Ringkasan Filsafat-Logika-Etika MPKTA Diperbarui
-
Upload
candra-ayu-widyawati -
Category
Documents
-
view
147 -
download
14
description
Transcript of Ringkasan Filsafat-Logika-Etika MPKTA Diperbarui
FILSAFAT, LOGIKA, DAN ETIKA
Oleh :
Candra Ayu Widyawati, 1206201725
Kelas MPKT A – 14
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDONESIA
2013
BAB I
ISI
A. FILSAFAT
Sebuah kebenaran diperoleh dengan meneliti dan melakukan analisis atau
pengkajian yang matang dengan memakai metode yang tepat dan dengan
mengedepankan cara berpikir yang dalam, sikap kritis yang tinggi, dan jangkauan
pemikiran yang luas. Dengan menggunakan pertanyaan sederhana, filsafat dapat
memicu seseorang untuk berpikir dengan cara tersebut.
Secara etimologis kata filsafat dalam bahasa Indonesia diserap dari bahasa
Arab: falsafah. Kata falsafah itu sendiri berasal dari bahasa Yunani, philosophia
yang berarti ‘suka kearifan‘ atau ‘cinta kebenaran‘. Filsafat mulai dipakai sejak
abad IV–VI SM dipakai oleh bangsa Yunani kuno untuk memahami alam
semesta, baik bentuk maupun penciptaannya. Puncak pengetahuan terjadi pada
masa geosentrisme yang bertahan selama 2000 tahun. Mulai muncul banyak ahli
yang menemukan dalil – dalil dan pemikiran pada masa ini. Kemudian, filsafat
pun didefinisikan sebagai kegiatan berpikir secara radikal, sistematik, dan
universal. Filsafat dengan cepat berkembang ke seluruh Eropa, ke Afrika Utara
(Mesir), dan ke negeri Arab serta ke arah timur (Asia), termasuk Indonesia.
Menurut ilmu filsafat, kebenaran yang ditemukan manusia semuanya
bersifat sementara (tentatif), tidak pernah merupakan kebenaran mutlak atau
abadi. Sesuai pengertian filsafat, pengertian berpikir yang disebut radikal adalah
berakar atau mendasar, siap merombak tempat berpijak secara fundamental. Inti
berpikir yang disebut sistematik atau bersistem adalah logis, yaitu berpikir dengan
menggunakan logika yang memakai premis – premis. Berpikir yang disebut
universal berarti luas, menyeluruh, mendunia (berlaku untuk semua orang).
Ciri – ciri berpikir filsafat berarti merenung yang bukan mengkhayal atau
melamun. Suatu perenungan kefilsafatan harus bersifat koheren atau runtut (tidak
boleh mengandung pernyataan – pernyataan yang saling bertentangan alias tidak
runtut). Objek filsafat haruslah menyangkut sesuatu yang nyata dan jelas. Objek
filsafat ada dua, yaitu objek material (materi atau bahan) dan objek formal (sudut
pandang atau fokus). Filsafat bersama-sama dengan bahasa, agama, etika,
estetika, kesenian, dan logika termasuk di dalam rumpun ilmu humaniora (bukan
anggota rumpun ilmu sosial). Ada 7 bidang kajian filsafat, yaitu Epistemologi,
Estetika, Etika, Kosmologi, Logika, Metodologi, dan Ontologi. Ada 3 bidang
kajian yang mempunyai hubungan khusus yang paling erat dengan filsafat, yaitu
ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Aksiologi tidak didaftarkan dalam bidang
kajian karena aksiologi menyangkut masalah nilai filsafat. Ketiga bidang tersebut
adalah:
a. Ontologi mempelajari mengenai wujud, eksistensi, atau keberadaan sesuatu
(benda). Ontologi dibahas secara rinci. Hal ini bertujuan melatih sikap kritis
dan teliti dengan hasil akhir memahami keberadaan termasuk komponen
pembentuk sesuatu.
b. Epistemologi membahas ilmu pengetahuan, makna, dan kebenaran. Ada 3
teori yang membahas perihal kebenaran, yaitu teori koherensi, teori
korespondensi, teori empiris, dan teori pragmatis.
1) Teori Koherensi
Suatu proposisi cenderung benar jika proposisi itu saling berhubungan
(koheren) dengan pernyataan – pernyataan sebelumnya yang dianggap
benar.
2) Teori Korespondensi
Suatu pernyataan itu benar jika makna yang dikandungnya sungguh –
sungguh merupakan halnya.
3) Teori Empiris
Kebenaran diukur dari segi pengalaman dan biasanya menunjuk kepada
pengalaman inderawi orang seorang. Dalam arti lain, kebenaran proposisi
sebagai terpenuhinya ramalan – ramalan sesuai dengan apa yang
diharapkan.
4) Teori Pragmatis
Proposisi – proposisi yang sesuai dengan pengalaman adalah benar.
c. Aksiologi membicarakan hakikat nilai yang umum atau yang lazim ditinjau
dari sudut pandang kefilsafatan. Fungsi aksiologi adalah menakar atau
mengukur nilai, terutama tentang baik, benar, dan indah; atau lawannya: buruk,
tidak benar, dan tidak indah.
