Resusitasi Jantung Paru

16
RESUSITASI JANTUNG PARU Pendahuluan Resusitasi adalah ”pengembalian (reversing) proses akut yang menuju kematian”. Dalam pelaksanaannya resusitasi dilakukan untuk mencegah mati klinis (mati suri, otak berhenti berfungsi) menjadi mati biologis (otak dan organ vital rusak secara menetap). Resusitasi jantung paru dilakukan jika terjadi : 1. Respiratory arrest / apnea / nafas berhenti. 2. Cardiac arrest / jantung berhenti berdenyut. Pertolongan resustasi harus diberikan setelah diketahui bahwa nafas dan denyut jantung tidak lagi mencukupi kebutuhan oksigen otak, bukan ketika jantung benar-benar sudah berhenti. Keadaan ini tampak sebagai hilangnya kesadaran dan hilangnya denyut nadi leher (pulsasi arteri karotis tidak teraba). Diagnose henti jantung tidak berdasarkan atas rekaman ECG. Meski dalam layar ECG masih ada gelombang aktifitas jantung, tetapi jika nadi karotis atau femoralis sudah tidak teraba (pulseless electrical activity), berarti curah jantung tinggal 20% saja dan resusitasi harus dimulai. Pengertian ini penting dan mendasar karena otak adalah organ vital yang peka terhadap hipoksia dan anoksia. Jika suplai oksigen ke otak terhenti 10 detik saja, orang sudah kehilangan kesadaran. Jika berhenti 15 – 30 detik, gelombang

Transcript of Resusitasi Jantung Paru

Page 1: Resusitasi Jantung Paru

RESUSITASI JANTUNG PARU

Pendahuluan

Resusitasi adalah ”pengembalian (reversing) proses akut yang menuju kematian”.

Dalam pelaksanaannya resusitasi dilakukan untuk mencegah mati klinis (mati suri, otak

berhenti berfungsi) menjadi mati biologis (otak dan organ vital rusak secara menetap).

Resusitasi jantung paru dilakukan jika terjadi :

1. Respiratory arrest / apnea / nafas berhenti.

2. Cardiac arrest / jantung berhenti berdenyut.

Pertolongan resustasi harus diberikan setelah diketahui bahwa nafas dan denyut

jantung tidak lagi mencukupi kebutuhan oksigen otak, bukan ketika jantung benar-benar

sudah berhenti. Keadaan ini tampak sebagai hilangnya kesadaran dan hilangnya denyut

nadi leher (pulsasi arteri karotis tidak teraba).

Diagnose henti jantung tidak berdasarkan atas rekaman ECG. Meski dalam layar

ECG masih ada gelombang aktifitas jantung, tetapi jika nadi karotis atau femoralis sudah

tidak teraba (pulseless electrical activity), berarti curah jantung tinggal 20% saja dan

resusitasi harus dimulai.

Pengertian ini penting dan mendasar karena otak adalah organ vital yang peka

terhadap hipoksia dan anoksia. Jika suplai oksigen ke otak terhenti 10 detik saja, orang

sudah kehilangan kesadaran. Jika berhenti 15 – 30 detik, gelombang EEG akan flat (brain

arrest) dan jika berlangsung lebih dari 3 – 5 menit, maka sel-sel otak mulai rusak. Jika

pertolongan baru berhasil setelah lewat 5 – 6 menit, otak akan menderita cacat sisa

(sequele). Makin lambat pertolongan diberikan, makin jelek prognosa penderita.

Resusitasi jantung paru dapat dibagi dalam 3 tahap:

1. Basic Life Support (Bantuan Hidup Dasar), yang tediri dari :

A. Airway bebaskan jalan nafas

B. Breathing berikan nafas buatan

C. Circulation pijat jantung untuk sirkulasi darah

2. Advanced Life Support (Bantuan Hidup Lanjut), yang tediri dari :

D. Drugs obat-obat untuk normalisasi sirkulasi, nafas dan otak

Page 2: Resusitasi Jantung Paru

E. ECG untuk evaluasi jenis aritmia dan menentukan terapi

F. Fibrilation therapy DC-shock

3. Prolonged Life Support, yang terdiri dari :

G. Gauging pengukuran segala parameter fungsi vital

H. Human mentation pengembalian fungsi-fungsi otak

I. Intensive care ICU

A-B-C harus dilakukan di segala tempat dan (sebaiknya) setiap orang harus dapat

melaksanakannya (by-stander CPR) jika tiba-tiba ada orang disampingnya

menjadi korban yang perlu diresusitasi.

