Rizki Chairiah R

17
JARINGAN PENGAKUMULASI RESIN GAHARU PADA Aquilaria crassna Oleh: RIZKI CHAIRIAH RAMADHANI G34101058 DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Transcript of Rizki Chairiah R

Page 1: Rizki Chairiah R

JARINGAN PENGAKUMULASI RESIN GAHARU PADA Aquilaria crassna

Oleh:

RIZKI CHAIRIAH RAMADHANI G34101058

DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Page 2: Rizki Chairiah R

ABSTRAK

RIZKI CHAIRIAH RAMADHANI. Jaringan Pengakumulasi Resin Gaharu pada Aquilaria crassna. Dibimbing oleh JULIARNI dan GAYUH RAHAYU. Aquilaria crassna merupakan salah satu dari 17 spesies Aquilaria yang mampu menghasilkan resin gaharu. Pembentukan resin gaharu antara lain dapat disebabkan oleh invasi cendawan, pelukaan, dan perlakuan kimia. Resin yang dihasilkan oleh Aquilaria dilaporkan terakumulasi dalam jumlah besar di included phloem . Penelitian ini bertujuan mempelajari waktu terbentuknya included phloem pada akar, batang, dan daun A. crassna, serta mengamati peran jaringan lain dalam mengakumulasikan resin setelah tanaman diinduksi dengan Acremonium sp. Pembentukan dan perkembangan included phloem diamati pada tanaman umur 6 bulan dan 1 tahun, sedangkan pengamatan jaringan pengakumulasi resin gaharu diamati pada tanaman umur 1 dan 3 tahun. Irisan melintang seluruh organ tanaman umur 6 bulan, daun tanaman umur 1 dan 3 tahun dibuat dengan menggunakan mikrotom putar, sedangkan sayatan melintang akar dan batang tanaman umur 1 tahun serta cabang tanaman umur 3 tahun dibuat dengan menggunakan mikrotom sorong. Tiga bulan setelah diinokulasi dengan Acremonium sp. jaringan pengakumulasi resin gaharu diidentifikasi secara histokimia menggunakan larutan tembaga asetat [Cu(CH3COO)2·H2O], sedangkan kandungan pati diamati dengan larutan I2KI. Included phloem sudah terbentuk pada akar dan batang A. crassna umur 6 bulan, sehingga induksi pembentukan gaharu dapat dilakukan pada umur tersebut. Included phloem tidak ditemukan pada daun tanaman A. crassna. Akumulasi resin pada jaringan tanaman yang terinfeksi oleh Acremonium sp. ditemukan di included phloem , unsur trakea xilem sekunder, dan parenkima jejari.

ABSTRACT

RIZKI CHAIRIAH RAMADHANI. Resin Gaharu Accumulating Tissues of Aquilaria cr assna. Supervised by JULIARNI and GAYUH RAHAYU. Aquilaria crassna is one of the 17 species of Aquilaria which can produce gaharu. Gaharu formation could be caused by fungi invasion, wounding, and also chemical treatment. The resin of Aquilaria is accumulated in the large amount in included phloem. This research was done to study the time of included phloem formation in A. crassna`s root, stem, leaf, and also to identify the tissues where resin compound was accumulated after plant was induced by Acremonium sp. The formation and development of included phloem was observed in six months and 1 year plants, while resin gaharu accumulating tissues was observed in 1 and 3 years plants of A. crassna. Cross sections of whole organs of 6 months plants and leaves of 1 and 3 years plants were made using rotary microtome, while roots and stems of 1 and 3 years plants were cut using sliding microtome. Three months after inoculation of Acremonium sp., resin gaharu accumulating tissues were identified histochemically using copper acetate [Cu(CH3COO)2·H2O] and I2KI solutions. Included phloem has been already identified in roots and stems of 6 months plant of A. crassna, so that the inoculation of the fungi which can induce the gaharu formation could be done at this age. T he included phloem was not found in the leaves of A. crassna. The resin accumulat ion in plant tissues which are infected by Acremonium sp. were identified in included phloem, vessels, and ray parenchyma.

Page 3: Rizki Chairiah R

JARINGAN PENGAKUMULASI RESIN GAHARU PADA Aquilaria crassna

RIZKI CHAIRIAH RAMADHANI

Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Page 4: Rizki Chairiah R

Judul Skripsi : Jaringan P engakumulasi Resin Gaharu pada Aquilaria crassna Nama : Rizki Chairiah Ramadhani NRP : G34101058

Menyetujui:

Pembimbing I , Pembimbing II ,

Dr. Ir. Juliarni M.Agr Dr. Ir. Gayuh Rahayu NIP 132 216 226 NIP 131 289 335

Mengetahui:

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS. NIP 131 473 999

Tanggal Lulus:

Page 5: Rizki Chairiah R

PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia yang telah dilimpahkan sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Karya ilmiah berjudul Jaringan Pengakumulasi Resin Gaharu pada Aquilaria crassna, dilaksanakan dari bulan April sampai dengan Oktober 2005 bertempat di Laboratorium Mikologi dan Laboratorium Anatomi dan Morfologi Tumbuhan, FMIPA IPB, serta Laboratorium Reproduksi, Zoologi LIPI Cibinong. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Juliarni M.Agr dan Ibu Dr. Ir. Gayuh Rahayu selaku pembimbing atas segala arahan dan bimbingannya selama penyusunan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih juga ditujukan kepada Ibu Dr. Sri Sudarmiyati M.Sc atas segala masukan yang diberikan; Ayahanda, Ibunda, Bang Akbar, dan Ridha atas dorongan semangat dan doanya; staf laboratorium Mikologi dan Anatomi Tumbuhan, Bapak Mandang YI di Puslitbang Kehutanan Bogor, staf laboratorium Reproduksi LIPI Cibinong atas kerjasamanya; Mas Taufik, Mbak Oci, Pak Gono, Mbak Rida, Mbak Retno, Kak Apang, Mbak Niken, Mbak Muto, Mbak Homzah, Mbak Harty, Made, Dery, Nani, Semmy, Budi, Ruly, Erna, Adit, Bapak Jony, dan teman-teman M8 atas persahabatan yang indah ; serta Andri Santoso atas bantuan dan dorongan semangat dalam penyelesaian laporan karya ilmiah ini. Semoga Allah SWT membalas kebaikan Anda sekalian. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2006

Rizki Chairiah Ramadhani

Page 6: Rizki Chairiah R

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 13 Juni 1983 dari ayah H. Nasrul Ramadhan S.Sn dan ibu Poppy Cinday Zuchra. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Tahun 2001 penulis lulus dari SMU Negeri 28 Pasar Minggu Jakarta dan pada tahun yang sama lulus masuk IPB melalui Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri. Penulis memilih memasuki Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Biologi Dasar pada tahun ajaran 2003/2004 dan 2004/2005, dan mata kuliah Botani Umum pada tahun ajaran 2003/2004. Penulis juga aktif berorganisasi di Departemen Sains, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM FMIPA) periode 2003/2004, Departemen Nata de Coco Bioworld periode 2002/2003 dan 2003/2004. Penulis melaksanakan Praktik Lapangan dengan judul “Uji Mutu Tepung Terigu Sebagai Bahan Makanan dengan metode SNI 01-3751-2000” di Balai Pengujian Mutu Barang Ekspor dan Impor (BPMBEI) Ciracas, Jakarta Timur pada bulan Juni 2004.

Page 7: Rizki Chairiah R

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR............................................................................................................. viii

PENDAHULUAN................................................................................................................. 1

BAHAN DAN METODE...................................................................................................... 2 Bahan dan Alat................................................................................................................. 2 Metode.............................................................................................................................. 2

HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................................................. 3 Hasil........................................................................................................................ .......... 3 Waktu terbentuknya included phloem pada organ tanaman........................................ 3 Jaringan pengakumulasi resin........................................................... ..................... ...... 7 Pembahasan................................................................................................................... ... 9 Waktu terbentuknya included phloem pada organ tanaman.................. ..................... . 9 Jaringan pengakumulasi resin..................................................................................... . 9

SIMPULAN...................................................... ...................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................. 10

Page 8: Rizki Chairiah R

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 A. crassna umur 6 bulan (a), 1 tahun (b), dan 3 tahun (c) .................................................. 2 2 Inokulasi Acremonium sp. pada pangkal batang tanaman umur 1 tahun (a) dan cabang

tanaman umur 3 tahun (b)........... ...... ................................................................................... 3

3 Sayatan melintang akar A. crassna umur 6 bulan (a) dan 1 tahun (b). Floem sekunder

(fs), included phloem (ip), periderm (p), xilem sekunder (x). Garis skala = 100 µm .......... 4

4 Sayatan melintang ruas batang ke-14 A. crassna umur 6 bulan (a) dan 1 tahun (b).

Empulur (e), epidermis (ep), floem sekunder (fs), included phloem (ip), periderm (p), xilem sekunder (x). Garis skala = 100µm............................................................................

4

5 Sayatan melintang batang dan akar A. crassna umur 6 bulan. Empulur (e), epidermis

(ep), floem sekunder (fs), included phloem (ip), periderm (p), xilem sekunder (x). Garis skala = 100 µm....................................................................................................................

5

6 Sayatan melintang batang dan akar A. crassna umur 1 tahun. Empulur (e), epidermis

(ep), floem sekunder (fs), included phloem (ip), periderm (p), xilem sekunder (x). Garis skala = 100 µm............................................................................................................... .....

6

7 Sayatan melintang tangkai dan helai daun A. crassna umur 1 (a,c) dan 3 tahun (b, d).

Bunga karang (bk), epidermis (e), epidermis atas (ea), epidermis bawah (eb), floem (f), floem internal (fi), floem eksternal (fe), palisade (pd), parenkima (p), sklerenkima (s), xilem (x). Garis skala = 100 µm..........................................................................................

7

8 Batang/cabang A. crassna yang diinokulasi dengan Acremonium sp. Tampak membujur

(a) dan potongan melintang (b). Daerah yang mengalami perubahan warna (s) dan tidak mengalami perubahan warna (t)..........................................................................................

8

9 Gambaran skematik sayatan melintang batang/cabang di daerah inokulasi. Hitam =

daerah yang mengalami perubahan warna............................................. .............................. 8

10 Sayatan melintang batang/cabang yang mengalami perubahan warna oleh Acremonium

sp. (a,b) dan tidak mengalami perubahan warna (c,d) pada tanaman umur 1 (a,c) dan 3 tahun (b,d). Butir pati (bp), included phloem (ip), parenkima jejari (pj), unsur trakea xilem sekunder (x). Garis skala = 100 µm................... ........................................................