Untuk mempelajari filsafat, metode umum yang banyak digunakan oleh
filsuf adalah menganalisis dan membuat sintesis. Menganalisis adalah
mengumpulkan semua pengetahuan yang dapat dikumpulkan oleh manusia untuk
menyusun suatu pandangan universal. Sintesis adalah rangkuman berbagai
pengertian atau pendapat dari sumber rujukan sehingga menjadi tulisan baru yang
mengandung kesatuan yang selaras dengan kebutuhan penulis. Berikut metode
mempelajari filsafat :
1. Memastikan adanya masalah yang diragukan kesempurnaan atau
kelengkapannya.
2. Masalah umumnya terpecahkan dengan mengikuti dua langkah, yakni menguji
prinsip-prinsip kesahihannya dan menentukan sesuatu yang tak dapat diragukan
kebenarannya (untuk menyimpulkan kebenaran yang lain).
3. Meragukan dan menguji secara rasional segala hal yang ada sangkut pautnya
dengan kebenaran.
4. Mengenali apa yang dikatakan orang lain mengenai masalah yang
bersangkutan dan menguji penyelesaian-penyelesaian mereka.
5. Menyarankan suatu hipotesis yang kiranya memberikan jawaban atas masalah
yang diajukan.
6. Menguji konsekuensi-konsekuensi dengan melakukan verifikasi terhadap hasil-
hasil penjabaran yang telah dilakukan.
7. Menarik simpulan mengenai masalah yang mengawali penyelidikan.
Ada banyak manfaat mempelajari filsafat. Beberapa manfaatnya yaitu :
1. Filsafat membuat orang mampu berpikir mendalam dan mendasar; mampu
menganalisis secara kritis dan logis; serta mampu berpikir secara menyeluruh,
luas, mendunia.
2. Filsafat bertujuan mengumpulkan pengetahuan manusia sebanyak mungkin dan
mengatur semua itu dalam bentuk-bentuk yang sistematis.
3. Filsafat senantiasa mendorong orang untuk berusaha mengetahui sesuatu yang
belum diketahui dan memperdalam sesuatu yang telah diketahui.
4. Berfilsafat menjadikan orang rendah hati dan sadar bahwa tidak semua
pengetahuan akan dikuasainya dalam kesemestaan yang (seakan-akan) tak
terbatas ini.
5. Berfilsafat membuat orang berani mengoreksi diri, berani melihat sejauh mana
kebenaran yang dicari telah dijangkaunya.
B. LOGIKA
Logika dikenal sebagai cabang filsafat, tetapi ada juga ahli yang
menempatkannya sebagai cabang matematika. Jika ditempatkan sebagai cabang
filsafat, logika dapat diartikan sebagai cabang dari filsafat yang mengkaji prinsip,
hukum dan metode berpikir yang benar, tepat, dan lurus. Jika ditempatkan
sebagai matematika, maka logika merupakan cabang darinya. Logika ditempatkan
sebagai pernyataan yang menggunakan bahasa formal. Logika berperan di sana,
mulai dari penamaan benda – benda berdasarkan prinsip identitas hingga
penemuan beragam hubungan antara unsur alam melalui penalaran analogis,
deduktif, dan induktif.
Manusia berpikir dengan menggunakan kategori. Aristoteles membagi
segala sesuatu dalam sepuluh kategori mencakup (1) substansi, (2) kualitas, (3)
kuantitas atau ukuran, (4) relasi (relatio), (5) aksi (actio), (6) reaksi atau terkena
aksi (pasif, pasio), (7) waktu (kapan), (8) lokasi (dimana), (9) posisi (dalam arti
posisi fisik atau posture, silus), dan (10) memiliki atau mengenakan (habitus).
Kant menemukan bahwa fungsi berpikir manusia yang tetuang dalam
putusan-putusan dapat dikategorikan dalam empat kelompok besar, kuantitas
(quantity), kualitas (quality), relasi (relation) dan modalitas (modality). Setiap
kelompok terdiri dari tiga momenta yang biasa disebut sebagai kategori.
1. Kuantitas mencakup :
- Kategori Universal yaitu jika ekstension term (keluasan istilah) subjek
mencakup keseluruhan individu yang diwakili oleh term itu.
- Kategori Partikular yaitu jika ekstension term (keluasan istilah) subjek
mencakup sebagian individu yang diwakili oleh term itu.
- Kategori Singular yaitu jika pernyataan merujuk hanya pada satu hal saja.
2. Kualitas mencakup :
- Kategori Afirmatif yaitu jika pernyataan yang mengiyakan suatu hal.
- Kategori Negatif yaitu jika pernyataan yang menidakkan/membukankan suatu
hal.
- Kategori Infinit yaitu jika pernyataan mengungkapkan sesuatu yang tak
terbatas.
