Resya Permatasari - J111 10 150

57
HUBUNGAN KECEMASAN DENTAL DENGAN PERUBAHAN TEKANAN DARAH PASIEN EKSTRAKSI GIGI DI RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT PENDIDIKAN (RSGMP) HJ. HALIMAH DG. SIKATI MAKASSAR SKRIPSI Diajukan untuk melengkapi Salah satu syarat mendapat gelar Sarjana Kedokteran Gigi OLEH: RESYA PERMATASARI J111 10 150 UNIVERSITAS HASANUDDIN FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI MAKASSAR 2013

description

yayaya

Transcript of Resya Permatasari - J111 10 150

Page 1: Resya Permatasari - J111 10 150

HUBUNGAN KECEMASAN DENTAL DENGAN PERUBAHAN TEKANAN

DARAH PASIEN EKSTRAKSI GIGI DI RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT

PENDIDIKAN (RSGMP) HJ. HALIMAH DG. SIKATI MAKASSAR

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi

Salah satu syarat mendapat gelar

Sarjana Kedokteran Gigi

OLEH:

RESYA PERMATASARI

J111 10 150

UNIVERSITAS HASANUDDIN

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

MAKASSAR

2013

Page 2: Resya Permatasari - J111 10 150

i

HUBUNGAN KECEMASAN DENTAL DENGAN PERUBAHAN TEKANAN

DARAH PASIEN EKSTRAKSI GIGI DI RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT

PENDIDIKAN (RSGMP) HJ. HALIMAH DG. SIKATI MAKASSAR

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi

Salah satu syarat mendapat gelar

Sarjana Kedokteran Gigi

OLEH:

RESYA PERMATASARI

J111 10 150

UNIVERSITAS HASANUDDIN

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

MAKASSAR

2013

Page 3: Resya Permatasari - J111 10 150

ii

HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Hubungan Kecemasan Dental dengan Perubahan Tekanan Darah

Pasien Ekstraksi Gigi di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan

(RSGMP) Hj. Halimah Dg. Sikati Makassar

Oleh : Resya Permatasari / J111 10 150

Telah Diterima dan Disahkan

Pada Tanggal September 2013

Oleh :

Pembimbing

Prof. Dr. drg. M. Hendra Chandha, MS

19590622 198803 1 003

Mengetahui,

Dekan Fakultas Kedokteran Gigi

Penanggung Jawab Program Pendidikan Strata Satu (S1)

Universitas Hasanuddin

Prof. drg. H. Mansjur Natsir, Ph.D

NIP: 19540625 198403 1 001

Page 4: Resya Permatasari - J111 10 150

iii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas segala

limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi dengan judul “Hubungan Kecemasan Dental dengan Perubahan Tekanan

Darah Pasien Ekstraksi Gigi di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan (RSGMP)

Hj. Halimah Dg. Sikati Makassar”. Tak lupa pula penulis kirimkan shalawat dan

salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah membawa manusia

ke alam gelap gulita menuju alam yang terang benderang. Skripsi ini merupakan

salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana Kedokteran Gigi. Selain itu skripsi ini

diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan peneliti lainnya untuk

menambah pengetahuan dalam bidang kedokteran gigi.

Dalam skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bimbingan, bantuan dan

dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin

menghaturkan terima kasih yang berlimpah kepada semua pihak yang telah

membantu dalam penyusunan skripsi ini, terutama kepada orang tua penulis

Ayahanda Kusairi (ALM) dan Ibunda Hj. Leli Murni, terima kasih atas segala

do’a, nasehat dan dukungan serta kasih sayang tak terhingga yang telah diberikan

kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. Dan tak lupa penulis haturkan terima

kasih yang sebanyak-banyaknya kepada :

Prof. drg. Mansyur.Ph.D selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi

Page 5: Resya Permatasari - J111 10 150

iv

Prof. Dr. drg. M. Hendra Chanda, MS selaku pembimbing yang telah

bersedia meluangkan waktunya ditengah kesibukan beliau untuk memberikan

bimbingan, arahan, serta saran dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini.

Dr. drg. Muhammad Ilyas, M.Kes selaku Penasehat Akademik atas

bimbingan, perhatian, nasehat dan dukungannya bagi penulis selama

perkuliahan.

Keluarga tercinta, untuk ibu Evi Murni, Anang Asjuriansyah, dan tak lupa

kepada saudara-saudara penulis abang Aldi, abang Angga, ade’ Yusril, dan

kak Echi, yang telah memberikan doa, dukungan, motivasi dan pengertian

penuh dalam pembuatan skripsi ini.

Terkhusus untuk Hadi Perdana Gumilang, terima kasih atas support, saran-

saran, serta motivasi yang selalu diberikan kepada penulis untuk tetap

semangat dan sabar disaat ada kendala dalam menyelesaikan skripsi ini.

Terima kasih, By.

Kepada teman-teman KLIK tercinta Sahraeni, Noni, Dhilahm, Dymull,

Afat, Fitri, Lia, dan Syarifah yang selalu setia mendengarkan suka dan duka

selama pembuatan skripsi ini, dan selalu memberikan motivasi untuk tetap

semangat dalam menyelesaikan skripsi ini

Teman seperjuangan Muthia, Nuiu, Tanti, Anha, Kurnia, Hajrah dan

khususnya kepada teman seperjuangan skripsi Annisaa Yuniar, dan seluruh

teman-teman Atrisi2010 terima kasih banyak atas bantuan dan saran-saran

yang selalu diberikan dalam menyelesaikan skripsi ini.

Page 6: Resya Permatasari - J111 10 150

v

Dan tak lupa kepada seluruh pihak yang telah membantu menyelesaikan

skripsi ini, untuk Kak Abadi, Kak Resmi, Tante Eni, Kak Das, Kak Mia

dan Kak Adi yang telah memberikan bantuan besar dalam penyusunan

skripsi ini hingga skripsi ini bisa terselesaikan.

Demikian, penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh pihak yang

telah membantu dalam penyusunan skripsi ini, tiada imbalan yang dapat penulis

berikan selain mendoakan semoga bantuan dari berbagai pihak diberi balasan oleh

Allah SWT. Penulis menyadari sepenuhnya dengan segala keterbatasan dan

kelemahan yang ada bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena

itu, kritik dan saran yang sangat membangun dari berbagai pihak sangat penulis

harapkan demi kesempurnaan hasil penulisan ini.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Makassar, September 2013

Penulis

Page 7: Resya Permatasari - J111 10 150

vi

ABSTRAK

Latar Belakang:Kecemasan dalam praktek dokter gigi merupakan halangan

yang sering mempengaruhi perilaku pasien dalam perawatan gigi. Kecemasan

dapat meningkatkan tekanan darah oleh karena stimulasi sistem saraf simpatis

yang meningkatkan curah jantung dan vasokonstriksi arteriol, sehingga

meningkatkan hasil tekanan darah. Kecemasan pasien memberikan efek negatif

terhadap prosedur perawatan gigi yang akan dilakukan, hal ini juga merupakan

penyebab dari 75 % kegagalan perawatan gigi rutin. Tujuan:Untuk mengetahui

hubungan kecemasan dental terhadap perubahan tekanan darah pasien sebelum

dilakukan pencabutan gigi di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan (RSGMP)

Hj. Halimah Dg. Sikati Makassar. Metode:Penelitian ini menggunakan metode

observasional analitik yang menggunakan pendekatan cross sectional study.

Teknik sampling yang digunakan adalah Simple Random Sampling. Pengambilan

data dilakukan dengan menggunakan kuesioner yaitu Corah’s Dental Anxiety

Scale (DAS) untuk mengetahui tingkat kecemasan pasien sebelum dilakukan

pencabutan gigi dan menggunakan tensimeter untuk mengetahui perubahan

tekanan darah pasien. Teknik pengolahan dan analisis data dilakukan dengan uji

statistik Chi Square dengan menggunakan program komputer SPSS. Hasil: Dari

hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,001, karena nilai p (0,001) < α (0,005) ,

maka H0 ditolak artinya ada hubungan antara kecemasan dental dengan

perubahan tekanan darah. Kesimpulan:Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat

diambil kesimpulan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara

kecemasan dental dengan tekanan darah pasien sebelum dilakukan pencabutan

gigi di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan (RSGMP) Hj. Halimah Dg.

Sikati FKG Unhas.

Kata Kunci : Kecemasan Dental, Pencabutan Gigi, Perubahan Tekanan Darah

Page 8: Resya Permatasari - J111 10 150

vii

ABSTARK

Backround : Anxiety in dental practice is an obstacle that often influence the

behavior of patients in dental treatment. Anxiety can increase blood pressure

because stimulation of the sympathetic nervous system which increases cardiac

output and arteriolar vasoconstriction, there by increasing blood pressure results.

Anxiety patients have a negative effect on dental procedures to be performed, it is

also the cause of a 75% failure routine dental treatment. Purpose : To determine the

relationship of dental anxiety to change a patient's blood pressure before tooth

extraction in Dental Education Hospital (RSGMP) Hj. Halimah Dg. Sikati Makassar.

Method : This study used observational analytic method that uses a cross sectional

study. The sampling technique used was simple random sampling . Data were

collected by using a questionnaire that Corah 's Dental Anxiety Scale ( DAS ) to

determine the level of anxiety patient before dental extraction and use tensimeter to

determine changes the patient's blood pressure . Processing techniques and data

analysis was done by Chi Square statistical test using the SPSS computer program .

