S3-DISERTASI KPTSAN
-
Upload
muhadir-masrur -
Category
Documents
-
view
70 -
download
13
description
Transcript of S3-DISERTASI KPTSAN
RANCANG BANGUN SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN INVESTASI PADA INDUSTRI BIODISEL KELAPA SAWIT
MENGGUNAKAN MODEL SISTEM DINAMIS
ANNA MARIANA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2005
SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi
saya yang berjudul :
RANCANG BANGUN SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN
INVESTASI PADA INDUSTRI BIODISEL KELAPA SAWIT
MENGGUNAKAN MODEL SISTEM DINAMIS
Merupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi saya sendiri, dengan
pembimbingan para Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan
rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada
program sejenis di perguruan tinggi lain.
Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat
diperiksa kebenarannya.
Bogor, September 2005 Anna Mariana 995148 - Teknologi Industri Pertanian
ABSTRAK
ANNA MARIANA. Rancang Bangun Sistem Penunjang Keputusan Investasi Pada Industri Biodisel Kelapa Sawit Menggunakan Model Sistem Dinamis. Dibimbing oleh: IRAWADI JAMARAN sebagai ketua, M. SYAMSUL MA’ARIF, TUN TEDJA IRAWADI, AMRIL AMAN, dan DARNOKO masing-masing sebagai anggota.
Pertumbuhan konsumsi bahan bakar minyak yang terus meningkat dengan produksi relatif tetap, telah menempatkan Indonesia saat ini sebagai salah satu negara pengimpor bahan bakar minyak. Kenaikan harga minyak dunia yang mencapai 60 USD per barel telah memperbesar subsidi BBM menjadi lebih dari 100 triliun pada tahun 2005 berjalan. Untuk mengantisipasi kelangkaan BBM di masa mendatang perlu dikaji potensi sumber enerji lain terutama enerji yang dapat diperbaharui, antara lain yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai pengganti BBM solar adalah Biodisel Kelapa Sawit (BDS) yang bersifat ramah lingkungan .
Dalam rangka mendukung salah satu pengembangan investasi enerji terbarukan di Indonesia perlu disusun suatu rancang bangun sistem penunjang keputusan investasi pada industri biodisel kelapa sawit menggunakan model sistem dinamis. Secara garis besar model ini terdiri dari lima submodel yaitu : (1) sumberdaya, (2) teknis produksi, (3) analisis finansial, (4) pasar, (5) lingkungan. Rancang bangun sistem penunjang keputusan didesain dengan menggunakan metodologi analisis deskriptif dari data sekunder pada masing-masing sub model. Keterkaitan sub model diagregasikan dengan hubungan fungsi logika dan teori yang dibangun melalui kaidah sistem dinamis.
Hasil analisis dan validasi faktor-faktor yang berpengaruh pada investasi, menunjukkan ketersediaan bahan baku CPO, jika diolah menjadi biodisel kelapa sawit cukup untuk mensubstitusi 5-10% kebutuhan BBM solar di dalam negeri. Peluang pasar ekspor dan pendanaan investasi dapat dikaitkan dengan program “carbon trade” yang telah diratifikasi melalui Protokol Kyoto, karena sifat BDS yang ramah lingkungan. Ketersediaan teknologi proses cukup banyak dan dapat dirancang sesuai keinginan pengguna. Perhitungan nilai investasi pabrik BDS kapasitas produksi 100.000 ton/tahun memerlukan dana 17.82 juta USD dengan komponen biaya bahan baku CPO mencapai 79.23% dari biaya produksi, dengan asumsi harga CPO 360 USD/ton. Jika margin keuntungan 15% maka harga jual di tingkat konsumen Rp 5603/liter. Biaya produksi biodisel di luar negeri mencapai 600 USD/ton sedang dari hasil penelitian ini diperoleh biaya produksi sebesar 629.5 USD/ton. Hasil analisis penghitungan nilai beban lingkungan dari hujan asam, panas global dan efek fotokimia yang ditimbulkan oleh emisi gas buang yang menggunakan bahan bakar biodisel lebih rendah dibandingkan dengan emisi gas buang yang menggunakan bahan bakar solar.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa model sistem penunjang keputusan dapat digunakan untuk menilai kelayakan investasi pada industri biodisel kelapa sawit oleh pengambil keputusan. Hasil validasi menunjukkan industri BDS saat ini layak untuk dikembangkan jika didukung dengan kebijakan pemerintah yang tepat antara lain kebijakan penggunaan enerji terbarukan, kemudahan perijinan, beban pajak dan bunga bank yang terjangkau , dan adanya insentif bagi industri.
Kata kunci : Biodisel, CPO, Sistem Penunjang Keputusan, Investasi, Model Sistem Dinamis
ABSTRACT
ANNA MARIANA. The Design Of Investment Decision Support System On Palm Oil Biodiesel Industry Using Dynamic System Models. Under the Guidance by IRAWADI JAMARAN as a chairman, M. SYAMSUL MA’ARIF, TUN TEDJA IRAWADI, AMRIL AMAN, and DARNOKO as members of advisory committee.
The gap between oil compsumption and production in the last few years has put indonesia into the oil net importer country. The increased of world oil’s price up to $60 US per barrel has increased the goverment subsidies more than 100 trillions rupiah in 2005. In order to anticipate the scarcity of oil in the future, the government has to search other energy resources especially renewable energy such as palm biodiesel that can be used as an alternative fuel of petroleum diesel and also known as ecolabelling product.
In the frame work to support the development of palm biodiesel investment in Indonesia, this research is aimed to formulate the decision support system (dss) for palm biodiesel investment using dynamic models. The system consist of 5 submodels ie : The assesment of (1) Raw material resources, (2) production technology, (3) financial planning, (4) marketing, (5) environmental impact assesment. The correlation and interaction between submodel are based on logical function and theoritical framework by using system dynamic approach.
The result of model validation shows that the availability of CPO as a raw material for oil palm biodiesel is still adequate to subtitute 5 – 10% of domestic petroleum diesel’s demand. The potential export market and foreign investment can be related to the Protocol Kyoto scheme due to the ecolabelling product. The various processing technologies are easily available and could be designed according to the owner’s or user’s need. The financial analysis shows the investment cost to produce biodiesel with the capacity 100.000/ton per year is $ 17,82 million US. The raw material cost reach about 79.93%, of the cost structure, with the the asumption of CPO price $360 US/ton. Under the assumption of profit margin 15 %, the selling price of palm biodiesel about Rp.5603/litres, meanwhile the product cost is $ 629.5 US/ton. The validation of environmental sub model which assess the environmental burden value of acidity, global warming and photochemical ozone (smog) creation impact caused by the emission of biodiesel is smaller compare to the emission of petroleum diesel.
The result of this reseach concluded that the decision support system model can be utilize by decision maker in assessing the invesment on biodiesel industry. However, the decession should also be followed by the appropriate government regulations and policies i.e, in the use of renewable energy, tax, interest rate, insentive for industry . Key words : biodiesel,crude palm oil, decision support system, investment, Dynamic System Models
© Hak cipta milik Anna Mariana, tahun 2005
Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari
Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam
bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya
RANCANG BANGUN SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN INVESTASI PADA INDUSTRI BIODISEL KELAPA SAWIT
MENGGUNAKAN MODEL SISTEM DINAMIS
ANNA MARIANA
DISERTASI
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada
Program Studi Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2005
Judul Disertasi : Rancang Bangun Sistem Penunjang Keputusan Investasi pada Industri
Biodisel Kelapa Sawit Menggunakan Model Sistem Dinamis Nama : Anna Mariana NRP : 995148
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Irawadi Jamaran
Ketua Prof. Dr. Ir. Syamsul Ma’arif, M.Eng. Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS
Anggota Anggota
Dr. Ir. Amril Aman, MSc. Dr. Ir. Darnoko, MSc. Anggota Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknologi Industri Pertanian Institut Pertanian Bogor Dr.Ir. Irawadi Jamaran Prof.Dr.Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc. Tanggal Ujian : 6 September 2005 Tanggal Lulus:
PERSEMBAHAN
Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karuniaNya, disertasi yang berjudul “Rancang Bangun Sistem Penunjang Keputusan Investasi Pada Industri Biodisel Kelapa Sawit Menggunakan Model Sistem Dinamis”dapat diselesaikan dengan baik. Dari lubuk hati yang dalam dan tulus, penulis mengucapkan rasa terimakasih yang tidak terhingga kepada :
1. Bapak Dr.Ir Irawadi Jamaran sebagai ketua komisi pembimbing yang telah memberi dukungan perhatian dan bimbingan dengan penuh dedikasi selama penulis menempuh studi sampai dengan penyelesaian disertasi ini;
2. Ibu Prof.Dr.Ir.Tun Tedja Irawadi MS yang telah memberi inspirasi dalam pemilihan judul disertasi, membimbing, dan memberi dukungan dengan penuh kearifan dan bijaksana setiap saat diperlukan;
3. Bapak Prof Dr.Ir.Syamsul Maarif`M.Eng yang telah membimbing dan memberi dorongan semangat untuk menyelesaikan penulisan disertasi ini serta selalu meluangkan waktunya untuk konsultasi walaupun ditengah kesibukannya;
4. Bpk Dr.Ir.Amril Aman MSc, yang telah mengajarkan kepada penulis filosofi ilmu pengetahuan yang bermanfaat dan membimbing serta mengarahkan penyusunan disertasi dengan penuh kesabaran dan pengertian;
5. Bpk Dr.Ir.Darnoko MSc, yang telah membimbing dan memberi referensi yang bermanfaat bagi penulisan disertasi ini dan selalu berusaha hadir pada sidang komisi dan sidang lainnya walau jauh dari Medan ke Bogor;
6. Bpk Dr.Ir.Anas Miftah Fauzi M.Eng yang telah bersedia menjadi penguji luar pada sidang tertutup serta banyak memberikan inspirasi kepada penulis dalam melakukan pengkajian terhadap aspek teknoekonomi;
7. Dr.Ir.Tirto Prakoso M.Eng, staf pengajar pada jurusan Teknik Kimia ITB yang telah bersedia menjadi penguji luar dan memberi referensi yang bermanfaat dalam penulisan disertasi;
8. Ir. Achmad Manggabarani MM (Sekdit Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian) yang telah mengijinkan penulis untuk meyelesaikan studi ini;
9. Ayahanda alm Yacob Ali dan Ibunda almh Fatimah Ibrahim tercinta, yang telah membesarkan penulis dengan penuh kasih sayang dan memberikan teladan yang sangat berharga bagi kehidupan penulis;
10. Suami tercinta dr M.Jusuf Syammaun SpOG dan anak-anakku tercinta M.Rikky Jusuf, M.Irsan Jusuf,dan M.Adriansyah Jusuf yang selalu memberi semangat dan pengertiannya;
11. Adinda dra.Rosmery MA. dan Ir.Sabri Basyah, dra Erlindawati dan suami serta Ir.Mirza Pahlevi MSc beserta istri ,abang dan adik penulis semua yang telah banyak memberi dukungan dalam menyelesaikan disertasi ini;
12. Sahabat / Rekan peserta program S-3 TIP,IPB, Ir. A. Basith MSc, Dr.Ir.Hermawan, Ir Tyas MM danYulia Nurendah SE. MM, yang selalu memberi dorongan untuk menyelesaikan disertasi ini;
13. Rekan-rekan di Deptan terutama Ir.Sri Dewi Yudawi MM yang selalu penuh pengertian dan memberi dukungan untuk menyelesaikan disertasi ini;
Semoga semua kebaikan tersebut menjadi ilmu yang bermanfaat dan mendapat balasan dari Allah swt. Bogor. September 2005 A N N A M A R I A N A
PRAKATA
Sejalan dengan perkembangan kemajuan zaman dan teknologi pada berbagai
bidang di dunia, kebutuhan enerji telah menjadi universal bagi manusia. Enerji juga
telah mengubah tatanan ekonomi suatu negara maupun tatanan ekonomi dunia.
Setiap negara perlu mengelola sumber enerjinya dengan benar dan bijaksana agar
tidak mengalami kemunduran ekonomi.
Penelitian Rancang Bangun Sistem Penunjang Keputusan Investasi Pada
Industri Biodisel Kelapa Sawit Menggunakan Model Sistem Dinamis merupakan
salah satu alat bantu untuk menilai kelayakan investasi pada industri biodisel kelapa
sawit (BDS). BDS merupakan enerji alternatif dan bersifat ramah lingkungan serta
dapat diperbaharui (renewable), digunakan sebagai pengganti solar. Keluaran
penelitian ini berupa program perangkat lunak komputer yang dapat digunakan untuk
menilai keputusan investasi dalam waktu yang relatif cepat (Decision Support
System)
Penelitian ini tersusun berkat bimbingan komisi pembimbing yang sangat
kompeten pada berbagi bidang/disiplin ilmu pengetahuan yaitu Dr. Ir. Irawadi
Jamaran (ketua komisi), Prof. Dr. Ir. Syamsul Ma’arif, M.Eng, Prof. Dr. Ir. Tun Tedja
Irawadi, MSc, Dr. Ir. Amril Aman, MSc, Dr. Ir. Darnoko, MSc masing-masing
sebagai anggota komisi pembimbing.
Penulis menyadari penelitian ini masih mempunyai banyak kekurangan dan
kelemahan namun bagi yang berminat memperdalam bidang ini, penulis dengan
senang hati mempersembahkan hasil karya ini. Semoga menjadi ilmu yang
bermanfaat.
Bogor, September 2005
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pematang Siantar pada tanggal 1 Maret 1957 dari ayah
Alm. Yacob Ali dan ibu Alm Fatimah Ibrahim, sebagai anak ke tiga dari tujuh
bersaudara. Menikah dengan DR H.M Jusuf Syammaun, SpOG. Penulis dikaruniai
tiga orang putra yaitu M. Rikky Jusuf, M. Irsan Jusuf dan M. Adriansyah Jusuf.
Pada tahun 1980 Penulis meraih gelar Sarjana dari Fakultas Pertanian, Jurusan
Proteksi Tanaman IPB. Pada tahun 1999 memperoleh gelar Magister Manajemen
Agribisnis IPB dengan bea siswa dari Asian Development Bank .
Sejak bulan April 1980 sampai 2000 penulis bekerja sebagai karyawati pada
Direktorat Jenderal Perkebunan. Sejak di Direktorat Jenderal Perkebunan penulis
telah ditempatkan sebagai karyawati di berbagai Direktorat yaitu Direktorat Bina
Produksi, Direktorat Perlindungan Tanaman, Direktorat Perluasan dan Rehabilitasi
Tanaman Perkebunan, dan Direktorat Kelembagaan. Penulis juga dipercaya untuk
mengelola proyek bantuan luar negeri yaitu proyek bantuan ADB National Estate
Crop Protection Project (± 7 tahun) dan proyek Suistainable Agriculture
Development Project in Irian Jaya (± 6 tahun). Penulis telah mengikuti berbagai
macam training, seminar nasional dan internasional pada bidang agribisnis dan
agroindustri. Dari tahun 2001 sampai sekarang bekerja pada Direktorat Jenderal
Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian. Penulis
ditempatkan pada Sub Direktorat Pemasaran Internasional Tanaman Perkebunan
sampai tahun 2003. sejak tahun 2003 sampai dengan sekarang penulis memperoleh
ijin untuk menyelesaikan desertasi pada program TIP IPB.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .............................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... x
I. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ...................................................................................... 1 1.2. Tujuan Penelitian .................................................................................. 4 1.3. Ruang Lingkup Penelitian ..................................................................... 4 1.4. Manfaat Penelitian ................................................................................ 5
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 6
2.1. Sistem Penunjang Keputusan (SPK) .................................................... 6 2.2. Model Sistem Dinamis ......................................................................... 9 2.3. Model Dinamik .................................................................................... 10 2.4. Model Logistik ..................................................................................... 11 2.5. Analisis Finansial ................................................................................. 13 2.6. Pengertian Dan Spesifikasi Biodisel .................................................... 18 2.7. Sifat Fisiko-Kimia Biodisel ................................................................ 20 2.8. Standar/Spesifikasi Biodisel ................................................................ 21 2.9. Teknologi Pengolahan Biodisel ........................................................... 23 2.10. Investasi Biodisel ................................................................................ 25 2.11. Perkembangan Penelitian Biodisel ...................................................... 26 2.12. Perkembangan Industri Biodisel ......................................................... 27
III. METODOLOGI PENELITIAN ................................................................... 30
3.1. Kerangka Pemikiran ............................................................................. 30 3.1.1. Pendekatan Sistem .................................................................... 31 3.1.2. Identifikasi Sistem ..................................................................... 31 3.1.3. Batasan Sistem .......................................................................... 32
3.2. Permodelan Sistem ................................................................................ 33 3.2.1. Tahap Seleksi Konsep ………………….……………………. 34
3.2.1. Tahap Rekayasa Model ……………………………………… 34 3.2.3. Tahap Implementasi Komputer ……………………………… 34 3.2.4. Tahap Validasi ………………………………………………. 34 3.2.5. Tahap Analisis Sensitifitas ………………………………….. 34 3.2.6. Tahap Analisis Stabilitas ……………………………………. 35 3.2.7. Aplikasi Model ……………………………………………… 35
ii
3.3. Permodelan Subsistem ………………………………………………. 37 3.3.1. Submodel Sumberdaya ............................................................. 37 3.3.2. Submodel Teknis Produksi ....................................................... 51 3.3.3. Submodel Pasar ......................................................................... 51 3.3.4. Submodel Analisis Finansial ..................................................... 58 3.3.5. Submodel Lingkungan .............................................................. 99
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 102
4.1. Rekayasa Model SPK ............................................................................ 102 4.2. Simulasi dan Validasi Model Sistem Dinamis Investasi Industri
Biodisel Kelapa Sawit ........................................................................ 105 4.2.1. Simulasi Model Sistem Dinamis …………………………….. 105
4.2.1.1. Simulasi Submodel Sumberdaya................................. 105 4.2.1.2. Simulasi Submodel Teknis Produksi .......................... 107 4.2.1.3. Simulasi Submodel Pasar ........................................... 110 4.2.1.4. Simulasi Submodel Analisis Finansial ........................ 112 4.2.1.5. Simulasi Submodel Lingkungan ................................. 113
4.2.2. Validasi Model Sitem ................................................................ 115 4.2.2.1. Submodel Sumberdaya .............................................. 116 4.2.2.2. Submodel Teknis Produksi ....................................... 122 4.2.2.3. Submodel Pasar ......................................................... 130 4.2.2.4. Submodel Analisis Finansial ..................................... 137 4.2.2.5. Submodel Lingkungan .............................................. 149
V. ANALISIS KEBIJAKAN ............................................................................. 153
5.1. Submodel Sumberdaya ......................................................................... 153 5.2. Submodel Teknis Produksi ................................................................... 153 5.3. Submodel Pasar ..................................................................................... 154 5.4. Submodel Analisis Finansial ................................................................. 155 5.5. Submodel Lingkungan .......................................................................... 156
VI. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 157
6.1. Kesimpulan ........................................................................................... 157 6.2. Saran ...................................................................................................... 159
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 160
LAMPIRAN ....................................................................................................... 167
COMPACT DISC DATA DAN PROGRAM APLIKASI
iii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Perbandingan sifat biodisel dan solar ............................................ 19 Tabel 2. Perbandingan spesifikasi biodisel Malaysia dan Indonesia .......... 22 Tabel 3. Metoda analisis yang digunakan pada tiap sub model .................. 34 Tabel 4. Hasil analisis model dinamik untuk perkebunan rakyat ............... 117 Tabel 5. Hasil analisis model dinamik untuk perkebunan besar negara
(data mulai tahun ke-5) ................................................................. 118 Tabel 6. Hasil analisis model dinamik untuk perkebunan besar swasta ..... 120 Tabel 7. Ringkasan teknologi transformasi kimia pada pembuatan metil
ester CPO ...................................................................................... 129 Tabel 8. Proyeksi proporsi ekspor dengan impor minyak bumi Indonesia . 132 Tabel 9. Proyeksi proporsi produksi dengan pemakaian BBM solar Indonesia ……………..……………………………………….. 135-136 Tabel 10. Proyeksi kebutuhan biaya investasi pembangunan pabrik
pengolahan biodisel kapasitas 100.000 ton per tahun (dalam Dolar AS) ...................................................................................... 138-140
Tabel 11. Rata-rata biaya pokok produksi pengolahan biodisel ................... 142 Tabel 12. Volume produksi dan nilai penjualan pabrik pengolahan
biodisel .......................................................................................... 144 Tabel 13. Proyeksi laba setelah pajak pabrik pengolahan biodisel (dalam
Dolar AS) ...................................................................................... 145 Tabel 14. Hasil perhitungan IRR, NPV, Pay Back Period dan saldo kas
bersih pabrik biodisel kapasitas 100.000 ton per tahun ................ 147 Tabel 15. Analisis sensitivitas pabrik biodisel kapasitas 100.000 ton per
tahun pada berbagai harga CPO .................................................... 148
iv
Halaman
Tabel 16. Analisis sensitivitas pabrik biodisel kapasitas 100.000 ton per tahun pada berbagai harga jual biodisel ........................................ 148
Tabel 17. Data emisi sisa pembakaran kendaraan yang menggunakan
disel dan campuran disel dan biodisel ........................................... 150 tabel 18. Analisa beban lingkungan dari emisi sisa pembakaran bahan
bakar kendaraan ............................................................................ 151
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Kurva logistik ............................................................................. 12 Gambar 2. Persamaan reaksi kimia pembentukan biodisel dari CPO
dan Metanol ................................................................................ 24 Gambar 3. Diagram input output SPK investasi industri biodisel ............... 31 Gambar 4 . Diagram alir sistem penunjang keputusan investasi .................. 32 Gambar 5. Diagram alir permodelan............................................................ 36 Gambar 6. Diagram alir deskriptif sub-submodel produksi CPO dari
perkebunan kelapa sawit rakyat ................................................. 38 Gambar 7. Diagram alir deskriptif sub-submodel produksi CPO dari
perkebunan swasta ..................................................................... 41 Gambar 8. Diagram alir deskriptif sub-submodel produksi CPO dari
perkebunan negara ..................................................................... 44 Gambar 9. Diagram alir deskriptif sub-submodel produksi CPO
nasional ...................................................................................... 45 Gambar 10. Diagram alir deskriptif sub-submodel produksi CPO sebagai
bahan baku biodisel .................................................................... 46 Gambar 11. Diagram alir deskriptif sub-submodel proyeksi kebutuhan
CPO sebagai bahan baku industri minyak goreng ..................... 49 Gambar 12. Diagram alir deskriptif sub-submodel kebutuhan CPO
sebagai bahan baku industri oleokimia ...................................... 50 Gambar 13. Diagram alir deskriptif untuk menentukan kelayakan teknis
produksi biodisel ........................................................................ 51 Gambar 14. Diagram alir deskriptif sub-submodel proyeksi ekspor dan
impor minyak bumi Indonesia ................................................... 54
vi
Halaman Gambar 15. Diagram alir deskriptif sub-submodel proyeksi produksi dan
pemakaian BBM solar ................................................................ 55 Gambar 16. Diagram alir deskriptif sub-submodel pasar biodisel................. 57 Gambar 17. Diagram alir deskriptif untuk menentukan biaya variabel pabrik
biodisel……………………………………………………. 63 Gambar 18. Diagram alir deskriptif untuk menentukan biaya produksi
pabrik biodisel ............................................................................ 65 Gambar 19. Diagram alir deskriptif untuk menentukan investasi
pembangunan pabrik biodisel .................................................... 67 Gambar 20. Diagram alir deskriptif untuk menghitung biaya penyusutan .... 73 Gambar 21. Diagram alir deskriptif untuk menentukan biaya
pemeliharaan peralatan/mesin pada pabrik biodisel .................. 78 Gambar 22. Diagram alir deskriptif untuk menentukan biaya asuransi
peralatan/mesin pada pabrik biodisel ......................................... 83 Gambar 23. Diagram alir deskriptif untuk menentukan biaya pemasaran
dan biaya administrasi pabrik biodisel ...................................... 84 Gambar 24. Diagram alir deskriptif untuk menentukan biaya gaji
karyawan pabrik biodisel ........................................................... 85 Gambar 25. Diagram alir deskriptif sub-submodel laba rugi......................... 88 Gambar 26. Diagram alir deskriptif sub-submodel aliran dana ..................... 89 Gambar 27. Diagram alir deskriptif sub-submodel neraca ............................ 91 Gambar 28. Diagram alir deskriptif sub-submodel kelayakan ...................... 95 Gambar 29. Diagram alir deskriptif sub-submodel analisis finansial ............ 96 Gambar 30. Diagram alir deskriptif submodel lingkungan............................ 101 Gambar 31. Hubungan antara sub model dari SPK investasi pada
Indonesia Biodisel Kelapa Sawit (influence diagram)............... 103
vii
Halaman
Gambar 32. Alur hubungan variabel pada Sistem Penunjang Keputusan Investasi ..................................................................................... 104
Gambar 33. Tampilan awal program “I Think” SPK investasi Industri
biodisel di Indonesia .................................................................. 105 Gambar 34. Hasil simulasi produksi CPO pada submodel sumberdaya ........ 106 Gambar 35. Hasil simulasi proyeksi perkembangan permintaan CPO pada submodel sumberdaya ....................................................... 107 Gambar 36. Hasil simulasi produksi industri biodisel pada submodel
teknis produksi ........................................................................... 108 Gambar 37. Kebutuhan bahan baku industri biodisel kapasitas 100.000
ton/th .......................................................................................... 109 Gambar 38. Kebutuhan bahan baku industri biodisel kapasitas 30.000
ton/th ......................................................................................... 109 Gambar 39. Kebutuhan enerji pada industri biodisel berkapasitas
100.000 ton/th ............................................................................ 110 Gambar 40. Kebutuhan enerji pada industri biodisel berkapasitas 30.000
ton/th .......................................................................................... 110 Gambar 41. Proyeksi produksi dan konsumsi solar pada submodel pasar .... 111 Gambar 42. Proyeksi ekspor dan impor minyak bumi pada submodel
pasar ........................................................................................... 111 Gambar 43. Penghematan subsidi solar dengan adanya substitusi biodisel .. 112 Gambar 44. Hasil simulasi analisis NPV dan BCR industri biodisel pada
submodel analisis finansial ........................................................ 113 Gambar 45. Nilai indek EB (Environmental Burden) asiditas submodel
lingkungan .................................................................................. 114
Gambar 46. Nilai indek EB (Environmental Burden) global warming submodel lingkungan ................................................................. 114
viii
Halaman
Gambar 47 Nilai indek EB (Environmental Burden) smog fotokimia submodel lingkungan ................................................................. 115
Gambar 48. Validasi model proyeksi luas perkebunan kelapa sawit dari
perkebunan rakyat dengan menggunakan model dinamis ......... 117 Gambar 49. Validasi model proyeksi luas perkebunan kelapa sawit dari
perkebunan negara dengan menggunakan model dinamis ......... 118 Gambar 50. Validasi model proyeksi luas perkebunan kelapa sawit dari
perkebunan besar swasta dengan menggunakan model dinamis ....................................................................................... 119
Gambar 51. Proyeksi ketersediaan CPO sebagai bahan baku biodisel .......... 122 Gambar 52. Diagram balok neraca bahan proses produksi biodisel dari
Crude Palm Oil ........................................................................ 124 Gambar 53. Diagram balok neraca enerji proses produksi biodisel dari
Crude Palm Oil .......................................................................... 125 Gambar 54. Validasi model proyeksi ekspor minyak bumi Indonesia
dengan menggunakan model dinamis ........................................ 131 Gambar 55. Validasi model proyeksi impor minyak bumi Indonesia
dengan menggunakan model dinamis ........................................ 131 Gambar 56. Proyeksi ekspor dan impor minyak bumi Indonesia dengan
menggunakan model kecenderungan kuadratik ......................... 133 Gambar 57. Validasi model proyeksi produksi BBM solar Indonesia
dengan menggunakan model dinamis ........................................ 134 Gambar 58. Validasi model proyeksi konsumsi BBM solar Indonesia
dengan menggunakan model dinamis ........................................ 134 Gambar 59. Proyeksi produksi dan pemakaian BBM solar Indonesia
tahun 2003-2032 ........................................................................ 135 Gambar 60. Grafik proyeksi perkembangan biaya modal rata-rata ............... 141
Gambar 61. Grafik proyeksi biaya pokok produksi dan harga biodisel......... 143
ix
Halaman
Gambar 62. Proyeksi penjualan, biaya usaha dan laba setelah pajak pabrik biodisel dengan kapasitas 100.000 ton per tahun............ 144
Gambar 63. Proyeksi aliran kas pabrik biodisel dengan kapasitas
100.000 ton per tahun ................................................................. 146 Gambar 64. Perbandingan Indeks EB (Environmental Burden) Emisi
Sisa Gas Pembakaran ................................................................. 152
x
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Perbandingan standar biodisel di beberapa negara .................... 167 Lampiran 2. Produsen dan total produksi biodisel di Eropa tahun 2000 ........ 169 Lampiran 3. Skenario pembangunan pabrik biodisel ..................................... 171 Lampiran 4. Perhitungan rencana biaya produksi pabrik biodisel kapasitas
100.000 ton per tahun (US $) ..................................................... 174 Lampiran 5. Diagram alir unit proses persiapan umpan ................................. 178 Lampiran 6. Diagram alir unit proses transesterifikasi ................................... 179 Lampiran 7. Diagram alir unit proses separasi ............................................... 180 Lampiran 8. Diagram alir unit proses purifikasi ............................................. 181
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Perkembangan kemajuan teknologi dan industri telah memacu
pertumbuhan konsumsi enerji yang cukup tinggi selama beberapa dasawarsa
terakhir di dunia, sehingga mempengaruhi tatanan ekonomi global, regional,
maupun ekonomi suatu negara. Penggunaan enerji yang berasal dari minyak
mineral di dunia diperkirakan mencapai 140 miliar ton dalam 5 tahun terakhir.
Kebutuhan enerji dimasa mendatang akan semakin meningkat, sedang faktor
penyediaannya relatif tetap bahkan cenderung menurun dengan faktor harga
berfluktuasi atau sulit diprediksi (Kurtubi 2005).
Menurut Departemen Enerji dan Sumberdaya Mineral (2002), kebutuhan
enerji yang berasal dari minyak mineral nasional semakin meningkat yaitu 1,35
juta barel per hari (bph), sedang rata-rata produksi hanya sekitar 1,1 juta bph
minyak mentah. Oleh karena itu, pemerintah harus mengimpor minyak mentah
sejumlah 250.000 bph serta mengimpor BBM sejumlah 300.000 bph.
Soerawidjaja dan Tahar (2003) memperkirakan konsumsi minyak solar dalam
negeri akan semakin meningkat yaitu mencapai 30 miliar liter pada tahun 2006,
dimana ketergantungan akan produk solar impor tidak dapat dihindari disebabkan
pertambahan kapasitas pengilangan minyak tidak dapat mengimbangi volume
pertumbuhan konsumsi yang besar.
Sejak terjadi krisis ekonomi pada tahun 1997 sampai sekarang, relatif
belum ada investasi baru di bidang eksplorasi minyak mineral. Jika keadaan ini
terus berlanjut, maka akan semakin memberatkan beban anggaran pemerintah
yang dikeluarkan untuk mensubsidi harga BBM nasional (Kurtubi 2005).
Subsidi BBM pada tahun 2004 mencapai 75 triliun rupiah, dan sejalan
dengan kenaikan harga minyak mentah dunia saat ini mencapai $ 60 juga akan
menyebabkan penambahan jumlah subsidi yang harus dikeluarkan pemerintah
mencapai lebih dari 100 triliun rupiah sampai dengan kwartal ketiga tahun 2005
(Kurtubi 2005).
Dalam rangka mengantisipasi kelangkaan enerji dimasa mendatang, perlu
dikaji potensi sumber enerji lain terutama enerji yang dapat diperbaharui.
2
Indonesia diketahui memiliki berbagai macam sumber enerji yang dapat
diperbaharui seperti enerji air, angin, matahari, panas bumi dan enerji biomas.
Salah satu sumber enerji biomas yang mempunyai potensi untuk dikembangkan
adalah enerji biomas yang berasal dari minyak kelapa sawit atau disebut Biodisel
Kelapa Sawit (BDS).
BDS dapat dijadikan alternatif pengganti minyak solar yang banyak
digunakan sebagai bahan bakar terutama pada sektor transportasi dan industri.
BDS merupakan salah satu produk yang mempunyai prospek dan peluang yang
cukup baik untuk dikembangkan terutama ditinjau dari aspek kontinuitas
penyediaan bahan baku, sifat produk yang ramah lingkungan, dan merupakan
sumber enerji yang dapat diperbaharui (renewable).
Potensi bahan baku BDS ditunjukkan oleh besarnya luas areal perkebunan
kelapa sawit yaitu mencapai 5,2 juta hektar lahan dengan produksi mencapai 10
juta ton pada tahun 2004. Pengembangan tanaman kelapa sawit secara besar-
besaran dilakukan sejak tahun 1980 melalui berbagai macam program perluasan
areal atau ekstensifikasi terutama di Pulau Sumatra, Kalimantan, dan Papua. Sejak
tahun 1994 mulai dikembangkan berbagai macam produk agroindustri sawit
(Direktorat Jenderal Tanaman Perkebunan 2002).
Minyak kelapa sawit dapat dijadikan berbagai macam produk industri
antara (produk oleokimia dasar) atau produk industri hilir seperti minyak goreng,
produk kosmetik, sabun/detergen dan lain-lain. Konsumsi minyak sawit dalam
negeri berkisar 3,5-4 juta ton per tahun terutama digunakan oleh industri minyak
goreng dan makanan serta industri oleokimia, selebihnya minyak sawit tersebut
diekspor ke berbagai negara industri, terutama ke negara-negara Eropa, India dan
Cina. Umumnya produk tersebut di negara tujuan diolah lebih lanjut menjadi
produk-produk oleokimia akhir yang bernilai tambah tinggi ( Biro Data Indonesia
2000 ).
Mencermati masalah kelangkaan enerji fosil dan dampak lingkungan
akibat emisi yang ditimbulkan oleh kendaraan yang berbahan bakar minyak fosil
yang terus meningkat, serta meningkatnya harga minyak mentah, maupun BBM
selama ini maka pengembangan enerji alternatif yang ramah lingkungan dan dapat
3
diperbaharui perlu mendapat perhatian yang cukup besar, terutama oleh
pemerintah.
Selain hal tersebut, konvensi internasional di Rio de Jeneiro tahun 1992,
Kyoto tahun 1997, dan Birma tahun 2001 telah menetapkan bahwa strategi
pengembangan bioenerji harus diarahkan pada penghematan enerji melalui
peningkatan efisiensi teknologi, diversifikasi sumber enerji, dan penambahan
enerji yang dapat diperbaharui (Murdiyarso 2003).
Pengembangan BDS di Indonesia baru dilakukan oleh beberapa
perusahaan dan Lembaga Penelitian dalam skala “Pilot plant”. Biaya investasi
pada industri biodisel terutama industri yang berskala besar, relatif mahal
(Korbitz 1997). Sejak tahun 1997, pengembangan investasi dalam bidang enerji
mengalami pertumbuhan yang negatif, hal ini terutama ditunjukan oleh
meningkatnya jumlah impor BBM nasional akibat adanya perubahan kebijakan
struktur industri yang semula vertikal menjadi horizontal, serta kendala lainnya
(LIPI 2005).
Pengembangan investasi industri biodisel sangat dipengaruhi oleh
kebijaksanaan pemerintah dalam mengimplementasikan program diversifikasi
enerji terbarukan. Kendala pengembangan investasi yang dihadapi oleh negara
produsen di dunia saat ini adalah mahalnya biaya produksi biodisel terutama
disebabkan oleh harga bahan baku yang relatif tinggi (Soerawidjaja dan Tahar
2003 ).
Dalam rangka mendukung program pengembangan BDS nasional secara
komersial diperlukan suatu pengkajian terhadap keputusan investasi. Diketahui
faktor yang mempengaruhi suatu keputusan investasi banyak dan kompleks serta
dapat berubah baik besaran maupun nilai menurut waktu dan kondisi yang terjadi.
Untuk membantu pengambil keputusan mengetahui keputusan investasi yang
tepat dan relatif cepat, maka penelitian ini menyusun model sistem penunjang
keputusan investasi pada industri BDS menggunakan model sistem dinamis.
Pendekatan model sistem dinamis dinilai tepat untuk digunakan dalam
menganalisis keputusan investasi BDS karena faktor yang berpengaruh pada
investasi dinilai cukup kompleks dan dapat berubah-ubah menurut waktu dan
kondisi. Sistem dinamis telah banyak diterapkan dalam memecahkan persoalan
4
dinamika industri, bisnis, sosial, formulasi kebijakan, enerji, dan lingkungan
(Muhamadi et al. 2001).
Penelitian di bidang investasi biodisel diharapkan dapat bermanfaat bagi
pelaku usaha, pemerintah, perguruan tinggi, dan masyarakat pengguna yang
merupakan motor penggerak bagi pengembangan investasi pada industri BDS.
Penggunaan produk tersebut diharapkan dapat mengurangi masalah polusi yang
terjadi dan dapat mengatasi masalah kelangkaan sumber enerji mineral dimasa
yang akan datang.
1.2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan rancang bangun sistem
penunjang keputusan investasi pada industri biodisel kelapa sawit menggunakan
model sistem dinamis.
1.3. Ruang Lingkup Penelitian
Biodisel kelapa sawit merupakan sumber energi baru di Indonesia yang
belum banyak dikembangkan secara komersial. Mengingat biodisel kelapa sawit
merupakan salah satu sumber energi yang dapat terbarukan dan bahan bakunya
tersedia didalam negeri maka perlu dikaji potensi dan manfaat serta masalah yang
akan dihadapi apabila investasi BDS dilakukan. Untuk menilai kelayakan
investasi tersebut perlu disusun suatu model sistem penunjang keputusan
investasi biodisel kelapa sawit. Dalam merepresentasikan model digunakan
model sistem dinamis, karena model sistem ini dapat merepresentasikan berbagai
skenario permasalahan yang bersifat kompleks, stokastik dan bersifat dinamis
atau berubah sesuai dengan kondisi yang terjadi. Secara garis besar ruang lingkup
pada penelitian adalah sebagai berikut :
1. Biodisel kelapa sawit yang dikaji pada penelitian ini adalah biodisel yang berasal dari minyak kelapa sawit kasar (Crude Palm Oil)
2. Biodisel yang dihasilkan digunakan sebagai bahan bakar cair pada alat transportasi.
3. Analisis faktor yang berpengaruh pada pengembangan investasi biodisel kelapa sawit didasarkan atas faktor yang terkait secara langsung atau
5
faktor intrinsik. Faktor tidak langsung seperti kondisi suatu negara atau country risk dan keadaan moneter diasumsikan dalam keadaan tetap.
