Sabtu, 31 Maret 2018 31 Maret 2018, Bisnis Indonesia |...

2
Sabtu, 31 Maret 2018 6

Transcript of Sabtu, 31 Maret 2018 31 Maret 2018, Bisnis Indonesia |...

Page 1: Sabtu, 31 Maret 2018 31 Maret 2018, Bisnis Indonesia | Halbigcms.bisnis.com/file-data/1/2172/1a4b2f07_Des17-BankBukopinTbk.pdf · Wahyu Haris Kusuma Atmaja, General Manager IT dan

Sabtu, 31 Maret 20186

Zainudin
Typewriter
31 Maret 2018, Bisnis Indonesia | Hal.6
Page 2: Sabtu, 31 Maret 2018 31 Maret 2018, Bisnis Indonesia | Halbigcms.bisnis.com/file-data/1/2172/1a4b2f07_Des17-BankBukopinTbk.pdf · Wahyu Haris Kusuma Atmaja, General Manager IT dan

7 Sabtu, 31 Maret 2018 I N D U S T R I �PEMBANGUNAN KILANG

Pemerintah Bahas InsentifJAKARTA — Pemerintah tengah

menggarap insentif fi skal untuk pembangunan kilang yang diha-rapkan dapat menarik investasi di sektor ini.

Insentif disarankan memiliki prosedur yang sederhana. Peng-amat Energi Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto mengatakan dampak positif dari insentif fi skal akan bergantung kepada detail dan prosesnya.

"Jadi, bagaimana prosedur dan administrasi dalam implementa-sinya nanti? Soalnya, pemerintah sering menyebutkan insentif, tetapi implementasi untuk mendapatkan berbelit-belit jadi tidak efektif," ujarnya kepada Bisnis, Kamis (30/3).

Kementerian Koordinator Pe-rekonomian mengadakan rapat koordinasi bersama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mine-ral (ESDM), Kementerian Badan usaha Milik Negara (BUMN), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kemente-rian Keuangan, dan PT Pertamina (Persero) membahas soal insentif fi skal untuk pembangunan kilang.

Pemerintah berencana meng-ubah skema pemberian insentif pajak untuk pembangunan kilang. Nantinya, insentif akan diberi-kan secara langsung sejak awal pembangunan atau tidak perlu menunggu kajian terlebih dahulu.

Dirjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Djoko Siswanto mengatakan, semua pem-bangunan kilang akan berlanjut sesuai rencana. Kilang Cilacap dinilai lambat perkembangannya karena ada masalah pembebasan lahan dan insentif.

"Nah, pemerintah sudah berko-mitmen untuk memberikan insentif fi skal. Dalam waktu dekat akan segera dirilis," ujarnya.

Bentuk insentif fi skal yang di-berikan berupa tax holiday dan tax allowance. Skemanya, investor yang berminat investasi di kilang akan mendapatkan jaminan in-sentif seperti fi skal sejak awal pembangunan dan pengembangan.

"Kalau dulu pemberian fi skal perlu proses kajian dan dilihat terlebih dulu, oke atau tidak serta layak atau tidak. Sekarang, se-jak mulai awal bangun langsung diberikan insentif, setelah pem-bangunan selesai baru dilihat," ujar Djoko.

Dia melanjutkan, proses pem-berian insentif pajak kepada in-vestor kilang itu akan rampung dalam satu pertemuan lagi dengan menteri keuangan Sri Mulyani.

"Setelah pertemuan itu, pemba-hasan insentif fi skal untuk pem-bangunan kilang pun selesai," lanjutnya.

Nantinya, insetif fi skal untuk pembangunan kilang itu bisa didapatkan investor hingga 30 tahun. "Kalau sebelumnya kan cuma maksimal 20 tahun," ujar Djoko.

NILAI INVESTASISementara itu, Kementerian

BUMN mencatat besaran insentif fi skal yang diberikan akan ter-gantung dengan nilai investasi pembangunan kilang.

