RP TN BABUL 2008-2027

160
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL BANTIMURUNG BULUSARAUNG PERIODE 2008 – 2027 KABUPATEN MAROS DAN PANGKEP PROVINSI SULAWESI SELATAN Maros, Juni 2008 DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM BALAI TAMAN NASIONAL BANTIMURUNG BULUSARAUNG Jl. Poros Maros – Bone Km. 12 Bantimurung Telp. : (0411) 3880252, 3881699 Fax : (0411) 3880139 Email : [email protected] Website : www.tnbabul.org M A R O S

description

Rencana Pengelolaan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung Tahun 2008 - 2027

Transcript of RP TN BABUL 2008-2027

Page 1: RP TN BABUL 2008-2027

RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL BANTIMURUNG BULUSARAUNG

PERIODE 2008 – 2027 KABUPATEN MAROS DAN PANGKEP

PROVINSI SULAWESI SELATAN

Maros, Juni 2008

D E P A R T E M E N K E H U T A N A N DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

BALAI TAMAN NASIONAL BANTIMURUNG BULUSARAUNG Jl. Poros Maros – Bone Km. 12 Bantimurung Telp. : (0411) 3880252, 3881699 Fax : (0411) 3880139

Email : [email protected] Website : www.tnbabul.org M A R O S

Page 2: RP TN BABUL 2008-2027

RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL BANTIMURUNG BULUSARAUNG

PERIODE 2008 – 2027 KABUPATEN MAROS DAN PANGKEP

PROVINSI SULAWESI SELATAN Dinilai di : Jakarta Disusun di : M a r o s Pada Tanggal : Pada Tanggal : 27 Juni 2008

Oleh : Oleh :

Direktur Konservasi Kawasan Kepala Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

Ir. Noor Hidayat, M.Sc NIP. 080044011

Ir. D a r s o n o NIP. 710007319

Disahkan di : Jakarta Pada Tanggal :

Oleh :

Direktur Jenderal PHKA Departemen Kehutanan Ir. Darori, MM NIP. 080049355

Page 3: RP TN BABUL 2008-2027
Page 4: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

Ringkasan Eksekutif

Salah satu bagian dari upaya konservasi sumber daya alam hayati dan

ekosistemnya yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia adalah menetapkan

beberapa bagian dari kawasan hutan sebagai kawasan konservasi. Kawasan

konservasi sendiri, berdasarkan fungsi pokoknya dibagi menjadi kawasan suaka

alam (cagar alam dan suaka margasatwa), kawasan pelestarian alam (taman

nasional, taman wisata alam dan taman hutan raya) serta taman buru.

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung seluas ± 43.750 Ha yang

terletak di wilayah administratif Kabupaten Maros dan Pangkep Provinsi Sulawesi

Selatan ditunjuk berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia

Nomor : SK.398/Menhut-II/2004 tanggal 18 Oktober 2004. Sebelum berubah

fungsi menjadi taman nasional, kawasan ini berfungsi sebagai cagar alam seluas

± 10.282,65 Ha, taman wisata alam seluas ± 1.624,25 Ha, hutan lindung seluas ±

21.343,10 Ha, hutan produksi tetap seluas ± 10.355 Ha serta hutan produksi

terbatas seluas ± 145 Ha. Alih fungsi kawasan-kawasan tersebut menjadi taman

nasional didasarkan atas pertimbangan bahwa : kawasan tersebut merupakan

ekosistem karst yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dengan jenis-

jenis flora dan fauna endemik, unik dan langka; keunikan fenomena alam yang

khas dan indah; serta ditujukan untuk perlindungan sistem tata air.

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung dengan segala potensi,

keunikan dan permasalahannya perlu dikelola sesuai kaidah-kaidah yang telah

ditetapkan. Agar pengelolaan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien,

maka tujuan, sasaran dan langkah-langkah implementasi pencapaiannya harus

dirumuskan terlebih dahulu sehingga dapat menjadi pedoman dan arahan dalam

pengelolaan jangka panjang.

Rencana pengelolaan jangka panjang Taman Nasional Bantimurung

Bulusaraung merupakan pedoman dan arahan pengelolaan dalam kurun waktu

20 tahun terhitung sejak tahun 2008 sampai dengan 2027. Rencana pengelolaan

ini bersifat komprehensif dan indikatif dengan tahapan pelaksanaannya yang

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

i

Page 5: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

dikelompokkan kedalam rencana karya lima tahunan (RKL) I, II, III dan IV,

berdasarkan skala prioritas dan urutan kegiatan. Tahapan pelaksanaan kegiatan

untuk pencapaian tujuan dan sasaran pengelolaan juga dirumuskan dengan

mempertimbangkan potensi kawasan, kondisi ekosistem, sosial, ekonomi dan

budaya masyarakat di dalam dan sekitar kawasan beserta permasalahannya,

serta prediksi kondisi di masa yang akan datang.

Rencana pengelolaan ini menguraikan kondisi biofisik kawasan, sosial

ekonomi dan budaya masyarakat di dalam dan sekitar kawasan, kondisi

pengelolaan saat ini, permasalahan-permasalahan yang dihadapi, kebijakan

pemerintah yang terkait dengan pengelolaan taman nasional (baik di tingkat

regional maupun nasional), visi dan misi pengelolaan, hasil-hasil analisa dan

proyeksi, serta rencana kegiatan pengelolaan yang akan dilaksanakan dalam

kurun waktu 20 tahun ke depan.

Berdasarkan hasil-hasil evaluasi dan analisa lebih lanjut atas data dan

informasi serta kondisi faktual dan permasalahan pengelolaan kawasan secara

menyeluruh, maka disusunlah rancangan kegiatan pengelolaan Taman Nasional

Bantimurung Bulusaraung secara makro dan indikatif yang memuat seluruh

aspek pengelolaan menuju taman nasional yang mandiri, mantap, lestari, serasi

dan harmonis bersama para stakeholder terkait. Aspek-aspek pengelolaan yang

termuat di dalam rencana pengelolaan jangka panjang ini terdiri dari upaya

pemantapan kawasan, pemantapan perencanaan pengelolaan, pengembangan

sarana dan prasarana pengelolaan, pengembangan pengelolaan data dan

informasi, pengelolaan potensi kawasan, upaya perlindungan dan pengamanan

kawasan, pengembangan pengelolaan kegiatan penelitian dan pendidikan,

pengelolaan wisata alam dan pengembangan pemanfaatan jasa lingkungan,

upaya pengembangan dan pemantapan koordinasi, integrasi dan kolaborasi,

upaya pengembangan dan pembinaan daerah penyangga kawasan, upaya

restorasi, rehabilitasi dan reklamasi ekosistem, serta upaya-upaya monitoring

dan evaluasi pelaksanaan pengelolaan.

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

ii

Page 6: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

Tim Penyusun

Penanggung Jawab : Ir. Darsono (Kepala Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung)

Tim Pengarah : 1. Dr. Ir. Amran Achmad, M.Sc (Fakultas Kehutanan

Universitas Hasanuddin)

2. Dr. Ir. Yusran Yusuf, M.Sc (Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin)

3. Ir. Sri Winenang, MM

4. Ir. Suminarto (Kepala Sub Bagian Tata Usaha Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung)

5. Abdul Rajab, S.TP (Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung)

6. Dedy Asriady, S.Si (Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung)

Tim Pelaksana : Iskandar, S.Hut

Siti Maryam, S.Pi

Suci A. Handayani, S.Hut

Yopi Bali, S.TP

Iqbal A. Rasjid, S.Pt

Chaeri l , S.Hut

Tahari , S.Hut

Usman, S.Hut

Safiuddin, S.Hut

Muh. Nur Hidayat

Muh. Yunus

Hariady Siswantoro, S.Si

Erna Ristyanti, SP

Ida Parida, S.Hut

Mahdi, S.Hut

Nur Buana, S.Hut

Sahruddin, S.Hut

Rusman Mulyadi

Saiful Bachri

Samsuriati Ahmad

Alamsyah

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

iii

Page 7: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

Kata Pengantar

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan karuniaNya yang telah diberikan kepada kami semua sehingga dapat menyelesaikan penyusunan Rencana Pengelolaan Jangka Panjang Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung Periode 2008 – 2027.

Penyusunan rencana pengelolaan ini memerlukan proses yang cukup panjang dengan tidak sedikit sumber daya yang dicurahkan dalam pelaksanaannya. Sejak pertengahan tahun 2006 telah dilakukan pengumpulan data dan informasi primer dan sekunder serta penyusunan draft rencana pengelolaan ini. Pada tahun 2007, dilakukan penyempurnaan-penyempurnaan dengan memanfaatkan data dan informasi terbaru, hasil-hasil kajian di lingkup internal dan eksternal Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, serta hasil-hasil konsultasi publik yang diadakan pada berbagai tingkatan (kalangan masyarakat dan birokrasi di tingkat kabupaten dan provinsi). Pada tahun 2008, draft rencana pengelolaan jangka panjang ini kemudian kembali dicermati dan disempurnakan karena banyaknya data dan informasi yang perlu diperbaharui serta dengan memperhatikan perubahan kebijakan-kebijakan pembangunan, baik di tingkat nasional maupun di tingkat regional.

Rencana Pengelolaan Jangka Panjang Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung Periode 2008 – 2027 disusun berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal PHPA Nomor : 59/Kpts/DJ-VI/1993 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan Taman Nasional dan Keputusan Direktur Jenderal PHPA Nomor : 129/Kpts/DJ-VI/1996 tentang Pola Pengelolaan Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam, Taman Buru, dan Hutan Lindung. Dalam perjalanannya, muatan dari rencana pengelolaan ini kemudian disempurnakan dengan berpedoman pada draft Peraturan Menteri Kehutanan tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.

Kami sangat mengharapkan rencana pengelolaan ini dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien, serta diperoleh hasil dan manfaat yang optimal. Kepada seluruh pihak yang terlibat, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan rencana pengelolaan ini, kami sampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan atas kerja kerasnya selama ini. Akhir kata, semoga rencana pengelolaan ini dapat bermanfaat.

Maros, 27 Juni 2008

Kepala Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung D a r s o n o NIP. 710007319

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

iv

Page 8: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

D a f t a r I s i Ringkasan Eksekutif........................................................................................................ i Tim Penyusun ................................................................................................................. iii Kata Pengantar ............................................................................................................... iv Daftar Isi .......................................................................................................................... v Daftar Tabel .................................................................................................................... vi

I. PENDAHULUAN....................................................................................................... 1 A. Latar Belakang ................................................................................................... 1 B. Maksud dan Tujuan............................................................................................ 3 C. Ruang Lingkup ................................................................................................... 4 D. Batasan Pengertian............................................................................................ 5

II. DESKRIPSI KAWASAN ........................................................................................... 8 A. Risalah Kawasan ............................................................................................... 8 B. Kondisi Umum Kawasan.................................................................................... 27 C. Sosial, Ekonomi dan Budaya Masyarakat ......................................................... 43 D. Pemanfaatan Sumber Daya Alam yang Telah Berkembang............................. 47 E. Kelembagaan Masyarakat ................................................................................. 49 F. Permasalahan Kawasan .................................................................................... 49

III. KEBIJAKAN.............................................................................................................. 53 A. Kebijakan Pengelolaan Taman Nasional ........................................................... 53 B. Kebijakan Pembangunan Daerah ...................................................................... 86

IV. VISI DAN MISI PENGELOLAAN.............................................................................. 93 A. Visi Pengelolaan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung .......................... 93 B. Misi Pengelolaan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung.......................... 94

V. ANALISA DAN PROYEKSI ...................................................................................... 98 A. Faktor Kekuatan, Kendala, Peluang dan Tantangan......................................... 98 B. Analisa ............................................................................................................... 99

VI. RENCANA KEGIATAN............................................................................................. 102 A. Pemantapan Kawasan....................................................................................... 102 B. Perencanaan...................................................................................................... 105 C. Pengembangan Sarana dan Prasarana ............................................................ 106 D. Pengelolaan Data dan Informasi........................................................................ 106 E. Pengelolaan Potensi Kawasan .......................................................................... 107 F. Perlindungan dan Pengamanan Kawasan......................................................... 110 G. Pengelolaan Kegiatan Penelitian dan Pendidikan ............................................. 113 H. Pengelolaan Wisata Alam dan Pemanfaatan Jasa Lingkungan........................ 114 I. Pengembangan Integrasi, Koordinasi, dan Kolaborasi...................................... 118 J. Pengembangan dan Pembinaan Daerah Penyangga ....................................... 118 K. Restorasi, Rehabilitasi, dan Reklamasi Ekosistem............................................ 121 L. Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan .................................................................. 121

VII. PENUTUP................................................................................................................. 133

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 134

LAMPIRAN

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

v

Page 9: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

D a f t a r T a b e l Tabel 1 : Kondisi Kependudukan pada Wilayah-wilayah di sekitar Taman Nasional

Bantimurung Bulusaraung Tahun 2006....................................................... 44

Tabel 2 : Kondisi Pendidikan Masyarakat pada Wilayah-wilayah di sekitar Taman

Nasional Bantimurung Bulusaraung Tahun 2006........................................ 45

Tabel 3 : Rencana Kegiatan Pengelolaan Taman Nasional Bantimurung

Bulusaraung................................................................................................. 122

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

vi

Page 10: RP TN BABUL 2008-2027

I

Pendahuluan

A. Latar Belakang Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya berasaskan

pelestarian kemampuan dan pemanfaatan sumber daya alam hayati dan

ekosistemnya secara serasi dan seimbang. Upaya yang dilakukan secara sistematis

ini bertujuan untuk mengusahakan terwujudnya kelestarian sumber daya alam hayati

serta keseimbangan ekosistemnya, sehingga dapat lebih mendukung upaya

peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia.

Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dilakukan melalui:

perlindungan sistem penyangga kehidupan; pengawetan keanekaragaman jenis

tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya; serta pemanfatan secara lestari sumber

daya alam hayati dan ekosistemnya. Oleh karenanya, berhasilnya konservasi sumber

daya alam hayati dan ekosistemnya berkaitan erat dengan tercapainya tiga sasaran

konservasi, yaitu : (1) menjamin terpeliharanya proses ekologis yang menunjang

sistem penyangga kehidupan bagi kelangsungan pembangunan dan kesejahteraan

manusia; (2) menjamin terpeliharanya keanekaragaman sumber genetik dan tipe-tipe

ekosistemnya sehingga mampu menunjang pembangunan, ilmu pengetahuan, dan

teknologi yang memungkinkan pemenuhan kebutuhan manusia yang menggunakan

sumber daya alam hayati bagi kesejahteraannya; dan (3) mengendalikan cara-cara

pemanfaatan sumber daya alam hayati sehingga terjamin kelestariannya. Akibat

sampingan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kurang bijaksana,

belum harmonisnya penggunaan dan peruntukan lahan serta belum berhasilnya

Page 11: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

sasaran konservasi secara optimal, baik di darat maupun di perairan dapat

mengakibatkan timbulnya gejala erosi genetik, polusi, serta degradasi potensi

sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.

Salah satu bagian dari upaya konservasi sumber daya alam hayati dan

ekosistemnya yang telah banyak dilakukan oleh Pemerintah Indonesia adalah

dengan menetapkan beberapa bagian dari kawasan hutan sebagai kawasan

konservasi. Kawasan konservasi sendiri, berdasarkan fungsi pokoknya dibagi

menjadi kawasan suaka alam (cagar alam dan suaka margasatwa) dan kawasan

pelestarian alam (taman nasional, taman wisata alam, dan taman hutan raya), serta

taman buru.

Salah satu di antara sekian banyak kawasan konservasi yang ada di wilayah

Republik Indonesia adalah Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Taman

nasional ini ditunjuk berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia

Nomor : SK.398/Menhut-II/2004 tanggal 18 Oktober 2004 tentang Perubahan Fungsi

Kawasan Hutan pada Kelompok Hutan Bantimurung - Bulusaraung Seluas ± 43.750

(empat puluh tiga ribu tujuh ratus lima puluh) Hektar terdiri dari Cagar Alam Seluas ±

10.282,65 (sepuluh ribu dua ratus delapan puluh dua enam puluh lima perseratus)

Hektar, Taman Wisata Alam Seluas ± 1.624,25 (seribu enam ratus dua puluh empat

dua puluh lima perseratus) Hektar, Hutan Lindung Seluas ± 21.343,10 (dua puluh

satu ribu tiga ratus empat puluh tiga sepuluh perseratus) Hektar, Hutan Produksi

Terbatas Seluas ± 145 (seratus empat puluh lima) Hektar, dan Hutan Produksi Tetap

Seluas ± 10.355 (sepuluh ribu tiga ratus lima puluh lima) Hektar terletak di

Kabupaten Maros dan Pangkep, Provinsi Sulawesi Selatan menjadi Taman Nasional

Bantimurung Bulusaraung. Penunjukan kawasan ini sebagai taman nasional oleh

Menteri Kehutanan dilakukan setelah mendapatkan rekomendasi dari Bupati dan

DPRD Kabupaten Maros, Bupati dan DPRD Kabupaten Pangkep, serta Gubernur

dan DPRD Provinsi Sulawesi Selatan.

Kawasan Hutan Bantimurung Bulusaraung di Kabupaten Maros dan Pangkep

Provinsi Sulawesi Selatan ditunjuk menjadi taman nasional antara lain dengan

pertimbangan: keunikan ekosistemnya yang sebagian besar berupa ekosistem karst

yang memiliki potensi sumberdaya alam hayati dengan keanekaragaman yang tinggi

serta keunikan dan kekhasan gejala alam dengan fenomena alam yang indah;

berbagai jenis flora dan fauna endemik, langka dan unik; serta untuk keperluan

perlindungan sistem tata air beberapa sungai besar dan kecil di Provinsi Sulawesi

Selatan. Kawasan Karst Maros-Pangkep merupakan bentang alam karst terluas

kedua di dunia setelah bentang alam karst yang ada di China bagian Selatan.

Atas dasar potensi dan keunikan itu pula maka kawasan Taman Nasional

Bantimurung Bulusaraung perlu dikelola dengan baik sesuai kaidah-kaidah atau

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

2

Page 12: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

norma-norma yang berlaku, dengan arah, tujuan dan sasaran yang jelas, serta

sedapat mungkin mampu mengakomodir berbagai kepentingan berdasarkan fungsi

pokoknya secara lestari, seimbang dan berkesinambungan. Pengelolaan kawasan

taman nasional diarahkan pada pencapaian multi manfaat kawasan dengan tetap

mengacu para prinsip-prinsip kelestarian.

Pada awal pelaksanaan pengelolaan, telah dilaksanakan evaluasi dan analisa

terhadap kondisi pengelolaan kawasan dengan memanfaatkan data dan informasi

yang semakin faktual. Berdasarkan hasil evaluasi dan analisa tersebut, diperoleh

kesimpulan bahwa kondisi pengelolaan kawasan masih jauh dari kondisi optimal,

bahkan dapat dikategorikan sebagai kawasan yang masih dalam tahap pemantapan

prakondisi. Kondisi kelembagaan pengelola kawasan juga demikian adanya dengan

sekian banyak kelemahan dari segala aspek.

Agar pengelolaan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung dapat berjalan

pada arah yang benar, mencapai tujuan dan sasaran pengelolaan secara efektif dan

efisien, serta pencapaian multi manfaat kawasan berdasarkan fungsi pokoknya,

maka diperlukan suatu dokumen perencanaan pengelolaan untuk keperluan jangka

panjang (dalam hal ini untuk keperluan 20 tahun) yang bersifat komprehensif dan

indikatif yang menjadi acuan bagi penyusunan rencana pengelolaan jangka

menengah, rencana pengelolaan jangka pendek dan rencana-rencana teknis.

Rencana Pengelolaan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung disusun sebagai

perangkat lunak pengelolaan kawasan yang menyeluruh serta memperhatikan skala

prioritas dan kebutuhan pengelolaan di masa yang akan datang.

Dokumen perencanaan pengelolaan ini merupakan pedoman dan arahan

pengelolaan kawasan taman nasional dengan berbagai macam potensi di dalamnya

serta potensi sosial ekonomi masyarakat yang ada di sekitarnya, yang sekiranya

berpengaruh terhadap kelestarian kawasan dan sebaliknya. Rencana pengelolaan

taman nasional ini diharapkan dapat mengakomodir dengan baik prinsip-prinsip

keilmuan (baik secara ilmiah maupun teknis) serta nilai-nilai estetika menuju kepada

kemandirian pengelolaan taman nasional,

keseimbangan berbagai komponen di dalamnya, juga

peningkatan kesejahteraan masyarakat.

B. Maksud dan Tujuan Penyusunan Rencana Pengelolaan Taman

Nasional Bantimurung Bulusaraung dimaksudkan

untuk menyediakan perangkat lunak pengelolaan

taman nasional sebagai landasan untuk melaksanakan

upaya-upaya pengelolaan menuju kemantapan fungsi

Pintu Gerbang Bantimurung

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

3

Page 13: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

dan manfaat kawasan, baik dari segi ekologi, ekonomi maupun sosial dan budaya

secara serasi dan seimbang.

Penyusunan Rencana Pengelolaan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

bertujuan untuk memberikan pedoman dan arahan bagi pengelolaan kawasan dan

seluruh potensinya secara komprehensif dan indikatif untuk keperluan jangka

panjang (20 tahun), yang menjadi acuan bagi penyusunan rencana pengelolaan

jangka menengah, rencana pengelolaan jangka pendek dan rencana-rencana teknis.

C. Ruang Lingkup Rencana Pengelolaan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung Tahun 2008-

2027 memuat :

1. Deskripsi kawasan, yang memuat informasi mengenai :

a. Risalah kawasan, meliputi sejarah kawasan, progres pengukuhan, dan

karakteristik penunjukan kawasan (flag species atau ekosistem);

b. Kondisi umum, meliputi kondisi fisik, dan bioekologi :

- Kondisi fisik kawasan, meliputi letak dan luas kawasan, letak

astronomis/geografis, administratif, uraian batas kawasan, iklim, geologi

dan tanah, topografi dan kelerengan, hidrologi, potensi wisata, sarana

prasarana, dan aksesibilitas;

- Kondisi bioekologi meliputi tipe ekosistem, flora dan fauna;

c. Kondisi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat di dalam/ sekitar kawasan;

d. Praktek-praktek pemanfaatan sumber daya alam yang telah berkembang;

e. Kelembagaan masyarakat yang ada;

f. Permasalahan kawasan.

2. Kebijakan, yang memuat informasi mengenai :

a. Kebijakan pengelolaan kawasan;

b. Kebijakan pembangunan pemerintah kabupaten.

3. Visi dan Misi Pengelolaan Kawasan

4. Analisa dan proyeksi, yang berisi data dan informasi yang diolah dengan

mempertimbangkan berbagai aspek terkait secara komprehensif melalui analisa

SWOT, untuk mendapatkan alternatif kegiatan dalam perencanaan yang dapat

dituangkan berdasarkan prioritas.

5. Rencana kegiatan, yang menguraikan rencana kegiatan jangka panjang yang

dapat dijabarkan dalam rencana pengelolaan jangka menengah dan jangka

pendek, meliputi kegiatan-kegiatan antara lain:

a. Pemantapan kawasan (pengukuhan, pemeliharaan batas, penataan zona/

blok);

b. Penyusunan rencana;

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

4

Page 14: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

c. Pembangunan sarana dan prasarana;

d. Pengelolaan data dan informasi;

e. Pengelolaan potensi kawasan (pengelolaan, pembinaan, dan konservasi

genetik, spesies, komunitas, dan habitat/ ekosistem);

f. Perlindungan dan pengamanan;

g. Pengelolaan kegiatan penelitian dan pendidikan;

h. Pengelolaan wisata alam dan pemanfaatan jasa lingkungan;

i. Pengembangan integrasi, koordinasi, dan kolaborasi;

j. Pengembangan dan pembinaan daerah penyangga;

k. Restorasi, rehabilitasi, dan reklamasi ekosistem; serta

l. Monitoring, evaluasi, dan pelaporan.

6. Peta-peta kawasan yang terdiri dari : peta situasi; peta topografi; peta geologi;

peta tanah; peta curah hujan; peta penutupan vegetasi; peta sebaran flora dan

fauna penting; peta sarana dan prasarana yang sudah ada serta peta rencana

pengembangan sarana dan prasarana (site-plan); dan peta sebaran obyek

wisata.

D. Batasan Pengertian 1. Kehutanan adalah sistem pengurusan yang bersangkut paut dengan hutan,

kawasan hutan, dan hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu.

2. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber

daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.

3. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh

pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.

4. Hutan negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak

atas tanah.

5. Hutan/ kawasan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu,

yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan

satwa serta ekosistemnya.

6. Sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari

sumber daya alam nabati (tumbuhan) dan sumber daya alam hewani (satwa)

yang bersama dengan unsur non hayati di sekitarnya secara keseluruhan

membentuk ekosistem.

7. Konservasi sumber daya alam hayati adalah pengelolaan sumber daya alam

hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin

kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan

kualitas keanekaragaman dan nilainya.

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

5

Page 15: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

8. Ekosistem sumber daya alam hayati adalah sistem hubungan timbal balik antara

unsur dalam alam, baik hayati maupun non hayati yang saling tergantung dan

pengaruh mempengaruhi.

9. Tumbuhan alam adalah tumbuhan yang hidup di alam bebas dan atau dipelihara,

yang masih mempunyai kemurnian jenisnya.

10. Satwa liar adalah semua binatang yang

hidup di darat, dan atau di air, dan atau

di udara yang masih mempunyai sifat-

sifat liar baik yang hidup bebas maupun

yang dipelihara oleh manusia.

11. Habitat adalah lingkungan tempat

tumbuhan atau satwa dapat hidup dan

berkembang secara alami. Air Terjun Bantimurung

12. Kawasan pelestarian alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di

darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem

penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa

serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.

13. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem

asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian,

ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi.

14. Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang

tepat melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang

tersedia.

15. Perencanaan kehutanan adalah proses

penetapan tujuan, penentuan kegiatan dan

perangkat yang diperlukan dalam pengurusan

hutan secara lestari untuk memberikan

pedoman dan arahan guna menjamin

tercapainya tujuan penyelenggaraan kehutanan

untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat

yang berkeadilan dan berkelanjutan.

16. Sistem perencanaan kehutanan adalah

rangkaian penyusunan, penilaian dan

penetapan jenis-jenis rencana kehutanan yang

menyangkut substansi, mekanisme dan proses, dalam rangka mewujudkan

rencana-rencana kehutanan yang sinergi, utuh dan menyeluruh serta menjadi

acuan bagi pembangunan sektor kehutanan.

Giant Label

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

6

Page 16: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

17. Penyusunan rencana pengelolaan adalah proses penetapan tujuan, penentuan

kegiatan dan perangkat yang diperlukan dalam pengelolaan kawasan suaka

alam dan kawasan pelestarian alam.

18. Rencana pengelolaan taman nasional adalah panduan yang memuat tujuan,

kegiatan, dan perangkat yang diperlukan untuk pengelolaan kawasan taman

nasional.

19. Rencana pengelolaan jangka panjang taman nasional adalah rencana makro

yang bersifat komprehensif dan indikatif yang menjadi acuan bagi penyusunan

rencana pengelolaan jangka menengah, rencana pengelolaan jangka

pendek/tahunan dan rencana-rencana teknis di kawasan taman nasional.

20. Rencana pengelolaan jangka menengah taman nasional adalah rencana yang

bersifat strategis, kualitatif dan kuantitatif yang disusun berdasarkan rencana

pengelolaan jangka panjang.

21. Rencana pengelolaan jangka pendek/ tahunan adalah rencana pengelolaan yang

bersifat teknis operasional, kualitatif dan kuantitatif, yang disusun berdasarkan

dan merupakan penjabaran rencana pengelolaan jangka menengah.

22. Pengelolaan kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam adalah upaya

terpadu dalam penataan, pengembangan, pemanfaatan, pemeliharaan,

pengawasan, perlindungan, dan pengendaliannya.

23. Sistem zonasi/ blok adalah pembagian wilayah Kawasan Suaka Alam dan

Kawasan Pelestarian Alam menjadi zona-zona/ blok-blok guna menentukan

kegiatan pengelolaan yang diperlukan secara tepat dalam rangka mencapai

tujuan dan sasaran sesuai dengan fungsinya.

24. Zona/ blok kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam adalah wilayah di

dalam kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam yang dibedakan

menurut fungsi dan kondisinya.

Bantimurung “The Kingdom of Butterfly”

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

7

Page 17: RP TN BABUL 2008-2027

II

Deskripsi Kawasan

A. Risalah Kawasan 1. Sejarah Kawasan

Alfred Russel Wallace, adalah naturalis berkebangsaan Inggris yang

pernah menjelajah Kepulauan Indo-Malaya dari tahun 1856 sampai dengan

1862. Wallace melakukan ekplorasi flora dan fauna di kawasan Bantimurung dari

tanggal 11 Juli 1857 sampai dengan awal Nopember 1857 dan berhasil

mengumpulkan cukup banyak koleksi speciemen di wilayah Maros. Sejak

kembalinya ke Inggris sampai dengan tahun 1886, Wallace menerbitkan delapan

belas dokumen, baik berupa catatan maupun proceeding untuk Linnaean

Zoological and Entomological Societies yang menggambarkan atau

mendeskripsikan koleksi speciemennya. Setelah itu, ia kemudian menuliskan dan

menerbitkan jurnal perjalanan selama enam tahunnya ke Kepulauan Indo-Malaya

yang berjudul “The Malay Archipelago”.

Sejak kembali ke Inggris dan mulai menuliskan laporan-laporan perjalanan

dan koleksi speciemennya sampai dengan terbitnya “The Malay Archipelago”,

sejak saat itu pulalah keanekaragaman hayati kawasan Indo-Malaya terutama

kawasan Sulawesi dan pulau-pulau satelitnya mulai dikenal oleh para naturalis,

ilmuan serta masyarakat di kawasan Eropa bahkan mungkin ke seluruh dunia.

Deskripsi kawasan Karst Maros-Pangkep dan keanekaragaman faunanya

dianggap sudah cukup lengkap pada saat itu, dan Wallace sendiri memberikan

julukan “The Kingdom of Butterfly” untuk kawasan Bantimurung dan sekitarnya.

Page 18: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

Begitu terkenalnya “The Malay Archipelago” karangan Wallace, buku ini dicetak

ulang sampai edisi yang kesepuluh pada bulan Oktober 1890 dan masih terus

direproduksi hingga saat ini.

Di masa-masa berikutnya deskripsi Wallace dijadikan acuan untuk

membatasi zona biogeografi di kawasan Indo-Malaya. Zona Oriental di bagian

Barat mencakup daratan Asia dan Kepulauan Sunda Besar yang terdiri dari

Pulau Sumatera, Kalimantan, Jawa, Madura serta Bali. Papua dan Kepulauan

Aru yang terletak di paparan benua Australia menjadi bagian dari Zona Australia.

Diantara kedua zona tersebut terdapat suatu zona peralihan yang terdiri dari

Sunda Kecil, Sulawesi, Kepulauan Maluku serta Wilayah Kepulauan Philipina.

Kawasan peralihan ini membentuk suatu zona geologis aktif yang sudah

terisolasi untuk sekurang-kurangnya beberapa ratus ribu tahun. Kawasan

peralihan ini disebut zona biogeografi Wallacea karena formasi faunanya yang

berbeda dari kedua zona tadi (Alikodra, 1990). Zona Wallacea merupakan

daerah peralihan yang dibatasi oleh Garis Wallace di sebelah Barat dan Garis

Lydekker di sebelah Timur (Sastrapradja dkk, 1989 dalam Alikodra, 1990).

Deskripsi yang dibuat oleh Wallace tentang kawasan Sulawesi dan pulau-

pulau satelitnya serta garis imaginer yang membatasi zona biogeografis antara

kawasan Oriental dengan kawasan Wallacea kemudian banyak mengundang

para ilmuan dari seluruh dunia datang ke Sulawesi. Para ilmuan tersebut selalu

saja kembali menapaki tempat-tempat yang digambarkan oleh Wallace serta

bagian lain pulau Sulawesi.

Hal lain yang menarik dari kawasan ini adalah bentang alam karst yang

berbangun menara. “The Spectacular Tower Karst”, begitu kemudian orang-

orang memberikan nama pada kawasan karst Maros-Pangkep. Memang berbeda

dengan kebanyakan kawasan

karst di tempat-tempat lain yang

pada umumnya berbentuk

Conicall Hill Karst, karst Maros-

Pangkep berbentuk menara-

menara yang berdiri sendiri

maupun berkelompok membentuk

gugusan pegunungan batu

gamping. Ko (2001) menginformasikan bahwa kawasan Karst Maros-Pangkep

sudah dikenal oleh dunia internasional sejak sebelum perang dunia II. Kawasan

ini antara lain juga dikenal melalui publikasi ahli geografi Danes. Kawasan ini

dikatakan memiliki bentukan alam (geomorfologi) yang amat khas dan tidak

dijumpai di tempat lain.

The Spectacular Tower Karst

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

9

Page 19: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

Kawasan Karst Maros-Pangkep merupakan kawasan karst menara yang

memiliki keunikan geomorfologi yang tiada duanya di Indonesia, keindahan

panorama alamnya serta potensi biodiversitynya juga sangat kaya. Di kawasan

ini terdapat tidak kurang dari 284 species tumbuhan berkayu, 103 species Kupu-

kupu yang beberapa diantaranya merupakan jenis endemik, serta 29 gua yang

dihiasi lukisan-lukisan manusia purba (Anonim, 2001). Karst Maros-Pangkep

menjadi kawasan karst yang paling terkenal di Indonesia karena landsekapnya

yang spesifik dan ornamen gua terindah (ACS 1989; Anonim 1986, 1987, 1991;

Deharveng & Bedos 1999; McDonald 1976; Whitten et al. 1987 dalam

Suhardjono dkk 2007). Di samping itu, Maros juga terkenal memiliki

keanekaragaman hayati tertinggi di Asia Tropika (Deharveng & Bedos 1999

dalam Suhardjono dkk 2007).

Di awal abad kedua puluh, tepatnya pada

tahun 1902-1903, Sulawesi Selatan kembali

ramai dibicarakan. Kali ini oleh para ahli

prasejarah. Frits Sarasin dan Paul Sarasin

berhasil menemukan sisa-sisa peralatan

manusia prasejarah berupa serpih, bilah, mata

panah dan alat-alat yang terbuat dari tulang di

Gua Cakondo, Ulu Leba dan Balisao Kabupaten

Maros. Berdasarkan temuan-temuan tersebut,

para ahli menyimpulkan bahwa pada masa

prasejarah, Sulawesi merupakan salah satu

daerah lintasan yang strategis bagi perpindahan penduduk dari daratan Asia

Tenggara ke kawasan Pasifik. Dalam perjalanan migrasi tersebut, Gua-gua

payung atau rock shelter merupakan satu-satunya tempat yang ideal untuk

berlindung. Baik sebagai tempat tinggal maupun sekedar transit bagi para

imigran (Gunadi, 1997 dalam Achmad, 2001).

Gunadi (1997) dalam Achmad (2001) juga menginformasikan bahwa dari

hasil survey dan pendataan di kawasan Karst Maros-Pangkep yang dilakukan

oleh Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Propinsi Sulawesi Selatan dan

Tenggara, diketahui sedikitnya ada 66 gua prasejarah yang terletak di

Kecamatan Bantimurung, Balocci, Pangkajene, Labbakkang dan Kecamatan

Bungoro. Berbeda dengan informasi tersebut, pada tahun 2007 Balai

Peninggalan Prasejarah dan Purbakala Sulawesi Selatan melaporkan 27 Situs

Purbakala yang dilindungi di kawasan Karst Maros-Pangkep dari total 89 gua

prasejarah yang ada (Muh. Natsir pers. Comm.).

Situs Prasejarah

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

10

Page 20: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

Pada awal abad keduapuluh, pemerintah kolonial Belanda yang berkuasa

atas Kepulauan Nusantara saat itu mulai menertibkan status kepemilikan lahan

dan bukti-bukti administrasinya, termasuk pula penetapan dan penataan

kawasan-kawasan hutan di seluruh Indonesia. Di wilayah Sulawesi, seluruh

bagian kawasan karst Maros-Pangkep serta areal berhutan lain di sekitarnya

ditetapkan sebagai kawasan hutan.

Peta Sebaran Situs Purbakala di Kawasan Karst Maros-Pangkep (Atas). Lukisan-lukisan pada dinding gua prasejarah di Kawasan Karst Maros-Pangkep (bawah)

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

11

Page 21: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

Setelah Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 dan

penyerahan kekuasaan secara penuh kepada Pemerintah Indonesia pada tahun

1949, Pemerintah Indonesia masih tetap menggunakan kelengkapan-

kelengkapan administrasi tersebut sebagai acuan pengelolaan sumber daya

hutan yang berupaya dimanfaatkan secara bijaksana sebagai salah satu modal

dasar pembangunan ekonomi. Belum adanya model pengurusan hutan yang

jelas pasca kemerdekaan Indonesia membuat pemerintah mulai berpikir untuk

menyusun suatu perangkat perundang-undangan yang mengatur hutan dan

kehutanan. Pada tahun 1967, diterbitkan Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 5 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kehutanan sebagai dasar

pengelolaan hutan dan kawasan hutan di Indonesia.

Dalam perkembangan selanjutnya, kebutuhan akan lahan semakin

meningkat dan ada banyak keinginan, tujuan dan kepentingan dari berbagai

pihak terhadap hutan dan kawasan hutan. Bertolak dari kenyataan yang

demikian tersebut, pemanfaatan hutan dan kawasan hutan dipandang perlu

untuk disinkronkan dengan kepentingan berbagai sektor. Untuk itulah kemudian

mulai dilakukan pengumpulan, pengolahan data dan penyusunan tata guna

hutan kesepakatan di Indonesia yang berisi peta kawasan hutan dan fungsinya

serta areal-areal cadangan untuk kepentingan pembangunan di luar sektor

kehutanan. Tahun 1976, Menteri Pertanian RI yang menangani urusan

kehutanan pada saat itu menerbitkan Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) di

seluruh wilayah Republik Indonesia. TGHK kemudian juga ditindaklanjuti dengan

pembagian kelompok-kelompok hutan di setiap wilayah propinsi. Pada tahun

1982, Menteri Pertanian menerbitkan Keputusan Nomor : 760/Kpts/Um/10/1982

tanggal 12 Oktober 1982 tentang Penetapan Kelompok-kelompok Hutan.

Kurang lebih dua dekade kemudian, Pemerintah menerbitkan Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang

yang antara lain mengatur tentang adanya tata ruang sebagai wujud struktur dan

pola pemanfaatan ruang di suatu wilayah administratif pemerintahan. Tata ruang

tersebut dibedakan menjadi tata ruang nasional, tata ruang propinsi dan tata

ruang wilayah kabupaten/kota. Berdasarkan perundang-undangan ini maka

setiap pemerintah propinsi dan kabupaten/kota kemudian menyusun rencana

tata ruang wilayah. Namun patut disayangkan, rencana tata ruang wilayah yang

disusun pada umumnya tidak sejalan dengan tata guna hutan kesepakatan yang

telah disusun sebelumnya.

Untuk menghindari berlanjutnya kontradiksi antara rencana tata ruang

wilayah dengan tata guna hutan kesepakatan, maka pada tahun 1997

Departemen Kehutanan kemudian mulai melakukan sinkronisasi kedua dokumen

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

12

Page 22: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

tersebut di setiap propinsi. Sulawesi Selatan berhasil menyelesaikan Paduserasi

TGHK-RTRWP pada tahun 1999 dengan diterbitkannya Keputusan Gubernur

Sulawesi Selatan Nomor: 276/IV/Tahun 1999 tanggal 1 April 1999 tentang

Penetapan Hasil Paduserasi antara Rencana Tata Ruang Wilayah dengan Tata

Guna Hutan Kesepakatan Propinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan.

Berdasarkan surat keputusan Gubernur Sulawesi Selatan tersebut beserta peta

lampirannya, Menteri Kehutanan dan Perkebunan menerbitkan Keputusan

Nomor: 890/Kpts-II/1999 tanggal 14 Oktober 1999 tentang Penunjukan Kembali

Kawasan Hutan di Provinsi Sulawesi Selatan seluas ± 3.879.771 Ha.

Berdasarkan semua dokumen tersebut, kawasan Karst Maros-Pangkep dan

kawasan lain di sekitarnya tetap merupakan kawasan hutan dengan fungsi

lindung, produksi dan konservasi.

Karst Maros-Pangkep

Paduserasi TGHK – RTRWP Sulawesi Selatan (BPKH Wil. VII, 1999)

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

13

Page 23: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

Air terjun Bantimurung yang mulai terkenal sejak kunjungan Wallace

dijadikan kawasan konservasi sejak tahun 1919 dengan luas 18 Ha berdasarkan

Guvernements Besluits tanggal 21-2-1919 No. 6 Staatblad No. 90. Antara

dekade 1970-1980, di kawasan Karst Maros-Pangkep telah ditunjuk dan/atau

ditetapkan 5 unit kawasan konservasi seluas ± 11.906,9 Ha. Sebagian kawasan

Bantimurung karena potensi wisata tirta, panorama alam dan gua-gua alamnya,

ditunjuk kembali menjadi kawasan konservasi taman wisata alam dengan nama

TWA. Bantimurung seluas 118 Ha berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian

Nomor 237/Kpts/Um/3/1981 tanggal 30 Maret 1981. Kawasan hutan di sekitar

Pattunuang Asue ditetapkan menjadi kawasan konservasi taman wisata alam

dengan nama TWA. Gua Pattunuang seluas 1.506,25 Ha berdasarkan

Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 59/Kpts-II/1987 tanggal 12 Maret 1987.

Penunjukan kawasan ini didasarkan pada potensi wisata tirta wilayah tersebut,

keanekaragaman hayatinya, panorama alamnya, fenomena tebing-tebing

karstnya yang ideal untuk wisata alam minat khusus, legenda tentang perahu

yang membatu (Biseang Labboro) di Sungai Pattunuang, serta gua-gua alamnya.

Sebagian kawasan karst Bantimurung (karena mempunyai

keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, kondisi alam, baik biota maupun

fisiknya yang masih asli dan tidak atau belum diganggu manusia, ciri khas

potensi yang merupakan contoh ekosistem karst yang keberadaannya

memerlukan upaya konservasi, komunitas tumbuhan dan satwa beserta

ekosistemnya yang langka) ditunjuk menjadi kawasan konservasi cagar alam

dengan nama CA. Bantimurung seluas 1.000 Ha berdasarkan Keputusan Menteri

Pertanian Nomor : 839/Kpts/Um/11/1980 tanggal 23 Nopember 1980. Tidak jauh

berbeda dengan pertimbangan tersebut di atas, kawasan karst dan hutan pamah

primer di wilayah sebelah Timur Bantimurung ditunjuk menjadi kawasan

konservasi cagar alam dengan nama CA. Karaenta seluas 1.000 Ha berdasarkan

Keputusan Menteri Pertanian Nomor 647/Kpts/Um/10/1976 tanggal 15 Oktober

1976. Berdasarkan hasil penataan batas CA. Karaenta yang dilaksanakan pada

tahun 1979/1980, luasnya definitifnya berubah menjadi 1.226 Ha.

Kawasan konservasi yang lain adalah CA. Bulusaraung. Kawasan ini

memiliki komunitas tumbuhan dan satwa beserta ekosistem yang memerlukan

upaya konservasi. Kawasan ini terletak di wilayah paling Utara Kabupaten Maros

yang berbatasan dengan wilayah administratif Kabupaten Bone. Kawasan seluas

5.690 Ha yang merupakan bagian dari gugusan Pegunungan Bulusaraung ini

ditunjuk menjadi kawasan konservasi berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian

Nomor 607/Kpts/Um/8/1980 tanggal 20 Agustus 1980. Berdasarkan hasil

penataan batas CA. Bulusaraung yang dilaksanakan pada tahun 1999/2000,

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

14

Page 24: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

luasnya definitifnya berubah menjadi 8.056,65 Ha. Pada sebagian besar

kawasan hutan konservasi tersebut beserta kawasan hutan dengan fungsi

lindung dan produksi telah dilaksanakan penataan batasnya antara tahun 1975

sampai dengan tahun 2001 sepanjang 432,52 Km.

Pada tahun 1989, kawasan-kawasan konservasi di Kabupaten Maros

tersebut beserta kawasan karst dan kawasan hutan lainnya di wilayah Kabupaten

Maros dan Kabupaten Pangkep diusulkan oleh Kantor Wilayah Departemen

Kehutanan Propinsi Sulawesi Selatan untuk diubah fungsinya menjadi taman

nasional dengan nama Taman Nasional Hasanuddin (melalui surat nomor

1238/Kwss-5/10/1989 tanggal 10 Oktober 1989 perihal Usulan Pembangunan

dan Pengembangan Taman Nasional Hasanuddin dan ditujukan kepada Direktur

Jenderal PHPA Departemen Kehutanan). Nama tersebut diambil dari nama

pahlawan nasional dari Sulawesi Selatan yang juga Raja Gowa. Dalam proses

berikutnya, nama calon taman nasional ini berulang kali diubah berdasarkan

berbagai pertimbangan. Pada bulan Nopember 1989, Kepala Kantor Wilayah

Departemen Kehutanan Propinsi Sulawesi Selatan kembali mengusulkan

pembangunan Taman Nasional Hasanuddin melalui Sekretaris Jenderal

Departemen Kehutanan (surat nomor 1418/Kwss-5/11/1989 tanggal 9 Nopember

1989).

