S3-DISERTASI KPTSAN

199
RANCANG BANGUN SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN INVESTASI PADA INDUSTRI BIODISEL KELAPA SAWIT MENGGUNAKAN MODEL SISTEM DINAMIS ANNA MARIANA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005

description

DISERTASI

Transcript of S3-DISERTASI KPTSAN

Page 1: S3-DISERTASI KPTSAN

RANCANG BANGUN SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN INVESTASI PADA INDUSTRI BIODISEL KELAPA SAWIT

MENGGUNAKAN MODEL SISTEM DINAMIS

ANNA MARIANA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2005

Page 2: S3-DISERTASI KPTSAN

SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi

saya yang berjudul :

RANCANG BANGUN SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN

INVESTASI PADA INDUSTRI BIODISEL KELAPA SAWIT

MENGGUNAKAN MODEL SISTEM DINAMIS

Merupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi saya sendiri, dengan

pembimbingan para Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan

rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada

program sejenis di perguruan tinggi lain.

Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat

diperiksa kebenarannya.

Bogor, September 2005 Anna Mariana 995148 - Teknologi Industri Pertanian

Page 3: S3-DISERTASI KPTSAN

ABSTRAK

ANNA MARIANA. Rancang Bangun Sistem Penunjang Keputusan Investasi Pada Industri Biodisel Kelapa Sawit Menggunakan Model Sistem Dinamis. Dibimbing oleh: IRAWADI JAMARAN sebagai ketua, M. SYAMSUL MA’ARIF, TUN TEDJA IRAWADI, AMRIL AMAN, dan DARNOKO masing-masing sebagai anggota.

Pertumbuhan konsumsi bahan bakar minyak yang terus meningkat dengan produksi relatif tetap, telah menempatkan Indonesia saat ini sebagai salah satu negara pengimpor bahan bakar minyak. Kenaikan harga minyak dunia yang mencapai 60 USD per barel telah memperbesar subsidi BBM menjadi lebih dari 100 triliun pada tahun 2005 berjalan. Untuk mengantisipasi kelangkaan BBM di masa mendatang perlu dikaji potensi sumber enerji lain terutama enerji yang dapat diperbaharui, antara lain yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai pengganti BBM solar adalah Biodisel Kelapa Sawit (BDS) yang bersifat ramah lingkungan .

Dalam rangka mendukung salah satu pengembangan investasi enerji terbarukan di Indonesia perlu disusun suatu rancang bangun sistem penunjang keputusan investasi pada industri biodisel kelapa sawit menggunakan model sistem dinamis. Secara garis besar model ini terdiri dari lima submodel yaitu : (1) sumberdaya, (2) teknis produksi, (3) analisis finansial, (4) pasar, (5) lingkungan. Rancang bangun sistem penunjang keputusan didesain dengan menggunakan metodologi analisis deskriptif dari data sekunder pada masing-masing sub model. Keterkaitan sub model diagregasikan dengan hubungan fungsi logika dan teori yang dibangun melalui kaidah sistem dinamis.

Hasil analisis dan validasi faktor-faktor yang berpengaruh pada investasi, menunjukkan ketersediaan bahan baku CPO, jika diolah menjadi biodisel kelapa sawit cukup untuk mensubstitusi 5-10% kebutuhan BBM solar di dalam negeri. Peluang pasar ekspor dan pendanaan investasi dapat dikaitkan dengan program “carbon trade” yang telah diratifikasi melalui Protokol Kyoto, karena sifat BDS yang ramah lingkungan. Ketersediaan teknologi proses cukup banyak dan dapat dirancang sesuai keinginan pengguna. Perhitungan nilai investasi pabrik BDS kapasitas produksi 100.000 ton/tahun memerlukan dana 17.82 juta USD dengan komponen biaya bahan baku CPO mencapai 79.23% dari biaya produksi, dengan asumsi harga CPO 360 USD/ton. Jika margin keuntungan 15% maka harga jual di tingkat konsumen Rp 5603/liter. Biaya produksi biodisel di luar negeri mencapai 600 USD/ton sedang dari hasil penelitian ini diperoleh biaya produksi sebesar 629.5 USD/ton. Hasil analisis penghitungan nilai beban lingkungan dari hujan asam, panas global dan efek fotokimia yang ditimbulkan oleh emisi gas buang yang menggunakan bahan bakar biodisel lebih rendah dibandingkan dengan emisi gas buang yang menggunakan bahan bakar solar.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa model sistem penunjang keputusan dapat digunakan untuk menilai kelayakan investasi pada industri biodisel kelapa sawit oleh pengambil keputusan. Hasil validasi menunjukkan industri BDS saat ini layak untuk dikembangkan jika didukung dengan kebijakan pemerintah yang tepat antara lain kebijakan penggunaan enerji terbarukan, kemudahan perijinan, beban pajak dan bunga bank yang terjangkau , dan adanya insentif bagi industri.

Kata kunci : Biodisel, CPO, Sistem Penunjang Keputusan, Investasi, Model Sistem Dinamis

Page 4: S3-DISERTASI KPTSAN

ABSTRACT

ANNA MARIANA. The Design Of Investment Decision Support System On Palm Oil Biodiesel Industry Using Dynamic System Models. Under the Guidance by IRAWADI JAMARAN as a chairman, M. SYAMSUL MA’ARIF, TUN TEDJA IRAWADI, AMRIL AMAN, and DARNOKO as members of advisory committee.

The gap between oil compsumption and production in the last few years has put indonesia into the oil net importer country. The increased of world oil’s price up to $60 US per barrel has increased the goverment subsidies more than 100 trillions rupiah in 2005. In order to anticipate the scarcity of oil in the future, the government has to search other energy resources especially renewable energy such as palm biodiesel that can be used as an alternative fuel of petroleum diesel and also known as ecolabelling product.

In the frame work to support the development of palm biodiesel investment in Indonesia, this research is aimed to formulate the decision support system (dss) for palm biodiesel investment using dynamic models. The system consist of 5 submodels ie : The assesment of (1) Raw material resources, (2) production technology, (3) financial planning, (4) marketing, (5) environmental impact assesment. The correlation and interaction between submodel are based on logical function and theoritical framework by using system dynamic approach.

The result of model validation shows that the availability of CPO as a raw material for oil palm biodiesel is still adequate to subtitute 5 – 10% of domestic petroleum diesel’s demand. The potential export market and foreign investment can be related to the Protocol Kyoto scheme due to the ecolabelling product. The various processing technologies are easily available and could be designed according to the owner’s or user’s need. The financial analysis shows the investment cost to produce biodiesel with the capacity 100.000/ton per year is $ 17,82 million US. The raw material cost reach about 79.93%, of the cost structure, with the the asumption of CPO price $360 US/ton. Under the assumption of profit margin 15 %, the selling price of palm biodiesel about Rp.5603/litres, meanwhile the product cost is $ 629.5 US/ton. The validation of environmental sub model which assess the environmental burden value of acidity, global warming and photochemical ozone (smog) creation impact caused by the emission of biodiesel is smaller compare to the emission of petroleum diesel.

The result of this reseach concluded that the decision support system model can be utilize by decision maker in assessing the invesment on biodiesel industry. However, the decession should also be followed by the appropriate government regulations and policies i.e, in the use of renewable energy, tax, interest rate, insentive for industry . Key words : biodiesel,crude palm oil, decision support system, investment, Dynamic System Models

Page 5: S3-DISERTASI KPTSAN

© Hak cipta milik Anna Mariana, tahun 2005

Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam

bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya

Page 6: S3-DISERTASI KPTSAN

RANCANG BANGUN SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN INVESTASI PADA INDUSTRI BIODISEL KELAPA SAWIT

MENGGUNAKAN MODEL SISTEM DINAMIS

ANNA MARIANA

DISERTASI

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2005

Page 7: S3-DISERTASI KPTSAN

Judul Disertasi : Rancang Bangun Sistem Penunjang Keputusan Investasi pada Industri

Biodisel Kelapa Sawit Menggunakan Model Sistem Dinamis Nama : Anna Mariana NRP : 995148

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Irawadi Jamaran

Ketua Prof. Dr. Ir. Syamsul Ma’arif, M.Eng. Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS

Anggota Anggota

Dr. Ir. Amril Aman, MSc. Dr. Ir. Darnoko, MSc. Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknologi Industri Pertanian Institut Pertanian Bogor Dr.Ir. Irawadi Jamaran Prof.Dr.Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc. Tanggal Ujian : 6 September 2005 Tanggal Lulus:

Page 8: S3-DISERTASI KPTSAN

PERSEMBAHAN

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karuniaNya, disertasi yang berjudul “Rancang Bangun Sistem Penunjang Keputusan Investasi Pada Industri Biodisel Kelapa Sawit Menggunakan Model Sistem Dinamis”dapat diselesaikan dengan baik. Dari lubuk hati yang dalam dan tulus, penulis mengucapkan rasa terimakasih yang tidak terhingga kepada :

1. Bapak Dr.Ir Irawadi Jamaran sebagai ketua komisi pembimbing yang telah memberi dukungan perhatian dan bimbingan dengan penuh dedikasi selama penulis menempuh studi sampai dengan penyelesaian disertasi ini;

2. Ibu Prof.Dr.Ir.Tun Tedja Irawadi MS yang telah memberi inspirasi dalam pemilihan judul disertasi, membimbing, dan memberi dukungan dengan penuh kearifan dan bijaksana setiap saat diperlukan;

3. Bapak Prof Dr.Ir.Syamsul Maarif`M.Eng yang telah membimbing dan memberi dorongan semangat untuk menyelesaikan penulisan disertasi ini serta selalu meluangkan waktunya untuk konsultasi walaupun ditengah kesibukannya;

4. Bpk Dr.Ir.Amril Aman MSc, yang telah mengajarkan kepada penulis filosofi ilmu pengetahuan yang bermanfaat dan membimbing serta mengarahkan penyusunan disertasi dengan penuh kesabaran dan pengertian;

5. Bpk Dr.Ir.Darnoko MSc, yang telah membimbing dan memberi referensi yang bermanfaat bagi penulisan disertasi ini dan selalu berusaha hadir pada sidang komisi dan sidang lainnya walau jauh dari Medan ke Bogor;

6. Bpk Dr.Ir.Anas Miftah Fauzi M.Eng yang telah bersedia menjadi penguji luar pada sidang tertutup serta banyak memberikan inspirasi kepada penulis dalam melakukan pengkajian terhadap aspek teknoekonomi;

7. Dr.Ir.Tirto Prakoso M.Eng, staf pengajar pada jurusan Teknik Kimia ITB yang telah bersedia menjadi penguji luar dan memberi referensi yang bermanfaat dalam penulisan disertasi;

8. Ir. Achmad Manggabarani MM (Sekdit Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian) yang telah mengijinkan penulis untuk meyelesaikan studi ini;

9. Ayahanda alm Yacob Ali dan Ibunda almh Fatimah Ibrahim tercinta, yang telah membesarkan penulis dengan penuh kasih sayang dan memberikan teladan yang sangat berharga bagi kehidupan penulis;

10. Suami tercinta dr M.Jusuf Syammaun SpOG dan anak-anakku tercinta M.Rikky Jusuf, M.Irsan Jusuf,dan M.Adriansyah Jusuf yang selalu memberi semangat dan pengertiannya;

11. Adinda dra.Rosmery MA. dan Ir.Sabri Basyah, dra Erlindawati dan suami serta Ir.Mirza Pahlevi MSc beserta istri ,abang dan adik penulis semua yang telah banyak memberi dukungan dalam menyelesaikan disertasi ini;

12. Sahabat / Rekan peserta program S-3 TIP,IPB, Ir. A. Basith MSc, Dr.Ir.Hermawan, Ir Tyas MM danYulia Nurendah SE. MM, yang selalu memberi dorongan untuk menyelesaikan disertasi ini;

13. Rekan-rekan di Deptan terutama Ir.Sri Dewi Yudawi MM yang selalu penuh pengertian dan memberi dukungan untuk menyelesaikan disertasi ini;

Semoga semua kebaikan tersebut menjadi ilmu yang bermanfaat dan mendapat balasan dari Allah swt. Bogor. September 2005 A N N A M A R I A N A

Page 9: S3-DISERTASI KPTSAN

PRAKATA

Sejalan dengan perkembangan kemajuan zaman dan teknologi pada berbagai

bidang di dunia, kebutuhan enerji telah menjadi universal bagi manusia. Enerji juga

telah mengubah tatanan ekonomi suatu negara maupun tatanan ekonomi dunia.

Setiap negara perlu mengelola sumber enerjinya dengan benar dan bijaksana agar

tidak mengalami kemunduran ekonomi.

Penelitian Rancang Bangun Sistem Penunjang Keputusan Investasi Pada

Industri Biodisel Kelapa Sawit Menggunakan Model Sistem Dinamis merupakan

salah satu alat bantu untuk menilai kelayakan investasi pada industri biodisel kelapa

sawit (BDS). BDS merupakan enerji alternatif dan bersifat ramah lingkungan serta

dapat diperbaharui (renewable), digunakan sebagai pengganti solar. Keluaran

penelitian ini berupa program perangkat lunak komputer yang dapat digunakan untuk

menilai keputusan investasi dalam waktu yang relatif cepat (Decision Support

System)

Penelitian ini tersusun berkat bimbingan komisi pembimbing yang sangat

kompeten pada berbagi bidang/disiplin ilmu pengetahuan yaitu Dr. Ir. Irawadi

Jamaran (ketua komisi), Prof. Dr. Ir. Syamsul Ma’arif, M.Eng, Prof. Dr. Ir. Tun Tedja

Irawadi, MSc, Dr. Ir. Amril Aman, MSc, Dr. Ir. Darnoko, MSc masing-masing

sebagai anggota komisi pembimbing.

Penulis menyadari penelitian ini masih mempunyai banyak kekurangan dan

kelemahan namun bagi yang berminat memperdalam bidang ini, penulis dengan

senang hati mempersembahkan hasil karya ini. Semoga menjadi ilmu yang

bermanfaat.

Bogor, September 2005

Penulis

Page 10: S3-DISERTASI KPTSAN

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pematang Siantar pada tanggal 1 Maret 1957 dari ayah

Alm. Yacob Ali dan ibu Alm Fatimah Ibrahim, sebagai anak ke tiga dari tujuh

bersaudara. Menikah dengan DR H.M Jusuf Syammaun, SpOG. Penulis dikaruniai

tiga orang putra yaitu M. Rikky Jusuf, M. Irsan Jusuf dan M. Adriansyah Jusuf.

Pada tahun 1980 Penulis meraih gelar Sarjana dari Fakultas Pertanian, Jurusan

Proteksi Tanaman IPB. Pada tahun 1999 memperoleh gelar Magister Manajemen

Agribisnis IPB dengan bea siswa dari Asian Development Bank .

Sejak bulan April 1980 sampai 2000 penulis bekerja sebagai karyawati pada

Direktorat Jenderal Perkebunan. Sejak di Direktorat Jenderal Perkebunan penulis

telah ditempatkan sebagai karyawati di berbagai Direktorat yaitu Direktorat Bina

Produksi, Direktorat Perlindungan Tanaman, Direktorat Perluasan dan Rehabilitasi

Tanaman Perkebunan, dan Direktorat Kelembagaan. Penulis juga dipercaya untuk

mengelola proyek bantuan luar negeri yaitu proyek bantuan ADB National Estate

Crop Protection Project (± 7 tahun) dan proyek Suistainable Agriculture

Development Project in Irian Jaya (± 6 tahun). Penulis telah mengikuti berbagai

macam training, seminar nasional dan internasional pada bidang agribisnis dan

agroindustri. Dari tahun 2001 sampai sekarang bekerja pada Direktorat Jenderal

Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian. Penulis

ditempatkan pada Sub Direktorat Pemasaran Internasional Tanaman Perkebunan

sampai tahun 2003. sejak tahun 2003 sampai dengan sekarang penulis memperoleh

ijin untuk menyelesaikan desertasi pada program TIP IPB.

Page 11: S3-DISERTASI KPTSAN

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL .............................................................................................. iii

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... v

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... x

I. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ...................................................................................... 1 1.2. Tujuan Penelitian .................................................................................. 4 1.3. Ruang Lingkup Penelitian ..................................................................... 4 1.4. Manfaat Penelitian ................................................................................ 5

II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 6

2.1. Sistem Penunjang Keputusan (SPK) .................................................... 6 2.2. Model Sistem Dinamis ......................................................................... 9 2.3. Model Dinamik .................................................................................... 10 2.4. Model Logistik ..................................................................................... 11 2.5. Analisis Finansial ................................................................................. 13 2.6. Pengertian Dan Spesifikasi Biodisel .................................................... 18 2.7. Sifat Fisiko-Kimia Biodisel ................................................................ 20 2.8. Standar/Spesifikasi Biodisel ................................................................ 21 2.9. Teknologi Pengolahan Biodisel ........................................................... 23 2.10. Investasi Biodisel ................................................................................ 25 2.11. Perkembangan Penelitian Biodisel ...................................................... 26 2.12. Perkembangan Industri Biodisel ......................................................... 27

III. METODOLOGI PENELITIAN ................................................................... 30

3.1. Kerangka Pemikiran ............................................................................. 30 3.1.1. Pendekatan Sistem .................................................................... 31 3.1.2. Identifikasi Sistem ..................................................................... 31 3.1.3. Batasan Sistem .......................................................................... 32

3.2. Permodelan Sistem ................................................................................ 33 3.2.1. Tahap Seleksi Konsep ………………….……………………. 34

3.2.1. Tahap Rekayasa Model ……………………………………… 34 3.2.3. Tahap Implementasi Komputer ……………………………… 34 3.2.4. Tahap Validasi ………………………………………………. 34 3.2.5. Tahap Analisis Sensitifitas ………………………………….. 34 3.2.6. Tahap Analisis Stabilitas ……………………………………. 35 3.2.7. Aplikasi Model ……………………………………………… 35

Page 12: S3-DISERTASI KPTSAN

ii

3.3. Permodelan Subsistem ………………………………………………. 37 3.3.1. Submodel Sumberdaya ............................................................. 37 3.3.2. Submodel Teknis Produksi ....................................................... 51 3.3.3. Submodel Pasar ......................................................................... 51 3.3.4. Submodel Analisis Finansial ..................................................... 58 3.3.5. Submodel Lingkungan .............................................................. 99

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 102

4.1. Rekayasa Model SPK ............................................................................ 102 4.2. Simulasi dan Validasi Model Sistem Dinamis Investasi Industri

Biodisel Kelapa Sawit ........................................................................ 105 4.2.1. Simulasi Model Sistem Dinamis …………………………….. 105

4.2.1.1. Simulasi Submodel Sumberdaya................................. 105 4.2.1.2. Simulasi Submodel Teknis Produksi .......................... 107 4.2.1.3. Simulasi Submodel Pasar ........................................... 110 4.2.1.4. Simulasi Submodel Analisis Finansial ........................ 112 4.2.1.5. Simulasi Submodel Lingkungan ................................. 113

4.2.2. Validasi Model Sitem ................................................................ 115 4.2.2.1. Submodel Sumberdaya .............................................. 116 4.2.2.2. Submodel Teknis Produksi ....................................... 122 4.2.2.3. Submodel Pasar ......................................................... 130 4.2.2.4. Submodel Analisis Finansial ..................................... 137 4.2.2.5. Submodel Lingkungan .............................................. 149

V. ANALISIS KEBIJAKAN ............................................................................. 153

5.1. Submodel Sumberdaya ......................................................................... 153 5.2. Submodel Teknis Produksi ................................................................... 153 5.3. Submodel Pasar ..................................................................................... 154 5.4. Submodel Analisis Finansial ................................................................. 155 5.5. Submodel Lingkungan .......................................................................... 156

VI. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 157

6.1. Kesimpulan ........................................................................................... 157 6.2. Saran ...................................................................................................... 159

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 160

LAMPIRAN ....................................................................................................... 167

COMPACT DISC DATA DAN PROGRAM APLIKASI

Page 13: S3-DISERTASI KPTSAN

iii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Perbandingan sifat biodisel dan solar ............................................ 19 Tabel 2. Perbandingan spesifikasi biodisel Malaysia dan Indonesia .......... 22 Tabel 3. Metoda analisis yang digunakan pada tiap sub model .................. 34 Tabel 4. Hasil analisis model dinamik untuk perkebunan rakyat ............... 117 Tabel 5. Hasil analisis model dinamik untuk perkebunan besar negara

(data mulai tahun ke-5) ................................................................. 118 Tabel 6. Hasil analisis model dinamik untuk perkebunan besar swasta ..... 120 Tabel 7. Ringkasan teknologi transformasi kimia pada pembuatan metil

ester CPO ...................................................................................... 129 Tabel 8. Proyeksi proporsi ekspor dengan impor minyak bumi Indonesia . 132 Tabel 9. Proyeksi proporsi produksi dengan pemakaian BBM solar Indonesia ……………..……………………………………….. 135-136 Tabel 10. Proyeksi kebutuhan biaya investasi pembangunan pabrik

pengolahan biodisel kapasitas 100.000 ton per tahun (dalam Dolar AS) ...................................................................................... 138-140

Tabel 11. Rata-rata biaya pokok produksi pengolahan biodisel ................... 142 Tabel 12. Volume produksi dan nilai penjualan pabrik pengolahan

biodisel .......................................................................................... 144 Tabel 13. Proyeksi laba setelah pajak pabrik pengolahan biodisel (dalam

Dolar AS) ...................................................................................... 145 Tabel 14. Hasil perhitungan IRR, NPV, Pay Back Period dan saldo kas

bersih pabrik biodisel kapasitas 100.000 ton per tahun ................ 147 Tabel 15. Analisis sensitivitas pabrik biodisel kapasitas 100.000 ton per

tahun pada berbagai harga CPO .................................................... 148

Page 14: S3-DISERTASI KPTSAN

iv

Halaman

Tabel 16. Analisis sensitivitas pabrik biodisel kapasitas 100.000 ton per tahun pada berbagai harga jual biodisel ........................................ 148

Tabel 17. Data emisi sisa pembakaran kendaraan yang menggunakan

disel dan campuran disel dan biodisel ........................................... 150 tabel 18. Analisa beban lingkungan dari emisi sisa pembakaran bahan

bakar kendaraan ............................................................................ 151

Page 15: S3-DISERTASI KPTSAN

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Kurva logistik ............................................................................. 12 Gambar 2. Persamaan reaksi kimia pembentukan biodisel dari CPO

dan Metanol ................................................................................ 24 Gambar 3. Diagram input output SPK investasi industri biodisel ............... 31 Gambar 4 . Diagram alir sistem penunjang keputusan investasi .................. 32 Gambar 5. Diagram alir permodelan............................................................ 36 Gambar 6. Diagram alir deskriptif sub-submodel produksi CPO dari

perkebunan kelapa sawit rakyat ................................................. 38 Gambar 7. Diagram alir deskriptif sub-submodel produksi CPO dari

perkebunan swasta ..................................................................... 41 Gambar 8. Diagram alir deskriptif sub-submodel produksi CPO dari

perkebunan negara ..................................................................... 44 Gambar 9. Diagram alir deskriptif sub-submodel produksi CPO

nasional ...................................................................................... 45 Gambar 10. Diagram alir deskriptif sub-submodel produksi CPO sebagai

bahan baku biodisel .................................................................... 46 Gambar 11. Diagram alir deskriptif sub-submodel proyeksi kebutuhan

CPO sebagai bahan baku industri minyak goreng ..................... 49 Gambar 12. Diagram alir deskriptif sub-submodel kebutuhan CPO

sebagai bahan baku industri oleokimia ...................................... 50 Gambar 13. Diagram alir deskriptif untuk menentukan kelayakan teknis

produksi biodisel ........................................................................ 51 Gambar 14. Diagram alir deskriptif sub-submodel proyeksi ekspor dan

impor minyak bumi Indonesia ................................................... 54

Page 16: S3-DISERTASI KPTSAN

vi

Halaman Gambar 15. Diagram alir deskriptif sub-submodel proyeksi produksi dan

pemakaian BBM solar ................................................................ 55 Gambar 16. Diagram alir deskriptif sub-submodel pasar biodisel................. 57 Gambar 17. Diagram alir deskriptif untuk menentukan biaya variabel pabrik

biodisel……………………………………………………. 63 Gambar 18. Diagram alir deskriptif untuk menentukan biaya produksi

pabrik biodisel ............................................................................ 65 Gambar 19. Diagram alir deskriptif untuk menentukan investasi

pembangunan pabrik biodisel .................................................... 67 Gambar 20. Diagram alir deskriptif untuk menghitung biaya penyusutan .... 73 Gambar 21. Diagram alir deskriptif untuk menentukan biaya

pemeliharaan peralatan/mesin pada pabrik biodisel .................. 78 Gambar 22. Diagram alir deskriptif untuk menentukan biaya asuransi

peralatan/mesin pada pabrik biodisel ......................................... 83 Gambar 23. Diagram alir deskriptif untuk menentukan biaya pemasaran

dan biaya administrasi pabrik biodisel ...................................... 84 Gambar 24. Diagram alir deskriptif untuk menentukan biaya gaji

karyawan pabrik biodisel ........................................................... 85 Gambar 25. Diagram alir deskriptif sub-submodel laba rugi......................... 88 Gambar 26. Diagram alir deskriptif sub-submodel aliran dana ..................... 89 Gambar 27. Diagram alir deskriptif sub-submodel neraca ............................ 91 Gambar 28. Diagram alir deskriptif sub-submodel kelayakan ...................... 95 Gambar 29. Diagram alir deskriptif sub-submodel analisis finansial ............ 96 Gambar 30. Diagram alir deskriptif submodel lingkungan............................ 101 Gambar 31. Hubungan antara sub model dari SPK investasi pada

Indonesia Biodisel Kelapa Sawit (influence diagram)............... 103

Page 17: S3-DISERTASI KPTSAN

vii

Halaman

Gambar 32. Alur hubungan variabel pada Sistem Penunjang Keputusan Investasi ..................................................................................... 104

Gambar 33. Tampilan awal program “I Think” SPK investasi Industri

biodisel di Indonesia .................................................................. 105 Gambar 34. Hasil simulasi produksi CPO pada submodel sumberdaya ........ 106 Gambar 35. Hasil simulasi proyeksi perkembangan permintaan CPO pada submodel sumberdaya ....................................................... 107 Gambar 36. Hasil simulasi produksi industri biodisel pada submodel

teknis produksi ........................................................................... 108 Gambar 37. Kebutuhan bahan baku industri biodisel kapasitas 100.000

ton/th .......................................................................................... 109 Gambar 38. Kebutuhan bahan baku industri biodisel kapasitas 30.000

ton/th ......................................................................................... 109 Gambar 39. Kebutuhan enerji pada industri biodisel berkapasitas

100.000 ton/th ............................................................................ 110 Gambar 40. Kebutuhan enerji pada industri biodisel berkapasitas 30.000

ton/th .......................................................................................... 110 Gambar 41. Proyeksi produksi dan konsumsi solar pada submodel pasar .... 111 Gambar 42. Proyeksi ekspor dan impor minyak bumi pada submodel

pasar ........................................................................................... 111 Gambar 43. Penghematan subsidi solar dengan adanya substitusi biodisel .. 112 Gambar 44. Hasil simulasi analisis NPV dan BCR industri biodisel pada

submodel analisis finansial ........................................................ 113 Gambar 45. Nilai indek EB (Environmental Burden) asiditas submodel

lingkungan .................................................................................. 114

Gambar 46. Nilai indek EB (Environmental Burden) global warming submodel lingkungan ................................................................. 114

Page 18: S3-DISERTASI KPTSAN

viii

Halaman

Gambar 47 Nilai indek EB (Environmental Burden) smog fotokimia submodel lingkungan ................................................................. 115

Gambar 48. Validasi model proyeksi luas perkebunan kelapa sawit dari

perkebunan rakyat dengan menggunakan model dinamis ......... 117 Gambar 49. Validasi model proyeksi luas perkebunan kelapa sawit dari

perkebunan negara dengan menggunakan model dinamis ......... 118 Gambar 50. Validasi model proyeksi luas perkebunan kelapa sawit dari

perkebunan besar swasta dengan menggunakan model dinamis ....................................................................................... 119

Gambar 51. Proyeksi ketersediaan CPO sebagai bahan baku biodisel .......... 122 Gambar 52. Diagram balok neraca bahan proses produksi biodisel dari

Crude Palm Oil ........................................................................ 124 Gambar 53. Diagram balok neraca enerji proses produksi biodisel dari

Crude Palm Oil .......................................................................... 125 Gambar 54. Validasi model proyeksi ekspor minyak bumi Indonesia

dengan menggunakan model dinamis ........................................ 131 Gambar 55. Validasi model proyeksi impor minyak bumi Indonesia

dengan menggunakan model dinamis ........................................ 131 Gambar 56. Proyeksi ekspor dan impor minyak bumi Indonesia dengan

menggunakan model kecenderungan kuadratik ......................... 133 Gambar 57. Validasi model proyeksi produksi BBM solar Indonesia

dengan menggunakan model dinamis ........................................ 134 Gambar 58. Validasi model proyeksi konsumsi BBM solar Indonesia

dengan menggunakan model dinamis ........................................ 134 Gambar 59. Proyeksi produksi dan pemakaian BBM solar Indonesia

tahun 2003-2032 ........................................................................ 135 Gambar 60. Grafik proyeksi perkembangan biaya modal rata-rata ............... 141

Gambar 61. Grafik proyeksi biaya pokok produksi dan harga biodisel......... 143

Page 19: S3-DISERTASI KPTSAN

ix

Halaman

Gambar 62. Proyeksi penjualan, biaya usaha dan laba setelah pajak pabrik biodisel dengan kapasitas 100.000 ton per tahun............ 144

Gambar 63. Proyeksi aliran kas pabrik biodisel dengan kapasitas

100.000 ton per tahun ................................................................. 146 Gambar 64. Perbandingan Indeks EB (Environmental Burden) Emisi

Sisa Gas Pembakaran ................................................................. 152

Page 20: S3-DISERTASI KPTSAN

x

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Perbandingan standar biodisel di beberapa negara .................... 167 Lampiran 2. Produsen dan total produksi biodisel di Eropa tahun 2000 ........ 169 Lampiran 3. Skenario pembangunan pabrik biodisel ..................................... 171 Lampiran 4. Perhitungan rencana biaya produksi pabrik biodisel kapasitas

100.000 ton per tahun (US $) ..................................................... 174 Lampiran 5. Diagram alir unit proses persiapan umpan ................................. 178 Lampiran 6. Diagram alir unit proses transesterifikasi ................................... 179 Lampiran 7. Diagram alir unit proses separasi ............................................... 180 Lampiran 8. Diagram alir unit proses purifikasi ............................................. 181

Page 21: S3-DISERTASI KPTSAN

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Perkembangan kemajuan teknologi dan industri telah memacu

pertumbuhan konsumsi enerji yang cukup tinggi selama beberapa dasawarsa

terakhir di dunia, sehingga mempengaruhi tatanan ekonomi global, regional,

maupun ekonomi suatu negara. Penggunaan enerji yang berasal dari minyak

mineral di dunia diperkirakan mencapai 140 miliar ton dalam 5 tahun terakhir.

Kebutuhan enerji dimasa mendatang akan semakin meningkat, sedang faktor

penyediaannya relatif tetap bahkan cenderung menurun dengan faktor harga

berfluktuasi atau sulit diprediksi (Kurtubi 2005).

Menurut Departemen Enerji dan Sumberdaya Mineral (2002), kebutuhan

enerji yang berasal dari minyak mineral nasional semakin meningkat yaitu 1,35

juta barel per hari (bph), sedang rata-rata produksi hanya sekitar 1,1 juta bph

minyak mentah. Oleh karena itu, pemerintah harus mengimpor minyak mentah

sejumlah 250.000 bph serta mengimpor BBM sejumlah 300.000 bph.

Soerawidjaja dan Tahar (2003) memperkirakan konsumsi minyak solar dalam

negeri akan semakin meningkat yaitu mencapai 30 miliar liter pada tahun 2006,

dimana ketergantungan akan produk solar impor tidak dapat dihindari disebabkan

pertambahan kapasitas pengilangan minyak tidak dapat mengimbangi volume

pertumbuhan konsumsi yang besar.

Sejak terjadi krisis ekonomi pada tahun 1997 sampai sekarang, relatif

belum ada investasi baru di bidang eksplorasi minyak mineral. Jika keadaan ini

terus berlanjut, maka akan semakin memberatkan beban anggaran pemerintah

yang dikeluarkan untuk mensubsidi harga BBM nasional (Kurtubi 2005).

Subsidi BBM pada tahun 2004 mencapai 75 triliun rupiah, dan sejalan

dengan kenaikan harga minyak mentah dunia saat ini mencapai $ 60 juga akan

menyebabkan penambahan jumlah subsidi yang harus dikeluarkan pemerintah

mencapai lebih dari 100 triliun rupiah sampai dengan kwartal ketiga tahun 2005

(Kurtubi 2005).

Dalam rangka mengantisipasi kelangkaan enerji dimasa mendatang, perlu

dikaji potensi sumber enerji lain terutama enerji yang dapat diperbaharui.

Page 22: S3-DISERTASI KPTSAN

2

Indonesia diketahui memiliki berbagai macam sumber enerji yang dapat

diperbaharui seperti enerji air, angin, matahari, panas bumi dan enerji biomas.

Salah satu sumber enerji biomas yang mempunyai potensi untuk dikembangkan

adalah enerji biomas yang berasal dari minyak kelapa sawit atau disebut Biodisel

Kelapa Sawit (BDS).

BDS dapat dijadikan alternatif pengganti minyak solar yang banyak

digunakan sebagai bahan bakar terutama pada sektor transportasi dan industri.

BDS merupakan salah satu produk yang mempunyai prospek dan peluang yang

cukup baik untuk dikembangkan terutama ditinjau dari aspek kontinuitas

penyediaan bahan baku, sifat produk yang ramah lingkungan, dan merupakan

sumber enerji yang dapat diperbaharui (renewable).

Potensi bahan baku BDS ditunjukkan oleh besarnya luas areal perkebunan

kelapa sawit yaitu mencapai 5,2 juta hektar lahan dengan produksi mencapai 10

juta ton pada tahun 2004. Pengembangan tanaman kelapa sawit secara besar-

besaran dilakukan sejak tahun 1980 melalui berbagai macam program perluasan

areal atau ekstensifikasi terutama di Pulau Sumatra, Kalimantan, dan Papua. Sejak

tahun 1994 mulai dikembangkan berbagai macam produk agroindustri sawit

(Direktorat Jenderal Tanaman Perkebunan 2002).

Minyak kelapa sawit dapat dijadikan berbagai macam produk industri

antara (produk oleokimia dasar) atau produk industri hilir seperti minyak goreng,

produk kosmetik, sabun/detergen dan lain-lain. Konsumsi minyak sawit dalam

negeri berkisar 3,5-4 juta ton per tahun terutama digunakan oleh industri minyak

goreng dan makanan serta industri oleokimia, selebihnya minyak sawit tersebut

diekspor ke berbagai negara industri, terutama ke negara-negara Eropa, India dan

Cina. Umumnya produk tersebut di negara tujuan diolah lebih lanjut menjadi

produk-produk oleokimia akhir yang bernilai tambah tinggi ( Biro Data Indonesia

2000 ).

Mencermati masalah kelangkaan enerji fosil dan dampak lingkungan

akibat emisi yang ditimbulkan oleh kendaraan yang berbahan bakar minyak fosil

yang terus meningkat, serta meningkatnya harga minyak mentah, maupun BBM

selama ini maka pengembangan enerji alternatif yang ramah lingkungan dan dapat

Page 23: S3-DISERTASI KPTSAN

3

diperbaharui perlu mendapat perhatian yang cukup besar, terutama oleh

pemerintah.

Selain hal tersebut, konvensi internasional di Rio de Jeneiro tahun 1992,

Kyoto tahun 1997, dan Birma tahun 2001 telah menetapkan bahwa strategi

pengembangan bioenerji harus diarahkan pada penghematan enerji melalui

peningkatan efisiensi teknologi, diversifikasi sumber enerji, dan penambahan

enerji yang dapat diperbaharui (Murdiyarso 2003).

Pengembangan BDS di Indonesia baru dilakukan oleh beberapa

perusahaan dan Lembaga Penelitian dalam skala “Pilot plant”. Biaya investasi

pada industri biodisel terutama industri yang berskala besar, relatif mahal

(Korbitz 1997). Sejak tahun 1997, pengembangan investasi dalam bidang enerji

mengalami pertumbuhan yang negatif, hal ini terutama ditunjukan oleh

meningkatnya jumlah impor BBM nasional akibat adanya perubahan kebijakan

struktur industri yang semula vertikal menjadi horizontal, serta kendala lainnya

(LIPI 2005).

Pengembangan investasi industri biodisel sangat dipengaruhi oleh

kebijaksanaan pemerintah dalam mengimplementasikan program diversifikasi

enerji terbarukan. Kendala pengembangan investasi yang dihadapi oleh negara

produsen di dunia saat ini adalah mahalnya biaya produksi biodisel terutama

disebabkan oleh harga bahan baku yang relatif tinggi (Soerawidjaja dan Tahar

2003 ).

Dalam rangka mendukung program pengembangan BDS nasional secara

komersial diperlukan suatu pengkajian terhadap keputusan investasi. Diketahui

faktor yang mempengaruhi suatu keputusan investasi banyak dan kompleks serta

dapat berubah baik besaran maupun nilai menurut waktu dan kondisi yang terjadi.

Untuk membantu pengambil keputusan mengetahui keputusan investasi yang

tepat dan relatif cepat, maka penelitian ini menyusun model sistem penunjang

keputusan investasi pada industri BDS menggunakan model sistem dinamis.

Pendekatan model sistem dinamis dinilai tepat untuk digunakan dalam

menganalisis keputusan investasi BDS karena faktor yang berpengaruh pada

investasi dinilai cukup kompleks dan dapat berubah-ubah menurut waktu dan

kondisi. Sistem dinamis telah banyak diterapkan dalam memecahkan persoalan

Page 24: S3-DISERTASI KPTSAN

4

dinamika industri, bisnis, sosial, formulasi kebijakan, enerji, dan lingkungan

(Muhamadi et al. 2001).

Penelitian di bidang investasi biodisel diharapkan dapat bermanfaat bagi

pelaku usaha, pemerintah, perguruan tinggi, dan masyarakat pengguna yang

merupakan motor penggerak bagi pengembangan investasi pada industri BDS.

Penggunaan produk tersebut diharapkan dapat mengurangi masalah polusi yang

terjadi dan dapat mengatasi masalah kelangkaan sumber enerji mineral dimasa

yang akan datang.

1.2. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan rancang bangun sistem

penunjang keputusan investasi pada industri biodisel kelapa sawit menggunakan

model sistem dinamis.

1.3. Ruang Lingkup Penelitian

Biodisel kelapa sawit merupakan sumber energi baru di Indonesia yang

belum banyak dikembangkan secara komersial. Mengingat biodisel kelapa sawit

merupakan salah satu sumber energi yang dapat terbarukan dan bahan bakunya

tersedia didalam negeri maka perlu dikaji potensi dan manfaat serta masalah yang

akan dihadapi apabila investasi BDS dilakukan. Untuk menilai kelayakan

investasi tersebut perlu disusun suatu model sistem penunjang keputusan

investasi biodisel kelapa sawit. Dalam merepresentasikan model digunakan

model sistem dinamis, karena model sistem ini dapat merepresentasikan berbagai

skenario permasalahan yang bersifat kompleks, stokastik dan bersifat dinamis

atau berubah sesuai dengan kondisi yang terjadi. Secara garis besar ruang lingkup

pada penelitian adalah sebagai berikut :

1. Biodisel kelapa sawit yang dikaji pada penelitian ini adalah biodisel yang berasal dari minyak kelapa sawit kasar (Crude Palm Oil)

2. Biodisel yang dihasilkan digunakan sebagai bahan bakar cair pada alat transportasi.

3. Analisis faktor yang berpengaruh pada pengembangan investasi biodisel kelapa sawit didasarkan atas faktor yang terkait secara langsung atau

Page 25: S3-DISERTASI KPTSAN

5

faktor intrinsik. Faktor tidak langsung seperti kondisi suatu negara atau country risk dan keadaan moneter diasumsikan dalam keadaan tetap.

