Rumah Kecil di Kepalamu - Galeri Buku...
Transcript of Rumah Kecil di Kepalamu - Galeri Buku...
Daffa Randai
i
Rumah Kecil
di Kepalamu
Sepilihan Puisi
Rumah Kecil di Kepalamu
ii
Undang-undang Republik IndonesiaNo. 19 Tahun 2002 tentang Hak CiptaLingkup Hak CiptaPasal 21. Hak cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak
Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yangtimbul secara otomatis adalah suatu ciptaan dilahirkan tanpamengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yangberlaku.
Ketentuan Pidana:Pasal 721. Barang siapa dengan sengaja atau tanpa hak melakukan perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) danayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1(satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu jutarupiah), atau penjara paing lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda palingbanyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan,atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaranHak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dipidana paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Daffa Randai
iii
Rumah Kecil
di KepalamuSepilihan Puisi
DAFFA RANDAI
Rumah Kecil di Kepalamu
iv
RUMAH KECIL DI KEPALAMU
Penulis : Daffa Randai
Editor : Purata Publishing
Desain Cover : Javan Art
Layout : Oriza S. Marza
Penerbit:
PURATA PUBLISHING
Jl. Brigjend Katamso, Subang Jawa Barat, 41212
Phone: 085316938631
Email: [email protected]
Cetakan Pertama: Oktober 2018
13x19cm; ix+ 118 Halaman
ISBN 978-602-52687-2-4
Hak Cipta dilindungi oleh Undang-undang.
Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh
isi buku tanpa izin penerbit.
Daffa Randai
v
UCAPAN TERIMA KASIH
Lembar per lembar yang terdapat dalam buku ini
saya anggap sebagai salah satu wujud persembahan
diri─secara utuh dan utama ialah untuk kedua orang tua
saya, berlanjut untuk rekan-rekan komunitas Pura-Pura
Penyair, keluarga besar Mading Wiyata dan LPM Pendapa
Tamansiswa, juga kepada seluruh ‘perempuan’ yang
sempat tersesat─dengan atau tanpa sengaja, telah
mengilhami lahirnya beberapa judul puisi yang entah
letaknya di halaman berapa.
Di ranting yang sama, terlalu naif agaknya kalau
saya tidak berterimakasih kepada: Joko Gesang Santoso,
Risda Nur Widia, Asef Saeful Anwar, Arco Transept, dan
Cak Kandar, yang sedikit banyak telah mendorong saya
untuk tetap semangat dalam menjalani proses kreatif─juga
seluruh rekan terbaik yang tak dapat saya sebutkan satu
per satu baik nama maupun letak tinggalnya.
Rumah Kecil di Kepalamu
vi
Sebagai penutup, buku sepilihan puisi di bawah
judul “Rumah Kecil Di Kepalamu” ini secara resmi saya
persembahkan untuk manusia-manusia penuh
cinta─pembaca sekaligus penikmat puisi di belahan bumi
mana pun anda berada. Kendati jauh sebelum ini kita tak
saling kenal, besar harapan saya semoga puisi-puisi inilah
yang nantinya dapat menjembatani perkenalan kita, suatu
kelak. Demikian, selamat menikmati segala yang tersaji di
sini, baca aturan pakai, jika tingkat kebaperan berlanjut,
sila segera hubungi si penyair.
DAFFA RANDAI
Daffa Randai
vii
DAFTAR PUISI
Perihal Sebuah Pertanyaan I ~1Perihal Sebuah Pertanyaan II ~4Noktah ~6Distorsi; Tembakau dan Cengkih ~8Di Selain Kamu ~10Di Selain Aku ~12Drupadi ~13Surat Akhir Pekan ~17Sudra ~19Telah Kukantongi Senyummu ~21Beriman Pada Kematian ~22Riwayat Notasi yang Getir ~23Perantara Doa ~25Gagal dalam Kepura-puraan ~28Surah Tentang Kamu: Ayat 1-5 ~29Sangkar-sangkar Kenangan ~33Rumah Kecil di Kepalamu ~35Memelihara Kebimbangan ~37
Rumah Kecil di Kepalamu
viii
Pascamusim Penghujan ~39Dari Tiongkok ke Musi ~41Menyusulmu ke Dapur ~42Di Angkringan Jalan Batikan I ~46Di Angkringan Jalan Batikan II ~47Di Angkringan Jalan Batikan III ~48Sebuah Sajak Penyesalan ~49Tatkala Kita Sudah Saling Mencintai I ~51Tatkala Kita Sudah Saling Mencintai II ~54Tatkala Kita Sudah Saling Mencintai III ~57Tatkala Kita Sudah Saling Mencintai IV ~60Di Laut Matamu ~63
Matamu Adalah Rumah ~65Makan Malam ~67Sungaiku Sungaimu ~69Berita Duka ~71Gadis Penjual Telur ~73Melukis Burung Kasuari ~76Terkenang di Kerut Kening ~78Menanam Rindu ~80Garis Hitam Masalalu ~82Lebaran ~85Menjelang Usiaku Menua ~87Memisalkan Cantikmu ~89
Daffa Randai
ix
Risalah Sebuah Penantian ~91Kuperahukan Surat ~95Menelan Tanda Tanya ~97Betapa Adamu ~98Selepas Kau Kawin ~100Pada Taman ~102Demi Hasratku ~104Bukan Tak Mungkin ~106Gerimis Telanjang ~108Hari Besar Kepergian ~110Musim Hujan Kecupan ~112Sesal Yang Terdampar ~114Tangkai Kering ~115
Daffa Randai
1
Perihal Sebuah Pertanyaan I
: Sapardi Djoko Damono
/1/
apakah tentangmu bisa begitu saja meninggalkan tubuhku?
sementara kemarin sempat kularungkan pesan─
tuhan tak menyertaiku nyawa.
sedang sebagai ganti, ia melahirkan engkau.
maka kau hidup dalam tubuhku; berlaku ibarat nyawa,
sedang aku di luar adamu, menjelma sewujud raga.
kita setakdir, untuk saling menggumuli,
saling berpilin-kelindan dalam desir dan denyutan.
Rumah Kecil di Kepalamu
2
/2/
aku berhasrat, suatu masa kita dapat saling pandang.
aku bercermin pada matamu, kau menjelma bayang
tubuhku.
aku tersenyum di matamu, tampak bibirmu dalam
senyumku.
kau yang hidup dalam tubuhku,
bagaimana sepasang mata dapat menghapal warna-warna,
sementara mata lahir tak dibekali ingatan?
/3/
kita tinggal dalam ruang tak bersekat,
dan akan tanggal hanya jika di tangan malaikat.
kau terulur di tiap rentang jalan, aku terpijak di jejak
kenangan.
kau yang tinggal dalam tubuhku,
bagaimana sepasang telinga dapat mengenali suara,
sementara suara lahir tak berbekal nama?
Daffa Randai
3
/4/
apakah sebenarnya makna percintaan
jika bukan semata demi pecinta itu sendiri?
sementara dalam tubuhku, kau belajar berkata-kata,
menyelia susun sajak─kata di luar dirimu sama sekali tak
pernah ada.
kemudian kita saling menggumam, meragum berpuluh
dugaan.
kau yang tinggal dalam tubuhku, apakah kita sama tiada
berhasrat
sekadar untuk hidup di dalam kenangan?
2018
Rumah Kecil di Kepalamu
4
Perihal Sebuah Pertanyaan II
siapa yang dapat dengan sadar mengelak dari kenangan
selagi ia bersarang di palung terdalam ingatan?
demikian kau tanya, di jumpa pertama
seusai upacara perceraian kita dimulai.
aku tercenung seorang diri,
berlindung dari kilat matamu yang sinis.
selagi masih kususun kata, kau kembali berpanah tanya:
apakah makna dari sebuah kebisuan, kecuali bukan
semata demi menjaga seorang diri yang merasa terancam?
