Rev Panduan Prakt FD2

138

Click here to load reader

Transcript of Rev Panduan Prakt FD2

Page 1: Rev Panduan Prakt FD2

PANDUANPRAKTIKUM

FISIKA DASAR II

TIM DOSEN FISIKA DASAR

JURUSAN FISIKA - FMIPA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2012

Page 2: Rev Panduan Prakt FD2

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Puji syukur tersebut

teriring dengan terselesaikannya perbaikan buku panduan praktikum Fisika Dasar II

yang sejak tahun 2006 belum mengalami revisi.

Buku panduan praktikum ini, pada dasarnya mengacu pada silabus mata kuliah

Fisika Dasar II untuk bab Gelombang-Optik dan Listrik-Magnet. Namun demikian buku

panduan ini masih jauh dari sempurna.

Secara umum buku ini terbagi ke dalam dua bagian utama yaitu bab mengenai optik

yang terdiri dari modul: indeks bias, cermin, sifat lensa dan cacat bayangan, mikroskop,

spektrometer, polarimeter, dan osiloskop. Sedangkan bab beriktutnya adalah listrik

yang terdiri dari 3 modul: arus bolak-balik, watak lampu pijar, dan transformator.

Selain itu, buku panduan praktikum ini juga dilengkapi pembahasan tentang metode

statistik dalam pengolahan data. Hal tersebut dimaksudkan agar mahasiswa

memahami bagaimana melakukan analisis yang lebih komprehensif terhadap data

hasil praktikum dengan menghitung faktor ketidakpastian dalam pengukuran. Angka

penting juga disajikan agar mahasiswa memahami bagaimana menulis hasil

kuantitatif dari praktikum yang telah dilakukan.

Pada penulisan buku panduan praktikum Fisika dasar II ini, kami mengucapkan

terima kasih kepada semua pihak yang membantu perbaikan-perbaikan. Ucapan

terima kasih terutama ditujukan kepada Ketua Jurusan Fisika Bapak Prof. Dr. Agus

Setyo Budi, dan kepada Dr. Esmar Budi, Hadi Nasbey, M.Si, Iwan Sugihartono, M.Si,

serta seluruh tim dosen Fisika Dasar di lingkungan civitas akademik Jurusan Fisika

FMIPA Universitas Negeri Jakarta. Tak lupa kami sampaikan juga terima kasih kepada

Sifa Alfiyah selaku asisten dosen yang turut membantu dalam proses penulisan

perbaikan buku panduan praktikum ini.

Akhir kata kami haturkan semoga buku panduan praktikum Fisika Dasar II ini dapat

bermanfaat bagi seluruh mahasiswa yang sedang mengambil mata kuliah Praktikum

Fisika Dasar II.

Jakarta, September 2012

Tim Dosen Fisika Dasar

1

Page 3: Rev Panduan Prakt FD2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................1

DAFTAR ISI .....................................................................................................................2

TATA TERTIB..................................................................................................................3

METODE STATISTIK DALAM PENGOLAHAN DATA ................................................4

FORMAT LAPORAN AKHIR ..........................................................................................9

O1: INDEKS BIAS ..........................................................................................................12

O2: C E R M I N ..............................................................................................................16

O3: SIFAT LENSA DAN CACAT BAYANGAN ...........................................................20

O4: MIKROSKOP ...........................................................................................................25

O5: SPECTROMETER....................................................................................................29

O6: POLARIMETER.......................................................................................................33

L1: OSILOSKOP .............................................................................................................38

L2: ARUS BOLAK-BALIK.............................................................................................46

L3: WATAK LAMPU PIJAR ..........................................................................................52

L4: RESISTOR DAN HUKUM OHM .............................................................................58

L5: HUKUM KIRCHOFF ...............................................................................................64

L6: TRANSFORMATOR ................................................................................................67

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................71

2

Page 4: Rev Panduan Prakt FD2

TATA TERTIB

1. Prasyarat mengikuti praktikuma. Memakai jas laboratorium yang sudah ditentukanb. Memakai pakaian rapi (baju/kaos berkerah, celana/rok panjang)

dan memakai sepatuc. Memakai tanda pengenald. Membawa laporan pendahuluan yang sudah terjilid rapie. Mempersiapkan diri dengan materi yang akan dipraktikumkan f. Lulus tes pendahuluan (jika ada)

2. Kehadirana. Praktikan harus hadir 15 menit sebelum praktikum dimulaib. Praktikan yang terlambat dinyatakan gagal mengikuti praktikumc. Praktikan yang tidak hadir dalam praktikum karena sakit wajib menunjukan

surat keterangan resmi dari dokter3. Pelaksanaan Praktikum

a. Di dalam laboratorium praktikan harus tenang, tertib, sopan, berpakaian rapi, dan memakai jas laboratorium. Tas, topi, dan barang lain yang tidak berhubungan dengan praktikum disimpan di loker.

b. Praktikan harus mengerti apa yang akan dipraktikumkanc. Praktikan harus memperoleh data sesuai dengan yang dipraktikumkand. Praktikan harus mempersiapkan peralatan (dibantu asisten) dan merapikan

kembali peralatan yang sudah selesai dipakai seperti semulae. Praktikan harus menjaga ketertiban, keselamatan dirinya, dan peralatan

yang dipakaif. Praktikan dilarang keras merokok, membawa makanan dan minuman,

mengganggu kelompok lain, dan meninggalkan laboratorium tanpa seijin asisten atau penanggungjawab praktikum.

g. Setelah praktikum selesai, praktikan wajib:i. Meminta tanda tangan penanggungjawab praktikum atau asisten

pada kertas data pengamatanii. Meminta kembali laporan pendahuluan yang sudah dinilai

iii. Meminta tugas akhir kepada asisten4. Penilaian

a. Nilai praktikum ditentukan dari : Tes pendahuluan (jika ada), laporan pendahuluan, aktivitas selama praktikum (nilai kerja), laporan akhir praktikum, dan presentasi hasil praktikum (jika ada)

b. Kelulusan praktikum ditentukan berdasarkan nilai rata-rata praktikum dankehadiran (keikutsertaan praktikum wajib 100%)

5. Sanksia. Praktikan yang mengikuti susulan praktikum dilaksanakan di

minggu pertama terhitung setelah seluruh praktikum selesaib. Praktikan yang tidak mengikuti praktikum sebanyak 3 kali dan

tidak mengikuti susulan dinyatakan tidak lulusc. Praktikan wajib mengganti alat yang rusak atau hilang selama

praktikum berlangsung dengan alat yang sama atau denda sebesar Rp. 250.000sebelum mengikuti praktikum di minggu berikutnya.

3

Page 5: Rev Panduan Prakt FD2

b

2

2 2

2 2

a

i

METODE STATISTIK DALAM PENGOLAHAN DATA

Metode Least Square

Metode least Square merupakan metode yang banyak digunakan untuk

melihat kecenderungan linier dari suatu data pengamatan. Misalkan kita memiliki

sejumlah data pengamatan yaitu:

� ⟶ �1 , �2 , �3 , … , �𝑛 (1)

� ⟶ �1 , �2 , �3 , … . , �𝑛

Hubungan linier antara data �1 dan �1 ialah� = � + �� (2)

Nilai koefisien a dan b dengan metode kuadrat terkecil:

y x2 x xy n x2 x

2

(3)

n xy x y n x2 x

2

(4)

sa sy

x

n x x

(5)

sb sy

n

n x x

(6)

2 1 y

2 x y 2 x x y y n x y 2 2

s i

i i i i 2

i i y n 2 i

Page 6: Rev Panduan Prakt FD2

n x2 x 2 (7)

Koefisienn korelasi r menyatakan kekuatan hubungan antara data �𝑖 dan �𝑖 adalah

4

Page 7: Rev Panduan Prakt FD2

i

rx, y s xy

xi x yi

y (8)

sx sy xi x 2

y y 2

rx, y n xi yi xi yi

n x2 x 2 n y 2 y 2

(9)

i i i i

Distribusi Normal

Distribusi Gauss digunakan untuk data pengamatan berulang. Langkah-langkahnya:

1) Susun data dari terkecil misal A sampai yang terbesar misal Z. Kemudian tentukan

Z – A.

2) Tentukan jumlah kelas K, pilih bilangan ganjil: 3, 5, 7, 9, ... untuk jumlah data

lebih besar dari 40, bila ragu-ragu gunakan persamaan

(N= Jumlah data)

K 3,3log N 1

(10)

3) Hitung interval kelas yaitu = �−𝐴𝐾4) Susun tabel interval kelas dengan menentukan frekuensi 𝑓 (jumlah data

yang

memenuhi kelas). Gunakan angka pertama kelas pertama lebih kecil dari A dan angka kelas

terakhir lebih besar dari Z. Misal A = 0.0803, Z = 0.1278 dan K = 19 maka nilai � −𝐴

= 𝐾0.0025Kelas 𝑓

𝑖

Page 8: Rev Panduan Prakt FD2

0.0800 – 0.0825

0.0826 – 0.0850

...

....

....

5

Page 9: Rev Panduan Prakt FD2

...

...

...

...

0.1256 - 0.1281 ....

5) Bila bentuk grafik mendekati simetri, tentukan data tengah, missal 0.0800-0.0825

dan nyatakan dengan �𝑖6) Untuk harga �𝑖 besar atau sangat kecil, penyelesaian dapat dipermudah dengan menggambar harga �𝑖 baru berbentuk bilangan bulat dari 0, 1, 2, 3, ... dst.

7) Susun tabel sebagai berikut:

Tabel 1. Tabel untuk distribusi Gauss

No �𝑖 𝑓𝑖

�𝑖 �𝑖 − � 𝑓𝑖 �𝑖 − � 𝑓𝑖 �𝑖 − � 21

2

3

4

...

...

� ∗ 𝑓 > 0

12 = �3

𝑓𝑖 𝑓𝑖 �𝑖 − � 𝑓𝑖 �𝑖 − � 2Nilai � ∗ adalah harga �𝑖 dengan frekuensi terbesar

8) Hitung Koefisien friksi dan Standar deviasi

𝐹 = �∗ + 𝑖 ��𝑖 � 𝑖 −� 𝑁

�−𝐴𝐾 (11)

𝑆 = 𝑖 ��𝑖 � 𝑖 −� 2 − 𝑖 ��𝑖 � 𝑖 −�𝑁 ��−1

2 1 2

�−𝐴𝐾 (12)

Page 10: Rev Panduan Prakt FD2

6

Page 11: Rev Panduan Prakt FD2

Hasil akhir X = F ± S

Catatan

Harga S > 0 hanya bila grafik distribusi berbentuk normal atau simetris. Bila tidak

simetris lakukan seleksi data, buang data yang diperkirakan membuat simpangan besar.

Kemudian susun kembali kelas interval baru sampa berbentuk simetris.

Angka penting (AP)

Perhatikan hasil pengukuran ketebalan buku tebal sebagai berikut: x1 = (12,1± 0,5 )

mm dan x2 =(12,0 ± 0,06) mm. Yang pertama mengandung arti bahwa tebal yang benar

berada dalam selang 11,6 mm 12,6 mm, sedangkan yang kedua berarti tebal yang benar

berada dalam selang 11,94 – 12,06 mm.

Pengukuran ketebalan tebal pertama, dinyatakan dengan tiga angka penting, sedangkan

pengukuran kedua dinyatakan dalam empat angka penting. S e ma k in teli t i s uatu

b e s a r an k i t a ke tahu i , s e ma k in ban y a k ang k a – an g k a b e r a r ti dapat di i k ut

s e r takan dalam p e lapo r ann y a . Hal ini menjadi lebih jelas lagi dengan memperdalam

pengertian tentang ketelitian suatu pengukuran.

Pernyataan x = x ± x, menyatakan ktp mutlak dari besaran x dan mengambarkan mutu

alat ukur yang pakai. Sedangkan x/x dengan mengalikan dengan 100 %, menyatakan

ketelitian pengukuran (ktp) relatif yang dikaitkan dengan ketelitian pengukuran.

Ma k i n k e c i l k t p r e l a t i f , m a k i n t e l i t i p e n guku r a n t e r s e b u t .

Dari contoh di atas x /x = (0,5/12,1)x100% = 4,1% untuk tebal p e r t a m a , dan x/x

=(0,06/12,06)x100% = 0,5 % untuk tebal kedua. Dikatakan bahwa pengukuran

ketebalan kedua memiliki ketelitian sebesar kira-kira 10x dari ketelitian pengukuran

ketebalan

pertama.

7

Page 12: Rev Panduan Prakt FD2

ATURAN PRAKTIS

KETELITIAN PENGUKURAN

(KTP RELATIF)

JUMLAH AP YANG

DIPAKAI

10% 2

1 % 3

0,1% 4

Contoh

x = 1202 ± 10% berarti (1202 120,2). Dengan 2 AP hasil pengukuran ini harus

ditulis x = (1,2± 0,1) x 103

x = 1202 ± 1% berarti (1202 ± 12,02). Dengan 3 AP hasil pengukuran ini harus

ditulis x = (1,20 ± 0,01)x 103.

x = 1202 ± 0,1% berarti (1202 ± 1,202). Dengan 4 AP hasil pengukuran ini harus ditulis

x = (1,202 ± 0,001) x 103.

