Resume Scabies Jadi!!

download Resume Scabies Jadi!!

of 25

Transcript of Resume Scabies Jadi!!

REPORTINGKasus I Scabiesis

Tutorial IAnis Supi Tasripiyah Asih Purwandari Ana Noviana Anisa Suangga Annisa Fitria Apryanti Annisa Sholihatina Amilia Destiani Sofia Ahira Amarilis Ade Lestari Ayu Siti Marlina Anna Nurjanah Aira Putri Mardela (220110080157) (220110080143) (220110080137) (220110080129) 220110080103) (220110080099) (220110080094) (220110080070) (220110080069) (220110080055) (220110080054) (220110080091)

UNIVERSITAS PADJADJARAN 2009

RESUME SEVEN JUMPSKetua Sekretaris Scriber : Anisa Suangga : Ahira Amarilis : Anis Supi

KASUS 1 SCABIESISNn. T 19 tahun, merasa gatal gatal hebat pada tubuhnya terutama pada malam hari, sebelumnya ibu dan adiknya mengalami hal yang sama. Nn. T tidur bersama ibu dan adiknya. Pada pemeriksaan fisik ditemukan krusta dan plak hyperkeratosis terutama di tangan dan kaki, bahkan di abdomen, genitalia, lutut, dan ketiak. Terdapat terowongan linear bergelombang dengan panjang 1 cm.

STEP 1 (10 menit)Istilah Istilah yang belum diketahui : 1. Krusta 2. Plak Hiperkeratosis 3. Terowongan linear bergelombang Identifikasi Istilah : 1. Krusta adalah cairan dari dalam tubuh yang mongering di permukaan kulit. 2. 3. Lubang yang dibentuk oleh kutu (Aira) Garing memanjang berbelok belok seperti terowongan/saluran (Anisa Suangga)

STEP 2 Pertanyaan (15 menit)1. Apa yang mengakibatkan Nn. T gatal gatal pada malam hari? Apakah bisa menular? (Anna Nurjannah) 2. Mengapa plak dan krusta hanya terdapat pada bagian bagian tertentu, seperti : tangan, kaki, abdomen, genitalia, ketiak, dan lutut ? (Ayu Siti) 3. Apakah nama penyakit pada kasus Nn. T? Bagaimanakah cara penularan penyakit tersebut? (Ahira)

4. Apakah lubang berupa terowongan tersebut dapat menimbulkan bau dan darah ? (Annisa Sholihatina) 5. Mengapa kutu pada penyakit ini bisa membuat terowongan pada kulit Nn. T ? (Annisa Fitria) 6. Apakah pengobatan dan perawatan yang baik agar penyakit ini tidak bertambah parah? (Ana Noviana) 7. Faktor faktor apa saja yang menyebabkan gatal gatal dan penularannya pada Nn. T ? (Asih) 8. Bagaimanakah karakteristik kutu penyebab penyakit tersebut? (Ade) 9. Apakah pola hidup berpengaruh terhadap penularan penyakit ini? (Amilia Fhyads) 10. Bagaimanakah mekanisme terjadinya gatal gatal pada penyakit Nn. T ? (Anis Supi) 11. Bagaimanakah daur hidup kutu dalam lapisan kulit manusia? Apakah bisa sampai ke bagian tubuh yang lebih dalam atau cukup sampai pada lapisan kulit saja? (Aira) 12. Bagaimanakah cara perkembangbiakan si kutu? (Annisa Sholihatina) 13. Apakah terowongan itu akan semakin dalam dan semakin lebar/besar, atau hanya sepanjang 1 cm saja namun banyak ? (Anisa Suangga) 14. Berdasarkan info yang ada, penyakit ini jelas akan menyerang orang dengan pola hidup yang kotor. Namun, terdapat juga info yang menyebutkan bahwa orang dengan hygiene yang terlalu berlebihan (sampai tingkat steril) juga bisa diserang oleh penyakit ini. Mengapa hal itu bisa terjadi? (Asih) 15. Mengapa krusta menimbulkan cairan? Apakah itu berasal dari si kutu atau dari tubuh kita? (Ayu) 16. Bagaimanakah perlawanan dan pertahanan dari tubuh kita terhadap si kutu? (Ahira) 17. Apakah ada kemungkinan infeksi sekunder karena lubang yang dibuat? Jelaskan! (Ahira) 18. Bagaimanakah cara pencegahan yang baik agar terhindar dari penyakit itu? (Asih)

STEP 3 Menjawab Pertanyaan (30 menit)1. Karena si kutu lebih senang beraktivitas di malam hari pada saat keadaan dingin, lembab, dan gelap. Iya, penyakit ini bisa menular. (Ahira) Penyakit ini disebut scabiesis, atau dikenal dengan budug di masyarakat Sunda. Cara penularan kutu ini melalui berbagai cara, seperti : memakai handuk bersama, tidur bersama, dan jarang mengganti sprei. Hal ini bisa terjadi karena si kutu bisa bertahan selama 36 jam di tempat tempat tersebut. (Annisa Fitria)

