RGB

80
LAPORAN KASUS RGB SEORANG LAKI-LAKI 34 TAHUN DENGAN CEDERA OTAK RINGAN, COMBUTIO LISTRIK GRADE III 33% DAN VULNUS APERTUM DI REGIO FEMUR DEXTRA Oleh: Dokter Muda Stase Bedah Periode : 15 Juni 2015 – 9 Agustus 2015 Pembimbing: dr. Darmawan Ismail, Sp.BTKV

description

Kasus RGB

Transcript of RGB

Page 1: RGB

LAPORAN KASUS RGB

SEORANG LAKI-LAKI 34 TAHUN DENGAN CEDERA OTAK

RINGAN, COMBUTIO LISTRIK GRADE III 33% DAN VULNUS

APERTUM DI REGIO FEMUR DEXTRA

Oleh:

Dokter Muda Stase Bedah

Periode : 15 Juni 2015 – 9 Agustus 2015

Pembimbing:

dr. Darmawan Ismail, Sp.BTKV

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD DR. MOEWARDI

SURAKARTA

2015

Page 2: RGB

BAB I

STATUS PASIEN

A. ANAMNESIS

1. Identitas Pasien

Nama : Tn. MHS

Umur : 34 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Kristen

Pekerjaan : Buruh pabrik

Alamat : Pucangsawit, Jebres, Surakarta

Tanggal Masuk : 7 Juli 2015

Tanggal Periksa : 14 Juli 2015

Nomor rekam medis : 01306772

2. Keluhan Utama

Luka bakar pada kedua lengan, dada, perut, dan kedua kaki, sejak ±

4,5 jam SMRS

3. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan luka bakar di kedua lengan, dada,

perut, dan kedua kaki. Luka bakar dialami pasien sejak ± 4,5 jam sebelum

masuk rumah sakit.

Kurang lebih 4,5 jam SMRS pasien mengalami luka bakar. Pasien

sedang memotong baja ringan di atap rumah. Kemudian pasien tersengat

listrik dari aliran kabel listrik di baja ringan. Pasien tersulut api dari baja

dan terjatuh dari atap rumah dengan ketinggian ± 3 meter. Setelah kejadian

pasien pingsan selama ± 5 menit. Tidak terdapat riwayat sesak sesak

napas, muntah, atau kejang pada pasien. Pasien dibawa oleh keluarganya

ke RS Dr. Oen. Di RS Dr. Oen pasien diinfus 1 botol, diinjeksi obat-

Page 3: RGB

obatan, dirawat luka bakar, dan dijahit luka di kepala. Namun, karena

keterbatasan tempat pasien dirujuk ke RS. Dr. Moewardi.

4. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat alergi/asma : disangkal

Riwayat hipertensi : disangkal

Riwayat Diabetes Mellitus : disangkal

Riwayat penyakit jantung : disangkal

Riwayat trauma sebelumnya : disangkal

5. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat alergi obat : disangkal

Riwayat hipertensi : disangkal

Riwayat Diabetes Mellitus : disangkal

Riwayat penyakit jantung : disangkal

6. Riwayat Kebiasaan

Pasien makan sehari 3 kali dengan nasi, sayur, dan lauk pauk seperti

tempe, tahu, ikan, atau ayam.

7. Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien adalah seorang laki-laki. Pasien sehari-hari bekerja sebagai

buruh pabrik. Pasien tinggal bersama kedua orang tua dan kakak

perempuannya. Pasien berobat dengan pembiayaan BPJS.

B. ANAMNESIS SISTEMIK

1. Kepala : sakit kepala (-), luka wajah (-)

2. Mata : pandangan kabur (-), oedem palpebra (-),

konjungtiva pucat (-/-)

3. Tenggorokan : sakit menelan (-), suara serak (-), gatal (-)

Page 4: RGB

4. Sistem respirasi : sesak nafas (-), batuk (-), batuk darah (-), mengi

(-).

5. Sistem kardiovaskuler : sesak nafas saat beraktivitas (-), nyeri dada (-),

berdebar-debar (-)

6. Sistem gastrointestinal : mual (-), muntah (-), sakit perut (-), susah berak

(-), perut sebah (-), kembung (-).

7. Sistem genitourinaria : air kencing berwarna merah (-), nyeri saat

kencing (-), keluar darah (-), kencing nanah (-)

8. Ekstremitas atas : nyeri (+/+), luka (+/+), tremor (-/-), ujung jari

terasa dingin (-/-), kesemutan (-/-), sakit sendi

(-/-)

9. Ekstremitas bawah : bengkak (-), nyeri (+/+), luka (+/+), tremor (-),

ujung jari terasa dingin (-), kesemutan (-/-), sakit

sendi (-/-)

C. PEMERIKSAAN FISIK

1. Primary Survey

a. Airway : bebas

b. Breathing : torakoabdominal, frekuensi pernafasan 18 x/menit

c. Circulation : tekanan darah 130/70 mmHg, nadi 100 x/menit

d. Disability : GCS E4V5M6, reflek cahaya (+/+), pupil isokor

(3mm/3mm)

e. Exposure : suhu 36,7ºC, jejas (+) lihat status lokalis, verban (+)

2. Secondary Survey

a. Kepala : bentuk mesocephal, luka wajah (-), rambut di bagian

depan kepala terbakar, jejas (+) lihat status lokalis

b. Mata : konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil

isokor (3mm/3mm), reflek cahaya (-/-), hematom

periorbita (-/-), diplopia (-/-)

Page 5: RGB

c. Telinga : sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-),

nyeri tragus (-/-)

d. Hidung : bentuk simetris, napas cuping hidung (-), secret (-),

keluar darah (-)

e. Mulut : gusi berdarah (-), lidah kotor (-), jejas (-), maloklusi

(-)

f. Leher : pembesaran tiroid (-), pembesaran limfonodi (-),

nyeri tekan (-), JVP tidak meningkat

g. Thorak : bentuk normochest, ketertinggalan gerak (-), jejas (-)

h. Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat

Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar

Auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas normal, regular,bising

(-)

i. Pulmo

Inspeksi : pengembangan dada kanan sama dengan kiri

Palpasi : fremitus raba kanan sama dengan kiri, nyeri tekan

(-/-)

Perkusi : sonor/sonor

Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+) normal, suara tambahan

(-/-)

j. Abdomen

Inspeksi : distended (-)

Palpasi : supel, nyeri tekan (-), defense muscular (-)

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus (+) normal

k. Genitourinaria : BAK normal, BAK darah (-), BAK nanah (-), nyeri

BAK (-)

l. Muskuloskletal : nyeri (+), ROM terbatas pada kedua ekstremitas atas

dan bawah

Page 6: RGB

m. Ekstremitas

Akral dingin Oedema

- - - -

- - - -

Jejas (+) lihat status lokalis

3. Status Lokalis

a. Regio Occipitalis

Inspeksi : oedem (+), tampak vulnus apertum terhecting silk 3 jahitan,

hematom (+)

Palpasi : nyeri tekan (+), krepitasi (-). hipoesthesi (-)

b. Regio Brachii dan Antebrachii Dekstra

Inspeksi : tampak luka sedalam dermis, putih kepucatan (combutio

api grade III 7%),  jaringan nekrotik (-), pus (-), krusta (-),

oedem (-)

Palpasi : nyeri tekan (-), krepitasi (-)

Movement: terbatas

c. Regio Antebrachii dan Manus Sinistra

Inspeksi : tampak luka sedalam dermis, putih kepucatan (combutio

api grade III 2%), jaringan nekrotik (-), pus (-), krusta (-),

oedem (-)

Palpasi : nyeri tekan (-), krepitasi (-)

Movement: terbatas

d. Regio Thorax

Inspeksi : tampak luka sedalam dermis, putih kepucatan (combutio

api grade III 12%), jaringan nekrotik (-), pus (-), krusta (-),

oedem (+)

Palpasi : nyeri tekan (-), krepitasi (-)

Movement: terbatas

Page 7: RGB

e. Regio Femur dan Cruris Dekstra

Inspeksi : tampak luka sedalam dermis, putih kepucatan (combutio

api grade III 10%), jaringan nekrotik (-), pus (-), krusta (-),

oedem (+)

Palpasi : nyeri tekan (-), krepitasi (-)

Movement: terbatas

f. Regio Cruris Sinistra

Inspeksi : tampak luka sedalam dermis, putih kepucatan (combutio

api grade III 2%), jaringan nekrotik (-), pus (-), krusta (-), oedem (+)

Palpasi : nyeri tekan (-), krepitasi (-)

Movement: terbatas

g. Regio Femur Dextra

Inspeksi : oedem (-), tampak vulnus apertum ukuran 5 cm x 1 cm x

0.5 cm, hematom (-)

Palpasi : nyeri tekan (+), krepitasi (-). hipoesthesi (-)

D. ASSESMENT I

1. Cedera otak ringan GCS E4V5M6

2. Combutio listrik grade III 33%

3. Vulnus terhecting di regio occipitalis

4. Vulnus apertum di regio femur dextra

E. PLANNING I

1. Bed rest total

2. Resusitasi cairan :

Rumus Baxter : 4 cc x BB x % Luas Luka Bakar

Infus Ringer Lactate:

8 jam pertama: 3500 cc

16 jam berikutnya: 4000 cc

3. Diet TKTP

4. Pasang cathether urin

Page 8: RGB

5. Injeksi Ceftriaxon 1 gram/ 12 jam

6. Injeksi Ketorolac 30 mg/ 8 jam

7. Rontgen Thorax AP

8. Pemeriksaan darah rutin, ureum, creatinine, albumin

9. Pro cito debridement

10. Pro hecting vulnus apertum regio femur dextra

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Lab Darah (7 Juli 2015)

Hb : 15.6 g/dl

Hct : 46 %

AE : 4.94 juta/uL

AL : 17.0 ribu/uL

AT : 269 ribu/uL

Gol Darah : O

PT : 13.2 detik

APTT : 27.0 detik

INR : 1.060

GDS : 120 mg/dl

Na : 135 mmol/L

K : 3.2 mmo/L

Cl : 104 mmol/L

Creatinine : 0.8 mg/dl

Ureum : 32 mg/dl

Albumin : 2.2 g/dl

HbsAg : (-)

Page 9: RGB

G. JALANNYA OPERASI

1. Laporan Operasi

Tn MHS/34th/01306772

Dx pre OP : Combutio listrik 33% grade II B + vulnus apertum

reg. Femur dextra

Dx Post OP : Combutio listrik 33% grade II B + vulnus apertum

reg. Femur dextra

Tindakan : Debridement+hecting vulnus

Tim : dr Irfan/dr Jodi/ dr Dewi Haryanti K,SpBP-RE

1. Pasien posisi supine dalam GA, lakukan toilet pada medan operasi,

pasang duk steril.