8

Page 13: Rev Panduan Prakt FD2

FORMAT LAPORAN AKHIR

Penulisan laporan

1. Laporan ditulis di kertas HVS ukuran A4 boleh bolak-balik

2. Ditulis menggunakan tulisan tangan yang rapi

3. Pembuatan grafik hasil pengolahan data dilakukan di kertas milimeter blok

dengan skala yang presisi

Format laporan pendahuluan

1. Halaman muka (menggunakan warna spesifik Jurusan)

Judul praktikum

Nama : NIM : Jurusan / Prodi : Kelompok : Nama Percobaan : Tanggal Percobaan : Tanggal Pengumpulan : Nama Asisten :

LABORATORIUM FISIKA DASARFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTATAHUN

2. Halaman berikutnya:

a. Tujuan

b. Alat dan bahan

c. Teori Dasar

d. Cara kerja

Format laporan akhir

Laporan akhir disusun berdasarkan laporan pendahuluan yang sudah dibuat,

adapun susunannya adalah:

1. Laporan pendahuluan yang telah dinilai oleh asisten

9

Page 14: Rev Panduan Prakt FD2

2. Data percobaan

3. Pengolahan data

4. Analisis dan pembahasan

5. Kesimpulan dan saran

6. Daftar pustaka

10

Page 15: Rev Panduan Prakt FD2

OPTIK (O)

11

Page 16: Rev Panduan Prakt FD2

O1: INDEKS BIAS

A. TUJUAN

1. Menentukan indeks bias berbagai larutan dengan berbagai konsentrasi.

2. Menentukan sudut kritis larutan.

B. ALAT DAN BAHAN

1. Bejana pengukur indeks bias,

2. Refraktometer,

3. Berbagai larutan dengan konsentrasi yang berbeda.

C. TEORI DASAR

Apabila seberkas cahaya mengenai bidang batas antara dua medium yang berbeda,

maka berkas cahaya itu akan dipantulkan (refleksi) dan biaskan (refraksi). Pada gejala

refleksi maupun refraksi tersebut berlaku hu k u m Sn e l l i u s :

a) Apabila seberkas cahaya datang pada bidang batas antara dua medium dengan

indek bias masing-masing n dan n maka cahaya tersebut akan dipantulkan dan

dibiaskan.

b) Berkas cahaya pantul s e b i d a n g dengan berkas cahaya dating, dan memiliki sudut

pantul s a m a d e n g a n sudut datang atau dapat dituliskan (i) = (p), dimana

(i) adalah sudut datang dan (p) adalah sudut pantul.

c) Sedangkan bila cahaya tersebut dibiaskan, maka berlaku:

sin i

sin r

n'

n'

n(1)

n disebut indeks bias relatif dari medium kedua terhadap medium pertama.

Jika sudut bias r = 90, sehingga sin r = 1, maka sudut datang i disebut sudut kritis (ic).

Sehingga, bila seluruh berkas cahaya yang datang pada bidang batas antara

medium

tersebut akan dipantulkan semuanya/sempurna.

12

Page 17: Rev Panduan Prakt FD2

n n

p r normal

i

Gambar 1. Visualisasi fenomena pemantulan dan pembiasan

M e n g h i t un g k o e f i s ien i nd e k s b ias r e l a t i f

Berdasarkan persamaan 1) maka diperoleh: n sin i = n sin r. Selanjutnya perhatikan

gambar 1. Berdasarkan gambar 1, maka kita akan dapatkan hubungan n x n'

x'

a a

sehingga nx =nx atau

n'

x (

n x'

n'disebut indeks bias relatif).

n

R e f r a c t o m e t e r

Jika berkas cahaya datang dari zat antara dengan indeks bias n dan mengenai sisi prisma

(indeks bias n) dengan sudut hampir 90 maka diperoleh persamaan berikut:

1. Pada saat cahaya masuk prisma, berdasarkan persamaan 1) berlaku:

n = n sin r1 (2)

2. Pada saat cahaya masuk prisma, berdasarkan persamaan 1) berlaku:

n sin r2 = n sin i2 (3)

3. Sedangkan

= r1 + i2 (4)

13

Page 18: Rev Panduan Prakt FD2

n

r1

n

Gambar 2. Pembiasan pada Prisma

Substitusi persamaan 2), 3) dan 4) diperoleh:

n'sin r2 sinn

r1 (5)

Pada prisma, besaran-besaran seperti n, dan sudut kritis prisma (r1) merupakan

besaran tertentu yang besarnya tergantung pada bahan dan jenis prisma, dan nsin(-r1)

merupakan

suatu ketetapan (sebut saja k). Maka

k sin r2 n

(6)

dengan k = nsin(-r1) atau n

k

sin r2

. Indeks bias n dapat dihitung jika r2 diketahui.

C. CARA KERJA

R e f r a c t o m e t e r s e d e r h a n a

1. Isilah bejana dengan larutan dengan konsentrasi tertentu.

2. Tempatkanlah standar S didinding bagian belakang bejana.

3. Ukurlah A dan X sebagai sudut datang.

4. Buatlah S, O dan A terlihat jika diamati melalui larutan (A akan berpindah ke A

jika diamati melalui larutan).

5. Ukurlah x dan x yang menunjukkan kedudukan titik A dan A.

6. Ukurlah sudut bias sebagai A dan X.

14

Page 19: Rev Panduan Prakt FD2

7. Ubahlah letak S dan catat kedudukan A dan A serta X dan X seperti langkah 6 dan

7.

8. Lakukan percobaan diatas untuk bermacam-macam konsentrasi, misalnya 50%,

40%, 30%, 20% dan 10%.

R e f r a c t o m e t e r Ab b e

1. Catatlah temperatur di ruang anda kerja.

2. Aturlah lensa refractometer sehingga garis silang dan skala tampak jelas.

3. Bersihkanlah prisma dengan kain lunak dan bersih.

4. Teteskan cairan yang akan diukur indeks biasnya (beberapa tetes) pada prisma

penerang, kemudian rapatkan kembali prisma penerang dan pengukur.

5. Putarlah pemutar disebelah kanan sehingga batas gelap terang tepat pada garis

silang. Bacalah skalanya!

D. PERHITUNGAN

1. Hitung indeks dan sudut kritis masing-masing larutan pada percobaan

R e f r a c t o m e t e r s e d e r h a n a !

2. Hitung indeks bias masing-masing larutan pada percobaan R e f r a c t o m e t e r Ab b e !

3. Berdasarkan data hasil percobaan yang telah anda lakukan, buatlah grafik

hubungan antara indeks bias dengan konsentrasi larutan serta hubungan antara

sudut kritis dengan konsentrasi larutan!

E. PERTANYAAN

1. Jelaskan mengapa apabila seberkas cahaya sampai pada batas antara dua medium

transparan akan terjadi refleksi dan refraksi!

2. Jika seberkas cahaya datang dari ruang hampa menuju zat antara, apa yang terjadi?

Jelaskan berdasarkan persamaan 1)!

3. Bagaimana pendapat anda tentang hubungan antara indeks bias relatif

dengan indeks bias mutlak dalam percobaan ini?

4. Bagaimana pendapat anda pengukuran indeks bias dengan Refractometer Abbe?

15

Page 20: Rev Panduan Prakt FD2

O2: C E R M I N

A. TUJUAN

1. Menentukan jarak titik api (fokus) cermin cekung dan cembung.

2. Menentukan jarak benda dan jarak bayangan pada cermin cekung dan

cermin cembung.

3. Mengambil kesimpulan sifat-sifat bayangan yang dibentuk oleh cermin cekung

dan cembung.

B. ALAT DAN BAHAN

1. Sistem bangku optik, 5. Cermin cekung,

2. Sumber cahaya, bisa memakai lilin, 6. Cermin cembung,

3. Paku atau jarum, 7. Cermin datar.

4. Kisi berbentuk anak panah sebagai benda untuk disinar,

C. TEORI DASAR

Cermin membentuk bayangan melalui proses pemantulan. Bayangan yang dibentuk

dapat berupa bayangan nyata ataupun maya. Kedua bayangan tersebut dapat dilihat oleh

mata, tetapi hanya bayangan nyata yang dapat difokuskan di layar.

Pada cermin cekung, berkas cahaya sejajar yang datang akan dipantulkan dan

dikumpulkan pada suatu titik tertentu. Bayangan yang dibentuk akan mempunyai

jenis dan ukuran berbeda tergantung pada posisi dari obyek benda terhadap bidang

pantul cermin. Berbeda dengan cermin cekung, cermin cembung tidak dapat

memfokuskan cahaya pada layar, oleh sebab itu metode tidak-paralak harus digunakan

untuk menentukan jarak titik api cermin tersebut.

D a s a r p e n e r a p a n m e to de t i d a k - p a r a l a k i n i d a p a t d i lakuk a n s e b a g a i b e r i ku t :

Letakkan sebuah pensil kira-kira 30 cm di depan mata. Kemudian pegang sebuah

pensil yang lain dan letakkan kurang lebih 40 cm di depan mata segaris dengan pensil

pertama. Coba gerakkan kepala sedikit ke kiri dan ke kanan. Apa yang anda lihat?,

Pensil terlihat bergerak bukan?. Jika anda letakkan kedua pensil tersebut pada titik yang

sama di depan mata, jelas terlihat tidak ada pergerakan dari salah satu pensil terhadap

yang lainnya,

16

Page 21: Rev Panduan Prakt FD2

walaupun anda telah menggerakkan kepala ke kiri dan ke kanan. Prinsip ini

akan digunakan untuk mengetahui letak bayangan cermin cembung.

Bayangan yang dibentuk oleh cermin cembung akan disejajarkan dengan bayangan

yang lain yaitu bayangan dari cermin datar. Jika tidak ada gerakan relatif antara kedua

bayangan itu berarti keduanya terletak pada posisi yang sama. Telah diketahui bahwa

jarak bayangan cermin datar selalu sama besar dengan jarak bendanya. Dengan

demikian letak bayangan cermin cembung pun akan dapat diketahui.

Secara matematis, jarak titik api cermin dapat ditentukan dengan persamaan berikut:

1

1

1

f s s' (1)

dimana f adalah jarak titik api cermin, s adalah jarak benda (jarak antara cermin

dengan benda), dan s adalah jarak bayangan (jarak antara cermin dengan bayangan

benda di layar).

D. CARA KERJA

O b s e r va s i s i f at b aya n gan cer m in ce k un g d an cer m in ce m bun g

1. Letakkan cermin cekung sedekat mungkin dengan mata.

2. Gerakkan cermin menjauh dari mata sampai sejauh panjang lengan dari muka.

3. Selidiki perubahan bayangan mata selama pergerakan cermin, catat hasil

pengamatan anda!

4. Ulangi langkah 3 dengan menggunakan cermin cembung.

5. Letakkan benda (kisi yang diterangi sumber cahaya) pada jarak tertentu didepan

cermin cekung. Dengan menggunakan layar, dapatkan bayangan yang jelas dari

benda itu.

6. Catat jarak benda, jarak bayangan dan sifat bayangan.

7. Lakukan langkah 5 untuk beberapa kali pengukuran dan catat hasilnya.

M e n e ntu k an j a r ak t i t ik a p i cer m in ce k un g

1. Rancang peralatan sebagaimana diperlihatkan pada gambar 1.

2. Letakkan benda pada salah satu ujung bangku optik

3. Letakkan cermin cekung kira-kira 0,5 m dari benda itu.

17

Page 22: Rev Panduan Prakt FD2

4. Letakkan layar diantara benda dan cermin cekung. Posisikan layar sedemikian

rupa sehingga tidak menghalangi cahaya menuju cermin.

5. Geser-geserlah layar sampai terlihat bayangan yang tajam

6. Catat jarak benda dan jarak bayanga.

7. Ulangi percobaan beberapa kali dengan memvariasi jarak benda dan bayangan.

Kemudian hitung jarak titik api cermin.

s Cermin cekung

s

Benda Layar

Gambar 1. Skema percobaan pembentukan bayangan pada cermin cekung

M e n e ntu k an j a r ak t i t ik a p i cer m in ce m bun g

1. Set alat sebagaimana diperlihatkan pada gambar 2.

2. Paku atau jarum yang ditegakkan pada suatu tempat berlaku sebagai benda.

Selidikilah letak bayangan yang dibentuk cermin cembung. Caranya adalah

dengan menggunakan metode tidak-paralak, yaitu memanfaatkan bayangan

lain dari cermin datar, maka akan terlihat bayangan dari paku atau jarum pada

kedua cermin

itu.

ss

d

Benda Cermin datar Cermin cembung

Gambar 2. Skema percobaan pembentukan bayangan pada cermin cembung

3. Dengan menggerakkan mata dari satu sisi ke sisi yang lain, sebagaimana

dijelaskan pada metode tidak-paralak, akan diketahui apakah bayangan cermin

datar terletak pada posisi yang sama dengan bayangan cermin cembung. Jika

posisinya belum

sama, geserlah cermin datar sehingga dua bayangan itu bersetuju (coincide).

Page 23: Rev Panduan Prakt FD2

18

Page 24: Rev Panduan Prakt FD2

4. Sekarang dapat diketahui letak bayangan cermin cembung, yaitu sebesar d cm di

belakang cermin datar. Dengan mengukur d dan s akan dapat diperoleh s dari

cermin cembung.

5. Catat data yang diperoleh.

6. Ulangi percobaan beberapa kali dengan mengubah posisi paku atau jarum

terhadap cermin cembung.