4. Perhitungan simulasi proses pengolahan biodisel kelapa sawit didasarkan pada proses pengolahan berskala besar dengan kapasitas produksi 100 ribu ton per tahun, dengan hasil biodisel dan gliserin murni.
5. Implementasi Sistem Penunjang Keputusan didesain menggunakan software I Think.
6. Pengolahan data pada sub model dilakukan dengan software Lotus Smartsuite, Microsoft Excel dan Minitab.
7. Validasi model dilakukan dengan landasan teori atau data empiris yang ada.
1.4. Manfaat Penelitian
Industri biodisel di Indonesia relatif baru dan belum berkembang secara
luas, untuk itu diperlukan sosialisasi dan masukan berupa kajian dan penelitian di
bidang biodisel kelapa sawit kepada para pihak yang terkait dalam
pengembangannya yaitu pemerintah (sebagai regulator dan fasilitator), pelaku
usaha dan masyarakat sebagai pengguna. Pada dasarnya manfaat penelitian dapat
diuraikan sebagai berikut :
1. Secara ilmiah menghasilkan suatu model sistem berupa perangkat lunak atau program komputer yang dapat digunakan sebagai alat bantu bagi pengambil keputusan dalam melakukan penilaian terhadap kelayakan investasi pada industri biodisel kelapa sawit.
2. Membantu pelaku usaha atau calon investor dalam menyusun perencanaan investasi dibidang biodisel kelapa sawit.
3. Memberi masukan kepada pemerintah dalam memformulasikan kebijakan dibidang enerji terbarukan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sistem Penunjang Keputusan
Setiap hari manusia selalu membuat keputusan baik keputusan individu
maupun keputusan organisasi atau manajemen yang dibuat oleh para manajer.
Manajemen adalah suatu usaha pemanfaatan sumberdaya manusia, uang, enerji,
material, ruang dan waktu yang semuanya disebut masukan atau input, untuk
selanjutnya diproses menjadi keluaran atau output untuk mencapai tujuan
organisasi (Turban et al. 2004).
Keberhasilan suatu manajemen sangat ditentukan oleh kemampuan para
pimpinan dan manajer untuk mengambil suatu keputusan. Para manajer atau
pengambil keputusan dari suatu organisasi sering dihadapkan pada tantangan
internal dan eksternal sehingga memerlukan perubahan dan penyempurnaan pada
fungsi manajerialnya (Mintzberg dan Quim 1996).
Analisis sistem merupakan suatu studi yang mempelajari masalah yang
ada pada dunia bisnis dalam rangka mencari rekomendasi yang tepat untuk
penyelesaian masalah (Whitten dan Bentley 1998). Sedang menurut Eriyatno
(1998), ilmu sistem adalah suatu ilmu yang mempelajari perilaku dari elemen
yang berhubungan dan terorganisir untuk mencapai tujuan. Hubungan antar sub
sistem atau elemen dapat berupa transaksi, interaksi, transisi, koneksi atau relasi.
Menurut Marimin (2005), sistem adalah sekelompok metode, prosedur, teknik
atau objek yang berhubungan dan teroganisir saling keterkaitan satu sama lain
untuk membentuk kesatuan keseluruhan untuk mencapai tujuan tertentu.
Perkembangan ilmu sistem saat ini banyak diarahkan pada soft system
yaitu ilmu sistem yang mempelajari sistem penalaran sesuai dengan sistem kerja
syaraf manusia (Marimin 2005). Ilmu sistem dapat dijadikan dasar untuk
merancang Sistem Penunjang Keputusan (SPK), yang digunakan untuk
membantu para pimpinan atau manajer membuat keputusan terutama keputusan
yang bersifat kompleks dan tidak terstruktur serta tidak dapat atau sulit diprediksi.
SPK juga merupakan aplikasi dari sistem informasi yang dirancang untuk
menyediakan informasi yang bermanfaat bagi pengambil keputusan (Whitten et
al. 2001).
7
Perkembangan dan penerapan SPK telah dimulai sejak 35 tahun yang lalu
yaitu dimulai dengan pengembangan SPK yang berorientasi model pada akhir
tahun 1960. Pada tahun 1970 dilakukan pengembangan teori dan implementasi
sistem perencanaan finansial. Pada pertengahan dan akhir 1980, diperkenalkan
sistem informasi eksekutif (Executive Information System/EIS), SPK kelompok
(Group Decision Support System/GDSS) dan SPK organisasional (Organizational
Decision Support System/ODSS) tersusun dari pengguna tunggal dan SPK
berorientasi model. Sekitar awal tahun 1990, data warehousing dan on-line
analytical processing (OLAP) memulai perluasan bidang SPK dengan pendekatan
milenium atau aplikasi analisis berbasis web juga mulai diperkenalkan (Power
2002).
Pada tatanan konseptual SPK terbagi menjadi 5 bagian yaitu (Power
2002):
(1) SPK yang berbasis komunikasi (communication-driven DSS)
(2) SPK yang berbasis data (data-driven DSS)
(3) SPK yang berbasis dokumen (document-driven DSS)
(4) SPK yang berbasis pengetahuan (knowledge-driven DSS) dan
(5) SPK yang berbasis model (model-driven DSS).
SPK yang berbasis model menekankan akses dan manipulasi model-model
statistik, finansial, optimasi dan simulasi. SPK yang berbasis model menggunakan
data dan parameter yang diberikan oleh pemakai SPK untuk membantu para
pengambil keputusan dalam menganalisis suatu situasi, tetapi mereka tidak
memerlukan data yang intensif.
Pada tatanan sistem, Power (2000), membagi SPK menjadi 2 bagian :
(1) Enterprise-wide DSS, berhubungan dengan penyimpanan data yang besar dan
melayani banyak manajer dalam suatu perusahaan
(2) Desktop atau single-user DSS adalah sistem kecil yang diperuntukkan pada
PC manajer individual
Sprague dan Carlson (1982) mengidentifikasi 3 komponen dasar SPK
yaitu :
(1) Sistem manajemen database (Database Management System/DMBS)
8
(2) Sistem manajemen basis model (Model-Base Management Model/MBMS)
dan
(3) Generasi dialog dan sistem manajemen (Dialog Generation and Management
System/DGMS)
Menurut Marakas (1999), struktur SPK terdiri dari 5 komponen berbeda
yaitu :
(1) Sistem manajemen data,
(2) Sistem manajemen model,
(3) Mesin pengetahuan,
(4) Antarmuka pemakai dan
(5) Pemakai.
Sprague dan Watson (1980) membagi SPK ke dalam 3 sub-sistem utama
yaitu :
(1) User-system interface, yaitu dimana para pembuat keputusan dapat
berinteraksi langsung dengan sistem.
(2) Sub-sistem yang menyimpan, mengelola, mengambil, menampilkan dan
menganalisis data yang relevan dan dikenal dengan istilah Sistem
Manajemen Basis Data (Data Base Management System = DBMS).
(3) Sub-sistem yang menggunakan model atau kumpulan model untuk
melakukan sejumlah tugas analisis, dan dikenal dengan istilah Sistem
Manajemen Basis Model (Model Base Management System = MBMS).
Menurut Sarma (1994) dan Dyer (1993), pendekatan sistematik (normatif)
dalam pengambilan keputusan terdiri dari beberapa tahap, yaitu:
(1) Mengenali problem-problem dalam mengambil keputusan
(2) Mengerti dan memodelkan sistem dan lingkungannnya
(3) Mengenali para pembuat keputusan
(4) Mengenali tujuan-tujuan para pengambil keputusan dan preferensinya
(5) Menganalisis pembatas-pembatas
(6) Mengembangkan alternatif-alternatif, dan
(7) Memilih alternatif-alternatif tersebut.
Menurut Bidgoli et al. (1987), SPK memberikan kemampuan untuk
melakukan sejumlah fungsi-fungsi yang berbeda. Fungsi-fungsi tersebut meliputi
9
analisis what-if, goal seeking, analisis sensitivitas, analisis laporan pengecualian,
peramalan, simulasi, analisis grafik, analisis statistik dan permodelan.
Aplikasinya, SPK baru dapat dikatakan bermanfaat apabila terdapat
kondisi sebagai berikut :
(1) Eksistensi dari basis data yang sangat besar sehingga sulit
mendayagunakannya.
(2) Kepentingan adanya transformasi dan komputasi pada proses mencapai
keputusan.
(3) Adanya keterbatasan waktu, baik dalam penentuan hasil maupun dalam
prosesnya.
(4) Kepentingan akan penilaian atas pertimbangan akal sehat untuk menentukan
dan mengetahui pokok permasalahan serta mengembangkan alternatif dan
pemilihan solusi.
2.2 Model Sistem Dinamis
Menurut Forester (1961 diacu dalam Coyle 1996), sistem dinamis adalah
sistem yang dikembangkan untuk menyelidiki suatu umpan balik dari suatu
informasi tertentu menggunakan suatu model yang didesain untuk memperbaiki
struktur dan kebijakan suatu organisasi. Sistem dinamis merupakan suatu
pengembangan dari sistem kontrol atau sistem manajemen pengendalian suatu
permasalahan yang kompleks dan berubah-ubah baik parameter maupun waktu.
Pemodelan merupakan suatu abstraksi dari sebuah situasi nyata atau
aktual. Dewasa ini dalam membantu para eksekutif, manager perusahaan industri
banyak menggunakan pemodelan sistem dinamis, karena sistem ini dinilai dapat
melakukan pemecahan masalah yang dinamis atau berubah menurut waktu dan
dapat mengintegrasikan pemecahan masalah berbagai disiplin, seperti bidang
sosial, ekonomi, administrasi, manajemen, politik dan lain-lain (Ford 1999).
Secara substansi terdapat 3 alasan yang mendasari penggunaan sistem
dinamis yaitu: 1) pendekatan sistem dengan metode sistem dinamis adalah
merupakan proses berpikir menyeluruh dan terpadu yang mampu
menyederhanakan kerumitan tanpa kehilangan esensi atau unsur utama yang
menjadi objek dari perhatian; 2) metode sistem dinamis sesuai digunakan untuk
10
menganalisa mekanisme interaksi atau melihat pola keterkaitan antar unsur atau
elemen suatu sistem yang rumit, berubah menurut waktu dan mengandung
ketidakpastian; 3) dapat merepresentasikan alternatif-alternatif keputusan dengan
cepat melalui simulasi dari model yang dibangun ( Coyle 1996).
Dalam membangun model perlu dilakukan beberapa proses berikut
(Muhamadi et al. 2001) :
(1) Identifikasi proses yang menghasilkan kejadian nyata.
(2) Identifikasi kejadian yang diinginkan.
(3) Identifikasi kesenjangan antara kenyataan dan keinginan.
(4) Identifikasi dinamika untuk mengatasi kesenjangan.
(5) Analisis kebijakan yang diperlukan
Secara garis besar, tahapan analisis sistem dinamis menurut masyarakat
pemerhati sistem dinamis meliputi: 1) identifikasi masalah; 2) merumuskan
hipotesis sistem dinamis; 3) menyusun kausal sebab-akibat atau Influence
Diagram; 4) membangun model simulasi pada komputer; 5) melakukan pengujian
model apakah dapat diterapkan pada dunia nyata, dengan menilai model ini
apakah dapat digunakan untuk pemecahan masalah dan memformulasikan
kebijakan yang diperlukan (System Dynamics society,
http://www.albany.edu/cpr/sds/, 20 Januari 2003).
Dalam khasanah ilmu sistem, metode sistem dinamis dimasukan dalam
kategori white box atau proses pengolahan input menjadi output dapat dijelaskan
dengan lebih akurat. Beberapa alat perangkat lunak yang digunakan dalam
peramalan sistem dinamis adalah program komputer Powersim, Vensim, Stella, I
think analist dan Mathematica (Muhamadi et al. 2001).
2.3. Model Dinamik
Secara umum model dinamik kontinu yang melibatkan m state variable x1,
x2, ..., xm dapat dinyatakan dengan m buah persamaan diferensial biasa yang
bergantung pada waktu t dan k buah parameter yaitu 1 2ˆ { , ,..., }kp p p=p dapat
dinyatakan sebagai
11
1 1 1 2
2 2 1 2
1 2
( ( ), ( ),..., ( ); ; )( ( ), ( ),..., ( ); ; )
( ( ), ( ),..., ( ); ; )
m
m
m m m
x f x t x t x t tx f x t x t x t t
x f x t x t x t t
==
=
pp
p
&
&
M MM
&
...................... (1)
dengan ii
dxxdt
=& . Dengan notasi vektor, sistem persamaan diferensial (1) dapat
dinyatakan sebagai:
( , , ), , [0, ], m pf t t T= ∈ ∈ ∈x x p x R p R& & .......... (2)
Bila diketahui nilai pengamatan yi yang merupakan fungsi dari t dan peubah xi
maka parameter p dapat diduga melalui tahapan sbb.:
i. Misalkan nilai pengamatan yi dinyatakan sebagai
( ( , ))i i iy g t ε= +x p ............................ (3)
dimana iε merupakan sisaan (residual) model.
ii. Misalkan ˆ( , )tx p adalah solusi (1). Penduga parameter p dapat diperoleh
dengan metode kuadrat terkecil (least square method) dengan cara
meminimumkan jumlah kuadrat sisaan iε :
2
1
ˆmin{ ( ) ( ( ( , ))) }n
i ii
S y g t=
= −∑p x p .................... (4)
Dari (4) akan diperoleh penduga parameter p, yaitu 1 2ˆ ˆ ˆ ˆ{ , ,..., }kp p p=p
(Luenberger, 1979)
2.4. Model Logistik
Model logistik adalah suatu bentuk khusus model dinamik yang dapat
dinyatakan dengan persamaan diferensial:
( ) (1 )dY YY t r Ydt K
= = −& ................... (5)
12
Suku (1 / )r Y K− dapat diinterpretasikan sebagai laju pertumbuhan. Laju ini
menurun ketika pertumbuhan Y(t) meningkat sampai batas atasnya K yang sering
disebut ”daya dukung lingkungan”.
Solusi dari persamaan tersebut adalah
( )1 exp( )
KY tb a t
=+ −
..................... (Luenberger, 1979) (6)
Dimana b > 0 ditentukan dengan kondisi awal Y(0) < 0. Bentuk kurvanya dapat
dilihat pada Gambar 1. Berdasarkan bentuknya kurva logistik juga sering disebut
sebagai “kurva S” (Luenberger 1979). Terlihat bahwa diawal, laju
pertumbuhannya meningkat pesat menyerupai pertumbuhan eksponensial sampai
pada suatu titik, lalu perlahan-lahan menurun hingga lajunya mendekati 0 saat
mendekati daya dukung lingkungan K. Titik di mana terjadi laju pertumbuhan
maksimum disebut “titik belok”.
Gambar 1. Kurva Logistik
Model logistik banyak digunakan untuk menduga pertambahan populasi
yang awalnya bertambah tetapi pada suatu saat laju pertambahan menurun karena
adanya faktor pembatas misalnya digunakan untuk menduga pertambahan
penduduk di negara yang baru berkembang dan perkembangan pertumbuhan
tanaman dan lain lain.
Y0
Y
•
K
t
titik belok
13
2.5. Analisis Finansial
Dalam menilai tingkat keberhasilan suatu perusahaan, pengambil
keputusan memerlukan informasi tentang kinerja keuangan, yang tersusun dalam
bentuk akuntansi keuangan. Pengambil keputusan terdiri dari pihak internal
(seperti dewan direksi, manajemen dan karyawan) dan pihak eksternal seperti
kreditor dan investor. Perusahaan bersaing untuk mendapatkan pendanaan
eksternal karena pemakai eksternal memiliki beragam alternatif investasi. Kualitas
informasi akuntansi yang disediakan bagi pemakai eksternal akan membantu
untuk menentukan (1) apakah pendanaan akan diterima, dan (2) biaya yang
berkenaan dengan pendanaan tersebut. Laporan keuangan yang biasanya
digunakan untuk menilai kinerja suatu perusahaan secara umum terdiri dari
laporan neraca, laporan laba rugi dan laporan arus kas (Stice dan Skousen 2004).
Beberapa dasar perhitungan kriteria investasi adalah sebagai berikut
(Haming dan Basalamah 2003):
a. Penghitungan Net Present Value (NPV)
Future Value (nilai akan datang) ialah nilai dari uang atau arus kas yang
akan diterima pada akhir periode tertentu di masa yang akan datang yang
bertumbuh sebesar tingkat bunga yang diperhitungkan.
FVn = Ao (1 + i)n ............................................ (7)
Dimana: FVn = nilai akan datang pada akhir periode n
Ao = nominal arus kas pada periode dasar, atau periode ke-0
i = tingkat bunga yang diperhitungkan
n = periode waktu, 0, 1, 2, 3,…,n
Present Value (nilai sekarang) adalah jumlah uang yang harus
diinvestasikan pada waktu sekarang dengan tingkat bunga tertentu guna
mendapatkan penerimaan arus kas tertentu pada akhir periode tertentu di masa
datang.
PVo = nn
i)+(1FV
............................................ (8)
Dimana: PVo = nilai sekarang pada periode 0 FVn = nilai akan datang pada akhir periode ke-n i = tingkat bunga
14
Metode nilai sekarang (present value method) adalah metode penilaian
kelayakan investasi yang menyelaraskan nilai yang akan datang arus kas menjadi
nilai sekarang dengan melalui pemotongan arus kas dengan memakai faktor
pengurang (diskon) pada tingkat biaya modal tertentu yang diperhitungkan.
PVt = At (1 + i)t ............................................ (9)
Dimana: PVt = nilai sekarang dari arus kas periode ke-t
At = arus kas nominal pada periode ke-t
i = tingkat bunga yang diperhitungkan
t = periode 1, 2, 3,…, n
TPV = ∑==
n
i 1 tiAt
)+1( ............................................ (10)
Dimana: TPV = nilai sekarang total
tt
iA
)+1( = nilai sekarang arus kas A setiap periode ke-t
NPV = -Io + TPV ............................................ (11)
Dimana: NPV = Nilai Sekarang NICF – Nilai Sekarang TPV = nilai sekarang total
Io = investasi awal
Net Income Cash Flow (NICF) yaitu arus kas bersih sesudah pajak
NICF = laba bersih + Depresiasi + (1 – t) Bunga .......... (12)
Jika pendanaan proyek dilakukan oleh investor dengan dananya sendiri
(self financing) maka beban bunga tidak ada sehingga arus kas sesudah pajak
menjadi:
NICF = laba sesudah pajak (EAT) + Depresiasi ....... (13)
Jika nilai sekarang NICF lebih besar nilai sekarang Io; maka proyek
dipandang layak karena mampu memikul beban yang ada, sekaligus membentuk
laba untuk investor atau pemilik perusahaan. Jika kedua besaran arus kas
dikurangkan, maka akan diperoleh nilai sekarang bersih (Net Present Value atau
NPV) dari proyek.
Kriteria nilai sekarang neto (Net Present Value – NPV) didasarkan pada
konsep mendiskonto seluruh aliran kas ke nilai sekarang. Dengan mendiskonto
semua aliran kas masuk dan keluar selama umur proyek (investasi) ke nilai
15
sekarang, kemudian menghitung angka neto maka akan diketahui selisihnya
dengan memakai dasar yang sama, yaitu harga (pasar) saat ini. Hal tersebut berarti
sekaligus dua hal telah diperhatikan, yaitu faktor nilai waktu dari uang dan
(selisih) besar aliran kas masuk dan keluar. Dengan demikian, amat membantu
pengambil keputusan untuk menentukan pilihan. NPV menunjukkan jumlah lump-
sum yang dengan arus diskonto tertentu memberikan angka berapa besar nilai
usaha (Rp) tersebut pada saat ini.
NPV = ∑∑== ++
n
tt
n
tt i
tCoitC
00 )1()(
)1()( .............................. (14)
Dimana: NPV = nilai sekarang neto
(C)t = aliran kas masuk tahun ke-t
(C0)t = aliran kas keluar tahun ke-t
n = umur unit usaha hasil investasi
i = arus pengembalian (rate of return)
t = waktu
Jika NPV lebih besar 0 atau positif, berarti proyek layak dan jika NPV < 0
atau negatif berarti proyek tidak layak.
b. Penghitungan Internal Rate of Return (IRR)
Tingkat kemampulabaan internal (Internal Rate of Return) adalah metode
analisis kelayakan yang bertujuan untuk mengetahui tingkat balikan internal
sewaktu nilai sekarang arus kas masuk (TPV) sama dengan nilai sekarang
pengeluaran investasi (Io), atau sewaktu NPV sama dengan 0. Jika IRR lebih
besar dari tingkat bunga, maka proyek tersebut layak diterima.
IRR = I1 + )(][ 12
12
2 IINPVNPV
NPV .................. (15)
Dimana: IRR = Internal Rate of Return
I1 = tingkat bunga yang kecil
I2 = tingkat bunga yang besar
NPV1 = nilai sekarang bersih yang diperoleh dari faktor I2
(negatif)
16
NPV2 = nilai sekarang bersih yang diperoleh dari faktor I1 (positif)
c. Penghitungan Benefit-Cost Ratio
Untuk mengkaji kelayakan proyek sering digunakan pula kriteria yang
disebut Benefit-Cost Ratio (BCR). Penggunaannya amat dikenal dalam
mengevaluasi proyek-proyek untuk kepentingan umum atau sektor publik.
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :
BCR = biayasekarangNilai
benefitsekarangNilai=
CPVBPV
)()(
.............. (16)
Biaya C pada rumus di atas dapat dianggap sebagai biaya pertama (Cf)
sehingga rumusnya menjadi:
BCR = Cf
BPV )( .................................... (17)
Dimana: BCR = perbandingan manfaat terhadap biaya (Benefit-Cost
Ratio)
(PV)B = nilai sekarang benefit
(PV)C = nilai sekarang biaya
Kriteria BCR akan memberikan petunjuk sebagai berikut:
BCR > 1 usulan proyek diterima
BCR < 1 usulan proyek ditolak
BCR = 1 netral
d. Penghitungan Titik Impas (Break Even Point)
Titik impas adalah titik dimana total biaya produksi sama dengan
pendapatan. Titik impas menunjukkan bahwa tingkat telah menghasilkan
pendapatan yang sama besarnya dengan biaya produksi yang dikeluarkan. Selain
dapat mengungkapkan hubungan antara volume produksi, harga satuan dan laba,
analisis titik impas bagi manajemen akan memberikan informasi mengenai
hubungan antara biaya tetap dan biaya variabel. Dengan asumsi bahwa harga
penjualan per unit produksi adalah konstan maka jumlah unit pada titik impas
dihitung sebagai berikut :
17
Pendapatan = biaya produksi
= biaya tetap + biaya tidak tetap
= FC + Qi x VC
Qi x P = FC + Qi x VC
Qi = VCP
FC ….. .......................................... (18)
Dimana: Qi = jumlah unit (volume) yang dihasilkan dan terjual pada titik impas
FC = biaya tetap P = harga penjualan per unit VC = biaya tetap per unit
e. Penghitungan Payback Period
Jangka waktu pemulihan modal (payback period) adalah jangka waktu
yang diperlukan, biasanya dinyatakan dalam satuan tahun, untuk mengembalikan
seluruh modal yang diinvestasikan. Masa pemulihan modal ini dihitung dengan
menggunakan dua macam acuan, yaitu:
1. Metode arus kumulatif, dan
2. Metode arus rata-rata
Metode arus kas kumulatif dipakai sebagai alat penilai kelayakan jika arus
kas proyek tidak seragam, atau berbeda dari tahun ke tahun selama usia ekonomis
proyek. Sedang metode arus kas rata-rata dipakai jika arus kas proyek seragam,
atau sama besarnya dari tahun ke tahun selama usia ekonomis proyek ini.
Informasi masa pemulihan modal dapat dipakai sebagai alat prediksi
ketidakpastian dimasa datang, dimana proyek yang memiliki masa pemulihan
modal yang lebih singkat diidentifikasi sebagai proyek yang memiliki masa
pemulihan modal yang relatif lama akan memiliki pula resiko di masa mendatang
yang lebih besar.
T = AIo x 1 tahun ................................................ (19)
Dimana: T = periode pemulihan modal Io = investasi inisial Ā = arus kas tahunan yang seragam
18
Pengertian Dan Spesifikasi Biodisel
Biodisel merupakan salah satu bahan bakar cair yang dapat digunakan
sebagai alternatif pengganti solar. Biodisel dapat diolah dari minyak nabati,
minyak hewani maupun dari minyak goreng bekas (used frying oil). Secara kimia
biodisel merupakan suatu alkil ester asam lemak rantai panjang. Secara teknis
biodisel yang langsung diolah dari minyak nabati dikenal sebagai VOME
(Vegetable Oil Methyl Ester) dan FAME atau Fatty Acid Methyl Ester (Germany
dan Bruna 2001).
Hasil produk pertanian yang dapat dijadikan biodesel diantaranya adalah
minyak kedele, minyak kanola, minyak bunga matahari, minyak jarak, minyak
kelapa, minyak sawit, minyak goreng bekas dan lain-lain. Perkiraan jumlah
biodisel di dunia yang berasal dari minyak kanola (rapeseed oil ) mencapai 84%;
minyak bunga matahari (sun flower oil) 13%; minyak kacang kedelai 1%; minyak
sawit dan minyak kelapa 1% dan lainnya 1% ( Ralf 2001 ).
Selain sebagai produk subsitusi dari solar yang digunakan pada sektor
transportasi, biodisel dapat juga digunakan sebagai minyak bakar atau minyak
pemanas (heating oil) pada wilayah sensitif seperti wilayah perairan/ laut, dan di
area pertambangan. Penggunaan biodisel di wilayah ini bertujuan untuk
mengurangi polusi karena emisinya tidak membahayakan lingkungan (Biodiesel
Development Corporation 1999).
Beberapa perusahaan otomotif di dunia telah menggunakan biodisel tanpa
memodifikasi mesin. Biodisel dapat digunakan secara murni atau disebut B100
dan penggunaannya dapat juga dicampur dengan solar pada berbagai komposisi
campuran, misalnya B20 merupakan campuran biodisel 20% dan solar 80%. Pada
saat ini biodisel yang tersedia secara komersial di Amerika dan Eropa adalah B20,
Perancis B05, dan berbagai komposisi campuran lainnya (Korbitz 1997).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Colorado Institute terhadap
perbandingan emisi kendaraan yang menggunakan bahan bakar solar dan biodisel
menunjukkan bahwa emisi kendaraan yang menggunakan biodisel (B20) lebih
rendah dibandingkan emisi kendaraan yang menggunakan solar. Komponen emisi
yang lebih rendah adalah total partikulat 14%, hidrokarbon 13% dan karbon
monoksida 7% pada biodisel dibandingkan dengan solar, serta emisi biodisel juga
19
tidak mengandung logam sulfur (Biodiesel Development Corporation 1999).
Perbandingan sifat fisiko kimia solar dan biodisel tertera pada Tabel 1 dibawah
ini.
Tabel 1. Perbandingan sifat biodisel dan solar No. Sifat Fisik/Kimia Biodisel Solar
1 Komposisi Metil ester dari asam lemak
Hidrokarbon
2 Massa jenis, mg/ml 0.8624 0.8750
3 Viskositas kinem pd 40º C, mm2/s ( cSt) 5.55 4.0
4 Titik kilat, 0C 172 985 Angka setana 62.4 536 Kelembaban, % 0.1 0.3
7 Tenaga Mesin Tenaga yang dihasilkan 128.000 BTU
Tenaga yang dihasilkan 130.000 BTU
8 Putaran mesin Sama Sama 9 Modifikasi mesin Tidak perlu
10 Konsumsi bahan bakar Sama
11 Pelumasan Lebih tinggi Lebih rendah
12 Emisi
Lebih rendah karbon monoksida, jumlah hidrokarbon, sulfur dioksida, nitro oksida
Lebih tinggi karbon monoksida, jumlah hidrokarbon, sulfur dioksida
13 Handling Kurang mudah terbakar Lebih mudah terbakar
14 Lingkungan Toksisitas rendah Toksisitas 10 kali lebih tinggi
15 Provisi Terbarukan Tak terbarukan Sumber : Penelitian Lemigas (Gafar 2001) dan US Department of Energy, National Renewable
Energy Laboratory ( 2000 ), diolah.
Beberapa aspek yang menjadi pertimbangan negara produsen untuk
mengembangkan biodisel adalah: 1) ketersediaan bahan baku di negaranya;
2) minyak nabati yang akan diolah menjadi biodisel merupakan tanaman asli atau
budidaya asli negeri tersebut sehingga pasokan bahan baku dapat terjamin; 3)
kapasitas produksi disesuaikan dengan besarnya permintaan produk di negara
tersebut; 4) kesadaran terhadap kelangkaan sumber enerji dimasa yang akan
datang (Soerawidjaja dan Tahar 2003).
20
2.7. Sifat Fisiko-Kimia Biodisel
Sifat fisiko kimia dari biodisel dan solar relatif sama. Beberapa spesifikasi
atau parameter penting adalah ukuran, massa jenis Viskositas, angka setana, titik
kilat, titik awan/mendung (Germani dan Bruna, 2001). Ditinjau dari sumbernya
biodisel merupakan bioenerji yang dapat diperbaharui dan ramah lingkungan
sedangkan solar tidak dapat diperbaharui dan penggunaannya tidak ramah
lingkungan akibat kandungan CO, CO2, dan logam berat yang relatif tinggi
(Schafer 1998).
Enerji yang dihasilkan biodisel relatif sama dengan yang dihasilkan oleh
solar. Biodisel yang diaplikasikan pada motor bakar menghasilkan suara mesin
yang lebih halus karena memiliki angka setana yang lebih tinggi dari solar (Gafar
et al. 2001).
Minyak sawit atau CPO merupakan senyawa yang tersusun dari unsur
C, H, dan O. Minyak sawit juga terdiri dari fraksi padat dan fraksi cair dengan
perbandingan yang hampir sama. Minyak sawit mengandung beberapa jenis asam
lemak yang berikatan dengan gliserol membentuk trigliserida. Jumlah asam lemak
mencapai 95% dari berat total molekul trigliserida sehingga hal ini mempengaruhi
sifat fisika/kimia dari minyak tersebut (Ketaren 1986).
Parameter mutu biodisel dapat dibedakan atas dua kelompok yaitu:
1) parameter untuk menguji minyak disel; 2) parameter yang berhubungan dengan
komposisi kimia dan kemurnian metil ester. Parameter seperti densitas, angka
setana, dan kandungan sulfur dipengaruhi oleh jenis minyak nabati yang
digunakan dalam pemurniannya (Mittelbach 2001).
Biodisel relatif tidak memproduksi asap dan emisinya lebih mudah
diuraikan karena mempunyai sifat toksisitas yang lebih rendah dibandingkan
dengan solar karena biodisel tidak mengandung senyawa hidrokarbon aromatik
(Pacific Biodisel 2003). Penyimpanan dan penangganan biodisel cukup aman
dibandingkan dengan solar karena tidak menghasilkan uap yang berbahaya pada
suhu kamar. Biodisel tidak menghasilkan efek rumah kaca karena karbon yang
dihasilkan masih dalam siklus karbon yang tertutup sehingga bersifat ramah
lingkungan (Biodiesel Development Corporation 1999).
21
2.8. Standar/Spesifikasi Biodisel
Standarisasi biodisel selama ini dilakukan oleh masing-masing negara
pengguna atau produsen. Standarisasi biodisel yang digunakan di Amerika
umumnya biodisel yang berasal dari minyak kedelai dan minyak goreng bekas
(used frying oil) distandarisasi oleh ASTM (American Standard for Testing and
Material). Biodisel yang biasanya digunakan di Jerman umumnya menggunakan
standar DIN series, misalnya DIN51606 banyak digunakan di negara Eropa,
sedang Jepang, Canada, Australia dan negara lainnya mempunyai standar sendiri.
Pada saat ini Uni Eropa sedang merumuskan acuan standar penggunaan biodisel
untuk Uni Eropa tetapi belum diberlakukan (Korbitz 1997).
Pada dasarnya standar atau spesifikasi biodisel ditentukan sesuai dengan
penggunaannya. Ada dua kegunaan biodisel yaitu, untuk bahan bakar otomotif
dan untuk enerji minyak bakar ( heating oil). Namun parameter penting untuk
kedua jenis penggunaan tersebut adalah kemurnian ester metil, viskositas, titik
kilat, bebas gliserol, kadar monogliserida, digliserida, trigliserida serta kadar CCR
atau Conradson Carbon Residu (Germany dan Bruna 2001) .
Di Indonesia telah terbentuk Forum Biodisel Indonesia yang
beranggotakan Departemen ESDM, Pertanian, Kementrian LH, Lembaga
Penelitian, Perguruan Tinggi dan praktisi. Forum Biodisel Indonesia
mengeluarkan acuan standar biodisel dengan mempertimbangkan beberapa
alternatif bahan baku yang tersedia di dalam negeri dan memiliki sifat yang sama
atau mendekati sifat fisiko kimia dari minyak solar yang digunakan di
Indonesia.Standar biodisel yang ada di Malaysia saat ini mengacu pada standar
minyak disel yang digunakan pada angkutan umum bus di sana. Parameter
penting adalah kandungan monogliserida 0,8%, digliserida dan trigliserida
masing-masing 0,1%. Perbandingan standar biodisel di Malaysia dan Indonesia
dapat dilihat pada Tabel 2 .
Perbedaan standar biodisel Indonesia dan Malaysia disebabkan oleh
adanya perbedaan jenis bahan baku yang digunakan untuk membuat biodisel.
Bahan baku yang digunakan untuk membuat biodisel di Indonesia adalah
minyak kelapa sawit dan turunannya, minyak jarak, dan minyak goreng.
Sedangkan bahan baku yang digunakan di Malaysia hanya minyak sawit dan
22
turunannya saja. Spesifikasi minyak biodisel di Indonesia telah
mempertimbangkan kisaran nilai atau angka parameter yang dapat memenuhi
standar biodisel diantaranya angka setana, angka asam dan bilangan iodium
(Soerawidjaja dan Tahar 2003).
Tabel 2. Perbandingan Spesifikasi Biodisel Malaysia dan Indonesia
Parameter Satuan Malaysia Indonesia Nilai Nilai
Kadar Ester Alkali % m/m ≥ 96,5 ≥ 96,5Massa jenis pada 15 0C Kg/m3 860-900 - Massa jenis pada 40 C 0.85 - 0.89Viskositas @ 40 0C mm2/s 3,5 - 9 2.3 - 6.0Titik kilat 0C 120 ≥ 100Conradson (CCR) % m/m ≤ 0,3 -Angka setana ≥ 51 ≥ 48Angka Asam Mg KOH/g 0,5 ≤ 0,8
Angka iodium Grams Iodine/100 g 120 ≤ 115
Methyl ester dari linolenic acid % m/m 12 Kadar Ester berikatan rangkap >4 % m/m 1 -Metanol % m/m 0,02 -Kadar monogliserida % m/m 0,80 -Kadar digeliserida % m/m 0,20 -Kadar trigliserida % m/m 0,20 -Gliserol bebas % m/m 0,02 ≤ 0.02Gliserin total % m/m 0,25 ≤ 0.25Kadar (Na+K), ppm-b % m/m 5 -Fosfor, ppm-b % m/m 10,0 ≤ 10Titik Awan 0C 5 ≤ 18Cold Filter Plugging Point (CFPP) % b -Korosi strip Tembaga(3jam/50ºC) ≤ 3Residu Karbon - dalam contoh asli - dalam 10% ampas distilasi
% b % b
≤ 0.05≤ 0.3
Air dan sedimen % b ≤ 0.05Air ppm b -Kontaminasi total Ppm-b -Temperatur distilasi 90 % ºC ≤ 360Abu tersulfatkan, %-b %b ≤ 0.02Belerang, ppm-b %b ≤ 50Uji Halphen Negatif
Sumber : Malaysian Palm Oil dalam Shaz-Lan Group of Companies, Malaysia 2002; Budiman 2004. diolah.
Keterangan : 1. % m/m adalah persen massa per massa 2. indikator mutu yang masih kosong artinya belum ada informasi tetapi diperlukan 3. % b adalah persen terhadap berat
23
2.9. Teknologi Pengolahan Biodisel
Proses pengolahan biodisel telah dikembangkan sejak tahun 1895 oleh
DR. Rudolf Disel dengan mengekstrak minyak bunga matahari, minyak kelapa,
dan minyak kacang dan diuji cobakan penggunaannya sebagai bahan bakar mesin-
mesin disel (Korbitz 1997). Pada saat ini berbagai macam proses teknologi
tersedia di pasaran mulai dari kapasitas produksi skala kecil, yaitu lebih kecil dari
10.000 ton per tahun, dan kapasitas produksi dengan skala besar, yaitu kapasitas
30.000-100.000 ton per tahun. Proses pengolahan biodisel dapat dilakukan
secara bertahap atau disebut batch process, dan dengan cara berkesinambungan
atau disebut continous process. Produk yang ingin dihasilkan dapat dirancang
sesuai dengan keinginan pengguna atau taylor made, misalnya biodisel dan
gliserin (Lohrlein 2002).
Teknologi pengolahan biodisel berskala besar dan sedang banyak
dihasilkan oleh perusahaan besar yang ada di Uni Eropa dan di Amerika.
Sedangkan teknologi pengolahan yang berskala kecil banyak dihasilkan oleh
bengkel kerja yang ada di Perguruan Tinggi dan lembaga penelitian atau asosiasi
petani terutama di negara Uni Eropa, Amerika dan Australia (Korbitz 1997).
Pengolahan minyak kelapa sawit atau CPO untuk menghasilkan biodisel
dapat dilakukan dengan proses esterifikasi dan transesterifikasi. Esterifikasi
adalah proses pembuatan ester dari asam karboksilat dan alkohol dengan katalis
asam (H2SO4), reaksinya dapat dinyatakan dengan persamaan yang terlihat pada
persamaan berikut.
O O R C + ROH R C + H2O OH OR
H2SO4
Asam Karboksilat Alkohol Ester karboksilat Air
Ester adalah turunan asam karboksilat yang gugus –OH dari
karboksilatnya diganti dengan gugus –OR dari alkohol. Ester dapat berikatan
hidrogen dengan air, sehingga dalam pengolahan biodisel air harus dihilangkan.
24
Ester yang berbobot molekul rendah sedikit larut dalam air tetapi ester yang terdiri
dari empat atau lima karbon lebih tidak larut dalam air.
