RETINOPATI HIPERTENSI
-
Upload
leonita-budi-utami -
Category
Documents
-
view
91 -
download
3
description
Transcript of RETINOPATI HIPERTENSI
RETINOPATI HIPERTENSI
PENDAHULUAN
Hipertensi merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas
paling sering di seluruh dunia. Kelainan pembuluh darah ini dapat berdampak
langsung atau tidak langsung terhadap sistem organ tubuh. Retinopati hipertensi
adalah suatu kondisi dengan karakteristik perubahan vaskularisasi retina pada
populasi yang menderita hipertensi. Kelainan ini pertama kali dikemukakan oleh
Marcus Gunn pada kurun ke-19 pada sekelompok penderita hipertensi dan
penyakit ginjal. Tanda-tanda pada retina yang diobservasi adalah penyempitan
arteriolar secara general dan fokal, perlengketan atau “nicking” arteriovenosa,
perdarahan retina dengan bentuk flame-shape dan blot-shape, cotton-wool spots,
dan edema papilla. Pada tahun 1939, Keith et al menunjukkan bahwa tanda-tanda
retinopati ini dapat dipakai untuk memprediksi mortalitas pada pasien hipertensi.(1,2)
ANATOMI DAN FISIOLOGI
Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 milimeter. Bola
mata bagian depan (kornea) memiliki kelengkungan yang lebih tajam sehingga
terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda. Bola mata dibungkus oleh
3 lapis jaringan yaitu sklera, uvea, dan retina. Sklera merupakan jaringan ikat
yang kenyal yang memberi bentuk pada mata, merupakan bagian terluar yang
membentuk bola mata. Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular. Jaringan uvea
terdiri atas iris, badan siliar, dan koroid. Pada iris didapatkan pupil yang oleh 3
susunan otot dapat mengatur jumlah sinar yang masuk ke dalam bola mata, yaitu
otot dilator, sfingter iris, dan otot siliar. Otot siliar yang terletak di badan siliar
mengatur bentuk lensa untuk kebutuhan akomodasi. Otot melingkari badan siliar
1
bila berkontraksi pada akomodasi mengakibatkan mengendornya Zonula Zinn
sehingga terjadi pencembungan lensa.(3)
Gambar 1. Anatomi mata
Retina dibentuk dari lapisan neuroektoderma sewaktu proses embriologi.
Ia berasal dari divertikulum otak bagian depan (proencphalon). Pertama-tama
vesikel optik terbentuk kemudian berinvaginasi membentuk struktur mangkuk
2
berdinding ganda, yang disebut optic cup. Dalam perkembangannya, dinding luar
akan membentuk epitel pigmen sementara dinding dalam akan membentuk
sembilan lapisan retina lainnya. Retina akan terus melekat dengan proencefalon
sepanjang kehidupan melalui suatu struktur yang disebut traktus
retinohipotalamikus.(3)
Retina merupakan lapisan bola mata yang paling dalam. Secara kasar,
retina terdiri dari dua lapisan, yaitu lapisan fotoreseptor (pars optica retinae) dan
lapisan non-fotoreseptor atau lapisan epitel pigmen (retinal pigment epithelium/
RPE). Lapisan RPE merupakan suatu lapisan sel berbentuk heksagonal,
berhubungan langsung dengan epitel pigman pada pars plana dan ora serrata.
Lapisan fotoreseptor merupakan satu lapis sel transparan dengan ketebalan antara
0,4 mm berhampiran nervus optikus sehingga 0,15 mm berhampiran ora serrata.
Di tengah-tengah macula terdapat fovea yang berada 3 mm di bagian temporal
dari margin temporal nervus optikus.(4,5)
Lapisan dalam retina mendapatkan suplai darah dari arteri retina sentralis.
Arteri ini berasal dari arteri oftalmikus yang masuk ke mata bersama-sama dengan
nervus optikus dan bercabang pada permukaan dalam retina. Arteri sentralis
merupakan arteri utuh dengan diameter kurang lebih 0,1 mm. Ia merupakan suatu
arteri terminalis tanpa anastomose dan membagi menjadi empat cabang utama.
