s_0251_057041_chapter2(1)

download s_0251_057041_chapter2(1)

If you can't read please download the document

description

jurnal pemasaran vol 1 niat beli ulang

Transcript of s_0251_057041_chapter2(1)

  • 13

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

    2.1 Kajian Pustaka

    2.1.1. Bauran Penjualan Eceran (Retailing Mix)

    Usaha eceran membutuhkan strategi-strategi yang terpadu agar di dalam

    mengambil suatu keputusan tidak menyebabkan kerugian bagi perusahaan.

    Beberapa pakar ekonomi menyebut strategi ritel dengan istilah retailing mix

    (bauran penjualan eceran) yang pada dasarnya bauran penjualan eceran ini

    mempunyai ciri-ciri yang sama dengan bauran pemasaran (marketing mix).

    Bauran penjualan eceran terdiri dari unsur-unsur strategis yang digunakan

    untuk mendorong pembeli melakukan transaksi usahanya dengan pendagang

    eceran tertentu. Penjabaran unsur-unsur dari bauran penjualan eceran dari masing-

    masing pakar berbeda satu sama lain, tetapi jika dikaji lebih jauh akan tampak

    kesamaan konsep dan tujuannya. Penjabaran unsur-unsur bauran penjualan eceran

    tersebut dapat diihat berdasarkan tabel di bawah ini:

    TABEL 2.1 DEFINISI BAURAN PENJUALAN ECERAN (RETAILING MIX)

    NO AHLI DEFENISI

    1 Dunne, Lusch dan Grifith (dalam Bob Foster 2008:51)

    Kombinasi dari merchandising, harga, periklanan dan promosi, pelayanan konsumen dan penjualan, serta suasana toko dan desain toko yang digunakan untuk memuaskan konsumen.

    2 Masson, Mayer, F. Ezeel (dalam Bob Foster 2008:51)

    Semua variabel yang dapat digunakan sebagai strategi pemasaran untuk berkompetesi pada pasar yang dipilih. Dalam variabel penjualan eceran termasuk produk, harga, pajangan, promosi, penjualan secara pribadi, dan pelayanan kepada konsumen (customer service)

    3 Kotler dan Amstrong (2008:442)

    Keputusan pemasaran pedagang eceran terdiri dari keputusan pasar sasaran, keputusan ragam produk dan perolehan, keputusan pelayanan dan suasana toko, keputusan harga, keputusan promosi dan keputusan tempat.

  • 14

    NO AHLI DEFENISI

    4 Berman dan Evans (dalam Bob Foster 2008:51)

    Untuk bentuk toko yang berdasarkan stote based retail terdapat strategi bauran penjualan eceran yang terdiri dari lokasi department store (store location), prosedur pembelian/pelayanan (operating procedures), produk/barang yang ditawarkan (goods offered), harga barang (pricing tactics), suasana department store (store atmosphere), karyawan (customer service), dan metode promosi (promotional methods).

    Sumber: Berdasarkan Berbagai Referensi Buku

    Berdasarkan definisi tersebut dapat diketahui bahwa bauran penjualan

    eceran dapat diartikan meliputi beberapa variabel utama yaitu merchandising

    (pengelolaan barang dagangan), store location (lokasi toko), prosedur pembelian,

    pricing tactics, store atmosphere (suasana toko), karyawan, dan promosi.

    Penjelasan mengenai bauran pemasaran ritel di atas adalah sebagai berikut:

    1. Lokasi

    Lokasi ritel sangat mempengaruhi tingkat profitabilitas dan keberhasilan usaha

    dalam jangka panjang. Selain itu lokasi juga akan mempengaruhi jumlah

    konsumen untuk datang ke lokasi yang strategis.

    2. Operation procedures atau pelayanan

    Pelayanan yang berkualitas tinggi dapat mempengaruhi program relationship

    retailing yang didalamnya termasuk desain untuk menarik, memelihara, dan

    meningkatkan custumer relationship.

    3. Merchandising merupakan perencanaan dan pengendalian dalam pembelian

    dan penjualan barang dan jasa untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan

    pengecer.

  • 15

    4. Pricing Tactics atau harga merupakan faktor utama penentuan posisi dan

    harus diputuskan sesuai dengan pasar sasaran, bauran ragam produk, dan

    pelayanan, serta persaingan.

    5. Atmosphere dalam Gerai

    Store Atmosphere diciptakan untuk melayani target market untuk menyentuh

    emosi konsumen dan memberi pengalaman berbelanja yang berujung pada

    tercapainya sasaran jangka pendek atau penjualan dan sasaran jangka panjang

    berupa citra positif dan rekomendasi

    6. Karyawan toko

    Bisnis ritel bukan hanya sekedar bisnis penjualan barang dagangan tetapi di

    dalamnya melibatkan unsur jasa. Ujung tombak usaha jasa adalah orang atau

    dalam suatu bisnis ritel biasanya disebut sebagai pramuniaga atau karyawan.

    7. Metode promosi

    Komunikasi dengan konsumen adalah penting untuk merangsang, mendorong

    penjualan produk, dan mempertahankan image toko.

    2.1.2. Konsep Pengelolaan Barang Dagangan

    Kunci untuk membuat angka penjualan dalam bisnis ritel terus

    mengalami peningkatan adalah menjual atau menyediakan barang dengan mutu

    yang baik. Tujuan utama ritel pada umumnya adalah menjual barang dagangan

    dan memberikan pelayanan terbaik mereka. Oleh karena itu, menentukan barang

    apa yang harus ditawarkan pada pelanggan dan berapa banyak jumlahnya

    merupakan tugas utama dari peritel. Ketersedian barang dagangan tersebut dikenal

    dengan istilah merchandising atau pengelolaan barang dagangan. Tabel 2.2

  • 16

    menyajikan berbagai defenisi mengenai pengelolaan barang dagangan sebagai

    berikut :

    TABEL 2.2 DEFINISI PENGELOLAAN BARANG DAGANGAN

    NO AHLI DEFINISI 1 William J. Stanton dan

    Y. Lamarto (1996;8) Perencanaan dalam perusahaan untuk menghasilkan jasa atau produk yang tepat, dalam harga yang pantas dan dengan warna dan ukuran yang sesuai.

    2 Michael Levy dan Barton A. Witz (2001:348)

    Merchandising is the process by a wich retailer atteps to offer the right quantity of the right merchandise, in the right place, at the right time, while meeting the companys financial goal. Artinya pengelolaan barang dagangan adalah proses yang dilakukan oleh retailer dalam menawarkan barang dalam jumlah yang tepat, pada lokasi yang tepat, pada waktu yang tepat untuk mencapai tujuan keuangan perusahaan.

    3 Dunne, Lusch dan Griffith (dalam Bob Foster 2008:54)

    Grup produk yang sangat berhubungan satu sama lain yang ditujukan untuk kegunaan akhir yang dijual kepada grup konsumen yang sama atau dengan kisaran agar yang hampir sama

    4 Berman dan Evans (dalam Bob Foster 2008:54)

    Merchandising consists of the activities involved in acquiring particular goods anad or services and making them available at the places, times, and prices and in the quantity that enable a retailer to reach its goals

    5 Buchari Alma (2004:13) Merchandising adalah kebijakan kaum produsen untuk mendekatkan hasil produksinya kepada selera konsumen

    6 Hendri Maruf (2006:135)

    Kegiatan pengadaan barang-barang yang sesuai dengan bisnis yang dijalani toko (produk berbasis makanan, pakaian, barang kebutuhan rumah, produk umum, dan lain-lain, atau kombinasi) untuk disediakan dalam toko pada jumlah, waktu dan harga yang sesuai untuk mencapai sasaran toko atau perusahaan ritel.

    7 Bob Foster (2008:54) Perencanaan dan pengendalian dalam pembelian dan penjualan barang dan jasa untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan pengecer

    Sumber: Berdasarkan Berbagai Referensi Buku

    Berdasarkan definisi di atas jelas bahwa kegiatan penyediaan barang

    dagangan oleh peritel disediakan untuk konsumen akhir untuk disediakan dalam

    toko pada jumlah, waktu dan harga yang sesuai untuk mencapai sasaran toko atau

    perusahaan ritel.

    2.1.2.1. Karakteristik Barang Dagangan Ritel

    Pengelolaan barang dagangan merupakan salah satu bidang yang

    berperan dalam menentukan keunggulan bersaing dari peritel. Merchandising

  • 17

    berasal dari kata merchandise yang artinya barang yang diperdagangkan. Citra

    toko atau ritel dapat dibangun berdasarkan karakteristik barang dagangan yang di

    pajang atau ditawarkan untuk dibeli pelanggan. Peritel harus memutuskan

    karakteristik barang dagangan yang dipilih untuk ditawarkan pada pelanggan.

    Menurut Christina Whidya Utami (2008:93) karakteristik barang dagangan dapat

    dijelaskan sebagai berikut:

    1. Convenience goods (produk kemudahan)

    Jenis yang relatif murah dan menggunakan sedikit upaya untuk berbelanja

    sehingga konsumen tidak perlu bersusah payah berbelanja. Jenis produk yang

    termasuk dalam kategori convenience goods antara lain seperti permen,

    minuman ringan, sisir, aspirin, perangkat keras yang kecil, cuci kering, dan

    pencuci mobil.

    2. Shopping goods (produk belanja) yaitu barang dagangan yang membutuhkan

    proses evaluasi lebih dibandingkan saat membeli consumer goods seperti

    pakaian.

    3. Impulse goods yaitu pembelian barang dagangan yang biasanya tanpa rencana

    misalnya hard, soft, basic, fashion, permen, koran, majalah yang ditempatkan

    di depan kasir supermarket, dan lainnya.

    2.1.2.2. HIERARKI MERCHANDISING

    Peritel biasanya akan menetapkan hirarki barang dagangan dalam

    mempermudah mengelompokkan barang dagangan. Hirarki barang dagangan

    adalah urutan kelompok barang dagangan yang disusun untuk memudahkan

  • peritel mengelola barang dagangan.

    sebagai upaya memudahkan pengidentifikasian dan pendataan barang dagangan.

    Sistematika hirarki barang dagangan dimulai dari hirarki yang paling tinggi adalah

    perusahaan, divisi, kategori, subkategori, segmen, sub segmen

    keeping unit). Untuk tujuan mempermudah memahami pengertian hirarki

    manajemen barang dagangan dalam

    Sumber : Christina Whidya Utami (2008:77)

    Hierarki barang dagangan dapat disusun ke dalam bentuk piramida,

    pada bagian teratas adalah

    Keberadaan item pada bagian paling dasar menunjukkan bahwa variasi dan

    jumlah item barang dagangan merupakan yang paling besar di antara hierarki

    barang dagangan yang lain.

    Christina Whidya Utami (2008

    selanjutnya:

    peritel mengelola barang dagangan. Hirarki barang dagangan juga digunakan

    sebagai upaya memudahkan pengidentifikasian dan pendataan barang dagangan.

    hirarki barang dagangan dimulai dari hirarki yang paling tinggi adalah

    perusahaan, divisi, kategori, subkategori, segmen, sub segmen item

    ). Untuk tujuan mempermudah memahami pengertian hirarki

    manajemen barang dagangan dalam Gambar 2.1 berikut ini:

    Sumber : Christina Whidya Utami (2008:77)

    GAMBAR 2.1 MERCHANDISE HIERARCHY

    ierarki barang dagangan dapat disusun ke dalam bentuk piramida,

    pada bagian teratas adalah company sampai bagian paling bawah adalah item.

    Keberadaan item pada bagian paling dasar menunjukkan bahwa variasi dan

    jumlah item barang dagangan merupakan yang paling besar di antara hierarki

    yang lain. Contoh hirarki pengelolaan barang dagangan

    tami (2008:50) dapat dilihat pada Tabel 2.3

    Company

    Divison

    category

    Sub-category

    Segment

    Sub-Segment

    item/SKU

    18

    Hirarki barang dagangan juga digunakan

    sebagai upaya memudahkan pengidentifikasian dan pendataan barang dagangan.

    hirarki barang dagangan dimulai dari hirarki yang paling tinggi adalah

    item (SKU/stock

    ). Untuk tujuan mempermudah memahami pengertian hirarki

    ierarki barang dagangan dapat disusun ke dalam bentuk piramida,

    sampai bagian paling bawah adalah item.

