Rpjm Lhokseumawe 2007-2012

download Rpjm Lhokseumawe 2007-2012

of 206

Transcript of Rpjm Lhokseumawe 2007-2012

  • i LAMPIRAN I PERATURAN GUBERNUR ACEHNOMOR : 26 Tahun 2010 TANGGAL : 1 Mei 2010

    RINGKASAN PERUBAHAN RPJM ACEH 2007-2012

    Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) merupakan satu tahapan

    rencana pembangunan yang harus disusun oleh semua tingkatan pemerintahan,

    baik pemerintah pusat maupan pemerintah daerah, sebagaimana yang

    diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem

    Perencanaan Pembangunan Nasional (UNDANG-UNDANG SPPN). Pemerintah Aceh

    dalam hal ini sudah mempunyai RPJM Aceh priode 2007 - 2012 yang ditetapkan

    dengan Peraturan Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 21 tahun 2007

    tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Provinsi Nanggroe Aceh

    Darussalam 2007 - 2012.

    Sesuai dengan ketentuan Pasal 19 ayat (3) Undang-Undang SPPN, RPJM

    Aceh ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah paling lambat 3 (tiga) bulan

    setelah kepala daerah dilantik, dan seterusnya merupakan suatu dokumen yang

    menjadi acuan bagi penyusunan Rencana Kerja Tahunan Pemerintah Daerah

    dalam bentuk dokumen Rencana Kerja Pemerintah Aceh (RKPA), sebagai landasan

    penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (RAPBA).

    Berdasarkan Undang-Undang SPPN, ditegaskan bahwa RPJMA disusun

    dengan maksud untuk menjabarkan Visi dan Misi Gubernur kepala daerah jangka

    waktu lima tahun. Dalam RPJMA harus tergambar rencana pembangunan yang

    terukur baik anggaran maupun target capaian yang diinginkan dalam rangka

    melakukan perubahan dari suatu kondisi kepada kondisi yang lebih baik.

    RPJM Aceh Tahun 2007 - 2012 yang sudah ditetapkan dengan Peraturan

    Gubernur Aceh pada tanggal 7 Mei 2007 sudah dilaksanakan selama priode 2007,

    2008, 2009 dan 2010. Namun demikian dalam pelaksanaannya ada sebagian

    program/kegiatan yang dilaksanakan tidak tercantum dalam RPJM Aceh tersebut,

    maka untuk mengadopsi program/kegiatan tersebut perlu dilakukan evaluasi dan

    perubahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 3 huruf b Peraturan

  • ii

    Presiden Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan

    Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010 - 2014.

    Tujuan review dan perubahan RPJM Aceh Tahun 2007 - 2012 adalah

    untuk menilai tingkat capaian target dan capaian program kegiatan yang telah dan

    akan dilaksanakan serta penyesuaian target nasional. Selanjutnya hasil evaluasi

    dan perubahan RPJM Aceh ini dijabarkan dalam Rencana Kerja Pemerintah Aceh

    (RKPA) sebagai pedoman penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan

    Belanja Aceh (RAPBA).

    Selama kurun waktu tahun 2007 sampai dengan tahun 2010 sudah

    dilaksanakan berbagai program/kegiatan pembangunan di Aceh dari berbagai

    sumber dana baik Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN), APBA

    maupun donor serta swasta. Akan tetapi belum semua program/kegiatan yang

    direncanakan sudah dilaksanakan sesuai periode waktu dan sumber dana yang

    direncanakan. Hal ini disebabkan berbagai faktor yang mempengaruhi rencana

    tersebut, seperti keterbatasan dana yang tersedia, adanya bencana alam yang

    terjadi diluar perkiraan sebelumnya serta adanya kebutuhan mendesak yang tidak

    dapat ditunda-tunda.

    Review dan perubahan RPJM Aceh 2007 - 2012 dilakukan dengan membagi

    kelompok program/kegiatan dalam empat kuadran (kelompok). Hasil review dan

    perubahan yang dilakukan terhadap RPJM Aceh Priode 2007 - 2012 sebagai

    berikut:

    1. Kuadran I ; berisi program/kegiatan prioritas yang ada dalam RPJM Aceh

    2007 2012 dan sudah tuntas dilaksanakan (6 persen).

    2. Kuadran II ; berisi program/kegiatan yang ada dalam RPJM Aceh 2007

    2012, tetapi belum mencapai target (26 persen).

    3. Kuadran III; berisi program/kegiatan yang ada dalam RPJM Aceh 2007-2012,

    tetapi bukan prioritas sehingga tidak dilaksanakan (28 persen).

    4. Kuadran IV ; berisi program/kegiatan yang tidak ada dalam RPJM Aceh

    20072012, tetapi dilaksanakan pada tahun 2007-2010 dan

    masih perlu dituntaskan pada tahun 2011-2012 (40 persen).

  • iii

    Hasil evaluasi RPJM Aceh terdiri dari Buku I (berupa narasi) dan Buku II

    (berupa rincian program/kegiatan), menggambarkan bahwa realisasi capaian

    target yang ingin dicapai masih belum sepenuhnya dapat dilaksanakan. Hal ini

    disebabkan karena ada beberapa kegiatan yang mendesak yang harus

    dilaksanakan sesuai dengan situasi dan kondisi daerah. Program/Kegiatan yang

    tertera dalam Buku II RPJM Aceh hasil perubahan merupakan capaian target yang

    akan dilaksanakan kedepan, dengan mempertimbangkan ketersediaan anggaran

    setiap tahunnya.

    Hasil perubahan RPJM Aceh tahun 2007-2012 menjadi pedoman bagi

    Pemerintah Aceh dan Kabupaten/Kota dalam menyusun program/kegiatan

    tahunan.

  • iv

    DAFTAR ISI

    RINGKASAN PERUBAHAN RPJM ACEH 2007-2012 .............................................. iDAFTAR ISI ......................................................................................................... ivDAFTAR TABEL...................................................................................................... viiiDAFTAR GAMBAR.................................................................................................. xiBAB I PENDAHULUAN.................................................................................. I-1 1.1 Latar Belakang ................................................................................ I - 1

    1.2 Maksud dan Tujuan ......................................................................... I - 21.3 Landasan Hukum ............................................................................ I - 31.4 Hubungan RPJM dan Review RPJM Dengan Dokumen

    Perencanaan Lainnya........................................................................ I - 51.5 Sistematika Penulisan ....................................................................... I - 6

    BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH.............................................. II-12.1 Geografis .......................................................................................... II-12.2 Perekonomian................................................................................... II-2

    2.2.1 Kondisi Ekonomi Makro........................................................... II-22.2.1.1 Pertumbuhan Ekonomi.............................................. II-22.2.1.2 Tingkat Inflasi .......................................................... II-32.2.1.3 Tingkat Pengangguran Terbuka................................. II-42.2.1.4 Tingkat Kemiskinan .................................................. II-6

    2.2.2 Sektor-Sektor Produksi ........................................................... II-72.2.2.1 Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura .............. II-8

    2.2.2.2 Perkebunan.............................................................. II-102.2.2.3 Peternakan .............................................................. II-132.2.2.4 Kelautan dan Perikanan ........................................... II-152.2.2.5 Kehutanan ............................................................... II-172.2.2.6 Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM.......... II-182.2.2.7 Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk........................ II-222.2.2.8 Ketahanan Pangan ................................................... II-252.2.2.9 Penyuluhan.............................................................. II-292.2.2.10 Perkembangan dan Prospek Investasi........................ II-30

    2.2.3 Keuangan Aceh ...................................................................... II-312.2.3.1 Pendapatan Asli Aceh (PAA) ...................................... II-322.2.3.2 Dana Perimbangan ................................................... II-332.2.3.3 Dana Otonomi Khusus .............................................. II-332.2.3.4 Tabungan Pemerintah Aceh ...................................... II-342.2.3.5 Sumber Pendapatan Aceh Lainnya............................. II-342.2.3.6 Pengelolaan Keuangan dan kekayaan Aceh ................ II-35

    2.3 Agama, Sosial dan Budaya ............................................................... II-362.3.1 Agama .................................................................................. II-362.3.2 Sosial Budaya ........................................................................ II-392.3.3 Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak .................. II-402.3.4 Pemuda dan Olah Raga .......................................................... II-40

    2.3.5 Pariwisata .............................................................................. II-43

  • v2.4 Pendidikan ..................................................................................... II-482.4.1 Pemerataan dan Perluasan Akses ............................................ II-492.4.2 Mutu, Relevansi dan Daya Saing.............................................. II-522.4.3 Tata Kelola, Akuntabilitas, dan Pencitraan Publik....................... II-542.4.4 Pendidikan Berbasis Nilai Islami .............................................. II-55

    2.5 Kesehatan ........................................................................................ II-562.5.1 Status Kesehatan.................................................................... II-572.5.2 Pelayanan Kesehatan.............................................................. II-612.5.3 Kondisi Kesehatan Lingkungan ................................................ II-642.5.4 Pembiayaan Kesehatan ........................................................... II-662.5.5 Fasilitas Kesehatan ................................................................ II-672.5.6 Sumber Daya Tenaga Kesehatan ............................................. II-67

    2.6 Sarana dan Prasarana ....................................................................... II-682.6.1 Sumber Daya Air .................................................................... II-682.6.2 Bina Marga dan Cipta Karya .................................................... II-752.6.3 Perhubungan ........................................................................ II-78

    2.6.3.1 Transportasi Darat .............................................. II-792.6.3.2 Angkutan Jalan Rel (Prasarana Kereta Api Aceh) ........ II-822.6.3.3 Transportasi Laut ..................................................... II-832.6.3.4 Transportasi Udara................................................... II-882.6.3.5 Pos dan Telekomunikasi ........................................... II-902.6.3.6 Komunikasi, Informasi dan Telematika ...................... II-92

    2.6.4 Lingkungan Hidup ................................................................. II-942.6.5 Pertanahan................................................... II-962.6.6 Energi dan Sumber Daya Mineral ............................................ II-962.6.7 Kebencanaan......................................................................... II-102

    2.7 Pemerintahan Umum ....................................................................... II-1112.7.1 Pemerintahan Aceh .............................................................. II-1112.7.2 Pemerintahan Mukim ............................................................ II-1172.7.3 Pemerintahan Gampong ...................................................... II-1182.7.4 Pelayanan Kependudukan dan Catatan Sipil .......................... II-1202.7.5 Perizinan .............................................................................. II-1232.7.6 Keimigrasian ........................................................................ II-1242.7.7 Ketertiban Umum ................................................................ II-124

    2.8 Rencana Aksi Kesinambungan Rekonstruksi Aceh ............................... II-1252.9 Badan Reintegrasi Aceh .................................................................... II-126

    BAB III VISI DAN MISI .................................................................................. III-13.1 Visi ............................................................................................... III-13.2 Misi ................................................................................................. III-1

  • vi

    BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN ACEH..................................................... IV-14.1 Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat, Perluasan Kesempatan

    Kerja dan Penanggulangan Kemiskinan.............................................. IV-14.2 Pembangunan dan Pemeliharaan Infrastruktur dan Sumber

    Daya Energi Pendukung Investasi...................................................... IV-34.2.1 Sumber Daya Air ................................................................... IV-34.2.2 Bina Marga dan Cipta Karya................................................... IV-44.2.3 Perhubungan, Komunikasi, Informasi dan Telematika.............. IV-54.2.4 Lingkungan Hidup ................................................................. IV-74.2.5 Pertanahan........................................................................... IV-84.2.6 Energi dan Sumber Daya Mineral ........................................... IV-8