2. Identifikasi luka bakar

a. Regio abdomen, thorax combutio listrik grade IIB 11%

b. Regio humerus +antebrachii sinistra combutio listrik sinistra 7%

c. Regio punggung combutio listrik grade II B 7%

d. Regio femur+cruris dextra combutio listrik grade IIB 4%

e. Regio femur+cruris sinistra combutio listrik 4% grade IIB

3. Debridement luka sampai jaringan sehat dengan savlon, cuci dengan

NaCl 0,9%

4. Jahit subcutis vulnus regio femur (D) 6x1x1 cm dan regio genu(D)

2x1x1cm dengan benang absorable 4.0 simple interupted.

5. Jahit cutis vulnus regio femur (D) dan genu(D) dengan benang

monofilamen norabsorbable 3.0.

6. Olesi luka combutio dengan vaselin dan tutup dengan kasa basah

kering. Tutup vulnus dengan tulle dan kasa kering.

7. Operasi selesai

2. Laporan medikasi (11 Juli 2015)

Tn MHS/34th/01306772

Dx pre OP : Combutio listrik 33% grade II B

Dx Post OP : Combutio listrik 33% grade II B

Page 10: RGB

Tindakan : Medikasi

Tim : dr NurRochman/ dr Dewi Haryanti K,SpBP-RE

1. Pasien posisi supine dengan GA

2. Buka kasa lama

3. Evakuasi luka

4. Jaringan reepitalisasi (+)

5. Bersihkan dengan NaCl 0,9%

6. Tutup dengan tulle dan kasang kering

7. Dibalut kasa dan hipafix

8. Operasi selesai

3. Laporan medikasi (14 Juli 2015)

Tn MHS/34th/01306772

Dx pre OP : Combutio listrik 33% grade II B

Dx Post OP : Combutio listrik 33% grade II B

Tindakan : Medikasi

Tim : dr Irfan / dr Dewi Haryanti K,SpBP-RE

1. Pasien posisi supine dengan GA

2. Buka kasa lama

3. Evakuasi luka

4. Jaringan reepitalisasi (+)

5. Bersihkan dengan NaCl 0,9%

6. Tutup dengan tulle dan kasang kering

7. Dibalut kasa dan hipafix

8. Operasi selesai

4. Laporan medikasi (20 Juli 2015)

Tn MHS/34th/01306772

Dx pre OP : Combutio listrik 33% grade II B

Dx Post OP : Combutio listrik 33% grade II B

Tindakan : Medikasi

Page 11: RGB

Tim : dr Umar / dr Dewi Haryanti K,SpBP-RE

1. Pasien posisi supine dengan GA

2. Buka kasa lama

3. Evakuasi luka

4. Jaringan reepitalisasi (+)

5. Bersihkan dengan NaCl 0,9%

6. Tutup dengan tulle dan kasang kering

7. Dibalut kasa dan hipafix

8. Operasi selesai

H. FOLLOW UP

Tanggal Bedah Plastik Pemeriksaan Tanda Vital

8 Juli

2015

S : nyeri di seluruh tubuh

O : KU sedang, composmentis

A : Combutio Listrik 33%

P :

Infus RL 20 tpm

Injeksi Ceftriaxone 1 gram/12 jam

Injeksi Ranitidine 50 mg/8 jam

Injeksi Mitamizole 1 gram/8 jam

Tanda Vital

TD : 130/80 mmHg

Nadi : 85 x/ menit

RR : 20x/menit

Suhu : 37oC

9 Juli

2015

S : nyeri di seluruh tubuh

O : KU sedang, composmentis

A : Combutio Listrik 33%

P :

Infus RL 9422 cc/24 jam

Injeksi Ceftriaxone 1 gram/12 jam

Injeksi Ranitidine 50 mg/8 jam

Injeksi Mitamizole 1 gram/8 jam

Tanda Vital

TD : 110/80 mmHg

Nadi : 90 x/ menit

RR : 20x/menit

Suhu : 37oC

10 Juli S : nyeri berkurang Tanda Vital

Page 12: RGB

2015

O : KU sedang, composmentis

A : Combutio Listrik 33%

P :

Infus RL 2100 cc/24 jam

Injeksi Ceftriaxone 1 gram/12 jam

Injeksi Ranitidine 50 mg/8 jam

Injeksi Mitamizole 1 gram/8 jam

Pro debridement

TD : 110/80 mmHg

Nadi : 90 x/ menit

RR : 20x/menit

Suhu : 37oC

11 Juli

2015

S : nyeri berkurang

O : KU sedang, composmentis

A : Combutio Listrik 33% pro

debridement

P :

Infus RL 1500 cc/24 jam

Injeksi Ceftriaxone 1 gram/12 jam

Injeksi Ranitidine 50 mg/8 jam

Injeksi Mitamizole 1 gram/8 jam

Tanda Vital

TD : 110/80 mmHg

Nadi : 80 x/ menit

RR : 20x/menit

Suhu : 36.4oC

12 Juli

2015

S : nyeri luka post op

O : KU sedang, composmentis

A : Post debridement ec Combutio

Listrik 33%

P :

Infus RL 1500 cc/24 jam

Injeksi Ceftriaxone 1 gram/12 jam

Injeksi Ranitidine 50 mg/8 jam

Injeksi Mitamizole 1 gram/8 jam

Tanda Vital

TD : 110/80 mmHg

Nadi : 80 x/ menit

RR : 20x/menit

Suhu : 36.4oC

13 Juli

2015

S : nyeri luka post op

O : KU sedang, composmentis

A : Post debridement ec Combutio

Listrik 33%

Tanda Vital

TD : 110/80 mmHg

Nadi : 80 x/ menit

Page 13: RGB

P :

Infus RL 1500 cc/24 jam

Injeksi Ceftriaxone 1 gram/12 jam

Injeksi Ranitidine 50 mg/8 jam

Injeksi Mitamizole 1 gram/8 jam

Diet TKTP 1700 kkal

Balance cairan

Kultur Darah

RR : 20x/menit

Suhu : 36.4oC

BC +350cc

14 Juli

2015

S : nyeri luka post op

O : KU sedang, composmentis

A : Post debridement ec Combutio

Listrik 33%

P :

Infus RL 1500 cc/24 jam

Injeksi Ceftriaxone 1 gram/12 jam

Injeksi Ranitidine 50 mg/8 jam

Injeksi Mitamizole 1 gram/8 jam

Diet TKTP 1700 kkal

Balance cairan

Cek DR3, elektrolit

Tanda Vital

TD : 120/80 mmHg

Nadi : 80 x/ menit

RR : 20x/menit

Suhu : 36.4oC

BC +370cc

15 Juli

2015

S : nyeri berkurang

O : KU sedang, composmentis

A : Post debridement ec Combutio

Listrik 33%

P :

Infus RL 1500 cc/24 jam

Injeksi Ceftriaxone 1 gram/12 jam

Injeksi Ranitidine 50 mg/8 jam

Injeksi Mitamizole 1 gram/8 jam

Tanda Vital

TD : 120/80 mmHg

Nadi : 80 x/ menit

RR : 20x/menit

Suhu : 36.4oC

BC +310cc

Hasil Lab Darah

Hb 11.5 g/dl

Page 14: RGB

Diet TKTP 1700 kkal

Balance cairan

Koreksi Natrium dengan NaCl 0.9%

Hct 36 %

AL 15.9 ribu/ul

AT 308 ribu/ul

AE 3.79 juta/ul

Albumin 2.7 g/dl

Na 126 mmol/L

K 4.3 mmol/L

Cl 95 mmol/L

16 Juli

2015

S : nyeri berkurang

O : KU sedang, composmentis

A : Post debridement ec Combutio

Listrik 33%

P :

Infus RL 20 tpm

Injeksi Ceftriaxone 1 gram/12 jam

Injeksi Ranitidine 50 mg/8 jam

Injeksi Mitamizole 1 gram/8 jam

Diet tinggi protein

Tanda Vital

TD : 120/80 mmHg

Nadi : 82 x/ menit

RR : 18x/menit

Suhu : 36.6oC

17 Juli

2015

S : nyeri berkurang

O : KU sedang, composmentis

A : Post debridement ec Combutio

Listrik 33%

P :

Infus RL 20 tpm

Injeksi Ceftriaxone 1 gram/12 jam

Injeksi Ranitidine 50 mg/8 jam

Injeksi Mitamizole 1 gram/8 jam

Diet tinggi protein

Tanda Vital

TD : 120/80 mmHg

Nadi : 82 x/ menit

RR : 20x/menit

Suhu : 36.6oC

Page 15: RGB

18 Juli

2015

S : nyeri berkurang

O : KU sedang, composmentis

A : Post debridement ec Combutio

Listrik 33%

P :

Infus RL 20 tpm

Injeksi Ceftriaxone 1 gram/12 jam

Injeksi Ranitidine 50 mg/8 jam

Injeksi Mitamizole 1 gram/8 jam

Diet tinggi protein

Tanda Vital

TD : 120/80 mmHg

Nadi : 80 x/ menit

RR : 20x/menit

Suhu : 36.6oC

19 Juli

2015

S : nyeri berkurang

O : KU sedang, composmentis

A : Post debridement ec Combutio

Listrik 33%

P :

Infus RL 20 tpm

Injeksi Ceftriaxone 1 gram/12 jam

Injeksi Ranitidine 50 mg/8 jam

Injeksi Mitamizole 1 gram/8 jam

Diet tinggi protein

Tanda Vital

TD : 120/80 mmHg

Nadi : 82 x/ menit

RR : 20x/menit

Suhu : 36.4oC

20 Juli

2015

S : nyeri berkurang

O : KU sedang, composmentis

A : Post debridement ec Combutio

Listrik 33%

P : Infus RL 20 tpm

Injeksi Ceftriaxone 1 gram/12 jam

Injeksi Ranitidine 50 mg/8 jam

Tanda Vital

TD : 120/80 mmHg

Nadi : 82 x/ menit

RR : 20x/menit

Suhu : 36.6oC

Page 16: RGB

Injeksi Mitamizole 1 gram/8 jam

Diet tinggi protein

Pro medikasi

21 Juli

2015

S : nyeri berkurang

O : KU sedang, composmentis

A : Post debridement ec Combutio

Listrik 33%

P :

