rute ke bromo

download rute ke bromo

of 20

Transcript of rute ke bromo

rute ke bromo Rute yang bisa kita tempuh (Berdasarkan pengalaman, saya urutkan dari rute yang paling sering dilewati adalah): 1. Dari Probolinggo, Dari Surabaya (Terminal Bungurasih) kearah Prolinggo (Terminal Bayu angga) naik bis kecil menuju Cemoro Lawang, desa terakhir sebelum Bromo (foto satelit dibawah pada titik A) setelah dari Cemoro Lawang tinggal sekitar 6 km menuju kaldera gunung Bromo anda bisa memilih jalan kaki, naik jeep off-road kalau dengan keluarga, naik motor, atau berkuda kalau tidak kuat jalan. Kelebihan jalur ini adalah anda relatif tidak berjalan kaki terlalu jauh, dekat dengan akomodasi dan sekaligus anda bisa mengunjungi air terjun Madakaripura. Rute ini juga dapat menjadi satu paket wisata bila anda dari atau menuju pulau Bali. 2. Dari Pasuruan, Dari Surabaya menuju Pasuruan terus kearah Tosari, Dari Tosari yang merupakan salah satu kecamatan tertinggi di pulau Jawa anda bisa melanjutkan menuju Penanjakan (foto satelit dibawah pada titik B). Dari Penanjakan seluruh lautan pasir kelihatan, sepertinya titik ini adalah tempat terbaik untuk memotret, terutama saat matahari terbit atau pagi hari saat golden time. 3. Purwodadi atau Lawang-Malang, Dari Surabaya kearah Malang turun di pertigaan Kebun Raya Purwodadi belok kiri kearah Kecamatan Tutur (Nongkojajar), atau kalau ingin menambah perbekalan dulu, gak ada salahnya turun di Lawang. dari Lawang juga ada angkutan yang menuju Tutur (Nongkojajar). Sepertinya rute ini paling asyik untuk backpacker yang dananya relatif kecil, kalau anda punya rencana jalan kaki (hiking), jalan malam hari sambil melihat bintang (bahkan bintang jatuh) atau bahkan memakai kendaraan roda dua, disini anda bisa mampir dulu di agrowisata Apel Sugro kemudian jalan pas senja, melewati hutan. Kalau toh anda tidak mau melewati hutan sebaiknya anda terus menuju ke Tosari dan menuju ke Penanjakan, tetapi anda dapat juga memotong kompas menembus hutan dan berakhir tepat dibawah lereng Penanjanakan (foto satelit dibawah pada B). Bila anda berangkat malam hari dari Tutur tiba ditempat ini kurang lebih 4 jam jalan kaki. Kelebihan jalur ini adalah, anda bisa bisa mampir dulu ke Taman Safari Prigen atau satu paket dengan wisata di Malang. 4. Tumpang-Malang, disebut juga rute pendaki karena menjadi rute menuju Gunung Mahameru. Dari Malang Menuju ke Tumpang terus dari sini jalan kaki atau naik jeep off-road menuju Ranu Pane/Ranu Gumbolo kearah gunung dan berjalan kaki berakhir di Oro-oro Ombo (foto satelit dibawah pada titik C)

Wisata "Negeri Diatas Awan Gunung Bromo" (2)

SETELAH seharian berwisata agro di Negeri Setuja Apel sabtu (28/7/2006) kami meneruskan perjalanan kami ke Bromo. ADA beberapa pilihan rute mencapai Bromo. Yang paling populer, melalui Probolinggo. Alternatif lain menuju Penanjakan adalah melalui Wonokitri di barat laut Bromo yang bisa dicapai dari Malang atau Pasuruan, atau melalui Lumajang di tenggara Bromo. Pilihan terakhir ini jarang dilakukan karena jalan sulit dilalui. Kami sengaja mengambil rute melalui Probolinggo karena kami menggunakan Bus Pariwisata yang tidak memungkinkan melalui jalur Wonokitri yang sempit dan berliku itu. Begitu berbelok ke kanan dari arah Surabaya-Probolinggo sebelum memasuki kota atau yang dikenal dengan Tongas jalan mulai menanjak dan berkelok, tetapi beraspal mulus hotmix. Jam 19.00 kami telah sampai di Grand Bromo Hotel Desa Sukapura yang masih berada di wilayah Kabupaten Probolinggo. Penginapan ini termasuk salah satu hotel berbintang terbaik di Probolinggo. Sebenarnya anda bisa juga memilih penginapan di Desa Ngadisari atau Desa Cemoro Lawang. Desa-desa ini adalah sebagian kecil dari desa-desa lain yang dihuni oleh masyarakat Tengger.

Meskipun hotel penginapan kami agak jauh dari Gunung Bromo tetapi hawa dinginnya teramat menusuk sampai ketulang, pantesan kami tidak menemui Air Condition yang biasanya menjadi fasilitas pelengkap hotel berbintang. Petugas hotel memberitahukan kepada kami untuk bersiap di lobby jam 03.00 karena matahari akan muncul sekitar jam 05.00. Pakaian pun harus cukup tebal karena suhu di Penanjakan bisa mencapai lima derajat Celsius atau kurang. Perjalanan ke Penanjakan hanya boleh menggunakan jip Toyota four-wheel drive milik penduduk Tengger yang memang disewakan untuk keperluan ini. Alasannya, jalan menanjak terjal dan perjalanan malam hari bisa merepotkan untuk yang tak mengenal jalan di sana. Sebelum istirahat kami menyempatkan untuk nongkrong dulu di lobby lounge sembari menukarkan kupon welcome drink kami dengan segelas minuman hangat bandrek yang bisa menghangatkan badan. Jam 03.00 kami semua telah siap di lobby. Ternyata rombongan kami tidak sendirian terlihat beberapa rombongan turis asing juga telah bersiap untuk Berburu Matahari Bromo bersama rombongan tamu domestik lainnya. Dengan pelupuk mata masih berat, kami berangkat naik jip sewaan. Secara beriringan kami menyusuri jalan tanjakan yang berliku, tak jarang pengemudi yang asli orang Tengger itu mengoper perseneleng ke gigi yang lebih rendah. Seperti juga rata-rata jip hardtop lainnya, jip yang kami naiki terawat sangat baik meskipun buatan akhir tahun 1970-an, sehingga tanjakan curam dia libas dengan mudah. Jalanan gelap, berkelok-kelok, dan terus menanjak. Sepanjang jalan kami tidak berpapasan dengan kendaraan lain, meskipun beberapa kali jip kami saling susul. Sekitar satu jam kemudian kami mulai memasuki lautan pasir. Pengemudi kami memilih rutenya sendiri, tidak mengikuti batu-batu putih penunjuk jalan yang tersusun di atas pasir. Terlihat satu-dua rombongan orang berjalan kaki, ada juga yang naik kuda, mengikuti petunjuk batu-batu putih. dari kejauhan terlihat satu-satu sorot lampu mobil, menandakan ada beberapa orang yang bertujuan sama seperti kami. Sampailah kami di dataran tertinggi Penanjakan. Sayang tempat yang disediakan di Penanjakan untuk menyaksikan terbitnya Matahari terlalu sempit, sehingga setiap orang berjubelan berusaha mencari tempat terbaik. Semua telah siap menodongkan kameranya kearah pegunungan, moncong-moncong kamera itu sudah tidak sabar menunggu moment terbitnya sang Matahari diufuk timur. Begitu moment yang ditunggu muncul semua pengunjung bersorak bahkan sampai bertepuk tangan. Saya tak bisa menyembunyikan kegembiraan saya karena memang sebelunya tidak pernah menyaksikan langsung penguasa siang itu datang.