4. Perhitungan simulasi proses pengolahan biodisel kelapa sawit didasarkan pada proses pengolahan berskala besar dengan kapasitas produksi 100 ribu ton per tahun, dengan hasil biodisel dan gliserin murni.

5. Implementasi Sistem Penunjang Keputusan didesain menggunakan software I Think.

6. Pengolahan data pada sub model dilakukan dengan software Lotus Smartsuite, Microsoft Excel dan Minitab.

7. Validasi model dilakukan dengan landasan teori atau data empiris yang ada.

1.4. Manfaat Penelitian

Industri biodisel di Indonesia relatif baru dan belum berkembang secara

luas, untuk itu diperlukan sosialisasi dan masukan berupa kajian dan penelitian di

bidang biodisel kelapa sawit kepada para pihak yang terkait dalam

pengembangannya yaitu pemerintah (sebagai regulator dan fasilitator), pelaku

usaha dan masyarakat sebagai pengguna. Pada dasarnya manfaat penelitian dapat

diuraikan sebagai berikut :

1. Secara ilmiah menghasilkan suatu model sistem berupa perangkat lunak atau program komputer yang dapat digunakan sebagai alat bantu bagi pengambil keputusan dalam melakukan penilaian terhadap kelayakan investasi pada industri biodisel kelapa sawit.

2. Membantu pelaku usaha atau calon investor dalam menyusun perencanaan investasi dibidang biodisel kelapa sawit.

3. Memberi masukan kepada pemerintah dalam memformulasikan kebijakan dibidang enerji terbarukan.

Page 26: S3-DISERTASI KPTSAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistem Penunjang Keputusan

Setiap hari manusia selalu membuat keputusan baik keputusan individu

maupun keputusan organisasi atau manajemen yang dibuat oleh para manajer.

Manajemen adalah suatu usaha pemanfaatan sumberdaya manusia, uang, enerji,

material, ruang dan waktu yang semuanya disebut masukan atau input, untuk

selanjutnya diproses menjadi keluaran atau output untuk mencapai tujuan

organisasi (Turban et al. 2004).

Keberhasilan suatu manajemen sangat ditentukan oleh kemampuan para

pimpinan dan manajer untuk mengambil suatu keputusan. Para manajer atau

pengambil keputusan dari suatu organisasi sering dihadapkan pada tantangan

internal dan eksternal sehingga memerlukan perubahan dan penyempurnaan pada

fungsi manajerialnya (Mintzberg dan Quim 1996).

Analisis sistem merupakan suatu studi yang mempelajari masalah yang

ada pada dunia bisnis dalam rangka mencari rekomendasi yang tepat untuk

penyelesaian masalah (Whitten dan Bentley 1998). Sedang menurut Eriyatno

(1998), ilmu sistem adalah suatu ilmu yang mempelajari perilaku dari elemen

yang berhubungan dan terorganisir untuk mencapai tujuan. Hubungan antar sub

sistem atau elemen dapat berupa transaksi, interaksi, transisi, koneksi atau relasi.

Menurut Marimin (2005), sistem adalah sekelompok metode, prosedur, teknik

atau objek yang berhubungan dan teroganisir saling keterkaitan satu sama lain

untuk membentuk kesatuan keseluruhan untuk mencapai tujuan tertentu.

Perkembangan ilmu sistem saat ini banyak diarahkan pada soft system

yaitu ilmu sistem yang mempelajari sistem penalaran sesuai dengan sistem kerja

syaraf manusia (Marimin 2005). Ilmu sistem dapat dijadikan dasar untuk

merancang Sistem Penunjang Keputusan (SPK), yang digunakan untuk

membantu para pimpinan atau manajer membuat keputusan terutama keputusan

yang bersifat kompleks dan tidak terstruktur serta tidak dapat atau sulit diprediksi.

SPK juga merupakan aplikasi dari sistem informasi yang dirancang untuk

menyediakan informasi yang bermanfaat bagi pengambil keputusan (Whitten et

al. 2001).

Page 27: S3-DISERTASI KPTSAN

7

Perkembangan dan penerapan SPK telah dimulai sejak 35 tahun yang lalu

yaitu dimulai dengan pengembangan SPK yang berorientasi model pada akhir

tahun 1960. Pada tahun 1970 dilakukan pengembangan teori dan implementasi

sistem perencanaan finansial. Pada pertengahan dan akhir 1980, diperkenalkan

sistem informasi eksekutif (Executive Information System/EIS), SPK kelompok

(Group Decision Support System/GDSS) dan SPK organisasional (Organizational

Decision Support System/ODSS) tersusun dari pengguna tunggal dan SPK

berorientasi model. Sekitar awal tahun 1990, data warehousing dan on-line

analytical processing (OLAP) memulai perluasan bidang SPK dengan pendekatan

milenium atau aplikasi analisis berbasis web juga mulai diperkenalkan (Power

2002).

Pada tatanan konseptual SPK terbagi menjadi 5 bagian yaitu (Power

2002):

(1) SPK yang berbasis komunikasi (communication-driven DSS)

(2) SPK yang berbasis data (data-driven DSS)

(3) SPK yang berbasis dokumen (document-driven DSS)

(4) SPK yang berbasis pengetahuan (knowledge-driven DSS) dan

(5) SPK yang berbasis model (model-driven DSS).

SPK yang berbasis model menekankan akses dan manipulasi model-model

statistik, finansial, optimasi dan simulasi. SPK yang berbasis model menggunakan

data dan parameter yang diberikan oleh pemakai SPK untuk membantu para

pengambil keputusan dalam menganalisis suatu situasi, tetapi mereka tidak

memerlukan data yang intensif.

Pada tatanan sistem, Power (2000), membagi SPK menjadi 2 bagian :

(1) Enterprise-wide DSS, berhubungan dengan penyimpanan data yang besar dan

melayani banyak manajer dalam suatu perusahaan

(2) Desktop atau single-user DSS adalah sistem kecil yang diperuntukkan pada

PC manajer individual

Sprague dan Carlson (1982) mengidentifikasi 3 komponen dasar SPK

yaitu :

(1) Sistem manajemen database (Database Management System/DMBS)

Page 28: S3-DISERTASI KPTSAN

8

(2) Sistem manajemen basis model (Model-Base Management Model/MBMS)

dan

(3) Generasi dialog dan sistem manajemen (Dialog Generation and Management

System/DGMS)

Menurut Marakas (1999), struktur SPK terdiri dari 5 komponen berbeda

yaitu :

(1) Sistem manajemen data,

(2) Sistem manajemen model,

(3) Mesin pengetahuan,

(4) Antarmuka pemakai dan

(5) Pemakai.

Sprague dan Watson (1980) membagi SPK ke dalam 3 sub-sistem utama

yaitu :

(1) User-system interface, yaitu dimana para pembuat keputusan dapat

berinteraksi langsung dengan sistem.

(2) Sub-sistem yang menyimpan, mengelola, mengambil, menampilkan dan

menganalisis data yang relevan dan dikenal dengan istilah Sistem

Manajemen Basis Data (Data Base Management System = DBMS).

(3) Sub-sistem yang menggunakan model atau kumpulan model untuk

melakukan sejumlah tugas analisis, dan dikenal dengan istilah Sistem

Manajemen Basis Model (Model Base Management System = MBMS).

Menurut Sarma (1994) dan Dyer (1993), pendekatan sistematik (normatif)

dalam pengambilan keputusan terdiri dari beberapa tahap, yaitu:

(1) Mengenali problem-problem dalam mengambil keputusan

(2) Mengerti dan memodelkan sistem dan lingkungannnya

(3) Mengenali para pembuat keputusan

(4) Mengenali tujuan-tujuan para pengambil keputusan dan preferensinya

(5) Menganalisis pembatas-pembatas

(6) Mengembangkan alternatif-alternatif, dan

(7) Memilih alternatif-alternatif tersebut.

Menurut Bidgoli et al. (1987), SPK memberikan kemampuan untuk

melakukan sejumlah fungsi-fungsi yang berbeda. Fungsi-fungsi tersebut meliputi

Page 29: S3-DISERTASI KPTSAN

9

analisis what-if, goal seeking, analisis sensitivitas, analisis laporan pengecualian,

peramalan, simulasi, analisis grafik, analisis statistik dan permodelan.

Aplikasinya, SPK baru dapat dikatakan bermanfaat apabila terdapat

kondisi sebagai berikut :

(1) Eksistensi dari basis data yang sangat besar sehingga sulit

mendayagunakannya.

(2) Kepentingan adanya transformasi dan komputasi pada proses mencapai

keputusan.

(3) Adanya keterbatasan waktu, baik dalam penentuan hasil maupun dalam

prosesnya.

(4) Kepentingan akan penilaian atas pertimbangan akal sehat untuk menentukan

dan mengetahui pokok permasalahan serta mengembangkan alternatif dan

pemilihan solusi.

2.2 Model Sistem Dinamis

Menurut Forester (1961 diacu dalam Coyle 1996), sistem dinamis adalah

sistem yang dikembangkan untuk menyelidiki suatu umpan balik dari suatu

informasi tertentu menggunakan suatu model yang didesain untuk memperbaiki

struktur dan kebijakan suatu organisasi. Sistem dinamis merupakan suatu

pengembangan dari sistem kontrol atau sistem manajemen pengendalian suatu

permasalahan yang kompleks dan berubah-ubah baik parameter maupun waktu.

Pemodelan merupakan suatu abstraksi dari sebuah situasi nyata atau

aktual. Dewasa ini dalam membantu para eksekutif, manager perusahaan industri

banyak menggunakan pemodelan sistem dinamis, karena sistem ini dinilai dapat

melakukan pemecahan masalah yang dinamis atau berubah menurut waktu dan

dapat mengintegrasikan pemecahan masalah berbagai disiplin, seperti bidang

sosial, ekonomi, administrasi, manajemen, politik dan lain-lain (Ford 1999).

Secara substansi terdapat 3 alasan yang mendasari penggunaan sistem

dinamis yaitu: 1) pendekatan sistem dengan metode sistem dinamis adalah

merupakan proses berpikir menyeluruh dan terpadu yang mampu

menyederhanakan kerumitan tanpa kehilangan esensi atau unsur utama yang

menjadi objek dari perhatian; 2) metode sistem dinamis sesuai digunakan untuk

Page 30: S3-DISERTASI KPTSAN

10

menganalisa mekanisme interaksi atau melihat pola keterkaitan antar unsur atau

elemen suatu sistem yang rumit, berubah menurut waktu dan mengandung

ketidakpastian; 3) dapat merepresentasikan alternatif-alternatif keputusan dengan

cepat melalui simulasi dari model yang dibangun ( Coyle 1996).

Dalam membangun model perlu dilakukan beberapa proses berikut

(Muhamadi et al. 2001) :

(1) Identifikasi proses yang menghasilkan kejadian nyata.

(2) Identifikasi kejadian yang diinginkan.

(3) Identifikasi kesenjangan antara kenyataan dan keinginan.

(4) Identifikasi dinamika untuk mengatasi kesenjangan.

(5) Analisis kebijakan yang diperlukan

Secara garis besar, tahapan analisis sistem dinamis menurut masyarakat

pemerhati sistem dinamis meliputi: 1) identifikasi masalah; 2) merumuskan

hipotesis sistem dinamis; 3) menyusun kausal sebab-akibat atau Influence

Diagram; 4) membangun model simulasi pada komputer; 5) melakukan pengujian

model apakah dapat diterapkan pada dunia nyata, dengan menilai model ini

apakah dapat digunakan untuk pemecahan masalah dan memformulasikan

kebijakan yang diperlukan (System Dynamics society,

http://www.albany.edu/cpr/sds/, 20 Januari 2003).

Dalam khasanah ilmu sistem, metode sistem dinamis dimasukan dalam

kategori white box atau proses pengolahan input menjadi output dapat dijelaskan

dengan lebih akurat. Beberapa alat perangkat lunak yang digunakan dalam

peramalan sistem dinamis adalah program komputer Powersim, Vensim, Stella, I

think analist dan Mathematica (Muhamadi et al. 2001).

2.3. Model Dinamik

Secara umum model dinamik kontinu yang melibatkan m state variable x1,

x2, ..., xm dapat dinyatakan dengan m buah persamaan diferensial biasa yang

bergantung pada waktu t dan k buah parameter yaitu 1 2ˆ { , ,..., }kp p p=p dapat

dinyatakan sebagai

Page 31: S3-DISERTASI KPTSAN

11

1 1 1 2

2 2 1 2

1 2

( ( ), ( ),..., ( ); ; )( ( ), ( ),..., ( ); ; )

( ( ), ( ),..., ( ); ; )

m

m

m m m

x f x t x t x t tx f x t x t x t t

x f x t x t x t t

==

=

pp

p

&

&

M MM

&

...................... (1)

dengan ii

dxxdt

=& . Dengan notasi vektor, sistem persamaan diferensial (1) dapat

dinyatakan sebagai:

( , , ), , [0, ], m pf t t T= ∈ ∈ ∈x x p x R p R& & .......... (2)

Bila diketahui nilai pengamatan yi yang merupakan fungsi dari t dan peubah xi

maka parameter p dapat diduga melalui tahapan sbb.:

i. Misalkan nilai pengamatan yi dinyatakan sebagai

( ( , ))i i iy g t ε= +x p ............................ (3)

dimana iε merupakan sisaan (residual) model.

ii. Misalkan ˆ( , )tx p adalah solusi (1). Penduga parameter p dapat diperoleh

dengan metode kuadrat terkecil (least square method) dengan cara

meminimumkan jumlah kuadrat sisaan iε :

2

1

ˆmin{ ( ) ( ( ( , ))) }n

i ii

S y g t=

= −∑p x p .................... (4)

Dari (4) akan diperoleh penduga parameter p, yaitu 1 2ˆ ˆ ˆ ˆ{ , ,..., }kp p p=p

(Luenberger, 1979)

2.4. Model Logistik

Model logistik adalah suatu bentuk khusus model dinamik yang dapat

dinyatakan dengan persamaan diferensial:

( ) (1 )dY YY t r Ydt K

= = −& ................... (5)

Page 32: S3-DISERTASI KPTSAN

12

Suku (1 / )r Y K− dapat diinterpretasikan sebagai laju pertumbuhan. Laju ini

menurun ketika pertumbuhan Y(t) meningkat sampai batas atasnya K yang sering

disebut ”daya dukung lingkungan”.

Solusi dari persamaan tersebut adalah

( )1 exp( )

KY tb a t

=+ −

..................... (Luenberger, 1979) (6)

Dimana b > 0 ditentukan dengan kondisi awal Y(0) < 0. Bentuk kurvanya dapat

dilihat pada Gambar 1. Berdasarkan bentuknya kurva logistik juga sering disebut

sebagai “kurva S” (Luenberger 1979). Terlihat bahwa diawal, laju

pertumbuhannya meningkat pesat menyerupai pertumbuhan eksponensial sampai

pada suatu titik, lalu perlahan-lahan menurun hingga lajunya mendekati 0 saat

mendekati daya dukung lingkungan K. Titik di mana terjadi laju pertumbuhan

maksimum disebut “titik belok”.

Gambar 1. Kurva Logistik

Model logistik banyak digunakan untuk menduga pertambahan populasi

yang awalnya bertambah tetapi pada suatu saat laju pertambahan menurun karena

adanya faktor pembatas misalnya digunakan untuk menduga pertambahan

penduduk di negara yang baru berkembang dan perkembangan pertumbuhan

tanaman dan lain lain.

Y0

Y

K

t

titik belok

Page 33: S3-DISERTASI KPTSAN

13

2.5. Analisis Finansial

Dalam menilai tingkat keberhasilan suatu perusahaan, pengambil

keputusan memerlukan informasi tentang kinerja keuangan, yang tersusun dalam

bentuk akuntansi keuangan. Pengambil keputusan terdiri dari pihak internal

(seperti dewan direksi, manajemen dan karyawan) dan pihak eksternal seperti

kreditor dan investor. Perusahaan bersaing untuk mendapatkan pendanaan

eksternal karena pemakai eksternal memiliki beragam alternatif investasi. Kualitas

informasi akuntansi yang disediakan bagi pemakai eksternal akan membantu

untuk menentukan (1) apakah pendanaan akan diterima, dan (2) biaya yang

berkenaan dengan pendanaan tersebut. Laporan keuangan yang biasanya

digunakan untuk menilai kinerja suatu perusahaan secara umum terdiri dari

laporan neraca, laporan laba rugi dan laporan arus kas (Stice dan Skousen 2004).

Beberapa dasar perhitungan kriteria investasi adalah sebagai berikut

(Haming dan Basalamah 2003):

a. Penghitungan Net Present Value (NPV)

Future Value (nilai akan datang) ialah nilai dari uang atau arus kas yang

akan diterima pada akhir periode tertentu di masa yang akan datang yang

bertumbuh sebesar tingkat bunga yang diperhitungkan.

FVn = Ao (1 + i)n ............................................ (7)

Dimana: FVn = nilai akan datang pada akhir periode n

Ao = nominal arus kas pada periode dasar, atau periode ke-0

i = tingkat bunga yang diperhitungkan

n = periode waktu, 0, 1, 2, 3,…,n

Present Value (nilai sekarang) adalah jumlah uang yang harus

diinvestasikan pada waktu sekarang dengan tingkat bunga tertentu guna

mendapatkan penerimaan arus kas tertentu pada akhir periode tertentu di masa

datang.

PVo = nn

i)+(1FV

............................................ (8)

Dimana: PVo = nilai sekarang pada periode 0 FVn = nilai akan datang pada akhir periode ke-n i = tingkat bunga

Page 34: S3-DISERTASI KPTSAN

14

Metode nilai sekarang (present value method) adalah metode penilaian

kelayakan investasi yang menyelaraskan nilai yang akan datang arus kas menjadi

nilai sekarang dengan melalui pemotongan arus kas dengan memakai faktor

pengurang (diskon) pada tingkat biaya modal tertentu yang diperhitungkan.

PVt = At (1 + i)t ............................................ (9)

Dimana: PVt = nilai sekarang dari arus kas periode ke-t

At = arus kas nominal pada periode ke-t

i = tingkat bunga yang diperhitungkan

t = periode 1, 2, 3,…, n

TPV = ∑==

n

i 1 tiAt

)+1( ............................................ (10)

Dimana: TPV = nilai sekarang total

tt

iA

)+1( = nilai sekarang arus kas A setiap periode ke-t

NPV = -Io + TPV ............................................ (11)

Dimana: NPV = Nilai Sekarang NICF – Nilai Sekarang TPV = nilai sekarang total

Io = investasi awal

Net Income Cash Flow (NICF) yaitu arus kas bersih sesudah pajak

NICF = laba bersih + Depresiasi + (1 – t) Bunga .......... (12)

Jika pendanaan proyek dilakukan oleh investor dengan dananya sendiri

(self financing) maka beban bunga tidak ada sehingga arus kas sesudah pajak

menjadi:

NICF = laba sesudah pajak (EAT) + Depresiasi ....... (13)

Jika nilai sekarang NICF lebih besar nilai sekarang Io; maka proyek

dipandang layak karena mampu memikul beban yang ada, sekaligus membentuk

laba untuk investor atau pemilik perusahaan. Jika kedua besaran arus kas

dikurangkan, maka akan diperoleh nilai sekarang bersih (Net Present Value atau

NPV) dari proyek.

Kriteria nilai sekarang neto (Net Present Value – NPV) didasarkan pada

konsep mendiskonto seluruh aliran kas ke nilai sekarang. Dengan mendiskonto

semua aliran kas masuk dan keluar selama umur proyek (investasi) ke nilai

Page 35: S3-DISERTASI KPTSAN

15

sekarang, kemudian menghitung angka neto maka akan diketahui selisihnya

dengan memakai dasar yang sama, yaitu harga (pasar) saat ini. Hal tersebut berarti

sekaligus dua hal telah diperhatikan, yaitu faktor nilai waktu dari uang dan

(selisih) besar aliran kas masuk dan keluar. Dengan demikian, amat membantu

pengambil keputusan untuk menentukan pilihan. NPV menunjukkan jumlah lump-

sum yang dengan arus diskonto tertentu memberikan angka berapa besar nilai

usaha (Rp) tersebut pada saat ini.

NPV = ∑∑== ++

n

tt

n

tt i

tCoitC

00 )1()(

)1()( .............................. (14)

Dimana: NPV = nilai sekarang neto

(C)t = aliran kas masuk tahun ke-t

(C0)t = aliran kas keluar tahun ke-t

n = umur unit usaha hasil investasi

i = arus pengembalian (rate of return)

t = waktu

Jika NPV lebih besar 0 atau positif, berarti proyek layak dan jika NPV < 0

atau negatif berarti proyek tidak layak.

b. Penghitungan Internal Rate of Return (IRR)

Tingkat kemampulabaan internal (Internal Rate of Return) adalah metode

analisis kelayakan yang bertujuan untuk mengetahui tingkat balikan internal

sewaktu nilai sekarang arus kas masuk (TPV) sama dengan nilai sekarang

pengeluaran investasi (Io), atau sewaktu NPV sama dengan 0. Jika IRR lebih

besar dari tingkat bunga, maka proyek tersebut layak diterima.

IRR = I1 + )(][ 12

12

2 IINPVNPV

NPV .................. (15)

Dimana: IRR = Internal Rate of Return

I1 = tingkat bunga yang kecil

I2 = tingkat bunga yang besar

NPV1 = nilai sekarang bersih yang diperoleh dari faktor I2

(negatif)

Page 36: S3-DISERTASI KPTSAN

16

NPV2 = nilai sekarang bersih yang diperoleh dari faktor I1 (positif)

c. Penghitungan Benefit-Cost Ratio

Untuk mengkaji kelayakan proyek sering digunakan pula kriteria yang

disebut Benefit-Cost Ratio (BCR). Penggunaannya amat dikenal dalam

mengevaluasi proyek-proyek untuk kepentingan umum atau sektor publik.

Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :

BCR = biayasekarangNilai

benefitsekarangNilai=

CPVBPV

)()(

.............. (16)

Biaya C pada rumus di atas dapat dianggap sebagai biaya pertama (Cf)

sehingga rumusnya menjadi:

BCR = Cf

BPV )( .................................... (17)

Dimana: BCR = perbandingan manfaat terhadap biaya (Benefit-Cost

Ratio)

(PV)B = nilai sekarang benefit

(PV)C = nilai sekarang biaya

Kriteria BCR akan memberikan petunjuk sebagai berikut:

BCR > 1 usulan proyek diterima

BCR < 1 usulan proyek ditolak

BCR = 1 netral

d. Penghitungan Titik Impas (Break Even Point)

Titik impas adalah titik dimana total biaya produksi sama dengan

pendapatan. Titik impas menunjukkan bahwa tingkat telah menghasilkan

pendapatan yang sama besarnya dengan biaya produksi yang dikeluarkan. Selain

dapat mengungkapkan hubungan antara volume produksi, harga satuan dan laba,

analisis titik impas bagi manajemen akan memberikan informasi mengenai

hubungan antara biaya tetap dan biaya variabel. Dengan asumsi bahwa harga

penjualan per unit produksi adalah konstan maka jumlah unit pada titik impas

dihitung sebagai berikut :

Page 37: S3-DISERTASI KPTSAN

17

Pendapatan = biaya produksi

= biaya tetap + biaya tidak tetap

= FC + Qi x VC

Qi x P = FC + Qi x VC

Qi = VCP

FC ….. .......................................... (18)

Dimana: Qi = jumlah unit (volume) yang dihasilkan dan terjual pada titik impas

FC = biaya tetap P = harga penjualan per unit VC = biaya tetap per unit

e. Penghitungan Payback Period

Jangka waktu pemulihan modal (payback period) adalah jangka waktu

yang diperlukan, biasanya dinyatakan dalam satuan tahun, untuk mengembalikan

seluruh modal yang diinvestasikan. Masa pemulihan modal ini dihitung dengan

menggunakan dua macam acuan, yaitu:

1. Metode arus kumulatif, dan

2. Metode arus rata-rata

Metode arus kas kumulatif dipakai sebagai alat penilai kelayakan jika arus

kas proyek tidak seragam, atau berbeda dari tahun ke tahun selama usia ekonomis

proyek. Sedang metode arus kas rata-rata dipakai jika arus kas proyek seragam,

atau sama besarnya dari tahun ke tahun selama usia ekonomis proyek ini.

Informasi masa pemulihan modal dapat dipakai sebagai alat prediksi

ketidakpastian dimasa datang, dimana proyek yang memiliki masa pemulihan

modal yang lebih singkat diidentifikasi sebagai proyek yang memiliki masa

pemulihan modal yang relatif lama akan memiliki pula resiko di masa mendatang

yang lebih besar.

T = AIo x 1 tahun ................................................ (19)

Dimana: T = periode pemulihan modal Io = investasi inisial Ā = arus kas tahunan yang seragam

Page 38: S3-DISERTASI KPTSAN

18

Pengertian Dan Spesifikasi Biodisel

Biodisel merupakan salah satu bahan bakar cair yang dapat digunakan

sebagai alternatif pengganti solar. Biodisel dapat diolah dari minyak nabati,

minyak hewani maupun dari minyak goreng bekas (used frying oil). Secara kimia

biodisel merupakan suatu alkil ester asam lemak rantai panjang. Secara teknis

biodisel yang langsung diolah dari minyak nabati dikenal sebagai VOME

(Vegetable Oil Methyl Ester) dan FAME atau Fatty Acid Methyl Ester (Germany

dan Bruna 2001).

Hasil produk pertanian yang dapat dijadikan biodesel diantaranya adalah

minyak kedele, minyak kanola, minyak bunga matahari, minyak jarak, minyak

kelapa, minyak sawit, minyak goreng bekas dan lain-lain. Perkiraan jumlah

biodisel di dunia yang berasal dari minyak kanola (rapeseed oil ) mencapai 84%;

minyak bunga matahari (sun flower oil) 13%; minyak kacang kedelai 1%; minyak

sawit dan minyak kelapa 1% dan lainnya 1% ( Ralf 2001 ).

Selain sebagai produk subsitusi dari solar yang digunakan pada sektor

transportasi, biodisel dapat juga digunakan sebagai minyak bakar atau minyak

pemanas (heating oil) pada wilayah sensitif seperti wilayah perairan/ laut, dan di

area pertambangan. Penggunaan biodisel di wilayah ini bertujuan untuk

mengurangi polusi karena emisinya tidak membahayakan lingkungan (Biodiesel

Development Corporation 1999).

Beberapa perusahaan otomotif di dunia telah menggunakan biodisel tanpa

memodifikasi mesin. Biodisel dapat digunakan secara murni atau disebut B100

dan penggunaannya dapat juga dicampur dengan solar pada berbagai komposisi

campuran, misalnya B20 merupakan campuran biodisel 20% dan solar 80%. Pada

saat ini biodisel yang tersedia secara komersial di Amerika dan Eropa adalah B20,

Perancis B05, dan berbagai komposisi campuran lainnya (Korbitz 1997).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Colorado Institute terhadap

perbandingan emisi kendaraan yang menggunakan bahan bakar solar dan biodisel

menunjukkan bahwa emisi kendaraan yang menggunakan biodisel (B20) lebih

rendah dibandingkan emisi kendaraan yang menggunakan solar. Komponen emisi

yang lebih rendah adalah total partikulat 14%, hidrokarbon 13% dan karbon

monoksida 7% pada biodisel dibandingkan dengan solar, serta emisi biodisel juga

Page 39: S3-DISERTASI KPTSAN

19

tidak mengandung logam sulfur (Biodiesel Development Corporation 1999).

Perbandingan sifat fisiko kimia solar dan biodisel tertera pada Tabel 1 dibawah

ini.

Tabel 1. Perbandingan sifat biodisel dan solar No. Sifat Fisik/Kimia Biodisel Solar

1 Komposisi Metil ester dari asam lemak

Hidrokarbon

2 Massa jenis, mg/ml 0.8624 0.8750

3 Viskositas kinem pd 40º C, mm2/s ( cSt) 5.55 4.0

4 Titik kilat, 0C 172 985 Angka setana 62.4 536 Kelembaban, % 0.1 0.3

7 Tenaga Mesin Tenaga yang dihasilkan 128.000 BTU

Tenaga yang dihasilkan 130.000 BTU

8 Putaran mesin Sama Sama 9 Modifikasi mesin Tidak perlu

10 Konsumsi bahan bakar Sama

11 Pelumasan Lebih tinggi Lebih rendah

12 Emisi

Lebih rendah karbon monoksida, jumlah hidrokarbon, sulfur dioksida, nitro oksida

Lebih tinggi karbon monoksida, jumlah hidrokarbon, sulfur dioksida

13 Handling Kurang mudah terbakar Lebih mudah terbakar

14 Lingkungan Toksisitas rendah Toksisitas 10 kali lebih tinggi

15 Provisi Terbarukan Tak terbarukan Sumber : Penelitian Lemigas (Gafar 2001) dan US Department of Energy, National Renewable

Energy Laboratory ( 2000 ), diolah.

Beberapa aspek yang menjadi pertimbangan negara produsen untuk

mengembangkan biodisel adalah: 1) ketersediaan bahan baku di negaranya;

2) minyak nabati yang akan diolah menjadi biodisel merupakan tanaman asli atau

budidaya asli negeri tersebut sehingga pasokan bahan baku dapat terjamin; 3)

kapasitas produksi disesuaikan dengan besarnya permintaan produk di negara

tersebut; 4) kesadaran terhadap kelangkaan sumber enerji dimasa yang akan

datang (Soerawidjaja dan Tahar 2003).

Page 40: S3-DISERTASI KPTSAN

20

2.7. Sifat Fisiko-Kimia Biodisel

Sifat fisiko kimia dari biodisel dan solar relatif sama. Beberapa spesifikasi

atau parameter penting adalah ukuran, massa jenis Viskositas, angka setana, titik

kilat, titik awan/mendung (Germani dan Bruna, 2001). Ditinjau dari sumbernya

biodisel merupakan bioenerji yang dapat diperbaharui dan ramah lingkungan

sedangkan solar tidak dapat diperbaharui dan penggunaannya tidak ramah

lingkungan akibat kandungan CO, CO2, dan logam berat yang relatif tinggi

(Schafer 1998).

Enerji yang dihasilkan biodisel relatif sama dengan yang dihasilkan oleh

solar. Biodisel yang diaplikasikan pada motor bakar menghasilkan suara mesin

yang lebih halus karena memiliki angka setana yang lebih tinggi dari solar (Gafar

et al. 2001).

Minyak sawit atau CPO merupakan senyawa yang tersusun dari unsur

C, H, dan O. Minyak sawit juga terdiri dari fraksi padat dan fraksi cair dengan

perbandingan yang hampir sama. Minyak sawit mengandung beberapa jenis asam

lemak yang berikatan dengan gliserol membentuk trigliserida. Jumlah asam lemak

mencapai 95% dari berat total molekul trigliserida sehingga hal ini mempengaruhi

sifat fisika/kimia dari minyak tersebut (Ketaren 1986).

Parameter mutu biodisel dapat dibedakan atas dua kelompok yaitu:

1) parameter untuk menguji minyak disel; 2) parameter yang berhubungan dengan

komposisi kimia dan kemurnian metil ester. Parameter seperti densitas, angka

setana, dan kandungan sulfur dipengaruhi oleh jenis minyak nabati yang

digunakan dalam pemurniannya (Mittelbach 2001).

Biodisel relatif tidak memproduksi asap dan emisinya lebih mudah

diuraikan karena mempunyai sifat toksisitas yang lebih rendah dibandingkan

dengan solar karena biodisel tidak mengandung senyawa hidrokarbon aromatik

(Pacific Biodisel 2003). Penyimpanan dan penangganan biodisel cukup aman

dibandingkan dengan solar karena tidak menghasilkan uap yang berbahaya pada

suhu kamar. Biodisel tidak menghasilkan efek rumah kaca karena karbon yang

dihasilkan masih dalam siklus karbon yang tertutup sehingga bersifat ramah

lingkungan (Biodiesel Development Corporation 1999).

Page 41: S3-DISERTASI KPTSAN

21

2.8. Standar/Spesifikasi Biodisel

Standarisasi biodisel selama ini dilakukan oleh masing-masing negara

pengguna atau produsen. Standarisasi biodisel yang digunakan di Amerika

umumnya biodisel yang berasal dari minyak kedelai dan minyak goreng bekas

(used frying oil) distandarisasi oleh ASTM (American Standard for Testing and

Material). Biodisel yang biasanya digunakan di Jerman umumnya menggunakan

standar DIN series, misalnya DIN51606 banyak digunakan di negara Eropa,

sedang Jepang, Canada, Australia dan negara lainnya mempunyai standar sendiri.

Pada saat ini Uni Eropa sedang merumuskan acuan standar penggunaan biodisel

untuk Uni Eropa tetapi belum diberlakukan (Korbitz 1997).

Pada dasarnya standar atau spesifikasi biodisel ditentukan sesuai dengan

penggunaannya. Ada dua kegunaan biodisel yaitu, untuk bahan bakar otomotif

dan untuk enerji minyak bakar ( heating oil). Namun parameter penting untuk

kedua jenis penggunaan tersebut adalah kemurnian ester metil, viskositas, titik

kilat, bebas gliserol, kadar monogliserida, digliserida, trigliserida serta kadar CCR

atau Conradson Carbon Residu (Germany dan Bruna 2001) .

Di Indonesia telah terbentuk Forum Biodisel Indonesia yang

beranggotakan Departemen ESDM, Pertanian, Kementrian LH, Lembaga

Penelitian, Perguruan Tinggi dan praktisi. Forum Biodisel Indonesia

mengeluarkan acuan standar biodisel dengan mempertimbangkan beberapa

alternatif bahan baku yang tersedia di dalam negeri dan memiliki sifat yang sama

atau mendekati sifat fisiko kimia dari minyak solar yang digunakan di

Indonesia.Standar biodisel yang ada di Malaysia saat ini mengacu pada standar

minyak disel yang digunakan pada angkutan umum bus di sana. Parameter

penting adalah kandungan monogliserida 0,8%, digliserida dan trigliserida

masing-masing 0,1%. Perbandingan standar biodisel di Malaysia dan Indonesia

dapat dilihat pada Tabel 2 .

Perbedaan standar biodisel Indonesia dan Malaysia disebabkan oleh

adanya perbedaan jenis bahan baku yang digunakan untuk membuat biodisel.

Bahan baku yang digunakan untuk membuat biodisel di Indonesia adalah

minyak kelapa sawit dan turunannya, minyak jarak, dan minyak goreng.

Sedangkan bahan baku yang digunakan di Malaysia hanya minyak sawit dan

Page 42: S3-DISERTASI KPTSAN

22

turunannya saja. Spesifikasi minyak biodisel di Indonesia telah

mempertimbangkan kisaran nilai atau angka parameter yang dapat memenuhi

standar biodisel diantaranya angka setana, angka asam dan bilangan iodium

(Soerawidjaja dan Tahar 2003).

Tabel 2. Perbandingan Spesifikasi Biodisel Malaysia dan Indonesia

Parameter Satuan Malaysia Indonesia Nilai Nilai

Kadar Ester Alkali % m/m ≥ 96,5 ≥ 96,5Massa jenis pada 15 0C Kg/m3 860-900 - Massa jenis pada 40 C 0.85 - 0.89Viskositas @ 40 0C mm2/s 3,5 - 9 2.3 - 6.0Titik kilat 0C 120 ≥ 100Conradson (CCR) % m/m ≤ 0,3 -Angka setana ≥ 51 ≥ 48Angka Asam Mg KOH/g 0,5 ≤ 0,8

Angka iodium Grams Iodine/100 g 120 ≤ 115

Methyl ester dari linolenic acid % m/m 12 Kadar Ester berikatan rangkap >4 % m/m 1 -Metanol % m/m 0,02 -Kadar monogliserida % m/m 0,80 -Kadar digeliserida % m/m 0,20 -Kadar trigliserida % m/m 0,20 -Gliserol bebas % m/m 0,02 ≤ 0.02Gliserin total % m/m 0,25 ≤ 0.25Kadar (Na+K), ppm-b % m/m 5 -Fosfor, ppm-b % m/m 10,0 ≤ 10Titik Awan 0C 5 ≤ 18Cold Filter Plugging Point (CFPP) % b -Korosi strip Tembaga(3jam/50ºC) ≤ 3Residu Karbon - dalam contoh asli - dalam 10% ampas distilasi

% b % b

≤ 0.05≤ 0.3

Air dan sedimen % b ≤ 0.05Air ppm b -Kontaminasi total Ppm-b -Temperatur distilasi 90 % ºC ≤ 360Abu tersulfatkan, %-b %b ≤ 0.02Belerang, ppm-b %b ≤ 50Uji Halphen Negatif

Sumber : Malaysian Palm Oil dalam Shaz-Lan Group of Companies, Malaysia 2002; Budiman 2004. diolah.

Keterangan : 1. % m/m adalah persen massa per massa 2. indikator mutu yang masih kosong artinya belum ada informasi tetapi diperlukan 3. % b adalah persen terhadap berat

Page 43: S3-DISERTASI KPTSAN

23

2.9. Teknologi Pengolahan Biodisel

Proses pengolahan biodisel telah dikembangkan sejak tahun 1895 oleh

DR. Rudolf Disel dengan mengekstrak minyak bunga matahari, minyak kelapa,

dan minyak kacang dan diuji cobakan penggunaannya sebagai bahan bakar mesin-

mesin disel (Korbitz 1997). Pada saat ini berbagai macam proses teknologi

tersedia di pasaran mulai dari kapasitas produksi skala kecil, yaitu lebih kecil dari

10.000 ton per tahun, dan kapasitas produksi dengan skala besar, yaitu kapasitas

30.000-100.000 ton per tahun. Proses pengolahan biodisel dapat dilakukan

secara bertahap atau disebut batch process, dan dengan cara berkesinambungan

atau disebut continous process. Produk yang ingin dihasilkan dapat dirancang

sesuai dengan keinginan pengguna atau taylor made, misalnya biodisel dan

gliserin (Lohrlein 2002).

Teknologi pengolahan biodisel berskala besar dan sedang banyak

dihasilkan oleh perusahaan besar yang ada di Uni Eropa dan di Amerika.

Sedangkan teknologi pengolahan yang berskala kecil banyak dihasilkan oleh

bengkel kerja yang ada di Perguruan Tinggi dan lembaga penelitian atau asosiasi

petani terutama di negara Uni Eropa, Amerika dan Australia (Korbitz 1997).

Pengolahan minyak kelapa sawit atau CPO untuk menghasilkan biodisel

dapat dilakukan dengan proses esterifikasi dan transesterifikasi. Esterifikasi

adalah proses pembuatan ester dari asam karboksilat dan alkohol dengan katalis

asam (H2SO4), reaksinya dapat dinyatakan dengan persamaan yang terlihat pada

persamaan berikut.

O O R C + ROH R C + H2O OH OR

H2SO4

Asam Karboksilat Alkohol Ester karboksilat Air

Ester adalah turunan asam karboksilat yang gugus –OH dari

karboksilatnya diganti dengan gugus –OR dari alkohol. Ester dapat berikatan

hidrogen dengan air, sehingga dalam pengolahan biodisel air harus dihilangkan.

Page 44: S3-DISERTASI KPTSAN

24

Ester yang berbobot molekul rendah sedikit larut dalam air tetapi ester yang terdiri

dari empat atau lima karbon lebih tidak larut dalam air.