8

Page 9: Rizki Chairiah R

PENDAHULUAN

Menurut Dewan Standar disasi Nasional Indonesia (1999) gaharu adalah sejenis kayu dengan berbagai bentuk dan warna yang khas, serta memiliki kandungan kadar damar wangi yang berasal dari pohon atau bagian pohon penghasil gaharu. Aquilaria sp. (Thymeleaceae) merupakan salah satu tanaman penghasil gaharu yang banyak diburu (Anonim 2001). Pohon ini tumbuh secara alami dan mati sebagai akibat dari proses infeksi yang terjadi baik secara alami ataupun buatan. Aquilaria berasal dari hutan tropik tua yang terdapat di benua Asia bagian Selatan dan Tenggara, tersebar mulai dari kaki gunung Himalaya samp ai hutan hujan Papua New Guinea. Aquilaria tumbuh di hutan alami pada ketinggian beberapa meter hingga 1000 m dpl, tetapi tumbuh baik pada ketinggian sekitar 500 m dpl (Donovan & Puri 2004). Di Indonesia Aquilaria ditemukan di Kalimantan, Papua, Maluku, Sulawesi, Sumatera, dan Nusa Tenggara Barat (Barden et al. 2000). Aquilaria crassna merupakan salah satu dari 17 spesies Aquilaria (Donovan & Puri 2004). Pertumbuhan Aquilaria relatif lambat, bunga dan biji diproduksi sekitar umur 4 tahun. A.crassna memiliki batang yang tegak dan lunak, berukuran sedang dapat mencapai ketinggian 100 cm, diameternya dapat mencapai 2.5 m. Memiliki daun majemuk yang tersusun berselingan, berbentuk lonjong, berujung runcing, dan berwarna hijau mengkilap. Berbunga majemuk yang muncul diujung ranting (terminal) atau diketiak daun (aksilar), berwarna hijau pucat, dan berbau harum (Sumarna 2002). Gaharu dikenal juga dengan agarwood , aloewood, atau eag lewood, yang diketahui bermanfaat untuk memproduksi kemenyan, minyak wangi, dan obat-obatan tradisional (Sumarna 2002). Menurut beberapa ilmuwan pembentukan gaharu disebabkan oleh invasi cendawan (Boss 1938; Baruah et al. 1982), sedangkan menurut ilmuwan lain penyebab utamanya pelukaan mekanik (Rahman & Basak 1980; Rahman & Khisa 1984). Siripatanadilok et al. (1991) menemukan adanya pembentukan gaharu setelah perlakuan dengan pestisida dan menyangkal adanya pengaruh cendawan. Rao dan Dayal (1992) pada penelitian terhadap Aquilaria agallocha , menemukan bekas luka dan miselium jamur pada k ayu yang berbau harum.

Beberapa cendawan telah berhasil diisolasi dari pohon gaharu asal Riau antara lain Fusarium, Trichoderma , Diplodia, Scytalidium dan Thielaviopsis , sedangkan dari pohon gaharu asal Mataram dan Papua diisolasi Acremonium (Rahayu et al. 1999). Kemampuan induksi bau wangi khas gaharu oleh Acremonium sp. pada A. crassna (Herawati 2004), Aquilaria malaccensis (Sepriana 2003) dan Aquilaria microcarpa (Kartika 2003) hasil kultur tunas telah dilaporkan. Komponen utama gaharu berupa oleoresin. Resin yang dihasilkan tidak dieksudasi keluar melainkan terdeposit di dalam jaringan kayu dan mengakibatkan perubahan warna jaringan dari putih menjadi coklat kehitaman. Pemeriksaan mikroskopis menunjukkan bahwa resin yang dihasilkan oleh Aquilaria terakumulasi dalam jumlah besar di included phloem, sedangkan di bagian lain seperti di unsur trakea xilem, serat xilem, dan parenkima jejari resin terakumulasi dalam jumlah sedikit (Rao & Dayal 1992). Included phloem merupakan floem sekunder yang terletak di dalam xilem sekunder (Mauseth 1988). Jaringan tempat tertimbunnya resin pada Aquilaria telah diketahui, namun jaringan mana yang mensekresikannya belum diketahui (Mandang & Wiyono 2002). Diduga jaringan yang mensekresikan resin adalah parenkima floem (Mandang YI 24 Februari 2005, komunikasi pribadi). Jaringan parenkima floem terdiri atas sel-sel hidup yang dapat menyimpan pati, lemak, senyawa organik, dan merupakan tempat terakumulasi beberapa metabolit sekunder seperti tanin dan resin (Fahn 1991 ). Gubal gaharu merupakan kayu dari pohon gaharu yang telah mengandung resin (damar wangi). Produksi gubal gaharu membutuhkan jaringan sekunder terutama sebagai tempat pengakumulasi resin. Sampai saat ini, jaringan pengakumulasi dilaporkan terdapat pada pohon dew asa, padahal informasi mengenai waktu pembentukan jaringan sekunder perlu diketahui. Oleh sebab itu penelitian ini bertujuan mengetahui waktu terbentuknya included phloem pada akar, batang, dan daun A. crassna . Berdasarkan informasi yang diperoleh dapat ditentukan saat yang tepat untuk menginokulasikan cendawan yang merangsang pembentukan resin. Selain itu penelitian ini juga bertujuan mengamati jaringan tempat diakumulasikannya senyawa resin setelah tanaman diinduksi dengan Acremonium sp.