Daffa Randai
5
upacara masih berlangsung di dada langit yang mendung.
sepanjang itu, aku masih duduk membatu─
dihujati prasangka, berhujan rasa gelisah.
adakah seorang saja yang dapat dengan mudah
memutar jarum ingatan?
sementara kita adalah kisah, catatan dari luar sejarah─
kehidupan lain di luar dunia, dunia lain di luar kata.
adakah seorang saja yang dapat dengan mudah
menjangkau Tuhan, sementara Tuhan sudah bertahun
menjelma kenangan di tubuh kita?
2018
Rumah Kecil di Kepalamu
6
Noktah
sudah berpuluh-puluh tahun,
sesuai pintamu, di laci sudah sama sekali
tak tersedia tembakau ataupun cengkih.
aku juga telah hidup di kamar sempit,
yang tak banyak menyediakan ruang
untuk kusembunyikan kebohongan-kebohongan.
percayalah, sayang! aku bahkan telah lupa
bagaimana cara asap melepaskan diri dari udara
bagaimana api melumat ujung gulungan tembakau.
Daffa Randai
7
lebih dari itu, aku telah beralih miskin
tak berkemampuan lebih buat berdalih
tetapi jika terpaksa dan kau tetap tak percaya
ambillah pisau di dapur, baringkan aku di tempat tidur
“belah jantungku, adakah noktah di situ
yang jumlahnya melebihi banyaknya nama kau?”
2018
Rumah Kecil di Kepalamu
8
Distorsi; Tembakau dan Cengkih
ada yang akan diam-diam mengendap
di paru-parumu, sayang: sesuatu menyerupai racun,
wujud reinkarnasi dari kepul asap tembakau, cengkih,
dan saus perasa yang rutin kau sulut untuk kemudian kau
isap itu.
ia akan dengan lancang, tentu merusak rasa nyamanku
selama bermukim di organ terlapang; di samping paru-
parumu.
aku merasa terganggu bilamana ‘tar’ tampak melekat
melebihi kadar rekatku yang telah bertahun-tahun bertahan
merawat alir darah dan detak jantungmu.
Daffa Randai
9
demikian berat, sayang: bilamana harus terpaksa tinggal
di dalam kamu, dengan asap mengepul melintasi seluruh
bagian
yang sejatinya tersembunyi, sekalipun─kemudian di mana
tempat perlindungan paling jauh, paling tak terjangkau
dari wujud
lumatan api terhadap cacahan tembakau dan cengkih?
2018
Rumah Kecil di Kepalamu
10
Di Selain Kamu
sesulit itukah menjadi aku, kau sangka
harus berpayah-payah mengiris bayang-bayang
masalalu yang memilih tinggal di dalam waktu
waktu yang tak bertubuh, tak beruang,
masalalu yang bersikeras menolak hilang
sementara inci per inci hati menyempit
dan keadaan kian melahirkan masa-masa sulit
sulit menafik, sulit menafsir, sulit mengusir
segala di dalam kenangan yang sempat hadir
Daffa Randai
11
di selain kamu, tampaknya tiada aku temukan
tanda-tanda masa depan; yang lebih menjanjikan
2018
Rumah Kecil di Kepalamu
12
Di Selain Aku
di selain aku, cinta tak pernah benar-benar ada.
percayalah, sejauh jarak yang berhasrat kau lipat
jalan buntu atas keputusasaanmu mencari arti bahagia
akan selalu berujung padaku, seorang saja.
di selain aku, rindumu tak akan benar-benar sembuh
seberdarah apapun usahamu, pertemuan akan selalu
menuntunmu menuju letakku, kendati kau menolak
waktu akan semakin menuntut, agar selekasnya kau tahu
bahwa penyelamatan paling bijak adalah menyerah
; menyerahkan hatimu tidak untuk lelaki selain aku.
2018
Daffa Randai
13
Drupadi
/1/
sayembara itu, kekasih.
kudengar melalui mulut-mulut angin
yang berlintasan di bukit, sungai, lembah, dan gunung
juga dari kepak sayap daun-daun musim gugur.
dan mereka: itu brahmana Ekacakra, itu pangeran putra
raja,
ke Panchala, sama berhasrat untuk memperebutkan kau.
Rumah Kecil di Kepalamu
14
/2/
hei kau, putri mahkota raja Drupada.
sembah kasihku untukmu; titah segala kagum, izinkan kau
untuk kutuju. biar kutahu lentik mata pun cantik parasmu,
biar pesta kian meriah dan dinding dada puas berdebar.
kau yang menyelinap di tiap denyut nadiku
sedemikian inikah kau buatku luluh?
/3/
di luar adaku, itu pangeran dari segala penjuru
usai kukutuk─tiada selain, itu Salya, Jarasanda,
Duryudana, Karna, pun Sisupala, ia sama tak kupersila.
dan yang lain, sedang kunanti kabar pupusnya
yang kemudian sayembara juga hatimu itu,
biar aku yang memenangkannya.
Daffa Randai
15
/4/
angin berembus, dan tangan-tangannya
yang halus mengelus rambut, pipi, juga punggungmu.
oh, maha cemburu aku, kekasih─betapa sengit persaingan
ini
semata demi memperebutkan kau, yang maha cantik.
betapa hasrat mengunggun, betapa harap bertalun;
oh ya, menangkan aku, kekasih. menangkanlah,
biar hatimu yang lapang tak sia-sia kuperjuangkan.
/5/
pegang erat jubahku, kekasih.
kita mesti undur diri dari keriuhan musim; cuaca atas
perseteruan dan ketidakterimaan itu pangeran.
sebab ketidaksanggupanku menyaksi kau membakar diri
terlampau bertalun. kau mesti turut, nanti ke bukit nanti ke
lembah
nanti ke sungai nanti ke rumah: ibu pereka kendi tinggal.
kita kisahkan padanya, ini bahagia yang tak tertakarkan.
Rumah Kecil di Kepalamu
16
/6/
biar ayahmu kujumpai, biar restunya kudapati.
mauku kau takkan terbagi; itu dengan Nakula, Sadewa,
Bima, pun Yudhistira─pantangku membagi kau padanya.
oh, putri yang berparas bunga-bunga, perkenankanlah
biar kau termiliki hanya olehku seorang saja;
tanpa bantuan siapa-siapa, tanpa kurang apa-apa.
2018
Daffa Randai
17
Surat Akhir Pekan
melalui kotak surat di pagar rumahmu
kemarin, temanku satu-satunya
sudah kuperintahkan bertamu, semata
untuk menelusupkan titipan pesanku buat kau
sehelai amplop tanpa nama pengirim
dengan jahitan wol di bagian kanan dan kiri
tak terlalu berat, tetapi mungkin
bibi pembantu yang kau pinta
buat mengambil pesanku dari kotak surat itu
bakal terkejut, sebab kali ini bukan lagi puisi
Rumah Kecil di Kepalamu
18
tetapi, sehelai amplop berjahit wol di kanan dan kiri
berisi hati yang baru saja kuiris dengan belati
─sebagai barang bukti, agar kau yakin
bahwa selepas mencintaimu, aku benar sedia memutilasi
organ-organ penting yang ada dalam tubuhku sendiri
2018
Daffa Randai
19
Sudra
puan, antara rahim dan imbauan ibu
kemarin, selepas tragedi ketidakmampuanku
menyakukan rupiah atau berikat-ikat bunga untuk kau
lupakanlah, sebab hari kemarin
diinginkan atau tidak, tetap akan melapuk
melarikan sekaligus melahirkan hari-hari baru
tunggu, sewindu selepas hari ini
kulit-kulit kemiskinan yang melekat
di kerangka tubuhku bakal menyepuh
Rumah Kecil di Kepalamu
20
lantas, tak hanya bunga ataupun gaun
pesta meriah yang acap dikisahkan kitab
bakal berlangsung, sepanjang Tuhan belum tertidur
2018
Daffa Randai
21
Telah Kukantongi Senyummu
Telah kukantongi senyummu,
sejengkal sebelum kalimat perpisahan
merambat berkeberatan melalui lisanku.
