Revisi Makalah PBM Self Regulated Learner Model

55
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pembelajaran yang dibangun oleh guru dan siswa adalah kegiatan yang bertujuan. Sebagai kegiatan yang bertujuan, maka segala sesuatu yang dilakukan guru dan siswa hendaknya diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Dengan demikian dalam setting pembelajaran, tujuan merupakan pengikat segala aktivitas guru dan siswa. Oleh sebab itu, merumuskan tujuan merupakan langkah pertama yang harus dilakukan dalam merancang program pembelajaran. Salah satu tujuan pembelajaran Biologi yang tercantum dalam KTSP adalah “Mengembangkan pengalaman untuk dapat mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis”. Percobaan dalam pembelajaran Biologi biasa dilakukan pada kegiatan pratikum. Dengan melakukan kegiatan praktikum siswa akan lebih yakin pada suatu hal daripada hanya menerima dari guru dan buku, dapat memperkaya pengalaman, mengembangkan sikap ilmiah, dan hasil belajar akan bertahan lebih lama dalam ingatan siswa. Percobaan yang dilaksanakan tersebut dapat meningkatkan kemampuan kognitif. Kernampuan kognitif yang amat penting kaitannya dengan proses pembelajaran adalah strategi belajar 1

description

aaa

Transcript of Revisi Makalah PBM Self Regulated Learner Model

Page 1: Revisi Makalah PBM Self Regulated Learner Model

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kegiatan pembelajaran yang dibangun oleh guru dan siswa adalah

kegiatan yang bertujuan. Sebagai kegiatan yang bertujuan, maka segala sesuatu

yang dilakukan guru dan siswa hendaknya diarahkan untuk mencapai tujuan yang

telah ditentukan. Dengan demikian dalam setting pembelajaran, tujuan merupakan

pengikat segala aktivitas guru dan siswa. Oleh sebab itu, merumuskan tujuan

merupakan langkah pertama yang harus dilakukan dalam merancang program

pembelajaran.

Salah satu tujuan pembelajaran Biologi yang tercantum dalam KTSP

adalah “Mengembangkan pengalaman untuk dapat mengajukan dan menguji

hipotesis melalui percobaan, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara

lisan dan tertulis”. Percobaan dalam pembelajaran Biologi biasa dilakukan pada

kegiatan pratikum. Dengan melakukan kegiatan praktikum siswa akan lebih yakin

pada suatu hal daripada hanya menerima dari guru dan buku, dapat memperkaya

pengalaman, mengembangkan sikap ilmiah, dan hasil belajar akan bertahan lebih

lama dalam ingatan siswa. Percobaan yang dilaksanakan tersebut dapat

meningkatkan kemampuan kognitif.

Kernampuan kognitif yang amat penting kaitannya dengan proses

pembelajaran adalah strategi belajar rnemaharni isi materi pelajaran, strategi

meyakini arti penting isi materi pelajaran, clan aplikasinya serta menyerap

nilai-nilai yang terkandung dalam materi pelajaran tersebut (Love &

Kruger, 2005). Dengan kata lain, strategi pembelajaran yang digunakan

merupakan hal yang sangat penting agar pembelajaran dapat berjalan secara

efektif dan efisien. Strategi belajar yang digunakan tidak sekedar strategi

belajar aktif (Casem, 2006; Schapiro & Livingston, 2000), tetapi harus strategi

yang betul-betul dapat membawa siswa pada pencapaian indikator yang

telah ditetapkan, strategi yang membawa siswa pada pemahaman materi

secara internal (internalisasi nilai materi pelajaran). Dikatakan Gagne (1985)

(Dalam Merdinger, et al., 2005) bahwa unsur-unsur yang mempengaruhi proses

pembelajaran agar menjadi efektif adalah strategi dalam menentukan tujuan

1

Page 2: Revisi Makalah PBM Self Regulated Learner Model

belajar, mengetahui kapan strategi yang digunakan dan memonitor keefektifan

strategi belajar tersebut.

Selain aspek kognitif juga diperlukan pembelajaran yang dapat

membangun karakter siswa karena saat ini khususnya di Indonesia karakter

siswa sangat minim sekali. Banyak siswa pintar yang tidak berkarakter

sehingga dapat merugikan bangsa. Oleh karena itu saat ini pemerintah

khususnya Menteri Pendidikan Nasional meminta agar seluruh guru

menerapkan pendidikan yang berkarakter karena kemajuan bangsa ada pada

generasi muda yang dihasilkan dari para lulusan sekolah-sekolah yang ada di

Indonesia.

Dari pemaparan permasalahan diatas maka kelompok kami ingin

mempresentasi makalah yang berkaitan dengan Tujuan pembelajaran biologi

untuk menjadikan siswa sebagai pembelajar mandiri, berpikir kreatif, problem

solver, dan membangun karakter.

B. Tujuan Penulisan Masalah

Adapun tujuan dari pemaparan makalah ini adalah :

1. Menjelaskan tujuan pembelajaran biologi

2. Menjelaskan Konsep belajar mandiri

3. Menjelaskan Strategi Self Regulated Learning sebagai upaya membentuk

pembelajar mandiri

4. Menjelaskan ketrampilan metakognitif sebagai bagian dari unsur pembelajar

mandiri dan seorang problem solver

5. Menjelaskan Pengembangan (Proses) Berpikir Dalam Pendidikan Sains

6. Menjelaskan berpikir kreatif sebagai upaya menuju seorang problem solver

7. Menjelaskan pendidikan karakter dan upaya membangun pembelajaran yang

berkarakter

C. Manfaat

Pengkajian terhadap tujuan pembelajaran Biologi untuk mencapai pembelajar

yang mandiri, kreatif, dan problem solver memberikan beberapa manfaat:

2

Page 3: Revisi Makalah PBM Self Regulated Learner Model

1. Sebagai informasi baru bagi para guru dan calon guru khususnya guru

Biologi dan pembaca agar dapat membelajarkan siswa untuk dapat

menjadi pembelajar yang mandiri, kreatif dan problem solver supaya

dapat mengatasi masalah yang dihadapinya.

2. Dapat menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum dan perangkat

pembelajaran apalagi pembelajaran Biologi di era sekarang ini dimana

banyak materi yang harus disesuaikan dengan perkembangan zaman

sehingga nantinya akan dihasilkan siswa yang dapat bersaing secara

global sampai tingkat internasional dan juga dapat mempertahankan

eksistensinya di dunia.

3

Page 4: Revisi Makalah PBM Self Regulated Learner Model

BAB II

PEMBAHASAN

A. Tujuan Pembelajaran Biologi

Adapun rangkuman dalam tujuan pembelajaran biologi adalah sebagai berikut :

1. Membentuk sikap positif terhadap biologi dengan menyadari keteraturan dan

keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa

2. Mengembangkan pemahaman tentang berbagai macam gejala alam, konsep

dan prinsip IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan

sehari-hari dan memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, objektif, terbuka, ulet,

kritis dan dapat bekerjasama dengan orang lain

3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya

hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan

masyarakat dan mengembangkan pengalaman untuk dapat mengajukan dan

menguji hipotesis melalui percobaan, serta mengkomunikasikan hasil

percobaan secara lisan dan tertulis

4. Mengembangkan keterampilan proses, melakukan inkuiri ilmiah, dan

mengembangkan kemampuan berpikir analitis, induktif, dan deduktif dengan

menggunakan konsep dan prinsip biologi

5. Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga dan

melestarikan lingkungan alam dan mengembangkan penguasaan konsep,

prinsip biologi, saling keterkaitannya dengan IPA lainnya serta

mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap percaya diri

6. Menerapkan konsep dan prinsip biologi untuk menghasilkan karya teknologi

sederhana yang berkaitan dengan kebutuhan manusia

B. Konsep Belajar mandiri

Menurut Herman Holstain (1999: 5) memberikan konsep bahwa belajar

mandiri merupakan proses belajar yang dirintis melalui bekerja sendiri dan

meemukan sendiri. Sedangkan menurut Huris Mujimin, (2007: 1) menyatakan

bahwa belajar mandiri adalah kegiatan belajar aktif yang didorong oleh motif

yang menguasai suatu kompetensi dan dibangun dengan bekal pengetahuan atau

4

Page 5: Revisi Makalah PBM Self Regulated Learner Model

kompetensi yang telah dimilik. Penetapan kompetensi sebagai tujuan belajar dan

cara pencapai, baik penetapan waktu belajar, tempat belajar, irama belajar, tempo

belajar, cara belajar, sumber belajar maupun evaluasi belajar yang dilakukan oleh

pembelajar sendiri.

Dari batasan itu dapat diperoleh gambaran, bahwa seseorang yang sedang

menjalankan kegiatan belajar mandiri lebih ditandai, dan ditentukan oleh motif

yang mendorong belajar, bukan oleh kemampuan fisik kegiatan belajarnya dan

juga disertai dengan adanya upaya atau usaha untuk melakukan kegiatan belajar

mandiri. Pembelajaran tersebut secara fisik dapat belajar sendirian, belajar

kelompok dengan kawan-kawan, atau bahkan sedang dalam situasi belajar

klasikal dalam kelas tradisional.

Akan tetapi bila motif yang mendorong kegiatan belajarnya adalah motif

untuk menguasai sesuatu kompetensi yang diinginkannya, maka ia menjalankan

belajar mandiri. Belajar mandiri jenis ini dapat pula disebut Self-motivated

Learning.

Dari pengertian tentang belajar mandiri di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa yang dimaksud dengan belajar mandiri adalah kegiatan belajar yang

dilakukan dengan kemampuan menggunakan cara belajar sendiri untuk mencapai

tujuan yang diinginkan.

Oleh karena itu upaya untuk membentuk belajar mandiri yang baik diperlukan

suatu konsep yang baik pula. Menurut Haris Mujimin (2007:18), bahwa konsep

belajar mandiri adalah konsep yang digunakan sebagai kerangka penyusunan

rancangan belajar, maka dari itu setelah konsep belajar mandiri disajikan akan di

identifikasi kegiatan-kegiatan pembelajaran berbasis konsep belajar mandiri, yang

diharapkan dapat menumbuhkan motivasi belajar.

