Rosyad,Idham,Nasyith,Forman 3 Pengusaha Sukses Pendidikan

download Rosyad,Idham,Nasyith,Forman 3 Pengusaha Sukses Pendidikan

of 14

description

wirausaha

Transcript of Rosyad,Idham,Nasyith,Forman 3 Pengusaha Sukses Pendidikan

TUGAS KEWIRAUSAHAAN3 PENGUSAHA SUKSES di BIDANG PENDIDKAN

Kelas 08Semester 4

Anggota :1. Forman Sihombing4100120112. M Rosyad Mubarak4100120163. M Nasyith Priatna4100122474. Ikhdam Nurul Khair410012051

Teknik GeologiSekolah Tinggi Teknologi NasionalYogyakartaKata Pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalahinidalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan ataupun motivasi bagi pembaca yang sudah maupun yang baru mau nenulai berbisnis.Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Yogyakarta, Maret 2014

Penyusun

ISI

1. Purdi E Chandra

Purdi E Chandralahir di Lampung 9 September 1959.ia mulai berbisnis sejak ia masih duduk di bangku SMP di Lampung, yaitu ketika dirinya mulai beternak ayam dan bebek, dan kemudian menjual telurnya di pasar. Sosok Purdi E. Chandra kini dikenal sebagai pengusaha yang sukses. Bisnis resminya sendiri dimulai pada 10 Maret 1982, yakni ketika ia bersama teman-temannya mendirikan Lembaga Bimbingan Test Primagama (kemudian menjadi bimbingan belajar). Lembaga Bimbingan Belajar (Bimbel)Primagamayang didirikannya bahkan masuk ke Museum Rekor Indonesia (MURI) lantaran memiliki 181 cabang di 96 kota besar di Indonesia dengan 100 ribu siswa tiap tahun.Waktu mendirikan bisnisnya tersebut Purdi masih tercatat sebagai mahasiswa di 4 fakultas dari 2 Perguruan Tinggi Negeri di Yogyakarta. Namun karena merasa tidak mendapat apa-apa ia nekad meninggalkan dunia pendidikan untuk menggeluti dunia bisnis. Sejak awal Purdi muda sudah berani meninggalkan kota kelahirannya dan mencoba mandiri dengan bersekolah di salah satu SMA di Yogyakarta. Ibunya, Siti Wasingah dan ayahnya, Mujiyono, merestui keinginan kuat anaknya untuk mandiri.Dengan merantau Purdi merasa tidak tergantung dan bisa melihat berbagai kelemahan yang dia miliki.Pelan-pelan berbagai kelemahan itu diperbaiki oleh Purdi. Hasilnya, Ia mengaku semakin percaya diri dan tahan banting dalam setiap langkah dalam bisnisnya. Bukan suatu kebetulan jika pengusaha sukses identik dengan kenekatan mereka untuk berhenti sekolah atau kuliah. Seorang pengusaha sukses tidak ditentukan gelar sama sekali. Inilah yang dipercaya Purdi ketika baru membangun usahanya. Kuliah di 4 jurusan yang berbeda, Psikologi, Elektro, Sastra Inggris dan Farmasi di Universitas Gajah Mada (UGM) dan IKIP Yogya membuktikan kecemerlangan otak Purdi. Hanya saja ia merasa tidak mendapatkan apa-apa dengan pola kuliah yang menurutnya membosankan. Ia yakin, gagal meraih gelar sarjana bukan berarti gagal meraih cita-cita. Purdi muda yang penuh cita-cita dan idealisme ini pun nekad meninggalkan bangku kuliah dan mulai serius untuk berbisnis.