E. PERHITUNGAN

1. Hitunglah jarak titik api cermin cekung!

2. Hitunglah jarak titik api cermin cembung!

F. PERTANYAAN

1. Apa yang dimaksud dengan metode tidak-paralak?

2. Tunjukkan dengan gambar diagram pembentukan bayangan yang dibentuk oleh

masing-masing cermin!

3. Dengan menggunakan gambar, jelaskan pembentukan bayangan yang dihasilkan

oleh cermin cekung dan cermin cembung pada saat jarak benda:

a. lebih pendek dari jarak titik

api. b. sama dengan titik api.

c. lebih besar dari jarak titik api.

4. Berdasarkan jawaban anda pada pertanyaan 3, berikan kesimpulan bagaimana

sifat bayangan yang dibentuk oleh cermin cekung dan cermin cembung!

5. Jika anda meletakkan cermin cekung di depan muka anda. Jelaskan bagaimana

bayangan mata anda pada saat cermin tersebut digerakkan. Bagaimana

juga bayangan mata anda jika yang digunakan adalah cermin cembung?

6. Terangkan kesimpulan umum sehubungan dengan bayangan yang dibentuk oleh

masing-masing cermin!

7. Berilah contoh penggunaan cermin cekung dan cermin cembung berkaitan

dengan sifat-sifatnya!

8. Plot hubungan antara jarak benda dan jarak bayangan pada cermin cekung dan

cermin cembung. (Jarak bayangan pada sumbu-Y dan jarak benda pada sumbu X).

9. Hubungan 1/f = 1/s + 1/s adalah suatu bentuk persamaan x + y = konstan. Buktikan

bahwa diagram hubungan antara 1/s dan 1/s berupa garis lurus!

19

Page 25: Rev Panduan Prakt FD2

O3: SIFAT LENSA DAN CACAT BAYANGAN

A. TUJUAN

1. Memahami sifat pembiasan cahaya pada lensa.

2. Menentukan jarak fokus lensa.

3. Mengamati cacat bayangan (aberasi) dan mengetahui penyebabnya.

4. Mengurangi terjadinya cacat bayangan.

B. ALAT DAN BAHAN

1. Lensa positif kuat (++), 6. Lampu pijar,

2. Lensa positif lemah (+), 7. Layar penangkap bayangan,

3. Lensa negatif (-), 8. Bangku optik,

4. Benda berupa anak panah, 9. Kabel penghubung dan sumber tegangan listrik.

5. Diafragma dan kaca baur,

C. TEORI DASAR

M e n e ntu k an j a r ak f o k u s l e n s a p o s i t if ( k o n v e r g e n )

Sebuah benda O diletakkan disebelah kiri lensa positif, dan bayangan O yang

terbentuk disebelah kanan lensa dan dapat diamati pada sebuah layar. Jika M merupakan

perbesaran bayangan (perbandingan panjang O dan O), dan L adalah jarak antara

benda dan

bayangan, maka jarak fokus lensa f, dapat ditentukan dari persamaan berikut:

f s'

1 M(1)

dimana s adalah jarak bayangan terhadap lensa.s

s

Flayar

O F

F

L

Page 26: Rev Panduan Prakt FD2

20

Page 27: Rev Panduan Prakt FD2

O’ laya

Or

O’ Lay

Os

Cara lain untuk menentukan jarak fokus lensa positif adalah sebagai berikut:

Sebuah benda O diletakkan pada jarak L dari layar. Kemudian lensa positif yang akan

ditentukan jarak fokusnya digeser-geser antara benda O dan layar sehingga diperoleh

dua kedudukan (misalnya kedudukan 1 dan kedudukan 2) dimana lensa memberikan

bayangan

yang jelas pada layar. Bayangan yang satu diperbesar dan yang lain diperkecil.

+ +

r

L

Jika r adalah jarak antara dua kedudukan itu, jarak fokus lensa dapat ditentukan sebagai

berikut:

L2 r 2

f (Bessel) (2)4L

M e n e ntu k an j a r ak f o k u s l e n s a n e ga t if (d ive r g e n )

Jarak fokus lensa negatif dapat ditentukan dengan bantuan lensa positif. Mula-

mula digunakna lensa positif untuk membentuk bayangan nyata pada layar. Kemudian

ant ara lensa positif dan layar dipasang lensa negatif.

+ - s’

ar sekarang

Layar mula-mula

Bayangan pada layar itu merupakan bayangan maya dari lensa negatif. Karenanya pada

keadaan ini, jarak dari layar ke lensa negatif disebut jarak benda s. Sekarang, layar

digeser

Page 28: Rev Panduan Prakt FD2

ke belakang menjauhi lensa untuk memperoleh bayang baru. Dalam keadaan ini jarak dari

21

Page 29: Rev Panduan Prakt FD2

layar sampai lensa negatif disebut jarak bayangan s’. Jarak fokus lensa negatif dapat

ditentukan dengan persamaan:

f s . s'

(3)

Jara k fo ku s len sa b e rsu su n

s s

Jika dua lensa tipis dengan jarak fokus masing-masing f1 dan f2 digabungkan

(dirapatkan), maka akan diperoleh satu lensa gabungan yang fokusnya adalah fgab, dan

dapat diperoleh dengan persamaan berikut:

1

f g ab

1

1 f1 f 2

(4)

Ca c at B aya n g a n

Rumus-rumus persamaan lensa yang telah diberikan di atas dapat diturunkan dengan

syarat hanya berlaku untuk sinar “paralaksial“. Jika syarat tersebut tidak dipenuhi,

maka akan terjadi cacat bayangan (aberasi).

D. CARA KERJA

M e n e ntu k an j a r ak f o k u s l e n s a p o s i t if

1. Ukur tinggi anak panah yang digunakan sebagai benda.

2. Susun sistem optik berturut-turut sebagai berikut:

a. benda dengan lampu dibelakangnya,

b. lensa positif lemah (+), lensa posistif kuat (++),

dan c. layar.

3. Ambilah jarak benda ke layar (L) lebih besar dari 1 meter. Ukur dan cat at jarak

benda.

4. Pasang lensa positif lemah (+) diantara benda dengan layar. Geser-geserlah lensa

hingga mendapat bayangan yang tegak dan jelas pada layar; catat kedudukan

lensa dan dan ukurlah tinggi bayangan pada layar.

5. Geserlah kembali kedudukan lensa hingga didapat bayangan lain yang jelas (

jarak benda ke layar jangan diubah ).

6. Ulangi langkah-langkah tersebut dengan L yang berbeda.

7. Ulangi langkah-langkah percobaan 4 untuk lensa positif kuat(++).

22

Page 30: Rev Panduan Prakt FD2

M e n e ntu k an j a r ak f o k u s l e n s a n e ga t if

1. Untuk menentukan jarak fokus lensa negatif buatlah bayangan yang jelas

dari benda O pada layar dengan pertolongan lensa positif. Kemudian letakkan

lensa negatif antara lensa positif dengan layar dan ukurlah jarak lensa negatif ke

layar.

2. Geserlah layar sehingga terbentuk bayangan baru yang jelas pada layar. Ukur

lagi jarak lensa negatif ke layar.

3. Ulangi langkah-langkah tersebut beberapa kali.

M e n e ntu k an j a r ak f o k u s l e n s a b e r s u s u n

1. Untuk menentukan jarak fokus lensa bersusun, rapatkan lensa positif kuat (++)

dengan lensa postif lemah (+) serapat mungkin. Gunakan cara Bessel

untuk menentukan jarak fokus lensa bersusun tersebut.

2. Ulangi beberapa kali dengan L yang berubah-ubah.

M e n ga m a t i c a c at b aya n gan

1. Untuk mengamati aberasi khromatik digunakan lensa positif kuat (++)

dengan lampu pijar sebagai benda (anak panah tidak digunakan). Geser-

geserlah layar, amati dan catat keadaan bayangan dari tiap-tiap kedudukan lensa

2. Pasang diafragma di depan lampu pijar. Ulangi langkah percobaan di atas dan

catat apa yang terjadi pada bayangan lampu.

3. Ulangi percobaan di atas dengan diafragma yang berlainan.

4. Untuk mengamati astigmatisma letakkan lensa dengan posisi miring

terhadap sumbu sistem benda dan layar. Letakkan kaca baur (benda) di depan

lampu.

5. Kemuduan letakkan diafragma di depan benda (kaca baur), dan geser-geserkan

lagi layar. Catat perubahan apa yang terjadi pada bayangan dari benda.

E. PERHITUNGAN

1. Tentukanlah jarak fokus lensa positif lemah (+) dan lensa posit if kuat (++)

dengan persamaan 2!

2. Tentukan pula dengan menggunakan persamaan (1)!

3. Terangkan cara mana yang lebih teliti!

4. Tentukan jarak fokus lensa negatif dengan menggunakan persamaan (2)!

Page 31: Rev Panduan Prakt FD2

23

Page 32: Rev Panduan Prakt FD2

5. Tentukan jarak fokus lensa gabungan (bersusun) dengan menggunakan rumus

Bessel dan rumus berikuta; 1/fgab = 1/f+ + 1/f++ dimana f+ dan f++ merupakan

hasil perhitungan soal di atas. Sesuaikan kedua hasil tersebut? Jelaskan mengapa!

F. PERTANYAAN

1. Apa yang dimaksud dengan sinar paralaksial?

2. Buktikan rumus (1) sampai dengan (4)!

3. Dari rumus Bessel (2), bagaimana L dapat dipilih agar dapat terjadi 2 bayangan

yang diperbesar dan diperkecil pada layar?

4. Mengapa untuk menentukan jarak fokus lensa negatif harus menggunakan

bantuan lensa positif?

5. Apakah yang dimaksud dengan aberasi khromatis?

6. Apakah yang disebut dengan astigmatisma?

7. Terangkan terjadinya cacat bayangan yang terjadi pada percobaan di atas!

8. Cacat bayangan dapat dikurangi dengan menggunakan diafragma yang kecil.

Mengapa? Adakah cara lain untuk mengurangi cacat bayangan? Terangkan!

24

Page 33: Rev Panduan Prakt FD2

O4: MIKROSKOP

A. TUJUAN

1. Mengenal mikroskop dari segi praktis.

2. Memahami prinsip kerja mikroskop.

3. Terampil menggunakan mikroskop.

B. ALAT DAN BAHAN

1. Mikroskop, 3. Penggaris,

2. Mikrometer, 4. Rambut atau benda kecil lainnya.

C. TEORI DASAR

Kita semua tahu bahwa mikroskop merupakan alat yang dirancang untuk melihat

benda- benda kecil. Mikroskop dibangun dari susunan lensa yaitu lensa obyektif dan

lensa okuler. Benda yang diamati diletakkan pada jarak sedemikian rupa dari lensa

obyektif (biasanya lebih jauh sedikit dari titik api lensa obyektif) sehingga bayangan

yang dibentuk lensa obyektif akan jatuh tepat di titik api lensa okuler.

M e n e ntu k an P e r b e s a r an M i k r o s k op

Berdasarkan analisis diagram pembentukan bayangan pada mikroskop, maka :

tan h

h

d 25

tan ' h'

f 2

dengan adalah sudut yang terbentang pada mata oleh bayangan terakhir yang terlihat

melalui mikroskop. Sedangkan adalah sudut yang terbentang pada mata tanpa alat

oleh benda pada jarak titik dekat d = 25 cm. Sedangkan h : tinggi benda, h: tinggi

bayangan oleh lensa obyektif, dan f2 : jarak titik api lensa okuler. Sehingga

perbesaran total

mikroskop adalah:

Page 34: Rev Panduan Prakt FD2

25

Page 35: Rev Panduan Prakt FD2

M h'

d(1)

h f 2

h'dimana m1

adalah perbesaran lateral oleh lensa obyektif,h

sedangkand

25

f 2 f 2 m 2

adalah perbesaran sudut oleh lensa okuler.

M e n e n t u k an P e r b e s a r an T o t al s ec a r a L a n g s u n g

Perbesaran total dihitung menurut persamaan:

M tan '

tan ' 25

(2)

tan h

dimana h adalah panjang benda. Jika bendanya adalah rambut, maka h dapat diperoleh

dengan mengukur diameter rambut dengan menggunakan mikrometer. Sementara itu

h’ dapat diukur dengan menggunakan dua mata. Satu mata melihat rambut dengan

mikroskop sedang mata yang lain melihat garis skala mistar yang ada di luar

mikroskop. Dengan demikian diameter rambut yang terukur dengan mikroskop dapat

diukur dengan mistar. Jika a adalah jarak rambut sampai mata, maka tan = h/a

dapat diketahui. Perlu diketahui, untuk mikroskop yang lebih canggih, kita tidak perlu

menggunakan cara ini karena kaca telah dilengkapi dengan skala. Tetapi cara manual

seperti yang kita lalukan tetep perlu untuk menekankan pada kita semua akan pentingnya

suatu proses pengukuran.

Daya P i s ah d an Ape r tu r Nu m e r i k

Daya pisah menurut Rayleigh.

