Revisi_pemikiran Pendidikan Atiyah Al Abrasyi_prof. Abd. Majid & m. Sugeng Solehuddin

39
PEMIKIRAN PENDIDIKAN M. ATHIYAH AL-ABRASYI MAKALAH (REVISI) Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Filsafat Pendidikan Islam Dosen Pengampu : Prof.Dr.H. Abdul Majid, M.Ag Dr. M. Sugeng Solehudin, M.Ag Disusun oleh: KUDUNG ISNAINI 2052113023 PROGRAM PASCASARJANA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI

Transcript of Revisi_pemikiran Pendidikan Atiyah Al Abrasyi_prof. Abd. Majid & m. Sugeng Solehuddin

Page 1: Revisi_pemikiran Pendidikan Atiyah Al Abrasyi_prof. Abd. Majid & m. Sugeng Solehuddin

PEMIKIRAN PENDIDIKAN M. ATHIYAH AL-ABRASYI

MAKALAH (REVISI)

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Filsafat Pendidikan IslamDosen Pengampu : Prof.Dr.H. Abdul Majid, M.Ag

Dr. M. Sugeng Solehudin, M.Ag

Disusun oleh:

KUDUNG ISNAINI 2052113023

PROGRAM PASCASARJANA

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI

STAIN PEKALONGAN

TAHUN 2013

Page 2: Revisi_pemikiran Pendidikan Atiyah Al Abrasyi_prof. Abd. Majid & m. Sugeng Solehuddin

PEMIKIRAN PENDIDIKAN M. ATHIYAH AL-ABRASYI

I. PENDAHULUAN

Problematika pendidikan Islam sebagaimana halnya pendidikan lainnya

merupakan persoalan besar yang senantiasa berada dalam proses dan tidak akan

pernah mencapai titik akhir. Oleh karena itu, debat akademik mengenai

pendidikan Islam tidak akan pernah selesai dan tidak mungkin dielakkan.1

Perkembangan pendidikan Islam sejak masa Nabi sampai masa kejayaannya

pada abad IV H. dapat diketahui melalui kitab-kitab sejarah Islam, sejarah

kebudayaan Islam maupun melalui pemikiran dan pembaruan dalam Islam.

Namun kegiatan penulisan sejarah perkembangan pendidikan Islam secara

keseluruhan sejak zaman Rasulullah sampai sekarang baru dimulai pada abad ke

XX, sebagaimana yang dilakukan oleh Muhammad ’Athiyah al-Abrasyi. Beliau

menghimpun kembali setiap pemikiran yang berkaitan dengan perkembangan

pendidikan Islam yang pernah ditulis oleh para pemikir dan pendidik seperti

Ibnu Sina, Al-Ghazali, Ibnu Khaldun, dan lain-lain.2

Dalam perkembangan sejarahnya umat Islam telah mengalami dan

melalui beberapa periode yang dapat dirinci sebagai beikut: Periode klasik (650-

1250); Masa kemajuan I (650 -1000); Masa disintegrasi (1000-1250); Periode

pertengahan (1250-1500); Masa kemunduran I (1250-1500); Masa tiga kerajaan

besar (1500-1800); Fase kemajuan II (1500-1700); Fase kemunduran II (1700-

1800); dan Periode modern (1800).3 Baru pada permulaan abad XX munculah di

dunia Islam tokoh-tokoh pembaharu di bidang pendidikan, di antaranya Ahmad

Dahlan, Naquib Al-Atas, Mahmud Yunus, dan Muhammad ’Athiyah Al-

Abrasyi. Karena jika ditinjau dari segi administrasi dan organisasi serta sistem

pendidikan modern, maka pada masa kemunduran itu pendidikan Islam

mengalami kemunduran pula.4 Dalam makalah ini tidak akan membahas

perkembangan pendidikan Islam secara keseluruhan, akan tetapi makalah ini 1 Mastuhu, Pendidikan Islam Indonesia dalam Perspektif Sosiologi, (Jakarta: UIN Syarif

Hidayatullah, 1992), hlm. 12 Muhammad ‘Atiyah Al-Abrasyi, At-Tarbiyah Al-Islamiyah wa Falsafatuha, (Mesir: Isa

al-Babi, 1976), hlm. 3.3 Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: Bulan Bintang,

1982), hlm. 56-89.

1

Page 3: Revisi_pemikiran Pendidikan Atiyah Al Abrasyi_prof. Abd. Majid & m. Sugeng Solehuddin

akan difokuskan pada pembahasan tentang pemikiran pendidikan menurut

Muhammad Athiyah al-Abrasyi.

Sebelum membahas tentang bagaimana pemikiran Muhammad Athiyah

al-Abrasyi dalam pendidikan, perlu dijelaskan lebih dahulu dalam pembahasan

dibawah ini tentang biografi dari Muhammad Athiyah al-Abrasyi untuk lebih

mengenalkan sosok pemikir abad XX ini.

II. PEMBAHASAN

Konsep tentang pendidikan Islam teramat luas jangkauannya, karena

menyangkut berbagai bidang yang berkaitan dengannya, mulai dari pengertian

dasar, tujuan, pendidik, subyek didik, alat-alat, kurikulum, pendekatan dan

metode, lingkungan, sampai pada lingkungan pendidikan.5 Oleh karena itu

dalam makalah ini tidak akan dibahas secara keseluruhan, tulisan ini akan lebih

merujuk pada pemikiran Muhammad Athiyah Al-Abrasyi dalam pendidikan.

Untuk lebih memudahkan dan lebih memahami pemikiran Muhammad

Athiyah Al-Abrasyi dalam pendidikan, akan diterangkan lebih dulu catatan

singkat tentang sosok pemikir dan penulis abad 20 ini.

A. Biografi Muhammad Athiyah Al-Abrasyi

Muhammad Athiyah al-Abrasyi adalah seorang sarjana yang telah

lama berkecimpung dalam dunia pendidikan di Mesir, pusat ilmu-

pengetahuan Islam, dan terakhir sebagai guru besar pada Fakultas Darul

Ulum, Cairo University, Cairo. Beliau secara sistematis telah menguraikan

pendidikan Islam dari zaman ke zaman, serta mengadakan perbandingan

dengan prinsip, metode, kurikulum dan sistim pendidikan modern di dunia

Barat pada abad ke-20. Muhammad Athiyah al-Abrasyi dengan keahliannya

telah menjelaskan dalam buku “Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam”, posisi

Islam mengenai ilmu, pendidikan dan pengajaran, berdasarkan al-Qur’an dan

Hadis, dan menjelaskan pula fungsi masjid, institut, lembaga-lembaga,

4 Hasan Langgulung, Pendidikan dan Peradaban Islam, (Jakarta: Al-Husna, 1985), hlm. 98.

5 Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam; Pengembangan Pendidikan Integratif di Sekolah, Keluarga, dan Masyarakat, (Yogyakarta: LkiS Yogyakarta, 2009), hlm. 4

2

Page 4: Revisi_pemikiran Pendidikan Atiyah Al Abrasyi_prof. Abd. Majid & m. Sugeng Solehuddin

perpustakaan, seminar-seminar dan gedung-gedung pertemuan dalam dunia

pendidikan Islam sejak dari zaman keemasannya sampai kita sekarang ini.