Deputi Bidang Usaha Pertam-bangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno mengatakan in-sentif tax holiday dan tax allo-

wance diberikan untuk investasi pembangunan kilang,

"Namun, besaran insentif akan sesuai nilai investasinya," ujarnya.

Fajar pun memberikan contoh investasi US$50 juta akan menda-patkan 5 tahun tax holiday dan tax allowance. Adapun investasi US$5 miliar mendapatkan insen-tif selama 30 tahun. "Namun, itu semua masih dalam kajian," ujarnya.

Di sisi lain, Pertamina enggan berkomentar banyak terkait ren-cana pengubahan skema insentif pembangunan kilang. Direktur Keuangan Pertamina Arief Budi-man mengakui, pemerintah me-mang akan berencana memberi-kan insentif lebih longgar kepada pembangunan kilang.

"Kami akan menunggu per-kembangan hasil dari pemerintah saja terkait pengubahan skema pembangunan kilang tersebut," ujarnya.

Saat ini, Pertamina memang memiliki enam proyek pengem-bangan dan pembangunan kilang. Keenam proyek itu adalah kilang Cilacap, Balikpapan, Dumai, Ba-longan, serta dua kilang baru yakni, Tuban, dan Bontang.

Sebelumnya, Overseas Oil & Gas LCC, perusahaan minyak asal Oman, dan Cosmo Oil Internati-onal Pte. Ltd., perusahaan asal Jepang bakal menggarap proyek Kilang Bontang dengan porsi sa-ham hingga 90%.

Sementara itu, PT Pertamina (Persero) yang ditugaskan me-ngerjakan proyek kilang minyak di Bontang, Kalimantan Timur itu hanya memiliki porsi 10%.(Surya Rianto)

�HARMONISASI TARIF TOL

Perpanjangan Konsesi Dikaji

JAKARTA — Pemerintah sedang mengkaji rencana harmonisasi tarif tol dengan skema perpanjangan konsesi tol pada 39 ruas tol

yang terdapat di Indonesia.

Yanita [email protected]

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadi-muljono mengatakan harmoni-sasi tarif tol dilakukan dengan kompensasi perpanjangan waktu konsesi dan pemberian insentif perpajakan.

Di Indonesia, terdapat empat tarif tol yang berlaku yakni tol yang dibangun antara tahun 1970-an hingga 2000, tarifnya Rp400 per kilometer. Lalu tarif tol yang dibangun pada 2000 hingga 2010 ada di kisaran Rp700 per kilometer.

Adapun, tarif tol yang dibangun antara 2010—2015 Rp900 per kilometer, sedangkan tol yang dibangun 2015—2018 tarifnya sekitar Rp 1.500 per kilometer.

Menurutnya, tingginya tarif tol pada 3 tahun terakhir lantaran adanya beberapa pekerjaan kon-struksi yang digarap secara layang atau elevated. Rencananya, tarif tol yang diharmonisasi terutama pada tol yang memiliki tarif di atas Rp1.000 per kilometer atau tol yang dibangun setelah 2010.

"Ada 39 ruas tol yang tarif per kilometer di atas Rp 1.000. Kami evaluasi dan memang bisa diturunkan dengan kompensasi perpanjangan masa konsesi," ujarnya dalam keterangan resmi, Jumat (30/3).

Perpanjangan konsesi yang diberikan juga dengan memper-hitungkan internal rate of return (IRR) atau laju pengembalian investasi agar tidak terganggu. Dari 39 ruas tol tersebut terdapat

tiga ruas tol yang mendapatkan insentif pajak selain pemberian perpanjangan konsesi. Hal itu dilakukan lantaran ketiga ruas itu pengembalian modal atau biaya kontruksi belum tercapai jika hanya mendapatkan per-panjangan konsesi. Ketiga ruas itu adalah ruas tol Solo—Ngawi, Tol Ngawi—Kertosono, dan Tol Kertosono—Mojokerto mendapat kompensasi tambahan waktu konsesi plus insentif pajak.

