Rmk Pajak Sap 13

31
1.1 PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB) 1.1.1 Pengertian Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya. Permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman (termasuk rawa-rawa, tambak, perairan) serta laut wilayah Republik Indonesia. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan untuk tempat tinggal, tempat usaha dan tempat yang diusahakan. Surat Pemberitahuan Objek Pajak ( SPOP ) adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan data objek pajak menurut ketetuan undang-undang PBB. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) adalah surat yang digunakan oleh Direktorat Jendral Pajak untuk memberitahukan besarnya pajak yang terutang kepada Wajib Pajak. 1.1.2 Dasar Hukum UU No.12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 12 Tahun 1994 Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2002 tentang Penetapan Besarnya Persentase Nilai Jual Kena Pajak untuk Pajak Bumi dan Bangunan. Keputusan Menteri Keuangan No.201/KMK.04/2002 tentang Penyesuaian Besar Nilai Jual Objek Pajak 1

Transcript of Rmk Pajak Sap 13

Page 1: Rmk Pajak Sap 13

1.1 PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB)

1.1.1 Pengertian

Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya.

Permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman (termasuk rawa-rawa,

tambak, perairan) serta laut wilayah Republik Indonesia.

Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara

tetap pada tanah dan/atau perairan untuk tempat tinggal, tempat usaha dan

tempat yang diusahakan.

Surat Pemberitahuan Objek Pajak ( SPOP ) adalah surat yang digunakan

oleh Wajib Pajak untuk melaporkan data objek pajak menurut ketetuan undang-

undang PBB.

Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) adalah surat yang digunakan

oleh Direktorat Jendral Pajak untuk memberitahukan besarnya pajak yang

terutang kepada Wajib Pajak.

1.1.2 Dasar Hukum

UU No.12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU

No. 12 Tahun 1994

Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2002 tentang Penetapan Besarnya

Persentase Nilai Jual Kena Pajak untuk Pajak Bumi dan Bangunan.

Keputusan Menteri Keuangan No.201/KMK.04/2002 tentang

Penyesuaian Besar Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)

sebagai Dasar Perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan

Keputusan menteri Keuangan No. 552/KMK.04/2002 tentang Perubahan

atas Keputusan Menteri Keuangan No.82/KMK.04/2002 tentang

Pembagian Hasil Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan antara

Pemerintah Pusat dan Daerah.

1

Page 2: Rmk Pajak Sap 13

1.1.3 Subjek dan Objek Pajak

Subjek Pajak

1. Orang atau badan yang secara nyata mempunyai hak atas bumi dan/atau

memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai dan/atau

memperoleh manfaat atas bangunan. Dengan demikian tanda

pembayaran/pelunasan pajak bukan merupakan bukti kepemilikan.

2. Jika suatu objek pajak belum diketahui secara pasti siapa WPnya, maka yang

menjadi subjek pajak diatur sebagai berikut :

a) Jika suatu subjek pajak memanfaatkan atau menggunakan bumi dan/atau

bangunan milik orang lain bukan karena sesuatu hak berdasarkan undang-

undang atau bukan karena perjanjian, subjek pajak yang

memanfaatkan/menggunakan bumi dan/atau bangunan ditetapkan sebagai

Wajib Pajak.

b) Suatu objek pajak yang masih dalam sengketa pemilikan di pengadilan,

maka orang atau badan yang memanfaatkan/menggunakan objek pajak

tersebut ditetapkan sebagai Wajib Pajak.

c) Subjek pajak yang dalam waktu lama berada di luar wilayah letak pajak

objek pajak, sedangkan untuk merawat objek pajak tersebut dikuasakan

kepada orang atau badan, maka orang atau badan yang diberi kuasa dapat

ditunjuk sebagai Wajib Pajak.

Objek Pajak

1. Yang menjadi objek PBB adalah bumi dan bangunan.

2. Bumi adalah permukaan bumi atau tanah dan isi yang ada di bawahnya,

termasuk tanah pekarangan, sawah, empang dan perairan pedalaman (Pasal

1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 JO Undang-Undang Nomor 12

Tahun 1994).

3. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara

tetap pada bumi, tanah atau perairan untuk tempat tinggal, tempat usaha

maupun tempat yang diusahakan (Pasal 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun

2

Page 3: Rmk Pajak Sap 13

1985 JO Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994). Termasuk dalam

pengertian bangunan :

a. Jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan,

seperti hotel, pabrik dan emplasemennya, yang merupakan satu

kesatuan dengan komplek bangunan tersebut;

b. Jalan tol;

c. Kolam renang;

d. Pagar mewah;

e. Tempat olah raga;

f. Galangan kapal, dermaga;

g. Tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak;

h. Fasilitas lain yang memberikan manfaat (Penjelasan Pasal 1 angka 2

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 JO Undang-Undang Nomor

12 Tahun 1994 ).

Dikecualikan dari pengenaan PBB (Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 1985 JO Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994)

1. Tanah atau bangunan yang digunakan semata-mata untuk melayani

kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan

nasional, yang dimaksudkan untuk tidak memperoleh keuntungan. Contoh

objek yang dikecualikan atau tidak dikenai PBB seperti : pesantren atau

sejenisnya, sekolahan/madrasah, tanah wakaf, rumah sakit pemerintah dan

lain-lain .

2. Tanah atau bangunan yang digunakan untuk kuburan umum, peninggalan

purbakala, atau sejenis dengan itu seperti museum.

3. Tanah atau bangunan yang digunakan oleh perwakilan diplomatik atau

konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik.

4. Tanah yang merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, taman nasional,

tanah pengembalaan yang dikuasai oleh desa dan tanah negara yang belum

dibebani sesuatu hak.

5. Bangunan yang digunakan oleh perwakilan organisasi Internasional yang

ditentukan oleh Menteri Keuangan.

3

Page 4: Rmk Pajak Sap 13

1.1.4 Tarif dan Tata Cara Perhitungan, Penyetoran dan Pelaporan

Tarif

Berdasarkan UU No. 12 tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan

sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No.12 tahun 1994, tarif

pajak yang dikenakan atas obyek pajak adalah sebesar 0,5% (lima per sepuluh

persen). Sedangkan menurut UU Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 80 ayat (1) dan

(2) adalah paling tinggi 0,3% yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2002, besarnya

persentase untuk menentukan besarnya Nilai Jual Kena Pajak (NJKP), yaitu :

1. Sebesar 40% dari NJOP untuk :

a. Objek Pajak Perkebunan,

b. Objek Pajak Kehutanan,

c. Objek PBB lainnya apabila NJOP ≥ 1 milyar rupiah,

2. Sebesar 20% dari NJOP untuk :

a. Objek Pajak Pertambangan,

b. Objek PBB Lainnya apabila NJOP < 1 Milyar rupiah.

Tata Cara Perhitungan, Penyetoran dan Pelaporan

Tata Cara Perhitungan

PBB = Tarif pajak x NJKP

= 0,5 % x [persentase NJKP x (NJOP – NJOPTKP)]

Tata Cara Penyetoran dan Pelaporan

1) Pajak yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak

Teruatang (SPPT) harus dilunasi selambat-lambatnya 6 bulan sejak

tanggal diterimanya SPPT oleh wajib pajak.

2) Pajak yang terutang berdasarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) harus

dilunasi selambat-lambatnya 1 bulan sejak tanggal diterimanya SKP

oleh wajib pajak.

3) Pajak yang terutang pada saat jatuh tempo pembayaran tidak dibayar

atau kurang dibayar, dikenakan denda administrasi sebesar 2 % per

bulan dari jumlah yang tidak atau kurang dibayar, yang dihitung dari

4

Page 5: Rmk Pajak Sap 13

saat jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran untuk jangka waktu

paling lama 24 bulan, bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.

4) Denda administrasi ditambah utang pajak yang belum atau kurang

dibayar ditagih dengan Surat Tagihan Pajak (STP) dan harus dilunasi

selambat-lambatnya 1 bulan sejak tanggal diterimanya STP oleh WP.

5) Pajak yang terutang dapat dibayar di Bank, Kantor Pos dan Giro, dan

tempat lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.

