Revisi UU ITE: Memerdekakan atau Membelengu

29
REVISI UU ITE: MEMERDEKAKAN ATAU MEMBELENGGU? Oleh: DR. Evita Nursanty, MSc Anggota Komisi I DPR RI/ Fraksi PDI Perjuangan

Transcript of Revisi UU ITE: Memerdekakan atau Membelengu

Page 1: Revisi  UU ITE: Memerdekakan atau Membelengu

REVISI UU ITE: MEMERDEKAKAN

ATAU MEMBELENGGU? Oleh: DR. Evita Nursanty, MSc

Anggota Komisi I DPR RI/ Fraksi PDI Perjuangan

Page 2: Revisi  UU ITE: Memerdekakan atau Membelengu

DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI

2008 2009 2010 2012 2016

UU No.11/2008

tentang ITE

Disahkan

UU ini sebagai UU yang

pertama di bidang

teknologi informasi dan

transaksi di Indonesia

(pionir)

Kasus Prita Mulyasari

muncul di tahun ini meski

e u ak di 2009 . Selain kasus Prita juga

muncul kasus Iwan

Piliang, dan Erick J.

Adriansjah

Judicial Review diajukan

oleh Narliswandi Piliang

alias Iwan Piliang.

Dengan putusan MK

No.50/PUU-VI/2008

Kasus Prita Mulyasari

dan Judicial Review di

MK II

Ramai dukungan publik,

u ul Koi u tuk Prita

Kasus siswa Nur Arafah

Judicial Review di MK

diajukan oleh Edy

Cahyono, PBHI, AJI dll

dengan putusan

No.2PUU-VII/2009

Kasus Lain dan Judicial

Review di MK III

Kasus mahasiswa

Muhammad Wahyu

Muharam, dan kasus

dokter Ira Simatupang

Judicial Review di MK

dilakukan oleh Anggara,

S.H dkk dengan putusan

MK No5/PUU-VIII/2010

Rencana Revisi

Pemerintah SBY

berencana untuk

melakukan revisi UU ITE

namun belum terwujud

dengan menyampaikan

ke DPR.

Kasus penyanyi Bondan

Prakosa, Sandy Hartono,

guru Herrybertus Johan

Julius Calame (2011),

kasus Alexander Aan,

Musni Umar, Yenike

Venta Resti, Mustika

Tahir, Benny Handoko

(2012), dan kasus lain

(2013-2015)

Revisi Terealisasi

Presiden Jokowi pada Selasa

(22/12/2015), melalui surat

bernomor R-79/Pres/12/2015

tertanggal 21 Desember 2015

resmi mengajukan revisi UU ITE

ke DPR.

Judicial Review ke MK oleh Setya

Novanto, menghasilkan putusan

MK No.20/PUU-XIV/2016

Komisi I membentuk Panja dan

masuk Rapat Paripurna

DPR/Pengambilan Keputusan

Tingkat II, tanggal 27 Oktober

2016, menjadi undang-undang

UU ITE resmi berlaku 28

November 2016.

Kronologii

Page 3: Revisi  UU ITE: Memerdekakan atau Membelengu

DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI

Sekitar 170 Kasus sejak 2008*)

Jumlah Kasus

Hampir seluruhnya mengenai Pasal 27 ayat

(3)

Pasal

•Facebook : 95 kasus

•Twitter : 21 kasus

•Media Online, Blog: 22 Kasus

•SMS : 7 kasus

•Email: 4 Kasus

•Youtube : 4 kasus

•BBM : 2 kasus

•Path : 2 kasus

•Whatsapp : 2 kasus

Media

Pendalaman Kasus-kasus yang Terjadii

*) Sumber: id.safenetvoice.org/

Setiap Orang dengan sengaja, dan

tanpa hak mendistribusikan

dan/atau mentransmisikan

dan/atau membuat dapat

diaksesnya Informasi Elektronik

dan/atau Dokumen Elektronik

yang memiliki muatan penghinaan

dan/atau pencemaran nama baik.

