Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

76
R U ANG SPECIAL EDITION ANGAN - ANGAN ARSITEKTUR Juni 2015 Dietia Begin Sitanggang | Gregorius Geovanny Gerard | Septrio Effendi | Rizky Rachmadanti | Adhisty Pramitha | Meliana Purnamasari | Suriani Tanwenial | Mala Maulida | Fitra Teng | Mukhammad Ilham | Ismanto Mangku Jaya

description

Januari 2015, Ruang dan Omah meluncurkan Call for Project (CFP) kompetisi Angan-angan Arsitektur (AAA). Pada saat itu, kami berniat membuka sebuah harapan terhadap angan-angan “liar” yang terpendam, walau sederhana dan sekecil apapun, namun berpotensi besar. Kami membuka pertanyaan dengan pernyataan lugas dan optimis namun abstrak, “arsitektur itu begitu indah.” Empat bulan setelahnya, enam belas peserta yang berkomposisi atas (calon) arsitek muda dan mahasiswa arsitektur kembali dengan berbagai interpretasi dan tanggapan mereka terhadap pernyataan tersebut. Tidak banyak memang, namun bervariasi dan menyenangkan. Dari karya-karya tersebut, kami pilih sepuluh yang unik sehingga masing-masing memberi warna terhadap yang lain.

Transcript of Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

Page 1: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

RUANGSPECIAL EDITION

ANGAN - ANGAN ARSITEKTUR

Juni 2015

Dietia Begin Sitanggang | Gregorius Geovanny Gerard | Septrio Effendi | Rizky Rachmadanti | Adhisty Pramitha | Meliana Purnamasari | Suriani Tanwenial | Mala Maulida | Fitra Teng |

Mukhammad Ilham | Ismanto Mangku Jaya

Page 2: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

2

Page 3: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

3

RUANG SPECIAL EDITION : ANGAN - ANGAN ARSITEKTUR

in collaboration with:

OMAH Library

Dietia Begin Sitanggang

Gregorius Geovanny Gerard

Septrio Effendi

Rizky Rachmadanti

Adhisty Pramitha

Meliana Purnamasari

Suriani Tanwenial

Mala Maulida

Fitra Teng

Mukhammad Ilham

Ismanto Mangku Jaya

Evan Kriswandi, Gideon Sutanto, Morris Nugroho, dan Maria Valencia

tidak akan terwujud tanpa kontribusi dari:

dan dukungan dari:

Page 4: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

97

“Arsitektur itu begitu indah.”

Arsitektur adalah cerminan kebudayaan, sejarah, sikap, perilaku, masyarakat ataupun individu di setiap jamannya. Dengan kepekaan elemen-elemen pembentuknya, arsitektur menghadirkan cahaya, suara, aroma, warna, dan tekstur ; dimensi, proporsi, dan komposisi; keteraturan dan ketidakteraturan; serta etika dan estetika. Arsitektur tumbuh dan berevolusi bersama manusia. Arsitektur adalah jejak manusia, juga perwujudan angan-angan manusia yang berkreasi secara kreatif dalam cakupan terkecil sebuah ruang ataupun yang luas seperti terbentuknya sebuah kota, sebuah peradaban.

Seorang anak kecil adalah pribadi yang paling jenius dan pemberani. Mereka tidak takut untuk menuangkan kreativitasnya ketika melihat matahari, sungai, sawah, ataupun kapal laut. Mereka lalu menuangkan kreativitasnya apa adanya, mengekspresikan dalam nyanyian, tarian, lukisan tanpa takut pada batasan dunia luar. Namun, ketika ada kalanya setelah dewasa dan mengenal dunia luar dengan rasionalitas, ukuran, takaran kolektif, kejeniusan itu mulai tertutup, angan-angan pun menemui batasnya.

Terkubur dan mati.

Dalam mengaktualisasikan angan-angannya, Italo Calvino menorehkan mimpinya akan kota-kota imajiner lewat sebuah tulisan. Zaha Hadid pun tekun menggoreskan angan-angannya lewat lukisan hingga akhirnya di tahun 1993, ia terwujud pertama kali menjadi sebuah pos pemadam kebakaran di Vitra, Jerman. Kecintaan akan menumbuhkan angan-angan yang diikuti dengan harapan. Ekspresi itu bisa berupa esai, sketsa, ataupun ekspresi diri yang merupakan representasi karya seni.

Ruang bersama dengan OMAH Library mengajak masyarakat arsitektur Indonesia, terutama mahasiswa dan fresh-graduates untuk menuangkan angan-angan mereka ke dalam sebuah karya yang dikompetisikan berupa premis, “Arsitektur itu begitu indah!” Dalam keberjalanannya, terpilih sepuluh peserta terbaik yang karyanya paling merefleksikan realitas dan angan-angan dari arsitektur Indonesia di tahun di mana kompetisi ini dihadirkan di tengah kita.

Mereka menjawab persoalan dengan dua buah cara yang berbeda. Ada karya-karya yang berkaca dari realitas urban kota kita yang banal, tempat yang akut, sarat akan kesedihan dan kemudian karya tersebut direpresentasikan dalam realitas yang terbatas, hasil dari realitas kota kita yang carut marut, satir, sebuah kegelapan sebagai ajang perenungan kita untuk kembali bangkit untuk menyadari apakah ini angan-angan yang kita inginkan. Ada juga karya-karya yang menegasikan realitas, dan mengembalikan kejeniusan pembuatnya, untuk kemudian merepresentasikan bahwa kita bisa juga memiliki angan-angan yang begitu indah, dan lingkungan, tempat yang kita tinggalkan ini bisa juga menjadi satu utopia, kejeniusan manusia dalam mengolah alam dengan seluruh angan-angan.

Di sinilah kompetisi angan-angan arsitektur menjadi harapan bagi kita semua. Segala satir, kesedihan yang menjadi refleksi inikah yang kita mau tuju; ataukah angan-angan sebagai kebahagiaan, harapan hati kecil, yang menunjukkan arsitektur itu yang begitu indah setidaknya dalam angan-angan, dan realitas angan-angan tersebut pun akan datang tanpa disangka.

Pada akhirnya semoga kita semua masih bisa percaya diri untuk berkata lantang:

“Arsitektur itu begitu indah!”

--

Die Tia Begin sebagai pemenang utama mendapatkan hadiah sebesar Rp. 3.000.000 yang disponsori oleh tim mahasiswa berbakat dari UPH yang memenangkan juara ke-2 kompetisi terbuka Sinarmas untuk kategori master plan dengan Ketua tim: Evan Kriswandi dengan anggota tim Gideon Sutanto, Morris Nugroho, dan Maria Valencia.

