Ringkasan materi filsafat

download Ringkasan materi filsafat

of 89

Transcript of Ringkasan materi filsafat

RINGKASAN MATERI FILSAFAT ILMU

Dibuat Oleh: Nama NIM Mata Kuliah Dosen Penguji : Fitra Mayasari : 20091512023 : Filsafat Ilmu : Prof. Dr. H. Fuad Abd Rahman, M.Pd Dr. Rusdy A. Siroj

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2009

Ontologi Pengetahuan

Pendahuluan Pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu. Pengetahuan dikembangkan manusia disebabkan dua hal utama yakni, pertama, manusia mempunyai bahasa yang mampu mengkomunikasikan informasi dan jalan pikiran yang melatarbelakangi informasi tersebut. Sebab kedua adalah kemampuan berpikir menurut suatu alur kerangka berpikir tertentu. Secara garis besar cara berpikir seperti ini disebut penalaran. Pengetahuan banyak jenisnya, salah satunya adalah ilmu. Ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang objek telaahnya adalah dunia empiris dan proses pendapatkan pengetahuannya sangat ketat yaitu menggunakan metode ilmiah. Ilmu menggabungkan logika deduktif dan induktif, dan penentu kebenaran ilmu tersebut adalah dunia empiris yang merupakan sumber dari ilmu itu sendiri. Apakah hubungan Ilmu dan filsafat?

Filsafat diartikan sebagai suatu cara berfikir yang radikal dan menyeluruh, suatu caraberpikir yang mengupas sesuatu sedalam-dalamnya. Tak satu hal yang bagaimanapun kecilnya terlepas dari pengamatan kefilsafatan. Tak ada suatu pernyataan yang bagaimanapun sederhananya yang kita terima begitu saja tanpa pengkajian yang seksama. Filsafat menanyakan segala sesuatu dari kegiatan berpikir kita dari awal sampai akhir seperti dinyatakan oleh Socrates, bahwa tugas filsafat sebenarnya bukan menjawab pertanyaan kita tetapi mempersoalkan jawaban yang diberikan. Kemajuan manusia dalam berfilsafat bukan saja diukur dari jawaban yang diberikan namun juga dari pertanyaan yang diajukan.

Ilmu merupakan kumpulan pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu yangmembedakan ilmu dengan pengetahuan-penegetahuan lainnya. Ciri-ciri keilmuan ini didasarkan pada jawaban yang diberikan ilmu terhadap tiga pertanyaan pokok tentang apa yang ingin kita ketahui, bagaimana cara mendapatkan pengetahuan tersebut dan apa nilai kegunaannya bagi kita. Ontologi membahas tentang apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau, dengan perkataan lain, sesuatu pengkajian mengenai teori tentang ada . Kemudian bagaimana cara kita mendapatkan pengetahuan mengenai objek tersebut? Untuk menjawab pertanyaan itu maka kita berpaling kepada epistemologi: yakni teori pengetahuan. Akhirnya dalam menjawab pertanyaan ketiga tentang nilai kegunaan nilai pengetahuan tersebut maka kita berpaling kepada axiologi: yakni teori tentang nilai. Setiap bentuk buah pemikiran manusia dapat dikembalikan pada dasar-dasar ontologi,

epistemologi dan axiologi dari pemikiran yang bersangkutan. Analisis kefilsafatan ditinjau dari tiga landasan ini akan membawa kita kepada hakikat buah pemikiran tersebut. Dasar Ontologi Ilmu

Kajian ilmu adalah objek empiris. Pengetahuan keilmuan mengenai objek empiris ini padadasarnya merupakan abstraksi yang disederhanakan. Penyederhanaan ini perlu, sebab kejadian alam yang sesunggunya begitu kompleks, dengan sampel dari berbagai faktor yang terlibat di dalamnya. Ilmu bertujuan untuk mengerti mengapa hal itu terjadi, dengan membatasi diri pada hal-hal yang asasi atau keilmuan bertujuan untuk memeras hakikat objek empiris tertentu, untuk mendapatkan sari yang berupa pengetahuan mengenai objek tersebut. Ada 3 hal yang berkaitan dalam mempelajari ontologi ilmu, yaitu: Metafisika, Probabilitas dan Asumsi. Metafisika Secara etimologis metafisika berasal dari kata meta dan fisika (Yunani). meta berarti sesudah, di belakang atau melampaui, dan fisika , berarti alam nyata. Kata fisik (physic) di sini sama dengan nature , yaitu alam. Metafisika merupakan cabang dari filsafat yang mempersoalkan tentang hakikat, yang tersimpul di belakang dunia fenomenal. Metafisika melampaui pengalaman, objeknya diluar hal yang ditangkap panca indra. Metafisika mempelajari manusia, namun yang menjadi objek pemikirannya bukanlah manusia dengan segala aspeknya, termasuk pengalamannya yang dapat ditangkap oleh indra. Namun metafisika mempelajari manusia melampaui atau diluar fisik manusia dan gejala-gejala yang dialami manusia. Metafisika mempelajari siapa manusia, apa tujuannya, dari mana asal manusia, dan untuk apa hidup di dunia ini. Jadi metafisika mempelajari manusia jauh melampaui ruang dan waktu. Begitu juga pembahasan tentang kosmos maupun Tuhan, yang dipelajari adalah hakikatnya, di luar dunia fenomenal (dunia gejala). Metafisika dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu: 1) Ontologi, dan 2) Metafisika khusus. Ontologi mempersoalkan tentang esensi dari yang ada, hakikat adanya dari segala sesuatu wujud yang ada, ontology is the theory of being qua being (Runes, 1963,h.219). Sedangkan Metafisika Khusus, mempersoalkan theologi, kosmologi, dan antropologi. Asumsi Ilmu mengemukakan beberapa asumsi mengenai objek empiris. Ilmu menganggap bahwa objek-objek empiris yang menjadi bidang penelaahannya mempunyai sifat keragaman,

memperlihatkan sifat berulang dan semuanya jalin-menjalin secara teratur. Sesuatu peristiwa tidaklah terjadi secara kebetulan namun tiap peristiwa mempunyai pola tetap yang teratur. Bahwa hujan diawali dengan awan tebal dan langit mendung, hal ini bukanlah merupakan suatu kebetulan tetapi memang polanya sudah demikian. Kejadian ini akan berulang dengan pola yang sama. Alam merupakan suatu sistem yang teratur yang tunduk kepada hukum-hukum tertentu. Secara lebih terperinci ilmu mempunyai tiga asumsi mengenai objek empiris. Asumsi pertama menganggap objek-objek tertentu mempunyai keserupaan satu sama lain, umpamanya dalam hal bentuk, struktur, sifat dan sebagainya. Asumsi yang kedua adalah anggapan bahwa suatu benda tidak mengalami perubahan dalam jangka waktu tertentu. Kegiatan keilmuan bertujuan mempelajari tingkah laku suatu objek dalam suatu keadaan tertentu. Determinisme merupakan asumsi ilmu yang ketiga. Kita menganggap tiap gejala bukan merupakan suatu kejadian yang bersifat kebetulan. Tiap gejala mempunyai pola tertentu yang bersifat tetap dengan urut-urutan kejadian yang sama. Namun seperti juga dengan asumsi kelestarian, ilmu tidak menuntut adanya hubungan sebab akibat yang mutlak sehingga suatu kejadian tertentu harus selalu diikuti oleh suatu kejadian yang lain. Ilmu tidak mengemukakan bahwa X selalu mengakibatkan Y, melainkan mengatakan X mempunyai kemungkinan (peluang) yang besar untuk mengakibatkan terjadinya Y. Determinisme dalam pengertian ilmu mempunyai konotasi yang bersifat peluang (probabilistik). Peluang Salah satu referensi dalam mencari kebenaran, manusia berpaling kepada ilmu. Hal ini dikarenakan ciri-ciri dari ilmu tersebut yang dalam proses pembentukannya sangat ketat dengan alatnya berupa metode ilmiah. Hanya saja terkadang kepercayaan manusia akan sesuatu itu terlalu tinggi sehingga seolah-olah apa yang telah dinyatakan oleh ilmu akan bersih dari kekeliruan atau kesalahan. Satu hal yang perlu disadari bahwa ilmu tidak pernah ingin dan tidak pernah berpretensi untuk mendapatkan pengetahuan yang bersifat mutlak (Jujun : 79). Oleh karena itu manusia yang mempercayai ilmu tidak akan sepenuhnya menumpukan kepercayaannya terhadap apa yang dinyatakan oleh ilmu tersebut. Seseorang yang mengenal dengan baik hakikat ilmu akan lebih mempercayai pernyataan 80% anda akan sembuh jika meminum obat ini daripada pernyataan yakinlah bahwa anda pasti sembuh setelah meminum obat ini . Hal ini menyadarkan kita bahwa suatu ilmu menawarkan kepada kita suatu jawaban yang berupa peluang. Yang didalamnya selain terdapat kemungkin bernilai benar juga mengandung kemungkinan yang bernilai salah. Nilai kebenarannya pun tergantung dari prosentase kebenaran yang dikandung ilmu tersebut. Sehingga ini akan menuntun kita

kepada seberapa besar kepercayaan kita akan kita tumpukan pada jawaban yang diberikan oleh ilmu tersebut. Sebagaimana telah disampaikan terdahulu, bahwa Determinisme dalam pengertian ilmu mempunyai konotasi yang bersifat peluang (probabilistik). Statistika merupakan metode yang menyatakan hubungan probabilistik antara gejala-gejala dalam penelaahan keilmuan. Sesuai dengan peranannya dalam kegiatan ilmu, maka dasar statistika adalah teori peluang. Statistika mempunyai peranan yang menentukan dalam persyaratan-persyaratan keilmuan sesuai dengan asumsi ilmu tentang alam. Tanpa statistika hakikat ilmu akan sangat berlainan.

EPISTEMOLOGIPENGERTIAN EPISTEMOLOGI Ada beberapa pengertian epistemologi yang diungkapkan para ahli yang dapat dijadikan pijakan untuk memahami apa sebenarnya epistemologi itu. Secara etimologi, istilah epistemologi berasal dari kata Yunani episteme berarti pengetahuan, dan logos berarti teori. Dalam Epistemologi, pertanyaan pokoknya adalah apa yang dapat saya ketahui ? Persoalan-persoalan dalam epistemologi adalah: 1.Bagaimanakah manusia dapat mengetahui sesuatu?; 2). Dari mana pengetahuan itu dapat diperoleh?; 3). Bagaimanakah validitas pengetahuan a priori (pengetahuan pra pengalaman) dengan pengetahuan a posteriori (pengetahuan purna pengalaman) (Tim Dosen Filsafat Ilmu UGM, 2003, hal.32). Pengertian lain, menyatakan bahwa epistemologi merupakan pembahasan mengenai bagaimana kita mendapatkan pengetahuan: apakah sumber-sumber pengetahuan ? apakah hakikat, jangkauan dan ruang lingkup pengetahuan? Sampai tahap mana pengetahuan yang mungkin untuk ditangkap manuasia (William S.Sahakian dan Mabel Lewis Sahakian, 1965, dalam Jujun S.Suriasumantri, 2005). Menurut Musa Asy arie, epistemologi adalah cabang filsafat yang membicarakan mengenai hakikat ilmu, dan ilmu sebagai proses adalah usaha yang sistematik dan metodik untuk menemukan prinsip kebenaran yang terdapat pada suatu obyek kajian ilmu. Sedangkan, P.Hardono Hadi menyatakan, bahwa epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari dan mencoba menentukan kodrat dan skope pengetahuan, pengandaianpengendaian dan dasarnya, serta pertanggungjawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki. Sedangkan D.W Hamlyn mendefinisikan epistemologi sebagai cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, dasar dan pengendaian-pengendaiannya serta secara umum hal itu dapat diandalkannya sebagai penegasan bahwa orang memiliki pengetahuan. Selanjutnya, pengertian epistemologi yang lebih jelas daripada kedua pengertian tersebut, diungkapkan oleh Dagobert D.Runes. Dia menyatakan, bahwa epistemologi adalah cabang filsafat yang membahas sumber, struktur, metode-metode dan validitas pengetahuan. Sementara itu, Azyumardi Azra menambahkan, bahwa epistemologi sebagai ilmu yang membahas tentang keasliam, pengertian, struktur, metode dan validitas ilmu pengetahuan . Kendati ada sedikit perbedaan dari kedua pengertian tersebut, tetapi kedua pengertian ini sedikit perbedaan dari kedua pengertian tersebut, tetapi kedua pengertian ini telah menyajikan pemaparan yang relatif lebih mudah dipahami. RUANG LINGKUP EPISTEMOLOGI. M.Arifin merinci ruang lingkup epistemologi, meliputi hakekat, sumber dan validitas pengetahuan. Mudlor Achmad merinci menjadi enam aspek, yaitu hakikat, unsur, macam, tumpuan, batas, dan sasaran pengetahuan. Bahkan, A.M Saefuddin menyebutkan, bahwa

