Review Jurnal

25
REVIEW JURNAL PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK BIJI ALPUKAT (Persea gratissima) MENGGUNAKAN KATALIS CaO Disusun oleh : KELOMPOK 8 Ari Nofendi 1009055041 Nur Wahidun Kurniasih 1109065007 Dwi Wijayanti 1109065019 Asih Adliya 1109065031 Adam Ari Johansyah 1109065055 JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MULAWARMAN SAMARINDA

description

Review Journal

Transcript of Review Jurnal

Page 1: Review Jurnal

REVIEW JURNAL

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK BIJI ALPUKAT

(Persea gratissima) MENGGUNAKAN KATALIS CaO

Disusun oleh :

KELOMPOK 8

Ari Nofendi 1009055041

Nur Wahidun Kurniasih 1109065007

Dwi Wijayanti 1109065019

Asih Adliya 1109065031

Adam Ari Johansyah 1109065055

JURUSAN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MULAWARMAN

SAMARINDA

2013

Page 2: Review Jurnal

BAB IPENDAHULUAN

Seiring kemajuan bidang industri dan transportasi,konsumsi bahan bakar

minyak bumi semakin meningkat. akibatnya, persediaan di dunia semakin

menipis. perkiraan tentang penurunan produk minyak bumi pada masa yang akan

datang dan ketergantungan yang besar terhadap sumber energi minyak bumi,

mendorong penelitian dan pengembangan suber energi alternatif dari bahan-bahan

alam yang jumlahnya melimpah dan bersifat terbarukan (renewable natural

resources).

Biodiesel adalah salah satu bahan bakar alternatif yang mempunyai

beberapa keunggulan diantaranya mudah digunakan, ramah lingkungan

(biodegradable), tidak beracun, bebas dari logam berat seperti sulfur dan senyawa

aromatik serta mempunyai titik nyala yang lebih tinggi daripada petroleum diesel

sehingga lebih aman jika disimpan dan digunakan. Biodiesel yang berasal dari

minyak nabati dikenal sebagai VOME (Vegetable Oil Metil Ester) dan merupakan

sumber daya yang dapat diperbaharui karena umumnya dapat diekstrak dari

berbagai hasil produk pertanian dan perkebunan (Kreatif Energi Indonesia, 2006).

Di Amerika Serikat dan Eropa, biodiesel dapat berasal dari lemak minyak nabati.

Tanaman yang dapat digunakan sebagai sumber minyak nabati untuk dijadikan

bioenergi diantaranya tanaman alpukat dalam hal ini biji Alpukat (Persea

gratissima).

Pemilihan biji alpukat sebagai salah satu sumber minyak nabati karena

kandungan minyaknya relatif tinggi dibandingkan tanaman lain yaitu sekitar 2638

liter/ha dalam 2217 kg/ha. Sedangkan tanaman seperti jarak adalah 1590 kg/ha :

1892 liter/ha dan bunga matahari 800 kg/ha : 925 liter/ha. Selain itu bahan bakar

ini lebih ekonomis dan ramah lingkungan karena kadar belerang dalam minyak

tersebut kurang dari 15 ppm, sehingga pembakaran berlangsung sempurna dengan

dampak emisi CO, CO2 serta polusi udara yang rendah (Sofia, 2006).

Terdapat beberapa penelitian yang mendukung penggunaan minyak biji

alpukat sebagai bahan baku biodiesel. Diantaranya adalah The National Biodiesel

Page 3: Review Jurnal

Foundation (NBF)(1994) yang menyebutkan bahwa alpukat mengandung lemak

nabati yang tersusun dari senyawa alkil ester dengan komposisi yang sama dengan

bahan bakar diesel. Selain itu angka setananya lebih baik dibandingkan dengan

solar sehingga gas buangnya lebih ramah lingkungan (Sofia, 2006).

Penelitian ini didasarkan pada penelitian sebelumnya yaitu penelitian

yang menggunakan katalis CaO pada reaksi antara minyak kacang kedelai dengan

metanol, dihasilkan biodiesel dengan konversi 97% selama 3 jam. CaO yang telah

dipakai dapat digunakan kembali (reused) untuk 20 kali reaksi (Liu dkk, 2007

dalam Citra dan Lidya, 2008). Selain itu pada pembuatan biodiesel dari minyak

kelapa sawit dengan katalis CaO menghasilkan biodiesel dengan konversi 100%

(Citra dan Lidya, 2008). Berdasarkan kenyataan tersebut diatas maka penulis

melakukan penelitian dengan judul ”Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Biji

Alpukat (Persea gratissima) Menggunakan Katalis Kalsium Oksida (CaO)”.

