analisis kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan pendekatan ...
ruang terbuka hijau kota jakarta timur.pdf
-
Upload
hironimusnahak -
Category
Documents
-
view
160 -
download
6
Transcript of ruang terbuka hijau kota jakarta timur.pdf
ANRUANG
PROGRDEPART
NALISIS G TERBUK
RAM STUTEMEN IL
INS
PERUBAKA HIJAU
Sukapti I
A
UDI MANALMU TANFAKULT
STITUT P
AHAN PENU DI WIL
Oleh :
Ivanna De
A14050334
Oleh
AJEMEN NAH DANTAS PERTPERTANIA
2010
NGGUNALAYAH JA
vi Patria
4
SUMBERN SUMBETANIANAN BOGO
AAN LAHAAKARTA
RDAYA LERDAYA L
OR
AN A TIMUR
LAHAN LAHAN
ii
RINGKASAN
SUKAPTI. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Ruang Terbuka Hijau Di Wilayah Jakarta Timur. Dibimbing oleh SANTUN R.P SITORUS dan DYAH RETNO PANUJU
Pembangunan kota yang semakin berkembang di Indonesia, di DKI Jakarta khususnya berdampak pada perubahan penggunaan lahan di Jakarta Timur. Peningkatan kegiatan pembangunan fisik perkotaan selain berdampak positif terhadap peningkatan kegiatan perekonomian, juga berdampak negatif yaitu terjadinya penurunan kualitas lingkungan. Salah satu penurunan kualitas lingkungan tersebut adalah penurunan luas lahan ruang terbuka hijau (RTH) menjadi lahan terbangun. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pola perubahan RTH, mengetahui laju pertumbuhan penduduk dan perkembangan wilayah di Jakarta Timur,serta mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan luas RTH. Hasil penelitian menunjukkan pada tahun 2002 luas RTH di Jakarta Timur sebesar 830,6ha dan pada tahun 2007 meningkat menjadi 1.056,7ha. Dengan demikian, pada periode 2002-2007 terjadi peningkatan luas RTH sebesar 226,1 ha. Selanjutnya laju pertumbuhan penduduk dari tahun 2002 sampai 2008 di Jakarta Timur sebesar 0.9 % per tahun, dan laju pertumbuhan pendatang pada periode yang sama sebesar 0.7 % per tahun. Perkembangan wilayah salah satunya dicirikan dengan berkembangnya sarana-prasarana yang terdiri dari fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, dan fasilitas ekonomi. Laju pertumbuhan fasilitas pendidikan, kesehatan, ekonomi tahun 2003 dan 2006 masing-masing adalah -1.5 %, 6.4 %, dan 1.1 % per tahun. Sebagian besar kelurahan yang berada di Kawasan Jakarta Timur berdasarkan tingkat perkembangan wilayahnya pada tahun 2003 dan 2006 adalah berhirarki III. Pada tahun 2003 ada 40 kelurahan yang berhirarki III, 18 kelurahan yang berhirarki II, dan 7 kelurahan yang berhirarki I. Pada tahun 2006 kelurahan yang berhirarki III menurun menjadi 35, sedangkan yang berhirarki II dan I meningkat masing-masing 19 dan 11 kelurahan. Faktor yang berpengaruh sangat nyata (p-level≤ 0.05) terhadap perubahan luas RTH adalah ketersediaan lahan kosong. Sementara itu, faktor yang berperan nyata (p-level> 0.1)dalam mempengaruhi perubahan luas RTH di Jakarta Timur adalah pertambahan jumlah fasilitas kesehatan. Kata Kunci : Ruang Terbuka Hijau (RTH), Pertumbuhan Penduduk, Ketersediaan Lahan Kosong, Perkembangan Wilayah
iii
SUMMARY
SUKAPTI. An analysis of the Grenery Opened Space Change in East Jakarta. Under supervision of SANTUN R.P SITORUS and DYAH RETNO PANUJU.
City development in Indonesia, especially in East Jakarta has affected the changing of land use. The increasing of physical building at the city has positively affected to the increasing economic activities. Besides, it has caused environmental degradation. One form of environmental degradation is the decreasing of greenery opened space which is turning into built-up area. This research aims : to identify the pattern of greenery opened space change, to know the population growth’s rate and regional development in East Jakarta, and to assess factors affectingthe grenery opened space change. The result showed that in 2002, the greenery opened space in East Jakarta was 830,6 ha and in 2007 it increased into 1.056,7 ha. So, between the period of 2002 and 2007 there was an increasing at about 226,1 ha. Population growth’s rate from 2002 until 2008 in East Jakarta was 0.9% per year, and inmigrant growth’s rate in the same period was 0.7% per year. The regional development was showed by the appearance of developed facilities including education, health and economic facilities. Growth rate of education, health and economic facilities in 2003 and 2006 are -1.5%, 6.4% and 1.1 per year, respectively. Based on scalogram analysis, most of the kelurahan (town villages) in East Jakarta are belong to hierarchy III. In 2003, there were 40 kelurahan classified as hierarcy III, 18 kelurahan as hierarchy II, and 7 kelurahan as hierarchy I. In 2006, number of kelurahan grouped as hierarchy III decreased into 35 kelurahan, while at hierarchy II and I increased into 19 and 11 kelurahan, respectively. The most affecting factors (p-level ≤ 0.05) to the greenery opened space change are availability of unoccupied area and allocation of greenery opened space in the planning document (RTRW). Meanwhile, the potential affecting factor (p-level ≤ 0.1) to the greenery opened space change is the increasing number of health facilities. Keyword : Grenery Opened Space, Citizen Growth, Availability of Empty Area, Area Development
iv
ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI WILAYAH JAKARTA TIMUR
Oleh :Oleh
Sukapti Ivanna Devi Patria
A14050334
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
v
Judul Skripsi : Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Ruang Terbuka Hijau Di Wilayah Jakarta Timur
Nama Mahasiswa : Sukapti Ivanna Devi Patria
Nomor Pokok : A14050334
Disetujui :
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. Ir. Santun R. P. Sitorus Ir. Dyah Retno Panuju, MSi
NIP. 19490721 1973021001 NIP. 19710412 1997022005
Diketahui :
Ketua Departemen
Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc
NIP. 19621113 1987031003
Tanggal lulus:
vi
RIWAYAT HIDUP
Sukapti Ivanna Devi Patria dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 26
Desember 1987, dari pasangan Suwarlan dan Rosni Susanti. Penulis merupakan
anak pertama dari dua bersaudara.
Penulis menempuh pendidikan di SDN 03 Jakarta Timur dan lulus pada
tahun1999. Penulis melanjutkan pendidikan di SLTP 223 Jakarta Timur dan lulus
pada tahun 2002. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SMU
Islam P.B Sudirman Jakarta Timur dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun 2005
penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI (Undangan
Seleksi Masuk IPB) sebagai mahasiswa di Program Studi Manajemen Ilmu Tanah
dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB).Selama
menjadi mahasiswa penulis memperoleh kesempatan untuk menjadi asisten
praktikum matakuliah Perencanaan Tata Ruang dan Penatagunaan Lahan.
Penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor dengan judul “Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Ruang
Terbuka Hijau Di Wilayah Jakarta Timur”, dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir Santun
R.P. Sitorus dan Ir. Dyah Retno Panuju, M.Si.
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih
dan Maha Penyayang yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Perubahan Penggunaan Lahan
Ruang Terbuka Hijau Di Kawasan Jakarta Timur”, sebagai syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian IPB.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Ir Santun R.P Sitorus selaku dosen pembimbing skripsi I yang telah
memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.
2. Ir. Dyah Retno Panuju, MSi selaku dosen pembimbing skipsi II yang
memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.
3. Kedua orang tuaku atas doa, kasih sayang dan dukungannya.
4. Adikku Enggrit, Nenek dan Kakekku, serta seluruh keluarga besarku yang
telah memberi doa dan semangat.
5. Zuliansyah atas doa, dukungan dan semangatnya, terimakasih banyak ya….
6. Dr. Ir. Widiatmaka selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan.
7. Seluruh Dosen Bagian Perencanaan Pengembangan Wilayah yang telah
memberikan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
8. Teman-temanku yang selalu memberikan semangat dan dukungannya: Curug,
Miza, Kiki, Puteri, Dian dan Lia.
9. Teman-teman bangwil : Fifi, Nana, Eni, Widya, Puput, Ava, Novem, Topan
dan Eka yang selalu mendukung.
10. Teman-teman MSL’42 (terutama Ikhsan yang telah banyak membantu), serta
semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu–persatu yang telah telah
membantu kelancaran studi.
Penulis sangat menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam
penulisan skripsi ini, namun penulis berharap dapat memberikan manfaatbagi
semua pihak.
Bogor, Juni2010
Penulis
viii
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xiii
I.PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2. Tujuan Penelitian .................................................................................. 3
1.3. Manfaat Penelitian ................................................................................ 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 4
2.1. Pengertian Ruang Terbuka Hijau ......................................................... 4
2.1.1. Ruang Terbuka .......................................................................... 4
2.1.2. Ruang Terbuka Hijau ................................................................ 5
2.2. Pengelompokan dan Jenis Ruang Terbuka Hijau.................................. 6
2.3. Fungsi dan Manfaat Ruang Terbuka Hijau ........................................... 10
2.3.1. Fungsi Ruang Tebuka Hijau .................................................... 10
2.3.2. Manfaat Ruang Terbuka Hijau .................................................. 13
2.4. Tujuan Penataan Ruang Terbuka Hijau ................................................ 14
2.5. Perubahan Penggunaan Lahan RTH .................................................... 14
2.6. Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau ....................................................... 16
2.7. Tinjauan Studi-studi Terdahulu ............................................................ 17
III. BAHAN DAN METODE .............................................................................. 20
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ............................................................... 20
3.2. Jenis, Sumber Data, dan Alat Penelitian ............................................... 20
3.3. Metode Penelitian ................................................................................. 20
3.3.1. Tahap Penelitian ........................................................................ 22
3.3.2. Teknik Analisis ......................................................................... 22
3.3.2.1. Analisis Spasial ............................................................. 22
3.3.2.2. Deskripsi Grafik dan Tabel .......................................... 23
ix
3.3.2.3. Analisis Skalogram Sederhana ...................................... 23
3.3.2.4. Teknik Pendugaan Pertumbuhan/Peluruhan ................. 24
3.3.2.5. Analisis Regresi Berganda (Multiple Regression Analysis) ..................................... 24
IV. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN .......................................... 27
4.1. Kondisi Geografis .............................................................................. 27
4.1.1. Administrasi dan Luas Lahan .............................................. 27
4.1.2. Iklim dan Suhu Udara .......................................................... 28
4.1.3. Kondisi Hidrologi ................................................................ 29
4.1.4. Penggunaan Lahan ............................................................... 29
4.1.5. Sarana dan Prasarana ........................................................... 30
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 31
5.1. Analisis Spasial Ruang Terbuka Hjau ................................................ 31
5.1.1. Identifikasi Perubahan Luas RTH di Jakarta Timur ............ 31
5.1.2. Luas dan Penyebaran RTH Setiap Kecamatan di Jakarta Timur .................................................................................. 32
5.1.3. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Jakarta Timur ...................................................................... 37
5.2. Identifikasi Perubahan Luas Lahan Kosong di Jakarta Timur ........... 38
5.3. Analisis Laju Pertumbuhan Penduduk dan Pendatang Tahun 2002-2008 .......................................................................................... 40
5.4. Hirarki dan Perkembangan Wilayah di Jakarta Timur Tahun 2003 dan 2006 ................................................................................... 43
5.5. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perubahan RTH ........................ 51
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 53
6.1. Kesimpulan ......................................................................................... 53
6.2. Saran ................................................................................................... 54
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 55
LAMPIRAN .......................................................................................................... 58
x
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Halaman
1 Fungsi dan Klasifikasi RTH ........................................................................... 12
2 Hubungan Antara Tujuan Penelitian, Sumber Data, Teknik Analisis dan Hasil yang Diharapkan ................................................. 21
3 Luas Wilayah dan Distribusi Penduduk Tiap Kecamatan di Jakarta Timur ............................................................................................. 28
4 Luas Penggunaan Lahan ................................................................................ 29
5 Jumlah Sarana dan Prasarana ......................................................................... 30
6 Dinamika Luasan RTH Kawasan Jakarta Timur ........................................... 31
7 Luas Penggunaan Lahan menurut RTRW di Jakarta Timur .......................... 37
8 Dinamika Luasan Lahan Kosong di Jakarta Timur ....................................... 39
9 Jumlah Penduduk Jakarta Timur .................................................................... 41
10 Jumlah Pendatang Jakarta Timur ................................................................... 42
11 Luas RTH setiap Hirarki per Kecamatan Tahun 2002 dan 2007 ................... 47
12 Luas RTH setiap Hirarki ................................................................................ 47
13 Hasil Analisis Regresi untuk Identifikasi Faktor Penentu Perubahan
RTH di Jakarta Timur .................................................................................... 51
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Halaman
1. Diagram Alir Penelitian ................................................................................. 26
2. Peta Administrasi Jakarta Timur .................................................................... 27
3 Peta RTH Setiap Kecamatan di Jakarta Timur Tahun 2002 .......................... 32
4 Peta RTH Setiap Kecamatan di Jakarta Timur Tahun 2007 .......................... 33
5 RTH yang Bertambah di Jakarta Timur ......................................................... 35
6 RTH yang Berkurang di Jakarta Timur.......................................................... 36
7 Perubahan RTH Tahun 2002 dan 2007 .......................................................... 37
8 Peta RTRW Jakarta Timur Tahun 2000-2010 ............................................... 39
9 Perubahan Luas Lahan Kosong Tahun 2002 dan 2007.................................. 40
10 Laju Pertumbuhan Penduduk Tahun 2002-2008 ........................................... 41
11 Laju Pertumbuhan Pendatang Tahun 2002-2008 ........................................... 43
12 Peta Hirarki Wilayah Jakarta Timur Tahun 2003 .......................................... 44
13 Peta Hirarki Wilayah Jakarta Timur Tahun 2006 .......................................... 45
14 Perubahan Jumlah Kelurahan Berhirarki I, II, dan III Tahun 2003 dan 2006 ..................................................................................... 46
15 Laju Perkembangan Setiap Fasilitas di Jakarta Timur Tahun 2003 dan 2006 ..................................................................................... 48
16 Jumlah Fasilitas Perekonomian Tahun 2003 dan 2006 di Jakarta Timur ............................................................................................. 48
17 Jumlah Fasilitas Pendidikan Tahun 2003 dan 2006 di Jakarta Timur ............................................................................................. 49
18 Jumlah Fasilitas Kesehatan Tahun 2003 dan 2006 di Jakarta Timur ............................................................................................. 50
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Judul Halaman
1. Hasil Analisis Skalogram Tahun 2003 ............................................................. 58
2. Hasil Analisis Skalogram Tahun 2006 ............................................................. 61
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan kota yang semakin berkembang di Indonesia, khususnya di
DKI Jakarta berdampak pada perubahan luas penggunaan lahan termasuk luasan
ruang terbuka hijau (RTH). Salah satu pendorong meningkatnya pembangunan
adalah meningkatnya kebutuhan sosial ekonomi akibat pertumbuhan penduduk.
Pembangunan tersebut meningkatkan kegiatan pembangunan fisik perkotaan yang
berdampak positif pada peningkatan kegiatan perekonomian. Pembangunan
perkotaan mempengaruhi lingkungan dan mengubah keadaan fisik alam.
Disamping semakin berkembangnya kota, pembangunan memunculkan dampak
negatif yang harus ditanggung masyarakat perkotaan yaitu terjadinya penurunan
kualitas lingkungan akibat perubahan penggunaan lahan. Salah satu jenis
perubahan penggunaan lahan di perkotaan adalah RTH yang dikonversikan
menjadi lahan terbangun.
Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) adalah suatu rencana
penggunaan ruang kota yang berisikan rencana pembangunan kota yang terkait
dengan pemanfaatan ruang dalam kurun waktu tertentu. Tata ruang kota secara
fisik dapat dipisahkan menjadi ruang terbangun dan ruang terbuka. Ruang terbuka
kota pada dasarnya merupakan ruang yang tidak terbangun dan memiliki fungsi
utama untuk menunjang tuntutan akan kebutuhan kenyamanan, kesejahteraan,
keamanan, peningkatan kualitas lingkungan dan pelestarian alam.
RTH menurut Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 tentang
Penataan ruang terbuka hijau di Wilayah Perkotaan adalah ruang-ruang dalam
kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam
bentuk area memanjang/jalur dimana di dalam penggunaannya lebih bersifat
terbuka pada dasarnya tanpa bangunan. RTH sendiri secara normatif diharapkan
memiliki multifungsi bagi kehidupan kota, yaitu fungsi ekologis, fungsi sosial-
budaya dan ekonomis.
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
mengharuskan setiap provinsi memiliki RTH seluas 30 % dari seluruh
wilayahnya. Pemerintah DKI Jakarta membagi 2 fungsi RTH dari total 30%
2
tersebut, yakni 20%untuk ruang publik dan 10%untuk ruang pribadi atau rumah
warga. Kepala Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta, Ery Basworo,
dalam program Green Talk menyatakan ketentutanundang-undang tentang
ketersediaan RTH sebesar 30%sulit dicapai di DKI Jakarta karena struktur
daratannya berbeda dari kota lainnya. Kondisi wilayah Jakarta yang datar menarik
bagi pendatang dan menyebabkan wilayah DKI mudah dihuni dan semakin padat
dari waktu ke waktu.Menurut Basworo (2009), proporsi luas RTH yang tercapai
hingga pertengahan 2009 adalah 9,7 % dari target 13,9 % sampai 2010. Sisanya
sebesar kurang lebih 4 % sampai 2010baru bisa diupayakan di akhir tahun karena
membutuhkan waktu untuk penyelesaian prosedural, antara lain soal ijin prinsip,
pengukuran, pembebasan lahan, dan sosialisasi kepada masyarakat. Pemerintah
Provinsi DKI menargetkan penambahan 20 hektar RTH, mencakup lokasi untuk
pertamanan dan makam seperti di daerah Cilangkap, Kebon Pisang arah tol
bandara, Srengseng dan Cipayung.