Perlahan matahari mulai bergerak semakin tinggi, menurut saya pemandangan kali ini lebih menyedapkan mata. Sejauh mata memandang yang tampak adalah kombinasi antara sinar Matahari pagi dan kabut yang mengambang di lereng Gunung Batok, Bromo, dan Kursi dengan latar belakang Gunung Semeru. Betul-betul pemandangan dramatis serasa kita berada di Negeri Diatas Awan.

Setelah puas menikmati pemandangan gunung Bromo dari dataran tertinggi kita segera meneruskan perjalanan lagi menuju gunung Bromo. Jip kami bergerak turun dari Penanjakan dan kembali melintasi lautan pasir. Pada pagi hari semua terlihat jelas dan sejauh mata memandang tampak lautan pasir dan puncak-puncak gunung. Mungkin disinilah film Pasir Berbisik yang dibintangi Christine Hakim dan Dian Sastrowardoyo di buat. Di dekat kuil yang digunakan untuk upacara Kesada di kaki Bromo, kendaraan berhenti. Perjalanan selanjutnya adalah menuju kawah Bromo. Sampai disini kita musti jalan kaki atau naik kuda menuju ke kaki tangga.

Perjalanan dengan naik kuda sangat menegangkan buat saya karena selain jalanannya terjal dan mendaki kebetulan saya juga tidak biasa berkuda, biasanya berMio hehe.. dasar katrok saya wong ndeso. Tidak perlu waktu lama kami telah sampai di kaki tangga. Lho kok gunung ada tangganya toh. Mungkin supaya pelancong bisa mudah mendaki gunung makanya dibuatlah tangga itu. Gitu aja kok repot. Bila selama ini praktis kami tidak perlu terlalu banyak menggerakkan fisik, maka mendaki 245-an anak tangga merupakan ujian (tidak pernah ada yang sepakat tentang jumlah anak tangga ini, tetapi kira-kira antara 240-250 anak tangga). Tetapi, kemudian ini pun hal yang bisa dikompromikan karena semua orang berhenti setiap kali merasa lelah. Hanya anak muda yang merasa tidak sabar pada barisan yang bergerak lambat yang menggunakan tangga turun untuk naik ke atas dengan cepat.

Mulut kawah tidak terlalu luas, tetapi mengeluarkan asap dan bau belerang yang menyengat. Menurut cerita setiap upacara Kasada aneka hasil bumi dan unggas dilempar kemulut kawah, namun dibawah bibir kawah telah banyak orang yang siap berebut menangkap aneka persembahan tersebut yang berharap sebagai berkah.

Setelah puas menikmati atraksi Matahari terbit dan keindahan Negeri Diatas Awan lalu bercanda dengan Pasir

Berbisik tiba saatnya kami untuk turun gunung. Jam telah mununjuk angka 8.30 pagi sesuai kesepakatan kami untuk berkumpul kembali di jip masing-masing. Ketika kembali ke Sukapura, baru terlihat bahwa di kiri-kanan jalan yang kita lewati adalah lereng-lereng terjal, selain jurang, yang sebagian besar ditanami tanaman sayur oleh penduduk.

Dari Grand Bromo Hotel di Sukapura setelah menikmati sarapan pagi kami langsung checkout dan bus kami segera tancap gas menuju ke Bandara Juanda Surabaya. Disana sudah menunggu pesawat dengan tempat duduk seperti angkot, siapa cepat dia dapat cendela. Bener-bener wong ndeso semua, kami berlarian menuju pesawat Air Asia berlomba mendapatkan tempat duduk dekat jendela, biar bisa melihat gunung dari atas awan. Maka kembalilah kami di kehidupan normal kami di Jakarta sebagai buruh pabrik roti. NB: 1. Semua foto diambil dengan kamera digital abal-abal dengan resolusi maximum 3.2 Mega Pixel 2. Setelah kunjungan kami ke Grand Bromo Hotel saya mendengar kabar bahwa sekarang hotel itu telah tutup untuk sementara waktu karena tingkat hunian dan kunjungan wisatawan ke Bromo turun disebabkan oleh akses jalan di Porong terendam lumpur.

Wisata "Negeri Sejuta Apel" (1)

SETIAP tahun kami para buruh pabrik ini selalu membikin acara piknik mengunjungi tempat-tempat menarik untuk sekedar melepaskan kepenatan setelah bekerja keras setahun. Kebetulan waktu itu saya berhasil merayu

juragan untuk mencoba melancong ke Jawa Timur. Bromo menjadi pilihan yang menarik karena kebanyakan dari rekan belum pernah mengunjungi Gunung Bromo. Persiapan segera disusun saya ditunjuk untuk mengatur tetekbengeknya mulai perjalanan, akomodasi sampai obyek wisata yang akan dikunjungi. Jumat malam (27/7/2006) kami berangkat dari Jakarta menumpang kereta api Argo Bromo Anggrek tujuan Surabaya. Sabtu pagi sesampai di Stasiun Pasar Turi Surabaya kami telah ditunggu oleh Bus Pariwisata yang telah kami charter dari Jakarta untuk mengantarkan kami jalan-jalan selama dua hari itu.

