rizka baru.docx

73
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi menjadi otitis media akut, otitis media efusi, dan otitis media kronik. Otitis media adalah penyakit paling umum yang terjadi pada masa anak-anak dengan 90% kejadian pada dua tahun pertama kehidupan dengan etiologi dan patogenesis multifaktorial, namun insiden yang tinggi merupakan masalah dalam peningkatan kesehatan. 1, 2, 3 Otitis media akut didefinisikan sebagai adanya peradangan pada telinga tengah dengan onset yang cepat dengan tanda dan gejala dari telinga tengah, yang selanjutnya disebut dengan OMA. 4 OMA terjadi karena pada anak-anak tuba eustachius yang lebih pendek lebar, dan horizontal

Transcript of rizka baru.docx

1

BAB 1PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi menjadi otitis media akut, otitis media efusi, dan otitis media kronik. Otitis media adalah penyakit paling umum yang terjadi pada masa anak-anak dengan 90% kejadian pada dua tahun pertama kehidupan dengan etiologi dan patogenesis multifaktorial, namun insiden yang tinggi merupakan masalah dalam peningkatan kesehatan.1, 2, 3 Otitis media akut didefinisikan sebagai adanya peradangan pada telinga tengah dengan onset yang cepat dengan tanda dan gejala dari telinga tengah, yang selanjutnya disebut dengan OMA.4 OMA terjadi karena pada anak-anak tuba eustachius yang lebih pendek lebar, dan horizontal menyebabkan mudah terjadinya obstruksi dengan pembesaran adenoid. Selain itu, infeksi virus dan alergi kedua hal tersebut juga dapat menyebabkan terjadinya peradangan pada tuba eustachius. OMA paling umum terjadi pada anak-anak, 75% anak mengalami satu episode OMA pertahun.5 Dikatakan juga, bahwa pencetus terjadinya OMA adalah infeksi saluran pernafasan atas yang selanjutnya disebut dengan ISPA. Infeksi saluran napas dapat menyebabkan peradangan dan mengganggu fungsi tuba eustachius sehingga menurunkan tekanan di telinga tengah diikuti masuknya bakteri dan virus ke dalam telinga tengah melalui tuba eustachius mengakibatkan peradangan.1, 6, 71

Insiden terjadinya otitis media pada anak-anak 6 bulan sampai 3 tahun yang disebabkan oleh ISPA sebesar 61%, yaitu 37% OMA dan 24% OME dengan etiologi terbanyak adalah infeksi virus.7 Prevalensi OMA di setiap negara bervariasi, berkisar antara 2,3-20%. Berbagai studi epidemiologi di Amerika Serikat (AS), dilaporkan prevalensi terjadinya OMA sekitar 17-20% pada 2 tahun pertama kehidupan. Studi epidemiologi OMA di negara-negara berkembang sangat jarang.8 Salah satu laporan Center for Disease Control and Prevention (CDC) dalam salah satu programnya yaitu CDCs Active Bacterial Core Surveillance (ABCs) di Amerika Serikat tahun 1999 menunjukkan kasus OMA terjadi sebanyak enam juta kasus per tahun. Meropol, dkk juga mendapati 45-62% indikasi pemberian antibiotik pada anak-anak di Amerika Serikat disebabkan OMA.9 Survei Nasional anak-anak korea dibawah 15 tahun menderita OMA adalah 0,08. Di Thailand, Prasansuk dikutip dari Bermen melaporkan bahwa prevalensi OMA pada anak-anak yang berumur kurang dari 16 tahun pada tahun 1986 sampai 1991 sebesar 0,8%. Berdasarkan survei kesehatan indera pendengaran tahun 1994-1996 pada 7 provinsi di Indonesia di dapatkan prevalensipenyakit telinga tengah populasi segala umur di Indonesia sebesar 3.9 %. Di Indonesia belum ada data nasional baku yang melaporkan angka kejadian OMA.10 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Leenos tahun 2010 didapat tingkat pengetahuan kurang sebanyak 19,1 %, hal ini disebabkan karena informasi tentang OMA dan cara-cara pencegahannya yang diterima sangat sederhana.11 Pengetahuan ibu tentang penyakit ISPA merupakan modal utama untuk terbentuknya kebiasaan yang baik demi kualitas kesehatan anak. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior).12 Didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif akan berlangsung lama dan bersifat permanen, ibu yang memiliki pengetahuan yang baik tentang OMA dengan ISPA sebagai salah satu faktor risiko, diharapkan akan membawa dampak positif bagi kesehatan anak karena risiko kejadian OMA pada anak dapat dieliminasi seminimal mungkin.1.2 Perumusan MasalahBagaimana tingkat pengetahuan ibu tentang OMA dengan ISPA sebagai salah satu faktor risiko.1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan UmumMengetahui tingkat pengetahuan ibu tentang OMA dengan ISPA sebagai salah satu faktor risiko.1.3.2 Tujuan Khusus1. Mengetahui tingkat pengetahuan ibu tentang tanda dan gejala dari OMA2. Mengetahui tingkat pengetahuan ibu tentang faktor risiko dari OMA3. Mengetahui tingkat pengetahuan ibu tentang penatalaksanaan dari OMA4. Mengetahui tingkat pengetahuan ibu tentang gejala dari ISPA5. Mengetahui tingkat pengetahuan ibu tentang penatalaksanaan dari ISPA 6. Mengetahui tingkat pengetahuan ibu tentang OMA dengan ISPA sebagai salah satu faktor risiko di rumah sakit umum haji Medan berdasarkan usia7. Mengetahui tingkat pengetahuan ibu tentang OMA dengan ISPA sebagai salah satu faktor risiko di rumah sakit umum haji Medan berdasarkan pendidikan 1.4 Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi peneliti sendiri dan institusi.1.4.1 Bagi penelitiPenelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan peneliti dalam melakukan penelitian.1.4.2 Bagi institusi1. Rumah SakitDengan penelitian ini rumah sakit umum haji Medan dapat menyebar informasi mengenai tingkat pengetahuan ibu tentang OMA dengan ISPA sebagai faktor risiko.2. PendidikanSebagai data primer bagi mahasiswa yang akan mengadakan penelitian, khususnya mengenai tingkat pengetahuan ibu tentang OMA dengan ISPA sebagai faktor risiko.BAB 2TINJAUAN PUSTAKA2.1 Anatomi Telinga Telinga terdiri atas telinga luar, telinga tengah atau kavum timpani, dan telinga dalam atau labirin. Telinga dalam berisi organ pendengaran dan keseimbangan. Telinga luar terdiri atas aurikular dan meatus acusticus externus.13