Telah kukantongi senyummu,
sesaat sebelum lidah bergulat merawat kebisuan
dan mata menolak mengisyaratkan kepergianku.
Telah kukantongi senyummu,
menjelang jari-jemari maut mengetuk pintu
dan aku sempurna mencintai kau seumur hidup.
2018
Rumah Kecil di Kepalamu
22
Beriman Pada Kematian
aku beriman pada kematian yang secara riwayat
menunjuk kau sebagai satu dari sekian banyak hal
yang menjadi penyebab.
berlindung dari kebinasaan hari-hari yang terlipat
dan sepenuhnya mengisahkan kau yang amat
berketegaan membuatku tersesat.
di kebuntuan sejarah, aku memilih kekal
menjelma lelaki murung yang di lingkar lehernya
berkalung perasaan sesal.
2018
Daffa Randai
23
Riwayat Notasi yang Getir
aku telah berpayah-payah melukai jari sendiri
semata demi menyusun berpuluh-puluh notasi
untuk melagukan diri; yang sedang bernasib getir.
tampaknya, kemalangan sedang meraya hari
kemenangannya atas aku, atas riwayat kekalahan
sekaligus ketidakberhasilanku menahan pergimu.
sebelum punggung saling berhadap-hadapan,
sebelum kaki melangkah menuju keberlawanan
di mana letak cinta oleh dendam disembunyikan?
Rumah Kecil di Kepalamu
24
aku telah berpayah-payah mencintai kau sepenuh adanya
sedang kau lebih memilih pisah, lebih memilih dia
yang kau sangka akan memilih kau; padahal sama sekali
tidak.
2018
Daffa Randai
25
Perantara Doa
/1/
kau akan kusentuh melalui doa yang tangannya senantiasa
mengelus rambut juga pipimu di tiap kali kau jelang tidur
yang jari-jemarinya acapkali merayapi sekujur tubuhmu
dan baru akan berhenti tatkala bunyi desahmu meninggi
/2/
sementara tak kau jumpai siapa-siapa
doaku berhasil menjumpaimu dengan penuh rasa hikmat
yang kemudian doa-doa itu, menatapmu penuh rindu
merengkuhmu dengan kadar kerekatan paling rekat
di sepanjang gulir tasbihku
Rumah Kecil di Kepalamu
26
/3/
sementara tak sempat kau cecap apa-apa
doaku sepenuhnya merasai segala yang ada pada tubuhmu
semalam
yang kemudian doa-doa itu, kembali menenangkanmu
tatkala kau berhasrat untuk diam-diam melanjutkan tidur
/4/
kau akan kucium melalui bibir doa-doa
yang lumatannya tak kunjung reda─yang masih saja
bersitahan
semata-mata agar kau tetap terjaga dalam kehangatan
yang lumatannya melampaui hangat selimut
yang sapuannya menyerupai lembut debur ombak di laut
Daffa Randai
27
/5/
sementara tak kau kehendaki reda
bibir doa-doa itu menyengajakan jeda
agar kau berkesempatan merapikan napasmu yang riang
agar kau berkesempatan memantik ulang hasratmu yang
padam
/6/
sementara kau pilin ulang daun cuaca
di luar jendela, langit menitahkan hujan
yang kemudian doa-doa itu, kembali menjelma selimut
agar tubuhmu tak gigil dan ibadah tidurmu yang hening
dapat berlanjut
2017
Rumah Kecil di Kepalamu
28
Gagal dalam Kepura-puraan
Kali ini kugagal dalam hal kepura-puraan
sebab rindu sering tiba semaunya
kau beranjak sejenak; rindu di kepala sudah membiak
Kali ini kugagal dalam hal kepura-puraan
sebab rindu yang kejam itu, bersemayam di jantungku
mendesirkan namamu, mendetakkan cantikmu
Kali ini kugagal dalam hal kepura-puraan
tak dapat sembunyikan kau dari bait-bait sajakku
yang berulang kau bacai, yang berulang kau nyawai
2017
Daffa Randai
29
Surah Tentang Kamu: Ayat 1-5
(Ayat 1)
Bismillah: dengan menyebut nama kamu yang maha
kurindu
lagi maha kusayang. atas izin dan restumu, huruf demi
huruf
dalam surah ini mulai kususun. kurangkai jadi ayat-ayat,
kuterjemahkan, dan kutafsirkan dengan segala bentuk
keterbatasan.
sebab kau tahu, membahasakan cantikmu ialah satu-
satunya
ketidakmampuanku dalam hidup.
Rumah Kecil di Kepalamu
30
(Ayat 2)
Ayat-ayat yang detik ini kau bacai, ialah ayat yang penuh
dengan kata-kata, puluhan, bahkan ratusan; kau jadi
nyawa
atas tiap-tiap satuan katanya. kau jadi lantaran kenapa
sampai
seniat ini kuingin abadikan kau dalam tulisan.
maha cantik engkau: sungguh, tiada cinta selain kamu.
tiada ujung selain kamu; tujuan pulang bagi rindu,
tujuan akhir bagi hidupku. sungguh! segala kasihku
untukmu.
(Ayat 3)
Ayat-ayat yang detik ini sedang khusuk kau hayati,
ialah ayat yang berisi ucapan terima kasihku kepada
Tuhan;
karena telah bersedia menciptakanmu dengan sebaik
dan secantik itu, tanpa tanding tanpa bandingan.
Daffa Randai
31
ialah ayat yang berisi harapan: semoga Tuhanmu dan
Tuhanku
ialah Tuhan yang sama-sama merestui hubungan kita.
dan dari segala kefanaan waktu; kuharap kau tak
termasuk.
(Ayat 4)
Sesungguhnya orang-orang sepertimu ialah orang
yang wajib kukagumi sepanjang waktu. maha besar
cintaku.
sedalam-dalam laut, kau tersimpan dalam palungku;
segala puji bagi rindu. lebih baik rindu daripada tidak
sama sekali.
sebaik-baik rindu, ialah rindu yang tersebabkan oleh
karenamu.
Rumah Kecil di Kepalamu
32
(Ayat 5)
Dan jika tiba pertanda baik; hal yang ingin aku lekasi
dalam hidup ialah menghalalkanmu. menjadikan kau
tambatan;
muara atas segala bentuk kebahagiaan. semoga kau
berkenan.
2017
Daffa Randai
33
Sangkar-Sangkar Kenangan
Pada malam yang keramat
di mana luka dan rindu larut jadi satu
di sana kita sama tertunduk
; meraya tangis dalam beku.
Mata-mata di sekitar kita
berjatuhan di pucuk meja, berserakan
di lantai, berhamburan ke mana-mana
; begitu pun mata kita.
Rumah Kecil di Kepalamu
34
Sepanjang musim kita membisu
melumpuhkan kata-kata, menanggalkan suara
menyayat mulut masing-masing
; menyimpannya di saku celana.
Gelas-gelas di sekitar kita, penuh dengan air mata:
air mata luka, air mata rindu, dan lalu tumpah
; merupa dendam sewarna duka.
Malam sudah lapuk, kita sudah rapuh
sepanjang waktu kau dan aku cuma, habiskan hidup
buat semata-mata, memelihara kesedihan
; pada sangkar-sangkar kenangan.
