Rubrik Parenting Jendela Keluarga Majalah Hidayatullah

11

Click here to load reader

Transcript of Rubrik Parenting Jendela Keluarga Majalah Hidayatullah

Page 1: Rubrik Parenting   Jendela Keluarga Majalah Hidayatullah
Page 2: Rubrik Parenting   Jendela Keluarga Majalah Hidayatullah

| Celah |

Seorang anak kelas 1 SD berkata pada ibunya,“Ummi, sekarang aku tahu mengapa kita harusmengucapkan salam dan bersalaman sebelum

pergi dari rumah.”“Oya, mengapa memangnya?” sang ibu penasaran.“Karena waktu pergi dari rumah, kita tidak tahu

apakah kita akan selamat kembali ke rumah. Jadi, wak-tu bersalaman kita harus benar-benar mendoakan dansaling memaafkan,” kata sang anak perempuan tersebutdengan ekspresi serius.

Si ibu tersebut tersentak karena ternyata anaknyayang baru berusia tujuh tahun telah memahami maknadari ucapan salam. Karena salam sudah menjadi halyang rutin dan biasa, seringkali tak disadari lagi mak-nanya dan mengucapkannya pun dengan sambil lalu.

Seperti yang disampaikan anak tersebut, tidak adayang menjamin bahwa seseorang yang melangkahdalam keadaan selamat kembali ke rumah. Mungkinkecelakaan di jalan bisa saja mengakhiri hidupnya, atausakit tiba-tiba bisa mengancam jiwanya.

Mengucapkan salam selain dilakukan saat bertemudan berpisah secara fisik, juga saat berbicara jarak jauhyaitu menggunakan pesawattelepon. Namun saat mengu-capkan salam lewat teleponpun seringkali karena spon-tanitas, tidak benar-benarsambil mendoakannya.

Ada seorang ibu yang jikamenelepon anak remajanyabahkan tidak mengucapkansalam sama sekali. Kalimatpertama yang diucapkannya,“Putri dimana?” Karena selalukalimat itu yang diucapkansang ibu saat meneleponnya,maka anak gadis tersebut me-nyimpan nama ibunya di tele-pon selulernya bukan dengannama sang ibu tapi dengan

65SUARA HIDAYATULLAH | JUNI 2011/JUMADIL AKHIR 1432

Ida S. Widayanti

Memaknai SalamMemaknai SalamMemaknai SalamMemaknai SalamMemaknai Salam

tulisan “PUTRI DIMANA.”Pertanyaan “Putri Dimana?” dengan nada cemas

ternyata dirasakan tidak nyaman oleh anak gadis ter-sebut. Ia merasa seolah ibunya tidak mempercayainya.Ucapan salam dengan doa sepenuh hati tentu jauh lebihbaik dibanding pertanyaan dengan nada mencurigai.

Pentingnya mengucapkan salam banyak dimuatdalam Hadits. Abdullah bin Mas’ud meriwayatkanbahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ber-sabda, “Salam adalah salah satu Asma Allah yang te-lah Allah turunkan ke bumi, maka tebarkanlah salam.Ketika seseorang memberi salam kepada yang lain,derajatnya ditinggikan dihadapan Allah.”

Salam meskipun terkesan sederhana, namun me-rupakan amalan yang memiliki keutamaan. Rasulullahbahkan menyebutnya sebagai perbuatan baik yang pa-ling utama di antara perbuatan baik yang kita kerjakan.Sayang, jika dalam pelaksanaannya kurang dihayati.

Sebagaimana diucapkan oleh anak di atas, saat parasuami, istri, anak berpisah di pagi hari belum tentu me-reka akan bertemu lagi. Jika menyadari hal itu, tentu saatsalaman mereka akan melakukannya dengan sepenuh

hati dan dengan doa yangkhusyu’ dan tulus. Dengan de-mikian saat sore hari merekaberkumpul kembali, ucapansalam akan diucapkan de-ngan penuh kesyukuran kare-na ternyata Allah masihmemberi mereka kesempatanuntuk bertemu lagi dalamkeadaan sehat wal’afiat.

Semoga kita senantiasamengucapkan salam dengansepenuh hati, yang dengansalam tersebut makin men-dekatkan hubungan antaraanggota keluarga dan makinmenumbuhkan kasih sa-yang.* Penulis buku

MUH ABDUS SYAKUR/SUARA HIDAYATULLAH

Page 3: Rubrik Parenting   Jendela Keluarga Majalah Hidayatullah

| usrah |

66 SUARA HIDAYATULLAH | JUNI 2011/JUMADIL AKHIR 1432

Seorang perempuan yang sudah dua tahun berumahtangga mengungkapkan kesedihan hatinya. Iagundah lantaran belum juga ada tanda-tanda akan

punya momongan. Termasuk yang membuat dirinya kerapmerasa tidak nyaman adalah lontaran pertanyaan dan per-nyataan dari orang-orang sekitar yang sering terasa menusukhati. Memikirkan semua itu, perempuan muda ini hanya bisamenangis, sedih, dan pilu.

Siapa pun perempuan, ketika mengalami masa penantianyang panjang seperti ini, pasti memiliki sensitivitas bila adaorang yang menyinggungnya. Memang hanya pertanyaan,tapi itu sebenarnya tidaklah menyenangkan. Pun dengansaya yang telah merasakan betapa tidak nyamannya menan-tikan masa-masa indah itu.

Setelah menikah, tentu saja setiap pasangan tidak akanmenunda untuk segera mempunyai momongan. Sebabkehadiran buah cinta bagi pasangan suami istri dianggapsebagai prestise di mata orang. Ia adalah kelengkapan ke-bahagiaan setelah mengarungi bahtera rumah tangga. Jugakebahagiaan untuk sanak saudara dan famili kita.