6) Tata cara pembayaran dan penagihan pajak diatur oleh Menteri

Keuangan.

7) Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), surat ketetapan pajak,

dan Surat Tagihan Pajak merupakan dasar penagihan pajak.

8) Jumlah pajak yang terutang berdasarkan STP yang tidak dibayarkan

pada waktunya dapat ditagih dengan Surat Paksa.

1.1.5 Besarnya PBB Terhutang

Contoh 1

Wajib Pajak A mempunyai sebidang tanah dan bangunan yang NJOP-nya Rp

20.000.000,00 dan NJOPTKP untuk daerah tersebut Rp 12.000.000,00, maka

besarnya pajak yang terutang adalah :

= 0,5% × 20% × (Rp 20.000.000,00 – Rp 12.000.000,00)

= Rp 8.000,00

Contoh 2

Wajib Pajak CV Perdana mempunyai objek pajak berupa :

- Tanah seluas 800 m2 dengan NJOP Rp 335.000 per m2

- Bangunan (rumah) seluas 400 m2 dengan NJOP Rp 505.000 per m2

- Taman mewah seluas 200 m2 dengan NJOP Rp 98.000 per m2

- Pagar mewah sepanjang 100 m dan tinggi rata-rata 150 cm dengan NJOP Rp

1.200.000 per m2

Persentase Nilai Jual Kena Pajak (assessment value) sebesar 20 % dan

NJOPTKP ditetapkan sebesar Rp 10.000.000

Besarnya PBB yang terutang dihitung sebagai berikut :

5

Page 6: Rmk Pajak Sap 13

- NJOP tanah (800 m2 x Rp 335.000) Rp 268.000.000

- NJOP bangunan :

- Rumah

(400 m2 x Rp 505.000) Rp 202.000.000

- Taman mewah

(200 m2 x Rp 98.000) Rp 19.600.000

- Pagar mewah

(100 x 1,50 m2 x Rp 1.200.000) Rp 180.000.000

Rp 401.600.000(+)

- NJOP sebagai dasar perhitungan PBB Rp 669.600.000

- NJOPTKP (diketahui) Rp 10.000.000 (-)

- NJOP sebagai dasar perhitungan PBB Rp 659.600.000

- NJKP (20% x Rp 659.600.000) Rp 131.920.000

- PBB :

0,5% x Rp 131.920.000 = Rp 659.600

1.2 BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB)

1.2.1 Pengertian

1. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak yang

dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.

2. Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah perbuatan atau peristiwa

hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan

oleh orang pribadi atau badan.

3. Hak atas Tanah dan atau Bangunan adalah hak atas tanah, termasuk hak

pengelolaan beserta bangunan diatasnya, sebagaimana dimaksud dalam

Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok

Agraria, Undang-undang Nomor 16 tahun 1985 tentang Rumah Susun, dan

ketentuan peraturan peundanga-undangan yang berlaku lainnya.

6

Page 7: Rmk Pajak Sap 13

1.2.2 Dasar Hukum

1. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan

UU Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan

Bangunan. Undang-undang ini menggantikan Ordonansi Bea Balik Nama

Staatsblad 1924 Nomor 291.

2. Peraturan Pemerintah Nomor 111 s.d. 114 tahun 2000,

3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 561/KMK.04/2004 tentang Pemberian

Pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana

telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan

Nomor 91/PMK.03/2006,

4. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 516/KMK.04/2000 tentang Tata Cara

Penentuan Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak Bea

Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana terakhir diubah

dengan PMK Nomor 14/PMK.03/2009.

1.2.3 Subjek dan Objek Pajak

Subjek Pajak

Subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas

tanah dan atau bangunan. Subjek pajak yang dikenakan kewajiban membayar

pajak menjadi Wajib Pajak BPHTB menurut Undang-Undang BPHTB.

