataupun masyarakat. Pertanggungjawaban ini diwujudkan melalui Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP), yang meng-

gambarkan realisasi capaian kinerja dan penggunaan alokasi anggaran untuk satu tahun anggaran. LAKIP akan dinilai oleh Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan dan RB), yang hasilnya diumumkan secara terbuka.

Penghargaan atas capaian akun ta bi-litas kinerja terbaik bagi instansi pemerintah pusat dan pemerintah provinsi tahun 2012 disampaikan oleh Wakil Presiden Boediono pada tanggal 5 Desember 2012 lalu di Jakarta. Penilaian yang dilakukan terhadap 81 Kementerian/Lembaga (K/L) serta 33 provinsi, melaporkan bahwa 3 K/L mem per-oleh nilai A; 26 K/L meraih nilai B; 48 K/L mencapai nilai CC; 4 K/L mendapat nilai D.

Hasil evaluasi atas capaian akuntabilitas kinerja K/L tahun 2012 memposisikan Kemlu pada kategori predikat CC (cukup baik) dengan nilai 59.95. Predikat ini telah mewarnai capaian akuntabilitas kinerja Kemlu sejak tahun 2007. Hasil evaluasi penilaian kinerja Kemlu tercatat sebagai berikut:

Berdasarkan tabel diatas, terdapat peningkatan penilaian kinerja Kemlu pada kurun waktu 2007-2012 meskipun belum signifikan terhadap capaian akuntabilitas kinerja Kemlu. Adapun pengategorisasian predikat penilaian kinerja tersebut di-sajikan dalam tabel di bawah ini:

Sebagai upaya untuk memperbaiki capaian kinerja dan dalam rangka pelaksanaan Reformasi Birokrasi di Kemlu, telah dilakukan revisi atas indikator kinerja Kemlu. Revisi ini dimaksudkan agar realisasi capaian kinerja Kemlu dapat terukur dengan baik sesuai kriteria SMART, yang pada akhirnya dapat menjadi dasar bagi pemberian tunjangan kinerja masing-masing pegawai.

Semoga saja tahun ini, Kemlu bisa naik kelas.

Nelvy Meilia Syah

Mengukur-ukur Baju Kinerja lAPORAN uTAmA

MARET 2013 MARET 2013

M. A

ji Sur

yA

Page 9: Salam QuAs

16 17

Suatu sore bakda isya di awal Nopember 2012, Kementerian Luar Negeri terlihat lengang. Para pegawai sudah pulang ke rumah untuk aktivitas keluarga. Mobil

di basement satu dan dua, boleh dibilang hanya menyisakan beberapa kendaraan saja. Maklumlah, listrik sudah padam dan lift tinggal satu biji yang bisa digunakan. Semua rupanya merujuk pada asas efisiensi dan efektifitas kerja.

Anehnya, salah satu ruangan di lantai 12 masih terlihat gaduh. Semua staf masih komplit. Tidak ada canda dan tawa. Keseriusan terpancar di wajah-wajah para PNS baik yang senior maupun yang junior. Kletak kletik tut komputer serta deru mesin foto copy nyaring terdengar. Bahkan Dirjen Informasi dan Diplomasi Publik (IDP) yang berperawakan atletis itu mondar-mandir mengencek kesiapan. Mereka sudah lupa tentang jam kerja. Intip punya intip, ternyata mereka sedang mempersiapkan perhelatan akbar: Bali Demokrasi Forum V (BDF V).

Maklumlah, perhelatan BDF yang diselenggarakan setiap tahun semakin menunjukkan tajinya menuju forum kelas dunia yang bergengsi. Bukan tak mungkin forum ini suatu ketika naik kelas hingga setara dengan forum tahunan bergengsi lainnya yang bersifat global seperti Davos Economic Forum. Wajar jika Menlu Marty Natalagewa dalam pidato laporannya pada acara Pembukaan BDV V di Bali November 2012 menegaskan “Saya dengan bangga melaporkan bahwa forum ini semakin terkemuka yang dicerminkan dari tingkat partisipasi sejumlah negara,” ujarnya optimis.

Penilaian ini bukan isapan jempol belaka apalagi mimpi di siang bolong. Sejak dibesut pertama kali oleh Kementerian Luar Negeri pada tahun 2008, BDF semakin diminati berbagai kalangan dari berbagai bangsa. Dari tahun ke tahun sejak BDF I, jumlah negara dan organisasi peserta terus meningkat dengan ragam politik dan budaya yang semakin kaya.

Bali democracy Forum Yang MenduniaBali Democracy Forum (BDF) bukan untuk mencari sensasi apalagi gengsi. Kegiatan akbar itu bermaksud memastikan bahwa demokrasi bukan hanya milik bangsa yang berdasi. Inilah salah satu kegiatan Kemlu yang dinilai berprestasi (berkinerja).

lAPORAN uTAmA

MARET 2013 MARET 2013

Page 10: Salam QuAs

18 19

Pada awal kelahirannya, BDF hanya dihadiri oleh 4 (empat) kepala negara, dari 32 negara dan 8 peninjau. Pada perhelatan terakhir, BDF V 2012, dibanjiri 11 kepala negara/pemerintahan plus 1.243 delegasi dari 83 negara dan 4 (empat)organisasi internasional.

Jelas, kepala negara dan para delegasi itu datang ke Bali tidak terkait dengan pasir putih dan sinar matahari di pantai Kuta. Mereka berbondong-bondong datang ke Bali setiap tahun untuk membahas isu demokrasi, yang konon sangat menentukan hitam-putihnya peradaban dan kesejahteran suatu bangsa.

Di dalam BDF para kepala negara/pemerintahan dan tokoh lain dari berbagai negara bertukar pikiran, pengalaman, dan gagasan agar demokrasi semakin kaya. Hal itu sebagaimana ditegaskan oleh Presiden SBY di sela-sela penyelenggaraan BDF V di Bali, November 2012, bahwa “Setiap negara, setiap peradaban punya akar demokrasi yang berbeda-beda. Inilah yang menjadikan demokrasi semakin kaya.”

Melalui BDF, tentu bukan dimaksud-kan untuk berpretensi bahwa demokrasi Indonesia telah sempurna dan dapat mengajari negara lain. Tapi dapat diyakini bahwa melalui keterbukaan terhadap dialog

internasional seperti BDF setidaknya pemerintah dan masyarakat semakin memahami arti penting demokrasi bagi pembangunan nasional dan dalam hubungan antar bangsa.

Dalam pandangan kemlu, jika akhirnya Indonesia ingin berperan lebih dalam hal mempromosikan demokrasi pada tingkat regional bahkan dunia justru

karena menyadari bahwa membangun demokrasi pada tingkat nasional dan internasional tidak mudah. Hal ini disebabkan karena setiap bangsa dan negara memiliki karakteristik dan kesulitan masing-masing.

Perbedaan karakteristik dan kesulitan ini jika tidak dijembatani melalui sikap saling pengertian dan kerjasama berpotensi

menimbulkan konflik. “Melalui BDF semua peserta dari berbagai negara dengan latar belakang politik dan budaya berbeda dapat berbicara dan bertukar pikiran tentang demokrasi demi terwujudnya arsitektur demokrasi kawasan,” tegas Muhammad Fachir, Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik di sela-sela penyelenggaraan BDF V.

Soal ketokohan Indonesia pada forum internasional sulit terbantahkan. Faktanya Indonesia memiliki rekam jejak diplomasi yang diakui cukup kontributif terhadap pembangunan tata dunia yang lebih damai, aman dan sejahtera. Melalui GNB, Indonesia selalu berada di garis depan dalam memperjuangkan nilai-nilai anti imperialisme dan kolonialisme. Melalui PBB, tak terbilang berapa kali dan dalam berapa hal Indonesia berada pada garis pertama pembentukan standar dan norma internasional.Melalui ASEAN, Indonesia telah menunjukkan tajinya sebagai negara pelopor dalam meperjuangkan perdamaian, keamanan, dan kesejahteraan di kawasan ASEAN dan Asia Pasifik.

Dahulu dikecam sekarang dipuji, itulah demokrasi Indonesia. Tak kepalang, pujian itu mengalir ke Indonesia justru dari negara-negara yang dahulu mengecamnya. Indonesia tidak hanya dianggap mampu mengembangkan demokrasi di dalam negeri, tetapi dihargai pula sebagai promotor demokrasi di kawasan.

Bukan karena Barack Obama memiliki ikatan pribadi dengan tanah Indonesia lantas menyanjung peralihan Indonesia dari sistem oteriter menuju sistim demokrasi. Demikian pula bukan karena Inggris mendapatkan proyek besar bernilai

triliunan rupiah di Indonesia serta merta PM Inggris David Cameroon memuji bahwa Indonesia telah melalui perjalanan yang luar biasa dari negara diktaktor menuju negara demokratis.

Sebagai pengusung demokrasi, Barat tidak mudah menyampaikan pujian mengenai kondisi demokrasi suatu negara apalagi negara yang memiliki elemen Islam sangat besar. Dalam hal Indonesia, elemen Islam justru menambah bobot penilaian terhadap demokrasi Indonesia. Dalam pidatonya di kampus Al-Azhar disela-sela kunjungannnya ke Indonesia, April 2012, PM David Cameron menyatakan “What Indonesia shows is that in the world’s largest Muslim-majority country, it is possible to reject this extremist threat and prove that

democracy and Islam can flourish alongside each other,”.

Terus bertambahnya jumlah negara dan jumlah kepala negara/pemerintahan yang berpartisipasi pada BDF hingga 83 negara pada BDF V tentu merupakan bukti pengakuan atas legacy Indonesia di bidang demokrasi. Tetapi, bekumpulnya para pemimpin negara yang memiliki perbedaan kutub politik dan nilai budaya yang berbeda bahkan diantaranya cukup tajam pada satu podium pada BDF V merupakan keistimewaan tersendiri bagi Indonesia. Ahmadinejad tidak mencela, Julian Gillard tidak walk out telah menjadikan Bali semakin terasa Indah bersamanya.

Itulah Indonesia yang dalam rekam jejak polugri dan diplomasinya sarat dengan peran yang inovatif dan rekonsiliatif dalam mengangkat isu-isu global. Tepat kiranya, jika Presiden Ahmadinejad dalam pidatonya pada BDF V menyatakan “Dalam lima tahun terakhir, BDF telah mengikuti jalur positif dan saya harap akan dapat menciptakan keharmonisan antar negara di seluruh dunia.”

BDF yang mendunia tidak lepas dari peran para PNS diplomat di Jalan Taman Pejambon 6. Mereka yang cawe-cawe pada BDF sadar betul telah diamanatkan bahwa apa yang terbaik dari perkembangan dunia harus bermanfaat bagi Indonesia dan sebaliknya apa yang terbaik di Indonesia harus bermanfaat bagi dunia. Itulah intermestic. BDF bukan pencitraan tetapi citra orisinil dari prestasi nyata Indonesia untuk perdamaian dan kesejahteraan bangsa Indonesia dan dunia.

Dodo Sudradjat

lAPORAN uTAmA

MARET 2013 MARET 2013

Page 11: Salam QuAs

20 21

Waktu menunjukkan pukul 14.00 siang. Setelah menunggu selama 30 menit, akhirnya Pimred QuAs, M. Aji Surya

beserta staf redaksi Budi Akmal Djafar dibantu Margaretta Puspita dipersilakan masuk ke dalam ruangan Irjen Kemlu, Sugeng Rahardjo, yang penuh tumpukan map warna merah. Di sore yang cerah itu, mantan Duta Besar RI di Afsel yang sudah mengabdi kepada negara selama lebih dari 30 tahun ini meluangkan waktunya untuk berdialog mengenai kinerja Kemlu. “Ayo masuk. Sudah lama tidak ngobrol sama kalian,” ujarnya dengan senyumnya yang khas saat QuAs muncul di pintu. Walaupun mengaku sedang terserang flu namun bapak berpenampilan sederhana ini tetap semangat menjawab aneka pertanyaan yang kadang cukup tajam.

Banyak pejabat Kemlu yang mengklaim bahwa capaian kinerja kita luar biasa dan mendunia. Tapi mengapa evaluasi akuntabilitas kinerja Kemlu selama beberapa tahun nangkring di “CC”, alias hanya cukup?

Bukan hanya mengklaim, kita memang hebat, kok. Namun yang sulit itu membuktikan kehebatan itu. Kita memang masih membutuhkan beberapa perubahan dan perbaikan.

Pertama,dengan penerapan Anggaran Berbasis Kinerja, seharusnya mind set semua pejabat Kemlu juga ikut berubah. Kalau kinerja kita betul-betul mau diakui pihak lain, kita harus menyadari pentingnya keterkaitan proses perencanaan, pelaksanaan, pertanggung jawaban dan evaluasi. Nah, dalam prakteknya, perencanaan biasanya diserahkan kepada junior yang kemudian hanya mengikuti pakem tahun lalu. Padahal seharusnya disesuaikan dengan target capaian tahun ini dan mencerminkan tindak lanjut capaian tahun lalu.

Kemudian yang kedua, rendahnya evaluasi mengenai apa yang sudah kita lakukan membuat capaian kinerja kita susah diukur. Ini merupakan kelemahan kita

bersama, dan dibutuhkan perubahan mind set bersama.

Memulai selalu sulit. Perbaikan Kemlu harus dimulai dari mana?

Jujur saja, saya rasa RENSTRA Kemlu harus kita review kembali apakah sudah sesuai dengan target capaian kita, dan apakah sudah menjawab RPJMN. Kemudian dilihat juga apakah RENSTRA tersebut sudah diacu oleh RENSTRA Satker dan Perwakilan? Keterkaitan RENSTRA ini penting untuk mendukung pencapaian visi dan misi Kemlu.

Berarti pengetahuan manajemen juga penting, bukan melulu mengedepankan urusan substansi.

(Tersenyum). Substansi penting. Tetapi substansi saja bukan berarti pencapaian. Banyak teman-teman kita di Kemlu ini yang merasa apabila sudah melakukan sesuatu yang substansi berarti itu sudah merupakan capaian. Seharusnya SDM di Kemlu ini menyadari bahwa proses manajemen dari perencanaan hingga evaluasi merupakan hal yang penting bagi capaian kinerja.

Tanpa proses administrasi dan manajemen, sebuah kegiatan substansi tidak akan berjalan dengan mulus dan tentunya tidak akan mencapai target yang diinginkan. Tanpa pemetaan sumber dana, asset kendaraan, penempatan SDM, sebuah aktivitas substansi tidak dapat berjalan dengan baik. Ya kan?

Saya beri contoh. Masih banyak perwakilan yang antara RENSTRA, RKT, RKAKL, LAKIP, SAKIP nya tidak ada yang nyambung satu sama lain sehingga untuk mengukur baik atau tidaknya kinerja perwakilan tersebut, mendukung atau tidaknya dengan visi misi Kemlu sangat sulit. Ini yang harus kita perbaiki kedepannya.

Maksudnya, ada pimpinan di Kemlu belum concern tentang hal ini?

Substansi Tanpa Manajemen Tak Akan BerkinerjaInspektur Jenderal Sugeng Raharjo

BINCANG-BINCANG

MARET 2013 MARET 2013

M. A

ji Sur

yA

Page 12: Salam QuAs

22 23

Kalau di pusat, terus terang, hal ini sudah menjadi perhatian dari Bapak Menlu dan para pimpinan Kemlu lainnya. Tetapi mungkin yang masih kurang adalah perhatian dari para pimpinan perwakilan RI. Padahal nanti ketika sistem reward and punishment diberlakukan, bisa jadi akan lebih banyak yang di-punish kalau tidak concern soal manajemen. Sekali lagi disini, mind set kita harus dirubah. Para pimpinan perwakilan RI sudah seharusnya menyadari tanggung jawabnya untuk mengajak seluruh stafnya dalam proses perencanaan.

Misalnya DIPA. Itu kan, seharusnya tidak mudah diganti begitu saja, harus selaras dengan usulan Kepala Perwakilan sebelumnya. Selain itu harus dicermati juga apakah DIPA sudah sesuai dengan perencanaan kegiatan perwakilan untuk mencapai suatu target. Sekali lagi, setiap kegiatan yang akan dilakukan perwakilan harus tepat sasaran, butuh perencanaan yang matang. Jadi penggunaan DIPA tersebut efektif dan efisien.

