RPJPD Provinsi Sumatera Barat

160
i Lampiran : PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT Nomor : 7 Tahun 2008 Tanggal : 22 Juli 2008 Tentang : RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH (RPJPD) PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2005-2025 DAFTAR ISI DAFTAR ISI i DAFTAR TABEL iii DAFTAR GRAFIK iv BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Pengantar 1 1.2. Latar Belakang 1 1.3. Pengertian 2 1.4. Maksud dan Tujuan 3 1.5. Landasan Hukum 3 1.6. Hubungan RPJP Dengan Dokumen Perencanaan Lainnya 4 1.7. Sistematika Penulisan 5 BAB II KONDISI UMUM DAERAH DAN ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS 6 2.1. Kondisi Umum Daerah 2.1.1. Agama dan Budaya 6 2.1.2. Hukum dan Pemerintahan 11 2.1.3. Ekonomi 16 2.1.4. Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup 23 2.1.5. Sumberdaya Manusia 27 2.1.6. Prasarana dan Sarana 35 2.1.7. Tata Ruang dan Pembangunan Wilayah 45 2.2. Analisis Isu-Isu Strategis 51 BAB III PREDIKSI PEMBANGUNAN DAERAH 58 3.1. Prediksi Pembangunan Agama dan Budaya 58 3.2. Prediksi Pembangunan Hukum dan Pemerintahan 61 3.3. Prediksi Pembangunan Ekonomi 63 3.4. Prediksi Pembangunan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup 68 3.5. Prediksi Pembangunan Sumberdaya Manusia 70 3.6. Prediksi Pembangunan Prasarana dan Sarana 75 3.7. Prediksi Pembangunan Tata Ruang dan Pembangunan Wilayah 82

description

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Sumatera Barat 2005-2025

Transcript of RPJPD Provinsi Sumatera Barat

i

Lampiran : PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT Nomor : 7 Tahun 2008 Tanggal : 22 Juli 2008 Tentang : RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA

PANJANG DAERAH (RPJPD) PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2005-2025

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI i DAFTAR TABEL iii DAFTAR GRAFIK iv BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Pengantar 1 1.2. Latar Belakang 1 1.3. Pengertian 2 1.4. Maksud dan Tujuan 3 1.5. Landasan Hukum 3 1.6. Hubungan RPJP Dengan Dokumen Perencanaan Lainnya 4 1.7. Sistematika Penulisan 5 BAB II KONDISI UMUM DAERAH DAN ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS 6 2.1. Kondisi Umum Daerah 2.1.1. Agama dan Budaya 6 2.1.2. Hukum dan Pemerintahan 11 2.1.3. Ekonomi 16 2.1.4. Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup 23 2.1.5. Sumberdaya Manusia 27 2.1.6. Prasarana dan Sarana 35 2.1.7. Tata Ruang dan Pembangunan Wilayah 45 2.2. Analisis Isu-Isu Strategis 51 BAB III PREDIKSI PEMBANGUNAN DAERAH 58 3.1. Prediksi Pembangunan Agama dan Budaya 58 3.2. Prediksi Pembangunan Hukum dan Pemerintahan 61 3.3. Prediksi Pembangunan Ekonomi 63 3.4. Prediksi Pembangunan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup 68 3.5. Prediksi Pembangunan Sumberdaya Manusia 70 3.6. Prediksi Pembangunan Prasarana dan Sarana 75 3.7. Prediksi Pembangunan Tata Ruang dan Pembangunan Wilayah 82

ii

BAB IV VISI DAN MISI PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH 86 4.1. Visi Pembangunan Jangka Panjang Daerah 86 4.2. Misi Pembangunan Jangka Panjang Daerah 89 BAB V ARAH KEBIJAKAN DAN PENTAHAPAN PEMBANGUNAN DAERAH 92 5.1. Arah Kebijakan Pembangunan Daerah 92 5.1.1. Mewujudkan Kehidupan Agama dan Budaya Berdasarkan Filosofi 93 Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah 5.1.2. Mewujudkan Sistem Hukum dan Tata Pemerintah Yang Baik 96 5.1.3. Mewujudkan Sumberdaya Insani Yang Berkualitas, Amanah dan 101 Berdaya Saing Tinggi 5.1.4. Mewujudkan Usaha Ekonomi Produktif dan Mampu Bersaing 107 Di Dunia Global 5.1.5. Mewujudkan Kualitas Lingkungan Hidup Yang Baik Dengan 109 Pengelolaan Sumberdaya Alam Berkelanjutan 5.2. Tahapan Pembangunan Daerah dan Skala Prioritas 112 5.2.1. RPJM Ke-1, 2005-2010 112 5.2.2. RPJM Ke-2, 2011-2015 123 5.2.3. RPJM Ke-3, 2016-2020 130 5.2.4. RPJM Ke-4, 2021-2025 137 BAB VI PENUTUP 156

iii

DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Struktur, Pertumbuhan dan Potensi Pengembangan Ekonomi Provinsi 17 Sumatera Barat Tahun 2000-2005 Tabel 2. Prediksi Indikator Pencapaian Pembangunan Agama dan Budaya Tahun 2005-2025 60 Tabel 3. Prediksi Pembangunan Ekonomi Sumatera Barat Tahun 2005-2025 65 Tabel 4. Prediksi Indikator Pencapaian Pembangunan Sumberdaya Manusia di Sumatera Barat 71 Tabel 5 Prediksi Indikator Pencapaian Pembangunan Kesehatan di Sumatera Barat 73 Tabel 6 Prediksi Indikator Kemiskinan dan Pengangguran di Sumatera Barat 75 Tabel 7 Prediksi Infrastruktur Provinsi Sumatera Barat Tahun 2025 81 Tabel 8 Fungsi Kota, Jenis Kawasan Budidaya dan Konservasi Serta Lokasinya 83 Tabel 9 Sistematika Keterkaitan Antara Visi, Misi dan Arah Kebijakan Pembangunan 100 Jangka Panjang Daerah Provinsi Sumatera Barat Tahun 2005-2025

iv

DAFTAR GRAFIK

Halaman Grafik 1. Laju Pertumbuhan dan Pendapatan Perkapita Kabupaten dan Kota 19 Dalam Provinsi Sumatera Barat Tahun 2000-2005 Grafik 2. Perkembangan Pencapaian IPM, 1990-2005 28 Grafik 3a Rata-rata Lama Sekolah 28 Grafik 3b Kebodohan Menurut Persentase Melek Huruf 28 Grafik 4. Kualitas Pendidikan Menurut Mata Pelajaran dan Jenis Pendidikan 30 Grafik 5 Kualifikasi Pendidikan Guru Menurut Jenjang Penugasan 30 Grafik 6 Angka Harapan Hidup Penduduk Menurut Provinsi 1990-2005 31

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. PENGANTAR

engan rahmat Tuhan Yang Maha Esa, Provinsi Sumatera Barat yang merupakan bagian integral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) telah ikut secara aktif mengisi kemerdekaan selama 60 tahun

sejak Proklamasi 17 Agustus 1945 yang lalu. Dalam upaya mengisi kemerdekaan tersebut berbagai kemajuan maupun kesulitan telah dialami oleh masyarakat Sumatera Barat sampai menghasilkan pembangunan sebagaimana telah dinikmati dewasa ini oleh masyarakat daerah secara keseluruhan. Namun demikian, tidak dapat disangkal bahwa masih terdapat beberapa kelemahan dan kekurangan yang dialami sehingga belum semua keinginan dan cita-cita kemerdekaan dapat diwujudkan sampai saat ini. Karena itu, upaya untuk melanjutkan proses pembangunan daerah untuk masa dua puluh tahun ke depan dalam bentuk penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Provinsi Sumatera Barat 2005-2025 merupakan upaya yang sangat penting sekali dalam rangka mendorong proses pembangunan daerah ke arah yang lebih baik dan bermanfaat dalam rangka mewujudkan aspirasi, keinginan dan cita-cita masyarakat untuk mencapai kondisi daerah yang terkemuka berbasis sumberdaya manusia yang agamais pada tahun 2025. 1.2. LATAR BELAKANG 1. Dalam rangka memberikan arah yang jelas tentang pembangunan

jangka panjang daerah, Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) mengamanatkan agar masing-masing daerah (provinsi, kabupaten dan kota) menyusun Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah untuk masa 20 tahun ke depan. Dalam rangka ini, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat bersama-sama dengan seluruh tokoh dan pemuka masyarakat telah berhasil menyusun Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Sumatera Barat Tahun 2005-2025.

D

2

2. RPJP Daerah Provinsi Sumatera Barat 2005-2025 ini disusun berisikan penjabaran secara lebih rinci dari tujuan dan cita-cita dibentuknya Provinsi Sumatera Barat dimasa lalu sebagaimana tertera dalam Undang-Undang Nomor 61 Tahun 1958, tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 19 Tahun 1957 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Swatantra Tingkat I Sumatera Barat, Jambi dan Riau menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 112), Jo. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1979, tentang Pemindahan Ibukota Provinsi Daerah Tingkat I Sumatera Barat dari Bukittinggi ke Padang. RPJPD ini selanjutnya dijadikan pedoman dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) untuk setiap periode lima tahunan dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) pada setiap tahunnya. Penyusunan dokumen perencanaan pembangunan ini nantinya akan dijadikan sebagai dasar penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD).

3. Penyusunan RPJPD Provinsi Sumatera Barat didasarkan pada aspirasi

dan keinginan masyarakat daerah yang dijaring melalui beberapa kali lokakarya baik di daerah maupun di Jakarta dengan melibatkan pihak eksekutif, legislatif, ilmuan serta beberapa tokoh agama, dunia usaha dan pemuka masyarakat. Proses penyusunan RPJPD Sumatera Barat dilakukan melalui 5 tahapan, yaitu: (a) penjaringan aspirasi dan keinginan masyarakat daerah melalui beberapa kali lokakarya dengan para ahli dan tokoh masyarakat yang diselenggarakan di Bukittinggi, Padang dan Jakarta; (b) penyusunan rancangan awal RPJPD; (c) pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) untuk membahas rancangan awal RPJPD tersebut dengan melibatkan berbagai tokoh masyarakat seperti alim ulama, pemuka adat, cerdik pandai, tokoh masyarakat lainnya; (d) penyusunan rancangan akhir RPJPD Provinsi Sumatera Barat 2005-2025, serta (e) pengesahan dan penetapan RPJPD oleh DPRD Provinsi Sumatera Barat.

1.3. PENGERTIAN Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Provinsi Sumatera Barat adalah dokumen perencanaan pembangunan daerah yang merupakan jabaran dari tujuan dibentuknya Pemerintahan Provinsi Sumatera Barat sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Nomor 61 Tahun 1958, tentang Penetapan Undang-undang Darurat Nomor 19 Tahun 1957 tentang Pembentukan Daerah-daerah Swatantra Tingkat I Sumatera Barat, Jambi dan

3

Riau menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 112) Jo. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1979, tentang Pemindahan Ibukota Provinsi Daerah Tingkat I Sumatera Barat dari Bukittingi ke Padang. RPJPD ini ditampilkan dalam beberapa bab yaitu: pendahuluan, kondisi umum daerah dan analisis isu-isu strategis, prediksi pembangunan daerah, visi dan misi pembangunan jangka panjang daerah, serta arah kebijakan dan pentahapan pembangunan daerah untuk masa 20 tahun ke depan yang mencakup kurun waktu mulai tahun 2005 hingga 2025 sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025. 1.4. MAKSUD DAN TUJUAN Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Sumatera Barat Tahun 2005-2025 adalah dokumen perencanaan pembangunan daerah periode 20 (dua puluh) tahun, terhitung sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2025, ditetapkan dengan maksud dan tujuan untuk memberikan arah sekaligus menjadi acuan bagi seluruh komponen daerah (pemerintah, masyarakat dan dunia usaha) di dalam mewujudkan aspirasi dan cita-cita masyarakat Sumatera Barat menjadi provinsi terkemuka berbasis sumberdaya manusia yang agamais pada tahun 2025 sesuai dengan visi, misi dan arah pembangunan yang telah disepakati bersama. Dengan demikian diharapkan seluruh upaya yang dilakukan oleh masing-masing pelaku pembangunan akan bersifat sinergis, koordinatif dan saling melengkapi satu sama lainnya di dalam mendorong proses pembangunan daerah Sumatera Barat secara keseluruhan. 1.5. LANDASAN HUKUM Landasan Idiil dari RPJP Daerah Provinsi Sumatera Barat adalah Pancasila dan landasan konstitusional Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sedangkan landasan operasional meliputi seluruh peraturan perundang-undangan berlaku yang berkaitan langsung dengan pembangunan nasional dan daerah. Ketentuan perundang-undangan tersebut adalah sebagai berikut : 1. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor

VII/MPR/2001 tentang Visi Indonesia Masa Depan;

4

2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; 3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara; 4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional; 5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; 6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; 7. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan

Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025; 8. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang; 9. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan

Keuangan Daerah; 10. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Tahapan, Tata

Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah;

11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, Tentang

Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah; 12. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 4 Tahun 2007

Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Provinsi Sumatera Barat 2006-2010.

1.6. HUBUNGAN RPJP DENGAN DOKUMEN PERENCANAAN LAINNYA 1. RPJP Daerah Provinsi Sumatera Barat disusun dengan mengacu pada

RPJP Nasional sebagaimana telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 17 tahun 2007 untuk kurun waktu yang sama yaitu 2005-2025;

5

2. RPJP Daerah ini selanjutnya merupakan dasar utama bagi penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Provinsi Sumatera Barat yang masing-masingnya untuk periode 5 tahun sesuai dengan masa jabatan gubernur kepala daerah provinsi;

3. RPJP Daerah ini juga menjadi pedoman bagi penyusunan Rencana

Strategis (RENSTRA) bagi masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dilingkungan Provinsi Sumatera Barat sesuai dengan tugas pokok dan fungsi institusi bersangkutan;

4. RPJP Daerah Sumatera Barat ini juga menjadi pedoman dalam

penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dan Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja SKPD) untuk setiap tahunnya. Agar keberhasilan pembangunan dapat dicapai, seluruh Kabupaten dan Kota mesti merujuk RPJPD Sumatera Barat.

1.7. SISTEMATIKA PENULISAN Sistematika penulisan RPJP Daerah Provinsi Sumatera Barat disusun dan ditetapkan dengan memperhatikan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 Tentang RPJP Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah. Disamping itu, RPJP Daerah Provinsi Sumatera Barat ini juga melakukan beberapa perbaikan dan pengembangan agar rencana pembangunan yang disusun ini menjadi lebih baik dan sesuai dengan kondisi daerah. Berdasarkan kedua pedoman dan pertimbangan tersebut, sistematika dan tata urut penulisan RPJP Daerah Provinsi Sumatera Barat 2005-2025 adalah sebagai berikut : Bab I. Pendahuluan Bab II. Kondisi Umum Daerah Dan Analisis Isu-Isu Strategis Bab III. Prediksi Pembangunan Daerah Bab IV. Visi dan Misi Pembangunan Jangka Panjang Daerah Bab V. Arah Kebijakan dan Pentahapan Pembangunan Daerah Bab VI Penutup

oo0oo

6

BAB II KONDISI UMUM DAERAH

DAN ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

enyusunan RPJP Daerah Provinsi Sumatera Barat dimulai dengan deskripsi dan analisis tentang kondisi umum daerah berikut permasalahan dan kendala yang dihadapi dalam melaksanakan proses

pembangunan daerah. Analisis ini penting artinya karena penyusunan rencana untuk masa mendatang akan didasarkan pada kondisi, permasalahan dan kendala pembangunan daerah yang dihadapi pada saat sekarang. Mempertimbangkan hal tersebut, maka rencana pembangunan yang disusun ini akan dilandasi oleh kondisi dan pengalaman daerah riil yang terdapat di Provinsi Sumatera Barat sampai saat ini. Dengan demikian, rencana pembangunan yang disusun ini juga akan menjadi lebih baik dan realistis sesuai dengan kondisi objektif yang terdapat di daerah. Kondisi umum daerah yang dibahas pada bab ini adalah cukup luas yang meliputi aspek-aspek berikut ini: agama dan budaya, hukum dan pemerintahan, ekonomi, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, sumber daya manusia, prasarana dan sarana, tata-ruang dan pembangunan wilayah. 2.1. KONDISI UMUM DAERAH 2.1.1. AGAMA DAN BUDAYA A. Kondisi Saat Ini 1. Penduduk Sumatera Barat dengan mayoritas suku bangsa Minangkabau,

dikenal sebagai penganut agama Islam yang kuat dan teguh dengan adat dan tradisi mereka. Falsafah “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah, Syarak Mangato, Adat Mamakai” adalah karakteristik filosofis dan jati diri utama masyarakat Minangkabau. Sistem adat mengacu kepada prinsip-prinsip yang termaktub dalam tradisi Koto Piliang yang diwariskan oleh Datuk Katumanggungan dan tradisi Bodi Caniago yang diwariskan oleh Datuk Parpatih Nan Sabatang. Berdasarkan kondisi ini, masyarakat Sumatera Barat, khususnya masyarakat Minangkabau, secara normatif memiliki keseimbangan hidup antara agama dan budaya. Islam memberikan fondasi bagi prinsip kehidupan yang agamais, sementara sistem adat memberikan fondasi bagi kehidupan yang berbudaya.

P

7

2. Di satu sisi, pelaksanaan agama dan budaya umumnya terwujud dalam basis pendidikan ke-Islaman yang kuat dalam masyarakat melalui tradisi surau. Secara historis, daerah ini juga telah dominan menghasilkan cendekiawan dan ulama ulung berkaliber nasional dan internasional, seperti Imam Bonjol, Agus Salim, Syahrir, Bung Hatta, Natsir, dan memiliki lembaga pendidikan ke-Islaman berpola pesantren, seperti Pesantren Diniyyah Puteri, Tawalib, Kauman di Padang Panjang, Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) Candung, Sumatera Tawalib Parabek, MTI Jao, dan lain-lainnya. Dewasa ini, pelaksanaan ajaran Islam dan norma adat masih dipertentangkan sehingga menjadi potensi konflik. Masyarakat Minangkabau dengan demikian telah mengalami dinamika penerapan antara ajaran Islam dan praktek adat dalam kehidupan mereka sehari-hari.

3. Perhatian masyarakat Sumatera Barat terhadap kegiatan keagamaan

akhir-akhir ini terlihat mengalami peningkatan, seperti untuk melayani masyarakat Sumatera Barat melaksanakan ibadahnya, saat ini telah memiliki rumah ibadah sebanyak 11.942 dengan jumlah pemeluk agama 4.101.243 orang masih berfungsi khusus sebagai tempat ibadah saja yang sebenarnya bisa berfungsi ganda. Sumber-sumber dana syari’ah dalam bentuk agihan seperti zakat, infaq, sedekah, wakaf sudah mulai dikelola kearah yang produktif dan telah menjadi sumber dana ekonomi. Jumlah jemaah haji selalu meningkat setiap tahunnya. Disamping itu bermunculan Peraturan Daerah Syari’ah diberbagai Kabupaten dan Kota, serta lembaga-lembaga keuangan syari’ah sudah banyak bermunculan diberbagai kota dan kabupaten. Di dalam pendidikan juga telah dilakukan pembelajaran Budi Pekerti dan Budaya Alam Minangkabau kepada anak-anak sekolah.

B. Tantangan 1. Otonomi Daerah telah dijalankan oleh Pemerintah Daerah Sumatera Barat

semenjak tahun 2000. Pemerintah Daerah Sumatera Barat telah mencanangkan program “kembali ke nagari” (Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2000 dan direvisi oleh Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2007) dan program “kembali ke surau”. Pelaksanaan otonomi daerah melalui kedua program tersebut secara umum telah berjalan baik, dewasa ini telah terdapat 520 nagari (data 2006) secara resmi beroperasi. Faktanya, implementasi program tersebut masih terdapat sejumlah konflik internal dalam nagari-nagari dan terjadinya proses pemekaran nagari. Kondisi ini

8

memberikan tanda bahwa perkembangan pembangunan nagari masih memerlukan pembenahan dan pengawasan melalui sistem tata pemerintahan yang bersih dan baik.

2. Pada hakikatnya masyarakat Sumatera Barat selalu dinamis dalam

menyikapi perubahan. Perubahan yang terjadi (a) Peningkatan jumlah rumah ibadah 11.942 dengan jumlah pemeluk agama 4.101.243 tahun 2005 terkesan belum mampu menjadikan pemeluknya memahami dan mengamalkan ajaran agamanya secara baik, (b) Sumber–sumber dana syari’ah yang sangat potensial dan menjanjikan belum lagi terkelola secara produktif, (c) Jumlah jema’ah haji lebih 3.000 orang setiap tahunnya terkesan belum lagi bisa dijadikan indikator kesalehan individual apalagi kesalehan kolektif, (d) Peraturan Daerah dan Peraturan Nagari tentang syar’iah sudah banyak namun belum lagi berjalan secara efektif, (e) Pengajaran budi pekerti dan BAM belum lagi berjalan secara efektif dan aplikatif, (f) Kebijakan pemerintah - Mampu Membaca Al Quran - terhenti hanya sampai tingkat SD dan itupun belum mampu mendorong sepenuhnya anak-anak dan remaja untuk memahami pesan Al-Quran yang telah ”mampu dibacanya” itu apalagi selanjutnya untuk diamalkan, (g) Badan Penasehat Perkawinan masih banyak kendala dalam menjalankan misinya, sehingga pesan penasehatan oleh badan tesebut belum mampu melanggengkan pasangan kawin sekitar 30.000 setiap tahunnya. Angka perceraian 664 tahun 2005 adalah sampel ketidakefektifan lembaga tersebut, (h) Agama terkesan formalis dan simbolis. Masyarakat masih mengutamakan seremoni ketimbang melaksanakan makna yang dikandung oleh kegiatan itu, (i) Pergaulan dan perilaku masyarakat cenderung meninggalkan etika dan budaya agama, (j) Berbagai pihak belum terlalu perhatian terhadap sistem keuangan syari’ah dan lembaga keuangan mikro yang ada di nagari-nagari, (k) Penyakit masyarakat seperti perjudian, tindakan asusila, pengedar dan pemakaian obat terlarang masih cenderung menunjukkan peningkatan dan lain-lainnya.

3. Sumatera Barat dewasa ini telah berkembang kepada masyarakat yang

heterogen dan bahkan multikultural. Faktor-faktor yang menyebabkan perkembangan tersebut antara lain keterbukaan wilayah dan komunikasi bagi pendatang untuk bermukim tetap dalam wilayah Sumatera Barat, perbedaan tingkat kesejahteraan berbasis ekonomi di kabupaten dan kota, perbedaan tingkat pendidikan dalam masyarakat, perbedaan orientasi dan gaya hidup anggota masyarakat, dan efek pembangunan fisik, infrastruktur yang tidak seimbang dalam masyarakat. Ditengah

9

perbedaan yang begitu menggejala, karakteristik umum masyarakat Sumatera Barat masih dominan berbasis Adat Minangkabau dan praktek ajaran Agama Islam.

4. Prinsip matrilineal sangat penting dan khas, karena ia sangat kuat dalam

memberikan karakter budaya masyarakat Minangkabau. Figur perempuan dikenal dengan Bundo Kanduang dan dalam kekerabatan diistilahkan dengan Limpapeh Rumah Nan Gadang, Umbun Puro Pegangan Kunci. Rumah Gadang dan Keturunan adalah dua simbol figur kuat perempuan dalam menentukan asal usul (procreation) dan arah (orientation) dari keturunan suatu kaum. Walaupun demikian kekuatan mereka barulah berada pada domain domestik, sementara pada domain publik, kedudukan mereka diperkuat dan dijalankan oleh kelompok kerabat laki-laki seketurunan ibu. Permasalahan terjadi dalam kehidupan perempuan Minangkabau yaitu peran Bundo Kanduang semakin tidak signifikan (utama). Porsi perempuan dalam keluarga digantikan oleh lembaga di luar keluarga, dalam ruang publik, peran perempuan juga semakin tidak penting.

5. Kelembagaan adat adalah cerminan dari bagaimana aturan adat dijaga

dan dipraktekkan dalam suatu kesatuan masyarakat hukum adat (nagari). Kelembagaan ini diwakili oleh peran kaum adat, urang ampek jinih, ninik mamak, atau kelembagaan tungku tigo sajarangan. Eksistensi mereka bergantung kepada keberadaan hukum adat yang dijalankan dan dipatuhi oleh seluruh anggota suatu kaum dan suku. Filosofi aturan adat dalam sejarah atau asal usulnya datang dari nilai ajaran agama Islam. Persoalannya dewasa ini adalah kelembagaan adat semakin menurun fungsinya sejalan dengan semakin memudarnya kepatuhan menjalankan norma dan nilai adat dalam masyarakat. Sehingga, semakin banyak masyarakat yang tidak mengenal dengan baik tentang fungsi, peran dan tujuan dari kelembagaan adat.

6. Batas kesopan-santunan, nilai budaya dan agama untuk pergaulan menjadi

dasar bagi jati diri Minangkabau, raso pareso, ereang jo gendeang. Semenjak masuknya arus globalisasi melalui aplikasi komunikasi dan informasi pola interaksi sosial semakin berkembang. Hal ini dapat dibuktikan dengan berkembangnya ikatan komunitas di luar batas kesatuan identitas sosial nagari, suku atau kaum. Ikatan sosial sudah berdasarkan kepada kepentingan politik dan ekonomi. Sementara ini, sejalan dengan perkembangan teknologi, peralatan canggih untuk menopang kehidupan sehari-hari ditengah masyarakat justru melahirkan

10

perilaku sosial yang keluar dari nilai kemuliaan. Masyarakat berubah ke arah yang tidak menentu karena tidak dapat diukur menurut tuntutan nilai-nilai budaya Minangkabau.

C. Potensi 1. Kepemimpinan ideal orang Minangkabau adalah tiga jalinan elemen

penting dalam kehidupan yakni adat, agama dan intelektualitas yakni tali tigo sapilin, tungku tigo sajarangan. Dapat dikatakan bahwa keberadaan Minangkabau diwakilkan dengan fungsi dan peran dari kaum ninik mamak, alim ulama dan cerdik pandai. Konstruksi kepemimpinan dalam kaum secara ideal digambarkan sebagai hubungan antara mamak dan kemenakan. Mekanisme yang terus dipertahankan semenjak masa ninik mamak dahulu, telah membawa kebesaran nilai dan keberadaan orang Minangkabau melalui dua model konstruksi ini. Namun dalam perjalanannya, Minangkabau mengalami tantangan besar, oleh karena kehidupan masyarakat semakin beragam dan kompleks. Kelembagaan Tungku Tigo Sajarangan dan Mamak Kemenakan semakin memudar dan mengalami penurunan nilai. Sehingga, masyarakat Minangkabau dewasa ini kehilangan acuan dan pelajaran dari warisan sistem kepemimpinan yang luhur tersebut.

2. Kelembagaan nagari adalah unit sosial politik yang signifikan dalam

konteks Sumatera Barat. Semenjak nagari ditetapkan sebagai unit pemerintahan dalam kerangka otonomi daerah, posisinya tidak sinkron dengan lembaga-lembaga lain dalam nagari seperti Kerapatan Adat, lembaga setingkat kaum dan suku, lembaga supra nagari seperti MUI, LKAAM dsb. Pelaksanaan pembangunan bidang pemerintahan, adat dan agama dalam nagari pun mengalami disharmoni. Permasalahan yang sedang terjadi adalah terdapatnya pola hubungan yang tidak integratif dan sinergis antara pemerintahan nagari, pemerintahan adat yang dikelola oleh lembaga KAN, lembaga MUI, LKAAM dan lembaga lainnya dalam nagari. Kesatuan dan persatuan antara lembaga nagari dan lembaga-lembaga lain dalam nagari masih belum kuat, sehingga menimbulkan potensi konflik kelembagaan, yang berimbas kepada konflik personal.

4. Sumber modal ekonomi dan modal sosial di Minangkabau adalah tanah

ulayat yang umumnya berada dalam kekuasaan persekutuan suku-suku di nagari yang disebut dengan ulayat nagari, atau yang berada dalam kekuasaan keluarga raja-raja di wilayah rantau yang disebut dengan

11

ulayat rajo, yang dikuasai oleh persekutuan ninik mamak dalam persukuan yang disebut dengan ulayat suku, atau yang dikuasai oleh ninik mamak beserta kemenakannya dalam persekutuan kaum yang disebut dengan ulayat kaum. Pihak-pihak yang berwenang dalam pengambilan keputusan terhadap pemanfaatan ulayat nagari adalah Kerapatan Adat Nagari (KAN), ulayat suku adalah ninik mamak dalam persukuan suku dan ulayat kaum adalah ninik mamak beserta kemenakanya dalam persekutuan kaum. Pengambilan keputusan dalam hal pemanfaatan masing-masing jenis tanah ulayat tersebut berada di tangan masing pihak. Persoalan pokok pemanfaatan tanah ulayat tersebut adalah tidak singkronnya landasan hukum yang digunakan oleh pemakai tanah secara umum dengan pemilik tanah ulayat dimana tanah ulayat dilandasi oleh hukum adat, sementara pemakai tanah menggunakan hukum negara (hukum positif/UUPA tahun 1961) sebagai landasan. Menurut hukum adat, pemilik tanah sebagai subyek hukumnya adalah komunal yaitu persekutuan ninik mamak dalam nagari sampai persekutuan masyarakat dalam kaum, sementara UUPA tahun 1961 pemilik tanah sebagai subyek hukumnya adalah individu baik perseorangan maupun kelembagaan. Hal ini memerlukan penyelesaian hukum dengan kebijakan tersendiri untuk merumuskannya secara komprehensif dalam peraturan daerah.

2.1.2. HUKUM DAN PEMERINTAHAN A. Kondisi Saat Ini 1. Sesuai dengan sistem hukum dan politik Negara Kesatuan Republik

Indonesia, tiap provinsi, kabupaten dan kota serta nagari memiliki kewenangan dalam bingkai peraturan per Undang-Undangan Nasional untuk membuat norma-norma yang dirumuskan dalam Peraturan Daerah. Norma-norma dalam Peraturan Daerah atau Peraturan Nagari merupakan bagian dari materi hukum yang berlaku dalam batas-batas wilayah provinsi, kabupaten dan kota atau nagari yang bersangkutan. Fungsi sistem hukum terdiri atas fungsi penyelesaian sengketa, penghukuman dan perubahan sosial. Fungsi penyelesaian sengketa dilakukan tidak saja oleh lembaga peradilan negara seperti Pengadilan Negeri, tetapi juga oleh lembaga-lembaga yang terdapat dalam masyarakat seperti Kerapatan Adat Nagari. Fungsi penghukuman dilakukan oleh lembaga negara, yaitu Pengadilan Negeri. Fungsi perubahan sosial dapat dilihat melalui pembuatan norma-norma yang dirumuskan dalam Peraturan Daerah. Pemerintah Provinsi Sumatera Barat juga telah mengeluarkan Peraturan

12

Daerah Nomor 2 tahun 2007 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Nagari, sebagai bagian dari upaya membangun masyarakat di Sumatera Barat berdasarkan cita-cita Adat Basyandi Syarak, Syarak Basyandi Kitabullah

2. Budaya hukum adalah nilai-nilai atau persepsi masyarakat terhadap

norma-norma hukum dan institusi-institusi hukum seperti Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, Birokrasi Pemerintah Daerah. Karena masih terjadi kasus-kasus penyalahgunaan kewenangan oleh aparat pemerintah daerah dan hukum, maka persepsi masyarakat terhadap hukum dan kelembagaan hukum masih rendah. Keadaan ini dibuktikan pula hasil survei tingkat nasional yang dilakukan oleh Transparansi Internasional bahwa penyalahgunaan wewenang oleh lembaga-lembaga hukum masih terjadi. Budaya hukum juga berhubungan dengan keberlakuan norma-norma hukum dan norma-norma lain seperti adat istiadat dan agama yang berlaku dalam masyarakat. Selain itu budaya hukum juga dikaitkan dengan tingkat kepatuhan penduduk terhadap norma-norma hukum. Munculnya bermacam gejala penyelesaian masalah dalam masyarakat dengan menggunakan kekerasan menandai bahwa di satu pihak ada kecendrungan rendahnya tingkat kesadaran dan kepatuhan hukum masyarakat, dan di lain pihak lembaga-lembaga hukum di tiap kabupaten dan kota di Sumatera Barat seperti Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan Negeri serta Lembaga-lembaga Pemasyarakatan juga memperlihatkan lemahnya kontrol dan penegakan hukum positif dan kesadaran nilai-nilai adat istiadat dan agama.

3. Dalam beberapa tahun belakangan ini di Sumatera Barat telah muncul

konflik-konflik horizontal dan vertikal. Konflik horizontal antar kelompok masyarakat atau antar nagari karena perebutan atas sumber daya alam, tanah ulayat, batas-batas nagari, kesalahpahaman identitas agama dan budaya. Kasus atau konflik-konflik yang telah mengemuka adalah perkelahian massal antara penduduk Muaro Kalaban dan Padang Sibusuk dan sengketa atas penguasaan lahan di perbatasan nagari Saningbakar dan Muaro Pingai di Kabupaten Solok, penguasaan lahan di Kabupaten Limapuluh Kota antara Nagari Mungo dan Sungai Kamuyang, penguasaan atas sarang burung walet di Simarosok, Kabupaten Agam. Mass Media terbitan Padang juga telah melaporkan terjadinya konflik karena kesalahpahaman atas identitas budaya atau agama di Kabupaten (antara lain seperti di Dharmasraya, Pasaman dan Pesisir Selatan). Konflik vertikal tentang pemanfaatan sumberdaya alam juga dapat terjadi, yaitu antara masyarakat dan pemerintah daerah, misalkan antara penduduk desa Sungai Tanang, Kabupaten Agam dengan Pemerintah Kota Bukittinggi

13

tentang pemanfaatan sumberdaya air yang berasal dari Sungai Tanang oleh Pemerintah Kota Bukittinggi. Konflik ini juga dapat terjadi akibat pemekaran wilayah sebuah daerah atau nagari seperti halnya dengan kasus sengketa dalam pemekaran wilayah Kota Bukittinggi.

4. Sementara di Bidang Pemerintahan sesuai dengan Undang-undang Nomor

32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, memungkinkan tiap provinsi membangun sistem pemerintahan terendahnya berdasarkan tradisi, asal usul dan adat istiadat masing-masing. Sumatera Barat telah merespon kebijakan otonomi tersebut dengan mencanangkan kebijakan kembali ke Pemerintahan Nagari. Kebijakan ini telah ditindaklanjuti melalui Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2007. Hingga tahun 2006 terdapat 12 Pemerintah Kabupaten, 7 Pemerintah Kota dan 519 Nagari di Kabupaten, ditambah 64 Nagari dalam Pemerintahan Kota, 256 Kelurahan dan 125 Desa.

5. Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) telah dilakukan secara langsung untuk

jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur tahun 2005 serta beberapa jabatan Bupati/Kepala Daerah dan para wakilnya di daerah Kabupaten/Kota. Pelaksanaan Pilkada tersebut telah berjalan relatif aman dan demokratis, meskipun masih terdapat riak-riak kecil ketidakpuasan. Bagaimanapun juga kegiatan Pilkada dan keterlibatan partai-partai politik serta anggota masyarakat di dalamnya merupakan proses pembelajaran politik yang berharga untuk demokratisasi. Proses demokratisasi yang menjadi salah satu inti dari gerakan reformasi mestilah semakin meluas ke dalam pelbagai lapangan kehidupan bernegara dan berbangsa di tingkat daerah dan rumah tangga.

B. Tantangan 1. Dengan terbatasnya sumberdaya alam dan penduduk terus bertambah

dengan kebutuhan yang beragam, maka tantangan yang dihadapi dalam bidang hukum diperkirakan konflik-konflik sosial yang timbul akibat perebutan pemanfaatan akan semakin meningkat pula di masa mendatang. Sebaliknya dengan semakin terbukanya Sumatera Barat terhadap penduduk dari etnis lain dan pengaruh arus globalisasi informasi serta nilai-nilai universal, maka potensi konflik-konflik karena kesalahpahaman identitas budaya atau agama juga semakin kuat. Pemerintah daerah perlu membangun kapasitas kelembagaan untuk pengelolaan konflik-konflik sosial karena masalah penguasaan atas

14

sumberdaya alam, kesalahpahaman budaya dan agama maupun karena alasan-alasan lain. Jika tidak, maka keadaan tersebut dapat menimbulkan biaya sosial yang tinggi, dapat menggoyahkan sendi-sendi negara hukum dan kemajemukan masyarakat, juga mengganggu pembangunan di sektor-sektor lain, termasuk kemungkinan terjadinya pelanggaran HAM. Selain itu, akibat dari peningkatan kesadaran politik dan hak-hak yang dijamin oleh hukum pasca reformasi, warga masyarakat akan semakin kritis dan memiliki keberanian untuk mengemukakan pendapat, melakukan demonstrasi, menentang kebijakan-kebijakan pemerintah yang dinilai merugikan mereka. Keadaan seperti ini diperkirakan juga akan dapat menjadi salah satu pemicu munculnya konflik vertikal antara warga dan aparatur pemerintah daerah di masa depan.

2. Dalam pembangunan hukum dan perlindungan HAM terdapat beberapa

realitas yang tidak dapat dipungkiri dan menjadi tantangan antara lain : 1) Pembentukan produk hukum daerah yang belum aspiratif, partisipatif yang sinergi dengan hukum Nasional yang memberikan perlindungan HAM, 2) Penyebarluasan dan sosialisasi produk hukum daerah dan nasional pada kalangan birokrat dan masyarakat masih sangat terbatas, sehingga berpengaruh pada kesadaran hukum, 3) Belum optimalnya pembinaan dan pengawasan terhadap produk hukum daerah yang dibentuk oleh Kabupaten dan Kota dalam mendukung penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan pembangunan di Sumatera Barat, 4) Belum optimalnya pelaksanaan dan penegakan hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan dan 5) Lemahnya koordinasi diantara aparatur penegak hukum yang ada dalam mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih.

3. Mayoritas penduduk Sumatera Barat adalah suku Minangkabau yang

memiliki tradisi atau nilai-nilai musayawarah mufakat dalam proses pengambilan keputusan dan penyelesaian sengketa. Namun karena berbagai faktor, tradisi dan nilai-nilai musyawarah mufakat ini telah tergerus sehingga kepercayaan masyarakat terhadap kebajikan nilai-nilai musyawarah telah memudar. Keadaan ini ditandai dengan terjadinya kasus-kasus penyelesaian masalah dengan tindak kekerasan dalam masyarakat dan selalu membawa permasalahan kepada lembaga-lembaga negara.

4. Tantangan dalam bidang pemerintahan adalah bagaimana menerapkan

prinsip-prinsip ”good and clean governance” dapat diterapkan secara optimal. Beberapa masalah yang masih dihadapi adalah : 1) Kelembagaan pemerintahan provinsi Sumatera Barat yang masih belum efisien dan

15

efektif, 2) Pola rekruitmen aparatur, promosi dan pengisian jabatan yang belum didasarkan kepada meriktokrasi yang mengarah pada profesionalisme, 3) Kelembagaan yang belum profesional sehingga pelayanan masih belum bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), 4) Masih rendahnya hubungan inter atau antar lembaga pemerintahan, 5) Masih rendahnya kapasitas aparatur pemerintah daerah serta belum bervariatifnya kapasitas aparatur, 6) Kelembagaan dan administrasi pemerintahan nagari belum tertata secara baik, 7) Otonomi nagari masih belum jelas dan belum sesuai hak asal usul nagari, serta 8) Belum berfungsinya Nagari sebagai basis mensejahterakan masyarakat.

C. Potensi 1. Pemerintah Provinsi dan DPRD Provinsi Sumatera Barat berdasarkan

bingkai peraturan perundang-undangan nasional tentang desentralisasi memiliki kewenangan untuk mengatur daerah dan masyarakat. Kewenangan ini merupakan potensi yang perlu didayagunakan untuk membangun masyarakat Sumatera Barat. Peraturan-peraturan daerah yang perlu diadakan antara lain dalam bidang pengelolaan lingkungan hidup, pemanfaatan sumberdaya alam, investasi dan transformasi nilai-nilai adat dan agama dengan memperhatikan konsep hak asasi manusia dan kemajemukan masyarakat.

2. Masyarakat Sumatera Barat memiliki ciri bersikap kritis terhadap

penyelenggaraan pemerintahan dan penegakan hukum. Terdapatnya kelembagaan adat dan tumbuhnya berbagai lembaga sdawaya masyarakat dan mass media merupakan kelembagaan-kelembagaan masyarakat yang dapat menjalankan fungsi kontrol demi tegaknya Negara Hukum (Rechtsstaat, the Rule of Law) dan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih (good governance).

3. Meskipun kuatnya pengaruh globalisasi informasi dan nilai-nilai asing,

masyarakat Sumatera Barat masih memiliki kelembagaan dan nilai-nilai adat dan agama yang dapat didayagunakan sebagai modal sosial dalam mewujudkan masyarakat yang patuh pada hukum, tegaknya Negara Hukum dan pemerintahan yang bersih. Dalam era desentralisasi, kelembagaan adat dapat direvitalisasi untuk memperkuat peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan Negara, penyelesaian konflik-konflik sosial dan terwujudnya masyarakat yang patuh pada hukum.

16

2.1.3. EKONOMI A. Kondisi Saat Ini 1. Struktur perekonomian Sumatera Barat secara bertahap mulai bergeser

dari bersifat agraris menuju ke arah jasa yang terlihat dari kontribusi sektor jasa dalam PDRB tahun 2005 yang mencapai 52,6% sedangkan kontribusi sektor pertanian berkurang menjadi 25,0%. Termasuk kedalam kelompok jasa ini adalah sektor-sektor perdagangan (18,2%), pengangkutan dan komunikasi (12,9%), keuangan (5,0%) dan jasa-jasa lainnya (16,5%). Kontribusi sektor industri dalam arti luas (termasuk pertambangan, industri pengolahan, serta listrik dan air minum) ternyata baru mencapai sekitar 17,5 %. Struktur perekonomian daerah ini memperlihatkan bahwa saat ini, sektor jasa merupakan kegiatan utama perekonomian Sumatera Barat. Namun demikian, peranan sektor pertanian dalam perekonomain masih tetap penting.

2. Sektor pertanian yang terdiri dari pertanian tanaman pangan dan

hortikultura, peternakan, perkebunan serta kelautan dan perikanan menyerap tenaga kerja sebesar 47,4% dan menghasilkan ekspor dengan nilai sebesar US$ 18,65 Juta. Fakta tersebut mengindikasikan bahwa peningkatan produktivitas dan nilai tambah produk pertanian tidak saja akan mendorong peningkatan pendapatan sebagian besar angkatan kerja yang ada serta pengembangan usaha pertanian tetapi juga akan memberikan peluang terbukanya kesempatan kerja yang lebih besar baik di aspek produksi maupun pengolahan hasil. Oleh sebab itu, revitalisasi pertanian dan pengembangan agroindustri ke arah pertanian yang lebih modern menjadi penting dilakukan. Peluang bagi revitalisasi dan modernisasi pertanian di Sumatera Barat ke depan setidak-tidaknya ada pada tiga aspek agribisnis yaitu pemasaran, pengolahan dan produksi

3. Sebagai akibat dari terjadinya krisis ekonomi Indonesia pada tahun 1997

dan 1998, pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat dalam sepuluh tahun terakhir ternyata sangat berfluktuasi. Sebelum terjadinya krisis ekonomi nasional, perekonomian daerah bertumbuh cukup cepat yaitu rata-rata sekitar 7–8 persen setiap tahunnya. Akan tetapi pada masa krisis ekonomi, pertumbuhan ekonomi daerah menurun drastis dan bahkan pada tahun 1998, ketika krisis mencapai puncaknya, pertumbuhan ekonomi daerah menurun drastis sampai dengan minus 6%. Barulah kemudian mulai tahun 2001 secara bertahap perekonomian daerah kembali pulih (recovery) dengan laju pertumbuhan rata-rata periode

17

2000-2006 mencapai 5,6 % setiap tahunnya. Namun demikian, laju pertumbuhan ekonomi daerah ini sebenarnya masih lebih rendah dari apa yang pernah dicapai sebelum terjadinya krisis ekonomi nasional.

Tabel 1. Struktur, Pertumbuhan dan Potensi Pengembangan Ekonomi Provinsi Sumatera Barat 2000-2005

No. Sektor/Sub-sektor

Struktur Ekonomi

2005 (%)

Pertumbuhan Ekonomi

2000-2005 (%)

Potensi Pengembangan

Ekonomi

1. Pertanian 25,0 6,2 1,657

a. Tanaman Pangan 12,7 4,3 1,725

b. Perkebunan 5,9 17,2 2,223

c. Perternakan 2,1 3,1 1,115

d. Kehutanan 1,6 16,6 1,754

e. Perikanan 2,7 4,3 1,238

2. Pertambangan dan Penggalian

3,3 17,2 0,333

3. Industri Pengolahan 13,1 3,4 0,478

4. Listrik dan Air Minum 1,2 9,9 1,709

a. Listrik 1,1 10,4 2,239

b. Air bersih 0,1 6,2 1,006

5. Bangunan 4,9 4,9 0,846

6. Perdagangan 18,2 5,0 1,107

a. Perdagangan besar dan eceran 17,6 5,1 1,299

b. Hotel 0,2 5,8 0,229

c. Restoran 0,5 3,3 0,215

7. Pengangkutan dan Komunikasi

12,9 7,2 2,194

a. Pengangkutan 10,3 5,7 2,769

b. Komunikasi 2,6 15,0 1,140

8. Keuangan, persewaan , dan jasa perusahaan

5,0 4,7 0,555

a. Bank 1,7 2,8 0,432

b. Lembaga keuangan tanpa bank 1,2 9,3 1,623

c. Sewa bangunan 1,9 4,0 0,722

d. Jasa perusahaan 0,2 4,3 0,097

9. Jasa- jasa 16,4 3,2 1,836

a. Pemerintahan 11,1 2,3 2,616

b. Swasta 5,3 5,1 1,107

PDRB 100,0 5,0 -

Catatan : 1. Struktur pertumbuhan ekonomi dihitung dengan persentase kontribusi PDRB harga konstan tahun 2000;

2. Pertumbuhan ekonomi dihitung dari laju pertumbuhan rata-rata PDRB harga konstan tahun 2000-2005; 3. Potensi pengembangan ekonomi diukur berdasarkan Location Quotient Index rata-rata tahun 2002-2005.

18

4. Dalam periode 2000-2005, sektor yang bertumbuh sangat cepat adalah Sektor Pertambangan dan Penggalian sebesar 17,2% sebagai hasil peningkatan kegiatan penggalian untuk melayani kebutuhan produksi Semen Padang dan konstruksi bangunan. Sektor-sektor lainnya yang juga bertumbuh cukup cepat adalah Sektor Listrik dan Air Minum dengan laju pertumbuhan rata-rata mencapai 9,9% setiap tahunnya. Sektor jasa secara umum ternyata juga bertumbuh cukup tinggi yaitu Sektor Pengangkutan dan Komunikasi sebesar 7,2%, Sektor Perdagangan 5,0%, Keuangan 4,7 % dan Jasa lainnya 3,2%. Sedangkan Sektor Pertanian ternyata juga bertumbuh cukup cepat yaitu rata-rata 6,2% setiap tahunnya. Dalam sektor pertanian tersebut, subsektor perkebunan bertumbuh paling cepat yaitu rata-rata 17,2% persen yang dipicu oleh perkembangan produksi kelapa sawit yang sangat cepat karena didorong oleh peningkatan permintaan luar negeri yang cukup tinggi. Pertumbuhan Sektor Industri sebegitu jauh kelihatan masih sangat lambat, yaitu hanya rata-rata 3,4 % setiap tahunnya. Kenyataan ini memberikan indikasi kuat bahwa sektor jasa secara umum, termasuk pariwisata diperkirakan akan dapat dijadikan sebagai tulang punggung perekonomian daerah dimasa mendatang.