    4.3 Peningkatan Mutu Pendidikan dan Pemerataan Kesempatan Belajar ............................................................................................. IV-104.3.1 Pemerataan dan Perluasan Akses .......................................... IV-104.3.2 Mutu, Relevansi dan Daya Saing............................................ IV-114.3.3 Tata Kelola, Akuntabilitas dan Pencitraan Publik ..................... IV-114.3.4 Penerapan Sistem Pendidikan Bernuansa Islami ..................... IV-11

    4.4 Peningkatan Mutu dan Pemerataan Pelayanan Kesehatan ................... IV-124.5 Pembangunan Syariat Islam, Sosial dan Budaya ................................ IV-13

    4.5.1 Syariat Islam ....................................................................... IV-134.5.2 Sosial Budaya....................................................................... IV-14

    4.6 Penciptaan Pemerintah Yang Baik dan Bersih Serta Penyehatan Birokrasi Pemerintahan .................................................. IV-15

    4.7 Penanganan dan Pengurangan Resiko Bencana.................................. IV-16

    BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH............................................ V-15.1 Arah Kebijakan Pengelolaan Pendapatan............................................ V-25.2 Arah Kebijakan Pengelolaan Belanja .................................................. V-65.3 Arah Kebijakan Umum Anggaran ...................................................... V-7

    BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM .................................................................. VI-16.1 Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat, Perluasan Kesempatan

    Kerja dan Penanggulangan Kemiskinan.............................................. VI-16.2 Pembangunan dan Pemeliharaan Infrastruktur dan Sumber

    Daya Energi Pendukung Investasi...................................................... VI-36.2.1 Sumber Daya Air .................................................................. VI-46.2.2 Bina Marga dan Cipta Karya .................................................. VI-56.2.3 Perhubungan, Komunikasi, Informasi dan Telematika ............. VI-66.2.4 Lingkungan Hidup ................................................................ VI-76.2.5 Pertanahan .......................................................................... VI-76.2.6 Energi dan Sumber Daya Mineral........................................... VI-8

    6.3 Peningkatan Mutu Pendidikan dan Pemerataan Kesempatan Belajar ............................................................................................. VI-96.3.1 Pemerataan dan Perluasan Akses .......................................... VI-96.3.2 Mutu, Relevansi dan Daya Saing............................................ VI-10

  • vii

    6.3.3 Tata Kelola, Akuntabilitas dan Pencitraan Publik..................... VI-106.3.4 Penerapan Sistem Pendidikan Bernuansa Islami..................... VI-11

    6.4 Peningkatan Mutu dan Pemerataan Pelayanan Kesehatan ................... VI-116.5 Pembanguan Syariat Islam, Sosial dan Budaya .................................. VI-126.6 Penciptaan Pemerintah Yang Baik dan Bersih Serta

    Penyehatan Birokrasi Pemerintahan................................................... VI-146.7 Penanganan dan Pengurangan Resiko Bencana.................................. VI-15

    BAB VII PROGRAM PEMBANGUNAN ACEH.......................................................... VII-17.1 Midterm Review Pelaksanaan RPJM 2007-2012 ................................. VII-17.2 Revisi dan Penyesuaian RPJM 2007-2012........................................... VII-47.3 Hasil Revisi Program dan Kegiatan..................................................... VII-4

    BAB VIII PENUTUP ........................................................................................... VIII-18.1 Program Transisi .............................................................................. VIII-18.2 Kaidah Pelaksanaan.......................................................................... VIII-1

    LAMPIRAN-LAMPIRAN

  • viii

    DAFTAR TABEL

    1. Tabel II.1 : Laju Pertumbuhan Ekonomi Aceh Tahun 2008 dan 2009 Menurut Lapangan Usaha...................................................... II-3

    2. Tabel. II.2 : Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka di Aceh Selama Periode 2006 2010.............................................................. II-5

    3. Tabel. II.3 : Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin di Aceh Selama Periode2007-2009............................................................................. II-7

    4. Tabel II.4 : Perkembangan Produktivitas Tanaman Pangan Menurut Komoditi di Aceh Tahun 2007-2009 ........................................ II-10

    5. Tabel II.5 : Luas Areal Tanaman Perkebunan Rakyat dan Besar Menurut Komoditi di Aceh Tahun 2007-2009 ........................................ II-11

    6. Tabel II.6 : Produksi Tanaman Perkebunan Rakyat dan Besar Menurut Komoditi di Aceh Tahun 20072009* ...................................... II-12

    7. Tabel II.7 : Perkembangan Populasi Ternak Menurut Jenis di Aceh Tahun 2008-2009............................................................................. II-14

    8. Tabel II.8 : Perkembangan Produksi Telur Menurut Jenisd di Aceh tahun 2008-2009............................................................................. II-15

    9. Tabel II.9 : Produksi Perikanan di Aceh Tahun 2007-2009 ......................... II-16

    10.Tabel II.10 : Perkembangan Industri Di Aceh Tahun 2007-2009................... II-19

    11.Tabel II.11 : Perkembangan Koperasi di Aceh Tahun 2004-2009.................. II-22

    12.Tabel II.12 : Kesempatan kerja Menurut Sektor Usaha Tahun 2009 ............. II-23

    13.Tabel II.13 : Produksi beberapa komoditi pangan penting tahun 2007-2008 . II-26

    14.Tabel II.14 : Kondisi Sebaran Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) per Kabupaten/Kota..................................................................... II-29

    15.Tabel II.15 : Jumlah BPP dan Koptan per Kabupaten/Kota Tahun 2009 ........ II-30

    16.Tabel II.16 : Jumlah Realisasi Sumber Penerimaan Daerah lainnya 2008-2009............................................................................. II-34

  • ix

    17.Tabel II.17 : Jumlah Penduduk Aceh Menurut Kelompok Umur di Provinsi Aceh Tahun 2008 .................................................................. II-41

    18.Tabel II.18 : Jumlah Objek Wisata Menurut Jenis di Aceh ........................... II-444

    19.Tabel II.19 : Jumlah Kunjungan Wisatawan Tahun 2005-2009..................... II-45

    20.Tabel II.20 : Perkembangan Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni Penduduk Usia Sekolah di Aceh 2007 2009. II-49

    21.Tabel II.21 : Proyeksi Angka Partisipasi Murni ............................................. II-50

    22.Tabel II.22 : Jumlah Sekolah di Aceh Tahun 2008/2009 .............................. II-50

    23.Tabel II.23 : Jumlah Guru Menurut Jenjang Pendidikan Tahun 2008/2009.... II-53

    24.Tabel. II.24 : 10 (sepuluh) Jenis Penyakit Terbanyak Berbasis Puskesmas dan Rumah Sakit.......................................................................... II-58

    25.Tabel: II.25 : Jumlah Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dasar di Aceh 2007- 2008 ..................................................................................... II-62

    26.Tabel. II.26 : Peningkatan Cakupan Imunisasi ............................................. II-63

    27.Tabel II.27 : Sumber Pembiayaan Kesehatan.............................................. II-66

    28.TabelL II.28 : Pengembangan Pengelolaan Wilayah Sungai (Ws) di Aceh ....... II-69

    29.TabelL II.29 : Pengembangan Daerah Irigasi (DI) di Aceh............................. II-72

    30.TabelL II.30 : Pengembangan Waduk di Wilayah Aceh .................................. II-74

    31.Tabel II.31 : Kerusakan Lingkungan di Pemerintah Aceh ............................. II-95

    32.Tabel II.32 : Kapasitas Terpasang dan Daya Mampu Pembangkit Wilayah Aceh Tahun 2008 .................................................................. II-97

    33.Tabel II.33 : Komposisi Beban Puncak pada Tahun 2008 ............................. II-99

    34.Tabel II.34 : Bencana Gunung Api Aceh ..................................................... II-105

    35.Tabel II.35 : Rincian Jejang Pendidikan PNS Pada Pemerintah Aceh ............. II-112

    36.Tabel II.36 : Jumlah PNS pada pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Aceh ..................................................................................... II-114

  • x37.Tabel 5.1 : Proyeksi dan Prospek Pendapatan Daerah Aceh Tahun 2007-2012............................................................................. V-10

    38.Tabel 7.1 : Review Pelaksanaan Kegiatan/Anggaran Pembangunan periode tahun 2007 - 2010 menurut kriteria Kuadran ............... VII-2

    39.Tabel 7.2 : Review perubahan RPJM 2007-2012 berdasarkan 7 (tujuh) Prioritas Pembangunan .......................................................... VII-4

  • xi

    DAFTAR GAMBAR

    1. Gambar II.1 : Peta Kejadian Bencana Geologis di Aceh ................................ II-104

    2. Gambar II.2 : Peta Kejadian Bencana Hidro-meteorologis di Aceh................. II-107

    3. Gambar VII.1 : Skema Kuadran dan Kriteria Review Program RPJM Aceh 2007-2012 ........................................................................... VII-2

  • Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 I-1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) merupakan satu tahapan

    rencana pembangunan yang harus disusun oleh semua tingkatan pemerintahan,

    baik pemerintah pusat maupan pemerintah daerah, sebagaimana yang

    diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem

    Perencanaan Pembangunan Nasional. Pemerintah Aceh dalam hal ini sudah

    mempunyai RPJM Aceh periode 2007-2012 yang ditetapkan dengan Peraturan

    Gubernur Aceh Nomor 21 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka

    Menengah Aceh 2007-2012.

    Sesuai dengan Undang-undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem

    Perencanaan Pembangunan Nasional bahwa Rencana Pembangunan Jangka

    Menengah (RPJM) Pemerintah Daerah disusun dengan maksud untuk

    menjabarkan Visi dan Misi Gubernur sebagai kepala daerah dalam jangka waktu

    lima tahun, kemudian RPJM tersebut harus menggambarkan rencana

    pembangunan yang terukur baik anggaran maupun target capaian yang diinginkan

    dalam rangka melakukan perubahan dari suatu kondisi kepada kondisi yang lebih

    baik.

    Sejak tahun 2007 sampai dengan tahun 2010 sudah dilaksanakan berbagai

    program/kegiatan pembangunan di Aceh dari berbagai sumber dana baik APBN,

    APBA maupun Donor dan swasta, namun program dan kegiatan yang

    direncanakan belum semuanya dapat dilaksanakan sesuai dengan RPJM. Hal ini

    disebabkan oleh banyaknya faktor yang mempengaruhi rencana tersebut seperti

    keterbatasan dana yang tersedia, terjadinya bencana alam serta adanya kegiatan

    mendesak lainnya yang harus segera dilaksanakan.

    Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2010 tentang Rencana

    Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) periode 2010-2014, pasal 2

    ayat 3.b yang disebutkan bahwa RPJMN berfungsi sebagai bahan penyusunan dan

    perbaikan RPJM Daerah dengan memperhatikan tugas Pemerintah di Daerah

  • Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 I-2

    dalam mencapai sasaran Nasional yang termuat dalam RPJM Nasional, dari hal

    tersebut maka RPJM Aceh sudah selayaknya dilakukan evaluasi dan penyesuaian

    dengan tetap berorientasi pada VISI dan MISI Pemerintah Aceh yang sudah

    ditetapkan.