    Keberadaan item pada bagian paling dasar menunjukkan bahwa variasi dan

    jumlah item barang dagangan merupakan yang paling besar di antara hierarki

    barang dagangan menurut

    dapat dilihat pada Tabel 2.3 pada halaman

  • 19

    TABEL2.3 CONTOH MERCHANDISE HIERARCHY

    1 COMPANY Hypermarket/Supermarket/Minimarket 2 Division Hardgoods Non-Food Food Perishable 3 Category Household Body care Cooking Needs Produce 4 Sub-Category Peralatan dapur Skin Care Noodle & pasta Fruit 5 Segment Tempat minum Face Care Instant Noodle Import fruit 6 Sub-Segment Termos air Cleanser Softpack Citrus fruit

    Sumber : Chiristina Whidya Utami (2008:50)

    Secara nyata tidak mungkin membiarkan proses pembelian tanpa

    mengelompokkan item barang dagangan ke dalam kategori-kategori. Secara

    sederhana kategori dapat dipahami sebagai kelompok barang yang dalam persepsi

    konsumen saling berhubungan dan atau pemakaiannya dapat saling mensubstitusi.

    Secara umum kategori merupakan keragaman item yang dilihat pelanggan.

    Manajemen kategori adalah proses mengatur bisnis ritel dengan tujuan

    memaksimalkan penjualan dan keuntungan dari kategori. Masing-masing kategori

    pengelolaan barang dagangan di toko dapat memerankan berbagai peran sebagai

    berikut:

    TABEL 2.4 PERAN MANAJEMEN KATEGORI

    No Peran manajemen kategori Perilaku konsumen 1 DESTINATION

    Menentukan di mana dan kapan seseorang berbelanja

    Dibeli secara berkala Selektif sangat memperhtikan harga Loyalitas cukup signifikan

    2 ROUTLINE Pada saat berbelanja pada tempat tujuan berbelanja, sekalian mengisi troll

    Dibeli secara rutin Sangat memperhatikan value Loyalitas di atas rata-rata

    3 Occasional Dibeli hanya pada saat dibutuhkan

    Dibeli berdasarkan hanya bila diperlukan Sangat dipengaruhi kenyamanan

    4 FILL-IN Impulse/tidak dijadikan alasan untuk pergi berbelanja

    Loyalitas rendah Impulse sangat dipengaruhi kenyamanan

    Sumber: Christina Whidya Utami (2008: 78)

    Konsumen berperilaku secara berbeda dalam merespon keberadaan

    kategori tersebut. Dengan demikian, toko harus pandai dan kreatif dalam

  • 20

    menetapkan kategori pengelolaan barang dagangan yang dapat memainkan peran

    tersebut. Ritel dituntut untuk dapat mengelola dan mengatur barang dagangan

    yang akan ditawarkan kepada konsumen. Langkah pengaturan arah pengelolaan

    barang dagangan dalam ritel menurut Levi dan Weitz yang dikutip dalam

    Christina Whidya Utami (2008:91) adalah sebagai berikut:

    Sumber : Levy dan Weltz yang dikutip oleh Christina Whidya Utami (2008:91)

    GAMBAR 2.2 PROSES MERCHANDISING CYCLE

    Proses merchandise cycle dalam langkah pengaturan arah merchandising terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut: 1. Melakukan analisis pasar dan segmentasi 2. Analisis pasar dilakukan dengan meneliti pasar, konsumen dan pesaing, perlu

    diperhatikan siapa yang harus melakukannya, di mana, kapan dan bagaimana melakukannya.

    3. Menentukan target pasar

    Retail Strategi

    Item Baru

    Assortment Planning

    Sales & Gross Marketing Analysis

    Sales & Gross Marketing

    Plan

    Sourching & Buying Plan

    Logistic Analisis Pasar

    Merchandising category

    Report Analysis Seasonal Plan

    Key Supplier Partnership

    Service Level Analysis Tipe Toko

    Margin Mix Store Survey & Feedback Promotion Plan Competitive

    Survey

    SKU by Store Privte Brand Development

    Planogram

    Product Knowledge Traing

    Store

  • 21

    4. Menetapkan tujuan dan memutuskan berdasarkan tren secara umum dalam pasar, kelompok pengelolaan barang dagangan mana yang patut mendapat perhatian lebih.

    5. Assortment plan adalah aktivitas untuk melakukan perencanaan terhadap merchandising category dan margin mix.

    6. Merchandising category adalah kelompok barang dalam persepsi konsumen saling berhubungan dan atau pemakaiannya dapat saling mendistribusi

    7. Margin mix adalah komposisi margin yang terbaik ditentukan berdasarkan peranan dari masing-masing kategori barang (category rule).

    8. Sales and general merchandising plan 9. Sourching and buying plan 10. Logistic 11. Penjualan dan general merchandising analysis 12. SKU (Stock Keeping Unit), SKU dalam toko mempunyai pemahaman bahwa

    pada setiap toko atau kelompok toko memiliki daftar item atau SKU yang berbeda sesuai dengan pasar sasarannya.

    13. Planogram adalah di setiap SKU toko ditetapkan alamat gondola atau rak dan shelving serta besarnya facing display. Planogram ditentukan berdasarkan alur kebiasaan belanja konsumen (consumen decision tree) sedangkan besarnya facing dipengaruhi oleh rencana ataupun hasil penjualan.

    14. Product Knowledge Training Store terkait dengan informasi produk baru yang dikirim ke toko beserta planogramnya yang selalu diperbaharui. Alasan-alasan untuk menjawab mengapa diperlukan item baru yang harus dijual dalam toko yaitu karena adanya permintaan pasar atau permintaan konsumen, adanya penawaran supplier, differentiation, margin yang lebih baik bagi toko, untuk meningkatkan produktivitas dari space (ruang pajang).

    2.1.2.3. Manajemen Pengelolaan Barang Dagangan

    Sebuah ritel akan mengalami kesuksesan finansial jika mereka

    merencanakan dengan baik penerapan finansial dari kegiatan barang dagangan

    mereka. Tujuan dari manajemen barang dagangan adalah mengidentifikasikan

    bahwa target konsumen benar-benar menginginkan barang tersebut dan mampu

    menjaga ketersediaan barang dagangan pada jumlah dan harga yang tepat serta

    waktu dan tempat konsumen menginginkannya. Manajemen pengelolaan barang

    dagangan meliputi tiga hal yaitu :

  • 22

    1. Perencanaan barang dagangan

    Perencanaan barang dagangan merupakan pencarian serangkaian bauran

    barang dagangan yang mencakup luas dan dalamnya lini produk guna memenuhi

    kepuasan target konsumen. Menurut Hendri Maruf (2006:141) hal-hal yang harus

    dipertimbangkan dalam merencanakan pengelolaan barang dagangan dapat dilihat

    pada Gambar 2.3 sebagai berikut:

    Sumber : Hendri Maruf (2006:141) GAMBAR 2.3

    KOMPONEN MANAJEMEN MERCHANDISING

    Secara ringkas penjelasan mengenai komponen-komponen manajemen

    pengelolaan barang dagangan sebagai berikut:

    a. Peramalan, jumlah barang yang hendak disediakan peritel dalam gerainya terkait dengan rencana penjualan dalam jangka setahun.

    b. Inovasi produk ritel harus diciptakan secara inovatif, faktor utama yang diperhatikan dalam melakukan inovasi adalah target market.

    c. Assortment, keanekaragaman tersebut terdiri atas dua hal antara lain wide (lebar)

    d. Merek, peritel dapat membuat merek sendiri yang disebut private label, yang jika berhasil dijalankan akan memperoleh keuntungan.

    e. Timing dan Alokasi Persediaan barang agar dapat disajikan dengan cepat setiap harinya di gerai harus disiapkan secara terencana.

    INOVASI

    ASSORTMENT

    TIMING & LOKASI MEREK

    PERAMALAN PERENCANAAN MERCHANDISING

  • 23

    2. Pembelian Barang Dagangan

    Pembelian barang dagangan meliputi pembuatan berbagai keputusan yang

    berkaitan dengan sentralisasi atau desentralisasi pembelian, sumber barang

    dagangan (supplier), dan negosiasi dengan pemasok. Pemilihan pemasok adalah

    suatu keputusan yang krusial, selain berhubungan dengan kredibilitas dan jaminan

    mutu barang, hal itu juga sangat terkait dengan efisiensi biaya, baik biaya

    pengiriman, biaya tunggu, maupun biaya penyimpanan. Semua akan berdampak

    pada semakin efisiennya operasi bisnis ritel yang dijalankan sehingga pihak

    peritel lebih fokus pada pelayanan pelanggannya.

    3. Pengawasan Barang Dagangan

    Pengawasan disini meliputi penjagaan terhadap tingkat ketersediaan barang

    dagangan dan menjaga persediaan dari kerusakan dan kehilangan akibat kelalaian

    pegawai, pencurian toko, atau sebab lain yang menyebabkan hilangnya

    pengelolaan barang dagangan.

    2.1.2.4. Komponen Pengelolaan Barang Dagangan

    Citra sebuah toko atau ritel dapat dibangun berdasarkan karakteristik

    barang dagangan yang dipajang atau ditawarkan untuk dibeli oleh pelanggan.

    Komponen dalam karakteristik pengelolaan barang dagangan menurut Christina

    Whidya Utami (2008:18) terdiri dari quality, price, dan assortment.

    2.1.2.4.1. Quality atau Kualitas

    Kualitas produk merupakan salah satu alat andalan pemasaran suatu

    perusahaan. Kualitas mempunyai pengaruh langsung terhadap kinerja produk dan

  • 24

    jasa, yang dapat mendekatkan pada nilai dan kepuasan. Menurut American society

    for quality control yang di kutip oleh Kotler & Amstrong (2008:226) bahwa

    kualitas adalah sifat dan karakteristik total dari sebuah produk atau jasa yang

    berhubungan dengan kemampuannya memuaskan kebutuhan pelanggan.

    Kotler dan Amstrong (2008:226), mendefinisikan kualitas sebagai berikut: Kualitas produk adalah kemampuan produk untuk melaksanakan fungsinya, termasuk didalamnya keawetan, keandalan, ketepatan, kemudahan dipergunakan dan diperbaiki serta atribut bernilai yang lain.

    Besterfield, et al (1999) yang dikutip dalam Bilson Simamora (2002:120)

    melihat kualitas dari performa dan harapan. Apabila performa dapat dapat

    memenuhi atau melampaui harapan, maka produk itu berkualitas. Konsumen saat

    ini memilih produk yang bermutu tinggi dengan penyesuaian harga yang relatif

    rendah. Christina Whidya Utami (2008:95) mengemukakan pendapat mengenai

    kesesuaian harga dengan kualitas sebagai berikut :

    Keputusan penetapan harga semakin penting karena pelanggan saat ini cenderung mencari nilai barang (value) ketika mereka membeli barang dagangan atau jasa, dimana nilai disini berarti hubungan antara apa yang diperoleh pelanggan (barang dan jasa) dan apa yang harus dia bayar untuk mendapatkan manfaat barang tersebut

    Tujuan utama ritel pada umumnya adalah menjual barang dagangan dan

    memberikan pelayanan terbaik mereka, oleh karena itu untuk dapat terus

    meningkatkan agak penjualan dalam bisnis ritel harus menjual atau menyediakan

    barang dengan mutu yang baik. Hal ini sesuai dengan pendapat yang

    dikemukakan oleh Christina Whidya Utami (2008:27):

    Kunci untuk merealisasikan angka penjulan agar terus mengalami peningkatan dalam bisnis ritel adalah menjual atau menyediakan barang dengan mutu atau kualitas yang baik dan variatif sehingga mampu menjawab kebutuhan pelanggan.

  • 25

    Fandy Tjiptono (2008:25) menyatakan bahwa dalam mengevaluasi suatu

    keputusan pembelian yang menitikberatkan pada kepuasan terhadap kualitas

    produk mengacu pada berbagai faktor antara lain:

    1. Performance (Kinerja) merupakan karakterisitik produk inti yang meliputi

    merek, atribut-atribut yang dapat diukur, dan aspek-aspek kinerja individu.