Infus RL 20 tpm

Injeksi Ceftriaxone 1 gram/12 jam

Injeksi Ranitidine 50 mg/8 jam

Injeksi Mitamizole 1 gram/8 jam

Diet tinggi protein

Tanda Vital

TD : 110/80 mmHg

Nadi : 80 x/ menit

RR : 20x/menit

Suhu : 36.6oC

22 Juli

2015

S : -

O : KU sedang, composmentis

A : Post debridement ec Combutio

Listrik 33%

P :

Infus RL 20 tpm

Injeksi Ceftriaxone 1 gram/12 jam

Injeksi Ranitidine 50 mg/8 jam

Injeksi Mitamizole 1 gram/8 jam

Diet tinggi protein

Mobilisasi duduk

Pro medikasi

Tanda Vital

TD : 120/80 mmHg

Nadi : 80 x/ menit

RR : 20x/menit

Suhu : 36.3oC

Hasil Lab Darah

Hb 10.9 g/dl

Hct 34 %

AL 11.1 ribu/ul

AT 443 ribu/ul

AE 3.58 juta/ul

Albumin 3.0 g/dl

Na 134 mmol/L

K 4.3 mmol/L

Cl 106 mmol/L

Page 17: RGB

23 Juli

2015

S : -

O : KU sedang, composmentis

A : Post debridement ec Combutio

Listrik 33%

P :

Infus RL 20 tpm

Injeksi Ceftriaxone 1 gram/12 jam

Injeksi Ranitidine 50 mg/8 jam

Injeksi Mitamizole 1 gram/8 jam

Diet tinggi protein

Mobilisasi duduk

Tanda Vital

TD : 120/80 mmHg

Nadi : 80 x/ menit

RR : 20x/menit

Suhu : 36.3oC

24 Juli

2015

S : -

O : KU sedang, composmentis

A : Post debridement ec Combutio

Listrik 33%

P :

Infus RL 20 tpm

Injeksi Ceftriaxone 1 gram/12 jam

Injeksi Ranitidine 50 mg/8 jam

Injeksi Mitamizole 1 gram/8 jam

Diet tinggi protein

Mobilisasi duduk

Tanda Vital

TD : 110/80 mmHg

Nadi : 80 x/ menit

RR : 20x/menit

Suhu : 36.3oC

25 Juli

2015

S : -

O : KU sedang, composmentis

A : Post debridement ec Combutio

Listrik 33%

P :

Tanda Vital

TD : 110/80 mmHg

Nadi : 80 x/ menit

RR : 18x/menit

Suhu : 36.3oC

Page 18: RGB

Infus RL 20 tpm

Injeksi Ceftriaxone 1 gram/12 jam

Injeksi Ranitidine 50 mg/8 jam

Injeksi Mitamizole 1 gram/8 jam

Diet tinggi protein

Mobilisasi duduk

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Page 19: RGB

A. Definisi

Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan

yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan

kimia, listrik dan radiasi. Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan

morbiditas dan mortalitas tinggi. Biaya yang dibutuhkan untuk

penanganannya pun tinggi.1,2 Di Indonesia, luka bakar masih merupakan

problem yang berat. Perawatan dan rehabilitasinya masih sukar dan

memerlukan ketekunan, biaya mahal, tenaga terlatih dan terampil. Oleh karena

itu, penanganan luka bakar lebih tepat dikelola oleh suatu tim trauma yang

terdiri dari spesialis bedah (bedah anak, bedah plastik, bedah thoraks, bedah

umum), intensifis, spesialis penyakit dalam, ahli gizi, rehabilitasi medik,

psikiatri, dan psikologi.2

B. Etiologi

Beberapa penyebab luka bakar menurut Syamsuhidayat (2007) adalah

sebagai berikut1:

a. Luka bakar suhu tinggi (thermal burn)

Luka bakar thermal burn biasanya disebabkan oleh air panas (scald),

jilatan api ketubuh (flash), kobaran api di tubuh (flam), dan akibat

terpapar atau kontak dengan objek-objek panas lainnya. Beberapa hal

yang dapat menyebabkan thermal burn antara lain:

Benda panas: padat, cair, uap

Api

Sengatan matahari/ sinar panas

b. Luka bakar bahan kimia (chemical burn)

Luka bakar kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau basa kuat

yang biasa digunakan dalam industri, militer, laboratorium, danbahan

pembersih yang sering digunakan untuk keperluan rumah tangga.

c. Luka bakar sengatan listrik (electrical burn)

Page 20: RGB

Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api dan

ledakan. Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang

memiliki resistensi paling rendah, dalam hal ini cairan. Kerusakan

terutama pada pembuluh darah, khususnya tunika intima, sehingga

menyebabkan gangguan sirkulasi ke distal. Seringkali kerusakan

berada jauh dari lokasi kontak, baik kontak dengan sumber arus

maupun ground.

d. Luka bakar radiasi (radiation injury)

Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber

radioaktif. Tipe injury ini sering disebabkan oleh penggunaan bahan

radioaktif untuk keperluan terapeutik dalam dunia kedokteran dan

dalam bidang industri. Terpapar sinar matahari yang terlalu lama juga

dapat menyebabkan luka bakar radiasi.1

C. Klasifikasi Luka Bakar

1. Berdasarkan Kedalaman2,3

Kedalaman luka bakar ditentukan oleh tinggi suhu, lamanya pajanan

suhu tinggi, adekuasi resusitasi, dan adanya infeksi pada luka. Selain api

yang langsung menjilat tubuh, baju yang ikut terbakar juga memperdalam

luka bakar. Bahan baju yang paling aman adalah yang terbuat dari bulu

domba (wol). Bahan sintetis seperti nilon dan dakron, selain mudah

terbakar juga mudah meleleh oleh suhu tinggi, lalu menjadi lengket

sehingga memperberat kedalaman luka bakar.

Kedalaman luka bakar dideskripsikan dalam derajat luka bakar,

yaitu luka bakar derajat I, II, atau III:

Derajat I

Pajanan hanya merusak epidermis sehingga masih menyisakan banyak

jaringan untuk dapat melakukan regenerasi. Luka bakar derajat I

biasanya sembuh dalam 5-7 hari dan dapat sembuh secara sempurna.

Luka biasanya tampak sebagai eritema dan timbul dengan keluhan

Page 21: RGB

nyeri dan atau hipersensitivitas lokal. Contoh luka bakar derajat I

adalah sunburn.

Gambar 1 Luka bakar derajat I

Derajat II

Lesi melibatkan epidermis dan mencapai kedalaman dermis namun

masih terdapat epitel vital yang bisa menjadi dasar regenerasi dan

epitelisasi. Terdapat bullae, nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik

teriritasi, dibedakan atas 2 (dua) bagian:

a. Derajat II dangkal/superficial (IIA)

Kerusakan mengenai bagian epidermis dan lapisan atas dari

corium/dermis.Organ – organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar

sebecea masih banyak.Semua ini merupakan benih-benih epitel.

Penyembuhan terjadi secara spontandalam waktu 10-14 hari tanpa

terbentuk sikatrik.

Page 22: RGB

Gambar 2 Luka bakar derajat II A

b. Derajat II dalam/deep (IIB)

Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis dan sisa – sisa

jaringan epitel tinggal sedikit. Organ-organ kulit seperti folikel

rambut, kelenjarkeringat, kelenjar sebacea tinggal sedikit.

Penyembuhan terjadi lebih lama dandisertai parut hipertrofi.

Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih darisatu bulan.

Gambar 3 Luka bakar derajat IIB

Dengan adanya jaringan yang masih sehat, luka dapat sembuh dalam

2-3 minggu. Gambaran luka bakar berupa gelembung atau bula yang

berisi cairan eksudat dari pembuluh darah karena perubahan

permeabilitas dindingnya, disertai rasa nyeri.Apabila luka bakar derajat

II yang dalam tidak ditangani dengan baik, dapat timbul edema dan

penurunan aliran darah di jaringan, sehingga cedera berkembang

menjadi full-thickness burn atau luka bakar derajat III.

Page 23: RGB

Derajat III

Kerusakan meliputi seluruh tebal kulit dan lapisan yang lebih dalam

sampaimencapai jaringan subkutan, otot dan tulang. Organ kulit

mengalami kerusakan,tidak ada lagi sisa elemen epitel. Tidak dijumpai

bullae, kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan lebih pucat sampai

berwarna hitam kering. Terjadikoagulasi protein pada epidermis dan

dermis yang dikenal sebagai esker. Tidak dijumpai rasa nyeri dan

hilang sensasi karena ujung-ujung sensorik rusak.Penyembuhan terjadi

lama karena tidak terjadi epitelisasi spontan.

Gambar 4 Luka bakar derajat III

Gambar 5. Penampang kedalaman luka bakar4

2. Luas Luka Bakar

Page 24: RGB

Wallace membagi tubuh atas bagian – nagian 9 % atau kelipatan dari 9

terkenal dengan nama Rule of Nine atau Rule of Wallace.1,2

Gambar 6. Rules of nine

Dalam perhitungan agar lebih mempermudah dapat dipakai luas telapak tangan

penderita adalah 1 % dari luas permukaan tubuhnya. Pada anak –anak dipakai

modifikasi Rule of Nine menurut Lund and Brower, yaitu ditekankan pada umur

15 tahun, 5 tahun dan 1 tahun.1,2,3

Kepala dan leher - 9 %

Lengan - 18 %

Badan Depan - 18 %

Badan Belakang - 18 %

Tungkai - 36 %

Genitalia/perineum - 1 %

Total - 100 %

Page 25: RGB

Gambar 7. Rules of nine sesuai umur

3. Kriteria Berat-ringannya

Kriteria berat-ringannya suatu luka bakar menurut American Burn

Association adalah

a) Luka bakar ringan.

- Luka bakar derajat II <15 %

- Luka bakar derajat II < 10 % pada anak – anak

- Luka bakar derajat III < 2 %

b) Luka bakar sedang

- Luka bakar derajat II 15-25 % pada orang dewasa

- Luka bakar II 10 – 20 5 pada anak – anak

- Luka bakar derajat III < 10 %

c) Luka bakar berat

- Luka bakar derajat II 25 % atau lebih pada orang dewasa

- Luka bakar derajat II 20 % atau lebih pada anak – anak.

- Luka bakar derajat III 10 % atau lebih

- Luka bakar mengenai tangan, wajah, telinga, mata, kaki dan

genitalia/perineum.

- Luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik, disertai trauma lain.