Menindaklanjuti usulan Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehutanan

Propinsi Sulawesi Selatan tersebut, Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan

Pelestarian Alam Departemen Kehutanan kemudian mengusulkan kepada

Menteri Kehutanan untuk melakukan perubahan fungsi kawasan hutan di

Kabupaten Maros dan Pangkep menjadi Taman Nasional Hasanuddin dengan

terlebih dahulu melakukan pengkajian terhadap lokasi yang diusulkan (melalui

surat nomor : 83/DJ-VI/TN/90 tanggal 17 Januari 1990). Sedikit berbeda dengan

usulan sebelumnya dari Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehutanan Propinsi

Sulawesi Selatan, Direktur Jenderal PHPA mengusulkan agar nama taman

nasional di Sulawesi Selatan ini diberikan nama sesuai dengan nama wilayah

geografisnya. Sayangnya, usulan ini belum sepenuhnya mendapat dukungan

dari Menteri Kehutanan.

National Conservation Plan for Indonesia Volume 6D Sulawesi Selatan

Province (Juni 1995) yang merupakan review dan updating NCP 1982,

menguraikan bahwa pada tahun 1993, Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan

dan Konservasi Alam Departemen Kehutanan menetapkan gabungan dari CA.

Bulusaraung, TWA. Bantimurung, CA. Bantimurung, CA. Karaenta, TWA Gua

Pattunuang serta Hutan Lindung di sekitarnya sebagai calon kawasan konservasi

Taman Nasional Hasanuddin seluas 86.682 Ha (termasuk seluruh kawasan Dry

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

15

Page 25: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

Lowland Forest on Limestone seluas 47.000 Ha dan Wet Lowland Forest on

Limestone seluas 1.000 Ha) dengan pertimbangan perlindungan flora dan fauna,

perlindungan fungsi hydrologis, pengembangan wisata alam serta membatasi

perluasan perladangan di kawasan tersebut. Tujuan utama NCP 1995, yaitu

untuk mengevaluasi dan menentukan prioritas pengembangan kawasan

konservasi, dan Calon Taman Nasional Hasanuddin mendapatkan prioritas

pertama. Hasil skoring yang dilakukan memberikan nilai Genetik 115 dan socio-

economic justification 10.

International Union of Speleology menyelenggarakan Kongres

Internasional ke-11 di Beijing pada tanggal 8 Agustus 1993. Kongres ini dihadiri

oleh para ilmuwan dan pemerhati kawasan karst dan gua dari 34 negara.

Kongres ini secara aklamasi menyatakan karst Maros-Pangkep memiliki nilai

dunia. Dalam rapat pleno, Presiden dan Sekretaris Jenderal International Union

of Speleology mengesahkan surat himbauan kepada Pemerintah Indonesia agar

kawasan Karst Maros-Pangkep dikonservasi dan diusulkan sebagai bentukan

alam Warisan Dunia (Ko, 2001; Palaguna, 2001).

Berbagai organisasi dan keahlian semakin meningkatkan dukungan untuk

melindungi kawasan karst Maros-Pangkep yang unik untuk kepentingan

internasional karena terbatasnya luasan karst di dunia yang memiliki keunikan

layaknya Karst Maros-Pangkep. Alasan yang mendasari desakan tersebut

adalah karena para ahli berpendapat adanya asosiasi secara langsung antara

karst dengan kepurbakalaan serta antara karst dengan biodiversitynya.

Permintaan-permintaan tersebut ditanggapi dengan melakukan diskusi

internasional yang memfokuskan keadaan karst di Indonesia (Achmad, 2001).

Oleh karena keistimewaannya, kawasaan karst Maros-Pangkep disarankan

untuk diusulkan sebagai World Heritage Site (Achmad, 2001; Wong et al. 2001

dalam Suhardjono dkk 2006). Pusat Studi Lingkungan (PSL) Universitas

Hasanuddin (Unhas) pada tanggal 19 Desember 1997 menyelenggarakan

Seminar Lingkungan Karst di Makassar. PSL Unhas kembali menekankan

pentingnya perlindungan ekosistem karst Maros-Pangkep dan melaporkan

sedikitnya terdapat 29 gua di kawasan Karst Maros-Pangkep yang layak

dilindungi.

Melanjutkan dan menindaklajuti usulan Kantor Wilayah Departemen

Kehutanan Propinsi Sulawesi Selatan dan NCP 1995, Unit Konservasi Sumber

Daya Alam (KSDA) Sulawesi Selatan I kemudian membentuk tim penilaian

potensi calon taman nasional yang melibatkan pihak Universitas Hasanuddin

pada tahun 1999. Hasil penilaian dan pengkajian yang dilakukan oleh tim ini

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

16

Page 26: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

kemudian memberikan rekomendasi layak untuk perubahan fungsi menjadi

taman nasional.

Pada tahun 2001, Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehutanan Propinsi

Sulawesi Selatan kembali mengajukan usulan penunjukan taman nasional di

kawasan Maros-pangkep dengan nama Taman Nasional Karaenta (melalui surat

nomor 259/Kwl-5/2001 tanggal 22 Pebruari 2001). Dalam usulan kali ini, Kepala

Kantor Wilayah Departemen Kehutanan Propinsi Sulawesi Selatan juga

menyampaikan kronologis pengusulan kawasan ini sejak tahun 1989 serta

menyampaikan kembali kepada Menteri Kehutanan tentang rekomendasi dari

International Union of Speleology yang mendesak agar Pemerintah Indonesia

mengamankan dan melindungi ekosistem Karst Maros-Pangkep.

Pada tanggal 15 Maret 2001, Menteri Kehutanan menerbitkan keputusan

Nomor : 70/Kpts-II/2001 tentang Penetapan Kawasan Hutan, Perubahan Status

dan Fungsi Hutan, yang mengatur bahwa perubahan fungsi kawasan hutan

didasarkan pada hasil penelitian Tim Terpadu. Usulan perubahan fungsi

dilampiri : (i) Rekomendasi Bupati/Walikota atau Gubernur untuk yang lintas

Kabupaten/ Kota; (ii) Persetujuan DPRD Kabupaten/ Kota dan DPRD Propinsi

untuk yang lintas Kabupaten/Kota; serta (iii) Peta minimal skala 1 : 100.000.

Dengan demikian, maka penilaian potensi harus dilakukan kembali dari awal dan

dilaksanakan oleh Tim Terpadu. Yang dimaksud dengan Tim Terpadu adalah

sebuah tim yang diketuai oleh seorang Pakar dari Scientific Authority setempat

atau Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, dengan beranggotakan para pihak

dari sektor yang terkait.

Pada bulan Mei 2001, IUCN Asia Regional Office dan UNESCO World

Heritage Centre mengadakan The Asia-Pasific Forum on Karst Ecosystems and

World Heritage di Gunung Mulu, Serawak, Malaysia. Forum ini dihadiri oleh para

ahli dari berbagai disiplin ilmu serta dihadiri pula oleh para pejabat tinggi

UNESCO dan World Bank. Forum ini bertekad menyatakan kawasan Karst

Maros-Pangkep sebagai Warisan Dunia. Forum ini memberikan rekomendasi

kepada Pemerintah Indonesia agar mengkonservasi kawasan-kawasan karst,

termasuk kawasan Karst Maros-Pangkep. Nilai-nilai warisan dunianya akan

ditinjau kemudian dan kelayakan status perlindungannya akan diidentifikasi

kemudian guna mendapatkan pengakuan internasional (Ko, 2001; Nitta, 2001;

Samodra, 2003).

Tanggal 12-13 Nopember 2001, Bapedal Regional III di Makassar

menyelenggarakan Simposium Karst Maros-Pangkep yang bertema “Menuju

Perlindungan dan Pemanfaatan Kawasan Karst Maros-Pangkep sebagai World

Heritage di Era Otonomi Daerah”. Melalui acara ini, Bapedal Regional III

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

17

Page 27: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

berusaha membangun kembali komitmen dan menggalang kerjasama dengan

berbagai pihak terkait dalam upaya mewujudkan kawasan Karst Maros-Pangkep

sebagai kawasan taman nasional dan situs warisan dunia. Beberapa kesimpulan

dari simposium ini adalah bahwa Kawasan Karst Maros-Pangkep memiliki

berbagai potensi sumberdaya yang perlu mendapat perlindungan dan

pengelolaan secara seksama, terpadu dan menyeluruh; Pemerintah Sulawesi

Selatan, Maros dan Pangkep mendukung dan berkomitmen terhadap pengajuan

Kawasan Karst Maros-Pangkep sebagai Taman Nasional maupun World

Heritage Site; serta membentuk tim terpadu untuk menyusun rencana aksi dalam

mewujudkan penetapan Kawasan Karst Maros-Pangkep sebagai Taman

Nasional dan World Heritage Site.

Untuk mempercepat proses penunjukan kawasan Karst Maros-Pangkep

menjadi taman nasional (dalam dokumen ini disebutkan Taman Nasional

Karaenta), Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan mengadakan pertemuan dengan berbagai pihak terkait di

Sulawesi Selatan pada tanggal 15 Januari 2002. Hasil dari pertemuan ini adalah

adanya pembentukan Tim Terpadu yang terdiri dari unsur Pemerintah Propinsi

Sulawesi Selatan, Pemerintah Kabupaten Maros dan Pangkep, Unit KSDA

Sulawesi Selatan I, Bapedal Regional III dan diketuai oleh Universitas

Hasanuddin. Tim terpadu antara lain bertugas melakukan sosialisasi tentang

rencana penunjukan taman nasional, melaksanakan kajian (feasibility study),

mengusahakan penerbitan rekomendasi penunjukan taman nasional dari

pemerintah kabupaten dan propinsi, serta menyusun proposal penetapan

warisan dunia. Tim ini terus bekerja mengusahakan penunjukan taman nasional

sampai dengan tahun 2004.

Antara tahun 2002 sampai dengan 2004, terbitlah rekomendasi dari para

pengambil kebijakan di kalangan pemerintah (Propinsi Sulawesi Selatan,

Kabupaten Maros dan Kabupaten Pangkep). Bupati Maros memberikan

rekomendasi penunjukan taman nasional melalui surat nomor 660.1/532/Set

tanggal 13 Nopember 2002. DPRD Kabupaten Maros memberikan rekomendasi

penunjukan taman nasional melalui surat nomor 660.1/347/DPRD/2002 tanggal

17 Desember 2002. Bupati Pangkep memberikan rekomendasi penunjukan

taman nasional melalui surat nomor 430/13/DLHK tanggal 15 Maret 2003. Ketua

DPRD Kabupaten Pangkep memberikan rekomendasi penunjukan taman

nasional melalui surat nomor 005/194/Sek-DPRD tanggal 30 Juli 2003. Gubernur

Sulawesi Selatan memberikan rekomendasi penunjukan taman nasional melalui

surat nomor 660/472/SET tanggal 7 Pebruari 2003. Keputusan DPRD Provinsi

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

18

Page 28: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

Sulawesi Selatan Nomor 27 Tahun 2003 tanggal 19 Desember 2003 memberikan

rekomendasi penunjukan taman nasional.

Pada tanggal 5 Januari 2004, Gubernur Sulawesi Selatan (H.M. Amin

Syam) melalui suratnya nomor 660/27/Set yang ditujukan kepada Menteri

Kehutanan mengusulkan kembali kawasan Karst Maros-Pangkep untuk

ditetapkan menjadi Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung (dokumen ini

menyebutkan nama Bantimurung Bulusaraung) dan menyampaikan Keputusan

DPRD Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 27 Tahun 2003 tanggal 19 Desember

2003 tentang Persetujuan Atas Rekomendasi Gubernur Sulawesi Selatan

tentang Kawasan Karst Sebagai Kawasan Taman Nasional Maros, Pangkep

Sulawesi Selatan. Pada tanggal 29 April 2004, Gubernur Sulawesi Selatan sekali

lagi mendesak Menteri Kehutanan agar memproses penetapan kawasan Karst

Maros-Pangkep menjadi taman nasional (surat nomor 660/1632/SET).

Direktur Jenderal PHKA melalui suratnya nomor S.103/IV-KK/2004 tanggal

25 Pebruari 2004 yang ditujukan kepada Sekretaris Jenderal Departemen

Kehutanan dan Kepala Badan Planologi Kehutanan mengusulkan kembali

perubahan fungsi kawasan hutan di Kabupaten Maros dan Pangkep menjadi

taman nasional. Dalam proses koordinasi di Departemen Kehutanan yang

berjalan cukup lama, akhirnya pada 5 Oktober 2004, Kepala Pusat Pembentukan

Wilayah Pengelolaan dan Perubahan Kawasan Hutan Badan Planologi

Kehutanan mengundang seluruh anggota Tim Terpadu untuk hadir pada hari

Jumat tanggal 8 Oktober 2004 di Ruang Rapat Badan Planologi Kehutanan

Gedung Manggala Wanabakti Jakarta. Pihak-pihak yang diminta untuk hadir

pada saat itu adalah Pusat Penelitian Biologi LIPI, Puslitbang Hutan dan

Konservasi Alam Balitbang Kehutanan, Asisten Deputi Ekosistem Darat

Kementerian Lingkungan Hidup, Direktur Konservasi Kawasan Ditjen PHKA,

Direktur Pengelolaan DAS dan Rehabilitasi Lahan Ditjen RLPS, Pusat

Pengukuhan dan Penatagunaan Kawasan Hutan Badan Planologi Kehutanan,

Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Selatan, Ketua Bapedalda Provinsi Sulawesi

Selatan, Asisten Deputi Urusan Wilayah Sumapapua Kementerian Lingkungan

Hidup, Kepala Balai KSDA Sulawesi Selatan I, Ketua Tim Kajian Usulan Taman

Nasional Bantimurung Bulusaraung (Amran Achmad, Jurusan Kehutanan

Universitas Hasanuddin), dan beberapa pejabat eselon III di lingkungan Badan

Planologi Kehutanan serta Direktorat Jenderal PHKA.

Pada tanggal 8 Oktober 2004 tersebut, diadakanlah pengkajian dan

pembahasan oleh Tim Terpadu Perubahan Fungsi Kawasan Hutan Bantimurung

Bulusaraung dengan hasil memenuhi syarat untuk diubah fungsi menjadi

kawasan pelestarian alam dengan fungsi taman nasional berdasarkan : (1)

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

19

Page 29: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

Laporan Hasil Pengkajian Tim Terpadu yang dipaparkan oleh Amran Achmad

(Universitas Hasanuddin) selaku Ketua Tim Terpadu Daerah; (2) Surat Gubernur

Sulawesi Selatan Nomor 660/27/Set tanggal 5 Januari 2004 dan Rekomendasi

nomor 660/472/SET tanggal 7 Pebruari 2003; (3) Rekomendasi Bupati Maros

nomor 660.1/532/Set tanggal 13 Nopember 2002; (4) Surat Bupati Pangkep

nomor 430/13/DLHK tanggal 15 Maret 2003; (5) Keputusan DPRD Provinsi

Sulawesi Selatan Nomor 27 Tahun 2003 tanggal 19 Desember 2003; (6)

Rekomendasi DPRD Kabupaten Maros nomor 660.1/347/DPRD/2002 tanggal 17

Desember 2002; serta (7) Surat Ketua DPRD Kabupaten Pangkep nomor

005/194/Sek-DPRD tanggal 30 Juli 2003.

Setelah pembahasan tersebut, usulan penunjukan kawasan Taman

Nasional Bantimurung Bulusaraung kemudian dicermati kembali oleh Balai

Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VII Makassar. Dari hasil pencermatan

tersebut, dilakukan koreksi-koreksi terhadap peta yang disajikan. Usulan tim

terpadu seluas ± 48.720 Ha kemudian diubah menjadi ± 43.750 Ha karena pada

peta tersebut terdapat areal non kawasan hutan yang diusulkan menjadi taman

nasional.

Peta Paduserasi TGHK-RTRWP awal dan perubahan fungsi menjadi taman nasional

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

20

Page 30: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

Pada tanggal 18 Oktober 2004, Menteri Kehutanan menerbitkan

Keputusan Nomor SK.398/Menhut-II/2004 tentang Perubahan Fungsi Kawasan

Hutan pada Kelompok Hutan Bantimurung-Bulusaraung seluas ± 43.750 Ha

terdiri dari Cagar Alam seluas ± 10.282,65 Ha, Taman Wisata Alam seluas ±

1.624,25 Ha, Hutan Lindung seluas ± 21.343,10 Ha, Hutan Produksi Terbatas

seluas ± 145 Ha, dan Hutan Produksi Tetap seluas ± 10.335 Ha yang terletak di

Kabupaten Maros dan Pangkep, Provinsi

Sulawesi Selatan menjadi Taman

Nasional Bantimurung Bulusaraung.

Setelah penunjukan kawasan,

pemangkuan dan pengelolaan Taman

Nasional Bantimurung Bulusaraung

untuk sementara dilaksanakan oleh Balai

Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi

Selatan I berdasarkan Keputusan

Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor : SK.140/IV/

Set-3/2004 tanggal 30 Desember 2004. Pada Tahun 2006, Menteri Negara

Pemberdayaan Aparatur Negara Republik Indonesia menyetujui usulan

pembentukan unit kerja pengelola Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

dan kemudian ditindaklanjuti oleh Menteri Kehutanan dengan membentuk Balai

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung beserta 15 balai taman nasional baru

lainnya. Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor

P.29/Menhut-II/2006 tentang Perubahan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor

6186/Kpts-II/2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Taman Nasional.

Pada tanggal 1 Pebruari 2007, Menteri Kehutanan Republik Indonesia

menerbitkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.03/Menhut-II/2007 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional yang

kemudian menjadi dasar pengelolaan Balai Taman Nasional Bantimurung

Bulusaraung saat ini. Walaupun telah ditetapkan pengelolanya dan

diserahterimakan pengelolaannya sejak Nopember 2006, Balai Taman Nasional

Bantimurung Bulusaraung secara efektif baru beroperasional melaksanakan

tugas-tugas kepemerintahan dan pembangunan sejak April 2007 karena personil

dan sarana prasarana pendukungnya baru tersedia pada saat itu.

Perubahan Fungsi Kawasan HutanMenjadi Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

TWA; 1.624,25 Ha; 3,71%

HPT; 145 Ha; 0,33%

HP; 10.355 Ha; 23,67%

CA; 10.282,65 Ha; 23,50%

HL; 21.343,10 Ha; 48,78%

2. Progress Pengukuhan Kawasan

Berdasarkan ketentuan Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Undang No. 41

Tahun 1999 tentang Kehutanan, ditetapkan bahwa Pemerintah

menyelenggarakan pengukuhan kawasan hutan guna memberikan kepastian

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

21

Page 31: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

hukum atas kawasan hutan. Pengukuhan kawasan hutan adalah kegiatan-

kegiatan yang dilakukan melalui proses penunjukan, penataan batas, pemetaan

dan penetapan kawasan hutan. Sejalan dengan definisi tersebut maka ruang

lingkup pengukuhan kawasan hutan meliputi :

a. penunjukan kawasan hutan, yaitu penetapan awal suatu wilayah tertentu

sebagai kawasan hutan yang dapat berupa penunjukan mencakup wilayah

propinsi atau partial per kelompok hutan;

b. penataan batas kawasan hutan, yaitu kegiatan yang meliputi proyeksi batas,

inventarisasi hak-hak pihak ketiga, pemancangan tanda batas sementara,

serta pemancangan dan pengukuran tanda batas definitif;

c. pemetaan kawasan hutan, yaitu kegiatan pemetaan hasil pelaksanaan

penataan batas kawasan hutan berupa peta tata batas yang merupakan satu

kesatuan yang tidak terpisahkan dengan berita acara tata batas;

d. penetapan kawasan hutan, yaitu suatu penegasan tentang kepastian hukum

mengenai status, letak, batas dan luas suatu wilayah tertentu yang sudah

ditunjuk sebagai kawasan hutan menjadi kawasan hutan tetap dengan

keputusan Menteri Kehutanan.

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, Taman Nasional Bantimurung

Bulusaraung ditunjuk berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor :

SK.398/Menhut-II/2004 tanggal 18 Oktober 2004. Diktum KEDUA keputusan

tersebut berbunyi : ”Batas sementara Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

tersebut pada diktum PERTAMA, adalah sebagaimana terlukis pada peta

lampiran keputusan ini, sedangkan batas tetapnya akan ditentukan setelah

diadakan penataan batas di lapangan”.

Pada dasarnya, walaupun belum dilakukan penataan batas di lapangan,

perubahan fungsi suatu kawasan tetap berlaku karena batas-batas di atas peta

yang dilengkapi dengan referensi posisinya secara geografis dapat diproyeksikan

di lapangan. Namun demikian, sebagian besar kawasan hutan yang diubah

fungsinya menjadi Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung berdasarkan

keputusan penunjukan tersebut sudah dilaksanakan penataan batas luarnya

sejak tahun 1975 sampai dengan tahun 2001. Batas luar kawasan hutan yang

telah di tata batas tersebut sebagian besar juga merupakan batas kawasan

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung saat ini. Batas-batas tersebut pada

tahun 2007 juga telah dilaksanakan rekonstruksinya oleh Balai Pemantapan

Kawasan Hutan Wilayah VII Makassar bersama Balai Taman Nasional

Bantimurung Bulusaraung.

Sampai dengan tahun 2008, perkembangan penataan batas kawasan

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung sudah mencapai 432,52 Km atau

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

22

Page 32: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

90,44% dari total batas luar sepanjang 478,22 Km. Trayek batas yang belum

dilaksanakan penataan batasnya secara definitif di lapangan hingga saat ini

hanya tersisa pada batas fungsi di sisi Utara (wilayah administratif Kabupaten

Pangkep) dan sisi Selatan (wilayah administratif Kabupaten Maros). Dengan

realisasi penataan batas yang belum temu gelang, maka proses penetapan

kawasan menjadi kawasan hutan tetap dengan keputusan Menteri Kehutanan

juga belum dapat dilaksanakan.

Selain tata batas yang belum dirampungkan, penataan zonasi pengelolaan

kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung juga belum dapat

dilaksanakan sampai dengan tahun 2008. Peraturan Pemerintah Nomor 68

Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam,

Pasal 30 ayat (2) menetapkan bahwa pengelolaan taman nasional didasarkan

pada sistem zonasi yang terdiri dari zona inti, zona pemanfaatan, zona rimba dan

Peta perkembangan penataan batas Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

23

Page 33: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

atau zona lainnya. Zona taman nasional adalah wilayah di dalam kawasan taman

nasional yang dibedakan menurut fungsi dan kondisi ekologis, sosial, ekonomi

dan budaya masyarakat. Zonasi taman nasional adalah suatu proses pengaturan

ruang dalam taman nasional menjadi zona-zona, yang mencakup kegiatan tahap

persiapan, pengumpulan dan analisis data, penyusunan draft rancangan zonasi,

konsultasi publik, perancangan, tata batas dan penetapan, dengan

mempertimbangkan kajian-kajian dari aspek-aspek ekologis, sosial, ekonomi dan

budaya masyarakat.

Perancangan zonasi pengelolaan Taman Nasional Bantimurung

Bulusaraung hingga tahun 2008 belum dapat dilakukan karena terbatasnya

ketersediaan data potensi dan kondisi kawasan. Dengan kondisi keterbatasan

berbagai sumberdaya yang ada pada Balai Taman Nasional Bantimurung

Bulusaraung, maka dibutuhkan setidaknya beberapa tahun untuk

mempersiapkan perancangan zonasi, yang didahului dengan pengumpulan data

primer di lapangan dan data pendukung lainnya. Saat ini, untuk keperluan

pengelolaan kawasan, tersedia draft rancangan zonasi yang belum dapat

dikatakan sempurna karena penyusunannya yang dilakukan dengan

keterbatasan data dan informasi untuk bahan analisa.

3. Karakteristik Penunjukan Kawasan

Areal yang saat ini merupakan kawasan Taman Nasional Bantimurung

Bulusaraung merupakan sebagian dari kawasan Karst Maros-Pangkep yang

sudah terkenal ke seluruh dunia. Samodra (2003) menyampaikan bahwa

singkapan batu gamping yang luas di Sulawesi Selatan ini membentuk tipe karst

tersendiri. Bukit-bukit berlereng terjal (yang sebagian besar genesanya

dipengaruhi oleh struktur geologi, sebelum diperlebar dan diperluas oleh proses

pelarutan atau Karstifikasi) membentuk bangun menara yang sangat khas (tower

karst). Bukit-bukit menara Karst Maros-Pangkep serupa dengan karst yang ada

di China Selatan dan Vietnam.

Tipe Karst Maros-Pangkep memang berbeda dengan karst yang ada di

tempat lain yang pada umumnya berbentuk Conicall Hill Karst atau perpaduan

dari keduanya. Karakteristik eksokarst-nya dikatakan sebagai bentukan karst

yang terindah kedua setelah kawasan karst yang telah ditetapkan sebagai

warisan alam dunia di Halong Bay Vietnam. Karst Maros-Pangkep juga

merupakan kawasan karst terluas kedua setelah karst yang ada di China

Selatan. Selain keindahan eksokarst, kawasan Karst Maros-Pangkep

(sebagaimana pada umumnya kawasan karst) juga dihiasi oleh endokarst yang

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

24

Page 34: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

tidak ternilai. Tidak kurang dari 400 gua di kawasan ini yang dapat menyajikan

keindahan bentukan ornamen gua (speleotem).

Gua-gua di kawasan Karst Maros-Pangkep, terutama gua fosil mempunyai

nilai arkeologi yang tinggi. Di dalamnya banyak dijumpai lukisan gua manusia

prasejarah yang dapat menguak kehidupan manusia prasejarah dan budayanya

Samodra (2003). Karst Maros-Pangkep menjadi kawasan karst yang paling

terkenal di Indonesia karena landsekapnya yang spesifik dan ornamen gua

terindah (ACS 1989; Anonim 1986, 1987, 1991; Deharveng & Bedos 1999;

McDonald 1976; Whitten et al. 1987 dalam Suhardjono dkk 2007). Di samping

itu, Maros juga terkenal memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di Asia Tropika

(Deharveng & Bedos 1999 dalam Suhardjono dkk 2007).

Dari segi keanekaragaman hayati, Taman Nasional Bantimurung

Bulusaraung dikenal dengan potensi Kupu-kupunya yang beranekaragam. Alfred

Russel Wallace, setelah kunjungannya yang pertama pada tanggal 2 Agustus

1856 sampai dengan 13 Desember 1856, pada tanggal 11 Juli 1857 Wallace

kembali ke Makassar untuk yang kedua kalinya. Setelah merampungkan

pengepakan koleksi speciemen dari Kepulauan Aru, Wallace kemudian

mengunjungi wilayah Maros yang berjarak kurang lebih 30 mil di utara Makassar,

dimana Jacob Mesman (seorang saudara sahabatnya) bermukim dan

membangunkan sebuah pondok penginapan tersendiri untuk Wallace di suatu

tempat yang sekarang dikenal sebagai Bantimurung.

Selama berada di wilayah Maros dan sekitarnya, Wallace menemukan

Rusa (Cervus timorensis), Babi (Sus celebensis), Kera Hitam Sulawesi

Cynopthecus nigrescens (sekarang Macaca maura), Rangkong (Rhyticeros

cassidix), Trichoglossus ornatus, burung Punai, Corvus advena, Idea tondana,

Kumbang Macan (Therates flavilabris) dan berbagai jenis kumbang lainnya, tiga

species Ornithoptera yang sayapnya berukuran 7 – 8 inchi (17 – 20 Cm), Papilio

miletus, P. telephus, P. macedon, Papilio rhesus (sekarang Graphium rhesus),

Papilio gigon, Tachyris zarinda (sekarang Appias zarinda), dan banyak lagi yang

lainnya.

Hal yang paling berkesan bagi Wallace di Bantimurung adalah

pertemuannya dengan “The Magnificent Butterfly” Papilio androcles (sekarang

Graphium androcles), salah satu jenis Kupu-kupu Swallow tailed terbesar dan

terjarang ditemukan. Di suatu siang ketika matahari bersinar terik dan udara

terasa sangat panas, setelah empat hari mengamati, pantai berpasir pada sisi

kolam di atas air terjun Bantimurung (mungkin tempat yang oleh masyarakat

sekarang disebut Kassi Kebo) menyajikan suatu pemandangan menakjubkan

bagi Wallace. Kassi Kebo dihiasi oleh segerombolan Kupu-kupu yang

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

25

Page 35: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

memeriahkan suasana. Oranye, kuning, putih, biru dan hijau. Formasi ratusan

Kupu-kupu ini membentuk awan beraneka warna. Ketika makhluk yang indah ini

terbang, the long white tails berkelap-kelip layaknya melambai-lambai. Kurang

lebih begitulah yang dideskripsikan oleh Wallace tentang pertemuannya dengan

Graphium androcles.

Kolektor-kolektor lain kemudian

mengikuti jejak Wallace. 25 tahun kemudian,

di tahun 1882 Graphium androcles tidak bisa

lagi ditemukan, walaupun species-species lain

tetap ada (Guillemard, 1889 dalam Whitten,

2002). Hal ini mungkin merupakan pengaruh

iklim, sebab 45 tahun kemudian Kupu-kupu ini

kembali banyak ditemukan (Leefmans, 1927

dalam Whitten, 2002). Mattimu, dkk (1977)

kemudian melaporkan bahwa dari hasil penelitian di kawasan wisata

Bantimurung, ia berhasil menemukan 103 species Kupu-kupu.

Setelah kurang lebih empat bulan mengekplorasi wilayah Maros dan

sekitarnya, di awal Nopember 1857 Wallace kembali ke Makassar untuk

mengepak koleksinya lalu melanjutkan perjalanannya ke wilayah Ambon dan

Ternate serta tempat-tempat lainnya. Selama lebih dari enam tahun perjalanan

eksplorasi fauna di kawasan Kepulauan Indo-Malaya, Alfred Russel Wallace

berhasil mengumpulkan sebanyak 125.660 koleksi speciemen, yang terdiri dari

310 speciemen Mamalia, 100 speciemen Reptilia, 8.050 speciemen Burung,

7.500 speciemen Kerang, 13.100 speciemen (ordo) Lepidoptera, 83.200

speciemen (ordo) Coleoptera, serta 13.400 speciemen serangga lainnya. Setelah

lebih dari enam tahun di kawasan Indo-Malaya, pada musim semi di tahun 1862

Wallace tiba kembali ke negeri Inggris.

Alfred Russel Wallace (1890) melaporkan bahwa ia menemukan 256

species Kupu-kupu dari kawasan Bantimurung. Berbeda dengan laporan

tersebut, Mattimu (1977) melaporkan bahwa ada 103 jenis kupu-kupu yang ia

temukan di hutan wisata Bantimurung, dengan jenis endemik antara lain adalah :

Papilio blumei, P. polites, P. sataspes, Troides haliphron, T. helena, T. hypolitus,

dan Graphium androcles. Achmad (1998) telah meneliti secara khusus habitat

dan pola sebaran kupu-kupu jenis komersil di hutan wisata Bantimurung selama

satu tahun. Ia juga menginformasikan bahwa kupu-kupu Troides haliphron dan

Papilio blumei adalah dua jenis endemik yang mempunyai sebaran yang sangat

sempit, yakni hanya pada habitat berhutan di pinggiran sungai.

Graphium androcles

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

26

Page 36: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

Kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung juga terkenal sebagai

habitat beberapa species penting lain yang kondisi populasinya sudah semakin

menurun di alam. Dare atau Kera Hitam Sulawesi (Macaca maura) adalah salah

satu jenis primata endemik Sulawesi yang habitatnya meluas hampir di seluruh

kawasan. Kuskus Beruang (Ailurops ursinus) dan Kuskus Kecil (Stigocuscus

celebensis) juga dapat ditemukan di dalam kawasan ini. Primata terkecil di dunia,

Tarsius spectrum atau oleh masyarakat setempat diberikan nama Balao-cengke,

belum lama ini secara meyakinkan telah tercatat di dalam daftar jenis

keanekaragaman hayati Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung dengan

ditemukannya beberapa sarang di dalam kawasan pada bulan Maret 2008 oleh

staf Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung.

Dari aspek tata air, kawasan

karst merupakan reservoir air raksasa

yang sangat strategis kedudukannya

dalam menunjang berbagai

kepentingan. Kemampuan bukit karst

dan mintakat epikarst pada umumnya

mampu menyimpan air selama tiga

hingga empat bulan setelah berakhirnya

musim penghujan, sehingga sebagian

besar sungai bawah tanah dan mata air di kawasan karst mengalir sepanjang

tahun dengan kualitas air yang baik. Dengan formasi geologi utama berupa batuan

kapur, kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung merupakan catchment

area bagi beberapa sungai besar di Sulawesi Selatan. Beberapa sungai menghulu

di kawasan ini, antara lain sungai Walanae yang merupakan salah satu sungai

yang mempengaruhi sistem hidrologi Danau Tempe. Sungai lainnya adalah Sungai

Pangkep, Sungai Pute dan Sungai Bantimurung/Maros. Di samping itu juga

ditemukan beberapa mata air dan sungai kecil, terutama di kawasan Karst, serta

air bawah tanah pada sistem perguaan.

Sungai Salenrang

B. Kondisi Umum Kawasan 1. Kondisi Fisik Kawasan

a. Letak dan Luas Kawasan

Secara administrasi pemerintahan, kawasan Taman Nasional

Bantimurung Bulusaraung terletak di wilayah Kabupaten Maros dan

Kabupaten Pangkajene Kepulauan (Pangkep), Provinsi Sulawesi Selatan.

Secara geografis areal ini terletak antara 119° 34’ 17” – 119° 55’ 13” Bujur

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

27

Page 37: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

Timur dan antara 4° 42’ 49” – 5° 06’ 42” Lintang Selatan. Secara

kewilayahan, batas-batas TN. Babul adalah sebagai berikut :

Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Pangkep, Barru dan Bone;

Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Maros dan Kabupaten

Bone;

Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Maros;

Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Maros dan Kabupaten

Pangkep.

Kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung berbatasan atau

berhimpitan dengan Kabupaten Maros, Kabupaten Pangkep dan Kabupaten

Bone. Kawasan taman nasional ini terletak di dalam 10 wilayah administrasi

kecamatan dan 40 wilayah administrasi kelurahan/ desa. Daftar kabupaten,

kecamatan dan kelurahan/desa yang berbatasan atau berhimpitan dengan

Kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung dapat dilihat pada

lampiran 1.

Peta wilayah administrasi pemerintahan di dalam dan sekitar Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

28

Page 38: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

b. Iklim

Berdasarkan perhitungan data curah hujan yang dikumpulkan dari

beberapa stasiun yang ada disekitar kawasan Taman Nasional, ditemukan

bahwa pada wilayah bagian Selatan terutama bagian yang berdekatan

ibukota Kabupaten Maros, seperti Bantimurung termasuk ke dalam iklim D

(Schmidt dan Ferguson) sedangkan Bengo-Bengo, Karaenta, Biseang

Labboro, Tonasa dan Minasa Te’ne termasuk kedalam iklim tipe C,

sementara pada bagian utara, terutama wilayah Kecamatan Camba dan

Mallawa termasuk kedalam tipe B.

Peta curah hujan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

memperlihatkan adanya empat zona curah hujan, yakni curah hujan 2.250

mm, 2.750 mm, 3.250 mm dan 3.750 mm. Dari gambar di bawah ini terlihat

bahwa curah hujan 2.250 mm sampai 2.750 mm berada dibagian timur

kawasan taman nasional, dimana di wilayah inilah masyarakat banyak

memanfaatkan kawasan hutan.

Sebaliknya, curah hujan yang lebih tinggi yakni 3.250 mm sampai

3.750 mm, berada di bagian barat taman nasional dimana sekitar 75 %

wilayah cakupannya merupakan arael karst. Di wilayah ini, pemanfaatan

lahan oleh masyarakat dalam kawasan hutan relatif kecil karena kondisi

tanah yang tidak memungkinkan. Sisanya 25 % yang berupa ekosistem non

karst dan menyebar di bagian selatan, juga banyak dimanfaatkan oleh

masyarakat sebagai lahan pertanian. Tingginya pemanfaatan lahan areal

taman nasional oleh masyarakat pada wilayah yang mempunyai curah hujan

tinggi, adalah merupakan ancaman terhadap sumberdaya lahan di wilayah

taman nasional, terutama kaitannya dengan erosi tanah.

Puncak gunung Bulusaraung dengan ketinggian 1.353 m dpl

c. Geologi dan Tanah

Formasi geologi kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

dikelompokkan menurut jenis batuan, yang didasarkan pada ciri-ciri litologi

dan dominasi dari setiap satuan batuan. Formasi-formasi tersebut adalah

sebagai berikut :

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

29

Page 39: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

Formasi Balang Baru. Formasi balang baru terdiri dari perselingan serpih

dengan batu pasir, batu lanau dan batu lempung, dengan struktur batuan

berlapis, menyerpih dan turbidit. Bentuk formasi ini menyebar di bagian

Utara yaitu di Kecamatan Mallawa. Satuan batuan ini adalah batuan

sedimen.

Batuan Gunung Api Terpropilitkan. Batuan ini terdiri dari breksi dan lava,

menyebar pada bagian Selatan, yaitu Kecamatan Tanralili Kabupaten

Maros. Lava umumnya bersifat andesitik, sebagian trakit dan basal.

Formasi Mallawa. Formasi ini terdiri atas batu pasir kuarsa, batu lanau,

batu lempung dan konglomerat, dengan sisipan atau lensa batubara.

Penyebarannya berada di Kecamatan Watang Mallawa, di daerah

Ammasangeng, dan Kecamatan Bantimurung. Batu pasir kuarsa

umumnya bersifat rapuh dan kurang kompak, berlapis tipis. Batubara

pada satuan batuan ini mempunyai ketebalan antara 0,5 - 1,5 meter.

Formasi Tonasa. Formasi ini terdiri dari batu gamping pejal, bioklastik,

kalkarenit, koral dan kalsirudit bersisik. Di daerah Kecamatan Watang

Mallawa batu gamping formasi tonasa ditemukan mengandung mineral

glauconit dan napal dengan sisipan breksi batu gamping.

Formasi Camba. Formasi ini terdiri dari perselingan batuan sedimen laut

dan batuan gunung api, yaitu batu pasir tufaan berselingan dengan tufa,

batu pasir, batu lanau dan batu lempung. Di beberapa tempat dijumpai

sisipan napal, batu gamping dan batu bara.

Batuan Gunung Api Formasi Camba. Batuan ini terdiri dari breksi, lava

dan konglomerat. Breksi dan konglomerat terdiri dari pragment andesit

dan basal, matriks dan semen tufa halus hingga pasiran.

Batuan Gunungapi Baturape-Cindako. Batuan ini terdiri dari lava dan

breksi gunung api, bersisipan tufa dan konglomerat. Breksi gunung api

umumnya berkomponen kasar berupa basal dan sedikit andesit dengan

ukuran fragment 15 - 60 cm, tersemen oleh tufa berbutir kasar hingga

lapilli dan banyak mengandung firoksin.

Batuan Terobosan. Batuan ini terdiri dari granodiorit, andesit, diorit, trakit

dan basal piroksin. Batuan ini menyebar setempat-setempat dan

menerobos batuan yang lebih tua di sekitarnya berupa retas, sill dan

stok.

Endapan aluvium. Batuan ini terdiri dari endapan aluvium sungai.

Endapan aluvium sungai berupa bongkah, kerakal, kerikil, pasir dan

lempung.

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

30

Page 40: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

Ada dua jenis tanah yang umum ditemukan pada kawasan karst

Maros-Pangkep, dimana keduanya kaya akan kalsium dan magnesium.

Tanah jenis Rendolls mempunyai warna kehitaman karena tingginya

kandungan bahan organik, ditemukan pada dasar lembah lereng yang

landai, terutama di bagian Selatan dari karst Maros. Eutropepts merupakan

jenis tanah turunan dari inceptisol, umumnya ditemukan pada daerah yang

mempunyai kelerengan yang terjal dan puncak bukit kapur. Tanah ini sangat

dangkal dan berwarna terang.

d. Topografi dan Kelerengan

Sebagaimana pada umumnya kawasan dengan landskap karst, bentuk

permukaan kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung bervariasi

dari datar, bergelombang, berbukit sampai dengan bergunung. Bagian

kawasan yang bergunung terletak pada sisi Timur Laut kawasan atau

terletak pada blok Pegunungan Bulusaraung di Kecamatan Mallawa

Kabupaten Maros dan Gunung Bulusaraung sendiri di Kecamatan Balocci

Kabupaten Pangkep. Puncak tertinggi terletak pada ketinggian 1.565 m.dpl di

sebelah Utara Pegunungan Bulusaraung. Puncak Gunung Bulusaraung

sendiri terletak pada ketinggian 1.353 m.dpl. Sisi ini dicirikan oleh

kenampakan topografi relief tinggi, bentuk lereng yang terjal dan tekstur

topografi yang kasar.

Daerah perbukitan dicirikan oleh bentuk relief dan tekstur topografi

halus sampai sedang, bentuk lereng sedang sampai rendah, bentuk bukit

yang tumpul dengan lembah yang sempit sampai melebar. Daerah

perbukitan ini dapat dikelompokkan ke dalam perbukitan intrusi, perbukitan

sedimen dan perbukitan karst. Kawasan dengan topografi dataran dicirikan

oleh bentuk permukaan lahan yang datar sampai sedang dan sedikit

bergelombang, relief rendah dan tekstur topografi halus. Bentuk permukaan

seperti ini banyak dijumpai di antara perbukitan karst yang berbentuk

menara.

e. Hidrologi

Kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung merupakan

bagian dari hulu beberapa sungai besar di Sulawesi Selatan. Sisi sebelah

Timur antara lain merupakan hulu Sungai Walanae yang merupakan salah

satu sungai yang mempengaruhi sistem Danau Tempe. Pada bagian Barat

terdapat Sungai Pangkep dan Sungai Bone di Kabupaten Pangkep, Sungai

Pute dan Sungai Bantimurung di Kabupaten Maros. Sungai Bantimurung

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

31

Page 41: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

adalah merupakan sumber pengairan persawahan di Kabupaten Maros serta

dimanfaatkan untuk pemenuhan air bersih bagi masyarakat Kota Maros.

Disamping itu, juga ditemukan beberapa mata air dan sungai-sungai kecil,

terutama di wilayah karst, serta aliran air bawah tanah/danau bawah tanah

pada sistem perguaan. Mata air berdebit besar dijumpai pada batu gamping

pejal dengan debit 50 - 250 l/dtk, sedang mata air yang muncul di batuan

sedimen terlipat dan batuan gunung api umumnya kurang dari 10 l/dtk.

Fluktuasi debit air sungai-sungai besar dari dalam kawasan Taman Nasional

Bantimurung Bulusaraung sampai saat ini masih relatif stabil sepanjang

tahun, namun berbeda dengan debit pada sungai di permukaan karst.

Bentuk relief dan kondisi hidrologi di dalam dan sekitar Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

f. Potensi Wisata

Beragam jenis kegiatan wisata dapat dilakukan di dalam kawasan

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Aktifitas wisata yang telah lama

berlangsung dan ramai dikunjungi oleh wisatawan adalah kegiatan wisata

tirta pada Air Terjun Bantimurung. Telah banyak fasilitas wisata yang

tersedia di kawasan ini, yaitu antara lain tersedianya fasilitas Guest House,

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

32

Page 42: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

Baruga Bantimurung, kolam renang, shelter, pintu gerbang dan loket, jalan

trail, kantor pengelola, Butterfly Breeding, pusat informasi, toko cindera mata,

warung makan, fasilitas MCK, dan lain sebagainya. Aktifitas wisata tirta di

kawasan Air Terjun Bantimurung tersebut dapat dirangkaikan pula dengan

kegiatan penelusuran gua serta menikmati keindahan warna-warni Kupu-

kupu di habitat aslinya.

Selain pada kawasan Bantimurung, pada kawasan Pattunuang Asue/

Biseang Labboro juga dapat dilakukan aktifitas wisata yang beragam, mulai

dari wisata tirta sampai dengan pengamatan satwa unik. Untuk wisatawan

minat khusus, dapat dilakukan olah raga panjat tebing pada beberapa tempat

terpisah.

Tracking dapat dilakukan pada beberapa tempat, terutama banyak

dilakukan pada kompleks Pegunungan Bulusaraung. Kawasan ini telah

banyak dikenal oleh para pendaki gunung, terutama kalangan Pecinta Alam.

Kegiatan pendakian Gunung Bulusaraung dapat diperuntukkan bagi para

pendaki kelas pemula, bahkan dapat pula diperuntukkan bagi anak-anak dan

seluruh keluarga.

Caving atau selusur gua dapat dilakukan di banyak tempat pada

kawasan ekosistem karst Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Pada

beberapa tempat dapat ditemukan gua yang mempunyai nilai arkeologis dan

historis sehingga memungkinkan adanya kegiatan wisata, baik sebagai

obyek wisata khusus gua maupun sebagai usaha untuk mengembangkan

kegiatan speleologi serta wisata budaya. Menurut para ahli sejarah

kepurbakalaan, gua-gua merupakan bekas hunian manusia beribu-ribu tahun

silam, sebelum mereka mengenal cara membangun rumah tempat tinggal.

Sampai saat ini, telah tercatat 16 buah gua yang ditemukan pada eks

kawasan TWA. Bantimurung, yaitu antara lain : Gua Anjing (panjang lorong ±

60 m), Gua Bantimurung (panjang lorong ± 150 m), Gua Anggawati 1

(panjang lorong ± 170 m), Gua Towakala (panjang lorong ± 80 m), Gua

Baharuddin (panjang lorong ±137 m), dan Gua Watang (panjang lorong ±

440 m).

Pada wilayah eks CA. Bantimurung terdapat 34 gua, satu diantaranya

dan yang paling dikenal adalah Gua Mimpi yang panjangnya ± 1.415 meter

dengan kedalaman ± 48 meter. Keseluruhan gua tersebut mudah dijangkau

dan keindahannya sangat menarik. Di dalam gua terdapat stalaktit, stalakmit,

flow-stone, helektit, pilar, dan sodastraw. Gua lainnya yang ditemukan pada

eks CA. Bantimurung ini antara lain: Gua Lubang Air, Gua Lubang Kelu

(panjang lorong ± 90 m), Gua Buttu (panjang lorong ± 500 m), Gua Nasir

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

33

Page 43: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

(panjang lorong ± 800 m). Keseluruhan gua tersebut memiliki keindahan

berupa stalaktit dan stalakmit serta sebagai tempat berkembang biak Burung

Walet (Collocalia sp), kelelawar, laba-laba, lipan dan lain-lain.

