Resume Kasus 2 BPH Dina Sonyah.docx

64
Nama : Dina Sonyah NPM : 220110100125 Kasus 2 Seorang laki-laki berusia 60 tahun, datang ke Rumah sakit dengan keluhan tidak bisa BAK sejak 12 jam yang lalu. Setelah dilakukan anamnesa klien mengatakan keluhan dirasakan sejak 2 minggu yang lalu, klien selalu merasa kesakitan dan meningkat apabila akan memulai berkemih. Apabila dipaksa dengan cara mengedan, urin keluar dengan menetes dan kadang terjadi hematuria. Klien juga mengeluh pancaran urin sewaktu miksi berkurang sejak 3 bulan yang lalu. Klien datang ke rs karena sejak 12 jam yang lalu klien mengatakan mempunyai perasaan ingin berkemih tetapi tidak keluar urin. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan TD = 160/110 mmHg; HR = 98 x/menit; RR = 25 x/menit; suhu = 37,8 o C. Klien tampak gelisah, tampak berkeringat di daerah dahi, saat dipalpasi teraba tegang dan keras di area suprapubik (area vesika urinaria), uji colok dubur (+++) : hasil pemeriksaan laboratorium : hematologi darah rutin Hb: 14 g/dL, hematokrit : 42%, leukosit : 12.100/mm 3 , Trombosit : 224.000/ mm 3 kimia klinik : ureum : 37 mg/dL, kreatinin : 0,8 mg/dL, Natrium : 125 mEq, Imunologi; PSA: 4 nanogram/ml Klien direncanakan dilakukan operasi open prostatektomi , tetapi saat akan mengisi persetujuan operasi klien menolak. Karena dia pernah membaca bahwa operasi tersebut mempunyai risiko untuk terjadi gangguan ejakulasi dan impotensi.Lagipula setelah dipasang selang cathether, urin keluar.

description

resume

Transcript of Resume Kasus 2 BPH Dina Sonyah.docx

Page 1: Resume Kasus 2 BPH Dina Sonyah.docx

Nama : Dina Sonyah

NPM : 220110100125

Kasus 2

Seorang laki-laki berusia 60 tahun, datang ke Rumah sakit dengan keluhan tidak bisa BAK

sejak 12 jam yang lalu. Setelah dilakukan anamnesa klien mengatakan keluhan dirasakan

sejak 2 minggu yang lalu, klien selalu merasa kesakitan dan meningkat apabila akan memulai

berkemih. Apabila dipaksa dengan cara mengedan, urin keluar dengan menetes dan kadang

terjadi hematuria. Klien juga mengeluh pancaran urin sewaktu miksi berkurang sejak 3 bulan

yang lalu. Klien datang ke rs karena sejak 12 jam yang lalu klien mengatakan mempunyai

perasaan ingin berkemih tetapi tidak keluar urin. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan TD =

160/110 mmHg; HR = 98 x/menit; RR = 25 x/menit; suhu = 37,8oC. Klien tampak gelisah,

tampak berkeringat di daerah dahi, saat dipalpasi teraba tegang dan keras di area suprapubik

(area vesika urinaria), uji colok dubur (+++) : hasil pemeriksaan laboratorium : hematologi

darah rutin Hb: 14 g/dL, hematokrit : 42%, leukosit : 12.100/mm3, Trombosit : 224.000/ mm3

kimia klinik : ureum : 37 mg/dL, kreatinin : 0,8 mg/dL, Natrium : 125 mEq, Imunologi; PSA:

4 nanogram/ml

Klien direncanakan dilakukan operasi open prostatektomi , tetapi saat akan mengisi

persetujuan operasi klien menolak. Karena dia pernah membaca bahwa operasi tersebut

mempunyai risiko untuk terjadi gangguan ejakulasi dan impotensi.Lagipula setelah dipasang

selang cathether, urin keluar.

Page 2: Resume Kasus 2 BPH Dina Sonyah.docx

Anatomi dan Fisiologi Prostat

Kelenjar prostat terletak tepat di

bawah leher kandung kemih. Kelenjar ini

mengelilingi uretra dan dipotong

melintang oleh duktus ejakulatorius,

yang merupakan kelanjutan dari vas

deferen. Kelenjar ini berbentuk seperti

buah kenari. Normal beratnya ± 20 gram,

di dalamnya berjalan uretra posterior ±

2,5 cm.

Pada bagian anterior difiksasi

oleh ligamentum pubroprostatikum dan

sebelah inferior oleh diafragma

urogenital. Pada prostat bagian posterior

berumuara duktus ejakulatoris yang

berjalan miring dan berakhir pada

verumontarum pada dasar uretra

prostatika tepat proksimal dan sfingter

uretra eksterna.

 Secara embriologi, prostat

berasal dari lima evaginasi epitel urethra

posterior. Suplai darah prostat

diperdarahi oleh arteri vesikalis inferior

dan masuk pada sisi postero lateralis

leher vesika.Drainase vena

prostat bersifat difus dan bermuara ke dalam pleksus santorini. Persarafan prostat terutama

berasal dari simpatis pleksus hipogastrikus dan serabut yang berasal dari nervus sakralis

ketiga dan keempat melalui pleksus sakralis. Drainase limfe prostat ke nodi limfatisi

obturatoria, iliaka eksterna dan presakralis, serta sangat penting dalam mengevaluasi luas

penyebaran penyakit dari prostat.

Page 3: Resume Kasus 2 BPH Dina Sonyah.docx

Fungsi Prostat adalah menambah cairan alkalis pada cairan seminalis yang berguna

untuk menlindungi spermatozoa terhadap sifat asam yang terapat pada uretra dan vagina. Di

bawah kelenjar ini terdapat Kelenjar Bulbo Uretralis yang memilki panjang 2-5 cm. fungsi

hampir sama dengan kelenjar prostat

Kelenjar ini menghasilkan sekresi yang penyalurannya dari testis secara kimiawi dan

fisiologis sesuai kebutuhan spermatozoa. Sewaktu perangsangan seksual, prostat

mengeluarkan cairan encer seperti susu yang mengandung berbagai enzim dan ion ke dalam

duktus ejakulatorius. Cairan ini menambah volume cairan vesikula seminalis dan sperma.

Cairan prostat bersifal basa (alkalis). Sewaktu mengendap di cairan vagina wanita, bersama

dengan ejakulat yang lain, cairan ini dibutuhkan karena motilitas sperma akan berkurang

dalam lingkungan dengan pH rendah.

( Suzanne C. Smeltzer, 2002 , Elizabeth J. C, 2009)

Page 4: Resume Kasus 2 BPH Dina Sonyah.docx

BPH

1. Definisi

Pembesaran Prostat Jinak (BPH, Benign Prostatic Hyperplasia) adalah pertumbuhan jinak

pada kelenjar prostat, yang menyebabkan prostat membesar. Pembesaran prostat sering

terjadi pada pria di atas 50 tahun. 

Prostat adalah kelenjar sebesar buah kenari yang letaknya tepat di bawah kandung kemih

dan hanya ada pada kaum pria. Prostat adalah penghasil sebagian besar cairan di dalam air

mani (semen) yang menjaga sperma agar tetap hidup. Kelenjar prostat mulai berkembang

sebelum bayi lahir dan akan terus berkembang hingga mencapai usia dewasa. Perkembangan

prostat dipengaruhi oleh hormon seks pria, yaitu androgen. Hormon androgen yang utama

adalah testosteron. Seiring dengan meningkatnya usia, testosteron akan menyebabkan prostat

secara perlahan membesar. Prostat yang membesar tersebut dapat menghambat aliran air seni

melewati uretra (pembuluh yang membawa air seni dari kandung kemih), sehingga

mempersulit atau memperlambat keluarnya air seni sewaktu buang air kecil. Kondisi ini

disebut pembesaran prostat jinak (Benign Prostatic Hyperplasia/BPH), namun pembesaran

prostat jinak bukanlah kanker. Disebut sebagai kanker prostat jika sel-sel kelenjar prostat

berkembang secara abnormal tidak terkendali sehingga mendesak dan merusak jaringan di

sekitarnya. Menurut American Cancer Society, pada umumnya, kanker prostat berkembang

dengan perlahan. Berdasarkan hasil otopsi di Amerika, pria usia lanjut yang meninggal

karena suatu penyakit, ternyata juga menderita kanker prostat tetapi mereka tidak

menyadarinya. Dalam studi ini juga dijelaskan sekitar 70-90% penderita kanker prostat

tersebut berusia 80 tahun.

Pembesaran prostat jinak (PPJ) atau benigna prostate hyperplasia (BPH) merupakan salah

satu penyakit yang tidak ditularkan dan insidensinya sangat berhubungan dengan usia.

Artinya, semakin panjang usianya semakin besar kemungkinan mendapatkan penyakit PPJ

ini. PPJ simtomatik diperkirakan angkanya sebesar 42 persen pada usia 60 tahun dan menjadi

80 persen pada usia 80 tahun.