Muhammad Athiyah al-Abrasyi berkesimpulan bahwa metode

pendidikan Islam serta kurikulum yang telah dipakai bertahun-tahun yang

lalu itu, telah mampu melahirkan ulama dan sarjana-sarjana kenamaan seperti

Ibnu Sina, Al-Farabi, Al-Ghazali, Al-Kindi, Ibnu Haitsam, Ibnu Khaldun,

Thabrani, Ibnu Katsir, Al-Bairouni, Jahez, Al-Ma’ari, Al-Mutanabbi, dan

sebagainya. Mereka itu telah memancarkan sinar ilmu pengetahuan itu ke

Eropa dan kepada peradaban dunia pada umumnya, bahkan prinsip-prinsip

pendidikan pendidikan modern abad ke-20 telah lebih dahulu dicetuskan oleh

sarjana-sarjana pendidikan Islam beratus tahun yang lalu.6

Muhammad Athiyah al-Abrasyi adalah seorang ulama’, cendekiawan

yang telah mendalami agama Islam dengan baik, menguasai beberapa bahasa

asing, seorang psikolog dan pendidik jebolan London, penulis yang produktif

dan seorang guru besar. Sebagai salah seorang dari sekian banyak ilmuwan

muslim yang sangat produktif mencetuskan gagasan dan ide menuju

perbaikan dan peningkatan kualitas umat Islam pada era sekarang ini dengan

menawarkan konsep-konsep dasar bagi pendidikan Islam yang merupakan

hasil dari sari pati dari nilai ajaran al-Qur’an dan al-Hadits yang digalinya.7

Melihat dari latar belakang kehidupan dan pendidikan yang dilalui

beliau merupakan modal dasar bagi beliau untuk berkiprah sebagai salah

seorang di antara pembaharu di Mesir dan dunia Islam, mengingat umat dan

masyarakat yang di hadapinya sedang bangkit dan berkembang ke arah

kemajuan. Dalam buku dasar-dasar pokok pendidikan Islam, terlihat bahwa

pemikirannya banyak merujuk pada pemikiran Al-Ghazali, Al-Farabi,

maupun Ibnu Sina.

B. Tujuan Pendidikan Islam

6 Mohd. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, alih bahasa oleh Bustami A. Gani dan Djohar Bahry L.I.S., judul asli, Attarbiyah al Islamiyah, cet. vii, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), hlm. ix-x

7 Abu Kasim, Konsep Pendidikan Islam (Tela’ah pemikiran Muhammad athiyah al-Abrasyi), (JIPTIAIN: Knowledge Management Research Group, 2008), hlm. 22

3

Page 5: Revisi_pemikiran Pendidikan Atiyah Al Abrasyi_prof. Abd. Majid & m. Sugeng Solehuddin

Tujuan utama dari pendidikan Islam ialah pembentukan akhlak dan

budi pekerti yang sanggup menghasilkan orang-orang yang bermoral, laki-

laki maupun wanita, jiwa yang bersih, kemauan keras, cita-cita yang benar

dan akhlak yang tinggi, tahu arti kewajiban dan pelaksanaannya,

menghormati hak-hak manusia, tahu membedakan buruk dengan baik,

memilih suatu fadhilah karena cinta pada fadhilah, menghindari suatu

perbuatan yang tercela karena ia tercela, dan mengingat Tuhan dalam setiap

pekerjaan yang mereka lakukan.8

Ada beberapa tujuan pendidikan Islam seperti yang telah dijelaskan

oleh M. Athiyah Al-Abrasyi dalam berbagai tema, diantaranya yaitu:

1. Jiwa pendidikan Islam adalah budi pekerti

Pendidikan budi pekerti adalah jiwa dari pendidikan Islam, dan Islam

telah menyimpulkan bahwa pendidikan budi pekerti dan akhlak adalah

jiwa pendidikan Islam. Sehingga tujuan sebenarnya dari pendidikan Islam

adalah mencapai akhlak yang sempurna (mulia), dengan tidak

mengesampingkan dari segi-segi yang lain, seperti jasmani, akal, ilmu,

dan lainnya.9 Berkaitan dengan masalah pendidikan budi pekerti,

Soetrisno dalam bukunya “Kapita Selekta Ekonomi Indonesia”

memberikan sebuah contoh akibat dari minimnya pemberian pendidikan

budi pekerti, bahwa meluasnya korupsi pada waktu sekarang, merupakan

salah satu akibat karena pada waktu-waktu silam pembangunan

pendidikan moral dan pendidikan budi pekerti kurang mendapatkan

tekanan. Sebaliknya, usaha pemberantasan korupsi yang antara lain juga

dilaksanakan melalui pendidikan moral, maka efeknya baru akan nampak

setelah melalui proses waktu yang relatif lama.10

2. Memperhatikan agama dan dunia sekaligus

Ruang lingkup pendidikan dalam pandangan Islam tidaklah sempit, tidak

hanya sebatas pendidikan agama maupun pendidikan dunia saja, akan

8 Mohd. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar..., hlm. 1039 Mohd. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar..., hlm. 110 Soetrisno, Kapita Selekta Ekonomi Indonesia, (Yogyakarta: Andi Offset, 1992), hlm.

94-95

4

Page 6: Revisi_pemikiran Pendidikan Atiyah Al Abrasyi_prof. Abd. Majid & m. Sugeng Solehuddin

tetapi umat Islam mengusung dari keduanya, yaitu dunia dan akhirat.

Sebagaimana sabda Rasul saw. “bekerjalah untuk duniamu seakan-akan

engkau akan hidup selama-lamanya dan bekerjalah untuk akhiratmu

seakan-akan engkau akan mati besok”.

3. Memperhatikan segi-segi manfaat

Persiapan untuk mencari rizki dan memelihara segi kemanfaatannya,

sebagaimana yang telah dikutip oleh M. Athiyah al-Abrasyi dari

pendapatnya Al-Farabi, Ibnu Sina, Ikhwan As-Safa, bahwa kesempurnaan

manusia itu tidak akan tercapai kecuali dengan menyerasikan antara

agama dan ilmu.11

4. Mempelajari ilmu semata-mata untuk ilmu itu saja

Pendidikan Islam adalah pendidikan yang ideal, di mana ilmu diajarkan

karena ia mengandung kelezatan-kelezatan rohaniah, untuk dapat sampai

kepada hakekat ilmiah dan akhlak yang terpuji.

5. Pendidikan kejuruan, pertukangan, untuk mencari rezeki

Mempersiapkan peserta didik untuk berkarya, berpraktek, dan

berproduksi sehingga ia dapat bekerja, mendapat rezeki, hidup dengan

terhormat, serta tetap memelihara segi-segi kerohanian dan keagamaan.12

Dengan kata lain mempersiapkan tenaga profesional yang terampil.13

Pendidikan kejuruan harus memandang peserta didik sebagai individu

yang selalu dalam proses untuk mengembangkan diri dan segenap potensi

yang dimilikinya. Pengembangan ini merupakan proses yang terjadi pada

diri peserta didik, seperti proses menjadi lebih dewasa, menjadi lebih

pandai, menjadi lebih matang, yang menyangkut proses perubahan akibat

pengaruh eksternal, antara lain berubahnya karir atau pekerjaan karena

perkembangan sosial ekonomi masyarakat.14

11 Mohd. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar..., hlm. 312 Mohd. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar..., hlm. 413 Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam; Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis,

(Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hlm. 3714 Mohammad Ali, Pendidikan untuk Pembangunan Nasional; Menuju Bangsa Indonesia

yang Mandiri dan Berdaya Saing Tinggi, (Jakarta: Grasindo, 2009), hlm. 309

5

Page 7: Revisi_pemikiran Pendidikan Atiyah Al Abrasyi_prof. Abd. Majid & m. Sugeng Solehuddin

