Resumesiklus Regulasi Hormonal Pada Saat Menstruasi Fixx

62
TUGAS ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA “REGULASI HORMONAL SIKLUS MENSTRUASI” OLEH ALLVANIALISTA IKALOR E1A012004 PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MATARAM

description

regulasi hormonal

Transcript of Resumesiklus Regulasi Hormonal Pada Saat Menstruasi Fixx

TUGASANATOMI FISIOLOGI MANUSIAREGULASI HORMONAL SIKLUS MENSTRUASI

OLEHALLVANIALISTA IKALORE1A012004

PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS MATARAM2015

SIKLUS REGULASI HORMONAL PADA SAAT MENSTRUASI

A. PENGERTIAN SIKLUS MENSTRUASI

Istilah siklus menstruasi secara teknikal menunjuk pada pergantian siklus yang terjadi pada saat kematangan seksual, wanita tidak sedang hamil, dan memuncak pada menses. Ciri-ciinya yakni, siklus menstruasi terjadi selam 28 hari, walaupun siklus ini dapat lebih pendek sampai 18 hari pada beberapa wanita dan yang paling panjang 40 hari pada wanita lainnya. Istilah menses diturunkan dari bahasa latin yang berarti bulan. Mensis ini merupakan suatu periode pendarahan ringan, yang kira-kira terjadi satu bulan sekali, selama epitel uterine mengelupas dan terlepas dari uterus. Menstruasi adalah pemberhentian darah dan elemennya dari membrane mucus uterin (seeley, stephens, dan tate, 2003 : 1040).

Siklus menstruasi menandakan fluktuasi irama hormone hipotalamus, hipofisis dan ovarium serta perubahan morfologis yang dihasilkan pada ovarium dan endometrium uterus. Siklus menstruasi berhubungan dengan siklus ovarium dan siklus endometrium (uterus) (Sloane, 2012: 360).B. REGULASI HORMONAL PADA SIKLUS REPRODUKTIF WANITA

Sekurang-kurangnya ada 5 hormon utama yang berperan dalam pengaturan dan pengkoordinasian daur pembentukan folikel di uterus, yakni:a. GnRH (Gonadotropic Releasing Hormone) yang diproduksi oleh hipotalamus di otakb. FSH (Follicle Stimulating Hormone) yang dihasilkan oleh lobus anterior dari hipofisis.c. LH (Luteinizing Hormon) yang dihasilkan oleh lobus anterior dari hipofisis.d. Estrogen, yang dihasilkan oleh teka folikuli interna dari folikel yang sedang berkembang menjadi folikel de Graaf.e. Progesteron, yang dihasilkan oleh korpus luteum.

Gonadotropin-releasing hormone (GnRH) disekresi oleh hipotalamus dan berfungsi mengkontrol siklus ovari dan uterus. GnRH menstimulasi pelepasan follicle-stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH) dari pituitari anterior. Pertumbuhan folikel diinisiasi oleh FSH manakala perkembangan lanjut folikel distimulasi oleh LH. Kedua-dua hormone FSH dan LH menstimulasi folikel ovari untuk mensekresi estrogen. Androgen dihasilkan dari sel theca pada folikel yang berkembang, distimulasi oleh LH. Di bawah pengaruh FSH, androgen digunakan oleh sel granulosa pada folikel dan dikonversikan menjadi estrogen. Dipertengahan siklus, terjadi ovulasi yang dipicu oleh LH dan seterusnya menyebabkan adanya pembentukan korpus luteum. LH menstimulasi korpus luteum untuk mensekresi estrogen, progesteron, relaksin dan inhibin (Tortora and Derrickson, 2009). Estrogen yang disekresi oleh folikel ovari mempunyai beberapa peran penting yaitu memicu dan mempertahankan perkembangan struktur reproduktif wanita, karakteristik seks sekunder dan payudara. Karakteristik seks sekunder termasuklah distribusi tisu adiposa pada payudara, abdomen, mons pubis dan pinggul; kenyaringan suara, pelebaran pinggul dan pertumbuhan rambut di kepala dan tubuh. Estrogen juga meningkatkan anabolisme protein. Selain itu juga, estrogen dapat menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Ini dapat dilihat pada wanita yang berusia di bawah 50 tahun adalah kurang berisiko mendapat penyakit arteri koroner dibandingkan dengan laki-laki yang sama usia. Kadar estrogen yang moderat juga dapat menginhibisi pelepasan GnRH dari hipotalamus dan sekresi LH dan FSH dari pituitari anterior (Sherwood, 2007).Progesteron disekresi terutama dari sel-sel pada korpus luteum. Progesteron bersama-sama estrogen membantu dalam persediaan dan pertahanan endometrium untuk implantasi ovum yang telah disenyawakan. Persediaan kelenjar mamae untuk mensekresi air susu juga dibantu oleh kedua hormon ini. Kadar progesteron yang tinggi juga akan menginhibisi sekresi GnRH dan LH. Korpus luteum menghasilkan relaksin dalam jumlah yang sedikit saat setiap siklus bulanan. Relaksin akan menginhibisi kontraksi miometrium dan menghasilkan efek relaksasi pada uterus. Inhibin pula disekresi oleh sel granulosa dari folikel yang berkembang selepas ovulasi. Inhibin menginhibisi sekresi FSH dan LH (Tortora and Derrickson, 2009).

Pada tiap siklus dikenal 3 masa utama yaitu:1. Masa menstruasi yang berlangsung selama 2-8 hari. Pada saat itu endometrium (selaput rahim) dilepaskan sehingga timbul perdarahan dan hormon-hormon ovarium berada dalam kadar paling rendah.2. Masa proliferasi dari berhenti darah menstruasi sampai hari ke-14. Setelah menstruasi berakhir, dimulailah fase proliferasi dimana terjadi pertumbuhan dari desidua fungsionalis untuk mempersiapkan rahim untuk perlekatan janin. Pada fase ini endometrium tumbuh kembali. Antara hari ke-12 sampai 14 dapat terjadi pelepasan sel telur dari indung telur (disebut ovulasi) 3. Masa sekresi. Masa sekresi adalah masa sesudah terjadinya ovulasi. Hormon progesteron dikeluarkan dan mempengaruhi pertumbuhan endometrium untuk membuat kondisi rahim siap untuk implantasi (perlekatan janin ke rahim)

Gonadrotopin Releasing Hormone (GnRH), Follicle Stimulating Hormone (FSH), dan Lutheineizing Hormone (LH).Hipotalamus mengeluarkan GnRH dengan proses sekresinya setiap 90-120 menit melalui aliran portal hipothalamohipofisial. Setelah sampai di hipofase anterior, GnRH akan mengikat sel gonadotrop dan merangsang pengeluaran FHS (Follicle Stimulating Hormon) dan LH (Lutheinizing Hormone).

Gambar 19. Pengaruh FSH dan LH terhadap pematangan sel telur Regulasi FSH dan LHModulasi pengaturan fungsi gonadotropin :a. Faktor hipotalamus melalui GnRHb. Faktor hipofisis ( regulasi autokrin )c. Umpan balik gonad ( steroid dan peptida repoduksi )Waktu paruh LH kurang lebih 30 menit sedangkan FHS sekitar 3 jam. FHS dan LH berikatan dengan reseptor yang terdapat pada ovarium dan testis, srta mempengaruhi fungsi gonad dengan berperan dalam produksi hormone seks steroid dan gametogenesis. Pada wanita selama masa ovulasi GnRH akan merangsang LH untuk menstimulasi produksi esterogen dan progesterogen. Peranan LH pada siklus pertengahan (midcycle) adalah ovulasi dan merangsang korpus luteum untuk menghasilkan progesteron. FSH berperan akan merangsang perbesaran folikel ovarium dan bersama-sama LH akan merangsang sekresi estrogen dan ovarium selama siklus menstruasi yang normal, konsentrat FHS dan LH akan mulai meningkatkan pada hari-hari pertama. Kadar FHS akan lebih cepat meningkan dibandingkan LH dan akan mencapai puncak pada fase folikuler, tetapi akan menurun sampai kadar yang terendah pada fase preovulasi karena pengaruh peningkatan kadar esterogen lalu akan meningkat kembali pada fase ovulasi. Regulasi LH selama siklus menstruasi, kadarnya akan meninggi di fase folikular dengan puncaknya pada midcycle, bertahan selama 1-3 hari, dan menurun pada fase luteal. Sekresi LH dan FSH di control GnRH yang merupakan pusat control untuk basal gonadotropin, masa ovulasi dan onset pubertasi pada masing-masing individu. Proses sekresi basal gonadotropin ini dipengaruhi oleh beberapa macam proses: a) Episode sekresi (episodic secretadon)Pada pria dan wanita, proses sekresi LH dan FSH bersifat periodic, dimana terjadinya secara bertahap dan pengeluarannya di control oleh GnRH.b) Umpan balik positif (positive feedback)Dengan meningkatnya kadar estradiol pada akhir fase proliferasi terjadi mekanisme umpan balik positif sehingga terjadi lonjakan LH dan ovulasi. Pada wanita selama siklus menstruasi estrogen memberikan umpan balik positif pada kadar GnRH untuk mensekresi LH dan FSH dan peningkatan kadar estrogen selama fase folikular merupakan stimulus dari LH dan FSH setelah pertengahan siklus, sehinga ovum menjadi matang dan terjadi ovulasi. Ovulasi terjadi hari ke 10-20 pada siklus ovulasi setelah puncak kadar LH dan 24-36 jam setelah puncak estradiol. Setelah hari ke 14 korpus luteurn akan mengalami involusi karena disebabkan oleh penurunan estradiol dan progesteron sehinga terjadi proses menstruasi.c) Umpan balik negatif (Negative feedback)Dengan rendahnya kadar estradiol terjadi mekanisme umpan balik negatif yang akan menyebabkan pelepasan LH dari hipofisis. Proses umpan balik ini memberi dampak pada sekresi gonadotropin. Pada wanita terjadinya kegagalan pembentukan gonad primer dan proses menopause disebabkan karena peningkatan kadar LH dan FSH yang dapat ditekan oleh terapi estrogen dalam jangka waktu yang lama.

