Salah Satu Tujuan Komunikasi Politik Adalah Pembentukan Pendapat Umum Dan Pada Akhirnya Akakn...

13
Salah satu tujuan komunikasi politik adalah pembentukan pendapat umum Dan pada akhirnya akakn berdampak pada kebijakan pejabat dalam mengambil keputusan. opini publik akan cenderung memberi jawaban tentang suara mayoritas dalam sistem pemerintahan demokrasi. Salah satunya saluran yang paling ampuh dalam membentuk opini public adalah media massa. Dalam komunikasi politik yang dilakukan pemerintah akan berakibat pada opini publik yang berkembang di masyarakat terkait pada komunikasi politik yang telah dijalankan oleh pemerintah. Dan opini publik yang berkembang di masyarakat akan mempengaruhi pula strategi penggunaan komunikasi politik oleh komunikator politik itu sendiri. PERAN MEDIA Media massa di negara demokrasi dan negara otoriter memiliki perbedaan, di Negara otoriter media massa digunakan pemerintah sebagai alat politik untuk mengendalikan opini rakyatnya, hal ini sebagaimana dapat di lihat pada negara unisoviet serta keberlangsungan media massa tergantung kebijakan yang ada pada pemerintah. Sedangkan di negara demokrasi peran media massa lebih luas karena memiliki kepribadian sendiri berdasarkan latar belakang redaktur dan wartawan yang melakuan peliputan berita, sehingga hal ini bagaikan koin yang tidak dapat dipisahkan. Di satu pihak media massa dapat mendukung program pemerintah, di lain pihak dapat menimbulkan opini publik yang dapat menghambat program pemerintah. Dalam hal ini pejabat atau pemerintah dapat memanfaatkan media massa sebagai alat politik untuk menimbulkan opini baru di masyarakat sehingga kepentingan pemerintahdapat berjalan dengan baik atau pejabat dapat memanfaatkan pemberitaan di media massa untuk memperoleh dukungan publik. Pada penyusunan berita kadang media massa lebih mengedepankan kepentingan profitnya yakni dengan memberitakan peristiwa di luar fakta yang terjadi sehinggamenimbulkan spekulasi baru di masyarakat. Sehingga perlu adanya koordinasi antara narasumber dengan pencari berita sehingga tidak menimbulkan persepsi baru yang akan merugikan berbagai pihak.

description

kom pol

Transcript of Salah Satu Tujuan Komunikasi Politik Adalah Pembentukan Pendapat Umum Dan Pada Akhirnya Akakn...

Page 1: Salah Satu Tujuan Komunikasi Politik Adalah Pembentukan Pendapat Umum Dan Pada Akhirnya Akakn Berdampak Pada Kebijakan Pejabat Dalam Mengambil Keputusan

Salah satu tujuan komunikasi politik adalah pembentukan pendapat umum Dan pada akhirnya akakn berdampak pada kebijakan pejabat dalam mengambil keputusan.

opini publik akan cenderung memberi jawaban tentang suara mayoritas dalam sistem pemerintahan demokrasi.

Salah satunya saluran yang paling ampuh dalam membentuk opini public adalah media massa. Dalam komunikasi politik yang dilakukan pemerintah akan berakibat pada opini publik yang berkembang di masyarakat terkait pada komunikasi politik yang telah dijalankan oleh pemerintah. Dan opini publik yang berkembang di masyarakat akan mempengaruhi pula strategi penggunaan komunikasi politik oleh komunikator politik itu sendiri.