PEMBUKARUANG

Page 5: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

Arsitektur Itu Begitu IndahIsmanto Mangku Jaya

Mimpi Untuk BumiMukhammad Ilham

Warna-Warni Arsitektur di Indonesia. Angan-Angan dari TimurM. Fitra Teng

Angan-Angan ArsitekturMala Maulida

Jakarta, The City of DreamMeliana Purnamasari & Suriani Tanwenial

Starlight ParadeAdhisty Pramitha

Negeri yang Murah Hati. Angan-Angan BanalRizky Rachmadanti

Permadani di Atas AwanSeptrio Effendi

Angan-Angan Arsitektur : Arsitektur itu Begitu IndahGregorius G. Gerard

Angan-Angan Masa KecilDietia Begin Sitanggang

KATA JURI

Refleksi Angan-Angan Arsitektur

ISIEdisi Spesial : Angan - Angan Arsitektur

illustrasi

illustrasi

karya instalasi

esai

illustrasi

illustrasi

illustrasi

karya instalasi

illustrasi

illustrasi

97

13

19

23

27

34

41

47

51

61

66

Page 6: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

1. DIE TIA BEGINKelahiran Jakarta, 7 Februari 1993 ini sedang menempuh semester terakhir nya di Jurusan Arsitektur Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) di Surabaya. Sehari-hari kesibukannya berkutat pada penyelesaian Tugas Akhirnya dengan judul “Kuta Aliagara : Desa Wisata”, yang merupakan sebuah desa relokasi bagi para korban erupsi Gunung Sinabung yang kehilangan tempat tinggalnya. Perempuan berdarah batak ini juga senang travelling dan berangan-angan suatu saat akan bisa keliling dunia mengunjungi tempat-tempat baru nan eksotis.

2. SEPTRIO EFFENDILulus dari jurusan arsitektur Binus University di tahun 2012, kemudian bekerja di RAW Architect selama 2 tahun sebagai Architectural Designer. Di tahun 2011, bersama dengan timnya berhasil mendapat citation award di Futurarc Student Competiton Award 2012 untuk tema green building design. Kemudian di tahun 2012, bersama timnya berhasil memenangkan juara pertama sayembara desain renovasi ruang luar area Plaza Indonesia mewakili Binus University. Hampir 35 sayembara arsitektur pernah diikuti selama berkarya di arsitektur. Saat ini bekerja sebagai freelance architect dan 3d artist.

K O N T R I B U T O R

3

2

4

5

3. RIZKY RACHMADANTILulusan Arsitektur Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, angkatan 2009. Saat ini bekerja di EFF Studio Bali. Sejauh ini hobby yang masih konsisten dilakukan yaitu, eksplorasi daerah tempat tinggal, sketsa, dan bermain basket. Buku favorit, buku seri Harry Potter (takjub pada imajinasi JK.Rowling tentang setiap detail beribu-ribu ruang yang ia ciptakan dalam cerita). Tidak terlalu banyak tau tentang seluk beluk arsitek di dunia ini (karena itu belum begitu memfavoritkan siapa-siapa)

4. GREGORIUS G. GERARDLulus dari jurusan arsitektur UNTAR pada 2015. Sekarang bekerja di OMAH dan masih belajar menjadi arsitek.

6.ADHISTY PRAMITHA Lulus dari Arsitektur ITS Surabaya pada tahun 2012. Setelah menyelesaikan pendidikan formal, lanjut bekerja di prayogopranowo architects. Pada akhir 2013, memutuskan untuk menjadi surveyor di Jakarta pada proyek perbaikan kampung informal area Jakarta Timur. Dari situ mulai tertarik untuk mempelajari mengenai morfologi dan organisasi ruang rumah pada permukiman padat seperti di Jakarta lebih lanjut. Saat ini bergabung dengan konsultan arsitektur berbasis penelitian dan desain kolaboratif, ARA Studio.

1

Page 7: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

9. MALA MAULIDALahir di Jakarta 14 september 1995. Sekarang menjadi mahasiswa jurusan Arsitektur. di universitas Bina Nusantara. Pernah memenangkan juara 3 lomba gambar komik strip dan mengikuti lomba gambar internasional yg diikuti oleh lebih dari 8 negara. Saat mengambil jurusan interior di jurusanku, supaya bisa menguasai ilmu bangunan baik dari luar dan dalam.

10. M. FITRA TENGSaat ini tercatat sebagai mahasiswa jurusan Arsitektur ITS angkatan tahun 2011. Hingga tahun 2014, sudah lebih dari 20 sayembara arsitektur yang pernah diikuti. Laki-laki kelahiran Manado ini bermimpi untuk bisa memenangi sayembara arsitektur sebelum dia lulus. Menurut dia inspirasi terbesar dalam berarsitektur tidak datang dari arsitek-arsitek besar, melainkan dari dari sosok beberapa dosen yang sangat menginspirasi di jurusannya, seperti Prof. Josef Prijotomo, Defry Agatha, Wahyu Setyawan, dan Endy Yudho P. Saat ini sedang menyusun calon tesisnya tentang arsitektur kota Ternate yang rencananya mau dia bawa dan teliti di negeri sakura, negerinya “One Piece”.

11. MUKHAMMAD ILHAMSeorang arsitek muda lulusan dari ITB angkatan tahun 2006. Saat ini sedang mempelajari desain interior dan ingin menjadi spesialis untuk self-sustained building di masa depan.

6. MELIANA PURNAMASARILahir di Jakarta, 6 April 1993. Saat ini sedang melaksanakan kuliah S1 di Binus University Fakultas Teknik Jurusan Arsitektur. Pada Himars periode 2013/2014, menjabat sebagai Koordinator Edukasi Himars dan Koordinator Acara Architecture Grand Festival Binus 2014 pada bagian Seminar/Workshop Internasional. Pernah bekerja part-time sebagai Junior Arsitek dan Asisten Pengawas Lapangan di Artha Jaya LTD tahun 2014 dan bekerja freelance sebagai arsitek sampai sekarang. Saat ini, sedang menjalani Tugas Akhir di Binus University.

7. SURIANI TANWENIALLahir di Jakarta pada 24 Juli 1993. Mahasiswa Arsitektur Binus University, dengan peminatan Digital Architecture. Pernah melakukan internship selama 3 bulan di PT. Airmas Asri. Pernah mengikuti beberapa workshop internasional bersama dengan Deakin University-Australia, IIUM-Malaysia, dan Politecnico di Milano-Italy.

8.ISMANTO MANGKU JAYALahir pada 6 oktober 1989 di Ujan Mas Baru, Sumatra Selatan. Barra, sapaan akrapnya, sedang menempuh perkuliahan di jurusan S1 Arsitektur smester 6 di Universitas Gunadharma. Pria ini juga adalah seorang seniman tattoo dan sangat akrab dengan dunia seni.

8

6

9

10

11

7

Page 8: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

R U A N GEditorial Board :

Ivan Kurniawan NasutionMochammad Yusni Aziz

Rofianisa Nurdin

web : www.membacaruang.comfacebook : /ruangarsitekturtwitter : @ruangarsitektur

tumblr : ruangarsitektur.tumblr.comemail : [email protected]

segala isi materi di dalam majalah elektron-ik ini adalah hak cipta dan tanggung jawab masing-masing penulis. penggunaan gambar untuk keperluan tertentu harus atas izin pe-

nulis.