Page 4: Review Jurnal

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Biodiesel

Biodiesel adalah bahan bakar alternatif yang diformulasikan khusus untuk

mesin diesel yang terbuat dari minyak nabati (bio-oil). Proses pembuatan

biodiesel adalah proses transesterifikasi antara minyak nabati dengan methanol

dan katalis pada suhu 70oC. Biodiesel memiliki keuntungan antara lain tidak

diperlukan modifikasi mesin, memiliki cetane number tinggi, ramah lingkungan,

memiliki daya pelumas yang tinggi, aman dan tidak beracun.

Menggunakan biodiesel sebagai pengganti diesel standar tidak hanya akan

membantu lingkungan, tetapi juga akan membantu meningkatkan kemandirian

energi dan keamanan energi negara. Kelemahan dari penggunaan biodiesel lebih

karena biodiesel sebagian besar masih diproduksi dari tanaman pangan yang

dalam skenario terburuk menyebabkan peningkatan harga pangan dan bahkan

meningkatkan kelaparan di dunia. Inilah alasan utama mengapa para ilmuwan

melihat berbagai bahan baku biodiesel potensial lainnya, contohnya adalah biji

alpukat.

Teknologi pembuatan biodiesel dari aneka minyak nabati praktis sama dan

relatif sederhana, karena hanya meilibatkan: (i) reaksi berbantuan katalis basa

antara minyak nabati dengan alkohol berlebih; dan (ii) pemisahan produk samping

gliserin serta sisa kelebihan alkohol dari biodiesel produk. Tahap-tahap produksi

ini tidak membutuhkan tingkat pengendalian operasi yang relatif ketat, sehingga

cukup mudah dikembangkan serta dikuasa/diterapkan oleh tenaga- tenaga dalarn

negeri. Kondisi operasinya pun tak berat (temperatur <150°C, tekanan atmosferik,

pH dan tingkat korosivitas bahan sangat moderat), sehingga barang-barang modal

utama pabrik biodiesel akan dapat dibuat oleh bengkel- bengkel peralatan di

dalam negeri.

B. Minyak Nabati dari Biji Alpukat

Minyak biji alpukat adalah minyak nabati yang diperoleh dari biji buah

alpukat (Persea gratissima) Menurut Widioko (2009), disamping daging buahnya

Page 5: Review Jurnal

biji alpukat juga memiliki potensi karena kandungan proteinnya tinggi bahkan

kandungan minyaknya hampir sama dengan kedelai. Menurut Rachimoellah

(2009), Biji alpukat dapat dijadikan sebagai sumber 9 minyak nabati yang

nantinya diolah untuk menghasilkan biodiesel dengan proses transesterifikasi

karena mengandung trigliserida serta kandungan asam lemak bebas (FFA) yang

rendah yakni 0,367% - 0,82%.

Gambar 2.1 Karakteristik fisik dan kimia minyak biji alpukat

Minyak nabati yang memiliki kandungan FFA rendah dapat menghasilkan

rendemen minyak yang besar. Pada percobaan dengan perlakuan kandungan FFA

menunjukkan semakin besar kandungan asam lemak bebas maka semakin kecil

konversi biodiesel yang dihasilkan. Adanya kandungan FFA yang tinggi akan

menyebabkan pembentukan sabun yang selanjutnya akan tercampur dengan bahan

baku, sehingga menghambat proses tansesterifikasi dan memperkecil produksi

biodiesel (Susilo,2006). Minyak biji alpukat memiliki komposisi asam lemak

yang tersusun oleh 10 asam lemak dengan kandungan asam lemak terbesar adalah

asam oleat (C17H33COOH) sebesar 70,54% dan asam palmetat (C15H31COOH)