Dengan memperhatikan konsep belajar mandiri yang dimaknakan sebagai

proses belajar yang dirintis melalui metode yang mantap dan kegiatan sendiri,

maka dapat dikatakan bahwa dalam proses belajar mandiri lebih menekankan

pada kemampuan individu yang belajar agar lebih banyak berbuat dan bertindak

untuk mencapai tujuan belajarnya.

Menurut Wedemeyer seperti yang disajikan oleh Keegan (1983), siswa/peserta

didik yang belajar secara mandiri mempunyai kebebasan untuk belajar tanpa harus

5

Page 6: Revisi Makalah PBM Self Regulated Learner Model

menghadiri pelajaran yang diberikan guru/instruktur di kelas. Siswa/peserta didik

dapat mempelajari pokok bahasan atau topik pelajaran tertentu dengan membaca

buku atau melihat dan mendengarkan program media pandang-dengar (audio

visual) tanpa bantuan atau dengan bantuan terbatas dari orang lain. Di samping itu

siswa/peserta didik mempunyai otonomi dalam belajar. Otonomi tersebut

terwujud dalam beberapa kebebasan sebagai berikut:

a. Siswa/peserta didik mempunyai kesempatan untuk ikut menentukan tujuan

pembelajaran yang ingin dicapai sesuai dengan kondisi dan kebutuhan

belajarnya.

b. Siswa/peserta didik boleh ikut menentukan bahan belajar yang ingin

dipelajarinya dan cara mempelajarinya.

c. Siswa/peserta didik mempunyai kebebasan untuk belajar sesuai dengan

kecepatannya sendiri.

d. Siswa/peserta didik dapat ikut menentukan cara evaluasi yang akan

digunakan untuk menilai kemajuan belajarnya.

Kemandirian dalam belajar ini menurut Wedemeyer (1983) perlu diberikan

kepada siswa/peserta didik supaya mereka mempunyai tanggung jawab dalam

mengatur dan mendisiplinkan dirinya dan dalam mengembangkan kemampuan

belajar atas kemauan sendiri. Sikap-sikap tersebut perlu dimiliki siswa/peserta

didik karena hal tersebut merupakan ciri kedewasaan orang terpelajar.

Sejalan dengan Wedemeyer, Moore (dalam Keegan, 1983) berpendapat

bahwa ciri utama suatu proses pembelajaran mandiri ialah adanya kesempatan

yang diberikan kepada siswa/peserta didik untuk ikut menentukan tujuan, sumber,

dan evaluasi belajarnya. Karena itu, program pembelajaran mandiri dapat

diklasifikasikan berdasarkan besar kecilnya kebebasan (otonomi) yang diberikan

kepada siswa/peserta didik untuk ikut menentukan program pembelajarannya.

Tingkat kemandirian pembelajaran dapat diklasifikasi berdasarkan jawaban atas

pertanyaan-pertanyaan berikut:

a. Otonomi dalam menentukan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.

Tujuan pembelajaran itu ditentukan oleh siswa/peserta didik, oleh guru/instruktur

atau oleh guru/instruktur dan siswa/peserta didik? Semakin besar kesempatan

yang diberikan kepada siswa/peserta didik untuk ikut menentukan tujuan

6

Page 7: Revisi Makalah PBM Self Regulated Learner Model

pembelajarannya, berarti semakin besar kesempatan siswa/peserta didik untuk

belajar sesuai dengan kebutuhan belajarnya. Dengan demikian semakin besar pula

kesempatan siswa/peserta didik untuk bersikap mandiri.

b. Otonomi dalam belajar.

Siapakah yang menentukan buku atau media yang akan dipakai dalam belajar?

Apakah semuanya ditentukan oleh guru/instruktur, oleh siswa/peserta didik, atau

oleh guru/instruktur dan siswa/peserta didik? Kalau siswa/peserta didik dapat ikut

menentukan bahan belajar, media belajar, dan cara belajar yang akan digunakan

untuk mencapai tujuan itu, berarti siswa/peserta didik telah diberi kesempatan

untuk bersikap mandiri.

c. Otonomi dalam evaluasi hasil belajar.

Siapakah yang menentukan cara dan kriteria evaluasi hasil belajar? Dapatkah

siswa/peserta didik ikut menentukan cara evaluasi dan kriteria penilaian yang

akan dipakai.

Tingkat kemandirian (otonomi) yang diberikan kepada siswa/peserta didik

dalam berbagai program pembelajaran tidak sama. Ada program pembelajaran

yang lebih banyak memberikan kemandirian (otonomi), ada pula program

pembelajaran yang kurang memberikan kemandirian kepada siswa/peserta didik.

Contoh, di Universitas London ada program pembelajaran yang memberi

kebebasan kepada mahasiswa untuk belajar sendiri di luar kampus. Mahasiswa

yang lulus dalam ujian akan mendapat gelar yang nilainya sama dengan gelar

yang diperoleh siswa/peserta didik yang mengikuti kuliah di kampus. Mahasiswa

luar kampus ini diberi kesempatan untuk ikut menentukan tujuan pembelajaran

yang ingin dicapai dan bahan belajar serta cara belajar yang akan digunakan.

Namun demikian mahasiswa tidak diberi kesempatan untuk menentukan cara

evaluasi dan kriteria penilaiannya.

C. Strategi Self Regulated Learning sebagai upaya membentuk seorang

pembelajar mandiri

Kemampuan kognitif yang amat penting kaitannya dengan proses

pembelajaran adalah strategi belajar rnemaharni isi materi pelajaran, strategi

meyakini arti penting isi materi pelajaran, dan aplikasinya serta menyerap

7

Page 8: Revisi Makalah PBM Self Regulated Learner Model

nilai-nilai yang terkandung dalam materi pelajaran tersebut (Love &

Kruger, 2005) dalam Eva (2010). Dengan kata lain, strategi pembelajaran yang

digunakan merupakan hal yang sangat penting agar pembelajaran dapat

berjalan secara efektif dan efisien. Strategi belajar yang digunakan tidak

sekedar strategi belajar aktif (Casem, 2006; Schapiro & Livingston, 2000) dalam

Eva (2010), tetapi harus strategi yang betul-betul dapat membawa siswa pada

pencapaian indikator yang telah ditetapkan, strategi yang membawa siswa

pada pemahaman materi secara internal (internalisasi nilai materi pela-

jaran). Dikatakan Gagne (1985) (Dalam Merdinger, et al., 2005) dalam Eva (2010)

bahwa unsur-unsur yang mempengaruhi proses pembelajaran agar menjadi

efektif adalah strategi dalam menentukan tujuan belajar, mengetahui kapan

strategi yang digunakan dan memonitor keefektifan strategi belajar tersebut.

Dalam proses pembelajaran balk di tingkat dasar maupun lanjutan, regulasi diri

dalam belajar (self regulated learning) merupakan sebuah pendekatan yang

penting. Strategi regulasi diri dalarn belajar cocok untuk semua jenjang

pendidikan, kecuali untuk kelas tiga SD ke bawah, ada yang menyarankan

bahwa strategi belajar dengan regulasi diri kurang cocok (Woolfolk, 2008)

dalam Eva (2010).

Istilah self regulated learning berkembang dari teori kognisi sosial Bandura

(1997) dalam Eva (2010). Menurut teori kognisi sosial, manusia merupakan hasil

struktur kausal yang interdependen dari aspek pribadi (person), perilaku (behavior), dan

lingkungan (environment) (Bandura, 1997). Ketiga aspek ini merupakan aspek-aspek

determinan dalam Self regulated learning. Ketiga aspek determinan ini saling berhubungan

sebabakibat, dimana person berusaha untuk meregulasi din sendiri (self regulated),

hasilnya berupa kinerja atau perilaku, dan perilaku ini berdampak pada perubahan

lingkungan, dan demikian seterusnya (Bandura, 1986) dalam Eva (2010).

Self regulated learning menggarisbawahi pentingnya otonomi dan tanggung jawab

pribadi dalam kegiatan belajar. Dalam proses pembelajaran, siswa yang memiliki self

regulated learning membangun tujuan-tujuan belajar, mencoba memonitor, meregulasi,

dan mengontrol kognisi, motivasi, dan perilakunya untuk mengontrol tujuantujuan yang

telah dibuat (Valle et al., 2008) dalam Eva (2010).

Zimmerman & Martinez-Pons (2001) dalam Eva (2010) mendefinisikan self

8

Page 9: Revisi Makalah PBM Self Regulated Learner Model

regulated learning sebagai tingkatan dimana partisipan secara aktif melibatkan

metakognisi, motivasi, dan perilaku dalam proses belajar. Self regulated learning juga

didefinisikan sebagai bentuk belajar individual dengan bergantung pada motivasi belajar

mereka, secara otonomi mengembangkan pengukuran (kognisi, metakognisi, dan

perilaku), dan memonitor kemajuan belajarnya (Baumert et al., 2002) dalam Eva

(2010). Self regulated learning mengintegrasikan banyak hal tentang belajar

efektif. Pengetahuan, motivasi, dan disiplin diri atau volition (kemauan-diri)

merupakan faktorfaktor penting yang dapat mempengaruhi self regulated

learning (Woolfolk, 2008). Pengetahuan yang dimaksudkan adalah

pengetahuan tentang dirinya sendiri, materinya, tugasnya, strategi untuk

belajar, dan konteks-konteks pembelajaran yang akan digunakannya.

Siswa-siswa yang belajar dengan regulasi diri dapat diistilahkan sebagai

siswa 'ahli'. Siswa ahli mengenal dirinya sendiri dan bagaimana mereka belajar

dengan sebaik-baiknya. Mereka mengetahui gaya pembelajaran yang

disukainya, apa yang mudah dan sulit bagi dirinya, bagaimana cara mengatasi

bagianbagian sulit, apa minat dan bakatnya, dan bagaimana cara

memanfaatkan kekuatan/ kelebihannya (Woolfolk, 2008) dalam Eva (2010).