Result : From the results of the statistical test obtained p value = 0.001 , because the

p-value ( 0.001 ) < α ( 0.005 ) , H0 is rejected then it means there is a relationship

between dental anxiety with changes in blood pressure . Conclusion : Based on our

research , it can be concluded that there is a significant positive relationship

between dental anxiety in the patient's blood pressure before dental extractions in

Dental Education Hospital ( RSGMP ) Hj . Halima Dg . FKG Sikati Unhas .

Keywords : Dental Anxiety , Dental Extraction , Blood Pressure Changes

Page 9: Resya Permatasari - J111 10 150

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

LEMBAR PENGESAHAN ii

KATA PENGANTAR iii

ABSTRAK vi

DAFTAR ISI viii

DAFTAR TABEL xi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang 1

1.2 Rumusan masalah 3

1.3 Tujuan penelitian 4

1.4 Manfaat penelitian 4

1.5 Hipotesis penelitian 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kecemasan dental 5

2.1.1 Definisi 5

2.1.2 Tanda dan gejala kecemasan dental 6

2.1.3 Faktor penyebab kecemasan dental 7

2.1.4 Dental Anxiety Scale (DAS) 9

2.2 Pencabutan gigi 10

Page 10: Resya Permatasari - J111 10 150

ix

2.2.1 Definisi 10

2.2.2 Indikasi pencabutan gigi 10

2.2.3 Kontraindikasi pencabutan gigi 12

2.3 Tekanan darah 15

2.3.1 Definisi 15

2.3.2 Faktor yang mempengaruhi perubahan tekanan darah 16

2.3.3 Klasifikasi tekanan darah 19

2.4 Hubungan kecemasan dental dengan perubahan tekanan darah 19

2.5 Pandangan masyarakat terhadap pencabutan gigi 21

BAB III KERANGKA KONSEP 22

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian 23

4.2 Rancangan penelitian 23

4.3 Lokasi penelitian 23

4.4 Waktu Penelitian 23

4.5 Populasi dan sampel 24

4.5.1 Populasi 24

4.5.2 Sampel 24

4.6 Metode pengambilan sampel 24

4.7 Instrumen penelitian 25

Page 11: Resya Permatasari - J111 10 150

x

4.8 Identifikasi variabel penelitian 25

4.9 Definisi operasional 25

4.10 Prosedur penelitian 26

4.11 Pengolahan dan analisis data 27

BAB V HASIL PENELITIAN 29

BAB VI PEMBAHASAN 34

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan 42

7.2 Saran 43

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 12: Resya Permatasari - J111 10 150

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi 19

Tabel 2. Karakteristik responden berdasarkan tingkat kecemasan sebelum

dilakukan pencabutan gigi 30

Tabel 3. Karakteristik responden berdasarkan frekuensi perubahan tekanan

darah sebelum dan saat menunggu di dental unit 31

Tabel 4. Karakteristik berdasarkan usia responden 32

Tabel 5. Karakteristik Responden berdasarkan jenis kelamin 33

Tabel 6. Hubungan antara kecemasan dental dengan perubahan tekanan

darah 33

Page 13: Resya Permatasari - J111 10 150

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masyarakat awam pada umumnya cenderung memberi kesan bahwa praktek

dokter gigi memiliki suasana dan peralatan yang asing, dan terlebih lagi

berhubungan dengan rasa nyeri. Hal ini menyebabkan pasien menjadi cemas

sehingga mempengaruhi kunjungan rutin pasien untuk berobat ke dokter gigi.

Kecemasan dalam praktek dokter gigi merupakan halangan yang sering

mempengaruhi perilaku pasien dalam perawatan gigi. Telah diketahui bahwa

banyak pasien yang menjadi cemas sebelum dan sesudah perawatan gigi. 1

Kecemasan dental berada diperingkat kelima diantara situasi yang paling

ditakuti orang-orang. Mengingat prevalensi yang tinggi, tidaklah mengherankan

pasien yang mengalami kecemasan dental menghindari kunjungan ke dokter

gigi.2

Prevalensi terjadinya kecemasan dental pada perawatan gigi dilaporkan

berkisar 5 – 20 % di berbagai negara. Masyarakat cenderung lebih takut pada

prosedur perawatan gigi, seperti pecabutan gigi dan tindakan bedah mulut.3

Penelitian yang dilakukan oleh Kumar et al. memperlihatkan bahwa tingkat

kecemasan dental yang paling tinggi berada pada usia 25 – 34 tahun.4

Banyak hal

yang dapat mempengaruhi tingkat kecemasan tersebut, tetapi kemungkinan besar

Page 14: Resya Permatasari - J111 10 150

2

timbulnya kecemasan dental disebabkan karena pengalaman traumatik pasien

sewaktu masih kecil. Pengalaman traumatik pada waktu masih kecil atau pada

masa remaja dapat menjadi penyebab utama rasa cemas pada orang dewasa.5

Prosedur pencabutan gigi merupakan penyebab kecemasan dental paling tinggi

yang ditakutkan pada anak-anak. Penelitian yang dilakukan oleh Alaki et al.

memperlihatkan bahwa dari 518 anak-anak yang diteliti tingkat kecemasannya

terhadap perawatan dental, sebanyak 43,5 % anak laki-laki dan 64,6 % anak

perempuan menyatakan kecemasan terhadap prosedur pencabutan gigi.

Pengalaman traumatik inilah yang menyebabkan orang dewasa menjadi cemas

apabila akan melakukan prosedur pencabutan gigi.3

Rasa cemas merupakan salah satu tipe gangguan emosi yang berhubungan

dengan situasi tak terduga atau dianggap berbahaya. Adapun tanda-tanda

fisiologis yang menyertainya yaitu, berkeringat, tekanan darah meningkat, denyut

nadi bertambah, berdebar, mulut kering, diare, ketegangan otot dan

hiperventilasi.6

Kecemasan pre-operative memiliki sifat subyektif, dan secara

sadar perasaan tentang kecemasan serta ketegangan yang disertai perangsangan

sistem saraf otonom menyebabkan peningkatan tekanan darah, denyut jantung

dan tingkat respirasi. Hal ini sangat berbahaya karena tingginya denyut jantung

dan tekanan darah akan memperberat kerja sistem kardiovaskuler dan

meningkatkan kebutuhan oksigen dan kerja jantung. 1

Kecemasan pasien memberikan efek negatif terhadap prosedur perawatan

gigi yang akan dilakukan, hal ini juga merupakan penyebab dari 75 % kegagalan

Page 15: Resya Permatasari - J111 10 150

3

perawatan gigi rutin. 1,6

Pasien yang menunggu perawatan pada umumnya

cemas. Kecemasan dapat ditingkatkan oleh persepsi pasien tentang ruang praktik

sebagai lingkungan yang mengancam, tentang perawat, cahaya, bunyi, dan

bahasa teknis yang asing bagi pasien. Menunggu perawatan pada kenyataannya

lebih traumatik daripada perawatan itu sendiri sehingga dapat menyebabkan

peningkatan kecemasan pada pasien.1 Selain itu, kecemasan yang dialami oleh

pasien akan semakin meningkat apabila adanya persepsi dari pasien, yaitu

keterampilan atau keahlian dokter gigi yang akan melakukan prosedur

pencabutan gigi tersebut masih cukup kurang. Oleh sebab itu peneliti ingin

melihat hubungan kecemasan dental terhadap perubahan tekanan darah pasien

sebelum dilakukan pencabutan gigi di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan

(RSGMP) Hj. Halimah Dg. Sikati Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas

Hasanuddin karena rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit pendidikan.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan kecemasan dental terhadap perubahan tekanan darah

pasien sebelum dilakukan pencabutan gigi di Rumah Sakit Gigi dan Mulut

Pendidikan (RSGMP) Hj. Halimah Dg. Sikati Makassar ?

Page 16: Resya Permatasari - J111 10 150

4

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui hubungan kecemasan dental terhadap perubahan tekanan

darah pasien sebelum dilakukan pencabutan gigi di Rumah Sakit Gigi dan Mulut

Pendidikan (RSGMP) Hj. Halimah Dg. Sikati Makassar.

1.4 Manfaat Penelitian

1.1.Manfaat ilmiah

Sebagai bahan pustaka dan sumber informasi baik bagi peneliti berikutnya

maupun pembaca.

1.2.Manfaat bagi institusi

Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan tentang

hubungan kecemasan dental dengan perubahan tekanan darah pasien

sebelum dilakukan pencabutan gigi

1.3.Manfaat bagi peneliti

Manfaat bagi peneliti adalah untuk mendapatkan pengalaman meneliti dan

menambah wawasan serta pengetahuan tentang hubungan kecemasan dental

dengan perubahan tekanan darah pasien sebelum dilakukan pencabutan gigi

1.5. Hipotesis Penelitian

Ada hubungan kecemasan dental dengan perubahan tekanan darah pasien

sebelum dilakukan pencabutan gigi.

