Restu Wahyuningsih Fst

130
ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU PADA PT. DAGSAP ENDURA EATORE DI KAWASAN INDUSTRI SENTUL, BOGOR Restu Wahyuningsih PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011 M / 1432 H

Transcript of Restu Wahyuningsih Fst

  • ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN

    BAHAN BAKU PADA PT. DAGSAP ENDURA EATORE

    DI KAWASAN INDUSTRI SENTUL, BOGOR

    Restu Wahyuningsih

    PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

    FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

    SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    2011 M / 1432 H

  • ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN

    BAHAN BAKU PADA PT. DAGSAP ENDURA EATORE

    DI KAWASAN INDUSTRI SENTUL, BOGOR

    Restu Wahyuningsih

    NIM: 105092002964

    Skripsi

    Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

    Sarjana Pertanian Pada Program Studi Agribisnis

    PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

    FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

    SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    2011 M / 1432 H

  • PENGESAHAN UJIAN

    Skripsi yang berjudul Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku pada PT. Dagsap Endura Eatore di Kawasan Industri Sentul, Bogor , yang ditulis oleh Restu Wahyuningsih NIM 105092002964 telah diuji dan dinyatakan lulus dalam

    Sidang Munaqosyah Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri

    Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Rabu Tanggal 01 Juni 2011. Skripsi ini telah

    diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada

    Program Studi Agribisnis.

    Menyetujui,

    Penguji I Penguji II

    Rizki Adi Puspita Sari, SP, MM Drh. Zulmanery, MM

    Pembimbing I Pembimbing II

    Drs. Taswa Sukmadinata, M.Si Eny Dwiningsih, S.TP, M.Si

    Mengetahui,

    Dekan Ketua

    Fakultas Sains dan Teknologi Program Studi Agribisnis

    Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis Drs. Acep Muhib, MM

    NIP. 19680117 200112 1 001 NIP. 19690605 200112 1 001

  • MOTTO

    Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada

    kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada

    kemudahan

    (Alam Nasyrah : 5-6)

    Orang-orang yang berhenti belajar akan menjadi

    pemilik masa lalu, orang-orang yang masih terus belajar

    akan menjadi pemilik masa depan

    (Mario Teguh)

    Ku persembahkan karya ini untuk kedua Orang Tua tercinta

    Ayahanda Wahyudi (alm) dan Ibunda Satini

    Langkah ku hanya untuk membahagiakan kalian

    Semoga Allah SWT selalu melimpahkan segala Rahmat dan Hidayah-Nya serta ampunan dosa bagi keduanya

    Amin Yaa Robb

  • SURAT PERNYATAAN

    DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-

    BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH

    DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA

    PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

    Jakarta, 01 Juni 2011

    RESTU WAHYUNINGSIH

  • CURRICULUM VITAE

    RESTU WAHYUNINGSIH

    Pangkalan Jati 7, Rt:005, Rw:09, No:42

    Kel: Cipinang Melayu, Kec: Makasar, Jakarta Timur 13620

    +62 856 9192 7043, email: [email protected]

    Tempat tanggal lahir : Jakarta, 07 Februari 1987

    Kewarganegaraan : Indonesia

    Status : Belum menikah

    Pendidikan Formal

    1993 1999 SD Negeri Pondok Cempaka I, Bekasi

    1999 2002 SLTP Negeri 51, Jakarta

    2002 2005 SMA Negeri 100, Jakarta

    2005 2011 Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta

    Pendidikan Nonformal

    2004 2005 Bimbingan Belajar Salemba Collage

    2004 2005 Pendidikan Komputer Microsoft Office dan Web Design

    Pengalaman Kerja

    2009 Job Training (magang), PT. Fajar Taurus, Jakarta

  • KATA PENGANTAR

    Bismillahirrahmannirrahim

    Assalamualaikum. Wr. Wb

    Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah

    melimpahkan Rahmat, Karunia, Taufik dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat

    menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Pengendalian Persediaan Bahan

    Baku Daging Sapi pada PT. Dagsap Endura Eatore di Kawasan Industri

    Sentul, Bogor. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada junjungan kita Nabi

    Muhammnad SAW beserta keluarga dan sahabat yang telah membawa umat

    manusia menuju jalan kebaikan.

    Skripsi ini dapat diselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak.

    Perkenankanlah penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

    1. Ibunda Satini dan Ayahanda Wahyudi (alm) yang telah mencurahkan cinta

    dan kasih sayang yang tiada henti, perhatian, dukungan moriil dan materiil

    serta nasihat yang tak ternilai harganya bagi penulis. Penulis haturkan sembah

    sujud dan ucapan terima kasih yang tulus serta penghargaan yang tinggi

    kepada mereka berdua atas jerih payah dan motivasinya supaya penulis dapat

    meraih cita-cita dan menuju masa depan yang cerah. Semoga Allah SWT

    selalu melimpahkan segala karunianya kepada mereka.

    2. Kakak-kakak ku tercinta Eka Wahyuningsih, Edi Wahyu Wibowo dan Tri

    Wahyu Indratno yang selalu ada memberikan semangat kepada penulis untuk

    terus maju serta keponakan kecil ku Assyfa Ade Andrini, Kartika Nila

    Wardani dan Safira Agnia Wibowo yang selalu membuat ku ceria, semoga

    kalian menjadi anak yang shalihah dan senantiasa berbakti terhadap kedua

    orang tua.

    3. Dr. Taswa Sukmadinata, M.Si dan Eny Dwiningsih S.TP, M.Si selaku dosen

    pembimbing yang telah membantu mengarahkan, menyumbangkan tenaga dan

    pikirannya demi terselesaikannya skripsi ini.

  • 4. Drs. Acep Muhib, MM dan Riski Adi Puspita Sari, MM selaku Ketua dan

    Sekretaris Program Studi Agribisnis yang telah memberikan kesempatan

    kepada penulis untuk menimba ilmu pengetahuan..

    5. Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis selaku Dekan Fakultas Sains dan

    Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

    6. Rusli Adna Solihin selaku manager produksi PT. Dagsap Endura Eatore dan

    Agus Riyanto selaku manager HRD PT. Dagsap Endura Eatore yang telah

    meluangkan waktu dan bersedia menerima penulis dengan baik selama

    penelitian.

    7. Seluruh dosen dan staff Program Studi Agribisnis, Fakultas Sains dan

    Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah yang telah

    memberikan masukan-masukan dan ilmunya kepada penulis.

    8. Teman-teman seperjuangan Agribisnis angkatan 2005 Lece, Ochid, Alip, Ari,

    Aris, Ayu, Buyung, Echi, Dimas, Donny, Aank, Hasyim, Iponk, Jeje, Rusman,

    Mitha, Tama, Bojes, Ichen, Yarfi, Anto, Rafki, Dita, Riri, Risky, Ipeh, Yudha

    yang selalu memberi semangat agar skripsi ini cepat selesai. Special untuk

    Rofikoh, Febriya, Henning Pury Asanti, Mega Friyanti dan Sarif Hidayatullah

    yang selalu ada di hati. Terima kasih... kebersamaan kita akan menjadi

    kenangan yang akan selalu kita rindukan.

    9. Sarifudin Syah yang telah memberikan motivasi, dukungan moriil dan

    perhatiannya kepada penulis selama penyusunan skripsi.

    10. Semua pihak yang penulis tidak sebutkan satu per satu. Namun, penulis

    berharap semoga Allah SWT selalu memberikan rahmat dan karunia-Nya

    kepada kalian semua.

    Akhirnya hanya kepada Allah semua itu diserahkan. Semoga amal baik

    mereka diterima oleh Allah SWT, Amin.

    Wassalamualaikum. Wr. Wb.

    Jakarta, Juni 2011

    Penulis

  • RINGKASAN

    Restu Wahyuningsih, Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku pada PT.

    Dagsap Endura Eatore di Kawasan Industri Sentul, Bogor. (Di bawah bimbingan

    TASWA SUKMADINATA dan ENY DWININGSIH).

    PT. Dagsap Endura Eatore merupakan salah satu perusahaan yang

    bergerak dibidang industri pengolahan dengan menggunakan bahan baku daging

    sapi. PT. Dagsap Endura Eatore berperan sebagai penyedia produk makanan yang

    bersifat ready to cook (siap untuk dimasak). Dalam menjalankan tugasnya, PT.

    Dagsap Endura Eatore memiliki kendala pengadaan bahan baku. Masalah

    pengadaan bahan baku yang dihadapi meliputi jumlah permintaan, biaya

    pembelian, biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Permasalahan tersebut

    mengakibatkan terganggunya ketersediaan bahan baku yang terdapat di

    perusahaan.

    Kelancaran arus produksi harus tetap dijaga dengan mempertahankan

    keseimbangan antara kualitas dan kuantitas produk dengan penyediaan bahan

    baku sehingga biaya produksi menjadi minimum. Pengadaan persediaan bahan

    baku, perusahaan akan berusaha memperkecil segala hal yang berhubungan

    dengan biaya agar pengeluaran perusahaan dapat ditekan sekecil mungkin dalam

    mencapai hasil operasi perusahaan yang optimal.

    Setiap bagian dalam perusahaan dapat memandang persediaan dari

    berbagai sisi yang berbeda. Bagian pemasaran, menghendaki tingkat persediaan

    yang tinggi agar dapat melayani permintaan pelanggan sebaik mungkin. Bagian

    pembelian cenderung untuk membeli barang dalam jumlah yang besar dengan

    tujuan untuk memperoleh diskon sehingga harga per unit menjadi lebih rendah.

    Demikian juga bagian produksi, menghendaki tingkat persediaan yang besar

    untuk mencegah terhentinya produksi karena kekurangan bahan. Oleh karena itu,

    diperlukan kajian lebih lanjut mengenai pengendalian persediaan bahan baku

    daging sapi pada PT. Dagsap Endura Eatore di Kawasan Industri Sentul, Bogor

    sehingga arus produksi berjalan dengan lancar dan biaya.persediaan dapat ditekan.

    Tujuan penelitian ini adalah: (1) mengetahui pengendalian persediaan

    bahan baku yang dilakukan PT. Dagsap Endura Eatore, (2) menganalisis alternatif

    metode pengendalian persediaan dalam peningkatan efisiensi bahan baku di PT.

    Dagsap Endura Eatore.

    Penelitian dilakukan di PT. Dagsap Endura Eatore yang berada di

    Kawasan Industri Sentul, Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara

    sengaja dengan pertimbangan bahwa PT. Dagsap Endura Eatore merupakan

    perusahaan yang bergerak di bidang industri pengolahan daging yang baru sedang

    berkembang. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan

    data skunder. Untuk mengetahui sistem pengendalian persediaan bahan baku pada

    PT. Dagsap Endura Eatore dilakukan dengan teknik wawancara kepada manajer

    produksi.

  • Data primer yang diperoleh dari perusahaan dianalisis dengan

    menggunakan metode Material Requirement Plannning (MRP) dengan teknik Lot

    For Lot (LFL), teknik Economic Order Quantity (EOQ), teknik Period Order

    Quantity (POQ) dan teknik Part Period Balancing (PPB) menggunakan alat bantu

    kalkulator dan program Microsoft Excel. Hasil penelitian diperoleh bahwa sistem

    pengendalian dan pengadaan persediaan bahan baku PT. Dagsap Endura Eatore

    belum terstruktur, hal ini terlihat dari sistem pengadaan bahan baku yang hanya

    menggunakan metode peramalan sesuai dengan target penjualan. Pemesanan

    bahan baku dilakukan dengan meramalkan target penjualan selama satu tahun ke

    depan kemudian di konversi menjadi periode bulanan. Pemesanan bahan baku

    juga didasarkan pada kebutuhan produksi, kapasitas produksi dan kondisi

    persediaan bahan baku di gudang. Analisis perhitungan persediaan bahan baku

    yang dilakukan dengan metode MRP diperoleh nilai total persediaan bahan baku

    sebagai berikut: teknik LFL sebesar Rp 2.555.029.257, hasil tersebut diperoleh

    dari penjumlahan biaya pembelian sebesar Rp 2.543.724.000 dengan biaya

    penyimpanan sebesar Rp 3.780.256,5 dan biaya pemesanan sebesar Rp 7.525.000.