Bayangan dari benda titik pada sebuah lensa tidak berupa titik, melainkan berupa

bundaran dikelilingi cincin gelap terang yang dinamakan pola difraksi. Hal ini

disebabkan adanya difraksi oleh lubang (aperture). Pola difraksi ini praktis dianggap

bundaran karena 85% cahaya terkumpul pada bundaran ini. Dua titik cahaya

yang sangat berdekatan bayangannya berupa dua bundaran yang berpotongan. Dua

bundaran ini dianggap terpisah jika jaraknya minimal sama dengan jari-jarinya. Hal ini

terpenuhi jika jarak dua benda

(titik cahaya):

Page 36: Rev Panduan Prakt FD2

26

Page 37: Rev Panduan Prakt FD2

Dimana:

R 0,61o

n sin

(3)

R = jarak dua benda yang mulai dapat dipisahkan oleh lensa (= jarak minimal),

o = panjang gelombang cahaya yang dipakai untuk ruang

hampa, n = indeks bias antara dimana benda berada,

= ½ sudut puncak kerucut cahaya yang masuk lensa obyektif.

n sin dinamakan apertur numerik (AN). Lihat gambar berikut:

u

benda

Suatu alat optik dikatakan mempunyai daya pisah yang besar bila jarak dua benda yang

mulai dapat dipisahkan oleh alat tadi sangat pendek. Atau daya pisah makin besar jika

R makin kecil.

D. CARA KERJA

1. Siapkan seperangkat mikroskop dan benda kecil yang akan diamati

2. Letakkan mikroskop dekat dengan sumber cahaya dan aturlah arah cermin di

bawah mikroskop sehingga mikroskop mendapat cahaya yang cukup.

3. Letakkan sehelai rambut atau benda kecil lain di atas meja obyek, tumpangi

dengan kaca agar kedudukannya tidak berubah. Putarlah pengatur lensa obyektif

hingga posisi lensa hampir menyinggung meja obyek. Hati-hati jangan sampai

menumbuk kaca.

4. Dengan mata melihat obyek dengan mikroskop, putar-putarlah pemutar

lensa obyektif dengan perlahan-lahan untuk mendapat fokus hingga bayangan

rambut tampak jelas dan tajam.

5. Letakkan mistar pada meja disamping miroskop.

E. PERHITUNGAN

27

Page 38: Rev Panduan Prakt FD2

Hitunglah perbesaran total mikroskop yang anda gunakan!

F. PERTANYAAN

1. Gambarkan pembentukan bayangan pada mikroskop!

2. Terangkan langkah-langkah secara lengkap bagaimana mendapatkan

perbesaran total mikroskop pada persamaan (1) dengan menganalisis diagram

pembentukan bayangan!

3. Mengapa tidak terjadi perbesaran lateral untuk lensa okuler pada waktu

mata melihat tanpa berakomodasi?

4. Mana yang lebih menguntungkan, melihat dengan mikroskop tanpa berakomodasi

atau berakomodasi sekuat-kuatnya? Mengapa!

28

Page 39: Rev Panduan Prakt FD2

O5: SPECTROMETER

A. TUJUAN

1. Menentukan sudut puncak prisma.

2. Menentukan indeks bias prisma dengan metode devoasi minimum.

3. Memahami prinsip kerja spectrometer dan terampil menggunakannya.

B. ALAT DAN BAHAN

1. Spectrometer prisma.

2. Sumber cahaya monokromatis, misalnya lampu natrium.

C. TEORI DASAR

Spectrometer merupakan alat yang dipakai untuk mengukur sudut simpangan (deviasi)

suatu berkas cahaya akibat adanya pemantulan, pembiasan, interferensi, difraksi

dan hamburan. Alat tersebut mempunyai 4 komponen utama yaitu :

K o l i m a t or

Kolimator pada dasarnya merupakan tabung yang dilengkapi dengan sebuah lensa

akromatis pada salah satu ujung yang menghadap prisma dan sebuah celah yang dapat

diatur lebarnya. Celah tersebut digunakan untuk memperoleh berkas cahaya sejajar

yang mempunyai sudut simpangan sama untuk tiap sinar. Kedudukan celah dapat diatur

dengan tombol pada kolimator. Kolimator ini diletakkan pada tiang statis ke dasar

spectrometer.

T e le s k op

Komponen ini terdiri dari lensa obyektif yang menghadap ke meja spectrometer

dan sebuah okuler yang posisinya terhadap lensa obyektif dapat diatur. Okuler sendiri

terdiri dari dua lensa (lensa mata dan lensa medan) yang posisinya dapat diatur satu

sama lain. Sebagai rujukan, untuk menentukan posisi bayangan celah dengan tepat

digunakan benang silang dipasang pada bidang tegak lurus pada sumber cahaya antara

lensa mata dan lensa medan dalam okuler.

Teleskop ini diletakkan pada tangkai yang dapat diputar terhadap sumbu spectrometer.

Jika dasar spectrometer horizontal, maka sumbu spectrometer vertikal dan teleskop

berputar di bidang horizontal dengan sumbunya terus menuju ke pusat rotasi yang

terletak pada garis

Page 40: Rev Panduan Prakt FD2

29

Page 41: Rev Panduan Prakt FD2

1

sumbu. Sedangkan posisi teleskop terhadap kolimator atau posisi rujukan lainnya dapat

dibaca pada kedua nonius yang berlawanan posisinya dan ikut berputar dengan teleskop.

P r i s m a

Prisma merupakan bagian terpenting dari spectrometer diletakkan pada meja spectrometer.

M e j a Sp ec t r o m e t e r

Meja spectrometer mempunyai sumbu rotasi berimpit dengan sumbu rotasi teleskop.

Meja ini dapat diatur posisinya dengan cara menaikkan atau menurunkan atau dapat

diputar dengan melonggarkan sekrupnya kemudian menguatkannya. Pengaturan ini

dapat pula digunakan untuk mengatur tegaknya bidang pemantul.

Dengan mengukur deviasi minimum yang terjadi untuk suatu cahaya

monokromatis tertentu yang digunakan, indeks bias prisma dapat ditentukan berdasarkan

formula berikut:

sin 1 (Dm )n 2

sin 2 (1)

dimana n adalah indeks bias prisma, Dm adalah deviasi minimum dan adalah sudut

puncak prisma.

D. CARA KERJA

P e r s ia p an

1. Arahkan teleskop untuk melihat benda yang jauh sehingga terlihat jelas.

Perlu diketahui bahwa berkas sinar yang masuk teleskop dalam keadaan sejajar.

2. Letakkan teleskop dan kolimator dalam satu garis lurus dan atur keduanya agar

tegak lurus terhadap sumber cahaya.

3. Sinari celah dengan sumber cahaya dan atur lebarnya, sehingga gambar

celah terlihat dengan jelas pada teleskop.

4. Atur ketinggian meja prisma sehingga pengukuran dapat dilakukan dengan mudah.

P e n g u k u r an s udu t pun c ak p r i s m a

1. Letakkan prisma di atas meja spectrometer sehingga sudut yang akan

diukur menghadap ke arah sumber cahaya.

30

Page 42: Rev Panduan Prakt FD2

2. Dekatkan celah kolimator dengan sumber cahaya.

3. Atur posisi prisma agar pantulan cahaya dari kolimator dapat dilihat

okuler teleskop di dua tempat, yaitu pada kedudukan I dan kedudukan II.

4. Cacat sudut pergeseran kedudukan . Buktikan bahwa besarnya sudut puncak

prisma sama dengan .

5. Ulangi langkah 1 – 4 beberapa kali untuk meperoleh harga rata-rata dari sudut

puncak prisma.

P e n g u k u r an s udu t d e via s i m i n i m u m

1. Luruskan okuler teleskop dengan celah kolimator sampai cahayanya terlihat

jelas, dan catat posisinya. Ini disebut kedudukan I.

2. Letakkan prisma di atas meja spectrometer, sehingga sinar dari celah akan jatuh

pada salah satu sisi prisma (perhatikan gambar 3).

3. Putar okuler teleskop sampai diperoleh sinar bias sembarang.

4. Sambil mengamati sinar bias melalui okuler, putar prisma perlahan-lahan dengan

cara memutar meja spectrometer sehingga terlihat sinar bias tersebut bergeser.

5. Perhatikan pergerakan sinar bias tersebut melalui okuler sampai pada suatu saat

sinar tersebut berbalik arah walaupun prisma diputar satu arah. Dengan

menggeser meja spectrometer bolak-balik di daerah itu, coba temukan

tempat terjadinya pembalikan arah sinar itu. Tempat itu disebut kedudukan II.

6. Sudut yang dibentuk oleh posisi akhir terhadap posisi okuler mula-mula (lurus

dengan celah) adalah sudut deviasi minimum, Dm.

7. Ulangi langkah 1 hingga 6 beberapa kali untuk memperoleh nilai rata-rata

deviasi minimum.

E. PERHITUNGAN

1. Tentukan sudut puncak prisma!

2. Tentukan indeks bias prisma dengan metode deviasi minimum!

F. PERTANYAAN

1. Berdasarkan referensi yang relevan, sebutkan cara lain dalam menentukan indeks

bias prima. Jelaskan dengan singkat!

2. Turunkan rumus: Dm = (n-1) yang kita gunakan dalam percobaan ini!

31

Page 43: Rev Panduan Prakt FD2

3. Jelaskan apa perbedaan pemakaian dua rumus berikut:

4. Rumus pertama Dm = (n-1)

5. Rumus kedua n sin½ = sin½(Dm + )

6. Dalam setiap percobaan, hasil yang diperoleh tidak selalu sama dengan

perhitungan numerik, artinya selalu ada kesalahan atau error. Jelaskan

apa saja yang menyebabkan hal itu terjadi!

32

Page 44: Rev Panduan Prakt FD2

O6: POLARIMETER

A. TUJUAN

1. Memahami prinsip kerja polarimeter.

2. Menentukan kadar gula suatu larutan.

B. ALAT DAN BAHAN

1. Polarimeter, 5. Aquadest,

2. Sumber cahaya monokromatis, 6. Mistar,

3. Gula, 7. Termometer.

4. Gelas ukur,

C. TEORI DASAR

Apabila suatu berkas cahaya yang terpolarisasi linier melalui suatu larutan gula,

atau larutan lain yang mempunyai sifat optis aktif, maka bidang polarisasi dari sinar itu

akan terputar dengan sudut tertentu, masalnya . Besarnya tergantung pada 4 faktor

yaitu: (1) panjang larutan yang dilalui sinar; (2) kadar larutan; (3) panjang gelombang

sinar dan (4) suhu.

Untuk mengukur sudut ini dipakai polarimeter Laurent atau polarimeter ½ bayangan.

Pada alat ini terdapat 5 komponen penting yaitu: polarisator, lempeng ½ dari

Laurent, tabung tempat larutan, analisator yang dapat diputar, dan teropong. Secara

skematis posisi

masing-masing komponen tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Sinar natural

Polarisator Lempeng ½ Tabung tempat larutan

Analisator

Teropong

Gambar 1. Skema susunan komponen pada polarimeter

33

Page 45: Rev Panduan Prakt FD2

Polarisator dan lempeng ½ dipasang sedemikian rupa sehingga bidang utama

polarisator membentuk sudut yang kecil terhadap sumbu optik lempeng. Sudut ini

disebut sudut bayangan. Sekitar setengah dari berkas sinar yang melewati

polarisator akan masuk lempeng ½ dan sisanya bergerak diluar lempeng. Bidang

polarisasi dari sinar yang melalui lempeng terputar. Jika mula-mula bidang polarisasi

trletak disebelah kiri sumbu optik dengan sudut , maka setelah keluar dari lempeng

½, bidang polarisasi ini terletak disebelah kanan dengan sudut juga. Bidang

polarisasi sinar yang di luar lempeng tentu saja tidak berputar. Sekarang terdapat suatu

berkas sinar dengan dua polarisasi masing- masing disebelah kiri dan disebelah kanan

sumbu optik lempeng dan masing-masing membentuk sudut .

Jika analisator diputar dengan teropong, maka kita lihat bahwa medan

penglihatan berubah-ubah. Umumnya setengah kelihatan lebih gelap daripada setengah

bagian yang lain. Pada suatu keadaan, kedua bagian itu kelihatan sama. Dalam keadaan

tabung berisi aquadest, keadaan sama gelap berarti bidang polarisasi analisator tegak

lurus dengan sumbu optik lempeng. Keadaan ini dipakai sebagai nol dari polarimeter.

Kalau aquadest diganti dengan larutan gula, maka pada kedudukan ini daerah penglihatan

sama gelap lagi. Hal ini disebabkan karena bidang polarisasi telah terputar. Untuk

merubah keadaan sama gelap lagi, maka analisator harus diputar sehingga bidang

utamanya tegak lurus pada garis yang membagi dua sama sudut antara bidang polarisasi

berkas sinar. Besarnya sudut putar

ini sama dengan besarnya sudut putar dari bidang polarisasi sinar.

Berkas cahaya sinar natural

Berkas cahaya yang keluar dari polarisator (Terpolarisasi linier)

Berkas cahaya yang keluar dari lempeng½

Berkas cahaya yang keluar dari larutan gula

Gambar 2. Pola dari bidang polarisasi

34

Page 46: Rev Panduan Prakt FD2

Keterangan:

KL : bidang polarisasi sinar yang keluar dari polarisator.

MN : bidang polarisasi sinar yang keluar dari lempeng

½. AB : sumbu optik ½.

PQ : kedudukan sumbu optik analisator yang memberikan keadaan sama gelap

untuk aquadest.

PQ : kedudukan sumbu optik analisator yang memberikan keadaan sama gelap

untuk larutan gula.