Suatu perwakilan dalam aktivitas substansinya, sidang multilateral misalnya, perencanaan sangat penting dalam

menentukan pihak-pihak mana saja yang harus didekati. Dan itu harus diruntun ber dasarkan skala prioritas. Apakah parlemennya dulu, kemudian kalau sudah ber hasil baru mendekati NGO, lalu ke civil societies, dan lainnya. Kemudian harus dibuat capaian yang terukur, misalnya dalam sidang tidak akan ada pihak yang me nying-gung isu mengenai kepentingan nasional.

Sebenarnya, apakah nilai “CC” berdampak pandangan masyarakat terhadap Kemlu?

Ya. Tapi justru yang agak aneh adalah laporan keuangannya sudah WTP, tapi kinerjanya masih CC. Itu yang harus diperhatikan, kan ngga lucu tho. Kalo laporan keuangannya WTP, seharusnya nilai kinerjanya A. Ini semua memberi arti, secara pengunaan anggaran sudah efisien tetapi pencapaian kinerja belum baik.

Nah, tentu ini menjadi PR kita semua agar semua pejabat Kemlu bisa ikut concern. Bapak Menlu saja concern, masa kita ngga bisa melakukan sesuatu. Jadi, apa yang lalu kita lakukan masih belum benar, mari kita perbaiki dari sekarang.

Kemlu tahun ini menargetkan naik ke kelas “B”. Perkiraannya bagaimana, mengingat sekarang semua masih berada di awal tahun.

Saya optimis kita bisa. Secara teknis, kita bisa melakukan adjustment agar kegiatan yang kita telah lakukan dapat terefleksi dengan baik dalam laporan yang kita susun bersama. Kita bisa ambil satu contoh, misalnya Indikator Kinerja Utama (IKU). Kita punya banyak IKU untuk berbagai macam kegiatan. Nah ini sebenarnya tidak perlu. Sebaiknya cukup dua atau tiga IKU untuk mereprentasikan kegiatan kita secara menyeluruh. Jadi tidak usah kita memperbanyak IKU untuk mengukur kinerja.

Selain itu, Satker terkait di Kemlu juga bisa mulai membuat manual kerja yang mudah dimengerti. Kita di Inspektorat Jenderal sudah memulai memberikan buku pedoman yang simpel dan gampang diikuti oleh siapa pun.

Sedikit soal yang lain. Banyak pejabat Kemlu yang juga merasa bahwa mereka clean, jauh lebih bersih dari yang lain. Tapi, dari tahun ke tahun Kemlu didera dengan urusan pengadilan yang terkait dengan korupsi. Fenomena apa ini?

Harus kita akui bahwa ada dua kelemahan di Kemlu. Yang pertama adalah kelemahan manajemen Satker dan, yang kedua, kelemahan sistem pengawasan. Dulu, Inspektorat Jenderal bergerak sebagai watchdog atau lebih tepat lagi seperti pemadam kebakaran. Kalo ada masalah baru kita mengambil tindakan. Ini permasalahannya. Kita harus, dan sudah mulai, mengubah pola pikir yang seperti itu.

Inspektorat Jenderal harus berperan aktif dan terus mengingatkan semua jajaran Kemlu mengenai peraturan-peraturan yang berlaku. Misalnya, kita sudah mulai memberikan early warning dalam segala bentuk. Mulai dalam bentuk penerbitan buku pedoman, majalah, bahkan segala perbantuan yang bersifat pendampingan dari mulai perencanaan sampai dengan tahap evaluasi.

Tapi, itu pun masih tidak cukup. Teman-teman di satker harus juga menjadi alat kontrol. Ini semua agar, permasalahan dapat diditeksi sedini mungkin sebelum menjadi permasalahan yang besar. Oleh

karenanya, kita telah mengembangkan konsep SPIP sebagai alat kontrol di masing-masing satker.

Perbaikan seperti apa yang telah dilakukan oleh Kemlu sejauh ini?

Sebenarnya banyak perbaikan yang telah kita lakukan di Kemlu tapi, sayangya, kurang terekspos. Coba saja kita ambil contoh soal penyusunan laporan keuangan dengan seluruh perwakilan kita di luar negeri menggunakan video conference. Ini bukan metode komunikasi yang baru tetapi dengan diterapkannya sistem pelaporan secara real time kita sudah bisa menghemat begitu banyak dana; dari yang dulunya sebesar 3 milyar rupiah kini hanya kisaran 100 juta rupiah. Ini bukan saja mengenai penghematan dana, tetapi kita juga secara tidak langsung meminimalisir terjadinya penyimpangan-penyimpangan.

Dengan langkah tersebut, optimis dong Kemlu terus bisa menjadi lebih baik dan lebih baik.

Saya yakin kita bisa meminimalisir korupsi di Kemlu asal kita konsisten dan tidak berpuas diri atas perbaikan. Kita harus berani mengkritik diri sendiri. Kalo kita semua bisa menerapkan prinsip itu dari tingkat pimpinan tertinggi maupun mereka yang baru menjajaki karir maka saya yakin budaya kerja yang baik juga akan terbentuk.

Adakah pesan-pesan bagi para diplomat muda?

Bagi diplomat muda yang baru menjajaki karir di Kemlu, saya sarankan agar selalu mempersiapkan diri sebelum melangkah. Pelajari semua permasalahan yang ada. Jangan merasa kecil hati mengenai tugas pekerjaan yang bersifat manajemen atau yang bukan bersifat substansi. Karena ini adalah bagian dari diplomasi. Saya juga ingin menyarankan agar pada para diplomat untuk sering-sering berdiskusi dan berbagi pengalaman dengan yang lain. Jangan berfikir untung-rugi dengan pengetahuan.

Dari sejak dini, mungkin dari awal pendidikan Sekdilu, harus sudah dibiasakan menanamkan pentingnya sistem manajemen yang baik; tidak semata-mata diselimuti hanya dengan substansi. Tanpa perenencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi yang baik, maka substansi pun tidak akan tercapai.

M. Aji Surya

BINCANG-BINCANG

MARET 2013 MARET 2013

M. A

ji Sur

yA

Page 13: Salam QuAs

24 25

daripada jadi koruptor, lebih Baik Tidak Tersohor

katanya merupakan orang-orang terbaik; dengan proses rekrutmen yang begitu mendalam maka wajar apabila persepsi masyarakat terhadap pegawai Kemlu cenderung berlebihan.

Nah, justru pandangan seperti ini yang sebenarnya menjadi beban besar. Kemlu yang bersih dimulai dari perilaku orang-orangnya. Seperti cermin, kalo kurang dipelihara maka cahayapun tak akan terpantul dan kejernihannya lama kelamaan bisa menjadi pudar.

Karena adanya ekspektasi publik yang tinggi terhadap pejabat dan instansi Kemlu secara keseluruhan, maka segala kasus penyimpangan yang terjadi, sekecil dan sesederhana apapun, berpotensi menjadi sorotan media. Sebenarnya ada beberapa alasan yang kuat mengapa gejala-gejala korupsi di Kemlu akan selalu menjadi berita panas.

Di mata publik, opini terhadap kompetensi dan profesionalisme pejabat kemlu – di dalam maupun di luar negeri bisa dibilang melebihi rata-rata (fakta patut

tersangka kasus korupsi tahun lalu. Angka yang cukup luar biasa. Dibandingkan tahun sebelumnya, jumlah pejabat yang terjerat korupsi naik tiga kali lipat.

Yang lebih menakjubkan lagi, sebanyak 285 kasus korupsi di Indonesia telah merugikan anggaran negara sebesar 1,22 triliun rupiah. Dana yang semestinya bisa sangat bermanfaat bagi kemaslahatan umat; seperti penambahan seribu unit Busway di DKI Jakarta, membangun lebih dari empat ribu gedung sekolah di seluruh pelosok negeri, melakukan AC-nisasi Kereta Api Kelas Ekonomi se-Indonesia, dan banyak lagi proyek yang bisa mendukung pembangunan nasional.

Secara moral, korupsi tidak bisa dibenarkan. Karena korupsi adalah tindakan yang secara langsung merugikan rakyat dan merupakan tindakan yang menyelewengkan wewenang atau kekuasaan semata-mata untuk keuntungan pribadi (dan kelompok). Korupsi dalam bentuk apapun akan selalu merugikan masyarakat. Bentuk kerugian yang tentunya tidak semerta-merta selalu dalam bentuk finansial tetapi juga berupa akses atau kesempatan yang seharusnya dapat dinikmati masyarakat umum.

Lebih dalam lagi, apakah tindakan korupsi bisa dikarakteristikan? Dengan kata lain, apakah korupsi Rp. 1000 menjadi lebih ringan dan bisa diterima dibandingkan tindakan korupsi senilai Rp. 1 milyar? Lantas apakah korupsi bisa juga tergantung pada tempat terjadinya?

Say No Korupsi Kemlu

Tentunya bagi pegawai di lingkungan Kementerian Luar Negeri, kasus korupsi bukanlah fenomena yang ajaib walaupun institusi bergengsi ini pernah dipandang sebagai instansi yang bersih dan profesional. Apalagi seorang diplomat yang konon

Ko-rup-si. Tiga suku kata yang tidak lagi asing dalam kehidupan sosial politik Indonesia. Ibarat selebriti, sosok yang terjerat korupsi

pun turut membuat sensasi hingga makin populer di berbagai generasi. Bahkan anak-anak sekolah pun sudah menjadi sangat familiar dengan proses pengadilan para koruptor.

Alhasil, kasus-kasus korupsi di Indonesia nampak seperti rebutan rating televisi dengan sinetron lokal yang ditunggu-tunggu penonton setianya. Tak terkecuali ibu-ibu rumah tangga yang haus hiburan bernuansa drama. Para pengemar tidak sabar menunggu sambungan episode berikutnya sambil antusias menebak-nebak di dalam benak; “kira-kira siapa lagi yah yang namanya akan ikut disebut-sebut dalam penyelidikan?

Tak peduli besar atau kecil, intinya kasus-kasus tersebut sesakan-akan merupakan satu kesatuan atau ibaratnya benang korupsi yang tak terputus. Mungkin asumsi seperti itu terlalu berlebihan. Tetapi di sisi lain, bagaimana bisa berbagai tokoh terlibat dalam komplotan korupsi yang sedemikian terstruktur?

Bagi sebagian besar masyarakat kita, pembongkaran kasus-kasus korupsi adalah suatu kepuasan untuk melihat sang tokoh dan pejabat pemerintah divonis pidana, bukan hanya kepuasan dalam konteks pembongkaran melalui news headlines, tetapi kepuasan dalam konteks kemenangan. Apalagi saat itu dilakukan dengan metode “ketangkep basah.” Jelas, terbongkarnya kasus korupsi serta tuntutan bagi mereka yang terpidana merupakan bentuk keadilan dalam sistem demokrasi yang seringkali dicap, “kebablasan.”

Bayangkan saja, Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) berhasil menetapkan 597

diuji). Sehingga menjadi wajar apabila masyarakat melihat para diplomat, apalagi Duta Besar (Dubes) Indonesia di luar negeri diagungkan sebagai wakil kepala negara. Konsekuensinya, tuntutan bagi Dubes untuk menegakkan kebenaran, kejujuran, dan keterbukaan juga semakin tinggi .

Kondisi tugas dan fungsi Kemlu yang jarang terlibat proyek (proses deal making) dengan instansi atau wirausaha terkait lainnya, sebenarnya menguntungkan karena tidak mudah dikategorikan sebagai sebagai instansi yang riskan tindakan korupsi. Meskipun demikian, celah untuk korupsi tidak mengenal batas maupun profesi. Sepanjang itu bisa dimanfaatkan orang tanpa adanya check and balance terhadap instansi atau aparatur pemerintah maka korupsi bisa menjamur dengan mudah.

Kasus korupsi di Kemlu dijamin seksi. Kasus korupsi yang dilansir oleh media masa terus menjadi perhatian publik, walaupun jumlahnya tidak seberapa. Dan akhir-akhir ini juga muncul kasus-kasus

Korupsi terus merangsek ke semua lini kehidupan dan melibatkan banyak aktor. Kemlu sendiri juga kadang ikut meramaikan kisah sedih drama ini. Meski bisa seperti selebriti, namun sudah saatnya bilang No MORE.

yang bersifat mismanagement dari kegiatan dan pelaksanaan tugas kementerian yang kurang efisien dan tidak terukur sehingga mengakibatkan kerugian negara. Inilah repeated problems yang sebenarnya dapat dihindari sejak awal.

Apapun itu yang namanya korupsi, manakala sudah terungkap maka menjadi bencana bagi siapapun. Tidak hanya mengena pejabatnya saja tetapi meruntuhkan martabat dan harga diri institusinya. Kemlu yang beberapa kali terkena puting beliung korupsi menjadi babak belur dibuatnya. Selain selalu melelahkan dalam mengikuti persidangan dan pemberitaan media, damage control yang harus dilakukan bisa dipastikan akan memakan waktu dan energi yang sangat banyak. Mereka yang tetap melakukan korupsi sangat mengabaikan visi pimpinan Kemlu yang menerapkan zero tolerance pada korupsi.

Sudah barang tentu, terutama para pegawai yang baru saja merintis karir diplomatnya, sebaiknya tidak menggangap bahwa kekebalan hukum akan selalu

berlaku (dalam kaitannya dengan tindakan korupsi). Sesuai dengan Konvensi Wina, kekebalan bagi pejabat diplomat luar negeri hanya sebatas fungsinya dalam melindungi dan menjalani tugas diplomasi saat berada di negara akreditasi. Dari segi kepatuhan peraturan dan administrasi, baik di luar maupun di dalam negeri, kekebalan hukum tidak berlaku. Jadi, akan sangat baik bagi seluruh diplomat dan pegawai Kemlu untuk membiasakan diri membentuk mentalitas yang taat hukum dan pola pikir yang terbuka agar tercipta lingkungan kerja yang transparan dan akuntabel.

Ada baiknya setiap staf merenungkan makna dan konsekuensi dari tindakan korupsi di lingkungan kerja. Hal ini menjadi sangat penting mengingat Kemlu masih dipandang lumayan “bersih” (dari korupsi) dimata masyarakat. Sudah kewajiban pegawai Kemlu untuk secara bersama-sama menjaga nama baik instansi dan menyelamatkannya dari penilaian yang negatif.

Budi Akmal Djafar

FAKTA

MARET 2013 MARET 2013

Page 14: Salam QuAs

26 27

Itjen With The Human Face

“KBRI Moskow tidak punya ke khawatiran saat menerima informasi akan diaudit di akhir 2012. Dari sisi substansi misalnya, kita memang memiliki 9 program unggulan yang

terkait dengan UKP4 dan coverage media yang sangat menonjol. Adapun soal administrasi saya kira waktu itu kita cukup percaya diri. Ternyata, dugaan itu benar. Hasil audit Itjen lumayan bagus. Artinya banyak poin-poin positif meski ada saja yang harus mendapatkan perhatian untuk perbaikannya. Sesuatu yang lumrah namun perlu mendapat atensi.

Yang saya catat, Itjen datang tidak mencari-cari kesalahan, tetapi lebih pada pembinaan dan pengawalan. Itu semua ditunjukkan dalam proses audit yang dilakukan beberapa

hari. Saya tidak tahu apakah itu karena file kita cukup rapi sehingga komunikasi menjadi lebih lancar? Entahlah. Namun yang saya rasakan, Itjen yang datang ke kami adalah Itjen with the human face dan professional. KBRI Moskow merasa seolah tidak diperiksa (audit –red).

Karenanya, pada saat exit briefing, saya justru mengucapkan terima kasih. Itjen telah memberitahukan secara baik mana yang sudah sesuai dan mana yang masih perlu diperbaiki sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Ya malah seperti bimbingan belajar saja. Komunikasi tanpa beban. Beberapa hal perlu segera diselesaikan dan menjadi pelajaran berharga buat kita di KBRI.

Semua itu menunjukkan bahwa Itjen berkerja secara professional dengan SDM yang mampu mengendus hal-hal yang belum sesuai aturan dan ketentuan, sekaligus memberikan

solusi.”