2. Etiologi

BPH adalah tumor jinak pada pria yang paling sering ditemukan. Pria berumur lebih dari

50 tahun, kemungkinannya memiliki BPH adalah 50%. Ketika berusia 80–85 tahun,

kemungkinan itu meningkat menjadi 90%. BPH sangat sering terjadi. Separuh laki-laki lebih

Page 5: Resume Kasus 2 BPH Dina Sonyah.docx

dari 50 tahun mengalami gejala BPH, tetapi hanya 10% yang memerlukan intervensi medis

atau pembedahan.

Penyebab yang pasti dari terjadinya Benign Prostat Hyperplasia sampai sekarang belum

diketahui secara pasti, tetapi hanya 2 faktor yang mempengaruhi terjadinya Prostat

Hyperplasia yaitu testis dan usia lanjut. Karena etiologi yang belum jelas maka melahirkan

beberapa hipotesa yang diduga timbulnya Benigne Prostat Hyperplasia antara lain

1. Teori DHT (dihidrotestosteron).

Reduktase dikonversi menjadi DHT yang merangsang pertumbuhan kelenjar prostat.

Testosteron yang dihasilkan oleh sel leydig pada testis (90%) dan sebagian dari

kelenjar adrenal (10%) masuk dalam peredaran darah dan 98% akan terikat oleh

globulin menjadi sex hormon binding globulin (SHBG). Sedang hanya 2% dalam

keadaan testosteron bebas. Testosteron bebas inilah yang bisa masuk ke dalam “target

cell” yaitu sel prostat melewati membran sel langsung masuk kedalam sitoplasma, di

dalam sel, testosteron direduksi oleh enzim 5 alpha reductase menjadi 5

dehidrotestosteron yang kemudian bertemu dengan reseptor sitoplasma menjadi

“hormone receptor complex”. Kemudian “hormone receptor complex” ini mengalami

transformasi reseptor, menjadi “nuclear receptor” yang masuk kedalam inti yang

kemudian melekat pada chromatin dan menyebabkan transkripsi m-RNA. RNA ini

akan menyebabkan sintese protein menyebabkan terjadinya pertumbuhan kelenjar

prostat.Testosteron dengan bantuan enzim 5-

2. Teori Reawakening.

Teori ini berdasarkan kemampuan stroma untuk merangsang pertumbuhan epitel

3. Teori stem cell hypotesis.

Stem sel akan berkembang menjadi sel aplifying. Sel aplifying akan berkembang

menjadi sel transit yang tergantung secara mutlak pada androgen, sehingga dengan

adanya androgen sel ini akan berproliferasi dan menghasilkan pertumbuhan prostat

yang normal. Seperti pada organ lain, prostat dalam hal ini kelenjar periuretral pada

seorang dewasa berada dalam keadaan keseimbangan “steady state”, antara

pertumbuhan sel dan sel yang mati, keseimbangan ini disebabkan adanya kadar

testosteron tertentu dalam jaringan prostat yang dapat mempengaruhi sel stem

sehingga dapat berproliferasi. Pada keadaan tertentu jumlah sel stem ini dapat

bertambah sehingga terjadi proliferasi lebih cepat. Terjadinya proliferasi abnormal sel

stem sehingga menyebabkan produksi atau proliferasi sel stroma dan sel epitel

kelenjar periuretral prostat menjadi berlebihan.

Page 6: Resume Kasus 2 BPH Dina Sonyah.docx

4. Teori growth factors.

Faktor pertumbuhan ini dibuat oleh sel-sel stroma di bawah pengaruh androgen.

Adanya ekspresi berlebihan dari epidermis growth factor (EGF) dan atau fibroblast

growth factor (FGF) dan atau adanya penurunan ekspresi transforming growth factor-.

(TGF-), akan menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan pertumbuhan prostat dan

menghasilkan pembesaran prostat.

5. Teori Hormonal

Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan hormonal, yaitu

antara hormon testosteron dan hormon estrogen. Karena produksi testosteron menurun

dan terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer

dengan pertolongan enzim aromatase, dimana sifat estrogen ini akan merangsang

terjadinya hiperplasia pada stroma, sehingga timbul dugaan bahwa testosteron

diperlukan untuk inisiasi terjadinya proliferasi sel tetapi kemudian estrogenlah yang

berperan untuk perkembangan stroma. Kemungkinan lain ialah perubahan konsentrasi

relatif testosteron dan estrogen akan menyebabkan produksi dan potensiasi faktor

pertumbuhan lain yang dapat menyebabkan terjadinya pembesaran prostat. Pada

keadaan normal hormon gonadotropin hipofise akan menyebabkan produksi hormon

androgen testis yang akan mengontrol pertumbuhan prostat. Dengan makin

bertambahnya usia, akan terjadi penurunan dari fungsi testikuler (spermatogenesis)

yang akan menyebabkan penurunan yang progresif dari sekresi androgen. Hal ini

mengakibatkan hormon gonadotropin akan sangat merangsang produksi hormon

estrogen oleh sel sertoli. Dilihat dari fungsional histologis, prostat terdiri dari dua

bagian yaitu sentral sekitar uretra yang bereaksi terhadap estrogen dan bagian perifer

yang tidak bereaksi terhadap estrogen.

3. Manifestasi Klinis

Gejala klinis yang ditimbulkan oleh Benigne Prostat Hyperplasia disebut sebagai

Syndroma Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi menjadi dua yaitu :

1. Gejala Obstruktif yaitu :

a. Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan

mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli memerlukan

waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi adanya

tekanan dalam uretra prostatika.

Page 7: Resume Kasus 2 BPH Dina Sonyah.docx

b. Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena

ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika

sampai berakhirnya miksi.

c. Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing.

d. Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor

memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.

e. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas.

2. Gejala Iritasi yaitu :

a. Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.

b. Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada

malam hari (Nocturia) dan pada siang hari.

c. Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.

4. Klasifikasi

Stadium BPH

Stadium I :

Ada obstruksi, tetapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine sampai habis.

Stadium II :

• Ada retensio urine, tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine walaupun tidak

sampai habis, masih tersisa kurang lebih 50-150- cc

• Ada rasa tidak enak pada saat buang air kecil /disuria

• Nokturia

Stadium III :

Setiap buang air kecil urine selalu tersisa 150 cc atau lebih

Stadium IV :

Retensio urine total, buli-buli penuh, pasien kesakitan, urine menetes secara periodic (over

flow incontinentia)

5. Pemeriksaan Diagnostik

Untuk menegakkan diagnosis BPH dilakukan beberapa cara antara lain

1. Anamnesa

Kumpulan gejala pada BPH dikenal dengan LUTS (Lower Urinary Tract Symptoms)

antara lain: hesitansi, pancaran urin lemah, intermittensi, terminal dribbling, terasa

Page 8: Resume Kasus 2 BPH Dina Sonyah.docx

ada sisa setelah miksi disebut gejala obstruksi dan gejala iritatif dapat berupa urgensi,

frekuensi serta disuria.

2. Pemeriksaan Fisik

Dilakukan dengan pemeriksaan tekanan darah, nadi dan suhu.Nadi dapat meningkat

pada keadaan kesakitan pada retensi urin akut, dehidrasi sampai syok pada retensi

urin serta urosepsis sampai syok - septik.

i. Pemeriksaan abdomen dilakukan dengan tehnik bimanual untuk mengetahui

adanya hidronefrosis, dan pyelonefrosis. Pada daerah supra simfiser pada

keadaan retensi akan menonjol. Saat palpasi terasa adanya ballotemen dan klien

akan terasa ingin miksi. Perkusi dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya

residual urin.

ii. Penis dan uretra untuk mendeteksi kemungkinan stenose meatus, striktur uretra,

batu uretra, karsinoma maupun fimosis.

iii. Pemeriksaan skrotum untuk menentukan adanya epididimitis

iv. Rectal touch / pemeriksaan colok dubur bertujuan untuk menentukan

konsistensi sistim persarafan unit vesiko uretra dan besarnya prostat. Dengan

rectal toucher dapat diketahui derajat dari BPH, yaitu :

a). Derajat I = beratnya ± 20 gram.

b). Derajat II = beratnya antara 20 – 40 gram.

c). Derajat III = beratnya > 40 gram.

3. Pemeriksaan Laboratorium

- Pemeriksaan darah lengkap, faal ginjal, serum elektrolit dan kadar gula digunakan untuk

memperoleh data dasar keadaan umum klien.

- Pemeriksaan urin lengkap dan kultur.

- PSA (Prostatik Spesific Antigen) penting diperiksa sebagai kewaspadaan adanya

keganasan.

4. Pemeriksaan Uroflowmetri

a. Salah satu gejala dari BPH adalah melemahnya pancaran urin. Secara obyektif

pancaran urin dapat diperiksa dengan uroflowmeter dengan penilaian :

Flow rate maksimal > 15 ml / dtk = non obstruktif.