Banyak pasangan hari ini yang mungkin sedang resahmenunggu datangnya kehamilan. Pertanyaan seperti initentu sering muncul: sudah isi belum? Kapan, nih nyusul?Sudah ada calon generasi kah? Kok belum hamil-hamil?Sebagai perempuan yang pernah mengalami masa penantianseperti ini, saya akui bahwa pertanyaan-pertanyaan sepertiitulah yang sering membuat diri sangat tidak nyaman, tidakkuat, kadang bikin sewot, dan menohok di hati.

Allah Maha BerkehendakLantas, apa yang harus dilakukan pasangan suami istri

yang tak kunjung dianugerahi anak? Pertama, berpikir postifkepada Allah Subhanahu wa Ta’ala,. Allah Maha Tahu atassegala keinginan dan kebutuhan kita. Apa yang kita inginkan

belum tentu kita butuhkan di mata Allah. Yang harusdipahami bahwa keinginan kita sangatlah banyak dan tidakada batasnya, sedangkan apa yang kita butuhkan sebenarnyahanya Allah-lah yang tahu.

Jika Allah belum mengaruniakan anak kepada kita,barangkali karena Allah Subhanahu wa Ta’ala (SWT) me-lihat kita belum butuh dengan itu. Semua telah diatur oleh-Nya. Kita cukup berusaha sebaik-baiknya sedangkan hasil-nya kita serahkan kepada-Nya.

Kedua, tanamkan percaya diri dan keyakinan bahwasaatnya nanti pasti hamil juga. Bagi seorang lelaki (suami),tidak bisa dipungkiri, keadaan yang demikian itu bisa sajamembuat diri menjadi tidak percaya diri, merasa akandipandang orang lain, maaf, tidak jantan. Kondisi seperti inibukanlah sesuatu yang harus ditakutkan. Yakin saja bahwamemang belum saatnya untuk memiliki momongan. Allahmasih menunda untuk menguji kesabaran kita sebelum kitabenar-benar mempunyai keturunan.

Ketiga, nikmatilah. Mungkin kita akan berpikir, kenapakok tidak hamil-hamil juga, padahal datang bulan lancar.Nah, para pasangan yang mungkin sudah berbulan-bulanatau bertahun-tahun menanti kehamilan, nikmatilahkesempatan ini. Nikmati saat-saat berdua dengan pasangan,Allah memberikan kita kesempatan untuk bisa menikmatisaat-saat berdua tersebut.

Teladan Keluarga Nabi ZakariaAdalah Nabi Zakaria ‘Alaihisalam, seorang bapak yang

hingga masa tuanya belum juga mendapatkan anak. Sementaraistrinya seseorang perempuan tua yang belum melahirkanseseorang pun dalam hidupnya, karena ia wanita mandul.

Pada usia tuanya, Nabi Zakaria menjadi semakin kha-watir. Sebab, belum ada generasi yang diharapkan yang me-lanjutkan risalah suci yang ia emban. Zakaria selalu berdoaagar dikaruniakan seorang anak laki-laki yang dapat mewa-risi ilmunya dan menjadi pelanjut risalah tauhid.

Dalam usahanya itu, Zakaria tidak menyampaikankeinginannya tersebut kepada orang banyak, bahkan kepadaistrinya, tetapi ia hanya mengadukannya kepada Allah. Hing-ga pada suatu pagi Zakaria mendapati Maryam di mihrabnyalengkap dengan buah-buahan yang sedang tidak musimketika itu. Kejadian ini diabadikan di dalam al-Qur’an.

“Zakaria berkata: ‘Hai Maryam dari mana kamu mem-

Zakaria sudah uzur, istrinyajuga mandul. Tapi mereka takputus asa berdoa. Allahakhirnya mengabulkan doamereka

TTTTTak Kunjung Hamil,ak Kunjung Hamil,ak Kunjung Hamil,ak Kunjung Hamil,ak Kunjung Hamil,

SabarSabarSabarSabarSabar... Saja!... Saja!... Saja!... Saja!... Saja!

Page 4: Rubrik Parenting   Jendela Keluarga Majalah Hidayatullah

67

tidak berputus asa dengan keadaannya yang begitu rupa.(lihat Maryam [19]: 2-6).

Hingga pada akhirnya Allah pun mendengar doa panjangyang dilafazkan Zakaria. Zakaria semakin takjub ataskehendak Allah memberikannya anak, dalam kondisi dirinyayang sudah tua dan istrinya pun wanita yang mandul.

“Hal itu adalah mudah bagi-Ku; dan sesungguhnya telahAku ciptakan kamu sebelum itu, padahal kamu (di waktuitu) belum ada sama sekali.” (Maryam [19]:9)

Pasangan yang sedang menanti kehamilan, marilah kitamenyelami kisah tentang Nabi Zakaria ini. Tentang kesaba-rannya selama bertahun-tahun menanti kehadiran generasipenerus dan kemudian Allah menjawab doa panjang itu. Itu-lah dahsyatnya kekuatan kesabaran, doa, dan keyakinan.

Saling MenguatkanTentu saja pasangan yang sedang menanti kehamilan

membutuhkan motivasi dari orang sekitarnya. Sebaiknya se-sama Muslim saling menguatkan satu sama lain. Jangansampai kita melontarkan pertanyaan atau perkataan yangbisa membuat saudara kita yang sedang menunggukehamilan bersedih.

Karena itu, ada baiknya kita menghindari pertanyaan-per-tanyaan yang “memojokkan,” meski itu semata-mata iseng.Akan sangat elok jika kita memberikan motivasi dan me-nguatkannnya dengan ucapan yang baik, berbicara dari hatike hati, siapa tahu ada problem lain yang enggan diutarakan.