Perencanaan RTH merupakan salah satu bentuk pengelolaan pemanfaatan
ruang yang diperuntukkan bagi penghijauan tanaman.Perencanaan RTH ini
dibutuhkan untuk menghindari dan meminimalkan penurunan kualitas
lingkungan, perlu dilakukan pengelolaan lingkungan fisik perkotaan yang sesuai
dengan daya dukung dan kebutuhan kota. Hijaunya suatu kota tidak hanya
menjadikan kota indah dan sejuk, namun dapat menciptakan kenyamanan,
kesegaran, dan kesehatan warga kota, serta terbebasnya kota dari polusi dan
kebisingan.
Pada beberapa kawasan di DKI Jakarta upaya penambahan RTH
menimbulkan maraknya penertiban bangunan sesuai izin serta ditetapkannya
kebijakan pemerintah daerah No. 4 tahun 1984. Berdasarkan PERDA tersebut
banyak lahan kosong yang diubah fungsinya menjadi RTH sehingga luas RTH
meningkat di kawasan Jakarta Timur.
Mengingat proporsi pencapaian luas RTH per provinsi merupakan amanah
Undang-undang, oleh karena itu kajian terkait dengan sebaran RTH dan berbagai
lahan kosong potensial untuk pembahasannya penting dilakukan. Penelitian ini
dimaksudkan untuk mengidentifikasi sebaran RTH di wilayah Jakarta Timurdan
keterkaitan antara perubahan luas (penambahan) RTH dengan luas lahan kosong
di wilayah tersebut.
3
1.2. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengidentifikasi pola perubahan ruang terbuka hijau di kawasan Jakarta
Timur.
2. Mengetahui laju pertumbuhan penduduk dan perkembangan wilayah di
Jakarta Timur.
3. Mengkaji faktor-faktor penentu perubahan (pertumbuhan/penurunan) luas
Ruang Terbuka Hijau di Jakarta Timur.
1.3. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah :
1. Sebagai masukan bagi pemerintah daerah dalam menyusun perencanaan
RTH agar tercipta kota dengan kualitas lingkungan yang baik.
2. Sebagai dasar bagi penelitian lebih lanjut, terutama pengembangan Ruang
Terbuka Hijau untuk kawasan lainnya.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Ruang Terbuka Hijau
2.1.1. Ruang Terbuka
Menurut UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yang dimaksud
dengan ruang yaitu wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,
termasuk ruang di dalam bumi sebagai suatu kesatuan wilayah, tempat manusia
dan makhluk hidup lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara
kelangsungan hidupnya (Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional,2007).
Jayadinata (1999) dalam Hesty (2005) menjelaskan bahwa ruang adalah
seluruh permukaan bumi yang merupakan lapisan biosfera tempat hidup
tetumbuhan, hewan, dan manusia. Ruang dapat merupakan suatu wilayah yang
mempunyai batas geografi, yaitu batas menurut keadaan fisik, sosial, atau
pemerintahan yang meliputi sebagian permukaan bumi, lapisan tanah di bawahnya
dan lapisan udara di atasnya. Penggunaan tanah merupakan suatu bagian dari tata
ruang, untuk tetap menjaga keseimbangan, keserasian, kelestarian lingkungan,
serta memperoleh manfaat tata ruang kota, maka harus dilakukan penataan
penggunaan tanah untuk meningkatkan kualitas manusia dan lingkungan hidup.
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 2007
tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, ruang terbuka adalah
ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk
area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang jalur di mana dalam
penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan.
Sementara itu menurut Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 tahun 1988 tentang
Penataan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan, yang dimaksud dengan
ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik
dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur dimana
di dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka pada dasarnya tanpa bangunan.
5
2.1.2. Ruang Terbuka Hijau
Ruang Terbuka Hijau menurut Waryono (2006) digambarkan sebagai
suatu kawasan atau areal permukaan tanah yang didominasi oleh tumbuhan yang
dibina untuk fungsi perlindungan habitat tertentu, dan atau sarana
kota/lingkungan, dan atau pengaman jaringan prasarana dan atau budidaya
pertanian yang difungsikan sebagai peresapan air dan menghasilkan oksigen.
Didominasi oleh tumbuhan memberikan maknaatas suatu hamparan yang penuh
dengan tetumbuhan, tanpa bangunan berarti, atauhamparan dengan koefisien
lantai bangunan setara dengan nilai (0). Menurut Hakim (2002) dalam Hesty
(2005) Ruang Terbuka Hijau didefinisikan sebagai ruang-ruang yang terdapat di
dalam kota, baik berupa koridor/jalur ataupun area/kawasan sebagai tempat
pergerakan/penghubung dan tempat perhentian/tujuan, dimana unsur hijau
(vegetasi) yang alami dan sifat ruang terbuka lebih dominan, sedangkan menurut
Yuliasari (2008) yang dimaksud dengan Ruang Terbuka Hijau adalah ruang
terbuka yang pemanfaatannya lebih bersifat pengisian hijau tanaman atau tumbuh-
tumbuhan secara alamiah ataupun budidaya.
Menurut Anonim (2006) dalam Makalah Lokakarya Pengembangan sistem
RTH Di Perkotaan dalam rangkaian acara Hari Bakti Pekerjaan Umum ke 60,
yang dimaksud dengan Ruang Terbuka hijau adalah bagian dari ruang-ruang
terbuka (open space) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman,
dan vegetasi (endemik, introduksi). RTH berguna mendukung manfaat langsung
dan/atau tidak langsung yang dihasilkan bagi kota tersebut yaitu keamanan,
kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan.
Menurut Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 tentang
Penataan ruang terbuka hijau di Wilayah Perkotaan, Ruang Terbuka Hijau adalah
ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk
area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur dimana di dalam
penggunaannya lebih bersifat terbuka pada dasarnya tanpa bangunan (Departemen
Dalam Negeri,1988). Berbeda lagi dengan pengertian Ruang Terbuka Hijau
Kawasan Perkotaan yang selanjutnya disingkat RTHKP yaitu bagian dari ruang
terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna
mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika seperti tertera
6
pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 2007 tentang Penataan
Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan.
2.2. Pengelompokan dan Jenis Ruang Terbuka Hijau
Ruang terbuka hijau di kelaskan menjadi dua kelompok yaitu RTH publik
dan RTH privat. RTH publik adalah RTH yang penyediaan dan pemeliharaannya
menjadi tanggungjawab pemerintah kabupaten/kota. Contoh dari RTH publik
adalah taman kota, tempat pemakaman umum, jalur hijau sepanjang jalan sungai
dan pantai. RTH privat adalah RTHyang penyediaan dan pemeliharaannya
menjadi tanggungjawabpihak/lembaga swasta, perseorangan dan masyarakat yang
dikendalikan melalui izin pemanfaatanruang oleh Pemerintah Kabupaten/Kota,
kecuali Provinsi DKI Jakarta oleh Pemerintah Provinsi. Contoh dari RTH privat
ini adalah kebun atau halaman rumah.
Menurut Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta (1999), Kawasan Hijau
adalah Ruang Terbuka Hijau yang terdiri dari :
1. Kawasan Hijau Lindung yaitu bagian dari kawasan hijau yang memiliki
karakteristik alamiah yang perlu dilestarikan untuk tujuan perlindungan
habitat setempat maupun untuk perlindungan wilayah yang lebih luas. Dalam
kawasan ini termasuk diantaranya :
a. Cagar Alam, yaitu kawasan suaka alam, yang karena keadaan alamnya
mempunyai kekhasan tumbuhan dan/atau satwa, termasuk ekosistemnya
atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi, baik di daratan maupun
perairan, yang perkembangannya berlangsung secara alami.
b. Hutan Lindung, adalah kawasan hutan yang karena keadaan sifat alamnya
diperuntukkan guna pengatur tata air, pencegah banjir, erosi, abrasi, dan
intrusi, serta perlindungan bagi kesuburan tanah.
c. Hutan wisata, adalah kawasan hutan yang dimanfaatkan sebagai pusat
rekreasi dan kegiatan wisata alam.
2. Kawasan Hijau Binaan yaitu bagian dari kawasan hijau di luar kawasan
hijau lindung untuk tujuan penghijauan yang dibina melalui penanaman,
pengembangan, pemeliharaan maupun pemulihan vegetasi yang diperlukan dan
7
didukung fasilitas yang diperlukan, baik umtuk sarana ekologis maupun sarana
sosial kota. Kawasan hijau binaan ini meliputi beberapa bentuk RTH, yaitu :
a. RTH Fasilitas Umum berupa suatu hamparan lahan penghijauan yang
berupa tanaman dan/atau pepohonan, berperan untuk memenuhi
kepentingan umum, dapat berupa hasil pembangunan hutan kota, taman
kota, taman lingkungan/tempat bermain, lapangan olahraga, dan
pemakaman.
b. Jalur Hijau Kota, merupakan bagian dan ruang terbuka hijau yang berdiri
sendiri atau terletak di antara badan jalan atau bangunan/prasarana kota
lain, dengan bentuk teratur/tidak teratur yang di dalamnya ditanami atau
dibiarkan tumbuh berbagai jenis vegetasi.
c. Taman kota, merupakan bagian dari ruang terbuka hijau yang berdiri
sendiri atau terletak di antara batas-batas bangunan/prasarana kota lain
dengan bentuk teratur/tidak teratur yang ditata secara estetis dengan
menggunakan unsur-unsur buatan atau alami, baik berupa vegetasi
maupun material-material pelengkap lain yang berfungsi sebagai fasilitas
pelayanan warga kota dalam berinteraksi sosial. Secara umum, taman kota
mempunyai dua unsur perpaduan, baik buatan maupun alami dengan
menggunakan material pelengkap, dan secara spesifik terdiri dari unsur
hijau, yaitu : pepohonan yang ditata secara soliter dengan menonjolkan
nilai estetikanya, perhimpunan tanaman perdu, dan hamparan rerumputan
yang teratur, sehingga membentuk kesatuan kesan pandang keindahan
wajah kota terkecil.
d. Taman Rekreasi, merupakan bagian dari ruang terbuka hijau yang berdiri
sendiri atau terletak di antara batas-batas bangunan/prasarana kota lain
dengan bentuk teratur/tidak teratur yang ditata secara estetis dengan
menggunakan unsur-unsur buatan dan alami, baik berupa vegetasi maupun
material-material pelengkap lain yang berfungsi sebagai fasilitas
pelayanan bagi warga kota untuk melakukan kegiatan rekreasi sehingga
perlu adanya elemen-elemen yang bersifat rekreasi umum.
e. Taman Hutan, merupakan bagian dari RTH yang berdiri sendiri atau
terletak di antara batas-batas bangunan/prasarana kota lain dengan bentuk
8
teratur/tidak teratur yang ditata secara estetis dengan menggunakan unsur-
unsur buatan dan alami, khususnya dengan penanaman berbagai jenis
pohon dengan kerapatan yang tinggi. Ciri spesifik taman hutan dalam
kaitannya dengan fasilitas umum, adalah bahwa hamparan lantai tapaknya
dilengkapi dengan fasilitas (sarana umum), yang secara langsung dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat.
f. Hutan Kota, berupa suatu hamparan kawasan hijau dengan luasan tertentu,
yang berada di wilayah perkotaan. Jenis tumbuhannya (dalam hal ini
pepohonan) beraneka ragam, bertajuk bebas, sistem perakarannya dalam,
dicirikan oleh karakter jarak tanam yang rapat, sehingga membentuk
satuan ekologik kecil karena terbentuknya pelapisan (strata tajuk) dua
sampai tiga tingkatan. Berdasarkan fungsinya, kawasan hutan kota dapat
dikembangkan sebagai penyangga wilayah resapan air tanah, rekreasi
alam, pelestarian plasma nutfah, dan habitat satwa liar, serta meningkatkan
kenyamanan lingkungan perkotaan.
g. Taman Bangunan Umum, merupakan bagian dari ruang terbuka hijau yang
berdiri sendiri atau terletak di antara batas-batas bangunan/prasarana kota
lain dengan bentuk teratur/tidak teratur yang berfungsi sebagai fasilitas
pelayanan bagi masyarakat umum dalam melakukan interaksi yang
berkaitan dengan kegiatan yang sesuai dengan bangunan tersebut.
h. Tepian Air, bagian dari RTH yang ditentukan sebagai daerah pengaman
dan terdapat di sepanjang batas badan air ke arah darat seperti pantai,
sungai, waduk, kanal, dan danau yang ditata dengan aspek arsitektur
lansekap melalui penanaman berbagai jenis vegetasi dan sarana
kelengkapan pertamanan.
i. Taman lingkungan/tempat bermain, merupakan suatu hamparan dengan
pepohonan yang rindang dan teduh yang dilengkapi dengan sarana dan
prasarana mainan anak-anak. Kawasan ini umumnya dekat dengan pusat-
pusat kegiatan sekolah, perkantoran, dan/atau berada di sekitar tempat
rekreasi. Kawasan ini secara alamiah memberikan jasa biologis, keindahan
dan keunikan dan memberikan kenyamanan bagi setiap insan yang
menikmatinya.
9
j. Lapangan olahraga, merupakan ruang terbuka yang ditanami pepohonan
dan rerumputan yang teratur untuk kepentingan kesegaran jasmani melalui
kegiatan olahraga. Jenis pepohonan pada hamparan ini merupakan jenis-
jenis tumbuhan penghasil oksigen tinggi dan berfungsi sebagai tempat
peneduh setempat.
k. Pemakaman, suatu fasilitas umum dalam kaitannya dengan peranan fungsi
sebagai RTH, karena hamparan lahannya cukup luas dapat berfungsi
sebagai wilayah resapan.
l. RTH fungsi Pengaman, merupakan suatu daerah penyangga alami, dengan
bentuk jalur penghijauan, yang dapat berupa taman dominan rumput,
dan/atau pepohonan besar yang diarahkan untuk pengamanan dan
penyangga situ-situ, bantaran sungai, tepian jalur rel kereta api, sumber-
sumber mata air, pengaman jalan tol, pengaman bandara, dan pengaman
tegangan tinggi.
m. Penghijauan pulau, merupakan suatu bentuk pemulihan nilai produktivitas
tanah melaui pembudidayaan tanaman agar fungsinya semakin optimal.
n. RTH Budidaya Pertanian, merupakan area yang difungsikan untuk
budidaya pertanian milik perorangan, badan hukum atau pemerintah, yang
meliputi kebun pembibitan, sawah, dan pertanian daratan.
Bentuk RTH berdasarkan bobot kealamiannya dapat diklasifikasikan
menjadi : (a) bentuk RTH alami (habitat liar/alami, kawasan lindung) dan (b)
bentuk RTH non alami atau RTH binaan (pertanian kota, pertamanan kota,
lapangan olah raga, pemakaman. Sementara itu berdasarkan sifat dan karakter
ekologisnya RTH diklasifikasikan menjadi (a) bentuk RTH kawasan (areal, non
linear), dan (b) bentuk RTH jalur (koridor, linear). Berdasarkan penggunaan
lahan atau kawasan fungsionalnya RTH diklasifikasikan menjadi (a) RTH
kawasan perdagangan, (b) RTH kawasan perindustrian, (c) RTH kawasan
permukiman, (d) RTH kawasan pertanian, dan (e) RTH kawasan-kawasan khusus,
seperti pemakaman, hankam, olah raga, alamiah (Anonim, 2006).
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 2007 tentang
Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, jenis RTH adalah
(Departemen Dalam Negeri, 2007) : (a) Taman kota; (b) Taman wisata alam; (c)
10
Taman rekreasi; (d) Taman lingkungan perumahan dan permukiman; (e) Taman
lingkungan perkantoran dan gedung komersial; (f) Taman hutan raya; (g) Hutan
kota; (h) Hutan lindung; (i) Bentang alam seperti gunung, bukit, lereng dan
lembah; (j) Cagar alam; (k) Kebun raya; (m) Kebun binatang; (n) Pemakaman
umum; (o) Lapangan olah raga; (p) Lapangan upacara; (q) Parkir terbuka; (r)
Lahan pertanian perkotaan; (s) Jalur dibawah tegangan tinggi (SUTT dan
SUTET); (t) Sempadan sungai, pantai, bangunan, situ dan rawa; (u) Jalur
pengaman jalan, median jalan, rel kereta api, pipa gas dan pedestrian; (v)
Kawasan dan jalur hijau; (w) Daerah penyangga (buffer zone) lapangan udara; dan
(x) Taman atap (roof garden).
2.3.Fungsi dan ManfaatRuang Terbuka Hijau
2.3.1. Fungsi Ruang Terbuka Hijau
Manusia yang tinggal di lingkungan perkotaan membutuhkan suatu
lingkungan yang sehat dan bebas polusi untuk kenyamanan hidup. Tolok ukur dari
penataan ruang adalah mampu memberikan kenyamanan, keasrian, dan kesehatan
bagi penghuni kota dengan tersedianya alokasi RTH. RTH di perkotaan
diharapkan mencukupi kebutuhan lingkungan perkotaan dan berkelanjutan dari
waktu ke waktu (Aji, 2000)
Menurut Direktorat Jenderal Penataan Ruang (2006), Ruang terbuka hijau
dibangun untuk memenuhi berbagai fungsi dasar, yang secara umum dibedakan
menjadi :
1. Fungsi bio-ekologis (fisik), yang memberi jaminan pengadaan RTH menjadi
bagian dari sistem sirkulasi udara (paru-paru kota), pengatur iklim mikro, agar
sistem sirkulasi udara dan air secara alami dapat berlangsung lancar, sabagai
peneduh, produsen oksigen, penyerap (pengolah) polutan media udara, air dan
tanah, serta penahan angin.