Gambar 2.1 Anatomi Telinga14

5

2.1.1 Telinga Luar Aurikular mempunyai bentuk khas dan berfungsi mengumpulkan getaran udara, aurikula mempunyai kerangka yang dilapisi oleh kulit. Di bagian anterior aurikula, kulit tersebut melekat erat pada perikondrium sedangkan di bagian posterior kulit melekat secara longgar.13Meatus acusticus externus adalah tabung berkelok yang menghubungkan aurikular dengan membran timpani. Tabung ini berfungsi menghantarkan gelombang suara dari aurikular ke membran timpani. Pada orang dewasa panjangnya lebih kurang 1 inci (2,5), dan dapat diluruskan untuk memasukkan otoskop dengan cara menarik aurikula ke atas dan belakang. Pada anak kecil, aurikula ditarik lurus ke belakang, kebawah dan belakang. Bagian meatus yang paling sempit adalah kira-kira 5 mm dari membran timpani. Rangka sepertiga luar meatus adalah kartilago elastis, dan dua pertiga bagian dalam adalah tulang, yang dibentuk oleh lempeng timpani. Saraf sensorik yang melapisi kulit pelapis meatus berasal dari n. aurikulotemporalis dan ramus aurikularis n. vagus. Aliran limfa menuju nodi parotidei superficiales, mastoidei, dan cervicales superficiales.132.1.2 Telinga Tengah (Cavum Timpani) Telinga tengah adalah ruang berisi udara di dalam pars petrosa ossis temporalis yang dilapisi oleh membran mukosa. Ruang ini berisi tulang-tulang pendengaran yang berfungsi meneruskan getaran membran timpani (gendang telinga) ke perilympha telinga dalam. Cavum timpani berbentuk celah sempit yang miring, dengan sumbu panjang terletak lebih kurang sejajar dengan bidang membran timpani. Di depan, ruang ini berhubungan dengan nasofaring melalui tuba auditiva dan di belakang dengan antrum mastoid. Tiga tulang pendengaran:1. Malleus adalah tulang pendengaran terbesar, dan terdiri atas caput, collum, processus longum atau manubrium, sebuah processus anterior dan processus lateralis.2. Incus mempunyai corpus yang besar dan dua crus.3. Stapes mempunyai caput, collum, dua lengan, dan sebuah basis.13

Gambar 2.2 Anatomi telinga tengah 14Telinga tengah adalah suatu rongga yang terletak di tulang tengkorak dan terdiri dari membran timpani, cavum timpani, antrum mastoid dan tuba eustachius.152.1.2.1 Membran Timpani Membran Timpani dibagi menjadi dua bagian yaitu pars tensa (membrane Sharpnell) yang terletak pada bagian atas dan pars tensa (membrane Propria) yang terletak pada bagian bawah. Terdiri dari 3 lapisan. Lapisan luar disebut kutaneus (cutaneous layer), lapisan dalam disebut lapisan mukosa (mucosal layer), serta lapisan yang terletak antara keduanya.152.1.2.2 Cavum Timpani Cavum timpani dibagi menjadi tiga bagian yaitu berhubungan dengan lempeng timpani yaitu epitimpanium yang dibatasi oleh suatu penonjolan tipis yaitu tigmen timpani, Mesotimpanium pada bagian medial dibatasi oleh suatu kapsula otik yang terletak lebih rendah dari pada n. fasialis pars timpani.Batas-batas kavum timpani1. Atap: tegmen timpani.2. Dasar: dinding jugularis dan tonjolan stiloideus.3. Anterior: dinding karotis, ostium tuba eustachius, tensor timpani.4. Posterior: mastoid, stapedius, tonjolan pyramidal.5. Lateral: membran timpani.6. Medial : dinding labirin.152.1.2.3 Antrum Mastoid Antum mastoid adalah suatu rongga didalam processus mastoid yang teletak persis dibelakang epitimpanium.15

2.1.2.4 Tuba Eustachius Tuba Eustachius menghubungkan telinga tengah dengan nasofaring. Panjang tuba eustachius dewasa bervariasi antara 31 sampai 38 mm. Pada bayi dan anak-anak ukurannya lebih pendek dan horizontal sehingga sekret dari nasofaring lebih mudah masuk ke telinga tengah. Dua pertiga bagian anteromedial tuba (arah nasofaring) berdinding tulang rawan, sedangkan sisanya (arah cavum timpani) berdinding tulang.15

Gambar 2.3 Perbedaan tuba Eusachius pada anak-anak dan orang dewasa.12.1.2.5 Telinga Dalam (Auris Internus) Telinga dalam terdiri dari dua bagian, satu berada di dalam yang lainnya. Labirin tulang adalah serangkaian saluran di dalam bagian petrosa tulang temporalis. Di dalam saluran ini terdapat labirin membranosa yang dikelilingi oleh cairan yang disebut perilimfe. Struktur membranosa ini kurang lebih mirip dengan bentuk saluran tulang. Saluran tulang terisi oleh cairan yang disebut endolimfe, dan tidak terdapat hubungan antara ruang-ruang yang terisi oleh endolimfe dengan yang terisi oleh perilimfe.162.2 Otitis Media Akut2.2.1 Pengertian Otitis Media Akut Otitis media adalah suatu peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah. Otitis media akut didefinisikan bila proses peradangan pada telinga tengah yang terjadi secara cepat dan singkat (dalam waktu kurang dari 3 minggu) yang disertai dengan gejala lokal dan sistemik.7 OMA dalam perjalanan penyakitnya dibagi menjadi 5 stadium, yaitu: stadium oklusi tuba eustachius, hiperemis, supurasi, perforasi, dan resolusi. Stadium oklusi tuba eustachius ditandai oleh gambaran retraksi membran timpani akibat terjadinya tekanan negatif di telinga tengah. Pada stadium hiperemis, tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau seluruh membran timpani tampak hiperemis serta edema. Stadium supurasi ditandai dengan membran timpani menonjol (bulging) ke arah liang telinga luar, sedangkan pada stadium perforasi ditandai dengan keluarnya sekret dan membran timpani yang perforasi. Bila membran timpani tetap utuh dan keadaan membran timpani akan normal kembali, atau membran timpani yang perforasi perlahan menutup kembali, dikenal dengan stadium resolusi.1 2.2.2 Patofisiologi Otitis Media Akut Otitis media akut terjadi karena terganggunya faktor pertahanan tubuh. Sumbatan pada tuba eustachius merupakan faktor utama penyebab terjadinya penyakit ini. Dengan terganggunya fungsi tuba eustachius, terganggu pula pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah sehingga kuman masuk dan terjadi peradangan. Gangguan fungsi tuba eustachius ini menyebabkan terjadinya tekanan negatif di telingah tengah, yang menyebabkan transudasi cairan hingga supurasi.17Pencetus terjadinya OMA adalah infeksi saluran pernafasan atas (ISPA). Makin sering anak-anak terserang ISPA, makin besar kemungkinan terjadinya OMA. Pada bayi dan anak terjadinya OMA dipermudah karena: 1. Morfologi tuba eustachius yang pendek, lebar, dan letaknya agak horizontal; 2. Sistem kekebalan tubuh masih dalam perkembangan; 3. Adenoid pada anak relatif lebih besar dibanding orang dewasa dan sering terinfeksi sehingga infeksi dapat menyebar ke telinga tengah. 17Beberapa faktor lain mungkin juga berhubungan dengan terjadinya penyakit telinga tengah, seperti alergi, disfungsi siliar, sinus, dan kelainan sistem imun.17

Infeksi saluran nafas atas (radang tenggorokan/pilek).

Menuju telinga tengah (tuba eustachius).

Terjadi inflamasi di sekitar saluran.

Tersumbatnya saluran.

Proliferasi sel darah putih untuk melawan mikroorganisme.

Terbentuknya pus di telinga tengah.

Cairan terkumpul di belakang membran timpani.

Terganggunya pendengaran karena membran timpani dan tulang-tulang pendengaran tidak dapat bergerak bebas.