Flow rate maksimal 10 – 15 ml / dtk = border line.

Flow rate maksimal < 10 ml / dtk = obstruktif.

5. Pemeriksaan Imaging dan Rontgenologik

i. BOF (Buik Overzich ) :Untuk melihat adanya batu dan metastase pada tulang.

Page 9: Resume Kasus 2 BPH Dina Sonyah.docx

ii. USG (Ultrasonografi), digunakan untuk memeriksa konsistensi, volume dan

besar prostat juga keadaan buli – buli termasuk residual urin. Pemeriksaan dapat

dilakukan secara transrektal, transuretral dan supra pubik.

iii. IVP (Pyelografi Intravena)

Digunakan untuk melihat fungsi exkresi ginjal dan adanya hidronefrosis.

iv. Pemeriksaan Panendoskop

Untuk mengetahui keadaan uretra dan buli – buli.

6. Penatalaksanaan

Mekanisme dan efek samping terapi antiandrogenik untuk BPH

Obat Mekanisme Efek samping

Ablasi androgen

Agonis GnRH

(nafarelin, leuproid,

buserelin, goserelin)

Menghambat sekresi LH

hipofisis, menurunkan T dan

DHT. Mengurangi volume

prostat sebesar 35%.

Penurunan libido, impotensi.

Antiandrogen sejati

(flutamid, bikalutamid)

Inhibisi reseptor androgen. Nyeri tekan pada payudara,

insiden impotensi tidak

terlalu bermakna.

Inhibitor 5 alfa-

reduktase

(finasterid, dutasterid)

Menurunkan DHT, tidak

terjadi perubahan pada T atau

LH. Mengurangi volume

prostat sebesar 20%.

Insiden impotensi dan

penurunan libido 3-4%.

Mekanisme kerja

campuran

Progestin (megestrol

asenat medrogeston)

Menghambat sekresi LH

hipofisis, menurunkan T dan

DHT dengan derajat

bervariasi, inhibisi reseptor

androgen.

Berkurangnya libido,

impotensi, intoleransi panas.

Blokade reseptor alfa untuk BPH

Obat Mekanisme dan tempat kerja Efek samping

Fenoksibenzamin Blokade alfa1, alfa2, dan

pascasinaps

Hipotensi

Prazosin, terazosin,

doksazosin,

Blokade alfa1, pascasinaps Hipotensi

Page 10: Resume Kasus 2 BPH Dina Sonyah.docx

alfuzosin

Tamsulosin Alfa1a, pascasinaps Hipotensi

Penanganan pada kasus BPH biasanya dilakukan sesuai dengan derajat dari penyakitnya :

- Derajat 1, biasanya belum memerlukan tindakan bedah dan hanya diberikan

pengobatan konservatif misalnya dengan obat-obatan penghambat adrenoreseptor

seperti prazosin atau fazosin

- Derajat 2, ini merupakan suatu indikasi untuk dilakukannya pembedahan. Biasanya

dianjurkan reseksi endoskopik melalui uretra, TUR (transurethral resection).

Mortalitas TUR sekitar 1% dan morbiditas sekitar 8%. Kadang derajat 2 bisa dicoba

dengan pengobatan konservatif.

- Derajat 3, reseksi endoskopik harus dilakukan oleh ahli bedah yang cukup

berpengalaman, pada derajat ini bisa dilakukan pembedahan terbuka.

- Derajat 4, tindakan pertama yang harus segera dilakukan adalah membebaskan

penderita dari retensi urin total dengan memasang kateter. Setelah itu biasanya

dilakukan terapi definitif dengan TUR atau pembedahan terbuka.

- Prostatektomi dengan melaluiinsisi suprapubis dapat dilakukan pengangkatan

adrenoma saja, baik dengan membuka kelenjar prostat secara langsung (prostatektomi

millins atau retropubika) maupun lewat kandung kemih (prostatektomi transvesikal).

Pengobatan lain yang invasif minimal ialah dengan pemanasan prostat dengan gelombang

mikro yang disalurkan ke kelenjar prostat melalui antena yang dipasang pada ujung kateter.

Cara ini disebut denga TUMT (transurethral microwave thermotherapy), dengan cara ini

hasil perbaikan sekitar 75% untuk gejala objektif. Pada penanggulangan invasif minimal lain

digunakan cahaya laser yang disebut TULIP (transurethral ultrasound guided laser

induced prostatectomy). Uretra di daerah prostat juga dapat di dilatasi dengan carabalon

yang dikembangkan di dalamnya, TUBD (transurethral balloon dilatation).

7. Pencegahan BPH

1. Banyak mengkonsumsi vitamin A, E, dan C, antioksidan yang berperan penting dalam

mencegah pertumbuhan sel kanker, karena menurut penelitian, 5-10% kasus BPH

dapat berkembang menjadi kanker prostat. Vitamin B1, B2, dan B6, yang dibutuhkan

dalam proses metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein, sehingga kerja ginjal dan

organ tubuh lain tidak terlalu berat

2. Mengurangi makanan kaya lemak hewan

Page 11: Resume Kasus 2 BPH Dina Sonyah.docx

3. Meningkatkan makanan kaya lycopene (dalam tomat), selenium (dalam makanan

laut), vitamin E, isoflavonoid (dalam produk kedelai)

4. Makan sedikitnya 5 porsi buah dan sayuran sehari

5. Berolahraga secara rutin

6. Pertahankan berat badan ideal

7. Jangan sering manahan air kencing

8. Prognosis

Pada hiperplasia nodular yang paling penting ialah kecenderungan terjadinya

obstruksi uretra karena desakan prostat yang membesar meskipun pada umumnya begitu,

tidak lebih dari 10% pria dengan keluhan ini memerlukan tindakan pembedahanuntuk

mengurangi obstruksi. Diperkirakan penderita dengan hiperplasia nodular memiliki

kecenderungan besar untuk timbulnya kanker dikemudian hari walaupun kini tidak dapat

dibenarkan bahwa hiperplasia nodular prostat sebagai suatu lesi praganas.

9. Diagnosa Keperawatan dan Perencanaan

Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah sebagai berikut :

Pre Operasi :

1. Obstruksi akut / kronis berhubungan dengan obstruksi mekanik, pembesaran

prostat,dekompensasi otot destrusor dan ketidakmapuan kandung kemih unmtuk

berkontraksi secara adekuat.

2. Nyeri ( akut ) berhubungan dengan iritasi mukosa buli – buli, distensi kandung

kemih, kolik ginjal, infeksi urinaria.

3. Resiko tinggi kekurangan cairan yang berhubungan dengan pasca obstruksi diuresis.

4. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau menghadapi prosedur

bedah.

5. Kurang pengetahuan tentang kondisi ,prognosis dan kebutuhan pengobatan

berhubungan dengan kurangnya informasi

Post Operasi :

1. Nyeri berhubungan dengan spasmus kandung kemih dan insisi sekunder pada TURP

2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif: alat selama pembedahan,

kateter, irigasi kandung kemih sering.

3. Resiko tinggi cidera: perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan

Page 12: Resume Kasus 2 BPH Dina Sonyah.docx

4. Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan ketakutan akan impoten akibat

dari TUR-P.

5. Kurang pengetahuan: tentang TUR-P berhubungan dengan kurang informasi

6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri sebagai efek pembedahan

Perencanaan

Sebelum Operasi

1. Obstruksi akut / kronis berhubungan dengan obstruksi mekanik, pembesaran

prostat,dekompensasi otot destrusor dan ketidakmapuan kandung kemih untuk

berkontraksi secara adekuat.

Tujuan : tidak terjadi obstruksi

Kriteria hasil : Berkemih dalam jumlah yang cukup, tidak teraba distensi kandung

kemih

Rencana tindakan dan rasional

a. Dorong pasien untuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan.

R/ Meminimalkan retensi urina distensi berlebihan pada kandung kemih

b. Observasi aliran urina perhatian ukuran dan kekuatan pancaran urina

R / Untuk mengevaluasi ibstruksi dan pilihan intervensi

c. Awasi dan catat waktu serta jumlah setiap kali berkemih

R/ Retensi urine meningkatkan tekanan dalam saluran perkemihan yang dapat

mempengaruhi fungsi ginjal

d. Berikan cairan sampai 3000 ml sehari dalam toleransi jantung.

R / Peningkatkan aliran cairan meningkatkan perfusi ginjal serta membersihkan

ginjal ,kandung kemih dari pertumbuhan bakteri

e. Berikan obat sesuai indikasi ( antispamodik)

R/ mengurangi spasme kandung kemih dan mempercepat penyembuhan

2. Nyeri ( akut ) berhubungan dengan iritasi mukosa buli – buli, distensi kandung

kemih, kolik ginjal, infeksi urinaria.