2. Fungsi sosial, ekonomi (produktif), dan budaya yang mampu menggambarkan
ekspresi budaya lokal, RTH merupakan media komunikasi warga kota, tempat
rekreasi, tempat pendidikan, dan penelitian.
3. Fungsi estetis, meningkatkan kenyamanan, ,memperindah lingkungan kota
baik dari skala mikro : halaman rumah, lingkungan pemukiman, maupun
11
makro : lansekap kota secara keseluruhan. Mampu menstimulasi kreativitas
dan prokditivitas warga kota. Juga bisa berekreasi secara aktif maupun pasif,
seperti : bermain, berolahraga, atau kegiatan sosialisasi lain, yang sekaligus
menghasilkan keseimbangan kehidupan fisik dan psikis. Selain itu, dapat
tercipta suasana serasi, dan seimbang antara berbagai bangunan gedung,
infrastruktur jalan dengan pepohonan hutan kota, taman kota, taman kota
pertanian dan perhutanan, taman gedung, jalur hijau jalan, bantaran rel kereta
api, serta jalur biru bantaran kali.
4. Ekosistem perkotaan : produsen oksigen, tanaman berbunga, berbuah dan
berdaun indah, serta bisa menjadi bagian dari usaha pertanian, kehutanan, dan
lain-lain.
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 2007 tentang
Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, fungsi RTH adalah : (a)
Pengamanan keberadaan kawasan lindung perkotaan;(b) Pengendali pencemaran
dan kerusakan tanah, air dan udara; (c) Tempat perlindungan plasma nuftah dan
keanekaragaman hayati; (d) Pengendali tata air; dan (e) Sarana estetika kota
(Departemen Dalam Negeri,2007).
Sementara itu dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 tahun 1988
tentangPenataan Ruang Terbuka Hijau di WilayahPerkotaan, fungsi dari RTH
adalah sebagai berikut :
a. Sebagai areal perlindungan berlangsungnya fungsi ekosistem dan penyangga
kehidupan;
b. Sebagai sarana untuk menciptakan kebersihan, kesehatan, keserasian dan
kehidupan lingkungan;
c. Sebagai sarana rekreasi;
d. Sebagai pengaman lingkungan hidup perkotaan terhadap berbagai macam
pencemaran, baik di darat, perairan maupun udara;
e. Sebagai sarana penelitian danpendidikan serta penyuluhan bagi masyarakat
untuk membentuk kesadaran Iingkungan;
f. Sebagai tempat perlindungan plasma nuftah
g. Sebagai sarana untuk mempengaruhi dan memperbaiki iklim mikro;
h. Sebagai pengatur tata air.
12
Fungsi dan klasifikasi RTH tertera pada Tabel 1. Tabel 1. Fungsi dan Klasifikasi RTH Fungsi-fungsi RTH Klasifikasi RTH
1. Ekologis (Konservasi)
Semua bentuk RTH dalam batas administratif pada skala : lokal, regional maupun nasional, pada satuan administratif Kabupaten dan Kota/Perkotaan, khususnya fungsi konservasi (perlindungan dan pelestarian)
* RTH Wilayah
(Antar Propinsi, Antar Kota/Kabupaten) * RTH berupa Koridor Sepanjang (bantaran) Sungai, Danau/Waduk dan Jalur Pesisir Pantai
2. Sosial-Ekonomi-Budaya
(Produktif-budidaya)
* Taman Hutan KotaKawasan Hijau Pertanian (Budidaya Pertanian dalam artian luas, termasuk kegiatan Perikanan dan Peternakan) * Taman Sejarah (Historic Parks : Etnis-Arkeologis) * Rekreatif Pada RTH yang umumnya dapat dimanfaatkan sebagai ’arena rekreatif’, baik secara aktif maupun pasif * Edukatif di mana fungsi utamanya adalah untuk pelestarian fungsi lingkungan beserta segala isi flora dan fauna yang ada
3. Pengaman Sarana dan Prasarana * Jalur Hijau (green belt) Transportasi * Jalur Hijau di Jalur Listrik Tegangan Tinggi * Hijau Pengaman Fasilitas Hijau lain (buffer zone atau koridor kota, dan pengaman dari erosi air dan tanah)
13
2.3.2. Manfaat Ruang Terbuka Hijau
Menurut Direktorat Jenderal Penataan Ruang (2006), RTH memiliki
manfaat, antara lain :
1. Penyeimbang antara lingkungan alam dengan lingkungan buatan, yaitu
sebagai penjaga fungsi kelestarian lingkungan pada media air, tanah, dan
udara serta konservasi sumberdaya hayati flora, dan fauna.
2. Bagi kesehatan, tanaman yang terdapat dalam RTH sebagai penghasil oksigen
(O2) terbesar dan penyerap karbon dioksida (CO2) dan zat pencemar udara
lain.
3. Membentuk iklim yang sejuk dan nyaman.
4. Membantu sirkulasi udara.
5. Sebagai pemelihara akan kelangsungan persediaan air tanah.
6. Sebagai penjamin terjadinya keseimbangan alami, secara ekologis dapat
menampung kebutuhan hidup manusia itu sendiri, termasuk sebagai habitat
alami flora, fauna, dan mikroba yang diperlukan dalam siklus hidup manusia.
7. Sebagai pembentuk faktor keindahan arsitektural.
8. Sebagai wadah dan obyek pendidikan, penelitian, dan pelatihan dalam
mempelajari alam.
9. Sebagai fasilitas rekreasi.
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 2007 tentang
Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, manfaat RTH adalah : (a)
Sarana untuk mencerminkan identitas daerah; (b) Sarana penelitian, pendidikan
dan penyuluhan; (c) Sarana rekreasi aktif dan pasif serta interkasi sosial; (d)
Meningkatkan nilai ekonomi lahan perkotaan; (e) Menumbuhkan rasa bangga dan
meningkatkan prestise daerah; (f) Sarana aktivitas sosial bagi anak-anak, remaja,
dewasa dan manula; (g) Sarana ruang evakuasi untuk keadaan darurat; (h)
Memperbaiki iklim mikro; dan (i) Meningkatkan cadangan oksigen di
perkotaan(Departemen Dalam Negeri,2007).
14
Menurut Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 tahun 1988 tentang
Penataan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan, manfaat yang dapat
diperoleh dari Ruang Terbuka Hijàu antara lain: (a) Memberikan kesegaran,
kenyamanan dan keindahan lingkungan; (b) Memberikan lingkungan yang bersih
dan sehat bagipenduduk kota; (c) Memberikan hasil produksi berupa kayu, daun,
bungadan buah (Departemen Dalam Negeri,2007).
2.4. Tujuan Penataan Ruang Terbuka Hijau
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 2007
tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, tujuan penataan
RTH adalah: (1) a. menjaga keserasian dan keseimbangan ekosistem lingkungan
perkotaan; b. mewujudkan kesimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan
buatan di perkotaan; danc. meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan yang
sehat, indah, bersih dan nyaman (Departemen Dalam Negeri,2007).
Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 tahun 1988 tentangPenataan
Ruang Terbuka Hijau di WilayahPerkotaan, tujuan pembentukan ruang terbuka
hijau di wilayah perkotaan adalah: (1) Meningkatkan mutu lingkungan perkotaan
yang nyaman, segar,indah, bersih dan sebagai sarana pengamanan
lingkunganperkotaan, dan (2) Menciptakan keserasianlingkungan alam dan
lingkungan binaanyang berguna untuk kepentingan masyarakat (Departemen
Dalam Negeri,2007).
2.5. Perubahan Penggunaan Lahan RTH
Menurut Permendagri No. 4 tahun 1996, perubahan penggunaan lahan
dapat mengacu pada dua hal yang berbeda, yaitu pada penggunaan lahan
sebelumnya atau rencana tata ruang yang ada (Departemen Dalam Negeri,1996).
Perubahan yang mengacu pada penggunaan lahan sebelumnya adalah suatu
penggunaan baru atas lahan yang berbeda dengan penggunaan lahan yang
sebelumnya. Perubahan yang mengacu pada rencana tata ruang adalah
penggunaan baru atas tanah (lahan) yang tidak sesuai dengan yang ditentukan
dalam Rencana Tata Ruang Wilayah yang telah disahkan.
15
Penggunaan lahan adalah penggunaan lahan utama atau penggunaan utama
atau kedua (apabila merupakan, penggunaan lahan berganda) dari sebidang lahan
pertanian, lahan hutan, padang rumput dan sebagainya. Jadi penggunaan lahan
lebih merupakan tingkat pemanfaatan oleh masyarakat (Sitorus, 1992).
Proses alih fungsi lahan dapat dipandang sebagai pergeseran-pergeseran
dinamika alokasi dan distribusi sumberdaya menuju keseimbangan baru yang
lebih optimal. Namun seringkali terjadi berbagai penyimpangan yang
menyebabkan alokasi pemanfaatan lahan berlangsung menjadi tidak efisien.
Proses alih fungsi lahan pada umumnya didahului oleh adanya proses alih
penguasaan lahan. Dalam kenyataannya, di balik proses alih fungsi lahan
umumnya terdapat proses memburuknya struktur penguasaan sumberdaya lahan.
Dampak perubahan penggunaan lahan terhadap kondisi tata air
(hidrologis) adalah terjadinya perubahan perilaku dan fungsi air permukaan.
Dalam keadaan ini terjadi pengurangan aliran dasar (base flow) dan pengisian air
tanah, sehingga menimbulkan ketidakseimbangan tata air. Di samping itu, juga
berpengaruh terhadap air permukaan, terutama terhadap keberadaan situ
(embung). Situ yang berfungsi sebagai penyedia air untuk irigasi pertanian,
penampung air hujan, pengendali banjir, sumber ekon0mi dan rekreasi telah
mengalami tekanan akibat kebutuhan lahan untuk aktivitas pembangunan
sehingga mengalami penciutan dan malahan ada yang hilang (Rosnila, et al.,
2005).
Faktor penting yang perlu dikelola dalam upaya mengendalikan konversi
lahan sawah menjadi lahan non pertanian berdasarkan hasil penelitian di Sub DAS
Ciwidey, DAS Citarum, Kabupaten Bandung adalah : 1) peningkatan bantuan
pemerintah kepada petani yang masih mempertahankan lahan sawahnya; 2)
Kajian tata ruang yang terkait dengan kebutuhan stakeholder terkait, sehingga
dapat ditetapkan zonasi lahan sawah dalam bentuk peraturan; 3) Kontrol
penerapan peraturan konversi lahan sawah dan tindakan tegas serta sanksi hukum
bagi yang melanggar peraturan tersebut; 4) Peningkatan penyuluhan pertanian
baik untuk teknologi pertanian, maupun aturan konversi lahan sawah dengan
segala konsekuensinya; 5) Perbaikan sistem pendataan konversi lahan sawah
(Rivai dan Haridjaja, 2009).
16
Pada tahun 2003 di Kabupaten Temanggung telah dilakukan identifikasi
potensi sumberdaya lahan dan perubahan penggunaan lahan dalam kurun waktu 9
tahun dilihat melalui citra tahun 1993 dan 2002. Hasil kegiatan ini menunjukkan
bahwa Kabupaten Temanggung termasuk wilayah beriklim basah dengan curah
hujan 2.309-3.054 mm/tahun, dengan ketinggian 325-1.750 m dpl. Tanahnya
terdiri atas Andisols, Inceptisols dan Alfisols, umumnya berasal dari bahan
volkanik yang relatif subur, sehingga Kabupaten Temanggung berpotensi untuk
pengembangan berbagai komoditas baik di dataran rendah (<700 m dpl) maupun
dataran tinggi (>700 m dpl). Berdasarkan hasil interpretasi foto udara tahun 1993
dan citra Landsat TM 2002, Kabupaten Temanggung mengalami perubahan
penggunaan lahan, terutama pada kebun campuran, tegalan, sawah, dan hutan
(hutan produksi dan hutan lindung). Penghutanan kembali akan sulit dilaksanakan
karena lahan telah digunakan petani untuk tembakau. Untuk mencegah degradasi
lahan yang terus berlanjut dan tetap berusaha tani, maka disarankan untuk
mengkombinasikan tanaman semusim, tanaman tahunan, tanaman pakan ternak,
serta usaha konservasi tanah yang mudah dan murah ditetapkan petani
(penanaman hijauan pakan ternak) (Mulyani dan Ropik, 2005).
Pembangunan kota yang semakin berkembang, di DKI Jakarta khususnya
berdampak juga pada perubahan penggunaan lahan RTH. Pengaruh pembangunan
kota terhadap lingkungan mengubah keadaan fisik lingkungan alam menjadi
lingkungan buatan manusia. Salah satu pendorong meningkatnya pembangunan
terutama dalam pemenuhan kebutuhan sosial ekonomi dari penduduk kota yang
selalu bertambah. Peningkatan kegiatan pembangunan fisik perkotaan, selain
berdampak positif terutama yang berasal dari kegiatan perekonomian, juga
berdampak negatif yaitu cenderung terjadi penurunan kualitas lingkungan, salah
satunya seperti perubahan penggunaan lahan RTH menjadi lahan terbangun.
2.6. Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau
Penyediaan lahan untuk pengembangan RTH publik dapat diupayakan
dengan menerapkan pola-pola kerjasama dengan dunia usaha sebagai berikut : 1)
penyediaan RTH publik sebagai syarat perizinan pemanfaatan ruang; 2)
Penyediaan RTH publik sebagai bagian dari desain kawasan; 3) Penyediaan RTH
17
publik sebagai perwujudan Corporate Social Responsibility (CSR) (Susanto,
2009).
Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Kota dilaksanakan oleh pemerintah
daerah. Pemerintah Daerah menyediakan prasarana dan sarana yang diperlukan
berupa tenaga ahli, pusat pendidikan dan latihan, pembibitan dengan dibantu oleh
Dinas/Instansiyang terkait untuk menunjang keberhasilan programpengembangan
Ruang Terbuka Hijau Kota.(Departemen Dalam Negeri, 1988)
Pelaku-pelaku yang terlibat dalam pengelolaan RTH kota menurut Hakim
(2002) dalam Hesty (2005) terdiri dari pemerintah, swasta, masyarakat kota, dan
media masa. Menurut Aji (2000), salah satu masalah dalam pengelolaan RTH
kota yang dominan adalah keterbatasan dana. Pembiayaan pembangunan dan
pengelolaan kota biasanya berasal dari dana pemerintah (pusat dan daerah),
sedangkan potensi dana swasta dan dana masyarakat belum banyak digali. Dana
masyarakat adalah dana yang bersumber dari masyarakat secara langsung untuk
membiayai sebagian anggaran proyek atau yang biasa dikenal sebagai dana
swadaya.
2.7. Tinjauan Studi Terdahulu
Ruang Terbuka Hijau merupakan ruang terbuka yang pemanfaatannya
lebih bersifat pengisian hijau tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara alamiah
ataupun budidaya. Hasil penelitian Yuliasari (2008) menunjukkan bahwa
perhitungan RTH dari hasil penelitiannya berbeda dengan data yang berasal dari
instansi pemerintah propinsi. Luas RTH dalam penelitiannya diperoleh dari
delineasi untuk wilayah DKI Jakarta, yaitu sebesar 3,88 %, sedangkan luas RTH
menurut laporan instansi pemerintah tahun 2006 adalah 10,93 %. Perbedaan
tersebut disebabkan oleh cakupan area RTH yang dikelola oleh pemerintah
provinsi DKI Jakarta tidak sampai pada RTH yang dikelola oleh suku-suku dinas,
demikian juga pada RTH privat yaitu yang dikelola oleh pihak masyarakat
maupun swasta. Selain itu, Dinas Kebersihan tidak melakukan delineasi citra.
Fungsi utama dinas yang terkait dengan RTH, yaitu Dinas Kebersihan, adalah
18
penunjang bagi dinas-dinas lainnya (sebagai penyedia sarana dan prasarana
kebersihan bagi dinas lainnya).
Penelitian lain terkait dengan RTH dilakukan oleh Putri (2006) yang
melakukan analisis spasial dan temporal dengan menggunakan sistem informasi
geografis dan penginderaan jauh di Kota Bandung. Putri (2006) memperlihatkan
bahwa perkembangan Kota Bandung telah menempatkan lahan terbangun dalam
dominasi tutupan lahan. Pada tahun 1991 kelas lahan terbangun mencapai 46%
dari total luasan lahan dan pada tahun 2001 meningkat menjadi 62%. Sementara
luas RTH yang mencakup keseluruhan tutupan vegetasi mengalami penurunan
dari 54% pada tahun 1991 menjadi sekitar 38% pada tahun 2001. Jenis RTH yang
mengalami penurunan cukup signifikan secara umum adalah lahan persawahan
dan jenis RTH kota non-pertanian. Jenis RTH yang mengalami konversi terbesar
sebagai akibat dari gejala urbanisasi adalah RTH non-pertanian yang mengalami
konversi sebesar 52,09 % untuk menjadi lahan terbangun (Putri, 2006).
Penelitian lain yang dilakukan oleh Kurniasari (1994) menunjukkan bahwa
dari periode I (1810-1900) sampai dengan III (1945-1992), RTH Kota Bandung
mengalami pengkayaan dari bentuk-bentuk yang sederhana menuju kompleks,
mulai hanya fungsi produktif, mendapat tambahan fungsi konservasi, rekreasi, dan
estetika. Jenis-jenis RTH semakin beragam dengan berubahnya waktu. RTH
utama Kota Bandung periode I (1810-1900) berupa: area pertanian dan alun-alun.