Page 10: Rizki Chairiah R

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan tanaman yang digunakan adalah A. crassna umur 6 bulan, 1 dan 3 tahun yang ditumbuhkan dari biji (Gambar 1), pelet Acremonium sp. Senyawa kimia yang digunakan antara lain alkohol teknis, gliserin teknis, larutan FAA (Formaldehid 37% : asam asetat glasial : alkohol 70% = 5:5:90), larutan n-Butanol, larutan Gifford (asam asetat glasial:etanol 60%:gliserin teknis = 20:80:5), formaldehid 4%, K2HPO4 100 mM, safranin 2%, I2KI 1%, dan larutan tembaga asetat [Cu(CH3COO)2·H2O] 50%. Alat yang digunakan yaitu fotomikroskop (Nikon Obtiphot 2), mikroskop (Nikon AFX-DX Labophot -2), mikrotom putar (Yamato RV-240), mikrotom sorong (Microm HM 400 R) dan mikrotom beku (Yamato RV-240).

Gambar 1 A. crassna umur 6 bulan (a), 1

tahun (b), dan 3 tahun (c). Metode Waktu terbentuknya included phloem pada organ tanaman. Irisan melintang akar, batang, dan daun tanaman A. crassna umur 6 bulan, serta daun tanaman umur 1 dan 3 tahun dibuat menurut metode parafin dengan campuran larutan n-Butanol-alkohol-akuades sebagai larutan dehidrannya (Nakamura 1995). Organ

(a)

(b)

(c)

Page 11: Rizki Chairiah R

tanaman yang telah difiksasi selama 24 jam di dalam larutan FAA, dimasukkan ke dalam seri larutan dehidrasi ke-3 sampai ke-7, dengan masing-masing tahap perendaman berlangsung selama 1 jam. Infiltrasi parafin dilakukan secara bertahap, selanjutnya blok parafin yang terbentuk diiris dengan mikrotom putar setebal 10 µm. Sebelum disayat blok parafin direndam terlebih dahulu di dalam larutan Gifford selama ± 2 minggu. Pita parafin diwarnai dengan safranin 2%. Selanjutnya pita diletakkan pada gelas objek, ditetesi dengan entellan, ditutup dengan gelas penutup, selanjutnya diamati dengan mikroskop. Irisan melintang batang dan akar tanaman umur 1 dan 3 tahun dibuat dengan menggunakan mikrotom sorong. Akar dan batang A. crassna direndam di dalam larutan campuran gliserin teknis : alkohol teknis (1:1) selama ± 4 hari. Setelah proses pelunakan, batang disayat melintang setebal 10-25 µm. Sayatan ini diletakkan pada gelas objek, diwarnai dengan safranin 2% dan ditetesi dengan gliserin 30%, kemudian ditutup dengan gelas penutup dan diamati dengan mikroskop. Jaringan pengakumulasi resin. Batang tanaman A. crassna umur 1 dan 3 tahun, dibuang bagian kulitnya. Selanjutnya pada daerah yang telah dilukai tersebut ditempelkan pelet Acremonium sp., ditutup dengan kapas basah, kemudian dibalut dengan selotape (Gambar 2). Perubahan yang terjadi pada batang atau cabang yang telah diinokulasi tersebut diamati setiap minggunya.

Gambar 2 Inokulasi Acremonium sp. pada

pangkal batang tanaman umur 1 tahun (a) dan cabang tanaman umur 3 tahun (b).

Batang atau cabang yang telah diinokulasi Acremonium sp. selama 3 bulan dibuat sayatan melintang menggunakan mikrotom beku. Potongan batang berukuran 0.5x0.5x0.2cm (pxlxt), direndam di dalam larutan campuran formaldehid 4% dan K2HPO4 100 mM (pH 7.5) selama ± 4 jam, kemudian sampel dicuci dengan akuades. Setelah itu potongan batang tersebut direndam di dalam larutan tembaga asetat selama 1 malam. Sebelum pemotongan, sampel dibekukan pada suhu -20°C. Sayatan diletakkan pada gelas objek dengan media gliserin 30% dan ditetesi dengan larutan I2KI 1%. Selanjutnya diamati dengan mikroskop.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Waktu terbentuknya included phloem pada organ tanaman. Akar A. crassna umur 6 bulan telah menunjukkan pertumbuhan sekunder yang dicirikan dengan pembentukan periderm oleh kambium gabus dan jaringan pembuluh sekunder oleh kambium pembuluh (Gambar 3a). Periderm merupakan lapisan pelindung yang menggantikan epidermis. Jaringan pembuluh sekunder terdiri atas xilem dan floem sekunder. Xilem sekunder merupakan komponen terbesar pada akar, diantaranya terdapat included phloem yang lebih melebar ke arah tangensial daripada ke arah radial, berdinding tipis, dan tidak berlignin. Included phloem pada umumnya tersusun secara tunggal, atau tersusun lebih dari satu untaian. Pada akar yang diamati (? = 0.25 cm), jaringan ini sudah terbentuk 4 lapis.