Selain itu, penularan kutu ini juga bisa melalui udara (si kutu terbawa oleh udara). (Anna Nurjannah) 2. Karena si kutu senang tinggal di daerah yang lembab secara kontak langsung. (Amilia) Si kutu senang menghinggapi daerah lipatan tubuh yang merupakan tempat kotoran mengendap. (Anisa Suangga) 3. *Sudah terjawab pada jawaban nomor satu. 4. Iya. Terkadang ada beberapa lubang yang menimbulkan bau amis. (Ahira) 5. Si kutu bisa membuat kulit berlubang karena salah satu bagian tubuhnya (kaki depan) itu tajam dan berfungsi untuk menggali lubang tempat dia bertelur, yaitu pada lapisan kulit manusia. Sedangkan kaki belakang si kutu berfungsi sebagai perekat. (Aira) 6. Pengobatan penyakit scabiesis adalah dengan diberi obat kortikosteroid. (Ahira) Kortikosteroid diberikan setelah pemberian salep untuk scabiesis (didiamkan selama kurang lebih 12 jam, lalu dibersihkan). (Ayu) Bisa juga dengan cara mandi/berendam belerang (antiseptik alami) tapi dalam penggunaannya harus dengan pengawasan yang ketat karena belerang/sulfur dapat menyebabkan kulit kering. (Asih) 7. Faktor faktor yang mempengaruhi penularan scabiesis : a. Pola hidup yang tidak bersih. b. Faktor usia (contohnya : anak kecil masih suka bermain tanah). c. Lingkungan yang tidak bersih dan tidak sehat. (Anisa Suangga) 8. *Belum terjawab. 9. *Sudah terjawab pada jawaban nomor tujuh. 10. Gatal adalah rasa nyeri yang lebih ringan, terasa sebagai perasaan gatal karena saraf nyeri yang terkena masih pada bagian permukaan atasnya. (Ade) 11. *Belum terjawab. 12. Perkembangbiakan terjadi dengan perkawinan kutu betina dan kutu jantan. Kutu jantan mati setelah kawin. (Ahira) 13. Lubang akan semakin besar, dalam, dan tidak hanya di satu tempat saja (menyebar). Bahkan, jika penyakit telah parah, lubang yang dibentuk kutu bisa sampai sebesar badan pensil. (Annisa Sholihatina) 14. Jika hidup dibiasakan terlalu bersih (hingga prinsip steril), maka flora normal tubuh pun menjadi kurang sehingga lebih mudah terserang kutu, bakteri, dan lain lain. (Ahira)

Hidup terlalu bersih menyebabkan antibodi yang kurang/tidak terbentuk untuk mencegah penularan si kutu. (Ade) 15. Biasanya kalau ada luka itu menimbulkan cairan. Kutu tersebut juga pada saat melubangi menyebabkan luka. (Ade) 16. Pertahanan tubuh kita terhadap si kutu berupa cairan (krusta) yang keluar itu. (Asih) 17. Iya, ada. Karena kulit yang gatal sehingga banyak digaruk menyebabkan infeksi sekunder. (Asih Purwandari dan Annisa Sholihatina) 18. Pencegahan yang paling ideal adalah dengan menjaga pola hidup agar tetap bersih dan sehat. Apabila ada keluarga yang terserang penyakit ini, segeralah memeriksakannya ke rumah sakit (diobati). (Annisa Fitria)

STEP 4 Mind Mapping (10 menit)

1. karakteristik 2. perkembangbiakan 3. daur hidup

Konsep Kutu Penyebab Scabiesis

Manajemen Kolaborasi Pengobatan/Farmak ologi 1. Pengkajian 2. Analisa 3. Diagnosa

Konsep scabiesis 1. Definisi 2. Klasifikasi 3. Etiologi 4. Manifestasi Klinis 5. Faktor predisposisi dan presipitasi 6. Patofisiologi 7. Pemeriksaan diagnostik 8.Penatalaksan aan 9. Epidemiologi

SCABIESIS

Aske p

Konsep Etik dan Legal Universal Precaution

STEP 5 Learning Objective (5 menit)1. Apa yang dimaksud plak hyperkeratosis dan terowongan linear bergelombang ? 2. Apakah lubang berupa terowongan tersebut dapat menimbulkan bau dan darah ? 3. Bagaimanakah mekanisme terjadinya gatal gatal pada penyakit Nn. T ? 4. Bagaimanakah perlawanan dan pertahanan dari tubuh kita terhadap si kutu ? 5. Apakah ada kemungkinan infeksi sekunder karena lubang yang dibuat? Jelaskan! 6. Mind Mapping 7. Masukan dari ibu Wiwi : epidemiologi dan manajemen kolaboratif pengobatan.

STEP 6 Self Study

STEP 7 Reporting1. KONSEP KUTU PENYEBAB SCABIESIS (SARCOPTES SCABIEI) a. Definisi Sarcoptes scabiei adalah parasit yang termasuk dalam filum arthropoda. Pada manusia oleh S. scabiei var homonis, pada babi oleh S. scabiei var suis, pada kambing oleh S. scabiei var caprae, pada biri-biri oleh S. scabiei var ovis.