epistemologi mencakup pertanyaan yang harus dijawab, apakah ilmu itu, dari mana asalnya, apa sumbernya, apa hakikatnya, bagaimana membangun ilmu yang tepat dan benar, apa kebenaran itu, mungkinkah kita mencapai ilmu yang benar, apa yang dapat kita ketahui, dan sampai dimanakah batasannya. Semua pertanyaan itu dapat diringkat menjadi dua masalah pokok; masalah sumber ilmu dan masalah benarnya ilmu. Jadi meskipun epistemologi itu merupakan sub sistem filsafat, tetapi cakupannya luas sekali. Jika kita memaduakan rincian aspek-aspek epistemologi, sebagaimana diuraikan tersebut, maka teori pengetahuan itu bisa meliputi, hakikat, keaslian, sumber, struktur, metode, validias, unsur, macam, tumpuan, batas, sasaran, dasar, pengandaian, kodrat, pertanggungjawaban dan skope pengetahuan. Bahkan menurut, Sidi Gazalba, taklid kepada pengetahuan atas kewibaan orang yang memberikannya termasuk epistemologi, sekalipun ia sebenarnya merupakan doktrin tentang psikologi kepercayaan. Jelasnya, seluruh permasalahan yang berkaitan dengan pengetahuan adalah menjadi cakupan epistemologi. Mengingat epistemologi mencakup aspek yang begitu luas, sampai Gallagher secara ekstrem menarik kesimpulan, bahwa epistemologi sama luasnya dengan filsafat. Usaha menyelidiki dan mengungkapkan kenyataan selalu seiring dengan usaha untuk menentukan apa yang diketahui dibidang tertentu. Filsafat merupakan refleksi, dan refleksi selalu bersifat kritis, maka tidak mungkin seserorang memiliki suatu metafisika yang tidak sekaligus merupakan epistemologi dari metafisika, atau psikologi yang tidak sekaligus epistemologi dari psikologi, atau bahkan suatu sains yang bukan epistemologi dari sains. Epistemologi senantiasa mengawali dimensi-dimensi lainnya, terutama ketika dimensi-dimensi itu dicoba untuk digali. Kenyataan ini kembali mempertegas, bahwa antara epistemologi selalu berkaitan dengan ontologi dan aksiologi, melainkan bisa juga sebaliknya, ontologi dan aksiologi serta dimensi lainnya, seperti psikologi selalu diiringi oleh epistemologi. Dalam pembahasan-pembahasan epistemologi, ternyata hanya aspek-aspek tertentu yang mendapat perhatian besar dari para filosof, sehingga mengesankan bahwa seolah-olah wilayah pembahasan epistemologi hanya terbatas pada aspek-aspek tertentu. Sedangkan aspek-aspek lain yang jumlahnya lebih banyak cenderung diabaikan. Semestinya harus ada pergeseran pusat perhatian pembahasan ke arah aspek-aspek yang terabaikan itu, agar dapat menyajikan pembahasan terhadap aspek-aspek epistemologi seluruhnya secara proporsional. Lebih dari itu, perubahan kecenderungan pembahasan tersebut dapat memperkenalkan pengetahuan yang makin luas dan mendalam tentang cakupan epistemologi. Kenyataannya, saat ini literatur-literatur filsafat masih terjadi pemusatan perhatian pada aspek-aspek tertentu saja. Aspek-aspek itu berkisar pada sumber pengetahuan, dan pembentukan pengetahuan. M Amin Abdullah menilai, bahwa seringkali kajian epistemologi lebih banyak terbatas pada dataran konsepsi asal-usul atau sumber ilmu pengetahuan secara konseptual-filosofis. Sedangkan Paul Suparno menilai epistemologi banyak membicarakan mengenai apa yang membentuk pengetahuan ilmiah. Sementara itu, aspek-

aspek lainnya justru diabaikan dalam pembahasan epistemologi, atau setidak-tidaknya kurang mendapat perhatian yang layak. Kecenderungan sepihak ini menimbulkan kesan seolah-olah cakupan pembahasan epistemologi itu hanya terbatas pada sumber dan metode pengetahuan, bahkan epistemologi sering hanya diidentikkan dengan metode pengetahuan. Terlebih lagi ketika dikaitkan dengan ontologi dan aksiologi secara sistemik, seserorang cenderung menyederhanakan pemahaman, sehingga memaknai epistemologi sebagai metode pemikiran, ontologi sebagai objek pemikiran, sedangkan aksiologi sebagai hasil pemikiran, sehingga senantiasa berkaitan dengan nilai, baik yang bercorak positif maupun negatif. Padahal sebenarnya metode pengetahuan itu hanya salah satu bagian dari cakupan wilayah epistemologi. Bagian-bagian lainnya jauh lebih banyak, sebagaimana diuraikan di atas. Namun, penyederhanaan makna epistemologi itu berfungsi memudahkan pemahaman seseorang, terutama pada tahap pemula untuk mengenali sistematika filsafat, khususnya bidang epistemologi. Hanya saja, jika dia ingin mendalami dan menajamkan pemahaman epistemologi, tentunya tidak bisa hanya memegangi makna epistemologi sebatas metode pengetahuan, akan tetapi epistemologi dapat menyentuh pembahasan yang amat luas, yaitu komponen-komponen yang terkait langsung dengan bangunan pengetahuan. OBJEK DAN TUJUAN EPISTEMOLOGI Dalam filsafat terdapat objek material dan objek formal. Objek material adalah sarwa-yang-ada, yang secara garis besar meliputi hakikat Tuhan, hakikat alam dan hakikat manusia. Sedangkan objek formal ialah usaha mencari keterangan secara radikal (sedalamdalamnya, sampai ke akarnya) tentang objek material filsafat (sarwa-yang-ada). Sebagai sub sistem filsafat, epistemologi atau teori pengetahuan yang pertama kali digagas oleh Plato ini memiliki objek tertentu. Objek epistemologi ini menurut Jujun S.Suriasumatri berupa segenap proses yang terlibat dalam usaha kita untuk memperoleh pengetahuan. Proses untuk memperoleh pengetahuan inilah yang menjadi sasaran teori pengetahuan dan sekaligus berfungsi mengantarkan tercapainya tujuan, sebab sasaran itu merupakan suatu tahap pengantara yang harus dilalui dalam mewujudkan tujuan. Tanpa suatu sasaran, mustahil tujuan bisa terealisir, sebaliknya tanpa suatu tujuan, maka sasaran menjadi tidak terarah sama sekali. Selanjutnya, apakah yang menjadi tujuan epistemologi tersebut. Jacques Martain mengatakan: Tujuan epistemologi bukanlah hal yang utama untuk menjawab pertanyaan, apakah saya dapat tahu, tetapi untuk menemukan syarat-syarat yang memungkinkan saya dapat tahu . Hal ini menunjukkan, bahwa epistemologi bukan untuk memperoleh pengetahuan kendatipun keadaan ini tak bisa dihindari, akan tetapi yang menjadi pusat perhatian dari tujuan epistemologi adalah lebih penting dari itu, yaitu ingin memiliki potensi untuk memperoleh pengetahuan.

Rumusan tujuan epistemologi tersebut memiliki makna strategis dalam dinamika pengetahuan. Rumusan tersebut menumbuhkan kesadaran seseorang bahwa jangan sampai dia puas dengan sekedar memperoleh pengetahuan, tanpa disertai dengan cara atau bekal untuk memperoleh pengetahuan, sebab keadaan memperoleh pengetahuan melambangkan sikap pasif, sedangkan cara memperoleh pengetahuan melambangkan sikap dinamis. Keadaan pertama hanya berorientasi pada hasil, sedangkan keadaan kedua lebih berorientasi pada proses. Seseorang yang mengetahui prosesnya, tentu akan dapat mengetahui hasilnya, tetapi seseorang yang mengetahui hasilnya, acapkali tidak mengetahui prosesnya. LANDASAN EPISTEMOLOGI Di dalam filsafat pengetahuan, semuanya tergantung pada titik tolaknya. Sedangkan landasan epistemologi ilmu disebut metode ilmiah; yaitu cara yang dilakukan ilmu dalam menyusun pengetahuan yang benar. Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi, ilmu pengetahuan merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah. Tidak semua pengetahuan disebut ilmiah, sebab ilmu merupakan pengetahuan yang cara mendapatkannya harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu pengetahuan bisa disebut ilmu yang tercantum dalam metode ilmiah. Dengan demikian, metode ilmiah merupakan penentu layak tidaknya pengetahuan menjadi ilmu, sehingga memiliki fungsi yang sangat penting dalam bangunan ilmu pengetahuan. Begitu pentingnya fungsi metode ilmiah dalam sains, sehingga banyak pakar yang sangat kuat berpegang teguh pada metode dan cenderung kaku dalam menerapkannya, seakan-akan mereka menganut motto: tak ada sains tanpa metode; akhirnya berkembang menjadi: sains adalah metode. Sikap ini mencerminkan bahwa mereka berlebihan dalam menilai begitu tinggi terhadap metode ilmiah, tanpa menyadari semuanya yang hanya sekedar salah satu sarana dari sains untuk mengukuhkan objektivitas dalam memahami sesuatu. Sesungguhnya sikap berlebihan itu memang riil, tetapi terlepas dari sikap tersebut yang seharusnya tidak perlu terjadi, yang jelas dalam kenyataanya metode ilmiah telah dijadikan pedoman dalam menyusun, membangun dan mengembangkan pengetahuan ilmu. Disini perlu dibedakan antara pengetahuan dengan ilmu pengetahuan (ilmu). Pengetahuan adalah pengalaman atau pengetahuan sehari-hari yang masih berserakan, sedangkan ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang telah diatur berdasarkan metode ilmiah, sehingga timbul sifat-sifat atau ciri-cirinya; sistematis, objektif, logis dan empiris. Metode ilmiah berperan dalam tataran transformasi dari wujud pengetahuan menuju ilmu pengetahuan. Bisa tidaknya pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan yang bergantung pada metode ilmiah, karena metode ilmiah menjadi standar untuk menilai dan mengukur kelayakan suatu ilmu pengetahuan. Sesuatu fenomena pengetahuan logis, tetapi tidak empiris, juga tidak termasuk dalam ilmu pengetahuan, melaikan termasuk wilayah