Sementara itu, lapisan luar retina tidak mempunyai vaskularisasi. Bagian ini
mendapatkan nutrisinya melalui proses difusi dari lapisan koroid. Arteri retina
biasanya berwarna merah cerah, tanpa disertai pulsasi manakala vena retina
berwarna merah gelap dengan pulsasi spontan pada diskus optikus.(4,5)
Secara histologis, retina terdiri atas 10 lapisan, yaitu:(4,5)
1. Membrana limitans interna (serat saraf glial yang memisahkan retina dari
corpus vitreus)
2. Lapisan serat saraf optikus (akson dari 3rd neuron)
3. Lapisan sel ganglion (nuklei ganglion sel dari 3rd neuron)
3
4. Lapisan fleksiform dalam (sinapsis antara akson 2nd neuron dengan
dendrit dari 3rd neuron)
5. Lapisan nuklear dalam
6. Lapisan fleksiform luar (sinapsis antara akson 1st neuron dengan dendrit
2nd neuron)
7. Lapisan nuklear luar (1st neuron)
8. Membrana limitans eksterna
9. Lapisan fotoreseptor (rods dan cones)
10. Retinal Pigment Epithelium
Alur cahaya melalui lapisan retina akan melewati beberapa tahap. Apabila
radiasi elektromagnetik dalam spektrum cahaya (380-760 nm) menghantam retina,
ia akan diserap oleh fotopigmen yang berada dilapisan luar. Sinyal listrik
terbentuk dari serangkaian reaksi fotokimiawi. Sinyal ini kemudian akan
mencapai fotoreseptor sebagai aksi potensial dimana ia akan diteruskan ke neuron
kedua, ketiga keempat sehingga akhirnya mencapai korteks visual.(4,5)
EPIDEMIOLOGI
Sejak tahun 1990, sebanyak tujuh penelitian epidemiologis telah dilakukan
ke atas sekelompok populasi penduduk yang menunjukkan gejala retinopati
hipertensi. Berdasarkan grading dari gambaran funduskopi, menurut studi yang
dijalankan didapatkan bahwa kelainan ini banyak ditemukan pada uia 40 tahun ke
atas, walau pada mereka yang tidak pernah mempunyai riwayat hipertensi. Kadar
prevalensi bervariasi antar 2%-15% untuk banyak macam tanda-tanda retinopati.
Data ini berbeda dengan hasil studi epidemiologi yang dilakukan oleh
Framingham Eye Study yang mendapatkan hasil prevalensi rata-rata kurang dari
1%. Ini mungkin disebabkan oleh sensivitas alat yang semakin baik apabila
dibandingkan dengan pemeriksaan oftalmoskopik di klinik-klinik. Prevalensi yang
lebih tinggi juga ditemukan pada orang berkulit hitam berbanding orang kulit
putih berdasarkan insiden kejadian hipertensi yang lebih banyak ditemukan pada
orang berkulit hitam. Akan tetapi, tidak ada predileksi rasial yang pernah
4
dilaporkan berkaitan kelainan ini hanya saja pernah dilaporkan bahwa hipertensi
lebih banyak ditemukan pada orang Caucasian berbanding orang America Utara.(1,2,4,6)
PATOFISIOLOGI
Pada keadaan hipertensi, pembuluh darah retina akan mengalami beberapa
seri perubahan patofisiologis sebagai respon terhadap peningkatan tekanan darah.
Terdapat teori bahwa terjadi spasme arterioles dan kerusakan endothelial pada
tahap akut sementara pada tahap kronis terjadi hialinisasi pembuluh darah yang
menyebabkan berkurangnya elastisitas pembuluh darah.(1,2,3)
Pada tahap awal, pembuluh darah retina akan mengalami vasokonstriksi
secara generalisata. Ini merupakan akibat dari peningkatan tonus arteriolus dari
mekanisme autoregulasi yang seharusnya berperan sebagai fungsi proteksi. Pada
pemeriksaan funduskopi akan kelihatan penyempitan arterioles retina secara
generalisata.(1,2,4,5,7,8)
Peningkatan tekanan darah secara persisten akan menyebabkan terjadinya
penebalan intima pembuluh darah, hiperplasia dinding tunika media dan
degenerasi hyalin. Pada tahap ini akan terjadi penyempitan arteriolar yang lebih
berat dan perubahan pada persilangan arteri-vena yang dikenal sebagai
”arteriovenous nicking”. Terjadi juga perubahan pada refleks cahaya arteriolar
yaitu terjadi pelebaran dan aksentuasi dari refleks cahaya sentral yang dikenal
sebagai ”copper wiring”.(1,2,4,5,7,8)
Setelah itu akan terjadi tahap pembentukan eksudat, yang akan
menimbulkan kerusakan pada sawar darah-retina, nekrosis otot polos dan sel-sel
endotel, eksudasi darah dan lipid, dan iskemik retina. Perubahan-perubahan ini
bermanifestasi pada retina sebagai gambaran mikroaneurisma, hemoragik, hard
exudate dan infark pada lapisan serat saraf yang dikenal sebagai cotton-wool spot.