D. Fase Luka Bakar

Page 26: RGB

Untuk mempermudah penanganan luka bakar maka dalam perjalanan

penyakitnya dibedakan dalam 3 fase: akut, subakut dan fase lanjut. Namun

demikian pembagian fase menjadi tiga tersebut tidaklah berarti terdapat garis

pembatas yangtegas diantara ketiga fase ini. Dengan demikian kerangka

berpikir dalam penanganan penderita tidak dibatasi oleh kotak fase dan tetap

harus terintegrasi. Langkah penatalaksanaan fase sebelumnya akan

berimplikasi klinis pada fase selanjutnya 3

a. Fase akut

Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita

akanmengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), breathing

(mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak

hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun

masih dapat terjadiobstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi

dalam 48-72 jam pascatrauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian

utama penderita pada faseakutPada fase akut sering terjadi gangguan

keseimbangan cairan dan elektrolitakibat cedera termal yang berdampak

sistemik

b. Fase sub akut

Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi

adalahkerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak dengan sumber

panas. Lukayang terjadi menyebabkan :

• Proses inflamasi dan infeksi

• Problem penutupan luka dengan titik perhatian pada luka yang tidak

berepitel luas atau pada struktur atau organ fungsional

• Keadaan hipermetabolisme

c. Fase lanjut

Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat

lukadan pemulihan fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah

penyakit berupa sikatrik yang hipertrofik, keloid, gangguan pigmentasi,

deformitas dan kontraktur

E. Patofisiologi

Page 27: RGB

Pada luka bakar terjadi perubahan lokal berupa nekrosis koagulatif

pada epidermis, dermis dan jaringan di bawahnya, dengan kedalaman

tergantung pada temperatur bahan dan durasi pajanan.4

Pada luka yang melibatkan sebagian tebal lapisan kulit (derajat 1 dan

2) disertai rasa nyeri, sedangkan derajat 3 biasanya rasa nyeri minimal atau

tidak ada. Berdasarkan gambaran histologis, pada luka bakar terdapat tiga

zona yaitu zona koagulasi, zona stasis, dan zona hiperemia. Pada zona

koagulasi terjadi nekrosis jaringan dan kerusakan yang ireversibel. Zona stasis

berada di sekitar zona koagulasi, dimana terjadi penurunan perfusi jaringan

dengan kerusakan dan kebocoran vaskuler. Pada zona hiperemia terjadi

vasodilatasi karena inflamasi, jaringannya masih viable dan proses

penyembuhan berawal dari zona ini.3,4

Page 28: RGB

Gambar 8. Zona luka bakar Jackson dan efeknya terhadap resusitasi adekuat dan

inadekuat5

Inti dari permasalahan luka bakar adalah kerusakan endotel dan epitel

akibat cedera termis yang melepaskan mediator-mediator proinflamasi dan

berkembang menjadi Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS),

kondisi ini hampir selalu berlanjut dengan Multi-system Organ Dysfunction

Syndrome (MODS). MODS terjadi karena gangguan perfusi jaringan yang

berkepanjangan akibat gangguan sirkulasi mikro. Berdasarkan konsep SIRS,

paradigma penatalaksanaan luka bakar fase akut berubah, semula berorientasi

pada gangguan sirkulasi makro menjadi berubah orientasi pada proses

perbaikan perfusi (srkulasi mikro) sebagai end-point dari prosedur resusitasi.5,6

Pelepasan sitokin dan mediator inflamasi lainnya di tempat terjadinya

luka bakar memiliki efek sistemik jika luka bakar mencapai 30% luas

permukaan tubuh. Perubahan-perubahan yang terjadi sebagai efek sistemik

tersebut anatara lain berupa5,6,7

1. Gangguan kardiovaskular, berupa peningkatan permeabilitas vaskular

yang menyebabkan keluarnya protein dan cairan dari intravaskular ke

interstitial. Terjadi vasokonstriksi di pembuluh darah sphlancnic dan

perifer. Kontraktilitas miokardium menurun, kemungkinan disebabkan

adanya TNF. Perubahan ini disertai dengan kehilangan cairan dari luka

bakar menyebabkan hipotensi sistemik dan hipoperfusi organ.

2. Gangguan sistem respirasi, mediator inflamasi menyebabkan

bronkokonstriksi, dan pada luka bakar yang berat dapat timbul respiratory

distress syndrome.

Page 29: RGB

3. Gangguan metabolik, terjadi peningkatan basal metabolic rate hingga 3

kali lipat. Hal ini, disertai dengan adanya hipoperfusi sphlancnic

menyebabkan dibutuhkannya pemberian makanan enteral secara agresif

untuk menurunkan katabolisme dan mempertahankan integritas saluran

pencernaan.

4. Gangguan imunologis, terdapat penuruanan sistem imun yang

mempengaruhi sistem imun humoral dan seluler.

Masalah pada luka bakar berdasarkan kronologi dibagi menjadi:

1. Fase akut : deteriorasi airway, breathing, circulation, berlangsung

selama 0 - 48 jam (72 jam).

2. Fase subakut : SIRS dan MODS, berlangsung sampai 21 hari.

3. Fase lanjut : jaringan parut (hipertrofik, keloid, kontraktur),

berlangsung sampai 8-12 bulan.

Masalah yang timbul pada luka bakar fase akut terutama berkaitan

dengan gangguan jalan napas (cedera inhalasi), gengguan mekanisme

bernapas dan gangguan sirkulasi. Ketiga hal tersebut menyebabkan gangguan

perfusi jaringan yang dapat menyebabkan kematian.

Cedera inhalasi merupakan gangguan mukosa saluran napas akibat

kontak dengan sumber termis, toxic fumes, dan zat toksik lainnya. Dugaan

kuat mengenai adanya cedera inhalasi bila dijumpai riwayat luka bakar yang

disebabkan api, terperangkap di ruang tertutup, luka bakar pada wajah dan

leher, bulu hidung terbakar, sputum dan air liur mengandung karbon.

Kerusakan mukosa dapat pula disebabkan oleh minyak panas, air panas, bahan

kimia yang mengenai muka, leher, dada bagian atas. Pada cedera inhalasi

terjadi edema mukosa dari orofaring dan laring hingga membran alveoli. Hal

ini dapat menyebabkan obstruksi yang ditandai dengan stridor, suara serak,

sulit bernapas, gelisah. Bronkospasme dapat terjadi bila reaksi inflamasi

melibatkan otot polos bronkus.7

Page 30: RGB

Tabel 2. Tanda dan Gejala cedera inhalasi

Gangguan mekanisme bernapas pada luka bakar dapat terjadi pada

pasien dengan eskar melingkar di dada yang menyebabkan gangguan proses

ekspansi rongga toraks sehingga compliance paru berkurang.

Gangguan sirkulasi pada luka bakar terjadi melalui mekanisme

perubahan integritas membran mikrovaskuler, perubahan hukum Starling,

gangguan perfusi (syok seluler), dan evaporative heat loss. Setelah cedera

termis, terjadi pelepasan histamin diikuti pelepasan histmain dan aktivasi

komplemen yang menyebabkan perlekatan leukosit PMN dengan endotel.

Endotel inflamatif akan melepaskan radikal bebas yang diikuti oleh

peroksidasi lipid yang mengaktivasi asam arakidonat. Hal ini menyebabkan

aktivasi kaskade koagulasi dan pelepasan sitokin (IL1, IL6, TNFa). Proses

inflamasi mengakibatkan perubahan morfologi endotel dan peningkatan

permeabilitas kapiler. Peningkatan permeabilitas kapiler ini mengakibatkan

perpindahan cairan dari intravaskuler ke ruang interstisium. Selain itu

mediator inflamasi memacu sel-sel epitel mukosa mengalami proses inflamasi

akut terutama mengakibatkan sel epitel nekrosis. Pada mukosa alveoli

penumpukan fibrin membentuk membran hialin yang menyebabkan gangguan

difusi dan perfusi oksigen (acute respiratory distress syndrom). ARDS ini

umumnya muncul 4-5 hari pasca cedera luka bakar.4,6,7

F. Gejala dan Tanda Klinis

Menurut Henderson, gejala klinis yang utama pada luka bakar yaitu

lepuh yang merupakan tanda khas luka bakar superfisial. Cairan dihasilkan

dari jaringan cedera yang lebih dalam sehingga permukaan superfisial yang

Page 31: RGB

terbakar (mati) akan terangkat. Lepuh atau bullae pada luka bakar sering

pecah dan meninggalkan suatu permukaan merah kasar yang mengeluarkan

cairan serous dan dapat berdarah. Luka bakar yang superfisial terasa nyeri

karena ujung saraf terpapar dan mengalami inflamasi. 1

Luka bakar yang dalam, gejala klinisnya yaitu, kulit mungkin terlihat

normal. Akan tetapi, tampak mengkilap sehingga pembuluh-pembuluh

darahnya mudah dilihat, tetapi darah dalam pembuluh darah tersebut tidak

dapat keluar karena sudah mengalami koagulasi sehingga saat ditusuk tidak

akan mengeluarkan darah. Selain itu, kulit amat kaku ketika disentuh, serta

tidak dapat merasakan nyeri, karena sebagian besar ujung saraf sudah mati.

Pada kondisi yang lebih berat, dapat terjadi pengarangan dan karbonisasi

(hitam).1,3

Gejala-gejala klinis lain selain diatas, yaitu adanya tanda-tanda distress

pernapasan seperti suara serak, ngiler, tanda-tanda cedera inhalasi seperti

pernapasan cepat dan sulit, krakles, stridor, serta batuk pendek.1

G. Karakteristik Listrik

Karakteristik listrik serta sifat berbagai jaringan menentukan derajat

kerusakan dan memberikan prediksi mengenai kemungkinan morbiditas yang

bahkan mortalitas. Beberapa karakteristik listrik yang perlu diketahui antara

lain adalah tegangan (voltage), arus listrik, resistensi dan konduksi 6,7

1. Tegangan

Tegangan adalah gaya elektromotif atau perbedaan potensial

listrik. Semakin besar tegangan listrik yang dialirkan ke jaringan yang

memiliki resistensi relatif tetap, semakin besar arus yang dialirkan.

2. Arus Listrik

Arus listrik (electric current) adalah aliran litrik yang dibagi

menjadi dua yaitu arus bolak balik (alternating current, AC) dan satu arah

(direct current, DC).

Page 32: RGB

Arus DC tegangan tinggi menimbulkan spasme muscular,

menyebabkan korban terpental menjauhi sumber arus. Hal ini

mengakibatkan waktu paparan dengan arus relatif singkat, namun diikuti

kemungkinan timbulnya trauma tumpul. Sedangkan, arus AC lebih

berbahaya, karena menyebabkan kontraksi muskular kontinu, tetani, dan

timbul bila serat-serat otot mendapat stimulasi 40-110 kali per detik.

