Rheumatoid Arthritis

24
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rheumatoid Arthritis 2.1.1.Definisi Kata arthritis berasal dari dua kata Yunani. Pertama, arthron, yang berarti sendi. Kedua, itis yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti radang sendi. Sedangkan rheumatoid arthritis adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian (biasanya sendi tangan dan kaki) mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi (Gordon, 2002). Menurut Daud (2003) dan Engram (1998), artritis reumatoid (RA) merupakan penyakit inflamasi kronik, sistemik, dengan etiologi yang tidak

description

rheumatoid

Transcript of Rheumatoid Arthritis

Page 1: Rheumatoid Arthritis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Rheumatoid Arthritis

2.1.1. Definisi

Kata arthritis berasal dari dua kata Yunani. Pertama, arthron, yang

berarti sendi. Kedua, itis yang berarti peradangan. Secara harfiah,

arthritis berarti radang sendi. Sedangkan rheumatoid arthritis adalah

suatu penyakit autoimun dimana persendian (biasanya sendi tangan

dan kaki) mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan,

nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam

sendi (Gordon, 2002). Menurut Daud (2003) dan Engram (1998),

artritis reumatoid (RA) merupakan penyakit inflamasi kronik,

sistemik, dengan etiologi yang tidak diketahui, yang terutama

menyerang sendi. Inflamasi sendi dapat mengalami remisi, tetapi bila

berlangsung terus akan terjadi destruksi sendi yang progresif

(deformitas), dan berakibat ketidakmampuan dalam berbagai tingkat.

Berbeda dengan osteoartritis, dimana kelainan utamanya dimulai dan

proses degenerasi pada rawan sendi, maka pada artritis reumatoid

dimulai dengan radang pada sinovia (sinovitis) disusul oleh proses

kerusakan sendi.

Page 2: Rheumatoid Arthritis

6

2.1.2. Insidensi

Artritis reumatoid ± 2 ½ kali lebih sering menyerang wanita daripada

pria. Insidensi meningkat dengan bertambahnya usia terutama pada

wanita. Insidensi puncak adalah antara usia 40 – 60 tahun (Daud,

2010).

2.1.3. Etiologi

Penyebab penyakit rheumatoid arthritis belum diketahui secara pasti,

namun faktor predisposisinya adalah mekanisme imunitas (antigen-

antibodi), faktor metabolik, dan infeksi virus (Suratun et al., 2008),

endokrin, faktor nutrisi, geografi, pekerjaan, faktor psikososial,

infeksi bakteri, spirokaeta, virus dan imunologik (Daud, 2010).

2.1.4. Patofisiologi

Pada rheumatoid arthritis, reaksi autoimun terutama terjadi dalam

jaringan sinovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim

dalam sendi. Enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga

terjadi edema, proliferasi membran sinovial dan akhirnya

pembentukan pannus. Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan

menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah menghilangnya

permukaan sendi yang akan mengganggu gerak sendi. Otot akan turut

terkena karena serabut otot akan mengalami perubahan degeneratif

Page 3: Rheumatoid Arthritis

7

dengan menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot

(Smeltzer dan Bare, 2002). Lamanya rheumatoid arthritis berbeda

pada setiap orang ditandai dengan adanya masa serangan dan tidak

adanya serangan. Sementara ada orang yang sembuh dari serangan

pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi. Namun pada sebagian

kecil individu terjadi progresif yang cepat ditandai dengan kerusakan

sendi yang terus menerus dan terjadi vaskulitis yang difus (Long,

1996).

Gambar 1.1Gambar Sendi lutut normal dan reumatoid artritis

Page 4: Rheumatoid Arthritis

8

Gambar 1.2Gambar sendi lutut Normal (kanan), Rheumatoid arthritis (kiri)

2.1.5. Manifestasi Klinis

Gejala umum rheumatoid arthritis datang dan pergi, tergantung pada

tingkat peradangan jaringan. Ketika jaringan tubuh meradang,

penyakit ini aktif. Ketika jaringan berhenti meradang, penyakit ini

tidak aktif. Remisi dapat terjadi secara spontan atau dengan

pengobatan dan pada minggu-minggu terakhir bisa bulan atau tahun.