    Teknik EOQ 2.634.422.058, hasil tersebut diperoleh dari penjumlahan biaya

    pembelian sebesar Rp 2.628.241.200 dengan biaya penyimpanan sebesar Rp

    3.905.858,45 dan biaya pemesanan sebesar Rp 2.275.000. Teknik POQ sebesar

    Rp 2.549.735.711, hasil tersebut diperoleh dari penjumlahan biaya pembelian

    sebesar Rp 2.544.030.000 dengan biaya penyimpanan sebesar Rp 3.780.711,25

    dan biaya pemesanan sebesar Rp 1.925.000. Dan teknik PPB sebesar Rp

    2.551.485.711, hasil tersebut diperoleh dari panjumlahan biaya pembelian sebesar

    Rp 2.544.030.000 dengan biaya penyimpanan sebesar Rp 3.780.711,3 dan biaya

    pemesanan sebesar Rp 3.675.000. Oleh karena itu dapat ditarik kesimpulan bahwa

    teknik yang terbaik yang dapat digunakan di PT. Dagsap Endura Eatore adalah

    teknik POQ. Teknik POQ menghasilkan pengeluaran biaya yang paling rendah

    dibandingkan dengan metode perusahaan dan ketiga teknik lain, yaitu sebesar RP

    457.393.442,4 memiliki nilai penghematan sebesar 15,20 persen dibandingkan

    dengan metode perusahaan tahun 2009.

  • DAFTAR ISI

    Halaman

    KATA PENGANTAR ................................................................................... 7

    DAFTAR ISI .................................................................................................. 11

    DAFTAR TABEL ......................................................................................... 14

    DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... 16

    DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. 17

    BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1

    1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1

    1.2 Perumusan Masalah ................................................................ 2

    1.3 Tujuan Penelitian .................................................................... 3

    1.4 Manfaat Penelitian .................................................................. 3

    1.5 Ruang Lingkup Penelitian ....................................................... 4

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 5

    2.1 Pengertian Daging Sapi ........................................................... 5

    2.2 Persediaan ............................................................................... 11 2.2.1 Arti dan Peran Persediaan .............................................. 11

    2.2.2 Fungsi dan Kegunaan Persediaan .................................. 12

    2.2.3 Tipe dan Jenis Persediaan .............................................. 14

    2.2.4 Biaya Persediaan ............................................................ 15

    2.3 Pengendalian Persediaan ......................................................... 18

    2.3.1 Pengertian pengendalian Persediaan ............................... 18

    2.3.2 Fungsi dan Tujuan Pengendalian Persediaan .................. 19

    2.3.3 Kebijakan dalam Pengendalian Persediaan ..................... 20

    2.4 Metode Perhitungan Pengendalian Persediaan ....................... 22 2.4.1 Metode Persediaan ABC ................................................ 22

    2.4.2 Metode Persediaan Probabilistik .................................... 24

    2.4.3 Metode Persediaan Deterministik .................................. 27

    2.5 Penelitian Terdahulu ............................................................... 36

    2.6 Alur Kerangka Pemikiran Operasional ................................... 38

    2 7 Definisi Operasional ................................................................ 39

  • BAB III METODE PENELITIAN .............................................................. 40

    3.1 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ................................. 40

    3.2 Jenis dan Sumber Data ............................................................ 40

    3.3 Metode Pengumpulan Data ..................................................... 41

    3.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data ................................... 42

    3.4.1 Analisis Kualitatif .......................................................... 42

    3.4.2 Analisis Kuantitatif ........................................................ 42

    BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ...................................... 50

    4.1 Sejarah Perusahaan .................................................................. 50

    4.2 Visi dan Misi Perusahaan ........................................................ 51

    4.3 Struktur Organisasi Perusahaan .............................................. 52

    4.4 Ketenagakerjaan ...................................................................... 53

    4.5 Pemasaran Produk ................................................................... 54

    BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 60

    5.1 Pengendalian Persediaan Bahan Baku PT. Dagsap Endura

    Eatore ....................................................................................... 60

    5.1.1 Jenis dan Asal Bahan Baku ............................................ 60

    5.1.2 Prosedur Pembelian Bahan Baku ................................... 62

    5.1.3 Prosedur Penanganan Bahan Baku ................................. 64

    5.1.4 Pemakaian Bahan Baku .................................................. 65

    5.1.5 Biaya Persediaan Bahan Baku ....................................... 67

    5.2 Analisis Pola Permintaan Bahan Baku .................................... 71

    5.3 Analisis Persediaan Pengendalian Bahan Baku ...................... 73

    5.3.1 Metode PT. Dagsap Endura Eatore ................................... 73

    5.3.2 Metode Material Requirement Planning (MRP) ........... 78

    5.4 Analisis Perbandingan Metode Pengendalian Persediaan ...... 86

    5.5 Rekomendasi Alternatif Metode Pengendalian Persedian Bahan Baku Berdasarkan Data Historis Perusahaan Periode

    Januari 2009-Desember 2009 .................................................. 90

  • BAB VI KESIMPULAN ............................................................................... 92

    6.1 Kesimpulan ............................................................................. 92

    6.2 Saran ........................................................................................ 92

    DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 93

    LAMPIRAN ................................................................................................... 97

  • DAFTAR TABEL

    Halaman

    1. Format Perencanaan Bahan Baku ................................................................ 45

    2. Jumlah Karyawan PT. Dagsap Endura Eatore ............................................. 53

    3. Segmentasi Produk PT. Dagsap Endura Eatore ........................................... 58

    4. Daftar Nama Supplier Daging Sapi PT. Dagsap Endura Eatore .................. 61

    5. Perkembangan Pemakaian Bahan Baku, Tahun 2009 .................................. 66

    6. Komponen Biaya Pemesanan Per Pesanan Bahan Baku, Tahun 2009 ........ 68

    7. Total Biaya Pemesanan Bahan Baku, Tahun 2009 ...................................... 68

    8. Komponen Opportunity Cost Bahan Baku, Tahun 2009 ............................. 70

    9. Komponen Biaya Penyimpanan Bahan Baku, Tahun 2009 ......................... 70

    10. Rencana Pengadaan Bahan Baku, Tahun 2009 ............................................ 74

    11. Perkembangan Persediaan Bahan Baku, Tahun 2009 .................................. 75

    12. Frekuensi Pemesanan dan Kuantitas Pesanan, Tahun 2009 ......................... 76

    13. Frekuensi Pemesanan dan Kuantitas Pesanan Bahan Baku dengan Metode MRP Teknik LFL ......................................................................................... 79

    14. Biaya Persediaan Bahan Baku dengan Metode MRP Teknik LFL .............. 80

    15. Frekuensi Pemesanan dan Kuantitas Pesanan Bahan Baku dengan Metode MRP Teknik EOQ ........................................................................................ 81

    16. Biaya Persediaan Bahan Baku dengan Metode MRP Teknik EOQ ............. 82

    17. Frekuensi Pemesanan dan Kuantitas Pesanan Bahan Baku dengan Metode MRP Teknik POQ ........................................................................................ 83

    18. Biaya Persediaan Bahan Baku dengan Metode MRP Teknik POQ ............. 84

    19. Frekuensi Pemesanan dan Kuantitas Pesanan Bahan Baku dengan Metode MRP Teknik PPB ......................................................................................... 85

    20. Biaya Persediaan Bahan Baku dengan Metode MRP Teknik PPB .............. 85

  • 21. Perbandingan Biaya Persediaan Bahan Baku PT. Dagsap Endura Eatore dengan MRP Teknik LFL, EOQ, POQ dan PPB ......................................... 86

  • DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    1. Peta Bagian Daging Sapi .............................................................................. 6

    2. Metode Analisis ABC .................................................................................. 23

    3. Variasi Permintaan dan Lead Time .............................................................. 24

    4. Biaya Total Sebagai Fungsi dari Kuantitas Pemesanan ............................... 29

    5. Jalur Distribusi Produk PT. Dagsap Endura Eatore ..................................... 56

    6. Prosedur Pembelian Bahan Baku PT. Dagsap Endura Eatore ..................... 63

    7. Grafik Pola Data Permintaan ....................................................................... 72

  • DAFTAR LAMPIRAN

    Halaman

    1. Struktur Organisasi Perusahaan ................................................................ 98

    2. Daftar Harga Produk PT. Dagsap Endura Eatore ...................................... 99

    3. Grafik Pola Permintaan Bahan Baku ........................................................ 103

    4. Total Biaya Persediaan Bahan Baku PT. Dagsap Endura Eatore, Tahun 2009 ........................................................................................................... 104

    5. Perhitungan Persediaan Bahan Baku dengan Metode MRP Teknik LFL . 105

    6. Perhitungan Teknik EOQ Bahan Baku Daging Sapi ................................ 106

    7. Perhitungan Persediaan Bahan Baku dengan Metode MRP Teknik EOQ 107

    8. Perhitungan Teknik POQ Bahan Baku Daging Sapi ................................ 108

    9. Perhitungan Persediaan Bahan Baku dengan Metode MRP Teknik POQ 109

    10. Penggabungan Periode Teknik PPB .......................................................... 110

    11. Perhitungan Persediaan Bahan Baku dengan Metode MRP Teknik PPB . 112

    12. Penghematan Biaya Persediaan Bahan Baku dengan metode MRP Teknik LFL, EOQ, POQ dan PPB ......................................................................... 113

    13. Surat Pernyataan Penelitian di PT. Dagsap Endura Eatore ....................... 114

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Perkembangan teknologi dan kemajuan ekonomi dewasa ini memacu

    pertumbuhan industri di segala bidang, menyebabkan meningkatnya persaingan

    diantara perusahaan-perusahaan untuk memperebutkan konsumen sehingga

    mengakibatkan meningkatnya pula tuntutan konsumen terhadap kualitas dan

    kuantitas dari suatu produk. Pemenuhan kebutuhan konsumen ditunjang oleh

    faktor ketersediaan produk di gudang. Sedangkan ketersediaan produk

    dipengaruhi oleh ketersediaan bahan baku, sehingga dalam hal ini persediaan

    memiliki peranan penting untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada

    konsumen.

    Persediaan merupakan kekayaan perusahaan yang memiliki peranan

    penting dalam operasi bisnis, sehingga perusahaan perlu melakukan manajemen

    persediaan proaktif, artinya perusahaan harus mampu mengantisipasi keadaan

    maupun tantangan yang ada dalam manajemen persediaan untuk mencapai sasaran

    akhir, yaitu untuk meminimalisasi total biaya yang harus dikeluarkan oleh

    perusahaan untuk penanganan persediaan (Yamit, 2002). Dalam sistem

    manufaktur maupun non manufaktur, adanya persediaan merupakan faktor yang

    memicu peningkatan biaya. Penetapan jumlah persediaan yang terlalu banyak

    akan berakibat pemborosan dalam biaya simpan, tetapi apabila terlalu sedikit

    maka akan mengakibatkan hilangnya kesempatan perusahaan untuk mendapatkan

    keuntungan jika permintaan nyatanya lebih besar daripada permintaan yang

  • diperkirakan. Pengendalian persediaan bahan baku sangatlah penting dalam

    sebuah industri untuk mengembangkan usahanya karena akan berpengaruh pada

    efisiensi biaya, kelancaran produksi dan keuntungan usaha itu sendiri. Adanya

    persediaan diharapkan dapat memperlancar jalannya proses produksi suatu

    perusahaan.