Periode II (1906-1945) terjadi pengkayaan berupa: park, plein, plantsoen,
stadstuin, dan boulevard. RTH utama periode III (1945-1992) tidak berbeda
dengan periode II, dengan fungsi yang lebih spesifik karena perubahan fungsi
teknis kota. Secara garis besar RTH utama periode III berupa : pertanian, area
konservasi, taman, lapangan olahraga, dan jalur hijau (Kurniasari, 1994).
Pembangunan dan pengembangan wilayah Jabodetabek telah
mempengaruhi penyebaran bentuk penutupan lahan dalam kurun waktu 33 tahun.
Sebagian besar Ruang Terbuka Hijau yang terdiri dari hutan, kebun campuran,
sawah, semak, dan rumput telah berubah secara signifikan menjadi ruang
terbangun yang mendukung perkembangan kecamatan-kecamatan di kawasan
jabodetabek. Proporsi RTH Jabodetabek turun 11 % dan proporsi ruang terbangun
meningkat 27 % selama periode tahun 1972-2005. Dampak dari perubahan luasan
19
RTH telah sangat terasa terhadap seluruh aspek lingkungan hidup, dimulai dari
efek pemanasan global, berkurangnya ketersediaan air tanah, meningkatnya lahan
kritis dan degradasi lahan (Agrissantika, 2007).
Kota Bogor sangat berpotensi untuk menjadi proyek percontohan (pilot
project) menghadirkan Ruang Terbuka Hijau yang menunjang fungsi sebagai
habitat burung karena memiliki sumberdaya yang mendukung, yaitu keberadaan
Kebun Raya Bogor sebagai sumber keanekaragaman jenis burung dan merupakan
habitat terbesar bagi burung-burung yang ada di kota Bogor. Keadaan Ruang
Terbuka Hijau cukup baik kondisinya, baik elemen vegetasi dan ruang, kondisi
biofisik lanskap kota Bogor, serta kebijakan perencanaan dan pengembangan tata
ruang, khususnya Ruang Terbuka Hijau (Handayani, 1995).
Hasil penelitian Yulies (1995) menunjukkan perubahan mata pencaharian
masyarakat Desa Gunung Putri ke arah sektor jasa telah menimbulkan
berkurangnya RTH akibat konversi lahan perkebunan menjadi ruang terbangun.
Selain itu, telah terjadi pencemaran debu semen pada Desa Gunung Putri yang
semakin memacu perubahan tata guna lahan desa ke arah struktur perkerasan.
Akibat semakin berkurangnya RTH, maka penyebaran debu semen pada desa sulit
direduksi.
Perhitungan kebutuhan RTH bagi Kotamadya Padang berdasarkan tiga
pendekatan perhitungan luas RTH yaitu sumber daya alam tapak, kontribusi O2
dari tanaman dan INMENDAGRI no. 14 tahun 1988 (Roslita,1997).
Hasil penelitian Hesty (2005) menunjukkan bahwa RTH Kecamatan Metro
Pusat sangat kurang, baik dilihat dari luas total maupun RTH untuk kenyamanan,
sedangkan Kecamatan Metro Barat terpenuhi tetapi untuk RTH kenyamanan tidak
dapat terpenuhi. Dengan pendekatan Simonds (1983), ternyata sebaran penduduk
juga mempengaruhi sebaran kebutuhan RTH. Oleh karena itu, selain dengan
upaya peningkatan jumlah dan kualitas RTH pada setiap Kecamatan, upaya
penyebaran/pemerataan pembangunan RTH juga perlu dilakukan agar sebaran
penduduk juga lebih merata sehingga sebaran kebutuhan RTH juga merata.
20
III. METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan mulai bulan Februari 2009 sampai bulan
November 2009. Lokasi penelitian adalah wilayah administrasi Kota Jakarta
Timur. Kegiatan pengolahan data dilakukan di Bagian Perencanaan
Pengembangan Wilayah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
3.2. Jenis Data, Sumber Data, dan Alat Penelitian
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder
berupa: data Potensi Desa (PODES) Jakarta Timur tahun 2003 dan 2006, data
penduduk dan pendatang tahun 2002-2008, Peta RTRW Jakarta Timur Tahun
2000-2010, Peta Jalan, Peta Administrasi Jakarta Timur, dan Peta Ruang Terbuka
Hijau pada dua kurun waktu, yaitu Tahun 2002 dan 2007.
Alat-alat penunjang yang digunakan dalam penelitian ini meliputi
seperangkat komputer dengan software ArcView 3.3 dan ERDAS 8.6 untuk
koreksi geometrik, digitasi dan pengolahan peta, Microsoft Office untuk
pengolahan data, serta GPS (Global Positioning System). Pada Tabel 2dapat
dilihat hubungan antara tujuan penelitian dan output yang diharapkan dengan
sumber data dan teknik analisis.
3.3. Metode Penelitian
3.3.1. Tahap Penelitian
Penelitian ini secara umum terdiri atasempat tahap, yaitu :
1. Tahap Studi Literatur
Tahap ini dilaksanakan dengan mengumpulkan tulisan ilmiah yang berkaitan
dengan penataan ruang dan perubahannya di wilayah Jakarta Timur.
21
Tabel 2. Tujuan Penelitian, Sumber Data, Teknik Analisis, dan Output yang Diharapkan
No. Tujuan Penelitian Sumber Data Teknik
Analisis
Output yang diharapkan
1. Mengidentifikasi pola
perubahan Ruang
Terbuka Hijau di
Kawasan Jakarta Timur.
-Peta
Administrasi
Jakarta Timur*
-Peta Ruang
Terbuka Hijau
Jakarta Timur
Tahun 2002
dan 2007**
*Overlay
*Deskripsi
tabel dan
grafik
Dinamika perubahan
Ruang Terbuka Hijau di
Kawasan Jakarta Timur
2. Mengkaji faktor-faktor
penentu perubahan
(pertumbuhan/penurunan)
luas Ruang Terbuka
Hijau.
-Proporsi RTH
-Proporsi
Penduduk,
Pendatang,
Alokasi RTH
di RTRW,
Lahan Kosong,
dan Fasilitas
*Teknik
Pendugaan
Pertumbuhan/
Peluruhan
*Analisis
Regresi
Berganda
Terindikasinya faktor-
faktor penentu perubahan
(pertumbuhan/penurunan)
luas Ruang Terbuka
Hijau
3. Mengetahui laju
pertumbuhan penduduk
dan perkembangan
wilayah di Jakarta Timur
-Proporsi
Penduduk
-Indeks
Perkembangan
Wilayah
*Deskripsi
tabel dan
grafik
*Analisis
Skalogram
Sederhana
Dinamika perubahan
penduduk dan tingkat
perkembangan wilayah di
Kawasan Jakarta Timur
*Studio Bagian Perencanaan Pengembangan Wilayah Fakultas Pertanian IPB
**Dinas Tata Ruang Propinsi DKI Jakarta
2. Tahap Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data spasial dan data atribut. Data
spasial berupa Peta RTH Kawasan Jakarta Timurtahun 2002 dan 2007 hasil
overlay dari Peta penutupan lahan dengan Peta batas administrasi wilayah
Jakarta Timur. Data atribut berupa data potensi desa (PODES) tahun 2003
dan 2006, serta data penduduk dan pendatang tahun 2002-2008.
22
3. Tahap Pemasukan dan Analisis Data
Tahap ini dilakukan sesuai dengan teknik analisis data yang telah ditetapkan
sejak awal. Untuk menganalisis peta, digunakan program ArcView 3.3 dan
ERDAS 8.6 untuk memperoleh data yang memuat informasi sesuai kebutuhan
berupa pola perubahan Ruang Terbuka Hijau di kawasan Jakarta Timur;
sedangkan untuk analisis data, digunakan Microsoft exel 2007 dan MINITAB.
Detil tentang teknik analisis data diuraikan pada sub bagian 3.3.2.
4. Tahap Penyusunan Skripsi
Tahap ini merupakan penyusunan interpretasi hasil análisis data yang pada
dasarnya merupakan proses perumusan analisis sebagai bahan penyusunan
skripsi. Penulisan hasil analisis disusun sedemikian rupa dalam bentuk skripsi.
3.3.2. Teknik Analisis
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini dibagi atas lima
kelompok, yaitu : (1) Analisis Spasial, (2) Deskripsi Grafik dan Tabel, (3)
Analisis Skalogram Sederhana, (4) Teknik Pendugaan Pertumbuhan/ Peluruhan,
dan (5) Analisis Regresi Berganda. Secara lebih detil prosedur dan tahap yang
dilakukan di setiap teknik yang digunakan dijabarkan pada uraian berikut ini.
3.3.2.1. Analisis Spasial
Proses analisis spasial meliputi proses digitasi dan proses-proses koreksi
geometrik lain yang dilakukan dengan menggunakan Software ArcView 3.3 dan
ERDAS 8.6 terhadap peta-peta yang telah disiapkan. Proses digitasi dilakukan
terhadap peta-peta agar dapat dilanjutkan ke dalam proses-proses geometrik untuk
dianalisis yang pada akhirnya akan menghasilkan peta perubahan penggunaan
lahan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Tahap terpenting untuk mengetahui
perubahan ruang terbuka hijau selama dua titik tahun dilakukan dengan Operasi
Tumpang Tepat (Overlay). Peta yang ditumpangtepatkan adalah peta RTH Kota
Jakarta Timur tahun 2002 dan tahun 2007, alokasi ruang berdasarkan RTRW
tahun serta sebaran lahan kosong di Jakarta Timur. Hasil dari operasi tumpang
tepat tersebut adalah data atribut yang digunakan dalam proses analisis statistik
23
untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan RTH di
wilayah Jakarta Timur.
3.3.2.2. Deskripsi Grafik dan Tabel
Analisis ini merupakan penjabaran secara deskriptif data melalui
pembangunan grafik dan tabel. Dari hasil deskripsi grafik dan tabel, dapat
diketahui pola perubahan ruang terbuka hijau serta laju hubungan
peluruhan/pertumbuhan ruang terbuka hijau serta berbagai faktor yang diduga
terkait dengan perubahan luas RTH di wilayah Jakarta Timur.
3.3.2.3. Analisis Skalogram Sederhana
Metode ini digunakan untuk mengetahui hirarki pusat-pusat
pengembangan dan sarana-prasarana pembangunan yang ada di suatu wilayah.
Penetapan hirarki pusat-pusat pertumbuhan dan pelayanan tersebut didasarkan
pada jumlah jenis dan jumlah unit sarana-prasarana pembangunan dan fasilitas
pelayanan sosial ekonomi yang tesedia. Metode ini menghasilkan hirarki atau
peringkat yang lebih tinggi pada pusat pertumbuhan yang memiliki jumlah jenis
dan jumlah unit sarana-prasarana pembangunan yang lebih banyak. Metode ini
lebih menekankan kriteria kuantitatif dibandingkan kriteria kualitas
sarana/prasarana tersebut. Distribusi penduduk dan luas jangkauan pelayanan
sarana-prasarana pembangunan secara spasial tidak dipertimbangkan secara
spesifik.
Dengan asumsi data menyebar normal, penentuan tingkat perkembangan
wilayah dibagi menjadi tiga yaitu :
* Hirarki I, jika indeks perkembangan ≥ (rata-rata + simpangan baku)
* Hirarki II, jika rata-rata < indeks perkembangan < (rata-rata + simpangan baku)
* Hirarki III, jika indeks perkembangan < rata-rata.
Hirarki I merupakan daerah yang paling berkembang atau memiliki jumlah
fasilitas yang paling banyak dan lengkap serta adanya kemudahan mencapai suatu
fasilitas (aksesibilitas) yang dicirikan dengan perkembangan jaringan jalan,
sedangkan Hirarki III menyatakan daerah yang kurang berkembang atau
memilikijumlah fasilitas yang paling sedikit dan tidak lengkap, aksesibilitasnya
24
juga lebih sulit. Jumlah Kecamatan yang dianalisis adalah 10 Kecamatan. Jenis
fasilitas yang dianalisis antara lain adalah: 1) fasilitas pemerintahan; 2) fasilitas
pendidikan; 3) fasilitas ekonomi ; 4) fasilitas sosial. Hasil yang diharapkan dari
analisis ini adalah hirarki pelayanan kecamatan yang didasarkan atas nilai IPK
dari masing-masing kecamatan.
Data yang digunakan dalam analisis skalogram adalah jumlah jenis
fasilitas pelayanan, jumlah unit fasilitas dan akses masyarakat terhadap fasilitas
pelayanan tertentu. Jumlah Kecamatan yang dianalisis adalah 10 kecamatan. Jenis
fasilitas yang dianalisis antara lain adalah: 1) fasilitas ekonomi; 2) fasilitas
pendidikan; 3) fasilitas ekonomi;dan 4) fasilitas sosial. Hasil yang diharapkan
dari analisis ini adalah hirarki pelayanan kecamatan.
3.3.2.4 Teknik Pendugaan Pertumbuhan/ Peluruhan
Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan penggunaan
lahan RTH adalah jumlah penduduk dan pendatang. Pendugaan dari perubahan
tersebut secara matematis dapat diduga melalui fungsi pertumbuhan/ peluruhan.
Model pertumbuhan/ peluruhan dapat digunakan untuk menduga perubahan
seiring dengan waktu, ukuran atau jarak dari posisi referensi.
Fungsi pertumbuhan/ peluruhan adalah :
Y = 0
01
Xt
XtXt , dimana :
Y = Laju pertumbuhan/ peluruhan
Xt1 = Nilai variabel tahun akhir
Xt 0= Nilai variabel tahun awal
Peubah yang diukur dengan menggunakan model ini adalah laju
pertumbuhan penduduk dan pendatang pada tahun 2002 sampai tahun 2008.
3.3.2.5 Analisis Regresi Berganda (Multiple Regression Analysis)
Analisis regresi digunakan untuk menduga model linier perubahan lahan
terbuka hijau di wilayah Jakarta Timur. Pada penelitian ini digunakan metode
analisis regresi berganda dengan prinsip regresi bertatar (stepwise regression).
Proses dalam regresi bertatar dilakukan dengan memilih kombinasi variabel yang
25
menghasilkan model terbaik dan mengeliminasi satu per satu variabel yang
menyebabkan multikolinearitas. Proses tersebut akan menciptakan kombinasi
variabel-variabel penduga saling bebas dan mengurangi banyaknya variabel di
dalam persamaan. Model yang dihasilkan dapat digunakan sebagai penduga yang
baik jika asumsi-asumsi berikut dapat dipenuhi:
a. Rata-rata galat sama dengan nol atau dinotasikan E(ei) = 0, untuk setiap i;
dimana i = 1, 2, …, n.
b. Kovarian (Ei, Ej) = 0, dengan kata lain tidak ada autokorelasi antara galat
yang satu dengan yang lain atau dinotasikan: Cov(ei, ej) = 0, i j.
c. Setiap galat mempunyai varian yang sama atau dinotasikanVar(ei²) = 0²;
untuk setiap i, dimana i = 1, 2, …, n.
d. Kovarian setiap galat memiliki varian yang sama untuk setiap variabel
bebas dalam persamaan linier berganda atau dinotasikan Cov(ei, X1i) =
Kov (ei, X2i) = 0.
e. Tidak ada multikolinearitas; artinya tidak ada hubungan linier yang eksak
antara variabel-variabel penjelas, atau variabel penjelas harus saling bebas.
f. Galat menyebar normal dengan rata-rata nol dan varian ² atau dinotasikan
ei N (0 ; ),.
Persamaan yang akan dihasilkan dari analisis ini adalah :
Y = A0 + A1X1 + A2X2 + A3X3 +……+ AnXn,dimana :
Y: Variabel tak bebas( Perubahan RTH tahun 2002 dan 2007)
A: Koefisien regresi
X: Variabel bebas
Variabel bebas terdiri dari:
X1 = Pertambahan jumlah penduduk tahun 2002-2008;
X2 = Pertambahan jumlah pendatang tahun 2002-2008;
X3 = Pertambahan jumlah fasilitas ekonomi tahun 2003 dan 2006;
X4 = Pertambahan fasilitas pendidikan tahun 2003 dan 2006;
X5 = Pertambahan fasilitas kesehatan tahun 2003 dan 2006;
X6 = Alokasi RTH dalam RTRW 2010;
X7 = Pertambahan luas lahan kosong tahun 2002 dan 2007.
26
Tahapan penelitian ditunjukkan dalam diagram alir pada Gambar 1.
Gambar 1. Diagram Alir Penelitian
27
IV. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
4.1 Kondisi Geografis
4.1.1 Administrasi dan Luas Lahan
DKI Jakarta terdiri dari lima wilayah administratif, yaitu: Jakarta Pusat,
Jakarta Barat, Jakarta Selatan, Jakarta Utara, dan Jakarta Timur. Jakarta Timur
sendiri terdiri dari sepuluh wilayah kecamatan, yaitu : Cakung, Makassar, Kramat
Jati, Cipayung, Jatinegara, Pasar Rebo, Ciracas, Duren Sawit, Matraman, dan
Pulogadung. Luas wilayah Jakarta Timur 187,75 km² yang merupakan 28,37 %
dari wilayah Propinsi DKI Jakarta 661,52 Km². Jakarta Timur terdiri atas 10
Kecamatan dan 65 Kelurahan dengan jumlah penduduk yang menghuni sekitar
2.195.300 jiwa (Tabel 3). Pada Gambar 2 ditampilkan Peta Administrasi Jakarta
Timur.
