Resume jurnal ilmiah laktosa

39
ULASAN JURNAL ILMIAH FARMASETIKA II LAKTOSA SEBAGAI BAHAN PENGISI TABLET dalam Optimasi Formulasi Tablet Ekstrak Daun Kemangi (Ocimum sanctum L.) dengan Campuran Avicel PH 101 dan Laktosa secara SLD (Simplex Lattice Design) Disusun oleh: Kelompok I Kelas A Debby Syaray Eka Erningsih Eva Apriliyana Rizki Laudawati Lisa Apriyanti Priskilla Paetong

description

Resume ini berkaitan dengan jurnal ilmiah berjudul OPTIMASI FORMULASI TABLET EKSTRAK DAUN KEMANGI (Ocimum sanctum L.) dengan CAMPURAN AVICEL PH 101 dan LAKTOSA SECARA SLD ( Simple Lattice Design)

Transcript of Resume jurnal ilmiah laktosa

Page 1: Resume jurnal ilmiah laktosa

ULASAN JURNAL ILMIAH FARMASETIKA II

LAKTOSA SEBAGAI BAHAN PENGISI TABLET

dalam

Optimasi Formulasi Tablet Ekstrak Daun Kemangi (Ocimum sanctum L.) dengan

Campuran Avicel PH 101 dan Laktosa secara SLD (Simplex Lattice Design)

Disusun oleh:

Kelompok I Kelas A

Debby Syaray

Eka Erningsih

Eva Apriliyana Rizki

Laudawati

Lisa Apriyanti

Priskilla Paetong

FARMASETIKA II

AKADEMI FARMASI SAMARINDA

2012/2013

Page 2: Resume jurnal ilmiah laktosa

BAB I

PENDAHULUAN

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah menunjang

peningkatan sumber daya alam juga sumber daya manusia termasuk dalam bidang

pengobatan. Dahulu, pengobatan dilakukan secara tradisional dengan

menggunakan bahan-bahan alami berupa tanaman maupun hewan yang dianggap

berkhasiat. Pengolahan bahan-bahan tersebut agar dapat memberikan efek terapi

dilakukan secara sederhana yaitu menumbuk, merebus, atau teknik lainnya

berdasarkan pengalaman seseorang.

Tumbuhan khususnya di Indonesia merupakan jenis makhluk hidup yang

memiliki tingkat diversitas paling tinggi dengan pola penyebaran yang bervariasi

tergantung ekologi daerahnya dan dalam jumlah yang banyak.

Dalam bidang tanaman obat, Indonesia dikenal sebagai salah satu dari 7

negara yang keanekaragaman hayatinya terbesar kedua setelah Brazil, tentu sangat

potensial dalam mengembangkan obat herbal yang berbasis pada tanaman obat

kita sendiri. Lebih dari 1000 spesies tumbuhan dapat dimanfaatkan sebagai bahan

baku obat. Tumbuhan tersebut menghasilkan metabolit sekunder dengan struktur

molekul dan aktivitas biologik yang beraneka ragam, memiliki potensi yang

sangat baik untuk dikembangkan menjadi obat berbagai penyakit. Beberapa upaya

dilakukan untuk meramu obat tradisional sehingga dapat dikonsumsi dalam

bentuk produk olahan siap pakai (Radji, 2005).

Masyarakat Indonesia telah lama memanfaatkan tanaman obat sebagai obat

tradisional. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berasal dari

tumbuh-tumbuhan, hewan, dan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran

dari bahan tersebut yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan

(Dirjen POM, 2000). Penggunaan obat tradisional sebagai upaya kesehatan

promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif cenderung meningkat. Hal ini

dikarenakan adanya isu back to nature dan kepercayaan masyarakat terhadap

kelebihan obat tradisional dibandingkan dengan obat modern, antara lain efek

sampingnya relatif kecil bila digunakan secara benar dan tepat, adanya efek

Page 3: Resume jurnal ilmiah laktosa

komplementer dan atau sinergisme dalam ramuan obat tradisional/komponen

bioaktif tanaman obat, pada satu tanaman bisa memiliki lebih dari satu efek

farmakologi, serta obat tradisional lebih sesuai untuk penyakit-penyakit metabolik

dan degeneratif.

Salah satu tanaman obat yang ada di Indonesia adalah kemangi (Ocimum

sanctum Linn.). Tanaman kemangi mudah didapatkan, tersebar hampir di seluruh

Indonesia, dan dapat tumbuh secara liar atau pun dibudidayakan. Daun kemangi

banyak digunakan sebagai sayur mentah (lalapan), peluruh air susu ibu, obat

penurun panas, memperbaiki pencernaan, encok, urat saraf, sariawan, panu,

radang telinga, perut kotor, muntah-muntah, mual, peluruh kentut, peluruh haid

setelah bersalin, borok, memperbaiki fungsi lambung (Batlibang, 1987;

Syamsuhidayat, 1991; Sudarsono, 2002).

Kini, inovasi dalam pembuatan produk siap pakai dari tanaman obat kian

beragam sesuai dengan kebutuhan konsumen yang memakainya. Ada yang berupa

jamu, pil, sirup atau sediaan farmasi lainnya. Hal ini dimaksudkan untuk

mempermudah pemakaian tanaman obat agar dapat dikonsumsi secara praktis.

Berkenaan dengan hal ini, penulis tertarik untuk membahas lebih jauh jurnal

ilmiah yang berjudul “Optimasi Formulasi Tablet Ekstrak Daun Kemangi

(Ocimum sanctum L.) dengan Campuran Avicel PH 101 dan Laktosa secara SLD

(Simplex Lattice Design)”.

Seperti yang telah dikemukakan di atas, dalam jurnal ilmiah tersebut,

peneliti memilih sediaan tablet sebagai alternatif dalam meramu daun kemangi

menjadi obat penurun panas. Alasannya terkait dengan penggunaannya yang lebih

efisien, dapat diubah-ubah dan praktis untuk pengobatan. Untuk itu, peneliti

mencoba mencari formulasi tablet yang baik bagi daun kemangi agar bisa menjadi

produk farmasi layak pakai.

Tablet merupakan sediaan padat yang mengandung bahan obat dengan atau

tanpa bahan pengisi. Artinya tablet terdiri dari satu atau lebih zat aktif dibantu

dengan bahan eksipien. Bahan eksipien yang digunakan pada jurnal ilmiah ini

adalah laktosa dan avicel. Namun, penulis hanya akan membahas lebih luas

Page 4: Resume jurnal ilmiah laktosa

tentang laktosa sebagai bahan pengisi. Sedangkan avicel menjadi bahan

pendukung untuk laktosa.