Illustrasi: Adhisty Pramitha Desain: Yusni Aziz

Page 9: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

Refleksi Angan-Angan ArsitekturJanuari 2015, Ruang dan Omah meluncurkan Call for Project (CFP) kompetisi Angan-angan Arsitektur (AAA). Pada saat itu, kami berniat membuka sebuah harapan terhadap angan-angan “liar” yang terpendam, walau sederhana dan sekecil apapun, namun berpotensi besar. Kami membuka pertanyaan dengan pernyataan lugas dan optimis namun abstrak, “arsitektur itu begitu indah.” Empat bulan setelahnya, enam belas peserta yang berkomposisi atas (calon) arsitek muda dan mahasiswa arsitektur kembali dengan berbagai interpretasi dan tanggapan mereka terhadap pernyataan tersebut. Tidak banyak memang, namun bervariasi dan menyenangkan.

Empat bulan itu tidak mudah bagi kami: peserta, penyelenggara, dan juri. Kami mengalami berbagai kegelisahan sekaligus kegairahan dalam menjalani tantangan yang kami hadapi selama berproses di kompetisi ini. Keabstrakan CFP bagai dua belah mata pisau yang membawa kebingungan dan pencerahan. Berbagai contoh yang disebutkan dalam CFP, misalnya, Invisible Cities oleh Italo Calvino, lukisan suprematisme Zaha Hadid, No-Stop City oleh Archizoom, atau Blade Runner oleh Ridley Scott membuka luasnya potensi karya sekaligus menjadikannya sangat abstrak. Berbagai macam tawaran definisi akhirnya membawa Angan-angan menjadi sulit didefinisikan. Berbagai pertanyaan dilayangkan kepada Ruang menanyakan cakupan dan pengembangan tema. Beberapa calon peserta menanyakan skala yang diharapkan terhadap karya, tema apa yang harus diangkat, karya bersifat fiksi ataukah dari sebuah kota yang nyata, hingga bagaimana cara memulai kompetisi ini. Kami khawatir, tidak bisa duduk tenang sekaligus bergairah. Kami melihat ini sebagai sebuah peluang. Menurut kami, beberapa calon peserta ini terlihat mempertanyakaan kebiasaan yang mereka alami sehari-hari, entah itu di perkuliahan atau di lingkungan kerja yang seringkali memberi permasalahan yang sangat terukur atau jelas dalam sebuah Terms of Reference (TOR). Mereka

Page 10: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

berusaha keluar dari kungkungan itu. Dan benar saja, keenambelas karya tidak ada yang serupa dalam segi tema yang diangkat. Beberapa karya memberi ide segar dan perspektif baru dalam melihat sebuah permasalahan. Dari karya-karya tersebut, kami pilih sepuluh yang unik sehingga masing-masing memberi warna terhadap yang lain.

Penyajian dari kesepuluh karya terpilih tersebut sangat beragam, dari mulai lukisan cat minyak hingga instalasi. Dalam CFP memang dibuka kesempatan untuk berkreasi dengan berbagai media yang dimaksudkan untuk memberi ruang untuk penyajian karya yang kreatif. Media, format, tata letak, kuantitas dan kualitas karya, hingga narasi yang menyertainya dibebaskan sesuai dengan konsep peserta. Hal ini memang sempat membawa kebingungan, karena tidak seperti kompetisi pada umumnya yang memberikan batasan jumlah karya, tata letak, dan bahkan isi penyajian karya. Hal ini tidak mudah, beberapa kali kami meyakinkan para calon peserta untuk mempresentasikan angan-angan mereka dengan media yang cocok dengan konsepnya. Namun hasilnya mengagetkan, peserta berhasil menyajikannya dengan tidak biasa, dan tentu saja baik. Kami cukup berbahagia dengan hasilnya. Bervariasi dan menyenangkan.

Kami berharap kesepuluh angan-angan ini memberi optimisme dan harapan baru bagi arsitektur, terutama di Indonesia. Para kontributor berhasil menghadirkan interpretasi mereka terhadap semboyan “arsitektur itu begitu indah.” Meskipun terkadang banal, sederhana, dan naif; akan tetapi mereka berhasil memberi warna baru dalam melihat permasalahan dalam keseharian kita. Walaupun ada sebuah pernyataan bahwa “arsitektur tidak dapat menyelamatkan dunia,” namun kami menyaksikan bahwa arsitektur dapat memberi warna dalam melihat dunia dengan lebih indah. Kita berhasil memberi secercah optimisme untuk maju!

Sebuah kompetisi kecil untuk angan-angan yang besar. Semoga tidak berhenti di sini.

Semoga kita tidak kehilangan keberanian untuk berangan-angan.

Page 11: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

# 10

ARSITEKTUR ITU BEGITU INDAHIsmanto Mangku Jaya

Page 12: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

10

© Ismanto Mangku Jaya

Page 13: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah
Page 14: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

12

Teringat masa kecilku dulu, aku membayangkan sebuah kota yang begitu indah yang dikelilingi gedung-gedung bertingkat yang menjulang tinggi nan megah. Di dalam kota tersebut terdapat stasiun kereta yang lengkap dengan kereta cepatnya yang menghubungkan antara kota satu dengan kota lainnya. Stasiun itu berdampingan dengan bandar udara yang ditepiannya terdapat sebuah pelabuhan yang terhubung dengan sugai-sungai di pingiran jalan kota. Di sungai tersebut terdapat transportasi air seperti perahu kecil yang dikayuh di sepanjangnya mengelilingi kota menikmati keindahan kota. Ada pula terminal yang menampung bus dalam kota, antar kota ataupun bus antar provinsi. Moda transportasi ini saling terhubung antara satu dengan lainnya. Tak lupa, di jantung kota terdapat sebuah tanah lapang yang sengaja diperuntukkan sebagai taman kota yang hijau tempat aku dapat bermain, bertamasya dengan keluargaku ataupun lari pagi saat libur sekolah.

Sekarang aku sudah tumbuh dewasa. Aku tinggal di pinggiran kota yang tak begitu jauh dari pusat kota tempat gedung-gedung tinggi nan megah dengan taman-taman di beberapa sudutnya. Namun, sayangnya aku tak menjumpai kereta cepat yang ku bayangkan di masa kecilku dulu, aku hanya mendapati pondasi-pondasi lintasan monorel yang dibiarkan terpotong atau memang pembangunannya yang tak berkelanjuta? Entahlah akupun tak tahu.

Tak hanya itu, akupun dibuat tak nyaman oleh macetnya jalanan ibukota yang menampung begitu banyak volume kendaraan, namun luasnya tidak mencukupi. Jalanan ini menjadi begitu semrawut, dan tak beraturan. Trotoar yang sejatinya diperuntukan untuk pejalan kaki pun menjadi alternatif jalan cepat bagi para pengendara sepeda motor. Belum lagi banyaknya angkutan dalam kota yang dengan sembarangan berhenti untuk menunggu penumpang di terminal bayangan. Kemacetan ini semakin menjadi ketika kebijakan pengadaan armada busway (Trans-Jakarta) yang tak didukung oleh pelebaran jalan, namun hanya memberi batas pada jalan yang ada. Tak ayal, hal ini pun menjadi masalah baru bagi pemerintah kota DKI, dan kita semua yang semakin menambah semerawutnya jalanan ibukota. Tak dapat kubayangkan tinggal di ibukota yang sebagian banyak waktuku dihabiskan di jalanan karena kendaraan yang kunaiki tak bergerak terjebak macet.