Sejak saat itu pria kelahiran Punggur, Lampung Tengah ini mulai menajamkan intuisi bisnisnya. Dia melihat tingginya antusiasme siswa SMA yang ingin masuk perguruan tinggi negeri yang punya nama, seperti UGM. Bagaimana jika mereka dibantu untuk memecahkan soal-soal ujian masuk perguruan tinggi, pikirnya waktu itu. Purdi lalu mendapatkan ide untuk mendirikan bimbingan belajar yang diberi nama, Primagama. Purdi memulai usaha sejak tahun 1982. Mungkin karena tidak selesai kuliah itu yang memotivasi ia menjadi pengusaha, kisah Purdi. Lalu, dengan modal hasil melego motornya seharga 300 ribu rupiah, ia mendirikan Bimbel Primagama dengan menyewa tempat kecil dan disekat menjadi dua. Muridnya hanya 2 orang.Itu pun tetangga.Biaya les cuma 50 ribu untuk dua bulan.Kalau tidak ada les maka uangnya bisa dikembalikan. Segala upaya dilakukan Purdi untuk membangun usahanya. Dua tahu setelah itu nama Primagama mulai dikenal. Muridnya bertambah banyak. Setelah sukses, banyak yang meniru nama Primagama. Purdi pun berinovasi untuk meningkatkan mutu lembaga pendidikannya ini.Sebenarnya yang bikin Primagama maju itu setelah ada program jaminan diri, ungkapnya soal rahasia sukses mengembangkan Bimbel Primagama.Kalau ikut Primagama pasti diterima di Universitas Negeri.Kalau nggak uang kembali. Supayaditerima murid-murid yang pintar diangkat jadi pengajar. Karena yang membimbing pintar, maka 90% bisa lulus ujian masuk perguruan tinggi negeri, lanjutnya.

Dengan jatuh bangun Purdi menjalankan Primagama.Dari semula hanya 1 outlet dengan hanya 2 murid, Primagama sedikit demi sedikit berkembang. Kini murid Primagama sudah menjadi lebih dari 100 ribu orang per-tahun, dengan ratusan outlet di ratusan kota di Indonesia. Karena perkembangan itu Primagama ahirnya dikukuhkan sebagai Bimbingan Belajar Terbesar di Indonesia oleh MURI (Museum Rekor Indonesia). Mengenai bisnisnya, Purdi mengaku banyak belajar dari ibunya. Sementara untuk masalah kepemimpinan dan organisasi, sang ayahlah yang lebih banyak memberi bimbingan dan arahan. Bekal dari kedua orang tua Purdi tersebut semakin lengkap dengan dukungan penuh sang Istri Triningsih Kusuma Astuti dan kedua putranya Fesha maupun Zidan. Pada awal-awal berdirinya Primagama, Purdi selalu ditemani sang istri untuk berkeliling kota di seluruh Indonesia membuka cabang-cabang Primagama. Dan atas bantuan istrinya pula usaha tersebut makin berkembang. Purdi yang lahir di Lampung ini memang jadi model wirausaha jalanan, plus modal nekad.la tinggalkan kuliahnya di empat fakultas di UGM dan IKIP Yogyakarta. Lalu dengan modal Rp.300 ribu ia dirikan lembaga bimbingan tes Primagama 10 Maret 1982 di Yogyakarta. Sebuah peluang bisnis potensial yang kala itu tidak banyak dilirik orang.la sukses membuat Primagama beromset hampir 70 milyar per tahun, dengan 200 outlet di lebih dari 106 kota. Kini Primagama sudah menjadi Holding Company yang membawahi lebih dari 20 anak perusahaan yang bergerak di berbagai bidang seperti: Pendidikan Formal, Pendidikan Non-Formal, Telekomunikasi, Biro Perjalanan, Rumah Makan, Supermarket, Asuransi, Meubelair, Lapangan Golf dan lain sebagainya..BODOL, BOTOL dan BOBOL

Purdi mengaku punya resep manjur bagi yang ingin berwirausaha, yaitu BODOL, BOTOL dan BOBOL. Mungkin masih kedengaran aneh di telinga, namun ia meyakinkan bahwa resep ini berguna bagi yang merasa ragu-ragu dan terlalu banyak perhitungan dalam berusaha yang malah menghambat rencana mereka untuk berwirausaha. Jika orang bingung ketika memulai bisnis karena tak punya modal, menurut Purdi gunakan saja resep BODOL yaitu Berani, Optimis, Duit, Orang Lain.Dalam bisnis diperlukan keberanian dan rasa optimis. Jika tidak punya uang tidak ada salahnya pinjam duit orang lain. Pasti ada orang yang mau membiayai bisnis yang akan kita jalankan jika memang prospektif. Kalau kita punya duit dan modal tapi tidak ahli di bidang bisnis, gunakan jurus BOTOL, tukas Purdi. Berani, Optimis, Tenaga, Orang Lain. Jika kita punya modal, kenapa tidak kita serahkan pada yang ahli di bidangnya sehingga bisnis tetap berjalan.Pendeknya kita tak harus menggunakan tenaga sendiri untuk menjalankan bisnis. Resep terakhir adalah jurus BOBOL.yaitu Berani, Optimis, Bisnis, Orang, Lain. Ini dikeluarkan jika ide bisnis pun tak ada maka kita bisa meniru bisnis orang lain tambah Purdi. Ibaratnya, bisnis adalah seperti masuk ke kamar mandi yaitu dengan tidak banyak berpikir.Jika di kamar mandi airnya kurang hangat, semua bisa diatur hingga sesuai dengan keinginan kita.