filsafat. Dengan demikian metode ilmiah selalu disokong oleh dua pilar pengetahuan, yaitu rasio dan fakta secara integratif HUBUNGAN EPISTEMOLOGI, METODE DAN METODOLOGI Selanjutnya perlu ditelusuri dimana posisi metode dan metodologi dalam konteks epistemologi untuk mengetahui kaitan-kaitannya, antara metode, metodologi dan epistemologi. Hal ini perlu penegasan, mengingat dalam kehidupan sehari-hari sering dikacaukan antara metode dengan metodologi dan bahkan dengan epistemologi. Untuk mengetahui peta masing-masing dari ketiga istilah ini, tampaknya perlu memahami terlebih dahulu makna metode dan metodologi. Peter R.Senn mengemukakan, metode merupakan suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah yang sistematis . Sedangkan metodologi merupakan suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan dalam metode tersebut. Secara sederhana dapat dikatakan, bahwa metodologi adalah ilmu tentang metode atau ilmu yang mempelajari prosedur atau cara-cara mengetahui sesuatu. Metodologi membahas konsep teoritik dari berbagai metode, kelemahan dan kelebihannya dalam karya ilmiah dilanjutkan dengan pemilihan metode yang digunakan, sedangkan metode penelitian mengemukakan secara teknis metode-metode yang digunakan dalam penelitian. Penggunaan metode penelitian tanpa memahami metode logisnya mengakibatkan seseorang buta terhadap filsafat ilmu yang dianutnya. Banyak peneliti pemula yang tidak bisa membedakan paradigma penelitian ketika dia mengadakan penelitian kuantitatif dan kualitatif. Padahal mestinya dia harus benar-benar memahami, bahwa penelitian kuantitatif menggunakan paradigma positivisme, sehingga ditentukan oleh sebab akibat (mengikuti paham determinsime, sesuatu yang ditentukan oleh yang lain), sedangkan penelitian kualitatif menggunakan paradigma naturalisme (fenomenologis). Dengan demikian, metodologi juga menyentuh bahasan tantang aspek filosofis yang menjadi pijakan penerapan suatu metode. Aspek filosofis yang menjadi pijakan metode tersebut terdapat dalam wilayah epistemologi. Oleh karena itu, dapat dijelaskan urutan-urutan secara struktural-teoritis antara epistemologi, metodologi dan metode sebagai berikut: Dari epistemologi, dilanjutkan dengan merinci pada metodologi, yang biasanya terfokus pada metode atau tehnik. Epistemologi itu sendiri adalah sub sistem dari filsafat, maka metode sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari filsafat. Filsafat mencakup bahasan epistemologi, epistemologi mencakup bahasan metodologis, dan dari metodologi itulah akhirnya diperoleh metode. Jadi, metode merupakan perwujudan dari metodologi, sedangkan metodologi merupakan salah satu aspek yang tercakup dalam epistemologi. Adapun epistemologi merupakan bagian dari filsafat. Posisi masing-masing istilah ini, seperti lingkaran besar yang melingkari lingkaran kecil, dan dalam lingkaran kecil masih terdapat lingkaran yang lebih kecil lagi. Lingkaran besar disini diumpamakan filsafat, lingkaran kecil berupa epistemologi, dan lingkaran yang

lebih kecil kecuali berupa metodologi. Ini berarti bahwa filsafat mencakup bahasan epistemologi, tetapi bahasan filsafat tidak hanya epistemologi karena masih ada bahasan lain, yaitu ontologi dan aksiologi. Demikian juga epistemologi mencakup bahasan metode (metodologi), namun bahasan epistemologi bukan hanya metode semata-mata, karena ada bahasan lain, seperti: hakikat, sumber, struktur, validitas, unsur, macam, tumpuan, batas, sasaran dan dasar pengetahuan. Untuk lebih jelas lagi perlu dibedakan adanya metode pengetahuan dan metode penelitian, kendatipun tidak bisa dipisahkan. Metode pengetahuan berada dalam dataran filosofis-teoritis, sedangkan metode penelitian berada dalam dataran teknis. Dalam filsafat, istilah metodologi berkaitan dengan praktek epistemologi. Secara lebih khusus, problem penyelidikan ilmiah yang secara filosofis menjadi kajian utama cabang epistemologi yang berkaitan dengan problem metodologi juga berkaitan dengan rancangan tata pikir, apa yang benar dan dapat dipergunakan sebagai alat untuk memperoleh pengetahuan. Kemudian berbicara tentang metodologi yang berarti berbicara tentang caracara atau metode-metode yang digunakan oleh manusia untuk mencapai pengetahuan tentang realita atau kebenaran, baik dalam aspek parsial atau total. Lebih jelas lagi, bahwa seseorang yang sedang mempertimbangkan penggunaan dan penerapan metode untuk memperoleh pengetahuan, maka dia harus mengacu pada metodologi, mengingat pembahasan tentang seluk-beluk metode itu ada pada metodologi. Metodologi inilah yang memberikan penjelasan-penjelasan konseptual dan teoritis terhadap metode. HAKIKAT EPISTEMOLOGI Pembahasan tentang hakikat, lagi-lagi terasa sulit, karena itu tidak bisa menangkapnya, kecuali ciri-cirinya. Apalagi hakikat epistemologi, tentu lebih sulit lagi. Epistemologi berusaha memberi definisi ilmu pengetahuan, membedakan cabangcabangnya yang pokok, mengidentifikasikan sumber-sumbernya dan menetapkan batasbatasnya. Apa yang bisa kita ketahui dan bagaimana kita mengetahui adalah masalahmasalah sentral epistemologi, tetapi masalah-masalah ini bukanlah semata-mata masalahmasalah filsafat. Epistemologi berkaitan dengan filsafat, walaupun objeknya tidak merupakan ilmu yang empirik, tapi karena epistemologi menjadi ilmu dan filsafat sebagai objek penyelidikannya. Dalam epistemologi terdapat upaya-upaya untuk mendapatkan pengetahuan dan mengembangkannya. Aktivitas-aktivitas ini ditempuh melalui perenunganperenungan secara filosofis dan analitis. Sejak semula, epistemologi merupakan salah satu bagian dari filsafat sistematik yang paling sulit, sebab epistemologi menjangkau permasalahan-permasalahan yang membentang seluas jangkauan metafisika sendiri, sehingga tidak ada sesuatu pun yang boleh disingkirkan darinya. Selain itu, pengetahaun merupakan hal yang sangat abstrak dan jarang dijadikan permasalahan ilmiah di dalam kehidupan sehari-hari. Pengetahuan biasanya diandaikan begitu saja, maka minat untuk membicarakan dasar-dasar pertanggungjawaban terhadap pengetahuan dirasakan sebagai upaya untuk melebihi

takaran minat kita. Luasnya jangkauan epistemologi ini menyebabkan objek pembahasannya sangat detail dan pelik. Metodologi misalnya telah digabungan secara teliti dengan epistemologi dan logika. Sementara itu, logika itu sendiri patut dipertanyakan, apakah logika itu bagian dari epistemologi, diluar epistemologi sama sekali, atau sekedar memiliki persentuhan yang erat dengan epistemologi. Ada yang menyatakan, bahwa posisi logika berada diluar ontologi, epistemologi dan aksiologi. Di samping itu, epistemologi tersebut sebenarnya tidak bisa berdiri sendiri, tidak bisa lepas dari ontologi dan aksiologi. Menurut, Jujun S. Suriasumatri, bahwa persoalan utama yang dihadapi oleh tiap epistemologi pengetahuan pada dasarnya adalah bagaimana mendapatkan pengetahuan yang benar dengan memperhitungkan aspek ontologi dan aksiologi masing-masing. Dalam pemahaman yang sederhana epistemologi memiliki interrelasi (saling berhubungan dengan komponen lain, ontologi dan aksiologi). Selanjutnya, epistemologi atau teori mengenai ilmu pengetahuan itu adalah inti sentral setiap pandangan dunia. Ia merupakan parameter yang bisa memetakan, apa yang mungkin dan apa yang tidak mungkin menurut bidang-bidangnya; apa yang mungkin diketahui dan harus diketahui; apa yang mungkin diketahui tetapi lebih baik tidak usah diketahui; dan apa yang sama sekali tidak mungkin diketahui. Epistemologi dengan demikian bisa dijadikan sebagai penyaring atau filter terhadap objek-objek pengetahuan. Tidak semua objek mesti dijelajahi oleh pengetahuan manusia. Ada objek-objek tertentu yang manfaatnya kecil dan madaratnya lebih besar, sehingga tidak perlu diketahui, meskipun memungkinkan untuk diketahui. Ada juga objek yang benar-benar merupakan misteri, sehingga tidak mungkin bisa diketahui. Epistemologi ini juga bisa menentukan cara dan arah berpikir manusia. Seseorang yang senantiasa condong menjelaskan sesuatu dengan bertolak dari teori yang bersifat umum menuju detail-detailnya, berarti dia menggunakan pendekatan deduktif. Sebaliknya, ada yang cenderung bertolak dari gejala-gejala yang sama, baruk ditarik kesimpulan secara umum, berarti dia menggunakan pendekatan induktif. Adakalanya seseorang selalu mengarahkan pemikirannya ke masa depan yang masih jauh, ada yang hanya berpikir berdasarkan pertimbangan jangka pendek sekarang dan ada pula seseorang yang berpikir dengan kencenderungan melihat ke belakang, yaitu masa lampau yang telah dilalui. Polapola berpikir ini akan berimplikasi terhadap corak sikap seseorang. Kita terkadang menemukan seseorang beraktivitas dengan serba strategis, sebab jangkauan berpikirnya adalah masa depan. Tetapi terkadang kita jumpai seseorang dalam melakukan sesuatu sesungguhnya sia-sia, karena jangkauan berpikirnya yang amat pendek, jika dilihat dari kepentingan jangka panjang, maka tindakannya itu justru merugikan. Pada bagian lain dikatakan, bahwa epistemologi keilmuan pada hakikatnya merupakan gabungan antara berpikir secara rasional dan berpikir secara empiris. Kedua cara berpikir tersebut digabungkan dalam mempelajari gejala alam untuk menemukan kebenaran, sebab secara epistemologi ilmu memanfaatkan dua kemampuan manusia dalam mempelajari alam, yakni pikiran dan indera. Oleh sebab itu, epistemologi adalah usaha

untuk menafsir dan membuktikan keyakinan bahwa kita mengetahuan kenyataan yang lain dari diri sendiri. Usaha menafsirkan adalah aplikasi berpikir rasional, sedangkan usaha untuk membuktikan adalah aplikasi berpikir empiris. Hal ini juga bisa dikatakan, bahwa usaha menafsirkan berkaitan dengan deduksi, sedangkan usah membuktikan berkaitan dengan induksi. Gabungan kedua macaram cara berpikir tersebut disebut metode ilmiah. Jika metode ilmiah sebagai hakikat epistemologi, maka menimbulkan pemahaman, bahwa di satu sisi terjadi kerancuan antara hakikat dan landasan dari epistemologi yang sama-sama berupa metode ilmiah (gabungan rasionalisme dengan empirisme, atau deduktif dengan induktif), dan di sisi lain berarti hakikat epistemologi itu bertumpu pada landasannya, karena lebih mencerminkan esensi dari epistemologi. Dua macam pemahaman ini merupakan sinyalemen bahwa epistemologi itu memang rumit sekali, sehingga selalu membutuhkan kajian-kajian yang dilakukan secara berkesinambungan dan serius. PENGARUH EPISTEMOLOGI Bagi Karl R. Popper, epistemologi adalah teori pengetahuan ilmiah. Sebagai teori pengetahuan ilmiah, epistemologi berfungsi dan bertugas menganalisis secara kritis prosedur yang ditempuh ilmu pengetahuan dalam membentuk dirinya. Tetapi, ilmu pengetahuan harus ditangkap dalam pertumbuhannya, sebab ilmu pengetahuan yang berhenti, akan kehilangan kekhasannya. Ilmu pengetahuan harus berkembang terus, sehingga tidak jarang temuan ilmu pengetahuan yang lebih dulu ditentang atau disempurnakan oleh temuan ilmu pengetahuan yang kemudian. Perkembangan ilmu pengetahuan dengan demikian membuktikan, bahwa kebenaran ilmu pengetahuan itu bersifat tentatif. Selama belum digugurkan oleh temuan lain, maka suatu temuan dianggap benar. Perbedaan hasil temuan dalam masalah yang sama ini disebabkan oleh perbedaan prosedur yang ditempuh para ilmuwan dalam membentuk ilmu pengetahuan. Melalui pelaksanaan fungsi dan tugas dalam menganalisis prosedur ilmu pengetahuan tersebut, maka epistemologi dapat memberikan pengayaan gambaran proses terbentuknya pengetahuan ilmiah. Proses ini lebih penting daripada hasil, mengingat bahwa proses itulah menunjukkan mekanisme kerja ilmiah dalam memperoleh ilmu pengetahuan. Akhirnya, epistemologi bisa menentukan cara kerja ilmiah yang paling efektif dalam memperoleh ilmu pengetahuan yang kebenarannya terandalkan. Epistemologi juga membekali daya kritik yang tinggi terhadap konsep-konsep atau teori-teori yang ada. Dalam filsafat, banyak konsep dari pemikiran filosof yang kemudian mendapat serangan yang tajam dari pemikiran filosof lain berdasarkan pendekatanpendekatan epistemologi. Penguasaan epistemologi, terutama cara-cara memperoleh pengetahuan yang membantu seseorang dalam melakukan koreksi kritis terhadap bangunan pemikiran yang diajukan orang lain maupun oleh dirinya sendiri. Koreksi secara kontinyu terhadap pemikirannya sendiri ini untuk menyempurnakan argumentasi atau alasan supaya memperoleh hasil pemikiran yang maksimal. Ini menunjukkan bahwa epistemologi bisa