Ironis ketika angan-angan masa kecilku dulu yang membayangkan indahnya sebuah kota tak kudapati ketika ku tumbuh dewasa. Malah kini aku kian akrab dengan macetnya kota tersebut.

Aku kembali murung ketika mendapati stadion utama sepak bola di ibu kota begitu jauh dengan stasiun kereta ataupun badara. Ternyata, untuk saat ini angan-anganku masa kecilku dulu masih menjadi sebuah angan-angan. Sempat terbesit di pikiranku, ingin sekali kuwujudkan mimpi atau angan-angan sederhana di masa kecilku dulu. Mungkin saat ini hanya menjadi angan-angan, namun suatu saat nanti aku yakin aku dapat mewujudkan mimpi atau angan-angan itu dengan karyaku sendiri. Dan akulah Arsitek yang akan mewujudkan mimpi dan angan-angan sederhana di masa kecilku tersebut..

Page 15: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

# 9

MIMPI UNTUK BUMIMukhammad Ilham

Page 16: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

14

Page 17: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

15

© Mukhammad Ilham

Dari kematian sebuah era akan selalu lahir sebuah era baru. Ini adalah sebuah kisah saat dunia sudah mulai uzur. Dan sebagaimana hal uzur lainnya, dia sudah tidak produktif lagi. Ini adalah era saat harta dalam perut bumi sudah tak bersisa lagi dikeruk oleh anak-anaknya yang paling serakah, Manusia.

Page 18: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

16

Ini adalah era saat akhirnya manusia tidak lagi melihat ke bawah tapi ke atas, saat mereka menyadari bahwa ada sumber tak terbatas di atas sana. Namun, ini adalah skenario saat manusia tidak lagi seserakah pendahulunya. Ini adalah skenario saat manusia sudah bisa menghargai sesamanya, menghargai alam, mengharga bumi lebih baik. Ini adalah eda yang bahagia bagi bumi dan makhluknya.

Ini adalah era saat sumber daya fosil sudah punah dan manusia sudah diambang kekurangan energi. Mereka yang tadinya buta akan keberadaan energi tak terbatas, akhirnya sadar akan keberadaan inti tata surya kita, matahari. Mereka juga akhirnya bisa merasakan keberadaan angin yang berhembus dapat menghembuskan energi. Mereka menyadari bahwa air yang bergerak bisa menggerakkan batu terbesar sekalipun. Prinsip-prinsp dasar inilah yang akhirnya memberi nyawa pada era baru manusia.

Ini adalah era yang justru penuh kemajuan. Era yang walaupun menggunakan energi kuno, namun bisa berkembang dengan lebih baik daripada era sebelumnya yang penuh asa dan polusi. Manusia mulai menghargai induk semangnya. Layaknya menunda hari kiamat, manusia mulai meremajakan bumi dan alamnya. Pepohonan mulai kembali digemari, bukan sebagai perabot tetapi sebagai teman bersantai dan menikmati hari. Rerumputan mulai menggantikan aspal, seluruh permukaan bumi mulai hijau seolah rumput adalah selimut bumi.

Tanah sebagai tempat berpijak dihargai sebagaimana mestinya, sebagaimana di seluruh permukaan bumi hanya untuk disentuh oleh kaki-kaki manusia dan penghuni lainnya. Tidak ada kendaraan beroda yang boleh mengotori. Semua berada di dalam tanah. Dengan mengandalkan energi panas bumi, kendaraan-kenddaraan ini bergerak.

MIMPI UNTUK BUMI

Page 19: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

17

MIMPI UNTUK BUMI

Kincir-kincir angin berjamuran menemani pepohonan. Menghiasi bumi sekaligus meniupkan nafas baru pada manusia. Bukan hal yang baru, namun lebih popular di era ini, sebagaimana air terjun yang sudah biasa digunakan untuk menyemburkan energi demi kebutuhan manusia.

Matahari adalah sumber segalanya. Matahari menjadi penerang kehidupan baru manusia. Di era ini, manusia sudah lebih baik dalam mengolah energi tak terhingga dari matahari, menyimpannya ketika gelap datang atau awan menutupi, menggunakannya sebagai penerang, penghangat, alat memasak, energi untuk kegiatan sehari-hari. Tidak bisa saling berebut, karena matahari sangat adil kepada semuanya. Dia menyinari permukaan bumi secara bergiliran. Tidak ada lagi manusia yang cemas karena tidak mampu membeli energi. Di era ini, manusia dimanjakan sebagai balasan karena pada akhirnya telah merawat bumi dengan baik.

Namun, sebuah era pasti ada akhirnya. Mungkin pada akhirnya matahari akan mati, angin akan berhenti berhembus, dan air pun akan lelah untuk mengalir. Mungkin masa itu adalah akhir dari segala era. Namun, jika masa itu terjadi, kita sebagai manusia boleh berbangga akan dirinya yang telah merawat bumi dengan baik. Saat bumi sebagai orang tua yang merasa sudah saatnya menutup mata dengan senyum, karena berakhir baik dengan anak-anaknya.

Kita, sang nenek moyang, mungkin hanya bisa memimpikan saat era seperti ini datang, saat bumi kembali asri dan menawan, dilihat sebagai rumah dan bukan sebagai komoditas. Dan mereka, sang generasi penerus, mungkin akan menyadari hal yang serupa. Namun, ini adalah mimpi yang indah dan sebuah cita-cita yang layak diperjuangkan.

Page 20: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

© Mukhammad Ilham

Page 21: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

# 8

WARNA-WARNI ARSITEKTUR DI INDONESIA: ANGAN-ANGAN DARI TIMUR

M. Fitra Teng

Page 22: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah
Page 23: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

© M. Fitra Teng

Page 24: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

22

Saya adalah seoarang mahasiswa di salah satu institut teknologi di Surabaya. Saya berasal dari kota kecil di ufuk timur Indonesia sebelah utara, Ternate. Sepenggal periode kehidupan sudah saya lewati untuk mengunjungi hampir seluruh pulau dari sebuah negara besar yang bernama Indonesia. Jika anda sudah pernah mengelilingi Indonesia, maka perlahan anda akan sadar kalau pembangunan yang terjadi di Indonesia begitu “timpang”. Ada kawasan yang pembangunannya sangat maju, atau hanya sedikit tersentuh pembangunan, bakan ada yang masih belum tersentuh sama sekali di negeri yang begitu kaya ini. Kawasan Indonesia Timur adalah kawasan yang sangat sedikit tersentuh oleh pembangunan, bahkan jika kita telusuri beberapa daerahnya, hampir tidak ada pembangunan. Melalui karya ini saya ingin mencurahkan isi hati serta harapan akan kawasan Indonesia Timur, baik masyarakatnya, arsitekturnya, maupun pembangunannya itu sendiri.

Kenapa timur Indonesia selalu dianaktirikan? Kenapa kehadiran arsitektur yang indah hampir tidak pernah ditemukan di timur Indonesia? Mungkin saja ada, tapi mungkin juga hanya menunggu waktu untuk arsitektur itu mati, punah, lalu musnah… Kenapa kita tidak saling berbagi dan berdiskusi?

…Sembari itu, saya tetap percaya kalau arsitektur itu begitu indah.