Lewat ulasan jurnal ilmiah ini, diharapkan agar masyarakat khususnya

tenaga teknis kefarmasian dapat mengetahui secara rinci bagaimana mengolah

tanaman obat menjadi bentuk sediaan farmasi sesuai kebutuhan konsumen. Selain

itu, ulasan ini juga dimaksudkan sebagai tolak ukur bagi pengolahan tanaman obat

lainnya sehingga tak hanya bertumpu pada satu paradigma bahwa tanaman obat

hanya dibuat secara tradisional. Akan tetapi, tanaman obat dapat digunakan secara

mudah dengan bentuk yang lebih baik, sederhana juga praktis. Selanjutnya,

diperlukan penelitian-penelitian lebih mendetail untuk menganalisis apakah

tanaman obat tersebut layak dibuat dalam bentuk sediaan obat lainnya.

Page 5: Resume jurnal ilmiah laktosa

BAB II

ISI

Sebelum membahas lebih lanjut mengenai optimasi formulasi tablet

kemangi secara rinci. Terlebih dahulu mengenal hal-hal yang perlu diketahui

berkenaan pada formulasi tablet ini seperti pada jurnal ilmiah di atas. Dalam

jurnal ilmiah tersebut, zat aktif yang hendak dijadikan tablet berasal dari daun

kemangi, di mana daun kemangi diduga sebagai obat penurun panas. Oleh

peneliti, daun kemangi yang digunakan berupa ekstrak kental dengan bantuan

etanol 70 % melalui metode soxhletasi. Berikut penjelasan mengenai daun

kemangi, ekstrak dan metode ektraksi yang digunakan dalam proses pembuatan

tablet kemangi.

Kemangi merupakan salah satu tanaman berkhasiat yang tidak hanya

tumbuh di Indonesia tetapi juga di India, Taiwan, Cina, dan Asia Tenggara.

Kemangi disebut juga tulsi, tulasi, holy basil, sacred basil.

Menurut taksonominya, kemangi diklasifikasikan sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Bangsa : Tubiflorae

Suku : Labiatae

Marga : Ocimum

Jenis : Ocimum sanctum L. (Syamsuhidayat, 1991).

Deskripsi tanaman kemangi adalah sebagai berikut : Perawakan : herba

tegak atau semak, tajuk membulat, bercabang banyak, sangat harum, tinggi 0,3-

1,5 meter. Batang : batang pokok tidak jelas, bercabang banyak, hijau sering

keunguan, berambut atau tidak. Daun : tunggal, berhadapan, tangkai daun 0,25-3

cm, helaian daun, bulat telur–elip–memanjang, ujung meruncing-runcing, atau

tumpul, pangkal bangun pasak sampai membulat, di kedua permukaan berambut

halus, berbinti-bintik kelenjar rapat 0,75-7,5 x 0,5-2,75 cm, tepi daun : bergerigi

lemah-bergelombang-rata. Bunga: susunan majemuk berkarang atau tandan,

Page 6: Resume jurnal ilmiah laktosa

terminal, 2,5-14 cm, di ketiak daun ujung, daun pelindung elip atau bulat telur,

panjang 0,5-1 cm. Kelopak : 5, berlekatan berbentuk bibir, 1 membentuk bibir

atas, bentuk bulat telur 2-3,5 mm, 1 bibir bawah membentuk 4 gigi, sisi luar

berambut kelenjar, ungu atau hijau. Mahkota : berbibir 3 bibir atas 2 bibir bawah,

panjang tabung 1,5-2 mm, cuping mahkota 3-5 mm, putih. Benang sari: 4, tersisip

di dasar mahkota, 2 panjang. Putik : kepala putik bercabang dua, tidak sama.

Buah: kelopak ikut menyusun buah, buah tegak dan tertekan, ujung bentuk kait

melingkar, panjang kelopak buah 6-9 mm. Biji: tipe keras, coklat tua, gundul,

waktu dibasahi segera membengkak (Sudarsono, 2002).

Kemangi mengandung tanin (4,6%), flavonoid, steroid/triterpenoid, minyak

atsiri (2%), asam heksauronat, pentosa, xilosa, asam metil homoanisat,

molludistin serta asam ursolat.

Pada jurnal ilmiah ini, peneliti menduga senyawa flavonoida dalam daun

kemangi yang berperan penting dalam formulasi tablet penurun panas. Senyawa

flavonoida adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar yang ditemukan di

alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu dan biru dan

sebagai zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan.

Flavonoida mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom

karbon, di mana dua cincin benzen (C6) terikat pada suatu rantai propana (C3)

sehingga membentuk suatu susunan C6-C3-C6. Flavonoidnya terdiri dari flavon

epigenin, luteolin, flavon-O-glikosida apigenin 7-O-glukoronida, luteolin 7-O-

glukoronida, flavon C-glukosida orientin, vicenin, cirsilineol, cirsimaritin,

isothymusin, isothymonin (Depkes, 1995).

Kemangi mempunyai beragam khasiat antara lain : analgesik, antiamnesik,

dan nootropik, anthelmintik, anti bakterial, anti katarak, anti fertilitas, anti

hiperlipidemi, anti inflamasi, anti lipidperoksidatif, anti oksidan, anti stress, anti

thyroid, antitusif, anti ulkus, kemoprotektif, imunomodulator, radioprotektif,

aktivitas hipoglikemik, aktivitas hipotensif, dan anti kanker. Penggunaan Ocimum

sanctum yang sudah didukung oleh preliminary data klinik adalah untuk

pengobatan diabetes. Namun perlu diingat pula bahwa obat bahan alam yang

dianggap aman oleh masyarakat juga perlu diwaspadai. Hal ini dikarenakan setiap

Page 7: Resume jurnal ilmiah laktosa

bahan atau zat memiliki potensi bersifat toksik tergantung takarannya dalam tubuh

serta sulitnya standarisasi obat tradisional. Mengingat pemanfaatan daun kemangi

yang beragam tetapi masih berdasarkan pengalaman secara turun-temurun, maka

masih perlu didukung oleh informasi ilmiah mengenai khasiat dan efek samping

yang ditimbulkan.

Untuk membuat daun kemangi menjadi tablet, peneliti memilih menjadikan

lebih dulu daun kemangi dalam bentuk ekstrak. Apa itu ekstrak ? Ekstrak adalah

sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati

atau hewani dengan menggunakan pelarut yang sesuai (Anonim, 1995). Ekstrak

kental (extractum spissum) merupakan sediaan liat dalam keadaan dingin dan

tidak dapat dituang.

Metode pembuatan ekstrak dipilih berdasarkan beberapa faktor seperti sifat

dari bahan mentah obat dan daya penyesuaian dengan tiap macam metode

ekstraksi dan kepentingan dalam memperoleh ekstrak yang sempurna (Ansel et

al., 1995).