Gambar 2.4 Patofisiologi Otitis Media Akut17

2.2.3 Penyebab Otitis Media Akut Otitis media akut bisa disebabkan oleh bakteri dan virus. Bakteri yang paling sering ditemukan adalah Streptococcus pneumaniae, diikuti oleh Haemophilus influenza, Moraxella catarrhalis, Streptococcus grup A, dan Staphylococcus aureus. Beberapa mikroorganisme lain yang jarang ditemukan adalah Mycoplasma pneumaniae, Chlamydia pneumaniae, dan Clamydia tracomatis.17 Virus terdeteksi pada sekret pernafasan pada 40-90% anak dengan OMA, dan terdeteksi pada 20-48% cairan telinga tengah anak dengan OMA. Virus yang sering sebagai penyebab OMA adalah Respiratory syncytial virus. Selain itu bisa disebabkan virus parainfluenza (tipe 1, 2, dan 3), influenza A dan B, rinovirus, adenovirus, enterovirus, dan koronavirus. Penyebab yang jarang yaitu sitomegalovirus dan herpes simpleks. Infeksi bisa disebabkan oleh virus sendiri atau kombinasi dengan bakteri lain.172.2.4 Manifestasi Klinis Gambaran khas pada OMA adalah demam pada anak yang dapat mencapai (40-410C), seringkali bersifat non spesifik seperti irritabilitas, mudah tersinggung, terdapat otalgia, kadang-kadang terdapat tinnitus dan juga gangguan pendengaran.18 Gambaran khas lain yang terdeteksi melalui otoskop terlihat membran timpani hiperemis, kadang-kadang terdapat penonjolan (jika terdapat eksudat pada telinga tengah).18

Gambar2.4 Membran timpani hiperemis dengan perforasi sentral.182.2.5 DiagnosisDiagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut:1. Penyakitnya muncul mendadak (akut).2. Ditemukan tanda efusi telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut: menggembungnya gendang telinga, adanya bayangan cairan di belakang gendang telinga, cairan yang keluar dari telinga.3. Adanya tanda/gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan adanya salah satu di antara berikut:1) Kemerahan pada gendang telinga.2) Nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas normal.17 Diagnosis OMA dapat ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat, gejala yang timbul bervariasi bergantung pada stadium dan usia pasien. Pada anak umumnya keluhan berupa rasa nyeri di telinga dan demam biasanya ada riwayat infeksi saluran pernafasan atas sebelumnya.17 Untuk mendiagnosis efusi telinga tengah umumnya digunakan pemakaian otoskop atau otoskop pneumatik, bisa ditambah dengan timpanometri dan atau reflektometri akustik. Otoskop pneumatik merupakan alat yang paling sering digunakan untuk mendiagnosis OMA. Dengan alat ini dapat dinilai gambaran dan mobilitas membran timpani yang merupakan indikator yang baik. Efusi telinga tengah juga bisa didiagnosis secara langsung oleh timpanosintesis atau keberadaan cairan pada liang telinga sebagai hasil perforasi membran timpani.7, 19 Visualisasi membran timpani dengan mengidentifikasi efusi telinga tengah dan tanda inflamasi dilakukan untuk mencapai diagnosis yang pasti. Agar visualisasi membran timpani baik, serumen yang menghalangi membran timpani harus dibersihkan dan pencahayaan yang dipakai harus cukup. Untuk otoskop pneumatik, spekulum dengan bentuk dan diameter harus dipilih yang sesuai agar selang bisa masuk di liang telinga. Alat untuk menahan anak yang sesuai agar bisa dilakukan pemeriksaan yang cukup juga mungkin diperlukan.19

2.2.6 Penanganan Tujuan yang ingin dicapai adalah mengurangi nyeri, eradikasi infeksi dan mencegah komplikasi.2 Terapi otitis media akut meliputi pemberian antibiotik oral dan tetes bila disertai pengeluaran sekret.Lama terapi adalah 5 hari bagi pasien risiko rendah (yaitu usia >2 tahun serta tidak memiliki riwayat otitis ulangan ataupun otitis kronik) dan 10 hari bagi pasien risiko tinggi. Rejimen antibiotik yang digunakan dibagi menjadi dua pilihan yaitu lini pertama dan kedua. Antibioika pada lini kedua diindikasikan bila:1. Antibiotika pilihan pertama gagal.2. Riwayat respon yang kurang terhadap antibiotika pilihan pertama.3. Hipersensitivitas.4. Organisme resisten terhadap antibiotika pilihan pertama yang dibuktikan dengan tes sinsitifitas.5. Adanya penyakit penyerta yang mengharuskan pemilihan antibiotik pilihan kedua. 2Untuk pasien dengan sekret telinga (otorrhea), maka disarankan untuk menambahkan terapi tetes telinga ciprofloxacin atau ofloxacin. 2 Pilihan terapi untuk otitis media akut yang persisten yaitu otitis yang menetap 6 hari setelah menggunakan antibiotika,adalah memulai kembali antibiotika dengan memilih antibiotika yang berbeda dengan terapi pertama.2

Table 2.1 Antibiotika pada Terapi pokok Otitis Media.2AntibiotikaDosisKeterangan

Lini pertama

AmoksisilinAnak: 20-40 mg/kg/hari terbagi dalam 3 dosisAnak 80mg/kg/hari terbagi dalam 2 dosisUntuk pasien resiko rendah yaitu: usia >2 tahun, tidak mendapatkan antibiotika selama 3 bulan terakhirUntuk pasien risiko tinggi

Lini kedua

Amoksisilin-klauvanatAnak: 25-45 mg/kg/hari terbagi dalam 2 dosis

KetrimoksazolAnak: 6-12 mg TMP/30-60 mg SMX/kg/hari terbagi dalam 2 dosis

CefuroksimAnak: 40mg/kg/hari terbagi dalam 2 dosis

CeftriaxoneAnak: 50 mg/kg; max 1 g; i.m3 hari terapi untuk otitis yang resisten

CefrprozilAnak: 30 mg/kg/hari terbagi dalam 2 dosis

CefiximeAnak: 8 mg/kg/hari terbagi dalam 1-2 dosis

Terapi penunjang dengan analgesik dan antipiretik memberikan kenyamanan khususnya pada anak. 22.2.7 Komplikasi Komplikasi dari OMA dapat terjadi dengan beberapa mekanisme, yaitu melalui erosi tulang, invasi langsung dan tromboflebitis. Komplikasi ini dibagi menjadi komplikasi intratemporal: mastoiditis akut, peritositis, labirintis, perforasi pars tensa, atelektasis telinga tengah, paresis fasialis dan gangguan pendengaran. Komplikasi intrakranial yang dapat terjadi antara lain yaitu meningitis, ensefalilitis, hidrosefalus otikus, abses otak, abses epidural, empyema subdural dan trombosis sinus lateralis.17 Sebelum ada antibiotika, OMA dapat menimbulkan komplikasi, yaitu abses sub-periosteal sampai komplikasi yang berat (meningitis dan abses otak).12.3 Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA)2.3.1 Defenisi Infeksi Pernafasan Atas (ISPA) Infeksi saluran napas atas adalah infeksi yang yang disebabkan mikroorganisme di struktur saluran napas atas yang tidak berfungsi untuk pertukaran gas, termasuk rongga hidung, faring, dan laring, yang dikenal dengan ISPA antara lain pilek, faringitis atau radang tenggorokan, laringitis dan influenza tanpa komplikasi.202.3.2 Penyebab Penyebab ISPA terbanyak adalah virus termasuk rhinovirus, virusparainfluenza, coronavirus, adenovirus, Respiratory syncytial virus, virus Coxsackie, danvirusinfluenza. Grup A beta-hemolitik streptokokus (GABHS) menyebabkan 5% sampai 10% dari kasus faringitis pada anak-anak. Penyebab terjarang lainnya termasuk beta-hemolitik streptokokus group C, Corynebacteriumdiphtheriae Neisseriagonorrhoeae, Arcanobacteriumhaemolyticum, Mycoplasmapneumoniae, dan virus herpes simpleks. Haemophilusinfluenzae, Moraxellacatarrhalis adalah organisme yang paling umumyang menyebabkan infeksi bakteri rhinosinusitis.21