2017
Daffa Randai
35
Rumah Kecil di Kepalamu
Andai kau izinkan, kekasih
ingin kudirikan rumah kecil di kepalamu
tempat buat berpulangnya para rindu: melepas letih
bersamamu
Kau tak perlu cemas andai satu di antara
rindu menghampirimu dengan wajah tertekuk
atau malah mengutuk senyumnya jadi lusuh
Kau jangan lekas berprasangka
mungkin ia hanya sedang butuh
perhatian dan pelukmu, juga cumbu atau kecup dari
bibirmu
Rumah Kecil di Kepalamu
36
Rindu-rindu pun butuh waktu
buat meminang segala kenang yang membatu di keningmu
rindu-rindu pun perlu meraya temu
bersetubuh sekali waktu buat menuntaskan pilu
Rumah kecil di kepalamu akan juga kusertakan
pijar bulan atau bintang selaksa lampu
penunjuk arah: agar rindu-rindu kita nanti
tak tersesat dan dapat pulang dengan selamat
2017
Daffa Randai
37
Memelihara Kebimbangan
kemudian biar waktu yang memelihara
segala kekecewaan kita. kendati ibarat daun, kau satu-
satunya
lembar yang tiada kurelakan hempas, tapi angin yang itu
terlampau menilaskan pilu. yang kemudian kita berdua
tak ubah sebatas debu di tengah badai yang riuh
dihuyung ke sana ke mari, disapu habis dan bersih.
seusai itu, siapa di antara kita
yang lebih mawas untuk bertahan?
Rumah Kecil di Kepalamu
38
selambatnya gugur daun menyentuh tanah atau
kucur darah membilas punggung pisau, dera deraian air
mata
atau desahan sepasang dara yang kan lebih dulu kita
saksikan?
sementara yang tersisa ialah bayang, selambat-lambatnya
yang kita gumuli tampak tak ubah sebatas wujud
kebimbangan.
2018
Daffa Randai
39
Pascamusim Penghujan
Pascamusim penghujan itu, ada semacam getir
yang tak kunjung turut mengalir. Ialah rinduku, Kekasih
yang tak usai ditingkap temu, yang tak hangus disulut
waktu
sekalipun kau pantik risauku, musim dan windu
pantang mengoyak niatku, sebab menulis tentangmu
tetap kan jadi kekhilafanku seumur hidup.
Pascamusim penghujan itu, ada semacam senyap
yang tak kunjung dapat kudekap. Ialah tubuhmu, Kekasih
yang menyublim di bibir waktu, yang melesap di ujung
rindu
Rumah Kecil di Kepalamu
40
berkalipun kau pintakan usai, nadi dan detak
pantang menghalau hasratku, karena melukiskan
anggunmu
tetap kan jadi kegawalanku sepanjang hidup.
Pascamusim penghujan itu, ada semacam sesal
yang tak kunjung dapat kucekal. Ialah perpisahah, Kekasih
yang melantari kepiluan, yang menceraikan harapan
kendatipun kau minta cukupi, derita dan maut
pantang memintasi niatku, sebab duka yang kau lantari
terlanjur abadi di tubuh sajakku ini.
2017
Daffa Randai
41
Dari Tiongkok ke Musi
: Legenda Pulau Kemaro
/1/
dari Tiongkok, aku berlayar menuju hatimu yang lengang.
menuju Musi menuju Ogan menuju Lematang
atau henti di dada Ampera, boleh sedia untuk berdagang;
menjual kesendirian, atas tabiat cinta yang mungkin saja
terlarang.
Rumah Kecil di Kepalamu
42
/2/
kau akan kujumpai, sedang restu dari rajamu
jadi hal paling kunanti.
sebab bukan lagi dustaan, kau sungguh kudamba
sejak di jumpa pertama, Fatimah.
betapa arus matamu, memperdayakan hatiku
betapa agung hasratku untuk dapat meminangmu.
/3/
seperti pintamu, sudah kujumpakan kaisar
dan sejenak, kita boleh akan berlayar.
menuju China menuju cinta menuju raja dari segala restu
dan doa.
maka andai telah sampai, baik kupinta pada pengawal
agar kiranya diperkenankan, kita pulang berbekal
sembahan.
untukmu, Putri sanggup kusimpan permata di tujuh guci.
Daffa Randai
43
/4/
seusai berlayar, di rusuk Musi cemasku bertalun mendaki.
sempat bertaruh curiga, aku berhasrat memungkas tanya─
sepanjang berlayar, kita dibekalkan apa?
maka kutanya pada matamu, dapatkah kau turut padaku:
menyaksi isi dari ketujuh guci
iakah sawi atau permata seperti yang aku ingin.
/5/
kau turut cemas, sedang pandangmu menuntun hatiku
teremas.
sebab di dalam bekal tak seperti terduga,
maka kupilah berselam, kendati tak pandai berenang.
terkaku tiada permata, sedang kusalah sangka.
khilafku seutuhnya, semata demi kau, Fatimah!
bilapun sampai di tubuh Musi, perkisahan kita berakhir
maka pintaku sebadan hati, hendak kau jangan menangis
kendati cinta beralih takdir, kuharap kau haram berpaling.
2018
Rumah Kecil di Kepalamu
44
Menyusulmu ke Dapur
satu kebiasaan yang hendak kuselalukan
ialah menyusulmu ke dapur
justru ketika kau sedang sibuk mencuci piring
atau mencuci sisa kecupan
yang masih saja membekas
atau mencicip lagi dekapan
yang berasal dariku yang acap
memelukmu dari belakang
; tanpa tunggu aba-aba
Daffa Randai
45
terkadang, setiap kali begitu
air yang genit memercik membasahi bibirmu
lalu dengan penuh isyarat
kau raih wajahku sambil berucap:
”maukah kau mengeringkan bibirku
dengan bibirmu yang sedang basah-basahnya itu?”
2018
Rumah Kecil di Kepalamu
46
Di Angkringan Jalan Batikan I
petang seusai gerimis, kita berjalan menyisir rusuk
kenangan.
menuju Batikan menuju teduhan menuju angkringan
tempat segala kegelisahan dimulai.
sepanjang tepian, mata lampu tampak memata-matai mata
kita
sedang kita terlampau abai dengan situasi sekitar.
“boleh kupinjam matamu, sekadar untuk tahu
selentik apa bulu cemburu?”
2018
Daffa Randai
47
Di Angkringan Jalan Batikan II
setibanya di angkringan, kita lekas saling memesan.
pada penjual yang menyaji bermacam rayuan─
secangkir kopi, katamu
dengan takaran yang pas: sedikit curiga, perbanyak
rindunya.
satu lagi, Mas. secangkir ciuman dengan lumatan yang
khas:
sedikit cumbuan, perhalus ritmenya.
sejak mata lampu mengerjap, kita tuntas saling mendekap.
2018
Rumah Kecil di Kepalamu
48
Di Angkringan Jalan Batikan III
di angkringan aku menyaksi
dari bibir secangkir kopi, rindu mengepul hati-hati.
dari bibirmu yang dingin, desir darahku meninggi.
“dingin semacam inikah yang sejak lama kau idam-
idamkan?”
suatu alasan agar jari-jemarimu leluasa
menari di sekujur tubuhku yang basah, suatu peluang
agar kau leluasa menuntunku menuju malam paling
desah?
2018
Daffa Randai
49
Sebuah Sajak Penyesalan
Kendati keping penyesalan itu kerap berlayar
mengarungi jantung, maka andaipun karam
karamlah aku di persimpangan detakmu.
detak yang menyekap segala kekhilafan rindu
detak yang memintasi niatan temu; dan detakmu
adalah detak yang melesapkan keberadaanmu
dari himpunan sajakku.
Kendati bilah penyesalan itu acapkali mendayungi
nadi, maka andaipun pupus
pupuslah aku di kepincangan denyutmu.
denyut yang menyesap segala kepiluan waktu
Rumah Kecil di Kepalamu
50
denyut yang mengerisutkan janji; dan denyutmu
adalah denyut yang membiaskan namamu
dari tiap-tiap larikan sajakku.
Kendati gelintir penyesalan itukerap melayari
persungaian mata, maka andaipun penyap
penyaplah aku tersingkap kerjapmu.
kerjap yang menulahi jarak
kerjap yang meluputkan tatap; dan kerjapmu
adalah kerjap yang memusnahkan hidupmu
dari kehidupan sajakku.
