Rubrik Parenting - Jendela Keluarga Majalah Hidayatullah

11

Click here to load reader

Transcript of Rubrik Parenting - Jendela Keluarga Majalah Hidayatullah

Page 1: Rubrik Parenting -  Jendela Keluarga Majalah Hidayatullah
Page 2: Rubrik Parenting -  Jendela Keluarga Majalah Hidayatullah

FEBRUARI 2013/RABIUL AWAL 1434 67

Guru Ketiga Anak

S eorang anak perempuan berusia sekitar empat tahun sibuk bertanya pada ibunya. Selesai satu pertanyaan ia bertanya lagi. Pada saat yang ber­sa maan si ibu pun sedang menghadapi paman si

anak tersebut. Merasa terganggu oleh keponakannya, si paman meremas bungkus rokok miliknya lalu me lem­par kannya pada mulut keponakannya, sambil berkata, “Dasar cerewet!”

Si anak tentu kaget lalu menangis dan menjerit. Se­lain sakit di bagian mulutnya, ia juga merasa sakit hati menerima perlakuan kasar pamannya itu. Si ibu pun menghiburnya.

Kini, anak perempuan itu sudah memiliki dua anak. Meski pengalaman buruk itu sudah berlalu lebih dari 35 tahun, tapi ia merasa seolah­olah baru terjadi kemarin. Ia merasa benci pada sang paman sekaligus kecewa pa da ibunya yang menurutnya tidak membelanya. Hi­bu ran yang diberikan saat itu ala kadarnya dan tidak me nyelesaikan persoalan. Ia pun trauma melihat ba­rang­barang yang ada kaitannya dengan rokok seperti asbak atau korek api.

“Pengalaman itu entah mengapa membuat saya se ring takut bertanya dan tak ingin berusaha mencari tahu lebih jauh lagi tentang satu hal yang saya pelajari,” ujar perempuan yang sudah meraih gelar master dari dua bidang yang berbeda itu. 

Kisah lain terjadi di dalam sebuah pelatihan mo­tivasi untuk anak­anak sekolah dasar di ibukota. Trainer

mem beri arahan tentang pentingnya ber­ha ti­hati da lam melihat gambar atau

tayangan di inter net dan te levisi. Salah se orang

anak tampak me­nerawang dan ter se nyum­se­nyum sendiri,

tan pa menyimak ma teri yang se dang dijelaskan.Si anak lalu diajak bicara. Meski awalnya mengelak

tapi akhirnya mengaku bahwa ia pernah menyaksikan adegan film dewasa di telepon genggam sopirnya se­la ma 10 menit setiap hari.

Ketika informasi tersebut dicek, ibunya mem be­narkan hal itu. “Begitu ketahuan, sopir itu langsung  saya pecat,” ujar si ibu. Namun meski si sopir sudah per gi, dampak dari tindakannya tetap tertinggal di otak si anak dan menimbulkan penyimpangan pe ri­la ku. Si anak sering bengong, tidak dapat me ma hami instruksi sederhana, dan jika ditanya ja wa ban nya se­ringkali tidak nyambung.

Dua kisah di atas menggambarkan tentang peran “guru ketiga” bagi anak, yaitu lingkungan, setelah dua guru utama: orangtua dan guru di sekolah. Banyak orangtua yang tidak menyadari peran sekaligus ba ha­ya dari guru ketiga ini, antara lain: pembantu rumah tangga, sopir, kerabat, tetangga, bahkan tamu yang datang. Semua itu dapat menjadi guru bagi anak.

Tak cukup hanya mengikuti pelatihan orangtua dan mencarikan sekolah yang baik, namun juga pen­ting untuk mengkondisikan guru ketiga ini agar tidak merusak anak baik fisik maupun mentalnya. Pada kisah pertama, si ibu sebaiknya memberitahu adik­nya (paman si anak) bahwa hal itu tidak pantas dila­kukan. Masalah harus sampai tuntas, hingga si anak tidak membawa beban masalah itu hingga ia dewasa.

Memang tidak mudah mengedukasi guru ketiga ini. Namun, tak ada pilihan selain mengajarkan pada mereka bagaimana sebaiknya bersikap pada anak.

Karena itu, jangan sekali­kali mempercayakan anak­anak pada guru ketiga yang kita tidak tahu pasti akhlak nya. Perilaku mereka juga akan memengaruhi akhlak anak­anak kita. Penulis buku Mendidik Karak ter dengan Karakter

JendelaKeluarga

celah

Oleh IdA S. WIdAyAntI*

FOTO

: MU

H. A

BDU

S SY

AK

UR/

SUA

RA H

IDAY

ATU

LLA

H

Page 3: Rubrik Parenting -  Jendela Keluarga Majalah Hidayatullah

SUARA HIDAYATULLAH | www.hidayatullah.com68

usrah

Jangan Remehkan Kebutuhan Jiwa dan Biologis IstRIIstri pun perlu perhatian, belaian, pujian, senda gurau, jalan-jalan, atau apresiasi positif. Tapi banyak suami yang mengabaikannya

S eorang ibu muda di ruang tunggu penjemputan sekolah. Dia tampak gelisah dan tidak tenang. Teman ibu

muda yang tepat di sampingnya lalu bertanya, “Kenapa keluar keringat dingin, lagi sakit ya?”