Secara morfolik, berupa tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung dan perutnya rata. Berwarna putih kotor, ukuran betina berkisar 330-450 mikron x

250-350 mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200-240 mikron x 150-200 mikron dan mempunyai empat pasang kaki. Dua pasang kaki di bagian anterior memang menonjol keluar dari batas badan tungau, sedangkan dua pasang bagian posterior tidak sampai melewati batas badan. Sarcoptes scabiei menyukai bagian tubuh yang jarang rambutnya. b. Siklus Hidup Siklus hidup tungau ini adalah sebagai berikut. Setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di atas kulit, tungau jantan akan mati. Tungau betina yang telah dibuahi akan menggali terowongan dalam stratum korneum dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari, sambil meletakkan telurnya 2-4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40-50. Telur ini akan menetas biasanya dalam waktu 3-5 hari dan menjadi larva yakni sarcoptes muda yang mempunyai kaki tiga pasang.. Larva ini tinggal dalam terowongan, tetapi dapat keluar juga. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai dewasa memerlukan waktu antara 8-12 hari. Akibat dari ulah sarcoptes betina yang membuat terowongan-terowongan di kulit dan hypopi yang makan sel-sel di lapisan kulit itu, penderita mengalami kegatalan dan kesakitan. Rasa gatal tersebut timbul dari adanya allergen yang merupakan hasil metabolisme Sarcoptes scabiei. Selain itu, adanya aktifitas Sarcoptes scabiei misalnya berpindah tempat, juga dapat menyebabkan gatal. Penderita jadi sering menggaruk kulitnya. Akibat infeksi ektoparasit tersebut terbentuk kerak kudis yang berwarna coklat keabuan yang berbau anyir. Sarcoptes tidak tahan dengan udara luar. Kalau orang yang menderita kudisan dan sering menggaruk pada kulit yang terkena tungau, tungau-tungau itu tetap dapat bertahan hidup karena kerak yang copot dari kulit memproteksi (jadi payung) tungau terhadap udara luar. c. Klasifikasi Sarcopes Scabiei Kingdom Phylum: Filum Subphylum: Subfilum Class: Kelas Subclass: Subclass : Animalia : Arthropoda : Chelicerata : Arachnida : Acarina

Superorder: Superordo Order: Order Suborder: Subordo Superfamily: Superfamili Family: Keluarga Subfamily: Subfamili Genus: Genera Species: Spesies Binomial name

: Acariformes : Astigmata : Psoroptidia : Sarcoptoidea : Sarcoptidae : Sarcoptinae : Sarcoptes : S. scabiei : Sarcoptes scabiei

2. KONSEP SCABIESa. Definisi Scabies

Penyakit kulit yang disebabkan oleh Sarcoptes scabiei yang menyebabkan iritasi kulit. Parasit ini menggali parit di dalam epidermis sehingga menimbulkan gatal-gatal dan merusak kulit penderita (Soedarto, 1992) Penyakit kulit yang mudah menular dan ditimbulkan oleh investasi kutu Sarcoptes scabiei var homini yang membuat terowongan pada stratum korneum kulit terutama pada tempat predileksi (Wahidayat, 1998) b. Etiologi Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthopoda, kelas Arachnida, ordo Acarina, superfamili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var. hominis. Kecuali itu terdapat S. scabiei yang lainnya pada kambing dan babi. Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini transient, berwarna putih kotor, dan tidak bermata. Ukurannya yang betina berkisar antara 330 450 mikron x 250 350 mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200 240 mikron x 150 200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai alat alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat perekat.

c. Klasifikasi Terdapat beberapa bentuk skabies atipik yang jarang ditemukan dan sulit dikenal, sehingga dapat menimbulkan kesalahan diagnosis. Beberapa bentuk tersebut antara lain (Sungkar, S, 1995) :

Skabies pada orang bersih (scabies of cultivated) Bentuk ini ditandai dengan lesi berupa papul dan terowongan yang sedikit jumlahnya sehingga sangat sukar ditemukan.

Skabies Incognito Bentuk ini timbul pada scabies yang diobati dengan kortikosteroid sehingga gejala dan tanda klinis membaik, tetapi tungau tetap ada dan penularan masih bisa terjadi. Skabies incognito sering juga menunjukkan gejala klinis yang tidak biasa, distribusi atipik, lesi luas dan mirip penyakit lain.

Skabies Nodular Pada bentuk ini lesi berupa nodus coklat kemerahan yang gatal. Nodus biasanya terdapat didaerah tertutup, terutama pada genitalia laki-laki, inguinal dan aksila. Nodus ini timbul sebagai reaksi hipersensetivitas terhadap tungau scabies. Pada nodus yang berumur lebih dari satu bulan tungau jarang ditemukan. Nodus mungkin dapat menetap selama beberapa bulan sampai satu tahun meskipun telah diberi pengobatan anti scabies dan kortikosteroid.

Skabies yang ditularkan melalui hewan Di Amerika, sumber utama skabies adalah anjing. Kelainan ini berbeda dengan skabies manusia yaitu tidak terdapat terowongan, tidak menyerang sela jari dan genitalia eksterna. Lesi biasanya terdapat pada daerah dimana orang sering kontak/memeluk binatang kesayangannya yaitu paha, perut, dada dan lengan. Masa inkubasi lebih pendek dan transmisi lebih mudah. Kelainan ini bersifat sementara (4 8 minggu) dan dapat sembuh sendiri karena S. scabiei var. binatang tidak dapat melanjutkan siklus hidupnya pada manusia.

Skabies Norwegia

Skabies Norwegia atau skabies krustosa ditandai oleh lesi yang luas dengan krusta, skuama generalisata dan hyperkeratosis yang tebal. Tempat predileksi biasanya kulit kepala yang berambut, telinga bokong, siku, lutut, telapak tangan dan kaki yang dapat disertai distrofi kuku. Berbeda dengan skabies biasa, rasa gatal pada penderita skabies Norwegia tidak menonjol tetapi bentuk ini sangat menular karena jumlah tungau yang menginfestasi sangat banyak (ribuan). Skabies Norwegia terjadi akibat defisiensi imunologik sehingga sistem imun tubuh gagal membatasi proliferasi tungau dapat berkembangbiak dengan mudah. Skabies pada bayi dan anak Lesi skabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk seluruh kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki, dan sering terjadi infeksi sekunder berupa impetigo, ektima sehingga terowongan jarang ditemukan. Pada bayi, lesi di muka. (Harahap. M, 2000).

