Rim Pang

70
KAJIAN AKTIVITAS FRAKSI HEXAN RIMPANG KUNYIT (Curcuma longa Linn.) TERHADAP PROSES PERSEMBUHAN LUKA PADA MENCIT (Mus musculus Albinus.) RIFINA MURTI ALMIRA DEPARTEMEN KLINIK, REPRODUKSI DAN PATOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

Transcript of Rim Pang

Page 1: Rim Pang

KAJIAN AKTIVITAS FRAKSI HEXAN RIMPANG KUNYIT

(Curcuma longa Linn.) TERHADAP PROSES PERSEMBUHAN

LUKA PADA MENCIT (Mus musculus Albinus.)

RIFINA MURTI ALMIRA

DEPARTEMEN KLINIK, REPRODUKSI DAN PATOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008

Page 2: Rim Pang

ABSTRAK

RIFINA MURTI ALMIRA. Kajian Aktivitas Fraksi Hexan Rimpang Kunyit

(Curcuma Longa) terhadap Proses Persembuhan Luka pada Mencit (Mus

musculus). Dibimbing oleh WIWIN WINARSIH dan IETJE WIENTARSIH.

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui bahan aktif dari fraksi hexan

rimpang kunyit dan membandingkan efektifitasnya dengan sediaan komersil

terhadap kecepatan persembuhan luka, melalui pengamatan perubahan yang

terjadi secara makroskopis dan mikroskopis. Sebanyak 45 ekor mencit digunakan

dalam penelitian ini dan dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu 15 ekor kontrol positif

(memakai sediaan komersial), 15 ekor untuk kontrol negatif (tanpa pengobatan),

dan 15 ekor untuk kelompok dengan pemberian sediaan fraksi hexan rimpang

kunyit. Kulit di daerah punggung anterior tiap mencit dilukai sepanjang 1,5 cm

dan diberi perlakuan sesuai kelompoknya. Dilakukan pengamatan patologi

anatomi setiap hari untuk ukuran luka, kelembaban, dan warna luka. Untuk

pengamatan histopatologi dilakukan pada hari ke 2, 4, 7, 14, dan 21 dengan

melihat menghitung jumlah neutrofil, jumlah neovaskularisasi, persentase

reepitelisasi dan persentase luasan kolagen dilakukan dengan perhitungan statistik

menggunakan uji sidik ragam (ANOVA) yang dilanjutkan dengan uji wilayah

berganda Duncan. Fraksi hexan mengandung senyawa alkaloid, kuinon, dan

saponin. Saponin memiliki peran yang besar terhadap proses persembuhan.

Sediaan fraksi hexan rimpang kunyit dapat mempercepat proses persembuhan

luka dan sediaan hexan dapat menekan jumlah sel radang pada daerah luka,

mempercepat proses pertumbuhan neovaskularisasi dan reepitelisasi.

Page 3: Rim Pang

ABSTRACT

RIFINA MURTI ALMIRA. Study of Rhizome (Curcuma longa Linn.) Fraction

Activity upon the Process of wound recovery on mice (Mus musculus Albinus.).

Supervised by WIWIN WINARSIH and IETJE WIENTARSIH.

This research is aimed to recognize the active fraction of turmeric hexane

and compare its effectiveness with commercial drugs in accelerating wound

recovery, through observation on the change occurred macroscopically and

microscopically. Forty five mice in this research were divided into three groups;

15 are positive controls (given commercial drugs), 15 are negative controls

(without treatment) and the last 15 are given hexane turmeric fraction. Skin on the

anterior back of each mice are sliced 1,5 cm long and then the mice are treated

based on the group they belong to. Anatomic pathologic observations were

conducted every day to measure the wound length, its moist and its color.

Histopathology observations were conducted on day 2, 4, 7, 14, and 21 by the

calculation of neutrophil and neovascularization number; and the percentage of

reepithelization and collagen area were conducted by using statistical

calculation; through analysis of variant (ANOVA) and followed by Duncan

multiple range test. Hexane fraction consist of alkaloid, quinon, and saponin

materials. Saponin play an important role in recovery process. Hexane drugs can

quickly wound recovery process. Also, hexane drugs are able to minimize the

number of inflamed cell in wound area, and to accelerate the growth of

neovascularization and reephitelization.

Page 4: Rim Pang

KAJIAN AKTIVITAS FRAKSI HEXAN RIMPANG KUNYIT

(Curcuma longa Linn.) TERHADAP PROSES PERSEMBUHAN

LUKA PADA MENCIT (Mus musculus Albinus.)

RIFINA MURTI ALMIRA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008

Page 5: Rim Pang

Judul Skripsi: Kajian Aktivitas Fraksi Hexan Rimpang Kunyit (Curcuma longa

Linn.) terhadap Proses Persembuhan Luka pada Mencit (Mus

musculus Albinus.)

Nama : Rifina Murti Almira

NIM : B04104156

Disetujui,

Dr. Drh. Wiwin Winarsih, M.Si Dr. Dra. Ietje Wientarsih, Apt. M.Sc.

Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui

Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

Institut Pertanian Bogor

Dr. Nastiti Kusumorini

Tanggal Lulus :

Page 6: Rim Pang

PRAKATA

Penulis memanjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT, atas segala

limpahan rahmatNYA sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis

menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai

pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih sedalam-dalamnya

kepada:

1. Papi, Mami dan kakak-kakakku tercinta untuk doa, kasih sayang dan

dukungan materialnya selama ini.

2. Ibu Dr. Drh. Wiwin Winarsih M.Si dan Ibu DR. Dra. Hj. Ietje Wientarsih

Apt, M.Sc. Selaku pembimbing skripsi yang dengan sabar membimbing

penulis menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Endang Rahman selaku dosen pembimbing akademik.

4. Ibu Rini dan Ibu Lina yang telah membantu dalam pembuatan salep fraksi

hexan rimpang kunyit.

5. Pak Soleh, Pak Kasnadi, dan Pak Endang yang telah membantu selama

bekerja di Laboratorium Patologi.

6. Anak kunyit “Dika, Weni dan Ratih” atas bantuan dan kerjasamanya

selama melakukan penelitian ini.

7. Anak iswara “Nona, Ismi, Lala, Eni, Nora, dan Tika” atas persahabatan,

dorongan semangat, doa, dan bantuannya.

8. Teman-teman Asteroidea 41 atas hari-hari yang indah selama masa kuliah.

9. Kakak-kakak angkatan 38, 39 dan 40 atas bimbingannya dan adik-adik

angkatan 42, dan 43 atas kerjasamanya.

10. Ikatan alumni insan candekia (IAIC_BGR) atas doa dan persahabatannya

selama di IPB.

11. Semua pihak yang telah memberikan bantuan baik langsung maupun tidak

langsung yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis berharap skripsi ini dapat berguna bagi semua, khususnya bagi

mahasiswa fakultas kedokteran hewan. Penulis mohon maaf atas segala kesalahan

dan kekurangan dalam penulisan skripsi ini.

Page 7: Rim Pang

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Makassar pada tanggal 1 Oktober 1986 dari ayah

Syarifuddin Hamadu dan ibu Farida Munir. Penulis merupakan putri ke tiga dari

tiga bersaudara.

Penulis menempuh pendidikan di SD Negeri II Moluo Gorontalo (1992-

1998), SLTP I Kwandang Gorontalo (1998-2001) dan MA Negeri Insan Cendekia

Gorontalo (2001-2004). Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di

Fakultas Kedokteran Hewan IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa

Baru (SPMB).

Selama mengikuti perkuliahan di Fakultas Kedokteran Hewan IPB,

penulis aktif sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Kedoteran Hewan Indonesia

pada tahun 2006/2007 dan pengurus DKM An-Nahl pada tahun 2006/2007 dan

2007/2008. Penulis juga menjadi anggota Himpunan Minat dan Profesi Hewan

Ruminansia.

Page 8: Rim Pang

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ........................................................................... x

DAFTAR GAMBAR ...................................................................... xi

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................. xiii

PENDAHULUAN ........................................................................... 1

TINJAUAN PUSTAKA

Kunyit ................................................................................................... 3

Penapisan Fitokimia .............................................................................. 7

Ekstraksi dan Identifikasi Bahan ........................................................... 9

Pelarut Heksan .................................................................................... 11

Salep ................................................................................................... 11

Mencit ................................................................................................. 12

Struktur dan Fungsi Kulit .................................................................... 13

Luka .................................................................................................... 16

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persembuhan Luka ........................ 21

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat .............................................................................. 22

Alat dan Bahan .................................................................................... 22

Metode Fraksinasi Rimpang Kunyit .................................................... 23

Penapisan Fitokimia ............................................................................ 25

Pembuatan Sediaan Salep .................................................................... 26

Mencit Untuk Perlakuan ...................................................................... 26

Perlukaan Pada Mencit ........................................................................ 26

Pemberian Obat Luka komersil dan Sediaan Salep Hexan ................... 27

Pengamatan Patologi Anatomi ............................................................. 27

Pengambilan Sampel Kulit .................................................................. 27

Pembuatan Sediaan Haematoxilin-Eosin (HE) ..................................... 27

Pembuatan Sediaan Masson Trichrome (MT) ...................................... 28

Pengamatan Histopatologi ................................................................... 29

Analisis Data ....................................................................................... 31

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Fitokimia Fraksi Hexan Rimpang Kunyit ............................... 32

Pengamatan Luka secara Makroskopis ................................................ 33

Pengamatan Luka secara Mikroskopis ................................................. 38

Neutrofil ............................................................................................. 38

Neovaskularisasi ................................................................................. 40

Reepitelisasi ........................................................................................ 42

Page 9: Rim Pang

Kolagen ............................................................................................... 43

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ........................................................................................ 46 Saran ................................................................................................... 46

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 47

LAMPIRAN ............................................................................................. 49

Page 10: Rim Pang

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Patologi anatomi persembuhan luka kulit pada mencit..................................34

2. Rataan jumlah PMN (Neutrofil) pada mencit kontrol positif (KP), kontrol

negatif (KN), dan Salep Hexan......................................................................39

3. Rataan jumlah neovaskularisasi pada mencit kontrol positif (KP), kontrol

negatif (KN), dan Salep Hexan......................................................................41

4. Persentase reepitelisasi pada mencit kontrol positif (KP),

kontrol negatif (KN), dan Salep Hexan.........................................................42

5. Persentase luasan kolagen pada mencit kontrol positif (KP),

kontrol negatif (KN), dan Salep Hexan.........................................................44

Page 11: Rim Pang

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Tanaman kunyit................................................................................................3

2. Rimpang kunyit dan simplisia..........................................................................5

3. Model struktur kurkumin.................................................................................6

4. Mencit............................................................................................................13

5. Struktur normal kulit…………………………………………………….….13

6. Diagram alur proses fraksinasi kunyit dengan pelarut hexan........................24

7. Metode penentuan luasan kolagen pada pengamatan histopatologis

jaringan luka hari ke 14……………………………………..…………......30

8. Proses persembuhan luka (PA) pada hari ke-4..............................................36

9. Proses persembuhan (PA) luka hari ke-14.....................................................37

10. Neutrofil kelompok hexan hari ke-2, dengan pewarnaan HE........................39

11. Neovaskularisasi kelompok hexan hari ke-7, dengan pewarnaan MT...........41

12. Reepitelisasi yang kelompok hexan hari ke-7, dengan pewarnaan MT.........43

13. Jaringan ikat kolagen kelompok hexan hari ke-7, dengan pewarnaan MT....44

Page 12: Rim Pang

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Hasil perhitungan statistik jumlah neutrofil…………………………….….50

2. Hasil perhitungan statistik jumlah neovaskularisasi……………………….52

3. Hasil perhitungan statistik persentase reepitelisasi………………………...54

4. Hasil perhitungan statistik persentase luasan kolagen…………………….56

Page 13: Rim Pang

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kondisi sehat merupakan hal yang diinginkan setiap mahkluk hidup. Sehat

berarti bebas dari rasa sakit baik fisik maupun psikis seperti bebas dari rasa sakit

yang diakibatkan oleh luka pada kulit. Selain rasa sakit, luka pada kulit juga akan

mengurangi keindahan kulit dan jika terjadi luka yang besar maka akan

mengganggu fungsi tubuh karena kulit mempunyai fungsi antara lain sebagai

pertahanan pertama dari tubuh dan sebagai termolegulator. Melihat pentingnya

fungsi kulit maka berbagai cara dilakukan untuk menyembuhkan kulit yang

terluka, seperti mengkonsumsi obat atau pergi ke dokter. Namun, dengan naiknya

semua kebutuhan hidup yang menjadikan perekonomian rakyat semakin terpuruk

membuat rakyat tidak dapat memilih selain mengenyampingkan hal ini.

Berbagai cara dilakukan pemerintah untuk memecahkan masalah ini antara

lain dengan terus mencari alternatif obat yang murah, mudah didapat tetapi tetap

berkhasiat demi membantu rakyat dalam bidang kesehatan. Cara ini ditempuh

salah satunya dengan memberikan bantuan dana untuk mengadakan penelitian

tanaman berkhasiat yang dapat dijadikan obat. Hal ini dilakukan mengingat

Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan jenis tanaman dan diantara

jenis tanaman tersebut banyak yang memiliki potensi untuk dijadikan tanaman

obat (herbal medicine). Salah satu tanaman yang sering digunakan sebagai obat

adalah tanaman kunyit (Curcuma longa Linn.).

Tanaman kunyit merupakan tanaman rempah dan obat yang tumbuh

sepanjang tahun. Tanaman ini memiliki berbagai macam manfaat, bahkan setiap

bagiannya memiliki manfaat yang berbeda. Bagian yang terpenting dan sering

digunakan dari tanaman kunyit adalah bagian rimpangnya. Rimpang kunyit

mengandung senyawa utama antara lain kurkumin dan minyak atsiri.

Menurut Wijayakusuma (2005) senyawa kurkumin mempunyai efek

antara lain sebagai anti bakteri, anti inflamasi, anti oksidan, hepatoprotektor dan

sebagai kolagogum. Namun, hal ini belum cukup karena dengan adanya

perkembangan teknologi dan adanya pasar global, menuntut setiap produk obat

(baik obat sintetik maupun obat alami) yang beredar untuk terus meningkatkan

Page 14: Rim Pang

kualitasnya agar dapat bersaing di pasaran. Untuk itu penelitian tentang khasiat

tanaman kunyit terus dikembangkan salah satunya dengan melakukan ekstraksi

rimpang kunyit.

