RINITIS ATROFI

18
RINITIS ATROFI (OZAENA) Oleh : I Dewa Ayu Vanessa Fakultas Kedokteran Universitas Mataram I. PENDAHULUAN Rinitis atrofi adalah penyakit infeksi hidung kronik, yang ditandai adanya atrofi progresif pada mukosa dan tulang konka dan pembentukan krusta. Disebut juga rhinitis chronica atrophicanscum foetida, sebab ada rhinitis chronica atrophican non foetida. Secara klinis, mukosa hidung menghasilkan sekret yang kental dan cepat mengering, sehingga terbentuk krusta yang berbau busuk. Etiologi dan patogenesis rinitis atrofi sampai sekarang belum dapat diterangkan dengan memuaskan. Oleh karena etiologinya belum pasti, maka pengobatannya belum ada yang baku. Pengobatan ditujukan untuk menghilangkan faktor penyebab dan untuk menghilangkan gejala. Pengobatan dapat diberikan secara konservatif atau jika tidak menolong, dilakukan operasi. Menurut pengalaman, untuk kepentingan klinis perlu ditetapkan derajat ozaena sebelum diobati, yaitu ringan, sedang atau berat, oleh karena ini sangat menentukan terapi dan prognosisnya. Biasanya diagnosis ozaena secara klinis tidak sulit. Biasanya discharge berbau, bilateral, terdapat crustae kuning kehijau-hijauan. Keluhan

Transcript of RINITIS ATROFI

Page 1: RINITIS ATROFI

RINITIS ATROFI (OZAENA)

Oleh :

I Dewa Ayu Vanessa

Fakultas Kedokteran Universitas Mataram

I. PENDAHULUAN

Rinitis atrofi adalah penyakit infeksi hidung kronik, yang ditandai adanya atrofi

progresif pada mukosa dan tulang konka dan pembentukan krusta. Disebut juga rhinitis

chronica atrophicanscum foetida, sebab ada rhinitis chronica atrophican non foetida.

Secara klinis, mukosa hidung menghasilkan sekret yang kental dan cepat mengering,

sehingga terbentuk krusta yang berbau busuk.

Etiologi dan patogenesis rinitis atrofi sampai sekarang belum dapat diterangkan

dengan memuaskan. Oleh karena etiologinya belum pasti, maka pengobatannya belum

ada yang baku. Pengobatan ditujukan untuk menghilangkan faktor penyebab dan untuk

menghilangkan gejala. Pengobatan dapat diberikan secara konservatif atau jika tidak

menolong, dilakukan operasi. Menurut pengalaman, untuk kepentingan klinis perlu

ditetapkan derajat ozaena sebelum diobati, yaitu ringan, sedang atau berat, oleh karena ini

sangat menentukan terapi dan prognosisnya. Biasanya diagnosis ozaena secara klinis

tidak sulit. Biasanya discharge berbau, bilateral, terdapat crustae kuning kehijau-hijauan.

Keluhan subjektif yang sering ditemukan pada pasien biasanya napas berbau (sementara

pasien sendiri menderita anosmia).1,2,4

Menurut Boies frekwensi penderita rhinitis atrofi wanita : laki adalah 3 : 1.

Penyakit ini lebih sering mengenai wanita, usia 1-35 tahun terutama pada usia pubertas.

Sering ditemukan pada masyarakat dengan tingkat sosial ekonomi rendah dan di

lingkungan yang buruk dan di negara sedang berkembang.1,2,3

Ozaena lebih umum di negara-negara sekitar Laut Tengah daripada di Amerika

Serikat. Menurunnya insidens campak, scarlet fever, dan difteria di Eropa Selatan sejak

perang dunia ke II tampaknya timbul bersaman dengan suatu penurunan tajam dalam

insidens ozaena.5

Page 2: RINITIS ATROFI

II. TINJAUAN PUSTAKA

Batasan

Rinitis atrofi adalah penyakit infeksi hidung kronik, yang ditandai adanya atrofi

progresif pada mukosa dan tulang konka dan pembentukan krusta. Disebut juga rhinitis

chronica atrophicanscum foetida, sebab ada rhinitis chronica atrophican non foetida.