Besar sudut putar dapat dituliskan sebagai berikut:

a Lm

100 (1)

adalah daya putar jenis, yaitu sudut putar bidang polarisasi dari sinar yang melalui

larutan (1 gram bahan optis aktif dalam 1 cc larutan). Banyaknya gram bahan optis

aktif dalam 100 cc larutan dinyatakan dalam m, dan panjang tabung dalam dm dinyatakan

dalam L. Untuk gula tebu (20) = 66,54 untuk cahaya kuning dan suhu 20C. kadar

larutan gula yang diamati pun dapat dihitung menggunakan persamaan 1.

D. CARA KERJA

M e n e ntu k an t i t ik n ol

1. Bersihkan gelas penutup tabung dengan hati-hati.

2. Bersihkan tabung dengan hati-hati lalu kocok dengan aquadest.

3. Isilah tabung dengan aquadest sampai penuh. Untuk mencegah gelembung udara

memasuki tabung, geser gelas penutup dari tepi lalu gelas dikunci dengan skrup

(bagian tengah gelas jangan sampai tersentuh tangan).

4. Masukkan tabung dalam polarimeter.

5. Atur jalannya sinar dengan meluruskan polarimeter terhadap sumbu optis

sehingga sinar masuk melalui teropong. Fokuskan teropong sehingga celah

nampak gelap terang.

6. Putarlah analisator (dengan pegangannya yang memiliki skala nonius) ke kiri

dan ke kanan sampai diperoleh keadaan yang sama gelapnya, lalu baca skala

utama dan

skala noniusnya. Angka yang terbaca ini menyatakan titik nol polarimeter.

35

Page 47: Rev Panduan Prakt FD2

7. Ulangi langkah 6 berulang-ulang dan catat titik nol polarimeter

(lakukan pengulangan sebanyak 8 kali).

M e n e ntu k an s ud u t p ut ar d a r i l a r ut an g u l a

1. Bersihkan tabung dengan hati-hati.

2. Kocoklah tabung beberapa kali dengan larutan gula yang akan digunakan (lautan

gula dengan konsentrasi tertentu).

3. Isilah tabung dengan larutan gula tadi hingga setengahnya dan kemudian

masukkan termometer ke dalam tabung dan tunggulah beberapa saat. Catat

suhunya.

4. Penuhi tabung tadi dengan larutan gula dan tutup dengan hati-hati sampai tak

ada gelembung udara di dalamnya.

5. Letakkan tabung pada tempatnya dan selanjutnya bacalah nonius setelah

analisator diputar sehingga kedua belah medan cahaya terlihat sama gelapnya.

Pembacaan dilakukan 8 kali seperti pada kerja sebelumnya.

6. Ukur lagi suhu larutan seperti pada langkah 3. Catat suhu rata-rata dari larutan.

Besar sudut putar adalah beda dari sikap analisator antara sebelum dan sesuadah

ada larutan optis aktif.

7. Ulangi percobaan ini dengan berbagai konsentrasi larutan, setidaknya

3 konsentrasi yang berbeda.

E. PERHITUNGAN

1. Hitunglah daya putar jenis dari masing-masing larutan!

2. Buatlah grafik hubungan antara konsentrasi larutan dengan daya putar jenis

berdasarkan data percobaan anda! Kesimpulan apa yang dapat anda tarik dari

grafik itu?

F. PERTANYAAN

1. Bagaiman kalau tabung berisi dengan aquadest ? Apakah bidang polarisasi juga

akan terputar? Mengapa demikian, jelaskan jawaban anda !

2. Mengapa umumnya digunakan cahaya lampu natrium dalam percobaan ini?

36

Page 48: Rev Panduan Prakt FD2

LISTRIK (L)

37

Page 49: Rev Panduan Prakt FD2

L1: OSILOSKOP

A. TUJUAN

1. Mengetahui fungsi osiloskop.

2. Memahami prinsip kerja osiloskop.

3. Merancang dan menerangkan terjadinya pola Lissayous.

4. Menghitung frekuensi suatu sumber tegangan dengan menggunakan pola

Lissayous.

B. ALAT DAN BAHAN

1. Osiloskop,

2. Dua buah generator,

3. Sumber tegangan AC (Transformator),

4. Sumber tegangan DC (Batrei atau power supply DC),

5. Multimeter,

6. Satu set kabel penghubung,

7. Kertas Milimeter.

C. TEORI DASAR

Osiloskop atau disebut osiloskop sinar katoda (cathode ray osciloscope, disingkat CRO)

merupakan alat yang digunakan untuk melihat dinamika besaran sebagai fungsi waktu

secara visual. Dengan menggunakan osiloskop ini harga suatu besaran dapat dilihat

setiap saat sepanjang waktu berjalan terus.

Dengan mengukur besarnya pergeseran atau ingsutan bintik terang yang ditimbulkan

oleh berkas elektron yang mengenai layar dari kedudukan normalnya, maka besarnya

signal dari suatu sumber dapat ditentukan. Bintik terang ini sama halnya jarum

penunjuk pada voltmeter. Simpangan/pergeseran bintik terang dibuat ke arah

vertikal sedangkan pergeseran mendatar sebanding dengan laju pertambahan waktu.

Simpangan a r a h v e r t i k a l dapat ditera dalam v o l t / s k a l a atau v o l t / c m . Sementara

itu, simpangan a r a h m e n d a t a r dapat ditera dalam d e t i k/ s k a l a atau d e t i k/ c m . Dengan

peneraan

38

Page 50: Rev Panduan Prakt FD2

ini menunjukkan bahwa osiloskop tidak hanya dapat digunakan untuk memperlihatkan

gambar signal sebagai fungsi waktu, tetapi yang lebih penting dapat digunakan sebagai

a l a t ukur parameter-parameter pad signal antara lain: selang waktu (time duration),

periode ayunan maksimum, amplitudo, fase, frekuensi dan sebagainya.

Dengan melepas t e g a n g a n l e j a n g (sweep voltage) yaitu tegangan yang menjulur

atau melejang bintik terang menjadi garis lurus, maka simpangan dapat diberikan dari

luar atau sebagai input kedua. Dalam hal ini ada dua signal yang saling tegak lurus

dalam waktu sama. Dengan demikian hubungan kedua signal dapat diperlihatkan

langsung sebagai fungsi waktu. Jika kedua signal tersebut adalah input dan output suatu

sistem, atau satuan kerja elektronis, maka gambar yang tampakpada

layar memperlihatkan watak sistem/satuan kerja tersebut. Perlu diketahui

bahwa pada penjuluran bintik terang menjadi garis lurus, pada dasarnya merupakan

pergerakan berkas elektron dengan cepat dan terus- menerus ke arah kanan.

Osiloskop pada dasarnya mempunyai 5 komponen utama yaitu:

1. Tabung sinar katoda (chatode Ray Tube = CRT)

2. Penguat simpangan Y (Y amplifier)

3. Penguat simpangan X (X amplifier)

4. Pembangkit tegangan basis waktu (Time based generator)

5. Pengatur berkas (Beam control)

T a bun g s i n ar k a t o d a ( c h a t o d e Ray T ub e = C R T )

CRT berbentuk seperti corong (funnel) dengan ujung kanan datar dan tampak sebagai

layar untuk gambar yang ditampilkan (lihat gambar 1). Sisi bagian dalam layar

dilapisi zar pendar (fluoresence) yang mengeluarkan sinar bila dikenai elektron. Pada

leher tabung

terdapat sejumlah elektroda yang dapat mempengaruhi gerak elektron sebelum mencapai

layar.D2

D1 k

A1 A2 A3 A4

Gambar 1. Skema dari CRT

Page 51: Rev Panduan Prakt FD2

39

Page 52: Rev Panduan Prakt FD2

Elektroda paling kiri disebut s e n a p a n e l e k t r o n (electron gun) yang dapat

melontarkan elektron ke kanan dalam berkas yang sempit. Senapan elektron tersebut

terdiri dari katoda K sebagai silinder sumber elektron, dan kisi Wehnelt W yang

berbentuk silinder untuk pengatur intensitas arus elektron. Elektron-elektron

dipercepat dan diarahkan oleh sejumlah anoda, A1 s/d A4, yang memberikan medan

listrik agar elektron melint asi ruang diantara lempengan simpangan datar, D1 dab D2.

Sedangkan anoda utama A5 yang diberi tegangan tinggi (ribuan volt) digunakan agar

elektron mempunyai energi gerak yang cukup tinggi, sehingga pada saat mengenai layar

pendar, akan menghasilkan bintik terang dengan intensitas tinggi.

P e n g u at s i m p a n gan Y ( Y a m p l i f i e r )

Penguat ini berguna untuk memperbesar signal input untuk mempertinggi kepekaan

CRO. Kepekaan ini dinyatakan dalam mV/skala. CRO dengan kepekaan 20 mV/skala

dengan jarak antara garis-garis skala = 6 mm, mempunyai arti bahwa pada kepekaan

input paling tinggi (tegangan input 20 mV) menghasilkan simpangan di layar sejauh 6

mm. Dengan mengubah-ubah kepekaan input, maka daerah pengukuran dapat diperluas

beberapa ratus vollt sesuai keperluan.

P e n g u at s i m p a n gan X ( X a m p l i f i e r )

Penguat ini digunakan untuk memperkuat simpangan mendatar (horizontal), pada

saat osiloskop diberi kedudukan untuk menerima/menampilkan sinyal dari luar pada

simpangan horizontalnya. Penguat simpangan X ini mempunyai gain yang kecil

dibandingkan dengan penguat simpangan Y, sehingga penguat ini mempunyai

kepekaan yang lebih rendah. Disamping mengubah harga skala horisontal pada

kedudukan terhubung dengan basis waktu, penguat simpangan ini dapat mengatur

kelajuan basis waktu tersebut atau sebagai pengatur laju lejang. Dengan kata lain,

skala waktu dapat diubah-ubah sesuai dengan keperluan. Dalam praktek, hal ini

berguna untuk membuat gambar input yang berupa sinyal-sinyal periode menjadi lebih

stabil dan sebagai pengatur sinkronisasi. Sama halnya dengan penguat simpangan Y,

penguat simpangan X mempunyai pengatur posisi kiri- kanan. Fungsi dari pengatur-

pengatur tersebut (posisi horisontal atau vertikal) akan jelas terlihat apabila input-

inputnya nol atau tidak ada sinyal sama sekali, pengatur ini akan

menggerakkan bintik terang keatas atau kebawah atau juga kekiri dan kekanan.

Page 53: Rev Panduan Prakt FD2

40

Page 54: Rev Panduan Prakt FD2

P e m b a n g k it t e ga n gan b a s is wa k t u ( T i m e b a s e d g e n e r a t o r )

Tegangan ini berbentuk gigi gergaji. Berkaitan dengan basis waktu ini terdapat

beberapa pengaturan yang berhubungan dengan sinyal parameter yang

dibangkitkan, yaitu parameter-parameter tegangan gergaji sebagaimana terlihat pada

gambar. Pengaturan yang dapat diubah adalah:

a. Pengaturan frekuensi bertingkat, f =

1/T. b. Pengaturan laju lejang dvs/dt = vs/Ts.

c. Pengaturan kedudukan horosontal (malar) berarti mengubah Vdc.

VsTs

P e n ga tu r b e r k as ( B e am c o nt r o l )

Hasil dari pengaturan ini adalah berubahnya bintik terang pada layar. Perubahan

ini berupa:

1. Intensitas, yaitu perubahan banyaknya elektron.

2. Fokus, yaitu perubahan besarnya titik terang.

Disamping pengaturan tersebut, ada pengaturan intensitas secara otomatis yang disebut

sebagai modulasi intensitas. Intensitas diturunkan pada waktu berkas elektron ditarik

kekiri dari simpangan maksimumnya. Tegangan modulasi disebut tegangan pemadam

(blanking voltage). Modulasi ini dapat juga dilakukan oleh sinyal dari luar melalui

pangkalan input belakang, yang merupakan input Z. Sebagai perbandingan, pada

pesawat televisi, input Z ini adalah berupa sinyal video (gambar), sedangkan ke arah X

dan Y adalah berupa sinyal lejang, sehingga seluruh permukaan layar dijelajahi

elektron. Pada input Z, bintik terang dimodulasi oleh sinyal video, sehingga terjadi

terang dan gelap yang membentuk gambar. P o l a L i ss ayo u s

Jika 2 buah osilasi dengan frekuensi sama atau berbeda saling tegak lurus, digabungkan

bersama-sama akan membentuk kurva yang disebut pola lissayous. Nama ini

dipergunakan untuk mengingat Jules Antonie Lissayous yang memperagakan kurva-

kurva ini pertama

kali tahun 1857.

Page 55: Rev Panduan Prakt FD2

41

Page 56: Rev Panduan Prakt FD2

VVo m

Gambar 2. Pola Lissayous

D. CARA KERJA

P e tunju k u m u m p e n go p e r a s ian o s i l o s k op

1. CRO hanya boleh dihidupkan pada waktu akan digunakan. Matikan CRO

untuk pemakaian yang tertunda. Istirahatkan lebih dari 5 menit.

2. Sebelum menghidupkan osiloskop, sebaiknya periksa dulu sumber tegangan

AC yang digunakan apakah sesuai dengan tegangan yang diperlukan untuk

menghidupkan CRO.