Ibu muda itu menjawab sekenanya, “Nggak Mbak,

cuma sedih saja!” “Kalau sedih bisa

menyelesaikan masalah dan bermanfaat, pasti

Rasulullah menyuruh kita ramai-ramai bersedih,” kata temannya itu mencoba

menenangkan. Ibu muda itu hanya tersenyum kecut lalu menceritakan

tentang perilaku suaminya yang

egois dan cuek.Secara materi, suami ibu muda itu

sudah memenuhi semua kebutuhan rumah tangga. Kalau di rumah, sang suami tak pernah lelah membantu menyelesaikan urusan rumah dengan mencuci, menyapu, terkadang juga memasak. Tapi dia pendiam, jarang sekali bisa diajak ngobrol santai, lebih asyik dengan buku atau laptopnya. Kalau ada maunya baru mendekat, setelah itu dingin lagi. Padahal sebagai wanita, ia ingin sesekali dimanja, minimal diperhatikan.

Begitulah wanita (juga pria). Selain kebutuhan fisik, juga butuh kebutuhan jiwa.

Keseimbangan HaK dan Kewajiban

Kehidupan suami istri diikat oleh sebuah akad atau perjanjian yang kuat (mitsaqan ghalizha). Perjanjian ini tentu mengandung konsekuensi yang tidak ringan bagi kedua pihak. Sebab,

Oleh aBdul ghOfar hadi*

FOTO

: MU

H. A

BDU

S SY

AK

UR/

SUA

RA H

IDAY

ATU

LLA

H

Page 4: Rubrik Parenting -  Jendela Keluarga Majalah Hidayatullah

FEBRUARI 2013/RABIUL AWAL 1434 69

Jendela keluarga

akad tersebut berdimensi dunia dan akhirat. Bukan sekadar kontrak sosial yang bersifat duniawi, sebagaimana yang dipahami orang Barat tentang pernikahan mereka.

Perjanjian tersebut melahirkan hak dan kewajiban di antara keduanya. Hak dan kewajiban tersebut terbingkai dalam asas simbiosis mutualisme atau hubungan untuk saling menguntungkan.

Kedudukan suami dan istri dalam keluarga sebagai subyek dan obyek. Satu sisi seorang suami adalah subyek dengan kewajiban untuk memenuhi hak istri. Namun pada sisi lain, suami adalah obyek yang wajib mendapatkan hak yang harus ditunaikan oleh istri.

Allah berfirman, “…Dan para istri mempunyai hak yang seimbang dengan kewajiban mereka menurut cara yang ma’ruf…” (Al-Baqarah [2]: 228).

Imam al-Qurthubi dalam tafsirnya al-Jami’ li ahkam al-Qur’an mengatakan, maksud ayat tersebut, istri memiliki hak terhadap suaminya sebagaimana suami juga memiliki hak terhadap istrinya.

Jika suami tak maksimal menja lan-kan kewajibannya berarti ada hak istri yang tak terpenuhi. Sebaliknya, ketika istri tidak menunaikan kewajibannya dengan baik, maka suami merasa tidak nyaman dalam berkeluarga lantaran haknya dianggap berkurang.

Dalam kehidupan ini, banyak kasus yang menunjukkan bahwa suami lebih sering mengabaikan hak-hak istri atau tidak menunaikan kewajibannya dengan baik. Inilah sebenarnya pemicu perselisihan yang berujung pada perceraian karena ada hak-hak istri yang terabaikan.

Kebutuhan LahIRIah Hak istri dikelompokan menjadi

dua jenis, bersifat lahiriah dan batiniyah. Lahiriah berwujud materi seperti pangan, sandang, dan papan. Keperluan ini biasa dikenal sebagai kebutuhan primer atau asasi. Perlu diingat, standar kebahagiaan seseorang

bukan dari pencapaian materi yang telah didapatkan semata. Pasalnya, ia hanyalah satu sisi dari kebutuhan manusia dalam keluarga. Dalam hal ini standarnya bukan pada keinginan istri, tapi kemampuan suami.

Suami yang baik tentu memberikan yang terbaik kepada istrinya. Sedang istri yang bijak tak akan menuntut pemberian di luar kemampuan suaminya. Sebab mereka berdua tahu, kecukupan materi atau kekayaan itu berdasarkan kebutuhan, bukan keinginan atau nafsu yang tak terbatas tersebut.

Nabi Muhammad dengan arif mengingatkan, “Seandainya anak Adam memiliki satu lembah emas, niscaya ia ingin memiliki lembah emas kedua. Jika ia memiliki lembah emas kedua, tentu ia ingin memiliki lembah emas yang ketiga. Hawa nafsu anak Adam baru puas kalau sudah masuk liang tanah. Allah menerima taubat orang yang mau kembali kepada-Nya.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)

Dalam hal ini, ada dua titik ekstrim tipe suami. Pertama, suami yang berusaha keras. Ia bekerja dari pagi hingga tengah malam untuk memberikan hak istri. Alhasil, sang suami jarang bertemu, bercengkerama dengan istri dan keluarganya. Kedua, suami pemalas. Sehari-harinya suami tak berusaha maksimal dalam bekerja. Akibatnya sang istri menjadi telantar, baik kebutuhan pangan, sandang, dan papan.