3. Relasi mencakup :
- Kategori Kategorikal yaitu jika pernyataan dapat langsung dinilai benar
salahnya tanpa tergantung pada kondisi dan situasi tertentu, maupun tempat
dan waktu.
- Kategori Hipotetikal yaitu jika kebenaran penyataan tergantung pada kondisi
atau situasi tertentu.
- Kategori Disjunktif yaitu jika pernyataan disjunktif ditentukan berdasarkan
hubungan oposisi logis yang saling meniadakan. Jika yang satu benar maka
yang lain salah.
4. Modalitas mencakup :
- Kategori Problematik (problematical) yaitu jika yang diungkap dengan
pernyataan itu masih berupa kemungkinan.
- Kategori Asertorik (assertorical) yaitu jika yang diungkap dengan pernyataan
itu nyata dan sudah terjadi.
- Kategori Apodeiktik (apodeictical) yaitu jika yang diungkap dengan
pernyataan itu merupakan sesuatu yang pasti terjadi.
Pemikiran mengenai kategori dari berbagai filsuf memberi pelajaran
bahwa dalam mengenali dan memahami benda-benda, seseorang perlu cermat
dan hati-hati. Jenis kategori tak terbatas, tetapi seseorang tetap perlu
menggunakan aturan dan disiplin dalam menggunakan kategori.
Ada 3 istilah awal dalam logika, yaitu term, divisi, dan definisi. Term
merupakan tanda untuk menyatakan suatu ide yang dapat diinderai (sensible)
sesuai dengan pakat (conventional). Definisi adalah pernyataan yang
menerangkan hakikat suatu hal, dan Divisi adalah uraian suatu keseluruhan ke
dalam bagian-bagian berdasarkan satu kesamaan karakteristik tertentu.
Berlanjut mengetahui tentang istilah kalimat, pernyataan, dan proposisi.
kalimat didefinisikan sebagai serangkaian kata yang disusun berdasarkan aturan-
aturan tata bahasa dalam suatu bahasa dan dapat digunakan untuk tujuan
menyatakan, menanyakan, atau memerintahkan sesuatu hal. Kalimat dbedakan
menjadi tiga, yaitu kalimat berita, yaitu kalimat yang memberitakan hal tertentu.
Kalimat tanya berupa pertanyaan tentang hal tertentu. Kalimat perintah berfungsi
menyerukan atau memerintahkan orang untuk melakukan hal tertentu.
Ada dua jenis pernyataan, yaitu pernyataan sederhana dan pernyataan
kompleks. Pernyataan sederhana adalah pernyataan yang hanya mengandung satu
proposisi. Pernyataan kompleks adalah pernyaataan yang mengandung lebih dari
satu proposisi. Proposisi yang dikandung oleh suatu pernyataan juga disebut
komponen logika dari pernyataan. Komponen logika adalah komponen yang turut
menentukan benar atau salahnya suatu pernyataan.
Berdasarkan hubungan di antara proposisi – proposisi yang terkandung
dalam pernyataan kompleks, ada empat jenis pernyataan kompleks, yaitu:
1. Negasi / Pengingkaran (bukan P)
Nilai kebenaran negasi tergantung pada nilai kebenaran komponen
logikanya.
Kata – kata yang maknanya berlawanan (antonim) tidak berarti bahwa kata
– kata tersebut saling menegasikan.
Negatif ganda pada umumnya membentuk pernyataan positif.
2. Konjungsi (P dan Q)
Jumlah konjung dalam suatu kalimat konjungsi tidak kurang dari dua.
Suatu konjungsi benar bila semua konjungnya benar, dan salah jika salah
satu atau kedua konjungnya salah.
Urutan konjungsi boleh dibolak-balik tanpa mempengaruhi nilai
kebenarannya.
Penggunaan kata tetapi, walaupun, dan serupanya mengandung arti lebih
dari sekadar dan, tetapi memiliki nilai kebenaran yang sama.
3. Disjungsi (P atau Q)
Jumlah disjung dalam suatu kalimat disjungsi tidak kurang dari dua.
Urutan disjung dalam suatu disjungsi tidak mempengaruhi nilai
kebenarannya.
Suatu disjungsi benar bila paling sedikit salah satu disjungnya benar, dan
salah jika semua disjungnya salah.
Kata penghubung yang dipakai adalah atau – inklusif (bukan mutlak salah
satu disjung saja yang bernilai benar).
Dalam teori logika, untuk mengungkapkan suatu hubungan atau –eksklusif
(hanya salah satunya yang benar), maka struktur logikanya menjadi A
atau B dan bukan (A dan B).
4. Kondisional (Jika P maka Q)
Pernyataan yang mengandung kata jika disebut antesenden dan
pernyataan yang mengandung kata maka disebut konsekuen.
Kebenaran pernyataan ditentukan oleh hubungan antesenden dan
konasekuennya meskipun menurut ilmu logika murni suatu pernyataan
kondisional dianggap salah hanya jika antesedennya benar dan
konsekuennya salah.