Page 17: Resya Permatasari - J111 10 150

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kecemasan Dental

2.1.1 Definisi

Kecemasan (anxiety) adalah suatu perasaan tidak menyenangkan yang

terdiri atas respons-respons psikofisiologis terhadap antipasi bahaya yang

tidak riil atau yang terbayangkan, secara nyata disebabkan oleh konflik

intrapsikis yang tidak diketahui.9

Kecemasan berasal dari kata cemas yang artinya khawatir, gelisah, dan

takut. Kecemasan juga dapat didefinisikan sebagai suatu kekhawatiran atau

ketegangan yang berasal dari sumber yang tidak diketahui. Dalam hal ini,

kecemasan pada pasien dapat dimaksudkan sebagai rasa takut terhadap

perawatan gigi. Hal ini merupakan hambatan bagi dokter gigi dalam

melakukan perawatan gigi.10

Kecemasan dental dan ketakutan dental adalah faktor yang paling utama

menyebabkan masalah kunjungan orang-orang untuk memeriksakan

kesehatan gigi dan mulut mereka ke dokter gigi.11

Kecemasan dan ketakutan

dental dapat menimbulkan masalah yang signifikan dalam manajemen pasien,

dengan pasien merasa cemas lebih mungkin untuk menghindari atau menunda

Page 18: Resya Permatasari - J111 10 150

6

pengobatan dan lebih mungkin untuk membatalkan janji untuk perawatan

gigi.12

2.1.2 Tanda dan Gejala Kecemasan Dental

Kecemasan dapat didefinisikan sebagai kondisi emosional yang tidak

menyenangkan, yang ditandai oleh perasaan-perasaan subyektif seperti

ketegangan, ketakutan, kekhawatiran dan juga ditandai dengan aktifnya

sistem saraf pusat. Pada umumnya para ahli membagi kecemasan menjadi

dua tingkat, yaitu tingkat psikologis dan tingkat fisiologis.

1. Tingkat psikologis, yaitu kecemasan yang berwujud gejala kejiwaan

seperti tegang, bingung, khawatir, sukar berkonsentrasi, perasaan tidak

menentu, gelisah, gugup, dan sebagainya.

2. Tingkat fisiologis, yaitu kecemasan yang sudah mempengaruhi atau

terwujud pada gejala fisik, terutama pada fungsi system syaraf pusat.

Misalnya tidak dapat tidur, jantung berdebar-debar, keluar keringat dingin

berlebihan, sering gemetar, perut mual, pusing, dan sebagainya. 13

Menurut kamus kedokteran Dorland, tanda dan gejala dari kecemasan

terdiri dari penyerta fisiologis dan penyerta psikologis. Penyerta fisiologis

mencakup denyut jantung bertambah cepat, kecepatan pernapasan tidak

teratur, berkeringat, gemetar, lemas dan lelah. Penyerta psikologis meliputi

perasaan-perasaan akan ada bahaya, tidak berdaya, terancam, dan takut.9

Page 19: Resya Permatasari - J111 10 150

7

2.1.3 Faktor Penyebab Kecemasan Dental 2, 5

Kecemasan dental merupakan fenomena yang kompleks multi dimensi,

dan tidak ada satu pun variabel eksklusif yang dapat menjelaskan

perkembangannya. Dalam literatur, beberapa faktor yang secara konsisten

dapat dikaitkan dengan timbulnya kecemasan dental, antara lain :

1. Faktor pengalaman traumatik

Kecemasan yang dialami oleh pasien pada umumnya disebabkan oleh

sesuatu hal yang dialami pasien dari pengalaman traumatik pribadi

sebelumnya. Pengalaman traumatik pada waktu masih kecil atau masa

remaja dapat menjadi penyebab utama rasa takut dan cemas pada orang

dewasa. Bahkan sejumlah besar masyarakat berpendapat bahwa tingkah

laku karakteristik pribadi dokter gigi atau orang-orang yang terlibat dalam

pengobatan gigi tersebut dapat menjadi salah satu faktor yang

menimbulkan rasa takut dan cemas dalam diri mereka. Ini berarti, para

dokter gigi atau perawat yang berkerja dalam perawatan gigi tersebut

memainkan suatu peranan yang penting juga, oleh karena nantinya

mempengaruhi bagaimana sikap dan tingkah laku pasien terhadap dokter

gigi.

2. Faktor sosial ekonomi

Beberapa pengamatan dan penelitian telah menunjukkan bahwa

masyarakat yang status sosial ekonominya rendah cenderung untuk lebih

takut dan cemas terhadap perawatan gigi dibandingkan dengan

Page 20: Resya Permatasari - J111 10 150

8

masyarakat yang sosial ekonominya menengah ke atas. Hal ini

dikarenakan perawatan gigi tersebut kurang umum bagi masyarakat yang

status ekonominya rendah. Disamping itu, masyarakat tersebut merasa

bahwa biaya perawatan gigi sangat mahal padahal.

3. Faktor pendidikan

Kurangnya pendidikan khususnya pengetahuan mengenai perawatan

gigi dapat menyebabkan timbulnya rasa cemas pada perawatan gigi. Hal

ini disebabkan masyarakat yang pendidikannya rendah tersebut tidak

mendapatkan informasi yang cukup mengenai perawatan gigi sehingga

mereka menganggap hal tersebut adalah sesuatu yang menakutkan, dan

tidak jarang pula terjadi, pasien datang ke dokter gigi dengan keadaan gigi

dan rasa sakit yang sudah begitu parah yang tentu saja ini membutuhkan

perawatan dan pengobatan yang ekstensif.

4. Faktor keluarga dan teman

Cerita-cerita dari anggota keluarga ataupun teman-teman lainnya

tentang ketakutan mereka terhadap dokter gigi, memmpunyai pengaruh

yang sangat besar terhadap pandangan seseorang terhadap dokter gigi.

Jika orangtua ataupun saudara dan teman lainnya menunjukkan ketakutan

terhadap dokter gigi, maka orang tersebut pun akan memiliki perasaan

yang sama pula. Komentar negatif dan perkiraan yang salah tentang

perawatan gigi dapat menyebabkan rasa takut pada orang desawa dan

anak-anak.

Page 21: Resya Permatasari - J111 10 150

9

5. Faktor fobia alat perawatan gigi

Hal ini disebabkan karena ketidaktahuan pasien terhadap penggunaan

setiap alat yang terdapat di ruang perawatan sehingga pasien menjadi

cemas terhadap perawatan gigi. Perasaan ini dapat hilang apabila dokter

gigi menjelaskan kepada pasien penggunaan setiap alat tersebut.

6. Karakteristik kepribadian

7. Takut dengan rasa sakit

8. Takut cedera/ luka yang berakibat perdarahan

2.1.4 Dental Anxiety Scale (DAS)

Rasa cemas pada penelitian ini diukur menggunakan Corah’s Dental

Anxiety Scale (DAS), merupakan skala yang menunjukkan 4 reaksi yang

berbeda dalam situasi atau prosedur yang ditemukan di klinik gigi. Adapun

keempat situasi yang digambarkan dalam skala pengukuran ini adalah : 1)

sebelum datang ke praktik dokter gigi; 2) saat menunggu perawatan; 3) saat

duduk di dental unit; dan 4) saat menjalani perawatan. Setiap pilihan

jawaban memiliki skor A = 1, B = 2, C = 3, D = 4, E = 5; dengan pilihan A

menunjukkan pasien tidak cemas dan pilihan E menunjukkan tingkat

maksimum dari kecemasan dental. Total skor dari Norman Corah Scale yang

paling rendah adalah 4 (tidak cemas) dan yang paling tinggi adalah 20

(sangat cemas) . 18

Page 22: Resya Permatasari - J111 10 150

10

2.2 Pencabutan Gigi

2.2.1 Definisi

Pencabutan gigi (exodontia) adalah cabang ilmu kedokteran gigi yang

berhubungan dengan prosedur pencabutan gigi dari soketnya di dalam tulang.

Menurut Jeffrey dan Howe, pencabutan gigi yang ideal adalah “prosedur

pencabutan seluruh gigi atau akar gigi tanpa rasa sakit dengan sedikit trauma

pada jaringan” , sehingga tidak menimbulkan banyak luka dan masalah

prostetik pasca bedah yang minimal. 7

2.2.2 Indikasi Pencabutan Gigi 7, 8

1. Karies dalam dengan patologi pulpa; baik akut maupun kronis, dimana

perawatan endodontic tidak memungkinkan untuk dilakukan. Pada kasus

nekrosis pulpa dan pulpitis irreversible

2. Gigi dengan patologi akar; gigi dengan patologi akar harus dicabut jika

tidak memungkinkan untuk perawatan konservasi. Gigi tersebut harus

dicabut sebelum melibatkan gigi tetangganya

3. Gigi non-vital

4. Periodontitis; jika gigi telah kehilangan lebih dari 40% tulang

pendukungnya, maka gigi tersebut harus dicabut

5. Malposisi dan gigi overerupsi; gigi tersebut harus dicabut jika mengganggu

oklusi

Page 23: Resya Permatasari - J111 10 150

11

6. Impaksi; jika gigi yang impaksi tersebut menimbulkan rasa sakit,

gangguang periodontal pada gigi tetangga, masalah TMJ atau patologi

tulang seperti kista

7. Persistensi gigi sulung; gigi sulung yang persistensi harus dicabut untuk

menghindari terjadinya maloklusi pada gigi permanen

8. Gigi pada garis fraktur; gigi yang berada pada garis fraktur harus dicabut

jika berpotensi menjadi sumber infeksi dan retensinya akan mengganggu

dengan penurunan bagian dari fraktur

9. Gigi dengan fraktur akar; gigi dengan fraktur vertikal yang meluas ke akar

gigi tidak dapat dirawat pada perawatan konservasi

10. Tujuan ortodontik; untuk tujuan ortodontik pada bebrapa kasus gigi molar

dan premolar permanen harus dicabut ( terapi ekstaksi ). Serial ekstraksi

juga merupakan salah satu prosedur pencabutan gigi dimana gigi sulung

tertentu dicabut untuk memberikan ruangan yang cukup bagi gigi permanen

yang akan erupsi

11. Tujuan prostodontik; pencabutan satu atau dua gigi dibenarkan jika

membantu dalam desain atau stabilitas protesa

12. Sebelum terapi radiasi; pasien yang harus menjalani terapi radiasi untuk

tumor ganas harus menjalani ekstraksi gigi-gigi yang memiliki prognosis

buruk dan rentan terinfeksi. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya

osteoradionekrosis

13. Pencabutan profikasis

Page 24: Resya Permatasari - J111 10 150

12

14. Sisa akar; sisa akar harus dicabut secepatnya. Namun, bagian dari sisa akar

tersebut bisa dibiarkan di dalam soket selama tidak menimbulkan masalah.