2017
Daffa Randai
51
Tatkala Kita SudahSaling Mencintai I
/1/
tatkala kita sudah saling mencintai
suatu pagi mungkin akan kita jumpai
daun-daun berjatuhan di mata kata-kata
ditingkapnya sajak pada surat kabar
yang mengabarkan kau dan aku
yang sedang berpacu dalam rindu
di mata ruang yang satu
Rumah Kecil di Kepalamu
52
/2/
daun-daun yang jatuh, katamu
rindu-rindu yang luruh, sahutku
betapa kita saling bermanja
menyaksikan bias cahaya yang dengan tergesa-gesa
melucuti sisa pagi yang kita punya
pagi kita sudah habis, katamu
tapi rindu kita? sama sekali belum!
/3/
kemudian kita saling bergegas
menyudahi ciuman-ciuman yang sejak semalam
belum juga kita redakan
di samping kau kenakan ulang
huruf-hurufmu yang telanjang
aku terdiam menutup mata
sambil meninggalkan kau sendirian
Daffa Randai
53
/4/
tatkala kita sudah saling mencintai
suatu masa mungkin akan kita jumpai
bunga-bunga bermekaran di taman kata-kata kita
diharumkannya sajak pada surat kabar
yang mengabarkan kau dan aku
yang sedang berpacu dalam cinta
dengan kadar kecintaan yang tiada bandingnya
/5/
sudah sejak kapan kita saling mencintai? tanyamu
sejak jauh sebelum kau ada! jawabku
kemudian kita saling bertanya
menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang sebenarnya
sama sekali tak perlu kita tanyakan
2017
Rumah Kecil di Kepalamu
54
Tatkala Kita SudahSaling Mencintai II
/1/
tatkala kita sudah saling mencintai
ciuman-ciuman yang berasal dari bibirmu
juga bibir secangkir kopi
ialah hal yang paling kunanti setiap pagi
sementara kau pergi ke dapur
untuk menyiapkan sarapan
aku ke teras menyaksikan huruf-huruf
yang telanjang di koran renang
Daffa Randai
55
/2/
di teras rumah, daun-daun berguguran
sementara sepasang burung
kusaksikan sedang khusuk berbalas ciuman
ada yang gaib, batinku
bagaimana burung dapat saling melumat pandang
di samping paruhnya yang runcing dan panjang?
/3/
saat itu kau masih di dapur
merebus embun dan cahaya
agar seusai mendidih dapat kau sulap jadi sesaji
dalam upacara permandian kita
didihan embun kau yakini
sebagai bentuk penyucian diri
dari hadas cemburu
tatkala kita sedang dipisah jarak dan waktu
Rumah Kecil di Kepalamu
56
sedang didihan cahaya kuimani
sebagai bentuk pemurnian diri
atas hadas curiga yang kerap kita tunaikan
dengan atau tanpa sengaja
/4/
tatkala kita sudah saling mencintai
pelukan-pelukan yang berasal dari tubuhmu
juga tubuh para rindu
ialah hal yang paling kubutuhkan setiap waktu
sementara kau mulai lucuti pakaian
aku bergegas membalutmu dengan rengkuhan
/5/
kemudian kita tanggalkan kata-kata
kita biarkan bunyi desahan
saling bersahut dengan tiada henti-hentinya
2017
Daffa Randai
57
Tatkala Kita SudahSaling Mencintai III
/1/
tatkala kita sudah saling mencintai,
sekadar untuk membahagiakanmu
aku kuasa menjelma siapapun.
seandai Liu Guojiang kepada Xu Chaoqin
atau Tan Bun An kepada Siti Fatimah.
aku bersiap melarikanmu dari restu yang tak sampai
atau bersurat dengan kaisar untuk memintakan emas.
Rumah Kecil di Kepalamu
58
/2/
sebab ibarat Fatimah, akulah Tan
yang mencintaimu sejak di jumpa pertama,
sedang ibarat Xu, akulah Liu yang hanya
akan mati di dekap dan genggam tanganmu.
nyaris tiada yang melampaui kebahagiaan kita, kekasih
terlebih tatkala kita sudah saling mencintai.
/3/
untuk menyukakan hatimu, aku bersiap menyulam senyum
atau memahat kata-kata jadi puisi
agar dapat kau bacai di sepanjang pergantian musim.
untuk menandakan setiaku, aku berhasrat memisalkan kau
jadi Xu Chaoqin , sedang aku tetaplah Liu,
yang tak sekalipun pernah berpaling
Daffa Randai
59
/4/
tatkala kita sudah saling mencintai,
kendati restu tak menyertai atau ujian tiba berganti
bukan lagi perintang untuk kita sama berlari.
baik ke Goa atau Pagoda, kita akan tetap bersama.
menuju Musi atau Jiangjin, boleh sedia kita sanggupi.
sebab tatkala kita sudah saling mencintai,
hidup dan mati bukan lagi jadi
sesuatu yang pantas untuk ditakuti.
/5/
kendati di ujung alur, aku berlaku ibarat Liu,
kaulah Xu bagi hidupku; yang senantiasa setia
dan berkenan mendoa dijelang kuhabis usia.
kendati di ujung masa, aku bertakdir seperti Tan,
kaulah Fatimah, manusia paling aku cintai
yang turut berhanyut diri tatkala kuraib di badan Musi.
2018
Rumah Kecil di Kepalamu
60
Tatkala Kita SudahSaling Mencintai IV
/1/
tatkala kita sudah saling mencintai,
dalam hidup, aku sama sekali
tak membutuhkan apapun, kecuali
secangkir senyummu terseduh
sekaligus tak tersudahi
di hadapanku, tanpa tapi
; tanpa perlu yang lain-lain.
Daffa Randai
61
/2/
di meja makan, sederhana saja
aku tak piawai menuntut
untuk kau sajikan segala-gala.
kau cukup duduk di kursimu,
dan aku akan selalu berada di hadapanmu.
dengan begitu, mudah-mudahan
kesehatan bagi hatiku, hatimu juga
; dapat terjaga sehari-harinya
/3/
tatkala kita sudah saling mencintai,
usia dan angka-angka biarlah
kita pikuni sebaik dan setuntasnya.
Rumah Kecil di Kepalamu
62
sebab satu yang kita imani,
menjadi tua sama halnya
melapukkan kebahagiaan-kebahagiaan
yang sama sekali tak pernah kita inginkan.
/4/
di kamar tidur, telah kutiadakan
sisir, bedak, juga alat perias yang lain.
sebab melihatmu bersolek
sekalipun hanya di hadapan cermin
itu bagiku sudah neraka.
di samping hal-hal lainnya
yang sama sekali tak aku suka.
