RJPO

42
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Resusitasi jantung paru adalah suatu tindakan pertolongan yang dilakukan kepada korban yang mengalami henti napas dan henti jantung. Keadaan ini bisa disebabkan karena korban mengalami serangan jantung (heart attack), tenggelam, tersengat arus listrik, keracunan, kecelakaan dan lain-lain. Pada kondisi napas dan denyut jantung berhenti maka sirkulasi darah dan transportasi oksigen berhenti, sehingga dalam waktu singkat organ-organ tubuh terutama organ fital akan mengalami kekurangan oksigen yang berakibat fatal bagi korban dan mengalami kerusakan. Organ yang paling cepat mengalami kerusakan adalah otak, karena otak hanya akan mampu bertahan jika ada asupan gula/glukosa dan oksigen. Jika dalam waktu lebih dari 10 menit otak tidak mendapat asupan oksigen dan glukosa maka otak akan mengalami kematian secara permanen. Kematian otak berarti pula kematian si korban. Oleh karena itu GOLDEN PERIOD (waktu emas) pada korban yang mengalami henti napas dan henti jantung adalah dibawah 10 menit. Artinya dalam watu kurang dari 10 menit penderita yang mengalami henti napas dan henti jantung harus sudah mulai mendapatkan pertolongan. Jika tidak, maka harapan hidup si korban sangat kecil. Adapun pertolongan yang harus dilakukan pada penderita yang 1

description

RJPO

Transcript of RJPO

Page 1: RJPO

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Resusitasi jantung paru adalah suatu tindakan pertolongan yang dilakukan kepada

korban yang mengalami henti napas dan henti jantung. Keadaan ini bisa disebabkan karena

korban mengalami serangan jantung (heart attack), tenggelam, tersengat arus listrik,

keracunan, kecelakaan dan lain-lain. Pada kondisi napas dan denyut jantung berhenti maka

sirkulasi darah dan transportasi oksigen berhenti, sehingga dalam waktu singkat organ-

organ tubuh terutama organ fital akan mengalami kekurangan oksigen yang berakibat fatal

bagi korban dan mengalami kerusakan.

Organ yang paling cepat mengalami kerusakan adalah otak, karena otak hanya akan

mampu bertahan jika ada asupan gula/glukosa dan oksigen. Jika dalam waktu lebih dari 10

menit otak tidak mendapat asupan oksigen dan glukosa maka otak akan mengalami

kematian secara permanen. Kematian otak berarti pula kematian si korban. Oleh karena itu

GOLDEN PERIOD (waktu emas) pada korban yang mengalami henti napas dan henti

jantung adalah dibawah 10 menit. Artinya dalam watu kurang dari 10 menit penderita yang

mengalami henti napas dan henti jantung harus sudah mulai mendapatkan pertolongan.

Jika tidak, maka harapan hidup si korban sangat kecil. Adapun pertolongan yang harus

dilakukan pada penderita yang mengalami henti napas dan henti jantung adalah dengan

melakukan resusitasi jantung paru / CPR.

Resusitasi jantung paru adalah suatu tindakan gawat darurat akibat kegagalan

sirkulasi dan pernafasan untuk dikembalikan ke fungsi optimal guna mencegah kematian

biologis. Resusitasi jantung paru (RJP), atau juga dikenal dengan cardio pulmonier

resusitation (CPR), merupakan gabungan antara pijat jantung dan pernafasan buatan.

Teknik ini diberikan pada korban yang mengalami henti jantung dan nafas, tetapi masih

hidup.

Komplikasi dari teknik ini adalah pendarahan hebat. Jika korban mengalami

pendarahan hebat, maka pelaksanaan RJP akan memperbanyak darah yang keluar sehingga

kemungkinan korban meninggal dunia lebih besar. Namun, jika korban tidak segera diberi

RJP, korban juga akan meninggal dunia. RJP harus segera dilakukan dalam 4-6 menit

setelah ditemukan telah terjadi henti nafas dan henti jantung untuk mencegah kerusakan

1

Page 2: RJPO

sel-sel otak dan lain-lain. Jika penderita ditemukan bernafas namun tidak sadar maka

posisikan dalm keadaan mantap agar jalan nafas tetap bebas dan sekret dapat keluar

dengan sendirinya.

Resusitasi jantung paru tidak dilakukan pada semua penderita yang mengalami

gagal jantung atau pada orang yang sudah mengalami kerusakan pernafasan atau sirkulasi

yang tidak ada lagi kemungkinan untuk hidup, melainkan yang mungkin untuk hidup lama

tanpa meninggalkan kelainan di otak.

Keberhasilan resusitasi dimungkinkan oleh adanya waktu tertentu diantara mati

klinis dan mati biologis. Mati klinis terjadi bila dua fungsi penting yaitu pernafasan dan

sirkulasi mengalami kegagalan total. Jika keadaan ini tidak ditolong akan terjadi mati

biologis yang irreversibel. Resusitasi jantung paru yang dilakukan setelah penderita

mengalami henti nafas dan jantung selama 3 menit, presentasi kembali normal 75 %tanpa

gejala sisa. Setelah 4 menit presentasi menjadi 50 % dan setelah lima menit menjadi 25 %.

Maka jelaslah waktu yang sedikit itu harus dapat dimanfaatkan dengan sebaik mungkin.

Disamping mati klinis dan biologis dikenal dengan istilah mati social yaitu keadaan

dimana pernafasan dan sirkulasi terjadi spontan atau secara buatan, namun telah

mengalami aktifitas kortikal yang abnormal. Penderita dalam keadaan sopor atau koma

tanpa kemungkinan untuk sembuh dan dinyatakan dalam keadaan vegetatif. Agar resusitasi

dapat berjalan maksimal tentu saja memerlukan penolong yang cekatan dan terampil.

Waktu satu menit sangat berguna dalam memberikan pertolongan pertama padapenderita.

2

Page 3: RJPO

1.2 Tujuan Pembahasan

Dalam penyusunan makalah ini tentunya memiliki tujuan yang diharapkan berguna

bagi para pembaca dan khususnya kepada penulis sendiri. Dimana tujuannya dibagi

menjadi dua macam yang pertama secara umum makalah ini bertujuan menambah

wawasan mahasiswa/I dalam menguraikan suatu persoalan secara holistik dan tepat, dan

melatih pemikiran ilmiah dari seorang mahasiswa/I fakultas kedokteran, dimana pemikiran

ilmiah tersebut sangat dibutuhkan bagi seorang dokter agar mampu menganalisis suatu

persoalan secara cepat dan tepat. Sedangkan secara khusus tujuan penyusunan makalah ini

ialah sebagai berikut :

a. Melengkapi tugas small group discussion skenario enam modul dua puluh satu tentang

Resusitasi Jantung Paru Otak.

b. Menambah khasanah ilmu pengetahuan para pembaca dan penulis.

c. Sebagai bahan referensi mahasiswa/I Fakultas Kedokteran UISU dalam menghadapi

ujian akhir modul.