Karakteristiknya ialah adanya atropi mukosa dan jaringan pengikat submukosa struktur

fossa nasalis, disertai adanya crustae yang berbau khas. Secara klinis, mukosa hidung

menghasilkan sekret yang kental dan cepat mengering, sehingga terbentuk krusta yang

berbau busuk. Penyakit ini lebih banyak menyerang wanita daripada pria, terutama pada

umur sekitar pubertas.1,2,6

Kekerapan

Beberapa kepustakaan menuliskan bahwa rinitis atrofi lebih sering mengenai

wanita, terutama pada usia pubertas. Baser dkk mendapatkan 10 wanita dan 5 pria, dan

Jiang dkk mendapatkan 15 wanita dan 12 pria. Samiadi mendapatkan 4 penderita wanita

dan 3 pria. Menurut Boies frekwensi penderita rhinitis atrofi wanita : laki adalah 3 : 1.

Tetapi dari segi umur, beberapa penulis mendapatkan hasil yang berbeda. Baser dkk

mendapatkan umur antara 26-50 tahun, Jiang dkk berkisar 13-68 tahun, Samiadi

mendapatkan umur antara 15-49 tahun. Penyakit ini sering ditemukan di kalangan

masyarakat dengan tingkat sosial ekonomi rendah dan lingkungan yang buruk dan di

negara sedang berkembang. Di RS H. Adam Malik dari Januari 1999 sampai Desember

2000 ditemukan 6 penderita rinitis atrofi, 4 wanita dan 2 pria, umur berkisar dari 10-37

tahun.1,2

Ozaena lebih umum di negara-negara sekitar Laut Tengah daripada di Amerika

Serikat. Menurunnya insidens campak, scarlet fever, dan difteria di Eropa Selatan sejak

perang dunia ke II tampaknya timbul bersaman dengan suatu penurunan tajam dalam

insidens ozaena.5

Page 3: RINITIS ATROFI

FREKWENSI OZAENA BERDASARKAN UMUR DANJENIS KELAMIN

R.S. DR. KARIADI -- SEMARANG, 1975 -- 1976

Jumlah kasus

1975 1976 Total

Wanita :

8 tahun

13-20 tahun

20 tahun ke atas

Laki-laki :

15-20 tahun

20 tahun ke atas

1

11

3

3

3

11

6

2

3

1

22

9

5

6

Jumlah wanita : laki-laki = 32 : 11, atau kurang lebih 3 : 1

Sumber : Cermin Dunia Kedokteran No. 9, 1977.

Etiologi

Penyebab rinitis atrofi (Ozaena) belum diketahui sampai sekarang. Terdapat

berbagai teori mengenai penyebab rinitis atrofik dan penyakit degeneratif sejenis.

Beberapa penulis menekankan faktor herediter.5,6 Namun ada beberapa keadaan yang

dianggap berhubungan dengan terjadinya rinitis atrofi (Ozaena), yaitu : 1,3,5

Infeksi setempat/ kronik spesifik. Paling banyak disebabkan oleh Klebsiella Ozaena.

Kuman ini menghentikan aktifitas sillia normal pada mukosa hidung manusia. Selain

golongan Klebsiella, kuman spesifik penyebab lainnya antara lain Stafilokokus,

Streptokokus, Pseudomonas aeuruginosa, Kokobasilus, Bacillus mucosus, Diphteroid

bacilli, Cocobacillus foetidus ozaena.

Defisiensi. Defisiensi Fe dan vitamin A.

Infeksi sekunder. Sinusitis kronis.

Kelainan hormon. Ketidakseimbangan hormon estrogen.

Penyakit kolagen. Penyakit kolagen yang termasuk penyakit autoimun.

Teori mekanik dari Zaufal.

Ketidakseimbangan otonom. Terjadi perubahan neurovaskular seperti deteriorisasi

pembuluh darah akibat gangguan sistem saraf otonom.