    Evaluasi dan penyesuaian RPJM Aceh 2007-2012 dibagi dalam empat

    kwadran (kelompok) yaitu: kwadran pertama berisi semua program/kegiatan

    prioritas yang ada dalam RPJM dilaksanakan dengan sempurna dan mencapai

    target, kwadran kedua berisi program/kegiatan prioritas yang ada dalam RPJM

    dilaksanakan tapi belum mencapai target, kwadran ketiga berisi program/kegiatan

    prioritas tidak ada dalam RPJM tapi dilaksanakan dan kwadran keempat berisi

    program/kegiatan yang tidak prioritas dalam RPJM tapi dilaksanakan.

    Hasil evaluasi dan penyesuaian yang dilakukan terhadap RPJM Aceh Periode

    2007-2012 sebagai berikut:

    1. Kwadran Pertama yang berisi program/kegiatan prioritas yang ada dalam RPJM

    Aceh 2007 - 2012 dan dilaksanakan dengan sempurna sebesar 6 persen;

    2. Kwadran Kedua yang berisi program/kegiatan prioritas yang ada dalam RPJM

    Aceh 2007 - 2012 dilaksanakan tapi belum mencapai target sebesar 26 persen;

    3. Kwadran Ketiga yang berisi program/kegiatan prioritas yang ada dalam RPJM

    Aceh 2007-2012 tapi tidak dilaksanakan sebesar 28 persen;

    4. Kwadran Keempat yang berisi program/kegiatan yang tidak ada dalam RPJM

    Aceh 2007 - 2012 tapi dilaksanakan sebesar 40 persen.

    Hasil Evaluasi dan penyesuaian tersebut menggambarkan bahwa realisasi

    capaian target yang ingin dicapai masih jauh dari yang diharapkan, maka untuk

    mengejar target yang sudah direncanakan perlu dilakukan penyesuaian

    program/kegiatan baik yang sudah dilaksanakan maupun yang belum

    dilaksanakan dalam periode dua tahun lagi.

    1.2 Maksud dan Tujuan

    Sesuai dengan ketentuan Pasal 19 ayat (3) Undang-undang Nomor 25 tahun

    2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, RPJM Daerah

    ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah paling lambat 3 (tiga) bulan setelah

  • Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 I-3

    kepala daerah dilantik, yang kemudian menjadi suatu dokumen sebagai acuan

    untuk penyusunan Rencana Kerja Tahunan Pemerintah Daerah dalam bentuk

    dokumen Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dan sebagai landasan

    penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD).

    RPJM Aceh Tahun 2007 - 2012 yang telah ditetapkan dengan Peraturan

    Gubernur Aceh Nomor 21 tahun 2007 sudah dilaksanakan selama priode 2007,

    2008, 2009 dan 2010, namun banyak program/kegiatan yang dilaksanakan tidak

    ada dalam RPJM Aceh tersebut, maka perlu dilakukan evaluasi dan penyesuaian

    sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia

    Nomor 5 tahun 2010 pasal 2 ayat 3 point b.

    Tujuan evaluasi dan penyesuaian RPJM Aceh priode 2007-2012 adalah untuk

    menilai tingkat capaian target dan program kegiatan yang telah dan akan

    dilaksanakan serta penyesuaian target nasional (RPJMN 2010-2014). Selanjutnya

    hasil evaluasi dan penyesuaian RPJM Aceh ini akan menjadi acuan untuk

    penyusunan Rencana Kerja Tahunan Pemerintah Aceh dalam bentuk dokumen

    Rencana Kerja Pemerintah Aceh (RKPA) sebagai landasan penyusunan Rancangan

    Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (RAPBA).

    1.3 Landasan Hukum

    Beberapa peraturan dan perundang-undangan yang mendasari evaluasi dan

    penyesuaian Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Aceh periode

    2007-2012 adalah sebagai berikut:

    1. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom

    Provinsi Aceh dan Perubahan Provinsi Sumatera Utara;

    2. Undang-undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan

    Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh;

    3. Undang-undang Nomor 37 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan

    Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 tahun 2000 tentang Kawasan

    Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang;

    4. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;

    5. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;

  • Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 I-4

    6. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

    sebagaimana telah diubah dengan Undangundang Nomor 8 Tahun 2005

    tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 3

    Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 32 tentang

    Pemerintahan Daerah menjadi Undang-undang;

    7. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat

    dan Daerah;

    8. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

    Pembangunan Nasional;

    9. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan

    Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2005 tentang Badan

    Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Provinsi

    Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan dan Kepulauan Nias Provinsi

    Sumatera Utara menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Republik

    Indonesia Tahun 2005 (Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2005

    Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4550);

    10. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh;

    11. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan

    Jangka Panjang Nasional;

    12. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan

    Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Provinsi sebagai Daerah Otonom;

    13. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan

    Jangka Menengah Nasional 2004-2009;

    14. Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pengakhiran Masa Tugas

    Badan Rehabilitasi dan Rekontruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat

    Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias dan Provinsi

    Sumatera Utara dan Kesinambungan Rehabilitasi dan Rekontruksi di Wilayah

    Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera

    Utara;

    15. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana

    Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014;

  • Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 I-5

    16. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 050/2020/SJ tentang Petunjuk

    Penyusunan Dokumen RPJP dan RPJM Daerah;

    17. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman

    Pengelolaan Keuangan Daerah;

    18. Qanun Nomor 4 Tahun 2003 tentang Pemerintahan Mukim Dalam Propinsi

    NAD;

    19. Qanun Nomor 5 Tahun 2003 tentang Pemerintahan Gampong Dalam Propinsi

    NAD sebagai salah satu Landasan Hukum;

    20. Qanun Aceh Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Keuangan Aceh

    (Lembaran Daerah Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008 Nomor 01,

    Tambahan Lembaran Daerah Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 11);

    21. Qanun Aceh Nomor 2 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pengalokasian

    Tambahan Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi dan Penggunaan Dana

    Otonomi Khusus (Lembaran Daerah Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008

    Nomor 12, Tambahan Lembaran Daerah Nanggroe Aceh Darussalam Nomor

    12).

    1.4 Hubungan RPJM dan Review RPJM dengan Dokumen Perencanaan Lainnya

    Sebagaimana kita ketahui bahwa perencanaan adalah suatu proses untuk

    menentukan tindakan masa depan yang tepat melalui urutan pilihan dengan

    memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Untuk mencapai proses tersebut,

    maka keterkaitan suatu dokumen perencanaan dengan dokumen perencanaan

    lainnya sangat erat dan menentukan. Dalam hal ini hubungan hasil evaluasi dan

    penyesuaian Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Aceh ini dengan

    Kebijakan Pembangunan Nasional maupun Rencana Pembangunan

    Kabupaten/Kota diharapkan tetap sinergis saling berkaitan suatu sama lain sesuai

    dengan kewenangan masing-masing.

    Hasil Penyesuaian RPJM Aceh ini menjadi pedoman dalam rangka

    penyesuian dokumen-dokumen lainnya seperti:

  • Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 I-6

    1. Rencana pembangunan lima tahunan Satuan Kerja Perangkat Aceh yang

    selanjutnya disebut Rencana Strategis (Renstra) SKPA;

    2. Rencana Pembangunan Tahunan Aceh, yang selanjutnya disebut Rencana

    Kerja Pemerintah Aceh (RKPA) adalah dokumen perencanaan daerah untuk

    periode 1 (satu) tahun.

    3. Rencana Pembangunan Tahunan Satuan Kerja Perangkat Aceh, yang

    selanjutnya disebut Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Aceh (Renja-SKPA)

    adalah dokumen perencanaan Satuan Kerja Perangkat Daerah untuk periode 1

    (satu) tahun.

    Dengan demikian diharapkan akan terciptanya sinkronisasi program

    pembangunan antar sektor dan wilayah baik bersifat jangka panjang, menengah,

    maupun jangka pendek, sehingga terwujudnya pembangunan yang terpadu dan

    berkelanjutan.

    1.5. Sistimatika Penulisan

    BAB I : PENDAHULUAN Terdiri dari latar belakang; maksud dan tujuan; landasan hukum;

    hubungan RPJM dengan dokumen perencanaan lainnya; danSistematika Penulisan.

    BAB II : GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAHDalam bab ini diuraikan kondisi akhir tahun 2009 Terdiri dari kondisi geografis; Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat, Perluasan Kesempatan Kerja dan Penanggulangan Kemiskinan; Pembangunan dan Pemeliharaan Infrastruktur dan Sumber Daya Energi Pendukung Investasi; Peningkatan Mutu Pendidikan dan Pemerataan Kesempatan Belajar; Peningkatan Mutu dan Pemerataan Pelayanan Kesehatan; Pembangunan Syariat Islam, Sosial dan Budaya; Penciptaan Pemerintah yang Baik dan Bersih serta Penyehatan Birokrasi Pemerintahan; Penanganan dan Pengurangan Resiko Bencana.

    BAB III : VISI DAN MISI Tetap tidak berubah

  • Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 I-7

    BAB IV : STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAHStrategis disesuaikan dengan kondisi akhir 2009 Terdiri dari Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat, Perluasan Kesempatan Kerja dan Penanggulangan Kemiskinan; Pembangunan dan Pemeliharaan Infrastruktur dan Sumber Daya Energi Pendukung Investasi;Peningkatan Mutu Pendidikan dan Pemerataan Kesempatan Belajar;Peningkatan Mutu dan Pemerataan Pelayanan Kesehatan;Pembangunan Syariat Islam, Sosial dan Budaya; Penciptaan Pemerintah yang Baik dan Bersih serta Penyehatan BirokrasiPemerintahan; Penanganan dan Pengurangan Resiko Bencana.

    BAB V : ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Disesuaikan dengan kondisi akhir 2009

    BAB VI : ARAH KEBIJAKAN UMUMDisesuaikan dengan kondisi 2009Terdiri dari Bidang Pemerintahan, Politik, dan Hukum; Ekonomi; Infrastruktur; Pendidikan; Kesehatan; Agama, Sosial dan Budaya.

    BAB VII : PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH Disesuaikan dengan hasil pembahasan PokjaTabel Program Pembangunan Daerah 2007-2012

    BAB VIII : P E N U T U P

    LAMPIRAN-LAMPIRAN

  • Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-1

    BAB II

    GAMBARAN UMUM KONDISI ACEH

    2.1 Geografis

    Aceh terletak di ujung Barat laut Pulau Sumatera (2o-6o Lintang Utara dan

    95o-98o Bujur Timur) dengan Ibukota Banda Aceh, memiliki luas wilayah 5.675.841

    ha (12,26 persen dari luas pulau Sumatera), dan sekaligus terletak pada posisi

    strategis sebagai pintu gerbang lalu lintas perdagangan Nasional dan Internasional

    yang menghubungkan belahan dunia timur dan barat.

    Aceh memiliki 119 pulau, 35 gunung, 73 sungai besar, 2 buah danau dan

    sebagian besar wilayahnya merupakan kawasan hutan sebesar 3.862.249,26 ha

    yang terdiri dari hutan yang dilindungi dan hutan produksi. Hutan yang dilindungi

    terdiri dari hutan suaka alam 115.122,15 ha, hutan pelestarian alam 647.344,82,

    hutan lindung 2.481.442,86, dan taman buru 84.962,53 ha, selanjutnya hutan

    produksi terdiri dari hutan produksi terbatas 13.331,54, hutan produksi

    122.781,15 ha, dan hutan produksi konversi 37.284,20 ha. Aceh mempunyai

    beragam kekayaan sumberdaya alam antara lain minyak dan gas bumi, pertanian,

    industri, perkebunan (kelapa sawit, karet, kelapa, cengkeh, kakao, kopi,

    tembakau), perikanan darat dan laut, pertambangan umum (logam, batu bara,

    emas, dan mineral lainnya).