Tujuan : Nyeri hilang / terkontrol.

Kriteria hasil : Klien melaporkan nyeri hilang / terkontrol, menunjukkan

ketrampilan relaksasi dan aktivitas terapeutik sesuai indikasi untuk situasi

individu. Tampak rileks, tidur / istirahat dengan tepat.

Rencana tindakan dan rasional :

a. Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas ( skala 0 - 10 )

Page 13: Resume Kasus 2 BPH Dina Sonyah.docx

R / Nyeri tajam, intermitten dengan dorongan berkemih / masase urin sekitar

kateter menunjukkan spasme buli-buli, yang cenderung lebih berat pada

pendekatan TURP ( biasanya menurun dalam 48 jam ).

b. Pertahankan patensi kateter dan sistem drainase. Pertahankan selang bebas

dari lekukan dan bekuan

R/ Mempertahankan fungsi kateter dan drainase sistem, menurunkan resiko

distensi / spasme buli - buli.

c. Pertahankan tirah baring bila diindikasikan

R/ Diperlukan selama fase awal selama fase akut.

d. Berikan tindakan kenyamanan ( sentuhan terapeutik, pengubahan posisi,

pijatan punggung ) dan aktivitas terapeutik.

R / Menurunkan tegangan otot, memfokusksn kembali perhatian dan dapat

meningkatkan kemampuan koping.

e. Berikan rendam duduk atau lampu penghangat bila diindikasikan.

R/ Meningkatkan perfusi jaringan dan perbaikan edema serta meningkatkan

penyembuhan ( pendekatan perineal ).

f. Kolaborasi dalam pemberian antispasmodic

R / Menghilangkan spasme

3. Resiko tinggi kekurangan cairan yang berhubungan dengan pasca obstruksi diuresis.

Tujuan : Keseimbangan cairan tubuh tetap terpelihara.

Kriteria hasil : Mempertahankan hidrasi adekuat dibuktikan dengan: tanda -tanda

vital stabil, nadi perifer teraba, pengisian perifer baik, membran mukosa lembab

dan keluaran urin tepat.

Rencana tindakan dan rasional

a. Awasi keluaran tiap jam bila diindikasikan. Perhatikan keluaran 100-200 ml/.

R/ Diuresisi yang cepat dapat mengurangkan volume total karena ketidakl

cukupan jumlah natrium diabsorbsi tubulus ginjal.

b. Pantau masukan dan haluaran cairan.

R/ Indikator keseimangan cairan dan kebutuhan penggantian.

c. Awasi tanda-tanda vital, perhatikan peningkatan nadi dan pernapasan,

penurunan tekanan darah, diaforesis, pucat,

R/ Deteksi dini terhadap hipovolemik sistemik

d. Tingkatkan tirah baring dengan kepala lebih tinggi

R/ Menurunkan kerja jantung memudahkan hemeostatis sirkulasi.

Page 14: Resume Kasus 2 BPH Dina Sonyah.docx

e. Kolaborasi dalam memantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi,

contoh : Hb / Ht, jumlah sel darah merah. Pemeriksaan koagulasi, jumlah

trombosi

R/ Berguna dalam evaluasi kehilangan darah / kebutuhan penggantian. Serta

dapat mengindikasikan terjadinya komplikasi misalnya penurunan faktor

pembekuan darah,

4. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau menghadapi prosedur

bedah.

Tujuan : Pasien tampak rileks.

Kriteria hasil : Menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi, menunjukkan

rentang yang yang tepat tentang perasaan dan penurunan rasa takut.

Rencana tindakan dan rasional

a. Dampingi klien dan bina hubungan saling percaya

R/ Menunjukka perhatian dan keinginan untuk membantu

b. Memberikan informasi tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan.

R / Membantu pasien dalam memahami tujuan dari suatu tindakan.

c. Dorong pasien atau orang terdekat untuk menyatakan masalah atau perasaan.

R/ Memberikan kesempatan pada pasien dan konsep solusi pemecahan masalah.

5. Kurang pengetahuan tentang kondisi ,prognosis dan kebutuhan pengobatan

berhubungan dengan kurangnya informasi

Tujuan : Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan prognosisnya.

Kriteria hasil : Melakukan perubahan pola hidup atau prilasku ysng perlu,

berpartisipasi dalam program pengobatan.

Rencana tindakan dan rasional

a. Dorong pasien menyatakan rasa takut persaan dan perhatian.

R / Membantu pasien dalam mengalami perasaan.

b. Kaji ulang proses penyakit,pengalaman pasien

R/ Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan

informasi terapi.

Sesudah operasi

1. Nyeri berhubungan dengan spasmus kandung kemih dan insisi sekunder pada TUR-P

Tujuan: Nyeri berkurang atau hilang.

Page 15: Resume Kasus 2 BPH Dina Sonyah.docx

Kriteria hasil : Klien mengatakan nyeri berkurang / hilang, ekspresi wajah klien

tenang, klien akan menunjukkan ketrampilan relaksasi, klien akan tidur / istirahat

dengan tepat, tanda – tanda vital dalam batas normal.

Rencana tindakan :

a. Jelaskan pada klien tentang gejala dini spasmus kandung kemih

R/ Kien dapat mendeteksi gajala dini spasmus kandung kemih.

b. Pemantauan klien pada interval yang teratur selama 48 jam, untuk mengenal

gejala – gejala dini dari spasmus kandung kemih.

R/ Menentukan terdapatnya spasmus sehingga obat – obatan bisa diberikan

c. Jelaskan pada klien bahwa intensitas dan frekuensi akan berkurang dalam 24

sampai 48 jam.

R/ Memberitahu klien bahwa ketidaknyamanan hanya temporer.

d. Beri penyuluhan pada klien agar tidak berkemih ke seputar kateter.

R/ Mengurang kemungkinan spasmus.

e. Anjurkan pada klien untuk tidak duduk dalam waktu yang lama sesudah tindakan

TUR-P.

R / Mengurangi tekanan pada luka insisi

f. Ajarkan penggunaan teknik relaksasi, termasuk latihan nafas dalam, visualisasi.

R / Menurunkan tegangan otot, memfokuskan kembali perhatian dan dapat

meningkatkan kemampuan koping.

g. Jagalah selang drainase urine tetap aman dipaha untuk mencegah peningkatan

tekanan pada kandung kemih. Irigasi kateter jika terlihat bekuan pada selang

R/ Sumbatan pada selang kateter oleh bekuan darah dapat menyebabkan distensi

kandung kemih dengan peningkatan spasme.

h. Observasi tanda – tanda vital

R/ Mengetahui perkembangan lebih lanjut.

i. Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat – obatan (analgesik atau anti

spasmodik )

R / Menghilangkan nyeri dan mencegah spasmus kandung kemih.

2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif: alat selama pembedahan,

kateter, irigasi kandung kemih sering.

Tujuan: Klien tidak menunjukkan tanda – tanda infeksi .

Kriteria hasil: Klien tidak mengalami infeksi, dapat mencapai waktu penyembuhan,

tanda – tanda vital dalam batas normal dan tidak ada tanda – tanda shock.

Page 16: Resume Kasus 2 BPH Dina Sonyah.docx

Rencana tindakan:

a. Pertahankan sistem kateter steril, berikan perawatan kateter dengan steril.

R/ Mencegah pemasukan bakteri dan infeksi

b. Anjurkan intake cairan yang cukup ( 2500 – 3000 ) sehingga dapat menurunkan

potensial infeksi.

R/Meningkatkan output urine sehingga resiko terjadi ISK dikurangi dan

mempertahankan fungsi ginjal.

c. Pertahankan posisi urobag dibawah

R/ Menghindari refleks balik urine yang dapat memasukkan bakteri ke kandung

kemih.

d. Observasi tanda – tanda vital, laporkan tanda – tanda shock dan demam

R/ Mencegah sebelum terjadi shock.

e. Observasi urine: warna, jumlah, bau.

R/ Mengidentifikasi adanya infeksi.

f. Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat antibiotik.

R/ Untuk mencegah infeksi dan membantu proses penyembuhan.

3. Resiko tinggi cidera: perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan .

Tujuan: Tidak terjadi perdarahan.

Kriteria hasil: Klien tidak menunjukkan tanda – tanda perdarahan, tanda – tanda vital

dalam batas normal, urine lancar lewat kateter .

Rencana tindakan:

a. Jelaskan pada klien tentang sebab terjadi perdarahan setelah pembedahan dan

tanda – tanda perdarahan .

R/ Menurunkan kecemasan klien dan mengetahui tanda – tanda perdarahan

b. Irigasi aliran kateter jika terdeteksi gumpalan dalm saluran kateter

R/ Gumpalan dapat menyumbat kateter, menyebabkan peregangan dan

perdarahan kandung kemih

c. Sediakan diet makanan tinggi serat dan memberi obat untuk memudahkan

defekasi .