5. Kabupaten dan kota yang mempunyai laju pertumbuhan relatif cepat

(diatas atau sama dengan rata-rata Sumatera Barat) adalah: Kabupaten Mentawai, Padang Pariaman, Pasaman, Kota Padang, Bukittinggi dan Pariaman. Kabupaten Mentawai, Kabupaten Pasaman dan Kota Pariaman adalah 3 (tiga) daerah relatif baru yang mempunyai potensi ekonomi sangat besar. Kabupaten Padang Pariaman, Kota Padang dan Bukittinggi adalah 3 (tiga) daerah lama tetapi mempunyai potensi pengembangan yang sangat besar. Sedangkan kabupaten dan kota yang bertumbuh relatif lambat (dibawah rata-rata Sumatera Barat) adalah: Kabupaten Pesisir Selatan, Solok, Sawahlunto Sijunjung, Tanah Datar, Agam, Limapuluh Kota, Kota Sawahlunto dan Padang Panjang.

6. Kota Padang dan Bukittinggi adalah 2 (dua) kota yang mempunyai

pendapatan perkapita lebih tinggi dari rata-rata kota di Sumatera Barat. Kondisi ini memberikan indikasi bahwa kota-kota ini mempunyai tingkat kemakmuran kasar yang lebih baik jika dibandingkan dengan kota-kota lainnya mempunyai pendapatan perkapita yang lebih rendah dari nilai rata-rata. Diharapkan ketimpangan pembangunan dapat diperkecil, termasuk memecahkan persoalan ketimpangan sosial ekonomi pada daerah-daerah perbatasan.

19

Grafik 1. Laju Pertumbuhan dan Pendapatan Perkapita Kabupaten dan

Kota dalam Provinsi Sumatera Barat 2000-2005

Keterangan:

Kabupaten Kota 1. Kepulauan Mentawai 8. 50 Kota 13. Padang 2. Pesisir Selatan 9. Pasaman 14. Solok 3. Solok 10. Solok Selatan 15. Sawahlunto 4. Sawahlunto/Sijunjung 11. Dharmasraya 16. Padang Panjang 5. Tanah Datar 12. Pasaman Barat 17. Bukittinggi 6. Padang Pariaman 18. Payakumbuh 7. Agam 19. Pariaman

7. Sumatera Barat sudah lama dikenal sebagai daerah dimana

masyarakatnya mempunyai kemampuan wirausaha yang tinggi. Kemampuan wirausaha tersebut terutama dalam kegiatan perdagangan, usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan industri rumah tangga. Kemampuan ini sebenarnya merupakan potensi yang sangat besar untuk mengembangan kegiatan ekonomi daerah. Karena itu, kedepan, kemampuan wirausaha ini perlu terus dipelihara dan dikembangkan dalam rangka pengembangan kegiatan ekonomi masyarakat di Sumatera Barat.

B. Tantangan 1. Secara umum tantangan utama bidang ekonomi saat ini adalah masih

dirasakannya dampak negatif dari krisis ekonomi nasional terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Kondisi ini terlihat dari masih relatif rendahnya laju pertumbuhan ekonomi daerah dibandingkan dengan kondisi sebelum krisis. Oleh karena itu, upaya utama dalam periode 2-3 tahun kedepan adalah mendorong proses pemulihan ekonomi daerah dengan jalan mendorong peningkatan penyediaan lapangan kerja melalui peningkatan investasi dan mendorong pemberdayaan ekonomi daerah

0

5

10

15

20

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19

Laju Pertumbuhan PDRB 2001-2005 (%) PDRB/Kapita 2005 (Rp. Jt)

20

sehingga tingkat kemiskinan daerah secara bertahap akan dapat dikurangi.

2. Dalam bidang pertanian, tantangan yang dihadapi adalah sangat

terbatasnya lahan yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian. Kondisi ini disebabkan karena adanya deretan bukit barisan yang melintasi pantai Barat Sumatera Barat dengan kelerengan yang cukup tinggi sehingga sukar dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian. Di samping itu, terdapat pula hutan lindung yang cukup luas yaitu Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), Hutan Suaka Marga Satwa di Kabupaten Pasaman dan Taman Nasional Siberut di kepulauan Mentawai. Kondisi lahan yang demikian menyebabkan pengembangan kegiatan pertanian dimasa mendatang mengalami kendala yang cukup besar. Sementara itu saingan dari provinsi sekitarnya, seperti Sumatera Utara, Riau dan Jambi dalam bidang pertanian juga cukup besar

3. Tantangan lainnya yang juga cukup serius dalam perekonomian Sumatera

Barat secara umum adalah relatif rendahnya daya saing produk dipasaran sebagai akibat dari kegiatan produksi yang kurang efisien sehingga harga jual dipasaran relatif tinggi. Faktor penyebab kurang efisiennya kegiatan produksi adalah karena relatif rendahnya produktivitas tenaga kerja, potensi sumberdaya alam yang terbatas dan relatif tinggi ongkos transport sebagai akibat dari kondisi geografis yang berbukit-bukit. Faktor lain yang juga menyebabkan relatif rendahnya daya saing produk daerah adalah karena mutu produk yang dihasilkan relatif rendah dan penemuan produk baru sangat jarang sekali, terutama disebabkan oleh tingkat teknologi yang masih tradisional dan masih belum berkembangnya kegiatan penelitian dan pengembangan (Research and Development) pada dunia usaha terutama berkaitan dengan pertanian yang maju dan agribisnis modern. Rendahnya daya saing produk daerah ini menyebabkan kurang berkembangnya kegiatan ekspor dan kurang menariknya investasi di Sumatera Barat.

4. Ketimpangan pembangunan ekonomi antar kabupaten ternyata cukup

rendah karena kegiatan ekonomi umumnya dibidang pertanian dengan variasi tidak terlalu besar. Akan tetapi, ketimpangan yang relatif tinggi terjadi pada pembangunan antar kota dimana perbedaan tingkat pembangunan antara Kota Padang dan dengan kota-kota lainnya di Sumatera Barat ternyata relatif besar karena perbedaan tingkat pengembangan kegiatan industri dan jasa. Namun demikian secara keseluruhan masih dapat dikatakan bahwa tingkat ketimpangan

21

pembangunan antar wilayah di Sumatera Barat masih relatif rendah yang berarti bahwa permasalahan ketimpangan pembangunan antar daerah ternyata belum begitu serius.

5. Sebagaimana diketahui bahwa negara-negara yang perekonomiannya

berkembang pesat kebanyakan berada di sebelah Timur seperti Singapura, Hongkong, Jepang, Korea Selatan dan Cina. Sementara Sumatera secara geografis berada di sebelah Barat dan menghadap ke Lautan Hindia yang jauh dari negara-negara mempunyai ekonomi kuat. Posisi daerah yang demikian merupakan tantangan yang cukup berat dalam mendorong pertumbuhan ekonomi daerah karena terletak jauh dari pasar sehingga ongkos transpor yang diperlukan menjadi relatif besar. Kondisi ini menyebabkan melemahkan daya saing produk-produk yang dihasilkan daerah di pasaran Internasional.

6. Perkembangan arus perdagangan luar negeri biasanya diikuti oleh arus

investasi dari mitra dagang luar negeri terkait. Namun kecendrungan tersebut belum terlihat di Sumatera Barat karena ada tiga faktor yang belum terpenuhi. Faktor penting yang menarik investasi ke suatu wilayah adalah: (1) Potensi sumberdaya tersedia (resource endowments); (2) Tingkat pembangunan ekonomi; dan (3) Tingkat penguasaan teknologi. Sumberdaya potensial Sumatera Barat dilihat dari jumlahnya adalah sumber daya manusia sedangkan sumber daya alam sangat terbatas. Namun di dalam perlombaan pembangunan SDM (the Human Development Race) yang telah dimulai secara intensif sejak tahun 1965, Indonesia dan Sumatera Barat khususnya jauh tertinggal dari negara Asia lainnya. Sedangkan keberhasilan di dalam kegiatan investasi di negara Asia terutama Singapura, Korea, Taiwan, Hongkong (empat macan Asia) disebabkan karena cepatnya pembentukan modal ilmu pengetahuan (knowledge capital formation) di mana pembentukan modal pengetahuan ini merupakan hasil dari pembentukan physical and human capital. Rendahnya Sumber Daya Manusia dapat dilihat dari rata-rata lama pendidikan rakyat Sumatera Barat pada kisaran 7,9 tahun jauh di bawah target ideal 12 tahun.

7. Perkembangan investasi, baik investasi domestik (dalam negeri) dan asing

(luar negeri), di Sumatera Barat menunjukkan indikasi bahwa wilayah yang kurang menarik bagi investor. Arus investasi dalam kurun waktu yang sama ternyata lebih banyak masuk ke provinsi tetangga terutama Provinsi Riau, Sumatera Utara, dan Jambi. Provinsi Sumatera Barat hanya dapat menarik sekitar 1,9 % dari keseluruhan Investasi asing yang masuk

22

ke pulau Sumatera pada tahun 2004. Selain disebabkan oleh tiga faktor di atas (Potensi sumberdaya tersedia, tingkat pembangunan ekonomi; dan tingkat penguasaan teknologi) relatif kecilnya investasi tersebut juga disebabkan oleh belum samanya pemahaman masyarakat tentang manfaat dari kehadiran investasi asing untuk pembangunan daerah Sumatera Barat ini. Manfaat yang diperoleh dari keberadaan investasi asing tersebut adalah:

a. Peningkatan produksi sebagai akibat dari penerapan skala ekonomi

(scale economies) yang sebelumnya tidak dimungkinkan karena terbatasnya pasar domestik dan modal,

b. Peningkatan produksi dan konsumsi sebagai akibat dari spesialisasi sesuai dengan prinsip comparative advantage,

c. Peningkatan daya saing dan efisiensi terutama sekali dengan diterapkannya pasar bebas, sehingga pasar menjadi semakin luas,

d. Peningkatan investasi bertujuan untuk mengambil keuntungan dari kesempatan baru yang ada, belum digarap di wilayah tertentu dan akhirnya membuka lapangan pekerjaan baru,

e. Memanfaatkan pengalihan teknologi dan inovasi yang lebih cepat. C. Potensi 1. Potensi pengembangan perekonomian Sumatera Barat sebagian besar

terletak pada sektor jasa dalam arti luas yang meliputi, sektor perdagangan, perhubungan dan komunikasi, dan jasa-jasa lainnya termasuk jasa pendidikan dan kesehatan. Namun demikian, potensi sektor pertanian dan kelautan masih cukup besar untuk semua subsektor. Subsektor yang paling menonjol pada sektor pertanian (dalam pengertian luas) ini adalah subsektor perkebunan dan kelautan. Dimana untuk sub sektor kelautan adalah penangkapan ikan laut, budidaya ikan kerapu dan wisata bahari, namun untuk penangkapan ikan baru dapat direalisasi sekitar 20% dari potensi yang ada. Sedangkan sektor lainnya yang juga cukup potensial bagi pengembangan ekonomi daerah adalah sektor Listrik dan Air Minum karena didukung oleh adanya PLTA Maninjau dan Singkarak serta PLTU Ombilin dengan kapasitas cukup besar. Sektor-sektor yang mempunyai potensi pengembangan ini didukung oleh adanya keuntungan komperatif lebih baik dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia. Dengan demikian sektor-sektor ini dapat dikategorikan sebagai sektor basis yang menjadi tulang punggung pengembangan perekonomian Sumatera Barat.

23

2. Perdagangan luar negeri Sumatera Barat masih didominasi oleh komoditi pertanian yang sebahagian besar merupakan bahan mentah dan setengah jadi atau hasil olahannya. Keadaan ini menunjukkan bahwa sektor industri manufaktur di Sumatera Barat masih belum berkembang. Ekspor produk industri utama berupa Karet Olahan, Semen, CPO, Minyak Inti Sawit dan Kayu Lapis. Semen merupakan produk andalan Sumatera Barat sedangkan batubara menunjukkan tendensi yang terus menurun karena menipisnya deposit tambang luar. Struktur ekspor demikian semakin memperkuat peranan sektor pertanian sebagai basis ekonomi Sumatera Barat di mana sekitar 47,4% tenaga kerja berada di sektor pertanian. Sektor penting berikutnya adalah perdagangan, hotel dan restoran yang menampung lebih dari 18 % angkatan kerja. Sektor industri hanya menampung 7,51% dari tenaga kerja (2005). Struktur ekonomi Sumatera Barat yang agraris tradisional belum menunjukkan perkembangan agro-industri maju sehingga nilai tambah dari produk yang dihasilkan masih dinikmati oleh negara tujuan ekspor.

3. Negara tujuan ekspor Sumatera Barat sebegitu jauh masih didominasi oleh Amerika Serikat (terutama untuk karet olahan/crumb rubber) yang mencapai sekitar 40% dari total ekspor Sumatera Barat (2004), Kemudian diikuti oleh Singapura (12%), Belanda (9%), Malaysia (0,9%), Italia (0,7%), sedangkan Jepang hanya sekitar 0,06%. Berdasarkan arus ekspor Sumatera Barat, maka seharusnya investasi dari negara mitra dagang tersebut berperan penting dalam peningkatan produksi Sumatera Barat. Peningkatan investasi dari mitra dagang diharapkan akan membawa dampak: (1) Peningkatan skala usaha, (2) Peningkatan daya saing regional, (3) Pemanfaatan economic complementarity dan keuntungan komperatif, dan (4) Peningkatan kesejahteraan dan kesempatan kerja.

2.1.4. SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP A. Kondisi Saat Ini 1. Saat ini terdapat Kawasan Hutan Konservasi, Kawasan Hutan Lindung

dan Kawasan Hutan Produksi. Kawasan Hutan Konservasi memiliki tiga fungsi pokok, yaitu : untuk pemeliharaan keanekaragaman hayati, pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan dan perlindungan sistem penyangga kehidupan. Kawasan Hutan Konservasi di Sumatera Barat terdiri atas:

24

a. Cagar Alam seluas 3.044,93 Ha (Rimbo Panti, Lembah Harau, Batang

Palupuh, Lembah Anai dan Baringin Sakti), b. Suaka Alam seluas 182.456,00 Ha (Malampah, Alahan Panjang,

Maninjau, Sago, Malintang, Air Puti, Marapi, Singgalang, Tandikat, Barisan I, Batang Pangean I dan II, Sulasih Talang, Air Tarusan, dan Arau Hilir),

c. Suaka Margasatwa seluas 2.430.000,00 Ha (Pulau Penyu dan Pulau Panjang),

d. Taman Wisata seluas 86.802,00 Ha (Rimbo Panti, Lembah Harau, Mega Mendung, Pulau Pieh, Teluk Saibi Sarabua dan Pulau Pagai),

e. Taman Hutan Raya seluas 240,00 Ha (Taman Hutan Raya Bung Hatta),

f. Taman Nasional seluas 417.630,00 Ha (Taman Nasional Kerinci Seblat dan Taman Nasional Siberut),

g. Taman Buru seluas 86.854,00 Ha (Bukit Sidoali dan Pulau Sipora). 2. Kawasan hutan lindung memiliki fungsi untuk perlindungan sistem

penyangga kehidupan antara lain untuk pengaturan tata air, pencegahan banjir, pengendalian erosi, pencegahan intrusi air laut dan pemeliharaan kesuburan tanah. Kawasan Hutan Lindung di Sumatera Barat seluas 910.533,00 Ha dengan lokasi tersebar di 19 (sembilan belas) Kabupaten dan Kota. Kawasan hutan koservasi dan kawasan hutan lindung di Provinsi Sumatera Barat tidak saja memberikan manfaat ekologis, khususnya pengaturan dan penyediaan sumber daya air bagi Provinsi Sumatera Barat tapi juga bagi provinsi-provinsi tetangganya, terutama Provinsi Riau dan Provinsi Jambi.

3. Sama halnya dengan daerah lainnya di pantai Barat Pulau Sumatera,

Provinsi Sumatera Barat merupakan daerah yang rawan dengan bencana alam, khususnya gempa bumi dan tanah longsor. Bahkan para ahli juga mengkhawatirkan bahwa di Kepulauan Mentawai terdapat patahan yang suatu waktu dapat mengakibatkan gempa yang berpotensi timbulnya bencana Tsunami. Kondisi ini merupakan ancaman yang cukup menggelisahkan bagi masyarakat yang kebetulan tinggal dekat dengan pantai. Kondisi daerah yang demikian perlu dicermati dengan serius dan perlu dipersiapkan beberapa langkah kongkrit yang perlu dilakukan untuk meminimumkan dampak negatif bilamana bencana alam tersebut muncul lagi dimasa mendatang

25

B. Tantangan 1. Kawasan Hutan Produksi dimanfaatkan untuk penebangan dan

pemanfaatan hasil hutan kayu berdasarkan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK, dulu disebut HPH) dan pengambilan hutan bukan kayu. Saat luas Kawasan Hutan Produksi Sumatera Barat mencapai luas 843.578,00 Ha. Pada saat ini terdapat 7 (tujuh) perusahaan beroperasi berdasarkan IUPHHK. Di antara ketujuh perusahaan tersebut, satu dalam keadaan tidak aktif sementara, satu sedang dalam proses pencabutan izinnya dan satu belum beroperasi. Berkaitan dengan pengusahaan kayu di hutan produksi ini, di Sumatera Barat terdapat 225 industri pengolahan kayu hulu (IPKH), tetapi hanya 50 di antara jumlah tersebut memiliki izin sah atau legal. 175 IPKH beroperasi tanpa izin sah atau berarti illegal. IPKH tanpa izin sah merupakan salah satu kompenen dalam mata rantai penebangan, pengedaran dan pengolahan kayu secara tidak sah (illegal logging) yang merupakan ancaman terhadap kelestarian fungsi lingkungan hidup, di samping menimbulkan kerugian ekonomi bagi daerah dan negara.

2. Kerusakan hutan telah menimbulkan lahan kritis yang luasnya mencapai

sekitar 340.000 hektar di dalam kawasan hutan dan sekitar 210.000 hektar di luar kawasan hutan. Kerusakan hutan di daerah tangkapan air ini berpotensi untuk menimbulkan terjadinya bencana alam yang disebabkan oleh daya rusak air (banjir dan longsor). Dari kondisi seperti itu setidaknya tiga hal yang perlu menjadi perhatian, yaitu: (1) Pada kawasan ini berpotensi untuk pengembangan agroforestri yang bernilai ekonomi, (2) Pemanfaatan, penanganan dampak lingkungan dan bencana, dan konservasi hutan, lahan dan air menjadi agenda penting, dan (3) Potensi ekowisata (wisata berbasis ekologi-ecotourism) yang relatif besar.

C. Potensi 1. Kondisi topografi wilayah Sumatera Barat dapat dibagi kedalam tiga

kategori umum. Pertama, di sebelah Barat adalah daerah dataran rendah dan pesisir pantai serta pulau-pulau dengan potensi pengembangan terkait dengan kondisi ekologi kawasan tersebut. Kawasan pesisir dan laut di pantai barat Sumatera Barat mempunyai potensi perikanan laut yang relatif besar yang belum termanfaatkan dengan tingkat optimal untuk kelestarian. Dipihak lain terumbu karang yang menjadi komponen habitat

26

ikan laut ternyata kerusakannya juga sudah semakin mengkhawatirkan (mencapai tingkat 60%). Ini artinya, peluang untuk meningkatkan kegiatan ekonomi daerah melalui sektor perikanan laut masih terbuka dan pada saat bersamaan kelestarian ekosistem pesisir dan laut juga perlu mendapat perhatian. Pada kawasan dataran rendahnya sudah dikembangkan dan masih punya potensi untuk pengembangan perkebunan dan kegiatan industri pengolahannya serta kegiatan perekonomian lainya seperti peternakan. Kedua, di bagian Tengah adalah daerah dengan bentuk permukaan yang bergunung dan berbukit yang di dalamnya terdapat kawasan lindung (hutan lindung, cagar alam, dan taman nasional). Kawasan bagian tengah ini juga merupakan kawasan hulu dari empat Satuan Wilayah Sungai (SWS) yang mengalir ke pantai timur Sumatera di dalam wilayah Provinsi Riau dan Jambi, yaitu: SWS Rokan, SWS Kampar, SWS Inderagiri, dan SWS Batang Hari. Dua SWS lainnya sepenuhnya berada dalam wilayah Provinsi Sumatera Barat dan mengalir kearah pantai barat, yaitu: SWS Anai Sualang dan SWS Silaut. Di dalam satuan wilayah sungai tersebut terdapat sejumlah danau yaitu: Danau Singkarak, Danau Maninjau, dan Danau Diatas/Dibawah. Dengan demikian, Sumatera Barat dapat dikatakan sebagai menara air (water tower) dari Provinsi Riau dan Jambi. Daerah tangkapan air dari SWS tersebut ditutupi oleh hutan yang kondisinya sudah berubah mengalami degradasi yang akan berpengaruh terhadap fungsi Sumatera Barat sebagai “water tower” untuk daerah sekitar. Oleh sebab itu, maka pada kawasan ini berpeluang dikembangkan agroforestri pada kawasan yang memungkinkan. Ketiga, bagian Timur adalah kawasan yang relatif datar dengan potensi pengembangan perkebunan, peternakan, perikanan dan tanaman pangan beserta industri pengolahannya.

2. Sumatera Barat juga ditemukan berbagai bahan tambang seperti bahan

galian C, batu kapur, marmer, pasir besi, batubara, emas dan perak. Bahan-bahan tambang tersebut sebagiannya ditemukan di kawasan hutan lindung atau cagar alam. Kegiatan-kegiatan penambangan atau pengambilan berbagai sumber daya mineral itu selain memberikan dampak positif bagi perekonomian daerah, dapat juga menimbulkan dampak negatif terhadap kondisi hutan lingkungan hidup. Lebih-lebih lagi jika kegiatan pengambilan sumber daya tersebut dilakukan oleh penduduk tanpa izin dari instansi pemerintah yang berwenang, sehingga kegiatan tersebut sulit dikontrol.

27

2.1.5. SUMBER DAYA MANUSIA A. Kondisi Saat Ini

1. Pencapaian Indek Pembangunan Manusia (IPM) selama periode 1990-

2005 telah menempatkan Sumatera Barat masih di bawah provinsi yang dijadikan pembanding, yaitu Kalimantan Timur, Sulawesi Utara dan Yogyakarta. Sedangkan secara umum terlihat pula bahwa posisi Sumatera Barat ternyata sudah lebih baik dari kondisi rata-rata Indonesia. Diantara komponen yang lazim dinilai, pencapaian perpanjangan pendidikan justru lebih lambat bilamana dibandingkan dengan Yogyakarta dan Kalimantan Timur. Sebaliknya, pembangunan manusia di Sumatera Barat cukup berhasil mengurangi angka melek huruf, dibandingkan dengan daerah lain. Pencapaian indikator pada sub sektor kesehatan masih menunjukkan tendensi yang tertinggal dibandingkan dengan daerah lainnya, namun perpanjangan usia harapan hidup adalah sesuatu prestasi yang tidak dapat diabaikan. Secara singkat, dari perkembangan capaian IPM, komponen pencapaian derajat kesehatan menduduki persoalan utama, kemudian diikuti penyelesaian pemerataan kualitas pendidikan dan peningkatan daya beli masyarakat.

Grafik 2. Perkembangan Pencapaian IPM, 1990-2005

2. Penyelenggaraan pendidikan diharapkan dapat menjangkau seluruh

kelompok anak usia sekolah, baik dari sisi tempat tinggal maupun berdasarkan jenis kelamin. Dengan demikian aksesibilitas diperlihatkan dari seberapa tinggi pencapaian angka melek huruf, serta keluarannya berupa seberapa cepat pencapaian rata-rata masa sekolah pada penduduk dewasa. Target universal pendidikan, mengharapkan anak-anak usia 7-15 tahun mesti tertampung melalui sistem pendidikan yang ada. Sementara output dari pencapaian pemerataan pendidikan adalah

28

semakin lamanya masa pendidikan yang dapat diselesaikan oleh masyarakat. Target universal untuk pencapaian lama sekolah penduduk adalah selama 12 tahun, dan target demikian diharapkan dapat dicapai tahun 2015.

Grafik 3a. Rata-rata Lama Sekolah Grafik 3b. Kebodohan Menurut Persentase Melek Huruf

3. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah bersama-sama masyarakat adalah melalui perluasan fasilitas pendidikan dan peningkatan jumlah tenaga kependidikan. Selain dari itu, telah pula dilakukan program yang bertujuan untuk mengembangkan akses pendidikan, baik melalui upaya pemberdayaan institusi pendidikan maupun melalui skema pengembangan jaringan sosial yang ditujukan untuk perluasan akses pendidikan, seperti pemberian beasiswa dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Pada tingkat yang lebih mikro, upaya untuk mengatasi pemerataan pendidikan dan perluasan akses yang telah dikembangkan pula melalui pengembangan pendidikan lifeskill dan kejar paket A, B dan C.

4. Untuk pencapaian kemampuan membaca dan menulis penduduk dewasa

justru lebih tepat dijadikan sebagai dasar mereview kinerja sektor pendidikan untuk kepentingan pembangunan pendidikan jangka panjang. Selama 15 tahun terakhir di Sumatera Barat, angka melek huruf telah dapat ditingkatkan menjadi 96%. Pencapaian ini jelas masih lebih rendah dibandingkan dengan Sulawesi Utara, dan jauh lebih baik dibandingkan dengan Yogyakarta atau secara nasional sekalipun. Demikian juga, pencapaian rata-rata pendidikan penduduk dewasa telah mengalami peningkatan yang cukup berarti selama 15 tahun yakni dari 6 tahun, ekuivalen tamat pendidikan dasar, menjadi 7,9 tahun ekuivalen dengan

0 5 10

Sumbar

Kaltim

Yogya

Sulut

Indonesia

1990 2005

0 50 100 150

Sumbar

Kaltim

Yogya

Sulut

Indonesia

1990 2005

29

pendidikan Sekolah Menengah Pertama selama 2 tahun. Dengan arti kata untuk memperpanjang pendidikan masyarakat selama 1 tahun waktu yang dibutuhkan mencapai 7 tahun.

5. Kualitas pendidikan selama ini dilihat sebatas pencapaian kognitif. Hasil kompilasi data Nilai Ebtanas Murni (NEM) menunjukan bahwa pada umumnya pencapaian mutu SLTA di Sumatera Barat berada di bawah rata-rata pencapaian secara nasional. Seperti terlihat pada Grafik 4 bahwa pilihan kualitas dan kinerja pencapaiannya masih dalam taraf yang mengkhawatirkan. Khusus data hasil proses belajar mengajar tahun 2006, pencapaian mutu pada jenis dan jenjang pendidikan memperlihatkan hal ini.

Grafik 4 Kualitas Pendidikan Menurut Mata Pelajaran dan

Jenis Pendidikan

6. Persoalan utama kualitas pendidikan di Sumatera Barat adalah belum

meratanya pemerataan pencapaian kualitas hasil pendidikan. Baik perbedaan kualitas antar sekolah maupun antar tempat. Kemudian masih sangat tajam gap pencapaian antara penyelenggaraan pendidikan negeri, swasta dan keagamaan. Dimana mutu hasil pendidikan swasta lebih rendah dibandingkan dengan negeri. Hal yang mendasar adalah selain ketersediaan bangunan, kelas dan bangku, maka pendidikan juga memerlukan tenaga pendidik. Persoalan guru dalam konteks equity terkait bukan dari segi jumlah guru yang diperlukan. Namun dua persoalan lain yang muncul adalah terkait dengan ketimpangan distribusi guru dan ketimpangan kompetensi guru, pada seluruh level dan jenjang pendidikan.

30

7. Sekalipun rasio guru dengan murid adalah sudah cukup dalam standar yang ditetapkan, namun distribusi antar tempat masih bermasalah. Dan bahkan dapat dinyatakan kompetensi guru masih lebih banyak pada kelompok berpendidikan D-2 ke bawah khususnya guru SD dan TK. Ada kecendrungan guru lebih tersebar pada daerah perkotaan yang memiliki pencapaian mutu relatif baik. Salah satu penyebab adalah pengangkatan yang keliru dilakukan pada saat perekrutan. Dapat diduga disini, persoalan pemerataan juga adalah pemerataan ketersediaan guru yang berkualitas untuk menjamin tercapainya pemerataan pendidikan.

8. Penyelenggaraan pendidikan perlu pula mengacu kepada penerapan

prinsip-prinsip tata kelola pendidikan. Mulai dari transparansi, akuntabilitas, demokrasi, sampai ke prinsip pertanggungjawaban hasil pendidikan. Salah satu indikator yang penting adalah persoalan in-efisiensi dalam kaitannya dengan ketidaklulusan sekolah. Data tahun 2006 menunjukkan bahwa secara umum angka ketidaklulusan SMP mencapai 5,8%. Dan tidak efisien relatif tinggi ditemukan pada jenjang pendidikan SMP swasta, dimana 32,2% anak didik yang tidak mampu lulus. Upaya untuk memperbaiki penyelenggaraan pada level sekolah adalah dengan melibatkan partisipasi masyarakat dan komite sekolah.

Grafik 5. Kualifikasi Pendidikan Guru Menurut Jenjang Penugasan

0

10

20

30

40

50

60

70

<D1 D-1 D-2 D-3 S-1TK SDSMP

31

9. Fakta sebelumnya memperlihatkan dari ketiga komponen pembentuk kualitas manusia, komponen kesehatan ternyata paling tertinggal, walaupun percepatan dari aspek kesehatan sudah terlihat. Diantara aspek kesehatan yang paling dominan diatasi adalah mempercepat penurunan angka kematian bayi, mengatasi jenis penyakit utama, seperti TBC, ISPA, Jantung dan Malaria. Sementara dalam perjalanan waktu, Sumatera Barat juga tertular berbagai jenis penyakit menular seperti AIDS dan Flu Burung. Kebijakan pembangunan kesehatan perlu diarahkan untuk pembebasan dari jenis penyakit utama demikian.

10. Angka kematian bayi sudah turun cepat semenjak tahun 1970-an, dan sampai pertengahan tahun 2005, Sumatera Barat sudah memasuki regim akhir tahap kedua transisi demografi. Diperlihatkan oleh relatif tajamnya penurunan angka kematian bayi. Saat sekarang angka kematian bayi masih berkisar 35 per 1000 kelahiran. Faktor tingkah laku kebersihan merupakan penyumbang utama penyebab angka kematian bayi di daerah ini. Secara implisit dalam jangka panjang perbaikan tingkah laku dan sanitasi adalah merupakan kebijakan penting untuk mengatasi hal ini. Selain dari itu bagi daerah berkarakter tertentu (daerah nelayan, terpencil, dan kawasan kumuh perkotaan) aspek kematian bayi dapat saja terjadi sebagai konsekwensi dari masih terbatasnya jangkauan rumah tangga terhadap masukan gizi yang baik. Sebagai konsekwensi pada daerah-daerah yang dipahami demikian, intervensi langsung adalah sesuatu yang masih relevan dilakukan pada masa yang akan datang.

Grafik 6. Angka Harapan Hidup Penduduk Menurut Provinsi 1990-2005

55 60 65 70 75

Sumbar

Kaltim

Yogya

Sulut

Indonesia

1990 2005

32

11. Jenis penyakit menular lainnya perlu pula ditempatkan sebagai prioritas kebijakan pembangunan kesehatan masyarakat. Mengingat pada lima tahun terakhir, perkembangan penderita AIDS menunjukkan tendensi yang mengkhawatirkan. Efek samping dari mobilitas tenaga kerja, khususnya ke daerah Timur Sumatera, menjadikan Sumatera Barat merupakan daerah yang rawan AIDS dan perlu memperoleh prioritas penanganan.

12. Persoalan utama ketenagakerjaan adalah semakin meningkatnya

penawaran dari angkatan kerja dan sebaliknya terbatasnya kesempatan kerja. Tingkat partisipasi angkatan kerja Sumatera Barat mengalami peningkatan yang sangat tajam baik laki-laki maupun perempuan. Jumlah angkatan kerja laki-laki pada tahun 2000 sebesar 1,07 juta meningkat menjadi 1,77 tahun 2005. Sementara angkatan kerja wanita meningkat dari tahun 2000 sebanyak 796,3 ribu menjadi 1,2 juta. Sejalan dengan hal tersebut, pasar kerja semakin fleksibel. Disamping itu, sekalipun mutu tenaga kerja semakin membaik bila dilihat dari latar belakang pendidikan, 42% pendidikan angkatan kerja tamat SD ke bawah.

13. Produk pendidikan perlu mengutamakan pencapaian keterampilan kerja

yang terkait dengan usaha pengolahan industri berbasis pertanian, pariwisata dan jasa pendidikan. Hal ini sesuai dengan fokus pembangunan Sumatera Barat. Fleksibilitas program latihan kerja sangat diperlukan mengingat kekurangan keterampilan, wawasan, dan emosional sampai kepada spiritual angkatan kerja. Fleksibilitas dari training harus perlu mengakomodasi keperluan daya saing.

14. Lapangan kerja untuk wanita serta produktivitas kerja perlu diupayakan

peningkatannya mengingat semakin banyaknya jumlah pencari kerja dari kaum wanita. Dimana ditemukan 48,4% tahun 2005 tingkat partisipasi angkatan kerja wanita. Segala akses yang dapat mempermudah pekerja wanita meningkatkan peran ganda, baik sebagai ibu rumah tangga maupun tenaga kerja (wanita karir) adalah salah satu kebijakan sangat penting untuk peningkatan kesejahteraan keluarga dan masyarakat secara keseluruhan.

33

B. Tantangan

1. Percepatan pemerataan pendidikan akan terkendala pada daerah pantai, daerah tepian hutan, dan daerah perkebunan. Disamping juga terkendala pada rumah tangga miskin. Ketiga karakter daerah seperti ini menyumbang lambannya pencapaian dari pemerataan pendidikan. Sementara itu perlu pula upaya yang khusus untuk mengatasi pelayanan pendidikan pada daerah-daerah yang dimaksud. Pada daerah yang dianggap sulit jangkauan transportasinya, faktor utama tidak saja jarak tempuh ke sekolah, namun faktor penghalang adalah segala konsekwensi dari beban sekolah. Partisipasi masyarakat untuk mendukung pendidikan diperlukan pada masa yang akan datang. Selain dari itu percepatan pencapaian kualitas pendidikan di tempat lain, sebagai akibat globalisasi mengharuskan kita untuk melakukan berbagai penyesuaian. Agar definisi kualitas yang sudah digariskan sesuai dengan perkembangan tuntutan pada masa yang akan datang. Sejalan dengan itu, praktek pembangunan pendidikan juga mengakomodasi prinsip tata kelola yang baik dan transparan.

2. Tantangan utama pelayanan kesehatan dasar adalah bagaimana

meningkatkan partisipasi masyarakat terhadap penyediaan pelayanan kesehatan. Selain dari itu masih ditemukan wilayah yang relatif sulit untuk dijangkau dalam setiap bentuk pelayanan yang diberikan. Saat ini muncul kecendrungan semakin tingginya jumlah dari pasien yang berobat ke luar daerah, khususnya Jakarta, Malaysia dan Singapura. Faktor utama adalah masih belum jelasnya fokus pelayanan kesehatan yang diberikan di rumah sakit-rumah sakit yang ada di daerah-daerah. Sistem pelayanan kesehatan dasar perlu ditingkatkan lagi eksistensi dan pemanfaatannya. Sementara pelayanan rumah sakit perlu terspesialisasi pada masing-masing daerah (Stroke, Ginjal, Jantung, Ortopedi, Paru, Psikotropika dll), sehingga persoalan mutu pelayanan dijadikan sebagai tantangan untuk diperbaiki pada masa yang akan datang untuk menjadikan pelayanan kesehatan yang handal dalam jangka panjang. Selain dari perubahan lingkungan global tidak kecil tantangannya terhadap aspek kesehatan masyarakat.

3. Semakin bervariasinya kebutuhan akan keterampilan kerja merupakan

tantangan baru dari persoalan ketenagakerjaan yang perlu diatasi. Saat bersamaan semakin besarnya arus mobilitas tenaga kerja baik masuk dan ke luar dari provinsi ini, khususnya yang memiliki pendidikan menengah dan tinggi. Selain dari keterampilan kerja, diperlukan pula

34

peningkatan produktivitas tenaga kerja. Saat bersamaan perubahan harga minyak internasional, juga memberikan tantangan terhadap investasi, baik investasi pemerintah maupun investasi swasta. Sehingga permintaan tenaga kerja juga semakin tidak jelas. Rendahnya daya saing tenaga kerja, juga menjadikan tantangan tersendiri.

C. Potensi 1. Secara historis, masyarakat Sumatera Barat sudah lebih dulu

memperoleh pendidikan dan telah memberikan akumulasi kualitas yang begitu signifikan. Sehingga baik ketersediaan prasarana, sarana pendidikan, serta pencapaian kualitas yang ada menjadikan hal itu berpotensi untuk dikembangkan lebih baik lagi pada masa yang akan datang. Kenyataan demikian diperlihatkan dari semakin banyaknya tamatan yang melanjutkan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi yang bermutu di Indonesia. Berbagai jenis pendidikan umum dan keterampilan menjadi diperlukan sesuai dengan perkembangan ekonomi serta sosial budaya, tidak hanya pada wilayah Sumatera Barat, namun perubahan itu juga pada kawasan regional.

2. Semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan hidup sehat, serta semakin meningkatnya kehidupan sosial ekonomi, menyebabkan kebutuhan akan pelayanan kesehatan dasar dan kesehatan yang lebih spesifik. Sehingga pada masa yang akan datang potensi pelayanan kesehatan dasar dan rumah sakit dapat membendung arus permintaan pelayanan kesehatan spesifik ke luar Sumatera Barat. Selain dari itu berkembangnya pendidikan kesehatan dapat menjadi potensi tersedianya ketenagaan serta sistem.

3. Tingginya permintaan tenaga kerja pada kawasan Sumatera Bagian Timur, dan berkembangnya berbagai pusat pertumbuhan ekonomi, menyebabkan tingginya kebutuhan akan tenaga kerja, khususnya tenaga kerja terampil. Saat bersamaan, masyarakat Sumatra Barat relatif memiliki jiwa wirausaha, khususnya pada sektor perdagangan dan jasa. Demikian juga, semakin tingginya pendidikan wanita menyebabkan semakin banyaknya tersedia wanita yang lebih terampil, dan merupakan potensi untuk meningkatkan eksistensi dan pengembangan ekonomi.

35

2.1.6. PRASARANA DAN SARANA A. Kondisi Saat Ini

1. Kondisi sarana dan prasarana di Provinsi Sumatera Barat saat ini masih

belum sepenuhnya mampu mendukung aktifitas pembangunan daerah. Prasarana transportasi darat berupa jalan yang bertujuan untuk memperlancar arus barang dan jasa serta pelayanan pergerakan masyarakat, kondisinya belum sepenuhnya baik. Panjang jalan pada tahun 2005 adalah 15.071,61 km yang terdiri dari jalan nasional sepanjang 1.200,09 km (7,97%), jalan provinsi sepanjang 1.166,86 km (7,76%) dan jalan kabupaten dan kota sepanjang 12.706,66 km (84,30%). Ruas jalan di atas, kondisinya juga beragam, dimana jalan aspal sepanjang 571,40 km (4,5%), jalan hotmix sepanjang 4.937,62 km (31,78%), jalan beton sepanjang 12,15 km, jalan berbatu sepanjang 97,51 km (0,77%), jalan kerikil sepanjang 2.867,95 km (22,57%), dan jalan tanah sepanjang 5.118,03 km (40,29%). Dengan jenis jalan dan kondisi demikian beban pemeliharaan jalan semakin banyak pada kabupaten. Selain dari itu, kondisi jalan ke sentra produksi pertanian, lintas provinsi masih terbatas.

2. Kondisi jalan antar ibukota provinsi dan ibukota kabupaten dan kota

dalam provinsi selalu diupayakan pemeliharaannya. Diantara jalan raya yang terpadat adalah jalan raya Padang - Bukittinggi - Pekan Baru. Dan diperkirakan, jarak tempuh waktu menjadi lama akibat kemacetan. Untuk mengurangi kemacetan dan menciptakan jalan alternatif, telah mulai dibangun jalan melalui Sicincin- Malalak-Bukittinggi. Pembangunan jalan ini merupakan solusi mengatasi kemacetan dan pengadaan jalan alternatif jika terjadi longsor yang sering terjadi di jalur ini. Sekalipun, dalam jangka panjang sebenarnya jalan koridor Padang-Bukittinggi-Payakumbuh semestinya diperluas menjadi jalan dua jalur. Selain dari itu untuk mendukung pembangunan kawasan barat Sumatera, jalan jalur Pantai Barat Sumatera dari Sibolga sampai Ke Bengkulu masih sempit dan perlu dikembangkan.

3. Disamping prasarana jalan, sampai dengan tahun 2006 juga terdapat

1.232 buah jembatan dengan panjang keseluruhan 21.164 km. Kondisi jembatan ini sebagaimana halnya dengan jalan juga beragam, mulai dari jembatan yang darurat sampai permanen. Sarana angkutan yang tersedia berupa Angkutan Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP), angkutan sewa, dan angkutan dalam kota, serta angkutan lokal. Pada akhir tahun

36

2005 tercatat 2.587 bus AKDP, kenyataannya yang beroperasi hanya sebanyak 1.894 buah bis, 328 armada angkutan sewa, dan 734 armada taksi. Persoalan utama adalah penataan armada kota dan angkutan antar kota yang mendukung perkembangan sub sektor parawisata, perdagangan dan pelayanan transportasi umum lainnya.

4. Kondisi jalur rel kereta api di Sumatera Barat sudah tidak termanfaatkan

secara optimal, karena moda angkutan kereta api sudah tidak begitu diminati dan ketiadaan muatan. Panjang rel kereta api adalah 319 km (33 km diantaranya merupakan rel gigi). Panjang rel yang terpakai hanya 196 km. Tipe bantalan terdiri dari bantalan beton sepanjang 15 km dan bantalan baja 30 km. Rel kereta api terdiri dari tiga macam tipe, yaitu: R 25, R 33, dan R 45. Tipe R 25 terdapat pada lintas cabang Lubuk Alung – Naras, lintas R 33 pada lintas raya Teluk Bayur-Sawahlunto, dan R33 dan R42 pada Lintas Cabang Bukit Putus-Indarung. Jumlah lokomotif sebanyak 20 unit, yang terdiri dari gerbong 137 unit, gerbong batubara 161 unit, dan gerbong penumpang 13 unit. Pada tahun 2001 kereta api Sumatera Barat mengangkut 34.479 orang dan 3.023.752 ton barang. Barang yang diangkut hanya berupa batu bara dan semen dengan jumlah masing-masing 476.834 ton dan 2.543.918 ton. Dengan mengangkut penumpang dan kedua jenis barang tersebut PT. KAI Sumbar mendapatkan pendapatan sebesar Rp 15,24 milyar. Pendapatan ini sebesar 97,8% berasal dari barang dan hanya 2,2% saja dari penumpang. Berarti pengangkutan barang memberikan pendapatan yang sangat signifikan bagi perkeretapian Sumatera Barat. Namun demikian semenjak tahun 2003 PT. KAI tidak lagi beroperasi pada jalur Sawahlunto-Teluk Bayur karena tidak adanya lagi muatan batubara yang disebabkan karena berhentinya produksi PT. Bukit Asam. Saat ini keret api Sumatera Barat hanya melayani jalur wisata Padang - Pariaman dan jalur Indarung – Teluk Bayur untuk mengangkut semen curah.

5. Pelabuhan Teluk Bayur di kota Padang sebagai pelabuhan laut yang

utama. Pelabuhan ini terletak lebih kurang 7 km dari pusat kota Padang dengan luas areal 434,47 ha yang terdiri dari luas daratan 428 ha dan lautan 6,47 ha. Pelabuhan ini mempunyai dermaga umum, dermaga khusus, gudang dan lapangan dengan luas yang memadai. Aktifitas pelabuhan Teluk Bayur pada tahun 2001-2005 cukup memuaskan yang terlihat dari peningkatan pemakaian fasilitas dermaga. BOR pada tahun 2001 sebesar 54,0 % meningkat menjadi 67,2% pada tahun 2005. BTP juga naik dari 3.654,4% tahun 2001 menjadi 4.370,9% pada tahun

37

2005. Jika BOR dermaga telah mencapai 70%, dengan kondisi peningkatan pemanfaatan, berarti pelabuhan ini telah memerlukan pengembangan. Lebih-lebih lagi dengan berkembangnya sub sektor perkebunan di wilayah Sumatera Barat, serta semakin berkembangnya kawasan pertumbuhan ekonomi baru Asia Selatan dan Afrika Maghribi, yang menyebabkan dalam jangka panjang, hubungan dagang Indonesia bagian Barat dengan kedua kawasan tersebut akan menjanjikan. Oleh sebab itu keperluan akan pelabuhan dermaga beserta fasilitas bongkar muat yang cepat dan efisien perlu dipikirkan lebih lanjut pengembangannya.

6. Jenis kapal yang memanfaatkan Pelabuhan Teluk Bayur terdiri dari

kapal samudera, kapal nusantara, dan kapal tanker. Kapal samudera adalah kapal yang jangkauan pelayarannya mencakup antar samudera dan antar negara. Kapal nusantara adalah kapal yang jangkauan pelayarannya di dalam wilayah negara Indonesia, sedangkan kapal tanker adalah kapal yang khusus memuat dan membongkar minyak bumi. Pada tahun 2003 terdapat 237 unit kapal samudera dengan beban 4.638.591 DWT, 1.246 unit kapal nusantara dengan beban sebesar 5.686.594 DWT, dan 285 unit kapal tanker dengan beban 2.464.498 DWT. Beda halnya dengan muatan barang yang cukup menggembirakan, angkutan penumpang kapal laut di pelabuhan Teluk Bayur kurang diminati karena bersaing dengan angkutan udara yang sudah menerapkan penerbangan murah. Akibatnya sejak tahun 2003 angkutan penumpang Jakarta – Sibolga via Teluk Bayur dihentikan. Padahal pada tahun itu sebelumnya tercatat sebanyak 16.006 orang penumpang yang naik dan 14.640 orang penumpang yang turun. Selain pelabuhan Teluk Bayur, Sumatera Barat masih memilki beberapa pelabuhan laut, yaitu Pelabuhan Nasional terdapat di Muara Padang, Sikakap dan Sioban. Pelabuhan Regional terdapat di Muara Siberut, Pokai, Air Bangis, Sasak, Air Haji, dan Panasahan – Carocok Painan serta Pelabuhan Lokal terdapat di Tua Pejat dan Bake. Pelabuhan perikanan terdapat di Bungus (Pelabuhan Samudera), Carocok, dan Sikakap. Pelabuhan ini mempunyai peranan penting dalam menyediakan jasa angkutan barang antar pulau, regional dan lokal.

7. Prasarana transportasi udara yang dimiliki Sumatera Barat berupa

pelabuhan udara/Bandara Internasional Minangkabau (BIM), pelabuhan udara Tabing, dan Pelabuhan udara Rokot di Kepulauan Mentawai. BIM merupakan bandara internasional yang melayani jasa penerbangan sipil untuk penumpang dan kargo, sedangkan bandara Tabing pasca

38

kepindahan penerbangan sipil berfungsi secara spesifik sebagai pangkalan udara militer (TNI – AU). Sedangkan bandara Rokot di Mentawai merupakan pengembangan pelabuhan udara perintis yang melayani rute Padang–Mentawai untuk menambah moda angkutan yang meningkat jumlah permintaannya sehubungan dengan pemekaran Kepulauan Mentawai menjadi kabupaten yang definitif. Penerbangan domestik dari BIM melayani penerbangan langsung domestik yang berjadwal (reguler flight) dengan tujuan antara lain Medan, Jakarta, Batam dan Bandung. Sedangkan penerbangan langsung ke luar negeri dan berjadwal adalah ke Singapura dan Malaysia. Pada tahun 2005 jumlah pesawat dalam negeri yang datang dan berangkat masing-masing sebanyak 6.188 penerbangan, sedangkan kedatangan dan keberangkatan luar negeri masing-masing sebanyak 810 penerbangan.

8. Sebagai daerah yang berada dalam lintasan bencana gempa bumi dan

dikelililingi oleh perbukitan, sebagian jalan berada di kawasan rawan longsor dan bencana alam. Karena itu tingkat kerusakan jalan karena bencana alam frekuensinya cukup tinggi disamping kerusakan yang disebabkan oleh kelalaian manusia berupa tonase sarana angkutan yang melebihi kapasitas jalan. Semenjak terjadinya krisis ekonomi di penghujung tahun 1990-an, anggaran pembangunan jalan juga turun. Akibatnya kebijakan pembangunan jalan lebih diarahkan pada pemeliharaan jalan yang ada. Hal ini berpengaruh terhadap kondisi jalan.

