Review Jurnal Sintesis Keramik ZnTiO3 dan aplikasinya sebagai adsorben dan agen antibakteri

44
I.PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dengan berkembangnya revolusi dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, menyebabkan munculnya permintaan yang besar terhadap produksi bahan kimia baru yang dapat digunakan dalam berbagai proses industri. Diantara banyaknya bahan kimia baru, zat warna organik muncul sebagai salah satu bahan kimia yang paling banyak digunakan dalam berbagai kegiatan industri. Oleh karena itu, zat warna menjadi bagian penting dalam limbah industri. Limbah tekstil sangat beracun di alam karena mengandung zat warna organik dan anorganik dalam jumlah besar. Zat warna pigmen seperti antrakuinon atau kelompok azo hadir dalam bentuk anionik, kationik atau pewarna non-ionik, yang memiliki struktur kimia kompleks yang sangat sulit untuk terurai pada kondisi normal. Baru - baru ini muncul perhatian besar dalam mempelajari penghilangan zat warna dan pigmen dari limbah industri dan air limbah dengan proses adsorpsi menggunakan bahan berstruktur nano. Biasanya zat warna organik dan anorganik dihilangkan dengan tekhnik kimia dan fisik yang berbeda, seperti reaksi kimia, elektro-koagulasi, proses osmosis, adsorpsi, flokulasi, electro-floatation, pertukaran ion, membran filtrasi, destruksi elektrokimia, presipitasi dan banyak lainnya. Di antara semua teknik ini, teknik 1

description

Preparasi Pembuatan Keramik ZnTiO3 dengan metode SCS, karakterisasi, dan aplikasi sebagai adsorben Pewarna Malachite Green dan agen antibakteri

Transcript of Review Jurnal Sintesis Keramik ZnTiO3 dan aplikasinya sebagai adsorben dan agen antibakteri

Page 1: Review Jurnal Sintesis Keramik ZnTiO3 dan aplikasinya sebagai adsorben dan agen antibakteri

I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Dengan berkembangnya revolusi dalam bidang ilmu pengetahuan dan

teknologi, menyebabkan munculnya permintaan yang besar terhadap produksi

bahan kimia baru yang dapat digunakan dalam berbagai proses industri. Diantara

banyaknya bahan kimia baru, zat warna organik muncul sebagai salah satu bahan

kimia yang paling banyak digunakan dalam berbagai kegiatan industri. Oleh

karena itu, zat warna menjadi bagian penting dalam limbah industri. Limbah

tekstil sangat beracun di alam karena mengandung zat warna organik dan

anorganik dalam jumlah besar. Zat warna pigmen seperti antrakuinon atau

kelompok azo hadir dalam bentuk anionik, kationik atau pewarna non-ionik, yang

memiliki struktur kimia kompleks yang sangat sulit untuk terurai pada kondisi

normal. Baru - baru ini muncul perhatian besar dalam mempelajari penghilangan

zat warna dan pigmen dari limbah industri dan air limbah dengan proses adsorpsi

menggunakan bahan berstruktur nano. Biasanya zat warna organik dan anorganik

dihilangkan dengan tekhnik kimia dan fisik yang berbeda, seperti reaksi kimia,

elektro-koagulasi, proses osmosis, adsorpsi, flokulasi, electro-floatation,

pertukaran ion, membran filtrasi, destruksi elektrokimia, presipitasi dan banyak

lainnya. Di antara semua teknik ini, teknik adsorpsi menjadi teknik yang lebih

unggul daripada teknik lain dalam pengolahan air limbah dalam hal biaya, desain

yang sederhana, mudah dioperasikan dan ketidakpekaan terhadap zat beracun.

Malachite green (MG) merupakan zat warna sintetis yang biasa digunakan

dalam proses pencelupan kapas, sutra, kertas, dan industri kulit, dalam bidang

manufaktur cat dan tinta cetak, dan sebagai pewarna makanan, aditif makanan,

dan desinfektan medis. Namun, meskipun masih digunakan, MG berbahaya

karena memiliki efek samping terhadap kekebalan tubuh dan sistem reproduksi,

bersifat karsinogenik, genotoksik, teratogenik dan mutagenik. Karena alasan ini

negara Amerika Serikat dan Eropa telah memberlakukan larangan ketat pada

penggunaan MG dalam semua kategori makanan. Selain itu, pembuangan MG ke

dalam hidrosfer dapat menyebabkan ketidakseimbangan ekologi seperti

menyebabkan air menjadi berwarna dan mengurangi penetrasi sinar matahari yang

1

Page 2: Review Jurnal Sintesis Keramik ZnTiO3 dan aplikasinya sebagai adsorben dan agen antibakteri

merugikan kehidupan air. Oleh karena itu, penting untuk melakukan penghilangan

limbah MG sebelum dibuang ke badan air.

Dalam beberapa tahun terakhir bahan berbasis oksida seng-titanium (Zn-Ti-O)

telah digunakan secara luas karena sifat luar biasanya dan berpotensi dalam

aplikasi ilmiah dan teknis. Baru-baru ini, seng titanat telah diteliti untuk aplikasi

dalam banyak bidang seperti agen penyerap untuk penghilangan hidrogen sulfida

(H2S) bersuhu tinggi dari batubara, sensor gas, sensor kelembaban, pigmen cat,

bahan dielektrik, agen antibakteri dan sebagai fotokatalis. Hal ini telah banyak

dilaporkan oleh banyak penulis bahwa ada tiga senyawa ZnO-TiO2, termasuk

seng orto-titanat (Zn2TiO4) tipe kubik inverse-spinel, seng meta-titanat (ZnTiO3)

tipe rhombohedral ilmenit dan Zn2Ti3O8 tipe kubik spinel terstruktur yang

dianggap sebagai bentuk ZnTiO3 bersuhu rendah. Diantara semua itu, kristalin

ZnTiO3 berukuran nano merupakan bahan yang sangat signifikan yang telah

digunakan sebagai adsorben untuk zat warna.

Meskipun banyak antibiotik baru telah dikembangkan dalam beberapa dekade

terakhir, tidak satupun ditemukan dengan aktivitas lebih baik terhadap resisten

bakteri. Oleh karena itu penting untuk merencanakan strategi penyembuhan yang

lebih baik termasuk novel antibiotik. Baru-baru ini, nanopartikel oksida logam

telah digunakan secara efektif untuk agen terapi, dalam diagnosa penyakit kronis,

untuk mengurangi infeksi bakteri pada kulit dan luka bakar, untuk mencegah

kolonisasi bakteri pada perangkat medis, dan dalam industri pakaian dan makanan

digunakan sebagai agen antimikroba. Karena memiliki kemampuan yang unik dan

berpotensi sebagai antimikroba terhadap bakteri gram positif dan bakteri gram

negatif, para peneliti mengembangkan antibiotik generasi baru dengan membuat

nanopartikel oksida logam sebagai pengganti antibiotik untuk mengatasi masalah

resistensi terhadap obat. Nanopartikel ZnO dan TiO2 menunjukkan sifat

antibakteri, tetapi tidak ada literatur yang memuaskan yang berkaitan dengan

aktivitas antibakteri dari keramik ZnTiO3 nanokristalin. Hal ini menarik perhatian

peneliti untuk mempreparasi ZnTiO3 nanokristalin dan mempelajari sifat

antibakterinya. Dalam penelitian ini peneliti menyajikan proses preparasi dan

karakterisasi keramik ZnTiO3 nanokristalin jenis ilmenit dan mempelajari

efektivitasnya dalam penyerapan zat warna MG yang berbahaya. Peneliti juga

2

Page 3: Review Jurnal Sintesis Keramik ZnTiO3 dan aplikasinya sebagai adsorben dan agen antibakteri

mengevaluasi aktivitas antibakterinya terhadap bakteri patogen yang berbeda -

beda dengan metode difusi agar.