Itulah merupakan tujuan dalam penyusunan makalah ini, dan juga sangat diharapkan

dapat berguna setiap orang yang membaca makalah ini. Semoga seluruh tujuan tersebut

dapat tercapai dengan baik

1.3 Metode dan Teknik

Dalam penyusunan makalah ini kami mengembangkan suatu metode yang sering

digunakan dalam pembahasan-pembahasan makalah sederhana, yaitu dengan

menggunakan metode dan teknik secara deskriptif dimana tim penyusun mencari sumber

data dan sumber informasi yang akurat lainnya setelah itu dianalisis sehinggga diperoleh

informasi tentang masalah yang akan dibahas setelah itu berbagai referensi yang

didapatkan dari berbagai sumber tersebut disimpulan sesuai dengan pembahasan yang akan

dilakukan dan sesuai dengan judul makalah dan dengan tujuan pembuatan makalah ini.

Itulah sekilas tentang metode dan teknik yang digunakan dalam penyusunan makalah ini.

3

Page 4: RJPO

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Skenario

TIDAK SADARKAN DIRI

Seorang pria 58 tahun tidak sadarkan diri di rumah sakit setelah mendengar kabar

anaknya meninggal dunia. Dari hasil pemeriksaan diperoleh : Apnoe (+), denyut a. Carotis

tidak teraba. Oleh dokter segera dilakukan RJPO

2.2 Learning Objective

Mahasiswa mampu mengetahui, memahami serta menjelaskan Resusitasi Jantung Paru

Otak, meliputi :

1. Defenisi RJPO

2. Klasifikasi RJPO

3. Indikasi dan kontraindikasi RJPO

4. Langkah-langkah RJPO

5. RJPO pada bayi dan anak

6. Kapan RJPO dapat dihentikan

7. Komplikasi RJPO

8. Cara menilai keberhasilan RJPO

2.3 Defenisi RJPO

Resusitasi jantung paru adalah suatu tindakan gawat darurat akibat kegagalan sirkulasi

dan pernafasan untuk dikembalikan ke fungsi optimal guna mencegah kematian biologis.

Resusitasi jantung paru (RJP), atau juga dikenal dengan cardio pulmonier resusitation

(CPR), merupakan gabungan antara pijat jantung dan pernafasan buatan. Teknik ini

diberikan pada korban yang mengalami henti jantung dan nafas, tetapi masih hidup.

Komplikasi dari teknik ini adalah pendarahan hebat. Jika korban mengalami

pendarahan hebat, maka pelaksanaan RJP akan memperbanyak darah yang keluar sehingga

4

Page 5: RJPO

kemungkinan korban meninggal dunia lebih besar. Namun, jika korban tidak segera diberi

RJP, korban juga akan meninggal dunia.

RJP harus segera dilakukan dalam 4-6 menit setelah ditemukan telah terjadi henti nafas

dan henti jantung untuk mencegah kerusakan sel-sel otak dan lain-lain. Jika penderita

ditemukan bernafas namun tidak sadar maka posisikan dalm keadaan mantap agar jalan

nafas tetap bebas dan sekret dapat keluar dengan sendirinya.

Resusitasi Jantung Paru ( RJP ) atau Cardio Pulmonary Resuscitation (CPR ) Suatu

usaha untuk mengembalikan fungsi pernafasan dan atau fungsi jantung serta menangani

akibat-akibat berhentinya fungsi-fungsi jantung serta menangani akibat-akibat berhentinya

fungsi-fungsi tersebut pada orang yang tidak diharapkan mati pada saat itu.

RJP adalah teknik penyelamatan hidup yang bermanfaat pada banyak kedaruratan,

seperti serangan jantung, tenggelam, dimana pernafasan dan denyut jantung seseorang

berhenti. Ketika jantung berhenti, tiadanya darah teroksigenasi dalam beberapa menit dapat

menyebabkan kerusakan otak yang tidak dapat diperbaiki. Kematian terjadi dalam 8 -10

menit. Perhitungan terhadap waktu adalah pentingsaat menolong pasien tidak sadar yang

tidak bernafas.

Resusitasi jantung paru (RJP) merupakan usaha yang dilakukan untuk mengembalikan

fungsi pernafasan dan atau sirkulasi pada henti nafas (respiratory arrest) dan atau henti

jantung (cardiac arrest). Resusitasi jantung paru otak dibagi dalam tiga fase : bantuan hidup

dasar, bantuan hidup lanjut, bantuan hidup jangka lama. Namun pada pembahasan kali ini

lebih difokuskan pada Bantuan Hidup Dasar.

Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support, disingkat BLS) adalah suatu tindakan

penanganan yang dilakukan dengan sesegera mungkin dan bertujuan untuk menghentikan

proses yang menuju kematian.

Menurut AHA Guidelines tahun 2005, tindakan BLS ini dapat disingkat dengan teknik

ABC yaitu airway atau membebaskan jalan nafas, breathing atau memberikan nafas

buatan, dan circulation atau pijat jantung pada posisi shock. Namun pada tahun 2010

tindakan BLS diubah menjadi CAB (circulation, breathing, airway). Tujuan utama dari

BLS adalah untuk melindungi otak dari kerusakan yang irreversibel akibat hipoksia,

karena peredaran darah akan berhenti selama 3-4 menit.

Resusitasi jantung paru adalah suatu tindakan gawat darurat akibat kegagalan sirkulasi

dan pernafasan untuk dikembalikan ke fungsi optimal guna mencegah kematian biologis.

5

Page 6: RJPO

Resusitasi jantung paru (RJP) atau juga dikenal dengan cardio pulmonier resusitation

(CPR), merupakan gabungan antara pijat jantung dan pernafasan buatan. Teknik ini

diberikan pada korban yang mengalami henti jantung dan nafas, tetapi masih hidup.

RJP harus segera dilakukan dalam 4-6 menit setelah ditemukan telah terjadi henti nafas

dan henti jantung untuk mencegah kerusakan sel-sel otak dan lain-lain. Jika penderita

ditemukan bernafas namun tidak sadar maka posisikan dalm keadaan mantap agar jalan

nafas tetap bebas dan sekret dapat keluar dengan sendirinya.

2.4 Klasifikasi RJPO

2.4.1 Bantuan Hidup Dasar (basic Life Support )

2.4.1.1 Definisi

Bantuan hidup dasar (Basuc life support) adalah usaha yang dilakukan untuk

menjaga jalan napas (airway) tetap terbuka, menunjang pernapasan dan sirkulasi dan tanpa

menggunakan alat-alat bantu (Soerianata, 1996).

Istilah basuc life support mengacu pada mempertahankan jalan nafas dan sirkulasi.

Basuc life support ini terdiri dari beberapa elemen: penyelamatan pernapasan (juga dikenal

dengan pernapasan dari mulut ke mulut) dan kompresi dada eksternal. Jika semua

digabungkan maka digunakan istilah Resusitasi Jantung Paru (RJP) (Handley, 1997).

Bantuan hidup dasar adalah tindakan darurat untuk membebaskan jalan

napas,membantu pernapasan dan mempertahankan sirkulasi darah tanpa menggunakan alat

bantu (Alkatiri, 2007).

2.4.1.2 Tujuan

Tujuan utama dari bantuan hidup dasar adalah suatu tindakan oksigenasi darurat

untuk mempertahankan ventilasi paru dan mendistribusikan darah-oksigenasi ke jaringan

tubuh (Alkatiri, 2007).

Tujuan bantuan hidup dasar ialah untuk oksigenasi darurat secara efektif pada

organ vital seperti otak dan jantung melalui ventilasi buatan dan sirkulasi buatan sampai

paru dan jantung dapat menyediakan oksigen dengan kekuatan sendiri secara normal

(Latief, 2009).