9. Pengadaan air bersih merupakan kebutuhan bagi masyarakat Sumatera

Barat, terutama di wilayah perkotaan. Dalam era otonomi daerah ini, pembangunan sarana dan prasarana air bersih dilaksanakan oleh pemerintah Kabupaten dan Kota. Kondisi objektif di lapangan, tidak semua Kabupaten dan Kota memiliki sumber air bersih yang bisa diolah untuk mencukupi kebutuhan penduduknya. Jumlah pelanggan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) di Sumatera Barat secara terus menerus menunjukkan peningkatan sejalan dengan kebutuhan air bersih masyarakat. Dari data tahun 1997 pelanggan air minum menunjukkan kecenderungan meningkat pada tahun berikutnya yaitu dari 121.209 unit menjadi 153.715 unit pada tahun 2004. Bila melihat fenomena tersebut maka dapat diperkirakan bahwa untuk tahun-tahun mendatang, kebutuhan akan air minum akan terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk, kemajuan pembangunan daerah dan peningkatan teknologi. Oleh sebab itu perlu ditingkatkan daerah yang dapat meningkatkan debit air, yang nantinya dapat

39

mempertahankan keperluan air untuk konsumsi dan pertanian dalam jangka panjang.

10. Kebutuhan listrik Sumatera Barat disuplai oleh beberapa pembangkit

terutama pembangkit listrik berupa tenaga air (PLTA). Saat ini terdapat PLTA Maninjau, PLTA Agam dan PLTA Singkarak. Di samping itu juga terdapat beberapa pembangkit listrik tenaga uap, tenaga diesel dan PLTA Koto Panjang yang merupakan interkoneksi dengan Provinsi Riau. Dengan kondisi pembangkit seperti di atas, kebutuhan listrik untuk Sumatera Barat dapat dipenuhi. Namun demikian, pada waktu tertentu seperti musim kemarau, debit air menjadi turun dan tenaga listrik berkurang sehingga pada waktu tertentu terjadi pemadaman listrik secara bergantian.

11. Listrik masuk desa sudah menjadi program sejak beberapa tahun

sebelumnya. Program ini sudah meningkatkan jumlah desa yang mendapat aliran listrik. Namun demikian masih terdapat desa-desa yang belum mendapat aliran listrik, atau mendapatkan listrik dengan voltase yang rendah. Potensi pembangkit listrik tenaga air dan sumber pembangkit lainnya cukup tersedia namun belum dimanfaatkan secara optimal. Justru itu kekurangan listrik terutama di perdesaan dapat dipenuhi dengan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia di wilayah itu melalui aplikasi teknologi tepat guna.

12. Sumatera Barat juga mempunyai potensi cukup besar untuk sumber

energi lainnya yang dapat dikembangkan di masa mendatang untuk pembangkit tenaga listrik. Mengingat begitu banyaknya sumber panas bumi yang ada di daerah terutama di Kabupaten Pasaman, maka energi dari sumber panas bumi menjadi sangat prospektif dieksploitasi pada masa yang akan datang guna meningkatkan produksi tenaga listrik untuk Sumatera Barat.

13. Telepon merupakan alat komunikasi yang terpenting di Provinsi

Sumatera Barat, dan pada saat ini pada umumnya di seluruh kota dan kabupaten di Sumatera Barat telah mempunyai jaringan Stasiun Telepon Otomat (STO) yang dapat menghubungkan koneksi telepon lokal, interlokal, maupun internasional. Pada tahun 2003, di seluruh Provinsi Sumatera Barat telah memiliki 74 buah sentral telepon otomat yang tersebar di seluruh kota dan kabupaten dengan kapasitas terpasang sebanyak 142.779 satuan sambungan telepon. Dari kapasitas terpasang

40

ini, kapasitas yang terpakai adalah sebanyak 137.397 sambungan, sehingga masih belum dimanfaatkan sebanyak 5.382 sambungan.

14. Kondisi sarana dan prasarana drainase saat ini beragam antar

kabupaten dan kota di Sumatera Barat. Hal ini terkait dengan topografi setempat. Di daerah yang terletak pada dataran tinggi drainasenya lebih lancar dibandingkan dengan dataran rendah. Keadaan ini terjadi karena sistem drainase yang dibuat relatif sama, sehingga kelancarannya lebih tinggi di daerah yang topografinya tidak datar. Kemudian saluran drainase sering mampet karena budaya masyarakat yang masih membuang sampah ke dalam saluran drainase, disamping relatif rendahnya pemeliharaan saluran tersebut. Sistim pengelolaan limbah rumah tangga di Sumatera Barat masih sederhana dengan mengalirkan saluran air limbah rumah tangga ke saluran drainase. Sementara penampungan tinja dilakukan dengan membangun tangki septik pada masing-masing rumah tangga. Jika sudah penuh, mobil penyedot yang dikelola pemda atau swasta mendatangi tempat tersebut dan membuangnya pada tempat tertentu. Sebagian di antaranya telah mempunyai instalasi pengolahan limbah. Pertambahan penduduk yang semakin tinggi dengan aktifitas yang meningkat, menyebabkan pengelolaannya perlu ditingkatkan.

15. Secara umum pengelolaan sampah dilakukan adalah dengan

mengumpulkan sampah rumah dalam kantong plastik atau karung dan ditempatkan di depan rumah. Kemudian petugas mengumpulkannya dalam Tempat Penampungan Sementara (TPS) yang ditempatkan di setiap kelurahan atau RW. Selanjutnya truk sampah mengangkutnya ke Lokasi Pengolahan Akhir (LPA). Penanganannya sederhana dengan membakar sebagian tumpukan sampah dan dijadikan kompos. Permasalahan umum dihadapi adalah bercampurnya sampah organik dan an-organik. Hal ini menyebabkan pengolahan lebih lanjut menjadi sulit. Pemisahan ini seyogyanya dilakukan mulai dari rumah tangga sampai ke tempat pembuangan akhir. Dengan cara ini teknologi pengolahan sampah yang lebih efektif dan efisien dapat dilaksanakan.

41

B. Tantangan 1. Tantangan pembangunan sarana dan prasarana transportasi di dalam

provinsi adalah meningkatnya kebutuhan terhadap kuantitas dan kualitas jalan. Ruas utama Padang – Bukittinggi memerlukan penambahan jalur jalan karena semakin banyaknya jumlah kendaraan yang melintasi jalan tersebut. Tantangan lain adalah masih banyaknya jalan yang belum terbangun ataupun kualitas jalan yang belum baik ke lokasi sentra produksi , terutama sentra produksi pertanian. Tantangan prasarana transportasi antar provinsi adalah mendesaknya pembangunan jalan Bukittinggi-Pekan Baru. Ruas jalan antara kota Payakumbuh dan Pekan Baru yang rawan longsor merupakan tantangan yang perlu mendapatkan perhatian karena ruas jalan ini merupakan jalan satu-satunya yang menghubungkan antara ke dua kota tersebut. Pembangunan jalan Jalur Pantai Barat Sumatera dari Sibolga sampai Ke Bengkulu merupakan tantangan pula untuk menjadikan Sumatera Barat sebagai gerbang Sumatera Bagian Barat.

2. Dalam hal sarana transportasi, penataan armada kota dan angkutan

antar kota yang mendukung perkembangan sub sektor parawisata, perdagangan dan pelayanan transportasi umum lainnya merupakan tantangan yang harus disikapi dengan tepat.

3. Penurunan aktifitas perkeretaapian di Sumatera Barat di satu sisi dan

peningkatan pembangunan di wilayah timur Sumatera seperti di Pekan Baru menciptakan peluang untuk melakukan membuka jaringan jalan kereta api Padang-Solok-Pekan Baru. Kondisi ini merupakan tantangan bagi pengembangan infrastruktur perkeretaapian di dalam daerah dan provinsi tetangga.

4. Peningkatan volume barang terutama produksi pertanian dan

perkebunan yang diekspor melalui pelabuhan Teluk Bayur, memerlukan peningkatan sarana dan prasana pelabuhan laut. Pengadaan dan peningkatan sarana dan prasarana ini merupakan tantangan dalam pengembangan pelabuhan laut.

5. Tantangan dalam pengembangan pelabuhan udara adalah

meningkatnya volume barang dan penumpang yang memanfaatkan Bandara Internasional Minangkabau. Untuk ini diperlukan penambahan rute penerbangan domestik dan internasional dan peningkatan sarana dan prasarana penunjang.

42

6. Tantangan dalam pemenuhan kebutuhan air bersih bagi masyarakat

Sumatera Barat adalah meningkatnya volume yang dibutuhkan, sementara itu tidak semua kabupaten dan kota mempunyai sumber air bersih sesuai dengan kebutuhan tersebut. Untuk itu perlu dilakukan kerjasama antar daerah dalam melaksanakan sinergi dalam pengembangan fasilitas air bersih.

7. Kebutuhan yang semakin meningkat terhadap tenaga listrik merupakan

tantangan yang aktual. Di samping itu pembangkit listrik tenaga air debitnya semakin turun seiring dengan menurunnya kualitas lingkungan, terutama penebangan hutan yang menyebabkan menurunnya kandungan air tanah. Di samping itu diperlukan sumber energi listrik baru seperti pembangkit listrik tenaga uap, laut, panas bumi, dsb.

8. Penuntasan Listrik masuk desa merupakan tantangan dalam penyediaan

energi sampai ke perdesaan. Saat ini wilayah perdesaan masih banyak merupakan kantong kemiskinan, terutama yang belum mendapatkan arus listrik sehingga proses produksi di perdesaan belum berjalan dengan baik. Di samping itu tegangan listrik yang masih rendah di sebagian wilayah perdesaan juga merupakan tantangan yang dihadapi dalam memecahkan masalah kelistrikan desa.

9. Kapasitas terpasang sambungan telpon saat ini lebih besar daripada

pemanfaatannya. Justru itu masih tersisa sambungan telpon yang belum dimanfaatkan. Tantangan yang dihadapi adalah bagaimana memanfaatkan sambungan telpon yang tersedia, sehingga tidak terjadi kelebihan sambungan telpon.

10. Tantangan dalam pengembangan drainase adalah bagaimana

mengembangkan sistem drainase pada wilayah yang mempunyai topografi dataran rendah. Di wilayah ini sering terdapat drainase yang mampet. Di samping itu juga budaya masyarakat yang masih cendrung membuang sampah ke dalam saluran drainase.

11. Tantangan dalam pengelolaan limbah adalah bagaimana memisahkan

sampah organik dan non organik semenjak dari penampungan sampah di tingkat rumahtangga. Kondisi ini terkait dengan kebiasaan masyarakat yang belum terbiasa dalam penanganan sampah rumahtangga. Justru itu pemilihan teknologi tepat guna dalam pengolahan limbah merupakan tantangan tersendiri.

43

C. Potensi

1. Potensi pengembangan prasarana transportasi berupa jalan masih

tersedia berupa lahan untuk pembangunan ruas jalan yang baru. Namun demikian untuk jalur Padang-Bukittinggi-Pekan Baru perlu ditindaklanjuti dengan pembebasan lahan karena terdapatnya beberapa bangunan di kiri-kanan jalan yang ada saat ini. Di samping itu saat ini juga sudah dibangun jalan Sicincin-Malalak yang berpotensi untuk mengurangi kepadatan lalu lintas.

2. Armada kota dan angkutan antar kota berpotensi untuk ditata karena

merupakan otoritas dinas perhubungan dan dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan. Penataan sarana transportasi ini ditujukan untuk mendukung pengembangan pariwisata, perdagangan, dan pelayanan transportasi lainnya.

3. Potensi pengembangan jaringan kereta api muncul seiring dengan

berkembangnya komoditas perkebunan di Sumatera Barat dan Riau, serta berkembangnya pelabuhan laut di Pantai Sumatera. Untuk itu jalur kereta apai Padang-Solok-Pekan Baru berpotensi untuk dikembangkan.

4. Pelabuhan Teluk Bayur berpotensi untuk dikembangkan terkait dengan

peningkatan volume barang yang melewati pelabuhan ini di masa datang. Sarana dan prasarana pelabuhan masih memungkinkan untuk dikembangkan, apalagi secara gaeografis Pelabuhan Teluk Bayur merupakan pelabuhan alam yang mempunyai laut yang tenang dan aman bagi bersandarnya kapal.

5. Bandara Internasional Minangkabau berpotensi untuk ditingkatkan

sarana dan prasarananya baik kuantitas maupun kualitas, karena bandara ini telah dirancang sebagai bandara internasional. Di samping ini bandara ini juga berpotensi untuk dikembangkan rute penerbangan baru, baik penerbangan domestik maupun internasional.

6. Potensi air bersih di Sumatera Barat masih tersedia di beberapa

Kabupaten dan Kota. Walaupun sebagian kota tidak memiliki sumberdaya air bersih yang cukup untuk kebutuhan kotanya, namun dengan kerjasama dengan kabupaten tetangga kebutuhan ini dapat dipenuhi. Justru itu yang diperlukan adalah mekanisme kerjasama antar daerah sehingga terdapat sinergi dalam pengembangan wilayah. Konsep

44

pengembangan wilayah lintas kabupaten dan kota mempunyai potensi untuk menciptakan sinergisitas antar kabupaten dan kota di Sumatera Barat.

7. Potensi energi listrik di Sumatera Barat terutama berasal dari

Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Namun demikian masih terdapat potensi lainnya yang bisa dikembangkan, seperti tenaga surya, uap, ombak, dan lain-lain. Diperkirakan ke depan, Sumatera Barat masih mempunyai potensi yang cukup dalam pengadaan energi listrik, bahkan dapat mensuplai daerah tetangganya melalui sistem interkoneksi yang ada saat ini. Pemanfaatan potensi sumberdaya air akan dapat meningkatkan jumlah desa yang dialiri listrik dengan pemanfaatan teknologi tepat guna yang telah tersedia saat ini.

8. Potensi penyediaan sambungan telpon cukup besar, terbukti dengan

berlebihnya sambungan telpon yang belum termanfaatkan. Ke depan diproyeksikan kebutuhan sambungan telpon masih dapat dipenuhi karena masih terdapatnya potensi untuk menambah Satuan Sambungan Telpon (SST). Di samping itu potensi telpon seluler makin meningkat sejalan dengan berkembangnya teknologi komunikasi seluler.

9. Pada daerah yang mempunyai topografi bergelombang, potensi drainase

dengan teknologi yang relatif sederhana seperti saat ini masih mampu mengatasi permasalahan drainase. Di samping itu pada dataran rendah masalah drainase yang cendrun mampat dapat diatasi dengan pemanfaatan teknologi tepat guna. Di samping itu kebiasaan masyarakat untuk membuang limbah ke saluran drainase berpotensi untuk dirobah melalui penyuluhan dan penyediaan sarana penampung sampah.

10. Potensi pengolahan limbah yang dimulai dengan memisahkan sampah

organik dan non organik pada tingkat rumahtangga dapat dioptimalkan melalui pengadaan sarana penampungan yang berbeda. Di samping itu pengolahan pada tahap berikutnya dapat dioptimalkan melalui pemanfaatan teknologi pengolahan sampah yang saat ini belum dilaksanakan secara optimal di setiap kabupaten dan kota.

45

2.1.7. TATA RUANG DAN PEMBANGUNAN WILAYAH A. Kondisi Saat Ini 1. Tata ruang Provinsi Sumatera Barat saat ini masih dalam kondisi

bermasalah. Dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2005-2019 sampai saat ini belum tuntas penyusunannya, sehingga belum lagi dikeluarkan Peraturan Daerah untuk penetapannya. Mengingat saat ini sudah tahun 2008, maka selama periode 2005-2008 (tiga tahun) Provinsi Sumatera Barat sebenarnya tidak mempunyai legalitas dalam penataan ruang. Sementara itu kondisi eksternal daerah sudah jauh berubah, sehingga penyusunan rencana tata ruang yang lebih aktual dan sangat mendesak untuk dilaksanakan.

2. Beberapa daerah Kabupaten dan Kota sudah selesai menyusun konsep

tata ruangnya, namun sampai saat ini belum bisa disahkan dan diperdakan karena menunggu selesainya penyusunan RTRW Provinsi Sumatera Barat. Justru itu pengesahan RTRW merupakan kebutuhan yang sangat mendesak bagi Provinsi Sumatera Barat. Konflik yang sering muncul dalam penyusunan dan pelaksanaan tata ruang adalah dalam penentuan kawasan lindung dan kawasan budidaya. Dalam hal ini antar sektor dan instansi sering tidak terdapat kesepakatan. Pengertian dan batasan kawasan lindung antara Departemen Kehutanan, Badan Pertanahan dan pemerintah daerah sering tedapat perbedaan. Demikian juga halnya dengan masyarakat (adat). Akibatnya sering terjadi benturan dalam penentuan kawasan lindung dan budidaya. Kondisi ini menyebabkan rumitnya penyusunan dokumen perencanaan tata ruang dan implementasinya di lapangan. Ketidakkonsistenan terhadap rencana tata ruang menyebabkan rencana tersebut tidak berjalan yang berujung pada tidak tertibnya pemanfaatan ruang dalam pembangunan. Kondisi ini juga ditemui di lapangan, termasuk pelanggaran peruntukan lahan yang dilaksanakan oleh aparatur sendiri. Justru itu perlu dilakukan upaya untuk senantiasa mengacu pada rencana tata ruang yang ada.

3. Ruang yang tersedia di Sumatera Barat dibagi atas kawasan lindung dan

kawasan budidaya. Luas kawasan lindung mencapai 1.910.679 ha dan luas kawasan budidaya 2.319.051 ha. Berarti 45.2% dari luas wilayah Sumatera Barat merupakan kawasan lindung dan 54.8% dari luas administratif keseluruhan sebesar 4.229.730 ha merupakan kawasan budidaya. Berarti kawasan lindung masih memiliki prosentase yang

46

cukup besar untuk menciptakan kondisi lingkungan yang lestari. Struktur dan pola pemanfaatan ruang Wilayah Provinsi Sumatera Barat terdiri dari struktur pemanfaatan ruang provinsi yang berupa hirarki pusat-pusat perkotaan dan arahan pola pemanfaatan ruang yang berfungsi lindung dan budidaya. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Kota Padang merupakan Pusat Kegiatan Nasional (PKN), Kota Pariaman, Sawahlunto, Muara Siberut, Bukitttinggi, dan Solok merupakan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW). Berhubung RTRW Provinsi Sumatera Barat masih dalam proses penyusunan, maka Pusat Kegiatan Lokal (PKL) sampai saat ini belum lagi ditetapkan.

4. Pelabuhan Teluk Bayur merupakan simpul transportasi laut nasional

yang merupakan pelabuhan internasional. Bandara Internasional Minangkabau merupakan simpul transportasi udara nasional sebagai pusat penyebaran sekunder.

5. Wilayah sungai yang bersifat lintas provinsi di Sumatra Barat terdiri dari

Batang Natal-Batang Batahan yang terdapat di provinsi Sumatra Utara dan Sumatera Barat, Rokan, Kampar, dan Indragiri,di Provinsi Riau dan Sumatera Barat, Batang Hari di Provinsi Jambi dan Sumatra Barat. Wilayah Sungai yang merupakan strategis nasional adalah: Anai, Kuranji, Arau, Mangau dan Antokan.

6. Kawasan lindung dipertahankan untuk menjaga kelestarian alam. Untuk

itu kawasan yang mempunyai kelerengan tinggi, rawan longsor, bencana banjir dan sejenisnya dipertahankan fungsi lindungnya. Kawasan lindung terdapat hampir pada semua Kabupaten/ kota di Sumatera Barat, namun yang termasuk Kawasan Lindung Nasional adalah suaka margasatwa Pagai Selatan.

7. Kawasan budidaya dimanfaatkan sebagai kawasan hutan produksi,

kawasan hutan rakyat, kawasan pertanian, kawasan perikanan, kawasan pertambangan, kawasan industri, kawasan pariwisata, kawasan permukiman, dan atau kawasan lainnya.

8. Kawasan pertanian dalam arti luas terdiri dari kawasan pertanian

tanaman pangan, perkebunan, peternakan, dan perikanan baik darat maupun laut. Kawasan ini telah ada peruntukannya, namun tidak diikuti dengan pengukuran di lapangan, sehingga luasnya yang pasti juga tidak diketahui.

47

9. Permintaan terhadap lahan untuk permukiman, industri, perdagangan

dan jasa yang meningkat di wilayah perkotaan dan penegakan hukum yang lemah dalam pengendalian ruang menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan pertanian yang berarti terjadi pelanggaran terhadap tata ruang. Kondisi ini menyebabkan terjadinya penurunan luas kawasan pertanian. Akibatnya pendapatan petani/peternak turun dan mengancam ketahanan pangan daerah dari sisi penurunan produksi pangan (ketersediaan pangan). Di samping itu masih terdapat lahan yang belum termanfaatkan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kondisi fisik dan kimia tanah di sebagian kabupaten dan kota.

10. Penataan ruang kawasan perdesaan yang didominasi oleh kegiatan

pertanian sampai saat ini belum terlaksana dengan baik, terlebih lagi belum ada rencana detail yang dilakukan. Pengecualian terjadi jika di perdesaan tersebut menjadi lokasi untuk penempatan aktifitas tertentu. Seyogyanya rencana tata ruang nagari – terutama di nagari yang menjadi percontohan pengentasan kemiskinan berbasis nagari – disusun dokumennya. Ketersediaan dokumen ini akan membantu pembangunan nagari secara lebih konkrit dalam penempatan aktifitas pembangunan nagari.

11. Kelembagaan penataan ruang dewasa ini sudah terbentuk di tingkat

nasional dan provinsi. Badan Koordinasi Penataan Ruang di daerah Sumatera Barat dibentuk untuk menindaklanjuti Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 147 tahun 2002 tentang Pedoman Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD). Dengan SK Gubernur Sumatera Barat Nomor 600-209-2007 tanggal 6 Juni 2007 BKPRD dikukuhkan dengan melibatkan stakeholder tata ruang : SKPD di lingkungan Pemda Sumatera Barat yang terkait, perguruan tinggi, pakar dan organisasi profesi. BKPRD bertugas antara lain: merumuskan berbagai kebijakan penataan ruang provinsi dengan memperhatikan kebijakan penataan ruang nasional dan kabupaten/kota, mengkoordinasikan penyusunan RTRW Provinsi, mensosialisasikan RTRW, melaksanakan supervisi, evaluasi, sampai membuat laporan pelaksanaan tugas. Implementasi pelaksanaan tugas di atas merupakan tantangan yang perlu diwujudkan oleh BKPRD.

12. Konsep pengembangan wilayah dengan pendekatan Pusat Pertumbuhan

yang diperkenalkan sejak zaman Repelita III sudah mulai ditinggalkan. Dikaitkan dengan kondisi objektif otonomi daerah, pembangunan

48

kabupaten dan kota perlu disinergikan agar terjadi sinergi antar daerah dan bukan kompetisi antar daerah. Saat ini sinergisitas pembangunan antar kabupaten/kota sudah berjalan pada beberapa daerah, namun demikian masih ada daerah yang bertetangga belum lagi melaksanakan pembangunan yang bersinergi, malahan ada yang mengarah kepada kompetisi antar daerah.

B. Tantangan 1. Tantangan terberat bagi Sumatera Barat saat ini dalam penataan ruang

adalah belum tersusunnya Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Propinsi Sumatera Barat. Sementara itu RTRW sebelumnya – yang disusun berdasarkan Undang- Undang Nomor 24/1992 tentang Penataan Ruang - sudah berakhir masa berlakunya pada tahun 2005. Saat ini telah lahir pula Undang-Undang Nomor 26/2007 tentang Penataan Ruang, sehingga perlu disusun RTRW Sumatera Barat yang baru yang sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26/2007.

2. Luas kawasan kawasan budidaya 2.319.051 ha, berarti 54.8% dari luas

administratif keseluruhan sebesar 4.229.730 ha. Tantangan yang dihadapi adalah luas kawasan budidaya ini tidak merata antar daerah Kabupaten/Kota. Kota Padang Panjang dan kota Solok mempunyai kawasan budidaya yang relatih sempit, sehingga kesulitan dalam penyediaan lahan untuk pembangunan. Untuk itu diperlukan penataan ruang yang mampu mensinergikan pembangunan antar wilayah.

3. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26

Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Kota Padang merupakan Pusat Kegiatan Nasional (PKN), Kota Pariaman, Sawahlunto, Muara Siberut, Bukitttinggi, dan Solok merupakan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW). Karena RTRW Provinsi Sumatera Barat masih dalam proses penyusunan, maka Pusat Kegiatan Lokal (PKL) sampai saat ini belum lagi ditetapkan. Penentuan PKL yang tepat merupakan tantangan dalam penyusunan RTRW Sumatera Barat.

4. Pelabuhan Laut Teluk Bayur dan Bandara Internasional Minangkabau di

dalam RTRW Nasional merupakan simpul transportasi laut dan udara internasional. Kedua pelabuhan ini berpotensi untuk dikembangkan. Tantangan yang dihadapi adalah pengadaan investor untuk pengembangan pelabuhan tersebut.

49

5. Sungai-sungai yang terdapat di Sumatera Barat sebagian di antaranya merupakan sungai yang strategis secara nasional. Tantangan yang dihadapi dalam penataan sungai ini adalah bagaimana pemanfaatannya secara optimal dan mengurangi dampak bencana berupa banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau. Tantangan ini terjadi antara lain karena eksploitasi hutan yang tidak terkendali.

6. Keterbatasan lahan untuk pembangunan menyebabkan kawasan lindung

terancam untuk dieksploitasi. Sementara itu kawasan lindung perlu dipertahankan untuk menjaga kelestarian alam. Tantangan yang dihadapi adalah mempertahankan luas kawasan lindung sampai batas tertentu yang tidak mengganggu lajunya pembangunan dan juga menjamin keseimbangan lingkungan sehingga tercipta pembangunan yang berkelanjutan.

7. Kawasan budidaya khususnya kawasan strategis luasnya belum terukur

secara pasti di lapangan. Justru itu tantangan ke depan adalah bagaimana menentukan luas kawasan budidaya secara pasti, terutama kawasan strategis.

8. Badan Koordinasi Penataan Ruang di daerah Sumatera Barat telah

dibentuk untuk menindaklanjuti Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 147 tahun 2002 tentang Pedoman Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD). Dengan SK Gubernur Sumatera Barat Nomor 600-209-2007 tanggal 6 Juni 2007 BKPRD dikukuhkan dengan melibatkan stakeholder tata ruang : SKPD di lingkungan Pemda Sumatera Barat yang terkait, perguruan tinggi, pakar dan organisasi profesi. BKPRD bertugas antara lain: merumuskan berbagai kebijakan penataan ruang provinsi dengan memperhatikan kebijakan penataan ruang nasional dan kabupaten dan kota, mengkoordinasikan penyusunan RTRW Provinsi, mensosialisasikan RTRW, melaksanakan supervisi, evaluasi, sampai membuat laporan pelaksanaan tugas. Tantangan yang dihadapi adalah bagaimana mengefektifkan peran lembaga ini dalam penataan ruang di Sumatera Barat.

9. Pembangunan antar wilayah di Sumatera Barat belum berjalan secara

sinergis dalam era otonomi daerah. Tantangan yang dihadapi adalah bagaimana mengeliminir terjadinya kompetisi antar daerah dan merobahnya menjadi sinergi di antara daerah yang bertetangga.

50

C. Potensi

1. Sumatera Barat mempunyai potensi untuk menyusun RTRW yang baru

sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26/2007 tentang Penataan Ruang karena sarana dan prasarana cukup tersedia untuk itu.

2. Potensi untuk mencukupi kebutuhan beberapa daerah Kabupaten/Kota

terhadap kawasan budidaya dapat diatasi dengan sinergi antar daerah melalui kerjasama antar daerah yang dianaungi konsep pengembangan wilayah secara terpadu.

3. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nasional yang baru ditetapkan

dengan Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2008 memberikan peluang kepada Sumatera Barat untuk menjabarkannya lebih lanjut dengan menetapkan Pusat Kegiatan Lingkungan (PKL) yang baru. Beberapa kota yang baru didefinitifkan mempunyai potensi untuk menjadi PKL baru.

4. Potensi pelabuhan Teluk Bayur cukup besar untuk dikembangkan baik

dari segi lahan yang tersedia, lokasi yang strategis secara geografis, maupun kebijakan pembangunan daerah. Kebijakan menjadikan Sumatera Barat sebagai gerbang Pulau Sumatera Bagian Barat sangat berpotensi untuk mengembangkan Pelabuhan Teluk Bayur. Di samping itu Bandara Internasional Minangkabau yang baru dioperasionalkan mempunyai potensi yang cukup besar untuk ditingkatkatkan kapasitasnya melalui penambahan rute penerbangan domestik dan internasional dengan melengkapi sarana dan prasarana yang ada saat ini.

5. Sungai-sungai yang terdapat di Sumatera Barat berpotensi untuk

dioptmalkan manfaatnya melalui penataan baik berupa normalisasi maupun konsep penataan sungai secara terpadu. Potensi kawasan lindung yang hampir separoh dari luas wilayah memeungkinkan kawasan ini dimanfaatkan sampai batas tertentu dengan tidak mengganggu kesinambungan sehingga tercipta pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development).

51

6. Penyusunan RTRW Sumbar yang akan disusun dapat ditindaklanjuti dengan beberapa dokumen perencanaan lainnya seperti: Rencana Induk Pengembangan Sektoral, Rencana Detail, dan Rencana Teknis (Rencana Tapak). Penyusunan dokumen ini berpotensi dalam menetapkan lokasi kawasan strategis Sumatera Barat secara riel di lapangan.

7. Kelembagaan penataan ruang yang ada berupa BKPRD yang dibentuk

berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku, berpotensi untuk dioptimalkan kerjanya secara lebih komprehensi karena melibatkan berbagai stakeholder penataan ruang yang ada Di Sumatera Barat.

8. Komptetisi yang terdapat antara beberapa daerah yang bertetangga

berpotensi untuk dilakukan sinergi melalui konsep pengembangan wilayah secara terpadu dan koordinasi oleh pemerintah Propinsi.

2.2. ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS 1. Sumatera Barat memiliki kultur Minangkabau, dikenal sebagai penganut

agama Islam yang kuat dan teguh dengan adat dan tradisi. Falsafah “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah, Syarak Mangato, Adat Mamakai’” adalah jati diri masyarakat Minangkabau yang menunjukkan keseimbangan hidup antara agama dan budaya. Islam memberikan sistem bagi prinsip kehidupan yang agamais, sementara sistem adat merupakan implementasi Syara’ dalam kehidupan social budaya di ranah minang. Mengakomodir konsep filosofis ini dan didorong oleh semangat otonomi, Pemerintah Daerah Sumatera Barat semenjak tahun 2000 telah mencanangkan program “Kembali ke Nagari” dan “Kembali ke Surau” dengan dikeluarkanya Perda Nomor 9 Tahun 2000 dan direvisi oleh Perda Nomor 2 Tahun 2007. Pelaksanaan kedua program tersebut secara umum telah berjalan dan pada tahun 2006 telah terdapat 520 nagari yang secara resmi berada dalam struktur pemerintahan. Kembali ke Nagari berimpikasi kepada revitalisasi budaya dan adat Minangkabau. Sementara itu Kembali ke Surau berimplikasi kepada aktualisasi nilai-nilai syara’ secara komprehensif.

2. Pada hakikatnya masyarakat Sumatera Barat memiliki atensi yang tinggi

dalam menyikapi perubahan dalam mengantisipasi penyimpangan dan pelanggaran dimaksud. Cukup banyak pembangunan yang sudah dilakukan namun belum mampu menjadikan masyarakat taat adat dan agama. Hal ini terlihat dari : (a) Jumlah rumah ibadah 11.942 yang

52

diperkuat 4.829 lembaga dakwah serta 5.336 Tenaga Penyuluh dengan jumlah pemeluk agama 4.101.243 (tahun 2005) terkesan belum mampu menjadikan pemeluknya memahami dan mengamalkan ajaran agamanya secara baik, (b) Sumber–sumber dana syari’ah yang sangat potensial dan menjanjikan belum lagi terkelola secara produktif, (c) Jumlah jema’ah haji lebih 3.000 orang setiap tahunnya terkesan belum lagi bisa dijadikan indikator kesalehan individual apalagi kesalehan kolektif, (d) Peraturan Daerah dan Peraturan Nagari tentang syar’iah sudah banyak namun belum lagi berjalan secara efektif, (e) Pengajaran budi pekerti dan budaya alam minangkabau belum lagi berjalan secara efektif dan aplikatif, (f) Kebijakan pemerintah - Mampu Membaca Al Quran - terhenti hanya sampai tingkat SD dan itupun belum mampu mendorong sepenuhnya anak-anak dan remaja untuk memahami pesan Al-Quran yang telah ”mampu dibacanya” itu apalagi selanjutnya untuk diamalkan, (g) Badan Penasehat Perkawinan masih banyak kendala dalam menjalankan misinya, sehingga pesan penasehatan oleh badan tesebut belum mampu melanggengkan pasangan kawin sekitar 30.000 setiap tahunnya. Angka perceraian 664 tahun 2005 adalah sampel ketidakefektifan lembaga tersebut.

3. Bila dicermati dengan seksama maka persoalan yang paling mendasar

pada saat ini adalah “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah; Syarak Mangato Adat Mamakai” belum terealisir secara baik ditengah-tengah masyarakat. Agama dan budaya terkesan formalis dan simbolis, masyarakat masih mengutamakan seremoni ketimbang melaksanakan makna yang dikandung oleh kegiatan itu. Pergaulan dan perilaku masyarakat cenderung meninggalkan etika dan budaya agama. Penyakit masyarakat seperti perjudian, tindakan asusila, pengedar dan pemakaian obat terlarang masih cenderung menunjukkan peningkatan dan lain-lainnya. Budaya “tutur” sangat dominan meninggalkan budaya kerja sehingga “etos” kerja masyarakat jauh dari apa yang diharapakan. Disamping itu masyarakat terjebak kepada “budaya populer” dan “hedonistik” yang berimplikasi mencintai budaya luar dengan berlebihan dan meninggalkan budayanya sendiri (budaya ibu). Mencermati persoalan krusial diatas, maka isu strategis yang harus menjadi perhatian dalam RPJPD Sumatera Barat tahun 2006-2025 adalah (a) Rendahnya pengamalan dan aplikasi nilai-nilai ajaran agama dan akhlaq masyarakat, (b) Rendahnya pemahaman dan aplikasi prilaku budaya dan Adat masyarakat dan (c) Rendahnya pemahaman, pelaksanaan dan pengembangan aset dan sistem ekonomi syari’ah.

53

4. Pelaksanaan otonomi daerah yang secara resmi dimulai sejak tanggal 1 januari 2001 yang lalu, merupakan perubahan lingkungan strategis eksternal yang cukup penting untuk masa depan Provinsi Sumatera Barat. Bahkan dengan adanya upaya yang terus menerus dilakukan oleh Pemerintah Nasional untuk memperbaiki peraturan dan perundangan berlaku, maka kedepan pelaksanaan otonomi daerah ini diperkirakan akan bertambah baik dan kelemahan serta dampak negatif yang terjadi selama ini secara bertahap akan dapat dikurangi. Dengan semakin baiknya pelaksanaan otonomi daerah tersebut, maka peranan pemerintah daerah dan masyarakat akan semakin besar dalam penentuan arah dan pengelolaan pembangunan daerah. Pemikiran, inisiatif dan kontrol dari masyarakat akan dapat diserap secara lebih optimal sehingga kegiatan pembangunan akan dapat diarahkan sesuai dengan keinginan dan aspirasi masyarakat. Dengan cara demikian, penolakan dan reaksi negatif dari masyarakat akan dapat diminimalkan dan kondisi ini sekaligus akan membangkitkan rasa tanggung jawab masyarakat terhadap kegiatan pembangunan Provinsi Sumatera Barat. Namun demikian, kelemahan yang dirasakan adalah masih belum sempurnanya pelaksanaan otonomi daerah tersebut dan adanya pemahaman yang kurang tepat tentang pelaksanaan prinsip-prinsip otonomi daerah tersebut.

5. Sesuai dengan kesepakatan pada pertemuan Asia Pacific Economic

Cooperation (APEC), pelaksanaan perdagangan bebas (Free Trade) secara menyeluruh, baik negara maju dan berkembang, akan dilakukan pada tahun 2020 nanti. Sedangkan khusus untuk kawasan ASEAN telah mulai dilaksanakan sejak tahun 2003 yang lalu dengan dilaksanakannya secara resmi AFTA (Asean Free Trade Areas). Ini berarti bahwa proses globalisasi perekonomian dunia secara menyeluruh akan terjadi pada tahun 2020 mendatang. Pada waktu itu mobilitas barang dan orang antar negara maju dan negara berkembang sudah akan bebas karena hambatan bea masuk (Tariff Barier) dan hambatan lainnya (Non Tariff Barier) sudah akan tidak ada sama sekali. Akibatnya persaingan dalam bidang perdagangan dan investasi diperkirakan akan meningkat tajam. Demikian pula halnya dengan persaingan di pasar kerja juga akan meningkat tajam karena tenaga kerja asing sudah akan bebas masuk memperebutkan lapangan kerja yang tersedia dalam negeri. Perobahan ini tentunya akan merupakan tantangan dan sekaligus peluang bagi perekonomian Provinsi Sumatera Barat. Karena itu, upaya untuk meningkatkan daya saing Provinsi Sumatera Barat baik dalam bidang

54

ekonomi maupun sumberdaya manusia merupakan isu sangat strategis dalam jangka panjang.

6. Kondisi perekonomian pada tingkat nasional dan daerah juga sangat

dipengaruhi oleh perubahan dan gejolak perekonomian pada tingkat dunia Internasional. Dalam hal ini kenaikan harga minyak dunia yang sangat drastis dalam tahun 2007 dan 2008 ini ternyata telah menimbulkan dampak negatif yang cukup besar dalam bentuk peningkatan harga secara umum sehingga meningkatkan inflasi. Sementara itu adanya tanda-tanda terjadinya resesi ekonomi di Amerika Serikat dewasa ini telah pula mempengaruhi kegiatan ekspor yang selanjutnya akan menimbulkan dampak negatif bagi perekonomian daerah. Akan tetapi peningkatan kegiatan perekonomian Cina dan India diperkirakan akan memberikan dampak positif bagi perekonomian daerah. Perobahan kondisi perekonomian dunia ini menjadi salah satu isu strategis yang sangat mempengaruhi arah pembangunan Provinsi Sumatera Barat di masa mendatang.

7. Sampai saat ini, pertanian masih tetap sebagai sektor strategis dalam

pembangunan di Sumatera Barat karena beberapa alasan: Pertama, sektor ini berperan dalam penyediaan suplai bahan pangan (tidak hanya untuk daerah Sumatera Barat tetapi juga propinsi tetangga). Kedua, ada potensi pengembangan agroindustri dengan didukung oleh kemampuan menghasilkan bahan baku yang dapat mendukung pengembangan dalam jangka panjang. Ketiga, sektor pertanian dalam pengertian luas (yang mencakup tanaman pangan dan hortikultura, tanaman perkebunan, peternakan, dan perikanan) menjadi sumber pendapatan dan penyediaan lapangan kerja bagi 47.4% tenaga kerja. Karena itu, fokus perhatian perlu diarahkan kepada upaya peningkatan efisiensi kegiatan produksi dan peningkatan nilai tambah (melalui pengembagan agroindustri) dengan mengaplikasikan pendekatan pembangunan kawasan, peningkatan aplikasi teknologi dan upaya membuka peluang pasar yang lebih besar. Dalam kaitan dengan aplikasi teknologi ini ada kecenderungan bahwa tingkat aplikasi teknologi oleh petani/pelaku usaha masih rendah sementara ada banyak produk teknologi yang sudah disediakan atau dihasilkan. Dalam kaitan ini perlu menjadi perhatian upaya penyuluhan dan alih teknologi pertanian yang memungkinkan petani mengatasi permasalahan usaha dan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia secara lokal dalam rangka merespon terhadap peluang yang ada. Penyuluhan pertanian yang dilaksanakan perlu disusun dan digerakkan atas dasar

55

permasalahan dan kebutuhan pengembangan usahatani petani (bersifat demand-driven).

8. Walaupun berbagai kemajuan telah dapat dicapai dalam pelaksanaan

program penanggulangan kemiskinan, namun demikian sebegitu jauh kemiskinan masih merupakan isu utama dalam proses pembangunan Provinsi Sumatera Barat. Penduduk msikin terutama terdapat pada kelompok rumah tangga pertanian berlahan sempit, rumah tangga nelayan, rumah tangga yang bergerak pada sektor jasa, serta mereka yang menganggur termasuk mereka yang tinggal di daerah perkotaan yang bekerja pada pertanian dan jasa kemasyarakatan. Angka kemiskinan yang masih masih cukup tinggi ditemukan di Pesisir Selatan, Pasaman, Solok, Sijunjung dan Dharmasraya. Akar persoalan kemiskinan berbeda satu dengan lainnya, mulai dari rendahnya skala usaha, kekurangan modal kerja, kekurangan keterampilan kerja dan inovasi, dan faktor lainnya. Sementara itu, gejolak kenaikan harga minyak internasional yang sudah melebihi angka di atas US $ 125 per barel telah pula menyebabkan dampak inflasi, dan kemudian turut meningkatkan kembali angka kemiskinan di daerah. Masalah selanjutnya adalah sistem pendukung penanggulangan kemiskinan belum tersedia dengan baik. Sampai saat ini model penanggulangan kemiskinan berbasis nagari dan kelurahan belum tersedia dengan baik. Kemudian data keluarga miskin berdasarkan tipologi kemiskinan masih perlu penyempurnaan. Karena itu, persoalan kemiskinan perlu ditempatkan sebagai salah satu persoalan utama dalam kerangka pembangunan jangka panjang.

9. Peningkatan pengangguran terutama disebabkan karena meningkatnya jumlah penduduk yang ingin bekerja sementara tambahan kesempatan kerja dan lapangan kerja tidak sebanding dengan tambahan angkatan kerja, disamping itu tingkat pendidikan dan keterampilan angkatan kerja rendah tidak sesuai dengan yang dibutuhkan. Angka setengah pengangguran justru meningkat menjadi 16,1%, sedangkan angka pengangguran terbuka ditemukan pada kisaran 11,9%. Mereka yang menganggur lebih banyak wanita, berpendidikan menengah (SMP dan SMA), dan berusia muda. Masih tingginya angka pengangguran ini menunjukkan bahwa kualitas pertumbuhan ekonomi sejauh ini masih belum mampu mendorong penciptaan lapangan kerja dan penyerapan tenaga kerja, terutama lapangan kerja yang produktif. Kondisi ini memperlihatkan bahwa aspel pengangguran diperkirakan akan tetap merupakan isu strategi yang mempengaruhi arah pembangunan daerah dalam 20 tahun kedepan. Dalam kaitan dengan hal ini, upaya

56

pembangunan ekonomi diharapkan akan dapat membuka lapangan kerja seluas-luasnya, disamping upaya meningkatkan kualitas dan keterampilan kerja pencari kerja. Aspek yang sangat menentukan adalah: peningkatan kesempatan, peningkatan kemampuan, dan memberikan kesempatan kedua. Ketiga aspek ini perlu dijadikan sebagai dasar utama dalam mempersiapkan generasi mendatang.

10. Isu strategis lainnya menyangkut dengan pemerataan kualitas pendidikan dalam menyelesaikan agenda pendidikan untuk semua (education for all) . Selain dari itu, kualitas pendidikan sangat mendesak untuk ditingkatkan mengingat kualitas pendidikan perlu dijadikan sebagai salah satu tujuan dari penyelenggaraan pendidikan. Perbedaan kualitas antar sekolah sangat merugikan mengingat dalam jangka panjang sangat diperlukan kualitas pendidikan yang lebih luas. Selain dari itu juga diperlukan penyelarasan hasil dari pendidikan, yang mampu menghasilkan generasi yang memiliki modal spiritual, modal sosial, serta modal intelektual. Ketiga unsur tersebut perlu dipadukan sebagai karakter generasi mendatang yang mampu bangkit untuk membangun bangsa.

11. Pelayanan kesehatan dasar adalah juga merupakan isu strategis yang penting demi terwujudnya kebutuhan pelayanan kesehatan masyarakat. Namun, sesuai dengan target universal di bidang kesehatan, maka persoalan kesehatan berupa penuntasan penyakit menjadi perhatian penting pemerintah propinsi Sumatra Barat bersama sama dengan pemerintah kabupaten dan kota. Jenis penyakit utama yang perlu segera dipercepat pengurangannya adalah Malaria, ISPA, TBC, Diabetes, Gondok serta jenis penyakit lainnya. Fokus kebijakan kesehatan adalah mengurangi persoalan utama tersebut disamping memperbaiki kualitas pelayanan kesehatan dasar. Selain dari itu sudah saatnya pelayanan kesehatan di empat buah Rumah Sakit, Padang, Solok dan Bukittinggi mempertajam keutamaan pelayanan rumah sakit, sekaligus menggiring rumah sakit menjadi berstandar nasional dalam jangka pendek dan cikal bakal menjadi rumah sakit berstandar internasional dalam jangka panjang.

12. Prasarana merupakan faktor penunjang dalam pembangunan daerah. Keterbatasan prasarana menyebabkan terbatasnya akses terhadap suatu wilayah. Keterbatasan fasilitas ini akan berakibat menghambat percepatan pembangunan daerah. Di samping itu tata ruang merupakan hasil dari perencaanaan tata ruang yang berguna sebagai panduan dalam penataan ruang wilayah. Perspektif tata ruang dalam

57

pembangunan adalah mewujudkan transformasi ekonomi, sosial, dan lingkungan ke dalam tata ruang. Di samping itu menciptakan integrasi jaringan baik ekonomi maupun infrastruktur antar wilayah, serta mengembangkan fungsi dan kualitas lingkungan hidup. Sebagai pedoman mewujudkan kondisi ruang ideal dan sesuai dengan perspektif tersebut disusunlah Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dari tingkat nasional, provinsi, sampai kabupaten dan kota. Sumatera Barat saat ini dalam proses penyiapan RTRW provinsi, sementara kabupaten dan kota juga melakukan hal yang sama dan malahan sudah ada yang disahkan dengan Peraturan Daerah (PERDA) sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sebegitu jauh RTRW tersebut belum sepenuhnya dijadikan sebagai pedoman dalam pemanfaatan ruang. Akibatnya terdapat gap dalam pemanfaatan ruang antara dokumen tata ruang dan pemanfaatan ruang di lapangan.

13. Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah disusun berdasarkan

Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional sedangkan dokumen perencanaan tata ruang diatur dengan Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Dokumen perencanaan pembangunan daerah menurut Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 terdiri dari RPJPD (20 tahun), RPJMD (5 tahun) dan RKPD (Tahunan). Satuan Kerja Perangkat Daerah menterjemahkan RPJMD sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya ke dalam Renstra SKPD (5 tahun). Sedangkan dokumen Tata Ruang menurut Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 terdiri dari RTRW Provinsi dan RTRW Kabupaten dan Kota (masing-masing 20 tahun). Walaupun ke dua undang-undang ini telah ditetapkan dengan Undang-Undang, kenyataannya di lapangan belum dilaksanakan secara terintegrasi. Masing-masing cendrung untuk berjalan secara sendiri-sendiri. Akibatnya belum terjadi sinergi antara kedua dokumen dalam mewujudkan tujuan pembangunan daerah, sehingga hal ini memberikan dampak negatif terhadap efektivitas dan efisiensi pelaksanaan pembangunan dan kualitas lingkungan hidup di daerah.