Ekstraksi rimpang kunyit yang kemudian dilanjutkan dengan fraksinasi

hexan dilakukan agar dapat menarik zat-zat aktif berkhasiat yang terkandung

pada rimpang kunyit yang tidak dapat larut dalam pelarut lain. Penelitian ini juga

dilakukan dengan dasar adanya perubahan gaya hidup masyarakat yang ingin

kembali ke alam, yaitu memakai obat-obat yang berasal dari alam karena

dipercaya mempunyai sedikit efek samping dan lebih aman bagi tubuh.

Tujuan Penelitian

1. Mengetahui senyawa dari fraksi hexan rimpang kunyit.

2. Membandingkan efektifitas fraksi hexan rimpang kunyit dengan sediaan

komersil yang beredar di masyarakat terhadap kecepatan persembuhan luka,

melalui pengamatan perubahan yang terjadi secara makroskopis dan

mikroskopis.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang bahan aktif

dan efektifitas fraksi hexan rimpang kunyit terhadap persembuhan luka.

Page 15: Rim Pang

TINJAUAN PUSTAKA

Kunyit

Sejarah dan Penyebaran Tanaman Kunyit

Tanaman kunyit (Gambar 1) diperkirakan berasal dari Asia Selatan, Asia

Tenggara atau dari India. Kata Curcuma berasal dari bahasa arab yaitu curcum

dan bahasa yunani karkom. Pada tahun 1977 atau 1978 sesudah masehi

Dioscorides menyebutkan tanaman ini sebagai Cyperus yang menyerupai jahe

tetapi rasanya pahit, kelat, sedikit panas dan tidak beracun. Dahulu tanaman ini

banyak dibudidayakan di India, Cina Selatan, Taiwan, Jawa dan Filipina.

Sekarang kunyit ditanam secara luas di negara-negara tropis tapi penanamanya

berskala besar sangat terbatas di India dan Asia Tenggara (Yuniati et al., 2001).

Gambar 1: Tanaman kunyit (Sumber: dokumentasi pribadi, 2008)

Biologi Tanaman Kunyit

Tanaman kunyit mempunyai nama lain yang cukup banyak antara lain:

Curcuma longa Linn., Curcuma domestica Rump., dan Curcuma longa Auct.

(Wijayakusuma et al., 1992). Sedangkan nama farmasi simplisia tanaman ini

adalah Curcuma domestica Rhizome (Santosa & Gunawan, 2003).

Tanaman kunyit mempunyai kurang lebih 47 genera dan 1400 jenis yang

tersebar di daerah tropis dan subtropis, genus zingiber sendiri meliputi 80 jenis

Page 16: Rim Pang

(Taryono, 2001). Menurut Linnaeus dalam Winarto (2003) taksonomi tanaman

kunyit diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Ordo : Zingiberales

Famili : Zingiberaceae

Genus : Curcuma

Spesies : Curcuma longa Linn.

Tanaman kunyit merupakan tanaman menahun, tinggi dapat mencapai 100

cm. Batang semu, tegak dan bulat, berwarna hijau agak keunguan, dengan

pangkal batang membentuk rimpang. Daun tunggal 3-8 helai, helai daun

membentuk lanset memanjang, ujung dan pangkal daun meruncing, tepi rata,

panjang 20-40 cm, lebar 8-12,5 cm, pertulangan menyirip, berwarna hijau atau

keunguan di dekat ibu tulang daun (Syukur & Hermani, 2002; Santosa &

Gunawan, 2003).

Menurut Yuniati et al. (2001) bunga tanaman kunyit tegak dan berbentuk

paku besar yang muncul diantara pelepah daun, berbulu lebat yang ditutupi oleh

pelepah yang akan tumbuh. Bunganya silindrikal berukuran 5-20 cm dan 3-7,5

cm. Setiap bunganya mempunyai tiga lembar kelopak bunga, tiga lembar tajuk

bunga dan empat helai benang sari. Salah satu dari ke empat benang sari itu

berfungsi sebagai alat pembiakan sedang tiga helai lainnya berubah bentuk

menjadi daun bunga.

Rimpang (Gambar 2) adalah bagian utama dari tanaman kunyit, yang juga

merupakan tempat tumbuhnya tunas. Rimpang ini tumbuh menjalar, umbi utama

berbentuk elips, sebesar 5-8 cm dengan tebal 1,5 cm. Berdasarkan bentuk

fisiknya, rimpang kunyit digolongkan dalam tiga bentuk yaitu fingers, bulbs dan

splits. Fingers artinya rimpang cabang yang panjangnya seperti jari antara 2,5-7,5

cm dan diameter sekitar 1 cm atau lebih. Biasanya digunakan sebagai bumbu

karena baunya yang sedap dan tidak pahit. Bulbs artinya rimpang yang bulat,

pendek dengan diameter lebih besar dibandingkan fingers. Biasanya digunakan

Page 17: Rim Pang

sebagai zat warna dan obat-obatan karena rasanya yang pahit. Splits merupakan

potongan dari fingers dan bulbs, digunakan untuk membuat bubuk dari kunyit.

Untuk keperluan bumbu orang-orang memilih umbi samping yang kecil,

sedangkan umbi-umbi induknya digunakan untuk obat. Umbi induk jika diiris

berwarna jingga dan mengandung banyak minyak (Taryono, 2001).

Mutu dari Splits, fingers, dan bulbs dinilai berdasarkan kehalusan

permukaan rimpang, kekerasan, warna bagian tengah rimpang, rasa, aroma serta

kadar air. Rimpang yang baik berwarna kuning tua sampai jingga, tidak telalu

putih, keras, mudah dipatahkan, baunya tajam serta kadar airnya rendah (Taryono,

2001).

Gambar 2: Rimpang kunyit dan simplisia (Sumber: dokumentasi pribadi, 2008)

Menurut Yuniati et al. (2001) tanaman kunyit dapat beradaptasi dengan

baik di daerah tropik dan sub-tropik dengan curah hujan 1000-2000 mm/tahun

atau dengan irigasi. Ketinggian yang baik untuk pertumbuhan adalah 450-900 m.

Tanaman ini membutuhkan kondisi yang hangat dan lembab, dengan suhu

optimum 30-35 0C. Tanah yang cocok untuk tanaman kunyit adalah tanah

lempung berpasir yang mengandung cukup organik dengan pH tanah 5-7,5.

Kandungan Rimpang Kunyit

Menurut Biswas (2004) dan Yuniati et al. (2001) komposisi kimiawi

rimpang kunyit adalah karbohidrat (69,4%) yang unsur utamanya adalah tepung,

protein (6,3%), lemak (5,1%), mineral (3,5%), air (13,1%), serat (2-7%), asam

Page 18: Rim Pang

askorbik (25%), dan kurkuminoid (3-5%). Kurkuminoid terdiri dari kurkumin

(49,6%), desmetoksikurkumin (28,7%) dan bis-demetoksikurkumin (22,3%).

Persentase ke tiga senyawa kurkuminoid ini dipengaruhi oleh faktor umur

rimpang, daerah dan tempat tumbuh, proses pengeringan dan lama penyimpanan.

Kurkumin (Gambar 3) merupakan zat pemberi warna jingga kekuning-

kuningan pada kunyit, yang mempunyai rumus kimia C21H20O6 (Biswas, 2004;

Yuniati et al., 2001). Kurkumin berupa serbuk kristal yang mempunyai sifat yang

tidak mudah menghilang dengan pemanasan dan tidak larut dalam air tapi larut

dalam larutan alkali dan agak larut dalam eter dan asam asetat pekat (Taryono,

2001).

Dalam penyulingan uap rimpang kunyit mengandung minyak atsiri (5,8%)

yang terdiri dari α-pelandren (1%), sabinen (0,6%), cineol (1%), borneol (0,5%),

zingiberen (25%), dan seskuiterpen (53%). Minyak atsiri inilah yang menentukan

aroma dan cita rasa dari kunyit. Minyak atsiri berwujud cairan kental yang

mempunyai sifat mudah menguap pada suhu ruangan dan dengan pemanasan

(Biswas, 2004; Yuniati et al., 2001).

Kandungan kimia utama rimpang kunyit adalah kurkumin dan

desmetoksikurkumin, yaitu suatu bahan aktif berwarna kuning yang menjadi

bahan dasar pembuatan obat-obat modern untuk anti asma, anti inflamasi, dan

menurunkan kolesterol (Santosa & Gunawan, 2003).

Gambar 3: Model struktur kurkumin (Sumber: Biswas, 2004).

Page 19: Rim Pang

Manfaat Rimpang Kunyit

Ada banyak data dan literatur yang membuktikan bahwa rimpang kunyit

berpotensi besar dalam aktifitas farmakologi yaitu sebagai anti inflamasi, anti

imunodefisiensi, anti virus, anti bakteri, anti jamur, anti oksidan, anti

karsinogenik, dan anti infeksi (Kristina et al., 2007).

Minyak atsiri dan kurkumin mempunyai khasiat sebagai anti inflamasi,

karena mempunyai struktur kimia yang hampir sama. Aktivitas kurkumin sebagai

anti inflamasi dilaporkan pertama kali tahun 1971. Namun, mekanisme kurkumin

sebagai anti inflamasi belum sepenuhnya diketahui. Diduga efek anti inflamasi

disebabkan oleh kemampuan kurkumin dalam menghambat pembentukan asam

arakidonat, leukotrien, prostaglandin, enzim siklo-oksigenase dan enzim

lipoksigenase (Kristina et al., 2007).

Asam arakidonat yang dihasilkan oleh fosfolipid membran sel melalui

aktivasi enzim fosfolipase A2, mempunyai salah satu fungsi yaitu mengaktivasi

enzim lipoksigenase yang nantinya akan membentuk leukotrien dan enzim siklo-

oksigenase yang akan membentuk prostaglandin. Leukotrien dan prostaglandin

merupakan mediator kimiawi pada proses alergi dan inflamasi. Dengan

dihambatnya produksi asam arakidonat berarti produksi leukotrien dan

prostaglandin ikut mengalami penurunan sehingga proses peradanganpun akan

dicengah. Selain itu kurkumin mempunyai aktivitas dalam menurunkan produksi

interleukin I yang juga merupakan salah satu mediator kimiawi dalam inflamasi.

Kurkumin juga dapat mencengah timbulnya edema pada proses peradangan

(Biochem Pharmacol, 1995).

Penapisan Fitokimia

Menurut Daris (2008) fitokimia berasal dari kata phytochemical. Phyto

berarti tumbuhan atau tanaman dan chemical sama dengan zat kimia berarti

fitokimia adalah zat kimia yang terdapat pada tanaman. Setiap tumbuhan atau

tanaman mengandung sejenis zat yang disebut fitokimia yang dapat memberikan

rasa, aroma atau warna pada tumbuhan itu. Sampai saat ini sudah sekitar 30.000

jenis fitokimia yang ditemukan dan sekitar 10.000 terkandung dalam makanan.

Senyawa fitokimia tidak termasuk kedalam zat gizi karena bukan berupa

Page 20: Rim Pang

karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral maupun air yang dibutuhkan normal

tubuh tapi memiliki efek yang menguntungkan bagi kesehatan atau memiliki

peran aktif bagi pencegahan penyakit.

Studi pada manusia dan hewan telah dilakukan dan membuktikan zat-zat

kombinasi fitokimia ini di dalam tubuh manusia memiliki fungsi tertentu yang

berguna bagi kesehatan. Kombinasi itu antara lain menghasilkan enzim-enzim

sebagai penangkal racun (detoksifikasi), merangsang sistem pertahanan tubuh

(imunitas), mencegah penggumpalan keping-keping darah (trombosit),

menghambat sintesa kolesterol di hati, meningkatkan metabolisme hormon,

meningkatkan pengenceran dan pengikatan zat karsinogen dalam liang usus,

menimbulkan efek anti bakteri , anti virus dan anti oksidan, mengatur gula darah

serta dapat menimbulkan efek anti kanker (Daris, 2008). Beberapa fitokimia yang

sudah diketahui, antara lain sebagai berikut:

� Alkaloid

Alkaloid mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau

lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan sebagai bagian dari sistem siklik.

Alkaloid sering kali beracun bagi manusia dengan bahaya yang mempunyai

kegiatan fisiologi yang menonjol jadi digunakan secara luas dalam pengobatan

(Harbone, 1987). Alkaloid secara kimia merupakan golongan heterogen. Ia

berkisar dari senyawa sederhana seperti koniina yaitu alkaloid utama Conium

maculatum, sampai ke struktur pentasiklik seperti strikhnina yaitu racun kulit

Strychnos (Harbone, 1987). Alkaloid tertentu mempunyai kemampuan

mengurangi rasa nyeri dan bersifat sebagai penenang (Kalsum et al., 2008).

� Flavonoid

Menurut Markham (1988) flavonoid merupakan senyawa polar sehingga

flavonoid dapat larut dalam pelarut polar seperti etanol, methanol, aseton, dimetil

sulfoksida (DMSO), dimetil fonfamida (DMF), dan air. Flavonoid adalah

golongan senyawa bahan alam dari senyawa fenolik yang banyak merupakan

pigmen tumbuhan. Saat ini lebih dari 6.000 senyawa yang berbeda masuk ke

dalam golongan flavonoid. Flavonoid merupakan bagian penting dari diet manusia

karena banyak manfaatnya bagi kesehatan. Manfaat kebanyakan flavonoid dalam

tubuh manusia adalah sebagai anti oksidan sehingga sangat baik untuk

Page 21: Rim Pang

pencegahan kanker. Manfaat lain flavonoid adalah untuk melindungi struktur sel,

memiliki hubungan sinergis dengan vitamin C (meningkatkan efektivitas vitamin

C), anti inflamasi, mencegah keropos tulang, dan sebagai antibiotik (Harbone,

1987).

� Kuinon

Kuinon adalah senyawa berwarna (pigmen) yang terdapat pada tumbuhan.

Kuinon termasuk dalam kelompok fenolat, berfungsi sebagai kofaktor. Senyawa

fenolat pada tumbuhan umumnya dalam bentuk terikat dengan molekul lain,

seringkali dengan residu glucosyl, sulphate atau asetil. Dalam keadaan bebas dan

terdetoksifikasi secara parsial bersifat toksik. Kuinon memiliki efek

menghilangkan rasa sakit (Daris, 2008).