Kebutuhan batInIyah Kebutuhan ini terbagi menjadi

beberapa bagian: kebutuhan religius, psikologis, dan biologis. Berbeda dengan materi di atas, ketiga kebutuhan ini tak tampak secara kasat mata. Meski demikian, seyogyanya ia tetap harus diperhatikan. Sebab jika tidak dipenuhi, maka kehidupan keluarga akan timpang dan berubah menjadi kurang harmonis.

Kebutuhan religius yaitu kebutuhan spritual. Suami wajib memberikan jalan, fasilitas, dan kondisi yang

memungkinan peningkatan keimanan, pemahaman, dan pengamalan keagamaan istri.

Pengkondisian suasana rumah sebagai tempat ibadah dan tarbiyah harus menjadi program utama dalam sebuah keluarga Muslim. Jika suami tidak mampu memberikan nasihat dan tausyiah yang baik, maka ia bisa memfasilitasi istri untuk mengikuti pengajian atau majelis taklim.

Kebutuhan psikologis sangat terkait dengan kebutuhan rasa bagi seorang istri. Istri juga memerlukan perhatian, belaian, pujian, senda gurau, jalan-jalan atau apresiasi-apresiasi positif. Boleh jadi tampak sepele mengikuti acara-acara keluarga yang bersifat non formal, tapi itu dampaknya sangat luar biasa bagi sang istri. Atau sekadar mengajak ngobrol meskipun hal-hal sepele. Itu semua dapat mendekatkan istri kepada suaminya.

Bagi sebagian orang, kebutuhan biologis menjadi kebutuhan utama yang paling diidamkan dalam ber ke-luar ga. Namun rupanya tak semua istri bisa menikmati keindahan hubungan biologis ini. Karena istri justru hanya ditempatkan sebagai obyek seks saja, padahal sejatinya masing-masing harus merasakan kepuasan biologis yang sama. Tersebutlah dalam sebuah kisah, ada seorang ibu muda beranak dua, ia telah 10 tahun menikah. Tiba-tiba, tanpa ada sebab dia nekat menggugat cerai suaminya. Suami yang tak tahu masalah, tentu saja jadi bingung. Terlebih selama ini ia merasa sudah memenuhi segala kebutuhan dalam keluarganya.

Usai curhat kepada seorang ustadz ternyata sang istri kecewa berat. Meski punya dua anak dan menjalani sepuluh tahun pernikahan, ia rupanya belum pernah merasakan nikmatnya hubungan suami istri. Inilah perlunya ruang dialog dan keterbukaan, jangan pernah ragu menyampaikan masalah kepada pasangan. Pengajar di Sekolah Tinggi Ilmu Syariah (STIS) Hidayatullah Balikpapan, Kalimantan Timur

Page 5: Rubrik Parenting -  Jendela Keluarga Majalah Hidayatullah

SUARA HIDAYATULLAH | www.hidayatullah.com70

mar’ah

Penyebab terbesarnya adalah pola hidup, emosi, dan asupan nutrisi.

‘A ini, ibu tiga anak itu mengaku sudah ke­hi langan beberapa gigi nya semenjak melahirkan. Ternyata

se telah bercerita dengan beberapa ibu tetangga, mereka pun mengalami nasib yang sama. Penyakit yang diderita, se­bagian besar memang bukan penya kit yang “aneh­aneh” tetapi tetap me nu­run kan kualitas hidup seorang ibu.

Nah, agar kita semakin mencintai ibu yang melahirkan kita dan sema­kin mencintai peran kita kini sebagai seorang ibu, ada baiknya kita me nge­na li beberapa penyakit yang biasa menghinggapi para ibu.

Pertama, sakit yang seringkali diderita para ibu adalah migrain. Pe­nye babnya bisa bermacam­macam se perti stress, kurang tidur, kebiasaan meminum teh atau kopi, perubahan

cuaca, jelang haid, atau kurang asupan nutrisi. Bila kita telah dapat mendeteksi apa yang biasanya menyebabkan timbulnya migrain, maka penyakit ini akan lebih mudah dihindari.

Saat migrain menyerang, cobalah untuk sejenak beristirahat. Lebih baik jika dilakukan dalam kamar gelap, tenangkan pikiran, dan tempelkanlah kompres dingin pada kepala untuk menormalkan pembuluh darah. Meminum obat sakit kepala biasa juga dapat digunakan untuk meredakan migrain. Namun, bila kita ingin menggunakan obat herbal, maka jahe, pegagan, bangle, atau daun ginko dapat menjadi pilihan.

Kedua, sakit gigi. Ada anekdot yang mengatakan “satu gigi untuk satu anak”. Dapat dibayangkan bila anekdot ini benar­benar nyata. Apabila seorang ibu memiliki lebih dari lima anak, maka tentu dapat dibayangkan tidak nikmatnya kehidupan seorang ibu dengan gigi yang bermasalah di sana­sini.

Selama masa kehamilan, banyak

ibu yang mengalami sakit gigi padahal sebelumnya tidak pernah mengalami sakit gigi. Hal ini biasanya disebabkan oleh dua hal. Pertama, pada masa kehamilan seorang ibu biasanya me­nga lami rasa mual dan kadar asam yang meningkat di rongga mulut. Hal ini kemudian meningkatkan kerja toksin yang dikeluarkan kuman sehingga menyebabkan kerusakan jaringan gigi. Kedua, rasa mual bia sa nya membuat ibu hamil enggan menyikat gigi. Ada kecenderungan bahwa menggosok gigi memicu mual yang sangat dan seringkali berakhir dengan muntah. Padahal, sebuah fakta ditemukan di North Calorina bahwa bakteri streptococcus yang menyebakan gigi berlubang dapat menyebar ke se luruh tubuh melalui sirkulasi darah. Se hingga, tak tertutup kemungkinan dapat mencapai jantung sang ibu dan menyebabkan gangguan jantung pada ibu hamil.