    PT. Dagsap Endura Eatore merupakan perusahaan yang bergerak di bidang

    industri pengolahan, berbahan baku daging sapi dan daging ayam. Produk yang

    dihasilkan diantaranya baso sapi, sosis sapi, sosis ayam, chicken nugget dan beef

    burger. Dalam pemasaran produk, PT. Dagsap Endura Eatore membagi kedalam

    segmentasi yang berbeda-beda, yaitu wet market ditujukan ke pasar tradisional

    dengan merek dagang hemato, food market ditujukan ke industri kuliner seperti

    hotel dan restotan dengan merek dagang pedan dan dagsap, sedangkan modern

    market ditujukan ke swalayan dengan merek dagang yona. Secara umum bahan

    baku yang digunakan dalam produksi olahan daging sapi sama meliputi daging

    sapi, lemak dan air serta berbagai bumbu.

    PT. Dagsap Endura Eatore dalam pengembangan usahaanya sering

    menghadapi permasalahan, yaitu sistem pengendalian persediaan bahan baku yang

    tidak terstruktur. Oleh karena itu, peneliti mencoba menganalisis pengendalian

    persediaan bahan baku daging sapi ynag dilakukan PT. Dagsap Endura Eatore.

    1.2 Perumusan Masalah

    Perhitungan pengendalian persediaan bahan baku harus dilakukan dengan

    tepat dan cermat, mengingat biaya-biaya yang ditimbulkan sebagai akibat adanya

    aktivitas persediaan. Jika sistem pengendalian persediaan yang diterapkan kurang

  • tepat dapat mengakibatkan pemborosan dan tingginya biaya persediaan yang

    dikeluarkan. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka penulis

    merumuskan masalah sebagai berikut:

    1. Bagaimana sistem pengendalian persediaan bahan baku yang dilakukan PT.

    Dagsap Endura Eatore?

    2. Alternatif metode pengendalian persediaan apa yang sebaiknya diterapkan

    oleh PT. Dagsap Endura Eatore untuk peningkatan efisiensi persediaan bahan

    baku?

    1.3 Tujuan Penelitian

    Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk:

    1. Mengetahui pengendalian persediaan bahan baku yang dilakukan PT. Dagsap

    Endura Eatore.

    2. Menganalisis alternatif metode pengendalian persediaan yang dapat diterapkan

    oleh PT. Dagsap Endura Eatore untuk peningkatan efisiensi bahan baku.

    1.4 Manfaat Penelitian

    Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:

    1. Perusahaan

    Memberikan masukan-masukan atau sumbangan pikiran yang berguna

    bagi perusahaan untuk lebih meningkatkan efisiensi dan sebagai bahan

    pertimbangan dalam penanganan pengendalian persediaan terutama dalam hal

    penanganan persediaan bahan baku.

  • 2. Penulis

    Menambah pengetahuan dan sebagai alat ukur kemampuan teori yang

    diperoleh dari perkuliahan maupun dari literatur yang ada dalam penerapannya

    dengan masalah yang dihadapi perusahaan.

    3. Pihak lain

    Memberikan informasi sebagai referensi bagi pembaca maupun peneliti

    dalam melakukan penelitian dengan topik permasalahan yang berkaitan dengan

    pengendalian persediaan bahan baku.

    1.5 Ruang Lingkup Penelitian

    Ruang lingkup penelitian ini hanya meneliti persediaan bahan baku yang

    paling banyak digunakan yaitu daging sapi. Penelitian ini bertempat di PT.

    Dagsap Endura Eatore yang berada di Kawasan Industri Sentul, Bogor. PT.

    Dagsap Endura Eatore merupakan industri pengolahan daging yang memproduksi

    sosis, baso dan beef burger. Penelitian ini dilakukan berdasarkan sistem

    pengadaan bahan baku PT. Dagsap Endura Eatore belum terstruktur.

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Pengertian Daging Sapi

    Menurut Astawan (2009:1), daging adalah sekumpulan otot yang melekat

    pada kerangka. Istilah daging dibedakan dengan karkas. Daging merupakan

    bagian yang sudah tidak mengandung tulang, sedangkan karkas berupa daging

    yang belum dipisahkan dari tulang atau kerangkanya. Menurut Soeparno (2008:1),

    daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil

    pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak

    menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya. Sementara itu

    menurut Abrianto (2009:1), daging sapi (beef) adalah jaringan otot yang diperoleh

    dari sapi yang biasa dan umum digunakan untuk keperluan konsumsi makanan.

    Daging sapi dikategorikan sebagai daging merah, yaitu daging yang dalam kondisi

    mentah berwarna merah. Dalam bidang nutrisi, daging merah diartikan sebagai

    daging yang berasal dari binatang mamalia.

    Menurut Abrianto (2009:2) menyatakan bahwa bagian daging terdiri dari

    tiga komponen utama, yaitu jaringan otot (muscle tissue), jaringan lemak (adipose

    tissue), dan jaringan ikat (connective tissue). Sementara itu, menurut Astawan

    (2009:2) menyatakan bahwa banyaknya jaringan ikat yang terkandung di dalam

    daging akan menentukan tingkat kealotan atau kekerasan daging.

    Mlandhing (2008:2-6) menyebutkan bahwa daging sapi terdiri dari

    beberapa bagian, disajikan pada Gambar 1.

  • Gambar 1. Peta Bagian Daging Sapi

    Sumber: www.wikipedia.com

    1. Daging sapi paha depan (chuck)

    Daging sapi paha depan atau dikenal juga sebagai chuck adalah bagian

    daging sapi yang berasal dari bagian atas paha depan. Ciri daging ini adalah

    berbentuk potongan segiempat dengan ketebalan sekitar 2-3 cm, dengan bagian

    dari tulang pundak masih menempel ke bagian paha sampai ke bagian terluar dari

    punuk. Biasanya daging ini digunakan untuk membuat bakso, sosis.

    2. Daging iga sapi (rib)

    Daging iga sapi atau rib adalah bagian daging sapi yang berasal dari

    daging di sekitar tulang iga. Bagian ini termasuk dari delapan bagian utama

    daging sapi yang biasa dikonsumsi. Seluruh bagian daging iga ini bisa terdiri dari

    beberapa iga berjumlah sekitar 6 sampai dengan 12, untuk potongan daging iga

    yang akan dikonsumsi bisa terdiri dari 2 sampai dengan 7 tulang iga. Biasanya

    bagian ini digunakan sebagai bahan dasar makanan khas Makassar, sup conro.

    3. Daging has dalam (tenderloin)

    Daging has dalam atau tenderloin adalah daging sapi dari bagian tengah

    badan. Sesuai dengan karakteristik daging has, daging ini terdiri dari bagian-

  • bagian otot utama di sekitar bagian tulang belakang, dan kurang lebih di antara

    bahu dan tulang panggul. Daerah ini adalah bagian yang paling lunak, karena otot-

    otot di bagian ini jarang dipakai untuk beraktivitas. Biasanya bagian daging ini

    digunakan untuk membuat steak.

    4. Daging has luar (sirloin)

    Daging has luar atau lebih dikenal dengan nama sirloin adalah bagian

    daging sapi yang berasal dari bagian bawah daging iga, terus sampai ke bagian

    sisi luar has dalam. Daging ini adalah daging yang paling murah dari semua jenis

    has, karena otot sapi pada bagian ini masih lumayan keras dibanding bagian has

    yang lain karena otot-otot di sekitar daging ini paling banyak digunakan untuk

    bekerja. Biasanya daging ini digunakan untuk membuat steak.

    5. Daging sapi penutup (round)

    Penutup daging sapi atau lebih dikenal dengan nama topside atau round

    adalah bagian daging sapi yang terletak di bagian paha belakang sapi. Potongan

    daging sapi di bagian ini sangat tipis dan kurang lebih sangat liat. Selain itu

    bagian ini sangat kurang lemak sehingga jika dibakar atau dipanggang akan sangat

    lama melunakkannya. Biasanya daging ini digunakan untuk campuran daging

    pizza.

    6. T-bone

    T-bone adalah bagian daging sapi yang biasa dibuat sebagai steak.

    Potongan daging ini terbentuk dari tulang yang berbentuk seperti huruf T dengan

    daging disekitarnya. Bagian daging yang paling besar biasanya berasal dari bagian

    has luar, sedangkan bagian kecilnya berasal dari has dalam.

  • 7. Lamosir (cube roll)

    Lamosir atau lamusir atau dikenal juga dengan nama cube roll adalah

    bagian daging sapi yang berasal dari bagian belakang sapi di sekitar has dalam,

    has luar dan tanjung. Biasanya daging ini digunakan untuk makanan khas Batam,

    Sup Lamosir.

    8. Tanjung (rump)

    Tanjung atau lebih dikenal dengan nama rump adalah salah satu bagian

    daging sapi yang berasal dari bagian punggung belakang. Biasanya daging ini

    disajikan dengan dipanggang.

    9. Punuk (blade)

    Punuk atau lebih dikenal dengan nama blade adalah daging sapi bagian

    atas yang menyambung dari bagian daging paha depan terus sampai ke bagian

    punuk sapi. Pada bagian tengahnya terdapat serat-serat kasar yang mengarah ke

    bagian bawah, yang cocok jika digunakan dengan cara memasak dengan teknik

    mengukus. Biasanya daging ini digunakan untuk membuat makanan khas Nusa

    Tenggara Timur yaitu Sei (sejenis daging asap).

    10. Cingur

    Cingur adalah tulang rawan dari bagian hidung dan bibir atas sapi.

    Biasanya ditemui dalam rujak cingur.

    11. Lidah sapi

    Lidah Sapi adalah bagian daging sapi yang berasal dari lidah sapi.

    Biasanya daging ini digunakan sebagai bahan dasar makanan untuk Sate Padang

    dan semur lidah. Lidah sapi juga diasap.

  • 12. Buntut sapi (oxtail)

    Buntut Sapi atau lebih dikenal dengan nama oxtail adalah bagian dari

    tubuh sapi bagian ekor. Biasanya bagian ini disajikan sebagai hidangan sup

    buntut.

    Daging yang layak konsumsi harus memiliki kriteria mutu kualitas yang

    baik. Menurut Sianturi (2009:1), bahwa kualitas daging dipengaruhi oleh faktor

    sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat

    mempengaruhi kualitas daging adalah genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis

    kelamin, umur, pakan dan bahan aditif (hormon, antibiotik, dan mineral), serta

    keadaan stres. Sedangkan faktor setelah pemotongan yang dapat mempengaruhi

    kualitas daging adalah penyimpanan, penanganan pasca pemotongan. Hal tersebut

    didukung oleh Amin (2009:2) menyatakan bahwa daging sapi yang layak di

    konsumsi harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

    1. Keempukan daging ditentukan oleh kandungan jaringan ikat. Semakin tua usia

    hewan susunan jaringan ikat semakin banyak sehingga daging yang dihasilkan

    semakin liat. Jika ditekan dengan jari daging yang sehat akan memiliki

    konsistensi kenyal.