Biasanya semakin tinggi tegangan dan kekuatannya, maka semakin

besar kerusakan yang ditimbulkan oleh kedua jenis arus listrik tersebut.

Kekuatan arus listrik diukur dalam ampere. 1 miliampere (mA) sama

dengan 1/1,000 ampere. Pada arus serendah 60-100 mA dengan tegangan

rendah (110-220 volt), AC 60 hertz yang mengalir melalui dada dalam

waktu sepersekian detik bisa menyebabkan irama jantung yang tidak

beraturan, yang bisa berakibat fatal. Arus bolak-balik lebih dapat

menyebabkan aritmia jantung dibanding arus searah. Arus dari AC pada

100 mA dalam seperlima detik dapat menyebabkan fibrilasi ventrikel dan

henti jantung.

Efek yang sama ditimbulkan oleh DC sebesar 300-500 mA.

Jika arus langsung mengalir ke jantung, misalnya melalui sebuah

pacemaker, maka bisa terjadi gangguan irama jantung meskipun arus

listriknya jauh lebih rendah (kurang dari 1 mA).7

3. Resistensi dan Konduksi.

Resistensi adalah tahanan jaringan atau oposisi terhadap aliran

listrik, sedangkan konduksi adalah kapasitas jaringan menyampaikan

(mengalirkan arus listrik). Tahanan yang terbesar terdapat pada kulit

tubuh, akan menurun besarnya pada tulang, lemak, urat saraf, otot, darah

dan cairan tubuh. Tahanan kulit rata-rata 500-10.000 ohm. Di dalam

lapisan kulit itu sendiri bervariasi derajat resistensinya, hal ini bergantung

pada ketebalan kulit dan jumlah relatif dari folikel rambut, kelenjar

keringat dan lemak. Kulit yang berkeringat lebih jelek daripada kulit yang

kering. Menurut hitungan Cardieu, bahwa berkeringat dapat menurunkan

tahanan sebesar < 1,000 ohm.

Page 33: RGB

Arus listrik banyak yang melewati kulit, karena itu energinya

banyak yang dilepaskan di permukaan. Jika resistensi kulit tinggi, maka

permukaan luka bakar yang luas dapat terjadi pada titik masuk dan

keluarnya arus, disertai dengan hangusnya jaringan diantara titik masuk

dan titik keluarnya arus listrik. Tergantung kepada resistensinya, jaringan

dalam juga bisa mengalami luka bakar.

Tahanan tubuh terhadap aliran listrik juga akan menurun pada

keadaan demam atau adanya pengaruh obat-obatan yang mengakibatkan

produksi keringat meningkat. Pertimbangkan tentang ”transitional

resistance”, yaitu suatu tahanan yang menyertai akibat adanya bahan-

bahan yang berada di antara konduktor dengan tubuh atau antara tubuh

dengan bumi, misalnya baju, sarung tangan karet, sepatu karet, dan lain-

lain.

H. Pengaruh Listrik Terhadap Tubuh

Berdasarkan aspek resistensi dan konduksi ini, dibedakan menjadi dua

jenis arus, yaitu arus langsung (direk) dan tidak langsung (indirek) yang

membedakan dua jenis luka bakar listrik9

1. Arus Langsung (Direk)

Terjadi saat seseorang menyentuh sebuah konduktor yang terhubung

dengan arus listrik. Dampak jaringan listrik diuraikan berikut ini :

a) Kulit

Kulit adalah jaringan yang merupakan resistor (namun tidak sebaik

tulang), bukan konduktor yang baik (tidak sebaik saraf, pembuluh

darah, dan otot). Oleh karena itu, sebagian besar energi listrik diserap

oleh kulit terutama di daerah yang memiliki lapisan keratin tebal

(telapak tangan, telapak kaki) dan diubah menjadi energi panas

menimbulkan luka bakar (efek termal).

Dalam keadaan basah, kulit menjadi konduktor yang baik,

sehingga tidak ada energi yang diserap, namun langsung diteruskan ke

jaringan dibawahnya. Kondisi ini menyebabkan electric shock

Page 34: RGB

(lectrocotion) pada jaringan yang letaknya lebih dalam disertai

gangguan jantung (aritmia ventricular, cardiac arrest) tanpa luka bakar

sama sekali di permukaan (misal pada bathtub injury).

b) Saraf

Saraf merupakan jaringan tubuh yang didesain untuk

menghantarkan aliran listrik. Jaringan saraf dapat mengalami

kerusakan pada sistem konduktivitasnya karena mengalami nekrosis

koagulasi.

c) Sistem otot dan pembuluh darah

Sistem otot dan pembuluh darah mengandung air dan kadar

elektrolit dengan konsentarsi tinggi sehingga berperan baik sebagai

konduktor.Otot menghantarkan arus listrik jauh lebih banyak,

sekaligus memanaskan jaringan sekitarnya. Kerusakan otot periosteal

dapat terjadi meski otot yang terletak superficial terlihat normal.

Pembuluh darah mengalami kerusakan paling berat, disebabkan

difusi panas melalui tunika intima. Kerusakan pada pembuluh darah

berupa erosi endotel (diikuti gangguan integritas endotel), adhesi

leukosit-trombosit dan terbentuknya trombus-trombus, trombosis

menyebabkan terganggunya aliran sirkulasi.

d) Tulang, lemak, dan tendon

Tulang, lemak dan tendon merupakan resistor yang baik sehingga

tidak menghantarkan listrik namun lebih menimbulkan panas dan

mengalami koagulasi.

2. Arus Tidak Langsung (indirek)

a) Arc (percikan listrik)

b) Flash

c) Step voltage

Sebab kematian karena arus listrik yaitu :

Page 35: RGB

a) Fibrilasi ventrikel

Bergantung pada ukuran badan dan jantung. Dalziel (1961)

memperkirakan pada manusia, arus yang mengalir sedikitnya 70 mA

dalam waktu 5 detik dari lengan ke tungkai akan menyebabkan

fibrilasi. Hal yang paling berbahaya adalah jika arus listrik masuk ke

tubuh melalui tangan kiri dan keluar melalui kaki yang

berlawanan/kanan. Jika arus listrik masuk ke tubuh melalui tangan

yang satu dan keluar melalui tangan yang lain maka 60% yang

meninggal dunia.

b) Paralisis respiratorik

Paralisis respiratorik timbul akibat spasme dari otot-otot pernafasan

sehingga korban dapat meninggal karena asfiksia. Jantung mungkin

masih berdenyut sampai timbul kematian. Hal ini terjadi bila arus

listrik yang memasuki tubuh korban di atas nilai ambang yang

membahayakan, tetapi masih di batas bawah yang dapat menimbulkan

fibrilasi ventrikel. Menurut Koeppen, spasme otot-otot pernafasan

terjadi pada arus 25-80 mA, sedangkan ventrikel fibrilasi terjadi pada

arus 70-100 mA.

c) Paralisis pusat nafas

Jika arus listrik masuk melalui pusat di batang otak, dapat

menyebabkan trauma pada pusat-pusat vital di otak sehingga dapat

terjadi koagulasi dan mengakibatkan efek hipertermia. Bila aliran

listrik diputus, paralisis pusat pernafasan tetap terjadi, tetapi jantung

masih berdenyut, oleh karena itu dengan bantuan pernafasan buatan

korban masih dapat ditolong. Hal tersebut bisa terjadi jika arus listrik

melalui jalur kepala.

d) Luka bakar

Paparan arus yang dihasilkan oleh sumber tegangan rendah (termasuk

sumber listrik rumah tangga) dapat menyebabkan luka bakar di

jaringan kutaneus yang disebabkan transformasi energi listrik menjadi

energi termal. Luka bakar dapat berupa eritema lokal hingga luka

Page 36: RGB

bakar derajat berat. Tingkat keparahan luka bakar tergantung pada

intensitas arus, permukaan daerah, dan durasi paparan.

I. Diagnosis

1. Anamnesis

Anamnesis yang dilakukan pada pasien luka bakar adalah

anamnesis singkat dikarenakan luka bakar merupakan bagian dari kegawat

daruratan biasanya anamnesis dilakuakan secara auto dan alloanamnesis.

Anamnesis yang sering ditanyakan adalah, berat badan pasien, umur,

sudah berapa lama setelah terapar ledakan, terkena ledakan apa, seberapa

besar ledakan, penanganan apa yang sudah dilakukan dan lain lain seperti

keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu

riwayat penyakit keluarga, riwayat pekerjaan, sosial, ekonomi, dan

kejiwaan, gaya hidup menyusul.1,2

2. Pemeriksaan Fisik

a) Primary survey

A (Airway) – Jalan nafas

Edema mukosa dapat terjadi pada pasien luka bakar atau trauma

inhalasi, obstruksi pada saluran napas atas (pharynx/larynx) dapat

berkembang dengan cepat terutama pada anak. Trauma inhalasi harus

dicurigai pada siapa pun dengan luka bakar dan diasumsikan sampai

terbukti sebaliknya, pada siapa pun yang terbakar dalam ruang

tertutup. Inspeksi dari mulut dan pharynx harus dilakukan lebih awal,

dan intubasi endotracheal dilakukan jika perlu. Suara serak dan bunyi

wheezing pada ekspirasi adalah tanda-tanda edema saluran napas yang

serius atau trauma inhalasi. Produksi lendir berlebihan dan dahak

karbon yaitu dahak bercampur flek hitam juga tanda-tanda positif

trauma inhalasi. Tingkat karboksihemoglobin harus didapatkan dan

peningkatan tingkat gejala atau keracunan karbon monoksida (CO)

adalah berdasarkan kemungkinan trauma inhalasi. Penurunan rasio

dari tekanan oksigen arteri (PaO2) dan persentase oksigen terinspirasi

Page 37: RGB

(FiO2), adalah salah satu indikator yang paling awal pasien telah

menghirup asap. Bila pasien positif trauma inhalasi sebaiknya pasien

dirujuk ke rumah sakit yang mempunyai fasilitas pusat luka bakar

(burn centre) dengan dilakukan intubasi terlebih dahulu untuk

memastikan jalan nafas tetap terbuka.

B (Breathing) – Kemampuan bernafas

Jika jalan napas baik dan pasien dapat bernapas, pemberian oksigen

dengan sungkup atau nasal kanul mungkin dapat mencukupi. Tetapi

jika pasien tidak dapat bernapas akibat obstruksi jalan napas atas atau

akibat penurunan kesadaran, dapat diberikan intubasi endotrakeal.

