Revitalisasi Pertanian, Pembangunan Agribisnis dan...

download Revitalisasi Pertanian, Pembangunan Agribisnis dan ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2006_III_06.pdf · Revitalisasi Pertanian, Pembangunan Agribisnis dan Pengurangan

If you can't read please download the document

Transcript of Revitalisasi Pertanian, Pembangunan Agribisnis dan...

  • Bab III. Analisis Arah Kebijakan Makro Pembangunan Pertanian

    38

    Revitalisasi Pertanian, Pembangunan Agribisnis dan Pengurangan Kemiskinan.

    Pendahuluan

    Kebijakan Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (RPPK) yang telah dicanangkan pemerintah pada 11 Juni 2005 pada hakekatnya merupakan strategi umum untuk meningkatkan kesejahteraan petani, nelayan, dan petani hutan, meningkatkan daya saing produk pertanian, perikanan, dan kehutanan, serta menjaga kelestarian sumberdaya pertanian, perikanan dan kehutanan. Kebijakan tersebut dalam strategi operasionalnya mencakup 12 kebijakan integratif yaitu (1) Investasi dan pembiayaan, (2) Manajemen pertanahan dan tataruang, (3) Pengelolaan lingkungan dan sumberdaya alam, (4) Infrastruktur pertanian, perikanan, kehutanan dan pedesaan, (5) Pengembangan SDM dan pemberdayaan petani-nelayan, (6) Riset dan pengembangan teknologi, (7) Kebijakan perdagangan, (8) Promosi dan pemasaran, (9) Perpajakan dan retribusi, (10) Dukungan langsung bagi petani, nelayan, dan petani hutan, (11) Kebijakan pangan, dan (12) Agroindustrialisasi pedesaan.

    Pertanian sebagai sektor yang memiliki kandungan sumber daya domestik paling besar, selalu dituntut dan diandalkan untuk memberikan kontribusinya dalam perekonomian nasional. Sektor pertanian memberikan kontribusi langsung dalam perekonomian, antara lain dalam pembentukan PDB, penyedia bahan pangan dan bahan baku industri, penyumbang devisa, penyedia lapangan kerja dan pendapatan petani. Sektor pertanian juga mempunyai peranan sangat besar dalam menghasilkan efek pengganda dalam perekonomian nasional.

    Terkait dengan implementasi RPPK, sektor pertanian masih dihadapkan pada berbagai permasalahan fundametantal antara lain adalah: (1) Keterbatasan dan penurunan kapasitas sumber daya alam pertanian, (2) Sistem alih teknologi yang masih lemah dan kurang tepat sasaran, (3) Keterbatasan aksesibilitas terhadap layanan usaha, terutama permodalan, (4) Rantai tata niaga yang panjang dan sistem pemasaran yang belum adil, (5) Sistem pertanian yang belum mampu memberikan kesempatan berkembangnya potensi diri petani, (6) Kelembagaan dan posisi tawar petani yang masih rendah, (7) Koordinasi antar lembaga terkait dan birokrasi yang masih lemah, dan (8) Kebijakan ekonomi makro yang belum berpihak kepada sektor pertanian.

    Uraian singkat ini akan mengkaitkan RPPK di sektor pertanian dengan program pembangunan pertanian khususnya yang terkait dengan program pembangunan agribisnis dan peningkatan kesejahteraan petani atau pengurangan kemiskinan. Fokus bahasan lebih ditekankan pada kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan Departemen Pertanian dan Badan Litbang Pertanian khususnya terkait dengan kebijakan revitalisasi pertanian.

    Program Pembangunan dan Revitalisasi Pertanian

    Program pembangunan pertanian pada hakekatnya adalah rangkaian upaya untuk memfasilitasi, melayani dan mendorong berkembangnya usaha-usaha pertanian sehingga memiliki nilai tambah, daya saing, dan pada akhirnya mampu

  • Analisis Kebijakan 39

    meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama petani. Upaya tersebut dijabarkan dalam tiga program utama Departemen Pertanian, yaitu (1) Program peningkatan ketahanan pangan, (2) Program pengembangan agribisnis, dan (3) Program peningkatan kesejahteraan petani.