2.3.3 Patofisiologi ISPA menginvasi langsung mukosa yang melapisi saluran udara bagian atas. Inokulasi dari bakteri atau virus terjadi ketika seseorang kontak langsung dengan patogen seperti droplet orang yang terinfeksi batuk atau bersin. Setelah inokulasi, bakteri dan virus menghadapi barier termasuk fisik, humoral, dan kekebalan seluler. Adenoid dan tonsil memiliki sel-sel imun yang dapat menjaga kekebalan tubuh dapat merespon patogen. Imunitas humoral (Imunoglobulin A) dan imunitas seluler dapat mencegah terjadinya ISPA.222.3.4 GejalaISPA dapat memberikan gejala klinik yang beragam, antara lain:1. Gejala koriza (coryzal syndrome), yaitu pengeluaran cairan (discharge) nasal yang berlebihan, bersin, obstruksi nasal, konjugtivitis ringan. Sakit tenggorokan, rasa kering pada bagian posterior palatum mole dan uvula, sakit kepala, malaise, nyeri otot, lesu, serta kedinginan.2. Gejala faringeal, yaitu sakit tenggorokan yang ringan sampai berat. Peradangan pada faring, tonsil dan pembesaran kelenjar adenoid yang dapat menyebabkan obstruksi nasal, batuk sering terjadi, tetapi gejala koriza jarang. Gejala umum seperti rasa kedinginan, malaise, rasa sakit diseluruh badan, sakit kepala, demam ringan.3. Gejala faringokonjungtival yang merupakan varian dari faringeal. Gejala faringeal sering disusul oleh konjungtivitis yang disertai fotofobia dan sering pula disertai rasa sakit pada bola mata.4. Gejala influenza yang dapat merupakan kondisi sakit yang berat, demam menggigil, lesu, sakit kepala, nyeri otot menyeluruh, malaise dan anoreksia yang dapat timbul tiba-tiba, batuk, sakit tenggorokan, dan nyeri retrosternal.5. Gejala obstruksi laringotrakeobronkitis akut, yaitu kondisi serius yang mengenai anak-anak ditandai dengan batuk, dyspnea, stridor inspirasi yang disertai sianosis.232.3.5 Penatalaksanaan ISPA yang disebabkan oleh virus tidak memerlukan terapi spesifik, hanya infeksi sekunder oleh bakteri yang memerlukan antibiotik. ISPA biasanya penyakit ringan yang dapat sembuh sendiri.24Tabel 2.2 Penatalaksanaan infeksi saluran pernafasan atas .24Penanganan

Common cold (coryza)Simptomatik

FaringitisAntibiotik bila bacterial

EpiglotitisAntibiotik IVAlat intubasi

BronkitisBiasanya sembuh namun dapat diberi antibiotik

LaringitisAntibiotik

SinusitisAntibiotik; dekongestan dapat membantu;

2.3.6 Pencegahan Infeksi Saluran Pernafasan Atas1. Menjaga kebersihan perorangan seperti sering mencuci tangan, menutup mulut ketika batuk dan bersin, dan membuang ludah atau dahak dari mulut dengan cara yang bersih dan tidak sembarangan.2. Bila memungkinkan, hindari jangan sampai berjejal di satu ruangan, misalnya ruang keluarga, atau tempat tidur. Ruangan harus memiliki ventilasi yang cukup.3. Hindari merokok didalam rumah, dimana terdapat banyak anak-anak.4. Berpola hidup sehat.5. Mencuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudah makan.6. Makan makanan yang bersih, higienis dan sehat.7. Memperhatikan dan menjaga kebersihan dan sanitasi lingkungan.2.4 Tingkat Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (over behavior).12

1. Proses adopsi pengetahuan Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:1) Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.2) Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus3) Evaluation (menimbang-nimbang baik tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.4) Trial, orang telah mencoba perilaku baru.5) Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.122. Tingkat Pengetahuan di Dalam Domain KognitifPengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkatan yang berbeda-beda. Secara garis besar dibagi dalam 6 tingkatan, yakni :1) Tahu (Know)Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Misalnya: tahu bahwa buah tomat banyak mengandung vitamin C, jamban adalah tempat membuang air besar. Untuk mengetahui atau mengukur bahwa orang tahu sesuatu dapat menggunakan pertanyaan-pertanyaan misalnya: apa tanda-tanda anak yang kurang gizi, apa penyebab penyakit TBC.2) Memahami (Comprehension): Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat mengintreprestasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut. Misalnya orang yang memahami cara pemberantasan penyakit demam berdarah, bukan hanya sekedar menyebutkan 3M (mengubur, menutup, dan menguras), tetapi harus dapat menjelaskan mengapa harus menutup, menguras, dan sebagainya, tempat-tempat penampungan air tersebut.3) Aplikasi (application):Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain. Misalnya seseorang yang telah paham tentang proses perencanaan, ia harus dapat membuat perencanaan program kesehatan di tempat ia bekerja atau di mana orang yang telah paham metodologi penelitian, ia akan mudah membuat proposal penelitian di mana saja, dan seterusnya.4) Analisis (analysis):Analisis adalah suatu komponen untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.5) Sintesis (Synthesis)Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk menciptakan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Sintesis juga dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.6) Evaluasi (Evaluation)Evaluasi ini berkaitan dengan kemmpuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilain itu didasari pada suatu kriteria-kriteria yang telah ada. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan diatas.12, 252.5 Kerangka KonsepOMA dengan ISPA sebagai salah satu faktor risiko Terjadinya OMATingkat Pengetahuan Ibu

BAB 3METODE PENELITIAN3.1 Rancangan Penelitian Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif dengan desain cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu tentang OMA dengan ISPA sebagai salah satu faktor risiko.3.2 Defenisi OperasionalTabel 3.1 Tabel defenisi operasionalVariableDefenisi OperasionalCara ukurAlat UkurHasil Ukur

Tingkat PengetahuanTingkat Pengetahuan ibu tentang OMA dengan ISPA sebagai salah satu faktor risikoResponden memilih jawaban benar atau salah.Peneliti memberikan skor dengan jawaban responden yang bermakna positif dengan nilai 1, dan bermakna negatif dengan nilai 0KuesionerKatagori baik, nilai jawaban benar 76-100%Katagori cukup, nilai jawaban benar 56-75%Katagori kurang, nilai jawaban benar kurang dari 56%

Jawaban pertanyaan bermakna positif nilai 1 Jawaban pertanyaan bermakna negatif nilai 0

25

3.3 Tempat dan Waktu Penelitian3.3.1 Tempat penelitianLokasi penelitian dilakukan di Poliklinik Anak di RS Umum Haji Medan.3.3.2 Waktu penelitianPenelitian dilakukan mulai November Februari 2015.3.4 Populasi dan Sampel Penelitian3.4.1 PopulasiPopulasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang datang ke Poliklinik Anak RS Umum Haji Medan.3.4.2 Sampel3.4.2.1 Teknik SamplingTeknik pengambilan sampel dilakukan secara quota sampling, teknik ini dilakukan dengan mengambil kasus atau responden yang kebetulan ada atau tersedia.3.4.2.2 Besar SampelAdapun besar sampel yang diperlukan dihitung berdasarkan rumus estimasi proporsi untuk populasi.