Selanjutnya, kita menawarkan solusi. Sikap kita terhadapsaudara kita yang sedang menunggu kehamilan adalahmemberikan solusi. Jadikan ia nyaman ketika ia berada disekitar kita. Jangan sampai keberadaan kita menjadi momokyang menakutkan bagi mereka karena kata-kata kita yangkerap menyindir yang mungkin tidak kita sadari.* Fiqih Ulyana,

Ibu rumah tangga tinggal di Depok, Jawa Barat

peroleh (makanan) ini?’ Maryam menjawab: ‘Makanan itudari sisi Allah.’ Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepadasiapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab. Di sanalah Zakariaberdoa kepada Tuhannya. ‘Ya Tuhanku, berilah aku dari sisiEngkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya EngkauMaha Pendengar doa.’ “ (Ali ‘Imran [3]: 37-38)

Dari peristiwa tersebut, Zakaria semakin yakin AllahMaha Berkehendak atas segala sesuatu, termasuk masalahketurunan yang terus ia munajatkan kepada-Nya. Kondisifisik Zakaria kala itu sudah tua renta, rambutnya sudahmemutih, tulangnya tak sanggup lagi menopang tubuh.Sementara istrinya sendiri adalah wanita mandul yang takmungkin lagi punya anak. Tapi Zakaria tetap optimis. Ia

SUARA HIDAYATULLAH | JUNI 2011/JUMADIL AKHIR 1432

Jangan sampaikita melontarkanpertanyaan atauperkataan yang

bisa membuatsaudara kita yangsedang menung-

gu kehamilanbersedih.

Page 5: Rubrik Parenting   Jendela Keluarga Majalah Hidayatullah

| tarbiyah |

68 SUARA HIDAYATULLAH | JUNI 2011/JUMADIL AKHIR 1432

Bukan perkara mudah ternyata bagi Bu Sofie untukmencari keberadaan anaknya. Waktu menjelangmaghrib, Ima, anak perempuannya belum juga pu-

lang ke rumah selepas sekolah di siang hari. Setelah mencarikesana-kemari dan bertanya pada guru dan teman-temandekat anaknya, akhirnya Ima pun terlacak keberadaannyadan berhasil dijemput pulang dari rumah teman sekelasnya.

Ternyata ulah Ima selepas sekolah yang tak langsungpulang, tak hanya sesekali. Bu Sofie terlihat kerapkali kebi-ngungan mencari keberadaan anak pertamanya tersebut. Kata-kata “bandel” dan “susah diatur” pun tak jarang terlontar dariucapan sang Ibu, jika sedang mengomentari polah anaknya.

Tingkah memusingkan ini tak hanya dilakukan oleh Imaseorang. Anak-anak yang lain mungkin juga melakukan halyang sama. Tentu saja itu tak baik, karena membuat gelisahorangtua.

Membangun Rasa AmanBudaya pamit, izin, dan pesan sesungguhnya merupakan

salah satu bagian dari pendidikan yang sangat penting di-peroleh oleh anak, terutama di usia dini. Orangtua sangatdianjurkan untuk selalu berkomunikasi dengan anak danmemberitahukan berbagai hal yang diperlukan oleh anak gu-na membangun ikatan dan pengetahuan anak.

Berbagai informasi tentang kehidupan sangat diperlukanoleh anak dari orangtua. Hal ini menjadi keharusan karenainformasi yang terpercaya bagi anak sejak berada dalam kan-dungan adalah informasi yang berasal dari orangtua. Karenaitu, sangat penting bagi orangtua terutama seorang ibu untuksenantiasa berhubungan dan membangun jalur komunikasiyang tak terputus dengan buah hatinya.

Dalam masalah pamit misalnya, seorang anak yang ter-biasa untuk diberi informasi akan kemana orangtuanya ber-anjak, tentu akan mempercayai kata-kata orangtuanya danmerasa aman.

Saat ini, banyak orangtua yang terbiasa memilih menye-linap diam-diam saat akan pergi ke luar rumah meninggal-kan anaknya. Saat menyadari orangtuanya sudah tak ada disisi, anak yang ditinggalkan tentu akan sangat kebingungandan ketakutan, terutama anak di usia dini. Lebih buruk lagi,bila saat akan meninggalkan anaknya, orangtua terbiasa me-ngalihkan perhatian sang anak, maka saat anak menyadariorangtuanya sudah tak ada, yang membekas dalam hati anakadalah rasa dibohongi dan ketidakpercayaan.

Hal ini tentu akan sangat berbahaya untuk tumbuh-kem-bang anak selanjutnya. Anak yang terbiasa dihinggapi rasadibohongi dan besar dalam ketidakpercayaan juga akanbelajar untuk berbohong dan memiliki rasa kepercayaan diriyang rendah. Semua berangkat dari rasa ketidak-amananyang senantiasa ia dapatkan dari orangtuanya. Oleh karenaitu, sangat penting bagi orangtua untuk membiasakan mem-berikan informasi yang benar dan tepat bagi anak sejakmasih bayi sekalipun.

Meski banyak orang yang mengatakan tak ada manfaat-nya bicara panjang lebar pada bayi yang belum mengerti apa-apa, manfaat selalu berbicara dan memberikan informasiakan sangat terasa seiring dengan pertumbuhan bayi. Mi-salkan, bila saat akan menyusui sang ibu terbiasa memberi-kan informasi pada bayi tentang apa-apa saja yang harusdilakukan menjelang menyusu –seperti mengucapkan bas-mallah atau memberitahu bayi bahwa sang ibu akan meng-gendong dan mendekapnya agar ia merasa nyaman, makarutinitas informasi ini akan membangun pengertian padaanak tentang proses yang harus dilakukan untuk mencapaisesuatu. Pada akhirnya, anak akan terbiasa untuk mengertiakan pentingnya proses dan bersabar untuk mendapatkanapa yang diinginkan.