Page 6: Review Jurnal

sebesar 11,85%. Komposisi asam lemak minyak biji alpukat selengkapnya dapat

terlihat pada tabel

Gambar 2.2 komposisi asam lemak minyak biji alpukat

C. Katalis Heterogen

Katalis heterogen adalah katalis yang tidak dapat bercampur secara

homogen dengan pereaksinya karena wujudnya berbeda. Satu contoh sederhana

untuk katalisis heterogen yaitu bahwa katalis menyediakan suatu permukaan di

mana pereaksi-pereaksi (atau substrat) untuk sementara terjerap. Ikatan dalam

substrat-substrat menjadi lemah sedemikian sehingga memadai terbentuknya

produk baru. Ikatan antara produk dan katalis lebih lemah, sehingga akhirnya

terlepas. Pada penelitian dalam jurnal ini katalis heterogen yang digunakan adalah

katalis CaO (Kalsium Oksida). Katalis ini berbentuk padat, sehingga mudah

dipisahkan dan dapat diperoleh kembali (recovery) melalui dekantasi dan filtrasi

menggunakan alat yang sederhana.

D. Proses Degumming

Degumming merupakan suatu proses yang bertujuan untuk menghilangkan

fosfatida, wax, dan pengotor lainnya dengan cara penambahan air, larutan garam,

atau larutan asam, pada penelitian dijurnal ini menggunakan H3PO4 0,8 %.

Degumming mengkonversi fosfatida menjadi gum terhidrasi yang tidak larut

Page 7: Review Jurnal

dalam minyak dan selanjutnya akan dipisahkan dengan cara filtrasi atau

sentrifugasi. 

E. Proses Transesterifikasi

Transesterifikasi (biasa disebut dengan alkoholisis adalah tahap konversi

dari trigliserida (minyak nabati) menjadi metil ester, melalui reaksi dengan

alkohol yang telah dicampur katalis terlebih dahulu, dan menghasilkan produk

samping yaitu gliserol. Di antara alkohol-alkohol monohidrik yang menjadi

kandidat sumber/pemasok gugus alkil serta paling umum digunakan adalah

metanol, karena harganya murah dan reaktifitasnya paling tinggi (sehingga reaksi

disebut metanolisis). Jadi, di sebagian besar dunia ini, biodiesel praktis identik

dengan metil ester asam-asam lemak (Fatty Acids Metil Ester, FAME).

Proses perubahan trigliserida menjadi metil ester akan melalui 3 tingkatan

dimana trigliserida berubah menjadi digliserida kemudian monogliserida dan

akhirnya menjadi metil ester. Transesterifikasi merupakan suatu reaksi

kesetimbangan. Ketika reaktan produk mencapai titik kesetimbangan, reaksi akan

berhenti. Ini dikarenakan minyak tidak akan mengalami perubahan lagi. Untuk

mendorong reaksi agar kesetimbangan bergerak condong kearah produk dapat

dilakukan dengan cara:

a. Menambahkan metanol ke dalam reaksi.

b. Memisahkan gliserol.

c. Menurunkan temperatur reaksi agar tidak melebihi titik didih alkohol yang

dipakai (transesterifikasi merupakan reaksi endoterm).

F. Pemisahan Dekantasi

Metode dekantasi digunakan untuk memisahkan campuran yang

penyusunnya berupa cairan dan padatan. Dekantasi dilakukan dengan menuang

cairan ke wadah lain secara hati-hati supaya padatan terpisah dari cairan. Untuk

memudahkan dapat digunakan batang pengaduk saat menuang cairan. Prinsip

dekantasi adalah perbedaan wujud zat dalam campuran, yaitu antara zat padat dan

Page 8: Review Jurnal

zat cair sehingga dengan menggunakan teknik dekantasi, cairan dapat terpisah dari

campurannya

G. Pemisahan Sentrifugasi

Teknik sentrifugasi, yaitu metode yang digunakan dalam untuk

mempercepat proses pengendapan dengan memberikan gaya sentrifugasi pada

partikel-partikelnya.Pemisahan sentrifugal menggunakan prinsip dimana objek

diputar secara horizontal pada jarak tertentu. Apabila objek berotasi di dalam

tabung atau silinder yang berisi campuran cairan dan partikel, maka campuran

tersebut dapat bergerak menuju pusat rotasi, namun hal tersebut tidak terjadi

karena adanya gaya yang berlawanan yang menuju kearah dinding luar silinder

atau tabung, gaya tersebut adalah gaya sentrifugasi. Gaya inilah yang

menyebabkan partikel-partikel menuju dinding tanbung dan terakumulasi

membentuk endapan.