2018
Daffa Randai
63
Di Laut Matamu
di laut matamu, raut rinduku menjelma debur
yang tiada henti-hentinya bersitahan menjaga pasang
menjelma karang yang senantiasa tabah
kendati harus berkali terhantam gelombang
di laut matamu, rindu-rinduku berlayar
menuju pulau paling purba, tempat di mana
setiap indah mewujud kau semata
tempat di mana setiap jumpa
dapat tertunaikan dengan atau tanpa rencana
Rumah Kecil di Kepalamu
64
di laut matamu, tak ada yang lebih perlu untuk dirisaukan
selain harapan yang mungkin
akan karam di tengah karang kenangan
tak ada yang lebih perlu untuk dicemaskan
selain kecemasan yang terjadi tatkala
laut matamu tak lagi menandakan tanda-tanda ketenangan
2018
Daffa Randai
65
Matamu Adalah Rumah
Matamu adalah rumah
yang melindungiku dari segala godaan musim
jawaban paling pasti: atas pertanyaan
tentang bagaimana caraku mengimani rindu
yang melulu berasal dan disebabkan oleh karena kau
Matamu adalah rumah
yang menjauhkanku dari segala prasangka buruk
jawaban paling sahih: atas pertanyaan
tentang bagaimana caraku menyadur cantikmu
jadi himpunan puisi yang tak kunjung usai kutulis
Rumah Kecil di Kepalamu
66
Matamu adalah rumah
yang menyelamatkanku dari segala perapian cemburu
jawaban paling arif: atas pertanyaan
tentang bagaimana caraku mengheningkan rindu
yang melulu disebabkan oleh karena kau jauh
2017
Daffa Randai
67
Makan Malam
: Dhea S. Mahesa
Gadis itu tampak sibuk menyangrai malam
mengaduk kenang, memilin bayang
meneguk rindu dalam secangkir ingatan
Tangannya merangkul sepasang sendok
merupa peluk dalam jarak dan lamunan
Ia menanti pulang keping-keping hati
kapling-kapling bulan, tangkai-kuntum melati
yang dibawa lari oleh kekasihnya sendiri
Rumah Kecil di Kepalamu
68
Aku tahu, sudah berabad ia begitu
makan-minum sendiri, sampai perlu isi ulang air mata
persediaan habis katanya, terlalu sering ia menduka
Makan malam kali itu, kupandangi ia dalam-dalam
dengan mata yang meleleh di pucuk meja
sedang matanya, leleh dipungkas kenangan
2017
Daffa Randai
69
Sungaiku Sungaimu
Sudah berperahu hari-hari, dayung berpeta melayari
sungai-sungai
; tak bernama. Tak ada bakau atau tembakau lagi
tergulung,
cuma dada bergelombang, beriak, sekaligus berkedalaman.
Di hadapanku, jarak semakin tak terukur; dan rahasia.
Burung-burung bersiulan, menyingkap sunyi sepanjang
pagi
; tetapi sungaiku belum sungaimu. Daun-daun rengas
bersitahan,
tertahan di dahan, sekaligus gugur; meriasi tepian.
Rumah Kecil di Kepalamu
70
Tetapi sungaiku mungkin sungaimu, setelah berperahu
hari-hari,
dayung berpeta melayari segala yang rahasia, dan terhenti.
Daun-daun rengas bersitahan, tertahan di dahan, sesekali
gugur
; sungaiku sudah sungaimu, semenjak pagi bercincin
di jari-jemari waktu.
2018
Daffa Randai
71
Berita Duka
dan hujan pun larut dalam secangkir dukamu
meluruhkan iba pada daun-daun kamboja
karangan bunga, ukiran nama
juga istana merupa tanah yang bagimu itu jatah:
batas persimpuhan buat pamit pada mereka
bunga-bunga setaman tiba tumbuh di muka air
permandian, buatmu nanti kembali pulang
lalu di luar ramai langkah, berkecimpung air mata
Rumah Kecil di Kepalamu
72
sebelum waktu mengantarmu pada
tempat paling pangkal: buat meniti selangkang hidup
di muka raya yang senasib, pulang ke pangkuan-Nya
kau buat pengakuan, semesta laku di lembar kafah
2017
Daffa Randai
73
Gadis Penjual Telur
: Sum Kuning
/1/
empat puluh delapan tahun lalu, Sum
mulut-mulut angin yang tak terhitung jumlahnya
acap menjelma berita; huruf dan kata-kata
berserakan di buku dan surat kabar.
dikisahkannya padaku, Sum─kau si gadis penjual telur.
/2/
di pascasubuh, di langit dan daun pagi
tapak kakimu yang mungil membangunkan matahari.
jejakmu yang lugu, dieja jalan, dihapal ranting juga
pohonan;
dan kawanan embun, diam-diam menyaksikan kau
tanpa luput juga tanpa kau tahu.
Rumah Kecil di Kepalamu
74
/3/
kau kubayangkan, Sum─sedang berjalan
membelakangi sekaligus menghadapi hari-harimu yang
dingin.
dan aku orang asing, menyaksi kau ulur jalan tiap pagi
menuju pergi; menunggu datangnya bus
yang biasa kau tumpangi.
/4/
selagi bakul, selendang, dan telur kau istirahatkan
di bangku bus, jarak melintas ke ujung jalan;
ke arah telur-telur itu dialih-tangankan.
itu langganan, demikian kau sebut, Sum─
kepadanya takar-panggulmu diringankan.
Daffa Randai
75
/5/
jalan-jalan api membakar jejak-jejakmu yang dingin.
kelopak cahaya; kelopak pipimu yang kuning─
teradu di peraduan, sedang tak satu khilaf pun kau
keluhkan.
sebab tapak bagimu, Sum─setahuku, semacam peta
menuju angka-angka yang mesti kau lipat
seada dan sedapatnya.
2018
Rumah Kecil di Kepalamu
76
Melukis Burung Kasuari
tubuh seorang gadis, terpajang
di putik ranjang, tubuh lelaki berkumis
merayap-rayap di atasnya.
dengan setengah sadar
aku mengendap-dekati mereka
diam-diam sekali kuselundupkan mata
melalui lubang kunci kamar.
tubuh seorang gadis, kutangkap masih
telungkup-menantang, tubuh lelaki berkumis
sudah tak ada di sana─masih setengah sadar
aku mengendap masuk ke kamar.
Daffa Randai
77
dalam-dalam sekali, kupandangi sekitar
dan benar, sudah tak ada lelaki di sana.
kemudian si gadis terhenyak─
memintaku melukis jenis burung kasuari
yang paruhnya menyerupai
; jenis burungku sendiri.
2018
Rumah Kecil di Kepalamu
78
Terkenang di Kerut Kening
Kupacu bulan menuju barat, menuju pintu
dan panti kerinduan yang tersemat
di lengkung alismu yang hangat.
kutandai jalan; peta menuju hatimu, garis samar
yang acap-sukar diurai, hari yang tak bernama;
rahim dan mihrab kata di jantung sajak yang tawar.
Oh, gadis bulan ketiga, kita berselang umpama;
ikan berenang menuju arah berlawanan.
kau terkenang di kerut keningku yang malang.
Daffa Randai
79
Kupacu bintang menuju barat, menuju pintu
dan panti kerinduan yang tersemat
di kuncup dadamu yang hangat.
kutandai jalan; peti menuju maut, garis-garis tawar
yang acap-sukar dicekal, hati yang tak bernada;
bunyi dan sunyi di larik sajak yang patah pucuk ditulis.
Oh, gadis penyuka rasi bintang, kita bersaing umpama;
sepasang peluru melesat saling meluka.
kau terkenang di kerut kening;
aku terkekang dikerat rindu yang hening.
2018
Rumah Kecil di Kepalamu
80
Menanam Rindu
Aku pernah menanam rindu di jantungmu
dini hari waktu kau masih menenun mimpi
meraung wajah-wajah pagi, juga langit
merupa embun pada daun-daun sunyi
Seusai tiba berpuluh musim, aku ke mari
membawa hujan, sambil bertanya
tentang yang pernah kutanam:
“apakah rindu itu masih terus kau rawat
setelah kita sudah tak saling ingat?”
Daffa Randai
81
Sampai kemarau datang meranggas tanyaku
kau masih bisu, merawat sunyi di bibirmu
Sekalinya masih kupaksa masuk
pada tirai pintu matamu,
di sela tangis yang mendayu: kutahu sudah
tiada tumbuh, sepohon rinduku lelayu
; terguyur kering air matamu
2017
Rumah Kecil di Kepalamu
82
Garis Hitam Masalalu
: N. Evani M.
/1/
gelap menyampul kaca jendela
dan aku menulis puisi tentang kau;
bulir-bulir masalalu
yang kadang sering kurindu.
/2/
seperti malam yang asing, siangku
hilang terhalang mimpi-mimpi
dan pagi tak pernah benar-benar ada
terhitung sejak kau pergi.
Daffa Randai
83
/3/
gelap yang gagap menyelinap
di deru dadaku yang sesak,
tampak mengalir sebuah bayangan
seorang gadis bermata sipit
dengan rambut yang terurai
; nyaris menyerupai kau.