� Saponin

Menurut Harbone (1987) saponin adalah suatu glikosida triterpana dan

sterol yang mungkin ada pada banyak tanaman. Saponin bersifat iritan pada

mukosa tubuh (Sayekti, 2008; Jenkins et al., 1957). Fungsi saponin dalam

tumbuh-tumbuhan tidak diketahui secara pasti tapi fungsinya bagi tubuh telah

diketahui dari berbagai hasil penelitian. Saponin berfungsi sebagai

hipokolesterolemik, imunostimulator, dan anti karsinogenik. Mekanisme anti

karsinogenik saponin meliputi efek anti oksidan dan sitotoksik langsung pada sel

kanker. Saponin juga berfungsi sebagai anti bakteri (Sayekti, 2008).

� Tanin

Tanin merupakan astringen, polifenol tanaman berasa pahit yang dapat

mengikat dan mengendapkan protein. Umumnya tanin digunakan untuk aplikasi

di bidang pengobatan, misalnya untuk pengobatan diare, hemostatik

(menghentikan pendarahan), dan wasir (Amelia, 2002). Sedangkan menurut

Olivia et al., (2004) tanin merupakan senyawa polifenol dari kelompok flavonoid

yang berfungsi sebagai anti oksidan kuat, anti inflamasi, dan anti kanker.

Ekstraksi dan Identifikasi Bahan

Menurut Wientarsih & Prasetyo (2006) ekstraksi adalah proses penarikan

atau pemisahan zat aktif suatu simplisia dengan menggunakan cairan penyaring

yang cocok. Pemikiran metode ekstraksi senyawa bukan atom dipergunakan oleh

Page 22: Rim Pang

beberapa faktor, yaitu sifat jaringan tanaman, sifat kandungan zat aktif serta

kelarutan dalam pelarut yang digunakan. Prinsip ekstraksi adalah melarutkan

senyawa polar dalam pelarut polar dan senyawa non polar dalam senyawa non

polar (Yuliani & Rusli, 2003).

Menurut Wientarsih & Prasetyo (2006) pembagian ekstrak berdasarkan

macam simplisia. Simplisia adalah bahan alami yang digunakan sebagai obat yang

belum mengalami perubahan, biasanya bahan yang dikeringkan.

� Simplisia nabati; tanaman utuh, bagian tanaman, eksudat tanaman.

� Simplisia hewani; hewan utuh atau bagiannya atau zat yang dihasilkan

hewan.

� Simplisia mineral; simplisia berasal dari mineral baik yang diolah atau

belum.

Menurut Wientarsih & Prasetyo (2006) jenis ekstraksi ada 4 macam yaitu

sediaan ekstrak: sediaan kering, kental, atau cair dari sampel nabati atau hewan;

tingtur: sediaan cair yang telah dilakukan meserasi atau perkolasi dari simplisia

nabati atau hewan dalam pelarut yang cocok (20% zat khasiat); infus: sediaan cair

berasal dari simplisia nabati (90 0C selama 15 menit); dekok: sediaan cair berasal

dari simplisia nabati (90 0C selama 30 menit). Sedangkan metode ekstraksi ada 4

macam yaitu: Maserasi (Perendaman), Perkolasi, Digesti, dan Infusi.

Simplisia nabati dan jenis ekstrak tingtur yang digunakan dalam penelitian

ini. Jenis ekstrak ini menggunakan metode maserasi (perendaman). Cara maserasi

adalah mencampur 10% simplisia dengan 75 bagian penyari ke dalam sebuah

wadah, kemudian ditutup dan dibiarkan selama 5 hari. Setelah itu diserkai,

diperas, dan diaduk. Ampas dicuci dengan cara menambahkan penyari 100 bagian

kemudian di pindahkan ke dalam bejana, ditutup selama 2 hari. Setelah itu,

disaring dan dituang (Wientarsih & Prasetyo, 2006). Metode ini digunakan karena

pengerjaan dan alatnya sederhana, tapi metode ini juga mempunyai kerugian yaitu

pengerjaannya membutuhkan yang lama dan proses ekstraksinya kurang

sempurna (Yuliani & Rusli, 2003).

Page 23: Rim Pang

Pelarut Hexan

Menurut Basri (1996) hexan adalah hidrokarbon alifatik tak jenuh dengan

formula CH3(CH2)4CH3 termasuk dalam alkana, berbentuk cairan beruap, tidak

berwarna, mudah terbakar, tidak larut dalam air tetapi larut dalam alkohol, eter

dan aseton. Hexan di dapat dari penyulingan bertingkat petrolum dan sering

digunakan sebagai pelarut dan pengencer cat.

Hexan adalah senyawa nonpolar. Akibatnya, gaya tarik antar molekul

lemah. Hexan tidak larut dalam pelarut polar seperti air, tetapi larut dalam pelarut

nonpolar atau sedikit polar seperti dietil eter atau benzena. Kelarutannya

disebabkan oleh gaya tarik van der Walls antara pelarut dan zat terlarut. Hexan

memiliki berat lebih ringan dibandingkan air dan titik didihnya adalah 69 oC

(Brieger, 1969).

Salep

Salep adalah sediaan setengah padat yang mempunyai konsistensi hampir

sama dengan krem, dan umumnya sedikit atau tidak mengandung air yang

digunakan sebagai obat luar pada membran mukosa/kulit dengan cara dioleskan.

Salep memiliki 3 fungsi yaitu sebagai pembawa subtansi obat, sebagai pelumas

pada kulit, dan sebagai pelindung permukaan kulit dari rangsangan luar

(Wientarsih & Prasetyo, 2006; Farmakope Indonesia, 1979).

Menurut Wientarsih & Prasetyo (2006) salep dibagi menjadi 3

berdasarkan daya kerjanya yaitu salep epidermik yang bekerja hanya pada

permukaan kulit, salep endodermik yang bekerja lebih dalam tapi tidak menembus

lapisan kulit, dan salep diadermik yang dapat bekerja menembus lapisan kulit dan

masuk ke dalam peredaran darah. Masuknya salep ke lapisan lebih dalam

(absorbsi obat) dipengaruhi oleh segi fisiologis tubuh seperti keadaan kulit,

keadaan hidrasi pada stratum korneum, temperatur kulit, kosentrasi obat, sifat-

sifat obat seperti kelarutan, dan komposisi dasar salep .

Bahan salep harus larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep yang

cocok. Dasar salep berdasarkan komposisinya dibagi menjadi 4 yaitu dasar salep

hidrokarbon, dasar salep serap, dasar salep tercuci dengan air, dan dasar salep

yang larut dalam air. Sedangkan syarat-syarat dasar salep adalah harus stabil baik

Page 24: Rim Pang

fisik maupun kimia, warna dan bau harus stabil selama penyimpanan dan

pemakaian, harus dapat dicampur dengan semua obat, harus halus dan licin

sehingga mudah dioleskan pada kulit, daya kerja untuk semua jenis kulit, tidak

mengiritasi kulit, dan harus mudah dioleskan (Wientarsih & Prasetyo, 2006;

Farmakope Indonesia, 1979) .

Mencit (Mus musculus)

Menurut Arrington (1992) mencit (Gambar 3) merupakan salah satu

hewan laboratorium yang paling banyak dipakai sebagai hewan model. Hal ini

dikarenakan siklus hidupnya relatif pendek hanya sekiar satu hingga dua tahun,

cepat berkembangbiak (lama kebuntingan 19-21 hari) dengan jumlah anak per

kelahiran rata-rata 6 ekor, mudah ditangani (tidak liar), dan mudah dipelihara

dalam jumlah yang besar.

Klasifikasi mencit laboratorium menurut Linneaus dalam Arrington (1992)

adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Subfilum : Vetebrata

Kelas : Mammalia

Subkelas : Theria

Order : Rodentia

Suborder : Sciurognathi

Family : Muridae

Subfamily : Murinae

Genus : Mus

Spesies : Mus musculus Albinus.

Mencit spesies Mus musculus pada awalnya berasal dari Eropa Timur dan

Asia, kemudian dengan cepat menyebar keseluruh dunia. Mencit cepat menyebar

ke berbagai daerah karena terkait dengan kemampuannya hidup pada kondisi

iklim dingin, sedang maupun panas. Mencit termasuk hewan monogastrik,

pemakan segalanya (omnivora), dan merupakan hewan yang aktif dimalam hari

(nocturnal) (Malole & Pramono, 1989).

Page 25: Rim Pang

Gambar 4: Mencit (Sumber: www.rooj.com/Radioprotection_files/image002.jpg,

2008)

Struktur dan Fungsi Kulit

Kulit (Gambar 5) adalah suatu jaringan atau organ yang kompleks, suatu

organ yang dinamis dengan banyak macam sel multiple dengan tipe dan fungsi

yang khas. Karena merupakan “organ pembalut” tubuh paling luar, yang menjadi

pertahanan tubuh terdepan (Dharmojono, 2002). Kulit merupakan salah satu organ

yang paling besar dalam tubuh hewan. Kulit umumnya paling tebal pada

permukaan dorsal dan permukaan lateral anggota tubuh. Paling tipis pada sisi

ventral dan permukaan medial anggota tubuh. Terdapat perbedaan tergantung

pada daerah tubuh, kelamin, dan spesies (Dellmann & Brown, 1992).

Gambar 5: Struktur normal kulit (Sumber: Sukasah, 2008)

Kulit atau integium terdiri dari epidermis dan dermis, berikut folikel bulu,

kelenjar peluh dan kelenjar palit, organ digital (kuku dan teracak), dan berbagai

jenis kelenjar khusus (Dellmann & Brown, 1992). Ditinjau secara histologi, kulit

hewan dan mamalia mempunyai struktur yang bersamaan, terdiri dari tiga lapisan

Page 26: Rim Pang

yang jelas dalam struktur maupun asalnya. Ketiga lapisan tersebut adalah

epidermis, dermis (corium) dan hypodermis (Judoamidjodjo, 1981).

Epidermis

Epidermis adalah lapis kulit paling luar, terdiri dari epitel pipih banyak

lapis berkeratin. Sedikitnya ada empat lapisan yang dapat diidentifikasi, yaitu

stratum basale, stratum spinosum, stratum granulosum dan stratum corneum

(Dellmann & Brown, 1992). Lapisan terluar epidermis adalah stratum corneum,

sedangkan lapisan terdalamnya adalah stratum basale (Jones et al., 1996) Pada

stratum corneum kandungan paling banyak adalah keratosit sehingga relatif tidak

tertembus oleh penetrasi cairan, iritasi zat kimia, alergan atau berbagai jenis

mikroorganisme. Keratosit menghasilkan perantara sitokine seperti interleukin-1

yang membantu reaksi sel perantara imunitas di dalam kulit.

Disamping itu, stratum corneum juga terdiri atas lamel-lamel yang

kencang yang merupakan lapisan terluar dan berkaitan dengan warna cokelat

pigmen melanin yang dihasilkan oleh sel khusus yaitu melanosit. Melanosit

adalah sel-sel yang berkembang dari bingkai neural yang bermigrasi ke dalam

epidermis selama perkembangan embrio, terdapat di antara sel-sel stratum basale

dan mengirim penjuluran dendritik di antara keratinosit pada stratum spinosum.

Sel melanosit memiliki peranan sangat penting dalam melindungi tubuh dari zat

karsinogenik dan efek penuaan oleh sinar ultra-violet (Dellmann & Brown, 1992)

dan (Dharmojono, 2002).

Sel-sel langerhans yang terdapat dibagian tengah epidermis berperan

penting terhadap aspek imunologik. Sel-sel langerhans menyiapkan antigen

sebagai langkah pertama yang diperlukan untuk mengurungkan reaksi

hipersensitivitas. Dengan kata lain, kulit merupakan pertahanan terluar dari sistem

imunitas (Dellmann & Brown, 1992).

Dermis

Dermis (corium) terletak di antara epidermis dan jaringan lemak subkutan.

Secara umum dermis dibagi menjadi lapis superfisial (stratum papilare) yang

berbatasan langsung dengan epidermis yaitu stratum basale dan lapis dalam

Page 27: Rim Pang

(stratum reticularis) tanpa adanya batas yang jelas. Dermis merupakan jalinan

serabut kolagen, serabut elastik dan serabut retikuler. Hampir 90% dari serabut

dermis adalah serabut kolagen. Serabut ini elastik ini memiliki kekuatan yang luar

biasa terhadap tekanan (Dellmann & Brown, 1992).

Dermis memiliki banyak fungsi antara lain: melindungi jaringan dan

struktur yang lebih dalam terhadap trauma; memberikan nutrisi (nourishment)

kepada epidermis dan mengadakan interaksi dengan epidermis selama

embryogenesis, morfogenesis, penyembuhan luka dan membentuk jaringan kulit

kembali (remodeling); dan membuat kulit menjadi kuat, elastik dan lentur serta

luwes. Selain itu, terdapat dua komponen utama dari dermis yaitu sistem

peredaran yang unik dan kelengkapan-kelengkapan kulit khusus termasuk kelenjar

keringat. Kedua komponen tersebut berfungsi dalam pengaturan suhu badan dan

dengan adanya pensyarafan dalam jaringan kulit beserta kelengkapannya

menyebabkan kulit menjadi indra reseptor yang dapat merasakan sensasi nyeri,

gatal, getaran, panas, dan dingin (Dharmojono, 2002).

Sel-sel yang menyusun lapisan dermis terdiri dari sel fibroblas, sel mast,

dan histiosit. Fibroblast merupakan tipe sel tetap jaringan ikat longgar yang paling

banyak jumlahnya. Fibroblast aktif terdapat pada hewan muda dan pada jaringan

ikat yang beregenerasi akibat luka. Sel mast banyak berperan dalam respon

terhadap perlukaan pada kulit dan terdapat hampir seluruh bagian jaringan ikat,

terutama di dekat pembuluh darah. Sel ini memiliki butir sekreta yang

mengandung heparin yang merupakan suatu anti koagulan, histamin sebagai anti

koagulan, dan pada tikus dan mencit mnghasilkan serotonin yang menyebabkan

vasokonstriksik vena. Histiosit adalah sel tipe limfoid dewasa yang memiliki

kemampuan memfagosit bakteri maupun partikel asing. Histiosit yang

mengandung material yang terfagosit disebut sebagai makrofag (Dellmann dan

Brown, 1992).

Subcutis

Hipodermis atau subkutis sebagian besar terdiri dari serat-serat kolagen

dan elastik yang mempertautkan kulit dengan otot atau tulang dibawahnya

(Judoamidjodjo, 1981). Jalinan serabut kolagen dan elastik yang longgar

Page 28: Rim Pang

memungkinkan fleksibilitas kulit serta gerakan bebas di sekitar daerah tersebut.

Pada lapisan hipodermis juga terdapat pembuluh darah, syaraf (Jones et al., 1996)

dan jaringan adipose yang disebut sebagai panniculus adiposus yang berfungsi

sebagai bantalan (Dellmann & Brown, 1992).