Membangun EmpatiTerbiasa memberikan informasi kepada anak tentang

apa-apa yang perlu diketahui olehnya juga akan membangunempati anak terhadap orang lain, terutama orangtuanya. De-ngan terbiasa membudayakan salam dan berpamitan, anakakan memahami bahwa ditinggalkan dengan informasi ke-beradaan orangtuanya akan membuatnya nyaman. Anakpunkelak berempati pada orangtua tentang perasaan khawatir

MembiasakanMembiasakanMembiasakanMembiasakanMembiasakanAnak BerAnak BerAnak BerAnak BerAnak BerpamitanpamitanpamitanpamitanpamitanPAMIT ADALAH BAGIAN UNTUK

MEMBANGUN RASA AMAN

DALAM KEPERCAYAAN

Page 6: Rubrik Parenting   Jendela Keluarga Majalah Hidayatullah

69SUARA HIDAYATULLAH | JUNI 2011/JUMADIL AKHIR 1432

dan ketakutan, bila ia pergi tanpa pesan atau ke luar rumahhingga larut malam. Empati ini terbangun karena ia tidakterbiasa hidup dalam kekhawatiran dan ketakutan. Sehing-ga, ia pun tidak akan menganggap bahwa kekhawatiran danketakutan adalah hal yang “biasa saja”.

Jika aktifitas berpamitan dan memberi informasi telahrutin dilakukan dengan anak, maka kemanapun orangtuaakan bergerak, ia tak akan merasa repot lagi untuk membe-ritahukan kepada anak. Apalagi, bila orangtua telah melihatdampak positif dalam diri anak, yaitu terpolanya rutinitasmemberi informasi pada otak anak. Sehingga sampai ka-panpun dan dimanapun anak, ia akan terbiasa untuk mem-beri tahu aktivitasnya pada orangtua.

Terbiasa memberi informasi dalam keluarga juga sangatkondusif untuk membangun keterbukaan. Seorang anakyang terbiasa “dimarjinalkan” oleh orangtua dalam pembe-rian informasi, cenderung akan tertutup dan melakukantindakan yang tak dapat diprediksi oleh orangtua. Sepertikasus seorang anak yang mencuri uang seratus ribu daridompet ibunya karena tak terbiasa mendapatkan informasiyang lengkap dari orangtuanya.

Ketika anak tersebut ditanya tentang alasannya mela-kukan tindakan tak terpuji tersebut, anak perempuan usiakelas empat SD tersebut mengakui bahwa ia terpaksa men-curi uang ibunya untuk membayar biaya studi tur yang akandiselenggarakan di sekolahnya. Peristiwa ini tentu tak akanterjadi bila sejak dini orangtua terbiasa untuk memberiinformasi yang lengkap kepada anak, termasuk informasi

keuangan yang benar sekalipun saat anak membutuhkansesuatu.

Bekal DewasaTak dapat dipungkiri, orangtua pun dituntut untuk

terlatih menyampaikan informasi dengan tepat dan cerdasketika berbicara dengan anak. Misalkan ketika ingin mem-beritahu anak tentang kondisi keuangan yang dimiliki olehorangtua ketika anak mengajukan permintaan. Bila uangyang tersedia tidak mencukupi untuk membayar biayanyahari itu juga, maka mintalah anak bersabar dengan meng-informasikan kepada anak bahwa uang yang ada hanyacukup untuk membeli kebutuhan yang sangat mendesak hariitu, yaitu beras dan lauk pauk.

Orangtua juga harus konsisten dengan hanya membelibarang-barang mendesak yang telah disebutkan. Kemudianmenunjukkan upaya untuk berusaha mendapatkan uangyang diperlukan kepada anak, sehingga anak akan memper-cayai kesungguhan orangtuanya. Hal ini sangat pentinguntuk menanamkan kesadaran menunda keinginan danpemahaman tentang proses.

Apa yang dilakukan oleh orangtua, sejatinya adalah polayang ditanamkan pada otak anak yang akan dibawanyahingga dewasa kelak. Bila orangtua telah terbiasa untukmemberikan informasi yang lengkap tentang keberadaandan kondisinya dalam situasi apapun, maka anak kelak akanmembawa pola ini hingga dewasa. *Kartika Trimarti, ibu rumah tangga

tinggal di Bekasi

MUH ABDUS SYAKUR/SUARA HIDAYATULLAH

Page 7: Rubrik Parenting   Jendela Keluarga Majalah Hidayatullah

70 SUARA HIDAYATULLAH | JUNI 2011/JUMADIL AKHIR 1432

Apa pun yang Anda harapkan sebelum memasukkan anak ke sebuah sekolah, perhatikansiapa gurunya. Mereka inilah yang paling

memengaruhi perkembangan anak di masa-masaberikutnya, terlebih untuk sekolah sehari penuh (fullday school) atau sekolah berasrama (boardingschool), baik yang memakai label pondok pesantrenataupun tidak. Semakin efektif seorang guru, semakinbesar pengaruhnya terhadap murid sehingga ia men-jadi sosok yang dominan.

Kata-katanya didengar, nasihat dan larangan-nyadipatuhi. Jika ia akrab dengan murid, keakrabannyatidak membuatnya kehilangan kehormatan. Jika iatidak akrab dengan murid, ketidakrabannya bukanmenjadi sebab kuatnya rasa takut dalam hati murid.Sesungguhnya wibawa yang kuat menjadikan muridmerasa segan, sementara rasa takut menimbulkanrasa enggan untuk mendekat.