Selama remisi, gejala penyakit hilang dan orang-orang pada

umumnya merasa sehat ketika penyakit ini aktif lagi (kambuh)

ataupun gejala kembali (Reeves et al., 2001).

Menurut American College of Rheumatology (2010), artritis

rheumatoid (RA) memiliki 7 kriteria gejala yaitu:

a) Kekakuan pagi hari di dalam dan sekitar sendi minimal satu

jam.

Page 5: Rheumatoid Arthritis

9

b) Pembengkakan atau cairan di sekitar tiga atau lebih sendi secara

bersamaan yang telah berlangsung paling sedikit selama 6

minggu.

c) Setidaknya satu bengkak di daerah pergelangan tangan,

metakarpofalangeal (MCP) atau proksimal interfalang (PIP)

selama 6 minggu atau lebih.

d) Arthritis melibatkan sendi yang sama di kedua sisi tubuh

(arthritis simetris).

e) Rheumatoid nodul, benjolan pada kulit penderita rheumatoid

arthritis. Nodul ini biasanya di titik-titik tekanan dari tubuh,

paling sering siku.

f) Faktor reumatoid positif dengan menggunakan metode

pemeriksaan yang pada orang normal hasil positifnya tidak lebih

dari 5%.

g) X-ray tampak perubahan di tangan dan pergelangan tangan khas

dari rheumatoid arthritis, harus disertai erosi dan dekalsifikasi

tulang yang tidak rata pada sendi yang terlibat.

Manifestasi sistemik artritis rheumatoid menurut Long (1996) yaitu

kelelahan, kehilangan energi, kurangnya nafsu makan, takikardi,

berat badan menurun, anemia, demam subfebris, nyeri otot dan sendi

dan kekakuan. Disamping itu juga manifestasi klinis rheumatoid

arthritis sangat bervariasi dan biasanya mencerminkan stadium serta

Page 6: Rheumatoid Arthritis

10

beratnya penyakit (Smeltzer dan Bare, 2002). Jika ditinjau dari

stadium penyakit, terdapat tiga stadium yaitu :

a) Stadium sinovitis

Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial

yang ditandai hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat

bergerak maupun istirahat, bengkak dan kekakuan.

b) Stadium destruksi

Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial

terjadi juga pada jaringan sekitarnya yang ditandai adanya

kontraksi tendon.

c) Stadium deformitas

Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang

kali, deformitas dan gangguan fungsi secara menetap.

Keterbatasan fungsi sendi dapat terjadi sekalipun stadium pada

penyakit yang dini sebelum terjadi perubahan tulang dan ketika

terdapat reaksi inflamasi yang akut pada sendi-sendi tersebut.

Persendian yang teraba panas, membengkak, tidak mudah

digerakkan dan pasien cendrung menjaga atau melinddungi

sendi tersebut dengan imobilisasi. Imobilisasi dalam waktu yang

lama dapat menimbulkan kontraktur sehingga terjadi deformitas

jaringan lunak. Deformitas dapat disebabkan oleh

ketidaksejajajran sendi yang terjadi ketika sebuah tulang

Page 7: Rheumatoid Arthritis

11

tergeser terhadap lainnya dan menghilangkan rongga sendi

(Smeltzer & Bare, 2002).