Luka

Menurut Tawi (2008) luka adalah rusaknya kesatuan atau komponen

jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusak atau

hilang. Berdasarkan kedalaman dan luasnya, luka dapat dibagi menjadi: Luka

superfisial; luka yang hanya terbatas pada lapisan dermis. Luka “partial

thickness”; luka yang menyebabkan hilangnya jaringan kulit pada lapisan

epidermis dan lapisan bagian atas dermis. Luka “full thickness”; luka yang

menyebabkan hilangnya jaringan kulit pada lapisan epidermis, dermis, dan fasia,

tetapi tidak mengenai otot. Luka mengenai otot, tendon dan tulang.

Terminologi luka yang dihubungkan dengan waktu penyembuhan dapat

dibagi menjadi: luka akut; luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep

penyembuhan yang telah disepakati, dan luka kornis; luka yang mengalami

kegagalan dalam proses penyembuhan, dapat karena faktor eksogen atau endogen

(Tawi, 2008).

Persembuhan Luka

Menurut Engelhardt et al. (1998) dan Tawi (2008) proses persembuhan

luka bukanlah proses yang sederhana melainkan suatu proses yang kompleks

karena berbagai kegiatan bio-seluler, bio-kimia terjadi berkisanambungan

Penggabungan respons vaskuler, aktivitas seluler dan terbentuknya bahan kimia

sebagai substansi mediator di daerah luka merupakan komponen yang saling

terkait pada proses penyembuhan luka. Setiap proses persembuhan luka akan

melalui 3 tahap yang dinamis, saling terkait dan berkesinambungan serta

tergantung pada tiga fase yaitu waktu, tipe luka dan derajat keparahan jaringan

yang rusak. Tahapan penyembuhan luka terdiri dari:

Page 29: Rim Pang

1. fase inflamasi; menghentikan perdarahan dan mempersiapkan tempat luka

menjadi bersih dari benda asing atau mikroorgenisme sebelum dimulai proses

penyembuhan.

2. fase proliferasi/granulasi; pembentukan jaringan granulasi untuk menutup

defek atau cedera pada jaringan yang luka.

3. fase maturasi/deferensiasi; menjadikan jaringan penyembuhan yang telah

terbentuk menjadi lebih matang dan fungsional.

Menurut Vegad (1995) persembuhan luka dibagi menjadi dua tipe yaitu

tipe persembuhan primer dan tipe persembuhan sekunder. Suatu persembuhan

luka digolongkan tipe persembuhan primer apabila luka tertutup, dimana ada

sejumlah kecil jaringan yang hilang dan sedikit pendarahan tapi tidak disertai

infeksi bakteri. Tipe persembuhan ini biasa terjadi pada luka insisi dengan scapel

yang steril. Persembuhan luka digolongkan tipe persembuhan sekunder apabila

luka terbuka, terjadi kerusakan jaringan yang luas atau hilangnya jaringan dalam

jumlah yang besar dan terjadi pendarahan hebat pada luka disertai dengan infeksi

bakteri, inflamasi pada daerah luka dan nekrosis jaringan.

Tahap-Tahap Penyembuhan Luka

1. Fase Inflamasi

Fase inflamasi adalah adanya respons vaskular dan seluler yang terjadi

akibat perlukaan yang terjadi pada jaringan lunak. Respons vaskular terlihat

dengan adanya perubahan pada pembuluh darah, perubahan pada aliran darah,

eksudasi plasma darah, emigrasi dari leukosit, dan diapedesis dari eritrosit.

Sedangkan respons seluler terlihat berupa adanya peningkatan aktivitas leukosit

yang merupakan aktivitas berkelanjutan yang terdiri dari marginasi, adesi,

emigrasi, fagositosis, dan pelepasan produk-produk leukosit ke jaringan

ekstraseluler. Tujuan yang hendak dicapai dari adanya respons ini adalah

menghentikan perdarahan dan membersihkan area luka dari benda asing, sel-sel

mati dan bakteri untuk mempersiapkan dimulainya proses penyembuhan (Tawi,

2008; Vegad, 1995).

Pada awal fase ini menurut Tawi (2008) kerusakan pembuluh darah akan

menyebabkan keluarnya platelet yang berfungsi hemostasis. Platelet akan

Page 30: Rim Pang

menutupi vaskuler yang terbuka dan juga mengeluarkan substansi

“vasokonstriksi” yang mengakibatkan pembuluh darah kapiler vasokonstriksi,

selanjutnya terjadi penempelan endotel yang yang akan menutup pembuluh

darah. Periode ini hanya berlangsung beberapa menit dan setelah itu akan terjadi

vasodilatasi.

Vasodilatasi mengakibatkan peningkatan aliran darah yang segera diikuti

oleh melambatnya sirkulasi darah. Kejadiaan ini menyebabkan peningkatan

permeabilitas dinding pembuluh darah terhadap protein plasma yang

mengakibatkan protein plasma yang terdiri dari albumin, globulin, dan fibrinogen

keluar ke jaringan interstitial. Keluarnya protein plasma kejaringan interstitial

menyebabkan penurunan tekanan osmotik intravaskuler dan peningkatan tekanan

osmotik interstitial. Akibatnya, cairan plasma darah keluar dari pembuluh darah

dan terakumulasi di jaringan interstitial. Kondisi ini biasa disebut sebagai udema

peradangan dimana luka akan terlihat bengkak dan basah (Tawi, 2008; Vegad,

1995).

Kejadian lain setelah vasokonstriksi adalah terjadi vasodilatasi kapiler

stimulasi saraf sensoris (local sensoris nerve ending), local reflex action, dan

adanya substansi vasodilator: histamin, serotonin dan sitokins. Histamin selain

menyebabkan vasodilatasi juga mengakibatkan meningkatnya permeabilitas vena,

sehingga cairan plasma darah keluar dari pembuluh darah dan masuk ke daerah

luka dan secara klinis terjadi edema jaringan dan keadaan lokal lingkungan

tersebut asidosis. Eksudasi ini juga mengakibatkan migrasi sel lekosit ke

ekstravaskuler (Tawi, 2008).

Leukosit (terutama netrofil) keluar ke ekstravaskuler melalui celah yang

terbentuk antara dinding endotel pembuluh darah. Leukosit menuju ke daerah luka

dengan mengikuti berbagai ”sinyal” kimia yang diterima. Fenomena ini biasa

disebut sebagai kemotaksis. Berbagai agen dapat memberikan sinyal kemotaktik

untuk menarik leukosit, meliputi agen-agen infeksius, jaringan rusak, dan zat-zat

yang diaktifkan di dalam fraksi plasma yang bocor dari aliran darah (Price &

Wilson, 1993).

Fungsi netrofil adalah melakukan fagositosis benda asing seperti sel-sel

yang rusak atau mati dan bakteri di daerah luka, kemudian akan digantikan oleh

Page 31: Rim Pang

sel makrofag yang berperan lebih besar jika dibanding dengan netrofil pada proses

penyembuhan luka. Fungsi makrofag disamping fagositosis adalah sintesa

kolagen, pembentukan jaringan granulasi bersama-sama dengan fibroblas,

memproduksi growth factor yang berperan pada reepitelisasi, dan pembentukan

neovaskularisasi atau angiogenesis (Tawi, 2008).

2. Fase Proliferasi

Pada fase ini proses kegiatan seluler yang penting adalah memperbaiki dan

menyembuhkan luka yang ditandai dengan proliferasi sel. Poliferasi sel meliputi

aktivitas mitosis dari sel-sel epidermis, sel-sel endotel, dan sel-sel fibroblas. Peran

fibroblas sangat besar pada proses perbaikan, yaitu bertanggung jawab pada

persiapan menghasilkan produk struktur protein yang akan digunakan selama

proses rekonstruksi jaringan (Tawi, 2008).

Pada jaringan lunak yang normal (tanpa perlukaan), pemaparan sel

fibroblas sangat jarang dan biasanya bersembunyi di matriks jaringan penunjang.

Sesudah terjadi luka, fibroblas akan aktif bergerak dari jaringan sekitar luka ke

dalam daerah luka, kemudian akan berkembang (proliferasi) serta mengeluarkan

beberapa substansi (kolagen, elastin, hyaluronic acid, fibronectin dan

profeoglycans) yang berperan dalam membangun (rekonstruksi) jaringan baru

(Tawi, 2008).

Fungsi kolagen yang lebih spesifik adalah membentuk cikal bakal jaringan

baru dan dengan dikeluarkannnya subtrat oleh fibroblas, memberikan tanda bahwa

makrofag, pembuluh darah baru dan juga fibroblas sebagai satu kesatuan unit

dapat memasuki kawasan luka. Sejumlah sel dan pembuluh darah baru yang

tertanam di dalam jaringan baru tersebut disebut sebagai jaringan granulasi,

sedangkan proses proliferasi fibroblas dengan aktifitas sintetiknya disebut

fibroblasia. Respons yang dilakukan fibroblas terhadap proses fibroplasia adalah

proliferasi, migrasi, deposit jaringan matriks, dan kontraksi luka (Tawi, 2008).

Angiogenesis suatu proses pembentukan pembuluh kapiler baru didalam

luka, mempunyai arti penting pada tahap proleferasi proses penyembuhan luka.

Kegagalan vaskuler akibat penyakit (diabetes), pengobatan (radiasi) atau obat

(preparat steroid) mengakibatkan lambatnya proses sembuh karena terbentuknya

ulkus yang kronis. Jaringan vaskuler yang melakukan invasi kedalam luka

Page 32: Rim Pang

merupakan suatu respons untuk memberikan oksigen dan nutrisi yang cukup di

daerah luka karena biasanya pada daerah luka terdapat keadaan hipoksik dan

turunnya tekanan oksigen. Pada fase ini fibroplasia dan angiogenesis merupakan

proses terintegrasi dan dipengaruhi oleh substansi yang dikeluarkan oleh platelet

dan makrofag (Tawi, 2008).

Proses selanjutnya adalah epitelisasi, dimana fibroblas mengeluarkan

“keratinocyte growth factor (KGF) yang berperan dalam stimulasi mitosis sel

epidermal. Keratinisasi akan dimulai dari pinggir luka dan akhirnya membentuk

barrier yang menutupi permukaan luka. Dengan sintesa kolagen oleh fibroblas,

pembentukan lapisan dermis ini akan disempurnakan kualitasnya dengan

mengatur keseimbangan jaringan granulasi dan dermis. Untuk membantu jaringan

baru tersebut menutup luka, fibroblas akan merubah strukturnya menjadi

myofibroblas yang mempunyai kapasitas melakukan kontraksi pada jaringan.

Fungsi kontraksi akan lebih menonjol pada luka dengan defek luas dibandingkan

dengan defek luka minimal (Tawi, 2008).

Fase proliferasi akan berakhir jika epitel dermis dan lapisan kolagen telah

terbentuk, terlihat proses kontraksi dan akan dipercepat oleh berbagai growth

factor yang dibentuk oleh makrofag dan platelet (Tawi, 2008).

3. Fase Maturasi

Menurut Tawi (2008) pada fese ini terlihat fibroblas sudah mulai

meninggalkan jaringan granulasi, warna kemerahan dari jaringan mulai berkurang

karena pembuluh mulai regresi dan serat fibrin dari kolagen bertambah banyak

untuk memperkuat jaringan parut. Tujuan dari fase maturasi adalah

menyempurnakan terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan penyembuhan

yang kuat dan bermutu.. Kekuatan dari jaringan parut akan mencapai puncaknya

beberapa minggu setelah perlukaan. Sintesa kolagen yang telah dimulai sejak fase

proliferasi akan dilanjutkan pada fase maturasi, kecuali pembentukan kolagen

juga akan terjadi pemecahan kolagen oleh enzim kolagenase. Untuk mencapai

penyembuhan yang optimal diperlukan keseimbangan antara kolagen yang

diproduksi dengan yang dipecahkan. Kolagen yang berlebihan akan terjadi

penebalan jaringan parut atau hypertrophic scar, sebaliknya produksi yang

Page 33: Rim Pang

berkurang akan menurunkan kekuatan jaringan parut dan luka akan selalu terbuka

(Tawi, 2008).

Luka dikatakan sembuh jika terjadi kontinuitas lapisan kulit dan kekuatan

jaringan kulit mampu atau tidak mengganggu untuk melakukan aktivitas yang

normal. Meskipun proses penyembuhan luka sama bagi setiap penderita, tapi hasil

yang dicapai sangat tergantung dari kondisi biologik masing-masing individu,

lokasi serta luasnya luka. Penderita muda dan sehat akan mencapai proses yang

cepat dibandingkan dengan kurang gizi, disertai dengan penyakit sistemik seperti

diabetes melitus (Tawi, 2008).

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Persembuhan Luka

Pada setiap kejadian luka, normalnya mekanisme tubuh akan

mengupayakan mengembalikan komponen-komponen jaringan yang rusak

tersebut dengan membentuk struktur baru dan fungsional sama dengan keadaan

sebelumnya. Namun banyak faktor yang mempengaruhi proses persembuhan luka

antara lain ketergantungan terhadap suplai darah lokal dan faktor endogen

(seperti: umur, nutrisi, imunologi, pemakaian obat-obatan, dan kondisi metabolik).

Persembuhan luka dapat diganggu oleh adanya benda asing atau jaringan nekrotik

di dalam luka, adanya infeksi pada luka, dan perpindahan serta pendekatan tepi

luka yang tidak sempurna (Price & Wilson, 1993; Tawi, 2008).

Page 34: Rim Pang

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dari bulan Juli 2007 sampai bulan April 2008.

Lokasi penelitian di Bagian Patologi dan Laboratorium Farmasi, Departemen

Klinik, Reproduksi dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB.

Alat dan Bahan

Hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit (Mus

musculus). Mencit albino jantan (25-40 g) yang berumur 2-2,5 bulan.

Alat

Alat-alat yang digunakan antara lain skapel, peralatan untuk ekstraksi

kunyit yaitu maserator, evaporator, corong pisah, gelas erlenmayer 100 ml, dan

oven untuk pengering. Peralatan untuk memelihara mencit yaitu kandang mencit

dan untuk preparir kulit. Peralatan untuk pembuatan sediaan histopatologi yaitu

tissue processor, mikrotom, penangas air, gelas objek dan penutup gelas. Serta

mikroskop baik mikroskop cahaya dan mikroskop videometer untuk pengamatan

histopatologi.