Kejutan pertama kali adalah waktu kami melewati jalan tol Surabaya-Gempol, saat memasuki ruas tol Porong kami telah mendapatkan pemandangan tanggul raksasa disebelah kanan dan kiri jalan. Saat itu ruas tol Porong masih bisa dilalui kendaraan meskipun bekas-bekas luberan lumpur lapindo masih tampak membekas setelah sempat meluber gara-gara tanggul jebol. Perjalanan dilanjutkan ke kota Malang Negeri Sejuta Apel untuk mengunjungai Kusuma Agrowisata Batu. Di ini kita diperbolehkan memetik Apel langsung dari pohonnya. Bukan hanya apel saja yang ada di hamparan wisata agro seluas 10 hektar ini tetapi aneka buah segar siap diunduh macam jeruk dan strawberry. Para pengunjung juga dimanjakan dengan melihat tingkah polah kera yang lucu, kijang, kanguru, burung onta, dan hewan lainnya di kebun binatang mini yang berada di kompleks perkebunan ini. Kami tidak rugi berkunjung ke objek wisata andalan Pemda Jawa Timur (Jatim) ini sebab fasilitas yang diberikan pengelola serba komplet. Bisa makan buah apel langsung memetik dari pohonnya, atau bersantap makanan dengan menu serba buah apel. Untuk berkunjung di lokasi Kusuma Agrowisata yang terletak di Desa Ngaglik, Kecamatan Batu, Kotatif Batu, Malang, Jatim, itu, memang tidak terlalu sulit. Dari arah selatan Kota Surabaya, lokasi yang berjarak sekitar 90 km ini, bisa ditempuh dengan perjalanan sekitar satu jam. Objek wisata berhawa sejuk dengan suhu 15-25 derajat celcius (musim kemarau) atau 20-30 derajat celcius (musim hujan). Ini, lantaran lokasi agrowisata tersebut diapit Gunung Arjuna, Panderaman, serta Gunung Anjasmara. Untuk bisa berkeliling sembari metik sendiri buah apel di kebun langsung, para pengunjung cukup membayar karcis masuk Rp 15.000 per kepala. Dengan ongkos itu para pengunjung masih mendapat pelayanan welcome drink berupa minuman jus yang terbuat dari buah apel.

Buah apel yang dipetik sendiri itu hanya boleh disantap di tempat. Bila pengunjung ingin membawa pulang sebagai buah tangan atau oleh-oleh, bisa membeli dengan harga murah. Untuk jenis apel Wangli yang berasa manis dengan warna hijau kemerah-merahan misalnya, pengunjung cukup mengeluarkan kocek Rp 8.000/kg. Juga untuk buah apel Manalagi dan Anna, hanya cukup membayar Rp 8.500/kg. Berkunjung di Kusuma Agrowisata dijamin menyenangkan. Promosi tersebut sepertinya memang tidak berlebihan, sebab objek wisata ini pada hari-hari biasa, rata-rata tak kurang 30-an wisatawan, baik lokal maupun mancanegara ke tempat ini. Khusus pada Sabtu dan Minggu pengunjung bisa mencapai 300 sampai 500 orang. Namun bila hari-hari besar atau liburan sekolah, pengunjung bisa mencapai 10.000 hingga 15.000 orang. Puas jalan-jalan di Malang Negeri Sejuta Apel perjalanan kami lanjutkan ke wisata utama tujuan kami Gunung Bromo. Dari Malang kami mengarah ke Probolinggo melewati Pasuruan. Dan sebelum memasuki kota Probolinggo kami berbelok melewati Tongas jalan terpintas menuju Bromo. Sampai akhirnya kami tiba di penginapan yang telah kami booking Grand Bromo Hotel di desa Sukapura. Benar-benar perjalanan seharian yang melelahkan.

Wisata Malang Bromo14 Oktober 2009 08:31 | dibaca 354 kali

Minakjinggo Tour & Organizer merupakan Biro Perjalanan yang berpengalaman di bidang ke Pariwisataan selama 3 tahun,adapun Obyek Wisata yang nantinya akan Anda kunjungi : Obyek Wisata Malang , Obyek Wisata Bromo , Obyek Wisata Semeru , Obyek Wisata Kawah Ijen , Obyek Wisata Banyuwangi , Obyek Wisata Surabaya , Obyek Wisata Pulau Sempu dll,Selain itu kami juga menyediakan beberapa Paket yang nantinya akan memberi kemudahan kepada Anda dalam kunjungan yang ada di Malang Jawa Timur :

~ Paket Wisata Malang Jawa Timur ~ Paket Wisata Bromo ~ Paket Wisata Bromo Midnight ~ Paket Wisata Kawah Ijen ~ Paket Wisata Semeru ~ Paket Wisata Malang - Bromo ~ Paket Wisata Pulau Sempu ~ Paket Wisata Malang - Batu ~ Hotel Malang - Batu ~ Villa Malang - Batu ~ Rafting ~ Trekking ~ Out Bound OUt Door / In Door ~ Tiket ~ Sewa Mobil ~ Sewa Bus Pariwisata dll AyoBuruan datang berlibur ke Obyek Wisata Malang Jawa Timur bersama Minakjinggo Tour & OrganizerBelum pernah ke Obyek Wisata Malang Jawa Timur? Cara Mencapai Daerah Ini Anda dapat mencapai daerah ini dengan menggunakan mobil pribadi pun menyewa kendaraan. Ada empat pintu gerbang utama untuk memasuki kawasan taman nasional ini yaitu: desa Cemorolawang jika melalui jalur Probolinggo, desa Wonokitri dengan jalur Pasuruan, desa Ngadas dari jalur Malang dan desa Burno adalah jalur Lumajang. Adapun rute yang dapat ditempuh adalah sebagai berikut: Pasuruan-Warung Dowo-Tosari-Wonokitri-Gunung Bromo menggunakan mobil dengan jarak 71 km, Malang-Tumpang-Gubuk Klakah-Jemplang-Gunung Bromo menggunakan mobil dengan jarak 53 kmAtau dari Malang-Purwodadi-Nongkojajar-Tosari-WonokitriPenanjakan sekitar 83 km Tempat Menginap Berbagai hotel dan penginapan dapat ditemukan disekitar area Taman Nasional BromoSemeru, mulai dari losmen sampai dengan hotel berbintang 4 dapat di jadikan pilihan untuk menginap di Bromo. Rata rata setiap hotel memasang tarif yang terjangkau. Tempat Bersantap Agak sedikit sulit untuk menemukan tempat makan di area ini terutama pada malam hari. Akan tetapi, apabila Anda menginap di desa Wonokitri, sekitar 3 km ke bawah tepatnya di pasar Tosari dapat ditemui beberapa warung makanan yang buka dan menjajakan makanannya hingga pukul 9 malam. Berkeliling Anda dapat berkeliling ke sekitar areal Taman Nasional dengan menyewa kendaraan jenis jeep 4x4. Atau, jika hanya ingin berkeliling di sekitar area lautan pasir Bromo, Anda dapat menyewa kuda yang banyak tersedia disana. Jangan bingung Minakjinggo Tour & Orgizer ada solusinya . Hubungi Hot line Kami di: Telp : 0341-475 891