Mereka juga tahu materi yang sedang dipelajarinya; semakin banyak materi

yang mereka pelajari semakin banyak pula yang mereka ketahui, serta

semakin mudah untuk belajar lebih banyak (Alexander, 2006). Mereka

mungkin mengerti bahwa tugas belajar yang berbeda memerlukan pende-

katan yang berbeda pula. Merekapun menyadari bahwa belajar seringkali

terasa sulit dan pengetahuan jarang yang bersifat mutlak; biasanya ada

banyak cara yang berbeda untuk melihat masalah dan ada banyak macam

solusi (Pressley, 1995; Winne, 1995) dalam Eva (2010).

Seorang self regulated learner mengambil tanggung jawab terhadap

kegiatan belajar mereka. Mereka mengambil alih otonomi untuk mengatur

dirinya. Mereka mendefinisikan tujuan dan masalah masalah yang

mungkin akan dihadapinya da lam mencapai tu juan- tu juannya ,

mengembangkan standar tingkat kesempurnaan dalam pencapaian tujuan; dan

mengevaluasi cara yang paling balk untuk mencapai tujuannya. Mereka

memiliki jalan alternatif atau strategi untuk mencapai tujuan dan beberapa

9

Page 10: Revisi Makalah PBM Self Regulated Learner Model

strategi untuk mengoreksi kesalahannya dan mengarahkan kembali dirinya

ketika perencanaan yang dibuatnya tidak berjalan. Mereka mengetahui

kelebihan-kelebihan dan kek-urangannya dan mengetahui bagaimana

cara memanfaatkannya secara produktif dan konstruktif. Siswa yang mampu

melaksanakan self regulated learning juga mampu untuk membentuk dan

mengelola perubahan (McCombs & Morzano, 1990) dalam Eva (2010).

Siswa yang belajar dengan regulasi diri bukan hanya tahu tentang apa

yang dibutuhkan oleh setiap tugas, tetapi mereka juga dapat menerapkan

strategi yang dibutuhkan. Mereka dapat membaca secara sekilas ataupun

secara seksama. Mereka dapat menggunakan berbagai strategi ingatan

atau mengorganisasikan materinya. Ketika mereka menjadi lebih knowlegeable

(memiliki/menunjukkan banyak pengetahuan, kesadaran, atau inteligensi) di

suatu bidang, mereka menerapkan banyak strategi secara otomatis. Alhasil,

mereka telah menguasai sebuah repertoar strategi dan takt ik pembelajaran

yang besar dan fleksibel (Wolfolk, 2008) dalam Eva (2010).

Seorang self regulated learner memiliki otonomi pribadi dalam mengelola

kegiatan belajarnya. Bila ditinjau dari kajian aspek diri dari Carver & Scheier

(1998) dalam Eva (2010), seorang self regulated learner termasuk aspek diri

komunal (communal) atau saling ketergantungan (interdependent), artinya segala

tindakan, nilai, dan tujuan yang dimilikinya mencerminkan apa yang ada

da lam dirinya, dan dia sendiri bertanggung jawab atas nilai dan tujuan yang

dibuatnya serta bekerjasama dengan kelompoknya untuk mencapai kemanfaatan

bersama.

Zimmerman (1999) dalam Eva (2010) menjelaskan juga bahwa self regulated

learning memiliki empat dimensi yakni motivasi (motive), metode (method), hash

kinerja (performance outcome), dan lingkungan atau kondisi sosial (environment

social). Motivasi merupakan inti dari pengelolaan diri dalam belajar, dimana melalui

motivasi siswa mau mengambil tindakan dan tanggung jawab atas kegiatan belajar yang

dia lakukan (Smith, 2001). Proses-proses pengelolaan din (self regulatory process)

yang dapat meningkatkan motivasi dalam pengelolaan din dalam belajar siswa meliputi

efikasi din (self efficacy), tujuan pribadi (self goals), nilai, dan atribusi.

Persyaratan tugas dari dimensi metode adalah memilih metode yang tepat untuk

10

Page 11: Revisi Makalah PBM Self Regulated Learner Model

meningkatkan kualitas belajarnya (Zimmerman dalam Elliot, 1999) yang dirujuk dari

Eva (2010). Atribut pengelolaan din dari dimensi metode ini adalah terjadinya

perilaku siswa yang menjadi terrencana dan terotomatisasi. Terencana karena

perilaku siswa yang melaksanakan pengelolaan diri dalam belajar dia memiliki tujuan dan

kesadaraan diri yang jelas. Terotomatisasi karena penggunaan metode belajar yang tepat dan

dilakukan secara berulang-ulang menjadi kebiasaan bagi dirinya. Metode yang dimaksud

di sini dalam berbagai penelitian disebut juga strategi belajar (learning strategies).

Strategi belajar ini meliputi pendekatan rehearsing, elaborating, modelling, dan

organizing (Purdie, Hattie & Douglas, 1996; Howard-Rose & Winne, 1993; dan Smith,

2001) yang dirujuk dari Eva (2010).

Siswa yang menggunakan metode self regulated learning memiliki kesadaran ter-

hadap hasil kinerjanya (Zimerman dalam Elliot et al., 1999) yang dirujuk dari Eva (2010).

Mereka dapat merencanakan tingkat prestasinya berdasarkan kinerja yang direncanakan.

Ada beberapa proses dalam pengelolaan diri dalam belajar yang perlu dilakukan

berkaitan dengan dimensi hasil kinerja yakni self monitoring, self judgement, dan

action control.

Tugas yang dipersyaratkan berkaitan dengan lingkungan adalah mengontrol

lingkungan fisik. Atribut regulasi din yang terdapat pada seorang self regulated learner

berkaitan dengan dimensi lingkungan adalah adanya sensitivitas siswa terhadap

lingkungan (termasuk lingkungan sosial) dan sumber daya (resource) yang terdapat di

sekitarnya. Berkaitan dengan kemampuan individu dalam mengenali sumber daya

yang terdapat pada lingkungan, Zimmerman (dalam Smith, 2002) yang

dirujuk dari Eva (2010) menggunakan istilah 'resourcefullness' yang mengacu

pada kemampuan untuk mengontrol lingkungan fisik di sekitarnya dalam hal

membatasi distraksi yang mengganggu kegiatan belajar, dan secara sukses mencari dan

menggunakan referensi dan keahlian yang diperlukan untuk menguasai apa yang dipelajari.

Resourcefullness ditandai dengan adanya keaktifan siswa dalam mencari informasi,

mengorganisir lingkungan, dan meminimalisir distraktor (Zimmerman &

Martinaz-Pons dalam Smith, 2002 yang dirujuk dari Eva (2010)). Bentuk proses

pengelolaan diri yang berkaitan dengan aspek lingkungan adalah menstruktur

lingkungan (environmental structuring) dan mencari bantuan (help seeking)

(Zimmerman dalam Elliot, 1999) dalam Eva (2010).

11

Page 12: Revisi Makalah PBM Self Regulated Learner Model

Zimmerman (1990) dalam Eva (2010) mengidentifikasi beberapa strategi belajar

yang umumnya digunakan oleh seorang self regulated learner yaitu: evaluasi diri (self

evaluation); pengorganisasian (organizing) dan pentransformasian (transforming);

menetapkan tujuan dan perencanaan (goal setting and planning); mencari informasi

(seeking information); membuat dan memeriksa catatan (keeping records and

monitoring); mengatur lingkungan (environmental structuring); konsekuensi diri (self

concequences); mengulangulang dan mengingat (rehearsing and memorizing);

mencari bantuan (seeking social assistance) kepada teman sebaya, guru, atau orang dewasa

lainnya; serta mereview catatan dan buku teks (review records).

Beberapa strategi self regulated learning tersebut terbukti sangat efisien untuk

meningkatkan prestasi belajar (Zimmerman & Martinez-Pons, 2001; Perry et al., 2007;

Pekrun et al., 2002), baik dalam bidang matematika (Camahalan, 2002; Sunawan, 2000;

Alsa, 2005), kemampuan rnenulis cerita (Graham & Harris, 1993; Santangelo et al.,

2007), kemampuan berbahasa Inggris (Pintrich & De Groot, 1990), medis (Kuiper, R.,

2005), dan teknologi informasi (Kramarski & Mizrachi, 2006; Hsiung Lee et al., 2007).

Bahkan beberapa strategi self regulated learning tersebut sangat efisien digunakan

bagi siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar sekalipun (Graham & Harris, 1999)

dalam Eva (2010).

D. Keterampilan Metakognitif sebagai bagian dari unsur pembelajar

mandiri dan problem solver

1. Pengertian Metakognitif

Metakognitif terkadang juga disebut sebagai metakognisi (Hadi, 2007).

Metakognitif diungkapkan pertama kali oleh Flavel pada tahun 1976 yang

mendatangkan banyak perdebatan dalam mendefinisikannya. Berikut ini adalah

beberapa pengertian tentang metakognitif dari beberapa ahli yang dikemukakan

dalam Corebima (2006), yaitu.

1. Kesadaran dan kontrol terhadap proses kognitif (Eggen dan Kauchak,

1996)

2. Proses mengetahui dan memonitor proses berpikir atau proses kognitif

sendiri (Arends, 1998)

12

Page 13: Revisi Makalah PBM Self Regulated Learner Model

3. Metakognisi menunjuk kepada kecakapan pebelajar sadar dan memonitor

proses pembelajarannya (Peter, 2000).

4. Pengetahuan tentang belajarnya sendiri; tentang bagaimana ia belajar dan

bagaimana ia memantau cara belajar yang dilakukannya (Flavell, Gardner

dan Alexander dalam Slavin, 1997).