Warna-warni Arsitektur di Indonesia: Angan-angan

dari Indonesia Timur

Page 25: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

# 7

ANGAN-ANGAN ARSITEKTURMala Maulida

Page 26: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah
Page 27: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

25

© Mala Maulida

Page 28: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

26

ANGAN-ANGAN ARSITEKTUR MENURUT SAYA adalah ...

Saya ingin presepsi orang mengenai sebuah kota itu diubah.

Yang seperti kita ketahui bahwa cerminan sebuah kota tidak jauh dari limbah pabrik, polusi, dan hal-hal yang membuat kerusakan alam sekitar kita. tapi saya berangan-angan bahwa suatu saat kota justu menjadi tempat pengolahan limbah, pengurangan polusi dan justru melestarikan alam. dengan penataan seperti ini bagian pedesaan berada di bagian teratas lalu bagian kota di bagian bawah.sehingga ketika hujan peresapan airnya terkendali sehingga tidak menyebabkan banjir. terlihat dari lingkungan gambar yang asri dan saya juga berangan-angan bahwa kita sebagai manusia tidak boleh egois tentang hidup, contohnya seperti rumah yang kita buat di atas pohon sehingga tidak merusak pohon itu (alam). dan terlihat dari sisi perairan yang sangat jernih dan tidak ada satupun bangunan yang terbangun di atasnya. sehingga saya ingin kita lebih mementingan lingkungan, alam dan sekitarnya jika ingin melakukan sebuah desain. karna dampaknya juga akan berbalik kepada kita. jika kita tidak merusak apa yang sudah menjadi ketetapan alam maka hidup kitapun akan nyaman.

ARSITEKTUR ITU INDAH ketika kita menyediakan lapangan luas untuk orang-orang bersosialisasi, anak-anak bermain menikmati masa kecilnya dan melupakan gadget-gadget nya yang membuat mereka lupa bahwa dunia luar disekelilingnya lebih indah dibanding dia harus meihat dunia dari dalam layar kaca.melihat orang lebih banyak berekspresi dan membuat mereka terus bergerak tanpa harus di sesakan oleh bangunan liar yang hanya dibuat demi mencari keuntungan pribadi.

Page 29: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

# 6

JAKARTA, THE CITY OF DREAMSMeliana Purnamasari & Suriani Tanwenial

Page 30: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

28

Page 31: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

29

©Meliana Purnamasari & Suriani Tanwenial

Page 32: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

30

Page 33: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

31

©Meliana Purnamasari & Suriani Tanwenial

Page 34: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

32

Page 35: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

33

©Meliana Purnamasari & Suriani Tanwenial

Page 36: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

34

# 5

STARLIGHT PARADEAdhisty Pramitha

Page 37: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

35

# 5

Starlight Paradeby Sekai no Owari

Welcome to the “Starlight Parade”The sky is filled with stars on this sleepless night

Bring us to that world again

We can’t sleep and we’re always dreamingWhen the sun sets, we’ll be alone againAnd that wish of mine will disappear

Into the beautiful starry sky again

Welcome to the “Starlight Parade”The sky was filled with stars on that sleepless night

When we were brought to another worldPlease take me to the “Starlight Parade”

The sky is filled with stars on this sleepless nightBring us to that world again

Even on the night when time seemed to have stoppedYou were smiling, but you’re not here anymore

On this holy night, by singing the “world requiem”Let’s express our feelings and wish upon a star

.............

Page 38: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

36

Di era modern seperti saat ini, pertanyaan mengenai konsep kota serta kota seperti apa yang layak disinggahi makin sering terdengar. Gambaran tentang realita dan juga imajinasi bergabung menjadi satu. Keutamaan seperti apakah yang menjadi dasar untuk mempengaruhi kehidupan kota. Elemen lingkungan apakah yang penting dan menjadi masalah sebenarnya. Bagaimana pula manusia menjalin hubungan yang signifikan terhadap terbentuknya suatu kota. Jika digambarkan, saat ini banyak pula issue yang sering terdengar bahwa kota mengalami krisis baik secara ekonomi, sosial, maupun secara ekologi. Berbagai pandangan atau perspektif baru bermunculan sebagai inisitaif mengenai pengelolaan perkotaan untuk mengatasi krisis tersebut.

Sebagai pandangan pribadi, unsur utama atau elemen penting suatu perkotaan tidak terlepas jauh dengan energi dan juga manusia sebagai generator penggerak utama kota. Sehingga kota memiliki kehidupan dengan aktifitas yang melibatkan unsur atau elemen di dalamnya. Kota bagaikan sebuah pabrik yang pada prosesnya memerlukan tenaga penggerak sehingga menghasilkan sesuatu yang dapat digunakan untuk kehidupan perkotaan. Salah satunya seperti kehidupan manusia di dalamnya. Energi yang cukup besarpun dibutuhkan sebagai konsekuensi agar kota terus berjalan dan terus berproduksi.

S T A R L I G H T P A R A D E

Page 39: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

37

Pertanyaannya adalah bagaimana menghasilkan energi yang akan mampu secara berkelanjutan dan terus menerus secara berkesinambungan berkembang dan berproduksi dengan kehidupan dan aktifitas manusia sebagai penggerak utama kehidupan perkotaan. Gambaran mengenai kota yang dapat secara mandiri menghasilkan energi untuk kehidupannya sendiri pada akhirnya menjadi gambaran utama yang ingin penulis sampaikan pada ilustrasi grafis yang tertera. Bangunan pada akhirnya memiliki sistem pengelolaan independen yang secara modular mampu digunakan untuk menghidupi organisme yang ada di dalamnya, termasuk manusia.

Konsep starlight parade sendiri merupakan gambaran manifesto dimana kota merupakan ruang publik dengan bangunan sebagai sumber energi. Sumber energi tersebut tergambarkan melalui tower-tower dengan lampu-lampu sebagai paramaeter indikator tetap mengalirnya energi dan kehidupan pada bangunan tersebut. Starlight parade merupakan gambaran imajinasi mengenai kota dengan jutaan lampu yang menyinari perkotaan yang menyatu dengan sistem struktural modern kota di masa depan.

S T A R L I G H T P A R A D E

Page 40: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

38

Page 41: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

39

©Adhisty Pramitha

Page 42: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

40

Page 43: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

41

# 4

NEGERI YANG MURAH HATI (ANGAN-ANGAN BANAL)

Rizky Rachmadanti

Page 44: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

42

Angan-angan Banal - (Negeri Yang Murah Hati)

Arsitektur itu indah. begitu kata kebanyakan orang.

Namun tidak dapat kita semua pungkiri, keindahan itu berdiri di atas tanah yang dulunya hidup berbagai makhluk hidup di dalamnya. Tidak banyak yang dapat kita lakukan untuk menggantikan apa yang telah kita ambil demi membangun sebuah arsitektur.

