RESUME SKRIPSI - karyailmiah.narotama.ac.idkaryailmiah.narotama.ac.id/files/RESUME SKRIPSI...

25
RESUME SKRIPSI LEGALISASI ABORSI BAGI PEREMPUAN KORBAN PERKOSAAN DALAM KERANGKA PERLINDUNGAN HAK KESEHATAN REPRODUKSI SARI DUMA ELISABET TAMBUNAN NIM : 02111097 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS NAROTAMA SURABAYA 2015

Transcript of RESUME SKRIPSI - karyailmiah.narotama.ac.idkaryailmiah.narotama.ac.id/files/RESUME SKRIPSI...

Page 1: RESUME SKRIPSI - karyailmiah.narotama.ac.idkaryailmiah.narotama.ac.id/files/RESUME SKRIPSI LEGALISASI ABORSI...mendefinisikan aborsi sebagai penghentian kehamilan sebelum janin dapat

RESUME SKRIPSI

LEGALISASI ABORSI BAGI PEREMPUANKORBAN PERKOSAAN DALAM KERANGKA PERLINDUNGAN

HAK KESEHATAN REPRODUKSI

SARI DUMA ELISABET TAMBUNANNIM : 02111097

FAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS NAROTAMA

SURABAYA2015

Page 2: RESUME SKRIPSI - karyailmiah.narotama.ac.idkaryailmiah.narotama.ac.id/files/RESUME SKRIPSI LEGALISASI ABORSI...mendefinisikan aborsi sebagai penghentian kehamilan sebelum janin dapat

Abstrak

Aborsi selalu menjadi kontroversi sejak jaman dahulu. Di Indonesia topikaborsi muncul kembali menjadi perdebatan setelah dikeluarkannya PeraturanPemerintah Nomor 61 Tahun 2014 yang pada Pasal 31 melegalkan aborsi untukkedaruratan medis dan korban perkosaan. Angka Kematian Ibu di Indonesiasangat tinggi, dan aborsi tidak aman menjadi salah satu penyebabnya. Aborsitidak aman dilakukan karena perempuan tidak mendapatkan akses untukpelayanan aborsi yang aman sebab Kitab Undang-Undang Hukum Pidana secarategas menyatakan bahwa aborsi adalah suatu tindak pidana. Namun larangantersebut tidak mengurangi terjadinya aborsi, justru memicu aborsi dilakukansecara diam-diam yang kemungkinan besar pelaksanaanya tidak sesuai prosedurkesehatan reproduksi serta sulit untuk dikendalikan. Aborsi yang tidak aman dapatmembahayakan bagi perempuan yang melakukannya. Pemerintah harus secaraserius menangani masalah kesehatan reproduksi perempuan.

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan mengaturtentang legalisasi aborsi bagi perempuan korban perkosaan. Undang-undang inimembuka akses terhadap pelayanan kesehatan reproduksi bagi perempuan yangtidak dapat diperoleh jika mengacu pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidanayang tidak memberikan celah untuk dilakukannya tindakan aborsi. Perlakuanaparat hukum terhadap korban perkosaan dalam kenyataannya seringkali tidakadil. Korban hanya diperlakukan sebagai saksi dan bukan sebagai korban yangmengalami dampak psikologis pada dirinya. Dengan undang-undang iniperempuan korban perkosaan memperoleh dukungan dan bantuan untukpemulihan dari pemerintah yang belum diberikan jika hanya mengacu padaKUHP.

Perkosaan adalah suatu kekerasan seksual yang melanggar hak asasimanusia. Dalam pelaksanaan hukum di Indonesia, fokus hanya diberikan kepadapelaku dan belum mempertimbangkan pengalaman yang dialami perempuankorban perkosaan. Oleh sebab itu pemerintah berkewajiban untuk melindungi hakperempuan dan memberikan keadilan kepada korban perkosaan sebab negaraberkewajiban menjamin kesejahteraan masyarakatnya. Jika terjadi pembiaran,maka suatu negara dianggap gagal untuk melindungi hak asasi perempuan ataskesehatan reproduksi.

Pemerintah perlu segera membuat peraturan pelaksana teknis agar yangdiamanatkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dapatberjalan efektif. Peraturan teknis itu dapat berupa prosedur standar operasionalbaku yang harus dijalankan ketika menghadapi korban perkosaan Hal inidiperlukan agar tidak terjadi penyalahgunaan peraturan legalisasi aborsi.Pemerintah perlu melakukan sosialisasi dan memberikan pendidikan kesehatanreproduksi pada semua perempuan agar sadar akan haknya atas kesehatanreproduksi serta mengetahui tersedianya akses untuk mendapatkan pelayanankesehatan reproduksi, khususnya kepada perempuan korban perkosaan.

Kata kunci : legalisasi, aborsi, perkosaan

Page 3: RESUME SKRIPSI - karyailmiah.narotama.ac.idkaryailmiah.narotama.ac.id/files/RESUME SKRIPSI LEGALISASI ABORSI...mendefinisikan aborsi sebagai penghentian kehamilan sebelum janin dapat

A. PENDAHULUAN1.Latar Belakang

Hamil merupakan kodrat seorang perempuan disamping melahirkan danmenyusui. Kehamilan seorang perempuan pada umumnya sangat dinantikanketika suatu keluarga terbentuk karena dianggap sebagai berkah dari Yang MahaKuasa. tetapi tidak semua kehamilan diharapkan kehadirannya. Hal yangmenyebabkan seorang wanita tidak menginginkan kehamilannya antara lainkarena merupakan hasil perkosaan. Pada saat seorang perempuan mengalamikehamilan tak diinginkan (untuk selanjutnya disingkat KTD), salah satu jalankeluar yang diambil adalah tindakan aborsi.

Secara jelas Badan Kesehatan Dunia (World Health Orgnization)mendefinisikan aborsi sebagai penghentian kehamilan sebelum janin dapat hidupdi luar kandungan atau kurang dari 20 minggu atau berat janin 500 gram. 1

Menurut Fact About Abourtion, Info Kit on Women’s Health oleh Institute forSocial, Studies, and Action, dalam istilah kesehatan, aborsi didefinisikan sebagaipenghentian kehamilan setelah tertanamnya telur (ovum) yang telah dibuahi dalamrahim (uterus), sebelum usia janin (fetus) mencapai 20 minggu.

Pada dasarnya ada dua jenis aborsi, pertama, aborsi yang terjadi secaraalami tanpa adanya tindakan medis, dan kedua, aborsi yang dilakukan secarasengaja baik dengan tindakan medis maupun upaya lainnya.

Aborsi di Indonesia masih dalam perdebatan yang panjang, dan selama inipula perempuan berada dalam posisi yang dirugikan.

Aborsi merupakan tindakan yang dilarang di sejumlah negara, salah satunyaIndonesia. Hal ini dinyatakan antara lain dalam KUHP Pasal 346, 347,348 dan349 dan 535.

Secara tertulis, tidak ada satu pasal pun di dalam Kitab Undang-UndangHukum Pidana (untuk selanjutnya disebut KUHP) yang memperbolehkan seorangdokter untuk melakukan abortus atas indikasi medis, sekalipun untukmenyelamatkan nyawa ibu. Dalam prakteknya, dokter yang melakukan abortustidak dihukum jika dapat memberikan alasan yang dapat diterima hakim. Dasaryang digunakan adalah pasal 48 KUHP yang dinyatakan sebagai berikut :“Barang siapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa tidak dapatdipidana.”Dari uraian di atas, dapat dilihat bahwa peraturan di Indonesia sama sekali tidakmemberikan celah untuk tindakan aborsi. Implikasinya, tidak diberikan celah jugauntuk pelayanan kesehatan terhadap tindakan aborsi, sehingga banyak terjadiaborsi yang ilegal atau diam-diam. Hal ini disebabkan tidak adanya akses untukmendapat pelayanan kesehatan.

Pelaksanaan aborsi yang diam-diam sangat berisiko karena dilakukan tanpaprosedur yang tepat. Hal ini sering disebut sebagai aborsi yang tidak aman (unsafeabortion).

Umumnya aborsi yang tidak aman terjadi karena tidak tersedianyapelayanan kesehatan yang memadai. Apalagi aborsi dikategorikan tanpa indikasimedis, seperti korban perkosaan, hamil diluar nikah, kegagalan alat kontrasepsi

1 Zumratin K Susilo dan Herna Lestari, Aborsi : Fakta, Kebutuhan dan Tantangan SertaPengaruhnya dalam Profil Kesehatan Perempuan, disampaikan pada acara Temu Ilmiah FertilitasEndokrinologi Reproduksi, Hotel Savoy Homann Bidakara Bandung, 6 Oktober 2002, diakses dihttp://www.mitrainti.org pada tanggal 18 Oktober 2014

Page 4: RESUME SKRIPSI - karyailmiah.narotama.ac.idkaryailmiah.narotama.ac.id/files/RESUME SKRIPSI LEGALISASI ABORSI...mendefinisikan aborsi sebagai penghentian kehamilan sebelum janin dapat

dan lain-lain. Sebab lainnya, ketakutan dari calon ibu dan pandangan negatif darikeluarga atau masyarakat akhirnya menuntut calon ibu untuk melakukanpengguguran kandungan secara diam-diam tanpa memperhatikan resikonya. Halini dapat membahayakan nyawa si ibu dan menimbulkan penderitaan pada saatprosesnya.

Angka Kematian Ibu (untuk selanjutnya disingkat AKI) hamil di Indonesiasangat tinggi dan aborsi tidak aman menyumbang 15 % – 30 % sebagaipenyebabnya.2 Angka ini terlalu besar untuk diabaikan, sehingga sangat perludiperhatikan oleh pemerintah.

Pemerintah, yang telah meratifikasi Convention of The Elemination of AllForms of Discrimination Against Woman/CEDAW), juga berdasarkan masukandari masyarakat terutama dari aktivis perempuan yang memperjuangkan hak-hakperempuan, mengeluarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentangKesehatan, yang mengadopsi kebutuhan perlindungan atas hak kesehatanreproduksi. Undang-undang ini tetap menyatakan larangan tindakan aborsi,namun memperbolehkan aborsi dengan persyaratan tertentu. Hal ini tercantumdalam pasal 75 dan 76 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009.