Enterpreuner University, Kuliah Tanpa Gelar

Semua orang bisa jadi wirausahawan, ucap suami Triningsih Kusuma Astuti ini yakin.Memang yang paling baik ditanamkan pendidikan enterpreuner ini sejak kanak-kanak di dalam keluarga. Sebab, anak akan merekan semuanya dalam memorinya dan selanjutnya akan menjadi pola pikir dan cara perilaku anak di masa depannya. Namun, itu bukanlah hal-hal penentu keberhasilan. Begitu pula dengan faktor usia, kaya-miskin, jenius atau tidak, juga gelar formal, kata pria yang juga menjadi dosen tamu di beberapa universitas ini. Untuk menjadi pengusaha tak perlu pintar dan memiliki embel-embel gelar. Sebab jika terlalu pintar justru malah akan berhitung dan melihat banyak resiko yang harus dihadapi sehingga nyalinya malah ciut. Bayangkan anda kuliah Magister Manajemen (MM) di UI anda harus bayar 50 juta. Selesai kuliah mungkin anda merasa tidak punya uang, katanya lagi. Keprihatinannya terhadap iklim bisnis di Indonesia menyebabkan Purdi harus melakukan sesuatu. Tampilah ia sebagai bagian dari politisi yang manggung di Senayan sampai tahun ini. Keinginannya adalah merubah pola pendidikan saat ini yang berorientasi menjadi pekerja bukan pengusaha. Seharusnya, menurut pria yang pernah menjadi ketua Himpunan Penguasaha Muda Indonesia (HIPMI) cabang Yogya ini, ada alternatif lain dalam sistem pendidikan kita. Paling tidak anak-anak diajarkan untuk berwira usaha.Sayangnya idenya tidak mendapat tanggapan. Saya merasa adanya universitas untuk mencetak pengusaha baru itu penting. Kalau perlu universitas ini tidak perlu menggunakan aturan formal, tanpa status,tanpa akreditasi, tanpa dosen, tanpa ijazah dan tanpa gelar. Wisudanya pun dilakukan saat mahasiswa benar-benar membuka usaha, ujar pria yang menerima Enterprise 50 dari Anderson Consulting dan Majalah Swa ini serius.Idenya ini diwujudkan dengan membentukEnterpreuner University (EU).Dengan dibimbing langsung oleh Purdi, EU kini telah memiliki 37 angkatan. Di sana tak ada nilai, ijazah maupun gelar. Menurut Purdi masyarakatlah yang berhak menilai pengusaha itu memiliki kredibilitas atau tidak, sukses atau tidak.Hal ini berbeda dengan pendidikan yang memberlakukan ujian tapi tidak membolehkan siswanya mencontek. Dalam dunia riil bisnis, yang namanya bertanya sah-sah saja. Menyontek usaha orang lain juga boleh saja. Meniru kiat sukses pengusaha lain juga silahkan. Nggak ada yang melarang, Purdi beralasan. Di EU yang hanya memakan waktu 6 bulan dan kuliah seminggu 2 kali ini, Purdi mengkonsentrasikan pendidikannya pada pengembangan kecerdasan emosional, spiritual, mempertajam kreativitas dan intuisi bisnis mahasiswanya. Materinya pun seputar nilai-nilai kewirausahaan seperti pantang menyerah, kreatif dan inovatif, semangat tinggi, berani dan jeli melihat peluang usaha. Purdi yakin kelak EU akan mencetak pengusaha-pengusaha baru yang akan menggiatkan iklim investasi di Indonesia.