Transesterifikasi adalah proses pengubahan ester menjadi ester dalam
bentuk lain, yang diperoleh dengan mereaksikan ester karboksilat dengan metanol
dengan bantuan katalis basa (KOH). Dengan demikian, proses transesterifikasi
pada pengolahan biodisel merupakan proses pengubahan trigliserida dari CPO
atau RBDPO menjadi metil atau etil ester sebagai biodisel. Reaksinya dapat
ditulis sebagai berikut :
Gambar 2. Persamaan reaksi kimia pembentukan biodisel dari trigliserida dan metanol
Reaksi berlangsung pada temperatur dan tekanan yang rendah (150º F dan
20 Psia) dengan katalis basa (NaOH atau KOH) dengan hasil rendemen biodisel
mencapai 98 % dari bahan baku utamanya (Reksowardoyo et al. 2002). Sumber
bahan baku yang digunakan untuk memproduksi biodisel dapat berasal dari
minyak sawit kasar (CPO) atau produk turunanya RBD – Olein, RBD – Stearin
serta dari CPO Parit (limbah minyak CPO yang ada di pabrik). Menurut penelitian
yang dilakukan oleh BPPT (2002), kadar asam lemak bebas atau FFA yang
terdapat pada minyak sawit yang dapat digunakan sebagai bahan baku CPO terdiri
dari: 1) CPO dengan kadar FFA lebih kecil dari 5%; 2) CPO off grade atau
dengan kadar FFA lebih besar 5 %; 3) CPO pond atau kadar FFA berkisar 40–70
%; dan 4) FFA distilat atau kadar FFA mencapai 75 % dan biasanya
merupakan limbah dari pabrik pengolahan minyak goreng.
Secara garis besar, Lohrlein (2002) membagi proses pengolahan biodisel
dalam tiga tahapan unit proses sebagai berikut:
1) Unit proses preparasi yang meliputi:
O
Metanol Gliserin
3CH3OH HOCH +
HOCH2
HOCH2
+
Trigliserida
R 1 OCH2 C
R 1 OCH C O
R 1 OCH 2 C O
OCH3 3R 1 C O
KOH
Metil Ester
25
a) Unit operasi pembersihan bahan baku (Physical refining), sebelum
direaksikan bahan baku dibersihkan untuk menghilangkan
padatan/kotoran yang terdapat pada minyak sawit kasar. Kadar asam
lemak bebas yang sangat besar dapat juga dihilangkan melalui
penguapan dengan menggunakan alat destilasi volume pada tekanan 10
Torr dan temperatur 250 0C.
b) Unit operasi pencampuran metanol dan katalis. Kegiatan ini bertujuan
untuk mencampurkan metanol dan katalis sehingga diperoleh suatu
larutan yang homogen.
2) Unit proses transesterifikasi yaitu mereaksikan bahan baku dan metanol
dengan bantuan katalis. Reaksi berlangsung pada kondisi atmosfir dan
temperatur 60–70 0C. Hasil reaksi diperoleh campuran biodisel, gliserol,
metanol, katalis dan senyawa lainnya (impuritas).
3) Unit proses pemurnian biodisel dan gliserin yang dihasilkan. Proses
pemurnian dilaksanakan dengan melakukan pencucian terhadap metil ester
dan pendestilasian terhadap gliserin, untuk memperoleh metil ester atau
biodisel dan gliserin yang murni.
2.10. Investasi Biodisel
Investasi adalah penanaman modal jangka panjang untuk menghasilkan
keuntungan di masa yang akan datang. Penanaman modal terbagi dalam dua
kategori yaitu: 1) penanam modal dalam bentuk aset riil (real asset); dan 2)
penanaman modal dalam bentuk aset keuangan (financial asset). Penanaman
modal jangka panjang mengandung ketidakpastian dan resiko sehingga setiap
pengambil keputusan investasi perlu pertimbangan yang matang sebelum
melakukan investasi dengan menggunakan kriteria investasi yang terkait (Bodie
et al. 2005).
Kelayakan suatu investasi adalah suatu pengkajian yang bersifat
menyeluruh terhadap semua aspek yang mempengaruhi investasi tersebut
misalnya potensi pasar, kelayakan teknis, finansial dan lain-lain. Sebelum
dilakukan pengkajian suatu investasi baru sebaiknya dilakukan suatu analisa
persaingan dari posisi industri tersebut atau analisa posisi industri serta faktor atau
26
elemen yang mempengaruhinya. Hasil analisa ini akan membantu pengambil
keputusan dalam memformulasikan faktor atau elemen penting yang akan
mempengaruhi investasi (Mintzberg dan Quin 1996).
Pada dasarnya pengembangan investasi dibidang agroindustri terdiri dari
pengkajian tiga aspek dasar, yaitu pemasaran (marketing), proses pengolahan
(processing), dan penyediaan bahan baku (raw material supply). Masing-masing
aspek dasar tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor lainnya seperti lingkungan,
kebijakan dan stakeholder yang saling berinteraksi dan memberikan umpan balik
membentuk suatu rantai (chain). Pengembangan suatu investasi yang tepat selalu
diawali dengan analisis berorientasi pasar market oriented analysis
(Brown et al. 1994).
Suatu investasi dikatakan sehat atau baik apabila ditopang oleh prinsip-
prinsip ekonomi yang universal yang mendorong kegiatan disegala bidang seperti,
tersedianya produk yang diminta oleh pasar, tersedianya lapangan kerja,
meningkatnya tingkat penghasilan, tumbuhnya kegiatan ekonomi lainnya seperti
usaha dan jasa. Untuk itu kelayakan investasi dapat dilakukan dengan mengkaji
manfaat finansial dan non finansial yang akan diperoleh dan perkiraan faktor
resiko yang akan dihadapi serta implikasi kebijakan yang diperlukan (Soeharto
1999).
2.11. Perkembangan Penelitian Biodisel
Penelitian biodisel telah banyak dilakukan terutama di Amerika, Uni
Eropa, Jepang dan Australia, terutama dalam bidang teknologi proses, uji emisi,
uji penggunaan (Road test), pemasaran, dan kebijakan. Universitas Idaho di
Amerika banyak melakukan penelitian biodisel dalam bidang pemilihan bahan
baku, pengujian spesifikasi produk dan pengujian emisi yang dikeluarkan oleh
biodisel (Korbits 1997). Studi dan implementasi kebijakan penggunaan biodisel,
antara lain ketentuan jumlah emisi yang diperbolehkan, kebijakan pajak dan
kebijakan pemberian perijinan investasi pada industri biodisel dilakukan oleh
organisasi biodisel Amerika dan pemerintah, yaitu Departemen Lingkungan
Hidup dan Departemen Pertanian (Tapsavi et al. 2004). Penelitian biodisel di
Uni Eropa umumnya dibidang pengujian bahan baku, teknologi proses, sifat
27
fisikokimia biodisel atau spesifikasi produk dan pengujian emisi (Anderson et al.
2003; Zhang et al. 2003).
Menurut Forum Biodisel Dunia (2004), motivasi penelitian biodisel di
negara maju cukup besar disebabkan oleh adanya kesadaran terhadap kelangkaan
sumber enerji mineral dimasa yang akan datang, kesadaran terhadap penggunaan
produk yang ramah lingkungan dan keinginan untuk mendukung program
diversifikasi enerji nasionalnya. Penelitian di bidang investasi umumnya
dilakukan dalam bentuk studi kelayakan proyek oleh perusahaan yang akan
mengembangkan biodisel dan dilakukan secara spesifik sesuai dengan visi dan
misi perusahaan yang bersangkutan.
Beberapa penelitian di bidang proses pengolahan biodisel antara lain
dilaporkan oleh Tapasvi et al. (2004), yaitu pendekatan permodelan proses
pengolahan biodisel dapat digunakan untuk menilai kelayakan ekonomi dan
produksi dari biodisel. Dengan memodelkan berbagai komposisi neraca bahan dan
neraca enerji pada pengolahan biodisel maka akan diketahui komposisi mana yang
memberikan keuntungan paling optimum atau proses yang paling layak untuk
dikembangkan.
Zhang et al. (2003) melaporkan bahwa pengolahan biodisel yang berasal
dari minyak goreng bekas menggunakan katalis asam lebih baik dibandingkan
dengan menggunakan katalis basa. Hal ini disebabkan pengolahan biodisel yang
berasal dari minyak goreng bekas yang menggunakan katalis basa memerlukan
jumlah bahan baku yang lebih besar dibandingkan dengan proses yang
menggunakan katalis asam.
Menurut penelitian oleh Hanif (2003), pemakaian biodisel 100% berbasis
minyak sawit akan menghasilkan jumlah emisi hidrokarbon 42%, karbon
monoksida 54% dan karbon dioksida 42% lebih rendah dibandingkan dengan
minyak solar yang dijual bebas di Indonesia. Wuryaningsih et al. (2003)
melaporkan pengujian terhadap penggunaan biodisel kelapa sawit dan minyak
jarak pada kendaraan akan menurunkan emisi CO, HC, partikulat dan Nox.
2.12. Perkembangan Industri Biodisel
Terjadinya krisis minyak dunia pada tahun 1973 telah mendorong
sejumlah negara maju untuk mengadakan serangkaian penelitian terhadap enerji
28
alternatif di antaranya enerji biomas. Hal lainnya yang mendorong perkembangan
industri biodisel adalah semakin sadarnya masyarakat negara tersebut akan
terjadinya sumber kelangkaan sumber enerji yang berasal dari minyak mineral
yang tidak dapat diperbaharui serta kesadaran akan pentingnya melestarikan
lingkungan melalui penggunaan produk-produk yang ramah lingkungan.
Sehubungan dengan kedua hal tersebut negara–negara maju seperti Eropa,
Amerika, Jepang, dan Australia telah lama mulai mengembangkan industri
biodisel nasionalnya (Krause 2001).
Perkembangan biodisel di negara Eropa mengalami peningkatan yang
pesat ditunjukkan dengan meningkatnya kapasitas produksi biodisel dari negara-
negara yang ada di Uni Eropa dari 500.000 ton pada tahun 2000 menjadi hampir 2
juta ton pada tahun 2004. Peningkatan konsumsi biodisel ini terutama disebabkan
oleh kekuatiran akan langkanya enerji fosil dimasa mendatang dan kesadaran akan
keamanan lingkungan yang tinggi sehingga pemerintah di negara tersebut
mendukung pengembangan investasi. Pelaku usaha yang menanamkan investasi
pada industri tersebut umumnya mendapat berbagai macam kemudahan dan
fasilitas dari pemerintah berupa kebijakan/regulasi yang mendukung
berkembangnya investasi tersebut misalnya penerapan tax holiday dibidang
perijinan dan pemasaran, persyaratan emisi bahan bakar yang diperbolehkan serta
kebijakan lainnya ( European Commision-DG XVII 1996).
Dewasa ini produksi minyak biodisel dunia diperkirakan lebih dari lima
juta ton dimana lebih dari 85% dari jumlah tersebut diproduksi di negara Eropa,
terutama Jerman, Austria, Perancis, Belanda, Italia serta sisanya oleh negara
lainnya seperti Amerika, Jepang, Australia, Malaysia, dan lain-lain (Korbitz
1997). Banyaknya produsen dan total produksi biodisel di Eropa pada tahun 2000
tertera pada Lampiran 2. Pemerintah di negara-negara Eropa, Amerika dan
Australia memberikan insentif yang cukup besar bagi pengembangan industri
biodisel misalnya berupa keringanan pajak mulai dari perijinan pabrik sampai
dengan keringanan pajak bagi pengguna produk biodisel. Adanya aturan dari
batasan emisi yang dapat ditolerir yang dikeluarkan oleh negara-negara produsen
biodisel memberikan pengaruh yang sangat positif bagi perkembangan investasi
industri tersebut (Germany dan Bruna 2001). Penggunaan biodisel di Amerika
29
tidak hanya digunakan bagi transportasi umum tetapi digunakan juga pada lokasi-
lokasi yang sensitif terhadap kerusakan lingkungan seperti lokasi perairan dan
pertambangan (Forum Enerji Dunia, www. Worldenergy.net/article chemical
maker htm, 17 Mei 2003). Jepang mengembangkan E-oil yang menggunakan
proses daur ulang dari minyak goreng bekas rumah tangga atau disebut tempura
Yu dan digunakan sebagai bahan bakar transpor umum (Yukawa 2001).
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran
Penelitian ini diawali dengan pengkajian faktor-faktor yang berpengaruh
serta keterkaitan antar faktor dalam pengembangan investasi biodisel kelapa sawit
di Indonesia. Tiap faktor dimodelkan sebagai suatu submodel dimana masing-
masing submodel akan dianalisis sesuai dengan landasan teoritis maupun empiris
yang sesuai dengan submodel tersebut.
Berdasarkan hasil analisis pada masing–masing submodel akan disusun
suatu rancang bangun model sistem penunjang keputusan investasi pada industri
BDS yang merupakan model agregasi dari submodel tersebut menggunakan
model sistem dinamis. Rancang bangun yang dihasilkan diharapkan dapat
digunakan sebagai alat bantu bagi pengambil keputusan untuk menilai kelayakan
investasi pada industri biodisel kelapa sawit.
Dari hasil validasi rancang bangun sistem penunjang keputusan investasi
pada industri BDS menggunakan sistem dinamis diharapkan dapat diambil suatu
kesimpulan terhadap penilaian kelayakan investasi dan stategi pengembangannya.
Disamping hal tersebut, dapat pula ditetapkan sasaran investasi berupa penentuan
struktur industri dan posisi produk sebagai pengganti produk substitusi solar di
dalam negeri dan sebagai produk ekspor.
Strategi pengembangan investasi yang diinginkan adalah jangka pendek,
jangka menengah dan jangka panjang. Saran rekomendasi terhadap implikasi
kebijakan yang diperlukan terutama kebijakan dibidang investasi dan dibidang
penggunaan produk.
3.1.1. Pendekatan Sistem
Dalam pengembangan model sistem penunjang keputusan investasi pada
industri BDS menggunakan model sistem dinamis maka dilakukan beberapa
tahapan identifikasi sistem, batasan sistem dan penetapan metoda analisis.
31
3.1.2. Identifikasi Sistem
Hasil analisis kebutuhan dan formulasi permasalahan menjadi landasan
untuk identifikasi parameter yang berpengaruh. Hubungan antar parameter sistem
tersebut digambarkan dalam bentuk diagram input-output (Gambar 3).
Input
Lingkungan
1. Kebijakan Pemerintah di Bidang Enerji
2. Kebijakan Pemerintah di Bidang Lingkungan
3. Kebijakan Pemerintah di Bidang Investasi
Input Tak Terkendali
1. Fluktuasi Harga Bahan Baku 2. Tingkat Suku Bunga Bank 3. Iklim Investasi Belum Membaik 4. Perubahan Kurs
Output Dikehendaki 1. Terjadinya Investasi BDS secara bertahap dan
terencana 2. Pasar Biodisel di DN & LN 3. Program Diversifikasi E nerji Terlaksana 4. Perbaikan Kualitas Lingkungan
SPK INVESTASI PADA INDUSTRI BDS
MENGGUNAKAN MODEL SISTEM DINAMIS
Input Terkendali 1. Potensi Sumber Bahan Baku, Teknolog i,
Finansial, SDM 2.Skenario Pengembangan Investasi
Output Tidak Dikehendaki 1. Harga Produk BDS lebih mahal daripada Produk
Subtitusi 2. Harga Pokok Produksi Tinggi 3. Resiko Investasi
Manajemen Pengendalian
Gambar 3. Diagram input output SPK investasi industri biodisel.
Secara garis besar diagram alir sistem penunjang keputusan investasi tertuang
pada Gambar 4. Metode analisis yang digunakan pada tiap sub model disusun
pada Tabel 4.
32
Gambar 4. Diagram alir sistem penunjang keputusan investasi
3.1.3. Batasan sistem
Batasan sistem dalam pemodelan yang dibangun adalah dibatasi pada
pengkajian faktor internal yang dapat dimodelkan atau disimulasikan yaitu faktor
sumber daya, faktor teknis produksi, faktor finansial, faktor lingkungan dan faktor
pasar.
Start
-Analisis Sumberdaya-Analisis Produksi Biodisel -Analisis Finansial -Analisis Lingkungan -Analisis Pasar
Layak
Formulasi Implementasi
Selesai
Agregasi penilaian Kelayakan Investasi berdasarkan model SPK yang diformulaskan
ya
tidak
33
Tabel 3. Metoda analisis yang digunakan pada tiap sub model
Sub Model Data yang diperlukan
Metode Pengumpulan
Data Sumber Data Metoda
Analisis
Sumberdaya (pengukuran ketersediaan sumberdaya)
Luas lahan, produktivitas, dan penggunaan CPO
Data sekunder diolah
Data statistik perkebunan, literatur
Forcasting, model logistik
Pasar (Pengukuran potensi pasar)
Pangsa, harga, produk BBM solar dan produk BDS
Wawancara dengan pelaku usaha dan pengguna, data sekunder
Departemen ESDM, internet
Forcasting (deskriptif)
Kelayakan produksi
Jumlah bahan dan Jumlah enerji proses pengolahan Biodisel skala laboratorium
Data sekunder diolah
Tehnik Kimia ITB, PT Ecogreen, PT Sumi Asih, studi literatur, internet
Perhitungan neraca bahan dan neraca enerji untuk skala industri (scaling up)
Kelayakan finansial
Struktur biaya investasi
Data sekunder diolah, wawancara
Literatur, data sekunder diolah
Analisis rasio keuangan
Analisa Lingkungan (pengukuran kerugian akibat emisi)
Pengukuran Emisi BDS Vs produk subtitusi, spesifikasi produk
Data sekunder diolah
Hasil penelitian industri Biodisel di Uni Eropa, Lab. PPKS dan Puspitek Serpong, Lab Lemigas
Enviromental burden (beban lingkungan dari gas sisa pembakaran)
SPK Investasi Input sub model Data primer Sub model Software” I
think”
3.2. Permodelan Sistem Model yang dibangun menggambarkan abstraksi dari suatu obyek atau
situasi aktual yang memperlihatkan hubungan-hubungan langsung atau tidak
langsung serta kaitan timbal balik setiap aspek yang terkait dalam pengembangan
industri biodisel kelapa sawit. Adapun tahapan-tahapan permodelan adalah
sebagai berikut.
34
3.2.1. Tahap Seleksi Konsep Seleksi dilakukan untuk menentukan alternatif-alternatif mana yang
bermanfaat dan bernilai cukup memadai untuk dilakukan permodelan abstraksi
dan juga pertimbangan ketersediaan data dan informasi serta efisiensi dari sistem
yang dihasilkan.
3.2.2. Tahap Rekayasa Model
Tahapan dimulai dari menetapkan jenis model abstraksi yang akan
diterapkan sesuai dengan tujuan dan karakteristik sistem. Kemudian melakukan
penelaahan yang teliti tentang asumsi model, konsistensi normal pada parameter,
hubungan fungsional antar variabel, dan memperbandingkan model dengan
kondisi aktual. Tahap ini akan menghasilkan deskripsi dari model abstrak yang
melalui uji permulaan dan validitasnya.
3.2.3. Tahap Implementasi Komputer Dalam tahap ini diwujudkan model abstrak dalam berbagai bentuk
persamaan, diagram alir dan diagram blok dengan menggunakan bahasa
program/komputer untuk implementasi model. Setelah program komputer
dirancang, selanjutnya dilakukan tahap pembuktian atau verifikasi bahwa model
komputer tersebut mampu melakukan simulasi dari model abstrak yang dikaji.
3.2.4. Tahap Validasi Tahap ini merupakan tahapan untuk menilai apakah model sistem tersebut
merupakan perwakilan yang sah dari realitas yang dikaji dimana dapat dihasilkan
kesimpulan yang meyakinkan. Model mungkin telah mencapai status valid
(absah) walaupun masih menghasilkan kekurang-benaran output. Suatu model
adalah absah dicirikan oleh konsistensinya atau hasilnya tidak bervariasi lagi.
3.2.5. Tahap Analisis Sensitivitas Tahapan ini untuk menentukan variabel keputusan mana yang penting untuk
dikaji lebih lanjut pada aplikasi model. Analisis ini mampu mengeliminasi faktor
yang kurang penting, sehingga pemusatan dapat ditekankan pada variabel
keputusan kunci serta menambahkan efisiensi kunci, serta meningkatkan efisiensi
dari proses pengambilan keputusan.
35
3.2.6. Tahap Analisis Stabilitas
Dalam sistem dinamik sering ditemukan perilaku tidak stabil yang
destruktif untuk beberapa nilai parameter sistem. Perilaku tidak stabil ini dapat
berupa fluktuasi random yang tidak mempunyai pola ataupun nilai output yang
eksplosit sehingga besarannya tidak realistis lagi. Analisis stabilitas dapat
menggunakan teknik analisis berdasarkan teori stabilitas, atau menggunakan
simulasi secara berulang kali untuk mempelajari batasan stabilitas sistem. Dalam
tingkat stabilitas tersebut sering ditentukan adanya time-lag, dan fungsi turunan
ordo tinggi terhadap waktu untuk mendeteksi perubahan dinamik.
3.2.7. Aplikasi Model
Pada tahap ini model dioperasikan untuk menganalisis secara terinci
kebijakan yang dipermasalahkan. Hasil dari permodelan abstraksi ini adalah
gugusan terinci dari spesifikasi manajemen. Informasi yang timbul setelah proses
ini dapat merupakan indikasi akan kebutuhan untuk pengulangan kembali proses
analisis sistem dan permodelan sistem. Hal ini sesuai dengan fakta bahwa
pendekatan sistem dalam lingkungan dinamik adalah suatu proses yang
berkesinambungan, mencakup penyesuaian dan adaptasi melalui lintasan waktu.
Secara skematis, tahapan-tahapan permodelan sistem dapat dilihat pada
Gambar 5, dalam bentuk diagram alir permodelan.
36
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak Ya
Seleksi Konsep
Terbaik ?
Konsep Pilihan
Permodelan dari Konsep
Lengkap ?
Implementasi Komputer
Realistik?
Model Komputer
Validasi
Diterima ?
Model yang Dapat Digunakan
Analisis Sensitifitas
Lengkap ?
Parameter dan Input Terkontrol yang Sensitif
Analisis Stabilitas
Lengkap ?
Kondisi Untuk Stabil
Aplikasi Model
Terbaik ?
Keputusan yang tepat dan terbaik
Gambar 5. Diagram alir permodelan
Konsep-konsep yang layak
37
3.3 Pemodelan Subsistem 3.3.1. Submodel Sumberdaya
Submodel ini digunakan untuk memproyeksikan ketersediaan CPO
sebagai bahan baku industri biodisel. Secara umum, model ini terdiri dari
beberapa sub-submodel yaitu sub-submodel untuk menghitung produksi CPO dari
perkebunan rakyat, perkebunan swasta dan perkebunan negara, serta sub-
submodel untuk menghitung penggunaan CPO baik untuk ekspor maupun
pemakaian CPO sebagai bahan baku industri minyak goreng dan industri
oleokimia lainnya. Diagram alir deskriptif sub-sub model produksi CPO dari
perkebunan rakyat dapat dilihat pada Gambar 6 berikut ini.
Mulai
* Data luas perkebunan kelapa sawit rakyat* Produksi CPO dari perkebunan rakyat
Hitung Peningkatan luas perkebunan rakyat kelapa sawit
Proyeksikan luas perkebunan rakyat kelapa sawit
Hitung tingkat akurasi proyeksi perkebunan rakyat kelapa sawit (menggunakan statistik kesalahan r2)
r2
memuaskan ?tidak
a
ya
Data diperiksa kembali
38
Gambar 6. Diagram alir deskriptif sub-submodel produksi CPO dari
perkebunan kelapa sawit rakyat
Sub-Submodel Produksi CPO dari Perkebunan Rakyat
Submodel ini digunakan untuk menghitung CPO yang dihasilkan dari
perkebunan rakyat. Proyeksi produksi CPO dari perkebunan rakyat diperoleh
dengan memproyeksikan luas perkebunan kelapa sawit dari perkebunan rakyat
yang kemudian dikalikan dengan produktivitas CPO per ha dari perkebunan
rakyat. Luas perkebunan rakyat diproyeksikan dengan menggunakan model
dinamis. Proyeksi luas perkebunan rakyat juga dibatasi oleh luas lahan untuk
tidak
Produktivitas perkebunan kelapa sawit rakyat ( ton CPO /ha/tahun)
Proyeksikan produksi CPO dari perkebunan rakyat
Hitung tingkat akurasi proyeksi produksi CPO dari perkebunan rakyat
a
Proyeksi CPO dari perkebunan rakyat
Proyeksi memuaskan ?
selesai
ya
39
perkebunan kelapa sawit rakyat maksimal yang dapat ditanami. Sedangkan
persamaan matematis yang digunakan adalah sebagai berikut :
Luas Perkebunan Rakyat (t)
Model Dinamis x1
=
ƒ1(x1(t), x2 (t), ....., xm (t) ; t ; p) ......... (20)
Keterangan : x1 : Luas lahan tahun ke-1 x2 : Luas lahan tahun ke-2xm x1
: :
Luas lahan tahun ke-m Proyeksi luas lahan perkebunan rakyat (proyeksi tahun ke-1)
Jika Luas Perkebunan Rakyat(t)>Lahan Maksimum Perkebunan Rakyat, maka Luas Perkebunan Rakyat(t)=Lahan Maksimum Perkebunan Rakyat
Prod CPO Rakyat (t) = Luas Perkebunan Rakyat (t) x Prod Kebun
Rakyat ...................................................................(21) Keterangan :
Luas Perkebunan Rakyat (t) : proyeksi luas perkebunan rakyat (ha) pada
tahun ke-t.
Lahan Maksimum Perkebunan
Rakyat
: lahan perkebunan rakyat maksimum yang
dapat ditanami dengan kelapa sawit.
Prod CPO Rakyat (t) : proyeksi CPO yang dihasilkan dari
perkebunan rakyat (ton) pada tahun ke-t
(ton).
Prod Kebun Rakyat : produktivitas perkebunan rakyat (ton
CPO/ha/tahun)
t : 1, 2, ..., jumlah proyeksi
Sub-Submodel Produksi CPO dari Perkebunan Swasta
Submodel ini digunakan untuk menghitung CPO yang dihasilkan dari
perkebunan besar swasta. Proyeksi produksi CPO dari perkebunan besar swasta
diperoleh dengan memproyeksikan luas perkebunan kelapa sawit dari perkebunan
besar swasta yang kemudian dikalikan dengan produktivitas CPO per ha dari
perkebunan besar swasta. Luas perkebunan besar swasta diproyeksikan dengan
menggunakan model dinamis. Proyeksi luas perkebunan besar swasta juga
40
dibatasi oleh luas lahan untuk perkebunan kelapa sawit swasta maksimal yang
dapat ditanami. Diagram alir deskriptif sub-submodel produksi CPO dari
perkebunan swasta dapat dilihat pada Gambar 7, sedangkan persamaan matematis
yang digunakan dapat dilihat sebagai berikut.
tidak
ya
Mulai
* Data luas perkebunan kelapa sawit swasta * Produksi CPO dari perkebunan swasta
Hitung Peningkatan luas perkebunan kelapa sawit swasta
Proyeksikan luas perkebunan kelapa sawit swasta
Hitung tingkat akurasi proyeksi perkebunan kelapa sawit swasta(menggunakan statistik
kesalahan r2
r2
memuaskan ?
Produktivitas perkebunan kelapa sawit swasta ( ton CPO /ha/tahun)
Proyeksikan produksi CPO dari perkebunan swasta
Hitung tingkat akurasi proyeksi produksi CPO dari perkebunan swasta
a b
Data diperiksa kembali
41
tidak
ya
Gambar 7. Diagram alir deskriptif sub-submodel produksi CPO dari perkebunan swasta
Luas Perkebunan Swasta (t)
Model Dinamis x1
=
ƒ1(x1(t), x2 (t), ....., xm (t) ; t ; p) ...... (22)
Keterangan :
x1 : Luas lahan tahun ke-1 x2 : Luas lahan tahun ke-2 xm x1
: :
Luas lahan tahun ke-m Proyeksi luas lahan perkebunan swasta
Jika Luas Perkebunan Swasta(t) > Lahan Maksimum Perkebunan Swasta, maka Luas Perkebunan Swasta (t) = Lahan Maksimum Perkebunan Swasta Prod CPO Swasta (t) = Luas Perkebunan Swasta (t) x Prod Kebun
Swasta ......................................................................(23) Keterangan :
Luas Perkebunan Swasta (t) : proyeksi luas perkebunan besar swasta (ha) pada tahun ke-t.
Lahan Maksimum Perkebunan
Swasta
: lahan perkebunan swasta maksimum yang dapat ditanami dengan kelapa sawit.
Prod CPO Swasta (t) : proyeksi CPO yang dihasilkan dari perkebunan besar swasta (ton) pada tahun ke-t (ton).
Prod Kebun Swasta : produktivitas perkebunan besar swasta (ton CPO/ha/tahun)
t : 1, 2, ..., jumlah proyeksi
a
Proyeksi CPO dari perkebunan swasta
Proyeksi memuaskan ?
b
selesai
42
Sub-Submodel Produksi CPO dari Perkebunan Negara
Submodel ini digunakan untuk menghitung CPO yang dihasilkan dari
perkebunan negara. Proyeksi produksi CPO dari perkebunan negara diperoleh
dengan memproyeksikan luas perkebunan kelapa sawit dari perkebunan negara
yang kemudian dikalikan dengan produktivitas CPO per ha-nya. Luas perkebunan
negara diproyeksikan dengan menggunakan model dinamis. Proyeksi luas
perkebunan negara juga dibatasi oleh luas lahan untuk perkebunan negara
maksimal yang dapat ditanami. Diagram alir deskriptif sub-submodel produksi
CPO dari perkebunan negara dapat dilihat pada Gambar 8 sedangkan persamaan
matematis yang digunakan dapat dilihat sebagai berikut:
Luas Perkebunan Negara (t) = Model dinamis
Model Dinamis x1
=
ƒ1(x1(t), x2 (t), ....., xm (t) ; t ; p) ....... (24)
Keterangan :
x1 : Luas lahan tahun ke-1 x2 : Luas lahan tahun ke-2 xm x1
: :
Luas lahan tahun ke-m Proyeksi luas lahan perkebunan negara
Jika Luas Perkebunan Negara(t) > Lahan Maksimum Perkebunan Negara, maka Luas Perkebunan Negara(t) = Lahan Maksimum Perkebunan Negara Prod CPO Negara (t) = Luas Perkebunan Negara (t) x Prod Kebun
Negara.......................................................................(25) Keterangan :
Luas Perkebunan Negara (t) : proyeksi luas perkebunan milik negara (BUMN) (ha) pada tahun ke-t.
Lahan Maksimum Perkebunan Negara
: lahan perkebunan negara maksimum yang dapat ditanami dengan kelapa sawit.
Prod CPO Negara (t) : proyeksi CPO yang dihasilkan dari perkebunan milik negara (ton) pada tahun ke-t.
Prod Kebun Negara : produktivitas perkebunan milik negara (ton CPO/ha/tahun)
t : 1, 2, ..., jumlah proyeksi .
Dari hasil proyeksi produksi CPO dari tiga jenis perkebunan tersebut,
maka selanjutnya diproyeksikan produksi CPO nasional dengan menjumlahkan
seluruh produksi CPO pada tahun yang sama. Diagram alir deskriptif sub-
43
submodel proyeksi CPO nasional dapat dilihat pada Gambar 9. Persamaan
matematis yang digunakan dalam proyeksi produksi CPO adalah sebagai berikut :
Prod CPO (t) = Prod CPO Rakyat (t) + Prod CPO Swasta (t)
+ Prod CPO Negara (t) ................................. .... (26)
Keterangan :
Prod CPO (t) : proyeksi total CPO yang dihasilkan dari perkebunan rakyat,
perkebunan besar swasta dan perkebunan milik negara
(ton) pada tahun ke-t.
Sub-Submodel Penggunaan CPO sebagai Bahan Baku Biodisel
Produksi CPO nasional pada tahun ke-t tidak seluruhnya diekspor, tetapi
sebagian digunakan untuk kebutuhan bahan baku minyak goreng dan bahan baku
industri oleokimia lainnya. Sisa CPO yaitu seluruh produksi CPO dikurangi
dengan CPO yang diekspor, CPO sebagai bahan baku minyak goreng dan industri
oleokimia lainnya selanjutnya digunakan sebagai bahan baku biodisel. Diagram
alir deskriptif sub-submodel proyeksi CPO sebagai bahan baku biodisel dapat
dilihat pada Gambar 10. Persamaan matematis yang digunakan dalam proyeksi
ketersediaan CPO sebagai bahan baku biodisel adalah sebagai berikut :
Prod CPO Ekspor (t) = Prod CPO (t) x CPO Ekspor .......................... (27)
Prod CPO Dalam Negeri (t) = Prod CPO (t) – Prod CPO Ekspor(t) ...... (28)
Demand CPO Dalam Negeri(t) = Bahan Baku MG (t) +
Bahan Baku Oleo (t) ...........................(29)
Prod CPO Sisa (t) > 0 = Prod CPO Dalam Negeri (t) -
Demand CPO Dalam Negeri (t) .................... (30)
Keterangan :
Prod CPO Ekspor (t) : proyeksi total CPO yang diekspor (ton) pada tahun ke-t.
CPO Ekspor : rata-rata persentase CPO yang diekspor dari seluruh produksi CPO nasional.
Prod CPO Dalam Negeri (t) : proyeksi total CPO yang tersisa di dalam negeri (ton) pada tahun ke-t.
Demand CPO Dalam Negeri (t) : proyeksi kebutuhan CPO untuk keperluan di dalam negeri (ton) pada tahun ke-t.
44
Gambar 8. Diagram alir deskriptif sub-submodel produksi CPO dari perkebunan negara
Mulai
* Data luas perkebunan kelapa sawit negara * Produksi CPO dari perkebunan negara
Hitung Peningkatan luas perkebunan kelapa sawit negara
Proyeksikan luas perkebunan kelapa sawit negara
Hitung tingkat akurasi proyeksi perkebunan kelapa sawit negara(menggunakan statistik kesalahan r2
r2
memuaskan ?
tidak
ya
Data diperiksa kembali
tidak
Produktivitas perkebunan kelapa sawit negara ( ton CPO /ha/tahun)
Proyeksikan produksi CPO dari perkebunan negara
Hitung tingkat akurasi proyeksi produksi CPO dari perkebunan negara
Proyeksi CPO dari perkebunan negara
Proyeksi memuaskan ?
selesai
ya
45
Bahan Baku MG (t) : proyeksi kebutuhan CPO untuk keperluan bahan baku industri minyak goreng (ton) pada tahun ke-t.
Bahan Baku Oleo (t) : proyeksi kebutuhan CPO untuk keperluan bahan baku industri oleochemical (ton) pada tahun ke-t.
Prod CPO Sisa (t) : proyeksi produksi CPO yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri biodisel pada tahun ke-t.
tidak
ya
Gambar 9. Diagram alir deskriptif sub-submodel
produksi CPO nasional
Mulai
* Proyeksi produksi CPO dari perkebunan rakyat
* Proyeksi produksi CPO dariperkebunan swasta
* Data produksi CPO dari perkebunannegara
Proyeksikan produksi CPO nasional
Hitung tingkat akurasi proyeksi produksi CPO nasional
Proyeksi memuaskan ?
Produksi CPO nasional
Selesai
46
ya
tidak
Gambar 10. Diagram alir deskriptif sub-submodel produksi
CPO sebagai bahan baku biodisel
Mulai
Proyeksi produksi CPO nasional
Prosentase CPO yang diekspor
Hitung CPO yang diekspor dan CPO yang tersedia dalam negeri
• CPO yang diekspor • Ketersediaan CPO dalam negeri
Proyeksi konsumsi CPO untuk keperluan : • Industri minyak goreng • Industri oleochemical • Industri biodisel
CPO di dalam negeri cukup ?
Kelebihan stok produksi CPO untuk industri biodisel
Selesai
47
Sub-Submodel Kebutuhan CPO sebagai Bahan Baku Industri Minyak Goreng
Proyeksi kebutuhan minyak goreng nasional dalam model ini dihitung
dengan mengalikan antara konsumsi per kapita per tahun dengan total jumlah
penduduk. Oleh karena itu, dilakukan proyeksi jumlah penduduk dengan
menggunakan model pertumbuhan eksponensial dengan input jumlah penduduk
pada saat perencanaan dan laju pertumbuhan penduduk per tahun. Tidak
seluruhnya kebutuhan minyak goreng ini dipenuhi dari CPO, tetapi sebagian
menggunakan bahan baku selain CPO.
Dari kebutuhan minyak goreng yang dipenuhi dari CPO tersebut
selanjutnya diproyeksikan kebutuhan CPO sebagai bahan baku minyak goreng.
Diagram alir deskriptif sub-submodel proyeksi produksi CPO sebagai bahan baku
minyak goreng dapat dilihat pada Gambar 11. Persamaan matematis yang
digunakan dalam memproyeksikan kebutuhan CPO untuk bahan baku minyak
goreng adalah :
Jum Penduduk (t) = Jum Penduduk (0) x (1 + Laju Penduduk)t ............. (31)
Konsumsi MG (t) = Jum Penduduk (t) x Kons PerKapita .............. (31)
MG CPO (t) = Konsumsi MG (t) x Persen MG CPO .............. (32)
Bahan Baku MG (t) = MG CPO (t) x Rendemen CPO MG .............. (33)
Keterangan :
Jum Penduduk (t) : proyeksi jumlah penduduk pada tahun ke-t.
Jum Penduduk (0) : jumlah penduduk pada awal proyeksi
Laju Penduduk : persentase peningkatan jumlah penduduk
Konsumsi MG (t) : proyeksi konsumsi minyak goreng nasional tahun ke-t.
Kons Per Kapita : konsumsi minyak goreng rata-rata per kapita
(kg/kapita/tahun).
MG CPO (t) : proyeksi kebutuhan minyak goreng yang
dipenuhi dari bahan baku CPO pada tahun ke-t.
Persen MG CPO : persentase kebutuhan minyak goreng nasional
yang dipenuhi dari bahan baku CPO.
48
tidak
ya
Bahan Baku MG (t) : proyeksi kebutuhan CPO untuk keperluan bahan
baku industri minyak goreng (ton) pada tahun
ke-t.
Rendemen CPO MG : rendemen CPO menjadi minyak goreng (ton
CPO/ton minyak goreng).
Mulai
• Data jumlah penduduk • Laju pertambahan penduduk
Proyeksikan pertambahan penduduk
Hitung ketepatan proyeksi jumlah penduduk
Proyeksi memuaskan ?