Bila dalam masa kehamilan gusi kita bermasalah, lebih baik segera mengonsultasikannya pada dokter. Namun, bila gigi kita berlubang

Mengenal Penyakit Para Ibu

Oleh kartIka trIMartI*

FOTO

: MU

H. A

BDU

S SY

AK

UR/

SUA

RA H

IDAY

ATU

LLA

H

Page 6: Rubrik Parenting -  Jendela Keluarga Majalah Hidayatullah

FEBRUARI 2013/RABIUL AWAL 1434 71

Jendela keluarga

dalam masa kehamilan, obat­obatan herbal seperti bawang putih yang dikunyah, daun sirih, maupun minyak cengkeh akan lebih baik; dibandingkan mengkonsumsi analgesik maupun antibiotik yang dijual bebas.

Untuk pencegahan, sabda Rasul­Nya yang mulia memang luar biasa, “Siwak adalah pembersih bagi mulut; sesuatu yang membuat Allah ridha.” (Riwayat Ahmad). Penelitian terbaru membuktikan bahwa siwak dapat mencegah bakteri, infeksi, dan menghentikan pendarahan pada gigi. Siwak juga dapat memutihkan gigi, menyegarkan nafas, dan mencegah pembentukan plak. Jadi, bila menyikat gigi dengan menggunakan pasta akan memicu rasa mual, maka ibu hamil dapat menggantinya dengan siwak.

Ketiga, sakit yang biasa menjangkiti para ibu adalah sakit pinggang. Ke te­gangan otot biasanya adalah pe nye bab utamanya. Biasanya terjadi ketika kita

mengangkat benda berat dengan cara yang salah atau melakuan gerakan mendadak pada saat berolahraga. Juga dapat terpicu oleh tekanan emosional, duduk yang terlalu lama, masuk angin, terlalu banyak makan makanan berlemak dan asam urat.

Cara mencegahnya adalah dengan melakukan Sunnah Rasulullah yaitu tidur dengan posisi miring ke sebelah kanan, sebagaimana sabdanya, “Ber­baringlah di atas rusuk sebelah kanan­mu.” (Riwayat Bukhari dan Muslim). Serta, beralaskan kasur yang tak terlalu empuk. Juga lakukan peregangan otot sebelum melakukan aktivitas berat, berdirilah dan duduklah dengan te­gak, mengurangi konsumsi makanan berlemak, dan berbekam, terutama bila sudah terserang penyakit ini.

Keempat, penyakit osteoporosis. Penyakit ini disebabkan ketidak seim­ba ngan antara kerusakan tulang yang terjadi dengan kemampuan tubuh untuk membentuk jaringan tulang yang baru sehingga massa tulang merosot tajam dan membuatnya mudah patah. Sementara yang kerap terjadi pada kaum ibu adalah menurunnya kadar hormon esterogen ketika mengalami menopause. Esterogen berfungsi untuk melindungi tulang, maka ibu yang telah mengalami penurunan esterogen akan lebih mudah menderita osteoporosis.

Cara mencegahnya adalah dengan melakukan olahraga rutin untuk

memperkuat tulang, memperhatikan asupan yang mengandung kalsium dan vitamin D. Kadar kalsium yang tinggi dapat diperoleh pada sayuran hijau, tahu, buah, dan yogurt. Berolahraga di pagi hari dengan sinar matahari yang mengandung vitamin D yang berlimpah, juga merupakan aktivitas yang bermanfaat untuk tulang.

Kelima, depresi. Penyakit yang satu ini kadang tak terlihat dengan jelas. Namun, jumlah penderita dari kaum ibu, dua kali lipat jumlahnya dari kaum bapak. Depresi dapat dipicu oleh peristiwa buruk dalam hidup tetapi juga dapat berasal dari tekanan emosi terus­menerus yang tak terselesaikan dengan baik.

Depresi tidak dapat dianggap remeh karena dapat memicu kepi ku­nan, mudah bingung, bahkan ke matian karena serangan jantung. Namun, depresi dapat dikelola dengan baik jika kita dapat mengetahui geja la­nya. Beberapa di antaranya adalah cemas yang terus­menerus, pesimis, merasa tidak berharga, merasa ber­sa lah, timbulnya penyakit yang tidak dapat sembuh oleh pengobatan (psikosomatik), cepat merasa lelah, sulit berkonsentrasi, sulit tidur, atau berpikir untuk mati.

Selain mengunjungi dokter, kita dapat mencoba untuk menerima setiap kenyataan dengan berlapang dada. Memaafkan kesalahan dan memahami kelemahan diri kita, akan membuat de presi lebih ringan. Terimalah fakta bahwa kita sedang depresi dan ber da­mai lah dengan kenyataan ini. Mencoba menyangkalnya hanya membuat kita semakin tertekan.