Gambar 2. Peta Administrasi Jakarta Timur
28
Tabel 3. Luas Wilayah dan Distribusi Penduduk Tiap Kecamatan di JakartaTimur
No Kecamatan Luas
(Km²)
Penduduk (Jiwa)
1 Pasar Rebo 12.94 164.755
2 Ciracas 16.08 204.107
3 Cipayung 27.36 137.253
4 Makasar 21.66 182.441
5 Kramat Jati 13.34 209.960
6 Jatinegara 10.64 264.371
7 Duren Sawit 22.80 321.991
8 Cakung 42.47 237.185
9 Pulo Gadung 15.61 279.623
10 Matraman 4.85 193.614
Jumlah 187.75 2.195.300
Sumber :BPS DKI Jakarta (2009)
Kota administrasi Jakarta Timur merupakan bagian wilayah Propinsi DKI
Jakarta yang terletak antara 106°49’35” Bujur Timur dan 06°10’37” Lintang
Selatan. Wilayah Kota Jakarta Timur memiliki perbatasan (BPS DKI
Jakarta,2009):
Sebelah Utara : Kota Jakarta Utara dan Jakarta Pusat
Sebelah Timur : Kota Bekasi (Propinsi Jawa Barat)
Sebelah Selatan : Kabupaten Bogor (Propinsi Jawa Barat)
Sebelah Barat : Kota Jakarta Selatan/Sungai Ciliwung.
4.1.2 Iklim Dan Suhu Udara
Curah hujan Kota Jakarta Timur pada tahun 2007 rata-rata mencapai
243,14 mm dengan curah hujan tertinggi pada bulan Februari yakni 1.081,4 mm.
Tekanan udara sekitar 1.011.47 MBS dan kelembaban udara rata-rata 77.67 %.
Kecepatan angin 3,33 MSE serta arah angin pada bulan Januari-Maret kearah
utara, April-September kea rah timur laut, dan Oktober-Desember kearah Barat.
Arah angin Oktober-Desember sering menimbulkan hujan lebat seperti halnya
wilayah-wilayah lain di Indonesia.
29
4.1.3 Kondisi Hidrologi
Sebagai wilayah dataran rendah yang letaknya tidak jauh dari pantai,
tercatat 5 sungai yang mengaliri Kota Administrasi Jakarta Timur. Sungai-sungai
tersebut antara lain Sungai Ciliwung, Sungai Sunter, Kali Malang, Kali Cipinang,
dan Cakung Drain di bagian utara wilayah ini. Pada musim puncak hujan sungai-
sungai tersebut pada umumnya tidak mampu menampung air sehingga beberapa
kawasan tergenang banjir.
4.1.4 Penggunaan Lahan
Secara keseluruhan penggunaan lahan yang paling dominan di kawasan
Jakarta Timur adalah perumahan dengan luas 9.119,49 ha. Untuk jenis
penggunaan lahan ruang terbuka hijau yang paling besar di kawasan Jakarta
Timur adalah di Kecamatan Makassar dengan luas 301,68 ha, sedangkan yang
paling kecil berada di Kecamatan Matraman dengan luas 5,13 ha. Tabel 4
menunjukkan rincian luas jenis penggunaan lahan per kecamatan.
Tabel 4. Luas Penggunaan Lahan
No
Kecamatan
Perumahan
Fasum/
Fasos
Kantor
Pemerint
ahan
Perkanto
ran,
Perdaga
ngan dan
Jasa
Industri
dan
Perguda
ngan
Ruko/
Rukan
Lahan
Kosong
Ruang
Terbuka
Hijau
Saluran
/Wadu
k/Situ
Jalan
ha ha ha ha ha ha ha ha ha ha
1 Pasar Rebo 750,25 64,73 32,27 36,78 48,25 2,17 147,51 115,17 31,68 40,20
2 Ciracas 1.053,02 79,88 51,32 40,96 117,25 17,74 111,17 72,78 28,39 93,50
3 Cipayung 1.272,23 192,47 286,08 9,52 0,22 32,41 659,85 158,44 5,82 135,58
4 Kramat Jati 843,79 74,98 19,77 50,24 10,21 2,20 112,29 73,85 20,87 108,60
5 Makasar 688,01 209,02 68,26 30,37 15,35 44,43 521,60 301,68 49,63 234,96
6 Jatinegara 641,18 49,09 24,91 51,54 9,06 21,36 31,16 48,96 23,99 134,59
7 Duren Sawit 1.386,36 106,24 25,39 73,59 11,58 52,78 221,44 68,99 28,40 230,65
8 Matraman 328,67 24,48 17,88 34,38 1,11 1,83 0,47 5,13 8,34 64,20
9 Pulo Gadung 757,67 79,15 66,33 93,85 9,47 17,09 61,92 111,58 23,85 270,17
10 Cakung 1.398,33 62,52 44,50 37,14 920,43 65,20 1.160,13 95,80 84,10 259,85
Jumlah 9.119,49 942,55 636,71 458,37 1.142,93 257,22 3.027,55 1.052,37 305,06 1.572,30
Sumber : Dinas Tata Kota Propinsi DKI Jakarta (2007)
30
4.1.5 Sarana dan Prasarana
Tabel 5 menunjukkan jumlah sarana dan prasarana di Jakarta Timur. Dari
Tabel 5 diketahui bahwa jumlah industri dan sarana kesehatan terbanyak berada di
Kecamatan Cakung, sedangkan jumlah tempat ibadah yang terbanyak berada di
Kecamatan Duren Sawit.
Tabel 5. Jumlah Sarana dan Prasarana
No
Kecamatan
Jumlah
Industri
Jumlah Sarana
Kesehatan
Jumlah
Tempat
Ibadah
Unit Unit Unit
1 Pasar Rebo 27 136 211
2 Ciracas 71 136 296
3 Cipayung 25 58 242
4 Makasar 10 131 223
5 Kramat Jati 35 167 249
6 Jatinegara 27 162 270
7 Duren Sawit 38 239 384
8 Cakung 278 288 373
9 Pulo Gadung 28 208 338
10 Matraman 20 138 189
Jumlah 559 1663 2775
Sumber : Analisis PODES (2006)
31
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Analisis Spasial Ruang Terbuka Hijau
5.1.1. Identifikasi Perubahan Luas RTH di Jakarta Timur
Identifikasi penyebaran dan analisis perubahan Ruang Terbuka Hijau di
kawasan Jakarta Timur dilakukan berdasarkan data RTH Dinas Tata Kota pada
tahun 2002 dan 2007. Tabel 6menunjukkan dinamika perubahan luas dan proporsi
Ruang Terbuka Hijau setiap kecamatan di Jakarta Timur pada periode tahun 2002
sampai 2007.
Tabel 6. Dinamika Luasan RTH Kawasan Jakarta Timur
Kecamatan RTH 2002
(ha )
% RTH 2007
(ha)
%
Cakung 67,7
8,15 94,7
8,96
Cipayung 172,9
20,82 159,1
15,06
Ciracas 6,.2
0,75 80,0
7,57
Duren Sawit 52,1
6,27 45,2
4,28
Jatinegara 39,5
4,76 42,2
3,99
Kramat Jati 7,0
0,84 90,3
8,55
Makasar 17,7
2,13 309,0
29,24
Matraman 0,1
0,01 1,4
0,13
Pasar Rebo 182,6
21,98 128,5
12,16
Pulo Gadung 162,7
19,59 106,4
10,07
Jumlah 830,6 100 1.056,7 100
Sumber : Analisis Peta Penggunaan Lahan Kawasan Jakarta Timur (2002 dan 2007)
Dari Tabel 6 diketahui luasan RTH tahun 2002 sebesar 830,6 ha,
sedangkan luas RTH tahun 2007 sebesar 1.056,7 ha. Sejak tahun 2002 hingga
tahun 2007 luasan RTH meningkat seluas 226,1 ha. Peningkatan RTH dari tahun
2002 ke tahun 2007 salah satunya dikarenakan banyaknya lahan kosong milik
pemerintah yang dijadikan sebagai kawasan RTH seperti jalur hijau dan lapangan
golf di Jakarta Timur.
Hasil identifikasi luas RTH berdasarkan digitasi ulang data RTH Dinas
Tata Kota berbeda dengan data RTH yang resmi dikeluarkan oleh Dinas Tata
32
Kota (Tabel 4).Adanya perbedaan luas RTH Tahun 2007 antara hasil klasifikasi
sebesar 1.056,7 ha (Tabel 6) dengan data Dinas Tata Kota (Tabel 4) sebesar
1.052,37 ha, salah satunya dikarenakan adanya perbedaan koreksi geometri,
sehingga luas total administrasi Jakarta Timur hasil klasifikasi sebesar 19.023 ha
(Tabel 7) sedangkan menurut BPS DKI Jakarta sebesar 18.775 ha (Tabel 3).
5.1.2. Luas dan Penyebaran RTH Setiap Kecamatan di Jakarta Timur
Proses perkembangan yang pesat di wilayah DKI Jakarta terjadi juga di
Jakarta Timur. Proses perkembangan tersebut mempengaruhi luas RTH di
beberapa wilayah kecamatan di Jakarta Timur. Gambar 3 menunjukkan Peta RTH
per Kecamatan di Jakarta Timur Tahun 2002, sedangkan Gambar 4 menunjukkan
Peta RTH Setiap Kecamatan di Jakarta Timur Tahun 2007.
Gambar 3. Peta RTH Setiap Kecamatan di Jakarta Timur Tahun 2002
Pada tahun 2002 RTH di Jakarta Timur seluas 830,6 ha. Kecamatan yang
memiliki RTH terbesar adalah Kecamatan Pasar Rebo, yaitu seluas 182,6 ha,
sedangkan yang memiliki RTH terkecil adalah Kecamatan Matraman sebesar 0,1
ha. Kecamatan Pasar Rebo memiliki RTH paling luas karena selain masih banyak
33
RTH yang dilestarikan, juga karena jumlah penduduknya yang relatif sedikit
dibandingkan wilayah kecamatan lain. Lokasinya yang berada di area terluar dan
berbatasan dengan wilayah Bogor menyebabkan laju perkembangan wilayah yang
tidak sepesat wilayah lain dan berimplikasi pada pertumbuhan fasilitas yang tidak
terlalu cepat. Kecamatan Matraman memiliki luas terkecil di Jakarta Timur,
sehingga luas agregat lahan yang dijadikan sebagai RTH pun relatif kecil.
Disamping itu, posisinya yang berbatasan dengan wilayah Jakarta Pusat
menyebabkan laju perkembangan yang tinggi dan pertumbuhan fasilitas yang
relatif lebih cepat dibandingkan dengan wilayah Jakarta Timur lainnya.
Gambar 4. Peta RTH Setiap Kecamatan di Jakarta Timur Tahun 2007
Luas RTH di Jakarta Timur tahun 2007 sebesar 1.056,7 ha meningkat dari
kondisi di tahun 2002. Proporsi RTH yang terbesar adalah di Kecamatan
Makassar seluas 309,0 ha, dan terkecil di Kecamatan Matraman seluas 1.4 ha.
Kecamatan Makasar memiliki potensi lahan kosong cukup luas di tahun 2002.
Peningkatan RTH di tahun 2007 umumnya berasal dari penataan lahan kosong
dan dimanfaatkan menjadi RTH. Kecamatan Matraman di tahun 2007 tetap
34
memiliki RTH relatif tersempit. Posisinya yang strategis berdekatan dengan
Jakarta Pusat menyebabkan tumbuh suburnya perkantoran dan pusat perbelanjaan
dan memperkecil peluang bertambahnya RTH sejak tahun 2002 ke 2007.
Gambar 5 menunjukkan RTH yang bertambah di Jakarta Timur, diperoleh
dari hasil pengecekan lapang. Gambar 5a merupakan gambar lapangan Sarwo
Edhie Wibowo di Kecamatan Pasar Rebo; Gambar 5b adalah persawahan di
Kecamatan Cipayung; Gambar 5c merupakan gambar jalur hijau di Kecamatan
Cipayung, Gambar 5d merupakan Lapangan Golf Halim Perdana Kusuma II di
Kecamatan Makasar; Gambar 5e adalah Lapangan Golf Royale Jakarta di
Kecamatan Makasar; dan Gambar 5f merupakan gambar Tempat Pemakaman
Umum Tanah Merah di Kecamatan Duren Sawit.
Gambar 6a merupakan gambar Korea World Center di Kecamatan Pulo
Gadung; Gambar 6b adalah Gedung Putih di Kecamatan Pasar Rebo; Gambar 6c
merupakan Gambar Kantor Sekretariat di Kecamatan Pasar Rebo; Gambar 6d
adalah perumahan Cijantung II di Kecamatan Pasar Rebo; Gambar 6e merupakan
gambar rumah susun Komplek Kopassus di Kecamatan Pasar Rebo; dan Gambar
6f adalah gambar perumahan Calista Residence di Kecamatan Cipayung.
Dari Gambar 7 diketahui bahwa dari tahun 2002 ke tahun 2007
peningkatan luas RTH terjadi di Kecamatan Makassar sebesar 291,3 ha,
sedangkan penurunan luas RTH terbesar di Kecamatan Pulo Gadung sebesar 56,2
ha. Kecamatan Makasar merupakan Kecamatan dengan peningkatan RTH paling
luas karena banyaknya lahan kosong yang dijadikan sebagai lokasi RTH,
sedangkan Pulo Gadung mengalami penurunan RTH terluas karena
perkembangan kawasan industri dan perumahan.
35
a. Pasar Rebo (705.302; 9.301.426) b. Cipayung (711.521; 9.303.082)
c. Cipayung ( 708.534; 9.302.642) d. Makasar (709.369; 9.305.470)
e. Makasar ( 710.219; 9.306.884) f. Duren Sawit (714.841; 9.311.098)
Gambar 5. Penggunaan Saat Ini di Lokasi Penambahan RTH dari Lahan Kosong di Jakarta Timur
36
Gambar 6 menunjukkan RTH yang berkurang menjadi penggunaan lain di Jakarta
Timur, diperoleh dari hasil pengecekan lapang.
a. Pulo Gadung (709.323; 9.316.494) b. Pasar Rebo (705.294; 9.301.436)
c. Pasar Rebo (705.781; 9.301.650) d. Pasar Rebo (705.830; 9.301.686)
e. Pasar Rebo (706.679; 9.309.338) f. Cipayung (709.567; 9.297.782)
Gambar 6. Penggunaan saat ini dari perubahan RTH menjadi lahan terbangun di Jakarta Timur
37
Gambar 7. Perubahan RTH Tahun 2002 dan 2007
5.1.3. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Jakarta Timur
RTRW merupakan wujud kebijakan pemerintah terkait rencana alokasi
ruang di masa depan. Peta RTRW yang digunakan dalam analisis adalah Peta
RTRW Jakarta Timur Tahun 2005-2010. Pada Tabel 7 disajikan luasan
penggunaan lahan dalam RTRW di Jakarta Timur. Penggunaan lahan terbesar
dalam RTRW adalah perumahan sebesar 7.568,0 ha, sedangkan yang terkecil
adalah alokasi untuk jaringan jalan sebesar 191,7 ha.
Tabel 7. Luas Penggunaan Lahan menurut RTRW di Jakarta Timur
No Penggunaan Lahan Luas (ha) %
1 Jaringan Jalan 191,7 1.01
2 Rel Kereta 270,0 1.42
3 Tata Air 363,0 1.91
4 Bangunan Umum dan Perumahan 370,6 1.95
5 Bangunan Umum Berkepadatan Rendah 1.243,2 6.53
6 B angunan Umum 1.374,8 7.23
7 Perindustrian dan Pergudangan 1.616,2 8.50
8 Perumahan Berkepadatan Rendah 2.532,8 13.31
9 Ruang Terbuka Hijau 3.493,3 18.36
10 Perumahan 7.568,0 39.78
Jumlah 19.023,8 100,00
‐100,0
‐50,0
0,0
50,0
100,0
150,0
200,0
250,0
300,0
350,0
ha
Kecamatan
38
Berdasarkan Tabel 7 diketahui alokasi luas RTH dalam RTRW sebesar
3.493,3 ha atau 18,36 %. Sementara itu, berdasarkan identifikasi luas RTH tahun
2002 diketahui seluas 830,6 ha dan tahun 2007 sebesar 1.056,7 ha. Proporsi RTH
tahun 2002 dan 2007 lebih kecil dari proporsi RTH dalam RTRW. Hal ini
menunjukkan belum tercapainya rencana alokasi ruang untuk RTH sesuai yang
diamanatkan dalam RTRW 2010. Ketetapan RTH menurut UU adalah sebesar
19.845,6 ha untuk wilayah DKI Jakarta, sedangkan menurut PEMDA DKI Jakarta
adalah sebesar 9.195,1 ha. Ketetapan RTH menurut PEMDA untuk wilayah
Jakarta Timur sendiri adalah sebesar 3.122,3 ha. Kondisi riil RTH di Jakarta
Timur Tahun 2007 2.436,6 ha lebih rendah dari luas RTH yang sudah
diamanatkan dalam RTRW.Masih belum tercapainya target yang ditetapkan oleh
PEMDA DKI, menuntut upaya antara lain dengan memanfaatkan ketersediaan
lahan kosong yang masih ada yang akan dijelaskan lebih rinci pada pembahasan
berikutnya. Gambar 8 merupakan peta RTRW Jakarta Timur tahun 2000-2010.
5.2. Identifikasi Perubahan Luas Lahan Kosong di Jakarta Timur
Luas lahan kosong di Jakarta Timur dari tahun 2002 ke tahun 2007
menurun cukup drastis. Pada Tahun 2002 luas lahan kosong di Jakarta Timur
sebesar 4.395,4 ha, sedangkan pada tahun 2007 menjadi 2.910,8 ha atau terjadi
penurunan sebesar 1.484,6 ha.Dinamika luasan lahan kosong di Jakarta Timur
ditunjukkan pada Tabel 8.