Objek Pajak

Objek pajak adalah perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan yang meliputi :

a. Pemindahan hak karena :

1) Jual beli;

2) Tukar menukar;

3) Hibah;

4) Hibah wasiat;

5) Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya;

6) Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan;

7) Penunjukan pembeli dalam lelang;

7

Page 8: Rmk Pajak Sap 13

8) Pelaksanaan keputusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap;

9) Hadiah;

10) Waris;

11) Penggabungan usaha;

12) Peleburan usaha;

13) Pemekaran usaha.

b. Pemberian hak baru, karena :

1) Kelanjutan pelepasan hak;

2) Di luar pelepasan hak.

c. Hak atas sebagaimana dimaksud dalam butir a adalah :

1) hak milik;

2) hak guna usaha;

3) hak guna bangunan;

4) hak pakai;

5) hak milik atas satuan rumah susun;

6) hak pengelolaan.

Objek Pajak yang tidak dikenakan BPHTB adalah objek pajak yang diperoleh :

a. Perwakilan diplomatik, konsulat dengan asas timbal balik

b. Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan

pembangunan guna kepentingan umum.

c. Badan/perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan

Menteri Keuangan dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan

kegiatan di luar fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi tersebut

d. Orang pribadi/badan karena konversi hak/perbuatan hukum lain tanpa

perubahan nama

e. Orang pribadi atau badan karena wakaf

f. Orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah

1.2.4 Tarif dan Tata Cara Perhitungan, Penyetoran dan Pelaporan

Tarif

Tarif pajak yang dikenakan atas objek BPHTB adalah 5%.

8

Page 9: Rmk Pajak Sap 13

Tata Cara Perhitungan, Penyetoran dan Pelaporan

Tata Cara Perhitungan

BPHTB = Tarif pajak x NPOPKP

= 5 % x (NPOP – NPOPTKP)

Jika perolehan hak atas tanah dan bangunan tersebut karena waris/hibah

wasiat/pemberian hak pengelolaan, maka BPTHB yang harus dibayar

adalah:

BPHTB = 50 % x BPHTB yang terutang

Tata Cara Peyetoran dan Pelaporan

1) BPHTB yang terutang harus dibayar/dilunasi pada saat terjadinya

perolehan hak, yaitu sama dengan saat terutangnya BPHTB.

2) Wajib pajak wajib membayar BPHTB yang terutang dengan tidak

mendasarkan pada adanya surat ketetapan pajak. Sistem pemungutan

BPHTB adalah self assessment.

3) BPHTB yang terutang dibayar ke kas negara melalui Kantor Pos

dan/atau Bank BUMN atau Bank BUMD atau tempat pembayaran

lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan

Surat Setoran BPHTB.

4) Dalam jangka waktu 5 tahun sesudah saat terutangnya BPHTB,

Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan

Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar (SKBKB) apabila

berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah

BPHTB yang terutang kurang dibayar.

5) Dalam jangka waktu 5 tahun sesudah saat terutangnya BPHTB,

Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan

Hak atas Tanah dan Bangunan Kuramg Bayar Tambahan

(SKBKBT) apabila ditemukan data baru dan/atau data yang semula

belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah BPHTB

yang terutang diterbitkannya SKBKBT.

6) Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan BPHTB

dan WP dikenakan sanksi berupa denda dan/atau bunga apabila:

9

Page 10: Rmk Pajak Sap 13

a. BPHTB yang terutang tidak atau kurang bayar

b. Dari hasil pemeriksaan Surat Setoran BPHTB terdapat

kekurangan pembayaran BPHTB sebagai akibat salah tulis atau

salah hitung.

Pada saat WP memperoleh Surat Tagihan BPHTB jumlah yang harus

dibayar oleh WP adalah sebesar BPHTB terutang yang tidak atau

kurang bayar dalam Surat Tagihan BPHTB ditambah sanksi

administrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan untuk jangka waktu

paling lama 24 bulan sejak saat terutangnya BPHTB.

1.2.5 Besarnya BPHTB Terhutang

Contoh 1

Tuan Budi membeli tanah dan bangunan dengan NPOP Rp 70.000.000,00.

Sedangkan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak yang berlaku di

Kabupaten/Kota tersebut Rp 60.000.000,00.