Transesterifikasi adalah proses pengubahan ester menjadi ester dalam

bentuk lain, yang diperoleh dengan mereaksikan ester karboksilat dengan metanol

dengan bantuan katalis basa (KOH). Dengan demikian, proses transesterifikasi

pada pengolahan biodisel merupakan proses pengubahan trigliserida dari CPO

atau RBDPO menjadi metil atau etil ester sebagai biodisel. Reaksinya dapat

ditulis sebagai berikut :

Gambar 2. Persamaan reaksi kimia pembentukan biodisel dari trigliserida dan metanol

Reaksi berlangsung pada temperatur dan tekanan yang rendah (150º F dan

20 Psia) dengan katalis basa (NaOH atau KOH) dengan hasil rendemen biodisel

mencapai 98 % dari bahan baku utamanya (Reksowardoyo et al. 2002). Sumber

bahan baku yang digunakan untuk memproduksi biodisel dapat berasal dari

minyak sawit kasar (CPO) atau produk turunanya RBD – Olein, RBD – Stearin

serta dari CPO Parit (limbah minyak CPO yang ada di pabrik). Menurut penelitian

yang dilakukan oleh BPPT (2002), kadar asam lemak bebas atau FFA yang

terdapat pada minyak sawit yang dapat digunakan sebagai bahan baku CPO terdiri

dari: 1) CPO dengan kadar FFA lebih kecil dari 5%; 2) CPO off grade atau

dengan kadar FFA lebih besar 5 %; 3) CPO pond atau kadar FFA berkisar 40–70

%; dan 4) FFA distilat atau kadar FFA mencapai 75 % dan biasanya

merupakan limbah dari pabrik pengolahan minyak goreng.

Secara garis besar, Lohrlein (2002) membagi proses pengolahan biodisel

dalam tiga tahapan unit proses sebagai berikut:

1) Unit proses preparasi yang meliputi:

O

Metanol Gliserin

3CH3OH HOCH +

HOCH2

HOCH2

+

Trigliserida

R 1 OCH2 C

R 1 OCH C O

R 1 OCH 2 C O

OCH3 3R 1 C O

KOH

Metil Ester

Page 45: S3-DISERTASI KPTSAN

25

a) Unit operasi pembersihan bahan baku (Physical refining), sebelum

direaksikan bahan baku dibersihkan untuk menghilangkan

padatan/kotoran yang terdapat pada minyak sawit kasar. Kadar asam

lemak bebas yang sangat besar dapat juga dihilangkan melalui

penguapan dengan menggunakan alat destilasi volume pada tekanan 10

Torr dan temperatur 250 0C.

b) Unit operasi pencampuran metanol dan katalis. Kegiatan ini bertujuan

untuk mencampurkan metanol dan katalis sehingga diperoleh suatu

larutan yang homogen.

2) Unit proses transesterifikasi yaitu mereaksikan bahan baku dan metanol

dengan bantuan katalis. Reaksi berlangsung pada kondisi atmosfir dan

temperatur 60–70 0C. Hasil reaksi diperoleh campuran biodisel, gliserol,

metanol, katalis dan senyawa lainnya (impuritas).

3) Unit proses pemurnian biodisel dan gliserin yang dihasilkan. Proses

pemurnian dilaksanakan dengan melakukan pencucian terhadap metil ester

dan pendestilasian terhadap gliserin, untuk memperoleh metil ester atau

biodisel dan gliserin yang murni.

2.10. Investasi Biodisel

Investasi adalah penanaman modal jangka panjang untuk menghasilkan

keuntungan di masa yang akan datang. Penanaman modal terbagi dalam dua

kategori yaitu: 1) penanam modal dalam bentuk aset riil (real asset); dan 2)

penanaman modal dalam bentuk aset keuangan (financial asset). Penanaman

modal jangka panjang mengandung ketidakpastian dan resiko sehingga setiap

pengambil keputusan investasi perlu pertimbangan yang matang sebelum

melakukan investasi dengan menggunakan kriteria investasi yang terkait (Bodie

et al. 2005).

Kelayakan suatu investasi adalah suatu pengkajian yang bersifat

menyeluruh terhadap semua aspek yang mempengaruhi investasi tersebut

misalnya potensi pasar, kelayakan teknis, finansial dan lain-lain. Sebelum

dilakukan pengkajian suatu investasi baru sebaiknya dilakukan suatu analisa

persaingan dari posisi industri tersebut atau analisa posisi industri serta faktor atau

Page 46: S3-DISERTASI KPTSAN

26

elemen yang mempengaruhinya. Hasil analisa ini akan membantu pengambil

keputusan dalam memformulasikan faktor atau elemen penting yang akan

mempengaruhi investasi (Mintzberg dan Quin 1996).

Pada dasarnya pengembangan investasi dibidang agroindustri terdiri dari

pengkajian tiga aspek dasar, yaitu pemasaran (marketing), proses pengolahan

(processing), dan penyediaan bahan baku (raw material supply). Masing-masing

aspek dasar tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor lainnya seperti lingkungan,

kebijakan dan stakeholder yang saling berinteraksi dan memberikan umpan balik

membentuk suatu rantai (chain). Pengembangan suatu investasi yang tepat selalu

diawali dengan analisis berorientasi pasar market oriented analysis

(Brown et al. 1994).

Suatu investasi dikatakan sehat atau baik apabila ditopang oleh prinsip-

prinsip ekonomi yang universal yang mendorong kegiatan disegala bidang seperti,

tersedianya produk yang diminta oleh pasar, tersedianya lapangan kerja,

meningkatnya tingkat penghasilan, tumbuhnya kegiatan ekonomi lainnya seperti

usaha dan jasa. Untuk itu kelayakan investasi dapat dilakukan dengan mengkaji

manfaat finansial dan non finansial yang akan diperoleh dan perkiraan faktor

resiko yang akan dihadapi serta implikasi kebijakan yang diperlukan (Soeharto

1999).

2.11. Perkembangan Penelitian Biodisel

Penelitian biodisel telah banyak dilakukan terutama di Amerika, Uni

Eropa, Jepang dan Australia, terutama dalam bidang teknologi proses, uji emisi,

uji penggunaan (Road test), pemasaran, dan kebijakan. Universitas Idaho di

Amerika banyak melakukan penelitian biodisel dalam bidang pemilihan bahan

baku, pengujian spesifikasi produk dan pengujian emisi yang dikeluarkan oleh

biodisel (Korbits 1997). Studi dan implementasi kebijakan penggunaan biodisel,

antara lain ketentuan jumlah emisi yang diperbolehkan, kebijakan pajak dan

kebijakan pemberian perijinan investasi pada industri biodisel dilakukan oleh

organisasi biodisel Amerika dan pemerintah, yaitu Departemen Lingkungan

Hidup dan Departemen Pertanian (Tapsavi et al. 2004). Penelitian biodisel di

Uni Eropa umumnya dibidang pengujian bahan baku, teknologi proses, sifat

Page 47: S3-DISERTASI KPTSAN

27

fisikokimia biodisel atau spesifikasi produk dan pengujian emisi (Anderson et al.

2003; Zhang et al. 2003).

Menurut Forum Biodisel Dunia (2004), motivasi penelitian biodisel di

negara maju cukup besar disebabkan oleh adanya kesadaran terhadap kelangkaan

sumber enerji mineral dimasa yang akan datang, kesadaran terhadap penggunaan

produk yang ramah lingkungan dan keinginan untuk mendukung program

diversifikasi enerji nasionalnya. Penelitian di bidang investasi umumnya

dilakukan dalam bentuk studi kelayakan proyek oleh perusahaan yang akan

mengembangkan biodisel dan dilakukan secara spesifik sesuai dengan visi dan

misi perusahaan yang bersangkutan.

Beberapa penelitian di bidang proses pengolahan biodisel antara lain

dilaporkan oleh Tapasvi et al. (2004), yaitu pendekatan permodelan proses

pengolahan biodisel dapat digunakan untuk menilai kelayakan ekonomi dan

produksi dari biodisel. Dengan memodelkan berbagai komposisi neraca bahan dan

neraca enerji pada pengolahan biodisel maka akan diketahui komposisi mana yang

memberikan keuntungan paling optimum atau proses yang paling layak untuk

dikembangkan.

Zhang et al. (2003) melaporkan bahwa pengolahan biodisel yang berasal

dari minyak goreng bekas menggunakan katalis asam lebih baik dibandingkan

dengan menggunakan katalis basa. Hal ini disebabkan pengolahan biodisel yang

berasal dari minyak goreng bekas yang menggunakan katalis basa memerlukan

jumlah bahan baku yang lebih besar dibandingkan dengan proses yang

menggunakan katalis asam.

Menurut penelitian oleh Hanif (2003), pemakaian biodisel 100% berbasis

minyak sawit akan menghasilkan jumlah emisi hidrokarbon 42%, karbon

monoksida 54% dan karbon dioksida 42% lebih rendah dibandingkan dengan

minyak solar yang dijual bebas di Indonesia. Wuryaningsih et al. (2003)

melaporkan pengujian terhadap penggunaan biodisel kelapa sawit dan minyak

jarak pada kendaraan akan menurunkan emisi CO, HC, partikulat dan Nox.

2.12. Perkembangan Industri Biodisel

Terjadinya krisis minyak dunia pada tahun 1973 telah mendorong

sejumlah negara maju untuk mengadakan serangkaian penelitian terhadap enerji

Page 48: S3-DISERTASI KPTSAN

28

alternatif di antaranya enerji biomas. Hal lainnya yang mendorong perkembangan

industri biodisel adalah semakin sadarnya masyarakat negara tersebut akan

terjadinya sumber kelangkaan sumber enerji yang berasal dari minyak mineral

yang tidak dapat diperbaharui serta kesadaran akan pentingnya melestarikan

lingkungan melalui penggunaan produk-produk yang ramah lingkungan.

Sehubungan dengan kedua hal tersebut negara–negara maju seperti Eropa,

Amerika, Jepang, dan Australia telah lama mulai mengembangkan industri

biodisel nasionalnya (Krause 2001).

Perkembangan biodisel di negara Eropa mengalami peningkatan yang

pesat ditunjukkan dengan meningkatnya kapasitas produksi biodisel dari negara-

negara yang ada di Uni Eropa dari 500.000 ton pada tahun 2000 menjadi hampir 2

juta ton pada tahun 2004. Peningkatan konsumsi biodisel ini terutama disebabkan

oleh kekuatiran akan langkanya enerji fosil dimasa mendatang dan kesadaran akan

keamanan lingkungan yang tinggi sehingga pemerintah di negara tersebut

mendukung pengembangan investasi. Pelaku usaha yang menanamkan investasi

pada industri tersebut umumnya mendapat berbagai macam kemudahan dan

fasilitas dari pemerintah berupa kebijakan/regulasi yang mendukung

berkembangnya investasi tersebut misalnya penerapan tax holiday dibidang

perijinan dan pemasaran, persyaratan emisi bahan bakar yang diperbolehkan serta

kebijakan lainnya ( European Commision-DG XVII 1996).

Dewasa ini produksi minyak biodisel dunia diperkirakan lebih dari lima

juta ton dimana lebih dari 85% dari jumlah tersebut diproduksi di negara Eropa,

terutama Jerman, Austria, Perancis, Belanda, Italia serta sisanya oleh negara

lainnya seperti Amerika, Jepang, Australia, Malaysia, dan lain-lain (Korbitz

1997). Banyaknya produsen dan total produksi biodisel di Eropa pada tahun 2000

tertera pada Lampiran 2. Pemerintah di negara-negara Eropa, Amerika dan

Australia memberikan insentif yang cukup besar bagi pengembangan industri

biodisel misalnya berupa keringanan pajak mulai dari perijinan pabrik sampai

dengan keringanan pajak bagi pengguna produk biodisel. Adanya aturan dari

batasan emisi yang dapat ditolerir yang dikeluarkan oleh negara-negara produsen

biodisel memberikan pengaruh yang sangat positif bagi perkembangan investasi

industri tersebut (Germany dan Bruna 2001). Penggunaan biodisel di Amerika

Page 49: S3-DISERTASI KPTSAN

29

tidak hanya digunakan bagi transportasi umum tetapi digunakan juga pada lokasi-

lokasi yang sensitif terhadap kerusakan lingkungan seperti lokasi perairan dan

pertambangan (Forum Enerji Dunia, www. Worldenergy.net/article chemical

maker htm, 17 Mei 2003). Jepang mengembangkan E-oil yang menggunakan

proses daur ulang dari minyak goreng bekas rumah tangga atau disebut tempura

Yu dan digunakan sebagai bahan bakar transpor umum (Yukawa 2001).

Page 50: S3-DISERTASI KPTSAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran

Penelitian ini diawali dengan pengkajian faktor-faktor yang berpengaruh

serta keterkaitan antar faktor dalam pengembangan investasi biodisel kelapa sawit

di Indonesia. Tiap faktor dimodelkan sebagai suatu submodel dimana masing-

masing submodel akan dianalisis sesuai dengan landasan teoritis maupun empiris

yang sesuai dengan submodel tersebut.

Berdasarkan hasil analisis pada masing–masing submodel akan disusun

suatu rancang bangun model sistem penunjang keputusan investasi pada industri

BDS yang merupakan model agregasi dari submodel tersebut menggunakan

model sistem dinamis. Rancang bangun yang dihasilkan diharapkan dapat

digunakan sebagai alat bantu bagi pengambil keputusan untuk menilai kelayakan

investasi pada industri biodisel kelapa sawit.

Dari hasil validasi rancang bangun sistem penunjang keputusan investasi

pada industri BDS menggunakan sistem dinamis diharapkan dapat diambil suatu

kesimpulan terhadap penilaian kelayakan investasi dan stategi pengembangannya.

Disamping hal tersebut, dapat pula ditetapkan sasaran investasi berupa penentuan

struktur industri dan posisi produk sebagai pengganti produk substitusi solar di

dalam negeri dan sebagai produk ekspor.

Strategi pengembangan investasi yang diinginkan adalah jangka pendek,

jangka menengah dan jangka panjang. Saran rekomendasi terhadap implikasi

kebijakan yang diperlukan terutama kebijakan dibidang investasi dan dibidang

penggunaan produk.

3.1.1. Pendekatan Sistem

Dalam pengembangan model sistem penunjang keputusan investasi pada

industri BDS menggunakan model sistem dinamis maka dilakukan beberapa

tahapan identifikasi sistem, batasan sistem dan penetapan metoda analisis.

Page 51: S3-DISERTASI KPTSAN

31

3.1.2. Identifikasi Sistem

Hasil analisis kebutuhan dan formulasi permasalahan menjadi landasan

untuk identifikasi parameter yang berpengaruh. Hubungan antar parameter sistem

tersebut digambarkan dalam bentuk diagram input-output (Gambar 3).

Input

Lingkungan

1. Kebijakan Pemerintah di Bidang Enerji

2. Kebijakan Pemerintah di Bidang Lingkungan

3. Kebijakan Pemerintah di Bidang Investasi

Input Tak Terkendali

1. Fluktuasi Harga Bahan Baku 2. Tingkat Suku Bunga Bank 3. Iklim Investasi Belum Membaik 4. Perubahan Kurs

Output Dikehendaki 1. Terjadinya Investasi BDS secara bertahap dan

terencana 2. Pasar Biodisel di DN & LN 3. Program Diversifikasi E nerji Terlaksana 4. Perbaikan Kualitas Lingkungan

SPK INVESTASI PADA INDUSTRI BDS

MENGGUNAKAN MODEL SISTEM DINAMIS

Input Terkendali 1. Potensi Sumber Bahan Baku, Teknolog i,

Finansial, SDM 2.Skenario Pengembangan Investasi

Output Tidak Dikehendaki 1. Harga Produk BDS lebih mahal daripada Produk

Subtitusi 2. Harga Pokok Produksi Tinggi 3. Resiko Investasi

Manajemen Pengendalian

Gambar 3. Diagram input output SPK investasi industri biodisel.

Secara garis besar diagram alir sistem penunjang keputusan investasi tertuang

pada Gambar 4. Metode analisis yang digunakan pada tiap sub model disusun

pada Tabel 4.

Page 52: S3-DISERTASI KPTSAN

32

Gambar 4. Diagram alir sistem penunjang keputusan investasi

3.1.3. Batasan sistem

Batasan sistem dalam pemodelan yang dibangun adalah dibatasi pada

pengkajian faktor internal yang dapat dimodelkan atau disimulasikan yaitu faktor

sumber daya, faktor teknis produksi, faktor finansial, faktor lingkungan dan faktor

pasar.

Start

-Analisis Sumberdaya-Analisis Produksi Biodisel -Analisis Finansial -Analisis Lingkungan -Analisis Pasar

Layak

Formulasi Implementasi

Selesai

Agregasi penilaian Kelayakan Investasi berdasarkan model SPK yang diformulaskan

ya

tidak

Page 53: S3-DISERTASI KPTSAN

33

Tabel 3. Metoda analisis yang digunakan pada tiap sub model

Sub Model Data yang diperlukan

Metode Pengumpulan

Data Sumber Data Metoda

Analisis

Sumberdaya (pengukuran ketersediaan sumberdaya)

Luas lahan, produktivitas, dan penggunaan CPO

Data sekunder diolah

Data statistik perkebunan, literatur

Forcasting, model logistik

Pasar (Pengukuran potensi pasar)

Pangsa, harga, produk BBM solar dan produk BDS

Wawancara dengan pelaku usaha dan pengguna, data sekunder

Departemen ESDM, internet

Forcasting (deskriptif)

Kelayakan produksi

Jumlah bahan dan Jumlah enerji proses pengolahan Biodisel skala laboratorium

Data sekunder diolah

Tehnik Kimia ITB, PT Ecogreen, PT Sumi Asih, studi literatur, internet

Perhitungan neraca bahan dan neraca enerji untuk skala industri (scaling up)

Kelayakan finansial

Struktur biaya investasi

Data sekunder diolah, wawancara

Literatur, data sekunder diolah

Analisis rasio keuangan

Analisa Lingkungan (pengukuran kerugian akibat emisi)

Pengukuran Emisi BDS Vs produk subtitusi, spesifikasi produk

Data sekunder diolah

Hasil penelitian industri Biodisel di Uni Eropa, Lab. PPKS dan Puspitek Serpong, Lab Lemigas

Enviromental burden (beban lingkungan dari gas sisa pembakaran)

SPK Investasi Input sub model Data primer Sub model Software” I

think”

3.2. Permodelan Sistem Model yang dibangun menggambarkan abstraksi dari suatu obyek atau

situasi aktual yang memperlihatkan hubungan-hubungan langsung atau tidak

langsung serta kaitan timbal balik setiap aspek yang terkait dalam pengembangan

industri biodisel kelapa sawit. Adapun tahapan-tahapan permodelan adalah

sebagai berikut.

Page 54: S3-DISERTASI KPTSAN

34

3.2.1. Tahap Seleksi Konsep Seleksi dilakukan untuk menentukan alternatif-alternatif mana yang

bermanfaat dan bernilai cukup memadai untuk dilakukan permodelan abstraksi

dan juga pertimbangan ketersediaan data dan informasi serta efisiensi dari sistem

yang dihasilkan.

3.2.2. Tahap Rekayasa Model

Tahapan dimulai dari menetapkan jenis model abstraksi yang akan

diterapkan sesuai dengan tujuan dan karakteristik sistem. Kemudian melakukan

penelaahan yang teliti tentang asumsi model, konsistensi normal pada parameter,

hubungan fungsional antar variabel, dan memperbandingkan model dengan

kondisi aktual. Tahap ini akan menghasilkan deskripsi dari model abstrak yang

melalui uji permulaan dan validitasnya.

3.2.3. Tahap Implementasi Komputer Dalam tahap ini diwujudkan model abstrak dalam berbagai bentuk

persamaan, diagram alir dan diagram blok dengan menggunakan bahasa

program/komputer untuk implementasi model. Setelah program komputer

dirancang, selanjutnya dilakukan tahap pembuktian atau verifikasi bahwa model

komputer tersebut mampu melakukan simulasi dari model abstrak yang dikaji.

3.2.4. Tahap Validasi Tahap ini merupakan tahapan untuk menilai apakah model sistem tersebut

merupakan perwakilan yang sah dari realitas yang dikaji dimana dapat dihasilkan

kesimpulan yang meyakinkan. Model mungkin telah mencapai status valid

(absah) walaupun masih menghasilkan kekurang-benaran output. Suatu model

adalah absah dicirikan oleh konsistensinya atau hasilnya tidak bervariasi lagi.

3.2.5. Tahap Analisis Sensitivitas Tahapan ini untuk menentukan variabel keputusan mana yang penting untuk

dikaji lebih lanjut pada aplikasi model. Analisis ini mampu mengeliminasi faktor

yang kurang penting, sehingga pemusatan dapat ditekankan pada variabel

keputusan kunci serta menambahkan efisiensi kunci, serta meningkatkan efisiensi

dari proses pengambilan keputusan.

Page 55: S3-DISERTASI KPTSAN

35

3.2.6. Tahap Analisis Stabilitas

Dalam sistem dinamik sering ditemukan perilaku tidak stabil yang

destruktif untuk beberapa nilai parameter sistem. Perilaku tidak stabil ini dapat

berupa fluktuasi random yang tidak mempunyai pola ataupun nilai output yang

eksplosit sehingga besarannya tidak realistis lagi. Analisis stabilitas dapat

menggunakan teknik analisis berdasarkan teori stabilitas, atau menggunakan

simulasi secara berulang kali untuk mempelajari batasan stabilitas sistem. Dalam

tingkat stabilitas tersebut sering ditentukan adanya time-lag, dan fungsi turunan

ordo tinggi terhadap waktu untuk mendeteksi perubahan dinamik.

3.2.7. Aplikasi Model

Pada tahap ini model dioperasikan untuk menganalisis secara terinci

kebijakan yang dipermasalahkan. Hasil dari permodelan abstraksi ini adalah

gugusan terinci dari spesifikasi manajemen. Informasi yang timbul setelah proses

ini dapat merupakan indikasi akan kebutuhan untuk pengulangan kembali proses

analisis sistem dan permodelan sistem. Hal ini sesuai dengan fakta bahwa

pendekatan sistem dalam lingkungan dinamik adalah suatu proses yang

berkesinambungan, mencakup penyesuaian dan adaptasi melalui lintasan waktu.

Secara skematis, tahapan-tahapan permodelan sistem dapat dilihat pada

Gambar 5, dalam bentuk diagram alir permodelan.

Page 56: S3-DISERTASI KPTSAN

36

Tidak

Tidak

Tidak

Tidak

Tidak

Tidak

Tidak Ya

Seleksi Konsep

Terbaik ?

Konsep Pilihan

Permodelan dari Konsep

Lengkap ?

Implementasi Komputer

Realistik?

Model Komputer

Validasi

Diterima ?

Model yang Dapat Digunakan

Analisis Sensitifitas

Lengkap ?

Parameter dan Input Terkontrol yang Sensitif

Analisis Stabilitas

Lengkap ?

Kondisi Untuk Stabil

Aplikasi Model

Terbaik ?

Keputusan yang tepat dan terbaik

Gambar 5. Diagram alir permodelan

Konsep-konsep yang layak

Page 57: S3-DISERTASI KPTSAN

37

3.3 Pemodelan Subsistem 3.3.1. Submodel Sumberdaya

Submodel ini digunakan untuk memproyeksikan ketersediaan CPO

sebagai bahan baku industri biodisel. Secara umum, model ini terdiri dari

beberapa sub-submodel yaitu sub-submodel untuk menghitung produksi CPO dari

perkebunan rakyat, perkebunan swasta dan perkebunan negara, serta sub-

submodel untuk menghitung penggunaan CPO baik untuk ekspor maupun

pemakaian CPO sebagai bahan baku industri minyak goreng dan industri

oleokimia lainnya. Diagram alir deskriptif sub-sub model produksi CPO dari

perkebunan rakyat dapat dilihat pada Gambar 6 berikut ini.

Mulai

* Data luas perkebunan kelapa sawit rakyat* Produksi CPO dari perkebunan rakyat

Hitung Peningkatan luas perkebunan rakyat kelapa sawit

Proyeksikan luas perkebunan rakyat kelapa sawit

Hitung tingkat akurasi proyeksi perkebunan rakyat kelapa sawit (menggunakan statistik kesalahan r2)

r2

memuaskan ?tidak

a

ya

Data diperiksa kembali

Page 58: S3-DISERTASI KPTSAN

38

Gambar 6. Diagram alir deskriptif sub-submodel produksi CPO dari

perkebunan kelapa sawit rakyat

Sub-Submodel Produksi CPO dari Perkebunan Rakyat

Submodel ini digunakan untuk menghitung CPO yang dihasilkan dari

perkebunan rakyat. Proyeksi produksi CPO dari perkebunan rakyat diperoleh

dengan memproyeksikan luas perkebunan kelapa sawit dari perkebunan rakyat

yang kemudian dikalikan dengan produktivitas CPO per ha dari perkebunan

rakyat. Luas perkebunan rakyat diproyeksikan dengan menggunakan model

dinamis. Proyeksi luas perkebunan rakyat juga dibatasi oleh luas lahan untuk

tidak

Produktivitas perkebunan kelapa sawit rakyat ( ton CPO /ha/tahun)

Proyeksikan produksi CPO dari perkebunan rakyat

Hitung tingkat akurasi proyeksi produksi CPO dari perkebunan rakyat

a

Proyeksi CPO dari perkebunan rakyat

Proyeksi memuaskan ?

selesai

ya

Page 59: S3-DISERTASI KPTSAN

39

perkebunan kelapa sawit rakyat maksimal yang dapat ditanami. Sedangkan

persamaan matematis yang digunakan adalah sebagai berikut :

Luas Perkebunan Rakyat (t)

Model Dinamis x1

=

ƒ1(x1(t), x2 (t), ....., xm (t) ; t ; p) ......... (20)

Keterangan : x1 : Luas lahan tahun ke-1 x2 : Luas lahan tahun ke-2xm x1

: :

Luas lahan tahun ke-m Proyeksi luas lahan perkebunan rakyat (proyeksi tahun ke-1)

Jika Luas Perkebunan Rakyat(t)>Lahan Maksimum Perkebunan Rakyat, maka Luas Perkebunan Rakyat(t)=Lahan Maksimum Perkebunan Rakyat

Prod CPO Rakyat (t) = Luas Perkebunan Rakyat (t) x Prod Kebun

Rakyat ...................................................................(21) Keterangan :

Luas Perkebunan Rakyat (t) : proyeksi luas perkebunan rakyat (ha) pada

tahun ke-t.

Lahan Maksimum Perkebunan

Rakyat

: lahan perkebunan rakyat maksimum yang

dapat ditanami dengan kelapa sawit.

Prod CPO Rakyat (t) : proyeksi CPO yang dihasilkan dari

perkebunan rakyat (ton) pada tahun ke-t

(ton).

Prod Kebun Rakyat : produktivitas perkebunan rakyat (ton

CPO/ha/tahun)

t : 1, 2, ..., jumlah proyeksi

Sub-Submodel Produksi CPO dari Perkebunan Swasta

Submodel ini digunakan untuk menghitung CPO yang dihasilkan dari

perkebunan besar swasta. Proyeksi produksi CPO dari perkebunan besar swasta

diperoleh dengan memproyeksikan luas perkebunan kelapa sawit dari perkebunan

besar swasta yang kemudian dikalikan dengan produktivitas CPO per ha dari

perkebunan besar swasta. Luas perkebunan besar swasta diproyeksikan dengan

menggunakan model dinamis. Proyeksi luas perkebunan besar swasta juga

Page 60: S3-DISERTASI KPTSAN

40

dibatasi oleh luas lahan untuk perkebunan kelapa sawit swasta maksimal yang

dapat ditanami. Diagram alir deskriptif sub-submodel produksi CPO dari

perkebunan swasta dapat dilihat pada Gambar 7, sedangkan persamaan matematis

yang digunakan dapat dilihat sebagai berikut.

tidak

ya

Mulai

* Data luas perkebunan kelapa sawit swasta * Produksi CPO dari perkebunan swasta

Hitung Peningkatan luas perkebunan kelapa sawit swasta

Proyeksikan luas perkebunan kelapa sawit swasta

Hitung tingkat akurasi proyeksi perkebunan kelapa sawit swasta(menggunakan statistik

kesalahan r2

r2

memuaskan ?

Produktivitas perkebunan kelapa sawit swasta ( ton CPO /ha/tahun)

Proyeksikan produksi CPO dari perkebunan swasta

Hitung tingkat akurasi proyeksi produksi CPO dari perkebunan swasta

a b

Data diperiksa kembali

Page 61: S3-DISERTASI KPTSAN

41

tidak

ya

Gambar 7. Diagram alir deskriptif sub-submodel produksi CPO dari perkebunan swasta

Luas Perkebunan Swasta (t)

Model Dinamis x1

=

ƒ1(x1(t), x2 (t), ....., xm (t) ; t ; p) ...... (22)

Keterangan :

x1 : Luas lahan tahun ke-1 x2 : Luas lahan tahun ke-2 xm x1

: :

Luas lahan tahun ke-m Proyeksi luas lahan perkebunan swasta

Jika Luas Perkebunan Swasta(t) > Lahan Maksimum Perkebunan Swasta, maka Luas Perkebunan Swasta (t) = Lahan Maksimum Perkebunan Swasta Prod CPO Swasta (t) = Luas Perkebunan Swasta (t) x Prod Kebun

Swasta ......................................................................(23) Keterangan :

Luas Perkebunan Swasta (t) : proyeksi luas perkebunan besar swasta (ha) pada tahun ke-t.

Lahan Maksimum Perkebunan

Swasta

: lahan perkebunan swasta maksimum yang dapat ditanami dengan kelapa sawit.

Prod CPO Swasta (t) : proyeksi CPO yang dihasilkan dari perkebunan besar swasta (ton) pada tahun ke-t (ton).

Prod Kebun Swasta : produktivitas perkebunan besar swasta (ton CPO/ha/tahun)

t : 1, 2, ..., jumlah proyeksi

a

Proyeksi CPO dari perkebunan swasta

Proyeksi memuaskan ?

b

selesai

Page 62: S3-DISERTASI KPTSAN

42

Sub-Submodel Produksi CPO dari Perkebunan Negara

Submodel ini digunakan untuk menghitung CPO yang dihasilkan dari

perkebunan negara. Proyeksi produksi CPO dari perkebunan negara diperoleh

dengan memproyeksikan luas perkebunan kelapa sawit dari perkebunan negara

yang kemudian dikalikan dengan produktivitas CPO per ha-nya. Luas perkebunan

negara diproyeksikan dengan menggunakan model dinamis. Proyeksi luas

perkebunan negara juga dibatasi oleh luas lahan untuk perkebunan negara

maksimal yang dapat ditanami. Diagram alir deskriptif sub-submodel produksi

CPO dari perkebunan negara dapat dilihat pada Gambar 8 sedangkan persamaan

matematis yang digunakan dapat dilihat sebagai berikut:

Luas Perkebunan Negara (t) = Model dinamis

Model Dinamis x1

=

ƒ1(x1(t), x2 (t), ....., xm (t) ; t ; p) ....... (24)

Keterangan :

x1 : Luas lahan tahun ke-1 x2 : Luas lahan tahun ke-2 xm x1

: :

Luas lahan tahun ke-m Proyeksi luas lahan perkebunan negara

Jika Luas Perkebunan Negara(t) > Lahan Maksimum Perkebunan Negara, maka Luas Perkebunan Negara(t) = Lahan Maksimum Perkebunan Negara Prod CPO Negara (t) = Luas Perkebunan Negara (t) x Prod Kebun

Negara.......................................................................(25) Keterangan :

Luas Perkebunan Negara (t) : proyeksi luas perkebunan milik negara (BUMN) (ha) pada tahun ke-t.

Lahan Maksimum Perkebunan Negara

: lahan perkebunan negara maksimum yang dapat ditanami dengan kelapa sawit.

Prod CPO Negara (t) : proyeksi CPO yang dihasilkan dari perkebunan milik negara (ton) pada tahun ke-t.

Prod Kebun Negara : produktivitas perkebunan milik negara (ton CPO/ha/tahun)

t : 1, 2, ..., jumlah proyeksi .

Dari hasil proyeksi produksi CPO dari tiga jenis perkebunan tersebut,

maka selanjutnya diproyeksikan produksi CPO nasional dengan menjumlahkan

seluruh produksi CPO pada tahun yang sama. Diagram alir deskriptif sub-

Page 63: S3-DISERTASI KPTSAN

43

submodel proyeksi CPO nasional dapat dilihat pada Gambar 9. Persamaan

matematis yang digunakan dalam proyeksi produksi CPO adalah sebagai berikut :

Prod CPO (t) = Prod CPO Rakyat (t) + Prod CPO Swasta (t)

+ Prod CPO Negara (t) ................................. .... (26)

Keterangan :

Prod CPO (t) : proyeksi total CPO yang dihasilkan dari perkebunan rakyat,

perkebunan besar swasta dan perkebunan milik negara

(ton) pada tahun ke-t.

Sub-Submodel Penggunaan CPO sebagai Bahan Baku Biodisel

Produksi CPO nasional pada tahun ke-t tidak seluruhnya diekspor, tetapi

sebagian digunakan untuk kebutuhan bahan baku minyak goreng dan bahan baku

industri oleokimia lainnya. Sisa CPO yaitu seluruh produksi CPO dikurangi

dengan CPO yang diekspor, CPO sebagai bahan baku minyak goreng dan industri

oleokimia lainnya selanjutnya digunakan sebagai bahan baku biodisel. Diagram

alir deskriptif sub-submodel proyeksi CPO sebagai bahan baku biodisel dapat

dilihat pada Gambar 10. Persamaan matematis yang digunakan dalam proyeksi

ketersediaan CPO sebagai bahan baku biodisel adalah sebagai berikut :

Prod CPO Ekspor (t) = Prod CPO (t) x CPO Ekspor .......................... (27)

Prod CPO Dalam Negeri (t) = Prod CPO (t) – Prod CPO Ekspor(t) ...... (28)

Demand CPO Dalam Negeri(t) = Bahan Baku MG (t) +

Bahan Baku Oleo (t) ...........................(29)

Prod CPO Sisa (t) > 0 = Prod CPO Dalam Negeri (t) -

Demand CPO Dalam Negeri (t) .................... (30)

Keterangan :

Prod CPO Ekspor (t) : proyeksi total CPO yang diekspor (ton) pada tahun ke-t.

CPO Ekspor : rata-rata persentase CPO yang diekspor dari seluruh produksi CPO nasional.

Prod CPO Dalam Negeri (t) : proyeksi total CPO yang tersisa di dalam negeri (ton) pada tahun ke-t.

Demand CPO Dalam Negeri (t) : proyeksi kebutuhan CPO untuk keperluan di dalam negeri (ton) pada tahun ke-t.

Page 64: S3-DISERTASI KPTSAN

44

Gambar 8. Diagram alir deskriptif sub-submodel produksi CPO dari perkebunan negara

Mulai

* Data luas perkebunan kelapa sawit negara * Produksi CPO dari perkebunan negara

Hitung Peningkatan luas perkebunan kelapa sawit negara

Proyeksikan luas perkebunan kelapa sawit negara

Hitung tingkat akurasi proyeksi perkebunan kelapa sawit negara(menggunakan statistik kesalahan r2

r2

memuaskan ?

tidak

ya

Data diperiksa kembali

tidak

Produktivitas perkebunan kelapa sawit negara ( ton CPO /ha/tahun)

Proyeksikan produksi CPO dari perkebunan negara

Hitung tingkat akurasi proyeksi produksi CPO dari perkebunan negara

Proyeksi CPO dari perkebunan negara

Proyeksi memuaskan ?

selesai

ya

Page 65: S3-DISERTASI KPTSAN

45

Bahan Baku MG (t) : proyeksi kebutuhan CPO untuk keperluan bahan baku industri minyak goreng (ton) pada tahun ke-t.

Bahan Baku Oleo (t) : proyeksi kebutuhan CPO untuk keperluan bahan baku industri oleochemical (ton) pada tahun ke-t.

Prod CPO Sisa (t) : proyeksi produksi CPO yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri biodisel pada tahun ke-t.

tidak

ya

Gambar 9. Diagram alir deskriptif sub-submodel

produksi CPO nasional

Mulai

* Proyeksi produksi CPO dari perkebunan rakyat

* Proyeksi produksi CPO dariperkebunan swasta

* Data produksi CPO dari perkebunannegara

Proyeksikan produksi CPO nasional

Hitung tingkat akurasi proyeksi produksi CPO nasional

Proyeksi memuaskan ?

Produksi CPO nasional

Selesai

Page 66: S3-DISERTASI KPTSAN

46

ya

tidak

Gambar 10. Diagram alir deskriptif sub-submodel produksi

CPO sebagai bahan baku biodisel

Mulai

Proyeksi produksi CPO nasional

Prosentase CPO yang diekspor

Hitung CPO yang diekspor dan CPO yang tersedia dalam negeri

• CPO yang diekspor • Ketersediaan CPO dalam negeri

Proyeksi konsumsi CPO untuk keperluan : • Industri minyak goreng • Industri oleochemical • Industri biodisel

CPO di dalam negeri cukup ?

Kelebihan stok produksi CPO untuk industri biodisel

Selesai

Page 67: S3-DISERTASI KPTSAN

47

Sub-Submodel Kebutuhan CPO sebagai Bahan Baku Industri Minyak Goreng

Proyeksi kebutuhan minyak goreng nasional dalam model ini dihitung

dengan mengalikan antara konsumsi per kapita per tahun dengan total jumlah

penduduk. Oleh karena itu, dilakukan proyeksi jumlah penduduk dengan

menggunakan model pertumbuhan eksponensial dengan input jumlah penduduk

pada saat perencanaan dan laju pertumbuhan penduduk per tahun. Tidak

seluruhnya kebutuhan minyak goreng ini dipenuhi dari CPO, tetapi sebagian

menggunakan bahan baku selain CPO.

Dari kebutuhan minyak goreng yang dipenuhi dari CPO tersebut

selanjutnya diproyeksikan kebutuhan CPO sebagai bahan baku minyak goreng.

Diagram alir deskriptif sub-submodel proyeksi produksi CPO sebagai bahan baku

minyak goreng dapat dilihat pada Gambar 11. Persamaan matematis yang

digunakan dalam memproyeksikan kebutuhan CPO untuk bahan baku minyak

goreng adalah :

Jum Penduduk (t) = Jum Penduduk (0) x (1 + Laju Penduduk)t ............. (31)

Konsumsi MG (t) = Jum Penduduk (t) x Kons PerKapita .............. (31)

MG CPO (t) = Konsumsi MG (t) x Persen MG CPO .............. (32)

Bahan Baku MG (t) = MG CPO (t) x Rendemen CPO MG .............. (33)

Keterangan :

Jum Penduduk (t) : proyeksi jumlah penduduk pada tahun ke-t.

Jum Penduduk (0) : jumlah penduduk pada awal proyeksi

Laju Penduduk : persentase peningkatan jumlah penduduk

Konsumsi MG (t) : proyeksi konsumsi minyak goreng nasional tahun ke-t.

Kons Per Kapita : konsumsi minyak goreng rata-rata per kapita

(kg/kapita/tahun).

MG CPO (t) : proyeksi kebutuhan minyak goreng yang

dipenuhi dari bahan baku CPO pada tahun ke-t.

Persen MG CPO : persentase kebutuhan minyak goreng nasional

yang dipenuhi dari bahan baku CPO.

Page 68: S3-DISERTASI KPTSAN

48

tidak

ya

Bahan Baku MG (t) : proyeksi kebutuhan CPO untuk keperluan bahan

baku industri minyak goreng (ton) pada tahun

ke-t.

Rendemen CPO MG : rendemen CPO menjadi minyak goreng (ton

CPO/ton minyak goreng).

Mulai

• Data jumlah penduduk • Laju pertambahan penduduk

Proyeksikan pertambahan penduduk

Hitung ketepatan proyeksi jumlah penduduk

Proyeksi memuaskan ?