    2. Kandungan lemak (marbling) adalah lemak yang terdapat diantara serabut otot

    (intramuscular). Lemak berfungsi sebagai pembungkus otot dan

    mempertahankan keutuhan daging pada waktu dipanaskan. Marbling

    berpengaruh terhadap cita rasa.

    3. Warna daging bervariasi tergantung dari jenis hewan secara genetik dan usia,

    misalkan daging sapi potong lebih gelap daripada daging sapi perah, daging

  • sapi muda lebih pucat daripada daging sapi dewasa. Rasa dan Aroma

    dipengaruhi oleh jenis pakan. Daging berkualitas baik mempunyai rasa gurih

    dan aroma yang sedap.

    4. Kelembaban, secara normal daging mempunyai permukaan yang relatif kering

    sehingga dapat menahan pertumbuhan mikroorganisme dari luar. Dengan

    demikian mempengaruhi daya simpan daging tersebut.

    Kualitas mutu daging yang sesuai dengan kriteria diatas layak untuk

    dikonsumsi. Berdasarkan keadaan fisik, daging dapat dikelompokkan menjadi

    daging segar yang dilayukan atau tanpa pelayuan dengan suhu 430

    Celcius selama

    24 jam, daging yang dilayukan kemudian didinginkan (daging dingin) dengan

    suhu 40 Celcius, daging yang dilayukan, didinginkan, kemudian dibekukan

    (daging beku) dengan suhu dibawar 1,50 Celcius, daging masak, daging asap dan

    daging olahan (Soeparno; 2008: 2).

    Menurut Komariah (2007:6), hasil olahan daging sapi selain dalam bentuk

    segar (empal, semur, sate, rawon, rendang, bistik), daging sapi juga dapat

    dikonsumsi dalam berbagai produk olahan. Misalnya, daging corned (corned

    beef), daging asap (smoked ham), dendeng (dried meat), sosis (sausage), bakso

    (meat ball). Menurut Astawan (2009:3), bahwa akibat dari proses pengolahan dan

    komponen bumbu yang digunakan, beberapa produk olahan tersebut memiliki

    nilai gizi lebih baik dibandingkan dengan daging segarnya. Pemasakan dengan

    menggunakan panas sangat bermanfaat untuk mematikan mikroba dan

    meningkatkan cita rasa.

  • Produk olahan daging dapat digunakan sebagai alternatif sumber protein

    hewani. Menurut Komariah (2007:2) menyatakan bahwa protein daging lebih

    mudah dicerna dibandingkan dengan yang bersumber dari bahan pangan nabati.

    Nilai protein daging yang tinggi disebabkan oleh kandungan asam amino

    esensialnya yang lengkap dan seimbang. Sementara menurut Astawan (2009:1)

    komposisi daging relatif mirip satu sama lain, terutama kandungan proteinnya

    yang berkisar 15-20 persen dari berat bahan. Protein merupakan komponen kimia

    terpenting yang ada di dalam daging.

    2.2 Persediaan

    Menurut Baroto (2002:52) definisi persediaan secara umum dapat

    diartikan segala sumber daya organisasi yang disimpan dalam antisipasinya

    terhadap pemenuhan kebutuhan. Sementara menurut Soemarsono dalam Indriyati

    (2007:12), mengemukakan pengertian persediaan sebagai barang-barang yang

    dimiliki perusahaan untuk dijual kembali atau digunakan dalam kegiatan

    perusahaan. Sedangkan menurut Zulfikarijah (2005:4) mendefinisikan persediaan

    sebagai stock bahan baku yang digunakan untuk memfasilitasi operasi atau untuk

    memuaskan permintaan konsumen.

    2.2.1 Arti dan Peran Persediaan

    Menurut Indriyati (2007:11) menyatakan bahwa setiap jenis perusahaan

    manufaktur selalu membutuhkan bahan baku dalam proses produksinya.

    Berdasarkan pernyataan diatas, bahan baku tersebut diolah dalam proses produksi

    sehingga dapat menghasilkan suatu barang jadi. Namun bahan baku tersebut tidak

  • akan selamanya tersedia setiap saat, sehingga jika bahan baku tersebut tidak

    tersedia maka kelancaran produksi akan terganggu dan perusahaan akan

    kehilangan kesempatan dalam memperoleh keuntungan yang seharusnya bisa

    didapatkan. Hal tersebut didorong oleh pernyataan Indrajit dan Djokopranoto

    (2003:4-5) yang menyebutkan bahwa salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk

    mengatasi masalah kelancaran produksi adalah dengan mengadakan persediaan

    dalam nilai tertentu bagi perusahaan. Persediaan yang diadakan dapat berupa

    persediaan bahan baku, persediaan barang dalam proses, maupun persediaan

    barang jadi.

    Menurut Assauri (2004:169) mengartikan bahwa persediaan merupakan

    suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk

    dijual dalam suatu periode usaha yang normal atau persediaan barang yang masih

    dalam pengerjaan atau proses produksi, atau persediaan bahan baku yang

    menunggu penggunaannya dalam suatu proses produksi. Sedangkan menurut

    Herjanto (2008:237), persediaan adalah bahan atau barang yang disimpan yang

    akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk digunakan

    dalam proses produksi atau perakitan, untuk dijual kembali atau untuk suku

    cadang dari suatu peralatan atau mesin. Disisi lain, menurut Gitosudarmo dalam

    Indriyati (2007:12) mendefinisikan persediaan adalah bagian utama dari modal

    kerja, merupakan aktiva yang pada setiap saat mengalami perubahan.

    2.2.2 Fungsi dan Kegunaan Persediaan

    Persediaan merupakan suatu hal yang tak terhindarkan. Menurut Mariyam

    (2008:15), persediaan bertujuan untuk menghilangkan berbagai kemungkinan

  • yang terjadi, misalnya kekurangan stok, permintaan yang tidak diperhitungkan,

    kenaikan harga dan kemungkinan lain yang dapat menghambat laju produksi.

    Sedangkan menurut Noerbiant (2009:2), fungsi persediaan pada suatu perusahaan

    adalah menghindari keterlambatan pengiriman, menghindari adanya material yang

    rusak, menghindari kenaikan harga, mendapatkan diskon bila membeli dalam

    jumlah tertentu dan menjamin kelangsungan produksi.

    Menurut Handoko (2000:334-335) fungsi persediaan terbagi atas beberapa

    fungsi, diantaranya:

    1. Fungsi Decoupling

    Persediaan decouples ini memungkinkan perusahaan dapat memenuhi

    permintaan langganan tanpa tergantung pada supplier. Persediaan bahan mentah

    diadakan agar perusahaan tidak akan sepenuhnya tergantung pada pengadaannya

    dalam hal kuantitas dan waktu pengiriman. Persediaan diadakan untuk

    menghadapi fluktuasi permintaan konsumen yang tidak dapat diperkirakan atau

    diramalkan.

    2. Fungsi Economic Lot Sizing

    Persediaan lot size ini perlu mempertimbangkan penghematan-

    penghematan karena perusahaan melakukan pembelian dalam kuantitas yang lebih

    besar dibandingkan dengan biaya-biaya yang timbul karena besarnya persediaan.

    3. Fungsi Antisipasi

    Perusahaan sering menghadapi ketidakpastian jangka waktu pengiriman

    dan permintaan akan barang-barang selama periode bersamaan kembali sehingga

  • memerlukan kuantitas persediaan ekstra (safety inventories). Persediaan antisipasi

    ini penting agar kelancaran proses produksi tidak terganggu.

    2.2.3 Tipe dan Jenis Persediaan

    Setiap jenis persediaan mempunyai karakteristik khusus tersendiri dan cara

    pengolahannya yang berbeda. Assauri (2004:171) membedakan persediaan

    berdasarkan jenisnya adalah sebagai berikut:

    1. Persediaan bahan baku (raw materials stock)

    Persediaan dari barang-barang berwujud yang digunakan dalam proses

    produksi, barang tersebut dapat diperoleh dari sumber-sumber alam ataupun dibeli

    dari supplier atau perusahaan yang menghasilkan bahan baku bagi perusahaan

    pabrik yang menggunakannya.

    2. Persediaan bagian produk (purchased part/components stock)

    Persediaan barang-barang yang terdiri dari parts yang diterima dari

    perusahaan lain, yang dapat secara langsung diassembling dengan parts lain tanpa

    melalui proses produksi sebelumnya.

    3. Persediaan bahan-bahan pembantu (supplies stock)

    Persediaan barang-barang yang diperlukan dalam proses produksi untuk

    membantu berhasilnya produksi atau yang dipergunakan dalam bekerjanya suatu

    perusahaan tetapi tidak merupakan bagian atau komponen dari barang jadi.

    4. Persediaan barang setengah jadi (work in process)

    Persediaan barang-barang yang keluar dari tiap-tiap bagian dalam satu

    pabrik atau bahan-bahan yang telah diolah menjadi suatu bentuk tetapi lebih perlu

    diproses kembali untuk kemudian menjadi barang jadi.

  • 5. Persediaaan barang jadi (finished good stock)

    Persediaan barang-barang yang telah selesai diproses atau diolah dalam

    pabrik dan siap untuk dijual kepada pelanggan atau perusahaan lain.

    Anoraga dalam Mariyam (2008:15) menyebutkan bentuk-bentuk

    persediaan dapat dibedakan sebagai berikut:

    1. Bahan Baku, yaitu item yang diterima (biasa dibeli) dari luar organisasi yang

    akan digunakan secara langsung untuk produksi hasil akhir.

    2. Intermediaries, meliputi suku cadang, komponen-komponen mesin.

    3. Barang dalam proses, yaitu semua bahan atau barang yang sedang di proses

    atau menunggu dan dalam sistem produksi.

    4. Barang jadi, yaitu persediaan produk yang telah selesai di proses dan siap

    dijual.

    2.2.4 Biaya Persediaan

    Menurut Baroto (2002:55) menyatakan bahwa biaya persediaan adalah

    semua pengeluaran dan kerugian yang timbul sebagai akibat persediaan.

    Sementara menurut Rangkuti (2007:16-18), biaya persediaan terdiri dari:

    1. Biaya penyimpanan (holding cost atau crying cost)

    Biaya penyimpanan yaitu biaya yang terdiri atas biaya-biaya yang

    bervariasi secara langsung dengan kuantitas persediaan. Biaya penyimpanan per

    periode akan semakin besar apabila kuantitas persediaan bahan yang dipesan

    semakin banyak atau rata-rata persediaan semakin tinggi. Biaya-biaya yang

    termasuk sebagai biaya penyimpanan adalah:

  • a. Biaya fasilitas-fasilitas penyimpanan (termasuk penerangan, pendingin

    ruangan dan sebagainya);

    b. Biaya modal (opportunity cost of capital), yaitu alternatif pendapatan atas

    dana yang diinvestasikan dalam persediaan;

    c. Biaya keusangan;

    d. Biaya perhitungan fisik;

    e. Biaya asuransi persediaan;

    f. Biaya pajak persediaan;

    g. Biaya pencurian, pengrusakan atau perampokan;

    h. Biaya penanganan persediaan dan sebagainya.

    Biaya penyimpanan persediaan biasanya berkisar antara 12 sampai 40

    persen dari biaya atau harga barang. Untuk perusahaan manufacturing biasanya,

    biaya penyiapan rata-rata secara konsisten sekitar 25 persen.

