SABTU, 30 OKTOBER 2010 | MEDIA INDONESIA | HALAMAN 9 ... · atau PTN secara pengelolaan menjadi...

1
SABTU, 30 OKTOBER 2010 | MEDIA INDONESIA | HALAMAN 9 PENDIDIKAN K OMITMEN pemerin- tah untuk memberi- kan layanan pendi- dikan yang layak dan terjangkau sebenarnya telah dimulai setelah pemerin- tah mengalokasikan 20% dana APBN untuk pendidikan. Namun, bukan berarti aloka- si 20% APBN untuk pendidikan serta-merta secara instan mem- berikan pendidikan berkualitas dan murah. Banyak hal yang menyertai proses menuju ke sana. Adanya kewenangan pergu- ruan tinggi negeri (PTN) untuk mengelola keuangannya dinilai sejumlah kalangan mengham- bat mahasiswa dari keluarga miskin untuk bisa mengikuti pendidikan tinggi. Menteri Pendidikan Nasional M Nuh beberapa waktu lalu mengatakan bahwa saat ini PTN hanya menampung 6,3% mahasiswa dari keluarga tidak mampu. Jumlah itu sangat jauh berbeda jika dibandingkan de- ngan mahasiswa yang berasal dari keluarga mampu atau kaya yang mencapai 336%. Mereka itu tersebar di seluruh PTN di Indonesia. Untuk membuka akses pen- didikan yang setara bagi ma- hasiswa miskin, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pe- merintah (PP) Nomor 66/2010 tanggal 28 September 2010 tentang Pengelolaan dan Pe- nyelenggaraan Pendidikan. Peraturan tersebut mengharus- kan PTN untuk memberikan jatah 20% kursi bagi mahasiswa tidak mampu, tetapi memiliki kualitas akademis yang baik. Menurut pengamat pendi- dikan Darmaningtyas, keluar- nya PP Nomor 66 Tahun 2010 itu menjadi win-win solution. “Saat PTN berubah statusnya menjadi badan hukum milik negara (BHMN),” ujarnya. Menurutnya, dengan ada- nya PP 66/2010, pengelolaan dan penyelenggara pendidik- an, meskipun masih berstatus BHMN, pengelolaan keuangan diterima sebagai penerimaan negara bukan pajak (PNBP) atau PTN secara pengelolaan menjadi badan layanan umum (BLU). Dengan sistem pengelolaan sebagai BLU, setiap PTN harus tunduk kepada undang-undang keuangan yang ada. Namun, dengan adanya masa transisi untuk menerapkan PP 66/2010 hingga 31 Desember 2012, dinilai Darmaningtyas rawan. Pasalnya, pada masa transisi itu bisa saja PTN melakukan kecurangan dalam menggalang dana. Kuota PTN Sementara itu, anggota Ko- misi X DPR RI Dedi Gumi- lar mengatakan adanya masa transisi pelaksanaan PP No 66 Tahun 2010 tidak perlu dikha- watirkan. “Saya pikir pihak PTN tidak akan menjadikan 2 tahun masa transisi sebagai aji mumpung meraup dana,” katanya saat dihubungi Media Indonesia. Menurut Miing, panggilan akrabnya, saat ini semua rektor PTN siap melaksanakan PP No 66 Tahun 2010. Bahkan, pada pertemuan dengan para rektor beberapa waktu lalu, lanjut Miing, Universitas Indonesia menyatakan telah melebihi kuota 20% untuk mahasiswa miskin. PP No 66 Tahun 2010 juga mengatur tentang kuota pene- rimaan mahasiswa dalam seti- ap ujian saringan masuk PTN. Dengan adanya pengaturan itu, setiap PTN diwajibkan untuk menyerap 60% mahasiswa lewat seleksi nasional. Kepastian itu tertuang da- lam PP No 66, Pasal 53B ayat 1, yang menyatakan, satuan pendidikan tinggi yang dise- lenggarakan pemerintah wajib menjaring peserta didik baru program sarjana melalui pene- rimaan nasional paling sedikit 60% dari jumlah peserta didik baru untuk setiap program stu- di pada program pendidikan sarjana. Ia menambahkan, PP No 66 Tahun 2010 merupakan payung hukum bagi PTN BHMN, yang kini terkesan seperti swasta- nisasi pendidikan. Dengan ada- nya PP 66/2010, diharapkan bisa menjadi kontrol lembaga pendidikan, khususnya yang diselenggarakan pemerintah. Namun, lanjut Miing, ha- rus ada kontrol untuk fungsi sosial lembaga pendidikan. Jangan sampai pendidikan dijadikan barang dagangan yang bertujuan meraup untung sebesar-besarnya. “Sekarang ini Diknas harus melakukan riset mengenai apa yang pas dengan kondisi pendidikan Indonesia sekarang,” ujar Miing. Pada bagian lain, Miing me- ngatakan peranan untuk mem- berikan pendidikan bagi calon mahasiswa miskin bukan ha- nya peran pemerintah. Swasta pun memiliki andil yang besar untuk menyerap mahasiswa miskin berprestasi. Bahkan, lanjut Miing, pihak PTS pun siap menjalankan PP tersebut, tentunya harus ada bantuan pendanaan dari pemerintah. “Dengan banyaknya peluang dan semakin mudahnya warga mendapatkan