    2. Features (Keistimewaan tambahan) dapat berbentuk produk tambahan dari

    suatu produk inti yang dapat menambah nilai dari suatu produk.

    3. Conformance (Kesesuaian), ketepatan dalam menyesuaikan barang yang akan

    dijual dengan kebutuhan konsumen dapat menarik konsumen melakukan

    pembelian, hal ini seperti yang dikemukakan oleh Christina Whidya Utami

    (2006:154): Setiap department store harus dapat menyediakan barang tepat

    atau sesuai dengan waktu misalnya: penetapan penyediaan barang pada saat

    hari raya, barang atau produk yang dibutuhkan oleh konsumen.

    4. Reliability (Keandalan) berkaitan dengan timbulnya kemungkinan suatu

    produk mengalami keadaan tidak berfungsi (malfunction) pada suatu periode.

    5. Daya tahan berkaitan dengan berapa lama produk tersebut dapat terus

    digunakan (mencakup umur teknis dan umur ekonomis penggunaan produk)

    6. Serviceability (Kemampuan pelayanan) meliputi dengan kecepatan,

    kompetensi, kenyamanan serta penanganan keluhan yang memuaskan.

    7. Estetika, dilihat melalui panca indera manusia, seperti suatu produk yang

    terdengar oleh konsumen, bentuk fisik suatu produk yang menarik, model atau

    desain yang artistik, warna dan sebagainya.

  • 26

    8. Perceived quality (kualitas yang dipersepsikan), citra dan reputasi produk

    serta tanggung jawab perusahaan terhadap produk.

    2.1.2.4.2. Price

    Dalam arti yang sempit, harga adalah jumlah uang yang dibebankan atas

    suatu produk atau jasa. Dalam arti luas, harga adalah jumlah dari seluruh nilai

    yang ditukar konsumen atas manfaat memiliki dan menggunakan produk atau jasa

    tersebut. Kotler (2008:82):mengemukakan penjelasan mengenai harga berikut ini:

    Kebijaksanaan penetapan harga yang dilakukan oleh pengecer merupakan factor positioning yang penting, dan harus ditetapkan dengan mempertimbangkan target pasar dan jasa yang ditawarkan dan persaingan dengan pengecer lain. Semua pengecer senantiasa berkeinginan menetapkan harga yang tinggi dengan volume yang tinggi pula.

    Penetapan harga dan persaingan harga adalah masalah utama yang

    dihadapi dalam semua lingkungan bisnis terutama bisnis ritel. Menurut Christina

    Whidya Utami (2008:95) : Keputusan penetapan harga semakin penting karena

    pelanggan saat ini cenderung mencari nilai barang (value) ketika mereka membeli

    barang dagangan atau jasa.

    a. Pendekatan dalam penetapan harga

    Setelah strategi penetapan harga, yang perlu ditetapkan oleh ritel adalah

    harga untuk setiap item dengan memperhatikan harga jual impas, permintaan dan

    persaingan. Harga pada retailer store bervariasi, ada ritel yang memasang harga

    mati dan ada pula yang menetapkan harga fleksibel atau dapat ditawar untuk

    barang-barang yang dibutuhkan konsumen rumah tangga. Dalam pasar ritel

  • 27

    sekarang, terdapat dua strategi penetapan harga yang berlainan menurut Christina

    Whidya Utami (2008:98) yaitu sebagai berikut:

    1. Penetapan harga rendah setiap hari (EDLP; everyday low pricing) yang

    menekankan kontinuitas harga ritel pada level antara harga non obral regular

    dan harga obral diskon besar pesaing ritel (tak selalu berarti termurah).

    2. High atau low pricing (HLP), ritel menawarkan harga yang kadang di atas

    EDLP pesaing dengan memakai iklan untuk mempromosikan obral dalam

    frekuensi yang cukup tinggi.

    Barang dagangan yang tergolong kelas rata-rata dan dijual di lokasi biasa

    akan dijual dengan harga yang umum. Sementara itu produk eksklusif yang unik

    biasanya dijual di lokasi strategis dengan sedikit pesaing, biasanya akan dijual

    dengan harga yang relatif tinggi. Sebaliknya produk yang sangat popular dan

    banyak dibuat orang sehingga tersebar hingga ke pelosok akan dijual dengan

    harga yang lebih rendah daripada harga pasar atau harga umum. Hal ini sesuai

    dengan pendapat yang dikemukakan oleh Menurut Hendri Maruf (2006:157):

    Harga rendah sering dijadikan sebagai strategi yang amat efektif menarik pembeli karena harga rendah berarti penghematan sehingga muncullah strategi harga bersaing atau pricing below the market yaitu harga jual eceran yang lebih rendah, baik sedikit atau banyak, dibandingkan harga jual eceran dari rata-rata pesaing.

    b. Komponen Pendukung Reputasi Harga

    Penetapan harga mempengaruhi reputasi sebuah ritel. Terdapat 5 aktivitas

    yang dapat mendukung dibangunnya reputasi harga bagi sebuah ritel menurut

    Christina Whidya Utami (2008:105) antara lain :

  • 28

    a. Mengubah harga pada rak pajang setiap hari (everyday shelf price), reputasi

    harga yang baik akan terbangun jika ritel sangat memperhatikan perubahan

    harga untuk setiap item yang dijual dalam rak.

    b. Komunikasi harga, ritel harus menghargai komunikasi dengan pelanggan

    tentang informasi harga yang ditetapkan untuk setiap item barang dagangan.

    c. Harga promosi, secara konsisten ritel harus melakukan promosi harga untuk

    item barang dagangan tertentu. Kegiatan ini dipandang sebagai cara efektif

    untuk menarik minat pelanggan agar berkunjung.

    d. Harga per unit, ritel harus mengkomunikasikan harga per unit barang

    dagangan pada pelanggan.

    e. Pemahaman pelanggan terhadap nilai item harga (know-value item price), nilai

    item barang akan terbentuk sejalan dengan pertimbangan pelanggan terhadap

    manfaat yang didapatkan dari item produk.

    c. Strategi untuk meningkatkan penjualan

    Ketika peritel melayani pasar sasaran yang sangat sensitif terhadap harga

    maka harga dapat digunakan untuk meningkatkan penjualan ritel. Oleh karena itu,

    bagi peritel perlu untuk membangun reputasi harga yang baik di mata

    pelanggannya. Penyampaian informasi mengenai harga perlu secara konsisten dan

    tepat diberikan kepada konsumen agar memudahkan konsumen untuk

    mendapatkan informasi terhadap barang yang akan dibelinya. Hal ini sesuai

    dengan pendapat yang dikemukakan menurut Christina Whidya Utami

    (2008:105):

  • 29

    Ritel harus menghargai komunikasi pada pelanggan tentang informasi harga yang ditetapkan ritel untuk setiap item barang dagangan. Hal ini akan efeketif dijalankan apabila dilakukan kontrol terhadap konsistensi antara harga yang dikomunikasikan dan harga nyata yang harus konsumen bayar.

    Kemampuan ritel dalam menetapkan strategi harga membutuhkan

    kemampuan ritel untuk melihat peluang dalam melakukan dan menetapkan

    diskriminasi harga. Berikut ini merupakan beberapa strategi penetapan harga yang

    dapat dilakukan untuk meningkatkan penjualan dengan diskriminasi harga

    menurut Christina Whidya Utami (2008:107) adalah sebagai berikut:

    a. Markdown adalah diskriminasi harga tingkat kedua karena melalui markdown

    sebenarnya ritel telah membebankan harga berbeda kepada konsumen yang

    berbeda atas dasar sifat penawaran.

    b. Kupon adalah diskon harga item tertentu ketika dibeli di suatu toko

    c. Rabat merupakan bagian dari harga pembelian yang dikembalikan kepada

    pembeli dimana rabat membebani ritel dengan biaya penanganan.

    d. Price Bundling adalah penawaran dua atau lebih produk yang berbeda untuk

    penjualan atau obral pada satu harga.

    e. Multiple unit pricing, sama dengan price bundling tetapi produknya sama

    bukan berbeda.

    f. Variable pricing atau zona penetapan harga yaitu pembebanan harga yang

    berbeda dalam toko, pasar atau zona yang berbeda untuk menghadapi situasi

    persaingan yang berbeda.

    Ketika peritel melayani pasar sasaran yang sangat sensitif terhadap harga

    maka harga dapat digunakan untuk merangsang penjualan ritel. Terdapat tiga

  • 30

    strategi untuk meningkatkan penjualan tanpa menggunakan diskriminasi harga

    menurut Christina Whidya Utami (2008:108) yaitu sebagai berikut:

    a. Leader Pricing, ritel menetapkan harga lebih rendah daripada normalnya

    untuk item tertentu, hal ini dilakukan untuk meningkatkan arus lalu lintas

    pelanggan atau untuk meningkatkan penjualan produk pelengkap atau

    komplementer.

    b. Pricing lining (harga bertingkat), ritel menawarkan sejumlah poin harga

    terbatas yang ditentukan sebelumnya dalam suatu klasifikasi. Manfaatnya bagi

    pelanggan dan ritel adalah menyingkirkan kebingungan yang muncul dari

    pilihan harga ganda.

    c. Penetapan harga ganjil (odd pricing), pemakaian suatu harga yang berakhir

    dalam jumlah atau bilangan ganjil. Untuk produk yang sensitif harga, banyak

    ritel yang membulatkan ke bawah untuk menciptakan citra harga positif.

    2.1.2.4.3. Assortment (Keragaman Produk)

    Tujuan utama ritel umumnya adalah menjual barang dagangan dan

    memberikan pelayanan terbaik mereka. Oleh karena itu, menentukan barang apa

    yang harus ditawarkan pada pelanggan dan berapa banyak jumlahnya merupakan

    tugas utama dari semua ritel. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan

    oleh Christina Whidya Utami (2008:27):

    Kunci untuk merealisasikan angka penjualan agar terus mengalami peningkatan dalam bisnis ritel adalah menjual atau menyediakan barang dengan mutu atau kualitas yang baik dan variatif sehingga mampu menjawab kebutuhan pelanggan.

  • 31

    Christina Whidya Utami (2008:89) mendefiniskan assortment sebagai

    sejumah SKU dalam kategori breadth yang baik dan dept yang juga dapat

    digunakan saling bergantian, hal yang serupa juga dikemukakan menurut Hendri

    Maruf (2006:144) yaitu assortment menunjuk pada keanekaragaman kategori

    produk yang terdiri dari wide dan deep. Assortment peritel harus sesuai dengan

    harapan belanja pasar sasarannya. Itulah yang sebenarnya menjadi kunci

    keberhasilan bisnis ritel dalam memenangkan persaingan perusahaan sejenisnya.

    Menurut Christina Whidya Utami (2006:155):

    Semakin tinggi pengelolaan barang dagangan, semakin besar jumlah stok cadangan. Memilih cadangan yang tepat adalah kunci sukses dari proses perencanaan keberagaman, karena jika barang terlalu rendah maka ritel akan kehilangan penjualan dan pelanggan.

    Keragaman produk juga bisa dilihat dari kualitas barang yang ditawarkan,

    sehingga konsumen tertarik dengan ragam kualitas produk dan rentang produk

    yang diperdagangkan. Hal ini sesuai dengan penjelasan menurut Hendri Maruf

    (2006:138): Keinginan konsumen atas keragaman barang membuat peritel harus

    menyediakan merchandise yang banyak jenisnya dan banyak pilihan atas masing-

    masing jenis. Menurut Christina Whidya Utami (2006:150): Proses perencanaan

    keberagaman semua ritel menghadapi masalah mengenai strategi yang paling

    dasar untuk memperoleh keuntungan yang bersaing dan dapat menopang

    keseluruhan rencana kerja ritel tersebut.

    a. Dimensi Keragaman Produk

    Menurut Christina Whidya Utami (2008:18), hal penting dari

    keragaman produk yang perlu dipertimbangkan adalah:

  • 32

    1. Ketersediaan produk baru, persentase permintaan untuk beberpa SKU yang

    memuaskan. Menurut Christina Whidya Utami (2008:146) ketersediaan

    produk baru berkaitan dengan saran penjualan yaitu:

    Terdapat beberapa barang yang dianjurkan dapat dijadikan sebagai saran penjualan, dimana saran penjualan dapat dijadikan sebagai alat efektif dalam beberapa tahap proses pembelian yang biasanya digunakan untuk membangun prefensi pembeli, keyakinan dan aksi. Barang tersebut seperti produk-produk baru, konsumen sering kali menerima sesuatu yang berbeda, jadi sangat tepat untuk membeli produk baru yang disarankan di pasaran.