Skabies terbaring ditempat tidur (bed ridden) Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus tinggal ditempat tidur dapat menderita skabies yang lesinya terbatas. (Harahap. M, 2000).

d. Pemeriksaan Diagnostik Penegakan diagnosis skabies dapat dilakukan dengan melihat gejala klinis dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan laboratorik (WENDEL dan ROMPALO, 2002), yaitu sebagai berikut : Kerokan kulit dapat dilakukan di daerah sekitar papula yang lama maupun yang baru. Hasil kerokan diletakkan di atas kaca objek dan ditetesi dengan KOH 10% kemudian ditutup dengan kaca penutup dan diperiksa di bawah mikroskop. Diagnosis skabies positif jika ditemukan tungau, nimpa, larva, telur atau kotoran S. scabiei (ROBERT dan FAWCETT, 2003).

Mengeluarkan S. skabiei dengan ujung jarum atau skalpel dari bagian terminal terowongan dan memeriksanya dibawah mikroskop setelah lebih dulu dimasukan dalam tetesan KOH 10% yang ditempatkan diatas kaca objek (BINTARI et al., 1979; HERMS, 1961; FAUST dan RUSSEL, 1977).

Membuat kerokan kulit di daerah sekitar papula, kemudian dibuat sediaan di atas kaca objek dengan kaca tutup, selanjutnya diperiksa dibawah mikroskop (ISKANDAR, 1982; ISKANDAR et al., 1984).

Tes tinta pada terowongan di dalam kulit dilakukan dengan cara menggosok papula menggunakan ujung pena yang berisi tinta. Papula yang telah tertutup dengan tinta didiamkan selama dua puluh sampai tiga puluh menit, kemudian tinta diusap/ dihapus dengan kapas yang dibasahi alkohol. Tes dinyatakan positif bila tinta masuk ke dalam terowongan dan membentuk gambaran khas berupa garis zig-zag (HoEDOJO, 1989).

Visualisasi terowongan yang dibuat tungau juga dapat dilihat menggunakan mineral oil atau flourescence tetracycline test (BURKHART et al., 2000) . Kedua metode ini memiliki kekurangan, khususnya pada kasus yang baru terinfestasi S. scabiei. Tungau akan sulit untuk diisolasi dari kerokan kulit dan gejala klinis yang ditunjukkan mempunyai persamaan dengan penyakit kulit lainnya (WALTON et al., 2004a).

Metode ELISA untuk deteksi skabies pada manusia masih mempunyai kelemahan karena adanya reaksi silang antara kulit induk semang dan antigen varian S. scabiei . Tingginya latar (background) masih sering menyertai hasil ELISA. VAN DER HEIJDEN et al. (2000) menduga fenomena tersebut akibat adanya kontaminasi dari whole antigen ekstrak tungau dengan immunoglobulin induk semang. Rendahnya pengetahuan tentang induksi dan waktu yang tepat terhadap respon humoral spesifik pada sistem imun manusia naif dan sensitif juga menjadi kendala dalam pengembangan ELISA ini (WALTON et al. 2004a). Kemajuan yang nyata di bidang penelitian molekuler skabies dan kloning bahan alergen tungau atau molekul lainnya menjadi tantangan untuk pengembangan ELISA yang spesifik untuk manusia di masa yang akan datang

Videodermatoskopi, biopsi kulit dan mikroskopi epiluminesken (ARGENZIANO et al., 1997; MICALI et al., 1999). Videodermatoskopi dilakukan menggunakan sistem mikroskop video dengan pembesaran seribu kali dan memerlukan waktu sekitar lima menit. Umumnya metode ini masih dikonfirmasi dengan basil

kerokan kulit (MICALI et a!., 1999). Pengujian menggunakan mikroskop epiluminesken dilakukan pada tingkat papilari dermis superfisial dan memerlukan waktu sekitar lima menit serta mempunyai angka positif palsu yang rendah (ARGENZIANO et al., 1997) . Kendati demikian, metode-metode diagnosis tersebut kurang diminati karena memerlukan peralatan yang mahal. Dengan cara menyikat dengan sikat dan ditampung diatas selembar kertas putih dan dilihat dengan kaca pembesar. Dengan membuat biopsi irisan, caranya ; jepit lesi dengan 2 jari kemudian buat irisan tipis dengan pisau dan periksa dengan miroskop cahaya. Dengan biopsi eksisional dan diperiska dengan pewarnaan HE.