(b)

(a)

Page 12: Rizki Chairiah R

Sayatan melintang akar tanaman umur 1 tahun (? = 1 cm) memiliki struktur anatomi yang serupa dengan akar tanaman umur 6 bulan (Gambar 3b). Perbedaan struktur terdapat pada jumlah lapisan included phloem . Lingkaran included phloem pada akar tanaman umur 1 tahun berjumlah lebih dari 10 lapis.

Gambar 3 Sayatan melintang akar A. crassna

umur 6 bulan (a) dan 1 tahun (b). Floem sekunder (fs), included phloem (ip), periderm (p), xilem sekunder (x). Garis skala = 100 µm .

Sayatan melintang batang tanaman umur 6 bulan menunjukkan struktur anatomi di awal pertumbuhan sekunder, sedangkan batang tanaman umur 1 tahun memperlihatkan pertumbuhan sekunder lebih lanjut (Gambar 4). Jaringan batang dari bagian luar ke dalam yaitu epidermis/periderm, korteks, floem sekunder, xilem sekunder, dan empulur. Batang tanaman umur 6 bulan masih memiliki epidermis, sedangkan pada tanaman umur 1 tahun epidermis sudah digantikan oleh periderm. Included phloem sudah terbentuk pada batang tanaman umur 6 bulan meskipun baru satu lingkaran (Gambar 4a), sedangkan pada tanaman umur 1 tahun jumlah lapisan included phloem tersebut lebih banyak lagi. Pengamatan included phloem pada ruas ke-11 (? = 0.16 cm) menunjukkan adanya 4 lapis lingkaran included phloem (Gambar 4b). Baik

pada tanaman umur 6 bulan maupun tanaman umur 1 tahun semakin ke arah akar diameter batang semakin membesar sehingga lingkaran included phloem semakin berlapis (Gambar 5 dan 6). Daerah empulur pada batang tanaman umur 6 bulan lebih lebar daripada empulur batang tanaman umur 1 tahun (Gambar 4a dan 4b).

Gambar 4 Sayatan melintang ruas batang ke-14 A. crassna umur 6 bulan (a) dan 1 tahun (b). Empulur (e), epidermis (ep), floem sekunder (fs), included phloem (ip), periderm (p), xilem sekunder (x). Garis skala = 100µm.

Pengamatan mikroskopis terhadap daun A. crassna menunjukkan struktur anatomi yaitu sel epidermis uniseriat yang terdapat di permukaan atas dan bawah, jaringan mesofil yang terdiferensiasi menjadi palisade dan bunga karang. Jaringan palisade hanya terdiri dari satu lapis sel, letaknya hanya di permukaan atas daun (daun isolateral). Ruang antarsel pada jaringan bunga karang cukup lebar (Gambar 7c dan 7d). Tulang daun utama terdiri atas xilem dan floem yang tersusun secara kolateral dan dikelilingi oleh seludang pembuluh yang merupakan jaringan sklerenkima. Tangkai daun tersusun atas jaringan parenkima dengan jaringan kolenkima dan sklerenkima sebagai jaringan penguat (Gambar 7a dan 7b). Berkas pembuluh pada tangkai daun tersusun secara

ip

p fs

x

x

x

ip (a)

e

e

fs

fs

ip

ip

ip

ip p

ep

x

x

x

x

x

(b)

ip

x

x

ip

fs

p

(a)

(b)

Page 13: Rizki Chairiah R

kolateral menyerupai susunan xilem dan floem di batang. Tidak ditemukan included phloem diantara xilem sekunder baik pada tangkai maupun helai daun.

Gambar 7 Sayatan melintang tangkai dan

helai daun A. crassna umur 1 (a,c) dan 3 tahun (b, d). Bunga karang (bk), epidermis (e), epidermis atas (ea), epidermis bawah (eb), floem (f), floem internal (fi), floem eksternal (fe), palisade (p d), parenkima (p), sklerenkima (s), xilem (x). Garis skala = 100 µm.

Struktur anatomi helai dan tangkai daun tanaman umur 1 tahun serupa dengan tanaman umur 6 bulan. Tidak ditemukannya included phloem pada kedua umur tanaman tersebut menunjukkan bahwa jalur included phloem yang bersambung dari akar ke batang ini diduga tidak diteruskan hingga ke daun, sehingga pada daun tidak ditemukan jaringan yang mampu mengakumulasi resin. Jaringan pengakumulasi resin . Pengamatan kondisi tumbuh batang/ cabang A. crassna umur 1 dan 3 tahun yang diinokulasi dengan Acremonium sp. berlangsung selama 3 bulan. Perubahan warna daun dari hijau menjadi kuning (klorosis) di sekitar lokasi inokulasi terjadi satu sampai dua minggu setelah inokulasi. Hal ini merupakan respon awal terhadap pelukaan batang/cabang akibat inokulasi. Sebagian daun kembali berwarna hijau, tetapi sebagian yang lain tetap kuning dan akhirnya luruh setelah tiga minggu inokulasi. Dari 13 cabang tanaman (? rata-rata = 1.5 cm) umur 3 tahun yang diinokulasi dengan Acremonium sp. hanya 60% (8 cabang) yang hidup, sedangkan sisanya mengering (mati). Tanaman umur 1 tahun seluruhnya hidup (2 tanaman). Saat panen balutan selotape dibuka dan batang/ cabang tanaman dibersihkan. Terjadi perubahan warna kayu dari putih menjadi coklat kehitaman di sekitar daerah inokulasi (Gambar 8). Daerah batang/cabang yang mengalami perubahan warna menjadi lebih lunak dan mudah hancur. Panjang rata-rata daerah inokulasi (coklat kehitaman) adalah 6 cm. Berdasarkan sayatan melintang pada daerah inokulasi lebih kurang 2/3 lingkaran

(a)

(b)

(c)

(d)

x

x

x

x

e a

ea

eb

eb

fe

fe

f

f

s

p

p

p

bk

e

e

s

pd

pd bk

fi

fi

Page 14: Rizki Chairiah R

batang mengalami perubahan warna dengan kedalaman kurang dari 2 mm (Gambar 9).