2.4.1.3 Tindakan

A. Periksa Respon dan Layanan Kedaruratan Medis

6

Page 7: RJPO

Berteriak didekat kuping Pemeriksaan kesadaran dilakukan untuk menentukan pasien sadar

atau tidak dengan cara memanggil, menepuk bahu atau wajah korban. Jika pasien sadar,

biarkan pasien dengan posisi yang membuatnya merasa nyaman, dan bila perlu lakukan

kembali penilaian kesadaran setelah beberapa menit. Jika pasien tidak sadar segera

meminta bantuan dengan cara berteriak “TOLONG!” atau dengan menggunakan alat

komunikasi dan beritahukan dimana posisi anda (penolong) (ERC Guidelines, 2010).

B. Pembebasan Jalan Napas (Airway Support)

Gangguan airway dapat timbul secara mendadak dan total, perlahan-lahan dan

sebagian, dan progresif dan/atau berulang (ATLS, 2004). Penyebab utama obstruksi jalan

napas bagian atas adalah lidah yang jatuh kebelakang dan menutup nasofaring. Selain itu

bekuan darah, muntahan, edema, atau trauma dapat juga menyebabkan obstruksi tersebut.

Oleh karena itu, pembebasan jalan napas dan menjaga agar jalan napas tetap terbuka dan

bersih merupakan hal yang sangat penting dalam BLS (Van Way, 1990).

Bila penderita mengalami penurunan tingkat kesadaran, maka lidah mungkin jatuh

kebelakang dan menyumbat hipofaring. Bentuk sumbatan seperti ini dapat segera

diperbaiki dengan cara mengangkat dagu (chin-lift maneuver) atau dengan mendorong

rahang bawah ke arah depan (jaw-thrust maneuver). Tindakan-tindakan yang digunakan

untuk membuka airway dapat menyebabkan atau memperburuk cedera spinal. Oleh karena

itu, selama mengerjakan prosedur-prosedur ini harus dilakukan immobilisasi segaris (in-

line immobilization) dan pasien/korban harus diletakkan di atas alas/permukaan yang rata

dan keras (IKABI, 2004).

Teknik-teknik mempertahankan jalan napas (airway):

a. tindakan kepala tengadah (head tilt)

Tindakan ini dilakukan jika tidak ada trauma pada leher. Satu tangan penolong mendorong

dahi kebawah supaya kepala tengadah (Latief dkk, 2009).

b. Tindakan dagu diangkat (chin lift)

Jari-jemari satu tangan diletakkan dibawah rahang, yang kemudian secara hati-hati

diangkat keatas untuk membawa dagu ke arah depan. Ibu jari dapat juga diletakkan di

belakang gigi seri (incisor) bawah dan secara bersamaan dagu dengan hati-hati diangkat.

Maneuver chin lift tidak boleh menyebabkan hiperekstensi leher (IKABI, 2004)

c. tindakan mendorong rahang bawah (jaw-thrust)

pada pasien dengan trauma leher, rahang bawah diangkat didorong kedepan pada sendinya

tanpa menggerakkan kepala-leher. (Latief dkk, 2009).

7

Page 8: RJPO

C. Bantuan Napas dan Ventilasi (Breathing Support)

Oksigen sangat penting bagi kehidupan. Pada keadaan normal, oksigen diperoleh

dengan bernafas dan diedarkan dalam aliran darah ke seluruh tubuh (Smith, 2007).

Breathing support merupakan usaha ventilasi buatan dan oksigenasi dengan inflasi

tekanan positif secara intermitten dengan menggunakan udara ekshalasi dari mulut ke

mulut, mulut ke hidung, atau dari mulut ke alat (S-tube masker atau bag valve mask)

(Alkatri, 2007).

Breathing support terdiri dari 2 tahap :

1. Penilaian Pernapasan

Menilai pernapasan dengan memantau atau observasi dinding dada pasien dengan cara

melihat (look) naik dan turunnya dinding dada, mendengar (listen) udara yang keluar

saat ekshalasi, dan merasakan (feel) aliran udara yang menghembus dipipi penolong

(Mansjoer, 2009).

2. Memberikan bantuan napas

Bantuan napas dapat dilakukan melalui mulut ke mulut (mouth-to-mouth), mulut ke

hidung (mouth-to-nose), mulut ke stoma trakeostomi atau mulut ke mulut via sungkup

(Latief dkk, 2009).

a. Pada bantuan napas mulut-ke-mulut (mouth-to-mouth) jika tanpa alat, maka

penolong menarik napas dalam, kemudian bibir penolong ditempelkan ke bibir

pasien yang terbuka dengan erat supaya tidak bocor dan udara ekspirasi

dihembuskan ke mulut pasien sambil menutup kedua lubang hidung pasien dengan

cara memencetnya.

b. Pada bantuan napas mulut-ke-hidung (mouth-to-nose), maka udara ekpsirasi

penolong dhembuskan kehidung pasien sambil menutup mulut pasien. Tindakan ini

dilakukan kalau mulut pasien sulit dibuka (trismus) atau pada trauma maksilo-

fasial.

c. Pada bantuan napas mulut-ke-sungkup pada dasarnya sama dengan mulut-ke-

mulut. Bantuan napas dapat pula dilakukan dari mulut-ke-stoma atau lubang

trakeostomi pada pasien pasca bedah laringektomi.

Frekuensi dan besar hembusan sesuai dengan usia pasien apakah korban bayi, anak

atau dewasa. Pada pasien dewasa, hembusan sebanyak 10-12 kali per menit dengan

tenggang waktu antaranya kira-kira 2 detik. Hembusan penolong dapat menghasilkan

volum tidal antara 800-1200 ml (Latief dkk, 2009).

8

Page 9: RJPO

D. Sirkulasi (Circulation Support)

Merupakan suatu tindakan resusitasi jantung dalam usaha mempertahankan sirkulasi

darah dengan cara memijat jantung, sehingga kemampuan hidup sel-sel saraf otak dalam

batas minimal dapat dipertahankan (Alkatri, 2007).

Dilakukan dengan menilai adanya pulsasi arteri karotis. Penilaian ini maksimal

dilakukan selama 5 detik. Bila tidak ditemukan nadi maka dilakukan kompresi jantung

yang efektif, yaitu kompresi dengan kecepatan 100 kali per menit, kedalaman 4-5 cm,

memberikan kesempatan jantung mengembang (pengisian ventrikel), waktu kompresi dan

relaksasi sama, minimalkan waktu terputusnya kompresi dada. Rasio kompresi dan

ventilasi 30:2 (Mansjoer, 2009).

Tempat kompresi jantung luar yang benar ialah bagian tengah separuh bawah tulang

dada. Pada pasien dewasa tekan tulang dada kebawah menuju tulang punggung sedalam 3-

5 cm sebanyak 60-100 kali per menit.tindakan ini akan memeras jantung yang letaknya

dijepit oleh dua bangunan tulang yang keras yaitu tulang dada dan tulang punggung.

Pijatan yang baik akan menghasilkan denyut nadi pada karotis dan curah jantung sekitar

10-15% dari normal (Latief dkk, 2009).

Periksa keberhasilan tindakan resusitasi jantung paru dengan memeriksa denyut nadi

arteri karotis dan pupil secara berkala. Bila pupil dalam keadaan konstriksi dengan reflex

cahaya positif, menandakan oksigenasi aliran darah otak cukup. Bila sebaliknya yang

terjadi, merupakan tanda kerusakan otak berat dan resusitasi dianggap kurang berhasil

(Alkatiri, 2007).