Z21-a/2 P(1-P) n = d2keterangan: n:Besar sampel minimun Z1-a/2:Nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentu P: Proporsi suatu kasus tertentu terhadap populasi, bila tidak diketahui proporsinya, ditetapkan 50% (0,50) D:derajat penyimpangan terhadap populasi yang diinginkan: 10% (0,10), 5% (0,05) atau 1% (0,01).Pada penelitian ini, tingkat kepercayaan dikehendaki sebesar 95% sehingga untuk Z dua arah diperoleh nilai Z21 /2=1,96. Nilai P yang ditetapkan adalah 0,5 karena peneliti belum mengetahui proporsi sebelumnya, selain itu karena penggunaan p= 0,5 mempunyai nilai p(1-P) paling besar sehingga dihasilkan besar sampel paling banyak. Kesalahan absolut yang diinginkan adalah sebesar 10%.Berdasarkan rumus diatas, besarnya sampel yang diperlukan dalam penelitian ini adalah:Z21-a/2 P(1-P)n = d2

1,96 . 0,5 (1-0,5) n == 96,04 0,102Dengan demikian besar sampel yang diperlukan adalah 96,04 orang, yang dibulatkan menjadi 97 orang, peneliti menggenapkan sampel menjadi 100 orang. Sampel tersebut kemudian didistribusikan merata pada ibu yang datang ke Poliklinik Anak.Kriteria inklusi sampel:1. Ibu yang datang berobat ke Poliklinik Anak RS Umum Haji Medan.2. Ibu yang memiliki atau pernah memiliki anak usia kurang dari 5 tahun.3. Ibu yang memiliki anak yang pernah atau sedang mengalami otitis media akut.Kriteria ekslusi sampel:1. Tidak bersedia menjadi responden.2. Kuesioner tidak lengkap diisi.3.5 Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan instrumen kuesioner, data yang diperoleh adalah data primer yang berasal dari sampel penelitian.

3.6 Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner3.6.1 Uji ValiditasUji validitas (uji kesahihan) merupakan kemampuan suatu instrumen (alat pengukur) untuk mengukur apa yang harus diukur. Untuk mendapatkan data yang valid dalam metode kuantitatif diperlukan instrumen yang valid, oleh karenanya diperlukan uji validitas instrument.20

Tabel 3.2 Haji Uji Validitas Item kuesionerVariabel/IndikatorR hitungR tabelKesimpulan

Pertanyaan 1.974.325Valid

Pertanyaan 2.513.325Valid

Pertanyaan 3.417.325Valid

Pertanyaan 4.961.325Valid

Pertanyaan 5.961.325Valid

Pertanyaan 6.420.325Valid

Pertanyaan 7.886.325Valid

Pertanyaan 8.797.325Valid

Pertanyaan 9.831.325Valid

Pertanyaan 10.936.325Valid

Pertanyaan 11.941.325Valid

Pertanyaan 12.513.325Valid

Pertanyaan 13.955.325Valid

Pertanyaan 14.639.325Valid

Pertanyaan 15.929.325Valid

Pertanyaan 16.955.325Valid

Pertanyaan 17.410.325Valid

Pertanyaan 18.558.325Valid

Pertanyaan 19.974.325Valid

Pertanyaan 20.916.325Valid

Pertanyaan 21.934.325Valid

3.6.1.2 Hasil Uji ReliabilitasReliabilitas adalah kehandalan berkaitan dengan estimasi sejauh mana suatu alat ukur dilihat dari stabilitas atau konsistensi internal dari informasi, jawaban atau pertanyaan, jika pengukuran atau pengamatan dilakukan berulang. Pengujian reliabilitas dapat dihitung dengan menggunakan formula Alphas Cronbach yang dirumuskan dalam sebagai berikut.20

Hasil uji reliabilitas yang dilakukan adalah sebagai berikut : Tabel 3.3 Hasil Uji Reliabilitas Item Kuesioner

Variabel/IndikatorR hitungR tabelKesimpulan

Pertanyaan 1.968.600Reliable

Pertanyaan 2.973.600Reliable

Pertanyaan 3.974.600Reliable

Pertanyaan 4.969.600Reliable

Pertanyaan 5.969.600Reliable

Pertanyaan 6.974.600Reliable

Pertanyaan 7.969.600Reliable

Pertanyaan 8.970.600Reliable

Pertanyaan 9.970.600Reliable

Pertanyaan 10.969.600Reliable

Pertanyaan 11.969.600Reliable

Pertanyaan 12.973.600Reliable

Pertanyaan 13.969.600Reliable

Pertanyaan 14.972.600Reliable

Pertanyaan 15.969.600Reliable

Pertanyaan 16.969.600Reliable

Pertanyaan 17.974.600Reliable

Pertanyaan 18.973.600Reliable

Pertanyaan 19.968.600Reliable

Pertanyaan 20.969.600Reliable

Pertanyaan 21.969.600Reliable

3.7 Pengolahan Data dan Analisa Data3.7.1 Pengolahan DataPengolahan data dilakukan dengan cara komputerisasi dengan tahap sebagai berikut :1. EditingHasil wawancara, angket, atau pengamatan dari lapangan harus dilakukan penyuntingan (editing) terlebih dahulu.2. CodingSetelah semua kuesioner diedit atau disunting, selanjutnya dilakukan pengkodean atau coding, untuk mempermudah waktu tabulasi dan analisa.3. CleaningYaitu mengecek kembali data yang telah di entry untuk mengetahui ada kesalahan atau tidak.4. SavingPenyimpanan data untuk dianalisis.3.7.2 Analisis DataData yang telah dikumpulkan diolah dengan menggunakan program Komputer yaitu Statistical Product and Service Solution (SPSS). Data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.3.8 Alur KerjaTabulasi data dengan penyajian dalam bentuk tabel distribusi frekuensiPengisian kuisionerSampel seluruh ibu yang datang

BAB 4HASIL DAN PEMBAHASAN4.1 Hasil Penelitian Sampel yang diteliti dalam penelitian ini berjumlah 100 orang, yaitu ibu yang datang berobat di poliklinik anak Rumah Sakit Umum Haji Medan dengan kriteria inklusi dan ekslusi yang telah ditentukan dengan usia subjek terbanyak pada kelompok 21-30 tahun dengan pendidikan terakhir sebagian besar subjek adalah lulusan SMA, dengan karakteristik pekerjaan sebagian besar sampel adalah Ibu Rumah Tangga. Pengambilan responden dilakukan pada bulan November-februari 2015. Tabel 4.1 Distribusi tingkat pengetahuan subjekTingkat Pengetahuann%

Baik3939.0

Cukup4141.0

Kurang2020.0

Total100100.0

Dari tabel diatas didapati bahwa responden yang berpengetahuan baik yaitu 39 orang (39.0 %), responden yang berpengetahuan cukup 41 orang (41.0 %), dan responden yang memiliki pengetahuan kurang sebanyak 20 orang (20.0 %).34

Tabel 4.2 Distribusi tingkat pengetahuan subjek mengenai gejala OMATingkat Pengetahuann%

Baik2828.0

Cukup3939.0

Kurang3333.0

Total100100.0

Dari tabel diatas didapati bahwa pengetahuan responden mengenai gejala OMA yang berpengetahuan cukup paling banyak didapati yaitu 39 orang (39.0 %), diikuti responden yang berpengetahuan kurang 33 orang (33.0%), dan responden yang memiliki pengetahuan baik sebanyak 28 orang (28.20 %).31

Tabel 4.3 Distribusi tingkat pengetahuan subjek mengenai faktor risiko OMATingkat Pengetahuann%

Baik5555.0

Cukup99.0

Kurang3636.0

Total100100.0

Dari tabel diatas didapati bahwa pengetahuan responden mengenai faktor risiko OMA yang berpengetahuan baik paling banyak didapati yaitu 55 orang (55.0%), diikuti responden yang berpengetahuan kurang 36 orang (36.0%), dan responden yang memiliki pengetahuan cukup sebanyak 9 orang (9.0 %).