58

BAB III

PREDIKSI PEMBANGUNAN DAERAH

ntuk dapat mengetahui gambaran ringkas kondisi umum Provinsi Sumatera Barat pada masa dua puluh tahun kedepan, diperlukan prediksi jangka panjang untuk beberapa indikator pokok pembangunan

daerah secara makro. Indikator pokok pembangunan daerah tersebut meliputi aspek agama dan budaya, hukum dan pemerintahan, ekonomi, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, sumberdaya manusia, prasarana dan sarana serta tata ruang dan pembangunan wilayah. Prediksi ini sangat penting dilakukan sebagai dasar untuk merumuskan visi, misi dan arah pembangunan jangka panjang daerah untuk periode 2005-2025 mendatang. Dengan adanya gambaran ringkas masa depan ini, diharapkan perumusan strategi dan kebijakan pembangunan Provinsi Sumatera Barat untuk jangka panjang akan menjadi lebih tepat dan realistis sesuai dengan kondisi dan kemampuan yang dimiliki daerah. Selanjutnya, agar hasil perhitungan dapat bermanfaat pula bagi penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), maka prediksi pembangunan jangka panjang ini dikelompokkan untuk periode lima tahunan.

3.1. PREDIKSI PEMBANGUNAN AGAMA DAN BUDAYA

1. Prediksi pembangunan bidang keagamaan akan menunjukkan perkembangan yang cenderung bertolak belakang, antara perkembangan kearah penguatan ajaran dan perkembangan kearah pelemahan praktek ajaran agama. Di satu sisi, terjadi peningkatan pembangunan sarana ibadah, khususnya mesjid dari waktu ke waktu hampir di setiap pelosok daerah, sehingga membantu umat menjalankan praktek ibadah mereka. Di sisi lain, peningkatan sarana fisik ibadah tersebut tidak diiringi dengan peningkatan kekuatan mentalitas spiritual umat. Hal ini dibuktikan dengan masih banyaknya pelanggaran ajaran agama yang semakin hari semakin nyata dalam kehidupan sehari-hari, misalnya pelanggaran susila, korupsi, pencurian dan sebagainya. Sedangkan pelaksanaan ajaran agama secara ”kaffah” tidak menjadi kecenderungan dari kebanyakan anggota masyarakat. Akibatnya

U

59

mentalitas agamais yang bersandar kepada kesolehan individual dan kesolehan sosial tidak begitu menggejala. Sebagai bukti adalah tingkat kriminalitas, premanisme, pelanggaran hukum, etika sosial kemasyarakatan dan individualistis dalam bidang ekonomi, justru semakin menguat secara kualitatif.

2. Bidang pendidikan agama Islam, diprediksi bahwa perkembangannya

secara kuantitatif masih positif, namun secara kualitatif tidak begitu signifikan dibandingkan dengan masa perkembangan pendidikan agama Islam sebelum tahun 1980an. Meskipun demikian, iklim pendidikan keagamaan di Sumatera Barat tidak hilang dan larut dalam perjalanan perubahan pendidikan pada skala nasional. Minat masyarakat untuk memasukkan anak-anak mereka ke sekolah agama tidak semakin surut. Hal ini berarti bahwa perhatian orangtua kepada pendidikan agama bagi anak-anak mereka masih baik. Pemerintah daerah pun cukup memberi perhatian bagi perkembangan pendidikan agama Islam di daerah. Dengan demikian, diprediksi bahwa masih ada usaha untuk mempertahankan pendidikan agama Islam dalam masyarakat melalui kerjasama antara lembaga-lembaga pendidikan agama Islam, orang tua dan pemerintah.

3. Di dalam ajaran Islam banyak dana agihan (kedermawanan) seperti

zakat, infaq, sedekah, wakaf, hibah dan lainnya. Selama ini realisasinya masih sebatas penerapan ibadah mahdah semata. Pada hal kalau dikelola dengan manajemen yang baik akan berdampak ekonomi yang sangat produktif. Hal itu disebabkan selama ini prakteknya langsung dari pemberi kepada penerima tanpa ada bimbingan kearah pemanfaatan yangn produktif. Sehingga dana yang sebenarnya bisa mengubah penerima berikutnya menjadi pemberi.

4. Kedepan diperlukan sebuah upaya agar dana dimaksud bisa berdaya

ekonomi produktif. Untuk itu diperlukan sebuah lembaga yang akan mengelola dana agihan sehingga memiliki dayaguna yang tinggi untuk pembangunan umat. Selama ini pada aspek zakat sudah mulai digerakkan tapi belum siqnifikan untuk mengurangi kemiskinan. Kalau wadah tunggal dimaksud terbentuk di Sumatera Barat dapat diharapkan untuk menurunkan angka kemiskinan.

60

5. Sumatera Barat salah satu provinsi yang berani merumuskan indikator yang terkait dengan agama. Selain meningkatkan kualitas pengamalan agama, maka indikator yang dapat diukur untuk pencapaiannya adalah praktek zakat oleh masyarakat dan menuju keseimbangan praktek ekonomi. Untuk pemungutan zakat, pada tahun 2015 nanti, diperkirakan zakat terealisir sekitar 60% dan pada tahun 2025 diperkirakan akan mencapai 80%. Tabel 2 Prediksi Pencapaian Indikator Pembangunan Agama dan Budaya Pada

Tahun 2005-2025

Indikator 2010 2015 2020 2025

Kesolehan sosial terbangun % Pembayar Zakat Kelembagaan Ekonomi Pangsa praktek syariah

40%

5%

60%

20%

75%

25%

80%

35%

6. Praktek menuju keseimbangan ekonomi diupayakan dengan mendorong

praktek Ekonomi Syariah. Selain proses sosialiasi perlu dilakukan lebih intensif, institusi ekonomi juga harus dikembangkan kepada pelaksanaan sistem ini. Salah satunya adalah upaya yang perlu dilakukan adalah dengan mendorong berkembangnya BMT, yang diperkirakan dapat beroperasi di Sumatera Barat sebanyak 100 buah. Sedangkan pada tahun 2025 nantinya, diperkirakan praktek ekonomi menuju keseimbangan, dimana sistem syariah mencapai sekitar 35% untuk berbagai dimensi, seperti praktek perdagangan, perbankan dan lainnya

7. Bidang modal sosial pembangunan, yang terdiri dari eksistensi

kelembagaan adat dan agama, filosofi ”adat basandi, syarak, syarak basandi Kitabullah, kepemimpinan ”tali tigo sapilin, tungku tigo sajarangan” , hubungan ”mamak dan kemenakan”, ”bundo kanduang”, Kerapatan Adat Nagari, dan lembaga nagari, diprediksikan akan menjadi kekuatan utama dalam menjaga dan membentengi kebudayaan Minangkabau dari pengaruh kuat dari luar akibat perkembangan modernisasi dan globalisasi. Masyarakat Minangkabau meskipun telah mengalami perubahan akibat modernisasi dan globalisasi tersebut, namun akar identitas masih kuat untuk menjadi dasar tumbuh kembang masyarakat dimasa akan datang. Kondisi ini akan dapat terwujud apabila pemerintah menempatkan secara signifikan modal sosial sebagai modal pembangunan untuk masa akan datang.

61

8. Bidang pewarisan nilai budaya antar generasi diprediksi akan mengalami

persoalan yang semakin krusial. Karenanya, posisi generasi penerus budaya Minangkabau akan semakin strategis terhadap eksistensi kebudayaan Minangakabu. Dewasa ini generasi penerus kebudayaan Minangkabau dapat dibagi dalam empat kelompok. Pertama, generasi tua yang digambarkan sangat loyal terhadap nilai, norma dan aturan adat yang telah diwariskan oleh nenek moyang; kedua, generasi lokal yang digambarkan tidak begitu kuat memahami ajaran adat dan nilai budaya luhur Minangkabau, sehingga mereka tidak memahami praktek sebenarnya dari budaya Minangkabau. Ketiga, generasi ”mengambang” Minangkabau yakni para keturunan Minangkabau yang lahir dan besar di perantauan di luar wilayah Sumatera Barat dan mereka yang lahir dari orangtua campuran antara Minangkabau dan non Minangkabau. Keempat, generasi campuran akibat kontak antar budaya melalui para pendatang yang bermukim dan tinggal menetap lama di Sumatera Barat. Kehadiran masyarakat yang berasal dari latar belakang agama, budaya, ras dan kelompok sosial akan mengembang pada era 20 tahun mendatang. Kondisi ekonomi yang maju dan kondisi sosial yang aman dimasa mendatang akan menjadi daya tarik utama bagi banyak anggota masyarakat di wilayah di Indonesia untuk datang dan memilih Sumatera Barat sebagai tempat tinggal mereka. Konsekuensinya, diprediksi gejala multikulturalisme dalam wilayah budaya Minangkabau di Sumatera Barat akan semakin tampak.

9. Dalam bidang eksistensi tanah ulayat, diprediksi akan mengalami tantangan yang signifikan karena laju industri yang membutuhkan lahan. Secara tampilan praktek pelaksanaan norma adat untuk mempertahankan tanah ulayat semakin memudar, terbukti banyak tanah ulayat yang cenderung diperjualbelikan untuk lahan produksi. Persoalan eksistensi tanah ulayat akan cenderung semakin rumit, apabila pada tahun-tahun mendatang tidak ada aturan yang dibuat oleh Pemda untuk mengelola tanah ulayat secara sistemik. Sampai tahun 2007 Perda Tanah Ulayat yang telah dirancang belum juga berhasil untuk disyahkan.

3.2. PREDIKSI PEMBANGUNAN HUKUM DAN PEMERINTAHAN 1. Unsur pertama yang perlu diproyeksikan dalam pembangunan tata-

pemerintahan yang baik berkenaan dengan terciptanya sinergi yang ideal antara ketiga unsur tata-pemerintahan yang baik, di mana

62

pemerintah daerah, dunia usaha dan masyarakat warga komponen masyarakat merupakan ”tali tigo sapilin” dalam mendukung pencapaian visi dan misi Sumatera Barat tahun 2025. Unsur birokrasi pemerintahan daerah, dalam hal ini tidak hanya bertanggung jawab untuk mendorong sinergi yang harmonis antara ketiga komponen pelaku pembangunan tersebut, melainkan pada saat yang sama juga perlu pembenahan ke dalam, yakni pembenahan capacity building aparatur pemerintah yang notabene adalah pegawai negeri. Berdasarkan data tahun 2005 jumlah pegawai negeri di berbagai unit organisasi pemerintahan daerah provinsi Sumatera Barat adalah 8.121 orang. Dilihat dari tingkat pendidikan, terdapat rentangan yang sangat luas mulai dari yang terendah (SD) sampai ke yang tertinggi (S3). Prediksi pembangunan tata-pemerintah yang baik membayangkan bahwa pada akhir RPJPD Sumbar tahun 2025 adanya suatu bangunan birokrasi pemerintah yang efisien dan efektif dalam menyinergikan kekuatan dalam ketiga unsur pelaku pembangunan. Tulang punggung utama dalam pencapaian tujuan ini nantinya ialah terwujudnya aparatur pemerintah yang bersih dan berwibawa.

2. Indikator pencapaian tata-pemerintahan yang baik dapat ditetapkan

berdasarkan konsesus dengan dukungan data yang tersedia. Salah satu di antaranya ialah tersusunnya sejumlah kebijakan efisiensi dalam penataan kelembagaan dan peningkatan mutu aparatur merintahan, antara lain reasionalisasi pegawai dalam jajaran birokrasi dan peninkatan kualitas aparatur daerah. Kinerja aparatur pemerintah yang diperkirakan akan dicapai antara lain ditandai dengan ciri-ciri berikut:

a. Berkurangnya hambatan-hambatan administratif dalam pengambilan

keputusan yang bersifat sentralistik dan diskriminatif, b. Pemerintah daerah akan makin transparan dan akuntabel terhadap

warganya, c. Berbagai kelompok dalam masyarakat akan merasa lebih terwakili

kepentingannya dan akan berpartisipasi secara penuh dalam proses pengambilan keputusan di daerah,

d. Penyelenggaraan Pilkada yang makin bermutu, e. Pemerintah daerah semakin makin responsif dalam penegakan

hukum yang berkeadilan dan demokratis, termasuk kepedulian terhadap perlindungan HAM,

f. Pelayanan masyarakat yang semakin efektif dan efisien dan terjadinya peningkatan kualitas dan kuantitas dan pelayanan umum,

63

g. Kemampuan anggota masyarakat dalam mengartikulasikan kepentingannya semakin meningkat,

h. Hak-hak kepemilikan daerah (lokal), termasuk eksistensi masyarakat ada semakin diakui dan dilindungi keberadaannya,

i. Otonomi daerah dan desentralisasi yang semakin selaras dengan tujuan nasional dan daerah. Antara lain semakin terkendalinya akses terhadap sumberdaya lokal dan pemanfaatannya secara bertanggungjawab untuk kesejahteraan masyarakat daerah.

3. Dengan terbangunnya tata-pemerintahan yang baik yang ditopang oleh

penegakan hukum yang berkeadilan dan demokratis, maka secara bertahap penguatan kelembagaan dan kapasitas pelaku pembangunan yang terdiri dari tiga unsur di atas diharapkan mampu mengubah paradigma lama yang menekankan pendekatan top-down kepada interaksi bottom-up - top-down, melainkan juga berbagi tanggung jawab dan akses terhadap proses dan hasil pembangunan yang makin berorientasi kepada pembangunan manusia dan keberpihakan yang jelas kepada rakyat.

3.3. PREDIKSI PEMBANGUNAN EKONOMI 1. Unsur pertama dalam pembangunan daerah Sumatera Barat yang perlu

diprediksikan untuk masa dua puluh tahun mendatang adalah menyangkut aspek investasi dan pertumbuhan ekonomi sampai dengan tahun 2025 mendatang dengan menggunakan data 2005 sebagai data dasar (Base-line). Sejalan dengan hal ini, melalui proyeksi pertumbuhan ekonomi daerah tersebut akan dapat pula diperkirakan besarnya kebutuhan investasi yang diperlukan untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi yang telah ditentukan. Di samping itu, dengan diketahuinya pertumbuhan ekonomi tersebut dapat pula dihitung besarnya tingkat pendapatan perkapita yang dapat dicapai untuk masa 20 tahun mendatang yang merupakan indikator kasar dari kemajuan ekonomi yang diperkirakan akan dapat dicapai masyarakat Provinsi Sumatera Barat sampai dengan tahun 2025 nantinya.

2. Prediksi pembangunan ekonomi Sumatera Barat untuk periode 2005-2025 dilakukan dengan melihat tendensi perkembangan dan kemampuan di masa lalu. Perkembangan dan kemampuan yang diperhatikan meliputi aspek ketersediaan dana. Sementara itu, berbagai kendala dan keterbatasan juga turut diperhatikan. Ini tidak berarti bahwa prediksi masa datang terlalu pesimis, karena di dalamnya telah

64

termasuk peningkatan yang cukup berarti sebagai hasil dari kebijakan dan terobosan yang diharapkan akan dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah di masa datang. Kesemuanya ini dilakukan agar prediksi yang dihasilkan tidak terlalu muluk-muluk, tetapi lebih realistis sesuai dengan kondisi daerah Sumatera Barat.

3. Prediksi pembangunan ekonomi Provinsi Sumatera Barat ini terutama didasarkan pada perkembangan PDRB Harga Konstan, kemudian atas dasar prediksi tingkat inflasi, maka diperoleh perkembangan PDRB Harga Berlaku. Setelah itu, dilanjutkan dengan prediksi perkembangan Jumlah Penduduk, maka diperoleh Pendapatan Perkapita Harga Konstan dan Pendapatan Perkapita Harga Berlaku, baik dalam rupiah maupun US. Dollar. Prediksi untuk periode 2005-2025 tersebut dilakukan dengan metode Autoregressive. Sedangkan kebutuhan investasi total diprediksi berdasarkan perkembangan ICOR, dimana rata-rata perubahan PDRB Harga berlaku pertahun dikalikan dengan besaran ICOR maka diperoleh perkiraan kebutuhan investasi total. Kemudian prediksi perkiraan kebutuhan investasi pemerintah digunakan dengan metode yang sama dengan prediksi PDRB Harga Konstan, dan selisih perkiraan kebutuhan investasi total dengan kebutuhan investasi pemerintah diperoleh kebutuhan investasi swasta dan masyarakat.

4. Prediksi pertumbuhan investasi diperoleh berdasarkan perubahan

investasi total rata-rata pertahun, dan rasio perubahan investasi total rata-rata pertahun terhadap investasi total. Sedangkan pertumbuhan ekonomi juga dihitung dengan cara yang sama dengan pertumbuhan investasi. Setelah dihitung, Perubahan PDRB Harga Konstan rata-rata pertahun, kemudian atas dasar rasio perubahan PDRB harga konstan rata-rata pertahun terhadap PDRB harga konstan maka diperoleh tingkat pertumbuhan ekonomi.

5. Perkiraan koefisien Incremental Capital Output Ratio (ICOR) secara total

untuk Provinsi Sumatera Barat tahun 2005 didasarkan pada hasil perhitungan ICOR yang telah dilakukan oleh BPS. Sedangkan proyeksi ICOR kedepan diperkirakan berdasarkan tendensi peningkatan yang terjadi dimasa lalu. Dengan cara demikian, perkiraan ICOR untuk Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2005 adalah 3,79 dan pada tahun 2025 mendatang diperkirakan akan lebih tinggi yaitu 4,85. Peningkatan ini didasarkan pada adanya tendensi makin meningkatnya penggunaan barang modal yang cendrung akan semakin besar bilamana kegiatan pembangunan sudah semakin berkembang dan teknologi yang

65

digunakan semakin maju. Hasil prediksi tersebut secara terinci untuk periode lima tahunan seperti terlihat pada Tabel 3 di bawah ini

Tabel 3. Prediksi Pembangunan Ekonomi Sumatera Barat Tahun 2005-2025

No. Unsur Prediksi 2005 2010 2015 2020 2025

1

Pertumbuhan Investasi (Persentase)

8.70 8.71 8.78 8.79 9.44

2 ICOR Total 3.79 4.06 4.32 4.59 4.85

3

PDRB Harga Konstan (Rp. Triliun)

29.2 40.7 57.6 124.4 183.6

4 Pertumbuhan Ekonomi (Persentase)

5.73 6.90 7.21 7.56 8.10

5 Tingkat Inflasi (Persentase) 6.75 6.50 6,00 5.50 5.00

6 PDRB Harga Berlaku (Rp. Triliun)

47.7 68.4 106.5 170.5 285.1

7 ∆ PDRB Harga Berlaku (Rp.Trilun)

2.5 4.1 7.6 12.8 22.9

8 Perkiraan Kebutuhan Investasi Total Harga Berlaku (Rp.Trilun)

9.5 28.0 60.0 103.7 179.4

9 Kebutuhan Investasi Pemerintah (Rp. Triliun)

4.1 11.2 24.0 36.3 53.8

10 Kebutuhan Investasi Swasta dan masyarakat (Rp. Triliun)

5.4 16.8 36.0 67.4 125.6

11 Jumlah Penduduk (Juta Orang)

4.6 4.8 5.1 5.3 5.6

12 Laju Pertumbuhan Penduduk (%)

1.20 1.10 1.05 1.00 0.90

13 Pendapatan Perkapita Harga Konstan (Rp. Juta)

5.9 8.5 11.2 23.5 32.8

15

Pendapatan Perkapita Harga Berlaku (Rp. Juta (US $)

9.0 ($1.142)

15.3 ($1.645)

20.9 ($2.176)

32.2 ($3.282)

50.9 ($5.091)

6. Perkiraan koefisien Incremental Capital Output Ratio (ICOR) secara total

untuk Provinsi Sumatera Barat tahun 2005 didasarkan pada hasil perhitungan ICOR yang telah dilakukan oleh BPS. Sedangkan proyeksi ICOR kedepan diperkirakan berdasarkan tendensi peningkatan yang terjadi dimasa lalu. Dengan cara demikian, perkiraan ICOR untuk Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2005 adalah 3,79 dan pada tahun 2025 mendatang diperkirakan akan lebih tinggi yaitu 4,85. Peningkatan ini didasarkan pada adanya tendensi makin meningkatnya penggunaan

66

barang modal yang cendrung akan semakin besar bilamana kegiatan pembangunan sudah semakin berkembang dan teknologi yang digunakan semakin maju.

7. Dengan diketahuinya proyeksi laju pertumbuhan investasi total dan

ICOR, maka proyeksi laju pertumbuhan ekonomi yang sesuai dengan kemampuan investasi dan ICOR tersebut dihitung dengan menggunakan formula Model Harrod-Domar. Proyeksi pertumbuhan ekonomi daerah untuk tahun 2010 adalah 6,90% dan tahun 2025 meningkat 8,10%. Sedangkan untuk tahun 2005 digunakan angka realisasi pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat yaitu 5,73%. Peningkatan laju pertumbuhan ekonomi tahun 2015 menjadi 7,21% dan tahun 2020 menjadi 7,56% diperkirakan cukup wajar, karena tingkat ini pernah dicapai Sumatera Barat pada waktu sebelum terjadinya krisis ekonomi tahun 1997-1998 yang lalu.

8. Perkiraan laju pertumbuhan penduduk untuk tahun 2005 sampai dengan

tahun 2010 ditetapkan berdasarkan proyeksi yang telah dilakukan oleh BPS Sumatera Barat, yaitu 1,20% pada tahun 2005. Dengan cara demikian, jumlah penduduk Sumatera Barat tahun 2010 menjadi 4,8 juta orang dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 1,10%. Sedangkan proyeksi untuk tahun 2015 ke atas dilakukan dengan melihat trend perobahan masa lalu. Laju pertumbuhan penduduk provinsi Sumatera Barat selama 20 tahun kedepan diperkirakan akan terus menurun sehingga pada tahun 2025 laju pertumbuhan penduduk tersebut diperkrakan hanya 0,9%. Penurunan ini terutama disebabkan oleh semakin terwujudnya keluarga kecil sejahtera dan masih tetap tingginya tendensi merantau (migrasi bersih keluar).

9. Dengan diketahuinya laju pertumbuhan ekonomi dan laju pertumbuhan penduduk, dapat diketahui laju pertumbuhan pendapatan perkapita untuk tahun 2010. Kemudian dengan menambahkan perkiraan laju pertumbuhan ekonomi ini dengan proyeksi laju inflasi sebesar 6,75 % pada tahun 2005, maka diketahui laju pertumbuhan PDRB perkapita harga berlaku. Dengan demikian, diperoleh nilai pendapatan perkapita harga berlaku untuk tahun yang bersangkutan sebesar Rp.9,0 Juta dengan asumsi kurs mata uang dollar terhadap rupiah adalah sebesar sebesar Rp. 9.300,- maka nilai pendapatan perkapita Provinsi Sumatera Barat untuk tahun 2005 adalah US $ 1.142.

67

10. Sebagai hasil dari pertumbuhan ekonomi daerah Provinsi Sumatera Barat yang sudah lebih baik dan ICOR yang lebih tinggi pada tahun 2010 sebesar 4.06, diperkirakan kebutuhan investasi total yang diperlukan untuk mencapai laju pertumbuhan tersebut juga akan semakin tinggi, yaitu mencapai sekitar Rp. 28.01 triliun. Dari kebutuhan investasi total ini, Rp. 11.2 triliun diharapkan akan dapat disediakan oleh pemerintah daerah dan sisanya Rp. 16.8 triliun diharapkan akan dapat diperoleh dari sektor swasta dan masyarakat. Akan tetapi laju pertumbuhan penduduk pada tahun 2010 ini diperkirakan akan sedikit lebih rendah, yaitu 1,10 % sebagai hasil pelaksanaan Program Keluarga Berencana. Dengan menggunakan perkiraan laju pertumbuhan penduduk tersebut, maka perkiraan pendapatan perkapita atas dasar harga konstan Rp. 8,5 juta dan harga berlaku Rp. 15.3 pada tahun 2010 atau sekitar US $ 1.645 bila kurs diasumsikan sebesar Rp. 9.300 untuk setiap US $1.

11. Pada tahun 2015 kondisi perekonomian Provinsi Sumatera Barat diperkirakan sudah akan semakin baik, yaitu pertumbuhan ekonomi rata-rata 7,21%. Sementara itu teknologi produksi akan semakin berkembang dan penggunaan mesin dan peralatan semakin banyak, sehingga teknologi yang dipergunakan semakin Padat Modal. Akibatnya, ICOR secara total meningkat menjadi 4,32. Berdasarkan hal ini, maka kebutuhan investasi total yang diperlukan untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi tersebut juga meningkat menjadi Rp. 60,0 Triliun dimana Rp. 24,0 triliun diantaranya diharapkan dapat disediakan oleh pemerintah. Dengan memperkirakan laju pertumbuhan penduduk akan semakin menurun menjadi 1,05 % sebagai akibat keberhasilan masyarakat Provinsi Sumatera Barat dalam program Keluarga Berencana. Dengan cara yang sama, diperkirakan pendapatan perkapita Provinsi Sumatera Barat atas dasar harga konstan menjadi Rp. 11,2 juta dan atas dasar harga berlaku pada tahun 2015 sudah akan mencapai Rp. 20,9 juta atau setara dengan US $ 2.176

12. Untuk tahun 2020 perekonomian Provinsi Sumatera Barat akan semakin

stabil dan pertumbuhan ekonomi semakin cepat, yaitu sekitar 7,56 %. Sejalan dengan perkembangan teknologi yang semakin padat modal, maka ICOR akan meningkat menjadi 4,59. Dengan demikian, perkiraan kebutuhan investasi total yang diperlukan untuk mencapai laju pertumbuhan ekonomi tersebut diperkirakan berjumlah Rp.103,7 Triliun. Dari jumlah ini sekitar Rp. 36,3 Triliun akan diperoleh dari pembiayaan pemerintah dan sisanya Rp. 67,4 Triliun diharapkan dari swasta dan

68

masyarakat. Dengan mengasumsikan bahwa laju pertumbuhan penduduk akan mengalami penurunan lagi menjadi yaitu rata-rata 1,00 % pertahun, maka pendapatan perkapita Provinsi Sumatera Barat atas dasar harga konstan menjadi Rp. 23,5 juta dan atas dasar harga berlaku diperkirakan akan mencapai Rp. 32,2 juta atau setara dengan US $3.282.

13. Sedangkan pada tahun 2025 pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Barat akan mencapai puncaknya dengan laju pertumbuhan rata-rata 8,10 % rata-rata per tahunnya. Sementara itu, ICOR diperkirakan sudah akan mencapai 4,85 sehingga kebutuhan investasi total dengan harga berlaku yang diperlukan untuk mewujudkan tingkat pertumbuhan ekonomi tersebut mencapai Rp. 179,4 Triliun. Dari jumlah tersebut Rp. 53,8 Triliun akan diperoleh dari dana pemerintah dan sisanya sekitar Rp. 125,6 Triliun diharapkan akan diperoleh dari swasta dan masyarakat. Dengan mengasumsikan bahwa laju pertumbuhan penduduk sudah semakin rendah yaitu menjadi 0,90% rata-rata setiap tahunnya, maka diperkirakan nilai pendapatan perkapita Provinsi Sumatera Barat atas dasar harga konstan menjadi Rp. 32,8 juta dan atas dasar harga berlaku pada tahun tersebut akan mencapai Rp. 50,9 juta atau setara dengan US $ 5.091 bila kurs mata uang diasumsikan meningkat menjadi Rp. 10.000 untuk US $ 1. Perkiraan ini rasanya cukup logis karena RPJP Nasional memperkirakan tingkat pendapatan rata-rata Indonesia pada tahun 2025 mendatang adalah US $ 6.000.

14. Hasil prediksi Pembangunan Ekonomi Sumatera Barat Tahun 2005-

2025 ini akan dicapai dengan asumsi pembangunan ekonomi menggunakan pendekatan wilayah sehingga terjadi perkembangan; (a) sentra pertanian (agribisnis dan agroindustri), (b) kawasan industri, (c) komoditi unggulan perkebunan, (d) pusat-pusat perdagangan, (e) parawisata, dan (f) jasa keuangan di Provinsi Sumatera Barat.

3.4. PREDIKSI PEMBANGUNAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

1. Pembangunan sumberdaya alam dan lingkungan hidup 20 tahun ke

depan perlu memberikan perhatian terhadap : 1) Perbaikan sistem pengelolaan, 2) Perlindungan, konservasi dan penanganan pencemaran, 3) Optimalisasi pemanfaatan untuk pengentasan kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi yang bertujuan untuk menterjemahkan penguasaan Negara atas sumberdaya untuk sebesar-besarnya

69

kemakmuran rakyat, dan 4) Kegiatan dasar seperti penelitian dan pengembangan model sistem pengelolaan untuk memungkinkan peningkatan pengelolaan, perlindungan dan konservasi, dan optimalisasi pemanfaatan.

2. Perbaikan sistem pengelolaan sumberdaya alam mencakup penetapan

rencana Tata Ruang Wilayah, pengembangan model pengelolaan terpadu sumberdaya alam (integrated natural resources management) dengan menetapkan daerah aliran sungai (DAS) dan kawasan pantai/laut sebagai basis pengelolaan terpadu sumberdaya alam, dan produk hukum yang diperlukan untuk pelaksanaannya. Di dalam kawasan Sumatera Barat ada 6 DAS dan diharapkan pada RPJM ke 1 dapat dimulai kegiatan riset dan pengembangan model pengelolaan tersebut beserta kerangka hukumnya dan paling tidak sudah diimplementasikan pada satu DAS. Pada RPJM ke 2 sampai dengan RPJM ke 4 dapat diimplementasikan pada DAS berikutnya sampai selesai.

3. Perlindungan dan konservasi sumberdaya alam diarahkan untuk merehabilitasi sumberdaya alam yang rusak dan mengelola kawasan yang sudah ditetapkan peruntukkannya sebagai kawasan konservasi, sehingga kondisi dan fungsinya sebagai penyangga kehidupan dapat dipertahankan. Sedangkan penanganan pencemaran perlu dilakukan supaya kerusakan dan akibat negative yang dapat ditimbulkan oleh pencemaran dapat dihindari. Dalam 20 tahun ke depan kawasan konservasi dan kawasan lindung yang sudah ditetapkan dapat ditingkatkan pengelolaannya dengan melibatkan masyarakat nagari setempat. Disamping itu setiap nagari dapat mengembangkan kawasan konservasinya sendiri (areal di dalam nagari) dalam kerangka penyediaan jasa lingkungan melalui kegiatan konservasi dengan model agroforestri. Kesemuanya ini diarahkan untuk meningkatkan perekonomian rakyat dan daerah (penciptaan pasar jasa lingkungan dan pengembangan ekowisata). Pada setiap tahapan RPJM diharapkan jumlah nagari yang menerapkan agroforestri semakin meningkat. Untuk itu, maka pengembangan mekanisme pendanaan dan meningkatkan masyarakat setempat untuk penyediaan jasa lingkungan melalui kegiatan konservasi yang dapat meningkatkan perekonomian rakyat.

4. Disamping itu dalam kaitan konservasi tersebut perlu juga dilakukan pengembangan hutan rakyat tanaman industri yang dilaksanakan oleh rakyat baik pada lahan rakyat maupun pada lahan Negara yang dapat

70

dimanfaatkan oleh rakyat. Dalam 20 tahun ke depan, diharapkan hutan rakyat tanaman industri dapat dikembangkan dalam kaitan dengan optimalisasi pemanfaatan untuk pengentasan kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi daerah dalam konteks menterjemahkan penguasaan Negara atas sumberdaya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

3.5. PREDIKSI PEMBANGUNAN SUMBERDAYA MANUSIA 1. Prediksi bidang Sumberdaya Manusia disusun berdasarkan kepada

konsensus internasional tentang pendidikan yaitu Education for All (EFA) serta pembangunan manusia Millenium Development Goal (MDG). Konsensus tersebut pada dasarnya menyangkut dengan target pencapaian seperangkat indikator yang diharapkan dapat diwujudkan pada akhir tahun 2015 mendatang. Dengan mengacu kepada konsensus tersebut dan juga mengingat amanah Undang-Undang Dasar 1945, serta undang-undang yang terkait dengan pendidikan dan kesehatan.

2. Ukuran minimum pembangunan manusia, yang menggabungkan

pencapaian pemerataan pendidikan, kesehatan dan daya beli masyarakat melalui Indeks Pembangunan Manusia (IPM) akan dicapai sesuai dengan konsensus. Dengan menggunakan trend perkembangan IPM 5 tahun sebelumnya, maka tahun 2015 IPM Sumatera Barat dicapai setinggi 74,7 dan tahun 2025 menjadi 80 setaraf dengan pencapaian IPM negara maju saat ini. Pada tahun 2025, Sumatera Barat termasuk satu dari 5 Provinsi yang mencapai pembangunan manusia terbaik. Prioritas penanganan IPM terkait dengan perbaikan kesehatan masyarakat. Saat bersamaan Sumatera Barat juga perlu menyelesaikan persoalan pencapaian pemerataan kesempatan dan kualitas pendidikan, serta mengakhiri kebodohan.

3. Sesuai dengan arah pembangunan pendidikan nasional, prediksi

pembangunan pendidikan untuk provinsi Sumatera Barat dilakukan dengan mengacu kepada 3 aspek utama, yaitu: Pertama, pencapaian aspek perluasan kesempatan pendidikan. Kedua, pemerataan kualitas pendidikan, dan ketiga pelaksanaan pelayanan pendidikan yang mengacu kepada penerapan prinsip Good Education Governance (GEG) atau tata-kelola pendidikan yang baik. Tercapainya pemerataan kesempatan belajar ditandai dengan pemecahan terhadap persoalan yang terkait dengan akses pendidikan. Mengingat bervariasinya

71

persoalan daerah, maka Sumatera Barat pada tahun 2012 diharapkan sudah dapat menyelesaikan penuntasan wajib belajar sembilan tahun, yang ditandai oleh pencapaian angka partisipasi pendidikan usia wjiab belajar, 7-15 tahun 99% dan jenjang SLTA setinggi 80%.

4. Fokus pengembangan mutu pendidikan adalah dengan pemilihan jenis

dan bidang yang menjadi andalan masyarakat Sumatera Barat. Bidang Sains, Matematika, dan Bisnis adalah pencirian kekhususan pendidikan di Sumatera Barat. Pada tahun 2015, diharapkan seluruh instrumen pendidikan yang berkaitan dengan ilmu ini sudah siap menuju kepada pemerataan mutu, termasuk peningkatan kapasitas guru, kurikulum berbasis teknologi pembelajaran serta ketersediaan alat pembelajaran secara lengkap. Sedangkan pada tahun 2025, diharapkan sudah dapat dihasilkan sekolah yang bermutu tinggi dan boarding school yang menjadi pilihan masyarakat Indonesia.

Tabel 4 Prediksi Indikator Pencapaian Pembangunan Sumberdaya Manusia di Sumatera Barat

Indikator Pencapaian 2010 2015 2020 2025

IPM

IPM Ranking nasional

71,2 9

74,7 8

79,2 6

80,7 5

Pendidikan

Akses pendidikan Akses SMA PT SMA masuk ke dalam 10% terbaik nasional Boarding School Bertaraf Maju

Fokus Kualitas Otak (Math, Sains dan Bisnis) Fokus Spritual dan Social Perguruan Tinggi Tata Kelola

96% 60% 14%

3 2

Mulai

Persiapan

Persiapan Internasional

Penataan

internal Mng

99% 80% 25%

9 5

Pemantapan

Pemantapan

Fokus

Penataan Kualitas

100% 82% 30% 12

10

Olimpiade

Generasi emas

Ranking Nasional

ISO

nasional

100% 85% 40% 20

20

Olimpiade

Kebangkitan Minangkabau

Masuk Rangking Asia

ISO

Internasional

72

5. Kebijakan pembangunan Provinsi Sumatera Barat juga akan

memberikan fokus kepada penyediaan pendidikan kejuruan yang unggul. Unggulan kejuruan dalam hal ini adalah dalam penyediaan tenaga terampil madya untuk bidang-bidang yang berkembang pada tahun 2015. Unggulan tersebut diantaranya adalah enginering, bisnis, tenaga kesehatan, parawisata dan pertanian. Namun demikian, dengan terlaksananya kerjasama ekonomi antar negara, maka pada tahun 2025 Sumatera Barat perlu menghasilkan pendidikan kejuruan pada level yang lebih tinggi, seperti kepoliteknikan yang kompetitif.

6. Setelah kebutuhan dasar membangun manusia terpenuhi, Sumatera Barat memiliki institusi pendidikan yang handal untuk menghasilkan generasi yang berkualitas dan kompetitif. Kualitas pendidikan tersebut tidak saja menyangkut dengan pemenuhan unsur intelijensia, namun juga emosional, spiritual dan kesehatan raga. Institusi pendidikan, baik negeri maupun swasta, memiliki tenaga yang standar, kurikulum dan fasilitas yang mampu menghasilkan generasi yang berkarakter, kuat dan amanah. Sedangkan pada jenjang pendidikan tinggi terakreditasi pada tingkat Asia.

7. Pendidikan dengan karakter keagamaan juga dijadikan sebagai ikon

pendidikan Sumatera Barat. Sehingga pada tahun 2015 nanti, masing masing daerah di Sumatera Barat telah memiliki pendidikan dengan sistem ‘boarding school’ yang handal untuk level pendidikan menengah. Melalui pelaksanaan pendidikan yang difasilitasi dengan asrama ini, disamping peningkatan mutu pendidikan, diharapkan juga akan dapat dibina tingkah laku anak didik yang berlandaskan moral dan akhlak yang baik dan berlaandaskan agama.

8. Akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan dilakukan melalui pentahapan

organisasi pendidikan. Tahapan perbaikan mengikuti dinamika organisasi, dimulai menyelesaikan persoalan internal manajemen pendidikan, kemudian memperbaiki internal efisiensi, memetakan eksternal efisisiensi, dan pada tahun 2025 seluruh jenjang pendidikan dapat bertaraf internasional.

9. Pembangunan aspek kesehatan di Sumatera Barat menggunakan

kaedah dari fokus kepada penanganan kuratif, menjadi pemenuhan aspek kuratif dan preventif dalam kerangka tata kelola yang baik Good Health Service Governance. Kedua pemenuhan aspek pelayanan kesehatan tersebut diupayakan dalam kerangka sistem pelayanan

73

kesehatan yang sudah dirintis dan dilaksanakan di Sumatera Barat. Sekalipun demikian dalam perjalanan waktu, pembangunan sub sektor kesehatan juga menyadari pentingnya pemberdayaan dan pendayagunaan peran serta masyaakat dalam menunjang berjalannya pelaksanaan sistem kesehatan yang dibuat.

10. Pembangunan bidang kesehatan ditekankan pada upaya untuk

memberikan kepastian pengendalian untuk memecahkan akar masalah kesehatan masyarakat, berupa kombinasi perbaikan tingkah laku hidup bersih, keseimbangan pangan dan gizi serta pendayagunaan teknologi kesehatan untuk pelayanan kesehatan dasar. Kombinasi penanganan pelayanan dasar tersebut hendaknya dapat mengurangi dampak dari faktor tingkah laku, keseimbangan pangan dan teknologi kesehatan. Dengan demikian, diharapkan pada periode awal, dimana angka kematian bayi setinggi 35 per 1000, diproyeksikan akan menurun menjadi 15 per 1.000 kelahiran hidup, yaitu sebuah pencapaian angka kematian bayi yang setaraf dengan negara-negara berpenghasilan menengah atas.

Tabel 5 Prediksi Indikator Pencapaian Pembangunan Kesehatan di Sumatera Barat

Indikator Pencapaian 2010 2015 2020 2025

IMR a/ Gizi b/ Penuntasan Penyakit Rumah Sakit fokus 3 Jenis Penyakit degeneratif dan injuries dg Tata Kelola

32 30,4

Malaria, AIDS, ISPA

Stroke

Diabetes, Ortopedi,

ISPA

25 15

Malaria, AIDS. ISPA

Stroke

Diabetes, Ortopedi,

Ginjal

20 10

Bebas

ISO Regional

15 7,5

Bebas

ISO Internasional

Catatan: (a) Baseline 2005; (b) Gizi Kurang dan buruk Baseline 2005, (BPS, 2006).

11. Pelayanan kesehatan perlu menangkap peluang berkembangnya

berbagai jenis penyakit yang spesifik, dimana Sumatera Barat menjadi salah satu pusat pelayanan jasa kesehatan. Pemilihan terhadap pelayanan kesehatan yang sifatnya terlihat dan muncul di Sumatera Barat, misalnya jenis penyakit degeneratif stroke, diabetes, Ginjal, Psikotropika, dan injuries sebagai akibat dari resiko berkembangnya metode pelaksanaan kerja dan kegiatan trasportasi dalam kehidupan masyarakat dimasa mendatang. Saat bersamaan pembangunan kesehatan mesti menjamin agar jenis penyakit utama dapat menjadi

74

fokus penanganan, misalnya malaria, gondok, demam berdarah, dan jenis penyakit menular lainnya, baik yang berasal dari manusia, hewan atau berbagai macam virus yang membahayakan.

12. Sistem pelayanan kesehatan diharapkan setidaknya telah berjalan

sebagaimana mestinya mulai tahun 2010, dan sistem tersebut dipertahankan dan diperbaiki setiap periode. Mulai tahun 2010, sistem pelayanan kesehatan sudah menjangkau seluruh karakter daerah, baik daerah terpencil atau daerah yang sifatnya menjadi fokus pelayanan utama terhadap jenis penyakit tertentu. Sistem pelayanan juga diharapkan sudah mampu melayani penduduk sesuai dengan segmen usia dan karakter kemampuan masyarakat.

13. Pada masing-masing daerah di Sumatera Barat, pelayanan pada level rumah sakit sudah menuju kepada pelayanan yang spesifik guna dapat membantu memecahkan persoalan jenis penyakit utama, mulai dari fokus kepada pelayanan stroke, diabetes Psikotropika, Ginjal, dan, injuries, dan fokus lainnya. Sehingga pada masing-masing pelayanan rumah sakit mampu bercirikan pelayanan jenis penyakit, termasuk rintisan rumah sakit ortopedi. Keseluruhan rumah sakit yang dimaksud mesti sudah mampu memperoleh sertifikasi ISO pada tahun 2015, dan pada periode selanjutnya pada tahun 2020 seluruh rumah sakit sudah mampu bertarafkan internasional sesuai dengan spesifik pelayanan yang diberikan.

14. Pembangunan Ketahanan Gizi memastikan pada pemecahan persoalan

utama bidang gizi, dan fokus diberikan kepada peningkatan kapasitas masyarakat untuk mampu menentukan dan memilih (food entittlement). Pilihan akan sumberdaya pangan yang seimbang diharapkan mewujudkan ketahanan pangan sampai ke tingkat keluarga. Pembangunan subsektor gizi keluarga dimulai dengan jalan memperbaiki tingkah laku gizi masyarakat dengan mendorong agar sistem sanitasi dan air minum dapat mendorong perbaikan status gizi, khususnya untuk anak balita dan manula. Pembangunan ketahanan gizi juga dimaksudkan untuk memastikan terdapatnya kemudahan dalam memproduksi, dan akses yang lebih mudah terhadap informasi harga dan ketersediaannya. Sehingga dalam jangka panjang masyarakat Sumatera Barat menuju kepada kemandirian penyediaan makanan baik dari sisi karbohidrat, protein dan vitamin. Kemandirian tersebut disesuaikan dengan keberadaan dan ketersediaan lahan yang ada. Dengan demikian angka kurang gizi (sedang dan redah) Balita

75

direncanakan berkurang dari 30,4% tahun 2005 menjadi 7,5% tahun 2025.

15. Kemiskinan absolut direncanakan tersisa menjadi 5% pada tahun 2025

dari 10,9% tahun 2005. Persoalan kemiskinan dapat diperbaiki melalui upaya penanganan akar masalah, diantaranya permberdayaan, perlindungan sosial, serta pengembangan kepercayaan diri masyarakat.

Tabel 6. Prediksi Indikator Kemiskinan dan Pengangguran Di Sumatera Barat

Indikator Pencapaian 2010 2015 2020 2025

% RT Miskin % Pengangguran

10,9%

12,0%

8,5%

10,0%

7%

8,5%

5%

7,5%

16. Setiap kurun waktu mulai 2015, 2020 sampai dengan 2015, diharapkan

angka pengangguran dapat ditekan di bawah 1 digit. Sedangkan pada tahun 2025, diharapkan, tingkat pengangguran di Provinsi Sumatera Barat diperkirakan akan tersisa sebesar 7,5%. Angka ini di bawah dari angka pengangguran negara maju.

3.6. PREDIKSI PEMBANGUNAN PRASARANA DAN SARANA 1. Prasarana transportasi berupa jalan untuk 20 tahun ke depan perlu

ditingkatkan kuantitas dan kualitasnya. Peningkatan jumlah kendaraan pengguna jalan sebagai konsekuensi dari pertambahan penduduk, permukiman, dan aktifitas perekonomian daerah, serta laju pertumbuhan ekonomi, menyebabkan kebutuhan terhadap panjang jalan dan kualitas jalan secara keseluruhan akan meningkat pula.

2. Pembangunan jalan negara di sepanjang pantai barat Sumatera sejalan

dengan arahan dan kebijakan menjadikan Provinsi Sumatera Barat sebagai pintu gerbang Indonesia bagian barat. Di samping itu juga untuk meningkatkan akses perhubungan darat di pulau Sumatera yang saat ini relatif rendah karena kondisi jalan yang ada saat ini kurang baik dan berada pada topografi yang bergelombang dan terdapat di sepanjang bukit barisan. Pembukaan jalan negara Pantai Barat

76

Sumatera direncanakan dimulai pada RPJP pertama ini sangat strategis dan diperkirakan akan mampu meningkatkan jumlah dan moda transportasi darat di sepanjang pantai barat Sumatera. Di samping itu juga untuk meningkatkan kapasitas pelabuhan yang terdapat di bagian barat pulau Sumatera, seperti Teluk Bayur, Air Bangis, sampai ke Belawan.

3. Perluasan koridor jalan Padang-Bukittinggi-Payakumbuh menjadi dua

jalur sangat mendesak dan strategis dilakukan. Perluasan ini dilakukan sejalan dengan pembangunan akses Padang- Bukittinggi - Payakumbuh - Kelok Sembilan dan Pekan Baru. Direncanakan perluasan ini dimulai pada RPJP pertama dan diharapkan dapat diselesaikan pada akhir RPJM kedua. Selanjutnya pada tahun 2025, diharapkan seluruh ibukota kabupaten dan kota sudah terhubung dengan dua jalur tersebut .

4. Selain jalan negara yang bersifat lintas provinsi , jalan negara dalam

provinsi juga perlu ditambah dan ditingkatkan kualitasnya, terutama antara kota Padang dan Bukittinggi yang jumlah perjalanan (trip) dan moda angkutan yang semakin meningkat setiap tahun. Saat ini telah dibangun jalan alternatif antara Sicincin-Malalak. Justru itu dalam jangka panjang jalan antara kota Padang dan Sicincin perlu ditambah dengan membangun jalan dua jalur. Jalan provinsi yang saat ini panjangnya 1.167 km perlu ditambah dan ditingkatkan kualitasnya, terutama jalan yang menghubungkan antar kota dan kabupaten. Jalan provinsi yang menghubungkan beberapa daerah pemekaran dengan kota sekitarnya, seperti Kabupaten Solok Selatan dengan Arosuka, Simpang Empat–Lubuk Sikaping dan Muaro Labuh-Kambang merupakan prioritas untuk dikembangkan. Jalan kabupaten dan kota yang saat ini panjangnya 12.706,66 km dalam jangka panjang akan bertambah panjang dan kualitasnya akan lebih baik, panjang jalan diharapkan meningkat 5 % setahun. Kondisi jalan yang beragam mulai dari jalan kerikil, aspal, hotmix dan beton, dalam jangka panjang seluruh ruas jalan kabupaten kota minimal sudah beraspal. Jalan di wilayah perdesaan dan jalan usaha tani akan ditingkatkan panjang dan kualitasnya lebih besar lagi. Dalam kurun waktu 20 tahun ke depan diharapkan 50% jalan tersebut sudah diaspal termasuk pembukaan jalan baru ke sentra produksi pertanian dalam arti luas seperti tanaman pangan, hortikultura, peternakan, perkebunan, kehutanan dan perikanan. Direncanakan akses jalan dari sentra produksi pertanian dan industri kecil di perdesaan ke wilayah hulu dan hilir di perkotaan bisa dibuka dan ditingkatkan kualitasnya.