Cara sokhletasi dapat dilakukan dengan meletakkan bahan yang akan

diekstraksi dalam sebuah kantung ekstraksi di bagian dalam alat ekstraksi dan

gelas yang bekerja secara kontinyu (perkolator). Wadah gelas yang mengandung

kantung diletakkan di antara labu penyulingan dengan pendingin aliran balik dan

dihubungkan dengan labu melalui pipa. Labu tersebut berisi bahan pelarut yang

menguap dan mencapai ke dalam pendingin aliran balik melalui pipa,

berkondensasi di dalamnya, menetes ke atas bahan yang diekstraksi dan menarik

keluar bahan yang diekstraksi larutan berkumpul di dalam wadah gelas dan

setelah mencapai tinggi maksimalnya, secara otomatis dipindahkan ke dalam labu.

Dengan demikian, zat yang terakumulasi melalui penguapan bahan pelarut murni

berikutnya (Voigt, 1984).

Tablet itu sendiri adalah sediaan padat, dibuat secara kempa - cetak

berbentuk rata atau cembung rangkap, umumnya bulat mengandung satu jenis

obat atau lebih dengan atau tanpa bahan tambahan. Bahan tambahan yang

digunakan dapat berfungsi sebagai bahan pengisi, bahan pengembang, bahan

pengikat, bahan pelican, bahan pembasah atau bahan lain yang cocok. Menurut FI

Page 8: Resume jurnal ilmiah laktosa

edisi IV, tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa

bahan pengisi (Syamsuni, 2007).

Adanya formulasi pada sediaan tablet bertujuan antara lain :

1. Tujuan utama memformulasi dan mendesain tablet adalah suatu proses

ketika formulator memastikan agar jumlah zat aktif yang benar mencapai

tempat yang benar dalam tubuh, dihantarkan dalam jangka waktu yang

memadai, sedangkan keutuhan kimia zat aktif terlindung sampai ke tempat

yang diinginkan. Hal ini akan berbeda tergantung pada tujuan zat aktif yang

dipersyaratkan untuk digunakan efek lokalnya.

2. Formulasi tablet digunakan untuk memodifikasi kerja zat aktif dalam hal

kecepatan (temporal) atau keruangan (spatial). Pada modifikasi temporal,

kecepatan pelepasan zat aktif dikendalikan untuk memberikan karateristik

pelepasan yang dipersyaratkan (misalnya bentuk sediaan lepas kontinu/lepas

diperlambat). Pada modifikasi keruangan, zat aktif dapat diformulasikan

dalam suatu cara agar mempermudah transpor ke tempat tertentu dalam

tubuh sebelum dilepaskan (misalnya tablet enterik).

3. Formulasi tablet didesain untuk memberikan suatu zat aktif yang dapat

diterima oleh pasien dan sesuai bagi dokter penulis resep. Dalam hal ini,

pilihan jenis bentuk sediaan yang paling utama adalah tablet atau kapsul.

4. Dari sudut produksi farmasetik, hal penting yang harus diperhatikan adalah

bentuk sediaan dapat dibuat dengan mudah, ekonomis, dan reprodusibel.

Hasilnya harus bagus (Siregar, 2010).

Pada jurnal ilmiah ini, penulis akan lebih mengulas tentang zat pengisi

berupa laktosa. Lalu, kaitan antara laktosa dan avicel PH 101 sebagai kombinasi

zat pengisi juga hubungannya dengan beberapa eksipien lainnya untuk

mendapatkan optimasi formulasi tablet kemangi yang memenuhi persyaratan

sebagai tablet yang baik dan layak digunakan.

Zat pengisi atau pengencer adalah suatu zat inert secara farmakologis yang

ditambahkan ke dalam suatu formulasi sediaan tablet bertujuan untuk penyesuaian

bobot, ukuran tablet sesuai yang dipersyaratkan, untuk membantu kemudahan

dalam pembuatan tablet, dan meningkatkan mutu sediaan tablet.

Page 9: Resume jurnal ilmiah laktosa

Bahan pengisi harus memenuhi beberapa kriteria yaitu :

1. Harus non toksik dan dapat memenuhi peraturan-peraturan dari negara di

mana produk akan dipasarkan.

2. Harus tersedia dalam jumlah yang cukup di semua negara tempat produk itu

dibuat.

3. Harganya harus cukup murah.

4. Tidak boleh saling berkontraindikasi (misalnya sukrosa) atau karena

komponen (misalnya natrium) dalam tiap segmen atau bagian dari populasi.

5. Secara fisiologis harus inert/netral.

6. Harus stabil secara fisik dan kimia, baik dalam kombinasi dengan berbagai

obat atau komponen tablet lain.

7. Harus bebas dari segala jenis mikroba.

8. Harus color compatible (tidak boleh mengganggu warna).

9. Bila obat itu termasuk sebagai makanan (produk-produk vitamin tertentu),

pengisi dan bahan pembantu lainnnya harus mendapat persetujuan sebagai

bahan aditif pada makanan.

10. Tidak boleh mengganggu bioavailabilitas obat (Lachman, 1994).

Penulis menduga bahwa peneliti menggunakan laktosa hidrat. Laktosa

hidrat merupakan pengisi yang paling luas digunakan dalam formulasi sediaan

tablet. Zat ini menunjukkan stabilitas yang baik dalam gabungan dengan

kebanyakan zat aktif hidrat ataupun anhidrat. Laktosa hidrat mengandung kira-

kira 5 % air kristal. Bentuk hidrat biasanya digunakan dalam sistem granulasi

basah dan granulasi kering (Siregar, 2010). Selain itu, untuk metode granulasi

basah, lebih baik menggunakan laktosa hidrat, karena meski laktosa anhidrat tidak

bereaksi dengan pereaksi Maillard (dengan zat aktif mengandung amina dengan

adanya logam stearat), bentuk anhidrat dapat menyerap lembab.

Formula laktosa biasanya menunjukkan kecepatan pelepasan zat aktif

dengan baik, mudah dikeringkan (dalam penampan atau alat pengering lapis

mengalir (PLM) atau fluidized bed dryers atau (FBD)), dan tidak peka terhadap

variasi moderat dalam kekerasan tablet dalam pengempaan (Siregar, 2010).

Page 10: Resume jurnal ilmiah laktosa

Laktosa merupakan eksipien yang baik sekali digunakan dalam tablet yang

mengandung zat aktif berkonsentrasi kecil karena mudah melakukan

pencampuran yang homogen. Harga laktosa lebih murah daripada bahan pengisi

lainnya (Siregar, 2010).

Laktosa merupakan suatu gula reduksi yang dapat bereaksi dengan senyawa

amin untuk menghasilkan reaksi khas kecoklatan Maillard. Laktosa juga akan

berubah menjadi coklat dengan adanya senyawa alkali berupa lubrikan alkali.