CElOTEH AuDITI

Tidak Mencari-Cari Kesalahan

“Inspektorat Jenderal Kemlu bukanlah institusi yang suka mencari-cari kesalahan, melainkan bekerja untuk memperbaiki kekurangan yang satker lakukan. Itjen saat ini memiliki paradigma baru yakni

pembinaan dan pendampingan bagi setiap satker. Itulah sekelumit spirit Itjen yang saya rasakan.Karenanya, kami sebagai satker yang diperiksa juga tidak perlu menutup-nutupi kekurangan atau

kesalahan. Apalagi memang karena kami tidak pernah berniat untuk melakukan penyelewengan, jadi tidak ada yang harus diharahasiakan.

Disisi lain dalam catatan saya, antara Itjen sebagai auditor dengan pihak auditi selayaknya memiliki jalinan komunikasi yang baik, serta jangan ada pihak yang merasa terintimidasi. Selalu mengedepankan silang pengecekan. Tidak cukup hanya percaya dari satu sumber lalu mengambil kesimpulan. Kuesioner tentang kinerja auditor yang harus kami tanggapi di akhir proses pemeriksaan merupakan hal yang bagus yang menunjukkan bahwa Itjen ingin menjalin two-way communication dan memperbaiki diri menjadi lebih baik lagi.

Saya mengerti bahwa tugas auditor sangatlah berat. Dibutuhkan skill dan pemahaman yang baik akan tusi tiap-tiap satker yang sangat beragam. Untuk itu saya berharap agar para auditor dapat terus-menerus mengembangkan diri. Di sisi lain dipandang perlu adanya suatu standar prosedur atau buku panduan untuk auditi. Hal ini dapat membuat auditi mengerti lebih dalam akan proses pemeriksaaan serta mengetahui lebih dini akan apa saja yang perlu kami persiapkan. Informasi yang lengkap terkait prosedur pemeriksaan akan mempermudah kerja auditor.

Dengan adanya auditor yang kompeten dan didukung komunikasi yang baik, maka saya yakin Itjen akan dapat menunjukkan kinerja yang prima dan dapat impresi yang baik di mata semua orang. Jangan sampai, kesan menakutkan yang dahulu pernah melekat pada Itjen muncul kembali.

Terakhir, saya ucapkan selamat atas terbitnya majalah QuAs yang akan menjadi salah satu media komunikasi antara auditor dan auditi. Sukses selalu untuk QuAs.”

M. Aji Surya, Monica

Paradigma Baru Itjen, Utopis?

“Paradigma baru? Ah, jargon doang kalee? Pertanyaan ini demikian melekat dalam benak saya setiap kali mendengar atau membaca istilah “paradigma baru”. Itjen Kemlu termasuk yang ‘terdengar’

mengusung istilah ini. Saya yakin semua satuan kerja menanti langkah nyata beyond the jargon.Sebagai Kepala Kanselerai baru di KBRI Paris, saya selalu ‘diwanti-diwanti’ staf akan garang

dan ‘jutek’nya pemeriksa Itjen (hmmm...stereotyping... again?). Dalam hatipun saya menunggu apakah paradigma baru ini akan berbanding lurus dengan perubahan signifikan? Saya yakinkan diri saya hal ini akan benar terwujud.

Tak lama kemudian all perwakin menerima “early warning” dari Irjen mengenai berbagai hal yang biasa menjadi ‘temuan’ pemeriksa. A good step!. Tak lama berselang all perwakin menerima

pula Pedoman Pengendalian Anggaran pada Perwakilan RI tahun 2012. Another good step. Pada akhirnya, Voila! Tim Itjen bertugas ke Paris Desember 2012. Seeing is believing. Dan, di pucuk

tahun lalu, Itjen mengeluarkan majalah Kaleidoskop, amazing!.“Kegarangan” dan “ke-jutek-an” Tim Itjen berubah menjadi ke-

ramahan dan persahabatan sebagai mitra, penasehat profesional sekaligus tempat ‘curhat’. Istilah “pemeriksaan” yang menjadi ‘momok’pun dirubah

menjadi “pengawasan dan pengendalian”...fresh spirit...Sedikit catatan pinggir. Penilaian kinerja individu

diplomat secara kuantitatif bukanlah perkara mudah. Tak kalah penting adalah bagaimana

‘rapot’ diplomat ini disikapi lebih lanjut dalam perencanaan karir mereka.

Bravo! Keep the spirit high...”

Bersinergi Bak Sebuah Keluarga

“Semangat yang dimiliki oleh Inspektorat Jenderal dengan Direktorat Perlindungan WNI dan BHI pada dasarnya sama. Tujuan kita satu yaitu bagaimana kita bekerja

sesuai dengan apa yang menjadi kebijakan pimpinan. Namun bisa jadi, cara kita berbeda-beda, gaya yang kita miliki tidak selamanya sama. Kami sebagai pelaksana kebijakan, tentunya menghadapi tantangan-tantangan yang sangat dinamis dimana sebagian besar faktor penentunya justru ada di luar. Untuk itu kami dituntut untuk mencari solusi dan melakukan terobosan.

Persoalannya, kami seringkali memiliki keraguan dengan banyaknya peraturan yang secara langsung maupun tidak langsung membelenggu dan tidak jelas. Dalam merambah grey area, pendampingan yang diberikan oleh Itjen sangat kami perlukan. Ketika kami membuat terobosan, mohon dapat dibantu karena semua itu untuk kepentingan nasional.

Kami melihat, dari segi pemeriksaan maka audit Itjen sudah menyentuh aspek kinerja which is good. Pendekatan yang dilakukan oleh Itjen cukup baik, namun harus terus mendapat perbaikan. Komunikasi antara pihak auditor dan auditi haruslah terjalin tanpa hambatan. Check and double check kepada yang berkompenten menjadi sebuah kelaziman. Kedua belah pihak juga selayaknya memiliki pemahaman yang sama akan suatu hal. Kami sebagai auditi juga dituntut untuk terbuka dan transparan sebagai bentuk akuntabilitas yang baik.

Sangat disadari, banyak capaian yang sudah diraih, namun untuk dapat memberikan pelayanan perlindungan WNI dan BHI secara optimal ada hal-hal yang masih harus dibenahi. Maka dari itu, kami sangat mengharapkan semangat dan sinergi untuk membangun bersama sesuai dengan norma dan ketentuan karena bagaimanapun juga kita ini adalah keluarga besar.”

MARET 2013 MARET 2013

Djauhari Oratmangun, Dubes RI Moskow

Tatang Budie Utama Razak, Direktur Perlindungan WNI dan BHI

Tri Tharyat, Kepala Kanselerai KBRI Paris

Siti Nugraha MauludiahDirektur Kerjasama Teknik

Page 15: Salam QuAs

28 29

Hujan deras. 2 Januari 2013, pukul 07.50. Hari itu suasana lobi utama Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) tampak berbeda dari hari-hari biasa.

Bukan karena pegawai baru, seragam baru, atau gedung kantor yang baru. Akan tetapi, fenomena baru yang hampir bisa dipastikan belum pernah terjadi sebelumnya. Nampak para karyawan memadati mesin absensi sidik vena yang terletak di dekat lift. Mereka berbaris, berceloteh dengan cemas, sembari sesekali melirik waktu yang tertera di mesin tersebut. Persis dengan apa yang terjadi pada karyawan-karyawan pabrik. “Buruan dong, udah hampir jam 8 nih,” ujar seorang staf baru berbadan jangkung dengan dasi warna merah menyala.

Kehebohan awal tahun tersebut bukanlah suatu kebetulan. Meningkatnya kedisiplinan kerja para karyawan bermuara pada Nota Dinas Sekjen nomor 04632/KP/12/2012/19/02, tanggal 28 Desember 2012. Nota tersebut berisi informasi mengenai jam kerja yang akan mulai diberlakukan pada tanggal 1 Januari 2013.

Disebutkan, jam kerja efektif selama 5 (lima) hari dalam seminggu adalah 7 jam 30 menit. Senin hingga Kamis pukul 08.00-16.30, dengan waktu istirahat pukul 12.00-13.00. Sedangkan jam kerja pada hari Jumat pukul 08.00-17.00, istirahat pukul 11.30-13.00.

Lalu apa yang membuatnya menjadi istimewa hingga para karyawan bersedia melangkahkan kaki keluar rumah pada pukul 05.00 pagi? Rupanya itu karena rencana remunerasi yang akan diterima Kemenlu pada tahun ini. Mereka tidak berani lagi bermain-main dengan jam kerja. Sayang, jika satu menit kemalasan bisa menguapkan sejumlah rupiah yang seharusnya diterima.

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, remunerasi berarti penghargaan atas jasa atau imbalan. Istilah ini juga dikenal sebagai tunjangan kinerja. Secara sederhana remunerasi dapat dimaknai sebagai penataan kembali sistem pemberian imbalan yang dikaitkan dengan sistem

Sebuah kata tiba-tiba menjadi terkenal di Kemlu. Melambungkan angan-angan. Bisa meningkatkan kinerja. Tapi akankah menjadi kenyataan?

deg-degan Remunerasi

penilaian kinerja. Ini yang membuat remunerasi menjadi istimewa. Tidak akan ada lagi sistem pemerataan gaji atas beban kerja yang berbeda.

Wacana remunerasi dilatarbelakangi oleh kesadaran dan komitmen Pemerintah untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih. Pandangan ini bertolak dari pemahaman bahwa para aparatur negara merupakan bagian dari Pemerintahan. Oleh karena itu, upaya untuk menata dan meningkatkan kesejahteraan para aparatnya adalah kebutuhan yang mendasar. Hal ini sesuai dengan misi reformasi kultural pegawai. Keberadaan struktur penghargaan atau imbalan yang baru (nanti) diharapkan dapat meningkatkan imunitas setiap pegawai terhadap iming-iming materi.

Remunerasi Kementerian/Lembaga (K/L) telah dilaksanakan secara bertahap mulai dari tahun 2007. Pada Sosialisasi Tim Reformasi Birokrasi (RB) Kemenlu yang dilaksanakan di Inspektorat Jenderal pada tanggal 14 Januari 2013, diinformasikan bahwa hingga akhir tahun 2012, total jumlah K/L yang telah menerima remunerasi sebanyak 36. Rencananya jumlah tersebut akan bertambah 23 K/L di tahun 2013, d imana s a l ah satunya adalah Kemenlu. Lalu, sejauh apakah p e r k e m b a n g a n proses remunerasi di Kemenlu?

B e r d a s a r k a n paparannya, Staf Ahli Manajemen Kemenlu, Ibnu Said, saat ini telah dilakukan verifikasi dan validasi lapangan oleh Kementerian

Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen PAN dan RB). Proses tersebut menunjukkan adanya kecenderungan perbaikan dan/atau sebagian besar target yang relevan telah terpenuhi. Sedangkan usulan besaran remunerasi sendiri dapat mencapai angka 55%. Hasil ini mengantarkan Kemenlu pada peringkat 3 besar bersama dengan Kemendag (60%) dan LAPAN (60%). “Kita patut bangga karenanya,” katanya.

Guna menindaklanjuti capaian tersebut tiap-tiap Satuan Kerja telah diminta untuk melakukan evaluasi jabatan. Langkah ini dimaksudkan untuk membobot suatu jabatan dalam rangka menghasilkan nilai jabatan dan kelas jabatan. Nilai dan kelas jabatan merupakan salah satu faktor yang kerap kali diperbincangkan dan menimbulkan keingintahuan di kalangan para karyawan. Hal itu dikarenakan kedua faktor tadi nantinya akan digunakan untuk menentukan besaran tunjangan yang adil dan selaras dengan beban pekerjaan serta tanggung jawab jabatan terkait.

Faktor lain yang kerap menjadi pertanyaan karyawan adalah masalah kedisiplinan. Klasik tetapi tidak akan pernah cukup untuk dibahas. Bermula dari ketentuan jam kerja hingga ketidakhadiran. Sosialisasi yang dilaksanakan oleh Tim RB Kemenlu sangat informatif menjawab keingintahuan para karyawan terkait masalah-masalah kedisiplinan. Dalam kesempatan tersebut dijelaskan secara rinci mulai dari keterlambatan, ketidakhadiran, hingga masalah kompensasi.

Dari penjelasan yang disampaikan, dapat diilustrasikan contoh sederhana sebagai berikut. Amin dan Iman sama-sama bekerja sebagai staf pengadministrasi keuangan dengan pangkat golongan dan masa kerja yang juga sama. Katakanlah seorang administrasi keuangan berada pada kelas jabatan 6, dengan tunjangan kinerja yang diperoleh senilai Rp. 2.095.000. Menggunakan asumsi tersebut (tanpa memperhitungkan faktor lain), seharusnya jumlah take home pay yang diterima tidak berbeda. Namun, tidak demikian pada

praktiknya.Setelah dirunut, ternyata perbedaan

tersebut disebabkan jumlah jam kerja. Dalam satu bulan keduanya pernah absen dari kantor selama 3 hari. Amin absen dikarenakan sakit, sedangkan Iman absen karena harus melakukan perjalanan dinas keluar kota. Menurut paparan Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi, Ibnu Wahyutomo, ketidakhadiran dalam satu hari akan mengurangai jumlah tunjangan kinerja senilai 3%. Dengan demikian jumlah tunjangan kinerja yang diperoleh Amin berkurang Rp. 188.550. “Makanya, seperti waktu sekolah dulu, harus selalu rajin dan tepat waktu,” katanya.

Akan tetapi, berbeda dengan kasus Iman. Meskipun dia absen, tunjangan yang diperoleh senilai Rp. 2.095.000. Ket idakhad i rannya d ika renakan menjalankan tugas yang masih dalam konteks kedinasan. Jadi, Iman tetap berhak mendapatkan tunjangan kinerjanya secara utuh. Dengan catatan, penugasan tersebut diseretai dengan Surat Tugas, Surat Keputusan, atau Nota Dinas dari pimpinan.

Pemahaman terkait masalah kedisiplinan ini memang penting agar hak para karyawan tidak dikurangi karena ketidaktahuan mereka. Namun, remunerasi diwujudkan bukan semata-mata untuk meningkatkan kesejahteraan aparatur negara. Tidak boleh dilupakan bahwa tujuan utama remunerasi atau tunjangan kinerja adalah meningkatkan integritas para apartur negara.

Hal ini yang seringkali kurang diperhatikan. Bukan hanya disiplin

hadir tetapi juga tidak berkinerja dalam pekerjaan. Banyak kasus, setelah memastikan kehadirannya tercatat dalam sistem presensi, karyawan tidak menggunakan jam kerjanya secara efektif. Mereka lebih memilih balik kanan ke arah kantin daripada memastikan tugas terlebih dahulu. Dus, produktifitas menjadi kurang maksimal. “Remunerasi bukan hanya sekedar rajin absen,” demikian diungkapkan oleh Staf Ahli Manajemen Kemenlu.

Untuk mengantisipasi kondisi tersebut, Menteri PAN dan RB berwacana untuk menerapkan sistem balance score card seperti yang telah diterapkan pihak swasta. Dengan demikian, jumlah remunerasi yang nantinya diterima tiap orang dalam satu kelas jabatan dapat bervariasi. Bukan hanya dilihat dari aspek kedisiplinan jam kerja saja tetapi juga performa kerja. Namun, untuk saat ini penerapan sistem tersebut dirasa terlalu dini.

Respon Karyawan

Tanggapan para staf Kemenlu sendiri cukup beragam. Secara garis besar mereka dapat dibedakan dalam dua kelompok. Kelompok pertama merasa sangat antusias menanti remunerasi. Mereka tidak merasa keberatan untuk harus datang pagi walaupun tinggal jauh dari kantor. Mereka juga selalu berusaha untuk tidak terlambat dan tidak pernah absen, sehingga jumlah tunjangan yang diperoleh tidak berkurang. Intinya adalah menebalkan pundi-pundi. “Lumayan banget untuk tambahan tiap bulannya,” kata staf yang tinggal di Jakarta coret.

Kelompok kedua merasa biasa-biasa saja dengan remunerasi. Mereka sangat mengapresiasi laporan-laporan kinerja yang nantinya harus dibuat. Dengan demikian menjadi jelas beban kerja tiap individu. Penekanannya ada pada perbaikan sistem kerja dan budaya kerja. “Kalau datang kerja ya bukan cuma datang pagi jam 08.00 terus nongkrong di kantin sampai jam 10 an. Terus, hilang sewaktu makan siang, balik lagi udah mau jam pulang,” demikian ungkap seorang karyawan.