Edema diskus optikus dapat terlihat pada tahap ini, dan biasanya meripakan
indikasi telah terjadi peningkatan tekanan darah yang sangat berat.(1,2,4,5,7,8)
5
Akan tetapi, perubahan-perubahan ini tidak bersifat spesifik terhadap
hipertensi saja, karena ia juga dapat terlihat pada pnyakit kelainan pembuluh
darah retina yang lain. Perubahan yang terjadi juga tidak bersifat sequential.
Contohnya perubahan tekanan darah yang terjadi mendadak dapat langsung
menimbulkan hard exudate tanpa perlu mengalami perubahan-perubahan lain
terlebih dulu.(1,2,4,5,7,8)
KLASIFIKASI
Klasifikasi tradisional retinopati hipertensi pertama kali dibuat pada tahun
1939 oleh Keith et al. Sejak itu, timbul bermacam-macam kritik yang
mengkomentari sistem klasifikasi yang dibuat oleh Keith dkk tentang relevansi
sistem klasifikasi ini dalam praktek sehari-hari. Klasifikasi dan modifikasi yang
dibuat tediri atas empat kelompok retinopati hipertensi berdasarkan derajat
keparahan. Namun kini terdapat tiga skema mayor yang disepakati digunakan
dalam praktek sehari-hari.(2,4,6,9)
Klasifikasi Keith-Wagener-Barker (1939)
Stadium Karakteristik
Stadium I Penyempitan ringan, sklerosis dan tortuosity arterioles retina;
hipertensi ringan, asimptomatis
Stadium II Penyempitan definitif, konstriksi fokal, sklerosis, dan nicking
arteriovenous; ekanan darah semakin meninggi, timbul beberapa
gejala dari hipertensi
Stadium III Retinopati (cotton-wool spot, arteriosclerosis, hemoragik);
tekanan darah terus meningkat dan bertahan, muncul gejala sakit
kepala, vertigo, kesemutan, kerusakan ringan organ jantung, otak
dan fungsi ginjal
Stadium IV Edema neuroretinal termasuk papiledema, garis Siegrist, Elschig
spot; peningkatan tekanan darah secara persisten, gejala sakit
kepala, asthenia, penurunan berat badan, dyspnea, gangguan
6
penglihatan, kerusakan organ jantung, otak dan fungsi ginjal
WHO membagikan stadium I dan II dari Keith dkk sebagai retinopati hipertensi
dan stadium III dan IV sebagai malignant hipertensi
Klasifikasi Scheie (1953)
Stadium Karakteristik
Stadium 0 Ada diagnosis hipertensi tanpa abnormalitas pada retina
Stadium I Penyempitan arteriolar difus, tiada konstriksi fokal, pelebaran
refleks arterioler retina
Stadium II Penyempitan arteriolar yang lebih jelas disertai konstriksi fokal,
tanda penyilangan arteriovenous
Stadium III Penyempitan fokal dan difus disertai hemoragik, copper-wire
arteries
Stadium IV Edema retina, hard eksudat, papiledema, silver-wire arteries
Modifikasi klasifikasi Scheie oleh American Academy of Ophtalmology
Stadium Karakteristik
Stadium 0 Tiada perubahan
Stadium I Penyempitan arteriolar yang hampir tidak terdeteksi
Stadium II Penyempitan yang jelas dengan kelainan fokal
Stadium III Stadium II + perdarahan retina dan/atau eksudat
Stadium IV Stadium III + papiledema
Berdasarkan penelitian, telah dibuat suatu table klasifikasi retinopati
hipertensi tergantung dari berat ringannya tanda-tanda yang kelihatan pada retina.(1,6)
7
Retinopati Deskripsi Asosiasi sistemik
Mild Satu atau lebih dari tanda berikut :
Penyempitan arteioler menyeluruh
atau fokal, AV nicking, dinding
arterioler lebih padat (silver-wire)
Asosiasi ringan dengan
penyakit stroke, penyakit
jantung koroner dan
mortalitas kardiovaskuler
Moderate Retinopati mild dengan satu atau
lebih tanda berikut :
Perdarahan retina (blot, dot atau