2. Sony Sugema

Sony Suge mengaku mengawali karirnya sebagai "pengusaha" bimbingan belajar ketika duduk di kelas dua SMU Negeri 3 Bandung saat berusia 15 tahun.Ketika itu, ayahnya meninggal dunia sehingga Sony harus bekerja untuk menghidupi ibu dan keempat adiknya.Ia lalu memberi les privat kepada teman-teman sekelasnya.

"Soalnya saya nggak tahu harus ke mana nyari orang yang mau les privat. Saya tawarin ke teman-teman, mau nggak lima ribu sebulan. Ternyata beberapa teman saya mau," kata Sony.Dia memang dipercaya teman-temannya untuk mengajar, mengingat otaknya yang cerdas.

Setelah mengajar teman-temannya di SMU, Sony mengaku ketagihan mengajar dan merasa tertarik dengan dunia pendidikan."Awalnya saya tertarik, ngajar itu kok enak. Terus, tiap minggu di SMU 3 ada try out dan pembahasan, itu gratis. Itulah awal mula saya terjun ke dunia bimbingan belajar," ujar Sony.

Tahun 1982, Sony lulus tes masuk ke Institut Teknologi Bandung (ITB) Jurusan Teknik Sipil. Ketika dia masih tingkat satu, Sony memutuskan untuk menikah.Saat itu istrinya kuliah di jurusan Biologi ITB dan berumur sekitar tiga tahun lebih tua.

Setelah menikah, Sony merasa tanggungannya semakin banyak.Akhirnya, untuk menambah penghasilan, dia memutuskan untuk menjadi guru di SMU Angkasa Bandung.Ketika itu Sony mengajar pelajaran matematika, fisika, dan kimia untuk siswa kelas satu, dua, dan tiga.

"Setelah itu, saya bekerja sebagai pengajar di beberapa bimbingan belajar.Baru pada tahun 1990 saya memutuskan untuk membuka bimbingan belajar sendiri," kata Sony.

Cikal bakal Sony Sugema College (SSC) ini awalnya terletak di Jalan Dipatiukur. Modal awal pendirian bimbel ini hanya Rp 1,5 juta, yang diperoleh Sony dari pembayaran royalti buku-bukunya. Sony Sugema memang pernah menulis buku tentang pembahasan soal-soal UMPTN yang setiap tahun selalu diperbaharui.

Awalnya murid bimbingan belajar ini hanya 140 orang dan Sony satu-satunya pengajar. Uang sebesar Rp 1,5 juta itu, kata Sony, digunakannya untuk menyewa ruangan tempat belajar sebesar Rp 750.000 dan sisanya untuk membayar gaji karyawan. Bimbingan belajar ini awalnya hanya mengkhususkan diri sebagai bimbingan belajar intensif untuk menghadapi Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN).

Lama kelamaan, Sony merasa bahwa dirinya lambat laun tidak bisa menikmati hasil jerih payahnya karena terlalu sibuk bekerja sebagai pengajar tunggal. Akhirnya, dia memutuskan untuk meminta teman-temannya dari ITB, UNPAD, dan IKIP (sekarang UPI) untuk membantunya mengajar di bimbingan belajar tersebut.

Tahun 1991, dia membuka cabang di Jakarta disusul cabang-cabang di seluruh Indonesia.Lembaga bimbingan belajar ini berhasil meluluskan 618 orang siswanya ke ITB.Jumlah ini, kata Sony, menunjukkan hampir separuh mahasiswa ITB merupakan lulusan SSC.

Ketika ditanya apa yang membedakan SSC dengan bimbingan belajar lain, Sony mengaku dia menerapkan dua sistem pengajaran. Sistem yang pertama, kata Sony, dia menciptakan sistem penyelesaian soal dengan cepat yang diklaim sebagai the fastest solution.

Fastest solution, kata Sony, adalah cara belajar agar pelajaran lebih mudah dipahami oleh siswa. Apabila siswa mudah memahami pelajaran, siswa akan lebih bersemangat untuk belajar.

Selain fastest solution, Sony juga memiliki metode lain, yaitu learning is fun. Dengan metode ini, kata Sony, siswa akan lebih bergairah dan bersemangat dalam mempelajari pelajaran-pelajaran yang selama ini dianggap menakutkan seperti matematika dan fisika.

"Sebelumnya banyak siswa yang geuleuh (tidak suka) sama matematika.Sekarang, dengan metode ini, kita membuat anak mencintai matematika," kata Sony.