akses pendidik- an, diharapkan mampu me- ningkatkan derajat masyarakat itu sendiri,” ujarnya. Bila itu terwujud, tentunya berujung pada meningkatnya derajat bangsa Indonesia men- jadi bangsa yang berpendidik- an. (*/S-1) amalias@ mediaindonesia.com Jangan Hambat si Miskin Berprestasi Amalia Susanti KOMITMEN: Pemerintah berkomitmen memberikan layanan pendidikan yang layak dan terjangkau. Namun, baru 6,3% mahasiswa PTN yang berasal dari keluarga tidak mampu. ANTARA/ WIHDAN HIDAYAT KEMENTERIAN Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) memberikan prioritas pinjaman modal kepada para calon pengusaha pemula, ter- utama lulusan sarjana. Pinjaman itu bisa didapatkan dengan mudah melalui dinas- dinas koperasi di daerah yang bekerja sama denga bank-bank pemerintah. Hal itu terungkap dalam pidato Menteri Koperasi dan UKM Syarief Hasan ketika memberikan Sosialisasi Penum- buhan dan Pengembangan Sarjana Wirausaha di Kantor Gubernur Kalimantan Tengah, Palangkaraya, kemarin. Menurut Syarief, menjadi wirausaha adalah salah satu cara untuk menikmati per- tumbuhan ekonomi, selain ikut serta dalam meningkat- kan pertumbuhan ekonomi. Apalagi ekonomi Indonesia bertumbuh positif pada 2004- 2010, dan target pertumbuhan pada 2014 diperkirakan bisa mencapai 7,7%. Oleh karena itu, dia menan- tang generasi muda untuk membangkitkan semangat kewirausahaan. Kini Kemen- terian Koperasi dan UKM me- nyiapkan program 1.000 sar- jana calon wirausaha di setiap provinsi. Hal itu dilakukan demi me- ngurangi pengangguran di ka- langan intelektual sarjana. Saat ini dari 8,59 juta pe- ngangguran per Februari 2010, sebanyak 4,8 juta atau 53,93% adalah pengangguran terdidik, atau yang berpendidikan sar- jana, akademi, dan SLTA. Umumnya lulusan SLTA, atau sekitar 60,87%, dan 83,18% lulusan perguruan tinggi lebih memilih jadi pekerja atau kar- yawan jika dibandingkan de- ngan menciptakan kerja. “Ubah mindset dari mencari pekerjaan menjadi pencipta pekerjaan. Apalagi banyak ma- hasiswa Indonesia yang cukup kreatif,” cetus Syarief. Ia menambahkan, Indonesia adalah pasar potensial. Dari 231,83 juta penduduk, pelaku usaha formal UKM dan besar alias wirausaha hanya 564.240 unit atau 0,24% dari total pen- duduk. Padahal suatu negara hanya bisa maju jika jumlah wira- usahanya sebesar 2% dari total penduduk. “Untuk memenuhi itu, Indo- nesia membutuhkan sebanyak 4,07 juta wirausaha baru,” ujar Syarief. Dorongan pemerintah Syarief memaparkan saat ini pemerintah siap untuk mem- bantu permodalan bagi sarjana yang mau berwirausaha. Mere- ka cukup mengajukan proposal kelayakan usaha melalui dinas- dinas koperasi. Nantinya dinas-dinas ko- perasi akan bekerja sama de- ngan bank-bank pemerintah setempat guna mengeluarkan dana pinjaman Rp20 juta tanpa agunan sebagai stimulus awal berusaha, yang bisa dikembali- kan secara bertahap. Kementerian Koperasi dan UKM juga siap melakukan pembekalan-pembekalan ke- wirausahaan. “Tatap masa depan yang lebih baik de- ngan berwirausaha,” ungkap Syarief. Dia menegaskan menjadi wirausaha berarti membuka lapangan pekerjaan bagi diri sendiri dan orang lain. Hal itu akan mengurangi jumlah pengangguran dan usahanya akan menjadi tumpuan hidup rakyat banyak. “Menjadi pengusaha juga berarti menjadi pahlawan bagi bangsa dan negara karena turut aktif mengurangi jumlah pengangguran dan ikut menye- jahterakan masyarakat sekitar,” pungkas Syarief. Sementara itu, Wakil Gu- bernur Kalimantan Tengah Ahmad Diran mengakui setiap pemerintah daerah kini men- dapatkan pekerjaan rumah untuk menyediakan lapangan kerja. Saat ini lapangan kerja yang ada tidak bisa menyerap banyaknya tenaga kerja yang ada. Dia meminta para pencari kerja jangan melihat secara total ijazah mereka dalam mencari pekerjaan, tapi harus bisa krea- tif membuat usaha. “Jangan pilih-pilih pekerjaan. Yang penting halal. Jangan juga mengandalkan untuk menjadi pegawai negeri,” kata Ahmad Diran. (Far/S-1) Negara mempunyai kewajiban untuk membuka akses pendidikan seluas-luasnya bagi setiap warga negaranya. Pemerintah Permudah Sarjana Jadi Pengusaha Pemula Menjadi pengusaha juga berarti menjadi pahlawan bagi bangsa dan negara karena turut aktif mengurangi jumlah pengangguran.” Syarief Hasan Menteri Koperasi dan UKM