    2. Biaya pemesanan atau pembelian (ordering cost atau procurement cost)

    Pada umumnya, biaya pemesanan (di luar biaya bahan dan potongan

    kuantitas) tidak naik apabila kuantitas pemesanan bertambah besar. Tetapi,

    apabila semakin banyak komponen yang dipesan setiap kali pesan, jumlah

    pesanan per periode turun, maka biaya pemesanan total akan turun. Hal ini berarti,

    biaya pemesanan total per periode (tahunan) sama dengan jumlah pesanan yang

    dilakukan setiap periode dikalikan biaya yang harus dikeluarkan setiap kali pesan.

    Biaya yang meliputi biaya pemesanan adalah:

    a. Pemrosesan pesanan dan biaya ekspedisi;

    b. Upah;

  • c. Biaya telepon;

    d. Biaya pengeluaran surat menyurat;

    e. Biaya pengepakan dan penimbangan;

    f. Biaya pemeriksaan;

    g. Biaya pengiriman ke gudang;

    h. Biaya utang lancar dan sebagainya.

    3. Biaya penyiapan (set-up cost)

    Hal ini terjadi apabila bahan-bahan tidak dibeli, tetapi diproduksi sendiri

    dalam pabrik perusahaan, perusahaan menghadapi biaya penyiapan untuk

    memproduksi komponen-komponen tertentu. Biaya-biaya ini terdiri dari:

    a. Biaya mesin-mesin menganggur;

    b. Biaya persiapan tenaga kerja langsung;

    c. Biaya penjadwalan;

    d. Biaya ekspedisi dan sebagainya.

    4. Biaya kehabisan atau kekurangan bahan (stortage cost)

    Biaya kehabisan atau kekurangan bahan adalah biaya yang timbul apabila

    persediaan tidak mencukupi adanya permintaan bahan. Biaya-biaya yang

    termasuk biaya kekurangan bahan adalah sebagai berikut:

    a. Kehilangan penjual;

    b. Kehilangan pelanggan;

    c. Biaya pemesanan khusus;

    d. Biaya ekspedisi;

    e. Selisih harga;

  • f. Terganggunya operasi;

    g. Tambahan pengeluaran kegiatan menajerial dan sebagainya.

    2.3 Pengendalian Persediaan

    Menurut Assauri (2004:176) mengemukakan bahwa perusahaan haruslah

    dapat mempertahankan suatu jumlah persediaan yang optimum yang dapat

    menjamin kebutuhan bagi kelancaran kegiatan perusahaan dalam jumlah dan mutu

    yang tepat serta dengan biaya yang serendah-rendahnya. Berdasarkan pernyataan

    tersebut Baroto (2004:54) menegaskan yang dimaksud kriteria optimum adalah

    meminimalisasi biaya total yang terkait dengan persediaan, yaitu biaya

    penyimpanan dan biaya pemesanan. Tingkat persediaan yang optimum yang dapat

    diatur dengan memenuhi kebutuhan bahan-bahan dalam jumlah, mutu dan pada

    waktu yang tepat serta jumlah biaya yang rendah.

    2.3.1 Pengertian Pengendalian Persediaan

    Menurut Indriyati (2007:19) mendefinisikan bahwa pengendalian adalah

    proses manajemen yang memastikan dirinya sendiri sejauh hal itu memungkinkan,

    bahwa kegiatan yang dijalankan oleh anggota dari suatu organisasi sesuai dengan

    rencana dan kebijaksanaannya. Menurut Sutono (2009:5), pengendalian adalah

    pengaturan aktivitas-aktivitas organisasi agar elemen-elemen kinerja yang

    menjadi target tetap berada pada batas-batas yang dapat diterima. Menurut

    Assauri (2004:176) pengendalian persediaan merupakan salah satu kegiatan dari

    urutan kegiatan-kegiatan yang bertautan erat satu sama lain dalam seluruh operasi

  • produksi perusahaan tersebut sesuai dengan apa yang telah direncanakan lebih

    dahulu baik waktu, jumlah, kualitas maupun biaya.

    Menurut Herjanto (2008:238), pengendalian persediaan adalah

    serangkaian kebijakan pengendalian untuk menentukan tingkat persediaan yang

    harus dijaga, kapan pesanan untuk menambah persediaan harus dilakukan dan

    barapa besar pesanan harus diadakan, jumlah atau tingkat persediaan yang

    dibutuhkan berbeda-beda untuk setiap perusahaan pabrik, tergantung dari volume

    produksinya, jenis perusahaan dan prosesnya. Hal ini sesuai dengan Robert J.

    Mockler dalam Mariyam (2008:15) yang menyatakan bahwa pengendalian adalah

    suatu upaya yang sistematis untuk menetapkan standar prestasi dengan sasaran-

    sasaran perencanaan, merancang sistem umpan balik informasi, membandingkan

    prestasi sesungguhnya dengan standar yang terlebih dahulu ditetapkan,

    menentukan apakah ada penyimpangan yang mengukur identifikasi

    penyimpangan tersebut dan mengambil tindakan perbaikan-perbaikan yang perlu

    dilakukan untuk menjamin bahwa sumber daya perusahaan yang digunakan

    sedapat mungkin dengan cara yang paling efektif dan efisien guna tercapainya

    sasaran perusahaan.

    2.3.2 Fungsi dan Tujuan Pengendalian Persediaan

    Suatu pengendalian persediaan yang dijalankan oleh suatu perusahaan

    sudah tentu mempunyai tujuan-tujuan tertentu. Menurut Gumbira (2004:41),

    fungsi pengendalian merupakan suatu upaya manajerial untuk mengembalikan

    semua kegiatan pada rel yang telah ditentukan. Berdasarkan pernyataan terebut,

    pengendalian persediaan dijalankan untuk memelihara keseimbangan antara

  • kerugian-kerugian serta penghematan dengan adanya suatu tingkat persediaaan

    tertentu dan besarnya biaya juga modal yang dibutuhkan untuk mengadakan

    persediaan tersebut. Menurut Baroto (2002:54) menyebutkan fungsi pengendalian

    persediaan bertujuan untuk menetapkan dan menjamin tersedianya produk jadi,

    barang dalam proses, komponen dan bahan baku secara optimal, dalam kuantitas

    yang optimal, dan pada waktu yang optimal.

    Menurut Assauri (2004:177), tujuan pengendalian persediaan secara

    terperinci dapatlah dinyatakan sebagai usaha untuk:

    1. Menjaga agar perusahaan tidak kehabisan persediaan sehingga dapat

    mengakibatkan terhentinya kegiatan produksi.

    2. Menjaga agar pembentukan persediaan oleh perusahaan tidak terlalu besar

    atau berlebihan sehingga biaya-biaya yang timbul dari persediaan tidak terlalu

    besar.

    3. Menjaga agar pembelian secara kecil-kecilan dapat dihindari karena ini akan

    berakibat pemesanan menjadi besar.

    2.3.3 Kebijakan dalam Pengendalian Persediaan

    Menurut Assauri (2004:176) kegiatan pengendalian persediaan tidak

    terbatas pada penentuan atas perencanaan tingkat dan komposisi persediaan, tetapi

    juga pada pengaturan pelaksanaan pengadaan bahan-bahan yang diperlukan sesuai

    dengan jumlah dan waktu yang dibutuhkan serta biaya yang serendah-rendahnya.

    Menurut Sutono (2005:150) menjelaskan bahwa kebijakan pengendalian

    persediaan bahan baku dimaksudkan untuk meminimumkan jumlah biaya

    pemesanan dan biaya penyimpanan. Berdasarkan pernyataan tersebut, jika

  • kebutuhan bahan baku untuk produksi berubah-ubah maka kebijakan persediaan

    stabil akan berakibat pada kuantitas pembelian sama dengan kuantitas kebutuhan.

    Menurut Herjanto (2008:238) mengartikan sistem kebijakan pengendalian

    persediaan dapat didefinisikan sabagai serangkaian kebijakan pengendalian

    persediaan untuk menentukan tingkat persediaan yang harus dijaga, kapan

    pesanan untuk menambah persediaan harus dilakukan dan berapa besar pesanan

    harus diadakan. Sistem ini menentukan dan menjamin tersedianya persediaan

    yang tepat dalam kuantitas dan waktu yang tepat. Menurut Baroto (2002:54),

    sistem kebijakan pengendalian persediaan adalah suatu mekanisme mengenai

    bagaimana mengelola masukan-masukan yang sehubungan dengan persediaan

    menjadi output dan diperlukan umpan balik agar output memenuhi standar

    tertentu.

    Menurut Sutono (2005:150) dalam menentukan kebijakan pengendalian

    persediaan bahan baku perlu mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

    1. Waktu dan jumlah bahan baku yang dibutuhkan untuk produksi

    2. Tersedianya bahan baku

    3. Waktu tunggu (lead time) antara waktu pemesanan dengan pengiriman

    4. Daya tahan bahn baku

    5. Fasilitas penyimpanan yang diperlukan

    6. Kebutuhan modal untuk membelanjai persediaan

    7. Biaya penyimpanan

    8. Perubahan-perubahan harga bahan baku

    9. Proteksi kekuranga bahan baku

  • 10. Risiko persediaan

    11. Opportunity cost

    2.4 Metode Perhitungan Pengendalian Persediaan

    Menurut Noerbiant (2009:3), menjelaskan penentuan besarnya persediaan

    dapat dicari dengan metode perhitungan analisis ABC, metode persediaan

    probabilistik, metode perhitungan persediaan deterministik. Metode persediaan

    probabilistik meliputi metode periode tunggal (single period) dan metode periodic

    review system. Sedangkan metode persediaan deterministik meliputi metode Just

    In Time (JIT), Ecomonic Order Quantity (EOQ), metode Material Requirement

    Planning (MRP).

    2.4.1 Metode Analisis ABC

    Menurut Herjanto (2008:239), metode analisis ABC memfokuskan

    pengendalian persediaan kepada item (jenis) persediaan yang bernilai tinggi

    hingga bernilai rendah, nilai klasifikasi ini merupakan volume persediaan yang

    dibutuhkan dalam satu periode dikalikan dengan harga per unit. Menurut

    Noerbiant (2009:5) metode analisis ABC mengakui adanya fakta bahwa beberapa

    items persediaan lebih penting dari lainnya. Items kelompok A adalah kritis, items

    kelompok B adalah penting, dan items kelompok C tidak penting, kalau diukur

    dengan nilai uang per tahun.

  • Persentase kumulatif

    dari penjualan

    100

    90

    80

    70

    60

    50

    40

    30

    20

    10 A B C Persentase jenis barang

    10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 dalam persediaan (kelas)

    Gambar 2. Metode Analisis ABC

    Sumber: Rangkuti (2007:20)

    Gambar 2 menjelaskan bentuk kurva ABC dengan cara

    mengklasifikasikan kelas masing-masing kelompok jenis barang berdasarkan hasil

    penjualan dengan sisa persediaan yang masih ada dalam stok. Gambar tersebut

    juga menunjukan bahwa 20 persen jenis barang merupakan wakil dari 80 persen

    dari nilai total penjualan.

    Menurut Rangkuti (2007:20-21) mengemukakan metode analisis ABC

    dengan cara mengelompokkanya menjadi tiga bagian:

    a. Kelompok A, yaitu kelompok volume terbanyak nilai penjualannya

    b. Kelompok C, yaitu kelompok volume terendah nilai penjualannya

    c. Kelompok B, yaitu kelompok yang berada ditengahnya

  • 2.4.2 Metode Persediaan Probabilistik

    Menurut Aditya (2008:3), metode persediaan probabilistik adalah metode

    yang menganggap bahwasanya parameter-parameter yang dimiliki menunjukkan

    adanya ketidakpastian dan merupakan variabel random. Sementara itu menurut

    Noerbiant (2009:2) metode persediaan probabilistik digunakan apabila salah satu

    dari permintaan, lead time atau keduanya tidak dapat diketahui dengan pasti.