Lalu, kapan pastinya remunerasi akan kita terima? Jawabannya adalah tergantung. Pendanaan remunerasi pada intinya merupakan efisiensi anggaran. Perjalanan menuju full remunerasi sepertinya masih panjang. Butuh kerja keras, sinergi dan kesabaran. Diatas itu semua, kalau kementerian lain bisa, kenapa Kemenlu tidak bisa?

Ramadhatun K. Nugraheny, M. Aji Surya

ASA

MARET 2013 MARET 2013

Nuke

Page 16: Salam QuAs

30

RAGAm

31

Teriknya matahari di pertengahan bulan di penghujung tahun lalu seakan tidak menyurutkan suasana hati peserta rapat yang hadir pada saat itu. Tidak dapat

dilukiskan dengan pasti apa yang terlintas dalam benak masing-masing, namun yang jelas terlihat adalah tekad bulat untuk memperjuangkan misi yang mulia, yakni pengaktifan gaji dalam negeri bagi pejabat di lingkungan Kemlu dan Duta Besar LBBP saat bertugas pada Perwakilan RI di luar negeri.

Sudah menjadi rahasia umum di Kementerian Luar Negeri, setiap pejabat yang akan bertugas di Perwakilan RI, maka Sub Bagian Gaji menerbitkan Surat Keterangan Pemberhentian Gaji, atau yang sering disebut dengan SKPP. Selanjutnya, yang akan diterima oleh pejabat di Perwakilan RI di luar negeri adalah Tunjangan Penghidupan Luar Negeri atau yang lebih umum dikenal dengan TPLN.

Jelas saja, keluh kesah terdengar disana sini dan harapan pengaktifan gaji dalam negeri mengiringi doa-doa mereka setiap hari.

Gaji adalah hak dasar bagi PNS menerima gaji antara lain tertuang dalam UU No. 8 Tahun 1974 Pasal 7 bahwa setiap PNS berhak memperoleh gaji yang layak sesuai dengan pekerjaan dan tanggungjawabnya. Adapun pemberhentian gaji diatur dalam PP No. 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian PNS, yang menyebutkan bahwa pemberhentian gaji kepada PNS hanya dapat dilakukan apabila PNS yang bersangkutan diberhentikan yang mengakibatkan yang bersangkutan kehilangan status. Demikian pula jika PNS meninggalkan tugas secara tidak sah dalam waktu 2 bulan, diberhentikan pembayaran gaji bulan berikutnya.

Nah, peraturan sudah cukup jelas mengatur hak PNS atas gaji dan persyaratan untuk pemberhentiannya. Uniknya, PNS

Asyik, Kita Gajian LagiGaji PNS Kemlu yang sedang bertugas di manca negara telah lama dihentikan. Kini tiba-tiba akan dihidupkan kembali. Secercah asa tiba-tiba membahana.

Kemlu yang bertugas di Perwakilan RI tidak menerima gaji PNS. Pastilah, pemberhentian gaji PNS yang akan bertugas ke Perwakilan RI tidak memiliki dasar hukum yang kuat, hanya sekedar SKPP yang diterbitkan oleh Subbag Gaji masing-masing Satker di Kemlu.

Belum lagi kalau menyimak ilustrasi penghitungan kerugian materi bagi pegawai saat bertugas pada Perwakilan RI. Sebagai contoh, seorang PNS dengan masa tugas 42 bulan/3,5 tahun, golongan IIc, IIIc, dan IV c masing-masing mestinya bisa mengumpulkan gaji sebesar RP 88.891.709, Rp 121.146.394 dan Rp 160.283.640. Setidaknya kalau pulang penempatan bisa untuk membeli mobil bekas.

Wah, cukup signifikan nilainya. Adakah dampak lain yang timbul akibat gaji PNS Kemlu dihentikan saat bertugas di Perwakilan RI? Fakta-fakta berikut ini sebagai jawabannya: Pembayaran iuran Taspen Kemlu dilakukan sekaligus sebelum

pejabat yang bersangkutan berangkat tugas ke Perwakilan. Hal tersebut tidak dapat dibenarkan, karena prosedur yang benar adalah pemotongan Taspen dilakukan langsung oleh KPPN berdasarkan gaji PNS setiap bulan; Pegawai akan mengalami kesulitan mengurus hak keuangan suami/isteri/anak apabila meninggal dunia di Perwakilan. Bahkan pada saat memasuki masa pensiun dan mengurus hak keuangannya pada PT Taspen terdapat beberapa pegawai Kemlu yang menerima hak keuangannya tidak sesuai dengan jumlah haknya.

Anehnya, tidak ada yang tahu pasti mulai kapan gaji bagi PNS Kemlu yang bertugas di Perwakilan RI diberhentikan. Aturan tidak tertulis tentang pemberhentian gaji dimaksud sudah berjalan lama dan berlaku secara turun temurun yang dilakukan oleh Subbag Gaji di seluruh Satker Kemlu. Kata orang, aturan itu ada sejak jaman kuda gigit besi.

Seiring dengan berjalannya waktu, Every cloud has a silver lining. Alhamdulillah, patut disyukuri bahwa terdapat titik terang dalam perjuangan panjang Pimpinan Kemlu untuk mengaktifkan gaji dalam negeri bagi pejabat di lingkungan Kemlu dan Duta Besar LBBP saat bertugas pada Perwakilan RI di luar negeri. Tercatat sederatan pertemuan telah dilakukan pada penghujung tahun lalu oleh Pejabat Kemlu yang diwakili Sekretaris

Jenderal, Staf Ahli Bidang Manajemen, Kepala Biro Keuangan, Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi, Direktur Hukum, Kepala Bagian Pelaksanaan Anggaran, Kepala Sub Bagian Gaji dengan Pejabat Kementerian Keuangan.

Laksana kado di tahun baru, gaji PNS bagi pegawai Kemlu saat bertugas pada Perwakilan RI akan diaktifkan terhitung mulai tanggal 1 Januari 2013, sesuai kesepakatan rapat. Serangkaian perangkat dan mekanisme pelaksanaannya tengah dipersiapkan, antara lain tidak diperlukannya lagi penerbitan SKPP oleh Subbag Gaji di seluruh Satker. Gaji PNS yang aktif akan melekat pada Satker Pusat dimana pegawai tersebut sebelumnya bertugas ke Perwakilan RI di luar negeri. Hak keuangan PNS Kemlu yang meninggal dunia pada saat bertugas di Perwakilan akan mengikuti aturan nasional pada umumnya.

Excellent. Itulah kata yang banyak terucap dari pegawai Kemlu atas raihan Pimpinan Kemlu untuk meluruskan kebijakan yang selama ini diterapkan Kemlu namun tidak memiliki dasar hukum yang kuat dan cenderung merugikan pegawai, serta bertentangan dengan tatanan kebijakan nasional.

Tidak dapat dipungkiri bahwa angin segar perubahan tersebut telah membawa harapan yang sangat besar. Namun demikian, disadari bahwa masih terdapat beberapa tantangan ke depan yang memerlukan

penanganan. Untuk pembayaran gaji ke-13 masih perlu dikoordinasikan dengan Kementerian Keuangan, mengingat selama ini pembayaran gaji ke-13 bagi pejabat yang bertugas di Perwakilan jumlahnya sebesar TPLN yang diterima sebulan. Apakah dengan diberlakukannya gaji dalam negeri maka gaji ke-13 akan mengikuti standar gaji PNS yang berlaku di dalam negeri?

Demikian pula menyangkut kebutuhan anggaran yang cukup besar. Dari mana dapatnya? Disinyalir anggaran yang diperlukan untuk mengaktifkan gaji dalam negeri pegawai Kemlu saat bertugas di Perwakilan RI di luar negeri sebesar Rp 44.094.685.200 per tahun, belum termasuk tunjangan keluarga yang terdiri dari gaji pegawai sebesar Rp 38.694.685.200.

Tantangan lain yang mungkin perlu mendapat penelaahan baik dari sisi kerangka hukum maupun rasa keadilan, yakni menyangkut periode waktu pemberlakuan pengaktifan gaji dalam negeri tersebut (apakah juga termasuk gaji dalam negeri sebelum 1 Januari 2013), dan bagaimana mekanisme pelaksanaan pengaktifannya.

Sabar, satu persatu. Jangan berharap semua akan selesai dalam sekejab. Yang diperlukan saat ini adalah kerjasama, bahu membahu dalam menjawab tantangan dengan spirit dan cara pandang yang positif.

Nina Kurnia Widhi

MARET 2013 MARET 2013

Page 17: Salam QuAs

32

RENDEz vOuS

33MARET 2013 MARET 2013

Mencegat Sekjen Kemlu, Budi Bowoleksono, untuk wawancara bukan soal mudah. Meskipun QuAs nota bene “orang

dalam”, namun bukan berarti mendapat previlege. Dua minggu lebih QuAs hanya mampu menemukan jejak-jejak kegiatan Sekjen yang berjibun dan berantai tanpa jeda. Maklumlah, mantan Duta Besar RI di Kenya ini sedang asyik mengerjakan konsep perubahan Kemlu.

Urusannya sungguh sangat pelik, mulai target kenaikan kinerja hingga reformasi birokrasi. Mulai isu anggaran hingga day care dan perbaikan kantin. Sekjen yang hobby-nya main tepok bulu ini bahkan menyatakan mampu mengendus tali lift Kemlu yang sudah masuk fase hidup enggan mati tak hendak. “I cannot accept this!,” ujarnya tegas.

Berkat sikap pantang menyerah juga, akhirnya Pimred QuAs, M. Aji Surya beserta staf redaksi, Budi Akmal Djafar, dapat menikmati sore sambil menyeruput secangkir teh di ruang kerja Sekjen yang tertata rapi. Perbincangan di medio Pebruari lalu itu lebih fokus pada soal kinerja dan perubahan Kemlu yang sedang terjadi di bawah kendalinya. “Akhirnya kita bisa ketemu,” ujarnya sambil menjabat dengan hangat. Berikut ini wawancaranya:

Niat Kemlu untuk naik kelas dalam laporan kinerja dari “CC” ke “B” tahun ini sudah bulat?

Sebenarnya, capaian Kemlu lebih besar dari yang dilaporkan di LAKIP (Laporan Kinerja Instansi Pemerintah). Kita telah melakukan banyak pekerjaan tetapi kok nilai kinerja masih rendah. Nah, menurut saya, dan juga seperti yang diungkapkan oleh Irjen Kemlu, perlu membangun Indikator Kinerja Utama (IKU) yang lebih komprehensif. Ini Pekerjaan Rumah kita bersama kini dan

mendatang. Pak Menlu sendiri sudah memberikan pesan agar seluruh jajaran Eselon I mulai ikut dalam merancang IKU yang lebih baik dan tepat pada sasaran kinerja.

Pak Sekjen Optimis dengan target tersebut?

Haqqul yakin, saya optimis. Kita sudah mulai mendorong seluruh Satuan Kerja (Satker) Kemlu untuk lebih serius. Sebenarnya inti dari permasalahan kita adalah “gap” antara kinerja dan bagaimana cara kita melaporkan capaian kinerja tersebut. Kalau kita mampu menarik benang merah dengan benar dua hal itu, kita Insya Allah akan naik kelas.

Perwakilan RI pasti ikut serta dalam menyumbang nilai. Apakah mereka juga dilibatkan dalam perburuan ini?

Nah, kerjasama kita dengan Per-wakilan RI sejauh ini juga perlu diapresiasi. Selama ini, kita sudah sering melakukan komunikasi termasuk melalui sarana video conference dengan semua perwakilan, terkait pelaporan keuangan dan kinerja misalnya. Cara komunikasi ini seharusnya bisa kita eksploit lebih lanjut. Video conference bilateral harus lebih intensif. Dan kita sudah mengarah ke situ. Kita di ke-sekjenan sudah memetakan permasalahan dan fokus kita kedepan sesuai dengan format Re formasi Birokrasi nasional. Hanya kita perlu mengisinya, dan tentu, itu memerlukan waktu.

Kata kunci apa yang mesti dipakai agar semua pimpinan Satker giat mengejar nilai “B”

Seperti pesan-pesan Menlu, kita harus “hands-on” dan para pimpinan harus “lebih serius.” Tetapi yang pertama harus

ada kesadaran kuat untuk bersama-sama me rumuskan IKU. Karena sekali lagi, buat apa kita bekerja keras dan mengeluarkan anggaran yang begitu besar setiap hari di dalam dan di luar negeri, tetapi laporan yang dibuat belum mencerminkan capaian kinerja Kemlu yang jauh lebih besar dari yang dilaporkan. Ada semacam “gap” antara capaian kinerja kongkrit yang dihasilkan dengan cara pelaporan atas capaian kinerja itu sendiri. Hanya karena cara pelaporan yang kurang tepat maka capaian Kemlu ter kesan seolah tidak maksimal. Sayang kan? Soal kinerja bukan hal yang sulit bagi Kemlu.

Exit strateginya?

Ingat, Kemlu yang sekarang ini adalah Kemlu yang berbeda. We’ve opened a new chapter. Kita sudah bukan seperti dulu lagi. Misi kita di kesekjenan adalah untuk membuat perubahan. Dan meskipun itu perubahan kecil tapi bisa dirasakan langsung oleh seluruh pegawai Kemlu. Kita sadar bahwa ada sifat kesementaraan dalam menjalankan tugas akibat mutasi yang begitu cepat. Inilah yang menjadi salah satu penyebab dari berbagai permasalahan yang muncul dan sayangnya penanganan masalah

masih juga bersifat sementara. Malahan yang terjadi adalah tambal sulam. Seperti genteng (atap rumah) yang bocor, kalo tidak di perbaiki maka air itu akan meresap ke tempat lain dan membuat lebih banyak kebocoran. Inilah masalah-masalah lama yang sudah harus enyah di jaman sekarang. Kuncinya antara lain ada di penetapan Standard Operating Procedure (SOP). Kita harus merancang SOP untuk semua kegiatan kita.

Ada harapan terhadap majalah QuAs?

Saya berharap banyak. Dengan ada nya Majalah QuAs, kita bisa lebih sadar mengenai hal-hal yang penting bagi kita semua. Sadar bukan hanya saja di hati (menunjukkan telunjuk jari ke sebelah kiri dada), tapi juga di benak kita (lalu memindahkan telunjuk jari kanan ke kepala). Dalam kata lain, kesadaran yang “built-in”.

Tetapi kesadaran tidak mungkin muncul tanpa adanya pendidikan dan in for masi. Disinilah, saya ber harap Majalah QuAs dapat ikut ber kon tri-busi.

M. Aji Surya, Budi Akmal Djafar

Sekretaris Jenderal Budi Bowoleksono:

Haqqul Yakin, Harus Hands On dan Lebih Serius

M. A

ji Sur

yA

Page 18: Salam QuAs

34

INFO

35

bukti- bukti audit yang mencukupi, tidak terdapat ketidakpastian dan kesalahan yang cukup berarti (no material uncertainties), pengelolaan atas Cash flow dikontrol dengan baik, dan pengelolaan atas Aset daerah dilengkapi dengan bukti-bukti administrasi yang lengkap. Artinya, laporan keuangan yang disajikan telah bebas dari kesalahan-kesalahan atau kekeliruan yang material.

Opini WDP diberikan apabila pengelolaan keuangan telah dilaksanakan dengan SPIP memadai, namun terdapat salah saji yang material pada beberapa pos laporan keuangan. Laporan keuangan dengan opini WDP dapat diandalkan, tetapi pemilik kepentingan harus memperhatikan beberapa permasalahan yang diungkapkan auditor atas pos yang dikecualikan tersebut agar tidak mengalami kekeliruan dalam pengambilan keputusan.

Opini Tidak Wajar (TW) diberikan jika pelaksanaan SPIP tidak memadai dan terdapat kesalahan atau kekeliruan pada banyak pos laporan keuangan yang material. Kedua hal tersebut menyebabkan laporan keuangan tidak disajikan secara wajar sesuai dengan SAP dan tidak menggambarkan kondisi keuangan secara benar.