Transcript of SABTU, 30 OKTOBER 2010 | MEDIA INDONESIA | HALAMAN 9 ... · atau PTN secara pengelolaan menjadi...

Page 1: SABTU, 30 OKTOBER 2010 | MEDIA INDONESIA | HALAMAN 9 ... · atau PTN secara pengelolaan menjadi badan layanan umum (BLU). Dengan sistem pengelolaan sebagai BLU, setiap PTN harus tunduk

SABTU, 30 OKTOBER 2010 | MEDIA INDONESIA | HALAMAN 9PENDIDIKAN

KOMITMEN pemerin-tah untuk memberi-kan layanan pendi-dikan yang layak

dan terjangkau sebenarnya telah dimulai setelah pemerin-tah mengalokasikan 20% dana APBN untuk pendidikan.

Namun, bukan berarti aloka-si 20% APBN untuk pendidikan serta-merta secara instan mem-berikan pendidikan berkualitas dan murah. Banyak hal yang menyertai proses menuju ke sana.

Adanya kewenangan pergu-ruan tinggi negeri (PTN) untuk mengelola keuangannya dinilai sejumlah kalangan mengham-bat mahasiswa dari keluarga miskin untuk bisa mengikuti pendidikan tinggi.

Menteri Pendidikan Nasional M Nuh beberapa waktu lalu mengatakan bahwa saat ini PTN hanya menampung 6,3% mahasiswa dari keluarga tidak mampu. Jumlah itu sangat jauh berbeda jika dibandingkan de-ngan mahasiswa yang berasal dari keluarga mampu atau kaya yang mencapai 336%. Mereka itu tersebar di seluruh PTN di Indonesia.

Untuk membuka akses pen-didikan yang setara bagi ma-hasiswa miskin, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pe-merintah (PP) Nomor 66/2010 tanggal 28 September 2010 tentang Pengelolaan dan Pe-nyelenggaraan Pendidikan. Peraturan tersebut mengharus-kan PTN untuk memberikan jatah 20% kursi bagi mahasiswa tidak mampu, tetapi memiliki

kualitas akademis yang baik.Menurut pengamat pendi-

dikan Darmaningtyas, keluar-nya PP Nomor 66 Tahun 2010 itu menjadi win-win solution. “Saat PTN berubah statusnya menjadi badan hukum milik negara (BHMN),” ujarnya.