Manifestasi ekstraartikuler artritis rheumatoid (Daud, 2010) sebagai

berikut :

a) Kulit : nodul subkutan, vaskulitis

b) Jantung : fibrosis penikard, nodus reumatoid di miokand dan

katup jantung

c) Paru : nodul reumatoid di pleura, efusi pleura, pneumonitis

fibrosis interstitiel difusi

d) Neurologik : mononeuritis, sindrom carpal-tunnel, kompresi

medula spinalis

e) Mata : sindrom Sjogren

f) Sindrom Felty: splenomegali, limfadenopati, anemia,

trombositopenia, dan neutropenia

2.1.6. Klasifikasi

Buffer (2010) mengklasifikasikan rheumatoid arthritis menjadi 4 tipe

dari 7 gejala berdasarkan American College of Rheumatology (2010),

yaitu:

Page 8: Rheumatoid Arthritis

12

a) Rheumatoid arthritis klasik, pada tipe ini harus terdapat 7

kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus

menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.

b) Rheumatoid arthritis defisit, pada tipe ini harus terdapat 5

kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus

menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.

c) Probable rheumatoid arthritis, pada tipe ini harus terdapat 3

kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus

menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.

d) Possible rheumatoid arthritis, pada tipe ini harus terdapat 2

kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus

menerus, paling sedikit dalam waktu 3 bulan.

2.1.7. Pemeriksaan Penunjang

a) Pemeriksaan darah tepi berupa amenia nomokrom normisitik

b) Laju endap darah meningkat, sesuai dengan aktifitas penyakit,

makin aktif penyakit makin tinggi LED

c) Faktor reumatoid (RF) penting, tetapi bukan penentu diagnosis.

Walaupun RF negatif, diagnosis RA tetap dapat ditegakkan

secara klinik dan radiologik. Penderita dengan titer RF yang

Page 9: Rheumatoid Arthritis

13

tinggi cenderung menunjukkan gejala sistemik, artritis erosif

dan destruktif

d) Anti Nuclear Antibody (ANA) dan antigen lainnya dapat

ditemukan pada sebagian kecil penderita ,umumnya dengan titer

yang rendah

e) HLA-DR4 positif pada sebagian pasien. Pemeriksaan ini tidak

dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis

f) Cairan sinovia : Jumlah sel antara 5.000-20.000 mm3, titer

komplemen rendah, RF positif dan bekuan mucin jelek

g) Pemeriksaan radiologik yang terbaik ialah melihat pada sendi

pengelangan dan jari-jari tangan. Pada awal penyakit

menunjukkan gambaran pembengkakan jaringan lunak dan

osteoporosis juxtaartikuler. Pada stadium lebih lanjut ditemukan

gambaran permukaan sendi yang tidak rata akibat erosi sendi,

penyempitan celah sendi, subluksasi dan akhinrnya ankilosis

sendi (Daud, 2010)

2.1.8. Kriteria Diagnostik

Diagnosis artritis reumatoid ditegakkan bila ditemukan 4 kriteria atau

lebih, berdasarkan 7 kriteria gejala oleh American College of

Rheumatology (2010). Sedangkan kriteria remisi klinik pada artritis

reumatoid yaitu bila ditemukan 5 gejala di bawah atau lebih selama 2

bulan berturut-turut :

Page 10: Rheumatoid Arthritis

14

a) Lama kaku pagi tidak lebih dari 15 menit

b) Tidak ada rasa lemah

c) Tidak ada nyeri sendi (dari riwayat penyakit)

d) Tidak ada nyeri gerakan atau bengkak sendi

e) Tidak ada pembengkakan jaringan lunak sekitar sendi atau

sekitar sarung tendon

f) Laju endap darah kurang dan 30 mm/jam pada wanita dan

20 mm/jam pada pria (cara Westengren)

Kriteria progresivitas dari rheumatoid artritis menurut Michael

(1995) adalah :

a) Derajat I, Awal

Pada pemeriksaan radiologik tidak ditemukan perubahan

destruktif

Pada pemeriksaan radiologik dapat ditemukan gambaran

osteoporosis

b) Derajat II, Sedang

Pada pemeriksaan radiologik ditemui gambaran

osteoporosis, dengan atau tanpa destruksi ringan tulang

subkondral dapat ditemukan destruksi ringan rawan

sendi.

Page 11: Rheumatoid Arthritis

15

Tidak ditemukan deformitas, walaupun dapat ditemukan

keterbatasan gerak sendi.

Atrofi otot disekitarnya.