E. Posisi Pemulihan (Recovery Position)

Recovery position dilakukan setelah pasien ROSC (Return of Spontaneous Circulation).

Urutan tindakan recovery position meliputi:

a. Tangan pasien yang berada pada sisi penolong diluruskan ke atas

b. Tangan lainnya disilangkan di leher pasien dengan telapak tangan pada pipi pasien

c. Kaki pada sisi yang berlawanan dengan penolong ditekuk dan ditarik ke arah penolong,

sekaligus memiringkan tubuh korban ke arah penolong

Dengan posisi ini jalan napas diharapkan dapat tetap bebas (secure airway) dan mencegah

aspirasi jika terjadi muntah. Selanjutnya, lakukan pemeriksasn pernapasan secara berkala

(Resuscitation CouncilUK, 2010).

9

Page 10: RJPO

2.4.2 Bantuan Hidup Lanjut (Advance Life Support )

Yang dimaksud dengan bantuan hidup lanjut adalah usaha yang dilakukan setelah

dilakukan usaha bantuan hidup dasar dengan memberikan obat-obatan yang dapat

memperpanjang hidup pasien.

Merupakan usaha untuk memepertahankan dan mengembalikan sirkulasi spontan,

dan stabilitas system kardiovasculer

A. Drugs

Setelah penilaian terhadap hasil bantuan hidup dasar, dapat diteruskan dengan bantuan

hidup lanjut (korban dinyatakan belum mati dan belum timbul denyut jantung spontan),

maka bantuan hidup lanjut dapat diberikan berupa obat-obatan. Obat-obatan tersebut

dibagi dalam 2 golongan yaitu,

1. Penting, yaitu :

a. Adrenalin

Mekanisme kerja merangsang reseptor alfa dan beta, dosis yang diberikan 0,5 – 1

mg iv diulang setelh 5 menit sesuai kebutuhan dan yang perlu diperhatikan dapat

meningkatkan pemakaian O2 myocard, takiaritmi, fibrilasi ventrikel.

b. Natrium bikarbonat

c. Sulfat Atropin

Mengurangi tonus vagus memudahkan konduksi atrioventrikuler dan mempercepat

denyut jantung pada keadaan sinus bradikardi. Paling berguna dalam mencegah

“arrest” pada keadaan sinus bradikardi sekunder karena infark miokard, terutama

bila ada hipotensi. Dosis yang dianjurkan ½ mg, diberikan iv. Sebagai bolus dan

diulang dalam interval 5 menit sampai tercapai denyut nadi > 60 /menit, dosis total

tidak boleh melebihi 2 mg kecuali pada blok atrioventrikuler derajat 3 yang

membutuhkan dosis lebih besar.

d. Lidokain

Meninggikan ambang fibrilasi dan mempunyai efek antiaritmia dengan cara

meningkatkan ambang stimulasi listrik dari ventrikel selama diastole. Pada dosis

terapeutik biasa, tidak ada perubahan bermakna dari kontraktilitas miokard, tekanan

arteri sistemik, atau periode refrakter absolut. Obat ini terutama efektif menekan

iritabilitas sehingga mencegah kembalinya fibrilasi ventrikel setelah defibrilasi yang

berhasil, juga efektif mengontrol denyut ventrikel prematur yang mutlti fokal dan

episode takhikardi ventrikel. Dosis 50-100 mg diberikan iv sebagai bolus, pelan-

10

Page 11: RJPO

pelan dan bisa diulang bila perlu. Dapat dilanjutkan dengan infus kontinu 1-3

mg.menit, biasanya tidak lebih dari 4 mg.menit, berupa lidocaine 500 ml dextrose 5

% larutan (1 mg/ml).

2. Berguna, yaitu :

a. Isoproterenol

Merupakan obat pilihan untuk pengobatan segera (bradikardi hebat karena

complete heart block). Ia diberikan dalam infus dengan jumlah 2 sampai 20

mg/menit (1-10 ml larutan dari 1 mg dalam 500 ml dectrose 5 %), dan diatur untuk

meninggikan denyut jantung sampai kira-kira 60 kali/menit. Juga berguna untuk

sinus bradikardi berat yang tidak berhasil diatasi dengan Atropine.

b. Propanolol

Suatu beta adrenergic blocker yang efek anti aritmianya terbukti berguna untuk

kasus-kasus takhikardi ventrikel yang berulang atau fibrilasi ventrikel berulang

dimana ritme jantung tidak dapat diatasi dengan Lidocaine. Dosis umumnya adalah

1 mg iv, dapat diulang sampai total 3 mg, dengan pengawasan yang ketat.

c. Kortikosteroid.

Sekarang lebih disukai kortikosteroid sintetis (5 mg/kgBB methyl prednisolon

sodium succinate atau 1 mg/kgBB dexamethasone fosfat) untuk pengobatan syok

kardiogenik atau shock lung akibat henti jantung. Bila ada kecurigaan edema otak

setelah henti jantung, 60-100 mg methyl prednisolon sodium succinate tiap 6 jam

akan menguntungkan. Bila ada komplikasi paru seperti pneumonia post aspirasi,

maka digunakan dexamethason fosfat 4-8 mg tiap 6 jam.

d. Natrium bikarbonat

Penting untuk melawan metabolik asidosis, diberikan iv dengan dosis awal : 1

mEq/kgBB, baik berupa bolus ataupun dalam infus setelah selama periode 10 menit. Dapat

juga diberikan intrakardial, begitu sirkulasi spontan yang efektif tercapai, pemberian harus

dihentikan karena bisa terjadi metabolik alkalosis, takhiaritmia dan hiperosmolalitas. Bila

belum ada sirkulasi yang efektif maka ulangi lagi pemberian dengan dosis yang sama.

B. EKG

Diagnosis elektrokardiografis untuk mengetahui adanya fibrilasi ventrikel dan monitoring.

11

Page 12: RJPO

C. Fibrillation Treatment

Tindakan defibrilasi untuk mengatasi fibrilasi ventrikel. Elektroda dipasang sebelah kiri

putting susu kiri dan di sebelah kanan sternum atas.

2.5 Indikasi dan Kontra Indikasi RJPO

2.5.1 Indikasi RJPO

Tindakan RJP sangat penting terutama pada pasien dengan cardiac arrest karena

fibrilasi ventrikel yang terjadi di luar rumah sakit, pasien di rumah sakit dengan fibrilasi

ventrikel primer dan penyakit jantung iskemi, pasien dengan hipotermi, overdosis,

obstruksi jalan napas atau primary respiratory arrest (Alkatiri dkk, 2007).

Pada beberapa keadaan, tindakan resusitasi tidak dianjurkan (tidak efektif), antara lain:

bila henti jantung (arrest) telah berlangsung lebih dari 5 menit (oleh karena biasanya

12

Page 13: RJPO

kerusakan otak permanen telah terjadi pada saat ini), pada keganasan stadium lanjut, payah

jantung refrakter, edema paru-paru refrakter, syok yang mendahului arrest, kelainan

neurologic yang berat, serta pada penyakit ginjal, hati dan paru yang lanjut (Alkatiri dkk,

2007).