Jadi pertanda apakah guru banyak berkeluh-ke-sah tentang betapa sulitnya menasihati murid? Inimenunjukkan bahwa ia termasuk guru yang tidakefektif. Jika keluhan semacam itu merata pada hampirsemua guru, langkah berikutnya yang perlu Anda la-kukan hanya satu: memeriksa siapakah yang mendaf-tarkan diri sebagai murid di sekolah tersebut? Jikaanak-anak yang masuk sebagai murid baru memangsedari awal sudah bermasalah, berarti Anda sedangberada di sekolah yang tidak efektif. Mereka lemahdalam strategi pengelolaan murid dan tidak memiliki

visi pengasuhan yang jelas. Tetapi Anda masihmempunyai harapan jika sekolah memiliki ke-

inginan yang sangat kuat untuk mengubah mu-ridnya. Begitu pula guru-gurunya, sangat be-sar perhatiannya terhadap perbaikan dan ke-majuan muridnya.

Jika rata-rata murid yang masuk sekolahtersebut sebenarnya bukan anak bermasalah,berarti Anda sedang berada di sekolah yang

sakit. Menejemen sekolah buruk dan gu-ru-guru tidak memiliki kompetensi pe-

ngelolaan murid maupun penge-

KOLOM PARENTING | Mohammad Fauzil Adhim

Memilih SekMemilih SekMemilih SekMemilih SekMemilih Sekolaholaholaholaholah

lolaan kelas. Keadaan semacam ini akan berpengaruhbesar terhadap sikap murid, perilaku, maupun pres-tasi akademik mereka.

Tentu saja guru yang baik dan sekolah yang efektifbukan tidak pernah membicarakan masalah murid.Justru sekolah efektif kerapkali secara sengaja me-luangkan waktu khusus setiap minggunya untukmembicarakan berbagai masalah yang mereka ha-dapi. Sekolah efektif dan guru-guru hebat selalu se-mangat membicarakan masalah murid dalam rangkameningkatkan kualitas anak didiknya. Jika punmasalah yang mereka bicarakan merupakan ketidak-patutan (perilaku bolos, melecehkan teman, dansejenisnya), guru yang hebat akan fokus pada upayamenemukan jalan keluar. Bukan sibuk dengan ma-salah itu, apalagi sampai asyik menggunjingkan anaktersebut.

Yang terakhir ini, yakni perilaku guru yang senangmembicarakan masalah murid untuk menemukankeasyikan menggunjing murid atau pun berkeluh-kesah,merupakan tanda bahaya sangat serius terutama dijenjang pendidikan anak usia dini. Pastikan, Anda segeramemindahkan anak ke sekolah yang lebih positif bagiperkembangan anak jika guru-guru semacam itu masihtetap bertahan. Mereka tidak mau berubah, tetapi tidakbersedia untuk berhenti menjadi guru.

Di setiap jenjang pendidikan, anak-anak kitamemerlukan guru yang hebat. Mereka tak hanyamampu menyampaikan materi pelajaran dengan baik.Lebih penting dari itu mereka mampu mempengaruhipikiran, perasaan, dan sikap siswa. Mereka mengin-spirasikan kebaikan, nilai-nilai luhur, dan karakteryang mulia.

Oleh sebab itu, ada beberapa hal yang perlu kitaperhatikan sebelum memasukkan anak ke sebuah se-kolah. Pertama, integritas pribadi para pendidiknya.Mereka yang sangat kuat integritasnya akan menda-hulukan nilai yang mereka pegang, akidah yang me-reka yakini. Mereka juga sangat peka terhadap prin-sip-prinsip yang harus ditegakkan dalam hidup. Ke-dua, motivasi dan kecintaannya terhadap profesi

untuk ANAKuntuk ANAKuntuk ANAKuntuk ANAKuntuk ANAK

Page 8: Rubrik Parenting   Jendela Keluarga Majalah Hidayatullah

71SUARA HIDAYATULLAH | JUNI 2011/JUMADIL AKHIR

sebagai guru. Ketiga, kompetensi yang berkait denganbidang keahlian yang diajarkan maupun kecakapanmengajarkan kepada murid.

Ketiga aspek tersebut harus ada pada diri guru.Tetapi jika kita harus memilih, maka yang paling pen-ting adalah aspek integritas. Inilah yang paling sulitdibentuk, namun sangat menentukan kualitas pribadiseorang guru. Tingginya jenjang pendidikan dan ung-gulnya kompetensi tidak akan bernilai apa-apa, jikaguru tidak memiliki integritas yang kuat.

Seorang guru harus memiliki kredibilitas yangtinggi. Sekali rusak, kredibilitas itu sulit dipulihkan.Tetapi kredibilitas masih lebih mudah dibangun kem-bali daripada integritas. Begitu pula motivasi. Meski-pun membangun motivasi jauh lebih sulit daripada

tahuan sehingga mereka memiliki kecintaan yangkuat terhadap belajar dan kecenderungan yang besarterhadap ilmu. Ini merupakan tugas guru-gurusekolah dasar yang perlu memperoleh penguatan dimenengah pertama, sebelum kelak akhirnya merekamengembangkan kompetensi akademik maupunkecakapan profesional pada jenjang pendidikanmenengah atas.

Yang Khas Pada Remaja Awal

Satu lagi yang harus kita ingat. Pada masa remajaawal, anak memiliki dorongan kuat dalam beberapasegi. Pertama, mereka mulai menyukai lawan jenis.Ada ketertarikan secara seksual yang sekaligusmenandai peralihan dari masa kanak-kanak menuju

membangun kompetensi, tetapi masih lebih mudahdibanding membangun integritas. Menyemangati gurumelalui training motivasi memang mudah, tetapimembangun pribadi yang memiliki motivasi intrinsiksangat kuat memerlukan perencanaan serta kesediaanuntuk bersabar dan bersungguh-sungguh.