Jika terjadi sesuatu yang mere­sah kan jiwa, berdoalah sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah , “Tiada Tuhan melainkan Allah Yang Mahaagung lagi Mahalembut. Tiada Tuhan melainkan Allah; Engkaulah Tuhan ‘arasy yang agung. Tiada Tuhan selain Engkau; Tu han seluruh langit, bumi, dan ‘arasy yang mulia.” (Riwayat Ahmad). Ibu rumah tangga tinggal di Bekasi, Jawa Barat

Esterogen berfungsi untuk melindungi tulang, maka ibu yang telah mengalami penurunan esterogen akan lebih mudah menderita osteoporosis

Page 7: Rubrik Parenting -  Jendela Keluarga Majalah Hidayatullah

SUARA HIDAYATULLAH | www.hidayatullah.com72

F asihnya anak membaca ayat memang tak dapat ditawar. Kita harus ajarkan ini dengan sebaik-baiknya semenjak masa-masa awal mereka belajar seraya terus-menerus

menjaga dan memperbaiki di masa-masa berikutnya. Tetapi kita tidak boleh lalai hal yang lebih mendasar, yakni adab terhadap nash yang bersumber dari kitabullah (al-Qur`an) maupun as-sunnah ash-shahihah. Harus ada keyakinan yang kuat dan utuh terhadap nash. Harus ada penghormatan serta ketundukan terhadap nash, sehingga setiap kali mengetahui pendapat kita bertentangan dengan nash, maka kita segera meninggalkan pendapat kita. Dan inilah hal mendasar yang harus kita tanamkan pada jiwa anak-anak kita.

Sebelum kita akrabkan mereka dengan al-Qur`an lalu menghafalkannya, kita tanamkan terlebih dulu penghormatan terhadap al-Qur`an dan as-sunnah. Kita tumbuhkan keyakinan dalam diri mereka bahwa sebaik-baik perkataan adalah kalamuLlah dan sebaik-baik petunjuk adalah as-sunnah ash-shahihah.

Keyakinan yang kuat dan utuh bermakna bahwa kita yakin sepenuhnya terhadap nash tanpa memerlukan penguat yang bernama hasil penelitian modern maupun pendapat para pakar yang justru hidupnya bertentangan dengan al-Qur`an. Jika pun ada temuan dalam ilmu pengetahuan modern yang tampak bersesuaian dengan sebagian nash, maka ia bukanlah penguat dari

kebenaran nash. Kita bisa saja merasa kagum, tetapi ia tidak dapat menjadikan kita serta merta meyakini apa yang datang dari ilmu pengetahuan modern tersebut. Justru, ia harus diuji oleh nash berdasarkan tafsir atau syarah yang dapat dipercaya, karena apa yang tampaknya sama boleh jadi justru sangat berbeda.

Jika terhadap apa-apa yang tampaknya dapat memperkuat keyakinan terhadap dalil (nash) saja kita perlu berhati-hati, maka terlebih lagi amat tidak patut kita mencari-carikan nash yang kira-kira bersesuaian agar orang mudah menerima pendapat atau keyakinan yang tampak hebat. Sungguh, ini dapat menjadi sebab munculnya fitnah syubhat, yakni ke ru-sa kan keyakinan dalam masalah dien. Contohnya, mengait-ngaitkan Hadits terhadap law of attraction (hukum daya tarik). Ini merupakan perkara yang disangkakan sebagai ilmu pengetahuan, padahal sebenarnya merupakan sa-lah satu keyakinan dalam New Age Movement (NAM); gerakan paganisme baru. Atau menganggap titik di otak yang disebut God Spot sebagai fitrah, pa-da hal pencetus istilah itu adalah seorang atheis dan penelitian tidak terkait dengan masalah ketuhanan an sich.

Sikap dasar terhadap nash ini tak terkait langsung dengan mutu pembelajaran, tapi ia berhubungan erat dengan ketundukan diri anak terhadap segala yang datang dari al-Qur’an dan as-sunnah. Jika anak memiliki penghormatan yang besar terhadap nash, maka ia akan

lebih mudah mengikuti apa yang digariskan oleh nash. Ia juga belajar menundukkan pikirannya terhadap nash. Dan ini merupakan hal yang sangat menentukan kehidupan anak selanjutnya.

Sesungguhnya, yang harus kita bekalkan kepada anak sebelum mereka belajar al-Qur`an lebih banyak adalah iman dan sikap terhadap nash. Jika hanya hafal, bukankah Abu Muhammad al-Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi pun seorang penghafal al-Qur`an? Bahkan ia orang yang berjasa menambahkan titik pada huruf al-Qur`an yang bentuknya sama tapi cara bacanya beda, sehingga hari ini kita lebih mudah membaca al-Qur`an. Tetapi itu tidak cukup untuk melunakkan hatinya. Sungguh, catatan sejarah tidak akan pernah terhapus tentang betapa kejamnya Al-Hajjaj. Betapa banyak yang bersyukur saat kabar kematiannya terdengar.