Konsumsi minyak goreng per kapita / tahun
Hitung kebutuhan minyak goreng nasional
Proyeksi kebutuhan minyak goreng nasional
Prosentase minyak goreng yang dipenuhi dari CPO
a
49
Gambar 11. Diagram alir deskriptif sub-submodel proyeksi kebutuhan CPO sebagai bahan baku industri minyak goreng
Sub-Submodel Kebutuhan CPO sebagai Bahan Baku Industri Oleokimia
Sub-submodel ini digunakan untuk memproyeksikan kebutuhan CPO
sebagai bahan baku industri oleokimia yang dihitung dengan menggunakan
metoda pertumbuhan eksponensial. Diagram alir deskriptif sub-submodel
proyeksi kebutuhan CPO sebagai bahan baku industri oleokimia dapat dilihat pada
Gambar 12.
Hitung kebutuhan minyak goreng yang dipenuhi dari CPO
a
Proyeksi kebutuhan min * Laju ekspor dan impor
Rendemen dari CPO ke minyak goreng
Hitung CPO yang hardisediakan untuk industri minyak
Proyeksi produksi CPO yang harus dialokasikan untuk industri minyak goreng
Selesai
50
tidak
Gambar 12. Diagram alir deskriptif sub-submodel kebutuhan
CPO sebagai bahan baku industri oleokimia
Bahan Baku Oleo (t) = Bahan Baku Oleo(t-1) x (1 + %Laju BB Oleo) ... (34)
Keterangan :
Bahan Baku Oleo (t) : proyeksi kebutuhan CPO untuk keperluan
bahan baku industri oleokimia (ton) pada
tahun ke-t.
% Laju BB Oleo : peningkatan rata-rata kebutuhan CPO
untuk keperluan bahan baku industri
oleokimia (%).
Mulai
Data kebutuhan CPO untuk industri oleokimia
Prosentase peningkatan konsumsi CPO untuk industri oleokimia
Hitung CPO yang harus disediakan untuk industri oleokimia
Proyeksi memuaskan ?
Proyeksi kebutuhan CPO untuk industri oleokimia
Selesai
51
3.3.2. Submodel Teknis Produksi
Sub model teknis produksi digunakan untuk menentukan disain proses
pengolahan untuk produksi biodisel yang berkapasitas 100.000 ton/tahun.
Simulasi disain proses diperoleh dari hasil scale up proses skala kecil yang
dilakukan oleh Institut Teknologi Bandung (ITB). Diagram alir deskriptif untuk
menentukan kelayakan teknis produksi biodisel dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13. Diagram alir deskriptif untuk menentukan
kelayakan teknis produksi biodisel 3.3.3. Submodel Pasar
Biodisel merupakan salah satu enerji alternatif sebagai pengganti BBM
solar yang dapat diperbaharui. Peluang pemasaran biodisel sebagai salah satu
enerji alternatif akan banyak mendapat tantangan sepanjang bahan bakar minyak
Mulai
• Kapasitas produksi yang direncanakan
• Disain proses yang dipilih • Asumsi proses
• Kebutuhan bahan baku CPO • Kebutuhan bahan penolong • Kebutuhan alat
Hitung Neraca bahan dan neraca enerji
Selesai
• Rendemen CPO menjadi biodisel
• Hasil produk samping
52
bumi masih tersedia dengan harga yang lebih murah dibandingkan dengan
biodisel. Namun untuk Indonesia, kondisinya cukup memprihatinkan dimana pada
tahun-tahun mendatang akan lebih banyak mengimpor daripada mengekspornya.
Dengan demikian, beban pemerintah untuk memberikan subsidi BBM akan
semakin membesar. Oleh karena itu model peluang pasar biodisel dibangun dari
proyeksi ekspor dan impor baik minyak mentah maupun BBM solar. Selanjutnya
diskenariokan 5-10 persen dari kebutuhan BBM solar akan dipenuhi dari biodisel.
Kebutuhan biodisel ini selanjutnya dikonversi menjadi kebutuhan CPO sebagai
bahan baku utamanya dan dibandingkan dengan ketersediaan CPO yang telah
diperoleh dari submodel sebelumnya. Submodel pasar terdiri beberapa sub-
submodel yang dapat dilihat di bawah ini.
Sub-Submodel Proyeksi Ekspor dan Impor Minyak Bumi
Proyeksi ekspor dan impor minyak bumi Indonesia digunakan untuk
melihat sampai kapan Indonesia akan menjadi negara pengekspor minyak bumi
dan menghitung proporsi ekspor terhadap impornya. Secara umum, model
proyeksi ekspor dan impor minyak bumi Indonesia menggunakan model dinamis.
Diagram alir deskriptif sub-submodel proyeksi ekspor dan impor minyak bumi
dapat dilihat pada Gambar 14 Persamaan-persamaan matematis yang digunakan
dalam sub-submodel ini adalah sebagai berikut.
Ekspor Minyak Bumi (t)
Model Dinamis x1 = ƒ1(x1(t), x2 (t), ....., xm (t) ; t ; p) ....... (35) Keterangan :
x1 : Ekspor minyak bumi tahun ke-1 x2 : Ekspor minyak bumi tahun ke- 2 xm x1
: :
Ekspor minyak bumi tahun ke- m Proyeksi ekspor minyak bumi (tahun proyeksi ke-1)
Impor Minyak Bumi (t)
Model Dinamis x2
=
ƒ1(x1(t), x2 (t), ....., xm (t) ; t ; p)
Keterangan : x1 : Impor minyak bumi tahun ke-1 x2 : Impor minyak bumi tahun ke- 2 xm x2
: :
Impor minyak bumi tahun ke- m Proyeksi impor minyak bumi (tahun proyeksi ke-2)
53
Proporsi Ekspor Impor (t) = Ekspor Minyak Bumi (t) ............. (36) Impor Minyak Bumi (t)
Keterangan :
Ekspor Minyak Bumi (t) : proyeksi ekspor minyak bumi Indonesia
pada tahun ke-t.
Impor MinyakBumi (t) : proyeksi impor minyak bumi Indonesia
pada tahun ke-t.
Proporsi Ekspor Impor (t) : perbandingan ekspor dengan impor
minyak bumi Indonesia pada tahun ke-t.
54
Gambar 14. Diagram alir deskriptif sub-submodel proyeksi ekspor dan
impor minyak bumi Indonesia Sub-Submodel Produksi dan Pemakaian BBM solar Proyeksi produksi dan pemakaian BBM solar di dalam negeri digunakan untuk
melihat keseimbangan antara produksi dengan pemakaian BBM solar. Peluang
pasar biodisel akan semakin terbuka jika proporsi produksi dengan pemakaian
BBM solar semakin kecil. Proyeksi produksi BBM solar menggunakan model
Mulai
* Data ekspor dan impor minyak bumi Indonesia * Laju ekspor dan impor minyak bumi
Proyeksikan ekspor dan impor minyak bumi
Hitung tingkat akurasi ekspor dan impor minyak bumi
r2
memuaskan ?
Hitung proporsi ekspor dan impor minyak bumi
tidak
Proyeksi ekspor dan impor minyak bumi dan proporsinya
selesai
ya
Data diperiksa kembali
55
dinamis sementara itu untuk proyeksi penggunaan BBM solar menggunakan
model dinamis. Model tersebut adalah yang paling cocok dengan pola data
masing-masing. Diagram alir deskriptif sub-submodel proyeksi produksi dan
pemakaian BBM solar dapat dilihat pada Gambar 15.
Gambar 15. Diagram alir deskriptif sub-submodel proyeksi produksi dan
pemakaian BBM solar
Mulai
* Data produksi dan pemakaian BBM solar * Laju produksi dan pemakaian BBM solar
Hitung Proyeksikan produksi dan pemakaian BBM solar
Hitung tingkat akurasi produksi dan pemakaian BBM solar (menggunakan statistik kesalahan
r2
memuaskan ?
Hitung proporsi produksi dan pemakaian BBM solar
Proyeksi produksi dan pemakaian BBM solar dan proporsinya
selesai
ya
tidak
Data diperiksa kembali
56
Persamaan-persamaan matematis yang digunakan dalam sub-submodel ini adalah:
Produksi BBM Solar (t)
Model Dinamis x2 = ƒ1(x1(t), x2 (t), ....., xm (t) ; t ; p) ...... (37) Keterangan :
x1 : Produksi BBM solar tahun ke-1 x2 : Produksi BBM solar tahun ke- 2 xm x2
: :
Produksi BBM solar tahun ke- m Proyeksi produksi BBM solar (tahun proyeksi ke-2)
Konsumsi BBM Solar (t)
Model Dinamis x2
=
ƒ1(x1(t), x2 (t), ....., xm (t) ; t ; p) ...... (37)
Keterangan :
x1 : Konsumsi BBM solar tahun ke-1 x2 : Konsumsi BBM solar tahun ke- 2 xm x2
: :
Konsumsi BBM solar tahun ke- m Proyeksi konsumsi BBM solar (tahun proyeksi ke-2)
Proporsi Produksi Konsumsi (t) = Produksi BBM Solar (t)/ Konsumsi BBM
Solar (t) .................... (38)
Keterangan :
Produksi BBM Solar (t) : proyeksi produksi BBM solar pada tahun ke-t.
Konsumsi BBM Solar (t) : proyeksi penggunaan BBM solar pada tahun ke-t.
Proporsi Produksi Konsumsi (t) : perbandingan produksi dengan penggunaan BBM solar pada tahun ke-t.
Sub-Submodel Pasar Biodisel
Untuk menjamin pemasaran biodisel, maka diskenariokan sebagian dari
penggunaan BBM solar harus menggunakan biodisel. Jaminan pemasaran ini
merupakan suatu kebijakan dari pemerintah untuk lebih mendorong penggunaan
enerji alternatif biodisel dan mendorong tumbuhnya industri biodisel di dalam
negeri. Diagram alir deskriptif sub-submodel pasar biodisel dapat dilihat pada
Gambar 16. Persamaan-persamaan matematis yang digunakan dalam sub-
submodel pasar biodisel adalah sebagai berikut :
Pasar Biodisel (t) = Persen Solar Biodisel x Konsumsi BBM Solar(t) ....... (39)
57
Kebutuhan CPO (t) = Pasar Biodisel (t) x (1/RendemenCPOBiodisel) x BJ CPO (40)
Keterangan :
Pasar Biodisel (t) : proyeksi kebutuhan biodisel sebagai substitusi BBM solar (liter).
Persen Solar Biodisel : persentase dari kebutuhan solar yang akan disubstitusi dengan biodisel
Kebutuhan CPO (t) : proyeksi kebutuhan CPO sebagai bahan baku biodisel sebagai substitusi BBM solar pada tahun tahun ke-t (kg).
Rendemen CPO Biodisel : rendemen CPO menjadi biodisel (%).
BJ CPO : berat jenis CPO (g/ml atau kg/liter)
Gambar 16. Diagram alir deskriptif sub-submodel pasar biodisel
Mulai
* Proyeksi pemakaian BBM solar * Persentase pemakaian BBM solar yang
akan disubsitusi oleh biodisel
Proyeksikan kebutuhan biodisel sebagai substitusi BBM solar
Hitung kebutuhan CPO sebagai bahan baku biodisel
Proyeksi kebutuhan CPO sebagai bahan baku biodisel
selesai
Proyeksi kebutuhan biodisel sebagai substitusi BBM solar
58
3.3.4. Submodel Analisis Finansial
Sub-Submodel Perencanaan Produksi
Submodel ini digunakan untuk menentukan rencana produksi biodisel
untuk memenuhi kebutuhan pasar. Selanjutnya perencanaan produksi tersebut
digunakan sebagai landasan perencanaan strategik dan penyusunan anggaran
perusahaan mulai dari perencanaan investasi sampai dengan perencanaan biaya
dan perencanaan penjualan. Persamaan matematis yang digunakan dalam
submodel rencana produksi adalah sebagai berikut :
Produksi Biodisel (t) = % Kapasitas (t) x Kap Produksi .................... (41) Keterangan :
Produksi Biodisel(t) : jumlah produksi biodisel (dalam satuan ton) pada
tahun ke-t.
% Kapasitas(t) : persentase kapasitas terpasang yang digunakan
untuk produksi biodisel.
Kap Produksi : kapasitas terpasang industri biodisel (ton/tahun).
Sub-Submodel Biaya Produksi
Sub-Submodel biaya produksi digunakan untuk menghitung total biaya
produksi dan harga pokok produksi. Submodel ini terdiri dari biaya tetap dan
biaya produksi variabel. Biaya tetap terdiri dari penyusutan, biaya pemeliharaan,
biaya asuransi, biaya pemasaran, biaya gaji/administrasi dan biaya bunga. Biaya
variabel terdiri dari biaya-biaya yang dikeluarkan untuk pembelian bahan baku
dan bahan penolong lainnya seperti, CPO, Metanol, H3PO4, KOH, katalis, air dan
bahan bakar. Dari proyeksi biaya produksi tersebut selanjutnya dihitung biaya
pokok produksi biodisel per satuan berat atau per satuan volume (liter). Diagram
alir desktiptif submodel biaya produksi dapat dilihat pada Gambar 17 dan Gambar
18. Persamaan matematis yang digunakan dalam submodel biaya produksi adalah
sebagai berikut :
59
Biaya Produksi (t) = Biaya Tetap(t) + BiayaVariabel (t) ........... (42)
Biaya Tetap (t) = Penyusutan (t) + Pemeliharaan (t) + Asuransi (t) +
Pemasaran (t) + Biaya Gaji (t) + Biaya Bunga (t). .(43)
Biaya Variabel (t) = Biaya CPO (t) + Biaya Metanol (t) + Biaya H3PO4 (t) +
Biaya KOH (t) + BiayaKatalis (t) + Biaya Air (t)
+ Biaya BBM (t) .......................... (44)
Biaya Produksi (t) HPP Biodisel (t) = ........................... (45) Produksi (t) Keterangan :
Biaya Produksi(t) : total biaya produksi industri biodisel pada tahun
ke-t.
Biaya Tetap (t) : total biaya tetap industri biodisel pada tahun ke-t.
Penyusutan (t) : biaya penyusutan industri biodisel pada tahun ke-t
Pemeliharaan (t) : biaya pemeliharaan industri biodisel pada tahun
ke-t.
Asuransi (t) : biaya asuransi industri biodisel pada tahun ke-t.
Pemasaran (t) : biaya pemasaran industri biodisel pada tahun ke-t.
BiayaGaji (t) : biaya gaji industri biodisel pada tahun ke-t
Biaya Bunga (t) : biaya bunga industri biodisel pada tahun ke-t
BiayaVariabel (t) : total biaya produksi variabel industri biodisel pada tahun ke-t.
Biaya CPO (t) : biaya pembelian bahan baku (CPO) pada tahun ke-
t
Biaya Metanol (t) : biaya pembelian metanol pada tahun ke-t.
Biaya H3PO4 (t) : biaya pembelian H3PO4 pada tahun ke-t.
Biaya KOH (t) : biaya pembelian KOH pada tahun ke-t.
Biaya Katalis (t) : biaya pembelian katalis pada tahun ke-t.
Biaya Air (t) : biaya pembelian air pada tahun ke-t.
Biaya BBM (t) : biaya pembelian bahan bakar pada tahun ke-t
HPP Biodisel (t) : harga pokok produksi per ton biodisel pada tahun
ke-t
60
Bahan Baku CPO (t) = Produksi Biodisel (t) x (1/Rendemen CPO) ........ (46) Keterangan :
Bahan Baku CPO (t) : jumlah bahan baku (CPO) yang dibutuhkan untuk
memproduksi biodisel pada tahun ke-t.
Produksi Biodisel (t) : jumlah produksi biodisel pada tahun ke-t.
Rendemen CPO : besarnya rendemen CPO yang menjadi biodisel (%).
Biaya CPO (t) = Bahan Baku CPO (t) x Hrg CPO x (1 + %HrgCPO)t ... (47) Keterangan :
Bahan Baku CPO (t) : jumlah bahan baku (CPO) yang dibutuhkan untuk
memproduksibiodisel pada tahun ke-t.
Hrg CPO : harga CPO pada awal perencanaan.
% Hrg CPO : persentase peningkatan harga CPO per tahun.
Biaya Metanol (t) = Bahan Baku CPO (t) x Keb Metanol CPO x Hrg
Metanol x (1 + %HrgMetanol)t ................................. (48)
Keterangan :
Bahan Baku CPO (t) : jumlah bahan baku (CPO) yang dibutuhkan untuk
memproduksi biodisel pada tahun ke-t.
Keb Metanol CPO : jumlah metanol yang diperlukan per ton CPO
sebagai bahan baku biodisel.
Hrg Metanol : harga metanol pada awal perencanaan.
% Hrg Metanol : persentase peningkatan harga metanol per tahun.
Biaya H3PO4 (t) = Bahan Baku CPO(t) x Keb H3PO4 CPO x Hrg H3PO4 x (1 + %Hrg H3PO4)t ................................... (49)
Keterangan :
Bahan Baku CPO (t) : jumlah bahan baku (CPO) yang dibutuhkan untuk memproduksi biodisel pada tahun ke-t.
Keb H3PO4 CPO : jumlah H3PO4 yang diperlukan per ton CPO sebagai bahan baku biodisel.
Hrg H3PO4 : harga H3PO4 pada awal perencanaan.
% Hrg H3PO4 : persentase peningkatan harga H3PO4 per tahun.
61
Biaya KOH (t) = Bahan Baku CPO(t) x Keb KOH CPO x Hrg KOH
x (1 + %HrgKOH)t ...................................... (50) Keterangan :
BahanBaku CPO (t) : jumlah bahan baku (CPO) yang dibutuhkan untuk
memproduksi biodisel pada tahun ke-t.
Keb KOH CPO : jumlah KOH yang diperlukan per ton CPO sebagai
bahan baku biodisel.
Hrg KOH : harga KOH pada awal perencanaan.
% Hrg KOH : persentase peningkatan harga KOH per tahun.
Biaya Katalis (t) = Bahan Baku CPO(t) x Keb Katalis CPO x Hrg Katalis x (1 + %HrgKatalis)t ...................................... (51) Keterangan :
Bahan Baku CPO (t) : jumlah bahan baku (CPO) yang dibutuhkan untuk
memproduksi biodisel pada tahun ke-t.
Keb Katalis CPO : jumlah katalis yang diperlukan per ton CPO sebagai
bahan baku biodisel.
Hrg Katalis : harga katalis pada awal perencanaan.
% Hrg Katalis : persentase peningkatan harga katalis per tahun.
Biaya Air (t) = Bahan Baku CPO (t) x Keb Air CPO x Hrg Air
x (1 + % Hrg Air)t ...................................... (52) Keterangan :
Bahan Baku CPO (t) : jumlah bahan baku (CPO) yang dibutuhkan untuk
memproduksi biodisel pada tahun ke-t.
Keb Air CPO : jumlah air yang diperlukan per ton CPO sebagai
bahan baku biodisel.
Hrg Air : harga air pada awal perencanaan.
%Hrg Air : persentase peningkatan harga air per tahun.
Biaya BBM (t) = Bahan Baku CPO(t) x Keb BBM CPO x Hrg BBM
x (1 + % Hrg BBM)t ...................................... (53) Keterangan :
62
Bahan Baku CPO (t) : jumlah bahan baku (CPO) yang dibutuhkan untuk
memproduksi biodisel pada tahun ke-t.
Keb BBM CPO : jumlah BBM yang diperlukan per ton CPO sebagai
bahan baku biodisel.
Hrg BBM : harga BBM pada awal perencanaan.
% Hrg BBM : persentase peningkatan harga BBM per tahun.
Mulai
• Kapasitas produksi biodisel yang direncanakan
• Prosentase kapasitas yang digunakan
Hitung rencana produksi biodisel
Rencana produksi biodisel
Rendemen CPO menjadi biodisel
Hitung kebutuhan CPO untuk produksi biodisel
Kebutuhan CPO untuk produksi biodisel
a
63
Gambar 17. Diagram alir deskriptif untuk menentukan biaya variabel pabrik biodisel
• Kebutuhan metanol terhadap CPO • Kebutuhan H3PO4 terhadap CPO • Kebutuhan KOH terhadap CPO • Kebutuhan katalis terhadap CPO • Kebutuhan air terhadap CPO • Kebutuhan bahan bakar terhadap
biodisel
Hitung kebutuhan metanol, H3PO4, KOH, katalis, air dan bahan bakar
Kebutuhan metanol, H3PO4, KOH, katalis, air, dan bahan bakar per tahun
a
• Harga CPO • Harga metanol • Harga H3PO4 • Harga KOH • Harga katalis • Harga air • Harga bahan bakar
Hitung biaya pembelian CPO, metanol, H3PO4, KOH, katalis, air, dan bahan bakar per tahun
Hitung total biaya pembelian bahan baku dan bahan penolong
Total biaya pembelian bahan baku dan bahan penolong per tahun (biaya variabel)
Selesai
64
Mulai
Rencana produksi biodisel
Biaya gaji, biaya penyusutan, biaya pemeliharaan, biaya asuransi, biaya administrasi, biaya pemasaran, biaya bunga
Hitung total biaya tetap
Total biaya tetap per tahun
Total biaya variabel produksi biodisel
Hitung total biaya produksi biodisel
Total biaya produksi biodisel per tahun
a b
65
Gambar 18. Diagram alir deskriptif untuk menentukan
biaya produksi pabrik biodisel Sub-sub Model Investasi
Submodel ini digunakan untuk menghitung kebutuhan dana investasi
untuk pembangunan pabrik biodisel sekaligus dengan peralatan dan mesin-
mesinnya. Secara umum investasi yang dibutuhkan adalah jumlah dari seluruh
komponen mesin/peralatan dikalikan dengan harganya masing-masing. Diagram
alir desktiptif sub-submodel investasi dapat dilihat pada Gambar 19. Persamaan
matematis yang digunakan dalam submodel ini adalah sebagai berikut.
Investasi (t) = Investasi Weighbridge (t) + Investasi Storage Tank (t) + Investasi Industri (t) + Investasi Power House (t) + Investasi Water Treatment (t) + Investasi Pipa (t) + Investasi Listrik (t) + Investasi Lab (t) + Investasi
a b
Hitung harga pokok produksi / harga pokok penjualan biodisel per ton
Harga pokok penjualan biodisel per ton
Lebih mahal dari minyak solar ?
Subsidi ?
Selesai
tidak
tidak
ya
ya
66
Gedung(t) + Investasi Effluent(t) + Investasi Kendaraan (t)......................................................................(54)
Keterangan :
Investasi Weighbridge (t) : investasi yang dibutuhkan untuk pengadaan
weighbridge pada tahun ke-t.
Investasi Storage Tank(t) : investasi yang dibutuhkan untuk pengadaan
tanki-tanki penyimpanan pada tahun ke-t.
Investasi Industri (t) : investasi yang dibutuhkan untuk pembelian
peralatan/mesin industri utama pada tahun ke-t.
Investasi Power House (t) : investasi yang dibutuhkan untuk pembangunan
power house pada tahun ke-t.
Investasi Water Treatment (t) investasi yang dibutuhkan untuk pembangunan
water treatment pada tahun ke-t.
Investasi Pipa (t) : investasi yang dibutuhkan untuk pemasangan
pipa pada tahun ke-t.
Investasi Listrik (t) : investasi yang dibutuhkan untuk pemasangan
sambungan listrik pada tahun ke-t.
Investasi Lab (t) : investasi yang dibutuhkan untuk pengadaan
peralatan laboratorium pada tahun ke-t.
Investasi Gedung (t) : investasi yang dibutuhkan untuk pembangunan
gedung pada tahun ke-t.
Investasi Effluent (t) : investasi yang dibutuhkan untuk pembangunan
effluent treatment pada tahun ke-t.
Investasi Kendaraan (t) : investasi yang dibutuhkan untuk pembelian
kendaraan pada tahun ke-t.
67
Gambar 19. Diagram alir deskriptif untuk menentukan investasi pembangunan pabrik biodisel
Investasi Weighbridge (t) = Jum Weighbridge (t) x Hrg Weighbridge (t).(55) Keterangan :
Investasi Weighbridge (t) : investasi yang dibutuhkan untuk pembangunan
weighbridge pada tahun ke-t.
Jum Weighbridge (t) : jumlah weighbridge yang dibeli pada tahun ke-t.
Hrg Weighbridge (t) : harga weighbridge yang dibeli pada tahun ke-t.
InvestasiStorageTank(t) = n2
Σ j=1
JumStorageTank(tj) x HrgStorageTank(tj).........................(56)
Keterangan : n2 : jumlah item storage tank yang dibeli pada tahun
ke-t.
Mulai
Input jumlah fisik dan harga satuan untuk : • Weighbridge • Storage tank • Pabrik utama • Power house • Water treatment • Pipa dan instalasi • Listrik • Peralatan lab • Gedung • Effluent treatment • Transportasi
Hitung investasi pembangunan pabrik biodisel
Biaya investasi pembangunan pabrik biodisel
Selesai
68
Jum Storage Tank (tj) : jumlah unit storage tank ke-j yang direncanakan
dibeli pada tahun ke-t.
Hrg Storage Tank (tj) : harga per unit storage tank ke-j yang direncana-
kan dibeli pada tahun ke-t.
Investasi Industri (t) n3
Σ j=1
Jum Alat Mesin (tj) x Hrg Alat Mesin (tj)..........................................(57)
Keterangan :
n3 : jumlah item peralatan dan mesin yang dibeli
pada tahun ke-t.
Jum Alat Mesin (tj) : jumlah unit peralatan dan mesin ke-j yang di-
rencanakan dibeli pada tahun ke-t.
Hrg Alat Mesin(tj) : harga per unit peralatan dan mesin ke-j
yang direncanakan dibeli pada tahun ke-t.
Investasi Power House (t) n4
Σ j=1
Jum Power House (tj) x Hrg Power House (tj)......................................... (58)
Keterangan :
n4 : jumlah item peralatan power house yang dibeli
pada tahun ke-t.
Jum Power House(tj) : jumlah unit peralatan power house ke-j yang
direncanakan dibeli pada tahun ke-t.
Hrg Power House (tj) : harga per unit peralatan power house ke-j yang
direncanakan dibeli pada tahun ke-t.
Investasi WaterTreatment (t) = Jum W Treatment (t) x Hrg W Treatment(t).......................................(59)
Keterangan :
JumW Treatment (t) : jumlah unit peralatan water treatment yang di-
rencanakan dibeli pada tahun ke-t.
69
Hrg W Treatment (t) : harga per unit peralatan water treatment yang
direncanakan dibeli pada tahun ke-t.
Investasi Pipa (t) = Jum Pipa (t) x HrgPipa (t)........................................... (60)
Keterangan :
Jum Pipa (t) : jumlah paket pemasangan pipa yang
direncanakan pada tahun ke-t.
Hrg Pipa (t) : harga per paket pemasangan pipa yang
direncanakan pada tahun ke-t
Investasi Listrik (t) = Jum Listrik (t) x Hrg Listrik (t) .......................... (61) Keterangan :
Jum Listrik (t) : jumlah paket peralatan listrik yang
direncanakan dibeli pada tahun ke-t.
Hrg Listri k(t) : harga per paket peralatan listrik yang
direncanakan dibeli pada tahun ke-t.
Investasi Lab (t) = Jum Lab (t) x Hrg Lab (t) ................. ......................... (62) Keterangan :
Jum Lab (t) : jumlah paket perlengkapan laboratorium yang
direncanakan dibeli pada tahun ke-t.
Hrg Lab (t) : harga per paket perlengkapan laboratorium
yang direncanakan dibeli pada tahun ke-t.
Investasi Gedung (t) n5
Σ j=1
Jum Gedung (tj) x Hrg Gedung (tj) ................................... (63)
Keterangan :
n5 : jumlah item bangunan yang direncanakan dibangun pada tahun ke-t.
Jum Gedung (tj) : jumlah unit bangunan ke-j yang direncanakan
dibangun pada tahun ke-t.
Hrg Gedung (tj) : harga per unit bangunan ke-j yang
70
direncanakan dibangun pada tahun ke-t.
Investasi Effluent (t) = Jum Effluent (t) x Hrg Effluent (t) . ................... . (64)
Keterangan :
Jum Effluent (t) : jumlah paket perlengkapan effluent treatment
yang direncanakan dibeli pada tahun ke-t.
Hrg Effluent (t) : harga per paket perlengkapan effluent
treatment yang direncanakan dibeli pada tahun
ke-t.
Investasi Kendaraan (t) n6
Σ j=1
Jum Kendaraan (tj) x Hrg Kendaraan (tj) ..................................................(65)
Sub-Submodel Penjualan
Submodel ini digunakan untuk menentukan anggaran atau target
pendapatan periodik. Pendapatan diperoleh dari penjualan biodisel sebagai produk
utama dan gliserin sebagai produk samping. Persamaan matematis yang
digunakan dalam submodel penjualan adalah sebagai berikut :
Penjualan Biodisel (t) = Produksi Biodisel (t) x HrgBiodisel
x (1 + % Hrg Biodisel)t .................... (66)
Penjualan Gliserin (t) = Produksi Biodisel (t) x Fraksi Glierin x HrgGliserin x (1 + %HrgGliserin)t ................. (67) Penjualan (t) = Penjualan Biodisel (t) + Penjualan Gliserin (t) (68) Keterangan :
Penjualan Biodisel (t) : nilai penjualan biodisel pada tahun ke-t.
Produksi (t) : jumlah produksi biodisel pada tahun ke-t.
Hrg Biodisel : harga biodisel pada awal tahun proyeksi.
% Hrg Biodisel : persentase kenaikan harga biodisel per tahun
Penjualan Gliserin (t) : nilai penjualan gliserin pada tahun ke-t.
Hrg Gliserin : harga gliserin pada awal tahun proyeksi.
71
Fraksi Gliserin : fraksi gliserin yang dihasilkan sebagai produk
samping dari biodisel (satuan persen).
% Hrg Biodisel : persentase kenaikan harga biodisel per tahun
Sub-Submodel Biaya Tetap
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa biaya tetap terdiri dari
penyusutan, biaya pemeliharaan, biaya asuransi, biaya pemasaran, biaya
gaji/administrasi dan biaya bunga.
Biaya Penyusutan
Biaya penyusutan dihitung dengan menjumlahkan seluruh biaya
penyusutan peralatan dan mesin yang digunakan. Metoda penyusutan yang
digunakan adalah metoda garis lurus dengan input utama nilai pembelian dan
umur ekonomis mesin atau peralatan tersebut. Diagram alir deskriptif untuk
menentukan biaya penyusutan dapat dilihat pada Gambar 20. Persamaan-
persamaan matematis yang digunakan dalam menentukan biaya penyusutan
adalah sebagai berikut.
Penyusutan(t) = Penyusutan Weighbridge (t) + Penyusutan Storage Tank (t) + Penyusutan Industri (t) + Penyusutan Power House (t) + Penyusutan Water Treatment (t) + Penyusutan Pipa (t) + Penyusutan Listrik (t) + Penyusutan Lab (t) + Penyusutan Gedung (t) + Penyusutan Effluent (t) + Penyusutan Kendaraan (t) ............................................................. (69)
Keterangan :
Penyusutan (t) : total biaya penyusutan industri biodisel
pada tahun ke-t.
Penyusutan Weighbridge (t) : biaya penyusutan weighbridge pada tahun
ke-t.
Penyusutan Storage Tank (t) : biaya penyusutan tanki-tanki
penyimpanan pada tahun ke-t.
Penyusutan Industri (t) : biaya penyusutan peralatan/mesin industri
utama pada tahun ke-t.
Penyusutan Power House (t) : biaya penyusutan power house pada tahun
72
ke-t
Penyusutan Water Treatment (t) : biaya penyusutan water treatment pada
tahun ke-t.
Penyusutan Pipa (t) : biaya penyusutan pipa pada tahun ke-t
Penyusutan Listrik (t) : biaya penyusutan sambungan listrik pada
tahun ke-t.
Penyusutan Lab (t) : biaya penyusutan peralatan laboratorium
pada tahun ke-t.
Penyusutan Gedung (t) : biaya penyusutan gedung pada tahun ke-t.
Penyusutan Effluent (t) : biaya penyusutan effluent treatment pada
tahun ke-t.
Penyusutan Kendaraan (t) : biaya penyusutan kendaraan pada tahun
ke-t.
Penyusutan Weighbridge (t) = Investasi Weighbridge (t) ..................................(70)
Umur Weighbridge Keterangan :
Umur Weighbridge : umur ekonomis peralatan weighbridge
Penyusutan Storage Tank (t) = n2
Σ j=1
Investasi Storage Tank (tj) ..(71)
Umur Storage Tank (j)
Keterangan :
n2 : jumlah item storage tank yang dibeli pada
tahun ke-t.
Investasi Storage Tank (tj) : investasi untuk item storage tank ke-j
yang direncanakan dibeli pada tahun ke-t.
Umur Storage Tank (j) : umur ekonomis item storage tank ke-j.
73
Gambar 20. Diagram alir deskriptif untuk menghitung biaya
penyusutan
Penyusutan Industri (t) = n3
Σ j=1
Investasi Alat Mesin (tj) ...(71)
Umur Alat Mesin (j)
Keterangan :
n3 : jumlah item peralatan dan mesin yang di-
beli pada tahun ke-t.
Investasi Alat Mesin (tj) : investasi untuk peralatan dan mesin ke-j
yang direncanakan dibeli pada tahun ke-t.
Umur Alat Mesin (j) : umur ekonomis item peralatan dan mesin
ke-j.
Penyusutan Power House (t) = n4
Σ j=1
InvestasiPowerHouse(tj) .(73)
UmurPowerHouse(j)
Mulai
Biaya pembelian peralatan / gedung / kendaraan
Umur ekonomis setiap peralatan / gedung / kendaraan
Hitung biaya penyusutan untuk setiap peralatan / gedung / kendaraan
Hitung total biaya penyusutan
Total biaya penyusutan per tahun
Selesai
74
Keterangan :
n4 : jumlah item peralatan power house yang dibeli
pada tahun ke-t
Investasi Power House (tj) : investasi untuk peralatan power house ke-j
yang direncanakan dibeli pada tahun ke-t.
Umur Power House (j) : umur ekonomis peralatan power house ke-j.
Penyusutan Water Treatment(t) = Investasi Water Treatment(t)
...(74) Umur W Treatment Tank (j)
Keterangan : Investasi Water Treatment (t) : investasi water treatment pada tahun ke-t.
Umur W Treatment : umur ekonomis peralatan water treatment.
Penyusutan Pipa (t )= InvestasiPipa(t)
...(75) Umur Pipa
Keterangan :
Investasi Pipa(t) : jumlah investasi untuk pemasangan pipa yang
direncanakan pada tahun ke-t.
Umur Pipa : umur ekonomis pipa.
PenyusutanListrik(t) Investasi Listrik (t)
...(76) UmurListrik
Keterangan :
Investasi Listrik (t) : jumlah investasi untuk peralatan listrik pada
tahun ke-t.
Umur Listrik umur ekonomis perlengkapan peralatan listrik
Penyusutan Lab (t) = Investasi Lab (t)
...(77) UmurLab
75
Keterangan : Investasi Lab (t) : jumlah investasi paket perlengkapan
laboratorium yang direncanakan dibeli pada
tahun ke-t.
Umur Lab : umur ekonomis perlengkapan laboratorium
Penyusutan Gedung (t) = n5
Σ j=1
InvestasiGedung(tj)...(78)
UmurGedung(j)
Keterangan :
n5 : jumlah item bangunan yang direncanakan
dibangun pada tahun ke-t.
Investasi Gedung (tj) : jumlah investasi untuk bangunan ke-j yang
direncanakan dibangun pada tahun ke-t.
Umur Gedung
(j)
: umur ekonomis bangunan ke-j.
PenyusutanEffluent(t) = InvestasiEffluent(t)/UmurEffluent .................. (79) Keterangan :
Investasi Effluent (t) : jumlah investasi untuk perlengkapan effluent
treatment pada tahun ke-t.
Umur Effluent : umur ekonomis perlengkapan effluent treatment
Penyusutan Kendaraan (t) = n6
Σ j=1
InvestasiKendaraan(tj) ...(80)
UmurKendaraan(j)
Keterangan :
n6 : jumlah item kendaraan yang direncanakan dibeli pada tahun ke-t.
Investasi Kendaraan (tj) : jumlah investasi kendaraan ke-j yang direncanakan dibeli pada tahun ke-t.
Umur Kendaraan (j) : umur ekonomis item kendaraan ke-j.
76
Biaya Pemeliharaan
Biaya pemeliharaan dihitung dengan menjumlahkan seluruh biaya
pemeliharaan peralatan dan mesin yang digunakan. Metoda penghitungan biaya
pemeliharaan yang digunakan adalah dengan mengalikan persentase biaya
pemeliharaan dengan nilai pembelian mesin atau peralatan tersebut. Diagram alir
deskriptif untuk menentukan biaya pemeliharaan dapat dilihat pada Gambar 21.
Persamaan-persamaan matematis yang digunakan dalam menghitung biaya
pemeliharaan adalah sebagai berikut:
Pemeliharaan(t) = PemeliharaanWeighbridge(t) + PemeliharaanStorageTank(t) + PemeliharaanIndustri(t) + PemeliharaanPowerHouse(t) + PemeliharaanWaterTreatment(t) + PemeliharaanPipa(t) + PemeliharaanListrik(t) + PemeliharaanLab(t) + PemeliharaanGedung(t) + PemeliharaanEffluent(t) + PemeliharaanKendaraan(t) .................... (81)
Keterangan :
Pemeliharaan Weighbridge (t) : biaya pemeliharaan weighbridge pada
tahun ke-t.
Pemeliharaan Storage Tank(t) : biaya pemeliharaan tanki-tanki
penyimpanan pada tahun ke-t.
Pemeliharaan Industri (t) : biaya pemeliharaan peralatan/mesin
industri utama pada tahun ke-t.
Pemeliharaan Power House (t) : biaya pemeliharaan power house pada
tahun ke-t.
Pemeliharaan Water Treatment (t) : biaya pemeliharaan water treatment
pada tahun ke-t.
Pemeliharaan Pipa (t) : biaya pemeliharaan pipa pada tahun
ke-t.
Pemeliharaan Listrik (t) : biaya pemeliharaan sambungan listrik
pada tahun ke-t.
Pemeliharaan Lab (t) : biaya pemeliharaan peralatan
laboratorium pada tahun ke-t.
77
Pemeliharaan Gedung (t) : biaya pemeliharaan gedung pada
tahun ke-t.
Pemeliharaan Effluent (t) : biaya pemeliharaan effluent treatment
pada tahun ke-t.