Tetapi dengan bertambahnya umur selalu beresiko untuk meninggalkan sisa

akar di dalam soket, jadi harus segera dihilangkan.

15. Gigi yang fraktur khususnya pada bagian mesiodistal atau pada garis

servikal

16. Gigi supernumery

17. Gigi yang terlibat dengan kista atau tumor rahang

18. Penyakit periodontal dengan gigi goyang derajat II dan III

2.2.3 Kontraindikasi Pencabutan Gigi 8

Semua kontraindikasi baik lokal ataupun sistemik, dapat relatif atau

mutlak bergantung pada kondisi umum pasien. Ketika kontraindikasinya

mutlak, pencabutan gigi tidak boleh dilakukan untuk menghindari resiko pada

pasien, sedangkan jika kontraindikasinya relatif maka harus sangat berhati-

hati dalam melakukan tindakan pencabutan gigi.

I. Kontraindikasi relatif

a. Lokal

1. Periapikal patologi; jika pencabutan gigi dilakukan maka infeksi

akan menyebar luas dan sistemik, jadi antibiotik harus diberikan

sebelum dilakukan pencabutan gigi

Page 25: Resya Permatasari - J111 10 150

13

2. Adanya infeksi oral seperti Vincent’s Angina, Herpetic

gingivostomatitis. Hal ini harus dirawat terlebih dahulu sebelum

dilakukan pencabutan gigi

3. Perikoronitis akut; perikoronitis harus dirawat terlebih dahulu

sebelum dilakukan pencabutan pada gigi yang terlibat, jika tidak

maka infeksi bakteri akan menurun ke bagian bawah kepala dan

leher

4. Penyakit ganas, seperti gigi yang terletak di daerah yang terkena

tumor. Jika dihilangkan bisa menyebarkan sel-sel dan dengan

demikian mempercepat proses metastatik

5. Pencabutan gigi pada rahang yang sebelumnya telah dilakukan

iradiasi dapat menyebabkan osteoradionekrosis, oleh karena itu

harus dilakukan tindakan pencegahan yang sangat ekstrem atau

khusus.

b. Sistemik

1. Diabetes tidak terkontrol; pasien diabetes lebih rentan terhadap

infeksi dan proses penyembuhan lukanya akan lebih lama.

Pencabutan gigi harus dilakukan setelah melakukan diagnosis

pencegahan yang tepat pada penyakit diabetes pasien dan dibawah

antibiotik profilaksis

2. Penyakit jantung, seperti hipertensi, gagal jantung, miokard infark,

dan penyakit arteri koroner

Page 26: Resya Permatasari - J111 10 150

14

3. Dyscrasias darah; pasien anemia, hemophilic dan dengan

gangguan perdarahan harus ditangani dengan sangat hati-hat

iuntuk mencegah perdarahan pasca operasi yang berlebihan

4. Medically Compromised; pasien dengan penyakit yang

melemahkan (seperti TB) dan riwayat medis miskin harus

diberikan perawatan yang tepat dan evaluasi preoperatif kondisi

umum pada pasien adalah suatu keharusan

5. Penyakit Addison’s dan pasien yang menjalani terapi steroid

dalam jangka waktu yang lama: krisis Hipoadrenal dapat terjadi

pada pasien karena terjadi peningkatan stress selama prosedur

perawatan gigi. Untuk mencegah terjadinya hal tersebut dapat

diberikan 100 mg Hydrocortisone sebelum dilakukan perawatan

6. Demam yang asalnya tidak dapat dijelaskan; penyebab paling

umum dari demam yang tak dapat dijelaskan sebabnya adalah

endokarditis bakteri subakut dan apabila dilakukan prosedur

ekstraksi dalam kondisi ini dapat menyebabkan bakteremia,

perawatan yang tepat harus dilakukan

7. Nephritis; ekstraksi gigi yang terinfeksi kronis sering

menimbulkan suatu nefritis akut maka sebelum pemerikasaan gigi

menyeluruh harus dilakukan

8. Kehamilan; prosedur pencabutan gigi harus dihindari pada periode

trimester pertama dan ketiga dan harus sangat berhati-hati apabila

Page 27: Resya Permatasari - J111 10 150

15

akan melakukan prosedur radiografi dan juga dalam pemberian

obat-obatan

9. Selama masa menstruasi; karena ada perdarahan lebih lanjut,

pasien secara mental tidak begitu stabil

10. Penyakit kejiwaan; tindakan pencegahan yang tepatdan obat-

obatan harus diberikan pada pasien neurotic dan psychotic

c. Kontraindikasi mutlak

1. Lokal

1) Gigi yang terlibat dalam malformasi arterio-venous

2) Jika pencabutan gigi dilakukan, maka dapat menyebabkan

kematian

2. Sistemik

1) Leukemia

2) Gagal ginjal

3) Sirosis hati

4) Gagal jantung

2.3 Tekanan Darah

2.3.1 Definisi

Tekanan darah merupakan ukuran kekuatan darah dalam menekan

dinding pembuluh darah. Tekanan darah diukur pada 2 fase yang sesuai

dengan kontraksi alamiah jantung. Saat jantung kontraksi (sistol), tekanan

Page 28: Resya Permatasari - J111 10 150

16

dari darah terhadap dinding pembuluh darah disebut tekanan darah sistol.

Saat jantung relaksasi (diastol), tekanan dari darah terhadap dinding

pembuluh darah arteri disebut tekanan darah diastol. Tekanan darah selalu

dinyatakan sebagai tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik.

Tekanan normal darah pada orang dewasa sangat bervariasi, tekanan sistolik

berkisar antara 95-140 mmHg, dan tekanan ini dapat meningkat dengan

bertambahnya usia. Tekanan diastol berkisar antara 60 – 90 mmHg.

Umumnya rata-rata nilai normal tekanan sistolik berkisar 120 mmHg dan

tekanan diastolik 80 mmHg.14

2.3.2 Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Tekanan Darah 15, 16

1. Usia

Perbedaan usia mempengaruhi tekanan darah. Bayi baru lahir

memiliki tekanan sistolik rata-rata 73 mmHg. Tekanan sistolik

dan diastolik meningkat secara bertahap sesuai usia hingga

dewasa. Setiap kenaikan umur 1 tahun maka tekanan darah

sistolik akan meningkat sebesar 0,369 dan sebesar 0,283 untuk

tekanan darah diastolik. Hasil penelitian tersebut menunjukkan

bahwa semakin tua seseorang maka semakin tinggi tekanan

darahnya. Pada lansia, arterinya lebih keras dan kurang

fleksibel terhadap tekanan darah. Hal ini mengakibatkan

peningkatan tekanan sistolik. Tekanan diastolik juga

Page 29: Resya Permatasari - J111 10 150

17

meningkat karena dinding pembuluh darah tidak lagi retraksi

secara fleksibel pada penurunan tekanan darah.

2. Jenis kelamin

Wanita umumnya memiliki tekanan darah lebih rendah

daripada pria yang berusia sama, hal ini lebih cenderung

akibat variasi hormon. Setelah menopasuse, wanita umumnya

memiliki tekanan darah yang lebih tinggi dari sebelumnya.

3. Olahraga

Aktivitas fisik meningkatkan tekanan darah. Untuk

mendapatkan pengkajian yang dapat dipercaya dari tekanan

saat istirahat, tunggu 20 sampai 30 menit setelah olahraga.

4. Obat-obatan

Ada banyak obat-obatan yang dapat meningkatkan dan

menurunkan tekanan darah.

5. Stress / Cemas

Emosi, kecemasan, rasa takut, stres fisik dan rasa sakit dapat

meningkatkan tekanan darah oleh karena stimulasi sistem saraf

simpatis meningkatkan curah jantung dan vasokonstriksi

arteriol, sehingga meningkatkan hasil tekanan darah. Pada

keadaan stress atau cemas, medula kelenjar adrenal akan

mensekresikan norepinefrin dan epinefrin, yang keduanya

Page 30: Resya Permatasari - J111 10 150

18

akan menyebabkan vasokonstriksi sehingga meningkatkan

tekanan darah.

6. Ras

Dari penelitian diketahui bahwa pria Amerika Afrika berusia

diatas 35 tahun memiliki tekanan darah yang lebih tinggi

daripada pria Amerika Eropa dengan usia yang sama.

7. Obesitas

Obesitas baik pada masa anak-anak maupun dewasa

merupakan faktor predisposisi hipertensi. Obesitas adalah

massa tubuh (body mass) yang meningkat disebabkan jaringan

lemak yang jumlahnya berlebihan, jaringan ini meningkatkan

kebutuhan metabolik dan konsumsi oksigen secara

menyeluruh sehingga curah jantung bertambah untuk

memenuhi kebutuhan metabolik yang lebih tinggi, berat badan

yang semakin tinggi akan mempunyai kecenderungan tekanan

darahnya semakin tinggi juga.

8. Variasi diurnal

Tekanan darah umumnya paling rendah pada pagi hari, saat

laju metabolisme paling rendah, kemudian meningkat

sepanjang hari dan mencapai puncaknya pada akhir sore atau

awal malam hari.