C. SIKLUS MENSTRUASI

Terdapat tiga fase pada siklus menstruasi yaitu fase folikuler, fase ovulasi dan fase luteal1. Fase FolikulerSelama fase folikuler terjadi rangkaian kejadian yang teratur yang memastikan terdapat folikel dalam jumlah yang tepat yang siap mengalami ovulasi. Dalam ovarium manusia hasil akhir dari perkembangan folikel ini (biasanya) adalah satu folikel matur. Proses yang terjadi selama 10-14 hari ini menunjukkan gambaran serangkaian kerja hormon dan peptida autokrin-parakrin pada folikel, menyebabkan folikel yang akan mengalami ovulasi mengalami masa pertumbuhan awal dari suatu folikel primordial melalui berbagai tahap folikel preantral, antral, dan preovulatorik.a. Folikel PrimordialSel-sel germ primordial berasal dari dalam endodermis yolk sac, alantois, dan hindgut embrio, dan pada masa gestasi 5-6 minggu, sel-sel tersebut telah bermigrasi ke rigi genitalia. Pembelahan mitotik cepat dari sel-sel germ dimulai pada kehamilan 6-8 minggu, dan pada kehamilan 16-20 minggu, tercapai jumlah oosit yang maksimal: total 6-7 juta pada kedua ovarium. Pembentukan folikel primordial dimulai pada pertengahan masa kehamilan dan selesai segera setelah melahirkan. Folikel primordial tidak bertumbuh dan terdiri dari sebuah oosit, yang berhenti pada tahap diploten dari profase miotik, dikelilingi oleh sebuah lapisan sel-sel granulosa berbentuk batang.Sampai jumlahnya habis, folikel-folikel primordial mulai bertumbuh dan mengalami atresia dibawah semua keadaan fisiologis. Pertumbuhan dan atresia tidak dihentikan oleh kehamilan, ovulasi, atau masa anovulasi. Proses dinamis ini berlanjut pada semua usia, termasuk pada masa bayi dan sekitar menopause. Dari jumlah maksimalnya pada kehamilan 16-20 minggu, jumlah oosit akan menurun tanpa bisa dihentikan. Kecepatan penurunan proporsional dengan jumlah total yang ada; karena itu, penurunan yang paling cepat terjadi sebelum melahirkan, menyebabkan penurunan dari 6-7 juta menjadi 1-2 juta pada saat melahirkan dan menjadi 300.000 sampai 500.000 pada masa pubertas. Dari reservoir besar ini, sekitar 400 sampai 500 folikel akan mengalami ovulasi selama masa reproduktif seorang wanita.Mekanisme untuk menentukan folikel yang mana dan berapa banyak yang akan bertumbuh pada suatu hari tertentu tidak diketahui. Jumlah folikel dalam tiap kohort yang bertumbuh tampaknya bergantung pada ukuran pool residual dari folikel-folikel primordial inaktif. Mengurangi ukuran pool (misalnya dengan ooforektomi unilateral) menyebabkan folikel yang tersisa akan mengalami redistribusi availabilitasnya dengan berlalunya waktu, namun hilangnya oosit dalam jumlah yang cukup besar pada masa reproduktif lanjut saat jumlah total sudah berkurang dapat menyebabkan menopause dini. Mungkin saja bahwa folikel yang terpisah untuk memegang peranan penting dalam suatu siklus tertentu mendapat keuntungan dari pemasangan kesiapan folikel yang tepat waktu (mungkin dipersiapkan oleh kerja autokrin-parakrin dalam lingkungan mikro-nya) dan stimulasi hormon tropik yang tepat. Folikel pertama yang dapat memberi respon terhadap rangsang dapat memimpin sehingga tidak akan pernah habis. Namun demikian, tiap kohort folikel yang mulai bertumbuh terlibat dalam kompetisi ketat yang berakhir dengan selamatnya satu folikel.Folikel yang akan mengalami ovulasi ditarik pada beberapa hari pertama siklus. Perkembangan dini folikel terjadi selama beberapa siklus menstruasi, tetapi folikel ovulatorik adalah salah satu kohort yang ditarik pada saat transisi fase luteal-fase folikuler. Total lamanya waktu untuk mencapai status praovulatorik kurang lebih 85 hari. Sebagian besar waktu ini (sampai tahap lanjut) melibatkan respon-respon yang bebas dari regulasi hormonal. Akhirnya, kohort folikel ini mencapai tahap dimana, kecuali jika ditarik (diselamatkan) oleh follicle-stimulating hormone (FSH), langkah berikutnya adalah atresia. Karena itu, folikel-folikel terus tersedia (berukuran 2-5 mm) untuk respon terhadap FSH. Peningkatan FSH merupakan hal penting dalam menyelamatkan sebuah kohort folikel dari atresia, hal yang biasanya dialami kebanyakan folikel, dan akhirnya memungkinkan sebuah folikel dominan untuk tampil dan masuk kedalam jalur untuk mengalami ovulasi. Disamping itu, dipertahankannya peningkatan FSH ini untuk waktu yang tertentu adalah penting. Tanpa ada dan persistensi peningkatan kadar FSH dalam sirkulasi, kohort akan mengalami proses apoptosis, kematian sel fisiologis terprogram untuk mengeliminasi kelebihan sel. Apoptosis berasal dari bahasa Yunani dan berarti jatuh, seperti daun gugur dari pohon. Penarikan secara tradisional digunakan untuk menggambarkan pertumbuhan kontinyu folikel-folikel antral sebagai respon terhadap FSH. Konsep yang lebih bermanfaat adalah bahwa kohort folikel yang memberi respon terhadap FSH pada awal suatu siklus diselamatkan dari apoptosis. Ingat bahwa perkembangan sangat dini dari folikel dimulai secara kontinyu dan bebas dari pengaruh gonadotropin. Hampir semua folikel ini mengalami apoptosis; hanya folikel-folikel yang terpapar pada peningkatan stimulasi FSH karena kesiapan folikel-folikel tersebut untuk memberi respon dan peningkatan FSH selama masa transisi fase luteal-fase folikuler yang memiliki nasib baik untuk berkompetisi untuk dipilih sebagai sebuah folikel yang dominan.Tanda-tanda nyata pertama perkembangan folikuler adalah peningkatan ukuran oosit, dan sel-sel granulosa menjadi berbentuk lebih kuboid dan bukan skuamous. Perubahan-perubahan ini mungkin lebih baik dipandang sebagai suatu proses maturasi dan bukan pertumbuhan. Pada saat yang bersamaan ini, terjadi gap junction kecil antara sel-sel granulosa dan oosit. Gap junction adalah saluran yang jika terbuka akan memungkinkan pertukaran zat gizi, ion, dan molekul-molekul regulatorik. Karena itu, gap junction bertindak sebagai jalur untuk pertukaran zat gizi, metabolit, dan sinyal antara sel-sel granulosa dan oosit. Pada satu arah, inhibisi maturasi akhir oosit (sampai peningkatan tajam LH) dipertahankan oleh faktor-faktor derivat dari sel-sel granulosa. Pada arah yang lain, proses pertumbuhan folikuler dipengaruhi oleh faktor-faktor regulatorik yang berasal dari dalam oositKomunikasi diantara sel-sel granulosa dan antara oosit dan sel-sel granulosa bergantung pada pertukaran molekul-molekul kecil melalui gap junction. Gap junction terdiri dari saluran-saluran yang dibentuk dari pengaturan protein-protein yang dikenal sebagai koneksin. Gap junction koneksin sangat penting untuk pertumbuhan dan multiplikasi sel-sel granulosa, dan untuk nutrisi dan regulasi perkembangan oosit. Ekspresi koneksin dalam folikel-folikel ovarium mengalami up-regulasi oleh FSH dan down-regulasi oleh LH. Disamping itu, FSH mempertahankan satu saluran terbuka dalam gap junction, jalur yang ditutup oleh LH. Setelah ovulasi, gap junction sekali lagi memiliki peranan penting dalam korpus luteum, dimana fungsi gap junction diregulasi oleh oksitosin yang diproduksi secara lokal.Dengan multiplikasi sel-sel granulosa kuboidal (sampai kurang lebih 15 sel), folikel primordial menjadi folikel primer. Lapisan granulosa dipisahkan dari sel-sel stroma oleh suatu membran basement yang disebut lamina basalis. Sel-sel stroma disekitarnya akan berdiferensiasi menjadi lapisan-lapisan konsentrik yang disebut teka interna (paling dekat dengan lamina basalis) dan teka eksterna (bagian luar). Lapisan teka tampak jika proliferasi granulosa memproduksi 3-6 lapisan sel-sel granulosa..Pola umum pertumbuhan yang terbatas dan atresia cepat mengalami gangguan pada awal siklus menstruasi dimana sekelompok folikel (setelah kurang lebih 70 hari mengalami perkembangan) memberi respon kepada perubahan hormonal dan didorong untuk bertumbuh. Pada wanita-wanita muda, kohort ini berjumlah 3-11 tiap ovariumnya. Penurunan steroidogenesis dan sekresi inhibin-A selama fase luteal memungkinkan peningkatan FSH, dimulai beberapa hari sebelum menstruasi. Penentuan waktu kejadian yang penting ini didasarkan pada data-data yang diperoleh dari immunoassay FSH. Dengan menggunakan pengukuran bioaktivitas FSH yang sensitif, pernah dikatakan bahwa peningkatan bioaktivitas FSH dimulai pada pertengahan fase luteal sampai fase luteal lanjut.b. Folikel PreantralSetelah pertumbuhan mengalami percepatan, folikel akan masuk kedalam tahap preantral bersamaan dengan membesarnya oosit dan akan dikelilingi oleh sebuah membran, yaitu zona pelusida. Sel-sel granulosa akan mengalami proliferasi multilapis bersama dengan organisasi lapisan teka dari stroma disekitrnya. Pertumbuhan ini bergantung pada gonadotropin dan berkorelasi dengan peningkatan produksi estrogen. Studi-studi molekuler menunjukkan bahwa semua sel granulosa dalam folikel matur merupakan derivat dari 3 sel prekursor saja.Sel-sel granulosa dari folikel preantral memiliki kemampuan mensintesis ke-3 kelas steroid; namun, diproduksi jauh lebih banyak estrogen daripada andogren ataupun progestin. Suatu sistem enzim aromatase bekerja mengubah androgen menjadi estrogen dan merupakan sebuah faktor yang membatasi produksi estrogen oleh ovarium. Aromatisasi diinduksi atau diaktivasi melalui kerja FSH. Pengikatan FSH pada reseptornya dan aktivasi sinyal yang dimediasi oleh adenilat siklase diikuti oleh ekspresi mRNA multipel yang mengkode protein yang bertanggung-jawab untuk proliferasi, diferensiasi, dan fungsi sel. Karena itu, FSH menginisiasi steroidogenesis (produksi estrogen) dalam sel-sel granulosa dan merangsang pertumbuhan dan proliferasi sel granulosa.Reseptor-reseptor spesifik untuk FSH tidak terdeteksi dalam sel-sel granulosa sampai mencapai tahap preantral, dan folikel preantral memerlukan adanya FSH untuk melakukan aromatisasi androgen dan memproduksi lingkungan mikro-nya sendiri yang bersifat estrogenik. Karena itu, produksi estrogen dibatasi oleh kandungan reseptor FSH. Pemberian FSH akan meningkatkan dan menurunkan konsentrasi reseptornya sendiri yang terdapat pada sel-sel granulosa (up- dan down-regulasi) baik in vivo maupun in vitro. Kerja FSH ini dimodulasi oleh growth factor. Reseptor-reseptor FSH segera mencapai konsentrasi sekitar 1500 reseptor dalam tiap sel granulosa.