    Menurut Siswanto (2009:1), metode persediaan probabilistik merupakan suatu

    metode-metode persediaan dimana variabel-variabel yang terlibat yaitu input dan

    lead time fluktuatif sehingga harus didekati dengan distribusi probabilitas, maka

    kemungkinan persediaan habis dan kapan persediaan akan datang juga

    probabilistik sifatnya.

    Kuantitas (unit)

    Reorder

    Point

    Safety stock

    Waktu

    L1 L2 L3

    Gambar 3. Variasi Permintaan dan Lead Time (L)

    Sumber: Handoko (2000:355)

    Gambar 3 menunjukan grafik tingkat persediaan teoritik dan persediaan

    nyata dari waktu ke waktu. Adanya perbedaan permintaan dan lead time

  • menyebabkan berbedanya tingkat persediaan nyata, sehingga bila tidak ada

    persediaan maka perusahaan akan mengalami kekurangan bahan.

    Menurut Noerbiant (2009:2) suatu hal yang perlu diperhatikan dalam

    metede persediaan probabilistik adalah adanya kemungkinan stock out yang

    timbul karena pemakaian persediaan bahan baku yang tidak diharapkan atau

    karena penerimaan yang lebih lama dari lead time yang diharapkan. Lebih lanjut

    menurut Noerbiant (2009:2), kondisi ini lead time dan demand bersifat

    probabilistik, maka ada tiga kemungkinan yang dapat terjadi:

    a. Tingkat demand konstan, namun lead time berubah.

    b. Tingkat lead time tetap sementara demand berubah.

    c. Demand dan lead time berubah.

    2.4.2.1 Metode Persediaan Single Period

    Menurut Rangkuti (2007:104), metode single period digunakan untuk

    menangani pemesanan dari barang-barang yang mudah rusak atau perishable

    goods (seperti buah-buahan, sayuran, ikan laut, bunga potong) atau jenis produk

    lainnya yang memiliki masa pakai relatif lebih pendek (seperti koran dan

    majalah). Apabila jenis produk seperti yang telah disebutkan diatas tidak laku

    terjual atau tidak terpakai, jenis barang tersebut kadang-kadang dijual dengan

    harga miring. Menurut Anita (2009:1) menjelaskan single period merupakan

    tentang bagaimana menentukan ukuran pemesanan produk yang optimal untuk

    memaksimalkan keuntungan pada demand yang bersifat probabilistik.

    Menurut Rangkuti (2007:104), bahwa analisis single period umumnya

    difokuskan pada dua biaya, yaitu kehilangan pelanggan dan ekses. Kehilangan

  • pelanggan termasuk biaya akibat kehilangan pembeli atau opportunities cost

    akibat kehilangan penjualan. Kehilangan laba penjualan adalah laba yang tidak

    realistis per unitnya, yaitu:

    C shortage = Cs = pendapatan per unit cost per unit

    Sedangkan biaya ekses adalah biaya yang ditimbulkan akibat masih

    adanya barang yang tersisa dalam stok pada suatu periode. Akibatnya biaya ekses

    ini sangat berbeda antara biaya pemeblian dan nilai salvage sehingga biaya ekses

    dapat dihitung dengan cara:

    C ekses = Ce = biaya asli per unit nilai salvage per unit

    Menurut Rangkuti (2007:105), tujuan dari metode single period adalah

    untuk mengidentifikasi order kuantitas atau tingkat persediaan yang dapat

    meminimalkan ekses jangka panjang dan biaya kehilangan penjualan. Menurut

    Jane (2009:30), pengadaan persediaan dilakukan hanya sekali (pengurangan

    persediaan terjadi hanya sekali), dan ketika tingkat persediaan mencapai reorder

    level, maka dilakukan pemesanan sebesar Q. Kebijakan ini, variabel Q dan r yang

    harus ditentukan untuk mencapai total biaya persediaan minimal.

    2.4.2.2 Metode Persediaan Periodic Review System

    Fixed order interval atau metode P atau sistem telaah berkala atau sering

    disebut periodic review system adalah metode untuk mengetahui berbagai jenis

    kuantitas persediaan yang dipesan dengan menentukan interval waktunya secara

    tetap, misalnya harian, mingguan atau bulanan (Rangkuti, 2007:100). Menurut

    Ishak (2010:173) periodic review system adalah persediaan yang dihitung hanya

    pada saat periode ditentukan, jika pada saat itu persediaan yang ada berada

  • dibawah titik minimum persediaan yang ditetapkan (reorder point) maka tidak

    dilakukan pemesanan.

    Menurut Noerbiant (2009:4) menjelaskan bahwa metode persediaan

    periodic review system adalah suatu sistem pengendalian persediaan yang jarak

    waktu antar dua pesanan tetap, persediaan pengaman dalam sistem ini tidak hanya

    dibutuhkan untuk meredam fluktuasi permintaan selama lead time tetapi juga

    untuk seluruh konsumsi persediaan konsumsi persediaan konsumsi persediaan

    konsumsi persediaan konsumsi persediaan konsumsi persediaan konsumsi

    persediaan. Menurut Baroto (2002:76) menerangkan jumlah unit yang dipesan

    dalam metode ini berubah-ubah tergantung sisa atau jumlah persediaan saat

    diperiksa. Jika pada saat diperiksa jumlah persediaan di gudang masih banyak

    maka dipesan sedikit atau sebaliknya.

    2.4.3 Metode Persediaan Deterministik

    Menurut Noerbiant (2009:3), metode persediaan deterministik adalah

    metode yang menganggap semua parameter telah diketahui pasti. Metode yang

    dapat digunakan untuk pengendalian persediaan deterministik antara lain: Just In

    Time (JIT), Economic Order Quantity (EOQ) dan Material Requirement Planning

    (MRP).

    2.4.3.1 Metode Just In Time (JIT)

    Menurut Nasution (2004:3) menerangkan bahwa ide dasar just in time

    sangat sederhana, yaitu berproduksi hanya apabila ada permintaan (full system)

    atau dengan kata lain hanya memproduksi sesuatu yang diminta, pada saat

  • diminta, dan hanya sebesar kuantitas yang diminta. Menurut Wikipedia (2010:1),

    just in time adalah suatu sistem produksi yang dirancang untuk mendapatkan

    kualitas, menekan biaya, dan mencapai waktu penyerahan seefisien mungkin

    dengan menghapus seluruh jenis pemborosan yang terdapat dalam proses

    produksi sehingga perusahaan mampu menyerahkan produknya (baik barang

    maupun jasa) sesuai kehendak konsumen tepat waktu. Menurut Mayhoneys

    (2008:1), JIT bukan hanya sekedar sebuah metode yang bertujuan untuk

    mengurangi persediaan, tetapi JIT juga memperhatikan keseluruhan sistem

    produksi sehingga komponen yang bebas dari cacat dapat disediakan untuk

    tingkat produksi selanjutnya tepat ketika mereka dibutuhkan tidak terlambat dan

    tidak terlalu cepat.

    Menurut Rangkuti (2007:89) menjelaskan konsep just in time bertujuan

    untuk meminimalkan tingkat persediaan sehingga berakibat meminimalkan biaya

    penyimpanan. Apabila tingkat persediaan lebih rendah dari tingkat EOQ maka

    ordering cost akan meningkat dan total biaya akan lebih tinggi daripada optimal.

    Sedangkan menurut Nasution (2004:1), tujuan utama just in time adalah untuk

    meningkatkan laba dan posisi persaingan perusahaan yang dicapai melalui usaha

    pengendalian biaya, peningkatan kualitas, serta perbaikan kinerja pengiriman.

    2.4.3.2 Metode Econonic Order Quantity (EOQ)

    Menurut Rangkuti (2007:11) menyatakan Economic Order Quantity

    (EOQ) merupakan jumlah pembelian bahan mentah pada setiap kali pesan dengan

    biaya yang paling rendah. Hal ini sejalan dengan pernyataan Herjanto (2008:248)

  • bahwa EOQ, yaitu jumlah pemesanan yang memberiakan biaya total persediaan

    terendah.

    Menurut Handoko (2000:339), metode Economic Order Quantity (EOQ)

    atau Econonic Lot Size (ELS) dapat digunakan baik untuk barang-barang yang

    dibeli maupun yang diproduksi sendiri. Perbedaan pokoknya adalah EOQ

    merupakan nama yang biasa digunakan untuk barang-barang internal, sedangkan

    ELS adalah biaya pemesanan meliputi biaya penyiapan pesanan untuk dikirimkan

    ke pabrik dan biaya penyiapan mesin-mesin yang diperlukan untuk mengerjakan

    pesanan. Menurut Yamit (2005:246), metode EOQ digunakan untuk menentukan

    kuantitas pesanan persediaan yang meminimumkan biaya langsung penyimpanan

    persediaan dan biaya pemesanan pesediaan.

    Biaya (C)

    Biaya total persediaan

    Biaya penyimpanan (HQ/2)

    Biaya total

    minimum Biaya pemesanan (DS/Q)

    EOQ Kuantitas pemesanan (Q)

    Gambar 4. Biaya Total Sebagai Fungsi Dari Kuantitas Pemesanan

    Sumber: Handoko (2000:339)

    Berdasarkan Gambar 4, biaya pemesanan variabel dan biaya penyimpanan

    variabel mempunyai hubungan terbalik yaitu semakin tinggi frekuensi pemesanan,

    maka semakin rendah biaya penyimpanan variabel. Agar biaya pemesanan

  • variabel dan biaya penyimpanan variabel dapat ditekan serendah mungkin, maka

    perlu dicari jumlah pembelian yang paling ekonomis, yaitu dengan rumus:

    EOQ = Dimana:

    D = Penggunaan atau permintaan yang diperkirakan per periode waktu

    S = Biaya pemesanan (per pesanan dan penyiapan mesin) per pesanan

    H = Biaya penyimpanan per unit per periode waktu

    Menurut Handoko (2000:341) menyebutkan bahwa model EOQ dapat

    diterapkan bila anggapan-anggapan berikut ini dipenuhi:

    a. Permintaan akan produk adalah konstan, seragam dan diketahui

    (deterministik).

    b. Harga per unit produk adalah konstan.

    c. Biaya penyimpanan per unit per tahun (H) adalah konstan.

    d. Biaya pemesanan per pesanan (S) adalah konstan.

    e. Waktu antara pesanan dilakukan dan barang-barang diterima (lead time L)

    adalah konstan.

    f. Tidak terjadi kekurangan barang atau back order.

    2.4.3.3 Metode Meterial Requirement Planning (MRP)

    Menurut Kurniawan (2008:70) menyatakan bahwa berdasarkan sifatnya,

    bahan tergolong kedalam permintaan bebas dan permintaan terikat, dimana model

    persoalan sangat tergantung pada kedua sifat bahan tersebut. Menurut

    Tampubolon (2004:85), permintaan bebas adalah suatu permintaan yang bebas,

    2 SD

    H

  • dimana tidak ada keharusan untuk membelinya sebagai kepentingan konversi.

    Sedangkan permintaan terikat disebabkan jika bahan tersebut tidak ada maka

    proses konversi suatu perusahaan tidak dapat berjalan.