Page 9: Review Jurnal

BAB IIIBAHAN DAN METODE

A. Bahan

- Biji Alpukat

- N- heksana

- H3PO4

- CaO

- Metanol

- Na2SO4

B. Metode

Gambar 3.1 Skema pembuatan biodiesel dengan menggunakan minyak biji alpukat

Page 10: Review Jurnal

BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN

Ekstraksi biji alpukat dilakukan menggunakan sokhlet dengan suhu operasi

65ºC. yang bertujuan untuk memisahkan minyak dari pelarutnya dilakukan

evaporasi secara vakum pada suhu 40ºC. Perolehan minyak biji alpukat (% bobot)

hasil evaporasi dapat dilihat pada Tabel 1.

Berdasarkan Tabel 1 perolehan minyak sebesar 3,86%, dalam peneiltian ini

ekstraksi hanya melalui 1 tahap tanpa menggunakan pelarut heksana yang baru.

Pelarut mengalami kejenuhan, sehingga minyak dalam biji alpukat tidak dapat

terekstrak seluruhnya. Pengambilan minyak tersebut masing-masing dilakukan

dengan cara ekstraksi kontinyu lawan arah dengan batch tiga tahap dan

pengepresan. Pada ekstraksi tersebut dilakukan dalam 3 tahap masing-masing

menggunakan pelarut yang baru sehingga tidak mengalami kejenuhan dan daya

ekstraksi tinggi. Lama penyimpanan, umur biji alpukat dan pengotor merupakan

faktor yang dapat mempengaruhi warna dan persen perolehan minyak biji

alpukat , hal ini berlaku umum pada minyak-minyak nabati.

Pemurnian minyak biji alpukat dilakukan dengan metode degumming.

Metode ini bertujuan untuk menghilangkan pengotor seperti getah atau lendir

yang terdiri dari fosfatida, protein, karbohidrat, dan air tetapi tidak menghilangkan

asam lemak bebas (FFA) yang terdapat pada minyak biji alpukat. Sentrifugasi

dilakukan untuk memisahkan antara getah (gum) dengan minyak. Perolehan

minyak biji alpukat hasil pemurnian dapat dilihat pada Tabel 2.

Page 11: Review Jurnal

Dari Tabel 1 dan 2 dapat dilihat bahwa perolehan minyak biji alpukat hasil

pemurnian 103,20 g dengan persen penurunannya sebesar 2,84 %. Penurunan

tersebut menunjukkan bahwa sebelum proses pemurnian, minyak masih

mengandung pengotor. Minyak hasil pemurnian secara visual menjadi lebih

bening yang merupakan salah satu syarat minyak dapat diolah menjadi biodiesel.

Sifat fisika dan kimia minyak biji alpukat yang telah dimurnikan dapat dilihat

pada Tabel 3.

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa karakteristik minyak biji alpukat pada

penelitian Rachimoellah (2009) hampir sama dengan penelitian yang sedang

dilakukan. Perbedaannya terdapat pada viskositas kinematik (suhu ruang), angka

asam dan angka penyabunan. Hal ini disebabkan pengaruh umur dan waktu

penyimpanan biji alpukat yang berbeda. Pada penelitian ini biji alpukat yang telah

kering disimpan selama ±9 hari. Waktu penyimpanan ini akan menyebabkan

reaksi enzimatis, sehingga akan meningkatkan viskositas yang cukup tinggi).

Page 12: Review Jurnal

Tahap berikutnya adalah penelitian utama, yaitu pembuatan metil ester

(biodiesel) dari minyak biji alpukat melalui transesterifikasi yang dilakukan pada

suhu 60ºC selama 1 jam. Dalam percobaan ini kalsium metoksida direaksikan

dengan minyak biji alpukat murni. Kalsium metoksida dibuat dengan cara

mereaksikan antara metanol dengan kalsium oksida (CaO). Jumlah CaO yang

digunakan adalah 2% dan 6%/b-minyak, sedangkan perbandingan mol antara

minyak dengan metanol yang digunakan adalah 1:6. Perolehan biodiesel dapat

dilihat pada Tabel 4 berikut ini :

Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa minyak yang direaksikan dengan metanol

pada jumlah yang sama, diperoleh yield biodiesel tertinggi 0,2953 gram

biodiesel/gram minyak menggunakan katalis CaO 6%/b-minyak. Yield yang

dihasilkan cukup rendah, hal ini dapat disebabkan adanya kandungan air yang

cukup tinggi pada minyak biji alpukat. Dalam penelitian ini sebelum

transesterifikasi, tidak dilakukan pengukuran kandungan air pada minyak. Pada

transesterifikasi terjadi reaksi antara gugus karbonil pada molekul trigliserida

(minyak) dengan gugus metoksida. Dengan adanya kandungan air pada proses

tersebut, maka pembentukan metoksida tidak akan sempurna. Ketidaksempurnaan

pembentukan metoksida dapat ditunjukkan saat recovery metanol yang cukup

tinggi, hal ini menunjukkan metanol yang tidak bereaksi dengan CaO cukup

besar. Dalam literatur disebutkan bahwa kandungan air yang kurang dari 2,8%/b-

minyak akan meningkatkan aktivitas katalitik dari CaO. Sebaliknya bila lebih

akan mendeaktivasi CaO (Refaat,2011). Kelebihan penggunaan katalis heterogen

dibandingkan dengan katalis homogennya ialah bahwa pemisahan katalis

Page 13: Review Jurnal

heterogen lebih mudah dan dapat digunakan kembali. Dalam penelitian ini hal

tersebut di atas sudah tercapai dengan terbentuknya tiga fasa yaitu lapisan atas

adalah biodiesel, tengah gliserol dan bawah CaO. Dengan demikian CaO dapat

digunakan kembali (recovery CaO). Hasil analisis sifat fisika dan kimia biodiesel

menggunakan variasi konsentrasi katalis CaO (%-b) dapat dilihat pada Tabel 5.

Bila dilihat dari nilai angka asam dan %FFA, CaO 6% b-minyak memiliki

nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan CaO 2% b-minyak. Sehingga pada

penggunaan CaO 6% b-minyak menghasilkan biodiesel yang memiliki

karakteristik mendekati SNI. Penentuan sifat fisika dan kimia biodiesel yang

tertulis pada Tabel 5 tidak seluruhnya dilakukan sesuai dengan penentuan yang

tertera pada Syarat Mutu Biodiesel. Dalam penelitian ini yang diuji hanya sifat

fisika dan kimia biodiesel yang mewakili (representatif) penggunaannya di mesin

yaitu viskositas, massa jenis, pH, kadar air, %FFA, dan angka asam. Karakteristik

biodiesel hasil penelitian dapat dilihat berdasarkan sifat kimia dan fisika yang

tercantum pada Tabel 6 dan Tabel 7.

Page 14: Review Jurnal

Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa penggunaan jenis katalis yang berbeda

tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap sifat fisika dan kimia dari

biodiesel yang dihasilkan. Sedangkan adanya perbedaan nilai heating value dan

viskositas disebabkan oleh jumlah ikatan rangkap yang terdapat pada senyawa

metil ester. Semakin banyak jumlah ikatan rangkap maka heating value dan

viskositasnya akan menurun. Dengan nilai viskositas yang lebih rendah maka

selanjutnya akan memudahkan pemompaan pada penggunaan di mesin). Kedua

perbedaan tersebut ditunjukkan pada kandungan metil ester terbesar dari hasil

penelitian ini yaitu metil linoleat (C19:2), sedangkan pada penelitian

Rachimoellah adalah metil oleat (C19:1).

Massa jenis biodiesel yang dihasilkan pada penelitian ini sebesar 0,863

g/cm3dan sudah memenuhi syarat mutu biodiesel. Nilai massa jenis menunjukkan

kemurnian dari biodiesel yang dihasilkan dan dapat dilihat dari hasil analisis GC-

MS yang menunjukkan kandungan metil ester sebesar 48,02% (Tabel 8).