Dari paparan tersebut dapat diketahui bahwa pemberdayaan keterampilan

metakognitif itu perlu dilakukan. Tujuan pengembangan keterampilan

metakognitif adalah agar siswa memahami bagaimana tugas itu dilaksanakan

(Rivers, 2001 dan Schraw, 1998 dalam Hadi, 2007). Sedangkan dari sumber yang

sama pula, Flavell, Gardner, dan Alexander dalam Slavin (1997) menyebutkan

bahwa pengembangan keterampilan metakognitif siswa ditujukan agar siswa

dapat memantau perkembangan belajarnya sendiri.

Berikut ini adalah beberapa manfaat dari keterampilan metakognitif yang

dikemukakan oleh para ahli dalam Corebima (2006).

1. Eggen dan Kauchak (1996) menyatakan bahwa pengembangan kecakapan

metakognitif pada para siswa adalah suatu tujuan pendidikan yang

berharga, karena kecakapan itu dapat membantu mereka menjadi self-

regulated learners. Self-regulated learners bertanggung jawab terhadap

kemajuan belajarnya sendiri dan mengadaptasi strategi belajarnya

mencapai tuntutan tugas.

2. Menurut Marzano (1988), manfaat metakognisi (strategi) bagi guru dan

siswa adalah menekankan monitoring diri dan tanggung jawab siswa

(monitoring diri merupakan kecakapan berpikir tinggi)

3. Susantini, dkk. (2001) menyatakan melalui metakognisi siswa mampu

menjadi pebelajar mandiri, menumbuhkan sikap jujur dan berani

melakukan kesalahan dan akan meningkatkan hasil belajar secara nyata.

4. Howard (2004) menyatakan bahwa keterampilan metakognitif diyakini

memegang peranan penting pada banyak tipe aktivitas kognitif termasuk

pemahaman, komunikasi, perhatian (attention), ingatan (memory), dan

pemecahan masalah; sejumlah peneliti yakin bahwa penggunaan strategi

yang tidak efektif adalah salah satu penyebab ketidakmampuan belajar.

13

Page 14: Revisi Makalah PBM Self Regulated Learner Model

5. Peters (2000) berpendapat bahwa keterampilan metakognitif

memungkinkan para siswa berkembang sebagai pebelajar mandiri, karena

mendorong mereka menjadi manajer atas dirinya sendiri serta menjadi

penilai atas pemikiran dan pembelajarannya sendiri.

Berdasarkan manfaat yang telah dikemukakan, maka pemberdayaan

keterampilan metakognitif sangatlah penting dalam pembelajaran. Dengan

memiliki keterampilan metakognitif, siswa akan mampu untuk menyelesaikan

tugas belajarnya dengan baik karena mereka mampu untuk merencanakan

pembelajaran, mengatur diri, dan mengevaluasi pembelajarannya.

Livingston (1997) dalam Hadi (2007) membagi pengetahuan metakognitif

menjadi 3 kategori, yaitu pengetahuan tentang variabel-variabel personal,

variabel-variabel tugas, dan variabel-variabel strategi. Pengetahuan tentang

variabel-variabel personal berkaitan dengan pengetahuan tentang bagaimana siswa

belajar dan memproses informasi serta pengetahuan tentang proses-proses belajar

yang dimilikinya. Sebagai contoh, seorang siswa sadar bahwa proses belajar lebih

produktif jika dilakukan di perpustakaan dari pada di rumah. Pengetahuan tentang

variabel-variabel tugas melibatkan pengetahuan tentang sifat tugas dan jenis

pemrosesan yang harus dilakukan untuk menyelesaikan tugas itu. Sebagai contoh,

siswa sadar bahwa membaca dan memahami teks ilmu pengetahuan memerlukan

lebih banyak waktu dari pada membaca dan memahami sebuah novel.

Pengetahuan tentang variabel-variabel strategi melibatkan pengetahuan tentang

strategi-strategi kognitif dan metakognitif serta pengetahuan kondisional tentang

kapan dan di mana strategi-strategi tersebut digunakan.

Keterampilan kognitif dan metakognitif, sekalipun berhubungan tetapi

berbeda; keterampilan kognitif dibutuhkan untuk melaksanakan tugas, sedangkan

keterampilan metakognitif diperlukan untuk memahami bagaimana tugas itu

dilaksanakan (Rivers, 2001 dan Schraw, 1998 dalam Corebima, 2006).

Indikator-indikator keterampilan metakognitif yang akan dikembangkan yaitu:

(1) mengidentifikasi tugas yang sedang dikerjakan, (2) mengawasi kemajuan

pekerjaannya, (3) mengevaluasi kemajuan ini, dan (4) memprediksi hasil yang

akan diperoleh. Selanjutnya proses-proses yang diarahkan pada pengaturan proses

berpikir juga akan membantu (1) mengalokasikan sumber daya-sumber daya yang

14

Page 15: Revisi Makalah PBM Self Regulated Learner Model

dimiliki untuk mengerjakan tugas, (2) menentukan langkah-langkah penyelesaian

tugas, dan (3) menentukan intensitas, atau (4) kecepatan dalam menyelesaikan

tugas. Indikator-indikator keterampilan metakognitif tersebut dituangkan dalam

inventori keterampilan metakognitif (Hadi, 2007). Menurut Blakey dan Spence

(2000) dalam Andayani (2008), strategi untuk mengembangkan keterampilan

metakognitif adalah sebagai berikut.

1. Mengidentifikasi “apa yang kamu ketahui” dan “apa yang tidak kamu

ketahui”

2. Membahas tentang berpikir

3. Membuat jurnal merencanakan dan pengaturan diri

4. Menjelaskan tentang proses berpikir dan evaluasi

2. Keterkaitan antara Keterampilan Metakognitif dan Kemampuan

Berpikir

Eggen dan Kauchak (1996) menyatakan bahwa berpikir tinggi dan berpikir

kritis mencakup kombinasi antara pemahaman mendalam terhadap topik-topik

khusus, kecakapan menggunakan proses kognitif dasar secara efektif, pemahaman

dan kontrol terhadap proses kognitif dasar ( metakognisi), maupun sikap serta

pembawaan (Corebima, 2006). Hal tersebut dapat dilihat pada Diagram 1 berikut

ini:

Diagram 1 Hubungan antara metakognisi dengan berpikir tinggi dan berpikir

kritis (Corebima, 2006)

15

High-orderAnd

Critical Thinking

DeepUnderstanding of Specific Topics

BasicProc

Attitudes anddisposition

Metacognition

Page 16: Revisi Makalah PBM Self Regulated Learner Model

Dari bagan hubungan di atas, nampak bahwa metakognisi juga mendukung

berpikir tinggi dan berpikir kritis. Demikian pula bahwa berpikir tinggi dan

berpikir kritis juga mempengaruhi metakognisi. Metakognitif mengacu pada

tingkat berpikir tinggi ( high order thinking) yang meliputi kontrol aktif atas

proses berpikir dalam pembelajaran

E. Pengembangan (Proses) Berpikir Dalam Pendidikan Sains

1. Science As A Way of Knowing

Sains merupakan suatu cara bertanya dan menjawab pertanyaan tentang

aspek fisis jagat raya. Sains tidak sekedar suatu kumpulan fakta atau kumpulan

jawaban tentang pertanyaan, namun lebih merupakan suatu proses melakukan

dialog berkelanjutan dengan lingkungan fisik sekitarnya. Saintis dengan keahlian

khusus, secara umum memiliki bahasa, metode-metode dan kebiasaan berpikir

(habits of mind) untuk mengkonstruk penjelasan tentang alam. Pengetahuan ini

kadanga-kadang terpisah bahkan bertentangan dengan cara mencari tahu yang biasa.

Sains memiliki peran untuk melakukan pilihan. Pengetahuan ilmiah sebagai suatu

pengetahuan disiplin, dikonstruk secara identik dan secara simbolik di alam.

Penalaran ilmiah ditandai dengan formulasi teoritis yang eksplisit yang

dapat dikomunikasikan dan diuji dengan bukti-bukti yang mendukung.

Banyak saintis berpendapat bahwa siswa tidak dapat diharapkan

untuk mengkonstruk gagasan entitas ilmiah melalui penyelidikan bebas dan tidak

dimediasi diskusi dengan sesamanya, karena siswa merupakan pemula dalam

masyarakat ilmiah. Guru sains dan penerbit buku teks seyogianya

me”match”kan cara-cara sehari-hari dengan cara-cara ilmiah untuk memahami

suatu fenomena dalam merancang dan memilih materi pembelajaran,

merancang unit-unit kurikulum dan memilih strategi pembelajaran.

Hanya sedikit pakar pendidikan sains yang akan tidak menyetujui bahwa

tujuan pembelajaran seyogianya mempromosikan pemahaman tentang proses

inkuiri dan “domain specific scientific concepts” daripada menghafal konsep,

fakta dan algoritma (Aulls & Shore, 2008). Memorisasi dengan bantuan

akumulasi fakta, konsep dan algoritma yang lambat, tidak akan menggantikan

belajar bagaimana menggunakan pengetahuan dengan cara menghubungkannya

16

Page 17: Revisi Makalah PBM Self Regulated Learner Model

untuk menginterpretasi gejala alam, dan menggeneralisasi konsep sains yang

baru kepada siswa, solusi pada masalah sains yang baru bagi siswa, dan dalam

suatu disiplin untuk menghasilkan konsep ilmiah atau teori baru.

Esensi dari hakikat sains adalah inkuiri itu sendiri. Inkuiri dalam

pembelajaran sains dapat berperan sebagai metode, sebagai pendekatan, sebagai

model pembelajaran, sebagai ”tools” untuk mengembangkan keperibadian

dengan nilai-nilai dan sikap ilmiah tercakup di dalamnya, bahkan sebagai

kemampuan yang perlu dikembangkan dan diukur perolehannya (Rustaman, et

al., 2007; Rustaman, 2010). Hubungan antarkomponen sains dengan inkuiri

digambarkan sebagai berikut (Gambar 1).