    Menurut Herjanto (2008:275) mendefinisikan Material Requirement

    Planning MRP System merupakan suatu konsep dalam menejemen produksi

    yang membahas cara tepat dalam perencanaan kebutuhan barang dalam proses

    produksi. Sedangkan menurut Rangkuti (2007:144) Material Requirement

    Planning MRP System adalah suatu sistem perencanaan dan penjadwalan

    kebutuhan material untuk produksi yang memerlukan beberapa tahap atau fase,

    dengan kata lain adalah suatu rencana produksi untuk sejumlah produk jadi yang

    diterjemahkan ke bahan mentah (komponen) yang dibutuhkan dengan

    menggunakan waktu tenggang, sehingga dapat ditentukan kapan dan berapa

    banyak yang dipesan untuk masing-masing komponen suatu produk yag akan

    dibuat.

    Sistem MRP mengendalikan agar komponen-komponen yang diperlukan

    untuk kelancaran produksi dapat tersedia sesuai dengan kebutuhan. Menurut

    Herjanto (2008:276-277), sistem MRP dimaksudkan untuk mencapai tujuan,

    diantaranya:

    1. Meminimalkan persediaan

    MRP menentukan berapa banyak dan kapan suatu komponen diperlukan

    disesuaikan dengan jadwal induk produksi (master prodution schedule).

  • 2. Mengurangi resiko karena keterlambatan produksi atau pengiriman

    MRP mengidentifikasi banyaknya bahan dan komponen yang diperlukan

    baik dari segi jumlah dan waktunya dengan memperhatikan waktu tenggang

    produksi maupun pengadaan komponen, sehingga dapat memperkecil resiko tidak

    tersedianya bahan yang akan diproses yang dapat mengakibatkan terganggunya

    rencana produksi.

    3. Komitmen yang realistis

    Dengan MRP, jadwal produksi diharapkan dapat dipenuhi sesuai dengan

    rencana, sehingga komitmen terhadap pengiriman barang dapat dilakukan secara

    lebih realistis.

    4. Meningkatkan efisiensi

    MRP mendorong peningkatan efisiensi karena jumlah persediaan, waktu

    produksi dan waktu pengiriman barang dapat direncanakan lebih baik sesuai

    dengan jadwal produksi induk.

    Menurut Herjanto (2008:278-281), penggunaan sistem MRP berkaitan

    dengan beberapa komponen, diantaranya adalah sebagai berikut:

    1. Data persediaan (inventory record file)

    Data ini menjadi landasan untuk membuat sistem MRP karena

    memberikan informasi tentang jumlah persediaan bahan baku dan barang jadi

    yang aman, jumlah barang yang terdapat digudang, jumlah barang yang telah

    dialokasikan, komponen yang sedang dipesan dan waktu kedatangannya serta

    waktu tenggang bagi setiap komponen.

  • 2. Jadwal induk produksi (master production schedule)

    Jadwal induk produksi merupakan gambaran atas periode perencanaan dari

    suatu permintaan, termasuk peramalan, backlog, rencana supplai atau penawaran,

    persediaan akhir serta kualitas yang dijanjikan tersediaan. Jadwal induk produksi

    berkaitan denagn pemasaran, rencana distribusi, perencanaan produksi dan

    perencanaan kapasitas.

    3. Spesifikasi produk (bill of material file)

    Aplikasi MRP dimulai dengan mengetahui komponen-komponen dari

    produk yang akan diproses atau dirakit. Bill of material file dibuat sebagai bagian

    dari proses desain dan kemudian digunakan untuk menentukan barang apa yang

    harus dibeli dan barang apa yang harus dibuat.

    Berdasarkan informasi dari jadwal induk produksi dapat diketahui

    permintaan dari suatu produk akhir, yang selanjutnya dengan mengetahui

    komponen yang membentuk produk akhir itu, status persediaan dan waktu

    tenggang yang diperlukan untuk memesan bahan atu merakit kebutuhan

    komponen yang diperlukan. Sistem MRP merencanakan ukuran lot sehingga

    barang-barang tersebut tersedia pada saat dibutuhkan. Menurut Taryana

    (2008:31), ukuran lot adalah kuantitas yang akan dipesan untuk memenuhi

    kebutuhan bahan baku perusahaan dengan kuantitas yang dapat meminimalkan

    biaya persediaan sehingga perusahaan akan memperoleh keuntungan. Menurut

    Herjanto (2008:282), metode MRP dapat dilakukan dengan menggunakan teknik

    LFL, EOQ, POQ dan PPB.

  • 1. MRP Teknik Lot For Lot (LFL)

    Menurut Munawar (2008:48), metode LFL atau sering dikenal sebagai

    metode persediaan minimal, berdasarkan pada ide menyediakan persediaan sesuai

    dengan yang diperlukan saja, jumlah persediaan diusahakan seminimal mungkin.

    Dalam kebijakan ini, ukuran lot untuk satu batch dipilih untuk memenuhi

    kebutuhan bersih satu periode tunggal. Menurut Hartiasih (2007:18), pemesanan

    yang dilakukan tepat sebesar kebutuhan yang akan dipakai. Berdasarkan hal

    tersebut perlu diketahui dalam menjalankan teknik lot for lot adalah besar dan

    waktu pemakaian bahan baku secara akurat yang didasarkan pada jadwal induk

    produksi dan waktu tenggang bahan baku.

    2. MRP Teknik Economic Order Quantity (EOQ)

    Menurut Assauri (2004:182) EOQ adalah jumlah atau besarnya pesanan

    yang dimiliki jumlah biaya pemesanan dan biaya penyimpanan per tahun yang

    paling minimal. Menurut Munawar (2008:49) teknik EOQ yang digunakan dalam

    persediaan barang-barang bebas dapat juga digunakan dalam teknik penentuan

    ukuran lot sistem MRP. Setelah diperoleh nilai kuantitas pesanan optimal dengan

    metode EOQ, maka dilakukan metode MRP seperti yang dilakukan dengan teknik

    Lot For Lot, besar pesanan adalah sebesar kelipatan EOQ yang lebih besar dan

    terdekat dengan kebutuhan bersih.

    3. MRP Teknik Period Order Quantity (POQ)

    Menurut Herjanto (2008:292), teknik POQ sering disebut juga sebagai

    teknik Uniform Order Cycle, merupakan pengembangan dari teknik EOQ untuk

  • jumlah permintaan yang tidak sama dalam beberapa periode. Menurut Hartiasih

    (2008:46) menjelaskan bahwa dalam teknik POQ, ukuran lot ditetapkan sama

    dengan kebutuhan aktual dalam jumlah periode yang telah ditetapkan sebelumnya,

    sehingga jumlah persediaan yang mungkin timbul dalam kebijakan EOQ.

    Menurut Kurniawan (2008:54), keunggulan kebijakan POQ dibandingkan

    dengan kebijakan EOQ adalah dalam mengurangi biaya penyimpanan persediaan

    bila kebutuhan tidak uniform (seragam) karena persediaan berlebih dapat

    dihindarkan. Untuk menghitung jumlah periode kebutuhannya harus dipenuhi

    oleh satu lot tunggal, digunakan perhitungan sebagai berikut:

    Jumlah pesanan = EOQ

    Permintaan rata-rata

    4. MRP Teknik Part Period Balancing (PPB)

    Menurut Herjanto (2008:290), PPB merupakan salah satu pendekatan

    dalam menentukan ukuran lot untuk suatu kebutuhan material yang tidak seragam,

    yang bertujuan memperkecil biaya total persediaan. Menurut Munawar (2008:52)

    menegaskan bahwa metode ini dapat menggunakan jumlah pesanan yang berbeda

    untuk setiap pesanan, dikarenakan jumlah permintaan setiap periode tidak sama.

    Menurut Hartiasih (2008:47) untuk mencari ukuran lot dilakukan dengan

    menggunakan pendekatan sebagian periode ekonomis (Economic Part Period

    EPP) yaitu dengan membagi biaya pemesanan dengan biaya penyimpanan per unit

    per periode. Rumus mencari besarnya EEP adalah sebagai berikut:

    EPP = biaya pemesanan

    biaya penyimpanan per periode

  • 2.5 Penelitian Terdahulu

    Wawan Kurniawan (2008), Program Sarjana Ekstensi manajemen

    Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor yang berjudul Analisis

    Pengendalian Persediaan Bahan Baku di Perusahaan Kecap Segitiga, Majalengka.

    Sistem pengadaan dan pengendalian bahan baku di Perusahaan kecap segitiga

    belum optimal dari segi biaya persediaan bahan baku. Hal ini ditunjukkan biaya

    persediaan yang dihasilkan perusahaan dibandingkan dengan sistem pengendalian

    menggunakan metode MRP teknik EOQ dan POQ. Sedangkan menggunakan

    teknik LFL biaya persediaan yang akan ditanggung perusahaan mengalami

    peningkatan sebagai akibat dari tingginya frekuensi pemesanan.

    Biaya yang dikeluarkan oleh Perusahaan kecap segitiga untuk persediaan

    bahan baku sebesar Rp 14.106.009,43 dengan biaya pembelian sebesar Rp

    1.340.240.482,00 sedangkan dengan teknik LFL biaya persediaan sebesar Rp

    27.659.748,70, teknik EOQ biaya persediaan sebesar Rp 9.365.809,48, dan teknik

    POQ biaya persediaan sebesar Rp 8.278.409,65. Tiga metode yang digunakan

    dalam menganalisis pengendalian persediaan bahan baku, didapat hasil bahwa

    penghematan terbesar diperoleh dari teknik POQ dengan tingkat penghematan

    sebesar Rp 5.827.599,78 (41,3%) dari biaya aktual yang dikeluarkan oleh

    Perusahaan kecap segitiga. Metode MRP teknik POQ menghasilkan penghematan

    terbesar dibandingkan dengan kondisi aktual perusahaan saat ini dari

    penghematan biaya persediaan maupun biaya pembelian bahan baku.

    Mariyam, Murda (2008), Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian/Agribisnis,

    Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulah,

  • Jakarta yang berjudul Analisis Pengendalian Bahan Baku Kedelai pada Koperasi

    Produksi Tahu di Kampung Iwul Parung Bogor (Studi Kasus Koperasi Ikhtiar

    Swadaya Masyarakat/ISM Mitra Bersama). Pengendalian persediaan bahan baku

    pada Koperasi ISM Mitra Bersama dilakukan dengan menyesuaikan antara

    kebutuhan anggota, mitra koperasi dan pembelian dengan kondisi keuangan

    koperasi. Sistem pengadaan bahan baku dilakukan apabila ketersediaan kedelai di

    gudang koperasi telah terjual 80-90 persenatau apabila tersesa hanya 10-20

    persen. Metode yang digunakan untuk menganalisis pengendalian persediaan

    bahan baku adalah MRP dengan teknik LFL,EOQ, POQ dan PPB.

    Hasil rata-rata dari persediaan perusahaan selama periode pengamatan

    (Januari 2009-Desember 2009) adalah sebesar 66.470 kg dengan frekuensi

    pemesanan sebanyak 48 kali. Hasil perbandingan biaya adalah biaya pemesanan

    tertinggi terdapat pada teknik LFL sebesar Rp 1.820.000 dan terendah terdapat

    pada teknik POQ sebesar Rp 315.000. Hal ini disebabkan oleh biaya penyimpanan

    pada metode LFL lebih rendah sehingga berbanding terbalik dengan biaya

    pemesanan. Biaya persediaan tertinggi pada metode perusahaan sebesar Rp

    400.101.500 sedangkan yang terendah pada metode LFL sebesar Rp 294.860.000

    sehingga hasil analisis menggunakan metode MRP teknik LFL direkomendasikan

    sebagai sistem pengendalian persediaan bahan baku.