Sebagai peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009tersebut, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014tentang Kesehatan Reproduksi pada pasal 31.Peraturan pemerintah ini memicu perdebatan di kalangan masyarakat diantaranyapara pegiat hak asasi manusia, ulama, bahkan dari kalangan dokter. Ini berkaitandengan aborsi untuk korban perkosaan. Ada kekhawatiran bahwa peraturan iniakan rawan disalahgunakan apabila tidak diberikan ukuran yang jelas yang dapatmenjadi acuan pelaksanaannya.

Pemerintah dalam hal ini menyatakan bahwa peraturan pemerintah inimerupakan wujud pelayanan kesehatan reproduksi yang menjadi hak perempuan,yang juga mengacu pada program aksi International Conference on Populationand Development (ICPD) Kairo 1994 yaitu kesepakatan Internasional dimanaIndonesia juga menandatanganinya. Dalam isi kesepakatan itu, fakta tentangaborsi tidak aman merupakan pelanggaran atas dua hak asasi manusia, yaitu : hakuntuk hidup bagi perempuan yang dalam proses produksinya menghadapi resikogangguan fisik dan mental, kecatatan dan kematian akibat tindakan aborsi tidakaman; dan hak untuk mendapat pelayanan yang berkualitas standar, termasukpemanfaatan teknologi kesehatan reproduksi dan informasi yang terkait, tanpadiskriminasi apapun.Pada saat terjadi perkosaan, perempuan sering mendapat perlakuan tidak adil.Hukum lebih fokus kepada perbuatan yang dilakukan oleh pelaku danmenempatkan korban sebagai objek. Padahal korban perkosaan perlu mendapatperhatian yang lebih.

Perlu dikaji juga dari segi Viktimologi yang menjadikan korban sebagaifokus. J.E. Sahetapy menyatakan bahwa orientasi viktimologi adalahkesejahteraan masyarakat, masyarakat yang tidak menderita atau di mana paraanggota masyarakat tidak menjadi korban dalam arti yang luas.3

2Prakarsa Policy Preview,Angka Kematian Ibu (AKI) Melonjak, Indonesia Mundur 15 Tahun,Oktober 2014, diakses di http://theprakarsa.org pada tanggal 8 Oktober 2014

3J.E. Sahetapy, Viktimologi Sebuah Bunga Rampai, Pustaka Sinar Harapan,Jakarta, 1987, hlm 26

Page 5: RESUME SKRIPSI - karyailmiah.narotama.ac.idkaryailmiah.narotama.ac.id/files/RESUME SKRIPSI LEGALISASI ABORSI...mendefinisikan aborsi sebagai penghentian kehamilan sebelum janin dapat

Masih dipandang dari sudut Viktimologi, Arif Gosita menyatakan korbanperkosaan yang hamil sebagai korban ganda (double/multiple victimization), yaitukorban perkosaan yang selain mengalami penderitaan selama diperkosa, jugamengalami berbagai penderitaan mental, fisik, dan sosial, misalnya: mengalamiancaman-ancaman yang mengganggu jiwanya, mendapat pelayanan yang tidakbaik selama pemeriksaan Pengadilan, tidak mendapat ganti kerugian,mengeluarkan uang pengobatan, dikucilkan dari masyarakat karena sudah cacatkhusus, dan lain-lain.4

2. Rumusan MasalahDari uraian di atas, penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut :

a. Apabentuk legalisasi aborsi bagi perempuan korban perkosaan?b. Bagaimana relevansi legalisasi aborsi bagi perempuan korban perkosaan

dengan hak kesehatan reproduksi?

3. Tujuan PenelitianTujuan dari penelitian tersebut :

a. Untuk mengetahui dan menjelaskan bentuk legalisasi aborsi bagiperempuan korban perkosaan

b. Untuk mengetahui dan menjelaskan relevansi legalisasi aborsi bagiperempuan korban perkosaan dengan perlindungan hak kesehatanreproduksi.

4. Metode Penelitiana. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah yuridis normatif,yaitu dengan menggunakan analisis terhadap peraturan perundang-undangan.

b. Pendekatan (approach)Pendekatan yang digunakan dalam tulisan ini adalah :1) Pendekatan undang-undang

Pendekatan undang-undang (statute approach) dilakukan denganmenelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut denganisu hukum yang sedang ditangani.5

Peraturan perundang-undangan yang ditelaah yaitu Undang-UndangNomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Peraturan PemerintahNomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi yang di dalamnyaterdapat pasal yang memperbolehkan aborsi dengan syarat tertentu.

2)Pendekatan KonseptualPendekatan Konseptual (conceptual approach) beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum.6

Didasarkan dari pada konsep pemikiran tentang hak asasi manusia secarauniversal serta lahirnya konvensi-konvensi dan deklarasi internasionaltentang hak asasi baik tentang hak asasi manusia secara umum maupun

4Hukum dan Viktimologi, diakses di http://bahankuliyah.blogspot.com pada tanggal 17 Nopember2014 dalam Arif Gosita, Masalah Korban Kejahatan, PT. Bhuana Ilmu Populer, Jakarta, 20045Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kharisma Putra Utama, Jakarta, 2014, hlm 1336Ibid, hlm 135

Page 6: RESUME SKRIPSI - karyailmiah.narotama.ac.idkaryailmiah.narotama.ac.id/files/RESUME SKRIPSI LEGALISASI ABORSI...mendefinisikan aborsi sebagai penghentian kehamilan sebelum janin dapat

hak asasi perempuan secara khusus.3) Pendekatan historikal.

Pendekatan historikal (historical approach) dilakukan dengan menelaahlatar belakang yang dipelajari dan perkembangan pengaturan tentang isuyang dihadapi.7

c. Sumber Bahan HukumSumber bahan hukum yang digunakan dalam tulisan ini terdiri dari :1) Bahan Hukum Primer

Bahan Hukum Primer diambil dari peraturan perundang-undangan yangberkaitan dengan hak asasi manusia secara umum dan peraturanperundang-undangan yang mengatur hak asasi perempuan tentangkesehatan reproduksi antara lain :a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945b) Kitab Undang-Undang Hukum Pidanac) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi

Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi TerhadapPerempuan

d) Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatane) Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan

Reproduksi2) Bahan Hukum Sekunder

Berasal dari dokumen-dokumen yang berkaitan dengan topik, buku-bukuteks hukum, buku lain non hukum yang dapat mendukung pembahasanserta hasil penelitian non hukum yang dilakukan yang juga dapatdijadikan data pendukung, antara lain :a) Deklarasi Penghapusan Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan

(Declaration on the Elimination of Violence AgainstWomen/DEVAW)

b) Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan(International Confrence on Population and Depelopment/ICPD)

c) Laporan dari Komnas Perempuand) Laporan/Jurnal dari Yayasan Kesehatan Perempuan tentang topik

kesehatan perempuan dan aborsie) Buku-buku yang berkaitan dengan hak asasi manusiaf) Buku-buku yang berkaitan dengan topik kekerasan terhadap

perempuang) Data dan berita dari media yang mendukung topik hak asasi

perempuan tentang kesehatan reproduksi.

B. PEMBAHASAN1. Legalisasi Aborsi Bagi Perempuan Korban PerkosaanAborsi menjadi perdebatan yang tidak ada habisnya dari jaman dahulu hinggasekarang. Akhir-akhir ini di Indonesia topik tentang aborsi kembali ramai

7Ibid, hlm 134

Page 7: RESUME SKRIPSI - karyailmiah.narotama.ac.idkaryailmiah.narotama.ac.id/files/RESUME SKRIPSI LEGALISASI ABORSI...mendefinisikan aborsi sebagai penghentian kehamilan sebelum janin dapat

dibicarakan dengan dikeluarkannya peraturan perundang-undangan berupaPeraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi. Halyang menjadi perdebatan adalah Pasal 31 yang melegalkan aborsi dengan indikasimedis dan kehamilan akibat perkosaan. Untuk indikasi medis, secara umum tidakbanyak yang mempertentangkan, namun untuk aborsi pada kehamilan akibatperkosaan mengundang banyak reaksi di masyarakat.

a. AborsiDalam menelaah aborsi ada beberapa istilah yang digunakan yang seringkali

tumpang tindih antara satu dengan yang lain. C.B. Kusmuryanto, S.C.B dalambuku Kontroversi Aborsi menuliskan beberapa istilah yang digunakan untukaborsi, antara lain8 :1). Aborsi / Pengguguran / Procured Abortion / Abortus Provocstus / Induced

Abortion.Secara medis, aborsi adalah penghentian dan pengeluaran hasil kehamilan dari

rahim sebelum janin bisa hidup di luar kandungan (viability), antara 20 - 24minggu..

2). Keguguran (Miscarriage)Secara natural sekitar 30 – 50 % dari jumlah sel telur yang dibuahi (zygot)akan mengalami keguguran karena berbagai sebab alamiah. Keguguran inisering disebut sebagai aborsi spontan.

3). Aborsi Therapeutic/MedicinalisAborsi therapeutic adalah penghentian kehamilan dengan indikasi medisuntuk menyelamatkan nyawa ibu, atau menghindarkan si ibu dari kerusakanfatal pada kesehatan/tubuhnya yang tidak bisa dikembalikan lagi.

4).Aborsi KriminalisAborsi Kriminalis adalah penghentian kehamilan sebelum janin bisa hidup diluar kandungan dengan alasan-alasan lain selain therapeutic dan dilarang olehhukum.

5). Aborsi EugeneticAborsi eugenetic adalah penghentian kehamilan untuk menghindari kelahiranbayi yang cacat atau bayi yang mempunyai penyakit genetis.

6). Aborsi Langsung – Tak langsungAborsi langsung adalah tindakan (intervensi medis) yang tujuannya secaralangsung menyebabkan kematian janin, sedangkan aborsi tak langsung adalahsuatu tindakan (intervansi medis) yang tidak dimaksudkan menjadi tujuandalam tindakan itu.

7).Selective AbortionSelective Abortion adalah penghentian kehamilan karena janin yangdikandung tidak memenuhi kriteria yang diinginkan.