3. Gunakan intensitas lebih rendah dari batas maksimumnya. Bila tidak

diperlukan, tetapkan saklar AC-DC pada kondisi AC.

4. Turunkan bla bal. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga kerusakan pada layar

pendar, karena elektron terus-menerus jatuh di titik yang sama dengan

intensitas tinggi.

5. Atur tombol pada posisi tengah-tengah untuk mendapatkan bintik terang atau

jejak elektron (bila tidak nampak pada layar).

P e tunju k k a l i b r a s i o s i l o s k op

1. Nyalakan osiloskop dengan memutar tombol power ke arah ON.

2. Atur intensitasnya sampai diperoleh garis terang atau titik pada layar, jangan

gunakan intensitas yang terlalu besar, atur posisi garis berada di tengah-

tengah dengan memutar tombol posisi (atas-bawah) dan tombol posisi (kanan-

kiri).

3. Pastikan tombol CAL VOLTAGE (pada voltage/div berwarna merah) dan

CAL SWEEP TIME (pada Sweep Time/div berwarna merah) dalam

keadaan maksimum.

4. Atur perbesaran pada probe, pada posisi 10.

42

Page 57: Rev Panduan Prakt FD2

5. Pastikan posisi input untuk Ch1 (Y) atau Ch2 (X). Jika Ch1 (Y) akan

digunakan, atur posisi tombol mode pada Ch1 (Y) dan tombol source pada

posisi Ch1 (Y) dan sebaliknya jika Ch2 (X) yang digunakan, atur posisi

tombol mode dan tombol source pada posisi Ch2 (X).

6. Misal pilih saja Ch2 (X) yang akan dikalibrasi terlebih dulu, atur seperti

langkah e.

7. Tetapkan posisi AC-DC pada kondisi AC.

8. Jepitkan ujung probe pada titik CAL pada osiloskop.

9. Penjepit probe pada posisi ground.

10. Atur posisi gambar pada layar dengan memutar tombol posisi (atas-bawah)

dan tombol posisi (kanan-kiri) pada channel yang anda gunakan.

11. Jika gambar yang tampil bergerak, posisikan tombol “level” pada posisi

tengah- tengah.

12. Hitung tegangan dan frekuensi tampilan dengan rumusan berikut:

Perhitungan tegangan Vp-p

Vpp jumlah

kotak posisi vertikal var iabel

volt / div probe

Perhitungan frekuensi

f = 1/T, dimana T = jumlah kotak satu gelombang variabel sweep time/div.

Hitung besar tegangan Vp-p dan frekuensi kalibrasi. Apakah hasilnya sesuai dengan

yang tertera pada titik CAL. Jika sesuai, osiloskop siap digunakan, jika belum sesuai atur

tombol CAL (merah) pada variabel volt/div untuk menyesuaikan tegangan dan

tombol CAL (merah) pada variabel sweep time/div untuk menyesuaikan perioda atau

frekuensi.

Lakukan kembali kalibrasi pada Ch1 (Y).

Catatan:a. Tombol variabel voltage/div untuk mengatur jumlah tampilan secara vertikal b. Tombol sweep time/div untuk mengatur jumlah tampilan secara horizontalc. Tegangan yang terukur pada osiloskop adalah tegangan maksimum

M e n g u k u r t e ga n gan d an f r e k u e n s i s u a t u s u m b e r

1. Siapkan osiloskop, tombol-tombol dipersiapkan sehingga dalam keadaan

tanpa beban, dilayar tampak titik dimana intensitas dan fokusnya cukup dan

Page 58: Rev Panduan Prakt FD2

berada

43

Page 59: Rev Panduan Prakt FD2

ditengah-tengah layar. Jangan lupa meredupkan intensitasnya (dibawah

maksimum) dan jangan terlalu lama menyalakan titik di layar.

2. Sediakan pembangkit sinyal (sinyal generator) dengan outputnya

masing- masing memberikan tegangan sinusoida.

3. Dalam keadaan “off“ , hubungkan output pembangkit sinyal dengan

osiloskop, posisi ujung probe dihubungkan dengan positif keluaran signal,

penjepit pada probe ditempatkan pada ground signal generator. Kemudian

nyalakan signal generator.

4. Atur tombol sweep time/div dan volt/div pada osiloskop seperti

langkah kalibrasi untuk mendapatkan gambar sinusoida tunggal yang bagus.

5. Gambarkan pada kertas milimeter apa yang terlihat pada layar osiloskop.

Kemudian catat:

a. kedudukan tombol pengatur osiloskop dan pembangkit sinyal.

b. dari pengamatan di atas, tentukan tegangan sumber dan

frekuensi sumber.

6. Lakukan pengukuran tegangan tersebut dengan mengunakan

multimeter sebanyak 5 kali pengulangan. Bandingkan hasilnya dengan

pengukuran melalui osiloskop. Beri komentar!

7. Ulangi langkah c hingga f dengan tegangan dan frekuensi sumber yang

bervariasi.

M e n e ntu k an p o l a L i ss ayo u s

1. Pasang pembangkit signal I pada input horizontal Ch2 (X) dan pembangkit II

pada input vertikal Ch1 (Y) pada osiloskop.

2. Perbandingan yang digunakan sebesar 1:2; 1:3; 1:4; dst. Atau 2:1; 3:1; 4:1 dst.

3. Atur frekuensi pada pembangkit signal I sebagai f1 pada channel X (Mode

pada posisi X) sampai 100 Hz, kemudian ubah mode pada posisi Y

dan atur frekuensi pembangkit signal II sebagai f2 sampai diperoleh 200

Hz, sehingga perbandingan f1 : f2 adalah 1:2.

4. Kemudian putar tombol time/div pada posisi X-Y, dan atur mode pada posisi

dual.

5. Atur volt/div untuk mendapatkan gambar bujur sangkar.

6. Gambarlah tampilan pada beberapa posisi.

44

Page 60: Rev Panduan Prakt FD2

7. Lakukan untuk perbandingan.

8. Bandingkan data anda dengan referensi yang ada.

E. PERHITUNGAN

1. Hitung besar tegangan dan frekuensi yang terukur dengan osiloskop dan

tegangan yang terukur dengan voltmeter. Bandingkan!

2. Beri komentar pola Lissayous yang anda peroleh berdasarkan referensi lain.

F. PERTANYAAN

1. Tuliskan bentuk umum fungsi gelombang dan jelaskan arti masing-masing

simbolnya!

2. Jelaskan pengertian dari besaran-besaran berikut:

3. amplitudo gelombang.

4. periode gelombang.

5. Gambarkan gelombang listrik sinusoida dengan amplitudo 2 cm dan periode

0.02 sekon pada kertas milimeter!

6. Sebutkan tiga bidang sains selain fisika yang menggunakan osiloskop!

7. Besaran listrik apa yang dapat diukur dengan osiloskop secara langsung

dan besaran apa yang diukur tidak langsung?

8. Apa nama tabung panjang yang ada dalam osiloskop dan sebutkan komponen

komponen penting yang ada di dalamnya?

9. Apa yang dimaksud dengan senapan elektron? Jelaskan secara singkat!

10. Apa yang dimaksud dengan pola Lissayous?

11. Mengapa terjadi perbedaan pada hasil pengukuran antara osiloskop dan voltmeter?

45

Page 61: Rev Panduan Prakt FD2

L2: ARUS BOLAK-BALIK

A. TUJUAN

1. Mengukur besaran-besaran fisis arus bolak-balik.

2. Mengukur impedansi arus bolak-balik.

3. Menemukan keadaan resonansi rangkaian arus bolak-balik.

4. Memahami karakteristik arus bolak-balik.

B. ALAT DAN BAHAN

1. Sumber arus searah dan bolak-balik ”var. Extra low voltage transformers”,

2. Adio generator,

3. Milliampermeter DC,

4. Milliampermeter AC,

5. Resistor 3900 ohm,

6. Induktor (kumparan),

7. kapasitor 1 F,

8. multimeter.

C. TEORI DASAR

Arus Bolak-Balik

Aarus bolak-balik adalah arus listrik yang berubah-ubah secara periodik. Bentuk

yang paling sederhana dari arus bolak-balik itu secara matematis adalah sinusoida,

seperti berikut ini.

Gambar 1. Bentuk arus bolak-balik

46

Page 62: Rev Panduan Prakt FD2

Dari gambar 1 dapat dilihat bahwa jumlah muatan listrik yang lewat dalam selang

waktu antara t dan t + dt adalah :

𝑑𝑞 = 𝑖 𝑡 𝑑𝑡 (1)

Dengan osciloskop dapat diukur besarnya Im dan T dari arus bolak-balik itu. Tetapi

dengan ampermeter yang dapat diukur adalah arus efektifnya (ief). Arus efektif dari

arus bolak-balik adalah arus yang setiap periodenya menghasilkan sejumlah kalor efek

joule yang sama dengan kalor dalam hal ini adalah kalor yang terjadi akibat efek joule.

Hubungan lef dengan Im diberikan oleh persamaan;

I mI ef 2

(2)

Reaktansi Induktif dan Impedansi

Suatu kumparan (induktor) L di dalamnya mengandung hambatan (resistansi) r. Dalam

bentuk skema induktor dengan hambatan dalamnya tampak seperti gambar 2. Jika AB

dialiri arus searah, dan arusnya sudah konstan. Konduktor murni L tidak mengadakan

reaksi terhadap arus. Jadi yang menghambat hanyalah r. Tetapi jika AB dihubungkan

dengan arus bolak-balik, baik L maupun r kedua-duanya mengadakan reaksi terhadap arus.

Gambar 2. Skema induktor dengan hambatan dalam

Terhadap arus yang berubah-ubah i(t) = Im.Sin(t) induktor mumi L akan menghasilkan

GGL sebesar E = L di

dtsehingga ujung AB pada gambar 2. Mempunyai beda potensial :

V r.i E (3)

47

Page 63: Rev Panduan Prakt FD2

L

V r.i L di

dt

V r.Im Sin(.t) .L.ImCos(.t)

V VrmSin(.t) VLmSin(.t

2)

(4)

(5)

(6)

Dari persamaan itu berarti arus bolak-balik akan mengalami pergeseran fase sebasar 2

radian atau 900 bila melewati induktor.

Persamaan di atas dapat dibuktikan menggunakan diagram fasor seperti gambar 3.

Gambar 3. Diagram fasor

Berdasarkan diagram fasor seperti yang dilukiskan pada gambar 3, dapat diperoleh:

Z r2 x2 (7)

xL .L

tg xL

r

(8)

(9)

XL disebut reaktansi induktif dan Z disebut impedansi rangkaian, satuannya Ohm ().

Reaktansi Kapasitif dan Impedansi

Suatu kapasitor dengan kapasitansi C tak akan dapat dilewati oleh arus searah, tetapi

dapat dilewati oleh arus bolak-balik.

Muatan listrik yang terdapat dalam kapasitor gambar 4 adalah:

Page 64: Rev Panduan Prakt FD2

48

Page 65: Rev Panduan Prakt FD2

X

Gambar 4. Rangkaian kapasitor arus bolak balik

dQ C.dV

VAB pada gambar 4 mempunyai persamaan

V VCm sin(.t s

)

VCm Im X C

(10)

(11)

(12)

1C .t (13)

Dari persamaan-persamaan tersebut terlihat bahwa arus bolak-balik yang melalui kapasitor

C mengalami keterlambatan fase sebesar 2 radian atau 900.

D. CARA KERJA

Mengukur Besaran Fisis Arus Bolak-Balik

1. Nyalakan "Var.extra low voltage transformers" dengan menghubungkannya

dengan sumber arus PLN. Nyalakan pula osciloskop dengan cara yang sama.

(Tanyakan pada asisten jika mendapat kesulitan).

2. Ukur tegangan keluaran yang bertuliskan 12 V AC dari "transformers" itu

menggunakan osciloskop. Catat Vpp dan frekuensinya. (Vpp adalah

tegangan

puncak ke puncak dengan nilainya = 2 Vm)

Page 66: Rev Panduan Prakt FD2

49

Page 67: Rev Panduan Prakt FD2

3. Sekarang ukur tegangan keluaran "transformer" itu menggunakan multimeter

AC, gunakan batas ukur lebih besar dari 12 V. Ulangi dengan membalik

"probe" multimeter AC tersebut, (probe adalah tangkai-tangkai penyambung).

Mengukur Impedansi Rangkaian Arus Bolak balik

Rangkaian R-L

1. Gunakan sebuah Induktor L dan sebuah hambatan R 3900 .

2. Susunlah rangkaian seperti berikut ini

Gambar 5. Rangkaian R-L seri

3. Dengan multimeter ukurlah tegangan VL, VR, dan tegangan sumber V. Ukur

pula arusnya melalui milliamperrneter. Hitunglah nilai dari XL dan

impedansi Z.

Rangkaian R-C

1. Susun rangkaian arus searah seperti pada gambar 6 dengan C = 1 F dan R=

3900 .

2. Ukurlah menggunakan multimeter tegangan kapasitor Vc, VR, dan tegangan

yang keluar dari sumber V. Hitunglah impedansi Z dari rangkaian R-

C tersebut.

50

Page 68: Rev Panduan Prakt FD2

Rangkaian R-L-C

Gambar 6. Rangakain R-C seri

1. Susun rangkaian arus bolak balik seperti pada gambar 7 menggunakan

hambatan, induktor, dan kapasitor sebelumnya.