Dengan kedua metode pengajaran tersebut, mau tidak mau pengajar yang berminat untuk menjadi guru SSC harus memenuhi sejumlah kriteria. Di antaranya, selain menguasai bahan pelajaran yang akan diajarkan, pengajar juga tidak boleh terlalu serius dan dapat diterima oleh siswa.

Sebelum menjadi pengajar pun, kata Sony, mereka harus melewati beberapa tes.Ujian yang pertama adalah tes tertulis untuk mengetahui seberapa jauh calon pengajar menguasai materi pelajaran yang diajarkan. Setelah itu, mereka diharuskan melakukan simulasi mengajar di depan guru-guru SSC. Setelah magang selama tiga bulan, barulah calon pengajar tersebut diangkat menjadi pengajar tetap.

Gaji yang diterima para pengajar cukup memadai, berkisar antara Rp 20.000 hingga Rp 50.000 setiap jam mengajar."Kita kan harus memperhatikan kesejahteraan guru-guru," kata Sony.

Selain berkat doa dan kasih sayang ibu, Sony mengaku salah satu kunci kesuksesannya yang lain adalah dia berani untuk gagal. Kelemahan yang terdapat pada sebagian besar anak muda, kata Sony, adalah karena sebagian besar dari mereka takut gagal.Padahal, kata Sony, dengan kegagalan kita bisa belajar banyak

"Perusahaan besar saja pernah gagal.Namun, umumnya orang tidak pernah melihat kegagalan sebelum kesuksesan yang mereka raih sekarang," kata Sony.Dia juga menilai anak muda sekarang umumnya tidak mau bersakit-sakit dalam memulai suatu usaha.

Sony memang berhasil mengembangkan bisnisnya-yang semuanya masih di bidang pendidikan-hingga menjadi empat perusahaan.

Tidak heran jika dia menerima penghargaan dari ITB sebagai Penghargaan Alumni ITB Berprestasi tahun 2002 dalam bidang industri. Sebelumnya, Sony memperoleh penghargaan Citra Top Executive Indonesia tahun 1997 dan 50 Enterprise Semangat Wirausaha Indonesia dari majalah SWA dan Accenture.

Serius dan berkemauan keras memang salah satu falsafah hidupnya. Hasilnya, dia sukses pada usia muda. Pepatah mengatakan, di mana ada kemauan di situ ada jalan

3. Dr. Ir. Bob Foster, M.M

Ketika pelajaran Fisika, dan Ujian Nasional menjelma bak setan gentayangan bagi siswa. Ketika energi siswa terserap oleh kontroversi pelaksanaan UAN, ia menyarankan untuk mematahkan racun psikologis tersebut.