e. Penatalaksanaan Ada beberapa cara pemberantasan untuk menghadapi penderita skabiesis, yaitu : Cara-cara pencegahan. Lakukan penyuluhan kepada masyarakat dan komunitas kesehatan tentang cara penularan, diagnosis dini dan cara pengobatan penderita scabies dan orang-orang yang kontak Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya. Laporan kepada Dinas Kesehatan setempat Isolasi: Siswa sekolah atau pekerja yang terinfeksi dilarang masuk ke sekolah dan pekerja sampai dilakukan pengobatan. Penderita yang dirawat di Rumah Sakit diisolasi sampai dengan 24 jam setelah dilakukan pengobatan yang efektif. Disinfeksi serentak: Pakaian dalam dan sprei yang digunakan oleh penderita dalam 48 jam pertama sebelum pengobatan dicuci dengan menggunakan sistem pemanasan pada proses pencucian dan pengeringan, hal ini membunuh kutu dan telur. Tindakan ini tidak dibutuhkan pada infestasi yang berat. Mencuci sprei, sarung bantal dan pakaian pada penderita Norwegian scabies sangat penting karena potensi untuk menularkan sangat tinggi. Pakaian dan barang-barang asal kain dianjurkan untuk disetrika sebelum digunakan. Sprai penderita harus sering diganti dengan yang baru maksimal tiga hari sekali. Benda-benda yang tidak dapat

dicuci dengan air (bantal, guling, selimut) disarankan dimasukkan ke dalam kantung plastik selama tujuh hari, selanjutnya dicuci kering atau dijemur di bawah sinar matahari sambil dibolak batik minimal dua puluh menit sekali. Kebersihan tubuh dan lingkungan termasuk sanitasi serta pola hidup yang sehat akan mempercepat kesembuhan dan memutus siklus hidup S. scabiei (WENDEL dan ROMPALO, 2002). Karantina: Tidak diperlukan Immunisasi kontak: tidak ada. Penyelidikan terhadap penderita kontak dan sumber penularan: Temukan penderita yang tidak dilaporkan dan tidak terdeteksi diantara teman dan anggota keluarga; penderita tunggal dalam satu keluarga jarang ditemukan. Berikan pengobatan profilaktik kepada mereka yang kontak kulit ke kulit dengan penderita (anggota keluarga dan kontak seksual) Pengobatan spesifik: Pengobatan pada anak-anak adalah dengan permetrin 5%. Alternatif pengobatan menggunakan gamma benzena hexachloride 1% (lindane dan Kwell obat ini kontra indikasi untuk bayi yang lahir premature dan pemberiannya harus hati-hati kepada bayi yang berumur < 1 tahun serta ibu yang sedang hamil); Crotamiton (Eurax ); Tetraethylthiuram monosulfide (Tetmosol, tidak tersedia di AS) dalam 5% larutan diberikan 2 kali sehari; atau menggunakan emulsi benzyl benzoate untuk seluruh badan kecuali kepala dan leher. (Rincian pengobatan bervariasi tergantung dari jenis obat yang digunakan). Pada hari berikutnya setelah pengobatan mandi berendam untuk membersihkan badan, baju dan sprei diganti dengan yang bersih. Rasa gatal mungkin akan tetap ada selama 1 sampai 2 minggu; hal ini jangan dianggap bahwa pengobatan tersebut gagal atau telah terjadi reinfeksi. Pengobatan berlebihan sering terjadi, untuk itu harus dihindari karena dapat menyebabkan keracunan terhadap obat tersebut terutama gamma benzena hexachloride. Sekitar 5% kasus, perlu pengobatan ulang dengan interval 7 10 hari jika telur bertahan dengan pengobatan pertama. Lakukkan supervisi ketat terhadap pengobatan, begitu juga mandi yang bersih adalah penting.

Lalu lintas ternak dari satu tempat ke tempat lainnya menjadi pintu masuknya bibit penyakit ke suatu daerah sehingga harus diperhatikan secara serius .

Penyuluhan tentang penyakit skabies dan tata cara serta tindakan pengobatan skabies perlu lebih digiatkan. Umumnya peternak kurang menyadari akan bahaya skabies bagi dirinya sendiri mapun ternaknya. SUHARDONO et al. (2005) membuktikan bahwa pengobatan skabies yang dilakukan peternak pascapenyuluhan menunjukkan hasil yang nyata dibandingkan tanpa penyuluhan .

Umumnya, penderita masih merasakan gatal selama dua minggu pascapengobatan . Kondisi ini diduga karena masih adanya reaksi hipersensitivitas yang berjalan relatif lambat . Apabila lebih dari dua minggu masih menunjukkan gejala yang sama, maka dianjurkan untuk kembali berobat karena kemungkinan telah terjadi resistensi atau berkurangnya khasiat obat tersebut. Kegagalan pengobatan pada skabies krustasi secara topikal diduga karena obat tidak mampu berpenetrasi ke dalam kulit akibat tebalnya kerak (BURKHART et al., 2000).

f. EPIDEMIOLOGI Skabies merupakan penyakit endemi pada banyak masyarakat. Penyakit ini dapat mengenai semua ras dan golongan di seluruh dunia. Penyakit ini banyak dijumpai pada anak dan orang dewasa muda, tetapi dapat mengenai semua umur. Insiden pada pria dan wanita sama. Insiden skabies di negara berkembang menunjukkan siklus fluktuasi yang sampai saat ini belum bisa dijelaskan. Ada dugaan interval antara akhir dari suatu epidemi dan permulaan epidemi berikutnya adalah 30 tahun. Insidennya di Indonesia masih cukup tinggi, terendah di Sulawesi Utara dan tertinggi di Jawa Barat. Amiruddin dkk., dalam penelitian skabies di Rumah Sakit Dokter Soetomo Surabaya, menemukan insiden penderita skabies selama 1983-1984 adalah 2,7%. Abu A. Dalam penelitiannya di RSU Dadi Ujung Pandang mendapatkan skabies 0,67% (1987-1988).

g. FAKTOR PREDISPOSISI DAN PRESIPITASI Kemiskinan Higiene yang jelek Seksual Promiskuitas

Diagnosis yang salah Demografi Ekologi Derajat sensitasi individual

h. MANIFESTASI KLINIK Adanya terowongan yang sedikit meninggi, berbantuk garis lurus atau berkelok-kelok, panjangnya beberapa milimeter sampai satu centimeter, dan pada ujungnya tampak vesikula, papula, atau pustula.