Dapat ditemukan lesi jaringan lunak ekstraartikuler,

seperti nodul atau tenosivitis.

c) Derajat III, Berat

Pada pemeriksaan radiologik selain osteoporosis dapat

ditemukan destruksi rawan sendi dan tulang.

Deformitas sendi, seperti subluksasi, deviasi ulnar,

hiperekstensi tanpa disertai fibrosis atau ankilosis sendi.

Atrofi otot yang nyata.

Dapat ditemukan lesi jaringan lunak ekstraartikuter,

seperti nodul atau tenosivitis.

d) Derajat IV, Terminal

Fibrosis atau ankilosis sendi

Kriteria dari derajat III

2.1.9. Penatalaksanaan

a) Terapi di mulai dengan pendidikan pasien mengenai

penyakitnya dan penatalaksanaan yang akan dilakukan sehingga

Page 12: Rheumatoid Arthritis

16

terjalin hubungan baik antara pasien dan keluarganya dengan

dokter atau tim pengobatan yang merawatnya. Tanpa hubungan

yang baik akan sukar untuk dapat memelihara ketaatan pasien

untuk tetap berobat dalam suatu jangka waktu yang lama

(Mansjoer, dkk. 2001).

b) Obat antinflamasi non steroid (OAINS). Sudah menjadi

perjanjian bahwa pada setiap pasien artritis reumatoid baru,

pengobatannya harus dimulai dengan OAINS, kecuali ada

kontra indikasi tertentu. OAINS ini merupakan obat tahap

pertama (first line) dan dikenal berbagai jenis yang mempunyai

efek analgesik dan antiflamasi yang baik. Obat golongan ini

tidak dapat menghentikan/mempengaruhi perjalanan penyakit

artritis reumatoid (Smeltzer & Bare, 2002). Terdapat 6 golongan

obat yaitu :

Golongan salisilat

Golongan indol: indometasin

Golongan turunan asam propionat: ibuprofen, naproksen,

ketoprofen, diklofenak

Golongan asam antranilik: natrium meklofenamat

Golongan oksikam: piroksikam, tenoksikam, meloxikam

Golongan pirazole: fenil dan oksifenbutazon

Page 13: Rheumatoid Arthritis

17

c) Slow-acting/disease-modifying antirheumatic drugs. Obat

golongan ini dapat menekan perjalanan penyakit artritis

reumatoid, karena itu disebut sebagai obat remitif atau disease-

modifying antirheumatic drugs/DMRD. Karena efek kerjanya

lambat maka disebut sebagai slowacting-antirheumatic

drugs/SAARD. Obat golongan ini baru memberikan efek setelah

pemakaian selama minimal 6 bulan dan tidak mempunyai efek

langsung menekan rasa nyeri dan inflamasi, oleh karena itu

sambil menunggu efek obat ini terbentuk, maka biasanya pada

awal pengobatan diberikan bersama-sama dengan OAINS untuk

mengurangi penderitaan pasien. Bila efek obat SAARD telah

terbentuk maka OAINS dapat dikurangi, bahkan dihentikan bila

pasien sudah mencapai stadium remisi. Dengan demikian

SAARD disebut pula sebagai obat tahap kedua (second-line

drug). Indikasi pemberian SAARD terutama ditujukan pada

penderita RA yang progresif, yang ditandai dengan bukti

radiologik adanya erosi sendi dan destruksi sendi. Karena obat

golongan ini sangat toksik dan mempunyai efek samping yang

besar, sehingga memerlukan pengawasan yang ketat, maka

sebaiknya pemberian obat ini dilakukan oleh seorang dokter

spesialis. Obat yang termasuk golongan ini ialah:

Obat antimalaria : kiorokuin dan hidroksiklorokuin

Garam emas

Page 14: Rheumatoid Arthritis

18

Penisilamin

Sulfasalasin

Obat imunosupresif

d) Oleh karena RA merupakan penyakit kronik, sering

menyebabkan gangguan psikis dan keputusasaan penderita. Hal

ini perlu diantisipasi dokter agar penderita tetap mematuhi

pengobatan yang diberikan, baik obat-obatan maupun terapi

fisik. Aspek sosial perlu pula diperhatikan, karena penderita

harus menyesuaikan pekerjaan dan kehidupan sehari-harinya

dengan penyakit yang dideritanya, mungkin sekali penderita

perlu mengganti jenis pekerjaannya atau merubah kebiasaan

hidupnya (Michael, 1995).

e) Pembedahan dapat bersifat preventif atau reparatif. Pembedahan

preventif antara lain dengan melakukan sinovektomi untuk

mencegah bertambah rusaknya sendi yang terserang.

Pembedahan reparatif terutama untuk mengoreksi deformitas

yang terjadi antara lain dengan melakukan artroplasti.

f) Menjaga supaya rematik tidak terlalu mengganggu aktivitas

sehari-hari, sebaiknya digunakan air hangat bila mandi pada

pagi hari. Dengan air hangat pergerakan sendi menjadi lebih

mudah bergerak.

Page 15: Rheumatoid Arthritis

19

g) Selain mengobati, kita juga bisa mencegah datangnya penyakit

ini, seperti: tidak melakukan olahraga secara berlebihan,

menjaga berat badan tetap stabil, menjaga asupan makanan

selalu seimbang sesuai dengan kebutuhan tubuh, terutama

banyak memakan ikan laut. Mengkonsumsi suplemen bisa

menjadi pilihan, terutama yang mengandung Omega 3. Di dalam

omega 3 terdapat zat yang sangat efektif untuk memelihara

persendian agar tetap lentur.

2.2. Pola Aktivitas Pasien Rheumatoid Arthritis

Berdasarkan dari pengalaman para pasien rheumatoid arthritis aktivitas yang

dilakukan sehari-hari dapat terganggu. Hal ini disebabkan adanya gerakan

sendi yang terbatas. Rheumatoid arthritis mengurangi kemampuan

seseorang untuk menggerakkan sendi mereka dalam jangkauan gerakan

yang penuh. Sumber utama dari perubahan aktivitas ini adalah rasa tidak

nyaman pada fisik penderita rheumatoid arthritis karena sendi yang kaku

dan sakit. Saat pasien mengeluh rasa lemah dan lelah pada dokter mereka,

mereka disarankan untuk mengurangi jumlah kegiatan mereka, dan

bukannya mendorong untuk menambahnya tetapi untuk istirahat yang

banyak. Fakta lain menunjukkan bahwa istirahat yang berlebihan dapat

merusak kesehatan (Gordon, 2002). Pengaruh negatif dari sistem otot dan

tulang yang tidak bergerak, mencakup: terhentinya pertumbuhan otot,

tendon, ligament dan tulang. Melemahnya otot otot, tendon, ligament dan

Page 16: Rheumatoid Arthritis

20

tulang. Merosotnya kondisi tulang rawan sendi, bertambahnya risiko tulang

yang patah karena hilangnya massa tulang, suatu kondisi yang disebut

dengan osteoporosis.

Pola aktivitas pasien rheumatoid arthritis yang tergaggu diterjemahkan

dalam kapasitas fungsional yang semakin rendah atau kemampuan

melakukan aktivitas semakin berkurang. Kemampuan yang menurun seperti

membungkuk untuk memungut sesuatu, membersihkan kebun, menyisir

rambut, bangun dari tempat tidur pada pagi hari, berjalan, dan berdiri

(Gordon, 2002). Selain itu juga pasien dengan rheumatoid arthritis

mengalami kesulitan melakukan kegiatan normal sehari-hari dalam hal

berpakaian, berdandan, mencuci, menggunakan toilet, menyiapkan

makanan, dan melakukan pekerjaan rumah. Gejala-gejala rheumatoid

arthritis dapat juga menganggu kerja bagi orang banyak. Setengah dari

pasien-pasien rheumatoid tidak lagi mampu bekerja 10-20 tahun setelah

kondisi mereka didiagnosis.