Rhinitis Alergika

44
BAB I PENDAHULUAN Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut (Von Pirquet, 1986). Definisi menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001 adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh Ig E. Rhinitis ditemukan disemua ras manusia, pada anak- anak lebih sering terutama anak laki-laki. Memasuki usia dewasa, prevalensi laki-laki dan perempuan sama. Insidensi tertinggi terdapat pada anak-anak dan dewasa muda dengan rerata pada usia 8-11 tahun, sekitar 80% kaus rhinitis alergi berkembang mulai dari usia 20 tahun. Insiden rhinitis alergi pada anak-anak sebesar 40% dan menurun sejlan dengan usia sehingga pada usia tua rhinitis alergi jarang ditemukan. Penyakit ini merupakan inflamasi mukosa saluran hidung dan sinus yang disebabkan alergi terhadap partikel, seperti debu, 1

description

family folder

Transcript of Rhinitis Alergika

29BAB IPENDAHULUAN

Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut (Von Pirquet, 1986).Definisi menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001 adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh Ig E.Rhinitis ditemukan disemua ras manusia, pada anak-anak lebih sering terutama anak laki-laki. Memasuki usia dewasa, prevalensi laki-laki dan perempuan sama. Insidensi tertinggi terdapat pada anak-anak dan dewasa muda dengan rerata pada usia 8-11 tahun, sekitar 80% kaus rhinitis alergi berkembang mulai dari usia 20 tahun. Insiden rhinitis alergi pada anak-anak sebesar 40% dan menurun sejlan dengan usia sehingga pada usia tua rhinitis alergi jarang ditemukan. Penyakit ini merupakan inflamasi mukosa saluran hidung dan sinus yang disebabkan alergi terhadap partikel, seperti debu, asap, serbuk/tepung sari yang ada di udara. Meskipun bukan penyakit berbahaya yang mematikan, rinitis alergi harus dianggap penyakit yang serius karena dapat mempengaruhi kualitas hidup penderitanya. Tak hanya aktivitas sehari-hari yang menjadi terganggu, biaya yang akan dikeluarkan untuk mengobatinya pun akan semakin mahal apabila penyakit ini tidak segera diatasi karena telah menjadi kronis.Pada laporan kasus ini dilaporkan kasus mengenai rhinitis alergika agar dapat menjadi pembelajaran dalam manajemen tatalaksana holistik pada pasien ini, yang dilakukan oleh dokter layanan primer di puskesmas. Selain itu, laporan ini juga dapat memberikan informasi mengenai perilaku masyarakat setempat dalam menghadapi penyakit rhinitis alergika.

BAB IILAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama: Ny. RJenis Kelamin: Perempuan Usia: 31 tahunAgama: IslamAlamat:Jln. Ki Anwar Manku Lrg.Nangka No. 81 B Rt.33 Rw 12Pekerjaan: Guru SMP di Inderalaya Tanggal kunjungan ke Puskesmas: 08 Mei 2015

II. ANAMNESIS (Autoanamnesis tanggal 10 Mei 2015)

Keluhan utama: pasien mengeluh bersin-bersin terus-menerus sejak 9 tahun yang lalu

Keluhan tambahan:pasien mengeluh matanya terasa gatal dan berair

Riwayat perjalanan penyakit:Pasien datang ke Balai Pengobatan Dewasa karena bersin-bersin terus menerus setiap hari sejak 9 tahun yang lalu. Setiap bersin dapat mencapai 3-5 kali. Bersin didapatkan pada waktu yang tidak menentu, baik pagi siang ataupun malam. Bersin meningkat apabila terpapar debu dan dingin. Bersin didapatkan selama 3-4 hari dalam 1 minggu. Keluhan juga disertai dengan pilek, hidung tersumbat, dan rasa gatal pada hidung. Pilek dengan cairan berwarna bening, encer, dan banyak, namun tidak berbau. terkadang sampai dengan hidung tersumbat. Pasien juga sering merasakan gatal pada hidung, dan kemudian menggaruk hidung dengan menggunakan punggung tangan. Keluhan pada pasien tidak mengganggu aktivitas, karena pasien masih dapat bekerja pada siang hari. Keluhan tidak disertai dengan batuk, nyeri tenggorok, nyeri kepala dan penurunan fungsi pendengaran.