Tempat predileksinya adalah kulit dengan stratum korneum yang tipis, yaitu sela-sela jari tangan, pergelangan tangan, siku bagian luar, lipatan ketiak bagian depan, areola mammae (wanita), umbilikus, abdomen bagian bawah, bokong, genitalia eksterna (pria). Pada orang dewasa jarang terdapat di muka dan kepala, kecuali pada penderita imunosupresif, sedangkan pada bayi, lesi dapat terjadi di seluruh permukaan kulit.

Pruritus nokturna, yakni gatal- gatal hebat pada malam hari. Terjadi karena aktivitas tungau lebih tinggi pada suhu yang lembab dan panas, dan saat hospes dalam keadaan tenang atau tidak beraktivitas.

Penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok. Misalnya, dalam sebuah keluarga, biasanya seluruh anggota keluarga dapat terkena infeksi. Begitu pula pada sebuah perkampungan yang padat penduduknya, misalnya asrama atau penjara.

Ditemukannya tungau yang merupakan penentu utama diagnosis.

4. FARMAKOLOGI Pengobatan pada pasien skabiesis harus dilaksanakan secara benar , rutin, dan tuntas. Hal ini penting agar tungau tidak resisten terhadap obat. Syarat pengobatan yang ideal adalah : a. Harus efektif terhadap semua stadium tungau. b. Tidak menimbulkan iritasi. c. Tidak berbau dan kotor. d. Mudah diperoleh dan harganya murah. Jenis obat topical meliputi : belerang endap (sulfurpresipitatum), emulsi benzyl benzoate, gama benzene klorida, krotamiton 10 %, permetrin 5% a. Gamma benzene hexachorida (GBH) bentuk krim lotion dapat menimbulkan toksisitas akut pada susunan saraf pusat, sehingga tidak diberikan pada anak kecil, bayi dan ibu hamil. Pemberian satu kali saja dengan menyapukan secara tipis ke seluruh tubuh dan ekstremitas serta membiarkan selama 8-12 jam. b. Sulfur 4% - 10%, aman untuk bayi dan anak kecil disapukan ke seluruh badan dan ekstremitas tiap malam selama 3 hari setelah obat disapukan penderita mandi dengan sabun dang anti pakaian. c. Emulsi benzil-benzoas 20-25%, efektif terhadap semua stadium tungau, diberikan setiap malam selama 3 hari bertutut-turut. Kekurangannya, dapat menimbulkan iritasi kulit. Obat ini diyakini akan diserap oleh kutu dan tungau dan sehingga menghancurkan kutu dengan bekerja pada sistem saraf. Obat ini tersedia tanpa resep, namun harus dengan instruksi dokter karena harus dengan penggunaan yang tepat. d. Krotamiton 10% dalam bentuk losion digunakan untuk terapi skabies, dan beberapa penelitian menunjukkan krotamiton 10% juga efektif untuk kutu kepala dimana diberikan ke kulit kepala dan didiamkan selama 24 jam sebelum dibilas. Aman untuk anak, dewasa, dan wanita hamil. e. Gamexan 1%, termasuk obat pilihan karena efektif terhadap semua stadium tungau, mudah digunakan, serta jarang menimbulkan iritasi kulit. Namun obat ini tidak dianjurkan bagi wanita hamil, maupun anak dibawah usia 6 tahun, karena bersifat toksik terhadap susunan saraf pusat. Pemakaiannya cukup satu kali.

f. Permetrin HCl 5%, efektifitasnya seperti Gamexan, namun tidak terlalu toksik. Penggunaannya cukup sekali, namun harganya relatif mahal. g. Kwell, suatu salep terdiri atas Lindane 1% (heksaklorosikloheksan). Setelah mandi dengan air panas dan sabun, salep dapat dipergunakan. h. Preparat sulfur presipitatum 5-10 % efektif untuk stadium larva, nimfa dan dewasa, tetapi tidak efektif untuk membunuh telur. Karena itu, pengobatan minimal selama 3 hari agar larva yang menetas dari telurnya dapat mati oleh obat tersebut.

5.

PRINSIP ETIK DAN LEGAL a. Non- Maleficence Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pada klien. Perawat melakukan prosedur keperawatan dengan benar sehingga klien terhindar dari hal yang merugikan. Perawat melakukan kewaspadaan universal untuk mencegah terjadinya infeksi terutama infeksi yang diakibatkan dari proses transfuse darah. b. Beneficence Beneficience berarti hanya melakukan sesuatu yang baik. Perawat

memberikan intervensi sesuai dengan kebutuhan dan diagnosa klien. c. Respect for Autonomy Perawat harus menjelaskan dengan jelas kepada keluarga tentang kondisi yang dialami pasien tanpa ada sedikitpun yang ditutupi sehingga pasien mendapatkan haknya. d. Justice Prinsip keadilan dibutuhkan untuk tercapai yang sama dan adil terhadap orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai ini direfleksikan dalam prkatek profesional ketika perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan.