0341-9188554 081 336 449 855 081 937 750 840 Fax : 0341-475 892 E-mail : [email protected] Website : www.minakjinggotravel.com

Gunung Arjuno Welirang GUNUNG ARJUNO (3339 mdpl) Puncak Arjuno tampak dari Lembah kijang Gunung Arjuno merupakan salah satu gunung api tua yang terletak di Propinsi Jawa Timur tepatnya di Kota Malang. Gunung ini secara administratif masuk kedalam wilayah Kabupaten Malang, Pasuruan, dan Mojokerto. Gunung ini merupakan gunung kembar yang saling bertetanggaan dengan gunung Welirang dengan ketinggian 3156 mdpl yang merupakan gunung api yang masih aktif dengan kawah yang selalu menghembuskan asap dan cairan belerang. Gunung ini merupakan kompleks gunung yang membentuk barisan. Terdapat beberapa gunung di sekitar Gunung Arjuna diantaranya : Gn. Welirang (3156 mdpl), Gn. Kembar I (3051 mdpl), Gn. Kembar II (3126 mdpl), Gn. Ringgit (2477 mdpl). Hutan Gunung Arjuno termasuk kedalam hutan tropis dan disepanjang perjalanan banyak sekali batu-batuan.

AKSES KE SANA Gunun Arjuno dan Welirang mempunyai banyak jalur sehingga dijuluki gunung seribu jalur. Untuk mendaki Gunun arjuno ada beberapa jalur yang dilalaui seperti : Jalur Lawang (Perkebunan teh Wonosari), Junggo, Purwosari, Sumber Berantas, Claket, Batu, Tretes dan masih banyak jalur lainnya. Jalur Tretes jalur utama yang sering dilalui pendaki. Karna Penulis memulai pendakian melalui jalur Tretes, maka penulis akan mendeskripsikan jalur Tretes.

MALANG-PANDAAN-TRETES Dari Malang naik bus jurusan Surabaya, turun di Pandaan dan ganti kendaraan ke jurusan Tretes. Kendaraan yang menuju kawasan wisata Tretes ini berupa

Izusu L300 yang berhenti di pertigaan Pasar Buah Pandaan. Dengan tarif Rp.5.000,- per orang. Turun di depan hotel Tanjung. Di perjalanan menuju Tretes terdapat sebuah Candi Jawi peninggalan jaman Hindu. Tretes merupakan tempat Wisata dan Hutan Wisata serta terdapat air terjun yang indah yaitu Air terjun Kakek Bodo. Terdapat pula tempat perkemahan yang ramai dikunjungi para pelajar pada hari-hari libur. Dan disepanjang perjalanan Tampak berdiri gagah Gunung Penangguhan di sisi kanan. Tempat pendaftaran berada di pinggir jalan raya, tepatnya di seberang hotel Tanjung. Dengan membayar biaya pendaftaran Rp.4.500,- serta diwajibkan menitipkan katu tanda pengenal. Di pos pendaftaran ini terdapat empat buah kamar mandi umum. Dan terdapat kebun binatang hewan kijang yang dilindungi yang berada di belakang pos perizinan. PENDAKIAN TRETES-PET BOCOR Jalur tretes merupakan jalur yang paling aman dilalaui pendaki karena setiap hari dilalui oleh lalu lintas para penambang belerang di Gunung Welirang. Jalur tretes cukup landai sepanjang 20 Km ke puncak Arjuno dan 18 Km ke Puncak Welirang. Setelah mengurus perizinan di pos PHPA Tretes, pendaki daoat memulai pendakian. Dari Pos pendaftaran kita berjalan mengikuti jalan aspal sekitar 200 meter kita akan sampai di pintu masuk Taman Wisata Air Terjun Kaket Bodo yang berada di belakang hotel Surya. Dari pintu masuk ini jalanan sudah di semen hingga Pos Pet Bocor. Berjalan sekitar 200 meter kita akan bertemu dengan percabangan yang ke kanan menuju Bumi Perkemahan dan Air Terjun Kakek Bodo. Sedangkan ke kiri (lurus) menuju Pet Bocor arah menuju puncak Gunung Welirang. Hingga Pet Bocor jalur masih rapi disemen dengan kemiringan yang sangat tajam, sehingga bisa dijadikan pemanasan pendakian yang cukup menguras nafas dan tenaga. Dengan suasana lingkungan yang bersih dan sejuk karena masih terlindungi oleh pohon-pohon besar. Di Pet Bocor terdapat tempat yang sangat luas untuk membuka beberapa tenda. Terdapat pula sumber air yang berasal dari pipa-pipa saluran air yang bocor sehingga tempat ini dinamakan Pet Bocor. Dan terdapat warung makanan di sisi jalan.. Waktu tempuhnya ialah sekitar 30-45 menit. PET BOCOR-KOKOPAN Dari Pet Bocor perjalanan dilanjutkan dengan menyusuri jalanan berbatu yang sudah rusak. Jalur sangat lebar bisa dilewati Jip, dengan kondisi alam yang terbuka, landai ditengah hutan gundul yang jarang terdapat pohon, dan dikiri