Page 4: Revisi  UU ITE: Memerdekakan atau Membelengu

DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI

Alasan Revisi UU ITE

DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI

Kasus Prita Mulyasari

(2008-2009)

•Prita ditangkap atas kasus pencemaran nama baik setelah menulis email terkait pelayanan di RS Omni International, berdasarkan Pasal 27 ayat (3) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dengan sanksi pidana penjara maksimum 6 thn dan/atau denda maksimal Rp1 miliar.

•Publik membuat kampanye Koi u tuk Prita da e u tut

UU ITE direvisi.

Kasus Lain dan Uji Materi di MK (2008-2016)

• Judicial Review diajukan oleh Narliswandi Piliang alias Iwan Piliang. Dengan putusan MK No.50/PUU-VI/2008

• Judicial Review di MK diajukan oleh Edy Cahyono, PBHI, AJI dll dengan putusan No.2PUU-VII/2009

• Judicial Review di MK dilakukan oleh Anggara, S.H dkk dengan putusan MK No5/PUU-VIII/2010

• Judicial Review ke MK oleh Setya Novanto, menghasilkan putusan MK No.20/PUU-XIV/2016

Page 5: Revisi  UU ITE: Memerdekakan atau Membelengu

DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI

Perkembangan Teknologi

Informasi dan Komunikasi

(TIK) dan Penggunaannya

• Survei Asosiasi Penyelenggara Jaringan Internet Indonesia (APJII) 132,7 juta orang Indonesia telah terhubung ke internet

• Rata-rata pengakses internet di Indonesia: 67,2 juta orang atau 50,7 persen mengakses melalui perangkat genggam dan komputer; 63,1 juta orang atau 47,6 persen mengakses dari smartphone; 2,2 juta orang atau 1,7 persen mengakses hanya dari komputer.

Penguatan Kewenangan Pemerintah

• Pemerintah perlu diberikan kewenangan untuk memutus akses informasi elektronik yang dianggap melanggar hukum, yang diatur oleh UU

• Penguatan ini dalam kerangka TIK sehat dan penguatan kebangsaan

Penghormatan Hak Individu

• Perlunya penguatan UU terkait penyadapan dalam konteks hak asasi manusia

• Mencegah multitafsir pasal-pasal dalam UU

• Perlunya pengaturan hak untuk dilupakan (right to be forgotten)

Page 6: Revisi  UU ITE: Memerdekakan atau Membelengu

DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI

Tujuan Pemanfaatan TIK

Mencerdaskan Kehidupan

Bangsa

Memajukan kesejahteraan

umum

Rasa aman

Kepastian Hukum

Keadilan (Penghormatan Hak dan Kebebasan Orang Lain)

Teknologi Informasi

dan Komunikasi

(TIK)

Page 7: Revisi  UU ITE: Memerdekakan atau Membelengu

DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI

Perkembangan Judicial Review di MK

DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI

NOMOR PUTUSAN PENDAPAT/ AMAR PUTUSAN MK

Putusan MK No.50/PUU-IV/2008

Tindak pidana penghinaan dan pencemaran nama baik dalam

bidang Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik bukan

semata-mata sebagai tindak pidana umum, melainkan sebagai

delik aduan. Penegasan mengenai delik aduan dimaksudkan agar

selaras dengan asas kepastian hukum dan rasa keadilan

masyarakat.

Putusan MK No.2/PUU-VII/2009

Putusan MK No.5/PUU-VIII/2010 • Menyatakan Pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Nomor 11

Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945.

• Menyatakan Pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Nomor 11

Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tidak

mempunyai kekuatan hukum mengikat

Pasal 31 ayat (4) berbunyi: Kete tua le ih la jut e ge ai tata cara intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur

de ga Peratura Pe eri tah .

Menurut MK, penyadapan merupakan pelanggaran HAM

sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 28J ayat (2) UUD 1945

sehingga sangat wajar dan sudah sepatutnya negara ingin

menyimpangi hak privasi warga dalam bentuk undang-undang

dan bukan dalam bentuk peraturan pemerintah.