Laktosa juga tidak dapat bergabung (inkompatibel) dengan asam askorbat,

salisilamida, pirilamin maleat, dan fenilefrin hidroklorida (Siregar, 2010).

Secara kimia laktosa terdiri atas dua bentuk isomer, α dan β. α-laktosa

monohidrat tersedia komersial sebagai serbuk tak berasa dalam suatu rentang

ukuran partikel 200-400 mesh (Siregar, 2010).

Ada dua jenis laktosa yaitu yang berukuran mesh 60-80 (kasar) dan mesh

80-100 (biasa). Umumnya formulasi memakai laktosa menunjukkan laju

penglepasan obat yang baik, granulnya cepat kering, dan waktu hancurnya tidak

terlalu peka terhadap perubahan pada kekerasan tablet (Lachman, 1994).

Laktosa adalah gula yang diperoleh dari susu. Dalam bentuk anhidrat atau

mengandung satu molekul air hidrat. Konsentrasi laktosa yang digunakan dalam

formulasi adalah 65% - 85%. Laktosa merupakan serbuk atau masa hablur, keras,

putih, atau putih krem. Tidak berbau dan rasa sedikit manis, stabil di udara, tetapi

mudah menyerap bau. Mudah larut dalam air dan lebih mudah larut dalam air

mendidih, praktis tidak larut dalam kloroform, etanol dan eter (Kibbe, 2000).

Laktosa dalam formulasi tablet berfungsi sebagai bahan pengisi yang baik

karena dapat memadatkan massa granul dalam granulasi basah atau metode

kempa langsung (Edge et al., 2006). Laktosa adalah bahan yang bersifat

kompresibel, sifat alirnya kurang baik, dapat menyerap kelembaban dari udara

sehingga kemungkinan dapat berpengaruh pada sifat fisik tablet (Sulaiman, 2007).

Avicel PH 101 dalam bentuk serbuk digunakan secara luas dalam

pembuatan tablet kempa langsung dan menunjukkan kekerasan dan friabilitas

yang baik. Sifat mengalirnya baik dan sifat-sifat pencetakan langsungnya bagus

sekali. Avicel itu merupakan pengisi yang relatif mahal jika dibandingkan dengan

Page 11: Resume jurnal ilmiah laktosa

laktosa. Avicel biasanya tidak digunakan tunggal dalam tablet sebagai pengisi

utama kecuali formulasi membutuhkan khusus sifat-sifat ikatan Avicel. Avicel

mampu menahan (memegang) lebih dari 50 % zat aktif. Sebagai pengisi, avicel

memberikan banyak kemungkinan menarik untuk pengendalian kecepatan

pelepasan zat aktif jika dikombinasi laktosa, amilum, dan kalsium fosfat dibasik.

Pada granulasi basah, avicel menghasilkan tablet keras dengan tekanan

kempa yang rendah pada pengempaan tablet. Zat ini menghasilkan pembasahan

yang cepat dan merata karena adanya wicking acting sehingga cairan

penggranulasi terdistribusi di seluruh onggokan serbuk.

Menurut peneliti, avicel memiliki sifat alir yang kurang baik sedangkan

laktosa memiliki sifat alir yang baik sehingga untuk menutupi kekurangan dari

avicel dikombinasikan dengan laktosa. Dalam literatur lain dikatakan bahwa

laktosa lah yang memiliki sifat alir yang kurang baik daripada avicel. Bila

diperhatikan, peneliti merujuk pada ukuran partikel antara laktosa dan avicel PH

101, di mana avicel PH 101 dalam bentuk serbuk berukuran kecil sedangkan

laktosa denga ukuran yang lebih besar juga berupa granul sehingga dapat

mempermudah proses granulasi basah terlaksana. Selain itu alasan pemilihan

laktosa sebagai kombinasi dari avicel karena laktosa mmiliki harga relatif murah,

lebih mudah larut dalam air dibandingkan avicel. Akan tetapi laktosa dapat larut

dengan bantuan disintegran. Dalam hal ini avicel juga bersifat sebagai disintegran

atau penghancur. Sebagai tambahan dengan adanya avicel pada formulasi tablet

kemangi mampu menahan atau memegang lebih dari 50% zat aktif atau sifat

mengikat yang baik. Lalu kecepatan pelepasan zat aktif dapat dikendalikan

dengan baik apabila laktosa dikombinasikan dengan avicel.

Berikut ini karakteristik dari avicel (mikrokristalin selulosa) :

1) Insoluble, non-reaktif, aliran kurang baik, kapasitas pegang 50%.

2) Menghasilkan tablet yang keras dengan tekanan kecil (kompresibilitas baik)

dan friabilitas tablet rendah, waktu stabilitas panjang.

3) Menghasilkan pembasahan yang cepat dan rata sehingga mendistribusikan

cairan penggranul ke seluruh massa serbuk; menghasilkan distribusi warna

dan obat yang merata.

Page 12: Resume jurnal ilmiah laktosa

4) Bertindak sebagai pembantu mengikat, menghasilkan granul yang keras

dengan sedikit fines.

5) Bisa bersifat pengikat kering, disintegran, lubrikan dan glidan.

6) Penggunaannya membutuhkan lubrikan; penggunaannya dapat dikombinasi

dengan laktosa, manitol, starch, kalsium sulfat.

7) Membantu mengatasi zat-zat yang jika overwetting (terlalu basah) menjadi

seperti “clay” yang sukar digranulasi dan ketika kering granulnya menjadi

keras dan resisten terhadap disintegrasi. Contoh: kaolin, kalsium karbonat.

8) Avicel dalam GB memperbaiki ikatan pada pengempaan, mengurangi

capping dan friabilitas tablet.

9) Avicel membantu obat larut dengan air agar homogen, mencegah migrasi

pewarna larut air dan membantu agar evaporasi cepat dan seragam.

10) Untuk obat dengan dosis kecil, Avicel digunakan sebagai pengisi dan

pengikat tambahan.

11) 60% avicel PH 101 dan 40% amilum sebagai pasta 10% membuat massa

lembab mudah digranulasi, membentuk granul yang kuat pada pengeringan

dengan sedikit fine daripada pasta yang hanya terbuat dari amilum.

12) Bentuk PH 101: serbuk, PH 102: granul, PH 103: serbuk.

Sedangkan bahan pengikat yang digunakan adalah gelatin. Gelatin

merupakan pengikat yang baik dan memberikan tablet dengan kekerasan mirip

dari yang dihasilkan akasia atau tragakan. Bahan ini digunakan pada konsentrasi

5-10% sebanyak 1-5% dari formula. Gelatin ini sendiri sudah jarang digunakan,

digantikan PVP, MC cenderung menghasilkan tablet yang keras dan memerlukan

disintegran yang aktif. Kelebihan dari gelatin ini adalah dapat digunakan untuk

senyawa yang sulit diikat sedangkan kelemahan dari bahan ini adalah rentan

bakteri dan jamur. Jika masih diperlukan pengikat yang lebih kuat, dapat

digunakan larutan gelatin dalam air 2-10%, yang dibuat dengan menghidrasi

gelatin dalam air dingin selama beberapa jam/semalam kemudian dipanaskan

sampai mendidih, larutan gelatin harus dipertahankan hangat sampai digunakan

karena akan menjadi gel pada pendinginan.