PERAN MEDIA

Media massa di negara demokrasi dan negara otoriter memiliki perbedaan, di Negara otoriter media massa digunakan pemerintah sebagai alat politik untuk mengendalikan opini rakyatnya, hal ini sebagaimana dapat di lihat pada negara unisoviet serta keberlangsungan media massa tergantung kebijakan yang ada pada pemerintah. Sedangkan di negara demokrasi peran media massa lebih luas karena memiliki kepribadian sendiri berdasarkan latar belakang redaktur dan wartawan yang melakuan peliputan berita, sehingga hal ini bagaikan koin yang tidak dapat dipisahkan. Di satu pihak media massa dapat mendukung program pemerintah, di lain pihak dapat menimbulkan opini publik yang dapat menghambat program pemerintah. Dalam hal ini pejabat atau pemerintah dapat memanfaatkan media massa sebagai alat politik untuk menimbulkan opini baru di masyarakat sehingga kepentingan pemerintahdapat berjalan dengan baik atau pejabat dapat memanfaatkan pemberitaan di media massa untuk memperoleh dukungan publik. Pada penyusunan berita kadang media massa lebih mengedepankan kepentingan profitnya yakni dengan memberitakan peristiwa di luar fakta yang terjadi sehinggamenimbulkan spekulasi baru di masyarakat. Sehingga perlu adanya koordinasi antara narasumber dengan pencari berita sehingga tidak menimbulkan persepsi baru yang akan merugikan berbagai pihak.Peranan media massa juga mendukung kegiatan komunikasi politik yaitu bentuk komunikasi politik sangat terkait dengan perilaku politikus atau aktivis politik untuk mencapai tujuan politiknya. Teknik komunikasi yang digunakan untuk mencapai dukungan legitimasi (otoritas sosial) meliputi tiga level, yaitu pengetahuan, sikap, dan perilaku khalayak. Kegiatan komunikasi politik meliputi juga upaya untuk mencari, mempertahankan, danmeningkatkan dukungan politik. Media massa juga berperan membentuk citra politikus dan kegiatan komunikasi politik. Dengan demikian disimpulkan bahwa media massa sangat mendukung kegiatan komunikasi politik. Hal ini berkaitan dengan fungsi komunikasi massa menurut Wilbur Schramm menyatakan, komunikasi massa berfungsi sebagai decoder, interpreter, dan encoder. 

Page 2: Salah Satu Tujuan Komunikasi Politik Adalah Pembentukan Pendapat Umum Dan Pada Akhirnya Akakn Berdampak Pada Kebijakan Pejabat Dalam Mengambil Keputusan

Komunikasi massa mengkode lingkungan sekitar untuk kita, mengawasi kemungkinan timbulnya bahaya, mengawasi terjadinya persetujuan dan efek hiburan. Komunikasi massa mengintrepetasikan hal-hal yang dikode sehingga dapat mengambil kebijakan terhadap effek,menjaga berlangsungnya interaksi, serta membantu masyarakat menikmati kehidupan. Komunikasi massa juga mengkode pesan-pesan yang memelihara hubungan kita dengan masyarakat lain serta menyampaikan kebudayaan baru kepada masyarakat.Adapun fungsi pokok media massa itu sendiri dalam komunikasi politik, yaitu :1. Retorika Politik Retorika adalah komunikasi yang bersifat dua arah atau dialogis, yaitu antara satu dengan yang lain. Atau satu orang berbicara kepada satu orang atau beberapa orang, untuk saling mempengaruh dan timbal balik (dua arah). Dale Carnage mengatakan “we are judged each day by our speech” yang artinya setiap hari kita dihakimi oleh perkataan kita sendiri. Cara bicara mengungkapkan apakah anda orang terpelajar atau tidak.2. Agitasi PolitikAgitasi berasal dari bahasa Latin yaitu agitare (bergerak, menggerakkan). Menurut HerbertBlumer (1969) agitasi adalah beroperasi untuk membangkitkan rakyat pada gerakan tertentu terutama gerakan politik. Dengan kata lain, agitasi adalah upaya untuk menggerakkan massa dengan lisan atau tulisan, dengan cara merangsang dan membangkitkan emosi khalayak. Orang yang melakukan agitasi itu dinamakan agitator. Napheus Smith menyebut agitator sebagai orang yang berusaha menimbulkan ketidakpuasan, kegelisahan, atau pemberontakan orang lain. Dengan demikian, agitasi bersifat negatif karena sifatnya yang menghasut, mengancam, menggelisahkan, membangkitkan rasa tidak puas khalayak, dan mendorong adanya pemberontakan.3. Propaganda Politik Propaganda berasal dari kata latin propagare (menyemai tunas tanaman). Propagandis adalah orang yang melaksanakan kegiatan propaganda, yang mampu menjangkau khalayak kolektif yang lebih besar. Propagandis merupakan politikus atau kader partai politik yang memiliki kemampuan dalam melakukan sugesti kepada khalayak dan menciptakan suasana yang mudahterkena sugesti 