kanan jalan hanya ditumbuhi alang-alang dan ditanami pisang untuk mengatasi alang-alang. Jalur ini biasa digunakan oleh Jip pengangkut belerang hingga Pos Kokopan. Sehingga pendaki bisa juga menuju ke Pos Kokopan dengan menumpang Jip yang hanya ada bila memang hendak mengambil belerang saja. Di siang hari jalur akan terasa sangat panas dan berdebu, sehingga sebaiknya pendakian dilakukan di sore, malam, atau pagi hari. Di pertengahan jalan pendaki akan akan menjumpai warung kecil. Di sepanjang jalur pendaki disuguhi pemandangan ke arah Tretes dan gunung Penanggungan yang sangat indah dan gagah. Setelah berjalan sekitar 3-4 jam pendaki akan sampai di Pos Kokopan yang berada pada ketinggian 1600 meter dari permukaan laut. KOKOPAN-PONDOKAN Kokopan berada diketinggian 1600 mdpl, kokopan merupakan sebuah dataran dan terdapat pondok-pondok yang didirikan oleh para penambang Belerang. Terdapat pula sungai kecil yang airnya cukup melimpah. serta dilengkapi dengan MCK sederhana. Terdapat pula warung makanan yang hanya buka pada hari-hari libur. Kawasan ini bisa menampung cukup banyak tenda dan dikelilingi pohon-pohon cemara. Nyaman untuk menginap karena cukup terlindung dari hembusan angin. Di siang hari udara terasa dingin dan seringkali berkabut. Dari Pos Kokopan perjalanan dilanjutkan menuju Pos Pondokan. Terdapat banyak jalur untuk menuju Pondokan. Jalur yang sering digunakan para pendaki adalah jalur utama yang berupa punggungan gunung yang lurus. Jalur berupa jalan berbatu yang terjal sehingga sangat menguras tenaga terutama bila pendakian dilakukan di siang hari, di malam hari jalur pendaki ini akan susah dikenali karena tertutup semak-semak. Tidak ada rambu-rambu penunjuk arah. Pendakian di siang hari cukup nyaman karena banyak terdapat pohon-pohon besar di sepanjang jalur pendakian. Waktu yang dibutuhkan sekitar 4 jam untuk menuju Pos Pondokan. Jalur yang lain untuk menuju Pos Pondokan adalah jalur para penambang. Jalur ini cukup landai namun lebih jauh karena memutar dan menyimpang 2 hingga 4 punggungan gunung dari punggungan utama jalur pendaki. Jalur penambang setiap hari digunakan oleh para penambang untuk menurunkan belerang dari Pondokan ke Kokopan dengan menggunakan gerobak sederhana, sehingga jalur ini selalu berdebu terutama di siang hari. Jalur ini melintasi kawasan hutan yang cukup lebat dan diselimuti semak-semak belukar yang rapat. Bagi pendaki yang baru pertama kali mendaki gunung Welirang disarankan menggunakan

jalur para penambang, karena jalurnya cukup lebar dan sangat jelas. Waktu yang dibutuhkan sekitar 4 hingga 5 jam untuk menuju Pos Pondokan dari jalur penambang ini. PONDOKAN-LEMBAH KIJANG Pos Pondokan berupa tanah terbuka yang cukup luas dengan ketinggian berkisar 2250 mdpl. Terdapat pondok-pondok sederhana yang dibangun oleh para penambang Belerang, kira-kira 30 buah dan terdapat musholah. Di sebelahnya terdapat sungai dengan debit air yang sangat kecil. Sumber air berupa bak penampungan yang dialiri air dari pipa-pipa yang berasal dari rembesan air sungai. Pada hari Minggu dan musim liburan kadangkala ada warung makanan yang buka. Di pos ini pendaki biasanya bermalam untuk mempersiapkan diri melanjutkan pendakian ke puncak gn-Welirang atau menuju gn.Arjuna. Persediaan air minum disiapkan dari Pos Pondokan ini. Setelah beristirahat di pondokan, pendakian di lanjutkan dengan menempuh jalur ke arah kiri di depan musholah pondokan. Melintasi hutan pinus dan setelah berjalan sekitar 30 menit akan sampai di Lembah Kijang. Lintasannya agak mendatar dan banyak ditumbuhi pohon rumput yang agak tinggi dan pohon pinus. LEMBAH KIJANG-PUNCAK ARJUNA Di Lembah Kijang terdapat sumber air yang berada di ketinggaan sekitar 2.300 mdpl dan masuk kedalam wilayah hutan lindung Lali Jiwo. Hutan lindung tersebut mampunyai luas 50.000 ha. Di area ini pendaki sudah dapat menyaksikan kegagahan puncak Arjuna yang berdiri gagah. Di Lembah kijang terdapat mata air yang tertampung didalam bak seluas 4X5 m2. Dari Lembah Kidang Jalur kembali menanjak dan selanjutnya akan bertemu dengan persimpangan jalur yang menuju puncak Gn. Arjuna dan Puncak Gn.Welirang ( lewat Gn. Kembar1 dan Gn. Kembar 2). Berjalan menyusuri hutan cemara, jalur kembali menanjak. setelah berjalan sekitar 1,5 jam dari persimpangan kita akan melewati tempat yang dinamakan "Pasar Dieng", ketinggiannya hampir sama dengan puncak G. Arjuna dan terdapat batu yang sebagian tersusun rapi seperti pagar dan tanahnya rata agak luas. Dari sini untuk ke Puncak G. Arjuna hanya memakan waktu 10 menit. Di puncak Gn. Arjuna banyak terdapat batu-batu besar yang berserakan. Ada juga sebuah batu yang dikeramatkan masyarakat, batu tersebut berbentuk seperti kursi. Di Puncak ini anginnya sangat kencang dan suhu antara 5-100 C. Dari puncak ini kita dapat menukmati panorama yang sangat indah seperti Kota Malang, Laut Utara dan gunung-

gunung disekitar Gn. Arjuna. Puncak G. Arjuna disebut juga dengan Puncak 'Ogal-Agil' atau 'Puncak Ringgit.