R/ Dengan peningkatan tekanan pada fosa prostatik yang akan mengendapkan

perdarahan .

d. Mencegah pemakaian termometer rektal, pemeriksaan rektal atau huknah, untuk

sekurang – kurangnya satu minggu .

R/ Dapat menimbulkan perdarahan prostat .

Page 17: Resume Kasus 2 BPH Dina Sonyah.docx

e. Pantau traksi kateter: catat waktu traksi di pasang dan kapan traksi dilepas .

R/ Traksi kateter menyebabkan pengembangan balon ke sisi fosa prostatik,

menurunkan perdarahan. Umumnya dilepas 3 – 6 jam setelah pembedahan .

f. Observasi: Tanda – tanda vital tiap 4 jam,masukan dan haluaran dan warna urine

R/ Deteksi awal terhadap komplikasi, dengan intervensi yang tepat mencegah

kerusakan jaringan yang permanen .

4. Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan ketakutan akan impoten akibat

dari TUR-P.

Tujuan: Fungsi seksual dapat dipertahankan

Kriteria hasil: Klien tampak rileks dan melaporkan kecemasan menurun, klien

menyatakan pemahaman situasi individual, klien menunjukkan keterampilan

pemecahan masalah, klien mengerti tentang pengaruh TUR – P pada seksual.

Rencana tindakan :

a. Beri kesempatan pada klien untuk memperbincangkan tentang pengaruh TUR – P

terhadap seksual .

R/ Untuk mengetahui masalah klien .

b. Jelaskan tentang : kemungkinan kembali ketingkat tinggi seperti semula dan

kejadian ejakulasi retrograd (air kemih seperti susu)

R/ Kurang pengetahuan dapat membangkitkan cemas dan berdampak disfungsi

seksual

c. Mencegah hubungan seksual 3-4 minggu setelah operasi .

R/ Bisa terjadi perdarahan dan ketidaknyamanan

d. Dorong klien untuk menanyakan kedokter salama di rawat di rumah sakit dan

kunjungan lanjutan

R / Untuk mengklarifikasi kekhawatiran dan memberikan akses kepada

penjelasan yang spesifik.

5. Kurang pengetahuan : tentang TUR-P berhubungan dengan kurang informasi

Tujuan: Klien dapat menguraikan pantangan kegiatan serta kebutuhan berobat

lanjutan .

Kriteria hasil: Klien akan melakukan perubahan perilaku, klien berpartisipasi dalam

program pengobatan, klien akan mengatakan pemahaman pada pantangan kegiatan

dan kebutuhan berobat lanjutan .

Rencana tindakan:

a. Beri penjelasan untuk mencegah aktifitas berat selama 3-4 minggu .

Page 18: Resume Kasus 2 BPH Dina Sonyah.docx

R/ Dapat menimbulkan perdarahan .

b. Beri penjelasan untuk mencegah mengedan waktu BAB selama 4-6 minggu; dan

memakai pelumas tinja untuk laksatif sesuai kebutuhan

R/ Mengedan bisa menimbulkan perdarahan, pelunak tinja bisa mengurangi

kebutuhan mengedan pada waktu BAB

c. Pemasukan cairan sekurang–kurangnya 2500-3000 ml/hari

R/ Mengurangi potensial infeksi dan gumpalan darah .

d. Anjurkan untuk berobat lanjutan pada dokter.

R/. Untuk menjamin tidak ada komplikasi .

e. Kosongkan kandung kemih apabila kandung kemih sudah penuh

R/ Untuk membantu proses penyembuhan .

6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri / efek pembedahan

Tujuan: Kebutuhan tidur dan istirahat terpenuhi.

Kriteria hasil: Klien mampu beristirahat / tidur dalam waktu yang cukup, klien

mengungkapan sudah bisa tidur, klien mampu menjelaskan faktor penghambat tidur .

Rencana tindakan:

a. Jelaskan pada klien dan keluarga penyebab gangguan tidur dan kemungkinan cara

untuk menghindari.

R/ meningkatkan pengetahuan klien sehingga mau kooperatif dalam tindakan

perawatan .

b. Ciptakan suasana yang mendukung, suasana tenang dengan mengurangi

kebisingan .

R/ Suasana tenang akan mendukung istirahat

c. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan penyebab gangguan tidur.

R/ Menentukan rencana mengatasi gangguan

d. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat yang dapat mengurangi nyeri

( analgesik ).

R/ Mengurangi nyeri sehingga klien bisa istirahat dengan cukup .

Page 19: Resume Kasus 2 BPH Dina Sonyah.docx

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN

I.PENGKAJIAN

a. Pengumpulan Data

1) Identitas

a. Identitas Klien

Nama : Tn. B

Umur : 60 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : -

Suku : -

Page 20: Resume Kasus 2 BPH Dina Sonyah.docx

Status Marital : -

Pekerjaan : -

Alamat : -

Diagnosa Medis : BPH (Benign Prostatic Hyperplasia)

b. Identitas Penanggungjawab

-

2) Riwayat Kesehatan

a. Keluhan Utama

Klien mengeluh tidak bisa BAK sejak 12 jam yang lalu.

b. Riwayat Kesehatan Sekarang

Setelah dilakukan anamnesa klien mengatakan nyeri pada daerah supis yang menjalar

ke pinggang. Sejak 2 minggu yang lalu, klien selalu merasa kesakitan apabila akan

memulai berkemih. Apabila dipaksa dengan cara mengedan, urin keluar dengan

menetes dan kadang terjadi hematuria. Klien juga mengeluh pancaran urin sewaktu

berkurang sejak 3 bulan yang lalu. Klien datang ke rumah sakit karena sejak 12 jam

yang lalu, klien mengatakan miksi tidak keluar urin.

c. Riwayat Kesehatan Dahulu : -

d. Riwayat Kesehatan Keluarga

-

3) Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan Umum

Klien tampak gelisah, tampak berkeringat di daerah dahi

b. TTV; TD : 160/110 mmHg BB : -

HR : 98x/menit TB : -

RR : 25x/menit

T : 37,8 0 C

c. Sistem Pernapasan

Frekuensi napas 25x/menit.

d. Sistem Kardiovaskuler

Tekanan darah 160/110 mmHg, denyut nadi 98x/menit.

e. Sistem Gastrointestinal

-

f. Sistem Urinaria

Hasil palpasi di area suprapubik teraba tegang dan keras. Uji colok dubur (+++)

Page 21: Resume Kasus 2 BPH Dina Sonyah.docx

g. Sistem Reproduksi

-

h. Sistem Muskuloskeletal

-

I Sistem Integumen

-

J. Sistem Endokrin

-

k. Sistem Persyarafan

-

4) Istirahat dan tidur

-

5) Aspek Psikologis

-

6) Aspek Sosial

-

7) Aspek Spiritual

-

8) Data Penunjang

a. Laboratorium

NO PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL

1. Hb 14 g/dl 14-16 g/dl

2. Hematokrit 42% 40-54%

3. Leukosit 12.100/mm3 5.000-10.000/mm3

4. Trombosit 224.000/mm3 150.000-400.000/

mm3

5. Ureum 37 mg/dl 20-40 mg/dl

6. Kreatinin 1,08 mg/dl 0,8-1,7 mg/dl

7. Natrium 125 mg/dl 135-145 mg/dl

8. PSA 20 ng/ml 0-4,5 ng/ml (60-69

thn)

b. Terapi

Pemasangan kateter/Katerisasi

Page 22: Resume Kasus 2 BPH Dina Sonyah.docx

c. Rencana

Operasi open prostatectomy (Tn. B menolak)

Page 23: Resume Kasus 2 BPH Dina Sonyah.docx

Analisa Data

NO DATA ETIOLOGI MASALAH

1. DS:

- Klien tidak bisa

BAK sejak 12

jam yang lalu

- Urin keluar

dengan menetes

dan kadang

terjadi hematuria

apabila dipaksa

dengan cara

mengedan

- Klien

mengatakan ,panc

aran urin sewaktu

miksi tidak keluar

urin

DO:

- Saat dipalpasi

teraba tegang

dank eras di area

suprapubik

- Uji colok dubur

(+++)

- Leukosit:

12.100/mm3

- Natrium: 125

mg/dl

- Pemasangan

kateter

Adanya adenoma progresif

Mendesak jaringan prostat

normal

Perluasan daerah melebar

kearah lumen

Pengeluaran urin terhambat

Penumpukan urin di vesika

urinaria

↑tekanan

Trabekulasi

Urin tertahan

Urin dipaksa keluar dengan

mengedan

Diuresis

Pemasangan Kateter

PERUBAHAN POLA

Perubahan Pola Eliminasi

Urin

Page 24: Resume Kasus 2 BPH Dina Sonyah.docx

ELIMINASI

2. DS:

- Klien

mengatakan

nyeri pada

daerah

suprapubis

yang menjalar

ke pinggang

- Sejak 2 minggu

yang lalu, klien

selalu merasa

kesakitan

apabila akan

memulai

berkemiih

DO:

- TD: 160/110

mmHg

- HR: 98x/menit

- RR: 25x/menit

BPH

Menekan jaringan normal

Nekrosis jaringan

Merangsang neurotransmitter

(histamine, serotonin)

Ke arah medulla spinalis III

dan IV

Impuls disampaikan ke

hipotalamus ke cortex serebri

NYERI

Nyeri

3. DS:

Klien menolak

persetujuan operasi

karena klien pernah

membaca bahwa

operasi open

prostatectom

yberisiko terjadi

gangguan ejakulasi

dan impotensi

Rencana operasi open

prostatectomy

Kurangnya pengetahuan

tentang penyakit dan

prosedur perawatan

Stressor

Koping individu tidak efektif

Ansietas

Page 25: Resume Kasus 2 BPH Dina Sonyah.docx

DO:

- Klien tampak

gelisah,

berkeringat di

area dahi

ANSIETAS

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Nama : Tn. B Alamat : -

Diagnosa Medis : BPH Umur : 60 tahun

No.Medrek : - Ruang : -

NO DIAGNOSA

KEPERAWATAN

PERENCANAAN

TUJUAN INTERVENSI RASIONAL

1. - Perubahan pola

eliminasi urin

berhubungan dengan

obstruksi mekanik,

pembesaran

prostat,dekompensasi

otot destrusor dan

ketidakmapuan

kandung kemih untuk

berkontraksi secara

adekuat d.d. Klien

tidak bisa BAK sejak

12 jam yang lalu, Urin

keluar dengan menetes

dan kadang terjadi

hematuria apabila

dipaksa dengan cara

mengedan, Klien

mengatakan ,pancaran

urin sewaktu miksi

TUPAN: Pola

eliminasi urin

mengalami

perbaikan

setelah 6x24

jam intervensi

TUPEN:

Setelah 3x24

jam intervensi,

mengalami

perbaikan ploa

eliminasi urin

dengan

kriteria:

- Klien dapat

beradaptasi

dengan

terpasangny

a kateter

1. Lakukan

perawatan

kateter

2. Cegah

obstruksi

dengan:

- Hindari

lipatan

- Hindari

lengkungan

pada kateter

3. Observasi

kelancaran

cairan urin

yang keluar

dari kateter

1. Untuk

mempertahank

an posisi

kateter

2. Untuk

menjamin

kelancaran

pengeluaran

urin

3. Dengan

mengobservasi

kelancaran urin

berguna untuk

mengobservasi

ada atau

Page 26: Resume Kasus 2 BPH Dina Sonyah.docx

tidak keluar urin, Saat

dipalpasi teraba tegang

dank eras di area

suprapubik, Uji colok

dubur (+++), Leukosit:

12.100/mm3, Natrium:

125 mg/dl.

- Warna urin

jernih

- Tidak terjadi

tanda-tanda

infeksi

4. Berikan

dorongan

kepada klien

untuk

mengambil

posisi normal

(duduk untuk

berkemih)

tidaknya

obstruksi dan

dapat

menentukan

tindakan yang

tepat.

4. Posisi yang

normal

memberikan

kondisi rileks

yang kondusif

untuk

berkemih

2. Nyeri berhubungan

dengan iritasi mukosa

buli – buli, distensi

kandung kemih, kolik

ginjal, infeksi urinaria d.d.

Klien mengatakan nyeri

pada daerah suprapubis

yang menjalar ke

pinggang, Sejak 2 minggu

yang lalu, klien selalu

merasa kesakitan apabila

akan memulai berkemiih,

TD: 160/110 mmHg, HR:

98x/menit, RR: 25x/menit

TUPAN:

Nyeri dapat

diatasi setelah

6x24 jam

intervensi

TUPEN:

Setelah 2x24

jam intervensi,

nyeri dapat

berkurang atau

hilang dengan

kriteria:

- Klien

menyatakan

rasa

nyerinya

1. Observasi

tanda-tanda

vital

2. Ajarkan dan

demonstrasika

n teknik

relaksasi

1. Dengan

mengobservasi

tanda-tanda

vital akan

membantu

mengetahui

peningkatan

rasa nyeri

2. Teknik

relaksasi dapat

melemaskan

otot-otot dan

persyarafannya

yang tegang

sehingga dapat

menurunkan

Page 27: Resume Kasus 2 BPH Dina Sonyah.docx

berkurang

- Ekspresi

wajah klien

rileks

- Posisi tubuh

klien

nyaman

- TTV normal

3. Kompres

hangatdi

daerah

abdomen

4. Libatkan

keluarga dalam

support system

KOLABORASI:

Berikan analgesik

atau opioid

dengan jadwal

teratur sesuai yang

diresepkan

(Katrasic 50

mg/PO)

ambang nyeri

3. Untuk

mengontrol

spasme

kandung kemih

4. Secara

psikologis

dapat

memberikan

ketenangan

sehingga dapat

mengurangi

respon klien

terhadap

ambang nyeri

Analgesik

mengubah persepsi

nyeri dan

memberikan rasa

nyaman

3. Ansietas berhubungan

dengan kurang

pengetahuan tentang

diagnosis, rencana

pengobatan, dan

prognosis d.d. Klien

TUPAN:

Ansietas dapat

diatasi setelah

4x24 jam

intervensi

1. Lakukan

pendekatan

pada klien/bina

trust dengan

berbincang-

1. Dengan

pendekatan,

menjadikan

klien percaya

sehingga mau

mengungkapkn

Page 28: Resume Kasus 2 BPH Dina Sonyah.docx

menolak persetujuan

operasi karena klien

pernah membaca bahwa

operasi open

prostatectomyberisiko

terjadi gangguan ejakulasi

dan impotensi, Klien

tampak gelisah,

berkeringat di area dahi

TUPEN:

Setelah 2x24

jam intervensi,

ansietas

teratasi dengan

kriteria:

- Klien tidak

cemas

- Klien

tampak

tenang

- Klien

mendukung

setiap

tindakan

perawatan

yang akan

dilakukan

bincang

2. Berikan

penjelasan

tentang

penyakit,

prosedur

perawatan, dan

pengobatan

3. Beri motivasi

dan dukungan

pada klien

kecemasannya

2. Klien dapat

mengerti

sehingga

kecemasannya

akan berkurang

dan klien

mempunyai

motivasi untuk

melaksanakan

perawatan

3. Dengan

dukungan

maka klien

akan lebih

sabar

menghadapi

penyakitnya

sehingga

mempercepat

proses

penyembuhan

PEMBAHASAN CA PROSTAT

Page 29: Resume Kasus 2 BPH Dina Sonyah.docx

Definisi

Kanker prostat adalah keganasan yang terjadi di dalam kelenjar prostat. Beberapa dokter

mempercayai kanker prostat dimulai dengan perubahan sangat kecil dalam ukuran dan bentuk

sel-sel kelenjar prostat. Perubahan ini dikenal sebagai PIN (prostatic intraepithelial

neoplasia). Hampir setengah dari semua orang yang memiliki PIN setelah berusia diatas 50

tahun mengalami perubahan tampilan sel-sel kelenjar prostat pada mikroskop. Perubahan ini

ada beberapa tingkat, dari tingkat rendah (hampir normal) hingga bermutu tinggi (abnormal).

Etiologi

1. Faktor  genetik

Diduga bila pada keluarga misalnya ayah/kakak (first degree relative) dan kakek/paman

(second degree relative) didapat karsinoma prostat maka resiko keganasan prostat tiga

kali (Robin).Kulit hitam di Amerika Serikat mempunyai mortality rate dua kali

dari kulit putih (Douglas E Johnsons).

Tetapi apakah faktor lingkungan mempengaruhi juga faktor genetik sukar untuk

ditentukan.

2. Faktor hormonal

Aksi androgen pada sel epithel prostat, testosteron yang bebas masuk ke dalam sel

menjadi dehidrotestosteron dengan bantuan enzim 5 alpha reduktase. Steroid reseptor

kompleks denganDNA akan mengakibatkan spesifik mRNA dan sintesa protein yang

mempunyai efek metabolik dan proliferatif (Ronijn).

3. Faktor diet dan lingkungan

Faktor diet yaitu diet yang banyak mengandung lemak binatang dan perbedaan insiden

kanker prostat pada populasi dengan ras dan lingkungan yang berbeda, sebagai contohnya

generasi kedua dan ketiga orang Jepang yang bertempat tinggal di Amerika memiliki

insiden yang sama denganorang di Amerika Utara, sedangkan insiden kanker prostat di

Jepang hanya 10% dari insiden di Amerika.

4. Faktor infeksi

Diduga bakteri dan virus dapat mempengaruhi terjadinya ca prostat, tetapi faktor ini

masih menjadi perdebatan.