I.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana proses preparasi keramik ZnTiO3 nanokristalin?

2. Bagaimana hasil karakterisasi dari keramik ZnTiO3 nanokristalin?

3. Bagaimana pegaruh waktu, pengaruh dosis adsorben dan pengaruh pH

dalam proses adsorpsi zat warna Malachite green (MG) oleh keramik

ZnTiO3 nanokristalin?

4. Bagaimana pengaruh konsentrasi awal zat warna Malachite green (MG)

dalam proses adsorpsi?

5. Bagaimana mekanisme adsorpsi zat warna Malachite green (MG) oleh

keramik ZnTiO3 nanokristalin?

6. Bagaimana kinetika adsorpsi zar warna Malachite green (MG) oleh

keramik ZnTiO3 nanokristalin?

7. Bagaimana aktivitas antibakteri dari keramik ZnTiO3 nanokristalin

terhadap bakteri patogen?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk:

1. Membuat keramik ZnTiO3 nanokristalin

2. Mengetahui kemampuan adsorpsi keramik ZnTiO3 nanokristalin terhadap

zat warna Malachite green (MG).

3. Mengetahui aktivitas antibakteri dari keramik ZnTiO3 nanokristalin

terhadap bakteri patogen.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah untuk:

1. Menambah wawasan peneliti dan pembaca mengenai pembuatan keramik

ZnTiO3

2. Menambah wawasan peneliti dan memberikan informasi kepada

pembaca bahwa keramik ZnTiO3 nanokristalin memiliki kemampuan

adsorpsi terhadap zat warna Malachite green (MG) dan memiliki

aktivitas antibakteri terhadap bakteri patogen.

3

Page 4: Review Jurnal Sintesis Keramik ZnTiO3 dan aplikasinya sebagai adsorben dan agen antibakteri

II. TINJAUN PUSTAKA

II.1 Keramik

Keramik pada awalnya berasal dari bahasa Yunani keramikos yang artinya

suatu bentuk dari tanah liat yang telah mengalami proses pembakaran. Kamus dan

ensiklopedia tahun 1950-an mendefinisikan keramik sebagai suatu hasil seni dan

teknologi untuk menghasilkan barang dari tanah liat yang dibakar,

seperti gerabah, genteng, porselin, dan sebagainya. Tetapi saat ini tidak semua

keramik berasal dari tanah liat. Definisi pengertian keramik terbaru mencakup

semua bahan bukan logam dan anorganik yang berbentuk padat.

Umumnya senyawa keramik lebih stabil dalam lingkungan termal dan kimia

dibandingkan elemennya. Bahan baku keramik yang umum dipakai adalah

felspard, ball clay, kwarsa, kaolin, dan air. Sifat keramik sangat ditentukan oleh

struktur kristal, komposisi kimia dan mineral bawaannya. Oleh karena itu sifat

keramik juga tergantung pada lingkungan geologi dimana bahan diperoleh. Secara

umum strukturnya sangat rumit dengan sedikit elektron-elektron bebas.

Kurangnya beberapa elektron bebas keramik membuat sebagian besar bahan

keramik secara kelistrikan bukan merupakan konduktor dan juga menjadi

konduktor panas yang jelek. Di samping itu keramik mempunyai sifat rapuh,

keras, dan kaku. Keramik secara umum mempunyai kekuatan tekan lebih baik

dibanding kekuatan tariknya Pada prinsipnya keramik terbagi atas:

1. Keramik tradisional

Keramik tradisional yaitu keramik yang dibuat dengan menggunakan bahan

alam, seperti kuarsa, kaolin, dll. Yang termasuk keramik ini adalah: barang

pecah belah (dinnerware), keperluan rumah tangga (tile, bricks), dan untuk

industri (refractory).

2. Keramik halus

Fine ceramics (keramik modern atau biasa disebut keramik teknik, advanced

ceramic, engineering ceramic, techical ceramic) adalah keramik yang dibuat

dengan menggunakan oksida-oksida logam atau logam, seperti: oksida logam

(Al2O3, ZrO2, MgO,dll). Penggunaannya: elemen pemanas, semikonduktor,

komponen turbin, dan pada bidang medis.

4

Page 5: Review Jurnal Sintesis Keramik ZnTiO3 dan aplikasinya sebagai adsorben dan agen antibakteri

Sifat yang umum dan mudah dilihat secara fisik pada kebanyakan jenis

keramik adalah britle atau rapuh, hal ini dapat kita lihat pada keramik jenis

tradisional seperti barang pecah belah, gelas, kendi, gerabah dan sebagainya, coba

jatuhkan piring yang terbuat dari keramik bandingkan dengan piring dari logam,

pasti keramik mudah pecah, walaupun sifat ini tidak berlaku pada jenis keramik

tertentu, terutama jenis keramik hasil sintering, dan campuran sintering antara

keramik dengan logam. sifat lainya adalah tahan suhu tinggi, sebagai contoh

keramik tradisional yang terdiri dari tanah liat, flint, dan feldspar tahan sampai

dengan suhu 1200 C, keramik hasil rekayasa seperti keramik oksida mampu tahan

sampai dengan suhu 2000 C.

II.2 Solution Combustion Synthesis

Solution Combustion Synthesis merupakan suatu metode efektif untuk

mensintesis material berskala nano dan telah digunakan pada banyak produksi

keramik dalam banyak aplikasi. Keramik oksida berskala nano dapat dibuat

dengan metode SCS yang dipreparasi melalui kombinasi antara logam nitrat

dengan larutan berair dengan bahan bakar. Glisin dan urea, khususnya, adalah

bahan bakar yang cocok karena keduanya merupakan asam amino yang dapat

bertindak sebagai pengompleks dari ion logam dalam larutan dan juga berfungsi

sebagai bahan bakar untuk sintesis logam oksida nanokristalin. Metode ini dapat

langsung menghasilkan produk akhir yang diinginkan, meskipun dalam beberapa

kasus, dibutuhkan perlakuan panas berikutnya pada keramik yang disintesis untuk

meningkatkan pembentukan fase yang diinginkan.

Metode Solution Combustion Synthesis menggunakan garam, seperti nitrat,

logam sulfat dan karbonat, sebagai reagen oksidasi dan reduksi, menggunakan

bahan bakar seperti glisin, sukrosa, urea, atau karbohidrat lainnya yang dapat larut

dalam air. Nitrat bertindak sebagai oksidator untuk bahan bakar selama reaksi

pembakaran.

Metode Solution Combustion Synthesis adalah metode berdasarkan prinsip

bahwa sekali reaksi dimulai dengan pemanasan, terjadi reaksi eksotermik dengan

sendirinya dalam interval waktu tertentu, sehingga menghasilkan serbuk sebagai

produk akhir. Reaksi eksotermik dimulai pada suhu pengapian dan menghasilkan

sejumlah panas tertentu yang diwujudkan dalam suhu maksimum atau suhu

5

Page 6: Review Jurnal Sintesis Keramik ZnTiO3 dan aplikasinya sebagai adsorben dan agen antibakteri

pembakaran. Solution Combustion Synthesis memiliki keuntungan dalam

memproduksi serbuk secara cepat, halus dan homogen.