FSH bekerja melalui protein G, sistem adenilat siklase, yang akan mengalami down-regulasi dan modulasi oleh berbagai faktor, termasuk intermedier kalsium-kalmodulin. Walaupun steroidogenesis dalam folikel ovarium terutama diatur oleh gonadotropin, terlibat pula jalur-jalur sinyalisasi multipel yang merespon kepada banyak faktor selain gonadotropin. Disamping sistem enzim adenilat siklase, jalur-jalur ini meliputi ion gate channel, reseptor tirosin kinase, dan sistem fosfolipase dari messenger kedua. Jalur-jalur ini diregulasi oleh berbagai faktor, termasuk growth factor, nitrit oksida, prostaglandin, dan peptida seperti gonadotropin-releasing hormone (GnRH), angiotensin II, faktor nekrosis jaringan-, dan peptida intestinal vasoaktif. Pengikatan hormon luteinisasi (LH) pada reseptornya dalam ovarium juga diikuti oleh aktvasi jalur adenilat siklase-siklik AMP melalui mekanisme protein G.FSH bekerjasama sinergis dengan estrogen untuk menyebabkan kerja mitogenik pada sel-sel granulosa untuk merangsang proliferasi sel-sel tersebut. Bersama-sama, FSH dan estrogen mendorong akumulasi cepat reseptor FSH, mencerminkan sebagian peningkatan dalam jumlah sel granulosa. Terdapatnya estrogen dini dalam folikel memungkinkan folikel memberi respon kepada konsentrasi FSH yang relatif rendah, hal ini merupakan fungsi autokrin untuk estrogen dalam folikel. Seiring dengan berlanjutnya pertumbuhan, sel-sel granulosa berdiferensiasi menjadi beberapa sub kelompok populasi sel yang berbeda. Ini tampaknya ditentukan oleh letak sel relatif terhadap oosit.Terdapat suatu sistem komunikasi dalam folikel. Tidak semua sel harus mengandung reseptor untuk gonadotropin. Sel-sel dengan reseptor dapat mengirimkan sebuah sinyal (oleh gap junction), yang menyebabkan aktivasi protein kinase dalam sel-sel yang tidak memiliki reseptor. Karena itu, kerja yang diinisiasi oleh normon dapat dikirim sepanjang folikel walaupun sebenarnya hanya ada sebuah sub kelompok sel yang mengikat hormon tersebut. Sistem komunikasi ini mendorong terjadinya performa yang terkoordinasi dan sikron sepanjang folikel, suatu sistem yang terus bekerja dalam korpus luteum.Peranan androgen dalam perkembangan folikuler dini merupakan sesuatu yang kompleks. Reseptor-reseptor androgen spesifik terdapat dalam sel-sel granulosa. Androgen tidak hanya bekerja sebagai substrat untuk aromatisasi yang diinduksi oleh FSH, tetapi dalam konsentrasi rendah, dapat semakin memperbaiki aktivitas aromatase. Jika terpapar pada lingkungan yang kaya androgen, sel-sel granulosa preantral akan mendukung konversi androgen menjadi androgen terreduksi-5 yang lebih poten dan bukan menjadi estrogen. Andorgen-androgen ini tidak dapat diubah menjadi estrogen dan, sebenarnya, menghambat aktivitas aromatase. Androgen-androgen ini juga menghambat indusi pembentukan reseptor LH oleh FSH, suatu langkah penting lain dalam perkembangan folikuler.Pada konsentrasi rendah, androgen memperbaiki aromatisasinya sendiri dan menyumbang bagi produksi estrogen. Pada kadar yang lebih tinggi, terbatasnya kapasitas aromatisasi mengalami kelebihan, dan folikel menjadi androgenik dan akhirnya atretik. Folikel-folikel akan melanjutkan perkembangan hanya jika folikel-folikel tersebut muncul saat FSH meningkat dan LH berada dalam konsentrasi rendah. Folikel-folikel yang muncul pada akhir masa luteal atau awal siklus berikutnya akan didukung oleh suatu lingkungan dimana aromatisasi dalam sel granulosa dapat terjadi.

