Review Buku Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan

16
UJIAN AKHIR SEMESTER MATA KULIAH MANAJEMEN LINGKUNGAN Review Buku: “Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan” Oleh: Fitrawan Umar (12/336715/PMU/07350)

description

Buku pengelolaan sumber daya dan lingkungan karangan Bakti Setiawan

Transcript of Review Buku Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan

Page 1: Review Buku Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan

UJIAN AKHIR SEMESTERMATA KULIAH

MANAJEMEN LINGKUNGAN

Review Buku:

“Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan”

Oleh:

Fitrawan Umar

(12/336715/PMU/07350)

PROGRAM STUDI ILMU LIGKUNGAN

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS GADJAH MADA

2013

Page 2: Review Buku Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan

Book Review

Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan, by Bruce Mitchel, B.Setiawan, Dwita Hadi

Rahmi. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta, 2000.

Reviewed by Fitrawan Umar

Pendahuluan

Buku ini merupakan terjemahan dan saduran dari buku “Resource and Environmental

Management” karya Bruce Mitchel yang diterbitkan pada tahun 1997 di Inggris. Bruce

Mitchel merupakan Guru Besar Geografi dari University of Waterloo, Ontario, Kanada. Oleh

B.Setiawan dan Dwita Hadi Rahmi, buku ini menjadi semacam edisi Indonesia dari buku

“Resource and Environmental Managament” tadi. B.Setiawan dan Dwita Hadi Rahmi adalah

staf pengajar di Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, dan staf peneliti pada Pusat Penelitian

Lingkungan Hidup (PPLH) Universitas Gadjah Mada.

Buku ini menekankan pada aspek-aspek pengelolaan sumberdaya dan lingkungan,

dimulai dari identifikasi persoalan pengelolaan hingga pendekatan dalam pengelolaan

sumberdaya dan lingkungan menuju pembangunan berkelanjutan. Buku ini diperkaya dengan

contoh-contoh kasus mengenai pengelolaan lingkungan, baik dalam negeri maupun luar

negeri, sehingga membuka wawasan pembaca dalam melihat persoalan pengelolaan

lingkungan.

Pereview kali ini akan mengulas mengenai BAB 1 (hal 1-29), BAB 3 (hal 74-114), dan

BAB 14 (hal 475-488) dalam buku ini.

Perubahan, Kompleksitas, Ketidakpastian, dan Konflik

Buku ini dimulai dengan memperkenalkan persoalan pengelolaan sumberdaya dan

lingkungan yang terdiri dari 4 (empat) aspek penting, yaitu adanya perubahan, kompleksitas,

ketidakpastian, dan konflik pengelolaan. Keempat persoalan ini dapat saling mempengaruhi

satu sama lain. Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Perubahan

Perencana dan pengelola lingkungan dituntut untuk selalu siap menghadapi perubahan,

baik perubahan lingkungan itu sendiri, maupun perubahan sistem sosial, ekonomi, dan

politik yang seringkali mewarnai proses pengambilan keputusan. Buku yang direview ini

memberikan contoh pada proyek sejuta hektar lahan gambut, bahwa perubahan situasi

politik (reformasi) di Indonesia ternyata berdampak pada terbukanya peluang untuk

mengkaji kembali secara objektif proyek kontroversial tersebut. Pada dasarnya memang

Page 3: Review Buku Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan

pengelolaan lingkungan tidak dapat dipisahkan dari isu-isu sosial, ekonomi, dan politik

yang lebih luas. Konsep ekologi politik dapat dipelajari oleh perencana dan pengelola

lingkungan guna memahami dimensi, kondisi, dan kompleksitas politik dari perubahan

lingkungan.

b. Kompleksitas

Persoalan lingkungan sifatnya sangat kompleks dan tidak semudah yang dapat

dibayangkan. Perencana dan pengelola lingkungan dituntut untuk memahami bahwa

tidak semua perubahan lingkungan dapat diprediksi sebelumnya. Pada proyek sejuta

hektar lahan gambut, terlihat bahwa sebagian aspek dapat diprediksi, dan sebagian lagi

sama sekali tak dapat diketahui. Sebagai gambaran yang lain, ketika berhadapan dengan

persoalan perubahan iklim global, perhatian harus diberikan pada isu-isu tentang

penggunaan energi, produksi makanan, praktek-praktek penebangan hutan dan kebijakan

transportasi. Sistem yang kompleks seperti demikian cenderung muncul secara spontan,

lebih tak teratur, dan cenderung tak terduga.