77

5. Peningkatan kualitas jalan perlu dilakukan terutama untuk

mengantisipasi penurunan kualitas jalan akibat terjadinya bencana alam seperti longsor dan gempa bumi. Karena itu peningkatan kualitas jalan merupakan program jangka panjang secara rutin karena Sumatera Barat termasuk ke dalam kawasan rawan bencana, khususnya kota Padang, Pariaman, Painan dan Air Bangis untuk jalan jalur evakuasi antisipasi banjir dan tsunami. Di samping itu peningkatan kualitas jalan juga perlu dilakukan karena terjadinya penurunan kualitas akibat kelalaian manusia berupa kelebihan tonase muatan kendaraan. Konsekuensinya ke depan diperlukan kebijakan pengembangan infrastruktur yang berwawasan becana alam.

6. Dalam jangka panjang, sangat perlu ditingkatkan jumlah dan kualitas

jembatan terutama untuk menghubungkan kawasan sentra produksi di perdesaan dengan wilayah sentra produksi dan daerah pemasarannya di perkotaan.

7. Sarana angkutan berupa angkutan antar kota dalam provinsi (AKDP),

angkutan sewa dan angkutan dalam kota, serta angkutan lokal perlu direvitalisasi dan diremajakan. Termasuk kualitas pelayanan yang mendukung berkembangnya parawisata dan perdagangan.

8. Jalan Kereta Api melalui terowongan Solok - Padang diperkirakan sangat

potensial untuk dikembangkan dalam rangka pembangunan jalur kereta api menuju Pekan Baru. Dikaitkan dengan rencana pengembangan Trans Sumatera Railway, maka diprediksikan pengembangan infrastruktur kereta api Sumatera Barat menuju ke Pekan Baru (Pantai Timur) Sumatera diperlukan untuk mendukung transportasi hasil daerah Sumatera Barat.

9. Aktivitas pelabuhan Teluk Bayur diprediksikan meningkat cukup pesat

dalam 20 tahun ke depan. Kondisi ini dapat dilihat dari peningkatan pemakaian fasilitas dermaga dewasa ini. Dengan demikian, diprediksikan ke depan potensi pengembangan pelabuhan laut dikaitkan dengan muatan barang menjadi sangat strategis dilakukan.

78

10. Prasarana transportasi udara yang dimiliki Sumatera Barat berupa Pelabuhan Udara/Bandara Internasional Minangkabau (BIM) diprediksikan mengalami perkembangan yang pesat 20 tahun mendatang. Harga tiket pesawat udara yang kompetitif telah menyebabkan lonjakan penumpang yang signifikan. Jika tidak ada kebijakan yang menetapkan tarif pesawat minimum, diperkirakan lonjakan tersebut akan terus terjadi.

11. Akibat lonjakan aktivitas pelabuhan udara tersebut, maka peningkatan

fasilitas pelabuhan udara dan kualitasnya perlu terus ditingkatkan. Perpanjangan landasan BIM perlu diikuti dengan fasilitas pesawat berbadan lebar. Bandara ini dalam jangka panjang ditingkatkan statusnya dan jenis pesawat dengan kapasitas penumpang yang lebih besar. Justru itu perluasan bandara dan kelengkapannya perlu terus dilakukan.

12. Jika saat ini penerbangan domestik dari BIM melayani penerbangan

langsung domestik yang berjadwal (reguler flight) dengan tujuan antara lain Medan, Jakarta, Batam dan Bandung, diperkirakan dalam jangka panjang akan bertambah seperti ke Yogyakarta dan Surabaya. Sedangkan penerbangan langsung ke luar negeri dan berjadwal yang saat ini ke Singapura dan Malaysia, diperkirakan akan bertambah seperti ke Thailand. Penambahan rute ini akan diikuti dengan penambahan jumlah pesawat yang melayaninya. Jika pada tahun 2005 jumlah pesawat dalam negeri yang datang dan berangkat masing-masing sebanyak 6.188 penerbangan, sedangkan kedatangan dan keberangkatan luar negeri masing-masing sebanyak 810 penerbangan, maka jumlah penerbangan 20 tahun ke depan akan meningkat searah dengan peningkatan jumlah penumpang.

13. Rumah tangga yang yang mendapatkan pelayanan air bersih yang

dikelola oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) di Sumatera Barat diperkirakan terus meningkat seirama dengan pertambahan jumlah penduduk dan permukiman baru. Sampai saat ini pelayanan air minum oleh PDAM mayoritas baru di daerah perkotaan. Untuk itu dalam jangka panjang permintaan air minum di wilayah perkotaan cendrung naik. Sementara itu daerah perkotaan ada yang tidak mempunyai sumber air minum yang cukup untuk penduduknya. Justru itu di masa depan dalam jangka waktu 20 tahun ke depan perlu dikembangkan kerjasama antar daerah kota dan kabupaten dalam penyediaan bahan baku air minum dengan pola saling menguntungkan (win-win solution).

79

14. Pada daerah perdesaan umumnya belum tersedia jaringan air bersih yang dikelola oleh PDAM. Masyarakat perdesaan Sumatera Barat umumnya masih banyak menggunakan air tanah dan air permukaan (air sungai) untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Seiring dengan peningkatan sarana dan prasarana transportasi di perdesaan, diperkirakan kegiatan industri kecil dan rumah tangga di perdesaan akan meningkat. Akibatnya kebutuhan terhadap air bersih juga naik. Pertambahan penduduk juga menyebabkan kebutuhan terhadap air minum meningkat. Justru itu dalam jangka panjang permintaan terhadap air bersih juga meningkat, dan diperkirakan 90% kebutuhan air bersih perlu disediakan oleh PDAM.

15. Kebutuhan listrik Sumatera Barat diprediksikan akan meningkat seirama

dengan pertambahan penduduk, permukiman, pertumbuhan usaha, dan peningkatan aktivitas ekonomi pada umumnya. Sejauh ini kebutuhan ini disediakan oleh beberapa pembangkit terutama pembangkit listrik berupa tenaga air (PLTA). Saat ini terdapat PLTA Maninjau, PLTA Agam, PLTA Singkarak. Di samping itu juga terdapat beberapa pembangkit listrik tenaga uap, tenaga diesel dan PLTA Koto Panjang yang merupakan interkoneksi dengan Provinsi Riau. Dengan kondisi pembangkit seperti di atas, kebutuhan listrik untuk Sumatera Barat dapat dipenuhi. Namun demikian, pada waktu tertentu seperti musim kemarau debit air menjadi turun dan tenaga listrik berkurang. Pada waktu ini terjadi pemadaman listrik secara bergantian. Jika penyediaan listrik tidak ditambah, maka akan terjadi kekurangan tenaga listrik. Karena itu dalam jangka panjang diperkirakan kebutuhan terhadap pembangkit tenaga listrik perlu dipenuhi dengan membangun pembangkit dan jaringan yang baru. Pembangkit ini bisa berupa tenaga air, uap, diesel, dan sumber energi listrik lainnya.

16. Permintaan listrik di perdesaan juga diperkirakan naik dengan

bertambahnya penduduk dan meningkatnya aktifitas ekonomi. Program listrik masuk desa saat ini sudah mampu memenuhi sebagaian kebutuhan listrik yang ada. Pemanfaatan teknologi tepat guna melalui program Pembangkit Listrik mikrohidro dan Pembangkit Listrik Tenaga Surya juga telah membantu suplai listrik perdesaan. Sumberdaya air di perdesaan masih tersedia dalam jumlah yang memadai. Diperkirakan dengan mengolah sumberdaya yang tersedia ini dan sumber energi listrik lainnya, dengan memanfaatkan teknologi tepat guna akan mampu memenuhi kebutuhan listrik di perdesaan 20 tahun mendatang.

80

17. Permintaan terhadap telepon diperkirakan akan tetap bertambah walaupun telepon selular berkembang dengan sangat cepat. Untuk itu Sentral Telepon Otomatis yang telah ada di seluruh kota dan kabupaten di Sumatera Barat, yang dapat menghubungkan koneksi telepon lokal, interlokal, maupun internasional tetap akan dikembangkan dalam jangka panjang. Karena pada saat ini masih tersisa sebanyak 5.832 SST, dalam jangka panjang diperkirakan perlu ditambah lagi. Untuk itu di seluruh kabupaten dan kota di Sumatera Barat melalui STO yang sudah ada perlu ditambah jaringan sesuai dengan meningkatnya permintaan telepon sejalan dengan pertambahan penduduk, rumahtangga, dan usaha yang terus berkembang.

18. Permintaan terhadap sarana dan prasarana drainase diperkirakan akan

meningkat dalam jangka panjang karena bertambahnya jumlah penduduk. Diperkirakan pengelolaan drainase dan limbah secara sederhana untuk daerah yang topografinya bergelombang masih memungkinkan. Namun bagi daerah yang landai diperlukan drainase yang lebih baik dan pengolahan limbah yang lebih modern. Pemeliharaan dan penyadaran terhadap masyarakat untuk menjaga saluran drainase berfungsi dengan baik masih diperlukan dalam jangka panjang, karena menyangkut perubahan perilaku yang memerlukan waktu yang cukup lama untuk merubahnya. Justru itu dalam kurun waktu 20 tahun ke depan pengembangan sistem drainase dan pembelajaran bagi masyarakat untuk menjaga drainase berfungsi dengan baik masih diperlukan. Di samping itu diperkirakan untuk daerah dataran rendah, sistem drainase yang sederhana seperti saat ini perlu dikembangkan dengan teknologi yang lebih canggih agar genangan tidak terjadi pada musim hujan. Teknologi dan sistem drainase yan lebih baik perlu diciptakan dalam jangka panjang untuk mengatasi permasalahan klasik tersumbatnyaa drainase, terutama pada musim hujan.

19. Jumlah sampah terutama di perkotaan diprediksikan cendrung naik di

masa datang. Diperkirakan sistim yang ada saat ini tidak sepenuhnya mampu mengatasi masalah persampahan. Pola yang ada saat ini adalah mengumpulkan sampah rumah dalam kantong plastik atau karung dan ditempatkan di depan rumah. Kemudian petugas mengumpulkannya dalam Tempat Penampungan Sementara (TPS) yang ditempatkan di setiap kelurahan atau RW. Selanjutnya truk sampah mengangkutnya ke Lokasi Pengolahan Akhir (LPA). Penanganannya sederhana dengan membakar sebagian tumpukan sampah dan dijadikan kompos. Pola ini

81

tidak mampu memisahkan antara sampah organik dan non organik secara dini dari rumahtangga. Diperkirakan dalam jangka panjang diperlukan sistem pengelolaan sampah yang mampu memisahkan antara sampah organik dan non organik dari hulu, sehingga sampah organik bisa diolah dengan teknologi tepat guna menjadi kompos. Justru itu diperkirakan kebutuhan teknlogi pengelolaan sampah organik perlu dilakukan dalam jangka panjang (20 tahun ke depan).

Tabel 7 Prediksi Infrastruktur Provinsi Sumatera Barat Tahun 2025

No Jenis Infrastruktur Prediksi 2025

1 Jalan secara keseluruhan Ditingkatkan kuantitas dan kualitasnya

2 Jalan di pantai Barat Sumatera Dibangun sepanjang pantai barat Sumatera untuk mendukung Sumatera Barat sebagai

gerbang barat Sumatera.

3 Perluasan koridor Padang-Bukittinggi-Payakumbuh-Kelok

Sembilan-Pekan Baru dan peningkatan hubungan jalan

ibukota kabupaten dan kota

Dibangun jalan dua jalur untuk dua periode RPJM (sampai tahun 2015). Selanjutnya

pada tahun 2025, diharapkan seluruh ibukota kabupaten dan kota sudah terhubung

dengan dua jalur tersebut .

4 Jalan Provinsi yang menghubungkan antar daerah:

a. Solok Selatan-Arosuka

b. Simpang Empat – Lb. Sikaping.

c. Muaro Labuh-Kambang

Prioritas untuk dikembangkan dengan meningkatkan kualitas jalan.

5 Jembatan Dibangun untuk meningkatkatkan akses terutama ke lokasi sntra produksi di seluruh

Sumatera Barat.

6 Sarana angkutan antar kota

(AKDP)

Direvitalisasi dan diremajakan

7 Jalan kereta api Dikembangkan terowongan Solok-Padang terus ke Pekan Baru.

8 Pelabuhan Teluk Bayur Peningkatan fasilitas pelabuhan

9 Pelabuhan Udara (BIM) Peningkatan fasilitas bandara

10 Penambahan rute penerbangan Perluasan penerbangan domestik Surabaya, Yogya dan internasional ke Thayland.

11 Jaringan air bersih Kerjasama pemda kabupaten dan kota dalam

penyediaan air bersih

12 Jaringan listrik Pembangunan pembangkit tenaga listrik baru

13 Jaringan Telpon Penambahan dan peningkatan jaringan

14 Jaringan drainase Pengembangan sistim drainase dan pembelajaran bagi masyarakat.

15 Pengelolaan persampahan Peningkatan teknologi pengolahan sampah

dan limbah

82

3.7. Prediksi Tata Ruang dan Pembangunan Wilayah. 1. Struktur dan pola pemanfaatan ruang merupakan substansi utama

dalam penataan ruang. Di dalam struktur tergambar hirarki kegiatan yang ditempatkan di atas ruang. Secara bertahap, hirarki pusat kegiatan dapat diklasifikasikan sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN), Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) dan Pusat Kegiatan Lokal (PKL). Dalam jangka panjang (tahun 2005-2025) pembagian pusat kegiatan di Provinsi Sumatera Barat secara berjenjang diperkirakan diprediksikan akan terjadi berdasarkan kriteria kota sesuai dengan fungsinya masing-masing. Namun demikian secara parsial dapat terjadi suatu kota menjadi pusat kegiatan yang lebih tinggi atau lebih rendah hirarkinya. Kota Bukittinggi dapat menjadi pusat perdagangan nasional untuk perdagangan tekstil atau pakaian jadi. Kota Padang Panjang bisa menjadi pusat perdagangan regional untuk hortikutura dan produk peternakan berupa daging sapi.

2. Peningkatan aktivitas pembangunan akan cendrung mendorong

masyarakat untuk memanfaatkan sebagian kawasan lindung untuk dialihfungsikan. Namun demikian keberadaan kawasan lindung ini perlu dipertahankan untuk menjaga keseimbangan lingkungan hidup. Hutan lindung yang perlu dipertahankan ke depan terdapat di Kabupaten-kabupaten Agam, Limapuluh Kota, Pasaman, Pesisir Selatan, Sijunjung, Tanah Datar, Padang Pariaman, Solok Selatan, Solok, Kepulauan Mentawai dan kota Padang. Selain itu juga terdapat kawasan bergambut di Pasaman Barat, Agam dan Pesisir Selatan. Kawasan konservasi dan resapan air yang perlu dipertahankan terdapat di Kabupaten-kabupaten Mentawai, Solok, Lima Puluh Kota dan Sijunjung. Kawasan sekitar mata air dan sempadan pantai yang memiliki mata air dan pantai juga perlu dilindungi. Kawasan terbuka hijau akan dipertahankan dalam jangka panjang.

3. Kawasan Suaka Alam berupa cagar alam merupakan kawasan lindung

yang dipertahankan dalam jangka panjang. Kawasan ini berokasi di Kabupaten-kabupaten Limapuluh Kota (Lembah Harau), Tanah Datar (Lembah Anai dan Beringin Sakti), Pasaman (Rimbo Panti) dan Agam (Palupuh). Kawasan pelestarian alam yang dimiliki Sumatera Barat terdiri dari Taman Nasional yang terdapat di Kabupaten Pesisir Selatan dan Kepulauan Mentawai. Taman Hutan Raya di Kota Padang (Tahura Bung Hatta), Taman Wisata Alam di Kabupaten Solok, dan Kawasan

83

Cagar Budaya di Tanah Datar merupakan bagian dari kawasan lindung yang dipertahankan dalam jangka panjang.

Tabel 8 Fungsi Kota,Jenis Kawasan Budidaya dan Konservasi Serta

Lokasinya

No A. Fungsi Kota Lokasi

1

Pusat Kegiatan Nasional (PKN) Kota Padang

2 Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) Pariaman, Sawahlunto, Muara Siberut, Bukittinggi, Solok.

3 Pusat Kegiatan Lokal (PKL) Belum ditetapkan karena Draft Ranperda masih dalam pembahasan.

B. Jenis Kawasan Diusulkan dan masih dalam pembahasan daerah sbb:

1 Kawasan Hutan Produksi

Kabupaten Pasaman

Sawahlunto Sijunjung

Agam

Lima Puluh Kota

Pesisir Selatan

Solok

Tanah Datar

2 Kawasan Hutan Rakyat

3 Kawasan Pertanian Seluruh kabupaten dan kota

4 Kawasan Pertambangan Kota Sawahlunto

Kabupten Sijunjung

Kabupaten Lima Puluh Kota

Kabupaten Pesisir Selatan

5 Kawasan Peruntukan Industri Perbatasan Kabupaten Padang Pariaman dan Kota Padang yaitu kawasan Padang Industrial Park (PIP)

6 Kawasan Pariwisata Kabupaten Agam

Kota Bukitiinggi

Pesisir Selatan

Padang

Kepulauan Mentawai

Kawasan-kawasan lain di seluruh kabupaten dan kota

7 Kawasan Permukiman Seluruh kabupaten dan kota.

C. Kawasan Hutan

Konservasi dan Lindung

8 % kawasan Hutan Konservasi dan lindung

Minimum 40% dan 500.000 HA lahan kritis dikonversi menjadi agroforestry.

4. Mengingat bencana yang sering terjadi akhir-akhir ini, terdapat

beberapa kawasan yang perlu dilindungi. Kawasan rawan gempa tektonik terdapat pada daerah yang berada di sepanjang pantai Barat Sumatera, meliputi: Kabupaten-kabupaten Pesisir Selatan, Padang Pariaman, Agam, Pasaman Barat dan Kabupaten Mentawai dan Kota Padang. Kawasan rawan gempa bumi vulkanik meliputi daerah patahan

84

semangka mulai dari Kabupaten Pasaman, Agam, Tanah Datar, Solok, Solok Selatan, Kota Bukittinggi dan Padang Panjang, Sedangkan kawasan yang rawan bencana tsunami meliputi seluruh kawasan pesisir Sumatera Barat dan Kepulauan Mentawai beserta pulau-pulau kecil lainnya dengan ciri dataran pantai yang landai dengan ketinggian kurang dari 10 meter di atas permukaan laut.

5. Kawasan rawan abrasi pantai juga merupakan kawasan lindung, antara

lain terdapat di Kota Padang, Kota Pariaman, dan Kabupaten Agam (Tiku). Kawasan rawan letusan gunung api yang masih aktif antara lain Gunung Merapi, Gunung Talang dan Gunung Kerinci. Kawasan tanah longsor tedapat di Kabupaten Pasaman, Lima Puluh Kota, Tanah Datar, Agam, Kota Padang Panjang, Padang, Solok, Pesisir Selatan sampai ke perbatasan Bengkulu. Kawasan rawan banjir terdapat di Kinali, Air Bangis dan Sasak, Pasaman Barat. Di Pesisir Selatan terdapat di Lunang Silaut. Selain itu juga sering melanda kota Solok, kota Padang, Kabupaten Solok dan Solok Selatan, Kabupaten Padang Pariaman, serta Kabupaten Agam.

6. Kawasan Budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi

utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan. Secara keseluruhan, Provinsi Sumatera Barat memiliki luas kawasan budidaya sebesar 2.335.687 Ha atau 55,22% dari luas total daerah administrasinya. Pengelolaan kawasan budidaya terdiri dari pengelolaan : kawasan hutan produksi, kawasan pertanian tanaman pangan, kawasan perkebunan/tanaman tahunan, kawasan pariwisata, kawasan permukiman, kawasan budidaya perikanan, dan kawasan pengembangan sumberdaya mineral.

7. Kawasan hutan produksi terutama terdapat di Kabupaten Sijunjung

karena kawasannya lebih luas dari daerah lain. Diperkirakan eksploitasi hutan produksi akan meningkat, sejalan dengan meningkatnya permintaan terhadap kayu untuk pembangunan, terutama pembangunan perumahan/permukiman. Karena itu perlu pengaturan yang jelas dalam pengelolaannya disamping patok kawasan yang jelas di setiap kabupaten dan kota. Kawasan hutan rakyat yang saat ini patoknya masih belum disepakati antara pemerintah (ketentuan perundangan yang ada) dengan ketentuan adat (tentang tanah ulayat), dalam jangka panjang perlu dicarikan kesepakatan bersama. Jika ini

85

tidak dilakukan, maka konflik yang saat ini sudah terjadi akan tetap berlanjut.

8. Kawasan pertambangan di kota Sawahlunto berdasarkan kondisi saat ini

pertambangan batubara di kota Sawahlunto sudah berakhir untuk tambang dalam. Tambang yang masih berjalan adalah tambang batubara rakyat. Dalam jangka panjang diprediksikan kota Sawahlunto akan berangsur meninggalkan sektor pertambangan sebagai unggulan daerah. Saat ini pemerintah kota telah mengembangkan revitalisasi pertambangan melalui pengembangan agribisnis dan jasa lainnya seperti pariwisata. Sedangkan daerah Sijunjung, Lima Puluh kota, dan Pesisir Selatan yang mempunyai deposit bahan tambang/mineral yang belum tereksploitasi akan lebih dikembangkan dalam jangka panjang. Sehingga struktur perekonomian daerah ini dalam jangka panjang akan bergeser dari sektor primer (pertanian) kepada sektor jasa (pertambangan) dan jasa lainnya.

9. Kawasan industri yang diarahkan ke kota Padang dan Kabupaten

Padang Pariaman, saat ini masih bersifat stagnan. Di masa datang (sampai 2025) fungsi kawasan ini sebagai kawasan industri (terutama Padang Industrial Park) akan lebih optimal sehingga fungsi kawasan ini dapat ditingkatkan dalam jangka panjang. Sedangkan pengembangan kawasan permukiman di seluruh wilayah perlu dilakukan secara lebih terarah di masa depan sejalan dengan meningkatnya permintaan terhadap perumahan dan permukiman karena pertambahan penduduk dan peningkatan kapasitas ekonomi. Akibatnya penataan ruang wilayah semakin terarah dan peruntukan lahan permukiman dan perumahan lebih jelas dan teratur. Sehingga peningkatan jumlah permukiman/perumahan di masa datang diikuti dengan peningkatan kualitasnya.

86

BAB IV

VISI DAN MISI PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH

encana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Provinsi Sumatera Barat 2005-2025 disusun dalam rangka mewujudkan visi dan misi pembangunan daerah yang diharapkan dapat dicapai pada tahun 2025

mendatang. Visi dan misi pembangunan jangka panjang daerah ini ditetapkan berdasarkan cita-cita, aspirasi dan keinginan masyarakat Sumatera Barat secara keseluruhan dengan memperhatikan juga prediksi kondisi umum daerah untuk masa 20 tahun mendatang. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 penyusunan visi dan misi pembangunan jangka panjang daerah ini dilakukan dengan mengacu pada visi dan misi pembangunan nasional sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 serta memperhatikan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2006-2010 yang telah ditetapkan sebelumnya dengan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2007. 4.1. VISI PEMBANGUNAN DAERAH 1. Visi pembangunan daerah pada dasarnya merupakan kondisi objektif

yang diinginkan dapat dicapai oleh masyarakat Provinsi Sumatera Barat pada 20 tahun mendatang. Kondisi yang diinginkan tersebut ditetapkan dengan mengacu pada visi misi Pemerintah Indonesia, sebagaimana tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Indonesia 2005-2025. Disamping itu, visi tersebut juga ditetapkan dengan memperhatikan keadaan umum daerah dewasa ini, prediksi untuk 20 tahun mendatang dan keinginan, aspirasi serta cita-cita yang berkembang dalam masyarakat secara keseluruhan. Dengan demikian, visi ini sebenarnya adalah merupakan kondisi realistis yang diharapkan akan dapat dicapai Sumatera Barat.

R

87

2. Visi pembangunan diformulasikan dalam bentuk yang ringkas dan singkat tapi padat. Sehingga mudah dipahami dan diingat oleh seluruh lapisan masyarakat. Bila masyarakat sudah memahami dan mengingat visi tersebut, maka diharapkan akan dapat mempedomaninya dalam pelaksanaan kegiatan sehari-hari serta menjadikannya sebagai pedoman dan arah dalam melaksanakan gerak langkah pembangunan daerah dalam jangka panjang. Bila hal ini dapat diwujudkan, diharapkan partisipasi masyarakat dalam menggerakkan dan sekaligus mengawasi kegiatan pembangunan akan pula dapat dioptimalkan sehingga terwujud keterpaduan dan keserasian antara peranan pemerintah daerah, peranan masyarakat, dan dunia usaha dalam proses pembangunan daerah secara keseluruhan.

3. Memperhatikan kondisi umum daerah Provinsi Sumatera Barat

sebagaimana diuraikan pada bab II, prediksi 20 tahun mendatang sebagaimana disajikan pada bab III, dan hasil penjaringan aspirasi masyarakat, maka visi pembangunan jangka panjang Provinsi Sumatera Barat untuk tahun 2025 mendatang dapat diformulasikan secara ringkas sebagai berikut:

Menjadi Provinsi Terkemuka Berbasis Sumberdaya Manusia Yang Agamais Pada Tahun 2025

4. Terkemuka dalam hal ini diartikan sebagai suatu kondisi masyarakat Sumatera Barat yang yang sudah maju yang ditandai dengan tingkat pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan yang tinggi dan merata. Dalam pengertian ini, tingkat kemajuan ini juga dapat diperlihatkan melalui perkembangan teknologi yang modern dalam kehidupan sehari-hari, serta dapat berkomunikasi dan bergaul secara nasional maupun internasional dalam kesetaraan. Tingkat kemajuan ini juga ditandai dengan sumber daya insani yang berkualitas dan memiliki daya saing tinggi dalam ekonomi dan sosial. Akhirnya pembangunan manusia di daerah ini menghasilkan tingkat produktivitas dan efisiensi yang tinggi serta terbuka terhadap perobahan dan pembaharuan yang berkembang dalam masyarakat. Termasuk ke dalam unsur kemajuan ini adalah kesejahteraan diartikan sebagai suatu kondisi masyarakat yang sudah cukup makmur yang ditandai oleh pendapatan masyarakat yang cukup tinggi, berbadan sehat dan kuat, tingkat pengangguran dan kemiskinan sudah sangat rendah, mempunyai distribusi pendapatan yang lebih

88

merata dan adil, mempunyai kesempatan berusaha yang sama antara golongan pengusaha, pemerintahan sudah berjalan secara demokratis, taat dan sadar hukum, terdapatnya kesamaan peranan pria dan wanita (kesetaraan gender), mempunyai fasilitas pelayanan sosial yang cukup merata dan berkualitas baik, adanya jaminan sosial yang cukup untuk orang cacat dan penduduk usia lanjut, serta terdapatnya kualitas lingkungan hidup yang baik, hijau, lestari dengan pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan.

5. Pengertian agamais dalam Visi Sumatera Barat duapuluh tahun ke depan, diartikan tidak hanya untuk sumber daya manusia saja, tetapi juga secara keseluruhan untuk pembangunan provinsi Sumatera Barat. Dimana kondisi masyarakat yang agamais sebagai sumber motivasi, inspirasi untuk diamalkan dalam berbagai aspek kehidupan, baik ekonomi, politik, hukum, sosial, budaya IPTEKS, pertahanan, keamanan, lingkungan, sehingga terwujudnya Sumatera Barat yang modern dan beradab. Masyarakat yang agamais juga ditandai oleh adanya keseimbangan dinamis antara dunia dan akhirat, jasmani dan rohani, lahir dan batin serta material dan sipiritual. Dengan demikian, disamping untuk persiapan menghadapi akhirat, agama dan adat juga akan dapat pula dijadikan sebagai sumber energi untuk menggerakkan proses pembangunan daerah secara menyeluruh.

6. Berbasis sumberdaya manusia sebagai landasan umum pembangunan daerah sengaja dipilih karena pola pembangunan ini diperkirakan sebagai cara yang tepat sesuai dengan kondisi daerah guna dapat mewujudkan visi jangka panjang daerah. Alasannya adalah karena Provinsi Sumatera Barat tidak mempunyai sumber daya alam bernilai tinggi seperti minyak dan gas, batubara yang berskala ekonomis. Sedangkan lahan yang tersedia juga sangat terbatas karena banyaknya hutan lindung dan kondisi daerah yang berbukit-bukit sehingga banyak lahan yang tidak dapat dimanfaatkan. Potensi yang dimiliki oleh daerah adalah dalam bentuk sumber daya manusia berjumlah cukup besar dengan kualitas relatif lebih baik. Karena itu, visi pembangunan daerah diperkirakan akan lebih mungkin dapat dicapai melalui pembangunan manusia. Sedangkan kegiatan pembangunan manusia tersebut mencakup pembangunan di bidang agama, budaya, pendidikan, kesehatan, ekonomi serta ilmu pengetahuan dan teknologi. Sasaran utama yang ingin dicapai melalui pembangunan manusia ini adalah meningkatnya produktivitas kerja yang menuju pada terwujudnya kesejahteraan sosial yang menyeluruh meliputi kemakmuran ekonomi dan sosial secara sekaligus.

89

7. Untuk memudahkan penyusunan target perencanaan, diperlukan beberapa indikator kinerja pembangunan. Dalam hal ini terdapat 4 indikator kinerja utama pencapaian visi dan misi RPJP Sumatera Barat sampai dengan tahun 2025 sebagai berikut: a. Indek Pembangunan Manusia (IPM) minimum 80; b. Pendapatan perkapita sekitar US 5.000 dengan Indek Gini Ratio

paling tinggi 0,25; c. Tingkat pengangguran 7,5 %; d. Persentase penduduk miskin 5,0 %;

4.2. MISI PEMBANGUNAN DAERAH 1. Misi pada dasarnya adalah merupakan kondisi yang harus dipenuhi agar

visi yang telah ditetapkan di atas dapat dicapai dengan memperhatikan kondisi objektif yang terdapat di daerah dewasa ini. Dengan kata lain misi menunjukkan beberapa upaya utama pembangunan yang perlu dilaksanakan untuk mewujudkan visi yang telah ditetapkan semula. Misi pembangunan daerah dalam RPJP Provinsi Sumatera Barat sampai dengan tahun 2025 ditetapkan sebagai berikut: a. Mewujudkan kehidupan agama dan budaya berdasarkan filosofi

”Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah”, b. Mewujudkan sistem hukum dan tata-pemerintahan yang baik, c. Mewujudkan sumberdaya insani yang berkualitas, amanah dan

berdaya saing tinggi, d. Mewujudkan usaha ekonomi produktif dan mampu bersaing di dunia

global, e. Mewujudkan kualitas lingkungan hidup yang baik dengan

pengelolaan sumberdaya alam berkelanjutan.

2. Misi untuk mewujudkan kehidupan beragama dan berbudaya yang berdasarkan falsafah: ”Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah” adalah landasan utama kehidupan masyarakat Minangkabau, yang dijadikan sebagai persyaratan utama untuk dapat mewujudkan masyarakat yang agamais dan berbudaya. Landasan filosofis ini sudah dimiliki sejak lama, sehingga kedepan perlu terus dipelihara dan diterapkan dalam tata kehidupan masyarakat. Ciri-ciri tata kehidupan yang demikian antara lain adalah: taat beragama, berakhlak mulia, jujur, peduli sesama manusia, menerapkan tata kehidupan beragama dan berbudaya yang baik, rukun dengan agama lain, serta peduli terhadap masa depan dan keselamatan masyarakat dan bumi ciptaan Tuhan.

90

3. Misi untuk mewujudkan sistim hukum dan tata pemerintahan yang baik merupakan persyaratan yang tidak kalah pentingnya untuk dapat mendorong proses pembangunan daerah secara cepat dan merata. Hal ini sesuai dengan harapan seluruh masyarakat. Dalam kondisi demikian, tata pemerintahan berjalan secara demokratis, taat hukum, transparan, menerapkan sistem perencanaan, penganggaran dan pengawasan secara terpadu yang berlandaskan pada partisipasi masyarakat serta bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotime (KKN). Dengan cara demikian diharapkan akan dapat diwujudkan pola pemerintahan daerah yang efektif, efisien, bersih dan berwibawa serta didukung oleh partisipasi aktif masyarakat secara keseluruhan.

4. Misi untuk mewujudkan sumberdaya manusia berkualitas, amanah dan berdaya saing merupakan prasyarat mutlak untuk dapat mewujudkan masyarakat yang maju dan sejahtera. Sumberdaya manusia yang berkualitas tersebut akan dapat diwujudkan melalui tiga pilar utama yaitu: pendidikan yang bermutu tinggi disemua strata, pengembangan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni (IPTEKS) yang bermanfaat bagi kehidupan manusia dan derajat kesehatan yang tinggi dan merata keseluruh pelosok daerah dan lapisan masyarakat. Termasuk dalam kualitas sumberdaya manusia ini adalah adanya disiplin dan etos kerja yang baik sehingga tingkat efisiensi dan produktivitas tenaga kerja menjadi cukup tinggi serta terdapatnya kesetaraan gender.

5. Misi untuk mewujudkan usaha ekonomi yang produktif dan efisien serta

mampu bersaing di dunia global merupakan unsur penting untuk dapat mendorong kemajuan ekonomi dan kemakmuran masyarakat, terutama dalam era globalisasi dewasa ini. Kondisi tersebut diwujudkan melalui pengembangan ekonomi agribisnis (agroindustri) dan industri jasa. Usaha ekonomi yang demikian akan dapat diwujudkan dengan penciptaan persaingan yang sehat dalam dunia usaha, mencegah timbulnya monopoli dan monopsoni serta ketidak adilan dalam berusaha, mengembangkan kewirausahaan daerah, menyediakan prasarana dan sarana pembangunan yang berkualitas secara merata keseluruh pelosok daerah dan mewujudkan kepastian hukum dan iklim investasi yang kondusif bagi para investor.

6. Misi untuk mewujudkan kualitas lingkungan hidup yang baik dengan pengelolaan sumberdaya alam berkelanjutan juga tidak kalah pentingnya untuk dapat mewujudkan masyarakat yang sejahtera dan berkelanjutan dalam jangka panjang. Kualitas lingkungan hidup yang baik dan menyenangkan akan dapat diwujudkan melalui pencegahan

91

polusi udara, pengotoran air, mengupayakan lingkungan yang bersih dan segar, serta menerapkan rencana tata-ruang secara konsekuen. Termasuk dalam hal ini adalah pengelolaan sumberdaya alam berkelanjutan yang dapat diupayakan dengan memelihara kawasan hutan lindung, mencegah eksploitasi sumberdaya alam secara berlebihan, memelihara cadangan air, memelihara biota laut dan meningkatkan konservasi alam serta reboisasi hutan secara teratur dan terus menerus.

92

BAB V

ARAH KEBIJAKAN DAN PENTAHAPAN PEMBANGUNAN DAERAH

engingat RPJPD adalah merupakan pedoman bagi rencana pembangunan terkait lainnya, maka penentuan arah pembangunan jangka panjang dan pentahapan pembangunan daerah untuk periode

lima tahunan merupakan bagian penting dalam RPJP Provinsi Sumatera Barat ini. Arah pembangunan jangka panjang menunjukkan sasaran akhir yang ingin dicapai oleh setiap misi pembangunan daerah yang telah ditetapkan semula. Sedangkan pentahapan pembangunan merupakan skala perioritas atau tekanan utama pembangunan daerah yang harus dilakukan untuk masing-masing periode lima tahunan dalam mencapai visi pembangunan jangka panjang yang telah tetapkan semula. Dengan adanya arah dan pentahapan pembangunan daerah ini diharapkan RPJP Provinsi Sumatera Barat ini akan dapat memberikan gambaran yang jelas dan kongkrit tentang peta perjalanan (Road Map) pembangunan daerah selama periode 20 tahun kedepan.

5.1. ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH

Sebagaimana dijelaskan pada Bab 4 bahwa visi pembangunan daerah Provinsi Sumatera Barat tahun 2005-2025 adalah untuk mewujudkan Sumatera Barat Menjadi Provinsi Terkemuka Berbasis Sumberdaya Manusia Yang Agamais di Tahun 2025. Selanjutnya untuk dapat mewujudkan yang diinginkan tersebut, RPJP Sumatera Barat telah menetapkan pula 5 misi utama pembangunan daerah. Pada bab ini kelima visi pembangunan daerah tersebut dijabarkan lebih lanjut dalam bentuk arah pembangunan yang lebih kongkrit untuk masing-masing aspek dan bidang pembangunan daerah. Arah pembangunan tersebut adalah rincian kondisi yang diinginkan dimasa mendatang untuk dapat mewujudkan visi yang telah ditetapkan terdahulu. Gambar 6 memberikan sistematika alur pikir tentang kaitan antara visi, misi dan arah pembangunan jangka panjang dalam RPJP Provinsi Sumatera Barat 2005-2025.

M

93

5.1.1. Mewujudkan Kehidupan Agama dan Budaya Berdasarkan Filosofi Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah

Misi pembangunan ini selanjutnya dijabarkan dalam bentuk arah dan sasaran pembangunan daerah sebagai berikut: 1. Terwujudnya Tata Kehidupan Masyarakat yang Agamais dan Berbudaya Pesan agama meliputi berbagai aspek kehidupan manusia. Bila pesan

tersebut direalisasikan atau diamalkan secara kaffah dalam kehidupan sehari-hari akan tercipta tata kehidupan masyarakat yang agamais dan dapat menjadi sinergi dalam mewujudkan daerah yang aman, adil dan makmur. Dengan demikian arah pembangunan tidak hanya perlu ditujukan pada terwujudnya tata-kehidupan beragama yang baik, tetapi juga pada terbentuknya hubungan sosial yang harmonis antar berbagai golongan masyarakat. Disamping itu, tata-kehidupan beragama yang baik juga dimaksudkan untuk mengembangkan kegiatan ibadah individual mkenuju seterusnya pada ibadah sosial dan spiritual serta berlaku saleh antar sesama individu dan antar kelompok masyarakat. Masyarakat Sumatera Barat secara umum mengakui dan menganggap penting peran kebudayaan dan agama sebagai penunjang tata kehidupan secara menyeluruh. Agama dan budaya merupakan satu kesatuan dalam tata kehidupan masyarakat. Karena itu arah yang ingin diwujudkan dalam keterkaitan dua bidang ini adalah tata kehidupan yang agamais dan berbudaya. Tata-kehidupan yang demikian sesuai dengan filosofi masyarakat Minangkabau yaitu ”Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah” yang merupakan suatu cita-cita dan harapan masyarakat untuk dapat mewujudkan kesejahteraan baik di dunia dan di akhirat.

2. Terwujudnya Masyarakat Berbudi Luhur dan Berakhlak Mulia

Menyadari akan semakin pentingnya peranan moral yang ditopang emosional dan spiritual cerdas dan saleh, arah pembangunan manusia Sumatera Barat adalah menyeimbangkan pemenuhan kebutuhan intelijensia, dengan pendidikan yang mampu memenuhi emosional dan spiritual yang etis. Intelijensia generasi mendatang akan handal pada bidang-bidang yang mampu digunakan untuk menghadapi tantangan global, dan sekaligus memiliki daya saing tinggi. Sementara unsur emosional masyarakat terasah dan berkembang baik dari norma dan adat yang berkembang, maupun melalui pendidikan formal, nonformal, maupun lingkungan keluarga. Keseimbangan pembangunan manusia

94

yang berbudi luhur pada akhirnya akan dapat menjadikan Sumatera Barat sebagai salah satu ‘ranah’ yang dapat mempersiapkan generasi yang mampu bersaing pada tatanan Internasional. Secara umum, landasan moral dan etika sosial dalam masyarakat Sumatera Barat tidak lagi berlandaskan kepada satu ideologi yakni ideologi adat. Ideologi kehidupan masyarakat telah bergeser kepada prinsip ekonomi, politik, dan birokratis. Konsekuensi logis dari hal ini adalah terbentuknya sikap toleransi yang semakin memudar, kalaupun masih ada, toleransi tersebut agaknya bersifat semu. Untuk masa mendatang, pelaksanaan ajaran budaya ditengah masyarakat harus berlandaskan kepada perilaku yang bermoral, menjauhi konflik terbuka yang dapat mengganggu keamanan dan ketertiban sosial, harga menghargai sesama umat beragama dan tingkat toleransi yang semakin tinggi. Pembentukan perilaku keagamaan dan kebudayaan terutama diarahkan untuk menciptakan suasana kehidupan yang aman dan sejahtera baik lahir maupun batin dengan meminimalkan faktor-faktor penyebab konflik sosial dalam masyarakat.

3. Terwujudnya Sumatera Barat Sebagai Pusat Pendidikan Bernuansa Islam

Secara historis, kekuatan sebuah generasi adalah mampu melanjutkan pemikiran keilmuan yang digali dari sumber Al-quran dan hadis, dan menjadikan sumber keilmuan tersebut sebagai dasar pijak memasuki era globalisasi. Sementara itu, era globalisasi yang penuh tantangan memerlukan generasi akan datang yang memiliki karakter, kekuatan keilmuan, keterampilan, dan terarahnya kesalehan emosional, spiritual dan kesalehan sosial. Potensi untuk mempertajam sasaran kualitas pendidikan Islam tidak saja pada jenjang pendidikan tinggi saja, namun tidak kalah pentingnya pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Pendidikan ‘ke-pesantrenan’ yang berkembang di Sumatera Barat mesti ditingkatkan kualitasnya. Baik dari sisi tenaga, metoda pengajaran, maupun desain pelaksanaannya. Untuk itu pemodelan pendidikan ‘boarding’, atau sekolah berasrama perlu dilanjutkan. Diharapkan akan muncul setidaknya satu boarding school per kabupaten dan kota yang dikelola pada standar yang dapat diterima secara nasional dan internasional. Kesemuanya diharapkan akan menjadikan Sumatera Barat sebagai salah satu daerah tujuan pendidikan bagi kawasan sekelilingnya. Selain dari itu akan dihasilkan berbagai pemikiran dari Keislaman yang mampu dijadikan sebagai pedoman untuk generasi mendatang. Dampak ikutannya adalah semakin banyaknya ketersediaan tenaga kerja yang memiliki kecerdasan berpikir, pengendalian emosional

95

dan kecerdasan spiritual yang nantinya akan dapat merlahirkan manusia yang terampil dan agamais.

4. Terwujudnya Kesalehan dan Kepedulian Sosial Salah satu potensi agama yang terabaikan selama ini adalah pada aspek ekonomi. Agama sering dipahami secara parsial sehingga terkesan agama hanya menyangkut persoalan ibadah khusus saja. Pada hal sesungguhnya sumberdana yang diinformasikan agama sangatlah potensil dan strategis bila dikelola dengan manejerial yang benar. Tidak sedikit banyaknya sumberdana yang mesti diinfaqkan (dikeluarkan) oleh umat dalam berbagai jenis, seperti; zakat, infaq, sedeqah, waqaf, hibah dan warisan. Jika semua dana itu dapat dikumpulkan dalam satu badan atau lembaga yang akuntabel dan lembaga tersebut dikelola dengan benar dan baik maka dana ini cukup berarti sebagai dana umat disamping APBD dan APBN. Dana tersebut sangat memungkinkan dimanfaatkan untuk pengembangan sektor riil, disamping juga digunakan sebagai bentuk kepedulian antar manusia. Terwujudnya kesalehan dan kepedulian sosial merupakan salah satu petanda penting bagi terwujudnya perilaku agama dan budaya sebagai energi pembangunan. Terwujudnya kesalehan dan kepedulian sosial ini ditandai oleh meningkatnya jumlah kaum muslimin yang membayar zakat sesuai dengan ketentuan dalam Agama Islam.

5. Terbentuknya Sistem Pengelolaan Tanah Ulayat Dengan Kepastian Hukum Pemanfaatan tanah tanah ulayat menurut hukum adat adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat baik yang berada dalam persekutuan nagari, dalam persekutuan suku, maupun yang berada dalam persekutuan kaum. Disamping itu keberadaan tanah ulayat menurut hukum adat adalah sebagai asset yang menjamin keberlangsungan silsilah dalam kekerabatan matrilineal secara turun temurun, oleh sebab itu keberadaan tanah ulayat tidak boleh diperjual belikan sebab ia akan mengalami penciutan luas dari waktu ke waktu, inilah pangkal asal dari kemiskinan. Berlandaskan kepada kenyataan atas kaedah-kaedah tentang ekonomi dan sosial dari tanah ulayat tersebut, maka ke depan haruslah dilahirkan suatu kebijakan yuridis tentang pemanfaatan tanah ulayat tersebut dengan melahirkan Peraturan Daerah (PERDA) tanah ulayat yang diformulasikan dari kaedah-kaedah hukum adat menjadi hukum positif. Didalam PERDA tersebut haruslah diatrur tentang sistem pemanfaatan tanah ulayat

96

untuk tujuan ekonomi, sosial, dan pembangunan, dimana hukum adat telah mengatur bahwa tanah ulayat dapat dimanfaatkan oleh; masyarakat adat itu sendiri dengan kekuatan permodalannya (self financing), atau dikerjasamakan (joint venture) dengan sistem bagi hasil ataupun sebagai penyertaan modal, atau disewa pakaikan dalam rentang waktu yang tertentu.

6. Terciptanya Kehidupan Sosial Yang Harmonis Dalam Suasana Multikultur Memperhatikan perkembangan beberapa tahun terakhir, pada tahun-tahun mendatang, masyarakat Sumatera Barat berpotensi menjadi multikultur, sepanjang keterbukaan wilayah menjadi prioritas utama. Kehadiran masyarakat dari wilayah lain di Indonesia akan mewarnai mozaik sosial daerah. Dewasa ini sejumlah suku bangsa lain yang tinggal di Sumatera Barat telah lama memberikan corak sosial dan ekonomi. Dalam mozaik sosial yang beranekaragam, sikap toleran antar masyarakat yang multikultur sangat diperlukan. Perbedaan latar belakang agama, kebudayaan, asal usul dan kewarganegaraan yang dilandaskan harus dapat disatukan dengan menciptakan kehidupan sosial yang harmonis. Budaya kebersamaan dalam perbedaan merupakan strategi dasar yang diperlukan untuk mewujudkan keharmonisan, toleransi, etika sosial keagamaan diantara anggota masyarakat yang tidak hanya beridentitas Minangkabau dan Islam, tetapi juga beridentitas suku bangsa lainnya yang telah sama-sama berkontribusi bagi pembangunan dan kemajuan daerah. Masyarakat Sumatera Barat 20 tahun mendatang yang diperkirakan akan semakin heterogen dan majemuk dalam hal keanekaragaman golongan masyarakatnya, akibat perbedaan adal usul, tingkat ekonomi, tingkat pendidikan, dan gaya hidup.

5.1.2. Mewujudkan Sistem Hukum dan Tata Pemerintahan yang Baik Misi pembangunan ini selanjutnya dijabarkan dalam bentuk arah dan sasaran pembangunan daerah sebagai berikut:

1. Terlaksananya Penegakan Hukum Berkeadilan dan Demokratis

Pembangunan bidang hukum diarahkan pada pembangunan materi hukum, struktur, kelembagaan dan budaya hukum. Pembangunan materi hukum dilakukan melalui kebijakan-kebijakan berikut:

97

a. Melakukan pembaruan produk-produk hukum daerah untuk menyesuaikan dengan pembarauan dan perubahan hukum nasional khususnya dalam rangka pelaksanaan dan pemantapan desentralisasi, demokratisasi dan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Dalam rangka pencapaian ini perlu disiapkan perangkat hukum daerah yang mengatur peranserta masyarakat dalam proses pembuatan kebijakan dan perizinan pemanfaatan sumber daya alam sebagai salah satu upaya pencapaian tata pemerintahan yang baik, kredibel, transparans dan akuntabel. Sebagai bagian dari pembaruan materi produk hukum daerah perlu mentransformasikan nilai-nilai dan norma-norma adat dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dan demokratisasi.

b. Mentransformasikan berbagai nilai-nilai kebajikan Minangkabau ke

dalam produk-produk hukum daerah sebagai bagian dari pembangunan materi hukum. Dengan demikian, sejalan dengan peluang yang diberikan oleh kebijakan desentralisasi dan juga pengakuan bahwa sistem hukum nasional mencakup norma-norma hukum adat, Provinsi Sumatera Barat dapat menyerap nilai-nilai atau norma hukum adat yang pada umumnya tidak tertulis menjadi norma-norma hukum yang tertulis. Dengan transformasi norma-norma tidak tertulis menjadi norma-norma tertulis dapat menjamin kepastian hukum dan dipahami secara lebih luas.