TEROBOSAN Saat itu Direktur Utama Ganesha Operation (GO), Dr. Ir. Bob Foster, M.M. melihat tes yang dilakukan perguruan tinggi negeri (PTN) menjadi tantangan siswa. Dulu belum tentu semua materi yang diujikan itu diberikan.Saya juga melihat pelajaran Fisika yang sudah menjadi momok.Belum apa-apa siswa sudah ketakutan, tandasnya.Memang harus ada terobosan metode pengajaran supaya siswa tahu, pelajaran itu tidak sesulit yang mereka pikirkan.Bahkan jauh lebih mudah kalau diberikan dengan konsep dan prinsip yang jelas, tambah pria kelahiran Pematang Siantar, 6 Januari 1958 ini. Bob berharapmindsetsiswa ini berubah terhadap mata pelajaran.Menurut bapak 4 anak ini, soal-soal itu bisa diprediksi, siswa tidak perlu ribut-ribut cari bocoran.Selama dilatih dengan baik, pasti bisa dikerjakan.Jika siswa gagal masuk PTN, GO berani mengembalikan uangnya.Kami pantau tiap bulan dengan tes simulasi soal ujian nasional. Kami petakan penguasaan setiap topik, materi, dan bab. Siswa yang lemah penguasaannya akan kami bina. Ada kelompok kategori waspada, semua orangtuanya kami panggil. Kami menawarkan pelayanan jam tambahan untuk bab tertentu, kami minta orangtua terlibat mengawasi latihan soal di rumah.Bob melanjutkan, ada beberapa siswa yang mungkin lantaran orangtuanya sibuk, dan tidak terlibat. Ya sudah, itu sudah risiko.Tapi uang tetap kembali kalau dia gagal tes.SECOND HOME Saya punya pengalaman waktu kerja di PLN. Suatu ketika kita mendatangkan konsultan dari luar negeri.Itu pun penghargaan kita kepada mereka terlalu berlebihan, padahal belum tentu mereka hebat.Maka saya sarankan waktu itu untuk dikembalikan karena saya nilai tidakcapable.Mindsetkita harus diubah. Jika kita bergerak sesuai denganmindsetitu, kita akan bisa bangkit. Begitu pula dengan siswa GO. Dalam GO, semua guru didiklat supaya tahu cara mengajar yang membangkitkan motivasi siswa. Awal mulai sesi harus ada pembukaan yang memotivasi sekitar 3 menit, di tengah ada 4 menit.Di akhir pun diselipkan motivasi selama 3 menit sebelum bubar, tutur pria yang menamatkan S3 di Universitas Padjajaran, Bandung, Jawa Barat ini.Kendati didistribusikan singkat-singkat, namun menurut Bob, siswa yang semula malas belajar, menjadi berubah pola belajarnya.Bahkan ada siswa yang hampir bunuh diri.Setelah mendapatkan konseling dan motivasi, ia menemukan citra dirinya yang bangkit, dan diterima kuliah di universitas negeri di Bandung. GO yang sekarang sudah punya 128 ribu siswa tersebut bisa menjadi rumah kedua siswa dengan penerapan prinsip-prinsip kejujuran. Kejujuran bukan sekadar hukum.Tapi kita semua punya Tuhan yang tidak suka dengan kebohongan.Bahkan juga nilai keluarga juga kami tekankan kepada siswa supaya tidak terjebak dalam nilai-nilai negatif seperti dugem, Narkoba, jelas Bob.Mereka secara umum mendapat perubahan.Dari yang suka bohong-bohong kecil.Kalau ada masalah kemukakanaja,jauh lebih baik daripada kalian melakukan kebohongan.Itu nanti mempengaruhi hidup kalian.Anak cucu kalian akan menerima dampaknya.SURVEI MEMBUKTIKAN

Sejak 1984 berdiri GO belum punya tantangan. Hingga tahun 2000-2002, tidak ada masalah.Namun, kemudian jumlah siswa semakin anjlok.Saya tawan pikiran saya. Saya muliakan Tuhan dalam kehidupan dan lakukan segala aktivitas di GO dengan kebenaran. Sampai seorang teman menantang saya.Kenapakokanjlok terus? Tapi saya masih mementingkan Tuhan, dan hingga Desember 2005, survei Majalah SWA mencatat bahwa GO, adalah bimbingan belajar dengan jumlah siswa terbanyak se-Indonesia.Tahun 2007, Bob memprediksi ada pelipatgandaan jumlah siswa.Dari tahun 2007 sebanyak 24 ribu siswa menjadi 48 siswa di tahun 2008.Saya sudah persiapkan anggaran.Kalaunggananti kalau orang datang guru habis, ruang habis, diktat habis, kata Bob.

KESIMPULAN

Masing-masing ketiga pengusaha di atas memiliki karakteristik yang sangat berbeda: Purdi E. Candra dengan gaya nekatnya, Bob Foster dengan manajemen modern, serta Sony Sugema dengan mental usahanya. Perbedaan itu sangatlah wajar dalam dunia bisnis. Yang sama dalam ketiganya adalah semangat serta kerjakerasnya. Oleh karena itu, dalam menjalankan usaha di bidang pendidikan yang terpenting jangan ragu-ragu dalam berusaha dan selalu optimis. Ingatlah bahwa kegagalan yang melanda anda menandadakan berarti anda sudah melewati 1 fase menuju kegagalan. Kesuksesan itu tinggi di atas dan untuk mendapatkan kesuksesan itu anda wajib melawati fase demi fase kegagalan.

Daftar Pustaka :

http://mathematicsedu.blogspot.com/2009/01/profil-pengusaha-yang-sukses-dalam.html http://kolom-biografi.blogspot.com/2012/06/biografi-purdi-e-chandra-pendiri.html http://sukses-kerja-usaha.blogspot.com/2012_03_01_archive.html http://www.ebahana.com/warta-2419-Patahkan-Horor-Fisika.html