Gambar 8 Batang/cabang A. crassna yang diinokulasi dengan Acremonium sp. Tampak membujur (a) dan potongan melintang (b). Daerah yang mengalami perubahan warna (s) dan tidak mengalami perubahan warna (t). Garis skala = 1 cm.

Gambar 9 Gambaran skematik sayatan

melintang batang/cabang di daerah inokulasi. Hit am = daerah yang mengalami perubahan warna.

Uji organoleptik (bau) terhadap batang/cabang yang telah diinokulasi Acremonium sp. menunjukkan adanya perbedaan bau antara batang/cabang tanaman yang mengalami perubahan warna dengan yang tidak mengalami perubahan warna. Batang/cabang tanaman yang mengalami perubahan warna mengeluarkan aroma wangi yang diduga wangi khas gaharu kelas rendah (kamedangan). Uji histokimia menggunakan larutan tembaga asetat pada daerah batang/cabang yang mengalami perubahan warna akibat inokulasi Acremonium sp. menunjukkan akumulasi senyawa golongan terpen berwarna kuning kecoklatan pada beberapa jaringan batang. Senyawa golongan terpen ini terdapat

pada included phloem, parenkima jejari, dan unsur trakea xilem (Gambar 10a dan 10b).

Gambar 10 Sayatan melintang batang/cabang

yang mengalami perubahan warna oleh Acremonium sp. (a,b) dan tidak mengalami perubahan warna (c,d) pada tanaman umur 1 (a,c) dan 3 tahun (b,d). Butir pati (bp), included phloem (ip), parenkima jejari (pj), unsur trakea xilem sekunder (x). Garis skala = 100 µm.

1.5 cm

0.2 cm

(a)

(b) x

ip

x

ip

pj

pj

t

t

s

s

a

b

(c)

(d)

x

ip

x

ip pj

pj

bp

bp

Page 15: Rizki Chairiah R

Berbeda dengan jaringan yang mengalami perubahan warna, p engamatan mikroskopis pada jaringan yang tidak mengalami perubahan warna menunjukkan tidak terdapatnya akumulasi senyawa terpen. Butir-butir pati ditemukan dalam jumlah yang banyak pada parenkima jejari dan included phloem . Semakin ke daerah yang mengalami perubahan warna keberadaan pat i semakin menurun, tetapi jaringan yang mengakumulasi senyawa terpen semakin bert ambah (Gambar 10c dan 10d). Pembahasan Waktu terbentuknya included phloem pada organ tanaman. Included phloem merupakan pertumbuhan sekunder anomali yang normal terbentuk pada tanaman Aquilaria. Menurut Blanchette (2005) included phloem merupakan jaringan khusus pada Aquilaria yang mampu mensekresikan resin. Selain pada Aquilaria struktur seperti ini juga dijumpai pada Nyctaginaceae dan Amaranthaceae. Included phloem pada Aquilaria memiliki fungsi yang sama seperti kelenjar resin pada Pinus sp yaitu sebagai tempat pengakumulasi resin (Nagy et al. 2000). Included phloem merupakan floem sekunder yang letaknya di dalam xilem sekunder (Mauseth 1988), merupakan struktur kompleks yang dibentuk oleh kambium ke arah dalam, tersusun atas unsur tapis, sel pengiring, jaringan parenkima, dan serat (Rao & Dayal 1992). Included phloem memiliki dinding sel tipis yang tidak terwarnai dengan safranin karena tidak mengandung lignin, plat tapisnya bertipe foraminate (Rao & Dayal 1992; Nobuchi & Siripatanadilok 1991). Selain included phloem , sel-sel parenkima yang sudah tidak berfungsi lagi akan mengalami sklerefikasi dan dapat terisi oleh resin (Fahn 1991). Pada penelitian ini included phloem sudah teridentifikasi pada akar dan batang tanaman dengan umur relatif muda yaitu 6 bulan. Adanya jaringan included phloem pada akar belum pernah dilaporkan, sedangkan pada batang/cabang sudah dilaporkan oleh beberapa peneliti. Menurut Rao dan Dayal (1992) included phloem terdapat pada cabang termuda A. agallocha . Sebelumnya included phloem yang mengakumulasi resin pada batang A. crassna yang sudah tumbuh besar dan tinggi dilaporkan oleh Nobuchi dan Siripatanadilok (1991). Berdasarkan informasi ini cendawan penginduksi gaharu sudah dapat di-inokulasikan pada pohon umur 6 bulan.