Page 30: Resume Kasus 2 BPH Dina Sonyah.docx

Diantara faktor-faktor risiko tersebut, faktor risiko herediter (genetik) dan faktor diet yang

telah terbukti sebagai risiko untuk karsinoma prostat. Bila ada salah satu pria

hubungan keluarga segaris yang menderita karsinoma prostat, maka kemungkinan

terkena karsinoma prostat menjadi 2 kali dan bilaada 2 pria segaris menderita karsinoma

prostat maka kemungkinan terkena karsinoma prostat menjadi 5-11

kali.Untuk faktor resiko diet, yaitu banyak mengandung lemak binatang. Pria Jepang

jarang menderita karsinoma prostat, tetapi setelah pindah ke

daratan Amerika dan pola konsumsi dietnya berubah maka insiden karsinoma prostat

pada imigran Jepang sama dengan masyarakat kulit putih Amerika.

Manifestasi Klinis

Kanker prostat stadium dini tidak menimbulkan gejala. Setelah kanker berkembang, baru

muncul gejala tetai tidak khas. Gejala yang muncul menyerupai gejala BPH (benign rostatic

hyperplasia), yaitu penyakit pembesaran prostat jinak yang sering dijumpai pada pria usia

lanjut. Akibatnya, kedua penyakit ini sulit dibedakan dan diperlukan pemeriksaan yang dapat

mendeteksi dini sekaligus membedakan antara kanker prostat dan BPH.

Berikut beberapa gejala yang sering ditemui pada penderita kanker prostat:

Sering ingin buang air kecil, terutama pada malam hari (nokturia)

Inkontinensia urine

Kesulitan untuk memulai buang air kecil atau menahan air seni

Aliran air seni lemah atau terganggu

Perasaan nyeri atau terbakar saat buang air kecil

Adanya darah pada air seni atau air mani (hematuria)

Gangguan seksual lain, seperti sulit ereksi atau nyeri saat ejakulasi

Sering nyeri atau kaku di punggung bawah, pinggul, atau paha atas.

Gambaran klinis sesuai dengan stadium dari Ca prostat :

Ca prostat yang masih terlokalisr :

1. asimptomatic

2. peningkatan PSA

3. pancaran lemah

4. sensasi  sisa urin

5. frekunsi

Page 31: Resume Kasus 2 BPH Dina Sonyah.docx

6. urgensi

Ca prostat lokal lanjut

1. Hematuri

2. Disuri

3. Nyeri  suprapubik dan perineal

4. Impotence

5. Incontinence

6. gejala  gagal ginjal

7. haemospermia.

Ca prostat yang sudah metastasis

1. Nyeri  tulang atau isialgia

2. paraplegi

3. pembesaran limfonodi

4. anuri

5. letargi (anemia,uremia)

6. berat  badan turun dan caceksia

7. perdarahan  pada usus dan kulit

Pemeriksaan Diagnostik

1. Inspeksi buli-buli: ada/ tidaknya penonjolan perut di daerah supra pubik ( buli-buli penuh

/ kosong )

Palpasi  buli-buli: Tekanan didaerah supra pubik menimbulkan rangsangan ingin kencing

bila buli-buli berisi atau penuh.Terasa massa yang kontraktil dan “Ballottement”.

Perkusi: Buli-buli yang penuh berisi urin memberi suara redup.

2 . Colok dubur.

Pemeriksaan colok dubur dapat memberi kesan keadaan tonus sfingter anus, mukosa rektum,

kelainan lain seperti benjolan di dalam rektum dan prostat. Pada perabaan melalui colok

dubur harus di perhatikan konsistensi prostat (pada pembesaran prostat jinak konsistensinya

kenyal), adakah asimetris  adakah nodul pada prostat , apa batas atas dapat diraba .

Dengan colok dubur besarnya prostat dibedakan :

Page 32: Resume Kasus 2 BPH Dina Sonyah.docx

-       Grade 1 : Perkiraan beratnya sampai dengan 20 gram.

-       Grade 2 : Perkiraan beratnya antara 20-40 gram.

-       Grade 3 : Perkiraan beratnya lebih dari 40 gram.

Laboratorium.

-     Darah lengkap sebagai data dasar keadaan umum  penderita .

-     Gula darah dimak sudkan untuk mencari kemungkinan adanya penyakit diabetus militus

yang dapat menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli (buli-buli nerogen).

-     Faal ginjal (BUN, kreatinin serum) diperiksa untuk mengetahui kemungkinan adanya

penyulit yang mengenai saluran kemih bagian atas .

-     Analisis urine diperiksa untuk melihat adanya sel leukosit, bakteri, dan infeksi atau

inflamasi pada saluran kemih .

-     Pemeriksaan kultur urine berguna dalam mencari jenis kuman yang menyebadkan infeksi

dan sekligus menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa anti mikroba yang

diujikan.

Flowmetri

Flowmetri adalah alat kusus untuk mengukur pancaran urin dengan satuan ml/detik. Penderita

dengan sindroma protalisme perlu di periksa dengan flowmetri sebelum dan sesudah terapi.

Penilaian :

Fmak <10ml/detik ——–àobstruktif

Fmak 10-15 ml/detik—–àborderline

Fmak  >15 ml/detik——-ànonobstruktif

Radiologi.

-     Foto polos abdomen, dapat dilihat adanya batu pada traktus urinarius, pembesaran ginjal

atau buli-buli, adanya batu atau kalkulosa prostat dan kadang kadang dapat menunjukkan

bayangan buli-buli yang penuh terisi urine, yang merupakan tanda dari suatu retensi urine.

Pielografi intra vena

dapat dilihat supresi komplit dari fungsi renal, hidronefrosis, dan hidroureter, fish hook

appearance ( gambaran ureter berkelok kelok di vesikula ) inclentasi pada dasar buli-buli,

divertikel, residu urine atau filling defect divesikula.

Page 33: Resume Kasus 2 BPH Dina Sonyah.docx

Ultrasonografi (USG)

dapat dilakukan secara transabdominal atau trasrektal (trasrektal ultrasonografi = TRUS)

Selain untuk mengetahui pembesaran prostat < pemeriksaan USG dapatpula menentukan

volume buli-buli, meng ukur sisa urine dan keadaan patologi lain seperti divertikel, tumor

dan batu .Dengan TRUS dapat diukur besar prostat untuk menentukan jenis terapi yang tepat.

Perkiraan besar prostat dapat pula dilakukan dengan USG suprapubik.

Cystoscopy (sistoskopi)

pemeriksaan dengan alat yang disebut dengan cystoscop. Pemeriksaan ini untuk memberi

gambaran kemungkinan tumor dalam kandung kemih atau sumber perdarahan dari atas bila

darah datang dari muara ureter, atau batu radiolusen didalam vesika. Selain itu dapat juga

memberi keterangan mengenahi besarprostat dengan mengukur panjang uretra pars prostatika

dan melihat penonjalan prostat kedalam uretra.

Kateterisasi

Mengukur “rest urine “ Yaitu mengukur jumlah sisa urine setelah miksi sepontan dengan cara

kateterisasi . Sisa urine lebih dari 100 cc biasanya dianggap sebagai batas indikasi untuk

melakukan intervensi pada hiper tropi prostat .

Penatalaksanaan

Hanya dengan dilakukan prostatektomi yang merupakan reseksi bedah bagian prostat yang

memotong uretra untuk memperbaiki aliran urin dan menghilangkan retensi urinaria akut, ada

beberapa alternatif pembedahan meliputi :

1. Transsurethral resection of prostate (TURP)

Dimanan jaringan prostat obstruksi dari lobus medial sekitar uretra diangkat dengana

sistoskop/resektoskop dimasukkan melalui uretra

2. Suprapubic /open prostatektomi

Dengan diindikasikan untuk massa lebih dari 60 g/60 cc. penghambat jaringan prostat

diangkat melalui insisi garis tengah bawah dibuat melalui kandung kemih,pendekatan

ini lebih ditujukan bila ada batu kandung kemih. Pedekatan ini lebih ditujukan bila

ada batu kandung kemih.

3. Retropubic prostatektomi

Massa jairingan prostat hipertropi (lokasi tinggi dibagian pelvis) diangkat melalui

insisi abdomen bawah tanpa pembukaan kandung kemih

Page 34: Resume Kasus 2 BPH Dina Sonyah.docx

4. Perineal prosteatektomi

Massa prostat besar dibawah area pelvis diangkat melalui insisi diantara skrotum dan

rektum, prosedur radikal ini dilakukan untuk kanker dan dapat mengakibatkan

impotensi.

Komplikasi

Komplikasi yang dapat  terjadi pada hipertropi prostat adalah. Retensi kronik dapat

menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter, hidronefrosis, gagal ginjal.b. Proses

kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu miksic. Hernia / hemoroidd.

Karena selalu terdapat sisa urin sehingga menyebabkan terbentuknya batue. Hematuriaf.