8).Embryo Reduction (Pengurangan Embrio)9). Partial Birth Abortion

Dalam istilah medis disebut intact dilation dan extraction. Tindakan inibiasanya dilakukan pada janin dengan umur di atas 20 minggu yang sudahcukup kuat, sehingga tidak dapat digugurkan dengan obat-obatan tanpa

8C.B. Kusmaryanto, Kontroversi Aborsi, PT. Grasindo, Jakarta, 2002, hlm 37

Page 8: RESUME SKRIPSI - karyailmiah.narotama.ac.idkaryailmiah.narotama.ac.id/files/RESUME SKRIPSI LEGALISASI ABORSI...mendefinisikan aborsi sebagai penghentian kehamilan sebelum janin dapat

membahayakan keselamatan si ibu.

b. Aborsi Menurut Peraturan Perundang-Undangan IndonesiaPengaturan tindak pidana di Indonesia merujuk pada Kitab Undang-UndangHukum Pidana (KUHP). Di dalam KUHP terdapat beberapa pasal yang mengaturtentang aborsi. Aborsi juga diatur dalam Undang-Undang Kesehatan Nomor 23Tahun 1992 tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentangKesehatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang KesehatanReproduksi.

1). Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (untuk selanjutnya disebut

KUHP), pasal-pasal yang berkaitan langsung dengan aborsi adalah pasal 346sampai dengan pasal 349.Bila membaca pasal-pasal KUHP di atas, subjek hukum yang dapat disanksipidana dalam kasus aborsi adalah :a) Pelaksana aborsi, yaitu tenaga medis, atau dukun atau orang lain.b) Perempuan yang menggugurkan kandungannyac) Orang-orang yang terlibat langsung dan menyebabkan terjadinya aborsi.Uraian ini memperlihatkan bahwa KUHP secara tegas menyatakan segala macamaborsi dilarang, termasuk aborsi atas indikasi medis. Walaupun demikian dalamprakteknya, dokter yang melakukan abortus tidak dihukum jika dapat memberikanalasan yang dapat diterima hakim. Dasar hukum yang digunakan adalah pasal 48KUHP yang dinyatakan sebagai berikut “Barang siapa melakukan perbuatankarena pengaruh daya paksa tidak dapat dipidana.”

Dengan tidak dibenarkannya segala tindakan aborsi dalam KUHP, makaakibatnya tidak ada juga akses pelayanan kesehatan untuk aborsi. Hal inimenyebabkan ketika perempuan hendak melakukan aborsi, maka tindakan itudilakukan secara diam-diam dan hal tersebut adalah hal yang beresiko tinggiterhadap kesehatan maupun nyawa seorang perempuan.

Kekerasan terhadap perempuan menurut catatan Komisi Nasional Hak AsasiPerempuan setiap tahunnya semakin meningkat. Kemudian perlakuan yangdiberikan kepada korban juga masih diskriminatif dan belum cukup memberikanperlindungan kepada perempuan.Sebagai contoh yang terjadi pada kasusperkosaan yang dilakukan seorang laki-laki terhadap anak tiri, keponakan dananak kandungnya sendiri yang dilakukan berulang sejak korban masih kecil.Aborsi telah dilakukan anak tiri dan keponakannya masing-masing sebanyak duakali. Jika hal ini kemudian dipidana, maka akan sangat tidak adil bagi korbanyang sudah mengalami penderitaan bertahun-tahun. Selain itu aborsi dilakukansecara diam-diam yang kemungkinan besar merupakan aborsi yang tidak amanyang dapat mempunyai resiko besar terhadap kesehatan korban dan juganyawanya.Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang berlaku di Indonesia adalahpeninggalan dari masa kolonial Belanda. Pada saat itu ideologi yang mendominasiadalah ideologi patriarki dengan pola pikir patriarki, yang mengasumsikan sudutpandang laki-laki yang menjadi korban dan tidak mewakili cara berpikirperempuan yang juga dapat menjadi korban kekerasan dengan alasan dan dampak

Page 9: RESUME SKRIPSI - karyailmiah.narotama.ac.idkaryailmiah.narotama.ac.id/files/RESUME SKRIPSI LEGALISASI ABORSI...mendefinisikan aborsi sebagai penghentian kehamilan sebelum janin dapat

yang berbeda.Dalam perkembangannya muncullah isu feminis yang selanjutnya melahirkanTeori Hukum Feminis. Patricia Cain menyatakan pengkajian hukum secarafeminis bukan sebagai teori feminis kecuali didasarkan pada pengalamanperempuan. 9 Penekanan pada pengalaman perempuan perlu untukmengidentifikasi eksklusivitas hukum khususnya penderitaan-penderitaan(perempuan) yang tidak dikenali (dipahami dan direfleksikan) oleh peraturanperundangan atau terminimalisir, karena pengalaman perempuan tidak secaracukup terekspresikan dalam hukum.10Hal ini perlu menjadi penekanan karena sulituntuk diabaikan bahwa dalam kenyataannya populasi perempuan adalah lebih dariseparuh populasi masyarakat.

Satjipto Rahardjo mengatakan, dunia tidak pernah menyadari bahwa sistemhukum memang berkelamin laki-laki, walaupun kesadaran itu bisa muncul bilaorang bergerak dalam ranah sosiologi hukum. Sebaliknya studi hukum posivistik,dogmatis, dan analistis justru tidak mampu membawa manusia ke kesadaranseperti itu. 11

Dalam pelaksanaan tindakan aborsi, perempuan selalu menjadi pihak yangdirugikan dan sekaligus juga menjadi korban utama. Contohnya pada kasus aborsidilakukan oleh Miranti Tri Dianningsih Binti Suhendri, 18 tahun yang hamilkarena berhubungan intim dengan Deni yang tidak lain adalah iparnya (suami darikakaknya).

Pelaku dengan putusan Nomor 118/Pid.Sus/2014/PN.KNG dikenai pidanapenjara selama 7 (tujuh) bulan dan denda sejumlah Rp. 10.000.000,- (sepuluh jutarupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti denganpidana kurungan selama 1 (satu) bulan. Sanksi ini diberikan karena pelakuterbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah telah melakukantindak pidana dengan sengaja melakukan aborsi

Ketika Ahli pernah melakukan pemeriksaan terhadap pelaku sekitar akhirbulan Mei atau awal Juni 2014, pelaku didiagnosa mengalami aborsi incomplete,mengalami pendarahan dan sudah mulai lemas. Aaat Ahli melakukanpemeriksaan, pada rahim pelaku masih ada sisa dari konsepsi yang tertinggalberupa jaringan pesudial (sisa kandungan) yang bentuknya sudah tidak teratur.Hal ini menyebabkan pelaku mengalami pendarahan juga demam, lalu Ahlimelakukan tindakan kuret untuk membersihkan rahim pelaku untuk kepentingankesehatan pelaku.12

Pada kasus ini terlihat bahwa jika suatu tindakan aborsi dilakukan kemudiandiketahui orang lain, yang umumnya diseret ke pengadilan adalah perempuanyang melakukan aborsi. Padahal peran masyarakat sekitarnya mempengaruhiperempuan tersebut untuk melakukan aborsi. Dengan adanya dua keterangan yangberbeda antara pelaku dan Deni tentang terjadinya hubungan intim, seharusnyahakim mempertimbangkan kemungkinan terjadi subordinasi pelaku terhadapkorban sehingga korban tidak melawan ketika perbuatan itu dilakukan,sehingga

9Niken Savitri, HAM Perempuan Kritik Teori Hukum Feminis Terhadap KUHP, PT. RefikaAditama,Bandung, 2008, hlm 29 dikutipdan Martha Chamallas, Introduction to Feminist LegalTheory, second edition, Aspen Publisher, 200310Ibid11Ibid, hlm 812Putusan Mahkamah Agung, Op. Cit

Page 10: RESUME SKRIPSI - karyailmiah.narotama.ac.idkaryailmiah.narotama.ac.id/files/RESUME SKRIPSI LEGALISASI ABORSI...mendefinisikan aborsi sebagai penghentian kehamilan sebelum janin dapat

meyebabkan tidak adanya bukti kekerasan. Pada kenyataannya dalam banyakkasus, tidak adanya bukti kekerasan sering membuat kasus perkosaan tidak dapatdibuktikan.

Deklarasi Penghapusan Kekerasan tahun 1995 telah memperluas pengertianjenis kekerasan, tidak hanya mencakup kekerasan fisik, namun juga kekerasanpsikis dan seksual. Dalam KUHP belum ada pasal yang mengatur tentangkekerasan psikis dan seksual. Kekerasan terhadap perempuan diatur pada BabXIV yang mengatur tentang kejahatan kesusilaan, padahal kejahatan padakesusilaan lebih menitikberatkan kejahatan tersebut dilakukan di daerah publik,sehingga jika terjadi di daerah domestik pelaku tidak tersentuh oleh KUHP.Akibatnya banyak perkara perkosaan putusannya menjadi kasus pelecehan seksualdan hukuman yang diberikan relatif ringan dibandingkan dampak yang dihasilkandari tindakan perkosaan atau karena tidak dapat dibuktikan pelaku bebas darihukuman.

Komisi Nasional Hak Asasi Perempuan mencatat bahwa kejahatan terhadapperempuan semakin meningkat dari tahun ke tahun, utamanya kekerasan yangberkaitan dengan hak reproduksi seksual perempuan. Data tersebut mereflesikanbahwa KUHP belum dapat memenuhi rasa keadilan perempuan korban kekerasanseperti yang diharapkan, atau KUHP belum menimbulkan efek jera bagi pelakutindak kekerasan terhadap perempuan.

2). Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang KesehatanSebelum pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009

Tentang Kesehatan, telah ada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 TentangKesehatan yang sudah tidak berlaku lagi dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 ini perlupenulis uraikan sebab di dalamnya terdapat pasal yang mengatur tentang aborsi.Didalamnya diatur tentang kesehatan keluarga, yang diantaranya mengatur tentangkesehatan istri. Pasal 14 menyatakan bahwa kesehatan istri meliputi kesehatanpada masa prakehamilan, kehamilan, pascapersalinan dan masa di luar kehamilan,dan persalinan. Undang-undang ini ditafsirkan memperbolehkan aborsi denganindikasi medis yang dinyatakan pada pasal 15.Tindakan medis dalam bentuk pengguguran kandungan dengan alasan apapun,dilarang karena bertentangan dengan norma hukum, norma agama, normakesusilaan dan norma kesopanan. Namun dalam keadaan darurat sebagai upayamenyelamatkan jiwa ibu dan atau janin yang dikandungnya, dapat diambiltindakan tertentu. Dengan demikian pasal ini sebenarnya tidak secara jelasmenyatakan tentang pengaturan aborsi.Pasal ini hanya menyatakan bahwa sebagaiupaya penyelamatan ibu, dapat diambil tindakan medis tertentu, namun tidakdijelaskan hal yang dimaksud sebagai tindakan medis tertentu dan yangdikategorikan darurat. Bila dihubungkan dengan kata keselamatan ibu dan janin,maka secara umum tafsiran yang berkembang yang dimaksud adalah aborsi. Bilahal itu dianggap aborsi, maka seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, secaramedis aborsi didefinisikan sebagai pengeluaran hasil pembuahan (kehamilan) darirahim sebelum janin bisa hidup di luar kandungan. Berdasarkan definisi tersebut,jika terjadi tindakan pengeluaran janin dari rahim, maka janin tersebut akan mati.Padahal pada Pasal 15 ayat (1) dinyatakan bahwa untuk menyelamatkan jiwa ibuhamil dan atau janinnya, dapat diadakan tindakan medis tertentu.

Page 11: RESUME SKRIPSI - karyailmiah.narotama.ac.idkaryailmiah.narotama.ac.id/files/RESUME SKRIPSI LEGALISASI ABORSI...mendefinisikan aborsi sebagai penghentian kehamilan sebelum janin dapat

Konsekuensinya, bila ibu dan janinnya dapat diselamatkan, berarti tidak terjadiaborsi. Demikian pula jika akhirnya yang selamat janinnya, juga tidak terjadiaborsi.

Pasal 15 menyatakan bahwa tindakan medis tertentu hanya dapat dilakukandalam keadaan darurat sebagai upaya penyelamatan ibu. Bertentangan denganpengertian ini, padabagian penjelasandinyatakan setiap tindakan medis dalambentuk pengguguran kandungan dengan alasan apapun, dilarang. Dengan adanyapelarangan tersebut, maka harapan perempuan yang ingin memperoleh pelayanankesehatan reproduksi seperti menghentikan kehamilan dengan cara yang amanmenjadi hilang. Pengaturan yang tidak konsisten pada Undang-Undang Nomor 23Tahun 1992 memicu keinginan dan dorongan bagi pemerintah dan legislatif untukmengubah undang-undang ini. Kemudian pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 sebagai pengganti dari undang-undang ini.

Pada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009, pengaturan masalahaborsilebih tegasdibandingkan pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 Halini sesuai dengan ketentuan Pasal 75 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun2009 yang di dalamnya diinyatakan bahwa :a. aborsi adalah tindakan yang dilarang.b. untuk kondisi medis tertentu dan pada kehamilan korban perkosaan hal itu

diperbolehkan untuk dilakukan.Sejumlah penelitian menunjukkan beberapa alasan perempuan melakukan aborsi.Pertama, karena alasan kesehatan/fisik; kedua alasan psikososial seperti hamil diluar nikah, kegagalan kontrasepsi, anak sudah banyak, jarak anak terlalu dekat,ibu terlalu tua; ketiga, kehamilan tak diinginkan seperti karena perkosaaan,incest.13 Dari ketiga hal tersebut, alasan psikososial adalah yang tertinggi menjadisebab perempuan melakukan aborsi. Walaupun menjadi penyebab aborsi yangtertinggi, alasan psikososial tidak diterima untuk dimasukkan ke dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009. Dari semua sebab perempuan melakukan aborsidi atas, yang akhirnya diterima untuk dilegalkan dan dimasukkan ke dalamperaturan perundang-undangan adalah aborsi pada kehamilan akibat perkosaan.Pemerintah mengeluarkan peraturan perundang-undangan ini untuk hadirmelindungi hak kesehatan reproduksi bagi kaum perempuan. Dengandikeluarkannya peraturan ini, baik tenaga medis yang melakukan aborsi ataupunsi ibu memperoleh perlindungan ketika melakukan tindakan tersebut.

3). Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 Tentang KesehatanReproduksiUndang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tidak langsung dapat dijalankan

karena belum mempunyai peraturan pelaksanaan. Setelah diundangkan, undang-undang ini belum dapat dilaksanakan karena memerlukan peraturan pemerintahsebagai peraturan pelaksananya. Dengan memperoleh masukan dari berbagaipihak terutama dari pihak pemerhati kesehatan reproduksi dan pihak ulama, untukmenghasilkan peraturan pemerintah tersebut, akhirnya setelah 5 (lima) tahunsetelah Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 diundangkan, pemerintahmengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 Tentang KesehatanReproduksi.

13Yayasan Kesehatan Perempuan, Op. Cit.

Page 12: RESUME SKRIPSI - karyailmiah.narotama.ac.idkaryailmiah.narotama.ac.id/files/RESUME SKRIPSI LEGALISASI ABORSI...mendefinisikan aborsi sebagai penghentian kehamilan sebelum janin dapat

Peraturan pemerintah tentang kesehatan reproduksi ini merinci tanggungjawab dari pemerintah dan pihak-pihak terkait untuk melakukan aksi pencegahankematian ibu melahirkan dengan memberikan layanan bermutu, aman dan dapatdipertanggungjawabkan semasa hamil, melahirkan dan pasca kehamilan, termasukpendidikan reproduksi bagi remaja. Pada Pasal 75 Undang-Undang Nomor 36Tahun 2014, diatur tentang legalisasi aborsi. Sebagai aturan pelaksananya secarakhusus diatur pada Pasal 31 Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 yangmenyatakan :Pasal 31 :Tindakan aborsi hanya dapat dilakukan berdasarkan :a. indikasi kedaruratan medisb. kehamilan akibat perkosaan

c. Pengaturan Tentang Pelaksanaan AborsiNegara pada prinsipnya melarang tindakan aborsi, tetapi kenyataannya, tindakanaborsi pada beberapa kondisi medis merupakan satu-satunya jalan yang harusdilakukan tenaga medis untuk menyelamatkan nyawa seorang ibu yangmengalami permasalahan kesehatan atau komplikasi yang serius pada saatkehamilan. Kemudian dengan semakin diperhatikannya hak-hak perempuan,maka negara mengeluarkan peraturan yang memperbolehkan tindakan aborsiuntuk kehamilan pada perempuan korban perkosaan.

1). Aborsi Tidak Aman (unsafe abortion)Aborsi yang dilakukan dengan diam-diam untuk menghindari sanksi pidana

kemungkinan besar adalah aborsi tidak aman. Aborsi tidak aman (unsafeabortion) adalah penghentian kehamilan yang tidak diinginkan yang dilakukanoleh tenaga yang tidak terlatih, memakai metode dan peralatan yang tidak tepatdan tidak steril, dilakukan di tempat yang yang tidak terjamin secara higyenis,serta dilakukan tanpa konseling untuk menimbang keamanan pisik danpsikisnya.14

2). Aborsi Aman (safe abortion)Tindakan aborsi diperbolehkan untuk dilakukan jika sesuai dengan

ketentuan yang diatur pemerintah.Bagi kehamilan perempuan akibat korbanperkosaan pengaturannya diatur mulai dari Pasal 34 Peraturan Pemerintah Nomor61 Tahun 2014

Ketentuan pada peraturan pemerintah ini juga menjamin perempuan untukmemperoleh pelayanan kesehatan reproduksi atas aborsi yang aman. Aborsi yangaman (safe abortion) diatur di dalam pasal 35.Selanjutnya Pasal 36 mengatur tentang syarat tenaga medis yang diperbolehkanmelakukan tindakan aborsi, pasal 37 mengatur bahwa untuk suatu tindakan aborsiharus disertai konseling sebelum dan sesudah aborsi. Konseling sebelum aborsidiperlukan untuk memberikan informasi yang berkaitan dengan pelaksanaanaborsi dan mengetahui kesiapan perempuan yang akan melakukan aborsi.

Konseling setelah aborsi diperlukan untuk membantu mengevaluasi kondisiperempuan setelah tindakan aborsi, membantu perempuan tersebut untuk

14Yayasan Kesehatan Perempuan, Aborsi : Apa dan Mengapa, Lembar Fakta, Seri 2011, Nomor 1

Page 13: RESUME SKRIPSI - karyailmiah.narotama.ac.idkaryailmiah.narotama.ac.id/files/RESUME SKRIPSI LEGALISASI ABORSI...mendefinisikan aborsi sebagai penghentian kehamilan sebelum janin dapat

memahami kondisi fisiknya sekarang serta jika memang diperlukan dilakukanpemeriksaan dan konseling lanjutan.

Dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2014 inimaka buka juga akses bagi perempuan dengan kehamilan akibat perkosaan untukuntuk memperoleh konseling. Pada konseling pra tindakan, perempuan yang inginmelakukan aborsi diberi kesempatan untuk memilih sendiri apakah inginmelakukan aborsi atau meneruskan kehamilannya. Pemerintah mengaturpemberian pendampingan kepada korban perkosaan selama kehamilan bagiperempuan yang membatalkan keinginannya untuk melakukan aborsi. Pemerintahjuga membuka kemungkinan untuk mengasuh anak tersebut jika ibu ataukeluarganya menolak untuk mengasuh, yang akan dilakukan sesuai denganperaturan perundang-undangan yang mengaturnya.

Untuk menghindari penyalahgunaan aturan tersebut, pelaksanaan legalisasiaborsi juga akan dipantau oleh pemerintah dengan mewajibkan kepala dinaskesehatan kabupaten/kota untuk memberikan laporan setiap pelaksanaan aborsi.Aturan mengenai pengecualian atas larangan aborsi dalam kasus perkosaan adalahterobosan penting dalam memberikan jaminan perlindungan hukum bagi korbanperkosaan. Terobosan lain aturan ini adalah penegasan tanggungjawab negaramemberikan dukungan bagi pemulihan korban perkosaan.

d. Pelaksanaan Peraturan Legalisasi Aborsi Bagi Perempuan KorbanPerkosaan

Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014tentang Kesehatan Reproduksi yang merupakan peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Dalam melaksanakanperaturan perundang-undangan yang isinya antara lain memberikan legalisasiterhadap pelaksanaan aborsi ini ada hal yang perlu diperhatikan.

1). Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Undang-Undang Nomor 36Tahun 2009 Tentang Kesehatan

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak membenarkan dilakukannyaaborsi. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 juga melarang dilakukannyaaborsi namun memberikan pengecualian pada keadaaan darurat medis dankehamilan korban perkosaan. Namun kedua undang-undang ini tidakbertentangan. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 pada pasal 75 ayat (1)menyatakan bahwa aborsi adalah tindakan yang dilarang. Kemudian pada ayat (2)dinyatakan bahwa diberikan pengecualian untuk indikasi darurat medis dankehamilan akibat perkosaan. Hal ini berarti Undang-Undang Nomor 36 Tahun2009 sejalan dengan KUHP, pemberian pengecualian adalah untuk memenuhirasa keadilan kepada perempuan yang mengalami darurat medis yang dapatmengancam nyawanya serta kepada perempuan korban perkosaan yangmengalami beban yang berat sebagai dampak kejahatan seksual atas dirinya.Menurut Mardjono, tujuan tujuan sistem hukum pidana pidana adalah :a. mencegah masyarakat menjadi korban kejahatanb. menyelesaikan kasus kejahatan yang terjadi sehingga masyarakat puas,

bahwa keadilan telah ditegakkan dan yang bersalah dipidana; danc. mengusahakan agar mereka yang pernah melakukan kejahatan tidak

Page 14: RESUME SKRIPSI - karyailmiah.narotama.ac.idkaryailmiah.narotama.ac.id/files/RESUME SKRIPSI LEGALISASI ABORSI...mendefinisikan aborsi sebagai penghentian kehamilan sebelum janin dapat

mengulangi lagi kejahatannya15

Jika hanya merujuk pada ketentuan KUHP, maka perempuan korbanperkosaan belum memperoleh kepuasan dan keadilan belum ditegakkan, karenasanksi pidana yang diberikan kepada pelaku tidak mengurangi penderitaankorban. Untuk itu pengecualian diperlukan untuk membuka akses bagi perempuanyang telah mengalami kejahatan perkosaan untuk memperoleh pelayanankesehatan dan pemulihan. Karena itu, Undang-Undang Kesehatan tidakbertentangan dengan KUHP dan legalisasi aborsi kepada perempuan yangmengalami kehamilan dengan indikasi darurat medis dan perempuan korbanperkosaan adalah upaya untuk menegakkan keadilan di masyarakat.

2). Sosialisasi Legalisasi Aborsi Bagi Perempuan Korban Perkosaan diMasyarakatPemerintah melalui Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi menyatakan, dalam

pelaksanaan aborsi karena korban perkosaan harus melalui beberapa tahap yaitu :kehamilan <40 hari setelah haid terakhir, berdasarkan surat pernyataan kepolisian,mendapatkan konseling dari psikolog dan pemuka agama serta lembaga terkait.Kehamilan akibat pemerkosaan merupakan kehamilan akibat hubungan seksualtanpa adanya persetujuan dari pihak perempuan sesuai dengan ketentuanperaturan perundang-undangan, yang dibuktikan dengan usia kehamilan sesuaidengan kejadian pemerkosaan yang dinyatakan oleh surat keterangan dokter danketerangan penyidik, psikolog, atau ahli lain mengenai dugaan adanyapemerkosaan.

Ketika peraturan ini dikeluarkan, terjadi reaksi di masyarakat. Ada yang prodan ada yang kontra.Indonesia adalah negara dimana agama memiliki pengaruhbesar dalam kehidupan bermasyarakat, maka perlu dipertimbangkan pendapatpara ulama. Menurut Majelis Ulama Indonesia perkosaan dan incest bisa menjadisalah satu alasan untuk membolehkan aborsi. Pemuka agama Kristenmengeluarkan pernyataan yang menolak aborsi, karena menganggap bahwa setiapkehidupan yang terjadi adalah atas kehendak Pencipta. Ulama Islam diwakiliMajelis Ulama Indonesia telah mengeluarkanFatwa MUI No. 4 Tahun 2005 yangdidasari kekhawatiran terhadap masa depan anak korban perkosaan.16

Nahdatul Ulama juga menyusul mengeluarkan fatwa yang isinya, aborsidiperbolehkan dalam situasi daruratdan janin dalam kandungan diperbolehkandigugurkan jika janin itu merupakan hasil pemerkosaan. NU membolehkan aborsidengan catatan usia janin itu dibawah 40 hari terhitung sejak terjadi pembuahan.Bagi sebagian besar umat muslim Indonesia, fatwa MUI masih memiliki kekuatanhukum. Pemerintah akhirnya mengambil keputusan bahwa usia janin yangdiperbolehkan untuk diaborsi adalah dibawah 40 hari merujuk pada fatwa MUI.

Dari pihak Ikatan Dokter Indonesia sendiri sebagian ada yang kontra karenamenganggap bertentangan dengan kode etik kedokteran yaitu pasal 10 Kode EtikKedokteran “Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajibanmelindungi hidu mahluk insani”. Ada juga kekhawatiran bahwa nantinya dokter

15Niken Savitri, Op. Cit., hlm 94, dikutip dan Mardjono Reksodiputro, Hak Asasi dalam SistemPeradilan Pidana, Pusat Pelayanan dan Pengabdian Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 1994,hlm 8416 Rahmi Yuningsih, Legalisasi Abosi Korban Pemerkosaan diakses di http://berkas.dpr.go.idpada5 Januari 2014

Page 15: RESUME SKRIPSI - karyailmiah.narotama.ac.idkaryailmiah.narotama.ac.id/files/RESUME SKRIPSI LEGALISASI ABORSI...mendefinisikan aborsi sebagai penghentian kehamilan sebelum janin dapat

yang akan dipersalahkan jika melakukan pengguguran. Sebaliknya bagi yangsetuju, karena memandang dari aspek kemanusiaan.

Dari pihak pemerhati hak asasi anak, Komisi Perlindungan Anak Indonesia(KPAI) menyatakan bahwa KPAI secara garis besar tidak menentang PP ini, tapimenuntut agar PP ini seimbang, baik hak ibu maupun hak anak (dalam hal inimasih berbentuk janin).Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan peraturan pemerintah ini :a). Masih sempitnya pengertian KUHP tentang pengertian perkosaan dapat

menjadi kendala dalam pelaksanaan proses hukumnya.b). Belum adanya peraturan pelaksana yang mengatur teknis pelaksanaan

peraturan pemerintah ini sehingga masih rawan untuk diselewengkan.c). Waktu

Aborsi yang diperbolehkan adalah jika usia janin di bawah 40 hari. Hal yangsering terjadi adalah korban tidak segera melapor kepada pihak yangberwajib. Jika korban terlambat melapor, maka dikhawatirkan prosespembuktiannya usia janin akan melebihi 40 hari.

Hal ini yang menjadi perhatian dari kepolisian melalui Kapolri, yaitupermasalahan jangka waktu bisa dilakukannya aborsi, yaitu minimal 40 hari,sedangkan ada kemungkinan proses penyidikan cukup sulit.17

2. Relevansi Legalisasi Aborsi Bagi Perempuan Korban Perkosaan denganHak Kesehatan Reproduksi

Perempuan adalah mahluk ciptaan Tuhan yang memberikan kontribusi yangbesar dalam sejarah eksistensi umat manusia. Pengakuan dan penghormatanterhadap perempuan sebagai manusia sejatinya tidak dapat dipisahkan denganmengakui dan menghormati hak asasi perempuan. Hal ini perlu dipahami agardapat memberikan posisi yang bermartabat bagi perempuan sebagai manusia.

a. Kekerasan Seksual Terhadap PerempuanPerempuan dinyatakan secara eksplisit dan khusus dijamin hak

asasinyakarena berdasarkan kajian dan pengaturan dalam beberapa konvensiinternasional, perempuan dimasukkan dalam kelompok vulnerable (kelompokrentan), bersama-sama dengan kelompok anak, kelompok minoritas, kelompokpengungsi dan kelompok rentan lainnya. Kelompok rentan adalah kelompok yanglemah,tak terlindungi, dan karenanya selalu dalam keadaan yang penuh resiko dansangat rentan terhadap bahaya.Bahaya tersebut berasal dari kelompok lain, salahsatunya dapat datang dari kelompok laki-laki yang dalam berbagai hal dianggapmasyarakat sebagai kelompok yang lebih kuat dan karenanya memiliki kekuasaanlebih atas kelompok perempuan.Kekerasan seksual adalah isu penting dan rumit. Ketimpangan relasi kuasa antarapelaku dan korban adalah akar dari kekerasan seksual terhadap perempuan. Dalamhal ini relasi itu adalah antara laki-laki dan perempuan. Ketimpangan semakin

17Aliansi Remaja Independen, Sosialisasi PP No.61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi,diakses di http://aliansiremajaindependen.org pada tanggal 13 Nopember 2014

Page 16: RESUME SKRIPSI - karyailmiah.narotama.ac.idkaryailmiah.narotama.ac.id/files/RESUME SKRIPSI LEGALISASI ABORSI...mendefinisikan aborsi sebagai penghentian kehamilan sebelum janin dapat

diperparah bila pelaku memiliki kendali atas korban. Kendali ini bisa berupasumber daya, ekonomi maupun status sosial. Termasuk pula kendali dalam bentukhubungan seperti orangtua-anak, majikan-buruh, guru-murid, tokoh masyarakat-warga, kelompok bersenjata/aparat-penduduk sipill.Dalam KUHP kekerasan seksual termasuk di dalamnya perkosaan dianggapsebagai pelanggaran terhadap kesusilaan. Pengkategorian ini tidak sajamengurangi derajat perkosaan sebagai suatu kejahatan yang dilakukan, namunjuga menciptakan pandangan bahwa kekerasan seksual adalah persoalan moralitassemata.