Pada awalnya, penghormatan itu bersifat fisik. Ini proses yang lebih mudah untuk memberi pengalaman kepada anak. Tetapi ini harus disertai, pada saat yang sama, dengan menumbuhkan rasa hormat terhadap nash. Kita ajak mereka untuk mengingat betapa berbedanya sikap Imam Malik rahimahullah manakala beliau hendak menyampaikan Hadits, meski cuma satu, dengan ketika beliau hendak menyampaikan perkara lainnya. Kita juga dapat menunjukkan kepada anak-anak bagaimana seharusnya bersikap terhadap mushhaf al-Qur`an. Bermula dari perlakuan yang penuh hormat, perilaku fisik yang tepat serta sikap yang

Oleh MOhaMMad fauzil adhiM

kolom parenting

Didik Mereka Memuliakan Nash

Page 8: Rubrik Parenting -  Jendela Keluarga Majalah Hidayatullah

FEBRUARI 2013/RABIUL AWAL 1434 73

memuliakan al-Qur`an, kita sungguh-sungguh berharap mereka kelak juga memiliki penghormatan yang sangat tinggi terhadap nash pada saat harus memecahkan masalah dan mengambil petunjuk hidup.

Penghormatan terhadap al-Qur`an dan Hadits ini harus satu rangkaian dengan mengakrabkan mereka terhadap keduanya.

Wallahu a’lam bish-shawab.

MengiMani nash

Tak ada artinya penghormatan tanpa mengimani apa-apa yang datang dari al-Qur`an dan As-Sunnah Ash-Shahihah. Saya telah membaca berbagai buku yang ditulis orang kafir dan di dalamnya terdapat nukilan dari perkataan Rasulullah shallaLlahu ‘alaihi wa sallam atau al-Qur`an. Mereka mengambilnya, tetapi bukan

menjadikannya sebagai sumber kebenaran yang diimani. Mereka hanya mengambil sebagai kata mutiara.

Di sejumlah sekolah, kita kadang melihat kutipan terjemah al-Qur`an mengiringi kata mutiara dari sekian banyak orang. Kutipan terjemah ini hanya menjadi salah satu saja. Ironisnya kata mutiara lain bukan penguat agar murid mencintai al-Qur`an, melainkan kalimat yang tidak saling terkait isinya. Ini tampaknya baik, tetapi justru menjadikan penghormatan anak terhadap al-Qur`an surut dan keimanannya terhadap nash melemah.

Wallahu a’lam bish-shawab.

Maka, hal penting yang harus menjadi perhatian kita semenjak awal anak masuk sekolah adalah menumbuhkan keimanan mereka kepada nash. Mengimani rasul berarti mengimani apa-apa yang benar-benar diucapkan oleh beliau. Itu sebabnya dalam perkara Hadits, kita ajak anak-anak untuk senantiasa memastikan apakah Hadits tersebut dapat diterima ataukah tidak. Ini berbarengan dengan menanamkan kehati-hatian dalam diri mereka agar tidak gegabah menyandarkan pada Nabi .

Terkait mengimani Allah dan rasul-Nya, mari kita ingat sejenak firman Allah,“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya,

rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.” ( an-nisaa’[4]: 136).

Rujuk kepada Nash

Betapa banyak orang yang tahu be tul kebenaran al-Qur`an dan Hadits, ta pi berat baginya menerima, mengakui dan mengikuti. Di antara sebab beratnya di ri mengikuti nash adalah karena ia te lah sedemikian yakin pada apa yang di sebut temuan ilmiah, atau perkataan tokoh yang telanjur amat ia kagumi, atau sebab lain. Sikap yang ditunjukkan oleh para ulama terdahulu mengajarkan ke pada kita betapa perlunya mendidik diri untuk setiap saat siap rujuk kepada nash, yakni meralat pendapat sendiri ka-re na mengetahui bertentangan dengan nash.

Mari kita ingat sejenak perkataan Imam Syafi’i rahimahullah,“Jika terdapat hadits yang sahih, maka lemparlah pendapatku ke dinding. Jika engkau melihat hujjah diletakkan di atas jalan, maka itulah pendapatku.”

Sejajar dengan sikap ini adalah menumbuhkan dalam diri mereka kejujuran ilmiah sebagai bagian dari adab terhadap nash. Salah bentuknya adalah tidak segan-segan berkata “saya tidak” jika memang tidak mengetahui. Bukan bersibuk-sibuk mencari dalih agar tampak berilmu.

Wallahu a’lam bish-shawab.

Pertanyaannya, sudahkah sikap semacam ini kita tumbuhkan pada diri anak-anak kita di sekolah?

Didik Mereka Memuliakan Nash

Jendela keluarga

Page 9: Rubrik Parenting -  Jendela Keluarga Majalah Hidayatullah

SUARA HIDAYATULLAH | www.hidayatullah.com74

Sujud Tilawah

Jawab

Assalamu’alaikum wa Rahmatullahi wa Barakaatuh.

Beberapa kali saya melihat orang yang secara tiba-tiba bersujud ketika men de ngar-kan bacaan ayat suci al-Qur`an tertentu. Se-se kali saya ingin ikut melakukan sujud itu pula, tetapi masih bingung, sebenarnya sujud apakah itu dan apa yang harus dibaca ketika sedang bersujud?

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullahi wa Barakaatuh.