Konsumsi minyak goreng per kapita / tahun

Hitung kebutuhan minyak goreng nasional

Proyeksi kebutuhan minyak goreng nasional

Prosentase minyak goreng yang dipenuhi dari CPO

a

Page 69: S3-DISERTASI KPTSAN

49

Gambar 11. Diagram alir deskriptif sub-submodel proyeksi kebutuhan CPO sebagai bahan baku industri minyak goreng

Sub-Submodel Kebutuhan CPO sebagai Bahan Baku Industri Oleokimia

Sub-submodel ini digunakan untuk memproyeksikan kebutuhan CPO

sebagai bahan baku industri oleokimia yang dihitung dengan menggunakan

metoda pertumbuhan eksponensial. Diagram alir deskriptif sub-submodel

proyeksi kebutuhan CPO sebagai bahan baku industri oleokimia dapat dilihat pada

Gambar 12.

Hitung kebutuhan minyak goreng yang dipenuhi dari CPO

a

Proyeksi kebutuhan min * Laju ekspor dan impor

Rendemen dari CPO ke minyak goreng

Hitung CPO yang hardisediakan untuk industri minyak

Proyeksi produksi CPO yang harus dialokasikan untuk industri minyak goreng

Selesai

Page 70: S3-DISERTASI KPTSAN

50

tidak

Gambar 12. Diagram alir deskriptif sub-submodel kebutuhan

CPO sebagai bahan baku industri oleokimia

Bahan Baku Oleo (t) = Bahan Baku Oleo(t-1) x (1 + %Laju BB Oleo) ... (34)

Keterangan :

Bahan Baku Oleo (t) : proyeksi kebutuhan CPO untuk keperluan

bahan baku industri oleokimia (ton) pada

tahun ke-t.

% Laju BB Oleo : peningkatan rata-rata kebutuhan CPO

untuk keperluan bahan baku industri

oleokimia (%).

Mulai

Data kebutuhan CPO untuk industri oleokimia

Prosentase peningkatan konsumsi CPO untuk industri oleokimia

Hitung CPO yang harus disediakan untuk industri oleokimia

Proyeksi memuaskan ?

Proyeksi kebutuhan CPO untuk industri oleokimia

Selesai

Page 71: S3-DISERTASI KPTSAN

51

3.3.2. Submodel Teknis Produksi

Sub model teknis produksi digunakan untuk menentukan disain proses

pengolahan untuk produksi biodisel yang berkapasitas 100.000 ton/tahun.

Simulasi disain proses diperoleh dari hasil scale up proses skala kecil yang

dilakukan oleh Institut Teknologi Bandung (ITB). Diagram alir deskriptif untuk

menentukan kelayakan teknis produksi biodisel dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Diagram alir deskriptif untuk menentukan

kelayakan teknis produksi biodisel 3.3.3. Submodel Pasar

Biodisel merupakan salah satu enerji alternatif sebagai pengganti BBM

solar yang dapat diperbaharui. Peluang pemasaran biodisel sebagai salah satu

enerji alternatif akan banyak mendapat tantangan sepanjang bahan bakar minyak

Mulai

• Kapasitas produksi yang direncanakan

• Disain proses yang dipilih • Asumsi proses

• Kebutuhan bahan baku CPO • Kebutuhan bahan penolong • Kebutuhan alat

Hitung Neraca bahan dan neraca enerji

Selesai

• Rendemen CPO menjadi biodisel

• Hasil produk samping

Page 72: S3-DISERTASI KPTSAN

52

bumi masih tersedia dengan harga yang lebih murah dibandingkan dengan

biodisel. Namun untuk Indonesia, kondisinya cukup memprihatinkan dimana pada

tahun-tahun mendatang akan lebih banyak mengimpor daripada mengekspornya.

Dengan demikian, beban pemerintah untuk memberikan subsidi BBM akan

semakin membesar. Oleh karena itu model peluang pasar biodisel dibangun dari

proyeksi ekspor dan impor baik minyak mentah maupun BBM solar. Selanjutnya

diskenariokan 5-10 persen dari kebutuhan BBM solar akan dipenuhi dari biodisel.

Kebutuhan biodisel ini selanjutnya dikonversi menjadi kebutuhan CPO sebagai

bahan baku utamanya dan dibandingkan dengan ketersediaan CPO yang telah

diperoleh dari submodel sebelumnya. Submodel pasar terdiri beberapa sub-

submodel yang dapat dilihat di bawah ini.

Sub-Submodel Proyeksi Ekspor dan Impor Minyak Bumi

Proyeksi ekspor dan impor minyak bumi Indonesia digunakan untuk

melihat sampai kapan Indonesia akan menjadi negara pengekspor minyak bumi

dan menghitung proporsi ekspor terhadap impornya. Secara umum, model

proyeksi ekspor dan impor minyak bumi Indonesia menggunakan model dinamis.

Diagram alir deskriptif sub-submodel proyeksi ekspor dan impor minyak bumi

dapat dilihat pada Gambar 14 Persamaan-persamaan matematis yang digunakan

dalam sub-submodel ini adalah sebagai berikut.

Ekspor Minyak Bumi (t)

Model Dinamis x1 = ƒ1(x1(t), x2 (t), ....., xm (t) ; t ; p) ....... (35) Keterangan :

x1 : Ekspor minyak bumi tahun ke-1 x2 : Ekspor minyak bumi tahun ke- 2 xm x1

: :

Ekspor minyak bumi tahun ke- m Proyeksi ekspor minyak bumi (tahun proyeksi ke-1)

Impor Minyak Bumi (t)

Model Dinamis x2

=

ƒ1(x1(t), x2 (t), ....., xm (t) ; t ; p)

Keterangan : x1 : Impor minyak bumi tahun ke-1 x2 : Impor minyak bumi tahun ke- 2 xm x2

: :

Impor minyak bumi tahun ke- m Proyeksi impor minyak bumi (tahun proyeksi ke-2)

Page 73: S3-DISERTASI KPTSAN

53

Proporsi Ekspor Impor (t) = Ekspor Minyak Bumi (t) ............. (36) Impor Minyak Bumi (t)

Keterangan :

Ekspor Minyak Bumi (t) : proyeksi ekspor minyak bumi Indonesia

pada tahun ke-t.

Impor MinyakBumi (t) : proyeksi impor minyak bumi Indonesia

pada tahun ke-t.

Proporsi Ekspor Impor (t) : perbandingan ekspor dengan impor

minyak bumi Indonesia pada tahun ke-t.

Page 74: S3-DISERTASI KPTSAN

54

Gambar 14. Diagram alir deskriptif sub-submodel proyeksi ekspor dan

impor minyak bumi Indonesia Sub-Submodel Produksi dan Pemakaian BBM solar Proyeksi produksi dan pemakaian BBM solar di dalam negeri digunakan untuk

melihat keseimbangan antara produksi dengan pemakaian BBM solar. Peluang

pasar biodisel akan semakin terbuka jika proporsi produksi dengan pemakaian

BBM solar semakin kecil. Proyeksi produksi BBM solar menggunakan model

Mulai

* Data ekspor dan impor minyak bumi Indonesia * Laju ekspor dan impor minyak bumi

Proyeksikan ekspor dan impor minyak bumi

Hitung tingkat akurasi ekspor dan impor minyak bumi

r2

memuaskan ?

Hitung proporsi ekspor dan impor minyak bumi

tidak

Proyeksi ekspor dan impor minyak bumi dan proporsinya

selesai

ya

Data diperiksa kembali

Page 75: S3-DISERTASI KPTSAN

55

dinamis sementara itu untuk proyeksi penggunaan BBM solar menggunakan

model dinamis. Model tersebut adalah yang paling cocok dengan pola data

masing-masing. Diagram alir deskriptif sub-submodel proyeksi produksi dan

pemakaian BBM solar dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15. Diagram alir deskriptif sub-submodel proyeksi produksi dan

pemakaian BBM solar

Mulai

* Data produksi dan pemakaian BBM solar * Laju produksi dan pemakaian BBM solar

Hitung Proyeksikan produksi dan pemakaian BBM solar

Hitung tingkat akurasi produksi dan pemakaian BBM solar (menggunakan statistik kesalahan

r2

memuaskan ?

Hitung proporsi produksi dan pemakaian BBM solar

Proyeksi produksi dan pemakaian BBM solar dan proporsinya

selesai

ya

tidak

Data diperiksa kembali

Page 76: S3-DISERTASI KPTSAN

56

Persamaan-persamaan matematis yang digunakan dalam sub-submodel ini adalah:

Produksi BBM Solar (t)

Model Dinamis x2 = ƒ1(x1(t), x2 (t), ....., xm (t) ; t ; p) ...... (37) Keterangan :

x1 : Produksi BBM solar tahun ke-1 x2 : Produksi BBM solar tahun ke- 2 xm x2

: :

Produksi BBM solar tahun ke- m Proyeksi produksi BBM solar (tahun proyeksi ke-2)

Konsumsi BBM Solar (t)

Model Dinamis x2

=

ƒ1(x1(t), x2 (t), ....., xm (t) ; t ; p) ...... (37)

Keterangan :

x1 : Konsumsi BBM solar tahun ke-1 x2 : Konsumsi BBM solar tahun ke- 2 xm x2

: :

Konsumsi BBM solar tahun ke- m Proyeksi konsumsi BBM solar (tahun proyeksi ke-2)

Proporsi Produksi Konsumsi (t) = Produksi BBM Solar (t)/ Konsumsi BBM

Solar (t) .................... (38)

Keterangan :

Produksi BBM Solar (t) : proyeksi produksi BBM solar pada tahun ke-t.

Konsumsi BBM Solar (t) : proyeksi penggunaan BBM solar pada tahun ke-t.

Proporsi Produksi Konsumsi (t) : perbandingan produksi dengan penggunaan BBM solar pada tahun ke-t.

Sub-Submodel Pasar Biodisel

Untuk menjamin pemasaran biodisel, maka diskenariokan sebagian dari

penggunaan BBM solar harus menggunakan biodisel. Jaminan pemasaran ini

merupakan suatu kebijakan dari pemerintah untuk lebih mendorong penggunaan

enerji alternatif biodisel dan mendorong tumbuhnya industri biodisel di dalam

negeri. Diagram alir deskriptif sub-submodel pasar biodisel dapat dilihat pada

Gambar 16. Persamaan-persamaan matematis yang digunakan dalam sub-

submodel pasar biodisel adalah sebagai berikut :

Pasar Biodisel (t) = Persen Solar Biodisel x Konsumsi BBM Solar(t) ....... (39)

Page 77: S3-DISERTASI KPTSAN

57

Kebutuhan CPO (t) = Pasar Biodisel (t) x (1/RendemenCPOBiodisel) x BJ CPO (40)

Keterangan :

Pasar Biodisel (t) : proyeksi kebutuhan biodisel sebagai substitusi BBM solar (liter).

Persen Solar Biodisel : persentase dari kebutuhan solar yang akan disubstitusi dengan biodisel

Kebutuhan CPO (t) : proyeksi kebutuhan CPO sebagai bahan baku biodisel sebagai substitusi BBM solar pada tahun tahun ke-t (kg).

Rendemen CPO Biodisel : rendemen CPO menjadi biodisel (%).

BJ CPO : berat jenis CPO (g/ml atau kg/liter)

Gambar 16. Diagram alir deskriptif sub-submodel pasar biodisel

Mulai

* Proyeksi pemakaian BBM solar * Persentase pemakaian BBM solar yang

akan disubsitusi oleh biodisel

Proyeksikan kebutuhan biodisel sebagai substitusi BBM solar

Hitung kebutuhan CPO sebagai bahan baku biodisel

Proyeksi kebutuhan CPO sebagai bahan baku biodisel

selesai

Proyeksi kebutuhan biodisel sebagai substitusi BBM solar

Page 78: S3-DISERTASI KPTSAN

58

3.3.4. Submodel Analisis Finansial

Sub-Submodel Perencanaan Produksi

Submodel ini digunakan untuk menentukan rencana produksi biodisel

untuk memenuhi kebutuhan pasar. Selanjutnya perencanaan produksi tersebut

digunakan sebagai landasan perencanaan strategik dan penyusunan anggaran

perusahaan mulai dari perencanaan investasi sampai dengan perencanaan biaya

dan perencanaan penjualan. Persamaan matematis yang digunakan dalam

submodel rencana produksi adalah sebagai berikut :

Produksi Biodisel (t) = % Kapasitas (t) x Kap Produksi .................... (41) Keterangan :

Produksi Biodisel(t) : jumlah produksi biodisel (dalam satuan ton) pada

tahun ke-t.

% Kapasitas(t) : persentase kapasitas terpasang yang digunakan

untuk produksi biodisel.

Kap Produksi : kapasitas terpasang industri biodisel (ton/tahun).

Sub-Submodel Biaya Produksi

Sub-Submodel biaya produksi digunakan untuk menghitung total biaya

produksi dan harga pokok produksi. Submodel ini terdiri dari biaya tetap dan

biaya produksi variabel. Biaya tetap terdiri dari penyusutan, biaya pemeliharaan,

biaya asuransi, biaya pemasaran, biaya gaji/administrasi dan biaya bunga. Biaya

variabel terdiri dari biaya-biaya yang dikeluarkan untuk pembelian bahan baku

dan bahan penolong lainnya seperti, CPO, Metanol, H3PO4, KOH, katalis, air dan

bahan bakar. Dari proyeksi biaya produksi tersebut selanjutnya dihitung biaya

pokok produksi biodisel per satuan berat atau per satuan volume (liter). Diagram

alir desktiptif submodel biaya produksi dapat dilihat pada Gambar 17 dan Gambar

18. Persamaan matematis yang digunakan dalam submodel biaya produksi adalah

sebagai berikut :

Page 79: S3-DISERTASI KPTSAN

59

Biaya Produksi (t) = Biaya Tetap(t) + BiayaVariabel (t) ........... (42)

Biaya Tetap (t) = Penyusutan (t) + Pemeliharaan (t) + Asuransi (t) +

Pemasaran (t) + Biaya Gaji (t) + Biaya Bunga (t). .(43)

Biaya Variabel (t) = Biaya CPO (t) + Biaya Metanol (t) + Biaya H3PO4 (t) +

Biaya KOH (t) + BiayaKatalis (t) + Biaya Air (t)

+ Biaya BBM (t) .......................... (44)

Biaya Produksi (t) HPP Biodisel (t) = ........................... (45) Produksi (t) Keterangan :

Biaya Produksi(t) : total biaya produksi industri biodisel pada tahun

ke-t.

Biaya Tetap (t) : total biaya tetap industri biodisel pada tahun ke-t.

Penyusutan (t) : biaya penyusutan industri biodisel pada tahun ke-t

Pemeliharaan (t) : biaya pemeliharaan industri biodisel pada tahun

ke-t.

Asuransi (t) : biaya asuransi industri biodisel pada tahun ke-t.

Pemasaran (t) : biaya pemasaran industri biodisel pada tahun ke-t.

BiayaGaji (t) : biaya gaji industri biodisel pada tahun ke-t

Biaya Bunga (t) : biaya bunga industri biodisel pada tahun ke-t

BiayaVariabel (t) : total biaya produksi variabel industri biodisel pada tahun ke-t.

Biaya CPO (t) : biaya pembelian bahan baku (CPO) pada tahun ke-

t

Biaya Metanol (t) : biaya pembelian metanol pada tahun ke-t.

Biaya H3PO4 (t) : biaya pembelian H3PO4 pada tahun ke-t.

Biaya KOH (t) : biaya pembelian KOH pada tahun ke-t.

Biaya Katalis (t) : biaya pembelian katalis pada tahun ke-t.

Biaya Air (t) : biaya pembelian air pada tahun ke-t.

Biaya BBM (t) : biaya pembelian bahan bakar pada tahun ke-t

HPP Biodisel (t) : harga pokok produksi per ton biodisel pada tahun

ke-t

Page 80: S3-DISERTASI KPTSAN

60

Bahan Baku CPO (t) = Produksi Biodisel (t) x (1/Rendemen CPO) ........ (46) Keterangan :

Bahan Baku CPO (t) : jumlah bahan baku (CPO) yang dibutuhkan untuk

memproduksi biodisel pada tahun ke-t.

Produksi Biodisel (t) : jumlah produksi biodisel pada tahun ke-t.

Rendemen CPO : besarnya rendemen CPO yang menjadi biodisel (%).

Biaya CPO (t) = Bahan Baku CPO (t) x Hrg CPO x (1 + %HrgCPO)t ... (47) Keterangan :

Bahan Baku CPO (t) : jumlah bahan baku (CPO) yang dibutuhkan untuk

memproduksibiodisel pada tahun ke-t.

Hrg CPO : harga CPO pada awal perencanaan.

% Hrg CPO : persentase peningkatan harga CPO per tahun.

Biaya Metanol (t) = Bahan Baku CPO (t) x Keb Metanol CPO x Hrg

Metanol x (1 + %HrgMetanol)t ................................. (48)

Keterangan :

Bahan Baku CPO (t) : jumlah bahan baku (CPO) yang dibutuhkan untuk

memproduksi biodisel pada tahun ke-t.

Keb Metanol CPO : jumlah metanol yang diperlukan per ton CPO

sebagai bahan baku biodisel.

Hrg Metanol : harga metanol pada awal perencanaan.

% Hrg Metanol : persentase peningkatan harga metanol per tahun.

Biaya H3PO4 (t) = Bahan Baku CPO(t) x Keb H3PO4 CPO x Hrg H3PO4 x (1 + %Hrg H3PO4)t ................................... (49)

Keterangan :

Bahan Baku CPO (t) : jumlah bahan baku (CPO) yang dibutuhkan untuk memproduksi biodisel pada tahun ke-t.

Keb H3PO4 CPO : jumlah H3PO4 yang diperlukan per ton CPO sebagai bahan baku biodisel.

Hrg H3PO4 : harga H3PO4 pada awal perencanaan.

% Hrg H3PO4 : persentase peningkatan harga H3PO4 per tahun.

Page 81: S3-DISERTASI KPTSAN

61

Biaya KOH (t) = Bahan Baku CPO(t) x Keb KOH CPO x Hrg KOH

x (1 + %HrgKOH)t ...................................... (50) Keterangan :

BahanBaku CPO (t) : jumlah bahan baku (CPO) yang dibutuhkan untuk

memproduksi biodisel pada tahun ke-t.

Keb KOH CPO : jumlah KOH yang diperlukan per ton CPO sebagai

bahan baku biodisel.

Hrg KOH : harga KOH pada awal perencanaan.

% Hrg KOH : persentase peningkatan harga KOH per tahun.

Biaya Katalis (t) = Bahan Baku CPO(t) x Keb Katalis CPO x Hrg Katalis x (1 + %HrgKatalis)t ...................................... (51) Keterangan :

Bahan Baku CPO (t) : jumlah bahan baku (CPO) yang dibutuhkan untuk

memproduksi biodisel pada tahun ke-t.

Keb Katalis CPO : jumlah katalis yang diperlukan per ton CPO sebagai

bahan baku biodisel.

Hrg Katalis : harga katalis pada awal perencanaan.

% Hrg Katalis : persentase peningkatan harga katalis per tahun.

Biaya Air (t) = Bahan Baku CPO (t) x Keb Air CPO x Hrg Air

x (1 + % Hrg Air)t ...................................... (52) Keterangan :

Bahan Baku CPO (t) : jumlah bahan baku (CPO) yang dibutuhkan untuk

memproduksi biodisel pada tahun ke-t.

Keb Air CPO : jumlah air yang diperlukan per ton CPO sebagai

bahan baku biodisel.

Hrg Air : harga air pada awal perencanaan.

%Hrg Air : persentase peningkatan harga air per tahun.

Biaya BBM (t) = Bahan Baku CPO(t) x Keb BBM CPO x Hrg BBM

x (1 + % Hrg BBM)t ...................................... (53) Keterangan :

Page 82: S3-DISERTASI KPTSAN

62

Bahan Baku CPO (t) : jumlah bahan baku (CPO) yang dibutuhkan untuk

memproduksi biodisel pada tahun ke-t.

Keb BBM CPO : jumlah BBM yang diperlukan per ton CPO sebagai

bahan baku biodisel.

Hrg BBM : harga BBM pada awal perencanaan.

% Hrg BBM : persentase peningkatan harga BBM per tahun.

Mulai

• Kapasitas produksi biodisel yang direncanakan

• Prosentase kapasitas yang digunakan

Hitung rencana produksi biodisel

Rencana produksi biodisel

Rendemen CPO menjadi biodisel

Hitung kebutuhan CPO untuk produksi biodisel

Kebutuhan CPO untuk produksi biodisel

a

Page 83: S3-DISERTASI KPTSAN

63

Gambar 17. Diagram alir deskriptif untuk menentukan biaya variabel pabrik biodisel

• Kebutuhan metanol terhadap CPO • Kebutuhan H3PO4 terhadap CPO • Kebutuhan KOH terhadap CPO • Kebutuhan katalis terhadap CPO • Kebutuhan air terhadap CPO • Kebutuhan bahan bakar terhadap

biodisel

Hitung kebutuhan metanol, H3PO4, KOH, katalis, air dan bahan bakar

Kebutuhan metanol, H3PO4, KOH, katalis, air, dan bahan bakar per tahun

a

• Harga CPO • Harga metanol • Harga H3PO4 • Harga KOH • Harga katalis • Harga air • Harga bahan bakar

Hitung biaya pembelian CPO, metanol, H3PO4, KOH, katalis, air, dan bahan bakar per tahun

Hitung total biaya pembelian bahan baku dan bahan penolong

Total biaya pembelian bahan baku dan bahan penolong per tahun (biaya variabel)

Selesai

Page 84: S3-DISERTASI KPTSAN

64

Mulai

Rencana produksi biodisel

Biaya gaji, biaya penyusutan, biaya pemeliharaan, biaya asuransi, biaya administrasi, biaya pemasaran, biaya bunga

Hitung total biaya tetap

Total biaya tetap per tahun

Total biaya variabel produksi biodisel

Hitung total biaya produksi biodisel

Total biaya produksi biodisel per tahun

a b

Page 85: S3-DISERTASI KPTSAN

65

Gambar 18. Diagram alir deskriptif untuk menentukan

biaya produksi pabrik biodisel Sub-sub Model Investasi

Submodel ini digunakan untuk menghitung kebutuhan dana investasi

untuk pembangunan pabrik biodisel sekaligus dengan peralatan dan mesin-

mesinnya. Secara umum investasi yang dibutuhkan adalah jumlah dari seluruh

komponen mesin/peralatan dikalikan dengan harganya masing-masing. Diagram

alir desktiptif sub-submodel investasi dapat dilihat pada Gambar 19. Persamaan

matematis yang digunakan dalam submodel ini adalah sebagai berikut.

Investasi (t) = Investasi Weighbridge (t) + Investasi Storage Tank (t) + Investasi Industri (t) + Investasi Power House (t) + Investasi Water Treatment (t) + Investasi Pipa (t) + Investasi Listrik (t) + Investasi Lab (t) + Investasi

a b

Hitung harga pokok produksi / harga pokok penjualan biodisel per ton

Harga pokok penjualan biodisel per ton

Lebih mahal dari minyak solar ?

Subsidi ?

Selesai

tidak

tidak

ya

ya

Page 86: S3-DISERTASI KPTSAN

66

Gedung(t) + Investasi Effluent(t) + Investasi Kendaraan (t)......................................................................(54)

Keterangan :

Investasi Weighbridge (t) : investasi yang dibutuhkan untuk pengadaan

weighbridge pada tahun ke-t.

Investasi Storage Tank(t) : investasi yang dibutuhkan untuk pengadaan

tanki-tanki penyimpanan pada tahun ke-t.

Investasi Industri (t) : investasi yang dibutuhkan untuk pembelian

peralatan/mesin industri utama pada tahun ke-t.

Investasi Power House (t) : investasi yang dibutuhkan untuk pembangunan

power house pada tahun ke-t.

Investasi Water Treatment (t) investasi yang dibutuhkan untuk pembangunan

water treatment pada tahun ke-t.

Investasi Pipa (t) : investasi yang dibutuhkan untuk pemasangan

pipa pada tahun ke-t.

Investasi Listrik (t) : investasi yang dibutuhkan untuk pemasangan

sambungan listrik pada tahun ke-t.

Investasi Lab (t) : investasi yang dibutuhkan untuk pengadaan

peralatan laboratorium pada tahun ke-t.

Investasi Gedung (t) : investasi yang dibutuhkan untuk pembangunan

gedung pada tahun ke-t.

Investasi Effluent (t) : investasi yang dibutuhkan untuk pembangunan

effluent treatment pada tahun ke-t.

Investasi Kendaraan (t) : investasi yang dibutuhkan untuk pembelian

kendaraan pada tahun ke-t.

Page 87: S3-DISERTASI KPTSAN

67

Gambar 19. Diagram alir deskriptif untuk menentukan investasi pembangunan pabrik biodisel

Investasi Weighbridge (t) = Jum Weighbridge (t) x Hrg Weighbridge (t).(55) Keterangan :

Investasi Weighbridge (t) : investasi yang dibutuhkan untuk pembangunan

weighbridge pada tahun ke-t.

Jum Weighbridge (t) : jumlah weighbridge yang dibeli pada tahun ke-t.

Hrg Weighbridge (t) : harga weighbridge yang dibeli pada tahun ke-t.

InvestasiStorageTank(t) = n2

Σ j=1

JumStorageTank(tj) x HrgStorageTank(tj).........................(56)

Keterangan : n2 : jumlah item storage tank yang dibeli pada tahun

ke-t.

Mulai

Input jumlah fisik dan harga satuan untuk : • Weighbridge • Storage tank • Pabrik utama • Power house • Water treatment • Pipa dan instalasi • Listrik • Peralatan lab • Gedung • Effluent treatment • Transportasi

Hitung investasi pembangunan pabrik biodisel

Biaya investasi pembangunan pabrik biodisel

Selesai

Page 88: S3-DISERTASI KPTSAN

68

Jum Storage Tank (tj) : jumlah unit storage tank ke-j yang direncanakan

dibeli pada tahun ke-t.

Hrg Storage Tank (tj) : harga per unit storage tank ke-j yang direncana-

kan dibeli pada tahun ke-t.

Investasi Industri (t) n3

Σ j=1

Jum Alat Mesin (tj) x Hrg Alat Mesin (tj)..........................................(57)

Keterangan :

n3 : jumlah item peralatan dan mesin yang dibeli

pada tahun ke-t.

Jum Alat Mesin (tj) : jumlah unit peralatan dan mesin ke-j yang di-

rencanakan dibeli pada tahun ke-t.

Hrg Alat Mesin(tj) : harga per unit peralatan dan mesin ke-j

yang direncanakan dibeli pada tahun ke-t.

Investasi Power House (t) n4

Σ j=1

Jum Power House (tj) x Hrg Power House (tj)......................................... (58)

Keterangan :

n4 : jumlah item peralatan power house yang dibeli

pada tahun ke-t.

Jum Power House(tj) : jumlah unit peralatan power house ke-j yang

direncanakan dibeli pada tahun ke-t.

Hrg Power House (tj) : harga per unit peralatan power house ke-j yang

direncanakan dibeli pada tahun ke-t.

Investasi WaterTreatment (t) = Jum W Treatment (t) x Hrg W Treatment(t).......................................(59)

Keterangan :

JumW Treatment (t) : jumlah unit peralatan water treatment yang di-

rencanakan dibeli pada tahun ke-t.

Page 89: S3-DISERTASI KPTSAN

69

Hrg W Treatment (t) : harga per unit peralatan water treatment yang

direncanakan dibeli pada tahun ke-t.

Investasi Pipa (t) = Jum Pipa (t) x HrgPipa (t)........................................... (60)

Keterangan :

Jum Pipa (t) : jumlah paket pemasangan pipa yang

direncanakan pada tahun ke-t.

Hrg Pipa (t) : harga per paket pemasangan pipa yang

direncanakan pada tahun ke-t

Investasi Listrik (t) = Jum Listrik (t) x Hrg Listrik (t) .......................... (61) Keterangan :

Jum Listrik (t) : jumlah paket peralatan listrik yang

direncanakan dibeli pada tahun ke-t.

Hrg Listri k(t) : harga per paket peralatan listrik yang

direncanakan dibeli pada tahun ke-t.

Investasi Lab (t) = Jum Lab (t) x Hrg Lab (t) ................. ......................... (62) Keterangan :

Jum Lab (t) : jumlah paket perlengkapan laboratorium yang

direncanakan dibeli pada tahun ke-t.

Hrg Lab (t) : harga per paket perlengkapan laboratorium

yang direncanakan dibeli pada tahun ke-t.

Investasi Gedung (t) n5

Σ j=1

Jum Gedung (tj) x Hrg Gedung (tj) ................................... (63)

Keterangan :

n5 : jumlah item bangunan yang direncanakan dibangun pada tahun ke-t.

Jum Gedung (tj) : jumlah unit bangunan ke-j yang direncanakan

dibangun pada tahun ke-t.

Hrg Gedung (tj) : harga per unit bangunan ke-j yang

Page 90: S3-DISERTASI KPTSAN

70

direncanakan dibangun pada tahun ke-t.

Investasi Effluent (t) = Jum Effluent (t) x Hrg Effluent (t) . ................... . (64)

Keterangan :

Jum Effluent (t) : jumlah paket perlengkapan effluent treatment

yang direncanakan dibeli pada tahun ke-t.

Hrg Effluent (t) : harga per paket perlengkapan effluent

treatment yang direncanakan dibeli pada tahun

ke-t.

Investasi Kendaraan (t) n6

Σ j=1

Jum Kendaraan (tj) x Hrg Kendaraan (tj) ..................................................(65)

Sub-Submodel Penjualan

Submodel ini digunakan untuk menentukan anggaran atau target

pendapatan periodik. Pendapatan diperoleh dari penjualan biodisel sebagai produk

utama dan gliserin sebagai produk samping. Persamaan matematis yang

digunakan dalam submodel penjualan adalah sebagai berikut :

Penjualan Biodisel (t) = Produksi Biodisel (t) x HrgBiodisel

x (1 + % Hrg Biodisel)t .................... (66)

Penjualan Gliserin (t) = Produksi Biodisel (t) x Fraksi Glierin x HrgGliserin x (1 + %HrgGliserin)t ................. (67) Penjualan (t) = Penjualan Biodisel (t) + Penjualan Gliserin (t) (68) Keterangan :

Penjualan Biodisel (t) : nilai penjualan biodisel pada tahun ke-t.

Produksi (t) : jumlah produksi biodisel pada tahun ke-t.

Hrg Biodisel : harga biodisel pada awal tahun proyeksi.

% Hrg Biodisel : persentase kenaikan harga biodisel per tahun

Penjualan Gliserin (t) : nilai penjualan gliserin pada tahun ke-t.

Hrg Gliserin : harga gliserin pada awal tahun proyeksi.

Page 91: S3-DISERTASI KPTSAN

71

Fraksi Gliserin : fraksi gliserin yang dihasilkan sebagai produk

samping dari biodisel (satuan persen).

% Hrg Biodisel : persentase kenaikan harga biodisel per tahun

Sub-Submodel Biaya Tetap

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa biaya tetap terdiri dari

penyusutan, biaya pemeliharaan, biaya asuransi, biaya pemasaran, biaya

gaji/administrasi dan biaya bunga.

Biaya Penyusutan

Biaya penyusutan dihitung dengan menjumlahkan seluruh biaya

penyusutan peralatan dan mesin yang digunakan. Metoda penyusutan yang

digunakan adalah metoda garis lurus dengan input utama nilai pembelian dan

umur ekonomis mesin atau peralatan tersebut. Diagram alir deskriptif untuk

menentukan biaya penyusutan dapat dilihat pada Gambar 20. Persamaan-

persamaan matematis yang digunakan dalam menentukan biaya penyusutan

adalah sebagai berikut.

Penyusutan(t) = Penyusutan Weighbridge (t) + Penyusutan Storage Tank (t) + Penyusutan Industri (t) + Penyusutan Power House (t) + Penyusutan Water Treatment (t) + Penyusutan Pipa (t) + Penyusutan Listrik (t) + Penyusutan Lab (t) + Penyusutan Gedung (t) + Penyusutan Effluent (t) + Penyusutan Kendaraan (t) ............................................................. (69)

Keterangan :

Penyusutan (t) : total biaya penyusutan industri biodisel

pada tahun ke-t.

Penyusutan Weighbridge (t) : biaya penyusutan weighbridge pada tahun

ke-t.

Penyusutan Storage Tank (t) : biaya penyusutan tanki-tanki

penyimpanan pada tahun ke-t.

Penyusutan Industri (t) : biaya penyusutan peralatan/mesin industri

utama pada tahun ke-t.

Penyusutan Power House (t) : biaya penyusutan power house pada tahun

Page 92: S3-DISERTASI KPTSAN

72

ke-t

Penyusutan Water Treatment (t) : biaya penyusutan water treatment pada

tahun ke-t.

Penyusutan Pipa (t) : biaya penyusutan pipa pada tahun ke-t

Penyusutan Listrik (t) : biaya penyusutan sambungan listrik pada

tahun ke-t.

Penyusutan Lab (t) : biaya penyusutan peralatan laboratorium

pada tahun ke-t.

Penyusutan Gedung (t) : biaya penyusutan gedung pada tahun ke-t.

Penyusutan Effluent (t) : biaya penyusutan effluent treatment pada

tahun ke-t.

Penyusutan Kendaraan (t) : biaya penyusutan kendaraan pada tahun

ke-t.

Penyusutan Weighbridge (t) = Investasi Weighbridge (t) ..................................(70)

Umur Weighbridge Keterangan :

Umur Weighbridge : umur ekonomis peralatan weighbridge

Penyusutan Storage Tank (t) = n2

Σ j=1

Investasi Storage Tank (tj) ..(71)

Umur Storage Tank (j)

Keterangan :

n2 : jumlah item storage tank yang dibeli pada

tahun ke-t.

Investasi Storage Tank (tj) : investasi untuk item storage tank ke-j

yang direncanakan dibeli pada tahun ke-t.

Umur Storage Tank (j) : umur ekonomis item storage tank ke-j.

Page 93: S3-DISERTASI KPTSAN

73

Gambar 20. Diagram alir deskriptif untuk menghitung biaya

penyusutan

Penyusutan Industri (t) = n3

Σ j=1

Investasi Alat Mesin (tj) ...(71)

Umur Alat Mesin (j)

Keterangan :

n3 : jumlah item peralatan dan mesin yang di-

beli pada tahun ke-t.

Investasi Alat Mesin (tj) : investasi untuk peralatan dan mesin ke-j

yang direncanakan dibeli pada tahun ke-t.

Umur Alat Mesin (j) : umur ekonomis item peralatan dan mesin

ke-j.

Penyusutan Power House (t) = n4

Σ j=1

InvestasiPowerHouse(tj) .(73)

UmurPowerHouse(j)

Mulai

Biaya pembelian peralatan / gedung / kendaraan

Umur ekonomis setiap peralatan / gedung / kendaraan

Hitung biaya penyusutan untuk setiap peralatan / gedung / kendaraan

Hitung total biaya penyusutan

Total biaya penyusutan per tahun

Selesai

Page 94: S3-DISERTASI KPTSAN

74

Keterangan :

n4 : jumlah item peralatan power house yang dibeli

pada tahun ke-t

Investasi Power House (tj) : investasi untuk peralatan power house ke-j

yang direncanakan dibeli pada tahun ke-t.

Umur Power House (j) : umur ekonomis peralatan power house ke-j.

Penyusutan Water Treatment(t) = Investasi Water Treatment(t)

...(74) Umur W Treatment Tank (j)

Keterangan : Investasi Water Treatment (t) : investasi water treatment pada tahun ke-t.

Umur W Treatment : umur ekonomis peralatan water treatment.

Penyusutan Pipa (t )= InvestasiPipa(t)

...(75) Umur Pipa

Keterangan :

Investasi Pipa(t) : jumlah investasi untuk pemasangan pipa yang

direncanakan pada tahun ke-t.

Umur Pipa : umur ekonomis pipa.

PenyusutanListrik(t) Investasi Listrik (t)

...(76) UmurListrik

Keterangan :

Investasi Listrik (t) : jumlah investasi untuk peralatan listrik pada

tahun ke-t.

Umur Listrik umur ekonomis perlengkapan peralatan listrik

Penyusutan Lab (t) = Investasi Lab (t)

...(77) UmurLab

Page 95: S3-DISERTASI KPTSAN

75

Keterangan : Investasi Lab (t) : jumlah investasi paket perlengkapan

laboratorium yang direncanakan dibeli pada

tahun ke-t.

Umur Lab : umur ekonomis perlengkapan laboratorium

Penyusutan Gedung (t) = n5

Σ j=1

InvestasiGedung(tj)...(78)

UmurGedung(j)

Keterangan :

n5 : jumlah item bangunan yang direncanakan

dibangun pada tahun ke-t.

Investasi Gedung (tj) : jumlah investasi untuk bangunan ke-j yang

direncanakan dibangun pada tahun ke-t.

Umur Gedung

(j)

: umur ekonomis bangunan ke-j.

PenyusutanEffluent(t) = InvestasiEffluent(t)/UmurEffluent .................. (79) Keterangan :

Investasi Effluent (t) : jumlah investasi untuk perlengkapan effluent

treatment pada tahun ke-t.

Umur Effluent : umur ekonomis perlengkapan effluent treatment

Penyusutan Kendaraan (t) = n6

Σ j=1

InvestasiKendaraan(tj) ...(80)

UmurKendaraan(j)

Keterangan :

n6 : jumlah item kendaraan yang direncanakan dibeli pada tahun ke-t.

Investasi Kendaraan (tj) : jumlah investasi kendaraan ke-j yang direncanakan dibeli pada tahun ke-t.

Umur Kendaraan (j) : umur ekonomis item kendaraan ke-j.

Page 96: S3-DISERTASI KPTSAN

76

Biaya Pemeliharaan

Biaya pemeliharaan dihitung dengan menjumlahkan seluruh biaya

pemeliharaan peralatan dan mesin yang digunakan. Metoda penghitungan biaya

pemeliharaan yang digunakan adalah dengan mengalikan persentase biaya

pemeliharaan dengan nilai pembelian mesin atau peralatan tersebut. Diagram alir

deskriptif untuk menentukan biaya pemeliharaan dapat dilihat pada Gambar 21.

Persamaan-persamaan matematis yang digunakan dalam menghitung biaya

pemeliharaan adalah sebagai berikut:

Pemeliharaan(t) = PemeliharaanWeighbridge(t) + PemeliharaanStorageTank(t) + PemeliharaanIndustri(t) + PemeliharaanPowerHouse(t) + PemeliharaanWaterTreatment(t) + PemeliharaanPipa(t) + PemeliharaanListrik(t) + PemeliharaanLab(t) + PemeliharaanGedung(t) + PemeliharaanEffluent(t) + PemeliharaanKendaraan(t) .................... (81)

Keterangan :

Pemeliharaan Weighbridge (t) : biaya pemeliharaan weighbridge pada

tahun ke-t.

Pemeliharaan Storage Tank(t) : biaya pemeliharaan tanki-tanki

penyimpanan pada tahun ke-t.

Pemeliharaan Industri (t) : biaya pemeliharaan peralatan/mesin

industri utama pada tahun ke-t.

Pemeliharaan Power House (t) : biaya pemeliharaan power house pada

tahun ke-t.

Pemeliharaan Water Treatment (t) : biaya pemeliharaan water treatment

pada tahun ke-t.

Pemeliharaan Pipa (t) : biaya pemeliharaan pipa pada tahun

ke-t.

Pemeliharaan Listrik (t) : biaya pemeliharaan sambungan listrik

pada tahun ke-t.

Pemeliharaan Lab (t) : biaya pemeliharaan peralatan

laboratorium pada tahun ke-t.

Page 97: S3-DISERTASI KPTSAN

77

Pemeliharaan Gedung (t) : biaya pemeliharaan gedung pada

tahun ke-t.

Pemeliharaan Effluent (t) : biaya pemeliharaan effluent treatment

pada tahun ke-t.

Pemeliharaan Kendaraan (t) : biaya pemeliharaan kendaraan pada

tahun ke-t.