Tabel 4.4 Distribusi tingkat pengetahuan subjek mengenai penatalaksanaan OMATingkat Pengetahuann%

Baik2626.0

Cukup2727.0

Kurang4747.0

Total100100.0

Dari tabel diatas didapati bahwa pengetahuan responden mengenai penatalaksanaan OMA yang berpengetahuan kurang paling banyak didapati yaitu 47 orang (47.0 %), diikuti responden yang berpengetahuan cukup 27 orang (27.0%), dan responden yang memiliki pengetahuan baik sebanyak 26 orang (26.0%). Tabel 4.5 Distribusi tingkat pengetahuan subjek mengenai gejala ISPATingkat Pengetahuann%

Baik4949.0

Cukup1313.0

Kurang3838.0

Total100100.0

Dari tabel diatas didapati bahwa pengetahuan responden mengenai gejala ISPA yang berpengetahuan baik paling banyak didapati yaitu 49 orang (49.0 %), diikuti responden yang berpengetahuan kurang 38 orang (38.0%), dan responden yang memiliki pengetahuan cukup sebanyak 13 orang (13.0%).

Tabel 4.6 Distribusi tingkat pengetahuan subjek mengenai penatalaksanaan ISPATingkat Pengetahuann%

Baik6161.0

Cukup1717.0

Kurang2222.0

Total100100.0

Dari tabel diatas didapati bahwa pengetahuan responden mengenai penatalaksanaan ISPA yang berpengetahuan baik paling banyak didapati yaitu 61 orang (61.0 %), diikuti responden yang berpengetahuan kurang 22 orang (22.0%), dan responden yang memiliki pengetahuan cukup sebanyak 17 orang (17.0%). Tabel 4.7 Distribusi tingkat pengetahuan subjek berdasarkan usiaUsiaTingkat Pengetahuan

BaikCukupKurangTotal

n%n%n%n%

21-301641.02048.81050.04646.0

31-401743.61639.0735.04040.0

41-50615.4512.2315.01414.0

Total39100.041100.020100.0100100.0

Dari tabel diatas didapati bahwa pengetahuan responden berdasarkan usia berpengetahuan baik yang paling banyak didapati yaitu kelompok usia 31-40 tahun sebanyak 17 orang (43.6.7%), diikuti kelompok usia 21-30 tahun sebanyak 16 orang (41.0%), dan kelompok usia 41-50 tahun sebanyak 6 orang (15.4%). Pengetahuan responden yang berpengatahuan cukup yang paling banyak didapati yaitu kelompok usia 21-30 tahun sebanyak 20 orang (48.8%), diikuti kelompok usia 31-40 tahun sebanyak 16 orang (39.0%), dan kelompok usia 41-50 sebanyak 5 orang (12.2%). Serta pengetahuan responden berpengetahuan kurang juga dijumpai pada kelompok usia 21-30 tahun sebanyak 10 orang (50.0%), diikuti kelompok usia 31-40 tahun sebanyak 7 orang (35.0%), dan kelompok usia 41-50 tahun sebanyak 3 orang (15.0%).Tabel 4.8 Distribusi tingkat pengetahuan subjek berdasarkan pendidikanPendidikanTingkat Pengetahuan

BaikCukupKurangTotal

n%n%n%n%

SD0.037.31050.01313.0

SMP12.61126.80.01212.0

SMA1743.62253.7945.04848.0

PT2153.8512.215.02727.0

Total39100.041100.020100.0100100.0

Dari tabel diatas didapati bahwa pengetahuan responden berdasarkan pendidikan berpengetahuan baik yang paling banyak didapati yaitu tingkat pendidikan perguruan tinggi sebanyak 21 orang (53.8%), diikuti tingkat pendidikan SMA sebanyak 17 orang (43.6%), tingkat pendidikan SMP sebanyak 1 orang (2.6%), dan tingkat pendidikan SD tidak dijumpai. Pengetahuan responden yang berpengatahuan cukup yang paling banyak didapati yaitu tingkat pendidikan SMA sebanyak 22 orang (53.7%), diikuti tingkat pendidikan SMP sebanyak 11 orang (26.8%), tingkat pendidikan perguruan tinggi sebanyak 5 orang (12.2%), dan tingkat pendidikan SD sebanyak 3 orang (7.3). Serta pengetahuan responden berpengetahuan kurang yang paling banyak didapati yaitu tingkat pendidikan SD sebanyak 10 orang (50.0%), tingkat pendidikan SMA sebanyak 9 orang (45.0%).