Sedangkan tujuan pendidikan Islam sebagaimana yang dikutip Samsul

Nizar dalam bukunya Hasan Langgulung “Manusia dan Pendidikan” bahwa

tujuan pendidikan Islam adalah untuk mencapai keseimbangan pertumbuhan

kepribadian manusia secara menyeluruh dan seimbang yang dilakukan

melalui latihan jiwa, akal pikiran (intelektual), diri manusia yang rasional;

perasaan dan indera. Karena itu, pendidikan hendaknya mencakup

pengembangan seluruh aspek fitrah peserta didik; aspek spiritual, intelektual,

imajinasi, fisik, ilmiah, dan bahasa, baik secara individual maupun kolektif;

dan mendorog semua aspek tersebut berkembang ke arah kebaikan dan

kesempurnaan. Tujuan terakhir pendidikan muslim terletak pada perwujudan

ketundukan yang sempurna kepada Allah, baik secara pribadi, komunitas,

maupun seluruh umat manusia.15

Telah banyak para ahli memberikan definisi tentang tujuan

pendidikan Islam, dimana rumusan atau definisi satu berbeda dari definisi

yang lain. Meskipun demikian, pada hakikatnya rumusan dari tujuan

pendidikan Islam adalah sama, mungkin hanya redaksi dan penekanannya

saja yang berbeda.16 Karena sebuah tujuan itu sangatlah penting, tanpa adanya

tujuan yang jelas pendidikan tidak dapat mengevaluasi dirinya sendiri. Tanpa

objek evaluasi, pendidikan tidak dapat menera perkembangan kemajuan yang

telah mereka lakukan.17

C. Pendidikan Islam adalah Pendidikan Ideal

Menurut Muhammad Athiyah al-Abrasyi sebagaimana yang dikutip

oleh Syafaruddin dalam bukunya “Pendidikan dan Pemberdayaan

Masyarakat”, pendidikan ialah, “suatu proses mempersiapkan seseorang

(anak didik) agar ia dapat hidup dengan sempurna, bahagia, cinta kepada

tanah airnya, kuat jasmaninya, sempurna akhlaknya, sistematik pemikirannya,

halus perasaannya, cakap dalam karyanya, bekerjasama dengan orang lain,

15 Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan..., hlm. 37-3816 Baca lebih banyak lagi tentang tujuan pendidikan Islam menurut para ahli dalam, Moh.

Roqib, Ilmu Pendidikan Islam...,hlm. 2717 Doni Koesoema A, Pendidikan Karakter, (Jakarta: PT Grasindo, 2007), hlm. 67

6

Page 8: Revisi_pemikiran Pendidikan Atiyah Al Abrasyi_prof. Abd. Majid & m. Sugeng Solehuddin

indah ungkapannya dalam tulisan dan lisannya, dan tangannya melakukan

pekerjaannya dengan terampil.”18

Pendidikan Islam telah berabad-abad sebelumnya menyuarakan

banyak prinsip dari metode-metode penting dalam dunia pendidikan, telah

bersaham dalam kebangunan mental dan pembentukan akhlak. Secara ringkas

pendapat-pendapat abadi mengenai hal ini dapat kita ungkapkan sebagai

berikut:

1. Kebebasan dan demokrasi dalam pendidikan

Islam telah menyerukan adanya prinsip persamaan dan kesempatan

yang sama dalam belajar. Tidak ada perbedaan atau kelebihan bagi orang

Arab dan yang bukan Arab, orang kaya dengan orang miskin, laki-laki

ataupun perempuan kecuali dengan taqwanya. Begitu juga pendidikan

dalam Islam tidak terikat pada batas umur, ataupun jenis kelaminnya.19

Dalam Islam, wanita juga diwajibkan menuntut ilmu pengetahuan seperti

halnya kaum pria tanpa perbedaan.20

Menurut M. Athiyah al-Abrasyi, demokrasi yang hakiki di dalam

pendidikan pengajaran adalah dimana pendidikan itu tidak terikat kepada

peraturan-peraturan keras, ijazah-ijazah, pembayaran-pembayaran atau

syarat-syarat yang bersifat menjajah, sehingga hal tersebut tidak menjadi

penghalang bagi orang-orang dalam menuntut ilmu pengetahuan. Dengan

demikian pintu pendidikan terbuka seluas-luasnya untuk siapa saja dan

kapan saja.21 Sehingga tidak terdapat apa yang dinamakan sistem kelas

dalam pelajaran, seperti sekolah-sekolah yang dengan bayaran buat orang-

orang berada dan sekolah-sekolah gratis buat anak-anak orang yang

berkekurangan.22

Dalam pendidikan Islam terwujud prinsip-prinsip demokrasi,

kebebasan, persamaan dan kesempatan yang sama buat belajar, tanpa

18 Syafaruddin, Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat; Esay-esay Pemikiran Pemberdayaan dari Aspek Manejerial, Kecerdasan dan Kepribadian, (Medan: Perdana Publishing, 2012), hlm. 250

19 Mohd. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar..., hlm. 520 Mohd. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar..., hlm. 12221 Mohd. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar..., hlm. 722 Mohd. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar..., hlm. 8

7

Page 9: Revisi_pemikiran Pendidikan Atiyah Al Abrasyi_prof. Abd. Majid & m. Sugeng Solehuddin

diskriminasi antara si kaya dan si miskin.23 Dalam kitab “At-Tarbiyah al-

Islamiyah Wafalasifatuha” M. Athiyah Al-Abrasyi menyimpulkan bahwa

sesungguhnya pendidikan Islam itu meliputi prinsip-prinsip (demokrasi),

yaitu kebebasan, persamaan, dan kesempatan yang sama dalam

pembelajaran, dan untuk memperolehnya tidak ada perbedaan antara si

kaya dan si miskin, sesungguhnya mencari ilmu bagi mereka merupakan

suatu kewajiban dalam bentuk immateri, bukan untuk tujuan materi

(kehendak), dan menerima ilmu itu dengan sepenuhnya hati dan akal

mereka, dan mencarinya dengan keinginan yang kuat dari dalam dirinya,

dan mereka banyak melaksanakan perjalanan panjang dan sulit dalam

rangka memecahkan masalah-masalah agama.24

Kebebasan dan demokrasi dalam pendidikan sebagaimana yang

telah dijelaskan diatas seharusnya bisa diterapkan di negara Indonesia.

Meskipun sekarang pada tingkat sekolah dasar sudah dilaksanakan sekolah

gratis atau tanpa adanya pungutan biaya, akan lebih baik lagi jika hal

tersebut diteruskan pada jenjang yang lebih tinggi sampai perguruan tinggi

bahkan jika memungkinkan sampai mencapai gelar doktor atau profesor.