    2. Merek yang bervariasi, kategori barang dagangan yang beranekeragam dari

    beberapa merek yang dijual oleh pengecer. Tersedianya berbagai macam

    merek dapat memenuhi dan memuaskan segala kebutuhan dan keinginan

    pelanggan. Menurut Sopiah dan Syihabudin (2008:143):Peritel dapat

    menawarkan berbagai merek yang akan memperoileh keuntungan-keuntungan

    diantaranya peningkatan citra toko dan keunggulan dalam omset penjualan.

    3. Berbagai desain produk dan warna, selain pengecer menyelenggarakan barang

    dagangan dengan berbagai merek yang bervariasi, untuk dapat membuat

    konsumen lebih tertarik hingga memutuskan untuk membeli maka pengecer

    harus menyediakan berbagai macam desain dari produk ataupun warna dari

    suatu produk yang bervariasi.

    4. Berbagai variasi produk, berbagai merek dengan berbagai desain produk juga

    warna dari suatu produk merupakan keanekaragaman dari suatu produk.

    Menurut Christina Whidya Utami (2006:155):Kesesuaian jumlah barang

    yang meliputi banyaknya variasi produk yang dijual dan banyaknya item

    pilihan dalam masing-masing kategori produk. Menurut Hendri Maruf

  • 33

    (2006:137), gerai minimarket biasanya mempunyai komposisi merchandising

    seperti berikut:

    a. Produk makanan dan minuman (60%) b. Produk nonfoods (seperti sabun) (20%) c. Perishable (seperti buah-buahan yang cepat busuk) (10%) d. Umum (seperti baterai) (10%)

    5. Ketersediaan berbagai merek dan produk untuk dipilih, penyediaan berbagai

    merek dan produk untuk dipilih disini adalah ketersediaan akan barang

    dagangan dengan berbagai merek dan produk yang bervariasi bagi konsumen.

    Menurut Christina Whidya Utami (2008:83):

    Pilihan produk atau barang dagangan baru yang akan dipajang dalam rak-rak penjualan akan sangat bergantung pada evaluasi terhadap kebutuhan konsumen akan produk yang ingin dibeli pada ritel tersebut maka peritel dituntut untuk menyiapkan barang dagangan dengan variasi produk dalam ruang pajangnya.

    b. Klasifikasi Keragaman Produk

    Keanekaragaman kategori dalam keragaman produk mempunyai beberapa

    klasifikasi berdasarkan jenisnya menurut Hendri Maruf (2006:144) adalah :

    1. Wide yaitu banyaknya variasi kategori produk yang dijual yang meliputi

    banyak ragam kategori dan sempit yaitu sedikit ragam kategori produk.

    2. Deep (dalam) yaitu banyak item pilihan dalam masing-masing kategori produk

    yang meliputi banyaknya pilihan (warna, ukuran, bahan, dan lain-lain) dalam

    setiap kategori produk dan dangkal yaitu sedikit pilihan dalam setiap kategori

    produk.

  • 34

    Sempit Jumlah Kategori Lebar

    Menurut Peter Mc Gloldrick yang dikutip oleh Hendri Maruf (2006:146),

    penerapan aspek keragaman dapat dilihat sebagai berikut :

    Sumber : McGoldrick, hal 308 yang dikutip oleh Hendri Maruf (2006:147) GAMBAR 2.4

    ASPEK WIDE AND DEEP DALAM ASSORMENT PRODUCT

    Aspek wide dan deep menurut Hendri Maruf (2006:144) dapat

    diklasifikasikan menjadi empat (4) jenis assortment yaitu antara lain :

    1. Narrow and deep (sempit dan dalam) yaitu sedikit ketegori produk tetapi

    masing-masing kategori disediakan banyak pilihan, biasanya dilakukan oleh

    gerai seperti category killer.

    2. Wide and Deep (lebar dan dalam) yaitu banyak kategori produk jenis yang

    masing-masing dengan banyak pilihan, biasanya dilakukan oleh gerai seperti

    hypermarket.

    Contoh : category killer Sisi Positif :

    1. Pasar yang fokus 2. Citra sebagai spesialis 3. Pilihan bagus dalam kategori 4. Berpeluang besar memenuhi kebutuhan pelanggan. 5. Staf yang berketerampilan khusus 6. Pelanggan biasanya loyal

    Sisi Negatif : 1. Rentan terhadap perubahan selera 2. Tidak bersifat one-stop shopping 3. Tidak terlalu butuh cross-selling 4. Pelanggan dapat bingung

    Contoh : Departement store besar Sisi Positif :

    1. Daya tarik bagi masyarakat luas 2. Pilihan banyak 3. One-stop shooping 4. Berpeluang besar memenuhi kebutuhan pelanggan 5. Pelanggan biasanya loyal 6. Potensi lalu lintas mobil tinggi

    Sisi negatif : 1. Investasi besar dalam persediaan 2. Lebih banyak rak untuk barang slow moving 3. Risiko mode kadaluarsa 4. Biasanya berbiaya tinggi untuk pelayanan

    Contoh : Covenience store Sisi Positif :

    1. Terunggul dalam pasar convenience 2. Turnover persediaan tinggi 3. Konsentrasi pada item yang menguntungkan 4. Strategi harga rendah Sisi Negatif: 1. Pilihan sedikit 2. Kurang berpeluang memenuhi kebutuhan banyak pelanggan 3. Citra lemah dalam ragam produk 4. Kurang croos-selling

    Contoh : General Discounter Sisi Positif :

    1. Daya tarik bagi umum 2. Bias fokus pada item yang paling menguntungkan atau

    yang paling murah 3. Ada upaya cross-selling 4. Potensi lalu lintas mobil tinggi 5. Strategi harga murah

    Sisi Negatif : 1. Variasi sedikit dalam suatu kategori 2. Kurang berpeluang memenuhi kebutuhan semua

    pelanggan 3. Sangat mungkin loyalitas rendah 4. Citra yang kurang kuat

    Jum

    lah

    item

    da

    lam

    se

    tiap

    kate

    gori

    Sedikit

    Dalam/banyak

  • 35

    3. Wide and Shallow (lebar dan dangkal) yaitu banyak kategori produk tetapi

    masing-masing hanya tersedia sedikit pilihan, contoh biasanya dilakukan oleh

    gerai seperti general discounter.

    4. Narrow and Shallow (sempit dan dangkal) yaitu sedikit kategori produk jenis

    yang masing-masing dengan sedikit pilihan, contoh convenience store dan

    minimarket.

    Menurut Berry Berman dan Joel R. Evans yang dikutip oleh Hendri

    Maruf (2006:148), memuat keuntungan dan kerugian strategi keragaman produk

    seperti pada Tabel 2.5 berikut ini:

    TABEL 2.5 KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN

    STRATEGI KERAGAMAN PRODUK PADA MERCHANDISING KEUNTUNGAN KERUGIAN

    Wide & deep (banyak ragam kategori produk dan masing-masing banyak pilihan)

    1. Pasarnya luas 1. Investasi sangat besar untuk persediaan 2. Tersedianya banyak pilihan 2. Citra sebagai pengecer gado-gado 3. Lalu lintas orang tinggi 3. Banyak item yang turn-overnya rendah 4. Loyalitas pelanggan 4. Sebagian merchandising akan menjadi usang 5. One-stop shopping 6. Kekecewaan pelanggan rendah

    Wide & Shallow (banyak ragam kategori produk dan masing-masing sedikit pilihan )

    1. Lalu lintas orang tinggi 1. Pilihan sedikit pada produk-produk yang tersedia 2. One-stop shopping waktu 2. Sebagian pelanggan dikecewakan 3. Menyenangkan pelanggan yang berorientas 3. Banyak item yang turn-overnya rendah 4. Tidak membutuhkan investasi sebanyak wide

    & deep 4. Loyalitas pelanggan berkurang 5. Citra tidak kuat

    Narrow & deep (sedikit ragam kategori produk dan masing-masing banyak pilihan)

    1. Citra sebagai gerai khusus/spesialis 1. Terlalu menekankan sedikit kategori 2. Pilihan banyak dalam kategori yang dijual 2. Bukan sebagai gerai one-stop shopping 3. Staf yang terampil 3. Rawan terhadap perubahan tren/siklus 4. Loyalitas pelanggan 4. Jauh dari scrambled merchandising 5. Tidak memerlukan investasi banyak cara wide

    & deep 5. Perlu upaya besar untuk memperluas cakupan

    rumah-tangga yang dilayani (trading area) 6. Tidak ada pelanggan yang dikecewakan 7. Loyalitas pelanggan

    Narrow & shallow (sedikit ragam kategori produk dan masing-masing sedikit pilihan)

    1. Turn-Over tinggi 1. Kategori sedikit dan pilihan juga sedikit

  • 36

    KEUNTUNGAN KERUGIAN 2. Paling irit dibandingkan dengan cara-cara di atas 2. Sebagian pelanggan dikecewakan 3. Ditujukan pada pelanggan yang berorientasi

    waktu 3. Citra lemah 4. Loyalitas rendah 5. Cakupan wilayah tidak besar 6. Jauh dari scrambled

    Sumber : Hendri Maruf (2006:148)

    Tantangan peritel yang seharusnya dimulai setelah ragam produk dan

    tingkat kualitas produk telah diidentifikasi. Berawal dari saat itu, pasti selalu ada

    pesaing yang juga hadir dengan ragam dan kualitas produk yang sama. Di sini,

    tantangannya adalah bagaimana seorang peritel bisa mengembangkan strategi

    diferensiasi produknya.

    2.1.3. Konsep Perilaku Konsumen

    2.1.3.1. Definisi Perilaku Konsumen

    Produsen semakin menyadari bahwa perilaku konsumen memiliki

    kepentingan tersendiri bagi mereka, karena berbagai alasan terutama memberikan

    kepuasan semaksimal mungkin kepada konsumen.

    Menurut Kotler dan Amstrong dalam Ratih Hurriyati (2005: 67): Perilaku

    konsumen adalah perilaku pembelian konsumen akhir, baik individu maupun

    rumah tangga yang membeli produk untuk konsumsi personal. Menurut

    Barkowitz et. Al dalam Djaslim Saladin (2003:2): Consumer behavior, the

    actions a person takes in purchasing and using products and services, incluiding

    the metal and social processes that precede and follow these action. Artinya:

    perilaku konsumen adalah tindakan-tindakan yang diambil seseorang dalam

    pembelian dan penggunaan barang dan jasa, termasuk proses pemikiran serta

    proses sosial yang mendahului dan diikuti tindakan tersebut.

  • 37

    2.1.3.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen

    Perilaku konsumen sangat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor.

    Menurut Kotler dan Amstrong (2008:197), faktor-faktor yang mempengaruhi

    tingkah laku konsumen itu terdiri dari budaya, sosial, pribadi, dan psikologi. Hal

    ini terlihat dalam Gambar 2.5 berikut ini:

    Sumber : Kotler dan Amstrong (2008:197)

    GAMBAR 2.5 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAH LAKU KONSUMEN

    Sebagian besar dari faktor-faktor tersebut tidak dapat dikendalikan oleh

    pemasar, namun mereka tetap harus memperhitungkannya. Kotler dan Amstrong

    (2008:197) menjelaskan faktor-faktor tersebut sebagai berikut:

    1. Faktor Budaya yang terdiri dari beberapa sub yaitu : Pertama, Budaya merupakan penentu keinginan dan perilaku yang mendasar yang terdiri dari kumpulan nilai, preferensi dan perilaku. Kedua, Sub Budaya banyak sub-budaya yang membentuk segmen pasar yang penting, dan pemasar sering merancang produk dan program pemasaran yang disesuaikan dengan kebutuhan mereka. Ketiga, Kelas Sosial, menunjukkan preferensi produk dan merek yang berbeda dalam banyak hal.