Bahan

Bahan yang digunakan antara lain simplisia rimpang kunyit, salep

komersil, eter untuk euthanasi, aquades sebagai pelarut, larutan Netral Buffer

Formalin (10%) untuk fiksasi kulit, dan kapas, serta vaselin kuning untuk

pembuatan salep.

Bahan yang digunakan untuk membuat sediaan histopatologi yaitu larutan

Mayer’s Hematoxylin, larutan Eosin, Xylol, alkohol dengan kosentrasi bertingkat

(70%, 80%, 90%, 95%, dan 100%). Larutan Lithium Carbonat, Aquades, Asam

0,75% larutan Ponceau Xylidine Fuchsin, larutan Phosphotungstic acid 2,5%,

Analin Blue, dan parafin.

Page 35: Rim Pang

Metode Fraksi Hexan Rimpang Kunyit

Simplisia yang dipergunakan pada penelitian ini adalah rimpang kunyit

yang berumur 9 bulan yang diperoleh dari BALITRO dan telah diidentifikasi di

Herbarium Bogorrense (LIPI). Metode Fraksi hexan rimpang kunyit dilakukan

setelah diperoleh ekstrak etanol semi solid dari hasil ekstraksi rimpang kunyit.

Ekstraksi rimpang kunyit dibuat dengan cara maserasi (perendaman)

menggunakan etanol 96%. Satu bagian serbuk kering rimpang kunyit (simplisia)

dimasukkan ke dalam maserator dengan menambahkan 10 bagian etanol 96%,

direndam sambil dilakukan pengadukan secara berkala, kemudian didiamkan

selama 24 jam. Maserat dipisahkan dan proses diulang 3 kali dengan jenis dan

jumlah pelarut yang sama. Semua maserat dikumpulkan dan diuapkan dengan

penguap vakum (evaporator) sehingga diperoleh ekstrak etanol semi solid.

Ekstrak etanol semi solid dimasukkan ke dalam corong pisah dan

ditambahkan larutan hexan yang bersifat nonpolar dengan perbandingan 1:1.

Kedua larutan dihomegenisasikan selama 15 menit, kemudian didiamkan sampai

terbentuk 2 lapisan dengan hexan pada bagian atas dan etanol pada bagian bawah.

Hexan dipisahkan dari etanol dengan cara disedot dengan pipet, kemudian di

evaporasi dengan evaporator sehingga diperoleh fraksi hexan semi solid. Fraksi

hexan ini selanjutnya dimasukkan ke dalam oven agar diperoleh fraksi hexan yang

lebih kental.

Page 36: Rim Pang

Rimpang kunyit

Simplisia kunyit Maserasi dengan ethanol 96%

Filtrat Ampas

Evaporasi

Ekstrak etanol

semi solid

Corong pisah

Etanol dan Hexan 1:1

Ethanol Fraksi Hexan

Evaporasi

Fraksi semi solid

Oven

Fraksi kental

Gambar 6: Diagram alur proses fraksinasi kunyit dengan pelarut hexan.

Page 37: Rim Pang

Penapisan Fitokimia

Penapisan fitokimia meliputi pemeriksaan terhadap adanya alkaloid,

polifenolat, tanin, flavonoid, kuinon, dan saponin.

� Alkaloid

Serbuk simplisia dibasakan dengan amonia, kemudian ditambahkan

kloroform, digerus kuat-kuat. Lapisan kloroform dipipet sambil disaring,

kemudian kedalamnya ditambahkan asam klorida 2N. Campuran dikocok kuat-

kuat hingga terdapat dua lapisan. Lapisan asam dipipet, kemudian dibagi menjadi

3 bagian: kepada bagian 1 ditambahkan pereaksi Mayer (kalium iodida dan raksa

(II) klorida). Diamati jika terjadi endapan atau kekeruhan. Bila terjadi kekeruhan

atau endapan berwarna putih berarti dalam simplisia kemungkinan terkandung

alkaloid. Bagian ditambahkan pereaksi Dragendorff (bismuth subnitras dan raksa

(II) klorida). Diamati jika terjadi endapan atau kekeruhan. Bila terjadi kekeruhan

atau endapan berwarna jingga kuning berarti dalam simplisia kemungkinan

terkandung alkaloid. Bagian 3 digunakan sebagai blanko.

� Polifenolat

Sejumlah kecil serbuk simplisia dimasukkan dalam tabung reaksi dan

dipanaskan dalam tangas air, kemudian disaring. Kepada filtratnya ditambahkan

larutan pereaksi besi (III) klorida. Adanya senyawa fenolat ditandai dengan

terjadinya endapan warna hijau-biru hitam hingga hitam.

� Tanin

Sejumlah kecil serbuk simplisia dimasukkan dalam tabung reaksi dan

dipanaskan dalam tangas air, kemudian disaring. Kepada filtratnya ditambahkan

larutan pereaksi besi (III) klorida sehingga terjadi warna warna hijau-biru hitam

hingga hitam, kemudian ditambahkan larutan gelatin 1%. Adanya senyawa tanin

ditandai dengan terjadinya endapan berwarna putih.

� Flavonoid

Simplisia dipanaskan dan dicampur logam Magnesium dan asam klorida

5N, kemudian disaring. Adanya flavonoid akan menyebabkan filtrat berwarna

merah yang ditarik oleh amil alkohol (untuk lebih memudahkan pengamatan,

sebaiknya dilakukan percobaan blanko).

Page 38: Rim Pang

� Kuinon

Sejumlah kecil serbuk simplisia dimasukkan dalam tabung reaksi dan

dipanaskan dalam tangas air, kemudian disaring. Kedalam filtratnya ditambahkan

larutan KOH 5%. Adanya senyawa kuinon ditandai dengan terjadinya warna

kuning hingga merah.

� Saponin

Sejumlah kecil serbuk simplisia dimasukkan dalam tabung reaksi dan

dipanaskan dalam tangas air, kemudian disaring. Setelah dingin filtrat dalam

tabung reaksi dikocok kuat-kuat selama lebih kurang 30 detik. Pembentukan busa

sekurang-kurangnya setinggi 1 cm dan persisten selama beberapa menit serta

tidak hilang pada penambahan satu tetes asam klorida encer menunjukkan bahwa

dalam simplisia terdapat saponin.

Pembuatan Sediaan Salep

Pada pembuatan salep, fraksi hexan rimpang dicampur dengan bahan dasar

vaselin yang merupakan sistem sederhana. Kedua komponen ini dimasukkan ke

dalam mortar kemudian dihomogenisasikan, setelah itu disimpan dalam wadah

tertutup.

Mencit Untuk Perlakuan

Hewan coba yang digunakan berjumlah 45 ekor yang dibagi menjadi tiga

kelompok yaitu 15 ekor mencit untuk kelompok kontrol positif (menggunakan

sediaan komersial), 15 ekor mencit untuk kelompok kontrol negatif (tanpa

perngobatan) dan 15 ekor untuk kelompok mencit dengan meggunakan salep

fraksi hexan rimpang kunyit.

Perlukaan Pada Mencit

Perlukaan dilakukan setelah sebelumnya rambut di sekitar daerah yang

akan dilukai dicukur dan dibersihkan menggunakan kapas beralkohol 70%.

Mencit kemudian di anasthesi perinhalasi dengan eter setelah itu dilakukan

penyayatan dengan menggunakan benda tajam. Sayatan dilakukan di daerah

Page 39: Rim Pang

punggung dengan panjang sayatan kurang lebih 1,5 cm sejajar dengan os.

Vetebrae.

Pemberian Obat Luka Komersil dan Sediaan Salep Hexan

Obat luka komersil yang digunakan mengandung ekstrak placenta 0,5%,

neomycin sulfate 10% dan jelly base. Obat luka komersil dan sediaan salep fraksi

hexan rimpang kunyit diberikan pada mencit dengan cara mengoleskan langsung

pada luka dengan menggunakan cotton buds. Pemberian obat dilakukan sekali

dalam sehari selama 21 hari pasca perlukaan.

Pengamatan Patologi Anatomi

Pengamatan patologi anatomi dilakukan setiap hari setelah perlukaan

sampai hari ke-21. Pengamatan ini dilakukan dengan metode deskriptif yang

membandingkan proses persembuhan antara tiga kelompok mencit. Peubah yang

diamati adalah panjang luka, kelembaban, warna luka, penyempitan luka dan

tumbuhnya rambut.

Pengambilan Sampel Kulit

Sampel kulit diambil pada hari ke 2, 4, 7, 14 dan 21 pasca perlukaan

setelah mencit dieuthanasi dengan menggunakan eter dosis berlebih secara

perinhalasi. Daerah punggung yang diambil kulitnya dibersihkan dari rambut, jika

ada rambut yang mulai tumbuh. Kulit disekitar luka dipotong dengan ukuran

kurang lebih 1,5 cm. kulit yang sudah dipotong difiksasi dengan larutan BNF

(buffer Neutral Formaline) 10% selama kurang lebih 48 jam.

Pembuatan Sediaan Haematoxilin-Eosin (HE)

Potongan sediaan kulit dengan ketebalan kurang lebih 3 mm dimasukkan

ke dalam kaset tissue dan didehidrasi dengan merendam sediaan tersebut secara

berturut-turut ke dalam alkohol (70%, 80% dan 90%), alkohol absolut (I dan II),

xylol (I dan II) dan parafin (I dan II). Masing-masing proses perendaman pada

setiap larutan dilakukan selama dua jam.

Page 40: Rim Pang

Jaringan dimasukkan ke dalam alat pencetak berisi parafin cair. Letak

jaringan diatur sedemikian rupa agar tetap berada di tengah blok parafin. Setelah

mulai membeku, parafin ditambah kembali hingga alat pencetak penuh dan

dibiarkan hingga parafin mengeras.

Pemotongan jaringan dengan ketebalan 5 mikron dilakukan dengan

mokrotom. Hasil pemotongan berbentuk pita (ribbon), yang kemudian diletakkan

di atas permukaan air hangat bersuhu 45oC dengan tujuan menghilangkan lipatan-

lipatan pada ribbon. Sediaan diangkat dari permukaan air dengan gelas objek yang

telah diulasi larutan albumin yang berguna untuk merekatkan sediaan. Setelah itu,

preparat dikeringkan semalaman dalam inkubator bersuhu 60oC.

Sediaan dimasukkan ke dalam xylol sebayak dua kali selama dua menit,

kemudian sediaan direhidrasi dengan memasukkan ke dalam larutan yang dimulai

dari alkohol absolut sampai alkohol 80% dengan waktu masing-masing selama

dua menit. Selanjutnya sediaan dicuci dalam air mengalir dan dikeringkan.

Sediaan yang sudah kering diberi pewarna Mayer’s Hematoksilin selama

delapan menit, kemudian dibilas dengan air mengalir dan dicuci dengan litium

karbonat selama 15-30 detik, dibilas lagi dengan air, dan diwarnai dengan

pewarna Eosin selama dua menit. Untuk menghilangkan warna Eosin yang

berlebihan, sediaan dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan.

Sediaan yang telah terwarnai dicelupkan ke dalam alkohol 90% setelah itu

alkohol absolut I masing-masing sebanyak sepuluh kali celupan, alkohol absolut

II selama dua menit, xylol I selama satu menit dan xylol II selama dua menit

setelah itu sediaan dikeringkan. Sediaan yang telah kering ditetesi dengan perekat

permount, kemudian ditutup dengan gelas penutup dan disimpan beberapa menit

hingga zat perekatnya mengering. Setelah itu, preparat siap untuk diamati dengan

menggunakan mikroskop.

Pembuatan Sediaan Masson Trichrome (MT)

Deparafinasi dan rehidrasi hingga pencucian dengan air dan aquades

dilakukan terlebih dahulu sebelum sediaan diwarnai. Sediaan kemudian

dimasukkan ke dalam larutan mordant selama 30-40 menit lalu dicuci dengan

aquades, selanjutnya sediaan dimasukkan ke larutan Carrazi’s Hematoxylin

Page 41: Rim Pang

selama 40 menit dan dicuci dengan aquades. Setelah itu, sediaan dimasukkan ke

dalam larutan Orange G 0,75% selama 1-2 menit lalu dicuci dengan asam asetat

1% sebanyak dua kali dengan cara menggoyangnya sebentar. Kemudiaan sediaan

dimasukkan ke dalam larutan Ponceau Xylidine Fuchsin selama 15 menit dan

dicuci dengan asam asetat 1% sebanyak dua kali. Langkah selanjutnya adalah

memasukkan sediaan ke dalam Anilin Blue selama 15 menit yang kemudian

dicuci dengan asam asetat 1% sebanyak dua kali dan terakhir sediaan dimasukkan

ke dalam alkohol 95%. Sediaan didehidrasi dan clearing terlebih dahulu sebelum

ditetesi perekat permount dan ditutup dengan gelas penutup.

Pengamatan Histopatologi

Pengamatan histopatologi dilakukan pada sampel kulit yang telah diambil

pada hari ke 2, 4, 7, 14, dan, 21 dengan menghitung jumlah polimorfonuklear

(neutrofil), jumlah neovaskularisasi, persentase reepitelisasi, dan persentase

luasan kolagen.

Pengamatan terhadap jumlah polimorfonuklear menggunakan mikroskop

Olympus BX51TF, Japan dan pemotretan dengan video photo dalam 10 lapang

pandang dimana luas tiap lapang pandang adalah 20450µm2. Pengukuran panjang

luka dan reepitelisasi menggunakan video mikrometer FDR-A IV-560 dengan

perbesaran empat kali. Untuk melihat ketebalan dan luasan jaringan ikat

digunakan preparat yang memakai pewarnaan MT. Presentase reepitelisasi dan

luasan kolagen menggunakan video micrometer JVC, Japan dengan perbesaran

objektif empat kali.

Perhitungan jumlah relatif persentase luasan kolagen dan reepitelisasi

ditentukan dengan cara mengkonfersi skala bar yang digunakan pada video

mikrometer dengan perbesaran 180x, yaitu 200 µm menjadi 3,6 cm.

200µm X 180x = 3.6 x 104 µm = 3.6 cm

Dibuat pola kotak-kotak dengan ukuran 3.6 X 3.6 cm dengan kertas

plastik. Kertas plastik yang sudah berpola ditempelkan pada monitor video

micrometer. Setelah itu, untuk menyamakan standar perhitungan ditentukan tiga

kotak untuk setiap panjang luka yang akan dihitung yang diambil dari tengah

Page 42: Rim Pang

bagian luka. Jaringan ikat yang tampak pada video micrometer ditentukan dengan

ketetapan sebagai berikut:

Gambar 7: Metode penentuan luasan kolagen pada pengamatan histopatologis

jaringan luka hari ke-14. Kolagen terlihat biru pada sediaan berwarna

Masson Trichome. Pada tampilan gambar videomicrometer dibuat

pola kotak-kotak yang tiap sisi kotaknya berukuran 200µm.