Metode Solution Combustion Synthesis merupakan proses cepat dan mudah,

dengan keuntungan utama dalam penghematan waktu dan energi. Proses ini

digunakan secara langsung dalam produksi dengan kemurnian tinggi, bubuk

keramik oksida homogen. Metode ini merupakan metode serbaguna untuk sintesis

berbagai ukuran partikel, termasuk serbuk alumina berukuran nanometer, seperti

yang dilaporkan oleh Patil dan Mimani. Menariknya, system pembakaran pada

pembakaran campuran logam redoks nitrat-glisin-nitrat amonium asetat atau

campuran logam aluminium nitrat-urea, tidak menunjukkan adanya api untuk

mendapatkan nanopartikel oksida.

Dasar dalam teknik Solution Combustion Synthesis terletak pada konsep

termodinamika yang digunakan dalam bidang propelan dan bahan peledak, dan

ekstrapolasi untuk mensintesis pembakaran oksida keramik dan termodinamika

yang dibahas secara luas oleh beberapa peneliti. Keberhasilan proses ini

berhubungan erat dengan campuran konstituen dari bahan bakar atau agrn

pengompleks yang cocok (misalnya, asam sitrat, urea, dan glisin) dalam air dan

reaksi redoks eksotermis antara bahan bakar dan oksidan (misalnya, nitrat).

Faktanya, mekanisme reaksi pembakaran sangat kompleks. Ada beberapa

parameter yang mempengaruhi reaksi seperti jenis bahan bakar, rasio bahan bakar

oksidator, penggunaan oksidator berlebih, suhu pemanasan, dan jumlah air yang

terkandung dalam campuran prekursor. Secara umum, sintesis pembakaran yang

baik adalah tidak bereaksi dengan keras, menghasilkan gas beracun dan bertindak

sebagai pengompleks untuk kation logam.

Teknik pembakaran dikendalikan oleh massa campuran dan volume wadah.

Studi yang dilakukan oleh Kingsley dan Patil menunjukkan bahwa rasio massa /

volume sangat penting dalam terjadinya combustion synthesis, komposisi kurang

dari 5 g dalam wadah 300 ml tidak menjalani proses pembakaran.

Metode Solution Combustion Synthesis telah terbukti menjadi teknik yang

bagus untuk mendapatkan berbagai jenis oksida pada skala nanometer dan

digunakan dalam berbagai aplikasi teknologi, seperti dapat dilihat pada Tabel 2.1.

6

Page 7: Review Jurnal Sintesis Keramik ZnTiO3 dan aplikasinya sebagai adsorben dan agen antibakteri

Berbagai oksida ini dipreparasi dengan sifat magnetik, mekanik, dielektrik,

katalitik, optik dan luminesen.

Tabel 2.3.1  Some oxides prepared by combustion in solution

Material Fuela

Particle size Application

Al2O3 U 4 μm AbrasiveMAl2O4 AM + U/CH/ODH/GLI 15–28 nm Catalyst support

(M = Mn e Zn)M/MgAl2O4, U 10 nm Catalyst

M = Fe-Co/Ni

Co+2

/Al2O3 U 0.2–0.3 μm Pigment

Eu+3

/Y3Al5O12 U 60–90 nm Red phosphorus

Ce1−xTbxMgAl11O19 CH 10–20 μm Green phosphorusM/Al2O3, M = Pt, U 7–10 nm Catalyst

Pd, Ag

Pd/Al2O3 U 10–18 nm CatalystCeO2-ZrO2 ODH 18 nm Oxigen storage

M/CeO2, M = Pt,

GLI 100 μm Capasitor

ODH 1–2 nm CatalystPd, Ag

Ce1−xPtxO2 CH 4–6 nm H2-O2 combina-tion catalyst

Ni-YSZ, (Ni,Co/ U ~40 nm Combustion cellFe/Cu) -YSZ anode (SOFC)

LaSrFeO3 CH/ODH 20–30 nm SOFC cathodeLaCrO3 U 20 nm Interconnection

for SOFC

LiCo0.5M0.5O2 U 5–10 μm Lithium battery

MFe2O4/BaFe12O19 ODH 60–100 nm Magnetic oxide

BaTiO3 GLI/AC 18–25 nm Dielectric materialPb(Zr,Ti)O3 AC 60 nm Piezoelectric

material

ZnO U <100 nm Varistor

II.3 Adsorpsi

Proses adsorpsi adalah peristiwa tertariknya suatu molekul tertentu dari fluida

pada permukaan zat padat (adsorben) (Susilowati, 2009). Adsorpsi juga dapat

didefinisikan sebagai fenomena fisik yang terjadi saat molekul – molekul gas atau

cair dikontakkan dengan suatu permukaan padatan dan sebagian dari molekul -

molekul tadi mengembun pada permukaan padatan tersebut. Hal ini terjadi karena

adannya kesetimbangan gaya – gaya molekul zat padat zat padat, yang cenderung

menarik molekul lain yang bersentuhan pada permukaannya (Kuntoro, 2011).

7

Page 8: Review Jurnal Sintesis Keramik ZnTiO3 dan aplikasinya sebagai adsorben dan agen antibakteri

Langkah – langkah peristiwa adsorpsi dapat diringkas :

1. Larutan berdifusi melalui fluida ke area dekat permukaan partikel padat.

2. Partikel terlarut berdifusi ke pori – pori partikel.

3. Partikel berdifusi ke dinding pori.

4. Adsorpsi zat terlarut pada permukaan dinding pori.

Jumlah fluida yang teradsorpsi pada permukaan adsorben dipengaruhi oleh

faktor-faktor berikut ini (Agustiar, 2011):

1. Jenis adsorbat

a. Ukuran molekul adsorbat

Ukuran molekul yang sesuai merupakan hal yang paling penting agar

proses adsorpsi dapat terjadi, karena molekul-molekul yang dapat

diadsorpsi adalah molekul-molekul yang diameternya lebih kecil atau

sama dengan diameter pori adsorben.

b. Kepolaran zat

Apabila berdiameter sama, molekul-molekul polar yang lebih kuat

diadsorpsi daripada molekul-molekul yang kurang polar.

Molekulmolekul yang lebih polar akan menggantikan molekul-molekul

yang kurang polar yang telah lebih dulu di adsorpsi.

2. Karakteristik Adsorben

a. Kemurnian adsorben

Adsorben yang lebih murni memiliki kemampuan adsorpsi yang lebih

baik.

b. Luas permukaan dan volume pori adsorben

Jumlah molekul adsorbat yang teradsorp akan meningkat dengann

bertambahnya luas permukaan dan volume pori adsorben.

3. Temperatur

Proses adsorpsi adalah proses eksotermis, berarti peningkatan temperatur

pada tekanan tetap akan mengurangi jumlah senyawa yang teradsorpsi.

4. Tekanan adsorbat

Pada adsorpsi fisika jumlah zat yang diadsorpsikan bertambah dengan

menaikan tekanan adsorbat. Sebaliknya pada adsorpsi kimia, jumlah zat yang

diadsorpsi akan berkurang dengan menaikkan tekanan adsorbat.

8

Page 9: Review Jurnal Sintesis Keramik ZnTiO3 dan aplikasinya sebagai adsorben dan agen antibakteri

5. Pusat aktif

Pada permukaan yang beragam, hanya sebagian permukaan yang mempunyai

daya serap. Hal ini menyebabkan hanya beberapa jenis zat yang dapat diserap

oleh bagian permukaan yang aktif, yang disebut sebagai pusat aktif (active

center).