Gunung Bromo via Jalur Tumpang Malam masih terasa hitam pekat saat saya mengawali perjalanan menuju ke Gunung Bromo. Jalur yang kami tempuh malam ini adalah melewati kota Tumpang, sebuah kota kecil yang berjarak sekitar 25 km selatan kota Malang. Jalanan terasa sepi saat kami mulai menyusuri aspal yang masih basah karena embun yang mulai sedikit menguap karena hangatnya aspal. Musim kemarau memang membuat udara malam semakin kering dan dingin. Dari kota Malang, kita dapat menempuh perjalanan selama 30 menit untuk sampai di Tumpang. Dua buah kuda besi tunggangan kami meraung memecah gelapnya malam, bersama 3 orang teman saya. Lukman, Rifky dan Bobsaid. Ketiganya memang bukan orang asli Malang, tetapi sudah lama menetap untuk study mereka di perguruan tinggi. Lepas kota Tumpang, perjalanan kami dilanjutkan menyusuri jalanan kampung menuju ke Gubuk Klakah. Jalanan yang halus beraspal, tanjakan serta berlubang menjadi hiasan sepanjang perjalanan menuju ke Gubuk Klakah. Gubuk Klakah adalah sebuah desa kecil yang merupakan salah satu penghasil apel, selain kota Batu tentunya. Lepas dari desa ini ditandai dengan gapura selamat tinggal dan perjalanan akan memasuki hutan dengan jalur yang mulai menanjak terus dan berkelok-kelok. Jalanannya saat ini sudah lebih baik karena sudah dilakukan pengecoran, berbeda dengan beberapa tahun yang lalu, dimana masih banyak lubang disana-sini yang tentunya sangat menyusahkan bila kendaraan terperosok kedalamnya. Jam tangan menunjukkan pukul 03.00 WIB, yang ada hanya pemandangan canopy-canopy dedaunan dan pepohonan di kanan-kiri perjalanan serta udara dingin yang mulai menusuk, saat kami terus melaju menuju Ngadas. Untuk mencapai desa Ngadas, perjalanan dapat ditempuh sekitar 30-45 menit, atau sekitar 15 km. Aroma pupuk kandang yang semakin kerap kita temui sepanjang perjalanan menandakan desa Ngadas sudah semakin dekat. Desa Ngadas merupakan salah satu desa yang didiami oleh suku Tengger. Tengger berasal dari legenda masyarakat tentang Roro Anteng dan Joko Seger, tokoh yang dipercaya sebagai nenek moyang masyarakat Tengger. Cerita tentang masyarakat Tengger ini berhubungan juga dengan ritual upacara Kasodho, yang diadakan tiap bulan purnama pada setiap bulan Kasodho (bulan ke sepuluh pada penanggalan Jawa, menurut orang Tengger). Upacara ini biasanya dilakukan saat dini hari dengan mengarak sesajian ke Puncak Gunung Bromo untuk dilarung kedalam kawah Bromo dengan tujuan untuk meminta doa kepada yang Maha Kuasa agar selalu diberikan keselamatan, panen yang berlimpah dan dijauhkan dari segala bala. Sesampainya di desa Ngadas, ada sebuah pos perijinan yang dikelola oleh masyarakat dibawah naungan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Kita hanya menunjukkan kartu identitas kita disini dan mengisi buku tamu serta kontribusi Rp. 4.500 tiap orang serta membayar Rp. 2.000 untuk setiap kendaraan roda dua. Masyarakat Tengger yang menghuni desa Ngadas menjunjung tinggi kearifan tradisional dalam mengelola wilayah mereka. Mereka selalu memperhatikan kelestarian hutan disamping mereka harus berladang sayur-sayuran, seperti kentang, wortel, kol, kubis ataupun bawang.

Selepas desa Ngadas, kita akan menuju ke Jemplang, sebuah titik pertigaan yang menandakan jalur awal menuruni bukit untuk menuju ke Lautan Pasir Bromo. Pertigaan ini ditandai dengan adanya sebuah shelter pantau. Bila kita melanjutkan perjalanan naik, maka kita akan mencapai desa Ranupani, yang sudah masuk dalam wilayah Kabupaten Lumajang. Desa Ranupani merupakan titik awal pendakian ke Gunung Semeru, gunung berapi aktif tertinggi di pulau Jawa. Perjalanan dari desa Ngadas menuju Jemplang bisa ditempuh dalam waktu 20-30 menit, atau sekitar 6 km. Perjalanan kami lanjutkan dengan menuruni bukit, setelah sampai di Jemplang, dengan pemandangan yang terlihat samarasamar karena memang kondisi masih sedikit gelap. Deru angin gunung yang seolah bernyanyi menyambut setiap pengunjung yang datang, menambah suasanya menjadi lebih ramai, meski kami masih harus berjibaku melawan dinginnya malam. Temperatur bisa mencapai 4-6O C pada musim kemarau seperti ini. Samara-samar dikejauhan sudah terlihat lembah sabana yang terhampar begitu luasnya ,membelah gunung Widodaren dan Gunung Kursi. Jalur ini sudah lebih baik saat ini dengan dilakukannya pengecoran sampai dataran sabana. Kurang lebih dibutuhkan waktu 10-15 menit untuk menuruni jalur ini. Suasanya mulai berangsur-angsur terang saat kami mencapai sabana, dan kami memutuskan untuk istirahat sembari menghangtkan badan dengan menikmati kopi panas. Di titik perhentian kami ,terlihat sebuah bukit kecil di sebelah utara yang sedikit terpisah dengan punggungan utama Gunung Widodaren. Bukit kecil yang terlihat seperti rumah bukit-nya Teletubbies, tanpa pintu dan jendela tentunya, menjadi salah satu daya tarik di jalur ini. Rumputnya yang terlihat lembut seperti karpet dari titik kami dan beberapa pohon perdu yang menghiasi halamannya, membuat suasana pagi itu terasa menyejukkan. Titik ini sering dinamakan spot sejuta umat, selain Puncak Penanjakan dengan view sunrise-nya, karena memang banyak sekali pengunjung yang berfoto-ria dengan background Bukit Teletubbies. Perlahan kabut mulai menyapu lembah sisi selatan, tepat dibawah gunung Kursi. Areal kawasan Lautan Pasir yang seluas hampir 5.200 hektar merupakan lahan yang sangat luas untuk di-explore pada tiap sudutnya untuk mencari daya tarik tersendiri. Matahari mulai sedikit membagi sinarnya membelah kabut-kabut halus yang mulai terangkat diantara rerumputan sabana, menambah suasana dingin pagi ini, serasa memandang seperti digambarkan dalam trilogi Lord Of The Rings. Suasana ini terasa lengkap saat beberapa penunggang kuda suku Tengger melewati sabana ini yang menimbulkan kepulan debu-debu pasir membelah sabana dengan ringkihan suara kudanya. Selendang sarung mereka berkibar-kibar seperti ksatria berkuda Bangsa Rohan yang siap bertempur melawan pasukan Orc-nya Mordor. Kami berempat menikmati pemandangan tak biasa pagi itu sambil meneguk kopi panas di atas matras yang digelar sedari tadi. Seharusnya film Lord Of The Ring mengambil scene di tempat ini, celetuk Lukman seraya menunjukkan batas vegetasi sabana dan lautan pasir kepada saya. Kabut halus pagi itu bergerak pelan menyapu setiap areal sabana dan padang pasir, melayang beberapa centi dari dasar, dan memantulkan cahaya kemerah-jingga yang halus karena sinar matahari mulai menghangatkan suasana kami pagi itu. Beberapa frame foto kami abadikan untuk melukiskan pagi yang indah yang jarang kami temui di lokasi manapun. Keistimewaan sabana dan lautan pasir memang yang membawa kami untuk memutuskan melewati jalur yang jarang sekali ditawarkan oleh paket wisata yang berorientasi pada Gunung Bromo. Pagi itu kami menikmati matahari terbit dengan cara berbeda dari kebanyakan orang, yang mereka lebih memilih untuk menimkmati matahari terbit dari Puncak Penanjakan