Pembangunan struktur atau kelembagaan hukum diarahkan diarahkan pada upaya terwujudnya aparatur pemerintah daerah yang sadar hukum dan menghormati hak-hak asasi manusia yang diwujudkan melalui: a. Pembangunan kapasitas kelembagaan-kelembagaan hukum

pemerintahan daerah, antara lain, Satuan Polisi Pamong Praja, Satuan Polisi Hutan, Dinas Perhubungan dan Komisi Hak Asasi Manusia Provinsi Sumatera Barat.

b. Membangun kapasitas kelembagaan-kelembagaan masyarakat adat

dan pemerintahan nagari, khususnya dalam pengelolaan dan penyelesaian berbagai sengketa yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, baik sengketa internal dalam nagari maupun sengketa antar-nagari, antar kelompok dalam masyarakat. Arah pembangunan hukum ini diharapkan mampu mengatasi kecenderungan terjadinya tindak kekerasan dalam penyelesaian konflik. Oleh sebab itu, pembangunan bidang hukum Provinsi Sumatera Barat perlu pula

98

diarahkan pada upaya pembentukan kesadaran dan kemampuan kelompok-kelompok dalam masyarakat lewat penyelesaian secara musyawarah mufakat.

c. Menyediakan sistem pemantauan dan pengelolaan kerawanan

konflik-konflik sosial yang timbul karena perebutan sumber daya alam seperti lahan, hutan, dan air maupun karena kesalahpahaman identitas budaya dan agama. Ini diperlukan karena Sumatera Barat sejauh ini berlum memiliki sistem pemantauan dan pengelolaan konflik sosial agar konflik sosial tidak berkembang menjadi tindak kekerasan. Pembangunan sistem pengelolaan kerawanan dan konflik-konflik sosial selain memerlukan sistem pendataan dan pemantauan kerawanan dan konflik-konflik sosial, juga mendayagunakan serta bersinergi dengan organisasi-organisasi sosial dalam masyarakat adat lokal. Sedangkan pembangunan budaya hukum dilakukan melalui pembangunan kesadaran dan kepatuhan masyarakat terhadap hukum. Hal ini dapat dilakukan melalui pendidikan formal maupun informal terhadap masyarakat pada umumnya dan generasi muda pada khususnya.

2. Terbangunnya Sinergitas Antar-Pelaku Pembangunan

Upaya pertama yang perlu dilakukan dalam rangka mewujudkan Tata-Pemerintahan yang baik adalah terbangunnya sinergitas antar-pelaku pembangunan yang meliputi: pemerintah dan birokrasi daerah, pelaku usaha dan masyarakat. Dengan terbangunnya sinergitas antara berbagai komponen good governance ini, maka sasaran yang hendak dicapai diarahkan secara bertahap antara lain pada: a. Perubahan paradigma pembangunan yang lama, yang menekankan

pendekatan top-down kepada bottom-up dan interaktif dan dengan sendirinya juga diharapkan munculnya kesadaran baru bahwa kegiatan pembangunan tidak lagi hanya semata-mata menjadi urusan pemerintah, melainkan juga menjadi beban dan tangung jawab bersama,

b. Pemerintah daerah akan lebih berperan sebagai “fasilitator” dalam

mendorong proses dan upaya untuk terbangunnya sinergi antar-komponen pelaku pembangunan tersebut di atas,

99

c. Konsep “pembangunan terpadu” tidak lagi hanya sekedar retorika, melainkan terlaksananya suatu koordinasi yang makin koheren dan solid, di samping membuka partisipasi luas dari pelbagai komponen masyarakat, baik pada tingkat perencanaan penganggaran, implementasi dan maupun evaluasi pembangunan.

3. Terwujudnya Tata Pemerintahan yang Partisipatif, Akuntabel dan

Transparan

Pembangunan yang parsipatif bermakna bahwa dalam setiap proses penyusunan rencana, anggaran dan perumusan kebijakan dan implementasi pembangunan daerah rakyat diberi kesempatan berpartsipasi secara luas, sehingga kegiatan pembangunan dapat dilakukan secara partisipatif dan transparan sesuai dengan keinginan masyarakat umum. Sejalan dengan hal tersebut perlu pula diupayakan secara terus menerus keterpaduan antara perencanaan dan penganggaran sehingga apa yang direncanakan akan dapat sejalan dengan apa yang dilaksanakan. Disamping itu, kegiatan pengendalian (monitoring), evaluasi dan pengawasan perlu pula lebih ditingkatkan agar proses pembangunan daerah dapat berjalan secara lebih baik dan akuntabel sesuai dengan yang diharapkan.

4. Terciptanya Aparatur Pemerintah yang Bersih dan Berwibawa

Membangun secara berkelanjutan aparatur pemerintah yang bersih, bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme dalam rangka pelaksanaan tata pemerintahan yang baik. Penyebab pokok kegagalan bangsa Indonesia mempertahankan pencapaian kemajuan-kemajuan di bidang ekonomi di masa Orde Baru adalah karena aparatur yang tidak jujur dan korup. Oleh sebab itu, pembangunan di bidang pemerintahan harus pula diarahkan pada penciptaan aparatur yang bersih dan bebas dari korusp dan kolusi. Arah ini juga sejalan dengan visi dan arah pembangunan nasional bidang hukum dan pemerintahan

100

Gambar 7. Sistematika Keterkaitan Antara Visi, Misi dan Arah Kebijakan Pembangunan Jangka Panjang Provinsi Sumatera Barat 2005-2025

Mewujudkan Kehidupan Agama dan

Budaya Berdasarkan

Filosofi ABSSBK

Mewujudkan Sistem Hukum

dan Tata Pemerintahan

yang Baik

Mewujudkan Sumberdaya insani yang Berkualitas, Amanah dan

Berdaya Saing Tinggi

Mewujudkan Ekonomi

Produktif dan Mampu

Bersaing di Dunia Global

Mewujudkan Kualitas

Lingkungan Hidup Yang

Baik dg Pengelolaan

SDA Berkelanjutan

1. Terlaksananya Penegakan Hukum yang Berkeadilan dan Demokratis

2. Terwujudnya Sinergitas Antar Pelaku Pembangunan Daerah

3. Terlaksananya Tata Pemerintahan yang Partisipatif,Akuntabel dan Trasnparan

4. Terciptanya Aparatur Pemerintah yang Bersih dan Berwibawa

5. Terwujudnya fungsi Pelayanan Publik yang Prima.

1. Terdapatnya Usaha Pertanian Modern dan Agribisnis Maju

2. Terlaksananya kegiatan Jasa(service industries) yang efisien

3. Terwujudnya Sumatera Barat Sebagai Daerah Tujuan Wisata Nasional dan Internasional

4. Terwujudnya Sumatera Barat Sebagai Pusat Pertumbuhan dan Pintu Gerbang Pantai Barat Sumatera.

1. Terwujudnya Tata-Ruang Yang Baik dan dilaksanakan secara Konsisten

2. Terpeliharanya kawasan konservasi alam, lingkungan hijau, asri dan lestari

3. Terlaksananya Tata Kelola Lingkungan Yang Baik 4. Terbinanya Perilaku Masyarakat Sadar

Lingkungan 5. Terwujudnya pengelolaan SDA secara

berkesinambungan

Menjadi Provinsi

Terkemuka Berbasis

Sumberdaya Manusia Yang Agamais Pada Tahun 2025

1. Terwujudnya Tata Kehidupan Masyarakat Agamais dan Berbudaya

2. Terwujudnya Masyarakat berbudi Luhur dan berahklak mulia

3. Terwujudnya Sumatera Barat Sebagai Pusat Pendidikan Bernuansa Islam

4. Terwujudnya Kesalehan dan Kepedulian Sosial

5. Terbentuknya Sistem Pengelolaan Tanah Ulayat Dengan Kepastian Hukum

6. Terciptanya Kehidupan Sosial Yang Harmonis dalam Suasana Multikultur.

1. Terwujudnya Kualitas Pendidikan Yang Tinggi dan Dilandasi Iman,Taqwa dan Akhlak Mulia

2. Terwujudnya Derajat Kesehatan Tinggi dan Pelayanan Kesehatan Merata

3. Terwujudnya ketahanan pangan dan gizi

4. Terwujudnya Kemampuan IPTEKS Maju dan Tepat Guna

101

5. Terwujudnya Fungsi Pelayanan Publik Yang Prima Pelayanan yang prima merupakan salah satu fungsi utama dari birokrasi kepemerintahan yang baik. Birokrasi pemerintahan yang baik, efektif dan efesien hanya bisa terwujud apabila terjadi pelayanan yang cepat, murah, ada kepastian dan tidak berbelit-belit. Arah pembangunan dalam hal ini adalah terus diwujudkan aparatur pemerintah daerah yang profesional, bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme dan berdedikasi baik. Masalah utama dalam birokrasi kita dewasa ini adalah budaya kinerja birokrasi yang belum berorientasi pada efisiensi dan produktivitas. Sejalan dengan peningkatan kualitas aparatur daerah, perlu pula dilakukan pengadaan dan pemeliharaan ”data-base”, penggunaan instrumen ICT dalam pemerintah (a.l. via e-government dan e-community). Di samping itu, dalam jangka pendek perlu didukung dengan pembangunan lembaga pelayanan dan standar pelayanan minimal dan dalam jangka panjang sudah harus membangun sistem palayanan prima yang lebih handal. Pelayanan publik yang prima akan berdampak baik, tidak hanya terhadap pencitraan birokrasi yang baik, melainkan juga menyelesaikan urusan dalam waktu yang singkat dan tenaga lebih handal. Semua ini diharapkan menjadi prioritas utama dalam pembangunan jangka penjang pertama dis eluruh Sumatera Barat.

5.1.3. Mewujudkan Sumberdaya Insani yang Berkualitas, Amanah dan Berdaya Saing Tinggi

Misi pembangunan ini selanjutnya dijabarkan dalam bentuk-bentuk arah dan sasaran pembangunan yang lebih konkrit sebaga berikut: 1. Terwujudnya Kualitas Pendidikan yang Tinggi dan Dilandasi Iman,

Taqwa dan Akhlak Mulia Menyadari akan semakin pentingnya peranan manusia dalam menghasilkan nilai tambah barang-barang dan jasa-jasa, maka pembangunan manusia perlu diarahkan kepada penguatan kemampuan dasar, berketerampilan dan terbangunnya jiwa wirausaha. Pemenuhan kemampuan demikian terwujud melalui pendidikan formal, dan non-formal. Penguatan intelijensia generasi mendatang dibarengi dengan pengembangan emosional dan spiritual masyarakat. Untuk itu menghasilkan generasi maju sangat ditentukan oleh kehandalan institusi

102

penyelenggara pendidikan. Karena itu, pembangunan manusia Sumatera Barat diarahkan untuk menyeimbangkan pemenuhan kebutuhan intelijensia, dengan pendidikan yang mampu memenuhi emosional dan spritual. Intelijensia generasi mendatang akan handal pada bidang-bidang yang mampu digunakan untuk menghadapi tantangan global, dan sekaligus memiliki daya saing tinggi. Untuk itu penyelenggara pendidikan untuk seluruh jenis dan level pendidikan perlu diarahkan untuk menghasilkan manusia yang berkarakter seimbang. Unsur emosional masyarakat akan terasah dan berkembang baik dari norma dan adat yang berkembang, maupun melalui pendidikan pada jenjang formal, nonformal, maupun lingkungan keluarga. Sehingga generasi yang akan datang mengecap pendidikan di Sumatera Barat ditandai dengan karakter yang terbangun dan memiliki kekhasan. Kekhasannya adalah jujur, kuat, amanah, dan memiliki solidaritas yang tinggi. Melalui keseimbangan pembangunan manusia yang berbudi luhur pada akhirnya akan dapat menjadikan Sumatera Barat sebagai salah satu ‘ranah’ yang dapat mempersiapkan generasi dan generasi tersebut akan mampu bersaing pada tatanan Internasional. Untuk menghasilkannya, maka pendidikan berasrama (boarding school) diarahkan menjadi pelaksana pendidikan bermutu. Dalam jangka panjang sekolah kepesantrenan akan semakin baik kualitasnya dan dijadikan sebagai tempat penyelenggara yang bermutu.

Sangat disadari bahwa pembangunan manusia juga sangat ditentukan oleh kualitas kelembagaan pendidikan. Saat ini Sumatera Barat dihadapi masalah kelembagaan dimana keberadaannya masih memiliki keterbatasan dalam hal tenaga pendidik, buku peralatan dan sistem. Dengan demikian arah pembangunan manusia juga lebih didahului dengan penguatan kelembagaan pendidikan dan ketenagaan yang handal di bidang yang dijadikan kekhususan untuk dikuasai oleh anak didik. Saat bersamaan persoalan kelembagaan adalah memperkecil perbedaan kualitas kelembagaan antar tempat dan antar jenis. Kelembagaan pendidikan diarahkan dikelola dengaan menerapkan prinsip tata kelola pendidikan yang baik. Di setiap kabupaten dan kota diharapkan dapat dihasilkan kelembagaan pendidikan, baik pendidikan umum maupun kejuruan serta pendidikan kepesantrenan yang baik mutunya. Dalam jangka panjang seluruh penyelenggara pendidikan terakreditasi, dan sebagian diantaranya perlu pengakuan kelembagaan terakreditasi. Selanjutnya pembangunan manusia diarahkan kepada penguasaan keterampilan hidup dan keterampilan yang terkait dengan bakat dan minat. Hendaknya penguasaan yang dimiliki menghasilkan

103

SDM akan mampu bersaing memasuki pasar kerja. Dalam jangka panjang penguasaan keterampilan madya dan tinggi akan memiliki daya kompetisi yang tinggi di pasar kerja regional. Dengan demikian penguatan pendidikan keterampilan perlu diarahkan kepada penyelenggara. Dalam jangka panjang Sumatera Barat juga akan memiliki pendidikan kepoliteknikan yang handal di wilayah Sumatera.

Untuk mewujudkan SDM yang berkualitas dan kompetitif, Sumatera Barat juga perlu menyelenggarakan pendidikan yang bertaraf internasional, baik pada jenjang pendidikan lanjutan maupun perguruan tinggi. Pendidikan bertaraf internasional adalah pendidikan yang diselenggarakan dengan menggunakan Bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar. Dalam kaitan dengan hal ini, pembangunan pendidikan diarahkan untuk memperkuat penyelenggaraan pendidikan internasional, baik dibidang ketenagaan, proses belajar mengajar dan penyediaan perpustakaan. Pada saat bersamaan dengan terselenggaranya pendidikan internasional, kegiatan dilanjutkan pula dengan upaya untuk menghasilkan produk IPTEKS berdaya guna dan kegiatan keilmuan yang dihasilkan semakin intensif dan berkembang.

2. Terwujudnya Derajat Kesehatan Tinggi dan Pelayanan Kesehatan Merata Generasi yang akan datang mesti dihasilkan dari generasi yang kuat. Dari hasil analisis diketahui bahwa ketiga komponen yang dapat meningkatkan derajat kesehatan diarahkan kepada perbaikan tingkah laku kesehatan, peningkatan input kesehatan yang seimbang dan peningkatan teknologi kesehatan. Dengan demikian ketiga komponen ini dijadikan sebagai dasar untuk mengatasi persoalan di bidang kesehatan. Untuk mewujudkan hal ini, sistem pelayanan dasar kesehatan mesti mampu memberikan pelayanan preventif dan kuratif yang diperlukan oleh seluruh lapisan masyarakat. Sehingga arah pengembangan pelayanan kesehatan dasar adalah menjamin ketersediaan pelayanan dasar kesehatan. Saat bersamaan perlu pula didorong pemanfaatan pelayanan kesehatan dasar. Pelayanan kesehatan dasar juga dibarengi dengan semakin lengkapnya pelayanan dan infrastruktur pendukung seperti sanitasi dan air minum untuk seluruh masyarakat. Sehingga dengan sistem kesehatan yang ada hendaknya pembangunan kesehatan untuk memperkecil dan menekan serandah mungkin jenis penyakit utama. Diantaranya adalah ISPA, Tuberclosis, dan diarhoea, beserta kekurangan zat gizi mikro lainnya.

104

Pelayanan kesehatan hendaknya juga diarahkan untuk memperkuat pelayanan rumah sakit, merespon perkembangan jenis penyakit degeneratif utama lainnya. Sehingga pada masa yang akan datang di Sumatera Barat hendaknya tersedia pelayanan kesehatan yang handal dengan fokus pelayanan kepada beberapa jenis penjakit degeneratif seperti Stroke, Diabetes, dan injuries, sebagai konsekwensi dari kecelakaan kerja dan berkembang pesatnya kecelakaan lalu lintas. Sehingga dalam jangka panjang Sumatera Barat juga menjadi daerah tujuan berobat bagi daerah tetangga untuk jenis pelayanan kesehatan penyakit tertentu. Selanjutnya pembangunan kesehatan juga diarahkan untuk menghasilkan tenaga penyedia tenaga madya kesehatan yang dapat memperkuat sistem pelayanan kesehatan dasar dan rumah sakit. Sejalan dengan itu untuk menyeimbangkan kemajuan IPTEKS di bidang kesehatan, maka pembangunan pendidikan di bidang kesehatan juga diarahkan untuk memperkuat kelembagaan pendidikan kesehatan. Dalam jangka panjang Sumatera Barat akan memiliki pusat penelitian dan teknologi kesehatan yang fokus kepada jenis penyakit degeneratif, stroke, diabetes, dan pengaturan kecelakaan kerja dan lalu lintas.

3. Terwujudnya Ketahanan Pangan dan Gizi

Gizi adalah salah satu akar masalah di bidang kesehatan masyarakat Sumatera Barat, khususnya pada kelompok ibu, anak balita dan manula. Dengan demikian arah pembangunan gizi adalah berupaya untuk meningkatkan kemampuan rumah tangga untuk mampu memenuhi kebutuhan pangan dan gizi secara seimbang, dan mampu menentukan pilihan yang terbaik baginya. Dalam jangka panjang sistem keamanan pangan diarahkan untuk menjamin agar tercapainya penyediaan dan distribusi pangan yang diperlukan oleh seluruh masyarakat Sumatera Barat. Untuk memudahkan penjagaan ketahanan pangan ini, maka peta karawanan pangan perlu disusun sehingga dapat memperlihatkan pada wilayah administrasi mana kekurangan tersebut terjadi. Disamping itu, peta ini juga dapat dijadikan sebagai basis untuk perumusan kebijakan untuk penanggulangan ketahanan pangan dan gizi. Selanjutnya pembangunan gizi juga perlu diarahkan untuk mewujudkan kesadaran akan perlunya gizi yang seimbang bagi kesehatan tubuh, serta peningkatan pengetahuan tentang gizi.

105

4. Terwujudnya Kemampuan IPTEKS yang Maju dan Tepat Guna Masyarakat maju yang diinginkan sesuai dengan visi daerah ditandai dengan adanya kemampuan IPTEKS yang maju dan terpakai. Karena itu IPTEKS perlu dipelajari dan dikembangkan oleh institusi pendidikan tinggi yang ada di Sumatera Barat. Upaya ini sebaiknya difokuskan untuk peningkatan nilai tambah produksi barang dan jasa jasa. Oleh karena itu, dalam rangka mewujudkan peningkatan kemampuan IPTEKS yang ada di daerah, sangat diperlukan pendirian dan pengembangan lembaga ‘Sains and Technology Park (Sain-Tekno-Park) yang kemudian diharapkan akan mampu mengakomodasi dan mengembangkan kegiatan penelitian dan pengembangan (Research and Development, R&D), baik dalam bentuk perbaikan proses produksi dengan menggunakan teknologi lebih maju, maupun penciptaan produk-produk baru sesuai potensi daerah guna dapat mengembangkan kegiatan ekonomi. Dengan demikian diharapkan keberadaan Sain-Tekno-Park tersebut akan dapat pula mendorong peningkatan investasi, baik dalam maupun luar negeri, sehingga pertumbuhan ekonomi daerah dapat ditingkatkan yang selanjutkan akan dapat pula meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

5.1.4. Mewujudkan Usaha Ekonomi Produktif Dan Mampu Bersaing

Di Dunia Global Misi pembangunan ini selanjutnya dijabarkan dalam bentuk arah dan saran pembangunan yang lebih konkrit sebqagai berikut: 1. Terwujudnya Usaha Pertanian Modern dan Agribisnis Maju

Tidak dapat disangkal bahwa kegiatan pertanian masih merupakan usaha penting yang menguasai sebagian besar kegiatan ekonomi masyarakat Sumatera Barat, terutama di daerah pedesaan. Pengembangan kegiatan pertanian ini tentunya sangat tergantung pada ketersediaan lahan sebagai faktor produksi utama. Akan tetapi kenyataan menunjukkan bahwa jumlah lahan yang tersedia di Sumatera Barat ternyata sangat terbatas karena banyaknya lahan yang ditetapkan sebagai hutan lindung dan sebagian daerah berbukit-bukit sehingga sukar ditanami. Disamping itu, pemilikan lahan rata-rata untuk setiap keluarga yang relatif terbatas hanya rata-rata 0,7 Ha (yang terdiri dari 0.24 untuk lahan sawah dan 0.46 untuk lahan bukan sawah), sehingga

106

pengembangannya kurang layak untuk dikelola secara bisnis individual. Dalam situasi yang demikian, arah pengembangan pertanian yang diinginkan adalah dalam bentuk kawasan-kawasan sentra pertanian modern dan agribisnis maju yang meliputi juga kegiatan pengolahan hasil (agro-industri) dan pemasaran, baik dalam maupun luar negeri. Revitalisasi pertanian merupakan upaya pokok yang perlu dilakukan dengan rincian sebagai berikut: Pertama, penanganan komoditi yang berada pada berbagai tingkat perkembangannya, seperti: (1) komoditi yang sudah surplus dengan penanganan pasca panen termasuk penanganan pasca panen untuk meningkatkan nilai tambah, perdagangan, dan peningkatan produktifitas dalam meningkatkan daya pasok ke pasar. Termasuk kedalam komoditi pangan sumber karbohidrat seperti beras, ubi kayu dan ubi jalar. Produksi beras (padi) Sumatera Barat masih surplus sedangkan permintaan cukup tinggi dari propinsi sekitar sehingga terkadang daerah mengalami kekurangan pasokan. Untuk itu, akan diintensifkan upaya peningkatan produksi padi baik disamping itu, untuk kualitas menengah dan tinggi pada daerah yang sesuai dengan memanfaatkan teknologi ramah lingkungan yang tersedia. Upaya peningkatan produksi ini bersamaan dengan peningkatan pemasaran baik lokal maupun propinsi sekitar akan berdampak besar terhadap pendapatan petani; (2) peningatan produksi dan penanganan pasca panen untuk komoditi yang produksinya masih fluktuatif, atau masih defisit, atau mengalami penurunan produksi. Termasuk kedalamnya adalah komoditi palawija seperti kacang kedele, kacang hijau, jagung, dan kacang tanah; (3) pengembangan atau peningkatan produksi komoditi yang bernilai ekonomi dan mempunyai peluang pasar. Termasuk kedalamnya komoditi perikanan (baik laut maupun air tawar) potensi yang dimiliki belum termanfaatkan sepenuhnya. Kedua, mengembangkan kelembagaan dan dukungan bagi pengembangan pembinaan pertanian modern berbasis IPTEK. Dalam hal ini pengembangan tenaga penyuluh dan pengembangan teknologi pertanian, pengembangan industri pengolahan akan sangat penting artinya. Sasaran utama dalam hal ini adalah melakukan perobahan secara bertahap menuju kegiatan pertanianm modern. Ketiga, untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan kegiatan pertanian, perlu dilakukan pengembangan berdasarkan pada komoditi unggulan daerah dan pelaksanaan kegiatan pertanian secara terpadu baik antar

107

sektor maupun antar daerah dengan menggunakan pendekatan wilayah seperti Kawasan Sentra Produksi (KSP) dan Agroindustri, Kawasan Industri dan Masyarakat Perkebunan (KIMBUN) dan Agro-city (Agropolitan) perlu terus dikembangkan. Melalui pendekatan wilayah ini akan dapat dilakukan penghematan dalam biaya produksi, transportasi dan penggunaan sarana produksi kesemuannya akan dapat menurun biaya pengelolaan, sehingga kegiatan usaha menjadi efisien dan mempunyai daya saing lebih tinggi. Pendekatan wilayah juga memberi dasar bagi terbangunnya sinergi antar dinas/instansi (sektor) terkait dalam mewujudkan kawasan-kawasan sentra tersebut sehingga berdampak terhadap peningkatan perekonomian.

2. Terwujudnya Kegiatan Jasa (Service Industries) yang Efisien

Fakta yang terlihat dari komposisi nilai tambah dalam PDRB Sumatera Barat menunjukkan bahwa kegiatan jasa yang meliputi perdagangan, transportasi, keuangan dan jasa pada tahun 2005 ternyata mencapai 52,6 %. Ini berarti bahwa bila pembangunan ekonomi produktif diarahkan pada terwujudnya pengembangan kegiatan jasa diperkirakan akan memberikan dampak yang sangat besar bagi penciptaan lapangan kerja dan penanggulangan kemiskinan. Termasuk dalam kegiatan jasa ini ádalah: usaha perdagangan, pendidikan, pelayanan kesehatan, transportasi dan komunikasi dan jasa-jasa umum lainnya. Untuk mewujudkan pengembangan kegiatan jasa yang efisien tersebut, perlu terus diupayakan penataan fasilitas pasar yang telah ada, pengembangan pertokoan dan pergudangan agar lebih mendukung kegiatan jasa dan menyenangkan bagi pelanggan. Sejalan dengan kegiatan tersebut, dilakukan pula peningkatan kemampuan kewirausahaan, kualitas tenaga teknis dan terampil, peningkatan jumlah dan kualitas fasilitas perhubungan dan telekomunikasi serta pembinaan manajemen usaha secara terus menerus. Disamping itu perlu pula dipelihara kondisi persaingan yang sehat, terwujudnya kesempatan berusaha yang sama antara golongan pengusaha dan terwujudnya iklim investasi yang kondusif. Khusus untuk usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dan koperasi serta kerajinan rumah tangga perlu pula dilakukan pembinaan dan pengembangan secara khusus agar mampu berkembang dan bersaing baik dalam maupun luar negeri.

108

3. Terwujudnya Sumatera Barat Sebagai Daerah Tujuan Wisata Nasional dan Internasional Sumatera Barat dewasa ini sudah ditetapkan sebagai salah satu daerah tujuan wisata utama nasional. Karena itu, upaya yang akan dilakukan dalam 20 tahun kedepan adalah mewujudkan dan mengembangkannya secara efektif dan efisien. Pencapaian sasaran arah efektif ditandai dengan meningkatnya jumlah kunjungan wisata dalam dan luar negeri dengan masa tinggal yang lebih lama. Namun demikian, sesuai dengan visi yang telah ditetapkan semula, maka pengembangan pariwisata yang diinginkan adalah berbasis budaya lokal, wisata bahari, dan kuliner (wisata makanan khas Minangkabau). Untuk mewujudkan hal ini, langkah pertama perlu diciptakan adalah pemahaman masyarakat yang baik terhadap pengertian dan manfaat pariwisata (sadar wisata) dan dukungan yang positif dan penuh dari seluruh lapisan masyarakat sehingga tercipta kondisi yang kondusif untuk pengembangan pariwisata tersebut. Selanjutnya, perlu pula diwujudkan dan dikembangkan objek-objek wisata dan kegiatan budaya yang menarik dan berlandaskan budaya dan keindahan alam serta dilengkapi dengan parsarana dan sarana yang baik serta industri cendra mata yang berkualitas untuk mengembangkan daya tarik wisata yang cukup besar, termasuk fasilitas penunjang pada sentra wisata kuliner. Sejalan dengan hal ini perlu pula diciptakan dan dikembangkan pusat-pusat informasi pariwisata yang dilengkapi dengan fasilitas teknologi informasi yang baik, tersedianya tenaga pemandu wisata yang fasih berbahasa Inggris dan berkembangnya perusahaan biro perjalanan berkualitas dan profesional.

4. Terciptanya Sumatera Barat Sebagai Pusat Pertumbuhan dan Pintu Gerbang Pantai Barat Sumatera Kenyataan menunjukkan bahwa provinsi Sumatera Barat, khususnya Kota Padang, merupakan satu-satunya daerah yang berkembang cukup maju di Pantai Barat Pulau Sumatera dengan fasilitas pelabuhan alam yang cukup baik. Potensi ini makin diperkuat lagi dengan selesainya pembangunan Bandara Internasional Minangkabau (BIM) sebagai pelabuhan udara internasional dengan fasilitas yang sudah lebih maju. Sementara itu, banyak kalangan meramalkan pula bahwa pembangunan di negara-negara Asia Selatan seperti India, Pakistan, Banglades, Iran dan Afrika Bagian Utara akan berkembang cukup pesat dalam sepuluh tahun kedepan. Kondisi yang demikian menyebabkan posisi Sumatera Barat menjadi cukup strategis sebagai pintu gerbang dan pusat

109

pertumbuhan pantai Barat. Dalam hal ini pengembangan Pelabuhan Teluk Bayur berikut fasilitas penunjangnya serta prasarana dan sarana perhubungan menuju ke pelabuhan ini menjadi faktor kunci yang sangat menentukan. Sedangkan pengembangan Sumatera Barat sebagai pusat pertumbuhan (Growth Pole) akan didorong melalui pengembangan industri pengolahan hasil pertanian (Agro-industry) dan pengolahan hasil perikanan laut (Fishery Processing) berikut pemasarannya (Agribisnis) untuk beberapa komoditi unggulan daerah seperti: kakao, kelapa sawit, karet, gambir, ikan laut (seperti tuna dan kerapu), obat tradisional dan lain-lainnya. Dalam kaitan dengan hal ini, pengembangan kawasan Padang Industrial Park (PIP), pelabuhan pendaratan ikan yang dilengkapi dengan fasilitas pendingin (Cool Storage) dan pengolahan perikanan di Bungus berikut sarana industri lainnya seperti jalan raya dan tersedianya tenaga listrik yang cukup juga menjadi sangat penting untuk dapat mewujudkan Sumatera Barat sebagai pusat pertumbuhan dan pintu gerbang untuk daerah pantai Barat Pulau Sumatera.

5.1.5. Mewujudkan Kualitas Lingkungan Hidup yang Baik dengan

Pengelolaan Sumberdaya Alam Berkelanjutan

Misi pembangunan jangka panjang ini selanjutnya dijabarkan ke dalam arah dan sasarn pembangunan daerah yang lebih konkrit sebagai berikut: 1. Terwujudnya Tata Ruang yang Baik dan Dilaksanakan Secara Konsisten

Kondisi kehidupan yang nyaman memerlukan ketertiban dalam penataan ruang wilayah yang bermuara kepada tertatanya ruang wilayah dengan baik. Tata ruang yang tidak kurang baik akan menimbulkan kesemrawutan pada semua aspek kegiatan. Karena itu tata ruang yang baik mutlak perlu diwujudkan. Dokumen rencana tata ruang merupakan acuan dalam mewujudkan tata ruang yang baik yang harus dilaksanakan secara konsisten. Hal ini akan dapat diwujudkan melalui: (a) Penyusunan dokumen tata ruang dengan tertib dan tepat waktu, (b) Ketaatan dalam pelaksanaan dokumen tata-ruang tersebut. Peruntukan yang berbeda dari ketentuan yang ada hanya dapat dilakukan jika telah dilakukan revisi terhadap rencana tata ruang yang ada, dan (c) Pengendalian pemanfaatan ruang agar yang dilaksanakan melalui perizinan yang benar dan konsekuen sehingga rencana yang telah ada terlaksana secara baik. Dampak positif pencapaian tata ruang yang baik dan dilaksanakan secara konsisten adalah tercipta ketertiban dan keteraturan dalam segala aspek pembangunan dan kehidupan

110

masyarakat, sehingga tercipta kehidupan yang teratur, tertib, produktif, sehat, aman, dan nyaman dengan lingkungan yang asri dan lestari.

2. Terpeliharanya Kawasan Konservasi Alam, Lingkungan Hijau, Asri dan

Lestari

Peningkatan aktifitas masyarakat menyebabkan permintaan terhadap lahan meningkat dengan pesat. Akibatnya jika tidak dikendalikan dengan baik, kawasan konservasi akan berubah menjadi kawasan budidaya. Konversi ini menyebabkan luas kawasan konservasi semakin berkurang. Di samping itu eksploitasi terhadap sumberdaya alam dan sumberdaya hayati berupa flora dan fauna tidak terhindarkan. Agar eksploitasi kawasan konservasi tidak terjadi, maka perlu dilakukan upaya sebagai berikut: (a) Mengetahui peruntukan kawasan konservasi secara jelas. (b) Tidak melakukan eksploitasi terhadap sumberdaya alam yang terdapat di dalam tanah (perut bumi) yang berada di dalam kawasan konservasi. (c) Melindungi sumberdaya hayati (baik flora maupun fauna) yang terdapat di kawasan konservasi sehingga plasma nutfah yang ada tidak terganggu keberlanjutan hidupnya.

3. Terwujudnya Tata Kelola Lingkungan yang Baik

Meningkatnya jumlah penduduk dan aktifitas dalam kehidupan masyarakat menyebabkan naiknya tekanan terhadap lahan, polusi udara, dan penurunan kualitas lingkungan hidup secara keseluruhan. Agar kondisi ini tidak terjadi, diperlukan tata kelola lingkungan yang baik yang meliputi: (a) Perencanaan lingkungan yang komprehensif. (b) Penataan organisasi pengelola lingkungan. (c) Penggerakan organisasi yang ada untuk mencapai tujuan pengelolaan lingkungan yang baik. (d) Pengendalian kondisi lingkungan hidup. Terlaksananya tata kelola lingkungan yang baik akan dapat menciptakan lingkungan hidup yang bersih dan sehat serta menyenangkan. Kondisi ini akan dapat pula meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat secara keseluruhan.

4. Terbinanya Prilaku Masyarakat Sadar Lingkungan

Perilaku masyarakat sangat menentukan kualitas lingkungan hidup. Tingkat kesadaran lingkungan masyarakat yang rendah menyebabkan gangguan terhadap lingkungan tidak terkendali yang berujung pada kerusakan lingkungan hidup. Agar kesadaran masyarakat terhadap lingkungan meningkat, perlu dilakukan upaya sebagai berikut: (a)

111

Pendidikan sadar lingkungan sedini mungkin yang dapat dimulai dari masa kanak-kanak dilingkungan keluarga (pra sekolah), (b) Pendidikan sadar lingkungan bagi anak sekolah yang dapat dilakukan dengan memasukkan mata ajaran tentang lingkungan hidup dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. (c) Pendidikan sadar lingkungan bagi orang dewasa atau masyarakat umum yang dapat dilakukan dengan melakukan pendidikan non formal seperti penyuluhan tentang lingkungan hidup bagi masyarakat luas secara sistematis dan berkesinambungan. Pendidikan lingkungan hidup ini, baik formal maupun non formal, bagi seluruh lapisan masyarakat diharapkan akan dapat meningkatkan kesadaran terhadap lingkungan hidup. Jika kesadaran masyarakat terhadap lingkungan hidup sudah cukup tinggi, maka gangguan terhadap lingkungan hidup akan semakin rendah, sehingga terwujud lkondisi ingkungan yang kondusif bagi kehidupan semua makhluk di permukaan bumi, terutama bagi umat manusia.

5. Terwujudnya Pengelolaan Sumberdaya Alam Secara Berkesinambungan

Perwujudan lingkungan hidup yang baik tidak dimaksudkan untuk menghalangi penggunaan pemanfaatan lahan atau sumberdaya alam untuk pembangunan, tetapi menjaga keseimbangan antara konservasi dan konversi sumberdaya alam sehingga tercipta pembangunan yang tidak mengganggu lingkungan hidup. Konsep pembangunan yang diterapkan adalah pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development), dimana pengolahan sumberdaya alam hanya dapat dilakukan sampai batas tertentu tanpa mengganggu kualitas lingkungan hidup. Implementasi konsep ini dapat dilakukan dengan melakukan studi analisis dampak lingkungan terlebih dulu untuk setiap kali akan melakukan eksploitasi sumberdaya alam. Penyusunan dokumen Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) harus dilakukan dengan baik dan benar, rasional, dan objektif. Disamping itu perlu pula dilakukan monitoring kualitas lingkungan secara berkala untuk mengetahui perkembangan tingkat pencemaran. Dampak pelaksanaan konsep pembangunan yang berkelanjutan adalah dimana pembangunan di segala bidang tetap berjalan tanpa harus mengganggu dan mengurangi kualitas lingkungan hidup. Dengan demikian pertumbuhan ekonomi akan dapat dikembangkan dari aktifitas yang dilakukan dengan memanfaatakan sumberdaya alam dan sumberdaya lainnya, namun dilakukan secara terkendali dan proporsional sampai batas tertentu yang tidak merusak lingkungan hidup dan penyediaan sumberdaya alam untuk generasi mendatang.

112

5.2. TAHAPAN PEMBANGUNAN DAERAH DAN SKALA PRIORITAS Untuk dapat mewujudkan visi, misi dan arah pembangunan jangka panjang Provinsi Sumatera Barat 2005-2025 secara bertahap, jelas dan kogkrit, diperlukan pentahapan pembangunan daerah dan skala prioritas untuk masing-masing periode 5 tahunan. Tahapan dan skala prioritas tersebut berisikan sasaran dan capaian yang diharapkan dapat diwujudkan pada masing-masing tahap pembangunan. Oleh karena itu, skala prioritas pada masing-masing tahapan pembangunan akan berbeda-beda, tetapi semuanya itu harus berkesinambungan dari satu periode ke periode berikutnya dalam rangka mewujudkan arah pembangunan jangka panjang yang telah ditetapkan di atas. Pentahapan dan skala prioritas pembangunan tersebut nantinya akan dirinci lebih lanjut dalam strategi, kebijakan, dan program pembangunan jangka menengah pada masing-masing RPJM. Dengan demikian, akan dapat dilihat dengan jelas peta jalan (Road Map) pembangunan Sumatera Barat dalam mencapai arah pembangunan jangka panang daerah. Setiap arah pembangunan pada masing-masing misi pembangunan jangka panjang daerah ditetapkan di dalamnya pentahapan dan skala prioritasnya untuk masing periode RPJM, baik secara umum, maupun sektoral. Prioritas pada masing-masing tahapan selanjutnya dapat diperas lagi menjadi beberapa prioritas untuk setiap arah pembangunan daerah utama pembangunan. Skala prioritas pembangunan ini menggambarkan makna strategis dan urgensi permasalahan pembangunan. Atas dasar pertimbangan tersebut, pentahapan dan skala prioritas yang diperlukan dalam mewujudkan visi, misi dan arah pembangunan jangka panjang Provinsi Sumatera Barat periode 2005-2025 adalah sebagai berikut: 5.2.1. RPJM Ke-1 (2005-2010) Umum Memperhatikan kondisi serta kemajuan pembangunan daerah Provinsi Sumatera Barat yang telah dapat dicapai pada periode sebelumnya, maka secara umum, skala prioritas pembangunan pada tahap ini ditekankan pada upaya untuk mewujudkan Sumatera Barat yang Tangguh, Bersih dalam Semangat Kebersamaan. Upaya untuk mewujudkan Sumatera Barat yang tangguh tersebut sangat penting artinya dalam rangka meletakkan landasan perekonomian kuat dan sekaligus untuk mempersiapkan Sumatera Barat menghadapi era globalisasi yang sudah semakin dekat. Dalam kaitan dengan hal ini peningkatan daya saing ekonomi merupakan hal pokok yang sangat

113

penting untuk diwujudkan. Sedangkan aspek kebersamaan merupakan salah satu indikasi terwujudnya tata-pemerintahan yang baik (Good Governance), demokratis dan transparan yang juga merupakan landasan penting untuk mewujudkan pemerintahan daerah yang amanah dan efisien, sehingga dapat mendorong kemajuan ekonomi daerah. Berdasarkan RPJMD 2005-2010 Propinsi Sumatera Barat yang sedang berjalan telah ditetapkan bahwa pencapaian arah pembangunan ditujukan pada tiga aspek pembangunan daerah sebagai berikut: (1) Terwujudnya masyarakat religius yang maju dan berbudaya. (2) Terwujudnya pemerintahan yang menjunjung tinggi hukum, adil dan demokratis. (3) Terwujudnya perekonomian daerah yang mampu menyediakan lapangan pekerjaan yang cukup dan kehidupan yang layak secara berkelanjutan. Terwujudnya perekonomian yang mampu menyediakan lapangan pekerjaan dan kehidupan yang layak secara berkelanjutan ditunjukkan oleh menurunnya tingkat pengangguran dan jumlah penduduk miskin, sehingga pendapatan per kapita meningkat. Pembangunan Agama dan Budaya 1. Dalam rangka mewujudkan Tata Kehidupan Masyarakat Yang Agamais,

maka upaya yang perlu dilakukan dalam RPJM ke 1 ini adalah melakukan pencerahan pemahaman terhadap Agama Islam merupakan hal yang pokok dilakukan dalam membangun kehidupan masyarakat. Pencerahan ini memerlukan figur dan tokoh penggerak untuk mampu mempengaruhi dan memberikan bimbingan kepada masyarakat. Tokoh dimaksud adalah sudah diakui keberadaannya pada setiap segmen masyarakat seperti; tokoh agama, adat dan budaya,tokoh ormas dan tenaga professional dan aparatur pemerintah dan lainnya.

2. Guna dapat mewujudkan Sumatera Barat Sebagai Pusat Pendidikan yang

Islami, maka sangat penting untuk melakukan revitalisasi terhadap lembaga pendidikan terutama pesantren sebagai sentra pembangunan masyarakat agamais yang moralis. Disamping itu lembaga pendidikan non pesantren perlu pula dikembangkan dengan sistem boarding school untuk meningkatkan kualitas peserta didik sekaligus membina akhlaq yang mulia.

3. Untuk mewujudkan Kesalehan Sosial Beserta Kelembagaannya. maka

perlu dioptimalkan pengumpulan dan pemanfaatan infak, sedekah, zakat, wakaf dan sumbangan lainnya untuk meningkatkan kemakmuran sosial dan mengurangi tingkat kemiskinan. Pemanfaatan dana ini perlu diupayakan untuk pengembangan sektor yang bersifat produktif, dan

114

bukan konsumptif. Disamping itu, untuk memperbaiki sistem manejemen pengelolaan dana tersebut perlu pula dilahirkan wadah tunggal yang disepakati secara bersama. Sejalan dengan hal tersebut, penerapan sistem perekonomian syari’ah yang pertumbuhannya akhir-akhir ini cukup pesat perlu pula didukung.

4. Dalam rangka mengupayakan terbentuknya sistem pengelolaan tanah

ulayat yang mempunyai kepastian hukum, maka pada RPJM Ke-1 ini perlu dilakukan inventarisasi dan pemetaan tanah ulayat (ulayat nagari, ulayat rajo, ulayat suku, ulayat kaum), kemudian melakukan penilaian potensi ekonomi dan potensi sosial dari tanah ulayat. Sejalan dengan hal tersebut dilahirkan pula PERDA tanah ulayat di tingkat Propinsi dan Kabupaten / kota.

5. Guna dapat mewujudkan terciptanya kehidupan sosial yang harmonis

dalam suasana multikultur, pada tahap ke 1 RPJM ini pemerintah melakukan pendataan dan identifikasi menyeluruh tentang komposisi penduduk berdasarkan asal usul, suku bangsa, agama, dan ideologi. Hasil pendataan dan identifikasi ini dipergunakan oleh pemerintah untuk melakukan penilaian kebutuhan (need assessment) dari penduduk yang beraneka ragam tersebut. Segala kebutuhan yang diperlukan dimasukkan kedalam perangkat kebijakan tahunan. Hal ini penting dilakukan untuk memahami realitas multikultur dalam pembangunan daerah. Pendataan dan identifikasi ini sangat penting oleh karena sebagai dasar pemahaman dari pemimpin untuk memperlakukan kebijakan untuk semua (policy for all) di setiap bidang pembangunan.

Pembangunan Pemerintahan dan Hukum

1. Dalam rangka mewujudkan Penegakan Hukum Yang Berkeadilan dan

Demokratis, maka arah pembangunan dalam RPJM ke1 ini dipriortaskan pada penguatan kapasitas aparat penegak hukum untuk mendorong percepatan penyelesaian kasus-kasus hukum yang dinilai lamban oleh masarakat. Arah pembangunan yang perlu diwujudkan pada tahap ini adalah:

a. Melakukan pembaruan komitmen terhadap penegakan hukum yang

berkeadilan dan tidak diskriminatif, di samping pembenahan produk-produk hukum daerah untuk menyesuaikannya dengan pembarauan dan perubahan hukum nasional khususnya dalam rangka pelaksanaan dan pemantapan desentralisasi, demokratisasi dan

115

penghormatan terhadap hak asasi manusia (HAM). Dalam rangka ini perlu penyiapan dan penyusunan perangkat hukum daerah yang mengatur peran serta masyarakat dalam proses pembuatan kebijakan dan perizinan pemanfaatan sumber daya alam sebagai salah satu upaya pencapaian tata pemerintahan yang baik, kredibel, transparans dan akuntabel.

b. Mentransformasikan berbagai nilai-nilai kebajikan Minangkabau ke

dalam produk-produk hukum daerah sebagai bagian dari pembangunan materi hukum. Upaya ini sejalan dengan prinsip desentralisasi yang memungkinkan tiap provinsi untuk merevitalisasi dan mengaktualisasikan nilai-nilai dan tradisi masyarakatnya ke dalam produk-produk hukum daerah dengan tetap memperhatikan keberagaman dan hak-hak asasi manusia. Mengingat nilai-nilai atau norma hukum adat pada umumnya tidak tertulis, perlu diupayakan penyusunan norma-norma hukum tertulis. Dengan transformasi norma-norma tidak tertulis menjadi tertulis akan dapat menjamin kepastian hukum dan dipahami secara lebih luas.

c. Membangun kapasitas kelembagaan hukum pemerintahan daerah,

antara lain, Satuan Polisi Pamong Praja, Satuan Polisi Hutan, Dinas Perhubungan dan Komisi Hak Asasi Manusia dan penyempurnaan pengaturan Pilkada dan lembaga terkait di Provinsi Sumatera Barat. Pembangunan kelembagaan hukum pemerintah daerah pada tahap ini diarahkan untuk terwujudnya aparatur pemerintah daerah yang sadar hukum dan menghormati hak-hak asasi manusia.

d. Membangun kapasitas kelembagaan sosial dan masyarakat,

khususnya kelembagaan adat dan pemerintahan nagari dalam pengelolaan dan penyelesaian berbagai sengketa dalam masyarakat. Arah pembangunan hukum yang kedua ini didasarkan pada terjadinya kecenderungan selama ini, bahwa kelompok-kelompok masyarakat lebih sering menggunakan tindak kekerasan dalam penyelesaian konflik. Oleh sebab itu, pembangunan bidang hukum Provinsi Sumatera Barat perlu pula diarahkan pada upaya pembentukan kesadaran dan kemampuan kelompok-kelompok dalam masyarakat untuk menyelesaikan masalah menurut hukum atau secara musyawarah mufakat.

116

e. Membangun sistem pemantauan dan pengelolaan kerawanan dan konflik-konflik sosial yang timbul karena perebutan sumber daya alam seperti lahan, hutan, dan air maupun karena kesalahpahaman identitas budaya dan agama. Sesuai dengan cita negara berdasarkan hukum, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat perlu membangun sistem pemantauan dan pengelolaan konflik sosial sehingga konflik sosial tidak berkembang menjadi tindak kekerasan. Kelembagaan Pemerintah Provinsi yang terkait harus membangun sistem pendataan dan pemantauan kerawanan konflik sosial. Pembangunan sistem pengelolaan kerawanan dan konflik sosial juga dilakukan dengan mendayagunakan organisasi atau kelembagaan masyarakat dan adat.