II.4 Anti Bakteri

Antibakteri adalah senyawa yang digunakan untuk mengendalikan

pertumbuhan bakteri yang bersifat merugikan. Pengendalian pertumbuhan

mikroorganisme bertujuan untuk mencegah penyebaran penyakit dan infeksi,

membasmi mikroorganisme pada inang yang terinfeksi, dan mencegah

pembusukan serta perusakan bahan oleh mikroorganisme (Sulistyo, 1971).

Antimikrobia meliputi golongan antibakteri, antimikotik, dan antiviral

(Ganiswara, 1995). Mekanisme penghambatan terhadap pertumbuhan bakteri oleh

senyawa antibakteri dapat berupa perusakan dinding sel dengan cara menghambat

pembentukannya atau mengubahnya setelah selesai terbentuk, perubahan

permeabilitas membran sitoplasma sehingga menyebabkan keluarnya bahan

makanan dari dalam sel, perubahan molekul protein dan asam nukleat,

penghambatan kerja enzim, dan penghambatan sintesis asam nukleat dan protein.

Di bidang farmasi, bahan antibakteri dikenal dengan nama antibiotik, yaitu suatu

substansi kimia yang dihasilkan oleh mikroba dan dapat menghambat

pertumbuhan mikroba lain. Senyawa antibakteri dapat bekerja secara

bakteriostatik, bakteriosidal, dan bakteriolitik (Pelczar dan Chan, 1988).

Mekanisme penghambatan antibakteri dapat dikelompokkan menjadi lima,

yaitu menghambat sintesis dinding sel mikrobia, merusak keutuhan dinding sel

mikrobia, menghambat sintesis protein sel mikrobia, menghambat sintesis asam

nukleat, dan merusak asam nukleat sel mikrobia (Sulistyo, 1971). Daya

antimikrobia diukur secara in vitro agar dapat ditentukan kemampuan suatu zat

antimikrobia (Jawetz , 2001). Adanya fenomena ketahanan tumbuhan secara alami

terhadap mikrobia menyebabkan pengembangan sejumlah senyawa yang berasal

dari tanaman yang mempunyai kandungan antibakteri dan antifungi (Griffin,

1981).

9

Page 10: Review Jurnal Sintesis Keramik ZnTiO3 dan aplikasinya sebagai adsorben dan agen antibakteri

Uji aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan metode difusi dan metode

pengenceran. Disc diffusion test atau uji difusi disk dilakukan dengan mengukur

diameter zona bening (clear zone) yang merupakan petunjuk adanya respon

penghambatan pertumbuhan bakteri oleh suatu senyawa antibakteri dalam ekstrak.

Syarat jumlah bakteri untuk uji kepekaan/sensitivitas yaitu 105-108 CFU/mL

(Hermawan dkk., 2007). Metode difusi merupakan salah satu metode yang sering

digunakan. Metode difusi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu metode silinder,

metode lubang/sumuran dan metode cakram kertas. Metode lubang/sumuran yaitu

membuat lubang pada agar padat yang telah diinokulasi dengan bakteri. Jumlah

dan letak lubang disesuaikan dengan tujuan penelitian, kemudian lubang

diinjeksikan dengan ekstrak yang akan diuji. Setelah dilakukan inkubasi,

pertumbuhan bakteri diamati untuk melihat ada tidaknya daerah hambatan di

sekeliling lubang (Kusmayati dan Agustini, 2007).

II.5 Malachite Green

Malachite green merupakan zat warna utama triphenylmethane dengan berat

molekul 327. MG memiliki nama IUPAC [4-[(4-dimethylaminophenyl)-

phenylmethylidene]-1-cyclohexa-2,5-dienylidene] dimethylazanium dengan

rumus molekul C23H25N2+. MG memiliki kelarutan yang tinggi dalam pelarut asam

organik namun rendah dalam air (Hidayah N dkk, 2013)

Malachite green sering digunakan pada industri tekstil untuk pewarnaan wool

dan kain sutra, serta kertas pada industri kertas (Zhou dkk, 2013). Selain itu

malachite green juga sering digunakan pada industri akuakultur sebagai

desinfektan yang efektif melawan protozoa dan infeksi jamur (Long dkk, 2008).

Malachite green dilarang digunakan sebagai bahan tambahan makanan, namun

pada beberapa kasus, malachite green masih digunakan sebagai pewarna

makanan, dan bahan tambahan makanan (Chen dkk, 2007).

Gambar 2.2.1 Struktur Molekul Malachite green

10

Page 11: Review Jurnal Sintesis Keramik ZnTiO3 dan aplikasinya sebagai adsorben dan agen antibakteri

Penggunaan malachite green secara berlebihan dapat menimbulkan kerusakan

lingkungan dan tidak baik untuk kesehatan. Dampak negatif yang ditimbulkan

diantaranya, bersifat karsinogenik, mutangenik, dan dapat menghambat

fotosintesis (Jalil dkk, 2013). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa zat warna

tersebut memiliki toksisitas yang tinggi pada sel mamalia dan berperan sebagai

agen yang memicu tumor. Selain itu juga dapat menurunkan populasi hewan

dalam lingkungan air, menyebabkan kerusakan pada hati, limpa, ginjal, hati,

menimbulkan luka pada kulit, mata, paru-paru, serta tulang (Singh, 2012).

Malachite green dapat direduksi dalam lingkungan air menjadi senyawa

metabolitnya yaitu leukomalachite green (Chen dkk, 2007) yang reaksinya

ditunjukkan pada Gambar 2.2 (Mitrowska dkk, 2005). Malachite green dan

leukomalachite green berpotensi membahayakan kesehatan manusia (Chen dkk,

2007), sehingga Komisi Eropa (European Commission) telah menentapkan bahwa

metode yang dapat digunakan untuk menentukan residu malachite green dalam

daging ikan harus memenuhi minimum required performance limit (MRPL) yaitu

2 μg/kg (Mitrowska dkk, 2005).

11

Page 12: Review Jurnal Sintesis Keramik ZnTiO3 dan aplikasinya sebagai adsorben dan agen antibakteri

III.PROSEDUR PENEITIAN

III.1 Material

Seng nitrat hexahydrate murni (Zn(NO3)2•6H2O, AR 99%, Merck), tetra-n-

butil titanat (Ti(OC2H9) 4, AR 99%, Aldrich), urea (CO(NH2) 2, AR 99%,

Merck), asam nitrat 1:1 (HNO3, Fisher Scientific), asam klorida (HCl, Fisher

Scientific), natrium hidroksida (NaOH, Fisher Scientific), zat warna MG

(C23H26ON2, Sigma-Aldrich), nutrien media agar dan siprofloksasin (Hi Media,

Mumbai, India) yang digunakan tanpa pemurnian lebih lanjut.

III.2 Prosedur Penelitian

III.2.1 Preparasi Keramik ZnTiO3 Nanokristalin

Solution Combustion Synthesis (SCS) digunakan untuk pertama kali untuk

mempreparaso keramik ZnTiO3 nanokristalin. Belum ada literatur yang

tersedia tentang preparasi keramik ZnTiO3 nanokristalin dengan metode SCS.

