RMK Isu Fair Value

download RMK Isu Fair Value

of 9

Transcript of RMK Isu Fair Value

8

RINGKASAN MATERI KULIAHIsu Pengukuran- Fair Value

Oleh :Nujmatul LalilyWafdaa HaniefMuammarRifan Suciono

Dio SastaPPAK 24

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG2014/2015PendahuluanPenyajian informasi akuntansi dalam laporan keuangan tidak dapat dilepaskan dari masalah pengukuran item-item informasi akuntansi tersebut. Pengukuran informasi akuntansi diatur dalam rerangka konseptual akuntansi keuangan. Saat ini terdapat trend yang cukup jelas ke arah pengukuran akuntansi berbasis fair value. Hal ini terutama ditandai dengan terbitnya SFAC No.7 tentang penggunaan informasi arus kas dan nilai sekarang (present value) dalam pengukuran akuntansi. Isu pengukuran fair value menjadi semakin penting sejak berkembangnya profesi penilai properti yang mendasarkan penilaiannya pada beragam pendekatan selain historical cost.

Fair Value: Definisi dan Estimasi Financial Accounting Standard Board (FASB Dewan standar akuntansi keuangan Amerika Serikat) mendefinisikan fair value sebagai berikut: Fair value is the price that would be received to sell an asset or paid to transfer a liability in an orderly transaction between market participants at the measurement date. International Accounting Standard Board (IASB Dewan standar akuntansi internasional) mendefinisikan fair value sebagai berikut: Fair value is the amount for which an asset could be exchange, or a liability settled, between knowledgeable, willing parties in an arms length transaction. Kedua definisi dari FASB dan IASB ini secara mendasar ekuivalen. Hitz (2007) menyatakan bahwa konsep fair value dari FASB dan IASB ini menyatakan suatu harga pasar hipotetik spesifik (specific hypothetical market price) dalam kondisi ideal. Lebih tepatnya, fair value merupakan harga pasar exit yang dihasilkan dari kondisi pasar yang mendekati ideal, dalam suatu transaksi antar pihak-pihak yang knowledgeable, independen, dan berhubungan secara ekonomik, yang berinteraksi berdasarkan set informasi identik atau informasi lengkap.Estimasi fair value, menurut Hitz (2007), mengikuti suatu hirarki tiga tingkat, yaitu: (1) harga pasar (market prices); (2) harga pasar dari item yang sebanding (modified market prices of comparable items); dan (3) estimasi dan perhitungan internal. Prinsip utama atas estimasi fair value ini adalah keutamaan ukuran berbasis pasar (market-based measures), yang didasari pandangan bahwa harga pasar atau data pasar lebih informatif dan lebih dapat diandalkan dibanding estimasi internal. Jadi, harga pasar merepresentasikan estimasi terbaik atas fair value, jika kondisi pasar memenuhi definisi fair value. Kualitas harga pasar yang relevan dinilai berdasarkan kriteria pasar aktif, yaitu bahwa perdagangan reguler atas item terkait pada suatu pasar yang cukup likuid disyaratkan agar harga pasar layak sebagai estimasi fair value. Jika harga pasar tidak menunjukkan kualitas yang cukup atau tidak tersedia, maka level kedua dari hirarki estimasi mensyaratkan untuk mempertimbangkan harga pasar modifikasian) dari item-item sebanding, di mana komparabilitas secara natural merujuk kepada profil arus kas. Hanya jika kedua jenis harga pasar tersebut tidak dapat digunakan, maka marking-to-market gagal dan fair value harus diestimasi menggunakan estimasi dan perhitungan internal.IFRS dan Fair ValueStandar Pelaporan Keuangan Internasional atau IFRS (International Financial Reporting Standards) telah menjadi populer beberapa tahun belakangan ini. Sejak tahun 2008, lebih dari 100 negara di seluruh dunia, termasuk keseluruhan Eropa, membutuhkan dan mengizinkan pelaporan berdasarkan IFRS. Sekitar 80 negara telah menerapkannya secara penuh dan mewajibkan penerapannya pada semua perusahaan domestik yang terdaftar.IFRS merupakan sebuah standar dengan kerangka dan interpretasinya dikembangkan dan adopsi oleh IASB (International Accounting Standards Board). Sebagai standar baru, IFRS terbentuk dari beberapa standar sebelumnya, yaitu IAS (International Accounting Standards) yang diterbitkan pada tahun 1973 dan 2001 oleh IASC (International Accounting Standards Committee) yang kemuadian digantikan oleh IASB.Di Indonesia, IFRS telah ditetapkan akan diadopsi secara penuh pada tahun 2012 yang lalu. Dengan diadopsinya IFRS secara penuh, maka laporan keuangan yang dibuat berdasarkan PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) tidak lagi memerlukan rekonsiliasi yang signifikan dengan laporan keuangan perusahaan atau entitas yang berasal dari negara lain yang juga mengadopsi IFRS.Namun, penerapan IFRS berarti merubah dan menyesuaikan sebagian besar prinsip dari standar akuntansi yang sebelumnya telah berlaku berpuluh-puluh tahun. Salah satu perubahan mendasar dari adanya adopsi IFRS tersebut adalah penggunaan Fair Value Accounting. Pro Dan Kontra Tentang Fair ValueFair value ditetapkan oleh IASB sebagai dasar dalam mengukur nilai aset dengan diperkenalkannya IFRS diberbagai belahan dunia. Demikian pula GAAP yang mewakili standar akuntansi keuangan Amerika, sejak tahun 2006 telah memberlakukan SFAS 157 tentang Fair Value Measurement. Pertanyaan mengenai bagaimana aset seharusnya diakui di neraca merupakan salah satu isu penting digaris bawahi. Untuk itu, baik IASB maupun FASB melakukan pengkajian secara seksama terhadap konsep fair value ini.Begitu banyak diskusi dalam beberapa waktu terakhir mengenai sumbangsih akuntansi pada penurunan kondisi ekonomi baru-baru ini. Sejak krisis keuangan terjadi, perdebatan tentang akuntansi nilai wajar pun semakin intensif. Bank-bank dan pihak-pihak lain berpendapat bahwa fair value accounting bertanggung jawab atas kelemahan dan ketidakstabilan yang mereka alami, sedangkan akuntan dan investor berpendapat bahwa kebenaran