flame-shape), microaneurysme,
cotton-wool, hard exudates
Asosiasi berat dengan
penyakit stroke, gagal
jantung, disfungsi renal
dan mortalitas
kardiovaskuler
Accelerated Tanda-tanda retinopati moderate
dengan edema papil : dapat disertai
dengan kebutaan
Asosiasi berat dengan
mortalitas dan gagal ginjal
Gambar 2. Mild Hypertensive Retinopathy. Nicking AV (panah putih) dan penyempitan focal
arterioler (panah hitam) (A). Terlihat AV nickhing (panah hitam) dan gambaran copper wiring
pada arterioles (panah putih) (B). (dikutip dari kepustakaan 1)
8
Gambar 3. Moderate Hypertensive Retinopathy. AV nicking (panah putih) dan cotton wool spot
(panah hitam) (A). Perdarahan retina (panah hitam) dan gambaran cotton wool spot (panah
putih) (B). (dikutip dari kepustakaan 1)
Gambar 4. Multipel cotton wool spot (panah putih) dan perdarahan retina (panah hitam) dan
papiledema. (dikutip dari kepustakaan 1)
DIAGNOSIS
Diagnosis retinopati hipertensi ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisis. Selain itu pemeriksaan penunjang seperti funduskopi,
pemeriksaan visus, pemeriksaan tonometri terutama pada pasien lanjut usia dan
pemeriksaan USG B-Scan untuk melihat kondisi di belakang lensa diperlukan
untuk membantu menegakkan diagnosis pasti. Pemeriksaan laboratorium juga
penting untuk menyingkirkan penyebab lain retinopati selain dari hipertensi.
Pasien dengan hipertensi biasanya akan mengeluhkan sakit kepala dan
nyeri pada mata. Penurunan penglihatan atau penglihatan kabur hanya terjadi pada
9
stadium III atau stadium IV peubahan vaskularisasi akibat hipertensi.
Arteriosklerosis tidak memberikan simptom pada mata.(2,3,4,5,6,9)
Hipertensi dan perubahan arteriosklerosis pada fundus diketahui melalui
pemeriksaan funduskopi, dengan pupil dalam keadaan dilatasi. Biasa didapatkan
perubahan pada vaskularisasi retina, infark koroid tetapi kondisi ini jarang
ditemukan pada hipertensi akut yang memberikan gambaran Elschnig’s spot yaitu
atrofi sirkumskripta dan dan proloferasi epitel pigmen pada tempat yang terkena
infark. Pada bentuk yang ringan, hipertensi akan meyebabkan peningkatan reflek
arteriolar yang akan terlihat sebagai gambaran copper wire atau silver wire.
Penebalan lapisan adventisia vaskuler akan menekan venule yang berjalan
dibawah arterioler sehingga terjadi perlengketan atau nicking arteriovenousa. Pada
bentuk yang lebih ekstrem, kompresi ini dapat menimbulkan oklusi cabang vena
retina (Branch Retinal Vein Occlusion/ BRVO). Dengan level tekanan darah yang
lebih tinggi dapat terlihat perdarahan intraretinal dalam bentuk flame shape yang
mengindikasikan bahwa perdarahannya berada dalam lapisan serat saraf, CWS
dan/ atau edema retina. Malignant hipertensi mempunya ciri-ciri papiledema dan
dengan perjalanan waktu akan terlihat gambaran makula berbentuk bintang.(2,3,4,5,6,9)
Lesi pada ekstravaskuler retina dapat terlihat sebagai gambaran
mikroaneurisme yang diperkirakan akan terjadi pada area dinding kapiler yang
paling lemah. Gambaran ini paling jelas terlihat melalui pemeriksaan dengan
angiografi. Keadaan stasis kapiler dapat menyebabkan anoksia dan berkurangnya
suplai nutrisi, sehingga menimbulkan formasi mikroanuerisma. Selain itu,
perdarahan retina dapat terlihat. Ini akibat hilang atau berkurangnya integritas
endotel sehingga terjadi ekstravasasi ke plasma, hingga terjadi perdarahan.