Opini TMP atau disclaimer opinion diberikan apabila terdapat suatu nilai yang secara material tidak dapat diyakini auditor karena ada pembatasan lingkup pemeriksaan oleh manajemen sehingga auditor tidak cukup bukti dan atau sistem pengendalian intern yang sangat lemah. Dalam kondisi demikian auditor tidak dapat menilai ke wa-jaran laporan keuangan. Misalnya, auditor tidak diperbolehkan meminta data-data terkait penjualan atau aktiva tetap, se hingga tidak dapat mengetahui berapa jumlah penjualan dan pengadaan aktiva te tapnya, serta apakah sudah dicatat dengan benar sesuai dengan SAP. Dalam hal ini auditor tidak bisa memberikan penilaian apa kah laporan keuangan WTP, WDP, atau TW.

Cita-cita Kemlu untuk me lak-sanakan tata kelola pemerintahan yang baik sudah terwujud dengan diperolehnya opini WTP bagi Laporan Keuangan Tahun 2011. Mes kipun demikian, Kemlu tidak boleh berpuas diri dan harus tetap berusaha untuk mempertahankan prestasi tersebut. Iya kan?

Jifiawan Gana Putra

BPK dapat memberikan empat jenis opini, yaitu Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atau unqualified opinion, Wajar Dengan Pengecualian (WDP) atau qualified opinion, Tidak Wajar (TW) atau adverse opinion dan Tidak Memberikan Pendapat (TMP) atau disclaimer opinion.

Opini WTP diberikan berdasarkan tiga kriteria utama. Pertama adalah laporan keuangan yang disajikan telah sesuai dengan prinsip akuntansi dalam SAP yang berlaku di Indonesia. Kedua adalah Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) atas pengelolaan keuangan telah dilaksanakan dengan baik. Ketiga adalah Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Disamping itu, laporan keuangan harus didukung dengan

Wajah-wajah sumringat benar-benar terlihat nyata di awal tahun lalu. Seperti usai peperangan saja, para pejabat Kemlu

bersalaman dan saling mengucapkan selamat. Apalagi kalau bukan karena Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang merilis Laporan Keuangan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) tahun 2011 dengan penilaian opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Penilaian tersebut merupakan sebuah capaian besar bagi Kemlu setelah perjalanan selama lima tahun yang diwarnai fase naik dan turun. Sebagaimana diketahui, Laporan Keuangan Kemlu mendapat opini Disclaimer of Opinion pada tahun 2007 dan 2009 serta Wajar dengan Pengecualian (WDP) pada tahun 2008 dan 2010.

Sejatinya, kewajiban Instansi Pemerintah untuk melaporkan Laporan Keuangan kepada BPK dan pemberian Opini BPK terhadap Laporan Keuangan Instansi Pemerintah merupakan salah satu produk dari upaya pemerintah untuk melaksanakan pengelolaan keuangan negara yang transparan dan akuntabel. Buruknya transparansi dan akuntabilitas keuangan pada masa Orde Baru mendorong pemerintah dalam era reformasi melakukan perubahan terhadap sistem keuangan negara.

Perubahan sistem keuangan negara dilakukan melalui tiga langkah koreksi. Langkah koreksi pertama dilakukan dalam beberapa tahap, yang diawali dengan penghapusan dan pengintegrasian dua anggaran yang berbeda, anggaran rutin dan anggaran pembangunan, menjadi satu kesatuan anggaran negara. Tahapnya selanjutnya, kontrol terhadap APBN sepenuhnya diserahkan kepada Menteri Keuangan dan peranan anggaran non bujeter semakin dikurangi.

Tahap berikutnya, administrasi dan pertanggungjawaban keuangan negara dirubah secara mendasar. Perubahan administrasi yang pertama adalah penggunaan sistem pembukuan berpasangan terhadap jenis dan format laporan keuangan negara. Perubahan administrasi kedua adalah penggunaan sistem akuntansi terpadu dan terkomputerisasi. Selain itu, pemerintah juga menerapkan desentralisasi pelaksanaan

akuntansi secara berjenjang oleh unit-unit akuntansi di kantor pemerintah pusat dan daerah. Perubahan-perubahan administrasi tersebut dilakukan melalui penerbitan paket undang-undang bidang Keuangan Negara pada tahun 2003-2004.

Langkah koreksi kedua terhadap sistem keuangan negara adalah dengan memperkenalkan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) pada tahun 2005, suatu standar yang dikeluarkan 60 tahun setelah Indonesia merdeka. Langkah koreksi ketiga yang dilakukan pemerintah adalah dengan menerbitkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang BPK yang memulihkan kebebasan dan kemandirian BPK serta sekaligus memperluas objek pemeriksaannya.

Dengan berbagai perubahan dan penerbitan peraturan perundangan-undangan terkait keuangan negara, BPK diposisikan sebagai lembaga negara yang bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. UUD 1945 menciptakan BPK sebagai suatu lembaga negara sendiri yang sejajar dengan lembaga legislatif, eksekutif dan judikatif. Di negara lain, lembaga serupa BPK merupakan aparat DPR sebagai pemegang hak bujet ataupun merupakan bagian dari cabang eksekutif.

Pemeriksaan keuangan negara oleh BPK mempunyai dua makna yang saling berkaitan. Di satu pihak, tugas tersebut dapat diartikan sebagai pemeriksaan untuk mengetahui posisi ataupun nilai kekayaan

negara pada suatu titik waktu tertentu. Di lain pihak, pemeriksaan itu sekaligus menyangkut arus anggaran penerimaan maupun pengeluaran negara (APBN) dalam suatu kurun periode waktu tertentu.

Produk dari BPK adalah Opini Atas Laporan Keuangan yang merupakan pernyataan profesional sebagai kesimpulan pemeriksa mengenai tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan. Pemberian opini oleh BPK didasarkan pada kesesuaian suatu laporan keuangan instansi pemerintah terhadap kriteria kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan, kecukupan pengungkapan (adequate disclosures), kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan efektivitas sistem pengendalian intern

Opini laporan keuangan BPK selalu saja jadi sorotan dimana-mana. Yang banyak dikenal luas adalah disclaimer dan WTP. Mengapa demikian? Menyoroti disclaimer Hingga WTP

MARET 2013 MARET 2013

Page 19: Salam QuAs

36

SECRET

37

Membongkar Rahasia Auditpermasalahan yang ditemukan, auditor memberikan saran atau rekomendasi penyelesaiannya sesuai ketentuan dan tentu saja applicable. Apabila tidak terdapat penyimpangan ketika mengaudit suatu satuan kerja, maka ini adalah prestasi bagi Inspektorat Jenderal (Itjen) selaku aparat pengawasan intern. Boleh dibilang bahwa Itjen telah berhasil mengendalikan keseluruhan proses pengelolaan manajemen di Kementerian Luar Negeri (Kemlu).

Exit

Proses audit ditutup dengan exit briefing yaitu pertemuan antara Tim Itjen dengan pimpinan dan jajaran satuan kerja auditi membahas temuan-temuan, tindak lanjut penyelesaiannya dan hal-hal penting lainnya. Dalam forum ini auditi dapat menyampaikan tanggapan, komentar maupun sanggahan atas hasil audit, dan berdiskusi dengan Tim Itjen sehingga tercapai kesepakatan yang dituangkan dalam Berita Acara Kesepakatan Tindak Lanjut.

Dokumen ini ditandatangani oleh Ketua Tim Itjen dan pimpinan satuan kerja auditi. Usai exit briefing, auditor dan auditi masing-masing masih harus merampungkan pekerjaannya. Auditor menyusun Laporan Hasil Audit secara lengkap yang selanjutnya disampaikan kepada satuan kerja auditi dan pihak-pihak terkait yaitu Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Menteri Luar Negeri, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Sekretaris Jenderal serta Inspektur Jenderal.

Sedangkan kewajiban satuan kerja auditi adalah menindaklanjuti temuan-temuan sesuai dengan rekomendasi. Dengan daftar distribusi Laporan Hasil Audit (LHA) seperti ini, semestinya mendorong auditi untuk sesegera mungkin melakukan koreksi penyimpangan yang ditemukan saat audit. Selesai? Belum, karena satuan kerja auditi perlu terus melakukan pengawasan dan pengendalian sendiri, demikian siklusnya sampai tiba saat audit lagi. Sementara Itjen akan menindaklanjut atas berbagai temuan di lapangan untuk memastikan kepatuhan auditi.

Kartika Suryani

pihak ketiga yang terkait. Lebih-lebih jika bersinggungan dengan hal kerugian negara, maka auditor biasanya akan mengejar sampai memperoleh keyakinan. Bukannya lebay, tetapi setiap PNS memang berkewajiban mempertanggungjawabkan setiap sen dana APBN yang dikucurkan karena itu adalah duit rakyat.

Namun demikian, auditi tidak perlu berpikir negatif bahwa auditor akan mencari-cari kesalahan atau bahkan merekayasa temuan. Jangan khawatir, auditor juga harus mematuhi kode etik saat melakukan audit. Selain itu Inspektur Jenderal juga meminta pimpinan satuan kerja yang diaudit untuk mengevaluasi Tim Itjen. Dengan demikian, kinerja auditor saat melakukan audit dapat termonitor. Tidak ada lagi celah untuk mengelabui proses audit, atau kongkalikong antara auditor dan auditi.

Penyimpangan atau permasalahan yang ditemukan saat audit dikelompokkan dalam 3 jenis yaitu temuan ketidakpatuhan terhadap peraturan; temuan kelemahan sistem pengendalian intern (SPI) dan temuan 3E (efektif, efisien, ekonomis). Temuan ketidakpatuhan terhadap peraturan dirinci lagi menjadi kerugian negara; potensi kerugian negara; kekurangan penerimaan negara; administrasi dan indikasi tindak pidana. Contoh-contohnya adalah pe-mahalan harga (mark up), aset yang tidak jelas keberadaannya, keterlambatan penyetoran PNBP, pertanggungjawaban tidak akuntabel karena tanda buktinya tidak sah.

Jenis-jenis temuan kelemahan SPI adalah kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan; kelemahan sis-tem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja dan kelemahan struktur pengendalian intern. Contoh-contohnya adalah keterlambatan penyampai-an laporan, perencanaan kegiatan kurang memadai dan tidak adanya Standar Operasi Prosedur (SOP) formal.

Sedangkan yang dimaksud dengan temuan 3E adalah ketidakhematan atau pemborosan; ketidakefisienan dan ketidakefektifan. Contoh-contohnya adalah pemborosan keuangan negara, penggunaan kuantitas input untuk satu satuan output lebih besar/tinggi dari yang seharusnya dan barang yang dibeli tidak dapat dimanfaatkan.

Untuk setiap penyimpangan atau

Realtime. Dengan mempelajari data tersebut, auditor dapat melihat permasalahan yang dialami oleh satuan kerja dan mengikuti trend-nya sejak dini.

Pada tahap awal ini umumnya tim sudah dapat mencium aroma kesalahan namun berprinsip pada innocent until proven guilty alias asas praduga tak bersalah yang akan dieksplorasi pada saat audit untuk membuktikan kebenarannya. Sebaliknya, tim juga sudah dapat memperoleh gambaran apabila satuan kerja berada dalam koridor yang benar. Kegiatan pra audit ini telah dimulai jauh-jauh hari sebelum waktu audit.

Saat Audit

Audit diawali dengan entry briefing, yaitu pertemuan antara Tim Itjen dengan satuan kerja yang akan diaudit. Dalam forum ini, Ketua Tim Itjen menyampaikan Surat Tugas Inspektur Jenderal kepada pimpinan satuan kerja yang akan diaudit dan secara resmi audit dilaksanakan. Dalam tahapan ini Tim Itjen memeriksa lebih intensif symptoms penyimpangan yang telah terdiagnosis saat pra audit dan menyelami titik-titik yang berpotensi menimbulkan permasalahan. Selain mempelajari aneka dokumen, apabila diperlukan Tim juga meminta klarifikasi dari pegawai satuan kerja yang diaudit, serta melakukan check & double check dengan

kinerja adalah proses sistematis untuk mendapatkan dan mengevaluasi bukti secara obyektif atas kinerja suatu organisasi, program, fungsi atau kegiatan. Sedangkan ADTT, sesuai namanya adalah audit yang dilakukan untuk tujuan khusus termasuk yang berkaitan dengan keuangan, bersifat investigatif maupun kepatuhan tertentu. Fungsi audit adalah memberikan review atas kinerja manajemen satuan kerja dan menilai apakah telah sesuai harapan.

Pra Audit

Itjen menyampaikan secara resmi kepada satuan kerja yang akan diaudit mengenai waktu pelaksanaan audit dan daftar dokumen yang akan diteliti. Auditor atau tim pemeriksa Itjen menentukan lingkup audit dan telah mulai mempelajari berbagai dokumen terkait satuan kerja yang akan diaudit, memetakan permasalahan dan mengidentifikasi penyimpangan. Tim Itjen juga melakukan rapat untuk konsolidasi internal sebagai persiapan pelaksanaan audit.

Ada beragam sumber untuk memetakan permasalahan, antara lain berdasarkan laporan (nota dinas, brafaks, kawat) dari satuan kerja Pusat dan Perwakilan, nota hasil verifikasi Biro Keuangan dan akses pada SIMKEU

merasa “berdosa”, audit adalah momok menyeramkan. Bahkan mereka yang tidak melanggar aturan pun adakalanya juga merasa dag dig dug saat diaudit. Di sisi lain, auditor – demi akuntabilitas dan transparansi organisasi – perlu melakukan audit untuk memastikan segala sesuatu berjalan on the right track.

Sejalan dengan perubahan paradigma Itjen yang kini berorientasi pada kinerja, maka audit kinerja menjadi kebutuhan sebagai penjaga kualitas mutu pertanggungjawaban publik Kemlu. Harapannya, audit kinerja akan menjadi mekanisme pengendalian yang efektif untuk mengontrol seluruh proses pengelolaan manajemen satuan kerja di Kemlu baik Pusat maupun Perwakilan sejak tahap perencanaan, pelaksanaan program dan kegiatan hingga penyusunan pelaporannya.

Audit adalah kegiatan yang transparan dan dapat diamati. Kalaupun ada yang tertutup, maka itu adalah proses-proses tertentu atau laporan hasil audit yang memang bersifat confidential atau sangat terbatas. Audit dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu audit kinerja dan audit dengan dengan tujuan tertentu (ADTT) atau sebelumnya dikenal dengan sebutan “riksus – pemeriksaan khusus”.

Dalam “Audit Kinerja pada Sektor Publik” (2008), dijelaskan bahwa audit

Ruang kerja Sri Rejeki, Kepala Bagian Keuangan tidak luas banget, tetapi rapi, cukup nyaman. Samar-samar tercium wangi kembang

melati dari minyak aromaterapi yang sengaja diletakkan di atas meja kerja. Udara di dalamnya terasa sejuk berkat alat pendingin udara yang baru di-servis minggu lalu. Tumpukan ordner tersusun rapi di salah satu kursi menunggu giliran dibuka dan diperiksa oleh si empunya ruangan. Sebenarnya semua ordner itu sudah diteliti oleh Sri kemarin, tetapi Sri merasa hari itu harus meneliti lagi, kalau-kalau ada yang kurang.

Sri sendiri tengah terpaku menatap layar monitor komputer tetapi pikirannya berkelana kemana-mana. Roman muka Sri seperti blus sutra yang belum disetrika. Sudah hampir sepekan berlalu sejak atasannya memberitahu bahwa satuan kerja mereka akan diaudit, Sri diminta segera menyiapkan dokumen-dokumen yang diperlukan. Sudah hampir seminggu pula Sri dan anak buahnya bersiap. Salah seorang staf, Marfuah, bahkan sangat yakin bahwa kelengkapan tanda bukti pertanggungjawaban tidak ada yang tercecer selembar pun. “Ibu Sri Rejeki sangat cermat, orangnya jujur, baik lagi,” demikian Marfuah sambil mengangkat jempol kanannya. Tetapi mengapa Sri Rejeki merasa galau menghadapi tim auditor, Marfuah dan staf lainnya juga tidak habis pikir. Mencemaskan kegiatan audit yang akan dilakoni?