2. Pembentukan akhlak yang mulia adalah tujuan utama pendidikan Islam

Akhlak menempati posisi yang sangat penting dalam Islam sehingga

setiap aspek dari ajaran agama ini selalu berorientasi pada pembentukan

dan pembinaan akhlak yang mulia, yang disebut al-akhlaq al-karimah.25

3. Bicaralah dengan manusia sesuai dengan akalnya

Anak-anak janganlah diomongi dengan bahasa yang ia tidak mengerti,

dan orang-orang besar jangan pula dilawan bicara dengan bahasa anak-

anak.26 Seorang guru hendaknya memiliki potensi untuk lebih mengenal

kepribadian siswa, baik dalam bersikap maupun bertutur kata.27

23 Mohd. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar..., hlm. 1024 Mohammad Athiyah Al-Abrasyi, At-Tarbiyah Al-Islamiyah Wafalasifatuha, (Dar Al-

Fikr, tt.), hlm. 3025 M. Abdul Mujieb, Syafi’ah, H. Ahmad Ismail M., Ensiklopedia Tasawuf Imam Al-

Ghazali; Mudah Memahami dan menjalankan Kehidupan Spiritual, (Jakarta: PT Mizan Publika, 2009), hlm. 38

26 Mohd. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar..., hlm. 1227 Rohmat, Pilar Peningkatan Mutu Pendidikan, (Yogyakarta: Cipta Media Aksara,

2012), hlm. 147

8

Page 10: Revisi_pemikiran Pendidikan Atiyah Al Abrasyi_prof. Abd. Majid & m. Sugeng Solehuddin

4. Perbedaan metode yang dipergunakan dalam pengajaran

Metode mengajar yang dipergunakan dalam mengajar anak-anak berbeda

dengan yang dipakai untuk orang dewasa. Hal ini disebabkan cara

berpikir dan cara pandang mereka sudah berbeda.28 Hal demikian menurut

penulis tentu tidak semua metode selalu terpisah antara yang anak-anak

dan orang dewasa, karena banyak metode pengajaran yang baik dan bisa

digunakan untuk anak-anak dan orang dewasa (semua umur). Sebagai

contoh dalam bukunya Jamal Ma’mur Asmani yang berjudul “7 tips

aplikasi pakem” diantaranya berisi tentang macam-macam metode

pembelajaran, seperti metode ceramah, metode proyek, metode

eksperimen, metode diskusi dan metode lain yang hampir kesemuanya itu

bisa digunakan baik untuk anak-anak maupun orang dewasa.29 Hanya saja

yang perlu di bedakan antara anak-anak dan orang dewasa mungkin pada

materinya saja. Mengingat cara pandang dan cara berpikir mereka sudah

berbeda.

5. Pendidikan Islam adalah pendidikan bebas

Tidak adanya tekanan kepada siswa dalam sebuah pembelajaran, siswa

diberikan kemerdekaan dalam menyatakan pendapatnya pribadi serta

diberikan kebebasan dalam mengajukan pertanyaan.30 Dalam pandangan

Islam, ilmu sudah terkandung secara esensial dalam al-Qur’an. Beragama

berarti berilmu dan berilmu berarti beragama. Karena itu, tidak ada

dikotomi antara agama dan ilmu. Ilmu tidak bebas nilai, tetapi bebas

dinilai atau dikritik.31

6. Sistem pendidikan individu dalam pendidikan Islam

Yang dimaksud pendidikan individu ialah memperhatikan kekuatan setiap

individu dari segi tingkat kesanggupannya mempelajari bahan-bahan yang

28 Mohd. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar..., hlm. 13-1429 Baca lebih banyak lagi tentang ‘Macam-macam Metode Pembelajaran’ dalam, Jamal

Ma’mur Asmani, 7 Tips Aplikasi PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan); Menciptakan Metode Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas, (Jogjakarta: DIVA Press, 2011), hlm. 32-51

30 Mohd. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar..., hlm. 1531 Sutrisno, Pendidikan Islam yang Menghidupkan; Studi Kritis Terhadap Pemikiran

Pendidikan Fazlur Rahman, (Yogyakarta: Kota Kembang, 2008), hlm. 83

9

Page 11: Revisi_pemikiran Pendidikan Atiyah Al Abrasyi_prof. Abd. Majid & m. Sugeng Solehuddin

dipelajarinya. Setiap siswa bebas memilih guru, subyek atau mata

pelajaran yang disenangi dengan tidak ada paksaan.32 Islam mengatur

pendidikan individu di masyarakat dalam setiap aspek kehidupan. Islam

memperhatikan pendidikan individu, mulai dari pendidikan jasmani,

rohani, tingkah laku, dan pendidikan berpikir. Kesemuanya itu dilakukan

untuk menyempurnakan keberadaan individu dalam kelompoknya.33

7. Perhatian atas pembawaan dan instink seseorang dalam tuntunan ke

bidang-bidang karya yang dipilihnya

Anjuran Ibnu Sina sebagaimana yang dikutip oleh Athiyah Al-Abrasyi

dalam menekankan supaya instink anak-anak diperhatikan sebagai

landasan dalam pendidikannya. Beliau berkata: “Tidak semua pekerjaan

yang di cita-citakan si anak itu terbuka dan sesuai baginya, tetapi

hanyalah pekerjaan-pekerjaan yang sesuai dengan sifat-sifat dan

pembawaannya”.34 Hal ini sebagaimana bayi yang semula tidak berdaya

dan pasif akan segera menemukan sumber dan potensi kemampuannya.

Ini tidak berarti bahwa keterwujudannya ditentukan semata-mata oleh

pengaruh kekuatan di luar dirinya. Anak manusia menjadi aktif karena

menemukan (discovery) kemampuan, perasaan dan pikirannya, kekuatan

dan keterbatasannya. Dipandang dari sudut pandang pikiran dan

perasaannya, ia mempunyai kebebasan untuk berubah dan memilih.35

Hal serupa seperti yang diceritakan oleh Abu Hurairah dari yang

disabdakan oleh Rasulullah saw:

�و� �ه� ا ان �صر� ن �و� ي �ه� ا ه�ود�ان �و�اه ي ب� ة� ف�أ �ف�ط�ر� �د ع�ل�ى ال و�ل � ي �ال و�د ا م�ام�ن� م�و�ل

�ه� )رواه االربعة( ان م�جس� ي

32 Mohd. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar..., hlm. 15-1633 Adnan Hasan Shalih Baharits, Tanggung Jawab Ayah Terhadap Anak Laki-laki, judul

asli Mas’uuliyyatul Abilmuslimi fi Tarbiyatil Waladi fi Marhalati Aththufuulah, penerjemah Sihabuddin, (Jakarta: Gema Insani, 2005), hlm. 243

34 Mohd. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar..., hlm. 1735 Conny Semiawan, Theodorus Immanuel Setiawan, Yufiarti, Panorama Filsafat Ilmu;

Landasan Perkembangan Ilmu Sepanjang Zaman, (Jakarta: Teraju, 2007), hlm. 1

10

Page 12: Revisi_pemikiran Pendidikan Atiyah Al Abrasyi_prof. Abd. Majid & m. Sugeng Solehuddin

“Tiada seorang anakpun kecuali ia dilahirkan dalam keadaan fitrah,

hanya kedua orang tuanyalah yang menjadikannya sebagai orang yahudi,

atau nashrani, atau majusi”.36

Pendapat Al-Ghazali sebagaimana yang dikutip oleh Athiyah Al-Abrasyi

bahwa pendidikan berpengaruh dalam perawatan instink serta pembawaan

dan dalam pendidikannya, begitu pula dalam mendorong apa yang harus

diberikan dorongan. Al-Ghazali mengatakan bahwa “sebuah bibit, baik

apel ataupun korma tidak ada artinya sebelum di tanam. Begitu pula

dalam dunia pendidikan; pendidikan itu tidak akan dapat merubah bibit

(heredity) dengan jalan mengadakan proses-proses tertentu, tidak dapat

menjadikan bibit apel menjadi korma, atau bibit korma menjadi apel”.37

8. Cinta ilmu dan menyediakan diri untuk belajar

Setiap siswa yang cinta ilmu akan senang sekali belajar, akan

menggunakan seluruh waktunya melakukan penelitian, pembacaan dan

studi dan akan berdaya upaya memecahkan problematik ilmiah,

mencernakan ilmu pengetahuan yang didapatinya.38 Dengan demikian,

dikalangan muslim banyak bermunculan ulama-ulama dan sarjana

kenamaan, ahli fiqih, sastrawan, penyair dan ahli bahasa yang telah

menghasilkan karya-karya agung dan berharga dibidang tafsir, hadits,

fiqih, tauhid, balaghah, syari’at dan ensiklopedi-ensiklopedi bahasa, yaitu

buku-buku yang merupakan referensi yang tidak seorangpun sarjana-

sarjana di Timur maupun Barat yang sanggup menandinginya.39

9. Perhatian terhadap cara-cara berpidato, berdebat dan kelancaran lidah

Diharapkan kepada juru-didik agar berfikir dengan otak, merasa dengan

hati, melaksanakan sesuatu dengan kemauan keras, diharapkan supaya

menumpahkan perhatian kepada soal-soal berpidato, berdiskusi, berbicara

36 Syekh Mansyur Ali Nashif, Mahkota Pokok-pokok Hadits Rasulullah SAW, jilid I, (Bandung: CV. Sinar Baru, 1993), hlm. 62