Page 8: Revisi  UU ITE: Memerdekakan atau Membelengu

DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI

NOMOR PUTUSAN PENDAPAT/ AMAR PUTUSAN MK

Putusan MK No. 20/PUU-

XIV/2016

MK berpandapat bahwa untuk mencegah terjadinya

perbedaan penafsiaran terhadap pasal 5 ayat (1) dan

ayat (2) UU ITE, Mahkamah harus menegaskan bahwa

setiap intersepsi harus dilakukan secara sah, terlebih

lagi dalam rangka penegakan hukum. MK dalam amar

putusannya menambahkan kata atau frasa

khusus ya terhadap frasa I for asi Elektro ik dan/atau Dokumen Elektronik sebagai bukti perlu

dipertegas dalam Penjelasan Pasal 5 UU ITE

Pasal 5 ayat (1) dan (2) berbunyi: (1) Informasi

Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau

hasil cetakannya merupakan alat bukti hukum yang

sah. (2) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen

Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari

alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang

berlaku di Indonesia

Page 9: Revisi  UU ITE: Memerdekakan atau Membelengu

DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI

Tiga Alternatif yang Muncul untuk

Pasal 27 ayat (3)

Tetap

• Keinginan untuk tegas. Bahkan ada kalangan publik dan fraksi yang lebih ekstrim meminta untuk diperberat sanksi pidananya

Dihapus

• Keinginan kalangan aktivis LSM

• Tidak mungkin bisa dilakukan karena akan menjadi kontraproduktif dan liar terhadap tujuan TIK itu sendiri

Direvisi

• Pengurangan hukuman

• Delik aduan

• Revisi di bagian penjelasan, menambahkan dengan mengacu pada ketentuan Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP

Page 10: Revisi  UU ITE: Memerdekakan atau Membelengu

DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI

Bagaimana dengan Pasal 28? • Pasal 28 ayat (2): Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi

yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu

dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan

antar golongan (SARA).

• Pasal 45 ayat (2): Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam

Pasal, 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)

tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

• Pasal ini tidak masuk dalam substansi yang direvisi sejak awal, dan tidak ada yang

menggugat pasal tersebut sejauh ini. Indonesia sebagai negara yang memiliki

keberagaman suku, agama, ras dan antar golongan memang memiliki potensi gejolak

jika rasa kebencian dan pemusuhan berdasarkan SARA dibiarkan. Fraksi-fraksi di DPR

tidak ada yang mempersoalkannya atau mengusulkan revisi.

Page 11: Revisi  UU ITE: Memerdekakan atau Membelengu

DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI

Dinamika Pembahasan di DPR (1) • Pemerintah sejak awal membawa konsep pembatasan pasal yang

akan direvisi hanya terbatas, PDI Perjuangan mendukung hal ini.

• Poin Usulan Pemerintah Sejak Awal adalah:

1. Menghapus tata cara intersepsi melalui peraturan pemerintah karena Putusan MK menyebutkan harus diatur dalam Undang-Undang,". Dia menjelaskan, Pasal 31 ayat 4 UU ITE menyebutkan tata cara intersepsi akan diatur dalam Peraturan Pemerintah namun Putusan MK menyebutkan harus diatur melalui UU.

2. Menurunkan hukuman tindak pidana pencemaran nama baik yang diatur dalam Pasal 45 ayat 1 UU ITE. Penurunan hukuman paling lama enam tahun penjara atau denda paling banyak Rp1 miliar, diubah menjadi empat tahun penjara atau denda senilai Rp700 juta.

3. Penjelasan dalam Pasal 27 UU ITE harus mengacu pada pasal 310 dan 311 KUHP, sehingga kategori pencemaran nama baik terukur.

Page 12: Revisi  UU ITE: Memerdekakan atau Membelengu

DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI

4. Pemerintah mengusulkan tindak pidana penghinaan melalui ITE adalah delik aduan sehingga sebuah kasus hanya bisa diadukan oleh korban yang bersangkutan.

5. Mengubah ketentuan penggeledahan sesuai dengan hukum acara pidana.

6. Mengubah ketentuan penangkapan dan penahanan sesuai hukum acara pidana. Poin kelima dan keenam bisa mengefisiensi prosesnya.

7. Pemerintah menginginkan adanya tambahan kewenangan penyidik Pegawai Negeri Sipil bisa meminta para penyelenggara konten elektronik sehingga hak masyarakat terlindungi.