Peradaban sebuah kota tergambar dari arsitekturnya. semakin banyak kebutuhan manusia akan ruang bagi kegiatan mereka, semakin banyak arsitektur di bangun. Memangkas alam, membabat hutan, mengeruk lautan, semua dilakukan demi melakukan pembangunan. Di sini, saya menemui banyak tanah persawahan, tanah hutan, dan bahkan lautan, diperjual belikan lalu didirikan bangunan di atasnya. dan masih saja kita sebagai pelaku arsitektur terkadang tidak sadar, bahwa kita punya andil besar dalam pengikisan alam di dunia ini. dan ini akan terus berlangsung selama masih ada tanah yang belum dibangun di dunia ini.

Arsitektur itu indah, tapi maukah ia berbagi pada bumi. memberi apa yang telah diambilnya. tumbuh berdampingan sebagai satu kesatuan yang tidak boleh di pisahkan. maukah kita sebagai arsitek sedikit lebih bijaksana dalam merancang. seringkali kita merasa bangga akan karya yang kita hasilkan, arsitektur yang megah, arsitektur yang mendatangkan keuntungan bagi para investor, merasa berdedikasi dalam perkembangan kota. Arsitek terkadang menjelma sebagai Tuhan, merasa paling tahu apa yang dibutuhkan manusia. namun kita lupa bahwa semakin banyak lahan tempat hidup ekosistem hilang, semakin banyak kebutuhan hidup manusia yang tidak dapat dipenuhi pula. Bayangkan, tanah persawahan habis, kebutuhan pangan berkurang. Hutan habis dibabat, kebutuhan air berkurang. Laut ditimbun menjadi daratan. Mungkin masyarakat lambat laun menyadari, keseimbangan alam berkurang, bencana datang, dan terkadang arsitektur tidak banyak membantu. Di satu sisi memenuhi kebutuhan manusia, tapi kita juga mengurangi kebutuhan yang lain.

Page 45: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

43

Hingga mungkin kita hanya mampu memiliki angan-angan yang sederhana, angan-angan yang apa adanya, angan-angan banal. bukan tentang arsitektur yang megah, yang canggih, yang mampu menumbuhkan pohon di atasnya. mungkin kita hanya akan berangan tentang arsitektur yang sederhana. Angan-angan tentang sebuah kota yang merasa cukup untuk melakukan pembangunan. Alam dan arsitektur hidup berdampingan, bukan saling bertindihan. Tapi apakah ini adalah angan-angan yang banal? Atau sampai pada saatnya nanti, justru angan-angan yang banal ini berubah menjadi angan-angan yang mahal, angan-angan yang sulit diwujudkan ditengah padatnya arsitektur di muka bumi. Dan sampai pada saatnya nanti, apakah arsitektur yang indah itu mampu menggantikan pohon yang hilang, sawah yang dikeringkan, hutan yang di babat, laut yang ditimbun?

Arsitektur itu indah,

Kalau saja ia tahu dimana ia berdiri

Arsitektur itu indah,

Kalau saja ia tahu kepada alam ia menapaki diri

Arsitektur itu indah,

Kalau saja ia berbaik hati berbagi pada bumi.

- Rizky Rachmadanti -

Page 46: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

44

©Rizky Rachmadanti

Page 47: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

45

©Rizky Rachmadanti

Page 48: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

46

Page 49: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

47

# 3

PERMADANI DI ATAS AWANSeptrio Effendi

Page 50: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

48

©Septrio Effendi

Page 51: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

49

Page 52: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

50

Hidup dikelilingi oleh hamparan rumput sangatlah tidak mungkin di zaman sekarang ini. Semua lahan terbuka tidak luput dari serangan gelombang pembangunan di kota-kota besar dan berkembang. Ketika ingin berjalan kaki di tengah kota, kita hanya disajikan pemandangan bangunan tinggi. Penuh pengerasan dan gersang. Ketika ingin berkendara sepeda, kita harus “was-was”. Takut ditabrak kendaraan bermotor dan wajah yang diterpa asap kendaraan bermotor. Ketika kita menggunakan kendaraan bermotor, kita secara langsung ikut meningkatkan angka kemacetan dan tingkat polusi. Apakah kita harus berdiam diri di rumah ?

“Demi fly over, pohon pun game over”

Ini merupakan sebuah tulisan yang terpampang di tembok tepi jalan Ir. Juanda, Depok, tempat pelaksanaan proyek tol Cinere-Jagorawi. Entah siapa yang menulisnya, apakah dari warga yang tergusur atau memang ungkapan perasaan warga Depok yang tidak setuju proyek pembangunan itu. Namun dirasanya benar, jalan yang dahulu sangat rindang dan sejuk, sekarang menjadi sangat gersang dan panas. Apa pemerintah “meng-game over” pepohonan tersebut dan mengalokasikannya ke tempat lain seperti layaknya pemerintah memberikan uang dispensasi bagi rumah yang digusur ?

Desain ini merupakan angan-angan saya mengenai kota dan arsitektur di masa depan. Semua hanya hamparan rumput, jalur pedestrian dan jalan sepeda. Anak-anak bisa bermain tanpa takut ditabrak kendaraan bermotor, berpiknik bersama anggota keluarga dan lain-lainnya.

Sebenarnya ini bukan konsep yang baru, tapi saya hanya menggabungkan konsep yang ada untuk divisualisasikan versi saya sendiri mengenai kota yang saya impikan. Filterasi jalur manusia dan kendaraan dibedakan level lantainya. Semua kendaraan masuk di bawah tanah dengan pelengkapnya seperti jalur mobil, jalur motor, parkir kendaraan, pom bensin, jalur BRT dan MRT. Sehingga ketika kita berada di level atasnya, semua kendaraan bermotor sudah hilang dan hanya tersisa kebutuhan manusianya seperti jalur pedestrian, sepeda dan akses ke bangunan komersial yang juga disulap menyerupai gundukan tanah (landscaper), dan begitu juga pengaplikasian desain ke landed housing. Bangunan tinggi dan kantor dikumpulkan di tengah kota. Bentuk massa bangunan juga diperhatikan agar cahaya matahari dapat leluasa masuk ke lantai dasar area bangunan. Tidak lupa sumber energi tambahan untuk membuat kota ini mandiri dengan memanfaatkan energi alam ataupun sisa.

Entah bisa terealisasi bagaimana dan kapan. Entah akan menyelesaikan masalah yang ada atau tidak, dan entah masalah baru apa saja yang akan terjadi. Semua ini hanya angan-angan saya tentang kota dan arsitekturnya.

Page 53: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

51

# 2

ANGAN-ANGAN ARSITEKTUR :ARSITEKTUR ITU BEGITU INDAH

Gregorius Geovanny Gerard

Page 54: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

52

Angan-angan Arsitektur : Arsitektur itu begitu indah.

Tahun 1993, Lebbeus Woods mengatakan bahwa arsitektur adalah perang.

“Make love, not war” adalah slogan anti perang yang umum tahun 1960.

Apakah perang begitu indah?

 

Page 55: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

53

Mungkin cinta lah yang begitu indah.Bagaimana jika itu disubstitusi?

Memaksakan kehendak mungkin akan menciptakan perseteruan, bahkan perang.Untuk apa? Sebuah kehendak?

Lihat kembali lembaran di atas dengan “hati”.

.

Permainan akan menyenangkan. Hanya bermain.Arsitektur akan menyenangkan. Hanya berarsitektur.