Gambar 1. Konsep Inkuiri (Beyer, 1971) dalam Eva (2010)

2. Pembelajaran Sains yang Hands-on dan Minds-on

Pembelajaran sains sejak kurikulum 1975 hingga kurikulum berbasis

kompetensi meminta siswa mengembangkan kemampuannya melalui

penggunaan metode ilmiah, kegiatan praktikum, pendekatan keterampilan proses,

pelaksanaan eksperimen, inkuiri dan pendekatan yang lainnya, termasuk

pendekatan konsep. Hal itu menunjukkan dengan jelas bahwa pembelajaran

sains hendaknya melibatkan penggunaan tangan dan alat atau manipulatif.

17

Page 18: Revisi Makalah PBM Self Regulated Learner Model

Pendekatan konsep yang ditekankan terus menerus tidak dimaksudkan dengan

memberikan konsep dalam bentuk yang sudah jadi. Dengan rumusan konsep

berupa working definition yang memberikan batas kedalaman dan keluasannya,

dimaksudkan agar pembelajaran sains di lapangan tidak diberikan dalam bentuk

definisi. Tidak terjadi proses berpikir apabila siswa belajar sains dengan mendapat

definisinya langsung.

Pendekatan konsep yang didampingi dengan pendekatan keterampilan

proses dalam pembelajaran sains dimaksudkan agar siswa mengalami

berinteraksi dengan obyek, gejala alam atau peristiwa alam, baik secara langsung

ataupun dengan alat bantu yang ada. Setelah faktanya didapatkan, siswa diajak

mendata dan mengelompokkannya, mencatatnya dalam bentuk tampilan yang

komunikatif (tabel, diagram, bagan, grafik) agar dapat dimaknai dengan cara

menginterpretasikannya, menemukan keteraturan atau polanya untuk

selanjutnya membuat dugaan berupa prediksi dan hipotesis. Pengujian prediksi

dan hipotesis dapat dilakukan di dalam atau di luar kelas, bahkan dapat dilaksanakan

di luar jam pelajaran. Pembelajaran yang demikianlah yang dimaksudkan dengan

pembelajaran yang hands-on dan minds-on.

Pada pelaksanaannya keterkaitan antara mind dengan kegiatan

manipulatif tidak selalu terjadi. Siswa melakukan kegiatan pengamatan atau

praktikum secara motorik. Alatalat inderanya tidak difungsikan secara optimal,

jawaban yang dianggap benar adalah yang tertulis di dalam buku pelajaran.

Verifikasi konsep, prinsip, hukum atau teori tidak terjadi dalam kegiatan-

kegiatan yang hands-on. Kegiatan yang memerlukan waktu, tenaga dan biaya

tak sedikit tersebut menjadi kurang bermakna.

Kegiatan demikian menjadi lebih-lebih tidak dirasakan manfaatnya oleh

siswa yang belajar sains, karena sistem pengujian yang hanya mengukur

penguasaan konsep (sesungguhnya hanya pengetahuan atau definisi-definisi).

Pencapaian anak-anak Indonesia dalam tiga periode TIMSS (Trend of

International Mathematics and Science Study) berturut-turut (1999, 2003, 2007)

selalu berada di papan bawah, begitu pula perolehan anak-anak Indonesia

tentang Scientific Literacy dalam PISA (Performance for International Student

Assessment) selama beberapa periode (tahun 2000, 2003, 2006, 2009).

18

Page 19: Revisi Makalah PBM Self Regulated Learner Model

Pencapaian anakanak Indonesia dalam olimpiade fisika internasional hanya

makin memperkuat keyakinan para pemikir pendidikan sains bahwa

pembelajaran sains perlu didudukkan pada porsi seharusnya, pada hakekat Sains

dan hakekat pendidikan sainsnya.

Pentingnya keterkaitan antara mind dan kegiatan manipulatif dikemukakan

bukan hanya oleh orang-orang ynag menekuni bidang sains dan pendidikan sains.

De Bono (1989) menekankan ada keterkaitan yang sangat erat antara thinking

and doing. Bahkan seperti telah dikemukakan di bagian depan tentang

keterkaitan antara memori dan emosi, de Bono juga menekankan pentingnya

emosi dan berpikir. Ditekankan hubungan tersebut mungkin terjadi pada saat awal

proses berpikir sebagai persepsi, saat berlangsung dengan mengenali pola atau

keteraturan, dan saat akhir berupa pengambilan keputusan. Semua itu jelas

didasarkan pada emosi atau feeling. Bilamanakah pembelajaran sains ingin

melibatkan emosi atau feeling?

Mengubah konsepsi (changing conception) sebagai ciri pembelajaran

yang merujuk pada pandangan konstruktivisme memang penting, tetapi

hampir mustahil tanpa melibatkan emosi. Situasi konflik dalam memori

dan emosi perlu diciptakan pada pembelajaran konstruktivistik. Tanpa itu

semua, pencarian makna melalui kegiatan yang hands-on dan minds-on juga

tidak akan berhasil mengubah konsepsi mereka, terlebih-lebih jika mengubah

konsepsi dilakukan terhadap mereka yang mengalami miskonsepsi karena

miskonsepsi cenderung sukar diubah.

3. Habits of minds sebagai Karakter Perilaku Cerdas Tertinggi

1. Pengertian dan Komponen-Komponen Habits of Mind

Memiliki habits of mind yang baik berarti memiliki watak berperilaku

cerdas (to behave intelligently) ketika menghadapi masalah, atau jawaban yang

tidak segera diketahui (Costa & Kallick, 2000a; Costa & Kallick, 2000b; Carter et

al., 2005). Masalah didefinisikan sebagai stimulus, pertanyaan, tugas (task),

fenomena, ketidaksesuaian ataupun penjelasan yang tidak segera diketahui. Dalam

memecahkan masalah yang kompleks, dituntut strategi penalaran, wawasan,

ketekunan, kreativitas dan keahlian siswa. Habits of mind terbentuk ketika

19

Page 20: Revisi Makalah PBM Self Regulated Learner Model

merespon jawaban pertanyaan atau masalah yang jawabannya tidak segera diketahui,

sehingga kita bisa mengobservasi bagaimana siswa mengingat sebuah

pengetahuan dan bagaimana siswa menghasilkan sebuah pengetahuan.

Kecerdasan manusia dilihat dari pengetahuan yang dimilikinya dan terlebih

penting dilihat dari cara bagaimana seorang individu bertindak (Costa & Kallick,

2000a).

Habits of mind dikembangkan melalui kerja Costa dan Kallick pada tahun

1985 dan selanjutnya dikembangkan oleh Marzano (1992) melalui Dimensions

of Learning. Pada awalnya Costa pada tahun 1985 membuat artikel mengenai

“hirarki berpikir” pada The Behaviours of Intelligence (Campbell, 2006).

Hierarki berpikir ini meliputi konsep: thinking skills (membandingkan,

mengklasifikasikan, berhipotesis); thinking strategies (memecahkan masalah,

membuat keputusan); creative thinking (membuat model, berpikir metaphorical)

dan cognitive spirit (berpandangan terbuka, mencari alternatif tidak men -

judgment). Tulisan ini kemudian direvisi tahun 1991 dalam bukunya Developing

Minds: A Resource Book for Teaching Thinking. Selanjutnya sejumlah penulis

mengembangkan hal yang sama (Marzano, 1992; Meier, 2003; Anderson, 2004;

Sizer & Meier, 2004; Campbell, 2006), Karena banyak yang mengembangkan

habits of mind, maka deskripsi habits of mind ini menjadi bermacam-macam.

Gambar 2. Interaksi Dimensi belajar (Marzano, et al., 1993) dalam Eva (2010)

20

Page 21: Revisi Makalah PBM Self Regulated Learner Model

Tugas utama siswa adalah “mengumpulkan dan mengintegrasikan

pengetahuan-nya” (acquiring and integrating knowledge) pada dimensi kedua.

Melalui dimensi ini siswa harus dapat mengintegrasikan pengetahuan baru dan

keterampilan-keterampilan yang telah diketahuinya. Disini terjadi proses

subjektif berupa interaksi dari informasi lama dan informasi baru. Kemudian

sejalan proses waktu, siswa mengembangkan pengetahuan barunya melalui

kegiatan yang membantu siswa “memperluas dan menghaluskan

pengetahuannya” (Extending and Refining Knowledge) pada dimensi ketiga, dan

pada akhir tujuan pembelajaran, siswa dapat “menggunakan pengetahuan dengan

cara bermakna” (Using Knowledge Meaningfully) (dimensi keempat). Seperti

yang terlihat dalam Gambar 2., dimensi kedua, ketiga dan keempat bekerja seperti

konser, satu sama lain tidak terpisahkan. Kelima dimensi belajar ini membentuk

kerangka yang dapat digunakan untuk mengorganisasi kurikulum, instruksi

pembelajaran dan asesmen.

Marzano (1993) membagi habits of mind ke dalam tiga kategori yaitu: self

regulation, critical thinking dan creative thinking. Self regulation meliputi: (a)

menyadari pemikirannya sendiri, (b) membuat rencana secara efektif, (c)

menyadari dan menggunakan sumbersumber informasi yang diperlukan, (d)

sensitif terhadap umpan balik dan (e) mengevaluasi keefektifan tindakan. Critical

thinking meliputi: (a) akurat dan mencari akurasi, (b) jelas dan mencari kejelasan,

(c) bersifat terbuka, (d) menahan diri dari sifat impulsif, (e) mampu

menempatkan diri ketika ada jaminan, (f) bersifat sensitif dan tahu kemampuan

temannya. Creative thinking meliputi: (a) dapat melibatkan diri dalam tugas

meski jawaban dan solusinya tidak segera nampak, (b) melakukan usaha

semaksimal kemampuan dan pengetahuannya, (c) membuat, menggunakan,

memperbaiki standar evaluasi yang dibuatnya sendiri, (d) menghasilkan cara

baru melihat situasi yang berbeda dari cara biasa yang berlaku pada umumnya.