Perhitungan persentase luasan kolagen ditentukan dengan menggunakan rumus:

Luas kolagen yang terbentuk

X 100%

Luas luka

Sedangkan untuk persentase reepitelisasi ditentukan dengan rumus:

Luas luka yang ditutupi epitel

X 100%

Luas luka

Jika luas kolagen memenuhi lebih dari setengah bagian kotak

maka dihitung satu luasan, namun jika luasannya kurang dari

setengah kotah maka tidak dihitung sebagai luasan

Page 43: Rim Pang

Analisis Data

Data pengamatan histopatologi yaitu jumlah polimorfonuklear (neutrofil),

jumlah neovaskularisasi, persentase reepitelisasi, dan persentase luasan kolagen

diuji secara statistik menggunakan uji sidik ragam ANOVA dan dilanjutkan

dengan uji wilayah berganda Duncan. Hasil pengamatan patologi anatomi dan

histopatologi dianalisis secara deskriptif.

Page 44: Rim Pang

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Fitokimia Fraksi Hexan Rimpang Kunyit

Hasil analisis fitokimia fraksi hexan rimpang kunyit ditemukan adanya

kandungan senyawa yaitu alkaloid, kuinon, dan saponin.

Alkaloid mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau

lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan sebagai bagian dari sistem siklik.

Alkaloid sering kali beracun bagi manusia dengan bahaya yang mempunyai

kegiatan fisiologi yang menonjol jadi digunakan secara luas dalam pengobatan.

Alkaloid biasanya tak berwarna, kebanyakan berbentuk kristal pada suhu kamar.

Alkaloid secara kimia merupakan golongan heterogen. Ia berkisar dari senyawa

sederhana seperti koniina yaitu alkaloid utama Conium maculatum, sampai ke

struktur pentasiklik seperti strikhnina yaitu racun kulit Strychnos (Harbone, 1987).

Alkaloid tertentu mempunyai kemampuan mengurangi rasa nyeri dan bersifat

sebagai penenang (Kalsum et al., 2008).

Kuinon adalah senyawa berwarna (pigmen) yang terdapat pada tumbuhan.

Warnanya sangat beragam mulai dari kuning pucat sampai hampir ke hitam, dan

struktur yang telah dikenal jumlahnya lebih dari 450. Walau pigmen kuinon

tersebar luas pada tumbuhan namun sumbangannya terhadap warna tumbuhan

pada tumbuhan tinggi sangat kecil. Pigmen ini banyak terdapat pada kulit, akar

atau jaringan lain pada tumbuhan seperti daun. Kuinon mempunyai struktur yang

sangat beragam dan mempunyai kromofor dasar seperti kromofor pada

benzokuinon, yang terdiri atas dua gugus karbonil yang berkonyugasi dengan dua

ikatan rangkap karbon-karbon (Harbone, 1987). Kuinon termasuk dalam

kelompok fenolat, berfungsi sebagai kofaktor. Senyawa fenolat pada tumbuhan

umumnya dalam bentuk terikat dengan molekul lain, seringkali dengan residu

glucosyl, sulphate atau asetil. Dalam keadaan bebas dan terdetoksifikasi secara

parsial bersifat toksik. Kuinon memiliki efek menghilangkan rasa sakit (Daris,

2008).

Menurut Harbone (1987) saponin merupakan senyawa surfaktan. Saponin

adalah suatu glikosida triterpana dan sterol yang mungkin ada pada banyak

tanaman. Saponin ada pada seluruh tanaman dengan kosentrasi tinggi pada

bagian-bagian tertentu yang dipengaruhi oleh varietas tanaman dan tahap

Page 45: Rim Pang

pertumbuhan. Saponin mempunyai sifat antara lain memberikan rasa pahit pada

bahan pangan nabati, dalam larutan air membentuk busa yang stabil,

menghemolisa eritrosit, merupakan racun kuat untuk ikan dan amfibi, membentuk

persenyawaan dengan kolesterol dan hidroksisteroid lainnya, sulit diidentifikasi,

dan mempunyai berat molekul relatif tinggi. Saponin juga bersifat iritan pada

mukosa tubuh (Sayekti, 2008; Jenkins et al., 1957). Jika berdasarkan sifat

kimiawinya, saponin dibagi dalam dua kelompok steroid dengan 27 C atom dan

triterpenoids dengan 30 C atom (Sayekti, 2008; Harbone, 1987).

Fungsi saponin dalam tumbuh-tumbuhan tidak diketahui secara pasti tapi

fungsinya bagi tubuh telah diketahui dari berbagai hasil penelitian. Saponin

berfungsi sebagai hipokolesterolemik, imunostimulator, dan anti karsinogenik.

Mekanisme anti koarsinigenik saponin meliputi efek anti oksidan dan sitotoksik

langsung pada sel kanker. Saponin dari kedelai merupakan sumber makanan yang

sudah diteliti dapat menurunkan risiko kanker. Saponin juga berfungsi sebagai

anti bakteri (Sayekti, 2008).

Pengamatan Luka Secara Makroskopis

Hasil pengamatan secara makroskopis (Patologi Anatomi) terhadap proses

persembuhan luka hewan coba mencit tanpa pengobatan (kontrol negatif) dan

dengan perlakuan memakai obat komersil (kontrol positif) dan sediaan salep

fraksi hexan rimpang kunyit berdasarkan peubah tertentu. Peubah pada

pengamatan makroskopis yaitu ukuran luka (panjang luka dan penyempitan luka),

kelembaban, warna luka, dan tumbuhnya rambut (Tabel 1).

Waktu persembuhan luka antara ke-3 kelompok terlihat berbeda

berdasarkan pengamatan patologi anatomi. Persembuhan luka untuk kelompok

hexan terjadi lebih awal sedangkan persembuhan luka untuk kelompok kontrol

negatif terjadi paling akhir. Cepatnya waktu persembuhan pada kelompok hexan

akibat adanya kandungan saponin dan kurkuminoid yang melindungi daerah luka

dari bakteri dan berfungsi sebagai anti inflamasi.

Page 46: Rim Pang

Tabel 1. Patologi anatomi persembuhan luka kulit pada mencit.

Hari

ke- Kontrol Negatif Kontrol Positif Salep Hexan

1 Panjang luka 1,5 cm,

luka basah, merah dan

terbuka

Panjang luka 1,5 cm,

luka basah, merah dan

terbuka

Panjang luka 1,5 cm,

luka basah, merah dan

terbuka

2 Panjang luka 1,36 cm,

luka basah, merah dan

terbuka

Panjang luka 1,30 cm,

luka masih terbuka,

mulai mengering dan

merah pucat

Panjang luka 1,30 cm,

luka masih terbuka,

mulai mengering, dan

berwarna merah pucat

3 Luka mulai mengering

dan menutup, kulit

berwarna merah agak

pucat

Luka mengering dan

masih terbuka dan

berwarna merah pucat

Luka mengering dan

masih terbuka

4 Panjang luka 1,20 cm,

luka kering dan berwarna merah pucat

Luka semakin menutup

dan kering. Panjang luka 1 cm.

Luka semakin menutup

dan kering. Panjang luka 0,5 cm.

5 Tepi luka mengeras dan

panjang luka agak mengecil

Luka hampir menutup

dan tepi luka mengeras

Luka hampir menutup

dan tepi luka mengeras

6 Tepi luka mengeras dan panjang luka agak

mengecil

Luka hampir menutup dan tepi luka mengeras

Luka hampir menutup dan tepi luka mengeras

7 Luka semakin menutup,

panjang luka 1,07 cm

Luka semakin mengecil,

panjang luka 0,27 cm.

Luka semakin mengecil,

panjang luka 0,27 cm.

8 Luka hampir menutup Luka semakin mengecil Luka semakin mengecil

9 Luka semakin mengecil Luka telah menutup Luka telah menutup

10 Luka semakin mengecil Luka telah menutup

sempurna

Luka telah menutup

sempurna

11 Luka hampir menutup

sempurna

Luka telah tertutup

epitel.

Luka telah tertutup

epitel.

12 Luka telah tertutup

epitel.

Terlihat adanya bekas

luka

Terlihat adanya bekas

luka

13 Terlihat adanya bekas

luka

Masih terlihat bekas

luka dan mulai

ditumbuhi rambut

Bekas luka hampir tidak

terlihat dan mulai

ditumbuhi rambut

14 Masih terlihat bekas

luka dan mulai ditumbuhi rambut

Masih terlihat bekas

luka dan mulai ditumbuhi rambut

Bekas luka tidak terlihat

dan mulai ditumbuhi rambut

15 Masih terlihat bekas

luka dan mulai ditumbuhi rambut

Bekas luka hampir tidak

terlihat dan ditutupi rambut baru

Luka ditutupi rambut

baru

16-21 Masih terlihat sedikit bekas luka dan mulai

tertutupi rambut baru

Bekas luka tidak terlihat dan ditutupi rambut

baru

Luka ditutupi rambut baru

Pada kulit yang tersayat sepanjang 1,5 cm yang disebabkan oleh benda

tajam memberikan hasil yang sama untuk ketiga kelompok pada hari pertama

yaitu luka terbuka, basah dan merah. Kulit yang tersayat akan kehilangan

Page 47: Rim Pang

kekuatan rektraksinya sehingga membentuk celah, dan akan merusakan pembuluh

darah. Kerusakan pembuluh darah akan menyebabkan keluarnya trombosit yang

berfungsi homeostasis (Tawi, 2008). Trombosit atau keping darah, yang

merupakan unsur berukuran paling kecil penyusun sumsum tulang, sangat

berperan dalam proses pembekuan darah. Trombosit yang terjerat di tempat

terjadinya luka mengeluarkan suatu zat yang dapat mengumpulkan trombosit-

trombosit lain di tempat tersebut. Sel-sel trombosit ini kemudian menutup luka

yang terbuka (Anonim, 2008).

Trombin adalah protein lain yang membantu pembekuan darah. Zat ini

dihasilkan hanya di tempat yang terluka, dan dalam jumlah yang tidak boleh lebih

atau kurang dari keperluan. Pembentukan protein ini akan merangsang

pembentukan kumpulan protein yang disebut fibrinogen. Fibrinogen akan

membentuk benang-benang yang saling bertautan, saling beranyaman dan

membentuk jaring pada tempat keluarnya darah yang mengakibatkan trombosit

terperangkap dalam jaring dan mengumpul di tempat yang sama. Berkumpulnya

trombosit yang terperangkap ini menyebabkan penyumbatan luka yang sering

disebut dengan gumpalan darah. Gumpalan ini akan hilang ketika luka telah

sembuh (Anonim, 2008).

Trombosit juga mengeluarkan substansi “vasokonstriksi” yang

mengakibatkan pembuluh darah kapiler vasokonstriksi, selanjutnya terjadi

penempelan endotel yang akan menutup pembuluh darah. Periode ini hanya

berlangsung beberapa menit, dan setelah itu akan terjadi vasodilatasi (Tawi,

2008). Vasodilatasi mengakibatkan peningkatan aliran darah yang segera diikuti

oleh melambatnya sirkulasi darah. Kejadian ini menyebabkan daerah luka

berwarna merah dan juga menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding

pembuluh darah terhadap protein plasma yang terdiri dari albumin, globulin, dan

fibrinogen keluar ke jaringan interstitial. Keluarnya protein plasma kejaringan

interstitial menyebabkan penurunan tekanan osmotik intravaskuler dan

peningkatan tekanan osmotik interstitial. Akibatnya, cairan plasma darah keluar

dari pembuluh darah dan terakumulasi di jaringan interstitial. Kondisi ini biasa

disebut sebagai edema peradangan dimana luka akan terlihat bengkak dan basah.

Page 48: Rim Pang

Hal lain yang menyebabkan vasodilatasi adalah histamin (Tawi, 2008 ; Vegad,

1995).

Pada hari ke-2 terlihat panjang luka mulai mengecil 1,30 cm untuk

kelompok perlakuan dan 1,36 cm untuk kelompok tanpa perlakuan. Hal ini karena

telah dimulainya proses reepitelisasi. Reepitelisasi dimulai beberapa jam setelah

terjadi kerusakan. Sel epidermal dari luka akan berploriferasi (aktif bermitosis)

dari tepi luka ke arah belakang dan akhirnya membentuk barier yang menutupi

permukaan luka (Singer & Richard, 1999). Pada ke-3 kelompok juga terlihat luka

masih basah dan berwarna merah, meskipun untuk kelompok perlakuan lebih baik

dibandingkan kelompok tanpa perlakuan. Hal ini sama seperti hari pertama yang

menadakan masih terjadi proses peradangan yang dikarakteristikkan dengan lima

tanda utama yaitu bengkak, kemerahan, panas, nyeri dan kerusakan fungsi.

A B

C Gambar 8: Proses persembuhan luka (PA) hari ke-4. (A) Kontrol negatif,

(B) Kontrol positif, (C) Hexan.

Pada hari ke-4 (Gambar 8) terlihat panjang luka untuk kelompok hexan 0,5

cm, untuk kontrol positif 1 cm, dan untuk kontrol negatif 1,20 cm. Panjangnya

ukuran luka pada kontrol negatif disebabkan belum selesainya proses peradangan,

terlihat dengan luka yang masih berwarna merah pucat. Sebaliknya kecilnya

ukuran luka pada kelompok hexan disebabkan telah selesainya proses peradangan,

terlihat dengan telah mengeringnya luka dan tidak ada lagi warna merah sehingga

proses persembuhan dapat dilanjutkan.

Page 49: Rim Pang

Pada hari ke-7 panjang luka untuk kelompok perlakuan 0,27 cm dan untuk

kelompok tanpa perlakuan 1,07 cm. Pada hari ini juga terlihat luka sudah hampir

menutup, semakin menutupnya luka karena adanya unsur pada luka yang

mempunyai kemampuan untuk berkontraksi mengurangi ukurannya yaitu

fibroblas. Fibroblas adalah sel mesenkim dasar jaringan dewasa yang mempunyai

sifat lain, yakni kontraktilitas. Fibroblas akan menarik tepi-tepi luka dengan cara

bergerak aktif dari jaringan sekitar luka ke dalam daerah luka, kemudian akan

berkembang (proliferasi) serta mengeluarkan beberapa substansi (kolagen, elastin,

hyaluronic acid, fibronectin dan profeoglycans) yang berperan dalam membangun

(rekonstruksi) jaringan baru. Sel-sel ini akan menarik tepi-tepi luka dan dengan

demikian mengurangi ukuran daerah luka (Spector & Spector, 1993; Tawi, 2008).