    Pemerintah Aceh terdiri dari 18 Kabupaten dan 5 Kota, 276 Kecamatan, 731

    Mukim dan 6.424 gampong atau desa. Secara topografi Aceh terdiri dari 47,58

    persen wilayah yang bergunung, 24,63 persen merupakan daerah datar, 10

    persen merupakan daerah berbukit, 10,55 persen merupakan wilayah berombak

    dan selebihnya wilayah bergelombang. Keterangan tersebut menurut klasilifikasi

    slope (kelerengan), yaitu < 2 persen datar, 2-8 persen berombak, 8-15 persen

    bergelombang, 15-25 persen berbukit dan >25 persen bergunung.

    Karakteristik lahan di Aceh pada Tahun 2008 sebagian besar didominasi

    oleh hutan, dengan luas 3.549.813 Ha atau 58,15 persen. Penggunaan lahan

    terluas kedua adalah perkebunan besar dan kecil mencapai 827.030 Ha atau 13,65

    persen dari luas total wilayah Aceh. Luas lahan pertanian sawah dan pertanian

  • Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-2

    tanah kering semusim mencapai 449,514 Ha atau 7.59 persen dan selebihnya

    lahan pertambangan, industri, perkampungan perairan darat, tanah terbuka dan

    lahan suaka alam lainnya dibawah 5.99 persen.

    2.2 Perekonomian

    2.2.1 Kondisi Ekonomi Makro

    2.2.1.1 Pertumbuhan Ekonomi

    Jika diukur dari kenaikan PDRB, perekonomian Aceh secara keseluruhan

    (termasuk migas) selama dua tahun terakhir (2008-2009) secara berturut-turut

    mengalami pertumbuhan negatif yaitu sebesar -5,27 persen dan -5,58 persen.

    Akan tetapi tanpa migas perekonomian Aceh selama periode tersebut justru

    mengalami perkembangan yang menggembirakan yaitu mengalami pertumbuhan

    positif secara berturut-turut sebesar 1,88 persen dan 3,92 persen.

    Penyebab utama pertumbuhan negatif (kontraksi) perekonomian Aceh

    secara keseluruhan (termasuk migas) selama beberapa tahun terakhir adalah

    disebabkan oleh semakin menurunnya kontribusi minyak dan gas bumi terhadap

    PDRB. Akibat masih dominannya kontribusi minyak dan gas bumi terhadap PDRB

    Aceh menyebabkan perubahannya berdampak signifikan terhadap pertumbuhan

    ekonomi secara keseluruhan.

    Jika tanpa memperhitungkan nilai kontribusi minyak dan gas bumi, selama

    periode 2008-2009 semua sektor usaha mengalami pertumbuhan positif.

    Pertumbuhan tertinggi terjadi di sektor listrik dan air bersih yang diikuti oleh

    sektor keuangan, industri pengolahan, perdagangan hotel dan restoran, jasa-jasa,

    pengangkutan dan komunikasi, pertanian, bangunan, serta pertambangan dan

    penggalian.

    Pertumbuhan ekonomi Aceh tahun 2008 dan 2009 menurut lapangan usaha

    (sektor-sektor) secara lebih terinci dapat dilihat pada Tabel II.1 dibawah ini:

  • Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-3

    Tabel II.1Laju Pertumbuhan Ekonomi Aceh

    Tahun 2008 dan 2009 Menurut Lapangan Usaha

    Sumber : BPS Aceh, 2010Catatan : *) angka sementara **) angka sangat sementara

    Mencermati perkembangan partumbuhan ekonomi Aceh yang semakin

    meningkat selama beberapa tahun terakhir khususnya pertumbuhan ekonomi

    tanpa migas, bahwa pertumbuhan tersebut masih jauh dibawah pertumbuhan

    ekonomi nasional yang tumbuh sekitar 4,5 persen pada tahun 2009.

    2.2.1.2 Tingkat Inflasi

    Jika diamati perkembangan harga-harga barang di dua kota utama Aceh

    (Banda Aceh dan Lhokseumawe), tingkat inflasi yang terjadi di Aceh pada tahun

    2009 tercatat sangat rendah selama beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2009

    tingkat inflasi yang terjadi di Kota Banda Aceh adalah sebesar 3,5 persen jauh

    LAPANGAN USAHAPertumbuhan (persen)

    2008 2009**

    (1) (2) (3)

    1. Pertanian 0,81 3,09

    2. Pertambangan dan Penggalian -27,31 -49,24

    - Tanpa Gas -1,01 1,38

    3. Industri Pengolahan -7,73 -6,06

    - Tanpa Gas 3,57 5,03

    4. Listrik dan Air Bersih 12,73 27,07

    5. Bangunan -0,85 3,16

    6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 4,59 3,28

    7. Pengangkutan dan Komunikasi 1,38 4,68

    8. Keuangan, Persewaan, Jasa Perusahaan 5,16 9,61

    9. Jasa Jasa 1,21 4,68

    PDRB -5,27 -5,58

    PDRB TanpaMigas 1,88 3,92

  • Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-4

    lebih rendah dibandingkan tahun 2008 yang sebesar 10,27 persen. Sedangkan

    tingkat inflasi di Kota Lhokseumawe pada tahun 2009 sebesar 3,96 persen juga

    jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan tingkat inflasi yang terjadi pada tahun

    2008 yaitu sebesar 13,78 persen.

    Tingkat suku bunga yang relatif rendah selama tahun 2009 ternyata tidak

    memberi pengaruh signifikan terhadap tingkat inflasi di Aceh dalam kurun waktu

    yang sama. Rendahnya inflasi yang terjadi selama tahun 2009 jika dibandingkan

    dengan tahun-tahun sebelumnya cenderung terutama dipengaruhi oleh kebijakan

    pemerintah yang tidak menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Tarif

    Dasar Listrik (TDR) selama tahun 2009.

    Disamping itu, berkurangnya secara drastis aktifitas rehabilitasi dan

    rekonstruksi Aceh selama tahun 2009, dari sisi demand telah menyebabkan

    turunnya permintaan terhadap barang dan jasa kebutuhan kegiatan

    pembangunan. Sedangkan dari sisi supply, perbaikan infrastruktur, unit-unit

    produksi dan system distribusi barang telah menciptakan pasar yang lebih

    sempurna, dan fenomena tersebut juga memberi andil cukup besar terhadap

    rendahnya tingkat inflasi selama tahun 2009.

    Rendahnya tingkat inflasi di Aceh pada tahun 2009 jika dibandingkan

    dengan tingkat inflasi yang terjadi pada beberapa tahun sebelumnya, maka

    kondisi tersebut minimal perlu dipertahankan agar pembangunan ekonomi terus

    dapat ditingkatkan.

    2.2.1.3 Tingkat Pengangguran Terbuka

    Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) merupakan salah satu indikator yang

    dapat menggambarkan kondisi umum perekonomian suatu wilayah, dan sekaligus

    memberikan gambaran aktivitas masyarakat dalam mencapai kesejahteraan. TPT

    diukur berdasarkan persentase jumlah angkatan kerja yang tidak bekerja yang

    dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah kondisi sosial, budaya, dan

    ekonomi lingkungan, serta kondisi internal angkatan kerja itu sendiri.

    Jumlah angkatan kerja di Aceh pada tahun 2009 mencapai 1,897 juta orang

    mengalami penambahan sekitar 104 ribu orang dari kondisi 2008 yang hanya

  • Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-5

    sebanyak 1,793 juta orang. Sedangkan jumlah penduduk yang bekerja pada tahun

    2009 adalah sebanyak 1,732 juta orang atau bertambah sekitar 110 ribu orang

    dari tahun 2008 yang hanya sebanyak 1,622 juta orang. Peningkatan jumlah

    orang yang bekerja lebih besar dari peningkatan jumlah angkatan kerja yang

    terjadi pada tahun 2009 telah menyebabkan menurunnya TPT di Aceh. Kondisi

    yang yang sama, juga terjadi selama beberapa tahun sebelumnya, akibat semakin

    bertambahnya kesempatan kerja dan semakin luasnya lapangan usaha yang

    tercipta.

    Semakin kondusifnya keamanan daerah dan semakin baiknya kondisi

    berbagai sarana dan prasarana daerah, serta semakin terbukanya akses daerah

    terhadap dunia luar telah mendorong masyarakat untuk lebih berpartisipasi dalam

    akselerasi pembangunan Aceh. Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya

    tumbuh unit-unit usaha kecil dan menengah baik oleh pelaku-pelaku ekonomi lokal

    maupun tumbuh melalui kemitraan dengan pengusaha-pengusaha luar daerah dan

    asing.

    Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Aceh pada tahun 2009 (kondisi

    bulan Agustus) adalah sebesar 8,71 persen yaitu mengalami penurunan sebesar

    0,85 persen dari TPT tahun 2008 (pada bulan yang sama) yang mencapai 9,56

    persen. Pada tahun 2010 (kondisi Februari), TPT di Aceh semakin menurun yaitu

    8,60 persen yang berarti mengalami penurunan sebesar 0,11 persen selama satu

    semester.

    Perkembangan TPT di Aceh selama 5 tahun terakhir adalah seperti

    diperlihatkan pada Tabel II.2 dibawah ini:

    Tabel. II.2Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka

    di Aceh Selama Periode 2006 - 2010

    TAHUN Tingkat Pengangguran(%)

    2006 10,43

    2007 9,84

    2008 9,562009 8,71

    2010*) 8,60Sumber : BPS Aceh, 10 Februari 2010*) kondisi Februari 2010

  • Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-6

    Walaupun TPT di Aceh terus mengalami penurun selama lima tahun

    terakhir, namun kondisi tersebut masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan TPT

    nasional yang pada tahun 2009 sebesar 8,14 persen. Kondisi tersebut perlu

    menjadi perhatian dan memerlukan beberapa kebijakan agar TPT di Aceh mampu

    ditekan minimal setara dengan nasional.

    2.2.1.4 Tingkat Kemiskinan

    Kondisi damai yang masih terpelihara dengan baik saat ini merupakan

    suatu modal yang sangat besar bagi Aceh dalam melaksanakan berbagai program

    pembangunan, terutama yang berdampak langsung terhadap pemberdayaan

    ekonomi masyarakat dan diharapkan dapat berimbas terhadap menurunnya

    jumlah penduduk miskin.

    Tingkat kemiskinan di Aceh selama periode 2007-2009 terus mengalami

    penurunan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2007 tingkat kemiskinan di Aceh

    adalah sebesar 26,65 persen yang pada tahun-tahun selanjutnya terus menurun

    menjadi 23,53 persen di 2008 dan 21,80 persen pada tahun 2009.

    Sebagaimana halnya dengan kondisi penyebaran penduduk miskin secara

    nasional, bahwa penduduk miskin di Aceh juga lebih banyak berdomisili di daerah

    perdesaan dibandingkan dengan yang bermukim di perkotaan. Berdasarkan data

    statistik tahun 2009, bahwa dari total jumlah penduduk miskin yang mencapai

    892.900 jiwa yang berdomisili di pedesaan adalah sebanyak 710.700 jiwa,

    sedangkan yang berdomisili di perkotaan sebesar 182.200 jiwa. Secara

    persentase, bahwa 24,34 persen penduduk desa adalah tergolong miskin,

    sedangkan penduduk kota hanya 15,45 persen yang tergolong miskin. Tingginya

    persentase pendudk miskin di pedesaan cenderung disebabkan oleh beberapa

    faktor diantaranya adalah masih rendahnya rata-rata tingkat pendidikan (skill),

    minimnya infrastruktur, serta terbatasnya akses terhadap arus informasi

    pembangunan dan teknologi.