Gambar 7. Rangkaian R-L-C seri

2. Ukurlah menggunakan multimeter tegangan VR, VL, dan VC serta tegangan

sumber V. Hitunglah impedansi Z dari rangkaian R-L-C tersebut.

E. PERTANYAAN

1. Gambarkanlah diagram fasor dari rangkaian R-L seri dari hasil percobaan

tersebut dan jelaskan makna Fisika-nya.

2. Gambarkanlah diagram fasor dari rangkaian R-C seri dari hasil percobaan

tersebut dan jelaskan makna Fisika-nya.

3. Gambarkanlah diagram fasor dari rangkaian R-L-C seri hasil percobaan tersebut

dan jelaskan makna Fisika-nya.

51

Page 69: Rev Panduan Prakt FD2

L3: WATAK LAMPU PIJAR

A. TUJUAN

1. Memahami Hukum Ohm.

2. Memperagakan untai pengukuran arus dan tegangan suatu lampu pijar.

3. Membuat interpretasi bagan listrik.

4. Membuat interpretasi Grafik hubungan antara;

a. Tegangan yang terpasang dengan Arus yang

mengalir. b. Tegangan yang terpasang dengan

tahanannya.

c. Tegangan yang terpasang dengan Daya yang diserap.

5. Menentukan Tahanan dalam Lampu.

6. Memahami Karakteristik Watak lampu pijar.

B. ALAT DAN BAHAN

1. Voltrneter AC.

2. Ampermeter AC.

3. Lampu pijar.

4. Sumber tegangan (variak).

C. TEORI DASAR

Pengaruh Suhu pada Tahanan

Arus yang mengalir dalam suatu penghantar besarnya sebanding dengan tegangan (beda

potensial) antara ujung-ujung penghantar tadi atau dinyatakan dengan persamaan:

I V

R(Hukum ohm)

(1)

dengan I = arus; dan V = tegangan; dan R adalah bilangan tetap yang dinamakan

tahanan dari penghantar. Penghantar yang mengikuti Hukum Ohrn dinamakan

penghantar yang Linier. Pada umumya tahanan berubah dengan berubahnya temperatur

Untuk penghantar dari logam, besarnya tahanan bertambah besar jika temperatur makin

tinggi.

Dissipasi Tenaga dalam suatu Penghantar

Jika dalam suatu penghantar mengalir arus listrik , maka dalam penghantar ini ada

tenaga listrik yang hilang dan berubah menjadi panas. Dikatakan ada tenaga

Page 70: Rev Panduan Prakt FD2

listrik yang

52

Page 71: Rev Panduan Prakt FD2

terdissipasi. Besarnya tenaga yang terdissipasi tiap detiknya, atau daya yang

terdissipasi adalah P = V.I (Watt) atau Joule/detik.

Watak Lampu Pijar

Karena ada daya yang terdisipasi menjadi panas maka jelaslah bahwa tahanan suatu

lampu pijar berubah dengan berubahnya tegangan. Dalam percobaan Watak

Lampu Pijar kita teliti hubungan antara I dengan V , R dengan V, dan P dengan V.

Jadi yang di.maksud dengan Watak Lampu Pijar adalah hubungan antara :

1. Tegangan yang terpasang dengan arus listrik yang mengalir.

2. Tegangan yang terpasang dengan tahananya.

3. Tegangan yang terpasang dengan daya yang diambil.

Pemilihan Bagan dalam Pengukuran V dan I

Untuk memperoleh watak lampu pijar diperlukan pengukuran V dan I secara simultan

dengan cara pemasangan Voltmeter dan Ampermeter seperti bagan 1 dan bagan 2

dibawah

Bagan 1

Pada bagan 1 dapat di analisis ada kesalahan pembacaan ampermeter , karena yang

terukur adalah jumlah dari arus yang lewat lampu dan yang lewat voltmeter.

Gambar 1. Skema pengukuran arus menggunakan Ampermeter

53

Page 72: Rev Panduan Prakt FD2

Arus yang terbaca berlebihan :

r x 100%

Rdengan r

tahananlampu; R

tahananVoltmeter

Jika kesalahan yang kita kehendaki maksimal sebesar a % maka haruslah :

r x 100% a%

R

Bagan 2

Pada bagan 1 dapat di analisis ada kesalahan pembacaan Voltmeter, karena yang

terukur adalah jumlah dari tegangan pada lampu dan ampermeter.

Gambar 2. Skema pengukuran hambatan menggunakan voltmeter

Tegangan yang terbaca berlebihan:

x 100%

rdengan

tahananampermeter

Jika kesalahan yang kita kehendaki maksimal a %, maka haruslah

x 100% a%

r

Pemilihan Bagan

Jika

r

R rmaka dipilih bagan 1, sebaliknya

jika

r

R rmaka dipilih bagan 2

54

Page 73: Rev Panduan Prakt FD2

1

Untuk mengetahui besamya danr

danR

dapat dilakukan pengukuran seperti dalam

r

prosedur percobaan. Dengan menganggap tahanan dalam dari sumber dapat

diabaikan maka dapat dibuktikan bahwa :

r V I I I V I I

R V I I

V I I

1

(2)

dan

V II

I I

r V V V I

(3)

I I I

Hargar

terhadapR

dibandingkan. Kemudian dipilih bagan yang lebih baik untuk

r

ketiga contoh tegangan di atas.

Daya Listrik

Daya listrik adalah tenaga listrik persatuan waktu. Kalau tenaga dinyatakan dengan

Joule dan satuan waktu dalam detik maka satuan daya listrik adalah ”watt” atau joule per

sekon. Daya pada arus bolak balik merupakan fungsi waktu, karena itu apa yang sering

disebut daya pada arus bolak balik pada hakekatnya adalah daya rata-rata selama satu

periode.

1 T

Secara matematis daya rata-rata dapat di ekspresikan

P V .i.dtT

0

dengan T = Periode, V = harga tegangan sesaat, dan i = harga arus sesaat

Apabila V Vmax

sin

t dan I I max

sin

t maka P V .I . cos

(buktikan!)

dengan V dan I harga efektif dari tegangan dan arus, sedang adalah beda fase antara V

dan I. Pada percobaan ini dianggap tidak ada perbedaan fase ( = 0). Sehingga :

P V .I

Page 74: Rev Panduan Prakt FD2

Dengan demikian hubungan P = f(V) dapat kita buat berdasarkan pengamatan di atas.

55

Page 75: Rev Panduan Prakt FD2

D. CARA KERJA

Pemilihan Bagan

Untuk mengetahui besarnya r dan

R

yang digunakan untuk pemilihan bagan, dapat

r

dilakukan pengukuran-pengukuran sebagai berikut :

1. Tegangan sumber (variak) diukur pada waktu lampu dan ampermeter tidak

terpasang (voltmeter dipasang langsung pada ujung output dari variak).

Misal 25 volt.

Pembacaan voltmeter ini = V.

2. Ampermeter dipasang seri dengan lampu dan dihubungkan dengan ujung variak.

Arus yang lewat lampu diukur tanpa mengukur tegangan (voltmeter tidak

terpasang). Misalkan pembacaan ampermeter = I.

3. Setelah pengukuran V dan I didapat, buatlah rangkaian seperti bagan 1. Misa

l pembacaan voltmeter (ujung-ujung ampermeter dengan sumber) = VI dan

pembacaan ampermeter = I'.

4. Kemudian buatlah rangkaian seperti bagan 2. Misalkan pembacaan voltmeter (ujung-

ujung sumber) = V" dan pembacaan ampermeter = I".

5. Catatlah hasil pengukuran V, I, V', I', V ", I " untuk mendapatkan nilai,r

dan

R r

(rumus dalam teori). Tentukan bagan yang akan digunakan dalam percobaan

watak lainpu pijar.

Watak Lampu Pijar

Dengan bagan yang telah anda pilih, maka lakukanlah langkah-langkah sebagai berikut :

1. Aturlah variak(sumber tegangan) sehingga tegangan yang ditunjukkan oleh voltmeter

10 Volt. Bacalah ampermetemya . Catatlah besamya arus (I) tersebut sebanyak 5

kali pengulangan.

2. Ulangi langkah a untuk tegangan - tegangan : 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, 90, dan 100

volt.

E. PERHITUNGAN

1. Hitunglah data percobaan E - 1 untuk mengetahui bagan yang dipilih!

2. Tentukan besar Hambatan ( R ) dan Daya (P) pada percobaan yang anda lakukan!

56

Page 76: Rev Panduan Prakt FD2

3. Buatlah grafik hubungan antara I = f(V), R = f(V), dan P = f(V)!

F. PERTANYAAN

1. Sebutkan Perbedaan fungsi pengukuran pada bagan I dan bagan II ?

2. Apa yang dimaksud dengan penghantar yang linier ?

3. Dari Hukum Ohm, gambarkan grafik hubungan V-I, V-R, V-P ?

4. Jabarkan semua rumus yang anda pakai!

5. Dari hasil percobaan, I=f(V) ternyata tidak lancar, mengapa ?. Berikan

penafsiramnu!

6. Sebutkan syarat-syarat yang harus dipenuhi agar Hukum Ohm berlaku!

57

Page 77: Rev Panduan Prakt FD2

L4: RESISTOR DAN HUKUM OHM

A. TUJUAN

1. Mampu mengenali bentuk dan jenis resistor.

2. Mampu menghitung nilai resistansi resistor melalui urutan cincin warnanya.

3. Mampu merangkai resistor secara seri maupun paralel.

4. Memahami penggunaan hukum Ohm pada rangkaian resistor.

B. ALAT DAN BAHAN

1. Power Supply (catu daya)

2. Multitester (2 buah)

3. Resistor

4. Kabel penghubung

5. Papan rangkaian

C. TEORI DASAR

Resistor adalah komponen dasar elektronika yang digunakan untuk

membatasi jumlah arus yang mengalir dalam suatu rangkaian. Resistor bersifat resistif

dan umumnya terbuat dari bahan karbon. Satuan resistansi dari suatu resistor

disebut Ohm atau dilambangkan dengan simbol (Omega). Bentuk resistor yang

umum adalah seperti tabung dengan dua kaki di kiri dan kanan. Pada badannya

terdapat lingkaran membentuk cincin kode warna untuk mengetahui besar resistansi

tanpa mengukur besarnya dengan

Ohmmeter. Ilustrasinya seperti pada gambar berikut

I II III IV

Gambar 1. Urutan cincin warna pada resistor

58

Page 78: Rev Panduan Prakt FD2

Gambar 2. Urutan cincin warna pada resistor(lanjutan)

Berdasarkan kebutuhan dalam rangkaian yang berbeda, maka bentuk dari sebuah

resistor dapat berbeda pula, hal ini terkait dengan daya yang mampu bekerja pada

resistor tersebut. Untuk daya yang rendah, berkisar antara 0,25 Watt – 1 Watt umumnya

memiliki bentuk yang kecil, sedangkan untuk daya yang yang cukup besar, berkisar 2

Watt - 25

Watt, umumnya memiliki bentuk yang lebih besar. Ilustrasinya seperti pada

gambar berikut.

Gambar 3. Beberapa bentuk resistor fix (nilai tetap)

59

Page 79: Rev Panduan Prakt FD2

a b c d

Gambar 4. Beberapa bentuk resistor variable: a,b :Trimpot, c: Multiturn, d:potensio meter

Non linier resistor

Ini adalah resistor yang nilai resistansinya tidak linier, artinya

reistansinya dipengaruhi faktor lain, misal untuk LDR ( Light Dependent Resistor ),

akan dipengaruhi oleh perubahan intensitas cahaya yang mengenai permukaan LDR

tersebut.

Gambar 5. Nonlinear resistor a. NTC, b. PTC, c. LDR

Kode warna untuk resistor dikeluarkan oleh EIA (Electronic Industries

Association) seperti yang ditunjukkan pada tabel di bawah ini.

Tabel 1. Nilai warna pada cincin resistor

WarnaCincin

Cincin I

Angka ke-1

Cincin II

Angka ke-2

Cincin III

Angka ke-3

Cincin IV

Pengali

Cincin V

Toleransi

hitam 0 0 0 x100

coklat 1 1 1 x101 1 %

merah 2 2 2 x102 2 %

jingga 3 3 3 x103

kuning 4 4 4 x104

hijau 5 5 5 x105

biru 6 6 6 x106

ungu 7 7 7 x107

abu-abu 8 8 8 x106

putih 9 9 9 x109

emas x10-1 5 %

perak x10-2 10 %

60

Page 80: Rev Panduan Prakt FD2

tanpa warna 20 %

Besarnya ukuran resistor sangat tergantung Watt atau daya maksimum yang

mampu ditahan oleh resistor. Berikut ini adalah contoh perhitungan :

Urutan cincin warna (resistor 4 cincin warna): merah kuning biru emas

Merah Ungu Biru Emas Hasilnya

2 7 X 106 5 % 27M 5 %

Urutan cincin warna (resistor 5 cincin warna): coklat merah hitam jingga coklat

coklat Merah Hitam Jingga Coklat Hasilnya

1 2 0 X 103 1 % 120K 1 %

Rangkaian ResistorRangkaian resistor secara seri akan mengakibatkan nilai resistansi total semakin

besar. Di bawah ini adalah contoh resistor yang dirangkai secara seri.