Nilai Perolehan Objek Pajak Rp 70.000.000,00

Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak Rp 60.000.000,00

Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak Rp 10.000.000,00

BPHTB yang terutang = Rp 10.000.000,00 × 5% = Rp 500.000,00

Contoh 2

Seseorang membeli sebuah rumah di Jakarta dengan luas tanah 200 m² dan luas

bangunan 100 m². Berdasarkan NJOP, harga tanah Rp 700.000 per m² dan nilai

bangunan Rp 600.000 per m². Berapa besaran BPHTB yang harus dikeluarkan

oleh pembeli rumah tersebut?

Jawab :

Harga Tanah: 200 m² x Rp 700.000 = Rp 140.000.000

Harga Bangunan: 100 m² x Rp 600.000 = Rp 60.000.000

Jumlah Harga Pembelian Rumah = Rp 200.000.000

Nilai Tidak Kena Pajak = Rp 60.000.000

Nilai untuk penghitungan BPHTB = Rp 140.000.000

Maka, BPHTB yang harus dibayar :

10

Page 11: Rmk Pajak Sap 13

5% x Rp 140.000.000 = Rp 7.000.000

1.3 BEA MATERAI

1.3.1 Pengertian

Bea Materai adalah pajak atas dokumen yang dipakai oleh masyarakat

dalam lalu lintas hukum. Beberapa pengertian-pengertian lain yang perlu

diketahui dalam bea materai, antara lain :

1. Bea Materai adalah pajak atas dokumen.

2. Dokumen adalah kertas yang berisikan tulisan yang mengandung arti dan

maksud tentang perbuatan, keadaan atau kenyataan bagi seseorang dan/atau

pihak-pihak yang berkepentingan.

3. Benda Materai adalah materai tempel dan kertas materai yang dikeluarkan

oleh pemerintah Republik Indonesia.

4. Tanda Tangan adalah tanda tangan sebagaimana lazimnya dipergunakan,

termasuk pula paraf, teraan atau cap tanda tangan atau cap paraf, teraan cap

nama atau tanda lainnya sebagai pengganti tanda tangan.

5. Pemateraian kemudian adalah cara pelunasan Bea Materai yang dilakukan

oleh Pejabat Pos atas permintaan pemegang dokumen yang Bea Materainya

belum dilunasi sebagaimana mestinya.

6. Pejabat Pos adalah pejabat PT. Pos dan Giro yang diserahi tugas melayani

permintaan pemateraian-kemudian.

1.3.2 Dasar Hukum

1. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai.

2. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea

Materai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal Yang Dikenakan

Bea Materai.

3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.03/2005 tentang Perubahan

Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15/PMK.03/2005 Tentang

Bentuk, Ukuran, Warna, Dan Desain Materai Tempel Tahun 2005.

11

Page 12: Rmk Pajak Sap 13

4. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133b/KMK.04/2000 tentang

Pelunasan Bea Materai dengan Menggunakan Cara Lain.

5. Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-122b/PJ./2000 tentang Tatacara

Pelunasan Bea Materai dengan membubuhkan Tanda Bea Materai Lunas

dengan Mesin Teraan.

6. Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-122c/PJ./2000 tentang Tatacara

Pelunasan Bea Materai dengan membubuhkan Tanda Bea Materai dengan

Teknologi Percetakan.

7. Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-122d/PJ./2000 tentang Tatacara

Pelunasan Bea Materai dengan membubuhkan Tanda Bea Materai dengan

Sistem Komputerisasi.

8. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 476/KMK.03/2002 tentang Pelunasan

Bea Materai dengan Cara Pemateraian Kemudian.

9. Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-02/PJ./2003 tentang Tatacara

Pemateraian Kemudian.

10. Surat Edaran Nomor 29/PJ.5/2000 tentang Dokumen Perbankan yang

dikenakan Bea Materai.

1.3.3 Subjek dan Objek Pajak

Subjek Pajak

Subjek Bea Materai adalah pihak yang menerima atau mendapat manfaat

dari dokumen, kecuali pihak-pihak yang bersangkutan menentukan lain.