37 Mohd. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar..., hlm. 2738 Mohd. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar..., hlm. 1939 Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam,( Jakarta: Kencana, 2006),

hlm. 19-20

11

Page 13: Revisi_pemikiran Pendidikan Atiyah Al Abrasyi_prof. Abd. Majid & m. Sugeng Solehuddin

yang tertib, serta penggunaan ucapan-ucapan yang jitu dengan pena dan

lidah.40

10. Pelayanan terhadap anak-anak secara halus

Sebelum Islam, banyak dipakai terhadap anak-anak sistem keras dan

kasar. Kemudian para filosof Islam memperingatkan bahayanya sistem ini

dalam pendidikan. Kemudian mereka menyarankan dengan cara-cara

lunak lembut, dengan jiwa yang halus, lunak, lembut dan kasih sayang

dengan menyelidiki kesalahan-kesalahan yang menyebabkan kekeliruan

tersebut. Karena pendidikan dengan sistem kekerasan dianggap dapat

membunuh cita-cita dan menumpulkan kepintaran.41

D. Pendidikan dan Moral dalam Islam

Dalam konteks pendidikan moral ini, sebagaimana yang dikutip oleh

Wijayanto dalam bukunya Nurcholis Madjid yang berjudul “Islam, Iman, dan

Ihsan sebagai Trilogi Ajaran Ilahi” bahwa Cak Nur (panggilan akrab Nur

Cholis Majid) berpendapat, ada relasi signifikan antara perbuatan baik

dengan tasawuf. Inti tasawuf adalah kesadaran akan Tuhan. Kesadaran inilah

yang oleh Cak Nur dipandang sebagai dasar akhlak (moralitas) dalam Islam,

yang kemudian disebut ihsan, yakni kesadaran total individu akan Tuhan

yang Maha hadir.42

Tujuan dari pendidikan moral dan akhlak dalam Islam ialah untuk

membentuk orang-orang yang bermoral baik, keras kemauan, sopan dalam

bicara dan perbuatan, mulia dalam tingkah laku dan perangai, bersifat

bijaksana, sempurna, sopan dan beradab, ikhlas, jujur dan suci. Jiwa dari

pendidikan Islam ialah pendidikan moral dan akhlak. Tujuan pendidikan

Islam bukanlah sekedar memenuhi otak murid-murid dengan ilmu

pengetahuan saja, tetapi untuk mendidik akhlak dengan memperhatikan segi-

segi kesehatan, pendidikan phisik dan mental, perasaan dan praktek, serta

mempersiapkan anak-anak menjadi anggota masyarakat.43 Sehingga dapat

40 Mohd. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar..., hlm. 2041 Mohd. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar..., hlm. 20-2142 Wijayanto, Ridwan Zachrie, Korupsi Mengorupsi Indonesia; Sebab, Akibat, dan

Prospek Pemberantasan, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2009), hlm. 83843 Mohd. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar..., hlm. 104

12

Page 14: Revisi_pemikiran Pendidikan Atiyah Al Abrasyi_prof. Abd. Majid & m. Sugeng Solehuddin

dikatakan bahwa tujuan dari pendidikan Islam adalah untuk mencapai apa

yang disebut Al-Kamil. Ini berarti aspek intelektual dan spiritual atau moral

ditanamkan secara simultan dan bersamaan.44

E. Guru dan Murid dalam Islam

Guru adalah spiritual father atau bapak-rohani bagi seorang murid,

ialah yang memberi santapan jiwa dengan ilmu, pendidikan akhlak dan

membenarkannya, maka menghormati guru berarti penghormatan terhadap

anak-anak kita, menghargakan guru berarti penghargaan terhadap anak-anak

kita, dengan guru itulah mereka hidup dan berkembang, sekiranya setiap guru

itu menunaikan tugasnya dengan sebaiknya.45

Hendaklah seorang penuntut ilmu meneliti, melihat, dan memilih

guru-guru yang baik untuk menuntut ilmu. Hendaklah guru tersebut berasal

dari orang yang ahli dalam agama, orang shalih, orang yang terhormat, orang

yang suci, orang yang mengamalkan ilmunya, orang zuhud, dan ahli ibadah.

Jangan memilih guru yang suka mencari-cari perkara aneh yang tidak bisa

diterima akal, yang sibuk bersama pencari harta dunia, yang melecehkan

ilmu, yang suka mencari kekeliruan-kekeliruan, dan yang suka mencari

kepuasan orang-orang awam atau masyarakat umum.46

Menurut M. Athiyah Al-Abrasyi, ada sifat-sifat, hak-hak dan

kewajiban yang harus dimiliki oleh serang guru.

1) Sifat-sifat, hak-hak dan kewajiban yang harus dimiliki oleh guru dalam

pendidikan Islam

a. Zuhud tidak mengutamakan materi dan mengajar karena mencari

keridaan Allah semata

Menurut Athiyah Al-Abrasyi bahwa menerima gaji itu tidak

bertentangan dengan mencari keridhaan Allah dan zuhud di dunia ini,

karena seorang alim atau sarjana betapa pun zuhud dan kesederhanaan

44 Akhmad Jenggis Prabowo, Kebangkitan Islam, (Yogyakarta: NFP Publishing, 2011), hlm. 113

45 Mohd. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar..., hlm. 13646 ‘Abdul ‘Aziz bin Fathi as-Sayyid Nada, Ensiklopedi Adab Islam Menurut Al-Qur’an

dan As-Sunnah, (Jakarta: Pustaka Imam As-Syafi’i, 2007), hlm. 185

13

Page 15: Revisi_pemikiran Pendidikan Atiyah Al Abrasyi_prof. Abd. Majid & m. Sugeng Solehuddin

hidupnya membutuhkan juga uang dan harta untuk menutupi

kebutuhan-kebutuhan hidupnya.

b. Kebersihan guru

Seorang guru harus bersih tubuhnya, jauh dari dosa dan kesalahan,

bersih jiwa dan terhindar dari sifat ria, dengki, permusuhan,

perselisihan dan lain-lain.

c. Ikhlas dalam pekerjaan

Ikhlas dan jujur dalam pekerjaannya serta bijaksana dan tegas dalam

kata dan perbuatannya, lemah lembut tanpa memperlihatkan

kelemahan, keras tanpa memperlihatkan kekerasan.47 Dengan kata lain

seorang guru harus memiliki dan melaksanakan kejujuran

profesional.48

d. Suka pemaaf

Seorang guru harus memiliki kepribadian dan memiliki harga diri,

menjaga kehormatan, mengahindarkan hal-hal yang hina dan rendah,

menahan diri dari sesuatu yang jelek, tidak bikin ribut dan berteriak-

teriak supaya dia dihormati dan dihargai.