Dinamika Pembahasan di DPR (2)

Page 13: Revisi  UU ITE: Memerdekakan atau Membelengu

DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI

4. Dalam perkembangan di Panja Revisi UU ITE, fraksi-fraksi pun memiliki pandangan masing-masing dan bahkan memberikan usulan-usulan baru, seperti hak untuk dilupakan (right to be forgotten). Beberapa isu yang dibahas antara lain: hukum proteksi data private, kedaulatan data/digital dalam bentuk root server dan single gateway, kewenangan

e lokir atau e uka lokir, i tersepsi da urge si kata peja at dala pe yidik peja at , ko siste si jari ga ka el da jari ga

irka el ya g di ilai e atasi tek ologi, pe ggu aa istilah i for asi elektro ik atau tek ologi i for asi, istilah i tegritas data

dan lainnya, kaitan dengan KUHP, kaitan dengan UU No.8 Tahun 1981 terkait penetapan ketua pengadilan negeri dalam tata cara penggeledahan, dan lain-lain.

5. Berdasarkan hasil Pembahasan di tingkat Rapat Kerja, Panitia Kerja, dan Timus/Timsin disepakati perubahan terhadap 8 Pasal dan penambahan 2 Pasal.

6. Pasal-pasal yang berubah adalah Pasal 1, Pasal 26, Pasal 31, Pasal 40, Pasal 43, Pasal 45, serta Penjelasan Pasal 5 dan Penjelasan Pasal 27.

Dinamika Pembahasan di DPR (3)

Page 14: Revisi  UU ITE: Memerdekakan atau Membelengu

DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI

• Untuk menghindari multitafsir terhadap ketentuan larangan mendistribusikan, mentransmisikan dan/atau memungkinkan informasi elektronik dapat diakses yang mengandung penghinaan dan/atau pencemaran nama baik pada ketentuan Pasal 27 ayat (3), dilakukan tiga perubahan sebagai berikut:

a. Menambahkan penjelasan terkait istilah "mendistribusikan, mentransmisikan dan/atau memungkinkan informasi elektronik dapat diakses".

b.Menegaskan bahwa ketentuan tersebut adalah delik aduan, bukan delik umum.

c. Menegaskan bahwa unsur pidana pada ketentuan tersebut mengacu pada ketentuan pencemaran nama baik dan fitnah yang diatur dalam KUHP.

Hasil Akhir Pembahasan

Page 15: Revisi  UU ITE: Memerdekakan atau Membelengu

DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI

• Menurunkan ancaman pidana dengan dua ketentuan,

yakni:

a. Pengurangan ancaman pidana penghinaan atau pencemaran nama baik dari pidana penjara paling lama enam tahun menjadi empat tahun. Sementara penurunan denda dari paling banyak Rp1 miliar menjadi Rp750 juta.

b. Pengurangan ancaman pidana pengiriman informasi elektronik berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti dari pidana penjara paling lama 12 tahun menjadi empat tahun. Pun begitu dengan denda yang dibayarkan, dari paling banyak Rp 2 miliar menjadi Rp 750 juta.

Page 16: Revisi  UU ITE: Memerdekakan atau Membelengu

DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI

• Pelaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi terhadap

dua ketentuan sebagai berikut:

a. Mengubah ketentuan Pasal 31 ayat (4) yang semula

mengamanatkan pengaturan tata cara intersepsi atau

penyadapan dalam Peraturan Pemerintah menjadi

dalam Undang-Undang.

b. Menambahkan penjelasan pada ketentuan Pasal 5

ayat (1) dan ayat (2) mengenai keberadaan informasi

Elektronik dan/atau dokumen elektronik sebagai alat

bukti hukum yang sah.

Page 17: Revisi  UU ITE: Memerdekakan atau Membelengu

DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI

• Melakukan sinkronisasi ketentuan hukum acara pada Pasal 43 ayat (5) dan ayat (6) dengan ketentuan hukum acara pada KUHAP, sebagai berikut:

a. Penggeledahan atau penyitaan yang semula harus mendapatkan izin Ketua Pengadilan Negeri setempat, kini disesuaikan kembali dengan ketentuan KUHAP.

b. Penangkapan penahanan yang dulunya harus meminta penetapan Ketua Pengadilan Negeri setempat dalam waktu 1x24 jam, kini disesuaikan kembali dengan ketentuan KUHAP.