Pemeliharaan Kendaraan (t) : biaya pemeliharaan kendaraan pada
tahun ke-t.
Pemeliharaan Weighbridge (t) = Investasi Weighbridge (t)
x % Rawat Weighbridge ................. (82) Keterangan :
% Rawat Weighbridge : persentase biaya pemeliharaan peralatan
weighbridge.
Pemeliharaan Storage Tank (t) = n2
Σ j=1
InvestasiStorageTank(tj) ...(83)
Rawat Storage Tank (j)
Keterangan :
n2 : jumlah item storage tank yang dibeli pada
tahun ke-t.
Investasi Storage Tank (tj) : investasi untuk item storage tank ke-j yang
direncanakan dibeli pada tahun ke-t.
% Rawat Storage Tank (j) : persentase biaya pemeliharaan item storage
tank ke-j.
n3 Pemeliharaan Industri (t) =Σ InvestasiAlatMesin(tj) x j=1 ....(84) %RawatAlatMesin(j)
Keterangan :
n3 : jumlah item peralatan dan mesin yang dibeli
pada tahun ke-t.
Investasi Alat Mesin (tj) : investasi untuk peralatan dan mesin ke-j
yang direncanakan dibeli pada tahun ke-t.
78
% Rawat Alat Mesin (j) : persentase biaya pemeliharaan item
peralatan dan mesin ke-j.
Gambar 21. Diagram alir deskriptif untuk menentukan biaya pemeliharaan peralatan/mesin pada pabrik biodisel
n4 Pemeliharaan Power House (t) = Σ Investasi Power House (tj) x j=1 x Rawat Power House (j) ....(85)
Keterangan :
Mulai
Biaya pembelian peralatan / gedung / kendaraan
Prosentase biaya pemeliharaan untuk setiap peralatan / gedung / kendaraan
Hitung biaya pemeliharaan untuk setiap peralatan / gedung / kendaraan
Hitung total biaya pemeliharaan
Total biaya pemeliharaan per tahun
Selesai
79
n4 : jumlah item peralatan power house yang
dibeli pada tahun ke-t.
Investasi Power House (tj) : investasi untuk peralatan power house ke-j
yang direncanakan dibeli pada tahun ke-t.
% Rawat Power House (j) : persentase biaya pemeliharaan item
peralatan power house ke-j.
Pemeliharaan (t) = Investasi Water Treatment (t) x
% Rawat W Treatment ....(86)
Keterangan : Investasi Water Treatment (t) : investasi water treatment pada tahun ke-t.
% Rawat W Treatment : persentase biaya pemeliharaan peralatan
water reatment
Pemeliharaan Pipa (t) = Investasi Pipa (t) x % Rawat Pipa ................. (87) Keterangan :
Investasi Pipa (t) : jumlah investasi untuk pemasangan pipa
yang direncanakan pada tahun ke-t.
% Rawat Pipa : persentase biaya perawatam pipa
Pemeliharaan Listrik (t) = Investasi Listrik (t) x % Rawat Listrik ... (88) Keterangan :
Investasi Listrik (t) : jumlah investasi untuk peralatan listrik
pada tahun ke-t.
% Rawat Listrik : persentase biaya pemeliharaan
perlengkapan peralatan listrik
Pemeliharaan Lab (t) = Investasi Lab (t) x % Rawat Lab .................... (89) Keterangan :
Investasi Lab (t) : jumlah investasi paket perlengkapan
laboratorium yang direncanakan dibeli pada
80
tahun ke-t.
% Rawat Lab : persentase biaya pemeliharaan perlengkap-
an laboratorium
Pemeliharaan Gedung (t) = n5
Σ j=1
Investasi Gedung (tj) x %Rawat Gedung (j)
....(90)
Keterangan :
n5 : jumlah item bangunan yang direncanakan
dibangun pada tahun ke-t.
Investasi Gedung (tj) : jumlah investasi untuk bangunan ke-j yang
direncanakan dibangun pada tahun ke-t.
% Rawat Gedung (j) : persentase biaya pemeliharaan bangunan
ke-j
Pemeliharaan Effluent (t) = Investasi Effluent (t) x % Rawat Effluent......(91) Keterangan :
Investasi Effluent (t) : jumlah investasi untuk perlengkapan
effluent treatment pada tahun ke-t.
% Rawat Effluent : persentase biaya pemeliharaan
perlengkapan effluent treatment
Pemeliharaan Kendaraan (t) = n6
Σ j=1
Investasi Kendaraan (tj) x % Rawat Kendaraan (j)
.(92)
Keterangan : n6 : jumlah item kendaraan yang direncanakan
dibeli pada tahun ke-t.
Investasi Kendaraan (tj) : jumlah investasi kendaraan ke-j yang
direncanakan dibeli pada tahun ke-t
% Rawat Kendaraan (j) : persentase biaya pemeliharaan item
kendaraan ke-j
81
Biaya Asuransi
Biaya asuransi yang dimaksud adalah biaya asuransi untuk perlindungan
gedung dan peralatan serta mesin-mesin pabrik yang dihitung dengan persentase
biaya asuransi dengan total investasi yang dibutuhkan. Diagram alir deskriptif
untuk menentukan biaya asuransi dapat dilihat pada Gambar 22. Persamaan-
persamaan matematis yang digunakan dalam menentukan biaya asuransi adalah
sebagai berikut.
Asuransi(t) = Investasi (t) x % Asuransi .................................................. (93) Keterangan :
Asuransi (t) : biaya asuransi pada tahun ke-t
% Asuransi : persentase biaya asuransi terhadap total
investasi
Biaya Pemasaran
Biaya pemasaran digunakan untuk lebih mensosialisasikan penggunaan
biodisel dan menyadarkan masyarakat bahwa penggunaan biodisel banyak
memberikan manfaat, baik langsung maupun tidak langsung dibandingkan dengan
mengggunakan bahan bakar solar. Biaya pemasaran dihitung dengan mengalikan
persentase biaya pemasaran dengan total penjualan per tahunnya. Diagram alir
deskriptif untuk menentukan biaya pemasaran dapat dilihat pada Gambar 23.
Persamaan-persamaan matematis yang digunakan dalam menentukan biaya
pemasaran adalah sebagai berikut.
Pemasaran (t) = Penjualan (t) x % Biaya Pemasaran .................... (94) Keterangan :
Pemasaran(t) : biaya pemasaran pada tahun ke-t (US $).
%BiayaPemasaran : persentase biaya pemasaran terhadap total
nilai penjualan
Penjualan(t) : total nilai penjualan pada tahun ke-t (US $)
82
Biaya Gaji
Biaya gaji dihitung dengan menjumlahkan gaji yang diterima masing-
masing karyawan untuk setiap posisi/jabatan. Diagram alir deskriptif untuk
menentukan biaya gaji dapat dilihat pada Gambar 24. Persamaan-persamaan
matematis yang digunakan dalam menentukan biaya gaji adalah sebagai berikut.
Biaya Gaji (t) = n
Σ j=1
Jum Karyawan (tj) x Gaji Karyawan (tj) .......... (95)
Keterangan : : jumlah jenis karyawan
JumKaryawan(tj) : jumlah karyawan tipe ke-j pada tahun ke-t.
GajiKaryawan(tj) : gaji karyawan tipe ke-j pada tahun ke-t
83
Gambar 22. Diagram alir deskriptif untuk menentukan biaya
asuransi peralatan/mesin pada pabrik biodisel
Mulai
Biaya pembelian peralatan / gedung / kendaraan
Prosentase biaya asuransi untuk setiap peralatan / gedung / kendaraan
Hitung biaya asuransi untuk setiap peralatan / gedung / kendaraan
Hitung total biaya asuransi
Total biaya asuransi per tahun
Selesai
84
Gambar 23. Diagram alir deskriptif untuk menentukan
biaya pemasaran dan biaya administrasi pabrik biodisel
Mulai
Prosentase biaya administrasi terhadap omzet penjualan
Total penjualan biodisel dan hasil sampingannya
Hitung biaya administrasi
Total biaya administrasi per tahun
Selesai
Mulai
Prosentase biaya pemasaran terhadap omzet penjualan
Total penjualan biodisel dan hasil sampingannya
Hitung biaya pemasaran
Total biaya pemasaran per tahun
Selesai
85
Gambar 24. Diagram alir deskriptif untuk menentukan biaya gaji karyawan pabrik biodisel
Sub-Submodel Laba Rugi Submodel ini dipakai untuk menentukan proyeksi laporan laba rugi industri
biodisel. Diagram alir deskriptif sub-submodel laba rugi dapat dilihat pada
Mulai
• Jumlah personalia di tingkat manajemen puncak
• Gaji per bulan untuk manajemen puncak
• Jumlah personalia di tingkat manajemen bawah
• Gaji per bulan untuk manajemen bawah
• Jumlah personalia di tingkat pelaksana / operator
• Gaji per bulan untuk setiap pekerja pelaksana /operator
Hitung total gaji untuk personalia di tingkat : • Manajemen puncak • Manajemen bawah • Pelaksana / operator
Hitung total gaji seluruh personalia
Total gaji per tahun
Selesai
86
Gambar 25. Persamaan matematis yang digunakan dalam submodel laba rugi
adalah sebagai berikut.
Laba Sebelum Pajak (t) = Penjualan (t) – Biaya Produksi (t) ....... (96) Laba Kena Pajak (t) = Laba Sebelum Pajak (t) – Akumulasi
Kerugian (t) ............................................................ (97) Laba Setelah Pajak (t) = Laba Kena Pajak (t) – Pph Pasal 25 (t) .... (98) Penentuan pajak penghasilan : Jika Laba Kena Pajak (t) ≤ 25.000.000, maka:
PPh Pasal 25 (t) = 5% x Laba Kena Pajak (t)
Jika 25.000.000 < Laba Kena Pajak (t) ≤ 50.000.000, maka:
PPh Pasal 25 (t) = (5% x 25.000.000) + 10% x (Laba Kena Pajak (t) –
25.000.000)
Jika 50.000.000 < Laba Kena Pajak (t) ≤ 100.000.000, maka:
PPh Pasal 25 (t) = (5% x 25.000.000) + (10% x 25.000.000) + 15% x (Laba
Kena Pajak(t) – 50.000.000)
Jika 100.000.000 < Laba Kena Pajak (t) ≤ 200.000.000, maka :
PPh Pasal 25 (t) = (5% x 25.000.000) + (10% x 25.000.000) + (15% x
50.000.000) + 30% x (Laba Kena Pajak (t) – 100.000.000)
Jika Laba Kena Pajak (t) > 200.000.000, maka:
PPh Pasal 25 (t) = (5% x 25.000.000) + (10% x 25.000.000) + (15% x
50.000.000) + (30% x 100.000.000) + 35% x (LabaKenaPajak(t) –
200.000.000)
Keterangan :
Laba Sebelum Pajak (t) : laba sebelum pajak pada tahun ke-t industri
biodisel.
Laba Kena Pajak (t) : laba yang terkena pajak pada tahun ke-t industri biodisel
Akumulasi Kerugian (t) : akumulasi kerugian pada tahun ke-t industri
biodisel
Pph Pasal 25 (t) : pajak penghasilan badan atau perusahaan
industri biodisel pada tahun ke-t
87
Sub-Submodel Aliran Dana Submodel ini dikembangkan untuk menentukan aliran kas industri
biodisel dalam kegiatan-kegiatan operasional, investasi, dan pendanaan dalam
satu periode keuangan. Di sini dapat ditentukan besarnya perubahan kas pada
awal dan akhir periode. Diagram alir deskriptif sub-submodel aliran dana dapat
dilihat pada Gambar 26. Persamaan matematis yang digunakan dalam submodel
aliran dana adalah sebagai berikut :
Penerimaan Dana (t) = Modal Sendiri (t) + Pinjaman Bank (t) +
Penjualan(t) ...................................... (99) Pengeluaran Dana (t)= Investasi(t) + Biaya Produksi(t)
+ Pembayaran Deviden (t) ............................. (100) Saldo Kas Awal (1) = Penerimaan Dana(1) – PengeluaranDana(1) ..... (101) Saldo Kas Akhir (t) = Saldo Kas Awal (t-1) + (Penerimaan (t)
– Pengeluaran Dana (t)) ............................. (102) Keterangan :
Penerimaan Dana(t) : total kas masuk pada tahun ke-t
Modal Sendiri(t) : suntikan dana segar dari modal sendiri pada
tahun ke-t.
Pinjaman Bank(t) : suntikan dana yang diperoleh dari pinjaman
bank pada tahun ke-t
Penjualan (t) : total nilai penjualan pada tahun ke-t
Saldo Kas Awal (t) : saldo kas awal pada tahun ke-t
Saldo Kas Akhir (t) : saldo kas akhir pada tahun ke-t
88
ya
tidak
Gambar 25. Diagram alir deskriptif sub-submodel laba rugi
Mulai
Total penjualan per tahun
Total biaya produksi biodisel per tahun
Aturan perpajakan
Hitung laba rugi pabrik biodisel
Laporan laba atau rugi pabrik biodisel
Rugi ?
Kebijakan pemerintah
Selesai
89
Gambar 26. Diagram alir deskriptif sub-submodel aliran dana
tidak
Mulai
• Setoran dana awal • Pinjaman dari pihak ketiga • Penjualan produk (biodisel dan gliserin )
Hitung total kas masuk
Kas masuk
• Investasi pembangunan pabrik biodisel • Biaya produksi biodisel • Pembayaran angsuran pokok • Pembayaran deviden
Hitung total kas keluar
Kas keluar
Hitung kas akhir
Saldo Kas akhir
Negatif ?
Kebijakan pemerintah
Selesai
tidak
ya
90
Sub-Submodel Neraca
Dalam submodel ini dapat ditentukan proyeksi posisi neraca untuk industri
biodisel. Diagram alir deskriptif untuk sub-submodel neraca dapat dilihat pada
Gambar 27. Persamaan matematis yang digunakan dalam submodel neraca adalah
sebagai berikut.:
TotalAktiva(t) = Saldo Kas Akhir (t) + (Nilai Buku Weighbridge (t) + Nilai Buku Storage Tank (t) + Nilai Buku Pabrik (t) + Nilai Buku Power House (t) + Nilai Buku W Treatment (t) + Nilai Buku Pipa (t) + Nilai Buku Listrik (t) + Nilai Buku Lab (t) + Nilai Buku Effluent (t) + Nilai Buku Kendaraan (t) .............................................................. (103)
Total Pasivat = Hutangt + Modal Sendirit + Laba Ditahant ................. (105)
Total Aktivat = Total Pasivat ................................ (106) Keterangan :
Total Aktiva (t) : total aktiva yang berupa kas dan aktiva tetap
pada tahun ke-t.
Saldo Kas Akhir (t) : saldo kas pada akhir tahun ke-t.
Nilai Buku Weighbridge (t) : nilai buku asset weighbridge yaitu nilai
perolehannya dikurangi dengan akumulasi
penyusutannya pada tahun ke-t.
Nilai Buku Storage Tank (t) : nilai buku asset storage tank yaitu nilai
perolehannya dikurangi dengan akumulasi
penyusutannya pada tahun ke-t.
Nilai Buku Pabrik (t) : nilai buku asset peralatan dan mesin pabrik
yaitu nilai perolehannya dikurangi dengan
akumulasi penyusutannya pada tahun ke-t.
Nilai Buku Power House (t) : nilai buku asset perlengkapan power house
yaitu nilai perolehannya dikurangi dengan
akumulasi penyusutannya pada tahun ke-t.
Nilai Buku Wtreatment (t) : nilai buku asset peralatan water treatment
yaitu nilai perolehannya dikurangi dengan
akumulasi penyusutannya pada tahun ke-t.
91
Nilai Buku Pipa (t) : nilai buku asset pipa yaitu nilai
perolehannya dikurangi dengan akumulasi
penyusutannya pada tahun ke-t.
Nilai Buku Listrik (t) : nilai buku asset peralatan listrik yaitu nilai
perolehannya dikurangi dengan akumulasi
penyusutannya pada tahun ke-t.
Nilai Buku Lab (t) : nilai buku asset peralatan laboratorium yaitu
nilai perolehannya dikurangi dengan
akumulasi penyusutannya pada tahun ke-t.
Nilai Buku Effluent (t) : nilai buku asset peralatan effluent treatment
yaitu nilai perolehannya dikurangi dengan
akumulasi penyusutannya pada tahun ke-t.
Nilai Buku Kendaraan (t) : nilai buku asset kendaraan yaitu nilai
perolehannya dikurangi dengan akumulasi
penyusutannya pada tahun ke-t.
Total Pasiva (t) : total pasiva yang berupa hutang dan modal
pada tahun ke-t.
Modal Sendiri (t) : akumulasi modal sendiri yang disetor
sampai dengan tahun ke-t.
Laba Ditahan (t) : akumulasi dari laba ditahan sampai dengan
tahun ke-t.
Sub-sub Model Kelayakan Submodel ini digunakan untuk membantu pengambilan keputusan
investasi, sehingga diperoleh hasil tentang kelayakan ekonomis pendirian industri
biodisel. Diagram alir sub-submodel kelayakan dapat dilihat pada Gambar 31.
Persamaan matematis yang digunakan dalam submodel kelayakan investasi adalah
sebagai berikut :
SaldoKasBersiht = Penjualant – (BiayaPraoperasionalt + TotalInvestasit +BiayaManajement + BiayaPemeliharaanTMt + BiayaPemupukant + BiayaPanenDanPengangkutant + BiayaPengolahant + BiayaPemasarant + BiayaBungat + Pph Pasal 25t ) .............................................................(107)
92
1 FaktorDiskonto(t) = ...................................... (108) (1 + SukuBunga)t
n NPV = Σ Faktor Diskonto (t) x Saldo Kas Bersih (t) ................ ..............(109) t=1
Gambar 27. Diagram alir deskriptif sub-submodel neraca
Mulai
Saldo kas akhir
• Nilai perolehan aset • Penyusutan aset
Hitung akumulasi penyusutan aset
Hitung nilai buku aset
Nilai buku aset
Hitung total aktiva
Total aktiva
Hutang jangka panjang
Modal sendiri
Akumulasi laba / rugi ditahan
Hitung total pasiva
Total pasiva
Total pasiva = Total aktiva ?
Neraca
Selesai
ya
tidak
93
NPV Positif IRR = iNPV Positif + .............................(110) (NPV Positif – NPV Negatif)
x (iNPVNegatif – iNPVPositif) NPV Profitability Indeks = ........................ ............. (111) Investasi Awal Keterangan :
Saldo Kas Bersih (t) : aliran kas bersih pada tahun ke-t industri
biodisel
Suku Bunga : tingkat suku bunga pinjaman
Faktor Diskonto (t) : faktor diskonto pada tahun ke-t.
NPV : Net Present Value
IRR : Internal Rate of Return
iNPV Positif : tingkat suku bunga yang masih membuat
nilai NPV tetap positif
iNPV Negatif tingkat suku bunga yang mulai membuat
nilai NPV negatif.
Investasi Awal suntikan dana awal yang diperoleh dari
modal sendiri dan modal pinjaman.
Sub-submodel Analisa Rasio (NPV, IRR, B/C, PI, PBP)
Submodel ini dipakai untuk menentukan angka Weighted Average Cost of
Capital (WACC) yang dipergunakan dalam kriteria investasi dengan
mempertimbangkan nilai waktu dari uang pada industri biodisel. Persamaan
matematis yang digunakan dalam submodel biaya modal adalah sebagai berikut :
WACC(t)= (PersentaseModalSendiri(t)x BiayaModalSendiri) +
(PersentaseHutang(t) x SukuBunga x (1-PajakEfektifRataRata(t))) ................................................... (112)
PajakEfektifRataRata(t)= (PersentasePajak5%(t) x 5%) + (PersentasePajak10%(t) x 10%) + (PersentasePajak15%(t) x 15%) + (PersentasePajak30%(t) x 30%) + (PersentasePajak35%(t)t x 35%) ................ (113)
94
Keterangan :
Total Aktiva (t) : total aktiva yang berupa kas dan aktiva tetap
pada tahun ke-t.
Pajak Efektif Rata-rata (t) : persentase pajak rata-rata yang ditanggung
industri pengolahan biodisel pada tahun ke-
t.
Persentase Pajak 5% (t) : persentase total pajak penghasilan yang
terkena pajak penghasilan 5% pada tahun
ke-t.
Persentase Pajak 10% (t) : persentase total pajak penghasilan yang
terkena pajak penghasilan 10% pada tahun
ke-t.
Persentase Pajak 15% (t) : persentase total pajak penghasilan yang
terkena pajak penghasilan 15% pada tahun
ke-t.
Persentase Pajak 30% (t) : persentase total pajak penghasilan yang
terkena pajak penghasilan 30% pada tahun
ke-t.
Persentase Pajak 35% (t) : persentase total pajak penghasilan yang
terkena pajak penghasilan 35% pada tahun
ke-t.
WACC (t) : biaya modal rata-rata pada tahun ke-t.
Persentase Modal Sendiri (t) : persentase modal sendiri terhadap total
modal yang dimiliki pada tahun ke-t.
Biaya Modal Sendiri : biaya yang harus ditanggung jika menggunakan modal sendiri yaitu harapan pemilik modal terhadap modal yang telah ditanamkan (dinyatakan dalam satuan persen)
Persentase Hutang (t) : persentase modal yang diperoleh dari
pinjaman terhadap total modal yang dimiliki
pada tahun ke-t.
Suku Bunga : tingkat suku bunga yang berlaku
95
ya
Gambar 28. Diagram alir deskriptif sub-submodel kelayakan
Submodel ini juga digunakan untuk menentukan kinerja keuangan industri
biodisel dengan menggunakan angka-angka rasio yang diperoleh dari laporan laba
rugi dan neraca. Diagram alir deskriptif submodel analisis finansial dapat dilihat
Mulai
• Kas masuk • Kas keluar
Penghitungan kas bersih
Kas bersih (net cash flow )
• Faktor diskonto • Biaya modal
Penghitungan NPV, IRR, B/C, PI, dan PBP
NPV, IRR, B/C, PI, PBP
Layak ?
Kebijakan pemerintah
Selesai
96
pada Gambar 29. Persamaan matematis yang digunakan dalam submodel analisis
finansial adalah sebagai berikut :
Saldo Kas Akhir (t) Rasio Modal Kerja Terhadap Total Aktiva (t) = ...(114) Total Aktiva (t) Keterangan :
Rasio Modal Kerja
TerhadapTotal Aktiva (t)
: rasio modal kerja terhadap total aktiva pada
tahun ke-t.
Saldo Kas Akhir (t) : saldo kas akhir pada tahun ke-t.
Total Debt To Equity Ratio (t) =Hutang(t)
... (115) Modal Sendiri (t) + Laba Ditahan (t)
Keterangan : Total Debt To Equity Ratio (t) : rasio antara total hutang dengan modal
sendiri pada tahun ke-t.
Hutang (t) : hutang yang dimiliki pada tahun ke-t.
Modal Sendiri (t) akumulasi modal sendiri yang disetor
sampai dengan tahun ke-t.
Laba Ditahan (t) : akumulasi laba ditahan sampai dengan
tahun ke-t
Hutang (t) Total Debt To Total Capital Assets(t) = .......................... (116) Total Aktiva (t) Keterangan :
Total Debt ToTotal Capital
Assets(t)
: rasio antara total hutang dengan total modal
kerja pada tahun ke-t.
Hutang (t) : hutang yang dimiliki pada tahun ke-t.
97
tidak
ya
Gambar 29. Diagram alir deskriptif sub-submodel analisis finansial
Laba SebelumPajak (t) Gross Profit Margin (t) = ................................... (117) Penjualan (t) Keterangan :
Gross Profit Margin (t) : margin keuntungan kotor pada tahun ke-t.
Laba Sebelum Pajak (t) : laba sebelum pajak pada tahun ke-t.
Penjualan (t) : total nilai penjualan hasil produksi pada tahun ke-t.
Biaya Produksi (t) Operating Ratio (t) = ............................................ (118)
Mulai
• Laporan laba rugi • Neraca
Penghitungan kinerja keuangan dengan menggunakan analisis rasio
Kinerja keuangan • Rentabilitas • Likuiditas • Solvabilitas • Rasio overage • Rasio aktivitas
Memuaskan ?
Selesai
98
Penjualan (t) Keterangan :
Operating Ratio (t) : rasio operasi pada tahun ke-t.
Biaya Produksi (t) : total biaya produksi pada tahun ke-t.
Penjualan (t) : total nilai penjualan pada tahun ke-t.
Laba Setelah Pajak (t) Net Profit Margin (t) = ................................... (119) Penjualan (t) Keterangan :
Net Profit Margin (t) : margin keuntungan bersih pada tahun ke-t.
Laba Setelah Pajak (t) : laba setelah pajak pada tahun ke-t.
Penjualan (t) : total nilai penjualan pada tahun ke-t.
Penjualan (t) Total Assets Turnover (t) = ................................... (120) Total Aktiva (t)
Keterangan :
Total Assets Turnover (t) : tingkat perputaran asset pada tahun ke-t.
Penjualan (t) : total nilai penjualan pada tahun ke-t.
Total Aktiva (t) : total aktiva pada tahun ke-t.
Earning Power (t) = Gross Profit Margin (t) x Total Assets Turnover (t)..(121) Laba Setelah Pajak (t) ROI (t) = atau Total Aktiva (t)
Net Profit Margin (t) x Total Asset Turnover (t)......................(122)
Keterangan :
ROI (t) : return on investment pada tahun ke-t.
Laba Setelah Pajak (t) : laba setelah pajak pada tahun ke-t
Total Aktiva (t) : total aktiva pada tahun ke-t.
Laba Setelah Pajak (t) Rate Return For The Owner (t) = ....................... (123)
99
Modal Sendiri (t) Keterangan :
Rate Return For The Owner (t) : tingkat pengembalian kepada pemilik
modal pada tahun ke-t
Laba Setelah Pajak (t) : laba setelah pajak pada tahun ke-t
Modal Sendiri (t) : akumulasi modal sendiri yang disetor
sampai dengan tahun ke-t
Penjualan(t) Working Capital Turnover (t) = ....................... (124) Saldo Kas Akhir(t) Keterangan :
Working Capital Turnover(t) : tingkat perputaran modal kerja pada
tahun ke-t
Penjualan (t) : total nilai penjualan hasil produksi pada
tahun ke-t
Saldo Kas Akhir (t) : saldo kas akhir pada tahun ke-t.
3.3.5. Submodel Lingkungan
Submodel ini digunakan untuk menghitung besarnya perubahaan iklim
global akibat penggunaan bahan bakar BBM solar dan biodisel.
Dalam analisis lingkungan dilakukan beberapa perhitungan sebagai berikut :
Selisih emisi BBM solar dengan emisi biodiesel
Konversi emisi BBM solar dan emisi biodisel dengan dampak iklim global
menurut standar UNEP.
Dalam analisis ini parameter yang digunakan untuk menilai perubahan iklim
global tersebut adalah hujan asam, pemanasan global dampak fotokimia yang
merupakan polutan-polutan pencemaran udara yang ada di atmosfir dan bumi.
Analisa Beban Lingkungan (Environmental Burden = EB) dari emisi sisa
pembakaran bahan bakar kendaraan. Perbandingan antara Bahan Bakar Disel dan
Biodisel dengan Analisa Beban Lingkungan dapat diperoleh dari penghitungan
yang terdiri dari :
1. Indeks EB Asiditas
100
2. Indeks EB Global Warming
3. Indeks EB Fotokimia
Setelah diperoleh hasil penilaian terhadap masing-masing sub model,
maka disusun keterkaitannya variabel berdasarkan persamaan yang dibangun.
Penilaian terhadap Sistem Penunjang Keputusan Investasi secara keseluruhan
dilakukan bersamaan dengan validasi model. Pada model Sistem Penunjang
Keputusan Investasi dapat dilakukan simulasi terhadap variabel-variabel yang
diinginkan sehingga pengguna dapat mengetahui beberapa alternatif keputusan
yang diperlukan.
101
Gambar 30. Diagram alir deskriptif submodel lingkungan
Mulai
• Emisi penggunaan BBM solar • Emisi penggunaan biodisel
Penghitungan selisih emisi BBM solar dengan biodisel
Selisih emisi
Selisih positif
Penghitungan pengurangan emisi jika menggunakan biodisel
konversi terhadap lingkungan yang ditetapkan oleh UNEP
Dampak terhadap iklim global akibat penggunaan biodisel dan BBM solar
Selesai
ya
tidak
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Rekayasa Model SPK
Model penunjang keputusan investasi pada industri biodisel kelapa sawit
bertujuan untuk menilai faktor-faktor yang berpengaruh dalam melakukan
investasi pada industri tersebut. Faktor yang berpengaruh terdiri dari 5 faktor yang
disebut sebagai submodel yaitu :
1. Submodel sumberdaya untuk menilai potensi ketersediaan bahan baku
CPO yang akan dijadikan biodisel.
2. Submodel teknis produksi untuk menilai ketersediaan teknologi dan
persyaratan yang diperlukan dalam mengolah bahan baku CPO
menjadi biodisel.
3. Submodel pasar untuk menilai potensi pasar biodisel di dalam dan di
luar negeri.
4. Submodel analisis finansial untuk menilai kelayakan finansial dari sisi
pengeluaran, penerimaan dan biaya investasinya.
5. Submodel lingkungan untuk menilai perbedaan dampak penggunaan
biodisel dan solar terhadap lingkungan
Hubungan antara submodel penyusun model SPK investasi industri
biodisel pada permodelan software I Think tertera pada gambar 31. Asumsi dasar
keterkaitan alir variabel dalam submodel sistem penunjang keputusan diatas
meliputi :
1. Biodisel kelapa sawit diproses dari bahan baku minyak CPO (Crude Palm
Oil).
2. Biodisel yang dihasilkan digunakan sebagai produk subsitusi dari bahan
bakar minyak solar yang digunakan sebagai bahan bakar cair pada alat
transportasi.
3. Simulasi desain pabrik yang digunakan dalam perhitungan investasi
berkapasitas 100.000 ton biodisel per tahun dengan hasil produk samping
gliserin lebih kurang 10.000 ton/tahun.
4. Pangsa pasar biodisel di dalam negeri diasumsikan sebagai pengganti 5-
10% produk bahan bakar minyak solar per tahun. Potensi pangsa biodisel
103
di luar negeri dikaitkan dengan kesepakatan iklim “Carbon Trade” yang
tertuang dalam Protokol Kyoto.
5. Industri biodisel diasumsikan terdiri dari agregasi pengolahan/pabrik besar
(kapasitas 100.000 ton/tahun). Industri jangka panjang 10-15 tahun dengan
perbandingan modal sendiri dibanding hutang 60:40.
6. Analisa dampak lingkungan dilakukan secara global dengan
membandingkan perbedaan iklim global yang ditimbulkan akibat
penggunaan biodisel dan BBM solar, menggunakan standar acuan yang
diterbitkan oleh UNEP (United Nation Environment Program).
Secara diagram keterkaitan (influence diagram) antara submodel terlihat
pada gambar 31.
Gambar 31. Hubungan antar submodel dari SPK investasi pada industri biodisel kelapa sawit (Influence Diagram)
Skenario permodelan diperoleh dari hasil analisis keragaan penggunaan
CPO nasional saat ini. Penggunaan CPO nasional terdiri dari penggunaannya di
dalam negeri yaitu untuk industri minyak goreng dan industri oleokimia.
Sedangkan penggunaan di luar negeri adalah untuk diekspor ke berbagai negara
tujuan. Jika industri biodisel kelapa sawit akan dikembangkan di Indonesia maka
SM Sumberdaya SM Teknis Produksi
SM Finansial
SM PasarSM Lingkungan
Model SPK
IK Sumberdaya IK Teknis Produksi
IK Finansial
IK Lingkungan IK Pasar
Investasi
Keterangan SM : Submodel IK : Implikasi Kebijakan
104
akan menambah kegunaan CPO yaitu sebagai bahan baku bagi pembuatan
biodisel. Dalam rangka menentukan apakah industri BDS akan memberikan
manfaat atau keuntungan jika dikembangkan di Indonesia maka diperlukan
pengkajian terhadap investasi tesebut. Dalam menilai kelayakan investasi industri
baik kelayakan finansial maupun kelayakan non finansial seperti ketersediaan
bahan baku industri, ketersediaan dan keterjangkauan teknologi pengolahannya,
manfaat dari produk ramah lingkungan dan efek ganda (multiplayer effect) yang
diperoleh dari penggunaan produk kelapa sawit sebagai bahan bakunya.
Hubungan antar variabel pada permodelan disusun berdasarkan fenomena tersebut
diatas.
Gambar 32. Alur hubungan variabel pada Permodelan Sistem Penunjang
Keputusan Investasi
Dalam merekayasa model maka abstraksi dari semua keterkaitan tersebut
dimodelkan dengan mengakisisi pengetahuan dari masing-masing variabel, untuk
selanjutnya pengetahuan tersebut diolah pada program komputer.
Sistem penunjang keputusan investasi pada industri biodisel dirancang
dengan bantuan perangkat lunak Microsoft Excel, Lotus smart suite dan I Think
versi 6.0. Model dibangun dengan memperhatikan keterkaitan antar submodel
dengan submodel lainnya, dimana dalam spreadsheet keterkaitan tersebut dapat
berupa hubungan antar sel dan hubungan antar spreadsheet. Representasi dari
model SPK yang dikembangkan menggunakan bantuan perangkat lunak “I
Think”. Aplikasi SPK disajikan secara interaktif sehingga pengambil keputusan
105
mudah melakukan perubahan suatu skenario jika dikehendaki. Gambar tampilan
awal program “I Think” SPK investasi Industri biodisel di Indonesia tertera pada
Gambar 33 dibawah ini.
Gambar 33. Tampilan awal program “I Think” SPK investasi Industri
biodisel di Indonesia
Model yang dikembangkan dengan perangkat lunak I Think selengkapnya
dapat dilihat pada lampiran dalam bentuk CD 1.
4.2. Simulasi dan Validasi Model Sistem Dinamis Investasi Industri Biodisel Kelapa Sawit
4.2.1. Simulasi Model Sistem Dinamis Simulasi yang dilakukan pada masing-masing submodel yang direkayasa
pada SPK investasi industri biodisel kelapa sawit dipilih berdasarkan keperluan
manajemen atau pengguna.
4.2.1.1. Simulasi Submodel Sumberdaya
1. Simulasi Perkembangan Produksi CPO
106
Proyeksi perkembangan luas lahan perkebunan baik yang dikelola oleh
rakyat (PR), swasta (PBS) maupun negara (PBN) dilakukan dengan pendekatan
model dinamik atau model logistik. Produksi CPO dipengaruhi oleh luas lahan
dan tingkat produktivitas lahan dengan korelasi positif. Semakin besar luas lahan
dan tingkat produktivitas suatu lahan maka akan semakin besar produksinya. Luas
lahan dan produktivitas dapat berubah menurut waktu sesuai dengan kondisi yang
terjadi di lapangan. Hasil simulasi produksi CPO pada berbagai tingkat
produktivitas dari PR, PBS, PN dan total perkebunan nasional direkayasa pada
submodel sumberdaya.
Gambar 34 menunjukkan proyeksi perkembangan produksi CPO dengan
produktivitas 1,9 ton/ha pada PR, dan masing-masing 3 ton/ha untuk PBS dan
PBN. Jika tingkat produktivitas diubah maka segera dapat diketahui perubahan
produksi CPO yang akan dihasilkan.
Gambar 34. Hasil simulasi produksi CPO pada submodel sumberdaya
2. Simulasi Perkembangan Permintaan CPO Nasional
Penggunaan CPO di Indonesia selama ini terserap pada industri minyak
goreng, industri oleokimia dan untuk diekspor ke berbagai negara tujuan. Jika
sebagian dari CPO nasional digunakan untuk dijadikan bahan baku pada industri
107
biodisel maka perkembangan permintaan CPO nasional untuk masing-masing
industri disimulasikan pada submodel sumberdaya.
Perkembangan kebutuhan CPO untuk minyak goreng dilakukan dengan
pendekatan perkembangan jumlah penduduk dan konsumsi perkapita (16.5
kg/kapita). Permintaan pada indutri oleokimia diskenariokan laju permintaan
bertambah 5% setiap tahunnya. Selebihnya diekspor dan digunakan untuk
memasok industri biodisel. Rekayasa submodel yang dibangun adalah
mensimulasikan perubahan permintaan CPO sesuai dengan besarnya prosentase
substitusi solar oleh biodisel yang diinginkan oleh pengguna. Gambar 35 di bawah
ini menunjukkan proyeksi perkembangan permintaan CPO nasional jika
prosentase substitusi solar oleh biodisel adalah 10%.
Gambar 35. Hasil simulasi proyeksi perkembangan permintaan CPO
pada submodel sumberdaya
4.2.1.2. Simulasi Submodel Teknis Produksi
1. Simulasi Produksi Biodisel dan Gliserin Berdasarkan Kapasitas Terpasang
Pembangunan submodel teknis produksi memberikan gambaran
perkembangan produksi biodisel dan gliserin mulai dari perusahaan berdiri sampai
dengan akhir masa proyek atau umur investasi. Pada Gambar 36, produksi
108
biodisel dengan kapasitas terpasang sebesar 100.000 ton per tahun. Besarnya
kapasitas terpasang dapat disimulasikan sehingga besaran dan perubahan produksi
biodisel dan gliserin tiap tahun dapat diketahui. Rekayasa submodel sistem teknis
produksi dapat memberikan gambaran perubahan produksi biodisel dan gliserin
jika kapasitas terpasangnya diubah sesuai perubahan waktu yang terjadi.
Kapasitas terpasang semakin besar produksi biodisel dan gliserin juga semakin
besar atau berkorelasi positif. Perubahan juga akan diikuti oleh perubahan neraca
bahan dan neraca enerji yang diperlukan. Gambar 36 menunjukkan tampilan
perkembangan produksi biodisel dan gliserin dengan kapasitas produksi terpasang
100.000 ton/tahun.
Gambar 36. Hasil simulasi produksi industri biodisel pada submodel teknis
produksi
2. Simulasi Kebutuhan Bahan Baku pada Industri Biodisel
Kebutuhan bahan baku industri biodisel yang terdiri dari bahan baku CPO,
Metanol, KOH, H3PO4 dan bahan bakar. Besarnya kebutuhan bahan baku industri
biodisel dapat disimulasikan berdasarkan kapasitas terpasang. Sebagai contoh
Gambar 37 mensimulasikan kebutuhan bahan baku pada kapasitas produksi
indutri biodisel sebesar 100.000 ton/tahun, sedangkan pada Gambar 38
109
mensimulasikan kebutuhan bahan baku industri biodisel pada kapasitas 30.000
ton/tahun.