Pemeliharaan Weighbridge (t) = Investasi Weighbridge (t)

x % Rawat Weighbridge ................. (82) Keterangan :

% Rawat Weighbridge : persentase biaya pemeliharaan peralatan

weighbridge.

Pemeliharaan Storage Tank (t) = n2

Σ j=1

InvestasiStorageTank(tj) ...(83)

Rawat Storage Tank (j)

Keterangan :

n2 : jumlah item storage tank yang dibeli pada

tahun ke-t.

Investasi Storage Tank (tj) : investasi untuk item storage tank ke-j yang

direncanakan dibeli pada tahun ke-t.

% Rawat Storage Tank (j) : persentase biaya pemeliharaan item storage

tank ke-j.

n3 Pemeliharaan Industri (t) =Σ InvestasiAlatMesin(tj) x j=1 ....(84) %RawatAlatMesin(j)

Keterangan :

n3 : jumlah item peralatan dan mesin yang dibeli

pada tahun ke-t.

Investasi Alat Mesin (tj) : investasi untuk peralatan dan mesin ke-j

yang direncanakan dibeli pada tahun ke-t.

Page 98: S3-DISERTASI KPTSAN

78

% Rawat Alat Mesin (j) : persentase biaya pemeliharaan item

peralatan dan mesin ke-j.

Gambar 21. Diagram alir deskriptif untuk menentukan biaya pemeliharaan peralatan/mesin pada pabrik biodisel

n4 Pemeliharaan Power House (t) = Σ Investasi Power House (tj) x j=1 x Rawat Power House (j) ....(85)

Keterangan :

Mulai

Biaya pembelian peralatan / gedung / kendaraan

Prosentase biaya pemeliharaan untuk setiap peralatan / gedung / kendaraan

Hitung biaya pemeliharaan untuk setiap peralatan / gedung / kendaraan

Hitung total biaya pemeliharaan

Total biaya pemeliharaan per tahun

Selesai

Page 99: S3-DISERTASI KPTSAN

79

n4 : jumlah item peralatan power house yang

dibeli pada tahun ke-t.

Investasi Power House (tj) : investasi untuk peralatan power house ke-j

yang direncanakan dibeli pada tahun ke-t.

% Rawat Power House (j) : persentase biaya pemeliharaan item

peralatan power house ke-j.

Pemeliharaan (t) = Investasi Water Treatment (t) x

% Rawat W Treatment ....(86)

Keterangan : Investasi Water Treatment (t) : investasi water treatment pada tahun ke-t.

% Rawat W Treatment : persentase biaya pemeliharaan peralatan

water reatment

Pemeliharaan Pipa (t) = Investasi Pipa (t) x % Rawat Pipa ................. (87) Keterangan :

Investasi Pipa (t) : jumlah investasi untuk pemasangan pipa

yang direncanakan pada tahun ke-t.

% Rawat Pipa : persentase biaya perawatam pipa

Pemeliharaan Listrik (t) = Investasi Listrik (t) x % Rawat Listrik ... (88) Keterangan :

Investasi Listrik (t) : jumlah investasi untuk peralatan listrik

pada tahun ke-t.

% Rawat Listrik : persentase biaya pemeliharaan

perlengkapan peralatan listrik

Pemeliharaan Lab (t) = Investasi Lab (t) x % Rawat Lab .................... (89) Keterangan :

Investasi Lab (t) : jumlah investasi paket perlengkapan

laboratorium yang direncanakan dibeli pada

Page 100: S3-DISERTASI KPTSAN

80

tahun ke-t.

% Rawat Lab : persentase biaya pemeliharaan perlengkap-

an laboratorium

Pemeliharaan Gedung (t) = n5

Σ j=1

Investasi Gedung (tj) x %Rawat Gedung (j)

....(90)

Keterangan :

n5 : jumlah item bangunan yang direncanakan

dibangun pada tahun ke-t.

Investasi Gedung (tj) : jumlah investasi untuk bangunan ke-j yang

direncanakan dibangun pada tahun ke-t.

% Rawat Gedung (j) : persentase biaya pemeliharaan bangunan

ke-j

Pemeliharaan Effluent (t) = Investasi Effluent (t) x % Rawat Effluent......(91) Keterangan :

Investasi Effluent (t) : jumlah investasi untuk perlengkapan

effluent treatment pada tahun ke-t.

% Rawat Effluent : persentase biaya pemeliharaan

perlengkapan effluent treatment

Pemeliharaan Kendaraan (t) = n6

Σ j=1

Investasi Kendaraan (tj) x % Rawat Kendaraan (j)

.(92)

Keterangan : n6 : jumlah item kendaraan yang direncanakan

dibeli pada tahun ke-t.

Investasi Kendaraan (tj) : jumlah investasi kendaraan ke-j yang

direncanakan dibeli pada tahun ke-t

% Rawat Kendaraan (j) : persentase biaya pemeliharaan item

kendaraan ke-j

Page 101: S3-DISERTASI KPTSAN

81

Biaya Asuransi

Biaya asuransi yang dimaksud adalah biaya asuransi untuk perlindungan

gedung dan peralatan serta mesin-mesin pabrik yang dihitung dengan persentase

biaya asuransi dengan total investasi yang dibutuhkan. Diagram alir deskriptif

untuk menentukan biaya asuransi dapat dilihat pada Gambar 22. Persamaan-

persamaan matematis yang digunakan dalam menentukan biaya asuransi adalah

sebagai berikut.

Asuransi(t) = Investasi (t) x % Asuransi .................................................. (93) Keterangan :

Asuransi (t) : biaya asuransi pada tahun ke-t

% Asuransi : persentase biaya asuransi terhadap total

investasi

Biaya Pemasaran

Biaya pemasaran digunakan untuk lebih mensosialisasikan penggunaan

biodisel dan menyadarkan masyarakat bahwa penggunaan biodisel banyak

memberikan manfaat, baik langsung maupun tidak langsung dibandingkan dengan

mengggunakan bahan bakar solar. Biaya pemasaran dihitung dengan mengalikan

persentase biaya pemasaran dengan total penjualan per tahunnya. Diagram alir

deskriptif untuk menentukan biaya pemasaran dapat dilihat pada Gambar 23.

Persamaan-persamaan matematis yang digunakan dalam menentukan biaya

pemasaran adalah sebagai berikut.

Pemasaran (t) = Penjualan (t) x % Biaya Pemasaran .................... (94) Keterangan :

Pemasaran(t) : biaya pemasaran pada tahun ke-t (US $).

%BiayaPemasaran : persentase biaya pemasaran terhadap total

nilai penjualan

Penjualan(t) : total nilai penjualan pada tahun ke-t (US $)

Page 102: S3-DISERTASI KPTSAN

82

Biaya Gaji

Biaya gaji dihitung dengan menjumlahkan gaji yang diterima masing-

masing karyawan untuk setiap posisi/jabatan. Diagram alir deskriptif untuk

menentukan biaya gaji dapat dilihat pada Gambar 24. Persamaan-persamaan

matematis yang digunakan dalam menentukan biaya gaji adalah sebagai berikut.

Biaya Gaji (t) = n

Σ j=1

Jum Karyawan (tj) x Gaji Karyawan (tj) .......... (95)

Keterangan : : jumlah jenis karyawan

JumKaryawan(tj) : jumlah karyawan tipe ke-j pada tahun ke-t.

GajiKaryawan(tj) : gaji karyawan tipe ke-j pada tahun ke-t

Page 103: S3-DISERTASI KPTSAN

83

Gambar 22. Diagram alir deskriptif untuk menentukan biaya

asuransi peralatan/mesin pada pabrik biodisel

Mulai

Biaya pembelian peralatan / gedung / kendaraan

Prosentase biaya asuransi untuk setiap peralatan / gedung / kendaraan

Hitung biaya asuransi untuk setiap peralatan / gedung / kendaraan

Hitung total biaya asuransi

Total biaya asuransi per tahun

Selesai

Page 104: S3-DISERTASI KPTSAN

84

Gambar 23. Diagram alir deskriptif untuk menentukan

biaya pemasaran dan biaya administrasi pabrik biodisel

Mulai

Prosentase biaya administrasi terhadap omzet penjualan

Total penjualan biodisel dan hasil sampingannya

Hitung biaya administrasi

Total biaya administrasi per tahun

Selesai

Mulai

Prosentase biaya pemasaran terhadap omzet penjualan

Total penjualan biodisel dan hasil sampingannya

Hitung biaya pemasaran

Total biaya pemasaran per tahun

Selesai

Page 105: S3-DISERTASI KPTSAN

85

Gambar 24. Diagram alir deskriptif untuk menentukan biaya gaji karyawan pabrik biodisel

Sub-Submodel Laba Rugi Submodel ini dipakai untuk menentukan proyeksi laporan laba rugi industri

biodisel. Diagram alir deskriptif sub-submodel laba rugi dapat dilihat pada

Mulai

• Jumlah personalia di tingkat manajemen puncak

• Gaji per bulan untuk manajemen puncak

• Jumlah personalia di tingkat manajemen bawah

• Gaji per bulan untuk manajemen bawah

• Jumlah personalia di tingkat pelaksana / operator

• Gaji per bulan untuk setiap pekerja pelaksana /operator

Hitung total gaji untuk personalia di tingkat : • Manajemen puncak • Manajemen bawah • Pelaksana / operator

Hitung total gaji seluruh personalia

Total gaji per tahun

Selesai

Page 106: S3-DISERTASI KPTSAN

86

Gambar 25. Persamaan matematis yang digunakan dalam submodel laba rugi

adalah sebagai berikut.

Laba Sebelum Pajak (t) = Penjualan (t) – Biaya Produksi (t) ....... (96) Laba Kena Pajak (t) = Laba Sebelum Pajak (t) – Akumulasi

Kerugian (t) ............................................................ (97) Laba Setelah Pajak (t) = Laba Kena Pajak (t) – Pph Pasal 25 (t) .... (98) Penentuan pajak penghasilan : Jika Laba Kena Pajak (t) ≤ 25.000.000, maka:

PPh Pasal 25 (t) = 5% x Laba Kena Pajak (t)

Jika 25.000.000 < Laba Kena Pajak (t) ≤ 50.000.000, maka:

PPh Pasal 25 (t) = (5% x 25.000.000) + 10% x (Laba Kena Pajak (t) –

25.000.000)

Jika 50.000.000 < Laba Kena Pajak (t) ≤ 100.000.000, maka:

PPh Pasal 25 (t) = (5% x 25.000.000) + (10% x 25.000.000) + 15% x (Laba

Kena Pajak(t) – 50.000.000)

Jika 100.000.000 < Laba Kena Pajak (t) ≤ 200.000.000, maka :

PPh Pasal 25 (t) = (5% x 25.000.000) + (10% x 25.000.000) + (15% x

50.000.000) + 30% x (Laba Kena Pajak (t) – 100.000.000)

Jika Laba Kena Pajak (t) > 200.000.000, maka:

PPh Pasal 25 (t) = (5% x 25.000.000) + (10% x 25.000.000) + (15% x

50.000.000) + (30% x 100.000.000) + 35% x (LabaKenaPajak(t) –

200.000.000)

Keterangan :

Laba Sebelum Pajak (t) : laba sebelum pajak pada tahun ke-t industri

biodisel.

Laba Kena Pajak (t) : laba yang terkena pajak pada tahun ke-t industri biodisel

Akumulasi Kerugian (t) : akumulasi kerugian pada tahun ke-t industri

biodisel

Pph Pasal 25 (t) : pajak penghasilan badan atau perusahaan

industri biodisel pada tahun ke-t

Page 107: S3-DISERTASI KPTSAN

87

Sub-Submodel Aliran Dana Submodel ini dikembangkan untuk menentukan aliran kas industri

biodisel dalam kegiatan-kegiatan operasional, investasi, dan pendanaan dalam

satu periode keuangan. Di sini dapat ditentukan besarnya perubahan kas pada

awal dan akhir periode. Diagram alir deskriptif sub-submodel aliran dana dapat

dilihat pada Gambar 26. Persamaan matematis yang digunakan dalam submodel

aliran dana adalah sebagai berikut :

Penerimaan Dana (t) = Modal Sendiri (t) + Pinjaman Bank (t) +

Penjualan(t) ...................................... (99) Pengeluaran Dana (t)= Investasi(t) + Biaya Produksi(t)

+ Pembayaran Deviden (t) ............................. (100) Saldo Kas Awal (1) = Penerimaan Dana(1) – PengeluaranDana(1) ..... (101) Saldo Kas Akhir (t) = Saldo Kas Awal (t-1) + (Penerimaan (t)

– Pengeluaran Dana (t)) ............................. (102) Keterangan :

Penerimaan Dana(t) : total kas masuk pada tahun ke-t

Modal Sendiri(t) : suntikan dana segar dari modal sendiri pada

tahun ke-t.

Pinjaman Bank(t) : suntikan dana yang diperoleh dari pinjaman

bank pada tahun ke-t

Penjualan (t) : total nilai penjualan pada tahun ke-t

Saldo Kas Awal (t) : saldo kas awal pada tahun ke-t

Saldo Kas Akhir (t) : saldo kas akhir pada tahun ke-t

Page 108: S3-DISERTASI KPTSAN

88

ya

tidak

Gambar 25. Diagram alir deskriptif sub-submodel laba rugi

Mulai

Total penjualan per tahun

Total biaya produksi biodisel per tahun

Aturan perpajakan

Hitung laba rugi pabrik biodisel

Laporan laba atau rugi pabrik biodisel

Rugi ?

Kebijakan pemerintah

Selesai

Page 109: S3-DISERTASI KPTSAN

89

Gambar 26. Diagram alir deskriptif sub-submodel aliran dana

tidak

Mulai

• Setoran dana awal • Pinjaman dari pihak ketiga • Penjualan produk (biodisel dan gliserin )

Hitung total kas masuk

Kas masuk

• Investasi pembangunan pabrik biodisel • Biaya produksi biodisel • Pembayaran angsuran pokok • Pembayaran deviden

Hitung total kas keluar

Kas keluar

Hitung kas akhir

Saldo Kas akhir

Negatif ?

Kebijakan pemerintah

Selesai

tidak

ya

Page 110: S3-DISERTASI KPTSAN

90

Sub-Submodel Neraca

Dalam submodel ini dapat ditentukan proyeksi posisi neraca untuk industri

biodisel. Diagram alir deskriptif untuk sub-submodel neraca dapat dilihat pada

Gambar 27. Persamaan matematis yang digunakan dalam submodel neraca adalah

sebagai berikut.:

TotalAktiva(t) = Saldo Kas Akhir (t) + (Nilai Buku Weighbridge (t) + Nilai Buku Storage Tank (t) + Nilai Buku Pabrik (t) + Nilai Buku Power House (t) + Nilai Buku W Treatment (t) + Nilai Buku Pipa (t) + Nilai Buku Listrik (t) + Nilai Buku Lab (t) + Nilai Buku Effluent (t) + Nilai Buku Kendaraan (t) .............................................................. (103)

Total Pasivat = Hutangt + Modal Sendirit + Laba Ditahant ................. (105)

Total Aktivat = Total Pasivat ................................ (106) Keterangan :

Total Aktiva (t) : total aktiva yang berupa kas dan aktiva tetap

pada tahun ke-t.

Saldo Kas Akhir (t) : saldo kas pada akhir tahun ke-t.

Nilai Buku Weighbridge (t) : nilai buku asset weighbridge yaitu nilai

perolehannya dikurangi dengan akumulasi

penyusutannya pada tahun ke-t.

Nilai Buku Storage Tank (t) : nilai buku asset storage tank yaitu nilai

perolehannya dikurangi dengan akumulasi

penyusutannya pada tahun ke-t.

Nilai Buku Pabrik (t) : nilai buku asset peralatan dan mesin pabrik

yaitu nilai perolehannya dikurangi dengan

akumulasi penyusutannya pada tahun ke-t.

Nilai Buku Power House (t) : nilai buku asset perlengkapan power house

yaitu nilai perolehannya dikurangi dengan

akumulasi penyusutannya pada tahun ke-t.

Nilai Buku Wtreatment (t) : nilai buku asset peralatan water treatment

yaitu nilai perolehannya dikurangi dengan

akumulasi penyusutannya pada tahun ke-t.

Page 111: S3-DISERTASI KPTSAN

91

Nilai Buku Pipa (t) : nilai buku asset pipa yaitu nilai

perolehannya dikurangi dengan akumulasi

penyusutannya pada tahun ke-t.

Nilai Buku Listrik (t) : nilai buku asset peralatan listrik yaitu nilai

perolehannya dikurangi dengan akumulasi

penyusutannya pada tahun ke-t.

Nilai Buku Lab (t) : nilai buku asset peralatan laboratorium yaitu

nilai perolehannya dikurangi dengan

akumulasi penyusutannya pada tahun ke-t.

Nilai Buku Effluent (t) : nilai buku asset peralatan effluent treatment

yaitu nilai perolehannya dikurangi dengan

akumulasi penyusutannya pada tahun ke-t.

Nilai Buku Kendaraan (t) : nilai buku asset kendaraan yaitu nilai

perolehannya dikurangi dengan akumulasi

penyusutannya pada tahun ke-t.

Total Pasiva (t) : total pasiva yang berupa hutang dan modal

pada tahun ke-t.

Modal Sendiri (t) : akumulasi modal sendiri yang disetor

sampai dengan tahun ke-t.

Laba Ditahan (t) : akumulasi dari laba ditahan sampai dengan

tahun ke-t.

Sub-sub Model Kelayakan Submodel ini digunakan untuk membantu pengambilan keputusan

investasi, sehingga diperoleh hasil tentang kelayakan ekonomis pendirian industri

biodisel. Diagram alir sub-submodel kelayakan dapat dilihat pada Gambar 31.

Persamaan matematis yang digunakan dalam submodel kelayakan investasi adalah

sebagai berikut :

SaldoKasBersiht = Penjualant – (BiayaPraoperasionalt + TotalInvestasit +BiayaManajement + BiayaPemeliharaanTMt + BiayaPemupukant + BiayaPanenDanPengangkutant + BiayaPengolahant + BiayaPemasarant + BiayaBungat + Pph Pasal 25t ) .............................................................(107)

Page 112: S3-DISERTASI KPTSAN

92

1 FaktorDiskonto(t) = ...................................... (108) (1 + SukuBunga)t

n NPV = Σ Faktor Diskonto (t) x Saldo Kas Bersih (t) ................ ..............(109) t=1

Gambar 27. Diagram alir deskriptif sub-submodel neraca

Mulai

Saldo kas akhir

• Nilai perolehan aset • Penyusutan aset

Hitung akumulasi penyusutan aset

Hitung nilai buku aset

Nilai buku aset

Hitung total aktiva

Total aktiva

Hutang jangka panjang

Modal sendiri

Akumulasi laba / rugi ditahan

Hitung total pasiva

Total pasiva

Total pasiva = Total aktiva ?

Neraca

Selesai

ya

tidak

Page 113: S3-DISERTASI KPTSAN

93

NPV Positif IRR = iNPV Positif + .............................(110) (NPV Positif – NPV Negatif)

x (iNPVNegatif – iNPVPositif) NPV Profitability Indeks = ........................ ............. (111) Investasi Awal Keterangan :

Saldo Kas Bersih (t) : aliran kas bersih pada tahun ke-t industri

biodisel

Suku Bunga : tingkat suku bunga pinjaman

Faktor Diskonto (t) : faktor diskonto pada tahun ke-t.

NPV : Net Present Value

IRR : Internal Rate of Return

iNPV Positif : tingkat suku bunga yang masih membuat

nilai NPV tetap positif

iNPV Negatif tingkat suku bunga yang mulai membuat

nilai NPV negatif.

Investasi Awal suntikan dana awal yang diperoleh dari

modal sendiri dan modal pinjaman.

Sub-submodel Analisa Rasio (NPV, IRR, B/C, PI, PBP)

Submodel ini dipakai untuk menentukan angka Weighted Average Cost of

Capital (WACC) yang dipergunakan dalam kriteria investasi dengan

mempertimbangkan nilai waktu dari uang pada industri biodisel. Persamaan

matematis yang digunakan dalam submodel biaya modal adalah sebagai berikut :

WACC(t)= (PersentaseModalSendiri(t)x BiayaModalSendiri) +

(PersentaseHutang(t) x SukuBunga x (1-PajakEfektifRataRata(t))) ................................................... (112)

PajakEfektifRataRata(t)= (PersentasePajak5%(t) x 5%) + (PersentasePajak10%(t) x 10%) + (PersentasePajak15%(t) x 15%) + (PersentasePajak30%(t) x 30%) + (PersentasePajak35%(t)t x 35%) ................ (113)

Page 114: S3-DISERTASI KPTSAN

94

Keterangan :

Total Aktiva (t) : total aktiva yang berupa kas dan aktiva tetap

pada tahun ke-t.

Pajak Efektif Rata-rata (t) : persentase pajak rata-rata yang ditanggung

industri pengolahan biodisel pada tahun ke-

t.

Persentase Pajak 5% (t) : persentase total pajak penghasilan yang

terkena pajak penghasilan 5% pada tahun

ke-t.

Persentase Pajak 10% (t) : persentase total pajak penghasilan yang

terkena pajak penghasilan 10% pada tahun

ke-t.

Persentase Pajak 15% (t) : persentase total pajak penghasilan yang

terkena pajak penghasilan 15% pada tahun

ke-t.

Persentase Pajak 30% (t) : persentase total pajak penghasilan yang

terkena pajak penghasilan 30% pada tahun

ke-t.

Persentase Pajak 35% (t) : persentase total pajak penghasilan yang

terkena pajak penghasilan 35% pada tahun

ke-t.

WACC (t) : biaya modal rata-rata pada tahun ke-t.

Persentase Modal Sendiri (t) : persentase modal sendiri terhadap total

modal yang dimiliki pada tahun ke-t.

Biaya Modal Sendiri : biaya yang harus ditanggung jika menggunakan modal sendiri yaitu harapan pemilik modal terhadap modal yang telah ditanamkan (dinyatakan dalam satuan persen)

Persentase Hutang (t) : persentase modal yang diperoleh dari

pinjaman terhadap total modal yang dimiliki

pada tahun ke-t.

Suku Bunga : tingkat suku bunga yang berlaku

Page 115: S3-DISERTASI KPTSAN

95

ya

Gambar 28. Diagram alir deskriptif sub-submodel kelayakan

Submodel ini juga digunakan untuk menentukan kinerja keuangan industri

biodisel dengan menggunakan angka-angka rasio yang diperoleh dari laporan laba

rugi dan neraca. Diagram alir deskriptif submodel analisis finansial dapat dilihat

Mulai

• Kas masuk • Kas keluar

Penghitungan kas bersih

Kas bersih (net cash flow )

• Faktor diskonto • Biaya modal

Penghitungan NPV, IRR, B/C, PI, dan PBP

NPV, IRR, B/C, PI, PBP

Layak ?

Kebijakan pemerintah

Selesai

Page 116: S3-DISERTASI KPTSAN

96

pada Gambar 29. Persamaan matematis yang digunakan dalam submodel analisis

finansial adalah sebagai berikut :

Saldo Kas Akhir (t) Rasio Modal Kerja Terhadap Total Aktiva (t) = ...(114) Total Aktiva (t) Keterangan :

Rasio Modal Kerja

TerhadapTotal Aktiva (t)

: rasio modal kerja terhadap total aktiva pada

tahun ke-t.

Saldo Kas Akhir (t) : saldo kas akhir pada tahun ke-t.

Total Debt To Equity Ratio (t) =Hutang(t)

... (115) Modal Sendiri (t) + Laba Ditahan (t)

Keterangan : Total Debt To Equity Ratio (t) : rasio antara total hutang dengan modal

sendiri pada tahun ke-t.

Hutang (t) : hutang yang dimiliki pada tahun ke-t.

Modal Sendiri (t) akumulasi modal sendiri yang disetor

sampai dengan tahun ke-t.

Laba Ditahan (t) : akumulasi laba ditahan sampai dengan

tahun ke-t

Hutang (t) Total Debt To Total Capital Assets(t) = .......................... (116) Total Aktiva (t) Keterangan :

Total Debt ToTotal Capital

Assets(t)

: rasio antara total hutang dengan total modal

kerja pada tahun ke-t.

Hutang (t) : hutang yang dimiliki pada tahun ke-t.

Page 117: S3-DISERTASI KPTSAN

97

tidak

ya

Gambar 29. Diagram alir deskriptif sub-submodel analisis finansial

Laba SebelumPajak (t) Gross Profit Margin (t) = ................................... (117) Penjualan (t) Keterangan :

Gross Profit Margin (t) : margin keuntungan kotor pada tahun ke-t.

Laba Sebelum Pajak (t) : laba sebelum pajak pada tahun ke-t.

Penjualan (t) : total nilai penjualan hasil produksi pada tahun ke-t.

Biaya Produksi (t) Operating Ratio (t) = ............................................ (118)

Mulai

• Laporan laba rugi • Neraca

Penghitungan kinerja keuangan dengan menggunakan analisis rasio

Kinerja keuangan • Rentabilitas • Likuiditas • Solvabilitas • Rasio overage • Rasio aktivitas

Memuaskan ?

Selesai

Page 118: S3-DISERTASI KPTSAN

98

Penjualan (t) Keterangan :

Operating Ratio (t) : rasio operasi pada tahun ke-t.

Biaya Produksi (t) : total biaya produksi pada tahun ke-t.

Penjualan (t) : total nilai penjualan pada tahun ke-t.

Laba Setelah Pajak (t) Net Profit Margin (t) = ................................... (119) Penjualan (t) Keterangan :

Net Profit Margin (t) : margin keuntungan bersih pada tahun ke-t.

Laba Setelah Pajak (t) : laba setelah pajak pada tahun ke-t.

Penjualan (t) : total nilai penjualan pada tahun ke-t.

Penjualan (t) Total Assets Turnover (t) = ................................... (120) Total Aktiva (t)

Keterangan :

Total Assets Turnover (t) : tingkat perputaran asset pada tahun ke-t.

Penjualan (t) : total nilai penjualan pada tahun ke-t.

Total Aktiva (t) : total aktiva pada tahun ke-t.

Earning Power (t) = Gross Profit Margin (t) x Total Assets Turnover (t)..(121) Laba Setelah Pajak (t) ROI (t) = atau Total Aktiva (t)

Net Profit Margin (t) x Total Asset Turnover (t)......................(122)

Keterangan :

ROI (t) : return on investment pada tahun ke-t.

Laba Setelah Pajak (t) : laba setelah pajak pada tahun ke-t

Total Aktiva (t) : total aktiva pada tahun ke-t.

Laba Setelah Pajak (t) Rate Return For The Owner (t) = ....................... (123)

Page 119: S3-DISERTASI KPTSAN

99

Modal Sendiri (t) Keterangan :

Rate Return For The Owner (t) : tingkat pengembalian kepada pemilik

modal pada tahun ke-t

Laba Setelah Pajak (t) : laba setelah pajak pada tahun ke-t

Modal Sendiri (t) : akumulasi modal sendiri yang disetor

sampai dengan tahun ke-t

Penjualan(t) Working Capital Turnover (t) = ....................... (124) Saldo Kas Akhir(t) Keterangan :

Working Capital Turnover(t) : tingkat perputaran modal kerja pada

tahun ke-t

Penjualan (t) : total nilai penjualan hasil produksi pada

tahun ke-t

Saldo Kas Akhir (t) : saldo kas akhir pada tahun ke-t.

3.3.5. Submodel Lingkungan

Submodel ini digunakan untuk menghitung besarnya perubahaan iklim

global akibat penggunaan bahan bakar BBM solar dan biodisel.

Dalam analisis lingkungan dilakukan beberapa perhitungan sebagai berikut :

Selisih emisi BBM solar dengan emisi biodiesel

Konversi emisi BBM solar dan emisi biodisel dengan dampak iklim global

menurut standar UNEP.

Dalam analisis ini parameter yang digunakan untuk menilai perubahan iklim

global tersebut adalah hujan asam, pemanasan global dampak fotokimia yang

merupakan polutan-polutan pencemaran udara yang ada di atmosfir dan bumi.

Analisa Beban Lingkungan (Environmental Burden = EB) dari emisi sisa

pembakaran bahan bakar kendaraan. Perbandingan antara Bahan Bakar Disel dan

Biodisel dengan Analisa Beban Lingkungan dapat diperoleh dari penghitungan

yang terdiri dari :

1. Indeks EB Asiditas

Page 120: S3-DISERTASI KPTSAN

100

2. Indeks EB Global Warming

3. Indeks EB Fotokimia

Setelah diperoleh hasil penilaian terhadap masing-masing sub model,

maka disusun keterkaitannya variabel berdasarkan persamaan yang dibangun.

Penilaian terhadap Sistem Penunjang Keputusan Investasi secara keseluruhan

dilakukan bersamaan dengan validasi model. Pada model Sistem Penunjang

Keputusan Investasi dapat dilakukan simulasi terhadap variabel-variabel yang

diinginkan sehingga pengguna dapat mengetahui beberapa alternatif keputusan

yang diperlukan.

Page 121: S3-DISERTASI KPTSAN

101

Gambar 30. Diagram alir deskriptif submodel lingkungan

Mulai

• Emisi penggunaan BBM solar • Emisi penggunaan biodisel

Penghitungan selisih emisi BBM solar dengan biodisel

Selisih emisi

Selisih positif

Penghitungan pengurangan emisi jika menggunakan biodisel

konversi terhadap lingkungan yang ditetapkan oleh UNEP

Dampak terhadap iklim global akibat penggunaan biodisel dan BBM solar

Selesai

ya

tidak

Page 122: S3-DISERTASI KPTSAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Rekayasa Model SPK

Model penunjang keputusan investasi pada industri biodisel kelapa sawit

bertujuan untuk menilai faktor-faktor yang berpengaruh dalam melakukan

investasi pada industri tersebut. Faktor yang berpengaruh terdiri dari 5 faktor yang

disebut sebagai submodel yaitu :

1. Submodel sumberdaya untuk menilai potensi ketersediaan bahan baku

CPO yang akan dijadikan biodisel.

2. Submodel teknis produksi untuk menilai ketersediaan teknologi dan

persyaratan yang diperlukan dalam mengolah bahan baku CPO

menjadi biodisel.

3. Submodel pasar untuk menilai potensi pasar biodisel di dalam dan di

luar negeri.

4. Submodel analisis finansial untuk menilai kelayakan finansial dari sisi

pengeluaran, penerimaan dan biaya investasinya.

5. Submodel lingkungan untuk menilai perbedaan dampak penggunaan

biodisel dan solar terhadap lingkungan

Hubungan antara submodel penyusun model SPK investasi industri

biodisel pada permodelan software I Think tertera pada gambar 31. Asumsi dasar

keterkaitan alir variabel dalam submodel sistem penunjang keputusan diatas

meliputi :

1. Biodisel kelapa sawit diproses dari bahan baku minyak CPO (Crude Palm

Oil).

2. Biodisel yang dihasilkan digunakan sebagai produk subsitusi dari bahan

bakar minyak solar yang digunakan sebagai bahan bakar cair pada alat

transportasi.

3. Simulasi desain pabrik yang digunakan dalam perhitungan investasi

berkapasitas 100.000 ton biodisel per tahun dengan hasil produk samping

gliserin lebih kurang 10.000 ton/tahun.

4. Pangsa pasar biodisel di dalam negeri diasumsikan sebagai pengganti 5-

10% produk bahan bakar minyak solar per tahun. Potensi pangsa biodisel

Page 123: S3-DISERTASI KPTSAN

103

di luar negeri dikaitkan dengan kesepakatan iklim “Carbon Trade” yang

tertuang dalam Protokol Kyoto.

5. Industri biodisel diasumsikan terdiri dari agregasi pengolahan/pabrik besar

(kapasitas 100.000 ton/tahun). Industri jangka panjang 10-15 tahun dengan

perbandingan modal sendiri dibanding hutang 60:40.

6. Analisa dampak lingkungan dilakukan secara global dengan

membandingkan perbedaan iklim global yang ditimbulkan akibat

penggunaan biodisel dan BBM solar, menggunakan standar acuan yang

diterbitkan oleh UNEP (United Nation Environment Program).

Secara diagram keterkaitan (influence diagram) antara submodel terlihat

pada gambar 31.

Gambar 31. Hubungan antar submodel dari SPK investasi pada industri biodisel kelapa sawit (Influence Diagram)

Skenario permodelan diperoleh dari hasil analisis keragaan penggunaan

CPO nasional saat ini. Penggunaan CPO nasional terdiri dari penggunaannya di

dalam negeri yaitu untuk industri minyak goreng dan industri oleokimia.

Sedangkan penggunaan di luar negeri adalah untuk diekspor ke berbagai negara

tujuan. Jika industri biodisel kelapa sawit akan dikembangkan di Indonesia maka

SM Sumberdaya SM Teknis Produksi

SM Finansial

SM PasarSM Lingkungan

Model SPK

IK Sumberdaya IK Teknis Produksi

IK Finansial

IK Lingkungan IK Pasar

Investasi

Keterangan SM : Submodel IK : Implikasi Kebijakan

Page 124: S3-DISERTASI KPTSAN

104

akan menambah kegunaan CPO yaitu sebagai bahan baku bagi pembuatan

biodisel. Dalam rangka menentukan apakah industri BDS akan memberikan

manfaat atau keuntungan jika dikembangkan di Indonesia maka diperlukan

pengkajian terhadap investasi tesebut. Dalam menilai kelayakan investasi industri

baik kelayakan finansial maupun kelayakan non finansial seperti ketersediaan

bahan baku industri, ketersediaan dan keterjangkauan teknologi pengolahannya,

manfaat dari produk ramah lingkungan dan efek ganda (multiplayer effect) yang

diperoleh dari penggunaan produk kelapa sawit sebagai bahan bakunya.

Hubungan antar variabel pada permodelan disusun berdasarkan fenomena tersebut

diatas.

Gambar 32. Alur hubungan variabel pada Permodelan Sistem Penunjang

Keputusan Investasi

Dalam merekayasa model maka abstraksi dari semua keterkaitan tersebut

dimodelkan dengan mengakisisi pengetahuan dari masing-masing variabel, untuk

selanjutnya pengetahuan tersebut diolah pada program komputer.

Sistem penunjang keputusan investasi pada industri biodisel dirancang

dengan bantuan perangkat lunak Microsoft Excel, Lotus smart suite dan I Think

versi 6.0. Model dibangun dengan memperhatikan keterkaitan antar submodel

dengan submodel lainnya, dimana dalam spreadsheet keterkaitan tersebut dapat

berupa hubungan antar sel dan hubungan antar spreadsheet. Representasi dari

model SPK yang dikembangkan menggunakan bantuan perangkat lunak “I

Think”. Aplikasi SPK disajikan secara interaktif sehingga pengambil keputusan

Page 125: S3-DISERTASI KPTSAN

105

mudah melakukan perubahan suatu skenario jika dikehendaki. Gambar tampilan

awal program “I Think” SPK investasi Industri biodisel di Indonesia tertera pada

Gambar 33 dibawah ini.

Gambar 33. Tampilan awal program “I Think” SPK investasi Industri

biodisel di Indonesia

Model yang dikembangkan dengan perangkat lunak I Think selengkapnya

dapat dilihat pada lampiran dalam bentuk CD 1.

4.2. Simulasi dan Validasi Model Sistem Dinamis Investasi Industri Biodisel Kelapa Sawit

4.2.1. Simulasi Model Sistem Dinamis Simulasi yang dilakukan pada masing-masing submodel yang direkayasa

pada SPK investasi industri biodisel kelapa sawit dipilih berdasarkan keperluan

manajemen atau pengguna.

4.2.1.1. Simulasi Submodel Sumberdaya

1. Simulasi Perkembangan Produksi CPO

Page 126: S3-DISERTASI KPTSAN

106

Proyeksi perkembangan luas lahan perkebunan baik yang dikelola oleh

rakyat (PR), swasta (PBS) maupun negara (PBN) dilakukan dengan pendekatan

model dinamik atau model logistik. Produksi CPO dipengaruhi oleh luas lahan

dan tingkat produktivitas lahan dengan korelasi positif. Semakin besar luas lahan

dan tingkat produktivitas suatu lahan maka akan semakin besar produksinya. Luas

lahan dan produktivitas dapat berubah menurut waktu sesuai dengan kondisi yang

terjadi di lapangan. Hasil simulasi produksi CPO pada berbagai tingkat

produktivitas dari PR, PBS, PN dan total perkebunan nasional direkayasa pada

submodel sumberdaya.

Gambar 34 menunjukkan proyeksi perkembangan produksi CPO dengan

produktivitas 1,9 ton/ha pada PR, dan masing-masing 3 ton/ha untuk PBS dan

PBN. Jika tingkat produktivitas diubah maka segera dapat diketahui perubahan

produksi CPO yang akan dihasilkan.

Gambar 34. Hasil simulasi produksi CPO pada submodel sumberdaya

2. Simulasi Perkembangan Permintaan CPO Nasional

Penggunaan CPO di Indonesia selama ini terserap pada industri minyak

goreng, industri oleokimia dan untuk diekspor ke berbagai negara tujuan. Jika

sebagian dari CPO nasional digunakan untuk dijadikan bahan baku pada industri

Page 127: S3-DISERTASI KPTSAN

107

biodisel maka perkembangan permintaan CPO nasional untuk masing-masing

industri disimulasikan pada submodel sumberdaya.

Perkembangan kebutuhan CPO untuk minyak goreng dilakukan dengan

pendekatan perkembangan jumlah penduduk dan konsumsi perkapita (16.5

kg/kapita). Permintaan pada indutri oleokimia diskenariokan laju permintaan

bertambah 5% setiap tahunnya. Selebihnya diekspor dan digunakan untuk

memasok industri biodisel. Rekayasa submodel yang dibangun adalah

mensimulasikan perubahan permintaan CPO sesuai dengan besarnya prosentase

substitusi solar oleh biodisel yang diinginkan oleh pengguna. Gambar 35 di bawah

ini menunjukkan proyeksi perkembangan permintaan CPO nasional jika

prosentase substitusi solar oleh biodisel adalah 10%.

Gambar 35. Hasil simulasi proyeksi perkembangan permintaan CPO

pada submodel sumberdaya

4.2.1.2. Simulasi Submodel Teknis Produksi

1. Simulasi Produksi Biodisel dan Gliserin Berdasarkan Kapasitas Terpasang

Pembangunan submodel teknis produksi memberikan gambaran

perkembangan produksi biodisel dan gliserin mulai dari perusahaan berdiri sampai

dengan akhir masa proyek atau umur investasi. Pada Gambar 36, produksi

Page 128: S3-DISERTASI KPTSAN

108

biodisel dengan kapasitas terpasang sebesar 100.000 ton per tahun. Besarnya

kapasitas terpasang dapat disimulasikan sehingga besaran dan perubahan produksi

biodisel dan gliserin tiap tahun dapat diketahui. Rekayasa submodel sistem teknis

produksi dapat memberikan gambaran perubahan produksi biodisel dan gliserin

jika kapasitas terpasangnya diubah sesuai perubahan waktu yang terjadi.

Kapasitas terpasang semakin besar produksi biodisel dan gliserin juga semakin

besar atau berkorelasi positif. Perubahan juga akan diikuti oleh perubahan neraca

bahan dan neraca enerji yang diperlukan. Gambar 36 menunjukkan tampilan

perkembangan produksi biodisel dan gliserin dengan kapasitas produksi terpasang

100.000 ton/tahun.

Gambar 36. Hasil simulasi produksi industri biodisel pada submodel teknis

produksi

2. Simulasi Kebutuhan Bahan Baku pada Industri Biodisel

Kebutuhan bahan baku industri biodisel yang terdiri dari bahan baku CPO,

Metanol, KOH, H3PO4 dan bahan bakar. Besarnya kebutuhan bahan baku industri

biodisel dapat disimulasikan berdasarkan kapasitas terpasang. Sebagai contoh

Gambar 37 mensimulasikan kebutuhan bahan baku pada kapasitas produksi

indutri biodisel sebesar 100.000 ton/tahun, sedangkan pada Gambar 38

Page 129: S3-DISERTASI KPTSAN

109

mensimulasikan kebutuhan bahan baku industri biodisel pada kapasitas 30.000

ton/tahun.