    Sesuai topik diskusi, penjabaran program dibatasi pada program pengembangan agribisnis dan program peningkatan kesejahteraan petani. Program pengembangan agribisnis dimaksudkan untuk memfasilitasi berkembangnya usaha pertanian agar produktif dan efisien dalam menghasilkan berbagai produk pertanian yang memiliki nilai tambah dan dayasaing yang tinggi baik di pasar domestik maupun pasar nternasional. Selain itu, program ini diharapkan dapat meningkatkan kontribusi sektor pertanian dalam perekonomian nasional, terutama melalui peningkatan devisa dan pertumbuhan PDB.

    Program peningkatan kesejahteraan petani bertujuan untuk memfasilitasi peningkatan pendapatan petani melalui pemberdayaan, peningkatan akses terhadap sumberdaya usaha pertanian, pengembangan kelembagaan, dan perlindungan terhadap petani. Sedangkan sasaran yang ingin dicapai adalah (1) Meningkatnya kapasitas dan posisi tawar petani; (2) Semakin kokohnya kelembagaan petani; (3) Meningkatnya akses petani terhadap sumberdaya produktif; dan (4) Meningkatnya pendapatan petani.

    Revitalisasi pertanian difokuskan pada tujuh kegiatan yaitu: (1) Penataan sistem pasar komoditas pertanian (2) Pengembangan kelembagaan usaha pertanian; (3) Penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek); (4) Penanganan rawan pangan/perbaikan gizi; (5) Pengembangan daerah perbatasan; (6) Penjaminan kredit pertanian; dan (7) Pengembangan infrastruktur pertanian. Berbagai kegiatan yang telah dilaksanakan dan terkait dengan upaya tersebut dijabarkan dalam program pengembangan agribisnis dan sarana pendukungnya.

    Pengembangan Agribisnis dan Sarana Pendukungnya

    Dalam upaya menarik investor untuk mengembangkan agribisnis di pedesaan, telah dihasilkan Road Map prospek usaha komoditas unggulan dan kebutuhan investasi terhadap 17 komoditas yang meliputi: padi, jagung, kedelai, anggrek, pisang, jeruk, bawang merah, kelapa sawit, tebu, kakao, karet, tanaman obat, cengkeh, kelapa, sapi, unggas, dan kambing/domba serta empat bidang masalah yang meliputi: potensi lahan untuk pengembangan agribisnis komoditas unggulan, dukungan mekanisasi bagi pengembangan agribisnis komoditas, dukungan teknologi pasca panen bagi pengembangan agribisnis komoditas, prospek pengembangan dan perkiraan kebutuhan investasi agribisnis di Indonesia. Dokumen tersebut disajikan dalam satu seri publikasi 21 buku.

    Dalam upaya pembangunan infrastruktur pertanian, telah disusun Pembagian Tugas dan Kewenangan (Role Sharing) antara Departemen Pertanian dan Departemen Pekerjaan Umum dalam membangun dan mengembangkan sarana pertanian dan pedesaan khususnya pengelolaan air dalam rangka mendukung produksi pertanian. Terkait dengan upaya tersebut telah dilakukan pengembangan Tata Air Mikro (TAM) yaitu penataan tata air pada tingkat mikro (saluran tersier). Pengembangan TAM diprioritaskan pada lahan rawa pasang

  • Bab III. Analisis Arah Kebijakan Makro Pembangunan Pertanian

    40

    surut. Pengembangan tersebut telah meningkatkan Intensitas Pertanaman dari 100 menjadi 200, melalui perubahan pola tanam dari padi bera menjadi padi padi atau padi palawija, penambahan luas areal tanam, pemberian percontohan kepada petani sekitar lokasi, dan peningkatan produktivitas padi 10-15 kw/ha.