mengarahkan seseorang untuk mengkritik pemikiran orang lain (kritik eksternal) dan pemikirannya sendiri (kritik internal). Implikasinya, epistemologi senantiasa mendorong dinamika berpikir secara korektif dan kritis, sehingga perkembangan ilmu pengetahuan relatif mudah dicapai, bila para ilmuwan memperkuat penguasaannya. Dinamika pemikiran tersebut mengakibatkan polarisasi pandangan, ide atau gagasan, baik yang dimiliki seseorang maupun masyarakat. Mohammad Arkoun menyebutkan, bahwa keragaman seseorang atau masyarakat akan dipengaruhi pula oleh pandangan epistemologinya serta situasi sosial politik yang melingkupinya. Keberangaman pandangan seseorang dalam mengamati suatu fenomena akan melahirkan keberagaman pemikiran. Kendati terhadap satu persoalan, tetapi karena sudut pandang yang ditempuh seseorang berbeda, pada gilirannya juga menghasilkan pemikiran yang berbeda. Kondisi demikian sesungguhnya dalam dunia ilmu pengetahuan adalah suatu kelaziman, tidak ada yang aneh sama sekali, sehingga perbedaan pemikiran itu dapat dipahami secara memuaskan dengan melacak akar persoalannya pada perbedaan sudut pandang, sedangkan perbedaan sudut pandangan itu dapat dilacak dari epistemologinya Secara global epistemologi berpengaruh terhadap peradaban manusia. Suatu peradaban, sudah tentu dibentuk oleh teori pengetahuannya. Epistemologi mengatur semua aspek studi manusia, dari filsafat dan ilmu murni sampai ilmu sosial. Epistemologi dari masyarakatlah yang memberikan kesatuan dan koherensi pada tubuh, ilmu-ilmu mereka itu suatu kesatuan yang merupakan hasil pengamatan kritis dari ilmu-ilmu dipandang dari keyakinan, kepercayaan dan sistem nilai mereka. Epistemologilah yang menentukan kemajuan sains dan teknologi. Wujud sains dan teknologi yang maju disuatu negara, karena didukung oleh penguasaan dan bahkan pengembangan epistemologi. Tidak ada bangsa yang pandai merekayasa fenomena alam, sehingga kemajuan sains dan teknologi tanpa didukung oleh kemajuan epistemologi. Epistemologi menjadi modal dasar dan alat yang strategis dalam merekayasa pengembangan-pengembangan alam menjadi sebuah produk sains yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Demikian halnya yang terjadi pada teknologi. Meskipun teknologi sebagai penerapan sains, tetapi jika dilacak lebih jauh lagi ternyata teknologi sebagai akibat dari pemanfaatan dan pengembangan epistemologi. Epistemologi senantiasa mendorong manusia untuk selalu berfikir dan berkreasi menemukan dan menciptakan sesuatu yang baru. Semua bentuk teknologi yang canggih adalah hasil pemikiran-pemikiran secara epistemologis, yaitu pemikiran dan perenungan yang berkisar tentang bagaimana cara mewujudkan sesuatu, perangkat-perangkat apa yang harus disediakan untuk mewujudkan sesuatu itu, dan sebagainya. Pada awalnya seseorang yang berusaha menciptakan sesuatu yang baru, mungki saja mengalami kegagalan tetapi kegagalan itu dimanfaatkan sebagai bagian dari proses menuju keberhasilan. Sebab dibalik kegagalan itu ditemukan rahasia pengetahuan, berupa faktor-faktor penyebabnya. Jadi kronologinya adalah sebagai berikut: mula-mula seseorang berpikir dan mengadakan perenungan, sehingga didapatkan percikan-percikan pengetahuan, kemudian disusun secara

sistematis menjadi ilmu pengetahuan (sains). Akhirnya ilmu pengetahuan tersebut diaplikasikan melalui teknologi, technology is an apllied of science (teknologi adalah penerapan sains). Pemikiran pada wilayah proses dalam mewujudkan teknologi itu adalah bagian dari filsafat yang dikenal dengan epistemologi. Berdasarkan pada manfaat epistemologi dalam mempengaruhi kemajuan ilmiah maupun peradaban tersebut, maka epistemologi bukan hanya mungkin, melainkan mutlak perlu dikuasai.

SARANA BERPIKIR ILMIAH

I.

Pendahuluan Berpikir merupakan ciri utama manusia. Dr. Mr. D.C. Mulder, mengatakan, manusia ialah makhluk yang berakal, akallah yang merupakan perbedaan pokok di antara manusia dengan binatang. Manusia adalah makhluk yang dilengkapi sarana berpikir. Setiap orang memiliki tingkat kemampuan berpikir yang seringkali ia sendiri tidak menyadarinya. Ketika mulai menggunakan kemampuan berpikir tersebut, faktafakta yang sampai sekarang tidak mampu diketahuinya, lambat laun mulai terbuka dihadapannya. Semakin dalam ia berpikir, semakin bertambahlah kemampuan berpikirnya dan hal ini mungkin sekali berlaku bagi setiap orang. Harus disadari bahwa setiap orang mempunyai kebutuhan untuk berpikir serta menggunakan akalnya semaksimal mungkin. Di dalam Al-Qur an Allah SWT mewajibkan manusia untuk berpikir dan secara mendalam dan merenung. Dalam surat Shad (38) ayat 29 dikatakan Allah berfirman kitab Al-Qur an yang Kami turunkan kepadamu penuh berkah agar mereka menghayati ayat-ayatnya dan agar orang-orang yang berakal sehat mendapat pengajaran . Dalam ayat ini dijelaskan bahwa setiap orang hendaknya berusaha untuk meningkatkan kemampuan dan kedalaman berpikir. Menurut J. S. Suriasumantri, manusia-homo sapiens, makhluk yang berpikir. Setiap saat dari hidupnya, sejal dia lahir sampai masuk liang lahat, dia tidak pernah berhenti berpikir. Hampir tak ada masalah yang menyangkut dengan perikehidupan yang terlepas dari jangkauan pikirannya, dari soal paling remeh sampai soal paling asasi . Berpikir merupakan ciri utama dari manusia, untuk membedakan antara manusia dengan makhluk lain. Maka dengan dasar berpikir, manusia dapat mengubah keadaan alam sejauh akal dapat memikirkannya. Berpikir merupakan proses bekarjanya akal, manusia dapat berpikir karena manusia berakal. Akal merupakan salah satu unsur kejiwaan manusia untuk mencapai kebenaran disamping rasa dan kehendak untuk mencari kebaikan. Dengan demikian, ciri utama dari berpikir adalah adanya abstraksi. Maka dalam arti yang luas kita dapat mengatakan berpikir adalah bergaul dengan abstraksi-abstraksi. Sedangkan dalam arti yang sempit berpikir adalah meletakkan atau mencari hubungan atau pertalian antara abtraksi-abstraksi. Secara garis besar berpikir dapat dibedakan menjadi dua, yaitu berpikir alamiah dan berpikir ilmiah. Berpikir alamiah adalah pola penalaran yang berdasarkan kebiasaan sehari-hari dari pengaruh alam sekelilingnya. Contohnya adalah penalaran tentang api yang membakar. Berpikir ilmiah adalah landasan atau kerangka berpikir penelitian ilmiah. Untuk melakukan kegiatan ilmiah secara baik diperlukan sarana

berpikir. Tersedianya sarana tersebut memungkinkan dilakukannya penelaahan ilmiah secara teratur dan cermat. Penguasaan sarana berpikir ilmiah merupakan suatu hal yang bersifat imperatif bagi seorang ilmuan. Tanpa menguasai hal ini maka kegiatan ilmiah yang baik tidak dapat dilakukan. II. Pembahasan Berpikir merupakan suatu proses yang membuahkan pengetahuan. Proses ini merupakan serangkaian gerak pemikiran dan mengikuti jalan pemikiran tertentu yang akhirnya sampai pada sebuah kesimpulan yang berupa pengetahuan. Oleh karena itu, proses berpikir untuk sampai pada suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan diperlukan sarana tertentu yang disebut dengan sarana berpikir ilmiah. Sarana berpikir ilmiah merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh. Pada langkah tertentu biasanya juga diperlukan sarana tertentu pula. Tanpa penguasaan sarana berpikir ilmiah kita tidak dapat melaksanakan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik. Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah diperlukan sarana berpikir ilmiah. Dalam proses pendidikan, sarana berpikir ilmiah ini merupakan bidang studi tersendiri. Dalam hal ini kita harus memperhatikan dua hal : 1. Sarana ilmiah bukan merupakan suatu ilmu, dalam pengertian bahwa sarana ilmiah itu merupakan kumpulan pengetahuan yang didapatkan berdasarkan metode ilmiah. Seperti diketahui, salah satu diantara ciri-ciri ilmu adalah penggunaan induksi dan deduksi dalam mendapatkan pengetahuan. Sarana berpikir ilmiah tidak menggunakan cara ini dalam mendapatkan pengetahuannya. Secara lebih jelas dapat dikatakan bahwa ilmu mempunyai metode tersendiri dalam mendapatkan pengetahuannya yang berbeda dengan sarana berpikir ilmiah. 2. Tujuan mempelajari sarana berpikir ilmiah adalah untuk memungkinkan kita menelaah ilmu secara baik. Sedangkan tujuan mempelajari ilmu dimaksudkan untuk mendapatkan pengetahuan yang memungkinkan kita untuk dapat memecahkan masalah kita sehari-hari. Dalam hal ini maka sarana berpikir ilmiah merupakan alat bagi cabang-cabang ilmu untuk mengembangkan materi pengetahuannya berdasarkan metode ilmiah. Jelaslah bahwa mengapa sarana berpikir ilmiah mempunyai metode tersendiri yang berbeda dengan metode ilmiah dalam mendapatkan pengetahuannya sebab fungsi sarana berpikir ilmiah adalah membantu proses berpikir ilmiah dan bahkan merupakan ilmu tersendiri. Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik maka diperlukan sarana. Sarana berpikir ilmiah tersebut terdiri dari bahasa, logika dan matematika, statistik. Bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah.

1. Bahasa Bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses ilmiah. Bahasa digunakan sebagai alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain, baik pikiran yang berlandaskan pada logika induktif dan deduktif. Menggunakan bahasa yang baik dalam berpikir belum tentu mendapatkan kesimpulan yang benar apalagi dengan bahasa yang tidak baik dan tidak benar. Bahasa sebagai sarana komunikasi antar manusia, tanpa bahasa tiada komunikasi. Tanpa komunikasi manusia tidak dapat bersosialisasi dan tidak layak disebut makhluk berbahasa. Dalam hal ini Ernest Cassirer menyebut manusia sebagai Animal symbolik, makhluk yang berpikir. Bloch dan Trager, senada dengan Joseph Broam menyatakan bahwa bahasa adalah sistem yang berstruktur dari simbol-simbol bunyi arbitrer yang dipergunakan oleh para anggota suatu kelompok sosial sebagai alat bergaul satu sama lain. Di dalam fungsi komunikatif bahasa terdapat tiga unsur yang digunakan untuk menyampaikan : bahasa (unsur emotif), sikap (unsur afektif) dan buah pikiran (unsur penalaran). Perkembangan bahasa dipengaruhi oleh ketiga unsur ini. Perkembangan ilmu dipengaruhi oleh fungsi penalaran dan komunikasi bebas dari pengaruh unsur emotif. Sedangkan perkembangan seni dipengaruhi oleh unsur emotif dan afektif. Syarat komunikasi ilmiah meliputi bahasa yang harus bebas emotif dan reproduktif. Reproduktif artinya komunikasinya dapat dimengerti oleh yang menerima. Komunikasi ilmiah bertujuan untuk menyampaikan informasi yang berupa pengetahuan. 2. Logika dan Matematika Dalam Kamus Bahasa Indonesia (2003), diuraikan bahwa logika berarti pengetahuan tentang kaidah berpikir. Makna lainnya adalah jalan berpikir yang masuk. Logis berarti sesuai dengan logika, benar menurut penalaran atau masuk akal. Menurut Soebroto (2007), kata logika berasal dari konstanta bahasa latin, yaitu logos yang berarti perkataan atau sabda. Kemudian kata logos diadaptasi ke beberapa bahasa lainnya, bahasa arab misalnya, menyebutkan dengan mantiq, yang diambil dati kata naqaha yang mempunyai arti berucap atau berkata. Suatu penarikan kesimpulan baru dianggap sahih (valid) kalau proses penarikan kesiimpulan itu dilakukan menurut cara tertentu. Cara penarikan kesimpulan ini disebut logika. Secara lebih luas, logika dapat didefinisikan sebagai pengkajian untuk dapat berpikir secara sahih (Suriasumantri, 2000). Berdasarkan uraian di atas , dapat dikatakan bahwa logika berarti perkataan, ucapan atau jalan pikiran yang masuk akal. Secara luas kata logika bermakna pengetahuan tentang kaidah berpikir atau bernalar atau pengetahuan tentang cara menarik kesimpulan secara sahih. Logika dan matematika merupakan dua pengetahuan yang selalu berhubungan erat, yang keduanya digunakan sebagai sarana berpikir deduktif. Bahasa yang digunakan