Sebab- sebab henti jantung :

a. Penyakit kardiovaskuler

b. Penyakit jantung sistemik, infark miokardial akut, embolus paru, fibrosis pada sistem

konduksi (penyakit lenegre, sindrom adams stokes, noda sinus atrioventrikulaer sakit).

c. Kekurangan oksigen akut

d. Henti nafas, benda asing di jalan nafas, sumbatan jalan nafas oleh sekresi, asfiksia dan

hipoksia.

e. Kelebihan dosis obat dan gangguan asam basa

f. Digitalis, quinidin, antidepresan trisiklik, propoksifen, adrenalin dan isoprenalin.

g. Kecelakaan

h. Syok listrik dan tenggelam.

i. Refleks vagal

j. Peregangan sfingter anii, penekanan atau penarikan bola mata.

k. Anestesi dan pembedahan.

l. Terapi dan tindakan diagnostik medis

m. Syok (hipovolemik, neurogenik, toksik dan anafilaktik) Kebanyakan henti jantung

yang terjadi di masyarakat merupakan akibat penyakit jantung iskemik, 40 % mati

mendadak. Dari penyakit jantung iskemik terjadi dalam waktu satu jam setelah

dimulainya gejala dan proporsinya lebih tinggi, sekitar 60 % diantara umur

pertengahan dan yang lebih muda. Lebih dari 90 % kematian yang terjadi di luar rumah

sakit disebabkan oleh fibrilasi ventrikuler, suatu kondisi yang potensial reversible.

2.5.1.1 Henti Napas (Respiratory Arrest)

Henti Napas primer (respiratory arrest) dapat disebabkan oleh banyak hal, misalnya

serangan stroke, keracunan obat, tenggelam, inhalasi asap/uap/gas, obstruksi jalan napas

oleh benda asing, tersengat listrik, tersambar petir, serangan infark jantung, radang

epiglottis, tercekik (suffocation), trauma dan lain-lain (Latief dkk, 2009).

Tanda dan gejala henti napas berupa tidak sadar (pada beberapa kasus terjadi

kolaps yang tiba-tiba), pernapasan tidak tampak atau pasien bernapas dengan terengah-

13

Page 14: RJPO

engah secara intermitten, sianosis dari mukosa buccal dan liang telinga, pucat secara

umum, nadi karotis teraba (Muriel, 1995).

Pada awal henti nafas, jantung masih berdenyut, masih teraba nadi, pemberian O2

ke otak dan organ vital lainnya masih cukup sampai beberapa menit. Kalau henti napas

mendapat pertolongan dengan segera maka pasien akan terselamatkan hidupnya dan

sebaliknya kalau terlambat akan berakibat henti jantung yang mungkin menjadi fatal

(Latief dkk, 2009).

Resusitasi jantung paru bertujuan untuk mengembalikan fungsi pernafasan dan atau

sirkulasi, dan penanganan akibat henti nafas (respiratory arrest) dan atau henti jantung

(cardiac arrest), yang mana fungsi tersebut gagal total oleh sebab yang memungkinkan

untuk hidup normal. Adapun sebab henti nafas adalah :

1. Sumbatan jalan nafas

Bisa disebabkan karena adanya benda asing, aspirasi, lidah yang jatuh ke belakang,

pipa trakhea terlipat, kanula trakhea tersumbat, kelainan akut glotis dan sekitarnya

(sembab glotis, perdarahan).

2. Depresi pernafasan

a. Sentral :

obat, intoksikasi, Pa O2 rendah, Pa CO2 tinggi, setelah henti jantung, tumor otak

dan tenggelam.

b. Perifer :

obat pelumpuh otot, penyakit miastenia gravis, poliomyelitis.

2.5.1.2 Henti Jantung (Cardiac Arrest)

Henti jantung adalah keadaan terhentinya alran darah dalam system sirkulasi tubuh

secara tiba-tiba akibat terganggunya efektifitas kontraksi jantung saat sistolik (Mansjoer,

2009).

Berdasarkan etiologinya henti jantung disebabkan oleh penyakit jantung (82,4%);

penyebab internal nonjantung (8,6%) seperti akibat penyakit paru, penyakit

serebrovaskular, penyakit kanker, perdarahan saluran cerna obstetrik/pediatrik, emboli

paru, epilepsi, diabetes mellitus, penyakit ginjal; dan penyebab eksternal nonjantung

(9,0%) seperti akibat trauma, asfiksisa, overdosis obat, upaya bunuh diri, sengatan

listrik/petir (Mansjoer, 2009).

Henti jantung biasanya terjadi beberapa menit setelah henti napas. Umumnya

walaupun kegagalan pernapasan telah terjadi, denyut jantung dan pembuluh darah masih

14

Page 15: RJPO

dapat berlangsung terus sampai kira-kira 30 menit. Pada henti jantung dilatasi pupil

kadang-kadang tidak jelas. Dilatasi pupil mulai terjadi 45 detik setelah aliran darah ke otak

berhenti dan dilatasi maksimal terjadi dalam waktu 1 menit 45 detik. Bila telah

terjadidilatasi pupil maksimal, hal ini menandakan sudah 50% kerusakan otak irreversible

(Alkatiri dkk, 2007).

Henti jantung ditandai oleh denyut nadi besar tak teraba (karotis, femoralis, radialas),

disertai kebiruan (sianosis) atau pucat sekali, pernapasan berhenti atau satu-satu (gasping,

apnu), dilatasi pupil tak bereaksi dengan ranngsang cahaya dan pasien dalam keadaan tidak

sadar (Latief dkk, 2009).

2.5.2 Kontra Indikasi RJPO

1. DNAR (do not attempt resuscitation)

2. Tidak ada manfaat fisiologis karena fungsi vital telah menurun

3. Ada tanda kematian yang reversibel

a. rigormotis (kaku mayat)

b. dekapitasi

c. dekomposisi

d. pucat

2.6 Langkah-langkah RJPO

Bila anda melihat seorang yang tidak sadar:

1. Pertama-tama anda harus berteriak untuk meminta tolong (cari saksi)

2. Dekati pasien tersebut dan pastikan korban benar-benar tidak sadar (check

responsiveness) dengan memanggil-manggil (rangsangan suara.pen), menyentuh

lembut atau memberikan rangsangan nyeri (rangsangan nyeri.pen), atau dengan

memberikan bau-bauan yang cukup menyengat (rangsangan bau.pen). Perhatian, hati-

hati menyentuh pasien yang terkena sengatan listrik, jangan sampai anda menjadi

korban kedua.

3. Bila tidak sadar, minta bantuan orang lain agar menelepon ambulans atau rumah sakit

terdekat agar segera datang dengan alat bantuan yang lebih lengkap (call for help).

15

Page 16: RJPO

4. Ubah posisi korban, posisikan dengan posisi tidur terlentang di tempat yang datar dan

keras sebagai persiapan untuk melakukan RKP. Selanjutnya lakukan RKP dengan

langkah-langkah A,B,C,D,E,F,G,H,I.

A. A=Airway Control. Tujuannya untuk membuka dan mengamankan jalan nafas.

Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut.

1. Penolong berlutut di dekat kepala sebelah kanan korban.

2. Jika terdapat trauma pada leher sebelah atas sampai kepala dan dicurigai terdapat

trauma cervical, lakukan fiksasi pada leher dan kepala korban dengan memasang collar

neck atau benda keras apapun sebagai pengganti yang cocok.