Perkosaan adalah serangan yang diarahkan pada bagian seksual danseksualitas seseorang dengan menggunakan organ seksual (penis) ke organseksual (vagina), anus atau mulut, atau dengan menggunakan bagian tubuhlainnya yang bukan organ seksual ataupun benda-benda lainnya. Seranganitu dilakukan dengan kekerasan, dengan ancaman kekerasan ataupun denganpemaksaan sehingga mengakibatkan rasa takut akan kekerasan, di bawahpaksaan, penahanan, tekanan psikologis atau penyalahgunaan kekuasaanatau dengan mengambil kesempatan dari lingkungan yang koersif, atauserangan atas seseorang yang tidak mampu memberikan persetujuan yangsesungguhnya.18

Dampak yang dialami seorang perempuan korban perkosaan sangat besar,terhadap fisik, psikis maupun sosial. Pada umumnya korban perkosaan mengalamitrauma dan hal tersebut bukan hal yang mudah diatasi. Beban tersebut akanbertambah berat, jika perempuan korban perkosaan tersebut mengalami kehamilanyang tidak diinginkan. Hal ini juga menjadi alasan yang mendorong seorangperempuan korban perkosaan mengambil keputusan untuk menghentikankehamilannya dengan melakukan tindakan aborsi. Pada kenyataannya, perempuanyang melakukan aborsi adalah pihak yang paling dirugikan.

Korban perkosaan mengalami penderitaan baik fisik maupun mental.Korban seringkali mengalami trauma, dan pada sebagian korban yang tidakmampu bangkit secara emosional, bahkan dapat mengakhiri hidupnya. Beratnyabeban psikologis korban perkosaan dapat dibaca pada contoh kasus seorangperempuan, sebut saja Y korban perkosaan berkelompok (gang rape) pada hariKamis, 1 Mei 2014 dinihari di Gampong, Langsa, Aceh. Perkosaan dilakukanoleh 8 orang, yang merupakan bagian dari aksi main hakim sendiri terhadapkorban yang digerebek karena dituduh melanggar peraturan yang melarangperempuan berduaan dengan laki-laki yang tidak memiliki hubungan perkawinandengannyawalaupun belum diperiksa apakah tuduhan itu benar atau tidak.Walaupun mengalami perkosaan, Y tetap dikriminalisasi atas pelanggaranperaturan daerah oleh para pemerkosanya itu. Y dihukum cambuk, namunhukuman ini belum dilaksanakan karena Y ternyata berada dalam kondisi hamil.

Kasus ini adalah salah satu contoh kejadianyang harus dialami seorangperempuan korban perkosaan. Dalam banyak kasus juga disertai penyiksaan danperlakuan yang merendahkan martabat korban. Dampaknya sangat berpengaruhbesar pada korban secara fisik, psikis maupun sosial.

Pada korban perkosaan, reaksi yang umum terjadi adalah19 :

18Komnas Perempuan, Loc. Cit19M. Munandar Sulaeman dan Siti Homzah, Kekerasan Terhadap Perempuan Tinjauan dalamBerbagai Disiplin Ilmu & Kasus Kekerasan, PT. Refika Aditama, Bandung, 2010, hlm. 66

Page 17: RESUME SKRIPSI - karyailmiah.narotama.ac.idkaryailmiah.narotama.ac.id/files/RESUME SKRIPSI LEGALISASI ABORSI...mendefinisikan aborsi sebagai penghentian kehamilan sebelum janin dapat

1) Timbul rasa takut dan cemas yang menetap pada korban.2) Depresi.3) Korban mengalami gangguan pada penyesuaian sosialnya.4) Gangguan fungsi seksual5) Keluhan pada fisik6) Stres Paska Traumatik (Post-traumatic Stress Disorder).Pada kondisi terjadi pemaksaan kehendak pelaku, seorang korban perkosaan akanmenderita secara fisik, mental, dan sosial. Secara fisik, bisa terjadi perlukaan baiktubuh atau organ reproduksi, secara psikis korban perkosaan akan mengalamidampak psikologis yang berat, dan secara sosial korban perkosaan seringkalimendapat tanggapan dan reaksi yang tidak mengenakkan dari masyarakat maupunkeluarganya sendiri.

Menurut Pasal 1 Deklarasi Penghapusan Kekerasan Penghapusan Kekerasanterhadap Perempuan :“Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap perbuatan berdasarkan pembedaanberdasarkan gender yang berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraanperempuan secara fisik, seksual atau psikologis termasuk ancaman terjadinyaperbuatan tersebut, pemaksaan atau perampasan kebebasan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi di ruang publik maupun di dalam kehidupan pribadi.Perkosaan menurut pasal 2 dikategorikan sebagai salah satu bentuk tindakkekerasan terhadap perempuan.Walaupun tidak sama dengan pemberlakuan hukum di Aceh, perlakuan terhadapkorban perkosaan yang memakai KUHP sebagai landasan hukumnya juga tidakjauh berbeda. Hanya, hal itu terjadi di kantor polisi dan ruang pengadilan. Proseshukum yang dilakukan tidak berpihak pada korban. Korban harus menjelaskanberulangkali peristiwa traumatis yang dialaminya kepada aparat hukum. Demikianjuga ketika di pengadilan dan korban harus bersaksi. Pertanyaan yang ditimbulkanbukan saja tidak netral tetapi mengandung “male sense” secara khusus, misalnyapembelaan pelaku bahwa korban (perempuan) menghendaki dilakukannyaperbuatan tersebut. Korban yang harus berusaha membuktikan bahwa terjadipemerkosaan dan bukan pelaku yang berusaha membuktikan tidak melakukannya.Aparat hukum baik polisi hingga hakim juga sering tidak menunjukkan simpatikepada korban perkosaan sehingga korban perkosaan mengalami yang disebutsecondary victimization. Terbukti dari ungkapan Lees yang menganggap sidangpemerkosaan sebagai suatu proses yang menghasilkan jenis kesesuaian tertentu,bahwa persidangan merupakan pemerkosaan kedua oleh peradilan dalam profesihukum.20

Dalam penjatuhan sanksi pidana, seringkali hakim memberikan sanksipidana yang terlalu ringan kepada terdakwa yang terbukti melakukan tindakpidana perkosaan atau justru membebaskan terdakwa dengan alasan tidak adapembuktian. Seperti yang terjadi pada kasus tentang perkosaan terhadapperempuan di bawah umur (15 tahun) di desa Moti, Kecamatan Tobelo,

20 Adrianus Meliala, Dukungan dan Pemulihan Bagi Korban Kejahatan Serta Praktik-PraktikTerbaik Perlakuan Untuk Korban, Disampaikan pada Rapat Koordinasi Para Pemangku Kepentingandalam Aktivitas Perlindungan dan Pemenuhan Hak Korban Kejahatan pada Proses Peradilan Pidanadan Penegakkan Hak Asasi Manusia dengan tema “Membangun Sinergitas Kewenangan, Kemampuan,dan Fasilitas dalam Aktivitas Layanan Perlindungan dan Bantuan Pemenuhan Hak-hak KorbanKejahatan” oleh LPSK di Jakarta 31 Oktober 2013

Page 18: RESUME SKRIPSI - karyailmiah.narotama.ac.idkaryailmiah.narotama.ac.id/files/RESUME SKRIPSI LEGALISASI ABORSI...mendefinisikan aborsi sebagai penghentian kehamilan sebelum janin dapat

Kabupaten Maluku Utara. Pada awalnya jaksa mendakwa terdakwa dengandakwaan primai melanggar pasal 285 KUHP dan dakwaan subsidair melanggarpasal 287 ayat (1) KUHP yaitu bersetubuh dengan wanita yang bukan istrinyasedang diketahui bahwa wanita itu belum cukup umur (15 tahun). Hakim menilaibahwa dakwaan jaksa atas pelanggaran Pasal 285 KUHP tidak terbukti, karenatidak adanya bukti kekerasan dan ancaman dalam perbuatan tersebut. Kemudianatas dakwaan terhadap pelanggaran Pasal 187 KUHP telah terbukti, dengandemikian terdakwa dinyatakan bersalah melakukan kejahatan tersebut. Namunkarena Pasal 287 ayat (2) KUHP mensyaratkan adanya “pengaduan” atas kasustersebut, sementara itu ternyata yang ditemukan pada kasus ini hanyalah suratlaporan dari kepala desa Moti kepada kepolisian setempat yang kemudian dibawaoleh ayah korban. Ternyata ayah korban adalah seorang yang buta huruf dan butahukum, yang melaporkan perbuatan tersebut kepada kepala desa. Dengan dasarini, hakim berpendapat bahwa meskipun dakwaan atas pasal 287 ayat (1) KUHPterpenuhi, tetapi karena tidak ada “pengaduan” yang diajukan oleh pihak yangberkepentingan (ayah korban), maka dakwaan jaksa tidak dapat diterima danhakim membebaskan terdakwa.Dalam putusan ini hakim hanya mendasarkan pada keterangan terdakwa dan tidakmempertimbangkan terjadinya subordinasi terdakwa terhadap korban, sehinggabukti kekerasan secara fisik tidak terlihat pada korban karena korban tidakmelakukan perlawanan berarti.

Putusan tersebut menunjukkan bahwa hakim lebih menekankan kepadaadanya legalitas formal atau dokumen pengaduan daripada adanya perbuatanpidana persetubuhan dengan anak di bawah umur.

Dalam hukum pidana, perlu untuk memandang dari sisi korban(viktimologi). J.E. Sahetapy menyatakan bahwa orientasi viktimologi adalahkesejahteraan masyarakat, masyarakat yang tidak menderita atau di mana paraanggota masyarakat tidak menjadi korban dalam arti yang luas.21

Berdasarkan kerugian yang diderita korban, pemberian bantuan atausantunan kepada korban bukan saja menjadi kewajiban dari pelaku kejahatan itu,tetapi juga masyarakat umum dan negara. Terjadinya kejahatan dapat dianggapgagalnya negara dalam memberikan perlindungan yang baik kepada warganya.22

b. Hak Asasi PerempuanPerempuan sebagai suatu kelompok dalam masyarakat, merupakan suatukelompok yang wajib mendapatkan jaminan atas hak-haknya.Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak dasar yang melekat pada diri manusiasejak lahir. Setiap manusia berhak memiliki hak tersebut. Istilah Hak Asasimanusia itu sendiri berarti hak tersebut ditemukan dalam hakekat kemanusiaandan demi kemanusiaan. Hak-hak itu mencakup antara lain hak atas kehidupan,keamanan, kebebasan berpendapat, dan merdeka dari segala bentuk penindasan.23

Hak asasi tersebut wajib dijunjung tinggi oleh setiap individu dari suatu negarayang mengakui dan menghargai HAM itu sendiri. Negara juga harus menjaminsetiap individu memiliki hak tersebut tanpa ada perkecualian.