Riwayat Penyakit Dahulu: Pasien memiliki alergi terhadap debu, udara yang dingin, dan makanan laut. Alergi terhadap obat-obatan, disangkal. Riwayat hipertensi sebelumnya disangkal Riwayat diabetes melitus sebelumnya disangkal

Riwayat Penyakit dalam Keluarga Riwayat keluhan bersin-bersin juga dialami oleh adik kedua pasien sejak 1 tahun yang lalu serta juga dialami oleh sepupu pasien sejak usia usia 6 tahun. Riwayat alergi terhadap makanan dialami oleh paman pasien sejak kecil. Riwayat ashma bronchial dialami oleh bibi pasien sejak kecil. Riwayat keluarga yang mengalami darah tinggi, yakni ayah dan kakek Ny.R. Ayah Ny.R mengalami hipertensi sejak usia 58 tahun, sedangkan kakek Ny.R mengalami hipertensi sejak usia 50 tahun.

Riwayat KebiasaanPasien bekerja sebagai guru di SMP Inderalaya, dan untuk berangkat ke tempat bekerja, pasien menggunakan Bus, atau minibus. Pasien jarang menggunakan masker saat berada di luar rumah.

Riwayat Masalah Personal atau SosialPasien mengaku tidak memiliki masalah dengan keluarga ataupun lingkungan sekitar tempat tinggal dan pasien merasa hidupnya bahagia.

Riwayat Pengobatan Pasien mengaku sudah berobat ke dokter umum, dan dokter Sp.THT, keluhan dirasakan berkurang, namun apabila kembali terpapar debu, cuaca dingin, dan kurang beristirahat pasien kembali bersin-bersin.

III. PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 10 Mei 2015)

Status GeneralikusKeadaan umum: tampak sakit ringanSensorium: compos mentisTekanan darah: 120/80 mmHgNadi: 80x/menit, reguler, isi dan tegangan cukupFrekuensi pernapasan: 20 x/menitSuhu:36,6CBerat Badan: 58 kgTinggi:157 cmIMT : 23,53Keadaan gizi: normoweight

Keadaan SpesifikKepalaMata: konjungtiva palpebrae pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat isokor (+/+), 3mm/3mm, refleks cahaya (+/+), dark circles di sekitar mata (+/+)Hidung: status lokalisTelinga: status lokalisTenggorokan: status lokalis

Leher: pembesaran KGB (-)

Dada: bentuk simetrisJantung: bunyi jantung I dan II (+) normal, HR 80x/menit, murmur (-), gallop (-)Paru: vesikuler (+) normal, rhonkhi (-/-), wheezing (-/-)Perut: datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, bising usus (+) normal, nyeri tekan (-)Ekstremitas atas : bentuk simetris, akral hangat, edema (-)Ekstremitas bawah: bentuk simetris, akral hangat, edema (-)Kelenjar Getah Bening: tidak diperiksaGenitalia eksterna: tidak diperiksaStatus LokalisTelingaBagianKelainanAuris

DextraSinistra

Preaurikula Kelainan kongenital Radang Tumor Trauma Nyeri tekan ----------

Aurikula Kelainan kongenital Radang Tumor Trauma Nyeri tarik ----------

Retroaurikula Edema Hiperemis Nyeri tekan Radang Tumor Sikatriks ------------

Canalis Acustikus Externa Kelainan kongenital Kulit Sekret KlotingSerumen Edema Jaringan granulasi Massa Cholesteatoma ------------------

Membrana Timpani Intak Reflek cahaya ++++

Fungsi Pendengaran : pemeriksaan dengan garpu tala tidak dilakukan, karena tidak tersedianya alat tersebut. Namun dari anamnesis yang dilakukan, tidak terdapat keluhan pada fungsi pendengaran pasien.