Objek Pajak

Pada prinsipnya dokumen yang harus dikenakan materai adalah dokumen

menyatakan nilai nominal sampai jumlah tertentu, dokumen yang bersifat

perdata dan dokumen yang digunakan di muka pengadilan, antara lain :

a. Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk

digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau

keadaan yang bersifat perdata.

b. Akta-akta notaris termasuk salinannya.

12

Page 13: Rmk Pajak Sap 13

c. Akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah termasuk rangkap-

rangkapnya.

d. Surat yang memuat jumlah uang yaitu:

yang menyebutkan penerimaan uang;

yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam

rekening bank;

yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank

yang berisi pengakuan bahwa utang uang seluruhnya atau sebagian telah

dilunasi atau diperhitungkan.

e. Surat berharga seperti wesel, promes, aksep dan cek.

f. Dokumen yang dikenakan Bea Materai juga terhadap dokumen yang akan

digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan yaitu surat-surat biasa

dan surat-surat kerumahtanggaan, dan surat-surat yang semula tidak

dikenakan Bea Materai berdasarkan tujuannya, jika digunakan untuk tujuan

lain atau digunakan oleh orang lain, lain dan maksud semula.

Yang Tidak Dikenakan Bea Materai :

a. Dokumen yang berupa, antara lain surat penyimpanan barang, konosemen,

surat angkutan penumpang dan barang, bukti pengiriman dan dan penerimaan

barang, surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim,

surat-surat lainnya yang disamakan dengan surat-surat tersebut di atas.

b. Segala bentuk Ijasah. Yang termasuk dalam pengertian ini adalah Surat Tanda

Tamat Belajar (STTB), tanda lulus, surat keterangan telah mengikuti suatu

pendidikan, latihan, kursus, dan penataran.

c. Tanda terima gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan, dan pembayaran

lainnya yang ada kaitannya dengan hubungan kerja serta surat-surat yang

diserahkan untuk mendapatkan pembayaran itu.

d. Tanda bukti penerimaan uang negara dari Kas Negara, Kas Pemerintah

Daerah, dan Bank.

e. Kuitansi untuk semua jenis pajak dan penerimaan lainnya yang dapat

disamakan dengan itu dari Kas Negara, Kas Pemerintah Daerah, dan Bank.

f. Tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan internal organisasi.

13

Page 14: Rmk Pajak Sap 13

g. Dokumen yang menyebutkan tabungan, pembayarn uang tabungan kepada

penabung oleh bank, koperasi, dan badan-badan lainnya yang bergerak di

bidang tersebut.

h. Surat gadai yang diberikan oleh Perum Pegadaian.

i. Tanda pembagian keuntungan atau bunga dari efek, dengan nama dan dalam

bentuk apapun.

1.3.4 Tarif dan Tata Cara Perhitungan, Penyetoran dan Pelaporan

Tarif

Jenis Dokumen Nilai Terkena

Bea Materai

Tarif Bea Materai

Surat Perjanjian dan surat-surat

lainnya (antara lain surat kuasa, surat

hibah, dan surat pernyataan) yang

dibuat dengan tujuan untuk digunakan

sebagai alat pembuktian mengenai

perbuatan, kenyataan atau keadaan

yang bersifat pendata.

- Rp 6.000,00

Akta-akta Notaris termasuk

salinannya.

- Rp 6.000,00

Akta-akta yang dibuat Pejabat

Pembuat Akta Tanah (PPAT)

termasuk rangkap-rangkapnya.

- Rp 6.000,00

Dokumen yang akan digunakan

sebagai alat pembuktian di muka

pengadilan, yaitu:

Surat-surat biasa dan surat-

surat kerumahtanggaan.

Surat-surat yang semula tidak

dikenakan Bea Materai

- Rp 6.000,00

14

Page 15: Rmk Pajak Sap 13

berdasarkan tujuannya, jika

digunakan untuk tujuan lain

atau digunakan untuk orang

lain, lain dari maksud semula.

Surat yang memuat jumlah uang, yang

termasuk di dalamnya :

Yang menyebutkan

penerimaan uang.

Yang menyatakan pembukuan

uang atau penyimpanan uang

dalam rekening di bank.

Yang berisi pemberitahuan

saldo rekening di bank.