Yang dimaksud bersujud ketika men-dengar ayat-ayat al-Qur`an tertentu itulah yang dinamakan sujud tilawah. Yaitu sujud yang dilakukan ketika kita membaca atau men dengar ayat sajdah. Dilakukan dengan bertakbir dan bersujud, sesuai Hadits Rasu-lullah , “Rasulullah membacakan al-Qur`an kepada kami, tatkala beliau melewati ayat sajdah beliau bertakbir dan bersujud, kami pun bersujud bersama beliau.” (Riwayat Abu Dawud)

Sujud tilawah memiliki keutamaan yang cukup besar, seperti disabdakan Rasulullah, “Apabila anak Adam membaca ayat sajdah lalu bersujud maka setan akan menyepi sembari menangis, ia berkata, ‘Sungguh celaka, anak Adam diperintahkan untuk bersujud dan ia pun bersujud, maka ia berhak mendapatkan surga, sedangkan aku diperintahkan untuk bersujud tetapi aku enggan, maka neraka yang jadi bagianku.” (Riwayat Muslim)

Sementara dalam Hadits lain dikatakan, “Tidak ada hamba yang bersujud sekali sujud kecuali Allah akan menaikkan derajatnya satu tingkat dan menghapuskan satu kesalahan darinya.”

Hukum sujud tilawah adalah Sunnah, seperti diperjelas Umar RA di dalam suatu riwayat ketika di atas mimbar Jumat ia membacakan surat An-Nahl, maka ketika sampai pada ayat sajdah ia berkata, “Wahai sekalian manusia, kita akan melewati ayat sujud, barangsiapa yang bersujud, ia benar dan barang siapa tidak bersujud, tidak ada dosa atas dirinya.” (Riwayat Bukhari)

Dalam pelaksanaan sujud tilawah, seseorang harus memenuhi beberapa syarat sah sebagaimana yang berlaku untuk shalat, seperti suci dari hadats (dengan wudhu dan mandi), suci dari najis (yakni suci badan, pakaian serta tempat sujud, berdiri, dan duduk), menutup aurat, menghadap kiblat, dan niat.

Begitu pula dalam tata cara pelak sa-naan nya, pun juga sama seperti sujud dalam sha lat. Dengan diawali takbir, kemudian ber sujud sambil bertasbih sebagaimana yang dilakukan dalam shalat. Selanjutnya di sunnahkan berdoa. Salah satu doa yang bisa dibaca adalah, “Ya Allah, tuliskanlah pa hala untukku di sisi-Mu dengan sujud ini, hapuskanlah satu dosa dariku dengannya, jadikanlah ia sebagai simpananku di sisi-Mu, terimalah ia dariku sebagaimana Eng-kau menerimanya dari hamba-Mu Dawud.” Setelah berdoa, barulah kemudian me-ngang kat kepala dari sujud sambil bertakbir, tanpa membaca tasyahud, namun langsung me ngu capkan salam.*

Page 10: Rubrik Parenting -  Jendela Keluarga Majalah Hidayatullah

SUARA HIDAYATULLAH | www.hidayatullah.com76

PROFIL

B anyak orang beranggapan lembaga pemasyarakatan (Lapas) sebagai tempat yang menyeramkan. Jangankan masuk ke

dalamnya, membayangkannya saja sungguh mengerikan. Tapi berbeda dengan Suci Susanti, wanita kelahiran 29 September 1975 ini. Mantan pramugari Saudi Arabian Airlines ini merasa nyaman berada

Al-Hikmah, Mampang, Jakarta Selatan. Itu setelah ia melepas dunia pramugari. Saat memperdalam mata kuliah aqidah, aku Suci, timbul dorongan dalam dirinya untuk menyelamatkan aqidah remaja. “Saat itu saya berang mengetahui Kristenisasi dan Syiahnisasi. (Karena itu) saya ingin ambil bagian dalam dakwah ini,” tegasnya.

Bersama seluruh teman seangkatannya, Suci bergerak di Lapas anak. Meski kini yang bertahan tinggal lima akhwat, ia tetap bertahan hingga sekarang. “Bersama lima orang ini kami harus melayani konsultasi 250 anak laki-laki di Lapas Tangerang,” akunya.

Berkurangnya teman dakwah

sempat membuatnya ragu. Namun, bagi Suci, layar sudah terkembang, maka pantang mundur sebelum menang. “Dakwah ini tidak boleh berhenti, saya memaksa diri untuk tetap berjalan apapun kendalanya,” cetusnya.

Ia tak kuasa menahan duka melihat anak-anak terus diincar kelompok missionaris. Yayasan-yayasan Kristen dengan beragam program dan iming-iming terus menghantui Lapas Anak Tangerang.

 Dukungan keluarga

 Yang juga membuat dirinya

semangat berdakwah di Lapas adalah dorongan keluarga. Bahkan

Bundanya Anak-anak di Penjara

Suci Susanti

di dalam Lapas. Bukan sebagai pesakitan, tetapi memberi konseling ke narapidana (napi) anak laki-laki di Lapas Anak, Tangerang, Banten.

Suci mengaku banyak yang menganggapnya aneh, seorang wanita berurusan dengan para napi anak laki-laki. Terlebih mereka memiliki latar belakang kasus yang beragam, mulai dari pembunuhan, pemerkosaan, pencurian, dan kekerasan jalanan. “Anak-anak ini menjadi sasaran Kristenisasi, kalau bukan kita siapa lagi yang akan memerhatikan mereka?” kata istri Yudi Handoko ini menjelaskan.