Gambar 37. Kebutuhan bahan baku industri biodisel kapasitas 100.000 ton/th
Gambar 38. Kebutuhan bahan baku industri biodisel kapasitas 30.000 ton/th
3. Simulasi Kebutuhan Enerji pada Industri Biodisel
Submodel teknis produksi juga dapat mensimulasikan kebutuhan enerji
pada berbagai kapasitas produksi industri yang diinginkan oleh pengguna. Sebagai
contoh pada Gambar 39 mensimulasikan kebutuhan enerji pada kapasitas produksi
100.000 ton/tahun, sedangkan pada Gambar 40 mensimulasikan kebutuhan enerji
pada industri biodisel kapasitas produksi 30.000 ton/tahun.
110
Gambar 39. Kebutuhan enerji pada industri biodisel berkapasitas 100.000 ton/th
Gambar 40. Kebutuhan enerji pada industri biodisel berkapasitas 30.000 ton/th
4.2.1.3. Simulasi Submodel Pasar
Submodel pasar terdiri dari analisa produk yang disubstitusi oleh biodisel
yaitu pendugaan perbandingan produksi dan konsumsi solar nasional, proyeksi
perbandingan ekspor dan impor minyak bumi nasional dan simulasi penghematan
subsidi solar terutama jika sebagian dari solar tersebut disubstitusi oleh biodisel.
1. Simulasi Perbandingan Produksi dan Konsumsi Solar Nasional
Hasil proyeksi menunjukkan proyeksi kenaikan konsumsi lebih besar dari
kenaikan produksi setiap tahunnya. Gambar 41 di bawah ini menunjukkan
111
perbandingan kenaikan produksi dan konsumsi nasional sejak tahun 2005 sampai
dengan tahun 2019.
Gambar 41. Proyeksi produksi dan konsumsi solar pada submodel pasar
2. Simulasi Perbandingan Ekspor dan Impor Minyak Bumi
Gambar 42 dibawah ini menunjukkan proyeksi ekspor minyak bumi
semakin menurun sedangkan proyeksi impor semakin meningkat setiap tahunnya.
Gambar 42, menunjukkan perbandingan proyeksi ekspor dan impor minyak bumi
nasional pada tahun 2005 sampai dengan 2019.
Gambar 42. Proyeksi ekspor dan impor minyak bumi pada submodel pasar
112
3. Simulasi Penghematan Subsidi Solar
Submodel pasar juga dapat memberikan gambaran penghematan subsidi
solar jika sebagian dari solar tersebut disubstitusi oleh biodisel. Pada submodel
ini dapat disimulasikan besarnya persentase substitusi solar oleh biodisel sehingga
dapat memberikan gambaran terhadap besarnya penghemtan subsidi terhadap
solar oleh pemerintah. Gambar 43 menunjukkan besarnya penghematan subsidi
terhadap solar yang dikeluarkan oleh pemerintah dari tahun 2005 sampai dengan
2019 jika solar solar yang disubstitusi oleh biodisel adalah 10%.
Gambar 43. Penghematan subsidi solar dengan adanya substitusi biodisel.
4.2.1.4. Simulasi Submodel Analisis Finansial
Rekayasa submodel sistem finansial pada industri biodisel ditujukan untuk
menilai kinerja keuangan perusahaan dengan mensimulasikan kriteria investasi.
Pada submodel ini kinerja keuangan yang disimulasikan adalah perubahan
besarnya NPV, BCR, rugi laba, aliran kas, dan struktur biaya produksi pada
berbagai tingkat suku bunga, harga biodisel dan harga CPO. Sebagai contoh pada
Gambar 44 memberikan contoh hasil simulasi kinerja keuangan dengan penetapan
suku bunga sebesar 12%, harga biodisel sebesar 700 $ US dan harga CPO sebesar
360 $ US/ton. Pada gambar tersebut terlihat nilai NPV sebesar 20.010.659 $ US
sedangkan nilai BCR sebesar 1,05.
113
Gambar 44. Hasil simulasi analisis NPV dan BCR industri biodisel pada
submodel analisis finansial
4.2.1.5. Simulasi Submodel Lingkungan
Submodel ini memberikan gambaran perbandingan besarnya indeks beban
lingkungan atau EB (Environmental Burden) dari sisa pembakaran biodisel dan
solar. Pada submodel lingkungan perbandingan besarnya nilai EB pada
pembakaran solar dan biodisel terdiri dari tiga yaitu EB Asiditas (efek hujan
asam), EB Global Warming (efek pemanasan global) dan EB Smog Fotokimia
(efek asap hitam). Perbandingan besarnya masing-masing nilai EB dalam 1 tahun
untuk setiap 100.000 ton biodisel dan solar yang digunakan tertera pada gambar
45, gambar 46, dan gambar 47, di bawah ini.
1. Simulasi Perbandingan Beban Lingkungan atau Indeks EB Asiditas
Gambar 45 menunjukkan perbandingan indeks beban lingkungan asiditas
antara solar dan biodisel setiap penggunaan 100.000 ton per tahunnya.
114
Gambar 45. Nilai indek EB (Environmental Burden) asiditas submodel
lingkungan
2. Simulasi Perbandingan Beban Lingkungan atau Indeks EB Global Warming
Gambar 46 menunjukkan perbandingan indeks beban lingkungan global
warming antara solar dan biodisel setiap penggunaan 100.000 ton per tahunnya.
Gambar 46. Nilai indek EB (Environmental Burden) global warming
submodel lingkungan 3. Simulasi Perbandingan Beban Lingkungan atau Indeks EB Smog Fotokimia
Gambar 46 menunjukkan perbandingan indeks beban lingkungan Smog
Fotokimia antara solar dan biodisel setiap penggunaan 100.000 ton per tahunnya.
115
Gambar 47. Nilai indek EB (Environmental Burden) smog fotokimia
submodel lingkungan 4.2.2. Validasi Model Sistem
Validasi pada masing-masing submodel dilakukan dengan menetapkan
beberapa skenario yang nilainya baik langsung diperoleh dari berbagai sumber
maupun melalui pengolahan data terlebih dulu. Skenario yang digunakan dalam
sistem penunjang keputusan investasi industri BDS dapat dilihat pada lampiran 3.
Hasil validasi pada tiap submodel seperti berikut.
4.2.2.1. Submodel Sumberdaya
Proyeksi luas lahan perkebunan dan produksi CPO
Submodel ketersediaan CPO digunakan untuk melihat seberapa besar
ketersediaan CPO di dalam negeri yang dapat digunakan sebagai bahan baku
biodisel. Penggunaan CPO untuk bahan baku biodisel diskenariokan diperoleh
dari sisa CPO yang tidak digunakan untuk ekspor, bahan baku industri minyak
goreng dan bahan baku industri oleokimia. Skenario yang digunakan adalah CPO
ekspor sebesar 60% dari total produksi CPO nasional, sedangkan sisanya (40%)
adalah CPO yang digunakan di dalam negeri terutama pada industri minyak
goreng dan industri oleokimia.
CPO nasional dipenuhi dari tiga jenis perkebunan yaitu perkebunan rakyat,
perkebunan besar negara, dan perkebunan besar swasta. Proyeksi produksi CPO
dari ketiga perkebunan tersebut dilakukan dengan melakukan terlebih dahulu
proyeksi terhadap luas lahan dari ketiga jenis pengusahaan perkebunan tersebut.
116
Produktivitas masing-masing jenis pengusahaan kebun dikalikan dengan rataan
produktivitas yang diperoleh selama 2 tahun terakhir.
Pemilihan model proyeksi luas lahan perkebunan kelapa sawit untuk
masing-masing jenis pengusahaan perkebunan dilakukan dengan menggunakan
permodelan dinamis atau disebut model logistik. Permodelan logistik dilakukan
dengan pendugaan parameter model dinamis. Tahapan permodelan yaitu: 1)
memformulasikan model sesuai dengan fenomena sebenarnya; 2) menetapkan
asumsi; 3) memformulasikan masalah matematis; 4) pemecahan masalah
matematis; 5) merumuskan solusi; 6) melakukan validasi model dan; 7)
Penggunaan model untuk proyeksi. Berdasarkan data Statistik Perkebunan 2004,
luas lahan perkebunan selama 15 tahun terakhir (data tahun 1989–2004) untuk
Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Swasta (PBS) dan Perkebunan Besar
Negara (PBN) maka diketahui besarnya laju pertambahan luas lahan setiap
tahunnya. Berdasarkan peta kesesuaian lahan perkebunan dapat diperhitungkan
potensi luas lahan yang dapat dijadikan perkebunan kelapa sawit. Perkiraan luas
lahan sampai dengan 10 – 15 tahun yang akan datang adalah 8 juta ha dengan
komposisi 36,76% lahan untuk perkebunan rakyat, 51,86% lahan untuk
perkebunan besar swasta, dan 11,38% lahan untuk perkebunan besar negara.
Komposisi diasumsikan sama dengan komposisi yang terjadi pada tahun 2004
atau kondisi sekarang. Asumsi model yang dikembangkan kurva proyeksi luas
lahan akan meningkat hingga satu saat mencapai kejenuhan karena lahan yang
tersedia semakin berkurang sampai tidak teredia lagi.
Berdasarkan perhitungan menggunakan model dinamis atau logistik,
proyeksi luas lahan pada masing-masing jenis pengusahaan mempunyai
persamaan seperti yang tertera dibawah ini.
1. Persamaan proyeksi luas perkebunan kelapa sawit rakyat
Yt = 5.96688 x 1011 e0.199749t .............. (125) 3.04 x 106 + 196279 (-1 + e0.199749t)
117
GBR PR
0.00
1,000,000.00
2,000,000.00
3,000,000.00
4,000,000.00
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 THN
PR (Hektar)
model
Gambar 48. Validasi model proyeksi luas perkebunan kelapa sawit dari perkebunan rakyat dengan menggunakan model dinamis
Dari hasil grafik proyeksi luas perkebunan kelapa sawit perkebunan rakyat
tersebut diatas dapat dilihat peningkatan areal luas lahan sejak tahun 1988 (tahun-
1) sampai tahun 2021 (tahun ke-33) yaitu dari 500.000 ha menjadi 3,5 juta ha.
Setelah itu laju pertumbuhan tetap disebabkan karena tidak adanya lahan yang
tersedia untuk dijadikan lahan perkebunan rakyat.
Tabel 4. Hasil analisis model dinamik untuk perkebunan rakyat
t Y(t) Ypred(t) (Ypred(t)-Y(t))/Y(t) 0 196.279,00 196.279,00 0,00 1 223.832,00 236.302,27 0,06 2 291.338,00 283.672,58 -0,03 3 384.594,00 339.389,48 -0,12 4 439.468,00 404.444,10 -0,08 5 502.332,00 479.753,27 -0,04 6 572.544,00 566.073,45 -0,01 7 658.536,00 663.897,47 0,01 8 738.887,00 773.342,12 0,05 9 813.175,00 894.040,32 0,10 10 890.506,00 1.025.057,23 0,15 11 1.038.289,00 1.164.852,09 0,12 12 1.190.154,00 1.311.304,60 0,10 13 1.566.031,00 1.461.815,81 -0,07 14 1.795.321,00 1.613.478,43 -0,10 15 1.810.641,00 1.763.295,44 -0,03
R2 = 0.9748 R2 Corrected = 0.9730
118
Dari hasil perhitungan validasi model logistik dapat diketahui luas lahan
yang diproyeksi dan luas lahan sebenarnya terdapat perbedaan yang cukup kecil
yaitu rata-rata berkisar 6 persen dan ditunjukkan dengan nilai R2 yang diperoleh
sebesar 0,97. Hal ini berarti tingkat keakuratan pendugaan cukup tinggi.
2. Persamaan proyeksi luas perkebunan besar negara
Dengan menggunakan model dinamis diperoleh persamaan proyeksi luas
perkebunan kelapa sawit perkebunan negara
Yt = 3.65516 x 1011e0.0824692t .......................... (126) 960000. + 380746 (-1 + e0.0824692t)
GBR PBN
0,00
200.000,00
400.000,00
600.000,00
800.000,00
1.000.000,00
1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 THN
PBN (Hektar)
model
Gambar 49. Validasi model proyeksi luas perkebunan kelapa
sawit dari perkebunan negara dengan menggunakan model dinamis
Dari grafik hasil proyeksi luas lahan perkebunan besar negara terlihat laju
kenaikan pertambahan luas sejak tahun 1993 (tahun-1) sampai dengan tahun 2026
(tahun ke-33). Kemudian mengalami keadaan yang tetap akibat tidak adanya
lahan perkebunan cadangan tersedia. Lahan maksimum yang tersedia berkisar
900.000 ha.
Tabel 5. Hasil analisis model dinamik untuk perkebunan besar negara (data mulai tahun ke-5)
t Y(t) Ypred(t) (Ypred(t)-Y(t))/Y(t) 0 380.746,00 380.745,83 0,00 1 386.309,00 399.852,16 0,04 2 404.732,00 419.223,96 0,04 3 426.804,00 438.799,72 0,03
119
Tabel 5. Lanjutan 4 448.735,00 458.515,29 0,02 5 489.143,00 478.304,61 -0,02 6 516.447,00 498.100,64 -0,04 7 528.716,00 517.836,25 -0,02 8 540.728,00 537.445,16 -0,01 9 556.323,00 556.862,76 0,00 10 560.557,00 576.027,00 0,03 11 576.999,00 594.879,13 0,03 12 588.125,00 613.364,40 0,04 13 609.947,00 631.432,60 0,04 14 631.566,00 649.038,52 0,03 15 645.823,00 666.142,31 0,03
R2 =0.9695; R2 Corrected =0.9661
Validasi model logistik pada proyeksi luas lahan perkebunan besar negara
menunjukkan luas lahan yang diproyeksi dan luas lahan sebenarnya mempunyai
perbedaan yang cukup kecil yaitu rata-rata kurang dari 3%. Hal ini ditunjukkan
dengan nilai R2 sebesar 0,97.
3. Persamaan proyeksi luas perkebunan besar swasta
Dengan menggunakan model dinamis diperoleh persamaan proyeksi luas
perkebunan kelapa sawit perkebunan besar swasta
Y t = 1.17268 x 1012e0.207195t ........................... (127) 4.x106+293171(-1+e0.207195t)
GBR PBS
0,002.000.000,004.000.000,006.000.000,00
1 5 9 13 17 21 25 29 33THN
PBS (Hektar)
model
Gambar 50. Validasi model proyeksi luas perkebunan kelapa
sawit dari perkebunan besar swasta dengan menggunakan model dinamis
120
Dari grafik proyeksi luas lahan perkebunan besar swasta terlihat terjadi
peningkatan areal sejak tahun 1988 (tahun ke-1) sampai dengan tahun 2020 (tahun
ke-30) yaitu dari luas lahan 500.000 ha menjadi 4 juta ha. Akan tetapi kemudian
mengalami laju yang tetap disebabkan karena tidak adanya lahan yang tersedia
untuk dijadikan lahan perkebunan besar swasta.
Tabel 6. Hasil analisis model dinamik untuk perkebunan besar swasta
t Y(t) Ypred(t) (Ypred(t)-Y(t))/Y(t) 0 293.171,00 293.171,00 0,00 1 383.668,00 354.680,93 -0,08 2 463.093,00 427.607,49 -0,08 3 531.219,00 513.416,72 -0,03 4 638.241,00 613.488,42 -0,04 5 730.109,00 728.987,17 0,00 6 845.296,00 860.703,88 0,02 7 961.718,00 1.008.879,37 0,05 8 1.083.823,00 1.173.032,34 0,08 9 1.254.169,00 1.351.823,33 0,08 10 1.409.134,00 1.542.991,38 0,09 11 1.617.427,00 1.743.395,92 0,08 12 2.050.739,00 1.949.180,21 -0,05 13 2.314.209,00 2.156.046,89 -0,07 14 2.430.222,00 2.359.607,89 -0,03 15 2.554.882,00 2.555.750,02 0,00
R2 =0.9889; R2 Corrected =0.9881
Dari hasil validasi data proyeksi dengan data sebenarnya diketahui nilai
data yang diproyeksi mempunyai perbedaan yang cukup kecil atau rata-rata
sebesar 3%. Hal ini ditunjukkan dengan nilai R2 sebesar 0,99, atau tingkat akurasi
model cukup tinggi.
Luas lahan maksimum dapat berubah jika pemerintah menetapkan
kebijakan baru dibidang konversi lahan misalnya dengan mengkonversikan
sebagian hutan sekunder atau lahan komoditi lain yang tidak produktif untuk
dijadikan perkebunan kelapa sawit. Pendugaan 10– 15 tahun mendatang luas
lahan maksimum kelapa sawit 8 juta hektar mengingat selain terbatasnya lahan
yang tersedia juga iklim investasi nasional yang belum cukup baik.
121
Proyeksi penggunaan CPO Nasional
Produksi CPO nasional tersebut di atas, diperoleh dengan mengalikan luas
lahan dan produktivitasnya untuk masing-masing jenis pengusahaan kebun. Total
produktivitas nasional diasumsikan diekspor sebesar 60% dan sisanya yang 40%
digunakan untuk kebutuhan dalam negeri yaitu untuk kebutuhan konsumsi
minyak goreng dan pabrik industri hilir lainnya. Besarnya ekspor CPO
berfluktuasi dari tahun ke tahun mengikuti perkembangan harga CPO
internasional. Pada tahun 2002 ekspor CPO sebesar 6,3 juta ton atau sekitar 63%
total produksi CPO nasional (Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan
2004).
Proyeksi kebutuhan minyak goreng nasional dilakukan dengan
mengalikan antara jumlah penduduk dengan konsumsi minyak goreng rata-rata
per kapita per tahun yang besarnya 16,5 kg/tahun. Kebutuhan minyak goreng ini
dipenuhi dari CPO sebesar 83,8%, sementara sisanya dipenuhi dari minyak lain
termasuk kelapa biasa. Proyeksi kebutuhan CPO untuk memenuhi kebutuhan
minyak goreng ini dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran 28. Di samping
untuk memenuhi kebutuhan minyak goreng, CPO juga digunakan sebagai bahan
baku industri hilir lainnya.
Kebutuhan CPO sebagai bahan baku industri oleokimia sekitar 1 juta ton
per tahun dengan peningkatan rata-rata diskenariokan 5% per tahun. Sedangkan
laju kenaikan tahun sebelumnya hanya 2% dan dari sisa CPO di dalam negeri
inilah yang selanjutnya digunakan untuk diolah lebih lanjut menjadi biodisel.
Proyeksi ketersediaan CPO sebagai bahan baku biodisel selengkapnya
dapat dilihat pada Lampiran 29. Kebutuhan CPO sebagai bahan baku biodisel
dihitung dengan skenario bahwa 5–10% pemakaian solar akan disubstitusi dengan
biodisel dari CPO. Gambar 51 memperlihatkan jika jumlah CPO yang tersedia
dikurangi kebutuhan ekspor, bahan baku minyak goreng dan industri oleokimia
maka dapat memenuhi kebutuhan bahan baku untuk industri biodisel kelapa
sawit.
Dengan demikian, CPO sebagai bahan baku utama biodisel dilihat dari
ketersediaan dan kontinuitasnya dapat dikembangkan lebih lanjut, namun
122
mengingat nilai strategisnya minyak kelapa sawit baik di pasar ekspor maupun
pasar domestik untuk industri minyak goreng dan industri oleokimia di dalam
negeri, maka diperlukan suatu regulasi yang khusus mengatur penyediaan CPO
sebagai bahan baku biodisel. Strategi pengurangan ekspor CPO (minyak sawit
kasar) dan penambahan lahan perkebunan kelapa sawit perlu dipertimbangkan.
Keragaan penyediaan CPO nasional diuraikan pada gambar berikut ini.
0
5.000.000
10.000.000
15.000.000
20.000.000
25.000.000
200320042005200620072008200920102011201220132014201520162017201820192020202120222023202420252026202720282029203020312032
Tahun
Nila
i (To
n)
Produksi CPOEkspor CPOBahan Baku Minyak Goreng Bahan Baku OleochemicalBahan Baku BiodieselTotal Kebutuhan
Gambar 51. Proyeksi ketersediaan CPO sebagai bahan baku biodisel
Dari grafik diatas dapat diketahui tingkat perkembangan masing-masing
kebutuhan CPO bagi industri minyak goreng oleokimia ekspor dan industri
biodisel. Sebagai contoh, proyeksi kebutuhan 2010 bagi industri minyak goreng
4,2 juta ton, industri oleokimia 1,28 juta ton, CPO ekspor 10,68 juta ton, dan
kebutuhan disel 2,54 juta ton. Sedangkan proyeksi produksi CPO nasional 17,80
juta ton. Jumlah ini cukup jika laju kenaikan ekspor CPO nasional diasumsikan
tetap.
4.2.2.2. Submodel Teknis Produksi
Desain proses dirancang untuk menghasilkan biodisel atau metil ester,
yang berkapasitas 100.000 ton pertahun dengan hasil produk sampingnya gliserin
sejumlah 10–12 ribu ton per tahun. Cara proses yang dipilih adalah proses yang
123
berkesinambungan (continous process) dan diperoleh dari hasil “scalling up” dan
modifikasi dari perhitungaan desain proses yang dilakukan oleh Fakultas Teknik
Kimia ITB dengan kapasitas 400 ton/tahun. Diagram blok neraca bahan dan
neraca enerji proses pengolahan biodisel tertera pada Gambar 52 dan Gambar 53
berikut. Proses pembuatan biodisel berbahan baku minyak kelapa sawit terdiri
dari 4 tahapan, yaitu persiapan bahan baku, reaksi transesterifikasi, pemisahan
dan pemurnian produk.
124
125
126
1. Tahap Persiapan Bahan Baku/Persiapan Umpan
Komposisi bahan baku minyak CPO yang direaksikan sesuai dengan Standar Nasional Indonesia diasumsikan terdiri dari Trigliserida 94,7 %, Asam lemak bebas 5% dan kotoran 0,3%. Sebelum minyak kelapa sawit direaksikan pada reaktor dilakukan ekstraksi minyak lemak tersebut dengan metanol. Ekstraksi yang dilakukan bertujuan untuk mengambil asam lemak bebas (FFA) dan air yang terkandung dalam minyak tersebut, karena kadar asam lemak bebas yang tinggi dalam minyak dapat merusak katalis (KOH) pada reaksi tranesterifikasi. Untuk memisahkan FFA dari minyak sawit digunakan ekstraksi pelarut karena kelarutan FFA dalam metanol lebih tinggi dibandingkan dengan trigliserida. Ekstraksi dilakukan secara counter current yaitu dengan mengalirkan minyak lemak yang mengandung asam lemak bebas tinggi (FFA) dari bagian atas dan metanol dari bagian bawah kolom.
Tahap ekstraksi akan menghasilkan aliran produk FFA dan metanol pada bagian atas kolom dan minyak nabati dengan kandungan FFA rendah (bilangan asam <1) pada bagian bawah kolom. Minyak nabati yang memiliki bilangan asam < 1 kemudian dimasukkan dalam tangki penyimpanan dan siap untuk dipakai pada reaksi tranesterifikasi. Produk atas kolom ekstraksi kemudian direaksikan dengan katalis asam (H2SO4) yang terpasang sebagai packing dalam kolom pada temperatur 55–65 oC, sampai menghasilkan metil ester, metanol sisa dan air.
Untuk memperoleh hasil transesterifikasi yang sempurna dan untuk melakukan penyerapan seluruh air yang terbentuk dari reaksi, produk dan reaktan akan mengalami sirkulasi melalui kolom desikan. Air yang terdapat pada produk akan diserap oleh absorban (CaCl2) yang terdapat dalam kolom desikan. CaCl2 dipilih sebagai absorban karena kemampuannya menyerap air dengan perbandingan mol 1:4. Setelah kandungan air dihilangkan, metanol dan ester yang diperoleh selanjutnya dipindahkan pada reaktor transesterifikasi.
Proses penyiapan bahan baku dapat dilakukan secara kontinu karena
produk metil ester dapat disiapkan pada tanki penyimpanan. Untuk
menghilangkan kandungan air yang jenuh pada kolom desikan, dilakukan
regenerasi dengan mengalirkan udara panas dari bagian bawah kolom. Agar
proses penyiapan umpan tidak terhambat akibat regenerasi kolom desikan, perlu
dipasang 2 kolom secara paralel dan digunakan secara bergantian.
127
2. Tahap Reaksi Transesterifikasi
Tahap reaksi transesterifikasi merupakan tahap reaksi pembentukan
biodisel (ester metil) dan gliserin. Reaksi dilakukan dalam dua tahap dengan
bantuan katalis KOH. Pada tahap 1, reaksi dilaksanakan pada temperatur sekitar
60–70oC selama 1-2 jam hingga diperoleh konversi sekitar 96% dari bahan baku
dan 68,56% dari bahan yang masuk secara keseluruhan. Selanjutnya reaksi
tahap 2 dilaksanakan dengan kondisi temperatur rendah yaitu sekitar 30-32oC
untuk mencapai konversi hingga 98% dari bahan baku dan 76,57% dari hasil
bahan yang masuk.
Reaksi dilakukan melalui dua tahap untuk memperoleh konversi yang lebih tinggi dan sekaligus untuk mempermudah proses pemisahan yang dilakukan. Gliserin dalam campuran hasil reaksi akan menghambat reaksi bergeser ke arah produk, sehingga dilakukan pemisahan gliserin terlebih dahulu sebelum reaksi tahap kedua dilakukan.
Untuk memisahkan antara ester metil, gliserin, sisa metanol, dan sisa trigliserida yang belum terkonversi maka dilakukan pemisahan menggunakan settling tank. Pada tangki akan didapatkan campuran gliserin-metanol pada bagian bawah dan campuran ester metil-trigliserida pada bagian atas. Fasa campuran ester metil-gliserin-metanol selanjutnya akan dialirkan menuju tahap pemisahan sedangkan fasa campuran ester metil trigliserida dimasukkan menuju reaktor tahap 2. Pada reaktor ini akan ditambahkan metanol untuk mencapai perbandingan molar antara metanol dengan minyak nabati sebesar 6:1.
Produk hasil reaksi tahap 2 selanjutnya dialirkan menuju tangki pemisahan ke dua. Untuk memisahkan metanol dengan ester metil maka ditambahkan air sebagai pelarut Metanol akan terlarut dalam air sedangkan ester metil tidak. Sehingga akan didapatkan fasa campuran metanol-air pada bagian bawah dan ester metil pada bagian atas tangki. Selanjutnya ester metil (biodisel) ditampung dalam tangki penyangga biodisel, sedangkan metanol-air dialirkan menuju kolom penukar ion.
3. Tahap Pemisahan/Separasi
Fasa bawah dari tangki pengendapan 1 mengandung ester metil, metanol, dan gliserin. Campuran tersebut dialirkan menuju tangki penetralan, dengan
128
penambahan asam posfat (H3PO4) sehingga terbentuk garam kalium posfat (K3PO4). Ester metil, metanol, dan gliserin dimasukkan ke tangki pengendapan, sehingga didapatkan ester metil pada bagian atas dan metanol-gliserin pada bagian bawah tangki. Ester metil ditampung pada kolom penyangga biodisel, sedangkan metanol-gliserin dimasukkan ke unit evaporator untuk mendapatkan kembali metanol yang masih terbawa. Metanol yang teruapkan digunakan kembali untuk ekstraksi dan reaksi tranesterifikasi, sedangkan gliserin ditampung pada tangki penyimpanan.
4. Tahap Pemurnian/Purifikasi Fasa bawah dari tangki pengendapan 2 mengandung metanol, air, dan gliserin. Campuran tersebut dialirkan menuju kolom penukar ion untuk memisahkan ion-ion yang terdapat dalam campuran produk kemudian dimasukkan ke unit evaporator. Produk atas evaporator masih berupa campuran metanol-air, sehingga untuk memurnikan metanol diperlukan unit pemisahan distilasi. Gliserin yang telah dipisahkan dari unit evaporator ditampung pada tangki penyimpanan.
Diagram alir pada masing-masing unit proses pengolahan biodisel kelapa sawit tertera pada Lampiran 5 sampai dengan Lampiran 8. Asumsi reaksi/transformasi kimia yang terjadi pada simulasi proses produksi pengolahan biodisel tertera pada Tabel 7 berikut :
129
Tabel 7. Ringkasan teknologi transformasi kimia pada pembuatan metil ester CPO
Unit Proses/ Unit Operasi Bahan Masuk Reaksi Transformasi Kimia Produk
1. Persiapan Umpan 1.1. Leaching CPO
Metanol Tidak ada CPO bebas
ALB EkstrakALB
1.2. Esterifikasi ALB Ekstrak ALB Metanol
Esterifikasi ALB
R – C – OH + CH3OH R – C – OCH3 + H2O H2SO4
O O
R – C – OH + CH3OH R – C – OCH3 + H2O H2SO4
OO OO
Ester Metil ALB (Ester Kasar)
1.3. Kolam desikan Metanol Kotor Kolom CaCl2
Pengambilan air dari metanol CaCl2 + H2O CaO + 2HCl CaCl2 + H2O CaO + 2HCl
Kolom CaCl2 Jenuh
2. Transesterifikasi 2.1. Transesterifikasi 1 CPO bebas ALB
Ester Metil ALB KOH Metanol
Transesterifikasi
R – C – O – C – R + 3CH3OH KOH
OR – C – O – C – R
OH
R – C – O – C – R
O3H3CO – C – R + H – C – OH
O H – C – OH
H – C – OH
H
H
R – C – O – C – R + 3CH3OH KOH
OR – C – O – C – R
OH
R – C – O – C – R
O3H3CO – C – R + H – C – OH
O H – C – OH
H – C – OH
H
H
Metil Ester Kasar Gliserol
2.2. Transesterifikasi 2 Trigliserida sisa Metil Ester Kasar KOH Metanol
Transesterifikasi sisa Trigliserida
R – C – O – C – R + 3CH3OH KOH
OR – C – O – C – R
OH
R – C – O – C – R
O3H3CO – C – R + H – C – OH
O H – C – OH
H – C – OH
H
H
R – C – O – C – R + 3CH3OH KOH
OR – C – O – C – R
OH
R – C – O – C – R
O3H3CO – C – R + H – C – OH
O H – C – OH
H – C – OH
H
H
Metil Ester Kasar yang mengandung KOH, H3PO4 Gliserol
2.3. Pengendapan Metil Ester Kasar Sabun Kalium Air
Tidak ada, pemisahan fisik secara grafitasi
Endapan Kotoran dan Sabun
3. Separasi 3.1. Netralisasi Metil Ester Kasar
yang mengandung KOH, H3PO4
Reaksi netralisasi
3KOH + H3PO4 K3PO4 + 3H2O3KOH + H3PO4 K3PO4 + 3H2O
Garam Kalium, Metil Ester Netral
3.2. Penukaran ion Campuran Gliserol, Metanol dan Metil Ester Netral
Pengambilan ion H+ sisa dari katalis H2SO4 yang terbawa
Campuran netral tidak bermuatan
3.3. Evaporasi Campuran Gliserol dan Metanol
Tidak ada reaksi kimia, pemisahan dengan perubahan fasa
Gliserol dan Metanol kasar
3.4. Destilasi Campuran Metanol dan air
Tidak ada reaksi kimia, pemisahan dengan perubahan fasa
Metanol
4. Purifikasi 4.1. Pencucian Metil Ester Netral
Air Pencucian kotoran dari metil ester kasar dengan air
Metil Ester bersih
4.2. Pengeringan Metil Ester Bersih Penguapan sisa air pada Metil Ester dengan perubahan fasa
Metil Ester nurni
Sumber : Data Diolah 2004
130
4.2.2.3. Submodel Pasar Pasar Dalam Negeri
Penciptaan pasar biodisel di dalam negeri dapat dilakukan dengan
mensubsitusi sebagian dari pemakaian. petroleum disel atau solar nasional selama
ini. Untuk mengetahui peluang pangsa pasar yang dapat disubsitusi oleh biodisel
kelapa sawit maka perlu diketahui keragaan proyeksi ekspor/impor BBM dan
proyeksi produksi dan konsumsi BBM solar nasional. Dari data proyeksi dapat
perkirakan jumlah atau pangsa pasar BBM solar yang dapat disubsitusi biodisel
yang berasal dari minyak kelapa sawit. Keragaan ketersedian BBM yang berasal
dari minyak bumi dapat diuraikan sebagai berikut :
Proyeksi ekspor impor minyak bumi nasional
Biodisel yang berasal dari minyak kelapa sawit atau CPO merupakan
salah satu sumber energi bahan bakar cair yang dapat mensubstitusi BBM solar.
Diantaranya adalah adanya asumsi bahwa Indonesia memiliki energi minyak bumi
yang melimpah dan harganya yang relatif murah karena disubsidi oleh pemerintah
telah berubah dalam beberapa tahun terakhir. Terjadinya ketidakseimbangan
produksi dan konsumsi minyak mentah maupun minyak yang telah diolah
menjadi membesarnya jumlah BBM yang harus dipenuhi dari impor dan
membesarnya jumlah subsidi yang dikeluarkan pemerintah .
Model yang digunakan untuk memproyeksi ekspor dan impor minyak
bumi dipilih adalah model dinamis, menggunakan kurva logistik atau kurva yang
berbentuk S. Validasi model dinamis untuk memproyeksikan ekspor minyak bumi
menghasilkan nilai R2 0.5269 Sementara itu, validasi model proyeksi impor
minyak bumi menghasilkan nilai R2 0.8845. Data yang digunakan dalam proses
validasi ini adalah data ekspor dan impor minyak bumi Indonesia mulai tahun
1992 sampai dengan tahun 2001.
Proyeksi ekspor minyak bumi Indonesia dengan menggunakan metode
model dinamis dapat dilihat pada Gambar 44 berikut ini. Dengan menggunakan
model dinamis diperoleh persamaan proyeksi ekspor minyak bumi Indonesia
sebagai berikut, Yt = 379968 – 7598.47t
131
Model Dinamis Ekspor BBM
0.00100,000.00200,000.00300,000.00400,000.00500,000.00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
tahun
Ekspor BBM datamodel
Gambar 54. Validasi model proyeksi ekspor minyak bumi Indonesia dengan menggunakan model dinamis
Sementara itu, proyeksi impor minyak bumi Indonesia dapat dilihat pada
Gambar 45 berikut ini. Dengan menggunakan model dinamis diperoleh persamaan
proyeksi impor minyak bumi Indonesia sebagi berikut, Yt = 85401.6 + 11142t
Model Dinamis Impor BBM
0.0050,000.00
100,000.00150,000.00200,000.00250,000.00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
tahun
Impor BBM datamodel
Gambar 55. Validasi model proyeksi impor minyak bumi Indonesia dengan menggunakan model dinamis
Dengan menggunakan model dinamis, maka dapat dilakukan proyeksi
ekspor dan impor minyak bumi Indonesia tahun 2005–2030. Sementara itu pada
Tabel 8 di bawah ini ditampilkan proyeksi proporsi ekspor dengan impor minyak
bumi Indonesia tahun 2005–2030.
132
Tabel 8. Proyeksi proporsi ekspor dengan impor minyak bumi Indonesia
No.
Tahun Proyeksi
Proyeksi Ekspor (Ribu Barrel)
Proyeksi Impor (Ribu Barrel)
Proporsi Ekspor dengan Impor
3 2005 273.589,42 241.389,60 113,34% 4 2006 265.990,95 252.531,60 105,33% 5 2007 258.392,48 263.673,60 98,00% 6 2008 250.794,01 274.815,60 91,26% 7 2009 243.195,54 285.957,60 85,05% 8 2010 235.597,07 297.099,60 79,30% 9 2011 227.998,60 308.241,60 73,97% 10 2012 220.400,13 319.383,60 69,01% 11 2013 212.801,66 330.525,60 64,38% 12 2014 205.203,19 341.667,60 60,06% 13 2015 197.604,72 352.809,60 56,01% 14 2016 190.006,25 363.951,60 52,21% 15 2017 182.407,78 375.093,60 48,63% 16 2018 174.809,31 386.235,60 45,26% 17 2019 167.210,84 397.377,60 42,08% 18 2020 159.612,37 408.519,60 39,07% 19 2021 152.013,90 419.661,60 36,22% 20 2022 144.415,43 430.803,60 33,52% 21 2023 136.816,96 441.945,60 30,96% 22 2024 129.218,49 453.087,60 28,52% 23 2025 121.620,02 464.229,60 26,20% 24 2026 114.021,55 475.371,60 23,99% 25 2027 106.423,08 486.513,60 21,87% 26 2028 98.824,61 497.655,60 19,86% 27 2029 91.226,14 508.797,60 17,93% 28 2030 83.627,67 519.939,60 16,08%
Sumber : Hasil Analisis, 2004.
Tabel tersebut menunjukkan bahwa peranan ekspor minyak bumi
Indonesia dari tahun ke tahun sudah menunjukkan tanda-tanda penurunan. Jika
tidak ada penambahan investasi dan penemuan sumur-sumur minyak baru, maka
impor minyak bumi Indonesia semakin besar. Dengan demikian, jumlah impor
minyak bumi mengalami peningkatan yang berarti dari tahun ke tahun sehingga
menghabiskan cadangan devisa yang dimiliki Indonesia. Proyeksi ekspor dan
impor minyak Indonesia dapat dilihat pada Gambar 42. Untuk mengurangi
besarnya penurunan cadangan devisa untuk impor minyak bumi, perlu diupayakan
untuk terus mencari sumber-sumber energi alternatif terbaharukan salah satunya
adalah biodisel dari CPO.
133
0
100.000
200.000
300.000
400.000
500.000
600.000
20052006200720082009201020112012201320142015201620172018201920202021202220232024202520262027202820292030
Tahun
Jum
lah
(Rib
u B
arre
l)
Proyeksi Ekspor Proyeksi Impor
Gambar 56. Proyeksi ekspor dan impor minyak bumi Indonesia dengan menggunakan model dinamis
Proyeksi produksi dan pemakaian BBM solar nasional
Keragaan proyeksi produksi dan pemakaian BBM solar dimodelkan
dengan model dinamis. Model proyeksi produksi BBM solar menunjukkan bahwa
model dinamis paling sesuai digunakan untuk memproyeksikan produksi BBM
solar Indonesia. Model dinamis juga paling sesuai digunakan untuk
memproyeksikan konsumsi BBM solar Indonesia.
Model dinamis untuk proyeksi produksi BBM solar mampu menjelaskan
94,90% dari pola data produksi BBM solar Indonesia periode tahun 1992 sampai
dengan tahun 2001. Sementara itu, model dinamis untuk proyeksi penggunaan
BBM solar mampu menjelaskan 74,08% dari pola data penggunaan BBM solar
Indonesia pada periode yang sama.