adalah bahasa artifisial, yaitu murni bahasa buatan. Keistimewaan bahasa ini ialah terbebas dari aspek emotif dan afektif serta jelas kelihatan bentuk hubungannya. Baik logika maupun matematika lebih mementingkan bentuk logikanya pertanyaanpertanyaan mempunyai sifat yang jelas. Sebagaimana sarana ilmiah maka matematika itu sendiri tidak maka matematika itu sendiri tidak mengandung kebenaran tentang sesuatu yang bersifat faktual dan mengenai dunia empiris. Matematika merupakan alat yang memungkinkan ditemukannya serta dikomunikasikannya kebenaran ilmiah lewat berbagai disiplin keilmuan. Kriteria kebenaran dari matematika adalah konsistensi dari berbagai postulat, defenisi, dan berbagai aturan permainan lainnya. Untuk itu maka matematika sendiri tidak bersifat tunggal, seperti juga logika melainkan bersifat jamak. Dengan mengubah salah satu postulatnya, umpamanya maka dapat dikembangkan sistem matematika yang baru sekali bila dibandingkan dengan sistem sebelumnnya (Suriasumantri, 1984). a. Matematika adalah bahasa Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin disampaikan. Lambang-lambang matematika bersifat artifisial yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan kepadanya. Bila kita mempelajari kecepatan jalan kaki seseorang anak maka objek kecepatan jalan kaki seorang anak dapat diberi lambang x. Dalam hal ini x hanya mempunyai satu arti yaitu kecepatan jalan kaki seorang anak. Bila dihubungkan dengan objek lain umpamanya jarak yang ditempuh seorang anak (y), maka dapat dibuat hubungan tersebut sebagai z = y/x, dimana z melambangkan waktu berjalan kaki seorang anak. Pernyataan z = y/x adalah jelas, tidak ada konotasi emosional dan hanya mengemukakan informasi mengenai hubungan x, y dan z, artinya matematika mempunyai sifat yang jelas, spesifik dan informatif dengan tidak menimbulkan konotasi yang bersifat emosional. b. Sifat kuantitatif dari Matematika Dengan bahasa verbal bila kita membandingkan dua objek yang berlainan misalkan gajah dan semut, maka hanya bisa mengatakan gajah lebih besar dari semut. Kalau ingin menelusuri lebih lanjut berapa besar gajah dibandingkan dengan besar semut, maka kita mengalami kesukaran dalam mengemukakan hubungan itu, bila ingin mengetahui secara eksak berapa besar jagah bila dibandingkan dengan semut, maka dengan bahasa verbal tidak dapat mengatakan apa-apa. Bahasa verbal hanya mampu mengemukakan pernyataan yang bersifat kualitatif, kita mengetahui bahwa sebatang logam bila dipanaskan akan memanjang, tetapi tidak bisa mengatakan seberapa besar pertambahan panjang logamnya.

Untuk itu matematika mengembangkan konsep pengukuran. Lewat pengukuran maka dapat mengetahui dengan tepat berapa panjang sebatang logam dan berapa pertambahannya bila dipanaskan. Dengan mengetahui hal ini maka pernyataan ilmiah yang berupa pernyataan kualitatif seperti sebatang logam bisa dipanaskan akan memanjang dapat diganti dengan pernyataan matematika yang lebih eksak, misalnya: P1 =P0 (1+ ) P1 = Panjang logam tempetur t. P0 = Panjang logam pada temperatur 0 n = koefesiensi pemuai logam tersebut. c. Matematika : sarana berpikir deduktif Matematika mengembangkan cara berpikir deduktif artinya dalam melakukan penemuan dilakukan berdasarkan premis-premis tertentu. Pengetahuan yang ditemukan hanyalah didasari atas konsekuensi dari pernyataan-pernyataan ilmiah sebelum ditemukan. d. Perkembangan matematika Tahap perkembangan Matematika menurut Griffits dan Howsdon (1974), yaitu: 1. Matematika yang berkembang pada peradaban Mesir kuno dan sekitarnya, menggunakan aspek praktis matematika yang berpadu dengan mistik dari agama. 2. Matematika yang berkembang pada peradaban Yunani, menggunakan aspek estetik yang merupakan dasar matematika sebagai cara berpikir rasional. e. Beberapa aliran dalam filsafat matematika Aliran filsafat matematika terdiri dari: 1. Filsafat logistik, yang menyatakan bahwa eksistensi matematika merupakan cara berpikir logis yang salah atau benarnya dapat ditentukan tanpa mempelajari dunia empiris. Tokoh yang menganut ajaran ini adalah Immanuel Kant(1724-1804) 2. Filsafat intusionis. Tokohnya adalah Jan Brouwer (1881-1966) 3. Filsafat formalis. Tokohnya adalah David Hilbert (1982-1943) f. Kelebihan dan kekurangan matematika Adapun kelebihan matematika antara lain sebagai berikut: 1. Tidak memiliki unsur emotif 2. Bahasa matematika sangat universal Adapun kelemahan dari matematika adalah bahwa matematika tidak mengandung bahasa emosional (tidak mengandung estetika) artinya bahwa matematika penuh dengan simbol yang bersifat artifersial dan berlaku dimana saja.

3. Statistika Statistika berakar dari teori peluang. Descartes, ketika mempelajari hukum di Universitas Poitiers antara tahun 1612 sampai 1616, juga bergaul dengan temanteman yang suka berjudi. Sedangkan pendeta thomas Bayes pada tahun 1763 mengembangkan teori peluang subjektif berdasarkan kepercayaan seseorang akan terjadinya suatu kejadian. Teori ini berkembang menjadi cabang khusus statistika sebagai pelengkap teori peluang yang bersifat subjektif. Peluang yang merupakan dasar dari teori statistika, merupakan konsep yang tidak dikenal dalam pemikiran Yunani Kuno, Romawi, bahkan Eropa pada abad petengahan. Sedangkan teori mengenai kombinasi bilangan sudah terdapat dalam aljabar yang dikembangkan sarjana Muslim, namun bukan dalam lingkup teori peluang. Statistik baru hanya digunakan untuk mengambarkan persoalan seperti; pencatatan banyaknya penduduk, penarikan pajak, dan sebagainya, dan mengenai penjelasannya. Tetapi, dewasa ini hampir semua bidang keilmuan menggunakan statistika, seperti; pendidikan, psikologi, pendidikan bahasa, biologi, kimia, pertanian, kedokteran, hukum, politik, dsb. Sedangkan yang tidak menggunakan statistika hanya ilmu ilmu yang menggunakan pendekatan spekulatif. Statistika merupakan sekumpulan metode untuk membuat keputusan dalam bidang keilmuan yang melalui pengujian pengujian yang berdasarkan kaidah kaidah statistik. Bagi masyarakat awam kurang terbiasa dengan istilah statistika, sehingga perkataan statistik biasanya mengandung konotasi berhadapan dengan deretan angka angka yang menyulitkan, tidak mengenakkan, dan bahkan merasa bingung untuk membedakan antara matematika dan statistik. Berkenaaan dengan pernyataan diatas, memang statistik merupakan deskripsi dalam bentuk angka angka dari aspek kuantitatif suatu masalah, suatu benda yang menampilkan fakta dalam bentuk hitungan atau pengukuran . Statistik selain menampilkan fakta berupa angka angka, statistika juga merupakan bidang keilmuan yang dsebut statistika, seperti juga matematika yang disamping merupakan bidang keilmuan juga berarti lambang, formulasi, dan teorema. Bidang keilmuan statistik merupakan sekumpulan metode untuk memperoleh dan menganalisis data dalam mengambil suatu kesimpulan berdasarkan data tersebut . Ditinjau dari segi keilmuan, statistika merupakan bagian dari metode keilmuan yang di pergunakan dalam mendiskripsikan gejala dalam bentuk angka angka, baik melalui hitungan maupun pengukuran. Maka, hartono Kasmadi, dkk., mengatakan bahwa statistika ilmu yang berhubungan dengan cara pengumpulan fakta, pengolahan dan menganalisaan, penaksiran, simpulan dan pembuat keputusan. Statistika digunakan untuk menggambrkan suatu persoalan dalam suatu bidang keilmuan. Maka, dengan menggunakan prinsip statistika, masalah keilmuan dapat diselesaikan, suatu ilmu dapat didefinisikandengan sederhana melaui pengujian

statistika dan semua pernyataan keilmuan dapat dinyatakan secara faktual. Dengan melakukan pengujian melalui prosedur pengumpulan fakta yang relevan dengan rumusan hipotesis yang terkandung fakta fakta empiris, maka hipotesis itu diterima keabsahan sebagai kebenaran, tetapi dapat juga sebaliknya. Contoh yang dikemukakan Jujun S. Suriasumantri, penarikan kesimpulan tidak menggunakan prinsip prinsip statistik, yaitu suatu hari seorang anak kecil disuruh ayahnya membeli sebungkus korek api dengan pesan agar tidak terkecoh mendapatkan korek api yang jelek . Tidak lama kemudian anak kecil itu datang kembali dengan wajah yang berseri seri, menyerahkan korek api yang kosong, dan berkata korek api ini benar benar bagus pak, semua batangnya telah saya coba dan menyala Tak seorangpun, saya kira, yang dapat menyalahkan kesahihan proses penarikan kesimpulan anak kecil itu . Apabila semua pengujian yang dilakukan dengan kesimpulan seperti ini, maka prinsip statistika terabaikan, karena menurut Jujun S. Suriasumantri, konsep statistika sering dikaitkan dengan distribusi variable yang ditelaah dalam suatu populasi tertentu . Untuk itu, suatu penelitian ilmiah, baik yang berupa survey maupun eksperimen, dilakukan dengan lebih cermat dan teliti mempergunakan teknik teknik statistika yang diperkembangkan sesuai dengan kebutuhan . Statistika merupakan bagian dari metode keilmuan yang dipergunakan dalam mendiskripsikan gejala dalam bentuk angka angka, baik melalui hitungan maupun pengukuran. Dengan statistika kita dpat melakukan pengujian dalam bidang keilmuan sehingga banyak masalah dan pernyatan keilmuan dapat diselesaikan secara faktual. Pengujian statistika adalah konsekuensi pengujian secara empiris. Karena pengujian statistika adalah suatu proses yang diarahakan untuk mencapai simpulan yang bersifat umum dari kasus kasus yang bersifat individual. Dengan demikian berarti bahwa penarikan simpulan itu adalah berdasarkan logika induktif. Pengujian statistik mampu memberikan secara kuantitatif tingkat kesulitan dari kesimpulan yang ditarik tersebut, pada pokoknya didasarkan pada asas yang sangat sederhana, yakni makin besar contoh yang diambil makin tinggi pula tingkat kesulitan kesimpulan tersebut . Sebaliknya, makin sedikit contoh yang diambil makin rendah pula tingkat ketelitiannya . Karakteristik ini memnugkinkan kita untuk dapat memilih dengan seksama tingkat ketelitian yang dibutuhkan sesuai dengan hakikat permasalahan yang dihadapi. Selain itu, statistika juga memberikan kesempatan kepada kita untuk mengetahui apakah suatu hubungan kesulitan antar dua faktor atau lebih bersifat kebetulan atau memang benar benar terkait dalam suatu hubungan yang bersifat empiris. Selain itu, Jujun S. Suriasumantri juga mengatakan bahwa pengujian statistik mengharuskan kita untuk menarik kesimpulan yang bersifat umum dari kasus kasus yang bersifat individual. Umpamanya jika kita