c. Ketidakpastian

Dinamika lingkungan dipenuhi oleh ketidakpastian. Kompleksitas yang dihadapi dalam

pengelolaan sumberdaya dan lingkungan berakibat pada situasi di mana keputusan yang

harus diambil berada dalam keadaan ketidakpastian yang besar. Pada proyek sejuta

hektar lahan gambut, pemerintah orde baru mengabaikan aspek ketidakpastian ini dengan

tidak melakukan kajian secara utuh. Perencana dan pengelola lingkungan semestinya

menyadari bahwa kondisi dan situasi di masa depan selalu dapat berubah dan relatif

berbeda dengan apa yang ada sekarang. Dalam konteks ini, seyogianya diperlukan

kehati-hatian agar proses pengembalian keputusan tidak dilakukan secara gegabah.

d. Konflik

Konflik dalam pengelolaan lingkungan seringkali muncul dan sulit untuk dihindari. Pada

proyek sejuta hektar lahan gambut, konflik di antara berbagai pihak sangat terasa, meski

kemudian berhasil diredam oleh represifitas pemerintah orde baru saat itu. Perencana

dan pengelola lingkungan dituntut untuk dapat mengakomodasikan berbagai perbedaan

serta mencari jalan tengah yang dapat diterima semua pihak. Adanya konflik dikarenakan

masyarakat selalu terdiri dari individu dan kelompok yang mempunyai nilai-nilai,

kepentingan, keinginan, harapan, dan prioritas yang berbeda, sehingga selalu ada

ketegangan antar berbagai karakter yang berbeda, atau bahkan terdapat ketidakcocokan

di antara karakter-karakter tersebut. Adapun penyebab dasar konflik yaitu perbedaan

pengetahuan dan pemahaman, perbedaan nilai, perbedaan alokasi keuntungan dan

Page 4: Review Buku Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan

kerugian, dan perbedaan karena latar belakang personal dan sejarah kelompok-kelompok

yang berkepentingan.

Pendekatan Ekosistem sebagai Suatu Solusi

Pendekatan ekosistem dalam buku ini dikatakan sebagai salah satu cara untuk mencapai

pembangunan berkelanjutan. Pendekatan ekosistem melihat persoalan pengelolaan

lingkungan dan sumberdaya alam dengan menekankan pada keseluruhan sistem, bagian-

bagian yang menyusunnya (sub-sub sistem), serta interaksi antara sub-sub sistem tersebut.

Pendekatan ekosistem sesungguhnya mempunyai kemiripan dengan perspektif

menyeluruh (holistik). Interpretasi perspektif holistik ini dapat dibedakan menjadi pendekatan

komprehensif dan pendekatan terpadu. Pendekatan komprehensif mengkaji semua komponen

dan semua hubungan dalam komponen-komponen ekosistem. Hanya saja, pendekatan

komprehensif ini lebih membutuhkan banyak waktu untuk menyelesaikan analisis dan

rencana, sehingga terjadi kemungkinan dokumen perencanaan tidak dapat dimanfaatkan

dengan baik karena persoalan-persoalan baru telah muncul lebih dulu. Adapun pendekatan

terpadu sifatnya lebih terarah dan praktis. Pendekatan terpadu tidak menuntut analisis seluruh

komponen dan hubungan, tetapi berfokus pada komponen-komponen dan hubungan-

hubungan yang dianggap kunci persoalan.