Teori ini banyak berkaitan dengan kekuatan media yang bisa membuat opini publik, tetapi di balik itu ada opini yang bersifat laten berkembang di tingkat bawah yang tersembunyi karena tidak sejalan dengan opini publik mayoritas yang bersifat manifes (nyata di permukaan). Opini publik yang tersembunyi disebut opini yang berada dalam lingkar keheningan (the spiral of silence). Di

Page 3: Salah Satu Tujuan Komunikasi Politik Adalah Pembentukan Pendapat Umum Dan Pada Akhirnya Akakn Berdampak Pada Kebijakan Pejabat Dalam Mengambil Keputusan

Indonesia, ketika pemerintah Soeharto berlangsung, terutama satu dekade menjelang kejatuhannya benyak sekali opini publik berkembang di tingkat bawah, tetapi tidak bisa terangkat karena bertentangan dengan opini mayoritas di tingkat atas. Akibatnya muncul banyak humor politik dikalangan masyarakat yang tidak bisa dipublikasikan dalam media massa. Misalnya istilah Tosiba diplesetkan Tommy, Sigit, dan Bambang, AIDS (Aku Ingin Ditelepon Soeharto), dan sebagainya. Bahaya opini publik yang mengalami lingkar keheningan seperti ini bisa menjadi bom waktu yang setiap saat bisa meletus dan melahirkan kerusuhan.

mereka menggunakan media untuk mencari informasi tentang apa yang mereka butuhkan. Tidak itu saja, di gedung-gedung parlemen bisa dilihat bagaimana para anggota DPR membaca dan mengikuti bagitu banyak media dalam sehari, hanya untuk memperoleh informasi dari hasil liputan para wartawan. Politisi menjadikan media sebagai mata dan hati untuk mengetahui apa yang terjadi di masyarakat, sekaligus menjadikan media sebagai pengganti partai untuk menghubungkan dengan para pendukung atau konstituennya.

media memberi pengaruh terhadap khalayak dalam pemilihan presiden melalui penayangan berita, isu, citra, maupun penampilan kandidat itu sendiri. Dalam konteks politik, partai-partai dan para aktor politik akan berusaha memengaruhi agenda media untuk mengarahkan pendapat umum dalam pembentukan image.Dengan menonjolkan isu, citra, dan karakteristik tertentu kandidat, media ikut memberikan sumbangan yang signifikan dalam melakukan konstruksi persepsi publik dalam pengambilan keputusan, apakah akan ikut memilih dan siapa yang akan dipilih. media bisa tampil untuk mengambil keputusan dengan mengekspos masalah-masalah yang perlu dipikirkan oleh masyarakat. Misalnya bagaimana media menggairahkan orang agar tertarik menggunakan hak pilihnya dalam pemilu. Media tidak saja tergantung pada berita kejadian (news event), tetapi ia memiliki tanggung jawab untuk menggiring orang melalui agenda-agenda yang bisa membuka pikiran mereka. 

HUBUNGAN MEDIA DENGAN POLITISI DAN PEMERINTAH

Hubungan antara media dengan politisi atau pemerintah sudah berjalan sekian lama, dan hubungan itu bisa dikatakan tidak bisa dipisahkan antar keduanya, bukan saja karena wartawan membutuhkan para politisi atau pejabat pemerinyah sebagai sumber informasi (make of news), tetapi juga para politisi maupun pejabat pemerintah memerlukan media untuk menyampaikan pikiran-pikirannya maupun kebijakan uang mereka ambil untuk kepentingan orang banyak. Meski ada hubungan yang saling membutuhkan antara media dengan politisi,