Gambar 37. Kebutuhan bahan baku industri biodisel kapasitas 100.000 ton/th

Gambar 38. Kebutuhan bahan baku industri biodisel kapasitas 30.000 ton/th

3. Simulasi Kebutuhan Enerji pada Industri Biodisel

Submodel teknis produksi juga dapat mensimulasikan kebutuhan enerji

pada berbagai kapasitas produksi industri yang diinginkan oleh pengguna. Sebagai

contoh pada Gambar 39 mensimulasikan kebutuhan enerji pada kapasitas produksi

100.000 ton/tahun, sedangkan pada Gambar 40 mensimulasikan kebutuhan enerji

pada industri biodisel kapasitas produksi 30.000 ton/tahun.

Page 130: S3-DISERTASI KPTSAN

110

Gambar 39. Kebutuhan enerji pada industri biodisel berkapasitas 100.000 ton/th

Gambar 40. Kebutuhan enerji pada industri biodisel berkapasitas 30.000 ton/th

4.2.1.3. Simulasi Submodel Pasar

Submodel pasar terdiri dari analisa produk yang disubstitusi oleh biodisel

yaitu pendugaan perbandingan produksi dan konsumsi solar nasional, proyeksi

perbandingan ekspor dan impor minyak bumi nasional dan simulasi penghematan

subsidi solar terutama jika sebagian dari solar tersebut disubstitusi oleh biodisel.

1. Simulasi Perbandingan Produksi dan Konsumsi Solar Nasional

Hasil proyeksi menunjukkan proyeksi kenaikan konsumsi lebih besar dari

kenaikan produksi setiap tahunnya. Gambar 41 di bawah ini menunjukkan

Page 131: S3-DISERTASI KPTSAN

111

perbandingan kenaikan produksi dan konsumsi nasional sejak tahun 2005 sampai

dengan tahun 2019.

Gambar 41. Proyeksi produksi dan konsumsi solar pada submodel pasar

2. Simulasi Perbandingan Ekspor dan Impor Minyak Bumi

Gambar 42 dibawah ini menunjukkan proyeksi ekspor minyak bumi

semakin menurun sedangkan proyeksi impor semakin meningkat setiap tahunnya.

Gambar 42, menunjukkan perbandingan proyeksi ekspor dan impor minyak bumi

nasional pada tahun 2005 sampai dengan 2019.

Gambar 42. Proyeksi ekspor dan impor minyak bumi pada submodel pasar

Page 132: S3-DISERTASI KPTSAN

112

3. Simulasi Penghematan Subsidi Solar

Submodel pasar juga dapat memberikan gambaran penghematan subsidi

solar jika sebagian dari solar tersebut disubstitusi oleh biodisel. Pada submodel

ini dapat disimulasikan besarnya persentase substitusi solar oleh biodisel sehingga

dapat memberikan gambaran terhadap besarnya penghemtan subsidi terhadap

solar oleh pemerintah. Gambar 43 menunjukkan besarnya penghematan subsidi

terhadap solar yang dikeluarkan oleh pemerintah dari tahun 2005 sampai dengan

2019 jika solar solar yang disubstitusi oleh biodisel adalah 10%.

Gambar 43. Penghematan subsidi solar dengan adanya substitusi biodisel.

4.2.1.4. Simulasi Submodel Analisis Finansial

Rekayasa submodel sistem finansial pada industri biodisel ditujukan untuk

menilai kinerja keuangan perusahaan dengan mensimulasikan kriteria investasi.

Pada submodel ini kinerja keuangan yang disimulasikan adalah perubahan

besarnya NPV, BCR, rugi laba, aliran kas, dan struktur biaya produksi pada

berbagai tingkat suku bunga, harga biodisel dan harga CPO. Sebagai contoh pada

Gambar 44 memberikan contoh hasil simulasi kinerja keuangan dengan penetapan

suku bunga sebesar 12%, harga biodisel sebesar 700 $ US dan harga CPO sebesar

360 $ US/ton. Pada gambar tersebut terlihat nilai NPV sebesar 20.010.659 $ US

sedangkan nilai BCR sebesar 1,05.

Page 133: S3-DISERTASI KPTSAN

113

Gambar 44. Hasil simulasi analisis NPV dan BCR industri biodisel pada

submodel analisis finansial

4.2.1.5. Simulasi Submodel Lingkungan

Submodel ini memberikan gambaran perbandingan besarnya indeks beban

lingkungan atau EB (Environmental Burden) dari sisa pembakaran biodisel dan

solar. Pada submodel lingkungan perbandingan besarnya nilai EB pada

pembakaran solar dan biodisel terdiri dari tiga yaitu EB Asiditas (efek hujan

asam), EB Global Warming (efek pemanasan global) dan EB Smog Fotokimia

(efek asap hitam). Perbandingan besarnya masing-masing nilai EB dalam 1 tahun

untuk setiap 100.000 ton biodisel dan solar yang digunakan tertera pada gambar

45, gambar 46, dan gambar 47, di bawah ini.

1. Simulasi Perbandingan Beban Lingkungan atau Indeks EB Asiditas

Gambar 45 menunjukkan perbandingan indeks beban lingkungan asiditas

antara solar dan biodisel setiap penggunaan 100.000 ton per tahunnya.

Page 134: S3-DISERTASI KPTSAN

114

Gambar 45. Nilai indek EB (Environmental Burden) asiditas submodel

lingkungan

2. Simulasi Perbandingan Beban Lingkungan atau Indeks EB Global Warming

Gambar 46 menunjukkan perbandingan indeks beban lingkungan global

warming antara solar dan biodisel setiap penggunaan 100.000 ton per tahunnya.

Gambar 46. Nilai indek EB (Environmental Burden) global warming

submodel lingkungan 3. Simulasi Perbandingan Beban Lingkungan atau Indeks EB Smog Fotokimia

Gambar 46 menunjukkan perbandingan indeks beban lingkungan Smog

Fotokimia antara solar dan biodisel setiap penggunaan 100.000 ton per tahunnya.

Page 135: S3-DISERTASI KPTSAN

115

Gambar 47. Nilai indek EB (Environmental Burden) smog fotokimia

submodel lingkungan 4.2.2. Validasi Model Sistem

Validasi pada masing-masing submodel dilakukan dengan menetapkan

beberapa skenario yang nilainya baik langsung diperoleh dari berbagai sumber

maupun melalui pengolahan data terlebih dulu. Skenario yang digunakan dalam

sistem penunjang keputusan investasi industri BDS dapat dilihat pada lampiran 3.

Hasil validasi pada tiap submodel seperti berikut.

4.2.2.1. Submodel Sumberdaya

Proyeksi luas lahan perkebunan dan produksi CPO

Submodel ketersediaan CPO digunakan untuk melihat seberapa besar

ketersediaan CPO di dalam negeri yang dapat digunakan sebagai bahan baku

biodisel. Penggunaan CPO untuk bahan baku biodisel diskenariokan diperoleh

dari sisa CPO yang tidak digunakan untuk ekspor, bahan baku industri minyak

goreng dan bahan baku industri oleokimia. Skenario yang digunakan adalah CPO

ekspor sebesar 60% dari total produksi CPO nasional, sedangkan sisanya (40%)

adalah CPO yang digunakan di dalam negeri terutama pada industri minyak

goreng dan industri oleokimia.

CPO nasional dipenuhi dari tiga jenis perkebunan yaitu perkebunan rakyat,

perkebunan besar negara, dan perkebunan besar swasta. Proyeksi produksi CPO

dari ketiga perkebunan tersebut dilakukan dengan melakukan terlebih dahulu

proyeksi terhadap luas lahan dari ketiga jenis pengusahaan perkebunan tersebut.

Page 136: S3-DISERTASI KPTSAN

116

Produktivitas masing-masing jenis pengusahaan kebun dikalikan dengan rataan

produktivitas yang diperoleh selama 2 tahun terakhir.

Pemilihan model proyeksi luas lahan perkebunan kelapa sawit untuk

masing-masing jenis pengusahaan perkebunan dilakukan dengan menggunakan

permodelan dinamis atau disebut model logistik. Permodelan logistik dilakukan

dengan pendugaan parameter model dinamis. Tahapan permodelan yaitu: 1)

memformulasikan model sesuai dengan fenomena sebenarnya; 2) menetapkan

asumsi; 3) memformulasikan masalah matematis; 4) pemecahan masalah

matematis; 5) merumuskan solusi; 6) melakukan validasi model dan; 7)

Penggunaan model untuk proyeksi. Berdasarkan data Statistik Perkebunan 2004,

luas lahan perkebunan selama 15 tahun terakhir (data tahun 1989–2004) untuk

Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Swasta (PBS) dan Perkebunan Besar

Negara (PBN) maka diketahui besarnya laju pertambahan luas lahan setiap

tahunnya. Berdasarkan peta kesesuaian lahan perkebunan dapat diperhitungkan

potensi luas lahan yang dapat dijadikan perkebunan kelapa sawit. Perkiraan luas

lahan sampai dengan 10 – 15 tahun yang akan datang adalah 8 juta ha dengan

komposisi 36,76% lahan untuk perkebunan rakyat, 51,86% lahan untuk

perkebunan besar swasta, dan 11,38% lahan untuk perkebunan besar negara.

Komposisi diasumsikan sama dengan komposisi yang terjadi pada tahun 2004

atau kondisi sekarang. Asumsi model yang dikembangkan kurva proyeksi luas

lahan akan meningkat hingga satu saat mencapai kejenuhan karena lahan yang

tersedia semakin berkurang sampai tidak teredia lagi.

Berdasarkan perhitungan menggunakan model dinamis atau logistik,

proyeksi luas lahan pada masing-masing jenis pengusahaan mempunyai

persamaan seperti yang tertera dibawah ini.

1. Persamaan proyeksi luas perkebunan kelapa sawit rakyat

Yt = 5.96688 x 1011 e0.199749t .............. (125) 3.04 x 106 + 196279 (-1 + e0.199749t)

Page 137: S3-DISERTASI KPTSAN

117

GBR PR

0.00

1,000,000.00

2,000,000.00

3,000,000.00

4,000,000.00

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 THN

PR (Hektar)

model

Gambar 48. Validasi model proyeksi luas perkebunan kelapa sawit dari perkebunan rakyat dengan menggunakan model dinamis

Dari hasil grafik proyeksi luas perkebunan kelapa sawit perkebunan rakyat

tersebut diatas dapat dilihat peningkatan areal luas lahan sejak tahun 1988 (tahun-

1) sampai tahun 2021 (tahun ke-33) yaitu dari 500.000 ha menjadi 3,5 juta ha.

Setelah itu laju pertumbuhan tetap disebabkan karena tidak adanya lahan yang

tersedia untuk dijadikan lahan perkebunan rakyat.

Tabel 4. Hasil analisis model dinamik untuk perkebunan rakyat

t Y(t) Ypred(t) (Ypred(t)-Y(t))/Y(t) 0 196.279,00 196.279,00 0,00 1 223.832,00 236.302,27 0,06 2 291.338,00 283.672,58 -0,03 3 384.594,00 339.389,48 -0,12 4 439.468,00 404.444,10 -0,08 5 502.332,00 479.753,27 -0,04 6 572.544,00 566.073,45 -0,01 7 658.536,00 663.897,47 0,01 8 738.887,00 773.342,12 0,05 9 813.175,00 894.040,32 0,10 10 890.506,00 1.025.057,23 0,15 11 1.038.289,00 1.164.852,09 0,12 12 1.190.154,00 1.311.304,60 0,10 13 1.566.031,00 1.461.815,81 -0,07 14 1.795.321,00 1.613.478,43 -0,10 15 1.810.641,00 1.763.295,44 -0,03

R2 = 0.9748 R2 Corrected = 0.9730

Page 138: S3-DISERTASI KPTSAN

118

Dari hasil perhitungan validasi model logistik dapat diketahui luas lahan

yang diproyeksi dan luas lahan sebenarnya terdapat perbedaan yang cukup kecil

yaitu rata-rata berkisar 6 persen dan ditunjukkan dengan nilai R2 yang diperoleh

sebesar 0,97. Hal ini berarti tingkat keakuratan pendugaan cukup tinggi.

2. Persamaan proyeksi luas perkebunan besar negara

Dengan menggunakan model dinamis diperoleh persamaan proyeksi luas

perkebunan kelapa sawit perkebunan negara

Yt = 3.65516 x 1011e0.0824692t .......................... (126) 960000. + 380746 (-1 + e0.0824692t)

GBR PBN

0,00

200.000,00

400.000,00

600.000,00

800.000,00

1.000.000,00

1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 THN

PBN (Hektar)

model

Gambar 49. Validasi model proyeksi luas perkebunan kelapa

sawit dari perkebunan negara dengan menggunakan model dinamis

Dari grafik hasil proyeksi luas lahan perkebunan besar negara terlihat laju

kenaikan pertambahan luas sejak tahun 1993 (tahun-1) sampai dengan tahun 2026

(tahun ke-33). Kemudian mengalami keadaan yang tetap akibat tidak adanya

lahan perkebunan cadangan tersedia. Lahan maksimum yang tersedia berkisar

900.000 ha.

Tabel 5. Hasil analisis model dinamik untuk perkebunan besar negara (data mulai tahun ke-5)

t Y(t) Ypred(t) (Ypred(t)-Y(t))/Y(t) 0 380.746,00 380.745,83 0,00 1 386.309,00 399.852,16 0,04 2 404.732,00 419.223,96 0,04 3 426.804,00 438.799,72 0,03

Page 139: S3-DISERTASI KPTSAN

119

Tabel 5. Lanjutan 4 448.735,00 458.515,29 0,02 5 489.143,00 478.304,61 -0,02 6 516.447,00 498.100,64 -0,04 7 528.716,00 517.836,25 -0,02 8 540.728,00 537.445,16 -0,01 9 556.323,00 556.862,76 0,00 10 560.557,00 576.027,00 0,03 11 576.999,00 594.879,13 0,03 12 588.125,00 613.364,40 0,04 13 609.947,00 631.432,60 0,04 14 631.566,00 649.038,52 0,03 15 645.823,00 666.142,31 0,03

R2 =0.9695; R2 Corrected =0.9661

Validasi model logistik pada proyeksi luas lahan perkebunan besar negara

menunjukkan luas lahan yang diproyeksi dan luas lahan sebenarnya mempunyai

perbedaan yang cukup kecil yaitu rata-rata kurang dari 3%. Hal ini ditunjukkan

dengan nilai R2 sebesar 0,97.

3. Persamaan proyeksi luas perkebunan besar swasta

Dengan menggunakan model dinamis diperoleh persamaan proyeksi luas

perkebunan kelapa sawit perkebunan besar swasta

Y t = 1.17268 x 1012e0.207195t ........................... (127) 4.x106+293171(-1+e0.207195t)

GBR PBS

0,002.000.000,004.000.000,006.000.000,00

1 5 9 13 17 21 25 29 33THN

PBS (Hektar)

model

Gambar 50. Validasi model proyeksi luas perkebunan kelapa

sawit dari perkebunan besar swasta dengan menggunakan model dinamis

Page 140: S3-DISERTASI KPTSAN

120

Dari grafik proyeksi luas lahan perkebunan besar swasta terlihat terjadi

peningkatan areal sejak tahun 1988 (tahun ke-1) sampai dengan tahun 2020 (tahun

ke-30) yaitu dari luas lahan 500.000 ha menjadi 4 juta ha. Akan tetapi kemudian

mengalami laju yang tetap disebabkan karena tidak adanya lahan yang tersedia

untuk dijadikan lahan perkebunan besar swasta.

Tabel 6. Hasil analisis model dinamik untuk perkebunan besar swasta

t Y(t) Ypred(t) (Ypred(t)-Y(t))/Y(t) 0 293.171,00 293.171,00 0,00 1 383.668,00 354.680,93 -0,08 2 463.093,00 427.607,49 -0,08 3 531.219,00 513.416,72 -0,03 4 638.241,00 613.488,42 -0,04 5 730.109,00 728.987,17 0,00 6 845.296,00 860.703,88 0,02 7 961.718,00 1.008.879,37 0,05 8 1.083.823,00 1.173.032,34 0,08 9 1.254.169,00 1.351.823,33 0,08 10 1.409.134,00 1.542.991,38 0,09 11 1.617.427,00 1.743.395,92 0,08 12 2.050.739,00 1.949.180,21 -0,05 13 2.314.209,00 2.156.046,89 -0,07 14 2.430.222,00 2.359.607,89 -0,03 15 2.554.882,00 2.555.750,02 0,00

R2 =0.9889; R2 Corrected =0.9881

Dari hasil validasi data proyeksi dengan data sebenarnya diketahui nilai

data yang diproyeksi mempunyai perbedaan yang cukup kecil atau rata-rata

sebesar 3%. Hal ini ditunjukkan dengan nilai R2 sebesar 0,99, atau tingkat akurasi

model cukup tinggi.

Luas lahan maksimum dapat berubah jika pemerintah menetapkan

kebijakan baru dibidang konversi lahan misalnya dengan mengkonversikan

sebagian hutan sekunder atau lahan komoditi lain yang tidak produktif untuk

dijadikan perkebunan kelapa sawit. Pendugaan 10– 15 tahun mendatang luas

lahan maksimum kelapa sawit 8 juta hektar mengingat selain terbatasnya lahan

yang tersedia juga iklim investasi nasional yang belum cukup baik.

Page 141: S3-DISERTASI KPTSAN

121

Proyeksi penggunaan CPO Nasional

Produksi CPO nasional tersebut di atas, diperoleh dengan mengalikan luas

lahan dan produktivitasnya untuk masing-masing jenis pengusahaan kebun. Total

produktivitas nasional diasumsikan diekspor sebesar 60% dan sisanya yang 40%

digunakan untuk kebutuhan dalam negeri yaitu untuk kebutuhan konsumsi

minyak goreng dan pabrik industri hilir lainnya. Besarnya ekspor CPO

berfluktuasi dari tahun ke tahun mengikuti perkembangan harga CPO

internasional. Pada tahun 2002 ekspor CPO sebesar 6,3 juta ton atau sekitar 63%

total produksi CPO nasional (Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan

2004).

Proyeksi kebutuhan minyak goreng nasional dilakukan dengan

mengalikan antara jumlah penduduk dengan konsumsi minyak goreng rata-rata

per kapita per tahun yang besarnya 16,5 kg/tahun. Kebutuhan minyak goreng ini

dipenuhi dari CPO sebesar 83,8%, sementara sisanya dipenuhi dari minyak lain

termasuk kelapa biasa. Proyeksi kebutuhan CPO untuk memenuhi kebutuhan

minyak goreng ini dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran 28. Di samping

untuk memenuhi kebutuhan minyak goreng, CPO juga digunakan sebagai bahan

baku industri hilir lainnya.

Kebutuhan CPO sebagai bahan baku industri oleokimia sekitar 1 juta ton

per tahun dengan peningkatan rata-rata diskenariokan 5% per tahun. Sedangkan

laju kenaikan tahun sebelumnya hanya 2% dan dari sisa CPO di dalam negeri

inilah yang selanjutnya digunakan untuk diolah lebih lanjut menjadi biodisel.

Proyeksi ketersediaan CPO sebagai bahan baku biodisel selengkapnya

dapat dilihat pada Lampiran 29. Kebutuhan CPO sebagai bahan baku biodisel

dihitung dengan skenario bahwa 5–10% pemakaian solar akan disubstitusi dengan

biodisel dari CPO. Gambar 51 memperlihatkan jika jumlah CPO yang tersedia

dikurangi kebutuhan ekspor, bahan baku minyak goreng dan industri oleokimia

maka dapat memenuhi kebutuhan bahan baku untuk industri biodisel kelapa

sawit.

Dengan demikian, CPO sebagai bahan baku utama biodisel dilihat dari

ketersediaan dan kontinuitasnya dapat dikembangkan lebih lanjut, namun

Page 142: S3-DISERTASI KPTSAN

122

mengingat nilai strategisnya minyak kelapa sawit baik di pasar ekspor maupun

pasar domestik untuk industri minyak goreng dan industri oleokimia di dalam

negeri, maka diperlukan suatu regulasi yang khusus mengatur penyediaan CPO

sebagai bahan baku biodisel. Strategi pengurangan ekspor CPO (minyak sawit

kasar) dan penambahan lahan perkebunan kelapa sawit perlu dipertimbangkan.

Keragaan penyediaan CPO nasional diuraikan pada gambar berikut ini.

0

5.000.000

10.000.000

15.000.000

20.000.000

25.000.000

200320042005200620072008200920102011201220132014201520162017201820192020202120222023202420252026202720282029203020312032

Tahun

Nila

i (To

n)

Produksi CPOEkspor CPOBahan Baku Minyak Goreng Bahan Baku OleochemicalBahan Baku BiodieselTotal Kebutuhan

Gambar 51. Proyeksi ketersediaan CPO sebagai bahan baku biodisel

Dari grafik diatas dapat diketahui tingkat perkembangan masing-masing

kebutuhan CPO bagi industri minyak goreng oleokimia ekspor dan industri

biodisel. Sebagai contoh, proyeksi kebutuhan 2010 bagi industri minyak goreng

4,2 juta ton, industri oleokimia 1,28 juta ton, CPO ekspor 10,68 juta ton, dan

kebutuhan disel 2,54 juta ton. Sedangkan proyeksi produksi CPO nasional 17,80

juta ton. Jumlah ini cukup jika laju kenaikan ekspor CPO nasional diasumsikan

tetap.

4.2.2.2. Submodel Teknis Produksi

Desain proses dirancang untuk menghasilkan biodisel atau metil ester,

yang berkapasitas 100.000 ton pertahun dengan hasil produk sampingnya gliserin

sejumlah 10–12 ribu ton per tahun. Cara proses yang dipilih adalah proses yang

Page 143: S3-DISERTASI KPTSAN

123

berkesinambungan (continous process) dan diperoleh dari hasil “scalling up” dan

modifikasi dari perhitungaan desain proses yang dilakukan oleh Fakultas Teknik

Kimia ITB dengan kapasitas 400 ton/tahun. Diagram blok neraca bahan dan

neraca enerji proses pengolahan biodisel tertera pada Gambar 52 dan Gambar 53

berikut. Proses pembuatan biodisel berbahan baku minyak kelapa sawit terdiri

dari 4 tahapan, yaitu persiapan bahan baku, reaksi transesterifikasi, pemisahan

dan pemurnian produk.

Page 144: S3-DISERTASI KPTSAN

124

Page 145: S3-DISERTASI KPTSAN

125

Page 146: S3-DISERTASI KPTSAN

126

1. Tahap Persiapan Bahan Baku/Persiapan Umpan

Komposisi bahan baku minyak CPO yang direaksikan sesuai dengan Standar Nasional Indonesia diasumsikan terdiri dari Trigliserida 94,7 %, Asam lemak bebas 5% dan kotoran 0,3%. Sebelum minyak kelapa sawit direaksikan pada reaktor dilakukan ekstraksi minyak lemak tersebut dengan metanol. Ekstraksi yang dilakukan bertujuan untuk mengambil asam lemak bebas (FFA) dan air yang terkandung dalam minyak tersebut, karena kadar asam lemak bebas yang tinggi dalam minyak dapat merusak katalis (KOH) pada reaksi tranesterifikasi. Untuk memisahkan FFA dari minyak sawit digunakan ekstraksi pelarut karena kelarutan FFA dalam metanol lebih tinggi dibandingkan dengan trigliserida. Ekstraksi dilakukan secara counter current yaitu dengan mengalirkan minyak lemak yang mengandung asam lemak bebas tinggi (FFA) dari bagian atas dan metanol dari bagian bawah kolom.

Tahap ekstraksi akan menghasilkan aliran produk FFA dan metanol pada bagian atas kolom dan minyak nabati dengan kandungan FFA rendah (bilangan asam <1) pada bagian bawah kolom. Minyak nabati yang memiliki bilangan asam < 1 kemudian dimasukkan dalam tangki penyimpanan dan siap untuk dipakai pada reaksi tranesterifikasi. Produk atas kolom ekstraksi kemudian direaksikan dengan katalis asam (H2SO4) yang terpasang sebagai packing dalam kolom pada temperatur 55–65 oC, sampai menghasilkan metil ester, metanol sisa dan air.

Untuk memperoleh hasil transesterifikasi yang sempurna dan untuk melakukan penyerapan seluruh air yang terbentuk dari reaksi, produk dan reaktan akan mengalami sirkulasi melalui kolom desikan. Air yang terdapat pada produk akan diserap oleh absorban (CaCl2) yang terdapat dalam kolom desikan. CaCl2 dipilih sebagai absorban karena kemampuannya menyerap air dengan perbandingan mol 1:4. Setelah kandungan air dihilangkan, metanol dan ester yang diperoleh selanjutnya dipindahkan pada reaktor transesterifikasi.

Proses penyiapan bahan baku dapat dilakukan secara kontinu karena

produk metil ester dapat disiapkan pada tanki penyimpanan. Untuk

menghilangkan kandungan air yang jenuh pada kolom desikan, dilakukan

regenerasi dengan mengalirkan udara panas dari bagian bawah kolom. Agar

proses penyiapan umpan tidak terhambat akibat regenerasi kolom desikan, perlu

dipasang 2 kolom secara paralel dan digunakan secara bergantian.

Page 147: S3-DISERTASI KPTSAN

127

2. Tahap Reaksi Transesterifikasi

Tahap reaksi transesterifikasi merupakan tahap reaksi pembentukan

biodisel (ester metil) dan gliserin. Reaksi dilakukan dalam dua tahap dengan

bantuan katalis KOH. Pada tahap 1, reaksi dilaksanakan pada temperatur sekitar

60–70oC selama 1-2 jam hingga diperoleh konversi sekitar 96% dari bahan baku

dan 68,56% dari bahan yang masuk secara keseluruhan. Selanjutnya reaksi

tahap 2 dilaksanakan dengan kondisi temperatur rendah yaitu sekitar 30-32oC

untuk mencapai konversi hingga 98% dari bahan baku dan 76,57% dari hasil

bahan yang masuk.

Reaksi dilakukan melalui dua tahap untuk memperoleh konversi yang lebih tinggi dan sekaligus untuk mempermudah proses pemisahan yang dilakukan. Gliserin dalam campuran hasil reaksi akan menghambat reaksi bergeser ke arah produk, sehingga dilakukan pemisahan gliserin terlebih dahulu sebelum reaksi tahap kedua dilakukan.

Untuk memisahkan antara ester metil, gliserin, sisa metanol, dan sisa trigliserida yang belum terkonversi maka dilakukan pemisahan menggunakan settling tank. Pada tangki akan didapatkan campuran gliserin-metanol pada bagian bawah dan campuran ester metil-trigliserida pada bagian atas. Fasa campuran ester metil-gliserin-metanol selanjutnya akan dialirkan menuju tahap pemisahan sedangkan fasa campuran ester metil trigliserida dimasukkan menuju reaktor tahap 2. Pada reaktor ini akan ditambahkan metanol untuk mencapai perbandingan molar antara metanol dengan minyak nabati sebesar 6:1.

Produk hasil reaksi tahap 2 selanjutnya dialirkan menuju tangki pemisahan ke dua. Untuk memisahkan metanol dengan ester metil maka ditambahkan air sebagai pelarut Metanol akan terlarut dalam air sedangkan ester metil tidak. Sehingga akan didapatkan fasa campuran metanol-air pada bagian bawah dan ester metil pada bagian atas tangki. Selanjutnya ester metil (biodisel) ditampung dalam tangki penyangga biodisel, sedangkan metanol-air dialirkan menuju kolom penukar ion.

3. Tahap Pemisahan/Separasi

Fasa bawah dari tangki pengendapan 1 mengandung ester metil, metanol, dan gliserin. Campuran tersebut dialirkan menuju tangki penetralan, dengan

Page 148: S3-DISERTASI KPTSAN

128

penambahan asam posfat (H3PO4) sehingga terbentuk garam kalium posfat (K3PO4). Ester metil, metanol, dan gliserin dimasukkan ke tangki pengendapan, sehingga didapatkan ester metil pada bagian atas dan metanol-gliserin pada bagian bawah tangki. Ester metil ditampung pada kolom penyangga biodisel, sedangkan metanol-gliserin dimasukkan ke unit evaporator untuk mendapatkan kembali metanol yang masih terbawa. Metanol yang teruapkan digunakan kembali untuk ekstraksi dan reaksi tranesterifikasi, sedangkan gliserin ditampung pada tangki penyimpanan.

4. Tahap Pemurnian/Purifikasi Fasa bawah dari tangki pengendapan 2 mengandung metanol, air, dan gliserin. Campuran tersebut dialirkan menuju kolom penukar ion untuk memisahkan ion-ion yang terdapat dalam campuran produk kemudian dimasukkan ke unit evaporator. Produk atas evaporator masih berupa campuran metanol-air, sehingga untuk memurnikan metanol diperlukan unit pemisahan distilasi. Gliserin yang telah dipisahkan dari unit evaporator ditampung pada tangki penyimpanan.

Diagram alir pada masing-masing unit proses pengolahan biodisel kelapa sawit tertera pada Lampiran 5 sampai dengan Lampiran 8. Asumsi reaksi/transformasi kimia yang terjadi pada simulasi proses produksi pengolahan biodisel tertera pada Tabel 7 berikut :

Page 149: S3-DISERTASI KPTSAN

129

Tabel 7. Ringkasan teknologi transformasi kimia pada pembuatan metil ester CPO

Unit Proses/ Unit Operasi Bahan Masuk Reaksi Transformasi Kimia Produk

1. Persiapan Umpan 1.1. Leaching CPO

Metanol Tidak ada CPO bebas

ALB EkstrakALB

1.2. Esterifikasi ALB Ekstrak ALB Metanol

Esterifikasi ALB

R – C – OH + CH3OH R – C – OCH3 + H2O H2SO4

O O

R – C – OH + CH3OH R – C – OCH3 + H2O H2SO4

OO OO

Ester Metil ALB (Ester Kasar)

1.3. Kolam desikan Metanol Kotor Kolom CaCl2

Pengambilan air dari metanol CaCl2 + H2O CaO + 2HCl CaCl2 + H2O CaO + 2HCl

Kolom CaCl2 Jenuh

2. Transesterifikasi 2.1. Transesterifikasi 1 CPO bebas ALB

Ester Metil ALB KOH Metanol

Transesterifikasi

R – C – O – C – R + 3CH3OH KOH

OR – C – O – C – R

OH

R – C – O – C – R

O3H3CO – C – R + H – C – OH

O H – C – OH

H – C – OH

H

H

R – C – O – C – R + 3CH3OH KOH

OR – C – O – C – R

OH

R – C – O – C – R

O3H3CO – C – R + H – C – OH

O H – C – OH

H – C – OH

H

H

Metil Ester Kasar Gliserol

2.2. Transesterifikasi 2 Trigliserida sisa Metil Ester Kasar KOH Metanol

Transesterifikasi sisa Trigliserida

R – C – O – C – R + 3CH3OH KOH

OR – C – O – C – R

OH

R – C – O – C – R

O3H3CO – C – R + H – C – OH

O H – C – OH

H – C – OH

H

H

R – C – O – C – R + 3CH3OH KOH

OR – C – O – C – R

OH

R – C – O – C – R

O3H3CO – C – R + H – C – OH

O H – C – OH

H – C – OH

H

H

Metil Ester Kasar yang mengandung KOH, H3PO4 Gliserol

2.3. Pengendapan Metil Ester Kasar Sabun Kalium Air

Tidak ada, pemisahan fisik secara grafitasi

Endapan Kotoran dan Sabun

3. Separasi 3.1. Netralisasi Metil Ester Kasar

yang mengandung KOH, H3PO4

Reaksi netralisasi

3KOH + H3PO4 K3PO4 + 3H2O3KOH + H3PO4 K3PO4 + 3H2O

Garam Kalium, Metil Ester Netral

3.2. Penukaran ion Campuran Gliserol, Metanol dan Metil Ester Netral

Pengambilan ion H+ sisa dari katalis H2SO4 yang terbawa

Campuran netral tidak bermuatan

3.3. Evaporasi Campuran Gliserol dan Metanol

Tidak ada reaksi kimia, pemisahan dengan perubahan fasa

Gliserol dan Metanol kasar

3.4. Destilasi Campuran Metanol dan air

Tidak ada reaksi kimia, pemisahan dengan perubahan fasa

Metanol

4. Purifikasi 4.1. Pencucian Metil Ester Netral

Air Pencucian kotoran dari metil ester kasar dengan air

Metil Ester bersih

4.2. Pengeringan Metil Ester Bersih Penguapan sisa air pada Metil Ester dengan perubahan fasa

Metil Ester nurni

Sumber : Data Diolah 2004

Page 150: S3-DISERTASI KPTSAN

130

4.2.2.3. Submodel Pasar Pasar Dalam Negeri

Penciptaan pasar biodisel di dalam negeri dapat dilakukan dengan

mensubsitusi sebagian dari pemakaian. petroleum disel atau solar nasional selama

ini. Untuk mengetahui peluang pangsa pasar yang dapat disubsitusi oleh biodisel

kelapa sawit maka perlu diketahui keragaan proyeksi ekspor/impor BBM dan

proyeksi produksi dan konsumsi BBM solar nasional. Dari data proyeksi dapat

perkirakan jumlah atau pangsa pasar BBM solar yang dapat disubsitusi biodisel

yang berasal dari minyak kelapa sawit. Keragaan ketersedian BBM yang berasal

dari minyak bumi dapat diuraikan sebagai berikut :

Proyeksi ekspor impor minyak bumi nasional

Biodisel yang berasal dari minyak kelapa sawit atau CPO merupakan

salah satu sumber energi bahan bakar cair yang dapat mensubstitusi BBM solar.

Diantaranya adalah adanya asumsi bahwa Indonesia memiliki energi minyak bumi

yang melimpah dan harganya yang relatif murah karena disubsidi oleh pemerintah

telah berubah dalam beberapa tahun terakhir. Terjadinya ketidakseimbangan

produksi dan konsumsi minyak mentah maupun minyak yang telah diolah

menjadi membesarnya jumlah BBM yang harus dipenuhi dari impor dan

membesarnya jumlah subsidi yang dikeluarkan pemerintah .

Model yang digunakan untuk memproyeksi ekspor dan impor minyak

bumi dipilih adalah model dinamis, menggunakan kurva logistik atau kurva yang

berbentuk S. Validasi model dinamis untuk memproyeksikan ekspor minyak bumi

menghasilkan nilai R2 0.5269 Sementara itu, validasi model proyeksi impor

minyak bumi menghasilkan nilai R2 0.8845. Data yang digunakan dalam proses

validasi ini adalah data ekspor dan impor minyak bumi Indonesia mulai tahun

1992 sampai dengan tahun 2001.

Proyeksi ekspor minyak bumi Indonesia dengan menggunakan metode

model dinamis dapat dilihat pada Gambar 44 berikut ini. Dengan menggunakan

model dinamis diperoleh persamaan proyeksi ekspor minyak bumi Indonesia

sebagai berikut, Yt = 379968 – 7598.47t

Page 151: S3-DISERTASI KPTSAN

131

Model Dinamis Ekspor BBM

0.00100,000.00200,000.00300,000.00400,000.00500,000.00

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

tahun

Ekspor BBM datamodel

Gambar 54. Validasi model proyeksi ekspor minyak bumi Indonesia dengan menggunakan model dinamis

Sementara itu, proyeksi impor minyak bumi Indonesia dapat dilihat pada

Gambar 45 berikut ini. Dengan menggunakan model dinamis diperoleh persamaan

proyeksi impor minyak bumi Indonesia sebagi berikut, Yt = 85401.6 + 11142t

Model Dinamis Impor BBM

0.0050,000.00

100,000.00150,000.00200,000.00250,000.00

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

tahun

Impor BBM datamodel

Gambar 55. Validasi model proyeksi impor minyak bumi Indonesia dengan menggunakan model dinamis

Dengan menggunakan model dinamis, maka dapat dilakukan proyeksi

ekspor dan impor minyak bumi Indonesia tahun 2005–2030. Sementara itu pada

Tabel 8 di bawah ini ditampilkan proyeksi proporsi ekspor dengan impor minyak

bumi Indonesia tahun 2005–2030.

Page 152: S3-DISERTASI KPTSAN

132

Tabel 8. Proyeksi proporsi ekspor dengan impor minyak bumi Indonesia

No.

Tahun Proyeksi

Proyeksi Ekspor (Ribu Barrel)

Proyeksi Impor (Ribu Barrel)

Proporsi Ekspor dengan Impor

3 2005 273.589,42 241.389,60 113,34% 4 2006 265.990,95 252.531,60 105,33% 5 2007 258.392,48 263.673,60 98,00% 6 2008 250.794,01 274.815,60 91,26% 7 2009 243.195,54 285.957,60 85,05% 8 2010 235.597,07 297.099,60 79,30% 9 2011 227.998,60 308.241,60 73,97% 10 2012 220.400,13 319.383,60 69,01% 11 2013 212.801,66 330.525,60 64,38% 12 2014 205.203,19 341.667,60 60,06% 13 2015 197.604,72 352.809,60 56,01% 14 2016 190.006,25 363.951,60 52,21% 15 2017 182.407,78 375.093,60 48,63% 16 2018 174.809,31 386.235,60 45,26% 17 2019 167.210,84 397.377,60 42,08% 18 2020 159.612,37 408.519,60 39,07% 19 2021 152.013,90 419.661,60 36,22% 20 2022 144.415,43 430.803,60 33,52% 21 2023 136.816,96 441.945,60 30,96% 22 2024 129.218,49 453.087,60 28,52% 23 2025 121.620,02 464.229,60 26,20% 24 2026 114.021,55 475.371,60 23,99% 25 2027 106.423,08 486.513,60 21,87% 26 2028 98.824,61 497.655,60 19,86% 27 2029 91.226,14 508.797,60 17,93% 28 2030 83.627,67 519.939,60 16,08%

Sumber : Hasil Analisis, 2004.

Tabel tersebut menunjukkan bahwa peranan ekspor minyak bumi

Indonesia dari tahun ke tahun sudah menunjukkan tanda-tanda penurunan. Jika

tidak ada penambahan investasi dan penemuan sumur-sumur minyak baru, maka

impor minyak bumi Indonesia semakin besar. Dengan demikian, jumlah impor

minyak bumi mengalami peningkatan yang berarti dari tahun ke tahun sehingga

menghabiskan cadangan devisa yang dimiliki Indonesia. Proyeksi ekspor dan

impor minyak Indonesia dapat dilihat pada Gambar 42. Untuk mengurangi

besarnya penurunan cadangan devisa untuk impor minyak bumi, perlu diupayakan

untuk terus mencari sumber-sumber energi alternatif terbaharukan salah satunya

adalah biodisel dari CPO.

Page 153: S3-DISERTASI KPTSAN

133

0

100.000

200.000

300.000

400.000

500.000

600.000

20052006200720082009201020112012201320142015201620172018201920202021202220232024202520262027202820292030

Tahun

Jum

lah

(Rib

u B

arre

l)

Proyeksi Ekspor Proyeksi Impor

Gambar 56. Proyeksi ekspor dan impor minyak bumi Indonesia dengan menggunakan model dinamis

Proyeksi produksi dan pemakaian BBM solar nasional

Keragaan proyeksi produksi dan pemakaian BBM solar dimodelkan

dengan model dinamis. Model proyeksi produksi BBM solar menunjukkan bahwa

model dinamis paling sesuai digunakan untuk memproyeksikan produksi BBM

solar Indonesia. Model dinamis juga paling sesuai digunakan untuk

memproyeksikan konsumsi BBM solar Indonesia.

Model dinamis untuk proyeksi produksi BBM solar mampu menjelaskan

94,90% dari pola data produksi BBM solar Indonesia periode tahun 1992 sampai

dengan tahun 2001. Sementara itu, model dinamis untuk proyeksi penggunaan

BBM solar mampu menjelaskan 74,08% dari pola data penggunaan BBM solar

Indonesia pada periode yang sama.