Page 13: Resume jurnal ilmiah laktosa

Bahan pelicin (lubrikan) digunakan magnesium stearat. Magnesium stearat

merupakan campuran magnesium dengan asam organik solid yang mengandung

magnesium stearat dan magnesium palmitat (C32H62MgO4). Magnesium stearat

digunakan sebagai bahan pelicin (lubrikan) dalam kapsul dan tablet dengan

konsentrasi 0,25% - 5,0% w/w. Pemerian: serbuk CH2OH-CH2OH-OH-OH-H-H,

halus, licin, putih, dan mudah melekat pada kulit, bau lemah khas. Kelarutan

praktis tidak larut dalam air, etanol (95%) P dan dalam eter P, sukar larut dalam

benzen dan etanol (95%) (Rowe et al., 2003).

Magnesium stearat merupakan senyawa magnesium dengan campuran

asam-asam organik padat yang diperoleh dari lemak, terutama terdiri dari

magnesium stearat dan magnesium palmitat dalam berbagai perbandingan.

Magnesium stearat berupa serbuk halus, putih dan voluminus; bau lemah khas;

mudah melekat di kulit; bebas dari butiran. Magnesium stearat tidak larut dalam

air, dalam etanol, dan dalam eter (Anonim, 1995).

Magnesium stearat umumnya digunakan pada sediaan kosmetik, makanan,

dan formula farmasetik. Magnesium stearat berfungsi sebagai bahan pelicin pada

pembuatan kapsul dan tablet dengan konsentrasi antara 0,25%-5,0% serta

digunakan sebagai bahan pembawa dalam krim. Magnesium stearat berupa

serbuk, bercahaya, berbau dan berasa seperti asam stearat. Serbuk magnesium

stearat berminyak jika dipegang dan mudah melekat di kulit. Magnesium stearat

kurang larut dalam benzen hangat dan etanol hangat (95%) (Allen dan Luner,

2006).

Nama lain aerosil adalah silium dioksida. Terdispersi tinggi, memiliki luas

permukaan spesifik yang tinggi dan terbukti sangat menguntungkan sebagai bahan

pengatur aliran. Aerosil dapat mengatasi lengketnya partikel satu sama lainnya

sehingga mengurangi gesekan antar partikel. Selain itu, aerosil mampu mengikat

lembab, melalui gugus sianolnya (menyerap air 40 % dari massanya) dan sebagai

serbuk masih mampu mempertahankan daya alirnya yang baik (Voigt, 1984).

Explotab® merupakan serbuk bebas mengalir mengandung sodium Na 2,8

% sampai 4,2 %, pH antara 5,8 dan 7,5 mengandung natrium klorida tidak lebih

dari 0,002 %, berwarna putih tidak berbau, tidak berasa sebagai salah satu merk

Page 14: Resume jurnal ilmiah laktosa

dagang natrium amilum glicolate: Explotab. Penggunaannya dalam pembuatan

tablet sebagai bahan penghancur yang lebih murah dari karboksimetilselulosa,

digunakan dengan konsentrasi rendah yaitu 1-8 % dilaporkan 4 % optimum

(Banker and Anderson, 1994).

Explotab® merupakan derivat dari amilum kentang. Nama lain dari

Explotab® adalah sodium starch glycolat, merupakan serbuk putih yang free

flowing. Explotab® merupakan salah satu superdisintegrant yang efektif

digunakan dalam pembuatan tablet secara granulasi maupun cetak langsung.

Bahan penghancur ini sangat baik karena kemampuan mengembangnya yang

cukup besar sehingga dapat membantu proses pecahnya tablet (Edge dan Miller,

2006).

Sodium starch glycolate adalah garam dari carboxymethylcelulose eter pati

yang sangat halus, putih, dan tidak berbau. Sodium starch glycolate digunakan

dalam farmaseutikal oral sebagai bahan penghancur dalam formula kapsul dan

tablet. Konsentrasi dalam formula antara 2–8% dengan konsentrasi optimal 4%

meskipun dalam banyak formula menggunakan konsentrasi 2% sudah cukup

memadai. Kelarutan: praktis tidak larut dalam air dan tidak dapat dicairkan pada

pelarut organik. Sodium starch glycolate memiliki berat molekul 500.000-

11.000.000, terdiri dari granul bulat atau lonjong dengan diameter 30–100 μm

(Kibbe, 2000).

Dalam jurnal ilmiah, metode yang digunakan dalam pembuatan tablet

adalah granulasi basah. Granulasi basah adalah proses menambahkan cairan pada

suatu serbuk atau campuran serbuk dalam suatu wadah yang dilengkapi dengan

pengadukan yang akan menghasilkan aglomerasi atau granul (Siregar, 2010).

Metode pembuatan tablet secara granulasi basah bisa diketahui dari

pernyataan di bawah ini.

Zat berkhasiat, zat pengisi, dan zat penghancur itu dicampur sampai

homogen, lalu dibasahi dengan bahan pengikat, bila perlu ditambahkan bahan

pewarna. Setelah itu, diayak menjadi granul dan dikeringkan dalam lemari

pengering (oven) pada suhu 40 °C-50 °C, setelah dikeringkan lalu diayak lagi

Page 15: Resume jurnal ilmiah laktosa

untuk memperoleh granul dengan ukuran yang diperlukan dan ditambahkan

bahan pelicin dan dicetak menjadi tablet dengan mesin tablet.

Sedangkan pada jurnal ilmiah, tata cara pembuatan tablet kemangi dengan

granulasi basah dapat diamati seperti di bawah ini.

Ekstrak daun kemangi yang telah dikeringkan dengan aerosil, ditambah

Avicel PH 101 dan laktosa dengan jumlah konsentrasi yang berbeda, diaduk

hingga homogen. Larutan gelatin 10 % ( gelatin dilarutkan dengan aquadest )

ditambahkan sampai terbentuk massa yang siap digranulasi. Massa granul diayak

dengan ayakan no. 16, hasilnya dikeringkan dalam oven dengan suhu 40 °C-50

°C. Setelah kering, granul diayak kembali dengan ayakan no. 18, kemudian

dilakukan uji sifat fisik meliputi susut pengeringan granul, kecepatan alir, daya

serap air dan kompaktibilitas. Setelah diketahui sifat fisik granul optimum maka

dicetak menjadi tablet dan dilakukan uji sifat fisik meliputi keseragaman bobot,

kekerasan, kerapuhan dan waktu hancur.