c. Folikel AntralDibawah pengaruh sinergistik estrogen dan FSH terjadilah peningkatan produksi cairan folikuler yang terakumulasi dalam ruang antarsel granulosa, dan akhirnya berkoalesensi membentuk suatu kavitas, bersamaan dengan transisi folikel kedalam tahap antral. Akumulasi cairan folikuler memberi cara dengan mana oosit dan sel-sel granulosa disekitarnya dapat diperlihara dalam suatu lingkungan endokrin spesifik. Sel-sel granulosa yang mengelilingi oosit saat ini disebut sebagai kumulus ooforus. Diferensiasi sel-sel kumulus diyakini merupakan respon terhadap sinyal-sinyal yang berasal dari dalam oosit.Pada adanya FSH, estrogen menjadi substansi yang dominan dalam cairan folikuler. Sebaliknya, pada tidak adanya FSH, androgen menjadi dominan. LH tidak biasanya dijumpai dalam cairan folikuler sampai pertengahan siklus. Jika terjadi peningkatan LH sebelum waktunya dalam sirkulasi dan cairan folikuler, aktivitas mitotik dalam granulosa akan menurun, perubahan-perubahan degeneratif akan terjadi, dan kadar androgen intrafolikuler akan meningkat. Karena itu, dominansi estrogen dan FSH penting untuk mempertahankan akumulasi sel-sel granulosa dan pertumbuhan folikuler yang kontinyu. Folikel-folikel antral dengan proliferasi granulosa terbesar mengandung konsentrasi estrogen tertinggi dan rasio androgen/estrogen terendah, dan merupakan yang paling besar kemungkinannya memproduksi oosit yang sehat. Lingkungan yang androgenik akan mengantagonisasi proliferasi granulosa yang diinduksi oleh estrogen dan, jika berlangsung lama, akan mendorong terjadinya perubahan-perubahan degeneratif dalam oosit. Steroid yang terdapat dalam cairan folikuler dapat ditemukan dalam konsentrasi beberapa kali lipat lebih tinggi daripada steroid dalam sirkulasi dan mencerminkan kapasitas fungsional sel-sel granulosa dan sel-sel teka disekitarnya. Sintesis hormon steroid secara fungsional ditempatkan dalam folikel apa yang dikenal sebagai sistem dua sel. Sistem Dua-Sel, Dua-GonadotropinAktivitas aromatase granulosa jauh melebihi apa yang dijumpai dalam teka. Dalam folikel-folikel preantral dan antral manusia, reseptor-reseptor LH hanya terdapat dalam sel-sel teka dan reseptor-reseptor FSH hanya terdapat dalam sel-sel granulosa. Sel-sel interstisial tekal, terletak dalam teka interna, memiliki kurang lebih 20000 reseptor LH dalam membran selnya. Sebagai respon terhadap LH, jaringan teka akan dirangsang untuk memproduksi androgen yang kemudian dapat diubah, melaui aromatisasi yang diinduksi oleh FSH, menjadi estrogen dalam sel-sel granulosa.Interaksi antara kompartemen granulosa dan teka, dan percepatan produksi estrogen sebagai akibatnya, tidak benar-benar fungsional sampai tahap lanjut perkembangan antral. Seperti sel-sel granulosa preantral, granulosa dari folikel-folikel antral kecil menunjukkan kecenderungan in vitro untuk mengubah sejumlah besar androgen menjadi bentuk 5-tereduksi yang lebih poten. Sebaliknya, sel-sel granulosa yang diisolasi dari folikel-folikel antral besar segera dan lebih cenderung memetabolisasi androgen menjadi estrogen. Konversi dari lingkungan mikro androgen menjadi lingkungan mikro estrogen (konversi yang penting untuk pertumbuhan dan perkembangan lebih lanjut) bergantung pada sensitivitas yang semakin bertambah terhadap FSH yang disebabkan oleh kerja FSH dan pengaruh estrogen.Seiring dengan berkembangnya folikel, sel-sel teka mulai mengekspresikan gen-gen untuk reseptor LH, P450scc, dan 3-hidroksisteroid dehidrogenase. Pemasukan kolesterol kedalam mitokondria yang diatur terpisah (oleh LH), dengan mempergunakan internalisasi kolesterol LDL, penting untuk steroidogenesis. Karena itu, steroidogenesis dalam ovarium bergantung pada LH sampai tingkat tertentu. Sel-sel granulosa dalam ovarium manusia, setelah luteinisasi dan vaskularisasi yang terjadi setelah ovulasi, dapat menggunakan kolesterol HDL dalam suatu sistem yang berbeda dari jalur kolesterol LDL. Lipoprotein tidak mengalami internalisasi, tetapi ester kolesteril akan diekstraksikan dari lipoprotein pada permukaan sel dan kemudian dikirim kedalam sel.Seiring dengan munculnya folikel, sel-sel teka ditandai oleh ekspresi P450c17 oleh sel-sel teka tersebut, suatu langkah enzim yang membatas kecepatan konversi substrat karbon-21 menjadi androgen. Sel-sel granulosa tidak mengeskpresikan enzim ini dan karenanya bergantung pada androgen dari teka untuk membuat estrogen. Peningkatan ekspresi sistem aromatisasi (P450arom) merupakan penanda meningkatnya maturitas sel-sel granulosa. Adanya P450c17 hanya dalam sel-sel teka dan P450arom hanya dalam sel-sel granulosa merupakan bukti nyata yang membenarkan penjelasan dua-sel, dua-gonadotropin untuk produksi estrogen.Pentingnya sistem dua-sel, dua-gonadotropin dalam primata didukung oleh respon para wanita dengan defisiensi gonadotropin terhadap terapi dengan FSH rekombinan (murni). Folikel-folikel berkembang (memastikan adanya peranan penting FSH, dan peranan LH yang kurang penting, dalam pertumbuhan awal), namun produksi estradiol dibatasi. Terjadi sejumlah aromatisasi, mungkin menggunakan androgen yang berasal dari dalam kelenjar adrenal, sehingga tercapai kadar estradiol fase folikuler dini, tetapi steroidogenesis kuat yang biasanya terjadi tidak dapat terjadi tanpa adanya LH untuk menyediakan produksi teka dari substrat androgen. Respon yang sama pernah dijumpai dalam eksperimen-eksperimen yang menggunakan antagonis GnRH untuk menghasilkan monyet-monyet dengan defisiensi LH diikuti oleh pemberian FSH manusia murni rekombinan. Hasil-hasil ini menunjukkan bahwa hanya FHS yang diperlukan untuk folikulogenesis dini, dan bahwa pada primata, peptida-peptida autokrin-parakrin telah mengambil peranan intraovarium penting untuk memodulasi respon gonadotropin. Namun, tahap-tahap akhir maturasi dioptimalisasi oleh LH, meningkatkan jumlah substrat androgen untuk produksi estrogen dan mendorong pertumbuhan folikel yang dominan dan secara simultan mempercepat regresi folikel-folikel yang lebih kecil.

Pemilihan Folikel yang DominanKeberhasilan konversi menjadi folikel yang dominan estrogen menandai pemilihan suatu folikel yang ditakdirkan untuk mengalami ovulasi, dimana dalam proses ini, dengan perkecualian yang sangat jarang, hanya satu folikel saja yang berhasil. Proses pemilihan ini sampai tingkat tertentu merupakan hasil dari dua kerja estrogen: (1) interaksi lokal antara estrogen dan FSH dalam folikel, dan (2) efek estrogen pada sekresi FSH oleh pituitari. Mespikun estogen memberi pengaruh positif pada kerja FSH dalam folikel yang mengalami maturasi, hubungan umpan balik negatifnya dengan FSH pada tingkat hipotalamus-pituitari menyebabkan penarikkan dukungan gonadotropin dari folikel-folikel lain yang kurang berkembang. Penurunan FSH menyebabkan penurunan aktivitas aromatase yang bergantung pada FSH, membatasi produksi estrogen dalam folikel-folikel yang kurang matur. Bahkan jika suatu folikel yang kurang matur berhasil mencapai lingkungan mikro estrogen, penurunan dukungan FSH akan mengganggu proliferasi dan fungsi granulosa, mendorong konversi menjadi lingkungan mikro androgenik, dan karenanya mendinduksi perubahan atretik yang ireversibel. Memang, kejadian pertama dalam proses atresia adalah berkurangnya reseptor FSH dalam lapisan granulosa.Hilangnya oosit (dan folikel-folikel) melalui atresia merupakan respos terhadap perubahan-perubahan dalam berbagai faktor. Jelas bahwa stimulasi dan withdrawal gonadotropin adalah penting, tetapi steroid ovarium dan faktor-faktor autokrin-parakrin juga terlibat. Akibat dari perubahan-perubahan yang tidak diinginkan ini, yaitu atresia, adalah suatu proses yang disebut apoptosis, kematian sel terprogram. Proses ini ditandai oleh perubahan dalam mRNA yang diperlukan untuk protein sel, yang mempertahankan integritas folikel. Jenis kematian alami ini merupakan suatu proses fisiologis, berlawanan dengan kematian sel patologis berupa nekrosis.Setelah sel memasuki proses apoptosis, respon sel terhadap FSH dimodulasi oleh growth factor lokal. Faktor nekrosis tumor (TNF), yang diproduksi dalam sel-sel granulosa, menghambat stimulasi sekresi estradiol oleh FSH, kecuali dalam folikel yang dominan. Terdapat hubungan terbalik antara ekspresi TNF dan stimulasi sel-sel granulosa oleh gonadotropin. Karenanya, seiring dengan meningkatnya respon folikel dominan terhadap gonadotropin, produksi TNF-nya menurun. Folikel-folikel yang gagal merespon terhadap gonadotropin akan meningkatkan produksi TNF-nya, sehingga mempercepat perusakan folikel-folikel tersebut. Walaupun fungsi utama hormon anti-mlleri (AMH) adalah untuk menyebabkan regresi duktus mleri selama diferensiasi seksual pria, AMH terdeteksi dalam sel-sel granulosa dari folikel-folikel primordial dini dan mencapai konsentrasi puncak dalam folikel-folikel antral. Studi-studi menggunakan tikus model knockout telah menunjukkan bahwa AMH menghambat pertumbuhan folikel-folikel primordial. Disamping itu, aktivitas parakrin AMH menghambat pertumbuhan folikel yang dirangsang oleh FSH, sehingga menyumbang terhadap munculnya sebuah folikel yang dominan. Karena aktivitas-aktivitas ini, kadar AMH dalam sirkulasi mencerminkan jumlah folikel yang sedang bertumbuh, dan konsentrasi AMH dalam darah dapat menjadi ukuran penuaan ovarium dan prognosis untuk fertilitas.Sebuah asimetri dalam produksi estrogen ovarium, ekspresi munculnya folikel yang dominan, dapat dideteksi dalam efluen vena ovarium pada hari 5 siklus, bersesuaian dengan penurunan kadar FSH berangsur-angsur yang dijumpai pada fase midfolikuler dan mendahului peningkatan diameter yang menandai kemunculan fisik folikel yang dominan. Ini adalah waktu yang sangat penting dalam siklus. Estrogen eksogen, yang diberikan bahkan setelah pemilihan folikel dominan, mengganggu perkembangan praovulatorik dan menginduksi atresia dengan menurunkan kadar FSH dibawah kadar yang dipertahankan. Karena folikel-folikel yang kurang berkembang memasuki proses atresia, hilangnya folikel dominan selama masa waktu ini memerlukan awal yang bru, dengan penarikan sebuah set lain folikel-folikel preantral.Umpan balik negatif estrogen pada FSH bekerja menghambat perkembangan semua folikel kecuali folikel dominan. Folikel yang terpilih tetap bergantung pada FSH dan harus menyelesaikan perkembangan praovulatoriknya walaupun terjadi penurunan kadar FSH. Karena itu, folikel yang dominan harus lepas dari akibat supresi FSH yang diinduksi oleh percepatan produksi estrogennya sendiri. Folikel yang dominan memiliki dua keunggulan bermakna, diperolehnya jumlah reseptor FSH yang lebih besar karena kecepatan proliferasi granulosa yang melebihi kecepatan proliferasi granulosa kohort-nya dan perbaikan kerja FSH karena tingginya konsentrasi estrogen intrafolikuler dan karena peptida-peptida autokrin-parakrin lokal. Karenanya, folikel yang dominan lebih sensitif terhadap FSH, dan selama terdapat durasi penting paparan FSH pada awalnya, folikel yang dominan terus berkembang. Akibatnya, stimulus untuk aromatisasi, FSH, dapat dipertahankan, sementara pada waktu yang sama juga ditarik dari antara folikel-folikel yang kurang berkembang. Karena itu, gelombang atresia diantara folikel-folikel yang kurang berkembang tampaknya sejajar dengan peningkatan estrogen.Akumulasi massa sel-sel granulosa yang lebih besar disertai dengan kemajuan perkembangan vaskulatur tekal. Pada hari 9, vaskularitas tekal dalam folikel dominan adalah dua kali lebih banyak daripada vaskularitasnya dalam folikel-folikel antral lainnya. Ini memungkinkan pengiriman preferensial gonadotropin menuju folikel, suatu mekanisme lain dengan mana folikel yang dominan mempertahankan responsivitas FSH dan terus menhalami perkembangan dan berfungsi walaupun terjadi penurunan kadar gonadotropin. Folikel ovarium mengekspresikan sebuah growth factor poten (vascular endothelial growth factor) yang menginduksi angiogenesis, dan eskpresi ini dijumpai pada dua titik perkembangan saat proliferasi kapiler merupakan hal yang penting: saat munculnya folikel yang dominan dan korpus luteum dini.Untuk merespon kepada peningkatan tajam ovulatorik dan menjadi korpus luteum yang berhasil, sel-sel granulosa harus memperoleh reseptor LH. FSH menginduksi perkembangan reseptor LH pada sel-sel granulose folikel-folikel antral besar. disini sekali lagi estrogen dan peptida-peptida autokrin-parakrin lokal bertindak sebagai koordinator utama. Dengan peningkatan konsentrasi estrogen dalam folikel, FSH mengubah titik berat kerjanya, dari up-regulasi reseptornya sendiri menjadi memproduksi reseptor LH. Kombinasi kapasitas untuk respon kontinyu walaupun terjadi penurunan kadar FSH dan tingginya lingkungan estrogen lokal dalam folikel yang dominan menciptakan kondisi yang optimal untuk perkembangan reseptor LH. LH dapat menginduksi pembentukan reseptornya sendiri dalam sel-sel granulosa yang telah dimatangkan oleh FSH, namun mekanisme primernya mempergunakan stimulasi FSH dan perbaikan estrogen. Bukti dari stimulasi ovarium untuk fertilisasi in vitro menunjukkan bahwa LH memegang peranan penting dalam tahap lanjut perkembangan folikel, memberi dukungan untuk maturasi akhir dan fungsi folikel yang dominan. Karena itu, adanya LH dalam folikel sebelum ovulasi merupakan kontributor penting bagi perkembangan folikuler yang optimal yang akhirnya menghasilkan sebuah oosit yang sehat. Kerja lokal estrogen dalam folikel ovarium dipertanyakan saat studi-studi awal gagal mendeteksi reseptor estrogen dalam kompartemen ovarium yang bermakna manapun. Selanjutnya ditemukan bahwa sel-sel granulosa manusia hanya mengandung mRNA untuk reseptor-beta estrogen. Eskpresi dinamis reseptor-beta estrogen konsisten dengan peranan lokal penting bagi estrogen dalam folikel ovarium serta pertumbuhan dan fungsi korpus luteum. Walaupun prolaktin selalu terdapat dalam cairan folikuler, tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa prolaktin penting selama siklus ovulatorik normal pada primata.2. Fase Ovulasi