Validasi model proyeksi produksi BBM solar dengan menggunakan model

dinamis menghasilkan nilai R2 sebesar 0.9175. Sementara itu, validasi model

dinamis konsumsi BBM solar dengan menggunakan model dinamis menghasilkan

nilai R2 sebesar 0.74. Data yang digunakan dalam proses validasi ini adalah data

ekspor dan impor minyak solar Indonesia mulai tahun 1992 sampai dengan tahun

2001. Data realisasi dan proyeksi produksi BBM solar dapat dilihat pada Gambar

47. Dengan menggunakan model dinamis diperoleh persamaan proyeksi produksi

BBM solar Indonesia sebagai berikut, Yt = 11331.3 + 492.072t

Page 154: S3-DISERTASI KPTSAN

134

Model Dinamis Produksi Solar

0

5,000

10,000

15,000

20,000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

tahun

Produksi solar data

model

Gambar 57. Validasi model proyeksi produksi BBM solar Indonesia dengan menggunakan model dinamis

Sementara itu, data dan proyeksi pemakaian BBM solar Indonesia dapat

dilihat pada Gambar 48. Dengan menggunakan model dinamis diperoleh

persamaan proyeksi konsumsi BBM solar Indonesia Yt = 15072.7 + 829.149t.

Model Dinamis Konsumsi Solar

0.005,000.00

10,000.0015,000.0020,000.0025,000.00

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

tahun

konsumsi solar data

model

Gambar 58. Validasi model proyeksi konsumsi BBM solar Indonesia dengan menggunakan model dinamis

Dengan menggunakan model dinamis untuk proyeksi produksi BBM solar

dan konsumsi BBM solar, maka dapat dilakukan proyeksi produksi dan

pemakaian BBM solar Indonesia tahun 2005–2030. Gambar 49 menunjukkan

bahwa produksi BBM solar Indonesia masih belum mampu memenuhi kebutuhan

BBM solar sehingga sebagian masih harus tetap diimpor.

Page 155: S3-DISERTASI KPTSAN

135

05.000

10.00015.00020.00025.00030.00035.00040.00045.00050.000

20052006200720082009201020112012201320142015201620172018201920202021202220232024202520262027202820292030

Tahun

Jum

lah

(Jut

a lit

er)

Proyekjsi Produksi Solar Proyeksi Konsumsi Solar

Gambar 59. Proyeksi produksi dan pemakaian BBM solar Indonesia tahun 2005-2030

Sementara itu Tabel 9 di bawah ini menampilkan proyeksi proporsi

produksi dengan konsumsi BBM solar Indonesia tahun 2005-2030.

Tabel 9. Proyeksi proporsi produksi dengan pemakaian BBM solar Indonesia

No. Tahun Proyeksi

Proyeksi Produksi BBM Solar (Juta liter)

Kebutuhan BBM Solar Nasional

(Juta liter)

Proporsi produksi terhadap konsumsi

3 2005 18.220,31 26.680,79 68,29% 4 2006 18.712,38 27.509,94 68,02% 5 2007 19.204,45 28.339,08 67,77% 6 2008 19.696,52 29.168,23 67,53% 7 2009 20.188,60 29.997,38 67,30% 8 2010 20.680,67 30.826,53 67,09% 9 2011 21.172,74 31.655,68 66,88% 10 2012 21.664,81 32.484,83 66,69% 11 2013 22.156,88 33.313,98 66,51% 12 2014 22.648,96 34.143,13 66,34% 13 2015 23.141,03 34.972,28 66,17% 14 2016 23.633,10 35.801,43 66,01% 15 2017 24.125,17 36.630,57 65,86% 16 2018 24.617,24 37.459,72 65,72% 17 2019 25.109,32 38.288,87 65,58% 18 2020 25.601,39 39.118,02 65,45% 19 2021 26.093,46 39.947,17 65,32% 20 2022 26.585,53 40.776,32 65,20% 21 2023 27.077,60 41.605,47 65,08% 22 2024 27.569,68 42.434,62 64,97%

Page 156: S3-DISERTASI KPTSAN

136

Tabel 19 Lanjutan

23 2025 28.061,75 43.263,77 64,86% 24 2026 28.553,82 44.092,92 64,76% 25 2027 29.045,89 44.922,06 64,66% 26 2028 29.537,96 45.751,21 64,56% 27 2029 30.030,04 46.580,36 64,47% 28 2030 30.522,11 47.409,51 64,38%

Sumber : Hasil Analisis, 2004. Jumlah pemakaian BBM solar selalu lebih besar dibandingkan dengan

produksinya seperti dapat dilihat pada Tabel 9. Dengan demikian, jumlah impor

BBM solar mengalami peningkatan yang berarti dari tahun ke tahun sehingga

menghabiskan cadangan devisa yang kita miliki.

Hasil analisa proyeksi impor dan ekspor minyak bumi Indonesia

menunjukkan, bahwa Indonesia mulai tahun 2005 sudah merupakan “Net importer

country” dimana jumlah minyak bumi yang diimpor lebih besar dari jumlah

minyak bumi yang diekspor. Penggunaan BBM solar juga lebih besar dari

produksinya sehingga sebagian besar kekurangannya harus diimpor yang berarti

pengeluaran devisa negara.

Untuk mengurangi besarnya penurunan cadangan devisa untuk impor

minyak bumi, perlu diupayakan untuk terus mencari sumber-sumber energi

alternatif terbaharukan salah satunya adalah biodisel. Biodisel dari CPO lebih

diarahkan sebagai alternatif pengganti dari sebagian penggunaan BBM solar pada

sektor transportasi. Hal ini diasumsikan sesuai karena pola permintaan solar

sebagai bahan bakar cair diperkirakan dapat dipenuhi dengan jaminan

ketersediaan minyak sawit nasional.

Penggunaan BBM yang berasal dari minyak bumi atau fosil juga telah

menyebabkan pencemaran udara yang cukup besar terutama di kota-kota besar di

Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya, Medan, Bandung, Semarang, dan lain-lain.

Mencermati masalah akan semakin langkanya ketersediaan BBM fosil dan

masalah lingkungan maka energi alternatif biodisel dapat diposisikan sebagai

pengganti dari sebagian bahan bakar BBM solar yaitu 5–10% dalam 15 tahun

kedepan. Berdasarkan skenario ini maka dunia usaha di dalam negeri akan

tertarik untuk melakukan investasi pada biodisel.

Page 157: S3-DISERTASI KPTSAN

137

2. Pasar Luar Negeri (Pasar Ekspor)

Potensi pasar luar negeri dapat dikaitkan dengan Perjanjian Kyoto yang

telah diratifikasi pada bulan Pebruari 2005 yang lalu berupa carbon trade. Negara

yang menghasilkan emisi carbon yang lebih sedikit dapat melakukan transaksi

dengan negara yang menghasilkan emisi karbon yang lebih besar dari yang

dipersyaratkan sehingga secara agregat dapat menurunkan dampak iklim global

yang ditimbulkan. (Murdiyarso, 2003). Biodisel merupakan salah satu energi

alternatif yang ramah lingkungan sehingga penggunaannya akan memberi andil

dalam pengurangan dampak emisi gas buangnya atau memberikan pengaruh

perubahan iklim global yang lebih baik dibandingkan dengan penggunaan BBM

solar. Dengan demikian investasi pada industri biodisel mempunyai peluang yang

cukup besar untuk dibiayai oleh proyek luar negeri yang tergabung dalam

mekanisme pembangunan bersih, terutama negara-negara maju seperti Amerika,

Uni Eropa, dan Jepang.

4.2.2.4. Submodel Analisis Finansial

Submodel Kelayakan Investasi Industri Biodisel

Pembangunan pabrik pengolahan biodisel dilakukan mulai tahun 2003

dengan kapasitas 100.000 ton biodisel per tahun. Rencana produksi awal

dirancang hanya 90% kapasitas tersebut dan meningkat menjadi 100% pada tahun

kedua sampai tahun terakhir umur pabrik. Umur pabrik didesain sampai dengan

15 tahun sehingga masa ekonomis mulai tahun 2005 - 2019. Perhitungan biaya

investasi, eksploitasi dan penjualan dilakukan dengan menggunakan mata uang

Dolar AS.

Dasar perhitungan biaya investasi pabrik diperoleh dari simulasi perhitungan

scaling up desain proses yang dirancang untuk pengolahan biodisel. Ringkasan

hasil perhitungan investasi pabrik biodisel dengan kapasitas 100.000 ton per tahun

disajikan pada Tabel 10. Dari Tabel 10 tampak bahwa kebutuhan dana investasi

untuk pembangunan pabrik pengolahan biodisel dan sarana-sarana penunjangnya

17.819.288 Dolar AS. Jika ditambah dengan dana pra operasional 6 bulan

menjadi 41.179.335 Dolar AS.

Page 158: S3-DISERTASI KPTSAN

138

Tabel 10. Proyeksi kebutuhan biaya investasi pembangunan pabrik pengolahan biodisel kapasitas 100.000 ton per tahun (dalam Dolar AS)

No. Uraian Harga ($ AS/unit)

Jumlah (Unit)

Total Biaya ($ AS)

A. MESIN PENGOLAHAN 1. Penerimaan Bahan 321.455 1.1. Jembatan timbang 21.000 1 21.000 1.2. Tangki CPO 35.841 5 179.205 1.3. Tangki bahan bakar 48.988 2 97.976 1.4. Tangki metanol 3.879 6 23.274

2. Pre Treatment 107.346 2.1. Pompa minyak 6.784 1 6.784 2.2. Pompa metanol 8.500 1 8.500 2.3. Kolom ekstraksi 21.946 2 43.892 2.4. Mixer metanol 5.903 1 5.903 2.5. Reaktor esterifikasi 29.309 1 29.309 2.6. Kolom desicant 3.929 2 7.858 2.7. Pompa metanol recovery 5.100 1 5.100

3. Transesterifikasai 595.521 3.1. KOH dosing pump 8.000 1 8.000 3.2. Reaktor transester 1 87.223 2 174.446 3.3. Motor pengaduk 8.200 3 24.600 3.4. Tangki Pengendapan 1 25.238 3 75.714 3.5. Reaktor transester 2 87.223 2 174.446 3.6. Mater mixer tank 23.000 1 23.000 3.7. Tangki pengendapan 2 25.238 3 75.714 3.8. Soap residu tank 7.500 3 22.500 3.9. Metanol pump 7.300 1 7.300 3.10. KOH mixing tank 9.801 1 9.801

4. Separasi 642.284 4.1. Pompa asam fosfat 8.000 1 8.000 4.2. Tangki netralisasi 11.000 2 22.000 4.3. Motor penggerak 11.100 1 11.100 4.4. Kolom penukar ion 30.000 2 60.000 4.5 Filter garam 23.000 1 23.000 4.6. Tangki pengendapan 9.774 2 19.548 4.7. Crude ester pump 22.000 1 22.000 4.8. Evaporator 91.000 2 182.000 4.9. Kolom destilasi 72.000 3 216.000 4.10. Tangki gliserol 8.518 2 17.036 4.11. Cooling tower 17.000 3 51.000 4.12. Cooling fan 10.600 1 10.600

5. Purifikasi 142.264 5.1. Pompa air 9.000 1 9.000 5.2. Kolom pencucian 11.000 2 22.000

Page 159: S3-DISERTASI KPTSAN

139

Tabel 10 Lanjutan 5.3. Tangki pengendapan 9.774 2 19.548 5.4. Kolom pengering 28.000 2 56.000 5.5. Tangki penampung air 13.000 1 13.000 5.6. Tangki penampung ester 11.358 2 22.716

6. Produk Akhir 307.471 6.1. Tangki produk metil ester 32.280 9 290.520 6.2. Tangki gliserol 6.951 1 6.951 6.3. Bak penampung garam 10.000 1 10.000

7. Utilitas 10.970.886 7.1. Boiler 1.418.086 1 1.418.086 7.2. Water treatment 83.000 1 83.000 7.3. Disel dan alternator 202.000 1 202.000 7.4. Thermopack 98.000 1 98.000 7.5. Panel utama 61.000 1 61.000 7.6. Air compressor 61.000 1 61.000 7.7. Steam piping line 30.000 84 2.520.000 7.8. Water piping line 35.000 18 630.000 7.9. Oil piping line 30.000 195 5.850.000 7.10. Electricity line 16.800 1 16.800 7.11. Penerangan 18.000 1 18.000 7.12. Menara air boiller 13.000 1 13.000

8. Water Treatment 294.000 8.1. Instalasi pengolah air limbah (IPAL) 71.000 1 71.000 8.2. Soap residu treatment 52.000 1 52.000 8.3. Incenerator 93.000 1 93.000 8.4. Vapor absorber 78.000 1 78.000

9. Laboratory Equipment 160.000 1 160.000

10. Safety Instrument 101.000 1 101.000

11. Transportasi 320.000 11.1. Forklif 70.000 2 140.000 11.2. Dump truck 100.000 1 100.000 11.3. Other vessel 40.000 2 80.000

12. Maintenance 288.000 12.1. Mesin perawatan mekanik 98.000 1 98.000 12.2. Mesin perawatan listrik 96.000 1 96.000 12.3. Perawatan kendaraan 70.000 1 70.000 12.4. Laboratorium elektronik 24.000 1 24.000

Jumlah Investasi Mesin Pengolahan 14.250.227 Jumlah Total (Rp Milyar) 128.25

Page 160: S3-DISERTASI KPTSAN

140

Tabel 10 Lanjutan B. INFRASTRUKTUR PABRIK

1. Lahan (m2) 721.431 1.1. Areal sediaan 5 1.388 6.940 1.2. Pabrik 7 7.423 51.961 1.3. Perkantoran 9 800 7.200 1.4. Utilitas 7 2.500 17.500 1.5. Pengolahan limbah 5 625 3.125 1.6. Areal penyangga 6 100.000 600.000 1.7. Jalan 5 6.941 34.705

2. Bangunan (m2) 1.998.350 2.1. Pabrik 75 22.268 1.670.100 2.2. Bengkel 55 900 49.500 2.3. Laboratorium 45 250 11.250 2.4. Gudang 55 1.800 99.000 2.5. Perkantoran 55 1.600 88.000 2.6. Pos pengamanan 35 200 7.000 2.7. Fasum dan Fasos 35 2.100 73.500

3. Lingkungan (m2) 849.280 3.1. Jalan 18 40.000 720.000 3.2. Taman 12 10.000 120.000 3.3. Pagar 8 310 2.480 3.4. Rumah pompa 23 200 4.600 3.5. Gardu listrik 11 200 2.200

Jumlah Investasi Infrastruktur 3.569.061 TOTAL INVESTASI (US $) 17.819.288 TOTAL INVESTASI (Rp Milyar) 160.38

Sumber : Hasil Analisis, 2004

Sub-Submodel Biaya Modal

Konsep biaya modal dimaksudkan untuk dapat menentukan besarnya

biaya yang secara riil harus ditanggung oleh perusahaan untuk memperoleh dana

dari suatu sumber. Biaya modal dimaksudkan untuk menentukan biaya modal

rata-rata dari keseluruhan dana yang digunakan di dalam perusahaan. Biaya modal

rata-rata biasanya digunakan sebagai ukuran untuk menentukan diterima atau

tidaknya suatu usul investasi yaitu dengan membandingkan rate of return dari

suatu usul investasi dengan biaya modal rata-ratanya. Dari hasil analisis dengan

menggunakan ratio modal sendiri dengan hutang adalah 60:40, dimana tingkat

suku bunga yang digunakan adalah 12% dan keuntungan yang diharapkan dari

pemilik modal sebesar 15%. Biaya modal rata-rata selama proyek berlangsung

Page 161: S3-DISERTASI KPTSAN

141

umumnya berkisar antara 9,4% sampai dengan 15% seperti terlihat pada Gambar

50. Nilai biaya modal inilah yang selanjutnya digunakan sebagai dasar dalam

menentukan tingkat kelayakan industri biodisel. Jika nilai IRR lebih besar

daripada biaya modal maka industri biodisel yang dirancang layak secara finansial

selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran CD 2.

-

2

4

6

8

10

12

14

16

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

2013

2014

2015

2016

2017

2018

2019

Tahun

Bia

ya M

odal

(%)

Gambar 60. Grafik proyeksi perkembangan biaya modal rata-rata

Sub-Submodel Biaya Produksi Biodisel

Rencana produksi pabrik pengolahan biodisel dirancang sebesar 100.000

ton per tahun dan digunakan untuk tahun pertama hanya 90% dari kapasitas

tersebut. Selanjutnya untuk tahun kedua sampai dengan tahun kelimabelas

digunakan maksimal sebesar 100%. Di samping itu, pabrik pengolahan biodisel

juga menghasilkan produk sampingan atau by product berupa gliserin. Rencana

produksi biodisel dan kebutuhan bahan baku serta bahan penolongnya selama 15

tahun masa ekonomis pabrik selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran CD 2.

Komponen biaya pokok produksi pengolahan biodisel terdiri dari: 1) biaya

manajemen/umum (gaji pegawai); 2) biaya produksi biodisel; 3) biaya bunga

bank; 4) biaya asuransi; 5) biaya pemeliharaan dan; 6) biaya penyusutan.

Perhitungan biaya manajemen (gaji pegawai) dihitung atas dasar jumlah pegawai

yang terlibat dan gaji yang diterima. Perhitungan biaya gaji pegawai selengkapnya

dapat dilihat pada Lampiran CD 2.

0

Page 162: S3-DISERTASI KPTSAN

142

Biaya asuransi dan biaya pemeliharaan diskenariokan masing-masing

sebesar 2% dari nilai perolehan aset pabrik pengolahan biodisel. Biaya asuransi

dan biaya pemeliharaan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran CD 2.

Biaya modal diperhitungkan sesuai dengan tingkat bunga yang berlaku, yang

pada saat investasi diperkirakan mencapai 12%. Perhitungan biaya penyusutan

aset dilakukan dengan menggunakan metoda garis lurus (straight line method)

sesuai dengan masa manfaatnya (umur ekonomis). Hasil perhitungan biaya

penyusutan dapat dilihat pada Lampiran 13. Atas dasar perhitungan komponen

biaya produksi tersebut dilakukan perhitungan biaya pokok produksi dalam

bentuk nominal dan persentase seperti dapat dilihat pada Lampiran CD 2. Secara

rata-rata persentase biaya pokok produksi untuk masing-masing komponen biaya

dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Rata-rata biaya pokok produksi pengolahan biodisel

NO. U R A I A N RATA-RATA I BIAYA ADMINISTRASI DAN UMUM 0,23% II BIAYA PRODUKSI BIODISEL 79,93%

1. Bahan Baku Utama 60,07% 2. Metanol 4,98% 3. KOH 5,78%

4. Bahan Bakar 0,64% 5. H3PO4 0,00%

6. Air 0,00% 7. Uap air 8,22% 8. Listrik 0,23%

III BIAYA PEMASARAN 12,03% IV BIAYA BUNGA BANK 0,84% V ASURANSI 0,74% VI PEMELIHARAAN 0,74% VII PENYUSUTAN 5,49%

JUMLAH TOTAL (I S/D VII) 100,00% Sumber : Hasil Analisis, 2004.

Dari Tabel 11 tersebut terlihat bahwa komponen biaya produksi biodisel

menempati porsi yang paling besar yaitu 79,93 %, dengan komponen biaya bahan

baku utama (CPO) mencapai 60,07% (dengan asumsi harga CPO 360 US$/ton).

Jika diasumsikan pabrik biodisel mengambil margin keuntungan 15% dari total

biaya, maka harga yang akan ditanggung oleh konsumen per liternya mencapai Rp

Page 163: S3-DISERTASI KPTSAN

143

5.603,- yang jauh di atas harga BBM solar yang saat ini harganya sekitar Rp

2.160. Proyeksi biaya pokok produksi dan harga biodisel dapat dilihat pada

Gambar 51. Sementara itu, perhitungan biaya pokok produksi selengkapnya

dapat dilihat pada Lampiran CD 2.

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

7000

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

2013

2014

2015

2016

2017

2018

2019

Tahun

Rp/

Lite

r

Biaya Produksi per Liter Harga Biodiesel per Liter

Gambar 61. Grafik proyeksi biaya pokok produksi dan harga biodisel

Sub-Submodel Penjualan

Dalam penetapan perkiraan harga jual biodisel dan gliserin digunakan satuan

uang Dolar AS. Dengan asumsi harga jual seperti telah diuraikan dalam skenario

model, maka proyeksi penjualan produk tahun 2005–2019 dapat dilihat pada

Lampiran CD 2 dan Tabel 12.

Sub-Submodel Rugi Laba

Sesuai dengan periode jangka waktu analisis keuangan, proyeksi rugi laba

dibuat untuk jangka waktu 15 tahun sesuai dengan umur proyek. Hasil

perhitungan proyeksi rugi laba selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran CD 2.

Proyeksi penjualan, biaya usaha dan laba setelah pajak dapat dilihat pada Gambar

52. Sementara itu rata-rata proyeksi rugi laba selama 15 tahun umur pabrik

biodisel dapat dilihat pada Tabel 12.

Page 164: S3-DISERTASI KPTSAN

144

Tabel 12. Volume produksi dan nilai penjualan pabrik pengolahan biodisel

Tahun Produksi (Ton) Penjualan (Dolar AS) Biodisel Gliserin Biodisel Gliserin Total

2005 90.000 7.919 63.000.000 4.656.113 67.656.1132006 100.000 9.776 70.000.000 5.748.288 75.748.2882007 100.000 9.776 70.000.000 5.748.288 75.748.2882008 100.000 9.776 70.000.000 5.748.288 75.748.2882010 100.000 9.776 70.000.000 5.748.288 75.748.2882011 100.000 9.776 70.000.000 5.748.288 75.748.2882012 100.000 9.776 70.000.000 5.748.288 75.748.2882013 100.000 9.776 70.000.000 5.748.288 75.748.2882014 100.000 9.776 70.000.000 5.748.288 75.748.2882015 100.000 9.776 70.000.000 5.748.288 75.748.2882016 100.000 9.776 70.000.000 5.748.288 75.748.2882017 100.000 9.776 70.000.000 5.748.288 75.748.2882018 100.000 9.776 70.000.000 5.748.288 75.748.2882019 100.000 9.776 70.000.000 5.748.288 75.748.288

Sumber : Hasil Analisis, 2004.

0

10,000,000

20,000,000

30,000,000

40,000,000

50,000,000

60,000,000

70,000,000

80,000,000

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

2013

2014

2015

2016

2017

2018

2019

Tahun

Nila

i (Do

lar A

S)

Penjualan Biaya Usaha Laba Setelah Pajak

Gambar 62. Proyeksi penjualan, biaya usaha dan laba setelah pajak

pabrik biodisel dengan kapasitas 100.000 ton per tahun.

Page 165: S3-DISERTASI KPTSAN

145

Tabel 13. Proyeksi laba setelah pajak pabrik pengolahan biodisel (dalam Dolar AS)

No. Uraian Jumlah I HASIL PENJUALAN : 75.208.809,69

1. Penjualan Biodisel 69.533.333,33 2. Penjualan Gliserin 5.675.476,35

II BIAYA USAHA : 62.510.915,08 1. Biaya Produksi Biodisel 49.964.859,69 2. Biaya Pemasaran 7.520.880,97 3. Biaya Bunga Bank 527.095,49 4. Biaya Asuransi 460.707,37 5. Biaya Pemeliharaan 460.707,37 6. Biaya Penyusutan 3.434.644,18 7. Biaya Gaji 142.020,00

III LABA SEBELUM PAJAK 12.697.894,61 IV PPH PASAL 25 4.441.068,67 V LABA SETELAH PAJAK 8.256.825,94

Sumber : Hasil Analisis, 2004.

Dari hasil perhitungan proyeksi rugi laba tersebut tampak bahwa pabrik

biodisel dalam keadaan memperoleh laba jika diasumsikan harga biodisel

mencapai 700 Dolar AS/ton atau sekitar Rp 5.603/liter. Harga jual biodisel yang

digunakan tersebut merupakan harga biodisel internasional yang berlaku saat ini.

Dengan demikian, masalah yang sebenarnya adalah bagaimana membuat harga

jual biodisel ini mampu bersaing dengan harga solar yang berlaku saat ini. Oleh

karena itu dibutuhkan suatu kebijakan penggunaan energi alternatif khususnya

biodisel ini dengan cara memberikan subsidi pada harga biodisel atau dengan

cara memberlakukan regulasi khusus untuk menggunakan biodisel sebagai

campuran bahan bakar solar pada transportasi publik.

Sub-Submodel Aliran Kas

Proyeksi anggaran kas dimaksudkan untuk mengetahui kebutuhan dana

segar dari pihak penyandang dana dalam proses pembangunan dan mengkaji

kemampuan proyek dalam menghasilkan dana. Proyeksi aliran kas pabrik biodisel

dapat dilihat pada Gambar 53. Sementara itu, perhitungan proyeksi anggaran kas

selama 15 tahun sampai dengan 2019 selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran

Page 166: S3-DISERTASI KPTSAN

146

CD 2. Dari analisis proyeksi aliran kas tampak bahwa proyek selalu dalam

keadaan saldo positif.

0 20,000,000 40,000,000 60,000,000 80,000,000

100,000,000 120,000,000 140,000,000 160,000,000

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

Tahun

Nilai (Dolar AS)

Penerim aan Dana Pengeluaran dana Saldo Kas Awal Saldo Kas Akhir

Gambar 63. Proyeksi aliran kas pabrik biodisel dengan kapasitas

100.000 ton per tahun. Sub-Sub model Neraca

Neraca menunjukkan posisi aktiva dan passiva suatu perusahaan dalam

suatu kurun waktu umumnya dalam tahun tertentu. Dalam model ini digunakan

beberapa asumsi salah satunya adalah penjualan dilakukan secara tunai dalam

tahun yang bersangkutan sehingga posisi dari aktiva hanya menunjukkan harta

lancar yang berupa kas dan aktiva tetap. Aktiva tetap menunjukkan nilai buku

suatu aktiva tetap yaitu nilai perolehan dikurangi dengan akumulasi

penyusutannya. Proyeksi neraca untuk proyek pabrik pengolahan biodisel dapat

dilihat pada Lampiran CD 2.

Sub-Submodel Kelayakan Investasi

Periode waktu analisis kelayakan investasi adalah 15 tahun yaitu dari

tahun 2005 sampai tahun 2019. Analisis kelayakan investasi dilakukan untuk

mengkaji sampai sejauh mana rencana investasi dan eksploitasi dari pembangunan

pabrik pengolahan biodisel dengan kapasitas 100.000 ton per tahun dengan bahan

baku utama CPO mampu memberikan dampak finansial yang positif bagi

pengelola proyek dan masyarakat sekitarnya. Kelayakan investasi juga dilakukan

analisis sensitivitas yang meliputi peningkatan biaya produksi khususnya harga

CPO dan penurunan harga jual biodisel. Beberapa parameter penilaian proyek

Page 167: S3-DISERTASI KPTSAN

147

yang dihitung dalam analisis keuangan terdiri dari proyeksi laba rugi, proyeksi

arus kas, proyeksi arus kas bersih, Internal Rate of Return (IRR), Net Present

Value (NPV) dan Pay Back Period.

Proyeksi arus kas bersih ditujukan untuk menghitung IRR (Internal Rate

of Return), NPV (Net Present Value) dana untuk mengetahui Pay Back Period

dalam jangka waktu umur proyek yaitu 15 tahun. Perhitungan arus kas bersih

dilakukan dengan ketentuan bahwa 40% dana investasi diperoleh dari lembaga

perbankan dengan tingkat bunga 12%. Tujuan analisis ini adalah untuk menilai

sejauh mana seluruh asset memberikan pengembalian yang layak dan sejauh mana

dana investasi dari bank cukup layak untuk digunakan dalam proyek tersebut.

Hasil perhitungan analisis kelayakan untuk proyek pabrik pengolahan biodisel

tercantum pada Lampiran CD 2. Ringkasan hasil perhitungan nilai IRR, NPV, Pay

Back Period dan PI tercantum pada Tabel 14 berikut ini.

Tabel 14. Hasil perhitungan IRR, NPV, Pay Back Period dan Saldo kas bersih

pabrik biodisel kapasitas 100.000 ton per tahun

No. Uraian Nilai 1 IRR (%) 25,95%

2 NPV, pada tingkat bunga 12% (Dolar AS) 26.010.650,993 Pay Back Period (Tahun) 6-74 Saldo Kas Akhir (Kumulatif) Tahun 2019 (Dolar AS) 104.455.007,90

Sumber : Hasil Analisis, 2004.

Dari Tabel 14 tersebut tampak proyek pembangunan pabrik pengolahan

biodisel layak dikembangkan jika diasumsikan harga biodisel mencapai 700 Dolar

AS/ton atau sekitar Rp 5.603/liter. Namun demikian, agar harga biodisel ini dapat

bersaing dengan harga BBM solar maka perlu campur tangan pemerintah yang

lebih serius untuk membantu kalangan investor yang akan mendirikan industri

biodisel dengan melakukan serangkaian kebijakan.

Analisis sensitivitas pabrik biodisel pada berbagai harga CPO dilakukan

karena biaya bahan baku CPO merupakan komponen biaya terbesar dalam

industri biodisel. Analisis selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 15. Dari tabel

tersebut terlihat bahwa peningkatan sampai pada harga 400 Dolar AS/ton masih

Page 168: S3-DISERTASI KPTSAN

148

membuat industri biodisel tetap layak, namun harga CPO di atas 400 Dolar

AS/ton (sekitar Rp. 3.600/kg) membuat industri biodisel menjadi tidak layak.

Analisis sensitivitas pabrik biodisel pada berbagai harga jual biodisel

dilakukan karena harga biodisel mengalami fluktuasi di samping harga itu sendiri

belum terbentuk di dalam negeri. Analisis selengkapnya dapat dilihat pada Tabel

16. Dari tabel tersebut terlihat bahwa penurunan sampai pada harga 425 Dolar

AS/ton masih membuat industri biodisel tetap layak, namun harga biodisel di

bawah 425 Dolar AS/ton (sekitar Rp 3.300 per liter) membuat industri biodisel

menjadi tidak layak.

Tabel 15. Analisis sensitivitas pabrik biodisel kapasitas 100.000 ton per tahun

pada berbagai harga CPO

No. Harga CPO IRR (%)

NPV (Dolar AS)

Harga BDS (Dolar AS/ton)

Harga BDS

(Rp/liter) 1 250 Dolar AS/ton 74,50 82.195.892,31 586,70 4.541,05 2 300 Dolar AS/ton 47,48 56.657.146,26 649,07 5.023,83 3 350 Dolar AS/ton 29,03 31.118.400,20 711,45 5.506,61 4 400 Dolar AS/ton 14,83 5.579.654,15 773,82 5.989,39 5 425 Dolar AS/ton 8,41 -7.189.718,87 805,01 6.230,78

Sumber : Hasil Analisis, 2004.

Tabel 16. Analisis sensitivitas pabrik biodisel kapasitas 100.000 ton per tahun pada berbagai harga jual biodisel

No. Analisis Sensitivitas IRR(%) NPV (Dolar AS) 1 Kondisi Awal : 700 Dolar AS/ton 25,95 26.010.650,99

2 Harga Biodisel 650 Dolar AS/ton 15,37 6.350.033,08

3 Harga Biodisel 600 Dolar AS/ton 4,69 -13.310.584,84Sumber : Hasil Analisis, 2004.

Multiplier Effect

Analisis manfaat adanya industri biodisel dari kelapa sawit dihitung

berdasarkan skenario pertambahan luas perkebunan kelapa sawit sebelum dan

sesudah industri BDS muncul. Pada saat model ini dikembangkan (tahun 2003),

luas total perkebunan kelapa sawit adalah 4,9 juta hektar. Untuk memenuhi

kebutuhan bahan baku biodisel maka luas perkebunan kelapa sawit ditingkatkan

Page 169: S3-DISERTASI KPTSAN

149

menjadi 8 juta hektar yang akan tercapai pada tahun 2009 mendatang. Dengan

demikian terjadi pertambahan luas perkebunan kelapa sawit sebesar 3,1 juta

hektar. Pertambahan luas perkebunan kelapa sawit akan menyerap tenaga kerja di

sektor perkebunan. Dengan asumsi bahwa setiap satu hektar kebun kelapa sawit

menyerap 2 orang, maka akan tercipta lapangan pekerjaan bagi sekitar 6,2 juta

petani. Peningkatan luas kebun kelapa sawit akan mendorong tumbuhnya

berbagai usaha ikutan lainnya seperti sarana produksi pertanian, jasa angkutan,

pupuk organik (dari TBS/Tandan Buah Segar) dan pupuk anorganik, alat dan

mesin pertanian dan mesin-mesin pengolahan. Jumlah tenaga kerja yang terserap

tersebut belum termasuk tenaga kerja yang terlibat dalam pabrik kelapa sawit

yang mengolah TBS menjadi CPO dan PKO serta industri biodisel itu sendiri.

4.2.2.5. Submodel Lingkungan

Penggunaan biodisel dapat mengurangi efek pemanasan global dan

pencemaran udara. Hal ini disebabkan karena biodisel dibuat dari minyak lemak

nabati atau hewani, maka emisi gas buang CO2 yang dilepaskan dari mesin yang

berbahan bakar biodisel tidak diklasifikasikan sebagai emisi CO2 yang

menyebabkan pemanasan global. Selain itu, biodisel juga mengandung atom–

atom oksigen yang terikat dalam senyawa dari ester asam lemak penyusunnya

sehingga pembakarannya didalam mesin menjadi sempurna dan membutuhkan

nisbah udara dibandingkan bahan bakar lebih kecil. Dengan demikian emisi

senyawa karbon non CO2/CO2 minimal maka mesin penggunanya menjadi lebih

efisien.

Biodisel mempunyai kadar belerang yang amat rendah. Menurut penelitian

kadar belerang biodisel adalah berkisar 0-24 ppm dan umumnya lebih kecil dari

15 ppm. Sedangkan solar mempunyai kadar belerang berkisar 1500-4100 ppm.

Hal ini menyebabkan emisi SO2 dan partikulat SPM (Solid Particulate Matter’s)

pada mesin yang menggunakan biodisel relatif nihil.

Berdasarkan analisa beban lingkungan yang dilakukan terhadap emisi sisa

pembakaran bahan bakar kendaraan yang menggunakan bahan bakar solar dan

biodisel diperoleh hasil penggunakan biodisel memberikan dampak atau beban

lingkungan (Environmental Burden) atau EB yang lebih kecil dibandingkan

Page 170: S3-DISERTASI KPTSAN

150

dengan penggunaan bahan bakar solar. Perhitungan indeks EB dilakukan

terhadap penghitungan 3 parameter yaitu indeks hujan asam atau asiditas, indeks

fotokimia dan indeks pemanasan global.

Indeks hujan asam, fotokimia dan pemanasan global diperoleh berdasarkan

perhitungan jumlah emisi yang dihasilkan dikonversikan dengan indeks EB.

Standar EB yang digunakan adalah berdasarkan standar yang ditetapkan oleh ICI

mengenai “Safety, Health and Environmental Performance” pada tahun 1996.

Data emisi sisa pembakaran kendaraan yang menggunakan disel dan campuran

solar dan biodisel (PPKS, 2000) dengan berbagai tingkat perbandingan tertera

pada Tabel 17 dan Tabel 18.

Tabel 17. Data emisi sisa pembakaran kendaraan yang menggunakan disel dan campuran disel dan biodisel.

No Tolak Ukur Satuan

Disel Beberapa Komposisi Biodisel

Minyak Bumi

Ester Murni

Disel-Ester Disel-Ester Disel-Ester

75 :25 70 : 30 65 : 35

1 Efisiensi Thermal 1 - - 1,125 -

2 Efisiensi Volumetrik 1 - - 1.0184 -

3 Emisi Hidrokarbon (beban maksimum) ppm

18

14

-

16

-

4 Emisi Karbon monooksida (beban maksimum) ppm

1650

710

-

1390

-

5 Emisi Karbon Dioksida % Volume 11.4 11 - 11 -

6 Emisi Nox ppm 10,931.25 - - 9,208.75 -

7 Partikulat gram/km 0.497 - - 0.178 -

8 Dugaan emisi SOx (maksimum) % berat 0.14 0.03 - 0.1 -

9 Nilai Kalor kj/kg 40,297.32 37,114.13 - - -

Page 171: S3-DISERTASI KPTSAN

151

Tabel 18. Analisa beban lingkungan dari emisi sisa pembakaran bahan bakar kendaraan

Jika seluruh hasil BDS digunakan sebagai bahan bakar maka perbandingan

emisi gas buang sesuai standar yang ditetapkan UNEP dan ICI (diolah) adalah:

emisi sisa bahan bakar yang menggunakan disel adalah, indeks EB asiditas

No Tolak Ukur Satuan

Estimasi Dugaan Nilai Beban Lingkungan (EB Value)

Substansi Tunggal

EB Value Asiditas

EB Value Eb Value EB Value

Panas Global Penipisan 03 Fotokimia

BAHAN BAKAR DISEL

1 Dugaan Total Gas Buang Ton 96,083

2 Emisi Hidrokarbon (beban maksimum) Ton 435,8

3 230.99

3 Emisi Karbon monooksida (beban maksimum)

Ton 4,439.03 13,317.13 133.17

4 Emisi Karbon Dioksida Ton 48,88

9.48 48,899.48

5 Emisi Nox Ton 31,509.28 693.20 1,260,371.12 945.28

6 Partikulat Ton 4,775.65

7 Dugaan emisi SOx (maksimum) Ton 13,45

1.65 417,00 672.58

Indeks EB 1,110.21 1,322,587.72 1,751.03

BAHAN BAKAR BIODISEL 30 : 70

1 Dugaan Total Gas Buang Ton 97,32

1

2 Emisi Hidrokarbon (beban maksimum) Ton 392.4

0 207.97

3 Emisi Karbon monooksida (beban maksimum)

Ton 3,787.72 11,363.17 113.63

4 Emisi Karbon Dioksida Ton 49,79

1 47,791.43

5 Emisi Nox Ton 26,886.07 591.49 1,075,442.75 806.58

6 Partikulat Ton 1,732.31

7 Dugaan emisi SOx (maksimum) Ton 9,732.

07 301.69 486.60

893.19 1,134,597.35 1,406.82

Page 172: S3-DISERTASI KPTSAN

152

417.00, indeks EB pemanasan global 1,322,567.72, dan indeks EB fotokimia

1,751.03. Indeks EB pada emisi kendaraan yang menggunakan biodisel adalah

indeks EB asiditas 301.69, indeks EB pemanasan global 1,134,597.35 dan indeks

EB fotokimia 1,406.82. Perbandingan indeks EB emisi gas sisa pembakaran

secara histogram tertera pada gambar 50

Gambar 64. Perbandingan Indeks EB (Environmental Burden) Emisi Sisa Gas Pembakaran Biodisel dan Disel Minyak Bumi

Dari gambar diatas terlihat dampak indeks hujan asam atau asiditas, indeks

pemanasan global dan indeks fotokimia pada biodisel mempunyai beban atau

dampak lingkungan lebih kecil dibandingkan disel minyak bumi.

Page 173: S3-DISERTASI KPTSAN

V. ANALISIS KEBIJAKAN

Implikasi kebijakan merupakan pernyataan dari pemerintah yang

diperlukan dalam mewujudkan suatu keadaan atau kondisi yang memungkinkan

diterapkannya strategi dan program pengembangan investasi pada industri

biodisel kelapa sawit dengan baik. Implikasi kebijakan yang diperlukan untuk

mendukung pengembangan investasi biodisel sebagai berikut:

5.1. Sumber Daya

Untuk menjamin ketersediaan sumberdaya bahan baku bagi industri

biodisel kelapa sawit diperlukan pengalokasian sejumlah 1,5-2 juta hektar lahan

sawit untuk menghasilkan 5 juta ton biodisel yang digunakan sebagai pengganti

5–10 persen BBM solar di dalam negeri dalam jangka panjang.