atas fakta aset milik bank-bank adalah apa yang akhirnya menyebabkan permasalahan tersebut.Untuk memahami implikasi dari fair value, kita harus mulai dari pemahaman pentingnya akuntansi terhadap sistem ekonomi. Inti dari kapitalisme adalah identifikasi harga dan perhitungan laba rugi. Penilaian paling penting terhadap para manajer adalah apakah keputusan yang mereka buat menghasilkan laba atau justru kerugian. Sedangkan investor, kreditor, dan mitra bisnis menggunakan data akuntansi untuk membuat keputusan untuk alokasi investasi, perpanjangan kredit, dan evaluasi kerja sama.Penggunaan akuntansi mark-to-market akan berakibat perubahan yang terus-menerus pada laporan keuangan perusahaan ketika nilai aset mengalami kenaikan dan penurunan serta laba dan rugi yang tercatat. Hal ini membuat semakin sulit untuk memastikan apakah laba dan rugi diakibatkan oleh keputusan bisnis yang dibuat manajemen atau oleh perubahan yang terjadi dipasar.Masalah lain yang juga akan muncul saat akan mengubah nilai aset berdasarkan nilai pasar. Pertanyaan mendasar yang timbul adalah siapa yang menentukan harga pasar? Pihak yang menentang akuntansi yang berdasarkan nilai pasar menggunakan argumentasi bahwa market value accounting kurang dapat dipercaya dan menjadi halangan utama dalam penerapannya. Mereka menganggap bahwa subjektivitas dari estimasi nilai wajar pada aset dan liabilitas tanpa pasar yang likuid membuat laporan keuangan menjadi kehilangan relevansinya. Meskipun banyak pihak yang menganggap bahwa subjektivitas selalu menjadi bagian dari akuntansi yakni dalam masalah pengukuran, penggabungan usaha, dan dalam metode pembelian.Satu hal yang juga menarik adalah angka-angka yang dilaporkan dengan sistem akuntansi nilai pasar mempunyai korelasi yang sangat kuat dengan harga saham dan memberikan gambaran bahwa harga/nilai berdasarkan pasar lebih baik dan lebih terpercaya dari pada historical cost. Akan tetapi, meskipun mempunyai keunggulan tersebut, sistem market value berpotensi rentan terhadap manipulasi dan kesalahan estimasi.BENARKAH FAIR VALUE ITU FAIR?Berdasarkan FASB Concept Statement No. 7 dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa fair value adalah harga yang akan diterima dalam penjualan aset atau pembayaran untuk mentransfer kewajiban dalam transaksi yang tertata antara partisipan di pasar pada tanggal pengukuran. Terdapat tiga hirarki dalam mengestimasi fair value, yaitu dengan menggunakan nilai pasar, komparasi dengan harga pasar dari item yang dapat diperbandingkan dengan item yang dinilai, dan dengan menggunakan estimasi (Hitz 2007). Meskipn fair value dapat diukur dengan menggunakan current market value, namun tidak berarti fair value itu sepenuhnya adalah current market value. Untuk item-item tertentu dalam laporan keuangan yang berasal dari traksaksi yang lazim terjadi (arms length transaction) dan harga-harganya juga dapat dengan mudah diukur dengan harga pasar, fair value dapat diukur dengan menggunakan current market value. Pengukuran fair value seperti ini disebut juga dengan mark-to-market. Namun untuk item-item yang harga pasarnya tidak tersedia, fair value diukur dengan menggunakan model penilaian yang didasarkan atas perhitungan-perhitungan dan estimasi tertentu. Pengukuran fair value disebut juga dengan mark-to-model. Dengan demikian, penggunaan fair value sesungguhnya dapat menimbulkan implikasi yang bersifat subjektif terutama yang berkaitan dengan penilaian (Blommaert dalam Verhoog 2003).Gassen dan Schwedler (2009) menemukan bahwa terdapat pemahaman yang berbeda-beda mengenai fair value. Fair value yang didasarkan atas penilaian mark-to-market lebih bernilai dan memiliki decision usefulness lebih tinggi dibandingkan dengan fair value yang didasarkan atas penilaian mark-to-model. Mereka juga menemukan bahwa fair value yang berdasarkan pada harga pasar memiliki decision usefulness yang tinggi untuk aset-aset lancer dan non-operasional, dan untuk aset tidak lancer serta aset-aset yang digunakan untuk kegiatan operasional, tidak ada perbedaan yang signifikan dari sisi decision usefulness baik yang menggunakan historical cost maupun menggunakan market based fair value.Pendekatan dalam perhitungan fair value dapat diklasifikasikan menjadi tiga yaitu pendekatan pasar, pendekatan pendapatan, dan pendapatan biaya (SFAC 157). Masing-masing pendekatan ini jika ditelusuri lebih lanjut memiliki resiko untuk menimbulkan terjadinya fraud dalam laporan keuangan, dan ini akan menjadi suatu diskusi yang sangat menarik mengenai penerapan fair value dan hubungannya dengan tindakan fraud dan resiko global. Pengukuran dengan menggunakan atribut fair value memerlukan perhatian yang serius dari penyusun standar akuntansi, terutama dalam menciptakan konvergensi antara dua kerangka konseptual dan standar akuntansi yang saat ini banyak menjadi acuan yaitu yang dikeluarkan oleh FASB dan IASB.Hal ini diperlukan untuk mengatasi kendala-kendala penerapan fair value agar menjadi lebih andal (reliable), dapat diaudit (auditable), dan dapat diverifikasi (verifiable). Penerapan fair value tidak dapat dihindari dalam perkembangan akuntansi saat ini, yang harus dilakukan adalah menyediakan instrument agar konsep fair value dapat lebih diperkuat dan dapat diukur secara lebih reliable. Pernyataan yang jelas dalam kerangka konseptual juga diperlukan terutama rekomendasi penggunaan fair value untuk item-item tertentu, seperti aset-aset atau kewajiban yang digunakan untuk meraih keuntungan jangka pendek (short-term trading profit). Pengungkapan (disclosure) mengenai penggunaan fair value juga perlu diatur secara lebih ketat untuk menghindari bias dan penyalahgunaan manajemen dalam melakukan estimasi, khususnya untuk item-item yang diukur dengan fair value namun current market valuenya-nya tidak tersedia.