Page 31: Resya Permatasari - J111 10 150

19

9. Demam / panas / dingin

Demam dapat meningkatkan tekanan darah karena

peningkatan laju metabolisme. Namun, panas eksternal

menyebabkan vasodilatasi dan menurunkan tekanan darah.

Dingin menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan

tekanan darah.

2.3.3 Klasifikasi Tekanan Darah17

Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi

Kategori Sistol (mmHg) dan/atau Diastol (mmHg)

Normal <120 Dan <80

Prehipertensi 120 – 139 Atau 80 – 89

Hipertensi tahap 1

( ringan )

140 – 159 Atau 90 – 99

Hipertensi tahap 2

( sedang )

> 160 Atau > 100

( Sumber : Miloro M, Ghali GE, Larsen PE, Waite PD. Peterson’s principle of oral and

maxillofacial surgery. 2nd

ed. Hamilton, London : BC Decker Inc ; 2004, p.70 )

2.4 Hubungan Kecemasan Dental dengan Perubahan Tekanan Darah

Kecemasan, emosi, rasa takut, stres fisik dan rasa sakit dapat meningkatkan

tekanan darah oleh karena stimulasi sistem saraf simpatis yang meningkatkan

curah jantung dan vasokonstriksi arteriol, sehingga meningkatkan hasil tekanan

darah.15

Page 32: Resya Permatasari - J111 10 150

20

Pusat vasomotor bertanggungjawab atas vasokonstriksi pembuluh darah dan

peningkatan denyut jantung, pusat ini terdapat di dua pertiga proksimal medula

oblongata dan sepertiga distal pons, sedangkan di bagian medial dan distal

medula oblongata terdapat pusat vasodilator atau inhibitory yang mampu

menghambat impuls vasokonstriktor dan menyebabkan dilatasi pembuluh darah.

Pusat vasomotor memiliki pusat kardioakseletor yang mampu meningkatkan

denyut jantung dan tekanan sistolik ventrikel yang akhirnya meningkatkan curah

jantung, dan kardioinhibitori yang mampu menurunkan denyut jantung dan

mengurangi daya kontraksi otot-otot jantung, sehingga kardioinhibitori sering

dihubungkan dengan aktivitas saraf vagus.14

Pusat vasomote berhubungan erat dengan hipotalamus, sehingga perubahan-

perubahan aktivitas hipotalamus akibat pengaruh emosi, hormonal, stress dan

sebagainya akan berdampak pada fungsi kardiovaskuler seperti perubahan

tekanan darah dan denyut jantung. Terdapat dua jalur reaksi hipotalamus dalam

menanggulangi rangsangan cemas, stress fisik, emosi, suhu, dan racun, yaitu :

1. Mengeluarkan sejumlah hormon vasopresin dan corticotropin releasing

faktor (CRF), kedua hormon ini akan mempengaruhi daya retensi air dan

ion natrium serta mengakibatkan kenaikan volume darah

2. Merangsang pusat vasomotor dan menghambat pusat vagus, sehingga

terjadi peningkatan sekresi epinefrin dan norepinefrin oleh medula

adrenal, meningkatnya frekuensi denyut jantung, meningkatnya kekuatan

Page 33: Resya Permatasari - J111 10 150

21

kontraksi otot jantung sehingga curah jantung dan tahanan perifer total

meningkat. Perubahan fungsi kardiovaskuler tersebut menyebabkan

terjadinya kenaikan tekanan darah dan denyut jantung.14

2.5 Pandangan Masyarakat terhadap Pencabutan Gigi

Pada bidang kedokteran gigi, pencabutan gigi, penyuntikan dan pengeburan

gigi adalah keadaan yang paling memicu rasa cemas.6

Masyarakat cenderung

lebih takut pada prosedur perawatan gigi, seperti pecabutan gigi dan tindakan

bedah mulut.4

Telah diketahui bahwa faktor yang paling utama penyebab orang-

orang merasa cemas pada prosedur perawatan gigi adalah pengalaman traumatik

yang pernah mereka alami sewaktu kecil. Pengalaman traumatik pada waktu

masih kecil atau pada masa remaja dapat menjadi penyebab utama rasa takut

pada orang dewasa.5 Ditemukan bahwa prosedur pencabutan gigi merupakan

penyebab tertinggi terjadinya kecemasan dental pada anak-anak. Banyak faktor

yang mempengaruhinya, antara lain takut dengan rasa sakit, takut dengan

penyuntikan, dan takut kehilangan gigi. Penelitian yang dilakukan oleh Alaki et

al. memperlihatkan bahwa dari 518 anak-anak yang diteliti tingkat

kecemasannya terhadap prosedur perawatan dental, sebanyak 43,5 % anak laki-

laki dan 64,6 % anak perempuan menyatakan kecemasannya terhadap prosedur

pencabutan gigi. Pengalaman traumatik inilah yang menyebabkan orang dewasa

menjadi cemas apabila akan melakukan prosedur pencabutan gigi. 4

Page 34: Resya Permatasari - J111 10 150

22

BAB III

KERANGKA KONSEP

Keterangan :

: yang diteliti

: yang tidak diteliti

Faktor yang mempengaruhi

perubahan tekanan darah

- Usia

- Jenis kelamin

- Olahraga

- Kecemasan / stress

- Obat-obatan

- Ras

- Obesitas

- Variasi diurnal

- Demam/panas/dingin

- Tegang

- Bingung

- Khawatir

- Sukar

berkonsentrasi

- Perasaan tidak

menentu

- Gelisah

- Gugup

Tanda Psikologis

Faktor Penyebab

Kecemasan Dental

- Pengalaman traumati

- Sosial ekonomi

- Pendidikan

- Keluarga dan teman

- Fobia

- Karakteristik kepribadian

Kecemasan Dental

Pencabutan Gigi

- Perubahan

tekanan darah

- Denyut nadi

meningkat

- Peningkatan laju

pernafasan

- Berkeringat

- Berdebar-debar

- Mulut kering

- Diare

- Ketegangan otot

Tanda Fisiologis

Page 35: Resya Permatasari - J111 10 150

23

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian observasional analitik, yaitu

penelitian yang menjelaskan adanya hubungan antara kecemasan dental dengan

peningkatan tekanan darah pasien ekstraksi gigi melalui pengujian hipotesis yang

telah dirumuskan sebelumnya.

4.2 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini adalah Cross Sectional Study. Pada penelitian ini,

variabel sebab dan akibat terjadi pada objek penelitian diukur atau dikumpulkan

dalam waktu bersamaan dan dilakukan pada situasi saat yang sama.

4.3 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan (RSGMP)

Hj. Halimah Dg. Sikati, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Hasanuddin di jalan

Kandea No. 5 Makassar.

4.4 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan sejak tanggal 19 Maret s.d 5 April 2013.

Page 36: Resya Permatasari - J111 10 150

24

4.5 Populasi Penelitian

4.5.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah semua pasien yang akan dilakukan

pencabutan gigi di bagian Bedah Mulut Rumah Sakit Gigi dan Mulut

Pendidikan (RSGMP) Hj. Halimah Dg. Sikati, Fakultas Kedokteran

Gigi, Universitas Hasanuddin.

4.5.2 Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah sampel yang memenuhi kriteria

sampel berikut ini :

1. Kriteria inklusi :

1) Pasien yang akan dilakukan pencabutan gigi

2) Bersedia ikut serta dalam penelitian ini

2. Kriteria eklusi :

Tidak bersedia ikut serta dalam penelitian ini

4.6 Metode Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel pada penelitian ini adalah Simple Random

Sampling. Simple random sampling adalah teknik pengambilan sampel secara

acak sederhana dimana setiap anggota atau unit dari populasi mempunyai

kesempatan yang sama untuk diseleksi menjadi sampel penelitian.

Page 37: Resya Permatasari - J111 10 150

25

4.7 Instrumen Penelitian

1. Alat tulis menulis

2. Kuesioner

3. Tensi meter

4. Stetoskop

4.8 Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel independen : kecemasan dental

2. Variabel dependen : perubahan tekanan darah

4.9 Definisi Operasional

1. Kecemasan dental merupakan status kecemasan pasien ekstraksi gigi pada

saat menunggu giliran perawatan dan pada saat berada di dental unit sebelum

dilakukan pencabutan gigi yang diukur dengan menggunakan Corah’s Dental

Anxiety Scale (DAS).

2. Perubahan tekanan darah adalah meningkatnya tekanan darah pasien

ekstraksi gigi dari yang sedang menunggu giliran perawatan hingga pasien

berada di dental unit sebelum dilakukan pencabutan gigi yang diukur dengan

menggunakan tensi meter.

Page 38: Resya Permatasari - J111 10 150

26

4.10 Prosedur Penelitian

1. Pendataan pasien

Setiap pasien yang datang di RSGMP Kandea yang akan dilakukan

pencabutan gigi dan sesuai kriteria penelitian didata nama, jenis kelamin dan

usianya

2. Pengukuran tingkat kecemasan dengan menggunakan kuesioner dilakukan

pada saat responden sedang menunggu giliran perawatan di ruang tunggu.

Setelah responden mengisi kuesioner, dilakukan pengukuran tekanan darah

yang nantinya pengukuran tekanan darah ini akan digunakan sebagai patokan

apakah terjadi perubahan tekanan darah pada responden yang cemas

3. Pengukuran selanjutnya dilakukan pada saat pasien berada di dental unit.

Pengukuran yang dilakukan adalah peneliti akan mengukur kembali tekanan

darah responden untuk melihat perbedaan tekanan darah pasien saat

menunggu dan saat berada di dental unit, apakah tejadi peningkatan tekanan

darah atau tidak.