4.2PembahasanDari tabel 4.1 diatas tingkat pengetahuan ibu tentang otitis media akut (OMA) dengan infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) sebagai salah satu faktor risiko di Rumah Sakit Umum Haji Medan, dari 100 sampel di Poliklinik Anak RSU Haji dijumpai hasil terbanyak dengan pengetahuan responden yaitu pada kategori cukup sebanyak 41 sampel (41.0%). Hal ini sejalan dengan hasil dari penelitian Leenos tahun 2010 di Puskesmas Padang Bulan dengan total responden 68 orang didapatkan hasil yang berpengetahuan cukup sebanyak 43 orang (63.3%). Banyak hal yang mempengaruhi pengetahuan ibu-ibu tentang OMA dengan ISPA sebagai faktor risiko karena pengetahuan pada dasarnya terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang untuk dapat memecahkan masalah yang dihadapinya. Pengetahuan tersebut diperoleh baik dari pengalaman langsung maupun melalui pengalaman orang lain.11, 26Menurut Notoadmojo (2011), pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga.26Dari tabel 4.2 diatas pengetahuan mengenai gejala OMA yang berpengetahuan cukup paling banyak didapati yaitu 39 orang (39.0%), berpengetahuan kurang 33 orang (33.0%), dan pengetahuan baik sebanyak 28 orang (28.0%). Tingkat pengetahuan ibu mengenai gejala OMA paling banyak didapati oleh karena pengetahuan tentang gejala OMA dapat diperoleh dari pengalaman dalam keluarga, pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain. Anak-anak lebih mudah mendapatkan infeksi telinga tengah karena tuba eustachius yang lebih pendek, lebih lebar dan datar. Selain itu, infeksi juga di pengaruhi oleh keadaan status ekonomi yang rendah dan higine yang buruk. 15, 27Dari tabel 4.3 diatas pengetahuan mengenai faktor risiko OMA yang berpengetahuan baik paling banyak didapati yaitu 55 orang (55.0%), kurang 36 orang (36.0%), dan yang memiliki pengetahuan cukup sebanyak 9 orang (9.0%). Pengetahuan ibu mengenai faktor risiko OMA didapatkan dalam kategori baik, kemungkinan hal yang menyebabkan adalah banyaknya sumber informasi yang diterima oleh ibu mengenai faktor risiko mengenai OMA dari berbagai tempat seperti masyarakat dilingkungan, petugas kesehatan, dan media elektronik. Ini sesuai dengan teori Mubarak (2011) kemudahan untuk memperoleh informasi dapat mempercepat seseorang memperoleh pengetahuan yang baru.28Faktor risiko OMA yang sering didapatkan adalah infeksi saluran pernafasan atas dan biasanya infeksi berasal dari nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis) yang akan menyebabkan oedema dan menebalnya mukosa tuba eustachius dan telinga tengah sehingga lumen tuba eustachius menyempit. Keadaan ini meningkatkan tekanan negatif pada telinga tengah sehingga menyebabkan masuknya organisme dari nasofaring pada saat tuba eustachius terbuka dan otitis media merupakan komplikasi yang sering terjadi bila infeksi saluran pernafasan atas tidak diobati secara adekuat.17, 29Dari tabel 4.4 diatas pengetahuan mengenai penatalaksanaan OMA yang berpengetahuan kurang paling banyak didapati yaitu 47 orang (47.0%), yang berpengetahuan cukup 27 orang (27.0%), dan yang memiliki pengetahuan baik sebanyak 26 orang (26.0%). Hal yang memungkinkan yang menyebabkan pengetahuan ibu mengenai penatalaksanaan dalam kategori kurang yaitu informasi mengenai cara penanganan yang sederhana dan juga informasi-informasi penanganan yang kurang benar. Oleh sebab itu dalam rangka perilaku sehat, masyarakat perlu diberikan pengetahuan atau informasi-informasi yang benar dan lengkap penatalaksaanaan dan pelayanan kesehatan. Kepercayaan yang tidak didasarkan pada pengetahuan yang benar dan lengkap, akan menyebabkan kesalahan bertindak.25Dari tabel 4.5 diatas pengetahuan mengenai gejala ISPA yang berpengetahuan baik paling banyak didapati yaitu 49 orang (49.0%), yang berpengetahuan kurang 38 orang (38.0%), dan yang memiliki pengetahuan cukup sebanyak 13 orang (13.0%). Hal ini menjukkan bahwa pengetahuan ibu-ibu mengenai gejala ISPA mudah untuk dikenali karena merupakan gejala yang umum pada anak-anak, Menurut Sudarti dalam Sarwono (2005) menggambarkan secara deskriptif persepsi masyarakat beberapa daerah di Indonesia mengenai sakit dan penyakit; masyarakat menganggap bahwa sakit adalah keadaan individu mengalami serangkaian gangguan fisik yang menimbulkan rasa tidak nyaman. Anak yang mengalami ISPA menunjukkan gejala berupa batuk pilek, sakit tenggorokan, dan lain-lain.30Dari tabel 4.6 diatas pengetahuan mengenai penatalaksanaan ISPA yang berpengetahuan baik paling banyak didapati yaitu 61 orang (61.0%), yang berpengetahuan kurang 22 orang (22.0%), dan yang memiliki pengetahuan cukup sebanyak 17 orang (17.0%). Kemampuan ibu dalam penatalaksanaan ISPA adalah kesanggupan keluarga terutama ibu dalam merawat anak dengan ISPA. Kemampuan keluarga dalam memberikan asuhan kesehatan mempengaruhi status kesehatan anak. Kesanggupan ibu melaksanakan pemeliharaan kesehatan dapat dilihat dari tugas kesehatan keluarga yang dilaksanakan. Ibu yang dapat melaksanakan tugas kesehatan berarti sanggup menyelesaikan masalah kesehatan keluarga.31Dari tabel 4.7 diatas pengetahuan berdasarkan usia yang berpengatahuan baik paling banyak didapati yaitu kelompok usia 31-40 tahun sebanyak 17 orang (43.6%), yang berpengetahuan cukup paling banyak didapati yaitu kelompok usia 21-30 tahun sebanyak 20 orang (48.8%), serta yang berpengetahuan kurang paling banyak didapati yaitu kelompok usia 21-30 sebanyak 10 orang (50.0%). Didapati berpengetahuan baik pada kelompok usia 31-40 dikarenakan pada usia 31-40 merupakan usia produktif dimana usia tersebut sudah memiliki kematangan secara fisik maupun biologis dan lebih matang untuk berfikir dan bertindak, umur mempengaruhi daya tangkap dan pola piker seseorang. Sedangkan berpengetahuan kurang didapati pada kelompok usia 21-30 dikarenakan pada usia 21-30 merupakan usia ibu yang tergolong memiliki pengalaman kurang dikarenakan pada usia itu pengalaman tentang anak lebih sedikit. Menurut Purnama B (2008), pengetahuan (knowledge) merupakan terminologi generik yang mencakup seluruh hal yang diketahui manusia. Pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh faktor umur, tingkat pendidikan, penghasilan dan sumber informasi yang digunakannya. Dengan demikian pengetahuan adalah kemampuan manusia seperti perasaan, pikiran, pengalaman, pengamatan, dan intuisi yang mampu menangkap alam dan kehidupannya serta mengabstraksikannya untuk mencapai suatu tujuan.27,32Dari tabel 4.8 diatas pengetahuan berdasarkan pendidikan yang berpengatahuan baik paling banyak didapati yaitu tingkat pendidikan perguruan tinggi sebanyak 21 orang (53.8%), yang berpengetahuan cukup paling banyak didapati yaitu tingkat pendidikan SMA sebanyak 22 orang (53.7%), serta yang berpengetahuan kurang paling banyak didapati yaitu tingkat pendidikan SD sebanyak 10 orang (50.0%). Berpengetahuan paling banyak didapati yaitu pada kategori baik dengan tingkat pendidikan perguruan tinggi, pada umumnya orang yang memiliki pendidikan lebih tinggi akan mempunyai wawasan yang lebih luas dn mudahnya menerima informasi baik dari orang lain maupun media massa, demikian juga didapatkan kategori kurang pada tingkat pendidikan SD di akibatkan akibat semakin rendahnya pendidikan seseorang maka wawasan yang dimilikinya tidak luas dan sulitnya menerima informasi. Menurut Maulana (2009) pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap sesuatu objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Melalui pendidikan seseorang dapat memperoleh informasi dengan cepat melalui penginderaan, tingkat pendidikan juga menentukan mudah tidaknya seseorang memahami pengetahuan yang diperolehnya. Hal sesuai dengan pendapat Erfandi (2009) yang menyebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, antara lain pendidikan dan pekerjaan. Diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya.28, 33