Berdasarkan analisa yang dilakukan pada sub model sumberdaya,

ketersediaan bahan baku CPO untuk mensubtitusi 5–10 % produk BBM solar

adalah cukup, yaitu membutuhkan 500.000–1000.000 ha lahan atau 1,5-3 juta ton

CPO. Sedangkan produksi total CPO dalam negeri pada 15 tahun kedepan

mencapai hampir 22 juta ton. Untuk mendukung berkembangnya industri

biodisel nasional maka pemerintah perlu memfasilitasi kesinambungan

penyediaan bahan baku biodisel baik berupa penambahan lahan ataupun mengolah

sebagian dari CPO dalam negeri menjadi menjadi biodisel. Namun, apabila

subsitusi dari produk BBM solar lebih kecil dari 3% maka lahan yang tersedia

saat ini diperkirakan cukup untuk menyediakan bahan baku biodisel.

5.2. Teknis Produksi

Ditinjau dari aspek ketersediaan teknologi pengolahan biodisel tidak

mempunyai kendala atau dapat didesain sesuai dengan keinginan penggunanya.

Kegunaan biodisel juga dapat digunakan sebagai bahan bakar pengganti BBM

solar atau disel serta sebagai bahan bakar mesin pemanas atau heating Oil seperti

genset.

Berdasarkan validasi sub model teknis produksi dari scalling up proses

pengolahan biodisel yang dilakukan oleh ITB dengan kapasitas 400 ton/tahun,

Page 174: S3-DISERTASI KPTSAN

154

maka dapat dihitung perkiraan kebutuhan neraca bahan dan neraca enerji pada

proses pengolahan biodisel dengan kapasitas 100.000 ton/tahun. Dari hasil scaling

up tersebut disarankan beberapa kebijakan dibidang teknis produksi sebagai

berikut :

1. Penggunaan biodisel untuk bahan bakar kendaraan yang digunakan pada

alat transportasi sebaiknya diproduksi dalam skala besar yaitu 30 – 100

ribu ton kapasitas per tahunnya agar dapat memenuhi volume

pertumbuhan konsumsi bahan bakar solar yang besar yang tidak

terimbangi oleh peningkatan kapasitas produksinya saat ini.

2. Acuan sementara spesifikasi produk biodisel memenuhi standar yang

telah ditetapkan oleh Forum Biodisel Indonesia dan perusahaan otomotif

yang akan menggunakan biodisel.

3. Disain alat pengolahan dirancang agar dapat digunakan oleh berbagai

jenis bahan bakar (multifeedstock).

4. Lokasi pabrik sebaiknya dekat dengan sumber bahan baku karena sifat

minyak sawit yang mudah rusak.

5. Pemerintah perlu menyediakan anggaran untuk mengembangkan

teknologi pengolahan yang efisien dan murah sehingga dapat bersaing

dengan teknologi yang dihasilkan oleh negara-negara maju.

5.3. Pasar

Berdasarkan validasi sub model Pasar, laju produksi BBM solar lebih

rendah dari pada laju konsumsinya. Demikian juga laju ekspor minyak mentah

fosil lebih rendah daripada laju impor, sehingga untuk menjamin penyediaan

bahan bakar minyak perlu dipertimbangkan sumber enerji cair lainnya terutama

yang dapat terbarukan.

Berdasarkan kondisi tersebut maka pemerintah perlu menerapkan program

diversifikasi enerji terutama enerji cair dan dapat terbarukan (renewable energy)

diantara lain adalah biodisel kelapa sawit. Program diversivikasi enerji harus

dimasukan dalam UU enerji. Pelaksanaannya dapat dilakukan secara bertahap

misalnya jangka menengah 5 tahun, biodisel diproyeksikan untuk mensubstitusi 2-

5% dari BBM solar sedang dalam jangka 10 tahun diproyeksikan mensubsitusi

Page 175: S3-DISERTASI KPTSAN

155

lebih dari 5-10% BBM solar. Dalam rangka menjamin pasar biodisel di dalam

negeri diperlukan pengakuan pemerintah akan biodisel sebagai sumber enerji

terbarukan. Kebijakan pasar biodisel di dalam dan luar negeri yang diusulkan

secara garis besar adalah sebagai berikut :

1. Fasilitasi pangsa pasar (create market) dalam negeri misalnya dengan

mendiversivikasikan penggunaan bahan bakar solar untuk transpotasi

dengan penggunaan biodisel dan solar.

2. Pasar luar negeri dapat diciptakan atau dikaitkan dengan Protocol Kyoto

yaitu dengan skim Carbon Trade. Mengingat enerji yang dihasilkan

oleh biodisel adalah ramah lingkungan, maka terbuka peluang pasar

ekspor biodisel terutama ke negara industri yang berkewajiban

mengurangi emisinya seperti Jepang dan Jerman.

3. Subsidi harga dalam bentuk keringanan pajak atau Tax Holiday bagi

pengguna biodisel.

5.4. Finansial

Berdasarkan validasi sub model analisi finansial, biaya investasi pabrik

kelapa sawit dengan kapasitas 100.000 ton/tahun mencapai 17.819 juta USD.

Komponen biaya bahan baku merupakan biaya terbesar atau 79,23% dari biaya

produksi biodisel. Dari simulasi hasil perhitungan, harga jual ditingkat konsumen

mencapai Rp 5603/liter dengan asumsi marjin keuntungan 15%, sedangkan biaya

BBM solar dalam negeri Rp 2400/liter untuk angkutan umum dan Rp 5400/liter

untuk industri. Sejalan dengan kenaikan harga minyak mentah dunia yang

mencapai lebih dari 60 USD/barel maka terjadi peningkatan subsidi BBM yang

cukup besar yang harus ditanggung oleh pemerintah disebabkan 30 persen dari

total kebutuhan minyak mentah dan BBM masih harus diimpor.

Untuk mendukung terjadinya investasi biodisel dengan skala komersial di

dalam negeri, pemerintah perlu mengeluarkan serangkaian kebijakan dibidang

investasi pada setiap tahap mulai dari perkebunan, industri, dan distribusi.

Insentif pajak yang menarik bagi investor, kemudahan perijinan dan suku bunga

investasi yang kecil. Semua kebijakan yang diperlukan tersebut bertujuan untuk

meningkatkan keuntungan investasi sehingga lebih menarik bagi investor. Untuk

Page 176: S3-DISERTASI KPTSAN

156

mendukung berkembangnya investasi biodisel nasional perlu diberikan

kemudahan perijinan pendirian pabrik, keringanan bea masuk barang modal,

insentif pajak dan suku bunga investasi yang rendah.

5.5. Lingkungan

Validasi sub model lingkungan menunjukkan bahwa emisi gas buang

biodisel dan disel menunjukkan perbedaan yang besar baik ditinjau dari jumlah

polutan yang diakibatkan maupun dari beban lingkungan yang ditimbulkan.

Penggunaan biodisel memberikan jumlah polutan dan beban lingkungan yang

lebih kecil dibandingkan dengan penggunaan disel. Untuk mendukung keamanan

lingkungan perlu diterapkan kebijakan sebagai berikut :

1. Untuk mendukung program pembangunan yang berkelanjutan maka perlu

diterapkan batasan emisi sisa gas buang kendaraan

2. Perlu dipertimbangkan penggunaan biodisel diwilayah yang sensitif

dengan pencemaran lainnya seperti wilayah perairan dan pertambangan.

3. Keringanan pajak bagi pengguna biodisel juga dapat dipertimbangkan

untuk mengurangi pencemaran udara.

Page 177: S3-DISERTASI KPTSAN

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Industri biodisel kelapa sawit relatif baru di Indonesia dan belum banyak

dikembangkan secara komersial dan belum tersosialisasikan kepada masyarakat

luas di Indonesia. Dalam rangka menilai kelayakan investasi industri biodisel

kelapa sawit maka disusun rancang bangun SPK investasi pada industri biodisel

kelapa sawit. Rancang bangun direpresentasikan melalui program komputer

dengan bantuan software I Think versi 6.0. Secara garis besar rancang bangun

dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Rancang bangun SPK menggunakan model sistem dinamis dapat digunakan

secara cepat oleh pengambil keputusan untuk menilai kelayakan investasi pada

industri BDS. Simulasi variabel yang diinginkan dapat didesain sesuai dengan

keinginan pengguna.

2. Rancang bangun SPK yang merupakan agregasi dari sub model yang

dikaitkan berdasarkan hubungan fungsi logika dan teori yang dibangun

menggunakan model sistem dinamis

3. Model ini terdiri dari 5 sub model yang saling berkaitan yaitu: 1) sub model

sumber daya; 2) sub model teknis produksi; 3) sub model pasar; 4) sub model

analisis finansial dan; 5) sub model lingkungan. Setiap sub model berpengaruh

kepada kelayakan investasi.

4. Keterkaitan dari faktor-faktor yang berpengaruh pada investasi ini adalah: sub

model sumber daya berpengaruh pada sub model teknis produksi berupa

jaminan penyediaan bahan baku bagi industri. Sub model pasar berpengaruh

pada sub model analisis finansial dan sub model teknis produksi. Potensi pasar

termasuk harga pasar yang cukup baik akan menyebabkan perhitungan

kelayakan finansial akan semakin baik. Permintaan pasar juga akan

menentukan spesifikasi produk tertentu yang harus diproduksi oleh produsen.

Sub model lingkungan mendukung sub model pasar dan sub model sumber

daya.

5. Hasil validasi pada sub model sumber daya CPO sebagai bahan baku biodisel,

jika digunakan untuk mensubsitusi BBM solar antara 5-10 persen masih dapat

Page 178: S3-DISERTASI KPTSAN

158

dipenuhi dari potensi luas lahan kelapa sawit yang telah direncanakan oleh

pemerintah (Departemen Pertanian) asalkan laju pertumbuhan kenaikan

ekspor CPO mentah harus dikurangi atau dengan penambahan lahan

perkebunan kelapa sawit menjadi 9 juta hektar.

6. Hasil validasi pada sub model teknis produksi menunjukkan ketersediaan

teknologi relatif mudah dan dapat didesain sesuai dengan keinginan pengguna.

7. Hasil validasi pada sub model kelayakan finansial diperoleh biaya investasi

pabrik biodisel berkapasitas 100.000 ton/tahun adalah 17.819 juta USD.

Komponen biaya bahan baku adalah sebesar 79,3 persen dari total biaya

produksi (dengan asumsi harga CPO 360 USD/ton). Harga pokok produksi Rp

4874/liter dan jika margin keuntungan 15 persen maka harga ditingkat

konsumen Rp 5603.

8. Hasil validasi sub model pasar dapat dilakukan dengan memfasilitasi pasar

DN dan LN. Pasar DN dikaitkan dengan mensubsitusi sebagian atau 5-10

persen BBM solar dengan biodisel. Pasar LN dapat dikaitkan dengan program

“carbon trade” yang telah diratifikasi melalui Protocol Kyoto mengingat

biodisel bersifat ramah lingkungan.

9. Hasil validasi sub model lingkungan menunjukkan emisi dan beban

lingkungan yang dihasilkan oleh biodisel lebih kecil dibandingkan dengan

emisi dan beban lingkungan yang dihasilkan oleh disel.

10. Implikasi kebijakan yang diperlukan untuk investasi diperoleh berdasarkan

hasil analisis dari setiap sub model. Keterkaitan sub model tersebut dapat

digambarkan pada Influence Diagram yang digambarkan dalam program I

think.

11. Rancang bangun SPK investasi biodisel pada industri biodisel kelapa sawit

menggunakan model sistem dinamis yang dihasilkan dapat memperkuat atau

menkonfirmasi permodelan sistem dinamis, yaitu sistem yang dapat didesain

untuk memecahkan masalah manajemen yang kompleks dan berubah menurut

waktu secara cepat dibandingkan dengan model program komputer lainnya.

Page 179: S3-DISERTASI KPTSAN

159

6.2. Saran

Mencermati kondisi perekonomian nasional serta ketergantungan

masyarakat terhadap BBM dan hasil penilaian terhadap kelayakan investasi maka

perlu diadakan percepatan realisasi pengembangan investasi energi baru dan

terbarukan diantaranya biodisel kelapa sawit. Untuk menunjang percepatan

realisasi pengembangan investasi tersebut diatas maka diusulkan beberapa saran

kepada para pihak terkait sebagai berikut:

1. Sehubungan dengan besarnya biaya investasi biodisel yaitu mencapai 17,6 juta

USD (kapasitas 100 ribu ton/tahun), disarankan agar sumber dana untuk

investasi BDS di dalam negeri dapat diupayakan dari sebagian dana subsidi

BBM. Sumber dana investasi dari luar negeri disarankan agar diupayakan oleh

pemerintah melalui kerjasama dengan negara maju yang berkewajiban

mengurangi emisi globalnya dalam skim “Carbon Trade”.

2. Pemerintah dan para pemangku kepentingan disarankan untuk segera

mensosialisasikan pengenalan dan penggunaan produk biodisel kepada

masyarakat.

3. Rancang bangun SPK yang dihasilkan disarankan untuk diaplikasikan pada

penilaian kelayakan investasi pada biodisel yang menggunakan bahan baku

lainnya yang ada di Indonesia seperti minyak jarak, minyak goreng bekas,

RBD-PO dan RBD-olein.

4. Strategi pengembangan investasi disarankan untuk dilaksanakan dalam 3

tahap yaitu: 1) jangka pendek 1 tahun melalui fasilitas terbitnya UU/PP

tentang penggunaan enerji terbarukan (renewable) terutama biodisel untuk

transportasi; 2) jangka menengah 5 tahun, subsidi 2-5% BBM solar dengan

BDS dan; 3) jangka panjang >5-10 tahun, subsidi BBM solar 6-10%.

Page 180: S3-DISERTASI KPTSAN

L A M P I R A N

Page 181: S3-DISERTASI KPTSAN

167

Lampiran 1. Perbandingan standar biodiesel di beberapa negara

Austria

(1)

Republik

Ceko Perancis Jerman Italia Swedia USA

Standar /Spesifikasi ON C1191CSN 65

6507

Journal

Officiel

DIN V

51606 UNI 10635 SS 155436

ASTM

PS121-99

Tanggal Jul 97 Sep 98 Sep 97 Sep 97 Apr 97 Nov 96 Jul 99

Aplikasi FAME RME VOME FAME VOME VOME FAMAE

Densitas

15°C g/cm 0.85 – 0.89 0.87 - 0.89 0.87 – 0.90 0.87 - 0.90 0.86 -0.90 0.87 - 0.90 -

Viscos. 40°C mm2/s 3.5-5.0 3.5-5.0 3.5-5.0 3.5-5.0 3.5-5.0 3.5-5.0 1.9-6.0

Distillat.95% °C - - <360 - <360 - -

Flashpoint °C >100 >110 >100 >110 >100 >100 >100

CFPP °C (°F) summer max. 0

(32)-5 - max. 0 (32) - -5 -

CFPP °C (°F) winter max. -15

(5) max. -20 (4)

Pour point °C - - <-10 - <0/ <-15 - -

Sulfur, % massa <0.02 <0.02 - <0.01 <0.01 <0.001 <0.05

CCR 100%, % massa <0.05 <0.05 - <0.05 - - <0.05

10% dist. resid., %

massa - - <0.3 - <0.5 - -

Sulphated ash, %

massa <0.02 <0.02 - <0.03 - - <0.02

% massa

(Oxid) Ash, % mass - - - - <0.01 <0.01 -

Water mg / kg - <500 <200 <300 <700 <300 <0.05%

Total contam. mg / kg - <24 - <20 - <20 -

Cu-Corros. 3h/50°C - 1 - 1 - - <No.3

Cetane No. >49 >48 >49 >49 - >48 >40

Neutral. No./ mg

KOH/g <0.8 <0.5 <0.5 <0.5 <0.5 <0.6 <0.8

Methanol, % mass <0.20 - <0.1 <0.3 <0.2 <0.2 -

Ester content, % mass - - >96.5 - >98 >98 -

Page 182: S3-DISERTASI KPTSAN

168

Lampiran 1. Lanjutan

Austria

(1)

Republik

Ceko Perancis Jerman Italia Swedia USA

Monoglyceride, %

mass - - <0.8 <0.8 <0.8 <0.8 -

Diglyceride, % mass - - <0.2 <0.4 <0.2 <0.1 -

Triglyceride, % mass - - <0.2 <0.4 <0.1 <0.1 -

Free glycerol, % mass <0.02 <0.02 <0.02 <0.02 <0.05 <0.02 <0.02

Total glycerol, % mass <0.24 <0.24 <0.25 <0.25 - - <0.24

Iodine No. <120 - <115 <115 - <125 -

C18:3 and high.

Unsat.acids <15 - - - - - -

% mass

Phosphor, mg / kg <20 <20 <10 <10 <10 <10 -

Alkalinity mg/kg - <10 <5 <5 - <10 -

RME: Rapeseed oil methyl ester

FAME: Fatty acid methyl ester

VOME: Vegetable oil methyl ester

FAMAE: Fatty acid mono alkyl ester

(1) based on the world's first BioDiesel standard, ÖNORM C 1190 (Feb 1991)

* All standards information courtesy of BLT Wieselburg Austria.

Sumber: http://.biodfuelsystem.com/chemistry.htm. (tanggal, 10 Februari 2004)

Page 183: S3-DISERTASI KPTSAN

169

Lampiran 2. Produsen biodiesel di Eropa tahun 2000 Negara +

Produksi

Perusahaan Lokasi TE Capacity

t/yr

Market Segments and estd. Supply

in t/yr Heating

Oil

Berproduksi

sejak Cleochem

Jerman

415.000

Henkel

Connemenn/OMH

Oelmuhle

Hbg/Adm

Bio-diesel

VNR

L.U.T.

Hallertauer/Agran

a

ADIBAPV

Vogtlander

Dusseldorf

Leer

Hamburg

Wittenberg

Ochsenfurt

Rudisleben

Mainburg

Henningsleben

Grossfriesen

200.000

100.000

100.00

50.000

50.000

40.000

5.000

3.000

2.000

160.000

10.000

10.000

0

0

0

0

0

0

0

75.000

60.000

20.000

20.000

20.000

4.000

4.000

2.000

0

10.000

20.000

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

?

91/93/95

99/00

1999

99/00

99/00

1996

1997

1997

Jumlah 180.000 205.000 30.000 0

Perancis

266.000

Robbe/Diester

Diester

Sldobre Slnnova

Navaol/Icl

(henkel, Diester)

Corrpiegne

Rouen

Boussens

Ver dun

40.000

120.000

70.000

60.000

0

0

30.000

0

0

0

5.000

40.000

120.000

40.000

55.000

0

0

0

94/96

1995

93/95

Jumlah 30.000 0 255.000 0

Italia

160.000

Bakelite

Novaol + others

Oleifici Italiari

Distillerie Palma

Focus Petroli

Slsas + diverse

Solbiate

Livorno

Bari

Neapel

Ancona

Milano

30.000

90.000

20.000

30.000

20.000

50.000

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

5.000

20.000

0

0

0

10.000

20.000

60.000

5.000

5.000

5.000

30.000

1996

1993

1995

1995

1995

Jumlah 0 0 35.000 125.000

Belgia

86.000

Slsas

Oleofina Feluy

Ertvelde

80.000

30.000

0

30.000

10.000

0

20.000

0

20.000

0

1995

Denmark Otter up 0 0 0 0 0 ?

Finlandia 0 0 0 0 0 ?

Norwegia 0 0 0 0 0 ?

Page 184: S3-DISERTASI KPTSAN

170

Lampiran 2. Lanjutan

Negara +

Produksi

Perusahaan Lokasi TE Capacity

t/yr

Market Segments and estd. Supply

in t/yr

Heating

Oil

Berproduksi

sejak

Inggris

2.000

United Oil Seeds/

Cargill

Liverpool

Hull

2.000 0 2.000 0 0 1996

?

Austria RME Bruck

STEEG + others

Bruck

Mureck

15.000

5.000

0

0

15.000

5.000

0 0 1994

90/94

Spanyol Biocat Barcelona 0 0 0 0 0 1999?

Swedia

6.000

Ecobransle +

others

Skive 6.000

5.000

0

0

6.000

2.000

5.000

1.000

0

0

1992

1996

Rep. Ceko

32.000

Milo Oloumuc +

others

Olmutz 30.000

17.000

0

0

0

0

30.000

14.000

0

0

1995

92/94

Hunggaria Bebolna 0 0 Used in vehicles:

245.000 390.000

Biodiesel + Admixed

0 95

1.006.000 Total Capacity 1.270.000 240.000

oleochem

145.000

Heating

Oil

Europe EU-15: in year 2000

Total Capacity = 1.210.000 t/yr

Total FAME in t/yr :

1.020.000

Page 185: S3-DISERTASI KPTSAN

171

Lampiran 3. Skenario pembangunan pabrik biodisel

No. Skenario Satuan Nilai 1 Tahun awal perencanaan 2005 Persentase Perkebunan Kelapa Sawit 2 Perkebunan Rakyat % 36.76 3 Perkebunan Besar Swasta % 51.86 4 Perkebunan negara % 11.38 Luas Lahan maksimal yang tersedia Ha 8,000,000 5 Perkebunan Rakyat Ha 2,940,800 6 Perkebunan Besar Swasta Ha 4,148,800 7 Perkebunan negara Ha 910,400

8 Proyeksi Luas Perkebunan Rakyat (Model Dinamik)

9 Proyeksi Luas Perkebunan Besar Negara (Model Dinamik)

10 Proyeksi Luas Perkebunan Besar Swasta (Model Dinamik)

Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit 11 Perkebunan Rakyat Ton CPO/ha/Tahun 1.9 12 Perkebunan Besar Swasta Ton CPO/ha/Tahun 3 13 Perkebunan Negara Ton CPO/ha/Tahun 3 14 Proyeksi Kebutuhan CPO untuk minyak goreng 15 Jumlah penduduk pada Tahun 2003 Jiwa 210,000,000 16 Laju pertumbuhan penduduk per tahun Persentase 1.5 17 Konsumsi minyak goreng per kapita per tahun kg 16.5 18 Kebutuhan minyak goreng dari minyak kelapa sawit (CPO) Persentase 83.8 Kebutuhan CPO untuk Industri Oleochemical

19 Kebutuhan CPO untuk Industri Oleochemical pada Tahun 2003 Ton 1,000,000 20 Laju permintaan CPO untuk industri oleochemical Persentase 5 21 Proyeksi Ekspor Minyak Mentah (Model dinamik ) (Y = 379968-7598,47t) 22 Proyeksi Impor Minyak Mentah (Model dinamik ) (Y = 85401,6 + 11142t)

)e1(29317110 x 4e10 x 1.17268 Y 0,207195t6

0,207195t12

+−+=

)e1(380746600009e10 x 3.65518 Y 0,0824692t

0,0824692t11

+−+=

)e1(19627910 x 3,4e10 x 5,96688 Y 0,199749t6

0,199749t11

+−+=

Page 186: S3-DISERTASI KPTSAN

172

Lampiran 3. Lanjutan No. Skenario Satuan Nilai 23 Proyeksi Produksi Solar (Model dinamik ) (Y = 11331,3 + 492,072t) 24 Proyeksi Penggunaan Solar (Model dinamik ) (Y = 15072,7 + 829,149t) Biaya Emisi dan Subsidi

25 Biaya emisi penggunaan BBM Solar Dolar AS/Kiloliter 0 26 Besaran subsidi pemakaian BBM solar Rp/liter 960 Pemasaran Biodiesel

27 Substitusi BBM solar oleh biodiesel Persentase 10.00 Harga Minyak Dunia

28 Harga minyak mentah rata-rata Dolar AS per barrel 35.00 Kurs

29 Nilai tukar I Dolar AS terhadap Rupiah Rp 9,000 Harga Rata-Rata :

30 Biodiesel Dolar AS/ton 700.00 31 Gliserin Dolar AS/ton 588.00 Harga Faktor-Faktor Produksi

32 CPO Dolar AS/ton 360 33 Metanol Dolar AS/ton 222 34 KOH Dolar AS/ton 289 35 H3PO4 Dolar AS/ton 180 36 BBM Solar Dolar AS/kilo liter 200.0 37 Air Dolar AS/ton 0.55 38 Uap air Dolar AS/ton 10.00 39 Listrik per MWh 50.00 40 Biaya Pemasaran dan Distribusi Persentase dari Omzet 10.0 41 Biaya Pemeliharaan Persentase dari nilai perolehan 2.0 42 Biaya Asuransi Persentase dari nilai perolehan 2.0 Faktor Konversi

43 Berat Jenis Biodiesel g/ml 0.86 44 Kebutuhan Metanol terhadap CPO Jumlah kg/ton CPO 203.48 45 Kebutuhan KOH terhadap CPO Jumlah kg/ton CPO 120.00 46 Kebutuhan H3PO4 terhadap CPO Jumlah kg/ton CPO 0.09 47 Kebutuhan Bahan Bakar terhadap Biodiesel Liter BB/ton biodiesel 20.00 48 Kebutuhan uap air terhadap Biodiesel Jumlah kg/ton CPO 4,928.08 49 Kebutuhan listrik terhadap Biodiesel KWh/ton CPO 27.50 50 Kebutuhan Air terhadap jumlah CPO Jumlah kg/ton CPO 46.13 Rendemen

51 CPO ke minyak goreng Persentase 74

Page 187: S3-DISERTASI KPTSAN

173

Lampiran 3. Lanjutan

No. Skenario Satuan Nilai 52 CPO ke Biodiesel Persentase 95.24 Distribusi CPO

53 Ekspor Persentase 60.00 54 Dalam Negeri Persentase 40.00 Debt to Equity Ratio (DER)

55 Hutang % 40 56 Modal Sendiri % 60 Biaya Modal

57 Suku bunga bank % 12.00 58 Biaya modal sendiri % 15.00 Rasio Laba Ditahan dengan Deviden

59 Laba Ditahan % 100 60 Deviden % 0 Kapasitas Produksi

61 Biodiesel Ton/tahun 100,000 62 Rendemen Gliserin (persentase dari produksi real biodiesel) % 9.776

Tahun 1 Persen Kapasitas 90 Tahun 2 Persen Kapasitas 100 Tahun 3 Persen Kapasitas 100 Tahun 4 Persen Kapasitas 100 Tahun 5 Persen Kapasitas 100 Tahun 6 Persen Kapasitas 100 Tahun 7 Persen Kapasitas 100 Tahun 8 Persen Kapasitas 100 Tahun 9 Persen Kapasitas 100 Tahun 10 Persen Kapasitas 100 Tahun 11 Persen Kapasitas 100 Tahun 12 Persen Kapasitas 100 Tahun 13 Persen Kapasitas 100 Tahun 14 Persen Kapasitas 100 Tahun 15 Persen Kapasitas 100

Page 188: S3-DISERTASI KPTSAN

174

Lampiran 4. Perhitungan rencana biaya produksi pabrik biodisel kapasitas 100.000 ton per tahun (USD)

No. Uraian 2005 2006 2007 2008 2009 I BIAYA ADMINISTRASI DAN UMUM 142,020.00 142,020.00 142,020.00 142,020.00 142,020.00 II BIAYA PRODUKSI BIODIESEL 46,720,093.82 50,196,628.69 50,196,628.69 50,196,628.69 50,196,628.69

1. Bahan Baku Utama 34,020,000.00 37,800,000.00 37,800,000.00 37,800,000.00 37,800,000.00 2. Metanol 4,273,128.00 3,033,333.33 3,033,333.33 3,033,333.33 3,033,333.33 3. KOH 3,276,000.00 3,640,000.00 3,640,000.00 3,640,000.00 3,640,000.00

4. Bahan Bakar 360,000.00 400,000.00 400,000.00 400,000.00 400,000.00 5. H3PO4 1,574.64 1,749.60 1,749.60 1,749.60 1,749.60

6. Air 2,397.56 2,663.95 2,663.95 2,663.95 2,663.95 7. Uap air 4,657,036.77 5,174,485.30 5,174,485.30 5,174,485.30 5,174,485.30 8. Listrik 129,956.85 144,396.50 144,396.50 144,396.50 144,396.50

III BIAYA PEMASARAN 6,765,611.33 7,574,828.80 7,574,828.80 7,574,828.80 7,574,828.80 IV BIAYA BUNGA BANK 1,976,608.08 1,694,235.49 1,411,862.91 1,129,490.33 847,117.75 V BIAYA ASURANSI 356,385.76 356,385.76 356,385.76 356,385.76 357,879.44 VI BIAYA PEMELIHARAAN 356,385.76 356,385.76 356,385.76 356,385.76 357,879.44 VII PENYUSUTAN 2,937,989.48 2,937,989.48 2,937,989.48 2,937,989.48 2,954,793.38

JUMLAH TOTAL (I S/D VII) 59,255,094.23 63,258,473.98 62,976,101.40 62,693,728.82 62,431,147.50 IX BIAYA PRODUKSI PER TON BIODIESEL 658.39 632.58 629.76 626.94 624.31 MARGIN KEUNTUNGAN (15%) 98.76 94.89 94.46 94.04 93.65 X HARGA DI TINGKAT KONSUMEN (Dolar AS/ton) 757.15 727.47 724.23 720.98 717.96 XI BIAYA PRODUKSI PER LITER BIODIESEL 0.57 0.54 0.54 0.54 0.54 XII BIAYA PRODUKSI SEBELUM SUBSIDI(Rp/Liter) 5,095.94 4,896.21 4,874.35 4,852.49 4,832.17 XIII MARGIN KEUNTUNGAN (15%) 764.39 734.43 731.15 727.87 724.83 XIV HARGA DI TINGKAT KONSUMEN (Rp/liter) 5,860.33 5,630.64 5,605.50 5,580.37 5,557.00 SETELAH ADANYA KEBIJAKAN SUBSIDI EMISI :

I SUBSIDI EMISI 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 II BIAYA PRODUKSI SETELAH SUBSIDI 59,255,094.23 63,258,473.98 62,976,101.40 62,693,728.82 62,431,147.50 III BIAYA PRODUKSI PER TON BIODIESEL SETELAH SUBSIDI 658.39 632.58 629.76 626.94 624.31 IV BIAYA PRODUKSI PER LITER BIODIESEL SETELAH SUBSIDI 0.57 0.54 0.54 0.54 0.54 V BIAYA PRODUKSI SETELAH SUBSIDI(Rp/Liter) 5,095.94 4,896.21 4,874.35 4,852.49 4,832.17 VI MARGIN KEUNTUNGAN (15%) 764.39 734.43 731.15 727.87 724.83

VIII HARGA DI TINGKAT KONSUMEN (Rp/Liter) 5,860.33 5,630.64 5,605.50 5,580.37 5,557.00

Page 189: S3-DISERTASI KPTSAN

175

Lampiran 4. Lanjutan

No. Uraian 2010 2011 2012 2013 2014 I BIAYA ADMINISTRASI DAN UMUM 142,020.00 142,020.00 142,020.00 142,020.00 142,020.00 II BIAYA PRODUKSI BIODIESEL 50,196,628.69 50,196,628.69 50,196,628.69 50,196,628.69 50,196,628.69

1. Bahan Baku Utama 37,800,000.00 37,800,000.00 37,800,000.00 37,800,000.00 37,800,000.00 2. Metanol 3,033,333.33 3,033,333.33 3,033,333.33 3,033,333.33 3,033,333.33 3. KOH 3,640,000.00 3,640,000.00 3,640,000.00 3,640,000.00 3,640,000.00

4. Bahan Bakar 400,000.00 400,000.00 400,000.00 400,000.00 400,000.00 5. H3PO4 1,749.60 1,749.60 1,749.60 1,749.60 1,749.60

6. Air 2,663.95 2,663.95 2,663.95 2,663.95 2,663.95 7. Uap air 5,174,485.30 5,174,485.30 5,174,485.30 5,174,485.30 5,174,485.30 8. Listrik 144,396.50 144,396.50 144,396.50 144,396.50 144,396.50

III BIAYA PEMASARAN 7,574,828.80 7,574,828.80 7,574,828.80 7,574,828.80 7,574,828.80 IV BIAYA BUNGA BANK 564,745.16 282,372.58 0.00 0.00 0.00 V BIAYA ASURANSI 360,613.44 360,825.44 360,825.44 364,136.28 364,136.28 VI BIAYA PEMELIHARAAN 360,613.44 360,825.44 360,825.44 364,136.28 364,136.28 VII PENYUSUTAN 2,979,399.38 2,980,989.38 2,980,989.38 3,008,014.81 3,008,014.81

JUMLAH TOTAL (I S/D VII) 62,178,848.91 61,898,490.33 61,616,117.75 61,649,764.86 61,649,764.86 IX BIAYA PRODUKSI PER TON BIODIESEL 621.79 618.98 616.16 616.50 616.50 MARGIN KEUNTUNGAN (15%) 93.27 92.85 92.42 92.47 92.47 X HARGA DI TINGKAT KONSUMEN (Dolar AS/ton) 715.06 711.83 708.59 708.97 708.97 XI BIAYA PRODUKSI PER LITER BIODIESEL 0.53 0.53 0.53 0.53 0.53 XII BIAYA PRODUKSI SEBELUM SUBSIDI(Rp/Liter) 4,812.64 4,790.94 4,769.09 4,771.69 4,771.69 XIII MARGIN KEUNTUNGAN (15%) 721.90 718.64 715.36 715.75 715.75 XIV HARGA DI TINGKAT KONSUMEN (Rp/liter) 5,534.54 5,509.58 5,484.45 5,487.45 5,487.45 SETELAH ADANYA KEBIJAKAN SUBSIDI EMISI :

I SUBSIDI EMISI 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 II BIAYA PRODUKSI SETELAH SUBSIDI 62,178,848.91 61,898,490.33 61,616,117.75 61,649,764.86 61,649,764.86 III BIAYA PRODUKSI PER TON BIODIESEL SETELAH SUBSIDI 621.79 618.98 616.16 616.50 616.50 IV BIAYA PRODUKSI PER LITER BIODIESEL SETELAH SUBSIDI 0.53 0.53 0.53 0.53 0.53 V BIAYA PRODUKSI SETELAH SUBSIDI(Rp/Liter) 4,812.64 4,790.94 4,769.09 4,771.69 4,771.69 VI MARGIN KEUNTUNGAN (15%) 721.90 718.64 715.36 715.75 715.75

VIII HARGA DI TINGKAT KONSUMEN (Rp/Liter) 5,534.54 5,509.58 5,484.45 5,487.45 5,487.45

Page 190: S3-DISERTASI KPTSAN

176

Lampiran 4. Lanjutan

No. Uraian 2015 2016 2017 2018 2019 I BIAYA ADMINISTRASI DAN UMUM 142,020.00 142,020.00 142,020.00 142,020.00 142,020.00 II BIAYA PRODUKSI BIODIESEL 50,196,628.69 50,196,628.69 50,196,628.69 50,196,628.69 50,196,628.69

1. Bahan Baku Utama 37,800,000.00 37,800,000.00 37,800,000.00 37,800,000.00 37,800,000.00 2. Metanol 3,033,333.33 3,033,333.33 3,033,333.33 3,033,333.33 3,033,333.33 3. KOH 3,640,000.00 3,640,000.00 3,640,000.00 3,640,000.00 3,640,000.00

4. Bahan Bakar 400,000.00 400,000.00 400,000.00 400,000.00 400,000.00 5. H3PO4 1,749.60 1,749.60 1,749.60 1,749.60 1,749.60

6. Air 2,663.95 2,663.95 2,663.95 2,663.95 2,663.95 7. Uap air 5,174,485.30 5,174,485.30 5,174,485.30 5,174,485.30 5,174,485.30 8. Listrik 144,396.50 144,396.50 144,396.50 144,396.50 144,396.50

III BIAYA PEMASARAN 7,574,828.80 7,574,828.80 7,574,828.80 7,574,828.80 7,574,828.80 IV BIAYA BUNGA BANK 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 V BIAYA ASURANSI 662,605.58 662,605.58 662,817.58 664,311.26 664,311.26 VI BIAYA PEMELIHARAAN 662,605.58 662,605.58 662,817.58 664,311.26 664,311.26 VII PENYUSUTAN 4,363,425.16 4,363,425.16 4,365,015.16 4,381,819.06 4,381,819.06

JUMLAH TOTAL (I S/D VII) 63,602,113.81 63,602,113.81 63,604,127.81 63,623,919.07 63,623,919.07 IX BIAYA PRODUKSI PER TON BIODIESEL 636.02 636.02 636.04 636.24 636.24 MARGIN KEUNTUNGAN (15%) 95.40 95.40 95.41 95.44 95.44 X HARGA DI TINGKAT KONSUMEN (Dolar AS/ton) 731.42 731.42 731.45 731.68 731.68 XI BIAYA PRODUKSI PER LITER BIODIESEL 0.55 0.55 0.55 0.55 0.55 XII BIAYA PRODUKSI SEBELUM SUBSIDI(Rp/Liter) 4,922.80 4,922.80 4,922.96 4,924.49 4,924.49 XIII MARGIN KEUNTUNGAN (15%) 738.42 738.42 738.44 738.67 738.67 XIV HARGA DI TINGKAT KONSUMEN (Rp/liter) 5,661.22 5,661.22 5,661.40 5,663.17 5,663.17 SETELAH ADANYA KEBIJAKAN SUBSIDI EMISI :

I SUBSIDI EMISI 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 II BIAYA PRODUKSI SETELAH SUBSIDI 63,602,113.81 63,602,113.81 63,604,127.81 63,623,919.07 63,623,919.07 III BIAYA PRODUKSI PER TON BIODIESEL SETELAH SUBSIDI 636.02 636.02 636.04 636.24 636.24 IV BIAYA PRODUKSI PER LITER BIODIESEL SETELAH SUBSIDI 0.55 0.55 0.55 0.55 0.55 V BIAYA PRODUKSI SETELAH SUBSIDI(Rp/Liter) 4,922.80 4,922.80 4,922.96 4,924.49 4,924.49 VI MARGIN KEUNTUNGAN (15%) 738.42 738.42 738.44 738.67 738.67

VIII HARGA DI TINGKAT KONSUMEN (Rp/Liter) 5,661.22 5,661.22 5,661.40 5,663.17 5,663.17 Sumber: Hasil analisis, 2004.

Page 191: S3-DISERTASI KPTSAN

177

Lampiran 4 Lanjutan.

Ringkasan struktur biaya pengolahan biodisel kelapa sawit dengan kapasitas 100.000 ton/tahun

NO. U R A I A N RATA-RATAI BIAYA ADMINISTRASI DAN UMUM 0,23%II BIAYA PRODUKSI BIODISEL 79,93%

1. Bahan Baku Utama 60,07% 2. Metanol 4,98% 3. KOH 5,78%

4. Bahan Bakar 0,64% 5. H3PO4 0,00%

6. Air 0,00% 7. Uap air 8,22% 8. Listrik 0,23%

III BIAYA PEMASARAN 12,03%IV BIAYA BUNGA BANK 0,84%V ASURANSI 0,74%VI PEMELIHARAAN 0,74%VII PENYUSUTAN 5,49%

JUMLAH TOTAL (I S/D VII) 100,00% Sumber : Hasil Analisis, 2004.

Page 192: S3-DISERTASI KPTSAN

178

Lampiran 5. Diagram alir unit proses persiapan umpan

Page 193: S3-DISERTASI KPTSAN

179

Lampiran 6. Diagram alir unit proses transesterifikasi

Page 194: S3-DISERTASI KPTSAN

180

Lampiran 7. Diagram alir unit proses separasi

Page 195: S3-DISERTASI KPTSAN

181

Lampiran 8. Diagram alir unit proses purifikasi

Page 196: S3-DISERTASI KPTSAN
Page 197: S3-DISERTASI KPTSAN
Page 198: S3-DISERTASI KPTSAN
Page 199: S3-DISERTASI KPTSAN