Pada eks TWA. Gua Pattunuang, telah ditemukan ± 40 gua. Gua-gua

ini masih alami dan belum mengalami perubahan oleh aktivitas manusia.

Panoramanya sangat indah, ornamen stalaktit dan stalakmitnya sangat

mengagumkan, sehingga dapat memberikan kesan khusus kepada para

pengunjung ataupun para peneliti yang datang ke kawasan ini. Umumnya,

gua di kawasan ini dapat dijangkau dengan mudah dengan panjang lorong

rata-rata 1.000 meter, dengan kedalaman 30 meter.

Gua yang ada pada eks TWA. Gua Pattunuang antara lain adalah :

Gua Anggawati 2 (panjang lorong ± 1.000 m), Gua Restaurant (panjang

lorong ± 1.400 m), Gua de Lapisaine (panjang lorong ± 300 m), Gua

Pattunuang 1 dan 2 (panjang lorong masing-masing 500 m), Gua Sambueja

1 dan 2 (panjang lorong masing-masing 300 m dan 1.400 m), Gua Kado

(panjang lorong ± 1.400 m), Gua Jaria (panjang lorong ± 900 m), Gua Aux-

main (panjang lorong ± 600 m) dan lain-lain.

Di wilayah eks CA. Karaenta juga ditemukan banyak gua. Di wilayah

inilah terdapat gua terpanjang di antara gua yang ada di Kabupaten Maros.

Gua yang paling banyak di kenal di wilayah tersebut adalah Gua Salukkang

Kallang. Menurut hasil ekspedisi gua ini, panjang lorongnya mencapai

12.463 m. Pemandangan di dalam gua ini sangat menakjubkan, terdapat

sangat banyak ornamen gua serta genangan air. Dalam air tersebut terdapat

ikan dan udang yang tidak mempunyai mata. Selain gua ini juga dikenal Gua

Tanette. Gua ini panjang lorongnya mencapai ± 9.700 meter dengan

ketinggian dinding ± 25 meter. Menurut hasil penelitian, Gua Tanette

merupakan satu kesatuan dengan Gua Salukkang Kallang. Penyebutan

nama hanya disebabkan oleh tempat di mana pintu gua berada. Apabila

kedua gua ini ditelusuri dari satu arah maka panjangnya lorongnya mencapai

± 22 Km dan diduga merupakan gua terpanjang di Indonesia.

Gua lainnya adalah Gua Gunung Batu, (panjang lorong ± 400 m), Gua

Artaga (panjang lorong ± 1.900 m), Gua Lubang Gula Merah (panjang lorong

± 3.900 m), Gua Saripa (panjang lorong ± 1.736 m), Gua Pangea (3 buah)

masing-masing panjang lorongnya 300 m, 500 meter, dan 1.000 m, Gua

Monyet (panjang lorong ± 112 m), Gua Batu Merah (panjang lorong ± 749

m), dan Gua Kabut (panjang lorong ± 1.095 m).

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

34

Page 44: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

Di areal karst Mallawa (eks CA. Bulusaraung) juga terdapat potensi

alam yang berupa gua, namun relatif sedikit jumlahnya dibandingkan dengan

areal yang telah dijelaskan sebelumnya. Gua yang ada di wilayah ini antara

lain adalah Gua Lumpia (panjang lorong ± 50 m), Gua Babi (panjang lorong ±

100 m), Gua Meocunge (panjang lorong ± 100 m), Gua Salame (panjang

lorong ± 150 m), Gua Karabice (panjang lorong ± 350 m), Gua Mellopungi

(panjang lorong ± 200 m), dan Gua Pangui (panjang lorong ± 760 m).

Selain gua-gua tersebut di atas yang berpotensi untuk wisata alam

selusur gua, pada kawasan TN.

Babul dapat pula dilakukan

selusur gua untuk tujuan wisata

budaya. Kawasan arkeologis atau

situs tersebut adalah kawasan

yang mengandung peninggalan

hasil budaya manusia di masa lalu

atau cagar budaya yang harus

diamankan, dilindungi dan

dimanfaatkan. Pada dasarnya benda cagar budaya dan situs mempunyai

fungsi sebagai bukti sejarah, sumber sejarah, obyek ilmu pengetahuan,

cermin sejarah, media pembinaan nilai-nilai budaya, media pendidikan,

media untuk memupuk kepribadian bangsa di bidang kebudayaan dan

ketahanan nasional, serta obyek wisata budaya. Benda cagar budaya dan

situs mempunyai hubungan dengan beberapa faktor kepentingan lain seperti

riset ilmiah, seni yang kreatif, pendidikan, rekreasi dan turisme, representasi

simbolis, pengesahan tindakan, integrasi dan kesetiakawanan sosial,

keuntungan ekonomi dan moneter. Oleh karena itu benda cagar budaya dan

situs perlu diupayakan perlindungan dan pelestariannya.

Secara geologis, perbukitan karst yang ada di dalam kawasan Taman

Nasional Bantimurung Bulusaraung di dominasi oleh sebaran batu gamping

yang terbentuk di dasar laut sejak awal masa Eosen, kemudian secara

evolusi endapan ini terangkat ke permukaan laut. Sifat batu gamping yang

mudah tertembus air memungkinkan terjadinya rongga-rongga yang

kemudian membentuk gua-gua payung tersebut. Setelah ribuan atau bahkan

jutaan tahun berlalu, bersamaan pula dengan surutnya air laut, maka gua-

gua tersebut merupakan tempat hunian yang ideal pada saat itu. Bukti-bukti

temuan seperti alat-alat litik, sisa-sisa makanan, dan perhiasan dapat

memperkuat tentang fungsi gua pada suatu masa tertentu (masa

prasejarah).

Flowstone

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

35

Page 45: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

Ciri yang menarik dari gua-gua prasejarah yang ditemukan di wilayah

Maros-Pangkep, adalah adanya lukisan yang terdapat pada dinding-dinding

gua yang menggambarkan cap tangan, binatang, serta obyek–obyek lain

yang merupakan lambang kegiatan religi masyarakat pada masa itu, seperti

alat-alat berburu, pertanian, mengumpulkan makanan, nelayan dan

peternakan, yang kesemuanya terbuat dari batu atau tulang belulang.

Kegiatan wisata lain yang dapat dilakukan pada kawasan TN. Babul

adalah wisata atraksi satwa, terutama untuk jenis-jenis Kupu-kupu dan Kera

Hitam Sulawesi (Macaca maura). Hal menarik yang baru saja terungkap di

kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung adalah ditemukannya

jenis Tarsius spectrum. Jenis ini dapat dengan mudah diamati karena letak

sarangnya yang cukup mudah dijangkau. Selama ini, Tarsius hanya banyak

diketahui di wilayah Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah. Dalam beberapa

ekplorasi antara tahun 2007 hingga 2008, jenis ini banyak didokumentasikan

dengan menggunakan kamera. Pada bulan Maret tahun 2008, staf Balai

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung berhasil menemukan salah satu

sarangnya.

g. Sarana dan Prasarana

Sarana prasarana pengelolaan dan pemanfaatan kawasan pada

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung hingga saat ini masih sangat

terbatas. Untuk kebutuhan perlindungan dan pengamanan kawasan hanya

tersedia sebuah pondok kerja berukuran 70 M2, serta tiga buah pos jaga

berukuran 20 M2. Untuk keperluan wisata pada Blok Bantimurung, telah

tersedia beberapa fasilitas wisata yang memadai untuk wisatawan lokal

namun belum representatif untuk wisatawan manca negara. Seluruh fasilitas

wisata yang telah tersedia pada Blok Bantimurung juga adalah investasi

Pemerintah Kabupaten Maros dan dikelola secara langsung oleh pemerintah

setempat bersama masyarakat sekitar.

Pada Blok Pattunuang telah tersedia loket karcis, beberapa shelter dan

MCK serta jalan trail namun belum dilengkapi dengan fasilitas wisata

penunjangnya, terutama jalan untuk akses mencapai loket, tempat parkir

serta pengenal kawasan atau biasanya berbentuk pintu gerbang. Pada

kawasan Pattunuang juga tersedia fasilitas demplot penangkaran Kupu-

kupu, namun kondisinya tidak lagi menarik karena kurangnya pemeliharaan

sejak dibangun pada tahun 1998. Pada Blok Bantimurung, tersedia sebuah

demplot penangkaran Kupu-kupu yang cukup diminati oleh berbagai

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

36

Page 46: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

kalangan, baik untuk keperluan penelitian, pendidikan, serta untuk kegiatan

wisata bagi kalangan tertentu.

Untuk keperluan operasional pengelolaan kawasan Taman Nasional

Bantimurung Bulusaraung, sampai saat ini hanya tersedia 2 unit kendaraan

roda-4 dan 5 unit kendaraan roda-2, serta sebuah kantor berukuran 800 M2

yang belum dilengkapi dengan sarana meubelair yang memadai. Sampai

saat ini, Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah yang masing-masing

berkedudukan di Balocci Kabupaten Pangkep dan Camba Kabupaten Maros

belum memiliki gedung kantor tersendiri.

h. Aksesibilitas

Kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung dapat dicapai

dari beberapa sisi, yaitu dari sisi Selatan (Bantimurung) dan dari sisi Barat

(Balocci). Sisi Selatan atau tepatnya obyek wisata Air Terjun Bantimurung

berjarak ± 42 Km dari Kota Makassar, Ibukota Provinsi Sulawesi Selatan.

Jarak ini dapat ditempuh selama ± 60 menit. Untuk pengunjung yang

berasal dari luar provinsi atau pengunjung manca negara, kawasan

Bantimurung berjarak ± 21 Km dari Bandar Udara Internasional Hasanuddin

atau dapat dicapai dalam waktu ± 30 menit. Tersedia banyak fasilitas

angkutan umum untuk dapat mencapai lokasi ini sepanjang hari.

2. Kondisi Bioekologi

a. Tipe Ekosistem

Berdasarkan tipe ekosistem hutan yang ada (mengikuti Sastrapradja

dkk dan Whitten et al), kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

dibagi ke dalam tiga tipe ekosistem utama, yaitu ekosistem hutan di atas

batuan karst (forest over limestone/ hutan di atas batu gamping) atau lebih

dikenal dengan nama ekosistem karst, ekosistem hutan dataran rendah,

serta ekosistem hutan pegunungan bawah. Batas ketiga tipe ekosistem ini

sangat jelas karena hamparan batuan karst yang berdinding terjal dengan

puncak menaranya yang relatif datar, sangat berbeda dengan topografi

dataran rendah yang mempunyai topografi datar sampai berbukit, serta

kondisi ekosistem hutan pegunungan yang ditandai oleh bentuk relief yang

terjal atau terkadang bergelombang.

Pada kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, terdapat

dua lokasi ekosistem karst yang saling terpisah, yaitu di wilayah Maros -

Pangkep pada bagian barat taman nasional, dan di ujung Utara, yakni di

wilayah Mallawa. Para ahli geologi membedakan kedua kelompok karst ini,

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

37

Page 47: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

yakni yang pertama dikenal dengan kelompok Pangkajene dan yang kedua

disebut kelompok pegunungan bagian Timur. Kedua lokasi ini merupakan

wilayah penyebaran vegetasi bukit karst (vegetasi bukit kapur) dan lainnya

merupakan areal penyebaran vegetasi hutan dataran rendah.

Geomorfologi karst Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

berbentuk karst menara (pada beberapa referensi disebut sebagai The

Spectacular Tower Karst), yang merupakan satu-satunya di Indonesia dan

berbeda dengan tempat-tempat lain yang pada umumnya berbentuk karst

kerucut (conicall hill karst) atau peralihan antara karst menara dan kerucut.

Seperti pada umumnya kawasan karst, ekosistem karst Taman Nasional

Bantimurung Bulusaraung memiliki sangat banyak gua dengan ornamen

stalagtit dan stalagmit serta ornamen endokarst lainnya.

b. Flora dan Fauna

Tingginya kandungan kalsium dan magnesium dari batuan kapur yang

mendominasi areal karst di wilayah Taman Nasional Bantimurung

Bulusaraung, menyebabkan terbatasnya jenis-jenis tumbuhan yang dapat

hidup pada ekosistem tersebut. Achmad (2001) melakukan penelitian

vegetasi pada empat tipe habitat, yakni daerah puncak, tebing, lereng dan

lorong patahan di wilayah yang dulu merupakan areal Taman Wisata Alam

Gua Pattunuang. Ia melaporkan adanya variasi jenis yang menyusun

kelompok vegetasi pada ke empat tipe habitat tersebut. Bahkan ada jenis

yang ditemukan sangat spesifik berdasarkan tempat tumbuhnya.

Jenis flora yang terdapat di dalam Taman Nasional Bantimurung

Bulusaraung sangat beraneka ragam dan di antaranya terdapat jenis-jenis

dominan seperti palem wanga (Piqafetta filaris dan Arenga sp.) yang tidak

dijumpai lagi pada ketinggian di atas 1.000 m.dpl. Jenis kayu-kayuan antara

lain terdiri dari Uru (Elmerillia sp.), Casuaria sp., Duabanga moluccana,

Vatica sp., Pangium edule, termasuk dijumpai tegakan murni Eucalyptus

deglupta. Pada hutan pegunungan bawah dijumpai Litsea sp., Agathis

philippinensis, berbagai jenis bambu dan Ficus sumatrana.

Hutan primer bukan pada batuan kapur ditemukan pada kompleks

Pegunungan Bulusaraung, hutan pendidikan Bengo-Bengo dan formasi

hutan di Kecamatan Camba dan Mallawa, serta sedikit di bagian Selatan

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Berdasarkan hasil eksplorasi,

diketahui bahwa pada hutan dataran rendah tersebut dihuni oleh jenis-jenis

Vitex cofassus (bitti), Palaquium obtusifolium (nyatoh), Pterocarpus indicus

(cendrana), Ficus spp. (beringin), Sterqulia foetida, Dracontomelon dao

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

38

Page 48: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

(dao), Dracontomelon mangiferum, Arenga pinnata (aren), Colona sp.,

Dillenia serrata, Aleurites moluccana (Kemiri), Pterospermum celebicum

(bayur), Mangifera spp. Cananga odoratum (kenanga), Duabanga

moluccana, Eugenia spp., Garcinia spp., Zizigium cuminii, Arthocarpus spp.,

Diospyros celebica (kayu hitam), Buchanania arborescens, Antocephalus

cadamba, Myristica sp., Knema sp., dan Calophyllum inophyllum.

Masih sangat banyak potensi fauna yang belum berhasil diidentifikasi

dengan baik di kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung.

Kegiatan eksplorasi, identifikasi dan inventarisasi masih perlu lebih sering

dilakukan, baik oleh pengelola, peneliti maupun pihak-pihak yang

berkepentingan lainnya. Jenis mamalia yang telah berhasil diidentifikasi di

dalam kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung antara lain

beberapa jenis kelelawar, Kera Hitam Sulawesi, Tarsius, Kuskus Beruang,

Kuskus Sulawesi, Musang Sulawesi, Babi Hutan dan Rusa.

Kelelawar adalah jenis penting yang karena kedudukannya dalam

ekosistem, satwa ini digolongkan sebagai “Key stone species” (Primarck,

1993). Ia menjelaskan bahwa keluarga kelelawar terdiri dari hampir 200

jenis, dimana 25% diantaranya adalah genus Pteropus. Jenis-jenis dari

genus ini mempunyai peranan yang penting, dan mungkin hanya mereka

yang melakukan penyerbukan dan penyebaran biji dari kurang lebih 100

jenis tumbuhan di daerah tropis. Di samping itu, kelelawar membawa sisa-

sisa makanan ke dalam gua yang sangat dibutuhkan oleh organisme

penghuni gua lainnya.

Kuskus merupakan satu-satunya komponen mamalia Irian-Australia

yang sebarannya sampai ke kawasan Sulawesi (batas bagian Barat).

Wirawan (1993) menginformasikan bahwa Kuskus yang berada di Karaenta

adalah jenis endemik Sulawesi, yakni Kuskus Sulawesi (Strigocuscus

celebencis) dan Kuskus Beruang (Ailurops ursinus).

Musang Sulawesi (Macrogalidia musschenbroeckii) adalah satwa yang

terdiri dari satu genera dengan satu species, dan merupakan satwa endemik

Sulawesi. Wirawan (1993) melaporkan bahwa Mastura (1993) telah

menemukan satwa ini di wilayah Karaenta. Panjang kepala dan badannya

kira-kira 1 meter, dengan panjang ekor 0,6 meter. Bagian tubuh atas

(punggung) berwarna coklat muda sampai coklat tua, bagian bawah putih

dengan dada kemerah-merahan dan bercak-bercak coklat di sisi kiri dan

kanan badannya. Strip coklat dan coklat muda melingkari ekor. Musang ini

memakan mamalia kecil dan buah-buahan.

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

39

Page 49: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

Tarsius adalah merupakan primata terkecil di dunia. Wirawan (1993)

melaporkan bahwa ia pernah melihat Tarsius di wilayah Karaenta.

Walaupun hanya melihat 1 ekor, namun berdasarkan suara-suaranya ia

yakin jika populasinya lebih dari satu. Hal ini diperkuat oleh seorang pegawai

PPA di Karaenta yang pernah mengantar ahli Tarsius ke lokasi di mana

satwa ini berada. Ada 2 species Tarsius yang hidup di Sulawesi, namun

belum ada informasi tentang jenis apa yang ada di wilayah Taman Nasional

Bantimurung Bulusaraung pada saat itu. Panjang kepala dan badan satwa ini

berkisar antara 8,5-16,0 cm,

sedangkan ekornya bervariasi

antara 13,5-27,0 cm. Kera mungil ini

memiliki mata bulat yang besar,

serta jari-jari yang panjang untuk

berpegangan. Mereka hidup di

pohon dan mencari makan

(serangga dan binatang kecil

lainnya) di malam hari.

Dalam beberapa eksplorasi antara tahun 2007 hingga 2008, jenis ini

banyak didokumentasikan dengan menggunakan kamera. Tim eksplorasi

kawasan karst IPB untuk kelompok Mamalia yang dipimpin oleh A. Haris

Mustari pada bulan Agustus 2007 untuk pertama kali berhasil

mendokumentasikan keberadaan Tarsius di dalam Taman Nasional

Bantimurung Bulusaraung. Cahyo Alkantana dalam sebuah seminar kegiatan

speleologi yang di selenggarakan oleh HIKESPI bekerja sama dengan Balai

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung pada tanggal 16 Agustus 2007,

menginformasikan bahwa menemukan Tarsius di kawasan Taman Nasional

Bantimurung Bulusaraung sangat mudah dan tidak sesulit di wilayah

Sulawesi Utara dan Tengah. Pada bulan Maret tahun 2008, beberapa orang

staf Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung berhasil menemukan

salah satu sarangnya dan berhasil membuat dokumentasi yang menarik.

Meskipun belum ada laporan tentang species tikus yang ada di wilayah

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, namun Whitten et al (1987)

menginformasikan adanya sebaran tikus yang cukup luas di Sulawesi. Ada

18 jenis tikus endemik di Sulawesi, dan tidak tertutup kemungkinan bahwa

ada diantara jenis-jenis tersebut yang juga hidup dalam wilayah Taman

Nasional Bantimurung Bulusaraung.

Berbagai jenis burung dapat ditemukan di dalam kawasan Taman

Nasional Bantimurung Bulusaraung. Achmad (2000) pernah melaporkan

Tarsius spectrum

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

40

Page 50: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

jenis-jenis burung yang ada dalam kawasan Taman Nasional Bantimurung

Bulusaraung. Jenis-jenis yang ditemukan di kawasan ini antara lain

Rangkong Sulawesi (Rhyticeros cassidix), Kangkareng Sulawesi

(Penelopides exarhatus), Elang, Kutilang (Pycnonotus aurigaster), Kurcica

(Saxicola caprata), Raja Udang (Halcyon chloris), Punai (Treron sp.), Pelatuk

(Dendrocarpus teiminkii), Srigunting (Dicrurus hottentotus), Walet (Collocalia

spp.), Burung hantu (Otus manadensis), Burung pipit 3 jenis (Loncura

molucca, Loncura malacca, dan Loncura vallida), Burung tekukur (Micropaga

amboinensis), Capili (Turacaena manadensis), Kakaktua Putih Jambul

Kuning (Cacatua sulphurea), Kakaktua Hijau “Danga” (Tanignatus

sumatranus), serta Ayam Hutan (Ghallus gallus).

Kelompok Pemerhati Herpetofauna (KPH) “Phyton” HIMAKOVA Institut

Pertanian Bogor melakukan survey keanekaragaman herpetofauna sebagai

bagian dari program Konservasi Herpetofauna di Taman Nasional

Bantimurung Bulusaraung. Survei ini dilakukan selama 2 bulan, yakni pada

bulan Juli sampai Agustus 2007. Berdasarkan hasil survei ditemukan 37 jenis

herpetofauna, yang terdiri dari 24 jenis reptil dan 13 jenis katak, termasuk 3

jenis yang belum teridentifikasi. Di antara jenis yang dijumpai, termasuk

jenis-jenis endemik Sulawesi seperti Kodok Bufo celebensis dan Rana

celebensis, serta reptil endemik seperti Ular Kepala Dua (Cylindrophis

melanotus), Calamaria muelleri dan Cicak Hutan (Cyrtodactylus jellesmae).

Kadal akuatik yang disebut Soa-soa (Hydrosaurus amboinensis) dapat

dijumpai berjemur di batu-batu besar sepanjang sungai di Pattunuang. Di

Bontosiri (Pegunungan Bulusaraung), katak jenis Limnonectes modestus

meletakkan telurnya di daun-daun pada tumbuhan bawah sepanjang sungai,

dan terkadang terdapat jantan yang sedang menjaga telurnya. Jenis lain

yang dapat dijumpai adalah kadal terbang (Draco sp.) yang sering diawetkan

dan dijual sebagai souvenir.

Mattimu (1977) melaporkan bahwa ada 103 jenis kupu-kupu yang ia

temukan di hutan wisata Bantimurung, dengan jenis endemik antara lain

adalah : Papilio blumei, P. polites, P.sataspes, Troides haliphron, T. helena,

T. hypolitus, dan Graphium androcles. Achmad (1998) telah meneliti secara

khusus habitat dan pola sebaran kupu-kupu jenis komersil di hutan wisata

Bantimurung selama satu tahun. Ia juga menginformasikan bahwa kupu-

kupu Troides haliphron dan Papilio blumei adalah dua jenis endemik yang

mempunyai sebaran yang sangat sempit, yakni hanya pada habitat berhutan

di pinggiran sungai.

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

41

Page 51: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

Sampai dengan tahun 2008, pada kawasan Taman Nasional

Bantimurung Bulusaraung telah terdaftar sebanyak 356 species satwa liar.

Daftar jenis satwa liar tersebut dihimpun dari berbagai sumber yang dapat

dipercaya serta hasil dari kegiatan identifikasi jenis yang dilakukan oleh Balai

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung sendiri. Jenis-jenis satwa liar

tersebut terdiri dari 6 species Mamalia, 73 species Aves, 7 species Amphibi,

19 species Reptilia, 224 species Insecta, serta 27 species Collembola,

Pisces, Moluska dan lain sebagainya. Dari 356 species satwa liar yang telah

terdaftar pada Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, 30 species

diantaranya adalah species satwa liar yang dilindungi undang-undang, 1

species diantaranya adalah species satwa liar yang termasuk dalam

Appendix I CITES, 9 species diantaranya adalah species satwa liar yang

termasuk dalam Appendix II CITES, dan 1 species diantaranya adalah

species satwa liar yang termasuk dalam Appendix III CITES.

Selain jenis-jenis satwa liar, terdapat juga 302 species tumbuhan alam

telah terdaftar pada kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

yang terdiri dari 2 family kelas Monocotyledonae dan 43 family kelas

Dicotyledonae. Dari 302 species tumbuhan alam yang telah terdaftar pada

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, 1 species diantaranya adalah

species tumbuhan alam yang dilindungi undang-undang, 1 species

diantaranya adalah species tumbuhan alam yang termasuk dalam Appendix

II CITES, dan 1 species diantaranya adalah species tumbuhan alam yang

termasuk dalam Appendix III CITES. Suatu hal yang cukup unik dari

keberadaan tumbuhan alam tersebut adalah adanya 43 species/ sub species

tumbuhan alam dari marga Ficus. Jenis-jenis Ficus ini adalah makanan

utama bagi banyak jenis satwa liar termasuk pula yang paling umum Kera

Hitam Sulawesi/ Dare (Macaca maura). Daftar kekayaan jenis flora dan

fauna Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung secara lengkap dapat

dilihat pada lampiran 2.

Daftar keanekaragaman hayati di dalam Taman Nasional Bantimurung

Bulusaraung masih akan terus bertambah panjang seiring dengan semakin

intensifnya pelaksanaan identifikasi, inventarisasi ataupun sensus di dalam

kawasan. Daftar jenis keanekaragaman hayati tersebut, hingga saat ini

masih sebatas menjadi daftar. Upaya-upaya konservasi keanekaragaman

hayati di dalam kawasan masih dalam tahap pengumpulan dan pengolahan

data, serta pemetaan sebaran habitatnya di dalam kawasan. Kajian lebih

lanjut tentang bagaimana kondisi populasinya di dalam kawasan, daya

dukung habitat terhadap kelangsungan populasi jenis tersebut, serta hal-hal

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

42

Page 52: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

lain yang terkait dengan konservasi keanekaragaman hayati belum dapat

diupayakan hingga saat ini. Belum lagi upaya untuk pengamanan populasi

yang ada saat ini, serta peluang pemanfaatan atraksi keanekaragaman

hayati untuk ikut mendukung pengembangan pariwisata alam.

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung dikenal ke segala penjuru

dunia dengan potensi Kupu-kupunya. Jenis-jenis tersebut malah dapat

dikatakan sebagai Flag Species taman nasional ini yang sudah dikenal sejak

Alfred Russel Wallace mempublikasikan jurnal perjalanannya yang berjudul

“The Malay Archipelago” pada tahun 1890. Namun sayang, karena

termashurnya potensi tersebut, eksploitasi Kupu-kupu dilakukan secara

berlebihan dengan memanfaatkan ‘stock alam’. Sampai dengan tahun 2004,

belum ada upaya untuk membudidayakan jenis-jenis Kupu-kupu, sedangkan

pemanfaatannya semakin berkembang dan merajalela. Untuk itu, telah

dilakukan upaya penangkaran sebagai demplot percontohan bagi

masyarakat sejak tahun 2005 dan terus beroperasi hingga saat ini. Sampai

saat ini, sedikitnya ada empat species yang telah ditangkarkan pada demplot

percontohan tersebut. Selain untuk keperluan budidaya, demplot

penangkaran tersebut juga berfungsi sebagai tempat pengamatan atraksi

Kupu-kupu Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung untuk masyarakat

umum.

Siklus Metamorfosis Kupu-Kupu

Telur Ulat Pre-Pupa

Pupa Kupu-kupu Dewasa

C. Sosial, Ekonomi dan Budaya Masyarakat Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, kawasan Taman Nasional

Bantimurung Bulusaraung berada di dalam tiga wilayah administrasi kabupaten.

Kawasan taman nasional ini terletak di dalam 10 wilayah administrasi kecamatan dan

40 wilayah administrasi kelurahan/ desa. Secara keseluruhan di tiap kecamatan yang

berbatasan dengan kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung terdapat

populasi penduduk sebanyak 171.785 jiwa yang terdiri dari 83.286 jiwa pria dan

88.499 jiwa wanita. Kepadatan populasi penduduk rata-rata di seluruh wilayah

kecamatan sebanyak 97 jiwa/Km2. Dari setiap kecamatan, kepadatan populasi

penduduk tertinggi berada di Kecamatan Minasa Te’ne Kabupaten Pangkep dan

Kecamatan Simbang Kabupaten Maros, sedangkan kepadatan populasi penduduk

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

43

Page 53: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

terendah berada di Kecamatan Tellu Limpoe Kabupaten Bone dan Kecamatan

Tompobulu Kabupaten Maros.

Kecamatan Minasa Te’ne Kabupaten Pangkep dihuni oleh banyak populasi

manusia karena di wilayah ini terdapat pusat-pusat perindustrian dan perdagangan.

Sebagian wilayah Kecamatan Minasa Ten’e juga sangat dekat dengan wilayah

Ibukota Kabupaten Pangkep. Di kecamatan ini terdapat pusat pemukiman

perusahaan pertambangan milik PT. Semen Tonasa yang berkapasitas cukup besar.

Berbeda dengan Kecamatan Minasa Te’ne, Kecamatan Simbang Kabupaten Maros

juga memiliki kepadatan populasi penduduk yang cukup tinggi karena di wilayah ini

telah lama berkembang kegiatan-kegiatan pariwisata, kegiatan pertanian yang

intensif serta kegiatan-kegiatan

pelayanan jasa. Pada kecamatan ini

juga terdapat markas sebuah batalyon

infanteri milik TNI Angkatan Darat.

Kantor Balai Taman Nasional

Bantimurung Bulusaraung juga berada

di dalam wilayah administrasi

Kecamatan Simbang.

Adapun kondisi kependudukan di Kecamatan Tellu Limpoe Kabupaten Bone

dan Kecamatan Tompobulu Kabupaten Maros yang cukup rendah, diasumsikan

karena bentuk topografi yang berbukit dan bergunung, fasilitas infrastruktur yang

minim, serta tingkat aksesibilitasnya yang rendah. Kondisi kependudukan pada

wilayah-wilayah di sekitar Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung pada akhir

tahun 2006 diuraikan pada tabel 1.

Tabel 1 : Kondisi Kependudukan pada Wilayah-wilayah di sekitar Taman Nasional

Bantimurung Bulusaraung Tahun 2006

Tambang yang berada di sekitar Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

Penduduk No. Kabupaten/

Kecamatan Pria (Jiwa)

Wanita (Jiwa)

Jumlah (Jiwa)

Sex Ratio

Luas Wilayah (Km2)

Kepadatan (Jiwa/Km2)

A. MAROS 1. Bantimurung 13.640 14.333 27.973 95 173,70 161 2. Simbang 10.667 11.251 21.918 95 105,31 208 3. Cendrana 6.576 7.570 14.146 87 180,97 78 4. Camba 6.858 7.263 14.121 94 145,36 97 5. Mallawa 5.687 6.043 11.730 94 235,92 50 6. Tompobulu 7.121 6.572 13.693 108 287,66 48

B. PANGKEP 1. Balocci 8.008 8.286 16.294 97 143,48 114 2. Minasa Te'ne 13.835 15.589 29.424 89 76,48 385 3. Tondong Tallasa 4.567 4.966 9.533 92 111,20 86

C. BONE 1. Tellu Limpoe 6.327 6.626 12.953 95 318,10 41

Jumlah 83.286 88.499 171.785 94 1.778,18 97

Sumber : BPS, 2007

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

44

Page 54: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

Kondisi pendidikan masyarakat pada wilayah-wilayah di sekitar kawasan

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung sampai dengan tahun 2006 dapat

dianggap masih cukup rendah. Berdasarkan data kondisi pendidikan sebagaimana

tabel 2 di bawah, prosentase jumlah pelajar dari total populasi penduduk hanya

sebesar 19,07%. Sebagai bahan perbandingan, jumlah populasi masyarakat seluruh

Kabupaten Maros yang berada dalam usia sekolah (dengan asumsi usia 5 hingga 19

tahun) sebanyak 102.836 jiwa atau ± 34,56% dari total populasi 297.618 jiwa.

Dengan menggunakan angka prosentase populasi penduduk seluruh Kabupaten

Maros yang berada dalam usia sekolah, dibandingkan dengan prosentase jumlah

pelajar dari total populasi penduduk di sekitar kawasan Taman Nasional Bantimurung

Bulusaraung yang hanya sebanyak 19,07%, maka terdapat sekitar 55% atau lebih

dari separuh penduduk usia sekolah yang tidak bersekolah di sekitar kawasan taman

nasional. Kenyataan yang demikian ini dapat digunakan sebagai salah satu

peringatan atau indikasi bahwa tekanan terhadap kawasan taman nasional masih

akan tetap tinggi hingga dua atau tiga dekade yang akan datang. Populasi penduduk

ini sebagian besar masih akan menggantungkan kebutuhan ekonominya dari bidang-

bidang pertanian (yang membutuhkan lahan), yang disebabkan oleh lemahnya daya

saing untuk memperoleh jenis pekerjaan lain yang mempersyaratkan pendidikan.

Tabel 2 : Kondisi Pendidikan Masyarakat pada Wilayah-wilayah di sekitar Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung Tahun 2006

Jumlah Pelajar (orang) No. Kabupaten/

Kecamatan

Populasi Penduduk

(Jiwa) TK SD SLTP SLTA Jumlah

Prosentase Pelajar dari

Populasi A. MAROS 1. Bantimurung 27.973 270 3666 1.606 808 6.350 22,70 2. Simbang 21.918 210 2985 687 62 3.944 17,99 3. Cendrana 14.146 157 1860 380 0 2.397 16,94 4. Camba 14.121 269 1673 530 487 2.959 20,95 5. Mallawa 11.730 92 1577 375 147 2.191 18,68 6. Tompobulu 13.693 0 1637 353 0 1.990 14,53

B. PANGKEP 1. Balocci 16.294 162 2443 973 523 4.101 25,17 2. Minasa Te'ne 29.424 186 3610 1.137 263 5.196 17,66 3. Tondong Tallasa 9.533 191 1083 307 91 1.672 17,54

C. BONE 1. Tellu Limpoe 12.953 20 1813 130 0 1.963 15,15

Jumlah 171.785 1.557 22.347 6.478 2.381 32.763 19,07

Sumber : BPS, 2007

Masyarakat Kabupaten Maros, Pangkep dan Bone yang bermukim di sekitar

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung pada umumnya merupakan Etnis Bugis-

Makassar yang menganut agama Islam. Kabupaten Maros dan Pangkep merupakan

daerah peralihan antara wilayah etnis Bugis dengan wilayah etnis Makassar,

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

45

Page 55: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

sehingga masyarakat yang berada di wilayah tersebut umumnya mampu berbahasa

Bugis dan Makassar. Pada beberapa kecamatan di Kabupaten Maros dan Pangkep,

terdapat komunitas yang menggunakan bahasa Dentong dan bahasa Makassar

berdialek Konjo. Sistem kepercayaan dan budaya masyarakat Maros, Pangkep dan

Bone sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya Bugis-Makassar dan Islam. Nilai-nilai

budaya yang berlaku masih dijunjung tinggi oleh masyarakat di wilayah tersebut.

-

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

30.000

Bantim

urung

Simba

ng

Cendra

na

Camba

Mallaw

a

Tompo

bulu

Balocc

i

Minasa

Te'ne

Tondo

ng Ta

llasa

Tellu L

impo

e

Perbandingan Jumlah Penduduk dengan Pelajar di sekitar TN Babul

Jumlah penduduk Pelajar TK Pelajar SD Pelajar SLTP Pelajar SLTA

Sebagai masyarakat agraris, dikenal berbagai kegiatan kebudayaan yang

berkaitan dengan aktifitas pertanian, mulai dari persiapan lahan, penanaman dan

panen. Semangat gotong royong dalam pembuatan atau perbaikan saluran air, jalan

desa dan ritual budaya masih terpelihara dengan baik. Dalam penentuan waktu

musim tanam dilakukan kegiatan Tudang Sipulung yang dihadiri oleh masyarakat

dan aparat desa. Sedangkan kegiatan Mappadendang merupakan acara syukuran

yang dilaksanakan setelah musim panen padi. Disamping itu, dikenal berbagai

budaya lokal yang terkait dengan sistem kepemilikan (sanra, teseng, dan pewarisan)

dan perkawinan yang berkaitan dengan budaya agraris.

Masyarakat yang bermukim di sekitar taman nasional selain bekerja sebagai

petani, peternak dan pedagang, sebagian juga menggantungkan hidupnya dari hasil

hutan. Bisa saja dikatakan bahwa tidak sedikit yang menggantungkan hidupnya dari

hasil hutan, karena pada umumnya masyarakat ini juga mempunyai mata

pencaharian ganda. Aktifitas ekonomi masyarakat yang dilakukan di dalam kawasan

taman nasional umumnya adalah pembuatan gula aren, mencari madu, menangkap

kupu-kupu, memungut kemiri, dan mengambil kayu bahan bangunan, bahkan

sebagian masyarakat berkebun atau berladang di dalam kawasan taman nasional

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

46

Page 56: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

karena ketidaktahuan atau kurangnya informasi tentang status lahan (pada umumnya

di wilayah-wilayah yang dulunya adalah hutan lindung dan produksi). Pemungutan

hasil hutan ikutan seperti gula aren, kemiri dan madu merupakan aktifitas yang

memberikan keuntungan ekonomi yang cukup besar bagi masyarakat setempat.

Penangkapan kupu-kupu juga merupakan sumber pendapatan masyarakat yang

bermukim di sekitar kawasan wisata Bantimurung (Kecamatan Bantimurung dan

Simbang).

D. Pemanfaatan Sumber Daya Alam yang Telah Berkembang

Pada kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung dan sekitarnya,

terutama di wilayah Kabupaten Maros dan Pangkep karena kedekatannya dengan

ibukota Provinsi Sulawesi Selatan, telah berkembang berbagai kegiatan

pemanfaatan sumber daya alam terutama untuk keperluan di bidang pertanian,

kehutanan, perikanan, perkebunan, pertambangan, serta sektor perindustrian dan

perdagangan.

Di bidang pertanian, usaha persawahan dan pertanian lahan kering sangat

berkembang dan masyarakat pada umumnya masih sangat menggantungkan

hidupnya pada usaha ini. Areal persawahan di Kabupaten Maros dan Pangkep

merupakan areal sawah dengan irigasi teknis sehingga dapat menghasilkan dua kali

panen dalam satu tahun. Di Kecamatan Bantimurung sendiri, pada tahun 2006

mampu memproduksi Gabah sebanyak 41.606,36 Ton, Jagung sebanyak 1.714,50

Ton, Ubi Jalar sebanyak 768,54 Ton, Ubi Kayu sebanyak 717,70 Ton, Kacang Tanah

sebanyak 81,87 Ton, Kacang Kedelai sebanyak 852,69 Ton serta Kacang Hijau

sebanyak 169,33 Ton (BPS, 2007).

Dari aspek pertambangan, cadangan tereka endapan batuan karbonat di

Indonesia yang jumlahnya mencapai 39 trilyun ton merupakan aset negara yang

sangat menggiurkan bagi sektor pertambangan (Surono dkk, 1999 dalam Samodra,

2001). Batuan sebanyak itu memang tidak semuanya berupa batu gamping.

Sebagian merupakan batuan sedimen gampingan (yang bercampur dengan material

lain (pasir, lempung, tuf) serta dolomit. Dari seluruh singkapan batugamping yang

ada di Indonesia, sekitar 70% mempunyai bentang alam karst (Samodra, 2001).

Sebagai bahan galian, batu gamping di kawasan karst Maros-Pangkep

mempunyai aneka manfaat. Masyarakat sekitar memanfaatkan sumber daya yang

ada di sekitarnya sebagai bahan bangunan, terutama untuk keperluan pembuatan

fondasi rumah, jalan, jembatan dan isian bendungan, serta bahan pembuatan kapur

yang digunakan dalam konstruksi. Secara ekonomis, pemanfaatan seperti ini kurang

menguntungkan namun masyarakat dengan kondisi ekonomi menengah kebawah

yang ada di sekitar kawasan karst Maros-Pangkep tidak punya pilihan lain. Model

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

47

Page 57: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

pemanfaatan yang demikian ini terkadang juga menjadi salah satu kendala dalam

pengelolaan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, karena sedikit banyaknya

akan menjadi ancaman di masa yang akan datang.

Batu gamping yang merupakan bahan baku utama industri semen

dimanfaatkan oleh dua industri besar di kawasan Maros-Pangkep, yaitu PT. Semen

Tonasa dan PT. Semen Bosowa. Areal kontrak karya kedua perusahaan ini berada di

luar kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Untuk menghasilkan

semen dibutuhkan batu gamping, lempung dan pasir kuarsa yang kesemuanya itu

tersedia di kawasan karst Maros-Pangkep.

Batu Pualam atau di masyarakat awam lebih populer dengan sebutan marmer

banyak tersedia di kawasan karst Maros-Pangkep. Menurut Samodra (2001) di dunia

pertambangan, marmer mempunyai dua arti. Pertama sebagai hasil pemalihan

batuan karbonat oleh suhu yang tinggi dan yang kedua adalah sebagai nama dagang

untuk setiap batu gamping yang telah digosok menjadi mengkilap. Di kawasan karst

Maros-Pangkep terdapat banyak perusahaan pertambangan yang mengusahakan

batu gamping sebagai bahan pembuatan marmer. Usaha seperti ini banyak dilirik

oleh kalangan investor karena keuntungan ekonomi yang menjanjikan.

Dari segi pariwisata, kawasan karst Maros-Pangkep yang merupakan satu-

satunya karst menara di Indonesia menawarkan berbagai keindahan dan keunikan

yang mempunyai nilai jual tinggi. Tidak hanya eksokarst yang menampilkan

panorama alam yang indah dan unik, endokarst dengan berbagai ornamen

spleleothem juga merupakan pesona alam yang indah di dalam perut bumi. Kawasan

karst Maros-Pangkep, terutama yang berada di dalam kawasan Taman Nasional

Bantimurung Bulusaraung sejak lama telah menjadi idola bagi para petualang.

Kegiatan panjat tebing, penelusuran gua, hiking dan berbagai macam kegiatan

kepecintaan alam telah banyak dilakukan. Selain gua-gua yang masih alami, terdapat

pula sedikitnya 89 gua di kawasan karst Maros-Pangkep yang merupakan situs

kepurbakalaan. Gua-gua ini juga dimanfaatkan untuk kegiatan pariwisata.

Di kawasan Bantimurung terdapat air terjun yang sudah sangat di kenal

kalangan masyarakat Sulawesi Selatan. Obyek wisata ini merupakan idola

masyarakat Sulawesi Selatan karena tingkat aksesibilitasnya yang tinggi. Pada tahun

2007, tercatat 569.103 orang pengunjung yang terdiri dari 2.152 orang wisatawan

mancanegara dan 566.951 orang wisatawan domestik. Obyek wisata ini di tahun

2007 mampu menghasilkan PAD bagi Pemerintah Kabupaten Maros sebesar Rp.

2.460.168.800,- hanya dari karcis pengunjung (belum termasuk jasa penggunaan

lahan parkir, jasa penggunaan fasilitas penunjang dan lain sebagainya). Obyek

wisata Bantimurung hingga tahun 2008 masih dikelola oleh Pemerintah Kabupaten

Maros yang sejak era 1970-an sudah dibuka untuk wisata. Setelah perubahan fungsi

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

48

Page 58: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

kawasan menjadi taman nasional, kawasan ini diupayakan untuk dapat dikelola

bersama karena sarana pendukung kegiatan wisata di kawasan ini adalah

merupakan aset Pemerintah Maros, termasuk pula lahan di sekitar kawasan,

sedangkan obyek wisata air terjun dan gua-gua sendiri berada di dalam kawasan

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Upaya untuk pengelolaan secara

kolaboratif ini telah dirintis sejak tahun 2007

dan pada tahun 2008 sudah tercapai

kesepahaman tentang pengelolaan obyek

wisata ini antara pihak Pemerintah

Kabupaten Maros dan Balai Taman

Nasional Bantimurung Bulusaraung (hingga

Maret 2008, kesepahaman tersebut belum

dapat direalisasikan karena belum

mendapat persetujuan dari Bupati Maros).

Towakala, Bantimurung

E. Kelembagaan Masyarakat Masyarakat yang ada di dalam dan sekitar kawasan Taman Nasional

Bantimurung Bulusaraung merupakan masyarakat yang tergolong sudah dipengaruhi

oleh modernisasi karena letaknya yang tidak jauh dari ibukota provinsi. Selain

letaknya secara geografis, infrastruktur yang umumnya tersedia di wilayah perkotaan

juga telah banyak tersedia di desa-desa sekitar kawasan. Sarana komunikasi telepon

(termasuk juga telepon seluler) sudah menjangkau hampir seluruh bagian kawasan.

Fasilitas listrik (baik yang disediakan oleh PLN maupun swadaya masyarakat) juga

telah menjangkau pelosok pedesaan.

Walaupun demikian, kebersahajaan hidup masyarakat pedesaan masih dapat

dilihat di wilayah-wilayah tertentu, terutama di wilayah yang tingkat aksesibilitasnya

masih rendah. Lembaga-lembaga kemasyarakatan yang ada di wilayah tersebut

pada umumnya berupa LKMD, kelompok tani dan koperasi. Pada daerah penyangga

kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, di tahun 2006 dan 2007 telah

dibentuk dua sentra penyuluhan kehutanan pedesaan (SPKP), yaitu di Desa

Samangki Kecamatan Simbang dan Desa Pattanyamang Kecamatan Camba. Kedua

desa tersebut juga merupakan model desa konservasi yang dicanangkan sejak tahun

2006.

F. Permasalahan Kawasan

Berbagai permasalahan masih menyelimuti upaya-upaya pengelolaan kawasan

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Permasalahan-permasalahan tersebut

pada dasarnya merupakan dampak dari upaya pembangunan ekonomi yang belum

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

49

Page 59: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

berpihak kepada upaya konservasi, dampak dari populasi dan semakin tingginya

kebutuhan manusia akan sumber daya alam hayati, lemahnya koordinasi di kalangan

pemerintah serta masih lemahnya kelembagaan Balai Taman Nasional Bantimurung

Bulusaraung.

Beberapa permasalahan yang dihadapi oleh Balai Taman Nasional

Bantimurung Bulusaraung diuraikan sebagai berikut :

1. Kawasan-kawasan hutan yang kemudian diubah fungsinya menjadi Taman

Nasional Bantimurung Bulusaraung belum clear and clean. Masih terdapat

tumpang tindih penggunaan atau kepemilikan lahan di dalam kawasan.