Secara logika, jika A, maka B ekuivalen dengan jika tidak B, maka
tidak A. Kedua bentuk ini disebut kontrapositif.
Hubungan komponen dalam konteks kondisi yang mencukupi dan
niscaya memiliki 5 jenis, yaitu kausal, konseptual, definisional,
regulatori, dan logis.
Ada kondisi yang niscaya sekaligus mencukupi untuk suatu situasi.
Kondisi ini diungkapkan dalam bentuk X jika dan hanya jika Y.
Pernyataan kategorikal adalah pernyataan yang terdiri dari subjek dan
predikat yang membenarkan atau menidakkan bahwa individu adalah anggota
suatu kelompok. Ada empat jenis pernyataan kategorikal, yakni :
A: Semua S adalah P. (Universal-afirmatif)
E: Tidak ada S yang P. (Universal-negatif)
I: Beberapa S adalah P. (Partikular-afirmatif)
O: Beberapa S bukan P. (Partikular-negatif)
Hubungan keempat pernyataan kategorikal yaitu :
a. Kontradiksi (A dan O ; E dan I) artinya hanya salah satu dari pasangan
pernyataan adalah benar. Kontradiksi sama dengan negasi sebuah pernyataan.
b. Kontrari (A dan E) artinya tidak mungkin keduanya benar, tetapi mungkin saja
keduanya salah. Kontrari dari sebuah pernyataan tidak saling ekuivalen.
c. Subkontrari (I dan E) artinya mungkin saja keduanya benar, tetapi tidak
mungkin keduanya salah.
d. Subalternasi (A dan I; E dan O) artinya jika superalternasi (A atau I) benar,
maka subalternasinya (E atau O) bernilai benar, tetapi jika subalternasi benar,
belum tentu superalternasi adalah benar.
Dua pernyataan disebut inkonsisten jika dan hanya jika keduanya tidak
mungkin benar pada saat yang bersamaan. Pada kondisi yang sebaliknya, dua
pernyataan itu disebut konsisten berarti kedua pernyataan itu mungkin benar pada
saat bersamaan. Tiga jenis hubungan antar – pernyataan adalah implikasi,
ekuivalensi, dan independensi logis. Implikasi berarti pernyataan P
mengimplikasikan pernyataan Q ketika secara logis tidak mungkin P benar dan Q
salah pada waktu yang bersamaan. Dua pernyataan secara logis ekuivalen bila
keduanya saling mengimplikasikan dan sebaliknya. Dua pernyataan disebut
secara logis independen jika secara logis tidak berhubungan. Jadi, kedua
pernyataan maupun negasinya tidak saling mengimplikasikan.
Penalaran adalah penarikan kesimpulan berdasarkan alasan – alasan yang
relevan. Kebenaran – kebenaran perlu diketahui dari berbagai hal yang tidak
dapat dibuktikan dengan penyimpulan langsung maupun pembuktian melalui
panca indera. Untuk dapat memperoleh pengetahuan yang benar tentang hal – hal
yang tidak dapat dibuktikan dengan penyimpulan langsung atau indera, kita perlu
membandingkan ide – ide. Inilah penyimpulan tak langsung. Ada dua jenis
penalaran, yaitu deduksi atau penalaran deduktif dan induksi atau penalaran
induktif.
a. Deduksi adalah proses penalaran yang membuat suatu kesimpulan dari suatu
hukum, dalil, atau prinsip yang umum kepada suatu keadaan yang khusus yang
tercakup dalam hukum, dalil, atau prinsip yang umum itu.
b. Induksi adalah proses penalaran yang menyimpulkan hukum, dalil atau prinsip
umum dari kasus – kasus khusus (individual).
Manusia tidak jarang memperoleh pengetahuan yang tidak benar karena
adanya kesalahan dalam proses penyimpulan. Kesalahan penyimpulan
digolongkan atas dua, yakni kesalahan material dan kesalahan formal. Kesalahan
material adalah kesalahan putusan yang digunakan sebagai pertimbangan yang
seharusnya memberikan fakta atau kebenaran. Kesalahan formal ialah kesalahan
yang berasal dari urutan penyimpulan yang tidak konsisten.
Argumentasi adalah ungkapan verbal dari penalaran atau penyimpulan tak
langsung. Proposisi yang dijadikan dasar dari kesimpulan disebut premis atau
anteseden. Ungkapan dari ide ketiga yang menghubungkan ide pertama dan ide
kedua yang diperbandingkan dalam argumentasi disebut term tengah (middle
term). Premis yang mengandung term mayor disebut premis mayor. Premis yang
mengandung term minor disebut premis minor. Dalam argumen deduktif bentuk
yang paling umum digunakan adalah silogisme yang terdiri atas premis mayor,
premis minor, kesimpulan.