Alasan formulator memilih menggunakan metode granulasi basah karena

penggunaannya yang luas di masa lampau dan metode masih terus berlaku untuk

produk yang sudah mantap karena untuk satu alasan dan lainnya, metode ini tidak

dapat diganti dengan kempa langsung. Selain itu, untuk memastikan keseragaman

kandungan tablet dengan mendispersikan dosis kecil zat aktif dan/atau zat

tambahan pewarna dengan melarutkannya dalam pengikat cair. Prosedur ini

menghasilkan distribusi zat terlarut lebih baik dan seragam.

Adapun keuntungan dan keterbatasan granulasi basah dapat dilihat pada

tabel di bawah, sebagai berikut.

Keuntungan Keterbatasan

- Sifat-sifat mengalir lebih baik

(diperbaiki)

- Pemadatan

- Karateristik pengempan diperbaiki

- Distribusi zat pewarna dan zat aktif

yang larut lebih baik/jika

- Tahapan multiproses lebih rumit

dan membuat validasi dan

pengendalian sulit

- Waktu, ruangan, dan peralatan

yang digunakan memerlukan biaya

yang mahal

Page 16: Resume jurnal ilmiah laktosa

ditambahkan dalam larutan pengikat

- Debu berkurang

- Pencegahan pemisahan campuran

serbuk

- Permukaan hidrofobik menjadi

lebih hidrofilik

- Stabilitas menjadi perhatian untuk

zat aktif peka lembap atau

termolabil

- Kehilangan bahan selama berbagai

tahapan proses

Berbagai tahap (unit proses) dalam pembuatan tablet metode granulasi

basah adalah sebagai berikut.

1. Zat aktif dan eksipien masing-masing dihaluskan terlebih dahulu dalam

mesin penggiling, misalnya menggunakan mesin “tornado mill”.

2. a. Pencampuran zat aktif, zat pengisi, sebagian zat disintegran dalam

mesin pencampur misalnya “planetary mixer” atau “twin-shell

blender”.

b. Pencampuran zat aktif, zat pengisi, zat pengikat kering/sebagian zat

disintegran (penambahan pengikat kering) dalam mesin “planetary

mixer” atau “twin-shell blender”.

3. a. Penyiapan cairan penggranulasi basah, larutan musilago, atau suspensi,

atau larutan gel, dll.

b. Penyiapan air, alkohol atau hidroalkohol untuk mengaktifkan pengikat

kering.

4. Pembuatan massa granulasi basah dengan cairan penggranulasi dalam mesin

seperti “sigma blade mixer”.

5. Massa lembap dibentuk menjadi granul dengan mengekstruksi melalui

mesin “oscillating granulator” dengan lempeng penyaring 6-12 mesh atau

melalui mesin “fitz mill” dilengkapi dengan lempeng penyaring besi yang

diperforasi.

6. Granul lembap dikeringkan di atas penampan dalam oven pada suhu 50 °C-

60 °C atau dalam pengering lapis mengalir (fluid bed dryer).

Page 17: Resume jurnal ilmiah laktosa

7. Granul yang telah kering diekstruksi dalam mesin “oscillating granulator”

dengan lempeng penyaring 18-20 mesh atau dengan mesin “fitz mill”

dengan lempeng penyaring 18-20 mesh.

8. Granul ditapis melalui penyaring 18-20 mesh, kemudian dipindahkan ke

mesin “twin-shell blender” atau mesin pencampur kubik dan dicampur

dengan disintegran, glidan, dan lubrikan. (Lubrikan dan glidan diayak

terlebih dahulu dengan pengayak 200 mesh).

9. Massa kempa (butir viii) dikempa menjadi tablet.

Berbagai sifat atau keuntungan dan keterbatasan eksipien dalam metode

granulasi basah tertera dalam tabel di bawah ini.

Karateristik Pengisi Laktosa Monohidrat (Hidrat)

Laktosa Monohidrat (Hidrat)

- Tidak dapat dikempa langsung sehingga digunakan dalam formulasi

granulasi basah

- Menghasilkan tablet keras

- Kekerasan tablet cenderung meningkat pada penyimpanan

- Waktu disintegrasi tidak dipengaruhi oleh kekerasan tablet

- Dapat larut, tetapi diperlukan suatu disintegran

- Pelepasan zat aktif biasanya tidak dipengaruhi oleh zat ini

- Tidak reaktif, kecuali perubahan warna jika diformulasi dengan zat amin dan

basa

- Mengandung lembap kira-kira 5 % sehingga kemungkinan merupakan

sumber ketidakstabilan dengan zat aktif peka lembap

- Mampu alirnya buruk

- Tidak mahal

Optimasi model simplex lattice design (SLD)

Optimasi adalah suatu metode atau desain eksperimental untuk

memudahkan dalam penyusunan dan interpretasi data secara matematis

(Armstrong and James, 1986). SLD adalah salah satu metode analisis statistik

untuk melakukan optimasi yang digunakan untuk optimasi campuran: antar bahan

Page 18: Resume jurnal ilmiah laktosa

dalam sediaan padat, semi padat atau pemilihan pelarut. Simplex lattice design

merupakan desain untuk optimasi campuran pada berbagai perbedaan jumlah

komposisi bahan yang dinyatakan dalam berapa bagian dan jumlah totalnya dibuat

tetap yaitu sama dengan satu bagian.

Prosedur dari simplex lattice design meliputi penyiapan variasi kombinasi

dari bahan tambahan yang akan dioptimasi. Hasil kombinasi formulasi dari

simplex lattice design dapat digunakan untuk menetapkan respon yang optimal

dari variasi kombinasi bahan tambahan, sehingga dapat digunakan untuk

memproduksi suatu sediaan yang memenuhi persyaratan.

Persamaan yang digunakan adalah Y= a( A )+ b( B)+ ab( A )(B )........................ (1)

Keterangan :

Y = respon ( hasil percobaan )

(A),(B) = kadar komponen dimana (A) + (B) = 1

a,b,ab = koefisien yang dapat dihitung dari hasil percobaan untuk

mendapatkan nilai koefisien, bila digunakan 2 faktor

diperlukan 3 macam percobaan yaitu menggunakan 100%A,

100%B dan campuran 50%A dan 50%B.

Granul adalah gumpalan-gumpalan dari partikel-partikel yang lebih kecil.

Ukuran biasanya berkisar antara ayakan nomor 4-12, walaupun demikian granul

dari macam-macam ukuran lubang ayakan mungkin dapat dibuat tergantung pada

tujuan pemakaian (Ansel, 1995).