/4/
seperti hari-hari asing
yang berlalu tanpa kau kini;
tak seorang pun berhasil, dan aku
yang gagal melupakan kau, sekali lagi.
/5/
betapa puisi getir bergetar
di tubuhku yang sunyi,
dan kau garis hitam masalalu
terlampau sulit kuhindari.
Rumah Kecil di Kepalamu
84
/6/
seperti siang yang asing,
tak terlihat satupun jalan;
dan puisiku sedih mengingat kau
yang terpaksa harus tinggal
; di dalam kenangan.
2018
Daffa Randai
85
Lebaran
Tinggal sepekan, tanggal seakan
menyiapkan kesepian-kesepian
yang tak pernah selesai kusiapkan
Kawan-kawan, sudah berkemas
berpadat-padat ke terminal ke bandara
berpulang ke kampung halaman
Kue lebaran, di rumah pastilah
sudah mama siapkan beragam-ragam
pempek, rendang, gulai serba berdaging
Rumah Kecil di Kepalamu
86
Baju lebaran sudah dibeli, sudah rapi pun
lengkap dengan sarung, sajadah, dan peci
mama gantung di almari, dipandang berhari-hari
“Ini baju siapa kan pakai, nak?”
mama sudah siapkan, tapi kau tak jadi pulang.
Berpedih-pedih jua papamu bilang:
“hati-hatilah di rantau, dari jauh pulau
sedia mama papa kirimkan, setoples peluk
agar sedihmu tiada berlangsung berlarut-larut.”
2018
Daffa Randai
87
Menjelang Usiaku Menua
Menjelang usiaku menua, ada beberapa
yang ingin aku segerakan, di antaranya
menjemput kematian yang bersarang di kepala
meminum sisa air yang jatuh dari langit-langit mata
Menyecap janin-janin duka: dari rahim para pengiba
yang telanjang di rindang sunyi, di riuh langit
di dinding dada yang perlahan mengelupaskan
tangis dan ketidakrelaan para sanak saudara
Rumah Kecil di Kepalamu
88
Meminang segala sesal, menyetubuhi kecemasan
yang sempat lelap di ranjang dan di bantal-bantal
rumah yang dihuni para malaikat pencabut nyawa
dan daun gugur di halaman bertuliskan nama
Tuhan, aku ingin mati cepat!
pintaku. Sebelum aku benar dilupa
bahkan oleh mereka: yang telah galikanku makam
2017
Daffa Randai
89
Memisalkan Cantikmu
Di samping seluruh rahasia
yang tak kunjung usai disampaikan
mulut-mulut kata dari himpunan sajakku
ribuan hal menyoal tentangmu
sedang giat-giatnya kusadur
kusederhanakan jadi kata umpama
buat memisalkan cantikmu
yang tak termisalkan itu!
Di samping seluruh sanjungan
yang tak kunjung habis disampaikan
Rumah Kecil di Kepalamu
90
mulut-mulut kata dari rumpunan sajakku
jutaan hal menyoal indahmu
sedang giat-giatnya kuramu
kuimani dengan sepenuh dan setulus hati
dengan kadar keimanan
yang tak tertakarkan itu!
2017
Daffa Randai
91
Risalah Sebuah Penantian
: Pyramus & Thisbe
/1/
kesedihan terkurung di ketinggian bukit.
menara yang urung dibangun,
pohon mulberry, seekor singa,
dan aku yang nyaris gagal menujumu
; dikutuki purnama.
/2/
angin yang murung dan cahaya
yang redup mengikuti pergiku.
juga nasib jalan-jalan yang terlipat
; di tiap jejak langkah.
Rumah Kecil di Kepalamu
92
/3/
aku telah sampai, kini.
sebelum arah peta terakhir bersikeras
menipu dan menyesatkan berkali.
dan aku menanti, kau! tatkala cahaya
berguguran di jubahku yang basah,
; kecemasan padamu memuncak.
/4/
dan aku menanti, kau.
di mana hutan-hutan sunyi,
pepohonan kering, dan rencana
kepergian kita, tak setahu siapa-siapa.
tetapi kau di mana? malam makin mencekam
; kau tak juga datang.
/5/
mulut-mulut angin yang tak terhitung jumlahnya,
bersitahan di dahan kecemasan hatiku yang malang.
tak ada menara, dan kau pun juga−
Daffa Randai
93
betapa waktu menggigil, biola dan sitar kesunyian
; melagui sedihku yang tahan.
/6/
tersesatkah kau, manisku?
jalan memang berliku, tapi yakin kutekadmu lurus;
tak ada jejak-jejak sunyi, kesemogaan pun kawanan singa
sedang tak berjaga, kini. tetapi kau di mana?
purnama nyaris jatuh dan tenggelam
; termakan getir penantian.
/7/
cericit burung, desis cuaca
yang diam-diam merayu terbaca oleh mataku.
selendang biru dan aroma tubuh, redup cahaya
terang suaraku; menangkap sampaimu.
kaukah itu, manisku?
oh, betapa lenganku sudah bersiap
; melilit kau dalam pelukan.
Rumah Kecil di Kepalamu
94
/8/
tetapi tidak, dan aku menanti
kau yang tak sampai-sampai. oh, bayang-
bayang pedih, jangan jelmakan siapa-
siapa selain dia. betapa untuknya, doa-
doa berserakan dan cemas kemasan rasa
; ini hatiku berhamburan.
/9/
angin murung, dan cahaya yang redup
mengutuk penantianku. mulut-mulut belati
yang runcing, serta harapan-harapan yang tumpul
pun habis mengepul. dan kau di mana, kini?
betapa daun cemasku membusuk, dan segala
tentangmu berakhir−lalu semata demi kau
; surga beralih jadi tempat kumenanti.
2018
Daffa Randai
95
Kuperahukan Surat
Seusai hilangmu, musim bagiku
ialah sunyi yang membatu
muasal dari segala pilu, dan puisi luka
yang habis kurangkai untukmu
Daun waktu yang mencuri senyum
atau lukis wajah dari mataku, masih kudendam
sebab denganku tak boleh satu pun luput
tak juga bayangmu
Rumah Kecil di Kepalamu
96
Kias-kias kata yang terhimpun dalam sajak
atau telaga tempat kuperahukan surat
melulu berisikan engkau: nyawa atas jutaan rasa
Jangan kau hilang dari sela-sela hurufku
andai tak ingin sajak jadi pisau pembunuh
sebab kau tahu tak hanya aku
sajakku pun membutuhkanmu
2017
Daffa Randai
97
Menelan Tanda Tanya
melintas di bukit, jalan terjal berliku, sayangku.
hati berdesir, mata membayang jurang-jurang
; membiaskan kau dari lamunan.
sepanjang lajuan, cemasku tak kunjung berkirai
tampak seperti ada yang mungkin tak akan sampai
baik wajah atau kabarku, di bukit matamu yang landai.
sekarang kutanya, mendoa atau menduakah kiranya kau,
andai kelak kabarku datang bersama ajal?
2018
Rumah Kecil di Kepalamu
98
Betapa Adamu
Kendati mata dan arah pandangku luput
adamu kian meriwayati nadi
melenguhkan kekhilafan, menyurati ketabahan
Betapa adamu, paruhan genap gasalku
betapa arif adamu, betapapun cintanya aku
Sungguh lagi kuramu segala tafsiran ini
cantik dan ayu, pun senyum
yang tersadur dalam larikan puisi
Daffa Randai
99
Kuimani kau dalam sunyi, kupuji kau dalam zikir
membiaklah di mimpi, meretaslah di takdir
biar padamu jua kiasan harapku berakhir
Bahkan di unggunan rayu kian berapi hasratku
membara terpantik temu, menggebu terhimpit rindu
2017
Rumah Kecil di Kepalamu
100
Selepas Kau Kawin
: Yeni Astuti
adakah yang sejak bertahun masih senantiasa kita gumuli
selain perihal dendam dan luka hati, kekasih?
terlebih di selepas Juni, kala kau bergaun pengantin,
disanggul dan turut disanding.
dara janur yang lengkung, pun derit dadaku yang
lengking─
turut menyaksi hari bungahmu yang tahir.
sementara mata berkaca luka, di helai sunyi pandangku
tanggal.