Page 4: Salah Satu Tujuan Komunikasi Politik Adalah Pembentukan Pendapat Umum Dan Pada Akhirnya Akakn Berdampak Pada Kebijakan Pejabat Dalam Mengambil Keputusan

namun hubungan ini kadang menimbulakan gesekan yang kurang harmonis. Oleh karena itu, ada yang mengatakan hubungan antara keduanya seperti benci, tetapi rindu (hate and love), seperti ucapan Senator Orlando Marcado bahwa “It is clear that media needs politician, as politician needs media. There are inextricably joined together in a :love-hate” realtionship.”Hubungan antara media dan pemerintah biasanya lebih banyak bersifat negatif. Sifat negatif inilah yang sering menimbulkan miscommunication dan misinformation. Konsep terakhir yang muncul adalah kriteria penyimpangan (deviance), yakni sesuatu mempunyai nilai berita jika menyimpang dari norma rata-rata, baik yang menyangkut peristiwa, orang, perilaku, arah perkembangan dan sebagainya (Shoemaker dkk. Dalam Dahlan, 1990). Dengan demikian, pers cenderung untuk menyiarkan berita yang tidak nyaman bagi pejabat, namun disukai oleh pembaca. Sementara itu, pemerintah sendiri mempunyai kriteria tentang berita, yaitu sering dikaitkan dengan keberhasilan, ketertiban, dan pembangunan. Hubungan yang kurang harmonis antara media dengan pemerintah dapat dilihat dalam berbagai kasus di beberapa negara seperti berikut ini:• Di Prancis, para wartawan tidak bisa melaksanakan investigative reporting karena takut pemerintah akan melakukan tindakan balasan untuk menekan media. Ketika media mengungkap skandal almarhum Presiden Francois Miterrand yang punya anak luar nikah, rakyat Prancis jadi marah dan tidak senang pada pers yang terlalu bebas dalam mengungkapkan hal-hal yang bersifat privasi pemimpin negara.• Di Jepang, media tidak boleh mengekspos kesehatan Kaisar Hirohito.• Di Korea Selatan pada tahun 1957 ada 60 persen dari 42 surat kabar harian anti pemerintah, dan ketika terjadi pembunuhan Presiden Park Chung Hee (Oktober 1979), tokoh pengekangan pers di mana banyak sekali surat kabar ditutup, organisasi pers dilarang, dan diperkirakan ada 600 orang wartawan dinyatakan hilang.Permusuhan antara pers dengan pemerintah menurut Meriil dikarenakan media menjalankan fungsinya watchdog dalam mengontrol jalannya pemerintah. Meriil justru mempertanyakan kenapa hubungan antara media dan pemerintah mesti bermusuhan. Karena tidak bisa bersahabat dan bekerja sama untuk kepentingan orang banyak. Bukankah keduanya bekerja untuk kepentingan publik? Tampak media atau wartawan senang jika memiliki sikap berlawanan dengan pemerintah, padahal hubungan antara keduanya sesungguhnya tidak dibentuk atas dasar permusuhan, melainkan hidup dalam satu kehidupan yang simbiosis dan saling membutuhkan. Media and politician can be te best of friends.

Terdapat adanya mitra kerja sama segitiga antara masyarakat, media, dan

Page 5: Salah Satu Tujuan Komunikasi Politik Adalah Pembentukan Pendapat Umum Dan Pada Akhirnya Akakn Berdampak Pada Kebijakan Pejabat Dalam Mengambil Keputusan