    Perkembangan penduduk miskin di Aceh selama periode 2007-2009 dapat

    dilihat pada Tabel II.3 dibawah ini:

  • Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-7

    Tabel. II.3

    Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin di Aceh Selama Periode 2007-2009

    Tahun Jumlah Penduduk Miskin(ribu orang)

    Persentase Penduduk Miskin(%)

    2007 1.083,6 26,65

    2008 956,7 23,53

    2009 892,9 21,80Sumber : BPS Aceh tahun 2009

    2.2.2 Sektor-Sektor Produksi

    Secara umum, sektor pertanian dalam arti luas masih menjadi penyumbang

    utama terhadap PDRB Aceh dimana pada tahun 2009 kontribusinya adalah

    sebesar 33,69 persen. Dengan demikian sektor pertanian menjadi penyokong

    utama perekonomian Aceh, disamping juga masih sebagai mata pencaharian

    utama masyarakat. Akan tetapi dalam pengembangannya, sektor ini masih banyak

    menghadapi berbagai permasalahan dan tantangan, antara lain adalah:

    a. Masih tingginya konflik kepentingan dalam pemanfaatan lahan yang

    ditunjukkan dengan tingginya konversi lahan pertanian sehingga hal ini dapat

    mengancam tingkat produksi pertanian;

    b. Masih kurang memadainya infrastruktur pertanian, terutama jaringan irigasi,

    jalan usaha tani, saluran tambak, pelabuhan perikanan, dan balai

    pembibitan/perbenihan, sehingga produktivitas sektor pertanian tergolong

    masih rendah;

    c. Pengembangan komoditi belum fokus pada komodi unggulan yang memiliki

    prospek pasar serta nilai tambah yang tinggi

    d. Skala usaha pertanian rakyat tergolong masih sangat kecil, terutama jika

    dibandingkan dengan potensi ketersediaan lahan yang ada

    e. Masih lemahnya aplikasi teknologi dalam proses produksi dan pengolahan

    hasil akibat belum optimalnya mekanisasi dan penyuluhan pertanian.

  • Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-8

    f. Lemahnya akses petani terhadap sumber informasi terutama yang berkaitan

    dengan teknologi, pasar, dan permodalan/perbankan; dan

    g. Masih lemahnya kelembagaan petani dan kemitraan usaha.

    2.2.2.1 Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura

    Produksi komoditi pangan Aceh dalam beberapa tahun terakhir secara

    keseluruhan menunjukkan perkembangan yang positif. Tahun 2009 (berdasarkan

    angka sementara), produksi padi mengalami peningkatan sebesar 10,23 persen

    yaitu dari 1.402.287 juta ton pada tahun 2008 meningkat menjadi 1.545.769 ton

    pada tahun 2009. Produksi tersebut terdiri dari padi sawah (1.528.737 ton) dan

    padi ladang (17.032 ton). Sedangkan komoditi pangan yang mengalami

    peningkatan produksi paling signifikan adalah jagung dan kedelai, dimana pada

    tahun 2009 peningkatannya mencapai di atas 20 persen. Produksi jagung

    mengalami peningkatan sebesar 22,16 persen yaitu sebesar 112.894 ton pada

    tahun 2008 meningkat menjadi 137.910 ton pada tahun 2009. Produksi kedelai

    bahkan mengalami peningkatan yang luar biasa yaitu sebesar 44,55 persen, dari

    43.885 ton pada tahun 2008 meningkat menjadi 63.436 ton pada tahun 2009.

    Komoditi pangan yang mengalami pertumbuhan produksi negatif adalah

    kacang tanah dan kacang hijau. Produksi kacang tanah pada tahun 2009 hanya

    mencapai 5.899 ton atau menurun sebesar 423 ton (-6,69 persen) jika dibanding

    dengan tahun 2008 yang produksinya mencapai 6.322 ton. Sedangkan kacang

    hijau yang terjadi penurunan sebesar 439 ton (-24,70 persen) jika dibandingkan

    dengan produksi tahun 2008 yaitu sebesar 1.439 ton menurun menjadi 1.338 ton

    pada tahun 2009

    Dinilai dari sisi produktivitas, pada tahun 2009 hampir semua komoditi

    tanaman pangan mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya

    kecuali pada komoditi kacang tanah dan kacang hijau. Peningkatan produktivitas

    salah satunya mencerminkan sejauhmana penerapan teknologi pertanian yang

    diaplikasikan oleh petani untuk meningkatkan hasil produksinya per satuan luas,

  • Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-9

    seperti penggunaan benih unggul, aplikasi teknologi pendukung lainnya (seperti

    pupuk dan pengendalian OPT), dan dukungan infrastruktur seperti irigasi teknis.

    Peningkatan produktivitas pertanian pangan dan hortikultura harus tetap

    menjadi prioritas ke depan, mengingat produktivitas yang tinggi akan berdampak

    pada peningkatan kesejahteraan petani ke arah yang lebih baik. Laju

    perkembangan produktivitas komoditi pangan di Aceh untuk lebih jelasnya dapat

    dilihat pada Tabel II.4.

    Permasalahan yang sangat substansial dalam pengembangan komoditi

    pangan dan hortikultura adalah permasalahan ketersediaan bibit/benih unggul dan

    pemasaran. Penggunaan varietas unggul sering menjadi kendala dimana petani

    masih sangat tergantung dari bantuan pemerintah akibat belum tersedianya unit

    produksi bibit/benih unggul yang representatife dan mudah diakses oleh

    masyarakat. Selama ini sebagian besar kebutuhan bibit/benih unggul masih

    didatangkan dari luar daerah dengan harga yang mahal sehingga penggunaan

    bibit/benih unggul oleh petani masih sangat minim dan cendrung bergantung dari

    bantuan pemerintah.

    Sedangkan persoalan utama pemasaran adalah masih rendahnya harga jual

    komoditi ditingkat petani, terutama disaat panen raya. Pada saat musim panen

    raya petani cenderung menjual dengan harga murah akibat belum

    berkembangnya industri pengolahan dan masih lemahnya system mata rantai

    perdagangan (supplay chain). Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka

    sangat diperlukan dukungan ketersediaan unit pengolahan hasil dengan kapasitas

    yang cukup dan modern, serta terbentuknya sistem perdagangan komoditi yang

    tangguh dan berkeadilan. Dengan demikian nantinya diharapkan petani lebih

    termotivasi untuk berusaha di sektor pangan dan hortikultura dengan prinsip

    agribisnis, dan daerah dapat memperoleh nilai tambah yang lebih besar.

  • Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-10

    TABEL II.4Perkembangan Produktivitas Tanaman Pangan

    Menurut Komoditi di AcehTahun 2007 - 2009

    No KomoditiProduktivitas (Kwt/Ha) Perkembangan

    2007 - 2009(%)2007 2008 2009*)

    1 Padi 42,51 42,51 43,32 0,63

    2 Jagung 34,03 33,04 34,67 0,62

    3 Kedelai 12.99 13,34 14,08 2,93

    4 Kacang Tanah 12,11 12,12 12,59 1,30

    5 Kacang Hijau 11,04 10,44 10,49 -1,69

    6 Ubi Kayu 124,02 124,16 127,47 0,92

    7 Ubi Jalar 98,49 99,41 100,68 0,73Sumber: Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Aceh, Februari 2009 (data diolah).Keterangan: *) 2009 merupakan Angka Sementara.

    2.2.2.2 Perkebunan

    Sektor perkebunan telah memberikan sumbangan yang cukup berarti

    terhadap perekonomian daerah termasuk sumber pendapatan masyarakat.

    Sedangkan dari sisi aspek sosial, usaha perkebunan telah mampu memberikan

    lapangan pekerjaan yang cukup luas bagi masyarakat dimana secara langsung

    ikut mengurangi pengangguran. Disamping itu usaha perkebunan juga ikut

    mendukung kelestarian sumberdaya alam seperti pelestarian sumberdaya air dan

    penyediaan oksigen bagi kehidupan dalam konteks mendukung visi Aceh Green.

    Luas areal perkebunan sampai dengan tahun 2009 di Aceh mencapai

    900.080 Ha, mengalami peningkatan sebesar 10,67 persen dari tahun 2008,

    dimana hal ini cenderung disebabkan karena semakin kondusifnya keamanan di

    Aceh. Peningkatan luas areal tertinggi terjadi pada komoditi kemiri yang

    mengalami kenaikan sebesar 57,94 persen, kemudian diikuti oleh nilam sebesar

    32,48 persen. Kelapa Sawit masih mendominasi luas areal perkebunan di Aceh,

    yakni 313.813 Ha atau 34,86 persen, yang diikuti oleh Karet 132.694 Ha (14,74

    persen) dan Kopi 121.938 Ha (13,54 persen) serta Kelapa Dalam 101.150 Ha

  • Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-11

    (11,30 persen). Lebih jelas mengenai luas areal berbagai komoditi unggulan

    perkebunan di Aceh tahun 2007-2009 disajikan dalam Tabel II.5.

    TABEL II.5Luas Areal Tanaman Perkebunan Rakyat dan Besar

    Menurut Komoditi di Aceh Tahun 2007 2009

    NO KOMODITILUAS AREAL PERTUMBUHAN

    2007 2008 2009 2008 2009

    1 KARET 111.872 114.661 132.694 2,49 15,73

    2 KELAPA SAWIT 269.885 287.104 313.813 6,38 9,30

    3 KELAPA DALAM 108.421 101.996 101.750 -5,93 -0,24

    4 KOPI 112.138 111.880 121.938 -0,23 8,99

    5 CENGKEH 22.165 22.187 22.117 0,10 -0,32

    6 PALA 17.773 18.230 20.256 2,57 11,11

    7 PINANG 35.320 35.984 37.895 1,88 5,31

    8 KAKAO 50.101 74.547 78.805 48,79 5,71

    9 LADA 1020 974 1022 -4,51 4,93

    10 KEMIRI 24.306 13.725 21.677 -43,53 57,94

    11 NILAM 3144 3205 4246 1,94 32,48

    12 TEMBAKAU 836 829 943 -0,84 13,75

    13 KELAPA HYBRIDA 3.867 3.760 2.209 -2,77 -41,25

    14 GAMBIR 233 214 200 -8,15 -6,54

    15 KUNYIT 807 772 446 -4,34 -42,23

    16 JAHE 1.214 433 609 -64,33 40,65

    17 TEBU 6.233 6.407 6.706 2,79 4,67

    18 ANEKA TANAMAN 35.056 16.417 32.754 -53,17 99,51

    JUMLAH 804.391 813.325 900.080 1,11 10,67

    Sumber: Dinas Kehutanan dan Perkebunan Aceh Tahun 2009 (data diolah)

    Total produksi berbagai komoditi perkebunan pada tahun 2009 tidak

    mengalami peningkatan signifikan jika dibandingkan dengan tahun 2008.

    Pertumbuhan produksi tertinggi terjadi pada komoditi nilam yaitu 291,03 persen

    yang diikuti oleh kakao 225,51 persen dan tebu 103,34 persen, sedangkan

    terendah terjadi pada komoditi cengkeh sebesar -61,11 persen. Produksi kelapa

    sawit masih merupakan yang tertinggi diantara komoditi perkebunan lainnya

    yaitu sebesar 311.045 ton TBS atau (46,73 persen), dan produksi minyak sawit

    sebesar 286.452 ton serta inti sawit sebesar 129.412 ton. Untuk lebih jelasnya

    dapat dilihat dalam Tabel II.6.

  • Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-12

    TABEL II.6Produksi Tanaman Perkebunan Rakyat dan Besar

    Menurut Komoditi di Aceh Tahun 20072009*

    NO. KOMODITIPRODUKSI PERTUMBUHAN

    2007 2008 2009 2008 2009

    1 KARET 63.144 68.611 70.634 8,66 2,95

    2 KELAPA SAWIT 752.049 799.904 311.045 6,36 -61,11

    3 KELAPA DALAM 64.387 52.325 56.875 -18,73 8,70

    4 KOPI 48.080 47.811 50.190 -0,56 4,98

    5 CENGKEH 2.114 1.949 714 -7,81 -63,37

    6 PALA 5.706 4.495 5.458 -21,22 21,42

    7 PINANG 19.158 14.982 22.396 -21,80 49,49

    8 KAKAO 19.303 27.295 88.847 41,40 225,51

    9 LADA 252 182 274 -27,78 50,55

    10 KEMIRI 18.082 11.304 14.756 -37,48 30,54

    11 NILAM 118 156 610 32,20 291,03

    12 TEMBAKAU 230 215 316 -6,52 46,98

    13 KELAPA HYBRIDA 1.216 2.107 1.133 73,27 -46,23

    14 GAMBIR 67 66 78 -1,49 18,18

    15 KUNYIT 2.117 2.001 768 -5,48 -61,62

    16 JAHE 4.064 2.257 2.589 -44,46 14,71

    17 TEBU 16.318 16.423 33.394 0,64 103,34

    18 ANEKA TANAMAN 9.628 5.449 5.489 -43,40 0,73

    JUMLAH 1.026.033 1.057.532 665.566 3,07 -37,06Sumber: Dinas Kehutanan dan Perkebunan Aceh Tahun 2009 (data diolah)

    Pengembangan komoditi perkebunan di Aceh selama ini masih menghadapi

    beberapa permasalahan substansial yang hampir sama dengan permasalahan di

    sektor pertanian pangan dan hortikultura, yaitu permasalahan ketersediaan bibit

    unggul dan penanganan pasca panen. Sebagian besar bibit unggul masih harus

    didatangkan dari daerah lain dan sulit diakses oleh petani, serta harga yang

    relative mahal. Akibatnya petani cenderung menggunakan bibit yang bukan

    klon/varietas anjuran sehingga berimbas pada rendahnya produktivitas

    perkebunan rakyat terutama jika dibandingkan dengan perkebunan besar.

    Permasalahan pasca panen terutama berkaitan dengan masih rendahnya

    harga komoditi di tingkat petani sehingga hasil kebun tidak dimanfaatkan secara

    optimal. Rendahnya harga komoditi perkebunan ditingkat petani disebabkan oleh

  • Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-13

    beberapa hal diantaranya yang terpenting adalah akibat rendahnya kualitas

    pengolahan hasil panen, lemahnya sistim kelembagaan petani, dan minimnya

    ketersediaan unit pengolahan hasil perkebunan.

    2.2.2.3. Peternakan

    Pembangunan sektor peternakan di Aceh mempunyai peranan strategis

    dalam upaya pemantapan ketahanan pangan hewani dan pemberdayaan ekonomi

    masyarakat. Pembangunan peternakan merupakan bagian integral dari

    pembangunan pertanian dalam arti luas dan di ditujukan kepada upaya

    peningkatan produksi peternakan yang sekaligus untuk meningkatkan pendapatan

    dan kesejahteraan petani ternak, memenuhi kebutuhan pangan dan gizi, serta

    menciptakan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha bagi masyarakat.

    Disamping itu usaha peternakan juga berperan dalam mendorong pengembangan

    agroindustri dan agribisnis.

    Sejalan dengan program Nasional Pencapaian Swasembada Daging Sapi

    (PSDS) pada tahun 2014, pemerintah Aceh terus berusaha untuk menambah

    jumlah populasi ternak baik dengan mendatangkan ternak dari luar Aceh

    maupun melalui inseminasi buatan yang secara efektif mampu mengatasi

    masalah fertilasi ternak. Di samping itu, pola pengembangannya juga difokuskan

    pada pengembangan kawasan-kawasan peternakan terpadu baik untuk kawasan

    peternakan sapi maupun kawasan peternakan ayam petelur.

    Selama periode 2008-2009 total populasi ternak terus mengalami

    pertumbuhan. Pada tahun 2008 total populasi ternak berjumlah 14.840.889 ekor,

    mengalami peningkatan sebesar 3,97 persen pada tahun 2009 dengan total

    populasi sebesar 15.430.451 ekor. Populasi ternak yang mengalami peningkatan

    terbesar adalah domba dengan peningkatan sebesar 17,61 persen atau dengan

    jumlah populasi sebesar 184.747 ekor jika dibandingkan dengan tahun 2008

    dengan jumlah populasi sebesar 157.081 ekor, kemudian disusul oleh ayam

    pedaging dengan peningkatan sebesar 10 persen atau dengan jumlah populasi

    sebesar 1.480.939 ekor jika dibandingkan dengan tahun 2008 dengan jumlah

    populasi sebesar 1.346.308 ekor. Sedangkan terendah terdapat pada kambing

  • Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-14

    dengan penumbuhan sebesar 0,93 persen, ayam buras sebesar 2,99 persen, itik

    dan puyuh masing-masing hanya tumbuh sebesar 3 persen. Lebih jelasnya

    mengenai perkembangan populasi ternak dapat dillihat pada Tabel II.7.

    Tabel II.7Perkembangan Populasi Ternak Menurut Jenis

    Di Aceh Tahun 2008 - 2009

    No Jenis TernakPopulasi Ternak (ekor) Pertumbuhan

    (%)2008 2009 2009

    1 Sapi Perah 32 35 9,372 Sapi Potong 641.093 688.118 7,333 Kerbau 280,662 299.763 6,804 Kuda 3.243 3.357 3,515 Kambing 697.426 703.593 0,936 Domba 157.081 184.757 17,617 Babi 333 321 -3,608 Ayam Buras 8.904.869 9.172.015 2,999 Ayam Ras

    Petelur181.887 190.799 4,89

    10 Ayam Pedaging

    1.346.308 1.480.939 10,0011 Itik 2.596.927 2.674.835 3,0012 Puyuh 31.028 31.959 3,00

    Total 14.840.889 15.430.451 3,97Sumber: Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan Aceh Tahun 2010 (data diolah).

    Jumlah produksi telur menurut jenis di Aceh tahun 2008 - 2009 mengalami

    kenaikan sebesar 8,50 persen. Telur ayam buras mengalami kenaikan tertinggi

    sebesar 11,36 persen sedangkan pada jenis telur ayam ras juga terjadi

    peningkatan yaitu sebesar 11,27 persen dan itik sebesar 2,88 persen. Gambaran

    mengenai perkembangan Produksi telur Aceh tahun 2008 - 2009 dapat dilihat

    pada Tabel II.8 berikut:

  • Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-15

    Tabel II.8Perkembangan Produksi Telur Menurut Jenis

    di Aceh tahun 2008 - 2009

    No JenisProduksi (Kg)

    Pertumbuhan (%)

    2008 2009 2009

    1 Ayam Buras 7.384.695 8.223.564 11,36

    2 Ayam Ras Petelur 885.606 985.450 11,27

    3 Itik 9.580.128 9.856.250 2,88

    Total 17.850.429 19065264 8,50Sumber: Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan Aceh Tahun 2010 (data diolah).

    Rendahnya produksi telur dalam daerah, disebabkan karena tingginya biaya

    produksi akibat pakan ternak yang masih harus didatangkan dari luar Aceh

    sehingga harga jual telur menjadi mahal jika dibandingkan dengan harga telur

    pasokan yang masuk dari luar daerah Aceh. Keadaan ini menyebabkan daya

    saing peternak dalam daerah menjadi rendah, sehingga motivasi masyarakat

    untuk berusaha dibidang ini menjadi menurun.

    Melihat pertumbuhan penduduk Aceh yang terus bertambah dan kondisi

    sosial ekonomi yang cenderung semakin membaik, maka diperkirakan dalam

    kurun waktu lima tahun mendatang permintaan terhadap daging dan telur tidak

    akan seimbang dengan ketersediaan dalam daerah, untuk itu perlu dilakukan

    kajian yang strategis dalam menyeimbangkan supply dan demand pangan

    daging dan telur dimasa yang akan datang.

    2.2.2.4 Kelautan dan Perikanan

    Aceh yang terletak di ujung Utara/Barat Pulau Sumatera memiliki peranan

    yang sangat strategis dalam pengembangan sektor kelautan dan perikanan

    nasional mengingat letaknya di antara dua perairan, yaitu Selat Malaka di bagian

    Utara/Timur dan Samudera Indonesia di bagian Barat/Selatan. Panjang garis

    pantai Aceh sekitar 1.660 km dengan luas perairan laut sekitar 295.370 km2 yang

  • Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-16

    terdiri dari perairan teritorial dan perairan kepulauan seluas 56.563 km2 dan

    Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) 238.807 km2.

    Produksi perikanan di Aceh selama tiga tahun terakhir mengalami

    pertumbuhan baik pada jenis perikanan tangkap maupun perikanan budidaya.

    Pada tahun 2008 total produksi perikanan Aceh adalah sebesar 167.907,5 ton

    dan mengalami peningkatan sebesar 1,52 persen terhadap produksi tahun 2007

    yang hanya mencapai sebesar 165.396,6 ton. Pada tahun 2009 total produksi

    perikanan mencapai 172.962,6 ton atau mengalami pertumbuhan sebesar 3,01

    persen.

    Perikanan dan kelautan merupakan sektor yang mengalami kehancuran

    sangat fatal pada saat bencana tsunami. Namun pertumbuhan produksi

    perikanan yang terjadi selama tiga tahun terakhir walaupun tidak terlalu

    signifikan menandakan mulai pulihnya kembali sektor ini dari kehancuran. Untuk

    lebih rincinya produksi perikanan Aceh tahun 2007-2009 dapat dilihat dalam

    Tabel II.9.

    Tabel II.9Produksi Perikanan di Aceh

    Tahun 2007 - 2009

    No KlasifikasiJumlah Produksi (ton)

    2007 2008 2009*1. Perikanan

    Tangkap 129.730,9 130.271,4 134.179,5

    2. Perikanan Budidaya 35.665,7 37.636,1 38.765,1

    Total 165.396,6 167.907,5 172.962,6Pertumbuhan (%) 5,20 1,52 3,01

    Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh Tahun 2008 (data diolah)Ket : *) Angka sementara

    Secara keseluruhan pertumbuhan rata-rata produksi perikanan selama

    2007-2009 adalah sebesar 3,24 persen dengan perincian pertumbuhan tahunan

    produksi perikanan tangkap sebesar 3,41 persen dan perikanan budidaya

    sebesar 4,25 persen. Produksi perikanan tangkap umumnya didominasi oleh

    kelompok ikan pelagis seperti tuna, tongkol, kembung, cakalang, selar, tenggiri

  • Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-17

    dan layang. Kelompok udang dan bandeng memberi sumbangan terbesar dari

    subsektor budidaya perikanan.

    Jumlah prasarana yang tersedia di sektor Kelautan dan Perikanan masih

    sangat minim bila dibandingkan dengan potensi perikanan Aceh. Kondisi ini

    mencerminkan bahwa pengembangan sektor perikanan di Aceh ini belum

    didukung oleh ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai.