(2770 mdpl), yang merupakan salah satu spot utama para wisatawan mengabadikan keindahan alam Bromo-Tengger-Semeru. Kami lebih memilih yang down to earth, dengan membelah kabut diatara sabana dan mencumbu dinginnya pasir di lautan pasir Bromo. Perjalanan dilanjutkan menuju ke Pura Bromo, atau lebih dikenal dengan Pura Luhur Poten, yang merupakan titik awal pendakian untuk mencapai puncak Gunung Bromo. Perjalanan dari sabana menuju ke pura Bromo, dapat ditempuh selama 30 menit jika menggunakan motor, dan sekitar 15 menit jika menggunakan kendaraan jeep 4x4WD. Disinilah petualangan membelah Lautan Pasir dimulai. Kuda besi sering kali slip dan bergerak zig-zag karena harus menghindari pasir-pasir halus agat tidak terjebak kedalamnya. Adrenalin mulai terpacu saat membelah lautan pasir dengan motor tunggangan kami, meski lebih susah karena harus ber-manouver kiri kanan untuk mencari jalan yang lebih aman layaknya kejuaraan slalom. Pura Bromo/ Pura Luhur Poten, merupakan titik awal untuk mendaki ke puncak Bromo. Di areal parkir dekat pura ini, dengan halamannya yang luas, dapat kita jumpai para pedagang makanan ringan dan minuman. Jika kita beruntung, bisa menemukan pula beberapa jajanan tradisional seperti lupis dan cenil, gethuk,tetel ketan, yang kesemuanya merupakan jajanan pasar masyarakat Tengger dan Jawa pada umumnya. Para bapak pengojek kuda juga menawarkan perjalanan untuk mengelilingi lautan pasir atau mengantar sampai titik tangga pendakian ke puncak Bromo, atau juga para penjaja cindera mata kaos, kupluk atau sarung tangan dengan tulisan Bromo atau bergambar Gunung Bromo-Semeru. Kebanyakan dari mereka adalah penduduk lokal dari sekitar Wonokitri, desa yang dapat kita jumpai jika kita berangkat dari Pasuruan via Tosari atau Malang via Purwodadi Nongkojajar. Beberapa pohon cantigi yang masih tersisa, dengan daunnya yang hijau dan merah sedikit menghiasi perjalanan menuju ke Puncak Bromo. Untuk menempuh sampai ke Puncak, kita butuh waktu 15-20 menit, tergantung kondisi fisik. 10 menit pertama berupa jalan berpasir melewati punggungan-punggungan kecil, kemudian sampai pada anak tangga yang sudah dibangun sampai ke Puncak Bromo. Disekitar anak tangga kita juga masih dapat menjumpai para pedagang dan para pengojek kuda yang masih dengan setia menawarkan jasa mereka. Keramahan terasa kental di sini karena mereka juga sering mengajak para pengunjung untuk mengobrol dan menceritakan sejarah asal usul Bromo, Tengger serta beberapa acara adat yang dilakukan disini. Sungguh seperti berbicara dengan teman seperjalanan, meski kita hanya sekali itu mengenal mereka. Sampai di puncak Bromo (2392 mdpl), pemandangan menjadi lebih luas dan menakjubkan. Langit biru musim kemarau, hamparan lautan pasir dan gunung Batok sebagai pendamping setia Gunung Bromo disisi Barat Laut, dan Pura Bromo/ Pura Luhur Poten dengan segala sesuatunya yang terlihat kecil. Puncak Bromo merupakan sebuah puncak dengan gigir punggungan yang tipis dan langsung berhadapan dengan Kawah Bromo yang selalu mengeluarkan asap putih belerangnya. Letusan terakhir terjadi pada tahun 2004 silam. Disisi puncak sudah terpasang pagar beton pembatas, sebagai pelindung bagi pengunjung agar tidak terperosok ke dalam kawah. Dikejauhan kita dapat melihat Gunung Penanjakan, dengan hiasan belasan tower-tower BTS-nya atau juga kita bisa melihat mobil-mobil beriringan meninggalkan Bromo menuju Cemoro Lawang, sisi Timur Laut, untuk kembali mengantarkan tamu-tamu yang kebanyakan menginap di areal penginapan Cemoro lawang, yang berarti mereka berangkat dari jalur Probolinggo.

Puncak Bromo merupakan titik akhir perjalanan, dari jalur manapun kita berangkat, dan merupakan daya tarik utama kawasan Bromo ini. Alternative Kawasan Bromo Tengger Semeru merupakan salah satu kawasan wisata konservasi yang berada di bawah naungan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Kawasan ini berada dalam 4 wilayah kabupaten, yaitu Malang, Pasuruan, Probolinggo dan Lumajang. Ada 2 jalur lain yang biasa tempuh untuk mencapai ke Bromo. Jalur Pasuruan yang nantinya akan bertemu dengan jalur Malang via Purwodadi-Nongkojajar, dan jalur Probolinggo yang akan bermuara di Cemoro Lawang. Jalur pasuruan Jalur ini pada dasarnya akan bertemu dengan jalur Malang, jika lewat dari utara. Merupakan akses yang lebih mudah jika kita berangkat dari Surabaya. Jarak tempuhnya sekitar 71 km, dengan rute Pasuruan-Warung Dowo-Tosari-Wonokitri-Penanjakan. atau bila berangkat dari Malang, berjarak tempuh sekitar 83 km dengan rute MalangPurwodadi-Nongkojajar-Tosari-Wonokitri-Penanjakan. Di desa wonokitri terdapat pos perijinan milik Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, dimana setiap pengunjung diharuskan membayar biaya tiket sebesaar Rp. 4.500 untuk wisatawan domestik dan Rp 20.000 untuk wisatawan mancanegara. Kita hanya bisa melihat pemandangan sepanjang jalur ini saat turun saja, karena pada umumnya pengunjung berangkat sekitar dini hari pada kondisi yang masih pagi buta. Titik tujuan utama jalur ini adalah Gunung Penanjakan (2770 mdpl), dimana sudah terdapat tempat seperti tribun kecil yang disiapkan untuk menikmati sunrise, yang merupakan titik observasi utama untuk menikmati pemandangan lautan pasir, Gunung Batok, Bromo serta Semeru yang seperti berbaris memperlihatkan keelokannya. Jangan heran jika kita terlambat sedikit saja untuk sampai di Puncak Penanjakan, niscaya susah sekali untuk mendapatkan spot bagus untuk membidikkan lensa. Setelah puas menikmati panorama sunrise dan lautan pasir yang kadang masih tertutup kabut, kita bisa melanjutkan perjalanan menuju ke Lautan Pasir dan Gunung Bromo, dengan menuruni jalan yang beraspal yang berkelok-kelok dengan pembatas tebing di sebelah kanan. Sangat dianjurkan untuk berhati-hati saat melewati jalur ini. Waktu tempuhnya sekitar 20 menit untuk sampai di Pura Bromo, tempat start untuk mendaki Gunung Bromo. Salah satu pemandangan yang unik lagi di Gunung Penanjakan adalah adanya belasan tower BTS yang merupakan stasiun relay komunikasi provider operator seluler maupun radio amatir. Jalur Probolinggo Salah satu akses favorit adalah Probolinggo, yang sering kali merupakan paket standar yang ditawarkan untuk para wisatawan. Kenapa? Karena dari start point ini, wisatawan langsung dapat menikmati indahnya lautan pasir Bromo dari tempat penginapan mereka yang ada di sekitar Cemoro Lawang. Beberapa penyedia akomodasi dan penginapan dapat kita temui disini karena memang titik yang strategis untuk ke Bromo. Dari Cemoro Lawang, pengunjung dapat langsung turun ke Lautan Pasir bromo, yang tentunya menggunakan kendaraan jeep 4x4WD atau L300 yang telah disediakan oleh beberapa jasa penginapan. Bila ingin menikmati matahari terbit di puncak Penanjakan, harus telebih dahulu melewati lautan pasir untuk kemudian naik ke gunung Penanjakan.