Variasi dari Reflex Sympathetic Dystrophy Syndrome (RSDS).

Herediter.

Page 4: RINITIS ATROFI

Supurasi di hidung dan sinus paranasal.

Golongan darah.

Selain faktor-faktor di atas, rinitis atrofi juga bisa digolongkan atas : rinitis atrofi

primer yang penyebabnya tidak diketahui dan rinitis atrofi sekunder, akibat trauma

hidung (operasi besar pada hidung atau radioterapi) dan infeksi hidung kronik yang

disebabkan oleh sifilis, lepra, midline granuloma, rinoskleroma dan tbc. Radiasi pada

hidung umumnya segera merusak pembuluh darah dan kelenjar penghasil mukus dan

hampir selalu menyebabkan rinitis atrofik. Berbagai infeksi seperti eksantema akut,

scarlet fever, difteri dan infeksi kronik telah diimplikasikan sebagai penyebab cedera

pembuluh darah submukosa. Penyebab dari lingkungan juga telah diajukan karena angka

insiden yang lebih tinggi pada masyarakat sosio ekonomi rendah.1,5

Patologi dan Patogenesis

Beberapa penulis menyatakan adanya metaplasi epitel kolumnar bersilia menjadi

epitel skuamous atau atrofik, dan fibrosis dari tunika propria. Terdapat pengurangan

kelenjar alveolar baik dalam jumlah dan ukuran dan adanya endarteritis dan periarteritis

pada arteriole terminal. Oleh karena itu secara patologi, rinitis atrofi bisa dibagi menjadi

dua : 1

a) Tipe I : adanya endarteritis dan periarteritis pada arteriole terminal akibat infeksi

kronik; membaik dengan efek vasodilator dari terapi estrogen.

b) Tipe II : terdapat vasodilatasi kapiler, yang bertambah jelek dengan terapi estrogen.

Sebagian besar kasus merupakan tipe I. Endarteritis di arteriole akan

menyebabkan berkurangnya aliran darah ke mukosa. Juga akan ditemui infiltrasi sel bulat

di submukosa. Taylor dan Young mendapatkan sel endotel bereaksi positif dengan

fosfatase alkali yang menunjukkan adanya absorbsi tulang yang aktif. Atrofi epitel

bersilia dan kelenjar seromusinus menyebabkan pembentukan krusta tebal yang melekat.

Atrofi konka menyebabkan saluran nafas jadi lapang. Ini juga dihubungkan dengan teori

proses autoimun; Dobbie mendeteksi adanya antibodi yang berlawanan dengan surfaktan

protein A. Defisiensi surfaktan merupakan penyebab utama menurunnya resistensi

hidung terhadap infeksi. Fungsi surfaktan yang abnormal menyebabkan pengurangan

Page 5: RINITIS ATROFI

efisiensi mucus clearance dan mempunyai pengaruh kurang baik terhadap frekuensi

gerakan silia. Ini akan menyebabkan bertumpuknya lendir dan juga diperberat dengan

keringnya mukosa hidung dan hilangnya silia. Mukus akan mengering bersamaan dengan

terkelupasnya sel epitel, membentuk krusta yang merupakan medium yang sangat baik

untuk pertumbuhan kuman.1 Perubahan histopatologi dalam hidung pada rinitis atrofi

(Ozaena), yaitu : 3

Mukosa hidung. Berubah menjadi lebih tipis.

Silia hidung. Silia akan menghilang.

Epitel hidung. Terjadi perubahan metaplasia dari epitel torak bersilia menjadi

epitel kubik atau epitel gepeng berlapis.

Kelenjar hidung. Mengalami degenerasi, atrofi (bentuknya mengecil), atau

jumlahnya berkurang.