Yang berisi pengakuan bahwa

utang uang sebagian atau

seluruhnya telah dilunasi atau

diperhitungkan.

<Rp 250.000,00

>Rp 250.000,00

s/d

Rp 1.000.000,00

>Rp 1.000.000,00

Nihil

Rp 3.000,00

Rp 6.000,00

Surat berharga seperti wesel, promes,

dan aksep

<Rp 250.000,00

>Rp 250.000,00

s/d

Rp 1.000.000,00

>Rp 1.000.000,00

Nihil

Rp 3.000,00

Rp 6.000,00

Cek dan Bilyet Giro - Rp 3.000,00

Efek dengan nama dan dalam bentuk

apapun.

<Rp 250.000,00

>Rp 250.000,00

s/d

Rp 1.000.000,00

>Rp 1.000.000,00

Nihil

Rp 3.000,00

Rp 6.000,00

15

Page 16: Rmk Pajak Sap 13

Tata Cara Perhitungan, Penyetoran dan Pelaporan

Saat Terutang Bea Materai

1. Dokumen yang dibuat oleh satu pihak, adalah pada saat dokumen itu

diserahkan dan diterima oleh pihak untuk siapa dokumen itu dibuat,

bukan pada saat ditandatangani, misalnya kuintansi, cek, dan sebagainya.

2. Dokumen yang dibuat oleh lebih dari satu pihak, adalah pada saat

dokumen itu telah selesai dibuat, yang ditutup dengan pembubuhan tanda

tangan dari yang bersangkutan. Misalnya surat perjanjian jual beli.

3. Dokumen yang dibuat di luar negeri adalah pada saat digunakan di

Indonesia. Bea Materai yang terutang dilunasi dengan cara pemateraian

ke

Cara Pelunasan Bea Materai

A. Materai Tempel

a) Materai tempel direkatkan seluruhnya dengan utuh dan tidak rusak di

atas dokumen yang dikenakan Bea Materai.

b) Materai tempel direkatkan di tempat dimana tanda tangan akan

dibubuhkan.

c) Pembubuhan tanda tangan disertai dengan pencantuman tanggal,

bulan, dan tahun dilakukan dengan tinta atau yang sejenis dengan itu,

sehingga sebagian tanda tangan ada diatas kertas dan sebagian lagi di

atas materai tempel.

d) Jika digunakan lebih dari satu materai tempel, tanda tangan harus

dibubuhkan sebagian di atas semua materai tempel dan sebagian di

atas kertas.

B. Kertas Materai

a) Jika isi dokumen yang dikenakan Bea Materai terlalu panjang untuk

dimuat seluruhnya di atas kertas materai yang digunakan, maka

untuk bagian isi yang masih tertinggal dapat digunakan kertas tidak

bermaterai.

16

Page 17: Rmk Pajak Sap 13

b) Membubuhkan tanda tangan disertai dengan pencantuman tanggal,

bulan, dan tahun dilakukan dengan tinta atau yang sejenis dengan itu

diatas kertas materai

c) Kertas materai yang sudah digunakan, tidak boleh digunakan lagi.

Apabila ketentuan diatas tidak dipenuhi, dokumen yang bersangkutan

dianggap tidak bermaterai.

C. Mesin Teraan Materai

Pelunasan Bea Materai dengan membubuhkan tanda Bea Materai

Lunas dengan mesin teraan materai hanya diperkenankan kepada penerbit

dokumen yang melakukan pemateraian dengan jumlah rata-rata setiap hari

minimal sebanyak 50 dokumen.

a) Penerbit dokumen yang akan melakukan pelunasan Bea Materai dengan

membubuhkan tanda Bea Materai Lunas dengan mesin teraan materai

harus mengajukan permohonan ijin secara tertulis kepada Kepala Kantor

Pelayanan Pajak setempat.

b) Mencantumkan jenis/merk dan tahun pembuatan mesin teraan materai

yang akan digunakan.

c) Melampirkan surat pernyataan tentang jumlah rata-rata dokumen yang

harus dilunasi Bea Materai setiap hari;

d) Harus melakukan penyetoran Bea Materai di muka minimal sebesar Rp

15.000.000,- (lima belas juta Rupiah) dengan menggunakan Surat

Setoran Pajak (F.2.0.32.01) Ke Kas Negara melalui Bank Presepsi.