pemerintah. Demikian pula dalam hal pengawasan, bukan hanya media yang memiliki hak pengawasan terhadap pemerintah dan masyarakat, tetapi antara ketiganya saling mengawasi satu sama lain. Tentu saja menjadi persoalan jika media tidak memiliki kesedian untuk diawasi oelh pemerintah atau masyarakat. Ini berarti media menuntut adanya hak-hak khusus atau keistimewaan, padahal sebagai suatu lembaga kemasyarakatan ia memiliki kedudukan yang sama dengan lembaga-lembaga sosial lainnya atau individu di depan hukum. Pengawasan tidak diartikan sama dengan pembredelan atau kontrol dalam bentuk sensor, melainkan pengendalian agar tetap berada dalam landasan cita-cita bangsa untuk menciptakan suatu negara adil, makmur, dan sejahtera.Pada akhirnya diharapkan peran media bukan hanya memberitakan, tetapi juga dalam koridor pembangunan bangsa (nation building). Pemerintah menginginkan media dapat memelihara hegemoni, dengan tidak perlu memproteksi struktur sosial melalui tekanan atau kekuatan bersenjata, melainkan masyarakat bisa hidup dalam situasi yang konduksif untuk bekerja dan mencari penghidupan. Untuk media sedapat mungkin berperan untuk memelihara kondisi masyarakat yang demikian (hegemony). Jadi wartawan dan organisasi-organisasi media tidak bisa dilihat secara sederhana, yakni hanya melaporkan peristiwa sebagai berita, melainkan bisa berpartisipasi di dalamnya dan bertindak sebagai pelaku dan pendukung terwujudnya hegemoni tersebut (McNair: 2003).Disini dapat dilihat betapa sulitnya tugas para karyawandi semua negara, khususnya di negara-negara sedang berkembang, sebab ia berhadapan pada dua sisi kepentingan, yakni kepentingan pada profesionalisme yang bisa sinergi dengan harapan negara, dimana kedua-nya menjadi bagian dari tugas nasional. Jadi media dalam memberitakan suatu kejadian sedapat mungkin bisa melayani kebutuhan masyarakat akan “hak untu mengetahui”, serta menawarkan opsi terhadap pilihan politik dengan menyuburkan tumbuhnya partisipasi masyarakat dalam urusan-urusan pemerintahan dan kemanusiaan (Guravitch dan J.G. blumler dalam Lichtenberg: 1991).Dalam hal penegakan demokrasi, Gurevitch dan J.G. blumler dalam Lichtenberg (1991) mengharapkan media massa bisa berperan untuk:• Mengawasi lingkungan sosial politik dengan melaporkan perkembangan hal-hal yang menimpa masyarakat, apakah masyarakat makin sejatera atau tidak;• Melakukan agenda setting dengan mengangkat isu-isu kunci yang perlu dipikirkan dan dicarikan jalan keluar oleh masyarakat;• Menjadi platform dalam rangka menciptakan forum diskusi antara politisi dan juru negara terhadap kelompok kepentingan dan kasus lainnya;• Membangun jembatan dialog antara pemegang kekuasaan pemerintahan dan masyarakat luas;• Membangun mekanisme sehingga masyarakat memiliki keterlibatan dalam hal kebijakan publik;

Page 6: Salah Satu Tujuan Komunikasi Politik Adalah Pembentukan Pendapat Umum Dan Pada Akhirnya Akakn Berdampak Pada Kebijakan Pejabat Dalam Mengambil Keputusan

• Merangsang masyarakat untuk belajar, memilih, dan melibatkan diri, dan tidak hanya semata pengikut dalam proses politik;• Menolak upaya dalam bentuk campur tangan pihak-pihak tertentu agar pers keluar dari kemerdekaan dan integritasnya;• Mengembangkan potensi masyarakat untuk peduli terhadap lingkungan politiknya;Untuk mengembangkan harapan media massa dalam perjuangan demokrasi, sudah tentu tidak begitu mudah. Ada empat hal yang bisa menjadi rintangan dalam pencapaian peran media dalam mendorong demokrasi, antara lain: (1) Konflik yang terjadi di antara nilai-nilai demokrasi itu sendiri, demikian pula konflik antar pendapat mayoritas dan pandangan kelompok marginal yang haus didengar. (2) para komunikator poliyik yang berwewenang sering muncul sebagai elite dunia atau nasional sehingga jauh dari lingkungan dan perspektif orang biasa. (3) tidak semua anggota masyarakat tertarik pada politik. Dalam pandangan demokrasi liberal orang berusaha memiliki kemerdekaan untuk menentukan dirinya dan menentukan jarak terhadap sistem politik yang ada, termasuk hak untuk menentukan selera politik. (4) media dalam mendorong nilai-nilai demokrasi hanya dengan cara yang sesuai lingkungan politik yang berjalan.Usaha pemerintah untuk menjaga stabilitas dalam negri dengan mencoba mendekati media dapat di pahami karena bisa di katakana hampir semua pemerintah di dunia tidak ada yang menginginkan media mengacaukan masyarakat. Mereka berusaha menjinakkan media dengan berbagai macam alat penekan, melalui penggunaan tekanan hokum (legal pressure ), ekonomi dan political pressure, undang- undaang kerahasiaan Negara, dan yang palingg buruk adalah sensor. Selain itu, pemerintah menggunakan media untuk mempromosikan diri dengan program dan kebijakannya, sekaligus untuk mengontrol dan mengetahui apa yang terjadi dalam masyarakat. Persoalan yang timbul, bagaimana profesionalisme pers bisa memahami hal ini, apakah tujuan pemerintah sejalan dengan tujuan pers.Menurut kalangan pers, suatu hal yang agak keliru dan salah kaprah adalah jika media pers selalu di asosiasikan dengan sifat menyerang kepada pemerintah. Pers menginginkan pemerintah harus jujur, pers akan terpancing untuk mencari ketidakjujuran itu. Sebaliknya pers juga harus jujur dan tidak mencari-cari kesalahan yang tidak benar untuk kepentingan tertentu atau di peralat. Pers harus selalu waspada untuk tidak di jadikan kuda tunggangan dalam mengejar ambisi seseorang. Pers harus berusaha untuk menghindari agar iya tidak di jadikan moncong oleh para politisi, meski selama ini pers tidak pernah menjadikan para politisi sebagai moncongnya.Meski hubungan antara pers dan pemerintah (termasuk politisi) mengalami pasang surut dalam perjuangan menegakakn demokrasi, terutama dalam mengingatkan para petugas Negara yang di beri legitimasi sebagai wakil