Folikel praovulatorik, melalui kerjasama estradiol, menyediakan stimulus ovulatoriknya sendiri. Terdapat variasi yang cukup besar dalam penentuan waktu dari siklus ke siklus, bahkan pada wanita yang sama. Perkiraan yang masuk akal dan akurat menempatkan ovulasi kurang lebih 10-12 jam setelah LH mencapai puncak dan 24-36 jam setelah kadar puncak estradiol tercapai. Onset peningkatan tajam LH merupakan indikator yang paling dapat diandalkan sebagai tanda adanya ovulasi yang akan segera terjadi, yang terjadi 34-36 jam sebelum rupturnya folikel. Sebuah ambang batas konsentrasi LH harus dipertahankan selama setidaknya 14-27 jam agar maturasi penuh oosit dapat terjadi. Biasanya peningkatan tajam LH berlangsung 48-50 jam.Karena keseksamaan penentuan waktu yang terlibat dalam program-program fertilisasi in vitro, kami memiliki sejumlah data yang menarik. Peningkatan tajam LH cenderung terjadi pada sekitar jam 3.00 pagi, dimulai antara tengah malam dan jam 8.00 pagi, pada lebih dari dua pertiga wanita. Ovulasi terjadi terutama pada pagi hari selama Musim Semi, dan tertuama pada malam hari selama Musim Gugur dan Musin Dingin. Dari bulan Juli sampai Februai di Belahan Bumi Utara, sekitar 90% wanita mengalami ovulasi antara jam 4.00 dan jam 7.00 malam; selama Musim Semi, 50% wanita mengalami ovulasi antara tengah malah dan jam 11.00 pagi. Kebanyakan studi telah menyimpulkan bahwa ovulasi terjadi lebih sering (hampir 55%) pada ovarium kanan dibandingkan ovarium kiri, dan oosit dari ovarium kanan memiliki potensi kehamilan lebih tinggi. Sisi mana yang mengalami ovulasi tidak mempengaruhi karakteristik siklus, tetapi siklus dengan fase folikuler pendek cenderung diikuti oleh ovulasi kontralateral, dan ovulasi terjadi secara acak setelah siklus dengan fase folikuler panjang. Ovulasi yang terjadi bergantian antara kedua ovarium merupakan hal yang mendominasi siklus pada wanita-wanita yang lebih muda, tetapi setelah usia 30 tahun ovulasi terjadi lebih sering dari ovarium yang sama; namun, selama masa reproduktif lebih banyak ovulasi yang terjadi dari ovarium kanan. Kehamilan lebih besar kemungkinannya terjadi pada ovulasi kontralateral daripada ovulasi ipsilateral, dan ovuilasi ipsilateral meningkat dengan pertambahan usia dan berkurangnya fertilitas.Peningkatan tajam gonadotropin merangsang sejumlah kejadian yang akhirnya menyebabkan ovulasi, pelepasan fisik oosit dan massa kumulus sel-sel granulosanya. Ini bukan merupakan kejadian yang eksplosif; karena itu, harus terjadi suatu seri perubahan kompleks yang menyebabkan maturasi akhir oosit dan dekomposisi lapiran kolagenosa dari dinding folikuler. Peningkatan tajam LH menginisiasi myosin dalam oosit (miosis tidaklah selesai dampai sperma telah masuk dan badan polar kedua dilepaskan), luteinisasi sel-sel granulosa, ekspansi kumulus, dan sintesis prostaglandin dan eikosanoid-eikosanoid lain yang penting untuk ruptur folikel. Maturasi oosit dan luteinisasi yang prematur dicegah oleh faktor-faktor lokal. Aktivitas siklik AMP yang diinduksi oleh LH dapat mengatasi kerja inhibitorik lokal dari inhibitor maturasi oosit (OMI) dan inhibitor luteinisasi (LI). LI dapat berupa endotelin-1, suatu produk dari sel-sel endotel vaskuler. OMI berasal dari sel-sel granulosa, dan aktivitasnya bergantung pada kumulus ooforus yang intak. Aktivin juga menekan produksi progesteron oleh sel-sel luteal, memberikan sebuah cara lain untuk mencegah luteinisasi prematur.Terdapat banyak sekali bukti bahwa oosit memiliki kontrol terhadap fungsi granulosa. Kumulus ooforus berbeda dari sel-sel granulosa lain, yaitu tidak memiliki reseptor LH dan tidak memproduksi progesteron. Ekspresi reseptor LH yang diinduksi oleh FSH dalam sel-sel granulosa yang saling berkaitan mengalami supresi oleh oosit. Oosit memungkinkan sel-sel kumulus untuk merespon kepada perubahan-perubahan fisik dan biokimiawi yang diinduksi oleh gonadotropin tidak lama sebelum ovulasi. Faktor-faktor lokal yang menceagh maturasi oosit dan luteinisasi premature mungkin berada dibawah kontrol oosit.Dengan peningkatan tajam LH, kadar progesteron dalam folikel terus meningkat sampai terjadi ovulasi. Peningkatan progresif dalam kadar progesteron ini dapat bertindak menghentikan peningkatan tajam LH saat dikeluarkannya efek umpan balik negatif pada konsentrasi yang lebih tinggi. Disamping efek sentralnya, progesteron meningkatkan distensibilitas dinding folikel. Perubahan sifat elastis dinding folikel diperlukan untuk menjelaskan peningkatan cepat volume cairan folikuler, yang terjadi segera sebelum ovulasi, tanpa disertai oleh perubahan bermakna dalam tekanan intrafolikuler. Lepasnya ovum dikaitkan dengan perubahan-perubahan degeneratif kolagen dalam dinding folikuler sehingga tidak lama sebelum ovulasi dinding folikel menjadi tipis dan teregang. FSH, LH, dan progesteron merangsang aktivitas enzim-enzim proteolitik, mengakibatkan digesti kolagen dalam dinding folikuler dan meningkatkan distensibilitas dinding folikuler. Peningkatan tajam gonadotropin juga melepaskan histamin, dan histamin saja dapat menginduksi ovulasi pada beberapa model percobaan.Enzim-enzim proteolitik diaktivasi dalam urutan yang teratur. Sel-sel granulosa dan teka memproduksi aktivator plasminogen sebagai respon terhadap peningkatan tajam gonadotropin. Plasminogen diaktivasi oleh salah satu dari dua aktivator plasminogen: aktivator plasminogen tipe jaringan dan aktivator plasminogen tipe urokinase. Aktivator-aktivator ini dikode oleh gen-gen yang terpisah dan diatur juga oleh inhibitor. Aktivator plasminogen yang diproduksi oleh sel-sel granulosa mengaktivasi plasminogen dalam cairan folikuler untuk memproduksi plasmin. Selanjutnya, plasmin memproduksi kolagenase aktif untuk memecah dinding folikuler. Pada model hewan coba tikus, sintesis aktivator plasminogen dipicu oleh stimulasi LH (maupun growth factor dan FSH), sedangkan sintesis inhibitor plasminogen menurun. Karenanya, sebelum dan setelah ovulasi, aktivitas inhibitor tinggi, tetapi pada saat ovulasi, aktivitas aktivator tinggi dan inhibitor berada pada nadirnya. Regulasi molekuler dari faktor-faktor ini diperlukan untuk terjadinya koordinasi yang menyebabkan ovulasi. Sintesis aktivator plasminogen dalm sel-sel granulosa diekspresikan hanya pada tahap praovulatorik yang tepat sebagai respon terhadap LH. Sistem inhibitor, yang sangat aktif dalam sel-sel teka dan sel-sel interstisial, mencegah tidak tepatnya aktivasi plasminogen dan disrupsi folikel-folikel yang sedang bertumbuh. Sistem inhibitor telah terbukti terdapat dalam sel-sel granulosa manusia dan cairan folikuler praovulatorik dan responsif terhadap substansi-substansi parakrin, epidermal growth factor, dan interleukin-1. Pergerakan folikel yang akan mengalami ovulasi menuju ke permukaan ovarium penting dalam hal bahwa permukaan folikel yang terpapar sekarang rentan terhadap ruptur karena terpisah dari sel-sel yang kaya akan sistem inhibitor plasminogen. Ovulasi terjadi akibat digesti proteolitik apeks folikuler, sebuah daerah yang disebut stigma.Prostaglandin seri E dan F dan eikosanoid-eikosanoid lain (terutama HETE, ester metil asam hidroksieikotetraenoat) menunjukkan peningkatan nyata dalam cairan folikuler praovulatorik, mencapai konsentrasi puncak saat ovulasi. Sintesis prostaglandin dirangsang oleh interleukin-1, sehingga mengimplikasikan sitokin dalam ovulasi. Inhibisi sintesis produk-produk ini dari asam arakidonat memblokade rupturnya folikel tanpa mempengaruhi proses-proses lain yang diinduksi oleh LH yaitu luteinisasi, steroidogenesis, dan maturasi oosit. Prostaglandin dapat bekerja membebaskan enzim-enzim proteolitik dalam dinding folikuler, dan HETE dapat mendorong angiogenesis dan hiperemi (suatu respon yang menyerupai inflamasi). Prostaglandin juga dapat menyebabkan kontraksi otot polos yang pernah diidentifikasikan dalam ovarium, sehingga membantu penonjolan massa oosit-sel kumulus. Kadar estradiol menurun saat LH mencapai puncaknya. Ini mungkin merupakan akibat dari down-regulasi LH terhadap reseptor-reseptornya sendiri pada folikel. Jaringan teka yang berasal dari folikel-folikel antral yang sehat menunjukkan supresi steroidogenesis yang nyata saat dipaparkan terhadap LH dalam kadar tinggi, sedangkan pemaparan terhadap kadar rendah merangsang produksi steroid. Rendahnya kadar progesteron pada pertengahan siklus menyebabkan aksi inhibitorik pada multiplikasi sel granulosa lebih lanjut, dan penurunan estrogen mungkin juga mencerminkan peranan folikuler lokal dari progesteron ini. Akhirnya, estrogen dapat menyebabkan efek inhibitorik pada P450c17, sebuah aksi langsung pada gen yang tidak dimediasi oleh reseptor.Sel-sel granulosa yang melekat pada membran basement dan mengelilingi folikel menjadi sel-sel luteal. Sel-sel granulosa kumulus melekat pada oosit. Oosit lebih lanjut mensekresi faktor-faktor yang mendorong proliferasi sel granulosa dan mempertahankan organisasi struktural folikel. Proliferasi sel-sel kumulus ditekan oleh FSH, sebaliknya FSH merangsang proliferasi sel granulosa mural, didukung oleh faktor atau faktor-faktor oosit. Pemuncakan FSH, sebagian dan mungkin benar-benar bergantung pada peningkatan progesteron praovulatorik, memiliki beberapa fungsi. Produksi aktivator plasminogen sensitif terhadap FSH maupun LH. Ekspansi dan dispersi sel-sel kumulus memungkinkan massa oosit-sel kumulus berenang bebas dalam cairan antral tepat sebelum folikel pecah. Proses ini melibatkan deposisi matriks asam hialuronat, yang sintesisnya dirangsang oleh FSH. Akhirnya, pemuncakan FSH yang adekuat memastikan adanya komplemen reseptor LH yang adekuat pada lapisan granulosa. Harus dicatat bahwa fase luteal yang memendek atau inadekuat dijumpai pada siklus-siklus dimana FSH terdapat dalam kadar rendah atau mengalami supresi selektif kapanpun selama fase folikuler.Mekanisme yang menghentikan peningkatan tajam LH tidak diketahui. Dalam beberapa jam setelah peningkatan LH, terdapat penurunan mendadak kadar estrogen dalam sirkulasi. Penurunan LH dapat disebabkan oleh hilangnya kerja stimulatorik positif dari estradiol atau oleh peningkatan umpan balik negatif dari progesteron. Penurunan kadar LH secara mendadak juga dapat mencerminkan deplesi kandungan LH dalam pituitari karena down-regulasi reseptor-reseptor GnRH, baik karena perubahan dalam frekuensi pulsasi GnRH atau karena perubahan dalam kadar steroid. LH mungkin lebih lanjut dikontrol oleh umpan balik negatif pendek dari LH pada hipotalamus. Supresi langsung yang disebabkan oleh LH pada produksi hypothalamic-releasing hormone pernah ditunjukkan. Namun, pada domba, peningkatan tajam LH berakhir sebelum sinyal-sinyal GnRH mulai menurun. Sebuah kemungkinan lain telah diajukan, yaitu suatu faktor penghambat peningkatan tajam gonadotropin (GnSIF) yang berasal dari ovarium. GnSIF diproduksi dalam sel-sel granulosa dibawah kontrol FSH dan mencapai kadar puncak dalam sirkulasi pada fase midfolikuler. Peranan utamanya dianggap adalah untuk mencegah luteinisasi prematur. Besar kemungkinannya bahwa kombinasi semua pengaruh ini menyebabkan penurunan cepat dalam sekresi gonadotropin. Banyaknya kontribusi progesteron bagi ovulasi ditonjolkan oleh hasil-hasil percobaan-percobaan pada monyet. Supresi steroidogenesis pada pertengahan siklus mencegah ovulasi, tetapi tidak mencegah berlanjutnya kembali miosis oosit. Pemberian agonis progestin pada model eksperimental ini mengembalikan ovulasi.Peningkatan tajam gonadotropin yang adekuat tidak memastikan terjadinya ovulasi. Folikel harus berada pada tahap kematangan yang tepat agar dapat merespon kepada rangsang ovulatorik. Dalam siklus normal, pelepasan gonadotropin dan maturasi akhir folikel terjadi bersamaan karena penentuan waktu peningkatan tajam gonadotropin dikontrol oleh kadar estradiol, yang sebaliknya merupakan fungsi dari pertumbuhan dan maturasi folikuler. Karena itu, pelepasan gonadotropin dan maturasi morfologis biasanya terkoordinasi dan terjadi bersamaan. Pada mayoritas siklus manusia, hubungan umpan balik yang diperlukan dalam sistem ini hanya memungkinkan satu folikel mencapai titik ovulasi. Kelahiran multipel nonidentik dapat, sebagian, mencerminkan kemungkinan statistik acak dari adanya lebih dari satu folikel yang memenuhi persyaratan untuk ovulasi.