Hidung Bentuk:normonasi Cavum nasi : lapang (+/-), perdarahan mengalir (-/-), blood clotting (-/-) Mukosa : hiperemis (-/+), disertai sekret encer, tipis dan banyak. Concha : concha inferior eutrofi (+/-) Septum : deviasi (-/-) Sinus paranasal :nyeri tekan pada: pangkal hidung (-), pipi (-), dahi (-), tidak terlihat pembengkakan pada daerah muka

Tenggorokan : Mukosa: Hiperemis (-/-), Granul (-/-) Uvula: Deviasi (-/-) Tonsil: T1T1, Hiperemis (-), kripta melebar (-/-), detritus (-/-)

IV. RESUMENy.R, perempuan berusia 31 tahun datang berobat ke Puskesmas Pembina dengan keluhan bersin-bersin terus menerus setiap hari sejak 9 tahun yang lalu. Setiap bersin dapat mencapai 3-5 kali. Bersin-bersin dialami Ny.R pada waktu yang tidak menentu, baik pagi siang ataupun malam. Bersin meningkat apabila terpapar debu dan udara dingin. Bersin dialami selama 3-4 hari dalam 1 minggu. Keluhan juga disertai dengan pilek, hidung tersumbat, dan rasa gatal pada hidung. Pilek dengan cairan berwarna bening, encer, dan banyak, namun tidak berbau. terkadang sampai dengan hidung tersumbat. Pasien juga sering merasakan gatal pada hidung, dan kemudian menggaruk hidung dengan menggunakan punggung tangan (allergic salute). Keluhan pada pasien tidak mengganggu aktivitas, karena pasien masih dapat bekerja pada siang hari. Keluhan tidak disertai dengan batuk, nyeri tenggorok, nyeri kepala dan penurunan fungsi pendengaran.Pada pemeriksaan fisik didapatkan konka nasalis sinistra menyempit, hipertrofi konka nasalis inferior sinistra, hiperemis pada konka nasalis inferior sinistra, disertai sekret encer, tipis dan banyak, terdapat dark circle pada daerah di sekitar kedua mata.

V. DIAGNOSIS BANDINGa. Suspect Rhinitis Alergika Intermiten Ringanb. Rhinitis vasomotor c. Rhinitis akut

VI. RENCANA PEMERIKSAAN PENUNJANG Menghitung eosinofil dalam darah tepi dan sekret hidung Pemeriksaan IgE total serum Uji kulit atau Prick Test untuk menentukan allergen penyebab rhinitis alergi pada pasien. Pemeriksaan radiologi dengan foto sinus paranasal

VII. DIAGNOSIS KERJASuspect Rhinitis Alergika Intermiten Ringan

VIII.PENATALAKSANAANNon Farmakologi Mengkonsumsi makanan rendah lemak, kaya vitamin dan mineral Tidak berpergian keluar rumah saat cuaca panas dan dingin Berolahraga secara teratur Istirahat yang cukup dan menghindari tidur larut malam. Mengedukasi pasien agar mengkonsumsi air putih minimal 2 liter/hari

Farmakologia. Loratadine 1x 10 mgb. Dexametasone 3x 0,5mg

IX. PROGNOSISQuo ad vitam: bonamQuo ad functionam: bonamQuo ad sanationam: bonam

BAB IIITINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut (Von Pirquet, 1986).Definisi menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001 adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh Ig E.

3.2 Patofisiologi Rinitis AlergiRinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap sensitisasi dan diikuti dengan tahap provokasi/reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu 1. Immediate Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC) yang berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam setelahnya 2. Late Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Lambat (RAFL) yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase hiperreaktifitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung sampai 24-48 jam.