Keramik ZnTiO3 dipreparasi melalui dua langkah sederhana yaitu:

a. Preparasi Titanyl Nitrat

Titanyl nitrat dibuat melalui hidrolisis terkontrol tetra-n-butil titanat

dengan air suling, reaksi lebih lanjut dari titanyl hidroksida dengan HNO3

1:1 menghasilkan titanyl nitrat. Reaksi yang terjadi :

Ti(OC4H9)4 + 3H2O → TiO(OH)2 + 4C4H9OH

TiO(OH)2 + 2HNO3 → TiO(NO3)2 + 2H2O

b. Proses Combustion

Titanyl nitrat dilarutkan dalam air dengan jumlah minimum dan jumlah

stoikiometri Zn(NO3)2, dan CO(NH2)2 dicampur dalam air suling ganda

dan diaduk dengan menggunakan pengaduk magnetik selama sekitar 30

menit. Larutan yang mengandung kristalin diatas dipanaskan terlebih

dahulu dalam muffle furnace pada 500 ± 10 ° C. Larutan dipanaskan dan

menghasilkan cairan yang sangat kental. Cairan kental ini menangkap api

dan dinyalakan api pada permukaannya akan membentuk produk berupa

bubuk putih. Reaksi keseluruhan dapat ditulis sebagai berikut :

12

Page 13: Review Jurnal Sintesis Keramik ZnTiO3 dan aplikasinya sebagai adsorben dan agen antibakteri

3Zn(NO3)2 + 10NH2CONH2 + 3TiO(NO3)2 → 3ZnTiO3+10CO2+16N2 +20H2O

Produk yang diperoleh dikalsinasi pada 600-800◦C selama 2 jam pada

udara atmosfer terbuka.

III.2.2 Preparasi Larutan Zat Warna Malachite green

Sejumlah pewarna MG ditimbang secara akurat, kemudian dilarutkan

dalam air suling untuk membuat larutan stok (10 mg / l). Larutan experimental

dari konsentrasi yang diinginkan diperoleh dengan pengenceran berturut-turut.

III.2.3 Studi Adsorpsi Malachite green

Penelitian dilakukan dengan waktu, dosis, pH, dan konsentrasi awal zat

warna yang berbeda – beda. 100 mL larutan zat warna dengan konsentrasi

berbeda – beda (5 ppm, 7,5 ppm, dan 10 ppm) dicampurkan pada adsorben

dengan dosis yang berbeda (5-65 mg) dalam gelas beker 250 mL. Larutan zat

warna yang mengandung adsorben diaduk dengan magnetik stirer untuk

meningkatkan kontak antara larutan zat warna dengan adsorben. Setelah

dilakukan pencampuran dengan variasi waktu tadi, adsorben dipisahkan dari

larutan dengan sentrifugasi pada kecepatan 1800 rpm selama 5 menit.

Konsentrasi sisa dari zat warna diukur secara spektrofotometri melalui

pengamatan absorbansi pada 618 nm (λmax).

III.2.4 Studi Antibakteri

Aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode difusi agar dengan

menggunakan bakteri gram negatif (Klebsiella aerogenes NCIM-2098.

Pseudomonas desmolyticum NCIM-2028, Escherichia coli NCIM-5-51), dan

bakteri gram positif (Staphylococus aureus NCIM-5022). Agar Muller Hinton

digunakan untuk kultur bakteri. Cawan nutrien agar bakteri dipreparasi dan

diseka dengan 100μl air daging matang menggunakan batang L steril pada

selama 24 jam. Variasi konsentrasi ZnTiO3 nanokristalin (1000 dan 1500 μg

per wadah) digunakan untuk mengamati aktivitas antibakteri. ZnTiO3

dipisahkan dalan air steril dan digunakan sebagai kontrol negatif dan

antibiotik Ciprofloxacin (5μg/50μl) sebagai kontrol positif. Kemudian

diinkubasi pada 37℃ selama 24-36 jam, zona inhibisi diukur dalam milimeter

13

Page 14: Review Jurnal Sintesis Keramik ZnTiO3 dan aplikasinya sebagai adsorben dan agen antibakteri

pada setiap wadah dan dicatat nilainya. Setiap konsentrasi dilakukan sebanyak

tiga rangkap dan dihitung nilai rata – rata untuk diperoleh aktivitas antibakteri

yang paling baik.

14

Page 15: Review Jurnal Sintesis Keramik ZnTiO3 dan aplikasinya sebagai adsorben dan agen antibakteri

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakterisasi

4.1.1 Studi PXRD

Pembentukan fase nanokristalin dari sampel yang telah dipreparasi,

dikarakterisasi dengan pengukuran PXRD. Hasil PXRD dianalisis dengan

pencarian crystallographica search match (informasi tentang struktur molekul dan

kristal).

Gambar 4.1.1 Pola PXRD keramik ZnTiO3 nanokristalin

Pada pola PXRD sampel dan sampel telah dikalsinasi pada 600℃ selama 2

jam menunjukkan sifat produk yang dihasilkan adalah amorf (Gambar 4.1.1).

Sedangkan sampel yang dikalsinasi pada suhu 700℃selama 2 jam menunjukkan

kristalinitas sampel dengan jenis ilmenit ZnTiO3 dan fase sekunder yaitu jenis

inverse-spinel kubik Zn2TiO4 berdasarkan data (ICDD nomor 25-1164) dan rutile

TiO2 berdasarkan (ICDD nomor 65-192), spinel merupakan salah satu jenis

struktur kristal yang memiliki dua sub struktur, yaitu struktur tetrahedral (bagian

A) dan struktur oktahedral (bagian B). Pembentukan kedua sub struktur spinel

tersebut secara umum dipengaruhi oleh besarnya jari-jari, konfigurasi elektron

ion-ion logam, serta energi statik dari kisi kristal. Dalam dunia kristalograpi,

15

Page 16: Review Jurnal Sintesis Keramik ZnTiO3 dan aplikasinya sebagai adsorben dan agen antibakteri

Zn2TiO4 terbentuk kedalam struktur kristal spinel kubik karena panjang atau

parameter kisi a = b. Sedangkan pada pola PXRD sampel yang dikalsinasi pada

suhu 800℃selama 2 jam, fase sekunder tidak teramati dan semua puncak sesuai

dengan ICDD nomor 26-1500 dengan kelompok ruang R-3 (No-148) dan

parameter sel a = b = 5.078 Å, c = 13.927Å. Semua puncak difraksi dapat

diindeksan dalam refleksi (1 0 1), (1 0 2), (1 0 4), (1 1 0), (1 1 3), (0 2 4), (1 1 6),

(0 1 8), (2 1 4), (3 0 0), (2 0 8), (1 1 9), (2 1 7) dan (2 2 0). Perluasan dari refleksi

menunjukkan dengan jelas sifat yang melekat pada nanokristal. Struktur kristal

keramik nanokristalin ZnTiO3 diperoleh dengan menggunakan software powder

cell ditunjukkan pada Gambar 4.1.2.

Gambar 4.1.2 Diagram pengemasan keramik ZnTiO3 nanokristalin

16

Page 17: Review Jurnal Sintesis Keramik ZnTiO3 dan aplikasinya sebagai adsorben dan agen antibakteri

Ukuran kristal dihitung dari full width at half maximum (FWHM (β)) dari

puncak difraksi dengan menggunakan metode Debye-Scherer yang dapat dihitung

dengan:

d= k⋋β cosθ

di mana ‘d ‘adalah dimensi rata-rata Kristal yang tegak lurus terhadap fase yang

dipantulkan, ‘⋋’ adalah panjang gelombang sinar-X, 'k' adalah Scherer yang

konstan (0.92), 'β ' full width at half maximum adalah (FWHM) intensitas dari

refleksi Bragg termasuk perluasan instrumental dan 'θ' adalah sudut Bragg.