Silogisme adalah jenis argumen logis yang kesimpulannya diturunkan dari
dua proposisi umum (premis) yang berbentuk proposisi kategoris. Dilihat dari
bentuknya, penilaian terhadap silogisme adalah sahih (valid) atau tidak sahih
(invalid). Silogisme sahih jika kesimpulan dibuat berdasarkan premis – premis
dengan bentuk-bentuk yang tepat, sedangkan penilaian benar diberikan jika
silogisme valid dan klaimnya akurat.
Silogisme terbagi menjadi Silogisme Kategoris, dan Silogisme Hipotetis.
1) Silogisme Kategoris : Jika A adalah bagian dari C maka B adalah bagian dari
C (Adan B adalah anggota dari C).
Hukum Silogisme, yaitu :
Hanya mengandung tiga term.
Term mayor atau term minor tidak boleh menjadi universal dalam
kesimpulan jika dalam premis hanya bersifat pertikular.
Term tengah tidak boleh muncul dalam kesimpulan.
Term tengah harus digunakan sebagai proposisi universal dalam premis-
premis, setidak-tidaknya satu kali.
Jika kedua premis afirmatif, maka kesimpulan juga afirmatif.
Tidak boleh kedua premis negatif, setidaknya salah satu harus afirmatif.
Kalau salah satu premis negatif, kesimpulan harus negatif. Kalau salah satu
premis partikular, kesimpulan harus partikular.
Tidak boleh kedua premis partikular, setidaknya salah satu harus universal.
2) Silogisme Hipotetis
Premis mayor silogisme hipotetis adalah proposisi hipotetis (kondisi tak
tentu), sedangkan premis minor dan kesimpulannya adalah proposisi kategoris.
Ada tiga bentuk dasar dari silogisme hipotetis, yaitu modus ponens yang
mengafirmasi anteseden, modus tollens yang menolak konsekuen, dan
silogisme hipotetis dengan rantai kondisional.
Selain ketiga bentuk itu, ada bentuk lain yang lebih kompleks, yaitu :
1) Silogisme Disjungtif
2) Dilema Konstruktif
3) Dilema Destruktif
Argumen induktif dapat dipahami sebagai hipotesis yang mengandung
risiko dan ketidakpastian. Adanya premis yang lemah menyebabkan
ketidakpastian karena informasi yang ada kurang lengkap. Hal ini berisiko
memberikan kesimpulan yang salah. Ada 3 jenis induksi, yaitu :
1) Induksi Enumeratif / Generalisasi Induktif
Proses ini menggunakan premis-premis yang menggambarkan karakteristik
sampel untuk mengambil kesimpulan umum mengenai kelompok asal sampel
itu. Premis mengandung data yang digunakan untuk membuat kesimpulan.
Data lebih sering diringkas dalam bentuk statistik. Argumen pun dapat
ditingkatkan kekuatannya melalui banyaknya sampel data.
2) Spesifikasi Induktif: Silogisme Statistikal
Argumen dalam induksi ini menggunakan generalisasi statistik tentang suatu
kelompok untuk mengambil kesimpulan mengenai suatu sub-kelompok atau
anggota individual dari kelompok. Jika sampel sama dengan 100%, argumen
jenis ini menjadi silogisme kategorial, dan kesimpulannya menjadi deduktif.
3) Induksi Eliminatif atau Diagnostik
Argumen ini mempunyai premis – premis yang menggambarkan suatu data
yang berbeda-beda, yang merupakan bukti dari kesimpulannya. Induksi jenis
ini menghasilkan kesimpulan yang merupakan penjelasan terbaik, tetapi tidak
statistikal.
Kemampuan membuat kesimpulan biasanya tergantung pada keahlian dan
pengetahuan mengenai topik yang dibahas, dan bukan pada pengetahuan
mengenai bahasa dan aturan pengambilan kesimpulan.
Unsur khas dari induksi diagnostik adalah premis-premis yang
mengungkapkan bukti, kondisi pembatas, dan hipotesis bantuan.
1) Bukti adalah informasi dalam premis yang harus dapat dijelaskan oleh
kesimpulan dari argumen tersebut.
2) Pembatas terdiri dari premis-premis faktual tambahan yang membatasi
konteks argumen dan digunakan untuk menunjukkan bagaimana bukti
mengarah ke kesimpulan. Pembatas tidak perlu dijelaskan oleh kesimpulan.
3) Hipotesis Bantuan membantu menunjukkan bagaimana bukti dalam kondisi
pembatas dan dapat diyakini mengarah pada kesimpulan.
Sesat pikir menurut logika tradisional adalah kekeliruan dalam penalaran
berupa penarikan kesimpulan-kesimpulan dengan langkah – langkah yang tidak
sah, yang disebabkan oleh dilanggarnya kaidah – kaidah logika. Sesat pikir ada
dua, sesat pikir formal dan nonformal.