    2. Faktor Sosial yang terdiri dari beberapa sub yaitu : Pertama, Kelompok Acuan yaitu seseorang terdiri dari semua kelompok yang mempengaruhi langsung (tatap muka) atau tidak langsung terhadap sikap atau perilaku seseorang. Kedua, Keluarga yang merupakan organisasi pembelian yang paling penting dalam masyarakat, dan ia telah menjadi objek penelitian

    BUDAYA

    Budaya

    Sub Budaya

    Kelas Sosial

    SOSIAL

    Kelompok acuan

    Keluarga

    Peran dan status

    PRIBADI

    Umur dan tahap daur hidup

    Pekerjaan Situasi ekonomi

    Gaya hidup Kepribadian dan Konsep diri

    PSIKOLOGI Motivasi

    Persepsi

    Pengetahuan

    Keyakinan dan sikap

    PEMBELI

  • 38

    yang luas. Anggota keluarga merupakan kelompok acuan primer yang sangat berpengaruh. Kita dapat membedakan antara dua keluarga dalam kehidupan pembeli. Kelurga orientasi tersendiri dari orangtua dan saudara kandung seseorang. Ketiga, Peran dan status kedudukan seseorang dapat ditentukan melalui peran dan status. Peran meliputi kegiatan yang diharapkan akan dilakukan seseorang. Masing-masing peran tersebut menghasilkan status.

    3. Faktor Pribadi yang terdiri dari beberapa sub yaitu : Pertama, Usia dan Tahap Siklus hidup konsumsi juga dibentuk oleh siklus hidup keluarga. Pemasar sering memilih kelompok-kelompok berdasarkan siklus hidup sebagai pasar sasaran mereka. Kedua, Pekerjaan dan lingkungan ekonomi. Pemasar berusaha mengidentifikasikan kelompok profesi yang memiliki minat di atas rata-rata atas produk dan jasa mereka. Ketiga, Gaya Hidup orang-orang yang berasal dari sub-budaya, kelas sosial, dan pekerjaan yang sama dapat memiliki gaya hidup yang berbeda. Keempat, Kepribadian dan Konsep Diri. Kepribadian adalah karakteristik psikologis seorang yang berbeda dengan orang lain yang menyebabkab tanggapan yang relatif konsisten dan bertahan lama terhadap lingkungannya.

    4. Faktor Psikologis yang terdiri dari beberapa sub yaitu : Pertama, Motivasi, seseorang memiliki kebutuhan yang banyak dalam waktu tertentu. Beberapa kebutuhan bersifat biogenis, kebutuhan muncul dari tekanan biologis seperti lapar, haus dan tidak nyaman. Kedua, Pengetahuan/Pembelajaran meliputi proses perubahan tingkah laku seseorang yang timbul dari pengalaman.

    Pilihan pembelian dipengaruhi empat faktor psikologi utama: motivasi,

    persepsi, pembelajaran, serta kepercayaan dan sikap. Motivasi adalah kebutuhan

    yang mendorong seseorang secara kuat mencari kepuasan atas kebutuhan tersebut.

    Persepsi adalah menyeleksi, mengatur, dan menginterpretasikan informasi guna

    membentuk gambaran yang berarti tentang dunia. Pembelajaran adalah perubahan

    perilaku seseorang karena pengalaman. Keyakinan adalah pemikiran dekriptif

    yang dipertahankan seseorang mengenai sesuatu. Sikap adalah evaluasi, perasaan,

    dan kecenderungan yang konsisten atas suka atau tidak sukanya seseorang

    terhadap objek atau ide.

  • 39

    2.1.3.3. Tahap-Tahap Proses Pengambilan Keputusan Konsumen

    Menurut Kotler dan Amstrong (2008: 147), konsumen akan melewati lima

    tahap proses pengambilan keputusan yaitu pengenalan masalah, pencarian

    informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian, dan pasca pembelian.

    Sumber: (Kotler dan Amstrong 2008:147)

    GAMBAR 2.6 LIMA TAHAP PROSES PEMBELIAN KONSUMEN

    Keputusan untuk membeli timbul karena adanya penilaian objektif atau

    karena adanya dorongan emosi, keputusan untuk bertindak adalah hasil dari

    serangkaian aktifitas yang dapat dideskripsikan dalam proses pembelian.

    Tugas peritel adalah memahami apa yang terjadi pada kesadaran pembeli

    sejak masuknya rangsangan dari luar hingga munculnya keputusan pembelian.

    Proses belanja pelanggan ritel secara komprehensif akan melewati beberapa

    tahapan. Terdapat perbedaan penting dari proses pengambilan keputusan

    pembelian pada konsep pemasaran secara umum, dibandingkan dengan proses

    belanja pelanggan dalam ritel. Perbedaan tersebut terlihat dari adanya dua

    klasifikasi proses yang sekaligus harus dilalui dalam proses keputusan pembelian

    ritel yaitu klasifikasi keputusan pemilihan toko dan klasifikasi pemilihan barang

    dagangan. Peritel mencoba mempengaruhi pelanggan pada saat pelanggan

    dihadapkan pada proses keputusan pembelian dan sekaligus memotivasi mereka

    Pengenalan

    kebutuhan

    Pencarian Informasi perilaku

    Evaluasi

    Alternatif

    Keputusan

    Pembelian

    Perilaku

    Pascapembelian

  • 40

    untuk mengambil keputusan pembelian barang dagangan. Beberapa tahapan

    dalam proses keputusan pembelian dalam ritel sebagai berikut:

    Sumber : Levy dan Weitz (2004) yang dikutip oleh Christina Whidya Utami ( 2008:47)

    GAMBAR 2.7 PROSES BELANJA ATAU PEMBELIAN

    Berdasarkan Gambar 2.7 mengenai proses belanja atau pembelian, proses

    belanja atau pembelian secara rinci dapat dilihat penjabaran sebagai berikut:

    1. Pengenalan Kebutuhan

    Proses pengenalan kebutuhan ketika orang-orang mengenal bahwa mereka

    mempunyai suatu kebutuhan yang tidak terpuaskan. Suatu kebutuhan yang tidak

    terpuaskan muncul ketika pelanggan ingin meningkatkan kepuasan yang berbeda

    Pengenalan Kebutuhan

    Mencari Informasi tentang Ritel Mencari Informasi Tentang Barang dagangan

    Evaluasi Ritel Evaluasi Barang Dagangan

    Memilih Ritel Menyeleksi Barang Dagangan

    Mengunjugi toko atau Situs Internet atau Mencari melalui Katalog

    Pengenalan Kebutuhan

    Belanja Barang dagangan

    Evaluasi Setelah Belanja Mengulang Patrone Toko

    SELEKSI RITEL SELEKSI BARANG DAGANGAN TAHAPAN

    PENGENALAN KEBUTUHAN

    PENCARIAN INFORMASI

    EVALUASI

    PENENTUAN

    TRANSAKSI

    KESETIAAN

  • 41

    dengan tingkat kepuasan yang mereka rasakan saat ini. Ketika pelanggan

    menyadari adanya kebutuhan yang belum terpuaskan, pada saat itulah mereka

    berada pada tahapan pengenalan kebutuan

    a. Jenis Kebutuhan, kebutuhan yang memotivasi pelanggan untuk berbelanja dan

    membeli barang dagangan dapat digolongkan menjadi kebutuhan fungsional

    dan kebutuhan psikologikal. Kebutuhan fungsional adalah kebutuhan yang

    secara langsung terkait dengan kepuasan pribadi yang diperoleh pelanggan dari

    berbelanja dan memiliki suatu produk. Sedangkan kebutuhan psikologis yang

    disebut kebutuhan emosional adalah motivasi yang dipengaruhi emosi

    berkaitan dengan perasaan, baik itu keindahan, gengsi atau perasaan lainnya

    termasuk iba dan rasa marah.

    b. Pemenuhan kebutuhan, ritel yang sukses mencoba mencukupi kebutuhan

    psikologis dan fungsional pelanggan mereka. Menurut Christina Whidya Utami

    (2008:43) kebutuhan psikologis dapat dicukupi melalui aktivitas berbelanja dan

    pengambilan keputusan terhadap pembelian barang dagangan yang dapat

    terjadi melalui :

    1) Perangsangan (stimuli), untuk menciptakan rangsangan terhadap pengalaman menyenangkan yang dapat dirasakan oleh pelanggan, ritel dapat menggunakan latar belakang musik, pemajangan visual serta pendemonstrasian di dalam toko. Lingkungan toko dapat ditata sedemikian rupa agar pelanggan yang memasuki area toko tidak merasakan kejenuhan.

    2) Pengalaman social, format dengan toko memiliki lingkungan pasar yang memungkinkan untuk terjadinya interaksi sosial. Hal ini dapat dirasakan ketika seseorang bertemu dengan teman dan mengembangkan relasi baru.

    3) Mempelajari trend atau kecenderungan baru, dengan berkunjung pada ritel, seseorang dapat belajar tentang tren baru dan ide baru, pengunjung ritel akan merasa puas apabila mereka mendapatkan informasi yang cukup memadai terkait dengan trend dan ide baru tersebut.

    4) Status dan kekuasaan, beberapa pelanggan memiliki kebutuhan terhadap status dan kekuasaan yang dapat dipuaskan melalui aktivitas belanja.

  • 42

    Ketika mereka berbelanja memungkinkan seseorang akan mendapatkan layanan istimewa maupun penghormatan dan perhatian pada ritel-ritel khusus yang eksklusif.

    5) Balas jasa pada diri sendiri, frekuensi pembelian pelanggan yang cukup tinggi dan rutin memungkinkan seseorang mendapatkan perlakuan istimewa sebagai balas jasa.

    2. Pencarian Informasi

    Setelah pelanggan mengidentifikasi suatu kebutuhan, mereka mungkin

    mencari informasi tentang ritel atau produk untuk membantu mencukupi

    kebutuhan mereka. Hal yang perlu dipertimbangkan dalam proses pencarian

    informasi oleh pelanggan antara lain adalah:

    a. Jumlah informasi yang dicari, secara umum jumlah informasi yang dicari

    tergantung pada nilai yang dirasakan akan diperoleh dari pencarian

    dibandingkan dengan ongkos atau biaya pencarian informasi tersebut. Nilai

    dari pencarian dievaluasi berdasarkan pertimbangan bagaimanakah nilai yang

    dirasakan oleh pelanggan tersebut dapat meningkatkan keputusan membeli oleh

    pelanggan. Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah yang dicari menurut

    Christina Whidya Utami (2008:45) meliputi :

    1) Sifat dan penggunaan produk yang dibeli, jika sifat dan penggunaan produk yang dibeli tersebut sangat kompleks dan pribadi, maka biasanya akan semakin banyak jumlah informasi yang dibutuhkan.

    2) Karakteristik pelanggan individu Terdapat beragam karakteristik pelanggan individu, misalnya pelanggan individu yang memiliki karakteristik pribadi yang sangat hati-hati, terencana hidupnya maka biasanya mereka lebih membutuhkan banyak informasi dibandingkan dengan karakteristik pelanggan pribadi yang bersifat sebaliknya.

    3) Aspek pasar dan situasi belanja di mana belanja tersebut dilakukan Aspek ini merupakan faktor lingkungan yang lebih bersifat eksternal dibandingkan dengan faktor sifat dan penggunaan produk yang dibeli, maupun faktor karakteristik pelanggan individu. Oleh karena itu faktor ini bersifat tidak dapat dikontrol oleh pelanggan

  • 43

    b. Biaya pencarian informasi yang meliputi waktu dan uang, aktivitas pencarian

    informasi tidak akan terlepas dari pengorbanan yang harus ditanggung oleh

    konsumen dalam bentuk waktu maupun uang. Apabila konsumen harus

    berkeliling dari satu toko ke toko lain untuk mendapatkan informasi, maka

    dibutukan pengorbanan dalam wujud biaya yaitu biaya transportasi, biaya

    parkir maupun pengorbanan dalam wujud lain yaitu waktu maupun tenaga yang

    dikeluarkan untuk tujuan pencarian informasi tersebut.

    c. Sumber-sumber informasi, konsumen yang tergugah kebutuhannya akan

    terdorong untuk mencari informasi yang lebih banyak. Pelanggan memiliki dua

    sumber informasi yaitu internal dan eksternal.