Tangkai dan helai daun tidak memiliki included phloem sehingga senyawa gaharu tidak dapat diakumulasi pada kedua organ ini. Jaringan pengakumulasi resin. Respon awal akibat proses inokulasi pada batang/cabang A. crassna adalah terjadinya perubahan warna daun dari hijau menjadi kuning (klorosis) di daerah sekitar lokasi inokulasi pada minggu -minggu awal inokulasi. Infeksi yang diakibatkan oleh cendawan dapat menghambat proses fotosintesis tanaman dengan berbagai cara antara lain mengakibatkan klorosis pada daun, nekrosis pada daerah terinfeksi, dan penurunan hasil fotosintesis (Agrios 1988). Berdasarkan penelitian interaksi kultur ganda antara planlet Aquilaria dan Acremonium sp. diketahui planlet akan membentuk senyawa gaharu setelah daun planlet berubah warna dan pembentukan senyawa gaharu membutuhkan interaksi yang stabil (tidak saling membunuh) antara tumbuhan dan cendawannya (Rahayu et al. 2001). Tiga bulan setelah inokulasi terjadi perubahan warna kayu dari putih menjadi coklat kehitaman. Namun, perubahan warna dalam penelitian ini belum dapat dipastikan penyebabnya apakah akibat pelukaan atau akibat infeksi Acremonium sp. Batang/cabang yang mengalami perubahan warna mengeluarkan bau yang berbeda dengan cabang yang tidak mengalami perubahan warna. Aroma segar yang tidak begitu wangi tercium pada batang/cabang yang mengalami perubahan warna. Menurut Sepriana (2003) aroma tape mengawali kemunculan wangi gaharu pada A. malaccensis. Gaharu mengandung alkohol sesquiterpen yang menghasilkan aroma khas (Yuan 1995, Ng et al. 1997). Komposisi bahan kimia gaharu berbeda antara Aquilaria yang terinfeksi cendawan (sakit) dengan yang tidak terinfeksi (sehat). Kecuali asam lemak, pada kayu sehat tidak ditemukan senyawa golongan seskuiterpen yang merupakan komponen minyak esensial (Yuan 1995). Selanjutnya Yuan (1995) menemukan perbedaan komponen kimia antara gaharu kualitas tinggi dan rendah. Agarol merupakan senyawa seskuiterpen pertama yang diisolasi dari gaharu (Yuan 1995), dan oxo -agarospirol merupakan komponen wangi gaharu yang dihasilkan dari infeksi cendawan pada kayu Aquilaria sinensis. Kandungan oxo-agarolspirol A. sinensis meningkat dua bulan setelah inokulasi. Menurut Ishihara et al. (1991) kusunol, dihidrokanon, karanon, dan

Page 16: Rizki Chairiah R

oxo-agarospirol merupakan senyawa seskuiterpen yang diisolasi dari gaharu kualitas rendah. Pada penelitian ini senyawa golongan terpen yang teridentifikasi pada jaringan A. crassna yang diinokulasi Acremonium sp. selama 3 bulan diduga merupakan senyawa yang terdapat pada gaharu kualitas re ndah (kamedangan). Gaharu kelas rendah memiliki ciri-ciri antara lain berwarna kuning kecoklatan yang terang, dan berjumlah sedikit (Mardiastuti & Soehartono 1997). Senyawa seskuiterpen diproduksi dan di- akumulasi oleh tanaman. Selain senyawa terpen juga ditemukan senyawa fenol pada batang A. crassna yang dilukai (Nobuchi & Siripatanadilok 1991). Pewarnaan dengan larutan tembaga asetat digunakan untuk mendeteksi akumulasi terpen (resin) pada jaringan (Martin et al. 2002). Pada penelitian ini resin terakumulasi dalam jumlah banyak di parenkima jejari, tetapi terdapat dalam jumlah sedikit di included phloem dan unsur trakea xilem sekunder. Menurut Fahn (1991) jaringan parenkima merupakan tempat terakumulasinya metabolit sekunder seperti resin, tanin, minyak, dan senyawa aromatik. Rao dan Dayal (1992) pada penelitian terhadap pohon A. agallocha juga menemukan adanya konsentrasi resin pada included phloem , unsur trakea xilem, serat xilem, dan parenkima jejari. Berbeda dengan jaringan yang mengalami perubahan warna, pada jaringan yang tidak mengalami perubahan warna akibat inokulasi Acremonium sp. ditemukan butir pati dalam jumlah banyak di parenkima jejari daripada di included phloem . Menurut Yuan (1995) pada pohon yang terinfeksi oleh cendawan, pati diubah menjadi senyawa metabolit lain. Menurut Nobuchi dan Siripatanadilok (1991) terjadi penurunan kandungan pati dalam jaringan setelah pelukaan/inokulasi.

SIMPULAN

Included phloem yang merupakan tempat terakumulasinya resin sudah teridentifikasi pada akar dan batang A. crassna umur 6 bulan (? = 0.25 cm). Adanya included phloem pada akar dan batang pohon gaharu berumur 6 bulan baru pertama kali dilaporkan. Akumulasi resin di -included phloem , parenkima jejari, dan unsur trakea xilem sekunder ditemukan pada jaringan pohon yang diinokulasi dengan Acremonium sp.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 29 Agustus 2001. Pohon gaharu diburu karena aroma. Sinar Harapan. [terhubung berkala].http://www. Sinar harapan.co.id/berita/ 0108/29/fea02.html [28 Jan 2005].

Agrios GN. 1988. Plant Pathology. New

York: Academic Press. Barden A, Anak NA, Mulliken T, Song M.

2000. Heart of the Matter: Agarwood Use and Trade and CITES Implementation for Aquilaria malaccensis. Cambridge: Traffic Int.