2. Untuk dapat mewujudkan sinergitas antar-pelaku pembangunan di

lingkungan Pemda Propinsi Sumatera Barat, maka prioritas utama pada RPJM Ke-1 diletakkan pada upaya untuk merumuskan kembali kebijakan dan penguatan kapasitas koordinasi internal antara Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di satu pihak dan koordinasi eksternal dengan masyarakat , di lain pihak, dalam hal ini, khususnya dengan dunia usaha dan organisasi-organisasi kunci dalam masyarakat warga (madani) yang ada. Sejalan dengan upaya pemantapan koordinasi dalam pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan oleh masing-masing SKPD, baik horizontal, maupun vertikal (Kabupaten/ Kota) sangat penting pula dilakukan pembenahan kapasitas aparatur negara yang bersih dan berwiba, baik lewat rasionalisasi pegawai maupun formula pengawasan melekat.

3. Guna dapat mewujudkan Tata Pemerintahan Yang Partisipatif, Akuntabel

dan Transparan, prioritas arah pembangunan pada periode ini diberikan pada upaya- upaya:

a. Mempesiapkan pola rekruitmen dan pengembangan karir pegawai

daerah yang berorientasi sistem mutu (Merit System) agar aparatur pemerintah yang cakap, bersih dan berwibawa. Aparatur pemerintah yang makin profesional memungkinnya untuk berani bersikap tegas (zakelijk), terbuka dan membuka akses bagi dialog dan keterlibatan yang konstruktif dan interaktif dengan setiap komponen masyarakat warga, termasuk kaum perempuan, dalam setiap tingkat pengambilan keputusan pembangunan,

117

b. Memantapkan tata administrasi pemerintahan yang akuntabel dan transparan dengan membangun konsesus dan saluran informasi yang bebas dan bertanggung jawab. Ini hanya mungkin apabila pada tahap ini ada ikhtiar untuk mengembangkan kapasitas personalia birokrasi agar menguasai dan mampu mengoperasikan serta mengelola teknologi informasi, (E-government) sebagai langkah awal untuk pembangunan birokrasi pemerintahan yang memanfaatkan teknologi informasi guna meningkatkan pelayanan terhadap publik. Sejalan dengan ini, maka para pengambil keputusan di pemerintahan daerah, swasta dan organisasi-organisasi masyarakat memiliki rasa tanggung jawab, baik kepada masyarakat maupun kepada lembaga-lembaga yang berkepentingan,

c. Memantapkan pelaksanaan reorganisasi birokrasi Pemerintah Provinsi

sesuai dengan kebijakan nasional untuk mewujudkan birokrasi yang lebih efiesien dan ramping. Kemudian upaya ini diikuti pula oleh penyusunan berbagai prosedur tetap atau memperbarui prosedur tetap yang telah ada untuk disesuaikan dengan perkembangan terbaru sebagai wujud dari pelaksanaan pemerintahan yang transparan, akuntabel, efisien dengan tujuan untuk peningkatan pelayanan birokrasi.

4. Dalam rangka mengupayakan terlaksanya pelayanan publik yang prima,

langkah pertama yang perlu dilakukan pada tahap ini adalah setiap SKPD Propinsi menyusun stándar pelayanan minimun dan melaksanakannya secara konsisten dan berkelanjutan. Sejalan dengan ini, perlu pula dilakukan sosialisasi dan advokasi, baik melalui diskusi, lokakarya maupun pelatihan tentang metode dan teknik yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pelayanan publik agar dapat mewujudkan pelayanan yang prima.

5. Dalam upaya pemantapan proses otonomi daerah dan desentralisasi

pada tahap ini perlu diprioritaskan pada inventarisasi ulang isu-isu dan kritik terhadap pelaksanaan otonom daerah selama ini serta memberikan jawaban yang serius dan proporsional terhadapnya. Paling mendesak di antaranya ialah,

a. Menutup lubang-lubang korupsi politik dan penyalahgunaan

wewenang pejabat resmi dan politisi lokal melalui pengaturan hukum dan kebijakan yang lebih berpihak kepada rakyat,

118

b. Meredam dan menyelesaikan konflik-konflik lokal, baik horizontal, maupun vertikal, yang berkenaan dengan sumber daya alam atas nama kepentingan Pendapatan Asli Darah (PAD) dengan cara menetapkan kerangka kerja fiskal dan keuangan yang menjamin kapasitas finasial minimum bagi pemerinah yang lebih rendah,

c. Penyelarasan aspirasi-aspirasi dan kebijakan daerah dengan integrasi

nasional di satu pihak dan dengan pemerintahan kabupaten/ kota di lain pihak. Termasuk di dalamnya pengoordinasian hubungan antar-kabupaten/kota, legislatif-eksekutif,

d. Menggali dan memberdayakan modal sosial lokal untuk mengurangi

biaya finansial dan sosial di tingkat nagari/ langgai, di samping memperkuat jaringan partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerahnya masing-masing.

Pembangunan Sosial dan Sumberdaya Manusia 1. Dalam mengupayakan terwujudnya Kualitas Pendidikan Yang Tinggi dan

Dilandasi Moral Agama, maka prioritas pada periode RPJM pertama diletakkan pada selesainya infrastruktur dasar kelembagaan pendidikan yang telah ada di Sumatera Barat, baik jenjang pendidikan rendah, menengah dan tinggi dan terakreditasi. Internal manajemen institusi pendidikan dan efisiensi organisasi pendidikan dihasilkan. Program pembangunan pendidikan perlu dituntaskan pada penyelesaian kebutuhan informasi dan membiasakan perencanaan berbasiskan analisis evaluasi diri. Pada saat bersamaan institusi pendidikan diharapkan mulai memilih prioritas peningkatan mutu. Guru dan Dosen selesai dipetakan dan kompetensinya sudah terpenuhi.

2. Untuk dapat mewujudkan Derajat Kesehatan dan Gizi yang Tinggi, maka

prioritas pada periode pertama ini tersedianya tenaga kesehatan dan sistem pelayanan kesehatan yang baik. Seluruh rumah sakit sudah memiliki pencirian pelayanan kesehatan. 4 Rumah sakit sudah siap memberikan pelayanan Stroke, Diabetes, Ortopedi, dan ISPA. Jenis penyakit Malaria, AIDS dan ISPA menjadi fokus kebijakan pelayanan kesehatan degenaratif.

3. Dalam rangka mewujudkan Kemampuan IPTEKS Yang Tinggi dan Tepat

Guna, maka pada periode RPJM ke 1 selesai pemetaan antara ketersediaan produk IPTEKS baru dengan kebutuhan masyarakat.

119

Tersedianya suatu sistem dan tempat sains park, dan berdirinya lembaga-lembaga pengembangan teknologi dan inovasi guna mewujudkan produk-produk baru sesuai permintaan pasar.

Pembangunan Ekonomi 1. Dalam rangka mengupayakan terwujudnya usaha Pertanian Modern dan

Agribisnis Maju, maka pada periode RPJM Ke 1, proritas diberikan pada revitalisasi kegiatan pertanian, khususnya pertanian rakyat. Dalam rangka ini, usaha dimulai dengan meningkatkan penyuluhan dan bimbingan teknis kepada para petani. Dalam rangka ini penambahan, pengembangan dan pemberdayaan tenaga penyuluh pertanian merupakan upaya yang perlu dilaksanakan. Pengembangan kegiatan penyuluhan ini sangat penting artinya untuk dapat melakukan alih teknologi secara bertahap kepada petani tradisional dalam rangka mewujudkan kegiatan pertanian modern. Sejalan dengan hal ini, pembukaan kebun percontohan perlu pula diteruskan untuk dapat memberikan contoh konkrit tentang penggunaan teknologi pertanian yang baik.

2. Disamping itu, pelaksanaan program intensifikasi perlu pula terus

dilakukan dan dikembangkan untuk dapat memperbaiki teknologi pertanian rakyat secara terus menerus melalui kegiatan penyuluhan dan pembukaan kebun percontohan Sedangkan pengembangan kegiatan pertanian ditekankan pada komoditi unggulan baik dibidang tanaman pangan, perkebunan, peternakan, dan perikanan. Sedangkan untuk mewujudkan usaha agribisnis maju, langkah pertama yang perlu diambil dalam periode 2005-2010 adalah melakukan pemberdayaan terhadap usaha bisnis pertanian yang telah ada melalui pengembangan manajemen dan kewirausahaan dengan pendekatan kawasan sentra produksi.

3. Sejalan dengan hal ini dilakukan pula peningkatan kualitas sumberdaya

manusia yang terlibat dalam usaha agribisnis maju melalui pelatihan-pelatihan praktis dan kegiatan magang. Dalam kaitan dengan hal ini pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang bergerak dalam kegiatan pertanian dalam konteks kawasan sentra produksi sangat penting artinya. Perlu pula diusahakan pada tahap ini agar bentuk badan usaha yang digunakan bukan lagi usaha perorangan yang bersifat informal, tetapi adalah dalam bentuk badan usaha yang memungkinkan terbukanya akses untuk memeperoleh dukungan permodalan dan akses

120

pasar yang lebih luas. Bentuk badan usaha ini bisa dari bentuk yang terdaftar pada dinas pemerintah (dilengkapi dengan dokumen usaha yang diperlukan) sampai ke bentuk Perseroan Terbatas (PT) sehingga masa depan usaha tidak tergantung hanya pada keaktifan pemilik usaha saja.

4. Untuk memacu pertumbuhan ekonomi daerah melalui subsektor

kelauatan maka pada periode RPJM Tahap 1 ini sampai pertengahan RPJM Tahap 2 dilakukan peningkatan sarana dan prasarana penangkapan, pendaratan dan pendukung operasi penangkapan ikan. Disamping itu untuk mendukung perkembangan subsektor ini maka juga dilakukan upaya pengembangan SDM yang handal melalui pendidikan dan pelatihan.

5. Guna dapat mewujudkan Kegiatan Perdagangan dan Jasa Yang Mampu

Bersaing, maka pada periode ini diharapkan sudah akan dapat diwujudkan pemberdayaan usaha perdagangan, angkutan dan jasa lainnya yang telah ada melalui perbaikan menajemen pengelolaan usaha. Sejalan dengan hal tersebut diupayakan pula terwujudnya penataan lokasi dan fasilitas pasar utama dibeberapa kota, pembangunan pertokoan dan terminal sesuai dengan Rencana Tata-Ruang Wilayah (RTRW) agar tercipta kondisi perbelanjaan yang baik dan menyenangkan bagi pengembangan usaha. Untuk menjaga persaingan yang sehat, pada periode ini diharapkan sudah terwujud pengaturan yang baik terhadap pengelolaan usaha perdagangan dan jasa sesuai dengan Undang-Undang Anti Monopoli sehingga kecurangan dan praktik usaha tidak adil dapat dihindari. Kegiatan jasa yang dimaksudkan disini adalah dalam arti luas, termasuk didalamnya kegiatan perdagangan, pengangkutan dan komunikasi, keuangan dan perbankan serta jasa-jasa umum lainnya.

6. Dalam rangka mewujudkan Sumatera Barat sebagai Daerah Tujuan

Wisata Nasional dan Internasional, maka pada tahap RPJM ke 1 ini, diharapkan sudah akan dapat diwujudkan masyarakat yang sadar wisata sebagai landasan utama pengembangan pariwisata. Dalam rangka ini perlu dilakukan konsolidasi masyarakat agar terdapat pemahaman yang sama tentang pentingnya pariwisata bagi pembangunan daerah. Sejalan dengan kegiatan tersebut, pada tahap ini diupayakan pula terwujudnya pusat-pusat informasi wisata yang dilengkapi dengan fasilitas teknologi informasi yang memadai. Pada tahap awal ini perlu pula diupayakan tersedianya tenaga-tenaga

121

profesional pemandu dan pengelola wisata dalam jumlah dan kualitas yang baik agar pelayanan bagi para wisatawan dapat terlaksana dengan baik dan menyenangkan. Kesemuanya ini diperlukan dalam rangka meningkatkan kunjungan wisata ke daerah Sumatera Barat dengan lama tinggal yang cukup panjang.

7. Untuk dapat mewujudkan Sumatera Barat Sebagai Pusat Pertumbuhan

dan Pintu Gerbang Pantai Barat Sumatera, maka langkah pertama yang perlu dilakukan dalam periode pembangunan ini adalah mengupayakan terwujudnya perluasan darmaga dan fasilitas pendukung lainnya yang terdapat pada Pelabuhan Teluk Bayur. Sejalan dengan hal ini perlu pula diusahakan terwujudnya pembenah menajemen pengelolaan pelabuhan agar menjadi lebih efektif dan efisien dalam pemberian pelayanan bagi angkutan laut serta bebas dari pungutan liar. Disamping itu, perlu pula diwujudkan perluasan dan peningkatan kualitas jalan raya menuju Pelabuhan Teluk Bayur sehingga proses pengangkutan barang dan alat berat dari dan menuju pelabuhan dapat berjalan lancar. Sejalan dengan hal tersebut, pada periode ini diharapkan sudah terdapat penyelesaian masalah manajemen usaha kawasan industri Padang Industrial Park (PIP) untuk memfasilitasi dan mendorong pengembangan kegiatan industri di kawasan Kabupaten Padang Pariaman dan Kota Padang.

Pembanguan Bidang Tata-Ruang dan Lingkungan Hidup 1. Guna dapat mewujudkan Penataan Ruang yang Baik dan Dilaksanakan

Secara Konsekuen, pada periode RPJM ke-1 ini upaya pembangunan terutama diprioritaskan pada penyusunan dan pengesahan dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Sumatera Barat dan kupaten dan kta se Sumatera Barat, yang ditandai dengan disahkannya RTRW Propinsi Sumatera Barat dan kbupaten dan kota se Sumatera Barat. Kemudian RTRW ini ditindaklanjuti dengan penyusunan dokumen rencana penunjang pembangunan daerah berupa Rencana Induk (Master Plan) Sektoral. Rencana Induk Sektoral yang diprioritaskan baik di tingkat provinsi dan kabupaten dan kta adalah sektor unggulan dan atau komoditas unggulan daerah masing-masing.

2. Dalam rangka mewujudkan Perlindungan Kawasan Konservasi Alam arah

pembangunan ditujukan untuk terlaksananya penetapan patok yang jelas tentang kawasan konservasi di lapangan. Potensi yang dimiliki kawasan konservasi diinventarisasi baik sumberdaya alam, sumberdaya flora dan fauna. Pengendalian kualitas air dan udara diprioritaskan pada

122

penetapan standar baku mutu air dan udara. Lahan kritis yang ada diinventarisir lokasi dan luasnya secara keseluruhan, dilanjutkan dengan analisis jenis lahan/tanah yang kritis tersebut dan statusnya. Penebangan hutan ditertibkan melalui penetapan batas hutan yang jelas dan bisa diterima pihak terkait dengan hutan, terutama masyarakat adat yang memiliki tanah ulayat. Pola penebangan hutan perlu direvitalisasi dan diawasi penerapannya oleh aparatur terkait. Pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan hutan penting dilakukan sesuai dengan situasi, kondisi, dan daya dukung wilayah setempat termasuk aspek sosial budayanya.

3. Guna mewujudkan Tata-Kelola Lingkungan Yang Baik, maka pada

periode RPJM ke-1 ini rioritas diberikan pada terwujudnya perbaikan sarana dan manajemen pengelolaan BAPEDALDA yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan lingkungan hidup. Sejalan dengan kegiatan tersebut diupayakan pula terwujudnya berbagai Peraturan Daerah (Perda) sebagai landasan hukum yang lebih operasional dan sesuai dengan kondisi daerah untuk mengatur pengelolaan lingkungan hidup di Provinsi Sumatera Barat serta memberikan sangsi yang tegas bagi para pelanggar.

4. Dalam rangka mewujudkan Masyarakat Sadar Lingkungan, maka

prioritas pembangunan pada periode RPJM ke-1 diletakkan pada terlaksananya pendidikan dan penyuluhan sadar lingkungan yang dilaksanakan untuk memberikan pemahaman dan kesadaran tentang perlunya menjaga lingkungan demi keberlanjutan lingkungan hidup yang baik untuk kepentingan masyarakat. Pendidikan dan penyuluhan ini dilaksanakan terlebih dulu terhadap orang dewasa dan dilanjutkan dengan anak-anak usia sekolah dan pra-sekolah. Sejalan dengan kegiatan tersebut mulai dikembangkan pula sistem tanggap darurat ditandai dengan tersusunnya rencana penanganan bencana alam lengkap dengan struktur organisasi dan tata kerjanya. Disamping itu, dilakukan pula penyuluhan masyarakat tentang langkah-langkah praktis dalam menghadapi bahaya gempa bumi yang berpotensi terjadinya Tsunami. Terkait dengan hal ini, peerlu pula direalisasikan segera pembangunan jalur evakuasi untuk pengamanan bila bencana tersebut terjadi.

123

5.2.2. RPJM ke 2 (2011-2015) Umum Berlandaskan pada pelaksanaan dan hasil pencapaian dari RPJM ke 1 maka penekanan dan skala prioritas pembangunan pada RPJM ke 2 ini secara umum ditujukan untuk terwujudnya pemantapan landasan pembangunan dengan penekanan kepada peningkatan kualitas sumber daya manusia dan pemanfaatan teknologi maju di bidang pertanian, perdagangan dan jasa. Kondisi pemerintahan yang baik yang telah ditekankan pada RPJM ke 1 akan terus disempurnakan sehingga akan mempercepat proses pembangunan sektor pertanian yang modern. Kemampuan pengembangan dan pemanfaatan teknologi maju akan meningkatkan daya saing produk barang dan jasa Sumatera Barat sehingga dapat ditingkatkan nilai tambah yang dapat diterima masyarakat, baik petani, nelayan, pedagang dan pengusaha jasa, termasuk jasa pendidikan dan jasa kesehatan. Dengan demikian akan dapat dikurangi tingkat pengangguran dan angka kemiskinan sehingga akses masyarakat ke bidang pendidikan dan kesehatan akan semakin membaik. Pada periode ini diharapkan pengembangan sektor pariwisata sudah semakin kondusif karena kesejahteraan masyarakat telah membaik ditunjukkan dengan tingkat pendidikan, kesehatan, disiplin atau keteraturan, kebersihan dan lain-lain. Disamping itu, pada periode ini juga diharapkan penggunaan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi maju di bidang pertanian sudah semakin meningkat dengan didorongnya upaya penguasaan teknologi maju melalui revitalisasi penyuluh pertanian dan pengelola usaha jasa, serta pengembangan kelembagaan riset yang telah ada seperti Stasiun Pembibitan Ternak di Padang Mengatas, Balai Penelitian Buah, dll. Pembangunan Agama dan Budaya

1. Dalam rangka mewujudkan Tata Kehidupan Masyarakat yang Agamais

dan Berbudaya, maka pada periode RPJM ke 2 ini pendalaman pemahaman keagamaan tetap terus dilanjutkan melalui penyuluhan dan penataran kepada para tokoh-tokoh terutama para penyuluh dan mubalig. Peningkatan pemahaman para guru agama juga perlu dilakukan agar nilai-nilai keagamaan dapat terealisir dalam kehidupan keseharian yang nantinya akan manjadi tauladan bagi murid. Untuk memberikan semangat religius dibutuhkan lingkungan yang bernuansa agamais dalam bentuk pisik seperti gapura, slogan-slogan dalam bentuk baleho dan lainnya. Disamping itu nagari, kabupaten dan kota

124

percontohan yang bernuansa agamais perlu diciptakan baik secara fisik maupun non fisik.

2. Untuk dapat mewujudkan Sumatera Barat Sebagai Pusat Pendidikan

yang Islami, maka Sekolah model dengan pola dan sistem boarding school pada priode ini sudah di mulai pembangunannya di berbagai daerah strategis. Sejalan dengan hal tersebut, revitalisasi pesantren seharusnya juga sudah dapat dilakukan pada beberapa daerah strategis. Disamping itu, rehabilitasi sarana, sudah dimulai waktu ini disamping perbaikan manajemen dan renovasi kurikulum.

3. Dalam rangka mewujudkan Kesalehan Sosial Beserta Kelembagaannya,

upaya untuk memberikan pemahaman pentingnya kesalehan sosial perlu terus dilanjutkan. Disamping itu, perlu pula diprakarsai lahirnya lembaga-lembaga kedermawanan sosial diberbagai daerah dan kota untuk mendorong pelaksanaan pemberian pemahaman tersebut.

4. Pada RPJM tahap ke-2 ini kebijakan tentang ulayat dilanjutkan lagi

dengan mewujudkan pendaftaran hak milik atas tanah ulayat seperti ; tanah ulayat nagari, tanah ulayat rajo, tanah ulayat suku, dan tanah ulayat kaum sesuai dengan hasil inventarisasi dan PERDA tanah ulayat di masing-masing kabupaten / kota di Sumatera Barat. Disamping itu fungsi dan kinerja Kerapatan Adat Nagari juga diperkuat untuk memberikan perlindungan hukum dan penyelesaian persengketaan adat yang berkaitan dengan tanah ulayat.

5. Dalam rangka mewujudkan kehidupan sosial yang harmonis dalam

suasana multikultur, diperlukan pembelajaran tentang multikultur yakni penanaman nilai kesederajatan dalam suasana perbedaan. Pembelajaran ini dilakukan secara terbuka dan sistematis melalui pendidikan formal di semua tingkat pendidikan. Kurikulum dan ekstrakurikuler di lembaga pendidikan harus memasukkan subjek pembelajaran tentang realitas keanekaragaman masyarakat dan multikulturalisme. Di pihak masyarakat, dikembangkan kampanye hidup rukun dan harmonis dalam suasana perbedaan. Pihak pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan tentang pentingnya hidup rukun dan harmonis bagi seluruh masyarakat yang memiliki berbagai perbedaan. Selain itu, Pemerintah perlu mempersiapkan piranti hukum untuk mengantisipasi persoalan sosial yang mungkin muncul dalam proses pembelajaran tentang multikultur dalam masyarakat.

125

6. Agar terwujudnya sistem pengelolaan tanah ulayat yang berimbang pada tahap II RPJM ini diperlukan komitmen kuat dari pemerintah daerah dan masyarakat adat untuk mengklasifikasikan potensi tanah ulayat yang dapat dipergunakan untuk kesejahteraan masyarakat. Untuk itu diperlukan keputusan pemerintah melalui penerbitan peraturan daerah tentang sistem pengelolaan tanah ulayat. Di dalam tahap ini telah dilakukan kerjasama dengan stakeholders yang akan menjadi pemanfaat tanah ulayat.

Pembangunan Pemerintahan dan Hukum 1. Dalam rangka mewujudkan Terbangunnya Sinergitas Antara Pelaku

Pembangunan, maka upaya yang perlu dilakukan dalam RPJM ke 2 ini adalah melanjutkan pengembangan kelembagaan pemerintahan yang ada sekarang di daerah sehingga memungkinkan terwujudnya sinergitas antara SKPD. Sejalan dengan hal tersebut pada tahap ini perlu diwujudkan tata-kelola dan pola kerjasama yang baik antar SKPD guna mewujudkan keterpaduan dalam pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan daerah.

2. Guna dapat mewujudkan Tata Pemerintahan yang Partisipatis,

Akuntabel dan Transparan maka arah pembangunan pada periode ini prioritas diletakkan pada pemantapan sistem pembinaan karir yang diikuti dengan peningkatan kualitas aparatur daerah agar menjadi lebih professional dalam pelaksanaan tugasnya. Di samping itu, pembinaan karier aparatur berdasarkan Merit System juga terus dilanjutkan dan ditingkatkan secara menyeluruh untuk semua dinas dan instansi Pemerintah Daerah.

3. Dalam rangka mewujudkan Penegakan Hukum Yang Berkeadilan dan

Demokratis, maka arah pembangunan dalam tahap ini diprioritaskan pada pembaruan materi hukum daerah tetap dilanjutkan, tetapi prioritas diarahkan pada pembangunan struktur atau kelembagaan hukum. Pembangunan struktur atau kelembagaan hukum difokuskan pada melanjutkan pembangunan atau penguatan kelembagaan-kelembagaan hukum di daerah. Melaksanakan pendidikan hukum dasar bagi para fungsionaris adat guna memperkuat kapasitas pembuatan peraturan nagari dan penyelesaian sengketa-sengketa adat maupun sengketa-sengketa perebutan sumber daya alam. Kemudian secara bertahap diteruskan pula berbagai upaya untuk melanjutkan dan memantapkan pelaksanaan sistem pemantauan dan pengelolaan kerawanan dan

126

konflik sosial yang telah dimulai sejak RPJM ke 1. Dalam rangka meningkatkan kesadaran hukum masyarakat, pada periode RPJM ke-2 ini upaya yang telah dirintis pada RPJM ke 1 melalui peningkatan kesadaran dan kepatuhan hukum masyarakat pada umumnya dan generasi muda pada khususnya melalui pendidikan formal maupun informal, terutama dalam bidang tertib lalu lintas, pencegahan penyalahgunaan narkotika dan bahan-bahan berbahaya dan pencegahan main hakim sendiri dan perkelahian massal serta kesadaran akan hak asasi manusia.

4. Guna dapat dapat mewujudkan Pelayanan Publik Prima, pada periode

RPJM ke-2 ini upaya Pemerintah Daerah perlu diprioritaskan untuk meningkatkan penyediaan dan penggunaan fasilitas teknologi informasi untuk meningkatkan pelayanan pada masyarakat. Termasuk di dalamnya pengembangan data-base di setiap SKPD. Melalui penggunaan teknologi informasi tersebut akan dapat diberikan pelayanan secara lebih cepat dan murah tanpa terikat pada jarak antara lokasi instansi pemerintah dengan pemukiman masyarakat.

5. Dalam upaya pemantapan proses otonomi daerah dan desentralisasi

pada periode ini prioritas jatuh pada upaya melanjutkan pekerjaan yang terbengkalai selama RPJM ke-1. Dalam hal ini diarahkan pada upaya penguatan kelembagaan dan kapasitas pesonil pemerintah daerah, di samping pemberdayaan komponen masyarakat warga. Dalam hal ini termasuk penguatan daya saing usaha lokal dan perluasan partisipasi masyarakat warga dalam mengontrol pembangunan, korupsi politik, peredaman konflik sosial, dan efektifitas pendayagunaan modal sosial lokal.

Pembangunan Sumberdaya Manusia 1. Dalam rangka mewujudkan Kualitas Pendidikan yang Tinggi dan

dilandasi Moral Agama, maka upaya pada periode RPJM ke 2 ini tekanan diberikan untuk menghasilkan akreditasi institusi pendidikan. Kebijakan menghasilkan infrastruktur dan pendukung kualitas, mulai dari profesional ketenagaan, laboratroium, dan perpustakaan. Saat bersamaan kurikulum agama terintegrasi ke dalam pembelajaran seluruh mata ajar.

127

2. Dalam rangka mewujudkan Derajat Kesehatan dan Gizi yang Tinggi, maka pada tahap RPJM ke 2 ini masing-masing pihak terkait sudah mulai membangun kesadaran untuk meningkatkan kualitas dan layanan kesehatan dasar yang prima. Pada tahap RPJM ke-2 ini, masing-masing rumah sakit sudah memastikan arah penajaman kualitas dan fokus pelayanan yang akan diberikannya. Saat bersamaan segala persiapan tenaga dan peralatan ditujukan untuk mempu agar rumah sakit yang nantinya dapat menjadi rujukan bagi wilayah Sumatera Bagian Tengah.

3. Dalam rangka mewujudkan Kemampuan IPTEKS Yang Tinggi dan Tepat

Guna, maka prioritas pada periode RPJM ke-2 ini adalah pada upaya untuk memulai mendesain pilihan IPTEKS yang diperlukan oleh masyarakat untuk mendorong proses pembangunan daerah. Pada proses ini baik ketenagaan maupun laboratorium perlu mengupayakan sedemikian rupa sehingga keperluan IPTEKS dapat dihasilkan. Pada tahap ini sudah tersedia Sains-Parks yang merupakan salah satu tempat yang perlu dijadikan sebagai pembuktian dan pengembangan hasil karya IPTEKS yang telah berhasil dilaksanakan. Pada Sains-Park dilakukan identifikasi pekerjaan dan produk final dari Ipteks yang sudah berhasil dilaksanakan. Pada saat bersamaam manajemen implementasi Ipteks dalam kerangka kerja sainspark dilanjutkan dengan proses pembuatan prototipe yang selaras dengan keperluan industri selektif.

Pembangunan Ekonomi 1. Dalam rangka mewujudkan Pertanian Modern dan Agribisnis Maju, maka

pada RPJM ke 2 ini skala prioritas pembangunan daerah dalam menuju terwujudnya pertanian modern adalah pada peningkatan kualitas sumberdaya teknis yang terlibat dalam pengembangan pertanian dan agribisinis melalui pelaksanaan latihan teknis dan pendidikan lebih lanjut. Sejalan dengan kegiatan tersebut, ditingkatkan pula pemanfaatan teknologi pertanian yang lebih tinggi melalui pengembangan balai-balai penelitian pertanian dan Holtikultura. Untuk medorong pertumbuhan kegiatan pertanian, pada phase ini mulai pula dilakukan pengembangan Kawasan Sentra Produksi dan Kawasan Industri Masyarakat Perkebunan (KIMBUN) serta pengembangan berbagai Agrocity/Agropolitan secara tersebar di pelosok daerah. Upaya-upaya tersebut juga diiringi dengan upaya sistematis dalam membuka permintaan (peluang pasar) terhadap produk yang dihasilkan.

128

2. Untuk menunjang pertumbuhan ekonomi daerah melalui sektor kelautan maka pada RPJM Tahap 2 ini dilanjutkan pengembangan prasarana dan sarana pendukung ditambah dengan pengembangan kelembagaan usaha dan intensifikasi penangkapan dan budidaya ikan laut dengan pola kemitraan pemerintah dan swasta dan usaha penagkapan oleh nelayan tradisional setempat.

3. Dalam rangka mewujudkan Kegiatan Perdagangan dan Jasa Yang

Mampu Bersaing, maka pada periode RPJM ke 2 ini sudah akan dapat diwujudkan pengembangan kewirausahaan dan manajemen pengelolaan usaha secara lebih intensif. Sasaran utama dalam hal ini adalah untuk mengembangan manajemen usaha perdagangan dan jasa secara modern yang didukung dengan kemampuan kewirausahaan yang tangguh. Sejalan dengan hal tersebut, pada periode ini telah dapat pula dikembangkan manajemen dan kewirausahaan kegiatan jasa ini yang dilaksanakan melalui pelaksanaan pelatihan praktis serta pelaksanaan magang pada perusahaan yang lebih besar. Disamping itu, diharapkan pula telah dapat terwujud pula peningkatan keahlian dan keterampilan bagi para pekerja dan pengusaha yang terlibat dalam kegiatan jasa tersebut agar dapat mengelola usaha secara efektif dan efisien serta produktif. Sejalan dengan hal tersebut, pada yahap ini sudah akan dapat pula diwujudkan pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan koperasi yang merupakan embrio dan cikal bakal dari wirausaha yang tangguh dan berdaya saing tinggi.

4. Dalam rangka mewujudkan Sumatera Barat sebagai Daerah Tujuan

Wisata Nasional dan Internasional, maka ada tahap RPJM ke 2 ini diupayakan terwujudnya pengembangan objek-objek wisata yang telah ada melalui kegiatan renovasi dan pemugaran kembali. Sejalan dengan kegiatan tersebut, pada tahap ini sudah harus dapat pula terlaksana perluasan dan peningkatan mutu prasarana jalan dan sarana perhubungan menuju objek-objek wisata tersebut. Disamping itu, diupayakan pula terwujudnya peningkatan kualitas sarana listrik dan telekomunikasi yang dapat digunakan publik untuk mengunjungi objek-objek wisata tersebut. Dilain pihak, pada periode ini, sudah dapat pula ditingkatkan pemantapan program sadar wisata agar masyarakat dapat mendukung dan berpartisipasi penuh terhadap pengembangan Sumatera Barat sebagai daerah tujuan wisata nasional dan internasional.

129

5. Dalam mengupayakan terwujudnya Sumatera Barat Sebagai Pusat Pertumbuhan dan Pintu Gerbang Indonesia Bagian Barat, maka pada tahap RPJM ke 2 ini perluasan dermaga pelabuhan Teluk Bayur sudah harus terlaksana dengan baik. Sejalan dengan pencapaian tersebut, pada periode ini juga sudah harus dapat diwujudkan peningkatan kualitas terminal barang dan penumpang berikut peralatan terkait lainnya pada pelabuhan ini agar aktipitas angkutan dapat ditingkatklan. Sementara itu, pembangunan jalan raya pantai barat Sumatera dari Kota Sibolga menuju Bengkulu sudah akan selesai pada periode ini. Disamping itu, sasaran pembangunan daerah yang diharapkan dapat dicapai pada tahap kedua ini juga adalah terwujudnya pembangunan kualitas sumberdaya manusia yang terlibat dalam pengelolaan pelabuhan, baik yang bersifat teknis maupun manajemen. Bersamaan dengan hal ini diupayakan pula terwujudnya perluasan dan peningkatan kualitas prasarana jalan menuju pelabuhan Teluk Bayur. Dipihak lain, pada periode ini, perpanjangan landasan pacu BIM berikut peningkatan fasilitas terminal sudah pula dapat diselesaikan sehingga menampung semua jenis pesawat berbadan lebar serta fasilitas peralatan navigasi udara terkait lainnya.

Pembangunan Tata-ruang dan Lingkungan Hidup 1. Dalam rangka mewujudkan Penataan Ruang Yang Baik dan

Dilaksanakan Secara Konsekuen, tekanan pembangunan pada periode RPJM ke-2 ini adalah terwujudnya pemantapan penanganan lingkungan hidup. Dalam hal ini, Rencana Tata Ruang yang telah disahkan dilaksanakan secara konsekuen, baik di tingkat Provinsi maupun di tingkat kabupaten dan kota. Sejalan dengan kegiatan tersebut disiapkan pula dokumen yang lebih teknis seperti Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) dan Rencana Teknis Ruang Kota (RTRK) sesuai dengan prioritas pembangunan masing-masing daerah. Penetapan kawasan lindung dan budidaya dan peruntukannya dijadikan pedoman dalam pemberian izin mendirikan bangunan (IMB). Sanksi dan reward bagi masyarakat pemakai tata ruang diberikan sesuai dengan prestasi masing-masing.

2. Dalam rangka mewujudkan pembinaan terhadap Kawasan Konservasi

Alam, maka pada periode RPJM ke-2 ini kawasan konservasi yang sudah ditetapkan lokasi, luasnya dan potensi sumberdaya hayatinya, selanjutnya dipertahankan dengan menjaga keberlanjutan sumberdaya masing-masing. Pengawasan terhadap kawasan lindung ditingkatkan

130

dan diberikan sanksi yang keras sesuai dengan ketentuan yang berlaku bagi pengguna hutan lindung yang melanggar peraturan yang berlaku.

3. Untuk dapat mewujudkan Tata Kelola Lingkungan Yang Baik, dalam

periode RPJM Ke-2 ini upaya pembangunan ditekankan pada tersusunnya dan ditetapkannya standar baku mutu air dan udara untuk diterapkan bagi industri dan kendaraan bermotor. Pelanggar dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pengawasan penyusunan dokumen lingkungan bagi setiap unsur yang melakukan akktifitas pembangunan diberlakukan. Lahan kritis yang luas dan jenis tanahnya sudah teridentifikasi dilakukan penanaman pohon yang cocok dengan kondisi lahan yang ada. Sejalan dengan hal ini, pengawasan penyalahgunaan lahan kritis dilaksanakan dengan cermat.

4. Dalam rangka mewujudkan Masyarakat Sadar Lingkungan, pada periode

RPJM ke-2 ini, kesadaran masyarakat terhadap perlunya menjaga lingkungan hidup tetap dikembangkan melalui penyuluhan dan sosialisasi program penanganan lingkungan hidup untuk kesejahteraan bagi seluruh masyarakat. Sejalan dengan upaya tersebut, tenaga pengelola sistim tanggap darurat juga sudah dapat ditingkatkan kemampuannya melalui pendidikan formal maupun informal. Koordinasi dengan stakeholder penanganan bencana alam ditingkatkan. Daerah (provinsi, kabupaten dan kota) menyediakan anggaran yang proporsional dan logis untuk penanganan bencana alam. Sosialisasi tanggap darurat untuk menghadapi bencana alam ini perlu terus menerus dilakukan kepada masyarakat agar selalu siap untuk menghadapi kemungkinan terjadinya bencana disetiap saat.

5.2.3. RPJM ke 3 (2016-2020) Umum Berlandaskan pelaksanaan dan pencapaian dalam periode RPJM ke 2 maka pada periode RPJM ke 3, arah pembangunan dan skala perioritas pembangunan ditujukan pada pemantapan landasan pembangunan secara menyeluruh dengan penekanan kepada peningkatan daya saing produk dan hubungan regional terutama dengan propinsi tetangga. Daya saing produk Sumatera Barat semakin kuat karena meningkatnya produktifitas, kualitas produk dan efisiensi usaha akibat dari penggunaan teknologi maju sehingga kesejahteraan petani, peternak dan nelayan semakin membaik. Dalam waktu

131

bersamaan, sektor pariwisata dan industri kecil lainnya dapat berkembang dengan lebih baik karena kondisi sadar wisata sudah akan semakin kuat jika masyarakatnya sudah terlepas dari kemiskinan dan kebodohan. Diharapkan pada tahun 2020 rata-rata lama pendidikan penduduk Sumatera Barat sudah mencapai 12 tahun atau tamat sekolah menengah atas sudah mencapai sekitar 80%. Pembangunan Agama dan Budaya 1. Dalam rangka mewujudkan Tata Kehidupan Masyarakat yang Agamais

dan Berbudaya. Prioritas pembangunan pada periode RPJM ke-3 ini diletakkan pada upaya untuk terus melanjutkan pendalaman dan pencerahan pemahaman keagamaan karena upaya ini perlu dilakukan secara berkelanjutan.

2. Untuk dapat mewujudkan Sumatera Barat Sebagai Pusat Pendidikan

Islami, pada RPJM ke-3 ini upaya pembangunan dalam bentuk pengembangan sekolah dengan sistem boarding school terus dilanjutkan pada setiap kabupaten dan kota Disamping itu juga dilakukan peningkatan kualiatas dan perbaikan manajemen serta kurikulum pesantren dan sekolah agama lainnya.

3. Dalam rangka mewujudkan Kesalehan Sosial dan Pengembangan

Kelembagaannya, pada tahap RPJM ke 3 ini tekanan pembangunan diletakkan pada pendirian wadah tunggal yang akan mengkoordinir berbagai sumber dana kedermawanan keagamaan disetiap kabupaten dan kota serta pada tingkat provinsi. Dana kedermawanan itu selanjutnya digunakan untuk meningkatkan perekonomian kaum du'afa dan pengembangan keagamaan sesuai dengan ketentuan.

4. Pada RPJM tahap ke-3 , dilakukan perwujudan pemanfaatan tanah

ulayat sesuai dengan potensi ekonomi ataupun potensi sosial dan sistem pemanfaatan yang mampu meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan kesejahteraan sosial serta mampu menjaga keberadaan tanah ulayat tetap eksis. Untuk terselenggaranya rencana ini dengan baik, maka pemuka adat ataupun pewaris rajo-rajo, baik yang berada dalam KAN, suku, dan kaum dapat didampingi oleh Lembaga Pendamping yang memenuhi persyaratan untuk itu.

132

5. Dalam rangka mewujudkan kehidupan sosial yang harmonis dalam suasana multikultur, penekanan pembangunan pada periode ini adalah kepada antisipasi gejolak dan dinamika masyarakat karena realitas perbedaan masyarakat yang multikultural. Untuk itu, Pemerintah perlu mengeluarkan secara eksplisit pandangan tentang multikultur kepada masyarakat dan potensi kekuatannya bagi pembangunan daerah. Perwujudannya adalah Pemerintah membuka ruang gerak bagi komunikasi antar budaya dalam tata kehidupan di seluruh wilayah Provinsi. Oleh karena itu, pada tahap ini diharapkan Pemerintah dapat berlaku adil dan tidak diskriminatif dalam rumusan kebijakan dan praktek pembangunan. Pada tahap ini pembangunan dan pengetahuan masyarakat tentang realitas multikultur dalam berbagai segi kehidupan seperti, ekonomi, pendidikan, agama, budaya, politik dan hukum, sudah terbangun dengan baik. Tujuan akhir pembangunan adalah sikap berkeadilan sosial dan ramah terhadap kelompok sosial yang berbeda asal usulnya.

6. Agar terwujudnya sistem pengelolaan tanah ulayat yang berimbang pada

tahap III RPJM ini diperlukan sistem kerjasama penggunaaan tanah ulayat yang berimbang antara untuk kepentingan pembangunan dan untuk kebutuhan masyarakat, serta untuk menjaga kelestarian adat. Pemerintah daerah harus memiliki komitmen kuat untuk lebih mendahulukan kepentingan masyarakat adat di dalam sistem pengelolaan tanah ulayat.

Pembangunan Pemerintahan dan Hukum 1. Dalam rangka mewujudkan Terbangunnya Sinergitas Antara Pelaku

Pembangunan maka prioritas upaya yang perlu dilakukan dalam RPJM ke 3 ini adalah meningkatkan keterpaduan kegiatan antara SKPD Kabupaten dan Kota dalam daerah Provinsi Sumatera Barat. Upaya ini sangat penting artinya mengingat pembangunan Provinsi Sumatera Barat memerlukan keterpaduan yang erat pula antara Kabupaten dan Kota. Dengan cara demikian, diharapkan akan dapat diwujudkan pola pembangunan daerah yang terpadu dan efisien sehingga proses pembangunan secara keseluruhan dapat dilaksanakan secara lebih cepat.

133

2. Untuk dapat mewujudkan Tata Pemerintahan yang Partisipatif, Akuntabel dan Transparan maka arah pembangunan pada periode ini diprioritas dalam bentuk tetap melanjutkan kebijakan pembangunan pada periode sebelumnya, yaitu:

a. Membangun aparatur yang bersih, bebas dari korupsi, kolusi dan

nepotisme, peningkatan profesionalisme aparatur dengan mengkaji ulang berbagai indikator kecakapan dan kriteria penilaian penerimaan, mutasi dan promosi pegawai untuk menyesuaikan dengan perkembangan hukum, sosial, ekonomi dan politik;

b. Memantapkan pembangunan birokrasi yang memanfaatkan teknologi

informasi untuk meningkatkan koordinasi, sinergi antar unit, satuan-satuan kerja dan antara kabupaten atau kota, atau koordinasi dan sinergi secara vertikal antara nagari dengan kabupaten dan provinsi dengan tujuan akhir untuk meningkatkan pelayanan publik prima.

c. Memantapkan pelaksanaan peranserta masyarakat dalam proses

pembuatan kebijakan Pemerintah Daerah sebagai upaya untuk mewujudkan pemerintahan yang demokratis, transparan dan akuntabel.

d. Mengevaluasi kebijakan reorganisasi satuan kerja untuk mengetahui

dampak dari reorganisasi satuan-satuan kerja dan melakukan penyesuaian-penyesuaian dengan perkembangan atau kebijakan di tingkat nasional.

3. Untuk dapat mewujudkan Penegakan Hukum Yang Berkeadilan dan

Demokratis maka arah pembangunan pada RPJM ke 3 diprioritas pada: (a) Pemantapan sistem pemantauan dan pengelolaan kerawanan dan konflik-konflik sosial. (b) Melanjutkan pembangunan kapasitas kelembagaan Pemerintah dan masyarakat dalam penyelesaian sengketa. (c) Melanjutkan penyuluhan kesadaran dan kepatuhan hukum masyarakat dan penghargaan terhadap hak asasi manusia.

4. Dalam rangka mewujudkan Pelayanan Publik Yang Prima, pada periode

ini, perhatian perlu diarahkan pada peningkatan metode dan teknik yang digunakan oleh aparatur daerah dalam melakukan pelayan publik dengan menggunakan konsultan-konsultan ahli dalam bidang psikologi dan pelayanan publik. Sejalan dengan hal tersebut upaya untuk lebih memantapkan penyediaan dan pemanfaatan fasilitas teknologi infromasi

134

dan peraltan elektronik terkait lainnya juga terus dilanjutkan dan dikembangkan guna meningkatkan kualitas pelayanan publik.

5. Dalam upaya pemantapan otonomi daerah dan desentralisasi yang

makin efisien dan efektif, maka pada periode ini prioritas jatuh pada upaya menjamin agar tetap terlaksananya proses desentralisasi yang makin demokratis dan partisipatif, sehingga bangunan tata-pemerintahan yang baik semakin tampak berpihak kepada upaya penyejahteraan rakyat di daerah. Untuk itu perlu pula diupayakan mengembangkan prakarsa-prakrsa inovatif dalam rangka pencapaian visi dan misi Sumatera Barat 2025.

Pembangunan Sumberdaya Manusia 1. Guna dapat mewujudkan Kualitas Pendidikan Yang Tinggi dan Dilandasi

Moral Agama, maka pada periode RPJM ke-3 ini prioritas pembangunan diletakkan pada penyelesaian kompetensi masing-masing kabupaten sudah menyelenggarakan sistem pendidikan boarding yang terakreditasi. Institusi pendidikan sudah menyelenggarakan berstandar internasional.

2. Untuk dapat mewujudkan Derajat Kesehatan dan Gizi yang Tinggi, maka

pada periode RPJM ke-3 ini, tekanan upaya pembangunan diletakkan pada kelanjutan penyelesaian pembangunan kesehatan dasar, yakni dimana jenis penyakit utama sudah selesai diatasi. Pada saat bersamaan, kebijakan kelembagaan kesehatan ditujukan untuk memperkuat pelayanan rumah sakit dan unit kesehatan lainnya. Pada periode ini juga dilakukan persiapan yang menyeluruh untuk mempersiapkan Sumatera Barat memasuki era pelayanan kesehatan bertaraf internasional.

3. Dalam rangka mewujudkan Kemampuan IPTEKS Yang Maju dan Tepat

Guna, maka fokus upaya pembangunan pada periopde RPJM ke-3 ini diletakkan pada lanjutan pengembangan Sains-Park dengan melakukan identifikasi pekerjaan dan produk final dari IPTEKS yang seharusnya sudah mulai tersedia pada tahap ini. Pada saat bersamaan, manajemen implementasi IPTEKS dalam kerangka kerja Sains-park dilanjutkan dengan proses pembuatan prototype yang selaras dengan keperluan industri unggulan daerah. Dengan demikian, pada periode RPJM ke 3 ini, Sumatera Barat sudah mengimplementasikan hasil temuan IPTEKSnya untuk kepentingan masyarakat banyak.

135

Pembangunan Ekonomi 1. Dalam rangka mewujudkan kegiatan Pertanian Modern dan Agribisinis

Maju, maka pada periode RPJM ke-3 ini, upaya pembangunan lebih banyak diprioritaskan pada lanjutan pembangunan pertanian dengan pendekatan wilayah melalui pengembangan KSP, KIMBUN dan KAPET. Sejalan dengan kegiatan tersebut, dilanjutkan pula pula secara intensif penerapan teknologi tepat guna yang lebih maju dalam bidang budidaya dan pengolahan hasil guna meningkatan produktifitas petani. Penerapan teknologi tepat guna tersebut terutama diarahkan pada pengembangan komoditi unggulan masing-masing kabupaten. Untuk menopang perluasan kemapuan produksi tersebut maka upaya perluasan pasar dilakukan dengan sistematis.

2. Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah melalui subsektor

perikanan laut maka pada RPJM Tahap 3 ini dilakukan pemantapan regulasi usaha dan mengundang pelaku usaha baru untuk berinvestasi. Peraturan-peraturan yang diperlukan untuk mendukung perkembangan usaha disempurnakan.

3. Untuk dapat mewujudkan Kegiatan Jasa Yang Mampu Bersaing, maka

pada tahap RPJM ke-3 ini prioritas pembangunan diletakkan pada pengembangan penggunaan teknologi yang maju dan modern dalam kegiatan jasa, baik perdagangan, transportasi, pendidikan, kesehatan, dan jasa lainnya. Dalam kaitan ini penggunaan komputer dan teknologi informasi dalam kegiatan jasa ini sudah harus dapat terwujud secara baik dan menyeluruh. Sejalan dengan hal tersebut sudah harus dapat pula dilakukan perbaikan manajemen pengelolalan kegiatan jasa secara keseluruhan sehingga menjadi usaha menjadi lebih efisien dan berdaya saing tinggi.