"36 Ruas tol lainnya hanya diberikan perpanjangan konsesi," ucap Basuki.

ATURAN HARMONISASIKepala Biro Komunikasi Pub-

lik Kementerian PUPR Endra S Atmawidjaja menambahkan 39 ruas tol yang akan diharmoni-sasi tarifnya merupakan ruas tol generasi ketiga dan keempat yang dibangun pada 2010—2015 dan 2015—2019. Peningkatan harga lahan dan inflasi serta perubahan nilai tukar rupiah ikut mempengaruhi tarif tol.

"Yang mau dirasionalisasi ini hanya tol-tol yang dibangun/di-resmikan pada 2010 ke atas. Ini sebagian masih dilakukan kon-struksinya," katanya kepada Bisnis.

Perpanjangan konsesi tiap ruas tol pun berbeda-beda, yakni ada yang menjadi 40 tahun, 45 tahun hingga maksimal 50 tahun. Se-perti ruas tol Jakarta—Cikampek II elevated yang masa konsesinya menjadi 50 tahun dari sebelum-nya 45 tahun.

Aturan harmonisasi tarif tol tersebut akan dibuat Keputusan Menteri PU dan ditargetkan selesai

dalam kurun waktu 2 minggu ke depan. "Kami harus mengubah kontraknya PPJT kalau perpanjang konsesinya dari 35 tahun jadi 50 tahun itu kan perlu waktu, untuk lihat satu per satu. Minggu depan selesai penghitungannya dan dibuat Kepmen PU dalam waktu 10 hari hingga 14 hari ke depan," tutur Endra.

Sebelumnya, Presiden Direktur PT Marga Mandalasakti Wiwiek D. Santoso menuturkan dengan adanya penurunan tarif tol be-lum tentu dapat menarik minat kendaraan logistik melintasi ruas tol. Pasalnya, komponen tarif tol terhadap biaya logistik itu kecil hanya mencakup 1%.

"Kami prefer tidak menurunkan tarif. Perpanjangan konsesi itu sangat kecil sekali pengaruh-nya ke penurunan tarif. Konsesi setelah 50 tahun enggak ada artinya," ujarnya.

Dia menyebutkan ruas tol yang dimiliki oleh perusahaan memiliki deviasi seperti ruas Jombang—Mojokerto. Seharusnya kendaraan yang melintas dapat mencapai 20.000 kendaraan, tetapi realisa-sinya hanya 11.000 kendaraan.

Deviasi juga terjadi di ruas Cipali yang dalam rencana bisnis terdapat komposisi komersial sebesar 40%, tetapi kenyataannya baru sekitar 15%.

"Jadi tidak semata-mata tarif. Kami juga lakukan survei. Kalau di ruas Cipali, soal mampirnya. Kalau di tol enggak bisa berhenti. Kalau di ruas Jombang—Mojo-kerto mungkin karena belum nyambung semuanya. Jadi tidak selalu tarif," katanya.

Menurutnya, perpanjangan konsesi untuk menurunkan ta-rif tol tidak bisa dipukul rata setiap ruas karena berbeda biaya investasi tiap tol. Misalnya, tol yang memiliki banyak jembatan dan berlika-liku tentu berbeda nilai investasinya dengan tol yang hanya jalan lurus saja.

�KENDARAAN LISTRIK

Swasta Perlu DilibatkanJAKARTA — Gabungan Industri

Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menilai perusahaan swasta perlu dilibatkan dalam percepatan era kendaraan listrik. Hal ini bertujuan mengurangi beban pemerintah untuk mem-bangun infrastruktur pengisian ulang baterai.

Ketua I Gaikindo Jongkie D. Sugiharto mengatakan infrastruk-tur tidak kalah penting untuk mencapai target pemerintah dalam hal produksi kendaraan rendah emisi dan mengurangi konsumsi bahan bakar minyak.