    Terkait dengan manajemen pertanahan dan tataruang, telah diterbitkan Surat Keputusan Bersama Menteri Pertanian dan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 515/Kpts/HK.060/9/2004 dan Nomor 2/SKB/BPN/2004 tentang Pelaksanaan Program Pensertifikatan Tanah dalam rangka Pemberdayaan Petani untuk Mendukung Pembangunan Pertanian. Sebagai tindak lanjutnya, Badan Pertanahan Nasional melalui Proyek Land Management Policy Development Project (LMPDP) melaksanakan program pensertifikatan tanah sawah beririgasi khususnya pada kabupaten terpilih di lima propinsi di pulau Jawa (Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, dan Jawa Timur).

    Akselerasi Inovasi dan Penerapan Teknologi Pertanian

    Pada tahun 2004 Departemen Pertanian telah menyusun kebijakan mengenai percepatan diseminasi/adopsi teknologi (PRIMA TANI). Prima Tani merupakan wahana untuk mengintroduksikan teknologi dan kelembagaan unggul yang dihasilkan Badan Litbang Pertanian. Oleh karena itu, karakteristik teknologi Prima Tani adalah teknologi unggul dan matang yang telah dihasilkan oleh Balit Komoditas maupun Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP). Dengan demikian, Prima Tani pada dasarnya adalah metode penelitian dan pengembangan yang juga salah satu modus diseminasi teknologi, keduanya termasuk dalam mandat institusional Badan Litbang Pertanian.

    Implementasi Prima Tani telah dimulai pada tahun 2005 yang difokuskan pada tujuh sub agroekosistem, yaitu: (1) Lahan sawah intensif; (2) Lahan sawah semi-intensif; (3) Lahan kering dataran rendah beriklim kering; (4) Lahan kering dataran tinggi beriklim kering; (5) Lahan kering dataran rendah beriklim basah; (6) Lahan kering dataran tinggi beriklim basah; dan (7) Lahan rawa pasang surut. Kegiatannya dilaksanakan di 15 provinsi yang mencakup 22 lokasi Laboratorium Agribisnis. Pada tahun 2006, lokasi Laboratorium Agribisnis akan ditambah dengan 10 provinsi yaitu Nanggroe Aceh Darusalam, Riau, Jambi, Bengkulu, Banten, DI Yogyakarta, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Utara, sehingga seluruhnya berjumlah 25 provinsi yang mencakup 32 Laboratorium Agribisnis.

    Kebijakan Subsidi Pupuk

    Dalam rangka membantu petani memperoleh pupuk sesuai dengan prinsip enam tepat yaitu tepat waktu, jumlah, jenis, mutu, tempat dan harga sehingga dapat menerapkan pemupukan berimbang guna meningkatkan produktivitas pertanian dan pendapatan petani, maka pemerintah dalam tahun 2004-2005 tetap menerapkan kebijakan subsidi pupuk. Kebijakan subsidi pupuk tersebut

  • Analisis Kebijakan 41

    telah berdampak positif berupa perbaikan penerapan teknologi oleh petani dan peningkatan produksi pangan terutama beras. Kebijakan subsidi pupuk dilanjutkan pada tahun 2005, namun hanya untuk pupuk Urea (gas) dan pupuk NPK (tidak termasuk SP-36 dan ZA) serta biaya transportasi dan biaya pengawasan dengan total anggaran subsidi sebesar Rp 1,3 triliun. Selain itu, Departemen Pertanian telah menyusun kajian mengenai Rancangan Kebijakan Subsidi Pupuk Tahun 2006. Rancangan tersebut telah disampaikan kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan.