Berdasarkan penafsiran citra satelit SPOT 4 hasil akuisisi tahun 2006, pada

kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung terdapat setidaknya 1.195

Ha lahan kawasan yang bermasalah (2,73% dari total luas kawasan). Lahan-

lahan tersebut antara lain telah berubah fungsi menjadi kawasan pemukiman,

areal persawahan, lahan pertanian dan perkebunan serta areal yang ditumbuhi

semak belukar. Pada tahun 2007, telah diupayakan pelaksanaan sosialisasi

kepada masyarakat dan aparat pemerintah daerah untuk mencari solusi atas

permasalahan tersebut. Awalnya, masyarakat dan pemerintah daerah pada

umumnya menginginkan enclave di dalam kawasan, namun kemudian telah

bersedia untuk menjadikannya zona khusus di dalam kawasan Taman Nasional

Bantimurung Bulusaraung.

2. Penataan batas kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung belum

temu gelang. Sampai dengan tahun 2008, realisasi tata batas sudah mencapai

432,52 Km (90,44%) dari total panjang batas luar 478,22 Km. Penataan batas

direncanakan akan dirampungkan hingga temu gelang pada tahun 2009. Karena

belum terselesaikannya penataan batas maka penetapan kawasan juga belum

dapat dilakukan. Dengan demikian, status hukum kawasan belum bersifat final

dan pada umumnya kalangan awam belum paham tentang proses pengukuhan

kawasan hutan (termasuk pula sebagian aparat pemerintah). Sebagian aparat

pemerintah menganggap bahwa dengan belum adanya penetapan kawasan

maka perubahan fungsi -atau bahkan pelepasan kawasan- masih dapat

dilakukan.

3. Masih terkait dengan batas, hasil tata batas sebagian kawasan Taman Nasional

Bantimurung Bulusaraung yang dilaksanakan antara tahun 1975 sampai dengan

tahun 2001, telah mengalami banyak perubahan. Pada tahun 2007 dilaksanakan

rekonstruksi batas kawasan dan banyak ditemukan tumpang tindih penggunaan

lahan di sekitar batas kawasan. Terkait dengan batas-batas kawasan di

lapangan, sementara waktu ini sedang dilakukan identifikasi lahan-lahan

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

50

Page 60: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

bermasalah di sekitar batas untuk kemudian akan diupayakan untuk review/

reposisi batas apabila memungkinkan.

4. Di dalam kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung terdapat tanaman

Kemiri (Aleurites moluccana) yang bagi masyarakat setempat merupakan

komoditas penunjang usaha ekonominya. Selain itu terdapat pula tanaman Jati

(Tectona grandis). Tanaman ini pada umumnya berada di dalam kawasan yang

sebelumnya berfungsi lindung dan produksi. Masyarakat di sekitar kawasan

mengakui tanaman kemiri dan jati tersebut sebagai milik mereka walaupun diakui

berada di dalam kawasan hutan. Karena klaim kepemilikan tersebut, kelompok-

kelompok masyarakat ini menuntut untuk dapat memanfaatkan hasilnya.

5. Data dan informasi potensi kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

masih minim. Untuk itu, sampai dengan tahun 2008 telah diupayakan untuk terus

menghimpun data dan informasi yang ada serta terus diupayakan untuk

melaksanakan eksplorasi secara langsung di lapangan.

6. Terkait dengan data dan informasi potensi kawasan yang masih terbatas, maka

perancangan zonasi pengelolaan kawasan Taman Nasional Bantimurung

Bulusaraung juga belum dapat diselesaikan. Untuk sementara waktu,

pelaksanaan pengelolaan kawasan didasarkan pada fungsi kawasan hutan

sebelum penunjukan sebagai kawasan taman nasional. Dengan demikian maka

pelaksanaan pemanfaatan untuk keperluan wisata alam tetap dilakukan pada

wilayah-wilayah yang sebelumnya merupakan taman wisata alam.

7. Bentang alam kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yang

sebagian besar adalah kawasan karst menyebabkan sulitnya aksesibilitas ke

dalam kawasan untuk berbagai keperluan, terutama untuk identifikasi dan

inventarisasi potensi serta kondisi aktual kawasan. Penggunaan teknologi

penginderaan jauh untuk keperluan ini telah dilakukan namun belum dapat

memberikan gambaran yang detail tentang kondisi aktual kawasan. Untuk

keperluan ini dibutuhkan penggunaan citra satelit resolusi tinggi pada kawasan

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung (Citra Satelit Quickbird, Ikonos atau

SPOT 5).

8. Fenomena alam di bawah permukaan karst (endokarst) sangat khas dan unik

namun belum semua dapat diekplorasi karena keterbatasan sumberdaya.

9. Pemanfaatan Kupu-kupu dari habitat alaminya masih terus terjadi di kawasan

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung karena harga jualnya yang cukup

menjanjikan serta masih tingginya permintaan pasar. Untuk mengatasi

permasalahan ini, telah diupayakan untuk mensosialisasikan upaya-upaya

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

51

Page 61: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

penangkaran jenis Kupu-Kupu, termasuk salah satunya dengan pengembangan

demplot penangkaran Kupu-kupu di kawasan Bantimurung.

10. Pengelolaan secara kolaboratif Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

belum sepenuhnya berjalan dengan baik.

11. Pengelolaan kawasan wisata Bantimurung masih dilakukan oleh Pemerintah

Kabupaten Maros. Hal ini tentu saja bertentangan dengan Undang-undang

Nomor 5 Tahun 1990, Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999, serta Undang-

undang Nomor 32 Tahun 2004. Atas permasalahan ini, telah diupayakan

komunikasi dan koordinasi yang intensif dengan pihak pemerintah kabupaten.

Upaya ini belum berhasil dilakukan oleh Balai Taman Nasional Bantimurung

Bulusaraung sampai dengan akhir tahun 2007. Pada tahun 2008 terus

diupayakan koordinasi dengan pihak Pemerintah Kabupaten Maros dan untuk

sementara waktu telah tercapai kesepahaman untuk melakukan pengelolaan

secara kolaboratif pada obyek wisata Bantimurung antara pihak Balai Taman

Nasional Bantimurung Bulusaraung dengan pihak Pemerintah Kabupaten Maros.

Kesepahaman ini belum dapat ditindaklanjuti karena belum adanya persetujuan

dari Bupati Maros dan sementara waktu sedang diupayakan untuk

mengkoordinasikan hal ini secara langsung kepada Bupati Maros.

12. Kelembagaan Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung belum mapan.

SDM yang ada masih sangat terbatas, sarana dan prasarana pengelolaan juga

demikian adanya. Selain itu, struktur organisasi yang ada belum mampu

mendukung kebutuhan pengelolaan.

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

52

Page 62: RP TN BABUL 2008-2027

III

K e b i j a k a n

A. Kebijakan Pengelolaan Taman Nasional Upaya konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya antara lain

ditempuh melalui penetapan wilayah-wilayah tertentu, baik di daratan dan/atau

perairan, sebagai kawasan suaka alam (KSA) dan kawasan pelestarian alam (KPA)

yang merupakan perwakilan habitat keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa,

kawasan untuk pemeliharaan keutuhan sumber plasma nutfah, serta sebagai

kawasan untuk tujuan pemeliharaan keseimbangan ekosistem, keunikan dan

keindahan alam, sehingga dapat terus mendukung pembangunan dan menunjang

peningkatan kesejahteraan rakyat serta pelestarian lingkungan hidup.

Kebijakan penetapan dan pengelolaan KSA dan KPA ditujukan terutama untuk

melestarikan keanekaragaman hayati dan ekosistemnya agar dapat mendukung

upaya peningkatan kesejahteraan dan mutu kehidupan manusia. Oleh karena itu,

berfungsinya suatu KSA dan KPA sesuai dengan tujuan penetapannya merupakan

suatu indikator keberhasilan pengelolaan kawasan tersebut. Upaya pencapaian

tujuan pembangunan KSA dan KPA sesuai fungsinya selalu dikaitkan dengan

embanan utama upaya konservasi, yaitu :

1. Perlindungan sistem penyangga kehidupan

Merupakan upaya untuk menjaga dan memelihara berbagai proses ekologis

esensial guna kelangsungan kehidupan bagi kesejahteraan masyarakat dan

mutu kehidupan manusia, melalui usaha-usaha dan tindakan-tindakan yang

berkaitan dengan perlindungan mata air, tebing, tepian sungai, danau, dan

Page 63: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

jurang, pemeliharaan fungsi hidrologi hutan, perlindungan pantai, pengelolaan

daerah aliran sungai, perlindungan terhadap gejala keunikan dan keindahan

alam dan lain-lain.

2. Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya

Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya terdiri dari unsur-unsur hayati dan

non-hayati (baik fisik maupun non-fisik). Semua unsur ini sangat berkaitan dan

saling mempengaruhi. Hilang atau punahnya salah satu unsur tidak dapat diganti

dengan unsur lain. Usaha dan tindakan konservasi untuk menjamin

keanekaragaman jenis meliputi penjagaan agar unsur-unsur tersebut tidak punah

dengan tujuan agar masing-masing unsur dapat berfungsi dalam alam dan agar

senantiasa siap untuk sewaktu-waktu dimanfaatkan bagi kesejahteraan manusia.

Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa dapat dilaksanakan di dalam kawasan

(konservasi in-situ) atau di luar kawasan (konservasi ex-situ). Upaya pencegahan

dari kepunahan, menjaga dan memelihara kemurnian genetik dan

keanekaragaman serta memelihara keseimbangan ekosistem, secara

keseluruhan ditujukan untuk kesejahteraan dan kehidupan manusia secara

berkelanjutan.

3. Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya

Sesuai amanat Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990, pemanfaatan kawasan

konservasi, khususnya jenis pemanfaatan yang dikategorikan dapat menunjang

budidaya, dimungkinkan untuk dapat dilaksanakan di dalam kawasan konservasi

dengan embanan konservasi sebagai arahan pelaksanaannya. Sepanjang suatu

kegiatan masih berada dalam kisaran bobot embanan konservasi, kegiatan

tersebut dapat dilaksanakan, namun tentunya dengan tetap memperhatikan segi

positif dan negatifnya.

Pembangunan KSA dan KPA merupakan bagian yang tak terpisahkan dari

pembangunan nasional yang dalam pelaksanaannya tidak dapat mengabaikan

kepentingan masyarakat sekitar dan/atau di dalam KSA dan KPA. Oleh karena itu,

pelaksanaan kegiatan pada KSA dan KPA hendaknya selalu terintegrasi dan

terkoordinasi dengan pembangunan sektor lainnya. Keterlibatan mitra atau

stakeholders terutama masyarakat sekitar dan/atau di dalam kawasan harus

dipandang sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pengelolaan KSA dan

KPA dan selalu diupayakan pembinaannya agar dapat berperan aktif di dalam setiap

upaya konservasi disamping upaya-upaya peningkatan kesejahteraan perekonomian

sekitar kawasan dimaksud.

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

54

Page 64: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

Secara umum, kebijakan pengelolaan kawasan konservasi ditetapkan untuk :

(1) mengupayakan terwujudnya tujuan dan embanan upaya konservasi sumber daya

alam hayati dan ekosistemnya; (2) meningkatkan pendayagunaan potensi hayati

kawasan konservasi untuk kegiatan yang menunjang budidaya; (3) memberdayakan

peran serta masyarakat sekitar kawasan konservasi; (4) peningkatan integrasi dan

koordinasi; serta (5) mengupayakan pelaksanaan evaluasi fungsi kawasan. Untuk

mengupayakan perwujudan kebijakan tersebut, ditetapkan strategi :

1. Eksternal

a. Peningkatan Peran Serta Stakeholders

Sesuai kebijakan pembangunan KSA dan KPA yang ditujukan untuk

kepentingan masyarakat luas, maka partisipasi masyarakat sekitar dan/atau

di dalam KSA dan KPA, Pemda setempat, para pelaku ekonomi (BUMN,

koperasi, swasta, dan perorangan) perlu terus dikembangkan.

b. Integrasi dan Koordinasi

Pembangunan konservasi dan wilayah yang terintegrasi dengan baik

dapat menjadi potensi dan kekuatan pembangunan nasional. Koordinasi

pembangunan di tingkat regional berada pada BAPPEDA Provinsi/

Kabupaten/ Kota.

c. Dukungan dan Perhatian Internasional

Konsekuensi logis dari ratifikasi konvensi keanekaragaman hayati

adalah Indonesia mendapat dukungan dan perhatian internasional terutama

terkait dalam pendanaan, bantuan tenaga ahli, pelatihan dan pendidikan,

maupun dukungan terhadap penyelesaian kasus-kasus kawasan.

2. Internal

a. Peningkatan Daya Guna KSA dan KPA

Daya guna KSA dan KPA dapat ditingkatkan melalui optimasi

beberapa kegiatan, yaitu : peningkatan kegiatan inventarisasi dan kajian

potensi kawasan; peningkatan kualitas dan kuantitas pengelola; penciptaan

iklim swadana dalam menunjang kegiatan pengelolaan dan peningkatan

manfaat kawasan; penegakan peraturan perundang-undangan dan

penyiapan perangkat lunak yang mendukung berhasilnya tujuan penetapan

kawasan; serta pemantapan sarana dan prasarana pengelolaan.

b. Penelitian dan Pendidikan Konservasi

Kegiatan penelitian pada KSA dan KPA dititikberatkan pada pengkajian

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

55

Page 65: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

potensi hayatinya yang hasil-hasilnya digunakan untuk perencanaan

pengelolaan kawasan. Kegiatan penelitian dan pendidikan konservasi

diharapkan akan meningkatkan apresiasi dan kesadaran masyarakat

terhadap upaya konservasi.

c. Pengkajian Fungsi Kawasan

Terhadap KSA dan KPA yang diperkirakan telah mengalami

pergeseran pemanfaatan dan fungsi serta tujuan penetapannya, harus

dilakukan pengkajian untuk menetapkan penanganan pengelolaannya.

Secara umum, arahan pengelolaan kawasan konservasi ditetapkan sebagai

berikut :

1. Perencanaan

Perencanaan yang merupakan tahap awal dari suatu kegiatan dapat

dijadikan piranti analisis yang strategis dalam pengambilan keputusan dan

sekaligus dapat pula dijadikan indikator keberhasilan pencapaian kegiatan. Jenis

rencana, cakupan wilayah perencanaan, dan mekanisme penyusunan, penilaian,

dan pengesahannya, merupakan hal-hal yang perlu dipertimbangkan sebaik-

baiknya.

a. Jenis Rencana

Dalam pengelolaan kawasan konservasi diperlukan adanya beberapa

rencana, yaitu rencana pengelolaan dan rencana teknis. Rencana

pengelolaan kawasan konservasi sendiri terdiri dari rencana pengelolaan

jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek. Rencana

pengelolaan jangka panjang merupakan rencana yang bersifat indikatif

perspektif dan kualitatif-kuantitatif untuk jangka waktu dua puluh tahun.

Rencana pengelolaan jangka menengah merupakan rencana yang memuat

semua kegiatan yang akan dilaksanakan dalam jangka waktu lima tahun.

Rencana pengelolaan jangka pendek merupakan rencana yang memuat

semua kegiatan yang harus dilaksanakan dalam tahun yang bersangkutan.

Rencana teknis merupakan penjabaran dari salah satu atau beberapa

kegiatan teknis yang telah termuat dalam rencana pengelolaan. Berbeda

dengan rencana pengelolaan, rencana-rencana teknis memuat detail

pelaksanaan suatu kegiatan, yang antara lain berisi latar belakang

pelaksanaan kegiatan, maksud dan tujuan kegiatan, metode pelaksanaan

kegiatan, serta kebutuhan waktu dan segala sumber daya untuk

pelaksanaannya.

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

56

Page 66: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

b. Cakupan Wilayah Perencanaan

Pada dasarnya, setiap unit kawasan konservasi perlu dilengkapi

dengan rencana pengelolaan, baik jangka panjang, menengah, ataupun

tahunan. Namun demikian berdasarkan luas dan intensitas pengelolaannya,

rencana pengelolan beberapa lokasi kawasan konservasi yang letaknya

berdekatan dan dalam satu unit pengelolaan dapat disajikan dalam satu

rencana pengelolaan.

2. Pengorganisasian

Implementasi pengelolaan kawasan yang ideal dimulai sejak suatu areal

ditunjuk sebagai kawasan konservasi yang kemudian disusul dengan kegiatan

penyusunan rencana pengelolaan, penyelesaian pengukuhan dan penataan, dan

pelaksanaan pengelolaan dan pengembangannya. Namun demikian, sesuai

kondisi kawasan konservasi yang ada saat ini, yang mempunyai variasi potensi

dan intensitas pengelolaan masing-masing, implementasi penyusunan rencana

dan pelaksanaan pengelolaan dan pengembangannya dapat dilakukan secara

simultan dengan memperhatikan kondisi tersebut.

Organisasi pengelola cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata alam,

dan taman buru adalah Balai Konservasi Sumber Daya Alam. Taman nasional

pada prinsipnya dikelola oleh unit pelaksana teknis taman nasional, dan bagi

taman nasional yang belum dikelola oleh unit pelaksana teknis taman nasional

dikelola oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam. Kawasan taman hutan raya

dan hutan lindung, pengelolaannya dilakukan oleh pemerintah provinsi dan/atau

pemerintah kabupaten/kota.

3. Pelaksanaan

a. Tahapan Pengelolaan

(1) Tahap Pembangunan Prakondisi

Pemantapan status hukum kawasan, yang merupakan proses

penyelesaian pengukuhan kawasan sampai dengan penetapan

kawasan sebagai kawasan hutan tetap dan bersifal final.

Penataan kawasan, yang mencakup inventarisasi dan identifikasi

kondisi kawasan yang dilanjutkan dengan penetapan zona atau blok

pengelolaan. Hasil-hasil identifikasi, inventarisasi dan eksplorasi

potensi kawasan dijadikan bahan rujukan untuk kegiatan penataan

kawasan yang sebelumnya melalui proses pengkajian aspek ekologi,

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

57

Page 67: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

ekonomi dan sosial budaya masyarakat di dalam dan sekitar

kawasan.

Pembangunan sarana dan prasarana dasar yang diperlukan dalam

tahap awal pelaksanaan pengelolaan, yang terdiri dari sarana dan

prasarana kelembagaan pengelola, sarana dan prasarana

perlindungan dan pengamanan kawasan, sarana dan prasarana

penelitian dan pendidikan, serta wisata alam.

(2) Tahap Pengembangan Pengelolaan Kawasan

Pengembangan pengelolaan kawasan mencakup : pengelolaan

potensi kawasan; perlindungan dan pengamanan kawasan; pengelolaan

pemanfaatan untuk kepentingan penelitian, pendidikan, wisata alam, dan

kegiatan yang menunjang budidaya; serta pemantapan koordinasi dan

integrasi.

b. Arahan Pengelolaan

Pengelolaan kawasan konservasi, sesuai dengan ragam situasi dan

kondisinya, dapat dilakukan secara simultan dengan arahan-arahan sebagai

berikut :

(1) Pemantapan Kawasan

Untuk terselenggaranya pengelolaan kawasan yang mantap,

seluruh kawasan konservasi harus memiliki status legal formal yang

kuat, yaitu status penetapan. Berangkat dan kondisi saat ini, secara

bertahap kawasan konservasi yang ada harus segera diselesaikan

proses pengukuhannya, dimulai dari proses penunjukan, penataan batas

sampai temu gelang, penerbitan berita acara tata batas, dan

penyelesaian penetapannya. Tanda atau pal batas yang sudah ada perlu

dipelihara dan direkonstruksi bila tanda-tanda tersebut hilang atau rusak.

Berdasarkan pada pentingnya fungsi dan

tujuan pengelolaan kawasan, penetapan zona

atau blok bukan hanya dapat dilakukan di

kawasan pelestarian alam melainkan dapat pula

dilakukan di kawasan suaka alam. Penetapan

zona atau blok pengelolaan harus selalu

didasarkan pada aspek potensi sumber daya

alam hayati dan ekosistemnya, sosial, ekonomi,

dan budaya masyarakat, dan rencana

pembangunan wilayah. Pal batas Taman Nasional

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

58

Page 68: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

(2) Penyusunan Rencana Pengelolaan

Sesuai dengan amanat pembangunan nasional bahwa

pembangunan kawasan konservasi merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari pembangunan sektor-sektor lain, maka penyusunan

rencana pengelolaan diupayakan dapat mengakomodir berbagai peluang

pembangunan. Dengan demikian, dalam persiapan dan penyusunan

rencana pengelolaan, upaya pelibatan peran serta masyarakat

merupakan prasyarat untuk efektif dan efisiennya rencana pengelolaan

yang disusun.

(3) Pembangunan Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana pengelolaan merupakan kebutuhan dasar

untuk terselenggaranya kegiatan pengelolaan yang berdaya guna dan

berhasil guna. Di setiap kawasan konservasi, khususnya suaka alam dan

hutan lindung, yang sampai saat ini banyak yang belum terjamah oleh

kegiatan pengelolaan, diperkenankan dibangun berbagai bentuk sarana

dan prasarana pengelolaan sepanjang untuk kepentingan pencapaian

tujuan penetapannya. Dalam pelaksanaannya, pembangunan fasilitas

tersebut dapat dikerjasamakan dengan mitra kerja atau pihak-pihak

lainnya.

Pembangunan sarana dan prasarana di kawasan pelestarian alam

dan taman buru, terutama sarana dan prasarana wisata alam, harus

mempertimbangkan aspek-aspek lingkungan, sosial, ekonomi, dan

budaya masyarakat, serta memperhatikan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

(4) Pengelolaan Potensi Kawasan

Pengelolaan potensi kawasan, yaitu tumbuhan, satwa, dan

ekosistemnya diarahkan pada upaya untuk mempertahankan

keberadaan dan pemanfaatannya melalui :

Inventarisasi dan identifikasi potensi kawasan serta penanganan

hasil-hasilnya melalui sistem managemen database;

Pengembangan sistem pemantauan, evaluasi perkembangan, dan

pelaporan data;

Untuk memperbaiki atau memulihkan kerusakan habitat tumbuhan,

satwa, atau ekosistem, di setiap kawasan konservasi pada

prinsipnya dapat dilakukan pembinaan habitat yang dalam

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

59

Page 69: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

pelaksanaannya harus tetap memperhatikan prinsip-prinsip

konservasi;

Untuk memperbaiki kualitas dan kuantitas jenis tumbuhan dan satwa

agar tetap berada dalam keadaan seimbang dan dinamis, di setiap

kawasan konservasi pada prinsipnya dapat dilakukan pembinaan

populasi yang dalam pelaksanaannya harus tetap memperhatikan

prinsip-prinsip konservasi;

Plasma nutfah, baik tumbuhan maupun satwa, yang ada di dalam

kawasan konservasi dapat digunakan sebagai sumber genetik untuk

kegiatan pemuliaan, penangkaran, dan budidaya di luar kawasan

konservasi;

Di dalam kawasan konservasi diperkenankan adanya kegiatan

penangkaran dan pembinaan jenis sepanjang menggunakan jenis

asli dari kawasan yang bersangkutan, tidak mengurangi dan

merusak ekosistem kawasan, dan untuk tujuan penelitian;

Hasil hutan ikutan dan non-kayu di dalam kawasan hutan lindung

dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitarnya dengan pengaturan

tertentu;

Kegiatan rehabilitasi dapat dilakukan di setiap kawasan konservasi

dengan tetap memperhatikan segi teknis dan ilmiah. Rehabilitasi

dilakukan atas dasar adanya kebutuhan untuk memperbaiki kondisi

kawasan yang rusak atau menurun potensinya. Penggunaan jenis

asli merupakan syarat utama penyelenggaraan rehabilitasi di dalam

cagar alam, suaka margasatwa, taman nasional, dan taman wisata

alam. Rehabilitasi di taman buru diarahkan pada kegiatan

pembinaan habitat dan populasi satwa buru, sedangkan rehabilitasi

di hutan lindung ditujukan pada pembinaan atau peningkatan fungsi

hidrologisnya.

(5) Perlindungan dan Pengamanan Kawasan

Perlindungan dan pengamanan kawasan pada dasarnya adalah

upaya melindungi dan mengamankan kawasan dari gangguan manusia,

baik yang berada di sekitar maupun yang jauh dari kawasan namun

mempunyai akses yang tinggi terhadap kawasan tersebut, atau bentuk

gangguan lainnya, seperti kebakaran, gangguan ternak, hama, dan

penyakit. Oleh karena itu, kegiatan perlindungan dan pengamanan perlu

diarahkan pada : perlindungan dan pengamanan fisik kawasan;

identifikasi daerah-daerah rawan gangguan; sosialisasi batas kawasan;

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

60

Page 70: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

pengembangan kemitraan dengan masyarakat; pemasangan

pengumuman dan tanda-tanda

larangan; penegakan hukum secara

represif; pencegahan kebakaran;

serta pemusnahan hama dan penyakit

serta jenis-jenis penggangu lainnya.

(6) Kegiatan Penelitian dan Pendidikan

Sesuai dengan fungsi kawasan konservasi, yang salah satunya

adalah mengakomodasi kegiatan penelitian dan pendidikan, bentuk dan

materi penelitian dan pendidikan perlu diarahkan dan diselaraskan

dengan kebutuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Bentuk penelitian terapan, misalnya penelitian tentang teknologi

konservasi sumber daya

alam, atau penelitian murni,

misalnya penelitian tentang

tingkah laku satwa, dapat

dilaksanakan di dalam

kawasan konservasi. Untuk

efektifitas dan efisiensi,

pengelolaan penelitian dan

pendidikan diarahkan pada

kegiatan, sebagai berikut :

Pemusnahan barang bukti

Kegiatan penelitian Biota Gua

Identifikasi objek dan jenis tumbuhan, satwa, ekosistem, dan sosial

ekonomi serta budaya masyarakat;

Penyusunan skala prioritas pelaksanaan penelitian yang

disesuaikan dengan tujuan dan sasaran pengelolaan kawasan

konservasi;

Pengembangan bentuk kerjasama dengan masyarakat; serta

Pengembangan sistem promosi rencana penelitian dan hasil

penelitian kepada masyarakat luas.

(7) Pengelolaan Wisata Alam

Kegiatan wisata alam di dalam kawasan konservasi diarahkan

pada upaya pendayagunaan potensi obyek wisata alam dengan tetap

memperhatikan prinsip keseimbangan antara kepentingan pemanfaatan

dan pelestarian alam. Dengan demikian, kegiatan wisata alam dalam

kawasan konservasi diarahkan pada beberapa kegiatan berikut :

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

61

Page 71: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

Inventarisasi dan identifikasi obyek dan daya tarik wisata alam di

dalam kawasan konservasi;

Inventarisasi, identifikasi, dan analisis sosial ekonomi dan budaya

masyarakat, kecenderungan pasar, kebijakan sektor kepariwisataan

daerah, dan ketersediaan sarana prasarana pendukung yang berada

di sekitar kawasan;

Pengembangan obyek wisata alam tetap memperhatikan aspek

sosial ekonomi dan budaya masyarakat, kecenderungan pasar,

kebijakan sektor kepariwisataan daerah, dan ketersediaan sarana

dan prasarana pendukung yang berada di sekitar kawasan;

Pengembangan kerjasama dengan masyarakat luas dalam upaya

pemanfaatan kawasan konservasi, khususnya kawasan pelestarian

alam dan taman buru, diarahkan pada upaya peningkatan

penyediaan lapangan kerja dan peluang berusaha bagi masyarakat

sekitar kawasan.

(8) Pengembangan Koordinasi dan Integrasi

Koordinasi dan integrasi memegang peranan penting dalam upaya

memperkenalkan berbagai bentuk pembangunan kawasan konservasi

kepada rnasyarakat luas. Oleh karena itu, integrasi dan koordinasi lintas

sektor perlu diarahkan pada hal-hal sebagai berikut :

Integrasi dan koordinasi lintas sektor harus dimulai sejak

penyusunan rencana pengelolaan kawasan sampai pada tahap

pengembangannya;

Pengembangan sistem promosi tepat guna, baik melalui jalur resmi,

misalnya pendidikan, maupun jalur informal, misalnya melalui brosur,

leaflet, dan fasilitas elektronik, dilakukan bersama-sama organisasi

pemerintah dan non-pemerintah, baik dalam maupun luar negeri,

serta masyarakat;

Pembinaan daerah penyangga dititikberatkan pada upaya

peningkatan hubungan yang harmonis antara masyarakat dan

kawasan konservasi yang sedemikian rupa sehingga kehadiran

kawasan konservasi dapat dirasakan manfaatnya.

4. Pemantauan dan Evaluasi

Pemantauan dan evaluasi dilakukan terhadap seluruh tahap pengelolaan

kawasan, yaitu sejak kegiatan perencanaan sampai pada tahap pengembangan

potensinya yang diarahkan pada hal-hal sebagai berikut:

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

62

Page 72: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

a. Pemantauan dan evaluasi kegiatan pengelolaan kawasan konservasi

dilakukan oleh unit kerja pengelola, yaitu Balai Konservasi Sumber Daya

Alam, Balai Taman Nasional, dan Dinas Kehutanan;

b. Dalam pelaksanaan pemantauan dan evaluasi, unit kerja tersebut dapat

bekerjasama dengan masyarakat, perguruan tinggi, atau lembaga lainnya;

c. Hasil pemantauan dan evaluasi pelaksanaan disampaikan kepada Direktur

Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam;

Berdasarkan arahan pengelolaan kawasan konservasi secara umum

sebagaimana telah diuraikan di atas, maka pengelolaan kawasan taman nasional

sebagai salah satu bentuk kawasan konservasi diarahkan secara khusus

berdasarkan fungsi dan tujuan pengelolaannya. Arahan khusus pengelolaan Taman

Nasional Bantimurung Bulusaraung diuraikan sebagai berikut :

1. Fungsi

Kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung ditunjuk dan

ditetapkan untuk dikelola dengan fungsi sebagai : kawasan perlindungan sistem

penyangga kehidupan; kawasan pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan

dan satwa; dan sebagai kawasan pemanfaatan secara lestari potensi

sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Sebagaimana karakter

penunjukannya, maka kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

terutama diperuntukkan bagi perlindungan sistem-sistem alam yang ada di ketiga

tipe ekosistem utama yang diwakilinya, dan secara lebih spesifik lagi di

peruntukkan bagi perlindungan contoh ekosistem karst dengan geomorfologi

menara yang terbatas sebarannya di Indonesia.

Potensi keanekaragaman hayati yang diupayakan untuk dipelihara

keberadaannya di dalam kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

terdiri dari berbagai jenis tumbuhan alam dan satwa liar yang khas, unik dan

terbatas sebarannya di wilayah mintakat biogeografi Sulawesi, bahkan di

kepulauan nusantara. Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, kawasan

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung setidaknya merupakan habitat dari

sedikitnya 356 species satwa liar serta 302 species tumbuhan alam. Jumlah

keanekaragaman hayati tersebut masih akan terus bertambah seiring dengan

semakin intensifnya dilakukan identifikasi, inventarisasi dan eksplorasi di dalam

kawasan.

Terkait dengan pemanfaatan secara lestari potensi sumberdaya alam

hayati dan ekosistemnya, kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

mampu menyediakan sumber-sumber plasma nutfah yang dapat mendukung

pengembangan budidaya, pengembangan ilmu pengetahuan serta menunjang

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

63

Page 73: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

budaya masyarakat. Dari segi ekonomi, kawasan ini menyimpan kekayaan yang

tidak ternilai harganya apabila dapat dimanfaatkan secara bijaksana. Kawasan

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung mampu menyediakan jasa-jasa

lingkungan yang sangat potensial bagi pengembangan usaha ekonomi

masyarakat secara keseluruhan, terutama dari bidang pengembangan pariwisata

serta penyediaan sumber-sumber air.

2. Tujuan Pengelolaan

Pengelolaan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung dilakukan dengan

tujuan utama untuk : menjamin dan memelihara keutuhan dari keberadaan

kawasan dan ekosistem taman nasional; menjamin dan memelihara keberadaan

potensi dan nilai-nilai dari keanekaragaman tumbuhan, satwa, komunitas, dan

ekosistem penyusun kawasan taman nasional; serta optimalisasi pemanfaatan

kawasan dan potensi taman nasional secara berkelanjutan, lestari dan bijaksana

untuk kepentingan kegiatan penelitian, pendidikan dan pengembangan ilmu

pengetahuan, kegiatan yang menunjang budidaya, budaya, dan pariwisata alam

bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Umumnya setiap lokasi kawasan taman nasional ditunjuk dan ditetapkan

untuk kepentingan perlindungan, pengawetan, dan pelestarian dari keperwakilan

keanekaragaman hayati, komunitas atau ekosistem, yang sangat khas dan

spesifik. Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung dalam hal ini ditunjuk dan

ditetapkan untuk kepentingan perlindungan, pengawetan, dan pelestarian potensi

ekosistem karst di Kabupaten Maros dan Pangkep serta berbagai jenis

keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya.

3. Prinsip Dasar Pengelolaan

Prinsip-prinsip dasar pengelolaan taman nasional yang dilakukan, secara

umum mencakup prinsip-prinsip pengelolaan :

a. Pendayagunaan potensi taman nasional untuk kepentingan kegiatan

penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan konservasi

alam, penyediaan plasma nutfah untuk menunjang kepentingan budidaya,

pariwisata alam dan rekreasi, serta pemanfaatan jasa lingkungan, melalui

metoda dan cara yang diupayakan dan dilaksanakan dengan tidak merusak

dan mengurangi luas kawasan, tidak menyebabkan berubahnya fungsi, dan

tidak memasukkan jenis tumbuhan maupun satwa yang tidak asli (exotic

species).

b. Dalam upaya pencapaian tujuan pengelolaan, kawasan taman nasional

ditata ke dalam zona inti, zona rimba/zona bahari, zona pemanfaatan, dan

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

64

Page 74: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

zona lainnya. Zona lain ditetapkan berdasarkan kebutuhan untuk

kepentingan pelestarian sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.

Penetapan zona pada kawasan taman nasional dilakukan sangat variatif

sesuai dengan kebutuhan pengelolaan serta berdasarkan kajian yang

mendalam terkait dengan aspek

ekologi, ekonomi dan sosial budaya

masyarakat di dalam dan sekitar

kawasan.

c. Masyarakat sekitar kawasan secara

aktif diikutsertakan dan dilibatkan

dalam pengelolaan kawasan taman

nasional baik sejak proses

perencanaan, pelaksanaan, maupun pendayagunaan pemanfaatannya.

d. Dalam hal dijumpai adanya kerusakan habitat dan/atau penurunan populasi

satwa liar yang dilindungi maupun tidak dilindungi peraturan perundangan di

dalam taman nasional, maka setelah dilakukan studi dan kajian yang

seksama dapat dilakukan kegiatan rehabilitasi dan restorasi habitat, populasi

dan ekosistem taman nasional, yang antara lain mencakup : pembinaan

habitat dan pembinaan populasi; rehabilitasi dengan jenis tumbuhan asli;

reintroduksi jenis satwa sejenis dan asli; serta pengendalian dan/atau

pemusnahan jenis tumbuhan dan/atau satwa yang tidak asli yang

diidentifikasi telah dan akan mengganggu keutuhan dan kelestarian

ekosistem kawasan.

4. Bidang Kegiatan Pengelolaan Taman Nasional

Bidang kegiatan pengelolaan taman nasional secara umum mencakup

kegiatan : administrasi pengelolaan taman nasional; eksplorasi, survei dan

inventarisasi potensi kawasan; pengelolaan data dan informasi; pemantapan

kawasan dan penetapan status hukum taman nasional; perencanaan

pengelolaan; penataan kawasan; perlindungan dan pengamanan kawasan;

pengelolaan dan pembinaan konservasi jenis; restorasi dan rehabilitasi sumber

daya alam hayati dan ekosistemnya; pengembangan sarana dan prasarana

pengelolaan; pemanfaatan untuk kepentingan penelitian dan pengembangan

ilmu pengetahuan; pemanfaatan untuk kepentingan pendidikan dan peningkatan

kesadaran konservasi; pemanfaatan untuk kepentingan pariwisata;

pengembangan pemanfaatan jasa lingkungan; pengembangan pemanfaatan

untuk menunjang kepentingan budidaya; pengembangan koordinasi, integrasi

dan kemitraan; serta pemantauan, evaluasi dan pelaporan.

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

65

Page 75: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

Bidang kegiatan pengelolaan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

diuraikan sebagai berikut :

a. Administrasi Pengelolaan Taman Nasional

Merupakan kegiatan administrasi pendukung pelaksanaan teknis

kegiatan pengelolaan taman nasional di lapangan. Kegiatan ini secara umum

berkaitan dengan pengelolaan sumber daya fisik berupa administrasi

persuratan, administrasi organisasi dan kepegawaian, administrasi sarana

prasarana dan pengaturan urusan rumah tangga organisasi, administrasi

keuangan dan anggaran, guna mendukung pelaksanaan pengelolaan taman

nasional.

b. Eksplorasi, Survei dan Inventarisasi Potensi Taman Nasional

Eksplorasi merupakan kegiatan penjelajahan setiap bagian dari

kawasan taman nasional untuk memperoleh pengetahuan status dan

keadaan dari fisik lapangan, jenis flora dan fauna, tipe komunitas atau

ekosistem, kondisi sosial ekonomi budaya masyarakat di dalam dan di

sekitar kawasan taman nasional, disertai dengan identifikasi dan koleksi atas

specimen unsur-unsur penyusun sumber daya alam hayati dan ekosistem.

Kegiatan eksplorasi pada seluruh kawasan agar direncanakan dilakukan

setiap lima tahun sekali.

Survei lapangan merupakan kegiatan untuk pengumpulan data dan

informasi secara spesifik dari komponen-komponen penyusun sumber daya

alam hayati dan ekosistem, yang mencakup pengukuran atas jenis, populasi,

penyebaran, sex-ratio, kerapatan/kelimpahan populasi, status kelangkaan,

permasalahan dan sebagainya dari potensi dan kekayaan sumber daya alam

hayati dan ekosistem, termasuk sosial ekonomi budaya masyarakat di dalam

dan di sekitar kawasan taman nasional. Kegiatan survei lapangan pada

seluruh kawasan sebaiknya diselesaikan bertahap maksimal dalam tiga

tahun dengan selang waktu tiga tahun sekali.

Inventarisasi potensi merupakan kegiatan untuk mengetahui dan

memperoleh data dan informasi mengenai potensi dan kekayaan sumber

daya alam hayati dan ekosistem beserta lingkungannya secara lengkap.

Inventarisasi potensi umumnya dilakukan melalui tahapan kegiatan

eksplorasi dan survei lapangan.

Praktek kegiatan eksplorasi, survei, inventarisasi, evaluasi/penilaian

dan monitoring mencakup pengetahuan dan keterampilan yang berhubungan

dengan penggunaan metoda dan teknik dalam pelaksanaan kegiatan

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

66

Page 76: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

eksplorasi, survei, inventarisasi, evaluasi/penilaian dan monitoring atas

sumber daya alam dan kondisi sosial ekonomi budaya masyarakat yang ada

di dalam dan di sekitar kawasan taman nasional. Penggunaan metoda dan

teknik pelaksanaan kegiatan eksplorasi, survei, inventarisasi,

evaluasi/penilaian dan monitoring tersebut di dalam pengelolaan taman

nasional umumnya sangat bervariasi tergantung kepada kondisi spesifik dari

jenis flora fauna, baik yang hidup di dalam perairan, lantai hutan, tajuk hutan

maupun puncak pohon. Oleh karena variasi persyaratan dan teknik

eksplorasi, survei, inventarisasi, evaluasi/penilaian dan monitoring tersebut

sangat beragam dan banyak, maka diharapkan seseorang yang bekerja di

kawasan taman nasional minimal memahami satu sampai tiga keahlian di

bidang pembuatan disain ilmiah skema pelaksanaan kegiatan eksplorasi,

survei, inventarisasi, evaluasi/ penilaian dan monitoring atas aspek biologi

konservasi, valuasi sumber daya alam, dan kondisi sosial ekonomi budaya

masyarakat. Kemampuan penguasaan atas metoda dan teknis pelaksanaan

kegiatan eksplorasi, survei, inventarisasi, evaluasi/penilaian dan monitoring

tersebut penting untuk menjadi perhatian, karena banyak data dan informasi

sumber daya alam hayati dan ekosistem yang telah lama tidak diperbarui

kembali. Walaupun telah tersedia, terkadang data yang ada kurang akurat

akibat kurang diperhatikannya metode dan teknik pengumpulan data di

lapangan.

Dalam pelaksanaan kegiatan eksplorasi, survei, inventarisasi,

evaluasi/penilaian dan monitoring tersebut ada beberapa kaitan aspek

kepentingan yang dapat diidentifikasi untuk membantu pengembangan

pengelolaan taman nasional, yang antara lain berhubungan dengan :

(1) Aspek potensi sumber daya alam hayati dan ekosistem

Memiliki ekosistem global yang terancam rusak/punah

Memiliki species global, regional dan lokal yang jarang, terancam

punah atau punah

Memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi

Memiliki jumlah species endemik yang tinggi

Merupakan suatu fungsi ekosistem/landsekap yang kritis

Cukup luas untuk mampu mendukung minimal viabilitas populasi dari

species payung atau species kunci atau relatif cukup luas untuk

suatu wilayah

Merupakan ekosistem yang utuh dan dapat dijadikan percontohan

Memberikan sumbangan yang berarti terhadap keperwakilan suatu

sistem konservasi kawasan

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

67

Page 77: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

Merupakan habitat terpenting dan berkualitas untuk kehidupan

species kunci

(2) Aspek sosial ekonomi dan kondisi masyarakat sekitar kawasan

Menyajikan kesempatan ekonomi bagi kehidupan masyarakat di

dalam dan di sekitar kawasan taman nasional

Memiliki kesempatan sebagai percontohan pembangunan

berkelanjutan dan konsisten dengan tujuan pengelolaan kawasan

taman nasional

Memiliki potensi untuk mendukung pemanfaatan secara subsisten

atau tradisional bagi masyarakat setempat

Memiliki nilai-nilai kepercayaan/agama dan spiritual

Memiliki keajaiban alam dan pemandangan/keindahan alam (seperti

air terjun, sumber air panas, panorama alam, struktur geologi, dan

lain-lain.)

Memiliki species tumbuhan dan satwa bernilai ekonomi tinggi (seperti

bernilai bahan obat, bahan kimia, bahan makanan, keindahan, dan

lain-lain.)

Memiliki nilai ilmu pengetahuan, penelitian dan pendidikan yang

tinggi

Memiliki nilai-nilai rekreasi yang menarik

Memiliki fungsi ekosistem yang memberikan sumbangan berarti bagi

kepentingan kehidupan sosial atau ekonomi masyarakat (seperti

penyedian sumber daya air, pengaturan iklim, penyerapan bahan

polutan, dan lain-lain.)

Memiliki sumber daya alam yang menjadi tumpuan kehidupan

masyarakat baik secara langsung dan tidak langsung

(3) Aspek pengaruh kondisi lokal, regional dan global terhadap kawasan

taman nasional

Adanya konflik kepentingan antara penggunaan tradisional,

agama/kepercayaan dan praktek budaya dengan tujuan pengelolaan

kawasan taman nasional

Adanya nilai-nilai sumber daya alam kawasan taman nasional yang

bernilai tinggi (seperti potensi kayu komersial berkualitas tinggi, kaya

sumber daya mineral, potensial sebagai sumber daya energi, dan

lain-lain.)

Adanya kemudahan akses untuk mencapainya (dekat dengan jalan

raya utama, lapangan terbang, perkotaan, jalur perhubungan sungai/

perairan, dan lain-lain.)

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

68

Page 78: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

Adanya permintaan pasar yang tinggi terhadap produk-produk yang

dapat diperoleh dari kawasan taman nasional (seperti species satwa

yang memiliki nilai estetika tinggi, species kayu yang khas dan unik,

species langka, tanaman hias, tumbuhan obat, dan lain-lain.)

Areal sekitar kawasan taman nasional berada dalam pertumbuhan

ekonomi yang tinggi dan atau pertumbuhan populasi penduduk yang

tinggi (seperti kepemilikan lahan sempit per KK, kekurangan lahan

pertanian, penguasaan lahan oleh orang/ kelompok tertentu,

kekurangan bahan makanan, populasi penduduk yang padat,

banyaknya pengangguran, dan lain-lain.)

Hasil kegiatan inventarisasi potensi taman nasional selanjutnya

dihimpun sebagai bahan penyusunan inventarisasi sumber daya alam hayati

dan ekosistem pada tingkat unit pengelolaan, tingkat pemerintah kabupaten/

kota/ provinsi, tingkat daerah aliran sungai, tingkat bio-regional pulau, dan

tingkat nasional. Hasil kegiatan inventarisasi potensi taman nasional antara

lain dipergunakan pula sebagai dasar di dalam penyusunan rencana

pengelolaan, kegiatan pengukuhan kawasan, kegiatan penataan zonasi

kawasan, penyusunan neraca sumber daya alam hayati dan ekosistem, dan

input data untuk sistem informasi konservasi alam taman nasional.

c. Pengelolaan Data dan Informasi Taman Nasional

Meliputi kegiatan yang berhubungan dengan penggunaan teknologi

informasi, terutama dalam penggunaan aplikasi perangkat lunak dan

perangkat keras yang berkaitan dengan pengelolaan dan komunikasi data

dan informasi taman nasional. Praktek kegiatan ini mencakup

pengembangan data base dan sistem informasi yang on-line, operasional

dan pemanfaatan teknologi sistem informasi geografis (SIG), disain grafis

untuk keperluan promosi dan informasi, dan lain sebagainya.