Analisis Agroeksistem sebagai Suatu Pendekatan Ekosistem

Analisis agroekosistem pertama kali dikembangkan oleh Conway, yang merefleksikan

banyak karakter interpretasi terpadu dari pendekatan ekosistem. Agroekosistem merupakan

sistem ekologi yang telah dimodifikasi manusia untuk menghasilkan bahan makanan, dan

produksi pertanian lain. Analisis agroekosistem dikembangkan untuk memperbaiki kapasitas

pengelola lingkungan dalam melihat persoalan-persoalan yang muncul, terkhusus dari

penerapan berbagai teknologi di bidang pertanian. Contoh misalnya analisis agroekosistem

semula digunakan untuk mengkaji konsekuensi lingkungan yang disebabkan oleh revolusi

pertanian (revolusi hijau) di negara berkembang. Revolusi pertanian dianggap mampu

meningkatkan produktivitas pertanian melalui pembenihan, sistem irigasi, dan bahan

agrokimia. Akan tetapi, ternyata revolusi pertanian memunculkan persoalan seperti semakin

meningkatnya penyakit pes dan hama tanaman, menurunya struktur tanah dan kesuburan,

serta meningkatnya ketimpangan ekonomi.

Analisis agroekosistem bertolak pada gagasan tentang sistem, serta jenjangan sistem.

Pendekatan ini mengharuskan memberi perhatian pada adanya tingkatan sistem. Adapun

Page 5: Review Buku Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan

aspek utama analisis agroekosistem ini adalah sebagai berikut: pertama, produktivitas, yang

merupakan hasil akhir panen atau pendapatan bersih, diukur dalam ukuran pendapatan per

hektar, atau total produksi barang dan jasa per rumah tangga atau negara. Kedua, stabilitas,

yang merupakan produktivitas terus menerus yang tidak terganggu oleh perubahan kecil dari

lingkungan sekitarnya. Ketiga, keberlanjutan, yang merupakan kapasitas agroekosistem untuk

memelihara produktivitas ketika terdapat gangguan besar. Keempat, pemerataan, yang

merupakan distribusi keuntungan dan kerugian yang terkait dengan produksi barang dan jasa

dari agroekosistem.

Pengenalan mengenai aspek analisis agroekosistem menggambarkan beberapa hal

penting. Pertama, apa yang dikatakan sebagai keterpaduan ekosistem ditentukan oleh

kekayaan dari sebuah ekosistem yang dianggap penting. Bobot yang berbeda dapat diberikan

pada produktivitas, stabilitas, keberlanjutan dan pemerataan. Kedua, konsep jaring berjenjang

menekankan bahwa apapun batas ekosistem yang telah ditentukan akan selalu ada ekosistem

lain yang berhubungan dengan salah satu dari empat aspek agroekosistem tadi.

Penerapan Pendekatan Ekosistem

Beberapa contoh pendekatan ekosistem yang dipaparkan dalam buku yang direview ini

yaitu kebijakan penghapusan institusi pengelola air di Kanada, pengelolaan ekosistem Laut

Baltik di Eropa, pengelolaan ekosistem pegunungan Himalaya di India, dan Taman Nasional

Kerinci Seblat (TNKS) Sumatera di Indonesia. Masing-masing penjelasannya dapat

dipaparkan sebagai berikut:

a. Penghapusan institusi pengelola air di Kanada dilakukan pada pertengahan tahun 1990-

an oleh lembaga pemerintah di bidang lingkungan (Environment Canada). Kebijakan ini

dimaksudkan agar supaya pengelolaan lingkungan tidak lagi dilakukan secara sektoral.

Environment Canada menginginkan pengelolaan lingkungan menerapkan pendekatan

ekosistem yang holistik. Daripada hanya mengkonsentrasikan para ahli air pada satu

institusi air, maka para ahli air disebar ke dalam berbagai divisi dan cabang Environment

Canada. Meski dianggap baik pada tataran konseptual, kebijakan ini ternyata kurang

berhasil dalam tataran operasional, karena masyarakat yang mempunyai persoalan di

bidang air akan lebih mudah menemukan institusi air daripada divisi pengairan dalam

lembaga Environment Canada.

b. Pengelolaan ekosistem Laut Baltik di Eropa dilakukan ketika masing-masing negara

yang berhubungan dengan laut tersebut menyadari adanya degradasi kualitas laut yang

dapat menimbulkan persoalan lingkungan. Kerusakan ekosistem Laut Baltik disadari

Page 6: Review Buku Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan

bersumber dari aktivitas masyarakat di 14 negara yang memakai bersama laut tersebut.