4. Responden akan menjawab 4 pertanyaan pilihan ganda dengan 5 pilihan

jawaban. Pertanyaan terdiri dari beberapa situasi atau prosedur yang

ditemukan di klinik gigi. Setiap pilihan jawaban memiliki skor A = 1, B = 2,

C = 3, D = 4, E = 5; dengan pilihan A menunjukkan pasien tidak cemas dan

pilihan E menunjukkan tingkat maksimum dari kecemasan dental. Total skor

dari Norman Corah Scale berkisar antara 4-20 dan rata-rata kecemasan

diklasifikasikan sebagai :

Page 39: Resya Permatasari - J111 10 150

27

a. 4 – 8 = tidak cemas

b. 9 – 12 = sedang

c. 13 -14 = tinggi

d. 15 – 20 = sangat cemas

4.11 Pengolahan dan Analisis Data

1. Jenis data : Data Primer karena data diambil langsung dari

responden

2. Pengolahan data : diolah dengan menggunakan SPSS

3. Analisis data : dengan uji Chi Square untuk melihat hubungan

kecemasan dental dan untuk melihat perbedaan tekanan darah menggunakan

uji Paired T-test

Rumus yang dipergunakan pada uji Chi Square atau Chi-Kuadrat

adalah : 19,20

𝑥2 = ∑

(𝑓0 − 𝑓ℎ )2

𝑓ℎ

Rumus yang dipergunakan pada uji paired T-test adalah : 20

t hit =

n

s

d

d = Σ di

s = )1(

)( 22

nn

didin

Page 40: Resya Permatasari - J111 10 150

28

Dengan ketentuan bahwa :

- Jika nilai sig < 0,05 maka H0 ditolak dan Ha diterima. Hal ini berarti terdapat

perbedaan rata-rata yang sebenarnya dengan kelompok pertama dan

kelompok kedua.

- Jika nilai sig > 0,05 maka H0 diterima dan Ha ditolak. Hal ini berarti tidak

terdapat perbedaan rata-rata yang sebenarnya dengan kelompok pertama dan

kelompok kedua.

Page 41: Resya Permatasari - J111 10 150

29

BAB V

HASIL PENELITIAN

Dari penelitian observasional analitik dengan rancangan cross sectional

study yang dilaksanakan di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan (RSGMP)

Hj. Halimah Dg. Sikati FKG Unhas terhitung sejak tanggal 19 Maret s.d 5 April

2013 dengan tujuan untuk melihat adanya hubungan kecemasan dental dengan

perubahan tekanan darah pasien sebelum pencabutan gigi didapatkan jumlah

sampel keseluruhan sebanyak 50 orang. Setelah data terkumpul selanjutnya

dilakukan pemeriksaan mengenai kebenaran data kuesioner secara cermat pada

saat masih di lapangan. Pada saat pengolahan data, dilakukan pemeriksaan ulang

mengenai kuesioner dengan mengacu pada kriteria sampel yang telah ditetapkan

sebelumnya serta kebenaran pengisian kuesioner. Dari hasil pemeriksaan

tersebut, 50 sampel yang diperiksa ternyata semuanya memenuhi syarat untuk

selanjutnya diolah secara SPSS. Adapun hasil pengolahan data yang telah

dilakukan adalah sebagai berikut :

Page 42: Resya Permatasari - J111 10 150

30

Tabel 2. Karakteristik responden berdasarkan tingkat kecemasan sebelum dilakukan

pencabutan gigi

Tingkat kecemasan Jumlah (n) Persen (%)

Tidak cemas

Sedang

Tinggi

Sangat cemas

23

15

8

4

46

30

16

8

Total 50 100

Sumber : Data Primer di RSGMP Hj. Halimah Dg. Sikati Makassar Tahun 2013

Tabel diatas menunjukkan tingkat kecemasan dari 50 responden yang akan

dilakukan pencabutan gigi, dimana sebanyak 23 (46%) responden tidak cemas,

15 (30%) responden mengalami tingkat kecemasan yang sedang, 8 (16%)

responden mengalami tingkat kecemasan yang tinggi, dan sebanyak 4 (8%)

responden sangat cemas. Tingkat kecemasan sedang, tinggi dan sangat cemas

termasuk kedalam kategori cemas meskipun tingkat kecemasannya berbeda-

beda. Jadi, dapat disimpulkan bahwa responden yang merasa cemas pada

kategori ini sebanyak 27 (54%) responden.

Page 43: Resya Permatasari - J111 10 150

31

Tabel 3. Karakteristik responden berdasarkan frekuensi perubahan tekanan darah

sebelum dan saat menunggu di dental unit

Perubahan tekanan darah Jumlah (n) Persen (%)

Tetap

Menurun

Meningkat

19

3

28

38

6

56

Total 50 100

Sumber : Data Primer di RSGMP Hj. Halimah Dg. Sikati Makassar Tahun 2013

Tabel diatas menunjukkan dari 50 responden yang akan dilakukan

pencabutan gigi sebanyak 19 (38%) responden tekanan darahnya tidak berubah,

3 (6%) responden tekanan darahnya menurun, dan sebanyak 28 (56%) responden

tekanan darahnya meningkat. Adapun tekanan darah yang meningkat dan

menurun dapat dikategorikan sebagai tekanan darah yang mengalami perubahan,

yaitu terdapat sebanyak sebanyak 31 (62%) responden.

Adapun perbedaan nilai rata-rata perubahan tekanan darah responden saat

menunggu dan saat berada di dental unit yang dilakukan dengan menggunakan

rumus uji Paired T-test hasilnya adalah -4,48 dengan t tabel sebesar 1,677.

(lihat lampiran tabel perbedaan rata-rata tekanan darah)

Page 44: Resya Permatasari - J111 10 150

32

Tabel 4. Karakteristik berdasarkan usia responden

Usia responden (tahun) Jumlah (n) Persen (%)

17 – 20

21 – 30

31 – 40

41 – 50

51 – 60

61 – 70

71 – 80

9

13

7

10

9

1

1

18

26

14

20

18

2

2

Total 50 100

Sumber : Data Primer di RSGMP Hj. Halimah Dg. Sikati Makassar Tahun 2013

Tabel diatas menunjukkan jumlah dari 50 responden yang akan dilakukan

pencabutan gigi berdasarkan usia yaitu sebanyak 9 (18%) responden berusia 17

– 20 tahun, 13 (26%) responden berusia 21 – 30 tahun, 7 (14%) responden

berusia 31 – 40 tahun, 10 (20%) responden berusia 41 – 50 tahun, 9 (18%)

responden berusia 51 – 60 tahun, 1 (2%) responden berusia 61 – 70 tahun, dan 1

(2%) responden berusia 71 – 80 tahun.

Page 45: Resya Permatasari - J111 10 150

33

Tabel 5. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin Responden Jumlah (n) Persen (%)

Laki – laki

Perempuan

13

37

26

74

Total 50 100

Sumber : Data Primer di RSGMP Hj. Halimah Dg. Sikati Makassar Tahun 2013

Tabel diatas menunjukkan dari 50 responden terdapat 13 (26%) responden

berjenis kelamin laki-laki dan 37 (74%) responden berjenis kelamin perempuan.

Tabel 6. Hubungan antara kecemasan dental dengan perubahan tekanan darah

Tingkat Kecemasan Perubahan Tekanan Darah Total Pvalue

Turun Tetap Meningkat

Tidak Cemas 3 (13%) 13 (56,5%) 7 (30,4%) 23 (100%)

0,001

Sedang 0 (0%) 2 (13,3%) 13 (86,7%) 15 (100%)

Tinggi 0 (0%) 0 (0%) 8(100%) 8 (100%)

Sangat Cemas 0 (0%) 0 (0%) 4(100%) 4 (100%)

Total 3 (6%) 15 (30%) 32(64% 50 (100%)

Sumber : Data Primer RSGMP Fakultas Kedokteran Gigi Unhas Tahun 2013

Tabel diatas menunjukkan hubungan antara kecemasan dental dengan perubahan

tekanan darah, dimana dari 23 responden yang tidak cemas diantaranya terdapat 3

responden (13%) mengalami penurunan tekanan darah, 13 resonden (56,5%) tekanan

darahnya tetap dan 7 responden (30,4%) mengalami peningkatan tekanan darah.

Page 46: Resya Permatasari - J111 10 150

34

BAB VI

PEMBAHASAN

Rasa cemas pada penelitian ini diukur menggunakan Corah’s Dental Anxiety

Scale (DAS), merupakan skala yang menunjukkan 4 reaksi yang berbeda dalam

situasi atau prosedur yang ditemukan di klinik gigi. Adapun keempat situasi yang

digambarkan dalam skala pengukuran ini adalah : 1) sebelum datang ke praktik

dokter gigi; 2) saat menunggu perawatan; 3) saat duduk di dental unit; dan 4) saat

menjalani perawatan. Setiap pilihan jawaban memiliki skor A = 1, B = 2, C = 3,

D = 4, E = 5; dengan pilihan A menunjukkan pasien tidak cemas dan pilihan E

menunjukkan tingkat maksimum dari kecemasan dental. Total skor dari Norman

Corah Scale berkisar antara 4-20. 18

Pada tabel 2 menunjukkan tingkat kecemasan dari 50 responden sebelum

dilakukan pencabutan gigi yaitu sebanyak 23 (46%) responden tidak cemas, 15

(30%) responden mengalami tingkat kecemasan yang sedang, 8 (16%)

responden mengalami tingkat kecemasan yang tinggi, dan sebanyak 4 (8%)

responden sangat cemas. Tingkat kecemasan sedang, tinggi dan sangat cemas

termasuk kedalam kategori cemas meskipun tingkat kecemasannya berbeda-

beda. Jadi, dapat disimpulkan bahwa responden yang merasa cemas pada

kategori ini sebanyak 27 (54%) responden.