KELEMAHAN FAIR VALUEMeskipun fair value dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan dari historical cost, namun masih terdapat kelemahan dari penerapan fair value. Menurut Krumwiede (2008) terdapat beberapa kritik terhadap fair value :1. Meskipun bermaksud baik, namun perkiraan manajemen dengan fair value bisa menjadi salah dan meluas pada prediksi dan estimasi yang salah.2. Oportunistik dan ketidakjujuran manajemen dapat menyebabkan aksi pemanfaatan dari proses penilaian dan estimasi yang rentan untuk dimanipulasi.Sedangkan menurut Warsidi (2010), terdapat beberapa keburukan dari fair value, antara lain : (i) Fair value berusaha menyediakan informasi yang transparan dengan menilai aset pada tingkat harga yang dihasilkan jika segera dilikuidasi, sehingga sangat sensitive terhadap pasar. (ii) Akuntansi fair value bekerja melalui akuntansi mark-to-market, yaitu aset dicantumkan dengan harga pasar mereka jika diperdagangkan secara terbuka. Akibatnya, terjadi perubahan terus-menerus pada laporan keuangan perusahaan ketika nilai aset mengalami kenaikan dan penurunan yang berdampak pada laba dan rugi yang dicatat. Hal ini membuat semakin sulit untuk memastikan apakah laba dan rugi diakibatkan oleh keputusan bisnis oleh manajemen ataukah terjadi karena perubahan yang terjadi pada pasar. (iii) Banyak pihak, utamanya lembaga-lembaga keuangan mengkhawatirkan akuntansi yang berdasarkan harga pasar akan menyebabkan Volatility kinerja lembaga karena semakin mudahnya berfluktuatif nilai item-item aktiva maupun liabilitas.