ingin mengetahui berapa tinggi rata rata anak umur 10 tahun di suatu tempat. Dalam hal ini kita menarik kesimpulan berdasarkan logika induktif. Statistika mampu memberikan secara kuantitatif tingkat ketelitian dari kesimpulan yang ditarik tersebut, yakni makin banyak bahan bukti yang diambil makin tinggi pula tingkat ketelitian kesimpulan tersebut. Demikian sebaliknya , makin sedikit bahan bukti yang mendukung semakin rendah tingkat kesulitannya. Memverifikasi adalah membuktikan bahwa hipotesis ini adalah dalil yang sebenarnya. Ini juga mencakup generalisasi, untuk menemukan hukum atau dalil umum, shingga hipotesis tersebut menjadi suatu teori. Untuk itu, statistika mempunyai peran penting dalam berfikir induktif. Bagaimana sesorang dapat melakukan generalisasi tanpa menguasai statistik? Memang betul tidak semua masalah membutuhkan analisis statistik, namun hal ini bukan berarti, bahwa kita tidak perduli terhadap statistika sama sekali dan berpaling kepada cara cara yang justru tidak bersifat ilmiah. Tinjauan kasus Sebagai tinjauan kasus pada pembahasan ini adalah penggunaan statistika dalam kebijakan pembangunan Indonesia khususnya dalam kebijakan kebijakan sektor pendidikan yang cenderung sudah keluar dari rel kebenaran pendidikan yang berkualitas. Bicara statistik dan pembangunan sangat relevan. Melalui angka statistik kita bisa lihat keberhasilan pembangunan. Oleh karena itu, sangatlah pantas bila kita mau menghargai kinerja para statistikawan. Para Mantri statistik di pedesaan tiada terik dan tiada hujan terus bekerja mengumpulkan data guna dipersembahkan pada para pengguna. Di bidang pembangunan ekonomi dan kemasyarakatan angka statistik punya andil dalam menciptakan keberhasilan berbagai program pembangunan, seperti halnya dalam program pengentasan kemiskinan dan program peningkatan kesempatan kerja. Sebagaimana diketahui data statistik yang akurat akan menghasilkan perencanaan pembangunan ekonomi dan kemasyarakatan yang kuat. Di bidang pembangunan politik seperti dalam pilpres, pilgub, dan pilkada; data penduduk yang reliable dan valid turut menentukan kehormatan dan keberhasilan perhelatan tersebut. Dibidang pembangunan ilmu, kedudukan statistik sangat jelas sebagian salah satu komponen dari saran berfikir ilmiah disamping logika, bahasa, dan matematika. Bila matematika selalu menuntun kita dalam proses berfikir deduktif, maka statistika senantiasa membimbing kita dalam proses induktif. Statistika harus mendapat tempat yang sejajar dengan matematika agar keseimbangan berpikir ilmiah dapat dialkukan dengan baik . Begitu pula penggunaan statistik sangat berguna dalam pengambilan kebijakan kebijakan pendidikan yang diputuskan pemerintah. Kebijakan pendidikan Nasional yang dibuat pemerintah seringkali tak diperhitungkan jauh ke depan dan pengambilan keputusan tidak disertai dengan data yang valid dengan menggunakan statistik. Hal itu lebih karena

kebijakan pendidikan nasional lebih didasarkan pada kepentingan politik pemerintah saat itu daripada di dasarkan pada kepentinagn politik pemerintah saat itu daripada untuk kepentingan pendidikan berkualitas bagi anak bangsa. Pelajaran yang dipetik dari permasalahan diatas adalah perlunya sebuah pengambilan kebijakan mempertimbangkan hasil pengolahan data yang tentunya diambil dari data , bukan data yang bias dengan kepentingan kepentingan yang menguntungkan segelintir pihak saja . Seperti contoh pada data tentang kemiskinan yang sering diperdebatkan keakuratannya oleh berbagai pihak karena data yang diambil bias dengan kepentingan pihak yang berkuasa. Bila data yang diambil berdasarkan pengujian statistika, maka tingkat kebenarannya bisa dipertanggungjawabkan sesuai dengan kadar jumlah sampelnya. Sehingga daya tolak dari kebijakan tersebut bisa diminimalisisr dan treatment yang diambil pemerintah tepat sesuai dengan kebutuhan .

AKSIOLOGIPengertian dan Cabang Aksiologi Pengertian Aksiologi Berdasarkan Bachtiar (2005:163) menguraikan beberapa pengertian tentang aksiologi sebagai berikut: y Aksiologi berasal dari perkataan axios (Yunani) yang berarti nilai dan logos yang berarti teori. Jadi aksiologi adalah teori tentang nilai . y Menurut Jujun S. Suriasumantri dalam bukunya Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer bahwa aksiologi diartikan sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. y Menurut Bramel, aksiologi terbagi dalam tiga bagian. Pertama, Moral conduct yaitu y Dalam Encyclopedia of Philosophy dijelaskan, aksiologi disamakan dengan Value and Valuation. Ada tiga bentuk Value and Valuation. a. Nilai, digunakan sebagai kata benda abstrak (baik, menarik, dan bagus). Penggunaan nilai yang lebih luas, merupakan kata benda asli untuk seluruh macam kritik atau predikat pro dan kontra, sebagai lawan dari suatu yang lain dan ia berbeda dengan fakta. Lewis menyebutkan sebagai alat untuk mencapai beberapa tujuan, sebagai nilai instrumental atau menjadi baik atau sesuatu menjadi menarik, sebagai nilai inheren atau kebaikan seperti estetis dari sebuah karya seni, sebagai nilai intrinsik atau menjadi baik dalam dirinya sendiri, sebagai nilai kontributor atau nilai yang merupakan pengalaman yang memberikan kontribusi. b. Nilai sebagai kata benda konkret. Dipakai untuk merunjuk kepada sesuatu yang bernilai, seperti nilainya, nilai dia dan sistem nilai dia. Kemudian dipakai untuk apaapa yang memiliki nilai atau bernilai sebagaimana berlawanan dengan apa-apa yang tidak dianggap baik atau bernilai. c. Nilai juga digunakan sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai, memberi nilai, dan dinilai. Dewey membedakan dua hal tentang menilai, ia bisa berarti menghargai dan mengevaluasi. Dari definisi aksiologi di atas, terlihat bahwa permasalahan yang utama adalah mengenai nilai. Berdasarakan Bachtiar (2005:165) nilai adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. a. Ciri-ciri Nilai Adapun ciri-ciri nilai berdasarkan Sumarna (2004:121) memiliki tiga cirri sebagai berikut: 1) Nilai berkaitan dengan subjek, 2) Nilai tampil dalam suatu konteks yang sangat praktis, yakni subjek hendak membuat sesuatu, dan A. 1.

3) b.

c.

Nilai menyangkut sifat yang ditambah oleh subjek pada sifat-sifatnya yang dimiliki objek. Letak Nilai Nilai terletak di antara persoalan intrinsic dan ekstrinsik. Nilai intrinsik artinya adalah nilai berada pada objek itu sendiri, sedangkan nilai ekstrinsik adalah adanya nilai tergantung pada penghargaan subjek. Alat Nilai Alat kebenaran adalah budi dengan kerjanya berfikir. Kebenaran menuntut persesuaian antara pengetahuan dan objeknya. Yang menentukan pengetahuan itu benar atau salah terletak pada fakta empiris dan hasilolah pikiran manusia. Sementara itu, alat untuk menilai bukanlah budi, melainkan perasaan atau merasa.

2. Cabang Teori Nilai (Aksiologis) Teori tentang nilai dibagi menjadi nilai etika dan nilai estetika. 1. Etika Istilah etika berasal dari kata ethos yang artinya adat kebiasaan . Menurut Langeveld, etika adalah teori perbuatan manusia, yaitu ditimbang menurut baik dan buruknya. Selanjutnya Dagobert Runes, mengemukakan: Ethies is that or discipline which concerns it self with judgements of approval or disapproval, judgements as to the rightess or wrong-ness, goodnees or badness, virtue or vice, desirability or wisdom of action, ends, of objects or state of af-fairs. Jadi, etika merupakan cabang filsafat yang membicarakan perbuatan manusia dan memandangnya dari sudut baik dan tidak baik. Etika merupakan filsafat tentang perilaku manusia. 2. Estetika Estetika adalah ilmu yang berbicara tentang hakekat keindahan, bagaimana ia bisa terbentuk dan bagaimana seseorang bisa merasakannya. Selain itu estetika juga berbicara tentang teori mengenai seni sehingga estetika juga sering disebut sebagai filsafat seni. Dasar Aksiologi Ilmu Ilmu itu bersifat netral, ilmu tidak mengenal sifat baik dan sifat buruk dan si pemilik pengetahuanlah yang harus mempunyai sikap. Netralitas ilmu terletak pada dasar epistomologisnya saja. Padahal secara ontologis dan aksiologis, ilmuwan harus mampu menilai antara yang baik dan buruk yang pada hakikatnya mengharuskan seorang ilmuwan mempunyai landasan moral yang kuat. C. Ilmu Sebagai suatu Cara Berpikir Ilmu merupakan bagian dari pengetahuan dan pengetahuan merupakan unsure dari kebudayaan. Ilmu dan kebudayaan saling bergantung dan mempengaruhi karena ilmu berkembang tergantung dari kondisi kebudayaan dan perkembangan ilmu akan B.

mempengaruhi jalannya kebudayaan. Dalam rangka pengembangan kebudayaan nasional ilmu mempunyai peranan ganda: 1) Ilmu merupakan sumber nilai yang mendukung terselenggaranya pengembangan kebudayaan nasional, dan 2) Ilmu merupakan sumber nilai yang mengisi pembentukan watak suatu bangsa. Ilmu merupakan suatu cara berpikir dalam menghasilkan suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan yang dapat diandalkan. Ilmu sebagai produk dari proses berpikir ilmiah harus memenuhi persyaratan tertentu: 1) Berpikir ilmiah harus mempunyai alur jalan pikiran yang logis, dan 2) Pernyataan yang bersifat logis tersebut harus di dukung oleh fakta empiris. Adapun karakteristik dari ilmu sebagai berikut: 1) Ilmu mempercayai rasio sebagai alat untuk mendapatkan pengetahuan yang benar, 2) Alur jalan pikiran yang logis dan konsisten dengan pengetahuan yang telah ada, 3) Pengujian secara empiris sebagai criteria kebenaran objektif, dan 4) Mekanisme yang terbuka terhadap koreksi. Ilmu Sebagai Asas Moral Ilmu merupakan kegiatan berpikir untuk mendapatkan pengetahuan yang benar. Criteria kebenaran dalam ilmu adalah jelas sebagaimana yang dicerminkan oleh karakteristik berpikir yang pada hakikatnya bersifat otonom dan terbebas dari struktur kekuasaan di luar bidang keilmuan. Jadi dua karakteristik yang merupakan asas moral bagi kaum ilmuwan yakni menjunjung tinggi kebenaran dan mengabdi secara universal. E. Nilai-nilai Ilmiah untuk Kemajuan Kebudayaan Nasional Tujuh nilai dari hakikat keilmuan adlah kritis,logis, objektif, terbuka, menjunjung tinggi kebenaran dan mengabdi secara universal. Ketujuh sifat ini konsisten berperan dalam pembentukan karakter bangsa menjadi bangsa yang modern. Bangsa modern akan menghadapi permasalahan dalam berbagai bidang yang membutuhkan cara pemecahan secara kritis, rasional, logis, objektif dan terbuka. Pengembangan kebudayaan nasional pada hakikatnyya adalah perubahan dari kebudayaan yang bersifat kontroversional ke situasi yang lebih mencerminkan aspirasi dan tujuan nasional, dengan penafsiran kembali nilai-nilai yang fungsional. Untuk terlaksananya proses ini diperlukan ketujuh sifat-sifat tersebut. F. Ilmu Sebagai kekuasaan D. Filsafat sangat tandas menegaskan bahwa kata-kata manusia dan eksistensi manusia pada umumnya memberikan arti. Tetapi itu adalah kebenaran yang sepihak sebab perkataan kita mengambil arti pula. Kita merasakan bahwa kita selalu terikat dengan apa yang ingin kita katakan. Kita menyadari bahwa kita bisa menyimpang dari sana. Perkataan kita bisa dinyatakan keliru oleh kenyataan, artinya: ketidakbenaran kata-kata kita bisa lambat laun nyata sendiri pada kesadaran kita, apapun yang telah kita ucapkan mengenai hal itu. Ada kita ini adalah suatu dialog dengan kenyataan dan arti terdapat dalam dialog itu.