Menurutnya, dengan ada-nya PP 66/2010, pengelolaan dan penyelenggara pendidik-an, meskipun masih berstatus BHMN, pengelolaan keuangan diterima sebagai penerimaan negara bukan pajak (PNBP) atau PTN secara pengelolaan menjadi badan layanan umum (BLU).

Dengan sistem pengelolaan sebagai BLU, setiap PTN harus tunduk kepada undang-undang keuangan yang ada. Namun, dengan adanya masa transisi untuk menerapkan PP 66/2010 hingga 31 Desember 2012, dinilai Darmaningtyas rawan. Pasalnya, pada masa transisi itu bisa saja PTN melakukan kecurangan dalam menggalang dana.

Kuota PTN Sementara itu, anggota Ko-

misi X DPR RI Dedi Gumi-lar mengatakan adanya masa transisi pelaksanaan PP No 66 Tahun 2010 tidak perlu dikha-watirkan. “Saya pikir pihak PTN tidak akan menjadikan 2 tahun masa transisi sebagai aji mumpung meraup dana,” katanya saat dihubungi Media Indonesia.

Menurut Miing, panggilan akrabnya, saat ini semua rektor PTN siap melaksanakan PP No 66 Tahun 2010. Bahkan, pada pertemuan dengan para rektor beberapa waktu lalu, lanjut

Miing, Universitas Indonesia menyatakan telah melebihi kuota 20% untuk mahasiswa miskin.

PP No 66 Tahun 2010 juga mengatur tentang kuota pene-rimaan mahasiswa dalam seti-ap ujian saringan masuk PTN. Dengan adanya pengaturan itu, setiap PTN diwajibkan untuk menyerap 60% mahasiswa lewat seleksi nasional.

Kepastian itu tertuang da-lam PP No 66, Pasal 53B ayat

1, yang menyatakan, satuan pendidikan tinggi yang dise-lenggarakan pemerintah wajib menjaring peserta didik baru program sarjana melalui pene-rimaan nasional paling sedikit 60% dari jumlah peserta didik baru untuk setiap program stu-di pada program pendidikan sar jana.

Ia menambahkan, PP No 66 Tahun 2010 merupakan payung hukum bagi PTN BHMN, yang kini terkesan seperti swasta-

nisasi pendidikan. Dengan ada-nya PP 66/2010, diharapkan bisa menjadi kontrol lembaga pendidikan, khususnya yang diselenggarakan pemerintah.

Namun, lanjut Miing, ha-rus ada kontrol untuk fungsi sosial lembaga pendidikan. Jangan sampai pendidikan dijadikan barang dagangan yang bertujuan meraup untung sebesar-besarnya. “Sekarang ini Diknas harus melakukan riset mengenai apa yang pas dengan

kondisi pendidikan Indonesia sekarang,” ujar Miing.

Pada bagian lain, Miing me-ngatakan peranan untuk mem-berikan pendidikan bagi calon mahasiswa miskin bukan ha-nya peran pemerintah. Swasta pun memiliki andil yang besar untuk menyerap mahasiswa miskin berprestasi. Bahkan, lanjut Miing, pihak PTS pun siap menjalankan PP tersebut, tentunya harus ada bantuan pendanaan dari pemerintah.

“Dengan banyaknya peluang dan semakin mudahnya warga mendapatkan akses pendidik-an, diharapkan mampu me-ningkatkan derajat masyarakat itu sendiri,” ujarnya.

Bila itu terwujud, tentunya berujung pada meningkatnya derajat bangsa Indonesia men-jadi bangsa yang berpendidik-an. (*/S-1)

[email protected]

Jangan Hambat si Miskin Berprestasi

Amalia Susanti

KOMITMEN: Pemerintah berkomitmen memberikan layanan pendidikan yang layak dan terjangkau. Namun, baru 6,3% mahasiswa PTN yang berasal dari keluarga tidak mampu.ANTARA/ WIHDAN HIDAYAT

KEMENTERIAN Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) memberikan prioritas pinjaman modal kepada para calon pengusaha pemula, ter-utama lulusan sarjana.

Pinjaman itu bisa didapatkan dengan mudah melalui dinas-dinas koperasi di daerah yang bekerja sama denga bank-bank pemerintah.