Page 18: Revisi  UU ITE: Memerdekakan atau Membelengu

DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI

• Memperkuat peran Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dalam UU ITE pada ketentuan Pasal 43 ayat (5):

a. Kewenangan membatasi atau memutuskan akses terkait dengan tindak pidana teknologi informasi.

b. Kewenangan meminta informasi dari Penyelenggara Sistem Elektronik terkait tindak pidana teknologi informasi.

• Menambahkan ketentuan mengenai "right to be forgotten" alias hak untuk dilupakan pada ketentuan Pasal 26 yang terbagi atas dua hal, yakni:

a. Setiap penyelenggara sistem elektronik wajib menghapus konten informasi elektronik yang tidak relevan yang berada di bawah kendalinya atas permintaan orang yang bersangkutan berdasarkan penetapan pengadilan.

b. Setiap penyelenggara sistem elektronik wajib menyediakan mekanisme penghapusan informasi elektronik yang sudah tidak relevan.

Page 19: Revisi  UU ITE: Memerdekakan atau Membelengu

DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI

• Memperkuat peran pemerintah dalam memberikan perlindungan dari segala jenis gangguan akibat penyalahgunaan informasi dan transaksi elektronik dengan menyisipkan kewenangan tambahan pada ketentuan Pasal 40:

a.Pemerintah wajib melakukan pencegahan penyebarluasan informasi elektronik yang memiliki muatan yang dilarang;

b.Pemerintah berwenang melakukan pemutusan akses dan/atau memerintahkan kepada penyelenggara sistem elektronik untuk melakukan pemutusan akses terhadap informasi elektronik yang memiliki muatan yang melanggar hukum.

Page 20: Revisi  UU ITE: Memerdekakan atau Membelengu

DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI

Ringkasan Pasal yang Berubah Pasal Keterangan

Pasal 1 Penambahan 1 angka, yaitu definisi mengenai Penyelenggara Sistem

Elektronik

Pasal 26 Penambahan 3 ayat, yaitu adanya kewajiban Penyelenggara Sistem Elektronik

dan ketentuan mengenai tata cara penghapusan Informasi Elektronik dan/atau

Dokumen Elektronik diatur dalam peraturan pemerintah (hak untuk

dilupakan).

Pasal 31 Perubahan pada ayat (2) dan ayat (3) terkait intersepsi dan penyadapan

Pasal 40 Penambahan 2 ayat, perubahan pada ayat (6), dan Penjelasan ayat (1) terkait

kewajiban Pemerintah untuk melakukan pencegahan penyebarluasan dan

penggunaan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki

muatan yang dilarang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan; dan kewenangan Pemerintah untuk melakukan pemutusan akses

Pasal 43 Perubahan pada ayat (2), ayat (3), ayat (5), ayat (6), ayat (7), dan ayat (8), serta

penambahan satu ayat. Pasal ini mengenai kewenangan Penyidik Pejabat

Pegawai Negeri Sipil (PPNS), serta pelaksanaan tugas dan wewenangnya.

Page 21: Revisi  UU ITE: Memerdekakan atau Membelengu

DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI

Ringkasan Pasal yang Berubah Pasal Keterangan

Pasal 45 Perubahan, terkait dengan ketentuan pidana terhadap pelanggaran dalam

Pasal 27 ayat (3) mengenai penghinaan atau pencemaran nama baik, dan

penegasan tindak pidana penghinaan atau pencemaran nama baik

merupakan delik aduan.

Pasal 45A dan

Pasal 45B

Penambahan 2 Pasal, yaitu Pasal 45A dan Pasal 45B. Penambahan pasal-

pasal ini terkait teknis penulisan dalam UU

Penjelasan

Pasal 5

Perubahan dalam Penjelasan sebagai implikasi dari Putusan Mahkamah

Konstitusi.