Betapa kata-kata yang diucapkan bersama-sama oleh masyarakat luas itu merupakan kekuasaan, yakni kekuasaan atas arti segala sesuatu, atas dunia manusia, atas dunia tempat hidup kita ini berlangsung sebenar-benarnya. Jika kata-kata itu kekuasaan betul-betul, maka sudah dimengerti bahwa kata ilmiah itu adalah kekuasaan yang lebih besar. Tutur ilmiah benar-benar merupakan kekuasaan atas arti. Ilmu mendapatkan kekuasaan dengan cara yang lain yakni dengan memberikan bimbingan dan arah kepada karya. Ada dua bidang kebudayaan: kebudayaan kata dan kebudayaan karya. Kebudayaan karya merupakan kekuasan atas dunia yang sepanjang ribuan tahun silam sebelum zaman modern ini berkembang dengan lambat. Semua berbalik, sejak kebudayaan kata, ilmu, memperhatikan kebudayaan karya sehingga kemajuan modern kebudayaan karya itu memperoleh jasa dari campur tangan kebudayaan kata . Kekuasaan Ilmu atas Manusia, Kebudayaan dan Alam a. Kekuasaan atas Manusia Kekuasaan ilmu dan teknologi atas manusia terutama dirasakan oleh rakyat yang tertindas karena sistem-sistem teknologi, baik yang dikendalikan oleh kelompok asing maupun kelompok bangsanya sendiri. b. Kekuasaan atas Kebudayaan Meskipun ilmu pengetahuan dan teknologi didambakan lantaran manfaatnya, namun rakyat di negara-negara dunia ketiga sering merasakan dampak ilmu pengetahuan dan teknologi yang merusak atau melunturkan nilai-nilai kebudayaan yang dijunjung tinggi. Selanjutnya untuk keluar dari dilemma tersebut diperlukan visi spritual dan cultural yang diharapkan bias tut wuri handayani kemajuan ilmu dan pengetahuan. Visi ini mengoreksi kecenderungankecenderungan negative ilmu dan pengetahuan sehingga ilmu pengetahuan dan teknologi muncul dalam bentuk-bentuk yang bermanfaat dan manusiawi. c. Kekuasaan atas Alam Di zaman dahulu, manusia senantiasa menghadapi kekuasaan alam yang mendominasi kehidupannya. Kemudian dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, hubungan kekuasaan ini terbalik. Alam yang terawakuduskan (desacralized) kini berada dalamkekuasaan manusia. Perkembangan ilmu demi ilmu itu sendiri tanpa memperdulikan akibat-akibat sosialnya sehingga tak bisa lagi diterima.

ILMU DAN BUDAYA1. ILMU Dilingkungan pendidikan terutama pendidikan tinggi, boleh dikatakan setiap waktu istilah ilmu diucapkan dan sesuatu ilmu diajarkan. Tampaknya telah menjadi kelaziman bahwa sebutan yang dipergunakan ialah ilmu pengetahuan . Walaupun setiap saat diucapkan dan dari waktu ke waktu diajarkan, nampaknya tidak banyak dilakukan pembahasan mengenai ilmu itu sendiri. Apa pengertian ilmu dengan sendirinya dipahami tanpa memerlukan keterangan lebih lanjut. Tetapi ,apabila harus memberikan rumusan yang tepat dan cermat mengenai pengertian ilmu barulah orang akan merasa bahwa hal itu tidaklah begitu mudah. Hal ini terlihat dalam penyebutan istilah ilmu pengetahuan yang begitu lazim dalam masyarakat demikian juga dunia perguruan tinggi yang merupakan penyebutan yang kurang tepat dan tidak cermat. Istilah ilmu atau science merupakan suatu perkataan yang bermakna ganda, karena itu dalam memakai istilah seseorang harus menegaskan atau menyadari arti makna yang dimaksud. Menurut cakupannya pertama ilmu merupakan sebuah istilah umum untuk menyebut segenap pengetahuan ilmiah yang dipandang sebagai satu kebulatan, jadi ilmu mengacu pada ilmu seumumnya (science in general ). Yang kedua ilmu menunjuk kepada masing-masing bidang pengetahuan ilmiah yang mempelajari sesuatu pokok tertentu, dalam hal ini cabang ilmu khusus sepaerti antropologi, biologi, geografi dan sebagainya. Pengertian ilmu adalah merupakan suatu cara berfikir dalam menghasilkan suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Ilmu merupakan produk dari proses berfikir menurut langkah-langkah tertentu yang secara umum dapat disebut sebagai berfikir ilmiah. Berfikir ilmiah merupakan kegiatan berfikir yang memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, yaitu: 1. LOGIS yaitu pikiran kita harus konsisten dengan pengetahuan ilmiah yang telah ada. 2. Harus didukung fakta empiris, yaitu telah teruji kebenarannya yang kemudian memperkaya khasanah pengetahuan ilmiah yang disusun secara sistematik dan kumulatif. Kebenaran ilmiah tidak bersifat mutlak, tetapi terbuka bagi koreksi dan penyempurnaan, mungkin saja pernyataan sekarang logis kemudian bertentangan dengan pengetahuan ilmiah baru. Dari hakekat berfikir ilmiah tersebut dapat disimpulkan beberapa karakteristik dari ilmu, yaitu : 1. mempercayai rasio sebagai alat untuk mendapatkan pengetahuan yang benar 2. alur jalan pikiran yang logis dan konsisten dengan pengetahuan yang telah ada

3. pengujian empiris sebagai kriteria kebenaran objektif 4. mekanisme yang terbuka terhadap koreksi Dari segi maknanya, pengertian ilmu sepanjang yang terbaca dalam pustaka menunjuk sekurang-kurangnya tiga hal, yakni : pengetahuan, aktivitas dan metode. Secara umum ilmu adalah pengetahuan, diantara para filsuf dari berbagai lairan terdapat pemahaman umum bahwa ilmu adalah sesuatu kumpulan yang sistematis dari pengetahuan atau pengetahuan yang dihimpun dengan perantara metode ilmiah. Pengetahuan hanyalah produk?hasil dari suatu kegiatan yang dilakukan manusia. Pengertian ilmu sebagai pengetahuan, aktivitas atau metode bila ditinjau lebih dalam sesungguhnya tidak saling bertentangan, tetapi merupakan kesatuan logis yang mesti ada secara berurutan. Ilmu harus diusahakan dengan aktivitas manusia, aktivitas itu harus dilaksanakan dengan metode tertentu dan akhirnya aktivitas metode itu mendatangkan pengetahuan yang sistematis. Kesatuan dan interaksi diantara aktivitas, metode dan pengetahuan yang boleh dikatakan menyusun diri menjadi ilmu dapat digambarkan dalam suatu bagan segitiga sebagai berikut : Aktivitas Ilmu

Metode Pengetahuan Bagan diatas memperlihatkan bahwa ilmu dapat dipahami dari tiga sudut Dengan demikian, pengertian ilmu selengkapnya berarti aktivitas penelitian, metode ilmiah dan pengetahuan sistematis. Ketiga pengertian ilmu itu saling bertautan logis dan berpangkal pada satu kenyataan yang sama bahwa ilmu hanya terdapat dalam masyarakat manusia, dimulai dari segi pada manusia yang menjadi pelaku fenomenon yang disebut ilmu. Hanyalah manusia (dalam hal ini ilmuan) yang memiliki kemampuan rasional, melakukan aktivitas kognitif dan mendambakan berbagai tujuan yang berkaitan dengan ilmu. Keterkaitan dari pengertian ilmu tersebut dijelaskan dalam pendapat The liang Gie (2004:93) berikut ini: Ilmu adalah rangkaian aktivitas manusia yang rasional dan kognitif dengan berbagai metode berupa aneka prosedur dan tata langkah sehingga menghasilkan kumpulan pengetahuan yang systematik mengenai kealaman, kemasyarakatan, atau keorangan untuk tujuan mencapai kebenaran, memperoleh pemahaman, memberikan penjelasan atau melakukan penerapan

Pemahaman ilmu sebagai aktivitas, metode dan pengetahuan itu dapat diringkas menjadi : Sebagai proses : Aktivitas penelitian Pengertian Ilmu Sebagai prosedur : Metode ilmiah Sebagai produk : Pengetahuan sistematis

Ada beberapa pendapat filsuf /ilmuwan tentang ilmu, Yaitu : - Filsuf Belgia Jean Ladriere 1975 Ilmu dapat dipandang sebagai keseluruhan pengetahuan kita dewasa ini, atau sebagai suatu aktivitas penelitian, atau sebagai metode untuk memperoleh pengetahuan. - Ilmuan Italia Adriano Buzzati-Traverso 1977 Ilmu sebagaimana kita lihat, tidak dapat lagi dipandang sebagai suatu kumpulan pengetahuan atau suatu metode khusus untuk memperoleh pengetahuan, ilmu harus dilihat sebagai suatu aktivitas kemasyarakatan pula. - Norman Campbell (tahun 50 an ) - Menyebutkan tiga hal , yaitu pengetahuan, metode dan studi (suatu jenis aktivitaspenelaahan). Hanya sayang logika pemikirannya kurang cermat dengan mengelompokkan pengertian metode ke dalam pengetahuan. - Melvin Marx dan William Hillix (tahun 60 an) - Mereka menuliskan tenteng tiga sifat dasar ilmu, yaitu ilmu sebagai sikap ilmiah, metode ilmiah, kumpulan pengetahuan. Kelemahannya ialah kurang tegas menekankan pengertian aktivitas ilmiah dan terlampau menonjolkan sikap ilmiah. 2. BUDAYA Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal), diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa juga diartikan sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai kultur. Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herkovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri, dikenal dengan istilah cultural-determinism. Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, disebut superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur social, religius dan lain-lain, dimana segala pernyataan intelektual dan artistic yang menjadi cirri khas suatu masyarakat.

Kebudayaan pertama kali didefenisikan oleh E.B. Taylor 1871 dalam bukunya Primitive Culture, yaitu: keseluruhan yang mencakup : pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, adat, kemampuan dan kebiasaan lain yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Tahun 1952 Kroeber dan Kluckholn menginventarisasikan lebih dari 150 defenisi tentang kebudayaan yang dihasilkan oleh publikasi tentang kebudayaan, namun pada dasarnya tidak terdapat perbedaan yang bersifat prinsip dengan defenisi E.B. Taylor. Dari berbagai defenisi tersebut, dapat diperoleh pengertian tentang kebudayaan yaitu system pengetahuan yang meliputi system ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan dari kebudayaan itu adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi social, religi, seni dan alin-lain, yang kesemuanya itu ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat. Unsur-unsur kebudayaan Ada beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai komponen atau unsur kebudayaan, antara lain : - Menville.J. Herskovits, menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok, yaitu : - alat-alat teknologi - system ekonomi - keluarga - kekuasaan politik Bronislaw Malinowski mengatakan ada empat unsure pokok yang meliputi : - sistem norma yang memungkinkan kerjasama antara para anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya. - organisasi ekonomi - alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama). - Organisasi kekuatan (politik) Sedangkan Kuntjaraningrat (1974) membagi kebudayaan menjadi unsure-unsur yang terdiri dari : 1. sistem religi dan upacara keagamaan 2. sistem dan organisasi kemasyarakatan (kekerabatan) 3. sistem pengetahuan, bahasa dan kesenian 4. sistemmatapencaharian 5. systemteknologidanperalatan Dalam hal ini Ashley Montagu mengemukakan bahwa kebudayaan mencerminkan tanggapan manusia terhadap kebutuhan dasar hidupnya. Manusia berbeda dengan binatang bukan saja dalam banyaknya kebutuhan tetapi juga dalam cara memenuhi

kebutuhan itu. Artinya kebudayaanlah yang memberikan garis pemisah antara manusia dan binatang. Maslow mengidentifikasikan kebutuhan manusia dan binatang adalah sebagai berikut: -

Fisiologi rasa aman Manusia afiliasi harga diri pengembangan diri Kebutuhan fisiologi Hewan Rasa aman

Manusia tidak mempunyai kemampuan bertindak secara otomatis yang berdasarkan instink, karena itulah ia menggunakan kebudayaan yang mengajarkan cara hidup.

dengan cara instinktif (berdasarkan instink)

Menurut Mavies & John Biesanz, kebudayaan adalah alat penyelamat manusia dimuka bumi. Ketidakmampuan manusia menggunakan instink diimbangi dengan kemampuan untuk belajar, berkomunikasi dan menguasai objek-objek yang bersifat fisik, yang diakibatkan berkembangnya intelegensi dan cara berfikir simbolik. Terlebih lagi manusia mempunyai budi, yang di dalamnya terkandung dorongan-dorongan hidup yang dasar, instink, perasaan, dengan pikiran, kemauan dan fantasi. BUDI inilah yang menyebabkan manusia mengembangkan hubungan yang bermakna dengan alam sekitarnya dengan memberikan penilaian terhadap objek dan kejadian, pilihan nilai inilah yang menjadi tujuan dan isi kebudayaan. Faset (proses pelestarian) dari kebudayaan itu sangat erat hubungannya dengan pendidikan karena semua materi yang terkandung dalam suatu kebudayaan diperoleh manusia melalui proses belajar.