    Untuk itu kedepan perlu pengembangan sarana dan prasarana kelautan dan

    perikanan seperti pelabuhan perikanan, pengembangan balai benih ikan,

    pengembangan sarana tangkap serta motorisasi armada perikanan dalam upaya

    meningkatkan daya jelajah dan produktivitas nelayan.

    2.2.2.5 Kehutanan

    Kawasan Hutan Aceh yang ditetapkan berdasarkan Penunjukan Kawasan

    Hutan dan Perairan sesuai dengan keputusan Menteri Kehutanan No. 170/Kpts-

    II/2000 tanggal 29 Juni 2000 adalah seluas 3.335.613 Ha (daratan), dengan

    kawasan perairannya seluruhnya adalah seluas 3.549.813 ha. Luas kawasan hutan

    ini meliputi 62,74 persen dari luas daratan Aceh. Kawasan hutan ini terdiri dari

    kawasan Hutan Konservasi, Hutan Lindung dan kawasan Hutan Produksi.

    Kondisi kawasan hutan di Aceh umumnya belum mantap. Dari sepanjang

    5.056 Km batas luar kawasan hutan, yang baru terealisir tata batasnya sepanjang

    3.523,60 Km (69 persen). Sedangkan batas fungsi pada umumnya belum

    terealisir. Kenyataan ini menyebabkan lemahnya kepastian hukum dalam

    pengelolaan sumber daya hutan dan dalam menghadapi permasalahan okupasi

    kawasan hutan.

    Berdasarkan data yang ada saat ini (Baplan, 2002), menunjukkan bahwa

    indikasi kawasan hutan yang perlu direhabilitasi adalah seluas 2.125.300 ha

    (mencapai 37 persen luas daratan Aceh) baik yang berada di dalam kawasan

    maupun di luar kawasan. Kondisi tersebut mengharuskan adanya komitmen

    semua pihak untuk mendukung pemulihan kawasan hutan melalui kegiatan

    rehabilitasi hutan secara nasional. Hal ini sejalan dengan prioritas kebijakan

  • Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-18

    pembangunan nasional di bidang sumberdaya alam yaitu melindungi dan

    merehabilitasi SDA agar kualitas dan daya dukungnya tetap terjaga, sekaligus

    menjamin tersedianya ruang yang memadai bagi kehidupan masyarakat.

    Dengan berlakunya UUPA Nomor 11 tahun 2006, Pemerintah Aceh memiliki

    kewenangan dalam pengambilan kebijakan, pengaturan dan penyelenggaraan

    kegiatan yang berdampak antar kabupaten/kota. Mendasari Undang-undang

    tersebut dan memperhatikan kondisi geografis yang ada, maka pengelolaan hutan

    di Aceh dibagi atas 5 (lima) Daerah Aliran Sungai (DAS), dan dalam

    implementasinya akan dibentuk 4 Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD).

    Kawasan lindung pada kawasan hutan seluas 2.697.133 Ha (80,86 persen)

    yang terdiri dari hutan konservasi 852.633 Ha dan hutan lindung seluas 1.844.500

    Ha, sedangkan kawasan budidaya hutan atau hutan produksi seluas 638.580 Ha

    terdiri dari hutan produksi terbatas 37.300 Ha dan hutan produksi tetap

    601.280 Ha.

    2.2.2.6 Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM

    Populasi industri Aceh didominasi oleh industri kecil menengah. Jumlah

    usaha industri kecil menengah terus mengalami perkembangan dan pada 2009

    telah mencapai sebesar 35.660 unit meningkat tajam hingga 67,64 persen dari

    tahun 2008 yang populasinya berjumlah 21.275 unit. Peningkatan yang

    signifikan tersebut disebabkan oleh tumbuh dan berkembangnya industri kecil

    menengah. Sedangkan populasi industri besar sampai tahun 2009 mengalami

    stagnansi atau dengan kata lain tidak mengalami peningkatan populasi.

    Perkembangan industri dari tahun 2007 sampai dengan 2009 dapat dilihat pada

    Tabel II.10. Akan tetapi laju perkembangan populasi industri tidak diikuti oleh

    laju peningkatan investasi yang signifikan. Tahun 2009 nilai total investasi

    industri bernilai 147.1 Triliyun tidak berbeda jauh dengan nilai investasi industri

    tahun 2008 yang berjumlah 146.9 Triliyun. Penurunan aktivitas produksi dari

    beberapa industri besar yang ada di Aceh akibat kurangnya pasokan bahan baku

    dan diharapkan persoalan ini segera dapat diatasi.

  • Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-19

    Tabel II.10Perkembangan Industri Di Aceh

    Tahun 2007 - 2009

    Sumber: Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM, 2009.

    Kinerja ekspor Aceh secara umum cenderung mengalami peningkatan.

    Setelah mengalami kejatuhan pada tahun 2001, nilai ekspor Aceh mengalami

    perkembangan yang positif walaupun peningkatannya sedikit fluktuatif. Tahun

    2007 nilai ekspor mengalami penurunan hanya mencapai USD 1.854,23 Juta, tapi

    kemudian tahun 2008 meningkat kembali menjadi USD 2.234,13 juta. Nilai

    ekspor non migas juga mengalami perkembangan yang menggembirakan, walau

    pun belum signifikan pengaruhnya terhadap total nilai ekpor.

    Sedangkan ekspor non migas termasuk komoditi pertanian terus

    mengalami perkembangan yang menggembirakan. Setelah sempat meningkat 5

    kali lipat pada tahun 2007, ekspor non migas meningkat tajam sampai 80% pada

    tahun 2008, meski dalam tahun tersebut terjadi krisis finansial global. Ekspor

    beberapa komoditi mengalami peningkatan dimana komodi yang mengalami

    peningkatan tertinggi adalah komoditi pupuk. Disamping itu sejak kondisi

    keamanan pasca konflik semakin kondusif nilai ekspor komoditi perkebunan

    serperti kopi dan coklat terus meningkat. Tahun 2009 nilai ekspor kopi mencapai

    USD 22,66 juta. Namun demikian bila dibandingkan dengan nilai ekspor

    keseluruhan, nilai ekspor non-migas terutama komoditi pertanian masih sangat

    rendah.

    Sama halnya dengan ekspor, kondisi impor Aceh juga mengalami

    peningkatan. Tahun 2007 dan tahun 2008 nilai impor meningkat tajam dari USD

    30,65 juta menjadi 384,24 pada tahun 2008. Peningkatan nilai impor tersebut

    terutama disebabkan oleh meningkatnya impor barang-barang konsumsi rumah

    tangga, bahan makanan dan barang produk industri lainnya. Sedangkan impor

    No Kelompok Industri 2007 2008 2009

    1. Industri Kecil Menengah 20.231 unit 21.267 unit 35.652 unit

    2. Industri Besar 8 unit 8 unit 8 unit

    JUMLAH 20.239 unit 21.275 unit 35.660 unit

  • Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-20

    barang modal masih sangat kecil, dan gejala ini tidak sehat dalam mendorong

    pengembangan industri daerah.

    Seiring dengan nilai ekspor dan impor yang sama-sama menunjukkan

    trend meningkat, surplus neraca perdagangan luar negeri Aceh juga mengalami

    peningkatan. Tahun 2007 neraca perdagangan Aceh surplus sebesar USD

    1.823,59 juta dan tahun 2008 meningkat menjadi USD 1.849,89 juta.

    Secara keseluruhan negara tujuan ekspor utama Aceh masih didominasi

    oleh negara-negara Asia Timur seperti China, Jepang, Korea serta negara-negara

    ASEAN seperti Malaysia, Singapura dan Thailand. Begitu juga dengan impor,

    87,25 persen berasal dari negara Asia Timur dan ASEAN. Sisanya 12,75 persen

    berasal dari negara-negara Eropa Barat seperti Ingris, Switzerland dan Jerman

    serta dari Amirika Serikat.

    Sektor Koperasi dan UKM merupakan bagian yang cukup penting dan

    strategis terhadap pembangunan ekonomi Aceh. Peran strategis tersebut terkait

    dengan jumlah, sebaran dan potensi yang dimiliki bahkan perannya dapat

    menciptakan lapangan kerja yang cukup memadai serta menjadi faktor utama

    pendorong sektor riil.

    Kondisi tahun 2008 skala usaha di Aceh didominasi oleh usaha mikro,

    dengan jumlah pelaku usaha sebesar 307 ribu orang atau 83 persen. Kemudian

    diikuti oleh usaha kecil dengan pelaku usaha sebanyak 60 ribu orang atau 16

    persen. Kemudian diikuti oleh usaha menengah dengan jumlah pelaku usaha 1.6

    ribu orang atau 0.44 persen. Sebagian besar pelaku UKM memiliki usaha di sektor

    perdagangan. Tahun 2008 UKM yang berada di sektor perdagangan berjumlah

    212.5 ribu tenaga kerja atau lebih dari 57 persen. Hal ini karena usaha di sektor

    ini relatif lebih mudah dan tidak membutuhkan modal besar.

    Pada tahun 2009 perkembangan Koperasi mengalami peningkatan menjadi

    6.614 unit (0,67 persen) baik ditinjau dari indikator kelembagaan maupun dari

    indikator usaha. Jumlah Koperasi pada tahun 2008 jumlah Koperasi tercatat

    sebanyak 6.570 unit yang tersebar di seluruh Provinsi. Peningkatan tersebut juga

    diikuti oleh jumlah Koperasi yang tidak aktif sebesar 35,37 persen atau sebanyak

    2.324 unit.

  • Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-21

    Jumlah anggota Koperasi tahun 2009 sebanyak 519.314 orang atau

    meningkat dari tahun 2008 sebanyak 1.199 orang seiring bertambahnya jumlah

    unit Koperasi. Disisi lain Koperasi sebagai badan usaha juga memberikan

    konstribusi terhadap penyerapan tenaga kerja baik secara langsung maupun tidak

    langsung. Dari sisi jumlah dana yang terhimpun baik simpanan anggota maupun

    modal yang disetor dalam bentuk lainnya mengalami peningkatan yang signifikan.