Gejala Klinis dan Pemeriksaan

Keluhan penderita rinitis atrofi (ozaena) biasanya berupa hidung tersumbat,

gangguan penciuman (anosmi), ingus kental berwarna hijau, adanya krusta (kerak)

berwarna hijau, sakit kepala, epistaksis dan hidung terasa kering. Keluhan subjektif lain

yang sering ditemukan pada pasien biasanya napas berbau (sementara pasien sendiri

menderita anosmia) jadi penderita sendiri (-), orang lain (+) penciumannya. Pasien

mengeluh kehilangan indra pengecap dan tidak bisa tidur nyenyak ataupun tidak tahan

udara dingin. Meskipun jalan napas jelas menjadi semakin lebar, pasien merasakan

sumbatan yang makin progresif saat bernapas lewat hidung, terutama karena katup udara

yang mengatur perubahan tekanan hidung dan menghantarkan impuls sensorik dari

mukosa hidung ke sistem saraf pusat telah bergerak semakin jauh dari gambaran.1,2,4,5,6

Pemeriksaan THT pada kasus rinitis atrofi (ozaena) dapat ditemukan rongga

hidung dipenuhi krusta hijau, kadang-kadang kuning atau hitam; jika krusta diangkat,

terlihat rongga hidung sangat lapang, atrofi konka (konka nasi media dan konka nasi

inferior mengalami hipotrofi atau atrofi), sekret purulen dan berwarna hijau, mukosa

hidung tipis dan kering.1,3 Bisa juga ditemui ulat/ telur larva (karena bau busuk yang

timbul). Sutomo dan Samsudin membagi ozaena secara klinik dalam tiga tingkat : 1

Page 6: RINITIS ATROFI

a) Tingkat I : Atrofi mukosa hidung, mukosa tampak kemerahan dan berlendir, krusta

sedikit.

b) Tingkat II : Atrofi mukosa hidung makin jelas, mukosa makin kering, warna makin

pudar, krusta banyak, keluhan anosmia belum jelas.

c) Tingkat III : Atrofi berat mukosa dan tulang sehingga konka tampak sebagai garis,

rongga hidung tampak lebar sekali, dapat ditemukan krusta di nasofaring, terdapat

anosmia yang jelas.

Perubahan kontinu pada kompleks penyakit degeneratif kronik ini mempunyai

awitan yang timbul perlahan berupa atrofi hidung dini. Biasanya pertama mengenai

mukosa hidung tampak beberapa daerah metaplasia yang kering dan tipis dimana epitel

pernapasan telah kehilangan silia, dan terbentuk krusta kecil serta sekret yang kental.

Dapat terjadi ulserasi ringan dan pendarahan.5

Atrofi sedang tidak hanya mempengaruhi daerah mukosa hidung yang lebih besar

namun terutama melibatkan suplai darah epitel hidung, secara perlahan memperbesar

rongga hidung ke segala jurusan dengan semakin tipisnya epitel. Kelenjar mukosa atrofi

dan menghilang, sementara fibrosis jaringan subepitel perlahan-lahan menyeluruh.

Jaringan disekitar mukosa hidung juga ikut terlibat, termasuk kartilago, otot, dan

kerangka tulang hidung. Akhirnya kekeringan, pembentukan krusta dan iritasi mukosa

hidung dapat meluas ke epitel nasofaring, hipofaring dan laring. Keadaan ini dapat

mempengaruhi patensi tuba Eustachius, berakibat efusi telinga tengah kronik dan dapat

menimbulkan perubahan yang tidak diharapkan pada apartus lakrimalis termasuk keratitis

sicca.

Pemeriksaan penunjang pada kasus rinitis atrofi (ozaena) yang dapat dilakukan

antara lain : 3,4

Transiluminasi.

Foto Rontgen. Foto sinus paranasalis.

Pemeriksaan mikroorganisme.

Uji resistensi kuman.

Pemeriksaan darah tepi.

Pemeriksaan Fe serum.

Page 7: RINITIS ATROFI

Pemeriksaan histopatologi. Dari pemeriksaan histopatologi terlihat mukosa hidung

menjadi tipis, silia hilang, metaplasia torak bersilia menjadi epitel kubik atau gepeng

berlapis, kelenjar berdegenerasi atau atrofi, jumlahnya berkurang dan bentuknya

mengecil.