Penjelasan

Pasal 27

Perubahan dalam Penjelasan yang memasukkan definisi dari kata/frasa

mendistribusikan , mentransmisikan , dan frasa membuat dapat

diakses , serta menegaskan bahwa ketentuan mengenai pencemaran

nama baik dan/atau fitnah, serta pemerasan dan/atau pengancaman

mengacu pada Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Page 22: Revisi  UU ITE: Memerdekakan atau Membelengu

DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI

Te ta g Right to be Forgotte • Pasal baru dalam UU ITE: Pasal 26 ayat (3) mengatur hak setiap

Orang untuk meminta Penyelenggara Sistem Elektronik menghapus Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak relevan berdasarkan penetapan pengadilan

• Hak ini dikenal sebagai right to be forgotten atau hak untuk dilupakan dengan menghapus konten Informasi Elektronik yang tidak benar, berdasarkan penetapan pengadilan.

• Ketentuan ini nanti masih perlu diatur dalam ketentuan perundangan dan peraturan pemerintah, sehingga terbuka opsi untuk lebih mempertajam.

• Indonesia adalah negara pertama di Asia yang menerapkan ketentuan right to be forgotten. Namun, ketentuan tersebut sudah diterapkan di negara-negara Eropa sejak tahun 2014.

Page 23: Revisi  UU ITE: Memerdekakan atau Membelengu

DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI

Te ta g Right to be Forgotte Pasal Ayat

Pasal 26 (3) Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib

menghapus Informasi Elektronik dan/atau Dokumen

Elektronik yang tidak relevan yang berada di bawah

kendalinya atas permintaan Orang yang bersangkutan

berdasarkan penetapan pengadilan.

(4) Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib

menyediakan mekanisme penghapusan Informasi

Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sudah

tidak relevan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

(5) Ketentuan mengenai tata cara penghapusan Informasi

Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur dalam

peraturan pemerintah.

Page 24: Revisi  UU ITE: Memerdekakan atau Membelengu

DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI

Analisis Hukum Right to e Forgotte • UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945) menjamin hak

kebebasan berekspresi seseorang, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 28E ayat (2) dan ayat (3). Jaminan konstitusional ini dielaborasi lebih jauh dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

• HAM terbagi menjadi dua bagian, yakni HAM yang dapat dibatasi (derogable rights) dan HAM yang tidak dapat dibatasi (nonderogable rights). Istilah derogable rights diartikan sebagai hak-hak yang masih dapat ditangguhkan atau dibatasi (dikurangi) pemenuhannya oleh negara dalam kondisi tertentu. Sementara itu, maksud dari istilah non derogable rights adalah hak-hak yang tidak dapat ditangguhkan atau dibatasi (dikurangi) pemenuhannya oleh negara.

• Selain dari limitasi hak dalam nonderogable rights, maka hak-hak lain yang melekat pada manusia merupakan hak yang bersifat derogable atau dapat diderogasi atau dapat dikesampingkan karena adanya kepentingan hukum, kepentingan umum, atau bahkan karena pelaksanaan hak lainnya atau campuran dari ketiganya. Dalam hal ini, HAM tidak mutlak sepenuhnya harus ditegakkan, derogable rights dapat dikesampingkan pelaksanaannya.

Page 25: Revisi  UU ITE: Memerdekakan atau Membelengu

DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI

• Setiap Orang yang memberikan Informasi Elektronik yang tidak benar dapat dianggap fitnah. Dalam UU ITE dan KUHP, tindakan fitnah merupakan penghinaan atau pencemaran nama baik yang dianggap sebagai tindak pidana, dan diancam dengan sanksi pidana. Oleh karena itu, ketentuan right to be forgotten merupakan perlindungan bagi korban fitnah, diberikan hak untuk meminta penghapusan akses terhadap Informasi Elektronik yang dianggap tidak benar, sesuai putusan pengadilan.

• Penghapusan konten dilakukan untuk semua data yang tidak benar di internet setelah dibuktikan di pengadilan karena bertujuan untuk membersihkan nama baik seseorang, yang terbukti tidak bersalah di pengadilan. Orang tersebut berhak mengajukan ke pengadilan agar konten-konten itu tidak dapat diakses, dikeluarkan dari sistem yang terbuka atau konten-konten itu dihapus. Oleh karena itu, setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menyediakan mekanisme penghapusan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sudah tidak relevan.