Data dan informasi yang diperoleh dari hasil inventarisasi potensi,

dihimpun, dikelola dan dikembangkan dalam sistem informasi pada kawasan

taman nasional, yang mencakup jenis data dan informasi, kecepatan proses

pengolahan data menjadi informasi, tingkat detail informasi, performa

informasi, volume dan transaksi informasi, penanggung jawab pengelola

informasi dan sebagainya. Pengelolaan sistem informasi berupa kegiatan

pengelolaan suatu kumpulan atau totalitas komponen-komponen yang saling

berhubungan, pengaruh-mempengaruhi, sehingga dapat dihasilkan dan

dialirkan suatu informasi yang berguna (akurat, terpercaya, detail, cepat,

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

69

Page 79: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

relevan dan sebagainya) untuk kepentingan pengambilan keputusan dalam

perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan kawasan taman nasional.

d. Pemantapan Kawasan dan Penetapan Status Hukum Taman Nasional

Meliputi kegiatan yang berhubungan dengan proses pengukuhan

status hukum kawasan taman nasional. Pengukuhan kawasan taman

nasional merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memberikan kepastian

hukum atas keberadaan dari kawasan taman nasional. Pelaksanaan

kegiatan tersebut memerlukan keterlibatan dan partisipasi secara aktif dari

masyarakat, pemerintah daerah, dan berbagai pihak terkait dan

berkepentingan. Kegiatan pengukuhan kawasan tersebut mencakup :

(1) Penataan batas kawasan

Merupakan kegiatan pemancangan tanda batas kawasan taman

nasional di lapangan yang meliputi proyeksi batas, inventarisasi hak-hak

pihak ketiga, pemancangan tanda batas sementara, pemancangan dan

pengukuran tanda batas definitif.

(2) Pemetaan kawasan

Merupakan kegiatan pemetaan hasil pelaksanaan penataan batas

kawasan taman nasional berupa peta tata batas yang merupakan satu

kesatuan yang tidak terpisahkan dengan berita acara tata batas kawasan

taman nasional.

(3) Penetapan kawasan

Merupakan kegiatan untuk penegasan tentang kepastian hukum

mengenai status, letak, batas dan luas suatu wilayah tertentu yang telah

ditunjuk sebagai kawasan hutan tetap sesuai fungsinya sebagai kawasan

taman nasional dengan Keputusan Menteri Kehutanan.

Apabila kawasan taman nasional telah ditetapkan secara pasti,

pengelola taman nasional berkewajiban pula untuk melakukan kegiatan

pemeliharaan batas dan tanda batas kawasan, yaitu suatu kegiatan untuk

melakukan pemeriksaan, pemeliharaan dan perbaikan jalur batas dan tanda

batas kawasan, termasuk kegiatan rekonstruksi batas dan tanda batas

kawasan. Kegiatan pemeriksaan, pemeliharaan dan perbaikan alur batas

dan tanda batas kawasan di lakukan minimal setiap tahun sekali dan

kegiatan rekonstruksi batas dan tanda batas kawasan dilakukan minimal lima

tahun sekali.

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

70

Page 80: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

e. Perencanaan Pengelolaan Taman Nasional

Untuk kepentingan pengelolaan taman nasional diperlukan adanya

rencana pengelolaan, yang menurut jenis dan jangka waktunya, terdapat :

rencana pengelolaan jangka panjang; rencana pengelolaan jangka

menengah; rencana pengelolaan jangka pendek; serta rencana teknis.

Cakupan dan ruang lingkup rencana pengelolaan taman nasional umumnya

meliputi seluruh kawasan taman nasional, serta memuat perencanaan,

kegiatan pengelolaan, sarana dan prasarana, organisasi dan personil,

pengusahaan, pembinaan masyarakat, kemitraan dan koordinasi,

pemantauan, pengawasan dan evaluasi.

f. Penataan Kawasan Taman Nasional

Merupakan kegiatan rancang bangun pembagian kawasan taman

nasional sesuai potensi dan fungsi pemanfaatannya dari sumber daya alam

dan ekosistem di dalam setiap unit pengelolaan kawasan taman nasional,

dengan memperhatikan hak-hak masyarakat setempat. Penataan kawasan

taman nasional mencakup kegiatan pembagian dan pengelompokan sumber

daya alam hayati dan ekosistemnya berdasarkan tipe dan potensi yang

terkandung di dalam ekosistem, fungsi dan rencana pemanfaatan sumber

daya alam hayati dan ekosistemnya dengan tujuan untuk efektifitas dan

efisiensi pengelolaan serta memperoleh manfaat fungsi sebesar-besarnya

bagi kesejahteraan masyarakat secara bijaksana, lestari dan berkelanjutan.

Penataan kawasan taman nasional dilakukan secara variatif sesuai

dengan kebutuhan pengelolaan dan spesifikasi kawasan taman nasional,

karena itu penataan pembagian kawasan taman nasional ke dalam zonasi

kawasan tidak selalu harus lengkap dan tidak selalu sama pada setiap

kawasan taman nasional. Secara umum, prinsip pembagian zonasi pada

kawasan taman nasional terdiri dari :

(1) Zona inti

Di dalam zona inti hanya dapat dilakukan kegiatan monitoring

sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.

Di dalam zona inti dapat dibangun sarana dan prasarana untuk

kegiatan monitoring seperti tersebut pada butir di atas.

Di dalam zona inti tidak dapat dilakukan kegiatan yang bersifat

merubah bentang alam.

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

71

Page 81: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

(2) Zona rimba

Di dalam zona rimba dapat dilakukan kegiatan penelitian,

pendidikan, wisata terbatas, dan kegiatan-kegiatan lain yang

menunjang budidaya.

Di dalam zona rimba dapat dibangun sarana dan prasarana

sepanjang untuk kepentingan penelitian, pendidikan dan wisata

terbatas.

Zona rimba tidak dapat digunakan sebagai tempat berlangsungnya

kegiatan yang bersifat merubah bentang alam.

Di dalam zona rimba diperkenankan adanya pemanfaatan yang

bersifat tradisional.

(3) Zona pemanfaatan

Di dalam zona pemanfaatan dapat dilakukan kegiatan pemanfaatan

kawasan dan potensinya dalam bentuk kegiatan penelitian,

pendidikan, dan wisata alam.

Kegiatan pengusahaan pariwisata alam dapat diberikan kepada

pihak ketiga, baik koperasi, BUMN, swasta maupun perorangan.

Zona pemanfaatan dapat digunakan sebagai tempat berlangsungnya

kegiatan penangkaran jenis untuk menunjang kegiatan penelitian,

ilmu pengetahuan, pendidikan, dan restocking.

Di dalam zona pemanfaatan dapat dibangun sarana dan prasarana

pengelolaan, penelitian, pendidikan, dan wisata alam yang dalam

pembangunannya harus memperhatikan gaya arsitektur daerah

setempat.

Zona pemanfaatan tidak dapat digunakan sebagai tempat

berlangsungnya kegiatan yang merubah bentang alam.

Di dalam zona pemanfaatan diperkenankan adanya pemanfaatan

tradisional.

Untuk selanjutnya pembagian zona tersebut dapat dikembangkan

sesuai derivatifnya menurut kondisi dan spesifikasi di setiap kawasan taman

nasional, seperti adanya zona pemanfaatan khusus, zona pemanfaatan

tradisional, zona rehabilitasi dan restorasi, zona khusus, dan lain-lain.

Penataan kawasan taman nasional umumnya dibuat berdasarkan

kajian data dan informasi kawasan dan potensi sumber daya alam hayati dan

ekosistem disertai bantuan penggunaan teknologi penginderaan jauh dan

analisis sistem informasi geografis. Teknik pelaksanaan kegiatan ini adalah

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

72

Page 82: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

dengan memanfaatkan jasa survei dan pemetaan dalam penataan ruang

atau dikenal sebagai zonasi kawasan taman nasional. Kegiatan tersebut

secara umum mencakup :

(1) Pengumpulan data dan informasi berupa potensi fisik kawasan, sumber

daya alam hayati dan ekosistem, serta kondisi sosial ekonomi budaya

masyarakat (baik yang tercermin dalam bentuk data sekunder spatial

maupun non-spatial) yang akan melengkapi kepentingan analisis data

keruangan (spatial) dari penggunaan teknologi penginderaan jauh

(interpretasi citra satelit) maupun analisis informasi geografis.

(2) Interpretasi citra satelit.

(3) Analisa spatial.

(4) Konsultasi dan pembahasan konsep zonasi kawasan taman nasional.

(5) Finalisasi konsep usulan pengesahan penataan zonasi kawasan taman

nasional dengan diskripsi pengelolaan dan pemanfaatannya.

(6) Konsultasi publik usulan pengesahan penataan zonasi kawasan taman

nasional kepada masyarakat dan berbagai pihak terkait.

(7) Usulan pengesahan zonasi kawasan taman nasional.

Pengesahan zonasi kawasan taman nasional akan memuat peta

penunjukan yang bersifat arahan tentang batas penataan zonasi dari

kawasan taman nasional berikut diskripsi pengelolaan dan pemanfaatannya,

yang disusun oleh pengelola taman nasional, dinilai oleh Direktur Konservasi

Kawasan dan disahkan oleh Direktur Jenderal PHKA, yang selanjutnya

ditindak lanjuti oleh pengelola melalui kegiatan penataan batas zonasi

kawasan taman nasional di lapangan.

Berdasarkan pengesahan penataan zonasi kawasan taman nasional

oleh Direktur Jenderal PHKA, pengelola taman nasional menindaklanjutinya

di lapangan dengan kegiatan :

(1) Penataan batas zonasi kawasan taman nasional, yang merupakan

kegiatan pemancangan tanda batas zonasi kawasan di lapangan yang

meliputi proyeksi batas, pemancangan tanda batas, dan pengukuran

tanda batas zonasi definitif.

(2) Pemetaan batas zonasi kawasan taman nasional, yang merupakan

kegiatan pemetaan hasil pelaksanaan penataan batas zonasi kawasan

berupa peta tata batas zonasi yang merupakan satu kesatuan yang tidak

terpisahkan dengan laporan kegiatan tata batas zonasi kawasan taman

nasional.

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

73

Page 83: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

(3) Penetapan batas zonasi kawasan taman nasional, yang merupakan

kegiatan untuk penegasan tentang kepastian hukum mengenai status,

letak, batas, luas zonasi, dan ketentuan peraturan penggunaan dan

pengelolaan setiap zonasi kawasan yang telah ditetapkan sesuai fungsi

dan kepentingan pengelolaannya sebagai taman nasional dengan

Keputusan Menteri.

g. Perlindungan dan Pengamanan Kawasan Konservasi

Perlindungan dan pengamanan kawasan merupakan upaya

melindungi dan mengamankan kawasan dari gangguan manusia maupun

gangguan lainnya, seperti kebakaran hutan, gangguan ternak, hama dan

penyakit, perburuan liar, perambahan hutan, dan penebangan liar. Oleh

karena itu, kegiatan perlindungan dan pengamanan diarahkan pada hal-hal

sebagai berikut :

(1) Penjagaan, patroli, operasi fungsional dan gabungan dalam rangka

perlindungan dan pengamanan fisik kawasan;

(2) Perlindungan dan pengamanan fisik kawasan;

(3) Identifikasi daerah-daerah rawan gangguan;

(4) Ceramah, konsultasi dan sosialisasi batas dan peraturan perundang-

undangan pengelolaan taman nasional;

(5) Pengembangan peran serta dan kemitraan dengan masyarakat;

(6) Pemasangan pengumuman dan tanda-tanda larangan;

(7) Penegakan hukum;

(8) Pengendalian kebakaran hutan;

(9) Pemusnahan dan/atau pengendalian hama dan penyakit serta jenis

pengganggu lainnya; dan

(10) Penyusunan rencana strategis, dan kebijakan perlindungan dan

pengamanan kawasan.

Dalam kaitan tersebut, perlu diperhatikan bahwa ancaman dan

tekanan perusakan terhadap kawasan dan potensi taman nasional telah

cukup tercatat dan termonitor dengan baik selama sepuluh tahun terakhir.

Data dan informasi tersebut dikaji dan dianalisis sehingga dapat

menunjukkan kemungkinan : (a) peningkatan secara tajam, (b) peningkatan

secara perlahan-lahan, (c) peningkatan secara tetap, (d) berkurang perlahan-

lahan, (e) berkurang secara tajam, dan kemungkinan bentuk dampak

kerusakan yang dapat ditimbulkannya.

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

74

Page 84: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

h. Pengelolaan dan Pembinaan Konservasi Jenis

Merupakan upaya untuk memperbaiki atau memulihkan kerusakan

habitat dan populasi hidupan liar, agar keberadaannya sebagai komponen

ekosistem tetap dalam keadaan seimbang dan dinamis secara alami di

dalam kawasan taman nasional. Hal tersebut juga merupakan upaya untuk

menjaganya dari berbagai gangguan, agar keutuhan dan keaslian dari

kawasan tersebut beserta keanekaragaman jenis tumbuhan dan/atau satwa

serta ekosistemnya dapat berjalan secara alami, yang dilaksanakan sesuai

dengan sistem zonasi pengelolaannya, yaitu :

(1) Kegiatan konservasi jenis di zona inti taman nasional :

Perlindungan dan pengamanan.

Inventarisasi potensi kawasan.

Penelitian dan pengembangan dalam menunjang pengelolaan,

terutama untuk pemantauan dan evaluasi habitat dan populasi

hidupan liar.

(2) Kegiatan konservasi jenis di zona pemanfaatan taman nasional :

Perlindungan dan pengamanan.

Inventarisasi potensi kawasan.

Penelitian dan pengembangan dalam menunjang pariwisata alam.

(3) Kegiatan konservasi jenis di zona rimba taman nasional :

Perlindungan dan pengamanan.

Inventarisasi potensi kawasan.

Penelitian dan pengembangan dalam menunjang pengelolaan,

terutama untuk pemantauan dan evaluasi habitat dan populasi

hidupan liar.

Pembinaan habitat dan populasi satwa, yaitu kegiatan-kegiatan yang

dilakukan dengan tujuan untuk menjaga dan memulihkan

keberadaan populasi dan keragaman jenis satwa tertentu agar terjadi

keseimbangan dengan daya dukungnya, yang dilaksanakan antara

lain melalui kegiatan : pembinaan habitat/vegetasi, pembinaan

populasi satwa, pembuatan fasilitas air minum dan/atau tempat

berkubang dan mandi satwa, penanaman dan pemeliharaan pohon-

pohon pelindung dan pohon-pohon sumber makanan satwa,

penjarangan populasi satwa, penambahan tumbuhan atau satwa

asli, serta pemberantasan jenis tumbuhan dan satwa pengganggu.

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

75

Page 85: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

Upaya pengawetan taman nasional dilaksanakan dengan ketentuan

dilarang untuk melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan

fungsi taman nasional, seperti kegiatan merusak kekhasan potensi sebagai

pembentuk ekosistemnya, merusak keindahan alam dan gejala alam taman

nasional, melakukan kegiatan usaha yang tidak sesuai dengan rencana

pengelolaan dan/ atau rencana pengusahaan.

Suatu kegiatan dapat dianggap sebagai tindakan yang dapat

mengakibatkan perubahan fungsi taman nasional, apabila melakukan

perbuatan tanpa izin berupa : memotong, memindahkan, merusak atau

menghilangkan tanda batas kawasan; membawa alat yang lazim

dipergunakan untuk mengambil, menangkap, menebang, merusak, berburu,

memusnahkan dan mengangkut sumber daya alam ke dan dari dalam

kawasan; melakukan perburuan terhadap satwa yang berada di dalam

kawasan; memasukkan jenis-jenis tumbuhan dan satwa bukan asli ke dalam

kawasan; memotong, merusak, mengambil, menebang dan memusnahkan

tumbuhan dan satwa dari dalam kawasan; menggali atau membuat lubang

pada tanah yang mengganggu kehidupan tumbuhan dan satwa dalam

kawasan; serta mengubah bentang alam kawasan yang mengusik atau

mengganggu kehidupan tumbuhan dan satwa. Kegiatan dalam rangka

pembinaan habitat dan populasi satwa, pembinaan dan pengkayaan

tumbuhan atau satwa tidak termasuk kegiatan seperti tersebut.

i. Restorasi dan Rehabilitasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem

Merupakan upaya untuk memperbaiki atau memulihkan kerusakan

tumbuhan, satwa atau ekosistem, agar tetap berada pada keadaan

seimbang dan dinamis secara alami pada kawasan taman nasional. Kegiatan

pembinaan, restorasi dan rehabilitasi tersebut umumnya dilaksanakan

dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip konservasi, aspek teknis dan

ilmiah konservasi, serta dilakukan atas dasar adanya kebutuhan untuk

memperbaiki kondisi kawasan yang rusak atau menurun potensinya.

Penggunaan jenis asli merupakan syarat utama penyelenggaraan kegiatan

tersebut di kawasan taman nasional dan diarahkan pada kegiatan

pembinaan habitat dan populasi satwa liar. Upaya tersebut merupakan

proses untuk mengembalikan struktur, fungsi, keanekaragaman dan

dinamika ekosistem guna memperkuat sistem pengelolaan kawasan taman

nasional yang dilindungi.

Terdapat empat tipe tindakan untuk mengembalikan komunitas hayati

dan ekosistem ke fungsi semula di dalam kawasan taman nasional, yaitu :

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

76

Page 86: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

(1) Tanpa tindakan, karena upaya pemulihan terlalu mahal dan selalu gagal.

Pengalaman menunjukkan bahwa ekosistem alami akan dapat pulih

dengan sendirinya;

(2) Restorasi, merupakan pemulihan melalui suatu reintroduksi secara aktif

dengan species yang semula ada, sehingga mencapai struktur dan

komposisi species seperti semula;

(3) Rehabilitasi, merupakan pemulihan dari sebagian fungsi-fungsi

ekosistem dan species asli, seperti memperbaiki hutan yang

terdegradasi melalui penanaman, sulaman, dan pengkayaan jenis ; serta

(4) Penggantian, merupakan upaya penggantian suatu ekosistem

terdegradasi dengan ekosistem lain yang lebih produktif, seperti

mengganti hutan yang terdegradasi dengan padang rumput, dimana

ekosistem tersebut telah ada sebelumnya.

j. Pengembangan Sarana dan Prasarana

Merupakan kegiatan melengkapi sarana dan prasarana untuk

kepentingan pengelolaan, pemanfaatan, dan pengusahaan di kawasan

taman nasional. Pembangunan sarana dan prasarana di kawasan taman

nasional, harus mempertimbangkan aspek-aspek lingkungan, sosial,

ekonomi dan budaya masyarakat serta memperhatikan ketentuan peraturan

yang berlaku, keberadaannya diperuntukkan sebagai penunjang kegiatan

pengelolaan, pelayanan pengunjung dan pengusahaan, serta kemudahan

pengunjung mencapai lokasi-lokasi yang menarik atau menjadi obyek

kunjungan.

Sarana dan prasarana tersebut umumnya dibangun di zona

pemanfaatan taman nasional dan secara terbatas di zona rimba taman

nasional, dengan tata letak didasarkan pada rencana tapak, atau sesuai tata

letak sarana dan parasarana pada rencana karya pengusahaan pariwisata

alam (RKPPA) yang telah disahkan. Pembangunan sarana dan prasarana

tersebut diutamakan dapat menggunakan bahan-bahan dari daerah

setempat yang memiliki adaptasi tinggi dengan kondisi lingkungan. Apabila

tidak memungkinkan maka dipergunakan bahan bangunan dari luar yang

tidak merusak kelestarian lingkungan alam.

Bentuk sarana dan prasarana yang dibangun agar bergaya arsitektur

budaya setempat dan harmonis dengan lingkungan alam, dengan

ketentuan :

(1) Ukuran panjang, lebar dan tinggi bangunan/sarana prasarana

disesuaikan dengan perbandingan/ proporsi untuk setiap bentuk

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

77

Page 87: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

arsitektur daerah/ lokal dengan memperhatikan kondisi fisik kawasan

tersebut.

(2) Pembangunan sarana yang diperkenankan maximum 2 (dua) lantai.

(3) Tidak merubah karakteristik bentang alam yang ada.

(4) Jenis-jenis sarana dan prasarana yang boleh dibangun di kawasan

taman nasional, khususnya di zona pemanfaatan dan secara terbatas di

zona rimba/bahari adalah berupa :

Sarana dan prasarana pokok pengelolaan :

Kantor pengelola

Pondok kerja/jaga/penelitian

Jalan patroli

Pusat informasi

Wisma cinta alam

Menara pengawas kebakaran

Menara pengintaian satwa

Stasiun rehabilitasi satwa

Kandang transit satwa

Peralatan navigasi

Peralatan komunikasi

Peta dasar dan peta kerja

Peralatan transportasi

Perlengkapan kerja

Laboratorium penelitian

Sarana dan prasarana penunjang pengelolaan :

Akomodasi

Transportasi

Pertunjukan kebudayaan

Sistem sanitasi

Fasilitas rekreasi alam

Jenis sarana dan prasarana pemanfaatan dan pariwisata alam :

Sarana pariwisata alam :

- Pondok wisata alam

- Bumi perkemahan

- Karavan

- Fasilitas akomodasi, terdiri dari :

o Ruang pertemuan

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

78

Page 88: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

o Ruang makan dan minum

o Fasilitas untuk bermain anak

o Gudang

- Fasilitas pelayanan umum dan kantor, terdiri dari :

o Fasilitas pelayanan informasi

o Fasilitas pelayanan telekomunikasi

o Fasilitas pelayanan administrasi

o Fasilitas pelayanan angkutan

o Fasilitas pelayanan penukaran uang

o Fasilitas pelayanan jasa pencucian

o Fasilitas peribadatan

o Pos PPPK/Poliklinik

o Menara untuk pengintai dan pemandangan

o Tempat sampah

o Kantor

o Mess karyawan

o Pemadam kebakaran

- Rumah makan dan minum, meliputi :

o Restoran.

o Kedai.

o Kios-kios.

- Sarana wisata tirta, meliputi semua fasilitas kegiatan wisata

tirta

- Sarana wisata budaya, meliputi panggung pertunjukan seni

budaya tradisional setempat

- Kios cenderamata, berupa bangunan-bangunan yang

dipergunakan untuk mamajang dan menjual cinderamata

- Sarana angkutan umum/transportasi

Sarana prasarana pengusahaan pariwisata alam :

- Jalan :

o Jalan utama, dengan ukuran maksimum lebar badan

jalan 5 meter ditambah bahu jalan 1 meter kiri kanan,

dengan sistim pengerasan menggunakan batu dan

lapisan permukaan aspal.

o Jalan cabang, dengan ukuran maksimum lebar jalan 3

meter, dengan sistim pengerasan batu dan lapisan

permukaan aspal.

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

79

Page 89: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

o Jalan setapak, dengan ukuran maksimum lebar jalan 2

meter, dengan menggunakan bahan yang disesuaikan

dengan kondisi setempat.

o Jalan patroli, dengan ukuran maksimum lebar jalan 0,6

meter yang dibuat tanpa pengerasan.

o Jalan pengaman, dibuat sebagai jalan alternatif untuk

kondisi darurat yang pembangunannya dengan

menggunakan bahan yang disesuaikan dengan kondisi

setempat.

- Jembatan, dilaksanakan dengan ketentuan bahwa bentang

jembatan disesuaikan dengan lebar sungai atau lebar

halangan.

- Areal parkir, dibangun dengan ketentuan :

o Sejauh mungkin tidak menebang/merusak pohon.

o Pengerasan areal harus dilakukan dengan konstruksi

yang tidak mengganggu penyerapan air ke dalam tanah.

- Jaringan listrik, diupayakan dibangun di dalam tanah dengan

berpedoman pada ketentuan teknis dari instansi yang

berwenang.

- Jaringan air minum, diupayakan dibangun di dalam tanah

dengan berpedoman pada ketentuan teknis dari instansi

yang berwenang.

- Jaringan telepon, diupayakan dibangun di dalam tanah

dengan berpedoman pada ketentuan teknis dari instansi

yang berwenang.

- Jaringan drainase/saluran, dibangun dengan cara terbuka

dan menggunakan pengerasan. Jika tidak memungkinkan

maka dapat :

o Dilakukan dengan sistem tertutup dalam hal

drainase/saluran air yang melewati bangunan atau untuk

penggunaan lain.

o Dilakukan pengerasan apabila kondisi tanah mudah

terjadi erosi atau longsor.

o Dengan memperhatikan kaidah-kaidah konservasi.

- Sistim pembuangan dan pengolahan limbah, dibangun

dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan

yang berlaku. Sistim ini terdiri dari :

o Sistim pembuangan dan pengolahan limbah padat.

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

80

Page 90: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

o Sistim pembuangan dan pengolahan limbah cair.

- Helipad, dapat dibangun dengan berpedoman pada

ketentuan-ketentuan teknis dari instansi yang berwenang

dan lokasinya berdasarkan rencana pengelolaan.

Fasilitas pelengkap sarana dan prasarana pengusahaan

pariwisata alam :

- Penataan tanaman yang dibangun pada bagian-bagian

tertentu dengan ketentuan hanya mempergunakan tanaman

species asli yang ada pada kawasan tersebut.

- Papan-papan petunjuk, berupa :

o Papan nama

o Papan informasi

o Papan petunjuk arah

o Papan larangan/peringatan

o Papan bina cinta alam

o Papan rambu lalu-lintas

- Ornamen-ornamen, monumen, bangku dan meja piknik,

dibangun disesuaikan dengan kondisi lingkungan dan

budaya setempat.

- Fasilitas umum :

o Toilet

o Hidran air minum

k. Pengelolaan Pemanfaatan Untuk Penelitian dan Ilmu Pengetahuan

Meliputi kegiatan yang berhubungan dengan upaya untuk

mengakomodir kepentingan fungsi kawasan taman nasional untuk kegiatan

penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan. Hasil kegiatan penelitian

perlu diarahkan dan diselaraskan dengan kebutuhan dan perkembangan

ilmu pengetahuan dan teknologi yang ada dan berkembang.

Kegiatan penelitian terapan umumnya diarahkan untuk memberikan

dukungan bagi upaya membantu penyelesaian masalah pengelolaan

kawasan taman nasional, dan penelitian murni umumnya dilakukan dan

diarahkan kepada upaya untuk pengembangan lebih lanjut dari ilmu

pengetahuan, yang dapat dilangsungkan dalam kawasan taman nasional.

Penelitian untuk menunjang pemanfaatan, meliputi :

(1) Penelitian yang hasilnya untuk mendukung dan diperlukan untuk

menunjang pemanfaatan jenis dan satwa serta budidaya di luar

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

81

Page 91: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

kawasan, seperti penelitian dalam menunjang pengawetan dan

penangkaran jenis.

(2) Penelitian yang hasilnya untuk menunjang pemanfaatan dan budidaya,

ditujukan terhadap seleksi jenis tumbuhan dan satwa yang karena

kandungan unsur kimia maupun sifat genetiknya dapat dimanfaatkan,

misalnya untuk :

Industri obat-obatan, zat pewarna, dan lain-lain.

Benih atau bibit unggul dalam menunjang peningkatan produksi

pangan, sandang dan papan.

Perbanyakan dan peningkatan kualitas jenis melalui rekayasa

genetik.

Ketentuan tentang kegiatan penelitian di kawasan taman nasional

diatur lebih lanjut dengan keputusan Menteri dan dilakukan sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu ketentuan yang

mengatur tentang tata cara dan instansi yang berwenang memberi

rekomendasi dan/ atau izin untuk melaksanakan penelitian. Kewenangan

yang terkait dengan penelitian pada saat ini dikoordinasikan oleh Lembaga

Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), tidak mengurangi kewenangan Menteri

Kehutanan yang bertanggung jawab untuk mengatur tata cara pelaksanaan

penelitian yang sasaran penelitiannya berlokasi di kawasan taman nasional.

Untuk mendukung pelayanan kegiatan penelitian, pengelola taman

nasional antara lain melaksanakan :

(1) Identifikasi obyek penelitian mengenai tumbuhan, satwa, ekosistem,

sosial, ekonomi dan budaya masyarakat setempat.

(2) Penyiapan sistem pelayanan dan materi kegiatan penelitian.

(3) Ketersediaan dan dukungan berupa penyediaan stasiun penelitian.

(4) Penyiapan sistem data dasar informasi kegiatan penelitian.

(5) Penyusunan rencana dan skala prioritas program penelitian.

(6) Pengembangan bentuk kerjasama dalam penelitian.

(7) Pengembangan sistem dokumentasi, publikasi dan promosi hasil-hasil

kegiatan penelitian maupun referensi yang terkait.

l. Pengelolaan pemanfaatan untuk pendidikan dan kesadaran konservasi

Merupakan upaya pendayagunaan potensi kawasan taman nasional

untuk kepentingan pendidikan dan peningkatan kesadaran konservasi atau

dikenal sebagai bina cinta alam kepada penduduk dan pengunjung taman

nasional. Upaya tersebut antara lain dilakukan melalui :

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

82

Page 92: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

(1) Pengenalan melalui program pemanduan dan interpretasi ekosistem

taman nasional, berupa pengenalan secara langsung di lapangan

mengenai tipe-tipe ekosistem maupun pengenalan jenis tumbuhan

dan/atau satwa liar, atau komponen-komponen penyusun ekosistem

alam;

(2) Peragaan ekosistem taman nasional, melalui wujud fisik dan fungsinya

yang dapat dilihat secara visual baik melalui material asli seperti

spesimen herbarium dan satwa, maupun audiovisual, multimedia, slide,

booklet, leaflet, dan poster;

(3) Pendidikan yang dilakukan dalam bentuk karya wisata, widya wisata dan

pemanfaatan hasil-hasil penelitian serta peragaan dokumentasi tentang

potensi taman nasional;

(4) Kunjungan untuk memberikan pendidikan ke sekolah-sekolah dan forum

pertemuan masyarakat di sekitar kawasan taman nasional, mengenai

kepentingan, tujuan dan sasaran pengelolaan taman nasional dan

potensi sumber daya alamnya.

m. Pengelolaan Pemanfaatan Pariwisata dan Rekreasi Alam

Merupakan upaya pendayagunaan potensi obyek wisata alam dengan

tetap memperhatikan prinsip keseimbangan antara kepentingan

pemanfaatan dan pelestarian alam. Kegiatan pariwisata alam dan rekreasi di

dalam kawasan taman nasional diarahkan pada beberapa kegiatan berikut :

(1) Inventarisasi dan identifikasi obyek dan daya tarik wisata alam dalam

kawasan taman nasional;

(2) Inventarisasi, identifikasi dan analisis sosial ekonomi dan budaya

masyarakat, kecenderungan pasar, kebijakan sektor kepariwisataan

daerah, dan ketersediaan sarana dan prasarana pendukung yang berada

di sekitar kawasan;

(3) Pengembangan obyek wisata alam tetap memperhatikan aspek sosial

ekonomi dan budaya masyarakat, kecenderungan pasar, kebijakan

sektor kepariwisataan daerah, dan ketersediaan sarana dan prasarana

pendukung di sekitar kawasan;

(4) Pengembangan kerjasama dengan masyarakat luas dalam upaya

pemanfaatan potensi obyek wisata alam kawasan taman nasional, dan

diarahkan pada upaya peningkatan penyediaan lapangan kerja dan

peluang berusaha bagi masyarakat sekitar kawasan dan pihak investor.

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

83

Page 93: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

Dalam keadaan tertentu dan sangat diperlukan dalam rangka

mempertahankan dan/atau memulihkan kelestarian sumber daya alam hayati

dan ekosistemnya, pengelola taman nasional dapat menghentikan kegiatan

tertentu dan/atau menutup kawasan taman nasional sebagian atau

seluruhnya untuk jangka waktu tertentu bagi pengunjung taman nasional.

Penghentian kegiatan dimaksud antara lain :

(1) Keadaan dan situasi yang terjadi di kawasan taman nasional, karena

bencana alam (antara lain gunung meletus, gas beracun, bahaya

kebakaran) serta kerusakan akibat pemanfaatan terus-menerus yang

dapat membahayakan pengunjung atau kehidupan tumbuhan dan satwa.

(2) Dalam hal pengaturan jumlah pengunjung, dimana jumlah pengunjung

yang masuk ke dalam kawasan harus disesuaikan dengan daya dukung

kawasan yang bersangkutan. Untuk itu dalam rangka pengendalian

pengunjung yang masuk ke dalam kawasan, pemerintah menetapkan

syarat dan tata cara memasuki kawasan.

n. Pengelolaan Pemanfaatan Jasa Lingkungan

Merupakan upaya pemanfaaatan dan pendayagunaan potensi jasa

lingkungan (sumber daya air, udara, oksigen, carbon, keindahan,

kenyamanan dan spiritual) dengan tetap memperhatikan prinsip

keseimbangan antara kepentingan pemanfaatan dan pelestarian alam.

Kegiatan tersebut di dalam kawasan taman nasional diarahkan pada :

(1) Inventarisasi dan identifikasi lokasi potensi jasa lingkungan seperti

sumber daya air, udara, oksigen, carbon, keindahan, kenyamanan dan

spiritual di dalam kawasan taman nasional;

(2) Inventarisasi, identifikasi dan analisis sosial ekonomi dan budaya

masyarakat, kecenderungan pasar, dan ketersediaan sarana dan

prasarana pendukung yang berada di sekitar kawasan untuk

pendayagunaan jasa lingkungan;

(3) Pengembangan potensi jasa lingkungan, seperti sumber daya air, udara,

keindahan, kenyamanan dan spiritual dengan tetap memperhatikan

aspek sosial ekonomi dan budaya masyarakat, kecenderungan pasar,

kebijakan sektor di daerah, dan ketersediaan sarana dan prasarana

pendukung yang berada di sekitar kawasan;

(4) Pengembangan kerjasama dengan masyarakat luas dalam upaya

pemanfaatan potensi jasa lingkungan, yang diarahkan pada upaya

peningkatan penyediaan lapangan kerja dan peluang berusaha bagi

masyarakat sekitar kawasan.

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

84

Page 94: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

o. Pengelolaan Pemanfaatan untuk Menunjang Kepentingan Budidaya

Merupakan upaya pemanfaatan dan pendayagunaan potensi flora dan

fauna di kawasan taman nasional yang telah digunakan masyarakat

setempat dengan tetap memperhatikan prinsip keseimbangan antara

kepentingan pemanfaatan dan pelestarian alam. Kegiatan tersebut umumnya

dilakukan dalam bentuk pengambilan, pengangkutan dan atau penggunaan

plasma nutfah (unsur-unsur genetik yang menentukan sifat kebakaan suatu

jenis) tumbuhan dan satwa yang terdapat dalam kawasan taman nasional.

Dalam pelaksanaan kegiatan yang berhubungan dengan pemanfaatan

plasma nutfah terikat pada ketentuan yang terdapat dalam peraturan tentang

pembenihan tanaman. Kegiatan tersebut di dalam kawasan taman nasional

diarahkan pada :

(1) Untuk memperbaiki kualitas dan kuantitas jenis tumbuhan dan satwa

agar tetap berada pada keadaan seimbang yang dinamis serta dapat

dimanfaatkan secara berkelanjutan dan lestari dengan tetap

memperhatikan prinsip konservasi;

(2) Plasma nutfah, baik tumbuhan maupun satwa yang ada untuk dapat

digunakan sebagai sumber bibit dan genetik untuk kegiatan pemuliaan,

penangkaran dan budidaya di luar kawasan taman nasional;

(3) Kegiatan penangkaran dan pembinaan jenis di dalam kawasan taman

nasional sepanjang menggunakan jenis asli dari kawasan yang

bersangkutan, tidak mengurangi dan merusak ekosistem kawasan, dan

untuk tujuan penelitian dan pengembangan budidaya;

(4) Pemanfaatan hasil hutan ikutan dan non-kayu di dalam kawasan taman

nasional oleh masyarakat sekitarnya dengan pengaturan tertentu yang

disepakati masyarakat dan pengelola taman nasional.

p. Pengembangan Integrasi, Koordinasi dan Kemitraan

Integrasi dan koordinasi memegang peranan penting dalam upaya

memperkenalkan berbagai bentuk pembangunan kawasan taman nasional

kepada masyarakat luas. Oleh karena itu, integrasi dan koordinasi lintas

sektoral perlu diarahkan pada hal-hal sebagai berikut :

(1) Integrasi dan koordinasi lintas sektor harus dimulai sejak penyusunan

rencana pengelolaan taman nasional sampai pada tahap

pengembangannya;

(2) Identifikasi dan pemetaan permasalahan sosial, ekonomi, budaya, politik,

serta interaksi masyarakat dengan akses pemanfaatan sumber daya

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

85

Page 95: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

alam taman nasional yang mempengaruhi keutuhan dan eksistensi

taman nasional;

(3) Pengembangan sistem promosi tepat guna, baik melalui jalur resmi,

misalnya pendidikan maupun jalur informal misalnya melalui brosur,

leaflet dan fasilitas elektronik, dilakukan bersama-sama organisasi

pemerintah dan non-pemerintah, baik dalam maupun luar negeri dan

masyarakat;

(4) Pembinaan daerah penyangga dititikberatkan pada upaya peningkatan

hubungan yang harmonis antara masyarakat dan kawasan taman

nasional sedemikian rupa sehingga kehadiran kawasan taman nasional

dapat dirasakan manfaat dan kepentingannya oleh masyarakat dan

pemerintah daerah;

(5) Upaya menjalin kerjasama (collaborative management) dengan berbagai

pihak di dalam upaya memperkuat kelembagaan pengelolaan taman

nasional.

q. Pemantauan, Evaluasi, dan Pelaporan

Pemantauan, evaluasi dan pelaporan merupakan upaya yang

dilakukan oleh pengelola taman nasional untuk mengamati, mencermati,

menelusuri dan menilai pelaksanaan pengelolaan taman nasional, sehingga

tujuan pengelolaan dapat tercapai secara optimal dan sekaligus merupakan

umpan balik bagi perbaikan dan atau penyempurnaan pengelolaan taman

nasional di masa mendatang.

B. Kebijakan Pembangunan Daerah Pengembangan wilayah adalah suatu proses, bagaimana status ekonomi dan

sosial budaya dari suatu wilayah dapat dibangun melalui inisiatif pemerintah maupun

swasta. Untuk wilayah-wilayah pedesaan di Indonesia, khususnya di luar Jawa,

aktivitas pengembangan wilayahnya dilaksanakan oleh pemerintah karena umumnya

sektor swasta belum berkembang dengan baik. Pemerintah mencanangkan

pembangunan ekonomi yang merupakan suatu kebijakan terpenting untuk mencapai

tujuan dimaksud. Anggaran yang disiapkan untuk pengembangan wilayah di

Indonesia mencakup program-program pembangunan yang sangat luas seperti

infrastruktur, proyek-proyek sektoral, dan lain sebagainya.

Pengembangan wilayah dapat dilaksanakan dengan berbagai cara, tergantung

pada ketersediaan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia, kebijakan

pemerintah, serta berbagai kombinasi dari aktivitas pembangunan yang ditargetkan.

Perencanaan dan pengembangan wilayah merupakan dua dari banyak faktor yang

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

86

Page 96: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

menciptakan lingkungan dimana taman nasional dikelola, serta membuat tugas dari

pengelola taman nasional menjadi mudah atau bahkan lebih sulit untuk dilaksanakan.

Pelaksanaan pembangunan dapat saja disesuaikan dengan pola pengelolaan taman

nasional akan tetapi harus disadari bahwa pemerintah pada dasarnya lebih

memprioritaskan program pembangunan ekonomi secara umum.

Secara umum kebijakan pengelolaan kawasan karst tidak terlepas dari

kebijakan pengelolaan lingkungan. Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 1997

tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup mengamanatkan bahwa tujuan pengelolaan

lingkungan hidup adalah untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang

berwawasan lingkungan dengan sasaran antara lain adalah tercapainya keselarasan,

keserasian, dan keseimbangan antara manusia dan lingkungan hidup; tercapainya

kelesetarian fungsi lingkungan hidup; dan terkendalinya pemanfaatan sumber daya

secara bijaksana.

Perspektif Pemerintah Propinsi Sulawesi Selatan adalah bahwa pengelolaan

kawasan Karst Maros – Pangkep harus dilakukan secara terpadu oleh setiap pelaku

pembangunan yaitu instansi pemerintah (propinsi dan kabupaten), lembaga

penelitian termasuk perguruan tinggi, dunia usaha, lembaga swadaya masyarakat

dan masyarakat luas. Selain itu juga harus terpadu dengan penataan ruang,

perlindungan sumber daya non hayati, perlindungan sumber daya buatan, konservasi

sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, cagar budaya dan keanekaragaman

hayati. Sehubungan dengan hal tersebut maka Kawasan Karst Maros – Pangkep

hendaknya dipandang sebagai suatu kesatuan ekosistem yang mempunyai kaitan

erat dengan kawasan yang lain maupun dengan komponen-komponen lingkungan

seperti : siklus hidrologi dan iklim (komponen fisik/kimia), flora dan fauna (komponen

hayati), serta pengaruhnya terhadap sosial, ekonomi dan budaya masyarakat

setempat (komponen sosekbud). Dengan demikian pengelolaan Kawasan Karst

Maros-Pangkep harus diarahkan pada sasaran tercapainya keselarasan, keserasian,

dan keseimbangan antara manusia dengan kawasan tersebut; tercapainya

kelestarian fungsi kawasan karst; dan terkendalinya pemanfaatan sumberdaya

kawasan karst secara bijaksana. Dalam hal ini perlu adanya keterpaduan di dalam

pengelolaan kawasan Karst Maros-Pangkep dengan mempertimbangkan kebijakan-

kebijakan di sektor lain, agar dampak lingkungan yang terjadi dari kegiatan-kegiatan

di sektor lain dapat memperhatikan prinsip pembangunan berkelanjutan yang

berwawasan lingkungan.

Sejalan dengan diberlakukannya kebijakan otonomi daerah, maka kegiatan

pengelolaan sumberdaya alam nasional, termasuk sumberdaya karst, yang berada di

wilayahnya menjadi kewenangan daerah dan daerah bertanggung jawab memelihara

kelestarian lingkungan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

87

Page 97: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka bidang lingkungan hidup merupakan

salah satu bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh daerah.

Kajian terhadap kebijakan dan peraturan perudangan-perundangan yang ada

menghasilkan suatu kesimpulan, bahwa kawasan karst sebagai sumber daya alam,

baik sumber daya alam hayati maupun non hayati, dapat dipandang dari berbagai

sudut, yaitu (Nurlini et. al, 1999 dalam Palaguna dan Rahman, 2001) : (1) sebagai

suatu ruang, dengan batasan ruang seperti yang ditegaskan pada pasal 1 ayat (5)

Undang-undang Penataan Ruang, yaitu “Wilayah adalah ruang yang merupakan

kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan

sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional”,

sedangkan ayat (7) menguraikan bahwa “Kawasan lindung adalah kawasan yang

ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang

mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan”; (2) ekosistem sumber daya

alam hayati dan batasannya sebagaimana pada Pasal 1 ayat (1) dan (3) Undang-

undang Nomor 5 Tahun 1990, yaitu : (a) Sumber daya alam hayati adalah unsur-

unsur hayati di alam yang terdiri dari sumber daya alam nabati dan sumber daya

alam hewani yang bersama ekosistem, dan (b) Ekosistem sumber daya alam hayati

adalah sistem hubungan timbal balik antara unsur dalam alam, baik hayati maupun

non hayati yang saling tergantung dan pengaruh mempengaruhi; (3) Dari sudut

pandang ruang, kawasan karst dapat berfungsi sebagai kawasan lindung maupun

kawasan budidaya. Sedangkan dari segi ekosistem sumberdaya alam hayati,

kawasan karst dapat berfungsi sebagai hutan konservasi maupun hutan produksi,

dimana keadaannya sangat dinamis.

Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa komitmen Pemerintah Propinsi

Sulawesi Selatan terhadap pengelolaan kawasan Karst Maros-Pangkep sangat jelas

dan didasarkan kepada peraturan perundang-undangan, fungsi dan potensi

ekosistem karst, serta pemanfaatan dan perlindungan yang berkelanjutan.

Kawasan Karst Maros-Pangkep merupakan suatu ekosistem yang wilayahnya

mencakup Kabupaten Maros dan Pangkep. Berdasarkan peraturan perundangan

yang berlaku tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan propinsi sebagai

daerah otonom, maka Pemerintah Propinsi Sulawesi Selatan mempunyai

kewenangan terhadap pengelolaan kawasan Karst Maros-Pangkep, setidaknya

dalam perannya sebagai koordinator dalam perencanaan kebijakan pengelolaan dan

pengawasan. Berbagai peran koordinasi yang dapat dilakukan oleh Pemerintah

Propinsi Sulawesi Selatan antara lain dalam bidang-bidang koordinasi data dan

informasi, kepastian hukum peruntukan kawasan karst, serta peningkatan peran

serta masyarakat.

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

88

Page 98: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

Data dan informasi merupakan masalah paling mendasar dalam pengelolaan

kawasan karst yang berwawasan lingkungan. Data dan informasi mengenai semua

potensi yang ada di kawasan karst masih sangat jarang atau bahkan sulit sekali

diperoleh. Data dan informasi yang ada sifatnya belum utuh, tapi tergantung dari

sumber data dan kepentingan yang sifatnya sektoral. Sebagai contoh data dan

informasi kawasan karst yang bersumber dari Dinas Pertambangan, yang muncul

adalah data dan informasi kawasan karst sebagai bahan galian/tambang bahan baku

semen, marmer, atau batu kapur. Informasi mengenai potensi sumberdaya air,

kekayaan keanekaragaman hayati, sarang burung walet, potensi wisata alam, dan

lain sebagainya sulit didapatkan. Penelitian-penelitian yang dilakukan oleh perguruan

tinggi sifatnya juga masih parsial, belum komprehensif, mengingat keterbatasan dana

penelitian dan tujuan penelitian itu sendiri. Untuk kepentingan koordinasi data dan

informasi ini, Pemerintah Propinsi Sulawesi Selatan menugaskan kepada Badan

Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (BAPEDALDA) dan Badan Penelitian dan

Pengembangan Daerah (BALITBANGDA) guna melaksanakan koordinasi dengan

pihak-pihak yang terkait.