D-E-F dilakukan oleh dokter atau paramedik terlatih dalam team atau ambulance

yang dikirim ketempat kejadian.

G-H-I dikerjakan dirumah sakit dengan fasilitas ICU.

Usaha pertolongan ditujukan untuk mengambil alih fungsi utama yang terhenti, yakni :

Gerak nafas untuk membawa masuk O2 ke paru-paru dan mengeluarkan CO2

Denyut jantung untuk membawa oksigen darah ke otak / organ vital tubuh

Korban yang baru berhenti nafasnya, jantungnya masih berdenyut untuk beberapa

saat, sehingga pertolongan dengan pernafasan buatan saja sudah dapat menyelamatkan

jiwanya. Korban yang berhenti jantungnya, umumnya nafasnya sudah berhenti pula. Jika

pada korban ini dilakukan pijat jantung saja, memang darah mengalir, tetapi darah itu

tidak membawa oksgen. Jelas disini perlunya diberikan nafas buatan dulu agar O2 masuk

paru dan masuk kedalam darah, baru dilanjutkan pijat jantung. Agar nafas buatan dapat

memasukkan udara ke paru, diperlukan jalan nafas yang bebas.

BEBASKAN JALAN NAFAS (A = AIRWAY)

Jaga agar dagu jauh dari dada untuk menengadahkan kepala agar jalan nafas

bebas dari sumbatan pangkal lidah, tariklah dagu keatas. Sering setelah jalan nafas bebas

korban akan bernafas kembali. Tindakan ini juga dapat dilakukan dengan mendorong

dahi korban ke belakang (head-tilt). Khusus bagi korban trauma (terutama trauma kepala)

Page 3: Resusitasi Jantung Paru

hati-hati menengadahkan leher, karena akan membuat cedera tulang leher menjadi lebih

parah. Bagi korban trauma cara terbaik adalah jaw thrust, yaitu mendorong rahang bawah

kedepan sampai deretan gigi bawah berada didepan gigi atas, kemudian dengan kedua ibu

jari, bibir / mulut korban dibuka. Jika perlu membalikkan badan korban agar dapat

berbaring terlentang dengan kaki lurus, lakukanlah dengan jalan membalik seluruh tubuh

(dari kepala sampai kaki) dalam satu gerakan serentak (log-roll). Hal ini penting untuk

menghindari terpilinnya tulang yang patah. Jika tampak kotoran / darah di mulut korban,

miringkan kepalanya dan coba mengorek keluar kotoran tersebut dengan jari-jari kita.

Lebih mudah jika jari kita dibalut secarik kain.

BERIKAN NAFAS (B = BREATHE)

Pernafasan buatan diberikan dengan meniupkan udara nafas dari mulut penolong

kehidung atau ke mulut korban. Tiupan pertama dilakukan 2 x, diselingi sejenak waktu

untuk udara keluar dari paru korban sebelum ditiup lagi. Jika perut tampak kembung

karena nafas buatan masuk ke lambung, jangan menekan lambung untuk

mengeluarkannya. Ada bahaya lambung robek atau isinya terdorong keluar dan masuk ke

paru. Udara ekspirasi dari nafas kita yang digunakan untuk meniup korban masih

mengandung 14–17% O2 dan 4% CO2. Dapat dicapai PaO2 hingga 80 mmHg dalam

alveoli paru korban, normalnya adalah sekitar 110 mmHg.

PIJAT JANTUNG (C = CIRCULATE)

Lokasi pijatan pada ½ bagian bawah sternum (lower half of sternum). Agar pijat

jantung dapat memompa darah dengan baik, alas dibawah tubuh korban harus datar dan

keras. Bahu tegak lurus diatas tulang dada korban. Kedua tangan-lengan-sampai bahu

harus lurus selama memijat. Siku yang ditekuk akan mengurangi kekuatan pijatan. Tekan

agak dalam kira-kira 4 cm, dengan teratur, jangan menyentak, lakukan 80 – 100 kali

permenit.