Ketertarikan Suci pada dakwah di Lapas dimulai sejak kuliah di Sekolah Tinggi Agama Islam

Page 11: Rubrik Parenting -  Jendela Keluarga Majalah Hidayatullah

FEBRUARI 2013/RABIUL AWAL 1434 77

sang suami sendiri bersedia menjadi penasihat dalam Gerakan Peduli Remaja (GPR) yang dirintisnya. Ia mengaku, sering mendapatkan nasihat dan motivasi dari sang suami. “Selain suami, semangat luar biasa juga hadir dari dukungan anak,” jelas alumnus SMA Negeri 2 Bekasi ini.

Apresiasi agar Suci tidak berhenti dari dakwah di Lapas juga didapat dari sang ibu, Ani Rawani. Ibu merupakan salah satu inspirasi dakwahnya. “Sejak kecil saya selalu melihat Ibu aktif di kegiatan sosial. Ini sangat memberi saya inspirasi,” katanya.

Tentu saja untuk berdakwah di Lapas butuh biaya. Sejauh ini, biaya itu banyak yang ia tanggung sendiri. Bagi suci, semua itu bukanlah masalah besar. Ia yakin, mengeluarkan dana untuk dakwah adalah bagian dari jihad. “Saya sadar permintaan Allah yang pertama dalam jihad adalah berkorban dengan harta dan saya sudah memilih jalan itu,” ucapnya tegas.

 Dukungan anak-anak lapas

 “Sudahlah Bunda, kami ini

sudah biasa dijadikan seperti hewan tontonan di kebun binatang,” cerita Suci menggambarkan sebuah keluh kesah seorang anak Lapas. Anak itu jengkel atas kehadiran beberapa mahasiswa yang selalu menjadikan mereka riset dan bahan penelitian psikologi. Suci yang kini sering dipanggil Bunda oleh anak-anak Lapas itu miris mendengarkannya. “Padahal awal masuk ke sini saya merasa asing, kaku bahkan ada rasa takut,” cerita perempuan lulusan diploma dari Universitas Brawijaya, Malang  ini.

Sikap keras kepala, tidak mau diatur, pemberontak dan segudang stigma negatif tentang anak-anak Lapas sempat hadir di kepalanya. Setelah memberanikan diri, Suci

justru terkaget-kaget ketika melihat anak-anak di Lapas bisa menangis.

Bagi Suci, sisi-sisi fitrah sebagai hamba Allah adalah sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dari manusia, siapa pun orangnya. Begitupun anak-anak Lapas. Ketika konseling, saat mencurahkan isi hati dan kegelisahan jiwanya, mereka pun bisa menangis. Tangisan-tangisan itu merintih menemani rasa sesal. Membalut rasa bersalah dan rindu kepada orangtua. “Itulah ruangan berharga yang membuat saya harus tetap ke Tangerang. Secara tidak sadar saya seperti menjadi ibu bagi mereka,” ujarnya.

Yang menjadi tantangan bagi Suci adalah pola Kristenisasi yang berjalan di Lapas. Tidak sedikit anak yang ketika bebas kemudian direkrut ke rumah singgah yang berafiliasi ke gerakan gereja. Di tempat singgah itu mereka diberikan uang 300 ribu hingga 500 ribu rupiah per bulan. “Biaya makan dan tempat tinggal gratis,” jelas Suci menggambarkan bagaimana anak-anak Lapas ini pelan-pelan diarahkan untuk murtad.

Sudah hampir dua tahun ia

berdakwah di Lapas. Bersama kelima sahabatnya yang lain, Suci memilih untuk bertahan. Ia tahu kekuatan terbesarnya datang dari Allah. “Kalau secara logika manusia seharusnya kami tidak kuat, tapi semua karena Allah, alhamdulillah kami masih ada di sini,” terang Suci.

Perempuan yang masih duduk di semester tujuh di Al-Hikmah ini juga merasakan dukungan mendalam dari anak-anak Lapas. Suatu ketika ada seorang anak yang bebas, namun ia tidak bahagia. Bukan karena tidak mau bebas, tapi kesedihan itu karena ia merasa kehilangan ‘Bunda’nya, yaitu Suci dan kawan-kawannya. “Anak ini bebas, tapi di luar Lapas ia bingung mau pergi kemana?”

Untuk itu, selain berjuang menyelamatkan aqidah anak-anak Lapas, ia juga mempersiapkan kerjasama dengan elemen-elemen Islam. Kerjasama itu berupa fasilitas rumah singgah. Baik rumah yatim-piatu hingga pesantren untuk menampung anak-anak ini. “Kita tidak perlu anti dengan stigma nakal mereka. Mereka hanya butuh lingkungan yang baik untuk membimbingnya,” imbuh Suci.

Saat ini beberapa gerakan dakwah ikut mendukungnya. Misalnya, divisi perempuan di INSIST (Insitute for the Study of Islamic Thought and Civilizations)sedang memperjuangkan rumah singgah untuk mereka. Demikian juga dengan komunitas lain, seperti Komunitas Punk Muslim yang fokus kepada dakwah anak-anak Punk. Mereka ini sudah membuka diri agar rumah singgahnya bisa dijadikan tempat untuk anak-anak Lapas.

Suci tak mau berhenti, ia berazam ingin terus mengembangkan dakwah di Lapas. Semoga Allah memberi kesabaran, kemudahan dan berkah.  Thufail Al-Ghifari/Suara Hidayatullah

Suci Susanti bersama keluarganya

FOTO

: dO

k. p

riba

di