Sifat fisik granul yaitu :

1. Sifat alir

Pada umumnya serbuk dikatakan mempunyai sifat yang baik jika 100 gram

serbuk yang diuji mempunyai waktu alir ≤ 10 detik atau mempunyai

kecepatan alir 10 gram/detik. Sifat alir suatu zat padat (partikel atau granul)

dapat diketahui dengan 3 cara, yaitu dengan pengukuran secara langsung

(kecepatan alir) dan pengukuran secara tidak langsung (sudut diam dan

pengetapan).

2. Waktu alir

Page 19: Resume jurnal ilmiah laktosa

Waktu alir merupakan waktu yang digunakan untuk mengalir dari sejumlah

granul atau serbuk pada alat yang dipakai. Mudah tidaknya granul mengalir

dipengaruhi oleh bentuk granul, sifat permukaan granul, density, dan

kelembapan granul (Fassihi dan Kanfer, 1986). Menurut Guyot Cit. Fudholi

(1983), untuk 100 g granul atau serbuk dengan waktu alir lebih dari 10 detik

akan mengalami kesulitan dalam penabletan.

Pada jurnal ilmiah, penentuan profil sifat fisik granul dilakukan dengan 3 uji

yakni uji kecepatan alir, uji kompaktibilitas, dan uji daya serap air.

Uji sifat alir atau kecepatan alir massa komponen tablet ataupun

campurannya penting untuk keseragaman pengisian massa tablet ke dalam ruang

kompresi/die ataupun untuk homogenitas massa tabletnya. Pada grafik,

digambarkan bahwa intensitas kecepatan alir semakin meningkat ketika berada

pada level 100 % laktosa. Artinya, kadar laktosa dengan sifat alir yang baik juga

interaksinya terhadap komponen tablet memberikan pengaruh cukup besar dalam

formulasi optimum tablet kemangi yaitu memperbaiki sifat alir granul sehingga

akan diperoleh tablet dengan keseragaman massa dan dosis yang baik.

Kompaktibilitas adalah kemampuan bahan untuk membentuk massa yang

kompak setelah diberi tekanan. Uji dilakukan dengan menguji kekerasan tablet

hasil pengempaan suatu bahan dengan volume dan tekanan tertentu.

Kompaktibilitas merupakan parameter untuk mengetahui kekerasan dan

kerapuhan suatu tablet. Suatu tablet dikehendaki memiliki kekuatan yang cukup

keras sehingga dapat tahan terhadap guncangan selama proses pengangkutan dan

penyimpanan hingga saat digunakan pasien. Semakin besar tekanan yang

diberikan semakin keras suatu tablet. Hasil profil yang diperoleh dari kurva

hubungan antara kompaktibilitas dengan formula, dapat diketahui bahwa tablet

yang dibuat dengan formula 100% avicel PH 101 mempunyai kompaktibilitas

yang lebih baik daripada tablet yang dibuat dengan formula 100% laktosa.

Interaksi antara kedua bahan yaitu 50% avicel PH 101 dengan 50% laktosa akan

menurunkan kompaktibilitas tablet. Dari sini dapat disimpulkan bahwa semakin

besar kadar laktosa dalam tablet akan semakin mengurangi kompaktibilitas, dan

adanya avicel PH 101 akan memperbaiki sifat kompaktibilitas tablet.

Page 20: Resume jurnal ilmiah laktosa

Kompaktibilitas sangat erat kaitannya dengan kemudahan suatu serbuk untuk

dikempa sehingga dapat menghasilkan tablet yang keras.

Daya serap bahan terhadap air dinyatakan dalam kecepatan/kapasitas

penyerapan air. Kecepatan dan jumlah air yang diserap di antaranya berpengaruh

pada kelembaban massa tablet dan proses hancurnya tablet dalam tubuh. Daya

serap air berkaitan dengan disintegrasi tablet, disintegrasi tablet tidak dapat terjadi

jika air tidak masuk ke dalam tablet, di mana tergantung pada kompresi dan

kemampuan penyerapan air dari material yang dipakai. Air dapat berpenetrasi ke

dalam pori- pori tablet karena adanya aksi kapiler. Bahan penghancur tablet mulai

berfungsi di antaranya melalui proses pengembangan, reaksi kimia maupun secara

enzimatis setelah air masuk ke dalam tablet. Dari sini dapat disimpulkan bahwa

semakin tinggi daya serap air, semakin cepat tablet tersebut hancur di dalam

cairan lambung, sehingga obat lebih mudah dan lebih cepat untuk diabsorbsi.

Hasil percobaan membuktikan bahwa penggunaan avicel PH 101 sebagai

disintegran, memberikan pengaruh lebih besar daya serap airnya dibandingkan

laktosa.

Selanjutnya, peneliti mencanangkan penentuan profil formula optimum, di

mana granul ekstrak daun kemangi dari campuran avicel PH 101 dan laktosa

dengan perbandingan 90 % : 10 %, mempunyai respon total tertinggi sehingga

dianggap perbandingan ini merupakan campuran yang optimum pada pembuatan

tablet kemangi.

Sifat fisik tablet

a. Keseragaman bobot tablet

Jumlah bahan yang dimasukkan ke dalam cetakan yang akan dicetak

menentukan berat tablet yang dihasilkan. Volume bahan yang diisikan

(granul dan serbuk) yang mungkin masuk ke dalam cetakan harus

disesuaikan dengan beberapa tablet yang telah lebih dahulu dicetak supaya

tercapai berat tablet yang diharapkan (Ansel et al., 1995). Keseragaman

bobot tablet ditentukan berdasarkan banyaknya penyimpangan bobot tiap

tablet terhadap bobot rata-rata dari semua tablet sesuai syarat yang

ditentukan dalam Farmakope Indonesia.

Page 21: Resume jurnal ilmiah laktosa

b. Kekerasan tablet

Tablet harus mempunyai kekuatan atau kekerasan tertentu serta tahan

atas kerapuhan agar dapat bertahan terdapat berbagai guncangan mekanik

pada saat pembuatan, pengepakan dan pengiriman (Lieberman et al., 1994).

Kekerasan digunakan sebagai parameter tekanan mekanik seperti guncangan

dari tekanan pengempaan.

Kekerasan adalah parameter yang menggambarkan ketahanan tablet

dalam melawan tekanan mekanik seperti goncangan, kikisan dan terjadi

keretakan tablet selama pembungkusan, pengangkutan dan pemakaian.

Kekerasan ini dapat dipakai sebagai ukuran dari tekanan pengempaan

(Banker and Anderson, 1986). Penambahan kekerasan akan menghasilkan

tablet yang kurang rapuh, sehingga bila terlalu keras akan mengakibatkan

sukar hancur. Kekerasan tablet yang baik berkisar antara 4-6 kg (Parrott,

1971).