Jongkie kepada Bisnis, Ka-mis (29/3), menjelaskan bahwa swasta bisa dilibatkan melalui penerbitan mengeluarkan per-aturan daerah. Setiap pemilik lahan parkir dengan luas tertentu wajib menyediakan sekian persen dari area untuk pengisian ulang kendaraan listrik.

Begitu juga dengan stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU). Menurutnya beberapa SPBU yang memiliki lahan parkir luas bisa dimanfaatkan. “Jadi mobil masuk situ bisa isi listrik juga, bukan bensin saja,” jelasnya.

Dia menambahkan kewajib-an penyedia lahan dengan alat pengisian mobil listrik tidak perlu terlampau banyak pada tahap

awal. Sebanyak 5%—10% dari total lahan dirasa cukup untuk memberikan kenyamanan bagi para pengguna kendaraan rendah emisi gas buang tersebut.

“Itu tidak gratis. Pemilik lahan parkir bisa jual listriknya. Nanti bisa itu dibahas dengan instansi terkait,” kata Jongkie.

Sebelumnya, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) men-janjikan akan membuka kesem-patan bagi perusahaan swasta yang ingin mendirikan stasiun pengisian listrik umum (SPLU). Diperkirakan izin soal hal tersebut akan disahkan pada tahun ini.

Wahyu Haris Kusuma Atmaja, General Manager IT dan Solu-si Bisnis PLN Group mengata-kan bahwa harmonisasi antara PLN, PT Indonesia Comnets Plus (Icon+), dan perusahaan swasta yang akan menjadi mitra sedang dilakukan. Icon+ adalah anak usaha PLN yang bertindak sebagai penyedia sistem informasi untuk kegiatan tersebut.

“PLN nanti yang atur regu-lasinya, Pasang SPLU ini ada standar keamanan, jaringan, dan sebagainya,” kata Wahyu.

Wahyu mengatakan kesempat-an ini terbuka bagi siapa pun. Pihak swasta yang memiliki ke-mampuan dipersilakan untuk ikut

mendirikan SPLU. Model bisnis yang bisa dilakukan adalah untuk melakukan deposito seperti token listrik. “Atau berbagi keuntungan juga masih dibicarakan,” katanya.

Sejauh ini PLN sudah meng-gandeng satu penyedia SPLU, yakni Optima Integra Tehnika (Opinteh). Perusahaan ini di-percaya oleh perusahaan listrik negara untuk menjadi produsen alat pengisian listrik untuk mobil dan motor.

Direktur Opinteh Dicarna Yasier mengatakan mampu memproduk-si 400 unit SPLU dengan teknologi fast charging dalam 1 tahun di Ngoro, Mojokerto, Jawa Timur. Banyak komponen berasal dari dalam negeri. Namun, beberapa komponen utama seperti adaptor masih impor karena memiliki hak cipta dari masing-masing pabrikan otomotif.

“Ini harga satu paket sekitar Rp200 juta. Kalau satuan ada yang tidak sampai Rp50 juta,” katanya.

Selain PLN, Opinteh juga se-dang menyasar beberapa peru-sahaan yang bermain di bidang properti. Sejauh ini sudah ada 12 apartemen di Jakarta yang sudah melakukan permintaan. “Apartemen menengah ke atas,” jelasnya. (Muhammad Khadafi )

�KERJA SAMA LION DAN CFM INTERNATIONAL

Bisnis/Felix Jody Kinarwan

President and Chief Executive Officer Lion Air Group Edward Sirait (kedua kanan) dan Vice President Sales and Marketing GE Aviation Chaker Chahrour (kedua kiri) menandatangani nota kerja sama antara Lion Air Group dan CFM International disaksikan oleh Duta Besar Amerika untuk Indonesia Joseph R.

Donovan (dari kiri), Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dan pendiri Lion Air Group Rusdi Kirana di Jakarta, Kamis (29/3). Lewat kolaborasi ini Lion Air merealisasikan pemesanan 380 unit mesin LEAP-1A untuk pesawat Airbus A320 Neo dan A321 Neo senilai US$5,5 miliar.