Konvensi untuk membahas persoalan Laut Baltik dilakukan pada tahun 1974 yang

kemudian melahirkan kesepakatan yang ditandatangani bersama dalam The Baltic

Marine Environment Protection Convention (Konveksi Perlindungan Lingkungan

Perairan Baltik). Kemudian pada Mei 1980 dibentuk adanya Komisi Helsinki

(HELCOM) sebagai organisasi yang mengkordinir konvensi tersebut. Hingga pada tahun

1992 diresmikanlah The Baltic Sea Joint Comprehensive Environmental Action

Programme (Program Kegiatan Bersama Lingkungan Komprehensif Laut Baltik) oleh

masing-masing menteri lingkungan dari negara-negara yang terlibat. Program-program

yang dirancang antara lain adalah perubahan kebijakan dan peraturan-peraturan

pengelolaan lingkungan di masing-masing negara, penguatan industri dan pengembangan

sumberdaya manusia, investasi infrastruktur dan meminimalkan pembuangan limbah,

program pengelolaan laguna dan rawa di daerah pantai, mendorong penelitian-penelitian

terapan, alih teknologi, dan memperluas kepedulian tentang masalah-masalah kritis, serta

pendidikan lingkungan untuk mengembangkan dasar keberlanjutan bagi penerapan ke

lima komponen lainnya.

c. Pengelolaan ekosistem pegunungan Himalaya dilakukan oleh sebab terjadinya penurunan

kondisi lingkungan di wilayah tersebut. Penyebab penurunan kondisi lingkungan di

Himalaya antara lain adalah tata guna lahan yang tidak direncanakan, pertanian di lereng

pegunungan, pengambilan rumput untuk pakan ternak yang berlebihan, pembangunan

proyek (jalan, pertambangan, dam, sistem irigasi), pengambilan spesies tumbuh-

tumbuhan berdaun lebar, serta pergantian jenis tanaman pertanian. Penyelesaian

persoalan lingkungan di Himalaya dilakukan dengan pendekatan ekosistem yang

memadukan lansekap alam dan budaya, serta strategi yang dirancang sesuai dengan

kondisi lokal. Beberapa strategi yang digunakan di antaranya adalah: (1) Pengelolaan

daerah aliran air dan sumberdaya air, yaitu dengan menanggulangi erosi dengan

melibatkan tindakan-tindakan terhadap air dan tanah; (2) Pengelolaan lahan, yaitu

dengan menentukan kemampuan lahan berdasarkan klasifikasi dan sistem pendataan; (3)

Pengelolaan hutan, yaitu dengan melakukan program penghutanan dengan skala besar

dan menanam kembali tanah-tanah marjinal; (4) Pengelolaan kehidupan satwa liar, yaitu

dengan memberikan habitat alternatif untuk spesies langka dan terancam punah; (5)

Peningkatan kesehatan masyarakat, yaitu dengan mendirikan pusat-pusat kesehatan dan

menyediakan pendidikan kesehatan dan program imunisasi; (6) Penyediaan energi, yaitu

dengan membangun proyek-proyek pembangkit listrik berskala kecil, atau dengan

Page 7: Review Buku Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan

memanfaatkan energi angin dan matahari, serta bahan bakar kayu dan biogas; (7)

Pemberdayaan wanita, yaitu dengan melibatkan wanita dalam seluruh keputusan-

keputusan perencanaan dan pembangunan, serta memberikan wanita kesempatan untuk

mendapat pekerjaan alternatif seperti membuat kerajinan tangan, mengumpulkan madu,

mengawetkan buah, dan lain sebagainya.

d. Pengelolaan Taman Nasional Kerinci Seblat dilakukan karena adanya penurunan kualitas

lingkungan berupa erosi dan hilangnya lapisan tanah subur yang disebabkan oleh

aktivitas perladangan kayu manis masyarakat. Tindakan pengelolaan yang dilakukan

yaitu pengaturan cara bertanam, pengolahan lahan, penghijauan kembali, dan penyuluhan

petani. Selain itu, juga dilakukan pengembangan dan penelitian kebijakan institusi,

rasionalisasi batas taman, dan pengembangan taman. Mengenai pengelolaan hutan, maka

yang dilakukan adalah meningkatkan kapasitas ijin dalam pengelolaan keanekaragaman

hayati dan kehidupan liar, dan memperkuat kapasitas institusi untuk menerapkan

AMDAL. Adapun mengenai pemberdayaan masyarakat, maka yang dilakukan adalah

rasionalisasi hak-hak atas sumberdaya (inventarisasi hak-hak atas tanah, hutan

masyarakat), serta melakukan pengembangan area lokal.