    1) Sumber informasi internal adalah informasi dalam memori pelanggan seperti nama, gambaran (citra), dan pengalaman masa lalu pelanggan dalam melakukan aktivitas pembelian yang dilakukan pada toko yang berbeda.

    2) Sumber infomasi eksternal adalah informasi yang didapatkan dari sumber di luar memori pelanggan. Sumber informasi eksternal biasanya disajikan oleh iklan dan orang lain. Pelanggan mendapatkan kesempatan untuk melihat beragam iklan melalui berbagai media, baik cetak maupun elektronik dan sekaligus memperhatikan berbagai simbol dari berbagai gerai ritel setiap harinya melalui iklan-iklan tersebut.

    d. Mengurangi pencarian informasi, tujuan ritel dalam tahap pencarian informasi

    pada proses pembelian adalah untuk membatasi dan mengarahkan agar

    konsumen melakukan pencarian informasi ke toko atau situs website secara

    langsung. Kondisi di mana pelanggan masih terus mencoba mencari informasi

    pada toko yang lain akan membuka peluang bagi toko lain membujuk

    pelanggan untuk melaksanakan transaksi pembelian. Jumlah relatif dan

    pengaruh sumber-sumber informasi berbeda-beda tergantung pada jenis produk

    dan karakteristik pembeli. Secara umum konsumen mendapatkan sebagian

  • 44

    besar informasi tentang suatu produk dari sumber komersial yaitu sumber yang

    didominasi pemasar. Namun informasi yang paling efektif berasal dari sumber

    pribadi. Tiap informasi menjalankan fungsi yang berbeda dalam mempengaruhi

    keputusan pembelian. Informasi komersial biasanya menjalankan fungsi

    pemberi informasi dan sumber pribadi menjalankan fungsi legitimasi atau

    evaluasi.

    3. Pemilihan Alternatif

    Setelah mempertimbangkan berbagai faktor sebagai hasil dari proses

    pencarian informasi. Pelanggan berada pada tahapan evaluasi atas alternatif-

    alternatif yang telah ditetapkan oleh konsumen. Tidak ada proses evaluasi tunggal

    sederhana yang digunakan oleh semua konsumen atau oleh satu konsumen dalam

    semua situasi pembelian. Terdapat beberapa proses evaluasi keputusan, dan

    model-model yang terbaru memandang proses evaluasi konsumen sebagai proses

    yang berorientasi kognitif yaitu model tersebut menganggap konsumen

    membentuk penilaian atas produk dengan sangat sadar dan rasional.

    Beberapa konsep dasar akan membantu kita memahami proses evaluasi

    konsumen. Pertama, konsumen berusaha memenuhi kebutuhan. Kedua, konsumen

    mencari manfaat tertentu dari solusi produk. Ketiga, konsumen memandang

    masing-masing produk sebagai sekumpulan atribut dengan kemampuan yang

    berbeda-beda dalam memberikan manfaat yang digunakan untuk memuaskan

    kebutuhan itu. Atribut yang diminati oleh pembeli berbeda-beda bergantung jenis

    produknya.

  • 45

    Konsumen memiliki sikap yang berbeda-beda dalam memandang berbagai

    atribut yang dianggap relevan dan penting. Mereka akan memberikan perhatian

    terbesar pada atribut yang memberikan manfaat yang dicarinya. Pasar produk

    tertentu sering dapat di segmentasi berdasarkan atribut yang menonjol bagi

    kelompok konsumen yang berbeda-beda. Konsumen mengembangkan

    sekumpulan keyakinan merek tentang posisi tiap-tiap merek berdasarkan masing-

    masing atribut. Kumpulan keyakinan atas merek tertentu membentuk citra merek.

    Citra merek konsumen akan berbeda-beda menurut perbedaan pengalaman

    mereka yang disaring melalui dampak persepsi selektif, distorsi selektif dan

    ingatan selektif. Konsumen akhirnya bersikap (keputusan, preferensi) terhadap

    berbagai merek melalui prosedur evaluasi atribut.

    4. Menentukan Pilihan

    Pilihan terhadap toko atau ritel maupun barang dagangan dilakukan setelah

    konsumen berhasil menetapkan satu alternatif terbaik dari proses evaluasi

    alternatif yang telah dilakukan. Konsumen membentuk preferensi atas merek-

    merek yang ada di dalam kumpulan pilihan (tahap evaluasi). Konsumen tersebut

    juga dapat membentuk niat untuk membeli merek yang paling disukai. Namun,

    dua faktor tersebut dapat berada di antara niat pembelian dan keputusan

    pembelian, seperti terlihat pada Gambar 2.8 berikut ini:

    Sumber: Kotler dan Amstrong (2008:228)

    Evaluasi alternatif

    Niat pembelian

    Sikap orang lain

    Faktor situasi yang tidak

    terantisipasi

    Keputusan pembelian

    GAMBAR 2.8 TAHAPAN EVALUASI ALTERNATIF DAN KEPUTUSAN PEMBELIAN

  • 46

    Faktor pertama adalah sikap orang lain. Sejauh mana sikap orang lain

    mengurangi alternatif yang disukai seseorang akan bergantung pada dua hal yaitu

    intensitas sikap negatif orang lain terhadap alternatif yang disukai konsumen dan

    motivasi konsumen untuk menuruti keinginan orang lain. Semakin gencar sikap

    negatif orang lain dan semakin dekat orang lain tersebut dengan konsumen,

    konsumen akan semakin mengubah niat pembeliannya. Preferensi pembeli

    terhadap merek tertentu akan meningkat jika orang yang ia sukai juga sangat

    menyukai merek yang sama. Pengaruh orang lain menjadi rumit jika beberapa

    orang yang dekat dengan pembeli memiliki pendapat yang saling berlawanan dan

    pembeli tersebut ingin menyenangkan mereka semua.

    Faktor kedua adalah faktor situasi yang tidak terantisipasi yang dapat

    muncul dan mengubah niat pembelian. Keputusan konsumen untuk memodifikasi,

    menunda, atau menghindari keputusan pembelian sangat dipengaruhi oleh risiko

    yang dipikirkan. Besarnya risiko yang dipikirkan berbeda-beda menurut besarnya

    uang yang dipertaruhkan, besarnya ketidakpastian atribut, dan besarnya

    kepercayaan diri konsumen. Para konsumen mengembangkan rutinitas tertentu

    untuk mengurangi risiko, seperti penghindaran keputusan, pengumpulan informasi

    dari teman-teman, dan preferensi merek dalam negeri serta garansi.

    5. Transaksi Belanja

    Transaksi belanja akan terjadi jika konsumen secara faktual melaksanakan

    pembelian barang dagangan pada toko atau ritel yang telah dipilh. Langkah-

    langkah yang dapat dilakukan ritel untuk peningkatan peluang dalam mengubah

  • 47

    secara positif evaluasi barang dagangan yang dilakukan oleh konsumen, sehingga

    menjadi aktivitas transaksi pembelian yang sesungguhnya adalah :

    a. Jangan kehabisan stok barang dagangan populer

    b. Mengurangi risiko dalam membeli barang dengan menawarkan kebijakan

    pengembalian yang memungkinkan pengembalian uang jika barang dagangan

    yang sama tersedia dengan suatu harga yang lebih rendah dari ritel yang lain.

    c. Menawarkan kredit

    d. Mempermudah pembelian barang dagangan dengan menyediakan checkout

    terminal atau kasir yang menyenangkan.

    e. Mengulangi waktu tunggu yang nyata maupun yang dipersepsikan pelanggan

    dalam antrian pada checkout terminal atau kasir.

    6. Evaluasi Setelah Belanja

    Proses belanja belum berakhir ketika pelanggan membeli produk. Setelah

    melakukan belanja, pelanggan menggunakan produk itu dan kemudian

    mengevaluasi pengalaman ini untuk menentukan apakah produk ini memuaskan

    atau tidak. Kepuasan adalah suatu evaluasi pasca konsumsi yaitu tentang seberapa

    baik suatu toko atau produk memenuhi dan melebihi harapan pelanggan. Setelah

    membeli produk, konsumen akan mengalami level kepuasan atau ketidakpuasan

    tertentu. Tugas peritel tidak berakhir begitu saja ketika produk dibeli. Para peritel

    harus memantau kepuasan pasca pembelian, tindakan pasca pembelian, dan

    pemakaian produk pasca pembelian.

    a. Kepuasan pasca pembelian, kepuasan pembeli merupakan fungsi dari seberapa

    dekat harapan pembeli atas produk dengan kinerja yang dipikirkan pembeli atas

  • 48

    produk tersebut. Jika kinerja produk lebih rendah daripada harapan, pelanggan

    akan kecewa. Jika ternyata sesuai harapan maka pelanggan akan puas dan

    apabila melebihi harapan maka pembeli akan sangat puas. Para konsumen

    membentuk harapan mereka berdasarkan pesan yang diterima dari para penjual,

    teman, dan sumber-sumber informasi lain. Semakin besar kesenjangan antara

    harapan dan kinerja, semakin besar ketidakpuasan konsumen. Di sinilah

    munculnya gaya konsumen menangani kesenjangan. Beberapa konsumen

    membesar-besarkan kesenjangan ketika produk yang mereka terima tidak

    sempurna, sehingga mereka menjadi sangat tidak puas. Para konsumen lain

    meminimalkan kesenjangan itu sehingga menjadi tidak begitu kecewa. Derajat

    kepentingan kepuasan pasca pembelian menunjukkan bahwa para penjual harus

    menyebutkan akan seperti apa kinerja produk yang sebenarnya. Beberapa

    penjual bahkan mungkin menyatakan level kinerja yang lebih rendah sehingga

    konsumen akan mendapatkan kepuasan yang lebih tinggi daripada yang

    diharapkannya atas produk tersebut.

    b. Tindakan pasca pembelian, kepuasan dan ketidakpuasan terhadap produk akan

    mempengaruhi perilaku konsumen selanjutnya. Jika konsumen tersebut puas, ia

    akan menunjukkan kemungkinan yang lebih tinggi untuk membeli kembali

    produk tersebut. Pelanggan yang tidak puas mungkin membuang atau

    mengembalikan produk tersebut. Mereka mungkin mengambil tindakan publik

    seperti mengajukan keluhan ke perusahaan tersebut. Tindakan pribadi dapat

    berupa memutuskan untuk berhenti membeli produk tersebut atau

  • 49

    memperingatkan rekan-rekannya. Dalam semua kejadian itu, penjual telah

    gagal memuaskan pelanggan tersebut.

    c. Perilaku pembelian pengurang ketidaknyamanan, Peritel juga harus memantau

    cara pembeli memakai dan membuang produk tertentu. Jika para konsumen

    menyimpan produk itu ke dalam lemari untuk selamanya, produk tersebut

    mungkin tidak begitu memuaskan, dan kabar dari mulut ke mulut tidak akan

    gencar. Jika para konsumen tersebut menjual atau menukarkan produk tersebut,

    penjualan produk baru akan menurun. Jika para konsumen membuang produk

    tertentu, pemasar harus mengetahui cara mereka membuangnya terutama jika

    produk tersebut dapat merusak lingkungan.

    2.1.4. Konsep Keputusan Pembelian Konsumen

    Konsumen adalah sesuatu yang unik, sebab konsumen mengalami proses

    pembelian tertentu yang berbeda dari yang satu dengan yang lainnya. Konsumen

    sangat bervariasi dalam hal demografis, psikografis, psikologis, dan sebagainya,

    sehingga keputusan pembelian atau penggunaan sebuah produk, baik barang

    maupun jasa, di antara konsumen relatif bervariasi pula.

    Keputusan pembelian konsumen berarti proses di mana konsumen

    memilih satu atau lebih produk atau merek yang ada di pasar untuk dikonsumsi.

