Resume Metode Penelitian Bab I Hakikat Penelitian dari Buku Anwar Sanusi

download Resume Metode Penelitian Bab I Hakikat Penelitian dari Buku Anwar Sanusi

of 8

description

^_^

Transcript of Resume Metode Penelitian Bab I Hakikat Penelitian dari Buku Anwar Sanusi

BAB IHAKIKAT PENELITIAN

A. ILMU DAN PENGETAHUANSetiap makhluk hidup yang tercipta mengemban tugasnya masing-masing. Tuhan Sang Pencipta memberinya pengetahuan dengan intensitas yang berbeda sesuai dengan berat-ringannya tugas yang diembannya. Hewan hanya bertugas mempertahankan hidup dan berkembang biak maka mereka diberi pengetahuan bagaimana cara mencari makan dan cara menggunakan naluri dan hasratnya untuk mempertahankan habitatnya. Pengetahuan yang mereka miliki tentu sangat terbatas.Berbeda denga manusia yang tidak hanya bertugas mempertahankan hidup dan keturunan, tetapi juga memegang amanah untuk memimpin seluruh ciptaan Tuhan. Tuhan mengharuskan kepada manusia untuk mengelola alam semesta ini agar memberikan manfaat yang terbaik bagi kehidupan manusia itu sendiri. Atas segala amanah yang diembannya itu, harus dipertanggungjawabkan kepada Sang Pencipta kelak. Untuk itu, Tuhan memberinya pengetahuan yang lebih sempurna dibanding dengan makhluk ciptaan lain.Pengetahuan yang ada pada diri manusia tidak statis, namun terus berkembang dari yang paling sederhana sampai yang paling rumit. Satu pertanyaan penting, mengapa pada diri manusia pengetahuan bisa berkembang, sementara pada hewan tidak? Penyebabnya ada dua hal. Pertama, manusia mempunyai kemampuan menalar. Kedua, manusia memiliki kemampuan untuk mengomunikasikan setiap pengetahuan yang mereka miliki kepada manusia lain dengan bahasa yang mereka pahami bahkan kepada hewan sekali pun.Dapat disimpulkan bahwa pengetahuan adalah pembentukan pemikiran asosiatif yang menghubungkan sebuah pemikiran dengan kenyataan atau pikiran lain berdasarkan pengalaman berulang-ulang tanpa pehaman kausalitas yang hakiki dan universal. Banyak sekali pengetahuan yang dimiliki manusia, namun tidak semuanya berupa ilmu. Dengan kata lain, semua ilmu adalah pengetahuan tetapi tidak semua pengetahuan berupa ilmu. Pengetahuan akan menjadi ilmu apabila pengetahuan tersebut disusun berdasarkan logika-logika tertentu dan bisa diuji secara empiris melalui peristiwa yang benar-benar terjadi dalam pengalaman hidup manusia. Oleh karena itu, ilmu didefinisikan sebagai kumpulan-kumpulan yang menjelaskan suatu objek dalam hubungan kausalitas dengan menggunakan metode-metode tertentu yang sistematis.Metode tertentu yang sistematis itu kemudian dikenal dengan metode ilmiah. Jadi, metode ilmiah adalah metode yang menggunakan logika atau rasio dalam menjelaskan fenomena dan kemudia melakukan pengujian terhadap penjelasan itu dengan fakta.Karena ilmu hanya menjelajah sebatas pengalaman manusia, konsekuensinya adalah (1) ilmu menghasilkan kebenaran yang tidak mutlak; (2) ilmu bersifat intersubjektif yang berarti ilmu dapat dicapai oleh siapa saja yang mampu menguasai prosedur dan metodenya; (3) ilmu bersifat reproduktif yang berarti prosedur dan metode itu dapat diulang untuk menguji kembali kebeneran yang dicapai ilmu.Ilmu juga menggunakan asumsi-asumsi tertentu sebelum sampai pada kesimpulan yang dianggap benar. Asumsi-asumsi yang dimaksud antara lain (1) dunia ini ada; (2) percaya akan kemampuan indera manusia dalam menangkap gejala alam dan sosial; (3) gejala alam dan sosial itu saling berhubungan satu sama lain.Di samping menggunakan asumsi, ilmu memiliki struktur yang tersusun berdasarkan komponen-komponen yang saling berkaitan satu sama lain. Menurut Rusidi (1985), secara anatomis, ilmu tersusun atas komponen-komponen: fenomena, konsep, proposisi, fakta, dan teori.

Figur 1.1 Jalinan fenomena menjadi teoriB. KRITERIA METODE ILMIAHMetode ilmiah memiliki kritreria dan prosedur tersendiri yang tidak dimiliki oleh metode lainnya. Criteria metode ilmiah terdiri atas faktual, objektif, analitik, deduktif-gipotetik, dan induktif-generalisasi.