Mengelola Perubahan, Kompleksitas, Ketidakpastian, dan Konflik

Buku ini ditutup dengan uraian beberapa hal penting dalam mengelola perubahan,

kompleksitas, ketidakpastian, dan konflik sebagai aspek persoalan dalam manajemen

sumberdaya dan lingkungan. Secara ringkas dapat dipaparkan sebagai berikut:

a. Membangun Visi

Visi merupakan hal yang urgen dalam suatu proses perencanaan. Tanpa adanya visi yang

jelas, proses perencanaan akan berjalan tidak jelas pula. Tugas para pengelola

lingkungan adalah membantu membangun visi untuk masa depan yang diinginkan.

Karena adanya perbedaan yang kerap kali muncul di masyarakat untuk menentukan visi,

pengelola lingkungan sudah semestinya melakukan konsultasi dan interaksi dengan

masyarakat untuk mengetahui pengetahuan dan pemahaman mereka, sehingga diketahui

kebutuhan dan harapan mereka.

Visi pengelolaan lingkungan secara global sebenarnya telah pernah diterbitkan pada

tahun 1987, yaitu dokumen Our Common Future yang mempopulerkan istilah

“pembangunan berkelanjutan”. Pembangunan berkelanjutan dapat diinterpretasi oleh

masing-masing negara sesuai dengan karakteristiknya masing-masing. Visi

Page 8: Review Buku Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan

pembangunan berkelanjutan diharapkan dapat terus ditumbuhkan karena memberikan

jalan bagaimana agar terjadi keseimbangan ekonomi, lingkungan, dan budaya.

b. Menciptakan Proses

Pengelolaan sumberdaya dan lingkungan tidak hanya berhenti pada visi, akan tetapi visi

mensyaratkan adanya proses ikutan untuk mengidentifikasi isu-isu dan masalah,

informasi penting, menentukan alternatif penyelesaian dan menentukan tindakan. Proses

dalam hal ini dapat berupa proses pengelolaan bersama, proses pengelolaan lingkungan

adaptif, sampai pada proses alternatif penyelesaian konflik.

c. Menghasilkan Produk

Setelah membangun visi dan menciptakan proses, perencana dan pengelola lingkungan

tidak boleh melupakan bahwa tujuannya adalah menyelesaikan masalah. Olehnya, visi

dan proses harus mengarah pada keluaran (ouput), yang dapat berupa strategi atau

rencana. Strategi atau rencana tadi bukanlah sesuatu yang pasti dan tidak dapat berubah,

akan tetapi dapat dimodifikasi sesuai dengan perubahan yang terjadi dan munculnya

pemahaman-pemahaman baru.

Rancangan strategi harus menyertakan gagasan-gagasan dasar, yaitu dengan

menggambarkan semangat prinsip pencegahan, dan memakai pendekatan flexing atau

pelonggaran di tengah situasi dengan karakter ketidakpastian yang tinggi. Kurangnya

pengetahuan dan pemahaman tidak harus dipakai sebagai alasan untuk tidak mengambil

tindakan.

d. Memastikan Penerapan dan Pemantauan

Seringkali dalam perencanaan pengelolaan ditemui banyak hambatan sehingga

mengalami kegagalan dalam penerapan di lapangan. Bahkan terkadang banyak rencana

yang dibuat daripada tindakan yang dilakukan. Oleh karena itu, pendekatan terprogram

dan adaptif diperlukan untuk menyesuaikan diri dengan hambatan-hambatan dalam

penerapan. Perencana dan pengelola harus memberi perhatian pada kekuatan dan

kelemahan dari pendekatan terprogram dan adaptif, serta mampu menentukan

pendekatan mana yang paling efektif untuk situasi tertentu. Kemudian, dalam rangka

perbaikan dalam penerapan, aspek pemantauan (monitoring) perlu dilakukan sebagai

salah satu aspek pengelolaan lingkungan adaptif. Monitoring misalnya adalah pelaporan

berkelanjutan atau keadaan lingkungan yang banyak diterapkan di instansi dan negara

untuk memantau kebijakan, program, dan rencana. Selain itu, audit lingkungan juga

dipakai untuk mengukur penampilan berdasar standar yang telah ditentukan sebelumnya.

