Roh Native
Transcript of Roh Native
Roh Native
Pada banyak kebudayaan purba ekspresi seni masih belum mencapai tahap yang
antrophomorph, sehingga Tuhan masih hanya dikenali secara abstrak sebagai ROH. Saya
meyakini bahwa sejak purba pun manusia sudah menjadi monotheis, sehingga menurut
saya pada budaya yang paling purbapun manusia telah melihat seluruh semesta ini adalah
manifestasi dari Roh Tuhan. Berkembangnya peradaban, terutama pada kemampuan seni
manusia akhirnya membentuk Tuhan menurut selera berkeseniannya sehingga
Roh.Tuhan yang tadinya abstrak menjadi antrophomorph, Tuhan menyerupai manusia
dan atau manusia diciptakan menyerupai Tuhannya.
Kebanyakan spiritualist masih berpegang pada kaidah purba, yakin dan percaya
bahwa Roh Tuhan tidak dapat digambarkan dalam bentuk apapun jua, total abstrak,
dalam budaya jawa, konsep abstraksi total ini disebut Gusti Tan Keno Kinaya Apa,
Tuhan tidak antrophomorph atau polymorph, tetapi metamorph, sebagai spritualist saya
juga berpegang pada keyakinan dan kepercayaan ini.
Namun demikian, naluri berkesenian (estetika) manusia pastilah mendorong dan
menekan bathin manusia untuk menggambarkan Tuhan seperti sosok dirinya, dalam
pandangan keterampilan bathinnya (geisthandleschap) saya pun memprojeksikan Roh
Tuhan dalam bentuk sosok manusia. Proses ini disebut Cipto dalam spiritualisme Jawa,
menciptakan layar bathin untuk menangkap proyeksi Roh Tuhan yang abstrak.
Menurut spiritualist seperti apa perubahan metamorph Tuhan menjadi sosok yang
antrophomorph dalam layar bathin manusia sangat bergantung pada derajat kejiwaan
seseorang. Jika manusia itu melihat Tuhan ada di luar dirinya maka sosok Tuhan menjadi
menyerupai seluruh semesta yang ia saksikan, termasuk diri dan semua orang yang ada
disekitarnya, antrophomorph yang Transenden. Jika manusia melihat Tuhan ada di dalam
dirinya maka sosok Tuhan akan menjadi bentuk sempurna dari dirinya sendiri,
antorphomorph yang imanen.
Jika proses transenden dan imanen itu di wujudkan sebagai ketunggalan maka hal
tersebut disebut dengan “pantheisme” yang oleh orang jawa disebut dengan “Roso”.
Cipto mangku Roso, kehendak naluri estetika membentuk projeksi Tuhan menciptakan
transendensi dan imanensi ketuhanan dalam pikiran dan perasaan manusia.
Tuhan yang dilukiskan oleh cipta dan rasa manusia, baik transenden (di luar) dan
imanen (di dalam) manusia ini akan tervisualiasi dalam layar bathin manusia. Cipto
mangko Roso, Roso mangku Cahyo (visualiasi) sehingga Roh Tuhan dapat terlihat dalam
layar bathin manusia, Cahyo mangku Roh. Ketika bathin manusia dapat melihat
keseluruhan semesta, termasuk dirinya sebagai satu kemanggulan yang utuh maka mata
bathin nya akan memberikan dirinya kesadaran akan Roh, ia melihat Tuhan nya, baik
dalam bentuk metamorph maupun antrophomorph, abstraksi dan eksistensi dari segalanya
adalah Tuhan belaka.
Cipto mangku Roso, Roso mangku Cahyo, Cahyo mangku Roh, itulah simpulan
akan kesadaran ROH, proses pembentukan visualiasi ROH Native, Roh asli, Roh Tuhan
yang disaksikan manusia yang membuka dirinya kepada kesadaran yang lebih tinggi dari
sekedar apa yang bisa ia rasakan dan fikirkan secara rasional. Tuhan adalah ROH Native,
Roh Tunggal yang bermanifestasi sebagai semesta sekaligus dirinya sendiri, pantheisme,
manunggal Gusti Kawula. Ini adalah core dari kesadaran Roh yang saya percaya dan
yakini seluruh eksistensinya.
Roh Native, Roh Tuhan dalam projeksi bathin manusia ini saya sebut sebagai
“AYU”, atau Yoga dalam Sanskerta, Yoga (Sanskrit), Jod (Ibrani) , Joch (Jerman), juk
(Belanda), joug (Perancis), jugo (Portugis), yugo (Spanyol), iugum (Latin), atau “I”
dalam Bahasa Inggris atau "Alif" dalam mystic sufi. Roh Native ini tidak bergender tetapi
bukan uni-gender, andro geni bukan monogeni.