Habits of mind memerlukan banyak keterampilan majemuk, sikap,

pengalaman masa lalu dan kecenderungan. Hal ini berarti bahwa kita menilai satu

pola berpikir terhadap yang lainnya. Oleh karena itu hal tersebut menunjukkan

bahwa kita harus memiliki pilihan pola mana yang akan digunakan pada waktu

tertentu. Termasuk juga kemampuan apa yang diperlukan untuk mengatasi

21

Page 22: Revisi Makalah PBM Self Regulated Learner Model

sesuatu di lain waktu, sehingga habits of mind dijabarkan sebagai beriku.

Pertama, value, memilih menggunakan pola perilaku cerdas daripada pola lain

yang kurang produktif; (b) Inclination, kecenderungan, perasaan dan tendensi

untuk menggunakan pola perilaku cerdas; (c). Sensitivity, tanggap terhadap

kesempatan dan kelayakan menggunakan pola perilaku; (d) Capability, memiliki

keterampilan dasar dan kapasitas dalam hubungannya dengan perilaku; (e)

Commitment adalah secara konstan berusaha untuk merefleksi dan meningkatkan

kinerja pola perilaku cerdas (Costa & Kallick, 2000a; Costa & Kallick, 2000b).

Hasil penelitian para ahli (Feuerstein, 1980; Glatthorm dan Baron, 1995;

Stemberg, 1985; Perkins, 1985; Ennis, 1985 dalam Marzano, et al., 1993) yang

meneliti tentang berpikir efektif dan berperilaku cerdas, menunjukkan bahwa ada

karakteristik khas seorang pemikir efektif. Kemampuan berpikir efektif dan

berperilaku cerdas tidak hanya dimiliki oleh para saintis, seniman, ahli

matematika ataupun orang kaya, tetapi juga dimiliki oleh tukang bengkel, guru,

pengusaha, pedagang kaki lima dan orang tua serta semua orang yang

menjalani kehidupan. Perilaku cerdas jarang tampak pada orang yang

mengisolasi diri, karena kecerdasan perilaku ini akan muncul bila digunakan

dalam menghadapi situasi kompleks yang menuntut berperilaku jamak.

Sebagai contoh seseorang yang sedang mendengarkan kuliah dengan seksama,

orang tersebut menggunakan kemampuan flexibility, metakognisi, bahasa yang tepat

dan pertanyaan-pertanyaan (Anwar, 2005).

Costa dan Kallick (2000a) mendeskripsikan 16 indikator habits of

mind yang merupakan karakteristik yang muncul ketika manusia berhadapan

dengan masalah yang pemecahannya tidak segera diketahui. Sebenarnya tidak

hanya 16 indikator ini yang ada pada kecerdasan manusia, akan tetapi lebih

banyak dari ini. Ke 16 indikator yang diajukan oleh Costa dan Kallick (2000a)

ditabelkan oleh Campbell (2006) sebagai berikut.

Tabel 1. Deskripsi dari Habits of Mind

No Habits of Mind Deskripsi1

PersistingTekun mengerjakan tugas sampai selesai. Tidak mudah menyerah

2Managing impulsivity

Menggunakan waktu untuk tidak tergesa-gesa bertindak

22

Page 23: Revisi Makalah PBM Self Regulated Learner Model

3 Listening with understanding and emphaty

Mau menerima pandangan orang lain

4Thinking flexibly

Mempertimbangkan pilihan dan dapat mengubah pandangan

5 Metacognition Berpikir tentang berpikir, Menjadi lebih peduli terhadap pikiran, perasaan dan tindakan dan memperhitungkan pengaruhnya pada yang lain

6 Striving for accuracy Menetapkan standar yang tinggi dan selalu mencari cara untuk meningkat

7 Questioning and problem posing

Menemukan pemecahan masalah. Mencari data dan jawaban

8 Applying past knowledge to new situations

Mengakses pengetahuan terdahulu dan mentranfer pengetahuan ini pada konteks baru

9 Thinking and communicating with clarity and precision

Berusaha berkomunikasi lisan dan tulisan secara akurat

10 Gathering data through all sense

Memberikan perhatian thd sekeliling melalui rasa, sentuhan, bau, pendengaran, penglihatan

11 Creating, imagining and innovating

Memiliki ide-ide dan gagasan baru

12 Responding with wonderment and awe

Mempunyai rasa ingin tahu terhadap misteri di alam

13 Taking responsible risk Mengambil resiko secara bertanggungjawab14 Finding humour Menikmati ketidaklayakan dan yang tidak

diharapkan, menyenangkan.15

Thinking interdependentlyDapat bekerja dan belajar dengan orang lain dalam tim

16 Remaining open to continuous learning

Tetap berusaha terus belajar dan menerima bila ada yang tidak diketahuinya

Apabila kita cermati indikator-indikator dari habits of mind yang

dikemukakan oleh Marzano (1993) serta Costa dan Kallick (2000a), terlihat

bahwa indikator-indikator tersebut membekali individu dalam mengembangkan

kebiasaan mental yang menjadi tujuan penting pendidikan agar siswa dapat belajar

mengenai apapun yang mereka inginkan dan mereka butuhkan untuk mengetahui

segala yang berkaitan dengan hidupnya. Bahkan Costa dan Kallick (2000) dan

Campbell (2006) mengklaim habits of mind sebagai karakteristik perilaku

berpikir cerdas yang paling tinggi dalam memecahkan masalah dan merupakan

indikator kesuksesan dalam akademik, pekerjaan dan hubungan sosial. Menurut

Sriyati (2011) sejumlah peneliti mengklaim bahwa habits of mind dapat

membantu siswa untuk melakukan self regulation dalam belajarnya dan

23

Page 24: Revisi Makalah PBM Self Regulated Learner Model

menemukan solusi dalam hubungan sosial dan tempat bekerjanya.

F. Berpikir kreatif sebagai upaya menjadi seorang problem solver

1. Pengertian berpikir kreatif

Unsur kreatif diperlukan dalam proses berpikir untuk menyelesaikan masalah.

Semakin kreatif seseorang, semakin banyak alternatif penyelesaiannya. Berpikir

merupakan instrumen psikis paling penting. Dengan berpikir, kita dapat lebih

mudah mengatasi berbagai masalah dalam hidup. Dalam proses mengatasi suatu

masalah, kita sering berpikir dengan cara berbeda-beda. Para psikolog dan ahli

logika mengenal beberapa cara berpikir. Namun, tidak semua efektif bagi proses

pemecahan masalah.

Berpikir kreatif merupakan salah satu cara yang dianjurkan. Dengan cara itu

seseorang akan mampu melihat persoalan dari banyak perspektif. Pasalnya,

seorang pemikir kreatif akan menghasilkan lebih banyak alternatif untuk

memecahkan suatu masalah. Menurut J.C. Coleman dan C.L. Hammen (1974),

berpikir kreatif merupakan cara berpikir yang menghasilkan sesuatu yang baru -

dalam konsep, pengertian, penemuan, karya seni. Sedangkan D.W. Mckinnon

(1962) menyatakan, selain menghasilkan sesuatu yang baru, seseorang baru bisa

dikatakan berpikir secara kreatif apabila memenuhi dua persyaratan.

Pertama, sesuatu yang dihasilkannya harus dapat memecahkan persoalan secara

realistis. Misalnya, untuk mengatasi kemacetan di ibukota, bisa saja seorang

walikota mempunyai gagasan untuk membuat jalan raya di bawah tanah.

Memang, gagasan itu baru, tetapi untuk ukuran Indonesia solusi itu tidak realistis.

Dalam kasus itu, sang walikota belum dapat dikatakan berpikir secara kreatif.

Kedua, hasil pemikirannya harus merupakan upaya mempertahankan suatu

pengertian atau pengetahuan yang murni. Dengan kata lain, pemikirannya harus

murni berasal dari pengetahuan atau pengertiannya sendiri, bukan jiplakan atau

tiruan. Misalnya, seorang perancang busana mampu menciptakan rancangannya

yang unik dan mempesona. Perancang itu dapat disebut kreatif kalau rancangan

itu memang murni idenya, bukan mencuri karya atau gagasan orang lain.

24

Page 25: Revisi Makalah PBM Self Regulated Learner Model

Menurut ahli lain, Dr. Jalaludin Rakhmat (1980) untuk bisa berpikir secara kreatif,

si pemikir sebaiknya berpikir analogis.

Jadi, proses berpikirnya dengan cara menganalogikan sesuatu dengan hal lain

yang sudah dipahami. Kalau menurut pemahaman si pemikir, kesuksesan adalah

keberhasilan mencapai suatu tujuan, maka saat ia berpikir tentang kesuksesan,

ciri-ciri berupa "berhasil mencapai tujuan" menjadi unsur yang

dipertimbangkan.Misalnya, seseorang dikatakan sukses bila ia dengan bekerja

keras telah berhasil mencapai tujuan yang ditetapkan. Tanpa tujuan yang jelas

sulit bagi seseorang untuk bisa sukses. Namun, karena setiap orang mempunyai

tujuan berbeda, maka standar kesuksesan setiap orang pun berbeda. Di samping

berpikir secara analogis, untuk berpikir secara kreatif, si pemikir juga harus

mengoptimalkan imajinasinya untuk mereka-reka berbagai hubungan dalam suatu

masalah. Dengan ketajaman imajinasi, kita dapat melihat hubungan yang mungkin

tidak terlihat oleh orang lain. Contohnya, Einstein melihat hubungan antara

energi, kecepatan, dan massa suatu benda. Newton melihat hubungan antara apel

jatuh dan gaya tarik bumi. Seorang pemuda Indonesia Baruno melihat hubungan

antara keahliannya membuat kerajinan tangan dengan enceng gondok, sandal, dan

uang.

2. Lima tahap berpikir

Agar mampu berpikir secara kreatif, pikiran harus dioptimalkan pada setiap

tahap yang dilalui. Lima tahap pemikiran ialah orientasi, preparasi, inkubasi,

iluminasi, dan verifikasi.

Pada tahap orientasi masalah, si pemikir merumuskan masalah dan

mengindentifikasi aspek-aspek masalah tersebut. Dalam prosesnya, si pemikir

mengajukan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan masalah yang tengah

dipikirkan.