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN5.1. KesimpulanBerdasarkan hasil penelitian mengenai Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Otitis Media Akut (OMA) dengan Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) Sebagai Salah Satu Faktor Risiko, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :1. Secara keseluruhan didapati tingkat pengetahuan ibu tentang OMA dengan ISPA sebagai salah satu faktor risiko didapati tingkat pengetahuan katagori cukup paling banyak yaitu 41 orang (41.0%).2. Berdasarkan tingkat pengetahuan mengenai gejala OMA yang paling banyak didapati yaitu berpengetahuan cukup yaitu 39 orang (39.0%), faktor risiko OMA berpengetahuan baik yaitu 55 orang (55.0%), penatalaksanaan OMA berpengetahuan kurang yaitu 47 orang (47.0%), gejala ISPA berpengetahuan baik yaitu 49 orang (49.0%), dan penatalaksanaan ISPA berpengetahuan baik didapati yaitu 61 orang (61.0%).3. Tingkat pengetahuan berdasarkan usia paling banyak didapati berpengetahuan baik pada kelompok usia 31-40 tahun sebanyak 17 orang (43.6%) berpengetahuan cukup pada kelompok usia 21-30 tahun sebanyak 20 orang (48.8%), dan berpengetahuan kurang juga dijumpai pada kelompok usia 21-30 tahun sebanyak 10 orang (50.0%).4. Tingkat pengetahuan berdasarkan pendidikan paling banyak didapati berpengetahuan baik yaitu tingkat pendidikan perguruan tinggi sebanyak 21 orang (53.8%), berpengetahuan cukup yaitu tingkat pendidikan SMA sebanyak 22 orang (53.7%), dan berpengetahuan kurang yaitu tingkat pendidikan SD sebanyak 10 orang (50.0%).45

5.2. SaranSaran-saran yang dapat penulis berikan dalam karya tulis ilmiah ini ialah :1. Kepada pihak Rumah Sakit Umum Haji Medan dapat meningkatkan promosi, konseling, dan penyuluhan kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan ibu tentang OMA dengan ISPA sebagai salah satu faktor risiko dalam usaha menurunkan angka kejadian OMA.2. Kepada dokter yang bekerja di Rumah Sakit Umum Haji Medan agar giat memberikan penyuluhan mengenai pengetahuan OMA dengan ISPA sebagai salah satu faktor risiko, agar ibu yang memiliki pengetahuan yang baik dapat mengelimiasi kejadian OMA pada anak.

DAFTAR PUSTAKA1. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala &Leher. Edisi VI. Jakarta: FKUI; 2007. p. 65-67.2. Depkes RI. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan. Jakarta: Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik; 2005.3. Sakunyi z, Zinner A, Splanler J, Rogers T, Katona G. Relationship of environmental tobacco smoke to otitis media(OM) in children. Hungary: Int J Pediatr Otorhinolaryngol. 2012 July ; 76(7): 989993.4. British Columbia Medical Association. Guidelines & Protocols Otitis Media: Acute Otitis Media (AOM) & Otitis Media With Effusion (OME); 2010. 5. Forgie S, Zhanel G, Robinson J. Management of Acute Otitis Media. Ottawa: Canadian Paediatric Society. Infectious Diseases and Immunization Committee. 2009 September; 14 (7).6. Chonmaitree T, Revai K, Grady JJ, Clos A, Patel JA, Nair S, Fan J, Henrickson KJ. Viral Upper Respiratory Tract Infection and Otitis Media Complication in Young Children. Clin Infect Dis. 2008 Mar 15;46(6):815-823.7. Umar S. Prevalensi dan Faktor Risiko Otitis Media Akut Pada Anak-Anak di Kotamadya Jakarta Timur. Jakarta: FKUI; 2013.8. Rosenfeld RM, Culpeper L, Doyle KJ, Grundfast KM, Hoberman A, Kenna MA, et al. Clinical practice guideline : otitis media with effusion. Otolaryngol Head Neck Surg. 2004;130:S959. American Academy of Pediatrics Subcommittee on Management of Acute Otitis Media. Diagnosis and Management of Acute Otitis Media. Pediatrics. 2004 May ;113(5):1451-65.10. Supari SF. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 878/Menkes/SK/XI/2006 tentang Rencana Strategi Nasional Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian Untuk Mencapai Sound Hearing 2030. Jakarta: Menteri Kesehatan RI; 2006. p. 4.11. Leenos SL. Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) sebagai salah Satu Faktor Resiko Terjadinya Otitis Media Akut (OMA) di Puskesmas Padang Bulan. Medan: FKUSU; 2010.12. Notoatmodjo S. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta; 2007.13. Snell RS. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi VI. Jakarta: EGC; 2006. p.782-785.14. Kaneshiro NK. Ear Infection Acute Images. Ear Anatomy Adam. Inc. 2010. Available from: http://www.healthline.com/images/adam/org.1092.Jpg. {Accesed, 22 September 2014}.15. Ghanie A. Penatalaksanaan Otitis Media Akut Pada Anak. Palembang: Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FK UNSRI; 2010.16. Ganong WF. Buku Ajar Fisiologi Kedokeran. Edisi XXII. Jakarta: EGC; 2008. p.179.17. Munilson J, Edward Y, Yolazenia. Penatalaksanaan Otitis Media. Padang: Bagian Telinga Hidung Tenggorokan Bedah Kepala Leher FK UNAND; 200818. Ibekwe TS, Nwaorgu. Classification and Management Challenges of Otitis media in a Resource-Poor Country. Nigeria: Nigeria Journal of Clinical Practice. 2011; 14(3): 262-269. 19. Harris PK. The Use of Tympanometry and Pneumatic Otoscopy for Predicting Middle Ear Disease. Amsterdam: American Journal of Audiology. June 2005;14:313.20. NICE Clinical Guideline. Respiratory Tract Infections Antibiotic Prescribing. London: National Institute for Health and Clinical Excellence; 2008.21. Mossad SB. Upper Respiratory Tract Infections. [cited 2013 Aug]. Available from: http://www.clevelandclinicmeded.com/medicalpubs/diseasemanagement/infectious-disease/upper-respiratory-tract-infection/. {accesed 01 September 2014}.22. Meneghetti A. Upper Respiratory Tract Infection. [cited 2014 Apr 7]. Available from: http://www.emedicine.medscape.com/article/302460-overview. {accesed 13 September 2014}.23. Djojodibroto D. Respirology (Respiratory Medicine). Jakarta:EGC: 2009. p. 128-130.24. Davey P. At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga; 2005. p. 177.25. Notoatmodjo S. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta; 2010.26. Notoatmodjo, S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi. Jakarta : Rineka Cipta. 2010, 88-90.27. Notoadmodjo S. Ilmu Kesehatan Masyarakat: Prinsip-Prinsip Dasar. Cetakan Kedua. Jakarta: Rineka Cipta; 2003.28. Maulana JDH. Promosi Kesehatan. Jakarta : EGC; 2009.29. Edward,Y, Hidayatul. Penggunaan Tetes Telinga Serum Autologous Dengan Amnion untuk Perforasi Membran Timpani. Jurnal Kesehatan Andalas. 2012;1(1). http://jurnal.fk.unand.ac.id30. Lawolo AK. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Prilaku Mahasiswa USU Terhaap Pemanfaatan Poliklinik USU. Medan: FK USU; 201131. Huriah T, Lestari R. Pengaruh Pendidikan Kesehatan tentang Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) pda Balita di Dusun Lemahdadi Kasiha n Bantul Yogyakarta. Malang: UMM; 200932. Punama B. Dasar-Dasar Pengetahuan. 2008. Available From: http://slideshare.net/bambangpurnama/sumber-pengetahuan. {Accesed 10 February 2015}33. Erfandi. Pengetahuan dan faktor-faktor yang mempengaruhi. Update [2013 Juni]. Available from : http://Forbetterhealth.wordpress.com. {accesed, 12 february 2015}