    Pembiayaan Pertanian

    Untuk membantu petani dalam mengakses permodalan telah dilakukan upaya pemberian kemudahan dan paket-paket kebijakan untuk akselerasi pemanfaatan dan penyaluran Kredit Ketahanan Pangan (KKP), optimasi pemanfaatan sumber-sumber pembiayaan pertanian dan Skim Kredit Perbankan. Upaya yang dilakukan untuk percepatan pemanfaatan KKP antara lain adalah meningkatkan koordinasi antar instansi terkait dengan perbankan, penyesuaian kebutuhan indikatif kredit, khususnya untuk peternakan, dan melaksanakan pola kemitraan. Disamping itu untuk tanaman pangan, sedang dirintis upaya guna pembiayaan komoditas hortikultura. Untuk itu telah dilakukan kerjasama pembiayaan antara Departemen Pertanian dan Bank Mandiri melalui penyusunan Skim Kredit Hortikultura Mandiri (KHM).

    Promosi Produk Pertanian

    Kegiatan promosi produk pertanian baik dalam forum internasional maupun domestik merupakan sarana penyampaian informasi kepada stakeholders, upaya mendatangkan devisa dan sekaligus sebagai wahana bagi upaya peningkatan peran investor swasta di sektor pertanian. Promosi pengembangan ekspor produk pertanian melalui forum internasional antara lain melalui ASEAN Trade Fair 2004 di Hanoi, promosi bunga dan tanaman hias di Belanda November 2004, dan Zhenzhen Expo 2004 di China, dan melalui forum domestik antara lain bazaar produk pertanian berkualitas 2005 di Jakarta Februari 2005, Soropadan Agro Expo II di Jawa Tengah Juli 2005, dan Agribusiness Expo 2005 di Jawa Timur Juli 2005, serta fasilitasi gerai promosi produk pertanian dan pemasangan neon box promosi buah dan sayuran nusantara sebanyak 32 unit.

    Pengembangan Lembaga Mandiri yang Mengakar di Masyarakat

    Pada tahun 2004, Departemen Pertanian telah mengembangkan Lembaga Mandiri yang Mengakar di Masyarakat (LM3) sebanyak 91 unit yang tersebar di tiga pura, tujuh seminari dan 81 pondok pesantren pada 32 provinsi. Bantuan berbentuk BLM (Bantuan Langsung Masyarakat) yang umumnya dipergunakan dalam usaha budidaya tanaman pangan, hortikultura dan peternakan. Di bidang

  • Bab III. Analisis Arah Kebijakan Makro Pembangunan Pertanian

    42

    pengolahan dan pemasaran hasil, Departemen Pertanian telah memfasilitasi empat pondok pesantren, berupa usaha kecil pengolahan hasil hortikultura dan pengrajin hasil limbah pertanian. Pada tahun 2005 telah dilakukan identifikasi dan pemetaan potensi dan kebutuhan pada 18 unit LM3 yang tersebar di 11 provinsi dalam rangka fasilitasi bantuan peralatan.

    Pengembangan Terminal Agribisnis dan Sub Terminal Agribisnis

    Sampai dengan tahun 2005, Departemen Pertanian telah mengembangkan Terminal Agribisnis (TA) dan Sub Terminal Agribisnis (STA) masing-masing sebanyak 8 TA dan 56 STA yang tersebar di 23 provinsi. Dari jumlah tersebut telah beroperasi sebanyak 33 unit STA di 10 provinsi dan tiga unit TA di tiga provinsi. Beberapa di antaranya telah terjadi transaksi antar provinsi atau antar pulau, yaitu STA Cigombong dan STA Bayongbong di Jawa Barat, STA Mantung di Jawa Timur, dan STA Soropadan di Jawa Tengah. Pada STA Soropadan, sebulan sekali juga telah dilakukan bursa komoditas terutama buah-buahan.