1. Sesat formal
Dalam Deduksi
- Empat Term
- Term tengah yang tidak terdistribusikan
- Proses Ilisit (perubahan tidak sahih dari term mayor atau term minor)
- Premis – premis afirmatif tetapi kesimpulannya negatif
- Premis negatif dan kesimpulan afirmatif
- Dua premis negatif
- Mengafirmasi konsekuensi
- Menolak anteseden
- Mengiyakan suatu pilihan dalam suatu susunan argumentasi disjungsi
subkontrer (atau)
- Mengingkari suatu pilihan dalam suatu disjungsi yang kontrer (dan)
2. Sesat nonformal
- Perbincangan dengan ancaman
- Salah guna (abusive)
- Argumentasi berdasarkan kepentingan (circumstantial)
- Argumentasi berdasarkan ketidaktahuan
- Argumentasi berdasarkan belas kasihan
- Argumentasi yang disangkutkan dengan orang banyak
- Argumentasi dengan kewibawaan ahli walaupun keahliannya tidak
relevan
- Accident atau argumentasi berdasarkan ciri – ciri tak esensial
- Perumusan yang tergesa – gesa (converse accident)
- Sebab yang salah
- Penalaran sirkular
- Sesat pikir karena terlalu banyak pertanyaan yang harus dijawab sehingga
jawaban tak sesuai dengan pertanyaan
- Kesimpulan tak relevan
- Makna ganda (equivocation)
- Makna ganda ketatabahasaan (amphiboly)
- Sesat pikir karena perbedaan logat atau dialek bahasa
- Kesalahan komposisi
- Kesalahan divisi
- Generalisasi tak memadai
Ada beberapa keselahan umum dalam penalaran induktif, yaitu :
1. Menilai penalaran induktif dengan standar deduktif
2. Kesalahan generalisasi
- Generalisasi yang terburu – buru
- Kesalahan kecelakaan
3. Kesalahan penggunaan bukti yang salah
- Kesimpulan yang tidak relevan
- Kesalahan bukti yang ditahan
4. Kesalahan statistical
- Sampel yang bias
- Statistik yang tidak cukup
- Kesalahan penjudi
5. Kesalahan kausal
- Mengacaukan sebab dan akibat
- Mengabaikan penyebab bersama
- Kesalahan penyebab yang salah
- Mengacaukan Penyebab Yang Berupa Necessary Condition dengan
Sufficient Condition
6. Kesalahan analogi
C. ETIKA
1. Perbedaan Etika dan Moralitas
Secara etimologis, istilah etika berasal dari kata Yunani "ēthikos" yang
bearti "adat", "kebiasaan", atau "watak" (Pritchard, 2012, 1). Dalam pengertian
yang terakhir etika adalah cabang ilmu filsafat yang menyelidiki suatu sistem
prinsip moral dan berusaha untuk menjawab pertanyaan – pertanyaan radikal.
Lain halnya dengan moralitas berasal dari kata Latin "moralis" yang berarti
"tata cara", "karakter", atau "perilaku yang tepat" (Pritchard, 2012, 1). Secara
terminologis moralitas sering kali dirujuk sebagai diferensiasi dari keputusan
dan tindakan antara yang baik atau yang tidak baik. Moralitas sangat
berhubungan dengan etika karena hal itu adalah objek kajiannya.
2. Klasifikasi Etika
a. Etika Normatif
Etika normatif berkaitan dengan pertimbangan – pertimbangan
tentang bagaimana seharusnya seseorang bertindak secara etis. Dalam etika
normatif ini muncul teori – teori etika, misalnya etika utilitarianisme, etika
deontologis, etika kebajikan, dan lain – lain. Kriteria teori ini disusun
berdasarkan prioritas, di mana dari kriteria umum bisa diturunkan menjadi
prinsip – prinsip etis yang lebih konkret.
b. Etika Terapan
Etika terapan merupakan sebuah penerapan teori-teori etika secara
lebih spesifik kepada topik – topik kontroversial baik pada domain privat
atau publik. Etika terapan ini bisa dibagi menjadi etika profesi, etika bisnis,
dan etika lingkungan. Secara umum ada dua fitur yang diperlukan supaya
sebuah permasalahan dapat dianggap sebagai masalah etika terapan.
Pertama, harus kontroversial dan memiliki dimensi dilema etis.
c. Etika Deskriptif
Etika deskriptif adalah sebuah bentuk studi empiris terkait dengan
perilaku – perilaku individual atau kelompok. Tujuan dari etika deskriptif
adalah untuk menggambarkan tentang apa yang dianggap oleh seseorang
atau masyarakat sebagai bernilai etis serta apa kriteria etis yang digunakan
untuk menyebut seseorang itu etis atau tidak. Penyelidikan etika deskriptif
juga melibatkan tentang apa yang dianggap oleh seseorang atau masyarakat
sebagai sesuatu yang ideal. Oleh karena itu, etika deskriptif melibatkan stud-
studi empiris seperti psikologi, sosiologi, dan antropologi untuk memberikan
suatu gambaran utuh. Observasi yang dilakukan oleh ilmu-ilmu empiris
dalam etika deskripsi sering kali menjadi argumen untuk relativisme etis.
d. Metaetika
Fokus dari metaetika adala arti atau makna dari pernyataan-
pernyataan yang ada di dalam etika. Perkembangan metaetika awalnya
merupakan jawaban atas tantangan dari Positivisme Logis mengenai prinsip
bahwa tidak ada makna tanpa bukti. Kesulitan dari bahasa etika adalah
penyataan – pernyataan yang tidak selalu berupa fakta. Disinilah peran
sentral dari metaetika yang mengembangkan berbagai cara untuk
menjelaskan apa yang dimaksud dengan bahasa etika. Metaetika dibagi
menjadi dua, realisme etis dan nonrealisme etis.