    Ini berarti konsumen telah melewati beberapa tahapan keputusan pembelian, dari

    mulai pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan

    pembelian, sampai perilaku pasca pembelian. Berikut beberapa definisi dari

    berbagai ahli dapat dilihat pada Tabel 2.6 pada halaman selanjutnya:

  • 50

    TABEL 2.6 DEFINISI KEPUTUSAN PEMBELIAN

    No Nama Defenisi 1 Buchari Alma (2004:63)

    Keputusan pembelian adalah suatu keputusan yang dilakukan oleh konsumen yang dipengaruhi oleh kebudayaan, kelas sosial, keluarga, dan referensi grup yang akan membentuk suatu sikap pada diri individu kemudian melakukan pembelian.

    2 Kotler dan Amstrong (2008:129)

    Perilaku pembelian konsumen adalah perilaku pembelian akhir dari konsumen, baik individual maupun rumah tangga, yang membeli barang-barang dan jasa untuk konsumsi pribadi.

    3 Griffin dan Ebert (Fandy Tjiptono, 2002:283)

    Buy decisions are based on rational motives, emotional motives or both. Rational motives involve the logical evaluation of product attribute : cost, quality and usefulness. Emotional motives involve non objective factors and include sociability, imitation of others, and aesthetics. Artinya : Keputusan pembelian didasarkan pada motif rasional, motif emosional, atau keduanya. Motif rasional melibatkan penilaian logis atas produk, kualitas biaya dan kegunaan. Motif emosional, peniruan dari orang lain.

    Sumber: Berdasarkan Berbagai Referensi Buku

    2.1.4.1. Model Pengambilan Keputusan Konsumen

    Proses psikologis dasar ini memainkan peran penting dalam memahami

    bagaimana konsumen secara aktual mengambil keputusan pembelian. Keputusan

    yang diambil satu konsumen dengan konsumen lainnya relatif berbeda, namun

    para ahli berusaha membuat sejumlah model yang mampu mengakomodasi

    berbagai keputusan konsumen tersebut. Menurut Schiffman & Kanuk (2008:560),

    terdapat empat macam model konsumen yang mempunyai cara pandang yang

    berbeda dalam mengambil keputusan yaitu:

    1. An Economic View Dalam pasar persaingan sempurna konsumen sering digolongkan sebagai

    orang yang mengambil keputusan dengan rasional. Untuk mengambil keputusan secara rasional, konsumen harus (1) menyadari semua alternatif produk yang tersedia, (2) mampu membuat urutan setiap alternatif yang berkatian dengan keuntungan dan kerugiannya, (3) mampu untuk mengidentifikasi alternatif terbaik. Bagaimana pun juga konsumen jarang

  • 51

    memiliki informasi yang lengkap atau bahkan tingkat keterlibatan yang cukup untuk membuat keputusan yang sempurna.

    2. A Passive View Pada dasarnya konsumen itu mengikuti keinginannya sendiri dan usaha-usaha

    dari pemasar. Konsumen dirasakan sebagai pembeli yang impulsif (menuruti kata hati) dan tidak logis serta bersedia untuk menerima tujuan-tujuan dari pemasar.

    3. A Cognitive View Konsumen digambarkan sebagai orang yang aktif mencari produk atau jasa

    yang dapat memenuhi kebutuhan dan memperkaya hidup mereka. Model ini memfokuskan pada proses bagaimana konsumen mencari dan menilai informasi mengenai merek dan toko yang dipilih.

    4. An Emotional View Konsumen dalam mengambil keputusan berdasarkan pada emosi dan tidak

    menekankan pada pencarian informasi sebelum pembelian. Bahkan lebih menekankan pada perasaan dan suasana hati pada saat itu. Hal ini tidak berarti bahwa keputusan yang emosional bukan merupakan keputusan yang rasional

    Titik tolak untuk memahami perilaku pembeli adalah model rangsangan-

    tanggapan. Rangsangan pemasaran dan lingkungan mulai memasuki kesadaran

    pembeli. Karakteristik pembeli dan proses pengambilan keputusan menimbulkan

    keputusan pembelian tertentu. Adapun model perilaku konsumen yang

    dikemukakan oleh Kotler dan Keller (2009:226) adalah seperti Gambar 2.9

    sebagai berikut

    Sumber: Philip Kotler dan Keller (2009:226)

    GAMBAR 2.9 MODEL PERILAKU PEMBELI

    Rangsangan pemasaran:

    Produk Harga Pemasaran Saluran Promosi

    Rangsangan lain:

    Ekonomi Teknologi Politik Budaya

    Psikologi Konsumen

    Motivasi Persepsi Pembelajaran Memori

    Karakteristik Konsumen

    Budaya Sosial Personal

    Proses Keputusan Pembelian

    Pengenalan masalah Pencarian informasi Penilaian alternatif Keputusan pembelian Perilaku pasca pembelian

    Keputusan pembelian

    Pemilihan produk Pemilihan merek Pemilihan saluran Pembelian Waktu pembelian Jumlah pembelian

  • 52

    Keputusan untuk membeli yang diambil oleh konsumen sebenarnya

    merupakan kumpulan dari sejumlah keputusan. Setiap keputusan membeli

    mempunyai stuktur sebanyak tujuh komponen. Menurut Hendri Maruf

    (2006:63),Perilaku konsumen dalam menerima stimulus eksternal pada akhirnya

    terlihat pada saat mereka memilih produk atau merek. Tidak saja terhadap produk

    dan merek, mereka juga akhirnya akan memilih gerai yang akan dikunjungi,

    kapan mereka berbelanja dan akhir dari proses pembelian adalah berapa bearnya

    jumlah belanja mereka pada gerai tersebut.

    Keputusan untuk membeli timbul karena adanya penilaian objektif atau

    karena dorongan emosi. Keputusan untuk bertindak adalah hasil dari serangkaian

    aktivitas dan rangsangan mental emosional. Proses untuk menganalisa, merasakan

    dan memutuskan, pada dasarnya adalah sama seperti seorang individu dalam

    memecahkan banyak permasalahannya. Konsumen membentuk preferensi atas

    merek-merek dalam kumpulan pilihan pada saat evaluasi. Konsumen juga

    mungkin membentuk niat untuk membeli produk yang paling disukai. Gambar

    2.10 merupakan tahapan-tahapan yang dilakukan oleh pembeli dalam keputusan

    pembelian.

    Sumber : Kotler dan Amstrong (2008:158)

    GAMBAR 2.10 MODEL KEPUTUSAN PEMBELIAN

    Memilih produk

    Memilih merek

    Memilih pemasok

    Penentuan

    Waktu Pembelian

    Jumlah pembelian

  • 53

    Menurut Kotler dan Amstrong (2008:158) bahwa dalam melaksanakan niat

    pembelian konsumen dapat membuat lima keputusan pembelian yaitu:

    1. Memilih produk, konsumen dalam mengambil keputusan untuk membeli

    sebuah produk atau menggunakan uangnya untuk tujuan yang lain. Dalam hal

    ini perusahaan harus memusatkan perhatiannya kepada orang-orang yang

    berminat membeli sebuah produk serta alterntif yang mereka pertimbangkan.

    2. Memilih merek, konsumen harus memutuskan merek mana yang akan dibeli.

    3. Memilih pemasok/saluran pembelian, konsumen harus mengambil keputusan

    tentang pemasok mana yang akan dikunjungi.

    4. Memilih waktu pembelian, keputusan konsumen dalam pemilihan waktu

    pembelian bisa berbeda-beda disesuaikan dengan keinginan dan kebutuhannya.

    5. Jumlah pembelian, konsumen dapat mengambil keputusan tentang seberapa

    banyak produk yang akan dibeli pada suatu saat. Dalam hal ini perusahaan

    harus mempersiapkan banyaknya produk sesuai dengan keinginan yang

    berbeda-beda dari para pembeli.

    2.1.4.2. Peran Konsumen dalam Pembelian

    Konsumen sebagai objek pemasaran tentu saja memiliki peranan yang

    sangat krusial. Keseluruhan produk ataupun jasa yang dirancang oleh produsen

    berkeinginan untuk dapat diterima oleh konsumen yang menjadi target pasar

    mereka. Terdapat lima macam peranan yang dapat dilakukan seseorang dalam

    pembelian. Pemahaman masing-masing peranan ini sangat berguna dalam rangka

    memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen. Kotler dan Amstrong

    (2008:220) mengemukakan kelima peranan tersebut, yaitu sebagai berikut:

  • 54

    a. Pemrakarsa (initiator), yaitu orang yang pertama kali menyadari adanya keinginan atau kebutuhan yang belum terpenuhi dan mengusulkan ide untuk membeli suatu barang atau jasa tertentu yang ditawarkan perusahaan.

    b. Pemberi pengaruh (influencer), yaitu orang yang pandangan, nasihat atau pendapatnya mempengaruhi keputusan pembelian.

    c. Pengambil keputusan (decider), yaitu orang yang menentukan keputusan pembeli, misalnya apakah jadi membeli, apa yang dibeli, bagaimana cara membeli, atau di mana membelinya.

    d. Pembeli (buyer), yaitu orang yang melakukan pembelian aktual. e. Pemakai (user), yaitu orang yang mengkonsumsi atau pembelian barang atau

    jasa yang dibeli.

    2.1.4.3. Tipe-Tipe Keputusan Pembelian Konsumen

    Beberapa tipe keputusan konsumen menurut Christina Whidya Utami

    (2008:39) adalah sebagai berikut:

    1. Ingatan yang tertunda (delay remembrance), konsumen tipe ini biasanya baru

    akan melakukan pembelian ketika melihat barang di toko.

    2. Pengganti (substitute), dengan adanya merchandising dalam toko akan

    membuat konsumen mengganti barang barang lama dengan barang baru

    dengan alasan bahwa barang baru mempunyai nilai tambah dan mereka ingin

    mencoba merek baru atau merek berbeda.

    3. Penambah atau pelengkap (Add-on), barang yang ditawarkan memiliki

    hubungan fungsi penggunaan karena jika tanpa barang tersebut barang tidak

    dapat digunakan.

    4. Keinginan hati (impulse), konsumen tipe ini dapat melakukan pembelian jika

    ada rangsangan dari luar seperti penglihatan atau perasa.

    5. Kategori terencana atau tertentu (planned -specific category), dengan adanya

    merchandising pembeli yang memiliki daftar belanja yang dapat memberikan

    keuntungan lebih bagi peritel.

  • 55

    2.1.5. Pengaruh Pengelolaan Barang Dagangan terhadap Keputusan

    Pembelian Konsumen

    Kunci untuk membuat angka penjualan dalam bisnis ritel terus mengalami

    peningkatan adalah menjual atau menyediakan barang dengan mutu yang baik,

    dimana tujuan utama ritel umunya adalah menjual barang dagangan dan

    memberikan pelayanan yang terbaik mereka. Secara umum, ritel harus

    menawarkan keberagaman yang cukup untuk memuaskan kebutuhan dan harapan

    pelanggan sehingga meningkatkan niat pelanggan untuk melakukan pembelian

    (Levy dan Weitz, yang dikutip oleh Christina Widya Utami 2008:94).

    Barang dagangan merupakan komponen utama dalam kegiatan pengecer.

    Oleh karena itu kemampuan menyediakan barang dagangan yang dibutuhkan

    konsumen sangat penting karena salah satu alasan kecenderungan konsumen

    memilih mengunjungi retailer adalah berharap akan menemukan produk yang

    akan memenuhi segala kebutuhan untuk saat ini atau yang yang akan datang

    dengan hanya mengunjungi satu toko saja dengan harapan akan mudah dicari.

    Buchari Alma (2004:13) mengemukakan Merchandising adalah

    kebijakan kaum produsen untuk mendekatkan hasil produksinya kepada selera

    konsumen. Menurut Bob Foster (2008:54) Merchandising adalah perencanaan

    dan pengendalian dalam pembelian dan penjualan barang dan jasa untuk mencapai

    tujuan yang telah ditetapkan pengecer. Menurut Christina Whidya Utami

    (2008:20): Merchandising adalah proses penanganan kreatif dalam upaya

    mempresentasikan atau menampilkan barang dagangan dengan tujuan

    memaksimalkan daya tarik penjualan ritel.