• Dari ketentuan tersebut, jelas bahwa UUD NRI Tahun 1945 memberikan syarat mutlak bagi adanya pembatasan hak dan kebebasan pribadi seseorang, harus ditetapkan dengan undang-undang. Oleh karena itu, ketentuan right to be forgotten sebagaimana diatur dalam UU ITE, secara yuridis formal tidak bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945

Page 26: Revisi  UU ITE: Memerdekakan atau Membelengu

DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI

Pertanyaan: Apakah Right to e Forgotten aka e persulit pers?

• Pasal 2 UU No40/1999 tentang Pers e yatataka : “Kemerdekaan pers adalah

salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.

• Pasal 3 ayat (1). Pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.

• Pasal 5 ayat (2): Pers wajib melayani Hak Jawab.

• Pasal 6 Pers nasional melaksanakan peranannya sebagai berikut : (c). mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar;

• Ketentuan ini memuat kewajiban pers terkait prinsip

keadilan, supremasi hukum, dan pemberitaan yang tepat,

akurat, benar sebagai kewajiban yang melekat.

• Bahwa pers bisa keliru merupakan suatu hal yang logis dan

manusiawi sehingga pers juga punya tanggung jawab yang

sama untuk memberikan keadilan bagi publik yang

diberitakan tidak tepat, tidak akurat dan tidak benar

khususnya yang beredar elektronik.

• Hal ini sejalan dengan pemberian hak untuk dilupakan.

Arti ya right to e forgotte justru e doro g penguatan pers sebagai pers yang sehat sesuai tugas dan

fungsinya sebagaimana diatur dalam UU Pers.

• Dalam arti hak ini sebaiknya jangan dilihat mempersulit,

tapi bagian dari pelayanan publik. Ini juga akan menjadi

standard baru bahwa selain hak jawab, publik juga punya

hak dilupakan.

Contoh Kasus: Pemberitaan media terkait Komandan Sekolah Staf Komando (Sesko) TNI Letjen TNI

Djadja Suparman yang dikait-kaitkan sejumlah media terkait dengan teror Bom Bali di Kuta pada 12

Oktober 2002. Djadja dituduh, sehingga merasa keberatan dan sangat dirugikan, khususnya bagi istri dan

anak-anaknya. Kasus ini murni kesalahan media, dan sejumlah media sudah menyampaikan permintaan

maaf. Untuk melindungi Djaja, media sebaiknya mencabut semua berita terkait berita tidak benar itu di

media elektronik, berdasarkan penetapan pengadilan.

Page 27: Revisi  UU ITE: Memerdekakan atau Membelengu

DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI

Pertanyaan Terakhir: Apakah Revisi UU

ITE Ini Memerdekakan atau Malah

Membelenggu? • Dengan penjelasan tadi, revisi ini justru positif dalam membangun informasi dan

komunikasi yang sehat bagi publik. Keliru menyebut revisi ini membelenggu, sebab

motivasi awalnya adalah justru untuk memperlonggar.

• Aparat tidak lagi dengan mudah menangkap dalam kasus dugaan pencemaran nama

baik.

• Mengakomodir putusan MK tentang tindak pidana penghinaan dan pencemaran nama

baik dalam bidang ITE bukan semata-mata sebagai tindak pidana umum, melainkan

sebagai delik aduan. Penegasan delik aduan ini agar selaras dengan asas kepastian

hukum dan rasa keadilan masyarakat.

• Memberikan perlindungan bagi public yang dirugikan karena transaksi elektronik

menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian

konsumen.

Page 28: Revisi  UU ITE: Memerdekakan atau Membelengu

DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI

• Bijaklah memanfaatkan informasi dan

transaksi elektronik di era digitalisasi ini!

Page 29: Revisi  UU ITE: Memerdekakan atau Membelengu

DR. EVITA NURSANTY, MSC | ANGGOTA KOMISI I DPR RI

Terima Kasih