Perawat harus bertindak adil dalam melakukan tindakan keperawatan tanpa membedakan status ekonomi, suku, agama, dll. Agar pasien dapat merasakan kenyamanan.e. Kejujuran (Veracity)

Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh pemberi pelayanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap klien dan untuk meyakinkan bahwa klien sangat mengerti. Prinsip veracity berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan kebenaran. Informasi harus ada agar menjadi akurat, komprensensif, dan objektif untuk memfasilitasi pemahaman dan penerimaan materi yang ada, dan mengatakan yang sebenarnya kepada klien tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan keadaan dirinya selama menjalani perawatan.

6.

UNIVERSAL PRECAUTIONSa.

Cuci Tangan : Teknik mencuci tangan yang baik Teknik mencuci tangan yang baik meliputi mencuci tangan dengan sabun dan

air atau menggunakan pembersih tangan berbasis alkohol. Kertas atau tisu antimikroba sama efektifnya seperti sabun dan air dalam membersihkan tangan anda tapi tidak sebaik pembersih berbasis alkohol.Sabun antimikroba telah menjadi populer dalam beberapa tahun. Bagaimanapun, sabun ini tidak efektif dalam membunuh kuman dibandingkan sabun biasa dan air. Menggunakan sabun ini dapat menyebabkan perkembangan bakteri yang resisten terhadap agen antimikroba produk, sehingga menyebabkan semakin sulit untuk membunuh kuman tersebut di kemudian hari. Umumnya, sabun biasa cukup. Kombinasi menggosok tangan dengan sabun (baik antimikroba atau bukan) dan membilas dengan air mengalir dan memindahkan bakteri dari tangan anda. Mencuci tangan dengan sabun dan air

Sumber : http://www.medicastore.com/med/artikel.php? id=177&iddtl=&idktg=&idobat=&UID=20080722142019125.208.146.56

Ikuti instruksi ini untuk mencuci dengan sabun dan air :

Basahkan tangan anda dengan air yang hangat dan mengalir kemudian gunakan sabun pembersih batang atau cair sampai berbusa. Gosok kedua tangan anda minimal 15 detik. Gosok semua permukaan termasuk bagian belakang tangan, pergelangan tangan, bagian di antara jari dan di bawah kuku jari. Bilas dengan baik. Keringkan tangan dengan handuk yang bersih atau yang dapat dibuang. Gunakan handuk untuk mematikan kran.

b. Sarung Tangan ( memakai dan melepaskan ) Sarung tangan melindungi tangan dari bahan-bahan terinfeksi dan melindungi pasien dari mikroorganisma yang berasal dari tangan petugas. Alat ini adalah satu-

satunya pembatas fisik yang lebih penting selain cuci tangan untuk mencegah penyebaran infeksi. Tergantung pada situasi yang dihadapi, sarung tangan rumah tangga perlu dikenakan oleh semua petugas bila : Ada kemungkinan kontak tangan dengan darah / cairan tubuh, selaput lendir, dan kulit yang terbuka. Langkah-langkah mengenakan sarung tangan: LANGKAH 1: Cuci tangan dengan air dan sabun 10-15 detik dan keringkan dengan handuk kertas/kain sekali pakai atau pengering. LANGKAH 2: Kenakan kedua sarung tangan, dengan tangan yang dominan gunakkan dengan hatihati yakinkan bahwa jari tangan tepat di ruangnya dengan hati tarik sarung tangan agar manutupi tangan tetapi jangan menyentuh bagian yang non-dominann ( tidak steril ) lalu setelah memasang sarung tangan ke tangan yang dominan pakai sarung tangan ke tangan non-dominan selipkan jari-jari ke dalam sarung tangan sama seperti tangan dominan.

LANGKAH 3: setelah selesai menggunakan lepaskan sarung tangan. Hati hati pada saat melepaskan LANGKAH 4: Dekontaminasi sarung tangan dengan merendam dalam larutan klorin 0.5% selama 10 menit bila sarung tangan akan dipakai lagi. Bila tidak dipakai ulang, buang kedalam tempat sampah terkontaminasi yang anti bocor. LANGKAH 5: Cuci tangan dengan air dan sabun 10-15 detik dan keringkan dengan handuk kertas/kain sekali pakai atau pengering udara sebelum kontak dengan pasien berikut atau petugas.

6. Learning Objective a. Terowongan linear Yaitu lubang atau terowongan yang digali oleh kutu betina pada lapisan superfisial kulit yaitu pada stratum korneum, berbentuk garis lurus atau berkelokkelok, berwarna coklat atau hitam, menyerupai benang, panjangnya beberapa mili meter sampai 1 cm dengan kecepatan menggali terowongannya 1-5 mm/hari. Terowongan ini lebih banyak terdapat di daerah yang berkulit tipis dan tidak banyak mengandung folikel sebasea. Kutu tersebut akan memperluas terowongannya sambil mengeluarkan telurnya 2-3 butir sehari sampai selama 2 bulan.

b. Mekanisme gatal iritan / allergen mengiritasi kulit kulit melepaskan histamine respon histamine oleh sensor syaraf spinal cord thalamus : syaraf spinothalamic tract (STT) cerebral cortex sensasi gatal gerakan menggaruk Dalam keadaan gatal biasa seperti yang disebabkan gigitan nyamuk, sel pada kulit melepaskan senyawa kimia yang dinamakan histamine. Sensor syaraf tertentu kemudian merespons histamine lalu menyampaikan pesan rasa gatal ke spinal cord. Selanjutnya pesan tersebut diteruskan lagi ke seluruh bagian otak yang disebut thalamus. Syaraf-syaraf ini merupakan bagian dari sekumpulan syaraf spinal bernama spinothalamic tract atau STT.