Luas lahan kosong yang paling besar pada tahun 2002 adalah di
Kecamatan Makasar seluas 1.407,2 ha, sedangkan yang terkecil seluas 21,1 ha di
Kecamatan Matraman. Pada tahun 2007 kecamatan dengan luas lahan kosong
terbesar adalah Kecamatan Cakung, yaitu seluas 1.160,1 ha, sedangkan yang tidak
memiliki lahan kosong lagi adalah Kecamatan Matraman.
Gambar 9 menunjukkan perubahan luas lahan kosong tahun 2002 dan
2007. Diketahui bahwa dari tahun 2002 ke tahun 2007 luas lahan kosong di
semua kecamatan cenderung menurun.
Penurunan luas lahan kosong paling besar terjadi di Kecamatan Makasar
seluas 1259.019 ha, salah satunya dikarenakan perubahan menjadi lapangan golf
dan jalur hijau Bandara Halim Perdana Kusuma.
39
Gambar 8. Peta RTRW Jakarta Timur Tahun 2000-2010
Tabel 8. Dinamika Luasan Lahan Kosong di Jakarta Timur
Kecamatan
Lahan Kosong
Tahun 2002
(ha)
Lahan Kosong
Tahun 2007
(ha)
Cakung 1.282,4 1.160,1
Cipayung 780,3 596,5
Ciracas 197,7 119,6
Duren Sawit 307,8 177,4
Jatinegara 72,4 26,5
Kramat Jati 131,8 64,5
Makasar 1.407,2 581,0
Matraman 21,1 0
Pasar Rebo 136,5 129,7
Pulo Gadung 58,2 55,6
Jumlah 4.395,4 2.910,8
40
Gambar 9. Perubahan Luas Lahan Kosong Tahun 2002 dan 2007
5.3.Analisis Laju Pertumbuhan Penduduk dan Pendatang Tahun 2002-2008
Berdasarkan penelitian Aurelia (2010) diketahui bahwa pertumbuhan
penduduk menjadi faktor penting yang mempengaruhi terjadinya perubahan luas
RTH di suatu wilayah. Tabel 9 menunjukkan jumlah penduduk di Jakarta Timur
dari tahun 2002 sampai tahun 2008.
Berdasarkan Tabel 9 nampak bahwa jumlah penduduk tiap tahun di
Jakarta Timur dari tahun 2002 sampai 2007 cenderung meningkat. Pada tahun
2002 sebanyak 2.083.099 jiwa penduduk yang menempati wilayah Jakarta Timur,
sedangkan 2.195.300 jiwa penduduk pada tahun 2008. Kecamatan Duren Sawit
merupakan Kecamatan yang paling padat penduduknya, sebaliknya Kecamatan
Cipayung merupakan yang paling jarang penduduknya. Berkembangnya jumlah
dan jenis fasilitas seperti pusat perbelanjaan, perkantoran, sarana pendidikan yang
ada merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi meningkatnya jumlah
penduduk di Jakarta Timur.
Gambar 10 menunjukkan bahwa laju pertumbuhan penduduk Jakarta
Timur pada periode tahun 2002 sampai 2008 secara umum sebesar 0.9 % per
tahun. Tumbuhnya penduduk Jakartasecara umum disebabkan oleh pertumbuhan
alamiah maupun karena banyaknya migran. Dalam konteks Jakarta, pertumbuhan
melalui proses migrasi disinyalir lebih besar dibandingkan dari proses kelahiran.
Oleh karena itu, dalam menganalisis pertumbuhan penduduk Jakarta Timur,
‐1400,000
‐1200,000
‐1000,000
‐800,000
‐600,000
‐400,000
‐200,000
0,000
ha
Kecamatan
41
informasi dan analisis data migran (pendatang) sangat dibutuhkan. Pada Tabel
10disajikan banyaknya jumlah pendatang di Jakarta Timur dari tahun 2002 sampai
2007.
Tabel 9. Jumlah Penduduk Jakarta Timur
Kecamatan Penduduk (Jiwa)
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Pasar Rebo 143815 146568 149405 153536 158147 162747 164755
Ciracas 195765 198119 198135 199482 200806 202815 204107
Cipayung 113905 115571 117164 119342 122151 125716 137253
Makasar 168497 170455 171903 174192 177158 180581 182441
Kramat Jati 200543 200750 201024 202041 204178 206327 209960
Jatinegara 263595 263447 263254 265246 263706 263949 264371
Duren Sawit
312323 313771 314188 315463 317862 320925 321991
Cakung 209390 211477 213972 218106 224001 232140 237185
Pulo Gadung
280096 279564 279959 279704 279519 280147 279623
Matraman 195170 194864 194521 194168 193700 193254 193614
Jumlah 2083099 2094586 2103525 2121280 2141228 2168601 2195300
Sumber : BPS DKI Jakarta (2009)
Gambar 10. Laju Pertumbuhan PendudukTahun 2002-2008
Jumlah pendatang yang masuk ke Jakarta Timur tahun 2002 sebanyak
21.686 jiwa, sedangkan pada tahun 2008 sebanyak 21.677 jiwa sebagaimana
ditunjukkan pada Tabel 10.
0,000
0,002
0,004
0,006
0,008
0,010
0,012
0,014
2002‐2003
2003‐2004
2004‐2005
2005‐2006
2006‐2007
2007‐2008
Laju Pertumbuhan
Penduduk
Tahun
42
Tabel 10. Jumlah Pendatang Jakarta Timur
No
Kecamatan
Pendatang(Jiwa)
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
1 Pasar Rebo 1.958 1.452 2.197 2.732 3.335 2.396 2.188
2 Ciracas 1.994 3.515 1.423 1.733 1.632 2.912 2.046
3 Cipayung 1.563 1.856 1.693 2.031 1.945 1.696 1.874
4 Makassar 2.179 2.202 2.307 1.805 2.300 2.304 1.953
5 Kramat Jati 2.616 1.503 3.336 1.973 2.613 3.646 2.562
6 Jatinegara 1.740 2.044 2.052 1.737 1.854 1.770 1.764
7 Duren Sawit 2.840 2.726 2.109 2.301 3.381 3.269 3.441
8 Cakung 3.196 2.274 1.834 1.609 2.227 2.545 2.568
9 Pulo Gadung 2.268 2.301 755 890 2.338 2.303 2.007
10 Matraman 1.332 1.622 1.622 980 929 983 1.274
Jumlah 21.686 21.495 19.328 17.791 22.554 23.824 21.677
Sumber : BPS DKI Jakarta (2009)
Dari tahun 2002 sampai tahun 2008 terjadi fluktuasi jumlah pendatang di
Jakarta Timur. Kecamatan yang memiliki jumlah pendatang terbanyak adalah
Kecamatan Duren Sawit, sedangkan yang paling sedikit adalah Kecamatan
Matraman. Kecamatan Duren Sawit memiliki jumlah pendatang terbanyak karena
lokasinya berdekatan dengan Kecamatan Cakung yang merupakan kawasan
industri dan adanya konsentrasi sarana ekonomi seperti pusat perbelanjaan, dan
pertokoan. Kondisi ini menyebabkan peluang berusaha dan alternatif untuk
memilih mata pencaharian bagi para pendatang cukup besar di lokasi tersebut.
Menurunnya jumlah pendatang antara 2004-2005 di Jakarta Timur salah satunya
disebabkan oleh adanya peraturan pemerintah yang mengharuskan pendatang
untuk memenuhi persyaratan yang diberlakukan, salah satunya seperti harus
memiliki kartu tanda penduduk (KTP) DKI Jakarta. Gambar 11 menunjukkan
bahwa laju pertumbuhan pendatang pada periode 2002 sampai 2006 secara umum
sebesar 0.7 % per tahun.
43
Gambar 11.Laju Pertumbuhan Pendatang Tahun 2002-2008
5.4. Hirarki, Luas RTH dan Perkembangan Wilayah di Jakarta Timur Tahun 2003 dan 2006
Penetapan hirarki pusat-pusat pertumbuhan dan pelayanan dengan
menggunakan metode skalogram didasarkan pada jumlah jenis dan jumlah unit
sarana-prasarana pembangunan dan fasilitas pelayanan sosial ekonomi yang
tersedia. Metode ini menghasilkan hirarki atau peringkat yang lebih tinggi pada
pusat pertumbuhan yang memiliki jumlah jenis dan jumlah unit sarana-prasarana
pembangunan yang lebih banyak. Distribusi penduduk dan luas jangkauan
pelayanan sarana-prasarana pembangunan secara spasial tidak dipertimbangkan
secara spesifik.Tingkat perkembangan suatu wilayah dinyatakan dalam
bentukHirarki I, II, dan III. Pada Gambar 12 ditunjukkan Peta Hirarki Wilayah
Jakarta Timur Tahun 2003.
Di Jakarta Timur, pada tahun 2003 kelurahan yang berhirarki III
berjumlah 40. Kelurahan yang berhirarki II berjumlah 18, sedangkan yang
berhirarki I berjumlah 7 kelurahan. Kelurahan yang berhirarki I berada berdekatan
dengan jalan utama, dan memiliki fasilitas yang paling banyak dan lengkap
dibandingkan dengan kelurahan pada kelompok hirarki lain.
‐0,150
‐0,100
‐0,050
0,000
0,050
0,100
0,150
0,200
0,250
0,300
2002‐2003
2003‐2004
2004‐2005
2005‐2006
2006‐2007
2007‐2008
Laju Pertumbuhan
Pendatan
g
Tahun
44
Gambar 12. Peta Hirarki Wilayah Jakarta Timur Tahun 2003
Pada Gambar 13 disajikan Peta Hirarki Wilayah Jakarta Timur Tahun
2006.Kelurahan yang berhirarki I berjumlah 11, jumlah kelurahan yang berhirarki
II adalah 19, sedangkan yang berhirarki III berjumlah 35 kelurahan. Adanya jalan
utama di kelurahan berhirarki I mempermudah penduduk mencapai fasilitas yang
dibutuhkan. Sementara itu kelurahan yang berhirarki III berdekatan dengan jalan
tol nasional. Nampaknya keberadaan jalan tol tidak memberikan dampak terhadap
tumbuhnya fasilitas di kelurahan tersebut. Hal ini bisa terjadi karena
pembangunan jalan tol tersebut juga masih relatif baru, sehingga dampaknya
belum dirasakan bagi wilayah di sekitarnya. Akibatnya fasilitas yang tersedia di
kelurahan-kelurahan berhirarki III paling sedikit dan tidak lengkap. Berikutnya
pada Gambar 14 disajikan perubahan jumlah desa berhirarki I, II dan III pada
periode tahun 2003 dan 2006.
45
Gambar 13. Peta Hirarki Wilayah Jakarta Timur Tahun 2006
Kelurahan berhirarki I jumlahnya meningkat sebanyak 4 kelurahan dari 7
kelurahan pada tahun 2003 menjadi 11 kelurahan pada tahun 2006. Jumlah
kelurahan yang berhirarki II pada tahun 2003 sebanyak 18 kelurahan dan pada
tahun 2006 sebanyak 19 kelurahan, sehingga terjadi peningkatan jumlah
kelurahan berhirarki II sebanyak 1 kelurahan, sedangkan jumlah kelurahan yang
berhirarki III menurun menjadi 35 kelurahan pada tahun 2006 dari tahun 2003
yang jumlahnya 40 kelurahan atau menurun sebanyak 5 kelurahan.
Penurunan jumlah kelurahan berhirarki III seiring dengan peningkatan
jumlah kelurahan berhirarki II dan I. Hal ini berarti banyak kelurahan berhirarki
III yang telah berkembang dari segi jumlah serta kelengkapan fasilitasnya menjadi
kelurahan berhirarki II dan I.
46
Gambar 14. Perubahan Jumlah Kelurahan Berhirarki I, II dan III Tahun 2003 dan 2006
Sejalan dengantarget utama penelitian ini, yaitu perubahan luas
RTH di Jakarta Timur, pada bagian berikut disajikan luas RTH untuk setiap kelas
hirarki wilayah per Kecamatan (Tabel 11) dan pada setiap kelas hirarki pada
Tabel 12. Pada tahun 2002 luas RTH yang paling besar dimiliki di kelompok
wilayah hirarki III sebesar 572,3 ha, sedangkan yang terkecil kelompok wilayah
berhirarki I sebesar 58,5 ha. Pada tahun 2007 kelompok wilayah berhirarki III
memiliki luas RTH terluas sebesar 727,2 ha, sedangkan kelompok wilayah
berhirarki II memiliki luas RTH terkecil seluas 162,6 ha.
Perubahan RTH pada tahun 2002 dan 2007 yang meningkat paling besar
berada pada hirarki III sebesar 154,9 ha, salah satunya dikarenakan pada daerah
berhirarki III fasilitas yang ada belum berkembang, sehingga masih banyak lahan
yang dapat dijadikan RTH. Penurunan luas RTH terluas berada pada hirarki II
sebesar 37,2 ha, salah satunya disebabkan karena wilayah pada hirarki II sudah
relatif lebih berkembang sehingga banyak fasilitas yang dibangun. Oleh karena
itu, luas lahan yang dijadikan RTH juga semakin kecil.
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
Hirarki I Hirarki II Hirarki III
Jumlah Desa
Hirarki
2003
2006
47
Tabel 11. Luas RTH setiap Hirarki per Kecamatan Tahun 2002 dan 2007
Kecamatan
Luas RTH Tahun 2002 (ha) Luas RTH Tahun 2007 (ha)
Hirarki I Hirarki II Hirarki III Hirarki I Hirarki II Hirarki III
Cakung 38.6 14.5 14.6 48.8 38.1 7.7
Cipayung 2.3 8.0 162.6 8.8 17.9 132.3
Ciracas 0 56.4 7.9 0 20.5 59.5
Duren Sawit 0 2.7 49.4 0 4.6 40.6
Jatinegara 0 1.6 37.9 1.7 20.1 20.4
Kramat Jati 0 26.9 44.2 10.2 22.2 58.0
Makasar 0 0.1 17.6 0 3.6 305.4
Matraman 0 0 0.1 0 1.4 0
Pasar Rebo 0 89.6 93.0 0 25.1 103.3
Pulo Gadung 17.6 0.0 145.1 97.3 9.1 0
Jumlah 58.5 199.8 572.3 166.9 162.6 727.2
Tabel 12. Luas RTH Setiap Hirarki
Hirarki RTH
Perubahan (ha) 2002 (ha) 2007 (ha) I 58,5 166,9 108,4 II 199,8 162,6 -37,2 III 572,3 727,2 154,9
Jumlah 830,6 1.056,7 226,1
Berkembangnya suatu wilayah umumnya ditandai dengan perkembangan
jumlah sarana-prasarana di wilayah tersebut. Sarana-prasarana yang dimaksud
adalah fasilitas ekonomi, fasilitas pendidikan dan fasilitas kesehatan. Pada
Gambar 15 disajikan laju pertumbuhan setiap fasilitas di Jakarta Timur Tahun
2003 dan 2006.
Dari Gambar 15 diketahui bahwa laju pertumbuhan fasilitas ekonomi dan
kesehatan meningkat masing-masing sebesar 1.1 % dan 6.4 % per tahun,
sedangkan laju fasilitas pendidikan menurun sebesar 1.5 % per tahun. Fasilitas
ekonomi di Jakarta Timur meningkat salah satunya disebabkan meningkatnya
jumlah warnet dan pusat perbelanjaan seperti toko, dan supermarket.
Meningkatnya laju pertumbuhan fasilitas kesehatan juga ditandai dengan makin
banyaknya rumah sakit, tempat praktek dokter dan bidan, posyandu, apotik dan
toko obat yang dibangun. Fasilitas pendidikan yang semakin menurun salah
48
satunya disebabkan banyak lembaga-lembaga kursus yang berubah menjadi lahan
industri. Gambar 15 menunjukkan perkembangan setiap fasilitas di Jakarta Timur.
Gambar 15. Laju Perkembangan Setiap Fasilitas di Jakarta Timur Tahun 2003 dan 2006
Fasilitas perekonomian terdiri dari wartel, warnet, toko, supermarket,
hotel, industri kecil dan menengah, serta bank. Pada Gambar 16 disajikan jumlah
fasilitas perekonomian pada tahun 2003 dan 2006 di Jakarta Timur.
Gambar 16. Jumlah Fasilitas Perekonomian Tahun 2003 dan 2006 di Jakarta Timur
‐2,0‐1,00,01,02,03,04,05,06,07,0
Fasilitas Ekonomi Fasilitas Pendidikan
Fasilitas Kesehatan
Laju Pertumbuhan
Fasilitas
Fasilitas
0500
10001500200025003000350040004500
CAKUNG
CIPAYU
NG
CIRACAS
DUREN
SAWIT
JATINEG
ARA
KRAMAT JATI
MAKASA
R
MATR
AMAN
PASA
R REB
O
PULO
GADUNG
Jumlah Fasilitas
Pereko
nomian
Tahun 2003
Tahun 2006
49
Pada tahun 2003 jumlah fasilitas perekonomian di Jakarta Timur sebesar
20.344 unit, sedangkan pada tahun 2006 sebanyak 21.026 unit atau terjadi
peningkatan sebesar 682 unit. Kecamatan yang mengalami peningkatan jumlah
fasilitas perekonomian terbanyak adalah Kramat Jati yaitu sejumlah 1477 unit.
Peningkatan tersebut terutama karena dibangunnya pasar induk sayur dan buah-
buahan serta dibangunnya pusat perbelanjaan sehingga banyak dibangun juga
bank sebagai penunjang proses transaksi jual-beli. Kecamatan Pulo Gadung
merupakan Kecamatan dengan fasilitas perekonomian yang mengalami penurunan
paling banyak sebesar 1147 unit.