3. Jika tonus otot korban hilang, lidah akan menyumbat faring dan epiglottis akan

menyumbat laring, hal ini menjadi penyebab utama tersumbatnya jalan napas pada

pasien tidak sadar.2 Oleh sebab itu, lakukan tindakan Angkat Dagu Tengadah Kepala

(Head Tilt- Chin Lift Maneuver.red)

dengan mengangkat dagu ke atas dan mendorong kepala atau dahi ke belakang. Pada

korban dengan trauma muka atau kepala dan dada yang dicurigai mengalami cedera

servikal, lakukan teknik penarikan rahang tanpa kepala (jaw thrust Maneuver.red)

16

Page 17: RJPO

Lihat apakah ada cairan atau benda asing. Bila terdapat cairan, miringkan kepala penderita

agar cairan dapat keluar (memiringkan kepala hanya dilakukan pada penderita yang tidak

ada cedera tulang servikal) atau dilakukan penghisapan cairan bila peralatan tersebut

tersedia. Bila terdapat benda asing maka segera keluarkan benda tersebut, salah satunya

dengan teknik hentakan abdomen (Hemlich maneuver/ abdominal thrust)

4. dan hentakan dada ( chest thrust ). Jika sumbatan jalan napas masih terjadi, dapat

dicoba pemasangan pipa jalan nafas ( oropharyngeal airway atau nasopharyngeal

airway ). Jika usaha ini masih belum berhasil, perlu dilakukan tracheal intubation, jika

tidak bisa dilakukan maka sebagai alternative adalah cricotirotomy atau cricotiroid

membrane punction dengan jarum berlumen besar (missal dengan kanula intravena 14

G).

5. Perhatikan apakah korban bernafas atau tidak dengan melakukan :lihat, dengar,

rasakan (look,listen, feel).

6. Dekatkan telinga anda ke mulut korban dan mata melihat ke arah dada. Lihat apakah

ada pergerakan dinding dada seperti orang bernafas umumnya (look), dengarkan suara

17

Page 18: RJPO

pernafasannya (listen), dan rasakan hembusan nafasnya (feel).Bila tidak bernafas,

lakukan langkah B.

B. B=Breathing Support. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut.

1. Pasanglah alat bantu jalan nafas orofaring (bila ada) pada penderita, kemudian pasang

kantung nafas sungkup muka. Bila terjadi di lapangan dan tanpa peralatan, lakukan

dengan manipulasi dengan cara mulu ke mulut ( the kiss of life, mouth-to-mouth ),

mulut ke hidung ( mouth-to-nose ) pada trauma maksilo-fasial dan saat mulut korban

sulit dibuka atau mulut ke stoma trakeostomi. Letakkan tangan kanan penolong di

dagudan tangan kiri penolong memencet kedua lubang hidung korban, sehingga lobang

hidung tertutup rapat. Dengan demikian keadaan korban menjadi “mulut menganga,

dagu terangkat, kepala fleksikan”.

2. Lakukan nafas buatan sebanyak 2 kali secara perlahan, tiap ventilasi waktunya sekitar

2 detik

3. Lihat apakah udara yang dipompakan dapat masuk dengan mudah, apakah dinding

dada tampak naik ketika udara dipompakan, dan apakah ada udara yang keluar saat

ekspirasi pasif. Bila udara tidak dapat masuk dengan mudah dan dinding dada tidak

bergerak naik, pikirkan kemungkinan adanya obstruksi jalan nafas. Atasi obstruksi

segera!

4. Raba denyut arteri carotis paling lama 10 detik. Bila tidak ada denyut, berarti pasien

Cardiac Arrest dan lanjutkan langkah C. Bila berdenyut, lanjutkan pemberian nafas

buatan dengan frekuensi 12-20 kali/menit.

C. C=Circulation Treatment. Langkah-langkahnya sebagai berikut.

Lakukan Pijat Jantung Luar (PJL) sebanyak 7 kali dan diikuti nafas buatan sebanyak 1 kali

( menurut ACLS 2008, PJL sebanyak 30 kali dan nafas buatan sebanyak 2 kali.red). Yang

penting PJL dilakukan sebanyak +/- 80 kali/menit dan nafas buatan sebanyak +/- 12

kali/menit. Dengan demikian pasien terhindar dari Hipoxia Lanjut.

18

Page 19: RJPO

Teknik melakukan PJL adalah sebagai berikut.

1. Letakkan satu telapak tangan di atas permukaan dinding dada pada 1/3 processus

xypoideus (bagian ujung sternum). Tangan yang lain diletakkan di atas tangan pertama.

2. Dengan jari-jari terkunci, lengan lurus dan kedua bahu tepat di atas sternum korban,

beri tekanan ventrikal ke bawah dengan kedalaman sekitar 3-5 cm untuk dewasa.

Tekanan berasal dari bahu bukan dari tangan, sehingga tangan dan siku korban lurus

dan tegak lurus dengan dada korban. Tindakan ini akan memeras jantung yang letaknya

dijepit oleh dua bangunan tulang yang keras yaitu tulang dada dan tulang punggung.

Pijatan jantung yang baik akan menghasilkan denyut nadi pada arteri carotis dan curah

jantung sekitar 10-15% dari normal.

3. Pada gerakan penekanan, usahakan penekanan sternum ke bawah selama ½ detik dan

lepaskan dengan cepat tetapi kedua tangan tidak boleh diangkat dari dada korban dan

tunggu ½ detik kemudian agar jantung dan pembuluh darah terisi cukup

4. Kompresi harus teratur, halus dan continue. Dalam kondisi apapun kompresi tidak

boleh berhenti lebih dari 5 detik.

5. Lakukan pemberian nafas sebanyak 2 kali tiap setelah 30 kali pijatan atau penekanan

pada dada (jantung) dengan perbandingan 30:2.

6. Lakukan sebanyak 5 siklus, kemudian cek kembali arteri carotis korban. Jika tetap

tidak berdenyut, lanjutkan pemberian PJL.

Di lapangan, saat korban menunjukkan respon yang positif terhadap pemberian Bantuan

Hidup Dasar ( langkah A-B-C), maka tindakan RKP dihentikan dan letakkan korban pada

posisi mantap. Caranya adalah sebagai berikut.

1. Fleksikan tungkai yang terdekat dengan anda

19

Page 20: RJPO

2. Letakkan tangan yang terdekat dengan anda di bawah bokongknya

3. Dengan lembut gulingkan pasien pada sisinya

4. Ekstensikan kepalanya dan pertahankan mukanya lebih rendah.

5. Letakkan tangan pasien sebelah atas di bawah pipi sebelah bawah untuk

mempertahankan ekstensi kepala dan mencegah pasien berguling ke depan. Lengan

sebelah bawah yang berada di punggungnya mencegah pasien terguling ke belakang.

D. D=Drugs and Fluid Intravenous Infusion

Pada tahap ini diberikan obat  dan cairan tanpa menunggu hasil EKG.Obat yang diberikan

adalah.