D. Pemateraian Kemudian

Pemateraian kemudian adalah cara pelunasan BEA Materai yang

dilakukan oleh Pejabat Pos atas permintaan pemegang dokumen yang Bea

Materainya belum dilunasi sebagaimana mestinya.

Pemateraian kemudian dilakukan atas :

a) Dokumen yang semula tidak terutang Bea Materai namun akan

digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan.

b) Dokumen yang Bea Materainya tidak atau kurang dilunasi sebagaimana

mestinya.

c) Dokumen yang dibuat di luar negeri yang akan digunakan di Indonesia.

17

Page 18: Rmk Pajak Sap 13

Pemateraian kemudian wajib dilakukan terhadap dokumen-dokumen

seperti diatas dengan menggunakan :

a. Materai Tempel

b. Surat Setoran Pajak yang disahkan oleh Pejabat Pos.

Besarnya Bea Materai yang harus dilunasi dengan cara Pemateraian

Kemudian adalah :

a) Atas dokumen yang semula tidak terutang Bea Materai namun akan

digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan adalah sebesar

Bea Materai yang terutang sesuai dengan peraturan yang berlaku pada

saat pemateraian kemudian dilakukan.

b) Atas dokumen yang tidak atau kurang dilunasi sebagaimana mestinya

adalah sebesar Bea Materai yang terutang.

c) Atas dokumen yang dibuat di luar negeri yang akan digunakan di

Indonesia adalah sebesar Bea Materai yang terutang sesuai dengan

peraturan yang berlaku pada saat pemateraian kemudian dilakukan.

1.3.5 Besarnya Bea Materai Terhutang

Contoh

Pak Usman membeli sebuah Genset Rp 150.000.000 pembayaran uang muka

sebesar 20% sisanya diangsur selama empat kali berturut-turut yaitu sebesar

25%. Hitunglah bea materai jika :

a. Seluruh dokumen yang digunakan adalah kuitansi

b. Seluruh dokumen yang digunakan adalah cek

Jawab :

Jumlah uang yang telah dikeluarkan Pak Usman adalah :

Uang muka : 20% × Rp 150.000.000,00 = Rp 30.000.000,00

Angsuran 1 : 25% × Rp 150.000.000,00 = Rp 37.500.000,00

Angsuran 2 : 25% × Rp 150.000.000,00 = Rp 37.500.000,00

Angsuran 3 : 25% × Rp 150.000.000,00 = Rp 37.500.000,00

Angsuran 4 : 25% × Rp 150.000.000,00 = Rp 7.500.000,00

18

Page 19: Rmk Pajak Sap 13

No Nominal Kuitansi Cek

1 Rp 30.000.000,00 Rp 6.000 Rp 3.000

2 Rp 37.500.000,00 Rp 6.000 Rp 3.000

3 Rp 37.500.000,00 Rp 6.000 Rp 3.000

4 Rp 37.500.000,00 Rp 6.000 Rp 3.000

5 Rp 7.500.000,00 Rp 6.000 Rp 3.000

Jumlah Rp 30.000 Rp 15.000

19

Page 20: Rmk Pajak Sap 13

DAFTAR PUSTAKA

Mardiasmo. 2011. Perpajakan Edisi Revisi. Yogyakarta : Penerbit ANDI

http://eddiwahyudi.com/perspektif-pajak-sebagai-sarana-pendukung

pembangunan/pajak-bumi-dan-bangunan-pbb/

http://ikadamayantiali.blogspot.co.id/2012/12/pajak-pbb-dan-bphtb.html

http://sesesey.blogspot.co.id/2014/01/bphtb-bea-perolehan-hak-atas-tanah-dan.html

http://www.tarif.depkeu.go.id/Bidang/?bid=pajak&cat=materai

http://ikasmilevalery.blogspot.co.id/2009/12/cara-pelunasan-bea.html

https://www.scribd.com/doc/52906977/Bea-Materai

20