Hal itu terungkap dalam pi dato Menteri Koperasi dan UKM Syarief Hasan ketika memberikan Sosialisasi Penum-buhan dan Pengembangan Sar jana Wirausaha di Kantor Gubernur Kalimantan Tengah, Palangkaraya, kemarin.

Menurut Syarief, menjadi wira usaha adalah salah satu ca ra untuk menikmati per-

tumbuhan ekonomi, selain ikut serta dalam meningkat-kan pertumbuhan ekonomi. Apalagi ekonomi Indonesia bertumbuh positif pada 2004-2010, dan target pertumbuhan pada 2014 diperkirakan bisa mencapai 7,7%.

Oleh karena itu, dia menan-tang generasi muda untuk membangkitkan semangat kewira usahaan. Kini Kemen-terian Koperasi dan UKM me-nyiapkan pro gram 1.000 sar-jana calon wirausaha di setiap provinsi.

Hal itu dilakukan demi me-ngurangi pengangguran di ka-langan intelektual sarjana.

Saat ini dari 8,59 juta pe-ngangguran per Februari 2010, sebanyak 4,8 juta atau 53,93%

adalah pengangguran terdidik, atau yang berpendidikan sar-jana, akademi, dan SLTA.

Umumnya lulusan SLTA, atau sekitar 60,87%, dan 83,18% lulusan perguruan tinggi lebih memilih jadi pekerja atau kar-yawan jika dibandingkan de-ngan menciptakan kerja.

“Ubah mindset dari mencari pekerjaan menjadi pencipta pekerjaan. Apalagi banyak ma-hasiswa Indonesia yang cukup kreatif,” cetus Syarief.

Ia menambahkan, Indonesia adalah pasar potensial. Dari 231,83 juta penduduk, pelaku usaha formal UKM dan besar alias wirausaha hanya 564.240 unit atau 0,24% dari total pen-duduk.

Padahal suatu negara hanya

bisa maju jika jumlah wira-usahanya sebesar 2% dari total penduduk.

“Untuk memenuhi itu, Indo-nesia membutuhkan sebanyak 4,07 juta wirausaha baru,” ujar Syarief.

Dorongan pemerintahSyarief memaparkan saat ini

pemerintah siap untuk mem-bantu permodalan bagi sarjana yang mau berwirausaha. Mere-ka cukup mengajukan proposal kelayakan usaha melalui dinas-dinas koperasi.

Nantinya dinas-dinas ko-perasi akan bekerja sama de-ngan bank-bank pemerintah setempat guna mengeluarkan dana pinjaman Rp20 juta tanpa agunan sebagai stimulus awal

berusaha, yang bisa dikembali-kan secara bertahap.

Kementerian Koperasi dan UKM juga siap melakukan pembekalan-pembekalan ke-wirausahaan. “Tatap masa de pan yang lebih baik de-ngan berwirausaha,” ungkap Syarief.

Dia menegaskan menjadi wira usaha berarti membuka lapangan pekerjaan bagi diri sendiri dan orang lain. Hal itu akan mengurangi jumlah pengangguran dan usahanya akan menjadi tumpuan hidup rakyat banyak.

“Menjadi pengusaha juga berarti menjadi pahlawan bagi bangsa dan negara karena turut aktif mengurangi jumlah pengangguran dan ikut menye-

jahterakan masyarakat sekitar,” pungkas Syarief.

Sementara itu, Wakil Gu-bernur Kalimantan Tengah Ahmad Diran mengakui setiap pemerintah daerah kini men-dapatkan pekerjaan rumah un tuk menyediakan lapangan kerja. Saat ini lapangan kerja yang ada tidak bisa menyerap banyaknya tenaga kerja yang ada.

Dia meminta para pencari kerja jangan melihat secara total ijazah mereka dalam mencari pekerjaan, tapi harus bisa krea-tif membuat usaha.

“Jangan pilih-pilih pekerjaan. Yang penting halal. Jangan juga meng andalkan untuk menjadi pegawai negeri,” kata Ahmad Diran. (Far/S-1)

Negara mempunyai kewajiban untuk membuka akses pendidikanseluas-luasnya bagi setiap warga negaranya.

Pemerintah Permudah Sarjana Jadi Pengusaha Pemula

Menjadi pengusaha juga berarti menjadi pahlawan bagi bangsa dan negara karena turut aktif mengurangi jumlah pengangguran.” Syarief HasanMenteri Koperasi dan UKM