e. Seorang guru merupakan seorang bapak sebelum ia seorang guru

Mencintai muridnya sebagaimana mencintai anak-anaknya sendiri,

memikirkan keadaannya sebagaimana memikirkan keadaan anak-

anaknya sendiri.49

f. Harus mengetahui tabiat murid

Guru harus mengetahui tabiat pembawaan, adat kebiasaan, rasa dan

pemikiran murid agar ia tidak kesasar di dalam mendidik anak-anak.50

Karena guru merupakan perintis-perintis kebudayaan dan penuntun-

penuntun generasi mendatang.51

g. Harus menguasai mata pelajaran

47 Mohd. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar..., hlm. 137-13848 Rohmat, Pilar Peningkatan Mutu ..., hlm. 8749 Mohd. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar..., hlm. 13850 Mohd. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar..., hlm. 13951 Sayyid Mahdi as Sadr, Saling Memberi Saling Menerima, judul asli The Ahl Ul-Bayt;

Ethical Role-Models,penerjemah Ali bin Yahya, (Jakarta: Pustaka Zahra, 2003), hlm. 41

14

Page 16: Revisi_pemikiran Pendidikan Atiyah Al Abrasyi_prof. Abd. Majid & m. Sugeng Solehuddin

Seorang guru harus menguasai mata pelajaran yang diberikannya,

serta memperdalam pengetahuannya tentang itu sehingga janganlah

pelajaran itu bersifat dangkal, tidak melepaskan dahaga dan tidak

mengenyangkan lapar.52

2) Hak-hak dan kewajiban murid dalam pendidikan Islam

a. Siswa harus membersihkan hatinya dari segala sifat buruk.

b. Niat yang baik, dengan maksud mengisi jiwanya dengan fadhilah, dan

mendekatkan diri kepada Allah.

c. Bersedia mencari ilmu tanpa ada keraguan sedikitpun meskipun

ditempat yang jauh.

d. Jangan sering menukar guru, berpikirlah sebelum bertindak.

e. Hendaklah menghormati guru dan memuliakannya karena Allah serta

mampu menyenangkan hati mereka.

f. Janganlah merepotkan dan berlaku tidak sopan terhadap guru serta

jangan berbicara sebelum mendapat izinnya.

g. Jangan membukakan rahasia kepada guru, jangan menipu, jangan pula

minta pada guru membukakan rahasia, diterima pernyataan maaf dari

guru bila selip lidah.

h. Sungguh-sungguh dan tekun dalam belajar

i. Memiliki jiwa saling mencintai dan persaudaraan dalam pergaulan.

j. Bertekad belajar hingga akhir umur, jangan meremehkan suatu cabang

ilmu, apalagi merendahkannya, hendaklah menganggap semua ilmu

berfaedah.53

Terkait dengan masalah hak-hak guru dan murid sebagaimana

yang dikatakan oleh Sayyid Mahdi as Sadr bahwa Alexander54 pernah

ditanya mengapa ia senantiasa menghormati gurunya lebih dari ayahnya.

Ia menjawab, “Ayahku adalah pembangun kehidupan duniaku, sedangkan

guruku adalah pembangun kehidupanku yang kokoh”.55

52 Mohd. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar..., hlm. 13953 Mohd. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar..., hlm. 147-148 54 Alexander Agung (356-323 SM), seorang raja Macedonia yang masyhur, penakluk

kekaisaran Persia, dan seorang ahli militer yang jenius.55 Sayyid Mahdi as Sadr, Saling Memberi..., hlm. 41

15

Page 17: Revisi_pemikiran Pendidikan Atiyah Al Abrasyi_prof. Abd. Majid & m. Sugeng Solehuddin

F. Prinsip-prinsip Pokok dalam Kurikulum Pendidikan Islam

Kurikulum pendidikan Islam diwaktu dulu tidak tertentu atau terikat

dengan sekian jam untuk suatu mata pelajaran dalam seminggu seperti halnya

sekarang ini.56 Ada dua paparan yang dikemukakan oleh Muhammad Athiyah

Al-Abrasyi mengenai masalah kurikulum.

1. Kurikulum tingkat pertama dalam Islam

Bahan-bahan pokok yang diberikan kepada anak-anak tingkat

pertama secara umum adalah sebagai berikut: Al-Qur’an dan sendi-sendi

agama, membaca, menulis, berhitung, bahasa, sajak-sajak yang

mengandung ajaran-ajaran akhlak, menulis baik, cerita-cerita, dan latihan

berenang dan naik kuda. Untuk anak-anak orang besar terdapat kurikulum

yang berbeda, mereka diperhatikan secara khusus dengan tugas-tugas yang

akan mereka pikul, seperti belajar pidato, sejarah (terutama sejarah

peperangan), tata tertib bersidang, serta memperhatikan pula bahan-bahan

pokok seperti diatas.57

Pada zaman Kerajaan Islam Raya dahulu, ia akan mencatat

beberapa kekhususan dalam rencana pelajaran tingkat permulaan sebagai

berikut:

- Rencana pembelajaran mengarah pada bidang keagamaan

- Masalah pendidikan akhlak dan moral diperhatikan sekali

- Mengutamakan segi keagamaan dan akhlak

- Menghawatirkan pemberian mata pelajaran mengenai keindahan

kesenian, dalam periode anak-anak.58

56 Mohd. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar..., hlm. 16057 Mohd. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar..., hlm. 16358 Mohd. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar..., hlm. 165-166

16

Page 18: Revisi_pemikiran Pendidikan Atiyah Al Abrasyi_prof. Abd. Majid & m. Sugeng Solehuddin

2. Kurikulum pendidikan tinggi Islam

Rencana pelajaran yang mencakup ilmu-ilmu eksakta dan sastera

ini muncul pada waktu pemikiran-pemikiran Islam sudah mulai maju,

kemerdekaan berpikir mulai berkembang, bidang-bidang penelitian

semakin luas, dan sangat digiatkan perkembangan ilmu pengetahuan dari

segala cabang yang mencakup ilmu-ilmu eksakta, sastera, aktivitas-

aktivitas ilmiah dan filsafat dalam kerajaan Islam.59

Dari kurikulum pelajaran tingkat tinggi tersebut M. Athiyah Al-

Abrasyi mengambil beberapa kesimpulan:

a. Perhatian kaum Muslimin terhadap studi keagamaan sangat besar dan

mendahului perhatian mereka terhadap subyek-subyek lain.

b. Menurut pendapat Al-Farabi, Ibnu Sina dan Ikhwan As-Safa,

kesempurnaan insan ini tidak akan terwujud kecuali dengan

penyerasian antara ilmu agama dan ilmu-ilmu eksakta.

c. Kecenderungan kepada pelajaran-pelajaran sastera-dan ilmu

keagamaan dan kemanusiaan, lebih besar daripada terhadap ilmu-ilmu

eksakta.

d. Kurikulum atau rencana pelajaran ilmu-ilmu eksakta dan sastera di

tingkat tinggi, lebih bersifat penggalian terhadap ilmu eksakta dan

yang bersifat penggalian terhadap ilmu eksakta dan yang bersifat

humanitas. Tujuan utama dari pendidikan Islam ialah pendidikan

rohani sebelum pendidikan otak dan akal. Siswa-siswa kedokteran

sebagai contoh, mereka mempelajari logika, nahu, syair Arab, dan

beberapa bagian ilmu-ilmu ke-Islaman oleh karena spesialisasi pada

waktu itu adalah sangat jarang.60

G. Dasar-dasar Pokok dalam Pendidikan Islam

1. Tidak ada pembatasan umur dalam mulai belajar

2. Tidak ditentukan lamanya seorang anak di sekolah

3. Berbedanya cara yang digunakan dalam memberikan pelajaran

4. Dua ilmu jangan dicampur-adukkan59 Mohd. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar..., hlm. 16960 Mohd. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar..., hlm. 172

17

Page 19: Revisi_pemikiran Pendidikan Atiyah Al Abrasyi_prof. Abd. Majid & m. Sugeng Solehuddin

5. Memperhatikan pembawaan anak-anak dalam beberapa bidang mata

pelajaran sehingga mereka dengan mudah dapat mengerti

6. Memulai dengan pelajaran bahasa Arab setelah itu pelajaran al-Qur’an al-

Karim.