Transportas dan akomodasi Untuk mencapai ke Kawasan Bromo, memang dianjurkan untuk membawa/menyewa kendaraan sendiri atau mengikuti paket wisata yang ditawarkan oleh beberapa operator perjalanan, karena angkutan umum memang tidak ada trayek khusus yang dapat langsung mengantar ke Bromo. Dari Surabaya kita bisa menggunakan bus AC Patas menuju Malang dengan tarif Rp. 15.000 sampai di Terminal Arjosari kemudian dilanjutkan dengan angkutan pedesaan Malang-Tumpang dengan tarif Rp. 6.000, dan jika turun di Pasuruan, kita bisa menggunakan angkutan menuju Tosari dengan tarif sekitar Rp. 5.000, atau langsung mencari sewa kendaraan dari Pasuruan. Jalur lain jika dari Surabaya bisa menuju ke Probolinggo dengan tarif Rp. 15.000, kemudian dilanjutkan menuju ke Cemoro Lawang dengan menggunakan jasa travel, tarif sekitar Rp. 50.000. Jika kita menyewa kendaraan biasanya dikenakan tarif Rp. 300.000 untuk jeep 4x4WD berkapasitas 5-6 orang. Di Tumpang bisa menghubungi Pak Noe (0341-787550). Atau jika dari Wonokitri bisa menghubungi 0343-571048. Kalau di Cemoro Lawang bisa lebih banyak lagi karena beberapa penginapan juga menyediakan jasa penyewaan kendaraan. Jika ingin mengelilingi kawasan Lautan Pasir Bromo, bisa memanfaatkan para pengojek kuda dengan tarif Rp. 6.000-10.000 untuk sekali tunggangan. Perijinan dapat dilakukan pada ketiga titik utama akses menuju Bromo. Untuk Jalur Tumpang di Desa Ngadas, untuk jalur Malang-Purwodadi-Nongkojajar dan PasuruanTosari di Desa Wonokitri dan untuk jalur Probolinggo di Cemoro Lawang. Ada perbedaan harga untuk wisatawan domestik dan mancanegara. Untuk wisatawan domestik, tiket masuk sebesar Rp. 4.500, sudah plus asuransi, biaya kamera Rp. 5.000 dan handycam Rp. 15.000. Untuk wisatawan mancanegara, tiket masuk sebesar Rp. 20.000, biaya kamera Rp. 50.000 dan handycam Rp. 150.000. Untuk kendaraan roda 2 juga dikenakan biaya sebesar Rp. 4.000 dan kendaraan roda empat dikenakan biaya sebesar Rp. 6.000. Jika kita ingin menikmati suasana camping, kita harus membayar biaya sebesar Rp. 20.000 di loket perijinan. Camp Ground dapat ditemukan di sekitar Cemoro Lawang, atau ada sebuah camping ground di sebelah Timur Pura Luhur Poten yang muat untuk menampung sekitar 4-5 tenda. Sayangnya tidak ada sumber mata air disekitar sini. Jika ingin melihat salah satu perayaan masyarakat Tengger, yaitu Hari Raya Karo, yang dilaksanakan setiap tanggal 15 pada bulan Karo (kedua) tahun Saka, kita bisa menemukan Tari Sodor (tongkat) dan aneka jajan dan makanan tradisional. Hari Raya Karo biasanya dimulai dari Desa Tosari dan diakhiri di Desa Wonokitri hampir sekitar 710 hari, yang jadwalnya sudah diatur oleh dukun suku Tengger. Wilayah ini sering disebut dengan Brang Kulon (Pasuruan). Penginapan juga banyak tersedia, utamanya di sekitar Cemoro Lawang dan TosariWonokitri. Harga penginapan berkisar antara 90.000 untuk kelas ekonomi dan sampai 350.000-750.000 untuk kelas family dengan beberapa fasilitas dan service tambahan tentunya. Tidak semua hotel memiliki kelas ekonomi, jadi ada baiknya jika reservasi dahulu karena pada peak season (September-Januari) harga dapat berubah. Low season biasanya pada bulan Januari-Mei dan high season pada bulan Mei-September. Langkah ekonomis juga bisa dilakukan dengan menginap di losmen-losmen kecil milik warga di sekitar pos ijin Wonokitri, dengan harga yang bisa dinego tentunya.

Informasi Taman Nasional Bromo Tengger Semeru Jl. R. INTAN NO. 6 P.O. BOX 54, PHONE. (+62 341)491828 MALANG EAST JAVA INDONESIA Hotel dan penginapan 1. Lava View Lodge, Cemorolawang, Sukopuro Probolinggo Phone: (+62 335) -541009 Fax: (+62 335) -541147 2. Yossi Guest House, Cemoro Lawang Phone. (+62 335) -541018 3. Cemara Indah Hotel, Cemoro Lawang Phone. (+62 335) -547019 4. Caf Lava Hotel, Cemoro Lawang Phone. (+62 335) -541020 Fax. (+62 335) -541020 5. Bromo View Hotel Probolinggo Jl. Raya Bromo km 05 Probolinggo Phone. (+62 335) -434000,436000 Fax (+62 335) -427222 6. Bromo Permai Hotel, Cemoro Lawang Phone. (+62 335) -541021 Fax. (+62 335) 541021 7. Bromo Cottage Hotel, Tosari, Pasuruan Phone. (+62 343) 571222/ (+62 31) 8978888 Fax. (+62 343) 571333/ (+62 31) 8975788 ----------------------