Bila pijatan dilakukan dengan benar, denyut nadi leher akan teraba. Pijatan

jantung yang baik memberikan tekanan sistolik sampai 100 mmHg walau tekanan

diastoliknya praktis 0 mmHg. Ini menghasilkan mean arterial pressure (MAP) hanya 30–

40 mmHg dan cardiac output sekitar 20–40% saja. Jelas ini tidak cukup untuk perfusi

Page 4: Resusitasi Jantung Paru

otak, apalagi untuk seluruh tubuh. Agar darah dari pijatan jantung dapat dimanfaatkan

untuk otak, maka kedua tungkai harus diangkat lebih tinggi dari jantung, sehingga darah

yang kita pompa tidak usah mengaliri tungkai. Pada korban perdarahan, mengangkat

kedua tungkai ini merupakan retransfusi mengembalikan volume darah dari kaki

sebanyak 500 ml. Pijatan jantung tetap dilakukan meski korban patah tulang iga. Tanda

awal dari berhasilnya resusitasi adalah pupil yang mengecil lagi dan menunjukkan refleks

cahaya positif. Jika pulsasi nadi karotis sudah teraba, pijat jantung dihentikan. Jalan nafas

harus tetap dijaga selama korban belum sadar kembali.

TATA LAKSANA “A – B – C”

KORBAN

TIDAK SADAR SADAR

A : BEBASKAN JALAN NAFAS

TAK BERNAFAS BERNAFAS

B : BERI NAFAS, 2 x TERUSKAN

= A =

Page 5: Resusitasi Jantung Paru

TAK BERHASIL BERHASIL

BERSIHKAN MULUT RABA NADI LEHER

COBA LAGI : A DAN B

TIDAK ADA ADA

C : PIJAT JANTUNG, 30 x

TERUSKAN

LALU ULANGI B-C-B-C-B-C = B =

RABA NADI LEHER LAGI,Dst

1. Jika setelah A ; korban sudah bernafas lagi, pertahankan A.

2. Jika setelah B ; denyut nadi leher teraba, lakukan terus A + B.

3. Setelah B – C, 5 putaran, berhenti 5 detik untuk raba denyut nadi

4. Frekuensi pijat dan nafas jika ada 2 penolong untuk orang dewasa tetap 30 x pijat,

diselingi 2 x nafas, sedangkan untuk bayi dengan 2 penolong 15 x pijat, diselingi

2 x nafas

Pertolongan dihentikan apabila :

1. Sudah datang penolong lain yang lebih mahir.

2. Penolong kehabisan tenaga sehingga membahayakan keselamatannya sendiri.

3. Jika setelah pertolongan 1 jam dan tidak ada tanda-tanda berhasil.

Page 6: Resusitasi Jantung Paru

Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menyempurnakan Airway dan Breathing:

1. Menyempurnakan jalan nafas dengan :

a. Oropharyngeal airway atau nasopaharyngeal airway.

b. Intubasi trachea. Cara ini paling menjamin jalan nafas.

c. Membersihkan jalan nafas dengan pompa hisap dengan kapasitas >30 liter/menit

dengan kekuatan hisap –300 mmHg sangat berguna untuk membersihkan

muntahan atau cairan lain dari jalan nafas.

2. Menyempurnakan nafas buatan dengan :

a. Masker untuk korban (mouth to mask). Cara ini lebih mudah meniupnya daripada

langsung ke mulut / hidung si korban karena kebocoran mudah diatasi.

b. Ambu bag (self-inflating bag) atau Jackson Reese, dsb.

c. Respirator / ventilator

3. Menambahkan Oksigen:

Pada waktu resusitasi, yang ditiupkan untuk mengisi alveoli adalah udara

nafas penolong (kadar O2 14–17%) atau udara luar (kadar O2 21%) yang dipompakan

oleh ambu bag. Untuk memperbaiki keberhasilan resusitasi perlu diberikan oksigen

dengan kadar lebih tinggi. Dengan oksigen 100%, pO2 alveoli dapat meningkat

drastis dari 80 menjadi sekitar 500 mmHg hingga difusi O2 ke dalam darah lebih

mudah.