3. Fase Luteal

Sebelum terjadinya ruptur folikel dan pelepasan ovum, sel-sel granulosa mulai bertambah besar dan memiliki gambaran bervakuolisasi yang dikaitkan dengan akumulasi pigmen kuning, lutein, yang mendapatkan namanya dari proses luteinisasi dan subunit anatomis, korpus luteum. Selama 3 hari pertama setelah ovulasi, sel-sel granulosa terus membesar. Disamping itu, sel-sel teka lutein dapat berdiferensiasi dari teka dan stroma disekitarnya untuk menjadi bagian dari korpus luteum. Disolusi lamina basalis dan vaskularisasi dan luteinisasi cepat menyebabkan sulitnya membedakan asal sel-sel spesifik.Kapiler-kapiler mulai menembus kedalam lapisan granulosa setelah berhentinya peningkatan tajam LH, mencapai kavitas sentral, dan seringkali mengisi ruang tersebut dengan darah. Angiogenesis merupakan gambaran penting dari proses luteinisasi, suatu respon terhadap LH yang dimediasi oleh growth factor seperti vascular endothelial growth factor (VEGF) dan angiopoietin yang diproduksi dalam sel-sel granulosa luteinisasi. Pada fase luteal dini, angiogenesis menyertai peningkatan ekspresi VEGF, disertai dengan stabilisasi pertumbuhan pembuluh darah yang dipertahankan oleh angiopoietin-1 yang berikatan dengan reseptor Tie-2 endotel. Dengan regresi korpus luteum, ekspresi VEGF dan angiopoietin-1 menurun sehingga memungkinkan lebih besarnya pendudukan reseptor Tie-2 oleh angiopoietin-2, menyebabkan peluruhan vaskuler yang menyertai luteolisis.Pada hari 8 atau 9 setelah ovulasi, tercapai puncak vaskularisasi, dikaitkan dengan kadar puncak progesteron dan estradiol dalam darah. Korpus luteum merupakan salah satu struktur dengan aliran darah tertinggi tiap unit massa dalam tubuh. Kadang-kadang, pertumbuhan pembuluh darah kedalam dan perdarahan ini menyebabkan perdarahan yang tidak diketahui dan menjadi kedaruratan bedah akut yang dapat terjadi kapan saja selama fase luteal. Memang, ini merupakan resiko klinis yang bermakna pada wanita-wanita yang mendapat antikoagulan; wanita-wanita demikian harus mendapat medikasi untuk mencegah ovulasi.Fungsi luteal normal memerlukan perkembangan folikuler praovulatorik yang optimal. Supresi FSH selama fase folikuler dikaitkan dengan kadar estradiol praovulatorik yang lebih rendah, penekanan produksi progesteron pada fase midluteal, dan penurunan massa sel luteal. Bukti eksperimental mendukung pendapat bahwa akumulasi reseptor LH selama fase folikuler telah menentukan terlebih dahulu sejauh mana luteinisasi dan kapasitas fungsional selanjutnya dari korpus luteum. Keberhasilan konversi granulosa avaskuler fase folikuler menjadi jaringan luteal tervaskularisasi juga memiliki arti penting. Karena produksi steroid bergantung pada transpor kolesterol oleh lipoprotein densitas rendah (LDL), vaskularisasi lapisan granulosa penting untuk memungkinkan LDL-kolesterol mencapai sel-sel luteal untuk menyediakan cukup substrat bagi produksi progesteron. Salah satu tugas penting LH adalah untuk mengatur pengikatan reseptor LDL, internalisasi, dan pemrosesan pasca reseptor; induksi ekspresi reseptor LDL terjadi dalam sel-sel granulosa selama tahap dini luteinisasi sebagai respon terhadap peningkatan tajam LH pada pertengahan siklus. Mekanisme ini menyediakan kolesterol bagi mitokondria untuk dipergunakan sebagai blok pembangun dasar dalam steroidogenesis.Waktu hidup dan kapasitas steroidogenik korpus luteum bergantung pada sekresi LH tonik yang kontinyu. Studi-studi pada wanita-wanita yang telah menjalani hipofisektomi telah menunjukkan bahwa fungsi korpus luteum normal memerlukan keberadaan sejumlah kecil LH secara kontinyu. Ketergantungan korpus luteum pada LH lebih lanjut didukung oleh luteolisis yang segera terjadi setelah pemberian agonis atau antagonis GnRH atau withdrawal GnRH saat ovulasi telah diinduksi oleh pemberian GnRH pulsatil.Korpus luteum tidaklah homogen. Disamping sel-sel luteal, terdapat juga sel-sel endotel, lekosit, dan fibroblas. Sel-sel nonsteroidogenik membentuk sebagian besar (70-85%) dari seluruh populasi sel. Sel-sel imun lekosit memproduksi beberapa sitokin, termasuk interleukon-1 dan faktor nekrosis tumor-. Banyaknya lekosit yang berbeda dalam korpus luteum juga merupakan sumber yang kaya untuk enzim-enzim sitolitik, prostaglandin, dan growth factor yang terlibat dalam angiogenesis, steroidogenesis, dan luteolisis.Korpus luteum merupakan salah satu contoh terbaik dari komunikasi dan komunikasi silang dalam biologi. Sebagai contoh, sel-sel endotel menyumbangkan senyawa-senyawa vasoaktif, dan, sebaliknya, sel-sel steroidogenik menyumbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi angiogenesis. Fungsi harmonis sistem ini menunjukkan proporsi yang berkebalikan dengan kompleksitasnya. Sel-sel endotel merupakan sekitar 50% sel dalam sebuah korpus luteum matur. Seperti pada bagian tubuh manapun, sel-sel endotel berpartisipasi dalam reaksi imun dan fungsi endokrin. Sel-sel endotel merupakan sumber endotelin-1, yang diekspresikan sebagai respon terhadap perubahan-perubahan dalam aliran darah, tekanan darah, dan tekanan oksigen. Studi-studi telah menunjukkan bahwa endotelin-1 mungkin merupakan mediator luteolisis.Bahkan populasi sel luteal tidaklah homogen, terdiri dari setidaknya dua tipe sel yang berbeda, sel-sel besar dan kecil. Beberapa ahli percaya bahwa sel-sel besar berasal dari sel-sel granulosa dan sel-sel kecil berasal dari sel-sel teka. Sel-sel kecil merupakan sel yang paling banyak. Walaupun terdapat fakta bahwa steroidogenesis yang lebih besar terjadi pada sel-sel besar, adalah sel-sel kecil yang mengandung reseptor LH dan hCG. Tidak adanya reseptor LH/hCG pada sel-sel besar, yang diperkirakan berasal dari sel-sel granulosa yang memperoleh reseptor LH pada fase folikuler lanjut, memerlukan penjelasan. Mungkin sel-sel besar berfungsi maksimal dengan reseptor benar-benar terduduki dan fungsional, atau karena komunikasi antarsel melalui gap junction, sel-sel besar tidak memerlukan dukungan gonadotropin langsung. Karenanya, sel-sel besar dapat berfungsi pada kadar tinggi, dibawah kontrol faktor-faktor regulatorik yang berasal dari sel-sel kecil sebagai respon terhadap gonadotropin. Disamping itu, fungsi secara umumnya dipengaruhi oleh sinyal-sinyal autokrin-parakrin dari sel-sel endotel dan sel-sel imun.Sel-sel luteal besar memproduksi peptoda (oksitosin, relaksin, inhibin, dan growth factor lain) dan lebih aktif dalam steroidogenesis, dengan aktivitas aromatase lebih besar dan lebih banyak sintesis progesteron daripada sel-sel kecil. Sel-sel granulosa manusia (telah mengalami luteinisasi saat diperoleh dari pasien-pasien yang menjalani fertilisasi in vitro) mengandung mRNA P450c17 dalam jumlah minimal. Hal ini konsisten dengan penjelasan dua-sel, yang menugaskan produksi androgen (dan P450c17) pada sel-sel yang berasal dari sel-sel teka. Dengan luteinisasi, ekspresi P450scc dan 3-hidroksisteroid dehidrogenase mengalami peningkatan nyata seperti yang diperkirakan, untuk menjelaskan peningkatan produksi progesteron, dan terus diekspresikannya mRNA untuk enzim-enzim ini memerlukan LH. Tentu saja sistem aromatase (P450arom) tetap aktif dalam sel-sel granulosa luteinisasi.Kadar progesteron normalnya meningkat tajam setelah ovulasi, mencapai puncak sekitar 8 hari setelah peningkatan