3. Realisme Etis dan Nonrealisme Etis
a. Realisme Etis
Realisme etis ini mengajarkan bahwa kualitas etis atau tidak ada
secara independen dari manusia dan pernyataan etis memberikan
pengetahuan tentang dunia objektif. Pandangan ini disebut juga absolutisme
etis. Absolutisme etis berpendapat bahwa ada beberapa aturan moral yang
selalu benar dan aturan – aturan tersebut dapat ditemukan serta berlaku
untuk semua orang. Masalah bagi etika realis adalah manusia mengikuti
keyakinan etis yang berbeda-beda, sehingga tidak sesuai dengan keragaman
budaya dan tradisi.
b. Non-Realisme Etis
Gagasan utama dari nonrealisme etis adalah manusia yang
menciptakan kebenaran etis (Callcut, 2009, 46). Nonrealisme etis ini sangat
terkait dengan relativisme etis. Menurut relativisme, budaya dan periode
dalam sejarah yang berbeda dari akan menghasilkan aturan etis yang juga
berbeda. Pandangan ini juga memiliki 2 permasalahan yaitu aturan etis
memiliki nilai kualitas yang lebih tinggi daripada sekedar kesepekatan
umum dari sekelompok orang dan tirani mayoritas.
4. Empat Jenis Penyataan Etika
Suatu pernyataan etis menimbulkan pemahaman yang berbeda.
Perbedaan ini memberikan pendekatan yang berbeda pula untuk melihat
persoalan etis. Berikut 4 jenis pernyataan etis :
a. Membuat pernyataan tentang fakta etis (Realisme Moral)
Hal tersebut didasarkan pada gagasan bahwa ada fakta-fakta nyata dan
objektif terkait masalah etis di alam semesta.
b. Menyatakan perasaan (Subjektivisme)
Pernyataan etis tidak mengandung kebenaran faktual tentang kebaikan atau
keburukan.
c. Mengekspresikan perasaan (Emotivisme)
Emotivisme adalah pandangan bahwa klaim moral adalah tidak lebih dari
ekspresi persetujuan atau ketidaksetujuan. Hampir sama dengan
subjektivisme, tetapi tidak memberikan informasi tentang perasaan
pembicara tentang topik.
d. Memberikan instruksi atau larangan (Preskriptivisme)
Gagasan preskriptivisme berfokus pada pernyataan etis adalah petunjuk atau
rekomendasi.
5. Kegunaan Etika
Kegunaan etika dapat dirumuskan sebagai berikut.
a. Menyediakan alat – alat analisis untuk berpikir tentang isu – isu moral
b. Menemukan hal yang tidak sepakati oleh dua orang yang sedang berselisih
tentang sesuatu
c. Menghilangkan kebingungan dan memperjelas masalah
d. Memberikan pertimbangan untuk hal yang bersangkutan dengan
kepentingan orang banyak
6. Immanual Kant dan Etika Kewajiban
Dalam karyanya Critique of Practical Reason, Immanuel Kant
membahas secara filosofis tentang apa yang dimaksud dengan moral.
Menurutnya, sikap etis tidak datang dari luar individu. Kant mempopulerkan
filsafatnya, yaitu Sapere Aude yaitu mendorong individu bahkan dalam urusan
bersikap etis, individu harus dapat memikirkan dan bertindak atas kehendaknya
sendiri. Uniknya, walaupun tujuan besar dari sikap moral adalah untuk
mencapai kebaikan bersama, tetapi tujuan itu dicapai secara kesadaran
individual yang memiliki otonomi.
Dalam prinsip moral Kant, ia menekankan betapa mendasarnya konsep
kewajiban sebagai dasar dari segala perbuatan etis (prinsip deontologis). Bagi
Kant, pengetahuan akan kebaikan itu datang dari rasio praktis diri sendiri.
Prinsip moral oleh Kant, tidak lagi menjadi argumen etis, tetapi menjadi
keharusan, karena itulah dinyatakan sebagai Imperatif Kategoris.
Hal lain yang disampaikan oleh Kant adalah bagaimana ketika
melakukan tindakan etis meski terlepas dari motif individual, hal ini tetaplah
dianggap sebagai tindakan yang bernilai moral. Etika kewajiban dari Kant
mengingatkan manusia betapa pentingnya perbuatan moral yang patuh pada
suatu prinsip moral bahwa kebaikan tersebut intrinsik adanya.