ILMU DAN MATEMATIKAPENDAHULUAN Ilmu merupakan pengetahuan yang diperoleh dengan menggunakan metode ilmiah, sedangkan metode ilmiah itu sendiri dilaksanakan melalui suatu pemikiran yaitu pemikiran ilmiah yang salah satu sarana untuk melakukan kegiatan berpikir ilmiah adalah matematika. Sehingga dapat dilihat adanya hubungan antara ilmu dengan matematika itu sendiri. Dalam tulisan ini akan dipaparkan tentang pengertian ilmu, pengertian matematika, dan hubungan antara ilmu dan matematika. A. ILMU Ilmu berasal dari bahasa Arab: alima, ya lima, ilman yang berarti mengerti, memahami benar-benar. Dalam bahasa Inggris ilmu disebut science dan bahasa latin scientia . Dalam kamus besar bahasa Indonesia ilmu diartikan sebagai pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang pengetahuan itu. Dari segi maknanya, pengertian ilmu sepanjang yang dibaca dalam pustaka menunjukkan pada sekurang-kurangnya tiga hal: pengetahuan, aktivitas dan metode. Dalam hal yang pertama dan ini yang terumum, ilmu senantiasa berarti pengetahuan. Di antara para filusuf dari berbagai aliran terdapat pemahaman umum bahwa ilmu adalah suatu kumpulan yang sistematis dari pengetahuan yang dihimpun dengan perantara metode ilmiah. Sehingga dengan demikian, Ilmu adalah kumpulan pengetahuan secara holistic yang tersusun secara sistematis, teruji secara rasional dan terbukti secara empiris. Ukuran kebenaran ilmu bersifat empiris dan rasional. Peranan ilmu antara lain : 1. Ilmu merupakan bagian dari kebudayaan. 2. Ilmu merupakan salah satu cara dalam menemukan kebenaran. 3. Pendidikan keilmuaan harus sekaligus dikaitkan dengan pendidikan moral. 4. Pengembangan bidang keilmuan harus disertai dengan pengembangan dalam bidang filsafat. 5. Kegiatan ilmiah harus bersifat otonom yang terbebas dari struktur kekuasaan. B. MATEMATIKA I. Pengertian Matematika. Matematika berasal dari bahasa latin manthanein atau mathema yang berarti belajar atau hal yang dipelajari. Matematika dalam bahasa Belanda disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran.

Ciri utama matematika adalah penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sehingga kaitan antar konsep atau pernyataan dalam matematika bersifat konsisten. Namun demikian, pembelajaran dan pemahaman konsep dapat diawali secara induktif melalui pengalaman peristiwa nyata atau intuisi. Proses induktifdeduktif dapat digunakan untuk mempelajari konsep matematika. Kegiatan dapat dimulai dengan beberapa contoh atau fakta yang teramati, membuat daftar sifat yang muncul (sebagai gejala), memperkirakan hasil baru yang diharapkan, yang kemudian dibuktikan secara deduktif. Dengan demikian, cara belajar induktif dan deduktif dapat digunakan dan sama-sama berperan penting dalam mempelajari matematika. Penerapan cara kerja matematika seperti ini diharapkan dapat membentuk sikap kritis, kreatif, jujur dan komunikatif pada siswa. Fungsi Pembelajaran Matematika : 1. Mengembangkan kemampuan menghitung, mengukur, menurunkan dan menggunakan rumus matematika yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari melalui materi pengukuran dan geometri, aljabar, peluang dan statistika, kalkulus dan trigonometri. 2. Mengembangkan kemampuan mengkomunikasikan gagasan melalui model matematika yang dapat berupa kalimat dan persamaan matematika, diagram, grafik atau tabel. Tujuan pembelajaran matematika adalah: 1. Melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikian, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsisten dan inkonsistensi. 2. Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba. 3. Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah. 4. Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, grafik, peta, diagram, dalam menjelaskan gagasan. II. Aliran Dalam Filsafat Matematika. 1. Immanuel Kant (1724 1804) Berpendapat bahwa matematika merupakan pengetahuan yang bersifat sintetik apriori dimana eksistensi matematika tergantung dari pancaindera serta pendapat Gottlob Frege (1848 1925) dari aliran yang disebut logistik yang

menyatakan bahwa matematika merupakan cara berpikir logis yang salah atau benarnya dapat ditentukan tanpa mempelajari dunia empiris dan juga menyatakan bahwa matematika seluruhnya dapat direduksi ke dalam proposisi logika. 2. David Hilbert (1862 1943) Pelopor dari aliran kaum formalis yang menolak bahwa konsep matematika dapat direduksi menjadi konsep logika. Kaum formalis menekankan bahwa aspek formal dari matematika sebagai bahasa perlambang dan mengusahakan konsistensi dalam penggunaan matematika sebagai bahasa lambang. 3. Jan Brouwer (1881 1966) Berpendapat bahwa matematika ini beraliran intusionis yang menyatakan bahwa intuisi murni dari berhitung merupakan titik tolak tentang matematika bilangan. Hakikat sebuah bilangan harus dapat dibentuk melaui kegiatan intuitif dalam berhitung dan menghitung. III. Hakekat Matematika. 1. Matematika sebagai bahasa Matematika adalah bahasa dengan berbagai simbol dan ekspresi untuk mengkomunikasikannya. Lambang-lambang matematika harus bersifat artifisial yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan padanya sehingga menjadi ekonomis dengan kata-kata. Matematika mempunyai kelebihan lain dibandingkan dengan bahasa verbal. Matematika mengembangkan bahasa numerik yang memungkinkan kita untuk melakukan pengukuran secara kuantitatif. Bahasa verbal hanya mampu mengemukakan pernyataan yang bersifat kualitatif. Hal ini menyebabkan penjelasan dan ramalan yang diberikan oleh bahasa verbal tidak bersifat eksak sehingga daya prediktif dan kontrol ilmu kurang cermat dan tepat. Untuk mengatasi masalah ini matematika mengembangkan konsep pengukuran. Sifat kuantitatif dari matematika ini dapat meningkatkan daya prediktif dan kontrol dari ilmu. Matematika memungkinkan ilmu mengalami perkembangan dari tahap kualitatif ke kuantitatif. Matematika adalah bahasa yang dapat menghilangkan sifat kabur, majemuk dan emosional. 2. Matematika sebagai ratu dan sekaligus pelayan. Sebagai ratu, perkembangan matematika tidak tergantung pada ilmu-ilmu lain. Matematika sebagai pelayan, matematika adalah ilmu yang mendasari dan melayani berbagai ilmu pengetahuan. 3. Matematika sebagai sarana berpikir deduktif Berpikir deduktif adalah proses pengambilan kesimpulan yang didasarkan kepada premis- premis yang kebenarannya telah ditentukan. Matematika adalah pengetahuan yang disusun secara konsisten berdasarkan logika

deduktif. Matematika adalah ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar. Ciri utama matematika adalah penalaran deduktif yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan yang diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sehingga kaitan antar konsep atau pernyataan dalam matematika bersifat konsisten. Namun demukian, pembelajaran dan pemahaman konsep dapat secara induktif melalui pengalaman peristiwa nyata atau intuisi. 4. Matematika sebagai aspek estetik Matematika merupakan kegunaan praktis dalam kehidupan sehari-hari. Hampir semua masalah kehidupan yang membutuhkan pemecahan secara cermat dan teliti tidak mau berpaling pada matematika. Dari mengukur panjang papan sampai mengukur kedalaman laut. Aspek estetik juga diperkembangkan dimana matematika merupakan kegiatan intelektual dalam kegiatan berpikir yang penuh kreatif. 5. Matematika sebagai aktivitas manusia IV. Karakteristik Matematika. 1. Memiliki objek abstrak Obyek dasar matematika adalah abstrak dan disebut obyek mental, obyek pikiran yaitu : a. Fakta Berupa konvensi-konvensi yang diungkap dengan simbol tertentu. b. Konsep Konsep adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk menggolongkan sejumlah obyek. c. Operasi y Operasi adalah pengerjaan hitung, pengerjaan aljabar, dan pengerjaan matematika yang lain. penjumlahan , perkalian , gabungan , irisan . y Operasi adalah suatu relasi khusus, karena operasi adalah aturan untuk memperoleh elemen tunggal dari satu atau lebih elemen yang diketahui. d. Prinsip y Prinsip adalah obyek matematika yang kompleks. Prinsip dapat terdiri dari beberapa fakta, beberapa konsep yang dikaitkan oleh suatu relasi/operasi. y Prinsip adalah hubungan antara berbagai obyek dasar matematika. Prinsip dapat berupa aksioma, teorema, sifat. 2. Bertumpu pada kesepakatan Kesepakatan yang amat mendasar adalah AKSIOMA dan KONSEP PRIMITIF

3.

4.

5.

Berpola pikir deduktif Kebenaran suatu konsep atau pernyataan yang diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sehingga kaitan antar konsep atau pernyataan dalam matematika bersifat konsisten. Proses pembuktian secara dedutif akan melibatkan teori atau rumus matematika lainnya yang sebelumnya sudah dibuktikan kebenarannya secara dedutif juga. Memiliki simbol yang kosong dari arti Contoh : y Model persamaan x + y = z belum tentu bermakna bilangan, makna huruf atau tanda itu tergantung dari permasalahan yang mengakibatkan terbentuknya model itu. Memperhatikan semesta pembicaraan Bila semesta pembicaraanya adalah bilangan maka simbol-simbol diartikan bilangan. Contoh : y Jika kita bicara di ruang lingkup vektor, a b ! c , maka huruf huruf yang

digunakan bukan berarti bilangan tetapi harus diartikan sebagai vektor. 6. Konsisten dalam sistemnya Dalam matematika terdapat banyak sistem. Satu dengan yang lain bisa saling berkaitan, tetapi juga bisa saling lepas. Sistem-sistem aljabar : sistem aksioma dari group, sistem aksioma dari ring, sistem aksioma dari field. Sistem-sistem geometri : sistem geometri netral, sistem geometri Euclides, sistem geometri non-Euclides. Didalam masing-masing sistem dan struktur itu terdapat Konsistensi. C. Hubungan Antara Ilmu dan Matematika Dalam perkembangannya ilmu dibagi menjadi 3 tahap yaitu: 1. Tahap Sistematika Menggolongkan obyek empiris ke dalam kategori tertentu. 2. Tahap Komperatif Tahap ini membandingkan obyek yang satu dengan yang lain. 3. Tahap Kuantitatif Tahap ini mencari hubungan sebab akibat dengan berdasarkan pengukuran yang eksak dari obyek yang diselidiki. Pada tahap pertama dan kedua digunakan bahasa verbal, sedangkan pada tahap ketiga digunakan matematika karena matematika dapat mewakili informasi tentang obyek tertentu dengan menggunakan lambang-lambang sehingga jelas dan juga eksak.

ILMU DAN AGAMAA. Ilmu Secara etimologi, kata Ilmu berasal dari bahasa Arab ilm yang berarti memahami, mengerti, atau mengetahui. Secara umum terkandung makna bahwa kata ilmu mencakup mengetahui segala sesuatu. Kalau menilik dari akidah yang dianut ahlussunnah wal jama ah, ilmu merupakan salah satu dari sifat Allah SWT yang dua puluh. Makna dari sifat ilmu ini bahwa Allah SWT Maha Mengetahui segala sesuatu. Lawan dari sifat