Sesungguhnya audit tidak perlu dicemaskan. Audit hanya memastikan suatu entitas atau satuan kerja beroperasi sebagaimana mestinya. Kalaupun ditemukan penyimpangan, maka dapat segera diperbaiki dan diharapkan tidak menjadi repeated problems. Audit sejatinya juga merupakan pembelajaran baik bagi satuan kerja yang diperiksa maupun satuan kerja atau individu lainnya. Permasalahan yang menjadi temuan audit seyogyanya diingat dan selalu dirujuk agar satuan kerja atau individu tidak terperosok ke dalam kubangan yang sama lagi di masa mendatang.

Satuan kerja idealnya belajar dari kesalahan yang pernah dibuat dan kemudian bertobat. Bagi mereka yang

Audit tidak lagi untuk mencari kesalahan dan menghitung temuan, tetapi mencari akar persoalan dan menekan penyebab permasalahan. Juga mem-berikan solusi yang dapat diterapkan guna meningkatkan kinerja satuan kerja. Mau tahu rahasianya?

MARET 2013 MARET 2013

Page 20: Salam QuAs

38

OPINI

39

Komunikasi yang jelas dan sosialisasi kepada masyarakat terkait perdagangan bebas harus mengakar di tingkat grass root, seperti dengan komunitas petani, pedagang kaki lima, dan pengusaha, mengingat kalangan ini juga akan secara langsung merasakan dampaknya. Selain menjalankan program sosialisasi di kalangan masyarakat umum, pemerintah juga sebaiknya membuka desk sarana informasi guna melayani masyarakat yang ingin mendapatkan informasi terkait arah kebijakan pemerintah pusat. Dalam hal ini, masyarakat dapat turut berperan dan memanfaatkan peluang dalam upaya diplomasi ke luar negeri. Penduduk di kota maupun di daerah juga bisa memperoleh/memberikan informasi sebagai bahan masukan (feedback) kepada pemerintah pusat.

Tidak ada salahnya juga untuk menunjuk seorang Juru Bicara yang berfungsi sebagai focal point untuk menyatukan suara dan menentukan arah perekonomian. Selain itu, Jubir juga bisa melakukan kunjungan kepada para pimpinan di dunia usaha dan pejabat-pejabat pengambil keputusan di dalam maupun di luar negeri. Tentunya seorang Jubir mampu memperkuat posisi ekonomi Indonesia melalui mekanisme yang sudah ada. Siapapun itu yang ditunjuk sebagai Jubir akan mampu mempertahankan momentum dan arah perekonomian Indonesia di masa yang akan datang.

Segala upaya dilakukan demi memajukan kepentingan nasional patut diapresiasi. Terlepas dari perdebatan mengenai apakah demokrasi ekonomi telah menghasilkan buah kehidupan, Indonesia yang kita kenal kini jauh lebih baik daripada Indonesia beberapa tahun yang lalu. Namun, sekali lagi, sebaiknya kita tidak terperangkap dalam euphoria pertumbuhan ekonomi. Karena apa yang kita agungkan atau promosikan belum tentu menyentuh kehidupan (dan hati) masyarakat Indonesia di seluruh pelosok negeri. Karena sifat pembangunan haruslah menyeluruh dan secara bersama-sama. Kata kuncinya adalah tidak berpuas diri terhadap capaian yang telah kita raih. Indonesia juga harus maju, seiring dan seirama.

Budi Akmal Djafar

negeri tercinta ini masih punya banyak pekerjaan rumah; tingkat korupsi masih relatif tinggi, pengelolaan sumber daya alam masih tak terukur, dan sumber daya manusianya juga belum berdaya -kompetisi maksimal. Sebaiknya, kita introspeksi diri dan tidak terlalu mendongak dengan pujian yang diperoleh selama ini. Masih banyak tantangan yang harus dihadapi seksama.

Bagaimana sebaiknya Indonesia memposisikan diri secara tepat ditengah-tengah dinamika ekonomi politik global yang bergejolak dan marak akan ketidakpastian? Dan -pertanyaan yang sering juga muncul, apakah keikutsertaan Indonesia dalam beberapa forum internasional sejalan dengan kepentingan nasional? Apa yang seharusnya menjadi prioritas kita ke depan?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut kerap dikemukakan mengingat permasalahan yan dihadapi Indonesia tidak melulu persoalan ekonomi, tetapi juga masalah keamanan regional dan perlindungan warga negara Indonesia di luar negeri yang secara tidak langsung mempengaruhi perekonomian nasional. Sebagai contoh, tenaga kerja Indonesia di luar negeri memberikan sumbangan bagi cadangan devisa negara sebanyak 7 triliun rupiah pada tahun 2012. Memahami kompleksnya permasalahan dan tantangan yang harus dihadapi, Kemlu perlu untuk mengoptimalkan keanggotaan Indonesia pada beberapa forum konsultasi dan negosiasi internasional.

Upaya pemerintah untuk meng-eksplor kerja sama perdagangan bebas yang lebih luas tidak dapat direalisasikan apabila masyarakat masih tetap mem-pertanyakan prinsip atau pemahaman dasar tentang perdagangan bebas. Banyak yang sebenarnya bisa dilakukan.

Misalnya, semua pihak yang ber-kepenting an perlu secara rutin me laku kan penelitian khusus atau analisa cost and benefit mengenai perdagangan bebas yang mampu memberikan gambaran kepada berbagai kelompok masyarakat, peng usaha, dan akademisi. Dengan itu, mas yarakat umum dapat lebih memahami ran cang -an strategis pemerintah dalam rangka me-nyambut keketuaan Indonesia dalam forum konsultasi ekonomi FEALAC, APEC, dan negosiasi perdagangan WTO di tahun 2013.

memanfaatkan 60% dari total populasi tenaga kerja yang ada. Pekerja kita cenderung berlebihan (oversupply), padahal mestinya dapat lebih diberdayakan demi meningkatkan produktifitas nasional.

Dengan demikian, dibalik pujian dan kesuksesan capaian ekonomi kita,

Prestasi ekonomi Indonesia yang dibangga-banggakan ini semestinya bisa dieksplorasi secara maksimal. Lebih dari itu, belakangan ini, angka kemiskinan ternyata tidak berubah secara signifikan (menurun 0,13%), sedangkan dari segi ketenagakerjaan, Indonesia hanya mampu

kelanjutan dan berkeadilan (sustainable growth with equity) sebagai fondasi perekonomian Indonesia di masa yang akan datang. Pendekatan tersebut merupakan langkah agar kesejahteraan Indonesia tegak berdiri diatas prinsip inklusifitas dan pemerataan bagi seluruh penduduknya.

Sudah pasti membanggakan bagi pegawai Kementerian Luar Negeri saat membaca pemberitaan terkait pelaksanaan diplomasi ekonomi Indonesia

yang terbilang sukses dan karenanya menuai pujian. Pemberitaan positif ini sebagai bukti kerja keras Kemlu dalam upaya mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Pada tahun ini saja, Kemlu terlibat kesibukan luar biasa sebagai host beberapa konferensi internasional seperti Asia Pacific Economic Cooperation (APEC), Forum for East Asia and Latin American Countries (FEALAC), dan World Trade Organization (WTO) di Bali. Belum lagi pertemuan tingkat internasional lainnya seperti Bali Democracy Forum (BDF), World Culture for Development Forum (WCF), dan penyelengaraan Miss World yang pertamanya kalinya di Indonesia.

Apresiasi terhadap prestasi pertumbuhan ekonomi Indonesia bukan hal baru. Indonesia dikenal sebagai negara berkembang yang memiliki peran penting di kawasan regional maupun global. Sewaktu krisis finansial melanda Amerika Serikat dan beberapa negara di Zona Eropa, perekonomian Indonesia hampir tidak terkena dampaknya. Gross Domestic Product Indonesia selama masa krisis global tetap stabil pada kisaran 6% dan Foreign Direct Investment bahkan mencapai titik puncak, yaitu Rp. 232 triliun, pada tahun lalu. Kepercayaan pasar global terhadap ekonomi domestik rupanya semakin meningkat.

Benarkah sebuah prestasi?

Kuatnya fundamental ekonomi Indonesia memberikan semangat baru bagi seluruh masyarakat maupun investor asing yang ingin ikut ambil bagian dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia. Oleh sebab itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan mandat agar Pemerintahan yang dipimpinnya dapat terus mendukung program ekonomi sosial dengan menerapkan kebijakan-kebijakan yang berbasis pro-growth, pro-poor, pro-job, dan pro-environment.

Disamping itu, Presiden SBY men-canangkan tema pertumbuhan yang ber -

Arah Diplomasi Ekonomi Regi onal Indonesia

MARET 2013 MARET 2013

Tidak main-main. Untuk meningkatkan kapasitas SDM, Irjen Kemlu mewajibkan para diplomat muda, BPKRT dan auditornya untuk tampil di FGD dua mingguan. Berikut ini salah satu makalahnya.

M. A

ji Sur

yA

Page 21: Salam QuAs

FOTOGRAFI

ANTA

RA/A

sep F

AThu

lRAh

mAN

menghancurkanmasa depan anak

KORUPSI40 41MARET 2013 MARET 2013

Page 22: Salam QuAs

42

TIPS I Inspektur

43

Biaya representasi diplomat atau biasa disingkat Representasi dalam definisi anggaran adalah biaya yang dikeluarkan untuk pelaksanaan kegiatan

pendekatan dan pembinaan hubungan dengan mitra kerja guna mendukung pelaksanaan tugas diplomasi yang dilakukan oleh para diplomat RI di luar negeri. Sehingga tujuan pemberian penggantian biaya representasi adalah untuk memberikan dukungan keuangan bagi diplomat dalam rangka menjalankan fungsi dan tugas-tugas diplomatik secara pro aktif, optimal, lebih berdaya guna dan berhasil guna.

Namun patut disayangkan, dalam prakteknya, representasi yang seharusnya menjadi faktor pendorong pelaksanaan diplomasi sebaliknya menjadi salah satu permasalahan yang sering dan menjadi temuan aparat pengawas internal dan eksternal pada Perwakilan RI di luar negeri (repeated problems). Beberapa temuan hasil pemeriksaan yang berkaitan dengan adanya pembayaran representasi yang tidak sesuai ketentuan antara lain yaitu:

- Kegiatan representasi tidak didahului dengan permohonan ijin tertulis dan persetujuan Kepala Perwakilan. Sehingga menjadi tidak jelas dasar pelaksanaan representasi.

- Pemanfaatan anggaran re pre-sen tasi tidak sesuai ketentuan, terutama untuk menjamu orang Indonesia yang tidak berkaitan langsung dengan tujuan representasi.

- Pelaksanaan kegiatan representasi tumpang tindih dengan pelaksanaan perjalanan dinas.

- Pelaksanaan beberapa kegiatan representasi dalam tanggal yang sama

- Dana representasi digunakan untuk pembelian buku dan souvenir atau tujuan lainnya yang tidak sesuai dengan peruntukkan representasi

- Tidak dicantumkannya daftar/rincian nama undangan/ counterpart dalam laporan pelaksanaan kegiatan representasi.

Dari hasil audit yang dilaksanakan oleh Tim Inspektorat Jenderal dapat diidentifikasikan beberapa hal yang menjadi penyebab utama permasalahan representasi yakni:

Kurangnya pengetahuan dan

penguasaan terhadap masalah keuangan, terutama pada level Kuasa Pengguna Anggaran dan HOC selaku Pejabat Pembuat Komitmen pada Perwakilan RI di luar negeri.

Masih adanya pejabat BPKRT yang kurang memahami dan menguasai masalah pertanggung-jawaban keuangan.

Benturan kepentingan antara Kepala Perwakilan dan HOC dengan Home Staff yang juga memiliki hak atas penggunaan dana representasi.

Ketidakpahaman para diplomat arti penting representasi dalam mendukung pelaksanaan diplomasi

Mengasumsikan representasi sebagai pendapat tambahan diluar TPLN

Sama sekali tidak melaksanakan representasi karena alasan kuatir salah dan atau alasan lainnya

Untuk menghindari potensi pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku, kewajiban Home Staff dalam

melaksanakan representasi adalah sebagai berikut:

Setiap diplomat berhak meng guna-kan representasi dengan terlebih dahulu wajib mengajukan kegiatan dan menjelaskan secara rinci maksud kegiatan tersebut, secara tertulis kepada atasan langsung.

Pengajuan harus disertai daftar nama counterpart yang diundang, lengkap dengan jabatan/profesinya dan sasaran yang ingin dicapai dengan pertemuan tersebut.

Realisasi pelaksanaan representasi dapat dilakukan setelah mendapatkan persetujuan tertulis dari atasan langsung.

Membuat laporan pelaksanaan kegiat an representasi dan hasil yang dicapai.

Dana representasi untuk menjamu counterpart asing.

Pengajuan tidak dilakukan bertumpuk pada bulan tertentu.

Sejalan dengan pelaksananaan anggaran berbasis kinerja, maka ouput atau

keluaran pelaksanaan anggaran presentasi dan outcome atau hasil yang dapat dinikmati sebagai kompensasi belanja merupakan ukuran akuntabilitas yang perlu mendapat per hatian para diplomat. Hal ini tidak dapat dihindari karena merupakan bentuk pertanggungjawaban publik sebagai PNS. Oleh karena itu, setiap diplomat yang me-laksanakan representasi harus dapat meng-ukur kinerja dan penggunaan anggar an.

Output adalah lembar laporan pelaksanaan presentasi yang menguraikan pelaksanaan reprsentasi dan hasil yang diperoleh dari pelaksanaan itu sesuai dengan pengajuan pelaksanaan representasi dan bukan hanya formulir lampiran laporan pengajuan representasi tetapi lembar laporan hasil pelaksanan representasi yang dibuat sendiri oleh diplomat yang bersangkutan.

Sedangkan outcome yang diharapkan berpulang kepada perencanaan dan target yang hendak dicapai dalam pelaksanaan Representasi dimaksud. Sesuai dengan peruntukkannya maka jelas outcome atau hasil yang diharapkan dari pelaksanaan adalah semakin meluasnya jejaring kerja (networking) para diplomat yang pada gilirannya akan membantu memperlancar

dan mempermudah pelaksanaan tugas dan fungsi diplomat.

Sebagai catatan dalam uraian singkat ini dapat dikatakan bahwa merupakan hal yang logis apabila dalam pelaksanaan re-pre sentasi ada tahapan-tahapan ke maju-anya dan tidak hanya dilaksanakan dengan alasan perkenalan atau pendekatan dan ber langsung selama penempatan dan hanya dengan personil yang tidak banyak berubah. Ini jelas tidak menunjukkan kinerja yang baik.

Yang masih sering dipertanyakan adalah, apakah membeli buku, kursus, men-jadi anggota kelompok sosial, kelompok olah raga dan kelompok-kelompok fungsional lainnya dapat diperbolehkan menggunkan anggaran kegiatan representasi? sejauh ini Inspektorat Jenderal melihat hal tersebut sebagai suatu penafsiran yang terlalu luas dari arti Representasi. Pengembangan diri haruslah dibedakan dengan kegiatan Representasi, dan kami kira pengembangan diri merupakan capital work atau investasi pribadi bagi diplomat yang bersangkutan yang tidak harus ditanggung oleh dinas.

Indikator yang penilaian terhadap keberhasilan pe laksanaan presentasi paling

tidak ada 4 (empat) hal yaitu:1. Tersedia daftar counterpart / buku

teman para pelaksana fungsi yang selalu di-perbaruhi dan dapat digunakan oleh pejabat peng ganti;

2. Tersedianya kemudahan-ke mudah-an dalam pelaksanaan ke giat an dengan adanya dukungan counterpart;

3. Mempermudah pimpinan untuk memperluas hubungan Per wa kil an dengan para pemangku jabatan di Negara akreditasi;

4. Terbangun jaringan kerjasama sosial yang dapat dilembagakan guna mendukung misi Perwakilan.

Bagi para diplomat yang me miliki komitmen yang tinggi tehadap kom pe tensi-nya maka uraian mengenai pelaksanaan representasi adalah hal yang telah menjadi bagian dari panggilannya tugas sebagai personil yang ditempatkan di luar negeri untuk mewakili negaranya (representative function). Namun se balik nya merupakan hal yang merepotkan bagi diplomat yang kurang memahami arti representasi tersebut, sehingga cenderung menghindari pelaksanaan representasi dengan berbagai alasannya sendiri.