Trakeostomi emergensi harus dihindari kecuali jika hal itu benar-benar

dibutuhkan. Jika curiga terdapat trauma pada vertebra servikalis,

manipulasi jalan napas harus dilakukan dengan tetap meimobilisasi

leher dan kepala pada axis tubuh sampai vertebra servikal terevaluasi

sepenuhnya.

C (Circulation)

Sirkulasi perifer yang adekuat harus ditemukan dengan cepat setelah

terjadinya luka bakar dengan meraba pulsasi di perifer.Semua pakaian

pasien harus dilepaskan. Cincin, jam dan perhiasan harus dilepaskan

pada anggota tubuh yang mengalami cedera, konstriksi pada bagian

yang bengkak akibat jeratan perhiasan dapat mengakibatkan iskemia di

bagian distal. Pada luka bakar, permeabilitas pembuluh darah

meningkat, sehingga terjadi perpindahan cairan dari pembuluh darah

ke jaringan intersitial, akibatnya dapat menimbulkan syok

hipovolemik. Semakin luas area luka bakar, semakin berat syok

hipovolemik yang terjadi.Resusitasi cairan harus diberikan secepatnya.

D (Disability/Drugs)

Apakah ada gangguan ekstremitas atau gerakan lain, dan apakah ada

penggunaan obat-obatan.

E (Exposure)

Bagaimana tampak keseluruhan dari unjung rambut sampai ujung kaki.

Page 38: RGB

b) Secondary survey

Kepala : apakah ada deformitas

Wajah : adakah luka bakar di wajah bagian depan dan kiri dan

kanan

Rambut : adakah terbakar

Mata : apakah ada bagian mata yang mengalami gangguan atau

cacat

THT : apakah ada jelaga dan ada kelainan pendengaran atau

mengeluarkan darah

Paru : simetris, fremitus, vesikuler , rhonki, wheezing

Jantung : BJ I-II, murmur, gallop

Abdomen : apakah distended, lemas, bagaimana bunyi usus

Ekstremitas : akral hangat atau dingin , apakah ada edema.

c) Status Lokalis

Status lokalis akan dibahas lebih lanjut dalam pembahasan derajat luka

bakar.

3. Pemeriksaan Penunjang

a) Hitung darah lengkap : peningkatan Hct awal menunjukkan

hemokonsentrasi sehubungan dengan perpindahan/kehilangan cairan.

b) Elektrolit serum : kalium meningkat karena cedera jaringan /kerusakan

SDM dan penurunan fungsi ginjal. Natrium awalnya menurun pada

kehilangan air.

c) Alkalin fosfat : peningkatan sehubungan dengan perpindahan cairan

interstitiil/ganguan pompa natrium.

d) Urine : adanya albumin, Hb, dan mioglobulin menunjukkan kerusakan

jaringan dalam dan kehilangan protein.

e) Foto rontgen dada : untuk memastikan cedera inhalasi

f) Scan paru : untuk menentukan luasnya cedera inhalasi

g) EKG untuk mengetahui adanya iskemik miokard/disritmia pada luka

bakar listrik.

h) BUN dan kreatinin untuk mengetahui fungsi ginjal.

Page 39: RGB

i) Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi.

j) Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.

k) Albumin serum dapat menurun karena kehilangan protein pada edema

cairan.

l) Fotografi luka bakar : memberikan catatan untuk penyembuhan luka

bakar selanjutnya.

4. Diagnosis

Diagnosis dari luka bakar dapat diambil dari anamnesis, pemeriksaan fisik,

dan pemeriksaan penunjang. Selain itu diagnosis pembagian derajat juga

diperlukan agar penanganannya tepat dan cepat. Kedalaman kerusakan

jaringan akibat luka bakar tergantung pada derajat panas sumber,

penyebab dan lamanya kontak dengan tubuh penderita.

J. Penatalaksanaan

1. Prehospital

Hal pertama yang harus dilakukan jika menemuikan pasien luka

bakar di tempat kejadian adalah menghentikan proses kebakaran.

Maksudnya adalah membebaskan pasien dari pajanan atau sumber dengan

memperhatikan keselamatan diri sendiri. Kemudian lepaskan semua bahan

yang dapat menahan panas (pakaian, perhiasan, logam), hal ini untuk

mencegah luka yang semakin dalam karena tubuh masih terpajan dengan

sumber. Bahan yang meleleh dan menempel pada kulit tidak boleh

dilepaskan. Air suhu kamar dapat disiramkan ke atas luka dalam waktu 15

menit sejak kejadian, namun air dingin tidak boleh diberikan untuk

mencegah terjadinya hipotermia dan vasokonstriksi.1,3,10

2. Resusitasi jalan napas

Resusitasi jalan napas bertujuan untuk mengupayakan suplai

oksigen yang adekuat. Pada luka bakar dengan kecurigaan cedera inhalasi,

tindakan intubasi dikerjakan sebelum edema mukosa menimbulkan

manifestasi obstruksi. Sebelum dilakukan intubasi, oksigen 100%

diberikan menggunakan face mask. Intubasi bertujuan untuk

Page 40: RGB

mempertahankan patensi jalan napas, fasilitas pemeliharaan jalan napas

(penghisapan sekret) dan bronchoalveolar lavage. Krikotiroidotomi masih

menjadi diperdebatkan karena dianggap terlalu agresif dan morbiditasnya

lebih besar dibandingkan intubasi. Krikotiroidotomi dilakukan pada kasus

yang diperkirakan akan lama menggunakan endotracheal tube (ETT) yaitu

lebih dari 2 minggu pada luka bakar luas yang disertai cedera inhalasi.

Kemudian dilakukan pemberian oksigen 2-4 L/menit melalui pipa

endotrakeal. Terapi inhalasi mengupayakan suasana udara yang lebih baik

di saluran napas dengan cara uap air menurunkan suhu yang menigkat

pada proses inflamasi dan mencairkan sekret yang kental sehingga lebih

mudah dikeluarkan. Terapi inhalasi dengan Ringer Laktat hasilnya lebih

baik dibandingkan NaCl 0,9%. Dapat juga diberikan bronkodilator bila

terjadi bronkokonstriksi seperti pada cedera inhalasi yang disebabkan oleh

bahan kimiawi dan listrik. Pada cedera inhalasi perlu dilakukan

pemantauan gejala dan tanda distres pernapasan. Gejala dan tanda berupa

sesak, gelisah, takipnea, pernapasan dangkal, bekerjanya otot-otot bantu

pernapasan, dan stridor. Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan

adalah analisa gas darah serial dan foto toraks.3,11

3. Resusitasi cairan

Sebagai bagian dari perawatan awal pasien yang terkena luka

bakar. Pemberian cairan intravena yang adekuat harus dilakukan, akses

intravena yang adekuat harus ada, terutama pada bagian ekstremitas yang

tidak terkena luka bakar. Adanya luka bakar diberikan cairan resusitasi

karena adanya akumulasi cairan edema tidak hanya pada jaringan

yang terbakar, tetapi juga seluruh tubuh. Telah diselidiki bahwa

penyebab permeabilitas cairan ini adalah karena keluarnya sitokin dan

beberapa mediator, yang menyebabkan disfungsi dari sel, kebocoran

kapiler.12

Tujuan utama dari resusitasi cairan adalah untuk menjaga dan

mengembalikan perfusi jaringan tanpa menimbulkan edema.

Kehilangan cairan terbesar adalah pada 4 jam pertama terjadinya luka

Page 41: RGB

dan akumulasi maksimum edema adalah pada 24 jam pertama setelah

luka bakar. Prinsip dari pemberian cairan pertama kali adalah pemberian

garam ekstraseluler dan air yang hilang pada jaringan yang terbakar, dan

sel-sel tubuh. Pemberian cairan paling popular adalah dengan Ringer

laktat untuk 48 jam setelah terkena luka bakar. Output urin yang

adekuat adalah 0.5 sampai 1.5mL/kgBB/jam.3

Formula yang terkenal untuk resusitasi cairan adalah formula Parkland :

24 jam pertama Cairan Ringer laktat : 4ml/kgBB/%luka bakar

contohnya pria dengan berat 80 kg dengan luas luka bakar 25 %

membutuhkan cairan : (25) X (80 kg) X (4 ml) = 8000 ml dalam 24

jam pertama

- ½ jumlah cairan 4000 ml diberikan dalam 8 jam

- ½ jumlah cairan sisanya 4000 ml diberikan dalam 16 jam

berikutnya.

Cara lain adalah cara Evans :

1. Luas luka bakar dalam % x berat badan dalam kg = jumlah NaCl / 24 jam

2. Luas luka bakar dalam % x berat badan dalam kg =jumah plasma / 24 jam

(no 1 dan 2 pengganti cairan yang hilang akibat oedem. Plasma

untuk mengganti plasma yang keluar dari pembuluh dan meninggikan

tekanan osmosis hingga mengurangi perembesan keluar dan menarik

kembali cairan yang telah keluar)

3. 2000 cc Dextrose 5% / 24 jam (untuk mengganti cairan yang hilang

akibat penguapan)

Separuh dari jumlah cairan 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama,

sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan

setengah jumlah cairan pada hari pertama. Dan hari ketiga diberikan

setengah jumlah cairan hari kedua.

Cara lain yang banyak dipakai dan lebih sederhana adalah menggunakan

rumus Baxter yaitu : % x BB x 4 cc

Page 42: RGB

Separuh dari jumlah cairan ini diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya

diberikan dalam 16 jam berikutnya. Hari pertama terutama diberikan

elektrolit yaitu larutan RL karena terjadi defisit ion Na. Hari kedua diberikan

setengah cairan hari pertama. Contoh : seorang dewasa dengan BB 50 kg

dan luka bakar seluas 20 % permukaan kulit akan diberikan 50 x 20 % x

4 cc = 4000 cc yang diberikan hari pertama dan 2000 cc pada hari kedua

Kebutuhan kalori pasien dewasa dengan menggunakan formula Curreri,

adalah 25 kcal/kgBB/hari ditambah denga 40 kcal/% luka bakar/hari.