Page 7: Salah Satu Tujuan Komunikasi Politik Adalah Pembentukan Pendapat Umum Dan Pada Akhirnya Akakn Berdampak Pada Kebijakan Pejabat Dalam Mengambil Keputusan

rakyat untuk mengurus kepentingan rakyat, namun kondisi itu tidak mengurangi nyali para wartawan untuk melaksanakan profesionalisme dengan rambu-rambu hukum yang bisa menjerat mereka dalam bentuk delik pidana. Idealisme profesionalisme untuk mendudukkan mereka sebagai watchdog (anjing penjaga) seperti istilah Sayed Arabi Idiid sebagai inspektur jenderal yang bertugas mengkritisi jalannya pemerintah agar tidak melenceng dari cita-cita demokrasi. Pers sekali-kali perlu menggigit, tetapi kalau bisa jangan sampai melukai. Bahkan dalam posisi yang lebih penting pers atau media di tempatkan pada posisi the fourth branch of government, yakni sebagai pilar keempat demokrasi selain perlemen (legislative), pemerintah (eksekutif), dan peradilan (yudikatif).Di sini bisa di lihat betapa sulit memahami kebebasan pers suatu Negara tanpa memahami system yang berlaku dalam Negara itu, sebab free press can also lead to bad government “kata kishore Mahbubini (1993). Membangun hubungan antara media dan dengan pemerintah tidak mudah sebab media selain berfingsi sebagai peredictor of political change, juga berperan sebagai political actor dalam suatu Negara. Media tidak hanya melihat dalam proses pemilu, tetapi juga dalam tugas-tugas rutin pemerintah sampai kepada pesan-pesan iklan dan program hiburan yang bernuansa politik. Keterlibatan media sebagai actor politik dapat di lihat selain perannya dalam membuat agenda untuk mendapatkan perhatian public, juga melalui berbagai bentuk publikasi yang dapat di jadikan sebagai wacana politik. Misalnya kolom yang di tulis oleh orang tertentu, feature tentang figure politisi, karikatur, sementara dalam media siaran selain dalam bentuk iklan politik, juga di sediakan program debat dan talk show yang bisa di isi oleh para politisi sebagai peluang untuk beriklan tanpa bayar.Contoh talkshow yang pernah tayang di Indonesia adalah milik stasiun televisi SCTV, yaitu Barometer. Barometer mengangkat berbagai isu aktual yang sedang menjadi pembicaraan masyarakat, di bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya. Sesuai namanya, Barometer menjadi tolok ukur bagi publik untuk memaknai berbagai persoalan aktual di sekitar mereka. Barometer menyajikan dialog dan debat yang cerdas dan menghibur tanpa harus kehilangan kedalaman dalam menggali sebuah persoalan. Dengan durasi kurang lebih satu jam, Barometer mencoba memberikan alternatif tontonan yang mendidik sekaligus menghibur pemirsa.Dari uraian di atas, kita memperoleh kesan bahwa hubungan antara media dan politik selama masa reformasi, kalaupun tidak lagi terlalu banyak tekanan dan campur tangan dari pihak pemerintah dan militer., konflik dengan partai politik frekuensinya cukup tinggi terutama dalam hubunganya dengan gerakan amuk masa yang banyak di gerakkan oleh partai-partai politik. Baik itu di tingkat pusat maupun di daerah-daerah.Maraknya tampilan berita tentang korupsi, illegal logging dan unjuk rasa di