1. Adrenalin, Pertama yang diberikan adalah adrenalin 0,5-1,0 mg I.V dosis untuk

dewasa, 10 mcg/kg pada anak-anak. Cara pemberian: IV, intratrakeal lewat pipa trakeal

(1 ml adrenalin 10/00 diencerkan dengan 9 ml akuades steril, bukan NaCl) atau bila

keduanya tidak mungkin: intrakardiak (hanya oleh tenaga yang sudah terlatih). Diulang

tiap 5 menit dengan dosis sama sampai timbul denyut jantung spontan atau mati

jantung.4 Walaupun cardiac arrestnya fibrilasi ventrikel, namun adrenalin tetap

diberikan sebagai obat pilihan pertama karena fungsi adrenalin selain sebagai notropic

dan chronotropic, adrenalin juga meningkatkan sensitivity otot jantung sehingga

ventricle fibrillation mudah kembali ke irama sinus dengan defibrillator listrik pada

jantung yang telah diberikan adrenalin.

2. Natrium Bikarbonat, Dosis mula 1 mEq/kg (bila henti jantung lebih dari 2 menit)

kemudian dapat diulang tiap 10 menit dengan dosis 0,5 mEq/kg sampai timbul denyut

jantung spontan atau mati jantung. Cara pemberian hanya IV. Dipasang infuse

intravena sesuai indikasi.

E. E=EKG

F. F=Fibrilation Treatment,

Elektroda dipasang di sebelah kiri putting susu kiri dan di sebelah kanan sternum atas.

Defibrilasi luar: arus searah: 100-360 Wsec (Joule) (dewasa); 100-200 Wsec (anak);

50-100 Wsec (bayi).

G. G=Gough (cari sebab Cardiac Arrest)

20

Page 21: RJPO

Pada tahap ini, menentukan dan member terapi penyebab kematian dan menilai sampai

sejauh mana pasien dapat diselamatkan.

H. I=Intensive Care Unit, Post Cardiac Arrest, korban harus dirawat di ICU

2.7 RJPO Bayi dan Anak

Hal yang harus diperhatikan jika RJP pada bayi dan anak:

1. Saluran Pernapasan (Airway =A)

Hati-hatilah dalam memengang bayi sehingga Anda tidak mendongakkan kepala bayi

dengan berlebihan. Leher bayi masih terlalu lunak sehingga dongakan yang kuat justru

bisa menutup saluran pernapasan.

2. Pernapasan (Breathing = B)

Pada bayi yang tidak bernapas, jangan meneoba menjepit hidungnya. Tutupi mulut dan

hidungnya dengan mulut Anda lalu hembuskan dengan perlahan (1 hingga 1,5

detik/napas) dengan menggunakan volume yang eukup untuk membuat dadanya

mengembang. Pada anak kecil, jepit hidungnya, tutupi mulutnya, dan berikan

hembusan seperti pada bayi.

3. Peredaran Darah (Circulation = C)

Pemeriksaan Denyut:

Pada bayi, untuk menentukan ada atau tidaknya denyut nadi adalah dengan meraba

bagian dalam dari lengan atas pad a bagian tengah antara siku dan bahu. Pemeriksaan

denyut pada anak keeiL sarna dengan orang dewasa.

Teknik Pada Bayi Dan Anak-Anak

Prinsip Bantuan Hidup Dasar pada bayi dan anak adalah sama dengan pada orang dewasa.

Akan tetapi karena ketidaksamaan ukuran, diperlukan modifikasi teknik yang disebutkan

di atas yaitu sebagai berikut.

2. Ekstensi kepala yang berlebihan dapat menyebabkan sumbatan jalan nafas pada

bayi dan anak kecil. Kepala hendaknya dijaga dalam posisi netral selama

diusahakan membuka jalan napas pada kelompok ini.

3. Pada bayi dan anak kecil, ventilasi mulut-ke-mulut dan hidung lebih sesuai

daripada ventilasi mulut-ke-mulut atau mulut-ke-hidung. Pemberian ventilasi harus

21

Page 22: RJPO

lebih kecil volumnya dan frekuensi ventilasi harus ditingkatkan menjadi 1 ventilasi

tiap 3 detik untuk bayi dan 1 ventilasi tiap 4 detik untuk anak-anak.

4. Pukulan punggung dengan pangkal tangan dapat diberikan pada bayi di antara 2

skapula dengan korban telungkup dan mengangkang pada lengan penolong dan

hentakan dada diberikan dengan bayi terlentang, kepala terletak dibawah melintang

pada paha penolong. Pukulan punggung pada anak yang lebih besar dapat diberikan

dengan korban telungkup melintang di atas paha penolong dengan kepala lebih

rendah dari badan, dan hentakan dada dapat diberikan dengan anak terlentang di

atas lantai.

5. Karena jantung terletak sedikit lebih tinggi dalam rongga toraks pada pasien-pasien

muda, kompresi dada luar hendaknya diberikan dengan 2 jari pada 1 jari di bawah

titik potong garis putting susu dengan sternum pada bayi dan pada tengah

pertengahan bawah sternum pada anak. Penekanan sternum 1,5-2,5 cm efektif

untuk bayi, tetapi pada anak diperlukan penekanan 2,5-4 cm. Pada anak yang lebih

besar hendaknya digunakan pangkal telapak tangan untuk kompresi dada luar.

6. Selama henti jantung, pemberian komprsi dada luar harus minimal 100 kali

permenit pada bayi dan 80 kali permenit pada anak-anak. Perbandingan kompresi

terhadap ventilasi selalu 5:1.

2.7.1 Resusitasi jantung paru pada bayi (  < 1 tahun)

a. 2 – 3 jari atau kedua ibu jari

b. Titik kompresi pada garis yang menghubungkan kedua papilla mammae

c. Kompresi ritmik 5 pijatan / 3 detik atau kurang lebih 100 kali per menit

d. Rasio pijat : napas 15 : 2

e. Setelah tiga siklus pijat napas, evaluasi sirkulasi

RJP pada bayi

Kebanyakan henti jantung pada bayi karena kehabisan oksigen, seperti pada tenggelam

atau tercekik. Bila diketahui adanya obstruksi jalan nafas, lakukan pertolongan pertama

untuk tercekik. Bila anda tidak tahu kenapa bayi tidak bernafas, lakukan RJP. Untuk

memulai, nilai situasi. Tepuk bayi dan lihat responnya, seperti gerakan, namun jangan

guncang sang bayi.Bila tidak ada respon, ikuti prosedur CAB dibawah dan kapan minta

bantuan adalah sebagai berikut :

22

Page 23: RJPO

1. Bila anda sendiri dan dibutuhkan RJP, lakukan RJP selama 2 menit, sekitar 5 siklus,

sebelum menelepon nomor emergensi.

2. Bila ada penolong lain, suruh dia menelepon ketika anda menolong bayi.

2.7.2 Resusitasi Jantung paru pada anak-anak ( 1-8 tahun)

a. Satu telapak tangan

b. Titik kompresi pada satu jari di atas Proc. Xiphoideus

c. Kompresi ritmik 5 pijatan / 3 detik atau kurang lebih 100 kali per menit

d. Rasio pijat : napas 30 : 2

e. Setelah tiga siklus pijat napas, evaluasi sirkulasi

RJP pada anak untuk usia 1-8 tahun, prinsip serupa dengan dewasa. Perbedaannya :

2. Bila anda sendiri, lakukan 5 siklus kompresi dan nafas, sekitar 2 menit, sebelum

menelepon petugas emergensi atau menggunakan AED.