21J.E. Sahetapy, Op. Cit, hlm 2622J.E. Sahetapy, Op. Cit, hlm 3723 Niken Savitri, Op. Cit, hlm 1

Page 19: RESUME SKRIPSI - karyailmiah.narotama.ac.idkaryailmiah.narotama.ac.id/files/RESUME SKRIPSI LEGALISASI ABORSI...mendefinisikan aborsi sebagai penghentian kehamilan sebelum janin dapat

Secara khusus hak asasi perempuan dijamin dengan diratifikasinyaKonvensi PBBmengenai Hak-Hak Politik Perempuan Tahun 1953 denganUndang-Undang Nomor 68 Tahun 1958, Deklarasi Penghapusan TindakKekerasan Terhadap Perempuan (Declaration on the Elimination of ViolenceAgainst Women/DEVAW) pada bulan Desember 1993, Konferensi InternasionalKependudukan dan Pembangunan (International Confrence on Population andDepelopment/ICPD) di Kairo, Mesir tahun 1994.Di Indonesia, jaminan atas HAM secara umum dapat ditemukan di dalamUndang-Undang Dasar Negara Indonesia 1945 (UUD NRI 1945) pasal 28 A-J,terutama dalam Pasal 28I ayat (4) yang menegaskan perlindungan, pemajuan,penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara,terutama pemerintah. Kemudian dikeluarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM), Undang-Undang Nomor 7 Tahun1984 tentang Penghapusan Diskriminasi Terhadap Perempuan.Undang-Undangini merupakan Pengesahan Konvensi Perempuan (Convention of The Eleminationof All Forms of Discrimination Against Woman/CEDAW) yang dikeluarkanMajelis Umum PBB tanggal 18 Desember 1979. Konvensi ini merupakan langkahmaju untuk memposisikan kaum perempuan dalam perlindungan dan pemenuhanHAM. PadaUndang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 dinyatakan, negara seharusnyamelakukan upaya semaksimal mungkin untuk menghapuskan segala bentukdiskriminasi terhadap perempuan.Perempuan secara kodrati memiliki fungsi-fungsi reproduksi yang berbeda denganpria, yaitu haid, hamil, melahirkan, dan menyusui; suatu proses yang sangatmenentukan derajat kesehatan dirinya dan anak yang dikandungnya. Organreproduksi perempuan harus dipahami sebagai bagian yang tidak terpisahkandengan jati diri perempuan. Jika demikian, maka perlindungan terhadapperempuan juga bermakna perlindungan terhadap organ reproduksi dan prosesreproduksivitas seorang perempuan.24

c. Hak Kesehatan ReproduksiAborsi adalah perbuatan yang dilarang. Ini terlihat pada Undang-UndangKesehatan Nomor 36 Tahun 2009 pasal 75 yang melarang perbuatan aborsi.Namun undang-undang ini memperbolehkan aborsi untuk indikasi medis tertentudan korban perkosaan. Hal yang mendasarinya adalah bahwa kehamilan akibatpemerkosaan menimbulkan penderitaan, memperparah kondisi mental korbanyang sebelumnya telah mengalami trauma berat akibat peristiwa perkosaantersebut.Trauma ini juga akan berdampak buruk bagi perkembangan janin yangdikandung korban. Oleh karena itu, sebagian besar korban perkosaan mengalamireaksi penolakan terhadap kehamilannya.

Para ahli yang melakukan penelitian mempunyai data tentang jumlah aborsidi Indonesia. Hull, Sarwono dan Widyantoro memperkirakan antara 750.000hingga 1.000.000 atau 18 aborsi per 100 kehamilan, Saifuddinmemperkirakansekitar 2,3 juta, sedangkan sebuah studi yang diselenggarakan oleh PusatPenelitian Kesehatan Universitas Indonesia memperkirakan angka aborsi di

24Majda El Muhtaj, Dimensi-Dimensi HAM, Mengurai Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, PT.Raja Grafindo Perkasa, Jakarta, 2013, hlm 245

Page 20: RESUME SKRIPSI - karyailmiah.narotama.ac.idkaryailmiah.narotama.ac.id/files/RESUME SKRIPSI LEGALISASI ABORSI...mendefinisikan aborsi sebagai penghentian kehamilan sebelum janin dapat

Indonesia sebesar 2.000.000 per tahun.25 Data ini belum termasuk aborsi spontanyang terjadi. Dengan kenyataan seperti ini, maka perhatian dari pemerintah sangatdibutuhkan mengatasi hal tersebut, karena aborsi yang tidak aman menjadi salahsatu penyebab Angka Kematian Ibu (AKI) yang tinggi. Pada awal 2014, angkakematian ibu yang sangat tinggi, yaitu sebanyak 359 per 100 ribu kelahiran, atauhampir dua kali lipat dari tahun 2007 sebesar 228 per 100 ribu kelahiran.26

Aborsi yang dilakukan secara diam-diam besar kemungkinan adalah aborsiyang tidak aman karena tidak dilakukan dengan orang, prosedur dan tempat yangtepat dan benar. Aborsi tidak aman adalah tindakan yang sangat beresiko terhadapkesehatan organ reproduksi perempuan dan dapat membahayakan nyawaperempuan.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang melarang tindakan aborsi,mengakibatkan akses untuk pelayanan aborsi yang aman juga tidak tersedia. Hakperempuan untuk memperoleh pelayanan kesehatan khususnya organ reproduksijuga tertutup. Di pihak lain, agar dapat menekan angka kematian ibu yangdisebabkan aborsi, perlu akses pelayanan kesehatan reproduksi bagi perempuan.Aborsi yang tidak aman memang memerlukan penanganan yang serius dari semuapihak, baik lembaga pemerintah maupun lembaga non-pemerintah. Secara moralnegara akan dianggap tidak bertanggung jawab bila hal itu dibiarkan berlangsungterus dan membiarkan perempuan mati karena tindakan aborsi. Apalagi mengacupada Program Aksi ICPD 1994 yang merupakan kesepakatan internasional dimana Indonesia turut menanda-tanganinya, fakta banyaknya aborsi tidak aman diatas merupakan pelanggaran atas dua hak asasi manusia yaitu :1) hak untuk hidup bagi perempuan yang dalam proses reproduksinya

menghadapi risiko gangguan fisik dan mental, kecacatan dan kematian akibattindakan aborsi tidak aman; dan

2)hak untuk mendapat pelayanan yang berkualitas standar, termasuk pemanfaatanteknologi kesehatan reproduksi dan informasi yang terkait, tanpa diskriminasiapa pun.

Kesehatan Reproduksi menurut Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun2014 pasal 1 angka 2 adalahkeadaan sehat secara fisik, mental, dan sosial secarautuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengansistem, fungsi, dan proses reproduksi.Banyaknya kematian akibat aborsi yang tidak aman, tentu sangat memprihatinkan.Hal ini diakibatkan kurangnya kesadaran dari perempuan dan masyarakat tentanghak atas pelayanan kesehatan. Padahal bagaimanapun kondisi atau akibatnya,setiap perempuan sebagai warganegara memiliki hak untuk mendapatkanpelayanan kesehatan yang memadai dan merupakan kewajiban suatu negara untukmenyediakan hal itu.Hak atas pelayanan kesehatan ini ditegaskan pula dalamPasal 12 Konvensi Penghapusan segala bentuk Kekerasan terhadap Perempuan(Konvensi Perempuan).Sesuai dengan rekomendasi nomor 24 tentang Kesehatan Perempuan padaDeklarasi Konvensi tentang Penghapusan Kekerasan Perempuan bahwa Negaraharus menjamin hak perempuan dalam memperoleh pelayanan kesehatan

25 Zumratin K Susilo dan Herna Lestari,Op. Cit.26 Policy Preview, Prakarsa, Op. Cit.

Page 21: RESUME SKRIPSI - karyailmiah.narotama.ac.idkaryailmiah.narotama.ac.id/files/RESUME SKRIPSI LEGALISASI ABORSI...mendefinisikan aborsi sebagai penghentian kehamilan sebelum janin dapat

reproduksi.27

Pada Undang-Undang Hak Asasi Manusia Pasal 49 ayat (3) dinyatakan :“Hak khusus yang melekat pada diri wanita dikarenakan fungsi reproduksinya,dijamin dan dilindungi oleh hukum.”Dalam kaitan dengan hukum, perlindungan dapat diartikan sebagai suatuperlindungan yang diberikan terhadap subjek hukum dalam bentuk perangkathukum baik yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif, baik yangtertulis maupun tidak tertulis. Dengan kata lain perlindungan hukum sebagai suatugambaran dari fungsi hukum. yaitu konsep dimana hukum dapat memberikansuatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian.

d. Relevansi Legalisasi Aborsi pada Korban Perkosaan dengan HakKesehatan Reproduks

Aborsi pada kehamilan akibat perkosaan dilegalkan untuk memberikanperlindungan bagi perempuan yang hamil akibat perkosaan dengan caramenyediakan akses layanan kesehatan reproduksi. Dengan demikian perempuanyang telah mengalami kekerasan, tidak menjadi korban ganda (double/multiplevictimization). Arif Gosita menyatakan korban perkosaan yang hamil sebagaikorban ganda (double/multiple victimization), yaitu korban yang selain mengalamipenderitaan selama diperkosa, juga mengalami berbagai penderitaan mental, fisik,dan sosial. Saparinah Sadli mengungkapkan bahwa korban perkosaan sangatmembutuhkan pertolongan karena mengalami penderitaan fisik dan psikis yangluar biasa dan yang terjadi menyangkut hari depan generasi berikutnya. Karena itumereka berhak memilih untuk meneruskan atau menghentikan bila terjadikehamilan.28

Pada KUHP, yang menjadi fokus adalah kepada pelaku kejahatan. Sanksi pidanaakan dikenakan kepada pelaku kekerasan kepada perempuan jika dapat kejahatanitu dapat dibuktikan di pengadilan. Tetapi sanksi yang dikenakan kepada pelakutidak memberi keadilan kepada korban perkosaan. Karena itu pemerintah perluhadir untuk memberikan hak tersebut kepada perempuan korban kekerasankhususnya dalam hal ini korban perkosaan.