Pada penelitian dalam jurnal ilmiah di atas, kombinasi avicel PH 101

90 % dan laktosa 10 % memberikan kekerasan yang baik. Avicel PH 101

sebagai bagian yang besar dalam kombinasi mampu memberikan kekuatan

antar partikel yang sangat kuat sehingga tablet yang dihasilkan menjadi

kompak.

c. Kerapuhan tablet

Kerapuhan adalah parameter lain dari ketahanan tablet dalam pengikisan

dan guncangan. Besaran yang dipakai adalah persen bobot yang hilang

selama pengujian dengan alat friabilator. Faktor-faktor yang mempengaruhi

kerapuhan antara lain banyaknya kandungan serbuk (fines). Kerapuhan di

atas 1,0% menunjukkan tablet yang rapuh dan dianggap kurang baik

(Parrott, 1971). Kerapuhan tablet memenuhi syarat bila kerapuhan kurang

dari 0,8% (Banker dkk, 1986).

d. Waktu hancur tablet

Supaya komponen obat sepenuhnya tersedia untuk diapsorbsi dalam

saluran pencernaan, maka tablet harus hancur dan melepaskan obatnya ke

dalam cairan tubuh untuk dilarutkan (Ansel et al., 1995). Faktor-faktor yang

Page 22: Resume jurnal ilmiah laktosa

berpengaruh terhadap waktu hancur antara lain bahan pengisi, jumlah dan

jenis bahan pengikat, bahan penghancur serta tekanan kompresi (Fonner et

al., 1981). Waktu hancur tablet tergantung pada sifat fisika dan kimia granul

serta kekerasan dan porositas tablet. Kecuali dinyatakan lain waktu hancur

suatu tablet tidak lebih dari 15 menit (Anonim, 1979).

Peneliti menyimpulkan bahwa dengan adanya avicel PH 101 sebagai

penghancur, mampu menyerap air dengan baik sehingga perlawanan

terhadap kekuatan ikatan antar partikel semakin besar. Akibatnya tablet

akan cepat hancur.

Page 23: Resume jurnal ilmiah laktosa

BAB III

PENUTUP

a. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat diperoleh antara lain :

1. Penggunaan kombinasi bahan pengisi antara avicel PH 101 dan laktosa

dengan perbandingan 90 % : 10 % merupakan perbandingan konsentrasi

yang optimum bagi formulasi tablet ekstrak kemangi.

2. Pembuatan tablet ekstrak kemangi menggunakan metode granulasi basah.

3. Metode penentuan optimasi formulasi tablet dengan ekstrak kemangi

menggunakan SLD (Simple Lattice Design).

4. Penentuan profil sifat fisik granul dari ekstrak kemangi dilakukan dengan 3

uji yaitu uji kecepatan alir, kompaktibilitas, dan daya serap air

5. Uji sifat fisik tablet ekstrak kemangi di antaranya keseragaman bobot tablet,

kekerasan tablet, kerapuhan tablet, dan waktu hancur tablet.

b. Saran

Sebaiknya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut juga studi literatur secara

kondusif dimaksudkan agar hasil penelitian ini dapat memberikan pemahaman

yang lebih baik khususnya dalam formulasi tablet dengan bahan lainnya. Selain

itu, perlu adanya sikap kehati-hatian dan teliti untuk mendukung penelitian

dengan hasil yang diinginkan.

Page 24: Resume jurnal ilmiah laktosa

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1979, Farmakope Indonesia Edisi Ketiga, DEPKES RI : Jakarta.

Anonim, 1995, Farmakope Indonesia Edisi Keempat, DEPKES RI : Jakarta.

Ansel, H. C, 1995, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Ed. IV, UI Press : Jakarta.

Armstrong, N. A, 1986, Tableting in Pharmaceutics the Science of Dosage Form

Design, ELBS : Hongkong.

Badan Litbang Kehutanan, 1987, Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid III. Yayasan

Sarana Wana Jaya : Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995, Materia Medika Indonesia Jilid

VI, Departemen Kesehatan Republik Indonesia : Jakarta.

Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Direktorat

Pengawasan Obat Tradisional, 2000, Pedoman Pelaksanaan Uji Klinik

Obat Tradisional Edisi 1, Departemen Kesehatan Republik Indonesia :

Jakarta.

Fassihi, A.R; Kanfer, I; 1986, Effect of Compressibility and Powder Flow

Properties on Tablet Weight Variation : Drug Development and Industrial

Pharmacy, Twelvefifth Edition, Marcel Dekker : New York.

Kibbe, Arthur H, 2000, Handbook of Pharmaceutical Excipient, The

Pharmaceutical Association : New York.

Kuncahyo, Ilham, 2010, Petunjuk Praktikum Formulasi dan Teknologi Sediaan

Padat, Fakultas Farmasi, Universitas Setia Budi : Surakarta.

Lachman, Leon; Lieberman; et all, 1994, Teori dan Praktek Farmasi Industri

Edisi Ketiga, UI Press : Jakarta.

Parrot, E. L, 1971, Pharmaceutical Statistics, Practical and Clinical Applications

3rd Ed, Marcel Dekker Inc : New York.

Radji, Maksum, 2005, Peranan Bioteknologi dan Mikroba Endofit dalam

Pengembangan Obat Herbal, Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. II, No.3 :

Departemen Farmasi, FMIPA-UI : Jakarta.

Rowe, R.C; Sheskey, P.J and Owen, S.C, 2003, Handbook of Pharmaceutical

Excipient. Pharmaceutical Press : America.

Page 25: Resume jurnal ilmiah laktosa

Siregar M. Sc.,Apt, Prof. Dr. Charles J.P, 2010, Teknologi Farmasi Sediaan

Tablet Dasar-Dasar Praktis, EGC : Jakarta.

Sudarsono, et all, 2002, Tumbuhan Obat II (Hasil Penelitian, Sifat-Sifat, dan

Penggunaannya), Pusat Studi Obat Tradisional Universitas Gadjah Mada :

Yogyakarta.

Sulaiman, T.N.S dan Rina Kuswahyuning, 2007, Sediaan Cair Semi Padat,

Laboratorium Teknologi Formulasi Fakultas Farmasi Gadjah Mada

University : Yogyakarta.

Syamsuhidayat SS, dan Hutapea JR, 1991, Inventaris Tanaman Obat

Indonesia I, Departemen Kesehatan RI : Jakarta.

Syamsuni, 2007, Ilmu Resep, EGC : Jakarta.

Voight, R, 1984, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi Edisi V, Gadjah Mada

University Press : Yogyakarta.

Widyapranata, Rika, et all, 2010, Optimasi Formulasi Tablet Ekstrak Daun

Kemangi (Ocimum sanctum L.) dengan Campuran Avicel PH 101 dan

Laktosa secara SLD (Simplex Lattice Design), Universitas Setia Budi :

Surakarta.