Validasi model proyeksi produksi BBM solar dengan menggunakan model
dinamis menghasilkan nilai R2 sebesar 0.9175. Sementara itu, validasi model
dinamis konsumsi BBM solar dengan menggunakan model dinamis menghasilkan
nilai R2 sebesar 0.74. Data yang digunakan dalam proses validasi ini adalah data
ekspor dan impor minyak solar Indonesia mulai tahun 1992 sampai dengan tahun
2001. Data realisasi dan proyeksi produksi BBM solar dapat dilihat pada Gambar
47. Dengan menggunakan model dinamis diperoleh persamaan proyeksi produksi
BBM solar Indonesia sebagai berikut, Yt = 11331.3 + 492.072t
134
Model Dinamis Produksi Solar
0
5,000
10,000
15,000
20,000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
tahun
Produksi solar data
model
Gambar 57. Validasi model proyeksi produksi BBM solar Indonesia dengan menggunakan model dinamis
Sementara itu, data dan proyeksi pemakaian BBM solar Indonesia dapat
dilihat pada Gambar 48. Dengan menggunakan model dinamis diperoleh
persamaan proyeksi konsumsi BBM solar Indonesia Yt = 15072.7 + 829.149t.
Model Dinamis Konsumsi Solar
0.005,000.00
10,000.0015,000.0020,000.0025,000.00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
tahun
konsumsi solar data
model
Gambar 58. Validasi model proyeksi konsumsi BBM solar Indonesia dengan menggunakan model dinamis
Dengan menggunakan model dinamis untuk proyeksi produksi BBM solar
dan konsumsi BBM solar, maka dapat dilakukan proyeksi produksi dan
pemakaian BBM solar Indonesia tahun 2005–2030. Gambar 49 menunjukkan
bahwa produksi BBM solar Indonesia masih belum mampu memenuhi kebutuhan
BBM solar sehingga sebagian masih harus tetap diimpor.
135
05.000
10.00015.00020.00025.00030.00035.00040.00045.00050.000
20052006200720082009201020112012201320142015201620172018201920202021202220232024202520262027202820292030
Tahun
Jum
lah
(Jut
a lit
er)
Proyekjsi Produksi Solar Proyeksi Konsumsi Solar
Gambar 59. Proyeksi produksi dan pemakaian BBM solar Indonesia tahun 2005-2030
Sementara itu Tabel 9 di bawah ini menampilkan proyeksi proporsi
produksi dengan konsumsi BBM solar Indonesia tahun 2005-2030.
Tabel 9. Proyeksi proporsi produksi dengan pemakaian BBM solar Indonesia
No. Tahun Proyeksi
Proyeksi Produksi BBM Solar (Juta liter)
Kebutuhan BBM Solar Nasional
(Juta liter)
Proporsi produksi terhadap konsumsi
3 2005 18.220,31 26.680,79 68,29% 4 2006 18.712,38 27.509,94 68,02% 5 2007 19.204,45 28.339,08 67,77% 6 2008 19.696,52 29.168,23 67,53% 7 2009 20.188,60 29.997,38 67,30% 8 2010 20.680,67 30.826,53 67,09% 9 2011 21.172,74 31.655,68 66,88% 10 2012 21.664,81 32.484,83 66,69% 11 2013 22.156,88 33.313,98 66,51% 12 2014 22.648,96 34.143,13 66,34% 13 2015 23.141,03 34.972,28 66,17% 14 2016 23.633,10 35.801,43 66,01% 15 2017 24.125,17 36.630,57 65,86% 16 2018 24.617,24 37.459,72 65,72% 17 2019 25.109,32 38.288,87 65,58% 18 2020 25.601,39 39.118,02 65,45% 19 2021 26.093,46 39.947,17 65,32% 20 2022 26.585,53 40.776,32 65,20% 21 2023 27.077,60 41.605,47 65,08% 22 2024 27.569,68 42.434,62 64,97%
136
Tabel 19 Lanjutan
23 2025 28.061,75 43.263,77 64,86% 24 2026 28.553,82 44.092,92 64,76% 25 2027 29.045,89 44.922,06 64,66% 26 2028 29.537,96 45.751,21 64,56% 27 2029 30.030,04 46.580,36 64,47% 28 2030 30.522,11 47.409,51 64,38%
Sumber : Hasil Analisis, 2004. Jumlah pemakaian BBM solar selalu lebih besar dibandingkan dengan
produksinya seperti dapat dilihat pada Tabel 9. Dengan demikian, jumlah impor
BBM solar mengalami peningkatan yang berarti dari tahun ke tahun sehingga
menghabiskan cadangan devisa yang kita miliki.
Hasil analisa proyeksi impor dan ekspor minyak bumi Indonesia
menunjukkan, bahwa Indonesia mulai tahun 2005 sudah merupakan “Net importer
country” dimana jumlah minyak bumi yang diimpor lebih besar dari jumlah
minyak bumi yang diekspor. Penggunaan BBM solar juga lebih besar dari
produksinya sehingga sebagian besar kekurangannya harus diimpor yang berarti
pengeluaran devisa negara.
Untuk mengurangi besarnya penurunan cadangan devisa untuk impor
minyak bumi, perlu diupayakan untuk terus mencari sumber-sumber energi
alternatif terbaharukan salah satunya adalah biodisel. Biodisel dari CPO lebih
diarahkan sebagai alternatif pengganti dari sebagian penggunaan BBM solar pada
sektor transportasi. Hal ini diasumsikan sesuai karena pola permintaan solar
sebagai bahan bakar cair diperkirakan dapat dipenuhi dengan jaminan
ketersediaan minyak sawit nasional.
Penggunaan BBM yang berasal dari minyak bumi atau fosil juga telah
menyebabkan pencemaran udara yang cukup besar terutama di kota-kota besar di
Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya, Medan, Bandung, Semarang, dan lain-lain.
Mencermati masalah akan semakin langkanya ketersediaan BBM fosil dan
masalah lingkungan maka energi alternatif biodisel dapat diposisikan sebagai
pengganti dari sebagian bahan bakar BBM solar yaitu 5–10% dalam 15 tahun
kedepan. Berdasarkan skenario ini maka dunia usaha di dalam negeri akan
tertarik untuk melakukan investasi pada biodisel.
137
2. Pasar Luar Negeri (Pasar Ekspor)
Potensi pasar luar negeri dapat dikaitkan dengan Perjanjian Kyoto yang
telah diratifikasi pada bulan Pebruari 2005 yang lalu berupa carbon trade. Negara
yang menghasilkan emisi carbon yang lebih sedikit dapat melakukan transaksi
dengan negara yang menghasilkan emisi karbon yang lebih besar dari yang
dipersyaratkan sehingga secara agregat dapat menurunkan dampak iklim global
yang ditimbulkan. (Murdiyarso, 2003). Biodisel merupakan salah satu energi
alternatif yang ramah lingkungan sehingga penggunaannya akan memberi andil
dalam pengurangan dampak emisi gas buangnya atau memberikan pengaruh
perubahan iklim global yang lebih baik dibandingkan dengan penggunaan BBM
solar. Dengan demikian investasi pada industri biodisel mempunyai peluang yang
cukup besar untuk dibiayai oleh proyek luar negeri yang tergabung dalam
mekanisme pembangunan bersih, terutama negara-negara maju seperti Amerika,
Uni Eropa, dan Jepang.
4.2.2.4. Submodel Analisis Finansial
Submodel Kelayakan Investasi Industri Biodisel
Pembangunan pabrik pengolahan biodisel dilakukan mulai tahun 2003
dengan kapasitas 100.000 ton biodisel per tahun. Rencana produksi awal
dirancang hanya 90% kapasitas tersebut dan meningkat menjadi 100% pada tahun
kedua sampai tahun terakhir umur pabrik. Umur pabrik didesain sampai dengan
15 tahun sehingga masa ekonomis mulai tahun 2005 - 2019. Perhitungan biaya
investasi, eksploitasi dan penjualan dilakukan dengan menggunakan mata uang
Dolar AS.
Dasar perhitungan biaya investasi pabrik diperoleh dari simulasi perhitungan
scaling up desain proses yang dirancang untuk pengolahan biodisel. Ringkasan
hasil perhitungan investasi pabrik biodisel dengan kapasitas 100.000 ton per tahun
disajikan pada Tabel 10. Dari Tabel 10 tampak bahwa kebutuhan dana investasi
untuk pembangunan pabrik pengolahan biodisel dan sarana-sarana penunjangnya
17.819.288 Dolar AS. Jika ditambah dengan dana pra operasional 6 bulan
menjadi 41.179.335 Dolar AS.
138
Tabel 10. Proyeksi kebutuhan biaya investasi pembangunan pabrik pengolahan biodisel kapasitas 100.000 ton per tahun (dalam Dolar AS)
No. Uraian Harga ($ AS/unit)
Jumlah (Unit)
Total Biaya ($ AS)
A. MESIN PENGOLAHAN 1. Penerimaan Bahan 321.455 1.1. Jembatan timbang 21.000 1 21.000 1.2. Tangki CPO 35.841 5 179.205 1.3. Tangki bahan bakar 48.988 2 97.976 1.4. Tangki metanol 3.879 6 23.274
2. Pre Treatment 107.346 2.1. Pompa minyak 6.784 1 6.784 2.2. Pompa metanol 8.500 1 8.500 2.3. Kolom ekstraksi 21.946 2 43.892 2.4. Mixer metanol 5.903 1 5.903 2.5. Reaktor esterifikasi 29.309 1 29.309 2.6. Kolom desicant 3.929 2 7.858 2.7. Pompa metanol recovery 5.100 1 5.100
3. Transesterifikasai 595.521 3.1. KOH dosing pump 8.000 1 8.000 3.2. Reaktor transester 1 87.223 2 174.446 3.3. Motor pengaduk 8.200 3 24.600 3.4. Tangki Pengendapan 1 25.238 3 75.714 3.5. Reaktor transester 2 87.223 2 174.446 3.6. Mater mixer tank 23.000 1 23.000 3.7. Tangki pengendapan 2 25.238 3 75.714 3.8. Soap residu tank 7.500 3 22.500 3.9. Metanol pump 7.300 1 7.300 3.10. KOH mixing tank 9.801 1 9.801
4. Separasi 642.284 4.1. Pompa asam fosfat 8.000 1 8.000 4.2. Tangki netralisasi 11.000 2 22.000 4.3. Motor penggerak 11.100 1 11.100 4.4. Kolom penukar ion 30.000 2 60.000 4.5 Filter garam 23.000 1 23.000 4.6. Tangki pengendapan 9.774 2 19.548 4.7. Crude ester pump 22.000 1 22.000 4.8. Evaporator 91.000 2 182.000 4.9. Kolom destilasi 72.000 3 216.000 4.10. Tangki gliserol 8.518 2 17.036 4.11. Cooling tower 17.000 3 51.000 4.12. Cooling fan 10.600 1 10.600
5. Purifikasi 142.264 5.1. Pompa air 9.000 1 9.000 5.2. Kolom pencucian 11.000 2 22.000
139
Tabel 10 Lanjutan 5.3. Tangki pengendapan 9.774 2 19.548 5.4. Kolom pengering 28.000 2 56.000 5.5. Tangki penampung air 13.000 1 13.000 5.6. Tangki penampung ester 11.358 2 22.716
6. Produk Akhir 307.471 6.1. Tangki produk metil ester 32.280 9 290.520 6.2. Tangki gliserol 6.951 1 6.951 6.3. Bak penampung garam 10.000 1 10.000
7. Utilitas 10.970.886 7.1. Boiler 1.418.086 1 1.418.086 7.2. Water treatment 83.000 1 83.000 7.3. Disel dan alternator 202.000 1 202.000 7.4. Thermopack 98.000 1 98.000 7.5. Panel utama 61.000 1 61.000 7.6. Air compressor 61.000 1 61.000 7.7. Steam piping line 30.000 84 2.520.000 7.8. Water piping line 35.000 18 630.000 7.9. Oil piping line 30.000 195 5.850.000 7.10. Electricity line 16.800 1 16.800 7.11. Penerangan 18.000 1 18.000 7.12. Menara air boiller 13.000 1 13.000
8. Water Treatment 294.000 8.1. Instalasi pengolah air limbah (IPAL) 71.000 1 71.000 8.2. Soap residu treatment 52.000 1 52.000 8.3. Incenerator 93.000 1 93.000 8.4. Vapor absorber 78.000 1 78.000
9. Laboratory Equipment 160.000 1 160.000
10. Safety Instrument 101.000 1 101.000
11. Transportasi 320.000 11.1. Forklif 70.000 2 140.000 11.2. Dump truck 100.000 1 100.000 11.3. Other vessel 40.000 2 80.000
12. Maintenance 288.000 12.1. Mesin perawatan mekanik 98.000 1 98.000 12.2. Mesin perawatan listrik 96.000 1 96.000 12.3. Perawatan kendaraan 70.000 1 70.000 12.4. Laboratorium elektronik 24.000 1 24.000
Jumlah Investasi Mesin Pengolahan 14.250.227 Jumlah Total (Rp Milyar) 128.25
140
Tabel 10 Lanjutan B. INFRASTRUKTUR PABRIK
1. Lahan (m2) 721.431 1.1. Areal sediaan 5 1.388 6.940 1.2. Pabrik 7 7.423 51.961 1.3. Perkantoran 9 800 7.200 1.4. Utilitas 7 2.500 17.500 1.5. Pengolahan limbah 5 625 3.125 1.6. Areal penyangga 6 100.000 600.000 1.7. Jalan 5 6.941 34.705
2. Bangunan (m2) 1.998.350 2.1. Pabrik 75 22.268 1.670.100 2.2. Bengkel 55 900 49.500 2.3. Laboratorium 45 250 11.250 2.4. Gudang 55 1.800 99.000 2.5. Perkantoran 55 1.600 88.000 2.6. Pos pengamanan 35 200 7.000 2.7. Fasum dan Fasos 35 2.100 73.500
3. Lingkungan (m2) 849.280 3.1. Jalan 18 40.000 720.000 3.2. Taman 12 10.000 120.000 3.3. Pagar 8 310 2.480 3.4. Rumah pompa 23 200 4.600 3.5. Gardu listrik 11 200 2.200
Jumlah Investasi Infrastruktur 3.569.061 TOTAL INVESTASI (US $) 17.819.288 TOTAL INVESTASI (Rp Milyar) 160.38
Sumber : Hasil Analisis, 2004
Sub-Submodel Biaya Modal
Konsep biaya modal dimaksudkan untuk dapat menentukan besarnya
biaya yang secara riil harus ditanggung oleh perusahaan untuk memperoleh dana
dari suatu sumber. Biaya modal dimaksudkan untuk menentukan biaya modal
rata-rata dari keseluruhan dana yang digunakan di dalam perusahaan. Biaya modal
rata-rata biasanya digunakan sebagai ukuran untuk menentukan diterima atau
tidaknya suatu usul investasi yaitu dengan membandingkan rate of return dari
suatu usul investasi dengan biaya modal rata-ratanya. Dari hasil analisis dengan
menggunakan ratio modal sendiri dengan hutang adalah 60:40, dimana tingkat
suku bunga yang digunakan adalah 12% dan keuntungan yang diharapkan dari
pemilik modal sebesar 15%. Biaya modal rata-rata selama proyek berlangsung
141
umumnya berkisar antara 9,4% sampai dengan 15% seperti terlihat pada Gambar
50. Nilai biaya modal inilah yang selanjutnya digunakan sebagai dasar dalam
menentukan tingkat kelayakan industri biodisel. Jika nilai IRR lebih besar
daripada biaya modal maka industri biodisel yang dirancang layak secara finansial
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran CD 2.
-
2
4
6
8
10
12
14
16
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
2019
Tahun
Bia
ya M
odal
(%)
Gambar 60. Grafik proyeksi perkembangan biaya modal rata-rata
Sub-Submodel Biaya Produksi Biodisel
Rencana produksi pabrik pengolahan biodisel dirancang sebesar 100.000
ton per tahun dan digunakan untuk tahun pertama hanya 90% dari kapasitas
tersebut. Selanjutnya untuk tahun kedua sampai dengan tahun kelimabelas
digunakan maksimal sebesar 100%. Di samping itu, pabrik pengolahan biodisel
juga menghasilkan produk sampingan atau by product berupa gliserin. Rencana
produksi biodisel dan kebutuhan bahan baku serta bahan penolongnya selama 15
tahun masa ekonomis pabrik selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran CD 2.
Komponen biaya pokok produksi pengolahan biodisel terdiri dari: 1) biaya
manajemen/umum (gaji pegawai); 2) biaya produksi biodisel; 3) biaya bunga
bank; 4) biaya asuransi; 5) biaya pemeliharaan dan; 6) biaya penyusutan.
Perhitungan biaya manajemen (gaji pegawai) dihitung atas dasar jumlah pegawai
yang terlibat dan gaji yang diterima. Perhitungan biaya gaji pegawai selengkapnya
dapat dilihat pada Lampiran CD 2.
0
142
Biaya asuransi dan biaya pemeliharaan diskenariokan masing-masing
sebesar 2% dari nilai perolehan aset pabrik pengolahan biodisel. Biaya asuransi
dan biaya pemeliharaan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran CD 2.
Biaya modal diperhitungkan sesuai dengan tingkat bunga yang berlaku, yang
pada saat investasi diperkirakan mencapai 12%. Perhitungan biaya penyusutan
aset dilakukan dengan menggunakan metoda garis lurus (straight line method)
sesuai dengan masa manfaatnya (umur ekonomis). Hasil perhitungan biaya
penyusutan dapat dilihat pada Lampiran 13. Atas dasar perhitungan komponen
biaya produksi tersebut dilakukan perhitungan biaya pokok produksi dalam
bentuk nominal dan persentase seperti dapat dilihat pada Lampiran CD 2. Secara
rata-rata persentase biaya pokok produksi untuk masing-masing komponen biaya
dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Rata-rata biaya pokok produksi pengolahan biodisel
NO. U R A I A N RATA-RATA I BIAYA ADMINISTRASI DAN UMUM 0,23% II BIAYA PRODUKSI BIODISEL 79,93%
1. Bahan Baku Utama 60,07% 2. Metanol 4,98% 3. KOH 5,78%
4. Bahan Bakar 0,64% 5. H3PO4 0,00%
6. Air 0,00% 7. Uap air 8,22% 8. Listrik 0,23%
III BIAYA PEMASARAN 12,03% IV BIAYA BUNGA BANK 0,84% V ASURANSI 0,74% VI PEMELIHARAAN 0,74% VII PENYUSUTAN 5,49%
JUMLAH TOTAL (I S/D VII) 100,00% Sumber : Hasil Analisis, 2004.
Dari Tabel 11 tersebut terlihat bahwa komponen biaya produksi biodisel
menempati porsi yang paling besar yaitu 79,93 %, dengan komponen biaya bahan
baku utama (CPO) mencapai 60,07% (dengan asumsi harga CPO 360 US$/ton).
Jika diasumsikan pabrik biodisel mengambil margin keuntungan 15% dari total
biaya, maka harga yang akan ditanggung oleh konsumen per liternya mencapai Rp
143
5.603,- yang jauh di atas harga BBM solar yang saat ini harganya sekitar Rp
2.160. Proyeksi biaya pokok produksi dan harga biodisel dapat dilihat pada
Gambar 51. Sementara itu, perhitungan biaya pokok produksi selengkapnya
dapat dilihat pada Lampiran CD 2.
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
2019
Tahun
Rp/
Lite
r
Biaya Produksi per Liter Harga Biodiesel per Liter
Gambar 61. Grafik proyeksi biaya pokok produksi dan harga biodisel
Sub-Submodel Penjualan
Dalam penetapan perkiraan harga jual biodisel dan gliserin digunakan satuan
uang Dolar AS. Dengan asumsi harga jual seperti telah diuraikan dalam skenario
model, maka proyeksi penjualan produk tahun 2005–2019 dapat dilihat pada
Lampiran CD 2 dan Tabel 12.
Sub-Submodel Rugi Laba
Sesuai dengan periode jangka waktu analisis keuangan, proyeksi rugi laba
dibuat untuk jangka waktu 15 tahun sesuai dengan umur proyek. Hasil
perhitungan proyeksi rugi laba selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran CD 2.
Proyeksi penjualan, biaya usaha dan laba setelah pajak dapat dilihat pada Gambar
52. Sementara itu rata-rata proyeksi rugi laba selama 15 tahun umur pabrik
biodisel dapat dilihat pada Tabel 12.
144
Tabel 12. Volume produksi dan nilai penjualan pabrik pengolahan biodisel
Tahun Produksi (Ton) Penjualan (Dolar AS) Biodisel Gliserin Biodisel Gliserin Total
2005 90.000 7.919 63.000.000 4.656.113 67.656.1132006 100.000 9.776 70.000.000 5.748.288 75.748.2882007 100.000 9.776 70.000.000 5.748.288 75.748.2882008 100.000 9.776 70.000.000 5.748.288 75.748.2882010 100.000 9.776 70.000.000 5.748.288 75.748.2882011 100.000 9.776 70.000.000 5.748.288 75.748.2882012 100.000 9.776 70.000.000 5.748.288 75.748.2882013 100.000 9.776 70.000.000 5.748.288 75.748.2882014 100.000 9.776 70.000.000 5.748.288 75.748.2882015 100.000 9.776 70.000.000 5.748.288 75.748.2882016 100.000 9.776 70.000.000 5.748.288 75.748.2882017 100.000 9.776 70.000.000 5.748.288 75.748.2882018 100.000 9.776 70.000.000 5.748.288 75.748.2882019 100.000 9.776 70.000.000 5.748.288 75.748.288
Sumber : Hasil Analisis, 2004.
0
10,000,000
20,000,000
30,000,000
40,000,000
50,000,000
60,000,000
70,000,000
80,000,000
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
2019
Tahun
Nila
i (Do
lar A
S)
Penjualan Biaya Usaha Laba Setelah Pajak
Gambar 62. Proyeksi penjualan, biaya usaha dan laba setelah pajak
pabrik biodisel dengan kapasitas 100.000 ton per tahun.
145
Tabel 13. Proyeksi laba setelah pajak pabrik pengolahan biodisel (dalam Dolar AS)
No. Uraian Jumlah I HASIL PENJUALAN : 75.208.809,69
1. Penjualan Biodisel 69.533.333,33 2. Penjualan Gliserin 5.675.476,35
II BIAYA USAHA : 62.510.915,08 1. Biaya Produksi Biodisel 49.964.859,69 2. Biaya Pemasaran 7.520.880,97 3. Biaya Bunga Bank 527.095,49 4. Biaya Asuransi 460.707,37 5. Biaya Pemeliharaan 460.707,37 6. Biaya Penyusutan 3.434.644,18 7. Biaya Gaji 142.020,00
III LABA SEBELUM PAJAK 12.697.894,61 IV PPH PASAL 25 4.441.068,67 V LABA SETELAH PAJAK 8.256.825,94
Sumber : Hasil Analisis, 2004.
Dari hasil perhitungan proyeksi rugi laba tersebut tampak bahwa pabrik
biodisel dalam keadaan memperoleh laba jika diasumsikan harga biodisel
mencapai 700 Dolar AS/ton atau sekitar Rp 5.603/liter. Harga jual biodisel yang
digunakan tersebut merupakan harga biodisel internasional yang berlaku saat ini.
Dengan demikian, masalah yang sebenarnya adalah bagaimana membuat harga
jual biodisel ini mampu bersaing dengan harga solar yang berlaku saat ini. Oleh
karena itu dibutuhkan suatu kebijakan penggunaan energi alternatif khususnya
biodisel ini dengan cara memberikan subsidi pada harga biodisel atau dengan
cara memberlakukan regulasi khusus untuk menggunakan biodisel sebagai
campuran bahan bakar solar pada transportasi publik.
Sub-Submodel Aliran Kas
Proyeksi anggaran kas dimaksudkan untuk mengetahui kebutuhan dana
segar dari pihak penyandang dana dalam proses pembangunan dan mengkaji
kemampuan proyek dalam menghasilkan dana. Proyeksi aliran kas pabrik biodisel
dapat dilihat pada Gambar 53. Sementara itu, perhitungan proyeksi anggaran kas
selama 15 tahun sampai dengan 2019 selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran
146
CD 2. Dari analisis proyeksi aliran kas tampak bahwa proyek selalu dalam
keadaan saldo positif.
0 20,000,000 40,000,000 60,000,000 80,000,000
100,000,000 120,000,000 140,000,000 160,000,000
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Tahun
Nilai (Dolar AS)
Penerim aan Dana Pengeluaran dana Saldo Kas Awal Saldo Kas Akhir
Gambar 63. Proyeksi aliran kas pabrik biodisel dengan kapasitas
100.000 ton per tahun. Sub-Sub model Neraca
Neraca menunjukkan posisi aktiva dan passiva suatu perusahaan dalam
suatu kurun waktu umumnya dalam tahun tertentu. Dalam model ini digunakan
beberapa asumsi salah satunya adalah penjualan dilakukan secara tunai dalam
tahun yang bersangkutan sehingga posisi dari aktiva hanya menunjukkan harta
lancar yang berupa kas dan aktiva tetap. Aktiva tetap menunjukkan nilai buku
suatu aktiva tetap yaitu nilai perolehan dikurangi dengan akumulasi
penyusutannya. Proyeksi neraca untuk proyek pabrik pengolahan biodisel dapat
dilihat pada Lampiran CD 2.
Sub-Submodel Kelayakan Investasi
Periode waktu analisis kelayakan investasi adalah 15 tahun yaitu dari
tahun 2005 sampai tahun 2019. Analisis kelayakan investasi dilakukan untuk
mengkaji sampai sejauh mana rencana investasi dan eksploitasi dari pembangunan
pabrik pengolahan biodisel dengan kapasitas 100.000 ton per tahun dengan bahan
baku utama CPO mampu memberikan dampak finansial yang positif bagi
pengelola proyek dan masyarakat sekitarnya. Kelayakan investasi juga dilakukan
analisis sensitivitas yang meliputi peningkatan biaya produksi khususnya harga
CPO dan penurunan harga jual biodisel. Beberapa parameter penilaian proyek
147
yang dihitung dalam analisis keuangan terdiri dari proyeksi laba rugi, proyeksi
arus kas, proyeksi arus kas bersih, Internal Rate of Return (IRR), Net Present
Value (NPV) dan Pay Back Period.
Proyeksi arus kas bersih ditujukan untuk menghitung IRR (Internal Rate
of Return), NPV (Net Present Value) dana untuk mengetahui Pay Back Period
dalam jangka waktu umur proyek yaitu 15 tahun. Perhitungan arus kas bersih
dilakukan dengan ketentuan bahwa 40% dana investasi diperoleh dari lembaga
perbankan dengan tingkat bunga 12%. Tujuan analisis ini adalah untuk menilai
sejauh mana seluruh asset memberikan pengembalian yang layak dan sejauh mana
dana investasi dari bank cukup layak untuk digunakan dalam proyek tersebut.
Hasil perhitungan analisis kelayakan untuk proyek pabrik pengolahan biodisel
tercantum pada Lampiran CD 2. Ringkasan hasil perhitungan nilai IRR, NPV, Pay
Back Period dan PI tercantum pada Tabel 14 berikut ini.
Tabel 14. Hasil perhitungan IRR, NPV, Pay Back Period dan Saldo kas bersih
pabrik biodisel kapasitas 100.000 ton per tahun
No. Uraian Nilai 1 IRR (%) 25,95%
2 NPV, pada tingkat bunga 12% (Dolar AS) 26.010.650,993 Pay Back Period (Tahun) 6-74 Saldo Kas Akhir (Kumulatif) Tahun 2019 (Dolar AS) 104.455.007,90
Sumber : Hasil Analisis, 2004.
Dari Tabel 14 tersebut tampak proyek pembangunan pabrik pengolahan
biodisel layak dikembangkan jika diasumsikan harga biodisel mencapai 700 Dolar
AS/ton atau sekitar Rp 5.603/liter. Namun demikian, agar harga biodisel ini dapat
bersaing dengan harga BBM solar maka perlu campur tangan pemerintah yang
lebih serius untuk membantu kalangan investor yang akan mendirikan industri
biodisel dengan melakukan serangkaian kebijakan.
Analisis sensitivitas pabrik biodisel pada berbagai harga CPO dilakukan
karena biaya bahan baku CPO merupakan komponen biaya terbesar dalam
industri biodisel. Analisis selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 15. Dari tabel
tersebut terlihat bahwa peningkatan sampai pada harga 400 Dolar AS/ton masih
148
membuat industri biodisel tetap layak, namun harga CPO di atas 400 Dolar
AS/ton (sekitar Rp. 3.600/kg) membuat industri biodisel menjadi tidak layak.
Analisis sensitivitas pabrik biodisel pada berbagai harga jual biodisel
dilakukan karena harga biodisel mengalami fluktuasi di samping harga itu sendiri
belum terbentuk di dalam negeri. Analisis selengkapnya dapat dilihat pada Tabel
16. Dari tabel tersebut terlihat bahwa penurunan sampai pada harga 425 Dolar
AS/ton masih membuat industri biodisel tetap layak, namun harga biodisel di
bawah 425 Dolar AS/ton (sekitar Rp 3.300 per liter) membuat industri biodisel
menjadi tidak layak.
Tabel 15. Analisis sensitivitas pabrik biodisel kapasitas 100.000 ton per tahun
pada berbagai harga CPO
No. Harga CPO IRR (%)
NPV (Dolar AS)
Harga BDS (Dolar AS/ton)
Harga BDS
(Rp/liter) 1 250 Dolar AS/ton 74,50 82.195.892,31 586,70 4.541,05 2 300 Dolar AS/ton 47,48 56.657.146,26 649,07 5.023,83 3 350 Dolar AS/ton 29,03 31.118.400,20 711,45 5.506,61 4 400 Dolar AS/ton 14,83 5.579.654,15 773,82 5.989,39 5 425 Dolar AS/ton 8,41 -7.189.718,87 805,01 6.230,78
Sumber : Hasil Analisis, 2004.
Tabel 16. Analisis sensitivitas pabrik biodisel kapasitas 100.000 ton per tahun pada berbagai harga jual biodisel
No. Analisis Sensitivitas IRR(%) NPV (Dolar AS) 1 Kondisi Awal : 700 Dolar AS/ton 25,95 26.010.650,99
2 Harga Biodisel 650 Dolar AS/ton 15,37 6.350.033,08
3 Harga Biodisel 600 Dolar AS/ton 4,69 -13.310.584,84Sumber : Hasil Analisis, 2004.
Multiplier Effect
Analisis manfaat adanya industri biodisel dari kelapa sawit dihitung
berdasarkan skenario pertambahan luas perkebunan kelapa sawit sebelum dan
sesudah industri BDS muncul. Pada saat model ini dikembangkan (tahun 2003),
luas total perkebunan kelapa sawit adalah 4,9 juta hektar. Untuk memenuhi
kebutuhan bahan baku biodisel maka luas perkebunan kelapa sawit ditingkatkan
149
menjadi 8 juta hektar yang akan tercapai pada tahun 2009 mendatang. Dengan
demikian terjadi pertambahan luas perkebunan kelapa sawit sebesar 3,1 juta
hektar. Pertambahan luas perkebunan kelapa sawit akan menyerap tenaga kerja di
sektor perkebunan. Dengan asumsi bahwa setiap satu hektar kebun kelapa sawit
menyerap 2 orang, maka akan tercipta lapangan pekerjaan bagi sekitar 6,2 juta
petani. Peningkatan luas kebun kelapa sawit akan mendorong tumbuhnya
berbagai usaha ikutan lainnya seperti sarana produksi pertanian, jasa angkutan,
pupuk organik (dari TBS/Tandan Buah Segar) dan pupuk anorganik, alat dan
mesin pertanian dan mesin-mesin pengolahan. Jumlah tenaga kerja yang terserap
tersebut belum termasuk tenaga kerja yang terlibat dalam pabrik kelapa sawit
yang mengolah TBS menjadi CPO dan PKO serta industri biodisel itu sendiri.
4.2.2.5. Submodel Lingkungan
Penggunaan biodisel dapat mengurangi efek pemanasan global dan
pencemaran udara. Hal ini disebabkan karena biodisel dibuat dari minyak lemak
nabati atau hewani, maka emisi gas buang CO2 yang dilepaskan dari mesin yang
berbahan bakar biodisel tidak diklasifikasikan sebagai emisi CO2 yang
menyebabkan pemanasan global. Selain itu, biodisel juga mengandung atom–
atom oksigen yang terikat dalam senyawa dari ester asam lemak penyusunnya
sehingga pembakarannya didalam mesin menjadi sempurna dan membutuhkan
nisbah udara dibandingkan bahan bakar lebih kecil. Dengan demikian emisi
senyawa karbon non CO2/CO2 minimal maka mesin penggunanya menjadi lebih
efisien.
Biodisel mempunyai kadar belerang yang amat rendah. Menurut penelitian
kadar belerang biodisel adalah berkisar 0-24 ppm dan umumnya lebih kecil dari
15 ppm. Sedangkan solar mempunyai kadar belerang berkisar 1500-4100 ppm.
Hal ini menyebabkan emisi SO2 dan partikulat SPM (Solid Particulate Matter’s)
pada mesin yang menggunakan biodisel relatif nihil.
Berdasarkan analisa beban lingkungan yang dilakukan terhadap emisi sisa
pembakaran bahan bakar kendaraan yang menggunakan bahan bakar solar dan
biodisel diperoleh hasil penggunakan biodisel memberikan dampak atau beban
lingkungan (Environmental Burden) atau EB yang lebih kecil dibandingkan
150
dengan penggunaan bahan bakar solar. Perhitungan indeks EB dilakukan
terhadap penghitungan 3 parameter yaitu indeks hujan asam atau asiditas, indeks
fotokimia dan indeks pemanasan global.
Indeks hujan asam, fotokimia dan pemanasan global diperoleh berdasarkan
perhitungan jumlah emisi yang dihasilkan dikonversikan dengan indeks EB.
Standar EB yang digunakan adalah berdasarkan standar yang ditetapkan oleh ICI
mengenai “Safety, Health and Environmental Performance” pada tahun 1996.
Data emisi sisa pembakaran kendaraan yang menggunakan disel dan campuran
solar dan biodisel (PPKS, 2000) dengan berbagai tingkat perbandingan tertera
pada Tabel 17 dan Tabel 18.
Tabel 17. Data emisi sisa pembakaran kendaraan yang menggunakan disel dan campuran disel dan biodisel.
No Tolak Ukur Satuan
Disel Beberapa Komposisi Biodisel
Minyak Bumi
Ester Murni
Disel-Ester Disel-Ester Disel-Ester
75 :25 70 : 30 65 : 35
1 Efisiensi Thermal 1 - - 1,125 -
2 Efisiensi Volumetrik 1 - - 1.0184 -
3 Emisi Hidrokarbon (beban maksimum) ppm
18
14
-
16
-
4 Emisi Karbon monooksida (beban maksimum) ppm
1650
710
-
1390
-
5 Emisi Karbon Dioksida % Volume 11.4 11 - 11 -
6 Emisi Nox ppm 10,931.25 - - 9,208.75 -
7 Partikulat gram/km 0.497 - - 0.178 -
8 Dugaan emisi SOx (maksimum) % berat 0.14 0.03 - 0.1 -
9 Nilai Kalor kj/kg 40,297.32 37,114.13 - - -
151
Tabel 18. Analisa beban lingkungan dari emisi sisa pembakaran bahan bakar kendaraan
Jika seluruh hasil BDS digunakan sebagai bahan bakar maka perbandingan
emisi gas buang sesuai standar yang ditetapkan UNEP dan ICI (diolah) adalah:
emisi sisa bahan bakar yang menggunakan disel adalah, indeks EB asiditas
No Tolak Ukur Satuan
Estimasi Dugaan Nilai Beban Lingkungan (EB Value)
Substansi Tunggal
EB Value Asiditas
EB Value Eb Value EB Value
Panas Global Penipisan 03 Fotokimia
BAHAN BAKAR DISEL
1 Dugaan Total Gas Buang Ton 96,083
2 Emisi Hidrokarbon (beban maksimum) Ton 435,8
3 230.99
3 Emisi Karbon monooksida (beban maksimum)
Ton 4,439.03 13,317.13 133.17
4 Emisi Karbon Dioksida Ton 48,88
9.48 48,899.48
5 Emisi Nox Ton 31,509.28 693.20 1,260,371.12 945.28
6 Partikulat Ton 4,775.65
7 Dugaan emisi SOx (maksimum) Ton 13,45
1.65 417,00 672.58
Indeks EB 1,110.21 1,322,587.72 1,751.03
BAHAN BAKAR BIODISEL 30 : 70
1 Dugaan Total Gas Buang Ton 97,32
1
2 Emisi Hidrokarbon (beban maksimum) Ton 392.4
0 207.97
3 Emisi Karbon monooksida (beban maksimum)
Ton 3,787.72 11,363.17 113.63
4 Emisi Karbon Dioksida Ton 49,79
1 47,791.43
5 Emisi Nox Ton 26,886.07 591.49 1,075,442.75 806.58
6 Partikulat Ton 1,732.31
7 Dugaan emisi SOx (maksimum) Ton 9,732.
07 301.69 486.60
893.19 1,134,597.35 1,406.82
152
417.00, indeks EB pemanasan global 1,322,567.72, dan indeks EB fotokimia
1,751.03. Indeks EB pada emisi kendaraan yang menggunakan biodisel adalah
indeks EB asiditas 301.69, indeks EB pemanasan global 1,134,597.35 dan indeks
EB fotokimia 1,406.82. Perbandingan indeks EB emisi gas sisa pembakaran
secara histogram tertera pada gambar 50
Gambar 64. Perbandingan Indeks EB (Environmental Burden) Emisi Sisa Gas Pembakaran Biodisel dan Disel Minyak Bumi
Dari gambar diatas terlihat dampak indeks hujan asam atau asiditas, indeks
pemanasan global dan indeks fotokimia pada biodisel mempunyai beban atau
dampak lingkungan lebih kecil dibandingkan disel minyak bumi.
V. ANALISIS KEBIJAKAN
Implikasi kebijakan merupakan pernyataan dari pemerintah yang
diperlukan dalam mewujudkan suatu keadaan atau kondisi yang memungkinkan
diterapkannya strategi dan program pengembangan investasi pada industri
biodisel kelapa sawit dengan baik. Implikasi kebijakan yang diperlukan untuk
mendukung pengembangan investasi biodisel sebagai berikut:
5.1. Sumber Daya
Untuk menjamin ketersediaan sumberdaya bahan baku bagi industri
biodisel kelapa sawit diperlukan pengalokasian sejumlah 1,5-2 juta hektar lahan
sawit untuk menghasilkan 5 juta ton biodisel yang digunakan sebagai pengganti
5–10 persen BBM solar di dalam negeri dalam jangka panjang.