Page 8: Salah Satu Tujuan Komunikasi Politik Adalah Pembentukan Pendapat Umum Dan Pada Akhirnya Akakn Berdampak Pada Kebijakan Pejabat Dalam Mengambil Keputusan

gedung-gedung pemerintah, markas kepolisian, kejaksaan, dan parlemen tidak lagi menjadi momok bagi para pejabat Indonesia karena hal itu di pandang memberi peluang kepada media untuk mencoba memerankan diri dalam membantu pemerintah menciptakan good governance yang transparan dan akuntabel. Kebiasaan-kebiasaan yang tadinya di anggap sensitive dan peka dalam budaya birokrasi Indonesia semasa pemerintahan Soeharto melalui berbagai macam euphemism, makin di sadari sebagai upaya rezim orde baru mengemas diri untuk membunuh sifat-sifat kritis masyarakat. Oleh karena itu, keberania masyaraka untuk mengkritik para birokrat bukan hanya dalam bentuk berita Koran dan televise atau unjuk rasa, tetapi secara terang-terangan di lakukan dalam bentuk parody dan tayang”Republik Mimpi” menjadi hiburan tersendiri bagi masyarakat untuk melihat perangai para pemimpin bangsa.Tayangan seperti ini tentu saja memiliki nilai plus minus atau pro dan konta, tetapi di sisi lain memiliki manfaat agar jabatan-jabatan birokrasi kenegaraan seperti presiden dan menteri tidak lagi di lihat sebagai posisi yang sacral dari masyarakat, melainkan pendekatan dan menteri kpepada rakyat sehingga tidak terlihat jarak yang begitu jauh. Dalam huubungannya dengan keberanian mereka melakukan kritik, mereka melihat para pejabat adalah representasi public yang memiliki legitimasi. Karena itu, mereka harus siap menerima kritik dari masyarakat. Kata Thomas Jafferson; Politician who complain about media are like sailors who complain about the sea, atau dengan pepatah lama “ jangan berubah di tepi pantai jika takut di lebur ombak, jangan jadi pejabat public jika takut di kritik oleh media.”

Meskipun gerakan reformasi di Indonesia telah melahirkan kebebasan pers yang begitu besar, di sisi lain dampak kebebasan ini juga telah menimbulkan berbagai macam masalah. Jika semasa pemerintah Soekarno dan Soeharto banyak menimbulkan gesekan antara media dan pemerintah, hal itu bisa di pahami karena posisi pejabat public pada tempatnya mendapat sasaran kritik agar bisa menjalankan pemerintah yang baik. Campur tangan media trhadap privacy seorang pejbat public menjadi sasaran kritik karena pejabat yang di duduki merupakan presentasi dari legitimasi orang banyak.

Seperti pada kasus  perguncingan yang melibatkan Presiden RI ke-4 Abdurrachman Wahid (Gusdur) dengan Aryanti Sitepu, yang di tembus oleh para lawan politiknya melalui media sehingga Dewan Pres Indonesia harus turun tangan.Dari kejadian itu bisa di tarik pelajaran bahwa para tokoh yang menjadi sasaran tembak adalah public figur sehingga sangat sulit di pisahkan sebagai individu dalam posisi penting, tetapi di sisi lain sebagai individu yang memiliki privasi dengan jabatan public yang di dudukinya. Suatu hal yang tidak bisa di

Page 9: Salah Satu Tujuan Komunikasi Politik Adalah Pembentukan Pendapat Umum Dan Pada Akhirnya Akakn Berdampak Pada Kebijakan Pejabat Dalam Mengambil Keputusan