  • 2.6 Alur Kerangka Pemikiran Operasional

    feed back

    = tahap selanjutnya

    = rekomendasi

    Prosedur

    Penanganan

    Bahan Baku

    Biaya Persediaan

    Bahan Baku

    Identifikasi Kebijakan Perusahaan

    dalam Pengadaan Bahan Baku

    Jenis dan Asal

    Bahan Baku

    Prosedur

    Pembelian

    Bahan Baku

    Waktu Tunggu

    Bahan Baku

    Volume

    Pemakaian

    Bahan Baku

    Analisis Pengendalian Persediaan

    Bahan Baku

    Metode

    Perusahaan

    Metode MRP

    - LFL - EOQ - POQ - PPB

    Analisis Perbandingan dan Penghematan

    antara Metode Pengendalian Persediaan

    Metode Pengendalian Persediaan Bahan

    Baku yang Efisien

    Analisis Pola

    Data Permintaan

  • 2.7 Definisi Operasional

    a. Persediaan (inventory) adalah bahan atau barang yang disimpan yang akan

    digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu.

    b. Pengendalian persediaan (controlling inventory) adalah kegiatan yang

    saling bertautan satu sama lain dalam seluruh operasi produksi perusahaan

    yang sesuai dengan apa yang telah direncanakan baik waktu, jumlah,

    kualitas maupun biayanya.

    c. Daging sapi (beef) adalah jaringan otot yang diperoleh dari sapi yang biasa

    dan umum digunakan untuk keperluan konsumsi makanan.

    d. Biaya pemesanan (ordering cost) adalah biaya yang terkait langsung

    dengan pemesanan atau pembelian bahan yang dilakukan oleh perusahaan.

    e. Biaya penyimpanan (holding cost) adalah biaya yang timbul karena

    adanya bahan baku yang disimpan perusahaan.

    f. Waktu tunggu (lead time) adalah perbedaan waktu antara saat memesan

    sampai saat barang datang.

  • BAB III

    METODE PENELITIAN

    3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

    Penelitian dilakukan di PT. Dagsap Endura Eatore, Jalan Cahaya Raya

    Kav. H-3, Kawasan Industri Sentul, Cibinong, Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini

    dilakukan secara sengaja (purposive) dengan menimbang bahwa perusahaan

    merupakan salah satu industri pengolahan daging yang sedang berkembang dan

    produktif di Indonesia. Penelitian ini dimulai pada bulan Oktober 2010 sampai

    dengan bulan Desember 2010.

    3.2 Jenis dan Sumber Data

    Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer

    diperoleh dari pengamatan dan wawancara langsung. Pengamatan langsung

    dilakukan dilokasi produksi dan penyimpanan. Wawancara langsung dilakukan

    dengan memilih responden secara sengaja, yaitu kepala bagian produksi,

    pergudangan dan para manajer PT. Dagsap Endura Eatore yang terkait. Data

    sekunder diperoleh dari literatur-literatur yang ada dan dokumen-dokumen PT.

    Dagsap Endura Eatore baik itu laporan dari manajemen perusahaan, laporan

    keuangan, laporan tahunan (RAT PT. Dagsap Endura Eatore) maupun dokumen-

    dokumen lain dan juga dari hasil riset dan tulisan yang berhubungan dengan topik

    yang dibahas serta informasi-informasi dari instansi-instansi terkait yang

    berhubungan dengan tujuan penelitian.

    Jenis data yang dibutuhkan adalah data kualitatif dan data kuantitatif. Data

    kualitatif mengenai gambaran umum perusahaan yang meliputi sejarah

  • perusahaan, tujuan, visi dan misi perusahaan, struktur organisasi perusahaan,

    ketenagakerjaan, proses produksi dan pemasaran. Sedangkan data kuantitatif

    mengenai data pemesanan yang meliputi volume pemakaian bahan baku, waktu

    tunggu bahan baku, biaya pemesanan dan biaya penyimpanan.

    3.3 Metode Pengumpulan Data

    Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan dua metode yaitu

    pengamatan langsung dan wawancara. Metode pengamatan langsung yaitu penulis

    mengamati secara langsung objek penelitian sehingga diperoleh gambaran yang

    nyata tentang segala aktivitas dan keadaan perusahaan dalam pengolahaan,

    pengadaan dan pengendalian persediaan bahan baku. Sedangkan metode

    wawancara dilakukan dengan melakukan tanya jawab secara langsung kepada

    manager produksi terkait pengadaan bahan baku.

    Data dan informasi yang diperoleh diolah dan dianalisis secara kualitatif

    dan kuantitatif. Data kualitatif yang diperoleh disajikan dalam bentuk deskriptif

    dibantu dengan gambar dan tabel. Sedangkan data kuantitatif yang diperoleh

    diolah dengan menggunakan alat bantu microsoft excell dimana hasil

    pembahasannya ditampilkan dalam bentuk tabel yang kemudian dianalisis secara

    deskriptif dan diinterpretasikan untuk menjelaskan hasil yang telah didapat

    tersebut.

  • 3.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data

    3.4.1 Analisis Kualitatif

    Analisis kualitatif digunakan untuk mengetahui informasi mengenai

    sejarah perusahaan, visi dan misi perusahaan, struktur organisasi, produk-produk

    yang dipasarkan, ketenagakerjaan dan pemasaran. Analisis kualitatif juga

    digunakan untuk mengetahui bagaimana prosedur pembelian, penyimpanan dan

    pengawasan mutu.

    3.4.2 Analisis Kuantitatif

    Analisis kuantitatif digunakan untuk mengetahui besarnya biaya yang

    dikeluarkan perusahaan untuk persediaan bahan baku. Perhitungan-perhitungan

    yang dilakukan dalam menentukan kuantitas optimal pesanan pada analisis

    pengendalian persediaan merupakan perhitungan yang melibatkan berbagai jenis

    biaya yang terkandung dalam persediaan. Oleh karena itu sebelum dilakukan

    perhitungan-perhitungan tersebut, terlebih dahulu perlu ditentukan komponen-

    komponen biaya-biaya persediaan yang terjadi. Biaya persediaan yang akan

    dibahas dalam penelitian ini adalah biaya pemesanaan bahan baku, biaya

    penyimpanan bahan baku dan biaya pembelian bahan baku.

    Biaya pemesanan bahan baku adalah biaya yang dikeluarkan berkenaan

    dengan pemesanan dan penerimaan bahan baku dari pemasok. Biaya ini

    berhubungan dengan pesanan, tetapi tidak tergantung dengan jumlah pesanan.

    Termasuk didalamnya adalah semua biaya administrasi, penempatan dan

  • penerimaaan order. Biaya penempatan pesanan (biaya telepon, faximile, surat

    menyurat). Biaya pemesanan per tahun dapat dihitung (Herjanto,2007:248):

    Biaya pemesanan per tahun = frekuensi pesanan x biaya pesanan

    Biaya penyimpanan bahan baku adalah biaya-biaya yang diperlukan

    berkenaan diadakannya persediaan. Biaya ini berhubungan dengan jumlah

    persediaan yang ada digudang. Termasuk didalamnya biaya gudang, upah dan gaji

    pegawai gudang, biaya administrasi gudang dan bunga atas modal yang

    ditamankan kedalam investasi. Biaya penyimpanan per tahun dapat dihitung:

    (Herjanto;2007:248)

    Biaya penyimpanan per tahun = persediaan rata-rata x biaya penyimpanan

    Secara sistematis dapat ditulis sebagai berikut:

    Biaya total = Biaya pemesanan + Biaya penyimpanan

    Total cost (TC) = S(D/Q) + H(Q/2)

    Dimana:

    TC = Biaya total persediaan daging sapi

    D = Pengunaan atau permintaan daging sapi per periode tahun

    S = Biaya pemesanan daging sapi per pesanan

    Q = Jumlah pemesanan daging sapi per pesanan

    H = Biaya penyimpanan daging sapi per kilogram per tahun

    D

    Q x S

    Q

    2 x H

  • Volume pemakaian bahan baku akan banyak digunakan dalam analisis ini,

    sebab volume pemakaian bahan baku dapat menunjukkan besar permintaan akan

    bahan baku yang termasuk salah satu variable penentu dalam penentuan kuantitas

    optimal. Sedangkan waktu tunggu bahan baku utama akan digunakan dalam

    menentukan jumlah waktu pesanan, sehingga pesanan dapat diterima pada saat

    yang tepat. Waktu tunggu bahan baku utama didasarkan pada catatan-catatan

    historis perusahaan.

    Penelitian ini akan menggunakan metode pengendalian persediaan yang

    memiliki jenis permintaan terikat, dimana bila jenis bahan tersebut tidak ada maka

    proses konversi suatu perusahaan tidak dapat berjalan. Metode untuk jenis barang

    permintaan terikat lebih sesuai adalah Sistem Rencana Kebutuhan Bahan

    (Material Requirement Planning MRP System). Menurut Hartiasih (2008:18),

    analisis persediaan bahan baku merupakan analisis kuantitatif untuk mengetahui

    berapa jumlah pemesanan optimal dan berapa total biaya persediaan yang muncul

    serta juga berapa stok yang aman.

    3.4.2.1 Metode (Meterial Requirement Planning MRP)

    Masalah yang akan dihadapi perusahaan yaitu inefisiensi dalam penentuan

    ukuran lot yang akan dipesan. Metode MRP ini dapat memberikan membantu

    permudahaan dalam menentukan waktu pemesanan dan ukuran lot yang akan

    dipesan sekaligus dapat memberikan biaya persediaan minimum bagi perusahaan.

    Format perhitungan dengan sistem MRP adalah seperti yang ditunjukan pada

    Tabel 1.

  • Tabel 1. Format Perencanaan Bahan Baku (MRP)

    No Uraian Periode

    1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

    1. Kebutuhan kotor (kg)

    2. Proyeksi persediaan di tangan (kg)

    3. Kebutuhan bersih (kg)

    4. Rencana penerimaan pesanan (kg)

    5. Rencana pelaksanaan pesanan (kg)

    Sumber: Buffa dan Sarin, 1996

    Langkah-langkah mengisi format rencana MRP adalah sebagai berikut:

    a. Menentukan kebutuhan kotor

    Kebutuhan kotor adalah rencana pemakaian bahan baku yang telah

    ditentukan sebelumnya pada saat penjadwalan produksi.

    b. Menentukan persediaan di tangan

    Persediaan di tangan adalah persediaan awal yang ada di tangan pada suatu

    periode. Apabila tidak terdapat kebutuhan bersih dan tidak tidak terdapat rencana

    penerimaaan pada periode sebelumnya, maka besarnya proyeksi persediaan di

    tangan periode sebelumnya dikurangi kebutuhan kotor periode yang sebelumnya.

    Apabila terdapat penerimaan terjadwal pada periode sebelumya, tetapi tidak

    terdapat kebutuhan bersih dan rencana peneriman terjadwal pesanan pada periode

    sebelumnya, maka proyeksi persediaan di tangan untuk suatu periode adalah

    sebesar penerimaan terjadwal periode sebelumnya dikurangi kebutuhan kotor

    periode sebelumnya. Apabila terdapat kebutuhan bersih dan penerimaan pesanan

    pada periode sebelumnya, maka proyeksi persediaan di tangan untuk suatu

    periode sebelumnya dikurangi dengan kebutuhan bersih periode sebelumnya.

  • c. Menentukan kebutuhan bersih

    Kebutuhan bersih adalah kebutuhan bahan baku yang tidak dapat dipenuhi

    oleh persediaan perusahaan. Apabila jumlah penerimaan terjadwal dan proyeksi

    persediaan di tangan untuk suatu periode lebih besar dari kebutuhan kotor periode