Gambar 6. Rangkaian resistor secara seri

Pada rangkaian resistor seri berlaku rumus

RTOTAL R1 R2 (1)

Sementara itu, pada rangkaian resistor yang disusun secara paralel akan

mengakibatkan nilai resistansi pengganti semakin kecil. Di bawah ini contoh resistor

yang

dirangkai secara paralel.

61

Page 81: Rev Panduan Prakt FD2

Gambar 7. Rangkaian resistor secara paralel

Pada rangkaian resistor paralel berlaku rumus:

RPENGGANTI R1 R2

R1 R2

(2)

Hukum Ohm

Sekitar tahun 1825, George Simon ohm yang berasal dari Jerman,

melakukan serangkaian percobaan. Percobaan itu menunjukan bahwa tidak ada

penghantar listrik yang sempurna, Artinya setiap jenis zat mempunyai sifat

penghambat arus listrik. Ohm menunjukan bahwa untuk bahan yang sama, kawat

panjang memiliki hambatan lebih besar dari pada kawat pendek. Selain itu, dalam suatu

rangkaian, makin besar hambatan makin besar pula potensial yang diperlukan untuk

mengalirkan aliran listrik.

Hukum Ohm yang berbunyi “besar a r us l i s t r i k y ang mengalir melalui sebuah

p e n g h a n t a r selalu berbanding lurus dengan b e da po t e n s i a l y ang diterapkan kepadanya”.

Sebuah benda penghantar dikatakan mematuhi hukum Ohm apabila nilai r e s i s t a n s i n y a

t idak bergantung terhadap besar dan polaritas beda potensial yang dikenakan kepadanya.

Secara matematis

hukum Ohm diekspresikan dengan persamaan

V I R

Adapun keterangan dari persamaan tersebut adalah:

V = Beda potensial (tegangan ) kedua ujung penghantar ( Volt

) R = Tahanan atau hambatan ( Ohm )

I = Kuat arus yang mengalir dalam penghantar ( Ampere )

(3)

Namun demikian, perlu ditekankan bahwa hubungan ”V = IR” bukanlah

merupakan sebuah pernyataan hukum Ohm. Sebuah penghantar menuruti hukum ini

hanya jika pada beda potensial dan kuat arusnya sebanding. Hukum ohm adalah sebuah

sifat spesifik dari bahan-bahan tertentu dan bukan merupakan suatu

hukum umum mengenai

Page 82: Rev Panduan Prakt FD2

keelektromagnetan.

62

Page 83: Rev Panduan Prakt FD2

D. CARA KERJA

Kuat arus tetap

1. Pasanglah rangkaian listrik seperti gambar (seri dan paralel) diatas dan beritahukan kepada Assisten lebih dahulu untuk diperiksa sebelum rangkaian tersebut dihubungkan dengan sumber teganagan

2. Setelah diperiksa, aturlah saklar dalm posisi terhubung (ON )

3. Aturlah potensio pada catu daya sehingga amperemeter menunjukan pada angka tertentu ( I1) catatlah penujukan pada Amperemeter dan voltmeter serta besarnya resistor yang digunakan

4. Ulagi langkah 2-3 dengan mengganti resistor

5. Dengan mengubah nilai arus, lakukan langkah 2-4

6. Ulangi hingga 7 variasi arus

Hambatan tetap

1. Pasanglah rangkaian listrik seperti gambar diatas (seri dan paralel) dan

beritahukan kepada Assisten lebih dahulu untuk diperiksa sebelum

rangkaian tersebut dihubungkan dengan sumber tegangan

2. Setelah diperiksa, aturlah saklar dalam posisi terhubung (ON )

3. Atur ujung Voltmeter pada hambatan dengan nilai tertentu (R1) dan

catatlah besarnya arus dan tegangan

4. Pada resistor yang sama, lakukanlah 7 variasi nilai tegangan dan catat

besar tegangan dan arus yang diperoleh.

5. Ulangi langkah 2-4 dengan mengganti resistor (R2)

6. Ulangilah hingga 3 variasi hambatan.

E. PERTANYAAN

1. Gambarkanlah grafik arus versus tegangan (I vs V)!

2. Gambarkanlah grafik arus versus tegangan (I vs V)!

63

Page 84: Rev Panduan Prakt FD2

L5: HUKUM KIRCHOFF

A. TUJUAN

1. Mempelajari Kirchhoff

2. Menghitung besar resistansi ekivalen dari suatu rangkaian resistor hubungan

campuran

3. Membuat analisa rangkaian listrik resistor dengan Hukum Kirchhoff.

B. ALAT DAN BAHAN

1. Modul Catu Daya

2. Modul Rangkaian R

3. Multimeter

4. Jumper

C. TEORI DASAR

Hukum I Kirchhoff “Jumlah kuat arus listrik yang masuk kesuatu titik simpul sama

dengan jumlah kuat arus listrik yang keluar dari titik simpul tersebut“. Hukum I

Kirchhoff secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut

∑ IMasuk = ∑ IKeluar (1)

Hukum II Kirchhoff digunakan pada rangkaian tertutup, karena ada rangkaian yang

tidak dapat disederhanakan dengan rangkaian seri dan parallel. Hukum II Kirchhoff

berbunyi “Didalam sebuah rangkaian tertutup, jumlah aljabar gaya gerak listrik

(ε) dengan penurunan tegangan (IR) sama dengan nol“. Hukum II Kirchhoff secara

matematis dapat dituliskan sebagai berikut

∑ε + ∑IR = 0 (2)

D. CARA KERJA

1. Tentukanlah R ekivalen dan hitunglah terlebih dahulu nilai untuk I1, I2, V1 dan

V2 lalu buatlah rangkaian seperti dibawah ini dan lakukanlah pengukuran

dengan multimeter. Bandingkanlah hasil pengukuran dan perhitungan yang anda

lakukan.

64

Page 85: Rev Panduan Prakt FD2

2. Hitunglah R ekivalen dan hitunglah terlebih dahulu nilai untuk It, I1, I2, V1 dan

V2 lalu buatlah rangkaian seperti dibawah ini dan lakukanlah pengukuran

dengan multimeter. Bandingkanlah hasil pengukuran dan perhitungan yang anda

lakukan.

3. Hitunglah kuat arus di I dan beda potensial V2. Buatlah rangkaian seperti

gambar dibawah dan lakukanlah pengukuran. Bandingkan hasil perhitungan

dengan pengukuran yang anda lakukan.

65

Page 86: Rev Panduan Prakt FD2

4. Hitunglah kuat arus di I1, I2, I3 dan beda potensial di titik A dan B (V AB).

Buatlah rangkaian seperti gambar dibawah dan lakukanlah pengukuran.

Bandingkan hasil perhitungan dengan pengukuran yang anda lakukan.

66

Page 87: Rev Panduan Prakt FD2

L6: TRANSFORMATOR

A. TUJUAN

1. Memahami prinsip kerja transformator.

2. Menentukan nilai kerugian panas dalam, lilitan, faktor lipat tegangan

dan faktor regulasi.

B. ALAT DAN BAHAN

1. Trafo daya,

2. Meter tegangan,

3. Meter arus,

4. Slide regulator,

5. Lampu pijar sebagai beban,

6. Multimeter.

C. TEORI DASAR

Prinsip kerja transformator atau disingkat trafo, dapat dijelaskan dengan gambar 1.

Trafo terdiri dari 2 jenis kumparan, yaitu kumparan primer dan sekunder yang

dililitkan pada susunan pelat besi lunak yang disebut teras trafo (transformer cofe).

Gambar 1. Skema dari transformator

Kumparan primer yang berjumlah lilitan Np adalah tempat daya listrik dimasukkan ke

trafo, sedangkan lilitan sekunder berjumlah Ns merupakan tempat daya listrik diambil

dari trafo oleh beban. Jika kumparan primer dihubungkan ke sumber daya (sumber AC)

maka

di teras dibangkitkan fluks magnetik. Berhubung kumparan sekunder juga memiliki teras

67

Page 88: Rev Panduan Prakt FD2

ini, maka kumparan sekunder juga meliliti fluks magnetik teras yang dibangkitkan

oleh kumparan primer. Fluks di teras selalu berubah-ubah sesuai dengan arus primer

sehingga pada kumparan sekunder akan dibangkitkan ggl induksi (sesuai hukum Faraday).

Besarnya ggl sebanding dengan banyaknya lilitan, sehingga kalau tegangan kumparan

primer Vp. dan tegangan kumparan sekunder Vs, maka secara ideal berlaku persamaan

N s Vs

N P VP

(1)

Pada umumnya kumparan sekunder di trafo tidak hanya satu, tetapi terdiri dari

beberapa kumparan. Namun, besar tegangan tiap kumparan selalu sebanding dengan

jumlah lilitan dari masing-masing kumparan.

Trafo ideal adalah trafo yang hampir tidak mempunyai kerugian daya, ini berarti

bahwa daya yang diberikan pada kumparan primer senilai dengan daya yang

diberikan pada

kumparan sekunder, atau secara matematis dinyatakan

Vp I p Vs I s

(2)

Persamaan itu biasa dinyatakan dalam bentuk

Vp I p cos( p ) Vs I s

cos(s )(3)

dengan cos

s

merupakan faktor daya primer, sedangkan cos p , merupakan faktor daya

sekunder. Pada persamaan (1), bila Ns, < Np, sehingga Vs < Vp maka trafo disebut

step down, dan sebaliknya disebut step up.

Daya keluaran suatu transformator biasanya lebih kecil daripada daya masukan, Hal ini

disebabkan kehilangan daya dalam bentuk panas yang tidak bisa dihindarkan.

Kehilangan-kehilangan ini terdiri atas panas yang timbul pada lilitan primer dan

sekunder yaitu IR2 (kerugian tembaga), pemanasan dalam inti akibat histeresis dan

arus eddy (kerugian inti).

Secara teoritis dapat dituliskan kerugian tembaga

2 2Kr I p rp I s rs (4)

Page 89: Rev Panduan Prakt FD2

Mengacu persamaan (1), sehingga persamaan (4) dapat ditulis

68

Page 90: Rev Panduan Prakt FD2

N

N

N

I

2

2

p

K I 2 r

N p 2 (5)

t p p rs

s I s Rtp

K I 2 r

N s

2 (6)

t s s

rp

p I p Rts

dengan Rtp, dan Rts adalah tara primer dan tara sekunder.

2 N p Rtp rp rs (7) N s

2

R r N s (8)ts s rp

p Besar Rtp dapat dihitung dengan membuat kumparan sekunder dihubungkan pendek dan

daya masuk (Rp) serta arus (Ip) diamati sehingga diperoleh persamaan

R Rp

tp 2p

Vp

(9)

lmpedansi tara primernya adalah Z pI p

sehingga reaktansinya dapat dihitung dengan

2 2X p Z p Rtp (10)

Pada umumnya, nilai Vs bergantung pada beban. Jika Vso = tegangan sekunder tanpa

beban, sedangkan Vsb = tegangan sekunder dengan beban penuh, maka didefinisikan

faktor

regulasi (R) sebagai

R VSO VSb

Vsb (11)Secara teoritis faktor regulasi dapat dihitung dengan mengukur tegangan kumparan

primer dan sekunder pada saat kumparan sekunder tanpa beban, maka r dapat dihitung

dengan

rumus sebagai berikut

N s

V N p

r Vs

Vs V p

D. CARA KERJA

Vs V p (12)

Page 91: Rev Panduan Prakt FD2

Susunlah peralatan ditunjukkan pada gambar 2.

69

Page 92: Rev Panduan Prakt FD2

Gambar 2. Skema rangkaian percobaan transformator

Sebelum menentukan nilai kerugian panas dalam lilitan, faktor lipat tegangan, dan

faktor regulasi :

1. Buatlah untai seperti gambar 2.

2. Ukurlah besar Vp, Vs, dan Ip dalam keadaan tanpa beban.

3. Ukurlah besar Vp, Vs, dan Ip dalam keadaan ada beban (beban diberikan

oleh asisten). Ukurlah arus dan tegangan sekundernya.

4. Tentukan nilai kerugian panas dalam lilitan, faktor lipat tegangan dan faktor

regulasi

E. PERHITUNGAN

Hitung faktor lipatan , kerugian, faktor regulasi dengan beban dan tanpa beban dari trafo!

F. PERTANYAAN

1. Turunan rumus untuk mencari perbandingan tegangan pada trafo!

2. Jelaskan cara kerja Trafo!

3. Jelaskan dengan hukum Faraday adanya hubungan antara adanya tegangan

primer dan munculnya tegangan sekunder!

70

Page 93: Rev Panduan Prakt FD2

DAFTAR PUSTAKA

Tim Dosen Fisika Dasar Jurusan Fisika FMIPA UNJ, “Panduan Praktikum Fisika DasarII”, Laboratorium Fisika Dasar, Jurusan Fisika FMIPA, UNJ, 2006

Djoko Triyono, Lingga Hermanto, Dede Djuhana, Iwan Sugihartono, “Panduan Praktikum Fisika Lanjutan”, Laboratorium Fisika Lanjutan Departemen Fisika, FMIPA, Universitas Indonesia, 2007

Halliday, Resnick, Jearl Walker, “Principles of Physics 9th”, John Wiley, 2011

Kehmayanto Exaudi, “Modul praktikum rangkaian listrik”, Laboratorium elektronika danteknik digital, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Sriwijaya, 2012

71