Sistitis dan Pielonefritis

Faktor Resiko

Laki-laki usia &gt;55 tahun yang mempunyai riwayat famili menderita kanker prostat

1. Makanan terbiasa mengandung asam lemak jenuh.

2. Kontak dengan logam berat seperti cadmium.

3. Ras Afrika yang tinggal di Amerika.

4. Kebiasaan hidup kurang melakukan gerakan fisik atau olah raga

5. Kebiasan merokok

Page 35: Resume Kasus 2 BPH Dina Sonyah.docx

Perluasan Kedaerah Uretra

Gangguan Pola Berkemih

Perluasan ke leher kandung kemih kemih

Urin tidak dapat keluar ↑ aktivitas otot detrusor

urgency

Kanker Prostat

Kandung Kemih Penuh

Sulit untuk berkemih

Hipertrofi kandung kemih

Distensi Kandung Kemih

Menstimulus Saraf nyeri

↑ Pertumbuhan Sel

Agen Karsinogen(Zat Kimia, Radiasi, Virus)

Transformasi sel maligna

Poliferasi Sel Maligna

Bermetastase

Hati

Nyeri pada panggul

panggul

Paru - paru

Nyeri supra Pubis

Penyempitan uretra

Terbentuk tonjolan lobus lateralis & medialis (papil) dalam lumen uretra

Obstruksi uretra

↑ tekanan intra uretra

Page 36: Resume Kasus 2 BPH Dina Sonyah.docx

Kanker Prostat

Kandung Kemih PenuhPerluasan ke leher

kandung kemih

↑ aktivitas otot detrusorUrin tidak dapat keluar

urgencySulit untuk berkemih

Gangguan Pola Berkemih

ANALISA DATA

No Data Etiologi Masalah

1 DS:

Klien mengeluh tidak bisa

BAK sejak 12 jam yang lalu

Pancaran urin sedikit, dan

menetes.

Pancaran urin berkurang sejak

3 bulan yang lalu.

DO:

Daerah suprapubik (area

vesika urinaria) terasa keras

dan tegang.

Uji colok dubur (+++)

Gangguan pola berkemih b.d.

perluasan ukuran prostat ke

leher kandung kemih d.d.

klien mengeluh tidak bisa

BAK sejak 12 jam lalu, urin

sedikit, menetes, suprapubik

teraba keras, dan uji colok

dubur (+++)

Page 37: Resume Kasus 2 BPH Dina Sonyah.docx

2 DS:

Klien mengeluh nyeri ketika

akan berkemih

Klien merasakan nyeri di

daerah suprapubik menjalar ke

pinggang

DO:

Berkeringat di daerah dahi

TD 160/110 mmHg

T: 37,8oC

RR 25x/menit, HR 98x/menit

Nyeri supra pubik b.d.

parluasan/metastase kanker

d.d klien mengeluh nyeri

ketika akan berkemih, nyeri

di daerah suprapubik dan

menjalar ke pinggang,

berkeringat, dan TTV

meningkat.

Page 38: Resume Kasus 2 BPH Dina Sonyah.docx

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

No Diagnosa KeperawatanPerencanaan

Tujuan Intervensi Rasional

1 Gangguan pola berkemih

b.d. perluasan ukuran

prostat ke leher kandung

kemih d.d. klien mengeluh

tidak bisa BAK sejak 12

jam lalu, urin sedikit,

menetes, suprapubik teraba

keras, dan uji colok dubur

(+++)

TUPAN:

Setelah 7x24 jam intervensi,

pola berkemih klien mengalami

perbaikan/mendekati normal.

TUPEN:

Setelah 3x24 jam intervensi,

pola berkemih klien berangsur

baik dengan criteria:

Berkemih dengan

jumlah yang cukup tak

teraba distensi kandung

kemih

Menujukkan residu

cairan pasca berkemih

kurang dari 50 ml

dengan tidak adanya

tetesan/kelebihan cairan.

Mempertahankan

masukan dan haluaran

1. Tetapkan pola fungsi

urianarius pasien yang

lazim.

2. Kaji terhadap tanda dan

gejala retensi urine: jumlah

dan frekuensi urin, distensi

suprapubis, keluhan

tentang dorongan untuk

berkemih, dan

ketidaknyamanan.

3. Lakukan kateterisasi pada

pasien untuk menentukan

jumlah urin residu

4. Lakukan tindakan untuk

1. Merupakan nilai dasar

untuk perbandungan

dan penetapan tujuan

lebih lanjut.

2. Berkemih 20-30 ml

dengan teratur dan

haluaran kurang dari

masukan yang

menandakan retensi.

3. Menetapkan jumlah

urine yang tersisa

4. Tujuan tindakan:

Page 39: Resume Kasus 2 BPH Dina Sonyah.docx

yang seimbang mengatasi retensi:

a. Berikan dorongan

untuk mengambil

posisi normal untuk

berkemih.

b. Rekomendasi

penggunaan

maneuver valsava

c. Berikan preparat

kolinergik yang

diresepkan

d. Pantau efek-efek

medikasi.

5. Konsultasikan dengan

dokter mengenai

kateterisasi intermiten atau

indwelling, bantu saat

prosedur sesuai yang

a. Posisi yang normal

memberikan kondisi

rileks yang kondusif

untuk berkemih.

b. Mengeluarkan

tekanan cenderung

untuk mendorong

urin keluar dari

kandung kemih.

c. Menstimulasi

kontraksi kandung

kemih.

d. Jika tidak berhasil,

tindakan lainnya

mungkin

diperlukan.

5. Kateterisasi akan

meredakan retensi urin

hingga penyebab

spesifik ditemukan;

penyebab tersebut dapat

Page 40: Resume Kasus 2 BPH Dina Sonyah.docx

dibutuhkan.

6. Pantau fungsi kateter;

pertahankan sterilisasi

system tertutup; irigasi

sesuai kebutuhan

7. Siapkan pasien untuk

pembedahan jika

diindikasikan

saja obstruksi yang

dapat diperbaiki hanya

melalui pembedahan.

6. Fungsi kateter yang

adekuat akan menjamin

tercapainya tujuan dan

untuk mencegah

infeksi.

7. Pengangkatan obstruksi

melalui tindakan bedah

mungkin diperlukan.

2 Nyeri supra pubik b.d.

perluasan/metastase kanker

d.d klien mengeluh nyeri

ketika akan berkemih,

nyeri di daerah suprapubik

dan menjalar ke pinggang,

berkeringat, dan TTV

meningkat.

TUPAN:

Setelah 6x24 jam intervensi,

nyeri klien hilang

TUPEN:

Setelah 3x24 jam intervensi,

nyeri klien berkurang dengan

criteria:

Skala nyeri berkurang

(maksimal hanya berada

pada skala 3 dari 10

skala)

1. Evaluasi sifat nyeri pasien

dan letak serta

instensitasnya dengan

menggunakan skala nyeri.

2. Hindari aktivitas yang

1. Menentukan sifat,

penyebab, dan

intensitas nyeri

membantu untuk

memilih modalitas

peredaan yang sesuai

dan memberikan dasar

untuk perbandingan

kemudian.

2. Terbentur di tempat

Page 41: Resume Kasus 2 BPH Dina Sonyah.docx

Tanda-tanda vital

normal; TD 120/80

mmHg, RR

18-24x/menit, HR 60-

100x/menit, Suhu 36-

37,5oC

mencetuskan atau

memperburuk nyeri

3. Karena nyeri biasanya

berhubungan dengan

metastasis tulang, pastikan

bahwa tempat tidur pasien

mempunyai papan tempat

tidur dan kasur yang

kencang.

Juga lindungi pasien dari jatuh dan

cedera.

4. Berikan sanggahan pada

ekstremitas yang sakit.

5. Siapkan pasien untuk terapi

radiasi bila diresepkan

tidur adalah satu contoh

tindakan yang dapat

memperkuat nyeri

pasien.

3. Hal ini akan

memberikan sanggaan

tambahan dan lebih

memberikan

kenyamanan.

Melindungi pasien dari

cedera artinya

melindungi pasien dari

nyeri tambahan

4. Lebih banyak sanggaan

dibarengi dengan

mengurangi gerakan

pada bagian yang sakit

akan membentu

Page 42: Resume Kasus 2 BPH Dina Sonyah.docx

6. Berikan analgesik atau

opioid dengan jadwal yang

teratur sesuai yang

diresepkan.

mengontrol nyeri

5. Terapi radiasi mungkin

efektif dalam

mengontrol nyeri.

6. Analgesik mengubah

persepsi nyeri dan

memberikan rasa

nyaman.

Page 43: Resume Kasus 2 BPH Dina Sonyah.docx

DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, C Suzanne. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart.

Jakarta: EGC

Tim CancerHelps. 2010. Stop Kanker. Jakarta: AgroMedia Pustaka.

http://medicastore.com/penyakit/558/Kanker_Prostat.html