tajam LH. Inisiasi pertumbuhan folikuler baru selama fase luteal dihambat oleh rendahnya kadar gonadotropin akibat aksi umpan balik negatif estrogen, progesteron, dan inhibin-A. Dengan muncuilnya reseptor-reseptor LH pada se-sel granulosa dari folikel yang dominan dan perkembangan folikel selanjutnya menjadi korpus luteum, ekspresi inhibin akan berada dibawah kontrol LH, dan ekspresi akan berubah dari inhibin-B menjadi inhibin-A. kadar inhibin-A dalam sirkulasi mengalami peningkatan pada fase folikuler lanjut untuk mencapai kadar puncak pada fase midluteal. Karena itu, inhibin-A ikut menyumbang untuk terjadinya supresi FSH mencapai kadar nadir selama fase luteal, dan untuk terjadinya perubahan-perubahan pada saat transisi fase luteal-fase folikuler.Sekresi progesteron dan estradiol selama fase luteal bersifat episodik, dan perubahan-perubahan yang terjadi berkorelasi erat dengan pulsasi LH. Karena sekresi episodik inilah, kadar progesteron yang relatif rendah pada fase midluteal, yang oleh beberapa ahli dianggap menunjukkan fase luteal yang inadekuat, dapat dijumpai dalam perjalanan fase luteal yang benar-benar normal. Dalam siklus normal jangka waktu dari peningkatan tajam LH pada pertengahan siklus sampai terjadinya menstruasi selalu kurang lebih 14 hari. Untuk tujuan praktis, fase luteal yang berlangsung antara 11 dan 17 hari dapat dianggap normal. Insiden fase luteal pendek adalah sekitar 5-6%. Telah diketahui dengan baik bahwa variabiltas besar dalam panjang siklus antar wanita disebabkan oleh bervariasinya jumlah hari yang diperlukan untuk pertumbuhan dan maturasi folikuler pada fase folikuler. Fase luteal tidak dapat diperpanjang tanpa batas tertentu bahkan dengan terus menambah paparan LH, ini menunjukkan bahwa kerusakan korpus luteum disebabkan oleh mekanisme luteolitik aktif.Korpus luteum segera menurun 9-11 hari setelah ovulasi, dan mekanisme denegerasinya masih belum diketahui. Pada spesies-spesies mamalia nonprimata tertentu, sebuah faktor luteolitik yang berasal dari dalam uterus (prostaglandin F2) mengatur masa hidup korpus luteum. Belum ada faktor luteolitik pasti yang telah diidentifikasi dalam siklus menstruasi primata, dan pengangkatan uterus pada primata tidak mempengaruhi siklus ovarium. Regresi morfologis sel-sel luteal dapat diinduksi oleh estradiol yang diproduksi oleh korpus luteum. Peningkatan prematur kadar estradiol dalam sirkulasi pada fase luteal dini menyebabkan penurunan segera konsentrasi progesteron. Injeksi langsung estradiol kedalam ovarium yang membawa korpus luteum menginduksi luteolisis sementara perlakuan yang sama pada ovarium kontralateral tidak menimbulkan efek apapun. Aksi estrogen ini mungkin dimediasi oleh nitrit oksida. Nitrit oksida merangsang sintesis prostaglandin luteal dan menurunkan produksi progesteron. Nitrit oksida dan hCG memilki kerja yang berlawan dalam korpus luteum manusia; nitrit oksida dikaitkan dengan apoptosis sel-sel luteal. Namun, sinyal akhir untuk luteolisis adalah prostaglandin F2, yang diproduksi dalam ovarium sebagai respon terhadap estrogen luteal disintesis secara lokal. Ada satu kemungkinan lain mengenai peranan estrogen yang diproduksi oleh korpus luteum. Dengan melihat kebutuhan estrogen untuk sintesis reseptor progesteron dalam endometrium, estrogen fase luteal mungkin diperlukan untuk memungkinkan terjadinya perubahan-perubahan yang diinduksi oleh progesteron dalam endometrium setelah ovulasi. Kandungan reseptor progesteron yang inadekuat karena pematangan estrogen yang inadekuat merupakan suatu kemungkinan mekanisme lain untuk terjadinya infertilitas atau abortus ini, suatu bentuk lain defisiensi fase luteal.Korpus luteum melibatkan interaksi seluler yang memerlukan kontak sel-dengan-sel. Gap junction merupakan gambaran menonjol dari sel-sel luteal, seperti juga dalam folikel sebelum ovulasi. Jika berbagai tipe sel korpus luteum dipelajari bersama-sama, performanya berbeda dibandingkan dengan studi-studi tipe-tipe sel tunggal, steroidogenesis yang lebih besar lebih mendekati fungsi total korpus luteum. Diyakini bahwa komunikasi dan pertukaran sinyal terjadi melalui struktur gap junction, ini menjelaskan bagaimana sel-sel kecil merespon kepada LH dan hCG, tetapi sel-sel besar merupakan tempat utama steroidogenesis. Regulasi sistem gap junction dipengaruhi oleh oksitosin, ini merupakan peranan parakrin oksitosin dalam korpus luteum.Jika ovulasi diinduksi dengan pemberian GnRH, kerusakan fase luteal normal tetap erjadi walaupun tidak ada perubahan pelakukan, hal ini membantah pendapat mengenai perubahan LH sebagai mekanisme luteolitik. Disamping itu, afinitas pengikatan reseptor LH tidak mengalami perubahan sepanjang fase luteal; karenanya penurunan steroidogenesis pasti mencerminkan deaktivasi sistem (sehingga menyebabkan korpus luteum refrakter terhadap LH), mungkin melalui uncoupling sistem adenilat siklase protein G. Hal ini didukung oleh studi-studi pada monyet dimana perubahan frekuensi atau amplitudo pulsasi LH tidak menyebabkan luteolisis.Proses luteolisis melibatkan enzim-enzim proteolitik, terutama matriks metaloproteinase (MMP). Enzim-enzim ini berada dibawah kontrol inhibitorik oleh inhibitor jaringan metaloproteinase (TIMP) yang disekresi oleh sel-sel luteal steroidogenik, dan karena kadar TIMP tidak mengalami perubahan dalam jaringan luteal sampai akhir fase luteal, luteolisis dianggap melibatkan penigkatan langsung ekspresi MMP. Sebuah bagian penting dari misi human chorionic gonadotropin (hCG) (salah satu cara penghindaran apoptosis) adalah untuk mencegah peningkatan ekspresi MMP ini. para peneliti lain telah mengindikasikan bahwa hCG dapat meningkatkan produksi TIMP, dan hal ini akan menghambat aktivitas MMP dan luteolisis. Disamping itu, ovarium manusia mengandung sistem interleukin-1 lengkap, sehingga menyediakan sebuah sumber lain untuk enzim-enzim sitolitik.Survival korpus luteum dapat diperpanjang dengan munculnya suatu stimulus baru dengan intensitas yang meningkat cengan cepat, yaitu hCG. Stimulus baru ini pertama kali muncul pada puncak perkembangan korpus luteum (9-13 hari setelah ovulasi), tepat pada waktunya untuk mencegah regresi luteal. hCG bertindak mempertahankan steroidogenesis vital korpus luteum sampai kurang lebih minggu kesembilan atau kesepuluh masa gestasi, pada saat mana steroidogenesis plasenta telah terjadi. Pada sejumlah kehamilan steroidogenesis plasenta telah terjadi pada minggu ketujuh. Disamping itu, penyelamatan korpus luteum oleh kehamilan dini dengan hCG dikaitkan dengan pemeliharaan sistem vaskuler (bukan pertumbuhan pembuluh darah baru), suatu proses yang bergantung pada faktor-faktor angiogenik VEGF dan angiopoietin-2.Berlainan dengan pola bifasik yang ditunjukkan oleh kadar progesteron dalam sirkulasi (penurunan setelah ovulasi dan kemudian puncak baru yang lebih tinggi pada fase midluteal), kadar mRNA untuk kedua enzim utama yang terlibat dalam sintesis progesteron (pembelahan rantai samping kolesterol dan 3-hidroksisteroid dehidrogenase) mencapai maksimal pada saat ovulasi dan menurun sepanjang fase luteal. Hal ini menunjukkan bahwa masa hidup korpus luteum ditentukan pada saat ovulasi, dan regresi luteal tidak dapat dihindari kecuali korpus luteum diselamatkan oleh hCG kehamilan.

C. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SIKLUS MENSTRUASI

Terdapat beberapa faktor yang bisa menyebabkan siklus menstruasi pada wanita usia reproduktif menjadi ireguler termasuk kehamilan, penyakit endokrin dan juga kondisi medik. Semua faktor ini berhubungan dengan pengaturan fungsi endokrin hipotalamik-pituitari. Paling sering adalah Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) yang menyebabkan perpanjangan interval antara dua siklus menstruasi terutama pada pasien dengan gejala peningkatan endrogen (American Academy of Pediatrics, 2006). Selain itu, faktor-faktor lain yang turut mempengaruhi siklus menstruasi adalah gangguan pada sentral Gonadotropin-releasing Hormone (GnRH), penurunan berat badan yang nyata, aktivitas yang berlebihan, perubahan pada pemakanan dan waktu tidur, dan tingkat stres yang berlebihan. Gangguan pada siklus menstruasi juga dapat terjadi pada penyakit kronik seperti Diabetes Mellitus yang tidak terkontrol, kondisi genetik atau kongenital seperti Turner Syndrome dan disgenesis gonadal.Pada penelitian yang lain pula menyatakan bahawa perubahan siklus menstruasi berhubungan dengan ketidakseimbangan fisik atau hormonal. Berat badan yang rendah bisa menyebabkan interval antara dua siklus menstruasi menjadi lebih lama. Berat badan yang berlebihan pula bisa menyebabkan perdarahan abnormal. Perubahan yang tiba-tiba pada aktivitas atau berat badan juga bisa menyebabkan perubahan pada siklus menstruasi yang sementara. Gangguan emosi atau stress dan keadaan fisik yang tidal sihat secara optimal juga merupakan penyebab tersering iregularitas siklus menstruasi walaupun perubahan siklus menstruasi yang dialami bukan saat stres terjadi. Obat-obatan dan pengubatan alternatif seperti herba-herba juga dapat menyebabkan perubahan pada interaksi dan transmisi hormon pada tubuh seterusnya akan menganggu siklus menstruasi.Terdapat penelitian yang mengatakan bahwa stres sangat berperan dalam regulasi hormonal di mana akan turut berpengaruh pada menstruasi. Penelitian ini turut memberi contoh efek dari stres terhadap sistem reproduksi wanita dikenal sebagai amenorhea yang diinduksi oleh stres atau amenorhe hipotalamus fungsional. Selain itu, didapatkan prevalensi amenorhea sekunder pada wanita muda adalah sekitar 2% dan presentase ini meningkat pada stres yang kronik. Pada stres yang melampau, kemungkinan akan menginhibisi sistem reproduksi wanita secara komplit (Chrousos et al., 1998).

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2015. Siklus Menstruasi. (Diakses melalui http://www.siklusmenstruasi.com/ pada hari Minggu, 26 April 2015 pukul 17.15 WITA)

Anonim. 2015. Wanita dan Keunikan Menstruasi. Diakses http://experianzadoctor.blogspot.com pada tanggal 26 April 2015)Anonim. 2015. Siklus haid ( Diakses melalui http://griyawanodya.blogspot.com/2009/12/siklus-haid.html pada hari Minggu, 26 April 2015 pukul 17.19 WITA)Obgynmag. 2011. Regulasi Siklus Menstruasi. ( Diakses melalui http://obgynmag.blogspot.com/2011/04/regulasi-sikus-menstruasi.html, pada hari Minggu, 26 April 2015 pukul 17.19 WITA)Chrousos et al.,1998. Stress Hormone. TEM 1999 ;10(9)

Sherwood, L., 2002. Human Physiology from Cells to Systems. 6th ed. Australia: Thomson Brooks/Cole.

Tortora, G.J., dan Derrickson, B.H., 2009. Principles of Anatomy and Physiology. 12th ed. Asia: John Wiley and Sons, Inc.