Page 9: Review Buku Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan

e. Mengantisipasi Masa Depan

Perencana dan pengelola harus menyadari bahwa tindakan yang benar tidak selalu ada,

sedangkan kebutuhan dan masalah selalu ada, sehingga keputusan dan komitmen harus

tetap diambil dan dibuat walau tampak tidak memberi kepastian yang meyakinkan.

Perencana dan pengelola diberi pilihan untuk mengidentifikasi apa dan bagaimana kita

harus bertindak. Masalah tidak dapat menunggu sampai kita dapat berpikir tentang

masalah itu.

Tantangan Pengelolaan Lingkungan di Indonesia

Buku yang direview ini pertama kali diterbitkan pada tahun 2000 sehingga isu yang

diangkat sebagai tantangan pengelolaan lingkungan adalah isu krisis ekonomi Indonesia yang

sangat terasa ketika itu. Pasca perubahan sosial-politik yang ditandai dengan turunnya

Presiden Soeharto, Indonesia mencoba bangkit untuk memulihkan keadaan ekonomi yang

sempat anjlok dan mengalami stres. Proses pemulihan ekonomi itulah yang kemudian

menjadi tantangan pengelolaan lingkungan, sebab terjadi tumbukan antara perlindungan

lingkungan dan pemenuhan kebutuhan ekonomi masyarakat untuk bangkit dari krisis. Kita

tahu bahwa pemulihan ekonomi dipastikan akan mengorbankan sumberdaya dan lingkungan

untuk dikapitalisasi sebagai alat produksi dalam menghasilkan devisa. Olehnya, isu

lingkungan akan cenderung tenggelam.

Akan tetapi, perubahan sosial-politik tadi ternyata dapat juga menjadi peluang untuk

tetap menjaga keberlanjutan lingkungan di Indonesia. Pertama, adalah karena adanya

desentralisasi sehingga pemusatan kekuasaan pada pemerintah menjadi berkurang. Hal ini

dianggap memungkinkan dikembangkannya model-model pengelolaan bersama serta

direalisasikannya hak-hak masyarakat terhadap sumberdaya dan lingkungan yang selama ini

lebih dikuasai oleh negara dan pemilik modal. Kedua, proses demokratisasi yang terjadi juga

diharapkan akan mempunyai implikasi positif bagi upaya-upaya pengelolaan lingkungan

yang lebih baik. Proses demokratisasi berarti memungkinkan proses negoisasi konflik secara

adil dan terbuka sehingga diharapkan memberi peluang kepada aktivis lingkungan untuk

menyuarakan pendapat, aspirasi, serta kepentingannya. Ketiga, adalah diberlakukannya rule

of law atau penegakan hukum sehingga diharapkan dapat berdampak positif bagi upaya-

upaya pengelolaan lingkungan.

Tiga belas tahun setelah kali pertama diterbitkannya buku ini, isu-isu yang diangkat

masih cukup relevan, akan tetapi desentralisasi yang diharapkan menjadi peluang ternyata

justru menjadi ancaman tersendiri bagi pengelolaan lingkungan di masa sekarang.

Page 10: Review Buku Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan

Desentralisasi berupa otonomi daerah ternyata menciptakan ‘raja-raja’ kecil yang menjadi

determinan perusak sumberdaya dan lingkungan di daerah-daerah. Pemerintah daerah kini

leluasa memberi izin pemanfaatan sumberdaya demi untuk meningkatkan pemasukan

anggaran daerah dengan tanpa pemantauan yang ketat terkait dampak lingkungan hidup yang

ditimbulkan.

Terakhir, buku ini mengingatkan kepada kita bahwa persoalan dan pengelolaan

lingkungan pada akhirnya berpulang pada sumber permasalahannya, yakni moral, sikap, dan

perilaku hidup. Tanpa adanya perubahan yang berarti dari sisi moral, sikap, dan perilaku

hidup, segala persoalan lingkungan tidak akan dapat terselesaikan dengan baik.