Jadi, perhatikan integritas guru dan lembaganyalebih dulu. Baru motivasi guru selaku pengajar, lalukompetensinya baik dalam bidang yang diajarkanmaupun dalam kemampuannya mengajar. Guru yangkurang kompeten, akan mudah mencapai tingkatkemampuan yang diharapkan melalui serangkaianpelatihan, proses pendidikan melalui kursus singkatmaupun kuliah, atau kegiatan belajar otodidak jikamereka memiliki motivasi yang sangat kuat.

Selebihnya, ada yang perlu kita perhatikan. Jikasekolah dasar berkewajiban meletakkan dasar-dasarpengetahuan agar anak mampu mengembangkanketerampilan belajar di masa-masa berikutnya sertamenguasai konsep dasar yang sangat menentukan bagiupaya untuk menguasai ilmu pengetahuan yang lebihlanjut, maka jenjang pendidikan menengah pertamamerupakan masa dimana anak-anak perlu mengem-bangkan diri serta memiliki orientasi belajar yang kuat.Pada masa ini, anak memerlukan figur yang kuat.Anak-anak juga memerlukan dasar-dasar berpenge-

dewasa. Pada masa transisi ini mereka memerlukanorientasi seks yang baik, misal melalui pendidikanyang membangun wawasan keluarga sembari padasaat yang sama mereka belajar tentang etika danaturan mengenai pergaulan dengan lawan jenis. Jikaini tidak kita perhatikan, mereka akan menyibukkandiri dengan hasrat mereka terhadap lawan jenis.

Kedua, mereka sedang ingin menunjukkan siapadirinya. Mereka memerlukan kepercayaan untukbertanggung jawab sekaligus kesempatan untukunjuk prestasi. Jika mereka tidak mampu secara aka-demik, mereka perlu prestasi yang membanggakandi bidang lain. Jika dua-duanya tidak mampu, se-mentara tidak ada figur yang mereka hormati, makamereka akan mencari pengakuan melalui kegiatan-kegiatan negatif seperti tawuran.

Ketiga, mereka sedang mempertanyakan nilai-nilai dasar. Pada saat yang sama, mereka sedangberada pada situasi yang sangat bersemangat untukmenjadi manusia idealis. Inilah masa ketika merekamulai berani menunjukkan pemberontakan. Dan inimerupakan potensi besar jika ada figur kuat yangberpengaruh pada diri mereka. Di sekolah, gurulahyang harus menjadi figur berpengaruh tersebut!

Nah, siapakah guru yang akan mempengaruhianak Anda?*

Apa yang sudah Andapersiapkan untukmemastikan anak-anak memperolehpendidikan terbaik?

MUH ABDUS SYAKUR/SUARA HIDAYATULLAH

Page 9: Rubrik Parenting   Jendela Keluarga Majalah Hidayatullah

| profil keluarga |

bertugas di pedalaman dengan gaji takmenentu, sementara Hapsa yang me-ngajar di Taman Kanak-Kanak dan Ma-drasah Ibtidaiyah di Pesantren Hidaya-tullah juga dengan honor ala kadarnya.

Ini peluang langka, demikian yangterbersit di benak Hapsa. Hapsa pahambahwa IPB adalah perguruan tingginegeri yang berkualitas. Dia minta sua-minya segera membelikan tiket kapallaut untuk anaknya, agar segera keSurabaya menyelesaikan berkas-berkas-nya. Kemudian melanjutkan perjalananke Jakarta dan Bogor.

“Kami pontang-panting mencari

dana untuk membiayai anak kami yangmau masuk IPB. Termasuk ketika harusmembayar delapan juta rupiah,” ke-nang Hapsa.

Hapsa merefleksikan kecintaannyapada dunia pendidikan dengan mendo-rong anak-anaknya menapaki jenjangpendidikan. Meski kondisi keuanganterbatas, bagi Hapsa, pendidikan tetapsesuatu yang sangat penting dan utama.

Menurut Fajrin, anak laki-laki sulungHapsa yang sedang menempuh programS2 Sosiologi Politik di Universitas Mu-hammadiyah Malang, orang tuanya sa-ngat menekankan pentingnya pendi-

H A P S AH A P S AH A P S AH A P S AH A P S A

BesarBesarBesarBesarBesarkan 11 Anakkan 11 Anakkan 11 Anakkan 11 Anakkan 11 Anakdengan Keyakinandengan Keyakinandengan Keyakinandengan Keyakinandengan Keyakinan

72 SUARA HIDAYATULLAH | JUNI 2011/RABIUL AKHIR 1432

Meski memiliki anakhampir selusin, tidakmengurangi aktivitasnyadi dunia dakwah danpendidikan. Bersamasuami dia melakoni pro-fesi mengajar, berdak-wah, dan membesarkanputra-putri mereka.

Selepas maghrib, beberapa anakberkumpul menyesaki ruangtengah yang diterangi lampu te-

meram. Mereka mendengarkan na-sihat-nasihat dari kedua orang tuanya.Sesekali terdengar gelak tawa. Itulahyang dikenang Hapsa puluhan tahunsilam, saat-saat awal berumah tangga.

Hapsa adalah pembina sebuahmajleis taklim dan pengajar di TamanKanak-Kanak di Desa MambulunganTimur, Tarakan, Kalimantan Timur.Dia bersama aktivis dakwah lain bahumembahu membina umat Islam di ling-kungannya. Namun, di sela-sela kesibu-kannya, dan keterbatasan dana, Hapsapun berhasil juga mengantarkan bebe-rapa anaknya mengenyam pendidikanhingga ke perguruan tinggi.