Ukuran rata-rata Kristal sampel yang didapat adalah 16 nm. Kisi dan parameter

struktural nanokristalin ZnTiO3 keramik dirangkum dalam Tabel 1.

Tabel 1. Parameter kristal dari keramik nanokristalin ZnTiO3

AtomTingkat

Oksidasi

Notasi

Wyckoffx y z Okupansi

Zn 2+ 6c 0,0000 0,0000 0,3580 1

Ti 4+ 3b 0,0000 0,0000 0,5000 1

O 2- 18f 0,3050 0,0150 0,2500 1

Sistem kristal : rhombohedral, space group: R−3 (148); point group: −3, hexagonal axis.

4.1.2 Studi FTIR

Gambar 4.1.2.1 merupakan spektrum FT-IR sampel digunakan untuk

menentukan frekuensi vibrasi logam-oksigen dan ikatan lainnya yang berkaitan

dengan pengotor yang hadir dalam nanokristalin ZnTiO3 yang dikalsinasi pada

suhu 800℃ selama 2 jam. Dapat dilihat bahwa tidak adanya kemiripan puncak

tidak murni dengan organik tak murni. Namun, pita yang lemah dapat dilihat pada

bilangan gelombang 2358 cm-1 yang berasal dari peregangan ikatan C-H dari

kelompok butil pada n-butil titanat. Pita serapan yang kuat terjadi pada bilangan

gelombang 536 cm-1 dan 429 cm-1 sehingga ditentukan adanya peregangan vibrasi

pada ikatan M-O (M = Zn, Ti).

17

Page 18: Review Jurnal Sintesis Keramik ZnTiO3 dan aplikasinya sebagai adsorben dan agen antibakteri

Gambar 4.1.2.1 Spektrum FTIR keramik ZnTiO3 nanokristalin

4.1.3 Studi Spektroskopi UV-Vis

Studi untuk menentukan energi optik pada celah pita sampel, dilakukan

dengan spektrum UV-vis. Sampel menunjukkan adanya puncak serapan yang kuat

(λmax) di 235 nm pada daerah UV. Gambar. 4.1.3.1 (a) menunjukkan spektrum

serapan UV-vis pada sampel yang dikalsinasi pada suhu 800◦C selama 2 jam. Hal

ini dapat dikaitkan dengan eksitasi foto elektron dari pita valensi ke pita konduksi.

Energi optik band gap (Eg) diperkirakan (Gambar 4.1.3.1 (b)) dengan metode

yang diusulkan oleh Wood dan Tauc, menurut persamaan berikut:

(hvα ) α (hv−Eg )n

di mana 'α ' adalah absorbansi, 'h' adalah konstanta Planck, 'v' adalah frekuensi, '

Eg' adalah energi optik band gap dan 'n' adalah konstanta yang berhubungan

dengan berbagai jenis transisi elektron (n = 1/2, 2, 3/2 atau 3). Nilai Eg keramik

ZnTiO3 adalah ~3.6 eV dan telah sesuai dengan literatur.

18

Page 19: Review Jurnal Sintesis Keramik ZnTiO3 dan aplikasinya sebagai adsorben dan agen antibakteri

Gambar 4.1.3.1 (a) spektrum UV-Vis, (b) energi optik band gap keramik ZnTiO3

nanokristalin

4.1.4 Analisis Morfologi

Gambar 4.1.4.1 (a) dan (b) menunjukkan gambar FE-SEM keramik

nanokristalin ZnTiO3 dikalsinasi pada 800℃selama 2 jam. Mikrograf

mengungkapkan bahwa partikel yang hampir berbentuk bulat, memiliki ukuran

seragam dan distribusi. Partikel-partikel yang teraglomerasi tinggi terjadi karena

adanya pelengketan partikel selama kalsinasi. Spektroskopi dispersi energi

digunakan untuk menganalisis komposisi kimia dari ZnTiO3 keramik. Tidak ada

unsur selain Zn, Ti dan O yang terlihat pada spektroskopi energi dispersif

(Gambar 4.1.4.1 (c)).

Gambar 4.1.4.1 (a) dan (b) FE-SEM, (c) Mikrograp EDS keramik ZnTiO3

nanokristalin

19

Page 20: Review Jurnal Sintesis Keramik ZnTiO3 dan aplikasinya sebagai adsorben dan agen antibakteri

Selanjutnya, Zn: Ti: O dalam rasio atom 19:19:61, yang sangat dekat dengan

komposisi yang diharapkan. Gambar TEM dari ZnTiO3 keramik (Gambar 4.1.4.2

(a)) menunjukkan bahwa partikel yang diperoleh dalam ukuran nano dan memiliki

rata-rata ukuran partikel sebesar 10 nm. Gambar HR-TEM (Gambar 4.1.4.2 (b))

menunjukkan bahwa keramik ZnTiO3 berbentuk kristal dengan jarak kisi sebesar

0,23 nm. Hasil ini cocok dengan hasil yang diperoleh dari metode Debye-

Scherer's.

Gambar 4.1.4.2 (a) TEM dan (b) HR-TEM keramik ZnTiO3 nanokristalin

4.1.5 Profil Permukaan

Profil permukaan diuji berdasarkan pada pengukuran optik interferometry.

Tampilan 2D, 3D, dan grafik garis profil permukaan ditunjukkan pada Gambar

4.1.5.1 (a), (b) dan (c). Kekasaran rata-rata (Ra), kekasaran rata-rata RMS (Rq),

tinggi maksimum profil (Rpv), tinggi puncak maksimum (Rp), kedalaman lembah

maksimum (Rv), putaran simetri profil (Rsk), kekasaran maksimum parameter

kedalaman / ketinggian (Rz) dan keacakan puncak (RKU) ditabulasi dalam Tabel

2. Nilai rata-rata dan standar deviasi Rsk dan RKU menetapkan morfologi

permukaan nano dari sampel. Pada tampilan 2D, 3D dan grafik garis gambar

profil permukaan menegaskan kehadiran butir yang teraglomerasi dengan

keseragaman dan konektivitas melalui batas butir. Muhammad Awais dkk.

melakukan studi adsorpsi zat warna NOx dan dalam studi mereka menemukan

bahwa kekasaran permukaan yang lebih tinggi adalah adsorpsi zat warna.

20

Page 21: Review Jurnal Sintesis Keramik ZnTiO3 dan aplikasinya sebagai adsorben dan agen antibakteri

Gambar 4.1.5.1 (a) tampilan 2D, (b) tampilan 3D, dan (c) tampilan grafik garis

dari keramik ZnTiO3 nanokristalin

4.2 Studi Adsorpsi

Penelitian adsorpsi telah dilakukan dengan menggunakan zat warna organik

kationik berbahaya Malachite Green (MG). MG merupakan zat warna utama

triphenylmethane dengan berat molekul 327. MG memiliki nama IUPAC [4-[(4-

dimethylaminophenyl)-phenylmethylidene]-1-cyclohexa-2,5-dienylidene]

dimethylazanium dengan rumus molekul C23H25N2+. MG memiliki kelarutan yang

tinggi dalam pelarut asam organik namun rendah dalam air. Struktur kimia dan

spektrum UV-Vis MG ditunjukkan pada gambar 4.2.1.