Pemeriksaan serologi darah.

Diagnosis

Diagnosis rinitis atrofi (ozaena) dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan darah rutin, rontgen foto sinus paranasal, pemeriksaan Fe serum, Mantoux

test, pemeriksaan histopatologi dan test serologi (VDRL test dan Wasserman test) untuk

menyingkirkan sifilis.1

Diagnosis Banding

Diagnosis rinitis atrofi (ozaena) antara lain :

1. Rinitis kronik TBC

2. rinitis kronik lepra

3. rinitis kronik sifilis

4. rinitis sika

Komplikasi

Komplikasi rinitis atrofi (ozaena) dapat berupa :

1. Perforasi septum

2. Faringitis

3. Sinusitis

4. Miasis hidung

5. Hidung pelana

Penatalaksanaan

Hingga kini pengobatan medis terbaik rinitis atrofik hanya bersifat paliatif.

Termasuk dengan irigasi dan membersihkan krusta yang terbentuk, terapi sistemik dan

lokal dengan endokrin; steroid; dan antibiotik; vasodilator; pemakaian iritan jaringan

Page 8: RINITIS ATROFI

lokal ringan seperti alkohol; dan salep pelumas. Penekanan terapi utama adalah

pembedahan, yaitu usaha-usaha langsung mengecilkan rongga hidung, dan dengan

demikian juga memperbaiki suplai darah mukosa hidung.5 Tujuan pengobatan adalah

menghilangkan faktor etiologi/ penyebab dan menghilangkan gejala. Pengobatan dapat

diberikan secara konservatif atau kalau tidak menolong dilakukan operasi.1,3

Konservatif

Pengobatan konservatif ozaena meliputi pemberian antibiotik, obat cuci hidung,

dan simptomatik.

1) Antibiotik spektrum luas sesuai uji resistensi kuman, dengan dosis adekuat sampai

tanda-tanda infeksi hilang. Qizilbash dan Darf melaporkan hasil yang baik pada

pengobatan dengan Rifampicin oral 600 mg 1 x sehari selama 12 minggu.

2) Obat cuci hidung, untuk membersihkan rongga hidung dari krusta dan sekret dan

menghilangkan bau. Antara lain :

a. Betadin solution dalam 100 ml air hangat atau

b. Campuran :

NaCl

NH4Cl

NaHCO3 aaa 9

Aqua ad 300 cc 1 sendok makan dicampur 9 sendok makan air hangat

c. Larutan garam dapur

d. Campuran :

Na bikarbonat 28,4 g

Na diborat 28,4 g

NaCl 56,7 g dicampur 280 ml air hangat

Larutan dihirup ke dalam rongga hidung dan dikeluarkan lagi dengan

menghembuskan kuat-kuat, air yang masuk ke nasofaring dikeluarkan melalui mulut,

dilakukan dua kali sehari. Pemberian obat simptomatik pada rinitis atrofi (Ozaena)

biasanya dengan pemberian preparat Fe.

3) Obat tetes hidung , setelah krusta diangkat, diberi antara lain : glukosa 25% dalam

gliserin untuk membasahi mukosa, oestradiol dalam minyak Arachis 10.000 U / ml,

Page 9: RINITIS ATROFI

kemisetin anti ozaena solution dan streptomisin 1 g + NaCl 30 ml. diberikan tiga kali

sehari masing-masing tiga tetes.

4) Vitamin A 3 x 10.000 U selama 2 minggu.

5) Preparat Fe.