    Dewan Komoditas

    Departemen Pertanian telah dan sedang mengembangkan Dewan Komoditas dalm upaya mengembangkan strategi pengembangan komoditas, memperlancar koordinasi kebijakan Departemen, menyatukan kepentingan dan menjembatani perbedaan kepentingan semua stakeholder, memfasilitasi kemitraan dari hulu ke hilir, mengembangkan pemasaran dan penyediaan informasi. Pembentukan Dewan Komoditas sudah dimulai sejak tahun 1982 dengan terbentuknya Dewan Gula Indonesia (DGI). Pada tahun 2003, telah dirintis pembentukan Dewan Minyak Sawit yang embrionya ditentukan melalui pembentukan Komisi Minyak Sawit Indonesia (KMSI).

    Penduduk miskin menjaDari data selama beberapa tahun sebelumnya dapat diketahui bahwa rata-rata proporsi jumlah penduduk miskin di wilayah pedesaan adalah sekitar 69,5 persen, sedangkan sisanya sebesar 30,5 persen berada di wilayah perkotaan. Dari jumlah penduduk miskin yang ada di wilayah pedesaan, sekitar 79,5 persen berada di sektor pertanian, sedangkan sisanya sebanyak 20,5 berada di sektor non-pertanian. Ini berarti bahwa insiden kemiskinan lebih banyak terjadi pada sektor pertanian.

    Berbagai penelitian, termasuk oleh lembaga penelitian independen, konsisten menyimpulkan bahwa pertumbuhan sektor pertanian mempunyai kontribusi terbesar dalam penurunan jumlah penduduk miskin, baik di desa maupun di kota. Salah satu studi menunjukkan bahwa kontribusi pertumbuhan sektor pertanian dalam menurunkan total jumlah penduduk miskin mencapai 66 persen, dengan rincian 74 persen di pedesaan dan 55 persen di perkotaan. Dengan demikian, penurunan signifikan jumlah penduduk miskin atau peningkatan kesejahteraan selama periode 2003-2004 terutama merupakan kontribusi dari hasil pembangunan sektor pertanian.

  • Analisis Kebijakan 43

    Penutup

    Kinerja pembangunan pertanian terkait dengan keberhasilan pelaksanaan program revitalisasi pertanian sangat ditentukan oleh keterpaduan antar subsistem, mulai dari subsistem hulu (industri agro-input, agro-kimia, agro-otomotif), subsistem budidaya/usahatani (on-farm), subsistem hilir (pengolahan dan pemasaran) dan subsistem pendukung (keuangan, pendidikan dan transportasi). Keterkaitan antar subsistem tersebut sangat erat, oleh karena itu diperlukan kerjasama dengan instansi terkait baik di pusat maupun di daerah.

    Terkait dengan hal itu, Departemen Pertanian telah melakukan kerjasama dengan instansi terkait di tingkat pusat. Beberapa instansi di luar Deptan yang telah melakukan kerjasama dengan Deptan, antara lain Departemen Kehutanan (Dephut), Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), Menko Perekonomian, Kementerian Koperasi dan UKM, Bank Indonesia (BI), Departemen Perdagangan (Depdag), Departemen Perindustrian (Depperin), Departemen Pekerjaan Umum (PU), Departemen Kesehatan (Depkes), Kementerian Ristek/BPPT, Departemen Perhubungan (Dephub), Departemen Keuangan (Depkeu), Pemda/Departemen Dalam Negeri (Depdagri), Departemen Luar Negeri (Deplu), Badan Pusat Statistik (BPS), dan Organisasi Massa (Ormas).

    Selain instansi di tingkat pusat, Deptan juga melakukan kerjasama dengan berbagai instansi di daerah. Kerjasama ini dilakukan terkait dengan penyusunan kebijakan di tingkat pemerintah daerah, selain itu untuk mendukung keberhasilan pelaksanaan program-program Departemen Pertanian yang umumnya banyak dilaksanakan di daerah, baik di provinsi, kabupaten, maupun di pedesaan.