Figur 1.2 Kriteria Metode IlmiahKriteria faktual. Pengetahuan yang tidak didukung oleh fakta tidak bisa menjadi ilmu. Oleh karena itu, segala kegiatan yang dilakukan dalam rangka menemukan kebenaran ilmu harus berdasarkan fakta atau bukti-bukti empiris yang dikumpulkan dengan teknik-teknik tertentu. Dukungan fakta dalam metode ilmiah ini sangat penting peranannya terutama dalam mendukung, mengembangkan, bahkan pembentukan teori yang sama sekali baru.Kriteria objektif dalam metode ilmiah menghendaki bahwa segala fenomena yang ditangkap oleh indrawi kemudian diamati dan dianalisis harus berlangsung secara objektif. Metode-metodenya, teknik-tekniknya dan prosedur kerjanya, bahkan temuan-temuannya dikemukakan secara jujur menurut apa adanya. Segala sesuatunya bebas dari unsure subjektivitas.Kriteria analitik. Tidak ada masalah di dunia ini yang hanya melibatkan satu faktor. Setiap masalah sekecil apa pun pasti melibatkan fungsional antara dua atau lebih faktor. Dalam metode ilmiah faktor-faktor itu disoroti secara kritis-analitik mengenai keterlibatannya dalam masalah tersebut. Bagaimana kaitannya antara masing-masing faktor, gabungan faktor terhadap masalah, sehingga jelas makna, fungsi dan peranannya. Kemampuan kritis-analitik ini sangat menentukan bobot kualitas ekspansi dan prediksi bagi suatu teori atau proporsi ilmiah.Kriteria deduktif-hipotetik. Ilmu tidak berangkat dari halaman kosong, melainkan akumulasi dari penemuan-penemuan sebelumnya. Ketika manusia berupaya untuk menjelaskan fenomena alam dan sosial yang berkembang dalam kehidupan sehari-hari, pada saat itu manusia mempelajari perilaku fenomena itu dari teori-teori yang relevan yang sudah ada. Manusia melakukan perincian terhadap teori-teori itu dengan menggunakan cara berpikir deduktif.Cara berpikir deduktif memberikan kemungkinan bagi manusia untuk menarik pernyataan-pernyataan baru yang koheren dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya berupa premis mayor dan premis minor. Bernalar dengan cara berpikir deduktif-hipotetik kelihatan sederhana , tetapi dalam kenyataannya tidak sesederhana itu. Berpikir deduktif-induktif memerlukan kemampuan terutama dalam hal ini:1. Kebenaran menentukan premis mayor.2. Keterampilan dalam merumuskan pernyataan faktual sebagai premis minor.3. Kemampuan mengkaji konsep-konsep yang membangun pernyataan baik dalam premis mayor maupun minor.4. Kemampuan memberikan pertimbangan tentang hubungan antara konsep yang satu dengan yang lain. Kebenaran yang dihasilkan melalui pemikiran penalaran deduktif-hipotetik bersifat rasional. Kebenaran ini masih bersifat sementara, oleh karena itu, perlu didukung oleh kesesuaian data empiris hasil penelitian. Kebenaran yang ditarik dari generalisasi dukungan data empiris ini disebut logika induktif. Logika induktif menggunakan prinsip bahwa: jika sejumlah besar X diamati pada suatu variasi yang luas dan ternyata mempunyai sifat Y maka semua X termasuk yang tidak diamati juga mempunyai sifat Y. Logika induktif-generalisasi jugs kelihatan mudah dilakukan, tetapi sebenarnya tidaklah demikian. Pertanyaan mengenai sejumlah besar X dan variasi kondisi yang luas mengandung makna rumit bila dikaitkan dengan persoalan ukuran dan variasi pengamatan. Sangat jarang, penelitian melakukan pengamatan terhadap populasi. Biasanya, yang dilakukan adalah mengamati sebagian (sampel) dari populasi itu. Pertanyaannya adalah sejauh mana sampel itu mewakili populasi baik dalam hal jumlah maupun karakteristiknya. Oleh karena itu, kebenaran logika induktif-generalisasi ini bersifat probabilistic. Artinya, benar pada taraf-taraf tertentu saja.Interaksi antara penalaran deduktif dan induktif ini yang kemudian menjadi titik tolak dari metode ilmiah dalam mencari kebenaran ilmu.

Figur 1.3 Interaksi penalaran deduktif dan induktifC. PROSEDUR METODE ILMIAHMetode ilmiah mengikuti prosedur atau langkah-langkah yang sistematis mulai dari menetapkan masalah, mengkaji teori-teori, mengajukan hipotesis, uji hipotesis dan menarik kesimpulan dari hasil pengujian itu. Selanjutnya kesimpulan kembali lagi ke rumusan masalah sebagai penegasan apakah masalah yang diajukan terjawab atau tidak.