Oksigen adalah “obat” yang penting dan perlu diberikan dalam konsentrasi

tinggi. Flow > 10 liter per menit diberikan melalui Ambu-bag atau bag-mask / tube

sistem Jackson Reese. Dalam tahap ini jangan merisaukan keracunan oksigen.

Keracunan oksigen dapat terjadi apabila O2 100 % diberikan terus-menerus > 12 – 24

jam, sehingga pO2 arteri terus menerus > 150 – 200 mmHg.

MEMBERIKAN OBAT-OBATAN (D = DRUGS)

Untuk memberikan obat-obatan yang pertama kali perlu dilakukan adalah

memasang IV line atau infus. Infus sangat berguna untuk memasukkan cairan guna

mengembangkan volume sirkulasi dan memasukkan obat. Cairan RL, NaCl 0,9 % perlu

diberikan dengan tetesan cepat agar semua obat yang disuntikkan intra vena dapat cepat

mencapai jantung dan bekerja.

Page 7: Resusitasi Jantung Paru

Obat-obatan yang dapat diberikan antara lain adalah :

1. Adrenalin

Digunakan untuk :

a. Meningkatkan aliran darah dari miokardial dan vena sentral (efek alfa pada

pembuluh darah)

b. Meningkatkan kontraktilitas miokardium (efek inotropik)

c. Meningkatkan frekuensi kontraksi (efek kronotropik)

d. Merubah fibrilasi ventrikel halus menjadi kasar agar lebih mudah dilakukan

konversi menjadi irama sinus dengan DC shock.

Dosis : 1 mg i.v, diulang tiap 3 – 5 menit selama resusitasi. Adrenalin dapat

diberikan lewat trachea (lewat endotracheal tube / disuntikkan transtracheal).

Cara suntikan intracardial mulai ditinggalkan karena beberapa kerugian :

a. Terpaksa menghentikan pijat jantung

b. Harus tepat kedalam lumen ventrikel; jika diberikan pada miokardium

akan menyebabkan infark miokard

c. Jika suntikkan masuk ke paru dapat terjadi pneumothorax

2. Amiodarone

Amiodarone digunakan untuk mengatasi aritmia yang mengancam hidup

seperti misalnya fibrilasi ventrikel atau takikardi ventrikel tanpa nadi. Mekanisme

kerjanya adalah dengan memperpanjang masa periode refrakter dari otot-otot

jantung. Dosis yang diberikan adalah 300 mg IV lalu dapat diulang 150 mg IV.

3. Lidocain

Digunakan untuk menekan irritabilitas ventrikel yang berlebihan, yaitu

kalau terjadi rangkaian PVC (premature ventrucular contraction) yang berbahaya

yaitu:

a. Multipel : > 6 x per menit

b. Multifokal : banyak dan berasal dari banyak sumber

c. Salvo / run : berturut-turut atau terus menerus

Page 8: Resusitasi Jantung Paru

d. Bigemini / coupled beats

e. R on T : PVC yang jatuh tepat pada gelombang T

Dosis 1 – 2 mg/kg BB i.v. sebagai bolus awal dan diulang dengan dosis

setengahnya tiap 10 menit sampai maksimal 3 mg / kg, diteruskan drips 2 – 4

mg/menit.

4. Atropin

Untuk mengatasi sinus bradikardia diberikan dosis 0,5 i.v. yang diulang

tiap 3 – 5 menit sampai maksimum 2 mg. Dosis yang lebih besar dapat menolong

nodal bradikardia dan asistole. Untuk asistole 1 mg tiap 5 menit sampai timbul

respon.

Adrenalin, lidocain, dan atropin dapat diberikan langsung ke dalam

trachea karena diserap pembuluh darah di mucosa trachea dan bronchus.