7. Perhatian terhadap pembawaan dan instink anak-anak dalam pemilihan

bidang pekerjaan

8. Permainan dan hiburan.61

H. Metode umum dalam pengajaran

Menurut Muhammad Athiyah Al-Abrasyi metode adalah jalan yang

dilalui untuk memperoleh pemahaman pada peserta didik tentang segala

macam pelajaran dalam segala mata pelajaran.62

1. Metode mempelajari al-Qur’an

Sebelum belajar membaca dan menulis, anak-anak menghafal surat-surat

singkat dari al-Qur’an secara lisan, yaitu dengan jalan membacakan

kepada mereka surat-surat singkat dan merekapun membaca bersama-

sama.63

2. Pengajaran syair dan sajak bagi anak-anak

Filosof-filosof Islam mempunyai cara terrsendiri dalam mengajarkan

syair dan sajak. Guru-guru memilihkan syair-syair yang mudah dan

singkat buat anak-anak dan mudah pula dari segi timbangannya.64

3. Pelajaran pada tingkat tinggi

- Memasuki institut-institut tinggi tanpa syarat; dimulai pada umur

dewasa, masa belajarnya mungkin 5 tahun atau bahkan lebih dari 10

tahun. Boleh memilih guru yang ia sukai.

- Mengembara untuk mencari ilmu: mahasiswa mengembara dari satu

ke lain negeri untuk mengambil ilmu pengetahuan secara langsung

dari guru besar dalam subjek-subjek tertentu.

61 Mohd. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar..., hlm. 187-19562 Muhammad Athiyah al-Abrasyi, Ruh al-Tarbiyah wa al-Ta’lim, (Saudi Arabia: Dar al-

Ahya’, tth), hlm. 243.63 Mohd. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar..., hlm. 19764 Mohd. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar..., hlm. 199

18

Page 20: Revisi_pemikiran Pendidikan Atiyah Al Abrasyi_prof. Abd. Majid & m. Sugeng Solehuddin

- Kebebasan mahasiswa dan mahaguru; tidak ada kelas-kelas untuk

masing-masing kelompok pelajar. Pelajar bebas datang atau tidak

sekolah, bebas memilih gurunya sendiri, guru bebas pula menentukan

jumlah kuliah yang mereka berikan dalam setiap minggu maupun

tentang waktu-waktu kuliah.

- Sistem diskusi dan berdebat

- Ujian; dahulu setiap murid tidak diharuskan melakukan ujian, hanya

satu macam mata pelajaran yang pernah diadakan ujian yaitu ujian

terhadap dokter-dokter di Baghdad di masa pemerintahan Khalifah al-

Muqtadir, di abad 10 Hijriyah, di hadapan Sinam bin Tsabit yang

melakukan ujian-ujian lisan terhadap dokter-dokter tersebut. Sebagai

ganti ujian, guru-guru memberikan syahadah atau ijazah kepada

murid-muridnya, sebagai pernyataan selesainya kurikulum yang

dilalui.65

Metode dalam pembelajaran, merupakan patokan umum atau cara

umum dalam pembelajaran. Oleh karenanya, dapat dikatakan bahwa metode

pembelajaran partisipatif adalah suatu patokan umum atau cara umum

pembelajaran partisipatif.66

I. Karya-karya Muhammad Athiyah Al-Abrasyi

Adapun karya-karya Muhammad Athiyah al-Abrasyi yang terdapat

dalam bukunya yang berjudul “At-Tarbiyah al-Islamiyah wa Falasifatuha”

ada 52 buah judul buku atau karyanya, diantaranya adalah:

1. Ruh al-Islam (Kairo: Isa al-babi al-Halabi Bi Sayyidina Husain, tt)

2. 'Azamah al-Islam, Juz I, (Kairo: al-Anglo al-Misriyah 165 Syari'

Muhammad Fardi, tt)

3. 'Azamah al-Islam, Juz II, (Kairo: al-Anglo al-Misriyah 165 Syari'

Muhammad Fardi, tt)

4. 'Azamah ar-Rasul Muhammad saw, (Kairo : Dar al-Katib al-'Arabi, tt)

65 Mohd. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar..., hlm. 200-201666 Berliana Kartakusumah, Pemimpin Adiluhung Genealogi Kepemimpinan Kontemporer

(Jakarta: Teraju, 2006), hlm. 81

19

Page 21: Revisi_pemikiran Pendidikan Atiyah Al Abrasyi_prof. Abd. Majid & m. Sugeng Solehuddin

5. At-Tarbiyah al-Islamiyah wa Falasifatuha, (Mesir: Isa al-Babiel Halabi Bi

Sayyidina Husain, tt)

6. Ruh al-Tarbiyah wa al-Ta’lim, (Mesir: Isa al-Babiel Halabi Bi Sayyidina

Husain, tt)

7. Al-Ittijahat al-haditsah fi al-Tarbiyah, (Mesir: Isa al-Babiel Halabi Bi

Sayyidina Husain, tt)

8. Al-Thuruq al-Khassat fi al-Tarbiyah li Tadris al-Lughat al-Arabiyah

Wadiin, (Kairo: al-Anglo al-Misriyah 165 Syari' Muhammad Fardi, tt)

9. At-Tufalah Sani’atul Mustaqbal, au Kaifa Nurabbi at-Falana, (Kairo: al-

Anglo al-Misriyah, tt)

10. Al-Ilmu Shi’ar al-Surah Thaqofyah, (Kairo: al-Anglo al-Misriyah, tt)

11. Ushul al-Tarbiyah Misaliah fi Emile li J. J. Rosseau, (Kairo: Dar al-Katib

al-Araby, tt).67

Melihat dari pemikiran Muhammad Athiyah Al-Abrasyi tentang

pendidikan seperti tersebut diatas, tentunya tidak hanya untuk dipelajari saja.

Akan tetapi lebih dari itu, pendidikan haruslah diterapkan dalam dunia nyata.