    Jumlah Simpanan Anggota mencapai Rp. 1.176,192 milyar dan Modal

    luar/pinjaman sebesar Rp 295,007 Milyar. Modal Koperasi bersumber dari APBD,

    APBN, Perbankan dan Lembaga Keuangan lainnya. Saat ini Koperasi mampu

    menyerap tenaga kerja sebanyak 8.841 orang. Berdasarkan peringkat dari

    Kementerian Koperasi dan UKM kondisi koperasi di Aceh masih sangat

    memprihantinkan. Dari jumlah 6.614 unit koperasi hanya 2.990 unit yang aktif,

    dan dari yang aktif tersebut hanya 24 unit yang berperingkat baik. Oleh karena itu

    perlu usaha keras pemerintah dan masyarakat untuk menjadikan koperasi menjadi

    sokoguru ekonomi bangsa. Adapun perkembangan koperasi, jumlah simpanan,

    volume usaha dapat dilihat dalam tabel II.11 berikut:

    Tabel II.11Perkembangan Koperasi di Aceh

    Tahun 2004 -2009

    No Uraian Tahun

    Ket2004 2005 2006 2007 2008 2009*

    1 Jumlah Koperasi (Unit)4.872 5.011 5.533 5.800 6.570 6.614

    2Jumlah Anggota (Orang) 415.827 441.494 460.537 485.254 494.564 519.314

    3Jumlah Karyawan (Orang) 5.028 5.791 5.010 5.036 5.499 6.698

    4Jumlah Manajer (Orang) 937 1.407 1.649 1.570 1.580 2.143

    5Jumlah Simpanan (Rp Juta) 211,940 149,949 201,605 252,980 283.019 1.176.192

    6Modal Pinjaman (Rp Juta) 225,119 190,122 263,224 368,874 349.380 295.007

    7Volume Usaha (Rp Juta ) 234,308 280,698 780,107 823,975 1.054.440 604.589

    8Sisa Hasil Usaha (Rp Juta )

    21,403 24,197 56,960 163,159 383.343 45.530

    Sumber: Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM, 2009Keterangan: *) Sampai dengan Juni 2009

  • Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-22

    2.2.2.7 Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk

    Perkembangan tingkat penganguran di Aceh selama periode 2006-2009

    menunjukkan tren yang terus menurun, dimana pada tahun 2006 Tingkat

    Pengangguran Terbuka (TPT) di Aceh adalah sebesar 10,43 persen, tahun 2007

    turun menjadi 9,84 persen, tahun 2008 turun lagi menjadi 9,56 persen, dan pada

    tahun 2009 kembali menjadi 8,71 persen. Bila diamati perkembangan jumlah

    angkatan kerja di Aceh yang setiap tahun terus bertambah, dimana pada tahun

    2006 adalah sebanyak 1.813.000 orang dan pada tahun 2009 menjadi 1.898.000

    orang atau mengalami kenaikan sebesar 4,67 persen. Sebaliknya jumlah

    pengangguran di Aceh justru mengalami penurunan yang signifikan yaitu 189.000

    orang pada tahun 2006 dan menjadi 165.000 orang pada tahun 2009, atau

    mengalami penurunan sebesar 12,70 persen atau rata-rata turun 4.2 persen per

    tahun.

    Lebih besarnya persentase penurunan jumlah orang yang menganggur jika

    dibandingkan dengan persentase kenaikan jumlah angkatan kerja mengakibatkan

    TPT terus dapat ditekan setiap tahunnya. Hal ini diperkirakan sebagai dampak dari

    semakin luasnya lapangan kerja yang tercipta dan semakin meningkatnya peluang

    kesempatan berusaha bagi masyarakat. Sektor pertanian masih menjadi andalan

    penyerapan tenaga kerja. Disamping itu dengan semakin membaiknya iklim usaha

    di masyarakat sehingga tumbuh suburnya usaha-usaha rakyat di sektor informal

    yang ikut menyumbang untuk penyerapan tenaga kerja.

    Kesempatan kerja dan berusaha pada tahun 2009, masih di dominasi oleh

    sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan dan perikanan yaitu sebesar

    48,89 persen diikuti oleh sektor jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan

    sebesar 19,13 persen, sedangkan yang terendah sektor industri pengolahan yaitu

    sebesar 4,66 persen. Berdasarkan jenis kelamin masih didominasi oleh kaum pria

    yaitu sebesar 63,48 persen, dari uraian tersebut, menggambarkan bahwa serapan

    tenaga kerja berdasarkan sektor lapangan usaha tersebut, terindikasi pada sektor

    pertanian, perkebunan, kehutanan dan perikanan masih merupakan lapangan

    usaha utama bagi masyarakat yang ingin mengembangkan usahanya dan

  • Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-23

    membuka peluang berusahan dalam upaya meningkatkan taraf hidupnya. Untuk

    lebih jelas dapat dilihat dalam tabel II.12

    Tabel II.12Kesempatan kerja Menurut Sektor Usaha

    Tahun 2009

    NO. SEKTOR USAHA LAKI-LAKI PEREMPUAN (L+P)

    1. Pertanian, Kehutanan, Perburuan dan Perikanan

    514.096 332.999 847.095

    2. Industri Pengolahan 36.882 43.890 80.772

    3. Perdangan Besar, Enceran, Rumah Makan dan Hotel

    157.642 106.811 264.453

    4. Jasa Kemasyarakatan 193.294 138.214 331.508

    5. Lainnya (Pertambangan dan Penggalian, Listrik, Gas dan Air, Bangunan, Angkutan, Pergudangan danKomunikasi, Keuangan, Asuransi, Usaha Persewaan Bangunan, Tanah dan Jasa Perusahaan)

    202.345 6.388 208.733

    JUMLAH 1.104.259 628.302 1.732.561

    Sumber: Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk, 2009

    Angkatan kerja Aceh pada tahun 2009 mencapai 1,9 juta orang. Angkatan

    kerja tersebut didonominasi oleh angkatan kerja muda yang berumur antara 20-39

    tahun. Sampai 20 tahun kedepan angkatan kerja ini masih berada dalam umur

    produktif. Ini merupakan aset Aceh mengejar pertumbuhan ekonominya. Akan

    tetapi sayang produktifitasnya masih rendah. Rendahnya produktivitas ini dan

    relatif tingginya UMR masih menjadi masalah yang harus segera diatasi.

    Penetapan UMR Aceh Rp 1 juta per bulan lebih tinggi dari nasional berdampak

    terhadap tingkat daya saing Aceh dalam menarik investasi di sektor formal.

    Produktivitas tenaga kerja yang rendah juga sangat mempengaruhi daya saing

  • Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-24

    daerah. Produktivitas pekerja Aceh memang masih sangat rendah. Kemajuan yang

    diharapkan nampaknya belum membuahkan hasil yang memadai.

    Walupun angka pengangguran terus mengalami penurunan, namun

    prosentasenya masih cukup tinggi yang berada di atas rata-rata nasional yang

    berada pada level 7.8 persen. Hal ini disebabkan salah satunya oleh daya serap

    pekerja formal yang masih sangat rendah. Rendahnya daya serap pekerja formal

    terkait dengan berbagai permasalahan dan hambatan dalam berinvestasi yang

    mewarnai kondisi pasar kerja. Untuk itu, tantangan yang dihadapi dalam beberapa

    tahun mendatang adalah upaya mendorong perpindahan pekerja dari pekerjaan

    yang memiliki produktivitas rendah ke pekerjaan yang memiliki produktivitas

    tinggi. Sehingga dalam pembangunan jangka panjang Aceh, hal ini dapat teratasi

    dan menjadi bagian yang tidak dapat dipisah dengan pengurangan angka

    kemiskinan.

    Dalam upaya pengembangan kawasan dan percepatan pertumbuhan

    kawasan tertinggal di Aceh, sejak tahun 1976 telah dilakukan pembukaan

    permukiman baru, pada tahun 2009 jumlah lokasi 160 lokasi transmigrasi dan

    jumlah penempatan 41.358 KK atau 169.188 jiwa. Sejak periode tahun 2007

    hingga 2009 telah dilakukan penempatan pada 18 lokasi untuk 1.928 KK, dengan

    rincian pada tahun 2007 sebanyak 1.119 KK, pada tahun 2008 dan 400 KK pada

    tahun 2009. Selanjutnya untuk rencana penempatan terhadap pengembangan

    kawasan, pembukaan lokasi permukiman transmigrasi untuk tahun 2010 sebanyak

    4 lokasi dan 145 KK. Selanjutnya untuk tahun 2011 sebanyak 13 lokasi untuk 1600

    KK dan tahun 2012 direncanakan sebanyak 6 lokasi untuk 880 KK.

    Berdasarkan Undang-Undang Kependudukan Nomor 1992, pembangunan

    kependudukan diarahkan pada pengendalian kualitas penduduk, pengerahan

    mobilitas dan pengembangan penduduk sebagai Sumber Daya Manusia (SDM)

    agar menjadi kekuatan pembangunan. Pembangunan kependudukan harus

    dilaksanakan merata yang dilakukan secara bersama, menyeluruh, terpadu,

    terarah, bertahap dan berkelanjutan. Sehubungan dengan itu pemerintah pusat

    telah memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah untuk mengambil

    langkah yang lebih realistis dalam melaksanakan program kependudukan sesuai

  • Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-25

    dengan aspirasi masyarakat, sehingga pemerintah daerah dapat merencanakan,

    melaksanakan, mengendalikan dan memonitor terhadap pembangunan

    kependudukan di Aceh. Namun dalam pelaksanaan pengembangan kawasan

    tertinggal untuk pembangunan permukiman penduduk telah mengalami

    pergeseran dan perubahan kebijakan penyelenggaraannya dan mengakibatkan

    ruang lingkup perencanaan berubah seiring dengan perkembangan.

    2.2.2.8 Ketahanan Pangan

    Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi kehidupan manusia baik untuk

    kebutuhan biologis tubuh maupun kebutuhan aktivitas manusia sehari-hari oleh

    karena itu pemenuhan pangan bagi masyarakat adalah mutlak harus dipenuhi. Hal

    ini jelas diamanatkan dalam UU Nomor 7 Tahun 1996 tentang pangan, bahwa

    pemerintah bersama masyarakat mempunyai kewajiban untuk mengwujudkan

    ketahanan pangan.

    Berdasarkan data-data tentang produksi bahan pangan, walaupun

    mengalami fluktuasi pertumbuhan baik kelompok serealea, kacang-kacangan,

    umbi-umbian, daging, sayur-sayuran dan buah-buahan, namun produksi pangan

    Aceh mengalami surplus sehingga mampu memasok sebagian produksi ke daerah

    lain setiap tahunnya. Kondisi surplus tersebut diasumsikan karena jumlah produksi

    pangan melebihi kebutuhan pangan penduduk dan kebutuhan lainnya seperti

    industri makanan.

    Berdasarkan hasil pemantauan selama ini bahwa, kebutuhan komoditi

    pangan pokok di Aceh merupakan hasil produksi lokal, kecuali untuk beberapa

    komoditi seperti gula, minyak makan, terigu, sebagian buah-buahan, telur, susu,

    kedelai dan lain-lain merupakan hasil pasokan dari daerah lainnya. Hal ini

    mencerminkan bahwa industri pengolahan bahan makanan di Aceh belum

    berkembang dengan baik.

  • Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-26

    Lebih jelasnya produksi beberapa komoditi pangan di Aceh dapat dilihat pada

    tabel II.13 berikut:

    Tabel II.13

    Produksi beberapa komoditi pangan penting tahun 2007-2008

    No Komoditas Pangan Produksi (ton) Pertumbuhan

    (%)Tahun 2007 Tahun 2008I. Pangan Nabati1 Beras 878.346 870.055 (0,94)2 Jagung 121.388 112.894 (7,0)3 Kedele 18.945 43.885 131,644 Kacang Tanah 7.917 6.322 (20,15)5 Ubi Kayu 41.873 38.402 (8,29)6 Ubi Jalar 14.974 13.173 (12,03)II. Pangan Hewani1 Daging rumaninsia 10.515 11.227 6,762 Daging unggas 16.677 16.951 1,703 Telur 23.114 23.830 3,104 Ikan 154.265 157.020 1,78

    Sumber : Data Distan/Disnak/Diskan diolah BKP2 Aceh

    Dari aspek kerawanan pangan, kondisi masyarakat miskin indentik dengan

    kelompok masyarakat yang mengalami rawan pangan, karena mempunyai

    keterbatasan dalam mengakses pangan untuk kebutuhan sehari-hari. Tingkat

    kemiskinan di Aceh tergolong masih sangat tinggi yaitu 21,8 persen pada tahun

    2009 jika dibandingkan dengan tingkat kemiskinan nasional yang hanya 14,2

    persen, sehingga kerawanan pangan masih menjadi kendala dal