Permasalahan pengelolaan karst yang juga penting untuk segera diselesaikan

adalah ketidakjelasan peruntukan kawasan karst. Sejauh ini belum cukup tersedia

kebijakan yang jelas tentang peruntukan suatu kawasan karst baik di tingkat

nasional, apalagi di tingkat daerah. Pemerintah Propinsi Sulawesi Selatan dapat

berperan dalam memberi kepastian peruntukan di dalam kawasan Karst Maros-

Pangkep sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Secara teknis

masalah ini akan bisa diatasi bila masalah ketidaklengkapan data dan informasi bisa

diselesaikan. Penyusunan penatagunaan Kawasan Karst Maros – Pangkep perlu

dilakukan dengan koordinasi yang baik di antara pihak-pihak yang berperan.

Beberapa waktu yang lalu, paradigma pembangunan yang ada lebih bersifat

top-down dan sentralistik. Akibatnya peran masyarakat dan pemerintah daerah di

tingkat lokal sangat lemah dalam menentukan kebijakan pembangunan, termasuk

dalam menentukan peruntukan/ pendayagunaan suatu kawasan karst. Penyertaan

masyarakat yang diwakili oleh LSM atau pakar dalam pembahasan AMDAL untuk

pemanfaatan/eksploitasi suatu kawasan karst sering kurang bisa mewakili aspirasi

masyarakat lokal.

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

89

Page 99: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

Peran sumber daya manusia dalam pengelolaan kawasan karst tidak saja

meliputi satu macam aspek yang terdapat dalam pengelolaan itu sendiri, melainkan

meliputi berbagai macam aspek seperti

halnya kebijakan yang berlaku pada

Undang-undang Pengelolaan Lingkungan

Hidup, bahwa pengelolaan kawasan karst

tidak terlepas dari proses perencanaan

yang perlu mempertimbangkan peran

sumber daya manusia secara bottom-up

planning. Oleh karena itu perlu adanya

pengembangan dan peningkatan kualitas

sumber daya manusia dalam pengelolaan

lingkungan kawasan karst secara terpadu

dan berkelanjutan.

Menyikapi kebutuhan peningkatan

peran serta masyarakat dan sumber daya

manusia di bidang pengelolaan kawasan

karst, Pemerintah Propinsi Sulawesi

Selatan akan melakukan koordinasi

dengan instansi terkait dan perguruan

tinggi, guna melakukan berbagai

sosialisasi dan pelatihan, baik untuk

aparat pemerintah kabupaten maupun

masyarakat luas.

Untuk melaksanakan pengelolaan

kawasan Karst Maros-Pangkep, konsep

kebijakan pengelolaan kawasan karst

bagi Pemerintah Propinsi Sulawesi

Selatan pada dasarnya adalah sama

dengan pengelolaan sumber daya alam

secara umum yaitu : (a) Pengelolaan

sumberdaya alam yang terbarukan di

kawasan Karst Maros-Pangkep, yang

meliputi flora, fauna, lahan, air dan udara

dilakukan secara bijaksana sehingga

daya dukung dan kemampuannya berproduksi dapat dipelihara sepanjang waktu.

Asasnya adalah bahwa dalam perspektif tatanan lingkungan hidup yang serasi,

pelestarian dan konservasi harus setara dengan pemanfaatannya; (b) Pengelolaan

Foto : HIMAKOVA-IPB

Foto : HIMAKOVA-IPB

Foto : HIMAKOVA-IPB

Foto : HIMAKOVA-IPB

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

90

Page 100: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

sumberdaya alam yang tak terbarukan di wilayah Karst Maros-Pangkep yaitu

kegiatan penambangan harus dilakukan secara hemat dan dengan menggunakan

teknologi yang aman dan tidak merusak lingkungan. Kegiatan ini hendaknya diikuti

dengan upaya pemulihan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan akibat kegiatan

penambangan.

Strategi pengelolaan kawasan karst pada dasarnya harus memperhatikan jenis

dan kawasan karst itu sendiri. Masing-masing tipe kawasan akan mempunyai cara

pengelolaan yang berbeda. Secara umum pengelolaan kawasan karst dapat

dilakukan dengan dua cara yaitu: (1) kawasan karst sebagai kawasan lindung, dan

(2) kawasan karst sebagai kawasan budidaya dan eksploitasi (pertambangan).

Penetapan kawasan karst sebagai kawasan lindung didasarkan pada bentang

alam dan luasannya, kondisi biogeografi, dan fungsinya dalam ekosistem kawasan.

Dengan mengacu pada peraturan perudangan yang ada, bentuk kawasan lindung

yang dapat diterapkan untuk kawasan karst adalah : taman nasional, cagar alam,

taman wisata alam, cagar budaya dan ilmu pengetahuan, dan situs warisan dunia

(world heritage). Selain itu, dalam rangka perlindungan kawasan lain atau

perlindungan setempat, kawasan karst juga dapat ditetapkan sebagai kawasan hutan

lindung, kawasan resapan air, sempadan sungai, kawasan perlindungan danau/

waduk dan mata air.

Mengingat kawasan karst merupakan kawasan yang sangat rentan terhadap

gangguan lingkungan, budidaya yang mungkin dapat dilakukan adalah budidaya

tanaman kehutanan dan perkebunan. Sedangkan untuk kawasan karst yang tidak

mengalami perkembangan karstifikasi, bentang alam umum dan banyak dijumpai

ditempat lain, kondisi air bawah tanah tidak berkembang, tidak mempunyai

ekosistem/ biota yang khas, bukan daerah perlindungan kawasan yang lain, dan

bukan daerah untuk pengawetan keanekaragaman hayati dapat dilakukan

penambangan secara terkendali dengan tetap memperhatikan aspek lingkungan

terutama pada pasca penambangan.

Perencanaan Penataan ruang kawasan karst Kabupaten Maros dan Pangkep

belum dibuat secara khusus, dan sementara ini masih mengacu kepada arahan-

arahan Rencana Umum Tata Ruang Kabupaten (RUTRK), meskipun demikian

pemerintah kedua kabupaten telah menyusun beberapa pokok pikiran mengenai

arahan peruntukan dan pemanfaatan ruang di kawasan karst, sebagai berikut :

1. Penentuan Kawasan Lindung

a. Kawasan perlindungan setempat ; penekanannya pada daerah sekitar mata

air, sungai, bendungan, waduk buatan, dan sungai bawah tanah.

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

91

Page 101: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

b. Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan ; penekanannya pada daerah

yang memiliki situs prasejarah, dan situs geologi.

c. Kawasan rawan bencana alam ; penekanannya pada daerah yang rawan

tanah longsor dan rawan intrusi air laut.

2. Penentuan Kawasan Budidaya

a. Kawasan hutan dapat dikonversi ; penekanannya pada daerah-daerah

ketinggian dan atau lembah yang memiliki potensi kehutanan, dan secara

teknis dapat dikonversi menjadi hutan tanaman industri, perkebunan, serta

hutan produktif lainnya, sehingga secara langsung dapat meningkatkan taraf

hidup masyarakat.

b. Kawasan pertanian lahan basah ; penekanannya pada daerah-daerah

disekitar aliran sungai, sekitar mata air, sekitar waduk buatan, dan atau

dataran rendah yang secara teknis dapat dikembangkan sebagai lahan

pertanian.

c. Kawasan pertambangan ; penekanannya pada daerah-daerah yang memiliki

potensi bahan galian yang layak untuk dikembangkan, baik secara teknis,

ekonomis, dan ekologis.

d. Kawasan industri ; penekanannya pada daerah-daerah yang secara teknis

dapat dijadikan kawasan industri, dan tidak menimbulkan dampak negatif

terhadap lingkungan, terutama kawasan permukiman.

e. Kawasan permukiman ; penekanannya pada daerah-daerah yang secara

teknis dapat dikembangkan menjadi kawasan permukiman, serta memiliki

tingkat aksesibilitas tinggi, dan ditunjang oleh sarana / prasarana lingkunga

yang memadai.

f. Kawasan pariwisata ; penekanannya pada daerah-daerah yang memiliki

potensi pariwisata ; baik wisata alam, maupun wisata budaya dan ilmu

pengetahuan.

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

92

Page 102: RP TN BABUL 2008-2027

IV

Visi dan Misi Pengelolaan

A. Visi Pengelolaan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung sebagai unit pelaksana teknis

Departemen Kehutanan yang merupakan pengelola atau pemangku kawasan

konservasi taman nasional baru berdiri sejak Nopember 2006 dan secara efektif baru

mulai beroperasi pada bulan April 2007. Walau demikian, pada awal pelaksanaan

pengelolaan, setelah diserahterimakan dari Balai KSDA Sulawesi Selatan I, telah

dilakukan evaluasi efektifitas pengelolaan kawasan berdasarkan Kriteria dan

Indikator Pengelolaan Taman Nasional. Berdasarkan hasil evaluasi tersebut,

diperoleh kesimpulan bahwa pengelolaan Taman Nasional Bantimurung belum

benar-benar efektif bahkan masih dalam tahap penyiapan prakondisi. Atas dasar

hasil evaluasi pengelolaan ini pula, maka Balai Taman Nasional Bantimurung

Bulusaraung mulai merancang suatu rencana pengembangan pengelolaan yang

berisi langkah-langkah terukur untuk mencapai suatu visi jangka panjang.

Karena kondisi pengelolaan yang masih jauh dari mapan, maka visi

pengelolaan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung untuk jangka panjang

adalah :

“Terwujudnya Pengelolaan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yang Mantap, Serasi dan Seimbang

dengan Dukungan Kelembagaan yang Efektif”

Page 103: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

Dalam visi tersebut terkandung tiga kunci pokok landasan pemikiran dalam upaya

pengelolaan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, yaitu :

1. Pengelolaan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yang mantap.

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yang baru ditunjuk sebagai kawasan

konservasi pada tanggal 18 Oktober 2004, proses penyiapan prakondisi

pengelolaannya belum tercapai, terutama pengukuhan dan pemantapan status

hukum kawasan yang merupakan pondasi utama upaya konservasi sumber

daya alam hayati dan ekosistem yang terkandung di dalamnya. Untuk itu,

sampai dengan tahun 2009, prakondisi pengelolaan Taman Nasional

Bantimurung Bulusaraung harus dituntaskan hingga terselesaikannya

pengukuhan kawasan serta tersedianya rancangan zonasi pengelolaan

kawasan. Untuk tahap selanjutnya, pengelolaan akan diarahkan kepada

pengembangan dan pemantapan pengelolaan sesuai dengan pemintakatan

yang telah disusun, terutama pengembangan sarana dan prasarana

pengelolaan, pengembangan pengelolaan ekosistem dan keanekaragaman

hayati, serta pengembangan pemanfaatan dan perlindungan kawasan;

2. Keseimbangan dan keserasian. Pengelolaan sumber daya alam hayati dan

ekosistem yang ada di dalam kawasan Taman Nasional Bantimurung

Bulusaraung ditujukan untuk menciptakan keseimbangan dan keserasian antar

berbagai fungsi dan nilai kawasan. Keseimbangan dan keserasian nilai dan

fungsi dimaksud diukur dari sisi ekologi, hidrologi, estetika, sosial, ekonomi dan

budaya masyarakat.

3. Kelembagaan yang efektif. Kesiapan internal pengelola Taman Nasional

Bantimurung Bulusaraung sangat bergantung pada ketersediaan SDM yang

proporsional (kualitas dan kuantitas), ketersediaan sarana dan prasarana yang

memadai, struktur organisasi dan prosedur kerja yang mantap, serta pendukung

lainnya. Selain kesiapan internal lembaga pengelola, sinergitas dengan lembaga

masyarakat serta stakeholder lain juga diperlukan guna mendukung pencapaian

fungsi dan peran kawasan. Dengan kesiapan kelembagaan yang mantap maka

upaya konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistem pada Taman

Nasional Bantimurung Bulusaraung dapat dilakukan secara efektif.

B. Misi Pengelolaan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung Dalam langkahnya untuk mewujudkan visi yang telah ditetapkan, diperlukan

bentuk nyata implementasinya sebagai gambaran tentang tahapan pelaksanaan.

Dengan demikian, ditetapkan misi pengelolaan Taman Nasional Bantimurung

Bulusaraung sebagai berikut :

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

94

Page 104: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

1. Memantapkan status kawasan dan pengelolaan sumber daya alam hayati dan

ekosistemnya;

2. Mengoptimalkan perlindungan hutan dan penegakan hukum;

3. Mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya

berdasarkan prinsip kelestarian;

4. Mengembangkan kelembagaan dan kemitraan dalam rangka pengelolaan

sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.

Status legal formal dan batas kawasan yang jelas merupakan prasyarat utama

untuk mengimplementasikan upaya pengelolaan kawasan. Hal ini ditujukan untuk

mengatasi adanya konflik terkait dengan penggunaan, kepemilikan dan status hukum

kawasan. Seiring dengan pemenuhan prasyarat tersebut, upaya konservasi

keanekaragaman hayati dan ekosistemnya juga dapat diimplementasikan. Pada

tahap awal ini, upaya konservasi jenis dan ekosistemnya dititikberatkan pada

pemenuhan data dan informasi keanekaragaman hayati dan ekosistem pada Taman

Nasional Bantimurung Bulusaraung.

Zonasi pengelolaan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung juga

merupakan suatu bagian yang penting untuk mulai dipersiapkan karena taman

nasional dikelola dengan sistem zonasi. Dengan tidak adanya rambu-rambu

pengelolaan secara keruangan tersebut, sulit untuk mengefektifkan pelaksanaan

pengelolaan. Dikhawatirkan, pelaksanaan pengelolaan tidak dapat mencapai

keseimbangan apabila batas-batas pelaksanaan kegiatan dan pemanfaatan ruang di

dalam kawasan tidak segera disediakan.

Konflik penggunaan dan kepemilikan lahan di dalam kawasan Taman Nasional

Bantimurung Bulusaraung sampai saat ini masih sangat tinggi. Karenanya, kawasan

ini rentan terhadap gangguan keamanan, terutama kasus perambahan kawasan.

Kejadian-kejadian gangguan keamanan cukup menyita banyak waktu dan tenaga

untuk penyelesaiannya. Gangguan tersebut juga menjadi faktor penghambat

pemantapan pengelolaan kawasan menuju pencapaian fungsi secara optimal.

Dengan demikian, maka gangguan terhadap kawasan dan sumber daya alam hayati

yang terkandung di dalamnya harus diupayakan sedemikian rupa untuk dieliminir.

Upaya konservasi tidak terlepas dari kegiatan pemanfaatan sumber daya alam,

namun agar tercapai keadilan dan kelestarian dalam pemanfaatannya, maka perlu

dikelola dengan bijaksana dan dikembangkan secara optimal. Sumber daya alam

hayati dan ekosistemnya adalah kekayaan alam yang harus dikelola oleh negara

demi kepentingan seluruh rakyat, dan karenanya untuk mendistribusikan hasil dan

nilainya secara adil, maka diterapkan sistem provisi atas sumber daya alam yang

dimanfaatkan. Di dalam Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, provisi dalam

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

95

Page 105: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

bentuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) diterapkan untuk berbagai kegiatan

pemanfaatan kawasan.

Sebagai organisasi yang baru terbentuk, aspek kelembagaan merupakan

bagian penting yang harus ditata dengan baik. Dukungan peraturan perundang-

undangan, pedoman dan arahan pengelolaan perlu diterapkan dengan baik agar

pengelolaan dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Karena pengelolaan kawasan

yang tidak dapat dilakukan sendiri oleh pengelola/pemangku kawasan serta dengan

memperhatikan prinsip-prinsip keadilan dan kesetaraan, maka penggalangan

kemitraan dan kolaborasi harus senantiasa menjadi perhatian. Kondisi sumber daya

manusia yang ada juga perlu terus dikembangkan kapasitas serta kuantitasnya.

Dalam rangka mencapai sasaran pengelolaan kawasan Taman Nasional

Bantimurung Bulusaraung, kebijakan pembangunannya mengacu pada Lima

Kebijakan Prioritas Departemen Kehutanan. Walaupun tidak secara keseluruhan,

namun sebagian besar kebijakan dimaksud terkait dengan pengelolaan taman

nasional, yaitu : (1) Pemberantasan Pencurian Kayu di Hutan Negara dan

Perdagangan Kayu Ilegal; (2) Rehabilitasi dan Konservasi Sumber Daya Hutan; (3)

Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat di Dalam dan Sekitar Hutan; (4) Pemantapan

Kawasan Hutan.

Mengacu pada program nasional sebagaimana tertuang dalam RPJP

Kehutanan, RPJM serta program Departemen Kehutanan yang disarikan oleh

Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, maka dalam

pencapaian Visi dan Misi Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung ditetapkan

beberapa program dan fokus kegiatan yang akan dilaksanakan. Program dan fokus

kegiatan yang akan dilaksanakan oleh Balai Taman Nasional Bantimurung

Bulusaraung diuraikan sebagai berikut :

1. Program Pemantapan Keamanan Dalam Negeri

Program ini berisikan fokus kegiatan pengamanan hutan yang

dimaksudkan untuk melindungi kawasan dari berbagai tindakan illegal. Secara

umum, fokus kegiatan ini merupakan upaya pencegahan, penanganan dan

penyelesaian konflik-konflik pemanfaatan sumber daya alam hayati dan

ekosistem di dalam kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yang

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Secara

khusus, fokus kegiatan ini berisikan upaya-upaya perlindungan dan pengamanan

hutan secara preemtif, preventif, persuasif dan tindakan represif. Sebelum

terselesaikannya pengukuhan kawasan Taman Nasional Bantimurung

Bulusaraung, maka upaya-upaya perlindungan dan pengamanan kawasan lebih

dititikberatkan pada tindakan preemtif, preventif dan persuasif. Adapun tindakan

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

96

Page 106: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

represif hanya dilakukan pada pelanggaran yang secara nyata melanggar

peraturan perundang-undangan yang berlaku di dalam kawasan.

2. Program Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya Alam

Program perlindungan dan konservasi sumber daya alam terdiri dari empat

fokus kegiatan, yaitu pengendalian kebakaran hutan, pengelolaan kawasan

konservasi, pengelolaan keanekaragaman hayati dan TSL, serta pemanfaatan

jasa lingkungan dan wisata alam. Fokus kegiatan pengendalian kebakaran hutan

dimaksudkan untuk mencegah, memadamkan kebakaran hutan yang terjadi di

dalam kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung serta melakukan

tindakan-tindakan penanganan pasca kebakaran hutan. Upaya ini dilaksanakan

baik secara internal maupun dengan melatih dan melibatkan masyarakat yang

ada di dalam dan sekitar kawasan taman nasional.

Pengelolaan kawasan konservasi dimaksudkan sebagai upaya untuk

mewujudkan pengelolaan kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

yang didasarkan pada status hukum yang kuat, pengelolaan data dan informasi

yang berbasiskan kawasan, mengembangkan pembinaan keanekaragaman

hayati dan ekosistemnya, serta meningkatkan peran serta masyarakat dalam

pengelolaan sumber daya alam.

Pengelolaan keanekaragaman hayati dan produk-produk tumbuhan dan

satwa liar dimaksudkan untuk menjaga, mengawetkan dan mempercepat

pemulihan jenis dan populasi di dalam kawasan. Pemanfaatan jasa lingkungan

dan wisata alam ditujukan untuk mengembangkan pemanfaatan produk-produk

jasa lingkungan, memacu pengembangan pemanfaatan kawasan untuk tujuan

wisata dan lain sebagainya.

3. Program Pengembangan Kapasitas Pengelolaan Sumber Daya Alam dan

Lingkungan Hidup

Program ini menampung kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan

pemantapan kelembagaan dan perangkat penunjang pengelolaan kawasan.

4. Program Penyelenggaraan Pimpinan Kenegaraan dan Kepemerintahan

Program ini menampung kegiatan-kegiatan yang bersifat rutin untuk

menunjang pelaksanaan administrasi perkantoran.

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

97

Page 107: RP TN BABUL 2008-2027

V

Analisa dan Proyeksi

A. Faktor Kekuatan, Kendala, Peluang dan Tantangan Untuk keperluan penyusunan rencana pengelolaan Taman Nasional

Bantimurung Bulusaraung, dilakukan identifikasi terhadap faktor-faktor kekuatan,

kendala, peluang dan tantangan. Hasil-hasil dari identifikasi kemudian digunakan

untuk menyusun rincian kegiatan berdasarkan analisa SWOT.

1. Kekuatan

a. Eksistensi Departemen Kehutanan, Direktorat Jenderal PHKA, Balai Taman

Nasional Bantimurung, serta perangkat yang ada di bawahnya.

b. Perangkat peraturan perundang-undangan serta kebijakan Pemerintah

Indonesia yang terkait dengan konservasi sumber daya alam hayati dan

ekosistemnya serta lingkungan hidup.

c. Perangkat kebijakan internasional yang terkait dengan konservasi sumber

daya alam hayati dan ekosistemnya serta lingkungan hidup.

d. Potensi kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yang

merupakan ekosistem unik serta keanekaragaman hayati yang ada di

dalamnya.

e. Ketersediaan sumber daya manusia.

2. Kendala

a. Belum terselesaikannya proses pengukuhan kawasan sehingga status

hukum kawasan belum bersifat final.

Page 108: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

b. Lemahnya kelembagaan pengelola Taman Nasional Bantimurung

Bulusaraung dari segi kualitas sumber daya manusia, sarana dan prasarana

serta prosedur kerja.

c. Birokrasi yang menyebabkan biaya ekonomi tinggi.

d. Lemahnya peran serta dan kelembagaan masyarakat.

e. Isu permasalahan dan konflik di dalam kawasan yang lebih menonjol

dibandingkan dengan potensi kawasan yang ada.

f. Masih lemahnya dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi.

g. Koordinasi, integrasi dan sinkronisasi yang lemah antar berbagai sektor.

3. Peluang

a. Komitmen para penentu kebijakan di tingkat nasional dan regional terhadap

pelestarian sumber daya alam dan lingkungan.

b. Komitmen dan dukungan masyarakat internasional terhadap pelestarian

sumber daya alam dan lingkungan.

c. Dukungan lembaga-lembaga kemasyarakatan di tingkat lokal terhadap

pelestarian sumber daya alam dan lingkungan.

d. Potensi keanekaragaman hayati dan ekosistemnya yang unik, langka, dan

bernilai ekonomi tinggi serta tingginya minat masyarakat lokal dan manca

negara.

e. Peluang investasi ke kawasan konservasi dalam rangka pengembangan

wisata alam.

4. Tantangan

a. Masih tingginya tingkat kerawanan kawasan, baik dari aktifitas penebangan

liar dan perdagangan kayu illegal, perambahan kawasan, kebakaran hutan

dan kegiatan pertambangan tanpa izin.

b. Masih rendahnya tingkat pendidikan masyarakat di sekitar kawasan.

c. Kondisi perekonomian masyarakat yang masih sangat bergantung kepada

ketersediaan sumber daya alam di dalam kawasan Taman Nasional

Bantimurung Bulusaraung.

d. Kebutuhan lahan yang sangat tinggi.

e. Kebijakan investasi di dalam kawasan konservasi yang tidak menarik bagi

para investor.

B. Analisa Berdasarkan hasil identifikasi faktor kekuatan, kendala, peluang dan tantangan

serta dengan menggunakan analisa SWOT, diperoleh alternatif-alternatif strategi

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

99

Page 109: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

pengembangan melalui empat pengelompokan, yaitu : (1) strategi menggunakan

kekuatan untuk memanfaatkan peluang; (2) strategi menanggulangi kendala/

kelemahan dengan memanfaatkan peluang; (3) strategi menggunakan kekuatan

untuk menghadapi tantangan; serta (4) strategi memperkecil kelemahan/kendala dan

menghadapi tantangan. Alternatif strategi untuk pengembangan pengelolaan Taman

Nasional Bantimurung Bulusaraung secara lengkap diuraikan sebagai berikut :

1. Strategi Menggunakan Kekuatan untuk Memanfaatkan Peluang

a. Peningkatan koordinasi dan kerjasama dengan pihak-pihak terkait di pusat

dan daerah dalam pengembangan pengelolaan kawasan Taman Nasional

Bantimurung Bulusaraung.

b. Peningkatan kerjasama dengan lembaga-lembaga internasional dan

lembaga kemasyarakatan di tingkat lokal yang peduli terhadap pelestarian

ekosistem dan keanekaragaman hayati Taman Nasional Bantimurung

Bulusaraung.

c. Pemberian insentif dan peluang sebesar-besarnya untuk merangsang minat

investasi swasta pada pengembangan pengelolaan pariwisata alam di dalam

dan sekitar kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung.

d. Pengembangan pemanfaatan aneka fungsi kawasan Taman Nasional

Bantimurung Bulusaraung.

e. Percepatan pengembangan pengelolaan data dan informasi, serta promosi

pemanfaatan berbagai sumber daya di dalam kawasan secara bijaksana.

2. Strategi Menanggulangi Kendala/Kelemahan dengan Memanfaatkan Peluang

a. Percepatan proses pengukuhan kawasan Taman Nasional Bantimurung

Bulusaraung sampai dengan penetapan.

b. Penyusunan rancangan zonasi pengelolaan kawasan dan implementasinya

di lapangan.

c. Penyusunan rencana tapak pengembangan pengelolaan dan

implementasinya di lapangan.

d. Penguatan kelembagaan pengelola Taman Nasional Bantimurung

Bulusaraung melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia dibarengi

dengan peningkatan kuantitasnya, pengembangan sarana dan prasarana

pengelolaan, serta penyusunan prosedur kerja yang aplikatif, efektif dan

efisien.

e. Mempermudah birokrasi dalam pengelolaan melalui usulan desentralisasi

kewenangan perijinan dan pelayanan masyarakat kepada Balai Taman

Nasional Bantimurung Bulusaraung.

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

100

Page 110: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

f. Mendorong peningkatan peran serta masyarakat dengan dukungan

kelembagaan yang mantap.

g. Pengembangan model desa konservasi.

h. Percepatan penyelesaian permasalahan dan konflik yang terjadi di dalam

dan sekitar kawasan.

i. Merangsang pelaksanaan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan

di dalam kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung.

j. Peningkatan koordinasi, integrasi dan sinkronisasi program pembangunan

antar berbagai sektor agar terjalin sinergisitas yang tinggi.

3. Strategi Menggunakan Kekuatan untuk Menghadapi Tantangan

a. Optimalisasi perlindungan dan pengamanan kawasan yang dibarengi dengan

pengembangan kualitas dan kuantitas Polisi Kehutanan, PPNS serta sarana

dan prasarana penunjang operasionalnya.

b. Optimalisasi penegakan hukum terhadap pelaku pelanggaran bidang

kehutanan dan lingkungan hidup di dalam dan sekitar kawasan.

c. Peningkatan pelaksanaan pendidikan konservasi bagi masyarakat di dalam

dan sekitar kawasan.

d. Koordinasi pengusulan pemberian insentif beasiswa bagi pelajar yang

potensial di dalam dan sekitar kawasan untuk mengikuti pendidikan yang

lebih tinggi.

e. Optimalisasi pemanfaatan potensi jasa lingkungan yang bernilai ekonomis

untuk mendukung peningkatan perekonomian masyarakat di dalam dan

sekitar kawasan.

f. Penciptaan lapangan kerja baru melalui pengembangan pengelolaan

pariwisata alam.

g. Pemberian masukan bagi perumusan regulasi pengembangan investasi

swasta di dalam dan sekitar kawasan.

h. Percepatan penyiapan data, informasi dan hasil-hasil kajian sebagai bahan

penyusunan proposal pengajuan World Heritage Site pada kawasan Karst

Maros-Pangkep.

4. Strategi Memperkecil Kelemahan/Kendala dan Mengatasi Tantangan

a. Mendorong pengembangan usaha kecil dan koperasi masyarakat lokal untuk

dapat ikut berinvestasi di dalam kawasan.

b. Pengembangan kapasitas masyarakat lokal.

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

101

Page 111: RP TN BABUL 2008-2027

VI

Rencana Kegiatan

A. Pemantapan Kawasan Pemantapan kawasan konservasi Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

diharapkan dapat direalisasikan sedini mungkin sampai dengan penetapan kawasan

sebagai kawasan hutan konservasi tetap serta penetapan pembagian ruang

kelolanya. Pengukuhan kawasan sebagai salah satu bagian dari kegiatan

pemantapan kawasan dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum atas

kawasan taman nasional. Oleh karenanya, esensi dari kegiatan pengukuhan

kawasan menjadi sangat penting. Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yang

ditunjuk oleh Menteri Kehutanan pada tahun 2004 merupakan perubahan dari

beberapa fungsi kawasan hutan. Kawasan-kawasan hutan tersebut, sebagian besar

telah dilaksanakan penataan batas luarnya antara tahun 1975 sampai dengan tahun

2001.

Sampai dengan penyusunan rencana pengelolaan ini, kemajuan pelaksanaan

penataan batas kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung sudah

mencapai 432,52 Km atau 90,44% dari total batas luar sepanjang 478,22 Km. Batas-

batas yang telah ditata tersebut, karena sebelumnya merupakan batas luar berbagai

fungsi kawasan hutan, juga telah dilakukan rekonstruksinya pada tahun 2006 dan

2007, sehingga secara de facto di lapangan telah berubah menjadi batas kawasan

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Sisa dari batas kawasan yang belum

dilaksanakan penataannya ditargetkan akan segera direalisasikan hingga temu

gelang pada tahun 2009.

Page 112: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

Dengan target penyelesaian penataan batas

tersebut, kemudian direncanakan akan diupayakan

untuk segera dilakukan penetapan kawasan

sebagai kawasan hutan konservasi tetap.

Penetapan kawasan Taman Nasional Bantimurung

Bulusaraung akan diupayakan untuk dapat

direalisasikan pada tahun 2010, dengan terlebih

dahulu dilakukan reposisi batas yang disesuaikan

dengan kondisinya secara nyata di lapangan.

Batas-batas kawasan di lapangan, karena

perannya yang begitu penting, perlu diupayakan

untuk terus berfungsi sebagaimana mestinya dan

dalam keadaan seperti sedia kala pada saat

pelaksanaan penataan batas. Untuk keperluan

tersebut, akan diupayakan untuk melakukan

pemeliharaan batas-batas kawasan di lapangan

serta rekonstruksi batas secara berkala.

Pemeliharaan batas diupayakan untuk

dilaksanakan setiap tahun secara bergantian

dengan tetap memperhatikan prioritas lokasinya

berdasarkan kondisi kerawanan kawasan. Adapun

kegiatan rekonstruksi batas diupayakan untuk

dilaksanakan setiap lima tahun sekali.

Di dalam kawasan Taman Nasional

Bantimurung Bulusaraung masih terdapat konflik

tumpang tindih kepemilikan lahan. Kawasan-

kawasan hutan yang kemudian diubah fungsinya

menjadi Taman Nasional Bantimurung

Bulusaraung belum clear and clean, sehingga

dibutuhkan upaya pencarian solusi yang paling

tepat untuk penyelesaian permasalahan ini.

Beberapa alternatif solusi atas permasalahan ini

telah diupayakan untuk terus didiskusikan dengan

para pihak terkait, termasuk dengan masyarakat

yang menghuni kawasan hutan tersebut. Pada

tahun 2008 sampai dengan 2010, akan dilakukan

pengkajian yang difokuskan pada permasalahan

Pal batas taman nasional

Dusun Tallasa di dalam kawasan taman nasional

Sekolah di Dusun Tallasa

Sekolah di Dusun Tallasa

Peninjauan lokasi konflik

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

103

Page 113: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

ini, dan diharapkan dapat terselesaikan sampai dengan tercapainya kesepakatan

penyelesaian masalah.

Selain tata batas yang belum dirampungkan, penataan zonasi pengelolaan

kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung juga belum dilaksanakan.

Pengelolaan taman nasional yang didasarkan pada sistem zonasi menjadikan

kegiatan ini penting untuk segera dilaksanakan pada tahap awal. Zonasi taman

nasional adalah suatu proses pengaturan ruang dalam taman nasional menjadi zona-

zona, yang mencakup kegiatan tahap persiapan, pengumpulan dan analisis data,

penyusunan draft rancangan zonasi, konsultasi publik, perancangan, tata batas dan

penetapan, dengan mempertimbangkan kajian-kajian dari aspek-aspek ekologis,

sosial, ekonomi dan budaya masyarakat.

Taman nasional adalah kawasan konservasi yang dikelola dengan sistem

zonasi yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan. Dengan demikian,

zonasi taman nasional merupakan suatu perangkat penting dalam upaya-upaya

pengelolaan. Dengan kata lain, zonasi taman nasional merupakan rule of the game

atau management order. Penataan zonasi pada kawasan taman nasional diperlukan

dalam rangka pengelolaan kawasan dan potensi sumberdaya alam hayati dan

ekosistemnya secara efektif guna memperoleh manfaat yang lebih optimal dan

lestari. Penataan zonasi tersebut merupakan upaya penataan ruang untuk

optimalisasi fungsi dan peruntukan potensi sumberdaya alam hayati dan ekosistem

pada setiap bagian kawasan taman nasional, serta penerapan dan penegakan

ketentuan hukum yang dilaksanakan atas sanksi pelanggaran di setiap zona taman

nasional secara tegas dan pasti. Penataan zonasi tersebut merupakan prakondisi

yang harus diprioritaskan dalam kegiatan pemantapan kawasan, sebelum kawasan

taman nasional tersebut dapat dikembangkan, dimanfaatkan, dan dikelola secara

efektif sesuai fungsinya.

Setelah penyusunan rancangan penataan zonasi dirampungkan sampai

dengan pengesahannya oleh Direktur Jenderal PHKA, maka pada tahap selanjutnya

akan dilaksanakan penataan batas zonasi. Penataan batas zonasi dilakukan dengan

tujuan agar tersedia tanda batas secara pasti di lapangan yang dapat dipedomani

oleh semua pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan taman nasional. Serupa

dengan penataan batas kawasan dalam proses pengukuhan, hasil penataan batas

zonasi juga dilakukan penetapan atau pengesahannya oleh Menteri Kehutanan.

Atas zonasi yang telah ditetapkan, secara berkala dalam rentang waktu tiga

tahun dilakukan pemantauan dan evaluasi efektifitas penggunaan ruang berdasarkan

zonasi yang ada. Apabila dalam perkembangan pengelolaan kawasan ditemukan

adanya ketidaksesuaian pengaturan penggunaan ruang, maka zonasi kawasan

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung dapat ditinjau kembali dan dilakukan

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

104

Page 114: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

perubahan-perubahan sebagaimana mestinya. Peninjauan kembali zonasi ini

dilakukan berdasarkan kajian ilmiah terhadap aspek ekologi, ekonomi dan sosial

budaya masyarakat dengan menggunakan metode-metode tertentu berdasarkan

konsep analisa spasial.

B. Perencanaan Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan

yang tepat melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang

tersedia. Adapun rencana pengelolaan taman nasional adalah panduan yang

memuat tujuan, kegiatan, dan perangkat yang diperlukan untuk pengelolaan

kawasan taman nasional. Rencana pengelolaan taman nasional terdiri atas rencana

pengelolaan jangka panjang, rencana pengelolaan jangka menengah, rencana

pengelolaan jangka pendek, serta rencana-rencana teknis untuk keperluan tertentu

secara spesifik.

Rencana pengelolaan jangka panjang taman nasional adalah rencana makro

yang bersifat komprehensif dan indikatif, untuk keperluan 20 tahun, yang menjadi

acuan bagi penyusunan rencana pengelolaan jangka menengah, rencana

pengelolaan jangka pendek/ tahunan dan rencana-rencana teknis di kawasan taman

nasional. Rencana pengelolaan jangka menengah taman nasional adalah rencana

yang bersifat strategis, kualitatif dan kuantitatif, untuk keperluan 5 tahun, yang

disusun berdasarkan rencana pengelolaan jangka panjang. Rencana pengelolaan

jangka pendek adalah rencana pengelolaan yang bersifat teknis operasional,

kualitatif dan kuantitatif, untuk keperluan pengelolaan tahunan, yang disusun

berdasarkan dan merupakan penjabaran rencana pengelolaan jangka menengah.

Rencana aksi atau rencana teknis merupakan penjabaran dari salah satu atau

beberapa kegiatan. Jenis rencana ini memuat detail pelaksanaan suatu kegiatan

yang merupakan kebutuhan pengelolaan. Rencana-rencana teknis yang sekiranya

dibutuhkan dalam pengelolaan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung antara

lain berupa rencana pengembangan pariwisata alam, rencana tapak, rencana

pengembangan sarana dan prasarana pengelolaan kawasan, rencana pembinaan

dan pengembangan daerah penyangga, rencana kegiatan rehabilitasi dan restorasi

kawasan serta rencana-rencana lainnya. Dalam periode 2008-2027, terdapat

sedikitnya 34 judul rencana pengelolaan yang akan disusun, yang terdiri dari rencana

pengelolaan jangka panjang, menengah, rencana pengelolaan tahunan, serta

rencana teknis.

Efektifitas pencapaian target dan sasaran yang tercakup di dalam setiap

rencana tersebut akan dilakukan evaluasinya setiap lima tahun. Selain pencapaian

target dan sasaran, tidak tertutup pula kemungkinan adanya perubahan kebijakan

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

105

Page 115: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

pemerintah di bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dalam

periode perencanaan. Berdasarkan kepada hasil-hasil evaluasi yang telah dilakukan,

maka tidak tertutup kemungkinan untuk diadakannya peninjauan kembali atas

rencana-rencana yang telah disusun sebelumnya.

C. Pengembangan Sarana dan Prasarana Dalam pengelolaan taman nasional, terdapat setidaknya tiga kelompok utama

sarana dan prasarana yang dibutuhkan, yaitu sarana dan prasarana pokok, sarana

dan prasarana penunjang pengelolaan, serta sarana dan prasarana pariwisata alam.

Keseluruhan sarana dan prasarana ini saling terkait satu sama lain, dan di lain sisi

terdapat keterbatasan dalam penyediaan anggaran untuk pemenuhannya, sehingga

dibutuhkan kecermatan dalam menentukan skala prioritas pengembangan sarana

dan prasarana tersebut.

Untuk kepentingan efektifitas pengelolaan kawasan Taman Nasional

Bantimurung Bulusaraung dibutuhkan setidaknya 1 unit kantor balai taman nasional

berukuran 600 M2 dan 2 unit kantor seksi pengelolaan taman nasional wilayah yang

berukuran 400 M2. Karena pengelolaan kawasan taman nasional dilakukan hingga

kepada unit-unit terkecil maka telah dibentuk 7 resort taman nasional yang

keseluruhan juga membutuhkan pondok kerja masing-masing berukuran 70 M2.

Dalam rangka peningkatan efektifitas perlindungan

dan pengamanan kawasan, dibutuhkan pula pos-

pos jaga pengamanan hutan di sekeliling kawasan.

Untuk kebutuhan tersebut, pada kawasan Taman

Nasional Bantimurung Bulusaraung dibutuhkan

sedikitnya 10 unit pos jaga pengamanan hutan.

Secara keseluruhan, kebutuhan sarana dan prasarana pengelolaan Taman

Nasional Bantimurung Bulusaraung dapat dilihat pada tabel 3.

Pondok Kerja Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

D. Pengelolaan Data dan Informasi Agar data dan informasi yang terkait dengan Taman Nasional Bantimurung

Bulusaraung dan segala aspek pengelolaannya dapat diakses dengan mudah oleh

seluruh pihak yang berkepentingan, diperlukan suatu media yang tepat dan efisien.

Dengan perkembangan teknologi informasi yang telah begitu pesat saat ini, situs web

merupakan media yang tepat untuk keperluan ini, agar data dan informasi dapat

diakses oleh siapa saja, di mana saja dan kapan pun diperlukan. Selain

pembangunan awal basis data dan informasi pada media ini, diperlukan pula

pemutakhiran dan pemeliharaannya secara rutin sesuai dengan kebutuhan.

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

106

Page 116: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

Disamping media penyebarluasan data dan informasi, pengumpulan dan

pengolahan data dan informasi menduduki peranan yang lebih penting lagi.

Pembangunan database manajemen sistem bukan suatu hal yang mudah, melainkan

memerlukan proses yang cukup panjang serta ketersediaan berbagai sumber daya

pendukungnya. Pengelolaan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

berhubungan dengan pemanfaatan ruang di atas permukaan bumi, sehingga selain

data dan informasi yang sifatnya deskriptif dan naratif, diperlukan pula data dan

informasi yang bereferensi keruangan atau yang lebih dikenal dengan sebutan data

spasial. Sangat diharapkan bahwa berbagai jenis data dan informasi yang telah

disebutkan di atas dapat terintegrasi ke dalam suatu sistem perdataan yang dapat

diakses dengan mudah. Untuk itulah kemudian dibutuhkan suatu perangkat lunak

basis perdataan yang dibangun sedemikian rupa sehingga dapat dimanfaatkan oleh

siapa saja tanpa memerlukan keterampilan khusus. Pada masa-masa selanjutnya,

penyempurnaan dan pemutakhiran data dan informasi pada sistem basis data

sebaiknya dapat dilakukan secara berkala.

Media-media manajemen dan penyebarluasan data dan informasi seperti yang

telah disebutkan di atas masih mempunyai kelemahan-kelemahan, terutama terkait

dengan kebutuhan perangkat kerasnya serta belum familiernya teknologi informasi

kepada seluruh lapisan masyarakat. Oleh karenanya, pada saat ini masih dibutuhkan

penyediaan media penyebarluasan data dan informasi secara manual berupa hard-

copy. Media cetakan seperti itu antara lain dapat berbentuk buku informasi, booklet

ataupun brosur-brosur.

Hal lain yang juga perlu untuk mendapat perhatian adalah faktor ketersediaan

perangkat keras dan sumber daya manusia pengelola data dan informasi. Untuk

keperluan pengelolaan data dan informasi pengelolaan Taman Nasional Bantimurung

Bulusaraung diperlukan setidaknya komputer dengan spesifikasi yang khusus serta

perangkat penunjangnya (antara lain Large Printer/Plotter), sumber data atau data

dasar yang mutakhir, serta sumber daya manusia yang terlatih dengan baik.

E. Pengelolaan Potensi Kawasan Dalam rangka pengelolaan potensi kawasan Taman Nasional Bantimurung

Bulusaraung, hal pertama yang perlu untuk segera dilakukan adalah identifikasi dan

pemetaan tipe-tipe ekosistem yang ada di dalam kawasan. Hal ini menjadi penting,

karena pengelolaan kawasan konservasi sebaiknya didasarkan kepada potensi

ekosistemnya serta potensi sumber daya alam yang ada di dalam ekosistem. Setiap

tipe ekosistem mempunyai komponen-komponen penyusun yang berbeda antara

satu dengan yang lainnya. Apabila batas-batas setiap tipe ekosistem serta komponen

penyusunnya tidak diketahui secara pasti, maka dapat saja terjadi kekeliruan dalam

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

107

Page 117: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

manajemen kawasan. Contoh kekeliruan manajemen yang telah sering terjadi adalah

pelaksanaan penanaman pohon pada ekosistem savana ataupun penanaman jenis

bukan asli di dalam kawasan yang kemudian pada akhirnya menjadi species

impasif/eksotik dan merusak tatanan alami ekosistem itu sendiri.

Species yang ada di dalam kawasan, baik

satwa liar maupun tumbuhan alam memerlukan

pengelolaan yang baik. Oleh karenanya, pada

tahap awal dibutuhkan data dan informasi yang

valid terkait dengan kondisi populasi, sebaran dan

keadaan habitatnya secara umum. Untuk

memenuhi hal tersebut, diperlukan kegiatan

identifikasi dan inventarisasi yang intensif dan

secara menyeluruh di dalam kawasan. Pada

dasarnya, upaya ini memerlukan dukungan

sumber daya yang cukup besar. Dengan

keterbatasan-keterbatasan yang terjadi selama ini,

maka kegiatan-kegiatan pengumpulan data di

lapangan sebaiknya dilaksanakan secara bertahap

sehingga pada akhirnya akan dirampungkan pada

suatu waktu tertentu. Pengulangan-pengulangan

dalam rangka pemutakhiran data sebaiknya

dilaksanakan dalam jangka waktu setiap lima

tahun.

Tidak hanya sebatas itu, data-data dan

informasi yang telah dikumpulkan dari lapangan

sebaiknya dipetakan dengan baik. Dengan

langkah-langkah seperti itu maka kemudian dapat

dikaji hubungan atau interaksi antar species di

dalam habitat ataupun ekosistem (persaingan,

predasi, dan komensalisme). Dapat saja

hubungan-hubungan antar species di dalam

ekosistem tersebut bersifat positif namun

terkadang juga bersifat negatif. Apabila dampak

dari interaksi antar species mempunyai kecenderungan untuk menyebabkan

degradasi populasi suatu species secara cepat, maka dengan segera dibutuhkan

adanya intervensi dari pengelola melalui berbagai metode perbaikan ekosistem dan

habitat, dalam hal ini dapat dilakukan pembinaan populasi dan habitat atau melalui

upaya restorasi dan rehabilitasi.

CLP-KPH HIMAHOVA IPB

Boiga dendrophylla

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

108

Page 118: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

Di dalam suatu habitat atau ekosistem, terdapat jenis-jenis yang kemudian

menjadi species kunci (Key Species). Species kunci tersebut memegang peranan

penting di dalam ekosistem karena keberadaannya mendukung hampir semua

komponen hayati yang ada di dalam habitat atau ekosistem tersebut. Sebagai

contoh, jenis-jenis dari marga Ficus yang jumlahnya di dalam kawasan Taman

Nasional Bantimurung Bulusaraung mencapai 43 species (atau sub species), yang

dikumpulkan dan diidentifikasi oleh Rasplus pada tahun 2007 (Deharveng et al,

2007). Jenis-jenis tersebut dikatakan sebagai species kunci pada kawasan ekosistem

hutan di atas batu gamping (termasuk kawasan yang telah terkarstifikasi), karena

kedudukannya sebagai makanan utama berbagai species yang mendiami ekosistem

ini.