4. Dalam rangka mewujudkan Sumatera Barat Sebagai Daerah Tujuan

Wisata Nasional dan Internasional, maka prioritas pembangunan pada periode RPJM ke-3 ini diletakkan pada upaya penggunaan teknologi yang lebih maju dan tepat guna untuk peningkatan produktifitas dan efisiensi usaha pariwisata. Perhatian utama perlu diarahkan pada terwujudnya penggunaan teknologi informasi dengan lebih baik agar Sumatera Barat sebagai daerah tujuan wisata internasional menjadi lebih dikenal dan populer. Sejalan dengan hal tersebut upaya untuk peningkatan kemampuan teknis tenaga pengelola pariwisata perlu juga sudah harus dapat diwujudkan pada periode ini guna dapat mewujudkan

136

pengeolaan usaha pariwisata secara lebih profesional dan memenuhi standard internasional.

5. Guna dapat mewujudkan Sumatera Barat sebagai Pusat Pertumbuhan

dan Pintu Gerbang Pantai Sumatera Bagian Barat, maka prioritas pembangunan pada periode RPJM Ke-3 ini diletakkan pada terwujudnya peningkatan penggunaan teknologi maju dan tepat guna dalam rangka peningkatan produktifitas dan efisiensi usaha. Perhatian utama perlu diletakkan pada pengembangan fasilitas muat bongkar pelabuhan Teluk Bayur dengan menggunakan teknologi lebih canggih serta pembangunan dok kapal dengan menggunakan teknologi maju sesuai dengan standard internasional. Disamping itu, perlu pula diwujudkan perbaikan terus-menerus terhadap manajemen Pelabuhan Teluk Bayur agar pengelolaan pelabuhan teluk bayur dan BIM sudah akan dapat dilakukan sesuai dengan standard yang dituntut oleh dunia internasional.

Pembangunan Tata-Ruang dan Lingkungan Hidup 1. Dalam rangka mewujudkan pelaksanaan Tata-Ruang Yang Baik dan

Dilaksanakan Secara Konsekuen, maka pada RPJM periode ke-3 ini tekanan diberikan pada terlaksananya program penataan ruang wilayah yang semakin mantap. Daerah yang telah menjalani separoh dari waktu rencana tata ruang wilayahnya, didorong untuk melakukan peninjauan (revisi) terhadap dokumen RTRWnya guna mengantisipasi perubahan yang terjadi di lapangan, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Rencana Induk sektoral yang sudah habis masa berlakunya, dilakukan pula penyusunan untuk periode berikutnya. Pengawasan penggunaan lahan sesuai peruntukannya tetap dilakukan secara cermat. Pemberian sanksi bagi pelanggar dan reward bagi pengguna lahan sesuai ketentuan diteruskan secara konsisten. Penyusunan dokumen secara lebih teknis tetap dilakukan oleh Kabupaten dan Kota sesuai dengan kebutuhan dan program pembangunan masing-masing daerah.

2. Untuk dapat mempertahankan Kawasan Konservasi Alam yang telah

ditetapkan, perlu diupayakan terlaksananya pengembangkan potensi flora dan fauna yang ada di dalamnya. Jika terdapat spesies langka di dalam kawasan tersebut, perlu pula dilakukan penangkaran untuk menambah jumlah populasinya. Dengan cara demikian keragaman flora dan fauna pada kawasan konservasi akan dapat dikembangkan.

137

3. Dalam rangka mewujudkan Tata Kelola Lingkungan Yang Baik, maka

fokus pembangunan pada RPJM ke-3 ini adalah pada terlaksananya pengawasan terhadap pencemaran air dan udara makin ditingkatkan. Pengendalian dilakukan dengan memberikan sanksi bagi industri yang mencemarkan air dan udara. Uji emisi gas buang kendaraan bermotor ditingkatkan. Kampanye Indonesia yang hijau digalakkan. Ekstensifikasi dan intensifikasi lahan kristis dilanjutkan dengan diversifikasi tanaman, sehingga jenisnya makin beragam. Pengayaan unsur hara juga dilakukan untuk rehabilitasi lahan kritis secara kimiawi. Pengawasan penggunaan lahan kritis secara liar oleh masyarakat semakin diintensifkan. Sejalan dengan hal tersebut, sistim tanggap darurat perlu pula diintensifkan pelaksanaannya dengan melibatkan masyarakat. Simulasi menghadapi bencana pada lokasi rawan bencana dilaksanakan secara bertahap. Pada tahap ini, sarana dan prasarana makin dilengkapi, demikian juga kemampuan personalia aparatur terkait.

4. Guna dapat mewujudkan Masyarajat Sadar Lingkungan, prioritas pada

periode RPJM ke-3 ini adalah pada upaya untuk terus melajutkan kegiatan pendidikan dan penyuluhan masyarakat tentang sadar lingkungan untuk seluruh lapisan masyarakat. Sejalan dengan hal tersebut, dilakukan pula peningkatan kualitas sistem tanggap darurat untuk mengatasi dan menanggulangi dampak negatif bencana alam dengan menggunakan peralatan teknologi yang lebih maju dan modern.

5.2.4. RPJM ke-4 (2021-2025) Umum Berlandaskan kemajuan pelaksanaan dan pencapaian dari RPJM ke 3 maka pada periode RPJM ke 4 ditekankan pada upaya untuk terwujudnya kondisi Sumatera Barat Barat yang maju dan agamais sesuai dengan visi yang telah ditetapkan terdahulu. Dengan telah semakin mantapnya pembangunan sosial dan ekonomi masyarakat khususnya sektor pertanian, jasa dan pariwisata, maka daya beli masyarakat akan semakin besar dan keadaan ini meningkatkan permintaan terhadap produk barang dan jasa baik yang diproduksi di Sumatera Barat maupun dari luar Provinsi. Pada periode ini kegiatan usaha tersebut sudah dapat dilakukan secara maju modern dan mampu bersaing di dunia global. Dengan semakin besarnya daya beli masyarakat, maka sektor ekonomi lainnya juga akan semakin berkembang.

138

Sejalan dengan hal tersebut, kegiatan investasi akan semakin meningkat. Sejalan dengan kemajuan tersebut, pembangunan dibidang agama dan budaya sudah pula semakin mantap sehingga terwujud tata kehidupan yang lebih baik dan harmonis. Sedangkan dibidang sumberdaya manusia dan IPTEKS telah tercapai pula kemajuan yang cukup pesat sehingga terwujud kualitas SDM yang tinggi dan produktif serta berkembangnya kegiatan IPTEKS yang dapat mendorong kemajuan teknologi dan penciptaan produk-produk baru yang dapat dipasarkan. Disamping itu, kualitas lingkungan hidup juga sudah semakin baik dan pengelolaan sumberdaya alam juga sudah dapat dilakukan secara berkelanjutan (sustainable). Dengan demikian, pada akhir periode ini, visi untuk mewujudkan Sumatera Barat maju yang agamais sudah harus dapat terlaksana dengan baik Pembangunan Agama dan Budaya 1. Dalam rangka mewujudkan Tata Kehidupan Masyarakat yang Agamais

dan Berbudaya, pada tahap terakhir ini tekanan pembangunan diberikan pada peningkatan pemahaman keagamaan secara simultan terus dilakukan, baik terhadap ibu-ibu rumah tangga, tokoh masyarakat sebagai pendidik non formal dan guru-guru sebagai pendidik formal. Disamping itu, prasarana teknologi informasi perlu pula disediakan pada pusat-pusat kegiatan masyarakat. Nuansa keagamaan juga terwujud secara fisik (bangunan) seperti gapura dan bangunan lainnya pada setiap batas Provinsi, Kota, Kabupaten bahkan sampai keNagari.

2. Untuk dapat mewujudkan Sumatera Barat Sebagai Pusat Pendidikan

Bernuansa Islam, pada RPJM tahap terakhir ini diharapkan sudah dapat di wujudkan model sekolah dengan penggemblengan keagaman yang intensif terutama moral, minimal disetiap kabupaten dan Kota. Pesantren yang terdapat diberbagai Kabupaten dan Kota sudah tertata dengan manajemen yang baik kurikulum yang mampu menciptakan kecerdasan dan keterampilan bagi lulusannya.

3. Dalam rangka mewujudkan Kesalehan Sosial dan Pengembangan

Kelembagaannya, pada RPJM tahap terakhir ini diharapkan sudah dapat direalisasikan wadah tunggal pengelolaan dana kedermawan umat pada tingkat Provinsi. Dana tersebut nantinya dimanfaatkan untuk mengurangi pengangguran dan kemiskinan dan pengembangan kegiatan ekonomi masyarakat serta institusi keagamaan sesuai ketentuan syari'ah.

139

4. Pada Tahap RPJM ke-4 ini diharapkan pengelolaan tanah ulayat sudah dapat terlaksana sesuai dengan Perda yang telah ditetapkan dan tidak terdapat lagi konflik-konflik sosial yang terjadi akibat pelaksanaan sistem tersebut. Dengan demikian, para pemakai tanah baik investor maupun sub-ordinat dari masyarakat adat itu sendiri sudah tidak lagi enggan menanamkan modalnya di Sumatera Barat karena kepastian hukum dalam pemanfaatan tanah ulayat sudah dapat diwujudkan. Namun jika masih terjadi konflik-konflik yang belum terselesaikan dengan baik, maka dipersiapkan Kerapat Adat ataupun Lembaga Kerapatan Adat untuk dapat bertindak sebagai Lembaga Arbitrase yang telah di legalkan dalam PERDA tanah ulayat.

5. Pada tahap terakhir ini kehidupan sosial yang harmonis dalam suasana

multikultur direncanakan telah terwujud dengan baik. Realitas multikultur dijadikan modal sosial bagi kekuatan pembangunan daerah. Dalam tata kehidupan, realitas multikultural telah dianggap alamiah dan wajar dalam pola pikir dan perilaku masyarakat Sumatera Barat. Penekanan pada tahap ini adalah penguatan dan pemanfaatan keanekaragaman sosial budaya melalui berbagai ruang gerak pembangunan. Akses dan pemerataan modal sosial yang multikural telah menjadi pola kebijakan yang inheren dalam pembangunan daerah. Di tengah masyarakat telah terbias model pembangunan dan pengembangan jati diri berdasarkan kebanggaan akan multikultural. Hal ini akan dikuru dari sikap, pola pikir, perilaku dan penggunaan simbol masyarakat. Pada tahap ini tidak ada lagi perbedaan persepsi tentang keanekargaman, kecuali membangun kesadaran yang sama bahwa perbedaan adalah kekuatan sosial dari pembangunan, dan bukan penghalang bagi persatuan daerah.

6. Agar terwujudnya sistem pengelolaan tanah ulayat yang berimbang pada

tahap IV RPJM ini diperlukan upaya pelestarian tanah ulayat dengan membangun pola kemitraan antara tiga unsur utama, yaitu pemerintah daerah, masyarakat adat dan stakeholders. Pola ini dapat diwujudkan apabila ketiga unsur ini dapat menjaga komitmen di dalam upaya mempertahankan tanah ulayat sebagai bagian dari pelestarian budaya Minangkabau.

140

Pembangunan Hukum dan Pemerintahan Pada periode RPJM ke-4 ini, upaya pembangunan tata-pemerintahan dan hukum pada dasarnya melanjutkan berbagai kebijakan dan progam yang telah dilakukan pada periode-periode sebelumnya dengan memberikan prioritas pada pemantapan sinkronisasi dan penguatan ketiga unsur pelaku pembangunan (Pemerintah Daerah, dunia usaha dan masyarakat ) dalam rangka pencapaian visi dan misi Sumatera Barat 2025. Dalam periode RPJM ke-4 ini: 1. Unsur pemerintahan daerah makin didorong untuk memperkuat basis

pengetahuan dan kinerja aparatur yang makin profesional dengan pemanfaatan lebih lanjut teknologi informasi dalam jaringan birokrasi, di samping pembinaan kesadaran moral dan loyalitas aparatur pemerintah/ pegawai negeri yang amanah (bersih dan berwibawa) di mata masyarakat. Pada tahap ini sudah harus terbangun kebijakan dan pemantapan koordinasi jejaring dan kerja sama antar-pemerintah Nasional, Provinsi, Kabupaten dan Kota di satu pihak dan unsur dunia usaha dan masyarakat warga di lain pihak.

2. Unsur dunia usaha swasta terus menerus diarahkan untuk meningkatkan

kemandirian dan daya saing dalam skala lokal, nasional dan global guna memberikan kontribusi yang signifikan dalam penguatan tata-pemerintahan yang baik pada umumnya dan penguatan basis ekonomi rakyat khususnya.

3. Unsur masyarakat warga makin didorong untuk makin pro-aktif

berpartisipasi dalam proses pembangunan, termasuk dalam pengawasan dalam penyelenggaraan pemerintahan atas kesadaran hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Juga pada tahap ini, diupayakan agar keterlibatan yang makin luas dari anggota masyarakat dalam mendorong penegakan hukum yang berkeadilan dan demokratis sebagai cerminan kesadaran hukum masyarakat, di samping peningkatan rasa tanggung jawab bersama sebagai warga negara yang baik dan sejahtera.

141

Pembangunan Sumberdaya Manusia 1. Pada periode RPJM ke-4 ini segala institusi penyelenggara pendidikan

sudah terakreditasi, dan masing-masing daerah memiliki penyelenggara pendidikan ranking nasional. Sejalan dengan hal tersebut Provinsi Sumatera Barat menjadi salah satu daerah pendidikan yang terkenal di Sumatera dimana kegiatan jasa pendidikan telah dikelola secara profesional.

2. Demikian juga pada pelayanan rumah sakit, dimana standar pelayanan

internasional sudah dapat diterapkan secara menyeluruh yang terlihat dari terakreditasinya lembaga-lembagan kesehatan daerah secara internasional. Kondisi tersebut menyebabkan Sumatera Barat pada tahap ini sudah akan dapat diwujudkan menjadi salah satu pusat jasa perdagangan, angkutan, pendidikan dan kesehatan yang berkualitas dan berdaya saing tinggi untuk wilayah Sumatera yang dikelola secara profesional.

3. Tahap ini Sains-Park diharapkan sudah akan dapat menerapkan IPTEKS

yang menghasilkan perbaikan teknologi terhadap kegiatan yang telah ada serta menghasilkan produk-produk baru yang dapat mendorong kegiatan produksi secara produktif dan efisien dan dapat bersaing di dunia global.

Pembangunan Ekonomi 1. Dalam rangka mewujudkan kegiatan Pertanian Modern dan Agribisinis

Maju, maka pada periode RPJM ke-4 ini, upaya pembangunan lebih banyak diprioritaskan pada lanjutan pembangunan kawasan sentra produksi dan agroindustri dengan penerapan teknologi pertanian dan pengolahan hasil yang lebih maju. Pembangunan pertanian dengan pendekatan wilayah melalui pengembangan KSP, KIMBUN dan KAPET diharapkan sudah dapat berjalan dengan baik sehingga pengelolaan kegiatan pertanian dan agribisnis sudah menjadi sangat produktif dan efisien sehingga pendapatan petani sudah semakin tinggi. Pada periode RPJM ke-4 ini diharapkan sebagian besar hasil pertanian, baik untuk konsumsi dalam negeri maupun ekspor sudah dalam bentuk produk hasil olahan atau penangan pasca panen yang diperlukan sebelum dipasarkan.

142

2. Untuk menunjang pertumbuhan ekonomi daerah melalui subsektor perikanan laut maka pada RPJM Tahap 4 ini dilanjutkan upaya-upaya pemantapan tumbuhnya usaha dan bisnis penangkapan dan budidaya ikan laut yang bernilai ekonomi tinggi dan dapat dipasarkan ke luar negeri.

3. Untuk dapat mewujudkan Kegiatan Jasa Yang Efisien dan Mampu

Bersaing, maka pada tahap RPJM ke-4 ini diharapkan sudah akan dapat diwujudkan penggunaan teknologi tinggi dan modern dalam kegiatan perdagangan dan jasa, termasuk jasa transportasi, pendidikan dan pelayanan kesehatan. Dalam kaitan ini, penggunaan komputer dan teknologi informasi dalam kegiatan perdagangan dan jasa, diharapkan sudah akan semakin maju dan digunakan secara menyeluruh dikalangan pengusaha. Dengan demikian, diharapkan kegiatan jasa yang meliputi perdagangan, transportasi, pendidikan, kesehatan dan jasa lainnya sudah menjadi semakin produktif, efisiensi dan mempunyai daya saing tinggi di dunia global.

4. Guna dapat mewujudkan Sumatera Barat Sebagai Daerah Tujuan

Wisata Nasional dan Internasional, maka prioritas pembangunan periode RPJM ke-4 ini diletakkan pada lanjutan penggunaan teknologi yang lebih maju dan tepat untuk peningkatan produktifitas dan efisiensi usaha pariwisata. Pada tahap ini penggunaan teknologi informasi dalam kegiatan pariwisata sudah akan semakin maju dan diterapkan secara menyeluruh. Sejalan dengan hal tersebut kemampuan teknis tenaga pengelola pariwisata juga perlu terus dikembangkan dan ditingkatkan guna dapat mewujudkan tenaga yang profesional dan berkualitas sesuai dengan standard internasional. Dengan demikian, diharapkan pada RPJM ke-4 ini Sumatera Barat benar-benar sudah menjadi daerah tujuan wisata nasional dan internasional yang terlihat dari jumlah wisatawan yang cukup tinggi dengan lama tinggal berkisar antara 4-6 hari.

5. Dalam rangka mewujudkan Sumatera Barat sebagai Pusat Pertumbuhan

dan Pintu Gerbang Pantai Barat Sumatera, maka prioroitas pembangunan pada RPJM Ke-4 ini diletakkan pada lanjutan peningkatan penggunaan teknologi maju dan tepat guna dalam rangka peningkatan produktifitas dan efisiensi usaha perdagangan, transportasi dan jasa lainnya. Pada RPJM ke-4 ini diharapkan Pelabuhan Teluk Bayur dan BIM sudah menjadi pintu gerbang utama untuk kegiatan perdagangan dan pariwisata dari dan menuju Pantai Barat Pulau Sumatera. Sedangkan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi wilayah pantai Barat Sumatera,

143

kota Padang diharapkan sudah dapat dikembangkan sebagai pusat industri pengolahan hasil pertanian (agro-industri), perikanan laut, pariwisata, jasa pendidikan dan kesehatan dan jasa umum lainnya.

Pembangunan Bidang Tata-Ruang dan Lingkungan Hidup 1. Dalam rangka mewujudkan pelaksanaan Tata-Ruang Yang Baik dan

Dilaksanakan Secara Konsekuen, maka pada RPJM periode ke-4 ini seluruh kabupaten dan kota se Sumatera Barat sudah harus mempunyai dokumen RTRW dan telah melakukan revisi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pelaksanaan pembangunan diharapkan sudah semakin mengikuti RTRW yang ada. Sedangkan pengawasan dan pengendalian makin baik sehingga pelaksanaan pembangunan semakin tertib dalam memanfaatkan ruang yang tersedia. Fasilitas Umum dan Fasilitas Sosial yang menjadi tanggungjawab Pemerintah Daerah dan masyarakat direalisasikan sehingga terwujud kondisi daerah dengan ruang yang apik dan teratur. Aktifitas pembangunan akan berjalan dengan tertib dan lancar karena tidak terjadi tumpang tindih pemanfaatan lahan. Penegakan hukum terhadap tata ruang makin konsisten dan sistem sanksi dan reward tetap dikembangkan.

2. Untuk dapat Mempertahankan Kawasan Konservasi Alam yang telah

ditetapkan, pada RPJM ke-4 ini perlu terus diupayakan terwujudnya pengembangkan potensi flora dan fauna yang ada di dalam kawasan tersebut. Upaya ini sangat penting artinya untuk dapat memperbanyak keragaman flora dan fauna pada kawasan konservasi. Sejalan dengan kegiatan tersebut, perlindungan terhadap kawasan konservasi yang telah ditatapkan perlu dilakukan secara lebih intensif, sehingga tercipta suatu kawasan yang asri dan hijau dengan ekosistem yang terjaga baik. Hal ini tidak saja penting bagi peningkatan kualitas hidup daerah Sumatera Barat, tetapi juga baik untuk kepentingan internasional, mengingat Sumatera Barat merupakan salah satu paru-paru dunia.

3. Dalam rangka mewujudkan Tata Kelola Lingkungan Yang Baik, maka

fokus pembangunan pada RPJM ke-4 upaya untuk pengendalian kualitas lingkungan hidup terus dilakukan dan ditingkatkan. Sejalan dengan upaya tersebut, pengendalian terhadap kualitas air dan udara makin ditingkatkan, karena intensitas pembangunan semakin meningkat. Disamping itu pemantapan pemulihan lahan kritis dioptimalkan melalui diversifikasi tanaman untuk mengembalikan kondisi lahan secara alami dan kimiawi. Pada tahap ini sarana dan prasarana untuk melakukan

144

pengelolaan lingkungan hidup yang baik sudah terwujud dan dilengkapi dengan peralatan yang lebih mutakhir. Sedangkan sistem penanganan bencana alam dievaluasi untuk kemudian dilakukan penyempurnaan lebih lanjut untuk meningkatkan efektifitasnya. Disamping itu, jumlah dan kualitas aparatur yang bertugas untuk penangulangan bencana alam tersebut sudah semakin banyak dengan kualitas dan keterampilan yang lebih baik.

4. Dalam rangka mewujudkan Masyarakat Sadar Lingkungan, pada periode

RPJM ke-4 ini, upaya untuk melakukan penyuluhan masyarakat tentang sadar lingkungan terus dilakukan dan ditingkatkan untuk seluruh lapisan masyarakat. Pada periode RPJM ke-4 ini diharapkan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan yang sudah baik dan pola penyuluhan disesuaikan dengan situasi dan kondisi masyarakat yang sudah sadar lingkungan. Hal ini merupakan salah satu unsur penting untuk dapat mewujudkan kualitas lingkungan yang baik sehingga terwujud masyarakat yang sejahtera.

Untuk dapat memberikan gambaran lebih rinci, sistematis tapi ringkas bagi para pelaku pembangunan daerah dan unsur lain yang berkepentingan, maka Tabel 10 berikut ini digambarkan Matrik Arah dan Pentahapan Pembangunan Jangka Panjang Provinsi Sumatera Barat 2005-2025. Melalui matriks ini dapat dilihat uraian konkrit dan rinci tentang pentahapan pembangunan untuk masing-masing periode pembangunan lima tahunan (RPJM) dari setiap arah pembangunan jangka panjang daerah.

145

Tabel 10. Matrik Arah dan Pentahapan Pembangunan Provinsi Sumatera Barat 2005-2025

No. Arah Pembangunan

Jangka Panjang Daerah

RPJM Ke-1

(2005-2010)

RPJM Ke-2

(2011-2015)

RPJM Ke-3

(2016-1020

RPJM Ke-4

(2021-2025)

A. Pembangunan Agama dan Budaya

1. Terlaksananya Tata kehidupan Masyarakat Yang Agamais dan Budaya

Terlaksananya pencerahan pemahaman agama dan adat kepada para tokoh dan pemuka masyarakat.

Terlaksananya pencerahan agama dan adat untuk mubaligh dan tokoh agama

Terlaksananya pencerahan agama dan adat untuk masyarakat umum

Terwujudnya tata kehidupan masyarakat yang agamais dan berbudaya

Semakin lengkapnya jumlah sarana peribadatan

Semakin meningkatnya kualitas kualitas sarana peribadatan

Semakin meningkatnya kualitas sarana peribadatan

Semakin meningkatnya kualitas sarana peribadatan

2. Berkembangnya Sumatera Barat Sebagai Pusat Pendidikan Yang Islami

Terlaksananya revitalisasi terhadap lembaga pendidikan agama, terutama pasantren

Terbangunnya sekolah Berasrama (Boarding School) pada setiap kabupaten dan kota

Meningkatnya Jumlah dan kualitas sekolah berasrama (Boarding School)

Terwujudnya pola pendidikan dengan pengemblengan agama intensif secara menyeluruh

Terdapatnya landasan kuat bagi pendidikan bernuasa agama

Terdapatnya manajemen sekolah bernuansa Islam

Terwujudnya kualitas manajemen sekolah bernuansa Islam

Terwujudnya kualitas manajemen sekolah bernuansa Islam

3. Terwujudnya Kesalehan Sosial Berserta Kelembagaannya

Semakin optimalnya pengumpulan dan pemanfaatan, zakat, infak dan sadakah.

Meningkatnya pemahaman masyarakat tentang kesalehan sosial

Terbangunnya wadah tunggal pengelola zakat, wakaf dan infak

Terwujudnya pengelolaan dana zakat, infak dan wakaf secara profesional

146

No. Arah Pembangunan

Jangka Panjang Daerah RPJM Ke-1

(2005-2010) RPJM Ke-2

(2011-2015) RPJM Ke-3 (2016-1020

RPJM Ke-4 (2021-2025)

Terlaksananya penerapan sistem perbankan syariah

Semakin mantapnya penerapan sistem perbankan syariah.

Terlaksananya penerapan Sistem Ekonomi Islam

Semakin mantapnya pelaksanaan Sistem Ekonomi Islam.

4. Terwujudnya sistem pengelolaan tanah ulayat Dengan Kepastian Hukum

Terlaksananya inventarisasi dan konsolidasi pemilik ulayat

Terlaksanannya kesepakatan KAN seluruh kabupaten dan kota tentang sistem peman-faatan tanah ulayat

Terlaksananya pemanfaatan yang berlandaskan sistem yang telah diatur dalam Perda Tanah Ulayat

Terlaksananya advokasi hukum atas persengketaan tanah ulayat jika tidak ditemukan kompromi secara kekeluargaan.

Terlaksananya pemetaan tanah ulayat berikut pemiliknya

Tersusunnya Perda Tanah Ulayat yang disepakati oleh KAN dan Lembaga Kerapatan Adat.

Terlaksananya Pengamanan atas pemanfaatan tanah ulatat.

Terwujudnya pengelolaan tanah ulayat dengan kepastian hukum.

5. Terciptanya Kehidupan Sosial yang Harmonis dalam Susana Multikultur

Terlaksananya pendataan penduduk menurut etnis

Terlaksananya Penyuluhan budaya multikultur

Terdapatnya sistem dampak gejolak sosial

Terwujudnya kerukunan sosial multukultur

Terlaksananya Pengkajian budaya dan tingkah laku etnis penduduk daerah

Terlaksananaya Kampanye dan pelaksanaan kerukunan sosial

Terwujudnya komunikasi intensif antar etnis

Terwujudnya komunikasi intensif antar etnis

B. Pembangunan Hukum dan Pemerintahan

1. Terbangunnya Sinergitas Antara pelaku Pembangunan

Terlaksananya keterpaduan program dan kegiatan antara SKPD yang telah ada.

Meningkatnya koordinasi pengelolaan program antar SKPD

Mantapnya koordinasi pelaksana an program SKPD

Terwujudnya sinergitas antara pelaku pembangunan daerah

147

No. Arah Pembangunan

Jangka Panjang Daerah RPJM Ke-1

(2005-2010) RPJM Ke-2

(2011-2015) RPJM Ke-3 (2016-1020

RPJM Ke-4 (2021-2025)

Terbangunnya pola kerjasama yang baik antar kabupaten dan Kota.

Terwujudnya tata-kelola kerjasama antar kabupaten dan kota

Terwujudnya sinergi pembangunan antar SKPD serta kabupaten dan kota

Terwujudnya sinergi pembangunan antar SKPD serta kabupaten dan kota

2. Terwujudnya tata pemerintahan Yang Baik, Partisipatif, transparan dan Akuntabel

Terlaksananya pengembangan karir aparatur daerah dengan sistem merit

Mantapnya sistem pengem bangan karir aparatur dengan sistem merit

Terbangunnya aparatur yang bersih dan bebas KKN

Terwujudnya tata pemerintahan yang partisipatif, transparan dan akuntabel

Terlaksananya reorganisasi birokrasi daerah sesuai kebijakan nasional

Terwujudnya kualitas aparatur yang lebih profesional

Memantapkan penerapan Teknologi Informasi dalam sistem birokrasi

Memantapkan penerapan Teknologi Informasi dalam sistem birokrasi

Terlaksananya keterpaduan antara perancanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan

Terwujudnya sistem perencanaan dan penganggaran partisipatif

Memantapkan peran serta masyarakat dalam perumusan kebijakan

Memantapkan peran serta masyarakat dalam perumusan kebijakan

3. Mewujudkan Penegakan Hukum Yang berkeadilan dan Demokratis

Terlaksananya pembaharuan produk-produk hukum guna menyesuaikan dengan kondisi masyarakat dan pembangunan

Melakukan pembangunan struktur dan kelembagaan hukum daerah

Memantapkan sistem pemantau kerawanan konflik politik

Terwujudnya penegakan hukum yang berkeadilan dan demokratis

Terdapatnya transformasi budaya Minangkabau ke dalam produk hukum daerah

Melakukan pendidikan dasar hukum bagi funsionaris adat

Meningkatakan kapasitas lembaga penyelesaian sengketa adat

Pemantapan penguatan kapasitas lembaga penyelesaian sengketa adat

148

No. Arah Pembangunan

Jangka Panjang Daerah RPJM Ke-1

(2005-2010) RPJM Ke-2

(2011-2015) RPJM Ke-3 (2016-1020

RPJM Ke-4 (2021-2025)

Terbangunnya kapasitas kelembagaan hukum Pemerintah Daerah

Pemantapan sistem pemantauan konflik sosial dan kerawanan politik

Melaksanakan penyuluhan hukum dan hak azasi manusia

Pembangunan kesadaran hukum masyarakat

Terbangunnya kapasitas kelembagaan sosial dan adat.

Melanjutkan penyuluhan sadar hukum

Penguatan kelembagaan sosial dan adat

Pembangunan kesadaran hukum masyarakat

Terlaksananya sistem pamantauan konflik sosial

Pemantapan pelaksanaan sistem pemantauan konflik

Pembangunan kesadaran hukum masyarakat

Pembangunan kesadaran hukum masyarakat

4. Mewujudkan aparatur yang Bersih dan Berwibawa

terlaksananya perbaikan manajemen kepegawaian terutama rekruitmen, promosi, mutasi lewat sistem karier

Penataan komptensi SDM aparatur sesuai dengan kebutuhan

Melanjutkan pembenahan manajemen pegawai sebelumnya

Tertatanya manajemen kepegawaian yang profesional

Meningkatnya kualitas dan standar penyeleng-garaan diklat pegawai

Meningkatkan kesejahteraan aparatur melalui sistem penggajian pegawai

Pendayagunaan aparatur yang makin efesien dan efektif

erdapatnya aparatur yang handal dan bertanggung jawab

Terlaksanaannya penataan struktur organisasi tata kerja pemerintahan daerah.

Penyempurnaan SOTK yang efektif, ramping dan berorientasi pada kebutuhan pelayanan

Pemantapan kinerja SOTK dalam setiap lini birolrasi Pemda

Terlaksananya suatu sistem birokrasi yang berorientasi prstasi dan non- paternalistik

Penataan dan penge-lolaan dokumen/arsip daerah.

Terbangunnya suat u sistem data-base yang lengkap dan mudash diakses

Pemanfaatan sistem data base untuk tujuan internal dan ekstenral birokrasi

Akuntabilitas dan kredibilitas data untuk internal dan penelitian

149

No. Arah Pembangunan

Jangka Panjang Daerah RPJM Ke-1

(2005-2010) RPJM Ke-2

(2011-2015) RPJM Ke-3 (2016-1020

RPJM Ke-4 (2021-2025)

C Pembangunan Ekonomi

1. Terlaksananya Usaha Pertanian Modern dan Agribisnis Maju

Terlaksananya secara penuh penyuluhan dan bimbingan teknis untuk usaha pertanian rakyat. secara merata.

Meningkatnya kualitas SDM pelaku usaha pertanian rakyat melalui penyuluhan dan bimbingan teknis.

Diterapkannya teknologi pertanian tepat guna pada 190 nagari/desa dengan didukung oleh 76 Balai Alih Teknologi Pertanian.

Diterapkannya teknologi pertanian rakyat tepat guna pada 250 nagari/desa dengan didukung oleh BATP sehingga tercapainya usaha pertanian rakyat modern.

Terkembangkannya 19 Balai Alih Teknologi Pertanian (BATP/Agro-Techno Park).

Terkembangkannya 38 Balai Alih Teknologi Pertanian (BATP/Agro-Techno Park).

Terbangunnya 190 KSP, 76 KIMBUN, dan 38 KAPET dan 10 Agrocity.

Meningkatnya pengembangan kawasan yang terintegrasi

Terbangunnya 38 kawasan sentra produksi (KSP) komoditi unggulan yang tersebar merata pada 19 kabupaten/kota di Sumbar.

Terbangunnya 76 KSP, 38 KIMBUN, 19 KAPET dan 5 Agro-city. Terbangunnya 1 Science/ Techno Park untuk mendukung pengembangan produk-produk inovatif.

Meningkatkan peran Science/Technopark dlm pengembangan produk inovatif .

Terbangunnya 250 KSP, 95 KIMBUN dan pemantapan KAPET yang dan Agrocity yang susah ada dan pembangunan baru dimana layak.

2. Termanfaatkannya potensi pertumbuhan ekonomi dari subsektor perikanan laut.

Terbangunnya prasarana dan sarana penangkapan, pendaratan dan pendukung operasional penangkapan.

Terselesaikannya prasarana dan sarana penangkapan, pendaratan dan pendukung operasional penangkapan.

Terkembangkannya kelembagaan usaha/bisnis penangkapan dan budidaya ikan laut dengan pola kemitraan pemerintah dan swasta dan intensifikasi penangkapan dan budidaya.

Termantapkannya regulasi usaha dan bertambahnya perusahaan yang aktif dalam usaha penagkapan dan budidaya perinkanan laut.

150

No. Arah Pembangunan

Jangka Panjang Daerah RPJM Ke-1

(2005-2010) RPJM Ke-2

(2011-2015) RPJM Ke-3 (2016-1020

RPJM Ke-4 (2021-2025)

Dihasilkannya SDM yg handal utk mendukung usaha penagkapan dan budidaya ikan laut.

Berlanjutnya proses menghasilakan SDM yg handal utk mendukung usaha penagkapan dan budidaya ikan laut. Terkembangkannya kelembagaan usaha bisnis penangkapan dan budidaya ikan laut dengan pola

kemitraan.

Dihasilkannya SDM yang handal untuk mendukung usaha penangkapan dan budidaya ikan laut

Meningkatnya hasil tangkapan dan budidaya perikanan

2. Tercapainya Kegiatan Perdagangan dan Jasa Yang Mampu Bersaing

Semakin berkembangnya manajemen usaha bisnis jasa yang telah ada

Meningkatnya kemam-puan kewirausahaan yang bersifat profesional.

Terwujudnya kemampuan penggunaan teknologi Informasi Yang Tinggi

Terlaksanaanya usaha perdagangan dan jasa yang mampu bersaing di dunia global.

Terlaksananya Penataan lokasi Pasar dan pembangunan fasilitas terkait.

Terwujudnya kegiatan UMKM dan Koperasi yang profesional

Terwujudnya manajemen usaha jasa modern dan profesional

3. Terlaksananya Sumatera Barat Sebagai Daerah Tujuan Wisata Nasional dan Internasional

Terwujudnya masya-rakat sadar wisata melalui penyuluhan intensif.

Terlaksananya pemugaran dan pengembangan objek-objek wisata utama

Terwujudnya penggunaan teknologi maju dalam pengelo-laan pariwisata

Terwujudnya Sumatera Barat sebagai daerah Tujuan utama wisata.

Terbangunnya pusat informasi wisata lengkap dengan fasilitas teknologi informasi

Terdapatnya kualitas prasarana dan sarana perhubungan menuju objek wisata

Terwujudnya peningkatan kualitas tenaga pamandu dan pengelola wisata

151

No. Arah Pembangunan

Jangka Panjang Daerah RPJM Ke-1

(2005-2010) RPJM Ke-2

(2011-2015) RPJM Ke-3 (2016-1020

RPJM Ke-4 (2021-2025)

4. Terwujudnya Sumatera Barat Sebagai Pusat Pertumbuhan dan Pintu Gerbang Pantai Barat Sumatera

Terlaksananya perluasan dermaga Pelabuhan Teluk Bayur dan fasilitas pendudkungnya

Terdapatnya fasilitas pendukung pelabuhan Teluk Bayur yang memenuhi standard

Terdapatnya Teknologi muat bongkar Modern pada pelabuhan Teluk Bayur

Terwujudnya Sumatera Barat sebagai pusat pertumbuhan dan pintu gerbang Pantai Barat Sumatera

Terdapatnya kualitas jalan raya dan sarana perhubungan menuju Pelabuhan Teluk Bayur

Terdapatnya kualitas SDM pengelola pelabuhan Teluk Bayur dan BIM yang profesional

Terbangunnya dok kapal samudra menggunakan teknologi modern

Terlaksananya pengembangan Padang Industrial Park (PIP)

Terlaksananya Perpanjangan landasan pacu BIM dan fasilitas bandara terkait

Terdapatmnya fasilitas terminal penumpang Bandara BIM yang modern dengan standard internasional

D. Pembangunan SDA dan Lingkungan Hidup

1 Perbaikan sistem pengelolaan sumberdaya alam

Penelitian/pengkajian dan pengembangan model pengelolaan pada 6 DAS dan implementasi pada sekurangnya 1 DAS

Implementasi pada 3 DAS dan pemantapan pada DAS yang sudah dilaksanakan

Implementasi pada 2 DAS dan pemantapan pada beberapa DAS yang sudah dilaksanakan

Pemantapan dan penguatan pengelolaan pada 6 DAS

2 Perlindungan dan konservasi sumberdaya alam dan penanganan pencemaran sumberdaya alam (perdesaan dan perkotaan)

Pelaksanaan kajian untuk pemantapan pengelolaan kawasan konservasi dan lindung dengan melibatkan masyarakat nagari setempat (dengan prinsip co management ) dan penanganan pencemaran

Peningkatan pengelolaan pada kawasan konservasi/lindung dan agroforestry berbasis nagari pada kawasan dan nagari prioritas dalam konteks ekowisata

Peningkatan jumlah kawasan lindung yang ditingkatkan pengelolaannya dan nagari yang melaksanakan agroforestri serta pemantapan pengelolaan pada kawasan yang sudah dilaksanakan sebelumnya

Peningkatan jumlah kawasan lindung yang ditingkatkan pengelolaannya dan nagari yang melaksaakan agroforestri serta pemantapan pengelolaan pada kawasan yang sudah

dilaksanakan sebelumnya

152

No. Arah Pembangunan

Jangka Panjang Daerah RPJM Ke-1

(2005-2010) RPJM Ke-2

(2011-2015) RPJM Ke-3 (2016-1020

RPJM Ke-4 (2021-2025)

Pengembangan model konservasi berbasis nagari dengan pendekatan agroforestri Implementasi pada 20% kawasan konservasi, kawasan lindung dan nagari

3 Pengembangan hutan rakyat tanaman industri

Pelaksanaan kajian pengembangan hutan rakyat tanaman industri dan pelaksanaan pada 36 nagari (3 nagari per kabupaten)

Peningkatan jumlah nagari yang dapat melaksanakan hutan rakyat tanaman industri dan pemantapan pengelolaan pada nagari-nagari yang sudah dilaksanakans ebelumnya

Peningkatan jumlah magari yang dapat mealksanakan hutan rakyat tanaman industri ( dimana kondisinya sesuai ) dan pemantapan pengelolaan pada nagari-nagari yang sudah dilaksanakan sebelumnya

Peningkatan jumlah nagari yang dapat melaksanakan hutan rakyat tanaman industri (dimana kondisinya sesuai) dan pemantapan pengelolaan pada nagari-nagari yang sudah dilaksanakan sebelumnya

4 Pengembangan kerangka

peraturan untuk mendukung implmentasi

Pengembangan kerangka

aturan sebagai landasan implementasi pada kegiatan prioritas pada RPJMD ke 1

Pengembangan kerangka

aturan sebagai landasan implementasi pada kegiatan prioritas pada RPJMD ke 2 (mana yang masih diperlukan)

Pengembangan kerangka

aturan sebagai landasan implementasi pada kegiatan prioritas pada RPJMD ke 3 (mana yang masih diperlukan)

Pengembangan kerangka

aturan sebagai landasan implementasi pada kegiatan prioritas pada RPJMD ke 4 (mana yang masih diperlukan)

E. Pembangunan Sosial dan Sumberdaya Manusia

153

No. Arah Pembangunan

Jangka Panjang Daerah RPJM Ke-1

(2005-2010) RPJM Ke-2

(2011-2015) RPJM Ke-3 (2016-1020

RPJM Ke-4 (2021-2025)

1. Tercapainya Kualitas Pendidikan Yang Tinggi dan Dilandasi Moral Agama

90 % guru dan 75 % dosen kompeten seluruh jenjang pendidikan dan seluruh sekolah terakreditasi.

Penyelesaian manajemen eksternal Tercapainya target MDG pemerataan SMP 99%

Mengupayakan pencapaian mutu sekolah bertaraf internasional

Terlaksananya pendidikan berakreditasi Internasional Pengakuan Asia

Tersedia Lab ilmu dasar: matematika, fisika, kimia dan biologi Dan Guru Tersedia Selesainya Fokus Sekolah kejuruan

Kurikulum agama terintegrasi ke dalam semua mata pelajaran Terwujudnya Sekolah Kejuruan standar nasional

Menyiapkan masyarakat untuk sistem pendidikan internasional Sekolah Kejuruan menghasilkan

15 SMA Standar Nasional 30% Akses PT

Rintisan 5 Sekolah Berasrama

Lanjutan 8 Sekolah berasrama, dan 2 Mulai Standar Nasional

Pemantapan 12 Sekolah berasrama dan 2 Standar Internasional

15 Sekolah Berasrama dan 5 Standar Internasional

2. Terdapatnya Derajat Kesehatan dan Gizi Yang Tinggi

Konsololidasi manajemen pelayanan kesehatan Dasar

Penuntasan sebagian Penyakit utama

Konsololidasi manajemen pelayanan kesehatan Dasar

Penuntasan sebagian Penyakit utama

Konsolidasi dan persiapan fokus Rumah sakit per daerah siap serta informasi dan pemetaan keperluan tenaga medis dan manajemen kesehatan

4 Rumah Sakit Umum menjadi rujukan Sumatera Bagian Tengah (Stroke, Psikotropika, Ginjal, Ortopedi)

Konsolidasi dan persiapan fokus Rumah sakit per daerah siap serta informasi dan pemetaan keperluan tenaga medis dan manajemen kesehatan

4 Rumah Sakit Umum menjadi rujukan Sumatera Bagian Tengah (Stroke, Psikotropika, Ginjal, Ortopedi)

154

No. Arah Pembangunan

Jangka Panjang Daerah RPJM Ke-1

(2005-2010) RPJM Ke-2

(2011-2015) RPJM Ke-3 (2016-1020

RPJM Ke-4 (2021-2025)

3. Tercapainya Kemampuan IPTEKS Yang Maju dan Tepat Guna

Pemetaan produk-produk baru dan perkembangan kebutuhan masyarakat

Memilih dan mendesign pilihan teknologi tepat untuk mendorong pembangunan

Melanjutkan pembangunan Sains-Park Implementasi IPTEKs

Tercapainya kemampuan IPTEK yang tinggi dan tepat guna Hasil Implementasi Iptek

Pendirian lembaga dan sistem pengembangan teknologi dan inovasi

Membangunan Sains Park untuk pengembangan IPTEKS

Meningkatkan manajemen pengelolaan Sains Park

Sains Park Internasional

F. Pembangunan Tata ruang

dan Lingkungan Hidup

1. Terlaksananya Panataan Ruang Yang Baik dan Dilaksanakan Secara Konsekuen

Selesainya penyusunan RTRW Provinsi Sumbar serta kab dan kota lainnya

Terlaksananya penerapan dokumen RTRW secara tegas dan konsekuen

Semakin mantapnya penataan ruang wilayah

Tercapainya penataan ruang yang baik dan dilaksanakan secara konsekuen

Terlaksananya penyusunan Rencana Induk Sektoral sesuai prioritas pembangunan.

Selesainya Penyusunan Rencana Induk Sektoral sesuai prioritas daerah

Terlaksananya revisi terhadap RTRW yang telah berjalan separoh waktu.

2. Terdapatnya Perlindungan Terhadap Kawasan Konsevasi Alam

Terlaksananya penetapan patok yang jelas serta inventarisasi lahan flora dan fauna serta lahan Kritis

Terwujudnya peningkatan perlindungan dan pengawasan terhadap Kawasan Konservasi Alam

Terdapatnya pengembangan flora dan fauna dalam Kawasan Konservasi

Terlaksananya perlindungan Kawasan Koservasi Alam

Terlaksananya penertiban penebangan hutan dan pemberdayaan masyarakat sekitar Kawasan Konservasi

Terwujudnya penetapan Perda sangsi keras bagi pelanggaran Kawasan Konservasi Alam

Meningkatnya populasi tanaman langka

155

No. Arah Pembangunan

Jangka Panjang Daerah RPJM Ke-1

(2005-2010) RPJM Ke-2

(2011-2015) RPJM Ke-3 (2016-1020

RPJM Ke-4 (2021-2025)

3. Terlaksananya Tata Kelola Lingkungan Yang Baik

Terlaksananya pengembangan sarana dan manajemen BAPEDALDA

Tersusunnya standard baku mutu air dan udara bagi industri

Terlaksananya pengawasan ketat terhadap pence-maran air dan udara oleh industri

Terdapatnya tata-kelola lingkungan yang baik

Tersusunnya Perda lebih operasional untuk pengelolaan lingkungan hidup.

Terwujudnya pengawasan penggunaan lahan kritis

Terdaptnya pengawasan penggunaan lahan kritis

Terdapatnya pengawasan penggunaan lahan kritis

4. Terbinanya Masyarakat Sadar Lingkungan

Berkembangnya pendidikan dan penyuluhan sadar lingkungan

Terlaksananya pendidikan dan penyuluhan sadar lingkungan

Terlaksananya pendidikan dan penyuluhan sadar lingkungan

Terdapatnya masyarakat sadar lingkungan

Mantapnya sistem tanggap darurat dan penanganan bencana alam

Tedapatnya penggunaan peralatan maju pada sistem tanggap darurat

Lengkapnya sistem tanggap darurat dengan perlatan yang lebih maju

Terdapatnya masyarakat sadar lingkungan

oo0oo

156

BAB VI PENUTUP

1. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2005-2025 yang berisikan pendahuluan, kondisi umum daerah dan analisis isu-isu stretegis, prediksi pembangunan daerah, visi dan misi serta arah kebijakan dan pentahapan pembangunan daerah, merupakan pedoman bagi pemerintah daerah dan masyarakat secara keseluruhan dalam penyelenggaraan pembangunan daerah untuk masa 20 tahun ke depan. RPJPD ini disusun dengan mengacu pada RPJP Nasional dan memperhatikan aspirasi yang berkembang dalam masyarakat. RPJPD ini selanjutnya akan dijadikan acuan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Sumatera Barat dan Rencana Strategis (RENSTRA) untuk masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Disamping itu, RPJPD ini juga menjadi pedoman bagi calon gubernur dan wakil gubernur dalam menyusun visi, misi dan program pembangunan daerahnya.

2. Keberhasilan pelaksanaan pembangunan daerah dalam mewujudkan visi : Menjadi Provinsi Terkemuka Berbasis Sumberdaya Manusia Yang Agamais Pada Tahun 2025 sebagai tertera dalam RPJPD ini perlu dilakukan secara sungguh-sungguh, terpadu dan konsisten. Disamping itu, upaya untuk mewujudkan keberhasilan dalam pembangunan jangka panjang daerah ini perlu pula didukung oleh hal-hal berikut ini: (a) Komitmen dari jajaran kepemimpinan daerah dan pihak legeslatif secara bersama-sama dan saling mendukung, (b) Konsistensi pelaksanaan kebijakan Pemerintah Daerah baik lintas sektoral maupun lintas wilayah, (c) Keberpihakan pemerintah daerah kepada kepentingan rakyat banyak, dan (c) Peran serta masyarakat dan dunia usaha secara aktif dan konstruktif. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberkahi upaya yang sedang kita lakukan bersama, Amin.

GUBERNUR SUMATERA BARAT

GAMAWAN FAUZI