Dari thalamus, pesan rasa gatal itu diteruskan lagi ke bagian cerebral cortex yang menerjemahkan sinyal dan menghasilkan sensasi rasa gatal. Agar rasa gatal menjadi ringan, tubuh melakukan gerakan menggaruk. Menggaruk menurunkan atau menghambat aktivitas pada neuron susunan saraf tepi yang mentransmisi rasa gatal ke otak dan bergantung pada aksi yang dilakukan. Pada kasus skabies, rasa gatal yang dirasakan klien merupakan akibat dari reaksi imunologi tipe lambat terhadap terhadap kutu, dimana kutu akan mengeluarkan produk ekskresinya / ekskreta yang akan menjadi allergen penyebab gatal. Selain itu, rasa gatal ini juga disebabkan oleh aktivitas kutu saat menggali lobang, ataupun aktivitas hypopi yakni sarcoptes muda dengan tiga pasang kaki, yang memakan sel-sel di lapisan kulit itu, akibatnya penderita menggaruk kulitnya sehingga terjadi infeksi ektoparasit dan terbentuk kerak berwarna coklat keabuan yang berbau anyir. Rasa gatal ini akan meningkat pada malam hari karena peningkatan kehangatan kulit yang menimbulkan efek stimulasi terhadap parasit tersebut yang mana aktivitas kutu akan meningkat. c. Terdapat krusta karena adanya cairan tubuh yang merupakan residu serum, darah, atau pus yang tertinggal, yang kemudian mengering pada permukaan kulit. Selain itu, cairan tersebut juga bisa berasal dari sekret yang berasal dari tungau betina maupun cairan ekskreta yang berasal dari larva.

d. Plak Hiperkeratosis Plak hiperkeratosis adalah penebalan lapisan tanduk (stratum corneum)

Ada 2 macam Hiperkeratosis, yaitu :

Orthokeratosis : Yakni penebalan stratum korneum tanpa disertai dengan sel sel yang masih berinti. Contoh: tinea versikolor, ichtyosis

Parakeratosis Yakni penebalan stratum korneum yang disertai dengan sel-sel yang masih berinti.

Bagaimanakah perlawanan dan pertahanan tubuh kita terhadap si kutu?

Sarcoptes scabiei akan jarang ditemukan pada orang yang personal hygieni nya baik. Imunoglobulin E akan bereaksi jika terdapat gangguan pada kulit. Flora normal juga berperan dalam pertahanan tubuh.

f. Apakah ada kemungkinan infeksi sekunder karena lubang yang dibuat? Jelaskan!

Akibat terowongan yang digali Sarcoptes betina dan hypopi yang memakan sel-sel di lapisan kulit itu, penderita mengalami rasa gatal, akibatnya penderita menggaruk kulitnya sehingga terjadi infeksi ektoparasit dan terbentuk kerak berwarna coklat keabuan yang berbau anyir. Sarcoptes tidak tahan dengan udara luar. Kalau orang yang menderita kudisan dan sering menggaruk pada kulit yang terkena tungau, tungau-tungau itu tetap dapat bertahan hidup karena kerak yang copot dari kulit memproteksi (jadi payung) tungau terhadap udara luar. Akibat lain kegiatan menggaruk tadi adalah mundulnya infeksi sekunder, dengan munculnya nanah (pus) dalam luka tadi. Hal ini akan menyulitkan pengobatan.

Daftar Pustakahttp://www.vet-indo.com/Kasus-Medis/Yang-Perlu-Anda-Tahu-tentang-Scabies.html http://dokteranakku.com/?p=81 (asuhan keperawatn klien gangguan system integument oleh hj. Loetfia dwi rahariyani. S.kp. M.Si Jakarta egc 2007). (SKRIPSI : PERILAKU KESEHATAN SANTRI TERHADAP KEJADIAN SKABIES PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN AL-AQSHA DESA CIBEUSI KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMEDANG OLEH : GUSTINI WULAN SARI)

http://filzahazny.wordpress.com/category/parasitologi/ http://www.medicastore.com/med/artikel.php? id=177&iddtl=&idktg=&idobat=&UID=20080722142019125.208.146.56 http://74.125.153.132/search? q=cache:sg8mxXZGKgQJ:peternakan.litbang.deptan.go.id/publikasi/wartazoa/wazo1615.pdf+pemeriksaan+diagnostik+skabies&cd=13&hl=id&ct=clnk&gl=id&client=firefox-a http://ahyarwahyudi.wordpress.com/2009/05/ http://docs.google.com/gview?a=v&q=cache:_Dd5bll73NsJ:mki.idionline.org/index.php %3FuPage%3Dmki.mki_dl%26smod%3Dmki%26sp%3Dpublic%26key%3DOTYtMTg %3D+Pendekatan+Kedokteran+Keluarga+pada+Penatalaksanaan+Skabies+Anak+Usia+PraSekolah&hl=id&gl=id&pid=bl&srcid=ADGEESjz_3Pa_d8JKbA0lQ6_GYDj4Kwo2DSvAD1dj4cZT3MgYYsIT2Xl0XR2LZ84Z6tjFaKVEqLoj690gVe6CuEtTljHyaIxSlvllnvQKkRDrX9x7l09kA7K_XxWi2YU_0AAr6d23R&sig=AFQjCNHYcgd4 NiLxZAKGzksnB18hKKNP1w