Menyoal Output dan Outcome Representasi Perry Pada, Plt. Inspektur Wilayah I Kemlu

MARET 2013 MARET 2013

1. SPJ harus dilaksanakan sesuai kebutuhan dan perencanaan yang telah dibuat oleh Satker. Dalam pelaksanaannya, tetap harus memperhatikan kewajaran dan kepatutan, serta menerapkan prinsip Efisien, Efektif dan Ekonomis (3-E).

2. Perjalanan dinas harus dapat dipertanggungjawabkan secara akuntabel dan lengkap dengan melampirkan antara lain:a. Surat perintah perjalanan dinasb. Surat tugasc. Bukti tiket (pesawat udara/kereta api/travel dll) yang sesuai dengan Standar Biaya Umum atau Standar Biaya Khusus (SBU/SBK)d. Bukti pembayaran akomodasi yang sah (dikeluarkan oleh hotel dengan cap dan tandatangan pejabat hotel)e. Foto copy paspor (yang mencantumkan bukti imigrasi, untuk perjalanan keluar negeri)f. Laporan kepada atasan

3. Seorang pejabat tidak dapat/tidak mungkin/tidak boleh me lak-sanakan perjalanan dinas secara ganda pada satu satuan waktu.

4. Pada penyusunan pertanggungjawaban, pejabat Eselon II perlu memberikan persetujuan pengeluaran jaldis tersebut.

Arzaf F. FirmanInspektur Wilayah IV

Perjalanan Dinas Harus Akuntabel

Page 23: Salam QuAs

Sri Wilujeng,Inspektur Wilayah II Kemlu

44 45

Sejatinya, semangat yang ter-kandung di balik Provident Fund (Tunjangan Hari Tua/THT) bagi pegawai setempat di Perwakilan RI seperti KBRI

dan KJRI sangatlah mulia. Ide dan dasar pe-mikiran skema Provident Fund atau yang sering disingkat PF adalah sebagai tabungan yang akan dikembalikan oleh Perwakilan RI kepada pegawai setempat pada saat yang bersangkutan tidak lagi bekerja di Perwakilan (masa kontrak berakhir, pensiun atau meninggal dunia). PF adalah sebagai peng ganti pesangon yang telah ditiadakan sesuai dengan Permenlu no 7/2006.

Permenlu tahun 2006 itu menegaskan bahwa Perwakilan RI menerima dan me-nyim pan dana PF hasil potongan 10% gaji pokok pegawai setempat setiap bulan dan akan dikembalikan kepada yang ber sangkut-an pada saat kontrak kerjanya berakhir. Dalam hal pegawai setempat me ninggal dunia, PF-nya akan diserahkan kepada ahli waris nya yang sah.

PF “disimpan” atas nama masing-masing pegawai setempat dan dikelola oleh Per wakilan, yang diatur lebih lanjut dengan Ke putusan Kepala Perwakilan. Pengaturan penge lo la an PF ini dinilai sangat penting dan krusial sehingga dipandang perlu untuk diatur secara cermat agar memenuhi

TIPS I Inspektur

azas tertib administrasi, transparansi dan akuntabel.

Salah satu dari beberapa kendala pengelolaan PF/THT adalah karena tidak semua pegawai setempat di Perwakilan RI sepakat menyimpan PF/THT di bank setempat dengan berbagai alasan seperti tidak semua bank menerapkan sistem joint account. Masalah krusial lainnya adalah mengenai penatausahaan (administrasi) pembukuan dana PF yang sebagian secara nyata masih dilakukan secara “swakelola” oleh pejabat terkait keuangan Perwakilan (HOC dan BPKRT). Ini tentu sangat beresiko mengingat pengelolaan PF memerlukan tertib administrasi yang cermat, sedangkan mutasi staff (termasuk pejabat keuangan) Perwakilan RI sangat tinggi.

Tidak dapat dipungkiri bahwa titik krusial yang dimaksudkan adalah perlunya tata kelola administrasi dan pencatatan PF/THT yang sangat cermat dan tepat. Beberapa kasus yang sering terjadi adalah: pencatatan PF yang tidak tertib, pembayaran PF kepada pemilik PF diakhir jeda kontrak (sebelum kontrak kerja diperpanjang), dan pejabat yang bertangungjawab lupa memotong setiap bulan. Ada juga kasus yang cukup ekstrim seperti dana PF dipinjamkan kepada para

pejabat Perwakilan, atau PF dibayarkan/tidak dipotong setiap bulan sesuai dengan ketentuan.

Perlu diingat, setiap penyalahgunaan peruntukan PF baik sengaja atau pun tidak merupakan tanggungajwab para pengelola keuangan pada periode yang bersangkutan. Untuk itu, ke depan, pengelolaan PF harus memenuhi azas tertib administrasi, transparan dan akuntabel serta sesuai dengan aturan yang berlaku. Prinsipnya ketertiban admisnitrasi harus tetap dijaga dan dijunjung tinggi dan PF hanya dibayarkan kepada pegawai setempat pada saat kontrak kerjanya di Perwakilan berakhir.

Azas umum yang baku dan tetap berlaku dalam organisasi modern adalah, wewenang adalah sesuatu yang dapat didelegasikan kepada orang lain, namun tidak demikian untuk sebuah tanggungjawab. Oleh karenanya, demi ketertiban tatakelola PF dan untuk menghindari munculnya sengketa dalam pengelolaan dan pem bayar-an PF di masa mendatang, maka laporan dan catatan mengenai PF perlu diperiksa secara berkala setiap 3 bulan oleh para pe-nanggungjawabnya serta laporannya di-cantumkan dalam Memorandum Akhir Tugas pejabat penanggungjawab (HOC dan BPKRT) pada saat terjadi mutasi. Lebih tertib – niscaya akan lebih baik.

Sahat Sitorus,Inspektur Wilayah III Kemlu

MARET 2013 MARET 2013

Selalu CekProvident Fund

Kiat Menghelat Sidang Internasional Seiring dengan meningkatnya

peran Indonesia di berbagai fora internasional, semakin sering Indonesia menjadi tuan rumah penyelenggaraan sidang/

konferensi internasional. Menjadi tuan rumah kegiatan internasional bukanlah hal yang mudah. Bukan hanya substansi sidang/konferensi yang harus disajikan dengan baik, namun berbagai dukungan administratif juga perlu dipersiapkan dengan rinci dan cermat sehingga dapat dihindari terjadinya kesalahan yang dapat mengganggu pelaksanaan kegiatan secara keseluruhan.

Berikut beberapa langkah yang se­baiknya di lakukan dalam penye leng ga­ra an sidang/konferensi internasional:

1. Lakukan rapat koordinasi dengan Satker/Instansi terkait untuk mengidentifikasi hal-hal yang perlu dipersiapkan, baik dari segi substansi maupun administrasi (logistik dan dukungan umum).

2. Lakukan survey pendahuluan untuk menjajagi tempat penyelenggaraan kegiatan.

3. Dari hasil rapat dan survey tersebut disusun Kerangka Acuan Kegiatan (KAK) dan Rencana Anggaran Biaya (RAB).

4. Jika waktu masih memungkinkan, Satker yang bersangkutan harus memasukkan usulan anggaran kegiatan sidang/konferensi tersebut dalam RKA-KL, sehingga nantinya dapat ditetapkan dalam DIPA Satker. Namun apabila penyelenggaraan kegiatan tersebut baru ditetapkan setelah penyusunan RKA-KL atau setelah DIPA diterima maka harus dilakukan revisi DIPA Satker yang bersangkutan dengan menggeser prioritas kegiatan.

5. Setelah pembahasan anggaran dan diketahui perkiraan anggaran yang disetujui, lakukan persiapan:

a. Susun panitia dengan mem per-hatikan prinsip ekonomis, efisien dan efektif. Hindari jumlah keanggotaan panitia yang terlalu besar. Setiap anggota panitia harus jelas tugas dan fungsinya.

b. Tetapkan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP).

c. Lakukan courtessy kepada Pemda

dan instansi keamanan setempat untuk memberitahukan rencana penyelenggaraan kegiatan, sekaligus juga untuk membicarakan bantuan/dukungan yang diperlukan.

d. Lakukan koordinasi dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian Hukum dan HAM (cq Ditjen Imigrasi) mengenai pengaturan visa bagi delegasi, baik berupa pembebasan biaya visa maupun fasilitas visa on arrival.

Setelah diperoleh penetapan anggaran:a. Pelajari jumlah anggaran yang

disetujui. Apabila lebih kecil dari usulan maka perlu dilakukan penyesuaian terhadap rencana semula. Lakukan pemisahan kegiatan yang dapat dilakukan secara swakelola dan yang harus dilakukan melalui penyedia barang/jasa.

b. PPK menetapkan rencana pengadaan barang/jasa yang meliputi spesifikasi teknis, Harga Perkiraan Sendiri (HPS) dan rancangan kontrak.

c. Lakukan koordinasi dengan Unit Layanan Pengadaan (ULP) untuk memperoleh penyedia barang/jasa, khususnya yang harus dilakukan melalui proses lelang. Lelang sebaiknya dilakukan sesegera mungkin setelah diperoleh penetapan anggaran.

d. Setelah proses pemilihan penyedia barang/jasa menetapkan PCO/EO, lakukan rapat koordinasi dengan PCO/EO dan se-luruh anggota panitia untuk mem per siap kan pelaksanaan kegiatan.

e. Lakukan peninjauan lapangan sekali lagi untuk memastikan hal-hal yang telah diperoleh pada saat peninjauan lapangan awal.

f. Sekurang-kurangnya 3 bulan sebelum pelaksanaan kegiatan, Sekretariat Panitia menyampaikan undangan ke Per-wakilan RI untuk diteruskan kepada instansi/lembaga/organisasi setempat yang terkait.

g. Koordinasi dengan Satker (Direk-to rat Fasilitas Diplomatik, Direktorat Kon-su ler), Perwakilan RI, dan Perwakilan Negara yang bersangkutan di Indonesia serta instansi terkait mengenai pengaturan izin membawa senjata bagi pegawal Menteri/Kepala Negara dan flight clearance.

h. Lakukan koordinasi dengan Satker terkait untuk memperoleh bantuan tenaga

Liaison Officers (LO).

Pada saat pelaksanaan kegiatan:a. Sekurang-kurangnya H-1 panitia

sudah harus berada di tempat pe nye leng-garaan kegiatan untuk memastikan semua persiapan telah dilaksanakan dengan baik.

b. Ketua Panitia memberikan briefing kepada seluruh anggota panitia, LO dan SO.

c. Lakukan gladi (rehearsal) untuk acara pembukaan dan pertunjukan budaya (jika ada).

d. Sekurang-kurangnya 12 jam sebelum acara pembukaan, Panitia ber-koor dinasi dengan Aparat Pengamanan me-lakukan sterilisasi lokasi.

e. PPHP dapat datang lebih awal untuk memastikan bahwa barang/jasa yang diserahkan oleh PCO/EO telah sesuai dengan kontrak. Buat Berita Acara serah terima pekerjaan dan segera ajukan ke berat-an apabila ada hal-hal yang tidak sesuai.

f. Dalam hal terdapat perkembangan diluar perencanaan, Koordinator Bidang me-lakukan koordinasi dengan Sekre tariat, PPK dan PCO untuk mencari langkah-langkah penyesuaian, dengan memperhitungkan batasan addendum kontrak (maksimum 10% dari nilai kontrak).

g. Setiap akhir acara, masing-masing Bidang melakukan evaluasi untuk mengidentifikasi kendala, kekurangan dan kekeliruan sehingga tidak terulang pada acara berikutnya.

Setelah selesai kegiatan, untuk tertib administrasi dan sebagai bentuk akun ta-bilitas, seluruh dokumen yang terkait dengan penyelenggaraan kegiatan dibukukan, sejak dari dokumen perencanaan, pelaksanaan, pelaporan substansi (jalannya sidang/konferensi; pidato/pernyataan/keputusan sidang/konferensi; rekomendasi/saran yang harus ditindaklanjuti; kendala dan hambatan yang dihadapi selama pe laksanaan kegiatan; dokumentasi liputan media) dan pertanggungjawaban keuangan.

Untuk lebih lengkapnya, silakan simak buku “Pedoman Penyelenggaraan Sidang/Konferensi Internasional” tahun 2012 terbitan Itjen yang memuat secara rinci daftar kebutuhan barang/jasa yang dapat di-jadi kan sebagai rujukan bagi Satker yang akan melakukan kegiatan-kegiatan serupa.

Page 24: Salam QuAs

46 47

SAINS

MARET 2013 MARET 2013

dan fungsi, job description, membuat pegawai secara alamiah menjadi pelestari budaya suatu organisasi. Ibarat sistem tubuh manusia, pelestari (pembawa) budaya dalam organisasi dimaksud dapat dipersamakan dengan DNA (deoxyribonucleic acid) gen pembawa sifat unik tiap individu. DNA-DNA pembawa sifat ini menjadi pembentuk DNA organisasi.

Dalam tiap situasi yang berubah wajar jika ada pegawai yang merasa timbulnya ketidakpastian atau kuatir kehilangan sesuatu yang sudah familiar atau kehilangan rasa percaya diri. Meminjam istilah pakar manajemen, melakukan perubahan berarti mengubah DNA organisasi. Perubahan DNA membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Di sinilah diperlukan strategi dan pola komunikasi yang sepadan dengan perkembangan RB agar pegawai lompat ke gerbong kereta yang sudah bergerak. Donald J. Savoie dalam Making Government Reform Stick (1998), menyatakan: ”You need to communicate until you are sick and tired of communicating, and then you do it some more”.

Tujuan komunikasi bukan hanya agar program komunikasi sekedar dijalankan tapi agar pegawai ngelotok dan timbulkan “WOW effect” tentang RB. Maksudnya agar tercipta komunikasi sambung rasa yang menimbulkan pengertian, identifikasi, dukungan dan kontribusi pegawai kepada RB Kemlu. Jadi upaya agar pegawai tidak miss the big picture RB Kemlu dan selain isu hot remunerasi juga bertahap bicarakan isu-isu lain RB komplek Pejambon 6.

Pesan-pesan terus menerus da ri pimpinan juga akan membantu bermutasi-nya DNA yang baru kepada seluruh pe-gawai. Penggunaan tv screen untuk meng-gantikan papan-papan pengumuman yang berserakan di berbagai lantai Kemlu sebagai spot informasi adalah ide positif untuk komunikasi terpadu. Aneka upaya komunikasi sambung rasa sangat diperlukan untuk membuka seluas-luasnya saluran komunikasi.

Bob Felix Tobing

Konon, gawe besar perubahan ini jadi prioritas. Itu tampak dari gerak gerik Sahli Manajemen Kemlu, Ibnu Said di awal tahun 2013. Meski

suasana libur akhir tahun 2012 masih terasa, Sahli Manajemen yang selalu enerjik itu terus menyambangi seluruh pegawai Kemlu melalui pertemuan dengan satuan-satuan kerja (satker). Sahli Manajemen membawa pesan penting kepada satker-satker. Pesan dimaksud adalah tentang progres teranyar reformasi birokrasi (RB) Kemlu termasuk isu seksi remunerasi atau tunjangan kinerja.

Mungkin tidak banyak pegawai Kemlu yang sadar RB Kemlu telah mulai unjuk keberhasilan. “Remunerasi adalah bukti keberhasilan kita bersama laksanakan RB Kemlu,” kata Sahli Manajemen kepada pimpinan dan staf Itjen Januari yang lalu. Pemberian remunerasi menandai hasil keringat Kemlu telah mulai dinilai dalam skema RB nasional.

Mengapa reformasi Kemlu begitu panjang dan baru kali ini diumumkan adanya keberhasilan? Reformasi Kemlu sesungguhnya sudah dimulai sejak tahun 2001 yang populer disebut Benah Diri. Yang direformasi ialah perubahan organisasional, budaya kerja dan pembenahan profesi.