A B

C

Gambar 9: Proses persembuhan (PA) luka hari ke-14. (A) Kontrol negatif,

(B) Kontrol positif, (C) Hexan.

Persembuhan terjadi pada hari ke-14 (Gambar 9) untuk ke-3 kelompok.

Hal ini ditandai dengan tumbuhnya rambut pada daerah luka. Namun, pada

kelompok hexan persembuhan yang terjadi lebih baik karena tidak meninggalkan

bekas luka. Pada hari ke-21 luka untuk ketiga kelompok telah sembuh sempurna

yang ditandai dengan tidak adanya bekas luka.

Page 50: Rim Pang

Pengamatan Luka Secara Mikroskopis

Pada penelitian ini peubah yang diamati pada pemeriksaan mikroskopis

(pengamatan histopatologi) adalah jumlah neutrofil, jumlah neovaskularisasi,

persentase reepitelisasi dan persentase luasan kolagen (Tabel 2,3,4, dan 5).

Secara normal tubuh akan merespon cedera dengan jalan proses

peradangan, yang dikarakteristikkan dengan lima tanda utama: bengkak

(swelling), kemerahan (redness), panas (heat), nyeri (pain) dan kerusakan fungsi

(impaired function) (Drakbar, 2008). Peradangan akut akan terjadi beberapa menit

atau jam setelah kerusakan jaringan dan akan berakhir beberapa jam atau hari

tergantung bentuk luka. Peradangan akut adalah sebuah respon vaskuler dan

seluler yang biasa terjadi pada kerusakan jaringan lunak akibat trauma mekanik

seperti kulit yang tersayat, dan infeksi. Respons vaskular terlihat dengan adanya

perubahan pada pembuluh darah, perubahan pada aliran darah, eksudasi plasma

darah, emigrasi dari leukosit, dan diapedesis dari eritrosit. Sedangkan respons

seluler terlihat berupa adanya peningkatan aktivitas leukosit yang merupakan

aktivitas berkelanjutan yang terdiri dari marginasi, adesi, emigrasi, fagositosis,

dan pelepasan produk-produk leukosit ke jaringan ekstraseluler. Penggabungan

respons vaskuler, aktivitas seluler dan terbentuknya bahan kimia sebagai substansi

mediator di daerah luka merupakan komponen yang saling terkait pada proses

penyembuhan luka. Karena proses persembuhan luka bukanlah proses yang

sederhana melainkan suatu proses yang kompleks dengan berbagai kegiatan bio-

seluler, bio-kimia yang terjadi berkisanambungan. (Tawi ,2008; Vegad ,1995).

Neutrofil

Sel yang berperan penting dalam proses peradangan salah satunya

neutrofil. Pembentukan neutrofil terjadi di dalam sumsum tulang. Neutrofil

mempunyai fungsi memfagositosis benda-benda asing seperti bakteri dan sel-sel

yang rusak atau mati. Proses neutrofil memfagositosis adalah kemotaksis,

perlekatan, penelanan, dan pencernaan. Neutrofil masuk dalam jaringan yang luka

dalam waktu yang sangat cepat dengan cara diapedesis dan bergerak melewati

jaringan dengan gerakan ameboid dan gerakan neutrofil ke area jaringan yang

meradang di bawah pengaruh rangsangan kimiawi. Rangsangan kimiawi ini tidak

hanya datang dari growth factors released yang berasal dari degranulasi platelets

Page 51: Rim Pang

tetapi dari rangsangan yang dilepaskan oleh protein bakteri, dan rangsangan

produk yang bersala dari proteolysis fibrin dan semua komponen matrix.

Pergerakan ini disebut kemotaksis (Martin, 2007; Spector & Spector, 1993).

Tujuan yang hendak dicapai dari adanya respons ini adalah membersihkan area

luka dari benda asing, sel-sel mati dan bakteri untuk mempersiapkan dimulainya

proses penyembuhan (Tawi ,2008; Vegad ,1995).

Tabel 2. Rataan jumlah PMN (Neutrofil) pada mecit kontrol positif (KP), kontrol

negatif (KN), dan salep hexan

Hari KP KN Salep Hexan

2 9.01±4.40a 15.71±5.24a 8.23±7.51a

4 4.07±1.09a 3.70±1.29

a 2.50±1.42

a

7 14.50±0.00a 10.58±2.99b 2.00±0.29c

14 0.83±1.44ab 3.00±2.00

a 0.00±0.00

b

21 0.00±0.00a 0.00±0.00a 0.33±0.58a

Keterangan: Huruf supersript yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak

ada perbedaan nyata. (P>0.05)

Gambar 10: Neutrofil kelompok hexan hari ke-2, dengan pewarnaan HE,

pembesaran objektif 100x, dan Bar: 20µm

Tabel 2 menunjukkan bahwa jumlah neutrofil (Gambar 10) pada hari ke-2

dan hari ke-4 antara ketiga kelompok tidak memiliki perbedaan yang nyata.

Namun, dari hari ke-2 sampai hari ke-4 terjadi penurunan jumlah neutrofil.

Banyaknya jumlah neutrofil pada hari ke-2 dapat disebabkan adanya vasodilatasi

pembuluh darah yang juga menyebabkan edema, sedangkan rendahnya jumlah

neutrofil pada hari ke-4 dapat disebabkan karena pendeknya umur sel ini dan

Page 52: Rim Pang

kebanyakan dari sel ini mati setelah memfagosit (Tizard, 1988). Pada hari ke-4

juga terlihat edema semakin berkurang dan terdapat sedikit invasi makrofag pada

jaringan yang bertugas menggantikan neutrofil. Makrofag mempunyai fungsi

yang sama dengan neutrofil yaitu sebagai fagosit. Namun, keduanya mempunyai

banyak perbedaan antara lain neutrofil mempunyai sifat bekerja memfagositosis

secara cepat dibandingkan makrofag dan umur netrofil lebih pendek daripada

umur makrofag (Spector & Spector, 1993; Tizard, 1988).

Pada hari ke-7 terdapat perbedaan jumlah neutrofil yang nyata antara

ketiga kelompok. Jumlah neutrofil pada kelompok hexan lebih sedikit

dibandingkan kelompok kontrol. Hal ini dikarenakan rimpang kunyit memiliki

kandungan senyawa saponin dan kurkuminoid yang berfungsi sebagai zat anti

bakteri (Sayekti, 2008). Keberadaan kedua senyawa ini mempengaruhi

rangsangan migrasi neutrofil ke daerah luka.

Pada hari ke-14 tidak terdapat perbedaan nyata antara kelompok perlakuan

tapi keduanya berbeda nyata dengan kelompok tanpa pengobatan. Jumlah

neutrofil pada kelompok hexan jauh lebih sedikit dibandingkan pada kelompok

kontrol negatif. Pada hari ke-21 jumlah neutrofil tidak lagi terlihat berbeda pada

ke-3 kelompok. Jumlah neutrofil pada hari ini sangat rendah bahkan tidak ada, hal

ini menandakan luka telah sembuh.

Neovaskularisasi

Angiogenesis merupakan suatu proses pembentukan neovaskularisai

(Gambar 11) didalam luka. Kegagalan vaskularisasi akibat penyakit (diabetes),

pengobatan (radiasi) atau obat (preparat steroid) mengakibatkan lambatnya proses

persembuhan (Tawi, 2008). Adanya invasi neovaskular dalam jaringan juga

merupakan pengaruh yang dikeluarkan oleh platelet, adanya respon kebutuhan

oksigen dan nutrisi yang cukup untuk proses persembuhan karena jaringan yang

luka mengalami hipoksia, dan merupakan suatu dasar growth faktor fibroblas

(Singer et al.,1999; Tawi, 2008). Kehadiran makrofag pada daerah luka juga

berfungsi mengeluarkan faktor angiogenesis (Drakbar, 2008).

Pembuluh darah akan membentuk tunas-tunas pembuluh darah baru yang

nantinya akan berkembang menjadi percabangan baru pada jaringan luka yang

Page 53: Rim Pang

disebut neovaskular. Tunas-tunas pembuluh ini akan muncul oleh aktivitas mitosis

ada sel-sel endotel pembuluh darah tetua yang diikuti oleh migrasinya ke daerah

luka. Cabang-cabang pembuluh darah baru ini akan saling beranastomose dan

membentuk suatu jaringan sirkulasi darah yang pada di daerah luka (Spector &

Spector, 1993; Tawi, 2008).

Tabel 3. Rataan jumlah neovaskularisasi pada mencit kontrol positif (KP), kontrol

negatif (KN), dan salep hexan

Hari KP KN Salep Hexan

2 0.00±0.00a 0.00±0.00

a 0.33±0.58

a

4 0.33±0.58a 0.00±0.00a 0.33±0.58a

7 8.00±1.73a 0.67±1.15

b 8.33±5.13

a

14 6.33±2.52a 5.00±1.00a 1.33±1.15b

21 0.00±0.00b 6.00±1.00a 0.33±0.58b

Keterangan: Huruf supersript yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak

ada perbedaan nyata. (P>0.05)

Gambar 11: Neovaskularisasi kelompok hexan hari ke-7, dengan pewarnaan MT,

pembesaran objektif 40x, dan Bar: 20µm

Tabel 3 menunjukkan bahwa jumlah neovaskularisasi pada hari ke-2 dan

hari ke-4 antara ketiga kelompok tidak memiliki perbedaan yang nyata. Namun,

neovaskularisasi pada kelompok hexan lebih cepat terjadi dibandingkan kelompok

kontrol. Neovaskularisasi untuk kelompok hexan terjadi pada hari ke-2, untuk

kelompok kontrol positif pada hari ke-4, dan untuk kelompok kontrol negatif

terjadi pada hari ke-7. Hal ini dapat menjadi indikator telah dimulainya proses

Page 54: Rim Pang

persembuhan luka dan dapat dikatakan bahwa salep fraksi hexan rimpang kunyit

mempercepat proses pertumbuhan neovaskularisasi.

Neovaskularisasi pada hari ke-7 menunjukkan bahwa kelompok kontrol

positif tidak berbeda nyata dengan kelompok hexan, tapi keduanya berbeda nyata

dengan kelompok kontrol negatif. Hal ini berarti bahwa keberadaan

neovaskularisasi untuk proses persembuhan luka sangat baik jika dilakukan

pengobatan dibandingkan tanpa pengobatan.

Pada hari ke-14 terlihat bahwa antara kedua kelompok kontrol tidak

berbeda nyata tapi keduanya berbeda nyata dengan kelompok hexan. Jumlah

neovaskularisasi pada kelompok hexan jauh lebih sedikit dibanding kelompok

kontrol, hal ini menjadi indikator luka sembuh pada kelompok hexan sehingga

tidak terlalu memerlukan neovaskularisasi. Pada hari ke-21 terlihat bahwa antara

kelompok perlakuan tidak berbeda nyata tapi keduanya berbeda nyata dengan

kontrol negatif. Tingginya neovaskularisasi pada kelompok kontrol negatif

menandakan bahwa proses persembuhan belum selesai sedangkan untuk

kelompok perlakuan telah sembuh sempurna.

Reepitelisasi

Reepitelisasi (Gambar 12) dimulai beberapa jam setelah terjadi kerusakan.

Sel epidermal dari luka akan berploriferasi (aktif bermitosis) dari tepi dalam ke

tepi luka dan akhirnya membentuk barier yang menutupi permukaan luka

sehingga mencengah masuknya mikroorganisme (Singer et al.,, 1999; Drakbar,

2008).

Tabel 4. Persentase reepitelisasi pada mencit kontrol positif (KP), kontrol negatif

(KN), dan salep hexan

Hari KP KN Salep Hexan

2 33.33±33.35a 44.43±19.28

a 33.33±57.74

a

4 33.33±33.35a 33.33±33.35a 55.57±50.92a

7 77.80±19.23a 77.80±19.23

a 55.57±50.92

a

14 66.67±57.74a 88.90±19.23a 100.00±0.00a

21 100.00±0.00a 100.00±0.00

a 100.00±0.00

a

Keterangan: Huruf supersript yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak

ada perbedaan nyata. (P>0.05).

Page 55: Rim Pang

Tabel 4 menunjukkan bahwa persentase reepitelisasi pada ketiga

kelompok untuk semua hari tidak berbeda nyata. Persentase reepitelisasi pada

awal panen tidak terlalu besar karena kulit yang terluka butuh waktu untuk

melakukan mitosis epitel, dengan bertambahnya waktu persentase reepitelisasi

meningkat. Hal ini ditandai dengan meningkatnya aktivitas mitosis epitel

didekatnya ke tepi luka, terutama pada lapisan yang lebih dalam. Epitel meluncur

ke luar dari tepi luka dengan gerakan amoeboid yang khas. Lembaran epitel dari

berbagai sudut luka bertemu ditengah, migrasi dan mitosis berhenti, barangkali

sebagai konsekuensi sinyal dari sel ke sel yang dikenal sebagai hambatan kontak

(Spector & Spector, 1993).

Pada hari ke-14 persentase reepitelisasi untuk kelompok hexan mencapai

100% lebih awal dibandingkan kelompok kontrol. Hal ini menandakan ada

senyawa dalam fraksi hexan rimpang kunyit yang mempengaruhi pertumbuhan

reepitelisasi.

Gambar 12: Reepitelisasi hari ke-7, dengan pewarnaan MT, pembesaran objektif

4x, dan Bar: 200µm.

Kolagen

Fibroblas (menghubungkan sel-sel jaringan) yang berpindah ke daerah

luka mulai 24 jam pertama setelah pembedahan. Diawali dengan mensintesis

kolagen (Gambar 13) dan substansi dasar yang disebut proteoglikan kira-kira 5

hari setelah terjadi luka. Kolagen adalah substansi protein yang menambah

tegangan permukaan dari luka. Jumlah kolagen yang meningkat menambah

Page 56: Rim Pang

kekuatan permukaan luka sehingga kecil kemungkinan luka terbuka. Selama

waktu itu sebuah lapisan penyembuhan nampak dibawah garis irisan luka

(Drakbar, 2008).

Tabel 5. Persentase luasan kolagen pada mencit kontrol positif (KP), kontrol

negatif (KN), dan salep hexan

Hari KP KN Salep Hexan

2 0±0.00a 0±0.00a 0±0.00a

4 0±0.00a 0±0.00

a 0±0.00

a

7 66.67±33.35a 33.30±0.00a 55.57±19.28a

14 100.00±0.00a 88.90±19.23

a 100.00±0.00

a

21 88.90±19.23a 77.80±19.23a 88.90±19.23a

Keterangan: Huruf supersript yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak

ada perbedaan nyata. (P>0.05).