Bercak-bercak perdarahan kelihatan berada di lapisan serat saraf kelihatan lebih
jelas dibandingkan dengan perdarahan yang terletak jauh dilapisan fleksiform
luar. Edema retina dan makula diperkirakan terjadi melalui 2 mekanisme. Hayreh
membuat postulat bahwa edema retina timbul akibat transudasi cairan koroid yang
masuk ke retina setelah runtuhnya struktur RPE. Namun selama ini peneliti lain
10
percaya bahwa cairan edematosa muncul akibat kegagalan autoregulasi, sehingga
meningkatkan tekanan transmural pada arterioles distal dan kapiler proksimal
dengan transudasi cairan ke dalam jeringan retina. Absorpsi komponen plasma
dari cairan edema retina akan menyebabkan terjadinya akumulasi protein. Secara
histologis, yang terlihat adalah residu edema dan makrofag yang mengandung
lipid. Walaupun deposit lipid ini ada dalam pelbagai bentuk dan terdapat dimana-
mana di dalam retina, gambaran macular star merupakan bentuk yang paling
dominan. Gambaran seperti ini muncul akibat orientasi lapisan Henle dari serat
saraf yang berbentuk radier.(2,3,4,5,6,9)
Pemeriksaan laboratorium harus mencantumkan permintaan untuk
pengukuran tekanan darah, urinalisis, pemeriksaan darah lengkap terutama kadar
hematokrit, kadar gula darah, pemeriksaan elektrolit darah terutama kalium dan
kalsium, fungsi ginjal terutama kreatinin, profil lipid dan kadar asam urat. Selain
itu pemeriksaan foto yang dapat dianjurkan termasuk angiografi fluorescein dan
foto toraks. Pemeriksaan lain yang mungkin bermanfaat dapat berupa
pemeriksaan elektrokardiogram.(2)
PENATALAKSANAAN
Mengobati faktor primer adalah sangat penting jika ditemukan perubahan
pada fundus akibat retinopati arterial. Tekanan darah harus diturunkan dibawah
140/90 mmHg. Jika telah terjadi perubahan pada fundus akibat arteriosklerosis,
maka kondisi ini tidak dapat diobati lagi. Beberapa studi eksperimental dan
percobaan klinik menunjukan bahwa tanda-tanda retinopati hipertensi dapat
berkurang dengan mengontrol kadar tekanan darah. Masih tidak jelas apakah
pengobatan dengan obat anti hipertensi mempunyai efek langsung terhadap
struktur mikrovaskuler. Penggunaan obat ACE Inhibitor terbukti dapat
mengurangi kekeruhan dinding arteri retina sementara penggunaan HCT tidak
memberikan efek apa pun terhadap pembuluh darah retina. Perubahan pola dan
11
gaya hidup juga harus dilakukan. Pasien dinasehati untuk menurunkan berat
badan jika sudah melewati standar berat badan ideal seharusnya. Konsumsi
makanan dengan kadar lemak jenuh harus dikurangi sementara intake lemak tak
jenuh dapat menurunkan tekanan darah. Konsumsi alkohol dan garam perlu
dibatasi dan pasien memerlukan kegiatan olahraga yang teratur.(1,2,4,6)
Dokter atau petugas kesehatan harus tetap meneruskan pengobatan pada
pasien hipertensi walaupun tanpa tanda-tanda retinopati. Seperti yang ditunjukkan
dalam gambar dibawah, evaluasi dan management pada pasien dengan hipertensi
harus diutamakan supaya tidak terjadi komplikasi ke target organ yang lain.(1,2,4,6)
KOMPLIKASI
Pada tahap yang masih ringan, hipertensi akan meningkatkan refleks
cahaya arterioler sehingga timbul gambaran silver wire atau copper wire. Namun
dalam kondisi yang lebih berat, dapat timbul komplikasi seperti oklusi cabang
vena retina (BRVO) atau oklusi arteri retina sentralis (CRAO).(5,10)
Walaupun BVRO akut tidak terlihat pada gambaran funduskopi, dalam
hitungan jam atau hari ia dapat menimbulkan edema yang bersifat opak pada
retina akibat infark pada pembuluh darah retina. Seiring waktu, vena yang
tersumbat akan mengalami rekanalisasi sehingga kembali terjadi reperfusi dan
berkurangnya edema. Namun, tetap terjadi kerusaka yang permanen terhadap
pembuluh darah. Oklusi yang terjadi merupakan akibat dari emboli. Tiga varietas
emboli yang diketahui adalah:(9)
kolesterol emboli (plaque Hollenhorst) yang berasal dari arteri karotid
emboli platelet-fibrin yang terdapat pada arteriosklerosis pembuluh arah
besar
kalsifik emboli yang berasal dari katup jantung
12
Antara ciri-ciri dari CRAO adalah kehilangan penglihatan yang berat dan
terjadi secara tiba-tiba. Retina menjadi edema dan lebih opak, terutama pada
kutub posterior dimana serat saraf dan lapisan sel ganglion paling tebal. Refleks
oranye dari vaskulatur koroid yang masih intak di bawah foveola menjadi lebih
kontras dari sekitarnya hingga memberikan gambaran cherry-red spot. CRAO
sering disebabkan oleh trombosis akibat arteriosklerosis pada lamina cribrosa (10)
Selain CRAO dan BRVO, sindroma iskmik okuler juga dapat menjadi
komplikasi dari retinopati hipertensi. Sindroma iskemik okuler adalah istilah yang
diberikan untuk simptom okuler dan tanda-tanda yang menandakan suatu keadaan
kronis dari obstruksi arteri karotis yang berat. Arteriosklerosis merupakan etiologi
yang paling sering, namun penyebab lain yang dapat menimbulkan kondisi ini
termasuk sindroma Eisenmenger, giant cell arteritis dan kondisi inflamasi lain
yang berlangsung kronis. Simptom termasuk hilang penglihatan yang terjadi
dalam kurun waktu satu bulan atau lebih, nyeri pada daerah orbital mata yang
terkena dan penyembuhan yang terlambat akibat paparan cahaya langsung.