Petunjuk perubahan cairan

- Pemantauan urin output tiap jam

- Tanda-tanda vital, tekanan vena sentral

- Kecukupan sirkulasi perifer

- Tidak adanya asidosis laktat, hipotermi

- Hematokrit, kadar elektrolit serum, pH dan kadar glukosa

Syok pada luka bakar umum terjadi dan merupakan faktor utama

berkembangnya SIRS dan MODS. Tujuan resusitasi cairan pada syok luka

bakar adalah:

Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh

vaskuler regional sehingga tidak terjadi iskemia jaringan

Minimalisasi dan eliminasi pemberian cairan bebas yang tidak

diperlukan

Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskuler untuk

menjamin survival seluruh sel

Minimalisasi respon inflamasi dan hipermetabolik dan mengupayakan

stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologis.

a) Dasar pemilihan jenis cairan

Terdapat tiga jenis cairan secara umum yaitu kristaloid (isotonik),

cairan hipertonik dan koloid. Beberapa faktor yang harus diperhatikan

dalam pemilihan cairan adalah efek hemodinamik, distribusi cairan

dihubungkan dengan permeabilitas kapiler, oxygen carrier, pH

Page 43: RGB

buffering, efek hemostasis, modulasi respon inflamasi, faktor

keamanan, eliminasi, praktis dan efisiensi. Jenis cairan terbaik untuk

resusitasi dalam berbagai kondisi klinis masih menjadi perdebatan

terus diteliti. Sebagian orang berpendapat kristaloid adalah cairan yang

paling aman digunakan untuk tujuan resusitasi awal pada kondisi klinis

tertentu. Sebagian berpendapat koloid bermanfaat untuk entitas klinik

lain. Hal ini dihubungkan dengan karakteristik masing-masing cairan

yang memiliki kelebihan dan kekurangan, sehingga sulit untuk

mengambil keputusan untuk diterapkan secara umum sebagai protokol.

Pada kasus luka bakar, terjadi kehilangan cairan di kompartemen

interstisial secara masif dan bermakna sehingga dalam 24 jam pertama

resusitasi dilakukan dengan pemberian cairan kristaloid.

b) Penentuan jumlah cairan

Untuk melakukan resusitasi dengan cairan kristaloid dibutuhkan

tiga sampai empat kali jumlah defisit intravaskuler. 1L cairan

kristaloid akan meningkatkan volume intravaskuler 300ml. Kristaloid

hanya sedikit meningkatkan cardiac output dan memperbaiki transpor

oksigen.

c) Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama

Resusitasi syok menggunakan Ringer laktat atau Ringer asetat,

menggunakan beberapa jalur intravena. Pemberian cairan pada syok

atau kasus luka bakar >25-30% atau dijumpai keterlambatan >2jam.

Dalam <4 jam pertama diberikan cairan kristaloid sebanyak

3[25%(70%x BBkg)] ml. 70% adalah volume total cairan tubuh,

sedangkan 25% dari jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang

dapat menimbulkan gejala klinik sindrom syok.

Pada resusitasi cairan tanpa adanya syok atau kasus luka bakar luas

<25-30%, tanpa atau dijumpai keterlambatan <2jam. Kebutuhan

dihitung berdasarkan rumus Baxter: 3-4 ml/kgBB/ % luas LB.3

Metode Parkland merupakan metode resusitasi yang paling umum

digunakan pada kasus luka bakar, menggunakan cairan kristaloid.

Page 44: RGB

Metode ini mengacu pada waktu iskemik sel tubulus ginjal < 8 jam

sehingga lebih tepat diterapkan pada kasus luka bakar yang tidak

terlalu luas dan tanpa keterlambatan. Pemberian cairan menurut

formula Parkland adalah sebagai berikut:

Pada 24 jam pertama : separuh jumlah cairan diberikan dalam 8

jam pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada

bayi, anak, dan orang tua, kebutuhan cairan adalah 4 ml. Bila

dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan 4ml ditambah 1%

dari kebutuhan. Bila dijumpai hipertermia, kebutuhan cairan

ditambah 1% dari kebutuhan.

Penggunaan zat vasoaktif (Dopamin atau Dobutamin) dengan dosis

3 mg/kgBB dengan titrasi atau dilarutkan dalam 500ml Glukosa

5%, jumlah teteasan dibagi rata dalam 24 jam.

Pemantauan untuk menilai sirkulasi sentral melalui tekanan vena

sentral (minimal 6-12cmH2O) dan sirkulasi perifer (sirkulasi

renal). Jumlah produksi urin melalui kateter, saat resusitasi (0,5-

1ml/kgBB/jam) dan hari1-2 (1-2 ml/kgBB/jam). Jika produksi urin

<0,5ml/kgBB/jam maka jumlah cairan ditingkatkan 50% dari jam

sebelumnya. Jika produksi urin >1ml/kgBB/jam maka jumlah

cairan dikurangi 25% dari jam sebelumnya.

Pemeriksaan fungsi renal (ureum, kreatinin) dan urinalisis (berat

jenis dan sedimen)

Pemantauan sirkulasi splangnikus dengan menilai kualitas dan

kuantitas cairan lembung melalui pipa nasogastrik. Jika <200ml

tidak ada gangguan pasase lambung, 200-400ml ada gangguan

ringan, >400ml gangguan berat.

d) Penatalaksanaan 24 jam kedua

Pemberian cairan yang mengandung glukosa dan dibagi rata dalam

24 jam. Jenis cairan yang dapat diberikan adalah Glukosa 5% atau

10% 1500-2000ml. Batasi Ringer laktat karena dapat memperberat

edema interstisial.

Page 45: RGB

Pemantauan sirkulasi dengan menilai tekanan vena pusat dan

jumlah produksi urin (1-2ml.kgBB/jam). Jika jumlah cairan sudah

mencukupi namun produksi urin <1-2ml/kgBB/jam, berikan

vasoaktif sampai 5mg/kgBB.

Pemantauan analisa gas darah, elektrolit.

e) Penatalaksanaan setelah 48 jam

Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance

Pemantauan sirkulasi dengan menilai produksi urin

(3-4ml/kgBB/jam), hemoglobin dan hematocrit

4. Penggantian Darah

Luka bakar pada kulit menyebabkan terjadinya kehilangan sejumlah sel

darah merah sesuai dengan ukuran dan kedalaman luka bakar. Sebagai

tambahan terhadap suatu kehancuran yang segera pada sel darah

merah yang bersirkulasi melalui kapiler yang terluka, terdapat

kehancuran sebagian sel yang mengurangi waktu paruh dari sel darah

merah yang tersisa. Karena plasma predominan hilang pada 48 jam

pertama setelah terjadinya luka bakar, tetapi relative polisitemia

terjadi pertama kali. Oleh sebab itu, pemberian sel darah merah dalam

48 jam pertama tidak dianjurkan, kecuali terdapat kehilangan darah

yang banyak dari tempat luka. Setelah proses eksisi luka bakar

dimulai, pemberian darah biasanya diperlukan.

5. Perawatan luka

Perawatan luka dilakukan setelah tindakan resusitasi jalan napas,

mekanisme bernapas dan resusitasi cairan dilakuakan. Tindakan meliputi

debridement, nekrotomi dan pencucian luka. Tujuan perawatan luka

adalah mencegah degradasi luka dan mengupayakan proses epitelisasi.

Untuk bullae ukuran kecil tindakannya konservatif sedangkan untuk

ukuran besar (>5cm) dipecahkan tanpa membuang lapis epidermis di

atasnya. Untuk eskar yang melingkar dan mengganggu aliran atau perfusi

dilakukan eskarotomi. Pencucian luka dilakukan dengan memandikan

pasien dengan air hangat mengalir dan sabun mandi bayi. Lalu luka dibalut

Page 46: RGB

dengan kasa lembab steril dengan atau tanpa krim pelembab. Perawatan

luka tertutup dengan oclusive dressing untuk mencegah penguapan

berlebihan. Penggunaan tulle berfungsi sebagai penutup luka yang

memfasilitasi drainage dan epitelisasi. Sedangkan krim antibiotik

diperlukan untuk mengatasi infeksi pada luka.

Pilihan penutupan luka sesuai dengan derajat luka bakar.

Luka bakar derajat I, merupakan luka ringan dengan sedikit

hilangnya barier pertahanan kulit. Luka seperti ini tidak perlu di

balut, cukup dengan pemberian salep antibiotik untuk mengurangi

rasa sakit dan melembabkan kulit. Bila perlu dapat diberi NSAID

(Ibuprofen, Acetaminophen) untuk mengatasi rasa sakit dan

pembengkakan

Luka bakar derajat II (superfisial), perlu perawatan luka setiap harinya,

pertamatama luka diolesi dengan salep antibiotik, kemudian dibalut

dengan perban katun dan dibalut lagi dengan perban elastik.

Pilihan lain luka dapat ditutup dengan penutup luka sementara yang

terbuat dari bahan alami (Xenograft (pig skin) atau Allograft

(homograft, cadaver skin) atau bahan sintetis (opsite, biobrane,

transcyte, integra)

Luka derajat II (dalam) dan luka derajat III, perlu dilakukan

eksisi awal dan cangkok kulit (early exicision and grafting)

6. Penggunaan antibiotik

Pemberian antibiotik pada kasus luka bakar bertujuan sebagai

profilaksis infeksi dan mengatasi infeksi yang sudah terjadi. Penggunaan

antibiotik sebagai profilaksis masih merupakan suatu kontroversi.4Dalam

3-5 hari pertama populasi kuman yang sering dijumpai adalah bakteri

Gram positif non-patogen. Sedangkan hari 5-10 adalah bakteri Gram

negatif patogen. Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera, luka masih dalam

keadaan steril sehingga tidak diperlukan antibiotik. Beberapa antibiotik

topikal yang dapat digunakan adalah silver sulfadiazin, povidone-iodine

10%, gentamicin sulfate, mupirocin, dan bacitracin/polymixin.

Page 47: RGB

Tabel 3. Agen penyebab infeksi pada luka bakar.

7. Tatalaksana Nutrisi

Pemberian nutrisi enteral dini melalui pipa nasogastrik dalam 24

jam pertama pascacedera bertujuan untuk mencegah terjadinya atrofi

mukosa usus. Pemberian nutrisi enteral dilakukan dengan aman bila

Gastric residual volume (GRV) <150ml/jam, yang menandakan pasase

saluran cerna baik.

Penentuan kebutuhan energi basal (Harris-Benedict):

Laki-laki : 66,5 + 13,7 BB + 5TB – 6,8 U

Perempuan : 65,5 + 9,6 BB + 1,8 TB – 4,7 U

Kebutuhan energi total = KEB x AF x FS

Keterangan:

Page 48: RGB

AF: aktivitas fisik (peningkatan persentase terhadap keluaran

energi, tirah baring/duduk 20%, aktivitas ringan 30%, sedang

40-50%, berat 75%)

FS: faktor stress besarnya sesuai dengan luas luka bakar

Penentuan kebutuhan nutrien:

Protein : 1,5-2,15 g/kgBB/hari

Lemak : 6-8 g/kgBB/hari

Karbohidrat: 7-8 g/kgBB/hari.