3. Gunakan hanya satu tangan untuk melakukan kompresi jantung.

4. Pemberian nafas lebih hati-hati.

5. Perbandingan kompresi dan nafas seperti dewasa, 30 : 2. Ini satu siklus. Setelah

memberi nafas, segera mulai siklus berikut.

6. Setelah 5 siklus (sekitar 2 menit) RJP, bila tidak ada respon dan tersedia AED, gunakan

sesuai perintah mesin. Gunakan pada pediatrik bila ada. Bila tidak ada, gunakan pada

dewasa. Lanjutkan hingga anak bergerak atau pertolongan tiba.

2.8 Kapan menghentikan RJPO

Beberapa alasan kuat bagi penolong untuk menghentikan RKP antara lain:

1. Telah timbul kembali sirkulasi dan ventilasi spontan yang efektif

2. Upaya resusitasi telah diambil alih oleh orang lain yang bertanggung jawab

meneruskan resusitasi (bila tak ada dokter)

3. Seorang dokter mengambil alih tanggung jawab (bila tak ada dokter sebelumnya).

4. Korban dinyatakan mati

5. Penolong sudah memberikan secara penuh, yakni bantuan hidup dasar dan bantuan

hidup lanjut.

6. Penolong sudah mempertimbangkan apakah pada pasien terdapat hipotermia

23

Page 24: RJPO

7. Penolong sudah mempertimbangkan apakah pasien terpapar bahan beracun atau

mengalami overdosis obat yang akan menghambat system syaraf pusat.

8. Penolong sudah merekam melalui monitor adanya asistol yang menetap selama 10

menit atau lebih

9. Interval waktu usaha resusitasi pada henti jantung disaksikan yang tidak dapat

mengembalikan sirkulasi spontan adalah 25 sampai 30 menit

10. Penolong sudah lelah. Ingat jangan menambah korban.

Penghentian RJP

Hentikan usaha RJP jika terjadi hal-hal berikut:

a. Korban sadar kembali (dapat bernapas dan denyut nadi teraba kembali).

b. Digantikan oleh penolong terlatih lain atau layanan kedaruratan medis.

c. Penolong kehabisan tenaga untukmelanjutkan RJP.

d. Keadaan menjadi tidak aman. (Asih, 1996).

2.9 Komplikasi RJPO

Komplikasi Tindakan resusitasi, yaitu :

b. Fraktur sternum, sering terjadi pada orang tua

c. Robekan paru

d. Perdarahan intra abdominal, posisi yang terlalu rendah akan menekan Proc. Xiphoideus

ke arah hepar atau limpa

e. Distensi lambung karena pernapasan buatan

2.10 Cara Menilai Keberhasilan RJPO

Untuk menentukan keberhasilan tindakan Resusitasi Jantung Paru (RJP) /

Cardiopulmonary Resuscitation (CPR) maupun pemulihan sistem pada korban diantaranya:

a. Saat melakukan pijatan jantung luar suruh seseorang menilai nadi karotis, bila ada

denyut maka berarti tekanan kita cukup baik.

b. Gerakan dada terlihat naik turun dengan baik pada saat memberikan bantuan

pernafasan.

c. Reaksi pupil / manik mata mungkin akan kembali normal.

d. Warna kulit korban akan berangsur-angsur membaik.

24

Page 25: RJPO

e. Korban mungkin akan menunjukkan refleks menelan dan bergerak.

f. Nadi akan berdenyut kembali.

25

Page 26: RJPO

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Resusitasi merupakan sebuah upaya menyediakan oksigen ke otak, jantung dan organ-

organ vital lainnya melalui sebuah tindakan yang meliputi pemijatan jantung dan

menjamin ventilasi yang adekwat (Rilantono, 1999). Tindakan ini merupakan tindakan

kritis yang dilakukan pada saat terjadi kegawatdaruratan terutama pada sistem pernafasan

dan sistem kardiovaskuler. kegawatdaruratan pada kedua sistem tubuh ini dapat

menimbulkan kematian dalam waktu yang singkat (sekitar 4 – 6 menit).

Tindakan resusitasi merupakan tindakan yang harus dilakukan dengan segera sebagai

upaya untuk menyelamatkan hidup (Hudak dan Gallo, 1997). Resusitasi pada anak yang

mengalami gawat nafas merupakan tindakan kritis yang harus dilakukan oleh perawat yang

kompeten.Resusitasi Jantung Paru ( RJP ) atau Cardio Pulmonary Resuscitation (CPR )

Suatu usaha untuk mengembalikan fungsi pernafasan dan atau fungsi jantung serta

menangani akibat-akibat berhentinya fungsi-fungsi jantung serta menangani akibat-akibat

berhentinya fungsi-fungsi tersebut pada orang yang tidak diharapkan mati pada saat itu.

3.2 Saran

Dalam penyelesaian makalah ini kami juga memberikan saran bagi para pembaca dan

mahasiswa yang akan melakukan pembuatan makalah berikutnya :

a. Kombinasikan metode pembuatan makalah berikutnya.

b. Pembahsan yang lebih mendalam disertai data-data yang lebih akurat.

Beberapa poin diatas merupakan saran yang kami berikan apabila ada pihak-pihak

yang ingin melanjutkan penelitian terhadap makalah ini, dan demikian makalah ini disusun

serta besar harapan nantinya makalah ini dapat berguna bagi pembaca khususunya

mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatra Utara semester VI/2014 dalam

penambahan wawasan dan ilmu pengetahuan

26

Page 27: RJPO

DAFTAR PUSTAKA

1. (online), tersedia : http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31633/4/Chapter

%20II.pdf (02 Juni 2014)

2. Safar P, Resusitasi Jantung Paru Otak, diterbitkan Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, hal : 4, 1984.

3. Alkatri J, dkk, Resusitasi Jantung Paru, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,

Editor Soeparman, Jilid I, ed. Ke-2, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, hal : 281, 1987.

4. Soerianata S, Resusitasi Jantung Paru, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Kardiologi,

Editor Lyli Ismudiat R, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, hal : 106, 1998.

5. Sunatrio DR, Resusitasi Jantung Paru, Editor Muchtaruddin Mansyur, IDI, Jakarta,

hal : 193.

6. Siahaan O, Resusitasi Jantung Paru Otak, Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus,

No. 80, hal : 137-129, 1992.

7. Emergency Medicine Illustrated, Editor Tsuyoshi Sugimoto, Takeda Chemical

Industries, 1985.

8. Mustafa I, dkk, Bantuan Hidup Dasar, RS Jantung Harapan Kita, Jakarta, 1996.

9. Sunatrio S, dkk, Resusitasi Jantung Paru, dalam Anesteiologi, Editor Muhardi

Muhiman, dkk, Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI, 1989.

10. Otto C.W., Cardiopulmonary Resuscitation, in Critical Care Practice, The

American Society of Critical Care Anesthesiologists, 1994.

11. Sjamsuhidajat R, Jong Wd, Resusitasi, dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi,

EGC, Jakarta, hal : 124-119, 1997.

12. (0nline), tersedia :

http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/s1keperawatan09/207314001/bab2.pdf (02 Juni

2014)

13. (online), tersedia : http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/116/jtptunimus-gdl-

santosotri-5766-2-babii.pdf (02 Juni2014)

14. (online), tersedia : http://kedokteran.unsoed.ac.id/Files/Kuliah/modul%20/Genap

%20II%20-%20Resuitasi%20Jantung%20Paru%20dan%20otak.pdf (02 Juni 2014)

27