Sebagai contoh, Islam merupakan agama yang rahmatan lil ‘alamin, agama yang

selalu mendambakan perdamaian. Sehingga Islam, dalam setiap kali pertemuan

juga menganjurkan uluk salam ‘assalamu’alaikum’, sehingga dapat mengingatkan

bahwa kedamaian yang didambakan bukan hanya untuk dirinya sendiri.68

Madame Haydar,69 pernah mengajukan pertanyaan begini, “mengapa

orang-orang Nasrani umumnya berkelakuan baik, berpengetahuan tinggi dan

menghargai kebersihan, sedang kita umat Islam umumnya kurang dapat

dipercayai, bodoh-bodoh, dan tidak tahu kebersihan?” Madame Haydar

melanjutkan, “Kalau kita perhatikan orang Islam yang pergi ke masjid, kita lihat

wajah mereka tidak berseri-seri dan pakaiannya kotor-kotor. Tetapi, sebaliknya

orang-orang Nasrani yang pergi ke gereja bersih-bersih, baik wajah maupun

67 Mohammad Athiyah Al-Abrasyi, At-Tarbiyah Al-Islamiyah..., hlm. 317-31968 Iis Arifudin, "PARADIGMA PENDIDIKAN ISLAM: RAHMATAN LIL ‘ALAMIN

(Gagasan dan Implikasinya dalam Pendidikan Islam)." Jurnal Forum Tarbiyah. Vol. 9. No. 2. 2012. , hlm. 143

69 Madame Haydar adalah istri seorang kolega dari Kedutaan Besar Lebanon di Brussel, Belgia.

20

Page 22: Revisi_pemikiran Pendidikan Atiyah Al Abrasyi_prof. Abd. Majid & m. Sugeng Solehuddin

pakaiannya. Ekonomi mereka lebih baik dari ekonomi orang Islam. Demikian

juga pendidikan mereka lebih tinggi. Orang-orang Islam ketinggalan”.

Keadaan umat Islam sebagaimana digambarkan Madame Haydar tidak

terbatas hanya pada umat Islam di negerinya sendiri, yaitu Lebanon. Hal yang

serupa juga kita alami di Indonesia. Umat Islam di negeri kita lebih rendah

ekonomi dan pendidikannya dari umat lain.70 Menurut Harun Nasution,

pandangan Madame Haydar itu bukanlah semata-mata persoalan kebudayaan,

tetapi juga masalah agama.71

Berdasarkan pengalaman pribadinya, setelah mengikuti pendidikan dan

pelajaran dari beberapa tempat dan fakultas, Harun Nasution berpendapat bahwa

pelajaran yang diberikan secara tradisional tidak mementingkan pemakaian akal

dan pendidikan akhlak. Yang banyak dijalankan dalam cara ini ialah

memompakan pengetahuan keagamaan ke dalam diri anak didik. Institut Studi

Islam, baik di dunia Islam maupun di dunia Barat, dengan kurikulumnya yang

berbeda dengan yang ada di lembaga pendidikan agama tradisional, sebaliknya,

menonjolkan pemakaian akal dan pendidikan akhlak dalam Islam.72

70 Harun Nasution, Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran Prof. Dr. Harun Nasution, (Bandung: Mizan, 2000), hlm. 52

71 Ibid., hlm. 5372 Ibid., hlm. 54

21

Page 23: Revisi_pemikiran Pendidikan Atiyah Al Abrasyi_prof. Abd. Majid & m. Sugeng Solehuddin

DAFTAR PUSTAKA

Al-Abrasyi, Mohammad Athiyah, At-Tarbiyah Al-Islamiyah Wa falasifatuha, (Dar Al-Fikr, tt.)

___________, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, alih bahasa oleh Bustami A. Gani dan Djohar Bahry L.I.S., judul asli, Attarbiyah al Islamiyah, cet. vii, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993)

___________, Ruh al-Tarbiyah wa al-Ta’lim, (Saudi Arabia: Dar al-Ahya’, tth)

Ali, Mohammad, Pendidikan untuk Pembangunan Nasional; Menuju Bangsa Indonesia yang Mandiri dan Berdaya Saing Tinggi, (Jakarta: Grasindo, 2009)

Arifudin, Iis, "PARADIGMA PENDIDIKAN ISLAM: RAHMATAN LIL ‘ALAMIN (Gagasan dan Implikasinya dalam Pendidikan Islam)." Jurnal Forum Tarbiyah. Vol. 9. No. 2. 2012. , hlm. 143

Asmani, Jamal Ma’mur, 7 Tips Aplikasi PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan); Menciptakan Metode Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas, (Jogjakarta: DIVA Press, 2011)

As-Sadr, Sayyid Mahdi, Saling Memberi Saling Menerima, judul asli The Ahl Ul-Bayt; Ethical Role-Models,penerjemah Ali bin Yahya, (Jakarta: Pustaka Zahra, 2003)

Baharits, Adnan Hasan Shalih, Tanggung Jawab Ayah Terhadap Anak Laki-laki, judul asli Mas’uuliyyatul Abilmuslimi fi Tarbiyatil Waladi fi Marhalati Aththufuulah, penerjemah Sihabuddin, (Jakarta: Gema Insani, 2005)

Doni Koesoema A, Pendidikan Karakter, (Jakarta: PT Grasindo, 2007)

Kartakusumah, Berliana, Pemimpin Adiluhung Genealogi Kepemimpinan Kontemporer, (Jakarta: Teraju, 2006)

Kasim, Abu, Konsep Pendidikan Islam (Tela’ah pemikiran Muhammad athiyah al-Abrasyi), (JIPTIAIN: Knowledge Management Research Group, 2008)

Langgulung, Hasan, Pendidikan dan Peradaban Islam, (Jakarta: Al-Husna, 1985)

Mastuhu, Pendidikan Islam Indonesia dalam Perspektif Sosiologi, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 1992)

Mujib, Abdul dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam,( Jakarta: Kencana, 2006)

22

Page 24: Revisi_pemikiran Pendidikan Atiyah Al Abrasyi_prof. Abd. Majid & m. Sugeng Solehuddin

Mujieb, M. Abdul, Syafi’ah, dan H. Ahmad Ismail M., Ensiklopedia Tasawuf Imam Al-Ghazali; Mudah Memahami dan menjalankan Kehidupan Spiritual, (Jakarta: PT Mizan Publika, 2009)

Nada, ‘Abdul ‘Aziz bin Fathi as-Sayyid, Ensiklopedi Adab Islam Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, (Jakarta: Pustaka Imam As-Syafi’i, 2007)

Nashif, Syekh Mansyur Ali, Mahkota Pokok-pokok Hadits Rasulullah SAW, jilid I, (Bandung: CV. Sinar Baru, 1993)

Nasution, Harun, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: Bulan Bintang, 1982)

___________, Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran Prof. Dr. Harun Nasution, (Bandung: Mizan, 2000)

Nizar, Samsul, Filsafat Pendidikan Islam; Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002)

Prabowo, Akhmad Jenggis, Kebangkitan Islam, (Yogyakarta: NFP Publishing, 2011)

Rohmat, Pilar Peningkatan Mutu Pendidikan, (Yogyakarta: Cipta Media Aksara, 2012)

Roqib, Moh., Ilmu Pendidikan Islam; Pengembangan Pendidikan Integratif di Sekolah, Keluarga, dan Masyarakat, (Yogyakarta: LkiS Yogyakarta, 2009)

Semiawan, Conny, Theodorus Immanuel Setiawan, dan Yufiarti, Panorama Filsafat Ilmu; Landasan Perkembangan Ilmu Sepanjang Zaman, (Jakarta: Teraju, 2007)

Soetrisno, Kapita Selekta Ekonomi Indonesia, (Yogyakarta: Andi Offset, 1992)

Sutrisno, Pendidikan Islam yang Menghidupkan; Studi Kritis Terhadap Pemikiran Pendidikan Fazlur Rahman, (Yogyakarta: Kota Kembang, 2008)

Syafaruddin, Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat; Esay-esay Pemikiran Pemberdayaan dari Aspek Manejerial, Kecerdasan dan Kepribadian, (Medan: Perdana Publishing, 2012)

Wijayanto dan Ridwan Zachrie, Korupsi Mengorupsi Indonesia; Sebab, Akibat, dan Prospek Pemberantasan, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2009)

23