Gambar 1 Patofisiologi Rinitis Alergi 2Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau monosit yang berperan sebagai sel penyaji (Antigen Presenting Cell/APC) akan menangkap alergen yang menempel di permukaan mukosa hidung. Setelah diproses, antigen akan membentuk fragmen pendek peptida dan bergabung dengan molekul HLA kelas II membentuk kom-plek peptida MHC kelas II (Major Histo-compatibility Complex) yang kemudian dipresentasikan pada sel T helper (Th 0). Kemudian sel penyaji akan melepas sitokin seperti interleukin 1 (IL 1) yang akan mengaktifkan ThO untuk berproliferasi menjadi Th 1 dan Th 2.Th 2 akan menghasilkan berbagai sitokin seperti IL 3, IL 4, IL 5 dan IL 13. IL 4 dan IL 13 dapat diikat oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan memproduksi Imunoglobulin E (IgE). IgE di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor Ig E di permukaan sel mastosit atau basofil (sel mediator) sehingga ke dua sei ini menjadi aktif. Proses ini disebut sensitisasi yang menghasilkan sel mediator yang tersensitisasi. Bila mukosa yang sudah tersensitisasi terpapar dengan alergen yang sama, maka kedua rantai IgE akan mengikat alergen spesifik dan terjadi degranulasi (pecah-nya dinding sel) mastosit dan basofil dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk (Preformed Mediators) terutama his-tamin. Selain histamin juga dikeluarkan Newly Formed Mediators antara lain prostaglandin D2 (PGD2), Leukotrien D4 (LT D4), Leukotrien C4 (LT C4), bradikinin, Platelet Activating Factor (PAF) dan berbagai sitokin. (IL3, IL4, IL5, IL6, GM-CSF (Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor) dll. Inilah yang disebut sebagai Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC).1Histamin akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus sehingga menim-bulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin. Histamin juga akan menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore. Gejala lain adalah hidung tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid. Selain histamin merangsang ujung saraf Vidianus, juga menyebabkan rangsangan pada mukosa hidung sehingga terjadi pengeluaran Inter Cellular Adhesion Molecule 1 (ICAM 1).1Pada RAFC, sel mastosit juga akan melepaskan molekul kemotaktik yang menyebabkan akumulasi sel eosinofil dan netrofil di jaringan target. Respons ini tidak berhenti sampai disini saja, tetapi gejala akan berlanjut dan mencapai puncak 6-8 jam setelah pemaparan. Pada RAFL ini ditandai dengan penambahan jenis dan jumlah sel inflamasi seperti eosinofil, limfosit, netrofil, basofil dan mastosit di mukosa hidung serta peningkatan sitokin seperti IL3, IL4, IL5 dan Granulocyte Macrophag Colony Stimulating Factor (GM-CSF) dan ICAM 1 pada sekret hidung. Timbulnya gejala hiperaktif atau hiperresponsif hidung adalah akibat peranan eosinofil dengan mediator inflamasi dari granulnya seperti Eosinophilic Cationic Protein (ECP), Eosiniphilic Derived Protein (EDP), Major Basic Protein (MBP) dan Eosinophilic Peroxidase (EPO). Pada fase ini, selain faktor spesifik (alergen), iritasi oleh faktor non spesifik dapat memperberat gejala seperti asap rokok, bau yang merangsang, perubahan cuaca dan kelembaban udara yang tinggi.1

Gambar 2 Teori perkembangan alergi23.3 Gambaran histologikSecara mikroskopik tampak adanya dilatasi pembuluh darah (vascular bad) dengan pembesaran sel goblet dan sel pembentuk mukus. Terdapat juga pembesaran ruang interseluler dan penebalan membran basal, serta ditemukan infiltrasi sel-sel eosinofil pada jaringan mukosa dan submukosa hidung.Gambaran yang demikian terdapat pada saat serangan. Diluar keadaan serangan, mukosa kembali normal. Akan tetapi serangan dapat terjadi terus menerus/persisten sepanjang tahun, sehingga lama kelamaan terjadi perubahan yang ireversibel, yaitu terjadi proliferasi jaringan ikat dan hiperplasia mukosa, sehingga tampak mukosa hidung menebal.1