Dari sudut pandang lain, di dalam suatu kawasan terdapat pula jenis-jenis yang

kemudian dijuluki sebagai Flag Species, yaitu jenis-jenis hayati yang merupakan ciri

khas potensi di dalam kawasan tersebut. Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

dikenal oleh berbagai kalangan di seluruh dunia dengan potensi kupu-kupunya.

Dengan demikian, maka hingga saat ini species bendera Taman Nasional

Bantimurung Bulusaraung adalah kupu-kupu, walaupun masih banyak species lain di

dalam kawasan ini yang tidak kalah menariknya.

Jenis-jenis yang merupakan Key Species dan Flag Species tersebut karena

tingkat kepentingannya dalam pengelolaan Taman Nasional Bantimurung

Bulusaraung perlu untuk terus diupayakan identifikasi dan inventarisasinya. Hasil-

hasil dari pelaksanaan kegiatan ini hendaknya pada suatu saat akan terpetakan

sebarannya dengan baik dan cermat sehingga dapat dimanfaatkan dalam penentuan

kebijakan pengelolaan serta dalam rangka promosi pengembangan wisata alam di

dalam kawasan.

Untuk selanjutnya, dalam selang waktu tertentu perlu diupayakan untuk

melaksanakan pemantauan dan evaluasi keseluruhan tahapan pengelolaan

kawasan. Pemantauan dan evaluasi ini dilaksanakan secara bertingkat dari species,

habitat sampai dengan ekosistem di dalam kawasan. Pada suatu waktu tertentu di

mana terjadi ketidaksesuaian antara potensi kawasan, pemanfaatan dan kondisinya

secara nyata di lapangan, maka diperlukan suatu upaya untuk mengevaluasi potensi

kawasan. Evaluasi fungsi kawasan ini bertujuan untuk memberikan bahan-bahan

masukan bagi perumusan kebijakan perlu atau tidaknya dilakukan rasionalisasi

kawasan konservasi. Rekomendasi yang dihasilkan dari evaluasi fungsi kawasan

akan menjadi bahan untuk pelaksanaan rasionalisasi, yang mungkin saja akan

menambah, mengurangi atau bahkan merubah penataan pemanfaatan ruang di

dalam kawasan.

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

109

Page 119: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

Obyek-obyek wisata yang potensial di dalam kawasan, baik yang berpeluang

untuk dimanfaatkan dalam rangka wisata alam maupun wisata budaya perlu untuk

diidentifikasi dengan baik. Selain identifikasi, dilakukan pula pengkajian atau study

tentang kelayakannya untuk dikembangkan pemanfaatannya. Karena pengelolaan

kawasan konservasi dilaksanakan berdasarkan pertimbangan ekologi, ekonomi dan

kondisi sosial budaya masyarakat, maka pengkajian atau study tersebut dilakukan

dengan membuat permodelan hubungan dari ketiga unsur kepentingan tersebut.

Ketiga unsur kepentingan tersebut seharusnya berjalan dengan seimbang dan

kegiatan pengembangan tidak berpengaruh negatif terhadap salah satunya. Begitu

pula dengan potensi obyek pemanfaatan jasa lingkungan yang ada di dalam

kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Pengelolaan sampai dengan

pemanfaatannya juga perlu untuk diidentifikasi dan dikaji sedemikian rupa sehingga

pengaruh negatif dari kegiatan pemanfaatannya dapat ditekan seminimal mungkin

terhadap kelangsungan proses ekologis di dalam ekosistem.

F. Perlindungan dan Pengamanan Kawasan Perlindungan dan pengamanan kawasan Taman Nasional Bantimurung

Bulusaraung ditujukan untuk mencegah dan membatasi kerusakan kawasan yang

antara lain disebabkan oleh perbuatan manusia, kebakaran hutan, daya-daya alam,

hama dan penyakit serta mempertahankan dan menjaga hak-hak negara atas

kawasan konservasi, investasi serta perangkat yang berhubungan dengan

pengelolaan kawasan. Pada prinsipnya, kegiatan ini meliputi pencegahan kerusakan

kawasan serta mempertahankan hak-hak negara yang ada di dalam kawasan.

Pengelolaan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung sejauh ini masih

difokuskan pada tataran perlindungan dan pengamanan serta pengkajian potensi

(saving and studying), belum sampai pada upaya-upaya pemanfaatan secara intensif

dan lestari (using). Hal ini disebabkan oleh keterbatasan-keterbatasan pada kawasan

yang baru ditunjuk atau diubah fungsinya menjadi taman nasional, seperti Taman

Nasional Bantimurung Bulusaraung. Kawasan yang ditunjuk menjadi taman nasional

pada tanggal 18 Oktober 2004 ini, baru secara efektif dikelola oleh pemangku

kawasan tersendiri, dalam hal ini Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung,

pada sekitar awal April 2007.

Oleh karena kawasan ini baru pada tahap awal dikelola sebagai taman

nasional, maka sudah barang tentu bahwa perhatian lebih ditujukan pada penyiapan

prakondisi kawasan serta prakondisi sumber daya pengelolanya. Walaupun

demikian, upaya perlindungan dan pengamanan kawasan dari segala macam

gangguan tetap perlu mendapat perhatian serius secara terus menerus. Hal ini

mengingat di masa reformasi yang lebih banyak ditunggangi oleh eforia, kawasan

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

110

Page 120: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

hutan dan segala potensinya banyak mengalami tekanan dari berbagai pihak untuk

dimanfaatkan bagi pemenuhan kebutuhan ekonomi, baik secara legal maupun illegal.

Gangguan dan tekanan ini tentu saja tidak mengenal kawasan yang masih dalam

tahap prakondisi ataupun kawasan yang telah dikelola secara mapan.

Kawasan baru dengan pengelola yang juga masih baru, kelembagaan yang

masih lemah, sumber daya yang terbatas (terutama SDM dan sarana prasarana)

menjadi kendala dan hambatan dalam mempertahankan fungsi dan tujuan utama

penunjukan kawasan sebagai taman nasional. Oleh karenanya diperlukan strategi-

strategi khusus untuk mengoptimalkan sumber daya yang tersedia untuk

meminimalisir gangguan dan tekanan yang berat tersebut. Salah satu strategi yang

digunakan untuk mengefektifkan penggunaan sumber daya yang terbatas untuk

mengoptimalkan upaya perlindungan dan pengamanan kawasan taman nasional ini

adalah dengan menyiapkan perangkat-perangkat sistem peringatan dini (early

warning system). Perangkat dimaksud dalam hal ini berupa identifikasi dan pemetaan

indikasi kerawanan kawasan taman nasional. Peta Indikasi kerawanan kawasan ini

dimanfaatkan sebagai salah satu perangkat yang dapat mengarahkan personil dan

sarana prasarana yang terbatas ke lokasi-lokasi yang benar-benar memerlukan

penjagaan dan patroli karena indikasi intensitas gangguannya yang telah diketahui.

Identifikasi kerawanan kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

dimaksudkan untuk mengumpulkan data, mengolah dan menyajikan informasi yang

dapat menggambarkan tingkat kerawanan kawasan dari berbagai macam gangguan

dengan menggunakan indikator-indikator yang berpengaruh terhadap kemungkinan

terjadinya macam gangguan tersebut. Indikator-indikator yang dimaksud dalam hal

ini terdiri dari kondisi penutupan lahan, tipe iklim, jarak dari pusat pemukiman

masyarakat, tingkat aksesibilitas, kelas kelerengan serta potensi kawasan yang

berkaitan erat dengan pemenuhan kebutuhan ekonomi. Identifikasi kerawanan

kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung ditujukan sebagai salah satu

bahan masukan perumusan kebijakan bagi upaya-upaya perlindungan dan

pengamanan kawasan secara dini, efektif dan efisien serta lebih berorientasi pada

upaya-upaya preventif. Output dari kegiatan ini diharapkan dapat berfungsi sebagai

pelengkap tools pengambilan keputusan manajemen tentang perlunya tindakan-

tindakan pencegahan serta tingkat kesiagaan para personil.

Upaya perlindungan dan pengamanan kawasan Taman Nasional Bantimurung

Bulusaraung dilakukan dengan berbagai tingkatan, yaitu dari tingkat preemtif,

preventif, persuasif, dan represif. Sosialisasi tentang keberadaan kawasan Taman

Nasional Bantimurung Bulusaraung, kebijakan pengelolaan dan pemanfaatannya,

serta hal-hal lain yang terkait dengan kawasan dilakukan terhadap seluruh komponen

pemangku kepentingan yang ada di sekitar kawasan. Sosialisasi penting dilakukan

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

111

Page 121: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

agar terjalin kesepahaman di antara para pemangku kepentingan tentang

pengelolaan kawasan. Dengan kesepahaman yang telah terbangun, maka

pengelolaan kawasan dan wilayah di sekitarnya dapat tersinskronisasi dengan baik.

Sosialisasi sebagai bagian dari upaya perlindungan dan pengamanan secara

preemtif, persuasif dan preventif tidak hanya dilakukan terhadap para pemangku

kepentingan di tingkat birokrasi, tetapi juga dilakukan secara langsung kepada

masyarakat serta pemuda dan pelajar yang ada di dalam dan sekitar kawasan.

Salah satu upaya preventif lain yang dilakukan dalam rangka perlindungan dan

pengamanan kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung adalah patroli di

dalam dan sekitar kawasan serta penjagaan pada tempat-tempat strategis. Kegiatan

ini dilaksanakan oleh seluruh personil yang tersedia dan tersebar sampai ke resort

pengelolaan. Untuk kepentingan ini pula, maka penguatan sumber daya perlu

dilakukan sampai ke tingkat resort, bahkan apabila memungkinkan dapat dijadikan

prioritas.

Apabila ditemukan adanya indikasi kuat terjadinya pelanggaran hukum di

dalam kawasan dan sekitarnya, maka berdasarkan data intelijen yang valid dapat

dilakukan operasi pengamanan hutan. Operasi ini dapat bersifat fungsional dengan

melibatkan aparat internal Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung atau

bersifat gabungan dengan bantuan aparat penegak hukum eksternal. Bila gangguan

yang terjadi dapat diselesaikan oleh aparat internal, maka operasi pengamanan

hutan cukup dilakukan secara fungsional, namun apabila gangguan cukup besar dan

memerlukan sumber daya yang besar untuk penyelesaiannya maka operasi

pengamanan hutan dilakukan secara gabungan.

Hasil akhir dari pelaksanaan upaya represif adalah adanya alat-alat bukti dan

tersangka pelaku pelanggaran hukum di dalam kawasan. Hasil ini kemudian

ditindaklanjuti dengan pelaksanaan operasi yustisi. Operasi yustisi dilakukan secara

berjenjang dari tahap penyelidikan, penyidikan, gelar perkara, persidangan sampai

dengan terbitnya putusan pengadilan atas kasus tersebut.

Salah satu persoalan lingkungan yang muncul hampir setiap tahun di

Indonesia adalah kebakaran hutan. Kebakaran hutan dan lahan merupakan salah

satu bentuk bencana yang makin sering terjadi, dan dampak yang ditimbulkan sangat

merugikan bila dilihat dari aspek fisik-kimia, biologi, sosial ekonomi maupun aspek

ekologi (Syumanda, 2003 dalam Pratondo et. al, 2006; Anonim, 2007; Simanjuntak,

2007; Supriatna, 2007). Kebakaran hutan dan lahan juga kuat indikasinya untuk

terjadi di kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung apabila dilihat dari

struktur vegetasi yang ada di atas kawasan karst.

Kebakaran hutan dan lahan berakibat pada kerusakan sumber daya alam serta

lingkungan. Kerugian yang ditimbulkannya tidak sedikit, mulai dari hilangnya sumber

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

112

Page 122: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

plasma nutfah penting, meningkatnya penderita penyakit infeksi saluran pernafasan

akut, hilangnya materi berharga milik masyarakat dan sebagainya. Dampak negatif

yang dirasakan beragam, mulai dari sisi ekologi, ekonomi maupun sosial budaya.

Lingkup dampak negatifnya beragam pula, mulai dari tingkat regional, nasional

maupun internasional. Bencana kebakaran hutan dan lahan menghasilkan polusi

asap yang dapat melintasi batas negara (transboundary haze pollution) yang

menyebabkan banyaknya protes dari negara-negara tetangga kepada Pemerintah

Indonesia.

Banyak faktor yang berpengaruh terhadap kejadian kebakaran hutan dan lahan

yang seharusnya dapat diantisipasi secara komprehensif oleh seluruh komponen

yang terkait, baik pemerintah, masyarakat maupun kalangan swasta yang turut

memberikan kontribusi terhadap bencana kebakaran hutan dan lahan. Faktor-faktor

yang berpengaruh ini sebaiknya diantisipasi sedini mungkin, karena antisipasi atau

pencegahan kebakaran secara dini mungkin akan lebih menghemat penggunaan

berbagai sumber daya dibandingkan apabila harus melakukan pemadaman.

Untuk keperluan pengendalian kebakaran hutan dan lahan di dalam dan

sekitar kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, maka setidaknya

diperlukan personil yang terlatih untuk keperluan tersebut, sarana dan prasarana

pendukungnya serta dukungan pembiayaan. Hal ini perlu mendapat perhatian

mengingat sebagian besar kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

adalah kawasan yang sangat rawan kebakaran hutan dan lahan.

Dalam upaya perlindungan dan pengamanan kawasan Taman Nasional

Bantimurung Bulusaraung, salah satu hal penting yang sebaiknya diperhatikan

adalah kuantitas dan kualitas sumber daya manusia yang ada. Selain itu, diperlukan

pula sarana dan prasarana yang memadai untuk pelaksanaan tugas yang tidak dapat

dikatakan ringan ini. Kedua jenis sumber daya ini sebaiknya diperhatikan dengan

terus berupaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia serta pengembangan

sarana dan prasarana perlindungan dan pengamanan hutan.

Terkait dengan ketersediaan sumber daya manusia yang terbatas, maka salah

satu alternatif yang dapat ditempuh untuk memenuhi kebutuhan tersebut adalah

dengan memanfaatkan masyarakat yang ada di dalam dan di sekitar kawasan.

Tenaga pengamanan hutan swakarsa serta masyarakat peduli api adalah dua

perangkat pendukung yang dapat digunakan untuk membantu pelaksanaan

perlindungan dan pengamanan hutan yang efektif.

G. Pengelolaan Kegiatan Penelitian dan Pendidikan Pengelolaan kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung tidak

terlepas dari perlunya dukungan penelitian dan pengembangan. Penelitian dan

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

113

Page 123: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

pengembangan ini tidak hanya terbatas pada penelitian dasar namun termasuk pula

kegiatan penelitian dan pengembangan teknologi terapan. Agar kegiatan penelitian

dan pengembangan yang seharusnya dilaksanakan oleh lembaga penelitian dan

perguruan tinggi dapat benar-benar mendukung upaya pengelolaan kawasan, maka

diperlukan identifikasi dan penyusunan skala prioritas kebutuhan penelitian dan

pengembangan di dalam kawasan. Hasil dari kegiatan ini dijadikan prioritas kegiatan

penelitian dan pengembangan di dalam kawasan dan disosialisasikan kepada pihak-

pihak yang berkepentingan agar dapat terjalin sinkronisasi antara kebutuhan di

dalam kawasan dan program penelitian yang dilakukan oleh lembaga penelitian dan

perguruan tinggi. Pengembangan kerjasama dengan lembaga penelitian dan

perguruan tinggi juga perlu dirintis dengan baik agar kontinuitas kegiatan penelitian

dan pengembangan di dalam kawasan dapat berjalan dengan baik.

Pendidikan konservasi bagi masyarakat lokal menjadi esensial peranannya dan

perlu diupayakan terus-menerus. Jika memungkinkan, pendidikan konservasi bagi

masyarakat ini dilakukan sejak usia dini sehingga kesadaran konservasi dan

pentingnya pengelolaan lingkungan yang baik sudah menjadi bagian dari hidup

generasi bangsa ini. Pendidikan konservasi bagi masyarakat dapat dilakukan melalui

berbagai wadah. Upaya untuk menjadikan pendidikan konservasi sebagai muatan

lokal pada program pendidikan dasar dan menengah adalah suatu hal yang penting

untuk dilakukan. Dengan demikian, maka upaya konservasi tidak hanya dilaksanakan

oleh pengelola kawasan konservasi melainkan juga menjadi bagian yang terintegrasi

di dunia pendidikan.

Metode lain yang dapat ditempuh untuk memasyarakatkan upaya konservasi

sumber daya alam hayati dan ekosistemnya adalah dengan membentuk kader-kader

penggerak upaya konservasi di kalangan masyarakat. Untuk itulah kemudian

diperlukan upaya pembentukan kader konservasi serta pembinaan kalangan pecinta

alam. Kader-kader konservasi dan pecinta alam ini akan turut menyuarakan

pentingnya konservasi secara mandiri, dan dengan demikian maka pelaksanaan

konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya tidak hanya menjadi bagian

dari tanggung jawab pemerintah.

H. Pengelolaan Wisata Alam dan Pemanfaatan Jasa Lingkungan Dalam rangka pengembangan pemanfaatan kawasan Taman Nasional

Bantimurung Bulusaraung, obyek-obyek wisata yang ada di dalam kawasan perlu

dikembangkan dan ditata sedemikian rupa agar dapat menarik kunjungan wisatawan.

Obyek-obyek wisata yang ada di dalam kawasan dapat dikelompokkan menjadi

obyek wisata budaya, obyek wisata tirta, obyek wisata alam serta obyek wisata minat

khusus. Keseluruhan obyek tersebut memerlukan pengelolaan dan pengembangan

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

114

Page 124: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

agar dapat bermanfaat secara optimal. Jalur-jalur wisata di dalam kawasan

memerlukan rancangan yang memadai agar kunjungan dapat disesuaikan dengan

waktu yang tersedia serta kebutuhan pembiayaan.

Ekowisata merupakan salah satu bentuk pariwisata yang saat ini sedang trend

dan banyak digunakan sebagai konsep dasar pengembangan suatu objek dan daya

tarik wisata. Hal ini disebabkan karena hingga saat ini konsep ekowisata merupakan

salah satu konsep pengembangan pariwisata yang memperhatikan banyak hal.

Sesuai dengan prinsip-prinsip yang selalu melekat dalam konsep pengembangan,

ekowisata antara lain selalu memperhatikan:

1. Pengembangan yang dilakukan harus menguntungkan secara ekonomi bagi

semua pihak yang berperan secara langsung ataupun tidak langsung;

2. Secara langsung dan tidak langsung harus memberikan kontribusi pada upaya

pelestarian lingkungan (alam dan budaya);

3. Menjadikan masyarakat sebagai subyek pembangunan, bukan hanya sebagai

objek yang tidak akan mendapat keuntungan. Menjadi subjek pembangunan

dalam artian masyarakat juga harus diajak dalam proses perencanaan

pengembangan, pengelolaan atau pelaksanaan dan pengontrol kegiatan

pengembangan serta pelaksanaan;

4. Memberikan nilai pendidikan, baik pada para pengunjungnya, pelaku dan

masyarakat sekitarnya, melalui program-program atau paket-paket yang dibuat

yang harus memiliki bobot pendidikan yang dapat diterapkan oleh para

pengunjung, pengelola dan masyarakat sekitar;

5. Memberikan nilai hiburan/rekreasi, seperti halnya pengembangan pariwisata

lainnya yang salah satu tujuannya adalah memberikan nilai hiburan atau

rekreasi. Dengan demikian maka pengembangan ekowisata juga harus memiliki

porsi yang seimbang antara hiburan, pendidikan dan pelestarian alam.

Selain memperhatikan unsur-unsur tersebut, pengembangan ekowisata, juga

harus mempertimbangkan beberapa faktor-faktor penting, antara lain:

1. Karakteristik lingkungan alam dan keanekaragaman hayati, hal tersebut harus

dipertimbangkan karena akan sangat berpengaruh pada daya dukung lahan

kawasan yang akan dikembangkan. Apabila hal tersebut diabaikan maka akan

terjadi ketidaksesuaian antara kapasitas dan tema kawasan dengan produk yang

dikembangkan;

2. Karakterisitik daya tarik wisata dan sarana-prasarana pendukung, tema utama

dari daya tarik wisata yang ada dan ketersediaan sarana dan prasarana

pendukung harus diperhatikan, hal ini akan sangat berhubungan dengan konsep

pengembangan ekowisata yang efektif dan efisien (dalam arti pengembangan

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

115

Page 125: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

yang dilakukan akan sedikit banyak menyesuaikan dengan hal-hal yang sudah

tersedia dan tidak harus mengeluarkan biaya yang besar untuk mengadakan hal-

hal yang belum ada);

3. Karakteristik budaya, tradisi dan agama setempat, yang sekaligus dapat

dijadikan batasan-batasan dan pengatur cara-cara bersikap, cara berpakaian

dan batas-batas waktu yang harus diperhatikan;

4. Pola pergerakan wisatawan, dari pola pergerakan wisatawan dapat ditetapkan

program atau paket wisata yang seperti apa yang akan cocok atau sesuai untuk

dikembangkan di daerah yang bersangkutan;

5. Pola pengembangan paket wisata, seperti telah tersebut di atas harus memiliki

kesesuaian dengan kondisi pasar. Masing-masing segmen pasar yang dituju

memiliki karakteristik tersendiri yang harus dipertimbangan dalam penyusunan

paket, misalnya wisatawan yang kebanyakan kaum berumur akan lebih

menyukai kegiatan di alam yang sifatnya ringan (soft), tidak menuntut

penggunaan fisik terlalu tinggi, wisatawan dengan usia muda (anak sekolah)

akan lebih menyukai kegiatan yang lebih aktif (mengandung tantangan).

Pengembangan paket juga harus memperhatikan faktor kompetitif dari pesaing

sehingga tidak mengulang tema yang sama yang telah dipakai oleh paket wisata

lainnya;

6. Pola pengembangan sistem transportasi;

7. Pola pengembangan wilayah dan tata ruang kawasan. Pola pengembangan

wilayah tata ruang kawasan harus diperhatikan karena pengembangan

pariwisata yang dilakukan akan menyesuaikan dengan pola pengembangan

wilayah dan tata ruang kawasan yang sudah ada;

8. Zonasi, zonasi akan mempengaruhi kawasan-kawasan mana saja yang boleh

dan bisa dikembangkan.

Arahan pengembangan yang terutama dalam pengembangan ekowisata di

kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung adalah untuk meningkatkan

pendapatan alternatif bagi masyarakat di sekitar. Tujuan utama tersebut akan

mengarahkan pembangunan kepada :

1. Mengupayakan pencapaian rencana strategis dan rencana pembangunan jangka

panjang kehutanan;

2. Membuka peluang kerja baru, baik di sektor pariwisata secara umum maupun

sektor penunjang pariwisata lainnya;

3. Mendorong investasi di sektor pariwisata dari para investor lokal maupun investor

dari luar kawasan atau daerah (dan juga investor asing);

4. Mendorong upaya pelestarian sumber daya alam, tradisi dan budaya setempat;

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

116

Page 126: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

5. Mendorong pemerataan pendapatan masyarakat di sekitar kawasan melalui

pelibatan masyarakat secara merata.

Agar pengembangan pemanfaatan wisata di dalam kawasan Taman Nasional

Bantimurung Bulusaraung dapat berjalan secara efektif dan efisien, dibutuhkan suatu

rencana tapak yang sudah dilengkapi dengan desain teknis (engineering design)

infrastruktur yang dibutuhkan. Rencana tapak dimaksudkan sebagai pedoman bagi

pengelola kawasan sendiri dan para pihak yang berkepentingan dalam

mengoptimalkan dan memantapkan pemanfaatan potensi objek dan daya tarik wisata

alam di dalam kawasan.

Lebih lanjut, tujuan penyusunan rencana tapak kawasan ini diharapkan akan

memberikan arahan bagi upaya:

1. Mengembangkan potensi kepariwisataan dan ekowisata kawasan sehingga

dapat tumbuh dan berkembang sebagai destinasi wisata yang memiliki

keunggulan kompetitif dan komparatif secara regional dan nasional;

2. Meningkatkan peran dan kontribusi pariwisata dalam upaya pencapaian tujuan-

tujuan yang telah tertuang dalam rencana strategis kehutanan sebagai salah satu

sektor pembangunan yang handal yang mampu meningkatkan arus kunjungan

dan pembelanjaan wisatawan ke kawasan taman nasional, peningkatan lama

tinggal wisatawan, mendorong peningkatan kesejahteraan, serta membuka

kesempatan lapangan pekerjaan bagi masyarakat luas;

3. Mengembangkan potensi kepariwisataan kawasan melalui perencanaan secara

terpadu dan dapat berinteraksi secara komplementer dengan rencana

pengembangan pariwisata pada tingkat kawasan, tingkat nasional maupun

rencana pengembangan sektoral di wilayah;

4. Mendorong perlindungan dan pelestarian sumber daya alam hayati dan budaya,

khususnya potensi alam dan budaya serta sejarah dengan pengelolaan dan

pengembangan kegiatan yang relevan dan terkontrol, baik yang berkaitan

dengan pengembangan kegiatan pariwisata maupun kehutanan;

5. Mendorong pengembangan wilayah melalui pengembangan kegiatan ekowisata

serta pemberdayaan masyarakat setempat (community based development).

Dalam pengembangan pemanfaatan kawasan taman nasional di bidang

pariwisata, dibutuhkan sumber daya pendukung yang tidak sedikit jumlahnya.

Pemerintah sendiri, dengan kondisi moneter yang belum benar-benar stabil, belum

tentu mampu untuk menyediakan kebutuhan sumber daya tersebut. Oleh karena itu,

pengembangan kerjasama perlu terus-menerus diupayakan dengan berbagai pihak

yang berkepentingan. Kepada para investor yang berminat dalam pengembangan

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

117

Page 127: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

wisata di dalam kawasan taman nasional, perlu diberikan stimulan-stimulan khusus,

baik dari segi kebijakan atau regulasi pemerintah maupun dari segi-segi lain yang

sekiranya dapat meningkatkan minat investasi.

Informasi dan promosi menduduki peran yang signifikan dalam upaya

pengembangan pariwisata di kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung.

Informasi dan promosi sebagaimana telah dibahas sebelumnya dibuat sedemikian

rupa dan melalui berbagai media agar dapat mencapai berbagai tingkatan atau

segmen pasar pariwisata.

I. Pengembangan Integrasi, Koordinasi, Kolaborasi Integrasi pengelolaan bersama seluruh pihak, koordinasi yang mantap serta

pengembangan kolaborasi perlu dilakukan secara konsisten dalam pengembangan

pengelolaan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Pihak-pihak terkait,

terutama kalangan birokrat serta kalangan swasta dan masyarakat perlu terlibat

secara aktif dalam pengembangan pengelolaan. Dengan demikian, pihak Balai

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung perlu secara proaktif melaksanakan

koordinasi dengan pihak-pihak tersebut.

J. Pengembangan dan Pembinaan Daerah Penyangga Dalam kehidupan manusia, peran alam tidak perlu dipertanyakan lagi nilai

pentingnya. Namun seiring kemajuan peradaban manusia, kerusakan alam justru

semakin menjadi. Bahkan era reformasi yang ditujukan untuk perbaikan, ternyata

malah menjadi era perusakan terhadap alam yang tidak terkendali. Evoria reformasi

dalam beberapa tahun terakhir ini cenderung mempercepat degradasi sumber daya

alam. Demikian pula halnya dengan kebijakan pengembangan ekonomi yang kurang

memperhatikan kepentingan sosial dan ekologis. Walaupun tidak dapat dikatakan

dalam kondisi prima, ekosistem kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

masih cukup utuh dan layak untuk mendapat perlindungan yang lebih baik lagi.

Apabila tidak mendapatkan penanganan yang serius dan terstruktur, maka lambat

laun kawasan ini juga akan mengalami kerusakan yang cukup parah. Potensi bentang

alam karst di kawasan ini bernilai ekonomi tinggi jika dimanfaatkan untuk kepentingan

penyediaan bahan tambang Marmer serta bahan baku pembuatan semen. Selain itu

juga terdapat potensi tambang Batu Bara (walaupun tidak banyak) di dalam kawasan ini.

Demikian pula halnya dengan potensi keanekaragaman hayati di dalamnya yang

mempunyai nilai jual cukup tinggi dan banyak diminati oleh masyarakat domestik dan

manca negara.

Hal tersebut merupakan ancaman yang sangat serius terhadap kelestarian

ekosistem kawasan Bantimurung Bulusaraung. Potensi kawasan yang begitu

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

118

Page 128: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

menggiurkan untuk kepentingan peningkatan perekonomian dengan mengeksploitasi

sumber daya yang ada, memerlukan upaya-upaya secara serius untuk penanganannya

dengan tetap mengedepankan keseimbangan antara faktor ekonomi, sosial dan

ekologis. Dukungan dari berbagai pihak harus tetap dan terus dipupuk agar dapat

membendung ancaman kerusakan kawasan. Disinilah peran-peran masyarakat di

sekitar kawasan taman nasional menjadi sangat signifikan dan merupakan salah satu

kunci keberhasilan perlindungan dan pelestarian kawasan. Sebuah peran yang bisa

merupakan dukungan atau bahkan sebaliknya, sebagai ancaman atas kelestarian

kawasan.

Sebagai taman nasional definitif baru, Taman Nasional Bantimurung

Bulusaraung masih menjadi perdebatan pro-kontra bagi sebagian besar masyarakat

di sekitarnya yang secara pasti menjadi penerima ekses terbesar dari penunjukan ini.

Dukungan dan kepedulian masyarakat lokal terhadap upaya konservasi kawasan

merupakan hal yang sangat diperlukan bagi terwujudnya kelestarian ekosistem dan

fungsi kawasan. Untuk tetap menggalang dukungan dari masyarakat, salah satu

upaya yang dapat dilakukan adalah adanya suatu bentuk kompensasi atas

pembatasan akses masyarakat untuk memanfaatkan secara langsung barang

produktif yang selama ini disediakan oleh alam di dalam kawasan taman nasional.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan pembinaan

diversifikasi bentuk usaha ekonomi masyarakat. Bentuk usaha ekonomi ini

diupayakan untuk tidak berbenturan dengan kepentingan perlindungan dan

pelestarian kawasan, sehingga masyarakat dapat berinteraksi secara positif dengan

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung.

Memang tidak mudah untuk mewujudkan hal tersebut. Dibutuhkan waktu,

tenaga, pemikiran ekstra dan biaya yang tidak sedikit untuk itu. Luasan kawasan dan

jumlah populasi masyarakat yang ada di dalam dan sekitar kawasan akan menjadi

faktor pembatas. Apabila akan dilakukan secara keseluruhan dalam waktu yang

bersamaan, maka upaya ini hanya akan menjadi mimpi yang sulit untuk

direalisasikan menjadi sebuah kenyataan. Oleh karenanya, upaya tersebut harus

dilakukan secara bertahap dari desa satu ke desa yang lainnya dengan

mempertimbangkan tingkat prioritasnya.

Penggalian alternatif kegiatan usaha yang lebih produktif secara ekonomi dan

ramah lingkungan adalah salah satu strategi untuk mengurangi gangguan kawasan

taman nasional. Pengembangan kapasitas dan keterampilan masyarakat desa di

berbagai bidang, baik pengembangan alternatif usaha lain maupun peningkatan

kesadaran dan pengetahuan konservasi merupakan strategi implementasinya di

lapangan. Melalui pengembangan usaha perekonomian masyarakat, diharapkan akan

terbentuk masyarakat yang mandiri dan sejahtera secara sosial ekonomi yang mampu

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

119

Page 129: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

menjadi pendukung bahkan lebih jauh lagi sebagai pioneer kelestarian kawasan

konservasi di sekitarnya.

Tujuan akhir (goal) dari upaya pengembangan usaha ekonomi masyarakat di

daerah penyangga kawasan konservasi Taman Nasional Bantimurung ini adalah

mewujudkan “Masyarakat Desa yang Mandiri Ekonominya dan Peduli Konservasi

yang Dapat Menjamin Hutan Lestari”. Tujuan antara yang diharapkan dapat

mewujudkan goal tersebut adalah : (1) Mengembangkan jenis-jenis usaha ekonomi

lokal produktif yang mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan tetap

memperhatikan aspek kelestarian alam; (2) Menumbuhkan budaya bertukar pikiran,

berbagi pengalaman dan terciptanya kader-kader di kampung tepi kawasan

konservasi yang mampu mengapresiasi dan menjaga kelestarian lingkungan alam

sekitarnya; (3) Membangun kesepahaman pengelolaan dan perencanaan bersama

mengenai pembangunan desa yang berwawasan lingkungan; serta (4) Meningkatkan

kesadaran konservasi masyarakat sekitar kawasan konservasi, terutama pada generasi

muda sebagai tumpuan harapan bangsa di masa depan.

Pengembangan usaha ekonomi masyarakat di daerah penyangga kawasan

konservasi Taman Nasional Bantimurung akan melibatkan sumber daya desa secara

keseluruhan, dengan sasaran utama yaitu : (1) Pemerintah setempat, terutama

aparat pemerintahan di tingkat desa selaku salah satu penentu kebijakan; (2) Para

tokoh masyarakat di desa bersangkutan sebagai suri teladan masyarakat; (3) Para

pelaku perekonomian desa, terutama penangkap kupu-kupu, pengolah aren, petani

kemiri, penjual cindera mata, dan lain-lain; (4) Para pemuda desa sebagai

penggerak, pengemban dan penentu arah gerak peradaban dan budaya di masa

yang akan datang; (5) Para pelajar di tingkat dasar guna menanamkan secara dini

pemahaman dan kecintaan terhadap lingkungan; serta (6) Aparat pemerintah terkait,

para akademisi, LSM dan kalangan swasta guna memfasilitasi dan memperlancar

proses pencapaian tujuan.

Pengembangan usaha ekonomi masyarakat di daerah penyangga kawasan

konservasi Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung diharapkan akan bermanfaat

bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui usaha ekonomi produktif yang

mampu bersaing, yang baik secara langsung maupun tidak langsung akan

berdampak pada menurunnya ketergantungan masyarakat dan tekanan terhadap

kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Pada akhirnya, diharapkan

akan tercipta suatu kondisi dimana kawasan Taman Nasional Bantimurung

Bulusaraung akan terlindungi secara lestari dengan dukungan penuh dari

masyarakat yang mantap perekonomiannya, dan kawasan dapat berfungsi sebagai

penopang kehidupan secara luas.

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

120

Page 130: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

K. Restorasi, Rehabilitasi dan Reklamasi Ekosistem Upaya restorasi, rehabilitasi dan reklamasi ekosistem kawasan Taman

Nasional Bantimurung Bulusaraung diawali dengan pelaksanaan identifikasi dan

inventarisasi kerusakan habitat dan ekosistem di dalam kawasan taman nasional.

Identifikasi ini ditujukan untuk mengetahui sejauh mana perkembangan ekosistem di

dalam kawasan. Apabila ditemukan kerusakan-kerusakan yang terjadi di dalam

ekosistem, faktor penyebabnya serta sejauh mana dampaknya terhadap keseluruhan

proses ekologis di dalam kawasan, maka akan dihasilkan rekomendasi tentang

bentuk-bentuk intervensi pengelola yang perlu dilakukan untuk permasalahan

tersebut. Pemetaan penutupan vegetasi dan batas-batas ekosistem serta sebaran

keanekaragaman species menjadi penting sebagai dasar untuk menentukan tindakan

intervensi yang dibutuhkan.

Selain identifikasi dan inventarisasi kondisi habitat dan ekosistem, monitoring

habitat dan populasi jenis di dalam kawasan juga perlu dilakukan secara berkala.

Hasil dari kegiatan ini juga berperan dalam menentukan tindakan apa yang akan

dilakukan dalam rangka pembinaan habitat dan populasi di dalam kawasan.

Pembinaan habitat dan populasi terutama diprioritaskan terhadap species kunci dan

species penting lainnya. Rehabilitasi kawasan yang akan dilaksanakan sebaiknya

dengan terlebih dahulu telah melalui kajian yang seksama tentang kondisi ekosistem,

perkembangan suksesi ekosistem dan jenis di dalam ekosistem serta kesejarahan

proses geologi dan edafologi kawasan.

L. Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan Agar pelaksanaan pengelolaan kawasan beserta potensinya tetap berjalan

pada arah yang benar secara efektif dan efisien, dibutuhkan pelaksanaan monitoring

dan evaluasi secara berkala. Monitoring dan evaluasi dilakukan terhadap segala

aspek pengelolaan dan setidaknya dilaksanakan setiap akhir atau awal tahun. Agar

monitoring dan evaluasi dapat berjalan dengan baik maka dibutuhkan perangkat-

perangkat lunak monitoring dan evaluasi. Salah satu perangkat yang layak untuk

digunakan adalah adanya suatu kriteria dan indikator pengelolaan kawasan yang

efektif, yang disusun sedemikian rupa sehingga mampu menggambarkan

sejauhmana efektifitas pengelolaan telah dilakukan.

Monitoring dan evaluasi juga dilaksanakan terhadap realisasi pelaksanaan

rencana-rencana yang telah disusun sebelumnya, termasuk pula rencana

pengelolaan jangka panjang. Terhadap rencana-rencana yang telah disusun,

monitoring dan evaluasi dilaksanakan pada setiap akhir periode perencanaan. Hasil-

hasil pelaksanaan monitoring dan evaluasi kemudian juga dijadikan bahan

penyusunan laporan yang dilakukan secara berjenjang.

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

121

Page 131: RP TN BABUL 2008-2027

Tabel 3 : Rencana Kegiatan Pengelolaan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

Rencana Pengelolaan Lima Tahunan (RKL) No. Jenis Kegiatan Satuan Volume Kegiatan RKL I RKL II RKL III RKL IV

A. Pemantapan Kawasan

1. Penataan Batas KM 45,7 - - -

2. Reposisi Batas Kawasan Paket 1 - - -

3. Penetapan Kawasan Paket 1 - - -

4. Pemeliharaan Batas KM 478,22 478,22 478,22 478,22

5. Rekonstruksi Batas KM - 478,22 478,22 478,22

6. Penyelesaian Konflik Kawasan Paket 1 - - -

7. Penyusunan Rancangan Zonasi Paket 1 - - -

8. Penataan Batas Zonasi Paket 1 - - -

9. Penetapan Batas Zonasi Paket 1 - - -

10. Pemantauan dan Evaluasi Zonasi Paket - 1 1 1

11. Review Zonasi Paket - PM PM PM

B. Perencanaan

1. Penyusunan Rencana Pengelolaan

Jangka Panjang (20 Tahun)

Judul 1 - - 1

2. Penyusunan Rencana Pengelolaan

Jangka Menengah (5 Tahun)

Judul 1 1 1 1

3. Penyusunan Rencana Pengelolaan

Jangka Pendek (1 Tahun)

Judul 5 5 5 5

122

Page 132: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan Lima Tahunan (RKL) No. Jenis Kegiatan Satuan Volume Kegiatan RKL I RKL II RKL III RKL IV

4. Penyusunan Rencana Pengembangan

Pariwisata Alam (RPPA) dan Rencana

Tapak

Judul 1 - - 1

5. Penyusunan Rencana Pengembangan

Sarana dan Prasarana Pengelolaan

Judul 1 - - 1

6. Penyusunan Rencana Pembinaan dan

Pengembangan Daerah Penyangga

Judul 1 - - 1

7. Penyusunan Rencana Rehabilitasi dan

Restorasi Kawasan

Judul 1 - - 1

8. Evaluasi Rencana Pengelolaan Jangka

Panjang dan Menengah

Paket - 1 1 1

9. Review Rencana Pengelolaan Jangka

Panjang

Judul - 1 1 1

C. Pengembangan Sarana dan Prasarana

1. Sarana dan Prasarana Pokok :

a. Kantor SPTN Wilayah I & II (tipe 400) Unit

M2

2

800

- - -

b. Rumah Jabatan SPTN Wilayah I dan

II (Tipe 70)

Unit

M2

2

140

- - -

c. Pondok Kerja (Tipe 70) Unit

M2

2

140

5

350

- -

123

Page 133: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan Lima Tahunan (RKL) No. Jenis Kegiatan Satuan Volume

Kegiatan RKL I RKL II RKL III RKL IV

d. Pos Jaga (Tipe 20) Unit

M2

- 5

100

5

100

-

e. Pusat Informasi dan Penelitian Unit

M2

- 2

240

- -

f. Wisma Unit

M2

- 2

300

- -

g. Jalan Patroli KM - 150 150 -

h. Menara Pengawas Kebakaran Unit 1 5 - -

i. Menara Pengintai Satwa Unit - 2 - -

j. Stasiun Penyelamatan dan

Rehabilitasi Satwa

Unit - - 2 -

k. Kandang Transit Satwa Buah - 3 3 3

l. Peralatan Navigasi (GPS Navigasi) Unit 25 - 25 -

m. Peralatan Navigasi (GPS Geodetic) Unit - 2 2 2

n. Peralatan Komunikasi (SSB) Unit 3 5 - 8

o. Peralatan Komunikasi (RICK) Unit - 5 5 10

p. Peralatan Komunikasi (HT) Unit 30 20 20 20

q. Peta Dasar dan Peta Kerja Paket 2 2 2 2

r. Citra Satelit Resolusi Tinggi Km2 250 250 250 250

s. Kendaraan Roda 4 Unit 5 - 5 -

t. Kendaraan Roda 2 Unit 14 - 14 -

124

Page 134: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan Lima Tahunan (RKL) No. Jenis Kegiatan Satuan Volume

Kegiatan RKL I RKL II RKL III RKL IV

u. Perlengkapan Lapangan Paket 3 3 3 3

v. Meubelair Paket 7 21 7 10

2. Sarana dan Prasarana Penunjang

Pengelolaan :

a. Pembangunan Fasilitas Akomodasi Unit

M2

- - 1

300

1

300

b. Transportasi Pengunjung Unit - - 2 2

3. Sarana dan Prasarana Pariwisata Alam :

a. Pondok Wisata Unit

M2

- 2

200

2

200

2

200

b. Bumi Perkemahan Unit 1 - 2 2

c. Ruang Pertemuan Unit - 1 - -

d. Fasilitas Permainan Anak Unit - 2 2 -

e. MCK Unit 10 15 15 15

f. Loket Unit 1 2 - -

g. Jalan Trail Wisata Km 5 5 5 5

h. Areal Parkir Buah 1 2 1 1

i. Jalan Utama Km 0,5 2 1 1

j. Jembatan Unit 1 - - -

k. Karst Bridge Unit - 1 1 1

125

Page 135: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan Lima Tahunan (RKL) No. Jenis Kegiatan Satuan Volume

Kegiatan RKL I RKL II RKL III RKL IV

l. Bronjong Unit 1 - - -

m. Kolam Renang Unit - 2 - -

n. Early Warning System Banjir pada

Blok Bantimurung dan Pattunuang

Unit 1 1 - -

o. Jaringan Listrik Paket 1 2 - 2

p. Papan nama kawasan Buah 1 1 1 1

q. Papan informasi/petunjuk/larangan Buah 16 10 10 10

r. Pintu Gerbang Kawasan Buah 2 1 1 1

s. Papan Nama dan Pagar Mulut Gua Buah 10 20 20 20

D. Pengelolaan Data dan Informasi

1. Pembuatan Website Paket 1 - - -

2. Pemeliharaan dan pemutakhiran informasi

pada Website

Paket 5 5 5 5

3. Pengembangan dan pemutakhiran

database spasial dan non spasial

Paket 5 5 5 5

4. Penerbitan Buku Informasi Taman

Nasional Bantimurung Bulusaraung

Judul 1 1 1 1

5. Penerbitan Leaflet dan Booklet Judul 10 10 10 10

126

Page 136: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan Lima Tahunan (RKL) No. Jenis Kegiatan Satuan Volume

Kegiatan RKL I RKL II RKL III RKL IV 6. Pengembangan sarana dan prasarana

pengelolaan data dan informasi

(perangkat keras dan perangkat lunak)

Paket 1 1 1 1

7. Peningkatan kapasitas pengelola data

dan informasi

Paket 2 2 2 2

E. Pengelolaan Potensi Kawasan

1. Identifikasi dan pemetaan tipe ekosistem Paket 1 - - -

2. Identifikasi, inventarisasi dan pemetaan

sebaran species satwa

Paket 5 5 5 5

3. Identifikasi, inventarisasi dan pemetaan

sebaran species tumbuhan alam

Paket 5 5 5 5

4. Identifikasi dan inventarisasi Key Species

dan Flag Species

Paket - 1 1 1

5. Evaluasi fungsi kawasan Paket 1 1 1 1

6. Pemantauan dan evaluasi species, habitat

dan ekosistem

Paket - 1 1 1

7. Identifikasi, inventarisasi dan pemetaan

sebaran potensi obyek wisata alam dan

wisata budaya

Paket 2 2 -

127

Page 137: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan Lima Tahunan (RKL) No. Jenis Kegiatan Satuan Volume Kegiatan RKL I RKL II RKL III RKL IV

8. Identifikasi dan inventarisasi potensi jasa

lingkungan kawasan taman nasional

Paket 1 1 - -

9. Valuasi ekonomi sumber daya alam di

dalam taman nasional (beserta

monitoringnya setiap lima tahun)

Paket 2 2 2 2

10. Identifikasi kondisi sosial dan budaya

masyarakat di dalam dan sekitar kawasan

Paket 1 2 2 2

F. Perlindungan dan Pengamanan Kawasan

1. Identifikasi tingkat kerawanan kawasan

(penebangan liar, perburuan liar,

perambahan kawasan, kebakaran hutan,

dan penambangan liar)

Paket 5 5 5 5

2. Sosialisasi kawasan taman nasional Paket 5 5 5 5

3. Patroli rutin dan penjagaan Kali 1.825 1.825 1.825 1.825

4. Operasi fungsional Kali 25 25 25 25

5. Operasi gabungan Kali 5 5 5 5

6. Operasi yustisi Kali 5 5 5 5

7. Pengendalian kebakaran hutan Kali 5 5 5 5

8. Pengendalian hama, penyakit dan jenis

eksotik

Kali 5 5 5 5

128

Page 138: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan Lima Tahunan (RKL) No. Jenis Kegiatan Satuan Volume

Kegiatan RKL I RKL II RKL III RKL IV 9. Pengembangan kapasitas petugas

perlindungan dan pengamanan kawasan

Paket 2 2 2 2

10. Pengembangan sarana dan prasarana

perlindungan dan pengamanan kawasan

Paket 5 5 5 5

11. Pembentukan Pamhut Swakarsa Orang 90 30 30 30

12. Pembentukan MPA Orang 60 60 60 60

13. Fasilitasi pembentukan forum masyarakat

peduli lingkungan taman nasional

Paket 1 1 - -

G. Pengelolaan Kegiatan Penelitian dan Pendidikan

1. Identifikasi dan penyusunan skala

prioritas kebutuhan penelitian dan

pengembangan

Paket 1 1 1 1

2. Pengembangan kerjasama dengan

lembaga penelitian

Paket 1 1 1 1

3. Pengembangan pendidikan konservasi

bagi masyarakat lokal

Paket 1 1 1 1

4. Pembentukan dan pembinaan kader-

kader konservasi dan kelompok pecinta

alam

Orang 150 150 150 150

129

Page 139: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan Lima Tahunan (RKL) No. Jenis Kegiatan Satuan Volume

Kegiatan RKL I RKL II RKL III RKL IV 5. Pemantauan dan evaluasi kegiatan

penelitian dan pengembangan serta

pendidikan konservasi

Kali 1 1 1 1

H. Pengelolaan Wisata Alam dan Pemanfaatan Jasa Lingkungan

1. Pengembangan pemanfaatan obyek

wisata alam

Paket 1 1 1 1

2. Pengembangan kerjasama pengelolaan

obyek wisata alam

Paket 1 1 1 1

3. Pemberian stimulan kepada investor di

bidang pengembangan wisata alam

Paket 1 1 1 1

4. Promosi produk-produk wisata alam Paket 5 5 5 5

5. Pemberdayaan masyarakat lokal dalam

pengembangan wisata alam

Paket 1 1 1 1

6. Pengembangan percontohan

pemanfaatan jasa lingkungan

Paket 1 1 1 1

130

Page 140: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan Lima Tahunan (RKL) No. Jenis Kegiatan Satuan Volume Kegiatan RKL I RKL II RKL III RKL IV

I. Pengembangan Integrasi, Koordinasi

dan Kolaborasi

1. Pengembangan pengelolaan kolaboratif

obyek wisata alam di dalam kawasan

taman nasional

Paket 1 1 1 1

2. Pengembangan sistem promosi Paket 1 1 1 1

3. Pemantapan koordinasi Paket 5 5 5 5

J. Pengembangan dan Pembinaan Daerah Penyangga

1. Penyusunan master plan pembangunan

model desa konservasi

Judul 1 - - 1

2. Identifikasi dan inventarisasi potensi desa-

desa di dalam dan sekitar kawasan taman

nasional

Paket 2 1 1 1

3. Pembentukan Sentra Penyuluhan

Kehutanan Pedesaan

Paket 10 10 10 10

4. Pembinaan usaha ekonomi produktif

masyarakat di dalam dan sekitar kawasan

Paket 5 5 5 5

5. Pengembangan percontohan (demplot)

pemanfaatan secara lestari sumber daya

alam hayati

Paket 1 2 2 2

131

Page 141: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan Lima Tahunan (RKL) No. Jenis Kegiatan Satuan Volume

Kegiatan RKL I RKL II RKL III RKL IV 6. Peningkatan kapasitas masyarakat pada

daerah penyangga kawasan taman

nasional

Paket 2 2 2 2

K. Restorasi, Rehabilitasi, dan Reklamasi Ekosistem

1. Identifikasi dan inventarisasi kerusakan

habitat dan ekosistem di dalam kawasan

taman nasional

Paket 1 1 1 1

2. Monitoring habitat dan populasi jenis di

dalam kawasan

Paket - 2 2 2

2. Restorasi habitat dan ekosistem Paket PM PM PM PM

3. Rehabilitasi kawasan taman nasional Ha PM PM PM PM

L. Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan

1. Monitoring dan evaluasi efektifitas

pengelolaan taman nasional

Paket 5 5 5 5

2. Pelaporan rutin Paket 5 5 5 5

132

Page 142: RP TN BABUL 2008-2027

VII

P e n u t u p

Rencana pengelolaan jangka panjang Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

ini merupakan pedoman dan arahan pelaksanaan pengelolaan yang masih bersifat

makro dan indikatif. Karena sifat dan cakupan dari rencana ini, maka untuk selanjutnya

masih diperlukan penjabaran lebih lanjut ke dalam rencana-rencana yang lebih rinci dan

cakupan masa perencanaannya pendek.

Rencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani dengan

baik, diaplikasikan secara konsisten serta terus dimonitor pencapaian pelaksanaanya.

Perlu disadari bahwa masa perencanaan ini cukup panjang sedangkan kebijakan

pemerintah akan terus berubah dan mengarah kepada perbaikan-perbaikan di masa

yang akan datang. Review terhadap rencana ini perlu terus dilakukan agar tetap sinkron

dengan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah.

Page 143: RP TN BABUL 2008-2027

Daftar Pustaka

Achmad, Amran. 2001. Potensi dan Kondisi Kawasan Karst Maros-Pangkep. Prosiding

Simposium Karst Maros-Pangkep: Menuju Perlindungan dan Pemanfaatan

Kawasan Karst Maros-Pangkep sebagai World Heritage di Era Otonomi Daerah.

Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Regional III. Makassar.

Alikodra, H.S.. 1990. Pengelolaan Satwa Liar Jilid I. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat.

Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Anonim. 1995. National Conservation Plan for Indonesia. Volume 6D Sulawesi Selatan

Province. Directorate General of Forest Protection and Nature Conservation

Ministry of Forestry. Jakarta.

Anonim. 2001. Kerangka Acuan (Term of Reference) Simposium Karst Maros-Pangkep.

Prosiding Simposium Karst Maros-Pangkep: Menuju Perlindungan dan

Pemanfaatan Kawasan Karst Maros-Pangkep sebagai World Heritage di Era

Otonomi Daerah. Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Regional III.

Makassar.

Badan Pusat Statistik. 2005. Data GIS Kemiskinan Indonesia 2005. Sub Direktorat

Pemetaan BPS. Jakarta.

Badan Pusat Statistik. 2007. Kabupaten Maros Dalam Angka Tahun 2007. Badan Pusat

Statistik Kabupaten Maros. Maros.

Badan Pusat Statistik. 2007. Kabupaten Pangkep Dalam Angka Tahun 2007. Badan

Pusat Statistik Kabupaten Pangkep. Pangkajene.

Page 144: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

Badan Pusat Statistik. 2007. Kabupaten Bone Dalam Angka Tahun 2007. Badan Pusat

Statistik Kabupaten Bone. Watampone.

Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. 2007. Formulir Data Non Spasial

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Balai Taman Nasional Bantimurung

Bulusaraung. Maros. Tidak dipublikasikan.

Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. 2007. Rencana Strategis Balai Taman

Nasional Bantimurung Bulusaraung 2007-2009. Balai Taman Nasional

Bantimurung Bulusaraung. Maros. Tidak dipublikasikan.

Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. 2007. Rencana Kerja Tahun 2008.

Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Maros. Tidak dipublikasikan.

Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. 2008. Kondisi Kawasan Konservasi

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Balai Taman Nasional Bantimurung

Bulusaraung. Maros. Tidak dipublikasikan.

Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. 2008. Laporan Tahunan 2007 Balai

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Balai Taman Nasional Bantimurung

Bulusaraung. Maros. Tidak dipublikasikan.

Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. 2008. LAKIP Tahun 2007 Balai Taman

Nasional Bantimurung Bulusaraung. Balai Taman Nasional Bantimurung

Bulusaraung. Maros. Tidak dipublikasikan.

Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. 2008. Statistik Tahunan 2007 Balai

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Balai Taman Nasional Bantimurung

Bulusaraung. Maros. Tidak dipublikasikan.

Deharveng, et al. 2007. Zoological Investigations in The Karst of South and Southeast

Sulawesi. Project Report. Museum National d’Histoire Naturelle de Paris. Paris.

Unpublished.

Departemen Kehutanan. 2006. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.56/Menhut-

II/2006 Tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional. Departemen Kehutanan.

Jakarta.

Direktorat Jenderal PHPA. 1996. Keputusan Direktur Jenderal PHPA Nomor :

129/Kpts/DJ-VI/1996 Tentang Pola Pengelolaan KSA, KPA, Taman Buru, dan

Hutan Lindung. Direktorat Jenderal PHPA, Departemen Kehutanan. Jakarta.

Karim, Amiruddin. 2001. Kebijakan dan Komitmen Pemerintah Kabupaten Maros

Terhadap Perlindungan dan Pemanfaatan Sumber Daya Alam Karst Maros-

Pangkep yang Berkelanjutan. Prosiding Simposium Karst Maros-Pangkep:

Menuju Perlindungan dan Pemanfaatan Kawasan Karst Maros-Pangkep sebagai

World Heritage di Era Otonomi Daerah. Badan Pengendalian Dampak

Lingkungan Regional III. Makassar.

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

135

Page 145: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

Ko, R.K.T. 2001. Kawasan Karst Maros-Pangkep, Nilai Lebihnya dalam Bidang Non

Pertambangan. Prosiding Simposium Karst Maros-Pangkep: Menuju

Perlindungan dan Pemanfaatan Kawasan Karst Maros-Pangkep sebagai World

Heritage di Era Otonomi Daerah. Badan Pengendalian Dampak Lingkungan

Regional III. Makassar.

Lubis, M. Irfansyah, dkk. 2007. Kekayaan Jenis Herpetofauna Taman Nasional

Bantimurung Bulusaraung Sulawesi Selatan. Departemen Konservasi

Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan Insititut Pertanian Bogor

dan Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin. Laporan sementara. Tidak

dipublikasikan.

Mattimu, A.A., H. Sugondo dan H. Pabittei. 1977. Identifikasi dan Inventarisasi Jenis

Kupu-kupu di Daerah Bantimurung Sulawesi Selatan. Proyek Penelitian

Universitas Hasanuddin. Ujung Pandang.

Nitta, K dan P. Delanghe. 2001. Introduction on Cultural and Natural World Heritage and

World Heritage in Karst Areas. Prosiding Simposium Karst Maros-Pangkep:

Menuju Perlindungan dan Pemanfaatan Kawasan Karst Maros-Pangkep sebagai

World Heritage di Era Otonomi Daerah. Badan Pengendalian Dampak

Lingkungan Regional III. Makassar.

Palaguna, H.Z.B dan Haruna Rachman. 2001. Kebijakan dan Komitmen Pemerintah

Propinsi Sulawesi Selatan Terhadap Perlindungan dan Pemanfaatan Sumber

Daya Alam Karst Maros-Pangkep yang Berkelanjutan. Prosiding Simposium

Karst Maros-Pangkep: Menuju Perlindungan dan Pemanfaatan Kawasan Karst

Maros-Pangkep sebagai World Heritage di Era Otonomi Daerah. Badan

Pengendalian Dampak Lingkungan Regional III. Makassar.

Patappe, H.A. Gaffar. 2001. Kebijakan dan Komitmen Pemerintah Kabupaten Pangkep

Terhadap Perlindungan dan Pemanfaatan Sumber Daya Alam Karst Maros-

Pangkep yang Berkelanjutan. Prosiding Simposium Karst Maros-Pangkep:

Menuju Perlindungan dan Pemanfaatan Kawasan Karst Maros-Pangkep sebagai

World Heritage di Era Otonomi Daerah. Badan Pengendalian Dampak

Lingkungan Regional III. Makassar.

Pratondo, B. J., Hadi S. Alikodra, Bambang H. Sahardjo, Priyadi Kardono. 2006. Aplikasi

Infrastruktur Data Spasial Nasional (ISDN) untuk Pengendalian Kebakaran Hutan

dan Lahan (Studi Kasus di Kabupaten Sanggau Kalimatan Barat). Jurnal Ilmiah

Geomatika Vol. 12 No. 2 Desember 2006. Badan Koordinasi Survey dan

Pemetaan Nasional. Cibinong.

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

136

Page 146: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

Samodra, Hanang. 2001. Nilai Strategis Kawasan Karst di Indonesia, Pengelolaan dan

Perlindungannya. Publikasi Khusus Pusat Penelitian dan Pengembangan

Geologi Nomor 25 Tahun 2001. Badan Litbang ESDM Departemen Energi dan

Sumber Daya Mineral. Bandung.

Samodra, Hanang. 2003. Nilai Strategis Kawasan Kars di Indonesia dan Usaha

Pengelolaannya Secara Berkelanjutan. Suplemen tulisan pada Pelatihan Dasar

Geologi untuk Pecinta Alam dan Pendaki Gunung, kerjasama IAGI dengan Klub

Pecinta Alam. Ikatan Ahli Geologi Indonesia. Bogor.

Simanjuntak, T. 2007. Hutan Terbakar Pasti Berlalu. Lembaga Studi dan Advokasi

Masyarakat (ELSAM). Tersedia online pada www.elsam.or.id diakses pada

tanggal 19 Desember 2007.

Sriyanto, Agoes. 2002. Pengelolaan Taman Nasional. Materi Pendidikan dan Pelatihan

Dasar-Dasar Konservasi. Tidak dipublikasikan.

Suhardjono, Yayuk R. Dkk. 2007. Laporan Teknik 2006. Inventarisasi dan Karakterisasi

Biota Karst dan Gua Pegunungan Sewu dan Sulawesi Selatan. Proyek 212.

Bidang Zoologi (Museum Zoologicum Bogoriense) Pusat Penelitian Biologi - LIPI.

Bogor.

Supriatna, J. 2007. Strategi Menanggulangi Kebakaran Hutan. Tropika/Conservation

International Indonesia. Tersedia online pada www.conservation.or.id diakses

pada tanggal 19 Desember 2007.

Wallace, Alfred Russel. 1890. The Malay Archipelago. Periplus Editions (HK) Ltd.

Singapore. Whitten et al. 2002. The Ecology of Indonesia Series Volume IV: The Ecology of

Sulawesi. Periplus Editions (HK) Ltd. Singapore.

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

137

Page 147: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

Lampiran 1 :

Wilayah Administrasi Pemerintahan

Kabupaten Kecamatan Desa/Kelurahan Keterangan

I. Maros A. Bantimurung 1. Leang-leang 2. Kalabbirang B. Simbang 3. Jenetaesa 4. Sambueja 5. Samangki C. Cendrana 6. Lebbotengngae 7. Labuaja 8. Limampoccoe 9. Rompegading D. Camba 10. Pattanyamang 11. Mario Pulana 12. Pattiro 13. Cempaniga 14. Timpuseng E. Mallawa 15. Bentenge 16. Barugae 17. Tellumpanuae 18. Sabila 19. Padaelo 20. Samaenre 21. Uludaya 22. Gattarengmatinggi 23. Wanuawaru F. Tompobulu 24. Bontomanai 25. Bontomatinggi 26. Bontosomba II. Pangkep G. Tondong Tallasa 27. Bantimurung 28. Malaka 29. Lanne H. Balocci 30. Tonasa 31. Majannang 32. Balocci Baru 33. Baleanging 34. Tompobulu I. Minasate’ne 35. Panaikang 36. Bontokio 37. Kabba 38. Biraeng III. Bone J. Tellu Limpoe 39. Bontomasunggu 40. Polewali

Sumber : Data primer setelah diolah, 2008

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

138

Page 148: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

139

Lampiran 2 :

Daftar Flora dan Fauna

A. Daftar Fauna Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

Status Perlindungan

No. Jenis Fauna UU 5 / 1990 CITES Tidak

dilindungi

Prediksi Populasi

Mamalia 1 Macaca maura √ II - ? 2 Macrogalidia musschenbroeckii √ I - ? 3 Strigocuscus celebensis √ - - ? 4 Ailurops ursinus √ - - ? 5 Cervus timorensis √ - - ? 6 Tarsius spectrum √ II - ?

Aves 7 Fregata sp. √ - - ? 8 Penelopides exarhatus √ II - ? 9 Rhyticeros cassidix √ - - ?

17 Spizaetus lanceolatus √ - - ? 10 Pycnonotus aurigaster - - √ ? 11 Saxicola caprata - - √ ? 12 Treron sp. - - √ ? 13 Dendrocarpus teiminkii - - √ ? 14 Collocalia sp - - √ ? 15 Collocalia esculenta - - √ ? 16 Otus manadensis - - √ ? 17 Loncura molluca - - √ ? 18 Loncura malacca - - √ ? 19 Loncura vallida - - √ ? 20 Turacaena manadensis - - √ ? 21 Tanignatus sumatranus √ - - ? 22 Ghallus gallus - - √ ? 23 Halcyon cloris √ - - ? 24 Oriolus chinensis - - √ ? 25 Ardea purpurea - - √ ? 26 Egretta sacra √ - - ? 27 Bubulcus ibis - III √ ? 28 Ardeola speciosa √ - - ? 29 Butorides striatus - - √ ? 30 Nycticorax caledonicus √ - - ? 31 Ixobrychus cinnamomeus - - √ ? 32 Spilornis rufipectus √ - - ? 33 Ictinaetus malayensis √ - - ? 34 Falco peregrinus √ II - ? 35 Turnix suscitator - - √ ? 36 Pluvialis fulva - - √ ? 37 Arenaria interpres - - √ ? 38 Tringa ochropus - - √ ? 39 Tringa glareola - - √ ? 40 Actitis hypleuca - - √ ? 41 Himantopus leucocephalus √ - - ? 42 Numenius phaepus √ - - ? 43 Ptilinopus melanospila - - √ ? 44 Trichoglossus ornatus √ - - ?

Page 149: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

140

Status Perlindungan

No. Jenis Fauna UU 5 / 1990 CITES Tidak

dilindungi

Prediksi Populasi

45 Loriculus stigmatus - - √ ? 46 Phaenicophaeus calyorhynchus - - √ ? 47 Centropus celebensis - - √ ? 48 Centropus bengalensis - - √ ? 49 Caprimulgus affinis - - √ ? 50 Apus affinis - - √ ? 51 Actenoides monachus - - √ ? 52 Alcedo meninting √ - - ? 53 Merops philippinus - - √ ? 54 Merops ornatus - - √ ? 55 Coracias temminckii - - √ ? 56 Mulleripicus fulvus - - √ ? 57 Hirundo tahitica - - √ ? 58 Coracina morio - - √ ? 59 Lalage leucopygialis - - √ ? 60 Lalage sueurii - - √ ? 61 Dicrurus hottentottus - - √ ? 62 Oriolus chinensis - - √ ? 63 Corvus typicus - - √ ? 64 Trichastoma celebense - - √ ? 65 Zosterops chloris - - √ ? 66 Zosterops anomalus - - √ ? 67 Cyornis rufigastra - - √ ? 68 Hypothymis azurea - - √ ? 69 Artamus leucorynchus - - √ ? 70 Streptocitta albicollis - - √ ? 71 Basilornis celebensis - - √ ? 72 Myzomela saguinolenta √ - - ? 73 Nectarinia aspasia √ - - ? 74 Nectarinia jugularis √ - - ? 75 Aethopyga siparaja √ - - ? 76 Dicaeum aureolimbatum - - √ ? 77 Dicaeum celebicum - - √ ? 78 Passer montanus - - √ ? 79 Padda oryzivora - II √ ?

Amphibi 80 Bufo melanostictus - - √ ? 81 Bufo celebensis - - √ ? 82 Phryne sp - - √ ? 83 Polypedates leucomystax - - √ ? 84 Fejervarya limnocharis - - √ ? 85 Fejervarya crancrivora - - √ ? 86 Rana celebensis - - √ ?

Reptilia 87 Eutropis rudis - - √ ? 88 Sphenomorphus variegans - - √ ? 89 Sphenomorphus variagatum - - √ ? 90 Lamprolepis smaragdinum - - √ ? 91 Cyrtodactylus jellesmae - - √ ? 92 Cyrtodactylus sp - - √ ? 93 Draco sp - - √ ? 94 Draco volans - - √ ? 95 Hydrosaurus amboinensis √ - - ? 96 Ahaetulla prasina - - √ ? 97 Boiga dendrophyla - - √ ? 98 Boiga irregularis - - √ ? 99 Dendrelaphis pictus - - √ ?

100 Rhapdophis chrysargoides - - √ ?

Page 150: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

141

Status Perlindungan

No. Jenis Fauna UU 5 / 1990 CITES Tidak

dilindungi

Prediksi Populasi

101 Psammodynastes pulverulentus - - √ ? 102 Tropidolaemus wagleri - - √ ? 103 Ramphotyphlops braminus - - √ ? 104 Python reticulatus - II √ ? 105 Varanus salvator - - √ ?

Insecta 106 Morphotaenaris schoembargi - - √ ? 107 Faunis menado - - √ ? 108 Taenaris catops leanas - - √ ? 109 Danaus chrysippus - - √ ? 110 Danaus genetia - - √ ? 111 Danaus melucina cythia - - √ ? 112 Eupoea algae - - √ ? 113 Eupoea blossomae - - √ ? 114 Eupoea fibrician - - √ ? 115 Eupoea leucostictos - - √ ? 116 Eupoea modesta lagans - - √ ? 117 Eupoea phaenereta unibrunnea - - √ ? 118 Eupoea wallacei - - √ ? 119 Eupoea sp - - √ ? 120 Eupoea sp - - √ ? 121 Idea blanchardi - - √ ? 122 Idea tambusisi - - √ ? 123 Idea idea - - √ ? 124 Idea idea oza - - √ ? 125 Idea novella - - √ ? 126 Ideopsis juventa - - √ ? 127 Ideopsis klassica - - √ ? 128 Ideopsis vitrea - - √ ? 129 Ideopsis sp - - √ ? 130 Parantica aspasia - - √ ? 131 Parantica cleona - - √ ? 132 Pareronia valeria - - √ ? 133 Lybithea geoffreyi - - √ ? 134 Lybithea geoffreyi antipoda - - √ ? 135 Azanus moriqua - - √ ? 136 Bindahara phocides - - √ ? 137 Denorix epiyarbas - - √ ? 138 Freyeria trochilus - - √ ? 139 Hypochrysops mioswara - - √ ? 140 Jamides cyta amphissina - - √ ? 141 Liphyra brassoli - - √ ? 142 Argynnis sp - - √ ? 143 Argyreus hyperbius - - √ ? 144 Argyreus hyperbius inconstan - - √ ? 145 Cethosia myrina √ - - ? 146 Cethosia biblis - - √ ? 147 Charaxes solon - - √ ? 148 Charaxes affinis - - √ ? 149 Charaxes nitebis - - √ ? 150 Cirrochroa regina filder - - √ ? 151 Cirrochroa regina princesa - - √ ? 152 Cupha erymanthis - - √ ? 153 Cupha maedonis - - √ ? 154 Cyrestis acilia - - √ ? 155 Cyrestis thyenneus - - √ ? 156 Cyrestis strigata - - √ ? 157 Euthalia aetes - - √ ?

Page 151: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

142

Status Perlindungan

No. Jenis Fauna UU 5 / 1990 CITES Tidak

dilindungi

Prediksi Populasi

158 Euthalia amanda - - √ ? 159 Euripus robustus - - √ ? 160 Hypolimnas bolina - - √ ? 161 Hypolimnas domea - - √ ? 162 Helcyra celebensis - - √ ? 163 Junenia almana - - √ ? 164 Junenia atlites - - √ ? 165 Junenia orithya - - √ ? 166 Junenia erigone - - √ ? 167 Junenia hedonia - - √ ? 168 Limenitis lymire - - √ ? 169 Melanitis ismene - - √ ? 170 Mycalesis duphonceli - - √ ? 171 Mycalesis malsarida - - √ ? 172 Neptis nandina - - √ ? 173 Neptis praslini - - √ ? 174 Parthenos silvia - - √ ? 175 Parthenos tigriana - - √ ? 176 Phalanta alcippe araca - - √ ? 177 Polyura clitarchus - - √ ? 178 Polyura alpius - - √ ? 179 Polyura cognata - - √ ? 180 Pontoporia eulimene baudora - - √ ? 181 Rohana macar - - √ ? 182 Vagrans egista - - √ ? 183 Vindula cycnei - - √ ? 184 Vindula erota - - √ ? 185 Vindula erota cycnea - - √ ? 186 Vindula erota ricussa - - √ ? 187 Vindula sp - - √ ? 188 Yoma sabina sabina - - √ ? 189 Yoma algina - - √ ? 190 Yanesa buana - ? 191 Papilio peranthus - - √ ? 192 Papilio gigon - - √ ? 193 Papilio sataspes - - √ ? 194 Papilio ascalapus - - √ ? 195 Papilio fuscus - - √ ? 196 Papilio polytes - - √ ? 197 Papilio adamanthus - - √ ? 198 Papilio albinos - - √ ? 199 Papilio blumei - - √ ? 200 Papilio canopsis - - √ ? 201 Papilio castor - - √ ? 202 Papilio cedrusmedon - - √ ? 203 Papilio deiphobus dliphylus - - √ ? 204 Papilio galucus turnus - - √ ? 205 Papilio lorquinianus - - √ ? 206 Papilio lowii - - √ ? 207 Papilio memnon - - √ ? 208 Papilio polites - - √ ? 209 Papilio polyphontes - - √ ? 210 Papilio sarpedon - - √ ? 211 Troides hipolythus √ II - ? 212 Troides helena √ II - ? 213 Troides haliphron √ II - ? 214 Graphium androcles - - √ ? 215 Graphium cordus - - √ ?

Page 152: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

143

Status Perlindungan

No. Jenis Fauna UU 5 / 1990 CITES Tidak

dilindungi

Prediksi Populasi

216 Graphium eupharates - - √ ? 217 Graphium euryphylus - - √ ? 218 Graphium milon - - √ ? 219 Graphium agamemnon - - √ ? 220 Graphium doson - - √ ? 221 Graphium mendana - - √ ? 222 Graphium meyery - - √ ? 228 Graphium rhesus - - √ ? 229 Graphium deucalion - - √ ? 230 Graphium sarpedon - - √ ? 231 Graphium tilacha - - √ ? 232 Atrophaneura dixoni - - √ ? 233 Lamproptera meges - - √ ? 234 Pachlioca iris - - √ ? 235 Appias albina - - √ ? 236 Appias celastina - - √ ? 237 Appias lyncida - - √ ? 238 Appias nero - - √ ? 239 Appias paulina - - √ ? 240 Appias placidia - - √ ? 241 Appias zarinda - - √ ? 242 Appias hombroni - - √ ? 243 Amathusia phidippus - - √ ? 244 Delias alepa - - √ ? 245 Delias hapalina - - √ ? 246 Delias hyparete - - √ ? 247 Delias isocharis - - √ ? 248 Delias melusina - - √ ? 249 Delias mesebloma - - √ ? 250 Delias omytion - - √ ? 251 Delias pasithoe - - √ ? 252 Delias poecilia - - √ ? 253 Cepora celebensis - - √ ? 254 Cepora timnatha - - √ ? 255 Chirrochoa semiramis - - √ ? 256 Chirrochoa thule - - √ ? 257 Delias rosenbergi - - √ ? 258 Euploea eupator - - √ ? 259 Euploea eleusina - - √ ? 260 Euploea hewitsoni - - √ ? 261 Euploea algea - - √ ? 262 Euploea westwodi - - √ ? 263 Delias sacha - - √ ? 264 Delias zebuda - - √ ? 265 Delias shupi - - √ ? 266 Dixeia doxo costata - - √ ? 267 Discopora bambusa - - √ ? 268 Elodina equatia - - √ ? 269 Eurema candida - - √ ? 270 Eurema drona - - √ ? 271 Eurema celebensis - - √ ? 272 Gandaca harina niguina - - √ ? 273 Hebomia glaucippe - - √ ? 274 Hebomia glaucippe aurantiaca - - √ ? 275 Hebomia leucippe daemonis - - √ ? 276 Hestina divona - - √ ? 277 Ixias reinwardti - - √ ? 278 Ixias vollenhovii - - √ ? 279 Leptosias nina - - √ ?

Page 153: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

144

Status Perlindungan

No. Jenis Fauna UU 5 / 1990 CITES Tidak

dilindungi

Prediksi Populasi

280 Lamesia lyncides - - √ ? 281 Papreronia valeria - - √ ? 282 Saletara cyninna - - √ ? 283 Saletara leberia - - √ ? 284 Saletara panda - - √ ? 285 Terias candida - - √ ? 286 Terinos taxiles - - √ ? 287 Tirumala choaspes - - √ ? 288 Tirumala hamata - - √ ? 289 Tacola eulimine - - √ ? 290 Valeria argotis - - √ ? 291 Valeria chinki - - √ ? 292 Valeria jobaea abiiana - - √ ? 293 Dicalleneura ekeike - - √ ? 294 Dicalleneura rebbei arfalensis - - √ ? 295 Praetaxilla segesia cariya - - √ ? 296 Praetaxilla statira dhyana - - √ ? 297 Praetaxilla statira statira - - √ ? 298 Attacus atlas - - √ ? 299 Elymnias thryallis - - √ ? 300 Elymnias hewitsoni - - √ ? 301 Geitoneura mynyas - - √ ? 302 Melanitis leda - - √ ? 303 Melanitis velutina - √ ? 304 Mycalesis sirius - - √ ? 305 Batocera sp. - - √ ? 306 Aegus sp. - - √ ? 307 Catopsilia scylla - - √ ? 308 Catopsilia pomona - - √ ? 309 Pareronia tritaea - - √ ? 310 Parthenos sylvia - - √ ? 311 Dichorragia sp - - √ ? 312 Doleshallia bisaltios - - √ ? 313 Estina divona - - √ ? 314 Hypolimnas diomea - - √ ? 315 Lexias aetes - - √ ? 316 Moduza procris - - √ ? 317 Moduza lymire - - √ ? 318 Moduza libinites - - √ ? 319 Moduza licone - - √ ? 320 Mynes talboti - - √ ? 321 Mynes geoffroyi - - √ ? 322 Parthenos tigrina - - √ ? 323 Prothoe frank - - √ ? 324 Rhinipalpa polynice - - √ ? 325 Gehyra matilata - - √ ? 326 Mubaya rudis - - √ ? 327 Cosymbatus sp - - √ ? 328 Pachliopta polyponthes - - √ ? 329 Deudorix epijarbus - - √ ?

Collembola, Pisces, Moluska dan lain-lain

330 Aracnida - - √ ? 331 Collembola - - √ ? 333 Polydesmida - - √ ? 333 Trombididoee - - √ ? 334 Armadillidia - - √ ? 335 Doratodesmidae - - √ ? 336 Amblipigii - - √ ?

Page 154: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

145

Status Perlindungan

No. Jenis Fauna UU 5 / 1990 CITES Tidak

dilindungi

Prediksi Populasi

337 Heteropodidae - - √ ? 338 Scutigeridae - - √ ? 339 Rhaphidophora - - √ ? 340 Pnaria sp - - √ ? 341 Eustra sp - - √ ? 342 Eustra saripaensis - - √ ? 343 Cyclotus longipilus - - √ ? 344 Cyclotus politus - - √ ? 345 Cyclotus guttatus - - √ ? 346 Hesta sp - - √ ? 347 Planispira - - √ ? 348 Leptopoma celebesianum - - √ ? 349 Trichoptera - - √ ? 350 Cancrocaeca xenomorpha - - √ ? 351 Bostrychus sp 1 - - √ ? 352 Bostrychus sp 2 - - √ ? 353 Cirolana marosina - - √ ? 354 Marosina longirostris - - √ ? 355 Marosina brevirostris - - √ ? 356 Pseudosinella maros - - √ ?

Sumber : Data Primer BTN Babul dan dihimpun dari berbagai sumber

Page 155: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

146

B. Daftar Flora Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

Status perlindungan No. Jenis Flora UU

5/1990 CITES Tidak dilindungi

Prediksi populasi

1 Agathis philippinensis - - √ ? 2 Arthocarpus integra - - √ ? 3 Arthocarpus communis - - √ ? 4 Arthocarpus altiliis - - √ ? 5 Arthocarpus elestica - - √ ? 6 Arthocarpus incise - - √ ? 7 Anthochepalus cadamba - - √ ? 8 Anthochepalus macrophyllus - - √ ? 9 Alstonia scholaris - - √ ?

10 Anacardium occidentale - - √ ? 11 Albizia saponaria - - √ ? 12 Arenga pinnata - - √ ? 13 Aleurites moluccana - - √ ? 14 Annona muricata - - √ ? 15 Aglaia lawii - - √ ? 16 Aglaia odorattisima - - √ ? 17 Aglaia tomentosa - - √ ? 18 Aglaia korthalsii - - √ ? 19 Aglaia argentea - - √ ? 20 Aglaia ganggo - - √ ? 21 Aglaia sp - - √ ? 22 Archidendron sp - - √ ? 23 Actinodaphne sp - - √ ? 24 Abelmoschus moschatus - - √ ? 25 Acmena acuminatissima - - √ ? 26 Adina sp - - √ ? 27 Alchornea rugosa - - √ ? 28 Antiaris taxicaria - - √ ? 29 Antidesma montanum - - √ ? 30 Apania senegalensis - - √ ? 31 Aporosa sp - - √ ? 32 Arcangelisia flava - - √ ? 33 Ardicia lanceolata - - √ ? 34 Alangium salvinifolium - - √ ? 35 Allophylus cobbe - - √ ? 36 Aphanamixis polystachya - - √ ? 37 Ardisia sp - - √ ? 38 Alsodaphne sp - - √ ? 39 Alphitonia incana - - √ ? 40 Aralia sp - - √ ? 41 Buchanania arborescens - - √ ? 42 Bombax malabaricum - - √ ? 43 Bambusa sp - - √ ? 44 Bauhunia arborea - - √ ? 45 Baringtonia asiatica - - √ ? 46 Baccauirea sp - - √ ? 47 Bischofia javanica - - √ ? 48 Breidelia insulana - - √ ? 49 Beilschmiedia gemmiflora - - √ ? 50 Beilschmiedia sp - - √ ? 51 Breynia virgata - - √ ? 52 Casuarina junghuhniana - - √ ? 53 Castanea acuminatissima - - √ ? 54 Colona sp - - √ ? 55 Cananga odorata - - √ ? 56 Calophyllum inophyllum - - √ ? 57 Calophylum sp - - √ ? 58 Klenhovia hospita - - √ ? 59 Ceiba petandra - - √ ? 60 Citronella suaveoleus - - √ ?

Page 156: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

147

Status perlindungan

No. Jenis Flora UU 5/1990 CITES Tidak

dilindungi

Prediksi populasi

61 Citronella sp - - √ ? 62 Chionanthus celebicus - - √ ? 63 Cinnamomum sp - - √ ? 64 Cynometra ramiflora - - √ ? 65 Chionanthus ramiflora - - √ ? 66 Cratoxylon cochinchinensis - - √ ? 67 Claoxylon sp - - √ ? 68 Clorodendrum sp - - √ ? 69 Canarium balsamiferum - - √ ? 70 Canarium maluence - - √ ? 71 Canthium didyma - - √ ? 72 Caryota mitis - - √ ? 73 Cassia siamea - - √ ? 74 Celtis cinamomea - - √ ? 75 Cleistanthus myrianthus - - √ ? 76 Canthium didyma - - √ ? 77 Chisocheton ceramicus - - √ ? 78 Codiaeum variegatum - - √ ? 79 Castanopsis buruana - - √ ? 80 Castanopsis sp - - √ ? 81 Coffea sp - - √ ? 82 Caseria grewiaefolia - - √ ? 83 Duabanga moluccana - - √ ? 84 Dracontomelon dao - - √ ? 85 Dracontomelon mangiferum - - √ ? 86 Dillenia serrata - - √ ? 87 Diospyros celebica √ - - ? 88 Diospyros ferrea - - √ ? 89 Diospyros korthalsiana - - √ ? 90 Diospyros venenosa - - √ ? 91 Dracaena multiflora - - √ ? 92 Dehaasia caesia - - √ ? 93 Dehaasia celebica - - √ ? 94 Didymocheton nutans - - √ ? 95 Drypetes glabridiscus - - √ ? 96 Drypetes globosa - - √ ? 97 Drypetes longifolia - - √ ? 98 Drypetes subcubica - - √ ? 99 Drypetes sp - - √ ?

100 Dysoxylum densiflorum - - √ ? 101 Denrocdine stimulans - - √ ? 102 Derris trifoliate lour - - √ ? 103 Dolichandrone spathacea - - √ ? 104 Elmerillia sp - - √ ? 105 Eucalyptus deglupta - - √ ? 106 Eugenia jambolana - - √ ? 107 Eugenia acuminatissima - - √ ? 108 Eugenia cuminii - - √ ? 109 Eugenia everettii - - √ ? 110 Eugenia polycephaloides - - √ ? 111 Euonymus javanicus - - √ ? 112 Elastostema sinuatum - - √ ? 113 Euvodia accendens - - √ ? 114 Eupotarium odoratum - - √ ? 115 Exocarpus latifolius - - √ ? 116 Erythrina pusca - - √ ? 117 Ellatostachys verrucosa - - √ ? 118 Endiandra rubescens - - √ ? 119 Ficus benjamina - - √ ? 120 Ficus variegata - - √ ?

Page 157: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

148

Status perlindungan

No. Jenis Flora UU 5/1990 CITES Tidak

dilindungi

Prediksi populasi

121 Ficus deltoidea - - √ ? 122 Ficus subulata - - √ ? 123 Ficus obcsura - - √ ? 124 Ficus subtrinervia - - √ ? 125 Ficus callosa - - √ ? 126 Ficus anastomosans - - √ ? 127 Ficus grewiifolia - - √ ? 128 Ficus pisifera - - √ ? 129 Ficus tinctoria - - √ ? 130 Ficus virgata - - √ ? 131 Ficus ampelas - - √ ? 132 Ficus copiosa - - √ ? 133 Ficus cumingii - - √ ? 134 Ficus elmeri - - √ ? 135 Ficus gul - - √ ? 136 Ficus heteropoda - - √ ? 137 Ficus adenosperma - - √ ? 138 Ficus fistulosa - - √ ? 139 Ficus hispida - - √ ? 140 Ficus septica - - √ ? 141 Ficus racemosa - - √ ? 142 Ficus elestica - - √ ? 143 Ficus miguelii - - √ ? 44 Ficus callophylla - - √ ?

145 Ficus chrsolepis - - √ ? 146 Ficus cordatula - - √ ? 147 Ficus crassiramea - - √ ? 148 Ficus forstenii - - √ ? 149 Ficus lawesii - - √ ? 150 Ficus microcarpa - - √ ? 151 Ficus subcordata - - √ ? 152 Ficus sumatrana - - √ ? 153 Ficus virens - - √ ? 154 Ficus superba - - √ ? 155 Ganopyllum falcatum - - √ ? 156 Ganopyllum sp - - √ ? 157 Garcinia mangostana - - √ ? 158 Garcinia gaudichaudii - - √ ? 159 Garcinia laterriflora - - √ ? 160 Garcinia forbesi - - √ ? 161 Garuga floribunda - - √ ? 162 Gnetum gnemon - - √ ? 163 Grewia acuminata - - √ ? 164 Gendarussa vulgaris - - √ ? 165 Gomphandraa mappioides - - √ ? 166 Gluta rengas - - √ ? 167 Glycosmis cochinchinensis - - √ ? 168 Glycosmis pentapyllla - - √ ? 169 Glycosmis sp - - √ ? 170 Hernandia sp - - √ ? 171 Hymenodyction excelsum - - √ ? 172 Heriteria littorolis - - √ ? 173 Hopea celebica - - √ ? 174 Heckeria umbellata - - √ ? 175 Hydnocarpus heterophylla - - √ ? 176 Horsfieldia sp - - √ ? 177 Homalium celebicum - - √ ? 178 Ixora gandifolia - - √ ? 179 Ixora javanica - - √ ? 180 Ixora timorensis desaisne - - √ ?

Page 158: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

149

Status perlindungan

No. Jenis Flora UU 5/1990 CITES Tidak

dilindungi

Prediksi populasi

181 Ixonanthes petiolaris - - √ ? 182 Itoa stapffi - - √ ? 183 Jatropa curcas - - √ ? 184 Knema cinerea - - √ ? 185 Kadsura sp - - √ ? 186 Laportea stimulans - - √ ? 187 Leea indica - - √ ? 188 Leea angulata - - √ ? 189 Lepiniopsis ternatensisi - - √ ? 190 Lepisanthes fruticosa - - √ ? 191 Lepisanthes sp - - √ ? 192 Leucosyke capitellata - - √ ? 193 Lagerstromia speciosa - - √ ? 194 Lagerstromia ovatifolia - - √ ? 195 Lantana camara - - √ ? 196 Lysianthes sp - - √ ? 197 Litsea mappacea - - √ ? 198 Litsea timoriana - - √ ? 199 Litsea sp - - √ ? 200 Mangifera indica - - √ ? 201 Mangifera foetida - - √ ? 202 Mangifera pedicellata - - √ ? 203 Myristica fragras - - √ ? 204 Mollutus floribondus - - √ ? 205 Mollutus subpeltatus - - √ ? 206 Mollotus sp - - √ ? 207 Macaranga gigantea - - √ ? 208 Matthaea sansta - - √ ? 209 Meliosma nitida - - √ ? 210 Memecylon edule - - √ ? 211 Maranthes corymbosa - - √ ? 212 Nauclea orientalis - - √ ? 213 Nephelium lappaceum - - √ ? 214 Orophea celebica - - √ ? 215 Orophea hexandra - - √ ? 216 Octomeles sumatrana - - √ ? 217 Pangium edule - - √ ? 218 Pangium obovatum - - √ ? 219 Pinus merkusii - - √ ? 220 Pandanus sp - - √ ? 221 Palaquium obtusifolium - - √ ? 222 Palaquium obovatum - - √ ? 223 Pterocarpus indicus - - √ ? 224 Pometia pinnata - - √ ? 225 Pterospermum celebicum - - √ ? 226 Pterospermum diversifolium - - √ ? 227 Pterospermum javanicum - - √ ? 228 Pometia acuminate - - √ ? 229 Pometia serrata - - √ ? 230 Polyalthia celebica - - √ ? 231 Polyalthia coffeoides - - √ ? 232 Polyalthia sp - - √ ? 233 Polycias nodusa - - √ ? 234 Pimeleodendron ambainicum - - √ ? 235 Pseudoclausena chrisogyne - - √ ? 236 Planchonia valida - - √ ? 237 Planchonia natida - - √ ? 238 Pisonia umbelifera - - √ ? 239 Premna sp - - √ ? 240 Psychotria sp - - √ ?

Page 159: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

150

Status perlindungan

No. Jenis Flora UU 5/1990 CITES Tidak

dilindungi

Prediksi populasi

241 Plectronia glabra - - √ ? 242 Plectronia sp - - √ ? 243 Riporosa caesia - - √ ? 244 Phaleria capitata - - √ ? 245 Picrasma javanica - - √ ? 246 Pittosporum ramiflorum - - √ ? 247 Poikilospermum sp - - √ ? 248 Popowia sp - - √ ? 249 Pothos rumpii - - √ ? 250 Pavetta sp - - √ ? 251 Podocarpus neriifolius - III √ ? 252 Podocarpus imbricatus - - √ ? 253 Podocarpus sp - - √ ? 254 Phyllocladus hypophyllus - - √ ? 255 Planchonella moluccana - - √ ? 256 Planchonella firma - - √ ? 257 Pterocymbium javanicum - - √ ? 258 Schleichera oleosa - - √ ? 259 Spatudea campanulata - - √ ? 260 Sterqulia foetida - - √ ? 261 Sterqulia comosa - - √ ? 262 Sterqulia insularis - - √ ? 263 Sterqulia oblongata - - √ ? 264 Samanea saman - - √ ? 265 Swietenia macrophylla - II √ ? 266 Spondias pinnata - - √ ? 267 Schefflera polybatrya - - √ ? 268 Schefflera elliptica - - √ ? 269 Sageraea lanceolata - - √ ? 270 Sagerae glabra - - √ ? 271 Solacia sp - - √ ? 272 Santiria laevigata - - √ ? 273 Santiria sp - - √ ? 274 Scolopia spinosa - - √ ? 275 Sloetia sp - - √ ? 276 Strobilanthes blumei - - √ ? 277 Semecarpus sp - - √ ? 278 Tristania sp - - √ ? 279 Tamarindus indicus - - √ ? 280 Tectona grandis - - √ ? 281 Talauma singaporensis - - √ ? 282 Terminalia microcarpa - - √ ? 283 Terminalia sp - - √ ? 284 Tetrameles nudiflora - - √ ? 285 Tarenna teysmanii - - √ ? 286 Tarenna sp - - √ ? 287 Timonius sp - - √ ? 288 Tricalysia singularis - - √ ? 289 Tristiropsis canaroides - - √ ? 290 Tristiropsis sp - - √ ? 291 Trichospermum pleiostigma - - √ ? 292 Tabarnaemontana sp - - √ ? 293 Tomoniu sp - - √ ? 294 Vatica sp - - √ ? 295 Vitex cofassus - - √ ? 296 Vitex pubescens - - √ ? 297 Villebrunea rubescens - - √ ? 298 Vernonia arborea - - √ ? 299 Walsura pinnata - - √ ? 300 Wrightia pubescens - - √ ?

Page 160: RP TN BABUL 2008-2027

Rencana Pengelolaan

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

151

Status perlindungan

No. Jenis Flora UU 5/1990 CITES Tidak

dilindungi

Prediksi populasi

301 Xanthophyllum sp - - √ ? 302 Xylopia sp - - √ ?

Sumber : Data Primer BTN Babul dan dihimpun dari berbagai sumber