Sekolah-sekolah negeri dan swasta serta lembaga-lembaga kursus
merupakan fasilitas pendidikan yang banyak menurun jumlahnya di Jakarta
Timur. Pada tahun 2003 jumlah fasilitas pendidikan di Jakarta Timur sebanyak
2570 unit berkurang 114 unit menjadi 2456 unit pada tahun 2006. Gambar 17
menunjukkan Jumlah Fasilitas Pendidikan Pada Tahun 2003 dan 2006 di Jakarta
Timur.
Gambar 17. Jumlah Fasilitas Pendidikan Tahun 2003 dan 2006 di Jakarta Timur
Peningkatan jumlah fasilitas pendidikan paling besar terjadi di Kecamatan
Duren Sawit sebanyak 17 unit, sedangkan yang menurun paling banyak adalah
Kecamatan Cakung sebesar 78 unit. Di Kecamatan Cakung penurunan fasilitas
050100150200250300350400450
CAKUNG
CIPAYU
NG
CIRACAS
DUREN
SAWIT
JATINEG
ARA
KRAMAT JATI
MAKASA
R
MATR
AMAN
PASA
R REB
O
PULO
GADUNG
Jumlah Fasilitas
Pendidikan
Tahun 2003
Tahun 2006
50
pendidikan terbesar salah satunya dikarenakan banyak lahan lembaga-lembaga
khursus yang berubah menjadi lahan industri dan perumahan, atau dtutupnya
sekolah karena tidak sesuai dengan standar pemerintah.
Fasilitas kesehatan terdiri dari rumah sakit, rumah bersalin, puskesmas,
tempat praktek dokter, tempat praktek bidan, posyandu, polindes, apotik, dan toko
obat. Pada Gambar 18 menunjukkan jumlah fasilitas kesehatan pada tahun 2003
dan 2006 di Jakarta Timur.
Gambar 18. Jumlah Fasilitas Kesehatan Tahun 2003 dan 2006 di Jakarta Timur
Tahun 2003 jumlah fasilitas kesehatan di Jakarta Timur sebanyak 2450
unit, sedangkan tahun 2006 menjadi 2920 unit sehingga terjadi peningkatan
sebanyak 470 unit. Peningkatan jumlah fasilitas kesehatan yang paling besar
terjadi di Kecamatan Kramat Jati sebanyak 176 unit, sedangkan yang mengalami
penurunan paling banyak adalah Kecamatan Pulo Gadung sebanyak 42 unit.
Kecamatan Kramat Jati mengalami banyak peningkatan karena selain merupakan
salah satu kecamatan yang padat penduduknya, jumlah fasilitas ekonominya juga
yang paling banyak meningkat sehingga pembangunan fasilitas kesehatan lebih
dibutuhkan.
050100150200250300350400450500
CAKUNG
CIPAYU
NG
CIRACAS
DUREN
SAWIT
JATINEG
ARA
KRAMAT JATI
MAKASA
R
MATR
AMAN
PASA
R REB
O
PULO
GADUNG
Jumlah Fasilitas
Kesehatan
Tahun 2003
Tahun 2006
51
5.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan RTH
Seiring dengan tingginya pertambahan penduduk di perkotaan, baik akibat
proses migrasi dari desa ke kota maupun akibat pertumbuhan penduduk kota itu
sendiri secara alamiah, maka peningkatan kebutuhan akan ruang pun semakin
meningkat. Hal ini berdampak langsung terhadap pergeseran fungsi lahan RTRW
yang telah ditetapkan dan mengakibatkan tingginya intensitas perubahan lahan.
Pendekatan yang dilakukan untuk menduga faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya perubahan RTH adalah dengan menggunakan model
analisis regresi berganda dengan prinsip stepwise. Tabel 13 menunjukkan hasil
analisis regresi tersebut.
Tabel 13. Hasil Analisis Regresi untuk Identifikasi Faktor Penentu Perubahan RTH di Jakarta Timur
Variabel Koefisien T P-level
Pertambahan Jumlah
Fasilitas Kesehatan
0.107 1.560 0.163
Pertambahan Lahan Kosong -0.394 -10.840 0.000
R-square (R²) 0.94
Koefisien determinasi (R²) yang dihasilkan dari analisis regresi untuk
mengidentifikasi faktor penentu perubahan luas RTH di Jakarta Timur tersebut
adalah sebesar 94 %. Nilai R² yang mendekati 1 menunjukkan bahwa pemilihan
variabel penduga sebagai variabel yang mempengaruhi variabel tujuan relatif
tepat. Berdasarkan Tabel 13 dapat diketahui bahwa variabel yang berpengaruh
sangat nyata dengan tingkat kepercayaan ±95% (p-level < 0.05) adalah perubahan
lahan kosong tahun 2002 dan 2007 dan alokasi RTH dalam RTRW, sedangkan
yang merupakan variabel yang potensial berpengaruh nyata adalah pertambahan
jumlah fasilitas kesehatan tahun 2003 dan 2006. Secara ringkas penjelasan hasil
regresi tersebut adalah sebagai berikut:
52
Koefisien regresi pertambahan lahan kosong dan alokasi RTH dalam RTRW
bernilai negatif. Hal ini menunjukkan bahwa semakin kecil pertambahan
lahan kosong, maka perubahan luas RTH di kelurahan tersebut semakin
besar. Hal ini mengindikasikan bahwa pertambahan RTH di Jakarta Timur
sebagian besar berasal dari revitalisasi lahan kosong.
Koefisien regresi untuk variabel pertambahan jumlahfasilitas kesehatan tahun
2003 dan 2006 bernilai positif. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar
pertumbahan jumlah fasilitas kesehatan, maka pertambahan luas RTH
semakin besar. Kondisi ini mengisyaratkan pembangunan fasilitas kesehatan
umumnya selalu mengalokasikan sebagian lahannya untuk RTH.
53
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1Kesimpulan
Berdasarkanhasilpenelitian ini diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Pola perubahan Ruang Terbuka Hijau di Jakarta Timur menunjukkan terjadi
peningkatan luas RTH di Jakarta Timur pada periode tahun 2002 dan tahun
2007 sebesar 226,1ha. Pada tahun 2002 luas RTH di Jakarta Timur sebesar
830,6ha, sedangkan pada tahun 2007 luas RTH menjadi 1.056,7ha.
2. Fasilitas pendidikan dan kesehatan di wilayah Jakarta Timur mengalami
pertumbuhan dan sebaliknya fasilitas kesehatan mengalami penurunan. Laju
pertumbuhan sarana-prasarana seperti fasilitas ekonomi, pendidikan dan
kesehatan di Jakarta Timur tahun 2003 dan 2006 masing-masing adalah 1.1 % ,
-1.5 %, dan 6.4 % per tahun.
3. Jumlah penduduk di wilayah Jakarta Timur pada periode tahun 2002 sampai
2008 mengalami pertumbuhan melalui proses pertumbuhan penduduk alamiah
dan akibat pertumbuhan pendatang. Laju pertumbuhan penduduk dan
pendatang masing-masing sebesar 0.9 % per tahun dan 0.7 % per tahun.
4. Perkembangan wilayah berdasarkan tingkat hirarkinya di wilayah Jakarta
Timur mengalami perubahan dari tahun 2003 ke tahun 2006. Sebagian besar
kelurahan di Jakarta Timur berdasarkan tingkat perkembangan wilayahnya
pada tahun 2003 dan 2006 adalah berhirarki III. Pada tahun 2003 kelurahan
yang berhirarki III berjumlah 40 kelurahan, 18 kelurahan yang berhirarki II, 7
kelurahan yang berhirarki I. Tahun 2006 kelurahan yang berhirarki I meningkat
menjadi 11 kelurahan, 19 kelurahan berhirarki II, sedangkan kelurahan
berhirarki III menurun menjadi 35 kelurahan.
5. Faktor penentu perubahan yang berperan nyata negatif terhadap perubahan luas
RTH adalah pertambahan lahan kosong, sedangkan variabel yang potensial
berperan nyata positif terhadap perubahan luas RTH di Jakarta Timur adalah
pertambahan jumlah fasilitas kesehatan.
54
6.2 Saran
Pemerintah Daerah Jakarta Timur disarankan agar berupaya untuk
memenuhi luas RTH sebagaimana ditetapkan oleh PEMDA DKI Jakarta yaitu
seluas 3.122,4 ha dari yang sudah ada sebesar 1.056,7 ha. Untuk itu perlu
kebijakan pemerintah untuk mencegah terjadinya perubahan RTH ke bentuk
penggunaan lainnya agar luas RTH dapat ditingkatkan serta keseimbangan dan
kelestarian lingkungan dapat dicapai.
55
DAFTAR PUSTAKA
Agrissantika T. 2007. Model Dinamika Spasial Ruang Terbangun Dan RuangTerbuka Hijau (Studi Kasus Kawasan Jabodetabek). [Skripsi]. Departemen Ilmu Tanah Dan Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Aji A. 2000. Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Secara Berkelanjutan(Studi Kasus di Kotamadya Bandarlampung). [Disertasi]. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.
Anonim. 2006. Ruang Terbuka Hijau Wilayah Perkotaan. Makalah lokakarya Pengembangan Sistem RTH di Perkotaan. Laboratorium Perencanaan Lanskap. Jurusan Arsitektur Lanskap. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Aurelia W.2010. Analisis Perubahan Luas Ruang Terbuka Hijau Dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya Di Jakarta Selatan. [Skripsi]. Departemen Ilmu Tanah Dan Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional. 2007. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26. Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2009. Jakarta Dalam Angka Tahun 2009. Jakarta.
Basworo E. 2009. Mengejar Target RTH Jakarta. www.greenradio.fm/indeks.php/ news/latest/551-mengejar-target-rth-jakarta.html. [Diakses 15 Februari 2010].
Departemen Dalam Negeri. 1988. Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan.Jakarta.
_____________ _ 1996. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 4 Tahun 1996 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan. Jakarta.
2007. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan. Jakarta.
Direktorat Jenderal Penataan Ruang. 2006. RTH Sebagai Unsur Utama TataRuangKota. Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta.
Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 1999. Peraturan Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 6 Tahun 1999 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Jakarta.
56
Handayani E. 1995. Perencanaan Ruang Terbuka Hijau Kota Sebagai Habitat Burung (Studi Kasus : Kotamadya Bogor, Jawa Barat). [Skripsi]. Jurusan Budi Daya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Hesty R. 2005. Perencanaan sistem Ruang Terbuka Hijau (RTH) Untuk Mendukung Terciptanya Kenyamanan Dan Identitas Lanskap Kotamadya Metro, Propinsi Lampung. [Tesis]. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.
Kurniasari E. 1994. Deskripsi Ruang Terbuka Hijau Kota Bandung. [Skripsi].Jurusan Budi Daya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Mulyani A dan Ropik. 2005. Potensi dan Perubahan Penggunaan Lahan di Kabupaten Temanggung. Dalam : Inovasi Teknologi Sumberdaya Tanah dan Iklim. Prosiding Seminar Nasional ; Bogor, 14-15 September 2004. Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. hlm 121-143.
Putri P. 2006. Identifikasi Perubahan Luas Ruang Terbuka Hijau Di Kota Bandung Dengan Menggunakan Sisten Informasi Geografis. [Skripsi]. Program Studi Arsitektur Lanskap. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Rivai D.E dan Haridjaja O. 2009. Pengendalian Konversi Lahan Sawah sebagai Upaya Strategi Penanganan Krisis Sumberdaya Lahan. Dalam : Strategi Penanganan Krisis Sumberdaya Lahan untuk Mendukung Kedaulatan Pangan dan Energi. Prosiding Semiloka Nasional ; Bogor, 22-23 Desember 2008. Bogor : Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. hlm 110-121.
Roslita. 1997. Perencanaan Ruang Terbuka Hijau Kotamadya Padang, Propinsi Sumatera Barat. [Skripsi]. Jurusan Budi Daya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Rosnila, Sitorus S.R.P, dan Rustiadi E. 2005. Perubahan Penggunaan Lahan dan Pengaruhnya terhadap Keberadaan Situ (Studi Kasus Kota Depok). Forum Pascasarjana 28 :11-23.
SitorusS.R.P.1992. Perencanaan dan Pengembangan Sumberdaya Lahan. MakalahLokakarya Pengelolaan Lingkungan Hidup Bagi Petugas Kecamatan di Denpasar, Bali 9-11 Nopember. Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Susanto A. 2009. Strategi Penyediaan RTH di Kawasan Perkotaan. Buletin : Tata Ruang. Juli-Agustus 2009. hlm 34-35.
Waryono T. 2006. Konsepsi Dasar Arahan Penataan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Terpadu Di DKI Jakarta Oktober 2006.http://www.konsepsi-dasar-arahan-penataan -rth-terpadu.pdf. [Diakses 18 Januari 2010].