Berdasarkan analisa yang dilakukan pada sub model sumberdaya,
ketersediaan bahan baku CPO untuk mensubtitusi 5–10 % produk BBM solar
adalah cukup, yaitu membutuhkan 500.000–1000.000 ha lahan atau 1,5-3 juta ton
CPO. Sedangkan produksi total CPO dalam negeri pada 15 tahun kedepan
mencapai hampir 22 juta ton. Untuk mendukung berkembangnya industri
biodisel nasional maka pemerintah perlu memfasilitasi kesinambungan
penyediaan bahan baku biodisel baik berupa penambahan lahan ataupun mengolah
sebagian dari CPO dalam negeri menjadi menjadi biodisel. Namun, apabila
subsitusi dari produk BBM solar lebih kecil dari 3% maka lahan yang tersedia
saat ini diperkirakan cukup untuk menyediakan bahan baku biodisel.
5.2. Teknis Produksi
Ditinjau dari aspek ketersediaan teknologi pengolahan biodisel tidak
mempunyai kendala atau dapat didesain sesuai dengan keinginan penggunanya.
Kegunaan biodisel juga dapat digunakan sebagai bahan bakar pengganti BBM
solar atau disel serta sebagai bahan bakar mesin pemanas atau heating Oil seperti
genset.
Berdasarkan validasi sub model teknis produksi dari scalling up proses
pengolahan biodisel yang dilakukan oleh ITB dengan kapasitas 400 ton/tahun,
154
maka dapat dihitung perkiraan kebutuhan neraca bahan dan neraca enerji pada
proses pengolahan biodisel dengan kapasitas 100.000 ton/tahun. Dari hasil scaling
up tersebut disarankan beberapa kebijakan dibidang teknis produksi sebagai
berikut :
1. Penggunaan biodisel untuk bahan bakar kendaraan yang digunakan pada
alat transportasi sebaiknya diproduksi dalam skala besar yaitu 30 – 100
ribu ton kapasitas per tahunnya agar dapat memenuhi volume
pertumbuhan konsumsi bahan bakar solar yang besar yang tidak
terimbangi oleh peningkatan kapasitas produksinya saat ini.
2. Acuan sementara spesifikasi produk biodisel memenuhi standar yang
telah ditetapkan oleh Forum Biodisel Indonesia dan perusahaan otomotif
yang akan menggunakan biodisel.
3. Disain alat pengolahan dirancang agar dapat digunakan oleh berbagai
jenis bahan bakar (multifeedstock).
4. Lokasi pabrik sebaiknya dekat dengan sumber bahan baku karena sifat
minyak sawit yang mudah rusak.
5. Pemerintah perlu menyediakan anggaran untuk mengembangkan
teknologi pengolahan yang efisien dan murah sehingga dapat bersaing
dengan teknologi yang dihasilkan oleh negara-negara maju.
5.3. Pasar
Berdasarkan validasi sub model Pasar, laju produksi BBM solar lebih
rendah dari pada laju konsumsinya. Demikian juga laju ekspor minyak mentah
fosil lebih rendah daripada laju impor, sehingga untuk menjamin penyediaan
bahan bakar minyak perlu dipertimbangkan sumber enerji cair lainnya terutama
yang dapat terbarukan.
Berdasarkan kondisi tersebut maka pemerintah perlu menerapkan program
diversifikasi enerji terutama enerji cair dan dapat terbarukan (renewable energy)
diantara lain adalah biodisel kelapa sawit. Program diversivikasi enerji harus
dimasukan dalam UU enerji. Pelaksanaannya dapat dilakukan secara bertahap
misalnya jangka menengah 5 tahun, biodisel diproyeksikan untuk mensubstitusi 2-
5% dari BBM solar sedang dalam jangka 10 tahun diproyeksikan mensubsitusi
155
lebih dari 5-10% BBM solar. Dalam rangka menjamin pasar biodisel di dalam
negeri diperlukan pengakuan pemerintah akan biodisel sebagai sumber enerji
terbarukan. Kebijakan pasar biodisel di dalam dan luar negeri yang diusulkan
secara garis besar adalah sebagai berikut :
1. Fasilitasi pangsa pasar (create market) dalam negeri misalnya dengan
mendiversivikasikan penggunaan bahan bakar solar untuk transpotasi
dengan penggunaan biodisel dan solar.
2. Pasar luar negeri dapat diciptakan atau dikaitkan dengan Protocol Kyoto
yaitu dengan skim Carbon Trade. Mengingat enerji yang dihasilkan
oleh biodisel adalah ramah lingkungan, maka terbuka peluang pasar
ekspor biodisel terutama ke negara industri yang berkewajiban
mengurangi emisinya seperti Jepang dan Jerman.
3. Subsidi harga dalam bentuk keringanan pajak atau Tax Holiday bagi
pengguna biodisel.
5.4. Finansial
Berdasarkan validasi sub model analisi finansial, biaya investasi pabrik
kelapa sawit dengan kapasitas 100.000 ton/tahun mencapai 17.819 juta USD.
Komponen biaya bahan baku merupakan biaya terbesar atau 79,23% dari biaya
produksi biodisel. Dari simulasi hasil perhitungan, harga jual ditingkat konsumen
mencapai Rp 5603/liter dengan asumsi marjin keuntungan 15%, sedangkan biaya
BBM solar dalam negeri Rp 2400/liter untuk angkutan umum dan Rp 5400/liter
untuk industri. Sejalan dengan kenaikan harga minyak mentah dunia yang
mencapai lebih dari 60 USD/barel maka terjadi peningkatan subsidi BBM yang
cukup besar yang harus ditanggung oleh pemerintah disebabkan 30 persen dari
total kebutuhan minyak mentah dan BBM masih harus diimpor.
Untuk mendukung terjadinya investasi biodisel dengan skala komersial di
dalam negeri, pemerintah perlu mengeluarkan serangkaian kebijakan dibidang
investasi pada setiap tahap mulai dari perkebunan, industri, dan distribusi.
Insentif pajak yang menarik bagi investor, kemudahan perijinan dan suku bunga
investasi yang kecil. Semua kebijakan yang diperlukan tersebut bertujuan untuk
meningkatkan keuntungan investasi sehingga lebih menarik bagi investor. Untuk
156
mendukung berkembangnya investasi biodisel nasional perlu diberikan
kemudahan perijinan pendirian pabrik, keringanan bea masuk barang modal,
insentif pajak dan suku bunga investasi yang rendah.
5.5. Lingkungan
Validasi sub model lingkungan menunjukkan bahwa emisi gas buang
biodisel dan disel menunjukkan perbedaan yang besar baik ditinjau dari jumlah
polutan yang diakibatkan maupun dari beban lingkungan yang ditimbulkan.
Penggunaan biodisel memberikan jumlah polutan dan beban lingkungan yang
lebih kecil dibandingkan dengan penggunaan disel. Untuk mendukung keamanan
lingkungan perlu diterapkan kebijakan sebagai berikut :
1. Untuk mendukung program pembangunan yang berkelanjutan maka perlu
diterapkan batasan emisi sisa gas buang kendaraan
2. Perlu dipertimbangkan penggunaan biodisel diwilayah yang sensitif
dengan pencemaran lainnya seperti wilayah perairan dan pertambangan.
3. Keringanan pajak bagi pengguna biodisel juga dapat dipertimbangkan
untuk mengurangi pencemaran udara.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Industri biodisel kelapa sawit relatif baru di Indonesia dan belum banyak
dikembangkan secara komersial dan belum tersosialisasikan kepada masyarakat
luas di Indonesia. Dalam rangka menilai kelayakan investasi industri biodisel
kelapa sawit maka disusun rancang bangun SPK investasi pada industri biodisel
kelapa sawit. Rancang bangun direpresentasikan melalui program komputer
dengan bantuan software I Think versi 6.0. Secara garis besar rancang bangun
dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Rancang bangun SPK menggunakan model sistem dinamis dapat digunakan
secara cepat oleh pengambil keputusan untuk menilai kelayakan investasi pada
industri BDS. Simulasi variabel yang diinginkan dapat didesain sesuai dengan
keinginan pengguna.
2. Rancang bangun SPK yang merupakan agregasi dari sub model yang
dikaitkan berdasarkan hubungan fungsi logika dan teori yang dibangun
menggunakan model sistem dinamis
3. Model ini terdiri dari 5 sub model yang saling berkaitan yaitu: 1) sub model
sumber daya; 2) sub model teknis produksi; 3) sub model pasar; 4) sub model
analisis finansial dan; 5) sub model lingkungan. Setiap sub model berpengaruh
kepada kelayakan investasi.
4. Keterkaitan dari faktor-faktor yang berpengaruh pada investasi ini adalah: sub
model sumber daya berpengaruh pada sub model teknis produksi berupa
jaminan penyediaan bahan baku bagi industri. Sub model pasar berpengaruh
pada sub model analisis finansial dan sub model teknis produksi. Potensi pasar
termasuk harga pasar yang cukup baik akan menyebabkan perhitungan
kelayakan finansial akan semakin baik. Permintaan pasar juga akan
menentukan spesifikasi produk tertentu yang harus diproduksi oleh produsen.
Sub model lingkungan mendukung sub model pasar dan sub model sumber
daya.
5. Hasil validasi pada sub model sumber daya CPO sebagai bahan baku biodisel,
jika digunakan untuk mensubsitusi BBM solar antara 5-10 persen masih dapat
158
dipenuhi dari potensi luas lahan kelapa sawit yang telah direncanakan oleh
pemerintah (Departemen Pertanian) asalkan laju pertumbuhan kenaikan
ekspor CPO mentah harus dikurangi atau dengan penambahan lahan
perkebunan kelapa sawit menjadi 9 juta hektar.
6. Hasil validasi pada sub model teknis produksi menunjukkan ketersediaan
teknologi relatif mudah dan dapat didesain sesuai dengan keinginan pengguna.
7. Hasil validasi pada sub model kelayakan finansial diperoleh biaya investasi
pabrik biodisel berkapasitas 100.000 ton/tahun adalah 17.819 juta USD.
Komponen biaya bahan baku adalah sebesar 79,3 persen dari total biaya
produksi (dengan asumsi harga CPO 360 USD/ton). Harga pokok produksi Rp
4874/liter dan jika margin keuntungan 15 persen maka harga ditingkat
konsumen Rp 5603.
8. Hasil validasi sub model pasar dapat dilakukan dengan memfasilitasi pasar
DN dan LN. Pasar DN dikaitkan dengan mensubsitusi sebagian atau 5-10
persen BBM solar dengan biodisel. Pasar LN dapat dikaitkan dengan program
“carbon trade” yang telah diratifikasi melalui Protocol Kyoto mengingat
biodisel bersifat ramah lingkungan.
9. Hasil validasi sub model lingkungan menunjukkan emisi dan beban
lingkungan yang dihasilkan oleh biodisel lebih kecil dibandingkan dengan
emisi dan beban lingkungan yang dihasilkan oleh disel.
10. Implikasi kebijakan yang diperlukan untuk investasi diperoleh berdasarkan
hasil analisis dari setiap sub model. Keterkaitan sub model tersebut dapat
digambarkan pada Influence Diagram yang digambarkan dalam program I
think.
11. Rancang bangun SPK investasi biodisel pada industri biodisel kelapa sawit
menggunakan model sistem dinamis yang dihasilkan dapat memperkuat atau
menkonfirmasi permodelan sistem dinamis, yaitu sistem yang dapat didesain
untuk memecahkan masalah manajemen yang kompleks dan berubah menurut
waktu secara cepat dibandingkan dengan model program komputer lainnya.
159
6.2. Saran
Mencermati kondisi perekonomian nasional serta ketergantungan
masyarakat terhadap BBM dan hasil penilaian terhadap kelayakan investasi maka
perlu diadakan percepatan realisasi pengembangan investasi energi baru dan
terbarukan diantaranya biodisel kelapa sawit. Untuk menunjang percepatan
realisasi pengembangan investasi tersebut diatas maka diusulkan beberapa saran
kepada para pihak terkait sebagai berikut:
1. Sehubungan dengan besarnya biaya investasi biodisel yaitu mencapai 17,6 juta
USD (kapasitas 100 ribu ton/tahun), disarankan agar sumber dana untuk
investasi BDS di dalam negeri dapat diupayakan dari sebagian dana subsidi
BBM. Sumber dana investasi dari luar negeri disarankan agar diupayakan oleh
pemerintah melalui kerjasama dengan negara maju yang berkewajiban
mengurangi emisi globalnya dalam skim “Carbon Trade”.
2. Pemerintah dan para pemangku kepentingan disarankan untuk segera
mensosialisasikan pengenalan dan penggunaan produk biodisel kepada
masyarakat.
3. Rancang bangun SPK yang dihasilkan disarankan untuk diaplikasikan pada
penilaian kelayakan investasi pada biodisel yang menggunakan bahan baku
lainnya yang ada di Indonesia seperti minyak jarak, minyak goreng bekas,
RBD-PO dan RBD-olein.
4. Strategi pengembangan investasi disarankan untuk dilaksanakan dalam 3
tahap yaitu: 1) jangka pendek 1 tahun melalui fasilitas terbitnya UU/PP
tentang penggunaan enerji terbarukan (renewable) terutama biodisel untuk
transportasi; 2) jangka menengah 5 tahun, subsidi 2-5% BBM solar dengan
BDS dan; 3) jangka panjang >5-10 tahun, subsidi BBM solar 6-10%.
L A M P I R A N
167
Lampiran 1. Perbandingan standar biodiesel di beberapa negara
Austria
(1)
Republik
Ceko Perancis Jerman Italia Swedia USA
Standar /Spesifikasi ON C1191CSN 65
6507
Journal
Officiel
DIN V
51606 UNI 10635 SS 155436
ASTM
PS121-99
Tanggal Jul 97 Sep 98 Sep 97 Sep 97 Apr 97 Nov 96 Jul 99
Aplikasi FAME RME VOME FAME VOME VOME FAMAE
Densitas
15°C g/cm 0.85 – 0.89 0.87 - 0.89 0.87 – 0.90 0.87 - 0.90 0.86 -0.90 0.87 - 0.90 -
Viscos. 40°C mm2/s 3.5-5.0 3.5-5.0 3.5-5.0 3.5-5.0 3.5-5.0 3.5-5.0 1.9-6.0
Distillat.95% °C - - <360 - <360 - -
Flashpoint °C >100 >110 >100 >110 >100 >100 >100
CFPP °C (°F) summer max. 0
(32)-5 - max. 0 (32) - -5 -
CFPP °C (°F) winter max. -15
(5) max. -20 (4)
Pour point °C - - <-10 - <0/ <-15 - -
Sulfur, % massa <0.02 <0.02 - <0.01 <0.01 <0.001 <0.05
CCR 100%, % massa <0.05 <0.05 - <0.05 - - <0.05
10% dist. resid., %
massa - - <0.3 - <0.5 - -
Sulphated ash, %
massa <0.02 <0.02 - <0.03 - - <0.02
% massa
(Oxid) Ash, % mass - - - - <0.01 <0.01 -
Water mg / kg - <500 <200 <300 <700 <300 <0.05%
Total contam. mg / kg - <24 - <20 - <20 -
Cu-Corros. 3h/50°C - 1 - 1 - - <No.3
Cetane No. >49 >48 >49 >49 - >48 >40
Neutral. No./ mg
KOH/g <0.8 <0.5 <0.5 <0.5 <0.5 <0.6 <0.8
Methanol, % mass <0.20 - <0.1 <0.3 <0.2 <0.2 -
Ester content, % mass - - >96.5 - >98 >98 -
168
Lampiran 1. Lanjutan
Austria
(1)
Republik
Ceko Perancis Jerman Italia Swedia USA
Monoglyceride, %
mass - - <0.8 <0.8 <0.8 <0.8 -
Diglyceride, % mass - - <0.2 <0.4 <0.2 <0.1 -
Triglyceride, % mass - - <0.2 <0.4 <0.1 <0.1 -
Free glycerol, % mass <0.02 <0.02 <0.02 <0.02 <0.05 <0.02 <0.02
Total glycerol, % mass <0.24 <0.24 <0.25 <0.25 - - <0.24
Iodine No. <120 - <115 <115 - <125 -
C18:3 and high.
Unsat.acids <15 - - - - - -
% mass
Phosphor, mg / kg <20 <20 <10 <10 <10 <10 -
Alkalinity mg/kg - <10 <5 <5 - <10 -
RME: Rapeseed oil methyl ester
FAME: Fatty acid methyl ester
VOME: Vegetable oil methyl ester
FAMAE: Fatty acid mono alkyl ester
(1) based on the world's first BioDiesel standard, ÖNORM C 1190 (Feb 1991)
* All standards information courtesy of BLT Wieselburg Austria.
Sumber: http://.biodfuelsystem.com/chemistry.htm. (tanggal, 10 Februari 2004)
169
Lampiran 2. Produsen biodiesel di Eropa tahun 2000 Negara +
Produksi
Perusahaan Lokasi TE Capacity
t/yr
Market Segments and estd. Supply
in t/yr Heating
Oil
Berproduksi
sejak Cleochem
Jerman
415.000
Henkel
Connemenn/OMH
Oelmuhle
Hbg/Adm
Bio-diesel
VNR
L.U.T.
Hallertauer/Agran
a
ADIBAPV
Vogtlander
Dusseldorf
Leer
Hamburg
Wittenberg
Ochsenfurt
Rudisleben
Mainburg
Henningsleben
Grossfriesen
200.000
100.000
100.00
50.000
50.000
40.000
5.000
3.000
2.000
160.000
10.000
10.000
0
0
0
0
0
0
0
75.000
60.000
20.000
20.000
20.000
4.000
4.000
2.000
0
10.000
20.000
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
?
91/93/95
99/00
1999
99/00
99/00
1996
1997
1997
Jumlah 180.000 205.000 30.000 0
Perancis
266.000
Robbe/Diester
Diester
Sldobre Slnnova
Navaol/Icl
(henkel, Diester)
Corrpiegne
Rouen
Boussens
Ver dun
40.000
120.000
70.000
60.000
0
0
30.000
0
0
0
5.000
40.000
120.000
40.000
55.000
0
0
0
94/96
1995
93/95
Jumlah 30.000 0 255.000 0
Italia
160.000
Bakelite
Novaol + others
Oleifici Italiari
Distillerie Palma
Focus Petroli
Slsas + diverse
Solbiate
Livorno
Bari
Neapel
Ancona
Milano
30.000
90.000
20.000
30.000
20.000
50.000
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
5.000
20.000
0
0
0
10.000
20.000
60.000
5.000
5.000
5.000
30.000
1996
1993
1995
1995
1995
Jumlah 0 0 35.000 125.000
Belgia
86.000
Slsas
Oleofina Feluy
Ertvelde
80.000
30.000
0
30.000
10.000
0
20.000
0
20.000
0
1995
Denmark Otter up 0 0 0 0 0 ?
Finlandia 0 0 0 0 0 ?
Norwegia 0 0 0 0 0 ?
170
Lampiran 2. Lanjutan
Negara +
Produksi
Perusahaan Lokasi TE Capacity
t/yr
Market Segments and estd. Supply
in t/yr
Heating
Oil
Berproduksi
sejak
Inggris
2.000
United Oil Seeds/
Cargill
Liverpool
Hull
2.000 0 2.000 0 0 1996
?
Austria RME Bruck
STEEG + others
Bruck
Mureck
15.000
5.000
0
0
15.000
5.000
0 0 1994
90/94
Spanyol Biocat Barcelona 0 0 0 0 0 1999?
Swedia
6.000
Ecobransle +
others
Skive 6.000
5.000
0
0
6.000
2.000
5.000
1.000
0
0
1992
1996
Rep. Ceko
32.000
Milo Oloumuc +
others
Olmutz 30.000
17.000
0
0
0
0
30.000
14.000
0
0
1995
92/94
Hunggaria Bebolna 0 0 Used in vehicles:
245.000 390.000
Biodiesel + Admixed
0 95
1.006.000 Total Capacity 1.270.000 240.000
oleochem
145.000
Heating
Oil
Europe EU-15: in year 2000
Total Capacity = 1.210.000 t/yr
Total FAME in t/yr :
1.020.000
171
Lampiran 3. Skenario pembangunan pabrik biodisel
No. Skenario Satuan Nilai 1 Tahun awal perencanaan 2005 Persentase Perkebunan Kelapa Sawit 2 Perkebunan Rakyat % 36.76 3 Perkebunan Besar Swasta % 51.86 4 Perkebunan negara % 11.38 Luas Lahan maksimal yang tersedia Ha 8,000,000 5 Perkebunan Rakyat Ha 2,940,800 6 Perkebunan Besar Swasta Ha 4,148,800 7 Perkebunan negara Ha 910,400
8 Proyeksi Luas Perkebunan Rakyat (Model Dinamik)
9 Proyeksi Luas Perkebunan Besar Negara (Model Dinamik)
10 Proyeksi Luas Perkebunan Besar Swasta (Model Dinamik)
Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit 11 Perkebunan Rakyat Ton CPO/ha/Tahun 1.9 12 Perkebunan Besar Swasta Ton CPO/ha/Tahun 3 13 Perkebunan Negara Ton CPO/ha/Tahun 3 14 Proyeksi Kebutuhan CPO untuk minyak goreng 15 Jumlah penduduk pada Tahun 2003 Jiwa 210,000,000 16 Laju pertumbuhan penduduk per tahun Persentase 1.5 17 Konsumsi minyak goreng per kapita per tahun kg 16.5 18 Kebutuhan minyak goreng dari minyak kelapa sawit (CPO) Persentase 83.8 Kebutuhan CPO untuk Industri Oleochemical
19 Kebutuhan CPO untuk Industri Oleochemical pada Tahun 2003 Ton 1,000,000 20 Laju permintaan CPO untuk industri oleochemical Persentase 5 21 Proyeksi Ekspor Minyak Mentah (Model dinamik ) (Y = 379968-7598,47t) 22 Proyeksi Impor Minyak Mentah (Model dinamik ) (Y = 85401,6 + 11142t)
)e1(29317110 x 4e10 x 1.17268 Y 0,207195t6
0,207195t12
+−+=
)e1(380746600009e10 x 3.65518 Y 0,0824692t
0,0824692t11
+−+=
)e1(19627910 x 3,4e10 x 5,96688 Y 0,199749t6
0,199749t11
+−+=
172
Lampiran 3. Lanjutan No. Skenario Satuan Nilai 23 Proyeksi Produksi Solar (Model dinamik ) (Y = 11331,3 + 492,072t) 24 Proyeksi Penggunaan Solar (Model dinamik ) (Y = 15072,7 + 829,149t) Biaya Emisi dan Subsidi
25 Biaya emisi penggunaan BBM Solar Dolar AS/Kiloliter 0 26 Besaran subsidi pemakaian BBM solar Rp/liter 960 Pemasaran Biodiesel
27 Substitusi BBM solar oleh biodiesel Persentase 10.00 Harga Minyak Dunia
28 Harga minyak mentah rata-rata Dolar AS per barrel 35.00 Kurs
29 Nilai tukar I Dolar AS terhadap Rupiah Rp 9,000 Harga Rata-Rata :
30 Biodiesel Dolar AS/ton 700.00 31 Gliserin Dolar AS/ton 588.00 Harga Faktor-Faktor Produksi
32 CPO Dolar AS/ton 360 33 Metanol Dolar AS/ton 222 34 KOH Dolar AS/ton 289 35 H3PO4 Dolar AS/ton 180 36 BBM Solar Dolar AS/kilo liter 200.0 37 Air Dolar AS/ton 0.55 38 Uap air Dolar AS/ton 10.00 39 Listrik per MWh 50.00 40 Biaya Pemasaran dan Distribusi Persentase dari Omzet 10.0 41 Biaya Pemeliharaan Persentase dari nilai perolehan 2.0 42 Biaya Asuransi Persentase dari nilai perolehan 2.0 Faktor Konversi
43 Berat Jenis Biodiesel g/ml 0.86 44 Kebutuhan Metanol terhadap CPO Jumlah kg/ton CPO 203.48 45 Kebutuhan KOH terhadap CPO Jumlah kg/ton CPO 120.00 46 Kebutuhan H3PO4 terhadap CPO Jumlah kg/ton CPO 0.09 47 Kebutuhan Bahan Bakar terhadap Biodiesel Liter BB/ton biodiesel 20.00 48 Kebutuhan uap air terhadap Biodiesel Jumlah kg/ton CPO 4,928.08 49 Kebutuhan listrik terhadap Biodiesel KWh/ton CPO 27.50 50 Kebutuhan Air terhadap jumlah CPO Jumlah kg/ton CPO 46.13 Rendemen
51 CPO ke minyak goreng Persentase 74
173
Lampiran 3. Lanjutan
No. Skenario Satuan Nilai 52 CPO ke Biodiesel Persentase 95.24 Distribusi CPO
53 Ekspor Persentase 60.00 54 Dalam Negeri Persentase 40.00 Debt to Equity Ratio (DER)
55 Hutang % 40 56 Modal Sendiri % 60 Biaya Modal
57 Suku bunga bank % 12.00 58 Biaya modal sendiri % 15.00 Rasio Laba Ditahan dengan Deviden
59 Laba Ditahan % 100 60 Deviden % 0 Kapasitas Produksi
61 Biodiesel Ton/tahun 100,000 62 Rendemen Gliserin (persentase dari produksi real biodiesel) % 9.776
Tahun 1 Persen Kapasitas 90 Tahun 2 Persen Kapasitas 100 Tahun 3 Persen Kapasitas 100 Tahun 4 Persen Kapasitas 100 Tahun 5 Persen Kapasitas 100 Tahun 6 Persen Kapasitas 100 Tahun 7 Persen Kapasitas 100 Tahun 8 Persen Kapasitas 100 Tahun 9 Persen Kapasitas 100 Tahun 10 Persen Kapasitas 100 Tahun 11 Persen Kapasitas 100 Tahun 12 Persen Kapasitas 100 Tahun 13 Persen Kapasitas 100 Tahun 14 Persen Kapasitas 100 Tahun 15 Persen Kapasitas 100
174
Lampiran 4. Perhitungan rencana biaya produksi pabrik biodisel kapasitas 100.000 ton per tahun (USD)
No. Uraian 2005 2006 2007 2008 2009 I BIAYA ADMINISTRASI DAN UMUM 142,020.00 142,020.00 142,020.00 142,020.00 142,020.00 II BIAYA PRODUKSI BIODIESEL 46,720,093.82 50,196,628.69 50,196,628.69 50,196,628.69 50,196,628.69
1. Bahan Baku Utama 34,020,000.00 37,800,000.00 37,800,000.00 37,800,000.00 37,800,000.00 2. Metanol 4,273,128.00 3,033,333.33 3,033,333.33 3,033,333.33 3,033,333.33 3. KOH 3,276,000.00 3,640,000.00 3,640,000.00 3,640,000.00 3,640,000.00
4. Bahan Bakar 360,000.00 400,000.00 400,000.00 400,000.00 400,000.00 5. H3PO4 1,574.64 1,749.60 1,749.60 1,749.60 1,749.60
6. Air 2,397.56 2,663.95 2,663.95 2,663.95 2,663.95 7. Uap air 4,657,036.77 5,174,485.30 5,174,485.30 5,174,485.30 5,174,485.30 8. Listrik 129,956.85 144,396.50 144,396.50 144,396.50 144,396.50
III BIAYA PEMASARAN 6,765,611.33 7,574,828.80 7,574,828.80 7,574,828.80 7,574,828.80 IV BIAYA BUNGA BANK 1,976,608.08 1,694,235.49 1,411,862.91 1,129,490.33 847,117.75 V BIAYA ASURANSI 356,385.76 356,385.76 356,385.76 356,385.76 357,879.44 VI BIAYA PEMELIHARAAN 356,385.76 356,385.76 356,385.76 356,385.76 357,879.44 VII PENYUSUTAN 2,937,989.48 2,937,989.48 2,937,989.48 2,937,989.48 2,954,793.38
JUMLAH TOTAL (I S/D VII) 59,255,094.23 63,258,473.98 62,976,101.40 62,693,728.82 62,431,147.50 IX BIAYA PRODUKSI PER TON BIODIESEL 658.39 632.58 629.76 626.94 624.31 MARGIN KEUNTUNGAN (15%) 98.76 94.89 94.46 94.04 93.65 X HARGA DI TINGKAT KONSUMEN (Dolar AS/ton) 757.15 727.47 724.23 720.98 717.96 XI BIAYA PRODUKSI PER LITER BIODIESEL 0.57 0.54 0.54 0.54 0.54 XII BIAYA PRODUKSI SEBELUM SUBSIDI(Rp/Liter) 5,095.94 4,896.21 4,874.35 4,852.49 4,832.17 XIII MARGIN KEUNTUNGAN (15%) 764.39 734.43 731.15 727.87 724.83 XIV HARGA DI TINGKAT KONSUMEN (Rp/liter) 5,860.33 5,630.64 5,605.50 5,580.37 5,557.00 SETELAH ADANYA KEBIJAKAN SUBSIDI EMISI :
I SUBSIDI EMISI 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 II BIAYA PRODUKSI SETELAH SUBSIDI 59,255,094.23 63,258,473.98 62,976,101.40 62,693,728.82 62,431,147.50 III BIAYA PRODUKSI PER TON BIODIESEL SETELAH SUBSIDI 658.39 632.58 629.76 626.94 624.31 IV BIAYA PRODUKSI PER LITER BIODIESEL SETELAH SUBSIDI 0.57 0.54 0.54 0.54 0.54 V BIAYA PRODUKSI SETELAH SUBSIDI(Rp/Liter) 5,095.94 4,896.21 4,874.35 4,852.49 4,832.17 VI MARGIN KEUNTUNGAN (15%) 764.39 734.43 731.15 727.87 724.83
VIII HARGA DI TINGKAT KONSUMEN (Rp/Liter) 5,860.33 5,630.64 5,605.50 5,580.37 5,557.00
175
Lampiran 4. Lanjutan
No. Uraian 2010 2011 2012 2013 2014 I BIAYA ADMINISTRASI DAN UMUM 142,020.00 142,020.00 142,020.00 142,020.00 142,020.00 II BIAYA PRODUKSI BIODIESEL 50,196,628.69 50,196,628.69 50,196,628.69 50,196,628.69 50,196,628.69
1. Bahan Baku Utama 37,800,000.00 37,800,000.00 37,800,000.00 37,800,000.00 37,800,000.00 2. Metanol 3,033,333.33 3,033,333.33 3,033,333.33 3,033,333.33 3,033,333.33 3. KOH 3,640,000.00 3,640,000.00 3,640,000.00 3,640,000.00 3,640,000.00
4. Bahan Bakar 400,000.00 400,000.00 400,000.00 400,000.00 400,000.00 5. H3PO4 1,749.60 1,749.60 1,749.60 1,749.60 1,749.60
6. Air 2,663.95 2,663.95 2,663.95 2,663.95 2,663.95 7. Uap air 5,174,485.30 5,174,485.30 5,174,485.30 5,174,485.30 5,174,485.30 8. Listrik 144,396.50 144,396.50 144,396.50 144,396.50 144,396.50
III BIAYA PEMASARAN 7,574,828.80 7,574,828.80 7,574,828.80 7,574,828.80 7,574,828.80 IV BIAYA BUNGA BANK 564,745.16 282,372.58 0.00 0.00 0.00 V BIAYA ASURANSI 360,613.44 360,825.44 360,825.44 364,136.28 364,136.28 VI BIAYA PEMELIHARAAN 360,613.44 360,825.44 360,825.44 364,136.28 364,136.28 VII PENYUSUTAN 2,979,399.38 2,980,989.38 2,980,989.38 3,008,014.81 3,008,014.81
JUMLAH TOTAL (I S/D VII) 62,178,848.91 61,898,490.33 61,616,117.75 61,649,764.86 61,649,764.86 IX BIAYA PRODUKSI PER TON BIODIESEL 621.79 618.98 616.16 616.50 616.50 MARGIN KEUNTUNGAN (15%) 93.27 92.85 92.42 92.47 92.47 X HARGA DI TINGKAT KONSUMEN (Dolar AS/ton) 715.06 711.83 708.59 708.97 708.97 XI BIAYA PRODUKSI PER LITER BIODIESEL 0.53 0.53 0.53 0.53 0.53 XII BIAYA PRODUKSI SEBELUM SUBSIDI(Rp/Liter) 4,812.64 4,790.94 4,769.09 4,771.69 4,771.69 XIII MARGIN KEUNTUNGAN (15%) 721.90 718.64 715.36 715.75 715.75 XIV HARGA DI TINGKAT KONSUMEN (Rp/liter) 5,534.54 5,509.58 5,484.45 5,487.45 5,487.45 SETELAH ADANYA KEBIJAKAN SUBSIDI EMISI :
I SUBSIDI EMISI 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 II BIAYA PRODUKSI SETELAH SUBSIDI 62,178,848.91 61,898,490.33 61,616,117.75 61,649,764.86 61,649,764.86 III BIAYA PRODUKSI PER TON BIODIESEL SETELAH SUBSIDI 621.79 618.98 616.16 616.50 616.50 IV BIAYA PRODUKSI PER LITER BIODIESEL SETELAH SUBSIDI 0.53 0.53 0.53 0.53 0.53 V BIAYA PRODUKSI SETELAH SUBSIDI(Rp/Liter) 4,812.64 4,790.94 4,769.09 4,771.69 4,771.69 VI MARGIN KEUNTUNGAN (15%) 721.90 718.64 715.36 715.75 715.75
VIII HARGA DI TINGKAT KONSUMEN (Rp/Liter) 5,534.54 5,509.58 5,484.45 5,487.45 5,487.45
176
Lampiran 4. Lanjutan
No. Uraian 2015 2016 2017 2018 2019 I BIAYA ADMINISTRASI DAN UMUM 142,020.00 142,020.00 142,020.00 142,020.00 142,020.00 II BIAYA PRODUKSI BIODIESEL 50,196,628.69 50,196,628.69 50,196,628.69 50,196,628.69 50,196,628.69
1. Bahan Baku Utama 37,800,000.00 37,800,000.00 37,800,000.00 37,800,000.00 37,800,000.00 2. Metanol 3,033,333.33 3,033,333.33 3,033,333.33 3,033,333.33 3,033,333.33 3. KOH 3,640,000.00 3,640,000.00 3,640,000.00 3,640,000.00 3,640,000.00
4. Bahan Bakar 400,000.00 400,000.00 400,000.00 400,000.00 400,000.00 5. H3PO4 1,749.60 1,749.60 1,749.60 1,749.60 1,749.60
6. Air 2,663.95 2,663.95 2,663.95 2,663.95 2,663.95 7. Uap air 5,174,485.30 5,174,485.30 5,174,485.30 5,174,485.30 5,174,485.30 8. Listrik 144,396.50 144,396.50 144,396.50 144,396.50 144,396.50
III BIAYA PEMASARAN 7,574,828.80 7,574,828.80 7,574,828.80 7,574,828.80 7,574,828.80 IV BIAYA BUNGA BANK 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 V BIAYA ASURANSI 662,605.58 662,605.58 662,817.58 664,311.26 664,311.26 VI BIAYA PEMELIHARAAN 662,605.58 662,605.58 662,817.58 664,311.26 664,311.26 VII PENYUSUTAN 4,363,425.16 4,363,425.16 4,365,015.16 4,381,819.06 4,381,819.06
JUMLAH TOTAL (I S/D VII) 63,602,113.81 63,602,113.81 63,604,127.81 63,623,919.07 63,623,919.07 IX BIAYA PRODUKSI PER TON BIODIESEL 636.02 636.02 636.04 636.24 636.24 MARGIN KEUNTUNGAN (15%) 95.40 95.40 95.41 95.44 95.44 X HARGA DI TINGKAT KONSUMEN (Dolar AS/ton) 731.42 731.42 731.45 731.68 731.68 XI BIAYA PRODUKSI PER LITER BIODIESEL 0.55 0.55 0.55 0.55 0.55 XII BIAYA PRODUKSI SEBELUM SUBSIDI(Rp/Liter) 4,922.80 4,922.80 4,922.96 4,924.49 4,924.49 XIII MARGIN KEUNTUNGAN (15%) 738.42 738.42 738.44 738.67 738.67 XIV HARGA DI TINGKAT KONSUMEN (Rp/liter) 5,661.22 5,661.22 5,661.40 5,663.17 5,663.17 SETELAH ADANYA KEBIJAKAN SUBSIDI EMISI :
I SUBSIDI EMISI 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 II BIAYA PRODUKSI SETELAH SUBSIDI 63,602,113.81 63,602,113.81 63,604,127.81 63,623,919.07 63,623,919.07 III BIAYA PRODUKSI PER TON BIODIESEL SETELAH SUBSIDI 636.02 636.02 636.04 636.24 636.24 IV BIAYA PRODUKSI PER LITER BIODIESEL SETELAH SUBSIDI 0.55 0.55 0.55 0.55 0.55 V BIAYA PRODUKSI SETELAH SUBSIDI(Rp/Liter) 4,922.80 4,922.80 4,922.96 4,924.49 4,924.49 VI MARGIN KEUNTUNGAN (15%) 738.42 738.42 738.44 738.67 738.67
VIII HARGA DI TINGKAT KONSUMEN (Rp/Liter) 5,661.22 5,661.22 5,661.40 5,663.17 5,663.17 Sumber: Hasil analisis, 2004.
177
Lampiran 4 Lanjutan.
Ringkasan struktur biaya pengolahan biodisel kelapa sawit dengan kapasitas 100.000 ton/tahun
NO. U R A I A N RATA-RATAI BIAYA ADMINISTRASI DAN UMUM 0,23%II BIAYA PRODUKSI BIODISEL 79,93%
1. Bahan Baku Utama 60,07% 2. Metanol 4,98% 3. KOH 5,78%
4. Bahan Bakar 0,64% 5. H3PO4 0,00%
6. Air 0,00% 7. Uap air 8,22% 8. Listrik 0,23%
III BIAYA PEMASARAN 12,03%IV BIAYA BUNGA BANK 0,84%V ASURANSI 0,74%VI PEMELIHARAAN 0,74%VII PENYUSUTAN 5,49%
JUMLAH TOTAL (I S/D VII) 100,00% Sumber : Hasil Analisis, 2004.
178
Lampiran 5. Diagram alir unit proses persiapan umpan
179
Lampiran 6. Diagram alir unit proses transesterifikasi
180
Lampiran 7. Diagram alir unit proses separasi
181
Lampiran 8. Diagram alir unit proses purifikasi