Kick off RB Kemlu ditandai oleh penyampaian Dokumen Usulan RB Kemlu, Dokumen Road Map RB dan Capaian Benah Diri Kemlu kepada Kemenpan RB tahun 2010. Ini “modal” agar Kemlu masuk dalam program reformasi nasional. Dari dokumen-dokumen tersebut Kemenpan membuat “rapor” Kemlu yang berisi skor 63 dan remunerasinya disetujui hingga 55%. Reformasi Kemlu ada yang berhasil seperti pola rekrutmen, pola pengembangan pendidikan SDM, pelayanan publik (citizen service) di beberapa perwakilan, namun itu belum cukup. Masih ada syarat-syarat lainnya yang perlu dipenuhi Kemlu dan saat ini masih dalam proses. Kemlu menempati top five besaran remunerasi.

Pegawai Kemlu dalam pusaran Target RB tahun 2025

Apa saja yang direformasi Kemlu, tercantum dalam Road Map 2010 -2014, yaitu 9 (sembilan) area perubahan.

Transformasi Kemlu ini dipastikan akan berkonsekuensi ke seluruh tubuh Kemlu termasuk pegawai tanpa terkecuali. “Reformasi Birokrasi Kemlu adalah perubahan besar, proses panjang menuju world class government,” demikian lanjut Sahli Manajemen.

Remunerasi bukti keberhasilan RB Kemlu yes, tapi berpuas diri, no. Ada agenda besar yang masih harus dicapai. Sebagaimana disampaikan oleh Sahli Manajemen, Kemlu tidak hanya berfokus pada upaya maintain good keeping of employees reports serta pencapaian realisasi remunerasi. Setelah remunerasi disetujui, keberhasilan RB Kemlu diukur oleh user yaitu publik. Dengan kata lain score card Kemlu ditentukan oleh sejauh mana publik puas dengan kinerja dan pelayanan Kemlu.

Apakah maksudnya di tahun 2025 Kemlu (termasuk pegawai) sudah secanggih Kemlu di negara Paman Sam atau Negara Matahari Terbit, misalnya? Apakah itu berarti remunerasi 100% baru bisa dicapai tahun 2025? RB Kemlu adalah proses perubahan yang berkelanjutan, sistematis, terarah, dan terukur untuk menjadikan Kemlu yang lebih baik. Jika bisa dijadikan indikator tingkat kemajuan suatu bangsa, saat inipun Indonesia sudah menjadi anggota kelompok bergengsi G-20 yang sebagian anggotanya ialah negara-negara maju seperti AS, Rusia, Jepang, Inggris, Jerman. Jadi pegawai negeri Indonesia termasuk yang di Kemlu tidak perlu menunggu hingga tahun 2025 untuk tingkatkan kualitasnya termasuk menunggu 100% remunerasi. Sebab besaran remunerasi selanjutnya, akan ditentukan oleh tingkat kemajuan RB sebagai salah satu dasar penetapannya.

Dengan menjadi anggota G-20, tanggung jawab Indonesia sebagai anggota masyarakat bangsa-bangsa telah bergeser semakin besar. Seiring dengan tanggung jawab yang semakin besar, tercipta kesempatan bagi Indonesia untuk lebih aktif berperan dalam konstelasi internasional khususnya melalui G-20. Indonesia bersama dengan negara-negara anggota G-20 lainnya diharapkan untuk menawarkan inisiatif atau agenda untuk turut menyelesaikan masalah-masalah global dan regional sekarang ini. Keberhasilan diplomasi Indonesia antara lain ditentukan oleh dukungan mesin

diplomasi Indonesia yaitu Kemlu RI. Di sinilah pentingnya dukungan profesionalitas pegawai Kemlu yang sepadan dengan postur Indonesia sebagai anggota G-20.

Untuk itu pembenahan pola budaya, pola pikir dan kinerja pegawai cukup penting. Dengan asas equal pay equal work remunerasi diharapkan dapat meningkatkan disiplin dan berkontribusi kepada kinerja, no free rider. Istilah para ahli, change riders akan usaha menavigasi perubahan untuk mencapai keberhasilan. Sedangkan free riders memasukkan mereka yang tidak siap dalam perubahan di instansinya.

Uniknya, dalam proses RB, Itjen Kemlu memainkan peran penanggung ja-wab Penguatan Pengawasan. Itjen menjadi quality assurer dan sebagai konsultan untuk memberi keyakinan bahwa Kemlu telah mencapai tujuan organisasi secara efisien, efektif dan kepatuhan terhadap peraturan dan deteksi dini penyimpangan pengelolaan keuangan. Menjamin semua urusan Kemlu telah dilaksanakan sebagaimana mestinya serta pemberian konsultasi kepada satker-satker ini bukan tugas yang mudah. Diperlukan audit dan reviu serta pendampingan berkualitas untuk timbulkan kepercayaan dari publik atas manajemen Kemlu. Lagi-lagi kuncinya adalah perlunya SDM Itjen yang mumpuni.

Apa saja kesiapan Itjen dalam meningkatkan kapasitas SDM agar dapat memberikan quality assurance dan sebagai konsultan bagi Kemlu? Irjen, Sugeng Rahardjo, sebagai nakhoda di Itjen Kemlu menjelaskan: “Indikator bisa dilaksanakannya reformasi birokrasi bila staf yang ada di Itjen memiliki budaya kerja yang baik”. Selanjutnya dikatakan oleh Irjen: “Tahun 2013 adalah tahun kompetensi seluruh pegawai Itjen. Salah satu upaya untuk tingkatkan kompetensi pegawai Itjen ialah forum reguler focus group discussion (FGD) diplomat serta FGD PKKRT dengan auditor.”

Peranan komunikasi

Salah satu area perubahan penting dalam proses RB Kemlu ialah pola budaya. Ini menunjukkan jika ingin berhasil, budaya organisasi Kemlu perlu berubah. Perjalanan (sejarah) organisasi, visi dan misi, tugas

Reformasi Birokrasi Kemlu, How Far Can You Go? Ada sebuah gerakan perubahan sedang digulirkan di tubuh Kemlu. Kali ini tidak tanggung-tanggung. Akan menyisir seluruh pegawai. No point of return?

Page 25: Salam QuAs

Duh Gusti Paringono Sabar

Mayoritas warga di salah satu negara yang terletak di benua hitam memandang diri mereka sebagai bangsa yang memiliki jati diri yang kuat. Padahal mereka ini sebenarnya sering dinilai orang asing sebagai masyarakat yang kurang sensitif dan maunya menang sendiri.

Menyiram di kala hujan

Percakapan antara manajer salah satu perusahaan (kebetulan WNI) dengan tukang kebunnya:

Manajer : Mulai hari ini kamu kerja sebagai tukang kebun di sini. Setiap hari siram tanaman di halaman depan kantor setiap jam 7 pagi dan jam 4 sore ya..

Tukang Kebun : Siap bos..

Keesokan harinya turun hujan lebat mulai dari jam 2 siang. Tepat pukul 4 sore harinya, si manajer yang asli melayu terheran-heran melihat tukang kebunnya dengan gagahnya berhujan-hujan ria menyiram tanaman di depan kantor.

Manajer : Hey.. ngapain kamu? Udah tahu kalo hujan, kenapa masih nyiram tanaman??

Tukang kebun : Lho.. Kan ini tugas saya. Setiap jam 7 pagi dan jam 4 sore menyiram tanaman. Pak manajer gimana sih? Masa nggak tahu tugas tukang kebon apa?! Udah, jangan ngajak ngobrol saya. Saya mau kerja nih. Jangan ganggu ya!

Manajer : (Gubrak) “Duh Gusti paringono sabar!”

Pesan makanan di restoran

Percakapan antara pelanggan restoran (orang Indonesia juga) dengan pelayannya.

Pelanggan : Oke saya mau pesan Rump Steak tapi yang 200 gram aja.

Pelayan : Kamu yakin mau pesan itu? Ntar nggak kenyang lho. Menurutku mestinya kamu pesan yang 350 gram atau T-Bone Steak aja 500 gram. Enak lho..

Pelanggan : Sebelum ke sini aku udah makan roti. Makanya aku mau pesen itu aja . Rump Steak 200 gram (sambil menggerutu dalam hati)

Pelayan : Bener nih? Ntar nyesel lhoo..Pelanggan : Iyaaaa!!! Emang itu yang gue mau.. (dengan

kesalnya)

15 menit kemudian, datanglah si pelayan dengan makanan pesanan si pelanggan.

Pelayan: Ini pesanan kamu.. selamat menikmati..Pelanggan: Lho.. saya pesan 200 gram kok yang keluar segede

gambreng? Bener ini pesanan saya?Pelayan : Ooh.. itu 350 gram.. kalo 200 gram kan ladies portion,

kamu nggak akan kenyang makan itu. Makanya tadi aku orderin yang 350 aja.

Pelanggan: Lho gue kan tadi bilang emang mau makan sedikit!! ...@#%$..^@#%...

Pelayan: Kok kamu marah sih?! Kan sengaja aku pesenin itu biar kamu kenyang. Ntar kalo porsinya terlalu sedikit kamu komplain.. gimana sih??!!!

Pelanggan: (menghela napas panjaaaaangggg dan laammmaaaaa) “Duh Gusti paringono sabar!”

Pembeli adalah raja?

Percakapan di toko kain terkemuka. Si pelanggan orang Indonesia asli lhoo…

Pelanggan: Saya mau beli kain yang jenis ini. Semuanya 3 meter ya..

Penjaga toko: Ini kuitansinya.. kamu bayar aja di kasir.

Si pelanggan pun menghampiri kasir untuk membayar.

Kasir: Mana barang yang kamu beli?Pelanggan: Wah ngga tau tuh. Tadi katanya saya mesti

bayar dulu.Kasir: Gimana sih? Kalo udah mau bayar, barang

yang dibeli dibawa dong!Pelanggan: Iya deh, aku ambil dulu barangnya di counter..

(dengan sedikit dongkol)Pelanggan: Mana kain yang aku beli tadi?Penjaga toko: Nih.. untung aku simpenin. Gimana sih? Lain kali

dibawa donk kalo udah mau bayar!Pelanggan : Lho tadi kamu ngga bilang ke aku?! Kok sekarang

nyalahin sih?Penjaga toko: Situ yang ngga tau diri. Dimana-mana kalo beli

sesuatu, barang yang dibeli harus dibawa ke kasirnya. Masih untung tadi kain yang kamu beli masih aku simpenin..

Pelanggan: *&%^#*&@%@& “Duh Gusti paringono sabar!”

Sopan santun saat bertemu orang

Percakapan antara teller dengan nasabah (orang Indonesia juga) di suatu bank.

Nasabah : Selamat pagi.. Saya mau setor uang ke rekening saya.Teller : Kenapa kamu tidak sopan sama saya. Apa salah saya?Nasabah : Lho.. lho.. kok sampeyan bisa ngatain saya nggak

sopan?? Apa salah saya?Teller : Kenapa kamu tidak menanyakan “apa kabar”?!Nasabah : Lho kan saya sudah kasih salam tadi. Saya bilang

“selamat pagi” ke kamu.Teller : Harusnya kamu ngga cuma bilang selamat pagi. Tapi

juga nanya “apa kabar”. Dasar.. nggak sopan Nasabah: Lho.. harusnya kamu dong yang nyapa saya duluan.

Masih untung saya sapa.Teller : Mestinya kamu yang duluan nyapa saya. Kan aku cape

kerja dari tadi pagi ngelayanin 50 nasabah. Makanya justru kamu yang harus nyapa duluan. Hormati saya donk.

Nasabah: Heh?! %^#%$&%@&%#$ “Duh Gusti paringono sabar!”

Bharata

48

HANG OuT

49MARET 2013 MARET 2013

Page 26: Salam QuAs

50

CATATAN AKHIR

MARET 2013

Bambang Antarikso, Sekretaris Itjen Kemlu

Ketika seorang manajer akan mengambil sebuah keputusan, tentu dia akan melihat pada aturan yang berlaku, pada aspek legalitas

formalnya. Yaitu, apakah keputusan yang akan diambilnya memiliki dasar hukum yang kuat?, apakah ada aturan yang dilanggar?. Apabila jawabannya tidak, maka seharusnya tidak sulit bagi seorang manajer untuk mengambil keputusan.

Namun seringkali situasinya tidak sesederhana itu, memang benar tidak ada aturan yang dilanggar, tetapi yang terjadi adalah aturannya belum lengkap atau belum sempurna atau bahkan memang tidak diatur sama sekali.

Nah, mungkin dari sisi legalitas formal tidak ada aturan yang dilanggar, namun dari sisi manajerial, sebuah pengambilan keputusan tentu tidak semata-mata didasari aspek legal saja, namun juga perlu mempertimbangkan berbagai hal, termasuk yang paling penting adalah risiko atau dampak yang mungkin ditimbulkan dari sebuah pengambilan keputusan. Dalam kaitan inilah, seorang manajer dapat menjadi sangat berani, karena berpendapat, toh tidak ada aturan yang dilanggar?!!! atau mengatakan: ”saya yang akan menanggung risikonya”

Pertanyaannya adalah, apabila aturannya belum ada atau tidak lengkap, apakah berarti kita bebas melakukan apapun?

Rasanya tidak, karena selain aturan yang sifatnya tertulis, tentu ada seperangkat

aturan tidak tertulis, seperti etika, norma, budaya dan berbagai kebiasaan positif yang menjadi pembatas, yang menjadi pembeda. Karena, harus diakui bahwa membuat sebuah aturan tertulis tentu tidak dapat dilakukan secara serta merta, begitu banyak pertimbangan, begitu banyak

kepentingan yang harus masuk dalam kalkulasi dan begitu

lama waktu yang dihabiskan untuk m e n y e l e s a i k a n sebuah aturan.

A p a b i l a sebuah keputusan diambil semata-mata di landasi aturan yang ada

(sering disebut dengan istilah “ m e n e r a p k a n hukum dengan

kacamata kuda”), tanpa kalkulasi manajemen risiko,

maka akumulasi dari keputusan yang demikian

akan berpotensi menjadi bom waktu.

Artinya, pada awalnya keputusan tersebut tidak akan bermasalah, karena memang tidak ada aturan yang dilanggar. Namun dalam perjalanan waktu, sebuah keputusan -apapun bentuknya- pasti akan mendapat reaksi baik secara langsung dari pihak yang terkait didalam sebuah organisasi maupun dari luar organisasi. Keputusan yang pada awalnya terlihat sempurna dari aspek ligalitas, mungkin pada gilirannya akan menampakkan wajah aslinya, ketika ada etika yang dilanggar, ada norma yang diabaikan. Apalagi ketika aspek keadilan

dirasakan terganggu dan dampaknya bukan hanya ke dalam organisasi tetapi juga ke luar kepada para pemangku kepentingan dan bahkan meluas ke masyarakat pada umumnya.

Dan ketika keputusan yang sejenis ini dilakukan berkali-kali, berulang-ulang tentu organisasi pada akhirnya akan tiba pada batas maksimalnya untuk menahan beban yang dihadapi. Selanjutnya, hanya tinggal menunggu waktu dimana permasalahan akan menyebar dan meluas diluar kendali manajemen dan bukan tidak mungkin, mengancam eksistensi organisasi.

Dalam kaitan inilah diperlukan seorang manajer yang benar-benar memiliki visi untuk membawa organisasi kearah yang telah ditetapkan dan menjadi cita-cita bersama, manajer yang memahami karakter organisasi. Dengan kalkulasi yang matang tentang berbagai opsi yang mungkin dihadapi oleh sebuah organisasi, baik yang bersifat seketika, ada dihadapan mata, maupun yang bersifat jangka panjang. Keputusan yang diambil secara matang dengan berbagai pertimbangan risiko tentu tidak dilakukan oleh seorang manajer yang “main terabas”.

Yang ideal tentu membuat aturan yang sempurna, lengkap dan tidak membuka peluang diinterpretasikan secara berbeda (atau bahkan multi interpretasi), sebagai pilar utama keberhasilan organisasi. Namun, yang sering dihadapi adalah sebuah situasi dimana tidak mudah membuat sebuah aturan yang komprehensif. Dalam keadaan tersebut, maka pilar kedualah yang perlu dikedepankan, yaitu aspek pengawasan, inilah yang diharapkan dapat menjadi mitra manajemen sebagai konsultan untuk mencegah serta menghindari penumpukan masalah yang dapat meledak setiap saat.

Bom Waktu

Page 27: Salam QuAs

Inpres No.1/2013 Tentang Aksi Pencegahan Dan Pemberantasan Korupsi.