Pada tahap selanjutnya, preparasi, pikiran harus mendapat sebanyak mungkin

informasi yang relevan dengan masalah tersebut. Kemudian informasi itu diproses

secara analogis untuk menjawab pertanyaan yang diajukan pada tahap orientasi. Si

pemikir harus benar-benar mengoptimalkan pikirannya untuk mencari pemecahan

masalah melalui hubungan antara inti permasalahan, aspek masalah, serta

informasi yang dimiliki.

25

Page 26: Revisi Makalah PBM Self Regulated Learner Model

Pada tahap inkubasi, ketika proses pemecahan masalah menemui jalan buntu,

biarkan pikiran beristirahat sebentar. Sementara itu pikiran bawah sadar kita akan

terus bekerja secara otomatis mencari pemecahan masalah. Proses inkubasi yang

tengah berlangsung itu akan sangat tergantung pada informasi yang diserap oleh

pikiran. Semakin banyak informasi, akan semakin banyak bahan yang dapat

dimanfaatkan dalam proses inkubasi.

Pada proses keempat, yakni iluminasi, proses inkubasi berakhir, karena si

pemikir mulai mendapatkan ilham serta serangkaian pengertian (insight) yang

dianggap dapat memecahkan masalah. Pada tahap ini sebaiknya diupayakan untuk

memperjelas pengertian yang muncul. Di sini daya imajinasi si pemikir akan

memudahkan upaya itu.

Pada tahap terakhir, yakni verifikasi, si pemikir harus menguji dan menilai

secara kritis solusi yang diajukan pada tahap iluminasi. Bila ternyata cara yang

diajukan tidak dapat memecahkan masalah, si pemikir sebaiknya kembali

menjalani kelima tahap itu, untuk mencari ilham baru yang lebih tepat.

Coleman & Hammen mengungkapkan, ada tiga faktor yang secara umum

dapat ikut menunjang cara berpikir kreatif.

Pertama, kemampuan kognitif. Seseorang harus mempunyai kecerdasan tinggi. Ia

harus secara terus-menerus mengembangkan intelektualitasnya.

Kedua, sikap terbuka. Cara berpikir kreatif akan tumbuh apabila seseorang

bersikap terbuka pada stimulus internal dan eksternal. Sikap terbuka dapat

dikembangkan dengan memperluas minat dan wawasan.

Ketiga, sikap bebas, otonom, dan percaya diri. Berpikir secara kreatif

membutuhkan kebebasan dalam berpikir dan berekspresi. Juga memerlukan

kemandirian berpikir, tidak terikat pada otoritas dan konvensi sosial yang ada.

Yang terpenting, ia percaya pada kemampuan dirinya. Seseorang yang

mempunyai tingkat kreativitas tinggi, sering kali menghasilkan pemikiran atau

gagasan luar biasa, aneh, terkadang dianggap tidak rasional. Bahkan, karena

keluarbiasaan itu, tidak sedikit orang kreatif dianggap "gila".

Menurut Jalal, ada kesamaan antara orang kreatif dengan orang gila, karena cara

berpikirnya tidak konvensional. Bedanya, orang kreatif mampu melakukan

26

Page 27: Revisi Makalah PBM Self Regulated Learner Model

loncatan pemikiran yang menimbulkan pencerahan atau pemecahan masalah.

Sementara orang gila tidak mampu melakukannya.

G. Pendidikan karakter

1. Pengertian Karakter

Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang

yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang

diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir,

bersikap, dan bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan

norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat

kepada orang lain. Interaksi seseorang dengan orang lain menumbuhkan

karakter masyarakat dan karakter bangsa. Koesoema, A. D. (2007)

dalam Susetyo Hario Putero (2008) yang dirujuk dari Agil (2011)

mengatakan bahwa karakter merupakan struktur antropologis manusia.

Pendidikan karakter akan memberikan bantuan sosial agar individu dapat

tumbuh dalam menghayati kebebasannya dalam hidup bersama dengan

orang lain di dunia. Pendidikan karakter di Indonesia telah lama berakar

dalam tradisi pendidikan.

Menurut Hidayatullah (2010:13) dalam Agil (2011) karakter adalah

kualitas atau kekuatan mental atau moral, akhlak atau budi pekerti

individu yang merupakan kepribadian khusus yang menjadi pendorong

dan penggerak, serta membedakan dengan individu lain. Dengan demikian dapat

di kemukakan juga bahwa karakter pendidik adalah kualitas mental atau kekuatan

moral, akhlak, atau budi pekerti pendidik yang merupakan kepribadian khusus yang

harus melekat pada pendidik dan yang menjadi pendorong dan penggerak

dalam melakukan sesuatu.

Khan (2010:2) dalam Agil (2011) menjelaskan terdapat empat jenis

karakter yang selama ini di laksanakan dalam proses pendidikan, yaitu

sebagai berikut.

1. Pendidikan karakter berbasis nilai budaya, antara yang merupakan

kebenaran wahyu Tuhan (konservasi moral)

2. Pendidikan karakter berbasis budaya, antara lain yang berupa budi pekerti,

27

Page 28: Revisi Makalah PBM Self Regulated Learner Model

pancasila, apresasi sastra, keteladanan tokoh-tokoh sejarah dan para pemimpin

bangsa (konservasi lingkungan)

3. Pendidikan karakter berbasis lingkungan (konservasi lingkungan)

4. Pendidikan karakter berbasis potensi diri, yaitu sikap pribadi, hasil proses

kesadaran pemberdayaan potensi dari yang diarahkan untuk meningkatkan

kualitas pendidikan (konservasi humanis)

2. Pentingnya Pendidikan Karakter

Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) merumuskan fungsi dan tujuan

pendidikan nasional yang harus digunakan dal am mengembangkan upaya

pendidikan di Indonesia. Pasal 3 UU Sisdiknas menyebutkan, “Pendidikan

nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban

bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia

yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,

sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang

demokratis serta bertanggung jawab”.

Lickona (1992) dalam Suyanto (2010) yang dirujuk dari Agil (2011)

menjelaskan beberapa alasan perlunya Pendidikan karakter, di antaranya: (1)

Banyaknya generasi muda saling melukai karena lemahnya kesadaran pada

nilai-nilai moral, (2) Memberikan nilai-nilai moral pada generasi muda

merupakan salah satu fungsi peradaban yang paling utama, (3) Peran sekolah

sebagai pendidik karakter menjadi semakin penting ketika banyak anak-anak

memperoleh sedikit pengajaran moral dari orangtua, masyarakat, atau

lembaga keagamaan, (4) masih adanya nilai -nilai moral yang secara

universal masih diterima seperti perhatian, kepercayaan, rasa hormat, dan

tanggungjawab, (5) Demokrasi memiliki kebutuhan khusus untuk

pendidikan moral karena demokrasi merupakan peraturan dari, untuk dan

oleh masyarakat, (6) Tidak ada sesuatu sebagai pendidikan bebas nilai.

Sekolah mengajarkan pendidikan bebas nilai. Sekolah mengajarkan nilai-

nilai setiap hari melalui desain ataupun tanpa desain, (7) Komitmen pada

28

Page 29: Revisi Makalah PBM Self Regulated Learner Model

pendidikan karakter penting manakala kita mau dan terus menjadi guru yang

baik, dan (8) Pendidikan karakter yang efektif membuat sekolah lebih

beradab, peduli pada masyarakat, dan mengacu pada performansi akademik

yang meningkat.

Alasan-alasan di atas menunjukkan bahwa pendidikan karakter sangat

perlu ditanamkan sedini mungkin untuk mengantisipasi persoalan dimasa

depan yang semakin kompleks seperti semakin rendahnya perhatian dan

kepedulian anak terhadap lingkungan sekitar, tidak memiliki tanggungjawab,

rendahnya kepercayaan diri, dan lain-lain. Untuk mengetahui lebih jauh

tentang apa yang dimaksud dengan pendidikan karakter, Lickona dalam

Elkind dan Sweet (2004) dalam Agil (2011) menggagas pandangan bahwa

pendidikan karakter adalah upaya terencana untuk membantu orang untuk

memahami, peduli, dan bertindak atas nilai-nilai etika/ moral. Pendidikan

karakter ini mengajarkan kebiasaan berpikir dan berbuat yang membantu

orang hidup dan bekerja bersama-sama sebagai keluarga, teman, tetangga,

masyarakat, dan bangsa.

3. Nilai-nilai Karakter dalam Pembelajaran

Berikut ini nilai-nilai karakter yang dapat dikembangkan oleh guru:

Gambar 3 Nilai-nilai Luhur dan Perilaku Berkarakter (Sumber : Tim Pendidikan Karakter

Kemendiknas. 2010 dalam Agil (2011))

Ada banyak kualitas karakter yang harus dikembangkan, namun untuk

memudahkan pelaksanaan, IHF mengembangkan konsep pendidikan 9 pilar

karakter yang merupakan nilai-nilai luhur universal (lintas agama, budaya

29

Page 30: Revisi Makalah PBM Self Regulated Learner Model

dan suku). Diharapkan melalui internalisasi 9 pilar karakter ini, para siswa

akan menjadi manusia yang cinta damai, tanggung jawab, jujur, dan

serangkaian akhlak mulia lainnya. Ada pun nilai-nilai 9 pilar karakter terdiri

dari:

Cinta Tuhan dan alam semesta beserta isinya

Tanggung jawab, Kedisiplinan, dan Kemandirian

Kejujuran

Hormat dan Santun

Kasih Sayang, Kepedulian, dan Kerjasama

Percaya Diri, Kreatif, Kerja Keras, dan Pantang Menyerah

Keadilan dan Kepemimpinan

Baik dan Rendah Hati

Toleransi, Cinta Damai, dan Persatuan

Berikut ini merupakan nilai karakter berdasarkan mata pelajaran dan

jenjang pendidikan yang dirumuskan oleh Tim Pendidikan Karakter

Kemendiknas (2010) dalam Agil (2011)

30

Page 31: Revisi Makalah PBM Self Regulated Learner Model

4. Peran Guru Biologi dalam Membangun Karakter Siswa

Pendidik itu bisa guru, orangtua atau siapa saja, yang penting ia

memiliki kepentingan untuk membentuk pribadi peserta didik atau anak.