Viskositas dari biodiesel yang dihasilkan sebesar 2,405 cSt dan sudah memenuhi

syarat mutu biodiesel yang berkisar antara 2,3-6,0 cSt. Perolehan nilai viskositas

tersebut akan memudahkan pemompaan pemasukan bahan bakar dari tangki ke

ruang bahan bakar mesin, menyebabkan atomisasi lebih mudah terjadi, dan

pembakaran sempurna. Viskositas berhubungan erat dengan komposisi asam

lemak. Nilainya akan meningkat dengan bertambahnya panjang rantai asam lemak

dan gugus alkohol dalam biodiesel Heating value untuk biodiesel yang dihasilkan

Page 15: Review Jurnal

adalah 34,6749 J/kg, mendekati syarat mutu biodiesel sebesar 37,100 J/kg. Jika

dibandingkan dengan solar yang memiliki heating value 43,294 J/kg. Biodiesel

yang diperoleh dari minyak biji alpukat memiliki nilai yang lebih kecil. Hal ini

disebabkan biodiesel masih mengandung metanol dan sejumlah ester asam lemak

tak jenuh. Menurut Mittelbach (2004) panas pembakaran akan berkurang dengan

meningkatnya derajat ketidakjenuhan ester-ester asam lemak dengan panjang

rantai yang sama.

Angka asam maupun %FFA merupakan indikator suatu minyak yang masih

mengandung asam lemak bebas. %FFA biodiesel dari hasil perhitungan sebesar

1,03%. Hal ini berkaitan erat dengan nilai angka asamnya yaitu sebesar 2,04

mgKOH/g. Bila dibandingkan dengan standar mutu biodiesel, angka asam

maksimal 0,8 mgKOH/g (Forum Biodiesel Indonesia, 2006) maka biodiesel yang

dihasilkan belum memenuhi syarat mutu biodiesel. Terdapat beberapa faktor yang

dapat menyebabkan tingginya angka asam diantaranya jenis bahan baku, tingkat

pemurnian minyak, pengaruh jenis katalis dan terjadinya hidrolisis pada ikatan

ester ketika minyak disimpan dalam waktu yang cukup lama. Angka asam atau

asam lemak bebas yang terlalu tinggi menunjukkan minyak bersifat korosif dan

dapat menimbulkan jelaga atau kerak di injektor mesin diesel (Dwi & Rizky,

2011). Hasil analisis komposisi kimia biodiesel dengan katalis CaO 6%-b minyak

menggunakan GC-MS dapat ditunjukkan pada Gambar 2 dan Tabel 8.

Page 16: Review Jurnal

Gambar 2 Kromatogram Biodiesel Menggunakan GC-MS

Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa biodiesel mengandung metil ester sebesar

48,02%. Hal ini menunjukkan bahwa tidak semua minyak biji alpukat dapat

dikonversi menjadi metil ester. Penyebab rendahnya jumlah metil ester masih

adanya kandungan air dalam minyak saat transesterifikasi, sehingga pembentukan

senyawa metoksida belum sempurna. Bila ditinjau dari komposisi asam lemak

jenuh dan tak jenuhnya, biodiesel hasil penelitian mengandung 38,87% asam

lemak tak jenuh dan 9,15% asam lemak jenuh. Hal ini sesuai dengan literatur yang

menyatakan bahwa minyak nabati yang dapat diolah menjadi biodiesel harus

memiliki kandungan asam lemak tak jenuh yang tinggi karena dapat mencegah

terbentuknya padatan yang akan menghambat kinerja mesin. Berdasarkan hasil

Page 17: Review Jurnal

analisis fisika dan kimia (Tabel 6) menunjukkan bahwa minyak biji alpukat layak

digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel, namun belum mencapai

perolehan yang optimum.

Page 18: Review Jurnal

BAB 4

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis fisika dan kimianya kondisi optimum

transesterifikasi adalah pada suhu 60°C dengan rasio molar antara minyak dengan

metanol 1:6 selama 1 jam dengan katalis CaO 6%/b-minyak. Sifat fisika dan

kimia biodiesel yang diperoleh memiliki pH 7, massa jenis (40°C) 0,863 g/cm3,

viskositas kinematik (40°C) 2,405 cSt, heating value 34,674 J/kg, %FFA 1,03%,

angka asam 2,04 mg KOH/g, kandungan metil ester 48,02%, dan angka yang

tidak tersabunkan 21,99% dengan yield 0,2953 g biodiesel/g minyak. Berdasarkan

perolehan di atas maka biodiesel yang dihasilkan dari kondisi optimumnya

mendekati Syarat Mutu Biodiesel Indonesia.

Penggunaan katalis heterogen kalsium oksida (CaO) dalam

transesterifikasi tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap

karakteristik biodiesel yang dihasilkan, sedangkan kelebihannya dapat digunakan

kembali karena pemisahannya lebih mudah.

1.

Page 19: Review Jurnal

LAMPIRAN

JURNAL