Gambar 4.2.1 (a) Struktur kimia MG, (b) Spektrum UV-Vis MG

21

Page 22: Review Jurnal Sintesis Keramik ZnTiO3 dan aplikasinya sebagai adsorben dan agen antibakteri

4.2.1 Pengaruh Waktu Kontak

Pengaruh waktu kontak pada adsorpsi MG oleh keramik ZnTiO3 nanokristalin

dapat dilihat pada gambar 4.2.1.1 yang mana adsorpsi zat warna meningkat

dengan meningkatnya waktu pengadukan menjadi 30 menit. Tingkat adsoprsi

meningkat cukup cepat dimana diawal sebagian besar senyawa terserap pada

waktu 30 menit pertama. Hal ini ditunjukkan dengan terjadinya penyerapan zat

warna lebih dari 96% pada 30 menit pertama, setelah itu kecepatan adsorpsi

menurun. Hal ini menunjukkan bahwa kesetimbangan terjadi setelah 30 menit.

Hal ini pada dasarnya dikarenakan situs aktif pada adsorben telah mengalami

kejenuhan sehingga tidak memungkinkan untuk terjadi adsorpsi lebih lanjut.

Gambar 4.2.1.1 Pengaruh waktu kontak terhadap adsorpsi MG.

4.2.2 Pengaruh Dosis Adsorben

Penyerapan zat warna sangat dipengaruhi oleh jumlah dari zat penyerapnya.

Adsorpsi MG oleh keramik ZnTiO3 nanokristalin telah diamati dengan mengubah

jumlah adsorbennya dari 5 mg/L hingga 65 mg/L dengan kecepatan pengadukan

konstan selama 30 menit dengan konsentrasi optimum zat warna sebesar 10 ppm.

hasil pengamatan pengaruh dosis adsorben dapat diamati pada gambar 4.2.2.1,

dengan peningkatan dosis adsorben, penyerapan zat warna mengalami

peningkatan hingga diperoleh jumlah optimum adsorben. Peningkatan dosis

adsorben lebih lanjut menyebabkan terjadinya penurunan persentasi penyerapan

zat warna MG. Hal ini kemungkinan berkaitan dengan over-lapping atau agregasi

22

Page 23: Review Jurnal Sintesis Keramik ZnTiO3 dan aplikasinya sebagai adsorben dan agen antibakteri

pada situs adsorpsi yang mengakibatkan terjadinya penurunan jumlah area

permukaan adsorben yang tersedia untuk zat warna MG.

Gambar 4.2.2.1 Pengaruh dosis adsorben terhadap adsorpsi MG

4.2.3 Pengaruh pH

pH pada pengamatan ini memiliki efek yang besar pada efisiensi adsorpsi zat

warna organik. Pengaruh pH pada adsorpsi MG oleh keramik ZnTiO3

nanokristalin diamati dengan menggunakan zar warna dengan konsentrasi 10 ppm

sebanyak 45 mg dengan kecepatan pengadukan selama 30 menit pada suhu

laboratorium. Hasil pengamatan ditunjukkan pada gambat 4.2.3.1.

Gambar 4.2.3.1 Pengaruh pH terhadap adsorpsi MG

Dari gambar 4.2.3.1 menunjukkan penyerapan zat warna maksimum sebesar

96% pada pH 9 yang mana terjadi penurunan hingga 3% pada pH 2. Hal ini

menegaskan bahwa pH rendah (2-5) kurang baik untuk proses penyerapan zat

23

Page 24: Review Jurnal Sintesis Keramik ZnTiO3 dan aplikasinya sebagai adsorben dan agen antibakteri

warna MG oleh keramik ZnTiO3 nanokristalin. Hasil penelitian ini didukung oleh

pendapat peneliti lain seperti Gokulakrishnan, dkk (2012) yang mengatakan

bahwa Malachite green efektif terdegradasi pada pH 3-9, baik secara adsorpsi,

fotokatalitik (Nihalni, dkk 2012), dan degradasi elektrokimia menggunakan

elektroda besi (Singh dkk, 2013). Sedangkan menurut Liu dkk (2011), Malachite

green mudah terdegradasi pada pH diatas 7.

4.2.4 Pengaruh Konsentrasi Awal

Pengaruh konsentrasi awal zat warna juga menjadi paramter lain yang harus

dipehitungkan. Hal ini sangat menarik untuk dicatat bahwa persentasi adsorpsi

untuk larutan zat warna 5 ppm sangat rendah karena ketersediaan molekul zat

warna terhadap adsorben lemah. Dengan peningkatan konsentrasi zat warna

menjadi 7,5 ppm, penyerapan zat warna selanjutnya sedikit meningkat hingga

konsentrasi MG menjadi 10 ppm, dan persentasi adsorpsi oleh keramik ZnTiO3

nanokristalin tinggi (96%). Penelitian ini mengahsilkan hasil yang jelas, dimana

menjelasan bahwa ketersediaan molekul zat warna untuk berinteraksi dengan

adsorben harus dalam kisaran optimum. Konsenrasi awal zat warna yang

ditingkatkan dari 5 ppm ke 7,5 ppm, 7,5 ppm ke 10 ppm pada adsorpsi MG oleh

keramik ZnTiO3 nanokristalin mengindikasikan bahwa konsentrasi awal yang

tinggi memberikan kekuatan pendorong untuk mengatasi perlawanan transfer

massa antara fasa berair dan fasa padat.

Gambar 4.2.4.1 Pengaruh konsentrasi awal zat warna

24

Page 25: Review Jurnal Sintesis Keramik ZnTiO3 dan aplikasinya sebagai adsorben dan agen antibakteri

4.2.5 Mekanisme Penyerapan MG oleh Keramik Nanokristalin ZnTiO3

Mekanisme penyerapan MG oleh keramik nanokristalin ZnTiO3 dapat

dijelaskan berdasarkan pengaruh pH. Dibawah kondisi asam, sulit untuk zat warna

kationik MG untuk terserap pada permukaan keramik ZnTiO3 nanokristalin. Hal

ini karena pH awal larutan zat warna yang rendah, jumlah situs negatif adsorben

rendah dan jumlah situs positif adsorben tinggi yang mana tidak mendukung

penyerapan karena MG merupakan zat warna kationik yang menyebabkan

terjadinya repulsi elektrostatik (tolak menolak). Terjadinya penurunan tingkat

adsorpsi pada pH yang lebih rendah juga karena fakta bahwa adanya kelebihan H+

yang dibebaskan oleh zat warna MG pada kondisi asam yang berlawanan dengan

kation zat warna untuk adsorpsi. Perubahan situs negatif pada peningkatan pH

yang lebih tinggi pada molekul adsorben yang menarik situs aktif zat warna

kationik MG menyebabkan tingat penyerapan ringgi. Interaksi nanokristalin

ZnTiO3 dengan Mg ditunjukkan pada skema dibawah ini

4.2.6 Efisiensi Penggunaan Kembali Adsorben

ZnTiO3 yang telah digunakan dalam penelitian ini disentrifus, dan penyerapan

polutan dilakukan dengan metode leaching kimia. HCl (0,1 N) digunakan untuk

menyerap polutan (Malachite Green) dari adsorben ZnTiO3 dan dikeringkan pada

suhu 120℃ dengan oven sebelum digunakan lagi secara berulang kali. Akan

tetapi, hasil yang diperoleh dari adsorben yang telah diperbaharui tidak signifikan

dan menunjukkan efisiensi penyerapan yang rendah setelah penggunaan pertama.