PROGNOSIS
Prognosis tergantung kepada kontrol tekanan darah. Kerusakan
penglihatan yang serius biasanya tidak terjadi sebagai dampak langsung dari
proses hipertensi kecuali terdapat oklusi vena atau arteri lokal. Pasien dengan
perdarahan retina, CWS atau edema retina tanpa papiledema mempunya jangka
hidup kurang lebih 27,6 bulan. Pasien dengan papiledema, jangka hidupnya
diperkirakan sekitar 10,5 bulan. Namun pada sesetengah kasus, komplikasi tetap
tidak terelakkan walaupun dengan kontrol tekanan darah yang baik.(2,4,5)
DAFTAR PUSTAKA
13
1. Wong TY, Mitchell P, editors. Current concept hypertensive retinopathy. The
New England Journal of Medicine 2004 351:2310-7 [Online]. 2004 Nov 25
[cited 2013 December 13]: [8 screens]. Available from:
URL:http://www.nejm.org/cgi/reprint/351/22/2310.pdf
2. Hughes BM, Moinfar N, Pakainis VA, Law SK, Charles S, Brown LL et al,
editors. Hypertension. [Online]. 2007 Jan 4 [cited 2013 December 13]: [7
screens]. Available from: URL:http://www.emedicine.com/oph/topic488.htm
3. Riodan-Eva P. In: Vaughan DG, Asbury T, Riodan-Eva P, editors. Oftalmologi
umum: anatomi dan embriologi mata. 14th ed. Jakarta. Penerbit Widya
Merdeka; 1996. p. 7-9
4. Lang GK. In: Ophtalmology a short textbook: retina. 1st ed. New York, Thieme
Stuttgart Germany; 2000. p. 299-314, 323-5
5. Pavan PR, Burrows AF, Pavan-Langston D. In: Pavan-Langston D, Azar DT,
Azar N, Beyer J, Baruner SC, Burrows A et at, editors. Manual of ocular
diagnosis and therapy: retina and vitreous. 6th ed. Massachusetts. Lippincotts
Williams and Wilkins; 2008. p. 213-22
6. Wong YT, McIntosh R, editors. Hypertensive retinopathy signs as risk
indicators of cardiovascular morbidity and mortality. British Medical Bulletin
2005;73 and 74;57-70. [Online]. 2005 Jul 13 [cited 2013 December 13]: [14
screens]. Available from: URL:http://bmb.oxforsjournals.org/cgi/reprint/73-
74/1/57
7. Sehu WK, Lee WR, editors. In: Ophtalmic pathology an illustrated guide for
clinicians: retina: vascular diseases, degenerations and dystrophies. 1st ed.
Carlton Australia, Blackwell Publishing Limited; 2005. p. 204, 213-4
14
8. Khaw PT, Shah P, Elkington AR, editors. In: ABC of eyes: general medical
disorders and the eye. 4th ed. London. BMJ Publishing Group Limited; 2004.
p. 69-71
9. Ilyas SH, editor. In: Ilmu penyakit mata : penglihatan turun perlahan tanpa mata
merah: retinopati hipertensi. 3rd ed. Jakarta, Balai Penerbit FKUI; 2005. p.
221-3
10. Section 12 basic and clinical science course 2003-2004: retina and vitreous
[CD-ROM] [cited 2008 May 25]; New York (NY): American Academy of
Ophthalmology; 2004.
15