Page 47: Resya Permatasari - J111 10 150

35

Hasil penelitian ini sesuai dengan teori bahwa kecemasan (anxiety) adalah

suatu perasaan tidak menyenangkan yang terdiri atas respons-respons

psikofisiologis terhadap antipasi bahaya yang tidak riil atau yang terbayangkan,

secara nyata disebabkan oleh konflik intrapsikis yang tidak diketahui.9

Sedangkan kecemasan dental merupakan fenomena yang kompleks

multidimensi, dan tidak ada satu pun variabel eksklusif yang dapat menjelaskan

perkembangannya. Dalam literatur, beberapa faktor yang secara konsisten dapat

dikaitkan dengan timbulnya kecemasan dental, antara lain : faktor pengalaman

traumatik, faktor sosial ekonomi, faktor pendidikan, faktor keluarga dan teman,

faktor fobia alat perawatan gigi, faktor dari karakteristik kepribadian, takut

dengan rasa sakit, dan takut cedera/ luka yang berakibat perdarahan.2,5

Sementara pada bidang kedokteran gigi, pencabutan gigi, penyuntikan dan

pengeburan gigi adalah keadaan yang paling memicu rasa cemas.6

Masyarakat

cenderung lebih takut pada prosedur perawatan gigi, seperti pecabutan gigi dan

tindakan bedah mulut.4

Telah diketahui bahwa faktor yang paling utama

penyebab orang-orang merasa cemas pada prosedur perawatan gigi adalah

pengalaman traumatik yang pernah mereka alami sewaktu kecil. Pengalaman

traumatik pada waktu masih kecil atau pada masa remaja dapat menjadi

penyebab utama rasa takut pada orang dewasa.5

Prosedur pencabutan gigi

merupakan penyebab kecemasan dental paling tinggi yang ditakutkan pada anak-

anak. Penelitian yang dilakukan oleh Alaki et al. memperlihatkan bahwa dari

518 anak-anak yang diteliti tingkat kecemasannya terhadap perawatan dental,

Page 48: Resya Permatasari - J111 10 150

36

sebanyak 43,5 % anak laki-laki dan 64,6 % anak perempuan menyatakan

kecemasan terhadap prosedur pencabutan gigi. Pengalaman traumatik inilah

yang menyebabkan orang dewasa menjadi cemas apabila akan melakukan

prosedur pencabutan gigi.3

Oleh karena itu diharapkan kepada tenaga kesehatan

untuk memberikan penjelasan terlebih dahulu terhadap pasien sebelum

dilakukannya tindakan sehingga pasien mengerti karena hal tersebut dapat

membantu pasien untuk mengontrol kecemasannya.

Pada tabel 3 menunjukkan mengenai perubahan tekanan darah yang terjadi

pada responden, dimana perubahan tekanan darah yang terlihat pada penelitian

ini berupa adanya peningkatan dan penurunan tekanan darah pasien sebelum

dilakukan pencabutan gigi. Hasil dari penelitian ini ditemukan bahwa pasien

yang mengalami peningkatan tekanan darah sebanyak 28 (56%) responden dan

ada sebanyak 3 (6%) responden yang mengalami penurunan tekanan darah, dan

selebihnya adalah pasien yang tidak mengalami perubahan tekanan darah

sebanyak 19 (38%) responden. Tekanan darah yang meningkat dan menurun

dapat dikategorikan sebagai tekanan darah yang mengalami perubahan, yaitu

terdapat sebanyak 31 (62%) responden.

Adapun perbedaan rata-rata perubahan tekanan darah responden saat

menunggu dan saat berada di dental unit yang dilakukan dengan menggunakan

uji t hasilnya adalah -4,48. Dari hasil tersebut lalu dicocokkan dengan t tabel,

yaitu sebesar 1,677 , karena t hitung < t tabel atau t hitung > t tabel, jadi dapat

disimpulkan bahwa H0 ditolak. Jadi kesimpulan dari perhitungan tersebut adalah

Page 49: Resya Permatasari - J111 10 150

37

hipotesis ditolak karena terdapat perbedaan antara tekanan darah saat menunggu

dan saat berada di dental unit, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan

antara kecemasan dental dengan terjadinya perubahan tekanan darah pasien yang

akan dilakukan pencabutan gigi. Hal ini sangat berhubungan dengan tingkat

kecemasan yang dialami oleh responden sebelum dilakukan pencabutan gigi

dimana kecemasan, emosi, rasa takut, stres fisik dan rasa sakit dapat

meningkatkan tekanan darah oleh karena stimulasi sistem saraf simpatis yang

meningkatkan curah jantung dan vasokonstriksi arteriol, sehingga meningkatkan

hasil tekanan darah. Pada keadaan stress atau cemas, medula kelenjar adrenal

akan mensekresikan norepinefrin dan epinefrin, yang keduanya akan

menyebabkan vasokonstriksi sehingga meningkatkan tekanan darah. 15

Pada tabel 4 menunjukkan jumlah dari 50 responden yang akan dilakukan

pencabutan gigi berdasarkan usia. Penelitian ini tidak membatasi usia responden

karena peneliti ingin melihat rata-rata usia responden yang mengalami

kecemasan dental paling tinggi berada pada usia berapa saja. Berdasarkan hasil

pengolahan data yang dilakukan terhadap 50 responden menunjukkan bahwa

interval rata-rata umur dari responden yang mengalami kecemasan dental paling

tinggi berada diantara usia 21-30 tahun (40,8%) dan peringkat selanjutnya

berada pada usia antara 17-20 tahun (22,2%) , 31-40 tahun (18,5%) , 41-50 tahun

(11,1%) , dan yang terakhir berada pada usia antara 51-60 tahun (7,4%) . Hasil

penelitian ini hampir sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kumar et.

al ,yaitu hasil penelitiannya memperlihatkan bahwa tingkat kecemasan dental

Page 50: Resya Permatasari - J111 10 150

38

yang paling tinggi berada pada usia 25 – 34 tahun.4

Kecemasan dental dan

ketakutan dental merupakan faktor utama yang menyebabkan seseorang tidak

mau untuk memeriksakan kesehatan giginya. Donka G. Kirova dalam jurnal

International Medical Association Bulgaria tahun 2011 mengatakan bahwa

berdasarkan data statistik usia 25 – 26 tahun merupakan usia dimana seseorang

mengalami kecemasan dental yang paling tinggi.11

Lina Natamiharja dalam Dentika Dental Journal mengatakan bahwa

berdasarkan kajian penelitian yang pernah dilakukan di Indonesia, Jepang, Brazil,

dan Argentina pada usia 16 – 43 tahun ditemukan bahwa di Indonesia responden

yang merasa cemas terhadap perawatan gigi sebanyak 65,5%, Jepang 76,6%,

Brazil 65,7%, dan di Argentina 48,2%. Sementara itu di Amerika diperkirakan

bahwa sebanyak dua belas juta orang dewasa merasa sangat cemas terhadap

perawatan dental. Karena begitu takut dan cemasnya sehingga mereka

menghindari perawatan dental tersebut kecuali jika rasa sakit itu sudah begitu

simtomatik dan akhirnya memaksa mereka untuk pergi ke dokter gigi.

Berdasarkan survei yang pernah dilakukan terhadap beberapa responden di

Amerika, ternyata satu dari tiga responden menyatakan bahwa perasaan takut dan

cemas adalah halangan utama mereka untuk pergi ke dokter gigi. Hal inilah yang

merupakan hambatan bagi dokter gigi dan tenaga kesehatan lainnya dalam upaya

meningkatkan derajat kesehatan gigi dan mulut secara menyeluruh.5

Pada tabel 5 menunjukkan karakteristik responden berdasarkan jenis

kelamin. Dari 50 responden terdapat 13 (26%) responden berjenis kelamin laki-

Page 51: Resya Permatasari - J111 10 150

39

laki dan 37 (74%) responden berjenis kelamin perempuan. Dan dari 13 (26%)

responden yang berjenis kelamin laki-laki terdapat sebanyak 9 (33,3%)

responden yang mengalami kecemasan dental, sedangkan dari 37 (74%)

responden yang berjenis kelamin perempuan terdapat sebanyak 18 (66,7%)

responden yang mengalami kecemasan dental. Jadi dapat disimpulkan bahwa

pada penelitian ini lebih banyak perempuan yang mengalami kecemasan dental

dibandingkan dengan laki-laki. Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian

yang dilakukan oleh Kumar et al. berdasarkan hasil data yang didapatkannya

menggungakan Dental Anxiety Scale (DAS) memperlihatkan bahwa perempuan

lebih banyak mengalami kecemasan dental dibandingkan dengan laki-laki, tetapi

analisis statistik menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan tingginya

kecemasan dental berdasarkan jenis kelamin.4

Lina Natamiharja dalam Dentika

Dental Journal mengatakan bahwa berdasarkan kajian penelitian yang pernah

dilakukan di Indonesia, Jepang, Brazil, dan Argentina pada usia 16 – 43 tahun

ditemukan bahwa di Jepang dan Brazil wanita merasa lebih cemas terhadap

perawatan dental dibandingkan dengan pria, sedangkan di Indonesia dan

Argentina sebaliknya, yaitu pria lebih merasa cemas terhadap perawatan dental

dibandingkan dengan wanita.5

Penelitian yang dilakukan oleh Ter Horst dan Wit juga mengatakan bahwa

perempuan lebih cemas dibandingkan laki-laki.3 Penemuan lain dari penelitian

ini bahwa perempuan lebih cemas daripada laki-laki sesuai dengan penelitian

lain. Dalam analisis regresi ganda, jenis kelamin adalah faktor yang paling kuat

Page 52: Resya Permatasari - J111 10 150

40

untuk menjelaskan kecemasan dental. Alasan lain yang dapat menjelaskan hal ini

yaitu laki-laki cenderung tidak mau mengaku merasa cemas, ini mungkin

berkaitan dengan perbedaan peran gender di mana wanita lebih bersedia untuk

mengungkapkan dan melaporkan perasaan kecemasannya daripada laki-laki.18

Sementara itu, di negara-negara dengan budaya yang berbeda, ditemukan

bahwa tidak ada hubungan statistik antara jenis kelamin dan kecemasan dental.18

Pada penelitian yang dilakukan oleh Donka G. Kirova juga mengatakan bahwa

tidak ada perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan perempuan yang

mengalami kecemasan dental.11

Hal ini kemungkinan disebabkan karena

perbedaan budaya dimana tempat penelitian tersebut dilakukan.