Dalam proses penegakan hukum pidana paling sedikit ada dua pihak yangterkait di dalamnya, yaitu pelaku tindak pidana (offenders) dan korban kejahatan(victims). Kedua pihak harusnya memperoleh perhatian yang seimbang, sehinggaproses penyelesaian perkara pidana tidak ada pihak yang dirugikan baik dari sudutpenegakan hukum pidana mapun dalam penanggulangan kejahatan yang terjadidalam masyarakat. Penegakan hukum yang tidak seimbang akan mengakibatkankejahatan semakin meningkat. Indikasi ini terlihat dari Catatan Tahunan(CATAHU) Komnas Perempuan menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2012 ada4.336 kasus kekerasan seksual dari total 211.822 kasus kekerasan terhadapperempuan yang dilaporkan. Kasus kekerasan seksual paling banyak terjadi diranah publik, dengan 2.920 kasus. Sebanyak 1.416 kasus kasus kekerasan seksual

27Pusat Kajian Wanita dan GenderUniversitas Indonesia, Op. Cit., hal 12128 Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual,Op.Cit., hlm 81

Page 22: RESUME SKRIPSI - karyailmiah.narotama.ac.idkaryailmiah.narotama.ac.id/files/RESUME SKRIPSI LEGALISASI ABORSI...mendefinisikan aborsi sebagai penghentian kehamilan sebelum janin dapat

terjadi di ranah personal. Bentuk kekerasan seksual paling banyak terjadi adalahpencabulan dan perkosaan 1620 kasus ( > 50% ).29

Perlindungan korban merupakan suatu masalah yang mendapat perhatian daridunia Internasional. Dalam Kongres PBB ke VII tahun 1985 di Milan tentangPrevention of Crime and the Treatment of Offenders dikemukakan bahwa hak-hakkorban seharusnya dilihat sebagai bagian yang integral dari keseluruhan hukumpidana. Pertemuan ini menghasilkan rancangan resolusi yang kemudian menjadiResolusi MU-PBB Nomor 40/34 tanggal 29 Nopember 1985 tentangDeclarationof Basic Principles of Justice for Victim of Crime and Abuse Of Power. Dalamresolusi ini dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan korban adalah orang-orang,baik secara individual maupun kolektif, yang menderita kerugian akibat perbuatan(tidak berbuat) yang melanggar hukum pidana yang berlaku di suatu negara,termasuk peraturan-peraturan yang melarang penyalahgunaan kekuasaan.Selanjutnya dikatakan bahwa dalam pengertian korban ini termasuk juga orang-orang yang menjadi korban dari perbuatan (tidak berbuat) yang walaupun belummerupakan pelanggaran terhadap hukum pidana nasional yang berlaku, tetapisudah merupakan pelanggaran menurut norma-norma HAM yang diakui secarainternasional.30Pengertian kerugian dalam resolusi tersebut meliputi kerugian fisikmaupun mental, emosional, kerugian ekonomi atau perusakan hak-hak asasikorban.

Legalisasi aborsi untuk perempuan korban perkosaan merupakan upayapemerintah untuk tidak melakukan pembiaran terhadap belum terpenuhinya rasakeadilan terhadap perempuan korban perkosaan. Bila negara tidak berbuat, makanegara melakukan pembiaran terhadap tidak terpenuhinya hak asasi perempuan,Sebagaimana yang diuraikan sebelumnya, hak asasi perempuan adalah hak yangmelekat pada dirinya, termasuk organ reproduksi. Jadi menjamin hak kesehatanreproduksi perempuan adalah wujud perlindungan terhadap hak asasi perempuan.

29Komnas Perempuan, Peluncuran Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (25Nopember-10 Desember 2013), Lembar Fakta, 201330 Tri Wahyu Widiastuti, Kebijakan Hukum Pidana dalam Perlindungan terhadap KorbanPerkosaan, Thesis, 2008, hlm. 14, dikutip dan Barda Nawawi Arief, Beberapa Aspek KebijakanPenegakan Hukum dan Pengembangan Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998, hlm.54.

Page 23: RESUME SKRIPSI - karyailmiah.narotama.ac.idkaryailmiah.narotama.ac.id/files/RESUME SKRIPSI LEGALISASI ABORSI...mendefinisikan aborsi sebagai penghentian kehamilan sebelum janin dapat

C. PENUTUP1. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari uraian di atas adalah sebagai berikut :a. Legalisasi aborsi bagi perempuan korban perkosaan diberikan pemerintah

dalam bentuk Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009Tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014Tentang Kesehatan Reproduksi yang merupakan upaya pemerintah untukmemberikan akses pelayanan kesehatan reproduksi kepada perempuan.Undang-Undang ini memberikan jaminan perlindungan hukum bagikorban perkosaan dan penegasan tanggungjawab negara dalammemberikan dukungan bagi pemulihan korban perkosaan.

b.Perempuan secara kodrati memiliki fungsi-fungsi reproduksi yang berbedadengan pria, yaitu haid, hamil, melahirkan, dan menyusui. Organreproduksi perempuan harus dipahami sebagai bagian yang tidakterpisahkan dengan jati diri perempuan.Hak Asasi Manusia adalah hakdasar yang melekat pada diri manusia sejak lahir.Legalisasi aborsi bagikorban perkosaan merupakan perlindungan terhadap hak asasiperempuan atas kesehatan reproduksi.

2. Sarana. Pemerintah harus segera membuat aturan pelaksana teknis, sehingga

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan PeraturanPemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi dapatberjalan efektif mengingat pentingnya penanganan atas kesehatanreproduksi perempuan. Peraturan teknis itu dapat berupa prosedurstandar operasional baku yang harus dijalankan ketika menghadapikorban perkosaan yang meminta layanan kesehatan reproduksipenghentian kehamilan (aborsi). Hal ini diperlukan agar tidak terjadipenyalahgunaan peraturan legalisasi aborsi.

b. Pemerintah perlu melakukan sosialisasi dan memberikan pendidikankesehatan reproduksi pada semua perempuan agar sadar akan haknyaatas kesehatan reproduksi serta mengetahui tersedianya akses untukmendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi, secara khusus bagi korbanperkosaan dapat memperoleh bantuan atas pemulihan dan penghentiankehamilan yang aman.

Page 24: RESUME SKRIPSI - karyailmiah.narotama.ac.idkaryailmiah.narotama.ac.id/files/RESUME SKRIPSI LEGALISASI ABORSI...mendefinisikan aborsi sebagai penghentian kehamilan sebelum janin dapat

DAFTAR PUSTAKA

BukuAbdul Wahid dan Muhammad Irfan, 2011, Perlindungan Terhadap Korban

Kekerasan Seksual, PT. Refika Aditama, BandungC.B. Kusmaryanto, Kontroversi Aborsi,2002, PT. Grasindo, JakartaPeter MahmudMarzuki, 2014, Penelitian Hukum, Kharisma Putra Utama, JakartaMajda El Muhtaj, 2013, Dimensi-Dimensi HAM, Mengurai Hak Ekonomi, Sosial

dan Budaya, PT. Raja Grafindo Perkasa, JakartaM. Munandar Sulaeman dan Siti Homzah, 2010, Kekerasan Terhadap Perempuan

Tinjauan dalam Berbagai Disiplin Ilmu & Kasus Kekerasan, PT. RefikaAditama, Bandung

Niken Savitri, 2008, HAM Perempuan Kritik Teori Hukum Feminis TerhadapKUHP, PT. Refika Aditama,Bandung

Sahetapy, J.E., 1987, Viktimologi : Sebuah Bunga Rampai, Pustaka SinarHarapan,Jakarta

Pusat Kajian Wanita dan GenderUniversitas Indonesia, 2007, Hak azasiperempuan: Instrumen Hukum untuk Mewujudkan Keadilan Gender,Yayasan Obor Indonesia

Yayasan Kesehatan Perempuan, Seri 2011, Aborsi : Apa dan Mengapa, LembarFakta, No.1

Peraturan Perundang-Undangan________, Undang-Undang Dasar Negara Indonesia 1945________, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana________, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 Tentang Pengesahan Konvensi

Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi TerhadapPerempuan

________, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan________, Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 Tentang Kesehatan

Reproduksi

MakalahAliansi Remaja Independen, 2014, Sosialisasi PP No.61 Tahun 2014 tentang

Kesehatan Reproduksi, LaporanDiah Irawati, 2009, Kematian Ibu dan Anak dan Beberapa Persoalan Mendasar

Kesehatandan Hak Reproduksi, Naskah, Komnas PerempuanGuttmacher Institute, Seri 2008, Aborsi di Indonesia, Buletin, No.2Komnas Perempuan, 2013,Kekerasan Seksual Kenali dan Tangani, NaskahKomnas Perempuan, 2013, Pernyataan Sikap terkait Proses Hukum terhadap

Korban Perkosaan yang Dituduh Melakukan Pelanggaran AturanDaerah (Qanun) tentang Khalwat di Aceh, NaskahPrakarsa Policy Preview, Oktober 2014, Angka Kematian Ibu (AKI) Melonjak,Indonesia Mundur 15 Tahun, Buletin 05

Zumratin, Herna Lestari dan K Susilo, 6 Oktober 2002, Aborsi : Fakta,Kebutuhan dan Tantangan Serta Pengaruhnya dalam Profil Kesehatan

Page 25: RESUME SKRIPSI - karyailmiah.narotama.ac.idkaryailmiah.narotama.ac.id/files/RESUME SKRIPSI LEGALISASI ABORSI...mendefinisikan aborsi sebagai penghentian kehamilan sebelum janin dapat

Perempuan, disampaikan pada acara Temu Ilmiah FertilitasEndokrinologi Reproduksi, Hotel Savoy Homann Bidakara Bandung

Putusan PengadilanPutusan Pengadilan Nomor 19/Pid.Sus/2013/PN.Cbn.Putusan Pengadilan Nomor 118/Pid.Sus/2014/PN.Kng.

KamusDepartemen Pendidikan Nasional, 2014, Kamus Besar Bahasa Indonesia, P.T.

Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, Cetakan ketujuh, Edisi IV

MediaTempo, Nopember2014, NU Halalkan Aborsi Janin Hasil Perkosaan