7. John Stuart Mill dan Konsep Etika Utilitarian
Teori moral dalam filsafat dapat dipahami menjadi dua aliran besar,
yang pertama adalah deontologis dan konsekuensialis. Pandangan
konsekuensialis menyatakan bahwa segala tindakan dianggap bernilai secara
moral bila mempertimbangkan hasil akhir dari tindakan tersebut. Adapula
tokoh yang mengembangkan paham etis utilitarian adalah John Stuart Mill.
Utilitarianisme, dari akar kata utility, yang berarti kegunaan, menganggap
bahwa dorongan utama bagi seseorang untuk bersikap etis adalah untuk
mencapai kebahagiaan.
Konsep kebahagiaan sebagai suatu tujuan seseorang sesungguhnya
bukanlah murni milik Mill, seorang pemikir Yunani kuno yang bernama
Epikurus. Mill mengoreksi dengan membagi jenis kenikmatan atau
kebahagiaan ada yang tinggi dan rendah. Menurutnya, kebahagiaan yang
memiliki nilai moral atau yang bertujuan etis bagi Mill adalah jenis
kebahagiaan yang utama atau tertinggi. Selain adanya tingkatan-tingkatan dari
kebahagiaan, atau klasifikasi kebahagiaan, tentunya tingkatan ini
mengimplikasikan suatu anggapan bahwa tidak semua kebahagiaan itu
memuaskan kita secara sempurna.
Mill menganggap prinsip deontologi ini sangatlah tidak realistis, karena
mengabaikan aspek kepekaan individu untuk berkendak serta menginginkan
kebaikan. Konsep Mill tidak berarti untuk mencapai kebahagiaan, seseorang
melakukan hal yang menguntungkan bagi diri sendiri, sebaliknya karena ia
menyadari bahwa kebahagiaan itu untuk kebahagiaan semuanya, maka ia
terdorong untuk bersikap etis. Kebijaksanaan yang utama serta memiliki nilai
moral adalah mengejar kebahagiaan.
8. W.D Ross; Intuisi dan Kewajiban
Dalam pandangan Ross, ia menggunakan penjelasan intuisi. Ross
berargumen bahwa seseorang mengetahui secara intuitif perbuatan apa yang
bernilai baik maupun buruk. Jadi tujuan moral adalah mencapai kebaikan
bukan kebahagiaan. Senada dengan Kant, Ross adalah seorang filosof moral
yang menekankan bahwa tindakan etis haruslah terlepas dari kepentingan
individual. Meskipun terdapat keserupaan dalam filsafat moral Ross dengan
Kant, ada perbedaan penting antara Ross dan Kant, Ross mengkritik kewajiban
sempurna dari Kant. Ia mendebat bahwa kewajiban sempurna mengandaikan
bahwa tidak ada perselisihan menyangkut tindakan moral mana yang harus
diprioritaskan. Kewajiban yang ia maksudkan adalah kewajiban dengan syarat
atau kondisional. Ide moral semacam ini disebut oleh Ross sebagai Prima
Facie. Tipe Prima Facie ada 6 macam :
a. Fidelitas (memegang janji atau komitmen)
b. Kewajiban atas rasa terimakasih
c. Kewajiban berdasarkan keadilan
d. Kewajiban beneficence, atau bersikap dermawan dan menolong orang lain
e. Kewajiban untuk merawat dan menjaga diri sendiri
f. Kewajiban untuk tidak menyakiti orang lain
Dengan pemilihan prioritas kewajiban di atas terhadap situasi tertentu,
seseorang dapat menghindarkan dirinya dari pilihan yang menyebabkan
keburukan untuk dirinya maupun terhadap orang disekitarnya.
BAB II
KESIMPULAN
Tidak dapat dipungkiri bahwa eksistensi dari seluruh disiplin ilmu
pengetahuan berasal dari ilmu filsafat. Metode dalam filsafat pun digunakan untuk
ilmu – ilmu lain, seperti berpikir mendalam dan sistematis. Dalam filsafat
dibutuhkan pembenaran dari pernyataan atau jawaban dari permasalahan.
Pembenaran inilah yang kemudian dikenal sebagai logika. Logika merupakan asas
dalam berpikir dan pembenaran dalam filsafat sehingga kedua hal ini erat
hubungannya. Namun, tetap ada permasalahan yang tidak hanya membutuhkan asas
logika atau berdasar akal pikiran manusia. Permasalahan yang semakin kompeks
dalam masyarakat memunculkan sebuah pranata abstrak lain yang disebut dengan
etika. Etika inilah yang kemudian turut menyelesaikan maslah – masalah manusia
yang melibatkan, baik kehidupan individu maupun sosial. Dapat dilihat bahwa
antara filsafat, logika, dan etika saling berkaitan dan dibutuhkan oleh manusia dalam
menyikapi permasalahan yang muncul.
DAFTAR PUSTAKA
Takwin, Bagus, Finoza, Lamuddin, dan Mubarak Zakky. 2011. Filsafat, Logika,
Etika, dan Kekuatan dan Keutamaan Karakter. Jakarta: Penerbit FEUI.