UMPAN BALIKFigur 1.4 Prosedur metode ilmiahMenetapkan masalah dalam prosedur metode ilmiah menduduki posisi strategis sebagai hal yang pertama dan utama. Keberhasilan dari sisi kecepatan dan ketepatan dalam menjawab persoalan yang dikaji dalam penelitian ilmiah sangat ditentukan oleh sejauh mana masalah yang dipersoalkan itu telah ditetapkan dan dirumuskan dengan benar. Di damping itu, kualitas penelitian ilmiah juga sangat bergantung pada kualitas material fenomena yang terkandung dalam rumusan masalah itu. Dalam hal ini perlu dipertanyakan sejauh mana masalah yang diajukan itu memenuhi syarat-syarat orginalitas dan relevansi, sehingga penting dan perlu dianalisis.Mengkaji teori-teori yang relevan merupakan langkah berikutnya setelah masalah dirumuskan. Fungsi teori adalah menjelaskan, meramalkan, serta mengontrol fenomena alam dan sosial. Masalah yang sudah ditetapkan dan dirumuskan dengan benar perlu diberi landasan teoretis yang kokoh agar dalam proses mencari jawabannya berjalan dengan benar secara sistematis mengikuiti cara berpikir deduktif yang menghendaki terpenuhinya asas koherensi. Langkah mengkaji teori mutlak harus dilakukan dalam penelitian ilmiah.Menyusun hipotesis merupakan langkah berikutnya setelah mengkaji teori. Hipotesis lahir dari pengkajian teori-teori yang relevan dengan masalah penelitian dan hipotesis itu sendiri harus diuji dengan fakta empiris untuk menunjukkan bahwa kebenaran yang terkandung dalam hipotesis itu tidak hanya logis-rasional, tetapi juga sama dengan faktanya.Pengujian hipotesis mutlak dilakukan karena kebenaran yang terkandung dalam pernyataan hipotesis masih bersifat sementara. Kebenaran ini masih berada dalam alam pikiran yang logis-rasional, belum dibuktikan oleh data empiris. Oleh karena itu, perlu dicarikan data pendukung untuk menguji hipotesis. Data dikumpulkan dan dipilah-pilah; mana (data) yang mendukung mana yang tidak mendukung. Bila diterima hipotesis tersebut akan kembali ke khazanah ilmu sebagai sumbangan bagi pengembangan dan penemuan teori, jika tidak maka ia akan menjadi bahan koreksi terhadap proses penelitian yang dilakukan.Hipotesis yang difalsifikasi atau ditolak perlu segera ditinjau kembali proses penelitiannya terutama pada hal yang berkaitan antara lain dengan: (1) kajian teoritis; (2) instrument penelitian; (3) teknik sampling; (4) alat analisis; dan (5) perhitungan-perhitungan yang dilakukan.Menarik kesimpulan. Kesimpulan yang ditarik pada hakikatnya merupakan hal-hal yang diperoleh dalam uji hipotesis yang tidak lain merupakan jawaban terhadap masalah yang diajukan. Jawaban tersebut telah memenuhi asas kebenaran koherensi karena lahir dari pengkajian teori yang melatarbelakangi permasalahan dan asas kebenaran korespondensi karena telah didukung oleh fakta-fakta empiris. Kebenaran yang demikian pada proses selanjutnya akan memasuki siklus empiris metode ilmiah, yakni umpan balik berupa produk kepada ilmu pengetahuan yang akan dijadikan dasar untuk penyusunan hipotesis bagi penelitian berikutnya. Demikian siklus ilmiah ini berjalan tanpa henti dan siklus ini telah memungkinkan bagi ilmu untuk memperbaiki dirinya sendiri sejalan dengan fenomena alam dan sosial yang berkembang dalam kehidupan sehari-hari.

Figur 1.5 Skema kaitan antara komponen ilmu, struktur metode ilmiah, dan sistematika pelaporan penelitianD. KAITAN KOMPONEN ILMU DENGAN METODE ILMIAH SERTA PELAPOR-AN HASIL PENELITIAN ILMIAHKomponen ilmu dan prosedur metode ilmiah sebagaimana telah dikemukakan membentuk struktur tersendiri yang dikenal dengan struktur metode ilmiah. Struktur ini pada gilirannya menentukan struktur penelitian ilmiah dan nantinya dalam pelaporannya beragam sesuai dengan kegunaan dari pelaksanaan penelitian itu. Misalnya, penelitian yang dilakukan dalam rangka memenuhi persyaratan untuk menapai jenjang pendidikan tertentu seperti: skripsi untuk jenjang pendidikan sarjana, tesis untuk jenjang pendidikan magister dan disertai untuk jenjang pendidikan doktor.Penelitian ilmiah yang harus dilakukan bagi seseorang untuk mencapai jenjang pendidikan tersebut pada hakikatnya menggunakan struktur metode ilmiah yang sama, hanya saja dalam penulisan pelaporan bervariasi sesuai dengan untuk tujuan apa pelaporan penelitian itu disusun. Pada prinsipnya, keterkaitan antara komponen ilmu, struktur metode ilmiah, dan sistematika laporan penelitian untuk masing-masing jenjang pendidikan tidak jauh berbeda. Perbedaan menonjol terletak pada pemamahaman terhadap makna otology (apa yang dikaji ilmu), epistemologi (bagaimana memperoleh ilmu), dan aksiologi (untuk apa ilmu itu). Persoalan filsafati yang menyangkut tiga hal itu membawa perbedaan pada bobot keilmuan penelitian ilmiah yang disajikan pada skripsi, tesis, dan disertasi.

1Kelompok 7