6) Selain itu bila ada sinusitis, diobati sampai tuntas. Sinha, Sardana dan Rjvanski

melaporkan ekstrak plasenta manusia secara sistemik memberikan 80% perbaikan

dalam 2 tahun dan injeksi ekstrak plasenta submukosa intranasal memberikan 93,3%

perbaikan pada periode waktu yang sama. Ini membantu regenerasi epitel dan

jaringan kelenjar. Samiadi dalam laporannya memberikan : trisulfa 3 x 2 tablet sehari

selama 2 minggu, natrium bikarbonat, cuci hidung dengan Na Cl fisiologis 3 x sehari,

kontrol darah dan urine seminggu sekali untuk melihat efek samping obat,

pembersihan hidung di klinik tiap 2 minggu sekali, cuci hidung diteruskan sampai 2-3

bulan kemudian dan didapatkan hasil yang memuaskan pada 6 dari 7 penderita.

Operasi

Tujuan operasi pada rhinitis atrofi (ozaena) antara lain untuk : menyempitkan

rongga hidung yang lapang, mengurangi pengeringan dan pembentukan krusta dan

mengistirahatkan mukosa sehingga memungkinkan terjadinya regenerasi.1 Teknik bedah

dibedakan menjadi dua kategori utama : 5

1) Implan dengan pendekatan intra atau ekstra nasal dan

2) Operasi, seperti penyempitan lobulus hidung atau fraktur tulang hidung ke arah

dalam.

Beberapa teknik operasi yang dilakukan antara lain : 1

1) Young's operation

Penutupan total rongga hidung dengan flap. Sinha melaporkan hasil yang baik dengan

penutupan lubang hidung sebagian atau seluruhnya dengan menjahit salah satu

hidung bergantian masing-masing selama periode tiga tahun.

2) Modified Young's operation

Penutupan lubang hidung dengan meninggalkan 3 mm yang terbuka.

3) Lautenschlager operation

Page 10: RINITIS ATROFI

Dengan memobilisasi dinding medial antrum dan bagian dari etmoid, kemudian

dipindahkan ke lubang hidung.

4) Implantasi submukosa dengan tulang rawan, tulang, dermofit, bahan sintetis seperti

Teflon, campuran Triosite dan Fibrin Glue.

5) Transplantasi duktus parotis ke dalam sinus maksila (Wittmack's operation) dengan

tujuan membasahi mukosa hidung. Mewengkang N melaporkan operasi penutupan

koana menggunakan flap faring pada penderita ozaena anak berhasil dengan

memuaskan.

Bila pengobatan konsevatif adekuat yang cukup lama tidak menunjukkan

perbaikan, pasien dirujuk untuk dilakukan operasi penutupan lubang hidung. Prinsipnya

mengistirahatkan mukosa hidung pada nares anterior atau koana sehingga menjadi

normal kembali selama 2 tahun. Atau dapat dilakukan implantasi untuk menyempitkan

rongga hidung.4

Daftar Pustaka

Page 11: RINITIS ATROFI

1. Asnir, A. R. 2004. Rinitis Atrofi. Available from : http://www.kalbe.co.id. Accessed :

2008, April 12. Sumber : Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004.

2. Soedarjatni. 1977. Foetor Ex Nasi. Available from : http://www.kalbe.co.id. Accessed

: 2008, April 12. Sumber : Cermin Dunia Kedokteran No. 9, 1977.

3. Al-Fatih, M. 2007. Rinitis Atrofi (Ozaena). Available from :

http://hennykartika.wordpress.com. Accessed : 2008, April 12. Sumber : Buku Ajar

Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Ed. ke-5. Jakarta :

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006.

4. Arif, M., et al. 2006. Rinitis Atrofi (Ozaena). Available from :

http://www.geocities.com. Accessed : 2008, April 12. Sumber : Buku Kapita Selekta

Kedokteran. Ed. III, cet. 2. Jakarta : Media Aesculapius. 1999.

5. Adams, L. G. et al. 1997. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Ed. ke-6. Penerbit Buku

Kedokteran EGC. Jakarta.

6. Endang, M. & Nusjirwan, R. 2006. Rinorea, Infeksi Hidung dan Sinus dalam Buku

Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Ed. ke-5.

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Referat

Page 12: RINITIS ATROFI

RINITIS ATROFI (OZAENA)

Oleh :

I Dewa Ayu Vanessa

(H1A 003022)

Fakultas Kedokteran Universitas Mataram

2008