Salah satu episode yang tak lekangdalam ingatan Hapsa adalah ketikaanak ketiganya lulus tes di Insitut Per-tanian Bogor (IPB), enam tahun silam.Gembira sekaligus miris. Sebab, saat itusang suami hanya seorang guru yang

FOTO-FOTO: MUJAHID M. SALBU/SUARA HIDAYATULLAH

Page 10: Rubrik Parenting   Jendela Keluarga Majalah Hidayatullah

73SUARA HIDAYATULLAH | JUNI 2011/RABIUL AKHIR 1432

pada metode Gran MBA (Gerakan Me-ngajar dan Belajar al-Qur‘an), yaknipola pengajaran al-Qur‘an yang dikem-bangkan ormas Hidayatullah. Salahsatu program Al-Muhajirat yang tengahberjalan adalah, pengajian dari RT keRT di Desa Mambulungan Timur. Paramurabbi berasal dari Muslimat Hidaya-tullah dan ibu-ibu yang telah dianggapmampu menjadi murabbi.

Kecintaannya pada dunia pendidi-kan dan dakwah melekat kuat dalam je-jak-jejak perjalanan hidup Hapsa.Meski harus merawat dan membesar-kan anak-anak, Hapsa tetap melakonikegiatan belajar-mengajar, juga ber-dakwah. “Dulu, saat berangkat ke pe-ngajian, saya harus membawa anak-anak yang masih kecil karena tidak adayang menjaga di rumah,” kenang Hapsa.

Dengan rutinitas sebagai guru yangsetiap pagi harus ke sekolah, Hapsatidak dapat menyiapkan segala sesua-tunya bagi anak-anak. Namun, kondisiini malah membentuk sikap mandiripada anak-anaknya. “Kami harus antrikamar mandi setiap pagi, sarapan danmenyiapkan pakaian sendiri, kamihanya berkumpul setiap habis maghrib,(untuk) sekadar bersenda gurau ataumendengarkan nasihat-nasihat dari or-ang tua,” ujar Fajrin.

Keyakinan, keteguhan dan kesabaranmenjadi kata kunci bagi wanita ramah inidalam mengarungi bahtera rumahtangganya. Secara logika, dengan 11 or-ang anak, tentu membutuhkan kesiapanmental untuk menghadapi beragamkarakter anak. Dari sisi ekonomi, Hapsadan suami harus memutar otak gunamemenuhi kebutuhan anak-anak, ter-masuk kebutuhan pendidikan. “Sayayakin, anak-anak itu masing-masing adarezekinya. Dan itu saya rasakan setiapkali mereka butuh, ada saja jalan untukmemenuhi kebutuhannya,” kata Hapsa.

Dalam membentuk kepribadiananak-anaknya, Hapsa dan suami mene-kankan pentingnya shalat berjamaah.Untuk hal ini, suami Hapsa agak kerasdan tegas pada anak-anaknya, khusus-nya yang putra. Tidak boleh ada yangluput berjamaah saat azan dikuman-dangkan. “Shalat yang mengubah pribadiseseorang. Semuanya dimulai darishalat,” ujan Rustam berpesan kepadaanak-anaknya.* Mujahid M. Salbu/Suara Hidayatullah

032 Tanjung Batu tempat Rustam me-ngajar, dibutuhkan waktu sekitar duajam. Guna memangkas jarak, suaminyaharus melewati hutan. Tongkat dan pa-rang pun tak lepas dari tangannya untukmeretas jalan. “Alhamdulillah, sekarangsudah ada motor sehingga bapak tidakjalan kaki lagi,” ujar Hapsa.

Sebagai seorang guru, kini Hapsamendapat gaji sebesar 750 ribu rupiah,suaminya yang terdaftar sebagai pe-gawai negeri sipil mendapat gaji sekitar2 juta rupiah lebih. Kini, Hapsa juga me-miliki tambak yang bisa dipanen setiaptiga bulan. Dari gaji dan tambak itulahHapsa menopang kehidupan rumahtangganya.

Selain sebagai guru, Hapsa jugamenjadi pembina Majelis Taklim Al-Muhajirat yang dibentuk pada 2007.Kurikulum pembinaannya merujuk

dikan. “Suatu saat ayah berkata, ‘orangtua tidak memiliki harta yang bisa di-wariskan, satu-satunya yang bisa ayahdan ibu wariskan adalah kesempatanuntuk menuntut ilmu, maka manfaat-kanlah kesempatan itu,’” tutur Fajrin.

Saat ini, tiga orang anaknya sedangmenempuh pendidikan pasca sarjana(S2). Selain Fajrin, anak ketiganya,Alwi, sedang menuntaskan S2 di IPBBogor. Dan yang keempat Almi, me-nempuh S2 di UIKA (Universitas IbnuKhaldun) Bogor. Anak yang kedua, te-lah bekerja sebagai analis kesehatan diLaboratorium Daerah di Tarakan, Ka-limantan Timur. Yang kelima, anak pe-rempuan yang telah menikah, kinimembantu Hapsa sebagai murabbi(pembimbing kelompok pengajian).

Sedang anak keenam sedang studidi jurusan Ilmu Syariah, Sekolah TinggiIlmu Syariah Hidayatullah Balikpapan.Yang lain, masih duduk di MadrasahAliyah, Madrasah Tsanawiyah, danMadrasah Ibtidaiyah di HidayatullahTarakan.

Membesarkan Anak di Tengah

Kesibukan

Hapsa dilahirkan di kaki GunungLatimojong, tepatnya di Desa Barakka,Enrekang, Sulawesi Selatan, 15 Juni1965. Dari pernikahannya denganRustam (52 tahun), dia dikaruniai 7putra dan 4 putri. Sebelum berlabuhdi Tarakan, Hapsa bersama suami sem-pat merasakan kehidupan di negerijiran, Malaysia, dengan bekerja sebagaipedagang

“Kami sempat memiliki mobil danrumah di Malaysia. Tetapi, entah me-ngapa, bapak tiba-tiba berubah pikirandan memutuskan segera pulang keTarakan, tempat ibu saya,” ujar Hapsamenuturkan.