 

Page 56: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

54

Page 57: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

55

Page 58: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

56 ©Gregorius G. Gerard

Page 59: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

57

©Gregorius G. Gerard

Page 60: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

58

©Gregorius G. Gerard

Page 61: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

59

©Gregorius G. Gerard

Page 62: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

60

©Gregorius G. Gerard

Page 63: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

61

# 1

ANGAN-ANGAN MASA KECILDietia Begin Sitanggang

Page 64: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

62

Saya ingin memulai dengan sebuah cerita. Kenangan Iebih tepatnya. Kenangan masa kecil saya.

Dimulai dari sepetak tanah kosong. di seberang sebuah pabrik. Cukup luas. Tidak ada apa-apa disana. Hanya lapangan rumput. Agak jauh dari rumah saya. Untuk mencapainya minimal harus dengan sepeda, dan melewatl jalanan yang cukup ramai, sehingga saya tidak pernah bermain disana. Namun setiap kali saya melewatinya, pasti ada saja anak-anak yang sedang bermain. Bermain sepak bola, layangan, petak jongkok, dan banyak lagi. Tidak sedikit yang hanya duduk-duduk. menonton yang sedang bermain. Bahkan tidak jarang ada pasar malam yang singgah disana. Dan saya berhasil meyakinkan orang tua saya untuk mengantar saya kesana. Saat itu saya duduk di Sekolah Dasar.

Wah senang sekali rasanya. Maklum saya jarang berlibur ke mal ataupun taman hiburan. Jadi hiburan seperti Itu rasanya mahal sekali.

Saat saya duduk di bangku SMP, entah darimana saya memiliki impian bahwa suatu saat saya akan membeli tanah kosong tersebut. Uang dari mana? Hahaha. Entahlah. Tapi saat Itu saya bertekad saya akan membelinya, untuk saya jadikan taman. Ya, taman yang rapi dan teratur. Yang ditanami, dengan berbagal tanaman dan pepohonan, diberi alur pedestrian yang rapi, dan tentu saja dengan lapangan bola yang lebh baik. Saya pikir, dengan demikian pasti orang-orang akan Iebih betah berada di sana. Yang masuk tidak perlu ditarik biaya. Yang ingin menyumbang, boleh saja, seikhlasnya untuk biaya perawatan. Memikirkanya saja sudah membuat saya bersemangat! Tapi, ternyata impian itu tidak bertahan lama. Sekitar satu tahun kemudian, saya melewati tanah kosong tersebut dan lahan tersebut sudah ditutupi dengan seng disekelilingnya. Jujur saya terkejut. Saya segera mencarl informasi. Ternyata tanah tersebut dibeli oleh pabrik yang ada di seberangnya, untuk dijadikan gudang penyimpanan.

Page 65: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

63

Lapangan rumput yang luas itu kini menjadi lapangan beton. Anak-anak yang berlarian bermain bola, digantikan oleh truk-truk kontainer yang lalu lalang. Tenda-tenda pasar malam menjadi gudang besar berangka baja. Seperti menjentikkan jari, semua berubah. Yang tersisa di benak saya pertanyaan-pertanyaan tak terjawab. Kemana semua anak-anak yang biasa bermain disana? Kemana mereka sekarang berlari? Kemana mereka sekarang mencari hiburan? Kemana?

Dan tawa getir. Menertawakan kenaifan saya. Mau membeli tanah? Untuk dijadikan taman? Who does that? “A fool like you!”, said the voice inside my head.

Tapi apakah saya menyesal pernah memimpikannya? Tidak. Bukankah Itu esensi dan impian? Dan angan-angan? Hal mustahil. Hal yang pantas ditertawakan. But we did anyway. We want it anyway. Because as long as we hove hope ond dream, we live. And when we no longer have it, we might as well die.

Jadi, jika saat ini saya diijinkan untuk terus berangan-angan, saya akan menghidupkan kembali angan-angan naif saya. Tapi saat ini bukan tanah kosong yang akan saya beli, karena saat ini hal itu sudah hampir punah, tapi gedung mati. Gedung yang tidak terpakai. Di kota besar seperti Jakarta pasti akan banyak bangunan seperti ini. Bangunan ini akan saya hidupkan kembali. Pada bangunan ini akan saya buat taman-taman dan lapangan. Agar ada lagi hiburan selain mal dan gadget. Agar generasi setelah kita tahu rasanya berlari. Bukan di layar kaca, namun diatas rumput, di bawah sinar matahari.

Angan-Angan Masa KecilDie Tia Begin

20.03.2015

Page 66: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

64

Page 67: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

65

©Dietia B. Sitanggang

Page 68: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

66

KATA

Page 69: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

67

JURI

Page 70: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

68

Sederhana, menyenangkan, dan membumi.

Itulah yang saya tangkap oleh angan-angan “Kenangan Masa Kecil” oleh Die Tia Begin. Angan-angannya sederhana, berangkat dari penggalan masa kecilnya tentang sepetak tanah kosong yang penuh dengan potensi. Die menangkap momen-momen menyenangkan pada masa kecilnya di sepetak tanah itu untuk dihidupkan kembali. Mediumnya pun menarik dan membumi, menggunakan bangunan-bangunan yang terbengkalai di kota untuk menampung momen-momen tadi. Sebuah usaha cerdas untuk memberi makna baru kepada bangunan-bangunan usang di kota dengan penuh warna. Siapa menyangka bianglala bisa ditumpuk dalam ruangan di atas sebuah taman bermain. Playful.

Saya teringat dengan proyek Fun Palace oleh Cedric Price (1964). Bangunan digambarkan sebagai sebuah framework yang menampung “a socially interactive machine” yang menggabungkan teknologi dengan seni. Fun Palace tidak bisa didefinisikan fungsinya, dapat menampung musium, sekolah, teater, atau taman hiburan. Angan-angan Die memiliki kualitas yang serupa dengan Fun Palace. Bedanya, “Fun Palace” milik Die lebih terdefinisi dengan ruang-ruang bermain sebagai alternatif hiburan di kota besar. Dan sebuah langkah sensitif yang mengkritisi ruang-ruang kota yang semakin banal nan komersil. Sebuah udara segar kepada interior kota yang homogen.

Keduanya, membuat interior dan arsitektur menjadi menyenangkan. Namun, pertanyaan terhadap angan-angan Die ataupun Fun Palace, apakah manusia memang akan selamanya terkungkung oleh interior dan arsitektur? Apakah memang arsitekturlah yang membuat manusia ada dan hidup hingga saat ini?

KATA JURI :IVAN NASUTION

Fun Palace (Cedric Price, 1964)

Page 71: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

69

Tidak terasa hingar-bingar pada angan-angan Dietia. Mimpinya menginjak tanah. Namun sangat sensitif, dan tepat sasaran sebagai kritik akan isu-isu fundamental. Melalui narasi masa kecilnya, Ia kritisi terampasnya hak warga kota untuk ruang publik karena privatisasi lahan, dampak teknologi pada gaya hidup dan pentingnya bermain di masa kanak-kanak untuk generasi mendatang.