Daffa Randai
101
“oh ya, aku resmi mendendamimu, kekasih!
terlebih selepas kau kawin.”
sedang di jumpa terakhir, harapku kau haram menangis.
2018
Rumah Kecil di Kepalamu
102
Pada Taman
Seumpama aku jadi daun kering
pada taman tempat kau berjaga
apa kiranya lalu akan kau perbuat?
menatapku lama-lama dalam sapa-sapa angin;
atau menyapuku lalu kau biar tersiksa?
Saban pagi aku menggugur
dari tangkai juga rimbun: langit yang melukis engkau
tiada sampai hati berlamaan menghakimi
Daffa Randai
103
sedang dari ujung utara, angin menatapku sirik:
menerka aku sengaja membuat kau terusik
Padahal begini, sedang terus aku menanti
kau berlari menuju taman setiap pagi
lagu matamu pelan datang menghampiri
duduk di tepi kursi, sambil melempar
setangkai senyum untuk terus kujatahi
2017
Rumah Kecil di Kepalamu
104
Demi Hasratku
Bahkan jauh sebelum kuhayati kau
dalam senyum pembiasan itu
tempias cantikmu usai membatu
di persungaian bayangku
Merisaki keheningan
mendayungi kiasan tafsir
juga siasat kalaupun ujungnya kau bakal kutaksir
Sungguh terlampau kusurgakan engkau, kekasih
betapa ringkasan dari segala indah itu
mewujud anggunmu
Daffa Randai
105
Bahkan tak kujumpai bilangan
untuk sekadar membilang ayumu
yang tak terbilangkan itu
Demi terpujinya hasrat ini
atas nama Adam dan Hawa
sudikah kendati kupersunting kau, kasih
dengan bermaskawinkan puisi?
2017
Rumah Kecil di Kepalamu
106
Bukan Tak Mungkin
di kemudian hari,
bukan tak mungkin andai kita saling melupa
kau berlari ke selatan menuju janur pelaminan
aku tertatih ke arah barat menunggang sesal yang berkarat
kau mendesau di atas ranjang; aku tercekau lagi
terpanggang.
belakang hari,
bukan tak mungkin andai kita saling meluka
aku berperang lagi berdarah, sedang kau manja di
cumbunya.
betapa tak bernilai nyawa, betapa terpuji kata
benar pun nasib, bukan padanan setara.
Daffa Randai
107
lebih daripada itu,
bukan tak mungkin andai kita saling menyesal
sebab bagimu pernah membuang, sedang bagiku pernah
mengenal.
sebentar kita saling termangu, di luar nasib
; takdir beringsut, yang kemudian adalah hening
nyanyian bagi kesunyian masing-masing.
2017
Rumah Kecil di Kepalamu
108
Gerimis Telanjang
Gerimis telanjang di sepanjang jalan,
dan rusuk parit yang keruh meluapkan kenangan.
halte di tepi gedung, nyanyi biola, hari-hari
yang sedih terus terjadi dan berulang.
Aku tak berpayung, berbasah-basah
mencari kau yang tak beralamat.
lampu kota yang gigil, kaki gerimisyang
runcing, dan segala tentangmu yang sedih
; gagal membuatku berpaling.
Daffa Randai
109
Gerimis telanjang di sepanjang jalan,
dan aku musafir asing
yang tersesat di simpang kenangan.
halte di tepi gedung, denting piano, hari-hari
sedih yang membikin hati terajang-terisis.
Rambu-rambu yang beku di samping
persimpangan buntu, arah di peta yang hilang,
dan segala tentangmu yang getir
; gagal kugubah ke dalam syair.
2018
Rumah Kecil di Kepalamu
110
Hari Besar Kepergian
Petir tiba menyanyat kesunyian
yang bersarang di lekuk hatiku yang malang.
badai melumat keramaian air mata,
dan kau-aku, saling berpaling ke lain arah.
Ranting sungai meluap, mengalir liris
ke kediaman dada dan sesak, manisku.
tinggal pahit yang terpahat di kisah perkasihan kita.
Sekawan debu menggebu di degup jantung
; jurangkah ini, manisku?
kurung aku jangan di cuaca yang murung.
Daffa Randai
111
Sebab tak ada jalan balik di bilik bulan musim ini
dan kita akan ke mana seusai pergi?
2018
Rumah Kecil di Kepalamu
112
Musim Hujan Kecupan
Suatu pagi, di musim hujan kecupan
di kaki ranjang yang beku, rintik desau berguguran.
berderai ke bukit, lembah, dan jurang;
dan telagamu yang dalam
merumahi burung-burungku yang malang.
Suatu pagi, di musim hujan kecupan
daun jendela pun daun bibirmu yang rekah,
tersibak dan terpenjara; seorang aku di dalamnya.
Daffa Randai
113
Oh, rumah bagi burung-burung, pelihara aku
di sela bukit paling rahasia, leluasakan aku
agar lembah, jurang, pun telaga di tubuhmu
yang basah dapat kueja penuh gairah.
2018
Rumah Kecil di Kepalamu
114
Sesal Yang Terdampar
sesal yang kini terdampar di bibir waktu
menjadi suatu pertanda: tragedi akhir bulan juni
kala laut mata mengering, kau bersikeras buat berpaling
menyangka hati ialah kabut yang dengki
memupus segala tangguh, hati sebatas kata sunyi
memaksa laut mengguyur kering di kemarauan
di atas kapal, di atas laut, di ujung malam
dalam jalan pulang, kejujuranku diringkus badai
kau bersusah menjulur tangan, aku mati dilambaian
2017
Daffa Randai
115
Tangkai Kering
aku itu tangkai kering,
di pepohonan rindang taman lara
terpatuk paruh-paruh burung
; berkubang jenis-jenis luka.
menirku melayah
diterjal angin sunyi yang resah
hampir separuh hatiku
; bertanda luka tanpa darah.
Rumah Kecil di Kepalamu
116
sekali lagi kau mematuk
maka patahlah segala
sampai bersua, sang Adinda
; di taman duka dan nestapa.
dan andai tiba musim esok
cari nanti aku di tanah
; sesaat kukabarkan sirna.
2017
Daffa Randai
117
TENTANG PENULIS
Daffa Randai, lahir di Srimulyo, Madang Suku II,
Ogan Komering Ulu Timur, Sumatera Selatan pada 22
November 1996. Detik ini sedang menempuh pendidikan
tinggi di Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST)
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Salah seorang inisiator terbentuknya komunitas Pura-
Pura Penyair. Alumnus siswa sekolah Jurnalistik SK
Trimurti 2017 yang diselenggarakan oleh Aliansi Jurnalis
Rumah Kecil di Kepalamu
118
Independen (AJI) Yogyakarta. Pernah menjabat sebagai
Wakil PemRed di Mading Wiyata (2016), PemRed dan
Wakil Pemimpin Umum di Lembaga Pers Mahasiswa
(LPM) Pendapa Tamansiswa (2017-2018). Puisi-puisinya
tergabung dalam antologi bersama seperti, Tasbih-Tasbih
Rindu (Wahid Media, 2017) Tematik Rindu (Sudut
Sastra, 2017) Kepada Hujan di Bulan Purnama (Tembi,
2018) dan Rumah Kita (Tembi, 2018). Beberapa karyanya
juga tersiar di surat kabar Sriwijaya Post, Sumatera
Ekspress, dan media daring seperti: jejakpublisher.com,
sukusastra.com, lampungmediaonline.com, simalaba.net,
dan lain-lain. E-mail: [email protected],
Instagram: randaidaffa96, Facebook: Daffa Randai,
Twitter: @randai_daffa, Ponsel: 0822-8245-2892.