Tabel 4. Penghitungan kalori dengan rumus Harris Benedict

Namun ada metode penghitungan kebutuhan kalori yang lebih

mudah dengan menggunakan quick methode yaitu 25-30 kkal /kgBB/ hari.

Metode ini lebih mudah dan praktis serta menghindari jumlah kalori yang

berlebihan jika menggunakan rumus Harris-Benedict.

8. Eksisi dan grafting

Luka bakar derajat dua dalam dan tiga tidak dapat mengalami

penyembuhan spontan tanpa autografting. Jika dibiarkan, jaringan yang

sudah mati ini akan menjadi fokus inflamasi dan infeksi. Eksisi dini dan

grafting saat ini dilakukan oleh sebagian besar ahli bedah karena memiliki

lebih banyak keuntungan dibandingkan debridement serial. Setelah

dilakukan eksisi, luka harus ditutup, idealnya luka ditutup dengan kulit

pasien sendiri. Pada luka bakar seluas 20-30%, biasanya dapat dilakukan

dalam satu kali operasi dengan penutupan oleh autograft split-thickness

yang diambil dari bagian tubuh pasien. Sebagian besar ahili bedah

melakukan eksisi pada minggu pertama, biasanya dalam satu kali operasi

dapat dilakukan eksisi seluas 20%. Eksisi tidak boleh melebihi

kemampuan untuk menutup luka baik dengan autograft, biologic dressing

atau allograft.13

K. Proses Penyembuhan Luka Bakar

Page 49: RGB

Berdasarkan klasifikasi lama penyembuhan bisa dibedakan menjadi

dua yaitu: akut dan kronis. Luka dikatakan akut jika penyembuhan yang

terjadi dalam jangka waktu 2–3 minggu. Sedangkan luka kronis adalah

segala jenis luka yang tidak tanda- -tanda untuk sembuh dalam jangka

lebih dari 4-6 minggu.

Pada dasarnya proses penyembuhan luka sama untuk setiap cedera

jaringan lunak. Begitu juga halnya dengan kriteria sembuhnya luka pada

tipa cedera jaringan luka baik luka ulseratif kronik, seperti dekubitus dan

ulkus tungkai, luka traumatis, misalnya laserasi, abrasi, dan luka bakar,

atau luka akibat tindakan bedah.

a) Fase Inflamatori

Fase ini terjadi segera setelah luka dan berakhir 3–4 hari. Dua proses

utama terjadi pada fase ini yaitu hemostasis dan fagositosis. Hemostasis

(penghentian perdarahan) akibat vasokonstriksi pembuluh darah besar di

daerah luka, retraksi pembuluh darah, endapan fibrin (menghubungkan

jaringan) dan pembentukan bekuan darah di daerah luka. Scab (keropeng)

juga dibentuk dipermukaan luka. Scab membantu hemostasis dan

mencegah kontaminasi luka oleh mikroorganisme. Dibawah scab epithelial

sel berpindah dari luka ke tepi. Sel epitel membantu sebagai barier antara

tubuh dengan lingkungan dan mencegah masuknya mikroorganisme.

Suplai darah yang meningkat ke jaringan membawa bahan-bahan dan

nutrisi yang diperlukan pada proses penyembuhan.

Pada akhirnya daerah luka tampak merah dan sedikit bengkak. Selama

sel berpindah lekosit (terutama neutropil) berpindah ke daerah interstitial.

Tempat ini ditempati oleh makrofag yang keluar dari monosit selama lebih

kurang 24 jam setelah cidera/luka. Makrofag ini menelan mikroorganisme

dan sel debris melalui proses yang disebut fagositosis. Makrofag juga

mengeluarkan faktor angiogenesis (AGF) yang merangsang pembentukan

ujung epitel diakhir pembuluh darah. Makrofag dan AGF bersama-sama

mempercepat proses penyembuhan. Respon inflamatori ini sangat penting

bagi proses penyembuhan.

Page 50: RGB

Pada akhirnya daerah luka tampak merah dan sedikit bengkak. Selama

sel berpindah lekosit (terutama neutropil) berpindah ke daerah interstitial.

Tempat ini ditempati oleh makrofag yang keluar dari monosit selama lebih

kurang 24 jam setelah cidera/luka. Makrofag ini menelan mikroorganisme

dan sel debris melalui proses yang disebut fagositosis. Makrofag juga

mengeluarkan faktor angiogenesis (AGF) yang merangsang pembentukan

ujung epitel diakhir pembuluh darah. Makrofag dan AGF bersama-sama

mempercepat proses penyembuhan. Respon inflamatori ini sangat penting

bagi proses penyembuhan.

b) Fase Proliferatif

Fase kedua ini berlangsung dari hari ke–4 atau 5 sampai hari ke – 21.

Jaringan granulasi terdiri dari kombinasi fibroblas, sel inflamasi,

pembuluh darah yang baru, fibronectin and hyularonic acid. Fibroblas

(menghubungkan sel-sel jaringan) yang berpindah ke daerah luka mulai 24

jam pertama setelah terjadi luka. Diawali dengan mensintesis kolagen dan

substansi dasar yang disebut proteoglikan kira-kira 5 hari setelah terjadi

luka. Kolagen adalah substansi protein yang menambah tegangan

permukaan dari luka. Jumlah kolagen yang meningkat menambah

kekuatan permukaan luka sehingga kecil kemungkinan luka terbuka.

Kapilarisasi dan epitelisasi tumbuh melintasi luka, meningkatkan aliran

darah yang memberikan oksigen dan nutrisi yang diperlukan bagi

penyembuhan.

c) Fase maturasi

Fase maturasi dimulai hari ke–21 dan berakhir 1–2 tahun. Fibroblas terus

mensintesis kolagen. Kolagen menyalin dirinya, menyatukan dalam

struktur yang lebih kuat. Bekas luka menjadi kecil, kehilangan elastisitas

dan meninggalka garis putih. Dalam fase ini terdapat remodeling luka

yang merupakan hasil dari peningkatan jaringan kolagen, pemecahan

kolagen yang berlebih dan regresi vaskularitas luka. Terbentuknya kolagen

yang baru yang mengubah bentuk luka serta peningkatan kekuatan

jaringan. Terbentuk jaringan parut 50–80% sama kuatnya dengan jaringan

Page 51: RGB

sebelumnya. Kemudian terdapat pengurangan secara bertahap pada

aktivitas selular dan vaskularisasi jaringan yang mengalami perbaikan.

L. Komplikasi

Komplikasi pada luka bakar dibagi menjadi dua, yaitu komplikasi saat

perawatan kritis atau akut dan komplikasi yang berhubungan dengan eksisi

dan grafting. Komplikasi yang dapat terjadi pada masa akut adalah SIRS,

sepsis dan MODS. Selain itu komplikasi pada gastrointestinal juga dapat

terjadi, yaitu atrofi mukosa, ulserasi dan perdarahan mukosa , motilitas usus

menurun dan ileus. Pada ginjal dapat terjadi acute tubular necrosis karena

perfusi ke renal yang menurun. Skin graft loss merupakan komplikasi yang

sering terjadi, hal ini disebabkan oleh hematoma, infeksi dan robeknya graft.

Pada fase lanjut suatu luka bakar, dapat terjadi jaringan parut berupa jaringan

parut hipertrofik, keloid dan kontraktur.

M. Prognosis

Prognosis pada luka bakar tergantung dari derajat luka bakar, luas

permukaan badan yang terkena luka bakar, adanya komplikasi seperti infeksi,

dan kecepatan pengobatan medikamentosa. Luka bakar minor dapat sembuh

5-10 hari tanpa adanya jaringan parut. Luka bakar moderat dapat sembuh

dalam 10-14 hari dan mungkin menimbulkan luka parut. Luka bakar mayor

membutuhkan lebih dari 14 hari untuk sembuh dan akan membentuk jaringan

parut. Jaringan parut akan membatasi gerakan dan fungsi. Dalam beberapa

kasus, pembedahan diperlukan untuk membuang jaringan parut.10

Page 52: RGB

DAFTAR PUSTAKA

1. R Sjamsuhidajat.. 2007. Wim de Jong, Bab 3 : Luka, Luka Bakar dalam

Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. EGC. Jakarta. p 66-88

2. Moenadjat Y. 2003. Luka bakar. Edisi 2: Jakarta. Balai Penerbit FKUI.

3. Heimbach DM, Holmes JH. Burns. In: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar

TR, Dunn DL, Hunter JG, Pollock RE, editors. Schwartz’s principal surgery.

8th ed. USA: The McGraw-Hill Companies; 2007.

4. Gallagher JJ, Wolf SE, Herndon DN. Burns. In: Townsend CM, Beauchamp

RD, Evers BM, Mattox KL. Editors. Sabiston Textbook of Surgery. 18th Ed.

Philadelphia: Saunders Elsevier. 2008

5. Naradzay JFX, Alson R. Thermal burns. Dalam: Slapper D, Talavera F,

Hirshon JM, Halamka J, Adler J, editors. Diunduh dari:

http://www.emedicinehealth.com. 30 Januari 2014.

6. Gibran NS. Burns. In: Mulholland MW, Lillemoe KD, Doherty GM, Gerard

M, Ronald V, Upchurch GR. Editors. Greenfield’s Surgery: Scientific

Principles and Practice. 4th Ed. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins.

2006

7. Klein MB. Thermal, Chemical and Electrical Injuries. In: Thorne CH, Beasley

RW, Aston SJ, Bartlett SP, Gurtner GC, Spear SL. Editors. Grab and Smith’s

Plastic Surgery. 6th Ed. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. 2007.

8. Belba G., Isaraj S., Kola N., Xhepa G., Belba M., Aleksi A..A (2007) Case

Report Electrical Burn .Annals of Burns and Fire Disasters - vol. XX - n. 1 -

March 2007

9. Gajbhiye A, et al. (2013). The Management of Electrical Burn. Indian J

Surgery 75 (4): 278-283 DOI 10. July- Agustus 2013

10. M Sjaifudin Noer, Penanganan Luka Bakar, Airlanga University Press, 2006.

11. Rue, L.W. & Cioffi, W.G. 1991. Resuscitation of thermally injured patients.

Critical Care Nursing Clinics of North America, 3(2),185

12. Wachtel & Fortune 1983, Fluid resuscitation for burn shock. In T.L. Wachtel

et al (Eds.), Current topic in burn care (p. 44). Rockville,MD: Aspen

Publisher, Inc.

Page 53: RGB

13. Split & Full Thickness Skin Grafting. Diunduh dari

http://www.burnsurvivorsttw.org/burns/grafts.html. 23 Juli 2015