abaikan adalah sikap pers yang kadang menjadi isu atau gosip para publik figur memiliki nilai komersial sehingga media kadang mendramatisasi masalah-masalah kecil menjadi berkepanjangan karena unsure komersialisasi tersebut. Tentu saja hal ini tidak ada larangan, tetapi salah sedikit dapat menyentuh privasi sehingga bisa menimbulkan delik hukum karena rasa malu di mana masalah pribadi yang bersangkutan di buka untuk umum. 29 Agustus 2000, polisi berencana memeriksa Gatra. Hal itu di sebabkan karena Gatra telah menurunkan berita dugaan skandal Gus Dur dengan Aryanti Sitepu. Hal itu di sampaikan Kasubdisnum Mabes Polri Senior Superintenden Saleh Saaf dua hari setelah majalah Gatra terbit dengan judul cover “heboh Foto Intim Gus Dur- Aryanti.”kegiatan yang di lakukan oleh Gatra maupun Aryanti Sitepu dapat di kategorikan melanggar hukum dan etika kesantunan yang secara tendensius menyerang pribadi presiden.

PARADIGMA

Paradigma aksi-reaksi dapat dianalogikan sebagai hubungan sebab-akibat, bahwasanya suatu aksi dapat memicu timbulnya reaksi tertentu. Adapun reaksi muncul sebagai timbal balik reaksi.Dalam kajian komunikasi politik, pemikiran aksi-reaksi adalah studi tentang pola-pola aksi dan reaksi antarnegara berdaulat melalui para elit pemerintah. Paradigma aksi reaksi ini identik dengan kegiatan diplomatik dan militer,baik dalam bentuk hubungan kerjasama maupun adanya konflik.Paradigm aksi-reaksi yang dianut oleh bangsa Indonesia meliputi beberapa tahap. Awalnya, para pembuat kebijakan merumuskan, membuat, dan menetapkan tindakan, berdasarkan masalah yang ada di lapangan. Dalam merumuskan tindakan tersebut, para pembuat kebijakan tidak perlu melakukan pengkajian terhadap masalah yang terjadi di lapangan tersebut. Bahkan masyarakat pun memberikan istilah “Muncul masalah, baru melakukan tindakan”. Beberapa kasus yang terkait dengan istilah tersebut, antara lain: kelangkaan BBM (Bahan Bakar Minyak), proses berlangsungnya Pilkada, demonstrasi, dan masalah ketahanan pangan. Keempat kasus tersebut adalah sebagian kasus yang penanganannya menggunakan paradigma aksi reaksi.Penelitian dan Pengembangan (Litbang) memliki peranan yang besar dalam menentukan pengaruh kebijakan terhadap pengembangan negara. Selain itu, peranan Litbang dapat memperkecil terjadinya paradigma aksi-reaksi tersebut. Bahkan beberapa negara maju sangat memberikan perhatian terhadap peranan Litbang dalam membangun negaranya, sehingga mereka tidak sayang dalam mengalokasikan anggaran dana yang sangat besar untuk kegiatan Litbang. Sebaliknya, Litbang di Indonesia hanya mendapatkan alokasi anggaran sebesar 1% dari APBD. Oleh karena tidak mengherankan bila Litbang di Indonesia sulit berkembang jika dibandingkan dengan negara lainnya.

Page 10: Salah Satu Tujuan Komunikasi Politik Adalah Pembentukan Pendapat Umum Dan Pada Akhirnya Akakn Berdampak Pada Kebijakan Pejabat Dalam Mengambil Keputusan

Lembaga Litbang sebenarnya telah menyusun perencanaan terhadap permasalahan-permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini, bahkan saat mendatang. Tidak hanya itu, Litbang juga sudah menyediakan solusi penanganan dari permasalahan-permasalahan tersebut.. Namun, sekali lagi hasil kajian tersebut sama sekali tidak dilirik oleh pemerintah dan hanya menjadi sampah, serta disimpan dibawah meja saja. Hal inilah yang kemudian menjadikan kebijakan atau tindakan yang dilakukan oleh pemerintah hanya berefek sesaat sesuai dengan paradigma aksi-reaksi. Misalkan terjadi demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa. Mahasiswa melakukan aksi demo bukan tanpa alasan, bahkan mereka berani membeberkan kelemahan-kelemahan pemerintah yang bisa menghancurkan masa depan bangsa Indonesia. Semenjak ada demo mahasiswa tersebut, pemerintah mulai menunjukkan reaksinya, mulai dari mengintrospeksi dirinya, meminta maaf, bahkan sampai pada tahap bersaha untuk memberikan solusi sebagai jawaban atas protes dari demonstrasi mahasiswa.