Gambar 13: jaringan ikat kolagen yang ditandai dengan warna biru pada

kelompok hexan pada hari ke-7, dengan pewarnaan MT, pembesaran

objektif 4x, dan Bar: 200µm.

Tabel 5 menunjukkan bahwa persentase luasan kolagen pada semua hari

untuk ketiga kelompok tidak berbeda nyata, tetapi untuk kedua kelompok

perlakuan memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan kelompok tanpa

pengobatan pada semua hari. Persentase luasan kolagen juga telah mencapai

100% lebih awal untuk kelompok perlakuan yaitu pada hari ke-14. Hal ini

menandakan persembuhan luka untuk kelompok perlakuan jauh lebih cepat

daripada kelompok tanpa pengobatan. Pada hari ke-21 persentase kolagen

Page 57: Rim Pang

mengalami penurunan karena jika terdapat kolagen yang berlebihan pada jaringan

maka akan terbentuk jaringan parut. Jaringan parut atau keloid memang tidak

membahayakan tapi dari segi estetika hal ini sangat mengganggu (Sukasah, 2007).

Page 58: Rim Pang

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Alkaloid, kuinon, dan saponin merupakan senyawa rimpang kunyit yang larut

pada pelarut hexan.

2. Sediaan fraksi hexan dapat menekan jumlah sel radang pada daerah luka dan

mempercepat proses pertumbuhan neovaskularisasi dan reepitelisasi.

3. Sediaan fraksi hexan rimpang kunyit dapat mempercepat proses persembuhan

luka.

Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui apakah salep fraksi

hexan rimpang kunyit ini aman bagi kulit.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui keefektifan fraksi

hexan rimpang kunyit dalam bentuk sediaan lain.

Page 59: Rim Pang

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. http://www.rooj.com/Radioprotection_files/image002.jpg.

[1 Agustus 2008]

Anonim. 2008. Pembekuan Darah. www.insight-magazine.com. [28 Agustus

2008]

Amelia. 2002. Fitokimia Komponen Ajaib Cegah PJK, DM dan Kanker.

http://www.kompas.com. [15 Agustus 2008]

Arrington, L.R. 1972. Introductory Laboratorium Animal Science. The Interstate

Printer and Publiser, Inc. Danville. Illinois.

Basri, S. 1996. Kamus Kimia. Rineka Cipt: Jakarta.

Chan M.M. 1995. Inhibit of tumor necrosis faktor by curcumin, a phytochemical.

Departement of Biological Science, Rutgers, State University of New

Jersey, Piscatoway, USA. Biochem Pharmacol. 49 (11): 1551-6.

Biswas. 2004. Turmeric and curcumin: Biological actions and medicinal

applications. http://www.currentscience.go.id/pdf/buletin/vol 87 no 01.

[1 Juli 2008]

Brieger, Gottfried. 1969. A Laboratorium Manual for Modern Organic Chemistry.

Oakland University: New York.

Daris, A. 2008. Fitokimia. http://www.isfinational.or.id. [15 Agustus 2008].

Dellmann HD dan Brown EM. 1992. Buku Text Histology Veterinary. Ed ke-3.

Hartono R, penerjemah. Jakarta: UI-Press. Hlm: 592-598.

Dharmojono, H. 2002. Kapita Selekta Kedokteran Veteriner. Edisi 2. Pustaka

Populer Obor: Jakarta.

Drakbar. 2008. Rawat Luka. http://drakbar.wordpress.com [15 Agustus 2008].

Engelhardt E, Toksoy A, Goebeler M, Debus S, Brocker EB, Gillitzer R. 1998.

Chemokines IL-8, GROalfa, MCP-1, IP-10 and Mig Are Sequentiallly

and Diferentially Expressed During Phase-Spesific Infiltration of

leukocyte Subsets in Human Wound Healing. Am J Pathol. 153: 1849-

1860.

Farmakope Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi ke-3. Departemen

Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta.

Page 60: Rim Pang

Harborne, JB. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis

Tumbuhan. Edisi ke-2. ITB: Bandung.

Jenkins GL, Hartung WH, Hamlin KE. JE., dan Data JB. 1957. The Chemistry of

Organic Medicinal Product. Ed. Ke-4. USA: Jhon Wiley and Son Inc.

Judoamidjojo, M. 1981. Teknik Penyamakan Kulit untuk Pedesaan. Angkasa:

Bandung.

Jones TJ, Hunt RD, King NW. 1996. Veterinary Pathologi. 6th Edition. Wiiliams

and Wilkins. Hlm: 461-463.

Kalsum U, Nur P, dan Nurdiana. 2008. Peran Alkaloid.

http://www.litbang.depkes.go.id/risbenkes.com. [10 juli 2008]

Kristina N.N, Siti F.S, Molide R. 2007. Manfaat Kunyit untuk Kesehatan.

http://www.obi.or.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=5

2 [20 Mei 2008].

Markham KR. 1988. Cara Mengindentifikasi Flavonoid. ITB: Bandung.

Malole, MBM dan C.S.U Pramono. 1989. Penggunaan Hewan Coba di

Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Dirjen

Pendidikan Tinggi. Pusat antar Universitas Bioteknologi IPB, Bogor.

Martin, P. 2007. Wound Healing-Aiming for Perfect Skin Regeneration.

http://www.sciencemag.org. SCIENCE. VOL.276. [4 Agustus 2008].

Olivia F, Syamsir A, Iwan H. 2004. Seluk Beluk Food Supplement. PT Gramedia

Pustaka Utama: Jakarta

Price, S.A, dan L. McCarty W.. XXX. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit. Edisi ke 6. Volume 1. dr. Brahm U.P, dr. Huriawati H, dr. Pita

Wulansari dan dr. Dewi Asih M, alih bahasa: dr. Huriawati H, dr.

Natalia Susi, dr. Pita W, dan dr. Dewi Asih M. Terjemahan dari :

Pathofisiology : Clinical Concept of Disease Processes. Hlm : 56-79

Santosa Dj dan D. Gunawan. 2003. Ramuan Tradisional untuk Penyakit Kulit.

Penebar Swadaya: Jakarta.

Sayekti. 2008. Sifat Saponin. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/58_10_Zat-

ZatToksikAlamiah.pdf/58_10_Zat-ZatToksikAlamiah.html. [1 Juni

2008].

Singer, M.D., Richard, A.F., & Adam, J. 1999. Cutaneus Wound Healing.

http://www.nejm.org. [5 Agustus 2008].

Page 61: Rim Pang

Spector, W.G dan T.D Spector. 1993. Pengantar Patologi Umum. Edisi ke 3.

Terjemahan dari: An Introduction to General Pathology. Gajah Mada

University Press: Yogyakarta. Hlm : 130-145.

Sukasah L. Chaula. 2007. Penggunaan Silicone Gel Sheet pada Keloid dan

Jaringan Parut Hipertrofik.

http://pusdiknakes.or.id/persinew/?show=detailnews&kode=972&tbl=art

ikel. [15 Agustus 2008].

Syukur C dan Hernani. 2002. Budi Daya Tanaman Obat Komersial. Penebar

Swadaya: Jakarta.

Taryono. 2001. Budi Daya dan Pengolahan Tanaman Kunyit (Curcuma

domestica Val.). Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat: Bogor

Tawi, M. 2008. Proses Penyembuhan Luka. http://syehaceh.wordpress.com. [23

Mei 2008].

Tizard, I. 1988. Pengantar Imunologi Veteriner. Airlangga University Press:

Surabaya.

Yuliani, S & S, Rusli. 2003. Ekstraksi Pestisida Nabati. Balitro: Bogor.

Yuniati E, A. Munir, K. Sukenti, A.A. Darmadi, W. Winarti, Yelita dan Priyanti.

2001. Tantangan Pengembangan dan Fakta Jenis Tanaman Rempah.

Prosea Indonesia: Bogor.

Vegad JL. 1995. Textbook of Veterinary General Pathologi. Vikas Publishing

House PVT LTD: New Delhi.

Wientarsih, I & B. F. Prasetyo. 2006. Diktat Farmasi dan Ilmu Reseptir. Bagian

Farmasi PPDH FKH IPB: Bogor.

Wijayakusuma, H. 2005. Menumpas Penyakit Kewanitaan dengan Tanaman

Obat. Puspa Swara: Jakarta.

Wijayakusuma HMH, S Dalimartha, AS Wirian. 1992. Tanaman Berkhasiat

Tanaman Obat di Indonesia. Jilid ke-4. Pustaka Kartini: Jakarta.

Winarto, WP. 2003. Khasiat dan Tanaman Kunyit. PT Agromedia Pustaka:

Jakarta.

Page 62: Rim Pang

LAMPIRAN

Page 63: Rim Pang

Lampiran 1: Hasil Perhitungan Statistik

PMN (Neutrofil)

Panen 1

Class Levels Values perlk 3 Hexan KN KP Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model 2 2.98002577 1.49001289 1.15 0.3765 Error 6 7.74217963 1.29036327 Corrected Total 8 10.72220541 R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean 0.277930 35.41033 1.135942 3.207938

Panen 2 Class Levels Values perlk 3 Hexan KN KP Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model 2 0.31038448 0.15519224 1.31 0.3371 Error 6 0.71057068 0.11842845 Corrected Total 8 1.02095516 R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean 0.304014 17.62821 0.344134 1.952179

Panen 3 Class Levels Values perlk 3 Hexan KN KP Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model 2 8.57037741 4.28518870 61.35 0.0001 Error 6 0.41906521 0.06984420 Corrected Total 8 8.98944262 R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean 0.953383 9.049350 0.264281 2.920437

Panen 4 Class Levels Values perlk 3 Hexan KN KP Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model 2 1.92601553 0.96300777 4.33 0.0684 Error 6 1.33297257 0.22216210 Corrected Total 8 3.25898810 R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean 0.590986 39.61450 0.471341 1.189819

Page 64: Rim Pang

Panen 5 Class Levels Values perlk 3 Hexan KN KP Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model 2 0.05954424 0.02977212 1.00 0.4219 Error 6 0.17863273 0.02977212 Corrected Total 8 0.23817698 R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean 0.250000 22.56617 0.172546 0.764622

Page 65: Rim Pang

Lampiran 2: Hasil Perhitungan Statistik

NEOVASKULARISASI

Panen 1 Class Levels Values perlk 3 Hexan KN KP Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model 2 0.05954424 0.02977212 1.00 0.4219 Error 6 0.17863273 0.02977212 Corrected Total 8 0.23817698 R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean 0.250000 22.56617 0.172546 0.764622

Panen 2 Class Levels Values perlk 3 Hexan KN KP Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model 2 0.05954424 0.02977212 0.50 0.6297 Error 6 0.35726547 0.05954424 Corrected Total 8 0.41680971 R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean 0.142857 29.68078 0.244017 0.822138

Panen 3 Class Levels Values perlk 3 Hexan KN KP Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model 2 7.21371383 3.60685691 10.14 0.0119 Error 6 2.13342994 0.35557166 Corrected Total 8 9.34714377 R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean 0.771756 26.33210 0.596298 2.264530

Panen 4

Class Levels Values perlk 3 Hexan KN KP Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model 2 2.83637172 1.41818586 7.99 0.0203 Error 6 1.06449743 0.17741624 Corrected Total 8 3.90086915 R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean 0.727113 20.33898 0.421208 2.070940

Page 66: Rim Pang

Panen 5 Class Levels Values perlk 3 Hexan KN KP Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model 2 6.17710611 3.08855306 72.37 <.0001 Error 6 0.25605498 0.04267583 Corrected Total 8 6.43316109 R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean 0.960198 15.00153 0.206581 1.377068

Page 67: Rim Pang

Lampiran 3: Hasil Perhitungan Statistik

Reepitelisasi (%)

Panen 1 Class Levels Values perlk 3 Hexan KN KP Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model 2 11.9061633 5.9530817 0.39 0.6914 Error 6 90.9591333 15.1598555 Corrected Total 8 102.8652966 R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean 0.115745 76.20705 3.893566 5.109194

Panen 2 Class Levels Values perlk 3 Hexan KN KP Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model 2 3.9409214 1.9704607 0.11 0.8975 Error 6 107.3345691 17.8890948 Corrected Total 8 111.2754905 R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean 0.035416 78.70309 4.229550 5.374059

Panen 3 Class Levels Values perlk 3 Hexan KN KP Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model 2 12.46820025 6.23410013 0.70 0.5318 Error 6 53.20886343 8.86814390 Corrected Total 8 65.67706368 R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean 0.189841 37.34367 2.977943 7.974425

Panen 4 Class Levels Values perlk 3 Hexan KN KP Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model 2 16.25209952 8.12604976 0.81 0.4878 Error 6 60.10799636 10.01799939 Corrected Total 8 76.36009588 R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean 0.212835 36.02212 3.165122 8.786606

Page 68: Rim Pang

Panen 5 Class Levels Values perlk 3 Hexan KN KP Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model 2 0 0 . . Error 6 0 0 Corrected Total 8 0 R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean 0.000000 0 0 10.02497

Page 69: Rim Pang

Lampiran 4: Hasil Perhitungan Statistik

Luasan Kolagen (%)

Panen 1 Class Levels Values perlk 3 Hexan KN KP Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 2 0 0 . . Error 6 0 0 Corrected Total 8 0 R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean 0.000000 0 0 0.707107

Panen 2 Class Levels Values perlk 3 Hexan KN KP Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model 2 0 0 . . Error 6 0 0 Corrected Total 8 0 R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean 0.000000 0 0 0.707107

Panen 3

Class Levels Values perlk 3 Hexan KN KP Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model 2 7.72920555 3.86460277 1.82 0.2404 Error 6 12.70694954 2.11782492 Corrected Total 8 20.43615508 R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean 0.749032 15.33528 1.219198 7.950283

Panen 4 Class Levels Values perlk 3 Hexan KN KP Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model 2 0.74209415 0.37104707 1.00 0.4219 Error 6 2.22628244 0.37104707 Corrected Total 8 2.96837658 R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean 0.250000 6.201802 0.609136 9.821925

Panen 5

Page 70: Rim Pang

Class Levels Values perlk 3 Hexan KN KP Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model 2 0.74209415 0.37104707 0.33 0.7290 Error 6 6.67884731 1.11314122 Corrected Total 8 7.42094145 R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean 0.100000 11.45207 1.055055 9.212788