  • 56

    Barry Berman, Joel R Evans (dalam Bob Foster 2008:54): Merchandising consist of the activities involved in acquiring particular goods and/or services and making them available at the places, times, and prices and in the quantity that enable a retailer to reach its goals.

    Dunne, Lusch dan Griffith (dalam Bob Foster 2008:54): Merchandising adalah grup produk yang sangat berhubungan satu sama lain yang ditujukan untuk kegunaan akhir yang dijual kepada grup konsumen yang sama atau dengan kisaran harga yang hampir sama.

    Hendri Maruf (2006:135): Merchandising adalah kegiatan pengadaan barang-barang yang sesuai dengan bisnis yang dijalani toko (produk yang berbasis makanan, pakaian, barang kebutuhan rumah, produk umum, dan lain-lain atau kombinasi) untuk disediakan dalam toko pada jumlah, waktu, dan harga yang sesuai untuk mencapai sasaran toko atau perusahaan ritel.

    Menurut William J. Stanton dan Y. Lamarto (1996;8), merchandising

    adalah Perencanaan dalam perusahaan untuk menghasilkan jasa atau produk

    yang tepat, dalam harga yang pantas dan dengan warna dan ukuran yang sesuai.

    Komponen Pengelolaan barang dagangan menurut Christina Whidya Utami

    (2008:18) yaitu kualitas yaitu produk yang tepat dengan kualitas yang baik, harga

    yaitu produk dengan harga yang pantas dan keragaman produk yaitu menunjuk

    pada keanekaragaman kategori produk yang terdiri dari wide dan deep dengan

    berbagai warna dan ukuran yang sesuai. Menurut Christina Whidya Utami

    (2008:43), keputusan pembelian keinginan hati dibuat oleh penglihatan,

    penciuman, dan perasa dari konsumen. Sementara itu, merchandising dengan

    contoh atau sampel menarik pembeli untuk mencoba produk di toko dan membeli

    dengan keinginan hati. Christina Whidya Utami (2008:41) mengungkapkan

    bahwa ada beberapa keuntungan melalui merchandising yang baik antara lain

    adalah :

  • 57

    1. Meningkatkan penjualan di toko, hasil penelitian menunjukkan bahwa 2/3 konsumen mengambil keputusan pembelian barang kebutuhan mereka saat konsumen berada di dalam toko. Dengan demikian merchandising yang baik diharapkan dapat meningkatkan intensi konsumen dalam melakukan pembelian dan akhirnya dapat meningkatkan penjualan toko

    2. Mempromosikan barang baru, merchandising yang baik memungkinkan barang atau merek baru mendapatkan perhatian lebih dari konsumen.

    3. Meningkatkan penjualan saat ini, merchandising di dalam toko dapat meningkatkan penjualan saat ini dengan mempengaruhi pembelian pelengkap atau pembelian yang dilakukan karena produk tertentu.

    4. Meningkatkan citra produk, upaya meningkatkan citra produk terjadi saat pembelian terencana dari kategori tertentu suatu produk dapat dipengaruhi oleh merchandising untuk pembeli di toko saat ini.

    Dengan adanya ketersediaan barang dagangan maka dapat memberikan

    kepastian kepada konsumen atas adanya produk sehingga kebutuhan konsumen

    terjamin dan melakukan pembelian. Dimana dengan sesuainya penyediaan barang

    bagi konsumen akan membuat kepastian konsumen untuk melakukan pembelian

    sesuai dengan kebutuhannya.

    2.1.6. Resume Hasil Penelitian Pendahuluan

    TABEL 2.7 PENELITIAN PENDAHULUAN

    NO Nama Peneliti

    Tahun Judul Penelitian Hasil Penelitian

    1 Yana Setiawan 032687

    2008 Pengaruh Program Bauran Pemasaran Eceran terhadap Loyalitas Pelanggan factory outlet di Kota Bandung (Survei pada Pelangga Factory outlet di Kota Bandung)

    Berdasarkan hasil pengujian statistik diperoleh temuan terdapat pengaruh yang positif antara Bauran Pemasaran Eceran dengan Loyalitas pelanggan maka diperoleh kesimpulan bahwa Loyalitas Pelanggan dipengaruhi oleh Bauran Pemasaran Eceran sebesar 89,29%, sisanya sebesar 10,71% dipengaruhi oleh faktor lain.

    2 M. Dian Azari

    2008 Pengaruh atmosfir toko, kenyamanan, kesesuaian, keragaman produk, harga, pelayanan, dan personil, dalam

    Pengujian hipotesis variabel atmosfir toko, kenyamanan, kesesuaian, keragaman produk, harga, pelayanan, dan personil toko terhadap citratoko eceran yang ada dipengaruhi oleh sebesar 68%. Sedangkan sisanya yaitu 1 0,618 = 0,382 atau 38,2% menunjukkan bahwa citra toko eceran

  • 58

    NO Nama Peneliti

    Tahun Judul Penelitian Hasil Penelitian

    pembentukan citra toko eceran (studi kasus di wilayah kotamadya Surakarta)

    di wilayah Surakarta dipengaruhi oleh variabel lain

    3 Ade Sadi Maulana 993917

    2004

    Hubungan antara Pelaksanaan Program Merchandising dengan Proses Keputusan Pembelian Konsumen pada Supermarket di Kota Bandung (Kajian Pada Pasar Swalayan/Supermaket Superindo, Matahari, dan Hero)

    Pelaksanaan program merchandising dengan dimensi menawarkan produk yang tepat, dalam jumlah yang tepat, dalam tempat yang tepat, dalam waktu yang tepat, dalam harga yang tepat, dalam tampilan yang tepat pada supermarket di Kota Bandung cukup berhubungan dengan proses keputusan pembelian konsumen. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai r yang hanya menunjukkan angka 0,417 yang berarti bahwa pelaksanaan program merchandising pada supermarket di Kota Bandung berhubungan pada derajat sedang (moderately low association)

    4 Evy Suhartini, 041130

    2008 Pengaruh merchandising dan store atmosphere terhadap keputusan pembelian konsumen pada minimarket di Kota Bandung

    a. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah program merchandising (X1) yang terdiri dari the right merchandise, in the right place, at the right time, at the right price, in the right quantities terdapat pengaruh yang positif terhadap variabel terikat keputusan pembelian sebesar 81,64%.

    b. Store atmosphere (X2) yang terdiri dari eksterior, interior, tata letak (lay out) store atmosphere terdapat pengaruh yang positif terhadap keputusan pembelian sebesar 88,55% dan sisanya sebesar 10,8% dipengaruhi oleh faktor lain

    5 Tri Yunarsih

    050055351

    2009 Pengaruh harga, kualitas produk, dan keragaman produk terhadap loyalitas konsumen pada sabun mandi Lux padat

    Terdapat pengaruh positif yang sangat signifikan antara X1 yaitu harga dan X2 yaitu kualitas produk serta X3 yaitu keragaman produk terhadap loyalitas konsumen pada sabun mandi Lux pada

    6 Jurnal 2008 Pengaruh keragaman penawaran barang dan pelayan terhadap loyalitas konsumen pada swalayan Tiara Banjar-Anyar

    (1) Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa keragaman penawaran barang terbukti memiliki pengaruh positif terhadap terhadap loyalitas konsumen pada swalayan Tiara Banjar-Anyar.

    (2) Variabel Pelayananan terbukti memiliki pengaruh positif terhadap terhadap loyalitas konsumen pada swalayan Tiara Banjar-Anyar

    Setelah mengkaji dari hasil penelitian-penelitian terdahulu pada Tabel 2.8

    dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti maka terdapat perbedaan dan

    persamaan dengan penelitian terdahulu. Penelitian Tri Yunarsih meneliti produk

  • 59

    yaitu Lux sabun padat dengan menguji tiga variabel yaitu harga, kualitas produk

    dan keragaman produk terhadap loyalitas pelanggan sedangkan peneliti menguji

    variabel di atas sebagai dimensi dari variabel pengelolaan barang dagangan serta

    terdapat perbedaan pada variabel loyalitas pelanggan yang digunakan Tri

    Yunarsih sedangkan dalam penelitian penulis mengenai keputusan pembelian.

    Terdapat persamaan dalam variabel yang digunakan yaitu keragaman

    produk dan harga serta keputusan pembelian dalam penelitian M Dian Azari,

    tetapi terdapat pula perbedaan pada objek penelitian. Pada jurnal Pengaruh

    keragaman penawaran barang dan pelayan terhadap loyalitas konsumen pada

    swalayan Tiara Banjar-Anyar terdapat perbedaan yaitu pada pelayanan dan

    terhadap loyalitas konsumen sedangkan penulis terhadap keputusan pembelian.

    Penelitian Yana Setiawan dengan judul pengaruh bauran pemasaran

    eceran terhadap loyalitas pelanggan factory outlet di kota Bandung dapat

    mengidentifikasikan bahwa strategi dalam bauran pemasaran ritel mempengaruhi

    perilaku konsumen dalam melakukan pembelian bahkan menjadi konsumen yang

    loyal, sedangkan penulis meneliti salah satu strategi dalam bauran penjualan

    eceran yaitu pengelolaan barang dagangan terhadap keputusan pembelian.

    Penelitian Evy Suhartini dan Ade Sadi Maulana memiliki kesamaan

    variabel bebas yang digunakan yaitu merchandising tetapi memiliki perbedaan

    dimensi atau indikator yang digunakan. Dalam peneliti sebelumnya variabel

    merchandising menggunakan indikator the right merchandise, in the right place,

    at the right time, at the right price, in the right quantities. Sedangkan peneliti

    menggunakan indikator quality, price dan assortment.

  • 60

    Berdasarkan penelusuran di atas berbagai penelitian terdahulu dan sumber

    ilmiah lainnya melalui kepustakaan, sampai sejauh ini belum ditemui adanya

    penelitian dengan cakupan yang identik dengan penelitian penulis, sehingga

    diyakini penelitian ini memiliki orisinalitas yang cukup tinggi.

    2.2 Kerangka Pemikiran

    Pada umumnya kegiatan pertukaran melibatkan lembaga-lembaga

    pemasaran seperti produksi, distribusi, dan juga pengecer sebelum sampai pada

    konsumen akhir. Penjualan eceran merupakan salah satu bidang paling menarik

    dan dinamis dalam perekonomian. Hal ini terlihat dari perkembangan bisnis ritel

    khusunya ritel kecil dalam melakukan persaingan dengan pengecer lainnya, salah

    satu aspek yang paling besar yang mempengaruhinya adalah bauran penjualan

    eceran. Secara garis besar bauran penjualan eceran tersebut menurut Kotler &

    Amstrong (2008:442) meliputi bauran produk, pelayanan, suasana toko, harga,

    promosi dan lokasi serta karyawan toko. Dengan persaingan yang tinggi antara

    pengecer terlihat dari lokasi toko yang berdekatan antara pengecer yang satu

    dengan yang lain. Dengan persaingan yang tinggi antara pengecer terlihat dari

    lokasi toko yang berdekatan antara pengecer yang satu dengan yang lain. Hal ini

    membuat perilaku konsumen yang dinamis dalam proses keputusan pembelian

    pada suatu toko.

    Citra sebuah toko atau ritel dapat dibangun berdasarkan karakteristik

    barang dagangan yang dipajang atau ditawarkan untuk dibeli oleh pelanggan.

    Istilah barang dagangan dalam pengecer disebut merchandising atau pengelolaan

    barang dagangan, dimana pengelolaan barang dagangan ini merupakan salah satu

  • 61

    bidang yang berperan menentukan keunggulan bersaing dari peritel sehingga ritel

    harus memutuskan karakteristik barang dagangan yang dipilih untuk ditawarkan

    pada pelanggan.

    Menurut William J. Stanton dan Y. Lamarto (1996;8), merchandising

    adalah Perencanaan dalam perusahaan untuk menghasilkan jasa atau produk

    yang tepat, dalam harga yang pantas dengan warna dan ukuran yang sesuai.

    Se