Pada tabel 6 menunjukkan hubungan antara tingkat kecemasan dengan

perubahan tekanan darah. Tekanan darah yang menurun proporsi terbesarnya

berada pada responden yang tidak mengalami kecemasan, tekanan darah yang

tidak mengalami perubahan proporsi terbesarnya juga berada pada responden

yang tidak mengalami kecemasan, sedangkan tekanan darah yang meningkat

proporsi terbesarnya berada pada responden yang tongkat kecemasannya tinggi

dan sangat cemas. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,001, karena nilai p

(0,001) < α (0,005) , maka H0 ditolak artinya ada hubungan antara kecemasan

dental dengan perubahan tekanan darah. Hal ini sangat berhubungan dengan

tingkat kecemasan yang dialami oleh responden sebelum dilakukan pencabutan

gigi dimana kecemasan, emosi, rasa takut, stres fisik dan rasa sakit dapat

meningkatkan tekanan darah oleh karena stimulasi sistem saraf simpatis yang

Page 53: Resya Permatasari - J111 10 150

41

meningkatkan curah jantung dan vasokonstriksi arteriol, sehingga meningkatkan

hasil tekanan darah. Pada keadaan stress atau cemas, medula kelenjar adrenal

akan mensekresikan norepinefrin dan epinefrin, yang keduanya akan

menyebabkan vasokonstriksi sehingga meningkatkan tekanan darah. 15

Adapun kelemahan dari penelitian ini adalah sampel yang digunakan lebih

banyak yang berjenis kelamin perempuan daripada yang berjenis kelamin laki-

laki, sehingga terdapat keterbatasan dalam hasil penelitian dimana sulit untuk

membandingkan tingkat kecemasan yang paling tinggi berdasarkan jenis

kelamin. Disarankan untuk peneliti berikutnya agar jumlah sampel yang akan

digunakan antara laki-laki dan perempuan jumlahnya sama.

Page 54: Resya Permatasari - J111 10 150

42

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh mengenai hubungan kecemasan

dental dengan perubahan tekanan darah pasien ekstraksi gigi di Rumah Sakit Gigi

dan Mulut Pendidikan (RSGMP) FKG Unhas pada tanggal 19 Maret s.d 5 April

2013, maka penulis dapat mengemukakan beberapa kesimpulan antara lain :

1. Ada hubungan antara kecemasan dental dengan perubahan tekanan darah

pasien sebelum dilakukan pencabutan gigi di Rumah Sakit Gigi dan Mulut

Pendidikan (RSGMP) Hj. Halimah Dg. Sikati FKG Unhas.

2. Tingkat kecemasan dental yang paling tinggi pasien ekstraksi gigi di Rumah

Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan (RSGMP) Hj. Halimah Dg. Sikati FKG

Unhas berada pada usia antara 21 – 30 tahun.

3. Pasien yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak yang mengalami

kecemasan dental dibandingkan pasien yang berjenis kelamin laki-laki

Page 55: Resya Permatasari - J111 10 150

43

7.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, peneliti menyarankan :

1. Sebagai dokter gigi harus mampu menjalin komunikasi yang baik kepada

pasien karena dengan menjalin komunikasi yang baik maka pasien akan

merasa lebih tenang dalam perawatan dental yang akan dilakukan

2. Sebagai dokter gigi perlu mengetahui cara penanganan pasien yang

mengalami kecemasan dental agar perawatan yang akan dilakukan dapat

berjalan dengan baik

3. Perlu dilakukan sosialisasi yang baik kepada masyarakat agar pemikiran-

pemikiran negatif tentang dokter gigi dan praktik dokter gigi yang

menakutkan dapat dihilangkan dengan demikian semakin banyak

masyarakat yang lebih peduli untuk memeriksakan giginya ke dokter gigi

minimal 6 bulan sekali

Page 56: Resya Permatasari - J111 10 150

44

DAFTAR PUSTAKA

1. Prasetyo EP. Peran musik sebagai fasilitas dalam praktek dokter gigi untuk

mengurangi kecemasan pasien. Maj Ked Gigi (Dent J) 2005 Jan ; 38 (1) : 41-

4. Available from : journal.unair.ac.id/filerPDF/DENTJ-38-1-11.pdf .

Accessed December 23, 2012.

2. Hmud R, Walsh LJ. Dental anxiety : causes, complications and management

approaches. J Minim Interv Dent 2009 ; 2 (1) : 67-78. Available from :

http://www.mi-

compendium.org/journal/index.php/JMID/article/viewFile/31/29 . Accessed

December 23, 2012.

3. Alaki S, Alotaibi A, Almabadi E, Alanquri E. Dental anxiety in middle

school children and their caregivers: prevalences and severity. J Dent Oral

Hyg 2012 Jan ; 4 (1) : 6-11. Available from :

http://www.academicjournals.org/jdoh/pdf/pdf2012/Jan/Alaki%20et%20al.pd

f .

Accessed December 25, 2012.

4. Kumar S, Bhargav P, Patel A, Bhati M, Balasubramanyam G, Duraiswamy P,

et al. Does dental anxiety influences oral health-related quality of life ?

Observation from a cross-sectional study among adults in Udaipur district,

India. Journal of Oral Science 2009 ; 51 (2) : 245-254.

5. Natamiharja L, Manurung YRL. Rasa takut terhadap perawatan gigi. Dentika

Dental Journal 2007 Dec ; 12 (2) : 200-2.

6. Masitahapsari BN, Supartinah A, Lukito E. Pengelolaan rasa cemas dengan

metode modeling pada pencabutan gigi anak perempuan menggunakan

anastesi topikal. J Ked Gi 2009 Oct ; 1 : 79-86.

7. Balaji SM. Textbook of oral and maxillofacial surgery. New Delhi : Elsevier;

2009. p 211-5.

8. Sanghai S. A concise textbook of oral and maxillofacial surgery. New Delhi :

Jaypee Brothers Medical Publishers; 2009, p. 91-2.

9. Dorland WAN. Kamus kedokteran dorland. 29th

ed. Jakarta : EGC; 2002.

Hal. 133

10. Soeparmin S, Suarjaya IK, Tyas MP. Peranan musik dalam mengurangi

kecemasan anak selama perawatan gigi. Available from :

Page 57: Resya Permatasari - J111 10 150

45

http://www.unmas.ac.id/PDF/Vol6No1_Gabungan.pdf . Accessed December

23, 2012.

11. Kirova DG. Dental anxiety among dental students. JofIMAB – Annual

Proceding (Scientific Papaers) 2011 ; 17 : 137-9. Available from :

http://www.journal-imab-bg.org/issue-2011/book2/vol17b2p137-139.pdf .

Accessed December 24, 2012.

12. Armfield JM. How do we measure dental fear and what are we measuring

anyway. Oral health and preventive dentistry 2010 ; 8 : 107-115.

13. Mu’arifah A. Hubungan kecemasan dan agresivitas. Humanitas : Indonesian

Psychological Journal 2005 Aug ; 2 (2) : 102 – 111.

14. Kusmiyati. Mengenal tekanan darah dan pengendaliannya. J Biol Trop 2009

Jan ; 10 (1) : 39 – 44

15. Berman A, Snyder S, Kozier B, Erb G. Buku ajar praktik keperawatan klinis

Kozier dan Erb. 5th

ed. Jakarta : EGC ; 2009. Hal. 41-2

16. Widyaningsih NN, Latifah M. Pengaruh keadaan sosial ekonomi, gaya hidup,

status gizi, dan tingkat stress terhadap tekanan darah. Jurnal Gizi dan Pangan

2008 Mar ; 3 (1) : 1 – 6.

17. Miloro M, Ghali GE, Larsen PE, Waite PD. Peterson’s principle of oral and

maxillofacial surgery. 2nd

ed. Hamilton, London : BC Decker Inc ; 2004, p.70

18. Brukiene V, Jolanta A, Irena B. Is dental treatment experience related to

dental anxiety? A cross-sectional study in Lithuanian adolescents.

Stomatologica, Baltic Dental and Maxillofacial Journal 2006 ; 8 (4) : 108 –

115

19. Kerlinger, FN. Asas-asas penelitian behavioral. 3rd

ed. Yogyakarta : Gadjah

Mada University Press ; 2002. Hal. 267-269

20. Arikunto, Suharsimi. Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta :

Rineka Cipta ; 2006. Hal. 290 – 296

21. Riwidikdo, Handoko. Statistik kesehatan. Yogyakarta : Mitra Cendekia Press

; 2012. Hal. 55-56