Peran pendidik pada intinya adalah sebagai masyarakat yang belajar dan

bermoral. Lickona, Schaps, dan Lewis (2007) serta Azra (2006) dalam

Agil (2011) menguraikan beberapa pemikiran tentang peran pendidik, di

antaranya:

1. Pendidik perlu terlibat dalam proses pembelajaran, diskusi, dan

mengambil inisiatif sebagai upaya membangun pendidikan karakter

2. Pendidik bertanggungjawab untuk menjadi model yang memiliki

31

Page 32: Revisi Makalah PBM Self Regulated Learner Model

nilainilai moral dan memanfaatkan kesempatan untuk

mempengaruhi siswa-siswanya. Artinya pendidik di lingkungan sekolah

hendaklah mampu menjadi “uswah hasanah” yang hidup bagi setiap peserta

didik. Mereka juga harus terbuka dan s iap untuk mendiskusikan

dengan peserta didik tentang berbagai nilai -nilai yang baik tersebut.

3. Pend id ik pe r lu member ikan pemahaman bahwa karakter siswa

tumbuh melalui kerjasama dan berpartisipasi dalam mengambil

keputusan

4. Pendidik perlu melakukan refleksi atas masalah moral berupa pertanyaan-

pertanyaan rutin untuk memastikan bahwa siswa-siswanya mengalami

perkembangan karakter.

5. Pendidik perlu menjelaskan atau mengklarifikasikan kepada peserta didik secara

terus menerus tentang berbagai nilai yang baik dan yang buruk.

Hal-hal lain yang pendidik dapat lakukan dalam implementasi pendidikan

karakter (Djalil dan Megawangi , 2006) adalah: (1) pendidik perlu menerapkan metode

pembelajaran yang melibatkan partisipatif aktif siswa, (2) pendidik perlu menciptakan

lingkungan belajar yang kondusif, (3) pendidik perlu memberikan pendidikan karakter

secara eksplisit, sistematis, dan berkesinambungan dengan melibatkan aspek

knowing the good, loving the good, and acting the good, dan (4) pendidik perlu

memperhatikan keunikan siswa masing-masing dalam menggunakan metode

pembelajaran, yaitu menerapkan kurikulum yang melibatkan 9 aspek kecerdasan manusia.

Agustian (2007) dalam Agil (2011) menambahkan bahwa pendidik perlu mel ati h

dan membentuk karakter anak melalui pengulangan-pengulangan sehingga terjadi

internalisasi karakter, misalnya mengajak siswanya melakukan shalat secara konsisten.

Berdasarkan penjelasan di atas, saya (Agil: 2011) mencoba

mengkategorikan peran pendidik di setiap jenis lembaga pendidikan dalam

membentuk karakter siswa. Dalam pendidikan formal dan non formal, pendidik (1)

harus terlibat dalam proses pembelajaran, yaitu melakukan in te raks i dengan

s i swa da lam mendiskusikan materi pembelajaran, (2) harus menjadi contoh

tauladan kepada siswanya dalam berprilaku dan bercakap, (3) harus mampu mendorong

siswa aktif dalam pembelajaran melalui penggunaan metode pembelajaran yang

variatif, (4) harus mampu mendorong dan membuat perubahan sehingga

32

Page 33: Revisi Makalah PBM Self Regulated Learner Model

kepribadian, kemampuan dan keinginan guru dapat menciptakan hubungan yang

saling menghormati dan bersahabat dengan siswanya, (5) harus mampu membantu

dan mengembangkan emosi dan kepekaan sosial siswa agar siswa menjadi lebih

bertakwa, menghargai ciptaan lain, mengembangkan keindahan dan belajar soft skills

yang berguna bagi kehidupan siswa selanjutnya, dan (6) harus menunjukkan

rasa kecintaan kepada siswa sehingga guru dalam membimbing siswa yang sulit tidak

mudah putus asa.

Berangkat dengan upaya-upaya yang pendidik lakukan sebagaimana

disebut di atas, diharapkan akan tumbuh dan berkembang karakter kepribadian yang

memiliki kemampuan unggul diantaranya: (1) karakter mandiri dan unggul, (2)

komitmen pada kemandirian dan kebebasan, (3) konflik bukan potensilaten, melainkan

situasi monumental dan lokal, (4) signifikansi Bhinneka Tunggal Ika, dan (5) mencegah

agar stratifikasi sosial identik dengan perbedaan etnik dan agama (Jalal dan Supriadi, 2001:

49-50 dalam Agil (2011)).

33

Page 34: Revisi Makalah PBM Self Regulated Learner Model

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Kesimpulan yang didapatkan dari pembahasan di atas adalah:

1. Tujuan Pembelajaran Biologi secara ringkas ada dalam pembahasan dan

semuanya memuat unsur pembelajar mandiri, berpikir kreatif untuk

memecahkan masalah (problem solver), pengembangan metakognitif dan

membangun karakter siswa.

2. Agar tujuan pembelajaran tercapai maka diperlukan suatu upaya/ strategi

dalam mencapainya. Sebagai contoh untuk menuju pembelajar mandiri

diperlukan strategi self regulated learning dimana unsur metakognitif lebih

banyak dikembangkan, untuk menuju seorang problem solver harus

mengembangkan berpikir kreatif dan mengembangkan pembelajaran yang

hands-on dan mind-on serta mengembangkan habit of mind (perilaku cerdas)

dan tak lupa juga yang terpenting adalah tujuan pembelajaran yang dapat

mengembangkan/ menumbuhkan/ menanamkan karakter pada siswa.

3. Upaya yang dapat dilakukan oleh seorang pendidik untuk mengembangkan

karakter dalam pembelajaran adalah pendidik (1) harus terlibat dalam proses

pembelajaran, yaitu melakukan in te raks i dengan s i swa da lam

mendiskusikan materi pembelajaran, (2) harus menjadi contoh tauladan kepada

siswanya dalam berprilaku dan bercakap, (3) harus mampu mendorong siswa aktif

dalam pembelajaran melalui penggunaan metode pembelajaran yang variatif, (4)

harus mampu mendorong dan membuat perubahan sehingga kepribadian,

kemampuan dan keinginan guru dapat menciptakan hubungan yang saling

menghormati dan bersahabat dengan siswanya, (5) harus mampu membantu dan

mengembangkan emosi dan kepekaan sosial siswa agar siswa menjadi lebih

bertakwa, menghargai ciptaan lain, mengembangkan keindahan dan belajar soft

skills yang berguna bagi kehidupan siswa selanjutnya, dan (6) harus

menunjukkan rasa kecintaan kepada siswa sehingga guru dalam membimbing siswa

yang sulit tidak mudah putus asa.

34

Page 35: Revisi Makalah PBM Self Regulated Learner Model

B. SARAN

Sebaiknya pembelajaran di sekolah saat ini harus menanamkan pendidikan

karakter pada siswa dan menjadikan siswa menjadi seorang pembelajar

mandiri dan problem solver yang mampu mengembangkan kemampuan

metakognitifnya untuk dapat bersaing dan mempertahankan eksistensinya di

dunia.

35

Page 36: Revisi Makalah PBM Self Regulated Learner Model

DAFTAR PUSTAKA

(Anonim a, tanpa tahun dalam Habibah, 2008).Corebima, A.D. 2006. Metakognisi: Satu Ringkasan Kajian. Makalah Disampaikan pada Pelatihan Strategi Metakognitif pada Pembelajaran Biologi untuk Guru-Guru Biologi di SMA di Kota Palangkaraya. 23 Agustus 2006

Corebima, A.D. dan Agil Al Idrus. 2006. Pemberdayaan dan Pengukuran Kemampuan Berpikir pada Pembelajaran Biologi. Makalah Disampaikan pada 3rd International Conference on Measurement and Evaluation in Education yang Diselenggarakan oleh USM di Penang-Malaysia. 13-15 Februari 2006

Habibah, K. N. 2008. Pengaruh Strategi Pembelajaran PBMP (Pemberdayaan Berpikir Melalui Pertanyaan)+TPS (Think Pair Share) terhadap Kemampuan Berpikir, Keterampilan Metakognitif, dan Pemahaman Konsep Siswa Kelas VII di SMPN 4 Malang pada Kemampuan Akademik Berbeda. Skripsi (Tidak diterbitkan). Malang: Universitas Negeri Malang

Hadi, S. 2007. Pengaruh Strategi Pembelajaran Cooperative Script terhadap Keterampilan Berpikir Kritis, Keterampilan Kognitif Biologi pada Siswa SMA Laboratorium Universitas Negeri Malang. Tesis (Tidak diterbitkan). Malang: Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang.

Hidayat 2009, pengembangan media pembelajran, Universitas Pendidikan Indonesia : Bandung (http://repository.upi.edu/operator/upload/d_pls_057230_chapter2.pdf)

Lepiyanto, Agil. 2011. Membangun Karakter Siswa Dalam Pembelajaran Biologi. Jurnal Bioedukasi, (Online), 2 (1): 73-80, (http://www.ummetro.ac.id/file_jurnal/8.Agil%20Lepiyanto%20UM.pdf), diakses 31 Januari 2013.

Latipah, Eva. 2010. Strategi Self Regulated Learning dan Prestasi Belajar: Kajian Meta Analisis. Jurnal Psikologi, (Online), 37 (1): 110-128, (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30413/4/Chapter%20II.pdf), diakses 31 Januari 2013.

Nhiro, 2010, Konsep Belajar Mandiri Siswa Pada Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (Pai) Kelas Xi Cerdas Internasional Di Sma Negeri 3 Pontianak Tahun Ajaran 2009,http://nhiro-nhiro.blogspot.com/2010/10/konsep-belajar-mandiri-siswa-pada.html.

Raymerta,2010, berpikir belajar, http://raymerta.blogs.friendster.com/complicated_mind/2007/10/berpikir_belaja.html

36