Sehingga, ZnTiO3 tidak dapat didaur ulang dan digunakan kembali sebagai

adsorben untuk zat warna Malachite green dalam larutan berair.

25

Page 26: Review Jurnal Sintesis Keramik ZnTiO3 dan aplikasinya sebagai adsorben dan agen antibakteri

4.2.7 Kinetika Adsorpsi

Untuk mengetahui langkah – langkah yang terlibat dalam pengendalian

kecepatan dalam proses adsorpsi, maka ditetapkan kinetika adsorpsinya. Dalam

penelitian ini, digunakan model kinetika adsorpsi Langmuir – Hinshelwood

(Persamaan 2). Model ini digunakan untuk menghitung konstanta kecepatan atau

laju adsorpsi.

r=−dcdt

=krKC

(1+KC )(1)

Dimana r adalah laju adsorpsi, kr adalah konstanta laju adsorpsi, K adalah

koefisien absorpsi reaktan, dan C adalah konsentrasi rektan. Ketika harga C sangat

kecil, Persamaan (1) dapat dinyatakan melaui persamaan (2)

r=−dcdt

=kr KC=kC (2)

Dimana k adalah orde pertama konstanta laju. Dengan t = 0, C=C0, maka

lnC0

C=kt (3)

Gambar 4.2.7.1 Kinetika adsorpsi MG

26

Page 27: Review Jurnal Sintesis Keramik ZnTiO3 dan aplikasinya sebagai adsorben dan agen antibakteri

Gambar 4.2.7.1 menunjukkan laju adsorpsi ZnTiO3 nanokristalin pada suhu ruang.

Nilai R yang diperoleh lebih besar dari 0,96, dimana menunjukkan bahwa ZnTiO3

nanokristalin memiliki aktivitas adsorpsi yang baik dengan nilai k = 0,021 min-1.

4.3 Studi Antibakteri

Sifat antibakteri dari keramik ZnTiO3 nanokristalin menunjukkan hasil yang

baik terhadap bakteri gram negative K. aerogenes, E. coli, P. desmolyticum, dan

bakteri gram positif S. aureus menggunakan dengan metode difusi agar. Pada

metode difusi cakram kertas saring yang berisi sejumlah obat di tempatkan pada

materi padat yang sebelumnya telah di inokulasi bakteri uji pada permukaannya.

Setelah di inkubasi diameter zona hambat sekitar cakram yang di gunakan

mengukur kekuatan hambatan obat terhadap organisme uji. Metode difusi agar

yang digunakan pada jurnal ini yaitu dengan cara memasukkan bakteri kedalam

media agar Mueler Hinton. Setelah beku kemudian di beri ZnTiO3 dengan

konsentrasi 1000 μg/100 μl dan 1500 μg/150 μl. Kemudian di inkubasi. Hasilnya

di baca sesuai dengan standar masing masing antibiotik (Jawetz et al). Dalam

metode ini nanokristalin ZnTiO3 menunjukkan hasil yang signifikan. Zona inhibisi

ditunjukkan pada Gambar 4.3.1 dan pada Tabel 3.

Gambar 4.3.1 Zona tes inhibisi untuk nanokristalin ZnTiO3 (a) K. aerogenes, (b)

E. coli, (c) S. aureus dan (d) P. desmolyticum.

27

Page 28: Review Jurnal Sintesis Keramik ZnTiO3 dan aplikasinya sebagai adsorben dan agen antibakteri

Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa nanokristalin ZnTiO3 memiliki

aktivitas yang berpotensi untuk menghambat pertumbuhan bakteri uji terhadap

bakteri gram negativf K. aerogenes, E. coli, dan bakteri gram positif S. aureus.

Tetapi tidak memiliki aktivitas yang berpotensi menghambat pertumbuhan bakteri

uji P. desmolyticum.

ZnTiO3 dapat menghambat pertumbuhan bakteri karena merupakan bahan

semikonduktor. Bahan semikonduktor di ketahui dapat menghambat

pertumbuhan bakteri dengan cara berdifusi kedalam sel bakteri. ZnTiO3 juga

merupakan nanopartikel oksida logam. Menurut Ayu Azhari dalam penelitiannya

yang berjudul Penggunaan Komposit CuO-Fe2O3 untuk Antibakteri mengatakan

bahwa Semua nanopartikel Oksida logam yang diuji menunjukkan adanya

aktivitas antimikroba. Nanopartikel CuO menunjukkan aktivitas paling besar,

diikuti ZnO,NiO, dan Sb2O3. Berdasarkan hasil pengamatan, aktivitas antibakteri

dari nanokristalin ZnTiO3 dapat disebabkan karena adanya ZnO dan TiO yang di

preparasi tersebut. Faktor berikut mungkin memberikan respon untuk kegiatan

antibakteri yaitu, peningkatan stabilitas nanopartikel komposit dari kombinasi

ZnO dengan TiO2, ukuran ionik nanokristalin ZnTiO3 dan pembentukan spesies

oksigen reaktif (ROS). Menurut Jawetz et al 2005 metode difusi di pengaruhi

beberapa faktor kimia dan fisika, selain faktor antara obat dan organisme

(misalnya sifat medium dan kemampuan difusi, ukuran molekular dan stabilitas

obat). Meskipun demikian, standardisasi faktor-faktor tersebut memungkinkan

melakukan uji kepekaan dengan baik.

Efek antibakteri nanokristalin ZnTiO3 dilihat dari pola struktural ionik dan

kolosal yang baik dengan pharmacophore tersebut. Kehadiran ini membantu

senyawa tersebut untuk berinteraksi atau menembus lebih dengan membran sel

bakteri dan dengan demikian dapat menonaktifkan mereka. Mekanisme yang lain

28

Page 29: Review Jurnal Sintesis Keramik ZnTiO3 dan aplikasinya sebagai adsorben dan agen antibakteri

yaitu dari "self-promoted up take" dari antibiotik melintasi membran luar

bakteria yang terdiri dari permukaan lipopolisakarida. Hal ini menunjukkan

bahwa nanopartikel berinteraksi dengan membran luar dan pembentukan saluran

selanjutnya dalam membran sitoplasma baik melalui mekanisme "Barrel-Stave"

atau "Carpet" yang dapat mengakibatkan kematian sel.

29

Page 30: Review Jurnal Sintesis Keramik ZnTiO3 dan aplikasinya sebagai adsorben dan agen antibakteri

IV. KESIMPULAN

Keramik ZnTiO3 nanokristalin tipe ilmenit telah sukses dipreparasi melalui

metode SCS sederhana dan telah dilakukan pengamatan terhadap kapasitas

adsorpsi zat warna MG. Dari hasil pengamatan menunjukkan parameter seperti

pengaruh pH dan waktu kontak memainkan pean penting dalam adsorpsi. Hasil

kinetika adsorpsi menunjukkan bahwa adsorpsi MG oleh ZnTiO3 mengikuti

kinetika reaksi orde pertama. Aktivitas antibakteri dilakukan dengan

menggunakan empat bakteri patogen yang berbeda. Hasil analisa antibakteri

menyimpulkan bahwa pada konsentrasi tinggi (1000 dan 1500 μg), ZnTiO3

nanokristalin bertindak sebagai agen antibakteri yang sangat baik dalam melawan

bakteri gram negatif negative K. aerogenes, E. coli, P. desmolyticum dan bakteri

gram positif S. Aureusbacteria dengan metode difusi agar.

30