Masa yang paling indah, ujar sebagian orang. Yang bagi anak-anak urban seperti Dietia, terancam oleh privatisasi yang tidak menyisakan ruang bermain dan berinteraksi. Sebagian akan menjadi pengunjung setia mall. Lari membeli gadget, mainan atau ke area bermain yang hanya sebagian mampu membayar. Sebagian berhenti di televisi. Menonton hiburan yang mempromosikan gaya hidup konsumtif, atau drama yang membuat anak gadis terlalu cepat dewasa. Sebagian lari bermain di jalan, yang akhirnya juga membahayakan. Hal ini membuat ide Dietia akhirnya menjadi krusial. Generasi mendatang berhak merasakan keamanan dan kebahagiaan yang Dietia pernah rasakan.

John Huizinga dalam Homo Ludens telah menyatakan pentingnya bermain untuk perkembangan kreativitas dan pribadi manusia. Dengan pribadi, itu juga berarti bagaimana seorang anak akan memposisikan dirinya di dalam lingkungan sosial. Yang tentu sangat kontradiktif dengan anak kota yang lebih disibukkan dengan gadget mereka sendiri, dan menjadi individualis.

Angan-angan Dietia akhirnya menyegarkan kembali bangunan mangkrak yang meranggas di kota-kota Indonesia, dengan sangat riang. Jika dibandingkan proposal lain, karyanya cukup “mini”. Hanya mengusulkan sebuah intervensi program. Bukan sebuah model kota baru, infrastruktur super besar atau restrukturisasi besar-besaran dari kota.

Namun dibalik kemungilan itu adalah sebuah formula akupuntur. Yang akan ditusukkan di seluruh bangunan kosong yang menjadi bukti gagalnya eksploitasi lahan. Mengubahnya menjadi taman bermain raksasa dan ruang publik vertikal untuk kota. Jika Gang Sesama telah menawarkan taman bermain dapat didirikan di dalam gang-gang sempit, atau proyek-proyek taman di Bandung yang menggunakan ruang sisa di bawah flyover; Dietia menawarkan sasaran tembak baru. Bangunan mangkrak.

Solusi akupuntur untuk kota yang sakit.

KATA JURI :YUSNI AZIZ

Page 72: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

70

Penggalan-penggalan kalimat itu mewarnai kegelisahaan-kegelisahan dalam buku berjudul Perjalanan Malam Hari oleh Pak Yuswadi Saliya juga buku berjudul Pasang Surut Arsitektur Indonesia oleh Pak Josef Prijotomo. Kedua buku ini bercerita mengenai harapan-harapan supaya arsitek Indonesia tetap optimis dalam menghadapi tuntutan globalisasi. Mungkin wajar saja kalau “Perjalanan Malam Hari” dipilih menjadi judul buku tersebut, karena seperti sebuah perjalanan dalam kegelapan kita memang perlu berhati-hati dalam melangkah di keprofesian kita yang saat ini sedang gelap. Wajar juga kalau pada buku Pasang Surut Arsitektur Indonesia, ditekankan pentingnya kembali ke akar budaya masyarakat lokal.

Saya teringat satu saat bertemu dengan Yola, seorang sarjana S1 Seni Rupa. Ia bercerita mengenai mimpinya, dan hal-hal yang berkesan di waktu kuliah. Ia bercerita tentang dosen yang mengajarkan materi rupa dasar. Sang dosen pernah berkata bahwa hasil karya terjenius adalah karya anak-anak, yang seringkali menggambarkan dua buah gunung, satu matahari, petak-petak sawah, dan jalan di tengah-tengahnya. Karya itu jenius, karena anak-anak tidak takut untuk berekspresi, tidak takut akan batasan-batasan di dunia luar. Setelah anak itu tumbuh dan berkembang, dunia luar pun mulai membatasi; atau lebih tepatnya ia sendiri mulai membatasi dirinya terhadap dunia luar. Ketika dikaitkan pada profesi kita, jika ada batasan, kemudian pertanyaannya kembali lagi kepada sang Arsitek. Apakah batasan itu membatasi kita, ataukah kita berusaha untuk menembus batasan itu?

Ivan mengusulkan nama Angan-angan Arsitektur, judul yang mengingatkan pada sosok Frank Gehry dalam ceritanya akan masa kanak-kanaknya, fantasinya, ceritanya dalam menembus batasan-batasan tersebut. Karya-karya yang masuk merefleksikan realitas dan angan-angan dari arsitektur Indonesia di tahun saat kompetisi ini dihadirkan di tengah kita, untuk menjawab persoalan dengan dua cara yang berbeda. Ada karya-karya yang berkaca dari realitas kota kita yang

“Duka,

Mengheningkan cipta,

Menantikan pembuktian arsitektur Indonesia, …”

Atau, jaman yang tidak tentu.

Perjalanan Menuju Pagi

Page 73: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

71

banal; tempat yang akut, sarat akan kesedihan dan kemudian karya tersebut direpresentasikan dalam realitas yang terbatas. Hasil dari realitas kota kita yang carut marut dan satir, sebuah kegelapan sebagai ajang perenungan kita untuk kembali bangkit untuk kemudian menyadarkan kita, apakah ini angan-angan yang kita inginkan?

Ada juga karya-karya yang menegasikan realitas dan mengembalikan kejeniusan pembuatnya, untuk kemudian merepresentasikan bahwa kita bisa juga memiliki angan-angan yang begitu indah; dan lingkungan, tempat yang kita tinggalkan ini bisa juga menjadi satu utopia; kejeniusan manusia dalam mengolah alam dengan seluruh angan-angannya.

Angan-angan arsitektur ini adalah lilin. Lilin yang dinyalakan untuk menghargai pentingnya sisi kejeniusan kanak-kanak kita. Sehingga pada akhirnya, perjalanan menuju pagi akan terjadi; karena malam segera usai dan matahari akan muncul. Angan-angan arsitektur setidaknya mau untuk memulai, membawa seluruh kerja keras Ruang (Ivan Kurniawan Nasution, Mochammad Yusni Aziz, dan Rofianisa Nurdin) serta para peserta yang memberikan seluruh angan-angannya dalam kompetisi ini. Menang atau kalah tidak menjadi persoalan. Dan angan-angan ini tidak akan percuma.

Di sinilah kompetisi angan-angan arsitektur menjadi harapan bagi kita semua. Segala satir dan kesedihan yang menjadi refleksi titik tolak menuju sebuah tujuan ataupun angan-angan sebagai kebahagiaan dan harapan hati kecil yang menunjukkan arsitektur itu begitu indah, walau hanya dalam angan-angan. Kemudian realitas angan-angan tersebut pun dapat datang tanpa disangka. Sebagai arsitek, kita bisa mengambil pelajaran dari angan-angan para peserta, sebagai suatu refleksi untuk tidak takut memulai perjalanan berkarya, yakni perjalanan untuk mengenali sisi terdalam dari kita sendiri. ... Sebuah perjalanan menuju pagi.

KATA JURI :REALRICH SJARIEF

Page 74: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

72

SEE YOU AT

ANGANANGAN

ARSITEKTUR #2

Page 75: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

73

Page 76: Ruang edisi khusus Angan-angan Arsitektur #1: Arsitektur itu Begitu Indah

74

RUANGKREATIVITAS TANPA BATAS

©2015