Baruah JN, Mathur RK, Jain SM, Katax JCS.

1982. Cultivation and utilization of aromatic plant. Actal C, Kapur BM, editor. Regional Research Laboratory. Council of Science and Industrial Research: Jammu-Tawi. hlm 662 -667.

Blanchette R. 2005. Research projects

[Terhubung berkala]. http://www. vivisimo.com [2 Maret 2005].

Boss SR. 1938. The nature of “Agaru”

formation. Sci Cul . 4: 89-91. Dewan Standardisasi Nasional. 1999. SNI 01-

5009.1-1999 Gaharu. Jakarta: Dewan Standardisasi Nasional.

Donovan D, Puri R. 2004. Learning from

traditional knowledge of non timber forest products: Penan Benalui and the autecology of Aquilaria in Indonesia Borneo. Ecology and society 9(3):3 [terhubung berkala]. http://www. ecologyandsociety.org/vol9/iss3/art3/ [4 Feb 2005].

Fahn A. 1991. Plant Anatomy. Edisi ke-4.

Oxford: Butterworth-Heinemann. Herawati Y. 2004. Interaksi kultur ganda

antara hifomiset dan tunas Aquilaria spp. [skripsi]. Bogor: Departemen Biologi, FMIPA -IPB.

Ishihara H, Tsuneya T, Shiga M, Uneyama K.

1991. Three sesquiterpens from agarwood. Phytochemistry 30: 563-566.

Kartika T. 2003. Interaksi kultur ganda

antara Aquilaria microcarpa dan

Page 17: Rizki Chairiah R

Acremonium sp. pada berbagai konsentrasi media [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Mandang YI, Wiyono B. 2002. Anatomi kayu

gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.) dan beberapa jenis sekerabat. Bul Penelitian Hasil Hutan 20: 107-126.

Mardiastuti A, Soehartono T. 1997. The

current trade in gaharu in West kalimantan. Biodiversitas Indonesia 1:1-10.

Martin D, Tholl D, Gershenzon J, Bohlmann

J. 2002. Methyl jasmonate induces traumatic resin ducts, terpenoid resin biosynthesis, and terpenoid accumulation in developing xylem of Norway Spruce stems. Plant Physiol 129: 1003-1018.

Mauseth JD. 1988. Plant Anatomy. California:

The Benjamin Publishing Company, Inc. Nagy NE, Franceschi VR, Solheim H,

Krekling T, Christiansen E. 2000. Wound-induced traumatic resin duct development in stems of Norway spruce (Pinaceae): Anatomy and cytochemical traits. American Journal of Botany 87: 302-313.

Nakamura T. 1995. Plant tissue observation

using microscope. Di dalam: Hinata K, Hashiba T. A Manual of Experiment for Plant Biology. Tokyo: Soft Science Publications. hlm 15-24.

Ng LT, Chang YS, Azizil AK. 1997. A review

on agar (gaharu) producing Aquilaria species. J of Tropical Forest Products 2:272 -285.

Nobuchi T, Siripatanadilok S. 1991.

Preliminary observation of Aquilaria crassna wood associated with the formation of aloewood. Bulletin of the Kyoto University Forest 63:226 -235.

Qi Shu-Yuan. 1995. Aquilaria spesies: in vitro

culture and production of eaglewood (agarwood). Di dalam: Bajaj YPS, editor. Biotechnology in Agriculture and Forestry 33, Medicinal and Aromatic Plant VIII : Springer. hlm 36-46.

Rahayu G, Isnaini Y, Umboh MIJ. 1999. Potensi beberapa hifomiset dalam induksi gejala pembentukan gubal gaharu. Di dalam: Prosiding Kongres Nasional XV dan Seminar Ilmiah PFI : Purwokerto, 16-18 September 1999. Kongres Nasional XV dan Seminar Ilmiah PFI. hlm 573-581.

Rahayu G, Khayrunnisa S, Nuryadin A. 2001.

Kultur ganda eksplan Aquilaria dan Gyrinops dengan beberapa isolat hifomiset asal pohon gaharu: Sifat interaksi dan pembentukan senyawa gaharu. Makalah Seminar Regional V; Jogjakarta, 27 Januari 2001. Jogjakarta: Perhimpunan Fitopatologi Indonesia cabang Jogjakarta. hlm 1-5.

Rahman MA, Basak AC. 1980. Agar

production in agar tree by artificial inoculation and wounding [abstract]. Bano Biggyan Patrika 9: 87-93.

Rahman MA, Khisa SK. 1984. Agar

production in agar tree by artificial inoculation and wounding II. Further evidence in favor of agar formation [abstract]. Bano Biggyan Patrika 12: 57-63.

Rao KR, Dayal R. 1992. The secondary xilem

of Aquilaria agallocha (Thymelaceae) and the format ion of ‘agar’. IAWA Bulletin 13: 163-172.

Sepriana A. 2003. Interaksi tunas Aquilaria

malaccensis dengan Acremonium sp pada berbagai konsentrasi media secara in vitro [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Siripatanadilok S, Chalermpongse A.

Sangthongpraow S. 1991. Utilization and propagation for agarwood trees (Aquilaria spp.). Final Report of IFS Research Grant. hlm 1-77.

Sumarna Y. 2002. Budi Daya Gaharu.

Jakarta: Penebar Swadaya.