57
Yuliasari I. 2008. Distribusi Spasial Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Pengelola RTH Di Propinsi DKI Jakarta. [Skripsi]. Program Studi Arsitektur Lanskap. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Yulies H. 1995. Studi Perencanaan Ruang Terbuka Hijau Sekitar Kawasan Industri (Studi Kasus Desa Gunung Putri, Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor). [Skripsi]. Jurusan Budi Daya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Lampiran 1. Hasil analisis Skalogram Tahun 2003
Nama Kecamatan
Nama Desa
Indeks Aksesibilitas Pemerintah
Indeks Aksesibilitas Kesehatan
Indeks Aksesibilitas Pendidikan
Indeks Aksesibilitas Ekonomi
Indeks Fasilitas Kesehatan
Indeks Fasilitas Pendidikan
Indeks Fasilitas Ekonomi
Indeks Fasilitas Sosial
IPD Hirarki
PASAR REBO PEKAYON -0.86 31.00 12.26 1.47 0.50 0.07 3.58 0.05 54.40 Hirarki III
PASAR REBO KALISARI -0.53 8.13 12.26 1.52 0.50 -0.02 2.56 0.59 25.95 Hirarki III
PASAR REBO BARU -0.98 12.55 0.74 1.38 0.63 -0.19 2.04 -0.29 19.92 Hirarki III
PASAR REBO CIJANTUNG -0.86 27.76 12.26 13.90 0.64 0.08 8.91 0.33 64.14 Hirarki II
PASAR REBO GEDONG -0.93 42.98 0.88 1.77 0.64 0.22 7.08 0.08 55.30 Hirarki III
CIRACAS CIBUBUR -1.00 42.45 0.69 1.53 0.24 -0.16 6.36 -0.05 52.51 Hirarki III
CIRACAS KELAPA DUA WETAN -0.92 30.84 0.91 1.53 0.60 0.07 8.50 0.13 45.71 Hirarki III
CIRACAS CIRACAS -0.96 31.03 12.26 0.09 0.84 0.06 7.38 0.97 54.26 Hirarki III
CIRACAS SUSUKAN -0.76 30.84 12.26 2.27 0.07 0.02 20.94 0.14 69.83 Hirarki II
CIRACAS RAMBUTAN -0.72 42.98 12.26 0.43 1.31 0.15 9.80 0.68 71.24 Hirarki II
CIPAYUNG PONDOK RANGGON -1.08 11.12 -0.50 0.18 1.78 0.29 18.64 2.06 36.54 Hirarki III
CIPAYUNG CILANGKAP -0.86 11.50 0.74 0.37 1.56 0.39 37.79 1.30 53.23 Hirarki III
CIPAYUNG MUNJUL -1.04 25.03 0.91 1.22 1.15 0.18 8.25 0.96 37.63 Hirarki III
CIPAYUNG CIPAYUNG -0.43 25.03 12.26 0.17 2.04 1.25 41.98 1.68 84.46 Hirarki I
CIPAYUNG SETU -0.91 11.33 -0.23 0.19 1.64 -0.15 21.48 0.90 34.46 Hirarki III
CIPAYUNG BAMBU APUS -0.87 25.03 12.26 0.68 1.51 0.62 15.23 0.99 59.49 Hirarki III
CIPAYUNG CEGER -0.69 25.29 0.10 11.99 2.42 0.78 30.05 1.59 75.54 Hirarki II
CIPAYUNG LUBANG BUAYA -0.96 24.83 12.26 1.33 1.04 0.47 14.21 1.08 60.58 Hirarki II
MAKASAR PINANG RANTI -0.52 39.41 12.26 1.73 1.02 0.45 3.20 1.19 65.07 Hirarki II
MAKASAR MAKASAR 0.86 31.33 12.26 1.60 0.66 -0.11 1.84 0.26 51.95 Hirarki III
MAKASAR KEBON PALA -0.68 31.17 12.26 1.52 0.93 0.19 2.00 0.09 53.80 Hirarki III
MAKASAR HALIM PERDANA KUSUMA -0.69 31.39 12.26 1.60 0.14 -0.35 0.82 -0.45 51.04 Hirarki III
MAKASAR CIPINANG MELAYU -0.99 39.13 0.50 1.33 0.33 -0.10 2.18 -0.11 48.60 Hirarki III
KRAMAT JATI BALE KAMBANG -0.93 31.03 12.26 0.05 0.99 0.44 27.35 0.58 72.07 Hirarki II
KRAMAT JATI BATU AMPAR -0.93 31.08 0.74 0.20 0.96 0.34 17.02 0.05 52.04 Hirarki III
58
Lampiran 1. (Lanjutan)
Nama Kecamatan
Nama Desa
Indeks Aksesibilitas Pemerintah
Indeks Aksesibilitas Kesehatan
Indeks Aksesibilitas Pendidikan
Indeks Aksesibilitas Ekonomi
Indeks Fasilitas Kesehatan
Indeks Fasilitas Pendidikan
Indeks Fasilitas Ekonomi
Indeks Fasilitas Sosial
IPD Hirarki
KRAMAT JATI KAMPUNG TENGAH -0.68 31.17 12.26 0.20 1.47 0.35 13.36 0.24 62.41 Hirarki II
KRAMAT JATI DUKUH -0.69 42.98 0.50 1.15 2.89 1.25 7.28 0.19 58.14 Hirarki III
KRAMAT JATI KRAMAT JATI -0.17 42.98 0.53 12.97 3.62 1.16 27.17 0.88 95.46 Hirarki I
KRAMAT JATI CILILITAN -0.76 31.33 12.26 1.50 0.87 -0.27 5.96 -0.08 53.56 Hirarki III
KRAMAT JATI CAWANG -0.91 42.98 0.61 1.20 2.30 0.37 7.96 -0.03 60.80 Hirarki II
JATINEGARA BIDARA CINA -0.79 38.94 0.61 2.93 0.35 -0.34 2.93 -0.07 50.88 Hirarki III
JATINEGARA CIPINANG CEMPEDAK 0.14 44.97 0.74 0.93 0.41 0.04 1.68 -0.35 52.80 Hirarki III
JATINEGARA CIPINANG BESAR SELATAN -0.11 42.77 12.26 0.88 0.83 1.27 3.26 0.01 67.49 Hirarki II
JATINEGARA CIPINANG MUARA -0.74 27.62 0.66 0.68 0.05 0.10 3.16 -0.31 37.53 Hirarki III
JATINEGARA CIPINANG BESAR UTARA -0.70 27.20 0.74 1.60 0.37 -0.08 1.31 0.11 31.67 Hirarki III
JATINEGARA RAWA BUNGA -0.81 28.29 0.74 1.27 1.57 0.06 4.37 0.04 41.85 Hirarki III
JATINEGARA BALI MESTER -0.51 54.50 0.66 2.18 3.36 0.78 27.95 0.03 95.26 Hirarki I
JATINEGARA KAMPUNG MELAYU -0.75 30.59 -0.06 14.90 0.37 -0.43 19.52 0.07 70.52 Hirarki II
DUREN SAWIT PONDOK BAMBU -0.93 38.92 12.26 1.77 0.82 0.58 4.60 -0.08 64.26 Hirarki II
DUREN SAWIT DUREN SAWIT 1.22 38.92 1.41 2.10 0.65 0.52 3.83 0.24 55.21 Hirarki III
DUREN SAWIT PONDOK KELAPA -0.70 31.33 12.26 1.41 0.83 0.24 8.77 -0.07 58.93 Hirarki III
DUREN SAWIT PONDOK KOPI -0.58 38.92 2.41 1.72 0.53 0.13 2.05 -0.12 51.37 Hirarki III
DUREN SAWIT MALAKA JAYA -0.55 33.71 1.41 2.43 0.37 -0.07 2.44 -0.34 45.72 Hirarki III
DUREN SAWIT MALAKA SARI -0.43 27.27 1.41 2.43 0.65 0.23 2.14 -0.41 35.06 Hirarki III
DUREN SAWIT KLENDER -0.69 38.92 12.26 13.90 0.27 -0.22 4.48 0.06 75.31 Hirarki II
CAKUNG JATINEGARA -0.77 57.30 12.26 1.89 1.06 0.19 12.88 0.69 91.82 Hirarki I
CAKUNG PENGGILINGAN 0.31 31.83 12.26 1.60 1.10 0.29 8.68 0.42 62.82 Hirarki II
CAKUNG PULO GEBANG 0.22 42.75 12.26 1.47 0.88 0.34 4.38 0.39 69.01 Hirarki II
CAKUNG UJUNG MENTENG -0.58 42.85 12.26 1.43 1.72 0.88 33.44 0.51 95.76 Hirarki I
CAKUNG CAKUNG TIMUR -0.33 42.60 12.26 1.18 1.86 0.73 17.55 1.66 80.28 Hirarki I
59
Lampiran 1. (Lanjutan)
Nama Kecamatan
Nama Desa
Indeks Aksesibilitas Pemerintah
Indeks Aksesibilitas Kesehatan
Indeks Aksesibilitas Pendidikan
Indeks Aksesibilitas Ekonomi
Indeks Fasilitas Kesehatan
Indeks Fasilitas Pendidikan
Indeks Fasilitas Ekonomi
Indeks Fasilitas Sosial
IPD Hirarki
CAKUNG CAKUNG BARAT 0.13 30.83 0.91 1.93 0.60 0.31 10.75 0.78 52.56 Hirarki III
CAKUNG RAWA TERATE -0.43 43.35 0.91 1.77 1.99 0.05 23.07 0.21 71.52 Hirarki II
PULO GADUNG PISANGAN TIMUR -0.54 54.50 1.41 20.93 0.56 0.15 10.80 -0.02 94.10 Hirarki I
PULO GADUNG CIPINANG -0.04 52.35 12.26 6.93 1.08 -0.28 3.07 -0.02 79.12 Hirarki I
PULO GADUNG JATINEGARA KAUM 0.94 43.84 5.41 2.27 1.11 0.20 2.72 0.36 62.43 Hirarki II
PULO GADUNG JATI -0.55 48.17 12.26 5.27 0.38 0.09 2.77 0.08 71.71 Hirarki II
PULO GADUNG RAWAMANGUN -0.41 50.97 10.41 13.40 0.63 0.05 4.12 0.03 85.51 Hirarki I
PULO GADUNG KAYU PUTIH -0.56 54.50 12.26 20.93 0.49 -0.03 2.62 -0.38 96.15 Hirarki I
PULO GADUNG PULO GADUNG -0.05 53.29 12.26 8.43 1.34 1.22 5.67 0.13 87.14 Hirarki I
MATRAMAN KEBON MANGGIS -0.86 24.44 1.66 2.49 0.50 0.20 2.21 0.05 33.47 Hirarki III
MATRAMAN PAL MERIEM -0.76 31.06 2.41 1.29 4.79 0.15 4.55 0.14 48.48 Hirarki III
MATRAMAN PISANGAN BARU -0.65 31.99 12.26 1.19 0.22 -0.28 0.98 -0.46 48.19 Hirarki III
MATRAMAN KAYU MANIS -0.75 25.71 0.81 0.79 0.24 -0.37 1.16 -0.41 30.44 Hirarki III
MATRAMAN UTAN KAYU SELATAN -0.80 28.01 12.26 1.53 0.67 0.33 1.24 -0.31 48.03 Hirarki III
MATRAMAN UTAN KAYU UTARA -0.32 41.52 11.96 1.93 0.44 -0.25 3.18 -0.56 64.23 Hirarki II
Nilai Tengah 59.80 Standar Deviasi 18.33
60
Lampiran 2. Hasil Analisis Skalogram Tahun 2006
Nama Kecamatan
Nama Desa
Indeks Aksesibilitas Pemerintah
Indeks Aksesibilitas Kesehatan
Indeks Aksesibilitas Pendidikan
Indeks Aksesibilitas Ekonomi
Indeks Fasilitas Kesehatan
Indeks Fasilitas Pendidikan
Indeks Fasilitas Ekonomi
Indeks Fasilitas Sosial
IPD Hirarki
PASAR REBO PEKAYON 0.48 52.90 2.72 0.65 0.34 0.01 56.07 0.12 116.77 Hirarki III
PASAR REBO KALISARI 0.09 49.96 2.79 1.20 0.41 0.00 111.42 -0.09 166.22 Hirarki II
PASAR REBO BARU 0.04 40.49 5.06 0.53 0.37 -0.04 74.16 -0.14 121.17 Hirarki III
PASAR REBO CIJANTUNG 0.29 38.70 14.24 12.12 0.46 0.05 46.57 0.48 114.45 Hirarki III
PASAR REBO GEDONG 0.07 50.00 14.24 7.33 0.46 0.02 92.82 0.18 168.59 Hirarki II
CIRACAS CIBUBUR 0.06 30.13 14.24 6.66 0.17 -0.08 130.09 0.02 183.93 Hirarki II
CIRACAS KELAPA DUA WETAN 0.22 31.43 3.81 7.33 0.29 -0.11 118.17 0.03 173.60 Hirarki II
CIRACAS CIRACAS 0.38 29.90 14.24 6.72 0.35 -0.01 63.88 0.70 118.81 Hirarki III
CIRACAS SUSUKAN 0.45 30.43 2.74 7.20 0.30 -0.06 110.65 0.29 153.71 Hirarki II
CIRACAS RAMBUTAN 0.08 35.62 14.24 7.20 0.50 -0.01 117.62 0.61 176.45 Hirarki II
CIPAYUNG PONDOK RANGGON 0.02 43.63 0.07 0.40 0.73 0.09 60.97 1.74 107.79 Hirarki III
CIPAYUNG CILANGKAP 0.13 42.71 2.89 0.40 0.69 0.05 227.11 1.06 275.32 Hirarki I
CIPAYUNG MUNJUL -0.04 26.63 0.67 6.47 0.75 -0.11 91.00 0.94 126.53 Hirarki III
CIPAYUNG CIPAYUNG 0.30 24.03 14.24 1.26 1.42 0.33 432.36 1.28 475.36 Hirarki I
CIPAYUNG SETU 0.14 22.57 0.17 0.26 0.74 -0.05 152.83 0.63 177.59 Hirarki II
CIPAYUNG BAMBU APUS 0.11 39.65 14.24 0.51 0.78 0.02 84.14 0.89 152.45 Hirarki II
CIPAYUNG CEGER 0.43 30.63 0.07 12.16 0.93 0.04 140.34 1.38 188.66 Hirarki II
CIPAYUNG LUBANG BUAYA 0.18 39.03 14.24 8.33 0.57 0.05 40.80 -0.56 105.33 Hirarki III
MAKASAR PINANG RANTI 0.76 47.53 2.84 6.86 0.26 0.11 130.61 0.85 204.04 Hirarki II
MAKASAR MAKASAR 1.74 50.45 2.76 7.00 0.20 -0.07 0.77 0.29 66.62 Hirarki III
MAKASAR KEBON PALA 0.23 51.45 3.56 6.83 0.49 0.00 8.40 0.24 85.41 Hirarki III
MAKASAR HALIM PERDANA KUSUMA 0.77 50.55 2.89 6.83 0.22 -0.12 10.19 -0.35 85.18 Hirarki III
MAKASAR CIPINANG MELAYU 0.12 38.03 2.76 6.47 0.31 -0.07 5.07 -0.07 66.84 Hirarki III
KRAMAT JATI BALE KAMBANG 1.05 31.06 14.24 16.02 0.41 -0.06 76.85 0.51 142.70 Hirarki II
KRAMAT JATI BATU AMPAR 0.41 16.53 2.70 16.02 0.48 0.01 61.12 0.02 99.98 Hirarki III
KRAMAT JATI KAMPUNG TENGAH 0.52 40.29 2.76 8.75 0.29 0.02 77.51 0.21 144.55 Hirarki II
61
Lampiran 2. (Lanjutan)
Nama Kecamatan
Nama Desa
Indeks Aksesibilitas Pemerintah
Indeks Aksesibilitas Kesehatan
Indeks Aksesibilitas Pendidikan
Indeks Aksesibilitas Ekonomi
Indeks Fasilitas Kesehatan
Indeks Fasilitas Pendidikan
Indeks Fasilitas Ekonomi
Indeks Fasilitas Sosial
IPD Hirarki
KRAMAT JATI DUKUH 0.79 23.24 2.89 10.00 0.65 0.15 71.27 0.17 112.64 Hirarki III
KRAMAT JATI KRAMAT JATI -0.03 43.21 14.24 16.02 0.57 0.24 37.92 0.43 126.80 Hirarki III
KRAMAT JATI CILILITAN 0.33 30.35 2.76 16.02 0.47 -0.09 69.39 0.02 122.22 Hirarki III
KRAMAT JATI CAWANG -0.03 36.53 2.76 10.30 0.42 0.07 94.14 0.00 147.17 Hirarki II
JATINEGARA BIDARA CINA 0.14 46.66 2.70 7.63 0.30 -0.10 31.80 0.01 103.35 Hirarki III
JATINEGARA CIPINANG CEMPEDAK 0.36 30.22 2.72 0.83 0.52 0.05 26.17 0.26 66.11 Hirarki III
JATINEGARA CIPINANG BESAR SELATAN 0.31 26.82 14.24 7.33 0.36 0.27 2.48 0.06 66.09 Hirarki III
JATINEGARA CIPINANG MUARA 0.21 36.49 2.89 7.03 0.18 -0.01 3.24 -0.17 50.41 Hirarki III
JATINEGARA CIPINANG BESAR UTARA 0.13 36.24 2.81 12.29 0.31 -0.05 3.51 0.15 69.59 Hirarki III
JATINEGARA RAWA BUNGA 0.02 38.56 2.72 16.02 0.48 -0.03 50.08 0.03 122.09 Hirarki III
JATINEGARA BALI MESTER 0.15 41.99 2.72 11.19 1.17 0.11 87.78 -0.18 159.15 Hirarki II
JATINEGARA KAMPUNG MELAYU -0.04 31.76 1.79 12.96 0.36 -0.15 29.86 0.32 91.06 Hirarki III
DUREN SAWIT PONDOK BAMBU 0.12 36.74 7.56 6.50 0.20 0.05 72.08 0.00 126.06 Hirarki III
DUREN SAWIT DUREN SAWIT 0.14 44.94 12.56 10.44 0.18 0.03 54.46 0.31 137.26 Hirarki III
DUREN SAWIT PONDOK KELAPA 0.18 29.07 14.24 6.53 0.18 -0.06 46.77 0.10 108.72 Hirarki III
DUREN SAWIT PONDOK KOPI 0.35 36.94 3.56 7.23 0.19 -0.05 22.59 -0.02 85.00 Hirarki III
DUREN SAWIT MALAKA JAYA -0.22 43.72 3.56 8.13 0.12 -0.03 48.33 -0.33 106.75 Hirarki III
DUREN SAWIT MALAKA SARI 0.63 31.86 3.56 12.06 0.22 -0.03 26.24 -0.09 76.33 Hirarki III
DUREN SAWIT KLENDER 1.36 30.57 3.06 16.02 0.11 0.00 133.40 0.24 198.96 Hirarki II
CAKUNG JATINEGARA 1.44 36.53 2.76 10.53 0.31 0.01 211.46 0.73 277.96 Hirarki I
CAKUNG PENGGILINGAN 0.95 57.00 14.24 6.47 0.48 -0.04 183.42 0.44 265.64 Hirarki I
CAKUNG PULO GEBANG 1.72 11.14 14.24 6.33 0.28 0.09 83.43 0.41 131.85 Hirarki III
CAKUNG UJUNG MENTENG 1.47 24.66 14.24 6.23 0.80 0.11 171.58 0.49 222.40 Hirarki I
CAKUNG CAKUNG TIMUR 0.45 2.91 2.76 16.02 0.00 0.15 162.00 1.20 189.96 Hirarki II
CAKUNG CAKUNG BARAT 1.41 57.03 2.72 6.33 0.42 0.14 89.77 0.67 172.71
Hirarki II
CAKUNG RAWA TERATE 0.20 62.94 2.76 6.41 0.68 -0.03 90.81 0.34 178.31 Hirarki II
62
Lampiran 2. (Lanjutan)
Nama Kecamatan
Nama Desa
Indeks Aksesibilitas Pemerintah
Indeks Aksesibilitas Kesehatan
Indeks Aksesibilitas Pendidikan
Indeks Aksesibilitas Ekonomi
Indeks Fasilitas Kesehatan
Indeks Fasilitas Pendidikan
Indeks Fasilitas Ekonomi
Indeks Fasilitas Sosial
IPD Hirarki
PULO GADUNG PISANGAN TIMUR 1.10 23.99 14.24 6.80 0.34 -0.05 156.24 0.05 216.91 Hirarki I
PULO GADUNG CIPINANG 0.97 31.78 3.56 0.86 0.32 -0.13 12.02 0.06 63.65 Hirarki III
PULO GADUNG JATINEGARA KAUM 1.11 22.35 3.67 7.13 0.55 0.01 84.41 0.48 122.52 Hirarki III
PULO GADUNG JATI 0.31 39.53 4.56 11.19 0.54 -0.04 150.31 0.06 220.67 Hirarki I
PULO GADUNG RAWAMANGUN 1.31 39.53 14.24 16.02 0.65 -0.03 48.17 0.06 134.16 Hirarki III
PULO GADUNG KAYU PUTIH 0.44 26.24 4.56 6.80 0.32 -0.08 5.23 -0.35 57.36 Hirarki III
PULO GADUNG PULO GADUNG 1.51 35.81 14.24 12.46 0.60 0.03 55.81 0.06 134.72 Hirarki III
MATRAMAN KEBON MANGGIS 1.10 28.49 14.24 5.91 0.34 0.08 45.88 0.15 108.08 Hirarki III
MATRAMAN PAL MERIEM 2.10 42.70 4.56 12.19 0.66 -0.07 22.03 0.00 98.37 Hirarki III
MATRAMAN PISANGAN BARU 0.43 33.65 14.24 8.91 0.18 -0.06 0.58 -0.36 62.06 Hirarki III
MATRAMAN KAYU MANIS 0.24 25.25 2.70 9.13 0.26 -0.09 92.84 -0.24 134.58 Hirarki III
MATRAMAN UTAN KAYU SELATAN 3.43 31.86 4.56 3.91 0.32 0.09 5.88 -0.17 63.49 Hirarki III
MATRAMAN UTAN KAYU UTARA 2.07 31.46 14.24 10.13 0.31 -0.11 12.57 -0.40 84.48 Hirarki III
Nilai tengah 138.67
Standar Deviasi 68.46
58
58
58
63