Di Tarakan, dia bersua kembali ber-sama ibunya yang menetap di PesantrenHidayatullah, di Desa MambulunganTimur, Karungan. Pada tahun 1987,Hapsa diminta untuk mengelola TamanKanak-Kanak (TK) yang baru dibuka.Sedangkan suaminya menjadi petanitambak milik seorang pengusaha.Namun, akhirnya sang suami mengikutijejak Hapsa mengabdikan diri sebagaiguru di sebuah sekolah di pinggiran kota.

Untuk sampai ke Sekolah Dasar

“Dulu, saatberangkat ke pe-

ngajian, saya harusmembawa anak-anak yang masih

kecil karena tidakada yang menjaga

di rumah,”

Page 11: Rubrik Parenting   Jendela Keluarga Majalah Hidayatullah

74 SUARA HIDAYATULLAH | JUNI 2011/JUMADIL AKHIR 1432

diasuh olehUstadz Hamim Thohari

123456789012345678901234567890121234567890123456789012345678901123456789012345678901234567890121234567890123456789012345678901123456789012345678901234567890121234567890123456789012345678901

IsIsIsIsIstinja’ dengantinja’ dengantinja’ dengantinja’ dengantinja’ denganKertas TisuKertas TisuKertas TisuKertas TisuKertas Tisu

| konsultasi |

membersihkan kotorannya dengan batu, kayu, ataubenda-benda kering lainnya.

Islam sebagai agama rahmat (kasih sayang) tidakmemberatkan penganutnya. Boleh-boleh saja bagikaum Muslimin membersihkan kotorannya denganbenda-benda kering, termasuk dengan tisu, baikkarena alasan terpaksa maupun disengaja. Baik karenaalasan kesehatan, seperti takut tersentuh air, takutkedinginan, atau khawatir lantai kamar mandinya licinyang dapat mengganggu keselamatannya. Atau demialasan keselamatan, seperti di atas pesawat terbang.

Dalam hal ini Allah menegaskan,”Allah tidak mem-bebani kecuali atas kemampuannya...” (Al Baqarah[2]: 286)

Dan ditegaskan lagi dalam ayat yang lain, “...Allahmenghendaki kemudahan bagimu dan tidak meng-hendaki kesulitan bagimu...” (Al Baqarah [2]: 185)

Tentu saja tetap ada syarat-syaratnya. Pertama, alatyang digunakan itu kering, tidak basah. Bisa batu kering,tanah kering, kayu yang sudah mengering, atau daun-daun kering, juga tisu kering. Kedua, benda-benda ter-sebut bersifat menyerap. Benda-benda yang disebutkansebelumnya telah cukup memenuhi persyaratan ini.Ketiga, dilakukan berulang-ulang sampai bersih.

Ada yang mensyaratkan minimal tiga kali. Yangdimaksudkan tiga kali di sini adalah membersihkankotoran sampai kering dan tidak keluar lagi, itudihitung sekali walaupun dilakukan beberapa kali. Laludiulang dua kali lagi hingga yakin benar-benar telahbersih.

Catatan kami, mengkombinasikan dua cara istinja’yaitu menggunakan benda padat dan kering lalu diikutidengan mengguyurkan air secukupnya tentu lebihsempurna.

Kesempurnaan ini akan membawa dampak positifterhadap ibadah kita, terutama shalat. Salah satu syaratsah shalat adalah bersih pakaian, bersih badan, danbersih tempatnya.

Dan Allah pun berfirman,”... Sesungguhnya Allahmenyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukaiorang-orang yang mensucikan diri.” (Al-Baqarah[2]:222). Semoga kita termasuk hamba-hamba-Nyayang dicintai.*

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh

Beberapa bulan yang lalu saya berkesempatanpergi ke luar negeri. Perjalanan yang panjang memak-sa saya harus buang air besar di pesawat. Terus te-rang, mungkin karena belum terbiasa, saya merasakurang nyaman menggunakan kertas tisu sebagaipembersih kotoran.

Hal yang sama saya alami ketika di hotel dan digedung-gedung modern. Untuk kali ini saya benar-benar terpaksa, apalagi setelah itu saya masih harusmenjalankan ibadah shalat.

Pertanyaan saya, apakah istinja’ (membersihkankotoran yang keluar dari dua lubang) dengan kertastisu itu diperbolehkan syariat? Apakah pembo-lehannya bersifat umum, atau hanya dalam keadaandarurat saja. Mohon penjelasan Ustadz.

BS – Bekasi

Wa’alaikum salam warahmatullahi wabarakaatuh

Di beberapa gedung modern, baik hotel, mall,maupun tempat-tempat perbelanjaan untuk kalanganatas banyak yang menyediakan toilet kering. Di tem-pat seperti itu biasanya tidak menyediakan air untukmembersihkan kotoran. Sebagai penggantinya, dise-diakan tisu yang cukup. Demikian halnya di pesawatterbang.

Bagi yang belum terbiasa menggunakan tisu un-tuk membersihkan kotoran tersebut tentu sangatmengganggu perasaan maupun pikiran. Ada perasaankurang bersih, bahkan timbul perasaan risih.

Sebenarnya, perilaku ini juga dilakukan sebagianmasyarakat pedesaan. Para petani dan penggembalayang hari-harinya di hutan dan jauh dari air, ketikabuang air besar pun terpaksa membersihkannya de-ngan batu atau daun-daun kering. Kebiasaan ini su-dah terjadi berabad-abad yang lampau hingga seka-rang. Bahkan di zaman Nabi Muhammad, banyak diantara para sahabat yang melakukannya. Mereka