5. Natrium Bicarbonat

American Heart Association dalam rekomendasi Advanced Cardiac Life

Support, menyebutkan asidosis yang terjadi dapat diatasi sepenuhnya dengan

hiperventilasi waktu nafas buatan diberikan. Pemberian Na-bicarbonat mudah

menjadi berlebihan dan menyebabkan alkalosis metabolik, hipernatremia serta

pergeseran kurva disosiasi oksigen ke kiri dimana pelepasan oksigen ke jaringan

menjadi sulit. Na-bicarbonat 1 mEq/kg diberikan jika pertolongan dengan obat-

obat dan DC shock belum berhasil. Dosis dapat diulangi lagi mengikuti algoritme

atau hasil gas darah.

MEREKAM ECG (E = ELECTROCARDIOGRAPHY)

Pada waktu A-B-C telah dilaksanakan (dan disempurnakan), maka sesegera

mungkin dipasangkan alat ECG untuk mengetahui apakah cardiac arrest terjadi

karena asystole, PEA (pulseless electrical activity), ventricular fibrillation (VF) atau

ventrikular tachycardia (VT). Defibrilasi / DC shock sangat penting untuk segera

mengembalikan irama jantung dan sirkulasi spontan (return of spontaneous

Page 9: Resusitasi Jantung Paru

circulation = ROSC). Prognosa sangat tergantung pada kecepatan tercapainya ROSC

ini.

Rekaman ECG dapat dibuat dengan cara 12 lead, tetapi lebih cepat dan praktis

bila diambil dari paddle defibrilator. Dalam resusitasi, yang penting adalah

mengendalikan / supresi aritmia berbahaya, yang berdasarkan asalnya digolongkan

sbb :

1. Supraventricular :

a. Bradycardia : atropin, pacemaker.

b. Tachycardia dengan tekanan darah baik : verapamil

c. Tachycardia dengan shock : synchronized defibrillation / cardioversion

2. Ventricular:

a. Fibrilasi : defibrilasi

b. Tachycardia tanpa teraba nadi : defibrilasi

c. Tachycardia dengan tekanan darah baik : lidocain

d. Premature beats / extra systoles : lidocain

e. Idio-ventricular escape rhythm terhadap total AV-blok : pacemaker,

adrenalin ?, atropin ?

Bila rekaman monitor / EKG menunjukkan asystole atau PEA maka defibrilasi

tidak boleh diberikan dan RJP dan pemberian obat-obatan harus terus dilakukan

sesuai algoritme.

DE-FIBRILASI (F = FIBRILLATION TREATMENT)

Untuk fibrilasi ventrikel (VF), makin dini defibrilasi diberikan, makin baik

prognosanya. Dosis yang diberikan adalah 360 Joules. Defibrilator tidak boleh dalam

synchronized mode, harus manual mode. Pada synchronized mode, alat memerlukan

adanya gelombang R untuk memicu keluarnya defibrilasi. Paddle dioles tipis dengan

jeli penghantar listrik agar energi yang keluar benar-benar masuk ke myocardium.

Satu paddle diletakkan di atas sternum (parastrenal kanan) dan satu lagi di atas apex

jantung. Pada waktu defibrilasi diberikan, jangan ada yang menyentuh pasien atau

peralatan / tempat tidur yang dapat menyalurkan listrik. Kalau pasien memakai

nitroglycerin patch, lepas dulu patch ini dari dadanya. Untuk ventricular tachycardia

Page 10: Resusitasi Jantung Paru

digunakan dosis lebih kecil (50 Joules) yang disebut sebagai tindakan kardioversi.

Tetapi kalau nadi carotis tak teraba, maka diperlakukan seperti VF.

Sebelum dan diantara pemberian defibrilasi, resusitasi tetap dilakukan.

Syncronized mode / kardioversi digunakan untuk supraventricular tachycardia dan

kelainan lain dimana pada ECG masih nampak kompleks QRS. Dosis dimulai dengan

50 – 100 Joules. Jika tidak diberikan dalam synchronized mode maka ada

kemungkinan gelombang listrik defibrilasi akan diberikan tepat pada gelombang T,

hingga justru menyebabkan fibrilasi ventrikel.

Page 11: Resusitasi Jantung Paru