Berdasarkan cara masuknya alergen dibagi atas:1. Alergen inhalan, yang masuk bersama dengan udara penapasan, misalnya tungau debu rumah (D. pteronyssinus, D.farinae, B.tropicalis), kecoa, serpihan epitel kulit binatang (kucing, anjing), rerumputan (Bermuda grass) serta jamur (Aspergillus, Alternaria).2. Alergen ingestan yang masuk ke saluran cerna, berupa misalnya susu, sapi, telur, coklat, ikan laut, udang kepting dan kacang-kacangan.3. Alergen injektan, yang masuk melalui sun-tikan atau tusukan, misalnya penisilin dan sengatan iebah.4. Alergen kontaktan, yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan mukosa, misalnya bahan kosmetik, perhiasan.

Satu macam alergen dapat merangsang lebih dari satu organ sasaran, sehingga memberi gejala campuran, misalnya tungau debu rumah yang memberi gejala asma bronkial dan rinitis alergi. Dengan masuknya antigen asing ke dalam tubuh terjadi reaksi yang secara garis besar terdiri dari :

1. Respons primer:Terjadi proses eliminasi dan fagositosis antigen (Ag). Reaksi ini bersifat non spesifik dan dapat berakhir sampai disini. Bila Ag tidak berhasil seluruhnya dihilangkan, reaksi berlanjut menjadi respons sekunder.2. Respons sekunder:Reaksi yang terjadi bersifat spesifik, yang mempunyai 3 kemungkinan ialah sistem imunitas selular atau humoral atau kedua-nya di bangkitkan. Bila Ag berhasil dieliminasi pada tahap ini, reaksi selesai. Bila Ag masih ada atau memang sudah ada defek dari sistem imunologik, maka reaksi berlanjut menjadi respons tertier.3. Respons tertier:Reaksi imunologik yang terjadi ini tidak menguntungkan tubuh. Reaksi ini dapat bersifat sementara atau menetap, tergan-tung dari daya eliminasi Ag oleh tubuh. Gell dan Coombs mengklasifikasikan reaksi ini atas 4 tipe, yaitu : tipe 1, atau reaksi anafilaksis (immediate hypersentitivity), tipe 2 atau reaksi sitotoksik/sitolitik, tipe 3 atau reaksi kompleks imun dan tipe 4 atau reaksi tuberkulin (delayed hypersensitivity). Manifestasi klinis kerusakan jaringan yang banyak dijumpai dibidang THT adalah tipe 1 yaitu rinitis alergi.

3.4Klasifikasi Rinitis AlergiDahulu rinitis alergi dibedakan dalam 2 macam berdasarkan sifat berlangsungnya, yaitu :1. Rinitis alergi musiman (seasonal, hay fever,polinosis). Di Indonesia tidak dikenal rhinitis alergi musiman, hanya ada di negara yang mempunyai 4 musim. Alergen penyebabnya spesifik, yaitu tepungsari (pollen) dan spora jamur. Oleh karena itu nama yang tepat ialah polinosis atau rino konjungtivitis karena gejala klinik yang tampak ialah gejala pada hidung dan mata (mata merah, gatal disertai lakrimasi).2. Rinitis alergi sepanjang tahun (perennial). Gejala pada penyakit ini timbul intermiten atau terus-menerus, tanpa variasi musim, jadi dapat ditemukan sepanjang tahun. Penyebab yang paling sering ialah alergen inhalan, terutama pada orang dewasa, dan alergen ingestan. Alergen inhalan utama adalah alergen dalam rumah (indoor) dan alergen diluar rumah (outdoor). Alergen ingestan sering merupakan penyebab pada anak-anak dan biasanya disertai dengan gejala alergi yang lain, seperti urtikaria, gangguan pencernaan. Gangguan fisiologik pada golongan perenial lebih ringan diban-dingkan dengan golongan musiman tetapi karena lebih persisten maka komplikasinya lebih sering ditemukan.1

Saat ini digunakan klasifikasi rinitis alergi berdasarkan rekomendasi dari WHO Initiative ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001, yaitu berdasarkan sifat berlangsungnya dibagi menjadi intermiten (kadang-kadang) terjadi bila gejala